Anda di halaman 1dari 18

PENDAHULUAN Infeksi pada pleura terdapat dalam bentuk efusi parapneumonia dan empiema.

Efusi parapneumonia adalah efusi pleura yang merupakan komplikasi dari pneumonia (bakteri atau virus), abses paru, bronkiektasis.1-3 Efusi parapneumonia timbul pada 20-40% pasien pneumonia.2 Efusi paraneumonia perlu dipertimbangkan pada semua pasien dengan pneumonia bakteri.3 Efusi parapneumonia dibedakan atas efusi tanpa penyulit (uncomplicated) dan dengan penyulit (complicated). Efusi parapneumonia tanpa penyulit dapat sembuh spontan dengan terapi antibiotik.4-6 Efusi parapneumonia dengan penyulit adalah efusi parapneumonia yang memerlukan prosedur invasive seperti pemasangan selang torakostomi untuk mengosongkan rongga pleura atau hasil kultur cairan efusi parapneumonia menunjukan bakteri. Efusi parapneumonia dengan penyulit biasanya membentuk lokulus yang berbentuk tunggal atau multiple dan akhirnya membentuk kavitas berisi nanah (empiema).2,4 Empiema merupakan stadium akhir dari efusi parapneumonia yang mengalami penyulit.4 Sekitar 1-2% Community Acquired Pneumonia (CAP) menjadi empiema, paling sering disebabkan oleh streptococcus pneumonia, Streptococcus pyogenes, Staphylococcus aureus, dan bakteri anaerob.7 Sekitar 30% empiema diakibatkan oleh tindakan reseksi paru dan operasi esophagus, biasanya oleh bakteri Staphylococcus aureus, gram negative atau anaerob.6,7 Staphylococcus aureus merupakan bakteri pathogen yang paling sering menimbulkan empiema pada pasien trauma toraks atau hemitoraks.7 Infeksi bakteri anaerob menyebabkan sekitar 49% empiema.6 Efusi pleura dapat terjadi pada 8-22% anak dengan tuberculosis (Tb) paru. Sekitar 60% efusi pleura Tb biasanya unilateral dan berkaitan dengan penyakit parenkim yang mendasarinya.8 Sebagian kecil dari efusi pleura Tb menjadi empiema. Kematian akibat empiema cukup tinggi, sekitar 15-40% pada pasien pasca operasi.5 Penyebab kematian ini tergantung pada beratnya penyakit yang mendasari dan tepatnya pemberian terapi.2,8 Sekitar 11-50% terjadi pada usia tua dan penurunan daya tahan tubuh.6

Hippocrates mengobati empiema dengan open drainage. Pengobatan empiema secara dasar tidak berubah sejak pertengahan abad 19. Hewitt
dikutip dari 6

menjelaskan sebuah metode closed drainage toraks, menggunakan selang karet yang dimasukkan ke dalam rongga pleura dan dialirkan melalui water seal drainage (WSD). Terapi pembedahan untuk empiema (torakoplasti, dekortikasi) diperkenalkan pada awal abad 20.6

CAIRAN PLEURA NORMAL Rongga pleura terletak di antara pleura parietalis yang melapisi dinding dada dan pleura visceralis yang melapisi paru. Individu sehat hanya memiliki sedikit cairan pleura yang berfungsi sebagai pelumas di antara kedua permukaan pleura dan memudahkan pergerakan kedua lapisan pleura.3,9 Cairan pleura terutama dihasilkan oleh pleura parietalis dan diabsorpsi terutama oleh pleura visceralis. Pergerakan cairan pleura dari pleura parietalis ke pleura vesceralis diatur keseimbangannya oleh kecepatan filtrasi dan absorpsi.7,9 Tekanan hidrostatik dan osmotik koloid pada pleura parietalis dan visceralis berbeda. Tekanan hidrostatik pleura parietal sebesar 35 cmH2O mendorong cairan masuk ke rongga pleura, tekanan ini merupakan perbedaan tekanan kapiler sistemik 30 cmH2O dan tekanan pleura -5 cmH2O. Tekanan osmotik koloid pleura parietalis sekitar 26 cmH2O, merupakan perbedaan tekanan osmotik koloid kapiler sistemik pleura 8 cmH2O, akan menyebabkan cairan keluar dari rongga pleura masuk ke kapiler sistemik. Kombinasi tekanan hidrostatik dan osmotik koloid menghasilkan keseimbangan 9 cmH2O yang akan menyokong perpindahan cairan masuk ke dalam rongga pleura.9,10 Pleura visceralis memiliki tekanan hidrostatik kapiler sistemik rata-rata sekitar 11 cmH2O. Tekanan hidrostatik 16 cmH2O, merupakan hasil perbedaan tekanan kapiler sistemik 11 cmH2O dan tekanan pleura -5 cmH2O, memindahkan cairan dari pleura visceralis ke rongga pleura. Tekanan osmotik koloid pleura visceralis sekitar 26 cmH2O menyebabkan cairan rongga pleura masuk ke kapiler pleura visceralis. Kombinasi tekanan hidrostatik dan tekanan osmotik koloid

menghasilkan keseimbangan 10 cmH2O yang akan menyokong perpindahan cairan keluar rongga pleura masuk ke kapiler pleura visceralis (Gambar 1).9,10

