Anda di halaman 1dari 81

SKRIPSI

PENGUJIAN TOKSISITAS AKUT EKSTRAK


BUAH MERAH (Pandanus conoideus Lam.) SECARA IN VIVO





Oleh
HAYUNING PAMBAYU RETNOMURTI
F24103028















2008
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR


SKRIPSI


PENGUJIAN TOKSISITAS AKUT EKSTRAK
BUAH MERAH (Pandanus conoideus Lam.) SECARA IN VIVO




Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor




Oleh:
HAYUNING PAMBAYU RETNOMURTI
F24103028






2008
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR



Hayuning Pambayu Retnomurti. F24103028. Pengujian Toksisitas Akut
Ekstrak Buah Merah (Pandanus conoideus Lam.) Secara In Vivo. Di bawah
bimbingan: Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, MSi.

RINGKASAN

Salah satu tanaman yang memiliki efek farmakologi dan terkenal saat ini
adalah buah merah. Buah merah yang sebelumnya hanya dibiarkan tumbuh liar
dan digunakan sebagai sumber pangan, ternyata menyimpan potensi obat yang
luar biasa, karena adanya kandungan senyawa aktif berupa karotenoid, tokoferol,
dan senyawa aktif lainnya yang dapat digunakan sebagai obat. Senyawa aktif
tersebut berperan sebagai antioksidan yang mampu menetralisir zat-zat radikal
bebas dalam tubuh yang merupakan sumber pemicu timbulnya berbagai penyakit.
Semua yang dikonsumsi manusia, baik bahan pangan nabati maupun hewani
selain mengandung zat-zat yang bermanfaat bagi tubuh, terkadang juga dapat
menimbulkan gejala sakit hingga kematian yang disebabkan adanya kandungan
zat kimia yang bersifat racun dalam bahan pangan tersebut. Hal ini mendorong
perlu dilakukannya uji toksisitas untuk menentukan efek biologis negatif akibat
pemberian suatu zat.
Penelitian ini bertujuan menguji toksisitas akut ekstrak buah merah secara in
vivo sehingga dapat diketahui batas dosis yang aman dalam penggunaannya.
Sampel yang digunakan dalam penelitian adalah ekstrak buah merah yang
berupa fraksi minyak dan fraksi air hasil dari metode ekstraksi sentrifugal yang
diperoleh dari Papua. Kedua sampel tersebut diuji toksisitas akutnya terhadap
mencit secara in vivo. Dalam pengujian toksisitas akut ekstrak buah merah, mencit
diberi fraksi minyak dan fraksi air buah merah dengan dosis 5-137200 mg/kgBB.
Pengamatan dilakukan selama 96 jam. Hal-hal yang diamati meliputi jumlah
kematian, berat badan, tingkah laku dan gejala toksik, serta penampakan organ
secara makroskopis.
Berdasarkan ekstraksi buah merah dengan metode sentrifugal, diperoleh
rendemen fraksi minyak sebesar 15 % dan fraksi air 53 %. Nilai rendemen fraksi
air dihitung dari jumlah pasta sisa.
Berdasarkan hasil pengujian toksisitas akut, tidak ditemukan adanya
kematian mencit pada setiap tingkatan dosis (5-137200 mg/kgBB) untuk kedua
fraksi. Dari hasil tersebut, diperoleh nilai LD
50
untuk fraksi minyak dan fraksi air
buah merah sebesar 137200 mg/kgBB. Berdasarkan klasifikasi toksisitas relatif
(Lu, 1995), nilai toksisitas tersebut termasuk ke dalam kelompok praktis tidak
toksik.
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap berat badan, tingkah laku dan gejala
toksik tidak ditemukan adanya suatu efek toksik untuk kedua fraksi. Perubahan
yang terjadi hanya menunjukkan suatu proses adaptasi terhadap stres setelah
mengalami perlakuan. Berdasarkan pengamatan terhadap organ secara
makroskopik untuk perlakuan kedua fraksi, ditemukan adanya perubahan warna
organ terutama hati, ginjal, dan limpa yaitu menjadi semakin merah pekat dan
terdapat beberapa yang kehitaman terutama dengan semakin meningkatnya dosis
yang diberikan. Hal ini disebabkan adanya pengaruh kandungan senyawa aktif
dan komponen zat gizi di dalam kedua fraksi terhadap fungsi dan kerja organ.


INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN


PENGUJIAN TOKSISITAS AKUT EKSTRAK
BUAH MERAH (Pandanus conoideus Lam.) SECARA IN VIVO


SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan,
Fakultas Teknologi Pertanian,
Institut Pertanian Bogor

Oleh
HAYUNING PAMBAYU RETNOMURTI
F24103028
Dilahirkan pada tanggal 24 September 1985
Di Bogor, Jawa Barat
Tanggal Lulus: 24 Januari 2008
Menyetujui,
Bogor, Februari 2008


Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, MSi
Dosen Pembimbing

Mengetahui,



Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc
Ketua Departemen ITP


RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Hayuning Pambayu
Retnomurti dan dilahirkan di Bogor, pada tanggal 24
September 1985. Penulis adalah putri dari pasangan Sardino
Tejosudiro dan Rita Endang. Pendidikan dasarnya diselesaikan
di SDN Pengadilan 4 Bogor, sampai dengan tahun 1997, SLTP
Negeri 1 Bogor, hingga tahun 2000, dan di SMU Negeri 1 Bogor sampai dengan
tahun 2003. Setamat dari SMU, penulis diterima di Departemen Ilmu dan
Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui
jalur USMI (Ujian Saringan Masuk IPB).
Selama menempuh pendidikan di Institut Pertanian Bogor, penulis aktif di
berbagai kegiatan baik di dalam maupun di luar kampus. Penulis pernah menjadi
anggota Himpunan Mahasiswa Teknologi Pangan (HIMITEPA), anggota Unit
Kegiatan Mahasiswa (UKM) Lises Gentra Kaheman, serta menjadi panitia dalam
acara-acara kemahasiswaan, seperti Lomba Cepat Tepat Ilmu Pangan (LCTIP)
tingkat nasional, Konferensi Himpunan Mahasiswa Peduli Pangan Indonesia
(HMPPI), BAUR, Suksesi HIMITEPA, Ki Sunda Midang, dan Dies Natalis IPB.
Penulis juga pernah menjadi staf pengajar pada Bimbingan Belajar AMPUH pada
tahun 2005.
Penulis melakukan tugas akhir penelitian sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian. Hasil penelitian tersebut telah
disusun dalam bentuk skripsi yang berjudul Pengujian Toksisitas Akut Ekstrak
Buah Merah (Pandanus conoideus Lam.) Secara In Vivo di bawah bimbingan
Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, MSi.








KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Tugas akhir ini disusun
sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Teknologi Pertanian
pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian,
Institut Pertanian Bogor.
Penelitian ini dilakukan dari bulan Juli hingga November 2007 di
Laboratorium Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan serta Laboratorium Hewan
Percobaan Departemen Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Institut
Pertanian Bogor. Pelaksanaan tugas akhir khususnya dalam hal analisis fisiko-
kimia, dilakukan atas kerjasama penulis dengan Andini Julia Selly (F24103067)
dan Eka Kurnia Sari (F24103116).
Selama penelitian dan penyusunan skripsi, penulis mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis
menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, MSi selaku dosen pembimbing atas arahan,
masukan, dan kesabarannya dalam membimbing penulis selama kuliah hingga
penulisan skripsi ini.
2. Dr. Ir. Nuri Andarwulan, MSi atas kesediaannya sebagai dosen penguji serta
saran yang telah diberikan demi perbaikan skripsi ini.
3. Dr. Ir. Endang Prangdimurti, MSi atas kesediaannya sebagai dosen penguji
serta saran yang telah diberikan demi perbaikan skripsi ini.
4. Bapak, ibu, serta adikku Bowo atas perhatian, motivasi, doa, serta curahan
kasih sayang yang tidak henti-hentinya.
5. Rekan-rekan penelitianku satu bimbingan (Andini Julia Selly dan Eka Kurnia
Sari) atas bantuan, semangat, kerjasama, dan kebersamaannya dalam
perjuangan kita yang penuh warna.
6. Tim Manajemen Hibah Bersaing XIV Dirjen Dikti atas bantuannya dalam
pengadaan dana selama penelitian.
7. Bapak I Made Budi atas bantuannya dalam penyediaan ekstrak buah merah
untuk penelitian.

8. Mbak Santi, Supri, dan Kak Jimmy atas bantuan dan masukan yang diberikan
kepada penulis selama penelitian.
9. Bu Sri, Pak Karya, dan Pak Ucup atas bantuan dan kerjasamanya selama
penelitian di Lab Tikus.
10. Pak Wahid, Pak Sobirin, Pak Koko, Bu Rubiyah, Pak Rojak, dan seluruh
teknisi yang tidak dapat disebutkan satu-persatu, atas bantuan yang diberikan
selama penelitian.
11. Seluruh dosen Departemen ITP yang banyak memberikan ilmu dan nasehat
berharga kepada penulis selama berkuliah dan staf departemen yang telah
banyak membantu penulis.
12. Sahabat-sahabatku (Teteh, Dhani, Gilang) atas bantuan, dorongan, doa, dan
persahabatan yang terjalin selama ini.
13. Teman-teman penelitian (Mbak Asih, Primus, Ade, Tuti, Jeng-jeng, Ina, Fena,
Martin, Kanin, Nunu, Vina, Dion, Fitri, Hanifah, Aan, Marto, Oboth, Tilo,
Bebe, Mitoel, Chusni, Eneng, April 41, Shinta 41, Erma 41, Kak Hadie 38,
Kak Steisi 39) atas bantuan yang diberikan selama penelitian.
14. Teman-teman seperjuangan ITP 40 yang tak terlupakan.
15. Teman-teman di Zulfa (Herher, Mbak Dias, Dewi, De Anis, Ibokh, Tria,
Hatur, De Ajeng, Siska, Erly, Bulan, Irma, De Ela, Nani) atas bantuan,
motivasi, kebersamaan, dan keceriaan yang dibagi selama ini.
16. Sepupu-sepupuku (Mas Budi, Mbak Ika, Mas Johan, dan De Angga) atas
perhatian, semangat, dan doa yang diberikan kepada penulis.
17. Serta seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak luput dari kekurangan dan
masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun
sangat diharapkan dari semua pihak. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi
ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya.

Bogor, Februari 2008

Penyusun

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ................................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................................. iii
DAFTAR TABEL ......................................................................................... vv
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... ivi
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. vii
I. PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
A. LATAR BELAKANG ........................................................................ 1 1
B. TUJUAN ............................................................................................. 22
II. TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 33
A. BUAH MERAH (Pandanus conoideus Lam.) .................................... 33
1. Minyak dan Lemak ....................................................................... 77
2. Karotenoid ..................................................................................... 11
3. Tokoferol ...................................................................................... 12
B. TOKSIKOLOGI .................................................................................. 14
1. Definisi Toksikologi ..................................................................... 14
2. Paparan Umum Toksikologi ......................................................... 14
3. Pengujian Toksikologi .................................................................. 15
C. PENGUJIAN IN VIVO ........................................................................ 20
1. Biologi Mencit ............................................................................. 22
D. METABOLISME ................................................................................ 23
1. Peranan Organ-organ dalam Metabolisme Lemak ........................ 24
a. Lambung ................................................................................. 24
b. Usus ......................................................................................... 24
c. Hati .......................................................................................... 25
III. METODOLOGI PENELITIAN ............................................................ 27
A. BAHAN DAN ALAT ......................................................................... 27
1. Bahan ............................................................................................ 27
2. Alat ................................................................................................ 27

B. METODE PENELITIAN .................................................................... 27
1. Ekstraksi Buah Merah (Metode Sentrifugal) ................................ 27
2. Pengujian Toksisitas Akut Ekstrak Buah Merah ......................... 29
a. Persiapan Hewan Percobaan (Persiapan Ransum dan Masa
Adaptasi) ................................................................................. 29
b. Tahap Perlakuan (Pemberian Ekstrak Buah Merah) ............... 30
c. Masa Pengamatan ................................................................... 31
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................... 34
A. PENGARUH PROSES EKSTRAKSI TERHADAP RENDEMEN
EKSTRAK BUAH MERAH .............................................................. 34
C. TOKSISITAS AKUT EKSTRAK BUAH MERAH .......................... 36
1. Penentuan Derajat Toksisitas Ekstrak Buah Merah ...................... 36
2. Pengaruh Ekstrak Buah Merah Terhadap Berat Badan Mencit .... 38
3. Efek Toksik Ekstrak Buah Merah ................................................. 41
a. Ginjal ....................................................................................... 45
b. Hati .......................................................................................... 46
c. Jantung .................................................................................... 47
d. Lambung ................................................................................. 48
e. Limpa ...................................................................................... 49
f.. Paru-paru ................................................................................. 49
g. Usus ......................................................................................... 50
4. Pengaruh Sifat Kimia Ekstrak Buah Merah Terhadap Toksisitas
Akut ............................................................................................... 51
V. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 56
A. KESIMPULAN ................................................................................... 56
B. SARAN ............................................................................................... 56
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 58
LAMPIRAN .................................................................................................. 64





DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Kandungan senyawa aktif dalam sari buah merah ..................... 6

Tabel 2. Komposisi zat gizi buah merah per 100 gram bagian yang
dapat dimakan ............................................................................ 7

Tabel 3. Kriteria derajat toksisitas ............................................................ 17

Tabel 4. Komposisi pakan hewan percobaan menurut AIN ..................... 30

Tabel 5. Rendemen ekstrak buah merah .................................................. 36

Tabel 6. Jumlah kematian mencit perlakuan fraksi air dan minyak buah
merah dosis 5-137200 mg/kgBB selama masa pengamatan ...... 38

Tabel 7. Hasil pengamatan tingkah laku dan gejala toksik pada mencit
setelah pemberian fraksi air dan minyak buah merah dosis
5-137200 mg/kgBB .................................................................... 41

Tabel 8. Hasil pengamatan efek toksik terhadap organ mencit setelah
pemberian fraksi air buah merah dosis 5-137200 mg/kgBB ...... 43

Tabel 9. Hasil pengamatan efek toksik terhadap organ mencit setelah
pemberian fraksi minyak buah merah dosis 5-137200 mg/kgBB 44

Tabel 10. Sifat kimia ekstrak buah merah .................................................. 51













DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Tanaman buah merah .............................................................. 44

Gambar 2. Daun dan akar tanaman buah merah ....................................... 34

Gambar 3. Buah merah kultivar merah panjang ....................................... 35

Gambar 4. Tahapan inisiasi dan propagasi pada reaksi oksidasi
minyak ..................................................................................... 10

Gambar 5. Tahapan pertama reaksi dekomposisi peroksida ..................... 10

Gambar 6. Reaksi hidrolisis trigliserida oleh air ....................................... 10

Gambar 7. Tahapan proses ekstraksi buah merah (Metode Sentrifugal) ... 28

Gambar 8. Kondisi kandang mencit yang digunakan dalam pengujian .... 30

Gambar 9. Pencekokan ekstrak buah merah secara oral ........................... 31

Gambar 10. Teknik dislokasi leher .............................................................. 32

Gambar 11. Tahapan pengujian toksisitas akut ekstrak buah merah .......... 33

Gambar 12. Fraksi minyak (a) dan fraksi air (b) buah merah ..................... 34

Gambar 13. Tahapan proses ekstraksi buah merah (Metode Modifikasi 2) 35

Gambar 14. Perubahan rata-rata berat badan mencit setelah pemberian
fraksi air buah merah dengan dosis 5-137200 mg/kgBB
selama 96 jam .......................................................................... 39

Gambar 15. Perubahan rata-rata berat badan mencit setelah pemberian
fraksi minyak buah merah dengan dosis 5-137200 mg/kgBB
selama 96 jam .......................................................................... 39

Gambar 16. Visualisasi organ hasil pembedahan mencit perlakuan fraksi
air buah merah dosis 5-137200 mg/kgBB ............................... 43

Gambar 17. Visualisasi organ hasil pembedahan mencit perlakuan fraksi
minyak buah merah dosis 5-137200 mg/kgBB ....................... 44



DAFTAR LAMPIRAN

Halaman


Lampiran 1. Hasil penimbangan berat badan mencit perlakuan fraksi
air dan minyak buah merah dosis 5-137200 mg/kgBB
selama masa adaptasi .............................................................. 64

Lampiran 2. Hasil penimbangan berat badan mencit perlakuan fraksi
air dan minyak buah merah dosis 5-137200 mg/kgBB
selama masa pengamatan ........................................................ 65

Lampiran 3. Hasil analisis sidik ragam pengaruh dosis terhadap
perubahan berat badan mencit perlakuan fraksi air buah
merah dosis 5-137200 mg/kgBB .............................................. 66

Lampiran 4. Hasil analisis sidik ragam pengaruh dosis terhadap
perubahan berat badan mencit perlakuan fraksi minyak buah
merah dosis 5-137200 mg/kgBB .............................................. 66

Lampiran 5. Hasil analisis beda duncan pengaruh dosis terhadap
perubahan berat badan mencit untuk perlakuan fraksi
air buah merah dosis 5-137200 mg/kgBB ................................ 67

Lampiran 6. Hasil analisis beda duncan pengaruh dosis terhadap
perubahan berat badan mencit untuk perlakuan fraksi
minyak buah merah dosis 5-137200 mg/kgBB ........................ 67




















I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Indonesia merupakan negara subtropis yang kaya akan keanekaragaman
hayati, termasuk di dalamnya adalah tanaman yang dapat digunakan untuk
pengobatan. Kecenderungan masyarakat modern menggunakan obat alamiah
untuk keperluan medikasi saat ini, mendorong semakin intensifnya penelitian-
penelitian yang ditujukan untuk eksplorasi dan pemanfaatan tanaman-tanaman
yang diyakini mempunyai khasiat penyembuhan. Salah satu tanaman yang
memiliki efek farmakologi dan terkenal saat ini adalah buah merah.
Buah merah yang sudah dikenal baik oleh masyarakat Papua sering
dikonsumsi sebagai bahan makanan untuk menambah stamina dan tenaga. Selain
itu, buah merah ini juga digunakan dalam upacara-upacara adat. Hasil olahan dari
buah merah yang sangat dikenal adalah dalam bentuk minyak buah merah.
Buah merah yang sebelumnya hanya dibiarkan tumbuh liar dan hanya
sebagai sumber pangan, ternyata menyimpan potensi obat yang luar biasa, karena
adanya kandungan senyawa aktif berupa karotenoid, tokoferol, dan senyawa aktif
lainnya yang dapat digunakan sebagai obat. Senyawa aktif tersebut berperan
sebagai antioksidan yang mampu menetralisir senyawa radikal bebas dalam tubuh
yang merupakan sumber pemicu timbulnya berbagai penyakit.
Konsumsi bahan pangan merupakan salah satu kebutuhan utama manusia
dalam upaya mempertahankan dan menjalankan kehidupan. Semua yang
dikonsumsi manusia, baik yang berasal dari bahan pangan nabati maupun hewani,
mengandung aneka ragam zat yang bermanfaat dan sangat diperlukan tubuh untuk
menjalankan aktivitas. Tetapi zat-zat tersebut terkadang dapat menimbulkan
keadaan yang tidak diinginkan, seperti gejala sakit hingga kematian (Donatus,
2001). Hal ini disebabkan adanya kandungan zat kimia yang bersifat racun dalam
bahan pangan tersebut.
Semua bahan kimia akan beracun bila tidak diberikan secara proporsional.
Hal tersebut menyebabkan perlu dilakukannya uji toksisitas untuk menentukan
efek biologis negatif akibat dari pemberian suatu zat. Salah satu uji toksisitas
adalah uji toksisitas akut untuk menentukan Dosis Lethal (LD
50
), dimana LD
50


didefinisikan sebagai dosis tunggal suatu zat yang secara statistik diharapkan akan
membunuh 50 % hewan percobaan. Dengan adanya uji tersebut diharapkan dapat
diperoleh batas aman pengkonsumsian suatu bahan agar tidak terjadi efek toksik.

