KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2004-2012 KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN 2013 DAFTAR ISI I. PENDAHULUAN............................................................................................................... 1 II.KEBIJAKAN UMUM INDUSTRI MANUFAKTUR TAHUN 2005-2014 .............................. 5 A. ARAH KEBIJAKAN INDUSTRI PADA RPJPN 2005-2025 .......................................... 5 B. ARAH KEBIJAKAN INDUSTRI PADA RPJMN 2005-2009 ......................................... 6 C. KEBIJAKAN INDUSTRI NASIONAL (KIN) ................................................................. 9 D. ARAH KEBIJAKAN INDUSTRI PADA RPJMN 2010-2014 ....................................... 10 E. AKSELERASI INDUSTRIALISASI 2012-2014 ........................................................... 12 III. KINERJA PENGEMBANGAN INDUSTRI MANUFAKTUR TAHUN 2004-2012 ........... 13 A. KINERJA MAKRO INDUSTRI TAHUN 2004-2012 .................................................... 13 B. KINERJA PENGEMBANGAN INDUSTRI PRIORITAS TAHUN 2004-2012 .............. 20 1. Program Revitalisasi dan Pengembangan Basis Industri Manufaktur ................... 20 2. Program Revitalisasi dan Penumbuhan Industri Agro .......................................... 35 3. Program Penumbuhan Industri Unggulan Berbasis Teknologi Tinggi ................... 44 4. Program Pengembangan Industri Kecil dan Menengah ....................................... 53 C. KINERJA PROGRAM PENDUKUNG PELAKSANAAN PROGRAM PRIORITAS TAHUN 2004-2012 .................................................................................................... 59 1. Program Pengkajian Kebijakan, Iklim dan Mutu Industri ....................................... 59 2. Program Pengembangan Perwilayahan Industri .................................................. 68 3. Program Kerjasama Industri Internasional ............................................................ 72 4. Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya ............ 78 5. Peningkatan akuntabilitas Keuangan dan Reformasi Birokrasi .............................. 88 Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 1 I. PENDAHULUAN Secara umum perkembangan ekonomi Indonesia periode 1999-2005 atau pasca krisis ekonomi Asia telah mulai membaik karena adanya pengaruh positif dari berbagai faktor, antara lain: perkembangan ekonomi dunia yang cukup baik, perkembangan sosial politik dalam negeri yang kondusif serta situasi moneter yang stabil. Hal ini tidak terlepas dari berbagai kebijakan yang diterapkan Pemerintah pada saat itu, seperti kebijakan moneter yang ketat yang ditujukan untuk menyerap likuiditas agar tidak menahan tekanan terhadap inflasi dan nilai tukar rupiah, penyelesaian masalah perburuhan, dan lain sebagainya. Jika dilihat dari kebijakan makro ekonomi Pemerintah baik dari sudut kebijakan fiskal maupun moneter, dapat terlihat bahwa sektor industri memegang peranan strategis dalam upaya mencapai sasaran pembangunan ekonomi. Pembangunan sektor industri menjadi sangat penting karena kontribusinya terhadap pembentukan PDB sangat besar. Pada tahun 2004-2012, industri pengolahan (migas dan non-migas) memberikan kontribusi yang signifikan terhadap PDB, dimana pada tahun 2004 mencapai 28,07% dan pada tahun 2012 sebesar 23,98%. Meskipun mengalami penurunan, peranan sektor industri pengolahan terhadap PDB tetap yang paling besar, diikuti sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan sebesar 14,44%, sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 13,90%, pertambangan dan penggalian sebesar 11,78%, sektor jasa-jasa sebesar 10,78%, serta sektor konstruksi/bangunan sebesar 10,45%. Sektor industri mampu berperan besar dalam mendorong pertumbuhan ekonomi (prime mover) karena kemampuannya dalam peningkatan nilai tambah yang tinggi. Industri juga dapat membuka peluang untuk menciptakan dan memperluas lapangan pekerjaan, yang berarti meningkatkan kesejahteraan serta mengurangi kemiskinan. Dengan jumlah tenaga kerja pada tahun 2012 sekitar 14 juta orang (termasuk industri mikro, kecil dan menengah), tenaga kerja sektor industri turut memberikan kontribusi sebesar 12-13% terhadap total tenaga kerja nasional. Peran strategis dalam pembangunan ekonomi nasional juga tercermin dari dampak kegiatan ekonomi sektor riil bidang industri dalam komponen konsumsi maupun investasi. Pada tahun 2012, nilai investasi PMDN dan PMA di sektor industri masing-masing memberikan kontribusi sebesar 54,12% terhadap total investasi PMDN dan 47,91% terhadap total investasi PMA di Indonesia. Investasi di sektor industri tersebut akan berperan sebagai pemicu kegiatan ekonomi lain yang berdampak ekspansif atau meluas ke berbagai sektor jasa keteknikan, penyediaan bahan baku, transportasi, distribusi atau perdagangan, pariwisata dan sebagainya. Mengingat peran sektor industri yang sangat besar terhadap perekonomian nasional, maka pembangunan sektor industri, khususnya industri pengolahan non-migas menjadi agenda yang penting. Kebijakan pembangunan industri nasional sejak tahun 1967 hingga saat ini telah mengalami berbagai perkembangan khususnya dalam menghadapi tantangan perekonomian nasional maupun internasional yang menyertainya. Pada periode rehabilitasi dan stabilitasi (tahun 19671972), serta periode terjadinya booming minyak (tahun 1973 1981), kebijakan yang diterapkan adalah mendorong tumbuhnya industri substitusi impor, seperti industri tekstil dan produk tekstil (TPT), kertas, semen, makanan dan minuman. Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 2 Dengan membaiknya harga minyak (oil boom), Pemerintah melakukan investasi pada berbagai BUMN dan mengupayakan agar industri mampu mencapai tingkat pertumbuhan yang tinggi. Hal itu tentunya dengan harapan selain dapat menghasilkan produk-produk konsumsi untuk mensubstitusi barang impor, juga dapat menimbulkan dampak pembangunan kepada kegiatan-kegiatan ekonomi lainnya yang terkait (trickle-down effect). Peran Pemerintah yang tinggi tidak terlepas masih terbatasnya kemampuan swasta nasional. Dengan melemahnya harga minyak pada era tahun 19821996, kebijakan dari tujuan yang semula hanya untuk pengembangan industri substitusi impor, dikembangkan dengan menambah misi baru dari Pemerintah, yakni pengembangan industri berorientasi ekspor yang harus didukung oleh usaha pendalaman dan pemantapan struktur industri. Kebijakan ini mulai diterapkan pada industri kimia, logam, kendaraan bermotor, industri mesin listrik/peralatan listrik dan industri alat/mesin pertanian. Adapun langkah-langkah kebijakan yang diterapkan sejak tahun 1997 sampai tahun 2004 adalah melaksanakan program Revitalisasi, Konsolidasi dan Restrukturisasi industri. Kebijakan ini ditempuh dengan tujuan untuk mengembalikan kinerja industri yang terpuruk akibat goncangan krisis ekonomi yang berlanjut dengan krisis multidimensi. Industri-industri yang direvitalisasi adalah industri yang mempekerjakan banyak tenaga kerja serta yang memiliki kemampuan ekspor. Setelah itu, kebijakan pembangunan industri tidak lepas dari desain besar pembangunan ekonomi nasional jangka panjang dalam Undang-Undang No.17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025. Lima tahun pertama periode ini merupakan periode pemulihan dan pembangunan kembali sektor industri nasional untuk mencapai visi pembangunan industri nasional jangka panjang. Visi Pembangunan Industri Indonesia pada tahun 2025 sebagaimana tercantum di dalam Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Perindustrian 2010-2014 adalah menjadikan Indonesia sebagai Negara Industri Tangguh di dunia. Untuk mencapai visi tersebut, ditetapkan visi antara untuk tahun 2020 yaitu Indonesia menjadi negara industri maju baru, dan visi tahun 2014 yaitu memantapkan daya saing bagi industri manufaktur yang berkelanjutan (sustainable) serta terbangunnya pilar industri andalan masa depan. Sesuai dengan Visi tahun 2014 di atas, maka misi lima tahun sampai dengan 2014 adalah sebagai berikut: (1) Mendorong peningkatan nilai tambah industri, (2) Mendorong peningkatan perluasan pasar domestik dan internasional, (3) Mendorong peningkatan industri jasa pendukung, (4) Memfasilitasi penguasaan teknologi industri, (5) Memfasilitasi penguatan struktur industri, (6) Mendorong penyebaran pembangunan industri ke luar pulau Jawa, dan (7) Mendorong peningkatan peran IKM terhadap PDB. Untuk mewujudkan visi dan misi tersebut, Pemerintah telah menyusun serangkaian kebijakan dan strategi pembangunan industri melalui Perpres Nomor 28 Tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional (KIN). Dalam rangka pembangunan industri nasional tersebut, strategi yang dilakukan adalah melalui 2 (dua) pendekatan, yaitu pendekatan Top-Down melalui pengembangan 35 klaster industri prioritas, serta pendekatan Bottom-Up melalui penetapan Industri Unggulan Provinsi (IUP) dan Kompetensi Inti Industri Daerah (KIID). Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 3 Implementasi kebijakan pembangunan industri nasional tersebut mesti dilaksanakan dalam kerangka besar pembangunan nasional, sebagaimana dituangkan dalam RPJMN 2010- 2014, dimana pembangunan industri diarahkan untuk mencapai: 1. Pertumbuhan Industri, melalui pengembangan dan penguatan 35 klaster industri prioritas (pro growth); 2. Pemerataan Industri, melalui pengembangan dan penguatan industri kecil dan menengah (pro growth dan pro job); 3. Persebaran Industri, melalui pengembangan industri unggulan di 33 provinsi dan Kompetensi Inti Industri Kabupaten/Kota (pro job dan pro poor); serta 4. Menjaga Keseimbangan Lingkungan, melalui pengembangan industri hijau (pro environment). Sejak periode pemerintahan Kabinet Indonesia Bersatu I tahun 2004 hingga saat ini, Pemerintah telah menjalankan RPJMN tahun 2005-2009 dan sedang menjalankan RPJMN 2010-2014. Pada kurun waktu tersebut, pembangunan di sektor industri telah dilaksanakan oleh Kementerian Perindustrian melalui berbagai program dan kegiatan, baik program pengembangan industri prioritas maupun program pendukung pelaksanaan program prioritas, dengan hasil-hasil utama yang dicapai pada tahun 2004-2012 antara lain sebagai berikut. Program Revitalisasi dan Penumbuhan Basis Industri Manufaktur menghasilkan: (1) Revitalisasi Industri Pupuk melalui penyediaan suplai gas sebagai bahan baku industri pupuk dan pembangunan pabrik pupuk baru; (2) Peningkatan investasi dan pembangunan pabrik petrokimia butadiena, kosmetika, acrylic acid, asam nitrat, super absorbent polyer, dan pembangunan Center of Excellence Industri Petrokimia di Cilegon, Banten; (3) Terdapat investasi baru industri baja nasional, antara lain di Batu Licin, Cilegon, dan Kulonprogo; serta (4) Restrukturisasi Industri TPT dan Alas Kaki sejak tahun 2007-2012 dengan total nilai bantuan sebesar Rp 976 milyar dan menghasilkan investasi