Hubungan Tingkat Mastitis Dengan Kualitas Susu Berdasarkan Uji Reduktase

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 50

HUBUNGAN TINGKAT MASTITIS DENGAN KUALITAS SUSU BERDASARKAN UJI REDUKTASE

SKRIPSI

Oleh :

ANANG WIDO RAHMAN 0210510007

JURUSAN PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2007

HUBUNGAN TINGKAT MASTITIS DENGAN KUALITAS SUSU BERDASARKAN UJI REDUKTASE

Oleh :

ANANG WIDO RAHMAN 0210510007

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya

JURUSAN PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2007

HUBUNGAN TINGKAT MASTITIS DENGAN KUALITAS SUSU BERDASARKAN UJI REDUKTASE SKRIPSI
Oleh : ANANG WIDO RAHMAN NIM. 0210510007

Telah dinyatakan lulus dalam ujian sarjana Pada Hari/Tanggal : 24 juli 2007 Menyetujui Susunan Tim Penguji

Pembimbing Utama

Anggota Tim Penguji

Ir.H. Soewono W. MS Tanggal..: Pembimbing Pendamping

Ir. H Sarwiyono M. Agr. St Tanggal:

Ir. Puguh Surjowadojo, MS. Tanggal: .........................

Mengetahui Malang,............ Universitas Brawijaya Fakultas Peternakan Dekan,

Prof. Dr. Ir. Hartutik, MS NIP. 131125348

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Surabaya pada tanggal 23 Juli 1984 sebagai putra pertama dari dua bersaudara pasangan Bapak Solikhun dan Ibu Sri Wijaya. Riwayat pendidikan penulis diawali dari masuk Sekolah Dasar (SD) PIR PTP VII PMS Sosa Tapanuli Selatan Sumatera Utara dan lulus pada tahun 1996. Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Nageri 29 Surabaya dan lulus pada tahun 1999. Dari SMP, penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Umum (SMU) Muhammadiyah 2 Surabaya dan lulus pada tahun 2002. Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa Jurusan Produksi Ternak Fakultas Peternaskan Universitas Brawijaya Malang.

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberi petunjuk dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi dengan judul HUBUNGAN TINGKAT MASTITIS DENGAN KUALITAS SUSU BERDASARKAN UJI REDUKTASE. Tak lupa kiranya penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian Skripsi ini secara langsung maupun tidak langsung. Ucapan terima kasih ini penulis sampaikan kepada yang terhormat : 1. Prof. Dr. Ir. Hartutik MS selaku dekan Fakultas peternakan Universitas Brawijaya Malang 2. Bapak Ir. H Soewono Wirosoedarmo MS selaku dosen pembimbing utama yang telah memberikan banyak saran dan masukan dalam penulisan laporan skripsi ini. 3. Bapak Ir. Puguh Surjowardojo MS selaku dosen pembimbing pendamping sekaligus pihak yang telah mengikut sertakan penulis dalam proyek penelitian serta memberi saran dan masukan dengan penuh kesabaran 4. Bapak Ir. H. Sarwiyono M. Agr. St selaku dosen penasehat akademik dan dosen penguji yang telah banyak memberikan banyak masukan guna perbaikan penulisan skripsi sehingga menjadi lebih baik 5. Ayah dan Ibu sebagai orang tua yang telah banyak membantu dengan memberi berbagai macam dukungan baik material maupun spiritual sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan 6. Seluruh anggota keluarga besar yang telah banyak memberi dukungan moril 7. Teman-teman team Whiteside dan CMT yang telah banyak membantu dan mau kerjasama sehinggs memudahkan pelaksanaan penelitian 8. Teman-teman 66 Community yang telah banyak membantu terutama memberi bantuan fasilitas demi terselesainya penulisan laporan skripsi ini 9. Teman special kekasihku yang telah banyak memberikan motivasi guna menyelesaikan penulisan skripsi

Semoga penulisan skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua baik penulis maupun pihak lain yang membaca skripsi ini sehingga dapat meningkatan kualitas diri dan sebagai pedoman perbaikan manajemen pengendalian penyakit pada ternak sapi perah. Amiiin.

Malang, 1 Agustus 2007

Ttd Penulis

ABSTRACT

A RELATIONSHIP BETWEEN MASTITIS LEVEL AND MILK QUALITY BASED ON REDUCTION TEST

Research located at branch unit belonged to KUTT Suka Makmur, Grati Sub District, Pasuruan Regency, and at Dairy Livestock Laboratory owned by Animal Husbandry Faculty of Brawijaya University in Malang. Data collection starts from October to November 2006. The objective this research is understanding the relationship between mastitis and milk quality in relative with reductation test and examining the relationship proximity. The writer expects the benefit this research can be used as guide for develop of management and disease control in order to improve milk quality. Material used in research involves milk sample collected from 22 lactatins FH dairy cows, at 2 th to 3 th lactation month and 2 th to 3 th lactation in which infected. Research method considers case study in the field. Direct observation in the field through Whiteside Test method also comes into consideration to find out mastitis level, while reduction test done in the Dairy Livestock Laboratory. Data analysis concerns with regression and simple correlation. Results this research indicate that of 22 dairy cows (88 teats) of sample, 47 teats free from mastitis infection (53,40 %) and 41 teats infection (46,60 %). Correlation coefficient (r) is -0.87 its mean negative relationship between mastitis level and milk quality relied on reduction test. The result of linear regression equation is Y = 1111.75 67.41 X. In summary, research concludes that higher mastitis level means lower the timing of reduction test. Mastitis reduces milk quality to 75.37 % as displayed in reduction test. Research also suggests that regarding to large number of mastitis-infected livestock, disease prevention remains more important include the hygiene of housing and livestock body, cleanesles milking equipments, teat dipping, the man that doing squeez have to in a state of cleanness before squeezing.

Keywords: Mastitis level, Reduction Test, Milk Quality

RINGKASAN

HUBUNGAN TINGKAT MASTITIS DENGAN KUALITAS SUSU BERDASARKAN UJI REDUKTASE

Penelitian ini dilaksanakan di Unit peternakan KUTT Suka Makmur Kecamatan Grati Kabupaten Pasuruan dan di laboratorium Ternak Perah Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya Malang. Pengumpulan data dimulai dari bulan Oktober sampai bulan November 2006. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui bagaimana hubungan mastitis dengan kualitas susu berdasarkan uji reduktase dan seberapa besar keeratan hubungan tersebut. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai panduan untuk memperbaiki manajemen pemeliharaan khususnya pengendalian penyakit guna meningkatkan kualitas susu. Materi penelitian adalah sampel susu sapi perah FH laktasi sebanyak 22 ekor (88 puting) pada bulan laktasi 2 sampai 3 dan tingkat laktasi 2 sampai 3 yang terinfeksi mastitis. Metode penelitian yang digunakan yaitu dengan metode studi kasus di lapang. Untuk mengetahui tingkat mastitis dilakukan observasi langsung di lapang dengan metode Whiteside Test, sedangkan untuk mengetahui kualitas susu berdasarkan uji reduktase dilakukan di laboratorium ternak perah. Data dianalisis menggunakan regresi dan korelasi sederhana. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 22 ekor (88 puting) sampel sapi perah terdapat 47 puting yang tidak terinfeksi mastitis (53,40%) dan 41 ekor yang terinfeksi (46,60%). Koefisien korelasi (r) = -0,87 artinya terjadi hubungan yang negatif antara tingkat mastitis dengan kualitas susu berdasarkan uji reduktase. Persamaan regresi linear yang diperoleh ialah Y = 1111,75 67,41 X Kesimpulan dari penelitian ini adalah semakin tinggi tingkat mastitis maka semakin rendah waktu uji reduktase. Mastitis dapat manurunkan kualitas susu berdasarkan waktu uji reduktase sebesar 75,37%. Saran yang diberikan yaitu Karena masih banyaknya ternak yang terinfeksi penyakit mastitis maka perlu ditingkatkan upaya pencegahan penyakit meliputi kebersihan kandang dan tubuh ternak, pembersihan peralatan pemerahan, melakukan teat dipping, pemerah harus dalam keadaan bersih sebelum memerah.

