Anda di halaman 1dari 38

BAB I PENDAHULUAN Ikterus terjadi apabila terdapat bililirubin dalam darah.

Pada sebagian besar neonatus, ikterus akan ditemukan dalam minggu pertama dalam kehidupannya. Dikemukakan bahwa kejadian ikterus terdapat pada 60% bayi cukup bulan dan pada bayi 80% bayi kurang bulan. Di Jakarta dilaporkan 32,19 % menderita ikterus. Ikterus ini pada sebagian lagi bersifat patologik yang dapat menimbulkan gangguan yang menetap atau menyebabkan kematian. Karena setiap bayi dengan ikterus harus ditemukan dalam 24 jam pertama kehidupan bayi atau bila kadar bilirubuin meningkat lebih dari 5 mg/dl dalam 24 jam. Proses hemolisis darah, infeksi berat ikterus yang berlangsung lebih dari 1 mg/dl juga merupakan keadaan kemungkinan adanya ikterus patologi. Dalam keadaan tersebut penatalaksanaan ikterus dilakukan sebaik-baiknya agar akibat buruk ikterus dapat dihindarkan. Angka kejadian Ikterus pada bayi sangat bervariasi di RSCM persentase ikterus neonatorum pada bayi cukup bulan sebesar 32,1% dan pada bayi kurang bulan sebesar 42,9%, sedangkan di Amerika Serikat sekitar 60% bayi menderita ikterus baru lahir menderita ikterus, lebih dari 50%. Bayi-bayi yang mengalami ikterus itu mencapai kadar bilirubin yang melebihi 10 mg.

BAB II LAPORAN KASUS Seorang bayi usia 3 hari mengalami ikterus sejak usia 2 hari, lahir spontan ditolong bidan dengan berat lahir 2100 g dan tidak langsung menangis. Pada pemeriksaan fisis didapatkan berat 2000 g, sadar, tidak panas, ikterus di wajah sampai toraks dan abdomen. Hasil pemeriksaan bilirubin total 16.5 mg/dl. Anda sebagai mahasiswa diminta untuk merancang tatalaksana kasus tersebut.

BAB III PEMBAHASAN Hal pertama yang dilakukan setelah pasien datang diantar oleh keluarganya adalah mencatat identitas lengkap pasien Identitas pasien Nama: Jenis kelamin: Usia: 3 hari Pekerjaan orang tua: Hipotesis dan daftar masalah Setelah mengambil data identitas pasien dengan lengkap, kemudian pemeriksaan yang dilakukan adalah inspeksi secara langsung penampakan bayi dibarengi dengan anamnesis. Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis sebab pasien merupakan pasien anak sehingga pertanyaan lebih difokuskan kepada orangtuanya. Anamnesis dilakukan secara sistematis dan lengkap dimulai dengan keluhan utama. Keluhan utama yang disampaikan keluarga pasien adalah bayi yang berusia 3 hari mengalami ikterus. Keluhan tambahan lainnya adalah bayi lahir dengan berat badan kurang dan tidak langsung menangis saat lahir. Dari keluhan-keluhan tersebut di atas, dapat disusun suatu daftar masalah diikuti dengan beberapa hipotesis dari kelompok kami. Daftar Masalah Dasar Masalah Ikterus Bayi hari berusia 3 Hiperbilirubinemia 1. Proses fisiologis 2. Proses patologis Keterangan Hipotesis

Mengalami AlloAnamnesis ikterus sejak 2 Et kausa: Peningkatan produksi - Hemolisis - Kelainan darah - Perdarahan tetutup - Hipoksia - Defisiensi G6-PD - Breast milk jaundice - Defisiensi enzim kongenital

usia 2 hari (24 jam setelah kelahiran) Lahir secara

spontan, ditolong oleh bidan

glukoronil transferase Gangguan transportasi Gangguan fungsi hati Gangguan sekresi Peningkatan enterohepatik ileus obstruktif Berat gram lahir 2100 Dismaturitas (Intra Uterine Growth restriction) Prematuritas siklus misalnya

Saat

lahir

tidak

Prematuritas

akibat

langsung menangis

pematangan

organ

yang

belum sempurna Setelah mengetahui keluhan utama maka kelompok kami melakukan tindakan anamnesis lebih lanjut sebagai berikut. Anamnesis Tambahan Bagaimana proses kelahiran bayi? Apakah bayi lahir cukup bulan? Apakah ibu rutin memeriksakan kehamilannya ke dokter (antenatal care)? Apakah ada trauma saat lahir? Apakah ibu pernah menderita suatu penyakit saat mengandung? Apakah ibu pernah mengkonsumsi obat saat mengandung? Apakah saat lahir bayi mendapatkan penanganan tertentu? Apakah di keluarga ada penyakit menurun? Bagaimana nutrisi bayi? Apakah ibu memberi ASI? Ini kehamilan keberapa? Apakah ibu memiliki penyakit kardiovaskuler atau penyakit metabolik seperti DM? Setelah melakukan anamnesis, didapatkan hasil sebagai berikut. I. Riwayat penyakit sekarang : Bayi berusia 3 hari mengalami ikterus sejak usia 2 hari, sadar, tidak panas. Ikterus di wajah sampai toraks dan abdomen II. Riwayat penyakit dahulu III. Riwayat penyakit keluarga IV. Riwayat pengobatan :::-

V. Riwayat kelahiran

: lahir spontan ditolong bidan dengan berat lahir 2100 g, tidak langsung menangis.

Setelah selesai melakukan anamnesis terarah dan sistematis, kelompok kami melanjutkan dengan pemeriksaan fisik menyeluruh. Pemeriksaan fisik dimulai dari inspeksi lebih lanjut, palpasi, perkusi, dan auskultasi. Pemeriksaan keadaan umum dan tanda vital penting dilakukan pada awal pemeriksaan agar diketahui status pasien secara umum apakah pasien memerlukan perhatian khusus atau tidak. Hasil pemeriksaan fisik dilakukan sebagai berikut: Keadaan umum Kesadaran Tanda vital 1. Heart Rate 2. Respiration Rate 3. Suhu tubuh 4. Tekanan darah Antropometri 1. Berat badan : 2000 gr Berat badan bayi tersebut mengalami penurunan sebesar 100gr dari berat lahir seberat 2100gr. Bayi dilahirkan dalam kondisi berat bayi lahir rendah, yang normalnya berkisar dari 2500gr mencapai 4000 gr. 2. Panjang badan : 3. Lingkar kepala : Status Generalis 1. Kepala dan leher 2. Thorax : (lihat status lokalis) : (lihat status lokalis) 6 ::: tidak panas ::: Sadar