B. TUJUAN
Tujuan penelitian ini adalah menguji toksisitas akut ekstrak buah merah
secara in vivo sehingga dapat diketahui batas dosis yang aman dalam
penggunaannya.




































II. TINJAUAN PUSTAKA

A. BUAH MERAH (Pandanus conoideus Lam.)
Tanaman buah merah merupakan tanaman endemik Papua yang banyak
tumbuh liar di hutan-hutan. Pada habitat aslinya, tanaman buah merah tumbuh
baik di dataran rendah (40 m dpl) sampai dataran tinggi (2000 m dpl). Tanaman
buah merah tumbuh secara kompetitif di lingkungan dengan kondisi tanah lembab
dengan pH netral, suhu 23-33
o
C, dan kelembaban udara antara 73-98 % (Budi et
al., 2005). Buah merah dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Divisi : Spermatophytae
Kelas : Angiospermae
Sub-kelas : Monocotyledonae
Ordo : Pandanales
Famili : Pandanaceae
Genus : Pandanus
Spesies : Pandanus conoideus Lam.
Tanaman buah merah termasuk terna berbentuk semak, perdu, atau pohon.
Daun tunggal berbentuk lanset sungsang, berwarna hijau tua dan letaknya
berseling. Ujung daun runcing dan pangkal daun memeluk batang. Batang
tanaman bercabang banyak, tegak, bergetah, dan berwarna cokelat berbercak
putih. Tinggi tanaman ini mencapai 16 m dengan tinggi batang bebas cabang
5-8 m di atas permukaan tanah (Budi et al., 2005). Tanaman buah merah dapat
dilihat pada Gambar 1.
Akar tanaman berfungsi sebagai penyokong tegaknya tanaman dan
tergolong akar serabut dengan tipe perakaran dangkal. Akar tanaman cenderung
masuk hingga kedalaman tanah sekitar 94 cm. Akar-akar tunjang (prop-root)
muncul dari bagian batang dekat permukaan tanah. Akar tersebut berfungsi
sebagai penguat batang. Diameter akar terbesar berkisar 6.6-8 cm, sedangkan
terkecil sekitar 1.5-2.8 cm (Budi et al., 2005).















Gambar 1. Tanaman buah merah

Buahnya panjang dan memiliki bentuk silindris, menyerupai cempedak,
agak panjang, ujung tumpul, dan pangkal menggantung. Buah tersusun dari ribuan
biji yang berbaris rapi membentuk kulit buah. Biji kecil memanjang 9-13 mm
dengan bagian atas meruncing. Biji berwarna hitam kecokelatan dibungkus daging
tipis berupa lemak. Daging buah berwarna kuning, cokelat, atau merah,
tergantung dari jenisnya. Perkembangbiakan buah merah melalui pertunasan dan
biji yaitu tanaman buah merah yang tumbuh dan berbuah akan mengeluarkan
tunas-tunas di sekitar tanaman induk.









Gambar 2. Daun dan akar tanaman buah merah

Beberapa sentral tanaman buah merah yang terkenal di daerah Papua antara
lain Puncak Jaya, Timika, Tolikara, Sarmi, Manokwari, Jayawijaya, dan
Yahukimo. Menurut Budi dan Paimin (2004), buah merah juga dapat ditemukan
tumbuh di bagian utara Maluku yang menyebar di daerah pantai hingga daerah
pegunungan.
Beberapa ciri morfologi yang mantap dalam populasi Pandanus conoideus
Lam. yang dapat dipakai untuk membedakan kultivarnya adalah: warna buah,
ukuran buah, bentuk buah, bagian atas buah, dan bentuk tempurung atau endokarp
(Sadsoeitoeboen, 1999). Diperkirakan lebih dari 30 jenis atau kultivar buah merah
yang tersebar di dunia, termasuk di Papua. Namun, secara garis besar diketahui
ada empat kultivar yang banyak dikembangkan karena memiliki nilai ekonomis,
yakni kultivar merah panjang, merah pendek, cokelat, dan kuning
(Budi et al., 2005).











Gambar 3. Buah merah kultivar merah panjang

Kultivar merah panjang memiliki buah berbentuk silindris, ujung tumpul,
dan pangkal menjantung. Panjang buah sekitar 96-102 cm dengan diameter
15-20 cm. Bobotnya mencapai 7-8 kg. Warna buah merah bata saat muda dan
merah terang setelah matang. Buah dibungkus daun pelindung berbentuk lancip
dengan duri pada tulang utama sepanjang 8/10 bagian dari ujung.

Kultivar merah pendek memiliki buah berbentuk silindris, ujung melancip,
dan pangkal menjantung. Panjang buah mencapai 55 cm dengan diameter
10-15 cm. Bobot buah 2-3 kg. Warna buah merah kotor saat muda dan merah
terang saat matang. Buah terbungkus daun pelindung meruncing dengan duri
sepanjang 1/2 bagian tulang utama.
Buah dari jenis merah cokelat berbentuk silindris, ujung tumpul, dan
pangkal menjantung. Panjang buah 27-33 cm, diameter 6.9-12 cm, dan bobot
2-3 kg. Buah berwarna merah kecokelatan, tertutup daun pelindung meruncing,
dengan duri sepanjang 2/3 dari tulang utama.
Kultivar kuning berbentuk silindris, ujung tumpul dengan pangkal
menjantung. Panjang buah 35-42 cm dan berdiameter 11-12 cm. Daun pelindung
buah melancip. Tulang utama berduri sepanjang 1/3 bagian dari pangkalnya. Buah
muda hijau dengan bobot 2-3 kg.
Menurut Budi et al. (2005), buah merah ini mengandung senyawa aktif dan
komposisi gizi lengkap yang bermanfaat bagi kesehatan tubuh. Kandungan
senyawa aktif dalam sari buah merah dapat dilihat pada Tabel 1, sedangkan
komposisi zat gizi buah merah dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 1. Kandungan senyawa aktif dalam sari buah merah
(Budi et al., 2005)
Senyawa aktif Kandungan
Total karotenoid 12000 ppm
Total tokoferol 11000 ppm
-karoten 700 ppm
-tokoferol 500 ppm
Asam oleat 58 %
Asam linoleat 8.8 %
Asam linolenat 7.8 %
Dekanoat 2.0 %

Secara tradisional, buah merah telah dikonsumsi masyarakat Papua secara
turun temurun sebagai campuran bahan pangan. Buah merah biasanya diolah
secara tradisional untuk mendapatkan minyak dan saus (Sadsoeitoeboen, 1999).
Buah merah juga digunakan dalam acara adat seperti perkawinan karena
merupakan lambang persahabatan. Bagi masyarakat Papua, buah ini juga dikenal

sebagai obat cacing, penyakit kulit, menghambat kebutaan, dan meningkatkan
stamina.
Tabel 2. Komposisi zat gizi buah merah per 100 gram bagian yang dapat
dimakan (Sherly, 1998)
Zat gizi Kandungan
Energi 394 kalori
Protein 3.3 gram
Lemak 28.1 gram
Karbohidrat 31.9 gram
Total serat 20.9 gram
Kalsium 544 mg
Fosfor 30 mg
Besi 205 mg
Vitamin B1 0.96 mg
Vitamin C 15.7 mg
Niasin 1.8 mg
Air 34.9 gram

1. Minyak dan Lemak
Hasil ekstraksi buah merah umumnya berupa minyak. Hal ini disebabkan
buah merah mempunyai kadar lemak yang cukup tinggi. Minyak atau lemak
adalah trigliserida atau triasilgliserol (Fessenden dan Fessenden, 1992). Pada
umumnya untuk pengertian sehari-hari lemak merupakan bahan padat pada suhu
kamar, sedangkan minyak berbentuk cair pada suhu kamar, tetapi keduanya terdiri
dari molekul-molekul trigliserida (Winarno, 1997).
Selanjutnya Winarno (1997) juga menyatakan bahwa lemak merupakan
bahan padat pada suhu kamar. Hal ini dapat disebabkan kandungan asam lemak
jenuh yang tinggi di dalam lemak. Secara kimia, asam lemak jenuh dalam
konsentrasi tinggi tidak mengandung ikatan rangkap sehingga mempunyai titik
lebur yang tinggi. Lain halnya dengan minyak yang mempunyai titik lebur yang
rendah dan tetap berbentuk cair pada suhu ruang karena kandungan asam lemak
jenuh yang rendah dan tingginya kandungan asam lemak tidak jenuh yang
memiliki satu atau lebih ikatan rangkap diantara atom-atom karbonnya.
Sebagian besar trigliserida pada hewan berupa lemak, sedangkan trigliserida
dalam tanaman cenderung berupa minyak. Contoh lemak hewani antara lain

lemak babi dan lemak sapi, sedangkan contoh minyak nabati antara lain minyak
jagung dan minyak bunga matahari (Fessenden dan Fessenden, 1992).
Ketaren (1986) menyatakan molekul lemak disintesis melalui proses
kondensasi dari satu molekul gliserol dengan tiga molekul asam lemak. Molekul
gliserol dan asam lemak tersebut dibentuk dari hasil oksidasi karbohidrat selama
proses metabolisme berlangsung.
Proses pembentukan lemak dalam tanaman dapat dibagi menjadi tiga tahap,
yaitu pembentukan gliserol, pembentukan molekul asam lemak, dan kondensasi
asam lemak dengan gliserol membentuk lemak (Winarno, 1997). Pada sintesis
gliserol, fruktosa difosfat diuraikan oleh suatu enzim menjadi dihidroksi aseton
kemudian direduksi menjadi -gliserofosfat. Gugus fosfat dihilangkan melalui
proses fosforilasi sehingga akan terbentuk molekul gliserol.
Fungsi utama lemak dalam tubuh adalah sebagai sumber energi. Lemak
yang dikonsumsi juga berfungsi sebagai sumber asam-asam lemak esensial
(linoleat, linolenat) dan sebagai pelarut atau sumber vitamin A, D, E, dan K.
Lemak merupakan sumber energi tersimpan yang utama sebab dapat
dimetabolisme dengan cepat oleh banyak sekali jaringan. Konsumsi lemak tidak
bertujuan menggantikan lemak tubuh karena karbohidrat dan protein dapat dengan
mudah diubah menjadi lemak. Secara kuantitatif lemak berguna sebagai pensuplai
energi tetapi untuk tujuan ini tidak selalu lemak yang digunakan. Energi dapat
diperoleh dari materi yang lain sehingga dalam hal ini tidak bersifat esensial
(Muchtadi, 1989).
Asam lemak dalam tubuh dapat dikelompokkan menjadi asam lemak jenuh
dan asam lemak tak jenuh. Asam lemak tak jenuh terdiri dari poly unsaturated
fatty acid (PUFA) dan mono unsaturated fatty acid (MUFA). PUFA terdiri dari
omega-6 dan omega-3 yang berturut-turut disintesa dari asam linoleat dan asam
linolenat. Sementara omega-9 (oleat) termasuk ke dalam kelompok MUFA.
Fungsi utama PUFA sebagai komponen struktural dan fungsional dari membran
sel, berperan pada proses inflamasi dan pengaturan fungsi sel serta sistem
pertahanan tubuh (Calder et al., 2002).
Buah merah mengandung asam lemak dalam jumlah tinggi. Dari 28 %
lemak yang terkandung di dalam buah merah, 85 % diantaranya adalah asam

lemak tidak jenuh. Kandungan omega-3 dan omega-9 dalam dosis tinggi pada
buah merah dapat memperlancar proses metabolisme dalam tubuh sebab kedua
senyawa tersebut mudah dicerna dan diserap (Budi et al., 2005). Asam lemak
esensial juga penting untuk berbagai proses fisiologis, termasuk mempertahankan
keutuhan membran sel dan struktur sel serta mensintesa senyawa biologis
(misalnya prostaglandin dan leukotrien), terbukti berperan dalam pertumbuhan
dan perkembangan, serta mencegah beberapa penyakit degeneratif.
Proses pengolahan minyak dan lemak yang dilakukan tergantung dari hasil
akhir yang dikehendaki. Ekstraksi adalah cara untuk mendapatkan minyak atau
lemak (Ketaren, 1986), sedangkan menurut Winarno (1997) lemak dan minyak
dapat diekstraksi dari jaringan hewan atau tanaman dengan tiga cara yaitu
rendering, pengepresan (pressing), atau ekstraksi dengan menggunakan pelarut.
Perubahan-perubahan kimia atau penguraian lemak dan minyak dapat
mempengaruhi bau dan rasa makanan, baik yang menguntungkan maupun yang
tidak. Pada umumnya penguraian lemak dan minyak menghasilkan zat-zat yang
tidak dapat dimakan. Kerusakan lemak dan minyak dapat menurunkan nilai gizi
serta dapat menyebabkan penyimpangan rasa dan bau pada lemak yang
bersangkutan (Winarno, 1997). Kerusakan minyak dapat terjadi akibat reaksi
oksidasi dan hidrolisis.
Kerusakan minyak atau lemak yang paling utama adalah timbulnya bau dan
rasa tengik. Ketengikan terjadi karena adanya reaksi autooksidasi radikal asam
lemak tidak jenuh yang terdapat di dalam lemak itu sendiri. Reaksi oksidasi ini
dapat berlangsung dengan adanya kontak antara sejumlah oksigen dengan minyak
atau lemak. Reaksi autooksidasi dimulai dengan terbentuknya peroksida yang
kemudian membentuk radikal bebas dan reaksi ini dipercepat dengan adanya
cahaya, panas, peroksida, dan logam-logam katalis seperti Cu, Fe, Co, dan Mn.
Reaksi oksidasi pada minyak dapat dilihat pada Gambar 4.
Dekomposisi peroksida juga terjadi pada minyak yang telah mengalami
proses pemanasan. Proses ini terjadi melalui beberapa tahapan. Tahap pertama,
yaitu terputusnya ikatan oksigen-oksigen pada gugus peroksida yang akan
menghasilkan senyawa alkoksi radikal dan hidroksi radikal seperti yang dapat
dilihat pada Gambar 5.

1. Reaksi inisiasi
RH (asam lemak bebas) R (radikal bebas)
2. Reaksi propagasi
R + O
2
ROO
ROO + RH ROOH + R






Gambar 4. Tahapan inisiasi dan propagasi pada reaksi oksidasi minyak

Reaksi hidrolisis dapat terjadi dengan adanya aktivitas air di dalam minyak
atau lemak. Minyak yang diekstrak dengan menggunakan air dan suhu tinggi
dapat menyebabkan proses hidrolisis. Minyak atau lemak yang mengalami reaksi
hidrolisis akan diubah menjadi asam-asam lemak bebas dan gliserol. Reaksi
hidrolisis yang dapat menyebabkan kerusakan minyak atau lemak dipercepat
dengan adanya basa, asam, dan enzim, seperti enzim lipase. Hidrolisis minyak
terjadi dengan adanya katalis enzim pada ikatan ester trigliserida sehingga
menghasilkan asam lemak bebas seperti yang terdapat pada Gambar 6.
Peningkatan asam lemak bebas juga dapat terjadi selama penyimpanan dan
pengolahan minyak atau lemak.





Gambar 5. Tahapan pertama reaksi dekomposisi peroksida



Gambar 6. Reaksi hidrolisis trigliserida oleh air



R1-CH-R2 R1-CH-R2 + OH

O O

OH
(peroksida) (alkoksi radikal) (hidroksi radikal)
Enzim
Trigliserida + H
2
O Digliserida + Monogliserida + ALB + Gliserol
Panas

2. Karotenoid
Salah satu kandungan senyawa aktif buah merah yang diunggulkan adalah
karotenoid yang dapat berpotensi sebagai antioksidan dan merupakan pigmen
warna pada buah merah. Karotenoid adalah pigmen alami berupa zat warna
kuning sampai merah yang mempunyai struktur alifatik atau alisiklik yang
tersusun oleh delapan unit isoprena dan empat gugus metil serta selalu terdapat
ikatan ganda terkonjugasi diantara gugus metil tersebut.
Karotenoid dapat dibagi atas dua golongan berdasarkan fungsinya yaitu
yang bersifat nutrisi aktif seperti -karoten dan non nutrisi aktif seperti
fucoxanthin, neoxanthin, dan violaxanthin. Berdasarkan unsur penyusunnya,
karotenoid terdiri dari dua golongan yaitu karoten dan xantofil. Karotenoid
tersusun oleh unsur-unsur C dan H terdiri dari -, -, dan -karoten serta likopen.
Sedangkan xantofil tersusun oleh unsur-unsur C, H, dan O. -karoten mempunyai
aktivitas provitamin A karena adanya cincin -ionon yang tidak terhidroksilasi
(Olson, 1991). Bila teroksidasi, aktivitas karoten akan menurun karena terjadinya
perubahan isomer dari bentuk trans menjadi cis (Jensen et al., 1992).
Faktor utama yang mempengaruhi karoten selama pengolahan pangan dan
penyimpanan adalah oksidasi oleh oksigen udara dan perubahan struktur oleh
panas. Karotenoid memiliki ikatan ganda sehingga sensitif terhadap oksidasi.
Oksidasi karoten dipercepat dengan adanya cahaya, logam, panas, peroksida, dan
bahan pengoksida lainnya. Panas akan mendekomposisi karoten dan
mengakibatkan perubahan stereoisomer.
-karoten mempunyai beberapa aktivitas biologis yang bermanfaat bagi
tubuh antara lain untuk menanggulangi kebutaan karena xeropthalmia,
meningkatkan imun tubuh, membantu diferensiasi sel-sel epitel, pertumbuhan,
reproduksi, dan sebagai antioksidan untuk mencegah timbulnya penyakit kanker,
mencegah proses penuaan dini serta mengurangi terjadinya penyakit degeneratif.
Dalam penelitian selama 20 tahun dengan memberikan 300 mg -karoten
per hari terhadap manusia diperoleh bahwa -karoten tidak bersifat toksik, hanya
saja menimbulkan efek samping seperti penampakan pigmen kuning atau jingga
pada kulit (Krinsky, 1988).