Kata Kunci : Tingkat Mastitis, Uji Reduktase, Kualitas Susu

DAFTAR ISI

halaman RIWAYAT HIDUP ............................................................................ KATA PENGANTAR ........................................................................ i ii

ABSTRACT ........................................................................................ iv RINGKASAN ..................................................................................... v

DAFTAR ISI ....................................................................................... vi DAFTAR TABEL .............................................................................. viii DAFTAR GAMBAR .......................................................................... ix DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................... BAB I : PENDAHULUAN ................................................................ 1.1. Latar Belakang .................................................................. 1.2. Rumusan Masalah ............................................................. 1.3. Tujuan ............................................................................... 1.4. Manfaat ............................................................................. 1.5. Kerangka Pikir .................................................................. 1.6. Hipotesa ............................................................................ BAB II : TINJAUAN PUSTAKA ..................................................... 2.1. Pengenalan Sapi Perah Fries Holland (FH)...................... 2.2. Pengertian Mastitis............................................................ 2.3. Uji Mastitis Dengan Metode Whiteside Test .................... x 1 1 2 3 3 3 3 4 4 5 8

2.4. Uji Reduktase Sebagai Penentu kualitas Susu .................. 10 2.5. Hubungan Mastitis Dengan Kualitas Susu Berdasarkan Uji Reduktase ...................................................... 11 BAB III : MATERI DAN METODE................................................ 13 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................ 13 3.2. Materi Penelitian ............................................................... 13 3.3. Metode Penelitian ............................................................. 14 3.4. Variabel Penelitian ............................................................ 16 3.5. Analisa Data Statistik........................................................ 16 3.6. Batasan Istilah ................................................................... 17

BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................... 19 4.1. Keadaan Umum Lokasi..................................................... 19 4.2. Mastitis Pada Sapi Perah................................................... 20 4.3. Hubungan Antara Tingkat mastitis Dengan kualitas Susu ............................................................................ 24 BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN ........................................... 29 5.1. Kesimpulan ....................................................................... 29 5.2. Saran.................................................................................. 29 DAFTAR PUSTAKA ......................................................................... 30 LAMPIRAN ........................................................................................ 32

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Kemampuan Produksi Tiap Laktasi dan Kadar Lemak dari

halaman

Bangsa Sapi Yang Terkenal .............................................................. 2. Notasi Reaksi Whiteside Test ...........................................................

5 9

3. Klasifikasi Kualitas Susu Berdasarkan Daya Reduksi Dari Susu..... 12 4. Hubungan Antara Kualitas Susu Dengan Perkiraan Jumlah Bakteri Dalam Uji Reduktase............................................................ 15 5. Rumus analisis Sidik Ragam............................................................. 17 6. Prosentase Tingkat Mastitis Puting Sapi Perah Yang Terinfeksi...... 20 7. Rata-Rata Waktu Uji Reduktase Susu Pada Berbagai Tingkat Mastitis Berdasarkan Nilai Whiteside Test....................................... 25 8. Analisis Sidik Ragam........................................................................ 37

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Garis Regresi Hubungan Antara Tingkat Mastitis Dengan Waktu Uji Reduktase .....................................................................

halaman

27

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Data Skor Mastitis dan Waktu Uji Reduktase................................ 2. Data Tingkat mastitis Secara Whiteside Test, Status Tingkat Laktasi dan Bulan Laktasi Pada Sampel Sapi Perah Yang Terinfeksi Mastitis ............................................................... 3. Tabel Sata Untuk Perhitungan Regresi Hubungan Tingkat Mastitis Dengan Kualitas Susu Berdasarkan Waktu Uji Reduktase ................................................................................. 4. Perhitungan Regresi Dan Korelasi Antara Tingkat Mastitis Dengan Waktu Hasil Uji Reduktase ..............................................

halaman 32

33

34

35

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Susu adalah bahan pangan yang sangat baik bagi kehidupan manusia karena komposisinya yang ideal selain itu susu juga mengandung semua zat yang dibutuhkan oleh tubuh, semua zat makanan yang terkandung didalam susu dapat dimanfaatkan oleh tubuh Selain itu susu akan mudah mengalami kerusakan apabila tidak ada penanganan khusus, karena susu merupakan media yang baik bagi perkembangan mikroorganisme. Susu yang berkualitas baik dapat diperoleh dari ternak sapi perah yang sehat karena manajemen pemeliharaan yang baik dan benar, salah satunya ialah pengendalian penyakit yang benar dan tepat. Biasanya peternak kurang memperhatikan kondisi sapi perah sehingga sapi perah tersebut mudah terserang penyakit. Pada peternakan sapi perah di KUTT Suka Makmur Kecamatan Grati Kabupaten Pasuruan yang kurang memperhatikan kebersihan ternaknya dan lingkungan ternak tersebut, sehingga rentan terserang penyakit. Hal ini dapat dilihat dari buruknya sanitasi kandang, kebersihan peralatan pemerahan, kebersihan pemerah serta masih terlihat kotoran sapi yang menempel pada tubuh ternak. Penyakit yang sering menyerang sapi perah saat memproduksi susu atau laktasi ialah mastitis. Mastitis adalah penyakit radang pada ambing bagian dalam yang disebabkan oleh mikroorganisme pada ternak sapi perah (Hidayat, dkk. 2002). Mastitis dapat menurunkan produksi susu baik kuantitas dan kulalitas susu (Bath, Dickinson, Tucker, Appleman. 1985)

Sebagian besar mastitis disebabkan oleh masuknya bakteri patogen melalui lubang puting susu ke dalam ambing dan berkembang di dalamnya sehingga menimbulkan reaksi radang. Hasil metabolisme mikroba akan merusak dan mengganggu fungsi sel-sel alveuli (Hidayat, dkk. 2002). Jadi dengan adanya mikroorganisme pathogen atau bakteri penyebab mastitis di dalam kelenjar susu serta adanya reaksi peradangan pada jaringan ambing menunjukkan adanya infeksi yang disebut mastitis. Menurut Sudono, Rosdiana, Setiawan (2003) mastitis yang sering menyerang sapi perah ada 2 macam yaitu mastitis klinis dan subklinis. Mastitis klinis tanda-tandanya dapat dilihat secara kasat mata seperti susu yang abnormal adanya lendir dan penggumpalan pada susu, puting yang terinfeksi terasa panas, bengkak dan sensitive bila disentuh saat pemerahan. Sedangkan mastitis subklinis tanda-tanda yang menunjukkan keabnormalan susu tidak kelihatan kecuali dengan alat bantu atau metode deteksi mastitis. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk melakukan diagnosa terhadap mastitis subklinis adalah Whiteside test. Uji ini adalah suatu metode untuk mendeteksi mastitis dengan cara menampakkan banyaknya sel darah putih akibat penggumpalan dari penembahan NaOH 4%. Tingginya tingkat penggumpalan ini tergantung dari keabnormalan kelenjar susu atau infeksi dari sapi perah tersebut, sebab semakin tinggi tingkat infeksi maka semakin tinggi pula sel darah putih yang diproduksinya.

1.2 Rumusan Masalah Susu yang dihasilkan oleh susu yang terinfeksi mastitis akan mengalami kenaikan jumlah bakteri karena meningkatnya jumlah bakteri di dalam kelenjar

mammae. Berdasarkan uraian tersebut maka yang menjadi permasalahan adalah apa dan bagaimana hubungan tingkat mastitis denga kualitas susu.

1.3 Tujuan Untuk mengetahui bagaimana hubungan mastitis dengan kualitas susu berdasarkan uji reduktase dan seberapa basar keeratan hubungan tersebut.

1.4 Manfaat Sebagai panduan untuk memperbaiki manajemen pemeliharaan khususnya pengendalian penyakit guna meningkatkan kualitas susu.

1.5 Kerangka Pikir Mastitis adalah peradangan kelenjar mammae oleh mikroorganisme khususnya bakteri pathogen. Susu yang dihasilkan oleh sapi yang terinfeksi mastitis kualitasnya akan menurun karena mengalami kenaikan jumlah bakteri. Untuk mengetahui kualitas susu yang berhubungan dengan jumlah bakteri dapat dilakukan uji reduktase. Dari sini dapat dikaji bagaimana hubungan mastitis dengan kualitas susu berdasarkan uji reduktase dan seberapa besar keeratan hubungan tersebut.