sebesar Rp 9,96 triliun. Pada Program Revitalisasi dan Penumbuhan Industri Agro, hasil-hasil utamanya antara lain: (1) Revitalisasi Industri Gula yang menghasilkan peningkatan jumlah pabrik gula dan jumlah produksi gula kristal rafinasi (GKR) dari 722 ribu ton pada tahun 2005 menjadi 2,74 ton pada tahun 2012; (2) Meningkatnya utilisasi Industri Minyak Goreng/Refinery dalam negeri, pada tahun 2010 hanya sekitar 45% meningkat menjadi 70% pada awal tahun 2012 dan Investasi di bidang industri hilir kelapa sawit dengan total komitmen investasi hingga tahun 2014 mencapai Rp. 20 Triliun; (3) Meningkatnya jumlah industri pengolahan kakao menjadi 16 perusahan di tahun 2012 dengan kapasitas produksi mencapai 660.000 ton/tahun, utilisasi mencapai 60,6% dan mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 4.300 tenaga kerja; (4) Investasi industri karet berupa pembangunan pabrik ban Hankook kapasitas 5,3 juta ban KBM roda 4 per tahun dan 840 ribu ban truk/radial pertahun dengan nilai investasi USD 1,1 miliar di Jawa Barat; serta (5) Meningkatnya ekspor produk furniture rotan pada tahun 2012 mencapai USD 151 juta dibandingkan tahun 2011 yang mencapai USD 128 juta. Sementara itu, Program Revitalisasi dan Penumbuhan Industri Unggulan Berbasis Teknologi Tinggi menghasilkan: (1) Peningkatan investasi dan produksi kendaraan otomotif, menghasilkan peningkatan jumlah penjualan KBM R-2 dari 5,1 juta unit di tahun 2005 menjadi 7,1 juta unit di tahun 2012 dan KBM R-4 dari 533 ribu unit di tahun 2005 menjadi Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 4 1,1 juta unit di tahun 2012; dan (2) Peningkatan kemampuan produksi galangan kapal baru sampai 50 ribu DWT dengan kapasitas produksi 900 ribu DWT pertahun, serta kemampuan perbaikan/reparasi sampai 150 ribu DWT dengan kapasitas reparasi 12 juta DWT pertahun. Khusus mengenai Penumbuhan dan Pengembangan Industri Kecil dan Menengah (IKM), telah dilakukan pembinaan klaster industri di 63 lokasi, pembinaan OVOP pada 127 sentra di 114 lokasi, pelatihan wirausaha baru kepada 5.300 orang dan 18 kelompok usaha, serta bantuan permesinan IKM kepada 222 IKM dengan nilai bantuan Rp 30,61 milyar. Selain itu, hasil-hasil utama untuk program pendukung pelaksanaan program prioritas tahun 2004-2012 antara lain: (1) Telah disusun 645 RSNI dimana 540 di antaranya ditetapkan sebagai SNI dan 210 di antaranya telah menjadi SNI Wajib, serta terfasilitasinya 20 judul litbang untuk mendapatkan HKI (paten); (2) Telah direalisasikannya fasilitas insentif bagi industri berupa tax holiday bagi 2 perusahaan, tax allowance bagi 83 perusahaan, dan BMDTP bagi 273 perusahaan. Dalam rangka kerjasama industri internasional, telah difasilitasi bantuan teknik dan bantuan proyek luar negeri sebanyak 21 proyek dari 10 negara, serta fasilitasi perundingan bilateral, regional dan multilateral termasuk pengambilalihan PT Inalum. Selain itu, untuk pengembangan SDM industri dan aparatur, telah dilatih dan diluluskannya 6.975 SDM industri, 21.101 lulusan pendidikan industri, 1.238 TPL industri, 236 guru dan dosen, serta 6.055 SDM Aparatur Kementerian Perindustrian. Kementerian Perindustrian juga telah membentuk Unit Layanan Pengadaan (ULP) dan Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) sejak tahun 2011. Dalam hal akuntabilitas pengelolaan keuangan, Kementrian Perindustrian telah mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas laporan keuangan oleh BPK sejak tahun 2009 hingga 2012, serta telah melaksanakan Reformasi Birokrasi sejak tahun 2005 hingga mendapatkan tunjangan kinerja (remunerasi) mulai tahun 2012. Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 5 II. KEBIJAKAN UMUM INDUSTRI MANUFAKTUR TAHUN 2005-2014 A. ARAH KEBIJAKAN INDUSTRI PADA RPJPN 2005-2025 Arah kebijakan industri tahun 2005-2025 berdasarkan Undang-Undang No.17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025 adalah sebagai berikut: 1. Struktur perekonomian diperkuat dengan mendudukkan sektor industri sebagai motor penggerak yang didukung oleh kegiatan pertanian dalam arti luas, kelautan, dan pertambangan yang menghasilkan produk-produk secara efisien, modern, dan berkelanjutan serta jasa-jasa pelayanan yang efektif, yang menerapkan praktik terbaik dan ketatakelolaan yang baik agar terwujud ketahanan ekonomi yang tangguh. 2. Efisiensi, modernisasi, dan nilai tambah sektor primer terutama sektor pertanian dalam arti luas, kelautan, dan pertambangan ditingkatkan agar mampu bersaing di pasar lokal dan internasional serta untuk memperkuat basis produksi secara nasional. 3. Pembangunan industri diarahkan untuk mewujudkan industri yang berdaya saing, baik di pasar lokal maupun internasional, dan terkait dengan pengembangan industri kecil dan menengah, dengan struktur industri yang sehat dan berkeadilan serta mendorong perkembangan ekonomi di luar Pulau Jawa. 4. Struktur industri dalam hal penguasaan usaha akan disehatkan dengan meniadakan praktik-praktik monopoli dan berbagai distorsi pasar melalui penegakan persaingan usaha yang sehat dan prinsip-prinsip pengelolaan usaha yang baik dan benar. 5. Struktur industri dalam hal skala usaha akan diperkuat dengan menjadikan industri kecil dan menengah sebagai basis industri nasional yang sehat, sehingga mampu tumbuh dan terintegrasi dalam mata rantai pertambahan nilai dengan industri hilir dan industri berskala besar. 