Hasil penelitian Alam et al. (1990) menunjukkan bahwa minyak yang
mengandung asam lemak tidak jenuh cenderung menurunkan efisiensi penyerapan
dan konversi -karoten menjadi vitamin A dibanding minyak yang mengandung
asam lemak jenuh. Disamping itu, komposisi enzim-enzim pankreas dalam
dinding usus dan kesempurnaan sel-sel mukosa ikut berpengaruh. Keberadaan
vitamin E dalam tubuh juga meningkatkan jumlah -karoten yang
ditransformasikan menjadi vitamin A, dimana vitamin E ini berperan untuk
menggantikan fungsi -karoten sebagai antioksidan dari asam lemak tidak jenuh
rantai panjang. Efisiensi penyerapan vitamin A biasanya 80-90 % yang sedikit
berkurang pada dosis tinggi. Tetapi efisiensi penyerapan -karoten lebih rendah
(40-60 %) dan turun secara cepat dengan makin tingginya dosis.
Karoten akan lebih efisien digunakan oleh tubuh dalam jumlah sedikit. Bila
karoten terlalu tinggi, efisiensi konversi karoten menjadi vitamin A akan
berkurang. Menurut Goodman et al. (1966), persentase -karoten yang dikonversi
menjadi vitamin A sekitar 60-70 % dan yang diserap langsung sebagai -karoten
sekitar 15-25 % (Blomstrand dan Werner, 1967). Karoten yang berlebihan akan
disimpan dalam jaringan lemak dan pada manusia hal ini akan menyebabkan
warna kekuningan pada lapisan jaringan lemak (Linder, 1992).
Buah merah mengandung karotenoid dalam jumlah yang tinggi. Dengan
tingginya kandungan senyawa tersebut, maka ekstrak buah merah dapat
bermanfaat sebagai antioksidan yang dapat menangkal radikal bebas di dalam
tubuh. Karotenoid dan -karoten dalam konsentrasi tinggi dapat bermanfaaat
dalam pembentukan jaringan tubuh, membantu dalam pembentukan tulang dan
gigi, meningkatkan daya tahan tubuh, dan membentuk jaringan mata
(Calder et al., 2002).
3. Tokoferol
Tokoferol tersusun dari cincin aromatik tersubstitusi oleh metil dan rantai
panjang isoprenoid sebagai rantai samping (Lehninger, 1990). Terdapat empat
jenis tokoferol yaitu: -, -, -, dan -tokoferol. Jenis tokoferol ini ditentukan oleh
jumlah dan letak metil yang tersubstitusi pada cincin aromatik. Menurut
Lehninger (1990), aktivitas biologi terbesar dari keempat jenis tokoferol ini

berdasar urutannya dari aktivitas terbesar adalah: -, -, -, dan terendah adalah
-tokoferol.
Adanya ikatan tidak jenuh pada struktur tokoferol, menyebabkan senyawa
tersebut mudah teroksidasi. Oksidasi vitamin E dipercepat dengan adanya cahaya,
panas, kondisi alkali, dan adanya mineral kelumit seperti besi (Fe
3+
) dan tembaga
(Cu
2+
). Kehadiran asam askorbat akan mencegah efek katalitik dari ion ferri dan
cupro terhadap reaksi oksidasi vitamin E.
Menurut Lehninger (1990), tokoferol ditemukan pada minyak sayuran dan
terutama berlimpah jumlahnya pada kecambah. Hasil observasi dari Booth dan
Bradford (1963) dalam Draper (1970) menunjukkan bahwa kandungan vitamin E
yang tinggi dijumpai pada jaringan-jaringan berwarna hijau gelap, daun-daun
hijau, dan buah-buahan berwarna.
Dari beberapa kandungan senyawa aktif di dalam buah merah, tokoferol
merupakan senyawa yang terkandung dalam jumlah yang tinggi. Hal ini
menunjukkan bahwa ekstrak buah merah sangat berpotensi sebagai sumber
antioksidan yang dapat memperkuat sistem kekebalan tubuh, menahan radikal
bebas, dan mencegah penyakit degeneratif. Selain tokoferol, buah merah juga
mengandung -tokoferol dalam jumlah yang tinggi. Senyawa ini dapat berfungsi
memperlambat proses penuaan, mencegah kanker, dan meningkatkan kesuburan.
Fungsinya sebagai antioksidan dapat melindungi vitamin A dari oksidasi di
dalam usus sehingga dapat meningkatkan proses penyerapan vitamin A (Guthrie,
1975). Menurut Linder (1992), manfaat lain dari vitamin E sebagai antioksidan
adalah mencegah cederanya dinding-dinding sel seperti kerapuhan sel-sel darah
merah pada manusia sehingga mencegah terjadinya hemolisis. Vitamin E juga
terlibat dalam beberapa proses sintesis seperti pemasangan pirimidin ke asam
nukleat, pembentukan sel darah merah dalam sumsum tulang, serta sintesis
koenzim-A yang penting dalam proses pernafasan (Winarno, 1992). Vitamin E
juga berperan untuk mencegah terjadinya oksidasi lipida dari asam-asam lemak
tidak jenuh dalam sel-sel tubuh (Bieri, 1987). Dalam istilah lain, vitamin E
disebut juga sebagai pembersih radikal bebas.
Diantara semua vitamin larut lemak, vitamin E adalah vitamin yang paling
sedikit menimbulkan efek racun bila dikonsumsi dalam jumlah yang tinggi

(Guthrie, 1975). Vitamin E tidak larut dalam air, larut dalam lemak, alkohol, serta
pelarut organik, dan minyak nabati (Desai dan Machlin, 1985 dalam Ball, 1988).
B. TOKSIKOLOGI
1. Definisi Toksikologi
Toksikologi adalah ilmu yang mempelajari efek kuantitatif zat kimia atas
jaringan biologi (Loomis, 1978). Secara sederhana dan ringkas, Lu (1995)
mendefinisikan toksikologi sebagai kajian tentang hakikat dan mekanisme efek
toksik berbagai bahan terhadap makhluk hidup dan sistem biologik lainnya.
Menurut Hodgson dan Levi (2000) toksikologi didefinisikan sebagai cabang
ilmu pengetahuan yang berhubungan erat dengan senyawa racun dimana racun
yang dimaksud adalah senyawa-senyawa yang menimbulkan efek merugikan
tubuh bila dikonsumsi baik secara sengaja maupun tidak sengaja. Senada dengan
Hodgson dan Levi, Donatus (2001) mendefinisikan toksikologi sebagai ilmu yang
mempelajari pengaruh kuantitatif zat kimia atas sistem-sistem biologi dengan
pusat perhatiannya terletak pada aksi berbahaya zat kimia tersebut.
2. Paparan Umum Toksikologi
Peristiwa timbulnya pengaruh berbahaya atau efek toksik racun terhadap
makhluk hidup terjadi melalui beberapa proses. Menurut Donatus (2001), pertama
kali makhluk hidup mengalami paparan dengan toksikan. Berikutnya, setelah
mengalami absorpsi dari tempat paparannya maka toksikan atau metabolitnya
akan terdistribusi ke tempat aksi (sel sasaran atau reseptor) tertentu yang ada di
dalam diri makhluk hidup. Di tempat aksi ini kemudian terjadi interaksi antara
toksikan atau metabolitnya dengan komponen penyusun sel sasaran atau reseptor
sehingga timbul pengaruh berbahaya atau efek toksik dengan wujud serta sifat
tertentu.
Ada dua kemungkinan toksikan masuk ke dalam tubuh, yakni secara
intravaskuler dan ekstravaskuler. Lebih lanjut Donatus (2001) mengemukakan
bahwa masuknya toksikan secara intravaskuler meliputi intravena, intrakardial,
dan intraarteri dimana toksikan langsung masuk ke dalam sirkulasi darah,
sedangkan masuknya toksikan secara ekstravaskuler meliputi peroral,

intramuskular, intraperitonial, subkutan, dan inhalasi dimana toksikan tidak
langsung masuk ke dalam sirkulasi darah. Toksikan yang masuk secara
ekstravaskuler selanjutnya akan masuk ke dalam sirkulasi darah setelah melalui
tahap absorpsi terlebih dahulu. Setelah toksikan berada dalam sirkulasi darah
maka toksikan akan mengalami distribusi ke tempat aksi (sel sasaran atau
reseptor).
Tubuh makhluk hidup memiliki sistem pertahanan terhadap zat-zat asing
atau xenobiotik yang masuk ke dalam tubuhnya. Secara alami, tubuh makhluk
hidup akan menolak dan mengekskresikan toksikan atau metabolitnya yang masuk
di dalam tubuhnya.
Namun bila kapasitas toksikan melebihi sistem pertahanan tubuh maka
toksikan yang berlebih tersebut selanjutnya akan bereaksi dengan sel sasaran atau
reseptor dimana reaksi antara toksikan atau metabolitnya dengan sel sasaran atau
reseptor dapat bersifat dapat balik (reversible) maupun tidak balik (irreversible).
Hal tersebut berakibat timbulnya efek toksik yang tidak diinginkan (Donatus,
2001).
3. Pengujian Toksikologi
Menurut Nicholson (1974), racun adalah suatu zat yang masuk ke dalam
tubuh yang dapat menyebabkan kerusakan organ sampai dengan kematian.
Timbulnya efek racun atau toksik di dalam suatu organisme yang disebabkan oleh
suatu zat tergantung pada banyaknya zat itu di suatu tempat yang rentan di dalam
tubuh. Pada dasarnya semua obat dapat bersifat toksik, tergantung besarnya dosis
yang diberikan. Efek toksik biasanya tercapai bila suatu rangsangan mencapai
suatu nilai tertentu sehingga timbul mekanisme biologis yang nyata. Besar
rangsangan sebanding dengan besar konsentrasi agen pada receptor site. Interaksi
racun dan sel tubuh dapat bersifat timbal balik (reversible) atau tak terbalikkan
(irreversible) (Donatus, 2001).
Toksisitas merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari farmakologi
yang merupakan efek biologis negatif akibat dari pemberian suatu zat. Toksisitas
suatu bahan dapat didefinisikan sebagai kapasitas bahan untuk mencederai suatu
organisme hidup. Pengetahuan mengenai bahan kimia dikumpulkan dengan

mempelajari efek-efek dari pemaparan bahan kimia terhadap hewan percobaan,
pemaparan bahan kimia terhadap organisme tingkat rendah seperti bakteri dan
kultur sel-sel dari mamalia di laboratorium, dan pemaparan bahan kimia terhadap
manusia.
Untuk menilai bahaya keracunan atau resiko toksisitas, sangat penting untuk
mengetahui perbandingan jumlah organisme terhadap jumlah zat yang mengenai
tubuh organisme tersebut maupun perbandingan dalam arti luas terhadap jumlah
zat yang terdapat di dalam lingkungan tersebut (Koeman, 1987). Derajat
keracunan suatu obat merupakan kelanjutan dari efek farmakodinamik atau karena
efek terapinya.
Uji toksisitas diperlukan untuk penelitian obat baru selain uji farmakokinetik
dan uji farmakodinamik. Uji farmakokinetik dilakukan melalui penelitian kondisi
obat di dalam tubuh, menyangkut absorbsi, distribusi, redistribusi,
biotransformasi, dan ekskresi obat. Sedangkan uji farmakodinamik dilakukan
untuk mengetahui efek biokimia, fisiologi obat, serta mekanisme kerja obat.
Uji toksisitas suatu senyawa dibagi menjadi dua golongan yaitu uji toksisitas
umum dan uji toksisitas khusus. Uji toksisitas umum meliputi berbagai pengujian
yang dirancang untuk mengevaluasi keseluruhan efek umum suatu senyawa pada
hewan uji. Pengujian toksisitas umum meliputi: pengujian toksisitas akut,
sub-akut, dan kronik. Pengujian toksisitas khusus meliputi uji potensiasi, uji
kekarsinogenikan, uji kemutagenikan, uji keteratogenikan, uji reproduksi,
kulit dan mata, serta perilaku (Loomis, 1978).
1) Uji toksisitas akut
Uji toksisitas akut merupakan uji untuk menentukan Dosis Lethal
(LD
50
), dimana LD
50
didefinisikan sebagai dosis tunggal suatu zat yang secara
statistik diharapkan akan membunuh 50 % hewan percobaan. Uji toksisitas
akut ini dilakukan dengan memberikan zat kimia yang sedang diuji sebanyak
satu kali selama masa pengujian dan diamati dalam jangka waktu minimal 24
jam atau lebih (7-14 hari).
Uji toksisitas akut dirancang untuk menentukan efek toksik suatu
senyawa yang akan terjadi dalam waktu yang singkat setelah pemejanan atau
pemberiannya dengan takaran tertentu. Takaran dosis yang dianjurkan paling

tidak empat peringkat dosis, berkisar dari dosis terendah yang tidak atau
hampir tidak mematikan seluruh hewan uji sampai dengan dosis tertinggi yang
dapat mematikan seluruh atau hampir seluruh hewan uji. Biasanya
pengamatan dilakukan selama 24 jam, kecuali pada kasus tertentu selama 7-14
hari. Pengamatan tersebut meliputi: gejala-gejala klinis seperti nafsu makan,
bobot badan, keadaan mata dan bulu, tingkah laku, jumlah hewan yang mati,
serta histopatologi organ (Loomis, 1978).
Menurut Laurence dan Bennet (1995), dari uji toksisitas akut dapat
diperoleh gambaran kerugian yang terjadi akibat peningkatan dosis tunggal
dan bagaimana kematian dapat terjadi. Uji toksisitas akut dapat memberikan
gambaran tentang gejala-gejala ketoksikan terhadap fungsi penting seperti
gerak, tingkah laku, dan pernafasan yang dapat menyebabkan kematian. LD
50

dapat dihubungkan dengan Efektif Dosis 50 (ED
50
) yaitu dosis yang secara
terapeutik efektif terhadap 50 % dari sekelompok hewan percobaan.
Hubungan tersebut dapat berupa perbandingan antara LD
50
dengan ED
50
dan
disebut Indeks Terapeutik (IT), yaitu perbandingan antara dosis obat yang
memberikan efek terapi yang samar dengan dosis obat yang menyebabkan
efek toksik yang nyata. Makin besar indeks terapeutik suatu obat makin aman
obat tersebut.
Keracunan akut dihasilkan dari jumlah racun yang relatif besar
memasuki tubuh dihitung dengan periode menit, jam, atau beberapa hari.
Evaluasi tidak hanya mengenai LD
50
, tetapi juga terhadap kelainan tingkah
laku, stimulasi, aktivitas motorik, dan pernapasan mencit atau hewan
percobaan lainnya untuk mendapatkan gambaran tentang sebab kematian
(Darmansjah, 1995). Tingkat keracunan senyawa kimia atau obat berdasarkan
nilai LD
50
dan klasifikasi toksisitas akut dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Kriteria derajat toksisitas (Lu, 1995)
Kategori LD
50
(mg/kgBB)
Supertoksik 5 atau kurang
Amat sangat toksik 5 - 50
Sangat toksik 50 500
Toksik sedang 500 5000
Toksik ringan 5000 15000
Praktis tidak toksik > 15000

Faktor-faktor yang berpengaruh pada LD
50
sangat bervariasi antara jenis
yang satu dengan jenis yang lain dan antara individu satu dengan individu
yang lain dalam satu jenis. Beberapa faktor tersebut antara lain:
a. Spesies, Strain dan Keragaman Individu
Setiap spesies dan strain yang berbeda memiliki sistem metabolisme
dan detoksikasi yang berbeda. Setiap spesies mempunyai perbedaan
kemampuan bioaktivasi dan toksikasi suatu zat (Siswandono dan
Bambang, 1995). Semakin tinggi tingkat keragaman suatu spesies dapat
menyebabkan perbedaan nilai LD
50
. Variasi strain hewan percobaan
menunjukkan perbedaan yang nyata dalam pengujian LD
50
(Lazarovici
dan Haya, 2002).
b. Perbedaan Jenis Kelamin
Perbedaan jenis kelamin mempengaruhi toksisitas akut yang
disebabkan oleh pengaruh langsung dari kelenjar endokrin. Hewan betina
mempunyai sistem hormonal yang berbeda dengan hewan jantan sehingga
menyebabkan perbedaan kepekaan terhadap suatu toksikan (Lazarovici
dan Haya, 2002). Hewan jantan dan betina yang sama dari strain dan
spesies yang sama biasanya bereaksi terhadap toksikan dengan cara yang
sama, tetapi ada perbedaan kuantitatif yang menonjol dalam kerentanan
terutama pada tikus (Lu 1995).
c. Umur
Hewan-hewan yang lebih muda memiliki kepekaan yang lebih tinggi
terhadap obat karena enzim untuk biotransformasi masih kurang dan
fungsi ginjal belum sempurna (Ganong, 2003). Perbedaan aktivitas
biotransformasi akibat suatu zat menyebabkan perbedaan reaksi dalam
metabolisme (Mutschler, 1991). Sedangkan pada hewan tua kepekaan
individu meningkat karena fungsi biotransformasi dan ekskresi sudah
menurun.
d. Berat Badan
Penentuan dosis dalam pengujian toksisitas akut dapat didasarkan
pada berat badan. Pada spesies yang sama, berat badan yang berbeda dapat

memberikan nilai LD
50
yang berbeda pula. Semakin besar berat badan
maka jumlah dosis yang diberikan semakin besar (Mutschler, 1991).
e. Cara Pemberian
Lethal dosis dipengaruhi pula oleh cara pemberian. Pemberian obat
melalui suatu cara yang berbeda pada spesies yang sama akan memberikan
hasil yang berbeda. Menurut Siswandono dan Bambang (1995), pemberian
obat peroral tidak langsung didistribusikan ke seluruh tubuh. Pemberian
obat atau toksikan peroral didistribusikan ke seluruh tubuh setelah terjadi
penyerapan di saluran cerna sehingga mempengaruhi kecepatan
metabolisme suatu zat di dalam tubuh (Mutschler, 1991).
f. Faktor Lingkungan
Beberapa faktor lingkungan yang mempengaruhi toksisitas akut
antara lain temperatur, kelembaban, iklim, perbedaan siang dan malam.
Perbedaan temperatur suatu tempat akan mempengaruhi keadaan fisiologis
suatu hewan.
g. Kesehatan hewan
Status hewan dapat memberikan respon yang berbeda terhadap suatu
toksikan. Kesehatan hewan sangat dipengaruhi oleh kondisi hewan dan
lingkungan. Hewan yang tidak sehat dapat memberikan nilai LD
50
yang
berbeda dibandingkan dengan nilai LD
50
yang didapatkan dari hewan sehat
(Siswandono dan Bambang, 1995).
h. Diet
Komposisi makanan hewan percobaan dapat mempengaruhi nilai
LD
50
. Komposisi makanan akan mempengaruhi status kesehatan hewan
percobaan. Defisiensi zat makanan tertentu dapat mempengaruhi nilai
LD
50
(Balls et al., 1991).
2) Uji toksisitas sub-akut
Uji toksisitas sub-akut dilakukan dengan memberikan bahan berulang-
ulang, biasanya setiap hari atau lima kali seminggu, selama jangka waktu
10 % dari masa hidup hewan. Uji ini bertujuan memperoleh informasi
mengenai efek berbahaya yang mungkin terjadi pada penggunaan obat secara
berulang dalam jangka waktu tertentu.

