Anda di halaman 1dari 87

!

" #

$ $ %& ! & $ & ' ())*+()), - %& . / ! " # & & & $ - %& . 0 % $ +* 1- 2 & % # ! $ & $ ! & * % 0 ! & &( $ ! $ & - %& . % &3 && & && $ ! $ ! $ ! $ ! 2 4 & ' & & && & & $ $ ! 0 ! & & & $ &, &# ! & % $ &5 ! & 0 % ! & $ $ # ! & &6 & $ $ - %& . $ & $ - %& . $ $ + $ &# ! 4 ())7

** * ( 4 +% *3 *' $ *, / *5 (* / $ .$ # (( / $ 0 (3 - % (' $ / (, 9 (5 0 + 0 (6 3* 0 + 0 3( / ! 33 ! . 3' : 3, ; 35 $ + ! " '* ; < '( ; < '3 & . '' & . ', # ,* = ,( ,3 & ' " 5* 5( 9 0 . 53 ; $ )% 6* 6( 63 ! " * < 0 + 0 / $ % % %

* ( ' , *) ** *( *' *6 *8 (( (5 (6 3) 3' 35 35 38 '( # ', '6 '6 '7 ,* # ,3 ,, ,6 & 5* 5, 56 ( 63 6, 8* +


ii

+ #

,
2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 & & & & & & & & & & & & & & & ** *( 9 *3 3* 1 3( 1 33 3' ,* < ,( ! 5* ; 5( ; 0 53 / $ 5' 6* ; 6( $ & & $ ! $ @
* (

& ?

&>

# ' 7 *) 3( 3( 3, '( ,3 ,7

& $ $ & A* & )B B* # & B) $ % &

5, 55 55 56 63 6,

iii

! ! &! !'

"

$#

% && %

Pada bab pertama ini akan diberikan beberapa definisi dasar yang berkaitan dengan matriks dan operasi aljabar elementer pada matriks. Selain itu akan diperkenalkan beberapa jenis matriks yang akan sering dijumpai pada bab-bab selanjutnya. Matriks (matrix) adalah susunan segi empat siku-siku dari *. ) - elemen-elemen di suatu field (F, , +). Elemen tersebut dapat berupa pernyataan yang simbolis ataupun bilangan-bilangan. Matriks biasanya dinotasikan dengan huruf besar oleh persamaan A = [aij] yang berarti bahwa elemen pada baris ke-i dan kolom ke-j dari matriks A sama dengan aij. Seringkali dituliskan elemen matriks dengan bentuk aij = (A)ij. Matriks A secara jelas dituliskan dalam bentuk a11 a12 a1n

A=

a 21 a m1

a 22 am2

a 2n a mn

dengan setiap (i, j) {1, 2, , m} {1, 2, , n} dan aij F. Baris ke-i dari matriks A yaitu [ai1 ai 2 a in ] mempunyai n unsur, sedangkan kolom ke-j yang mempunyai m unsur yaitu a1 j

a2 j a mj

Setiap matriks mempunyai baris dan kolom yang mendefinisikan ukuran matriks. Jika suatu matriks A mempunyai m baris dan n kolom maka ukuran (ordo) matriks dinyatakan dengan mn, dan selanjutnya matriks A bisa dituliskan dengan Amn atau mAn. Simbol Mmn(F) menotasikan himpunan semua matriks berukuran mn atas field F.

/ )' $

1 untuk 1 i 3 dan 1 j 4 yang i+ j mendefinisikan suatu matriks A = [aij] berukuran 34. Matriks A dapat dituliskan secara eksplisit dalam bentuk

- -

Diberikan rumus aij =

A=

1 2 1 3 1 4

1 3 1 4 1 5

1 4 1 5 1 6

1 5 1 6 1 7

12

Vektor (vector) adalah suatu matriks yang hanya mempunyai *. ) - satu baris atau satu kolom. Karena itu terdapat dua jenis vektor yaitu vektor baris dan vektor kolom. *. ) - Vektor baris (row vector) adalah suatu matriks yang hanya mempunyai satu baris saja, seperti atau A = (a11, a12, , a1n) A = [a11 a12 a1n ] dengan n adalah dimensi dari vektor baris. *. ) - Vektor kolom (column vector) adalah suatu matriks yang hanya mempunyai satu kolom saja. Sebagai contoh, vektor kolom berdimensi m: a11

A=

a 21 am2

*. ) - Jika beberapa baris dan atau kolom dari suatu matriks A dihapus maka matriks sisanya disebut matriks bagian (submatrix) dari A. / )' $ - Matriks-matriks bagian dari
4 6 2

4 6 2 antara lain yaitu 3 1 2


2 2

3 1 2

3 1

, [4 6 2] , [4] ,

*. ) - -# Jika banyaknya baris dari suatu matriks A Mmn(F) sama dengan banyaknya kolom, m = n, maka matriksnya disebut matriks persegi (square matrix) dengan elemen-elemen a11, a22, , ann dinamakan elemen-elemen diagonal utama. Selanjutnya, matriks persegi A berukuran nn cukup dituliskan dengan notasi An.

25 20
/ )' $ - Matriks A = 5

3
merupakan matriks persegi sebab

10 15 15 7

banyaknya baris sama dengan banyaknya kolom yaitu 3. Sedangkan elemen-elemen diagonal utamanya adalah a11 = 25, a22 = 10, a33 = 7.

C **3

9 3)( - % &

D ())7

*. ) - -& Matriks A Mmn(F) dengan elemen aij = 0 untuk i > j disebut matriks segitiga atas (upper triangular matrix). Dengan kata lain, semua elemen di bawah diagonal utamanya adalah nol. / )' $ - Matriks

10 0
adalah suatu matriks segitiga atas.

0 6

0 0,01

0 1505

*. ) - -( Matriks A Mmn(F) dengan elemen aij = 0 untuk i < j disebut matriks segitiga bawah (lower triangular matrix). Dengan kata lain, semua elemen di atas diagonal utamanya adalah nol. / )' $ - Matriks

0 0

0,3 1
adalah suatu matriks segitiga bawah.

0,6 2,5 1

*. ) - -+ Matriks persegi A Mn(F) dengan semua elemen yang tidak terletak pada diagonal utamanya adalah sama dengan nol, aij = 0 untuk i j, disebut matriks diagonal (diagonal matrix), dituliskan A = diag(a11, a22, , ann). Beberapa atau semua masukan diagonal dari matriks diagonal bisa juga nol. / )' $ - -#
Matriks

3 0 0 0 0 5
adalah matriks diagonal.

3 0 0 0 0 0

0 2 0 dan 0 2 0

*. ) - -3 Matriks In = [ij], ij disebut delta Kronecker, yang didefinisikan oleh ij = 1 untuk i = j dan ij = 0 untuk i j, disebut matriks identitas (identity matrix) berukuran n, dan dituliskan 1 0

In = 0 1

= diag(1,1, ...,1)

atau In = (e1, e2, , en) dengan ei adalah vektor kolom berdimensi n dengan masukan 1 di posisi ke-i.

*. ) - Matriks A Mmn(F) dengan semua unsurnya sama dengan nol, aij = 0 untuk semua i dan j, disebut matriks nol (zero matrix), dan dinotasikan dengan Omn.

C **3

9 3)( - % &

D ())7

/ )' $

- -&

Matriks

0 0 0 , [0 0 0] , dan [0] 0 0 0
adalah matriks nol.

*. ) - Suatu matriks tridiagonal (tridiagonal matrix) adalah suatu matriks persegi dengan semua elemen diagonal dari matriks bagian persegi di atas diagonal utama dan di bawah diagonal utama adalah nol. / )' $ - -(
Matriks

2 4 0 0 2 3 9 0 0 0 5 2 0 0 3 6 merupakan matriks tridiagonal sebab matriks bagian persegi perseginya yaitu


0 0 0 0

0 0 dan 9 0

mempunyai elemen-elemen diagonal yang semuanya nol.

Pada Gambar 1.1 diberikan ilustrasi beberapa jenis matriks dengan elemenelemen pada daerah yang diarsir tidak semuanya nol, sedangkan elemen-elemen pada daerah yang tidak diarsir semuanya sama dengan nol.

(a) (b) (c) Gambar 1.1: (a) Matriks segitiga atas, (b) matriks segitiga bawah, (c) matriks diagonal

*. ) - Matriks A = [aij] sama dengan matriks B = [bij] jika ukuran dari A dan B sama, dan elemen-elemen yang bersesuaian (berkorespondensi) juga sama, yaitu untuk A, B Mmn(F) maka aij = bij , 1 i m dan 1 j n. / )' $ - Agar A = 2 3 6 7 sama dengan B =

b11 3 , maka haruslah 6 b22

b11 = 2 dan b22 = 7.

C **3

9 3)( - % &

D ())7

*. ) - - 4 2 %5 6 Matriks A = [aij] dan B = [bij] dapat dijumlahkan jika keduanya berukuran sama. Jumlahan dari matriks A dan B, ditulis A + B, adalah matriks yang diperoleh dengan menjumlahkan elemen-elemen yang berkorespondensi dari A dan B, yaitu A + B = [aij] + [bij] = [aij + bij]. *. ) - - 4 6 Matriks A = [aij] dan B = [bij] dapat dikurangkan hanya jika keduanya berukuran sama. Pengurangan A oleh B, yang dituliskan A B, didefinisikan oleh A B = [aij] [bij] = [aij bij]. *. ) - - 4 % % 6 Diberikan suatu matriks A = [aij] Mmn(F) dan skalar k F. Perkalian skalar k dengan A, ditulis kA, adalah matriks yang diperoleh dengan cara mengalikan semua elemen dari A dengan skalar k, yaitu kA = k[aij] = [k.aij].
5 2 3 6 7 2 5+6 2+7 32 11 9 1 + = = . 1 2 7 3 5 19 1 + 3 2 + 5 7 + 19 4 7 26
5 2 3 1 2 7

1. 2. 3.

6 7 2 3 5 19

5 6 2 7 3 ( 2 ) 1 3 25 7 19

1 5

2 3 12

2,1 3 2 2.2,1 2.3 2.2 4,2 6 4 = = . 5 1 6 2 .5 2 .1 2 .6 10 2 12

Operasi-operasi matriks memenuhi hukum-hukum aritmatika seperti berikut. (Diambil sebarang skalar s dan t, dan matriks-matriks A, B, C, O yang berukuran sama.) (1) (A + B) + C = A + (B + C); [Hukum asosiatif] (2) A + B = B + A; [Hukum komutatif] (3) O + A = A + O; [Hukum identitas] (4) A + (A) = O; [Hukum invers] (5) (s + t)A = sA + tA, (s t)A = sA tA; [Hukum distributif kanan] [Hukum distributif kiri] (6) t(A + B) = tA + tB, t(A B) = tA tB; (7) s(tA) = (st)A; (8) 1A = A, 0A = O, (1)A = A; (9) tA = O t = 0 atau A = O.

*. ) - - 4 $ % % 6 Matriks A dan B dapat dikalikan, dalam hal ini AB, hanya jika banyaknya kolom dari A sama dengan banyaknya baris dari B (A dan B dikatakan dapat menyesuaikan diri/ conformable). Jika matriks A = [aij] berukuran mn dan matriks B = [bjk] berukuran np, maka hasil kali matriks A dan B, ditulis AB, adalah matriks C = [cik] yang berukuran mp dengan elemen ke-(i,k) didefinisikan oleh
cik =
n j =1

aij .b jk = ai1 .b1k + ai 2 .b2 k + ... + ain .bnk .

C **3

9 3)( - % &

D ())7

Secara simbolis, untuk baris-baris R1, R2, , Rm pada matriks A dan kolomkolom C1, C2, , Cm pada matriks B, dapat dituliskan hasil kali A dan B yaitu R1C1 R1C 2 R1C p R1
A B =

R2 Rm

C1

C2

Cp

R2 C1 Rm C1

R2 C 2 Rm C 2

R2 C p Rm C p

/ )' $ - 1 2 5 6 1.5 + 2.7 1.6 + 2.8 19 22 1. = = . 3 4 7 8 3.5 + 4.7 3.6 + 4.8 43 50


2. 3. 4.
5 6 1 2 7 8 3 4

5 .1 + 6 .3 5 .2 + 6 .4 7 . 1 + 8 . 3 7. 2 + 8 . 4

23 34 31 46

1 2 5 6 3 4 7 8

1 1.3 1.4 3 4 [3 4] = = . 2 2.3 2.4 6 8

[3

4]

1 = [11]. 2

/ )' $ - Bob ingin mengurangi berat badannya melalui satu rencana diet dan latihan fisik. Sesudah mencari keterangan dari Tabel 1, dia membuat jadwal latihan fisik seperti dalam Tabel 2. Berapa kalori yang akan terbakar dengan melakukan latihan fisik setiap hari jika dia mengikuti rencana tersebut?
Tabel 1 Kalori yang terbakar setiap jam Aktivitas latihan Jalan kaki 2 mil/ jam Lari 5,5 mil/ jam Bersepeda 5,5 mil/ jam Tenis secukupnya Berat dalam lb 152 213 651 304 420 161 225 688 321 441 170 237 726 338 468 178 249 764 356 492 Senin Selasa Rabu Kamis Jumat Jalan 1,0 0,0 0,4 0,0 0,4 Tabel 2 Jumlah jam per hari untuk setiap aktivitas Jadwal latihan Lari 0,0 0,0 0,5 0,0 0,5 Bersepeda 1,0 0,0 0,0 0,5 0,0 Tenis 0,0 2,0 0,0 2,0 0,0

% Informasi mengenai Bob berada dalam kolom keempat dari Tabel 1. Informasi ini dinyatakan oleh suatu vektor kolom X. Informasi dalam Tabel 2 dapat dinyatakan oleh suatu matriks A berukuran 54. Untuk menjawab pertanyaan, dihitung AX.

C **3

9 3)( - % &

D ())7

1,0

0,0 1,0

0,0

0,0 0,0 0,0 2,0 0,4 0,5 0,0 0,0 0,0 0,0 0,5 2,0 0,4 0,5 0,0 0,0

249 764 356 492


=

605,0 984,0 481,6 1162,0 481,6

Senin Selasa Rabu . Kamis Jumat

/ )' $ - Suatu perusahaan menghasilkan tiga produk dengan perkiraan biaya produksinya dibagi dalam tiga kategori (disajikan dalam Tabel 3). Dibuat juga suatu perkiraan, dalam Tabel 4, untuk jumlah dari setiap produk yang akan dihasilkan untuk setiap kuartal. Tentukan biaya total untuk setiap kuartal dari ketiga kategori.
Tabel 3 Tabel 4 Biaya produksi per barang (dollar) Biaya Bahan mentah Tenaga kerja Biaya tambahan Produk A 0,10 0,30 0,10 B 0,30 0,40 0,20 C 0,15 0,25 0,15 Jumlah yang dihasilkan per kuartal Produk A B C Musim Panas 4000 2000 5800 Gugur 4500 2600 6200 Dingin 4500 2400 6000 Semi 4000 2200 6000

% Setiap tabel dapat dinyatakan oleh matriks seperti berikut 0,10 0,30 0,15 4000 4500 4500 4000

A = 0,30 0,40 0,25 dan B = 2000 2600 2400 2200 . 0,10 0,20 0,15 5800 6200 6000 6000
Jika dibuat hasil kali AB, maka kolom-kolom dari AB berturut-turut menyatakan biaya untuk musim panas, gugur, dingin, semi. 1870 2160 2070 1960 Bahan mentah

AB = 3450 3940 3810 3580 Tenaga kerja 1670 1900 1830 1740 Biaya tambahan

(1) (2) (3) (4)

Perkalian matriks memenuhi beberapa hukum aritmatika, yaitu (AB)C = A(BC), jika A, B, C secara berurutan berukuran mn, np, pq; k(AB) = (kA)B = A(kB), A(B) = (A)B = (AB) dengan k adalah skalar; (A + B)C = AC + BC, jika A dan B berukuran mn dan C berukuran np; D(A + B) = DA + DB, jika A dan B berukuran mn dan D berukuran pm. Di sini hanya akan dibuktikan sifat yang pertama di atas (hukum asosiatif). Lebih dahulu diklaim bahwa (AB)C dan A(BC) keduanya mariks berukuran mq. Diambil matriks A = [aij], B = [bjk], dan C = [ckl], sehingga akan diperoleh

(( AB)C )il

p k =1

( AB )ik .ckl

p k =1 n

n j =1 p

aij .b jk c kl =

k =1 j =1

aij b jk c kl .

Sejalan dengan itu, juga diperoleh

(( AB)C )il

j =1 k =1

aij b jk c kl .

C **3

9 3)( - % &

D ())7

Hasil jumlahan ganda kedua bentuk tersebut adalah sama. Jumlahan dari bentuk
n p j =1 k =1

d jk dan

k =1 j =1

d jk

menyatakan jumlahan dari np elemen matriks [djk] dalam baris dan kolom secara berurutan. Akibatnya (( AB)C )il = ( A(BC ))il untuk 1 i m dan 1 l q. Karena itu (AB)C = A(BC).

*. ) - -# 4 6 Diberikan suatu matriks A Mn(F) dan bilangan bulat tak negatif k. Didefinisikan Ak sebagai berikut A0 = In dan Ak+1 = AkA untuk k 0. / )' $
1. 2. 3. 4.
1 1 1 1
2

- -#
= 1 1 1 1 1 1 1 1 = 2 2 2 2

2 0 0 3 0 2 3 0
1 1 0 2

=
3

2 0 2 0 2 0 0 3 0 3 0 3 0 2 0 2 0 2 3 0 3 0 3 0

= =

4 0 2 0 0 9 0 3 6 0 0 2 0 6 3 0
=

= =

8 0 18

0 12 0
=

0 27

23 0 0 33
.

0 33 23 0

. .

=
4

1 1 1 1 1 1 1 1 0 2 0 2 0 2 0 2

1 3 1 3 0 4 0 4

1 15 0 16

Khusus untuk matriks diagonal A = [aii], 1< i < n, pangkat k dari matriks A didefinisikan oleh A k = (a ii ) k

atau secara jelas dinyatakan dengan

a11 Ak = 0 0

0 a 22 0

0 0 a nn

(a11 )k
= 0 0

(a 22 )
0

0 0 .

(a nn )k

Berikut ini hukum-hukum yang berlaku untuk matriks berpangkat yang mempunyai sifat AB = BA. (1) AmAn = Am+n, (Am)n = Amn; (2) (AB)n = AnBn; (3) AmBn = BnAm; (4) (A + B)2 = A2 + 2AB + B2; n n n n! A i B n i ; dengan (5) (A + B)n = = C in = i i !.(n i ) ! i =0 i (6) (A + B)(A B) = A2 B2.

C **3

9 3)( - % &

D ())7

*. ) - -& 4 ' " 6 Transpos dari matriks Amn = [aij], dinotasikan AT, adalah matriks yang diperoleh dari A dengan cara mengubah setiap baris ke-i menjadi kolom ke-i atau sebaliknya kolom ke-j menjadi baris ke-j. Dengan kata lain
AT = [aji] atau AT

( )

ji

= aij yang berukuran nm.


T

ai1
ai1 ai 2 ain
=

ai 2 ain

Gambar 1.2: Transpos dari matriks mn

25 20
/ )' $ - -&
Transpos dari matriks C = 5

3 7

2 27

10 15 25 adalah 16

6
25
CT =

6 .

20 10 16 3 2 15 7 25 27

(1) (2) (3) (4) (5)

( A B )T = AT B T jika A dan B berukuran mn; (kA)T = kAT ; ( AB )T = B T AT jika A berukuran mn dan B berukuran np;

(A )

Operasi transpos mempunyai beberapa sifat sebagai berikut :


T T

= A;

2 2 2 jika X = [x1 x 2 x n ] adalah vektor kolom. X T X = x1 + x2 ... + x n Berikut ini akan dibuktikan hanya untuk sifat keempat. Pertama diperiksa bahwa (AB)T dan BTAT mempunyai ukuran yang sama pm. Selain itu, elemen-elemen yang berkorespondensi dari kedua matriks adalah sama. Untuk A = [aij] dan B = [bij] maka

(( AB ) )
T

ki = ( AB )ik =

n j =1

aij b jk =

n j =1

(B ) (A )
T kj T

ji

= B T AT k i .

*. ) - -( Suatu matriks A disebut matriks simetris (symmetric matrix) jika AT = A. Dengan kata lain, A haruslah matriks persegi (misalkan nn) dan aji = aij untuk semua 1 i n dan 1 j n. Karena itu a b A= b a
adalah suatu matriks simetris 22 yang umum.

C **3

9 3)( - % &

D ())7

10

21
/ )' $ - -(
Matriks D = 3

3 8

6
adalah suatu matriks simetris karena

21 8 9

6
d12 = d21 = 3, d13 = d31 = 6; dan d23 = d32 = 8.

*. ) - -+ 4 6 Suatu matriks A Mn(F) dikatakan simetris miring (skew-symetric) jika AT = A. Dengan kata lain, A haruslah matriks persegi dan aji = aij untuk semua i dan j. Karena elemen-elemen diagonal utama tidak berubah oleh transposisi, maka matriks simetris miring A haruslah nol pada diagonal utamanya atau dengan kata lain aii = 0 untuk setiap i. / )' $ - -+
Matriks

0 1

E = 1 0 5 2 5 0
adalah suatu matriks simetris miring. Perlu dicatat bahwa untuk suatu matriks persegi A, maka A AT adalah simetris miring karena A AT

= AT + A = A + AT. Karena itu 1 1 A = A AT + A + AT . 2 2 Mudah dibuktikan juga bahwa jumlahan dari dua matriks simetris miring adalah juga simetris miring dan kuadrat dari matriks simetris miring (simetris) adalah simetris sebab

simetris karena A + AT

= AT AT

( )

= AT A = (A AT), sedangkan A + AT adalah

) (

A2 = AT AT

(( A)( A))T

= A2

( ).
T

-#

% "

*. ) -#- 4 % " 6 Suatu matriks A mempunyai bentuk eselon baris (row-echelon form) jika mempunyai sifat-sifat sebagai berikut: (1) baris nol (semua unsurnya nol), jika ada, terletak pada baris bagian bawah; (2) untuk suatu baris tak nol (unsurnya tidak seluruhnya nol), bilangan pertama yang tak nol dalam baris tersebut adalah 1, disebut 1 utama (leading 1); (3) untuk sembarang dua baris tak nol yang berurutan, 1 utama dalam baris yang bawah terletak di sebelah kanan dari 1 utama dalam baris diatasnya.
Suatu matriks berbentuk eselon baris mempunyai langkah tangga seperti diilustrasikan pada Gambar 1.3, dengan daerah yang tidak diarsir semua unsurnya nol.