Pleura parietal

Rongga pleura Tekanan hidrostatik

Pleura visceralis

+30 35

-5 16

+11

10

29 +34 +8 Tekanan onkotik

26 +34

Gambar 1. Variasi tekanan yang secara normal mempengaruhi perpindahan cairan masuk dan keluar rongga pleura. Dikutip dari (10) Individu sehat memiliki hanya ml cairan dalam rongga pleura.9,11 Cairan pleura individu sehat dibandingkan dengan serum, mengandung bikarbonat lebih tinggi, natrium lebih redah dan glukosa sama dengan glukosa serum.12 Normalnya terdapat 0,1-0,2 ml protein/kg berat badan, konsentrasinya mirip dengan cairan interstitial, kurang dari 1,5 gr/dl.5,8,12 Konsentrasi kalium dan kalsium mirip dengan konsentrasi di cairan interstitial.13 Karakteristik cairan pleura yang normal adalah jernih, pH 7,60-7,64, protein kurang dari 2% (1-2 g/dL), jumlah sel kurang dari 1000 /mm3 dengan predominan sel mesotel, makrofag dan limfosit.12,13 Laktat dehidrogenase (LDH) kurang dari 50% dibandingkan LDH plasma.13 Parameter ini dapat berubah bila proses penyakit mempengaruhi jaringan paru atau pembuluh darah yang mengaktivasi respons imun.12

DEFINISI Empiema didefinisikan sebagai pus atau cairan supuratif, kental dan purulen yang terkumpul dalam rongga pleura.2,10,11,14 Weese dkk
dikutip dari 10

mendefinisikan empiema sebagai cairan pleura dengan daya gravitasi spesifik lebih besar dari 1,018, hitung jenis leukosit lebih dari 500 sel/mm3 atau kadar protein lebih dari 2,5 gr/dL. Vienna
dikutip dari 10

mendefinisikan empiema sebagai

cairan pleura yang mempunyai hasil kultur bakteri positif atau jumlah leukosit lebih dari 15.000/mm3 dan kadar protein lebih dari 3 gr/dL.10

ETIOLOGI Efusi parapneumonia disebabkan terutama akibat komplikasi pneumonia, paling sering ditemukan pada anak-anak.1,14 Empiema dapat ditimbulkan akibat penetrasi trauma dada, ruptur esophagus, komplikasi operasi paru atau inokulasi rongga pleura setelah tindakan torasentesis atau pergantian selang dada, pneumotoraks spontan dan abses subphrenik. Empiema dapat juga timbul dari perluasan infeksi ekstra pulmoner seperti abses subdiafragma atau paravertebra.7,14-17 Pecahnya kista hidatid di hati masuk ke rongga pleura dapat menimbulkan empiem.18 Infeksi pleura yang timbul tanpa tanda-tanda pneumonia disebut empiema primer.12,17 Empiema disebabkan bakteri atau jamur yang ada dalam rongga pleura. Staphylococcus aureus, Eschericia coli, Pseudomonas dan bakteri anaerob merupakan penyebab paling sering.14,15 Gram positif aerob diisolasi 2 kali lebih sering dibandingkan gram negative aerob. Klebsiella, Pseudomonas dan Haemophilus spp merupakan bakteri gram negative yang paling sering diisolasi. Bacteriodes dan Peptostreptococcus spp merupakan bakteri anareob paling sering diisolasi. Campuran bakteri aerob dan anaerob sering menyebabkan empiema dibandingkan infeksi satu jenis bakteri.6 Empiema Tb merupakan infeksi pleura oleh mycobacterium tuberculosis (M.Tb) yang membuat akumulasi cairan pleura purulen. Secara umum pada pasien dengan Tb paru atau pleuritis Tb dan sering 10 tahun lampau sebelum terdeteksi empiema.