3) Uji toksisitas kronik
Pada dasarnya, uji toksisitas kronik sama dengan uji toksisitas sub-akut.
Perbedaannya hanya terletak pada lamanya pemberian dosis dan masa
pengamatannya. Uji toksisitas kronik dilakukan dengan memberikan zat kimia
berulang-ulang selama masa hidup atau sebagian besar masa hidup hewan.

C. PENGUJIAN IN VIVO
Pengujian secara in vivo adalah pengujian yang dilakukan dengan
menggunakan hewan percobaan untuk mengetahui metabolisme suatu senyawa di
dalam tubuh. Hewan percobaan yang digunakan pada percobaan secara in vivo
harus dari jenis mamalia, karena hasilnya dapat diterapkan pada manusia. Ciri-ciri
hewan mamalia adalah hewan yang menyusui anaknya, berambut, berdarah panas,
mempunyai empat ruang jantung, dan melahirkan anak.
Beberapa hewan mamalia yang biasa digunakan sebagai hewan percobaan
misalnya mencit, tikus, marmut, kelinci, babi, hamster, monyet, dan anjing. Lima
macam basic stock tikus putih (Albino rat) antara lain Long Evans, Osborne,
Sherman, Sparague Dawley, dan Wistar. Albino rat sangat baik digunakan
sebagai hewan percobaan karena nokturnal (aktif pada malam hari, tidur di siang
hari), tidak mempunyai kantung empedu, tidak muntah, dan tidak berhenti tumbuh
meskipun setelah 100 hari pertumbuhan berkurang. Sedangkan mencit dipilih
sebagai hewan percobaan karena mudah diperoleh, murah, mudah dalam
penanganan, serta memiliki sistem biologi dan metabolisme yang hampir serupa
dengan manusia. Hewan yang digunakan harus benar-benar bebas dari mikroba
(germ-free), bebas dari semua mikroba patogen (pathogen-free), bebas dari
mikroba patogen tertentu (specific pathogen-free), dan tidak diperlakukan khusus
terhadap mikroorganisme lingkungannya.
Hewan percobaan sering disebut juga sebagai hewan laboratorium, yaitu
semua jenis hewan dengan persyaratan tertentu untuk dipergunakan sebagai salah
satu sarana dalam berbagai kegiatan penelitian biologi dan kedokteran. Hewan
percobaan adalah yang sengaja dipelihara dan diternakan untuk dipakai sebagai
hewan model guna mempelajari dan mengembangkan berbagai macam bidang
ilmu dan skala penelitian serta pengamatan laboratorium (Malole dan Pramono,

1989). Hewan sebagai model atau sarana percobaan haruslah memenuhi
persyaratan tertentu, antara lain persyaratan genetis atau keturunan dan
lingkungan yang memadai dalam pengelolaannya, disamping faktor ekonomi,
mudah tidaknya diperoleh, dan mampu memberikan reaksi biologis.
Kebutuhan gizi hewan selama percobaan harus dipenuhi antara lain
kebutuhan karbohidrat, lemak atau minyak, protein, vitamin, mineral, dan air.
Pemberian makanan dan minuman dilakukan secara berlebih (ad libitum). Malole
dan Pramono (1989) menyatakan bahwa hewan percobaan yang digunakan dalam
penelitian harus diberi makanan yang berkualitas baik untuk menjamin tingkat
pertumbuhan dan pembiakan yang normal dan membantu menjaga keseimbangan
gizi hewan percobaan. Kekurangan nilai gizi dapat menyebabkan tubuh bersisik,
pertumbuhan terhambat, dan kematian. Oleh karena itu, pemberian ransum yang
memenuhi standar harus diberikan kepada hewan percobaan setiap hari. Wadah
ransum dan botol minum juga diusahakan tetap bersih agar tidak mempengaruhi
jumlah makan dan minum hewan percobaan.
Kondisi kandang dan ruangan yang digunakan juga mempengaruhi kondisi
hewan percobaan selain makanan dan minuman. Suhu, kelembaban, cahaya, dan
kebisingan harus sesuai dengan kebutuhan hidup hewan uji (Siregar et al., 1991).
Hewan percobaan membutuhkan masa adaptasi terhadap lingkungan percobaan
selama 4-5 hari.
Di bidang toksikologi, penggunaan hewan percobaan dilakukan untuk
menguji keamanan atau efek samping dari suatu bahan kimia atau alami yang
sering dibubuhkan pada bahan makanan hewan serta manusia dengan tujuan
memberi warna yang menarik, aroma, obat, pencegahan penyakit, dan pengawet.
Karena tujuan akhir dari pengujian toksikologi ini adalah untuk keselamatan
manusia maka hewan percobaan yang digunakan adalah hewan-hewan yang
mempunyai sifat-sifat respon biologis dan adaptasi mendekati manusia (Malole
dan Pramono, 1989).
Penelitian dalam bidang toksikologi dan farmakologi memerlukan
serangkaian percobaan untuk mengetahui tingkat toksisitas dan keamanan obat.
Penggunaan berbagai tingkat dosis obat terhadap hewan percobaan dilakukan
untuk mendapatkan dosis terbesar yang tidak memberikan efek merugikan atau

dosis yang sangat besar yang dapat menimbulkan efek toksik yang jelas
(Darmansjah, 1995). Respon berbagai hewan percobaan terhadap uji toksisitas
dapat berbeda. Kepekaan terhadap zat toksik antara individu sejenis maupun
berbeda jenis dapat sangat bervariasi. Pada umumnya hal ini disebabkan oleh
perbedaan anatomi dan fisiologis, variasi dalam sifat keturunan, umur, dan kondisi
tubuh individu dalam satu jenis (Koeman, 1987).
1. Biologi Mencit

Mencit (Mus musculus) merupakan salah satu hewan percobaan yang sering
digunakan dalam penelitian. Hewan ini dinilai cukup efisien dan ekonomis karena
mudah dipelihara, tidak memerlukan tempat yang luas, waktu kebuntingan yang
singkat dan banyak memilki anak perkelahiran. Mencit mempunyai sifat-sifat
produksi dan reproduksi yang mirip dengan mamalia besar serta memiliki siklus
estrus yang pendek (Malole dan Pramono, 1989). Menurut Siregar et al. (1991)
hewan pengerat merupakan jenis hewan yang paling banyak digunakan pada
sebagian besar uji toksisitas.
Mencit dan tikus putih memiliki banyak data toksikologi, sehingga
mempermudah membandingkan toksisitas zat-zat kimia (Lu, 1995). Sistem
taksonomi mencit adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Sub filum : Vertebrata
Kelas : Mamalia
Ordo : Rodentia
Genus : Mus
Spesies : Mus musculus
Mencit memiliki beberapa data biologis, diantaranya:
Lama hidup : 1-2 tahun
Lama produksi ekonomis : 9 bulan
Lama bunting : 19-21 hari
Kawin sesudah beranak : 1-24 jam
Umur disapih : 21 hari

Umur dewasa : 35 hari
Umur dikawinkan : 8 minggu
Siklus kelamin : poliestrus
Perkawinan : pada waktu estrus
Berat dewasa : 20-40 gram (jantan)
18-35 gram (betina)
Uterus : dua kornua, bermuara sebelum serviks

D. METABOLISME
Metabolisme adalah pertukaran zat yang meliputi pembentukan dan
penguraian zat organik dalam tubuh. Proses penguraian senyawa kompleks
menjadi bahan-bahan yang lebih sederhana disebut dengan istilah katabolisme.
Anabolisme digunakan untuk proses metabolisme dimana senyawa kompleks
disintesis dari bahan-bahan yang lebih sederhana (Manalu, 1999).
Menurut Hawab (2002), dengan adanya dua bentuk aktivitas metabolisme
yaitu katabolisme dan anabolisme yang masing-masing melepaskan dan
membutuhkan sejumlah energi bebas, dimana di satu pihak ada kelebihan energi,
dan di pihak lain ada kekurangan energi maka pada proses metabolisme ini
terdapat proses take and give untuk mencapai proses keseimbangan internal.
Sebagai hasil dari berbagai proses metabolisme akan dihasilkan energi yang
nantinya akan tersedia untuk digunakan dalam kerja mekanis dan untuk kerja
kimia seperti sintesis karbohidrat, protein, dan lemak (Manalu, 1999).
Metabolit adalah substansi yang dihasilkan oleh metabolisme atau proses
metabolik. Sebagian besar energi biologis untuk menjalankan reaksi biosintesis
berasal dari reaksi oksidasi metabolit-metabolit dengan oksigen sebagai pengikat
elektron dalam reaksi tersebut (Mathews et al., 2000). Enzim merupakan pengatur
dan pengkoordinir reaksi-reaksi metabolisme (Hawab, 2002). Jumlah enzim
dalam sebuah sel dapat berubah karena tanggapan terhadap adanya perubahan
kebutuhan metabolit (Mathews et al., 2000).



1. Peranan Organ-organ dalam Metabolisme Lemak
a) Lambung
Proses pertama yang terjadi di dalam lambung setelah makanan dicerna
adalah pembentukan emulsi minyak di dalam air, yang dihasilkan oleh
pergerakan mekanis lambung. Pencernaan lemak di dalam lambung sangat
terbatas. Adanya aksi proteolitik memungkinkan lipid dilepaskan dari
makanan, sedangkan aksi pengadukan lambung sangat membantu dalam
pembentukan emulsi. Lambung memproduksi lipase yang berbeda dengan
lipase pankreas. Lipase lambung aktif pada pH 3-4, serta lebih mudah
melepaskan asam lemak rantai sedang daripada rantai panjang (Muchtadi et
al., 1989).
b) Usus
Pada saat lemak memasuki usus halus, hormon kolesistokinin memberi
isyarat kepada kantung empedu untuk mengeluarkan cairan empedu yang
berperan sebagai bahan pengemulsi. Cairan empedu terdapat sebagai asam
empedu dan garam empedu. Asam empedu dapat menarik molekul lemak
yang telah dipecah menjadi bagian-bagian kecil ke dalam cairan tubuh. Lemak
dalam bentuk emulsi ini akan dicerna oleh enzim lipase yang berasal dari
dinding usus halus dan pankreas (Almatsier, 2002). Hampir setengah dari
trigliserida yang berasal dari makanan dihidrolisis secara sempurna oleh enzim
ini menjadi asam lemak dan gliserol. Selebihnya dipecah menjadi digliserida,
monogliserida, dan asam lemak.
Menurut Almatsier (2002), terdapat dua kemungkinan bila empedu
masuk ke dalam usus halus. Pertama, bahan empedu berfungsi sebagai
pengemulsi lemak sehingga diabsorpsi kembali oleh dinding usus dan
diedarkan kembali. Kedua, bahan empedu dalam usus halus diserap oleh serat
makanan tertentu (pektin dan gum yang larut air) dan dikeluarkan tubuh
dengan feses.
Fosfolipid dicerna oleh enzim fosfolipase yang dikeluarkan oleh
pankreas. Hasil pencernaannya adalah dua asam lemak dan lisofosfogliserida.
Ester kolesterol dihidrolisis oleh enzim kolesterol esterase yang dikeluarkan
oleh pankreas.

Absorpsi lipida terutama terjadi di dalam jejunum. Hasil pencernaan
lipida diabsorpsi ke dalam membran mukosa usus halus dengan cara difusi
pasif. Trigliserida dan lipida besar lainnya yang terbentuk dalam usus halus
dikemas untuk diabsorpsi secara aktif dan ditransportasi oleh darah. Bahan-
bahan ini bergabung dengan protein-protein khusus dan membentuk alat
angkut lipida yang dinamakan lipoprotein. Tubuh membentuk empat jenis
lipoprotein, yaitu kilomikron, Low Density Lipoprotein/LDL, Very Low
Density Lipoprotein/VLDL dan High Density Lipoprotein/HDL (Almatsier,
2002).
Kilomikron pada dasarnya mengemulsi lemak sebelum masuk ke dalam
aliran darah. Proses ini menyerupai kegiatan lesitin dan asam lemak dalam
usus halus dalam upaya mengemulsi lemak makanan selama pencernaan.
Dalam aliran darah trigliserida yang ada pada kilomikron dipecah menjadi
gliserol dan asam lemak bebas oleh enzim lipoprotein lipase yang berada pada
sel-sel endotel.
Sebagian asam lemak yang terbentuk di dalam tubuh diabsorpsi oleh sel-
sel otot, lemak dan sel-sel lain. Asam lemak ini dapat langsung digunakan
sebagai zat energi atau diubah kembali menjadi trigliserida. Sedikit lemak dan
kolesterol yang terkurung dalam serat makanan akan dikeluarkan melalui feses
(Almatsier, 2002).
c) Hati
Sebagian besar trigliserida yang telah dipisahkan dari kilomikron, yaitu
berupa kolesterol dan protein, akan dibawa ke hati dan mengalami
metabolisme. Hati merupakan alat memproduksi lipida utama di dalam tubuh.
Sel-sel lemak tidak membuat lemak, tetapi hanya menyimpan lemak.
Di dalam hati, lipida dipersiapkan menjadi lipoprotein sehingga dapat
diangkut melalui aliran darah. Lipoprotein yang dibentuk dalam hati ini adalah
VLDL, yaitu lipoprotein dengan densitas sangat rendah yang terutama terdiri
atas trigliserida. Bila VLDL meninggalkan hati, lipoprotein lipase kembali
bekerja dengan memecah trigliserida yang ada pada VLDL. VLDL kemudian
mengikat kolesterol yang ada pada lipoprotein lain dalam sirkulasi darah.

Dengan berkurangnya trigliserida, VLDL bertambah berat dan menjadi LDL,
yaitu lipoprotein dengan densitas rendah.
Reseptor LDL yang ada di dalam hati akan mengeluarkan LDL dari
sirkulasi. Pembentukan LDL oleh reseptor ini penting dalam pengontrolan
kolesterol darah. Bila sel-sel lemak membebaskan gliserol dan asam lemak,
kemungkinan kolesterol dan fosfolipida akan dikembalikan pula ke dalam
aliran darah. Hati dan usus halus akan memproduksi HDL (lipoprotein dengan
densitas tinggi) yang masuk ke dalam aliran darah. HDL mengambil kolesterol
dan fosfolipida yang ada di dalam aliran darah. HDL menyerahkan kolesterol
ke lipoprotein lain untuk diangkut kembali ke hati guna diedarkan kembali
atau dikeluarkan dari tubuh (Almatsier, 2002). Disamping melewati siklus
antara hati dan sel-sel tubuh lain, lipoprotein dan kolesterol dapat diubah oleh
hati menjadi bahan empedu dan disimpan dalam kantung empedu.
Hati berfungsi sebagai pengatur lemak secara normal bukan sebagai
akumulator. Hati menjaga kandungan lemaknya relatif seragam sebesar 3-8 %,
walaupun sejumlah besar lemak ditimbun di jaringan lemak. Sumber cadangan
utama lemak ada di lapisan subkutan yang biasanya adalah yang terbesar, tapi
cadangan penting lainnya ada di jaringan ikat intermuskular, omentum,
mesenteries, dan jaringan ikat yang melapisi organ-organ seperti jantung dan
ginjal (Mitchel, 1956).



















III. METODOLOGI PENELITIAN

A. BAHAN DAN ALAT

1. Bahan
Bahan baku yang digunakan adalah buah merah varietas merah panjang
yang diperoleh dari Drs. I Made Budi dalam bentuk fraksi minyak dan fraksi air
hasil metode ekstraksi sentrifugal (Gambar 7). Kedua fraksi tersebut dikemas
dalam botol plastik berwarna gelap (tidak transparan). Sedangkan bahan-bahan
yang diperlukan dalam analisis toksisitas akut

adalah mencit jantan, sekam, dan
ransum standar.

2. Alat
Peralatan yang digunakan terdiri dari sentrifugator, lemari pendingin, neraca
analitik, peralatan gelas, kandang non metabolik, sonde, ram kawat, peralatan
bedah, masker, dan sarung tangan.

B. METODE PENELITIAN
Sebelum dilakukan pengujian toksisitas akut, terlebih dahulu dilakukan
ekstraksi buah merah dengan metode sentrifugal dan penentuan sifat fisiko-kimia
ekstrak buah merah. Proses ekstraksi buah merah untuk mendapatkan fraksi
minyak dan fraksi air dilakukan di Papua oleh Drs. I Made Budi. Adapun data
sifat kimia yang tercantum dalam skripsi ini merupakan hasil kerjasama dengan
Andini Julia Selly (F24103067) dan Eka Kurnia Sari (F24103116) yang dituliskan
dalam skripsi Selly (2008).

1. Ekstraksi Buah Merah (Metode Sentrifugal)

Buah merah yang digunakan dalam penelitian ini adalah dalam bentuk fraksi
air dan fraksi minyak. Kedua fraksi tersebut diperoleh dari proses ekstraksi
metode sentrifugal. Tahapan proses ekstraksi buah merah dapat dilihat pada
Gambar 7.











































Gambar 7. Tahapan proses ekstraksi buah merah (Metode Sentrifugal)


Pembelahan dan pengeluaran empulur
Daging buah
Pemotongan
Pencucian dengan air bersih
Pengukusan pada suhu 75
o
C selama 30 menit
Pengepresan dengan hydraulic pressure 1010 psi
Pengendapan (sentrifugasi 15 menit, 888 x g)
Minyak
Ampas
(biji dan serat)
Pemvakuman(30 menit, 50
o
C)
Fraksi minyak
murni
Analisis sifat fisiko-kimia
dan toksisitas akut
Pasta
Penyaringan
Pasta
(air dan endapan)
Pengendapan (sentrifugasi 15 menit, 888 x g)
Fraksi air Endapan
Buah merah matang

Buah merah varietas merah panjang matang dibelah menjadi dua, kemudian
dikeluarkan bagian empulurnya (bagian kayu di bagian tengah buah). Daging
buah dipotong-potong dan dicuci dengan air bersih. kemudian dikukus (75
o
C; 30
menit). Daging buah yang telah dikukus selanjutnya dipres dengan tekanan 1010
psi sehingga diperoleh minyak yang masih tercampur air dan pasta. Campuran
tersebut disentrifus dengan kecepatan 888 x g selama 15 menit sehingga fase
minyak terpisah. Fase minyak yang diperoleh kemudian divakum (30 menit,
50
o
C) untuk menghilangkan air dari minyak sehingga komponen aktif ekstrak
buah merah tidak banyak mengalami kerusakan. Selanjutnya dilakukan proses
filtrasi untuk mengikat pasta granula amilum di dalam minyak sehingga diperoleh
fraksi minyak murni. Pasta yang diperoleh dari proses pemisahan dengan minyak,
disentrifugasi kembali sehingga diperoleh fraksi air yang akan dianalisis.

