Anda di halaman 1dari 11

DISKUSI KASUS PANJANG :

GLAUKOMA NEOVASKULARISASI
Oleh: LIZA PUSPITA SARI (0810713018) FARADIANA RASYIDI (0810713012) Pembibing: dr. NANDA WAHYU ANANDITA, Sp.M

1. Pertanyaan dari Nyoman Artha Megayasa (0810713048) TIO pada OD pasien ini 54 mmHg dengan teknik aplanasi. a. Bagaimana cara mengukur apabila tidak ada aplanasi? Misalnya bila hanya ada schiotz? b. Bagaimana cara mengukur apabila tidak ada alat bantu? Jawaban: a. Terlebih dahulu perlu diketahui bahwa instrumen tonometri dikategorikan menjadi dua group berdasarkan cara mendeterminasi Tekanan Intraokular (TIO); yakni: (A) Tonometri Aplanasi (B) Tonometri Identasi. A. Tonometri Aplanasi mengukur gaya yang diperlukan untuk meratakan area kecil dari bagian sentral kornea. Tipe tonometri aplanasi sendiri terdiri dari beberapa macam: Tonometer Aplanasi Goldmann umum digunakan. Biasanya terdapat pada slit-lamp biomicroscope standar. Mudah digunakan dan mengukur TIO pada pasien posisi duduk dengan tingkat akurasi yang tinggi pada berbagai situasi klinis. Pengukuran ini memiliki resiko rendah untuk edema dan luka kornea. Tonometer Perkins alat aplanasi yang handled dan portable. Teknik penggunaan, mekanisme, dan akurasi relative sama dengan pada slit lamp-mounted tonometri Goldmann. Dapat digunakan untuk pasien duduk maupun berbaring.biasa digunakan pada pemeriksaan di ruang operasi. Namun karena tidak terfiksasi pada alat yang stabil sehingga susah dikontrol oleh pemeriksa, maka dibutuhkan latihan.

Tonometer Pneumatic (pneumatonometer)

Alat dengan electronic

pressure-sensing yang terdiri dari ruang berisi gas ditutup dengan diafragma Silastic. Gas pada ruang tersebut keluar melalui ventilasi pembuangan. Begitu diafragma menyentuh kornea, gas berkurang dalam ukuran tertentu dan tekanan dalam ruang meningkat. Alat ini portable dan berguna untuk permukaan kornea yang tidak rata (dengan corneal scar/edema). Tonopen tonometer aplanasi listrik portable yang lebih teliti, tetapi perlu dikalibrasi setiap hari. Dapat digunakan posisi asien duduk ataupun berbaring. Berguna pada pasien dengan corneal scars/edema. Tonometer noncontact (air-puff) menentukan TIO dengan mengukur waktu yang dibutuhkan pemberian gaya dari udara untuk meratakan

permukaan kornea. Karena instrument ini tidak menyentuh kornea pasien, maka tidak diperlukan obat tetes anastetik. B. Tonometer Identasi Tonometer Schiotz instrumen yang tidak mahal, portable, dan mudah digunakan. Mengukur besarnya identasi kornea yang dihasilkan oleh beban yang telah ditentukan. Dengan makin meningkatnya tekanan intraocular, makin sedikit identasi kornea yang terjadi. Pada

pemeriksaan diperlukan anastesi local dan ujung alat harus didisinfeksi. Pasien harus dalam keadaan tidur dan perlu kooperatif. Namun akurasi dari pemeriksaan ini dapat berkurang oleh karena teknik yang tidak benar, pembersihan yang tidak adekuat, dan kalibrasi yang salah. Aplikasi dengan menekan bola mata juga menyebabkan tekanannya meningkat. Teknik Digital (dijelaskan di poin b) Kesimpulannya, pengukuran TIO dapat dilakukan berbagai cara tergantung pertimbangan ketersediaan alat, akurasi, teknik dan disesuaikan dengan kebutuhan yang diinginkan. Seperti posisi atau tempat dilakukannya pemeriksaan TIO (e.g. ruang operasi). b. Bila tidak ada instrumentasi yang memadai, maka pengukuran TIO tetap dapat dilakukan dengan teknik digital, yakni menggunakan fingertips dari pemeriksa untuk merasakan tekanan bola mata dan dapat secara kasar memperkirakan TIO.

