Disusun Oleh:
Aditya Yudha Ramdhoni (20110210058)
LAPORAN MAGANG
Yogyakarta,
Pembimbing Lapangan
Oktober 2014
Pembimbing Utama,
Ir haryono MP
NIP 196503301991031002
Mengetahui,
Ketua Program Studi Agroteknologi
Fakultas Pertanian
KATA PENGANTAR
Balai Penelitian Tanah, yang telah membimbing penulis selama melaksanakan magang ini.
Bapak Jumena, serta seluruh teknisi di lab. Biologi yang tidak dapat penulis sebutkan satu
persatu yang telah membantu mengarahkan penulis dalam mengerjakan segala kegiatan
pembaca pad umumnya. Penulis sadar bahwa apa yang telah lakukan jauh dari sempurna. Bukan
manusia rasanya jika tak pernah berbuat lupa dan salah.
Mohon maaf atas segala kekurangan dan kekhilafan yang telah penulis perbuat karena
kesempurnaan datangnya dari Allah SWT dan kehinaan, kekhilafan, serta kesalahan datangnya
dari penulis pribadi. Oleh karena itu, kritik dan saran dari berbagai pihak sangat penulis harapkan
untuk memperbaiki kekurangan laporan magang ini.
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Yogyakarta,
Oktober 2014
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN PENGESAHAN.........................................................................................................ii
KATA PENGANTAR.....................................................................................................................iii
DAFTAR ISI....................................................................................................................................v
DAFTAR TABEL...........................................................................................................................vi
DAFTAR GAMBAR.....................................................................................................................vii
I.
PENDAHULUAN......................................................................................................................
A. Latar Belakang.....................................................................................................................
B. Tujuan Magang....................................................................................................................
Alat..................................................................................................................................
2.
Bahan...............................................................................................................................
C. Alur Kerja............................................................................................................................
III. KONDISI DAN LOKASI MAGANG.......................................................................................
A. Profil Lokasi Magang..........................................................................................................
B. Visi dan Misi........................................................................................................................
1.
Visi...................................................................................................................................
2.
Misi..................................................................................................................................
Unit Kerja........................................................................................................................
2.
Program Kerja.................................................................................................................
LAMPIRAN......................................................................................................................................
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
I.
PENDAHULUAN
II.
A. Latar Belakang
III.
yang memiliki C/N ratio tinggi seperti jerami dan tandan kosong kelapa sawit. Mikroba
pendregadasi limbah organik yang banyak digunakan adalah dari kelompok fungi yang
memiliki aktivitas selulolitik, hemiselulolitik, serta lipotik yang sangat tinggi. Untuk
lebih mempercepat pengomposan serta meningkatkan hara pada kompos, dapat dilakukan
dengan menambah kultur bakteri penambat nitrogen pada dekmposer tersebut. Penelitian
yang dilakukan oleh Rasal et al. (1990) serta Shinde et al. (1990) membuktuikan bahwa
aplikasi dekomposer yang diperkaya dengan bakteri penambat nitrogen pada limbah
jerami, gulma, serta seresah daun tebu ternyata mampu mempercepat laju pengomposan
dan meningkatkan hara nitrogen kompos. Selain itu Ekawati (2003) jua membuktikan
bahwa pengomposan dengan kultur campuran mikroba selulolitik dengan bakteri
penambat nitrogen dapat mempercepat pengomposan dengan kultur campuran mikroba
selulolitik dengan bakteri penambat nitrogen dapat mempercepat pengomposan yaitu 3
minggu lebih cepat, dan kompos menjadi lebih matang karena adanya ketersediaan
nitrogen berasal dari bakteri penambat N. Waktu tiga minggu ini sangat berarti bagi
petani untuk mengantisipasi terbatasnya waktu penyimpanan lahan untuk penanaman
berikutnya.
IV.
V.
B. HIPOTESA
VI.
bakteri
penambat
nitrogen
dapat
mempercepat
XIII.
XIV.
XV.
XVI.
XVII.
