Anda di halaman 1dari 26

1

I. PENDAHULUAN

Spondyloarthritis atau spondyloarthropathy adalah nama untuk sekumpulan dari peradangan rehumatik yang menyebabkan arthritis, jenis yang tersering ialah ankylosing spondylitis, yang dominan meyerang tulang belakang, diantara lain adalah, axial spondyloarthrits, yang sering menyerang tulang belakang dan pelvis, peripheral spondyloarthritis yang sering menyerang kaki dan tangan, reaktif arthritis ( reiters syndrom), psoriatic arthritis dan enteropathic arthritis ( yang diasosiasikan dengan irritable bowel dissease ). Spondyloarthritis merupakan penyakit inflamasi kronik, bersifat sistemik, ditandai dengan kekakuan progresif, dan terutama menyerang sendi tulang belakang (vertebra) dengan penyebab yang tidak diketahui. Penyakit ini dapat melibatkan sendi-sendi perifer, sinovia, dan rawan sendi, serta terjadi osifikasi tendon dan ligamen yang akan mengakibatkan fibrosis dan ankilosis tulang. Terserangnya sendi sakroiliaka merupakan tanda khas penyakit ini. Ankilosis vertebra biasanya terjadi pada stadium lanjut dan jarang terjadi pada penderita yang gejalanya ringan. Dalam sepuluh tahun terakhir penelitan spondyloathritis mengalami banyak perkembangan, terutama mengenai pengobatan, diagnosa awal, dan pemeriksaan penunjang. insidensnya sebanding dengan artritis rematoid. Sekitar 20% donor darah dengan HLA-B27 menderita kelainan sakroilitis. Manifestasi biasanya dimulai pada masa remaja dan jarang di atas 40 tahun, lebih banyak pada pria daripada wanita (5 : 1). Angka kekerapan bervariasi antara 1,0--4,7%.3-7. Dalam referat ini, akan dibahas dari mulai spondyloarthtis itu sendiri sanmpai dengan penanganan spondyloarthritis. Ada dua perberdaan mendasar antara spondyloarthritis dengan rheumatoid arthritis. Perbedaan untamanya adalah antibodi yang dinamakan rheumatoid faktor. Rheumatoid arthrits merupakan tipe peradangan arthritis dan penderita memilika faktor rheumatoid dan dinamakan seropositif, sedangkan spondyloarthritis adalah tipe peradangan arthritis yang tidak memiliki antibodi rheumatoid faktor sehingga dinamakan seronegatif spondyloarthropathy, atau seronegatif arthritis. Keseluruhan prevalensi dari AS adalah 0,25 persen, dan lebih sering terjadi pada pria, tiga laki-laki yang didiagnosis dengan AS untuk setiap satu

perempuan. Namun, banyak rheumatologists percaya jumlah wanita dengan AS adalah kurang terdiagnosis, karena kebanyakan wanita cenderung mengalami gejala ringan. [ 31 ]Sebagian besar pasien, termasuk 95 persen pasien putih, AS mengekspresikan HLA-B27 antigen [ 32 ] dan tinggi tingkat immunoglobulin A (IgA) dalam darah. Timbulnya penyakit ini biasanya antara 15 dan 25 tahun. [ 32 ] HLA-B27 antigen juga diungkapkan oleh Klebsiella bakteri, yang ditemukan dalam kadar tinggi dalam tinja dari pasien AS. Sebuah teori menunjukkan adanya bakteri dapat menjadi pemicu penyakit, dan mengurangi jumlah pati dalam diet (yang bakteri ini perlu tumbuh) dapat bermanfaat bagi pasien AS. Sebuah tes diet ini mengakibatkan gejala berkurang dan peradangan pada pasien dengan AS serta tingkat IgA pada individu dengan dan tanpa AS. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menentukan apakah perubahan diet mungkin memiliki efek klinis pada perjalanan penyakit .

II.

Tinjauan Pustaka

A.

Anatomi Vertebra

Tulang belakang (vertebra) dibagi dalam dua bagian. Di bagian ventral terdiri atas korpus vertebra yang dibatasi satu sama lain oleh discus intervebra dan ditahan satu sama lain oleh ligamen longitudinal ventral dan dorsal. Bagian dorsal tidak begitu kokoh dan terdiri atas masing-masing arkus vertebra dengan lamina dan pedikel yang diikat satu sama lain oleh berbagai ligament di antaranya ligament interspinal, ligament intertansversa dan ligament flavum. Pada prosesus spinosus dan transverses melekat otot-otot yang turut menunjang dan melindungi kolum vertebra.1

Tulang belakang manusia adalah pilar atau tiang yang berfungsi sebagai penyangga tubuh dan melindungi medulla spinalis. Pilar itu terdiri atas 33 ruas tulang belakang yang tersusun secara segmental yang terdiri atas 7 ruas tulang servikal (vertebra servikalis), 12 ruas tulang torakal (vertebra torakalis), 5 ruas

tulang lumbal (vertebra lumbalis), 5 ruas tulang sakral yang menyatu (vertebra sakral), dan 4 ruas tulang ekor (vertebra koksigea).2

Gambar 1. Anatomi vertebra servikalvikalis.2

Setiap ruas tulang belakang dapat bergerak satu dengan yang lain oleh karena adanya dua sendi di posterolateral dan diskus intervertebralis di anterior. Pada pandangan dari samping pilar tulang belakang membentuk lengkungan atau lordosis di daerah servikal, torakal dan lumbal. Keseluruhan vertebra maupun masing-masing tulang vertebra berikut diskus intervertebralisnya bukanlah merupakan satu struktur yang mampu melenting, melainkan satu kesatuan yang kokoh dengan diskus yang memungkinkan gerakan antar korpus ruas tulang belakang.3 Vertebra servikalis yang tipikal mempunyai ciri sebagai berikut.1 1. Processus transversus mempunyai foramen trnsversum untuk tempat lewatnya artri vertebralis dan vena vertebralis. 2. Spina kecil dan bifida. 3. Corpus kecil dan lebar dari sisi ke sisi. 4. Foramen vertebrale besar dan berbentuk segitiga.