PATOGENESIS Fungsi utama cairan pleura adalah untuk mengurangi pergesekan di antara kedua permukaan pleura yang terjadi akibat perubahan volume paru saat bernapas.13 Cairan terakumulasi di dalam rongga pleura melalui beberapa mekanisme yaitu: 1. Perubahan permeabilitas membran pleura dan obstruksi aliran limfatik, contoh pada keganasan, infeksi, emboli paru. 2. Penurunan tekanan plasma onkotik, contoh: hipoalbumin, sirosis hepatik. 3. Peningkatan permeabilitas kapiler atau gangguan vaskuler, contoh: trauma, keganasan, proses inflamasi, hipersensitivitas obat, uremia, pankreatitis. 4. Penurunan tekanan intra pleura, ketidakmampuan paru untuk

mengembang, contoh: atelektasis, mesotelioma. 5. Peningkatan tekanan hidrostatik kapiler sistemik dan atau sirkulasi paru, contah: congestive heart failure (CHF), sindroma vena kava superior. 6. Penurunan aliran limfatik atau penyumbatan total, termasuk sumbatan atau ruptur, contoh: keganasan, trauma. 7. Peningkatan cairan dalam rongga peritoneal, melewati diafragma melalui saluran limfatik, contoh: sirosis hepatik, peritoneal dialisis. 8. Perpindahan cairan dari edema paru melewati pleura visceralis.3,5,13 Efusi pleura yang terinfeksi disebut sebagai efusi parapneumonia dengan penyulit, bila ditemukan pus yang kental dalam rongga pleura didefinisikan sebagai empiema.16 America Thoracic Society (ATS) menggambarkan 3 stadium empiema yaitu stadium awal atau eksudatif, stadium fibrinopurulen atau transisional dan stadium lanjut atau organisasi.3,6,8,14 Kebanyakan bentuk infeksi pleura menunjukkan suatu proses yang progresif, mulai dari efusi parapneumonia yang dapat sembuh sendiri berubah menjadi fibrotik multilokulasi dengan penyulit dan akumulasi pus yang mengganggu pernapasa dan hanya dapat dikurangi dengan drainage pembedahan.12 Cairan efusi tanpa penyulit steril, dapat sembuh dengan pemberian antibiotik berdasarkan infeksi paru yang mendasari. Sekitar 5-10% cairan efusi

menjadi terinfeksi dan neutrofil terbentuk sebagai respon inflamasi.16 Respons inflamasi ini menghasilkan kemokin, sitokin, oksidan, dan mediator protease.3,16 Stadium eksudatif ditandai dengan penumpukan cairan pleura steril dalam rongga pleura.3,6 Cairan pleura berasal dari ruang interstitial paru dan kapiler pleura visceralis akibat peningkatan permeabilitas kapiler.6 Peningkatan permeabilitas ini disebabkan oleh respon sitokin: interleukin-6 (IL), IL-8, tumor necrosis factor (TNF-) dan vascular endothelial growth factor (VEGF). Glukosa cairan pleura dapat meningkat di atas 60 mg/dL, pH lebih dari 7,2 dan efusi dapat hilang dengan antibiotik.3,17,19 Stadium eksudatif ini berkaitan dengan kebocoran kapiler dan terjadi dalam 3 hari pertama.8 Stadium fibrinopurulen berkaitan dengan invasi bakteri dalam pleura yang terjadi dalam waktu 3-7 hari.8 Invasi bakteri pada rongga pleura menyebabkan kerusakan endotel yang akan menurunkan respons terhadap fibrinolitik, sehingga pada stadium fibrinopurulen terjadi deposit fibrin pada kedua permukaan pleura dan terbentuk sekat-sekat (lokulasi).3,6 Fibrinolisis dan aktivasi koagulan menghasilkan fibrin dan menyebabkan terjadi adhesi, serta pengumpulan cairan yang terlokulasi.16 Cairan efusi mengandung sejumlah besar sel polimorfonuklear, bakteri dan sel mati. Peningkatan aktivitas metabolik menyebabkan pH dan kadar glukosa rendah, serta kadar LDH meningkat.3,6,17,19 Karakteristik stadium organisasi ditandai dengan pertumbuhan fibroblast yang timbul 2-3 minggu jika efusi tidak diobati dengan secara tepat.8 Selama stadium organisasi berbagai variasi faktor pertumbuhan timbul, seperti: basic fibroblast growth factor, platelet derived growth factor, transforming growth factor .3 Fibroblas yang berasal dari permukaan pleura parietalis dan visceralis bertambah dan cairan menjadi bertambah eksudat dan menghasilkan membran yang tidak elastik disebut plural peel.6 Stadium ini ditandai oleh deposit fibrin dan fibrosis pleura atau skar, sehingga mengurangi pengembangan paru.6,16,19 Kejadian empiema berkaitan dengan pleuritis Tb dan invasi M.Tb ke rongga pleura, biasanya berasal dari rupture kavitas atau fokus kaseosa di subpleura yang berdekatan dengan rongga pleura dan masuk melalui fistula bronkopleura, terjadi 6 sampai 12 minggu setelah infeksi primer. Infeksi Tb

diawali dengan beberapa organisme mencapai rongga pleura dan menimbulkan respons hipersensitivitas.3,19 Bentuk pleuritis Tb ini sering tidak dikenali dan proses ini secara spontan dapat sembuh sendiri.3