Jerami
Perumusan masalah
potensial dan mudah didapatkan sehingga dapat dimanfaatkan kembali sebagai sumber pupuk
bagi tanaman. Penggunaan jerami padi, juga sangat berpotensi untuk digalakkan sebagai
sumber bahan organik insitu di lahan persawahan. Namun kadar hara jerami, terutama N
sangat rendah, dan agak sukar lapuk. Akan tetapi jerami mengandung silikat (Si) cukup
tinggi, yang jarang ditambahkan petani ke lahan persawahan serta kurang didapat pada bahan
organik lainnya. Dari tulisan Darmawan et al (2007), kadar silikat (Si) tanah sawah utama
sudah berkurang dari 1,646 581 kg SiO2 ha-1 menjadi 1,283 533 kg SiO2 ha-1 (-22 %)
dari tahun 1970 sampai 2006 di Jawa.
XVIII.
XIX.
Tandan kosong kelapa sawit dapat dimanfaatkan sebagai sumber pupuk organik
yang memiliki kandungan unsur hara yang dibutuhkan oleh tanah dan tanaman. Tandan
kosong kelapa sawit mencapai 23% dari jumlah. Pemanfaatan Limbah kelapa sawit tersebut
sebagai alternatif pupuk organik juga akan memberikan manfaat lain dari sisi ekonomi.
XX.
XXI.
C. Tujuan Magang
XXII.
XXIII.
a.
Mengetahui teknik dan tata cara penelitian yang baik dan benar.
XXIV.
b.
siap
XXV.
XXVI.
c.
XXVII.
d.
XXVIII.
XXIX.
XXX.
XXXI.
2
XXXII.
XXXIII.
XXXIV.
XXXV.
XXXVI.
XXXVII.
XXXVIII.
METODE PELAKSANAAN
XXXIX.
A. Waktu dan Tempat
XL.Kegiatan magang ini dilaksanakan di Lab. Biologi Balai Penelitian pada tanggal 11
Agustus 2014 sampai dengan 11 Oktober 2014 atau setara dengan 324 jam kerja efektif.
XLI.
B. Alat dan Bahan
XLII.
a. Bahan
b. Alat : Termometer raksa, tali rafia, bambu, plastik hitam, slang air, plastik untuk
XLIV.
inokulan,
XLV.
XLVI.
C. Metode Penelitian
Mikroba dekomposer yang akan di uji adalah fungi-fungi selulolitik yang telah
diisolasi sebelumnya dan diketahui memiliki aktivitas selulolitik yang tinggi yang
diperkaya dengan bakteri penambat nitrogen yang mempunyai aktivitas nitrogenase
tinggi. Limbah organik berlimpah yang akan dikomposkan adalah: tandan kosong kelapa
sawit, blotong gula rafinasi, dan jerami.
XLVII.
Pengujian akan dilakukan dirumah kaca menggunakan bak yang dibuat dari
bambu dan dibatasi oleh plastik hitan atau terpal. Percobaan terdiri atas dua faktor
menggunakan Rancangan Acak Kelompok dan di ulang sebanyak tiga kali.
XLVIII.
L.
LI.
LII.
LIII.
A. Sejarah dan Perkembangan Balai Penelitian Tanah
LIV. Balai penelitian tanah (Balittanah) merupakan lembaga penelitian yang awalnya
didirikan oleh pemerintahan Belanda dimasa penjajahan, namun seiring berkembang
zaman berganti nama dan berubah struktur organisasi. Sejarahnya dimulai ketika tahun
1905 Hindia-Belanda mendirikan sebuah Laboratorium Voor Agrogeologie en Grond
Onderzoek yang merupakan bagian dari Plantentuin (sekarang Kebun Raya Bogor).
Tahun 1930, kemudian berubah menjadi Bodemkundig Institut. Tahun 1942, pada masa
pemerintahan Jepang berubah nama menjadi Dozyoobu dan ketika Negara Republik
Indonesia baru saja diproklamirkan nama Bodemkundig Institut kembali digunakan.
Tahun 1950, berganti nama menjadi Balai Penyelidikan Tanah dan kemudian pada tahun
1960 berganti menjadi Lembaga Penyelidikan Tanah.