1.6 Hipotesa Terdapat hubungan antara tingkat mastitis dengan kualitas susu.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengenalan Sapi Perah Fries Holland (FH) Menurut Syarief dan Sumoprastowo (1985) manyatakan bahwa bangsa sapi ini berasal dari Belanda dan dikenal sebagai Holstein, di Amerika dan Eropa dikenal dengan nama Friesian. Bangsa sapi ini memiliki tanda-tanda sebagai berikut : a. Warna putih dengan belang hitam, dapat juga hitam dengan belang putih. Ekor harus putih, warna hitam tidak dapat diperkenankan, juga tidak diperbolehkan warna hitam di daerah bawah persendian siku dan lutut, tetapi warna hitam pada kaki mulai dari bahu atau paha sampai ke kuku diperbolehkan. b. Badan besar mempunyai kapasitas pakan yang banyak, sapi betina mempunyai ambing yang besar. c. Kepalanya panjang, sempit, lurus, tanduk mengarah kedepan dan membengkok ke dalam, badan menyerupai baji. d. Sifat sapi betina jinak dan tenang sedangkan sapi jantan galak dan ganas. Sapi FH termasuk sapi yang lambat masa matangnya, sapi dara umumnya baru dapat dikawinkan pada umur 18 bulan. Beranak pertama kali pada umur 28-30 bulan. Berat badan sapi betina 650 kg dan sapi jantan dewasa 700-900 kg. Sapi ini mempunyai kemampuan menghasilkan susu lebih banyak daripada bangsa sapi perah lainnya, yaitu mencapai 5.982 liter per laktasi dengan kadar lemak3,7%. Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada Table 1.

Tabel 1. Kemampuan produksi tiap laktasi dan kadar lemak dari bangsa sapi yang terkenal. Bangsa Sapi Kemampuan Produksi/laktasi Kadar Lemak (kg) (%) FH 5.982 3,7 Brown Swiss Ayrshire Guernsey Yersey Milking Shorthon 5.052 4.853 4.009 3.844 4.019 4,05 4,12 4,86 5,28 3,90

Sumber : Syarief dan Sumoprastowo (1985) Di Indonesia sapi FH ini sudah banyak dikembangkan dan karena persilangan dengan sapi setempat atau local maka dihasilkan keturunan sapi yang dikenal dengan nama sapi Grati (Syarief dan Sumoprastowo, 1985)

2.2 Pengertian Mastitis Mastitis adalah penyakit radang pada kelenjar mammae yang disebabkan oleh mikroorganisme pada ternak sapi perah seperti bakteri (Streptococcus sp, Staphylococcus sp, Coliform, Corynebacterium, Pseudomonas sp), kapang atau khamir, virus (Hidayat, dkk. 2002). Mastitis dapat terjadi karena adanya reaksi dari kelenjar susu terhadap suatu infeksi yang terjadi pada kelenjar susu tersebut. Reaksi ini ditandai dengan adanya peradangan pada ambing. Hal ini merupakan usaha dari ambing untuk menetralisir rangsangan yang ditimbulkan oleh luka serta untuk melawan kuman yang masuk dalam kelenjar susu agar dapat kembali berfungsi normal (Surjowardojo, 1990).

Menurut Hidayat, dkk (2002) bahwa mastitis berdasarkan gejalanya dapat dibedakan antara mastitis klinis dan mastitis sub klinis :

A. Mastitis Klinis 1) Mastitis klinis bentuk akut : terlihat tanda-tanda klinis (dapat dilihat atau diraba oleh panca indera) a. Kondisi umum : sapi tidak mau makan b. Tanda-tanda peradangan pada ambing : ambing membengkak, panas, kemerahan, nyeri bila diraba dan perubahan fungsi c. Perubahan pada susu : Susu memancar tidak normal, bening atau encer Kental, menggumpal atau berbentuk seperti mie Warna berubah menjadi semu kuning, kecoklatan, kehijauan, kemerahan atau ada bercak-bercak merah 2) Mastitis klinis yang kronis a. Ternak terlihat seperti sehat b. Ambing teraba keras, peot, mengeriput c. Puting peot B. Mastitis Sub Klinis merupakan peradangan pada ambing tanpa ditemukan gejala klinis pada ambing dan air susu : a. Ternak terlihat seperti sehat : nafsu makan biasa dan suhu tubuh normal b. Ambing normal c. Susu tidak menggumpal dan warna tidak berubah Tetapi melalui pemeriksaan akan didapatkan : a) Jumlah sel radang meningkat b) Ditemukan kuman-kuman penyebab penyakit

c) Susu menjadi pecah (terbentuk butiran-butiran halus atau gumpalan) Mastitis sub klinis hanya diketahui setelah dilakukan pengujian. Jumlah mastitis sub klinis dapat mencapai 60-70% bahkan lebih dari jumlah sapi laktasi. Kerugian akibat mastitis sub klinis lebih besar daripada mastitis klinis (Hidayat, dkk. 2002) Terjadinya masititis ini sering sebagai akibat dari adanya luka pada puting atau jaringan ambing, yang kemudian diikuti oleh kontaminasi mikroorganisme melalui puting yang luka tersebut. Hal ini dipercepat dan dipermudah apabila sphincter muscle puting sudah mulai melemah (Surjowardojo, 1990). Penyakit mastitis akan menimbulkan kerugian berupa penurunan jumlah dan mutu susu, sehingga tidak dapat dipasarkan. Mastitis dalam keadaan parah dapat mematikan puting susu sehingga puting tidak berfungsi lagi (Siregar, 1989). Proses radang ambing hampir selalu dimulai dengan masuknya mikroorganisme ke dalam kelenjar melalui lubang puting. Kemudian

mikroorganisme akan membentuk koloni yang dalam waktu singkat akan menyebar ke lobuli dan alveoli. Pada saat mikroorganisme sampai dimukosa kelenjar, tubuh akan bereaksi dengan memobilisasikan leukosit (Subronto, 1995) Mastitis pada sapi perah dapat disebabkan oleh beberapa sebab, tetapi infeksi bakteri merupakan penyebab utama terjadinya mastitis dan kurang lebih 95% oleh mikroorganisme yang berasal dari species Streptococci dan Staphylococci misalnya seperti Streptococcus Agalactiae, Dysagalactiae, Staphylococcus Aureus, 1990). Streptococcus

Streptococcus Aberis (Surjowardojo,

Menurut Hidayat dkk (2002) ada 3 faktor yang mempermudah terjadinya mastitis : 1) Kondisi hewan atau ternak a) Bentuk aming : bentuk ambing yang menggantung sangat rendah akan mudah kontak dengan lantai kandang sehingga beresiko terserang mastitis. b) Umur : makin tua ternak makin peka karena mekanisme penutupan lubang puting susu semakin menurun, penyembuhan semakin lambat. c) Luka atau lecet pada ambing atau puting susu yang diakibatkan oleh lantai kandang yang kasar, kuku pemerah yang panjang atau tajam, sikat yang keras, memerah dengan cara yang kasar, memerah dengan cara menarik puting. 2) Kondisi lingkungan yang buruk a) Kandang dan ternak yang basah dan kotor b) Urutan pemerahan yang salah c) Peralatan pemerahan yang kotor d) Pemerah atau pekerja yang memiliki tangan kotor, kuku tajam, pakaian kotor.