Pemeriksaan ini juga dilakukan untuk pasien yang tidak kooperatif. Namun pemeriksaan ini dapat tidak akurat, sekalipun dilakukan dengan tangan yang telah berpengalaman. Maka dari itu dibutuhkan latihan dan pengalaman yang cukup. Secara umum, teknik digital berguna apabila mendeteksi perbedaan TIO yang signifikan dari kedua mata pasien.

(Sumber: Wilson, Fred M. 1996. Practical Opthalmology, A Manual for Beginning Resident, 4th Edition. American Academy of Opthammology: San Fransisco.)

2. Pertanyaan dari Amalia (080710002): Pemberian pengobatan medikamentosa dengan timolol untuk ocular dekstra diberikan sampai kapan? Apabila seperti yang dinyatakan, bahwa prognosis medikamentosa buruk maka apa yang diharapkan dari pengobatan yang diberikan saat ini?

Jawaban: Obat-obat untuk menekan produksi aquous humor di antaranya: beta-blokers, karbonik anhidrase inhibitors dan alpha-reseptor blokers. Obat anti glaukoma yang diberikan pada pasien ini adalah timolol 0,5 % yang dikombinasikan dengan glaucon 4 x250 mg. Pemberian obat glaukoma timolol yang dikombinasikan dengan glaucon pada pasien ini adalah untuk menurunkan dan mengontrol tekanan intra okuler. Timolol

merupakan obat anti glaukoma beta blocker yang bekerja menekan produksi aqueous humor dan dapat menurunkan tekanan intra okuler sekitar 20 - 30 %. Dalam pemakaiannya, tentu saja diperlukan kontrol yang rutin untuk mengevaluasi

keberhasilan dari pengobatan. Prognosis yang dimaksud adalah dalam hal fungsi (ad visam) dan

penglihatannya (ad fungtionam) karena apabila sudah terjadi kebutaan pada pasien glaukoma sifatnya irreversible (dubia et malam). Adapun tujuan pengobatan saat ini, diharapkan dengan pemakaian yang teratur dan dengan benar kombinasi timolol dan glaucon dapat secara efektif mengontrol tekanan intraokular agar tidak terjadi perburukan. Selama tekanan intraokular belum bisa terkontrol dengan baik obat ini harus terus digunakan terus menerus secara teratur. Namun apabila tekanan intraocular tidak dapat dikontrol dan terdapatnya ancaman ablasio retina maka pembedahan adalah langkah yang harus diambil.

(Sumber: Rhee DJ and Nicholl, 2003. SecondaryAngel Closure Glaucoma In Glaucoma, Chap 17. page:326 -328 Khan YA, Glaucoma Neovascular, 2006 Diakses dari http/www.emedicine.com. Vaughan & Asbury s, Neovascular Glaucoma In General Opthalmology, 17th Edition, 2008 :212 -227)

3. Pertanyaan dari Pratista Adi Krisna (0810710094): a. Apakah risk factor dari Retinopati Diabetik? b. Atas dasar apa mendiagnosa pasien ini dengan PDR? Jawaban: a. Faktor Resiko Retinopati Diabetik: Retinopati diabetik lebih umum ditemukan pada pasien Diabetes Mellitus Tipe 1 (40%) daripada Diabetes Tipe 2 (20%), dan merupakan salah satu penyebab tersering dari kebutaan pada usia 20-65 tahun. Durasi diabetes : faktor resiko yang paling penting Pada pasien yang terdiagnosa sebelum umur 30 thn, insiden retinopati diabetic adalah 50% dan setelah 30 tahun menjadi 9%. Retinopati diabetik jarang terbentuk dalam waktu 5 tahun dari onset diabetes atau sebelum pubertas, tetapi 5 % dari DM tie 2memiliki presentasi retinopati diabetik Durasi DM juga merupakan prediktor untuk makulopati dan penyakit proli feratif . Kontrol metabolik yang buruk: relevan untuk progresivitas dan

perkembangan retinopati diabetik. Telah diketahui bahwa kontrol glukosa yang ketat dapat mencegah atau menunda perkembangan atau progresivitas dar retinopati diabetic. Pasien DM tipe 1 terdapat kegunaan lebih banyak dalam hal kontrol glukosa darah disbanding DM tipe 2. Peningkatan HbA1c berhubungan dengan peningkatan resiko penyakit proliferaif. Kehamilan : Retinopati diabetic dapa berkembang dengan cepat selama masa kehamilan. Faktor predisposisi meliputi kontrol diabetes yang buruk pada saat kehamilan, dan adanya preeclampsia maupun ketidak-seimbangan cairan. Setiap wanita diabetes yang hamil harus diperiksa oleh seorang