2. Pengujian Toksisitas Akut Ekstrak Buah Merah (EPA, 1998)

Prinsip pengujian toksisitas akut adalah pemberian bahan uji pada beberapa
kelompok hewan uji sebanyak satu kali selama masa pengujian dengan berbagai
tingkatan dosis. Selanjutnya dilakukan pengamatan terhadap adanya efek toksik
dan kematian. Hewan yang mati selama pengujian dan yang hidup sampai akhir
masa pengujian dibedah untuk dilakukan evaluasi.
a. Persiapan Hewan Percobaan (Persiapan Ransum dan Masa Adaptasi)
Pengujian toksisitas akut ekstrak buah merah secara in vivo
menggunakan mencit sebagai hewan percobaan. Mencit yang digunakan
adalah mencit jantan berumur 6 minggu dengan bobot tubuh rata-rata 20 g.
Hewan percobaan diberi ekstrak buah merah yaitu fraksi minyak dan fraksi air
hasil metode sentrifugal.
Mencit diadaptasikan selama satu minggu. Selama masa adaptasi, mencit
diberi ransum dan minuman secara ad libitum. Formulasi makanan mencit
yang diberikan adalah berdasarkan AIN (American Institute of Nutrition)
(Reeves et al., 1993) seperti yang tersaji pada Tabel 4.
Pada pengujian toksisitas akut, disiapkan 6 kelompok mencit
(berdasarkan dosis yang diberikan), dimana tiap-tiap kelompok terdiri dari 5
ekor mencit. Kandang yang digunakan adalah kandang non metabolik dan

dibersihkan setiap 2-3 hari sekali serta sekam diganti untuk menjaga
kelembaban lingkungan. Kondisi kandang yang digunakan dalam pengujian
dapat dilihat pada Gambar 8.
Tabel 4. Komposisi pakan hewan percobaan menurut AIN
Komposisi Jumlah (g bahan/kg diet)
Minyak kedelai (Happy Salad Oil)
Kasein
CMC (Carboxy Methyl Cellulose)
Campuran mineral
Campuran vitamin (Sakatonik ABC)
Tepung maizena
Tepung gula
70
200
50
35
10
535
100







Gambar 8. Kondisi kandang mencit yang digunakan dalam pengujian
b. Tahap Perlakuan (Pemberian Ekstrak Buah Merah)
Pada setiap kelompok diberikan ekstrak buah merah secara oral
(pencekokan menggunakan sonde) dengan beberapa tingkatan dosis, yaitu 0
(sebagai kontrol), 5, 50, 500, 5000, dan 50000 mg/kg BB. Penentuan dosis ini
mengacu pada kriteria derajat toksisitas (Lu, 1995) yang dapat dilihat pada
Tabel 3. Karena pada keenam tingkatan dosis tersebut belum ditemukan efek
toksik dan nilai LD
50
belum dapat ditentukan, maka dilakukan pengujian
kembali.
Pada pengujian selanjutnya digunakan empat peringkat dosis dengan
perkalian 1.4 dimulai dari dosis terendah (50000 mg/kgBB) sampai dengan
dosis tertinggi (137200 mg/kgBB) yang merupakan dosis maksimal yang
secara teknis dapat diberikan kepada mencit. Menurut Siregar et al. (1991)
dosis uji yang ditetapkan dibagi menjadi beberapa tingkat dosis dengan faktor

perkalian tetap 1.2 sampai 1.6. Volume maksimum pemberian bahan uji
(cairan) untuk mencit secara oral adalah sekitar 3 ml (Puryanti, 2006). Teknik
pencekokan secara oral dapat dilihat pada Gambar 9.
Semua mencit yang digunakan dalam pengujian dipuasakan selama 24
jam (hanya diberi minum) sebelum diberi perlakuan agar sampel (bahan yang
diujikan) dapat terabsorpsi lebih sempurna di dalam pencernaan sehingga
pemberian sampel lebih efektif, serta mencegah timbulnya efek-efek tertentu,
seperti muntah pada saat pemberian zat. Setelah dipuasakan 24 jam, mencit
diberi perlakuan pencekokan sampel yaitu fraksi minyak dan fraksi air buah
merah dengan berbagai tingkatan dosis. Pemberian ransum kembali dilakukan
4 jam setelah pemberian sampel. Pengujian toksisitas akut ini dilakukan
sebanyak dua kali ulangan.






Gambar 9. Pencekokan ekstrak buah merah secara oral
c. Masa Pengamatan
Pengamatan dilakukan selama 96 jam. Jumlah kematian diamati dan
dicatat pada jam ke-0, ke-1, ke-2, ke-3, ke-24, ke-48, ke-72, dan ke-96 setelah
pemberian dosis. Hal ini berdasarkan pada standar Environmental Protection
Agency (EPA, 1998) yang menyatakan bahwa LD
50
digunakan untuk
mengetahui kematian 50 % hewan percobaan dalam 24-96 jam. Data jumlah
hewan yang mati pada setiap kelompok peringkat dosis dipergunakan untuk
memperhitungkan nilai LD
50
menggunakan salah satu metode statistika yang
sesuai, salah satunya adalah metode Thomson dan Weil (1952), dengan
rumus:

Log LD
50
= Log D + d (f + 1)

Untuk kisaran LD
50
digunakan rumus :


Keterangan: D = dosis terkecil yang digunakan
d = logaritma kelipatan dosis
f = suatu faktor pada tabel
( n = jumlah hewan percobaan per kelompok,
k = jumlah kelompok hewan percobaan 1)
f = suatu nilai pada tabel yang tergantung pada nilai n dan k
Pada setiap kematian yang terjadi selama masa pengamatan dan pada
akhir pengujian dilakukan pembedahan untuk pengamatan organ secara
makroskopik. Sebelum dilakukan pembedahan, mencit dibunuh dengan cara
dislokasi leher, yaitu perusakan hubungan antara tulang leher dan kepala yang
menyebabkan tulang leher terpisah dari kepala dan merusak jaringan syaraf
pengatur kesadaran (Malole dan Pramono, 1989). Teknik dislokasi leher dapat
dilihat pada Gambar 10.





Gambar 10. Teknik dislokasi leher
Selain kematian, dilakukan pula pengamatan terhadap berat badan,
tingkah laku dan gejala toksik, serta penemuan makropatologi. Pengamatan
berat badan dilakukan dengan melakukan penimbangan 2 hari sekali selama
masa adaptasi dan setiap hari selama masa pengamatan. Tingkah laku dan
gejala toksik diamati pada jam-jam pengamatan, yang meliputi cara berjalan
dan perubahan warna feses. Pengamatan organ dilakukan secara makroskopis,
sehingga yang diamati hanya sebatas warna dan penampilan organ. Organ
yang diamati meliputi: lambung, hati, limpa, ginjal, jantung, paru-paru, dan
usus. Tahapan pengujian toksisitas akut ekstrak buah merah dapat dilihat pada
Gambar 11.
Log LD
50
2 d . f





























Gambar 11. Tahapan pengujian toksisitas akut ekstrak buah merah



















Mencit
(6 minggu, 20 gram)
Pengelompokkan (@ 5 ekor)
Proses adaptasi selama 1 minggu
(pemberian ransum dan minum secara ad libitum)
Dipuasakan selama 24 jam
Pemberian fraksi air dan minyak buah merah
dosis 5-137200 mg/kgBB
Pengamatan selama 96 jam
(Hal yang diamati: jumlah kematian, berat badan, tingkah laku dan gejala
toksik, serta pengamatan organ secara makroskopik)
Penentuan derajat toksisitas

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. PENGARUH PROSES EKSTRAKSI TERHADAP RENDEMEN
EKSTRAK BUAH MERAH
Ekstrak buah merah berupa fraksi minyak dan fraksi air yang digunakan
dalam penelitian ini merupakan hasil ekstraksi yang diperoleh dari Papua. Fraksi
minyak dan fraksi air buah merah dapat dilihat pada Gambar 12. Kedua ekstrak
tersebut diperoleh dari satu rangkaian metode ekstraksi sentrifugal menggunakan
pengepresan mekanis, seperti yang telah tercantum dalam bab sebelumnya
(Gambar 7).





Gambar 12. Fraksi minyak (a) dan fraksi air (b) buah merah

Metode ekstraksi sentrifugal yang digunakan untuk mengekstrak buah merah
memiliki beberapa persamaan tahap dengan metode ekstraksi buah merah yang
dilakukan oleh Susanti (2006), yaitu pengukusan, pengepresan, sentrifugasi, dan
penguapan. Metode ekstraksi modifikasi 2 tersebut dapat dilihat pada Gambar
13.
Tujuan ekonomis dari setiap proses ekstraksi minyak adalah untuk
memperoleh nilai rendemen yang setinggi-tingginya. Rendemen merupakan salah
satu parameter untuk mengetahui seberapa besar produk yang dihasilkan dari
suatu proses, yang dinyatakan dengan perbandingan antara jumlah produk yang
dihasilkan dengan jumlah bahan yang digunakan. Hasil rendemen dari proses
ekstraksi metode sentrifugal dapat dilihat pada Tabel 5.
Menurut Budi et al. (2005), rendemen fraksi minyak buah merah yang
dihasilkan adalah sebesar 15 % dari buah merah utuh, sedangkan dari 3 liter pasta
(a) (b)

diperoleh 1.6 liter atau sekitar 53 % fraksi air. Rendemen fraksi minyak pada
metode sentrifugal lebih rendah jika dibandingkan dengan metode ekstraksi
modifikasi 2 yang menghasilkan rendemen minyak buah merah sebesar 18 %.
Perbedaan rendemen minyak yang dihasilkan dari kedua metode tersebut
disebabkan adanya perbedaan dalam tahapan dan parameter proses ekstraksi.

































Gambar 13. Tahapan proses ekstraksi buah merah (Metode Modifikasi 2)




Buah merah segar
Pembelahan dan pembuangan empulur
Penimbangan (1 kg daging buah)
Pengukusan (100
o
C, 15 menit)
Penambahan air (2 L, 80
o
C)
Pemisahan biji dan daging buah
Pasta Biji
Pengepresan (P 4000 4500 psi)
Pengendapan (sentrifugasi 1998 x g, 10 menit)
Minyak kasar
Ampas
Penguapan vakum (50
o
C, 15 menit)
Minyak
(ekstrak buah merah)

Tabel 5. Rendemen ekstrak buah merah
Fraksi Rendemen (%)
Metode sentrifugal Metode modifikasi 2
b

Minyak 15 18
Air 53
a
-
a
dihitung dari pasta sisa
b
sumber: Susanti (2006)
Tahapan penambahan air pada metode modifikasi 2 dapat mempercepat
penetrasi panas dalam bahan, yang berasal dari uap air panas. Hal ini
mengakibatkan penggumpalan protein bahan lebih sempurna dan minyak lebih
mudah keluar sehingga rendemen pengepresan menjadi lebih tinggi. Sedangkan
pada proses ekstraksi metode sentrifugal tidak digunakan pelarut. Menurut
Thieme (1968), ekstraksi dengan pelarut lebih cocok untuk bahan yang rendah
kandungan minyaknya.
Rendemen juga dipengaruhi oleh suhu pemanasan dan besarnya tekanan
pengepresan. Suhu pengukusan dan tekanan pengepresan pada metode modifikasi
2 lebih tinggi dibandingkan pada metode sentrifugal. Dalam proses ekstraksi
minyak biji jarak, semakin tinggi suhu pemanasan menyebabkan bahan menjadi
semakin lunak dan protein dalam bahan semakin mudah terkoagulasi sehingga
menghasilkan rendemen yang semakin meningkat (Liestiyani, 2000). Rendemen
yang dihasilkan juga akan semakin tinggi seiring dengan semakin besarnya
tekanan pengepresan hingga mencapai tekanan optimum. Semakin besar tekanan
yang digunakan, menyebabkan daya tekan alat terhadap biji semakin besar
sehingga jaringan bahan semakin mudah rusak dan minyak dalam biji semakin
mudah keluar (Liestiyani, 2000).
B. TOKSISITAS AKUT EKSTRAK BUAH MERAH
1. Penentuan Derajat Toksisitas Ekstrak Buah Merah
Hasil pengamatan secara periodik dari jam ke-1 sampai dengan jam ke-96,
tidak ditemukan adanya mencit yang mati pada setiap peringkat dosis untuk kedua
fraksi yang diujikan. Berdasarkan hasil tersebut dapat diketahui derajat toksisitas
untuk fraksi minyak buah merah dan fraksi air buah merah menurut klasifikasi
toksisitas relatif (Lu, 1995) adalah praktis tidak toksik dengan nilai LD
50
di atas

15000 mg/kgBB sebab tidak ditemukan adanya kematian pada tingkat dosis
5 mg/kgBB hingga 50000 mg/kgBB. Karena nilai LD
50
belum dapat ditentukan,
maka pengujian dilanjutkan kembali menggunakan dosis yang lebih tinggi dengan
batasan dosis tertinggi adalah dosis yang secara teknis masih dapat diberikan pada
hewan uji.
Hasil pengamatan secara periodik dari jam ke-1 sampai dengan jam ke-96,
tidak ditemukan adanya mencit yang mati pada dosis 50000 sampai dengan
137200 mg/kgBB untuk kedua fraksi yang diujikan. Data jumlah kematian mencit
untuk perlakuan fraksi air dan minyak buah merah dosis 5 sampai dengan 137200
mg/kgBB selama pengamatan dapat dilihat pada Tabel 6. Berdasarkan hasil pada
Tabel 6, dapat dianggap bahwa dosis 137200 mg/kgBB sebagai nilai LD
50
untuk
fraksi air dan fraksi minyak buah merah. Donatus dan Nurlaila (1986) menyatakan
bahwa bila tidak dijumpai adanya hewan yang mati pada setiap kelompok
peringkat dosis, maka dosis tertinggi yang secara teknis dapat diberikan pada
hewan uji, dianggap sebagai nilai LD
50
nya.
Nilai LD
50
bukan suatu tetapan biologi yang mutlak, melainkan hanya
merupakan salah satu petunjuk toksisitas akut (Siregar et al., 1991). Bila toksisitas
akutnya rendah LD
50
tidak perlu ditentukan secara tepat dan suatu angka perkiraan
sudah dapat memberi manfaat (Lu, 1995). Informasi bahwa dosis yang cukup
besar saja menyebabkan hanya sedikit kematian, mungkin cukup (EPA, 1988).
Menurut Lu (1995), apabila sejumlah zat diberikan kepada hewan dengan dosis
tinggi dan tidak ada hewan yang mati, dianggap bahwa semua toksisitas akut yang
berbahaya dapat diabaikan.
Hasil pengujian toksisitas akut dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti
spesies, keragaman individu, jenis kelamin, umur, berat badan, cara pemberian,
kesehatan hewan, dan lingkungan (Balls et al., 1991). Faktor-faktor tersebut
dianggap seragam sehingga respon yang dihasilkan hanya dipengaruhi perlakuan.
Ketidaktoksikan ekstrak buah merah juga telah dibuktikan oleh penelitian
Sukirno (2007). Penelitian tersebut dilakukan secara in vitro menggunakan sel
limfosit manusia. Berdasarkan penelitian tersebut, diperoleh hasil bahwa
penambahan ekstrak air, ekstrak metanol, ekstrak n-heksan, dan minyak buah
merah relatif tidak menyebabkan toksisitas terhadap sel limfosit manusia.

Tabel 6. Jumlah kematian mencit perlakuan fraksi air dan minyak buah merah
dosis 5-137200 mg/kgBB selama masa pengamatan
Sampel

Dosis
(mg/kg BB)
Jumlah mencit yang mati pada jam ke-
0 1 2 3 24 48 72 96
Fraksi air
5 0 0 0 0 0 0 0 0
50 0 0 0 0 0 0 0 0
500 0 0 0 0 0 0 0 0
5000 0 0 0 0 0 0 0 0
50000 0 0 0 0 0 0 0 0
70000 0 0 0 0 0 0 0 0
98000 0 0 0 0 0 0 0 0
137200 0 0 0 0 0 0 0 0
Fraksi minyak
5 0 0 0 0 0 0 0 0
50 0 0 0 0 0 0 0 0
500 0 0 0 0 0 0 0 0
5000 0 0 0 0 0 0 0 0
50000 0 0 0 0 0 0 0 0
70000 0 0 0 0 0 0 0 0
98000 0 0 0 0 0 0 0 0
137200 0 0 0 0 0 0 0 0

2. Pengaruh Ekstrak Buah Merah Terhadap Berat Badan Mencit
Selain jumlah kematian, dilakukan pula pengamatan terhadap berat badan
mencit untuk mengetahui perubahan berat badan mencit yang merupakan salah
satu parameter dari efek toksik. Menurut Lu (1995), berkurangnya pertambahan
berat badan merupakan indeks efek toksik yang sederhana namun sensitif.
Penimbangan berat badan dilakukan 2 hari sekali selama masa adaptasi dan setiap
hari selama masa pengamatan. Hasil penimbangan rata-rata berat badan mencit
selama masa adaptasi dan pengamatan pada perlakuan fraksi air dan minyak dosis
5-137200 mg/kgBB dapat dilihat pada Lampiran 1 dan 2. Perubahan rata-rata
berat badan untuk perlakuan fraksi air dan minyak dosis 5-137200 mg/kgBB
dapat dilihat pada Gambar 14 dan 15.
Berdasarkan data tersebut terlihat adanya peningkatan rata-rata berat badan
mencit selama masa adaptasi dengan kisaran 1-3 gram per hari. Selain
peningkatan berat badan, terjadi pula peningkatan dalam konsumsi makanan. Hal
ini terlihat dari berkurangnya sisa ransum yang diberikan setiap harinya.
Konsumsi ransum mulai stabil pada hari ke-3, yang ditandai dengan habisnya
ransum yang diberikan. Adanya peningkatan berat badan dan konsumsi makanan

selama masa adaptasi tersebut menandakan bahwa mencit-mencit yang digunakan
telah mampu beradaptasi dengan ransum standar yang diberikan sehingga cukup
mampu pula untuk diberi perlakuan.