2.3 Uji mastitis Dengan Metode Whiteside Test Menurut Hadiwiyoto (1994) bahwa ada beberapa cara untuk mendeteksi penyakit mastitis pada sapi perah, yaitu : 1) Uji mastitis dengan Mikroskop 2) Uji mastitis dengan Whiteside Test 3) Uji mastitis dengan California Mastitis Test

4) Uji mastitis dengan uji Klorida 5) Uji Hostis 6) Uji dengan Biru Bromo Timol Whiteside Test merupakan cara mendeteksi mastitis yang termasuk metode physis, dimana merupakan salah satu metode deteksi mastitis yang umum dipakai di lapangan (Surjowardojo, 1990). Sudarwanto (1997) menambahkan bahwa Whiteside Test mempunyai nilai sensitifitas lebih tinggi (0,94) daripada California Mastitis Test (0,92). Keuntungan lain dari metode Whiteside Test adalah dapat mengetahui lebih cepat hasil reaksinya, sedikit perlakuan, menggunakan alat sederhana, caranya mudah dilakukan secara teratur. Hasil whiteside test ditentukan dengan adanya proses penggumpalan antara NaOH 4% dengan sel darah putih didalam susu, tingginya tingkat penggumpalan ini tergantung dari tingkat keabnormalan atau infeksi dari sapi perah tersebut, sebab semakin tinggi tingkat infeksi maka semakin tinggi pula sel darah putih yang diproduksinya (Gibbons, 1963). Ada enam tingkatan reaksi yang ditunjukkan dengan metode whiteside test seperti terlihat pada Table 2 Tabel 2. Notasi reaksi whiteside test Notasi Keterangan Warna gelap/kabur dan bebas partikel Tidak terjadi reaksi selama diputar tetapi campuran warna gelap/kabur menyebar dengan baik 1+ Terjadi koagulasi sedikit selama diputar dan tidak banyak yang melekat pada stick 2+ Terjadi koagulasi pada awal permulaan diputar, koahulasi bergerak

mengikat stick dan akhirnya terjadi pemisahan bagian seperti ikatan benang berbentuk lingkaran, dalam whey tampak jelas 3+ Koagulasi melekat dengan segera pada stick diputar terus terjadi pemisahan dan tampak dengan jelas whey serta bentuk rumpun benang tampak jelas 4+ Koagulasi melekat pada stick atau cenderung tidak merusak didalam whey Sumber : Gibbons (1963)

2.4 Uji Reduktase Sebagai Penentu Kualitas Susu Daya reduksi dari susu disebabkan oleh aktivitas enzim-enzim tertentu dan juga adanya aktivitas bakteri. Berdasarkan hasil penelitian ternyata ada hubungan antara jumlah bakteri dalam susu dan kecepatan daya reduksi susu (Riyadh, S. 2003). Menurut Hadiwiyoto (1994) bahwa dasar pengujian reduksi susu dapat diterangkan sebagai berikut : segera setelah susu diperah akan terkena udara, oleh karena itu menyebabkan terjadinya oksidasi reduksi potensial sebesar 300 milivolt. Bakteri yang tumbuh dalam susu memerlukan oksigen dan menghasilkan substansi-substansi pereduksi yang memungkinkan penurunan oksidasi reduksi potensial tersebut sampai nilainya negatif. Kecepatan penurunannya tergantung jumlah dan macam bakterinya serta dipengaruhi oleh metabolisme dalam bakteri tersebut. Dwidjoseputro (1987) menyatakan bahwa pengujian daya reduksi susu dapat dilakukan dengan menggunakan larutan tiosianat biru metilen atau rezaurin. Penggunaan larutan ini dengan konsentrasi 1:25.000 adalah sebanyak 1 ml untuk

setiap 10 ml susu yang dicampur sampai homogen di dalam tabung reaksi. Kemudian tabung tersebut direndam dalam air yang suhunya berkisar 35,5C sampai 37,5C hingga warna biru hilang, warna biru pada permukaan campuran tersebut tetap bertahan karena tidak terjadi reduksi. Hadiwiyoto (1994) juga menjelaskan bahwa daya reduksi susu dapat diuji dengan menggunakan larutan biru metil atau larutan rezaurin, namun penggunaan larutan metil biru disini adalah dengan konsentrasi 1% yang dilakukan dengan cara sebagai berikut : 1. Disiapkan susu segar sebanyak 10 ml di dalam tabung reaksi. 2. Ditambah larutan metil biru 1% sebanyak 1 ml. 3. Panaskan dalam inkubator pada suhu 37,5C. 4. diamati lamanya waktu sampai warna biru hilang. Dwidjoseputro (1987) dan Hadiwoyoto (1994) menyatakan bahwa semakin lama hilangnya warna biru, menunjukkan jumlah bakteri yang semakin sedikit. Hal ini menunjukkan kualitas susunya semakin baik.

2.5 Hubungan mastitis dengan kualitas susu berdasarkan uji reduktase Mastitis adalah penyakit radang pada kelenjar mammae yang disebabkan oleh mikroorganisme pada sapi perah (Trisunawati dan Indrawati, 1989). Sebagian besar mastitis disebabkan oleh masuknya bakteri pathogen melalui lubang puting susu kedalam ambing dan berkembang di dalamnya sehingga menimbulkan reaksi radang (Hidayat. Dkk, 2006). Radang adalah suatu reaksi dari tubuh karena adanya infasi dari bakteri dimana proses radang ambing hampir selalu dimulai dengan masuknya bakteri ke dalam kelanjar susu melalui lubang

puting. Setelah bakteri berhasil masuk kedalam kelenjar, bakteri akan membentuk koloni yang dalam waktu singkat akan menyebar ke lobuli dan alveoli (Subronto, 1995). Menurut Hadiwiyoto (1994) bahwa bakteri yang tumbuh dalam susu memerlukan oksigen dan menghasilkan substansi-substansi pereduksi yang memungkinkan penurunan oksidasi reduksi potensial tersebut sampai nilainya negatif. Kecepatan penurunannya tergantung jumlah dan macam bakterinya serta dipengaruhi oleh metabolisme dalam bakteri tersebut. Hadiwiyoto (1994) juga menjelaskan bahwa daya reduksi susu dapat diuji dengan menggunakan larutan biru metil atau larutan rezaurin, namun penggunaan larutan metil biru disini adalah dengan konsentrasi 1% yang dilakukan dengan cara sebagai berikut : 5. Disiapkan susu segar sebanyak 10 ml di dalam tabung reaksi. 6. Ditambah larutan metil biru 1% sebanyak 1 ml. 7. Panaskan dalam inkubator pada suhu 37,5C. 8. diamati lamanya waktu sampai warna biru hilang. Dwidjoseputro (1987) dan Hadiwoyoto (1994) menyatakan bahwa semakin lama hilangnya warna biru, menunjukkan jumlah bakteri yang semakin sedikit. Hal ini menunjukkan kualitas susunya semakin baik. Berdasarkan hal tersebut dijelaskan pula bahwa kualitas susu dapat diklasifikasikan pada Tabel 3. Tabel 3. Klasifikasi kualitas susu berdasarkan daya reduksi dari susu Jika warna biru hilang Setelah 8 jam Antara 6 jam sampai 8 jam Antara 2 jam sampai 6 jam Kurang dari 2 jam Sumber : Dwidjoseputro (1987) Kualitas susu Sangat baik Baik Cukup Buruk

BAB III MATERI DAN METODE

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Koperasi Usaha Tani Ternak (KUTT) Suka Makmur Kecamatan Grati Kabupaten Pasuruan dan laboratorium ternak perah Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya Malang. Pelaksanaan dimulai bulan Oktober sampai bulan November 2006.

3.2 Materi Penelitian Materi yang digunakan adalah sapi perah Friesian Holstein (FH) laktasi sebanyak 22 ekor (88 puting) pada bulan laktasi 2-3 dan tingkat laktasi 2-3 yang terifeksi mastitis. Alat dan bahan yang digunakan yaitu : Alat yang digunakan untuk uji mastitis secara Whiteside Test terdiri dari : Glass plate Stick : wadah untuk mereaksikan susu dan NaOH : sebagai pengaduk

Bahan yang digunakan untuk uji mastitis secara Whiteside Test terdiri dari : NaOH 4% Susu : larutan untuk uji mastitis secara Whiteside Test : sebagai bahan sampel

Alat yang digunakan untuk uji reduktase terdiri dari : Test tube dan methylen blue Pipet tetes 1 ml dan 10 ml susu yang digunakan : untuk mengukur volume methylen blue dan : tabung atau wadah untuk mereaksikan susu

Waterbath

: tempat pemanas air dengan suhu 37C

Bahan yang digunakan untuk uji reduktase terdiri dari : Methylen blue Paraffin atau kapas steril Susu : sebagai indicator dalam uji reduktasi : sebagai penutup test tube : sebagai bahan sampel

