Anda di halaman 1dari 11

SEDIAAN APUS DARAH A.

TUJUAN Mengetahui cara membuat sediaan apus darah Membuat sediaan apus darah Mengetahui cara memeriksa sediaan apus darah Mengetahui gambaran berbagai jenis sel darah Mengetahui cara menghitung jenis sel darah Memeriksa sediaan apus darah

B. LANDASAN TEORI Darah merupakan suatu suspensi sel dan fragmen sitoplasma yang dapat

dianggap sebagai jaringan pengikat dalam arti luas, karena pada dasarnya terdiri atas unsur-unsur sel dan substansi interseluler yang berbentuk plasma. Fungsi utama dari darah adalah mengangkut oksigen yang diperlukan oleh sel-sel diseluruh tubuh. Darah juga menyuplai jaringan tubuh dengan nutrisi, mengangkut zat-zat sisametabolisme, dan mengandung berbagai bahan penyusun sistem imun yang bertujuan mempertahankan tubuh dari berbagai penyakit. Darah membentuk sekitar 8% dari berat tubuh total dan memiliki volume rarata 5 liter pada wanita dan 5,5 liter pada pria (Sheerwood, 2003). Darah adalah sejenis jaringan ikat yang sel-selnya (elemen pembentuk) tertahan dan dibawa dalam matriks cairan (plasma). Darah lebih berat dibandingkan air dan lebih kental. Cairan ini memiliki rasa dan bau yang khas, serta pH 7,4 (7,35-7,45). Warna darah bervariasi dari merah terang sampai merah tua kebiruan, bergantung pada kadar oksigen yang dibawa sel darah merah (Sloane, 2003). Lebih dari separuh bagian dari darah merupakan cairan (plasma), yang sebagian besar mengandung garam-garam terlarut dan protein. Protein utama dalam plasma adalah albumin. Protein lainnya adalah antibodi (imunoglobulin) dan protein pembekuan. Plasma juga mengandung hormon-hormon, elektrolit, lemak, gula, mineral dan vitamin. Selain menyalurkan sel-sel darah, plasma juga: a. merupakan cadangan air untuk tubuh b. mencegah mengkerutnya dan tersumbatnya pembuluh darah

c. membantu mempertahankan tekanan darah dan sirkulasi ke seluruh tubuh. Darah terdiri dari tiga jenis elemen selular khusus, yakni eritrosit (sel darah merah), leukosit (sel darah putih), dan trombosit (keping darah), yang membentuk suspense dalam cairan kompleks plasma (Sheerwood, 2003). 1. Sel darah merah (Eritrosit) Sel darah merah (eritrosit) membawa hemoglobin ke dalam sirkulasi. Sel ini berbentuk lempengan bikonkaf dan dibentuk di sumsum tulang. Pada mamalia, sel ini kehilangan intinya sebelum memasuki peredaran darah. Pada manusia, sel ini berada dalam sirkulasi selama 120 hari. Rata-rata normal sel darah merah adalah 5,4 juta/L pada pria dan 4,8 juta pada wanita. Setiap sel darah merah manusia memiliki diameter sekitar 7,5 m dan tebal 2m serta setiap sel mengandung tepat 29 pg hemoglobin. Dengan demikian didapatkan sekitar 31013 sel darah merah dan sekitar 900 g hemoglobin di dalam peredaran darah seorang pria dewasa (Ganong, 2002). 2. Sel darah putih (Leukosit) Leukosit adalah satuan mobile pada system pertahanan imun tubuh (Sheerwood, 2009). Leukosit adalah sel darah yang mengandung inti, disebut juga sel darah putih. Didalam darah manusia normal didapati jumlah leukosit rata-rata 5000-9000 sel/mm3, bila jumlahnya lebih dari 12000, keadaan ini disebut leukositosis, bilakurang dari 5000 disebut leukopenia. Dilihat dalam mikroskop cahaya maka sel darah putih mempunyai granula spesifik (granulosit), yang dalam keadaan hidup berupa tetesan setengah cair, dalam sitoplasmanya dan mempunyai bentuk inti yang bervariasi, Yang tidak mempunyai granula, sitoplasmanya homogen dengan inti bentuk bulat atau bentuk ginjal (Zukesti Effendi, 2003). Leukosit dan turunan-turunannya, bersama dengan berbagai protein plasma, membentuk suatu imun, suatu system pertahanan internal yang mengenali dan menghancurkan atau menetralkan benda-benda dalam tubuh yang asing bagi diri normal. Secara spesifik, system imun (1) mempertahankan tubuh dari pathogen penginvasi (mikroorganisme penyebab penyakit misalnya bakteri dan virus); (2) mengidentifikasi dan menghancurkan sel kanker yang timbul di tubuh; dan (3) berfungsi sebagai petugas kebersihan yang membersihkan sel-sel tua (misalnya sel darah merah