LV. Setahun kemudian, berubah nama menjadi Penyelidikan Tanah dan Pemupukan
yang selanjutnya menjadi Lembaga Penelitian Tanah pada tahun 1967. Setelah itu, pada
tahun 1981 menjadi Pusat Penelitian Tanah kemudian pada tahun 1990 mandat penelitian
meluas kebidang agroklimatologi dan namanya berubah menjadi Pusat Penelitian Tanah
dan Agroklimat. Tahun 2001, mendapat mandat untuk pengembangan sehingga menjadi
Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat kemudian pada tahun 2006
mendapat mandat untuk meningkatkan kinerja sehingga berubah nama menjadi Balai
Besar Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Lahan Pertanian. Berdasarkan SK
Menteri Pertanian: 08/pemerintahan/OT.140/3/2006, pada tanggal 1 Maret 2006 dibentuk
tiga balai dan satu lokasi penelitian yang merupakan unit pelaksanaan teknis dari Balai
4
Besar Penelitian Tanah dan Pengembangan Sumber Daya Lahan Pertanian. Balai-balai
tersebut adalah Balai Penelitian Tanah di Bogor, Jawa Barat, Balai Penelitian Pertanian
Lahan Rawa di Banjarbaru, dan Lokasi Penelitian Pencemaran Lingkungan Pertanian di
Jakenan, Jawa Tengah.
LVI.
LVII.
LVIII.
LIX.
LX.
LXI.
B. Struktur Organisasi
LXII.
LXIII.
LXIV.
KEPALA BALAI
SUB BAGIAN
TATA USAHA
SEKSI JASA
PELAYANAN
TEKNIK
SEKSI JASA
PENELITIAN
LXV.
LXVI.
LXVII.
LXVIII.
LXIX.
LXX.
Visi
LXXI.
LXXII.
LXXIII.
LXXIV.
LXXV.
LXXVI.
Misi
1
2
3
4
berintegritas.
LXXVII.
LXXVIII.
LXXIX.
pengelolaan sumber daya tanah untuk mendukung pembangunan pertanian dan menjaga
kelestariannya. Balittanah menyelenggarakan fungsi sebagai inventaris dan evaluasi potensi
sumber daya tanah, penelitian konversi tanah, penelitian kesuburan tanah dan pemupukan,
penelitian biologi tanah, penelitian aplikasi teknik penginderaan jauh dan sistem informasi
geografi, pemberian pelayanan teknis penelitian tanah serta penyebarluasan informasi dan hasil
penelitian tanah.
LXXX.
8
LXXXI.
Penyelesaian hasil analisis lebih dari 10.000 contoh tiap tahun merupakan proses
LXXXV.
LXXXVI.
LXXXVII.
A. Hasil
a. Penambahan Aktivator
b. Suhu harian
c. C/N ratio
d. pH
e.
N,P,K total
LXXXVIII.
LXXXIX.
XC.
XCI.
XCII.
XCIII.
XCIV.
XCV.
XCVI.
XCVII.
XCVIII.
XCIX.
C.
CI.
CII.
CIII.
CIV.
CV.
CVI.
CVII.
CVIII.
CIX.
CX.
CXI.
CXII.
CXIII.
CXIV.
CXV. 1. Penambahan aktivator
CXVI.
Aktivator yang digunakan adalah Orlitani bioaktivator menggunakan bahan aktif dari
Trichoderma harzianum dan T. koningii. Strain-strain tersebut berasal dari alam Indonesia yang
10
memiliki daya adaptasi dan kompetisi saprofitik yang tinggi. Bioaktivator Orlitani mampu
mempercepat proses dekomposisi limbah pertanian, misalnya jerami padi dan serasah tanaman
lainnya dalam waktu 2-4 minggu
CXVII.
CXVIII.
2. Suhu
Pengaturan suhu merupakan faktor penting dalam pengomposan. Salah satu faktor yang
sangat menentukan suhu adalah tingginya tumpukan. Tumpukan lahan yang terlalu rendah akan
berakibat cepatnya kehilangan panas. Ini disebabkan tidak adanya cukup material untuk menahan
panas yang dilepaskan sehingga mikroorganisma tidak akan berkembang secara wajar.
Sebaliknya bila timbunan terlalu tinggi, akan terjadi kepadatan bahan organic yang diakibatkan
oleh berat bahan sehingga suhu menjadi sangat tinggi dan tidak ada udara di dalam timbunan.
Tinggi timbunan yang memenuhi syarat adalah 1,2 2,0 meter dan suhu ideal selama proses
pengomposan adalah 40 derajat-60 derajat C.
CXIX.
Tingginya suhu awal kompos diduga akibat telah terjadinya proses dekomposisi
sebelum pengomposan dilakukan. Suhu kemudian menurun pada hari ke-3 setelah pengomposan
akibat dilakukannya penyiraman dan pembalikan kompos di awal pengomposan. Keadaan
kompos yang terbuka pada hari ke-10 setelah pengomposan, mengakibatkan siklus aerase yang
cukup bebas sehingga menyebabkan panas yang dihasilkan mudah hilang pada tumpukan
kompos.
