Anda di halaman 1dari 13

J.

Agrivigor 11(2): 262-274, Mei Agustus 2012; ISSN 1412-2286

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI DUA VARIETAS PADI SAWAH PADA BERBAGAI PERLAKUAN REKOMENDASI PEMUPUKAN
Growth and production of two rice varieties on same fertilizer recomended Dahliana Dahlan, Yunus Musa, dan Muhammad Iqbal Ardah
E-mail: dahliana-dahlan@agri.unhas.ac.id Jurusan Budidaya Pertanian Universitas Hasanuddin Jl. P. Kemerdekaan Km 10, Makassar, Fax (o411) 586014

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menetahui respons dua varietas padi pada ber-bagai rekomendasi dosis pemupukan yang mempengaruhi pertumbuhan dan produksi. Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Mappadaelo Kecamatan Tanasitolo Kabupaten Wajo Provinsi Sulawesi Selatan. Berlangsung pada bulan Mei sampai September 2011. Penelitian ini dilaksanakan dalam bentuk Rancangan Petak Terpisah (RPT) terdiri dari dua varietas padi dan empat rekomendasi pemupukan. Petak utama adalah dua varietas padi yaitu varietas inpari-7 dan varietas inpari-10. Anak petak adalah rekomendasi pemupukan kebiasaan kelompok tani, rekomendasi pemupukan alat PUTS, rekomendasi pemupukan alat PuPS, rekomendasi pemupukan dari SK Menteri Pertanian, dengan 3 ulangan sehingga terdapat 24 unit percobaan. Ukuran plot 3 x 4 m. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Varietas inpari-10 dengan dosis rekomendasi pemupukan memberikan produksi tertingi, yaitu 8,19 t ha-1, menysul kebiasaan petani, 7,78 t ha-1, rekomendasi Pupuk 7,64 t ha-1, dan terahir rekomendasi berdasarkan PUTS sebesar 7,50 t ha-1. Terdapat interaksi nyata antara varietas padi dan hasil rekomendasi pemupukan pada parameter parameter panjang malai, jumlah gabah isi per malai, berat gabah isi per malai, persentase gabah isi permalai.

Kata kunci : padi sawah dan pupuk

ABSTRACT
This study aims to determine the dose of fertilizer for the growth of two new rice varieties of rice. The research was conducted in the District of Mappadaelo Tanasitolo Wajo , province of South Sulawesi . The research was conducted fromi May until September 2011. The research was carried outSplit Plots Design (RPT) consists of two varieties of rice and four levels of fertilizer. There were two varieties of rice used as main plot, namely: varieties Inpari 7 and Inpari-10. Subplot consists of 4 levels, that is recommended fertilizer for farmers, and recomendationd base on standard tools,( PUTS ) and recomendation base on soft ware analysis (PuTS) tools, and fertilizer was recommend by Minister of Agriculture, with 3 replicates so that there are 24 experimental units. Plot size of 3 x 4 m. Results implicated that Inpari-10, with recommended dose gave the highest production of 8,19 t ha-1, whilst farmers habit 7,78 t ha-1, PuPS recommendation 7,74 t ha-1, PUTS recommendation 7,50 t ha-1. Inpari-10 variety produced good outcome based on parameters of dry grain weight and grinded dry grain weight. Interaction of inpari-10 variety and the recommended fertilizing by the ministerial decree have significant effect on panicle length, filled grain weight, filled grain per parnicle percentage and amount of filled grain.

Key words : low land rice and fertilizer.

PENDAHULUAN
Padi merupakan tanaman pokok penghasil beras yang merupakan makanan pokok sebagian besar masyarakat asia. Tanaman padi yang diupayakan secara luas merupakan varietas yang

dikembangkan sebagai hasil persilangan jenis indica javonica dengan javanica. Di Indonesia umumnya tanaman padi diusahakan pada lahan sawah baik irigasi maupun tadah hujan.