5. Processus articularis superior mempunyai facies yang menghadap ke belakang dan atas; procesus articularis inferior mempunyai fascies yang menghadap ke bawah dan depan. Vertebra servikalis yang atipikal mempunyai ciri sebagai berikut.1 1. Tidak mempunyai corpus. 2. Tidak mempunyai processus spinosus. 3. Mempunyai arcus anterior dan posterior. 4. Meempunyai massa lateralis pada masing-masing sisi dengan fasis articularis pada permukaan atas dan bawah.

Lingkup gerak sendi pada vertebra servikal adalah yang terbesar. Vertebra torakal berlingkup gerak sedikit karena adanya tulang rusuk yang membentuk toraks, sedangkan vertebra lumbal mempunyai ruang lingkup gerak yang lebih besar dari torakal tetapi makin ke bawah lingkup geraknya makin kecil.3

Tulang vertebrae merupakan struktur kompleks yang secara garis besar terbagi atas 2 bagian. Bagian anterior tersusun atas korpus vertebra, diskus intervertebralis (sebagai artikulasi), dan ditopang oleh ligamentum longitudinale anterior dan posterior. Sedangkan bagian posterior tersusun atas pedikel, lamina, kanalis vertebralis, serta prosesus tranversus dan spinosus yang menjadi tempat otot penyokong dan pelindung kolumna vertebrale. Bagian posterior vertebrae antara satu dan lain dihubungkan dengan sendi apofisial (fascet joint).

Gambar 2. Vertebra Servikalis C1 dan C2.2

Tulang vertebrae ini dihubungkan satu sama lainnya oleh ligamentum dan tulang rawan. Bagian anterior columna vertebralis terdiri dari corpus vertebrae yang dihubungkan satu sama lain oleh diskus fibrokartilago yang disebut discus invertebralis dan diperkuat oleh ligamentum longitudinalis anterior dan ligamentum longitudinalis posterior. Diskus invertebralis menyusun seperempat panjang columna vertebralis. Diskus ini paling tebal di daerah cervical dan lumbal, tempat dimana banyak terjadi gerakan columna vertebralis, dan berfungsi sebagai sendi dan shock absorber agar kolumna vertebralis tidak cedera bila terjadi trauma.2

Setiap ruas tulang belakang dapat bergerak satu dengan yang lain oleh karena adanya dua sendi di posterolateral dan diskus intervertebralis di anterior. Pada

pandangan dari samping, pilar tulang belakang membentuk lengkungan atau lordosis di daerah servikal dan lumbal. Keseluruhan vertebra maupun masingmasing tulang vertebra berikut diskus intervertebralisnya merupakan satu kesatuan yang kokoh dengan diskus yang memungkinkan gerakan antar korpus ruas tulang belakang. Lingkup gerak sendi pada vertebra servikal adalah yang terbesar. Vertebra torakal berlingkup gerak sedikit karena adanya tulang rusuk yang membentuk toraks, sedangkan vertebra lumbal mempunyai ruang lingkup gerak yang lebih besar dari torakal tetapi makin ke bawah lingkup geraknya semakin kecil.3 Vertebra thorakalis yang tipikal mempunyai ciri sebagai berikut.1 1. Corpus berukuran besar dan berbentuk jantung. 2. Foramen vertebrale kecil dan bulat. 3. Processus spinosus panjang dan miring ke bawah. 4. Fovea costalis terdapat pada ssii-sisi corpus untuk bersendi dengan capitulum costae. 5. Fovea costalis terdapat pada processus transversalis untuk bersendi dengan tuberculum costae. 6. Processus articularis superior mempunyai fascies yang menghadap ke belakang dan lateral, sedangkan fascies pada procesus articularis inferior menghadap ke depan dan medial. Gambar 3. Vertebra yang Tipikal.2

Vertebra lumbalis yang tipikal mempunyai ciri sebagai berikut.1 1. Corpus besar dan berbentuk ginjal. 2. Pediculus kuat dan mengarah ke belakang. 3. Lamina tebal. 4. Foramina vertebrale berbentuk segitiga. 5. Processus transversum panjang dan langsing. 6. Processus spinosus pendek, rata, berbentuk segiempat, dan mengarah ke belakang. 7. Fascies articularis processus articularis superior menghadap ke medial dan yang inferior menghadap ke lateral.

