Anda di halaman 1dari 4

Infeksi Malaria Plasmodium Falciparum pada Placenta : Akurasi Rapid Diagnostic Test (RDT) HRP-2 di Daerah Endemic Malaria

Selama kehamilan, infeksi malaria menyebabkan sekuestrasi parasit di dalam pembuluh darah plasenta maternal, yang berakibat meningkatnya risiko aborsi, lahir mati, lahir prematur, intra-uterine growth retardation (IUGR) dan anemia pada ibu. Malaria pada kehamilan meningkatkan risiko berat bayi lahir rendah (BBLR) dan mortalitas prenatal, neonatal serta anak. Infeksi P. falciparum diakhir gestasi meningkatkan kemungkinan infeksi pada plasenta. Penelitian sebelumnya oleh Desai et al memperkirakan bahwa sekitar 1 dari 4 wanita hamil di area endemik malaria memiliki bukti adanya infeksi plasenta pada saat kelahiran. Uji diagnostik cepat atau rapid diagnostic tests (RDTs) sepertinya lebih baik daripada pemeriksaan mikroskopis dalam mendeteksi infeksi malaria. Rapid diagnostic tests merupakan suatu metode immunokromatografi yang menggunakan antibodi monoklonal yaitu HRP-2 (Histidine Rich Protein) untuk Plasmodium falciparum dan pLDH (parasite Lactate Dehydrogenase) untuk Plasmodium vivax sebagai indikator infeksi. Meskipun penggunaan RDTs pada wanita hamil memiliki bukti yang sedikit, RDTs telah terbukti memiliki sensitivitas yang sebanding dengan pemeriksaan mikroskopik dalam mendiagnosis malaria dan dapat meningkatkan diagnosis malaria serta dapat dipakai pada tingkat fasilitas kesehatan yang rendah sekalipun. Penelitian ini membandingkan RDTs HRP-2 dengan pemeriksaan mikroskopik dalam mendeteksi malaria perifer pada wanita hamil yang demam. Rapid diagnostic test (RDT) dan pemeriksaan mikroskopik juga dibandingkan dengan pemeriksaan histologi plasenta dalam mendeteksi malaria pada plasenta. Penelitian ini mendapatkan prevalensi malaria sebesar 38% dengan pemeriksaan mikroskopik dan 54% dengan RDTs yang dilakukan pada wanita

hamil yang demam. Jika dibandingkan dengan pemeriksaan mikroskopik, RDTs memiliki sensitivitas 97% dan spesifisitas 74% dalam mendiagnosis malaria P. falciparum pada wanita hamil yang demam di daerah hiper-endemik, bagian timur Uganda. Sensitivitas RDTs yang tinggi pada ibu hamil yang memiliki gejala malaria ditemukan pada penelitian sebelumnya oleh Tibenderana et al (2008) dimana sensitivitas 98% dan spesifisitas 72%. Sensitivitas yang tinggi ini memberikan kepercayaan kepada dokter bahwa RDTs sepertinya tidak akan gagal dalam mendeteksi malaria pada kehamilan. Nilai prediksi positif rendah dikarenakan hasil dari positif semu. Positif semu dapat dipengaruhi oleh antigenemia HRP-2 persisten dan adanya deteksi malaria yang lebih baik dari tes HRP-2. Pada penelitian ini didapatkan spesifisitas yang rendah tetapi memiliki nilai prediksi negativf yang tinggi yaitu 97,5%. Hasil nilai prediksi negatif ini memberikan kepercayaan bahwa jika RDTs digunakan untuk diagnosis malaria pada kehamilan, sangat sedikit wanita yang terinfeksi akan gagal terdeteksi. Selain itu, negatif semu berhubungan dengan densitas parasit yang rendah. Bagi penggunaan secara klinik, sensitifitas dan spesifisitas RDTs dapat dikombinasi dengan uji rasio kemungkinan (likelihood ratio). Rasio kemungkinan menunjukkan seberapa banyak wanita dengan malaria memiliki hasil positif (atau negatif) dibandingkan dengan wanita tanpa malaria. Penelitian ini menemukan rasio kemungkinan positif mencapai 2,13 yang berarti wanita hamil dengan malaria memiliki kemungkinan 2 kali lebih besar untuk hasil tes RDTs positif dibandingkan dengan wanita hamil tanpa malaria. Nilai rasio kemungkinan negatif adalah 0,025 yang berarti kemungkinan hasil negatif pada wanita hamil dengan malaria 0,025 kali lebih besar dari pada wanita hamil tanpa malaria. Maka dari itu, wanita tanpa malaria memiliki kemungkinan sekitar 40 kali memiliki hasil negatif dibandingkan wanita dengan malaria. Sensitivitas, spesifisitas, nilai prediksi positif dan rasio kemungkinan RDTs yang tinggi pada wanita hamil yang memiliki gejala malaria, memberikan