Gambar 1.3: Matriks eselon baris

C **3

9 3)( - % &

D ())7

11

/ )' $ -#Diberikan matriks-matriks seperti berikut 1 0 3 4 0 1 2 3 1 0 1 2 1 0 0 0 0 1 2 5 0 0 0 0 0 , B= , C= 0 0 1 , D= 0 2 0 1 . A= 0 0 0 1 0 0 1 0 2 1 2 3 0 0 1 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Matriks A merupakan matriks eselon baris, tetapi B bukan matriks eselon baris karena terdapat baris nol (baris 2) yang terletak di atas baris tak nol (baris 3). Demikian juga matriks C bukan matriks eselon baris karena 1 utama pada baris 3 terletak di sebelah kiri 1 utama pada baris 2. D juga bukan matriks eselon baris karena bilangan tak nol pertama pada baris 2 bukan 1 tetapi 2. *. ) -#- 4 % " 6 Suatu matriks mempunyai bentuk eselon baris tereduksi (reduced row-echelon form) jika (1) Matriks berbentuk eselon baris; (2) setiap kolom yang memuat 1 utama mempunyai unsur-unsur nol untuk lainnya. / )' $ -#Matriks 0 1 2 0 0 2 1 0 0 0 0 1 0 3 dan 0 1 0 0 0 0 1 4 0 0 0 0 0 0 mempunyai bentuk eselon baris tereduksi, sedangkan matriks 1 0 0 1 2 0

0 1 0 dan 0 1 0 0 0 2
tidak berbentuk eselon baris tereduksi. Perlu dicatat bahwa matriks nol untuk semua ukuran selalu dalam bentuk eselon baris tereduksi.

0 0 0

-& .

Fungsi skalar dari suatu matriks meringkas berbagai karakteristik dari elemenelemen matriks. Suatu fungsi skalar yang penting adalah fungsi determinan. Diskusi yang lebih mendalam mengenai fungsi determinana akan dipelajari di bab dua. Selain determinan, fungsi skalar yang lain yaitu trace. Trace dari matriks An = [aij] didefinisikan sebagai jumlahan elemen-elemen diagonal utama, yaitu

tr ( A) =

n i =1

aii .

Diberikan A dan B adalah matriks berukuran nn dengan h dan k adalah skalar. Fungsi trace mempunyai sifat-sifat sebagai berikut: (1) tr(A) = tr(AT); (2) tr(hA + kB) = h.tr(A) + k.tr(B); (3) tr(AB) = tr(BA); (4) tr(In) = n.

C **3

9 3)( - % &

D ())7

! " ! &! ( ) '* ' ) "# ' ) ' ! ! * $ * "

" ! & & " % ! " % &!

% !! %

%7

Determinan (determinant) dari suatu matriks persegi atas field F adalah suatu elemen dari field F. Terlebih dahulu akan ditunjukkan bagaimana menghitung determinan dari matriks berukuran 22 dan 33.

*. )

- -

Diberikan matriks A =

a11 a 21

a12 a 22

M2(F).

Didefinisikan

fungsi determinan det : M2(F) F sebagai suatu skalar, yaitu det(A) = a11.a22 a12.a21.
Notasi A =

a11 a12 juga sering digunakan untuk menyatakan determinan dari A. a 21 a 22

*. ) - Didefinisikan Mij(An), secara sederhana ditulis Mij, yang menyatakan determinan dari matriks (n 1)(n 1) yang dibentuk dengan menghapus baris ke-i dan kolom ke-j dari A. Selanjutnya matriks Mij disebut minor (i, j) dari A.

1 2 3
/ )' $ - Untuk matriks A = 4 5 6 diperoleh bahwa M 12 =

7 8 9

4 6 . 7 9

Jika diandaikan bahwa fungsi determinan telah didefinisikan untuk matriks berukuran (n 1)(n 1), maka det(An) didefinisikan sebagai berikut : det(An) = a11M11 a12M12 + + (1)1+na1nM1n =
n j =1

( 1)1+ j a1 j M 1 j .

(2.1)

Definisi di atas disebut ekspansi determinan sepanjang baris pertama (expansion of the determinant along the first row) sebab jumlahan dilakukan dengan memilih sukusuku berurutan pada baris pertama dari A. Sering dikenal juga definisi tersebut dengan nama ekspansi Laplace baris pertama (first-row Laplace expansion).

12

13

Sebagai contoh, jika A = [aij] berukuran 33 maka ekspansi Laplace baris pertamanya adalah det(A) = (1)1+1a11M11 + (1)1+2a12M12 + (1)1+3a13M13 a 22 a 23 a 21 a 23 a 21 a 22 = a11 a12 + a13 a32 a33 a31 a33 a31 a32 = a11(a22a33 a23a32) a12(a21a33 a23a31) + a13(a21a32 a22a31) = a11a22a33 a11a23a32 a12a21a33 a12a23a31 + a13a21a32 a13a22a31 Definisi rekursif juga berlaku untuk determinan matriks berukuran 22. Jika didefinisikan determinan dari matriks [k] berukuran 11 adalah skalar k, maka determinan A berukuran 22 dirumuskan oleh det(A) = a11M11 a12M12 = a11a22 a12a21.

2 1
/ )' $ - Jika B =

6 4

7 3

2 5 , maka 1

det(B) = = = =

2 5 7 5 7 2 + (1)1+2(1) + (1)1+3(6) 1 4 3 4 3 1 (1)(2)(8 (5)) + (1)( 1)(28 15) + 6(1)(7 (6)) 26 + 13 + 78 117. (1)1+1(2)

1 2 3
/ )' $ - Diberikan matriks C = 4 5 6 . Tunjukkan bahwa det(C) = 0

7 8 x
jika dan hanya jika x = 9. det(C) = (1)1+1(1)(5x 6.8) + (1)1+2(2)(4x 6.7) + (1)1+3(3)(4.8 7.5) = 5x 48 8x + 84 + 96 105 = 27 3x = 3(9 x). Jadi det(C) = 0 jika dan hanya jika x = 9.

1+ i
/ )' $ - Diberikan matriks D = 2 i

3 2i 1 i 2

2i 1 i

z M3(C). Tentukan 2z

nilai z agar det(D) = 0. % det(D) = (1)1+1(1 + i)(2.2z (1 i)z) + (1)1+2(3 2i)((2 i)2z z.2i) + (1)1+3(1 i)((2 i)(1 i) 2(2i)) = (1 + i) (5 + i)z + (3 2i)(4 4i)z + (1 i)(3 5i) = 26iz + (8 2i). Jadi det(D) = 0 jika dan hanya jika 8 + 2i 1 4i z= = . 26i 13

C **3

9 3)( - % &

D ())7

14

Salah satu perhitungan determinan yang paling sederhana yaitu untuk matriks segitiga bawah.

'*

* 8

- -

Jika A = [aij] Mn(F) dengan aij = 0 untuk i < j, maka

det(A) = a11a22ann =

aii .
i =1

(2.2)

Jika A adalah suatu matriks segitiga atas, maka persamaan (2.2) memberikan hasil yang benar dan bisa dibuktikan sejalan dengan matriks segitiga bawah. Suatu kasus khusus yang penting yaitu untuk matriks diagonal. Jika diketahui A = diag(a11, a22, , ann) maka diperoleh det(A) = a11a22ann. Lebih khusus lagi, untuk matriks skalar kIn akan diperoleh det(kIn) = kn. Teorema berikut menyatakan bahwa dapat dilakukan ekspansi determinan sepanjang suatu baris atau kolom tertentu. Buktinya tidak mudah, karena itu diabaikan.

'*

* 8

- -

Diberikan matriks A Mn(F).

det(A) =

j =1

( 1)i + j aij M ij

untuk suatu i = 1, 2, n, yang disebut dengan ekspansi minor baris ke-i, atau

det(A) =

untuk suatu j = 1, 2, n, yang disebut ekspansi minor kolom ke-j.

i =1

( 1)i + j aij M ij

Pernyataan ( 1)i + j mengikuti pola papan catur dengan tanda sebagai berikut: + +
+ + +

8 8' - Jika pada suatu matriks terdapat baris nol (baris yang semua unsurnya nol), maka nilai determinannya sama dengan nol. Hasil yang sama juga diperoleh untuk kolom. * " "

*. ) - Diberikan A Mn(F). Didefinisikan kofaktor (i, j) dari A, dinotasikan Cij(A) atau ditulis singkat dengan Cij, yaitu

Cij = ( 1)i + j M ij .

menjadi

Menggunakan terminologi tersebut, dapat dituliskan kembali persamaan (2.1) det(A) =


n j =1

a1 j C1 j .

(2.3)

Karena itu, Teorema 2.1.2 dapat dituliskan kembali seperti di bawah ini.

C **3

9 3)( - % &

D ())7

15

'*

* 8

- -

Diberikan A Mn(F). Determinan dari matriks A dirumuskan:

det(A) =
untuk suatu i = 1, 2, n, atau

j =1

aij C ij

det(A) =
untuk suatu j = 1, 2, n.

n i =1

aij Cij

/ )' $

- -

Hitung determinan matriks 25 5 1

A = 64 8 1 . 144 12 1
% pertama yaitu - Akan dihitung det(A) dengan menggunakan ekspansi kofaktor baris
n j =1

det(A) =

a1 j C1 j = a11C11 + a12C12 + a13C13.

Dalam hal ini perlu dicari dulu minor dan kofaktor dari unsur-unsur baris pertama. 8 1 = 4, 12 1 C11 = (1)1+1(4) = 4, Jadi
M11 =

64 1 = 80, 144 1 C12 = (1)1+2(80) = 80,


M12 =

64 8 = 80. 144 12 C13 = (1)1+3(384) = 384.


M13 =

det(A) = 25(4) + 5.80 + 1(384) = 84.

/ )' $

- -

Hitung determinan dari matriks 4 0 4 4


B= 1 0

1 1

7 0 14 5 6 3 14 2

% - Karena pada kolom kedua terdapat unsur nol maka perhitungan det(B) akan lebih mudah dengan menggunakan ekspansi kofaktor kolom kedua, yaitu det(B) = a12C12 + a22C22 + a32C32 + a42C42 = a42C42 4 4 4
= =

3 1 7
216.

3(4.1.5 + 4.1.7 + 4(1)14 7.1.4 14.1.4 5(1)4)

14 5

2 1
/ )' $ - Diberikan C =

6 4

7 3

2 5 . 1

Hitung det(C) dengan membentuk (i) ekspansi baris ketiga, (ii) ekspansi kolom kedua.

C **3

9 3)( - % &

D ())7

16

(i) (ii)

% det(C) =
= det(C) = =

(1)3+1(3)((1)(5) 2.6) + (1)3+2(1)(2(5) 6.7) + (1)3+3(4)(2.2 (1)7) 21 + 52 + 44 = 117. (1)1+2(1)(7.4 (3)(5)) + (1)2+2(2)(2.4 6(3)) + (1)3+2(1)(2(5) 6.7) 13 + 52 + 52 = 117.

* 8 - Jika dua baris atau dua kolom dari matriks A Mn(F) adalah identik atau sama, maka det(A) = 0.
Hasil berikut adalah hasil lain yang berkaitan dengan kofaktor.

8
n j =1

- -

Jika A Mn(F), maka

(a)

aij C kj = 0 untuk i k;

(b)

n i =1

aij Cik = 0 untuk j k.

'* * 8 - Diberikan A Mn(F) dan B diperoleh dari A dengan (i) menukarkan baris ke-s dengan baris ke-t dari A, maka det(B) = det(A), dinamakan perubahan baris determinan (row-alternancy of determinants); (ii) mengalikan suatu baris ke-i dari A dengan k F, maka det(B) = k.det(A), dinamakan homogenitas baris determinan (row-homogeneity of determinants). 8 8' - Jika dua baris atau dua kolom dari matriks A Mn(F), A = [aij], adalah sebanding atau proporsional, maka det(A) = 0. '* * 8 - Diberikan A Mn(F), maka det AT = det ( A) .

( )
4

2
/ )' $ - det 1

7 3 2 1 = det

2 1 7 3 1

6 4

2 5 = 117.

6 5
8 (i)
(ii)

8' - Diberikan A Mn(F) dan C diperoleh dari A dengan menukarkan kolom ke-s dengan kolom ke-t dari A, maka det(B) = det(A), disebut sifat perubahan kolom determinan, mengalikan suatu kolom ke-i dari A dengan k F, maka det(B) = k.det(A), disebut sifat homogenitas kolom determinan. 8' - Diberikan A Mn(F), maka det(kA) = kndet(A).

C **3

9 3)( - % &

D ())7

17

8 2 "

*. ) - Diberikan A Mn(F). Didefinisikan adjoin (adjoint) dari A, dinotasikan dengan adj(A), adalah transpos dari matrik kofaktor A. Dengan kata lain C11 C 21 C n1
adj(A) =

C12 C1n

C 22 C 2n

Cn2 C nn

/ )' $

- -

Diberikan matriks 1 2

A= 4 5 6 . 7 8 10
Kofaktor-kofaktor dari matriks A yaitu 5 6 4 6 C11 = = 2, C12 = = 2, 8 10 7 10
C21 = C31 = C13 =

4 5 = 3, 7 8 1 2 = 6, 7 8 = 3.

2 3 = 4, 8 10 = 3,

C22 =

1 3 = 11, 7 10
1 3 4 6

C23 = C33 =

2 3 5 6

C32 =

= 6,

1 2 4 5

Jadi

2
adj(A) =

4 3 6. 6 3

2 11 3

Adjoin dari suatu matriks bermanfaat dalam kaitannya dengan invers dari suatu matriks (jika ada). Teorema 2.2.1 dan Lemma 2.2.2 bisa dikombinasikan dan memberikan hasil berikut ini.

'*

* 8

- -

Jika A Mn(F), maka A.adj(A) = det(A).In = adj(A).A.

Lemma berikut berguna untuk menyederhanakan dan menghitung determinan secara numerik. Bukti diperoleh dengan mengekspansikan sepanjang baris atau kolom yang berkorespondensi.

* 8 kolom.

- -

Determinan merupakan suatu fungsi linear dari setiap baris dan

8 8' - Jika kelipatan suatu baris ditambahkan ke baris lainnya, maka nilai determinannya tidak berubah. Hal ini sejalan untuk kolom.

C **3

9 3)( - % &

D ())7

18

/ )' $ - 0 2 4
det 1 2 3 =

0 1 1

2.1 2 2 1

2 .2 3 3

0
=21

1 2

2 1

3 2

3 = 2 0

6 7 9

6 6 .1 7 6 .2 9 6 .3
= 2 0

0 5 9 1 2 3

0 5 9

2 = 2 0

1 2 = 2.1.1.1 = 2. 1

0 5 + 5.1 9 + 5.2
*%

0 0

Untuk menghitung determinan secara numerik, sebaiknya mereduksi matriks ke bentuk eselon baris dengan mengingat setiap perubahan tanda yang disebabkan oleh pertukaran baris dan juga pengambilan faktor dari suatu baris.

*. ) - Terdapat 3 jenis operasi baris elementer yang dapat dibentuk pada suatu matriks. I. Mempertukarkan 2 baris: bi b j yang berarti menukarkan baris ke-i dengan baris ke-j.
II. III. Mengalikan suatu baris dengan skalar tak nol: bi k .bi yang berarti mengalikan baris ke-i dengan skalar tak nol k. Menambahkan kelipatan suatu baris ke baris lain: b j b j + k .bi yang berarti baris ke-j ditambah dengan k kali baris ke-i.

*. ) - Suatu matriks A dikatakan ekuivalen baris (row-equivalent) dengan matriks B jika B dapat diperoleh dari matriks A dengan serangkaian operasi baris elementer. / )' $ 1
A= 2

- 2 0

1 1

b2

1 1 2

Berikut ini pengerjaan operasi baris elementer dari kiri ke kanan. 1 2 0 b b 1 2 0 2 b 2 4 0 + 2b


3

4 1 5 1 1 2

1 1 2

4 1 5

1 1 2 = B.

4 1 5

Jadi A ekuivalen baris dengan B. Jelas bahwa B juga ekuivalen baris dengan A yang dibentuk dari B dengan operasi baris invers: 1 b , b b3, b2 2b3. 2 1 2

/ )' $ - Hitung determinan matriks di bawah ini menggunakan beberapa operasi baris elementer. 1 2 3

4 5 6 . 8 8 9
% - Digunakan operasi baris b2 4b1 dan b3 8b1 yang dilanjutkan dengan ekspansi sepanjang kolom pertama, diperoleh 1 2 3 1 2 3 3 6 1 2 1 2 4 5 6 = 0 3 6 = = 3 = 3 = 3. 8 15 8 15 0 1 8 8 9 0 8 15

C **3

9 3)( - % &

D ())7

19

/ )' $

- -

Hitung determinan matriks 1 1 2 1 3 1 4 5 7 6 1 2 1 1 3 4 .

1 3 7 1

% 1 1 6 1

2 1 4 5 1 2 3 4 1 1 2
2

1 2

1 1

2 1

1
1

= b 7b
b4 b1
3

b2 3b1
1

0 2 0 0 0

1 13 5 0 1 3

=
b3 b4

0 1 13 5 0 0 1 3 2 1 1
1

1 1
b3 +b2

2 1

1
1

1 1

0 0 12 6 0 0 1 3 1 1 1 1

0 0 1 3 0 0 12 6

1 1 2
b4 +12b3

0 0 1 3 0 0 0 30

60.

Perlu dicatat bahwa operasi baris elementer dan akibatnya pada nilai determinan suatu matriks juga berlaku jika operasi tersebut dilakukan untuk kolom. Karena itu juga dipunyai tiga jenis operasi kolom elementer.

*. I. II. III.

) - Terdapat 3 jenis operasi kolom elementer. Mempertukarkan dua kolom. Mengalikan suatu kolom dengan skalar tak nol. Menambahkan kelipatan suatu kolom ke kolom lain. - 4 ! " 6
Buktikan bahwa

/ )' $

a a2

b b2

c = (b a)(c a)(c b). c2

% - Jika kolom ke-2 dan kolom ke-3 dikurangi kolom ke-1 dan selanjutnya digunakan ekspansi sepanjang baris pertama maka diperoleh 1 1 1 1 0 0 ba ca a b c = a ba ca = 2 2 2 b a c a2 a2 b2 c2 a2 b2 a2 c2 a2
= (b a )(c a ) 1 1 = (b a)(c a)(c b). b+a c+a

C **3

9 3)( - % &

D ())7

20

/ )' $ - -# 0 1 4 b b
1.

2 4 10 3 6 1

2 4 10 0 3 20 0
0

1 6 1 12
4 7 6 0 0

4 1 5 4

1b 2 1

1 2 5 20 3
b3 12b2

1 6 20 0
0

4 1 1 2 1 0
4 7 4

b3 3b1

1 2

5 4 62
4 14 5

14
4 1

= 124.

4 2. 7 6

4 1

4 1
k1 k2

4 1
b2 b3

1 0

0 14 5 3 14 2

0 1 0 3

14 5 14 2 8 8 1 2 21 12

0 1 1 1 3 6 14 2

0
b2 + 7b3

= b + 4b
1

8 b1 21 b2

0 0 3

0 0 6

0 1 14

0 1 1 3 6 14

21 12 1 2

48 7

0 1

= 216.

/ )' $

- -&

Hitung

1 2 3 4

2 1 2 3

3 2 1 2

4 3 2 1

2000 1999 1998 . 1997 1

det(A) = det

2000 1999 1998 1997

- Diaplikasikan bn bn bn+1 untuk 1 n 1999, menjadi 1 1 1 1 1 1

1 1 det 1 1

1 1 1 1

1 1 1 1

1 1 1 1

1 1 1 1 2

1 1 1 . 1 1 1 1 1 1 . 1 1

2000 1999 1998 1997

Diaplikasikan kn kn + k2000 untuk 1 n 1999, diperoleh 0 2 2 2 2

0 0 det 0 0

0 0 0 0

2 0 0 0

2 2 0 0

2 2 2 0 3

2001 2000 1999 1998

C **3

9 3)( - % &

D ())7

21

Diekspansikan sepanjang kolom pertama, diperoleh 2 2 2 2 1 0 2 2 2 1 0 0 2 2 1 2001. det 0 0 0 2 1

= 2001 21998 .

0 0 0 0 1 Pada operasi baris elementer, khususnya operasi jenis III, seringkali melibatkan skalar k yang merupakan bilangan pecahan. Akibatnya, unsur-unsur matriks hasil reduksi dapat berupa bilangan pecahan dan hal ini akan menyulitkan perhitungan selanjutnya. Untuk mengatasi hal tersebut, dapat digunakan lebih dahulu operasi jenis II untuk menyamakan beberapa unsur tak nol. Dalam hal ini unsur yang sama tersebut merupakan bilangan bulat. Kemudian juga harus diingat Teorema 2.2.2 bagian (ii).

/ )' $ - -( 4 2 3 4 2 4 3 2 1 5 k1 k2 2 3 = 2 0 1 3 0 2 8 2 6 4 2 8
1b 3 4

3 4 1 5 1 3 6 4

b2 +b1 b4 +b1

2 4 3 4 0 7 4 1 0 2 1 3 0 12 9 0

2 4 3 4 0 7 4 1 = 3 0 2 1 3 0 4 3 0

4b2 14b3 7 b4

1 3. 1 . 14 4

( )

4 2 4 3 0 4.7 4 .4 4.1 .1 7 0 (14)(2) (14)1 (14)(3) 0 7.4 7 .3 7.0

2 4 3 4 16 4 1 0 28 = 3. 4.1`4.7 0 28 14 42 0 28 21 0
6b4

b3 b2 b4 b2

2 4 3 4 16 4 1 0 28 3. 4.14.7 0 0 30 38 0 0 5 4 2 4 3 4 0 28 16 4 0 0 30 38 0 0 0 14

2 4 3 4 0 28 16 4 b4 b3 1 1 = 3. 4.14.7.6 0 0 30 38 4.14.7.2 0 0 30 24

1 .2.28.(30).(14) = 30. 4.14.7.2

Sifat lain yang perlu diperhatikan dengan sungguh-sungguh berkaitan dengan determinan yaitu bahwa pada umumnya untuk matriks A, B Mn(F) tidak selalu berlaku det(A + B) = det(A) + det(B).

