Anda di halaman 1dari 7

Kesalahan Laten dalam Pembelajaran Bahasa Inggris

Iman Suroso Staf Pengajar Jurusan Teknik Eletkro Politeknik Negeri Semarang Abstract: As in any other learning processes, in the language learning process (more specifically foreign and second language learning process) errors made by the learners will take place. Errors cannot be avoided in any learning processes. The article will identify some latent errors made by the English learners, especially made by the students of Electrical Study Program of Electrical Engineering Department of the Semarang State Polytechnic. The identified errors are the latent ones, i.e. similar errors which happen again and again from year to year although one group of students has been replaced by other groups. The identification will be based on notes of errors previously made by the students. It is shown from the identification that there are 15 types of mostly appeared errors.

Pendahuluan
Kesalahan adalah suatu hal yang wajar terjadi dalam setiap proses pembelajaran. Orang yang belajar naik sepeda, misalnya, akan mengalami kesalahan dalam mengatur keseimbangan badan sehingga akhirnya dia terjatuh, menabrak pohon, atau masuk selokan. Orang yang sedang belajar berenang akan mengalami kesulitan mengatur gerakan tangan dan kaki sehingga gerakan yang dia lakukan tidak mampu membuat dia terapung, kemudian dia panik, gelagepan, dan akhirnya beberapa teguk air sempat masuk melalui kerongkongannya. Anak kecil yang sedang belajar makan sendiri akan memulainya dengan mengacak-acak makanan, mulutnya belepotan makanan, makanannya akan tercecer ke mana-mana, dan dia pasti tidak akan makan dengan tenang seperti cara orang dewasa makan. Begitupun ketika seseorang belajar bahasa asing. Dia akan membuat banyak kesalahan yang tidak hanya terjadi dalam komponen bahasa (seperti grammar) tetap juga dalam ketrampilan bahasa. Kesalahan ini akan semakin tampak manakala si pembelajar sudah menginjak dewasa, karena semakin dewasa seseorang semakin dalam internalisasi yang telah dia buat dengan bahasa ibunya. Sebagai akibatnya ketika dia belajar bahasa asing maka kebersandarannya pada bahasa ibu akan semakin besar sehingga semakin besar pula kesalahan yang akan dibuat. Karena hal inilah maka banyak anjuran agar para orang tua mulai mengenalkan baca tulis bahasa Arab sejak dini kepada anak-anaknya. Dalam istilah orang Jawa lidah orang dewasa sudah sulit ditekuk sehingga orang yang belajar membaca bahasa Arab akan memiliki tingkat kefasihan yang lebih rendah (dalam bahasa Jawa disebut grotal gratul). Apalagi bahasa Arab yang sedang dipelajari adalah bahasa Arab yang digunakan dalam Al Quran yang caranya membacanya harus disertai dengan tajwid yang benar, misalnya kapan suatu kata harus panjang atau pendek dan dengung atau tidaknya atau tidak dengung. Terlebih lagi huruf Arab (Hijaiyah) adalah huruf yang tampilan dan bentuknya sangat berbeda dengan huruf Latin, sebagaimana huruf yang digunakan dalam Bahasa Indonesia. Barangkali karena adanya pemahaman bahwa lidah orang dewasa sudah semakin sulit untuk ditekuk muncul kebijakan agar Bahasa Inggris dikenalkan lebih dini kepada anak didik, yakni dengan menjadikan Bahasa Inggris sebagai muatan lokal di Sekolah Dasar (SD). Kebijakan yang dimulai beberapa tahun silam ini langsung disambut antusias oleh beberapa SD. Segera saja mereka mencantumkan Bahasa Inggris sebagai salah satu mata pelajaran yang harus dipelajari siswa. Dalam perkembangan berikutnya, antusiasme mereka semakin membara. Jika sebelumnya Bahasa Inggris mulai dikenalkan sejak kelas 4 SD, sekarang sejak kelas 1 SD sudah ada muatan lokal Bahasa Inggris. Dalam perkembangan yang lebih jauh lagi, Taman Kanak Kanak (TK) juga mengikuti jejak SD. Sekarang sudah menjadi hal Ragam Jurnal Pengembangan Humaniora Vol. 11 No. 2, Agustus 2011