3.3 Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah dengan metode studi kasus di lapangan yaitu pengambilan data berdasarkan kasus atau peristiwa terjadinya mastitis subklinis pada waktu tertentu pada peternakan sapi perah di Koperasi Usaha Tani Ternak Suka Makmur dengan penentuan sample sapi perah secara purposive sampling. Purposive sampling adalah semua sapi perah yang termasuk dalam kriteria yang telah ditentukan dapat dipakai sebagai anggota sample dimana sample sapi perah yang memenuhi kriteria yaitu sapi perah sedang laktasi dengan bulan laktasi 2-3 dan tingkat laktasi 2-3 yang terinfeksi mastitis sub klinis diamati kemudian dianalisa sample susunya. Pengambilan susu untuk uji mastitis dengan metode Whiteside Test dilakukan perputing sebanyak 2 pancaran pada pemerahan sore karena cahayanya lebih terang daripada pemerahan pagi sehingga hasilnya lebih akurat. Sample susu untuk uji reduktase sebagai penentu kualitas susu diambil pada pemerahan pagi dan sore. Prosedur uji mastitis dengan metode Whiteside Test : Penentuan tingkat mastitis menurut Gibbons (1963) adalah sebagai berikut : 1) 5 tetes susu dari masing-masing puting diletakkan pada glass plate

2) Ditambah 1 tetes NaOH 4% 3) Diputar sampai homogen dengan menggunakan stick kurang lebih selama 20 detik 4) Apabila terjadi perubahan yaitu berpisahnya jonjot dalam susu secara kuat merupakan indikasi reaksi positif adanya mastitis. Notasi reaksi Whiteside Test dapat dilihat pada Table 2. Asumsi score uji Whiteside Test : Nilai 0 : reaksi pada notasi negative dan trace Nilai 1 : reaksi pada notasi positif 1 Nilai 2 : reaksi pada notasi positif 2 Nilai 3 : reaksi pada notasi positif 3 Nilai 4 : reaksi pada notasi positif 4 Prosedur uji reduktase sebagai penentu kualitas susu : 1) Sampel susu sebanyak 10 ml dimasukkan kedalam test tube 2) Ditambah larutan methylen blue sebanyak 1 ml, lalu homogenkan 3) Test tube ditutup dengan paraffin atau kapas steril dan segera dimasukkan dalam waterbath dengan suhu 37C 4) Pemeriksaan dilakukan setiap 15 menit sampai warna susu tersebut berubah menjadi putih 5) Lakukan pencatatan terhadap waktu perubahan warna biru menjadi putih Tabel 4. Hubungan antara kualitas susu dengan perkiraan jumlah bakteri dalam uji reduktase (Hadiwiyoto, 1994) Kualitas Waktu Perubahan Warna Perkiraan Jumlah Bakteri (jam) Baik >8 <500.000 Cukup Baik 6-8 1.000.000 - 4.000.000 Kurang Baik 2-6 4.000.000 - 20.000.000 Rendah/Jelek <2 >20.000.000

3.4 Variabel Penelitian Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah : Variabel Bebas Variabel terikat : Rata-rata tingkat mastitis per ekor : Kualitas susu berdasarkan waktu uji reduktase

3.5 Analisa Data Statistik Untuk mengetahui hubungan antara tingkat mastitis dengan kualitas sasu berdasarkan uji reduktase dapat dianalisa dengan regresi linier sederhana. Rumus model analisa tersebut menurut Dajan (1986) yaitu :
= a + bX Y

Dimana :
= kualitas susu berdsarkan uji reduktase Y

a= intersep b = koefisien regresi X = nilai tingkat mastitis secara Whiteside Test Untuk menenrtukan a dan b dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

( Y )( X 2 ) ( X )( XY ) a= n( X 2 ) ( X )2
b = n ( XY ) ( X )( Y ) n ( X 2 ) ( X )2

a). Untuk mengetahui derajat keeratan hubungan antara 2 variabel (x, y) dapat dicari melalui koefisien korelasi ( rxy ), dengan rumus sebagai berikut :

rxy =

XY
2

X Y n
2

{ X 2 ( X ) } { Y 2 ( Y ) }
n n

(Prajitno, 1985)

b). Untuk mengetahui signifikasi dari persamaan regresi sebagai berikut :


2 ( Xi )( Yi) XiYi n = ( Xi ) 2 2 Xi n

JK regresi

JK total JK sisa

= Yi 2

( Yi) 2 n

= JK total JK regresi

Table 5. Rumus analisis sidik ragam SK Db JK KT F hit 5% Regresi Sisa Total 1 n-2 n-1 JKR JKS JKT JKR/1 JKS/n-2 F tabel 1%

c). Menurut Prajitno (1985) untuk mengetahui seberapa besar pengaruh mastitis terhadap kualitas susu dapat dihitung dengan rumus Koefisien Determinasi (R) yaitu: R =
JKregresi JKtotal

X 100%

Atau dapat dicari dengan cara mengkuadratkan koefisien korelasi (Dajan, 1986)

3.6 Batasan Istilah Whiteside Test adalah salah satu cara untuk mendeteksi adanya mastitis pada setiap putting dengan menggunakan glass plate dan larutan NaOH 4%. Tingkat mastitis adalah tingkat keparahan mastitis yang diderita sapi perah dan penentuannya berdasarkan perubahan bentuk fisik susu yang dihasilkan dari sapi perah yang menderita mastitis.

Mastitis adalah penyakit radang pada kelenjar mammae yang disebabkan oleh mikroorganisme pada ternak perah, Uji reduktase adalah uji penentu kualitas susu dengan cara menambahkan larutan biru metil sebanyak 1% kebalam susu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Keadaaan Umum Lokasi Penelitian dilakukan di peternakan sapi perah milik Koperasi Usaha Tani Ternak (KUTT) Suka Makmur Kecamatan Grati Kabupaten Pasuruan yang didirikan pada tanggal 27 September 1986. Kecamatan Grati merupakan daerah dataran rendah / daerah pantai dengan ketinggian kurang dari 500 m dari permukaan air laut. Rataan temperatur dan kelembaban lingkungan yaitu pada pagi hari berkisar antara 24C-27C dengan kelembaban 90-91 %, dan siang hari berkisar antara 33C-37C dengan kelembaban antara 64-69 % serta pada sore hari berkisar antara 30C-33C dengan kelembaban 74-90%. Wilayah kerja KUTT Grati seluas 31.068.243 Ha yang terbagi dalam masing-masing kecamatan yaitu Kecamatan Grati seluas 5.770.000 Ha, Kecamatan Nguling seluas 4.660.449 Ha, Kecamatan Lekok sekuas 4.918.876 Ha, Kecamatan Rejoso seluas 3.164.200 Ha, dan Kecamatan Lumbang seluas 12.554.718 Ha. Sepanjang tahun suhu udara berkisar antara 22C-34C. Pemberian pakan dilakukan 2 kali sehari yaitu pada pagi hari pukul 05.3007.00 WIB dan sore hari pukul 14.00-15.30 WIB. Pakan yang diberikan meliputi rumput gajah, jerami, ampas tahu dan konsentrat. Pada pagi hari pakan yang diberikan adalah konsentrat, ampas tahu, rumput gajah, sedangkan untuk siang hari pakan yang diberikan adalah konsentrat dan jerami. Besarnya jumlah pakan yang diberikan pada tiap ekor per hari sebagai berikut : rumput gajah 7,5

kg/ekor/hari, jerami 7,5 kg/ekor/hari, konsentrat 8,5 kg/ekor/hari dan ampas tahu 10 kg/ekor/hari. Jenis sapi perah yang dipelihara di peternakan ini adalah sapi perah PFH. Sapi perah PFH berasal dari hasil persilangan antara sapi asli Indonesia yaitu sapi jawa atau sapi madura dengan sapi FH.

