Anda di halaman 1dari 2

Keterangan Pemerintah pada Sidang Mahkamah Konstitusi PERKARA NOMOR 7/PUU-XII/2014 Pengujian Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan [Pasal 59 ayat (7), Pasal 65 ayat (8), dan Pasal 66 ayat (4)] terhadap Undang-Undang Dasar 1945 Pada hari Senin, 10 Maret 2014, Pukul 14.12 14.31 WIB Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat Keterangan Pemerintah oleh Kepala Biro Hukum Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Sunarno Bahwa sebagaimana telah diuraikan dalam penjelasan Pemerintah terhadap materi yang dimohonkan uji materiil ketentuan Pasal 5 ayat (9), Pasal 65, dan Pasal 66 Undang-Undang Ketenagakerjaan oleh Pemohon APINDO, register Nomor 96/PUU-VII/2013 tersebut. Bahwa perjanjian kerja yang dibuat antara pengusaha dengan pekerja buruh adalah merupakan suatu perjanjian yang harus memenuhi syarat-syarat ketentuan dalam Pasal 59 Undang-Undang Ketenagakerjaan dan KUH Perdata khususnya Pasal 1320 juncto Pasal 1338. Bahwa syarat sahnya perjanjian, termasuk perjanjian kerja. Sebagaimana diatur Pasal 1320 KUH Perdata adalah: a. Sepakat mereka yang mengikatkan diri. b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan. c. Suatu hal tertentu, dan d. Suatu sebab yang halal. Bahwa tidak terpenuhinya syarat sahnya perjanjian sebagaimana huruf a dan huruf b. Maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan (voidable). Sedangkan tidak terpenuhinya syarat huruf c dan huruf d. Maka perjanjian tersebut batal demi hukum (null and void). Bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian termasuk perjanjian kerja adalah adanya causa atau sebab yang halal. Suatu sebab atau causa adalah terlarang apabila dilarang oleh undang-undang atau apabila berlawanan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum. Menurut Pasal 1337 KUH Perdata. Dengan demikian, apabila pengusaha membuat perjanjian. Termasuk perjanjian kerja yang tidak memenuhi suatu sebab yang halal atau melanggar peraturan perundang-undangan. Maka perjanjian tersebut batal demi hukum. Dalam kaitan ini, jika pengusaha tersebut melanggar ketentuan Pasal 59 ayat (7), Pasal 65 ayat (8), dan Pasal 66 ayat 4 Undang-Undang Ketenagakerjaan. Maka perjanjian kerja waktu tertentu atau disingkat PKWT tersebut batal demi hukum dan dengan sendirinya demi hukum berubah menjadi perjanjian kerja waktu tidak tertentu disingkat PKWT. Terhadap anggapan Pemohon dalam hal ini ALJABAR. Yang menyatakan ketentuan frasa demi hukum yang terdapat dalam Pasal 59 ayat (7), Pasal 65 ayat (8), dan Pasal 66 ayat (4) UndangUndang Ketenagakerjaan berupa penetapan tertulis dari pegawai pengawas ketenagakerjaan pada pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota. Tidak dijalankan seharusnya dapat dimintakan ke pengadilan negeri untuk dapat dijalankan. Pemerintah dapat memberikan penjelasan sebagai berikut. Bahwa apabila terdapat perusahaan yang melakukan pelanggaran sesuai ketentuan Pasal 59 ayat (7), Pasal 65 ayat (8), dan Pasal 66 ayat (4) Undang-Undang Ketenagakerjaan. Maka pegawai pengawas ketenagakerjaan melakukan pemeriksaan untuk menilai persyaratan

perjanjian kerja waktu tertentu. Selanjutnya, pengawas ketenagakerjaan mengeluarkan nota pemeriksaan sebagai peringatan agar pengusaha melaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Bahwa sesuai Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 3 Tahun 1984 tentang Pengawasan Ketenagakerjaan Terpadu. Dalam Pasal 1 huruf d yang menyatakan, Pengawasan ketenagakerjaan terpadu adalah suatu sistem pengawasan pelaksanaan peraturan perundangundangan yang merupakan rangkaian kegiatan penyusunan rencana kerja, pemeriksaan di perusahaan, atau di tempat kerja, penindakan korektif baik secara preventif maupun secara reprensif dan laporan hasil pemeriksaan. Bahwa nota pemeriksaan pengawas ketenagakerjaan termasuk dalam kegiatan penindakan korektif secara preventif. Bahwa pengawas ketenagakerjaan dalam melakukan pengawasan terhadap Pasal 59 ayat (7), Pasal 65 ayat (8), dan Pasal 66 ayat (4) Undang-Undang Ketenagakerjaan. Lebih mengedepankan tindakan preventif dan represif non justicial. Ini berdasarkan Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 06/MEN/VIII/2012 tentang Pengawasan Penerapan Norma Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan Lainnya. Bahwa frasa demi hukum yang terdapat dalam Pasal 59 ayat (7), Pasal 65 ayat (8), dan Pasal 66 ayat (4) Undang-Undang Ketenagakerjaan bersifat langsung dapat dilaksanakan. Artinya, mempunyai title executorial atau berlaku dengan sendirinya. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, menurut Pemerintah, ketentuan Pasal 59 ayat (7), Pasal 65 ayat (8), dan Pasal 66 ayat (4) Undang-Undang Ketenagakerjaan, khususnya frasa demi hukum justru untuk memberikan kepastian hukum dan keadilan bagi pekerja buruh maupun pengusaha itu sendiri. Karena itu menurut Pemerintah, tidak diperlukan lagi pembuktian dan putusan pengadilan.

Anda mungkin juga menyukai