Gambar 4. Vertebra Lumbalis

Kolumna vertebralis ini terbentuk oleh unit-unit fungsional yang terdiri dari segmen anterior dan posterior.3 a. Segmen anterior, sebagian besar fungsi segmen ini adalah sebagai penyangga badan. Segmen ini meliputi korpus vertebrata dan diskus intervebralis yang diperkuat oleh ligamentum longitudinale anterior di bagian depan dan limentum longitudinale posterior di bagian belakang. Sejak dari oksiput, ligament ini menutup seluruh bagian belakang diskus. Mulai L1 gamen ini menyempit, hingga pada daerah L5-S1 lebar ligament hanya tinggal separuh asalnya.

b. Segmen posterior, dibentuk oleh arkus, prosesus transverses dan prosesus spinosus. Satu dengan lainnya dihubungkan oleh sepasang artikulasi dan diperkuat oleh ligament serta otot. Setiap ruas tulang belakang terdiri atas korpus di depan dan arkus neuralis di belakang yang di situ terdapat sepasang pedikel kanan dan kiri, sepasang lamina, dua pedikel, satu prosesus spinosus, serta dua prosesus transversus. Beberapa ruas tulang belakang mempunyai bentuk khusus, misalnya tulang servikal pertama yang disebut atlas dan ruas servikal kedua yang disebut odontoid. Kanalis spinalis terbentuk antara korpus di bagian depan dan arkus neuralis di bagian belakang.2

Kanalis spinalis ini di daerah servikal berbentuk segitiga dan lebar, sedangkan di daerah torakal berbentuk bulat dan kecil. Bagian lain yang menyokong kekompakan ruas tulang belakang adalah komponen jaringan lunak yaitu ligamentum longitudinal anterior, ligamentum longitudinal posterior, ligamentum flavum, ligamentum interspinosus, dan ligamentum supraspinosus.3 Gambar 5. Perbedaan Anatomis Vertebra.3

Stabilitas tulang belakang disusun oleh dua komponen, yaitu komponen tulang dan komponen jaringan lunak yang membentuk satu struktur dengan tiga pilar. Pertama yaitu satu tiang atau kolom di depan yang terdiri atas korpus serta diskus intervertebralis. Kedua dan ketiga yaitu kolom di belakang kanan dan kiri yang terdiri atas rangkaian sendi intervertebralis lateralis. Secara keseluruhan tulang belakang dapat diumpamakan sebagai satu gedung bertingkat dengan tiga tiang utama, satu kolom di depan dan dua kolom di samping belakang, dengan lantai yang terdiri atas lamina kanan dan kiri, pedikel, prosesus transversus dan prosesus spinosus.3

Semakin tinggi kerusakan saraf tulang belakang, maka semakin luas trauma yang diakibatkan. Misal, jika kerusakan saraf tulang belakang di daerah leher, hal ini dapat berpengaruh pada fungsi di bawahnya dan menyebabkan seseorang lumpuh

pada kedua sisi mulai dari leher ke bawah dan tidak terdapat sensasi di bawah leher. Kerusakan yang lebih rendah pada tulang sakral mengakibatkan sedikit kehilangan fungsi.3

Gambar 6. Os Sacrum dan Os Coccyx.2

Hubungan antara corpus vertebra servikal (dan juga corpus vertebra lainnya) dimungkinkan oleh adanya sendi,umumnya disebut sendi faset, biasa juga disebut sendi apofiseal atau zygapofiseal, memungkinkan adanya pergerakan

(fleksi,ekstensi ataupun rotasi), menyerupai engsel, terletak langsung di belakang kanalis spinalis. Sendi faset merupakan sendi sinovial,dikelilingi oleh jaringan ikat dan menghasilkan cairan untuk memelihara dan melicinkan sendi. Pada permukaan superior dan inferior prosessus uncinate terdapat pula sendi faset,lebih dikenal dengan nama sendi uncovertebral dari Luschka (joint of Luschka) yang juga penting dalam biomekanikal dan stabilitas tulang vertebra.3

Discus intervertebralis terdiri dari lempeng rawan hyalin (Hyalin Cartilage Plate), nukleus pulposus (gel), dan annulus fibrosus. Sifat setengah cair dari nukleus pulposus, memungkinkannya berubah bentuk dan vertebrae dapat mengjungkit

10

kedepan dan kebelakang diatas yang lain, seperti pada flexi dan ekstensi columna vertebralis. Diskus intervertebralis, baik anulus fibrosus maupun nukleus pulposusnya adalah bangunan yang tidak peka nyeri.3

Nukleus Pulposus adalah suatu gel yang viskus terdiri dari proteoglycan (hyaluronic long chain) mengandung kadar air yang tinggi (80%) dan mempunyai sifat sangat higroskopis. Nucleus pulposus berfungsi sebagai bantalan dan berperan menahan tekanan/beban. Dengan bertambahnya usia, kadar air nukleus pulposus menurun dan diganti oleh fibrokartilago. Sehingga pada usia lanjut, diskus ini tipis dan kurang lentur, dan sukar dibedakan dari anulus. Ligamen longitudinalis posterior di bagian L5-S1 sangat lemah, sehingga HNP sering terjadi di bagian postero lateral. Mulai daerah lumbal 1 ligamentum longitudinal posterior makin mengecil sehingga pada ruang intervertebre L5-S1 tinggal separuh dari lebar semula sehingga mengakibatkan mudah terjadinya kelainan didaerah ini.3 ---Kemampuan menahan air dari nucleus pulposus berkurang secara progresif dengan bertambahnya usia. Mulai usia 20 tahun terjadi perubahan degenerasi yang ditandai dengan penurunan vaskularisasi kedalam diskus disertai berkurangnya kadar air dalam nucleus sehingga diskus mengkerut dan menjadi kurang elastik.

B.