262

Produksi dua varietas padi sawah pada berbagai rekomendasi pemupukan Sulawesi Selatan memiliki lahan sawah seluas 587.328 ha dengan luas sawah irigasi 346.840 ha (59%) dengan tingkat produktivitas yang diperoleh mencapai 4,7 t ha-1. Dengan potensi tersebut, Sulawesi Selatan sudah merupakan daerah produsen beras terbesar di luar jawa dan merupakan lumbung pangan nasional dengan kelebihan beras sebanyak lebih kurang 1,5 juta ton setiap tahunnya. Kelebihan tersebut di-distribusi ke kawasan timur Indonesia (KTI). Peran tersebut masih dapat diting-katkan karena pemerintah provinsi Sulawesi Selatan pada tahun 2009 mencanangkan program surplus 2 juta ton beras. Hal ini dapat dicapai berdasarkan peluang peningkatan produksi yang masih cukup besar dimana di beberapa daerah dan petani ada yang mampu menghasilkan produksi 7-9 t ha-1, sedangkan hasil kajian PTT di Sulawesi Selatan diperoleh antara 6,5-8,3 t ha-1 (Arafah et al., 2001). Namun, peran tersebut bukan mustahil berakhir apabila pendapatan dan kesejahteraan petani tidak dapat ditingkatkan. Menurut BPS, peningkatan produksi padi utamanya akan ditopang oleh kenaikan produksi padi sebanyak 56,55 ribu ton di Jawa dan sebanyak 839,31 ribu ton di luar Jawa. Diperkirakan, kenaikan produksi 2011 yang relatif besar terjadi di Provinsi Jawa Tengah, Nusa Tenggara Barat, Sumatra Selatan, Sulawesi Selatan dan Kalimantan Selatan. Sedang penurunan produksi yang cukup besar, diperkirakan terjadi di Provinsi Jawa Barat, Banten dan Kalimantan Tengah. BPS juga memperkirakan, kenaikan produksi padi terjadi antara Januari-April dan Mei-Agustus dengan kisaran berturut-turut 1.148,89 ribu ton dan 935,95 ribu ton.Sementara 263 penurunan produksi diperkirakan terjadi selama September-Desember dengan volume 1.188,99 ribu ton lebih rendah dari produksi pada kurun yang sama tahun 2010. Produksi beras pada 2011 diperkirakan surplus pada akhir tahun karena volumenya melebihi kebutuhan beras nasional. Produksi beras nasional menurut angka ramalan pertama sebanyak 37,8 juta ton sedang kebutuhan nasional, dengan asumsi jumlah penduduk 241,1 juta orang dan konsumsi 139,15 kilogram per kapita per tahun sebanyak 33,5 juta ton. Jadi meskipun produksinya tidak banyak meningkat, diperkirakan masih surplus 4,29 juta ton sepanjang tahun 2011 (Anonimf, 2012). Penurunan kesuburan tanah akan berdampak kepada produksi tanaman padi. Pemupukan secara anorganik secara terus menerus secara berlebihan menyebabkan penurunan unsur hara. Menurut Karama, Marzuki dan Manwan (1990), akibat dari penggunaan bahan kimia yang terus-menerus mengakibatkan sebagian besar (73%) lahan, baik lahan sawah maupun lahan kering mempunyai kandungan bahan organik yang rendah (>2%). Menurut Setyorini, 2005; Djaka kirana dan Sabihan, 2007 menyatakan bahwa, rendahnya kandungan bahan organik tanah disebabkan oleh ketidakseimbangan antara penggunaan bahan organik dan hilangnya bahan organik dari tanah utamanya melalui proses oksidasi biologis dalam tanah. Rekomendasi pemupukan berimbang harus didasarkan atas penilaian status dan dinamika hara dalam tanah serta kebutuhan tanaman, agar pemupukan efektif dan efisien. Pemupukan berimbang tidak harus memberikan semua unsur makro/mikro yang dibutuhkan, tetapi memberikan unsur yang

Dahliana Dahlan, Yunus Musa, dan Muhammad Iqbal Ardah jumlahnya tidak cukup tersedia untuk tanaman. Penambahan hara yang sudah cukup tersedia justru menyebabkan masalah pencemaran lingkungan (tanah dan perairan), terlebih bila status hara tanah sudah sangat tinggi. Sebagai contoh pemupukan P terus menerus pada sawah intensifikasi menyebabkan kejenuhan P dan ketidak-seimbangan hara di dalam tanah. Pemupukan P tidak lagi memberikan peningkatan hasil tanaman yang nyata. Efisiensi pemupukan menjadi rendah, dan kemungkinan unsur hara lain seperti Zn menjadi tidak tersedia(Subiksa et al., 2011). Balai Penelitian Tanah telah membuat satu perangkat alat bantu untuk menentukan kandungan (status) hara tanah yang dapat dikerjakan di lapangan disertai dengan rekomendasi pupuknya. Alat bantu ini dinamakan Perangkat Uji Tanah Sawah (PUTS). Penggunaan PUTS ini diharapkan mampu membantu petani meningkatkan ketepatan pemberian dosis pupuk N, P, dan K untuk padi sawah dengan produktivitas padi setara IR-64.PUTS ini telah diuji dengan menggunakan contoh tanah mineral dari lahan sawah yang mempunyai sifat dan karakteristik kandungan P dan K serta pH tanah yang bervariasi dari rendah hingga tinggi. Uji validasi PUTS telah dilaksanakan pada tanah Inceptisol, Ultisol, Entisol, dan Vertisol yang tersebar di 146 lokasi lahan sawah di Pulau Jawa (Subiksa, et al., 2011). PuPS merupakan piranti lunak untuk menentukan rekomendasi takaran pupuk padi sawah di setiap lokasi. Program ini dikembangkan oleh tim peneliti IRRI bersama Tim Teknis Kelompok Kerja Pemupukan Tanaman Pangan, Badan Litbang Pertanian. Data diperoleh dari hasil-hasil penelitian pemupukan padi sawah yang saat ini sudah disebarluaskan dan sejalan dengan prinsip Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT). Penggunaan PuPS ini membantu Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) bersama petani dalam menetapkan takaran dan waktu pemupukan padi di lahan sawah pada musim tanam yang akan dihadapi sesuai dengan kebutuhan hara dan partumbuhan tanaman. Ketepatan saran rekomendasi pemupukan dengan piranti lunak ini sangat bergantung pada ketepatan informasi data yang diperoleh dari petani (Anonima, 2011). Selama ini penentuan dosis pupuk yang digunakan pada tanaman padi berdasarkan kebiasaan petani yaitu, Kebiasaan petani 200 kg ha-1 urea, 47 kg ha-1 SP-36 dan 50 kg.ha-1 KCL. PUTS yaitu 200 kg ha-1 urea, 50 kg ha-1 SP-36 dan 50 kg ha-1 KCL. PuPS yaitu 255 kg ha-1 urea, 89 kg ha-1 SP-36 dan 83 kg ha-1 KCL.SK Menteri Pertanian yaitu 250 kg ha-1 urea, 75 kg ha-1 SP-36 dan 50 kg ha-1 KCL. Selain faktor dosis pemupukan padi juga dipengaruhi oleh varietas. Varietas unggul merupakan salah satu komponen teknologi yang andal dan cukup besar sumbangannya dalam meningkatkan produksi padi nasional, baik dalam kaitannya dengan ketahanan pangan maupun peningkatan pendapatan petani. Varietas unggul telah memberikan kontribusi besar terhadap peningkatan produksi padi nasional. Hingga saat ini varietas unggul tetap lebih besar sumbangannya dalam peningkatan produktivitas dibandingkan dengan komponen teknologi lainnya (Sembiring dan Wirajaswadi, 2001). Terbatasnya varietas padi spesifik lokasi dengan keunggulan tertentu, menyebabkan peningkatan produksi padi 264