6. Dalam rangka memperkuat daya saing perekonomian secara global, sektor industri perlu dibangun guna menciptakan lingkungan usaha mikro (lokal) yang dapat merangsang tumbuhnya rumpun industri yang sehat dan kuat melalui: a. pengembangan rantai pertambahan nilai melalui diversifikasi produk (pengembangan ke hilir), pendalaman struktur ke hulunya, atau pengembangan secara menyeluruh (hulu-hilir); b. penguatan hubungan antarindustri yang terkait secara horizontal termasuk industri pendukung dan industri komplemen, termasuk dengan jaringan perusahaan multinasional terkait, serta penguatan hubungan dengan kegiatan sektor primer dan jasa yang mendukungnya; dan c. penyediaan berbagai infrastruktur bagi peningkatan kapasitas kolektif yang, antara lain, meliputi sarana dan prasarana fisik (transportasi, komunikasi, energi, serta sarana dan prasarana teknologi; prasarana pengukuran, standardisasi, pengujian, dan pengendalian kualitas; serta sarana dan prasarana pendidikan dan pelatihan tenaga kerja industri). Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 6 B. ARAH KEBIJAKAN INDUSTRI PADA RPJMN 2005-2009 Sasaran dan Kebijakan Pembangunan Industri pada RPJMN 2005-2009 sebagaimana tercantum dalam Perpres Nomor 7 Tahun 2005 tentang RPJMN 2005-2009 Bab 18 Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur adalah sebagai berikut. 1. Sasaran Pembangunan Industri 2005-2009 a. Sektor industri manufaktur (non-migas) ditargetkan tumbuh rata-rata 8,56% per tahun, dengan tingkat utilisasi meningkat dari 60% pada tahun 2003, menjadi 80% dalam dua sampai tiga tahun pertama, terutama untuk industri yang dinilai memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif. b. Target penyerapan tenaga kerja dalam 5 tahun adalah sekitar 500 ribu orang per tahun (termasuk industri pengolahan migas), dengan perkiraan kebutuhan investasi mencapai 40-50 triliun rupiah per tahun. c. Terciptanya iklim usaha yang lebih kondusif baik bagi industri yang sudah ada maupun investasi baru dalam bentuk tersedianya layanan umum yang baik dan bersih dari KKN, sumber-sumber pendanaan yang terjangkau, dan kebijakan fiskal yang menunjang. d. Meningkatnya pangsa sektor industri manufaktur di pasar domestik, baik untuk bahan baku maupun produk akhir. e. Meningkatnya volume ekspor produk manufaktur dalam total ekspor nasional. f. Meningkatnya proses alih teknologi dari Foreign Direct Investment (FDI) yang dicerminkan dari meningkatnya pemasokan bahan antara dari produk lokal. g. Meningkatnya penerapan standardisasi produk industri manufaktur sebagai faktor penguat daya saing produk nasional. h. Meningkatnya penyebaran sektor industri manufaktur ke luar Pulau Jawa, terutama industri pengolahan hasil sumber daya alam. 2. Kebijakan Pembangunan Industri 2005-2009 a. Pada tingkat makro, menjaga stabilitas ekonomi makro, mewujudkan iklim usaha dan investasi yang sehat dan berdaya saing serta pengelolaan persaingan usaha secara sehat. Koordinasi dengan instansi-instansi terkait dan kemitraan dengan swasta perlu terus ditingkatkan untuk menyelesaikan masalah-masalah yang ditemukan. b. Untuk mencapai pertumbuhan yang ditargetkan, yaitu 8,56% per tahun, maka dalam 5 tahun mendatang pengembangan sektor industri manufaktur difokuskan pada pengembangan sejumlah sub-sektor yang memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif. Pengembangan sektor industri manufaktur diarahkan lebih banyak pada upaya untuk memperkuat struktur industri, meningkatkan dan memperluas pemanfaatan teknologi, serta meningkatkan nilai pengganda (multiplier) di masing-masing sub-sektor yang telah ditetapkan. c. Kriteria sub-sektor industri manufaktur yang akan diprioritaskan adalah sebagai berikut: (i) menyerap banyak tenaga kerja; (ii) memenuhi kebutuhan dasar dalam negeri (seperti makanan-minuman dan obat-obatan); (iii) mengolah hasil pertanian dalam arti luas (termasuk perikanan) dan sumber-sumber daya alam lain dalam Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 7 negeri; dan (iv) memiliki potensi pengembangan ekspor. Atas dasar kriteria tersebut di atas, maka industri manufaktur yang diprioritaskan adalah: (1) industri makanan dan minuman; (2) industri pengolah hasil laut; (3) industri tekstil dan produk tekstil; (4) industri alas kaki; (5) industri kelapa sawit; (6) industri barang kayu (termasuk rotan dan bambu); (7) industri karet dan barang karet; (8) industri pulp dan kertas; (9) industri mesin listrik dan peralatan listrik; dan (10) industri petrokimia. 3. Program Pembangunan Industri 2005-2009 Dalam upaya mencapai pertumbuhan sektor industri manufaktur yang ditargetkan RPJMN 20052009, pengembangan sektor industri manufaktur difokuskan pada Perkuatan Struktur dan Daya Saing. Adapun program pokok pengembangan industri manufaktur dan program penunjang adalah sebagai berikut: a. Program Pokok Pengembangan Industri Manufaktur 1) Program Pengembangan Industri Kecil dan Menengah (IKM) Agar dapat menjadi basis industri nasional, program Pengembangan IKM antara lain: a) Pengembangan sentra-sentra potensial dengan fokus pada 10 sub-sektor yang diprioritaskan. b) Pengembangan industri terkait dan industri penunjang IKM. c) Perkuatan alih teknologi proses, produk, dan desain bagi IKM dengan fokus kepada 10 sub-sektor prioritas. d) Pengembangan dan penerapan layanan informasi yang mencakup peluang usaha, kebutuhan bahan baku, akses permodalan, iklim usaha, dan akses peningkatan kualitas SDM. 2) Program Peningkatan Kemampuan Teknologi Industri