99

lazim jika ada TK dan SD yang mencantumkan Bahasa Inggris sebagai muatan lokal dalam kurikulumnya. Walaupun hasil dari pengenalan dini ini perlu diteliti lebih lanjut, setidaknya ini bisa menjadi bukti bahwa belajar bahasa asing (Bahasa Inggris) sebaiknya dimulai sejak dini, yakni ketika lidah masih gampang ditekuk, karena konon belajar bahasa asing itu akan lebih mudah jika dimulai sejak dini. Namun sebagaimana pada proses pembelajaran yang lain, dalam proses pembelajaran bahasa Inggris juga tak luput dari terjadinya kesalahan. Berdasarkan pengalaman berpuluh tahun mengajar Bahasa Inggris di Program Studi Teknik Listrik Politeknik Negeri Semarang, saya menjumpai beberapa kesalahan yang bersifat laten, yakni kesalahan yang selalu terjadi berulang-ulang terjadi walaupun terlah terjadi pergantian waktu dan mahasiswa. Kendatipun koreksi sudah diberikan, kesalahan ini cenderung muncul lagi, lagi, dan lagi. Laten itu sendiri mempunyai makna tersembunyi; terpendam; tidak kelihatan, tetapi mempunyai potensi untuk muncul (http://www. artikata.com /arti-337688-laten.html) Kesalahan Berbahasa Sebagaimana disebutkan di atas, dalam pembelajaran bahasa (apalagi pembelajaran bahasa asing atau bahasa kedua) muncul banyak kesalahan yang dibuat oleh pembelajar. Corder (1974) membedakan kesalahan berbahasa menjadi 3, yaitu lapses, error dan mistake. Lapses adalah kesalahan yang terjadi akibat ketidaksengajaan atau tidak disadari oleh si penutur. Dalam tuturan lisan, istilah yang sering digunakan untuk lapses adalah slip of the tongue. Error adalah kesalahana berbahasa akibat si penutur melanggar aturan tata bahasa yang berlaku dalam bahasa yang sedang dipelajari (bahasa sasaran). Ini menunjukkan kekurangpahaman atau kekurangmampuan si penutur sehingga bahasa yang dia buat adalah bahasa menyalahi kaidah yang berlaku). Mistake adalah kesalahan berbahasa akibat si penutur tidak tepat memilih kata atau ungkapan untuk suatu situasi tertentu. Dalam hal ini si penutur mengetahui kaidah yang benar dalam, namun karena faktor-faktor fisik, seperti lelah atau mengantuk, dia membuat kesalahan itu. Sedangkan dalam http://darkwing.uoregon.edu/~guion/440notes/ellis23.html disebutkan bahwa error adalah suatu deviasi sistematis yang dibuat oleh pembelajar yang belum menguasai aturan dalam L2 (bahasa yang sedang dipelajari, sedangkan mistake adalah kesalahan acak yang disebabkan oleh rasa lelah, rasa riang dsb. Pada error si pembelajar tidak mampu melakukan self correction karena memang pemahamannya masih dangkal, tetapi pada mistake si pembelajar siap membuat self correction. Namun apapun istilahnya, para pakar sepakat bahwa kesalahan adalah bagian integral dalam pembelajaran bahasa. Ini artinya terjadinya kesalahan dalam pembelajaran bahasa adalah sesuatu yang tidak dapat dihindari. Ketika anak kecil belajar bahasa ibunya dia juga akan membuat banyak kesalahan. Namun kesalahan ini akan berangsur-angsur hilang seiring berjalannya waktu karena selain kesalahan itu akan segera dikoreksi oleh orang yang lebih dewasa, dia juga mampu belajar dari orang-orang di sekitarnya untuk melakukan self correction. Terlebih lagi bahasa yang dia pelajari adalah bahasa yang sehari-hari digunakan di lingkungan tempat tinggalnya. Jadi dia selalu terekspose pada bahasa yang sedang dipelajari, sehingga kesalahan dan koreksi bisa dilakukan secara serempak. Dia juga mempunyai banyak model, yaitu para orang dewasa di sekitarnya, yang bisa dia contoh dan dijadikan panutan dalam belajar bahasa ibunya. Hal ini tentu saja berbeda ketika seseorang belajar bahasa asing, apalagi dia mempelajarinya ketika sudah berusia dewasa. Disini terjadinya kesalahan akan semakin kentara, dan kesalahan itu tidak serta merta dapat dikoreksi. Jika dalam pembelajaran bahasa ibu frekuensi belajarnya adalah sepanjang hari, maka dalam pembelajaran bahasa asing frekuensi belajarnya sangat minim. Dengan demikian dia tidak memiliki banyak model yang bisa dia gunakan sebagai contoh atau panutan untuk mengoreksi kesalahan yang dia buat, artinya jikapun dia melakukan self correction maka self correction yang dia buat masih dihantui banyak keraguan. Contoh atau panutan yang dia punya hanyalah guru-gurunya di sekolah atau tempat-tempat kursus dimana dia belajar bahasa asing itu. Karena ekspose yang sangat minim pada bahasa asing yang sedang dipelajari, maka kesalahan yang tak tersentuh koreksi itu semakin mengendap dan tersimpan dalam hati dan pikiran. Kelak bila