4.2 Mastitis Pada Sapi Perah Pada penelitian ini dilakukan pengamatan pada sapi perah sampel sebanyak 22 ekor dengan tingkat laktasi 2-3 dan bulan laktasi 2-3, sedangkan pengujian mastitis subklinis dengan metode Whiteside Test.. Adapun perincian prosentase tingkat mastitis pada puting sapi yang terinfeksi dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Prosentase tingkat mastitis pada puting sapi perah yang terinfeksi. Score mastitis 0 1 2 3 4 Jumlah puting 47 16 13 3 9 Prosentase (%) 53,40 18,18 14,77 3,40 10,22

Dari tabel 6 diatas dapat diketahui bahwa prosentase score mastitis nol lebih tinggi, sedangkan prosentase paling rendah pada score mastitis tiga. Walaupun prosentase score mastitis nol mencapai 53,4%, hal ini dapat dikatakan bahwa kejadian mastitis di lokasi penelitian cukup parah. Menurut Hidayat dkk (2002) bahwa mastitis adalah peradangan ambing bagian dalam, disebabkan oleh banyak hal yang salah satunya adalah infeksi mikroorganisme seperti bakteri. Berdasarkan gejalanya dapat dibedakan antara

mastitis klinis dan mastitis subklinis. Mastitis subklinis hanya dapat diketahui setelah dilaksanakan pengujian. Berdasarkan pengamatan di lapang banyaknya puting yang terinfeksi mastitis sub klinis disebabkan oleh beberapa hal, antara lain : 1. Kondisi kandang dan ternak yang kotor dan basah. Pada kandang masih terlihat sisa pakan yang tercecer dan kotoran sapi yang menempel pada dinding dan lantai kandang. Kandang yang basah akan menyebabkan lantai licin sehingga ternak malas untuk bangun, hal ini menyebabkan ambing kontak langsung dengan mikroorganisme pathogen yang ada di lantai kandang. Subronto (1995) berpendapat bahwa kandang yang lembab ataupun tidak bersih memudahkan terjadinya infeksi ambing. Hidayat, dkk (2002) juga berpendapat bahwa lantai kandang yang kotor penuh dengan mikroba akan mencemari ambing dan puting sehingga memudahkan terjadinya penyakit radang ambing (mastitis). Selain itu kotoran sapi juga masih menempel pada tubuh ternak karena sapi tidak dimandikan. Kondisi seperti ini akan memudahkan ambing dan puting terkontaminasi mikroorganisme pathogen sehingga terjadi peradangan. 2. Kondisi pemerah atau pekerja kandang yang kurang bersih. Pemerah kurang memperhatikan kebersihan tubuhnya yaitu tidak mencuci tangan sebelum dan sesudah melaksanakan pemerahan sehingga sangat memungkinkan infeksi mastitis terjadi akibat tangan pemerah yang tidak bersih dan terkontaminasi dengan bakteri penyebab mastitis. Menurut Sudono dkk (2003) bahwa kebersihan pemerah harus diutamakan karena melalui pemerah dapat terjadi penularan mastitis akibat kontak bakteri

antara pemerah dan sapi yang diperah. Oleh karena itu tangan pemerah sebaiknya dicuci sebelum dan sesudah melaksanakan pemerahan karena kontaminasi bakteri penyebab mastitis dari ambing yang sakit ke ambing yang sehat dapat terjadi melalui tangan pemerah yang kotor. Hidayat, dkk (2002) juga berpendapat bahwa mempersiapkan diri pemerah sebelum memerah meliputi : pemerah dalam keadaan sehat, kuku pemerah harus pendek karena dapat melukai puting, pakaian harus bersih, mencuci tangan sebelum memerah, tangan dalam keadaan kering dan bersih pada saat akan memerah. 3. Tidak membedakan pemerahan antara puting yang terinfeksi dan puting yang tidak terinfeksi mastitis. Puting yang terinfeksi terkadang dilakukan pemerahan terlebih dahulu kemudian puting yang tidak terinferksi sehingga dapat menyebabkan penularan penyakit mastitis dari sapi yang sakit ke sapi yang sehat melalui tangan pemerah. Hidayat dkk (2002) menyatakan bahwa penularan dari ambing mastitis ke ambing sehat dapat terjadi karena urutan pemerahan yang salah. Pemeraahan yang benar dimulai dari ambing yang sehat, ambing yang terinfeksi mastitis diperah terakhir. 4. Tidak dilakukan Teat Dipping, yaitu pencelupan puting ke dalam larutan desinfektan setelah pemerahan selesai. Menurut Surjowardojo dkk (1985) setelah pemerahan selesai sebaiknya dilakukan pencucian ambing dengan air hangat dan dilakukan pencelupan puting ke dalam larutan desinfektan. Hidayat, dkk (2002) juga berpendapat bahwa setelah selesai memerah,

puting harus langsung disucihamakan (desinfeksi, disterilkan) dengan menggunakan larutan desinfektan 5. Tidak dilakukan pemeriksaan terhadap mastitis sub klinis dengan teratur sehingga penanganan penyakit terlambat. Selain pernyataan di atas, Syarief dan Sumoprastomo (1985) berpendapat bahwa infeksi mastitis terjadi karena perlakuan yang kasar terhadap ambing, teknik pemerahan yang salah, pergantian ransum, pergantian udara atau iklim. Penyebab lainnya yaitu memerah susu tidak sampai habis sehingga masih ada susu yang tertinggal dalam ambing. Dari hasil pengamatan pada 22 ekor (88 puting) sampel sapi perah ternyata terdapat 47 puting yang tidak terinfeksi mastitis dengan prosentase 53,40%, hal ini menunjukkan bahwa telah ada upaya pencegahan penyakit mastitis oleh pihak KUTT Suka Makmur Grati yaitu berusaha melaksanakan tatalaksana yang baik dalam pakan, kandang, pemerahan serta sanitasi kandang dan peralatan pemerahan. Hidayat dkk (2002) berpendapat bahwa pencegahan mastitis dapat dilakukan dengan 5 cara, yaitu : 1. Selalu menjaga kebersihan kandang dan lingkungannya. 2. Melaksanakan prosedur sebelum, pada saat dan setelah pemerahan dengan baik dan lancar. Sarwiyono, Sujowardojo, Susilorini (1990) menyatakan bahwa usaha untuk melakukan pencegahan mastitis adalah dengan cara melaksanakan manajemen pemerahan yang terdiri dari 3 tahap : a) Fase persiapan pemerahan, meliputi pembersihan kandang, pembersihan ambing dan puting, menenangkan sapi, persiapan tukang perah dan alat-alat pemerahan.

b) Fase pelaksanaan pemerahan, meliputi pemberian rangsangan pada ambing, teknik pemerahan (apabila menggunakan tangan dikenal 3 cara : whole hand, knevelen, strippen) dan yang terakhir pemeriksaan terhadap mastitis. c) Fase pengakhiran pemerahan, meliputi pembersihan ambing dan puting, penanganan susu, pembersihan alat-alat pemerahan, memandikan sapi dan exercise. 3. Melaksanakan pemeriksaan mastitis. a) Dilaksanakan secara teratur setiap bulan b) Dilakukan terhadap sapi laktasi yang akan dibeli 4. Masa kering kandang selama 6 sampai 7 minggu dilaksanakan dengan baik, caranya : a) Hari ke- 1-3 diperah satu kali b) Hari ke- 4 boleh diperah sekali lagi lalu hentikan atau tidak diperah lagi c) Hari ke- 5-8 ambing mulai mengecil dan pembentukan susu terhanti 5. Pemberian antibiotik ke dalam puting pada masa kering kandang a) Dilaksanakan setelah minggu pertama masa kering kandang b) Diulang 2-3 minggu sebelum beranak (Hidayat, dkk. 2002) 4.3 Hubungan Antara Tingkat Mastitis Dengan Kualitas Susu Kualitas susu yang dihasilkan oleh sapi perah yang terinfeksi penyakit mastitis akan menurun, hal ini sesuai dengan pendapat Bath, et all (1985) bahwa

mastitis dapat menurunkan produksi susu baik kuantitas maupun kualitas susu. Susu yang dihasilkan oleh sapi perah yang terkena mastitis mempunyai kandungan bakteri yang lebih tinggi dibandingkan dengan susu yang dihasilkan dari sapi yang sehat, hal ini disebabkan oleh masuknya bakteri pathogen melalui lubang puting susu ke dalam ambing dan berkembang di dalamnya (Hidayat, dkk. 2002). Tabel 7. Rata-rata waktu uji reduktase susu pada berbagai tingkat mastitis berdasarkan nilai Whiteside Test Rata-rata tingkat Jumlah sapi Rata-rata waktu uji mastitis (ekor) reduktase (menit) 0,25 3 375 15 0,5 6 335 35 0,75 2 322,5 22,5 1 5 322,5 52,5 1,25 2 295 35 > 1,5 4 217,5 82,5