Spondyloarthritis

1. Definisi Spondyloarthropathies (SpA) adalah kelompok arthritis inflamasi yang terdiri dari ankylosing spondylitis (AS), reaktif arthritis, arthritis / spondylitis berhubungan dengan psoriasis (PSA) dan arthritis / spondylitis terkait dengan penyakit radang usus (IBD). Hubungan dengan antgen leukosit manusia ( HLA) b27, keterlibatan perifer terutama dari ekstremitas bawah, sakroiliitis, spondilitis, enthesitis, dactylitis, uveitis, lesi mukosa usus dan lesi kulit adalah manifestasi bersama dari penyakit tersebut. Kategorisasi seorang pasien individu menjadi

11

subset dari SpA bisa sulit karena kurangnya kriteria yang jelas untuk diagnosis [ 3 ]. Yang baru dikembangkan Penilaian spondyloarthritis International Society (ASAS) mengusulkan kriteria klasifikasi untuk mengklasifikasikan SpA sesuai dengan manifestasi klinis terkemuka, terutama aksial atau didominasi perifer, dengan atau tanpa psoriasis terkait, IBD atau infeksi sebelumnya.

2. Etiologi Masih belum diketahui secara pasti etiologi dari spondyloarthritis tapi diduga karena dipengatuhi oleh faktor genetik yaitu adanya HLA B27, HLA B27 terdapat pada permukaan sel darah putih ditemukan terutama pada jenis ankylosing spondylitis. Faktor genetik sangat mempengaruhi dari etiologi spondyloartritis, karena gen HLA B27. Antigen leukosit manusia B27-B merupakan alel HLA dari MHC kelas I molekul dan merupakan penanda genetik kerentanan didirikan paling untuk AS. HLA-B27 gen menunjuk sebuah keluarga paling sedikit 31 terkait erat alel, yang dikenal sebagai subtipe. Tidak semua subtipe yang terkait dengan AS, HLA-B * 2705 ditemukan dalam semua populasi, seperti induk HLA B27molekul. Sebagian besar subtipe adalah hasil dari satu atau lebih substitusi asam amino sebagian besar akibat dari perubahan dalam ekson 2 dan 3 yang menyandialpha 1 dan alpha-2 domain dari rantai berat dan sepanjang pola geografis tertentu. Subtipe yang paling umum (HLA-B * 2705, B * 2702, B * 2704, dan B * 2707) berhubungan dengan AS. Subtipe HLA-B * 2706 dan B * 2709, yang ditemukan di Asia Tenggara dan Sardinia, masing-masing, tidak berhubungan dengan AS. Fungsi utama dari molekul HLA Kelas I adalah untuk menyajikan antigen peptida ke reseptor pada sel T-sitotoksik (CD8 +) T limfosit. HLA Kelas I molekul terdiri dari rantai 45-kD berat polimorfik, noncovalently dikomplekskan dengan rantai cahaya larut nonpolymorphic, 12-kD unit monomorfik, 2m. Rantai berat itu sendiri terdiri dari 3 domain, 1, 2, 3. Yang 2 pertama domain bersama-sama membentuk 2 heliks antiparalel beristirahat pada platform lembar lipit 8-terdampar, yang itu sendiri bertumpu pada struktur 2 gentong berasal dari

12

domain ketiga dan 2m. Beristirahat di dalam platform merupakan peptida antigenik yang biasanya 8-11 asam amino panjang. Peptida ini berasal dari protein endogen dan dari protein dari virus dan bakteri yang telah menginvasi sel. Peptida antigenik yang bersentuhan dengan rantai berat di beberapa lokasi yang dikenal sebagai "kantong." Saku ini ditujukan AF sepanjang platform. Fitur yang membedakan HLA-B27 dari HLA Kelas lain yang paling aku alel adalah residu dari saku yang disebut B-jadi dari rantai berat. Ini saku B menampung residu kedua peptida antigenik. Residu asam glutamat lapisan ini saku HLA-B27 B sangat penting, mendiktekan bahwa saku B HLA-B27 dapat menampung hanya residu arginin dari peptida. Sebagai akibatnya, residu peptida yang paling cocok adalah arginin. Memang, urutan peptide HLA-B27 endogen menujukkan bahwa peptide antigenik paling terkait dengan HLA-B27 memiliki arginin sebagai residu kedua. Dalam sel-antigen penyajian, molekul MHC menyajikan peptida yang berasal dari antigen ke sel T CD8. Para peptida terbentuk dari degradasi protein dalam sitoplasma oleh proteasomes. Peptida pendek ini diangkut ke ER di mana mereka bertemu MHC kelas I molekul. Molekul MHC kelas I melipat dengan peptida yang kemudian diangkut ke permukaan sel melalui aparatus Golgi. Pengakuan kompleks MHC-peptida oleh reseptor T-sel dari limfosit T antigenspesifik melengkapi presentasi antigen.

3. Patogenesis Berbeda dengan rheumatoid arthritis yang menyerang membran sinovial, ankylosing spondylitis menyerang bagian dari insersi tendon, ligamen, fascia dan jaringan fibrosa kapsul sendi dan dinamakan "entheses". Proses patologis adalah salah satu proses fibrosis progresif dan pengerasan dalam jaringan lunak periarticular: yang dinamakan proses "enthesopathy". Penyakit ini secara perlahan menyebar sepanjang tulang belakang yang mempengaruhi capsul posterior facet join. Lumbal vertebra mungkin dapat

13

terkena pada stadium dini. Tulang vertebra juga dapat menjadi rigid atau kaku. Elemen sistemik yang terlibat meliputi mata, paru, jantung dan kelenjar prostat. Psoriatic arthritis telah lama diketahui terjadi dalam keluarga. Kemungkinan peran faktor genetik diilustrasikan oleh pengamatan.