100

Kesalahan Laten dalam Pembelajaran Bahasa Inggris (Iman Suroso)

pembelajaran bahasa asing itu dimulai lagi, kesalahan yang sama akan muncul lagi ke permukaan. Ellis (1986) membedakan pembelajaran menjadi acquisition dan learning. Pembelajaran bahasa ibu disebut acquisition karena pembelajaran itu terjadi melalui exposure dan dilakukan secara tak disadari. Sebaliknya, pembelajaran bahasa asing disebut learning karena pembelajaran ini dilakukan dengan sadar dan pembelajaran tidak mengalami exposure pada bahasa yang sedang dipelajarinya. Kita yang pernah belajar bahasa asing pasti bisa merasakan perbedaan antara acquisition dan learning itu. Kita bahkan tak pernah ingat kapan kita mulai belajar bahasa ibu; yang kita ingat adalah bahwa kita tahu-tahu sudah bisa menggunakan bahasa ibu untuk berkomunikasi. Sedangkan ketika kita belajar bahasa asing, maka kita akan ingat betapa banyak kesulitan yang harus kita lalui. Contoh nyata adalah ketika kita belajar Bahasa Inggris, sebuah bahasa yang dalam berbagai hal mempunyai banyak perbedaan dengan bahasa ibu kita. Jadi, kalau kemudian kita membuat banyak kesalahan, maka kita mempunya excuse bahwa hal itu adalah wajar. Akan tetapi, ketika kita sudah mempelajarinya selama bertahun-tahun dan masih mengulangi kesalahan yang sama, maka kita patut bertanya Apa yang salah dalam proses pembelajaran kita?. Kalau Bahasa Inggris sudah diajarkan sejak dari TK namun jika kelak masih saja terjadi pengulangan-pengulangan kesalahan yang sama, maka pertanyaan yang lebih patut diajukan adalah Whats wrong with us? Jika ternyata pengenalan Bahasa Inggris sejak dini juga tidak membuahkan hasil yang menggembirakan, maka patut dicari penyebabnya. Patut bagi kita untuk mencari tahu metode pengajaran yang diterapkan guru, tujuan pengajaran yang telah ditentukan, kompetensi guru-guru yang mengajar, dan yang tak kalah penting adalah apakah pengenalan dini ini mampu menumbuhkan motivasi intrinsik dalam diri pembelajar sehingga dia menjadi suka dengan Bahasa Inggris, atau justru sebaliknya, pengenalan dini itu mempercepat munculnya hantu yang bernama Bahasa Inggris. Sulit dibayangkan bagaimana jadinya jika sejak dari TK anak-anak kita sudah memandang Bahasa Inggris sebagai hantu yang seram lagi menakutkan. Padahal seperti ditulis Brown (1987), salah satu sumber kesalahan dalam pembelajaran bahasa adalah context of learning, yang meliputi ruang kelas beserta pengajarnya dan bahan-bahan ajar yang digunakan. Padahal lagi, masih menurut Brown, siswa sering membuat kesalahan karena penjelasan yang salah (misleading explanation) dari guru. Jadi memang patut diteliti karena tidak tertutup kemungkinan misal demi mengejar prestise ada TK dan SD yang memiliki muatan lokal Bahasa Inggris tetapi dengan guru yang berkualitas tak ada rotan akarpun jadi. Apabila ini benar-benar terjadi, maka sosok hantu Bahasa Inggris boleh jadi muncul lebih awal lagi, dan bila sosok itu semakin menemukan pemicu (trigger) di sekolah lanjutan maka hancurlah citacita untuk mencerahkan hasil pengajaran Bahasa Inggris di negeri tercinta ini. Penyebab Kesalahan Berbahasa Selain context of learning sebagaimana disebutkan di atas, ada beberapa sumber kesalahan berbahasa dalam pembelajara bahasa (bahasa asing atau bahasa kedua). Salah satu istilah yang sangat dikenal adalah interlanguage, yang didefinisikan sebagai jenis bahasa yang dihasilkan oleh bukan penutur asli (non native speakers) dalam proses pembelajaran bahasa kedua atau bahasa asing (http://www.thefreedictionary.com/ interlanguage), atau suatu sistem bahasa yang muncul dalam pikiran pembelajar bahasa (http://en.wikipedia.org/wiki/Second_language_acquisition), atau penggunaan suatu sistem bahasa yang bukan merupakan bahasa ibu dan juga bukan bahasa sasaran (http://www.timothyjpmason.com/WebPages/LangTeach/Licence/CM/OldLectures/L7Interlan guage.htm). Jadi secara lebih khusus, interlanguage adalah bahasa yang dibuat oleh pembelajar bahasa dimana bahasa ini tidak mengikuti kaidah yang berlaku dalam bahasa ibu atau bahasa sasaran. Ada beberapa cara bagaimana pembelajar bahasa menciptakan interlanguage. Selinker, dikutip http://www.timothyjpmason.com/WebPages/LangTeach/Licence/CM/Old Lectures/L7_Interlanguage.htm, menyebutkan 3 cara terjadinya interlanguage, yaitu language transfer, overgeneralization, dan simplification. Dalam language transfer, baik Ragam Jurnal Pengembangan Humaniora Vol. 11 No. 2, Agustus 2011