kepercayaan kepada klinisi untuk mengobati wanita hamil dengan hasil RDT positif dan tidak mengobati wanita hamil dengan hasil RDT negatif. Pemeriksan histologi pada jaringan plasenta menunjukkan bahwa 21% wanita terinfeksi oleh malaria pada plasentanya, 12% diantaranya dalam kondisi infeksi aktif. Akurasi RDTs dalam mendeteksi malaria pada plasenta dengan menggunakan darah perifer saat kelahiran termasuk dalam kategori menengah (Sensitivitas 80,9%, spesifisitas 87,5%, nilai prediksi negatif 98%). Pada penelitian ini tidak ditemukan perbedaan yang signifikan antara RDTs dan pemeriksaan mikroskopik (Sensitivitas 76,2%, spesifisitas 92,1%, nilai prediksi negatif 96,6%). Jika pemeriksaan mikroskopis dan RDTs dikombinkasikan dalam mendiagnosis malaria pada plasenta, maka sensitivitas dan spesifisitasnya akan meningkat (sensitivitas 90,5% , spesifisitas 82,2%). Hasil ini menyimpulkan wanita dengan hasil tes negatif pada pemeriksaan mikroskopik dan RDTs tidak seharusnya diobati dengan obat antimalaria. Bagaimanapun juga, pengobatan presumtif intermiten perlu disarankan dan dipromosikan untuk meminimalkan risiko infeksi plasenta dan komplikasinya terhadap ibu serta fetus. Malaria pada kehamilan dan infeksi akut pada plasenta meningkatkan risiko timbulnya gejala malaria pada ibu, anemia parah, intra uterine growth retardation (IUGR) dan kematian pada anak. Pada wanita hamil dengan hasil RDT negatif, pengobatan presumptif intermiten dengan phadoxine-pyrimethamine dapat diberikan. Meskipun dari beberapa penelitian melaporkan efikasi phadoxine-pyrimethamine yang baik, kegunaannya masih tanda tanya dan efektivitas serta keamanan masih belum jelas. Kesimpulan : Prevalensi infeksi malaria aktif pada plasenta sebesar 12% di daerah endemik, Uganda. Rapid diagnostic test (RDTs) akurat dan sebanding dengan pemeriksaan mikroskopik dalam mendiagnosis malaria pada kehamilan jika dilakukan oleh bidan selama antenatal care (ANC). Rapid diagnostic test (RDT) secara statistik tidak lebih baik dari pemeriksaan mikroskopik dalam mendeteksi infeksi plasenta

dan kedua metode tersebut kurang optimal. Kombinasi penggunaan RDTs dan pemeriksaan mikroskopik dengan darah perifer meningkatkan deteksi infeksi malaria pada plasenta. Rapid diagnostic test (RDT) memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi yang sebanding dengan pemeriksaan mikroskopik dalam mendiagnosis malaria P. falciparum pada kehamilan.

Anda mungkin juga menyukai