DIAGNOSIS Manifestasi klinis empiema bervariasi tergantung dari infeksi bakteri aerob dan anaerob. Manifestasi klinis empiema oleh bakteri aerob pneumonia serupa dengan pneumonia bakteri.6 Keluhan bersifat akut dengan panas badan, nyeri dada, batuk dengan produksi sputum purulen dan leukositosis.6,14 Sesak timbul jika cairan efusi cukup banyak.14 Demam yang menetap setelah didiagnosis pneumonia perlu dicurigai ada empiema.15 Infeksi bakteri anaerob keluhannya subakut, gejala menetap lebih dari 7 hari. Sekitar 60% pasien kehilangan berat badan dan kebanyakan mempunyai riwayat kebersihan mulut yang jelek, peminum alkohol dan aspirasi lambung.6 Identifikasi yang cepat dari penderita efusi parapneumonia dengan penyulit melalui drainase rongga pleura akan memberikan hasil yang lebih baik. 19 Pemeriksaan bakteriologi sputum dan cairan pleura dapat membantu mengidentifakasi bakteri penyebab.6 Analisis cairan pleura merupakan tes diagnosis yang sangat berguna dalam menentukan stadium efusi parapneumonia untuk pemberian terapi.3,19 Cairan pleura bervariasi dari kuning jernih sampai kental dan berbau. Bau yang tidak sedap menandakan suatu infeksi bakteri anaerob.6 Cairan pleura empiema Tb berupa eksudat, kental, keruh dan jumlah sel darah putih dan limfosit yang selalu tinggi.19 Tanda-tanda infeksi cairan pleura harus diperiksa pada setiap pasien dengan efusi pleura. Ditemukannya mikroorganisme atau bentuk purulen dalam cairan pleura memastikan diagnosis dari efusi parapneumonia, ditemukannya pus mengidentifikasikan empiema.18,19 Diagnosis efusi parapneumonia merupakan presumtif bila tidak ditemukan mikroorganisme atau pus. Cairan efusi parapneumonia sebagian besar berupa eksudat polimorfonuklear.3,19

Pembentukan empiema yang berkaitan dengan pneumonia merupakan suatu proses yang progresif dari bentuk efusi eksudat tanpa penyulit menjadi stadium fibronopurulen dan akhirnya stadium organisasi (tabel 1)12. Tabel 1. Karakteristik efusi pleura parapneumonia

Stadium Parapneumonia tanpa penyulit

Makroskopik Cairan jernih

Karakteristik cairan pleura pH> 7,2 LDH <1000/IU/I l Glukosa>2,2 mmol/l Kultur atau pewarnaan tidak ada bakteri

Tatalaksana Sembuh dengan pemberian antibiotik

Parapneumonia dengan penyulit

Cairan jernih atau berawan

pH < 7,2 LDH > 1000/IU/l Glukosa > 2,2 mmol/l Hasil kultur atau pewarnaan gram positif menunjukan bakteri

Membutuhkan drainase selang dada

Empiema

Cairan pus

Hasil kultur atau pewarnaan gram positif menunjukkan bakteri

Membutuhkan drainase selang dada. Tidak di perlukan tes biokimia tambahan terhadap cairan pleura (pH tidak diukur)

LDH: laktat dehidrogenase Dikutip dari (12)

Pemeriksaan pH dan petanda biokimia merupakan pemeriksaa tambahan untuk menentukan diagnosis dan prognosis. Nilai pH merupakan parameter
8