Dalam rangka peningkatan kemampuan teknologi industri, pemerintah akan melaksanakan beberapa fasilitasi dan dukungan program antara lain: a) Meningkatkan dukungan kegiatan penemuan dan pengembangan teknologi di industri baik dalam bentuk insentif pajak, asuransi teknologi terutama untuk usaha kecil, menengah, dan koperasi. b) Mendorong pengembangan dan pemanfaatan manajemen produksi yang memperhatikan keseimbangan dan daya dukung lingkungan hidup, serta teknik produksi yang ramah lingkungan (clean production). c) Perluasan penerapan standar produk industri manufaktur yang sesuai (compliance) dengan standar internasional. d) Perkuatan kapasitas kelembagaan jaringan pengukuran, standardisasi, pengujian, dan kualitas (MSTQ/measurement, standardization, testing, and quality). e) Pengembangan klaster industri berbasis teknologi. f) Revitalisasi kebijakan dan kelembagaan Litbang di sektor produksi agar mampu mempercepat efektivitas kemitraan antara litbang industri dan Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 8 lembaga litbang pemerintah dan mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya teknologi nasional yang tersebar di berbagai litbang pemerintah, perguruan tinggi, lembaga-lembaga swasta, dan tenaga ahli perorangan. 3) Program Penataan Struktur Industri Untuk memperkuat struktur industri terutama di dalam memfasilitasi terjalinnya jaringan pemasok industri hilir, pemerintah melaksanakan kegiatan-kegiatan pokok yang antara lain mencakup: a) Pengembangan sistem informasi potensi produksi dari industri penunjang dan industri terkait. b) Mendorong terjalinnya kemitraan industri penunjang dan industri terkait. c) Pengembangan industri penunjang dan industri terkait terutama pada 10 sub-sektor prioritas. d) Perkuatan kapasitas kelembagaan penyedia tenaga kerja industrial yang terampil terutama sesuai kebutuhan 10 sub-sektor industri prioritas. e) Memfasilitasi pengembangan prasarana klaster industri, terutama prasarana teknologinya. dan f) Memfasilitasi dan mengkoordinasikan pengembangan pada pusat-pusat pertumbuhan klaster industri di luar Pulau Jawa, khususnya Kawasan Timur Indonesia. b. Program Penunjang 1) Program Pembentukan Hukum Program tersebut dimaksudkan untuk menciptakan iklim yang kondusif di bidang industri melalui penyusunan ketentuan teknis hukum dan berbagai peraturan perundang-undangan dan yurisprudensi dalam rangka mengatur perilaku individu dan lembaga serta penyelesaian sengketa yang terjadi untuk menjamin kepastian berusaha di sektor industri. 2) Pengelolaan Sumber Daya Manusia Aparatur Program ini dimaksudkan untuk membina dan meningkatkan kemampuan aparatur industri, Sumber Daya manusia yang berkompetensi dan mewujudkan aparatur negara yang profesional dan berkualitas dalam melaksanakan pemerintahan umum dan pembangunan. 3) Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur Negara Program ini dimaksudkan untuk menyediakan sarana dan prasarana penunjang pembangunan dengan meningkatkan dan memperluas sarana dan prasarana kerja guna meningkatkan keamanan, kenyamanan, ketertiban dan kelancaran kerja serta pelayanan umum yang baik. 4) Peningkatan Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur Negara Program ini dimaksudkan untuk menunjang program pembangunan nasional yang tertuang dalam program pengawasan aparatur negara guna meningkatkan sistem pengawasan aparatur pemerintah, peningkatan Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 9 profesionalisme aparatur, terwujudnya sistem pengawasan dan audit yang akuntabel. 5) Peningkatan Kapasitas Infrastruktur dan Fasilitas Sektor Industri Program ini dimaksudkan untuk merumuskan kebijakan yang tepat dalam pemberian fasilitas dalam bentuk insentif fiskal dan non fiskal. C. KEBIJAKAN INDUSTRI NASIONAL (KIN) Peraturan Presiden No. 28 Tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional (KIN) menetapkan strategi pembangunan industri melalui 2 (dua) pendekatan, yaitu top down melalui penetapan 35 klaster industri prioritas serta bottom-up melalui penetapan Industri Unggulan Provinsi (IUP) dan Kompetensi Inti Industri Daerah (KIID). 1. Pengembangan Klaster Industri Prioritas Dalam jangka panjang pembangunan industri diarahkan pada penguatan, pendalaman dan penumbuhan klaster kelompok industri prioritas sebagai berikut: a. Basis Industri Manufaktur yang terdiri atas kelompok-kelompok industri: 1) Industri Material Dasar; yang terdiri dari: (a) Industri Besi dan Baja, (b) Industri Semen, (c) Industri Petrokimia, (d) Industri Keramik; 2) Industri Permesinan; yang meliputi: (a) Industri Peralatan Listrik dan Mesin Listrik, (b) Industri Mesin dan Peralatan Umum; 3) Industri Manufaktur Padat Tenaga Kerja; merupakan penghasil produk sandang, pangan, bahan bangunan, kesehatan dan obat, dan sebagainya, yang meliputi antara lain: (a) Industri Tekstil dan Produk Tekstil (b) Industri Alas Kaki (c) Industri Farmasi dengan Bahan Baku dalam Negeri. b. Kelompok Industri Agro yang meliputi cabang-cabang industri pengolahan: (1) Industri Kelapa Sawit; (2) Industri Karet dan Barang Karet; (3) Industri Kakao dan Coklat; (4) Industri Kelapa; (5) Industri Kopi; (6) Industri Gula; (7) Industri Tembakau; (8) Industri Buah-buahan; (9) Industri Kayu dan Barang Kayu; (10) Industri Hasil Perikanan dan Laut; (11) Industri Pulp dan Kertas; (12) Industri Pengolahan Susu; c. Kelompok Industri Alat Angkut; yang meliputi industri-industri: (1) Industri