oftalmolog atau dilakukan pemeriksaan fotografi fundus digital pada trimester pertama dan sedikitnya setiap 3 bulan sampai waktu persalinan. Hipertensi: yang sering terjadi pada pasien dengan diabetes mellitus tipe 2. Kontrol tekanan darah yang ketat terbukti berguna untuk DM tipe 2 dengan makulopati. Nefropati : bila para, maka berhubungan dengan perburukan dari retinopati diabetic. Sebaliknya, terapi untuk penyakit renal (e.g. transplantasi ginjal) dapat berhubungan dengan perbaikan dari retinopati dan respon lebih baik untuk terapi fotokoagulan. Faktor resiko lain: termasuk obesitas, peningkatan massa tubuh dan rasio waist-to-hp, hiperlipidemia dan anaemia. b. Dasar diagnose PDR pada pasien: Kasus Keluhan subjektif: Riwayat DM sejak 10 tahun yang lalu. (dari rkam medic diketahui bahwa pasien menderita DM type II) Sejak 1 minggu yang lalu penglihatan tiba-tiba menurun pada mata kanan. Pemeriksaan funduskopi didapatkan: Dot blot (+) NVD (+) NVE (+) Macula: RF (-), edema Diagnosis Diabetic retinopathy: Microaneurisma (sign: kecil, bintik merah, inisial: di temporal dari fovea dan merupakan gejala awal DR. Bila dilapisi darah dapat keliru dengan dot haeomrrhages) Perdarahan retina a.Retinal nerve fiber layer hamorrhages b.Intraretinal hemorrhage dotblot (+) pada retina Macular edema e.c extensive Teori -Riwayat Diabetes Mellitus (+) . Pasien diabetes tipe II dapat sudah mengalami retinopati pada saat diagnosis ditegakan, dan mungkin retinopati merupakan manifestasi diabetes yang tampak saat itu.

capillary leakage (kebocoran caran dan konsituen plasma ke retina sekitarnya) Hard exudates karea edema retina kronik yang terlokalisasi Untuk PDR didapatkan: - New vessel at disc (NVD) novaskularisasi pada satu diameter disk dari optic nerve head. - New vessel elsewhere (NVE) neovaskularisasi yang ditemukan di sepanjang pembuluh utama.

(Sumber: Kanski, Jack J. 2007.

Kanski Clinical Opthalmology: A Systematic

Approach. Sisth edition.Elevier: Philadelphia.)

4. Pertanyaan dari Putri Rachma Safitri (080710096): a. Apakah glaukoma jenis ini bisa dicegah? Jika bisa bagaimana pencegahannya? b. Tadi dikatakan bahwa diabetes bisa menjadi faktor resiko tinggi dari glaukoma neovaskuler walaupun penyakit tersebut sudah terkontrol dengan baik. Jadi, apakah memang untuk penderita diabetes ini glaukoma neovaskular pasti terjadi tanpa bisa dicegah?

Jawaban: a. Bisa. Pencegahan jauh lebih efektif dilakukan dalam tahap primer yakni kontrol gula darah melalui modifikasi lifestyle untuk diabetes yang baik sebelum terjadinya retinopati. Adapun pencegahan sekunder, yakni kontrol gula darah yang ketat pada pasien yang sudah menderita PDR, terutama bila dilakukan lebih dini, telah terbukti juga dapat mencegah dan menunda progresivitas dan perkembangan dari retinopati agar tidak jatuh menjadi advanced dan mengalami glaukoma neovaskularisasi. Progesivitas retinopati terutama dicegah dengan melakukan pengendalian yang baik terhadap hiperglikemia, hipertensi sistemik, dan hiperkolesteromia. Disamping itu, deteksi dan terapi retinopati diabetik sejak dini penting dilakukan. Kelainan-kelainan yang mudah terdeteksi timbul sebelum penglihatan