terbaik untuk identifikasi infeksi parapneumonia. Nilai pH dibawah 7,20 tidak mempunyai sensitivitas 100%. Nilai pH pada efusi pleura yang terlokalisir dapat berlainan antara satu lokasi dengan yang lain. Beberapa kasus empiema memiliki kadar glukosa dibawah 40mg/dl dan LDH mencapai 1000 U/l. Rendahnya pH cairan pleura selalu berkaitan dengan kadar glukosa rendah dan LDH tinggi. Hal ini dapat digunakan sebagai alternative untuk mengidentifikasi infeksi efusi parapneumonia.3,8 Foto toraks posteroanterior atau anteroposterior dan lateral memperlihatkan infiltrat parenkim atau konsolidasi.6,14 Foto toraks lateral dapat digunakan untuk melihat cairan. Computed Tomography (CT scan) dapat digunakan untuk membedakan rongga abses dengan cairan atau abses intrapulmoner.6,11 Pemeriksaan CT scan dan foto toraks lateral tidak dijadikan sebagai pemeriksaan rutin.1 Pemeriksaan CT scan dan ultrasonografi (USG) dapat dilakukan pada efusi parapneumonia. Pemeriksaan USG dapat membantu semua kasus yang diduga empiema, cairan dalam pleura dan membuktikan efusi pleura terlokulasi, membantu menentukan lokasi torakosintesis atau drain.11 Pemeriksaan CT scan berguna untuk membedakan kelainan parenkim terhadap pleura, mengevaluasi kelainan parenkim, menentukan lokulasi, mengevaluasi permukaan pleura dan membantu dalam penentuan terapi.4 Biopsi pleura dan kultur cairan pleura harus dilakukan untuk memastikan diagnosis empiema karena Tb. Kultur mikobakterium biasanya positif, sehingga biopsy pleura tidak diperlukan.17 Granuloma pada specimen biopsy pleura dapat memastikan diagnosis dan menyingkirkan penyebab lain seperti sarkoidosis, rheumatoid arthritis, tularemia dan penyakit jamur.3

TERAPI Managemen penatalaksanaan efusi parapneumonia dan empiema melibatkan terapi antibiotik yang tepat dan terapi untuk mengatasi cairan pleura.10 Beberapa pilihan untuk mengatasi cairan pleura pada pasien efusi parapneumonia dan empiema adalah observasi dan tindakan invasive. Tindakan invasive berupa

torasintesis diagnostik, torasintesis terapeutik, tube torakoskopi, pemberian fibrinolitik intrapleura, torakoskopi dengan merusak pelekatan atau dekortikasi, torakotomi dengan merusak pelekatan atau dekortikasi dan prosedur drainase terbuka.2 Terapi antibiotika merupakan dasar penatalaksanaan untuk semua efusi parapneumonia, tetapi masih banyak kontroversi terapi lain khususnya mengenai indikasi dan waktu yang tepat.3 Semakin lanjut efusi parapneumonia membutuhkan terapi antibiotika dan terapi alternative lain untuk mengeluarkan cairan efusi yang purulen, seperti drainase pembedahan.16 Pasien yang mempunyai faktor prognosis yang buruk (tabel 2), membutuhkan salah satu dari terapi diatas. Penting untuk melanjutkan dngan terapi yang lain, bila terapi yang telah diberikan lebih dari 1 hari tidak berhasil. Semakin banyak faktor risiko akan semakin agresif tindakan drainase yang dibutuhkan.2,17 Tabel 2. Faktor yang berhubungan dengan prognosi yang buruk pada pasien efusi parapneumonia 1. Cairan pleura adalah pus 2. Pewarnaan bakteri cairan pleura positif 3. Kadar glukosa cairan pleura<60 mg/dl 4. Kultur bakteri cairan pleura positif 5. pH cairan pleura <7,2 6. LDH cairan pleura lebih dari 3 kali lipat kadar normal 7. Cairan pleura terlokulasi Dikutip dari (2) American College of Chest Physicians mengemukakan konsensus mengenai 4 kategori risiko pada efusi parapneumonia terhadap rencana terapi obat-obatan dan pembedahan yaitu: a. Kategori 1 (risiko sangat rendah): gambaran radiologis ipsilateral dekubitus menunjukan efusi kurang dari 1 cm, hasil pewarnaan dan kultur gram negative, pH tidak diketahui.

10

b. Kategori 2 (risiko rendah): efusi lebih dari 1 cm, hasil pewarnaan dan kultur gram negative, pH diatas 7,2 c. Kategori 3: efusi menutupi lebih dari 50% hemitoraks, terlokalisir atau dengan penebalan pleura parietalis, hasil pewarnaan atau kultur gram positif atau pH kurang dari 7,2. d. Kategori 4 (risiko tinggi): cairan pleura purulen.

Ke-4 kategori risiko ini dapat dipakai untuk menilai keberhasilan pengobatan yang dilakukan (tabel 3).2,3,7,18 Tabel 3. Penggolongan risiko untuk terjadinya outcome yang buruk pada pasien efusi parapneumonia dan empiema.
Anatomi Rongga pleura Bakteriologi cairan pleura Kimiawi cairan pleura Kategori Risiko hasil terapi buruk Ao: minimal dan <1cm pada Lateral dekubitus Bx: kultur dan pewarnaan Gram hasilnya tak diketahui C0: pH7,20 dan glukosa > 60 mg/dl dan Cx: pH tak diketahui 1 Sangat rendah Tidak Drainase

A1: ringan- dan Sedang, > 1 cm dan < setengah hemitoraks A2: Luas, atau setengah hemitoraks, Efusi berlokulasi atau penebalan pleura parietal

Bo: kultur dan

dan

Rendah

Tidak

pewarnaan gram dan negative

B1: kultur dan pewarnaan Gram positif

atau

C1: pH<7,20 dan glukosa < 60 mg/dl

Sedang

Ya

B2: pus

Tinggi

Ya

Dikutip dari (2) Efusi parapneumonia kategori 1 dan 2 tidak membutuhkan drainase pleura. Drainase pleura direkomendasikan untuk efusi parapneumonia kategori 3 dan 4.