Gambar 14. Perubahan rata-rata berat badan mencit setelah pemberian fraksi
air buah merah dengan dosis 5-137200 mg/kgBB selama 96 jam

















Gambar 15. Perubahan rata-rata berat badan mencit setelah pemberian fraksi
minyak buah merah dengan dosis 5-137200 mg/kgBB selama 96
jam
-1
-0,5
0
0,5
1
1,5
5 50 500 5000 50000 70000 98000 137200
Dosis (mg/kgBB)
P
e
r
u
b
a
h
a
n

b
e
r
a
t

b
a
d
a
n

(
g
r
a
m
)
jam ke-24
jam ke-48
jam ke-72
jam ke-96
-5
-4
-3
-2
-1
0
1
2
5 50 500 5000 50000 70000 98000 137200
Dosis (mg/kgBB)
P
e
r
u
b
a
h
a
n

b
e
r
a
t

b
a
d
a
n

(
g
r
a
m
)
jam ke-24
jam ke-48
jam ke-72
jam ke-96

Setelah dilakukan pemberian dosis ekstrak buah merah, terjadi penurunan
berat badan (pada jam pengamatan ke-24) untuk perlakuan kedua fraksi. Pada
perlakuan fraksi minyak buah merah terjadi penurunan berat badan yang cukup
besar dan meningkat seiring dengan bertambahnya dosis yang diberikan.
Penurunan berat badan terjadi akibat adanya penurunan konsumsi makanan
setelah diberi ekstrak buah merah.
Penurunan konsumsi makanan pada kelompok perlakuan fraksi minyak buah
merah lebih besar dibandingkan dengan kelompok perlakuan fraksi air buah
merah. Hal ini disebabkan fraksi minyak buah merah mengandung kadar lemak
yang jauh lebih tinggi dibandingkan fraksi air buah merah. Menurut Selly (2008),
fraksi minyak buah merah mengandung lemak sebesar 92.85 %, sedangkan fraksi
air sebesar 0.41 %. Di dalam saluran pencernaan, lemak dan minyak akan lebih
lama berada di dalam lambung dibandingkan dengan karbohidrat dan protein,
demikian juga proses penyerapan lemak yang lebih lambat dibandingkan unsur
lainnya. Oleh karena itu, makanan yang mengandung lemak mampu memberikan
rasa kenyang yang lebih lama dibandingkan makanan yang kurang atau tidak
mengandung lemak (Anonim, 2007
a
).
Rata-rata berat badan mencit kembali meningkat pada jam pengamatan
ke-48 hingga akhir masa pengamatan untuk kedua fraksi. Konsumsi makanan
kembali stabil pada jam pengamatan ke-48. Hal ini menunjukkan bahwa
penurunan berat badan yang terjadi mungkin tidak menunjukkan suatu efek toksik
tetapi menunjukkan suatu proses adaptasi terhadap stres setelah mengalami
perlakuan.
Berdasarkan analisis sidik ragam (Lampiran 3 dan 4) untuk fraksi air dan
minyak buah merah dosis 5-137200 mg/kgBB diketahui bahwa tingkatan dosis
berpengaruh nyata terhadap perubahan berat badan mencit selama masa
pengamatan (p < 0.05). Berdasarkan uji beda duncan (Lampiran 5) diketahui
bahwa perlakuan fraksi air buah merah dosis 70000 mg/kgBB berbeda nyata
dibandingkan tingkatan dosis lainnya. Hal ini juga dapat dilihat pada Gambar 14,
bahwa penurunan berat badan terbesar pada jam ke-24 terjadi pada perlakuan
fraksi air dosis 70000 mg/kgBB. Berdasarkan uji beda duncan untuk fraksi
minyak (Lampiran 6) diketahui bahwa perlakuan dosis 70000, 98000, dan

137200 mg/kgBB tidak berbeda nyata, namun ketiga dosis tersebut berbeda nyata
dibandingkan tingkatan dosis lainnya. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 15,
bahwa terjadi penurunan berat badan yang cukup besar pada jam pengamatan
ke-24 untuk ketiga dosis tersebut.
Adanya pengaruh pemberian fraksi buah merah terhadap perubahan berat
badan mencit dapat disebabkan oleh senyawa aktif dan zat gizi yang terkandung
di dalamnya, antara lain -karoten, lemak dan protein. Adanya interaksi antara
protein dan -karoten dimungkinkan dapat meningkatkan berat badan. Hal ini
disebabkan adanya -karoten dapat mempercepat pembentukan asam amino yang
akan menjadi basis dari tingkat kekebalan tubuh (Budi et al., 2005). Jika daya
tahan tubuh meningkat, maka tingkat infeksi akan menurun sehingga
kecenderungan terjadinya peningkatan berat badan cukup besar.
3. Efek Toksik Ekstrak Buah Merah
Tingkah laku dan gejala toksik setelah perlakuan diamati untuk melihat
adanya efek toksik yang terjadi akibat dari pemberian ekstrak buah merah. Hasil
pengamatan tingkah laku dan gejala toksik setelah pemberian fraksi air dan
minyak buah merah dosis 5-137200 mg/kgBB dapat dilihat pada Tabel 7.
Berdasarkan tabel tersebut diketahui bahwa pada perlakuan kedua fraksi buah
merah tidak ditemukan gejala toksik yang menyerang sistem saraf pusat dan
pencernaan, yang ditandai dengan tidak terjadinya tremor dan diare.

Tabel 7. Hasil pengamatan tingkah laku dan gejala toksik pada mencit setelah
pemberian fraksi air dan minyak buah merah dosis 5-137200 mg/kgBB
Sampel Hasil pengamatan
Fraksi air
Tidak terlihat gejala toksik yang menyerang saraf pusat
(tidak terjadi tremor, jalan normal)
Tidak terjadi diare (feses tetap padat)
Warna feses hitam (normal)

Fraksi minyak
Tidak terlihat gejala toksik yang menyerang saraf pusat
(tidak terjadi tremor, jalan normal)
Tidak terjadi diare (feses tetap padat)
Warna feses merah



Untuk perlakuan fraksi minyak buah merah terjadi perubahan warna feses
menjadi merah. Warna feses yang berubah menjadi merah untuk perlakuan fraksi
minyak buah merah disebabkan kandungan tokoferol dan -karoten yang sangat
tinggi pada fraksi minyak buah merah. Menurut Selly (2008), kandungan
tokoferol dan -karoten fraksi minyak buah merah sebesar 22940.35 dan 636.24
ppm.
Tokoferol dan -karoten termasuk ke dalam vitamin yang larut dalam lemak.
Menurut Anonim (2007
b
) vitamin larut lemak terutama akan diekskresikan di
dalam feses, sedangkan vitamin larut dalam air juga diekskresikan dalam feses
tetapi jalur ekskresinya terutama melalui urin. Menurut Muchtadi et al. (1989),
vitamin yang larut dalam lemak diangkut dalam darah oleh lipoprotein atau
protein pengikat spesifik, karena tidak dapat langsung larut dalam cairan plasma
seperti halnya vitamin yang larut dalam air. Oleh karena itu, vitamin yang larut di
dalam lemak tidak diekskresi dalam urin, melainkan terdapat dalam empedu yang
akan diekskresi dalam feses. Warna feses dipengaruhi oleh berbagai jenis
makanan, kelainan dalam saluran pencernaan, dan obat yang dimakan (Wirawan
et al., 1983).
Pada akhir pengujian dilakukan pembedahan untuk pengamatan organ secara
makroskopik. Pengamatan terhadap organ bertujuan mendapatkan informasi
mengenai toksisitas zat uji dalam kaitannya dengan organ sasaran dan efek
terhadap organ tersebut. Karena pengamatan dilakukan secara makroskopik, maka
hal yang diamati hanya sebatas warna dan penampilan organ yang tampak.
Beberapa organ yang diamati antara lain jantung, hati, paru-paru, lambung, usus,
ginjal, dan limpa. Adanya perubahan yang terjadi pada penampakan berbagai
organ tersebut dapat dikaitkan dengan kandungan senyawa aktif dan zat gizi
dalam fraksi minyak dan air buah merah, serta fungsi dan kerja dari organ.
Hasil pengamatan efek toksik terhadap organ setelah pemberian fraksi air
dan minyak buah merah dapat dilihat pada Tabel 8 dan 9. Visualisasi organ hasil
pembedahan mencit perlakuan fraksi air dan minyak buah merah dapat dilihat
pada Gambar 16 dan 17.



Tabel 8. Hasil pengamatan efek toksik terhadap organ mencit setelah pemberian
fraksi air buah merah dosis 5-137200 mg/kgBB
Organ Dosis (mg/kgBB)
K 5 50 500 5000 50000 70000 98000 137200
Ginjal (1) n n n mp n n mk mk mk
Hati (2) n m mp mp n mp mp mp mk
Jantung (3) n m n n mp mp mp mp n
Lambung (4) n n n n n n n n n
Limpa (5) n n n n n mk mk mk mk
Paru-paru (6) n n n n n n n n n
Usus (7) n n n n n n n n n
Keterangan : n : normal mp : merah pekat
m : kemerahan mk : merah kehitaman
























Gambar 16. Visualisasi organ hasil pembedahan mencit perlakuan fraksi air
buah merah dosis 5-137200 mg/kgBB

1
2
3
4
5
6
7
2
3
1
4
5
6
7
3 2
4
5
7
6 1
4
1
2 5
3
6
Kontrol 5 mg/kgBB 50 mg/kgBB
500 mg/kgBB
4
1
2
5
3
6
4
1
2
5 3
6
5000 mg/kgBB 50000 mg/kgBB
1
2
3
7
6
5
4
7
2
3
6
5
1
4
1
7
2
3
6
4
5
70000 mg/kgBB 98000 mg/kgBB 137200 mg/kgBB

Tabel 9. Hasil pengamatan efek toksik terhadap organ mencit setelah pemberian
fraksi minyak buah merah dosis 5-137200 mg/kgBB
Organ Dosis (mg/kgBB)
K 5 50 500 5000 50000 70000 98000 137200
Ginjal (1) n n m mp mk mk mk mk mk
Hati (2) n n m mp mk mk mp mp mk
Jantung (3) n n n n mk mk mp mp mk
Lambung (4) n n n n j j j j j
Limpa (5) n m m mk mk mk mp mp mk
Paru-paru (6) n n n n n n n n n
Usus (7) n n n n n n n n n
Keterangan : n : normal mp : merah pekat
m : kemerahan mk : merah kehitaman
j : terdapat lapisan berwarna jingga






















Gambar 17. Visualisasi organ hasil pembedahan mencit perlakuan fraksi
minyak buah merah dosis 5-137200 mg/kgBB
1
2
3
4
5
6
7
Kontrol
2
3
5
6
7
4 1
5 mg/kgBB
2
3
6
5
4
7
1
50 mg/kgBB
2
1
7
5
3 4
6
1
2
4
5 3
7
6
1
4
7
6
3
2
5
500 mg/kgBB 5000 mg/kgBB 50000 mg/kgBB
7
2
1
3
4
5 6
7
6
5
4
3
2
1
7
6
5
4
3 2
1
70000 mg/kgBB 98000 mg/kgBB 137200 mg/kgBB

a. Ginjal
Berdasarkan pengamatan makroskopis, terjadi perubahan warna pada
organ ginjal mencit untuk kedua fraksi, yaitu menjadi merah pekat hingga
merah kehitaman, terutama dengan semakin meningkatnya dosis yang
diberikan (Tabel 8 dan 9). Adanya perubahan warna pada organ dapat
menjadi salah satu parameter terjadinya suatu efek toksik pada organ. Hal ini
terkait dengan fungsi ginjal yang strategis yaitu memusnahkan zat toksik
tertentu, sehingga menjadikan ginjal sebagai sasaran utama dari efek toksik
(Lu, 1995).
Ginjal merupakan organ yang berfungsi sebagai organ sistem urinasi
untuk mengeluarkan sisa metabolisme dan garam, memusnahkan zat toksik,
mengatur cairan garam, menjaga keseimbangan asam-basa, serta mengatur
tekanan darah (Dellman dan Brown, 1992). Hasil metabolisme akan dibuang
dari tubuh melalui ginjal dalam bentuk urin dan ditampung sementara dalam
kandung kemih untuk selanjutnya dibuang melalui uretra.
Perubahan warna ginjal mencit yang terjadi pada penelitian juga
dipengaruhi oleh kandungan zat gizi yang terdapat pada fraksi minyak dan air
buah merah. Tingginya kandungan lemak pada fraksi minyak menyebabkan
ginjal menjadi salah satu tempat penyimpanan cadangan lemak. Menurut
Mitchel (1956), sumber cadangan lemak utama terdapat pada lapisan
subkutan, namun cadangan penting lainnya terdapat pada jaringan ikat yang
melapisi organ-organ seperti jantung dan ginjal.
Protein dan karbohidrat yang terkandung dalam fraksi buah merah juga
berpengaruh terhadap kerja ginjal. Menurut Lu (1995), beberapa zat yang
tersaring seperti glukosa dan asam amino yang penting bagi tubuh akan
diserap kembali oleh tubulus ginjal. Protein dengan berat molekul rendah
dengan mudah diserap kembali oleh tubulus proksimal namun hanya sedikit
yang dapat melalui filtrasi glomerulus. Kepekatan warna organ ginjal yang
semakin meningkat dengan semakin tingginya dosis fraksi yang diberikan
mengindikasikan bahwa kerja ginjal menjadi semakin berat.


b. Hati
Berdasarkan hasil pengamatan, terjadi perubahan warna organ hati
mencit jika dibandingkan dengan kontrol (Gambar 16 dan 17). Warna organ
hati menjadi kemerahan, merah pekat, hingga merah kehitaman dengan
semakin meningkatnya dosis yang diberikan untuk kedua fraksi (Tabel 8
dan 9). Hal ini dapat mengindikasikan adanya pengaruh kandungan senyawa
dalam fraksi buah merah terhadap organ hati mencit, terkait dengan fungsi dan
kerja hati.
Hati terlibat dalam metabolisme zat makanan serta sebagian besar obat
dan toksikan. Hati sering menjadi organ sasaran disebabkan hati sebagai
penerima 80 % suplai darah dari vena porta, sehingga memungkinkan untuk
zat-zat toksik yang diserap ditransportasikan oleh vena porta ke hati (Lu,
1995). Fungsi hati yaitu mendetoksifikasi produk buangan metabolisme,
merusak sel darah merah tua, sintesis dan sekresi lipoprotein plasma, dan
fungsi metabolisme (sintesis glikogen, glukoneogenesis, menyimpan glikogen,
beberapa vitamin dan lipid) (Burkitt et al., 1995).
Perubahan warna organ hati mencit yang terjadi pada penelitian
disebabkan adanya pengaruh dari kandungan zat gizi dan senyawa aktif dalam
fraksi buah merah. Fraksi minyak buah merah mengandung lemak, karotenoid,
dan tokoferol dalam jumlah yang tinggi. Di dalam sistem metabolisme, lebih
dari 60 % lemak chylomicrons (terutama terdiri dari trigilesrida) akan diambil
oleh hati. Di dalam hati, trigliserida diresintesa menjadi low-density beta-
lipoprotein dan disekresikan oleh hati ke dalam plasma (Muchtadi, 1989).
Semakin tinggi kandungan lemak yang masuk berarti semakin besar
penyerapan lemak yang terjadi sehingga kerja hati dalam mensintesis
lipoprotein dan mensekresikannya menjadi semakin berat.
Pada umumnya vitamin yang larut dalam lemak memerlukan kondisi
yang sama dengan kondisi yang diperlukan untuk berlangsungnya penyerapan
lemak di dalam tubuh. Setelah diserap oleh usus, vitamin A, D, dan K yang
larut di dalam lemak ditranspor dan disimpan dalam hati, sedangkan vitamin E
disimpan dalam jaringan adiposa (Muchtadi et al., 1989). Tingginya

kandungan karotenoid dalam fraksi minyak buah merah menyebabkan
penyimpanannya di dalam hati juga semakin besar.
Protein dan karbohidrat yang terkandung di dalam kedua fraksi juga
mempengaruhi kerja dari hati. Metabolisme gula darah sangat dipengaruhi
oleh hati sebab hati sebagai penyimpan glikogen yang akan dilepaskan saat
tubuh memerlukan energi. Adanya pengaturan mekanisme simpan lepas ini
akan mencegah hiperglikemia (peningkatan kadar gula darah berlebih) dan
hipoglikemia (penurunan kadar gula darah). Protein mencapai hati dalam
bentuk asam amino. Di dalam hati, asam amino akan diubah atau digunakan
sebagai sumber energi, disimpan sebagai cadangan, atau diubah menjadi urea
untuk dibuang melalui urin. Organ hati membantu dalam pemecahan amonia
menjadi urea untuk selanjutnya dibuang sebab amonia bersifat toksik bagi
tubuh.
c. Jantung
Hasil pengamatan pada organ jantung mencit, ditemukan adanya
perubahan warna yaitu menjadi semakin merah pekat pada beberapa tingkatan
dosis untuk kedua fraksi (Tabel 8 dan 9). Hal ini menunjukkan bahwa
pemberian ektrak buah merah juga berpengaruh terhadap organ jantung.
Jantung mudah dirusak oleh berbagai jenis zat kimia karena merupakan
salah satu organ sasaran. Zat kimia bekerja secara langsung pada otot jantung
atau secara tidak langsung melalui susunan saraf atau pembuluh darah. Otot
jantung mengandung sedikit bahan kontraktil dengan lebih banyak
mengandung bahan mitokondria. Mitokondria berperan penting dalam
kontraktilitas jantung sehingga menjadi organ sasaran kardiotoksisitas. Suatu
toksikan dapat mempengaruhi salah satu dari pembuluh darah dan akibat yang
ditimbulkan tergantung dari seberapa penting organ yang disuplai darah oleh
pembuluh darah yang terkena (Lu, 1995).
Kandungan lemak yang tinggi pada fraksi minyak buah merah dapat
berpengaruh pada kerja jantung. Menurut Lu (1995), beberapa senyawa
organik yang larut lipid dapat menekan kontraktilitas jantung. Selain itu,
tingginya kandungan lemak yang masuk ke dalam tubuh dapat menyebabkan
akumulasi butiran lipid pada otot jantung. Semakin tingginya dosis fraksi

minyak yang diberikan, maka semakin meningkat pula kadar lemak yang
masuk ke dalam tubuh mencit, yang dapat berakibat semakin beratnya kerja
dari organ jantung.
d. Lambung
Hasil pengamatan pada organ lambung menunjukkan tidak terjadi
perubahan untuk perlakuan fraksi air buah merah (relatif normal). Namun
untuk perlakuan fraksi minyak buah merah ditemukan perubahan mulai dari
pemberian dosis 5000 mg/kgBB, yaitu terdapat lapisan yang berwarna jingga,
seperti yang dapat dilihat pada Gambar 17. Adanya lapisan jingga ini
disebabkan fraksi minyak buah merah yang diberikan belum tercerna secara
sempurna karena kandungan lemak yang sangat tinggi pada fraksi minyak
mengakibatkan penyerapan menjadi lambat. Menurut Swenson (1984),
lambung berfungsi sebagai tempat pencampuran dan penyimpanan makanan,
serta tempat awal proses pencernaan protein dan lemak.
Fungsi utama lambung adalah tempat penyimpanan makanan untuk
dilanjutkan menuju duodenum. Lambung mengosongkan semua isinya menuju
ke duodenum dalam 2-6 jam setelah makanan tersebut dicerna di dalam
lambung. Makanan yang banyak mengandung karbohidrat menghabiskan
waktu yang paling sedikit di dalam lambung atau lebih cepat dikosongkan
menuju duodenum. Makanan yang mengandung protein lebih lambat, dan
pengosongan yang paling lambat terjadi pada makanan yang mengandung
lemak dalam jumlah besar.
Pada dasarnya, pengosongan lambung dipermudah oleh gelombang
peristaltik pada antrum lambung, dan dihambat oleh resistensi pilorus terhadap
jalan makanan. Bila makanan berlemak, khususnya asam-asam lemak terdapat
dalam chyme yang masuk ke dalam duodenum, maka akan menekan aktivitas
pompa pilorus yang pada akhirnya akan menghambat pengosongan lambung.
Hal ini berakibat pada pencernaan lemak yang lambat sebelum akhirnya
masuk ke dalam usus.