Sekitar 40 persen pasien dengan psoriasis atau PSA memiliki riwayat keluarga gangguan ini pada keluarga tingkat pertama Studi keluarga di PSA telah menunjukkan bahwa penyakit ini adalah 55 kali lebih mungkin terjadi di antara kerabat tingkat pertama dibandingkan kelompok kontrol yang tidak berhubungan. Sebuah peningkatan yang signifikan risiko PSA antara tingkat pertama kerabat pasien dengan PSA juga telah dijelaskan [ Tingkat kesesuaian untuk PSA jauh lebih tinggi dari itu untuk psoriasis (30 versus 7 persen) [ 8 ]. Ada konkordansi besar untuk psoriasis antara kembar monozigot daripada di antara kembar dizigot [ 6 ].

HLA antigen - Penemuan major histocompatibility complex pada kromosom enam diizinkan studi lebih lanjut faktor genetik dalam PSA. Sejumlah asosiasi telah diidentifikasi:

Antigen leukosit manusia (HLA)-B13, HLA-B17, HLA-B57, dan HLACw * 0602 terjadi dengan peningkatan frekuensi pada pasien dengan PSA bila dibandingkan dengan populasi umum HLA berikut alel secara signifikan terkait dengan PSA dibandingkan dengan psoriasis dalam analisis regresi multivariat yang membandingkan 712 pasien PSA dengan 335 pasien psoriasis dan 713 kontrol yang sehat: B * 8, B * 27 * 38 B, dan C * 06. Haplotipe independen terkait dengan PSA dibandingkan dengan psoriasis termasuk HLA-B * 18, HLA-C * 07, HLA-B * 27, HLA-B38, dan HLA-B * 8. Nilai tertinggi prediksi positif tercatat dengan HLA-B27 (dengan asumsi prevalensi 30 persen PSA pada pasien dengan psoriasis, PPV = 0,64) Pasien dengan PSA, bila dibandingkan dengan mereka dengan psoriasis tidak rumit, menunjukkan peningkatan frekuensi HLA antigen B7 dan B27 dan frekuensi yang lebih rendah dari HLA-DR7 dan HLA-CW7 .Namun, frekuensi HLA-B27 dalam PSA tidak setinggi seperti di ankylosing spondylitis atau artritis reaktif, dan sejumlah pasien dengan psoriasis dan

14

spondyloarthropathy adalah HLA-B27 negatif. Selain itu, banyak pasien dengan PSA dan HLA-B27 tidak memiliki manifestasi tulang belakang. Beberapa, tetapi tidak semua, penelitian telah menunjukkan hubungan antara PSA dan HLA-DR4, antigen yang telah terbukti berhubungan dengan rheumatoid arthritis. Namun, asosiasi ini dapat ditunjukkan hanya pada pasien dengan PSA yang memiliki polyarthritis. HLA-DRB1 * 04 alel pada pasien dengan PSA berbeda dengan pada pasien dengan rheumatoid arthritis (RA). HLA-DRB1 * 0401 alel hadir lebih jarang di antara HLA-DRB1 * 04 pasien positif dengan PSA dibandingkan mereka dengan RA, sedangkan HLA-DRB1 * 0402 lebih sering pada mereka dengan PSA dibandingkan pada mereka dengan RA].Prevalensi satu atau lebih dari ansambel HLA-DRB1 alel yang terkait dengan RA, secara kolektif disebut sebagai pengkodean "bersama epitop" (SE), tidak secara signifikan lebih besar pada pasien PSA daripada kelompok kontrol yang sehat, tetapi kehadiran salah satu ini alel SE meningkat pada orang dengan penyakit erosif. HLA-B27 antigen di hadapan HLA-DR7, HLA-DQ3 dalam ketiadaan HLA-DR7, dan HLAB39 adalah prediktor untuk perkembangan penyakit, sedangkan HLA-B22 adalah pelindung Gen PSORS1, dilaporkan HLA-Cw * 06:02, adalah wilayah kerentanan terkuat untuk psoriasis. Dalam sebuah penelitian terhadap 909 pasien PSA, TNF-857T *, sebuah gen yang meningkatkan transkripsi tumor necrosis factor (TNF), adalah alel risiko PSA independen PSORS1 Dalam perbandingan kasus PSA dengan pasien psoriasis dan tidak ada penyakit muskuloskeletal yang ditentukan oleh rheumatologist, frekuensi HLA-C * 0602 secara signifikan lebih rendah di PSA. HLA-C * 06 dikaitkan dengan interval yang lebih panjang antara timbulnya kulit dan penyakit sendi, sedangkan B * 27 alel secara signifikan meningkat frekuensinya dalam PSA dan dikaitkan dengan interval pendek antara waktu onset kulit dan penyakit sendi

Sementara pathogenesis dari sindrom reiter adalah Genetik ditentukan HLAB27 terkait pola reaktivitas terhadap infeksi tertentu memainkan peran kunci dalam patogenesis sindrom Reiter dan arthritides terkait. Sejauh ini patogen enterik Shigella, Salmonella, Yersinia dan Campylobacter serta Chlamydia diperoleh seksual secara serius telah dicurigai sebagai agen memicu. Namun infeksi oleh mikroba ini tidak menjelaskan semua kasus, menyiratkan bahwa