CXX.
CXXII.
CXXIII. CXXIV. CXXV. CXXVI. CXXVII.CXXVIII. CXXIX. CXXX. CXXX
CXXXVIII.
CXXXIX.
CXL.
CXLI. CXLII. CXLIII. CXLIV. CXLV. CXLVI. CXLVII. CXLV
CLVI. CLVII. CLVIII.
CLIX. CLX.
CLXI. CLXII. CLXIII. CLXIV. CLXV
CLXXII.
CLXXIII. CLXXIV.
CLXXV.CLXXVI.CLXXVII.
CLXXVIII. CLXXIX. CLXXX. CLXXXI. CLXXXIC
CLXXXIX. CXC.
CXCI.CXCII.
CXCIII.CXCIV. CXCV. CXCVI. CXCVII. CXCVIII. CXCIX
CCVII.
CCVIII.
CCIX. CCX.
CCXI. CCXII. CCXIII. CCXIV. CCXV. CCXVI.
CCXXIII.
CCXXIV. CCXXV.CCXXVI. CCXXVII.
CCXXVIII.CCXXIX. CCXXX.CCXXXI.CCXXXII.
CCXXXIII.
C
CCXLI. CCXLII. CCXLIII. CCXLIV. CCXLV. CCXLVI.
CCXLVII.CCXLVIII. CCXLIX.
CCL.
CCLVII.
CCLVIII. CCLIX.
CCLX.CCLXI. CCLXII. CCLXIII. CCLXIV. CCLXV. CCLXVI.CCLXVIIC
CCLXXIV.
CCLXXV.
CCLXXVI.
CCLXXVII.
CCLXXVIII.
CCLXXIX.CCLXXX.
CCLXXXI.
CCLXXXII.
CCLXXXIII.
CCLXXXIV
C
CCXCI.
CCXCII. CCXCIII.
CCXCIV. CCXCV.CCXCVI.CCXCVII.
CCXCVIII. CCXCIX.
CCC.
CCCI.
CCCVIII.CCCIX. CCCX.
CCCXI. CCCXII. CCCXIII.
CCCXIV. CCCXV.CCCXVI.CCCXVII.
CCCXVIII.
CCCXXV.
CCCXXVI.
CCCXXVII.
CCCXXVIII.
CCCXXIX.CCCXXX.
CCCXXXI.
CCCXXXII.
CCCXXXIII.
CCCXXXIV.
CCCXXXV
CC
CCCXLII.
CCCXLIII. CCCXLIV.
CCCXLV.CCCXLVI.
CCCXLVII.CCCXLVIII.
CCCXLIX. CCCL. CCCLI. CCCLII.
11
CCCLIX.
CCCLX. CCCLXI. CCCLXII.
CCCLXIII.CCCLXIV.CCCLXV.
CCCLXVI.
CCCLXVII.
CCCLXVIII.CCCLXIX.
CCCLXXVI.
CCCLXXVII.
CCCLXXVIII.CCCLXXIX.
CCCLXXX.
CCCLXXXI.
CCCLXXXII.
CCCLXXXIII.
CCCLXXXIV.
CCCLXXXV.
CCCLXXXVI.
CCCL
CCCXCIII.
CCCXCIV.CCCXCV.
CCCXCVI.
CCCXCVII.
CCCXCVIII.
CCCXCIX.
CD.
CDI.
CDII.
CDIII.
CDXI. CDXII. CDXIII.
CDXIV.CDXV.
CDXVI.
CDXVII.CDXVIII. CDXIX. CDXX
CDXXVII.
CDXXVIII.CDXXIX. CDXXX.
CDXXXI.CDXXXII.
CDXXXIII.
CDXXXIV.CDXXXV.
CDXXXVI.
CDXXXVII.
CD
CDXLIV.
CDXLV.CDXLVI.CDXLVII.CDXLVIII. CDXLIX. CDL.
CDLI. CDLII. CDLIII. CDLIV
CDLXI.
Pengamatan suhu harian jerami dan tangkos
CDLXII.
CDLXIII.
CDLXIV. Tabel 1. Rata-rata suhu harian
CDLXV.
12
CDLXVI.
CDLXVII.
CDLXVIII.