Produksi dua varietas padi sawah pada berbagai rekomendasi pemupukan menjadi terhambat. Oleh karena itu upaya pengujian berbagai varietas unggul baru spesifik lokasi yang beradaptasi baik dan punya potensi hasil yang tinggi harus tetap dilakukan untuk mendukung peningkatan produksi dan pendapatan petani. Ciri khas varietas padi unggul spesifik lokasi adalah : a). Dapat beradaptasi terhadap iklim dan tipe tanah setempat, b). Citarasanya disenangi dan memiliki harga jual yang tinggi di pasar lokal, c). Daya hasil tinggi, d). Toleran terhadap hama dan penyakit dan e). Tahan rebah (Sembiring dan Wirajaswadi, 2001). Berdasarkan masalah tersebut maka diperlukan penelitian untuk membandingkan dua faktor yaitu faktor pertama varietas unggul baru padi dan faktor kedua yaitu rekomendasi pemupukan kebiasaan petani, PUTS, PuPS, dan SK menteri pertanian untuk memperoleh rekomendasi pemupuksn yang seimbang. rekomendasi pemupukan. Petak utama adalah dua varietas padi yaitu varietas inpari-7 (V1) dan varietas inpari-10 (V2). Anak petak adalah rekomendasi pemupukan kebiasaan kelompok tani(P1), rekomendasi pemupukan alat PUTS (P2), rekomendasi pemupukan alat PuPS (P3), rekomendasi pemupukan dari SK Menteri Pertanian (P4), dengan 3 ulangan sehingga terdapat 24 petak percobaan. Ukuran petak 3m x 4m dengan kombinasi sebagai berikut. 1. Inpari 7 + Kebiasaan Petani 2. Inpari-7 + PUTS 3. Inpari-7 + PuPS 4. Inpari-7 + SK Menteri Pertanian 5. Inpari-10 + Kebiasaan Petani 6. Inpari-10 + PUTS 7. Inpari-10 + PuPS 8. Inpari-10 + SK Menteri Pertanian PelaksanaanPenelitian Pengolahan tanah Pengolahan tanah dilakukan dengan sempurnah menggunakan bajak dan garu, kemudian diratakan dan dibiarkan macak-macak selama 4-5 hari agar lumpur mengendap kemudian dibuat petakan dengan ukuran 4 x 3 m sebanyak 24 buah. Persemaian Luas persemaian yang diperlukan 3%-5% atau sekitar 11,52 m2 dari luas sawah yang akan ditanami padi. Per-semaian dibajak kemudian digaru sampai menjadi lumpur. Setelah itu benih ditaburkan diatas petak yang telah dibuat. Benih yang digunakan adalah benih yang sudah dipilih dengan cara direndam selama 24 jam dalam larutan garam dapur untuk memisahkan benih yang ringan dan berat.

BAHAN DAN METODE


Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Mappadaelo Kecamatan Tanasitolo Kabupaten Wajo Provinsi Sulawesi Selatan. Pada jenis tanah inceptisol dengan pH 5,0, dengan ketinggian 7-15m dpl. Berlangsung dari Mei sampai September 2011. Alat yang digunakan adalah hand traktor, PUTS, PuPS, cangkul, timbangan, caplak, meteran, tali raffia, patok, gunting dan alat tulis menulis. Bahan yang digunakan adalah padi varietas inpari-7, varietas inpari-10, pupuk urea, KCL, SP-36, herbisida, dan pestisida. Penelitian ini dilaksanakan dalam bentuk Rancangan Petak Terpisah (RPT) terdiri dari dua varietas padi dan empat