C **3

9 3)( - % &

D ())7

22

/ )' $

- -+ 1 2 1 1 0 1 1 0 0 2 Diberikan matriks . Dapat diselidiki bahwa = + = + 3 4 1 1 2 3 0 1 3 3


1 2 3 4 = 2 = 1 1 1 1 + 0 1 2 3

tetapi

1 2 3 4

= 2

1 0 0 1

0 2 3 3

= 5 .

-#

'

*. ) -#- 4 ' % 6 Matriks A Mn(F) dikatakan tidak singular (nonsingular) atau inversibel (invertible) jika terdapat suatu matriks B Mn(F) sehingga AB = In = BA. Suatu matriks B dengan sifat seperti di atas disebut invers dari A dan dinotasikan A1. Jika A tidak mempunyai invers maka A dikatakan singular. / )' $ -#Untuk matriks di bawah ini, tunjukkan bahwa A3 = 5I3 dan simpulkan bahwa A adalah tidak singular, selanjutnya carilah A1. 0 1 0

A= 0 0 1 . 5 0 0
% - Setelah diperiksa bahwa A3 = 5I3, kemudian dibentuk 1 1 2 A A2 = I 3 = A A. 5 5

Karena itu A adalah tidak singular dengan A 1 = 1 A2 . 5

'* * 8 -#adalah tunggal. 8 dan 8' -#4

Invers dari matriks A Mn(F)

6
A 1 =

Jika det(A) 0 maka A adalah tidak singular


1 adj( A) . det( A)

/ )' $

-#-

Determinan untuk matriks 1 2 3

B= 4 5 6 8 8 9
yaitu det(B) = 3 0. Karena itu, diperoleh

C11 1 = C12 3 C13

C 21 C 22 C 23

C 31 C 32 C33

3 6 3 1 12 15 6 . = 3 8 8 3

C **3

9 3)( - % &

D ())7

23

/ )' $

-#-

Pada Contoh 2.2.1 sudah dihitung determinan dari matriks 25 5 1

C = 64 8 1 144 12 1
yaitu det(C) = 84 0. Karena sudah didapatkan nilai C11 = 4, C12 = 80, dan C13 = 384, selanjutnya akan dihitung kofaktor untuk unsur-unsur baris ke-2 dan ke-3. 5 1 25 1 25 5 = 7, C22 = (1)4 = 129, C23 = (1)5 = 420, C21 = (1)3 12 1 144 1 144 12
C31 = (1)4
5 1 8 1 64 1 Diperoleh adjoin dari matriks C yaitu 4

= 3, C32 = (1)5

25 1

= 39,

C33 = (1)6

25 5 64 8

= 120.

3 39 ,

adj(C) = karena itu invers untuk matriks C yaitu

80 129 384

420 120 4 384


b

1 1 = adj(C ) = det(C ) 84
a

3 39 .

80 129

420 120

dengan det (A) = ad bc 0, maka A c d adalah tidak singular dengan inversnya yaitu d b 1 . A 1 = a det( A) c

8' -#-

Jika matriks A =

Jika A dan B adalah matriks tak singular yang berukuran sama, maka dipunyai sifat-sifat seperti berikut ini. 1. (A1)1 = A; 2. 3.

(A ) = (A )
n 1

1 n

dengan n = 0, 1, 2, ;

k (AB)1 = B1A1. Di sini hanya akan dibuktikan sifat yang keempat. (AB)(B1A1) = A(BB1)A1 = AInA1 = AA1 = In. Sejalan dengan itu (B1A1)(AB) = In. Perluasan untuk hasil kali dari m matriks tak singular yaitu jika diberikan matriks inversibel A1, A2, , Am berukuran nn maka hasil kali A1.A2Am juga inversibel. Diperoleh 1 1 1 1 ( A1 A2 ... Am1 Am )1 = Am Am 1 ... A2 A1 . Dengan kata lain, invers dari hasil kali sama dengan hasil kali dari invers dalam urutan yang sebaliknya.
4.

(kA)1 = 1 A1 , untuk setiap k R, k 0;

C **3

9 3)( - % &

D ())7

24

/ )' $ -#Jika A dan B adalah matriks berukuran nn yang memenuhi sifat A2 = B2 = (AB)2 = In, buktikan bahwa AB = BA. % - Diandaikan A2 = B2 = (AB)2 = In. Karena itu A, B, dan AB adalah tidak singular dengan A1 = A, B1 = B, dan (AB)1 = AB. Berdasarkan sifat (AB)1 = B1A1 maka AB = BA.
Suatu kelas penting dari matriks tak singular yaitu matriks baris elementer.

*. ) -#Terdapat tiga jenis matriks baris elementer (elementary-row matrix) yang berkorespondensi untuk tiga jenis operasi baris elementer. I. Eij = E(bi bj), (i j), diperoleh dari matriks identitas In dengan menukarkan baris ke-i dan baris ke-j. II. Ei(k) = E(k.bi), (k 0), diperoleh dengan mengalikan baris ke-i dari In dengan skalar k. III. Eij(k) = E(k.bj + bi), (i j), diperoleh dari In dengan menambahkan k kali baris ke-j ke baris ke-I. / )' $ -#-# Untuk matriks identitas I3, dipunyai 1 0 0 1 0 0

1 0 0 0

0 1

E23 = 0 0 1 , E2(1) = 0 1 0 , E23(1) = 0

1 1 .

0 1 0

'* * 8 -#Diberikan matriks A Mn(F) dan matriks baris elementer E berukuran nn jenis I, II, dan III. (1) Matriks EA diperoleh dari A dengan membentuk operasi baris elementer yang bersesuaian. (2) Matriks AE diperoleh dari A dengan membentuk operasi kolom elementer yang bersesuaian. / )' $ -#-& a

E 23 c e
8
I. II. III.

b 1 0 0 a d = 0 0 1 c f 0 1 0 e

b a d = e f c

b f d

b2 b3

a c e

b d . f

))1 = E (bi b j ). 1 .b ) . (Ei (k ))1 = Ei (k 1 ) , artinya (E (k .bi ))1 = E (k i 1 1 (Eij (k )) = Eij ( k ) , artinya (E (k.b j + bi )) = E ( k.b j + bi ) .
1 Eij

8' -#-

Tiga jenis matriks baris elementer adalah tidak singular.

= Eij , artinya E bi b j

((

/ )' $ %

-#-(

Tentukan matriks D = E3(5)E23(2)E12 dan D1.

0 1 0 0 0 1
Ditentukan D sebagai berikut
1

0 1 0 0 0 1

0 1 0 0 0 5

D = E3(5)E23(2) 1 0 0 = E3(5) 1 0 2 = 1 0 2 .

C **3

9 3)( - % &

D ())7

25

D1

D1

= (E3(5)E23(2)E12) 1 = (E12 )1 (E 23 (2 ))1 (E3 (5))1 = E12E23(2)E3(5 1) 2 1 0 0 1 0 0 0 1 5 2 = 1 0 = E12E23(2) 0 1 0 = E12 0 1 5 0 . 1 1 1 0 0 5 0 0 0 0 5 5

Ingat bahwa A dan B adalah ekuivalen baris jika B dapat diperoleh dari A dengan serangkaian operasi baris elementer. Jika E1, E2, , Er secara berurutan adalah matriks baris elementer, maka B = E r (...(E 2 (E1 A))...) = (E r ...E 2 E1 )A = PA , dengan P = ErE2E1 adalah tidak singular. Sebaliknya jika B = PA, dengan P adalah tidak singular, maka A ekuivalen baris dengan B. Lebih lanjut terlihat bahwa P adalah suatu hasil kali dari matriks-matriks baris elementer.

* 8 -#Jika A adalah matriks tak singular berukuran nn, maka A adalah ekuivalen baris dengan In, (i) (ii) A adalah suatu hasil kali dari matriks-matriks baris elementer. * 8 -#Diberikan matriks An yang ekuivalen baris dengan In. Matriks A adalah tidak singular dan A1 dapat dicari dengan membentuk serangkaian operasi baris elementer pada In seperti mengubah A ke In.
Berdasarkan lemma di atas bahwa jika A adalah singular maka A ekuivalen baris dengan suatu matriks yang baris terakhirnya adalah nol. 1 2 adalah tidak singular. Tentukan 1 1 matriks F1 dan nyatakan F sebagai hasil kali matriks-matriks baris elementer. % - Dibentuk matriks yang diperbesar [F|I2] yang terdiri dari F dan I2. Serangkaian operasi baris elementer akan mereduksi F ke I2 dan I2 ke F1. 1 2 1 0 b2 b1 1 2 1 0 ( 1)b2 1 2 1 0 b1 2b2 [F I 2 ] = 1 1 0 1 0 1 1 1 0 1 1 1

/ )' $

-#-+

Diketahui bahwa F =

1 0 1 2 . 0 1 1 1 Oleh karena itu F ekuivalen baris dengan I2 dan F adalah tidak singular dengan

F 1 =
Diperhatikan juga bahwa Oleh karena itu

1 2 . 1 1

E12(2)E2(1)E21(1)F = I2.
= E12(2)E2(1)E21(1) = E21(1)E2(1)E12(2).

F1 F

Jadi untuk menentukan invers dari suatu matriks yang inversibel, selain menggunakan rumus adjoin bisa juga diperoleh dengan operasi baris elementer.

C **3

9 3)( - % &

D ())7

26

Serangkaian operasi baris elementer tersebut akan mereduksi suatu matriks An ke In dan juga mengerjakan operasi-operasi tersebut pada In sehingga akan diperoleh A1 dari suatu matriks yang inversibel. Hal tersebut diilustrasikan sebagai berikut:

[An
/ )' $ -#-3

In ]

reduksi

[I n

1 An .

Diberikan matriks tak singular 1 3 3

G= 1 4 3 . 1 3 4
Invers dari matriks G dapat dicari sebagai berikut: 2 b1 , 1 3 3 1 0 0 b 1 3 3 b b

[G

I3 ] = 1 4 3 0

1 0

1 3 4 0 0 1 0 3 0 0
Jadi

1 0 0

0 1 0 1 1 0 0 0 1 1 0 1 7 3 3 1 0

b1 3b2

4 3 0 1 0 0 1

0 1 0 1 1 1

b1 3b3

1 0 0 0 0 0

1 0 1 1 1

0 = [I3 | G 1]. 1

7 3 3

= 1 1

1 0

0 . 1

Berikut ini diberikan suatu jenis matriks tak singular yang berkaitan dengan sifat invers dan transposnya.

*. ) -#Matriks tak singular A Mn(F) dikatakan ortogonal T (orthogonal) jika A A = In, atau dengan kata lain A1 = AT. -& 1
Berdasarkan Teorema 2.2.2 dan Akibat 2.3.1 diperoleh hasil berikut ini.

8' -& {I, II, III} maka

Jika E adalah suatu matriks baris elementer berjenis dengan

1 jika = I
det(E) = k

jika = II . jika = III

1
8 8' -&-

Diberikan matriks elementer E dan matriks A Mn(F), maka det(EA) = det(E)det(A).

8 8' -&Diberikan Ei adalah matriks elementer berukuran nn, dengan i = 1, , k, dan A Mn(F), maka det(Ek.Ek-1..E2E1A) = det(Ek)det(Ek-1) det(E2)det(E1)det(A).

C **3

9 3)( - % &

D ())7

27

Berdasarkan akibat-akibat di atas maka dapat dituliskan kembali Teorema 2.2.2 dan Akibat 2.3.1 sebagai berikut: (a) det(EijA) = det(A); (b) det(Ei(k)A) = k.det(A), jika k 0; (c) det(Eij(k)A) = det(A).

8 8' -&Matriks A Mn(F) adalah inversibel jika hanya jika det(A) 0. Pernyataan ini ekuivalen dengan A adalah tidak inversibel jika hanya jika det(A) = 0. 8 8' -&-# Diberikan A, B Mn(F), maka berlaku (a) det(AB) = det(A)det(B); (b) det(AB) = det(BA); (c) jika det(A) 0, maka det(A1) = (det(A))1. / )' $ -&Untuk matriks A Mn(C), tentukan nilai p sehingga 1 1+ i p

A= 3 2i 5 2+i
tidak inversibel. %

i p

det(A) =

p det 0 1 4i i 3 p 0 3 4i 4 p
1

1+ i

= (1 4i)(4p) (i 3p)(3 4i) = p(4 + 16i 9 12i) + 3i 4 = (5 + 4i)p + 3i 4. Karena itu, det(A) = 0 jika hanya jika (5 + 4i)p + 3i 4 = 0, yang berarti bahwa 4 3i p= . 5 + 4i Jadi, matriks A tidak inversibel jika hanya jika 4 3i (4 3i )( 5 4i ) = 32 i . p= = 5 + 4i ( 5 + 4i )( 5 4i ) ) 41 Sifat yang menarik dari suatu matriks simetris miring An yang berkaitan dengan singularitas yaitu bahwa A adalah singular jika n adalah ganjil. Untuk melihat ini, berdasarkan Definisi 1.4.8 dan sifat determinan akan diperoleh det(A) = det(AT) = (1)ndet(A). Untuk n adalah ganjil, det(A) = det(A) yang berarti det(A) = 0 dan karena itu A adalah singular.

-( *. ) -(Diberikan matriks A Mmn(F). Peringkat (rank) dari suatu matriks A, dituliskan rk(A), didefinisikan sebagai ukuran terbesar dari matriks bagian persegi yang determinannya tidak sama dengan nol.

C **3

9 3)( - % &

D ())7

28

/ )' $

-(-

Diberikan matriks 3 1 2

A= 2 0 5 . 1 2 3
Dapat diperiksa bahwa matriks bagian persegi terbesar dari A yang determinannya tidak sama dengan nol adalah matriks A itu sendiri, karena itu rk(A) = 3.

/ )' $

-(-

Diberikan matriks

3 1 2

B= 2 0 5 . 5 1 7
Karena det(B) = 0 maka rk(B) pasti lebih kecil dari 3. Selanjutnya ditentukan matriks bagian berukuran 22 yang salah satunya yaitu 3 1 B1 = 2 0 dengan det(B1) 0. Karena itu rk(B) = 2. Menggunakan Definisi 2.7.1 dan Akibat 2.6.4, maka dapat dituliskan kembali singularitas suatu matriks berdasarkan peringkat matriks.

8' -(-

Suatu matriks A Mn(F) dikatakan tidak singular jika hanya

jika rk(A) = n. Matriks A dikatakan tidak singular jika hanya jika rk(A) < n.

/ )' $

-(-

Pelajari beberapa kemungkinan peringkat dari matriks 1 1 1

C= y+z yz

z+x zx

x+ y xy

dengan x, y, z R. % - Dibentuk b2 b2 (y + z)b1 dan b3 b3 (yz)b1, diperoleh 1 1 1

0 x y 0 0

xz . ( y z )( x z )

Dibentuk k2 k2 k1 dan k3 k3 k1, diperoleh 1 0 0

0 x y 0 0

xz . ( y z )( x z )

Selanjutnya diperiksa beberapa cara untuk mendapatkan baris-baris yang hanya memuat 0. Jika x = y = z, maka dua baris terakhir adalah baris nol dan karena itu rk(C) = 1. Jika tepat dua dari x, y, z yang sama, maka salah satu baris dari dua baris terakhir adalah baris nol dan karena itu rk(C) = 2. Jika nilai-nilai x, y, z adalah berbeda, maka jelas bahwa rk(C) = 3.

C **3

9 3)( - % &

D ())7

29

Diberikan A, B Mnk(F) dan C Mkm(F). Peringkat matriks mempunyai sifatsifat sebagai berikut: (1) rk(A) = rk(AT) = rk(AAT) = rk(ATA); (2) rk(A + B) rk(A) + rk(B); (3) rk(A B) |rk(A) rk(B)|; (4) rk(AC) min(rk(A), rk(C)); (5) rk(AC) rk(A) + rk(C) k. Peringkat dari matriks A tidak berubah jika A dikalikan dengan sebarang matriks tak singular. Jadi, jika A adalah matriks berukuran mn dan P adalah matriks tak singular berukuran nn, maka rk(A) = rk(AP). Lebih lanjut, untuk suatu matriks A berukuran mn, matriks tak singular B berukuran mm, dan matriks C berukuran nn, dipunyai rk(BAC) = rk(A). Pembahasan mengenai hal ini akan dijumpai di Bab 4.

C **3

9 3)( - % &

D ())7

+,

"

&! ) " &

+, ) " " ' ' $

!!

Sejauh ini, hanya diperlakukan sistem persamaan linear yang terdiri dari persamaan yang banyaknya sama dengan variabel, dan hanya mempunyai matriks koefisien tak singular. Tepatnya, ini adalah sistem yang selalu mempunyai suatu penyelesaian tunggal. Pada bab ini akan dipelajari permasalahan dalam menyelesaikan suatu sistem linier m persamaan dalam n variabel. Kasus tidak tertutup untuk sistem persegi panjang, m n, dengan matriks koefisien singular. Ide utama yang didasarkan pada algoritma eliminasi Gauss untuk sistem tak singular dapat secara langsung menyesuaikan diri dalam kasus tersebut. Secara sistematis digunakan operasi baris elementer untuk memanipulasi matriks koefisien ke bentuk reduksi tertentu yang berbentuk segitiga atas.

Suatu persamaan linear dalam n variabel, misalkan x1, x2, , xn, adalah suatu persamaan yang dapat dinyatakan dalam bentuk a1x1 + a2x2 + + anxn = b dengan a1, a2, , an, dan b adalah konstanta. Suatu sistem dari m persamaan linear dalam n variabel x1, x2, , xn, atas suatu field F, disebut sistem persamaan linear (SPL), adalah keluarga dari persamaanpersamaan linear berikut ini:

a11x1 + a12x2 + + a1nxn = a21x1 + a22x2 + + a2nxn =

b1 b2

am1x1 + am2x2 + + amnxn = bm. Sistem persamaan tersebut dapat dituliskan secara singkat dalam bentuk:
n j =1

a ij x j = bi , untuk i = 1, 2, , m.

Berdasarkan kesamaan dua matriks, sistem tersebut dapat dituliskan dalam bentuk persamaan matriks tunggal, yaitu

31

a11 x1 + a12 x 2 + ... + a1n x n a 21 x1 + a 22 x 2 + ... + a 2 n x n a m1 x1 + a m 2 x 2 + ... + a mn x n


dan ekuivalen dengan =

b1 b2 bm b1
=

a11 a 21

a12 a 22

a1n a 2n

x1 x2

b2

a m1 a m 2 a mn x n bm Relasi matriks di atas dapat dituliskan dalam bentuk yang singkat menjadi AX = B, dengan A adalah matriks koefisien (matrix of coefficients), X adalah matriks variabel (matrix of variables), dan B adalah matriks konstanta (matrix of constants). Seringkali diperlukan untuk mengeluarkan matriks variabel X dan akan menuliskan matriks yang diperbesar (augmented matrix) dari sistem seperti a11 a12 a1n b1

[A

B] =

a 21

a 22

a2n

b2

a m1 a m 2 a mn bm Persamaan matriks dengan manfaat lain yang ekuivalen dengan SPL di atas yaitu a11 a12 a1n b1 x1 a 21 a n1
+ x2

a 22 an2

+ xn

a 2n a nn

b2 bn

/ )' $

- -

Sistem

x+y+z xy+z

= =

1 0

ekuivalen dengan persamaan matriks

x 1 y = 1 1 1 0 z
1 1 1
dan juga dengan persamaan
x 1 1 +y 1 1 +z 1 1 = 1 0

*. ) - Himpunan penyelesaian dari suatu SPL adalah himpunan semua vektor yang memenuhi setiap persamaan. Dengan kata lain, himpunan tersebut adalah irisan dari himpunan penyelesaian setiap persamaan.
Secara geometris, menyelesaikan suatu SPL dalam dua atau tiga variabel adalah ekuivalen dengan menentukan apakah keluarga garis atau bidang mempunyai titik potong

C **3

9 3)( - % &

D ())7

32

ataukah tidak. Untuk SPL dalam dalam dua variabel x dan y, penyelesaian yang mungkin dapat diilustrasikan seperti pada Gambar 3.1.

Dua garis sejajar Tidak ada titik potong Singular Tidak Bebas Linear

(a)

Dua garis berpotongan Satu titik potong Tak singular Bebas Linear

(b)

Dua garis berhimpit Tak berhingga titik potong Singular Tidak Bebas Linear

(c)

Gambar 3.1: Irisan garis Gambar 3.1(a) mempunyai arti bahwa sistem tidak mempunyai penyelesaian, sedangkan untuk Gambar 3.1(b) sistem mempunyai tepat satu penyelesaian yaitu pada perpotongannya, dan Gambar 3.1(c) sistem mempunyai tak berhingga banyak penyelesaian. Untuk ruang dimensi 3, suatu persamaan linear tunggal ax + by + cz = d mendefinisikan suatu bidang P. Penyelesaian untuk sistem tiga persamaan linear dalam tiga variabel adalah irisan dari tiga bidang, yaitu P1 P2 P3. Seperti pada sistem dalam dua variabel, tiga bidang beririsan dalam suatu titik tunggal terjadi jika hanya jika matriks koefisien adalah tak singular. Kasus penyelesaian tak berhingga banyak terjadi ketika tiga bidang beririsan pada suatu garis. Di sisi lain, bidang-bidang yang beririsan pada garisgaris sejajar, tidak mempunyai titik potong yang sama, dan ini merupakan kasus dari suatu sistem yang tidak mempunyai penyelesaian. Lebih jauh lagi, tidak ada kemungkinan lain yang terjadi, secara jelas tidak dapat dipunyai tiga bidang yang mempunyai secara tepat dua titik dalam irisannya. Kemungkinan penyelesaian dalam bentuk geometris diilustrasikan pada Gambar 3.2.

Gambar 3.2: Irisan bidang

*. ) - Diambil suatu baris tak nol dari suatu matriks. Masukan tak nol pertama dari baris tersebut dinamakan poros (pivot) untuk baris tersebut. *. ) - Pada matriks yang diperbesar dari sistem linear AX = B yang mempunyai bentuk eselon baris (tereduksi), variabel-variabel yang berkorespondensi dengan kolom-kolom yang memuat poros disebut variabel-variabel utama (basic variables), sedangkan variabel-variabel yang berkorespondensi dengan kolom-kolom yang tidak memuat poros disebut variabel-variabel bebas (free variables).