terganggu. Skrining retinopati diabetik harus dilakukan dalam 3 tahun sejak diagnosis diabetes tipe I, pada saat diagnosis diabetes tipe II, dan selanjutnya setahun sekali pada keduanya. b. Pada pasien diabetes memang disebutkan bahwa komplikasi pada mata terutama terjadi sekitar 20 tahun setelah onset sekalipun diabetesnya tampak cukup terkontrol. Di sini, durasi dari diabetes menjadi resiko terpenting dalam perkembangan retinopati. Semakin panjangnya masa hidup pasien diabetes menyebabkan peningkatan insidens retinopati. Hal ini terkait dari progresivitas diabetes itu sendiri yang semakin buruk mengikuti durasinya. Namun, seperti yang telah disebutkan pada poin (a) telah dibuktikan bahwa pencegahan sekunder melalui kontrol glukosa darah yang ketat, apalagi apabila retinopati diabetik ditemukan lebih awal, dapat mencegah dan menunda progresivitas dan perkembangan dari retinopati diabetik menuju komplikasinya yakni glaukoma neovaskularisasi. Retinopati diabetik adalah penyebab tersering kebutaan yang terjadi pada usia 20 sampai 64 tahun. Tersedia pengobatan untuk mencegah kebutaan tersebut, tetapi untuk hasil terbaik, terapi harus diberikan sebelum terjadi penurunan penglihatan, yakni penderita diabetes harus menjalani pemeriksaan fundus secara teratur dan dirujuk bila ada indikasi pengobatan. Kelainan utama yang harus diketahui adalah terbentuknya neovaskular di diskus optikus dan eksudat di sekitar macula.

(Sumber: Kanski, Jack J. 2007. Kanski Clinical Opthalmology: A Systematic Approach. Sisth edition.Elevier: Philadelphia. Vaughan & Asbury s, Neovascular Glaucoma In General Opthalmology, 17th Edition, 2008 :212 -227)

5. Pertanyaan dari Tan Boon Shen (08071035): Mengapa post victrectomy menjadi DD Neovascular Glaucoma?

Jawaban: Diagnosa Banding Glaukoma Neovaskular yang dimaksud adalah inflamasi post vitrectomy pada pasien diabete. Di mana dapat ditemukan sumbatan dan penonjolan pada vaskularisasi iris, serta peningkatan TIO yang sementara yang dapat keliru

dengan Glaukoma Neovaskular. Namun, gejala tersebut biasanya dapat menghilang seiring dengan penggunan steroid topical yang intensif.

(Sumber: Kanski, Jack J. 2007. Kanski Clinical Opthalmology: A Systematic Approach. Sisth edition.Elevier: Philadelphia.)

6. Pertanyaan dari Aditya Airlangga (080713002): Bagaimana atau KIE apa yang diberikan pada pasien ini? (karena prognosanya buruk)

Jawaban: Pada pasien ini, prognasa buruk untuk penglihatan dan fungsi pribadi dalam kehidupan sehari-hari seperti bekerja. Penglihatan pasien ini tidak dapat kembali seperti dulu dan pekerjaan pasien ini dapat terganggu. Sedangkan prognosa untuk kosmetik dan vital (organ tubuh) baik jika ditangani dengan baik.

KIEnya adalah : Memberikan pengertian pada pasien tentang penyakitnya Pasien didiagnosa dengan glaukoma neovaskular yang merupakan glaukoma sekunder, biasanya akibat retinopati diabeti stadium lanjut (kelainan pada retina yang bisa disebabkan dari penyakit kencing manis (Diabetes Mellitus) yang lama. Menjelaskan prosedur terapi yang bisa dilakukan Terapi pada pasien ini adalah pemberian obat anti glaukoma (glaucon), vitamin (roborantia) Menjelaskan komplikasi yang dapat muncul Komplikasi yang dapat muncul yaitu glaukoma absolute (glaukoma yang menyebaban kehilangan penglihatan). Oleh Karena itu, pasien diKIE untuk rutin minum obat, kontrol ke dokter sesua jadwal yang diberikan, menjaga pola hidup sehat (gula darah,tekanan darah dikontrol) agar tidak menimbulkan penyakit sistemik yang dapat memperparah glaukoma neovaskular pasien agar glaukoma absolute tidak terjadi. Menjelaskan prognosis penyakit pasien Prognosa pada pasien ini buruk untuk penglihatan dan fungsi pribadi dalam kehidupan sehari-hari seperti bekerja. Penglihatan pasien ini tidak dapat

kembali sempurna seperti dulu dan pekerjaan pasien ini dapat terganggu. Penyakit pasien ini bisa ditangani, untuk penglihatan pasien bisa diselamatkan tapi tidak dapat sempurna kembali seperti semula dikarenakan perjalanan

penyakit pasien yang dapat menyebabkan penglihatan pasien tergangggu walaupun sudah ditangani. Sedangkan prognosa untuk kosmetik dan vital (organ tubuh) baik jika ditangani dengan baik.