265

Dahliana Dahlan, Yunus Musa, dan Muhammad Iqbal Ardah Penanaman Bibit dipindahkan kedalam petak percobaan setelah berumur 20 hari dengan jarak tanam 20 x 20 cm dengan 2 rumpun per lubang. Bagian perakaran padi dibenamkan dalam tanah dengan kedalaman 3-4 cm. Cara pemberian pupuk Pemupukan dilakukan berdasarkan rekomendasi perlakuan yaitu : (a) Kebiasaan petani 200 kg ha-1 urea, 47 kg. ha-1 SP-36 dan 50 kg ha-1 KCL. (b) PUTS yaitu 200 kg ha-1 urea, 50 kg ha-1 SP-36 dan 50 kg ha-1 KCL. (c) PuPS yaitu 255 kg ha-1 urea, 89 kg ha-1 SP-36 dan 83 kg ha-1 KCL. (d) SK Menteri Pertanian yaitu 250 kg. ha-1 urea, 75 kg ha-1 SP-36 dan 50 kg ha-1 KCL. Pemupukan berdasarkan SK Menteri Pertanian, PUTS dan PuPS diberikan dengan tahapan seperti berikut; (a) Pemupukan dasar umur 10-14 HST pada saat tanaman padi mulai pembentukan anakan dengan dosis seluruh pupuk SP-36 dan KCl ditambah 30% dosis urea (PUTS 60 kg. ha-1 urea atau setara 72 g petak-1, PuPS 76,5 kg ha-1 urea atau setara 91,8 g petak-1, dan SK menteri pertanian 75 kg ha-1 urea atau setara 90 g petak-1), (b) Pemupukan susulan pertama pada umur 21-25 HST yaitu pada saat tanaman dalam keadaan fase anakan aktif dengan dosis 40 % urea (PUTS 80 kg. ha-1 urea atau setara 96 g petak-1, PuPS 102 kg. ha-1 urea atau setara 122,4 g petak-1, dan SK menteri pertanian 100 kg. ha-1 urea atau setara 120 g petak-1), dan (c) Pemupukan susulan kedua pada umur 40-45 HST yaitu dalam keadaan fase primordial bunga dengan dosis 30% urea (PUTS 60 kg. ha-1 urea atau setara 72 g petak-1, PuPS 76,5 kg ha-1 urea atau setara 91,8 g petak-1, dan SK menteri pertanian 75 kg ha-1 urea atau setara 90 g petak-1). Pemupukan kebiasaan petani dilaksanakan yaitu Pemupukan pertama pada umur 15-20 HST diberikan dengan dosis urea 100 kg ha-1, SP-36 50 kg ha-1 dan KCl 50 kg ha-1. Pemupukan kedua pada umur 35-40 HST dengan dosis urea 100 kg ha-1. Pemeliharaan Pemeliharaan yang dilakukan selama percobaan meliputi penyulaman, pengairan, penyiangan, dan pemberantasan hama. Penyulaman dilakukan pada umur 5-7 hari ketika didapatkan rumpun yang mati dan diganti dengan tanaman baru. Penyiangan dilakukan pada umur 15 dan 30 hari setelah tanam dengan cara mencabut gulma yang tumbuh disekitar tanaman. Waktu pengairan dilakukan sesuai dengan cara seperti berikut : (a) pada saat tanam, air dalam keadaan macak-macak, (b) 3-10 HST air diberikan setinggi 5 cm, (c) pada saat pemukan dasar (10-14 HST) air dalam keadaan macak-macak, (d) 15-20 HST air diberikan setinggi 5 cm, (e) saat pemupukan susulan (21-25 HST) air dalam keadaan macak-macak, (f) pada umur 26-39 HST diberikan air setinggi 5-7 cm, (g) Pada pemupukan susulan kedua (40-45 HST) air dalam keadaan macak-macak, (h) pada umur 11 hari sebelum panen, air dipertahankan setinggi 5-7 cm, (i) Pada umur 10 hari sebelum panen sawah dikeringkan. Sedangkan, pemberantasan hama dilakukan pada saat tanaman menunjukkan tanda-tanda terserang hama dengan menggunakan pestisida dengan cara menyemprotkan pada tanaman. Panen Panen dilakukan ketika malai telah memperlihatkan masak 90% atau masak fisiologis. Adapun tanda-tanda 266

Produksi dua varietas padi sawah pada berbagai rekomendasi pemupukan padi yang siap panen yaitu dengan malai yang telah merunduk, bulir telah terisi penuh serta keras jika ditekan dan bulir yang telah menguning. Parameter Pengamatan Komponen pertumbuhan dan produksi yang di amati dan di ukur dalam penelitian ini, yatu : 1. Tinggi tanaman (cm), dihitung tinggi tanaman berdasarkan sampel. Dilakukan pada umur 30 HST, 50 HST dan saat panen (anakan produktif) 2. Panjang malai (cm), diukur panjang dari semua malai yang terbentuk per rumpun dari pangkal hingga ke ujung malai kemudian di rata-ratakan. Di lakukan setelah panen. 3. Jumlah gabah isi (biji) per malai, dihitung jumlah gabah pada setiap sampel. Dilakukan saat panen. 4. Berat gabah isi (gram) per malai, dilakukan dengan cara menghitung berat gabah berisi pada setiap sampel. Dilakukan pada saat panen. 5. Persentase gabah isi permalai(%), dilakukan dengan cara menghitung jumlah gabah berisi dan jumlah gabah seluruhnya dari setiap malai.Rumus : Persentase gabah berisi = x 100% Jumlah gabah berisi Jumlah gabah seluruhnya 6. Produksi gabah kering panen (GKP) per petak ha-1 setelah dikurangi dua baris tanaman terluar, dilakukan dengan cara menimbang bobot gabah hasil panen per petak. 7. Produksi gabah kering giling (GKG/k.a 14%) t ha-1, dihitung dengan cara mengkonversi produksi GKP ke produksi GKG (k.a 14%) Rumus : Produksi GKG (k.a 14%) = 100- kadar air awal x 100- kadar air 14% berat gabah GKP