C **3

9 3)( - % &

D ())7

33

Secara umum, jika matriks koefisien mn dari suatu sistem m persamaan linear dalam n variabel mempunyai peringkat r, maka terdapat m r baris nol dalam bentuk eselon baris, dan m r persamaan tersebut harus mempunyai nol pada ruas kanan agar sistem mempunyai suatu penyelesaian. Lebih lanjut, terdapat sejumlah r variabel utama dan n r variabel bebas dan juga penyelesaian umum yang tergantung pada n r parameter. Meringkas pembahasan di atas, diketahui bahwa terdapat tiga kemungkinan untuk penyelesaian suatu sistem linear.

'* * 8 - Suatu sistem AX = B dari m persamaan linear dalam n variabel mempunyai, salah satu dari: (i) tepat satu penyelesaian tunggal, (ii) tidak ada penyelesaian, (iii) penyelesaian tak berhingga banyak.
Dalam Aljabar Linear, kita tidak hanya tertarik untuk menemukan satu penyelesaian dari sistem persamaan linear.

*. ) - - 4 " 6 Sistem persamaan linear dikatakan konsisten (consistent) jika mempunyai paling sedikit satu penyelesaian, dan dikatakan tidak konsisten (inconsistent) jika tidak mempunyai penyelesaian. / )' $ % - Selesaikan persamaan 2x + 3y = 6.

adalah sebarang. Jadi terdapat penyelesaian tak berhingga banyaknya.

- Persamaan 2x + 3y = 6 ekuivalen dengan x = 3 3 y dengan y 2

Selesaikan sistem x+y+z = 1 xy+z = 0. % - Jika persamaan pertama dikurangi persamaan kedua maka akan diperoleh 2y = 1 atau y = 1 . Akibatnya diperoleh 2

/ )' $

- -

dengan z adalah sebarang. Jadi terdapat penyelesaian tak berhingga banyaknya. Tentukan suatu polinomial berbentuk y = a0 + a1x + a2x2 + a3x3 yang melalui titik-titik (3, 2), (1, 2), (1, 5), dan (2, 1). % - Dengan mensubstitusikan nilai x dan y dari setiap titik ke bentuk polinomial, akan diperoleh empat persamaan sebagai berikut: a0 3a1 + 9a2 27a3 = 2 a0 a1 + a2 a3 = 2 a0 + a1 + a2 + a3 = 5 a0 + 2a1 + 4a2 + 8a3 = 1. Sistem tersebut mempunyai penyelesaian tunggal yaitu 221 , a = 23 , a = 41 . a0 = 93 , a1 = 120 2 3 120 20 20

x=yz= 1 z 2

/ )' $

- -

Jadi polinomial yang diminta adalah

y=

93 20

221 x 23 x 2 41 x 3 . + 120 20 120

C **3

9 3)( - % &

D ())7

34

Perlu dicatat bahwa suatu sistem linear atas field tak hingga tidak pernah mempunyai penyelesaian yang banyaknya berhingga selain 0 atau 1. Jadi, suatu sistem linear yang mempunyai lebih dari satu penyelesaian secara otomatis mempunyai tak berhingga banyak penyelesaian. Hasil ini tidak diaplikasikan untuk sistem tak linear seperti suatu persamaan kuadratik real ax2 + bx + c = 0 yang dapat mempunyai sebanyak 2, 1, atau 0 penyelesaian real.

Sekarang akan dijawab pertanyaan yang ditentukan ketika suatu sistem persamaan linear adalah konsisten.

* 8 - Diberikan A Mmn(F) dalam bentuk eselon baris, dan diambil X Mn1(F) sebagai matriks variabel. Sistem homogen AX = 0m1, selanjutnya cukup ditulis AX = 0, dari m persamaan dengan n variabel mempunyai (i) suatu penyelesaian tunggal jika m = n, (ii) penyelesaian ganda jika m < n.
Yang perlu dicatat dari lemma di atas yaitu bahwa sistem persamaan linear homogen selalu konsisten karena pasti mempunyai suatu penyelesaian trivial. Dipunyai bahwa jika A adalah matriks persegi tak singular maka A ekuivalen baris dengan suatu matriks eselon baris yang tidak memuat suatu baris nol. Tetapi jika A adalah singular maka A ekuivalen baris dengan suatu matriks eselon baris yang memuat suatu baris nol. Selanjutnya berdasarkan Lemma 3.2.1 diperoleh akibat di bawah ini.

8 (1) (2)

8' - Diberikan A Mn(F) dan sistem homogen AX = 0. Jika A tidak singular, maka sistem hanya mempunyai penyelesaian trivial. Jika A adalah singular, maka sistem mempunyai penyelesaian tak trivial. - Sistem homogen berikut hanya mempunyai penyelesaian trivial. xy = 0 x + y = 0.

/ )' $

Sistem homogen xy+z = 0 x+y+z = 0 mempunyai penyelesaian trivial x = y = z = 0. Selain itu juga mempunyai penyelesaian lengkap x = z dan y = 0 untuk sebarang z. Secara khusus, diambil z = 1 maka suatu penyelesaian tak trivialnya yaitu x = 1, y = 0, dan z = 1.

/ )' $

- -

/ )' $

- -

Diberikan sistem AX = 0 dengan 1 2 3

A= 1 0 1 . 3 4 7
Matriks A adalah singular dan mempunyai bentuk eselon baris tereduksi 1 0 1

0 1 1 . 0 0 0
Jadi sistem mempunyai suatu penyelesaian tak trivial yaitu x = 1, y = 1, z = 1.

C **3

9 3)( - % &

D ())7

35

'* * 8 - - 4 " 7 1/ % %6 Diambil A Mmn(F), Y Mm1(F) sebagai matriks konstanta dan X Mn1(F) sebagai matriks variabel. Sistem persamaan AX = Y adalah konsisten jika hanya jika rk(A) = rk([A|Y]).
Secara ringkas, berikut ini disajikan skema ketunggalan dan eksistensi penyelesaian untuk suatu sistem linear.

AX = Y

Sistem konsisten jika rk(A) = rk([A|Y])

Sistem tidak konsisten jika rk(A) < rk([A|Y])

Penyelesaian adalah tunggal jika rk(A) = banyak variabel

Penyelesaian adalah tak berhingga banyak jika rk(A) < banyak variabel

Gambar 3.3: Skema ketunggalan dan eksistensi penyelesaian SPL

/ )' $

- -

Tunjukkan apakah sistem AX = Y berikut ini adalah konsisten. 25 5 1 x1 106,8

64
%

1 x2 = 177,2 . 279,2

144 12 1 x3

- Dibentuk matriks yang diperbesar dari sistem, yaitu 25 5 1 106,8

[A

Y ] = 64 8 1 177,2 . 144 12 1 279,2

Pada Contoh 2.2.1 diperoleh bahwa det(A) = 48 0, karena itu rk([A|Y]) = 3 dan juga rk(A) = 3. Karena rk(A) = rk([A|Y]) maka sistem tersebut adalah konsisten. Diberikan dua sistem persamaan linear homogen dalam n variabel yang mempunyai matriks koefisien A dan B. Jika setiap baris dari B adalah kombinasi linear dari baris-baris A (yaitu jumlahan dari kelipatan baris-baris A) dan setiap baris A adalah kombinasi linear dari baris-baris B, maka ini mudah dibuktikan bahwa dua sistem mempunyai penyelesaian yang sama. Sebaliknya adalah benar tetapi tidak mudah untuk dibuktikan. Sejalan dengan itu jika A dan B mempunyai bentuk eselon baris tereduksi yang sama, maka kedua sistem mempunyai penyelesaian yang sama dan sebaliknya juga benar. Hal tersebut juga sejalan dalam kasus dua sistem yang tidak homogen, dengan syarat bahwa dalam pernyataan yang sebaliknya diperlukan kondisi tambahan bahwa kedua sistem adalah konsisten.

C **3

9 3)( - % &

D ())7

36

Lebih lanjut, untuk sistem linear konsisten yang berhubungan dengan dua atau lebih persamaan diperlukan sekali suatu metode yang sistematis agar dapat ditemukan semua penyelesaiannya. Penyelesaian sistem linear homogen maupun tak homogen yang konsisten dapat dicari dengan bermacam-macam cara. Berikut ini akan dibahas cara menyelesaikan sistem linear dengan menggunakan invers, aturan Cramer, eliminasi Gauss-Jordan, dan dekomposisi LU.

Suatu sistem persamaan linier AX = Y dapat diselesaikan dengan menggunakan invers matriks dan aturan Cramer jika A merupakan matriks persegi tak singular.

'* * 8 - Jika A adalah tak singular, maka sistem AX = Y mempunyai penyelesaian tunggal X = A 1Y . / )' $
Selesaikan sistem di bawah ini dengan menggunakan invers. x+y+z = 6 2x + 3y + 4z = 20 4x + 2y + 3z = 17. - Dicari invers dari matriks koefisien sebagai berikut: 2 2b1 1 1 1 1 0 0 b 1 1 1 1 0 0 b + 2b b 4b

- -

%
[A|I3] =

2 3 4 4 2 3

0 1 0 0 0 1

0 1 2 0 2 1
1 1 1 0 1 2 0 0 1

2 1 0 4 0 1

1 1 1 0 1 2 0 0 3
1 1 0 0 1 0 0 0 1
Diperoleh

1 0 0 2 1 0 8 2 1
11 3 10 3 8 3 2 3 1 3 2 3

1 3 2 3

1b 3 3

1 0 0 2 1 0 8 3
2 3
1 3 10 3 8 3

b2 2b3 b1 b3

1 3

b1 b2

1 3

1 0 0 0 1 0 0 0 1
1 3 2 3 1 3

1 3 1 3
2 3

1 3 2 3 1 3

= [I3|A1].

1 x 3 y = 10 3 z 8 3

1 3
1 3 2 3

6 17

1 3

20 = 2 .

/ - - 4 8 / % 9 % 6

'* * 8 Sistem

ax + by = e cx + dy = f mempunyai penyelesaian tunggal jika = ad bc 0, yaitu y x x= dan y = , e b a e dengan x = dan y = . f d c f

C **3

9 3)( - % &

D ())7

37

Sistem homogen ax + by = 0 cx + dy = 0 hanya mempunyai penyelesaian trivial jika = ad bc 0.

8' - -

/ )' $

- -

7x + 8y = 100 2x 9y = 10 y x mempunyai penyelesaian tunggal x = dan y = dengan 100 8 7 100 = 7(9) 2.8 = 79, x = = 980, y = = 130. 10 9 2 10 Jadi x =

Sistem

980 130 dan y = . 79 79

Secara umum, untuk sistem AX = Y dalam n persamaan dan n variabel x1, x2, , xn, dinotasikan xi (i = 1,2, n) adalah determinan untuk matriks yang diperoleh dari A dengan mengganti kolom ke-i, yang berkorespondensi dengan variabel xi, dengan kolom konstanta. Penyelesaian dari sistem adalah tunggal yang dirumuskan oleh x xi = i , untuk i = 1, 2, , n, dengan adalah determinan dari matriks A.

/ )' $ - Akan diselesaikan sistem pada Contoh 3.3.1 dengan menggunakan aturan Cramer. Pertama kali dihitung dulu determinan dari A yaitu det(A) = = 3. Selanjutnya dari rumus Cramer di atas, diperoleh 6 1 1 1 6 1 1 1 6

x = 20 3 4 = 3 , y = 2 20 4 = 6 , dan z = 2 3 20 = 9 . 17 2 3 4 17 3 4 2 17
Karena itu penyelesaian untuk sistem yaitu 3 6 9 x = =1, y = = 2 , z = = 3. 3 3 3

-#
Jika matriks yang diperbesar dari SPL dibawa ke bentuk eselon baris (tereduksi) dengan serangkaian operasi baris elementer, maka penyelesaian dari sistem dapat diperoleh dari pengamatan.

/ )' $ -#Diberikan matriks yang diperbesar dari sistem dan sudah dibawa ke bentuk eselon baris tereduksi yaitu 1 0 0 5

1 0 2 . 1 1

0 0

Jika variabel-variabel sistem adalah x1, x2, dan x3 untuk kolom 1, 2, dan 3 secara berurutan, maka penyelesaian untuk sistem di atas yaitu x1 = 5, x2 = 2, dan x3 = 1.

C **3

9 3)( - % &

D ())7

38

/ )' $ -#Diberikan matriks yang diperbesar dari sistem mempunyai bentuk eselon baris tereduksi yaitu 1 0 0 4 1

0 1 0 2 0 0 1 3

6 . 2

Dimisalkan variabel-variabel sistem adalah x1, x2, x3, dan x4 untuk kolom 1, 2, 3 dan 4 secara berurutan. Sistem persamaan yang berkorespondensi yaitu x1 + 4x4 = 1 x2 + 2x4 = 6 x3 + 3x4 = 2. Karena kolom 1, 2, dan 3 memuat poros berarti variabel x1, x2, dan x3 sebagai variabel utamanya, sedangkan x4 sebagai variabel bebasnya. Selanjutnya dengan menyelesaikan sistem untuk variabel utama diperoleh x1 = 1 4x4 x2 = 6 2x4 x3 = 2 3x4. Diambil nilai tertentu untuk x4, misalkan k, diperoleh penyelesaian sistem yaitu

x1 = 1 4k, x2 = 6 2k, dan x3 = 2 3k.

/ )' $ -#baris tereduksi yaitu

Diberikan matriks yang diperbesar dari sistem berbentuk eselon

1 0 0 0 0 1 2 0 . 0 0 0 1
Karena sistem memuat persamaan dengan bentuk 0x1 + 0x2 + 0x3 = 1 yang tidak pernah mempunyai penyelesaian, maka sistem tersebut tidak konsisten. Secara umum, SPL dengan m persamaan dalam n variabel dapat diselesaikan dengan eliminasi Gauss (Jordan). Prosedur untuk menghasilkan bentuk eselon baris dinamakan eliminasi Gauss, sedangkan prosedur untuk menghasilkan bentuk eselon baris tereduksi dinamakan eliminasi Gauss-Jordan. Berikut ini diberikan langkah-langkah eliminasi Gauss.

Langkah 1: Tentukan kolom tak nol paling kiri. Langkah 2: Jika unsur yang paling atas/ puncak dari kolom yang ditentukan dalam langkah pertama sama dengan nol, maka tukarkan baris atas dengan baris lain sehingga unsur puncak dari kolom tersebut adalah tidak nol. Langkah 3: Jika unsur yang sekarang berada di puncak dari kolom yang ditentukan dalam langkah pertama tidak sama dengan nol, katakan a 0, maka baris pertama dikalikan dengan 1 agar diperoleh 1 utama. a Langkah 4: Tambahkan kelipatan yang tepat dari baris teratas ke baris-baris di bawahnya sehingga semua unsur di bawah 1 utama sama dengan nol. Langkah 5: Tutup baris paling atas dari matriks tersebut dan lakukan mulai langkah pertama lagi untuk matriks bagian yang tersisa.

C **3

9 3)( - % &

D ())7

39

/ )' $

-#-

Diberikan matriks 0 0 2

7 12

12 28 .

2 4 10 6 2 4 5

6 15 1

Matriks tersebut dapat dibawa ke bentuk eselon baris dengan langkah : 1. Kolom tak nol paling kiri yaitu 0

2 2 2. Karena unsur puncak kolom tersebut adalah 0 maka baris pertama ditukar dengan baris kedua menjadi 2 4 10 6 12 28

0 0 2 4

2 5

12 .

6 15 1

3. Karena unsur puncak dari kolom pertama sama dengan 2, maka baris pertama dibagi dua sehingga menjadi 1 2 5 3 6 14

0 0 2 0

12

2 4 5 6 15 1
4. Unsur di bawah 1 utama pada kolom pertama dibuat sama dengan nol dengan cara baris ketiga dikurangi dua kali baris pertama, sehingga menjadi 1 2 5 3 6 14

0 0 2 0 0 0 5

12

0 17 29

5. Dilakukan lagi seperti langkah pertama dan seterusnya dengan menutup baris pertama: 1 2 5 3 6 14 1 b2 1 2 5 3 6 14 b 5b

0 0 2 0 5 1 0

12

0 0 0 0 0 0

0 17 29 6
1 2 7 2

0 0

0 0 0 0 0 0 1 0

0 17 29 6 1
7 2

7 2

1 2 5 3 0

14 6 1

2b3

1 2 5 3 0

14 6 . 2

Matriks yang terakhir sudah berbentuk eselon baris. Selanjutnya untuk mendapatkan bentuk eselon baris tereduksi (eliminasi GaussJordan) dari bentuk eselon baris, ditambahkan langkah berikut.

Langkah 6: Dimulai dari baris tak nol terakhir dan dikerjakan ke atas, ditambahkan kelipatan yang sesuai dari baris tak nol tersebut ke baris di atasnya untuk mendapatkan nilai nol di atas 1 utama.

C **3

9 3)( - % &

D ())7

40

/ )' $ -#-# Berikut ini dilanjutkan proses dari matriks eselon baris pada Contoh 3.5.4 untuk memperoleh bentuk eselon baris tereduksi: 1 2 5 3 6 14 b2 + 7 b3 1 2 5 3 6 14 b 6b

0 0

0 0 0 0 0 0
/ )' $

0 1 0
-#-&

0 7 2 0 1

6 2

0 0 0 0

0 0

0 1

1 2 5 3 0 2 0 0 1 0 1 2

b1 +5b2

1 2 0 3 0 7 0 0 1 0 0 1 . 0 0 0 0 1 2

Selesaikanlah sistem berikut dengan eliminasi Gauss-Jordan x1 + 3x2 2x3 + 2x5 = 0 2x1 + 6x2 5x3 2x4 + 4x5 3x6 = 1 5x3 + 10x4 + 15x6 = 5 2x1 + 6x2 + 8x4 + 4x5 + 18x6 = 6. % - Matriks yang diperbesar dari sistem dibawa ke bentuk eselon baris tereduksi seperti berikut: 1 3 2 0 2 0 0 b 2b 1 3 2 0 2 0 0 2 6 5 2 4 3 1 5 0 1 10 0 8 4 0 2 2 0 15 18 0 0 3 1 5 6
b4 2b1
2 1

0 0 2 6 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

0 0 0 0 0 0

1 2 0 3 1

5 4

10 0 8 0

15 18

5 6

b2

1 3 2

b3 5b2 b4 4b2

1 3 2 0 2 0 0 0 0 0 0 0 0 1 2 0 3 1 0 0 0 0 0 0 0 0 6 2 1 2 0 3 1
b3 b4

5 10 0 15 5 4 8 0 18 6 1 2 0 3 1 0 0 0 6 2 0 0 0 0 0 1 2 0 0 0
1 3

1 3 2 0 2 0 0

b1 + 2b2

1b 6 3

1 3 2 0 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
b2 3b2

0 0 0 1 1 3 0 0 0 0 0 1 2 0 0 0

1 3 2 0 2 0 0

1 3 0 4 2 0 0

dan diselesaikan dalam variabel utama, diperoleh x1 = 3x2 4x4 2x5 x3 = 2x4 x6 = 1 . 3

0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 1 1 3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Matriks yang terakhir sudah berbentuk eselon baris tereduksi. Diperoleh sistem persamaan yang berkorespondensi yaitu x1 + 3x2 + 4x4 + 2x5 = 0 x3 + 2x4 = 0 x6 = 1 . 3

C **3

9 3)( - % &

D ())7

41

Selanjutnya dengan mengambil nilai sebarang x2 = r, x4 = s dan x5 = t maka diperoleh penyelesaian untuk sistem dengan rumus x1 = 3r 4s 2t, x3 = 2s, dan x6 = 1 . 3 Seringkali lebih disukai untuk menyelesaikan SPL dengan eliminasi Gauss. Apabila eliminasi ini dikerjakan maka untuk menentukan penyelesaian akhir dari sistem persamaan linear yang berkorespondensi digunakan teknik yang dinamakan substitusi balik (back-substitution) yaitu 1. Diselesaikan persamaan untuk variabel utama. 2. Dimulai dari persamaan paling bawah dan dikerjakan ke atas secara berurutan disubstitusikan setiap persamaan ke persamaan di atasnya. 3. Diambil sebarang nilai untuk variabel bebas, jika ada.

/ )' $

-#-(

Pada Contoh 3.5.6 diperoleh matriks eselon baris yaitu 1 3 2 0 2 0 0 0 0 1 2 0 3 1 0 = = = 0 1


1 . 3
1 3

0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 Sistem persamaan yang berkorespondensi yaitu x1 + 3x2 2x3 + 2x5 x3 + 2x4 + 3x6 x6

Sistem diselesaikan dengan subsitusi balik sebagai berikut. Pertama kali dinyatakan dulu persamaan di atas dalam variabel utama yaitu (1) x1 = 3x2 + 2x3 2x5 (2) x3 = 2x4 3x6 x6 = 1 (3) 3

Kemudian nilai x3 disubstitusikan ke persamaan (1), diperoleh x1 = 3x2 + 2(2x4 1) 2x5 = 3x2 4x4 2x5 2. Jika diambil sebarang nilai x2 = a, x4 = b dan x5 = c maka diperoleh penyelesaian akhir untuk sistem yaitu x1 = 3a 4b 2c 2, x3 = 2b 1, dan x6 = 1 . 3

Dengan mensubstitusikan nilai x6 dari persamaan (3) ke persamaan (2), diperoleh x3 = 2x4 3( 1 ) = 2x4 1. 3

*. ) -#Dalam eliminasi Gauss (Jordan), kelipatan (bilangan) dari suatu baris dikurangkan dari baris lainnya untuk memperoleh masukan nol disebut pengali (multiplier). Sebagai contoh, suatu operasi b3 2b1 memberikan suatu pengali m31 = 2.
Berikut ini adalah prinsip yang umum untuk sistem AX = Y. Suatu sistem linear adalah tidak konsisten jika bentuk eselon baris A memuat suatu baris nol dan ruas kanan dari persamaan yang berkorespondensi tidak sama dengan nol. Jika bentuk eselon baris dari matriks A tidak memuat suatu baris nol, maka sistem selalu konsisten, dengan mengabaikan ruas kanan.