11

Torasintesis terapeutik atau selang drainase dapat tidak adekuat untuk pengobatan efusi parapneumonia kategori 3 dan 4, tetapi pada beberapa kasus mungkin efektif dan mengalami perbaikan. Pengawasan direkomendasikan selama stadium awal efusi parapneumonia dan tindakan lebih lanjut tidak dibutuhkan bila efusi dapat hilang seluruhnya. Obat-obatan fibrinolitik, video assisted thoracoscopy (VAT) dan pembedahan dilakukan sebagai terapi tambahan untuk efusi parapneumonia kategori 3 dan 4.2,3,17 Semua kategori efusi parapneumonia harus diobati dengan antibiotik empirik dimulai sedini mungkin dan berdasarkan hasil kultur. Regimen antibiotika sebaiknya dipilih dengan mempertimbangkan CAP atau Hospitalized Aquired Pneumoniae (HAP), bakteri anaerob, karakteristik pasien, mikrobiologi geografik setempat dan aktivitas antibiotik dalam cairan pleura. Regimen penatalaksanaan untuk komplikasi efusi parapneumonia atau empiema harus mencakup infeksi bakteri anaerob.3,12 Obat-obatan yang menunjukkan penetrasi pleura yang terbaik adalah aztreonam, klindamisin, siprofloksasin, cefalosporin dan penisilin. Penisilin dan sefalosporin menunjukkan penetrasi yang baik ke dalam rongga pleura, penetrasi kuinolon lebih baik dari penisilin. Konsentrasi sefalosporin stabil dan menetap dalam cairan pleura. Pemakaian aminoglikosida sebaiknya dihindari terutama dalam terapi empiema, karena aminoglikosida ke dalam rongga pleura buruk dan tidak efektif dengan keadaan cairan pleura yang asam dan purulen.3,5,12 Berdasarkan organisme penyebab bakteri anaerob, gram negative aerob dan staphylococcus, terapi antibiotik empiris empiema diberikan berupa terapi tunggal dengan imipenem, ticarcilin, asam klavulanat atau terapi kombinasi dengan klindamisin dan ceftazidime atau klindamisin dan aztreonam.5 Beta laktam tetap merupakan pilihan untuk infeksi pneumococcal dan streptococcus milleri.12 Pemberian aminoglikosida dapat diberikan bila cairan berbau busuk atau pengecatan gram positif. Klindamisin oral atau penisilin harus diberikan selama waktu pengobatan setelah antibiotika parenteral dihentikan, karena kebanyakan empiema disebabkan bakteri anaerob.5

12

Pemilihan antibiotik empirik untuk CAP adalah sefalosporin generasi ke-2 atau aminopenisilin akan melindungi dari pneumococcus, staphylococcus aureus dan haemophilus influenza. Antibiotika yang diberikan pada empiema yang terjadi setelah operasi dan trauma adalah antibiotika spektrum luas untuk bakteri gram positif, negative dan anaerob seperti penisilin antipseudomonal (piperacillintazobactam dan ticarcillin-asam klavulanat), karbapenem atau sefalosporin generasi ke-3.5,18 Rekomendasi penatalaksanaan efusi pleura Tb adalah regimen inisial Rifampisin (R), INH (H), Pyrazinamid (Z), dan Etambutol (E) selama 2 bulan kemudian dilanjutkan dengan R dan H selama 4 bulan. Empiema Tb harus mendapat terapi RHZE dengan dosis maksimal. Antibiogram harus dilakukan untuk melihat sensitivitas bakteri patogen dan diperlukan untuk pengukuran konsentrasi masing-masing obat dalam cairan pleura sehingga dapat mengurangi terjadinya penebalan pleura, kadar subterapi dan resistensi obat.3 Lama pengobatan tergantung bakteri penyebab, efektivitas drainase dan perbaikan gejala.3 Antibiotika oral sebaiknya diberikan selama 1-4 minggu dan dapat lebih lama jika penyakit masih ada.1 Pemberian antibiotika diteruskan sampai pasien tidak demam, leukosit normal, cairan yang dihasilkan < 50 ml/hari dan gambaran radiologis sangat bersih. Lama pemberian antibiotika dapat diberikan selama 3 sampai 6 minggu.20 Penyembuhan selalu membutuhkan waktu lebih dari 2 minggu dan petanda serum inflamasi seperti C reactive protein (CRP) dapat digunakan sebagai monitor terutama pada kasus yang belum jelas.3 Progresivitas klinis yang buruk selama terapi antibiotika, pemasangan selang drainase chest tube perlu dipertimbangkan. Pemasangan selang drainase chest tube perlu dilakukan bila pada aspirasi cairan pleura terlihat Franky purulen atau berkabut. Nilai pH < 7,2 merupakan indikasi pemasangan selang drainase chest tube. Pasien dengan efusi pleura berlokulasi perlu dilakukan pemasangan selang drainase chest tube.10,12 American thoracic society merekomendasikan torakosintesis berulang untuk empiema non tuberkulosa pada stadium awal eksudatif. Snider dan salleh
dikutip dari 3