Berdasarkan tabel 7 diatas dapat diketahui bahwa dengan meningkatnya rata-rata score tingkat mastitis berdasarkan nilai Whiteside Test maka rata-rata waktu uji reduktase semakin menurun, hal ini karena kandungan bakteri dalam susu meningkat (Tabel 4). Sehingga susu dengan tingkat mastitis rendah kualitasnya lebih baik daripada susu dengan tingkat mastitis yang tinggi. Semakin tinggi tingkat mastitis maka semakin besar kandungan bakteri dalam susu, hal ini karena mastitis adalah peradangan dari kelenjar susu. Radang adalah suatu reaksi dari tubuh karena adanya infasi dari bakteri dimana proses radang ambing hampir selalu dimulai dengan masuknya bakteri ke dalam kelanjar susu melalui lubang puting. Setelah bakteri berhasil masuk kedalam kelenjar, bakteri akan membentuk koloni yang dalam waktu singkat akan menyebar ke lobuli dan alveoli. Toksin yang dihasilkan oleh bakteri agar dapat menyebabkan

radang pada ambing dibutuhkan bakteri dalam jumlah yang tinggi terutama bakteri Staphylococcus aureus, karena bakteri ini merupakan bakteri yang dalam hidupnya memerlukan kelenjar susu. Staphylococcus aureus ini 90-95 % merupakan penyebab terjadinya mastitis, sehingga semakin tinggi tingkat peradangan pada ambing berarti semakin tinggi pula tingkat mastitis yang diderita oleh ternak tersebut. Ini berarti semakin tinggi pula jumlah bakteri yang menghasilkan toksin penyebab radang pada ambing. Pada saat bakteri masuk ke mukosa kelenjar, tubuh akan bereaksi dengan memobilisasikan leukosit sehingga akan didapatkan peningkatan jumlah leukosit dan bakteri dalam susu yang dihasilkan. Jika jumlah bakterinya sedikit maka bakterinya mudah dibasmi oleh leukosit-leukosit ini, jika jumlah bakterinya tinggi maka fungsi dari leukosit tidak dapat mengatasinya, ini berarti tingkat mastitisnya sudah akut (Subronto, 1985) dan (Syarief dan Sumoprastomo, 1985). Salah satu cara untuk mengetahui jumlah bakteri dalam dalam susu adalah dengan menggunakan uji reduktase, uji ini didasarkan pada kemampuan dari semua bakteri didalam susu untuk tumbuh dan menggunakan oksigen terlarut. Aktivitas bakteri dapat menghasilkan senyawa pereduksi yang dapat merubah warna biru dari biru metil menjaadi putih atau jernih. Bila susu ditambahkan larutan methylen blue 1% akan berwarna biru, jika bakteri tumbuh dan berkembang akan menghasilkan enzim reduktase yang sanggup mengoksidasi dengan pemindahan hidrogen. Dalam hal ini methylen blue bertindak sebagai hydrogen aceptor yang akan menerima hidrogen sehingga bakteri direduksi dan kekuatan oksdasi+reduksi akan menjadi rendah sampai negatif. Semakin cepat warna biru berubah menjadi putih maka semakin banyak bakteri yang ada didalam

susu, karena ini berarti semakin cepat oksigen habis dikonsumsi oleh bakteri, oleh karena itu uji reduktase dapat digunakan sebagai salah satu prosedur untuk mengetahui kualitas susu segar (Trihendrokesowo. dkk, 1989, Fardiaz. 1993, Hadiwiyoto. 1994)
450 400 waktu uji reduktase (menit) 350 300 250 200 150 100 50 0 0 0.5 1 1.5 2 tingkat mastitis 2.5 3 3.5 4

Y =1111,7465 1111,75 XX Y= 67,41 67,4118 R = 75,37 % R = 75,37 % r = -0,87


r = -0,8681

Gambar 1. Garis regresi hubungan antara tingkat mastitis dengan waktu uji reduktase Dari hasil perhitungan dengan menggunakan rumus regresi dan korelasi (pada Lampiran 4 dan Gambar 1) untuk hubungan antara tingkat mastitis secara Whiteside Test (X) dengan waktu uji reduktase (Y) menunjukkan bahwa semakin tinggi nilai tingkat mastitis maka akan selalu diikuti dengan menurunnya waktu pada saat uji reduktase sehingga sifat hubungan kedua variabel ini negatif dengan nilai koefisien korelasi (r) sebesar -0,87. Dari hasil sidik ragam (Lampiran 4 dan Tabel 8) dapat diketahui bahwa terdapat pengaruh sangat nyata (P<0,01) dan didapatkan persamaan Y = 1111,75 67,41 X yang berarti bahwa persamaan regresi linear tersebut dapat digunakan sebagai alat penduga nilai Y (lama waktu uji reduktase) bila nilai X (tingkat mastitis secara Whiteside Test) telah diketahui. Diketahuinya nilai koefisien

determinasi (R) sebesar 75,37 % berarti bahwa penurunan waktu uji reduktase susu pada sapi perah akan dipengaruhi oleh terjadinya mastitis (infeksi bakteri) sebesar 75,37 % sedangkan sisanya dipengaruji oleh buruknya sanitasi kandang, kebersihan peralatan pemerahan, kebersihan pemerah serta masih terlihat kotoran sapi yang menempel pada tubuh ternak.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan Dari hasil penelitian didapatkan kesimpulan sebagai berikut : 1) Dari 22 ekor (88 puting) terdapat score mastitis 0 sebanyak 47 puting (53,40%), score mastitis 1 sebanyak 16 puting (18,18%), score mastitis 2 sebanyak 13 puting (14,77), score mastitis 3 sebanyak 3 puting (3,40%), score mastitis 4 sebanyak 9 puting (10,33%). Hal ini menunjukkan bahwa kejadian mastitis di lokasi penelitian sudah cukup parah. 2) Mastitis berpengaruh pada penurunan kualitas susu berdasarkan waktu uji reduktase sebesar 75,37 %. 3) Nilai koefisien korelasi (r) sebesar -0,87 berarti terjadi hubungan negatif antara tingkat mastitis secara Whiteside Test dengan kualitas susu berdasarkan uji reduktase atau semakin tinggi tingkat mastitis maka semakin rendah waktu uji reduktase.

5.2 Saran Berdasarkan kesimpulan diatas karena masih banyaknya ternak yang terinfeksi penyakit mastitis maka perlu ditingkatkan upaya pencegahan berupa kebersihan kandang dan tubuh ternak, pembersihan peralatan pemerahan, melakukan teat dipping, pemerah harus dalam keadaan bersih sebelum memerah.

DAFTAR PUSTAKA

Bath, D. L, Dickinson, F. M, Tucker, H. A and Appleman, R. D. 1985. Dairy Cattle : Principles, Practices, Problem, Profits. Third Edition. Lea and Febiger. Philadelphia. USA Dajan, A. 1986. Pengentar Metode Statistik. LP3ES. Jakarta Dwidjoseputro, D. 1987. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Cetakan ke-9. Djambatan. Malang Fardiaz, S. 1993. Analisa Mikrobiologi Pangan. Raja Gratindo. Jakarta Gibbons, J. M. 1963. Diseas Of Cattle. Secound Edition. American Veterinary Publication Inc. Drawor KK Hadiwiyoto, S. 1984. Teori dan Prosedur Pengujian Mutu Susu dan Hasil Olahannya. Liberty. Jakarta Hidayat. A. drh, dkk. 2002. Buku Petunjuk Teknologi Sapi Perah Si Indonesia : Kesehatan Pemerahan. Dairy Technologi Improvement Project. PT. Sonysugema Presindo. Bandung Prajitno, D. 1985. Analisa Regresi dan korelasi Untuk Penelitian pertanian. Liberty. Yogyakarta Riyadh, S. 2003. Menyingkapi Tabir Susu Kuda Liar Sumbawa (Studi Kasusu di Kabupaten Sumbawa NTB). Makalah Pribadi program Pasca Sarjana S3 Institut Pertanian Bogor. Bogor Sarwiyono, Surjowardojo, P dan Susilorini, T, E. 1990. Manajemen Produksi Ternak Perah. Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya. Malang Siregar, S. 1989. Sapi Perah Jenis, Teknik Pemeliharaan dan Analisa Usaha. Penebar Swadaya. Jakarta Subronto. 1995. Ilmu Penyakit Ternak. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta Sudarwanto, M. 1997. Milkchecker, Suatu Alat Alternatif Untuk Mendeteksi Mastitis Subklinik. Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Bogor Sudono, A. Rosdiana, F. R, Setiawan, R. S. 2003. Beternak Sapi Perah Secara Intensif. AgroMedia Pustaka. Jakarta