15

lainnya, sampai sekarang tidak diketahui faktor etiologi yang terlibat. Patogen enterik atas berbagi fitur keterlibatan mukosa, sedangkan invasi kelenjar getah bening dan bakteremia tidak terjadi pada infeksi shigella. Jadi fitur terakhir adalah penentu hampir penting dalam patogenesis arthritis. Mikroba milik flora mikroba asli manusia, seperti yang umum patogen saluran kemih, belum dikaitkan dengan arthritis reaktif. Studi telah dilakukan pada respon imun humoral dan seluler di Yersinia dan infeksi klamidia ditemani dan tidak disertai dengan radang sendi, tetapi mereka tidak menunjukkan adanya fitur pemersatu yang bisa menjelaskan patogenesis arthritis. Ada kemungkinan bahwa subjek HLA-B27-positif terlalu sensitif terhadap beberapa mediator peradangan. 4. Gejala klinis Peradangan ringan sampai menengah biasanya bergantian dengan periode tanpa gejala. Gejala yang paling sering ditemukan adalah nyeri punggung, yang intensitasnya bervariasi dari satu episode ke episode lainnya dan bervariasi pada setiap penderita. Nyeri sering memburuk di malam hari. Kekakuan di pagi hari yang akan hilang jika penderita melakukan aktivitas,juga sering ditemukan. Nyeri punggung dan kejang otot-ototnya seringkali bisa berkurang jika penderita membungkukkan badannya ke depan. Karena itu penderita sering mengambil posisi membungkuk, yang bisa menyebabkan bungkuk menetap bila tidak diobati. Pasien dengan ankylosing spondylitis mempengaruhi tulang belakang leher dan dada atas. Tulang punggung pasien telah menyatu dalam posisi tertekuk.

16

Pada penderita lainnya, tulang belakang dengan jelas tampak lurus dan kaku. Nyeri punggung bisa disertai dengan hilangnya nafsu makan, penurunan berat badan, kelemahan dan anemia. Jika sendi yang menghubungkan tulang iga dan tulang belakang meradang, rasa nyeri akan membatasi kemampuan dada untuk mengembang dan untuk menarik nafas dalam. Kadang-kadang nyeri dimulai di sendi yang besar, seperti panggul, lutut dan bahu. Sepertiga penderita mengalami serangan berulang dari peradangan mata (iritisakut),yang biasanya tidak mengganggu penglihatan. Pada penderita lainnya, peradangan bisa menyerang katup jantung. Jika kerusakan tulang belakang menekan saraf atau urat saraf tulang belakang, bisa timbul mati rasa, kelemahan atau nyeri di daerah yang dipersarafinya.Sindroma kauda equina (Sindroma Ekor Kuda) merupakan komplikasi yang jarang, berupa gejala yang timbul jika kolumna tulang belakang yang meradang, menekan sejumlah saraf yang berjalan dibawah ujung urat saraf tulang belakang. Gejalanya berupa impotensi, inkontinensia uri di malamhari, sensasi yang berkurang pada kandung kemih dan rektum dan hilangnya refleks mata kaki. Manifestasi pada Tulang. Keluhan yang umum dan karakteristik awal penyakit ialah nyeri pinggang dan sering menjalar ke paha. Nyeri biasanya menetap lebih dari 3 bulan, disertai dengan kaku pinggang pada pagi hari, dan membaik dengan aktivitas fisik atau bila dikompres air panas. Nyeri pinggang biasanya tumpul dan sukar ditentukan lokasinya, dapat unilateral atau bilateral. Nyeri bilateral biasanya menetap, beberapa bulan kemudian daerah pinggang bawah menjadi kaku dan nyeri. Nyeri ini lebih terasa seperti nyeri bokong dan bertambah hebat bila batuk, bersin, atau

17

pinggang mendadak terpuntir. Inaktivitas lama akan menambah gejala nyeri dan kaku. Keluhan nyeri dan kaku pinggang merupakan keluhan dari 75% kasus di klinik. Nyeri tulang juksta-artikular dapat menjadi keluhan utama, misalnya entesis yang dapat menyebabkan nyeri di sambungan kostosternal, prosesus spinosus, krista iliaka, trokanter mayor, tuberositas tibia atau tumit. Keluhan lain dapat berasal dari sendi kostovertebra dan manubriosternal yang menyebabkan keluhan nyeri dada, sering disalahdiagnosiskan sebagai angina. Manifestasi di Luar Tulang Manifestasi di luar tulang terjadi pada mata, jantung, paru, dan sindroma kauda ekuina. Manifestasi di luar tulang yang paling sering adalah uveitis anterior akut, biasanya unilateral, dan ditemukan 25--30% pada penderita SA dengan gejala nyeri, lakrimasi, fotofobia, dan penglihatan kabur. Manifestasi pada jantung dapat berupa aorta insufisiensi, dilatasi pangkal aorta, jantung membesar, dan gangguan konduksi. Pada paru dapat terjadi fibrosis, umumnya setelah 20 tahun menderita SA, dengan lokasi pada bagian atas, biasanya bilateral, dan tampak bercak-bercak linier pada pemeriksaan radiologis, menyerupai tuberculosis. Diagnosis ditegakkan berdasarkan pola gejala-gejalanya dan foto rontgen dari tulang belakang dan sendi yang terkena, dimana bisa dilihat adanya erosi pada persendian antara tulang belakang dan tulang panggul (sendi sakroiliaka) dan pembentukan jembatan antara tulang belakang, yang menyebabkan kekakuan pada tulang belakang. Laju endap darah cenderung meningkat. Pada 90% penderita ditemukan gen spesifik HLA-B27 Clinical symptoms or past history: Lumbar or dorsal pain during the night, or morning stiffness of lumbar or dorsal spine Asymmetric oligoarthritis Buttock pain Sausage-like toe or digit (dactylitis ) 2 2 2 1