Kendaraan Bermotor, (2) Industri Perkapalan, (3) Industri Kedirgantaraan, (4) Industri Perkereta-apian; d. Kelompok Industri Elektronika dan Telematika; meliputi Industri Elektronika, Industri Perangkat Keras Telekomunikasi dan Pendukungnya, Industri Perangkat Penyiaran dan Pendukungnya, Industri Komputer dan Peralatannya, Industri Perangkat Lunak dan Konten Multimedia, Industri Kreatif Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK); Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 10 e. Kelompok Industri Penunjang Industri Kreatif dan Industri Kreatif Tertentu; yang meliputi industri perangkat lunak dan konten multimedia, fashion, dan kerajinan dan barang seni. f. Industri Kecil dan Menengah Tertentu; yang meliputi industri-industri pengolahan: Industri Batu Mulia dan Perhiasan, Industri Garam Rakyat, Industri Gerabah dan Keramik Hias, Industri Minyak Atsiri dan Industri Makanan Ringan. 2. Pengembangan Industri Unggulan Provinsi dan Kompetensi Inti Industri Kabupaten/Kota Pendekatan pengembangan industri di tingkat kabupaten/kota dilakukan melalui pengembangan Kompetensi Inti Industri Daerah (KIID), dan pengembangan industri di tingkat provinsi dilakukan melalui pengembangan Industri Unggulan Provinsi (IUP), yang masing-masing ditetapkan melalui Peraturan Menteri Perindustrian. D. ARAH KEBIJAKAN INDUSTRI PADA RPJMN 2010-2014 1. Arah Pembangunan RPJMN 2010-2014 di Sektor Ekonomi Berlandaskan pelaksanaan, pencapaian, dan sebagai keberlanjutan RPJM ke-1, RPJM ke-2 ditujukan untuk lebih memantapkan penataan kembali Indonesia di segala bidang dengan menekankan upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia termasuk pengembangan kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta penguatan daya saing perekonomian. Daya saing perekonomian meningkat melalui penguatan industri manufaktur sejalan dengan penguatan pembangunan pertanian dan peningkatan pembangunan kelautan dan sumber daya alam lainnya sesuai dengan potensi daerah secara terpadu serta meningkatnya pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi; percepatan pembangunan infrastruktur dengan lebih meningkatkan kerja sama antara pemerintah dan dunia usaha; peningkatan kualitas dan relevansi pendidikan; serta penataan kelembagaan ekonomi yang mendorong prakarsa masyarakat dalam kegiatan perekonomian. Dalam kerangka pencapaian pembangunan yang berkelanjutan, pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian fungsi lingkungan hidup makin berkembang melalui penguatan kelembagaan dan peningkatan kesadaran masyarakat yang ditandai dengan berkembangnya proses rehabilitasi dan konservasi sumber daya alam dan lingkungan hidup yang disertai dengan menguatnya partisipasi aktif masyarakat. 2. Sasaran Pembangunan Dalam RPJMN Tahun 2010-2014 di Bidang Ekonomi Sasaran pembangunan RPJMN tahun 2010-2014 dalam Bidang Ekonomi adalah: pertumbuhan ekonomi rata-rata sebesar 6,3-6,8%, tersedianya kesempatan kerja sebanyak 9,6 juta-10,7 juta orang, serta pertumbuhan industri pengolahan non-migas rata-rata sebesar 6,1-6,7%. Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 11 3. Program Prioritas Dalam RPJMN Tahun 2010-2014 Sesuai Visi dan Misi pemerintah 2010-2014, program pengembangan industri pengolahan non-migas yang masuk dalam 11 program prioritas nasional meliputi: a. Prioritas Nasional 5 : Ketahanan Pangan 1) Revitalisasi Industri Pupuk 2) Revitalisasi Industri Gula b. Prioritas Nasional 7 : Iklim Investasi dan Iklim Usaha Fasilitasi Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) c. Prioritas Nasional 8 : Energi 1) Penumbuhan dan pengembangan Klaster industri berbasis migas 2) Fasilitasi Penggunaan Gas Sebagai Bahan Bakar Angkutan Umum untuk diversifikasi BBM ke BBG melalui penyediaan konverter kit. d. Prioritas Nasional 9 : Lingkungan Hidup dan Pengelolaan Bencana Pengkajian Industri Hijau dan Lingkungan Hidup melalui penyediaan fasilitas/infrastruktur pengembangan industri hijau dan peningkatan konservasi dan diversifikasi energi sektor industri. e. Prioritas Nasional 10 : Daerah Tertinggal, Terdepan, Terluar, dan Pasca-konflik 1) Fasilitasi pengembangan industri di daerah tertinggal, terdepan, terluar dan pasca konflik. 2) Pengembangan Industri Kecil dan Menengah (IKM) di Provinsi Papua dan Papua Barat. 3) Fasilitasi pengembangan kawasan industri di Provinsi Papua dan Papua Barat. f. Program Prioritas Kementerian Perindustrian 1) Program Revitalisasi dan Penumbuhan Basis Industri Manufaktur 2) Program Revitalisasi dan Penumbuhan Industri Agro 3) Program Penumbuhan Industri Unggulan Berbasis Teknologi Tinggi 4) Program Revitalisasi dan Penumbuhan Industri Kecil Menengah 5) Program Pengembangan Perwilayahan Industri 6) Program Kerjasama Industri Internasional 7) Program Pengkajian Kebijakan, Iklim dan Mutu Industri 8) Program Pengawasan dan Peningkatan Akuntabilitas Aparatur Kementerian Perindustrian 9) Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Kementerian Perindustrian 10) Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur Kementerian Perindustrian Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 12 E. AKSELERASI INDUSTRIALISASI 2012-2014 Dalam rangka mencapai visi pembangunan industri tahun 2025, Pemerintah merasa perlu untuk mendorong pertumbuhan industri yang lebih tinggi pada jangka menengah (2012- 2014), sebagai basis bagi pencapaian pertumbuhan yang tinggi pada jangka panjang. Upaya percepatan