e. Limpa
Berdasarkan pengamatan makroskopis, terjadi perubahan warna pada
organ limpa mencit untuk kedua fraksi, yaitu menjadi merah pekat hingga
merah kehitaman, terutama dengan semakin meningkatnya dosis yang
diberikan (Tabel 8 dan 9). Hal ini menandakan bahwa fraksi air dan minyak
buah merah yang diberikan berpengaruh terhadap organ limpa mencit.
Sistem jaringan limfoid dapat diklasifikasikan ke dalam 2 kelompok,
yaitu organ limfoid primer dan limfoid sekunder (Tizard, 1988). Organ
limfoid sekunder merupakan organ yang responsif terhadap stimulasi
antigenik dan tempat terjadinya interaksi antara limfosit agen dan
pengontrolnya. Jaringan limfoid limpa berperan penting dalam menahan agen
yang berhasil mencapai sirkulasi darah untuk menahan invasi toksikan
sebelum menyebar lebih luas (Tizard, 1988). Limpa berperan dalam sistem
kekebalan tubuh untuk melawan infeksi dan membuang bahan-bahan yang
tidak diperlukan dari dalam darah.
Perubahan ukuran, warna, dan konsistensi limpa biasanya disebabkan
oleh respon terhadap benda asing yang dapat menimbulkan proses-proses
aktif. Infeksi pada tubuh akan merangsang sel-sel limfosit dalam organ limfoid
untuk memproduksi antibodi. Adanya perubahan warna organ limpa mencit
pada penelitian mengindikasikan bahwa terjadi respon terhadap kandungan
senyawa dalam fraksi buah merah. Semakin tinggi dosis yang diberikan berarti
semakin besar pula kadar senyawa aktif yang masuk ke dalam tubuh. Senyawa
aktif tersebut dimungkinkan dapat bersifat toksik jika dikonsumsi berlebihan.
Hal ini menunjukkan semakin berat pula kerja limpa yang terkait dengan
fungsinya dalam menahan invasi toksikan sebelum menyebar lebih luas.
f. Paru-paru
Organ paru-paru pada umumnya tidak mengalami perubahan (normal)
untuk perlakuan kedua fraksi pada tiap tingkatan dosis. Hal ini menunjukan
bahwa pemberian fraksi buah merah tidak berpengaruh terhadap organ paru-
paru.
Menurut Lu (1995), paru-paru merupakan tempat utama penyerapan
toksikan yang berupa uap atau gas, namun paru-paru memiliki mekanisme

untuk mengeluarkan toksikan yang telah diserap melalui jalur lain. Tidak
adanya pengaruh terhadap organ paru-paru disebabkan bentuk bahan yang
diujikan bukan berupa gas atau uap, melainkan cairan, serta jalur
pemberiannya secara oral sehingga sistem distribusi dan absorpsi zat
mengikuti sistem saluran pencernaan dan bukan saluran pernapasan.
g. Usus
Hasil pengamatan pada organ usus mencit, tidak ditemukan adanya
perubahan (relatif normal) untuk kedua fraksi pada tiap tingkatan dosis. Hal
ini menandakan bahwa pemberian fraksi buah merah tidak terlalu berpengaruh
terhadap organ usus.
Usus merupakan salah satu organ penting dalam saluran pencernaan. Di
dalam usus, makanan dicerna dengan bantuan enzim dan bakteri pencernaan.
Selanjutnya bahan-bahan yang tidak tercerna akan di buang ke dalam usus
besar yang merupakan bagian akhir dari saluran pencernaan. Usus besar
mempunyai fungsi antara lain: tempat mengumpulkan sisa makanan yang
kemudian akan dibuang melalui anus, tempat mengabsorbsi air dan beberapa
mineral, dan tempat pertumbuhan bakteri, dimana bakteri dalam usus besar ini
dapat membentuk beberapa jenis vitamin yaitu vitamin B dan K yang
kemudian diabsorbsi oleh tubuh. Ketidakseimbangan fungsi usus dapat
mengakibatkan penumpukan racun (toksin) yang melalui sistem peredaran
darah dan limfatik akan tersebar ke seluruh tubuh serta menimbulkan berbagai
macam penyakit (Sumampouw, 2003).
Pemberian fraksi buah merah ternyata tidak terlalu berpengaruh pada
organ usus mencit sebab tidak ditemukan perubahan selama waktu
pengamatan. Tidak berpengaruhnya fraksi buah merah terhadap organ usus
juga ditandai dengan tidak terjadinya efek toksik seperti diare setelah
perlakuan (Tabel 7). Organ usus tidak mengalami perubahan dapat
disebabkan senyawa-senyawa yang kemungkinan bersifat toksik di dalam
buah merah telah mengalami detoksikasi di dalam hati sebelum dicerna di
dalam usus. Frankel (1985) menyatakan bahwa fungsi hati yang utama adalah
detoksikasi, dimana sebagian zat-zat toksik yang masuk ke hati akan diubah
menjadi zat-zat yang tidak toksik. Menurut Aqila (2007), hati merupakan

gerbang masuknya toksikan yang terkandung dalam makanan setelah melalui
kerongkongan. Jika hati gagal memusnahkan toksikan dalam makanan, maka
toksikan tersebut akan masuk ke dalam saluran pencernaan.
4. Pengaruh Sifat Kimia Ekstrak Buah Merah Terhadap Toksisitas Akut

Kandungan senyawa aktif dan zat gizi di dalam fraksi minyak dan fraksi air
buah merah berpengaruh terhadap berbagai parameter pengujian toksisitas akut
yang meliputi jumlah kematian, berat badan, gejala toksik dan tingkah laku, serta
penampakan organ seperti yang telah dijelaskan pada sub bab sebelumnya
(sub bab 1, 2, dan 3). Sifat kimia ekstrak buah merah yang diperoleh dari
penelitian Selly (2008) dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Sifat kimia ekstrak buah merah (Selly, 2008)
Sifat kimia Fraksi minyak Fraksi air
Total karoten (ppm) 4505.43 1.11
-karoten (ppm) 636.24 0.93
Total tokoferol (ppm) 22940.35 1836.03
-tokoferol (ppm) 481.48 1.10
Total fenol (ppm) - 210.44
Kadar air (%) 0.86 98.92
Kadar abu (%) 0.03 0.13
Kadar lemak (%) 92.85 0.41
Kadar protein (%) 0.08 0.46
Kadar karbohidrat (%) 6.18 0.08

Berdasarkan analisis kimia (Tabel 10), ekstrak buah merah terutama fraksi
minyak, mengandung beberapa senyawa aktif dalam jumlah yang cukup tinggi.
Beberapa senyawa aktif tersebut diantaranya -karoten dan tokoferol (vitamin E)
yang berfungsi sebagai antioksidan. Selain itu, fraksi minyak mempunyai
komponen zat gizi utama berupa lemak karena kandungannya yang sangat tinggi
sebesar 92.85 % (Selly, 2008). Menurut Budi et al. (2005), minyak buah merah
didominasi oleh 85 % lemak tidak jenuh, dengan asam lemak terbanyak adalah
asam oleat. Tingginya kandungan lemak dalam fraksi minyak buah merah
mendukung penyerapan tokoferol dan karoten di dalam usus, sebab kedua vitamin
tersebut larut dalam lemak. Menurut Almatsier (2002), absorpsi tokoferol dibantu

oleh trigliserida rantai sedang dan dihambat oleh asam lemak rantai panjang tidak
jenuh ganda.
Selain memiliki banyak manfaat bagi tubuh, senyawa aktif yang terkandung
dalam ekstrak buah merah juga dapat berpotensi toksik jika dikonsumsi secara
berlebihan. Menurut Dewoto dan Wardhini (1995), pemberian vitamin secara
berlebihan dapat bersifat toksik pada individu yang mengkonsumsi. Bahan aktif
yang terdapat di dalam ekstrak buah merah seperti karotenoid dan tokoferol dalam
dosis tinggi mungkin bersifat toksik bagi mencit sehingga mengganggu fungsi hati
sebagai organ detoksifikasi maupun sebagai tempat metabolisme zat-zat yang
dibawa oleh darah (Roza, 2006).
Menurut Subroto (2006), tingginya kandungan -karoten dan -tokoferol
dalam buah merah, jika dikonsumsi berlebihan dapat merusak kerja hati, terutama
pada saat hati sedang terinfeksi virus. Hal ini disebabkan kedua senyawa tersebut
diproses di dalam hati. Jika dosisnya terlalu tinggi dan hati sedang terinfeksi virus,
maka kerja hati menjadi terlalu berat. Selain itu, setelah diserap oleh usus, vitamin
larut lemak akan disimpan di dalam hati. Jika vitamin larut lemak dikonsumsi
dalam jumlah yang tinggi, maka penyimpanannya di hati juga semakin besar. Hal
ini juga terkait dengan efek toksik terhadap organ, seperti yang telah dijelaskan
pada sub bab 3.
Adanya pengaruh antara tingginya kandungan senyawa aktif (tokoferol dan
karoten) dalam fraksi minyak terhadap fungsi dan kerja hati dapat dilihat pada
Tabel 9 dan Gambar 17, dimana terjadi perubahan warna pada organ hati
menjadi semakin merah pekat dengan semakin meningkatnya dosis yang
diberikan. Tingginya kandungan lemak, juga dapat mengakibatkan gangguan hati
yang berupa perlemakan hati. Perlemakan atau degenerasi lemak merupakan
pengumpulan lemak di dalam sel parenkim akibat gangguan metabolisme sel. Lu
(1995) menyatakan bahwa hati dapat dikategorikan mengalami perlemakan bila
mengandung berat lipid lebih dari 5 %.
Menurut Anonim (2007
c
), vitamin E adalah vitamin yang paling aman
dikonsumsi dibandingkan vitamin larut lemak lainnya, karena sekitar 60-70 %
vitamin E yang dikonsumsi akan dibuang dari tubuh. Namun demikian, kelebihan
vitamin E dapat mengganggu proses pembekuan darah. Sebab dosis yang tinggi

dapat meningkatkan efek obat antikoagulan yang digunakan untuk mencegah
penggumpalan darah (Almatsier, 2002). Vitamin E juga dapat terakumulasi dalam
jaringan tubuh yang mengandung lemak seperti organ hati dan berpotensi
meracuninya (Anonim, 2007
d
). Selain itu, bila mengkonsumsi vitamin E lebih dari
600 mg sehari (60-75 kali kecukupan) akan mengakibatkan adanya gangguan
pada saluran cerna.
Maryam (2003) menyatakan bahwa konsumsi -karoten dosis tinggi tidak
menyebabkan toksisitas. Konsumsi -karoten dosis tinggi dapat menyebabkan
peningkatan -karoten dalam plasma, walaupun respon tersebut berbeda untuk
tiap individu. Tingkat plasma karotenoid yang tinggi hanya sedikit atau sama
sekali tidak mempengaruhi tingkat vitamin A plasma (Brody, 1994). Menurut
(Almatsier, 2002), karoten tidak menimbulkan gejala kelebihan, karena absorpsi
karoten menurun bila dikonsumsi dalam jumlah tinggi. Namun demikian,
kelebihan karotenoid dapat menyebabkan hiperkarotenosis, yang ditandai dengan
perubahan warna kulit menjadi kuning atau jingga pada dahi, telapak tangan dan
kaki (Maryam, 2003). Hal ini disebabkan sebagian dari karoten yang diserap tidak
diubah menjadi vitamin A, akan tetapi disimpan di dalam lemak. Bila lemak
dibawah kulit mengandung banyak karoten, warna kulit terlihat kekuningan
(Almatsier, 2002).
Fraksi minyak mengandung senyawa aktif seperti tokoferol dan karoten
dalam jumlah yang jauh lebih tinggi dibanding fraksi air. Namun, di dalam fraksi
air terdapat komponen fenol yang dapat berpotensi sebagai antioksidan.
Kandungan fenol dalam fraksi air menurut Selly (2008) adalah sebesar 210.44
ppm yang setara dengan 19 % bk. Menurut Chen dan Han (2000) kandungan fenol
pada teh hijau sebesar 54.5-76.55 %. Adanya kandungan fenol dalam fraksi air
buah merah, walaupun dalam jumlah yang tidak cukup tinggi, dapat menjadi salah
satu indikasi berpotensinya fraksi air buah merah sebagai antioksidan.
Hernani (2005) menyatakan bahwa senyawa fito-kimia dan senyawa
golongan fenolik mempunyai aktivitas antioksidan yang jauh lebih tinggi
dibandingkan vitamin C dan E. Mukhopadhyay (2000) menjelaskan bahwa
polifenol memiliki kemampuan berikatan dengan metabolit lain (protein, lemak,
dan karbohidrat) membentuk senyawa kompleks yang stabil sehingga

menghambat mutagenesis dan karsinogenesis. Polifenol mempunyai sifat
antioksidatif dan antitumor. Hal ini juga dibuktikan oleh penelitian Selly (2008)
bahwa fraksi air memiliki aktivitas antiproliferasi terhadap sel kanker HeLa dan
K-562 yang lebih tinggi dibandingkan fraksi minyak.
Proses penyerapan senyawa fenol berbeda dengan penyerapan karotenoid
dan tokoferol. Hal ini disebabkan adanya perbedaan sifat antara keduanya, dimana
fenol merupakan senyawa yang larut air. Senyawa yang larut dalam air
penyerapannya lebih sederhana seiring dengan penyerapan air dari saluran
pencernaan masuk ke dalam aliran darah.
Jumlah fenol dalam fraksi air yang tidak terlalu tinggi juga menguntungkan,
sebab potensi terjadinya ketoksikan yang disebabkan oleh senyawa fenol menjadi
rendah. Fenol bersifat germisidal karena dalam konsentrasi yang tinggi
menyebabkan koagulasi dan presipitasi protein (Goodman dan Gilman, 1980).
Fenol sangat mudah diserap bahkan melalui kulit sekalipun, masuk ke dalam
aliran darah dan dikeluarkan melalui ginjal bersama urin. Secara sistemik dalam
dosis yang tinggi, fenol dapat merangsang susunan syaraf pusat dan menyebabkan
kelumpuhan karena kejang otot (Goodman dan Gilman, 1980).
Selain senyawa aktif, kedua fraksi juga mengandung komponen zat gizi
seperti karbohidrat dan protein. Menurut Selly (2008), kandungan karbohidrat
dalam fraksi minyak dan air buah merah adalah 6.18 dan 0.08 %. Walaupun
dalam jumlah yang cukup rendah, adanya kandungan karbohidrat dapat
berpengaruh terhadap fungsi dan kerja organ, seperti organ hati. Di hati, fruktosa
dan galaktosa akan diubah menjadi glukosa karena tubuh hanya bisa
memanfaatkan energi dari karbohidrat dalam bentuk glukosa. Dari hati ini,
glukosa akan dikirim ke seluruh jaringan tubuh menurut kebutuhan. Sebagian
glukosa disimpan di otot dan di hati sebagai cadangan yang disebut glikogen.
Kapasitas pembentukan glikogen ini terbatas, kelebihan karbohidrat akan diubah
menjadi lemak dan ditimbun di dalam jaringan adiposa.
Kandungan protein dalam fraksi minyak dan air buah merah menurut Selly
(2008) adalah 0.08 dan 0.46 %. Beberapa organ yang dipengaruhi oleh adanya
kandungan protein ini antara lain hati dan ginjal. Menurut Almatsier (2002),
Sebagian dari amonia yang dibentuk dalam hati merupakan sumber nitrogen untuk

mensintesis asam amino, sedangkan selebihnya harus didetoksikasi. Dalam
keadaan normal hati dapat mengubah semua amonia menjadi ureum dan
mengeluarkannya ke dalam darah. Ginjal kemudian membersihkan darah dari
amonia dan mengeluarkannya dari tubuh melalui urin. Bila konsumsi protein
berlebihan akan menyebabkan produksi ureum meningkat.
Semua keracunan terjadi akibat reaksi antara zat beracun dengan reseptor
dalam tubuh (Katzung, 2002). Pemberian ekstrak buah merah secara oral
menyebabkan senyawa aktif yang terdapat dalam ekstrak buah merah diabsorbsi
dalam saluran pencernaan. Senyawa aktif tersebut kemudian mengalami proses
distribusi dan metabolisme. Produk metabolisme yang bersifat toksik bekerja
sebagai inhibitor enzim untuk tahap metabolisme selanjutnya. Reaksi antara
senyawa aktif dengan reseptor dalam organ efektor menyebabkan timbulnya
gejala keracunan (Donatus, 2001).




























V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil ekstraksi buah merah menggunakan metode sentrifugal,
diperoleh nilai rendemen fraksi minyak sebesar 15 %, dan fraksi air 53 %.
Rendemen fraksi air dihitung dari perolehan pasta sisa.
Berdasarkan hasil pengujian toksisitas akut, tidak ditemukan adanya
kematian mencit pada setiap tingkatan dosis (5-137200 mg/kgBB) untuk kedua
fraksi. Dari hasil tersebut, diperoleh nilai LD
50
untuk fraksi minyak dan fraksi air
buah merah sebesar 137200 mg/kgBB. Berdasarkan klasifikasi toksisitas relatif
(Lu, 1995), nilai toksisitas tersebut termasuk ke dalam kelompok praktis tidak
toksik.
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap berat badan, tingkah laku dan gejala
toksik tidak ditemukan adanya suatu efek toksik untuk kedua fraksi. Perubahan
yang terjadi hanya menunjukkan suatu proses adaptasi terhadap stres setelah
mengalami perlakuan. Berdasarkan analisis sidik ragam untuk fraksi air dan
minyak buah merah dosis 5-137200 mg/kgBB diketahui bahwa tingkatan dosis
berpengaruh nyata terhadap perubahan berat badan mencit selama masa
pengamatan (p < 0.05).
Berdasarkan pengamatan terhadap organ secara makroskopik untuk
perlakuan kedua fraksi, ditemukan adanya perubahan warna organ terutama hati,
ginjal, dan limpa yaitu menjadi semakin merah pekat dan terdapat beberapa yang
kehitaman terutama dengan semakin meningkatnya dosis yang diberikan. Hal ini
disebabkan adanya pengaruh kandungan senyawa aktif dan komponen zat gizi di
dalam kedua fraksi terhadap fungsi dan kerja organ.

B. SARAN
Pengambilan data morfologi secara subjektif perlu diikuti dengan data
objektivitas dan histologi sehingga diperoleh data yang lebih lengkap dan akurat,
terutama mengenai efek toksik terhadap organ. Perlu dilakukan pengujian
toksisitas sub-akut dan kronik untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan akibat
akumulasi konsumsi ekstrak buah merah serta uji untuk mengetahui dosis efektif

konsumsi buah merah (ED
50
). Disamping itu, perlu dilakukan penelitian lanjutan
untuk mengidentifikasi senyawa-senyawa toksik yang terdapat di dalam ekstrak
buah merah dan studi lebih lanjut mengenai proses ekstraksi buah merah sehingga
senyawa toksik yang terkandung dalam ekstrak buah merah dapat diminimalisir.











































DAFTAR PUSTAKA


Alam BS, LR Brown, dan SQ Alam. 1990. Influence of dietary fats and vitamin E
on plasma and hepatic vitamin A and -carotene levels in rats fed excess
-carotene. J.Nutr and Cancer, 14 (2):111-116.