3. Pengamatan harian
Selama masa fermentasi akan terjadi proses pelapukan dan penguraian jerami dan
tandan kosong sawit menjadi kompos. Selama waktu fermentasi ini akan terjadi perubahan fisik
dan kimiawi jerami dan tangkos. Proses pelapukan ini dapat diamati secara visual antara lain
dengan peningkatan suhu, penurunan volume tumpukan jerami, dan perubahan warna.
CDLXIX.
Suhu tumpukan jerami dan tangkos akan meningkat dengan cepat sehari/dua hari
setelah inkubasi. Suhu akan terus meningkat selama beberapa minggu dan suhunya dapat
mencapai 40-60o C. Pada saat suhu meningkat, mikroba akan dengan giat melakukan
penguraian/dekomposisi. Akibat penguraian jerami dan tangkos, volume tumpukan akan
menyusut. Penyusutan ini dapat mencapai 50% dari volume semula. Sejalan dengan itu warna
juga akan berubah menjadi coklat kehitam-hitaman. Namun keadaan yang terjadi dilapangan,
suhu pada tingkat meningkat pada hari pertama maupun kedua, dan setlah hari ketiga sampe hari
ke lima belas, suhu pengomposan stabil atau tidak mengalami peningkatan yang signifikan. Suhu
kompos berkisar 40-45oC.
CDLXX.
CDLXXI.
Kompos jerami biasanya kurang air pada bagian tengahnya. Jika setelah dua atau
tiga hari tidak terjadi peningkatan suhu, atau tidak terjadi penyusutan volume selama proses
fermentasi kemungkinan proses penguraian mengalami hambatan. Proses penguraian berjalan
lambat atau bahkan tidak berlangsung sama sekali
CDLXXII.
Apabila tumpukan jerami kering, tambahkan air secukupnya. Lakukan pembalikan, untuk
meratakan suhu pada saat pengomposan. Untuk pembalikan ini biasanya setiap satu minggu
sekali.
CDLXXIII.
CDLXXIV.
4. C/N Ratio
CDLXXV.
Parameter nutrien yang paling penting dalam proses pembuatan kompos adalah unsur
karbon dan nitrogen. Dalam proses pengurai terjadi reaksi antara karbon dan oksigen sehingga
menimbulkan panas (CO2). Nitrogen akan ditangkap oleh mikroorganisme sebagai sumber
makanan. Apabila mikroorganisme tersebut mati, maka nitrogen akan tetap tinggal dalam
kompos sebagai sumber nutrisi bagi makanan. Besarnya perbandingan antara unsur karbon
13
dengan nitrogen tergantung pada jenis sampah sebagai bahan baku. Perbandingan C dan N yang
ideal dalam proses pengomposan yang optimum 20 : 1
CDLXXVI.
CDLXXVII.
CDLXXVIII.
5. pH
CDLXXIX.
Derajat keasaman (pH) ideal dalam proses pembuatan kompos secara aerobik berkisar
pada pH netral (6 8,5), sesuai dengan pH yang dibutuhkan tanaman. Pada proses awal,
sejumlah mikroorganisme akan mengubah sampah organik menjadi asam-asam organik,
sehingga derajat keasaman akan selalu menurun. Pada proses selanjutnya derajat keasaman akan
meningkat secara bertahap yaitu pada masa pematangan, karena beberapa jenis mikroorganisme
memakan asam-asam organik yang terbentuk tersebut.
CDLXXX.
Derajat keasaman dapat menjadi faktor penghambat dalam proses pembuatan kompos,
yaitu dapat terjadi apabila :
CDLXXXI. pH terlalu tinggi (di atas 8) , unsur N akan menguap menjadi NH3. NH3 yang
terbentuk akan sangat mengganggu proses karena bau yang menyengat. Senyawa ini dalam
kadar yang berlebihan dapat memusnahkan mikroorganisme.
CDLXXXII. pH terlalu rendah (di bawah 6), kondisi menjadi asam dan dapat menyebabkan
kematian jasad renik.
CDLXXXIII.
CDLXXXIV.
6. N,P,K total
CDLXXXV.
CDLXXXVI.
CDLXXXVII.
CDLXXXVIII.
CDLXXXIX.
CDXC.
CDXCI.
CDXCII.
CDXCIII.
CDXCIV.
CDXCV.
CDXCVI.
CDXCVII.
CDXCVIII.
CDXCIX.
D.
DI.
DII.