menyarankan pasien empiema dikelola dengan 2 torasintesis terapeutik

13

dan jika cairan masih terakumulasi setelah tindakan torasintesis terapeutik, prosedur tube torakostomi perlu dilakukan.3 Kriteria untuk pemasangan chest tube berdasarkan karakteristik cairan pleura yaitu hasil torasintesis menunjukkan frank pus, terbukti bakteri pada pewarnaan gram, pH cairan pleura < 7 atau kadar glukosa <40 mg/dL.8 Kriteria pelepasan chest tube adalah demam dan lekosit terkontrol (biasanya setelah 7 sampai 10 hari terapi), cairan yang dikeluarkan < 50 ml/hari, pengembangan paru sepenuh mungkin dan penutupan fistula bronkopleura.20 Penggunaan fibrinolitik intrapleura (streptokinase, urokinase dan

alteplase) memberikan keuntungan yang signifikan baik pada anak maupun dewasa, dengan mengurangi waktu perawatan di rumah sakit dan tindakan pembedahan, lama panas badan dan lama pemakaian drainase pleura.
3,19-21

Penggunaan streptokinase intrapleura pada empiema Tb merupakan strategi untuk mempertahankan fungsi paru dan menurunkan terapi pembedahan, digunakan pada pasien empiema stadium lanjut.20 Metode pemakaian injeksi streptokinase ialah dengan dilarutkan dalam 100 ml larutan garam fisiologis dan dimasukkan ke dalam rongga pleura melalui intercostals tube drainage (ICTD). Selang diklem selama 4 jam dan posisi pasien diubah-ubah agar streptokinase merata ke seluruh rongga pleura. Satu siklus terdiri 3 dosis, diulang tiap 12 jam. Tergantung dari respons dan kebutuhan, siklus ini dapat diulang dengan jarak interval 24 jam dengan dosis rata-rata perhari 375.000 IU/hari.20 Penggunaan streptokinase secara rutin tidak direkomendasikan.3 Pemakain streptokinase purified tidak menimbulkan efek samping sistemik (perdarahan). Efek samping lain dapat berupa demam, menggigil, reaksi alergik dan perdarahan. Kontra indikasi streptokinase berupa hipersensitif terhadap streptokinase dan fistula bronkopleura.20 Torakoskopi banyak digunakan pada efusi pleura yang mengalami infeksi dan sebagai alternative torakotomi, karena dapat mengeluarkan material infeksi dan mengembalikan pengembangan paru. Beberapa ahli berpendapat bahwa torakoskopi hanya digunakan saat pemakaian chest drain kaliber besar. Indikasi

14

torakoskopi adalah efusi dengan multiple lokulasi, empiema multilokulasi stadium fibropurulen.3,17 Indikasi pembedahan dengan menggunakan VAT dianjurkan pada empiema stadium lanjut untuk debridement sebelum dekortikasi torakotomi dan untuk dekortikasi torakoskopi.3,17 Open window thoracostomy (OWT) adalah suatu prosedur yang aman direkomendasikan dan dilakukan pada semua pasien empiema dan sepsis setelah terapi antibiotika dan drainase gagal. Setelah tindakan OWT infeksi akan berkurang dalam 10 hari sampai 4 bulan dan fistula akan menutup dalam 1 sampai 4 bulan. Tindakan OWT tidak menyebabkan paru kolaps, tidak menimbulkan komplikasi atau kematian.22