Almatsier S. 2002. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Anonim. 2007
a
. Lemak Tetap Diperlukan Tubuh. http://www.info-sehat.com/
content.php?s_sid=1048. [30 September 2007]

______. 2007
b
. Vitamin Larut dalam Lemak vs Vitamin Larut dalam Air.
http://fapet.ipb.ac.id/ pin/Web/Bab7_2.htm. [30 September 2007]

______. 2007
c
. Frequenly Ask Question (Ocean Health).
http://www.suplemenku.com /faq.php#10 -11-23. [23 Nopember 2007]

______. 2007
d
. Mekanisme Kerja Beberapa Antioksidan. http://www.info-sehat.
com /content.php?ssid=1021. [23 Nopember 2007]

Aqila A. 2007. Detoksifikasi. http://abuaqila78.multiply.com/journal/item/6/
DETOKSIFIKASI. [27 Januari 2008]

Ball GFM. 1988. Fat Soluble Vitamin Assays in Food Analysis. Elsevier Science
Publ. Co. Inc., New York.

Balls M, James, dan Jacqueline. 1991. Animals and Alternatives in Toxicology.
Great Britain at the University Press, Cambridge.

Bieri JG. 1987. Vitamin E. Di dalam R.E.Olson dan H.P.Broquist. Vitamin.
PT.Gramedia, Jakarta.

Bloomstrand R dan B Werner. 1967. Studies on the intestinal absorption of
radioactive -carotene and vitamin A in man. Scand. J.Clin.Lab.Invest.,
19:339-345.

Brody T. 1994. Nutritional Biochemistry. Academic Press, New York.

Budi IM dan FR Paimin. 2004. Buah Merah. Penebar Swadaya, Jakarta.

Budi IM, R Hartono, dan I Setyanova. 2005. Tanya Jawab Seputar Buah Merah.
Penebar Swadaya, Jakarta.

Burkitt HG, Young, dan Heath. 1995. WeatherSanguinis Functional Histology.
A Text and Colour Atlas. Penerbit EGC, Jakarta.


Calder PC, Field, dan Gill. 2002. Nutrition and Immune Function. Biddles Ltd.,
London.

Chen J dan C Han. 2000. The Protective Effect of Tea On Cancer: Human
Evidence. Di dalam WR Bidlack, ST Omaye, MS Meskin, dan DKW
Thopan. Fitochemicals As Bioactive Agent. Technomic Publishing,
Landcaster.

Darmansjah I. 1995. Toksikologi Dasar dalam Farmakologi dan Terapi. Bagian
Farmakologi Universitas Indonesia, Jakarta.

Dellman HD dan Brown. 1992. Buku Teks Histologi Veteriner (terjemahan).
Universitas Indonesia, Jakarta.

Dewoto HR dan Wardhini. 1995. Vitamin. Di dalam Sulistia G.G. Farmakologi
dan Terapi. Fakultas Kedokteran UI, Jakarta.

Donatus IA. 2001. Toksikologi Dasar. Laboratorium Farmakologi dan
Toksikologi. UGM Press, Yogyakarta.

Donatus IA dan Nurlaila. 1986. Obat Tradisional dan Fitoterapi Uji Toksikologi.
Panitia Lustrum VII dan Reuni Fakultas Farmasi UGM, Yogyakarta.

Draper HH. 1970. The Tocopherols. Di dalam R.A.Morton. Fat Soluble Vitamins.
Biochemistry Dept., Johnston Laboratories, University of Liverpool.

EPA (Environmental Protection Agency). 1988. Revised policy for acute toxicity
testing. Probit Analysis. Cambridge University Press.

_________________________________. 1998. Health Effect Test Guidelines.
OPPTS 870.1100. Acute Toxicity Testing - Acute Oral Toxicity. EPA
712-C-98-190.

Fessenden RJ dan JS Fessenden. 1992. Kimia Organik. Airlangga, Jakarta.

Frankel M. 1985. Lectures in Internal Medicine. Ilmu Penyakit Dalam. Rumah
Sakit PGI Tjikini. Jakarta.

Ganong WF. 2003. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran (terjemahan). Edisi ke-20.
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Goodman DS, R Bloomstrand, B Werner, HS Huang, dan T Shiratori. 1966. The
intestinal absorption and metabolism of vitamin A and -carotene in man.
J.Clin.Invest., 45:1615-1623.

Goodman LS dan Gillman. 1980. The Pharmacological Basis of Therapeutic
6
th
Ed. New York Macmilan Publishing, New York.


Guthrie HA. 1975. Introductory Nutrition. The C.V.Mosby Company, Saint
Louis,USA.

Hawab M. 2002. Metabolisme : Karbohidrat, Protein, dan Asam Nukleat. Jurusan
Kimia Program studi Biokimia Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, IPB, Bogor.

Hernani. 2005. Dapatkah Buah Merah Diganti dengan Tanaman Antioksidan
Lain?. Di dalam Majalah Plus. Vol 1 : 40-43.

Hodgson E dan PE Levi. 2000. Modern Toxicology. Mc. Graw Hill, Singapore.

Jensen NH, AB Nielsen, dan R Wilbrandt. 1992. Chlorophyll a sensitized trans.cis
photoisomerization of all-trans--carotene. J.Am.Chem.Soc., 104:6117-
6119.

Katzung BG. 2002. Farmakologi Dasar dan Klinik (terjemahan). Salemba Medika,
Jakarta.

Ketaren S. 1986. Minyak dan Lemak Pangan. UI Press, Jakarta.

Koeman JH. 1987. Pengantar Umum Toksikologi (terjemahan). Gajah Mada
University Press, Yogyakarta.

Krinsky NI. 1988. Mechanism of action of biological antioxidans. Society for
Experimental Biology and Medicine, Boston.

Laurence DR dan PN Bennet. 1995. Clinical Pharmacology. Longman Singapore
Publisher (Ptc.) LTD, Singapore.

Lazarovici P dan Haya. 2002. Chimeric Toxin: Mechanisms of Action and
Therapeutic Applications. Taylor and Francis Group.

Lehninger AL. 1990. Dasar-dasar Biokimia Jilid I. Penerbit Erlangga, Jakarta.

Liestiyani O. 2000. Pengaruh Suhu Pemanasan Biji Jarak, Waktu, dan Tekanan
Pengempaan Dingin terhadap Mutu Minyak Biji Jarak (Ricinus
communis L.). Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB, Bogor.

Linder MC. 1992. Biokimia Nutrisi dan Metabolisme (terjemahan). UI Press,
Jakarta.

Loomis TA. 1978. Toksikologi Dasar. IKIP Press, Semarang.

Lu FC. 1995. Toksikologi Dasar : Asas, Organ, Sasaran, dan Penilaian Resiko.
Edisi ke-2. UI Press, Jakarta.


Malole MBM. dan CSU Pramono. 1989. Penggunaan Hewan-hewan Percobaan di
Laboratorium. PAU-Bioteknologi IPB, Bogor.

Manalu W. 1999. Pengantar Ilmu Nutrisi Hewan. Diktat Kuliah Ilmu Nutrisi
Pakan Hewan. Bagian Fisiologi dan Farmakologi Fakultas Kedokteran
Hewan IPB, Bogor.

Maryam S. 2003. Defisiensi dan Toksisitas Vitamin A. http://tumoutou.net/
6_sem2_023/siti_maryam.htm. [23 Nopember 2007]

Mathews CK, KE van Holde, dan KG Ahern. 2000. Biochemistry 3
rd
Edition.
Addison Wesley Longman, Inc., San Francisco.

Mitchel PH. 1956. A Text Book of General Physiology 5
th
Edition. Mc Graw Hill
Book Company Inc., New York.

Muchtadi D. 1989. Petunjuk Laboratorium Evaluasi Nilai Gizi Pangan. PAU
Pangan dan Gizi, IPB, Bogor.

Muchtadi D, NS Palupi, dan M Astawan. 1989. Metabolismo Zat Gizo. Pusat
Antar Universitas Pangan dan Gizo, IPB, Bogor.

Mukhopadhyay M. 2000. Natural Extracts Using Super Critical Carbondioxide.
CRC Press, New York.

Mutschler E. 1991. Dinamika Obat (terjemahan). Edisi ke-5. Penerbit ITB,
Bandung.

Nicholson JA. 1974. Veterinary Toxicology. Baillere Tindall and Cox Publishers,
London.

Olson JA. 1991. Vitamin A. Di dalam Handbook of Vitamins. Machlin, L.J. (ed.).
Marcel Dekker Inc., New York.

Puryanti R. 2006. Report 96-Hours Acute Oral Toxicity Test (LD
50
). Bogor Lab,
Bogor.

Reeves PG, FH Nielsen, dan GC Fahey Jr. 1993. AIN-93 Purified Diets for
Laboratory Rodents : Final Report of the American Institute of Nutrition
Ad Hoc Writing Committee on the Reformulation of the Ain 76-a Rodent
Diet. Journal of Nutrition Vol.123 No.11 November 1993, pp. 1939-1951.

Roza S. 2006. Pengaruh Pemberian Sari Buah Merah (Pandanus conoideus Lam.)
terhadap Mencit yang Dikawinkan:Gambaran Histopatologi Organ Hati.
Skripsi. Fakultas Kedokteran Hewan, IPB, Bogor.


Sadsoeitoeboen MJ. 1999. Pandanaceae : Aspek Botani dan Etnobotani Dalam
Kehidupan Suku Arfak di Irian Jaya. Tesis. Program Pasca Sarjana IPB,
Bogor.

Selly AJ. 2008. Karakterisasi Sifat Fisiko-Kimia dan Pengujian Antiproliferasi
Ekstrak Buah Merah (Pandanus conoideus Lam.) Terhadap Sel Kanker
HeLa dan K-562 Secara In Vitro. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian
IPB, Bogor.

Sherly. 1998. Ekstraksi Minyak dari Buah Merah (Pandanus conoideus Lam.) dan
Komposisi Asam Lemaknya. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian IPB,
Bogor.

Siregar CJP, Sri, Sanggariwati, Sukirno, Yuharni, dan Srikandi D. 1991. Prosedur
Operasional Baku Uji Toksisitas. Pusat Pemeriksaan Obat dan Makanan.
WHO Collaborating Centre For Quality Assurance of Essential Drugs.
Dirjen POM, Depkes RI.

Siswandono dan Bambang. 1995. Kimia Mediasinal. Airlangga University Press,
Surabaya

Subroto A. 2006. Pilihan Terbaik Atasi Hepatitis. http://b3d70.wordpress.com/
2007/03/23/pilihan-terbaik-atasi-hepatitis/. [23 Nopember 2007]

Sukirno. 2007. Efek Pemberian Ekstrak Dan Minyak Buah Merah (Pandanus
conoideus Lam.) Terhadap Toksisitas Dan Proliferasi Sel Limfosit
Manusia Secara In Vitro. Tesis. Sekolah Pasca Sarjana, IPB, Bogor.

Sumampouw AGO. 2003. Colon Hidroterapi. http://www.medikaholistik.com
/2033/2004/11/28/medika.html?xmodule=document_detail&xid=17.
[26 Januari 2008]

Susanti. 2006. Karakterisasi Ekstrak Buah Merah (Pandanus conoideus Lam.) dan
Uji Biologis terhadap Proliferasi Sel Limfosit Mencit. Skripsi. Fakultas
Teknologi Pertanian, IPB, Bogor.

Swenson MJ. 1984. Secretory Functions of The Gastrointestinal Tract in Dukes
Physiology of Domestic Animal. Ed ke-10. Cornell University Press,
London.

Thieme JG. 1968. Coconut oil processing. Food and Agricultural Organization.
Agricultural Development Cultural paper no 89, Rome.

Thomson dan Weil CS. 1952. Tables for Convenient Calculation of Median
Effective Dose (LD
50
or ED
50
) and Instructions in Their Use. Biometrics
8:249-263.


Tizard IR. 1988. Veterinary Immunology An Introduction 3
rd
Edition. Universitas
Airlangga Press, Surabaya.

Winarno FG. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Penerbit PT.Gramedia, Jakarta.

___________. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Penerbit PT.Gramedia, Jakarta.

Wirawan R, Immanuel, dan Dharma. 1983. Penilaian Hasil Pemeriksaan Tinja.
Cermin Dunia Kedokteran No.30, Fakultas Kedokteran UI, Jakarta.

























































































Lampiran 1. Hasil penimbangan berat badan mencit perlakuan fraksi air dan
minyak buah merah dosis 5-137200 mg/kgBB selama masa
adaptasi


Sampel : Fraksi Air
Dosis
(mg/kgBB)
Ulangan ke- Rata-rata berat badan mencit (g)
Hari ke-1 Hari ke-3 Hari ke-5 Hari ke-7
5
1 16.58 18.02 21.44 22.52
2 16.21 18.09 21.36 22.43
50
1 16.02 18.14 20.86 21.88
2 15.94 17.62 20.24 21.56
500
1 15.80 17.72 20.31 21.16
2 15.53 16.87 19.87 20.74
5000
1 15.78 17.25 20.04 21.51
2 15.44 16.82 19.88 20.90
50000
1 15.67 17.07 19.94 20.96
2 15.50 16.86 19.76 20.84
70000
1 15.84 17.36 20.04 21.88
2 15.61 17.08 21.19 22.91
98000
1 15.81 17.30 19.34 20.42
2 15.74 17.12 19.16 20.33
137200
1 15.70 17.14 19.22 20.90
2 15.52 17.06 19.14 20.65



Sampel : Fraksi Minyak
Dosis
(mg/kgBB)
Ulangan ke- Rata-rata berat badan mencit (g)
Hari ke-1 Hari ke-3 Hari ke-5 Hari ke-7
5
1 16.57 18.18 20.92 22.06
2 16.41 18.06 20.14 21.74
50
1 16.38 17.87 20.37 21.82
2 16.26 17.75 20.15 21.60
500
1 15.89 17.40 20.04 21.22
2 15.61 17.13 19.89 20.01
5000
1 15.66 17.13 19.95 20.13
2 15.45 16.94 19.98 20.03
50000
1 15.53 17.04 19.93 20.96
2 15.39 16.91 19.88 20.81
70000
1 15.86 17.44 19.98 21.50
2 15.70 17.06 19.21 20.97
98000
1 15.05 16.78 19.28 20.84
2 15.21 16.99 19.54 21.11
137200
1 14.97 16.48 18.96 20.20
2 15.03 16.67 19.12 20.04


Lampiran 2. Hasil penimbangan berat badan mencit perlakuan fraksi air dan
minyak buah merah dosis 5-137200 mg/kgBB selama masa
pengamatan

Sampel : Fraksi Air
Dosis
(mg/kgBB)
Ulangan
ke-
Rata-rata berat badan mencit (g)
Jam ke-
0
Jam ke-
24
Jam ke-
48
Jam ke-
72
Jam ke-
96
5
1 22.52 22.50 23.66 24.79 25.39
2 22.43 22.16 23.30 24.47 25.16
50
1 21.88 21.82 22.92 23.74 24.65
2 21.56 21.68 22.66 23.57 24.42
500
1 21.16 21.12 22.28 23.22 24.16
2 20.74 20.84 22.01 22.96 23.85
5000
1 21.51 21.42 22.57 23.39 24.18
2 20.90 21.03 22.15 23.09 23.87
50000
1 20.96 20.82 21.99 23.09 23.59
2 20.84 20.71 21.86 22.87 23.36
70000
1 21.88 21.70 22.50 23.42 23.72
2 22.91 21.46 22.37 23.19 23.81
98000
1 20.42 20.23 21.50 22.89 23.47
2 20.33 20.14 21.32 22.36 23.29
137200
1 20.90 20.27 21.16 22.10 22.92
2 20.65 20.03 20.99 22.06 22.87



Sampel : Fraksi Minyak
Dosis
(mg/kgBB)
Ulangan
ke-
Rata-rata berat badan mencit (g)
Jam ke-
0
Jam ke-
24
Jam ke-
48
Jam ke-
72
Jam ke-
96
5
1 22.06 21.56 22.46 23.33 24.12
2 21.74 21.44 22.39 23.16 23.82
50
1 21.82 21.04 22.00 22.86 23.50
2 21.60 20.89 21.87 22.76 23.45
500
1 21.22 20.02 20.71 21.35 21.91
2 20.01 19.85 20.83 21.47 22.07
5000
1 20.13 18.14 18.90 19.56 20.69
2 20.03 17.98 18.79 19.43 20.55
50000
1 20.96 18.36 19.05 19.61 20.38
2 20.81 18.02 18.70 19.26 20.05
70000
1 21.50 18.89 19.68 20.78 21.50
2 20.97 18.60 19.33 20.43 21.13
98000
1 20.84 16.73 17.72 18.90 19.88
2 21.11 16.81 17.75 18.96 19.65
137200
1 20.20 16.72 17.32 18.00 18.88
2 20.04 16.69 17.27 17.94 18.67

Lampiran 3. Hasil analisis sidik ragam pengaruh dosis terhadap perubahan berat
badan mencit perlakuan fraksi air buah merah dosis 5-137200
mg/kgBB






















Lampiran 4. Hasil analisis sidik ragam pengaruh dosis terhadap perubahan berat
badan mencit perlakuan fraksi minyak buah merah dosis 5-137200
mg/kgBB





















ANOVA
perubahan berat badan (gram)
,280 7 ,040 9,548 ,002
,034 8 ,004
,314 15
Between Groups
Within Groups
Total
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
ANOVA
perubahan berat badan (gram)
1,417 7 ,202 8,059 ,004
,201 8 ,025
1,618 15
Between Groups
Within Groups
Total
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.













Lampiran 5. Hasil analisis beda duncan pengaruh dosis terhadap perubahan
berat badan mencit untuk perlakuan fraksi air buah merah dosis
5-137200 mg/kgBB




































perubahan berat badan (gram)
Duncan
a
2 ,3425
2 ,5300
2 ,6438 ,6438
2 ,7000
2 ,7038
2 ,7050
2 ,7513
2 ,7637
1,000 ,117 ,125
dosis (mg/kgBB)
70000
137200
50000
5
50
5000
98000
500
Sig.
N 1 2 3
Subset for alpha =.05
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Uses Harmonic Mean Sample Size =2,000.
a.

Lampiran 6. Hasil analisis beda duncan pengaruh dosis terhadap perubahan
berat badan mencit untuk perlakuan fraksi minyak buah merah
dosis 5-137200 mg/kgBB


























perubahan berat badan (gram)
Duncan
a
2 -,3363
2 -,3025
2 ,0200 ,0200
2 ,0975 ,0975
2 ,1350 ,1350 ,1350
2 ,3438 ,3438 ,3438
2 ,4413 ,4413
2 ,5175
,063 ,091 ,076 ,053
dosis (mg/kgBB)
137200
98000
70000
50000
5000
500
50
5
Sig.
N 1 2 3 4
Subset for alpha =.05
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Uses Harmonic Mean Sample Size =2,000.
a.

Anda mungkin juga menyukai