3. Abdomen 4. Ekstremitas Status Lokalis

: (lihat status lokalis) :-

Pada bayi tersebut tampak ikterus di wajah sampai thorax dan abdomen. Normal warna kulit ialah kemerah-merahan, dilapisi oleh vernik kaseosa yang melindungi kulit bayi dan terdiri dari campuran air dan minyak dan mengandung sabun, lanugo (rambut bayi), sel peridermal dan debris lain. Ikterus yang ditemukan pada bayi baru lahir dapat merupakan suatu gejala fisiologis atau dapat merupakan hal yang patologis misalnya pada inkompabilitas antara darah ibu dan bayi, sepsis, penyumbatan saluran empedu dan sebagainya. Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan hasil pemeriksaan berat 2000 gram yang mengindikasikan adanya penurunan berat badan. Sadar yang berarti kadar bilirubin yang tinggi belum mempengaruhi fungsi otak. Hipotesis adanya infeksi dapat disingkirkan karena tidak terdapat demam Setelah melakukan pemeriksaan fisik, dilakukan pemeriksaan penunjang.

Pemeriksaan penunjang yang sudah dilakukan kepada pasien ini adalah pemeriksaan kadar bilirubin darah. Dari pemeriksaan tersebut didapatkan hasil pemeriksaan bilirubin total adalah 16,5 mg/dL. Angka ini cukup tinggi, dimana normal bilirubin total dalam serum pada bayi baru lahir berkisar antara 1 12 mg/dL.1 Kadar bilirubin yang tinggi inilah penyebab dari ikterus yang dialami oleh pasien. Menurut literatur, kadar bilirubin total dalam serum sebesar 3 mg/dL sudah dapat menimbulkan ikterus pada seseorang namun pada bayi diperlukan kadar yang lebih tinggi lagi dan hal itu terbukti pada kasus ini.2

Walau sudah diketahui permasalahan pasien ini adalah ikerus dan akan segera dilakukan tindakan darurat namun belum diketahui secara pasti etiologi terjadinya ikterus tersebut, sehingga perlu dilakukan beberapa pemeriksaan penunjang sebagai berikut: Laboratorium darah rutin Pemeriksaan darah rutin berisi hemoglobin, leukosit, hitung jenis, dan LED. Pada dasarnya pemeriksaan ini untuk melihat apakah ada suatu keadaan anemia, infeksi, keganasaan, dan gangguan sistem imun pada seseorang. Rhesus dan gologan darah Pemeriksaan ini penting karena bisa saja peningkatan bilirubin yang dialami oleh pasien akibat dari terjadinya inkompatibilitas baik golongan darah maupun rhesu. Jika terjadi suatu inkompatibilitas maka hal yang akan terjadi adalah meningkatnya hemolisis sehingga hasil metabolismenya berupa bilirubin pun meningkat. Kadar albumin serum Albumin adalah protein yang diproduksi oleh hepar yang berfungsi mengikat bilirubin sehingga terkonjugasi dan dapat diekskresi oleh tubuh. Salah satu hipotesis kami pada kasus ini adalah keadaan prematur dimana dapat terjadi imaturitas fungsi hepar sehingga produksi albumin terganggu. Selain itu, hipolabuminemia juga dapat terjadi pada kasus-kasus gizi buruk sehingga bahan-bahan untuk mensintesis albumin kurang dan terjadi hipoalbuminemia. Bilirubin yang tidak terkonjugasi akan menumpuk di jaringan dan akan terlihat kekuningan dari luar. SADT (Sediaan Apus Darah Tepi) Sediaan apus ini berguna untuk mengetahui apakah ada kelainan bentuk hemoglobin yang dapat menjadi salah satu hipotesis terjadinya ikterus pada

pasien ini. Bentuk sel darah merah yang abnormal menyebabkan sel tersebut mudah pecah dan terjadi hemolisis berlebihan sehingga kadar bilirubin pun meningkat. Dari hasil pemeriksaan kadar bilirubin total sebesar 16.5 mg/ dl mengindikasikan bahwa adanya peningkatan kadar bilirubin yang masuk dalam kriteria sebagai berikut, yaitu: Ikterus Fisiologis3 Ikterus fisiologis menurut Tarigan (2003) dan Callhon (1996) dalam Schwats (2005) adalah ikterus yang memiliki karakteristik sebagai berikut: Timbul pada hari kedua ketiga Kadar bilirubin indirek setelah 2 x 24 jam tidak melewati 15 mg % pada neonatus cukup bulan dan 10 mg % per hari pada kurang bulan Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg % perhari Kadar bilirubin direk kurang dari 1 mg % Ikterus hilang pada 10 hari pertama Tidak mempunyai dasar patologis. Ikterus Patologis3 Ikterus patologis adalah suatu keadaan dimana kadar konsentrasi bilirubin dalam darah mencapai nilai yang mempunyai potensi untuk menimbulkan kern ikterus kalau tidak ditanggulangi dengan baik, atau mempunyai hubungan dengan keadaan yang patologis. Ikterus yang kemungkinan menjadi patologis atau hiperbilirubinemia dengan karakteristik sebagai berikut adalah menurut Surasmi (2003) bila: Ikterus terjadi pada 24 jam pertama sesudah kelahiran Peningkatan konsentrasi bilirubin 5 mg % atau > setiap 24 jam Konsentrasi bilirubin serum sewaktu 10 mg % pada neonatus < bulan dan12,5 % pada neonatus cukup bulan

Ikterus disertai proses hemolisis (inkompatibilitas darah, defisiensi enzim G6PD dan sepsis) Ikterus disertai berat lahir <2000 gr, masa gestasi <36 minggu, asfiksia, hipoksia, sindrom gangguan pernafasan, infeksi, hipoglikemia, hiperkapnia, hiperosmolalitas darah. Menurut tarigan (2003) adalah: Suatu keadaan dimana kadar bilirubin dalam darah mencapai suatu nilai yang mempunyai potensi untuk menimbulkan Kern Ikterus kalau tidak ditanggulangi dengan baik, atau mempunyai hubungan dengan keadaan yang patologis. Brown menetapkan hiperbilirubinemia bila kadar bilirubin mencapai 12 mg % pada cukup bulan, dan 15 mg % pada bayi yang kurang bulan. Utelly menetapkan 10 mg % dan 15 mg %. Pada kasus ini, dari hasil anamnesis, pemeriksaan penunjang belum dapat ditentukan diagnosis pasti. Hal ini disebabkan informasi yang didapat dari hasil tersebut belum memadai dan tidak ada keterangan tambahan dari pemeriksaan penunjang yang kami anjurkan. Maka kami hanya dapat menegakkan beberapa daftar diagnosis banding. Dari keterangan mengenai kadar bilirubin neonatus, kami dapat menyimpulkan bahwa sifat ikterus yang dialami bayi adalah bersifat patologis dan memerlukan terapi untuk mencegah terjadinya kern ikterus.