ini dilakukan dengan mengidentifikasi berbagai potensi kekuatan dan hambatan, menentukan strategi pokok akselerasi industri, menetapkan fokus akselerasi industri pada kelompok industri prioritas tertentu, membuat rencana aksi (action plan) inisiatif stratejik sesuai fokus akselerasi dimaksud, serta menentukan kebijakan afirmatif untuk mendukung pengembangan Industri Kecil dan Menengah (IKM). Akselerasi Industrialisasi dilaksanakan melalui 5 (lima) strategi utama, yaitu: 1. Mendorong Partisipasi Dunia Usaha Dalam Pembangunan Infrastruktur; 2. Percepatan Proses Penyelesaian Hambatan Birokrasi (Debottlenecking); 3. Reorientasi Kebijakan Ekspor Bahan Mentah dan Sumber Energi; 4. Mendorong Peningkatan Produktivitas & Daya Saing; 5. Meningkatkan Integrasi Pasar Domestik. Pada tahap pelaksanaannya, kelima strategi utama di atas dijalankan melalui penerapan pada 6 (enam) area kebijakan, yaitu: 1. Kebijakan Pengamanan Industri Dalam Negeri, 2. Pembangunan Infrastruktur, 3. Peningkatan Kualitas Pelayanan Birokrasi, 4. Penyempurnaan Dan Harmonisasi Regulasi, 5. Kebijakan Fiskal, 6. Pembangunan SDM Industri. Untuk lebih mengoptimalkan potensi sektor industri nasional, akselerasi industrialisasi akan difokuskan pada 15 subsektor industri, yang dikelompokkan ke dalam 4 (empat) kelompok industri prioritas, yaitu: 1. Industri Berbasis Hasil Tambang: a. Industri Konversi Batubara; b. Industri Pemurnian dan Pengilangan Minyak Bumi; c. Industri Kimia Dasar (termasuk petrokimia); d. Industri Logam Dasar. 2. Industri Berbasis Hasil Pertanian: a. Industri Minyak dan Lemak Nabati; b. Industri Gula Berbasis Tebu; c. Industri Pengolahan Kakao dan Pembuatan Coklat; d. Industri Bubur Kayu (pulp) dan Kertas; e. Industri Barang Dari Karet. 3. Industri Berbasis Sumber Daya Manusia dan Pasar Domestik: a. Industri Tekstil dan Pakaian Jadi dan Alas Kaki; b. Industri Mesin dan Peralatan; Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 13 c. Industri Komponen Elektronika dan Telematika; d. Industri Komponen dan Aksesoris Kendaraan dan Komponen Mesin Kendaraan Bermotor; e. Industri Galangan Kapal; f. Industri Furniture. 4. Industri Kecil dan Menengah. III. KINERJA PENGEMBANGAN INDUSTRI MANUFAKTUR TAHUN 2004-2012 A. KINERJA MAKRO INDUSTRI TAHUN 2004-2012 1. Pertumbuhan Ekonomi dan Industri Non-Migas Pada tahun 2004, industri pengolahan non-migas tumbuh sebesar 7,51%, lebih tinggi dari pertumbuhan PDB yang sebesar 5,03%. Sementara itu, pada periode 2005- 2009, industri non-migas mengalami perlambatan pertumbuhan dan mencapai perlambatan pertumbuhan terendah pada tahun 2009 yaitu sebesar 2,56%, jauh di bawah pertumbuhan PDB yang mencapai 4,63%. Mulai tahun 2010, industri pengolahan non-migas kembali tumbuh tinggi dan pada tahun 2011, untuk pertama kali sejak 5 (lima) tahun terakhir tumbuh sebesar 6,74%, lebih tinggi dari pertumbuhan PDB yang sebesar 6,49%. Pada tahun 2012, pertumbuhan industri pengolahan non-migas sedikit melambat menjadi 6,40%, namun masih lebih tinggi dari pertumbuhan PDB yang sebesar 6,23%. Tabel 3.1 Pertumbuhan Sektor-sektor Ekonomi (tahun dasar 2000, persen) LAPANGAN USAHA 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 1. PERTANIAN, PETERNAKAN, 2,82 2,72 3,36 3,47 4,83 3,96 3,01 3,37 3,97 KEHUTANAN DAN PERIKANAN 2. PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN -4,48 3,20 1,70 1,93 0,71 4,47 3,86 1,39 1,49 3. INDUSTRI PENGOLAHAN 6,38 4,60 4,59 4,67 3,66 2,21 4,74 6,14 5,73 a. Industri Migas -1,95 -5,67 -1,66 -0,06 -0,34 -1,53 0,56 -0,94 -2,71 b. Industri Non Migas 7,51 5,86 5,27 5,15 4,05 2,56 5,12 6,74 6,40 4. LISTRIK, GAS, DAN AIR BERSIH 5,30 6,30 5,76 10,33 10,93 14,29 5,33 4,82 6,40 5. K O N S T R U K S I 7,49 7,54 8,34 8,53 7,55 7,07 6,95 6,65 7,50 6. PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN 5,70 8,30 6,42 8,93 6,87 1,28 8,69 9,17 8,11 7. PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI 13,38 12,76 14,23 14,04 16,57 15,85 13,41 10,70 9,98 8. KEUANGAN, PERSEWAAN & JASA PERSH. 7,66 6,70 5,47 7,99 8,24 5,21 5,67 6,84 7,15 9. JASA - JASA 5,38 5,16 6,16 6,44 6,24 6,42 6,04 6,75 5,24 PRODUK DOMESTIK BRUTO 5,03 5,69 5,50 6,35 6,01 4,63 6,22 6,49 6,23 PRODUK DOMESTIK BRUTO TANPA MIGAS 5,97 6,57 6,11 6,95 6,47 5,00 6,60 6,98 6,81 Sumber : BPS diolah Kemenperin Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 14 2. Pertumbuhan Cabang-Cabang Industri Pengolahan Non-Migas Pada tahun 2004-2012, cabang-cabang industri yang secara umum mengalami tren pertumbuhan positif antara lain: (1) Industri Makanan, Minuman dan Tembakau; (2) Industri Tekstil, Barang Kulit dan Alas Kaki; (3) Industri Pupuk, Kimia & Barang dari karet; (4) Industri Semen & Barang Galian Bukan logam; (5) Industri Logam Dasar Besi & Baja; serta (6) Industri Alat Angkut, Mesin dan Peralatannya. Keenam industri tersebut memberikan kontribusi bagi PDB industri pengolahan non-migas sebesar 90,45%. Sedangkan cabang-cabang industri yang mengalami tren pertumbuhan negatif pada tahun 2004-2012 antara lain: (1) Industri Barang Kayu & Hasil Hutan Lainnya; (2) Industri Kertas dan Barang Cetakan; serta (3) Industri Barang Lainnya. Ketiga cabang industri ini memberikan kontribusi terhadap PDB industri pengolahan non- migas sebesar 9,55%. Tabel 3.2 Pertumbuhan Industri Pengolahan Non Migas No Cabang Industri Pertumbuhan (%) 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 1 Makanan, Minuman dan Tembakau 1,39 2,75 7,21 5,05 2,34 11,22 2,78 