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil TinggiTanaman Sidik ragam menunjukkan bahwa varietas pada berbagai rekomendasi pemupukan dan interaksi terhadap tinggi tanaman tidak berpengaruh nyata pada umur 30, 55, dan 95 HST. Adapun kurva tinggi tanaman disajikan pada Gambar 1. Gambar 1 menunjukkan bahwa varietas inpari-10 dengan rekomendasi pemupukan dengan menggunakan metode PuPS (v2p3) pada umur 95 HST menghasilkan tinggi tanaman tertinggi yakni (108,27 cm) disbanding dengan tinggi tanaman lainnya. Panjang Malai (cm) Sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi dan varietas berpengaruh nyata. Sedangkan rekomendasi pemupukan tidak berpengaruh nyata terhadap panjang malai. Tabel 1 menunjukkan bahwa varietas inpari-10 (v2) menghasilkan rata-rata panjang malai tertinggi (26,28 cm) dan berbeda nyata dengan varietas inpari-7 (v1). Interaksi antara varietas inpari-10 dengan rekomendasi pemupukan PuPS (v2p3) menghasilkan pan-jang malai tertinggi yakni (26,72 cm) dan berbeda nyata dengan rekomendasi pe-mupukan kebiasaan petani, PUTS dan SK Menteri pertanian. Sedangkan varietas inpari-7 dengan rekomendasi pemupukan PUTS (v1p2) menghasilkan panjang malai tertinggi yakni (25,56 cm) dan berbeda nyata dengan rekomendasi pemupukan kebiasaan petani, PuPS dan SK Menteri pertanian.

267

Dahliana Dahlan, Yunus Musa, dan Muhammad Iqbal Ardah

Gambar 1. Rata-rata tinggi tanaman tiap pengamatan

Tabel 1. Rata-rata panjang malai (cm) tanaman padi Rekomendasi pemupukan (P) Varietas (V) KP (p1) PUTS (p2) PuPS (p3) SKM (p4) v1 (inpari-7) 109,67 a 131,67 a 111,67 b 110,33 b v2 (inpari-10) 125,33 ab 114,67 b 134,00 a 136,33 a Rata-rata 117,50 123,17 122,83 123,33

Rata-rata 115,83 127,58 NP BNT0,01=0,948

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pada taraf uji BNT0,01

Jumlah gabah isi (biji) per malai Sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi varietas dan perlakuan rekomendasi pemupukanberpengaruh nyata, sedangkan perlakuan varietas dan perlakuan rekomendasi pemupukan berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah gabah isi. Tabel 2 menunjukkan bahwa varietas inpari-10 (v2) menghasilkan rata-rata jumlah gabah isi tanaman per petak tertinggi yakni (127,58 biji) dan tidak berbeda nyata dengan varietas inpari-7 (v1) yakni (115,83 biji). Perlakuan varietas inpari-10 dan rekomendasi pemupukan SK menteri pertanian (v2p4) memberikan rata-rata jumlah gabah isi tertinggi yaitu 136,33 biji dan berbeda nyata pada

perlakuan rekomendasi pemupukan kebiasaan petani, PUTS, dan PuPS. Sedangkan varietas inpari-7 dan rekomendasi pemupukan PUTS (v1p2) memberikan rata-rata jumlah gabah isi tertinggi yaitu 131,67 biji dan berbeda nyata terhadap perlakuan rekomendasi kebiasaan petani, PuPS, dan SK menteri pertanian. Berat gabah isi (gram) per malai Sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan varietas dan interaksi antara varietas dan perlakuan rekomendasi pemupukan berpengaruh nyata. Sedangkan perlakuan rekomendasi pemupukan berpengaruh tidak nyata, terhadap berat gabah isi.

268

Produksi dua varietas padi sawah pada berbagai rekomendasi pemupukan Tabel 2. Rata-rata jumlah gabah isi (biji) per malai pada perlakuan jenis varietas dan rekomendasi pemupukan. Varietas (V) v1 (inpari-7) v2 (inpari-10) Rata-rata NP BNT-0,01=15,54 Rekomendasipemupukan (P) PuPS KP (p1) PUTS (p2) (p3) 4.37 c 5.50 ab 4.30 c 5.34 ab 5.04 b 5.75 a 4,85 5,27 5,03 SKM (p4) 4.24 c 5.81 a 5,03 Ratarata 4.60 5.48

Keterangan : angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pada taraf uji BNT0,01.