10

Patofisiologi kasus Bayi tidak langsung menagis

Transient tachypnea of the newborn Hyaline membrane disease

Sesak nafas

Meconium aspiration

hypoxia

asidosis

Ikterus patologis

ABO,Rh incompatibility

hypoalbumin

G6PD Deficiency

Pada kasus ini, bayi yang tidak menangis dapat disebabkan karena bayi yang mengalami sesak nafas. Sesak nafas tersebut masih mempunyai beberapa kemungkinan yang dapat menyebabkannya. Beberapa diantaranya adalah hyaline membrane disease. Penyakit ini diakibatkan karena kurangnya kadar surfaktan akibat kelahiran yang prematur sehingga sang bayi susah bernafas4. Riwayat hypoxia dalam kandungan atau intrauterine juga dapat menimbulkan sesak nafas sehingga bayi tidak menangis. Hal ini disebabkan oleh karena bayi yang mengalami hypoxia akan mengeluarkan meconium ke dalam air ketuban yang sebagian dapat masuk ke dalam saluran nafas. Transient tacypnea of the newborn juga dapat menyebabkan sesak nafas pada neonates5. Hal ini sering terjadi pada bayi yang dilahirkan

11

secara Caesar karena cairan yang masuk ke paru tidak mengalami kompresi seperti bayi yang dilahirkan secara normal sehingga cairan tersebut tidak dapat keluar. Sesak nafas ini kemudian dapat menyebabkan oksigen yang masuk menurun sehingga dapat menyebabkan terjadinya metabolisme anaerob yang menyebabkan terjadinya asidosis. Asidosis ini kemudian dapat menyebabkan eritrosit mengalami hemolitik sehingga terjadi kondisi ikterus patologis. Ikterus patologis dapat disebabkan oleh faktor-faktor lainya seperti ABO, Rh incompatibility, hypoalbumin, G6PD deficiency yang memerlukan pemeriksaan penunjang lebih lanjut untuk membuktikannya. Metabolisme Bilirubin6 Segera setelah lahir bayi harus mengkonjugasi Bilirubin (merubah Bilirubin yang larut dalam lemak menjadi Bilirubin yang mudah larut dalam air) di dalam hati. Frekuensi dan jumlah konjugasi tergantung dari besarnya hemolisis dan kematangan hati, serta jumlah tempat ikatan Albumin (Albumin binding site). Pada bayi yang normal dan sehat serta cukup bulan, hatinya sudah matang dan menghasilkan Enzim Glukoronil Transferase yang memadai sehingga serum Bilirubin tidak mencapai tingkat patologis.

12

Patofisiologi hiperbilirubinemia Peningkatan kadar Bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan. Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban bilirubin pada sel hepar yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia. Gangguan pemecahan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan kadar bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein Y dan Z berkurang atau pada bayi hipoksia asidosis. Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar bilirubin adalah apabila ditemukan gangguan konjugasi hepar atau neonatus yang mengalami gangguan ekskresi misalnya sumbatan saluran empedu.

13

Pada derajat tertentu bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh. Toksisitas terutama ditemukan pada bilirubin indirek yang bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. Sifat ini memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel otak apabila bilirubin tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak disebut kern ikterus. Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada saraf pusat tersebut mungkin akan timbul apabila kadar bilirubin indirek lebih dari 20 mg/dl. Mudah tidaknya kadar bilirubin melewati sawar darah otak ternyata tidak hanya tergantung pada keadaan neonatus. Bilirubin indirek akan mudah melalui sawar darah otak apabila bayi terdapat keadaan berat badan lahir rendah , hipoksia, dan hipoglikemia

14

Penatalaksanaan Penatalaksanaan pertama yang harus dilakukan pada pasien ini adalah rawat inap. Indikasi rawat inap pada pasien ini adalah kadar bilirubin total pasien yang sebesar 16,5 mg/dl, di mana kadar ini sudah melebihi nilai normalnya, yaitu kadar bilirubin total sewaktu > 12 mg/dl pada bayi preterm atau >15 mg/dl pada bayi aterm (pada kasus ini belum 15

diketahui apakah pasien lahir cukup bulan atau prematur) sehingga ikterus pada pasien ini patut dicurigai sebagai ikterus patologis. Selama rawat inap, tanda vital pasien harus selalu dikontrol dengan baik. Asupan gizi pasien juga harus diperhatikan dengan baik seperti pemberian ASI dari sang ibu. Pada kasus ini, berdasarkan usia pasien yang masih berusia 3 hari dengan kadar bilirubin darah total 16,5 mg/dl, maka terapi yang harus dilakukan adalah terapi sinar. Terapi sinar ini bertujuan untuk memecah bilirubin menjadi senyawaan dipirol yang nontoksik dan dikeluarkan melalui urin dan feses. 7 Indikasi terapi sinar ini adalah kadar bilirubin darah 10 mg% atau pra/pasca transfusi tukar. 7 Kriteria alat 1. Lampu floresensi 10 buah @ 20 Watt dengan gelombang sinar 425-475 nm; misalnya: cool white, daylight, vita kite, blue (F20T12), special blue (F20T12/BB) 2. Cahaya diberikan pada jarak 45 cm di atas bayi, di antaranya diberi kaca pleksi setebal 0,5 inci untuk menahan sinar ultraviolet 3. Lampu diganti tiap 200-400 jam 4. Intensitas cahaya yang biasa digunakan adalah 6-12 mwatt/cm2 per nm Cara kerja terapi sinar 1. Cara kerja terapi sinar adalah dengan mengubah bilirubin menjadi bentuk yang larut dalam air untuk dieksresikan melalui empedu atau urin 2. Ketika bilirubin mengabsorbsi cahaya, terjadi reaksi fotokimia yaitu isomerisasi 3. Terdapat konversi ireversibel menjadi isomer kimia lainnya bernama lumirubin yang dengan cepat dibersihkan dari plasma melalui empedu 4. Lumirubin adalah produk terbanyak degradasi bilirubin akibat terapi sinar pada manusia