yang sudah udzur) dan sisa jaringan (misalnya jaringan yang rusak akibat trauma atau penyakit) (Sheerwood, 2009). Dibedakan berdasarkan ukuran, bentuk nukleus, dan ada tidaknya granula sitoplasma. Sel yang memiliki granula sitoplasma disebut granulosit sedangkan sel tanpa granula disebut agranulosit. a. Granulosit 1) Neutrofil

Juga disebut granulosit karena berisi enzim yang mengandung granul-granul, jumlahnya paling banyak. Garis tengah sekitar 12 um, satu inti dan 2-5 lobus. Sitoplasma yang banyak diisi oleh granula-granula spesifik (0;3-0,8um) mendekati batas resolusi optik, berwarna salmon pink oleh campuran jenis romanovky (Zukesti Effendi, 2003). Neutrofil membantu melindungi tubuh melawan infeksi bakteri dan jamur dan mencerna benda asing sisa-sisa peradangan. Ada 2 jenis neutrofil, yaitu neutrofil berbentuk pita (imatur, belum matang) dan neutrofil bersegmen (matur, matang). 2) Eosinofil

Jumlah eosinofil hanya 1-4 % leukosit darah, mempunyai garis tengah 9um (sedikit lebih kecil dari neutrofil). Inti biasanya berlobus dua, Retikulum endoplasma mitokonria dan apparatus Golgi kurang berkembang. Eosinofil mempunyai pergerakan amuboid, dan mampu melakukan fagositosis, lebih lambat tapi lebih selektif dibanding neutrofil (Zukesti Effendi, 2003). 3) Basofil

Basofil memiliki sejumlah granula sitoplasma besar yang bentuknya tidak beraturan dan akan berwarna keunguan sampai hitam serta memperlihatkan nukleus berbentuk S. diameternya sekitar 12 m sampai 15 m. Basofil juga berperan dalam respon alergi. Sel ini mengandung histamin. b. Agranulosit 1) Limfosit

Ukuran sel ini beragam. Ada yang seperti eritroeit dan ada yang sebesar neutrofil. Limfosit dengan garis tengah 6-8 mikrometer dikenal sebagai limfosit kecil. Di dalam peredaran darah, terdapat sedikit limfosit berukuran sedang dan besar dengan garis tengah mencapai 18 mikrometer. Limfosit yang lebih besar diyakini sebagai sel yang telah diaktifkan oleh antigen spesifik. Pada sediaan apus darah, anak inti leukosit tidak terlihat, namun dapat terlihat dengan pulasan khusus dengan mikroskop elektron. Sitoplasma limfosit bersifat basa lemah, dan berwarna biru muda pada sediaan yang terpulas. Sitoplasma ini mungkin mengandung granul azurofilik. Inti selnya kebanyakan bulat atau seperti kacang bogor, atau kadang mirip ginjal. Kromatin inti amat padat dan bewarna biru gelap. Sitoplasma sel ini relatif sedikit dan berwarna biru langit tanpa granul spesifik, namun pada beberapa sel terlihat granula azurofil, yang jika pulasannya baik akan bewarna ungu kemerahan. 2) Monosit

Monosit merupakan leukosit yang ukurannya paling besar, biasanya ditemukan dibagian tepi sajian. Intinya mungkin berbentuk seperti ginjal atau tapal kuda. Kromatin intinya tidak padat bahkan dapat dilihat anak inti. Gambaran kromatin mirip relungrelung otak. Sitoplasmanya berwarna biru kelabu tanpa granul spesifik. Kadang-kadang dapat pula ditemukan granula azurofil. Terdapat perbedaan warna sitoplasma dan gambaran kromatin inti sel ini dengan lemfosit yang besar. Karena peyebaran kromatin

yang halus, inti monosit terpulas lebih terang daripada inti limfosit besar. Sitoplasma monosit bersifat basofilik dan sering mengandung granul azurofilik yang sangat halus (lisosom).