Surjowardojo, P, Sarwiyono, Soejosepoetro, B dan Setyowati, E. 1985. Manajemen Sapi Perah. Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya. Malang Surjowardojo, P. 1990. Problematik Pemeliharaan dan Penanganan Sapi Perah. Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya. Malang Syarief, Z. M dan Sumoprastomo, R. M. 1985. Ternak Perah. CV Yasaguna. Jakarta Trihendrokesowo, J, Wibowo, R, Koesnijo, M, Ramos, S, Haksohusodo, S, Ristanto, M, Mustofa, N, Rintiswati, T, Apandi dan Praseno. 1989. Bakteri Didalam Susu, Kursus Singkat Fisiologi Bakteri. PAU Bioteknologi. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta

Lampiran 1. Data Skor Mastitis dan Waktu Uji Reduktase

No. Sapi 9605 9607 872 321 9606 9608 467 1810 2108 9614 1873 1447 1127 990 644 1541 1225 715 878 1010 9624 9626

A 4 0 4 4 2 4 0 0 4 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 1 1 1

Tingkat Mastitis Whiteside test B C D 0 0 0 3 1 0 4 3 4 2 2 0 0 0 0 0 0 0 0 2 0 1 0 0 0 0 0 0 0 2 0 1 4 1 2 0 0 0 2 4 0 3 0 1 0 2 1 2 2 1 2 2 0 2 0 0 1 0 1 0 1 1 0 0 0 0

Rata-Rata skor mastitis 1 1 3.75 2 0.5 1 0.5 0.25 1 0.5 1.25 0.75 0.5 1.75 0.25 1.25 1.5 1 0.5 0.5 0.75 0.25

Hasil Uji Reduktase jam menit 5,00 300 5,30 330 2,15 135 3,00 180 5,00 300 4,30 270 5,30 330 6,30 390 5,00 300 5,30 330 5,30 330 5,45 345 5,45 345 4,45 285 6,00 360 4,20 260 5,00 300 6,15 375 5,45 345 6,10 370 5,00 300 6,00 360

Keterangan : A = Puting depan bagian kiri B = Puting depan bagian kanan C = Puting belakang bagian kanan D = Puting belakang bagian kiri

Lampiran 2. Data Tingkat Mastitis Secara Whiteside Test, Status Tingkat Laktasi dan Bulan Laktasi Pada Sampel Sapi Perah Yang Terinfeksi Mastitis No. Sapi 9605 9607 872 321 9606 9608 467 1810 2108 9614 1873 1447 1127 990 644 1541 1225 715 878 1010 9624 9626 Tingkat Mastitis Whiteside test A B C D 4 0 0 0 0 3 1 0 4 4 3 4 4 2 2 0 2 0 0 0 4 0 0 0 0 0 2 0 0 1 0 0 4 0 0 0 0 0 0 2 0 0 1 4 0 1 2 0 0 0 0 2 0 4 0 3 0 0 1 0 0 2 1 2 1 2 1 2 0 2 0 2 1 0 0 1 1 0 1 0 1 1 1 0 1 0 0 0 Tingkat Laktasi 3 2 2 3 2 3 2 2 3 3 2 2 2 3 2 2 2 3 3 3 3 3 Bulan Laktasi 2 3 3 2 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3

Keterangan : A = Puting depan bagian kiri B = Puting depan bagian kanan C = Puting belakang bagian kanan D = Puting belakang bagian kiri

Lampiran 3. Tabel Data Untuk Perhitungan Regresi Hubungan Tingkat Mastitis dengan Kualitas susu Berdasarkan Uji Reduktase

Waktu Uji No. Sapi Rata-Rata skor mastitis 9605 9607 872 321 9606 9608 467 1810 2108 9614 1873 1447 1127 990 644 1541 1225 715 878 1010 9624 9626 Jumlah Rata-Rata X 1 1 3.75 2 0.5 1 0.5 0.25 1 0.5 1.25 0.75 0.5 1.75 0.25 1.25 1.5 1 0.5 0.5 0.75 0.25 21,75 0,621428571 Reduktase (menit) Y 300 330 135 180 300 270 330 390 300 330 330 345 345 285 360 260 300 375 345 370 300 360 6840 195,4285714 X Y 1 90000 1 108900 14.0625 18225 4 32400 0.25 90000 1 72900 0.25 108900 0.0625 152100 1 90000 0.25 108900 1.5625 108900 0.5625 119025 0.25 119025 3.0625 81225 0.0625 129600 1.5625 67600 2.25 90000 1 140625 0.25 119025 0.25 136900 0.5625 90000 0.0625 129600 34,3125 2203850 0,980357 62967,143 XY 300 330 506.25 360 150 270 165 97.5 300 165 412.5 258.75 172.5 498.75 90 325 450 375 172.5 185 225 90 5898,75 168,536

Lampiran 4. Perhitungan Regresi dan Korelasi antara Timgkat Mastitis dengan Waktu Hasil Uji Reduktasi A. Persamaan Regresi antara Timgkat Mastitis dengan Waktu Hasil Uji Reduktasi
= a + bX Y

( Y )( X 2 ) ( X )( XY ) a = n( X 2 ) ( X ) 2
a = (12870 )( 34 , 3125 ) ( 21 , 75 )( 5898 , 75 ) 22 ( 34 , 3125 ) ( 21 , 75 ) 2
( 441601 ,875 ) (128297 , 0125 ) ( 754 ,875 ) ( 473 , 0625 ) ( 313304 , 0625 ) = 1111.7465 ( 281 ,8125 )

a =

a =

b =

n ( XY ) ( X )( Y ) n ( X 2 ) ( X )2
22 ( 5898 , 75 ) ( 21 , 75 )( 6840 ) 22 ( 34 , 3125 ) ( 21 , 75 ) 2

b =

b=

18997 ,5 = -67,4118 281,8125


= 1111,7465 67,4118 X Y

B. Koefisien Korelasi antara Timgkat Mastitis dengan Waktu Hasil Uji Reduktasi

r=

XY
{
( X ) 2 X n
2

X Y n

}x{ Y ( Y ) n
2

r=

5898,75
2

(21,75)(6840) 22
2

{ 34,3125 (21,75) }x{ 2203850 (6840) }


22 22

r=

5898,75 6762,2727 { 12,8096 }x{77231,8181


863 ,5227 = -0,8681 994 ,6399

r=

C. Analisis sidik ragam antara Timgkat Mastitis dengan Waktu Hasil Uji Reduktasi
2 ( X )( Y ) XY n = 2 ( X ) 2 X n

JK regresi

(21,75) (6840) 5898,75 22 = 2 (21,75) 34,3125 22


2 { 863,5227} = {12,8096}

= 58211,6585

JK Total

( Y ) 2 = Y n
2

2 ( 6840 ) 2203850

22

= 77231,8181 JK sisa = JK total JK Regresi = 77231,8181 - 58211,6585 = 19020,1596

Tabel 8. Analisis sidik ragam SK Db JK KT F hit F tabel 5% Regresi Sisa Total 1 33 34 58211,6585 19020,1596 77231,8181 58211,6585 576,3684 100,9973** 4,14 1% 7,42

Keterangan ** : F hitung > F 0,01 artinya terjadi pengaruh sangat nyata.

Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh mastitis terhadap kualitas susu dapat dihitung dengan rumus Koefisien Determinasi (R) yaitu: R =
JKregresi JKtotal

X 100%

R =

58211,6585 77231,8181

X 100%

= 75,37 %

Anda mungkin juga menyukai