16

5. Sejumlah kecil bilirubin plasma tak terkonyugasi diubah oleh cahaya menjadi dipyrole yang diekskresikan lewat urin. Foto isomer bilirubin lebih polar dibandingkan bentuk asalnya dan secara langsung bisa dieksreksikan melalui empedu 6. Dari empedu kemudian diekskresi ke dalam duodenum untuk dibuang bersama feses tanpa proses konjugasi oleh hati 7. Hanya produk foto oksidan saja yang bisa diekskresikan lewat urin 8. Fototerapi mempunyai peranan dalam pencegahan peningkatan kadar bilirubin, tetapi tidak dapat mengubah penyebab kekuningan dan hemolisis dapat menyebabkan anemia. Prosedur pemberian fototerapi Persiapan Unit Terapi sinar 1. Hangatkan ruangan tempat unit terapi sinar ditempatkan bila perlu sehingga suhu di bawah lampu antara 38C sampai 30C 2. Nyalakan mesin dan pastikan semua tabung fluoresens berfungsi dengan baik 3. Ganti tabung/lampu fluoresens yang telah rusak atau berkelip-kelip (flickering): a) Catat tanggal penggantian tabung dan lama penggunaan tabung tersebut b) Ganti tabung setelah 2000 jam penggunaan atau setelah 3 bulan, walaupun tabung masih bisa berfungsi 4. Gunakan linen putih pada basinet atau inkubator, dan tempatkan tirai putih di sekitar daerah unit terapi sinar ditempatkan untuk memantulkan cahaya sebanyak mungkin kepada bayi Pemberian Terapi sinar 1. Tempatkan bayi di bawah sinar terapi sinar. a) Bila berat bayi 2 kg atau lebih, tempatkan bayi dalam keadaan telanjang pada basinet. Tempatkan bayi yang lebih kecil dalam inkubator. b) Letakkan bayi sesuai petunjuk pemakaian alat dari pabrik.

17

2.

Tutupi mata bayi dengan penutup mata, pastikan lubang hidung bayi tidak ikut tertutup. Jangan tempelkan penutup mata dengan menggunakan selotip.

3. 4.

Balikkan bayi setiap 3 jam Pastikan bayi diberi makan: - Motivasi ibu untuk menyusui bayinya dengan ASI ad libitum, paling kurang setiap 3 jam. Selama menyusui, pindahkan bayi dari unit terapi sinar dan lepaskan penutup mata. - Pemberian suplemen atau mengganti ASI dengan makanan atau cairan lain (contoh: pengganti ASI, air, air gula, dll) tidak ada gunanya. - Bila bayi menerima cairan per IV atau ASI yang telah dipompa (ASI perah), tingkatkan volume cairan atau ASI sebanyak 10% volume total per hari selama bayi masih diterapi sinar. - Bila bayi menerima cairan per IV atau makanan melalui NGT, jangan pindahkan bayi dari sinar terapi sinar.

5.

Perhatikan: selama menjalani terapi sinar, konsistensi tinja bayi bisa menjadi lebih lembek dan berwarna kuning. Keadaan ini tidak membutuhkan terapi khusus.

6. 7.

Teruskan terapi dan tes lain yang telah ditetapkan: Pindahkan bayi dari unit terapi sinar hanya untuk melakukan prosedur yang tidak bisa dilakukan di dalam unit terapi sinar.

8.

Bila bayi sedang menerima oksigen, matikan sinar terapi sinar sebentar untuk mengetahui apakah bayi mengalami sianosis sentral (lidah dan bibir biru).

9.

Ukur suhu bayi dan suhu udara di bawah sinar terapi sinar setiap 3 jam. Bila suhu bayi lebih dari 37,5 C, sesuaikan suhu ruangan atau untuk sementara pindahkan bayi dari unit terapi sinar sampai suhu bayi antara 36,5 C - 37,5 C.

10.

Ukur kadar bilirubin serum setiap 24 jam, kecuali kasus-kasus khusus

18

11. 12.

Hentikan terapi sinar bila kadar serum bilirubin < 13mg/dl Bila kadar bilirubin serum mendekati jumlah indikasi transfusi tukar, persiapkan kepindahan bayi dan secepat mungkin kirim bayi ke rumah sakit tersier atau senter untuk transfusi tukar. Sertakan contoh darah ibu dan bayi.

13. 14.

Bila bilirubin serum tidak bisa diperiksa, hentikan terapi sinar setelah 3 hari. Setelah terapi sinar dihentikan:

- Observasi bayi selama 24 jam dan ulangi pemeriksaan bilirubin serum bila memungkinkan, atau perkirakan keparahan ikterus menggunakan metode klinis. - Bila ikterus kembali ditemukan atau bilirubin serum berada di atas nilai untuk memulai terapi sinar, ulangi terapi sinar seperti yang telah dilakukan. Ulangi langkah ini pada setiap penghentian terapi sinar sampai bilirubin serum dari hasil pemeriksaan atau perkiraan melalui metode klinis berada di bawah nilai untuk memulai terapi sinar. - Bila terapi sinar sudah tidak diperlukan lagi, bayi bisa makan dengan baik dan tidak ada masalah lain selama perawatan, pulangkan bayi. - Ajarkan ibu untuk menilai ikterus dan beri nasihat untuk membawa kembali bayi bila bayi bertambah kuning. Exchange transfusion8 Indikasi - Kadar bilirubin indirek darah 20 mg% - Kenaikan kadar bilirubin indirek darah yang cepat, yaitu 0,3 1 mg%/jam - Anemia berat disertai tanda payah jantung - Bayi dengan Hb tali pusat < 14 mg% dan tes Coombs positif Alat yang diperlukan - Semprit tiga cabang

19

- 2 semprit 5/10 ml, satu diisi Ca-glukonat 10%, yang lain larutan heparin encer (2 ml @1000 U dalam 250 ml NaCl 0,9 %) - Kateter polietilen kecil 15-20 cm atau pipa lambung F5-F8 - nier-bekken dan botol kosong - Alat pembuka vena (venaseksi) - Alat resusitasi: oksigen, laringoskop, ventilator, airway Teknik 1. Lambung bayi harus kosong: 3-4 jam sebelumnya jangan diberi minum. Bila mungkin 4 jam sebelumnya diberi infus albumin 1 gram/kgbb atau plasma manusia 20 ml/kgbb 2. 3. 4. A dan antisepsis daerah tindakan Awasi selalu tanda-tanda vital dan jaga jangan sampai kedinginan Bila tali pusat masih segar, potong 3-5 cm dari dinding perut. Bila telah kering, potong rata dengan dinding perut. Untuk mencegah bahaya perdarahan, buat jahitan laso di pangkal tali pusat 5. Kateter polietilen diisi dengan larutan heparin, lalu salah satu ujungnya dihubungkan dengan semprit tiga cabang; ujung lain dimasukkan ke dalam v. Umbilikalis sedalam 4-5 cm 6. Periksa tekanan v. Umbilikalis dengan mencabut ujung luar dan mengangkat kateter; biasanya darah dalam kateter akan naik 6 cm 7. Dengan mengubah-ubah keran pada semprit tiga cabang, lakukan penukaran; mulamula keluarkan 20 ml, lalu masukkan 20 ml dengan perlahan-lahan; demikian diulang-ulang sampai total keluar 190 ml/kgbb dan masuk 170 ml/kgbb, selama proses, semprit sering-sering dibilas dengan heparin

20

8.