18

Heel pain or any other well defined enthesiopathy (enthesitis)* Iritis Non-gonococcal urethritis or cervicitis accompanying, or within 1 month before, the onset of arthritis Acute diarrhoea accompanying, or within 1 month before, the onset of Arthritis Presence or history of psoriasis, balanitis, or inflammatory bowel disease (ulcerative colitis or Crohn disease) Radiological finding: Sacroiliitis (grade >2 if bilateral; grade >3 if unilateral

2 2 1 1 2 3

Genetic background: 2 Presence of HLA-B27, or familial history of ankylosing spondylitis, Reiter syndrome, uveitis, psoriasis, or chronic enterocolopathies Response to treatment: Good response to NSAIDs in less than 48 h, or relapse of the pain in less than 48 h if NSAIDs discontinued Kriteria diagnosa untuk spondyloarthritis 2

Kriteria klinik 1. Nyeri pinggang dan kekakuan > 3 bulan, yang tidak reda dengan istirahat 2. Nyeri dan kekaknan pada regio thorax 3. Gerak terbatas pada vertebra lumbalis 4. Expansi dada terbatas 5. Riwayat atau adanya bukti dari iritis atau akibatnya 5. Pemeriksaan penunjang 1. Pemeriksaan laboratorium Tidak ada uji diagnostik yang spesifik. Terdapat anemia normositik ringan dan laju endap darah ynag meninggi. Faktor reuma negatif. HLA-B27 pada keadaan tertentu dapat membantu diagnosis. 2. Pemeriksaan radiologi

19

Perubahan yang karakteristik terlihat pada sendi aksial, terutama pada sendi sakroiliaka. Pada bulan-bulan pertama perubahan hanya dapat dideteksi dengan tomografi komputer. Perubahan yang terjadi bersifat bilateral dan simetris, dimulai dengan kaburnya gambaran tulang subkondral diikuti erosi. Selanjutnya

terjadi penyempitan celah sendi akibat adanya jembatan interoseus dan osifikasi. Beberapa tahun kemudian terjadi ankilosis komplit. Pemeriksaan anteroposterior sederhana sudah cukup untuk mandeteksi sakroilitis yang merupakan awal perubahan. Terlihat pengapuran ligamen-ligamen spina anterior dan posterior disertai demineralisasi korpus vertebra membentuk gambaran bamboo spine.

Tampak

adanya

perubahan

sacroiliac

bilateral

merupakan

ciri

SA

Diagnosis definitif ditegakkan berdasarkan:

20

1. Gambaran radiografi sakmiliitis bilateral derajat 3-4 ditambah 1 atau lebih kriteria di atas, atau 2. Gambaran radiografi sakroiliitis unilateral derajat 3-4 atau sakroilitis bilateral derajat 2 dtambah kriteria 1 atau kriteria 2+3. Diagnosis kemungkman SA (probable) ditegakkan berdasarkan: Gambaran radiografi sakroiliitis derajat 3-4, tanpa disertai kriteria tersebut di atas.

MRI Studi MRI dari sendi-sendi sacroiliac dan tulang belakang pada pasien dengan SpA telah membuat kontribusi besar dalam dekade terakhir dengan pemahaman yang lebih baik tentang perjalanan penyakit , untuk awal diagnosis dan telah digunakan sebagai ukuran hasil obyektif untuk uji klinis . Perubahan inflamasi aktif divisualisasikan terbaik dengan fatsaturated T2 - tertimbang turbo urutan spin-echo atau tau singkat inversi pemulihan ( Sospol ) urutan dengan resolusi tinggi ( gambar matriks 512 piksel , ketebalan irisan 3 mm atau 4 mm ) , yang dapat mendeteksi bahkan koleksi cairan kecil seperti tulang edema sumsum . Atau , administrasi paramagnetik sebuah media kontras ( gadolinium ) mendeteksi peningkatan perfusi ( osteitis ) dalam urutan T1 - tertimbang dengan kejenuhan lemak. Ini dua urutan memberi sebagian besar tumpang tindih informasi , meskipun sesekali menerapkan kedua metode dapat memberikan nilai tambah . Perubahan kronis seperti degenerasi lemak dan erosi adalah terbaik dilihat dengan menggunakan turbo urutan spin-echo T1. MRI kerangka aksial dilakukan dengan seluruh tubuh dengan ketebalan irisan 4 mm . Seluruh

21

tulang sakral harus tertutup dari anterior untuk batas posterior , yang biasanya membutuhkan setidaknya 10-12 potong . Administrasi paramagnetik sebuah media kontras ( gadolinium ) , biasanya diikuti dengan pencitraan dengan T1 tertimbang turbo urutan spin-echo lemak jenuh , mungkin memberikan Informasi tambahan pada peradangan aktif. Sebuah protokol pencitraan tulang belakang yang efisien terdiri dari T1 sagital tertimbang turbo urutan spin-echo dan sagital lemak jenuh T2 - tertimbang turbo urutan spin-echo , atau Sospol urutan dengan resolusi tinggi . Jika media kontras paramagnetik diberikan ,urutan T1 tertimbang dengan kejenuhan lemak harus digunakan dalam orientasi sagital . Irisan melintang berguna untuk penilaian bagian posterior tulang belakang . Namun, untuk pencitraan rutin urutan transversal tulang belakang adalah memakan waktu dan karena itu kurang layak . Irisan koronal. seluruh tulang belakang dapat digunakan untuk penilaian yang lebih baik dari costovertebral dan sendi costotransverse dan sendi facet. Pada bagian berikut , penjelasan rinci aktif lesi inflamasi dan kronis dari sendi-sendi sacroiliac dan tulang khas untuk SpA diberikan , dengan banyak contoh gambar. Karena peradangan aktif sendi SI telah menjadi. parameter penting untuk diagnosis awal aksial SpA , khusus penekanan telah diberikan untuk mendefinisikan '' positif '' lesi. Selanjutnya , perangkap dalam diagnosis MRI Spondyloarthritis khusus Temuan dibahas dan ditampilkan . Sebelum menilai lesi inflamasi atau kronis aktif MRI perlu untuk menentukan urutan MRI . Hal ini biasanya dapat dilakukan dengan melihat cairan tulang belakang ,diskus intervertebralis dan jaringan lemak subkutan. Beberapa metode skoring untuk menilai aktivitas inflamasi, Di tulang belakang dan sendi sacroiliac telah digunakan di masa lalu dan juga baru-baru ini dibandingkan dengan masingmasing . Namun ,tidak satupun dari mereka telah terbukti sejauh ini lebih unggul .Active inflammatory lesions (STIR/post-gadolinium T1): bone marrow oedema (osteitis) capsulitis synovitis enthesitis