3. Keping darah (Trombosit) Trombosit adalah jasad kecil bergranula dengan diameter 2-4 m. Jumlahnya sekitar 300.000/L darah dan pada keadaan normal memiliki waktu paruh sekitar 4 hari (Ganong, 2002). Trombosit memiliki cincin mikrotubulus di sekeliling tepinya serta invaginasi memban yang luas. Sediaan Apusan Darah Sediaan apusan darah adalah suatu sarana yang digunakan untuk menilai berbagai unsure sel darah tepi. Selain itu dapat pula digunakan untuk mengidentifikasi adanya parasit seperti malaria, microfilaria, dan lain-lain. Sediaan apus darah yang dibuat dan dipulas dengan baik merupakan syarat mutlak untuk mendapatkan hasil pemeriksaan yang baik. Bahan pemeriksaan yang terbaik adalah darah segar yan gberasal dari kapiler atau vena dengan atau tanpa EDTA. Sediaan yang disimpan tanpa difiksasi terlebih dulu tidak dapat dipulas sebaik sediaan segar. Kebanyakan cara memulas sediaan darah menggunakan prinsio Romanowski seperti Wright, Giemsa, May-Grundwald-Giemsa atau Wright-Giemsa (Murtiati dkk, 2012).

C. ALAT DAN BAHAN ALAT : Alat suntik Gelas objek (2 buah) Gelas penutup Mikroskop Pipet Cawan petri (2 buah)

BAHAN : Darah vena EDTA

Larutan Giemsa Alkohol 70% Metanol Aquades

D. CARA KERJA MEMBUAT SEDIAAN APUS DARAH a. Bila menggunakan darah kapiler, bersihkan ujung jari dengan menggunakan alcohol dan teteskan tanpa menyentuh kulit 1 tetes darah ke atas gelas objek. Bila menggunakan darah vena, ambil darah dan campurkan EDTA, lalu teteskan 1 tetes darah dengan menggunakan pipet (garis tengah tetesan darah tidak lebih dari 2mm). letakkan gelas objek tersebut di atas meja dengan tetes darag ada di sebelah kanan. b. Ambil gels objek lain yang digunakan sebagai kaca penghapus, pilih bertepi benarbenar rata. c. Dengan tangan kanan letakkan kaca penghapus disebelah kiri tetesan darah, sentuhkan kaca pada tetesan darah dan biarkan hingga darah menyebar keseluruh sisi kaca tersebut. Tunggulah sampai darah mengenai titik cm dari sudut kaca. d. Atur sudut kaca penghapus antara 30-40 dan segeralah gerakkan kea rah kiri sambil memegangnya dengan sudut. Jangan menekan kaca penggeser itu ke bawah. Usahakan darah telah habis sebelum kaca penghapus mencapai ujung lain dari gelas objek. Hapusan darah tidak boleh terlalu tipis atau tebal. Ketebalan dapat diatur dengan mengubah sudut antara kedua kaca objek dan kecepatan menggeser. Makin besar sudut atau makin cepat menggeser, makin tipis hapusan darah yang dihasilkan. Biarkan sediaan kering di udara. e. Letakkan sedimen yang akan dipulas di atas rak tempat memulas dengan lapisan darah ke atas. f. Teteskanlah methanol ke atas sediaan itu, sehingga bagian yang terlapis darah tertutup seluruhnya. Biarkan selama 5 menit atau lebih lama g. Tuanglah kelebihan methanol dari kaca. h. Liputilah sediaan itu dengan Giemsa yang telah diencerkan dengan perbandingan aquades (1:9) dan biarkan selama 20 menit. Bilas dengan air suling. i. Letakkanlah sediaan dalam posisi vertical dan biarkanlah mongering pada udara.