C **3

9 3)( - % &

D ())7

42

Jika setiap kolom pada bentuk eselon baris dari matriks koefisien memuat 1 utama dari suatu baris, maka sistem linear tidak akan pernah mempunyai lebih dari satu penyelesaian. Di sisi lain, jika suatu kolom tidak memuat 1 utama untuk suatu baris, maka variabelnya dapat berupa himpunan sebarang dan akibatnya jika terdapat suatu penyelesaian, maka penyelesaian tersebut tak berhingga banyaknya. Cara lain menyatakan prinsip kedua yaitu apakah suatu sistem linear dapat mempunyai lebih dari satu penyelesaian atau tidak, tergantung pada apakah bentuk eselon baris dari matriks koefisien mempunyai kolom yang lebih banyak daripada baris tak nol. (Catat bahwa bentuk eselon baris tidak mungkin mempunyai kolom yang lebih sedikit dari baris tak nol. (Kenapa?)) Secara khusus, jika matriks koefisien asli mempunyai kolom lebih banyak dari baris, maka sistem tidak hanya mempunyai satu penyelesaian. Aplikasinya adalah Lemma 3.2.1 yang sudah dibicarakan lebih dulu.

-&

"

"

Sekarang diandaikan bahwa diperlukan untuk menyelesaikan AX = Y secara berulang, untuk suatu matriks A berukuran nn tetapi untuk ruas kanan Y berganda. Dalam hal ini dapat dimanfaatkan faktorisasi (hasil kali matriks elementer). Asumsinya yaitu bahwa A dapat direduksi ke bentuk eselon baris tanpa menukarkan baris. Alasan untuk asumsi tersebut yaitu bahwa pengembangannya lebih sederhana. Jadi dipunyai matriks elementer E1, E2, , Ek, yang menyatakan jumlahan suatu kelipatan sembarang baris i ke sembarang baris j, dengan i > j, sehingga EkEk1 E1A = U, suatu matriks ekuivalen baris dalam bentuk eselon baris. Karena E i1 ada untuk setiap 1

1 1 k, maka A = E11 E 2 ...E k U . Berdasarkan aksi dari setiap matriks, dapat dilihat

bahwa setiap matriks tersebut adalah segitiga bawah, dan karena itu E i1 juga segitiga bawah. Pada kenyataannya, matriks Ei dan Ei1 adalah segitiga bawah satuan (unit lower triangular), yang berarti bahwa semua masukan diagonal utamanya adalah 1. Diketahui bahwa hasil kali matriks-matriks segitiga bawah satuan adalah segitiga bawah satuan, 1 1 adalah segitiga bawah satuan. Diambil L sehingga diketahui juga bahwa E11 E 2 ...E k yang menotasikan hasil kali tersebut, dipunyai A = LU, hasil kali dari suatu matriks segitiga bawah dengan matriks segitiga atas. Faktorisasi dari A tersebut dikenal sebagai dekomposisi LU (LU-decomposition) dari A.

=
nn nn nn Gambar 3.4: Dekomposisi LU dari matriks nn
Selanjutnya, menyelesaikan AX = Y adalah ekuivalen dengan menyelesaikan LUX = Y. Kenapa ini penting? Dapat diselesaikan LUX = Y dengan menyelesaikan serangkaian

C **3

9 3)( - % &

D ())7

43

sistem segitiga. Pertama kali diselesaikan LZ = Y menggunakan substitusi maju, atau seringkali disebut eliminasi maju. Diselesaikan sistem persamaan yang berkorespondensi dengan proses awal Y menggunakan operasi baris elementer yang sama dengan yang digunakan untuk mereduksi A ke bentuk eselon baris. Sekarang diselesaikan UX = Z dengan substitusi balik untuk memperoleh penyelesaian vektor X. Sudah dilihat bahwa U adalah bentuk eselon baris dari A yang dihasilkan oleh eliminasi Gauss, tetapi bagaimana menghitung L dalam prakteknya? Diketahui bahwa L adalah segitiga bawah satuan, jadi masukan diagonal dan superdiagonal diketahui. Mulai dari kiri ke kanan, dicatat informasi yang dibangun selama eliminasi, mulai kolom 1. a Untuk setiap i = 2, , n, diambil mi1 = i1 . Selanjutnya baris i, 2 i n, dikurangi a11
( 2) dengan mi1 kali baris 1 untuk menghapus masukan (i,1). Dinotasikan A ( 2) = aij

( )

sebagai matriks yang diperoleh dengan menghapus semua masukan kolom 1 di bawah poros. (Ingat, bahwa asumsinya adalah tidak ada penukaran baris). Selanjutnya untuk setiap i = 3, , n, diambil mi 2 = , dan baris i dikurangi dengan mi2 kali baris 2. Ini ( 2) a 22 akan menghapus semua masukan kolom 2 di bawah poros. Dilanjutkan cara tersebut, dan diakhiri sampai dengan a11 a12 a1n ( 2) ( 2) 0 a 22 a2 n U= ,
2) ai(2

0
untuk memperoleh

0
0 1 m32 mn 2 0 0 1 0

( n) a nn

1 m21 L = m31 mn1


/ )' $ -&-

0 0 0 . 0 mn,n1 1

Tentukan dekomposisi LU dari matriks 1 1 1

A= 2 3 4 . 4 2 3
% - Pertama kali, faktorisasi dari matriks A dimisalkan oleh 1 1 1 1 0 0 u11 u12 u13

A = 2 3 4 = m21 4 2 3 m31
3 1

1 m32

0 1

0 0

u 22 0

u 23 = LU . u 33

Dicari matriks U dengan menerapkan eliminasi Gauss pada matriks A: 2 2b1 , 1 1 1 1 b 1 1 b ( 2 b ) 1 1 1 b 4b


A= 2 3 4 4 2 3

0 1 2 0 2 1

0 1 2 =U . 0 0 3

C **3

9 3)( - % &

D ())7

44

Selanjutnya diperhatikan langkah-langkah eliminasi Gauss di atas untuk menentukan unsur-unsur m21, m31, dan m32 pada matriks L, yaitu : (i) unsur m21 berkorespondensi dengan a21 = 2 yang pengali pembuat nolnya adalah 2 (b2 b2 2b1), karena itu m21 = 2, (ii) unsur m31 berkorespondensi dengan a31 = 4 yang pengali pembuat nolnya adalah 4 (b3 b3 4b1), karena itu m31 = 4, dan (iii) unsur m32 berkorespondensi dengan 2 yang pengali pembuat nolnya adalah 2 (b3 b3 (2b2)), karena itu m32 = 2. Jadi, dekomposisi LU untuk matriks A yaitu 1 1 1 1 0 0 1 1 1

2 3 4 = 2 1 0 0 1 2 . 4 2 3 4 2 1 0 0 3
Secara ringkas, langkah-langkah untuk mendapatkan penyelesaian dari SPL dengan menggunakan metode dekomposisi LU adalah sebagai berikut : 1. 2. 3. 4. Dibentuk sistem AX = Y. Ditentukan A = LU. Diselesaikan persamaan LZ = Y dengan Z = [z1 z2 zn]T. Diselesaikan persamaan UX = Z.

/ )' $

-&-

Selesaikan SPL berikut dengan metode dekomposisi LU x1 + x2 + x3 = 6 2x1 + 3x2 + 4x3 = 20 4x1 + 2x2 + 3x3 = 17

% Langkah 1.

Dibentuk sistem AX = Y sebagai berikut 1 1 1 x1

2 3 4 x2 4 2 3 x3
Langkah 2. Langkah 3.

6 = 20 . 17

Ditentukan A = LU (ini sudah diperoleh di Contoh 3.7.1). Dimisalkan Z = [z1 z2 z3]T dan dibentuk persamaan LZ = Y yaitu 1 0 0 z1 6 z1 6

2 1 0 z 2 = 20 2 z1 + z 2 = 20 . 4 2 1 z3 17 4 z1 2 z 2 + z 3 17
Langkah 4. Diperoleh z1 = 6, z2 = 20 2.6 = 8, dan z3 = 17 4.6 + 2.8 = 9. Dibentuk persamaan UX = Z dan diselesaikan sebagai berikut 1 1 1 x1 6 x1 + x2 + x3 6

0 1 2 x2 = 8 0 0 3 x3 9

x 2 + 2 x3 3 x3

= 8 . 9

Dari persamaan yang terakhir diperoleh penyelesaian sistem yaitu x3 = 3, x2 = 8 2.3 = 2, dan x1 = 6 2 3 = 1.

C **3

9 3)( - % &

D ())7

"
! ' & ' " ) && !& ! ) " '% & %

! !

"

*. ) - Suatu ruang vektor (V, +, , F) atas field (F, +), ditulis singkat V(F), adalah suatu himpunan tak kosong V dengan elemen-elemennya disebut vektor, yang dilengkapi operasi + (penjumlahan vektor) dan (perkalian skalar) memenuhi aksioma-aksioma di bawah ini. (u, v, w) V3, (h, k) F2, RV1 Tertutup dibawah penjumlahan vektor: u + v V, (4.1) RV2 Komutatif: u + v = v + u, (4.2) RV3 Asosiatif: u + ( v + w ) = ( u + v) + w , (4.3) RV4 Adanya suatu identitas penjumlahan: 0V V: 0V + u = u + 0V, (4.4) RV5 Adanya invers penjumlahan: u V , u V: u + (u) = (u) + u = 0V, (4.5) RV6 Tertutup dibawah perkalian skalar: hu V, (4.6) RV7 Hukum distributif: h(u + v) = hu + hv, (4.7) RV8 Hukum distributif: (h + k)u = hu + ku, (4.8) RV9 h(ku) = (hk)u, (4.9) RV10 1F.u = u. (4.10) / )' $ - Himpunan V = Rn = {(x1, x2, , xn): xi R, n N} dengan operasi yang didefinisikan berikut ini: (x1, x2, , xn) + (y1, y2, , yn) = (x1 + y1, x2 + y2, , xn + yn), k(x1, x2, , xn) = (kx1, kx2, , kxn) untuk setiap (x1, x2, , xn), (y1, y2, , yn) Rn dan k R, adalah ruang vektor atas R.

!"

46

5 - Diambil sebarang vektor x = (x1, x2, , xn), y = (y1, y2, , yn), z = (z1, z2, , zn) Rn dan h, k R. RV1 x + y = (x1 + y1, x2 + y2, , xn + yn) Rn karena setiap (xi + yi) R. RV2 x + y = (x1 + y1, x2 + y2, , xn + yn) = (y1 + x1, y2 + x2, , yn + xn) = y + x. RV3 (x + y) + z = (x1 + y1, x2 + y2, , xn + yn) + (z1, z2, , zn) = (x1 + y1 + z1 , x2 + y2 + z2, , xn + yn + zn) = (x1, x2, , xn) + (y1 + z1 , y2 + z2, , yn + zn) = x + (y + z). RV4 0V = (0, 0, , 0) Rn: 0V + x = x + 0V. RV5 x V, x = (x1, x2, , xn) Rn: x + (x) = (x) + x = 0V. RV6 k(x) = (kx1, kx2, , kxn) Rn karena setiap kxi R. RV7 k(x + y) = k(x1 + y1, x2 + y2, , xn + yn) = (k(x1 + y1), k(x2 + y2), , k(xn + yn)) = (kx1 + ky1, kx2 + ky2, , kxn + kyn) = (kx1, kx2, , kxn) + (ky1, ky2, , kyn) = k(x1, x2, , xn) + k(y1, y2, , yn) = kx + ky. RV8 (h + k)x = (h + k)(x1, x2, , xn) = ((h + k)x1, (h + k)x2, , (h + k)xn) = (hx1+ kx1, hx2 + kx2, , hxn + kxn) = (hx1, hx2, , hxn) + (kx1, kx2, , kxn) = hx + kx RV9 h(kx) = h(kx1, kx2, , kxn) = (hkx1, hkx2, , hkxn) = hk(x1, x2, , xn) = (hk)x. RV10 1R.x = 1.(x1, x2, , xn) = (1.x1, 1.x2, , 1.xn) = (x1, x2, , xn) = x.
Perlu dicatat bahwa himpunan V = {(0, 0, , 0): 0 R } dengan operasi yang didefinisikan sama seperti Contoh 4.1.1 juga merupakan ruang vektor atas R.

/ )' $ - (Mnn(F), +, ) adalah suatu ruang vektor dibawah operasi penjumlahan matriks dan perkalian skalar matriks. / )' $ - Jika Pn[x](R) = {a0 + a1x + a2x2 + + akxk : ai R, k, n N, k n} menyatakan himpunan semua polinomial berderajat lebih kecil atau sama dengan n dengan koefisiennya adalah bilangan real, maka Pn[x](R) adalah suatu ruang vektor dibawah penjumlahan polinomial dan perkalian skalar polinomial. / )' $ - Himpunan V = {f : [0,1] R R : f kontinu} adalah suatu ruang vektor atas R dibawah operasi penjumlahan fungsi dan perkalian fungsi dengan skalar. / )' $ - -# Himpunan V = {(a,b) a 0, b 0} bukanlah ruang vektor atas R sebab tidak memenuhi aksioma kelima dari definisi ruang vektor yaitu untuk setiap (a,b) V tidak ada (a,b) = (a, b) V sehingga (a,b) + ( (a,b) ) = (0,0). '* * 8 - Pada sembarang ruang vektor V(F), k F, u V berlaku (i) k0V = 0V. (ii) 0F.u = 0V. (iii) ku = 0V k = 0F atau u = 0V. (iv) (k)u = k(u) = (ku).

C **3

9 3)( - % &

D ())7

!"

47

"

*. ) - Diberikan ruang vektor V(F) dan U V dengan U . Himpunan U disebut ruang bagian vektor (vector subspace) dari V jika U terhadap operasi yang sama dengan V juga merupakan ruang vektor. / )' $ - 1. Jika V adalah ruang vektor atas R, maka {0V} dan V adalah ruang bagian dari V dan disebut ruang bagian tak sejati. 2. Jika V = R3 yaitu ruang vektor berdimensi tiga atas R, maka semua garis dan bidang datar yang melalui titik pangkal koordinat merupakan himpunan vektor-vektor sebagai ruang bagian dari V = R3.
Di bawah ini disajikan suatu kriteria yang lebih mudah untuk ruang bagian.

'* * 8 - Diberikan ruang vektor V(F). Selanjutnya U V, U suatu ruang bagian dari V jika hanya jika k F dan (u, v) U2 berlaku u + kv U.

, adalah

/ )' $ - Tunjukkan bahwa X = {A Mn(F): tr(A) = 0F} adalah suatu ruang bagian dari Mn(F) (himpunan semua matriks persegi dengan unsurnya di F). % - Diambil A, B X, k F, maka tr(A + kB) = tr(A) + k.tr(B) = 0F + k0F = 0F. Karena itu A + kB X, yang berarti X adalah ruang bagian dari Mn(F).
Diberikan sembarang U Mn(F). Tunjukkan bahwa CU = {A Mn(F): AU = UA} adalah suatu ruang bagian dari Mn(F). % - Diambil A, B CU dan k F, maka AU = UA dan BU = UB. Dipunyai (A + kB)U = AU + kBU = UA + kUB = U(A + kB), yang berarti bahwa A + kB X. Karena itu CU adalah suatu ruang bagian dari Mn(F) dan CU dinamakan komutator dari U.

/ )' $

- -

/ )' $ - Jika A suatu vektor di R3 maka W = {B R3 : BA = 0} merupakan suatu ruang bagian dari R3. 5 - Diambil sembarang B1, B2 W dan k R, yang berarti B1A = 0 dan B2A = 0. Karena itu (B1 + kB2)A = B1A + kB2A = 0 yang berarti ( B 1 + B 2 ) W, dan karena itu W adalah suatu ruang bagian dari R3. *. ) " - Diberikan (k1, k2, , kn) Fn. Jumlahan vektorial
n i =1

k i vi = k1.v1 + k2.v2 + + kn.vn

dinamakan kombinasi linear (linear combination) dari vektor-vektor vi V, 1 i n.

C **3

9 3)( - % &

D ())7

!"

48

*. ) - Diberikan vektor-vektor vi V(F), 1 i n. Jika setiap vektor di V dapat dinyatakan sebagai kombinasi linear dari setiap vi, maka suatu keluarga {v1, v2, , vn} V dikatakan merentang (span) atau membangun (generate) V. Dengan kata lain untuk setiap v V terdapat (k1, k2, , kn) Fn sehingga k1v1 + k2v2 + + knvn = v. / )' $ - Karena a b 1 0 0 1 0 0 0 0 = a +b + c + d , c d 0 0 0 0 1 0 0 1 1 0 0 1 0 0 0 0 , , , merentang M2(R). 0 0 0 0 1 0 0 1

maka matriks-matriks

/ )' $ - Sembarang polinomial berderajat paling besar dua, katakan a + 2 bx + cx P2[x](R), dapat ditulis sebagai kombinasi linear dari 1, x 1, dan x2 x + 2: a + bx + cx2 = (a c)1 + (b + c)(x 1) + c(x2 x + 2). / )' $ - Apakah v1 = (1, 1, 2), v2 = (1, 0, 1), v3 = (2, 1, 3) merentang R3? % - Diambil sebarang vektor v = (a1, a2, a3) R3 dan dibentuk kombinasi linear k1v1 + k2v2 + k3v3 = v dengan (k1, k2, k3) R3. Persamaan tersebut dapat dinyatakan sebagai hasil kali matriks seperti berikut: 1 1 2 k1 a1

1 0 1 k 2 = a2 . 2 1 3 k3 a3
Selanjutnya dengan menggunakan uji peringkat akan diselidiki apakah sistem tersebut konsisten atau tidak untuk semua nilai a1, a2, a3. Dimisalkan matriks koefisien sistem adalah A, dan diamati bahwa det(A) = 0 yang berarti bahwa rk(A) < 3. Diambil matriks bagian persegi dari matriks [A|v] yaitu 1 2 1

B= 1 1 1 , 2 3 1
diperoleh det(B) 0 yang berarti rank(A|v) = 3. Karena rank(A) < rank(A|v) berarti sistem tersebut tidak konsisten, akibatnya tidak ada skalar-skalar k1, k2, k3 R sehingga k1v1 + k2v2 + k3v3 = v untuk v = (1, 1, 1). Jadi v1, v2, v3 tidak merentang R3. Berikut ini disajikan pengertian yang berurutan dari suatu ruang vektor V(F) yang direntang oleh vektor-vektor v1, v2, , vn, w Fm, dan diambil A sebagai matriks mn dengan kolom-kolomnya adalah v1, v2, , vn: A = [v1 v2 vn].

V adalah ruang vektor yang direntang oleh v1, v2, , vn. artinya Setiap w V adalah kombinasi linear dari v1, v2, , vn. artinya Terdapat x1, x2, , xn F sehingga w = x1v1 + x2v2 + + xnvn. artinya Sistem linear AX = w adalah konsisten.

C **3

9 3)( - % &

D ())7

!"

49

*. ) - Rentangan dari suatu keluarga vektor-vektor {v1, v2, , vn} adalah himpunan semua kombinasi linear berhingga dari vi, dan dinotasikan v1, v2, , vn . *. ) - 1. Vektor-vektor vi V, 1 i n, dikatakan bebas linear (linear independent) jika (k1, k2, , kn) Fn maka
n i =1

k i vi = 0V

k1 = k2 = = kn= 0F.

2.

Vektor-vektor vi V, 1 i n, dikatakan tidak bebas linear (linear dependent) jika (k1, k2, , kn) Fn {0V} sehingga
n i =1

k i vi = 0V .

/ )' $

- -

Apakah tiga vektor berikut bebas linear di V = R3? 1 2 6

v1 = 2 , v 2 = 5 , dan v3 = 14 . 5 7 24
% - Jika diperhatikan dengan sungguh-sungguh maka terlihat bahwa ketiga vektor tersebut mempunyai hubungan 1 2 6

2 2 + 2 5 = 14 , 5 7 24
atau 2v1 + 2v2 = v3 yang ekuivalen dengan 2v1 + 2v2 v3 = 0V. Hal tersebut berarti bahwa kombinasi linear k1 v1 + k2 v2 + k3 v3 = 0 V mempunyai penyelesaian tak trivial yaitu k1 = k2 = 2 dan k3 = 1. Karena itu ketiga vektor tersebut tidak bebas linear.

/ )' $

- -

Apakah vektor-vektor di bawah ini bebas linear di V = R3? 25 5 1

v1 = 64 , v 2 = 8 , dan v3 = 1 . 244 12 1
Dimisalkan terdapat (k1, k2, k3) R3 sehingga k1v1 + k2v2 + k3v3 = 0V. Penyelesaian dari sistem tersebut adalah k1= k2 = k3 = 0 dan tidak ada penyelesaian lain. Oleh karena itu ketiga vektor tersebut adalah bebas linear.

/ )' $

- -

1 0 0 Apakah e1 = 0 , e2 = 1 , e3 = 0 bebas linear di V = R3? 0 0 1

C **3

9 3)( - % &

D ())7

!"

50

- Untuk sembarang k1, k2, k3 R, diambil kombinasi linear k1e1 + k2e2 + k3e3 = 0V. Jelas bahwa sistem tersebut hanya mempunyai penyelesaian trivial k1 = k2 = k3 = 0. Oleh karena itu e1, e2, e3 adalah bebas linear. % / )' $ %
Apakah e x , e 2 x bebas linear di ruang fungsi RR? - Untuk sembarang (k1, k2) R2 diambil kombinasi linear k1ex + k2e2x = 0. Untuk x = 0 diperoleh k1 + k2 = 0, dan untuk x = 1 diperoleh k1e + k2e2 = 0 atau k1 + k2e = 0 (karena e 0). Dengan menyelesaikan kedua persamaan tersebut diperoleh k1 =

- -

k2 = 0. Jadi e x , e 2 x adalah bebas linear.

/ )' $ - -# Diberikan u dan v sebagai vektor-vektor yang bebas linear di suatu ruang vektor atas field R. Tunjukkan bahwa vektor x = u v dan y = u + v adalah bebas linear. % - Diasumsikan bahwa a(u v) + b(u + v) = 0 dengan a, b R, yang dapat dituliskan menjadi (a + b)u + (b a)v = 0.
Karena u dan v adalah bebas linear, koefisien-koefisien di atas haruslah nol, ini berarti a + b = 0 dan b a = 0, yang memberikan hasil a = b = 0. Hal ini membuktikan bahwa u v dan u + v adalah bebas linear.