Tabel 3. Rata-rata berat gabah isi (gram) per malai tanaman padi pada berbagai perlakuan. Rekomendasi pemupukan (P) Varietas (V) Rata-rata KP (p1) PUTS (p2) PuPS (p3) SKM (p4) 24,08 cd 25,56 bc 23,06 e 23,80 de 26,43 v1(inpari-7) v2(inpari-10) Rata-rata 26,01 ab 25,05 25,94 ab 25,75 26,72 a 24,89 26,43 ab 25,12 26,28 P BNT0,01= 0,61

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pada taraf uji BNT0,01

Tabel 3 menunjukkan bahwa varietas inpari-10 (v2) menghasilkan rata-rata berat gabah isi tertinggi (5,48 gram) dan berbeda nyata dengan varietas inpari-7 (v1) yakni (4,60 gram). Interaksi antara varietas inpari-10 dengan rekomendasi pemupukan SK Menteri pertanian v2p4 menghasilkan berat gabah isi tertinggi yakni (5,81 gram) dan berbeda nyata dengan rekomendasi pemupukan kebiasaan petani, PUTS dan PuPS. Sedangkan varietas inpari-7 dengan rekomendasi pemupukan PUTS menghasilkan jumlah gabah isi permalai tertinggi yakni (5,50 gram) dan berbeda nyata dengan rekomendasi pemupukan kebiasaan petani, PuPS dan SK Menteri pertanian. 269

Persentase gabah berisi per malai (%) Sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi antara varietas dengan perlakuan rekomendasi pemupukan berpengaruh nyata. Sedangkan varietas dan berbagai rekomendasi pemupukan tidak berpengaruh nyata terhadap persentase gabah isi permalai. Adapun rata-rata Persentase gabah berisi permaladisajikan pada Tabel 4. Tabel 4 menunjukkan bahwa varietas inpari-10 (v2) menghasilkan rata-rata persentase jumlah gabah isi per malai tertinggi (94,72%) dan tidak berbeda nyata dengan varietas inpari-7 (v1). Interaksi antara varietas inpari-10 dengan rekomendasi pemu-pukan SK Menteri pertanian v2p4 meng-hasilkan

Dahliana Dahlan, Yunus Musa, dan Muhammad Iqbal Ardah jumlah gabah isi permalai tertinggi yakni (95,49%) dan berbeda nyata dengan rekomendasi pemupukan kebiasaan petani, PUTS dan PuPS. Se-dangkan varietas inpari-7 dengan reko-mendasi pemupukan PUTS meng-hasilkan jumlah gabah isi permalai ter-tinggi yakni (89,06%) dan berbeda nyata dengan rekomendasi pemupukan ke-biasaan petani, PuPS dan SK Menteri pertanian. Produksi gabah kering panen (GKP) Sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan varietas berpengaruh nyata, sedangkan perlakuan rekomendasi pemupukan dan interaksi antara keduanya berpengaruh tidak nyata terhadap berat gabah kering panen. Rata-rata berat gabah kering panen disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 menunjukkan bahwa varietas inpari-10 (v2) menghasilkan rata-rata berat gabah kering panen per petak ubinan terberat (7,78 kg) dan berbeda nyata dengan varietas inpari-10 (v2) yakni (5,39 kg). Pada varietas inpari-10 dengan perlakuan SK menteri pertanian memberikan hasil produksi tertinggi yaitu 8,19 kg dan terendah pada perlakuan PUTS yaitu 7,50 kg. Sedangkan, pada varietas inpari-7 dengan rekomendasi pemupukan PuPS memberikan hasil produksi tertinggi yaitu 5,55 kg dan terendah pada rekomendasi pemupukan PUTS yaitu 5,28 kg. Berat gabah kering giling (GKG) (ton) Sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan varietas inpari-10 berpengaruh sangat nyata, sedangkan perlakuan rekomendasi pemupukan dan interaksi antara varietas dan rekomendasi pemupukan berpengaruh tidak nyata terhadap berat gabah kering giling. Tabel 6 menunjukkan bahwa varietas inpari-10 (v2) menghasilkan rata-rata berat gabah kering giling per ubinan terberat (6,78 ton) dan sangat berbeda nyata dengan varietas inpari-7 (v1).

Tabel 4. Rata-rata Persentase gabah berisi permalai (%). Perlakuan (P) Varietas (V) KP p1 PUTS p2 PuPS p3 v1 (Inpari-7) v2 (In Rata-rata 83,09 c 94,44 ab 88,77 89,06 b 94,27 ab 91,67 87,79 bc 94,67 ab 91,23

SKM p4 87,99 bc 95,49 a 91,74

Rata-rata 86,98 94,72 NP 2,17 BNT0,05=

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pada uji BNT0,05

270

Produksi dua varietas padi sawah pada berbagai rekomendasi pemupukan Tabel 5. Rata-rata produksi gabah kering panen (GKP). Varietas (V) v1 (inpari-7) v2 (inpari-10) Rata-rata Rekomendasi pemupukan (P) KP (p1) PUTS (p2) PuPS (p3) 5,09 4,60 4,85 6,78 6,54 6,66 5,94 5,57 5,76 SKM (p4) 4,63 7,14 5,89 Rata-rata 4,79 b 6,78 a NP BNT-0,01= 1,71

Keterangan : Angka-angka yang diikut oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pada taraf uji BNT-0,01

Tabel 6. Rata-rata berat gabah kering giling (ton) pada perlakuan varietas dan rekomendasi pemupukan Rekomendasi pemupukan (P) Varietas (V) Rata-rata KP (p1) PUTS (p2) PuPS (p3) SKM (p4) v1 (inpari-7) 5,42 5,28 5,55 5,31 5,39 b v2 (inpari-10) 7,78 7,50 7,64 8,19 7,78 a NP BNTRata-rata 6,60 6,39 6,60 6,75 0,05=0,81
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda berarti tidak berbeda nyata pada taraf uji BNT-0,05