15

SIMPULAN 1. Empiema adalah akumulasi pus atau cairan pleura supuratif dalam rongga pleura. 2. Empiema terdiri dari 3 stadium empiema yaitu stadium awal atau eksudatif, stadium fibronopurulen atau transisional dan stadium lanjut atau organisasi. 3. Empiema terutama disebabkan karena komplikasi pneumonia, Tb paru atau pleuritis Tb, dapat juga akibat penetrasi trauma rongga dada, ruptur esophagus, komplikasi operasi paru atau inokulasi rongga pleura setelah tindakan torakosentesis atau pergantian selang dada, pneumotoraks spontan dan abses subphrenik, perluasan infeksi ekstra pulmoner seperti abses subdiafragma atau paravertebra. 4. Spesimen biopsi pleura dan cairan pleura harus dikultur pada empiema yang diduga karena Tb. 5. Empiema harus diobati dengan antibiotika empirik dimulai sedini mungkin dan berdasarkan hasil kultur, empiema Tb harus mendapat terapi RHZE dengan dosis maksimal. 6. Fibrinolitik, VAT dan pembedahan (torakoskopi, dekortikasi dan

torakostomi) dilakukan sebagai terapi tambahan.

16

DAFTAR PUSTAKA

1.

Baumer JH. Parapneumonic effusion and empiema. Arch Dis Child Educ Pract. Ed. 2005; 90:21-4.

2.

Lighr RW. Parapneumonic effusions and empiema. Proc Am Thorac Soc. 2006; 3:75-80.

3. Garrido VV, Sancho JF, Blasco LH, Gafas AP, et al. Diagnosis and treatment of pleural effusion. Arch Bronkoneumol. 2006; 42:349-72. 4. Koegelenberg CFN, Diacon AH, Bolliger CT. Parapneumonic pleural effusion and empyema. Thematic Review Series. 2008; 75:241-50. 5. Rahman NM, Chapman SJ, Davis RJO. Pleural effusion: A structured approach to care. British Medical Bullein. 2005; 72:31-47. 6. Sharma S. Empyema, pleuropulmonary. Available at:

http://www.emedicine.com/med/topic659.htm. Accesed on June 23 rd, 2008. 7. Broaddus VC, Light RW. Pleral effusion. In: Masson RJ, Murray JF, Broaddus VC, Nadel JA, eds. Texbook of respiratory medicine. Philadelphia. Elsevier Saunders. 4rd.2005.p.1932-37. 8. Abdulhamid I. Pleural effusion. Available at:

http://www.emedicine.com/PED/topi1824.htm. Accesed on May 8th, 2008. 9. Luks AM, Pierson DJ. Evaluation of the pleural space and pleural disorder. Available at:

http://courses,washington.edu/hubio541/secure/suyllabus/24pleuralspace.pdf. Accesed on May 1st,2008. 10. Light RW. Pleural Diseases. Philadelphia. Lippincott Williams and Wilkins. 4th ed. 2001.p.3,9-10,152-78. 11. Acharya PR, Shah KV. Empyema thoracis: A clinical study. Annals of Thoracic Medicine. 2007; 1:14-7. 12. Davies CWH, Gleeson FV, Davies RJO. BTS guidelines for the management of pleural infection. Thorax. 2003; 58:18-28.

17

13. Abrahamian

FM.

Pleural

Effusion.

Available

at:

http://www.emedicine.com/emerg/topic462.htm. Accesed on January 14th, 2008. 14. IPEG Guidelines Committee. Guidelines for surgical treatment of empyema and related pleural diseases. Available at:

http://www.ipeg.org/guidelines.empyema.html. Accesed on May 1 st, 2008. 15. Doty JR. Lung abcess, bronkiectasis and empiema. Available at: http://www.wiki.ctsnet.org/index.php?n=Main.LungAbscessBronchiectasisAn dEmpyema. Accesed on February 18th, 2008. 16. Zwanger M. Excerpt from pneumonia, empiema and abscess. Available at: http://enwikipedia.org/wiki/Empyema. Accesed on June 26th, 2008. 17. Tassi GF, Davies RJO, Noppen M. Advanced techniques in medical thoracoscopy. Eur Respi J. 2006; 28:1051-9. 18. Ostrow B. Surgical infections III thoracic empiema. Available at: http://www.ptolemy.ca/members/archives/2006/empyema/Empyema.pdf. Accesed on May 1st, 2008. 19. Rosenbluth DB. Pleural effusions: non malignant and malignant. In: Fishman AP. Elias JA, Fishman JA, Grippi MA, Kaiser LA, Senior RM, eds. Fishmans manual of pulmonary diseases and disorders. Chicago. McGraw-Hill. 3rd ed.2002.p.494-95. 20. Banga A, Khilnani GC, Sharma SK, Dey AB, Wig N, Banga N. A study of empiema thoracis and role of intrapleural streptokinase in its management. BMC Infectious Diseases. 2004; 4:9-18. 21. Wells RG, Havens PL. Pediatric imaging. Intrapleural fibrinolysis for parapneumonic effusion and empiema in children. Radiology. 2003; 228:37078.

18

Anda mungkin juga menyukai