Menjelaskan tentang pengaruh gula darah yang tinggi pada perjalanan penyakit glaukoma Pasien mempunyai penyakit diabetes mellitus (kencing manis) yang lama. Diabetes mellitus merupakan suatu gangguan metabolik kompleks yang mengenai pembuluh-pembuluh darah kecil dan sering

menyebabkan kerusakan jaringan yang luas termasuk mata. Komplikasi pada mata akibat DM bisa meningkatkan insiden retinopati dan komplikasi mata lainnya yang mencolok. Dapat menyebabkan gangguan refraksi. Dengan adanya riwayat diabetes mellitus dan minum obat tidak rutin, bisa menimbulkan glaukoma sekunder yaitu glaukoma neovaskular pada pasien ini Diabetes mellitus merupakan suatu gangguan metabolik kompleks yang mengenai pembuluh-pembuluh darah kecil dan sering menyebabkan kerusakan jaringan yang luas termasuk mata. Komplikasi pada mata akibat DM bisa meningkatkan insiden retinopati dan komplikasi mata lainnyta yang mencolok. Dapat menyebabkan gangguan refraksi. Dengan adanya riwayat diabetes mellitus dan minum obat tidak rutin, bisa menimbulkan glaukoma sekunder.

Pada saat pasien kontrol kembali, dan ternyata keadaan visus maupun TIO tidak membaik, apa tindakan Anda selanjutnya ? Pertama, anamnesa keluhan subjektif pasien Kedua, tetap melakukan pemeriksaan seperti biasa Visus Pengukuran tekanan bola mata (TIO) secara teratur

Inspeksi diskus optikus secara teratur Pengukuran lapang pandang secara teratur

Lalu kita KIE tentang keadaan pasien saat ini dikarenakan komplikasi penyakit pasien yang membuat penglihatan pasien tidak dapat kembali sempurna seperti dulu Kita cari penyebab TIO pasien tidak membaik. Tetap memberi obat penurun tekanan pada bola mata.

7. Pertanyaan dari Dicky Stevano Zukhri (0810710006): Bagaimana peran dan penanganan awal sebagai dokter umum jika menemukan pasien seperti umum ?

Jawaban: Anamnesa menggali informasi dari pasien yang mengarahkan ke glaukoma Pemeriksaan fisik : a. Visus naturalis b. Segmen anterior mencari tanda-tanda glaukoma neovaskular c. Jika ada funduskopi, kita bisa melakukan fundoskopi untuk mengetahui apakah ada kelaianan di bagian segmen posterior mata Merujuk pasien ke dokter spesialis mata Sebelum dirujuk, kita KIE pasien tentang segala hal yang berhubungan dengan penyakit pasien. KIE untuk tetap mengontrol gula darah, tekanan darah agar tidak terjadi penyulit pada penyakit pasien Memberikan terapi causative seperti obat penurun tekanan darah, pemberian vitamin

8. Pertanyaan dari Yeremia PMR (080713089): Pemeriksaan yang diusulkan selain funduscopy, ada pemeriksaan gonioskopi. Mengapa diusulkan pemeriksaan gonioskopi dan apa tujuan untuk pasien ini?

Jawaban: Pemeriksaan gonioskopi dilakukan untuk melihat keadaan sudut bilik mata pasien yang dapat menimbulkan glaukoma. Seperti yang sudah diketahui, bahwa stadium klinis glaukoma neovaskular yaitu glaukoma sekunder sudut terbuka dan glaukoma sekunder sudut tertutup. Jadi, pemeriksaan gonioskopi untuk mengetahui stadium klinis pasien apakah termasuk sudut terbuka atau tertutup.

Gonioskopi adalah metode pemeriksaan anatomi sudut bilik mata depan dengan pembesaran binoklar dan sebuah lensa gonio khusus. Lensa-gonio jenis Goldmann dan Posner/Zeiss memiliki cermin khusus yang membentuk sudut sedemikian rupa sehingga menghasilkan garis pandangan yang paralel dengan permukaan iris; cermin tersebut diarahkan ke perifer kea rah lekukan sudut ini.

(Sumber: Vaughan & Asbury s, Neovascular Glaucoma In General Opthalmology, 17th Edition, 2008 :212 -227)

Anda mungkin juga menyukai