Pembahasan Perlakuan pemberian pemupukan dengan rekomendasi SK menteri pertanian (250 kg ha-1 urea, 75 kg ha-1 SP-36 dan 50 kg. ha-1 KCL) dengan menggunakan varietas inpari-10 memberikan produksi tertinggi yaitu 8,19 kg GKP atau sekitar 7,14 GKG. Tingginya produksi ini disebabkan adanya interaksi pada parameter panjang malai, jumlah gabah isi, berat gabah isi, persentase jumlah gabah isi permalai, jumlah gabah isi. Hal ini disebabkan karena takaran kombinasi pemberian pupuk tersebut merupakan takaran yang sesuai dibutuh-kan oleh tanaman padi seperti yang dikemukakan oleh Sutanto (2002) bahwa ketersediaan unsur hara yang dibutuh-kan tanaman dapat terpenuhi dengan adanya penambahan pupuk nitrogen yang tepat sehingga dapat mempercepat penyerapan unsur hara. Karena pemberian pupuk N 271

yang berlebihan tidak akan meningkatkan produktivitas hasil tetapi justru mengurangi hasil panen. Pengaruh varibilitas dalam hal pertumbuhan dan produksi yang di tunjukkan oleh kedua varietas yang dicobakan, karena setiap varietas padi memiliki daya adaptasi tersendiri terhadap kondisi biofisik lingkungan (Gosh dan Kashyap, 2003). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa varietas inpari-7 memiliki daya adaptasi yang lebih baik dibanding varietas inpari-10 untuk kondisi lingkungan lokasi penelitian. Qamara dan Setiawan (1995) meenyatakan bahwa kultivar padi dapat dikelompokkan atas dasar (1)kepekaan terhadap fotoperiodik, (2) jenis pengelolaan airnya, (3) tipe tanaman dan (4) kandungan pati endospermnya, dimana perbedaan variasi sifat akan menyebabkan perbedaan tingkat adaptasi terhadap kondisi lingkungan

Dahliana Dahlan, Yunus Musa, dan Muhammad Iqbal Ardah tertentu. Adapun pembeda sifat-sifat kultivar yang utama antara lain waktu mencapai 50 % muncul malai (cepat atau lambat) dan panjang batang sampai malai (pendek atau panjang). Selain itu, adanya perbedaan karakter fenotipe yang tampak dari masing-masing varietas disebabkan oleh adanya perbedaan gen yang mengatur karakter tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat Yatim (1991), bahwa setiap gen memiliki pekerjaan sendiri-sendiri untuk menumbuhkan dan mengatur berbagai jenis karakter dalam tubuh organisme. Selain itu, keragaman tersebut dipengaruhi oleh variasi genetik yang terdapat pada varietas tersebut, sebab masing-masing varietas memiliki karakter yang khas. Selanjutnya Bari, Sjarkani dan Endang (1974) dalam Singkerru (2008), menyatakan bahwa keragaman akibat faktor lingkungan dan keragaman genetik umumnya berinteraksi satu sama lain dalam mempengaruhi penampilan fenotipe tanaman. Faktor genetik tidak akan memperlihatkan sifat yang dibawanya kecuali dengan adanya faktor lingkungan yang diperlukan. Sebaliknya, bagaimanapun kita mengadakan manipulasi dan perbaikan terhadap faktor lingkungan tidak akan menyebabkan perkembangan dari suatu sifat, kecuali jika faktor genetik yang diperlukan terdapat pada individu yang bersangkutan. Tingginya produksi yang diperoleh pada varietas inpari-10 maupun pada Inpari-7 dengan rekomendasi pemupukan SK menteri pertanian disebabkan karena tingginya panjang malai, jumlah gabah dan berat gabah isi yang cukup tinggi sehingga mempengaruhi persentase gabah berisi dan produksi gabah kering panen, serta produksi gabah kering giling. Hasil yang diperoleh karena rekomendasi pemupukan memberikan unsur hara yang berimbang antara Urea, SP- 36/TSP dan KCl yang diberikan pada tanah sesuai dengan kebutuhan tanaman dan kandungan unsur hara dalam tanah. Penggunaan PUTS dan PuPS untuk menentukan konsentrasi kandungan hara dalam tanah merupakan alat yang dapat digunakan oleh para penyuluh pertanian dilapangan sehingga dapat ditentukan dosis pemupukan berdasarkan lokasi penanaman. Pupuk yang diberikan merupakan tambahan bagi unsur yang sudah ada dalam tanah, sehingga jumlah nitrogen, posfor dan kalium yang tersedia bagi tanaman berada dalam perbandingan yang tepat. Pada waktu bersamaan ketersediaan unsur penting (esensial) lainnya juga harus dalam keadaan optimal. Sebagai contoh apabila pemupukan padi hanya dipupuk dengan urea saja, kelihatannya sangat cepat dan rimbun akan tetapi sangat lemah sehingga mudah rebah dan tidak tahan, terhadap serangan hama dan penyakit. Demikian pula sebaliknya apabila hanya dipupuk TSP/SP-36 atau KCI saja pupuk ini tidak akan berpengaruh optimal terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman. Pada prinsipnya keseimbangan hara atau kesuburan secara menyeluruh harus sedemikian rupa sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman yang lebat dan normal.