101

negatif maupun positif, pembelajar menggunakan bahasa ibu sebagai sumber atau rujukan, dalam overgeneralization pembelajar membuat genaralisasi berdasarkan kaidah yang berlaku dalam bahasa sasaran (contoh yang paling lazim adalah verba go menjadi goed), sedangkan dalam simplification pembelajar menggunakan bahasa dalam bentuk yang sangat sederhana seperti bahasa anak-anak (contohnya penghilangan infleksi s pada kata year dalam kalimat I studied English for two year). Brown (1987) membedakan language transfer menjadi interlingual transfer, yaitu transfer yang bersumber dari bahasa ibu atau biasa dikenlan dengan istilah interference, dan intralingual transfer, yaitu transfer yang bersumber dari bahasa sasaran atau bahasa yang sedang dipelajari. Overgeneralization merupakan bentuk dari negative intralingual transfer. Interference terjadi karena sebelum pembelajar kenal dengan sistem yang berlaku dalam bahasa sasaran dia sudah lebih dulu kenal dengan sistem yang ada dalam bahasa ibunya sehingga ada kecenderungan dia merujuk pada sistem yang telah dia pahami ketika dia belajar sistem bahasa yang lain. Apalagi menurut para behaviorist, teori habit formation yang berlaku dalam pembelajaran secara umum juga berlaku dalam pembelajaran bahasa (Ellis, 1986). Jadi kebiasaan yang terbentuk ketika seseorang belajar bahasa ibu, yakni melalui imitation dan reinforcement, akan dibawa ketika dia mempelajari bahasa lain. Sumber kesalahan yang lain adalah communication strategies. Sumber kesalahan ini sebenarnya meliputi proses interlingual dan intralingual transfer serta context of learning ketika pembelajar mencoba mengirmkan pesan kepada pendengar atau pembaca (Brown, 1987). Brown selanjutnya mengutip klasifikasi communication strategies yang diusulkan oleh Tarone sebagai berikut: PARAPHRASE Approximation Pembelajar menggunakan kosakata atau struktur dalam bahasa sasaran, yang sebenarnya dia ketahui tidak benar, tetapi mempunyai kesamaan fitur semantik dengan item yang diinginkan demi memuaskan pembicara (mis. pipe untuk waterpipe). Pembelajar membuat kata baru untuk mengkomunikasikan konsep yang diingini (mis. airball untuk balloon). Pembelajar menjelaskan karakteristik atau elemen dari suatu benda atau aksi sebagai ganti penggunaan item atau strukur yang tepat dalam bahasa ibu (mis. She is, uh, smoking something. I dont know whats its name. Thats, uh, Persian, and we use in Turkey, a lot of) Pembelajar menterjemahkan kata demi kata dari bahasa ibu (He invites him to drink untuk They toast one another). Pembelajar menggunakan istilah dalam bahasa ibu tanpa berusaha menterjemahkan ke dalam bahasa sasaran (mis. balon untuk balloon). Pembelajar menanyakan istilah yang benar (What is this? What called?). Pembelajar menggunakan strategi non-verbal untuk menggantikan item atau tindakan leksikal (mis. menepuk tangan seseorang untuk menggambarkan aplaus). Pembelajar mencoba tidak membicarakan konsep yang tidak dia ketahui item dan strukturnya dalam bahasa sasaran.