'* * 8 - Diberikan A Mmn(F) dan X Fn. Kolom-kolom dari A adalah bebas linear jika hanya jika sistem AX = 0 hanya mempunyai penyelesaian trivial.
Berikut ini disajikan pengertian yang berurutan dari suatu ruang vektor V(F) yang direntang oleh vektor-vektor v1, v2, , vn Fm, dan diambil A sebagai matriks mn dengan kolom-kolomnya adalah v1, v2, , vn: A = [v1 v2 vn]. Vektor-vektor v1, v2, , vn adalah bebas linear. artinya Jika x1v1 + x2v2 + + xnvn = 0V maka xi = 0F, 1 i n. artinya

x1
Jika A

0 = 0 0
maka

x1 x2 xn =

0 0 0
.

x2 xn

artinya Sistem homogen AX = 0V hanya mempunyai penyelesaian trivial.

*. ) - Maksimum banyaknya vektor-vektor yang bebas linear dalam suatu himpunan vektor menyatakan peringkat dari himpunan vektor. [Perlu dicatat bahwa peringkat tersebut tidak pernah lebih besar dari dimensinya.]

C **3

9 3)( - % &

D ())7

!"

51

/ )' $ - -& Karena vektor-vektor di A = {v1, v2, v3} pada Contoh 4.4.2 adalah bebas linear, maka rk(W) = 3. / )' $ - -( Pada Contoh 4.4.1 sudah diketahui bahwa ketiga vektor di A = {v1, v2, v3} adalah tidak bebas linear, yang berarti bahwa rk(A) < 3. Karena itu perlu ditentukan apakah ada dua vektor yang bebas linear. Di sini bisa ditunjukkan dengan mudah bahwa kombinasi linear k1 v1 + k2 v2 = 0 V hanya mempunyai penyelesaian trivial k1 = k2 = 0, yang berarti bahwa vektor v1 dan v2 adalah bebas linear. Oleh karena itu diperoleh bahwa rk(A) = 2. -# *. ) -#Suatu {v1, v2, , vn} V adalah basis (bases) untuk V jika: (i) v1, v2, , vn adalah bebas linear; (ii) v1, v2, , vn merentang V. / )' $ -#Diberikan vektor-vektor v1 = (1, 2, 1), v2 = (2, 9, 0), dan v3 = (3, 3, 4) di V = R3. Apakah {v1, v2, v3} basis untuk V = R3 ? % (i) Akan ditunjukkan apakah v1, v2, v3 bebas linear yaitu k1 v1 + k2 v2 + k3 v3 = 0 V dengan k1, k2, k3 R, hanya mempunyai penyelesaian trivial. Diambil sembarang skalar-skalar k1, k2, k3 dan dibentuk 1 2 3 k1 0

2 9 4 k2 = 0 . 1 0 4 k3 0
Dimisalkan matriks koefisien sistem adalah A. Karena det(A) = 1 0, maka berdasarkan Akibat 3.2.1(i) diperoleh bahwa sistem hanya mempunyai penyelesaian trivial, yang berarti bahwa v1, v2, v3 adalah bebas linier. Akan ditunjukkan apakah v1, v2, v3 merentang R3 yaitu untuk setiap w R3 terdapat skalar-skalar k1, k2, k3 sehingga berlaku k1v1 + k2v2 + k3v3 = w. Sudah diperoleh bahwa det(A) 0 yang berarti rk(A) = 3 dan dapat diamati juga bahwa rk(A|w) = 3. Karena rk(A) = rk(A|w) maka sistem tersebut konsisten atau dengan kata lain v1, v2, v3 merentang R3.

(ii)

/ )' $ -#Tunjukkan bahwa 1, x, x 2 ,..., x n adalah basis untuk ruang vektor Pn[x](R). % (i) Dibentuk persamaan k0.1 + k1.x + k2.x2 + + kn.xn = 0. Jelas bahwa berdasarkan kesamaan dua polinimial akan diperoleh k0 = k1 = k2 = = kn = 0. Jadi 1, x, x2, , xn adalah bebas linear. (ii) Diambil sembarang p(x) = a0 + a1.x + a2.x2 + + an.xn Pn[x](R) dan dibentuk k0.1 + k1.x + k2.x2 + + kn.xn = a0 + a1.x + a2.x2 + + an.xn. Jelas bahwa berdasarkan kesamaan dua polinomial dapat diambil ki = ai, i = 0, 1,2, , n, yang berarti 1, x, x2, , xn merentang Pn[x](R). Berdasarkan (i) dan (ii) diperoleh bahwa 1, x, x 2 ,..., x n adalah basis untuk Pn[x](R) yang selanjutnya disebut basis baku untuk Pn[x](R).

C **3

9 3)( - % &

D ())7

!"

52

/ )' $ -#Diberikan vektor satuan e1 = (1, 0, , 0), e2 = (0, 1, , 0), , en = (0, 0, 0 , , 1). Dapat ditunjukkan dengan mudah bahwa e1, e2, , en adalah bebas linear. Selanjutnya karena setiap vektor X = (x1, x2, , xn) Rn dapat dituliskan sebagai X = x1e1 + x2e2 + + xne2, maka e1, e2, , en merentang Rn. Oleh karena itu {e1, e2, , en}adalah basis untuk Rn dan disebut basis baku. *. ) -#Jika V direntang oleh himpunan berhingga, maka V dikatakan berdimensi berhingga (finite-dimensional). Dimensi dari V, dituliskan dengan dim(V), adalah banyaknya vektor pada suatu basis untuk V. Jika V tidak direntang oleh himpunan berhingga, maka V dikatakan berdimensi tak hingga (infinite-dimensional).
Sebagai catatan bahwa ruang vektor nol dianggap sebagai ruang vektor berdimensi berhingga meskipun tidak mempunyai himpunan yang bebas linear (basisnya tidak ada), dan dimensi ruang vektor nol didefinisikan sama dengan 0.

/ )' $ -#Berdasarkan Contoh 4.5.2 dan 4.5.3, ruang vektor Rn dan Pn[x](R) adalah berdimensi hingga dengan dim(Rn) = n dan dim(Pn[x]) = n + 1. '* * 8 -#Diberikan ruang bagian U dan V dari suatu ruang vektor berdimensi berhingga W, maka berlaku dim(U + V) = dim(U) + dim(V) dim(U + V). / )' $ -#-& Diberikan W = R4, U = u1, u2 dengan u1 = (1, 1, 0, 0) dan u2 = (3, 7, 2, 1), dan V = {(x1, x2, x3, x4): x4 = 0}. Tentukan dim(U), dim(V), dim(U + V), dan dim(U + V). % - Jika a1u1 + a2u2 = 0U, maka (a1, a1, 0, 0) + (3a2, 7a2, 2a2, a2) = (0, 0, 0, 0) dan karena itu a2 = 0 dan a1 = 0. Jadi unsur-unsur u1 dan u2 adalah bebas linear dan membentuk suatu basis untuk U. Jadi dim(U) = 2. V mempunyai basis {e1, e2, e3} dengan e1 = (1, 0, 0, 0), e2 = (0, 1, 0, 0) dan e3 = (0, 0, 1, 0) sehingga dim(V) = 3. Diperhatikan bahwa e4 = (0, 0, 0, 1) = (3, 7, 2, 1) + (3, 7, 2, 0) = u2 + (3, 7, 2, 0) dan (3, 7, 2, 0) V, sehingga e4 U + V. Jadi e1, e2, e3, e4 U + V dan unsur-unsur tersebut merentang R4 sehingga U + V = R4. Karena itu dim(U + V) = 4. Berdasarkan Teorema 4.5.1, maka dim(U) + dim(V) dim(U + V) = 2 + 3 4 = 1.

C **3

9 3)( - % &

D ())7

# $

! ! ! ' '' %

%
" ' ' '!' " .

%
"

%
" " % &

! '% $+( "

#-

Untuk memotivasi konsep hasil kali dalam, diambil vektor di R2 dan R3 sebagai anak panah dengan titik awal di titik asal O = (0, 0). Panjang suatu vektor x di R2 dan R3 dinamakan norm dari x dan dinotasikan ||x||. Jadi untuk suatu vektor x = (x1, x2) R2, dirumuskan ||x|| =
x12 + x 2 2 .

sumbu x2 ( x1 , x2 ) x sumbu x1 Gambar 5.1: Vektor x = (x1, x2) Sejalan dengan itu, untuk vektor x = (x1, x2, x3) R3 didefinisikan ||x|| =
x12 + x 2 2 + x3 2 . Meskipun tidak bisa digambar di dimensi yang tinggi, generalisasi

untuk Rn adalah jelas: norm dari vektor x = (x1, x2, , xn) Rn didefinisikan oleh ||x|| = x12 + x 2 2 + + x n 2 . Norm tidaklah linear pada Rn. Untuk memasukkan linearitas ke pembahasan, diperkenalkan hasil kali titik. Untuk x, y Rn, hasil kali titik (dot product) dari x dan y, dinotasikan x y, didedifinisikan oleh x y = x1 y1 + + xn yn . Perlu dicatat bahwa hasil kali titik dari dua vektor di Rn adalah suatu bilangan, bukan suatu vektor. Jelasnya x x = ||x||2 untuk semua x Rn. Secara khusus, x x 0 untuk semua x Rn, dengan kesamaan terjadi jika dan hanya jika x = 0. Selanjutnya, untuk y Rn, maka secara jelas pemetaan dari Rn ke R yang membawa x Rn ke x y adalah linear. Lebih jauh lagi, x y = y x untuk semua x, y Rn.

53

!%

&

54

*. ) #- Suatu hasil kali dalam (inner product) pada suatu ruang vektor V atas field F adalah suatu fungsi yang membawa setiap pasang vektor (x, y) dari elemenelemen V ke suatu bilangan x, y F, dan dinotasikan . , . : V V F, sehingga aksioma-aksioma berikut dipenuhi untuk semua x, y, z V dan sebarang k F: HKD1 Simetris: x, y = y, x ; HKD2 Aditif-homogen: kx + y, z = k x, z + y, z ; HKD3 Positif dan terbatas: x, x 0 dan x, x = 0 x = 0V.
Suatu ruang vektor V yang dilengkapi dengan suatu hasil kali dalam disebut ruang hasil kali dalam (inner product space). Khususnya, jika F = R maka V disebut ruang hasil kali dalam real, sedangkan jika F = C maka V disebut ruang hasil kali dalam kompleks. Selanjutnya di bab ini ditetapkan hasil kali dalam yang mengacu pada field R. Sifat-sifat yang secara cepat bisa diturunkan dari ketiga aksioma hasil kali dalam antara lain: 1. 0V, x = x, 0V = 0V; 2. x, y + z = x, y + x, z ; 3. x, ky = k x, y .

/ )' $ #- Diberikan vektor x = (x1, x2, , xn) dan y = (y1, y2, , yn) di Rn dan didefinisikan hasil kali titik dari dua vektor x dan y yaitu x, y = x1y1 + x2y2 + + xnyn. Akan ditunjukkan bahwa hasil kali titik memenuhi semua aksioma dari hasil kali dalam. 5 - Diambil sebarang vektor x, y, z = (z1, z2, , zn) Rn dan k R. (i) x, y = x1y1 + x2y2 + + xnyn = y1x1 + y2x2 + + ynxn = y, x . (ii) kx + y, z = k(x1, x2, , xn) + (y1, y2, , yn), (z1, z2, , zn) = (kx1, kx2, , kxn) + (y1, y2, , yn), (z1, z2, , zn) = (kx1 + y1, kx2 + y2, , kxn + yn), (z1, z2, , zn) = (kx1 + y1)z1 + (kx2 + y2)z2 + + (kxn + yn)zn = k( x1 z 1 + x2 z 2 + + xn z n ) + ( y1 z 1 + y2 z 2 + + yn z n ) = k x, z + y, z . (iii) x, x = x1x1 + x2x2 + + xnxn = x12 + x22 + + xn2 0; x, x = 0 x1 2 + x2 2 + + xn 2 = 0 x1 = x2 = = xn = 0 x=0 x, x = x1x1 + x2x2 + + xnxn = 0. Hasil kali dalam yang didefinisikan tersebut dinamakan hasil kali dalam Euclid.
Untuk setiap vektor u = (u1, u2), v = (v1, v2) R2 didefinisikan: u, v = 3u1v1 + 2u2v2. Akan ditunjukkan bahwa u, v adalah suatu hasil kali dalam di R2. 5 - Diambil sebarang vektor u, v, w = (w1, w2) R2 dan k R. (i) u, v = 3u1v1 + 2u2v2 = 3v1u1 + 2v2u2 = v, u . (ii) ku + v, w = (k(u1, u2) + (v1, v2), (w1, w2)) = ((ku1, ku2) + (v1, v2), (w1, w2)) = ((ku1 + v1, ku2 + v2), (w1, w2)) = 3(ku1 + v1)w1 + 2(ku2 + v2)w2 = 3ku1w1 + 2ku2w2 + 3v1w1 + 2v2w2 = k u, w + v, w . (iii) v, v = 3v1v1 + 2v2v2 = 3v12 + 2v22 0; v1 = v2 0 v=0 v, v = 3v1v1 + 2v2v2 = 0. v, v = 0 3v12 + 2v22 = 0

/ )' $ #- -

C **3

9 3)( - % &

D ())7

!%

&

55

/ )' $ #- Diberikan ruang vektor M2(R), yaitu himpunan semua matriks berukuran 22 dengan semua unsurnya bilangan real. Untuk vektor-vektor: u1 u 2 v1 v 2 dan V = U= u3 u 4 v3 v 4
di M2(R) berlaku bahwa rumus U, V = u1v1 + u2v2 + u3v3 + u4v4 mendefinisikan suatu hasil kali dalam.

/ )' $ #- -

Rumus

p, q = a0b0 + a1b1 + a2b2 dengan p = a0 + a1x + a2x2 dan q = b0 + b1x + b2x2 adalah sebarang dua vektor di P2[x](R), mendefinisikan suatu hasil kali dalam di P2[x](R).

/ )' $ #- -# dan didefinisikan

Diberikan sebarang polinomial p = p(x) dan q = q(x) di Pn[x](R), p, q =


b a

p( x)q( x)dx

dengan a, b R dan a < b. Rumus p, q mendefinisikan hasil kali dalam di Pn[x](R). 5 - Diambil sebarang p, q, r Pn[x](R) dan k R. (i) (ii) (iii) p, q =
b a

p( x)q( x)dx =
=
b

b a

q( x) p( x)dx = q, p .
= k
b a

kp + q, r p, p =
b a

(kp( x) + q( x))r ( x)dx a


0; =0

p( x)r ( x)dx +

b a

q( x)r ( x)dx

= k p, r + q, r .

[ p(x )]2 dx
b a

p, p = 0
b a

[ p(x )]2 dx

[ p(x )]2 = 0

p(x) = 0 Pn[x](R)

[ p(x )]2 dx

=0

p, p = 0.

#-

)"

Diberikan V adalah suatu ruang hasil kali dalam dan vektor v V. Norm dari vektor v didefinisikan oleh ||v|| = v, v . Perlu dicatat bahwa ||v|| = 0 jika dan hanya jika v = 0 (sebab v, v = 0 jika dan hanya jika v = 0). Sifat mudah yang lainnya dari norm adalah ||kv|| = |k| ||v|| untuk semua k F dan semua v V. Di sini bisa dibuktikan ||kv||2 = kv, kv = k v, kv = kk v, v = |k|2 ||v||2, dan dengan pengambilan akar dua akan memberikan persamaan yang diinginkan. Bukti tersebut menggambarkan suatu prinsip umum: bekerja dengan norm kuadrat pada umumnya lebih mudah daripada bekerja secara langsung dengan norm. Selanjutnya jarak antara dua vektor u dan v, dinotasikan dengan d(u, v), didefinisikan oleh d(u, v) = ||u v||.

C **3

9 3)( - % &

D ())7

!%

&

56

/ )' $ #- Jika u = (u1, u2, , un) dan v = (v1, v2, , vn) adalah vektorvektor di Rn dengan hasil kali dalam Euclid, maka
||u|| = dan d(u, v) = ||u v|| = =

u, u =

u1 2 + u 2 2 + ... + u n 2

u v, u v

(u1 v1 )2 + (u 2 v 2 )2 + ... + (u n v n )2
3.1.1 + 2.0.0 =
||(1, 1)|| =
31.1 + 2( 1)( 1)

/ )' $ #- dan

Pada Contoh 5.1.2, jika diambil u = (1, 0) dan v = (0, 1) maka ||u|| = d ( u , v)

(1,0), (1,0) =
= = =

||u v|| =

(1,1), (1,1)

5.

*. ) #- Diambil vektor u, v V. Vektor u dikatakan ortogonal (orthogonal) terhadap v jika u, v = 0. Secara simbolis dituliskan u v (dibaca: u tegak lurus (perpendicular) terhadap v).
Jelas bahwa u v jika dan hanya jika v u. Selanjutnya, jika u ortogonal terhadap setiap vektor di suatu himpunan S, maka dikatakan bahwa u ortogonal terhadap S. Secara jelas vektor 0 ortogonal terhadap setiap vektor. Lebih jauh lagi, vektor 0 menjadi satu-satunya vektor yang tegak lurus dengan dirinya sendiri.

*. ) #- 1. Suatu himpunan V1 dikatakan ortogonal dengan himpunan V2, dituliskan V1 V2, jika v1 v2 untuk setiap v1 V1 dan v2 V2. 2. Suatu himpunan bagian U dari suatu ruang hasil kali dalam dikatakan ortogonal jika untuk setiap u, v U dan u v maka u, v = 0. / )' $ #- Pada ruang vektor P2[x](R) dengan hasil kali dalam p, q = jika diambil p = x dan q = x , maka p, q =
1
1
2

1
1

p( x)q( x) dx , x.x 2 dx = 0.

Karena p, q = 0, maka vektor p = x ortogonal terhadap q = x2 relatif terhadap hasil kali dalam yang diberikan.

*. )

#- -

Untuk suatu ruang hasil kali dalam real, didefinisikan u, v cos( ) = . u v

Dengan mengambil nilai utama [0, ] diperoleh sudut antara vektor u dan v yang serupa dengan sudut biasa antara dua vektor di R2 maupun di R3.

C **3

9 3)( - % &

D ())7

!%

&

57

/ )' $ #- Diberikan vektor u = (4, 3, 1, 2) dan v = (2, 1, 2, 3) di ruang vektor R4 dengan suatu hasil kali dalam Euclid. Diperoleh
||u|| = dan karena itu
4 2 + 3 2 + 12 + ( 2) 2 =

30 , ||v|| =

( 2) 2 + 12 + 2 2 + 3 2 = 18 ,

u, v = 4(2) + 3.1 + 1.2 + (2).3 = 9,

cos( ) =
atau

30 8

3 60 3 60
.

= arccos
/ )' $ #- -#

3 60

= arccos

Pada Contoh 5.1.3, jika diambil 1 0 0 2 dan V = , U= 1 1 0 0


1 2

maka sudut antara matriks U dan V sama dengan

karena

cos( ) =
#" "

U ,V U V
%

1.0 + 0.2 + 1.0 + 1.0 = 0. U V


" " % , 1 7 5

Dalam banyak persoalan yang berkenaan dengan ruang vektor, pemilihan suatu basis untuk ruang tergantung pada kemauan penyelesai masalah. Di ruang hasil kali dalam, seringkali terjadi bahwa pilihan terbaik adalah suatu basis yang semua vektornya saling ortogonal. Di sini akan dibahas bagaimana basis-basis tersebut dapat dibentuk.

*. ) #- Suatu himpunan ortogonal yang setiap vektornya mempunyai norm 1 dikatakan ortonormal. Dengan kata lain, {v1, v2, , vn} dari vektor-vektor di V adalah ortonormal jika 0 , jk . v j , vk = 1 , j = k ( j , k = 1, ..., n)
Diberikan himpunan V = {v1, v2, v3} dengan 1 1 1 1 v1 = (0,1,0), v2 = , v3 = ,0, ,0, 2 2 2 2 3 adalah vektor-vektor di R yang dilengkapi hasil kali dalam Euclid. Diperoleh 1 1 1 1 v1, v2 = 0. = 0, v1, v3 = 0. = 0, + 1 .0 + 0 . + 1 . 0 + 0. 2 2 2 2

/ )' $ #- -

= 0. 2 2 2 2 Selanjutnya dihitung norm dari setiap vektor di V sebagai berikut:


.

v2, v3 =

+ 0. 0 +

||v1|| =

0 + 1 + 0 = 1 , ||v2|| =

1 2

+0 +

1 2

= 1,

C **3

9 3)( - % &

D ())7

!%

&

58

= 1. 2 2 Karena setiap vektor di V adalah ortogonal dan bernorm 1 maka V adalah ortonormal.

||v3|| =

+ 02 +

Jika v adalah vektor tak nol dalam suatu ruang hasil kali dalam, maka vektor 1 v mempunyai norm 1 karena v

1 1 v = 1. v = v v
*. ) #- Proses perkalian suatu vektor tak nol v dengan kebalikan panjangnya (norm) untuk memperoleh suatu vektor dengan norm 1 disebut dengan penormalan atau normalisasi (normalizing) v.
Jika {v1, v2, , vn} adalah ortonormal, maka ||k1v1 + k2v2 + + knvn||2 = |k1|2+ |k2|2 + + |kn|2 untuk v1, v2, , vn V dan k1, k2, , kn F.

'*

* 8 #- -

8' #- -

Setiap vektor di himpunan ortonormal adalah bebas linear.

Suatu basis dari ruang hasil kali dalam V yang ortonormal disebut basis ortonormal atau basis satuan dari V. Jika basisnya hanya ortogonal maka disebut basis ortogonal. Teorema berikut ini memperlihatkan bahwa sederhana sekali untuk menyatakan suatu vektor dalam suku-suku dari suatu basis ortonormal.