DIII.
DIV.
14
DV.
Kesimpulan
DVI.
Kompos merupakan hasil penguraian parsial/tidak lengkap dari campuran bahan-bahan
organik yang dapat dipercepat secara artifisial oleh populasi berbagai macam mikroba
dalam kondisi lingkungan yang hangat, lembab, dan aerobik atau anaerobik.
Kompos yang telah matang ditandai dengan warnanya yang berubah menjadi
coklat
kehitaman menyerupai tanah, tidak berbau, teksturnya menyerupai tanah (remah), suhu
pupuk mendekati suhu ruang dari kenaikan suhu yang terjadi sebelumnya dan kelembaban
kompos matang sekitar 30 %.
Pemanfaatan limbah organik menjadi kompos akan mengurangi ketergantungan terhadap
penggunaan pupuk kimia dan memperbaiki kondisi lingkugan tanah.
DVII.
DVIII.
DIX.
DX.
DXI.
DXII.
DXIII.
DXIV.
DXV.
DXVI.
DXVII.
DXVIII.
DXIX.
DXX.
DXXI.
DXXII.
DXXIII.
DXXIV.
15
DXXVI.
DXXV.
Daftar Pustaka
Anonymous, 2009. http://pdpasartohaga.wordpress.com/kajian-management-instalasipengolahan-sampah-organik-ipso/jerami-dapat-mensubstitusi-pupuk-KCl/. Diakses pada 28
September 2014
DXXVII.
DXXVIII.
Abymosaurus, http://kompasiana.Kompos Jerami untuk Solusi Kebutuhan Pupuk Petani
Murah, Mudah, & Cepat/. Diakses pada 28 September 2014
DXXIX.
DXXX.
Anonymous,2009.http://balittanah.litbang.deptan.go.id/dokumentasi/buku/pupuk3/pupukhija
u.pdf. Diakses pad 30 September 2014
DXXXI.
DXXXII.
Firmansyah, A. 2010 http://kalteng.litbang.deptan.go.id/ind/images/data/teknik-kompos.pdf.
Diakses pada tanggal 30 September 2014
DXXXIII.
DXXXIV.
Indra, 2008. http://petroganik.blogspot.com/2008/06/pembuatan-kompos-dari-tandankosong.html. Diakses pada tanggal 30 September 2014
DXXXV.
DXXXVI.
DXXXVIII.
DXL.
DXLI.
DXLII.
DXLIII.
DXLIV.
DXLV.
DXLVI.
DXLVII.
DXLVIII.
DXLIX.
Lampiran
Tahap Pertama memasukan jerami dan tangkos ke dalam cetakan bambu
DL.
DLI.
DLII.
16
DLIII.
DLIV.
DLV.
DLVI.
Gambar 1.
Gambar 2.
Gambar 3.
aktivator
DLVII.
DLVIII.
DLIX.
DLX.
DLXI.
DLXII.
Gambar 4.
Gambar 5.
Gambar 6.
Penaburan aktivator/inokulan (diulang 3kali)
DLXIII.
DLXIV.
DLXV.
DLXVI.
DLXVII.
Gambar 7.
Gambar 8.
Gambar 9.
Tutup dengan penutup dari plastik hitam.
DLXVIII.
DLXIX.
DLXX.
DLXXI.
DLXXII.
DLXXIII.
Gambar 10.
Gambar 11
DLXXIV.
Pengamatan suhu harian (minggu pertama)
17
DLXXV.
DLXXVI.
DLXXVII.
DLXXVIII.
DLXXIX.
DLXXX.
Gambar 12.
Gambar 13.
Gambar 13.
Gambar 15.
Gambar 14.
DLXXXVIII.
Pengamatan suhu, pH dan pembalikan kompos (minggu ke 3)
DLXXXIX.
DXC.
DXCI.
DXCII.
DXCIII.
DXCIV.
Gambar 16.
Gambar 17.
Gambar 18.
DXCV.
DXCVI.
DXCVII.
DXCVIII.
DXCIX.
DC.
DCI.
Pengamatan suhu, pH dan pembalikan kompos (minggu ke 4)
18
DCII.
DCIII.
DCIV.
DCV.
DCVI.
Gambar 19.
Gambar 20.
Gambar 22.
DCVII.
Sampel
DCVIII.
DCIX.
DCX.
DCXI.
DCXII.
DCXIII.
19
Gambar 21.