Word Coinage Circumlocution

BORROWING Literal Translation

Language Switch

APPEAL FOR ASSISTANCE MIME

AVOIDANCE Topic Avoidance

102

Kesalahan Laten dalam Pembelajaran Bahasa Inggris (Iman Suroso)

Message Abandonment

Pembelajar mulai bicara tentang suatu konsep tapi tak mampu melanjutkan lalu berhenti di tengah pembicaraan.

Dalam http://darkwing.uoregon.edu/~guion/440notes/ellis23.html tipe-tipe kesalahan itu dirangkum sebagai berikut: Types of Errors Interlingual Interference Intralingual Overgeneralization Simplification (redundancy reduction) Communication Based Induced errors (teachers presentation) of material, as if = like)

Is the book of my friend. I wonder where are you going. I studied English for two year. Using airball for balloon (coinage) She cries as if the baby cries. FOR She cries like a baby.

Beberapa Kesalahan Laten Dalam Pembelajaran Bahasa Inggris Sebagaimana disebutkan di awal tulisan ini, setelah berpuluh tahun mengajar di Program Studi Teknik Listrik Jurusan Teknik Elektro Politeknik Negeri Semarang, saya menjumpai beberapa kesalahan yang dibuat oleh mahasiswa saya. Kesalahan-kesalahan itu saya sebut dengan istilah laten karena kesalahan yang sama selalu muncul di tiap angkatan yang berbeda. Artinya, dari tahun ke tahun, walaupun mahasiswa lama telah diganti oleh adik kelasnya, kesalahan yang sama selalu muncul. Tentu saja tidak secara ekstrim seluruh mahasiswa membuat kesalahan yang sama, tetapi beberapa mahasiswa membuat kesalahan yang sama dengan kesalahan yang dibuat oleh beberapa mahasiswa di tahuntahun sebelumnya. Saya menduga, kesalahan-kesalahan itu sudah tersimpan dalam repertoar mahasiswa sebelum mereka memulai studi di program studi ini. Tulisan ini tidak dimaksudkan untuk mencari penyebab timbulnya kesalahan laten tersebut, juga tidak mencoba mengusulkan cara agar kesalahan-kesalahan tersebut bisa dieliminir atau bahkan dihilangkan. Koreksi hampir selalu saya berikan setiap mahasiswa membuat kesalahan. Namun yang cukup mencengangkan adalah ketika beberapa bulan berlalu, mahasiswa baik mahasiswa yang sama atau mahasiwa yang lain dalam kelas yang sama masih saja membuat kesalahan yang telah diberikan koreksinya. Dugaan saya berikutnya, beberapa mahasiswa sudah mempunyai kesalahan tingkat akut yang sulit diberi koreksi. Tapi satu hal yang pasti adalah jumlah error masih mendominasi dibanding jumlah lapses atau mistakes. Jadi, periode waktu yang telah mereka tempuh untuk belajar Bahasa Inggris sejak dari Sekolah Menengah Pertama (SMP) nampaknya belum mampu memberikan terapi yang tepat agar mereka tidak mengulangi kesalahan yang sama berulang-ulang. Berikut adalah beberapa kesalahan laten yang sering saya temui: 1. Kesalahan dalam penggunaan verba bantu: a) tidak menggunakan verba bantu (khususnya verba bantu TO DO: do, does, did). Misal: 1. I not like that. 2. Why you use PLC? b) menggunakan verba bantu yang tidak sesuai. Misal: 1. Why are you use PLC? 2. We are not use relay because .. c) menggunakan verba bantu ganda. Misal: 1. Do you can explain?