MEMERIKSA SEDIAAN APUS DARAH a. Meneteskan satu tetes minyak emersi pada bagian sediaan apus yang baik untuk diperiksa dan menutup dengan kaca penutup (Deck Glass). b. Melihat sediaan dengan pembesaran lemah (lensa objektif 10x dan lensa okuler 10x) untuk mendapat gambaran menyeluruh. c. Memperhatikan penyebaran sel-sel darah yang telah cukup merata, dan jumlah leukosit dan kelompok trombosit. d. Selanjutnya melihat dengan lensa objektif 40x dengan pembesaran ini diberikan penilaian terhadap eritrosit, leukosit, trombosit, dan ke lain-lain yang ada. e. Bila diperlukan melakukan penilaian lebih lanjut pada sediaan apus dengan menggunakan lensa objektif 100x menggunakan minyak emersi dengan

menyingkirkan kaca penutup, mendorongnya ke tepi dan mengangkatnya. meneteskan 1 tetes minyak emersi pada sediaan apus, menggunakan objektif yang sesuai. f. Melakukan penilaian terhadap ukuran, bentuk, warna eritrosit. Penilaian dilakukan pada daerah pandangan dimana eritrosit terletak saling berdekatan tetapi tidak saling menumpuk, jangan menilai pada tempat dimana eritrositnya jarang-jarang. g. Melakukan penilaian terhadap jumlah, dihitung jenis dan morfologi leukosit. Saat dilakukan hitung jenis leukosit, sediaan digerakkan sedemikian rupa sehingga satu lapang pandang tidak dinilai lebih dari satu kali. Mencatat semua jenis leukosit yang dijumpai. Perlu diingat bahwa kebenaran perihitungan jenis sel dipengaruhi oleh jumlah total sel yang dihitung, mengikuti hukum Poisson. Makin banyak leukosit yang dihitung, makin kecil kesalahan yang terjadi. Biasanya perhitungan dilakukan atas 100 leukosit. h. Melakukan penilaian terhadap jumlah dan morfologi trombosit. Dalam keadaan normal dapat dijumpai 4 8 trombosit per 100 eritrosit.

E. HASIL PENGAMATAN Jenis Basofil Eosinofil Batang Segmen Limfosit Monosit Jumlah Sel 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 100 1 2 3 4 3 5 6 1 7 -1 8 2 1 2 9 10 2 4 2 % 1 4 0 0 9 4

F. PEMBAHASAN Pada percobaan apus darah, kami menggunakan sampel darah vena segar milik Vania Zulfa yang berusia 20 tahun. Penggunaan darah vena segar ini baik, karena akan memberikan morfologi dan hasil pewarnaan yang optimal pada sediaan apus. Darah vena ini kemudian diteteskan dengan EDTA, EDTA ini tidak berpengaruh terhadap morfologi eritrosit dan lekosit, penetesan EDTA ini dilakukan guna mencegah trombosit bergumpal. Pembuatan sediaan apus juga menggunakan methanol/ alkohol 70%, alkohol ini diteteskan ke atas sediaan, sehingga bagian yang terlapis darah tertutup seluruhnya. Adapun metanol atau alkohol ini memiliki fungsi untuk proses fiksasi yaitu untuk membunuh sel-sel pada sediaan tersebut tanpa mengubah posisi (struktur) organel yang ada di dalamnya. Dari literatur disebutkan bahwa tujuan fiksasi adalah untuk menghentikan proses metabolisme secara cepat, mencegah kerusakan jaringan, mengawetkan komponen-komponen sitologis dan histologist, mengawetkan keadaan sebenarnya, dan mengeraskan. Kemudian kami meneteskan larutan pewarna giemsa. Pewarna Giemsa sebagai pewarna yang umum digunakan dalam pembuatan sediaan apus, agar sediaan terlihat lebih jelas. Pewarnaan ini sering disebut juga pewarnaan Romanowski. Metode pewarnaan ini banyak dipakai untuk mempelajari morfologi darah, sel-sel sumsum dan juga untuk identifikasi parasit-parasit darah misalnya dari jenis protozoa. Giemsa ini memberikan warna biru.