'* * 8 #- Jika {v1, v2, , vn} adalah suatu basis ortonormal untuk suatu ruang hasil kali dalam V, dan u adalah sebarang vektor di V, maka u = u, v1 v1 + u, v2 v2 + + u, vn vn dan ||u||2 = | u, v1 |2+ | u, v2|2 + + | u, vn |2. / )' $ #- Diberikan vektor-vektor 4 3 3 4 ,0, . v1 = (0,1,0), v2 = ,0, , v3 = 5 5 5 5 Mudah diperiksa bahwa himpunan S = {v1, v2, v3} adalah basis ortonormal untuk R3 dengan hasil kali dalam Euclid. Selanjutnya diambil suatu vektor u = (1,1,1) dan akan dicari kombinasi linearnya dari vektor-vektor di S. 4 3 1 + 1.0 + 1 = , u, v1 = 1.0 + 1.1 + 1.0 = 1, u, v2 = 1 5 5 5 u, v3 = 1 Berdasarkan Teorema 5.3.2 diperoleh

3 4 7 + 1.0 + 1 = . 5 5 5

1 7 u = v1 v2 + v3 . 5 5

C **3

9 3)( - % &

D ())7

!%

&

59

'* * 8 #- Diberikan himpunan ortonormal {v1, v2, , vn} di suatu ruang hasil kali dalam V. Jika W adalah ruang yang direntang oleh v1, v2, , vn maka setiap vektor u V bisa dinyatakan dalam bentuk u = w1 + w2 dengan w1 W dan w2 ortogonal terhadap W yang dirumuskan oleh w1 = u, v1 v1 + u, v2 v2 + + u, vn vn, w2 = u w1 = u u, v1 v1 u, v2 v2 u, vn vn.
Berikut ini ilustrasi dari Teorema 5.3.3 di ruang R3.

u w1

w2

Gambar 5.2: Proyeksi vektor u Berdasarkan gambar di atas, vektor w1 disebut proyeksi ortogonal dari u pada W, disingkat proy W u , sedangkan vektor w2 disebut komponen dari u yang ortogonal terhadap W.

/ )' $ #- Diberikan ruang vektor R3 dengan hasil kali dalam Euclid dan ruang vektor W yang direntang oleh vektor-vektor ortonormal v1 = (0,1,0) dan 4 3 v 2 = , 0, . 5 5 Proyeksi ortogonal dari vektor u = (1,1,1) pada W adalah 1 4 3 4 3 , 0, ,1, = , proy W u = u, v1 v1 + u, v2 v2 = 1(0,1,0) 5 5 5 25 25 sedangkan komponen dari u yang ortogonal terhadap W adalah 4 3 21 28 ,1, , 0, u proy W u = (1,1,1) = . 25 25 25 25 8 8' #- Setiap ruang hasil kali dalam tak nol yang berdimensi berhingga mempunyai suatu basis ortonormal. - Diambil ruang hasil kali dalam tak nol V yang berdimensi n, dan suatu himpunan U = {u1, u2, , un} sebagai basis untuk V. Langkah-langkah berikut ini, dikenal dengan nama ortogonalisasi Gram-Schmidt, akan menghasilkan suatu basis ortogonal {v1, v2, , vn} untuk V. Langkah 1. Mengambil v1 = u1.
Langkah 2. Membentuk vektor v2 yang ortogonal terhadap v1 dengan cara menghitung komponen dari u2 yang ortogonal terhadap ruang W1 yang direntang oleh v1, yaitu v2 = u2 proy W u 2 = u2 kv1 = u2
1

u 2 , v1 v1
2

v1 .

C **3

9 3)( - % &

D ())7

!%

&

60

[Untuk mendapatkan k =

u 2 , v1 v1
2

, lihat kembali pembahasan dekomposisi

ortogonal pada halaman 187 188.] Langkah 3. Membentuk vektor v3 yang ortogonal terhadap v1 dan v2 dengan cara menghitung komponen dari u3 yang ortogonal terhadap ruang W2 yang direntang oleh v1 dan v2, yaitu v3 = u3 proyW2 u 3 = u3 Langkah 4.

u3 , v1 v1
2

v1

u3 , v2 v2
2

v2 .

Membentuk vektor v4 yang ortogonal terhadap v1, v2, dan v3 dengan cara menghitung komponen dari u4 yang ortogonal terhadap ruang W3 yang direntang oleh v1, v2, dan v3, yaitu u 4 , v1 u 4 , v3 u 4 , v2 v v v3 . v4 = u4 proyW3 u 4 = u4 1 2 2 2 2 v2 v1 v3

Proses dilanjutkan sampai vn. Dihasilkan himpunan ortogonal {v1, v2, , vn} yang terdiri dari n vektor bebas linear di V dan merupakan suatu basis ortogonal untuk V. Penormalan vektor-vektor di basis ortogonal akan menghasilkan basis ortonormal. Rumus Gram-Schmidt dapat dinyatakan secara umum sebagai berikut: k 1 u , v k j vk = u k vj , k = 1, , n. 2 j =1 v j

/ )' $ #- Diberikan V = R3 dengan hasil kali dalam Euclid, dan akan diterapkan algoritma Gram-Schmidt untuk mengortogonalkan basis {(1, 1,1), (1, 0, 1), (1, 1, 2)}. Langkah 1. v1 = (1, 1,1).
Langkah 2. Langkah 3. v2 = (1, 0, 1) v3 = (1, 1, 2) = (1, 0, 1)

(1, 0,1)( . 1, 1,1) (1, 1,1) = (1, 0, 1) 2 (1, 1,1) = 2 3 (1, 1,1) (1,1, 2).(1 , 2 , 1) (1,1, 2)( . 1, 1,1) 3 3 3 1 2 1 ( ) 1 , 1 , 1 , , 2 3 3 3 2 , 1) (1, 1,1) 2 (1 , 3 3 3

1 2 1 , , . 3 3 3

2 (1, 1,1) 5 1 , 2 , 1 = 1 , 0, 1 . 3 2 2 2 3 3 3 Selanjutnya, dengan menormalkan vektor-vektor v1, v2, dan v3 akan diperoleh basis ortonormal
3 3 3 , , , 3 3 3 6 6 6 2 2 , , , , 0, 6 3 6 2 2
.

C **3

9 3)( - % &

D ())7

& '

"
! && * ' * ' " % " * ' % %

!
(

&Pada banyak bidang matematika, seringkali diinginkan untuk menghubungkan anggota dari suatu himpunan dengan anggota pada himpunan lainnya, dan dengan demikian konsep suatu fungsi f:ST dibentuk. Sebagai contoh, dalam kalkulus variabel tunggal, S dan T biasanya adalah himpunan bagian sederhana dari R. Pada bab ini akan dipelajari fungsi f:VW dengan V dan W adalah ruang vektor atas field yang sama.

*. ) &- Diberikan ruang vektor V dan W atas suatu field F. Suatu fungsi T : V W disebut transformasi linear (linear transformation) atau homomorfisma (homomorphism) jika T mengawetkan operasi penjumlahan vektor dan perkalian skalar: (TL1) Linear: T(v1 + v2) = T(v1) + T(v2), v1, v2 V; (TL2) Homogen: T(kv) = kT(v), v V, k F. / )' $ &- Tunjukkan bahwa T : R R yang didefinisikan oleh T(x) = 2x adalah transformasi linear. % - Diambil sebarang x, y R, maka T(x + y) = 2(x + y) [rumus fungsi] = 2x + 2y [sifat aritmatika real] = T ( x) + T ( y) [rumus fungsi] dan juga T(kx) = 2(kx) [rumus fungsi] = k(2x) [sifat aritmatika real] = kT(x) [rumus fungsi] untuk k R. Disimpulkan bahwa T adalah transformasi linear.

61

'

( #

62

/ )' $ &- Tunjukkan bahwa T : R R, T(x) = x2 bukan transformasi linear. % - Harus ditunjukkan bahwa definisi transformasi linear tidak dipenuhi oleh fungsi tersebut, dan ini bisa ditunjukkan dengan contoh penyangkal. Berdasarkan rumus fungsi diperoleh bahwa T(1) = 12 = 1 dan T(2) = 22 = 4. Karena 2 = 1 + 1 dan 22 12 + 12, maka 22 = T(2) = T( 1 + 1) T(1) + T(1) = 12 + 12. Disimpulkan bahwa T bukanlah transformasi linear. / )' $ &- Tunjukkan bahwa T : M2(R) P2(R) yang didefinisikan oleh a b T = a + (d c)x + (b + c)x2 c d

adalah transformasi linear. % - Diambil sebarang a b e f M2(R). , c d g h Berdasarkan rumus fungsi diperoleh a b e f a+e b+ f T + = T c d g h c+g d +h = (a + e) + ((d + h) (c + g))x + ((b + f) + (c + g))x2 = ( a + ( d c) x + ( b + c) x2 ) + ( e + ( h g ) x + ( f + g ) x2 ) a b e f = T +T . c d g h Selanjutnya jika k R, maka a b T k c d

= T

ka kb kc kd

= ka + (kd kc)x + (kb + kc)x2 = k (a + (d c)x + (b + c)x2) a b = kT . c d Disimpulkan bahwa T adalah linear.

/ )' $ &- -

Tunjukkan bahwa T : C2 C2 yang dirumuskan oleh iz1 + 2 z 2 z1 = , z1 , z2 C T 3z1 iz 2 z2

adalah linear. %

- Diambil sebarang z1 w1 z= ,w= C 2. z2 w2

Diperoleh

C **3

9 3)( - % &

D ())7

'

( #

63

T (z + w ) = T =

z1 z2

w1 w2

=T

z1 + w1 z 2 + w2

i(z1 + w1 ) + 2(z 2 + w2 ) 3(z1 + w1 ) i (z 2 + w2 )

iz1 + 2 z 2 iw + 2w2 + 1 3z1 iz 2 3w1 iw2

= T(z) + T(w). Jika k C, maka T(kz)= T = k


kz1 kz 2

ikz1 + 2kz 2 3kz1 ikz 2

iz1 + 2 z 2 = kT(z). 3z1 iz 2

Disimpulkan bahwa T adalah linear. Suatu transformasi linear dari ruang vektor V ke ruang vektor V yang sama disebut operator linear. Kemudian jika diduga bahwa fungsi yang diberikan adalah transformasi linear maka dicoba untuk membuktikannya, tetapi jika berpikir bahwa fungsi tidaklah linear maka satu contoh penyangkal adalah cukup.

/ )' $ &- -# Diferensiasi dan integrasi adalah transformasi linear. Diambil V = C (R) adalah ruang vektor dari fungsi-fungsi yang terdiferensial dengan R sebagai domain dan kodomainnya. Diberikan fungsi derivatif D : V V yang didefinisikan oleh df ( x) D( f ( x) ) = , dx dan fungsi integral Int : V V yang didefinisikan oleh

Int( f ( x) ) =
Fungsi D dan Int adalah transformasi linear.

f (t )dt .

I(v) = v, v V. I adalah transformasi linear yang disebut transformasi identitas.

/ )' $ &- -& oleh

Diberikan V adalah ruang vektor dan didefinisikan I : V V

/ )' $ &- -( T0 : V W oleh

Diberikan V dan W adalah ruang vektor dan didefinisikan fungsi

T0(v) = 0W, v V. T0 adalah transformasi linear yang disebut transformasi nol. Jika T : V W adalah transformasi linear, maka
a iT (vi ) dengan ai F, vi V untuk i = 1, 2, , n.

'* * 8 &- (a) T(0V) = 0W,


(b) T
n i =1

a i vi =

n i =1

Teorema berikut bermanfaat untuk mengurangi usaha dalam menentukan apakah suatu fungsi adalah transformasi linear. Pembaca diharapkan mengetahui hasil yang analog untuk memeriksa ruang bagian.

C **3

9 3)( - % &

D ())7

'

( #

64

'* jika

* 8 &- -

Fungsi T : V W adalah transformasi linear jika dan hanya


v1, v2 V, k F.

T(kv1 + v2) = kT(v1) + T(v2),

/ )' $ &- -+ Diberikan suatu matriks A Mmn(R) dan didefinisikan suatu fungsi TA : Rn Rm oleh TA(x) = Ax untuk setiap x Rn. Dengan menggunakan sifat perkalian matriks, maka x, y Rn dan k R diperoleh TA(kx + y) = A(kx + y) = A(kx) + A(y) = k(Ax) + (Ay) = kTA(x) + TA(y). Karena itu TA adalah transformasi linear, dan dinamakan transformasi matriks. 8 8' &- Jika T : V W adalah transformasi linear, maka untuk setiap u, v V berlaku: 1. T(v) = T(v). 2. T(v w) = T(v) T(w). / )' $ &- -3
Didefinisikan T : V = R3 W = R2 oleh x1 x + x3 T x2 = 1 . 2 + 5 x2 x3

Tunjukkan bahwa T bukanlah suatu transformasi linear. % - Diberikan suatu contoh penyangkal, khususnya T(0V) = 0W atau T(kv1 + v2) = kT(v1) + T(v2) adalah dilanggar untuk suatu v1, v2 V. Untuk yang pertama, penyelesaian yang mungkin: 0 0 0 T(0V) = T 0 = . 2 0 0 Untuk yang kedua, penyelesaian yang mungkin: 1 diambil k = 1, v1 = 1 , dan v2 = 0V, maka

1 T(kv1 + v2) = T 1 1 + 0V 1
dan

1
=T

1 1

2 1 + (1) = 3 2 + 5(1)

1 kT(v1) + T(v2) = 1. T 1 1

+ T(0V) = 1.

0 2 1+1 + = . 2 5 2 + 5.1

Karena T(kv1 + v2) kT(v1) + T(v2) maka T adalah tidak linear.

C **3

9 3)( - % &

D ())7

'

( #

65

&-

'

"

Pada bagian ini akan diperlihatkan bahwa jika T : Rn Rm adalah sebarang transformasi linear, maka dapat ditentukan suatu matriks A berukuran mn sehingga T adalah perkalian oleh A dengan x Rn.

'* * 8 &- Jika T : Rn Rm adalah transformasi linear dan {e1, e2, , en} adalah basis baku untuk Rn, maka T adalah perkalian oleh A dengan x Rn, atau T(x) = Ax, untuk A adalah matriks dengan vektor-vektor kolomnya yaitu T(e1), T(e2), , T(en). / )' $ &- Tentukan matriks baku untuk transformasi linear T : R3 R4, x1 + x 2 x1 x x2 T x2 = 1 . x3 x3 x1

1 1
=

0 0 1 1 0 0 Dengan menggunakan T(e1), T(e2), T(e3) sebagai vektor kolom, maka diperoleh 1 1 0 A= 1 1 0 0 1 0 1 0 0 .

T ( e1 ) = T

0 0

0 , T ( e2 ) = T 1 0
=

1
1

0 , T ( e3 ) = T 1 1
=

0 0 .

*. ) &- Jika A adalah suatu matriks tertentu maka transformasi linear TA : Rn Rm dengan definisi TA(x) = Ax disebut transformasi linear yang dihubungkan dengan matriks A.
Selanjutnya akan diilustrasikan aksi dari transformasi linear T : R2 R2 dengan melihat bayangan dari suatu bangun persegi terhadap T.

" 4 6 Matriks baku untuk transformasi linear T : R2 R2 yang merotasikan vektor dengan sudut adalah cos sin . A= sin cos Secara mudah diperoleh 1 cos T = 0 sin

x y
(cos , sin )

y
(-sin , cos )

(1,0)

(1,0)

0 1

sin cos

Gambar 6.1: Rotasi oleh sudut

C **3

9 3)( - % &

D ())7

'

( #

66

% 4 7 6 Untuk setiap garis pada bidang terdapat transformasi linear yang merefleksikan vektor terhadap garis. Refleksi terhadap sumbu-x diberikan oleh matriks baku 1 0 A= 0 1
x x . ke y y Refleksi terhadap sumbu y diberikan oleh matriks baku 1 0 A= 0 1 yang membawa vektor yang membawa . y y Yang terakhir, refleksi terhadap garis y = x diberikan oleh 1 0 A= 0 1 x y ke . y x
x

x y y

x y y

ke

x Gambar 6.2: Refleksi bangun persegi

dan membawa vektor

* Matriks baku
A=

"
k 0 0 1
x y

y (k>1) sepanjang y x

mengekspansi vektor sumbu x ke

kx untuk k > 1 dan y memampatkan sepanjang sumbu-x untuk 0 < k < 1. Sejalan dengan itu, 1 0 A= 0 k mengekspansi atau memampatkan x x vektor ke sepanjang y ky sumbu-y.

y (0< k<1) x

Gambar 6.3: Ekspansi dan kompresi sepanjang sumbu x

C **3

9 3)( - % &

D ())7

'

( #

67

Matriks baku A= 1 k 0 1
x

x ke
x + ky y

yang membawa vektor

y disebut pergeseran dalam arah x. Sejalan dengan itu, 1 0 A= k 1

x Gambar 6.4: Pergeseran dalam arah x dan arah y

membawa vektor

x x ke dan y y + kx disebut pergeseran dalam arah y.

&-

'

"

Dimisalkan bahwa V dan W adalah sebarang ruang vektor berdimensi berhingga dengan basis untuk V dan W berturut-turut adalah = {v1, v2, , vn} dan = {w1, w2, , wm}. Untuk setiap v V, matriks koordinat [v] merupakan vektor di Rn dan matriks koordinat [T(v)] merupakan vektor di Rm. Jadi, proses pemetaan v ke T(v) untuk transformasi linear T akan menghasilkan suatu pemetaan dari Rn ke Rm yang memetakan [v] ke [T(v)]. Akan diperlihatkan bahwa pemetaan yang dihasilkan tersebut merupakan transformasi linear. Selanjutnya akan dicari matriks baku Amn = [aij], 1 i m dan 1 j n, yang memenuhi A[v] = [T(v)] untuk semua vektor v V. Khususnya diinginkan agar persamaan tersebut dapat dipenuhi untuk vektor basis v1, v2, , vn, yaitu A[v1] = [T(v1)], A[v2] = [T(v2)], , A[vn] = [T(vn)]. Karena 1 0 0 [v1] = 0 0 maka A[v1] = , [v2] = 1 0 , , [vn] = 0 1

a11 a 21 a m1
a11 a 21 a m1

a12 a 22 am2
a12 a 22 am2

a1n a2n a mn
a1n a2n a mn

1 0 0 0 1 0 = =

a11 a 21 a m1
a12 a 22 am2
D ())7

A[v2] =

C **3

9 3)( - % &

'

( #

68

a11
A[vn] =

a12 a 22 am2

a1n a2n a mn

0 0 1 =

a1n a2n a mn
.

a 21 a m1

Diperoleh [T(v1)] =

a11 a 21

, [T(v2)] =

a12 a 22

, , [T(vn)] =

a1n a 2n

a m1 a m2 a mn yang menunjukkan bahwa kolom A yang berurutan merupakan matriks koordinat dari T(v1), T(v2), , T(vn) yang berkorespondensi dengan basis . Jadi diperoleh matriks tunggal A yang disebut matriks untuk T yang berkorespondensi dengan basis dan , dan dinyatakan oleh A = [T (v1 )] [T (v 2 )] [T (v n )] .

Matriks A dinamakan matriks representasi dari transformasi linear T terhadap basis dan , dan dinotasikan [T],. Secara khusus, jika V = W maka biasanya diambil = . Dari situ, matriks yang dihasilkan disebut matriks untuk T yang berkorespondensi dengan basis , dan dinyatakan oleh [T] = [[T (v1 )] [T (v 2 )] [T (v n )] ] .

/ )' $ &- -

Tentukan [T] untuk adalah basis baku R2 untuk a 2a b T : R2 R2, . T = b 4a 3b

T
Jadi

1 0

2 1 0 = 2 + 4 , T 4 0 1 [T] =

0 1

1 1 0 = 1 + 3 . 3 0 1

2 1 . 4 3

/ )' $ &- -

Diberikan operator linear T : R2 R2 yang didefinisikan oleh x1 x1 + x 2 . T = x2 2 x1 + 4 x 2

Tentukan matriks untuk T yang berkorespondensi dengan basis 1 1 = v1 = , v2 = . 1 2

- Dari rumus T, diperoleh 1 2 T ( v1 ) = T = = 2 v1 + 0 v2 , 1 2 %

T ( v2 ) = T

1 2

3 = 0 v1 + 3 v2 . 6

C **3

9 3)( - % &

D ())7

'

( #

69

Jadi,

[T (v1 )]
Oleh karena itu,

2 0 dan [T (v 2 ) ] = . 0 3 [T] = 2 0 . 0 3

/ )' $ &- -

Diberikan transformasi linear T : R2 R3 yang didefinisikan: x2 x1 T = 5 x1 + 13 x2 . x2 7 x1 + 16 x 2

Tentukan matriks untuk T yang berkorespondensi dengan basis 1 1 0 3 5 = v1 = , v 2 = dan = w1 = 0 , w2 = 2 , w3 = 1 1 2 1 2 2

- Dari rumus T, diperoleh 1 3 T ( v1 ) = T = 2 = v1 2 v3 , T ( v2 ) = T 1 5 %


Jadi,

5 2

2 = 1 = 3 v1 + v2 v3 . 3

1 3 0 dan [T(v2)] = 1 . [T(v1)] = 2 1


Karena itu, [T],

1 3 = 0 1 . 2 1

/ )' $ &- -

Tentukan [T], menggunakan basis baku dan : a T = a + 2bx + (3a + 4b) x 2 , b

=
% -

1 0 , 0 1

, = {1, x, x2}.

T
Jadi

1 0

= 1 + 3x2 = 1.1 +0x + 3x2,

0 1

= 2x + 4x2 = 0.1 + 2x + 4x2.

[T],

1 0 = 0 2 . 3 4

C **3

9 3)( - % &

D ())7

'

( #

70

/ )' $ &- -# Diberikan A Mmn(F) dan didefinisikan TA : Fn Fm oleh TA(x) = Ax. Jika dan berturut-turut adalah basis baku untuk Fn dan Fm, maka [T], = A. / )' $ &- -& didefinisikan oleh
Diberikan transformasi linear T : P1(R) P2(R) yang

T(p(x)) = x.p(x). Tentukan matriks untuk T yang berkorespondensi dengan basis = {v1 = 1, v2 = x} dan = {w1 = 1, w2 = x, w3 = x2}. % - Dari rumus T, diperoleh T(v1) = T(1) = x.1 = x T ( v2 ) = T ( x) = x. x = x2 . Dicari matriks koordinat untuk T(v1) dan T(v2) relatif terhadap basis sebagai berikut. k1 Dimisalkan [T(v1)] = [x] = k 2 , berarti

k3
k1 w 1 + k2 w 2 + k3 w 3 = k1 + k2 x + k3 x2 = yang mempunyai penyelesaian k1 = k3 = 0 dan k2 = 1. c1 Dimisalkan [T(v2)] = [x2] = c 2 , yang berarti v1 x

c3
c1 w 1 + c2 w 2 + c3 w 3 = v2 c1 + c2 x + c3 x2 = x2 yang mempunyai penyelesaian c1 = c2 = 0 dan c3 = 1. Diperoleh 0 0 [T(v1)] = 1 dan [T(v2)] = 0 .

Jadi, matriks untuk T yang berkorespondensi dengan basis dan yaitu 0 0 [T], = 1 0 .