Ragam Jurnal Pengembangan Humaniora Vol. 11 No. 2, Agustus 2011

103

(Secara umum, mahasiswa membuat kesalahan ketika harus membuat kalimat negatif dan interogatif dalam Bahasa Inggris). 2. Menambahkan to pada will dan can. Misal: 1. I will to present 2. I can to speak English Menggunakan nomina presentation untuk mengganti verba present. (misal: I will presentation ..). Terkait kesalahan nomor 3, mereka menggunakan nominal dalam bahasa Indonesia (misal: I will presentasi.). Menggunakan what untuk yes/no question (misal: What you like English in Senior High School?). Menggunakan per untuk over (Misal: Rumus resistor dalam hubung paralel akan dibaca one per total resistance equals ..). Kesalahan membaca huruf H, R dan W. Kata supply pada power supply dibaca saplai. Menggunakan pertanyaan How manner padahal seharusnya cukup pakai How saja. Kesalahan membaca lebih dari 4 digit. Kesalahan membaca angka yang sama persis tapi menggunakan tanda baca yang berbeda. (misal, angka 2.576 dibaca two thousand five hundred and seventy six, sedangkan angka 2,576 akan dibaca two coma five seven six). Kesalahan menggunakan verba kala lampau, khususnya verba tak beraturan. Ketika tidak tahu kata yag tepat dalam Bahasa Inggris, maka akan menggunakan kata dalam Bahasa Indonesia. Membaca rumus V = I.R menjadi V equals I dot R, tetapi ketika tandanya diubah menjadi V = I x R rumus itu dibaca V equals I cross R atau bahkan ada yang membaca V equals I river R.

3. 4. 5. 6. 7. 8. 10. 11. 12.

13. 14. 15.

KESIMPULAN
Tentu saja daftar kesalahan di atas bisa dibuat lebih panjang lagi. Sayangnya, kesalahan-kesalahan yang dibuat oleh mahasiswa hanya saya tulis dalam lembar-lembar kertas yang kemudian hilang tak berbekas. Kelimabelas macam kesalahan di atas adalah kesalahan yang terjadi dalam frekuensi yang cukup intens. Begitu seringnya kesalahan itu terjadi sehingga saya bisa mengingatnya. Beberapa hal bisa disimpulkan dari pembahasan di atas: 1. Pembelajaran bahasa, sebagaimana pembelajaran pada bidang lain, selalu melibat-kan terjadinya kesalahan, baik berupa error maupun mistake. 2. Kesalahan bisa terjadi karena pengaruh bahasa ibu dan bahasa sasaran. 3. Guru dan sarana pembelajaran yang digunakan dalam kelas bisa menjadi pemicu munculnya kesalahan. 4. Ada beberapa kesalahan yang bersifat laten, yakni kesalahan yang dibuat pembelajar pada saat ini pernah dibuat oleh pembelajar pada tahun-tahun sebelumnya.

DAFTAR PUSTAKA
Corder, Pit. 1974. Techniques in applied linguistics. In Edinburgh course in applied linguistics, 3,ed. J. P. B. Allen and S. Pit Corder. Oxford: Oxford University Press. Brwon, H. Douglas. 1987. Principles of Language Learning and Teaching, Second Edition. New Jersey: Prentice Hall Inc. Ellis, Rod. 1986. Understanding Second Language Acquisition. Oxford: Oxford University Press. http://www.artikata.com/arti-337688-laten.html http://darkwing.uoregon.edu/~guion/440notes/ellis23.html http://www.thefreedictionary.com/interlanguage

104

Kesalahan Laten dalam Pembelajaran Bahasa Inggris (Iman Suroso)

http://www.timothyjpmason.com/WebPages/LangTeach/Licence/CM/OldLectures/L7_Interlanguage. htm http://en.wikipedia.org/wiki/Second_language_acquisition

Ragam Jurnal Pengembangan Humaniora Vol. 11 No. 2, Agustus 2011

105

Anda mungkin juga menyukai