Setelah kira-kira masuk 150 ml, masukkan Ca-glukonat 10% sebanyak 1,5 ml; perhatikan denyut jantung bayi, bila < 100 kali/menit, waspada terhadap henti jantung

9.

Bila v. Umbilikalis tidak dapat dipakai, gunakan v. safena magna; kira-kira 1 cm di bawah ligamentum inguinal dan medial dari a. femoralis.

Komplikasi tranfusi tukar9 - Vaskular: emboli udara atau trombus, trombosis - Kelainan jantung: aritmia,overload , henti jantung - Gangguan elektrolit: hipo atau hiperkalsemia, hipernatremia, asidosis - Koagulasi: trombositopenia, heparinisasi berlebih - Infeksi: bakteremia, hepatitis virus, sitomegalik, enterokolitis nekrotikan - Lain-lain: hipotermia, hipoglikemia Komplikasi terapi sinar umumnya ringan, sangat jarang terjadi dan reversibel. 10 - Bronze baby syndrome : Berkurangnya ekskresi hepatik hasil penyinaran bilirubin - Diare : Bilirubin indirek menghambat laktase - Hemolisis : Fotosensitivitas mengganggu sirkulasi eritrosit - Dehidrasi : Bertambahnya Insensible Water Loss (30-100%) karena menyerap energi foton - Ruam kulit : Gangguan fotosensitasi terhadap sel mastkulit dengan pelepasan histamin Komplikasi dari jaundice neonatus11 1. Bilirubin ensephalophaty Bilirubin merupakan racun terhadap sel-sel otak. Jika ada bayi yang terkena jaundice,ada resiko bilirubin masuk ke dalam otak. Tanda-tanda dari bilirubin ensephalophaty: -muntah -demam

21

-sulit makan -lesu,kesulitan untuk bangun -melengkungnya tubuh -high pitch crying 2. Kernikterus Merupakan kelanjutan dari bilirubin ensephalophaty yang permanen. Tanda-tanda kernikterus : -penurunan intelektual -gangguan pendengaran Prognosis Ad vitam: ad bonam Ad sanationam: ad bonam Ad fungsionam: ad bonam

22

BAB IV KESIMPULAN Berdasarkan hasil dari anamnesis dan pemeriksaan fisik yang didapatkan, kelompok kami menyimpulkan bahwa bayi ini menderita hiperbilirubinemia. Proses yang telah disebutkan bisa fisiologis ataupun patologik. Tatalaksana yang dilakukan terhadap pasien ini adalah rawat inap dan dilakukan terapi sinar. Terapi sinar ini bertujuan untuk memecah bilirubin menjadi senyawaan dipirol yang nontoksik dan dikeluarkan melalui urin dan feses.

23

BAB V TINJAUAN PUSTAKA Bayi Dengan Berat Badan Lahir Rendah DEFINISI Bayi berat badan lahir rendah ( BBLR ) adalah bayi baru lahir yang berat badan lahirnya pada saat kelahiran kurang dari 2500 gram. Dahulu neonatus dengan berat badan lahir kurang dari 2500 gram atau sama dengan 2500 gram disebut prematur. Pada tahun 1961 oleh WHO semua bayi yang baru lahir dengan berat lahir kurang dari 2500 gram disebut Low Birth Weight Infants ( BBLR). Berdasarkan pengertian di atas maka bayi dengan berat badan lahir rendah dapat dibagi menjadi 2 golongan yaitu menjadi: 1. Prematuritas murni. Bayi lahir dengan umur kehamilan kurang dari 37 minggu dan mempunyai berat badan sesuai dengan berat badan untuk masa kehamilan atau disebut Neonatus Kurang Bulan Sesuai Masa Kehamilan ( NKBSMK). 2. Dismaturitas. Bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat badan seharusnya untuk masa kehamilan, dismatur dapat terjadi dalam preterm, term, dan post term. Dismatur ini dapat juga: Neonatus Kurang Bulan - Kecil untuk Masa Kehamilan (NKB- KMK). Neonatus Cukup Bulan-Kecil Masa Kehamilan ( NCB-KMK ), Neonatus Lebih Bulan-Kecil Masa Kehamilan (NLBKMK). ETIOLOGI 1. Faktor Ibu. a. Penyakit Penyakit yang berhubungan langsung dengan kehamilan misalnya: perdarahan antepartum,

24

trauma fisik dan psikologis, DM, toksemia gravidarum, dan nefritis akut. b. Usia ibu Angka kejadian prematuritas tertinggi ialah pada usia Angka kejadian prematuritas tertinggi ialah pada usia ibu muda. MANIFESTASI KLINIS 1. Fisik. - bayi kecil - pergerakan kurang dan masih lemah - kepala lebih besar dari pada badan - berat badan KOMPLIKASI 1. Sindroma distress respiratori idiopatik Terjadi pada 10% bayi kurang bulan. Nampak konsolidasi paru progresif akibat kurangnya surfaktan yang menurunkan tegangan permukaan di alveoli dan mencegah kolaps. Pada waktu atau segera setelah lahir bayi akan mengalami : a) rintihan waktu inspirasi b) napas cuping hidung c) kecepatan respirasi leih dari 70/ menit d) tarikan waktu inspirasi pada sternum ( tulang dada ) Nampak gambaran sinar- X dada yang khas bronkogrm udara dan pemeriksaan gas darah menunjukkan : a) kadar oksigen arteri menurun b) konsentrasi CO2 meningkat c) asidosis metabolic

25

Pengobatan dengan oksigen yang dilembabkan, antibiotika, bikarbonas intravena dan makanan intravena. Mungkin diperlukan tekanan jalan positif berkelanjutan menggunakan pipa endotrakea. Akhirnya dibutuhkan pernapasan buatan bila timbul gagal napas dengan pernapasan tekanan positif berkelanjutan. 2. Takipnea selintas pada bayi baru lahir Paru sebagian bayi kurang bulan dan bahkan bayi cukup bulan teteap edematous untuk beberapa jam setelah lahir dan menyebabkan takipnea. Keadaan ini tidak berbahaya, biasanya tidak akan menyebabkan tanda- tanda distress respirasi lain dan membaik kembali 12-24 jam setelah lahir. Perdarahan intraventrikular terjadi pada bayi kurang bulan yang biasanya lahir normal. Perdarahan intraventrikular dihubungkan dengan sindroma distress respiratori idiopatik dan nampaknya berhubungan dengan hipoksia pada sindroma distress respirasi idiopatik. Bayi lemas dan mengalami serangan apnea.