22

Chronic inflammatory lesions (normally T1): sclerosis erosions fat deposition bony bridges/ankylosis

Tujuan pengobatan Spondyloarthritis hampir sama dengan rheumatoid arthritis:

1. Pertimbangan psikologis Perlu diinformasikan bahwa kurang dari sepertiga orang dewasa muda akan berkembang ankilosis spondilitis (gambaran ankilosis spondilitis).mereka juga membutuhkan dukungan psikologis dalam menerima pentingnya perkembangan bentuk tubuh yang lebih baik dan harus melakukan exercise setiap hari. 2. Terapi obat-obatan

23

Meskipun salisilat adalah obat paling aman dari golongan anti inflamasi non-steroid (AINS), tetapi biasanya tidak begitu efektif pada ankilosis spondilitis. Dari banyak NSAID yang tersedia, indometasin lebih tepat. Meskipun demikian pada masa yang akan datang, dapat digantikan oleh obat yang lebih baru. Pada pasien dimana indometasin tidak dapat ditolelir dengan baik, phenylbutazone dapat digunakan. Perlu diwaspadai karena toksisitas jangka panjang

menyebabkan depresi sumsung tulang dan ulkus peptikum. Kortikosteroid efektif pada penyakit ini.

3. Terapi radiasi
Terapi radiasi dapat mengurangi rasa sakit. Terapi terapi radiasi tidak lagi direkomendasikan sejak terbukti berpotensial menginduksi anemia aplastik atau leukemia.

4. Peralatan ortopedi
Contohnya : spinal braces untuk mencegah fleksi deformitas pada tulang belakang.

24

5. Terapi fisik
Terapi fisik penting untuk melatih mengurangi rasa nyeri. Terapi ini dilakukan selama hidupnya. berenang dapat bermanfaat sebagai terapi fisik.

6. Operasi bedah ortopedi


Tujuan utama terapi bedah adalah untuk mencegah deformitas tulang belakang yang lebih berat.

25

Prognosis Prognosis dari SA sangat bervariasi dan susah diprediksi. Secara umum, penderita lebih cenderung dengan pergerakan yang normal daripada timbulnya restriksi berat. Keterlibatan ekstraspinal yang progresif merupakan determinan penting dalam menentukan prognosis. Beberapa survei epidemiologis

menunjukkan bahwa apabila penyakitnya ringan, berkurangnya pergerakan spinal yang ringan, dan berlangsung dalam 10 tahun pertama maka perkembangan penyakitnya tidak akan memberat. Keterlibatan sendi-sendi perifer yang berat menunjukkan prognosis buruk. Sebagian besar penderita dengan SA

memperlihatkan keluhan serta perlangsungan yang ringan dan dapat dikontrol sehingga dapat menjalankan tugas dan kehidupan sosial dengan baik. Secara umum, wanita lebih ringan dan jarang progresif serta lebih banyak memperlihatkan keterlibatan sendi-sendi perifer. Sebaliknya, bamboo spine lebih sering terlihat pada pria. Terdapat dua gambaran yang secara langsung berpengaruh terhadap morbiditas, mortalitas, dan prognosis. Keduanya dianggap sebagai akibat dari trauma, baik yang tidak disadari maupun trauma berat. Awalnya, terjadi lesi destruksi pada salah satu diskovertebra, biasa terjadi pada segmen spinal yang bisa dilokalisir, dan ditandai dengan nyeri akut atau berkurangnya tinggi badan yang mendadak. Skintigrafi dan tomografi tulang memperlihatkan kelainan, baik elemen anterior maupun posterior. Imobilisasi yang tepat dan diperpanjang dapat memberikan penyembuhan pada sebagian besar kasus. Komplikasi kedua yang menyusul trauma berat maupun yang ringan berupa fraktur yang dapat menyebabkan koropresi komplit atau inkomplit.

26

Daftar Pustaka

1. Snell, R.S., 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Jakarta: EGC. 2. Rizzo, D.C., 2001. Delmars Fundamental of Anatomy and Physiology. USA: Thomson learning. 3. Premkumar, K., 2004. Anatomy and Physiology. USA: Lippincott Williams & Wilkins. 4. Apley A Graham, Solomon Louis. Apleys System of Orthopaedics and Fractures. 6th ed. London: English Book Society/Butterworths, 41-43 5. Robert Bruce Salter, Text Book Of Disorders And Injuries Of The Musculoskeletal System, 1983. p 201 6. Sjamsjulhidayat R., Jong W.D., Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2, EGC, Jakarta, 2004, Hlm 913

Supplement

Anda mungkin juga menyukai