0 1
Diberikan T : P2[x](R) P2[x](R), T(p) = p + 2 p + 3 p . Gunakan B = {1, x, x2} untuk mencari [T ]B . % T(1) = 1 = 1.1 + 0.(1 + x) + 0.(1 + x + x2), T(1 + x) = 3 + x = 2.(1) + 1.(1 + x) + 0.(1 + x + x2), T(1 + x + x2) = 9 + 5x + x2 = 4.(1) + 4.(1 + x) + 1.(1 + x + x2). 1 2 4

/ )' $ &- -(

[T ]B

= 0 1 4 .

0 0 1

C **3

9 3)( - % &

D ())7

'

( #

71

Hasil berikut menunjukkan bahwa representasi adalah suatu ide yang bermanfaat. Hasilnya mengatakan bahwa komponen dari peta v di bawah T dapat diperoleh dengan mengalikan representasi matriks dari T dengan komponen v.

'* * 8 &- Diberikan T : V W adalah transformasi linear dari ruang vektor berdimensi berhingga V ke ruang vektor berdimensi berhingga W. Diambil dan sebagai basis untuk V dan W secara berturut-turut. Jika v V, maka [T(v)] = [T], [v]. / )' $ &- -+
Diberikan T : R2 R2 yang didefinisikan oleh a 2a b T = . 4a 3b b [T] = untuk menghitung T
2
2 1

Gunakan basis baku dari R2 dan

4 3

3
1 0

2 3

= 2

+3

0 1 2 3

sehingga

3
Diketahui bahwa karena itu T Disimpulkan bahwa T
2 2

[T(v)] = [T] [v] , =

2 1 4 3

7 2 = . 3 17
7 17

/ )' $ &- -3
Gunakan dan

Diberikan T : P2[x](R) P2[x](R) yang didefinisikan oleh T(p) = p + 2 p + 3 p .

= {1, 1 + x, 1 + x + x2}
1 2 4 [T] = 0 1 4 , 0 0 1

untuk menghitung [T( 2 x + x2)] dan T( 2 x + x2).


C **3 9 3)( - % & . D ())7

'

( #

72

%
sehingga

2 x + x2 = 3.1 + (2).(1 + x) + 1(1 + x + x2),

3 [( 2 x + x )] = 2 . 1
2

Karena maka [T(p)] = [T][p],

1 2 4 [T( 2 x + x )] = 0 1 4 0 0 1
2

3 3 2 = 2 , 1 1

dan

T( 2 x + x2) = 3.(1) + 2.(1 + x) + 1(1 + x + x2) = 6 + 3x + x2.

/ )' $ &- Di R2 diberikan basis = {(1, 2, 3), (4, 5, 6), (7, 8, 10)}, dan = {(1, 0, 0), (0, 1, 0), (0, 0, 1)}. Tentukan matriks transisi dari ke , [I],. % 1 1 1 0 0 I 2 = 2 = 1. 0 + 2. 1 + 3. 0

3
I

4 5 6

4 1 0 0 = 5 = 4. 0 + 5. 1 + 6. 0 6 0 0 1 7 1 0 0 = 8 = 7. 0 + 8. 1 + 10. 0 10 0 0 1 1 4 7 [I], = 2 5 8 . 3 6 10

7 I 8 10
sehingga

C **3

9 3)( - % &

D ())7

( )%

!

!
!

" *
" " ' ' ' (' ! ! % " & * $ *

!
!

( "

!% %

(-

" 9

Dimotivasi bab ini dengan mendiskusikan persamaan ax2 + 2hxy + by2 = c, dengan tidak semua dari a, b, dan c adalah nol. Pernyataan ax2 + 2hxy + by2 disebut bentuk kuadratik dalam x dan y, serta terdapat identitas a h x ax2 + 2hxy + by2 = [x y ] = X T AX , h b y x a h dan A = . Matriks A disebut matriks dari bentuk kuadratik. y h b Selanjutnya sumbu x dan sumbu y dirotasikan berlawanan arah jarum jam sebesar radian ke sumbu baru x1 dan y1. Persamaan yang dihasilkan dari rotasi sumbu diturunkan sebagai berikut. Diambil X yang mempunyai koordinat (x, y) relatif terhadap sumbu x dan sumbu y, serta koordinat (x1, y1) relatif terhadap sumbu x1 dan sumbu y1. Diperhatikan Gambar 7.1. dengan X = y y1 R X x1

Gambar 7.1: Rotasi sumbu

)*

"

# +!

74

= OQ = OPcos( + ) = OP(cos().cos() sin().sin()) = (OP.cos())cos() (OP.sin())sin() = OR.cos() PR.sin() = x1 cos() y1 sin(). Sejalan dengan itu, diperoleh y = x1 sin() + y1 cos() Dinyatakan persamaan di atas ke persamaan matriks tunggal: x cos( ) sin( ) x1 = , y sin( ) cos( ) y1 x atau X = PY, dengan X =
x y

, Y=

x1 y1

dan P =

cos( ) sin( ) sin( ) cos( )

. Dicatat bahwa

kolom-kolom dari P memberikan arah sumbu positif x1 dan y1. P adalah matriks ortogonal, karena itu PPT = I2 atau P1 = PT. Selain itu, matriks P mempunyai sifat khusus yaitu det(P) = 1. cos( ) sin( ) disebut matriks rotasi. Dapat Suatu matriks berjenis P = sin( ) cos( ) ditunjukkan dengan mudah bahwa suatu matriks ortogonal real 22 dengan determinan sama dengan 1 adalah suatu matriks rotasi. Dapat juga diselesaikan untuk koordinat-koordinat baru dalam koordinat lama: x1 cos( ) sin( ) x = Y = PT X = , y1 sin( ) cos( ) y karena itu x1 = x.cos() + y.sin() dan y1 = x.sin() + y.cos(). Jadi XTAX = (PY)TA(PY) = YT(PTAP)Y. Selanjutnya diandaikan bahwa bisa dipilih suatu sudut sehingga PTAP adalah matriks diagonal, misalnya diag(1, 2), maka 0 x1 2 2 X T AX = [x1 y1 ] 1 = 1 x1 + 2 y1 (7.1) 0 2 y1 dan relatif terhadap sumbu baru. Persamaan ax2 + 2hxy + by2 = c menjadi 2 2 1 x1 + 2 y1 = c yang mudah dibuat sketsa kurvanya. Kurva ini simetris terhadap sumbu x1 dan y1, dengan P1 dan P2 adalah kolom-kolom dari P, yang memberikan arah sumbu simetri. Dapat diperiksa juga bahwa P1 dan P2 memenuhi persamaan AP1 = 1P1 dan AP2 = 2P2. u1 Persamaan tersebut dibatasi pada 1 dan 2. Jika P1 = , maka persamaan pertama v1 menjadi

a h u1 = h b v1

u1 v1

atau

a h

h b

u1 0 = . v1 0

Karena itu, sistem homogen dari dua persamaan linear dalam dua variabel tersebut mempunyai suatu penyelesaian nontrivial (u1, v1). Karena itu a 1 h =0. h b 1

C **3

9 3)( - % &

D ())7

)*

"

# +!

75

Sejalan dengan itu, 2 memenuhi persamaan yang sama. Dalam bentuk yang diperluas, 1 dan 2 memenuhi 2 (a + b) + ab h2 = 0. Persamaan tersebut mempunyai akar real (7.2) 2 2 (Akar-akar ini adalah berbeda jika a b atau h 0. Untuk kasus a = b dan h = 0 tidak perlu dilakukan penyelidikan karena memberikan suatu persamaan lingkaran.) Persamaan 2 (a + b) + ab h2 = 0 disebut persamaan nilai eigen dari matriks A.

a+b

(a + b )2 4(ab h 2 )

a+b

(a b )2 + 4h

(-

) %

" *

Pada bagian ini akan dipelajari dasar-dasar mencari nilai eigen (eigenvalue) dan vektor eigen (eigenvector) dari suatu matriks persegi.

*. ) (- - 4 ) % : 9 " 6 Diambil T : V V sebagai operator linear pada ruang vektor V atas field F. Suatu vektor tak nol v V dinamakan suatu vektor eigen dari T jika terdapat suatu skalar F sehingga T(v) = v. Skalar disebut nilai eigen dari T yang berkorespondensi dengan vektor eigen v. Pasangan (, v) dinamakan suatu pasangan eigen (eigenpair) dari T.
Untuk A Mn(F), suatu vektor tak nol v Fn dinamakan suatu vektor eigen dari A jika terdapat suatu skalar F sehingga Av = v. Skalar disebut nilai eigen dari A yang berkorespondensi dengan vektor eigen v. Pasangan (, v) dinamakan suatu pasangan eigen dari A. Syarat Av = v dapat dituliskan kembali menjadi Inv Av = (In A)v = 0 dengan I adalah matriks identitas yang berukuran sama dengan matriks A. Jika diandaikan bahwa det(I A) 0 maka I A mempunyai invers, karena itu = (I A)10 (I A)1(I A)v v = 0. Padahal diberikan vektor v tidak sama nol, sehingga haruslah det(I A) = 0.

Av = v ( < 1) v (a)

v Av = v (0< < 1) (b)

v Av = v ( < 0) (c)

Gambar 7.2: (a) Dilatasi > 1. (b) Kontraksi 0< < 1. (c) Pembalikan arah ( < 0)

C **3

9 3)( - % &

D ())7

)*

"

# +!

76

*. ) (- - 4 "% " % 6 Untuk A Mn(F), persamaan det(I A) = 0 disebut persamaan karakteristik dari A, sedangkan polinomial det(I A) disebut polinomial karakteristik dari A dan seringkali dinotasikan dengan ch A ( ) atau pA().
Karena itu, nilai eigen dari A tidak lain adalah akar-akar persamaan karakteristik v1 dari A. Sedangkan vektor eigen v =

yang bersesuaian dengan nilai eigen dicari

vn
dengan cara menyelesaikan sistem persamaan linear (I A)v = 0.

/ )' $ (- -

Selesaikan masalah nilai eigen untuk 2 1 A= 1 2

jika diberikan A M2(R). % (i)


I A= 0 0 2 1 1 2 = 2 1 1 2

p() = det(I A) = ( 2)2 1 = 2 4 + 3 = ( 1)( 3). (ii) Pembuat nol p() adalah nilai-nilai eigen dari A, jadi 1 = 1 atau 2 = 3. (iii) Untuk setiap nilai eigen i, i = 1, 2, diperiksa persamaan nilai eigen untuk menentukan vektor eigen. (a) 1 = 1. Diperiksa (1.I2 A)v = 0. Ini berarti bahwa 1 1 a 0 a , dengan = = v. 1 1 b 0 b Diperoleh 1 1 a 0 . = 0 0 b 0 Penyelesaian umumnya adalah 1 b :b R . 1 Jadi suatu pasangan eigennya adalah

sehingga

1,
(b)

1 1

2 = 3. Diperiksa (3I2 A)v = 0.


Ini berarti bahwa 1 1 c 0 c , dengan = =v. 1 1 d 0 d

C **3

9 3)( - % &

D ())7

)*

"

# +!

77

Diperoleh 1 1 c 0 . = 0 0 d 0 Penyelesaian umumnya adalah 1 d :d R . 1 Jadi suatu pasangan eigennya adalah

3,

1 1

/ )' $ (- -

Selesaikan masalah nilai eigen untuk B M2(R). 0 1 B= 1 0

I B= 1 1

sehingga

p() = 2 + 1. Karena p() tidak mempunyai akar real, maka B tidak mempunyai pasangan eigen. Selesaikan masalah nilai eigen untuk C M2(C). 0 1 C= 1 0

/ )' $ (- -

%
(i)

p() = 2 + 1 = ( + i)( i). (ii) Pembuat nol p() adalah nilai-nilai eigen dari A, jadi 1 = i atau 2 = i. (iii) Untuk setiap nilai eigen i, diperiksa persamaan nilai eigen untuk menentukan vektor eigen. (a) 1 = i. Diperiksa ((i)I2 C)v = 0, berarti i 1 a 0 a , dengan v = C 2. = 1 i b 0 b Diperoleh 1 i a 0 . = 0 0 b 0 Penyelesaian umumnya adalah i b : b C . 1 Jadi suatu pasangan eigennya adalah

i,

i . 1

C **3

9 3)( - % &

D ())7

)*

"

# +!

78

(b)

i 1 c 0 c , dengan v = = 1 i d 0 d Penyelesaian umumnya adalah i d :d R . 1 Jadi suatu pasangan eigennya adalah

2 = i. Diperiksa (i.I2 A)v = 0, berarti

C 2.

i,

i . 1

/ )' $ (- -

Selesaikan masalah nilai eigen untuk D M2(C). 3i 4 D= 2 i

%
(i)

I D= 3i 2 4 i

p() = ( 3i)( i) + 8 = 2 4i + 5. (ii) Pembuat nol p() adalah 4i 16 20 = 2i 3i 2 sehingga nilai eigennya adalah 1 = i atau 2 = 5i. (iii) Diperiksa persamaan nilai eigen untuk setiap nilai eigen. (a) 1 = i. Diperiksa ((i)I2 D)v = 0, berarti a 4i 4 a 0 , dengan v = C 2. = b 2 2i b 0 Penyelesaian umumnya adalah i b : b C . 1 Jadi suatu pasangan eigennya adalah

i,
(b)

i 1

2 = 5i. Diperiksa (5i.I2 D)v = 0, berarti


2i 4 c 0 c , dengan v = = 2 4i d 0 d Penyelesaian umumnya adalah 2i d : d C . 1 Jadi suatu pasangan eigennya adalah
C 2.

5i,

2i 1

C **3

9 3)( - % &

D ())7

)*

"

# +!

79

Pada saat menyelesaikan persamaan karakteristik, dapat diperoleh akar real dan atau kompleks dan karena itu suatu matriks dapat mempunyai nilai eigen dan vektor eigen real atau kompleks. Juga, dalam menyelesaikan untuk vektor eigen akan diperoleh suatu himpunan tak berhingga dari vektor-vektor. Himpunan tak berhingga tersebut adalah suatu ruang bagian dan tepatnya dinamakan ruang eigen. Lebih khusus lagi, jika adalah suatu nilai eigen dari A maka ruang eigen yang bersesuaian dengan adalah ruang nol NS(I A).

*. ) (- Diberikan operator linear T : V V pada ruang vektor V atas field F, dan sebagai nilai eigen dari A Mn(F). Ruang eigen dari A yang berkorespondensi dengan nilai eigen , didefinisikan oleh E = {v V : T(v) = v} = {x Fn : Ax = x} = {x Fn : (I A)x = 0}. / )' $ (- -#
Diberikan matriks F= 2 4 1 1

M2(R).

Polinomial

karakteristik dari A yaitu det(I F) = ( 2)( + 1) 4 = 2 6 Diperoleh nilai-nilai eigen dari F yaitu 1 = 3 dan 2 = 2. a (i) Untuk 1 = 3, diambil v = R2, maka sistem linear (3I F)v = 0: b
1 4 0 1 4 0 1 4 0 0 0 0

Jadi vektor eigen yang bersesuaian dengan 1 = 3 yaitu 4b 4 . v= =b b 1 Lebih lanjut, ruang eigen yang bersesuaian dengan 1 = 3 adalah semua vektor 4 4 4 yang direntang oleh atau E3 = a : a R . Dengan kata lain, 1 1 1 (ii) adalah basis untuk ruang eigen yang bersesuaian dengan 1. c Untuk 2 = 2, diambil v = R2, maka sistem linear (2I F)v = 0: d
4 4 0 1 1 0

1 1 0 . 0 0 0

Jadi vektor eigen yang bersesuaian dengan 2 = 2 yaitu d 1 v= =d . d 1 Ruang eigen yang bersesuaian dengan 2 = 2 adalah E 2 = d untuk ruang eigen yang bersesuaian dengan 2 adalah

1 : d R . Basis 1

1 1

C **3

9 3)( - % &

D ())7

)*

"

# +!

80

*. ) (- Diberikan A Mn(F) yang mempunyai nilai eigen 1, 2, , n. (i) Spektrum (spectrum) dari A, dinotasikan (A), adalah himpunan nilai-nilai eigen dari A, atau dengan kata lain (A) = {1, 2, , n}. (ii) Radius spektral (spectral radius), dinotasikan (A), adalah nilai mutlak (atau modulus) terbesar dari nilai-nilai eigen, atau dengan kata lain (A) = maks{|1|, |2|, , |n|}.
Diandaikan A Mn(F) dengan sebagai suatu nilai eigen. Kerangkapan aljabar (algebraic multiplicity) dari , dinotasikan a, adalah banyaknya pengulangan nilai eigen sebagai akar dari persamaan karakteristik. Kerangkapan geometris (geometris multiplicity) dari , dinotasikan g, adalah banyaknya vektor eigen bebas linear yang berkorespondensi dengan nilai eigen . Kerangkapan geometris didefinisikan g = dim(NS(I A)) = dim(E) dengan sifat 1 g a.

/ )' $ (- -&

5 8 16 Diberikan matriks G = 4 1 8 M3(R). 4 4 11


pA ( ) =

5 4 4

8 1 4

16 8 = ( 1)( + 3) 2 . + 11

Jadi (G) = {1 = 1, 2 = 3} dengan kerangkapan aljabar dari nilai-nilai eigennya adalah a1 = 1 dan a2 = 2. Vektor eigen v yang berkorespondensi untuk 1 = 1 harus memenuhi 4 8 16 0 a

4 4
atau ekuivalen dengan

0 4

8 v = 0 , 12 0

dengan v = b R3,

1 0 2 0 0 1 1 0 . 0 0 0 0
Diperoleh vektor eigen yang bersesuaian dengan 1 = 1 yaitu 2c 2

v=

c = c 1 . c 1

2
Ruang eigen yang berkorespondensi dengan 1 = 2 adalah E 2 = c 1 : c R dengan

1
2
basisnya adalah

2 1

. Jadi kerangkapan geometris dari 1 yaitu g2 = 1.

C **3

9 3)( - % &

D ())7

)*

"

# +!

81

Selanjutnya, dengan jalan yang sama akan diperoleh vektor eigen yang bersesuaian dengan 2 = 3 yang mempunyai bentuk 1 2

1 r + 1

0 s 1

dengan r, s R. Diperoleh ruang eigen yang berkorespondensi dengan suatu nilai eigen 1 2

2 = 3 yaitu E 3 =

1 r + 1

0 s : r , s R . Basis untuk ruang eigen yang 1


1 2 1 , 1

berkorespondensi dengan 2 = 3 adalah

0 1

. Jadi kerangkapan geometris dari

2 adalah g3 = 2.
(1 "% " % '* * 8 (- Jika A Mn(F) dan pA() = det(In A), maka (a) pA() adalah suatu polinomial berderajat n dalam : pA() = a0 + a1 + + ann; (b) an = 1; (c) an 1 = tr(A); (d) a0 = (1)ndet(A).
Secara khusus, untuk matriks 22, misalnya karakteristiknya mempunyai bentuk pA() = =
A= a c b d

, polinomial

2 (a + d) + (ad bc) 2 tr(A). + det(A).


yang serupa mempunyai polinomial

'* * 8 (- Matriks-matriks karakteristik yang sama.

1, 2, , n F sehingga

*. )

(- -

Polinomial p() dikatakan terpisah (split) jika terdapat skalar k, p() = k( 1)( n).

Definisi di atas dapat diartikan bahwa jika polinomial karakteristik dari suatu matriks adalah terpisah, maka matriks mempunyai n nilai eigen. Perlu dicatat bahwa nilai eigen tersebut tidak perlu berbeda.

'* * 8 (- Diberikan matriks A Mn(F) dan diandaikan bahwa polinomial karakteristik pA() = a0 + a1 + + ann adalah terpisah, dan 1, , n adalah nilainilai eigen dari A, maka
(a)
n i =1 i

= tr ( A) = a n1 ;

(b) dan
i =1

= a0 = (1) n det( A) .

C **3

9 3)( - % &

D ())7

)*

"

# +!

82

8 8' (- Jika = 0 adalah suatu nilai eigen dari A Mn(F), maka A adalah singular (tidak inversibel). / )' $ (- Diberikan A = 2 3 . Persamaan karakteristik dari A yaitu 2 1 1
1, 2

3 + 5 = 0 yang mempunyai akar-akar

3 11 i . 2 3 + 11 i 3 11 i . tr ( A) = 2 + 1 = 3 = 1(a1 ) = 1 + 2 = + 2 2 3 + 11 i 3 11 i 20 . det( A) = 2 + 3 = 5 = ( 1) 2 a 0 = 1 2 = 2 2 4 =

/ )' $ (- -

3 2 7 Diberikan matriks B = 0 1 3 . 3 4 1 3 0 3 2 1 4 7 3 1

Persamaan karakteristik untuk B:

0 0 0

(3 )((

1)2 + 12 + 3( 6 7( 1)) =

5 2

yang mempunyai penyelesaian 1 = 0, singular.

2 ,3

5 33 . Oleh karena itu, A adalah matriks 2

C **3

9 3)( - % &

D ())7

* ( 3 ' , 5 6 8 7 *) ** *( *3 *' *, *5 *6 *8 *7 ()

-E G :

= 0 0 0 # H : = > " ! >F = 0 0 ; G *76* /! & ( # += 1# >4 ! 4 - ())' /! & $ 0/ ! 0 : & : & > ())( 4 '" ( ' ' /! & $ 0 # # / ! 0 9 $ . ! : ())3 /! & "4 / ( ' 3 +" ! >F . 4 ())* / # & " / , % / 4 .$ # G *787 5 +' " , '& /! & # 2 > += >F > ()), 3 /! & $ 0 # ! 0I & ! : ())) / "/ " /! & 1 & *757 / " /! & # += 1 # >4 ! 4 : & ()), / " /! & # += 1# >4 ! ; : " ())( / 4 '" ( ' ' /! & # $ 0 # ! - ())' /! & $ 0 # : ! : 0 $ $ % *77) , ! / #& ) ,' , & ! "" 1- 2 F ! % *77( / # & ), ' , & ! "" 1- 2 F ! 2 *788 /! & " ( ' 3 = # # 4 #

4 *776 /! & ' ! ( $ ; - ())' / 0 -' /! & # : $ # # ! 0 / : : ()), 1 ! ! 2 >F 4 ())* /! & # $ : # - *78* 3 /! & 3 4

>F $ " /! &

0 "=

83

Anda mungkin juga menyukai