3. Fibroplasias retrolental Oksigen konsentrasi tinggi pada daerah arteri berakibat pertumbuhan jaringan serat atau fibrosa di belakang lensa dan pelepasan retina yang menyebabkan kebutaan.hal ini dapat dihindari dengan menggunakan konsentrasi oksigen di bawah 40% ( kecuali bayi yang membutuhkan lebih dari 40 % ). Sebagian besar incubator mempunyai control untuk mencegah konsentrasi oksigen naik melebihi 40% tetapi lebih baik menggunakan pemantau oksigan perkutan yang saat ini mudah didapat untuk memantau tekanan oksigen arteri bayi. 4. Serangan apnea Serangan apnea disebabkan ketidakmampuan fungsional pusat pernapasan atau ada hubungannya dengan hipoglikemia atau perdarahan intracranial. Irama pernapasan bayi tak teratur dan diselingi periode apnea. Dengan menggunakan pemantau apneadan memberikan oksigen pada bayi dengan pemompaan segera bila timbul apnea sebagian besar bayi akan dapat bertahan dai serangan apnea, meskipun apnea ini mungkin berlanjut selama beberapa

26

hari atau minggu. Perangsang pernapasan seperti aminofilin mungkin bermanfaat. 5. Enterokolitis nekrotik Keadaan ini timbul terutama pada bayi kurang bulan dengan riwayat asfiksia. Dapat juga terjadi setelah transfuse tukar. Gejalanya : kembung, muntah, keluar darah dari rectum dan berak cair, syok usus dan usus mungkin mengalami perforasi. Pengobatan diberikan pengobatan gentamisin intravena, kanamisin oral. Hentikan minuman oral dan berikan pemberian makanan intravena. Mungkin diperlukan pembedahan

APGAR SCORE Skor Apgar dihitung dengan menilai kondisi bayi yang baru lahir menggunakan lima kriteria sederhana dengan skala nilai nol, satu, dan dua. Kelima nilai kriteria tersebut kemudian dijumlahkan untuk menghasilkan angka nol hingga 10. Kata "Apgar" belakangan dibuatkan jembatan keledai sebagai singkatan dari Appearance, Pulse, Grimace, Activity, Respiration (warna kulit, denyut jantung, respons refleks, tonus otot/keaktifan, dan pernapasan), untuk mempermudah menghafal. Kriteria Lima kriteria Skor Apgar: Nilai 0 Nilai 1 warna kulit tubuh warna normal merah muda, seluruhnya Warna kulit biru kebiruan tidak ada sianosis (akrosianosis) Denyut jantung tidak ada Respons refleks tidak <100 kali/menit ada meringis/menangis >100 kali/menit meringis/bersin/batuk Pulse Grimace tetapi tangan dan kaki normal merah muda, tangan, dan kaki Appearance kulit tubuh, Nilai 2 Akronim

27

respons terhadap stimulasi lemah/tidak Tonus otot ada

lemah distimulasi

ketika saat napas

stimulasi

saluran

sedikit gerakan

bergerak aktif

Activity

menangis lemah Pernapasan tidak ada teratur teratur Interpretasi skor atau tidak pernapasan baik

kuat, dan Respiration

Tes ini umumnya dilakukan pada waktu satu dan lima menit setelah kelahiran, dan dapat diulangi jika skor masih rendah. Jumlah skor Interpretasi Catatan 7-10 Bayi normal Memerlukan tindakan medis segera seperti penyedotan lendir 4-6 Agak rendah yang menyumbat jalan napas, atau pemberian oksigen untuk membantu bernapas. 0-3 Sangat rendah Memerlukan tindakan medis yang lebih intensif Jumlah skor rendah pada tes menit pertama dapat menunjukkan bahwa bayi yang baru lahir ini membutuhkan perhatian medis lebih lanjut tetapi belum tentu mengindikasikan akan terjadi masalah jangka panjang, khususnya jika terdapat peningkatan skor pada tes menit kelima. Jika skor Apgar tetap dibawah 3 dalam tes berikutnya (10, 15, atau 30 menit), maka ada risiko bahwa anak tersebut dapat mengalami kerusakan saraf jangka panjang. Juga ada risiko kecil tapi signifikan akan kerusakan otak. Namun demikian, tujuan tes Apgar adalah untuk menentukan dengan cepat apakah bayi yang baru lahir tersebut membutuhkan

28

penanganan medis segera; dan tidak didisain untuk memberikan prediksi jangka panjang akan kesehatan bayi tersebut. KERN IKTERUS Definisi Kern ikterus adalah sindroma neurologik yang disebabkan oleh menumpuknya bilirubin indirek/tak terkonjugasi dalam sel otak Klasifikasi Stadium 1 Refleks moro jelek, hipotoni, letargi, poor feeding, vomitus, high pitched cry, kejang. Stadium 2 Opistotonus, panas, rigiditas, occulogyric crises, mata cenderung deviasi ke atas. Stadium 3 Spastisitas menurun, pada usia sekitar 1 minggu. Stadium 4 Gejala sisa lanjut; spastisitas, atetosis, tuli parsial/komplit, retardasi mental, paralisis bola mata ke atas, displasia mental Etiologi Penyebab kern ikterus adalah dikarenakan kadar bilirubin yang sangat tinggio yang dapat mencapai tingkat toksik sehingga merusak sel-sel otak. Kadar bilirubin yang tinggi merupakan kelanjutan dari ikterus neonatorum yang disebabkan oleh: Ikterus fisiologis: - Peningkatan jumlah bilirubin yang masuk ke dalam sel hepar. - Defek pengambilan bilirubin plasma. - Defek konjugasi bilirubin.