Setelah sediaan apus darah telah selesai dibuat, maka dilakukan pengamatan dengan menggunakan mikroskop untuk memeriksa sediaan apus darah. Sebelum pengamatan dilakukan, sediaan apus darah yang telah dibuat diteteskan dengan minyak emersi, hal ini bertujuan untuk mencegah kerusakan pada mikroskop. Adapun hasil yang didapatkan setelah mengamati sediaan apus darah adalah, pada jangkauan pertama, kedua, dan ketiga tidak terlihat adanya sel darah tepi, hal ini terjadi karena penyebaran sel darah yang tidak merata pada sediaan apus darah. Pada jangkauan ke empat, terlihat banyak eritrosit, adapun eritrosit ini berbentuk bulat bikonkaf dan tidak berinti. Bagian tengah berwarna bening, dan bagian tepinya berwarna keunguan. Hal ini sesuai dengan literatur yang menyebutkan bahwa eritrosit memiliki bentuk cakram bikonkaf atau cakram pipih, selnya tidak berinti dan tidak punya organel seperti sel-sel lain. Eritrosit berukuran sekitar 7,5m dan bagian pusat lebih tipis dan lebih terang dari bagian tepinya. Selain itu pengamat juga menemukan tiga sel limfosit. Sel ini berbetuk bulat dengan inti yang berbentuk bulat dan padat,, inti berwarna keunguan. Pada jangkauan ke enam, terlihat beberapa sel eritrosit, dan terdapat satu sel basofil. Sel basofil ini memiliki sejumlah granula sitoplasma besar yang bentuknya tidak beraturan dan akan berwarna keunguan sampai hitam. Pada jangkauan ke tujuh, masih terlihat sel eritrosit, dan ditemukan juga 1 sel limfosit. Pada jangkauan ke delapan, pengamat menemukan sel eritrosit yang jumlahnya mendominasi, selain itu pengamat melihat adanya sedikit keping darah. Keping darah ini berukuran sangant kecil dan bergranula. Selain ini pada jangkauan ke delapan, pengamat menemukan adanya dua sel eusinofil yang memiliki inti berlobus dua, satu sel limfosit, dan dua sel monosit yang intinya berbentuk seperti ginjal. Pada jangkauan ke sembilan, pengamat hanya dapat melihat sel eritrosit. Pada jangkauan ke sepuluh, pengamat menemukan dua sel eusinofil, empat sel limfosit, dan dua sel monosit. Dari ketiga macam sel yang diamati, didapatkan hasil bahwa pada sediaan apus darah ini, sel yang mendominasi adalah sel eritrosit. Hal ini sesuai dengan teori yang menyebutkan bahwa persentase sel darah merah (eritrosit) pada tubuh merupakan yang

paling besar. Pada hasil pengamatan dapat diketahui pula bahwa jumlah leukosit yang ada lebih banyak daripada jumlah trombosit. Hal ini tidak sesuai dengan literature yang mengatakan bahwa jumlah trombosit dalam tubuh lebih banyak daripada jumlah

leukosit didalam tubuh. Dalam Sloane (2003), disebutkan bahwa jumlah eritrosit pada laki-laki sehat mencapai 4,2 hingga 5,5 juta sel per mm3 dan sekitar 3,2 hingga 5,2 juta per mm3 pada wanita sehat, sedangkan jumlah normal leukosit adalah 7000 sampai 9000 per mm3 dan trombosit berjumlah 250.000 sampai 400.000 per mm3. Meskipun dalam literature menyebutkan bahwa leukosit memiliki jumlah paling sedikit dari ketiga sel darah yang ada, namun fungsi leukosit pada tubuh sangat penting, dimana dalam keadaan sakit atau terserang benda asing maka jumlah leukosit dapat meningkat. Adapun beberapa ketidaksesuaian hasil pengamatan dengan literature dapat disebabkan oleh beberapa hal, yakni kesalahan pengamat dalam menggolongkan suatu sel darah, sediaan apus darah yang terlalu tebal sehingga sulit untuk dilakukan pengamatan yang lebih jelas.

G. KESIMPULAN Sediaan apusan darah yang baik, adalah yang lebih tipis dan tidak terlalu tebal, hal ini guna memudahkan dalam pengamatan sel darah tepi Ukuran eritrosit kecil, berbentuk bulat bikonkaf tidak berinti, dengan warna ungu bening. Leukosit berbentuk bulat berinti di tengah dengan warna ungu. Sedangkan trombosit berukurab sangat kecil terlihat seperti titik berwarna gelap. H. DAFTAR PUSTAKA Murtiati, Tri dkk. 2012. Penuntun Praktikum Anatomi dan Fisiologi Manusia. Jakarta: UNJ. Pearce, Evelyn C. 2002. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Sherwood, Lauralee. 2009. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem.. Jakarta: ECG. Sloane, Ethel. 2003. Anatomi dan Fisiologi Untuk Pemula. Jakarta: EGC. Effendi, Zukesti. 2003. Peranan Leukosit sebagai Anti Inflamasi Alergik Dalam Tubuh. Sumatra Utara : USU

Anda mungkin juga menyukai