KESIMPULAN
Varietas inpari-10 dengan dosis hasil rekomendasi pemupukan SK menteri pertanian memberikan hasil produksi tertinggi yaitu 8, 19 t ha-1, kebiasaan petani 7,78 t ha-1, rekomendasi PuPS7,64 t ha-1, dan rekomendasi PUTS 7,50 t ha-1. 272

Produksi dua varietas padi sawah pada berbagai rekomendasi pemupukan Varietas inpari-10 memberikanhasil yang baik terhadap parameter berat gabah kering panen, dan berat gabah kering giling (ton). Interaksi antara varietas inpari-10 dan rekomendasi pemupukan SK Menteri Pertanian yang digunakan berpengaruh pada parameter panjang malai, jumlah gabah isi, berat gabah isi, persentase jumlah gabah isi permalai, jumlah gabah isi. Arifin, Z., Suprapto, dan A.M. Fagi. 1993. Pengaruh kalium anorganik dan organic terhadap hasil padi sawah. Reflektor 6 (1-2) : 13-17. De Datta. 1991. Principles and practices of rice production. John Wiley and Sons inc. New York. Ghosh, P., dan A.K. Kashyap. 2003. Effect of rice cultivars on rate of Nmineralization, nitrification and nitrifier population size in an irrigated ecosystem. Applied Soil Ecology (23):27 41. Irsal Las, dan A. Rachman. 2006. Petunjuk penggunaan perangkat uji tanah sawah versi 1.1 Balai penelitian Tanah. Bogor. Karama, A,S., dan A. Rahman. 1995. Optimalisasi Pemanfaatan sumber Daya Lahan Berwawasan Lingkungan Hal 98-12, Dalam Kerja Penelitian Tanaman Pangan Buku 1. Kebijaksanaan dan Hasil Utama Penelitian. Pusat Peneliti-an dan Pengembangan Tanaman, Bukit Bangton. Khairul, U. 2001.Pemanfaatan bio-teknologi untuk meningkatkan produksi pertanian.www.yahoo.com. Menteri Pertanian, 2006. Keputusan Menteri Pertanian nomor: 01/Kpts/SR.130/1/2006 tanggal 3 januari 2006 tentang rekomendasi pemupukan N, P, dan K pada padi sawah spesifik lokasi. Moersidi, S., D. Santoso, M. Soepartini, M. Al-jabri, J. Sri adiningsih, dan M. Sudjadi. 1989. Peta keperluan fosfat tanah sawah di Jawa dan Madura. Pemberitaan Penelitian Tanah dan pupuk No.8: 13-25. Qamara, W., dan A. Setiawan. 1995. Pengantar produksi benih. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

DAFTAR PUSTAKA
Anonima. 2011. http://bp3knanggulan. blog spot.com/2010/08/pirantilunak-pemupukan-padi-sawah. html. diakses 15 maret 2011. ______b. 2011. http://id.wikipedia.org/ wiki/ Pupuk. diakses 8 april 2011. ______c.2011. http://didikturmudi. Blogspot.com/2009/05/efisiensi-pupuk- nitrogen-pada-tanaman .html. diakses 8 april 2011. 2011. http://himproagro. ______d. wordpress.com/2009/05/19/alatbantu-untuk-menentukan-takarandan-waktu-pemberian-pupukpada-padi-sawah/.diakses 15 Maret 2011. ______e. 2011. http://wuryan.wordpress .com/2008/07/24/pengaruh dosisdan-frekuensi-pemberian-pupukkalium-serta-persentase-air tersedia-terhadap-tanaman-melati/. diakses 8 april 2011. ______f. 2012. http://www.antaranews. com/berita/248157/produksiberas-2011-diperkirakan-37-jutaton. diakses 12 januari 2012. ______g. 2012. http://manhandry-prb. blogspot.com/2010/12/efisiensipemupukan-pada-tanamanpadi.html. diakses 17 januari 2012.

273

Dahliana Dahlan, Yunus Musa, dan Muhammad Iqbal Ardah Rao, N.M.S. 1982. Biofertilizers in agricultur. Oxford & BH Publishing Co,. Nedw Delhi. Rochayati, Sri, Mulyadi, dan J. Sri Adiningsih. 1991. Penelitian efisiensi penggunaan pupuk di lahan sawah. Hal. 107-143. Dalam Pros. Lokakarya Nasional Efisiensi Penggunaan Pupuk V, Cisarua, 1213 Nopember 1990. Puslittanak Setyorini, D., S. Rasti, dan K.A. Ea. 2006. Kompas: Pupuk organik dan pupuk hayati. Seminar sehari penggunaan pupuk organik BPTP. Yogyakarta.h: 11 40. Soemartono, Bahril, S., dan Gardjono, R., 1981 Bercocok tanam Padi. CV. Yasaguna. Jakata. Subiksa, Ladiyani R.W., dan Diah Setyorini. 2011. Perangkat uji tanah sawah. IGM. Balai Penelitian Tanah. Bogor. Sutopo L. 2003. Teknologi Benih. Rajawali Pers. Jakarta. Soenarja, et all. 1994. Bertanam Padi Sawah. Widjaya. Jakarta. Suparyono dan Setyono, A. 1997. Tanaman Padi. PT. Gramedia. Jakarta.

274

Anda mungkin juga menyukai