29

- Ekskresi bilirubin menurun. Ikterus patologis: - Anemia hemolitik: isoimunisasi, defek eritrosit, penyakit hemolitik bawaan, sekunder dari infeksi, dan mikroangiopati. - Ekstravasasi darah: hematoma, ptekie, perdarahan paru, otak, retroperitoneal dan sefalhematom. - Polisitemia. - Sirkulasi enterohepatik berlebihan: obstruksi usus, stenosis pilorus, ileus mekonium, ileus paralitik, dan penyakit hirschprung. - Berkurangnya uptake bilirubin oleh hepar: gangguan transportasi bilirubin, obstruksi aliran empedu Patogenesis Patogenesis kern ikterus bersifat multi faktorial dan melibatkan interaksi antara kadar bilirubin yang tidak terjonjugasi, ikatan albumin dan kadar bilirubin yang tak terikat/bebas, menembusnya ke sawar darah otak, dan kerentanan neurologik terhadap jejas. Permeabilitas sawar darah otak dapat dipengaruhi oleh penyakit, asfiksia, dan maturasi otak. Pada setiap bayi, nilai persis kadar bilirubin yang dapat bereaksi indirek atau kadar bilirubin bebas dalam darah yang kalau dilebihi akan bersifat toksik, tidak dapat diramalkan, tetapi kern ikterus jarang terjadi pada bayi cukup bulan yang sehat dan pada bayi tanpa adanya hemolisis, yaitu bila kadar serum berada di bawah 25 mg/dL. Pada bayi yang mendapat ASI, kern ikterus dapat terjadi bila kadar bilirubin melebihi 30 mg/dL, meskipun batasannya luas yaitu antara 21-50 mg/dL. Onset terjadi dalam minggu pertama kehidupan, tetapi dapat terjadi terlambat hingga minggu ke-2 bahkan minggu ke-3. Lamanya waktu pemajanan yang diperlukan untuk menimbulkan pengaruh toksik juga belum diketahui. Bayi yang kurang matur lebih rentan terhadap kern ikterus.

30

Resiko pengaruh toksik dari meningkatnya kadar bilirubin tak terkonjugasi dalam serum menjadi bertambah dengan adanya faktor-faktor yang mengurangi retensi bilirubin dalam sirkulasi, yaitu hipoproteinemia, perpindahan bilirubin dari tempat ikatannya pada albumin karena ikatan kompetitif obat-obatan seperti sulfisoksazol dan moksalaktam, asidosis, kenaikan sekunder asam lemak bebas akibat hipoglikemia, kelaparan, atau hipotermia) atau oleh faktor-faktor yang meningkatkan permeabilitas sawar darah otak atau membran sel saraf terhadap bilirubin, atau kerentanan sel otak terhadap toksisitasnya seperti asfiksia, prematuritas, hiperosmolalitas, dan infeksi. Permukaan otak biasanya berwarna kuning pucat. Pada pemotongan, daerah-daerah tertentu secara khas berwarna kuning akibat bilirubin tak terkonjugasi, terutama pada korpus subtalamikus, hipokampus dan daerah olfaktorius yang berdekatan, korpus striata, talamus, globus palidus, putamen, klivus inferior, nukleus serebelum, dan nukleus saraf kranial. Daerah yang tak berfigmen juga dapat cedera. Hilangnya neuron, gliosis reaktif dan atrofi sistem serabut yang terlibat ditemukan pada penyakit yang lebih lanjut. Pola jejas dihubungkan dengan perkembangan sistem enzim oksidatif pada berbagai daerah otak dan bertumpang-tindih dengan yang terdapat pada cedera otak hipoksik. Bukti yang mendukung hipotesis bahwa bilirubin mengganggu penggunaan oksigen oleh jaringan otak, mungkin dengan menimbulkan jejas pada membran sel; jejas hipoksia yang telah terjadi sebelumnya meningkatkan kerentanan sel otak terhadap jejas. Pewarnaan bilirubin yang jelas tanpa hiperbilirubinemia atau perubahan mikroskopik yang spesifik kern ikterus mungkin tidak merupakan kesatuan yang sama. Kriteria Diagnosis Secara umum, ditandai dengan athetoid cerebral palsy, gangguan pendengaran hingga ketulian, gangguan penglihatan, dan mental retardasi.

31

Tanda-tanda dan gejala-gejala kern ikterus biasanya muncul 2-5 hari sesudah lahir pada bayi cukup bulan dan paling lambat hari ke-7 pada bayi prematur, tetapi hiperbilirubinemia dapat menyebabkan sindroma setiap saat selama masa neonatus. Tanda-tanda awal bisa tidak terlihat jelas dan tidak dapat dibedakan dengan sepsis, asfiksia, hipoglikemia, pendarahan intrakranial dan penyakit sistemik akut lainnya pada bayi neonatus. Lesu, nafsu makan jelek dan hilangnya refleks Moro merupakan tanda-tanda awal yang lazim. Selanjutnya, bayi dapat tampak sangat sakit, tidak berdaya disertai refleks tendo yang menjadi negatif dan kegawatan pernapasan. Opistotonus, dengan fontanela yang mencembung, muka dan tungkai berkedut, dan tangisan melengking bernada tinggi dapat menyertai. Pada kasus yang lanjut terjadi konvulsi dan spasme, kekakuan pada bayi dengan lengan yang terekstensi dan berotasi ke dalam serta tangannya menggenggam. Rigaditas jarang terjadi pada stadium lanjut. Banyak bayi yang menjelek ke tanda-tanda neurologis berat ini meninggal; yang bertahan hidup biasanya mengalami cedera berat tetapi agaknya dapat sembuh dan 2-3 bulan kemudian timbul beberapa kelainan. Selanjutnya, pada usia 1 tahun opistotonus, rigiditas otot, gerakan yang tidak teratur dan konvulsi cenderung kambuh. Pada tahun ke-2 opistotonus dan kejang mereda, tetapi gerakan-gerakan yang tidak teratur dan tidak disadari, rigiditas otot atau pada beberapa bayi, hipotonia bertambah secara teratur. Pada umur 3 tahun sering tampak sindrom neurologis yang lengkap terdiri atas koreotetosis dengan spasme otot involunter, tanda-tanda ekstrapira-midal, kejang defisiensi mental, wicara disartrik, kehilangan pendengaran terhadap frekuensi tinggi, strabismus dan gerakan mata ke atas tidak sempurna. Tanda-tanda piramidal, hipotonia, atau ataksia terjadi beberapa bayi. Pada bayi yang terkenanya ringan sindrom ini hanya dapat ditandai melalui inkoordonasi neoromuskular ringan sampai sedang, ketilian parsial, atau disfungsi otak minimal yang terjadi sendiri atau bersamaan, masalah ini mungkin tidak tampak sampai anak masuk sekolah. Diagnosis Banding

