Anda di halaman 1dari 3

Syiah Dalam Kitab Resmi Hizbut Tahrir

Sumber : http://www.al-khilafah.org Kami tidak pada posisi menjelaskan pandangan HT tentang tema ini. Kami hanya mengutipkan beberapa kutipan terkait dari beberapa kitab resmi (mutabannat) yang dikeluarkan HT tanpa memberikan komentar sedikit pun. Semoga bermanfaat untuk menjawab pertanyaan tersebut.

Dalam kitab Asy-Syakhshiyyah Al-Islamiyyah juz I disebutkan: . . . . Adapun Syah, pertentangannya dengan ushul Syafii amat besar. Mereka telah menjadikan (menganggap) seluruh perkataan Imam (mereka) sebagai dalil syara, sama seperti al-Kitab dan Sunnah. Paling tidak perkataan-perkataan para Imam dianggap sebagai hujjah setelah hujjah al-Kitab dan Sunnah. Mereka menjadikan perkataan para Imam sebagai takhsish terhadap Sunnah. Syah Imamiyah meletakkan Imam-imam mereka sejajar dengan Sunnah. Dan ijtihad menurut mereka terkait dengan mazhab, sehingga tidak boleh seorang mujtahid bertentangan pendapat-pendapat mazhabnya. Artinya seorang mujtahid tidak boleh berijtihad dengan sesuatu yang bertentangan dengan perkataan-perkataan seorang Imam yang shadiq (benar). Dan mereka menolak hadits kecuali yang melalui jalur para Imam mereka. Mereka juga tidak mengambil qiyas. Imam-imam mereka sepakat sebagaimana yang mereka riwayatkan dalam kitab-kitabnya bahwa syariat apabila diqiyaskan akan melenyapkan agama.[1] . . . - Masih pada kitab yang sama disebutkan: Kemudian muncul kelompok lain dari kaum Muslim yang mencintai Ali bin Abi Thalib ra dan keturunannya. Mereka menganggap bahwa Ali beserta keturunannya lebih berhak memegang

kekhilafahan dari pada yang lainnya. Ali adalah orang yang diberi wasiat oleh Rasul untuk menjadi Khalifah setelah beliau. Mereka menolak banyak hadits yang diriwayatkan dari Rasulullah oleh jumhur sahabat. Mereka tidak menyandarkan kepada pendapat-pendapat dan fatwa para sahabat. Mereka hanya bersandar kepada hadits-hadits yang diriwayatkan oleh imam-imam mereka dari ahlul bait dan fatwa-fatwa yang bersumber dari mereka. Mereka memiliki fiqih tersendiri. Mereka ini adalah kelompok Syah.[2] Dalam kitab Asy-Syakhshiyyah Al-Islamiyyah juz II disebutkan: . Pendapat yang menyatakan baha Rasul saw menentukan person tertentu sebagai khalifah sesudahnya adalah pendapat yang bertentangan dengan nash-nash syariat. Demikian pula pendapat yang menyatakan bahwa Rasul saw menentukan person-person yang menjadi para khalifah sesudahnya hingga hari kiamat banyak pertentangannya dengan nash-nash Islam.[3] Dalam kitab Amwal fi Daulah Al-Khilafah disebutkan Adapun individu-individu atau kelompok-kelompok yang awalnya berislam kemudian mereka murtad, dan mereka ada sampai saat ini, maka dilihat terlebih dahulu fakta keberadaan mereka yang ada. Apabila mereka dilahirkan oleh murtad dan bukan kemauan mereka sendiri (untuk murtad), melainkan orang-tua atau nenekmoyang mereka yang murtad, seperti golongan Syiah Ad-Duruz, pengikut Al-Bahaiyyah, Al-Ismailiyyah, An-Nushairiyyah, yang menuhankan Ali bin Abi Thalib, maka mereka tidak diperlakukan sebagai murtad, akan tetapi mereka diperlakukan sebagaimana perlakuan terhadap Majusi dan Shabiah. Ditarik dari mereka jizyah, sembelihan mereka tidak dimakan, wanita-wanita mereka tidak dinikahi, kecuali jika mereka mau memperbaharui keislaman mereka, dan mengulangi masuk Islam, maka berlaku bagi mereka hukum terhadap kaum muslimin.[4] Wallahu taalaalam bi ash-shawab Al faqiir ila taufiqiLLAH Wahyudi Ibnu Yusuf Banjarmasin, 11 Muharram 1435 H [1] Taqyuddin An-Nabhani, Asy-Syakhshiyyah Al-Islamiyyah (thabah mutamadah 2003), vol I, hlm 362 [2] Ibid, vol I hlm 376

[3] Taqyuddin An-Nabhani, Asy-Syakhshiyyah Al-Islamiyyah (thabah mutamadah 2003), vol II, hlm 54 [4] Abdul Qadi Zallum, Amwal fi Daulah Al-Khilafah (thabah mutamadah 2004), hlm64.

Anda mungkin juga menyukai