32

Sepsis Merupakan sindroma klinis yang ditandai gejala sistemik dan disertai bakteriemia. Kriteria diagnosis meliputi gejala klinis berupa gangguan keadan umum (tampak tidak sehat, tidak mau minum, suhu badan labil), saluran cerna, pernapasan, kardiovaskuler, Susunan Saraf Pusat, hematologik dan kulit. Dari hasil laboratorium didapatkan anemia, leukopenia, netropenia absolut, trombositopenia, peningkatan Laju Endap Darah dan C- Reactive Protein. Asfiksia Merupakan keadaan yang ditandai oleh gejala-gejala akibat hipoksia yang progresif, akumulasi CO2, dan asidosis. Hipoglikemia Merupakan keadaan yang terdapat pada bayi kurang bulan dan berat badan lahir rendah, mempunyai kadar glukosa darah <> Kriteria diagnosis ditandai dengan atau tanpa gejala; letargi/apati, tremor, apnea, sianosis, Pemeriksaan Penunjang - Pemeriksaan kadar bilirubin. Bertujuan untuk mengetahui tingkat kerusakan yang masih akan timbul akibat toksisitas kadar bilirubin yang sangat tinggi. - Pemeriksaan fungsi otak: EEG Bertujuan untuk mengetahui sejauh mana kerusakan otak yang telah terjadi. Pengobatan Transfusi Tukar Jika ada tanda-tanda kern ikterus, transfusi tukar merupakan indikasi. Jadi jika ada tandatanda kern ikterus selama evaluasi atau pengobatan, pada kadar bilirubin berapapun, maka transfusi tukar darurat harus dilakukan.

33

Pengobatan yang diterima secara luas ini (transfusi tukar) harus diulangi sesering yang diperlukan untuk mempertahankan kadar bilirubin indirek dalam serum di bawah kadar yang tercatat pada tabel. Ada berbagai faktor yang dapat mengubah kriteria ini ke arah yang sebaliknya, namun bergantung pada individu penderita. Munculnya tanda-tanda klinis yang memberi kesan kern ikterus merupakan indikasi untuk melakukan transfusi tukar pada kadar bilirubin serum berapapun. Bayi cukup bulan yang sehat dengan ikterus fisiologis atau akibat ASI, dapat mentoleransi kadar bilirubin sedikit lebih tinggi dari 25 mg/dL tanpa tampak sakit, sedangkan bayi prematur yang sakit dapat mengalami ikterus pada kadar bilirubin yang sangat rendah. Kadar yang mendekati perkiraan kritis pada setiap bayi dapat merupakan indikasi untuk transfusi tukar semasa usia 1 atau 2 hari ketika kenaikan yang lebih lanjut diantisipasi, tetapi bukan pada hari ke-4 pada bayi cukup bulan atau pada hari ke-7 pada bayi prematur, ketika penurunan yang terjadi segera bisa diantisipasi saat mekanisme konjugasi hati menjadi lebih efektif.

Teknik transfusi tukar:

(<>

B (diharapkan dapat menggantikan darah bayi 87 %). Setiap kali menukar/mengambildan memasukkan darah sebesar 10-20 ml (tergantung toleransi bayi.

34

-bayi yang disertai anemia (HT<35 style="">partial exchange dengan PRC (25-80 ml/kg BB) sampai HT naik menjadi 40 %. Bila keadan sudah stabil, lakukan transfusi untuk mengatasi hiperbilirubinemia. -2 jam sebelum transfusi ganti sebanyak 1 g/kg BB. a melakukan resusitasi.

-37oC.

kateter v.umbilikalis. -5 menit.

yi 20 ml untuk pemeriksaan laboratorium pratransfusi; Hb, urea N, elektrolit, kalsium, gula, SGOT,SGPT, osmolaritas, analisa gas darah, dan kultur.

ganti diberi 1 ml kalsium glukonas 10%.

Transfusi dihentikan bila; emboli, hiperkalemia, hipernatremia, hipokalsemia, asidosis, hipoglikemia, gangguan pembekuan, dan perforasi pembuluh darah.

35

Komplikasi transfusi tukar; gangguan vaskular, kelainan jantung, gangguan elektrolit, koagulasi, infeksi, hipotermia, dan hipoglikemia. 2.9.2. Fisioterapi Untuk tinggi, kekakuan intelek bayi yang sudah mengalami pada cacat akibat fisioterapi untuk kadar untuk bilirubin terlalu

pengobatan otot dan

diarahkan gerakan Dengan serta cara

memperbaiki fungsi anak

stimulasi ini

mengoptimalkan kemampuan si

(kognitif).

diharapkan

sebisanya mendekati normal. 2.10. Prognosis Tanda-tanda neurologis yang jelas mempunyai prognosis yang jelek, ada 74 % atau lebih bayi-bayi yang demikian meninggal, dan 80 % yang bertahan hidup menderita koreoatetosis bilateral dengan spasme otot involunter. Retardasi mental, ketulian, dan kuadriplegia spastis lazim terjadi. Bayi yang beresiko harus menjalani skrining pendengaran2.

36

BAB VI DAFTAR PUSTAKA 1. Kee J L. Buku Saku Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnostik. ed.2. Jakarta: EGC; 1997; p. 57. 2. Behrman R E, Kliegman R M, Arvin A M. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. ed.15. Jakarta: EGC; 1999; p.1387. 3. Duke Health. Newborn Jaundice. Available

at:http://www.dukehealth.org/health_library/advice_from_doctors/your_childs_health /. Accessed on May 9, 2012. 4. Medicine Net. Definition of Hyaline Membrane Disease. Available at:

www.medterm.com/script/main/art.asp?articlekey=10677. Accessed on May 9, 2012. 5. Medline Plus. Transient tacypnea-newborn. Available

at: http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/007233.htm. Accessed on May 9, 2012. 6. Staf Pengajar Ilmu Kedokteran Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Ilmu Kesehatan Anak FKUI; 1985; p.1102-5. 7. Medscape. Neonatal Jaundice Treatment and Management. Available

at: http://emedicine.medscape.com/article/974786-treatment. Accessed on May 8, 2012. 8. Purwadianto A, Sampurna B. Kedaruratan Medik, Edisi Revisi: Pedoman Penatalaksanaan Praktis. Jakarta: Binarupa Aksara; 2000; 232-3. 9. Newborn Clinical Guidelines. Exchange Transfusion Complication. Available at:http://www.adhb.govt.nz/newborn/guidelines/blood/exchange/ETComplications.ht m. Accessed on May 9, 2012.

37

10. Komplikasi fototerapi --> AIPPG. Complication of phototherapy. Available at: http://www.aippg.net/forum/f15/complication-phototherapy-77884/. Accessed on May 9, 2012. 11. Mayo Clinic. Infant Jaundice: Complications. Available

at: http://www.mayoclinic.com/health/infantjaundice/ds00107/dsection=complications. Accessed on May 9, 2012.

38

Anda mungkin juga menyukai