9,14 7,74 2 Tekstil, Brg. kulit & Alas kaki 4,06 1,31 1,23 -3,68 -3,64 0,60 1,77 7,52 4,19 3 Brg. kayu & Hasil hutan lainnya. -2,07 -0,92 -0,66 -1,74 3,45 -1,38 -3,47 0,35 -2,78 4 Kertas dan Barang cetakan 7,61 2,39 2,09 5,79 -1,48 6,34 1,67 1,40 -5,26 5 Pupuk, Kimia & Barang dari karet 9,01 8,77 4,48 5,69 4,46 1,64 4,70 3,95 10,25 6 Semen & Brg. Galian bukan logam 9,53 3,81 0,53 3,40 -1,49 -0,51 2,18 7,19 7,85 7 Logam Dasar Besi & Baja -2,61 -3,70 4,73 1,69 -2,05 -4,26 2,38 13,06 6,45 8 Alat Angk., Mesin & Peralatannya 17,67 12,38 7,55 9,73 9,79 -2,87 10,38 6,81 6,94 9 Barang lainnya 12,77 2,61 3,62 -2,82 -0,96 3,19 3,00 1,82 -1,00 Total Industri Pengolahan Non Migas 7,51 5,86 5,27 5,15 4,05 2,56 5,12 6,74 6,40 Sumber : BPS diolah Kemenperin Tabel 3.3 Peran Tiap Cabang Industri Terhadap PDB Industri Non-Migas (dalam %) Cabang Industri 2007 2008 2009 2010 2011 2012 1). Makanan, Minuman dan Tembakau 29,80 30,40 33,16 33,60 35,20 36,33 2). Tekstil, Brg. kulit & Alas kaki 10,56 9,21 9,19 8,97 9,23 9,11 3). Brg. kayu & Hasil hutan lainnya. 6,19 6,43 6,33 5,82 5,44 4,99 4). Kertas dan Barang cetakan 5,12 4,56 4,82 4,75 4,47 3,89 5). Pupuk, Kimia & Barang dari karet 12,50 13,53 12,85 12,73 12,21 12,59 Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 15 Cabang Industri 2007 2008 2009 2010 2011 2012 6). Semen & Brg. Galian bukan logam 3,70 3,53 3,43 3,29 3,27 3,38 7). Logam Dasar Besi & Baja 2,58 2,57 2,11 1,94 2,00 1,95 8). Alat Angk., Mesin & Peralatannya 28,69 28,97 27,33 28,14 27,47 27,09 9). Barang Lainnya 0,85 0,80 0,77 0,76 0,73 0,67 3. Perkembangan Realisasi Investasi Investasi PMDN di sektor industri pengolahan non-migas mengalami peningkatan, dari Rp 10,52 triliun pada tahun 2004 menjadi Rp 49,89 triliun pada tahun 2012, atau meningkat sebesar 374,24% pada periode tersebut. Sektor industri yang nilai investasi PMDN besar antara lain: Industri Makanan, Industri Tekstil, Industri Kertas & Percetakan, Industri Kimia dan Farmasi, Industri Karet dan Plastik, Industri Mineral Non Logam, serta Industri Logam, Mesin & Elektronik. Tabel 3.4 Perkembangan Realisasi Investasi (PMDN) Industri (Rp Miliar) NO. SEKTOR 2004 2005 2006 2007 2008 P I P I P I P I P I 1 Industri Makanan 28 3.507,9 35 4.490,8 19 3.175,3 27 5.371,7 49 8.192,9 2 Industri Tekstil 7 70,0 22 1.640,7 7 81,7 8 228,2 20 719,6 3 Ind. Barang Dari Kulit & Alas Kaki 2 24,5 1 14,6 1 4,0 2 58,5 2 10,1 4 Industri Kayu 4 888,9 9 198,8 9 709,0 3 38,8 4 306,6 5 Ind. Kertas dan Percetakan 4 205,7 13 9.732,6 9 1.871,2 8 14.548,2 14 1.797,7 6 Ind. Kimia dan Farmasi 10 4.284,8 17 1.945,2 10 3.248,9 14 1.168,2 23 503,7 7 Ind. Karet dan Plastik 11 445,4 18 678,4 11 253,6 10 564,5 27 797,8 8 Ind. Mineral Non Logam 10 524,5 4 774,6 4 218,2 2 124,2 7 845,3 9 Ind. Logam, Mesin & Elektronik 19 546,6 16 1.151,5 22 3.334,2 17 3.541,6 31 2.381,1 10 Ind. Instru. Kedokteran, Presisi & Optik dan Jam 0 0,0 0 0,0 0 0,0 - - 2 7,0 11 Ind. Kendaraan Bermotor & Alat Transportasi Lain 1 19,6 6 284,6 4 116,6 8 609,4 6 314,7 12 Industri Lainnya 0 0,0 8 79,4 0 0,0 2 36,5 4 38,4 Jumlah 96 10.517,9 149,0 20.991,2 96 13,012.7 101 26.289,8 189 15.914,8 NO. SEKTOR 2009 2010 2011 2012 P I P I P I P I 1 Industri Makanan 34 5.768,5 166 16.405,4 280 8.366,7 222 11.166,7 2 Industri Tekstil 23 2.645,7 26 431,7 60 999,1 51 4.450,9 3 Ind. Barang Dari Kulit & Alas Kaki 1 4,0 4 12,5 3 13,5 9 76,7 4 Industri Kayu 2 33,5 6 451,3 15 580,3 15 57,0 5 Ind. Kertas dan Percetakan 8 1.000,8 25 1.102,8 59 9.384,8 64 7.561,0 6 Ind. Kimia dan Farmasi 15 5.850,1 64 3.266,0 115 2.646,5 94 5.069,5 7 Ind. Karet dan Plastik 31 1.532,8 48 522,8 90 2.295,8 110 2.855,0 8 Ind. Mineral Non Logam 4 786,1 13 2.264,6 47 7.440,5 37 10.730,7 9 Ind. Logam, Mesin & Elektronik 31 1.466,8 50 789,6 90 6.804,7 81 7.225,7 Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 16 NO. SEKTOR 2009 2010 2011 2012 P I P I P I P I 10 Ind. Instru. Kedokteran, Presisi & Optik dan Jam - - - - 1 0,0 - - 11 Ind. Kendaraan Bermotor & Alat Transportasi Lain 3 66,5 15 362,2 17 511,3 21 664,4 12 Industri Lainnya 6 279,5 2 3,7 7 4,8 10 31,5 Jumlah 158 19.434,4 419 25.612 784 39.048,0 714 49.888,9 Sumber : BKPM (2013) CATATAN : P : Jumlah Izin Usaha Tetap yang dikeluarkan I : Nilai Realisasi Investasi dalam Rp. Milyar Investasi PMA di sektor industri pengolahan non-migas juga mengalami pertumbuhan pada tahun 2004-2012. Nilai investasi PMA pada tahun 2004 sebesar US$ 2,80 milyar menjadi US$ 11,77 milyar pada tahun 2012, atau meningkat sebesar 320,36%. Sektor industri yang nilai investasi PMA besar antara lain: Industri Makanan, Industri Tekstil, Industri Kertas & Percetakan, Industri Kimia dan Farmasi, Industri Karet dan Plastik, Industri Logam, Mesin & Elektronik, serta Industri Kendaraan Bermotor & Alat Transportasi Lain. Tabel 3.5 Perkembangan Realisasi Investasi (PMA) Sektor Industri (US$ Juta) NO. SEKTOR 2004 2005 2006 2007 2008 P I P I P I P I P I 1 Industri Makanan 29 574,3 46 603.2 45 354.4 53 704.1 42 491.4 2 Industri Tekstil 24 165,5 31 71.1 61 424.0 63 131.7 67 210.2 3 Ind. Barang Dari Kulit & Alas Kaki 6 13,2 6 47.8 11 51.8 10 95.9 20 145.8 4 Industri Kayu 6 4,1 18 75.5 18 58.9 17 127.9 19 119.5 5 Ind. Kertas dan Percetakan 16 414,5 6 9.9 16 747.0 11 672.5 15 294.7 6 Ind. Kimia dan Farmasi 39 614,1 41 1,152.9 32 264.6 32 1,611.7 42 627.8 7 Ind. Karet dan Plastik 16 81,0 27 392.6 33 112.7 36 157.9 50 271.6 8 Ind. Mineral Non Logam 10 108,1 11 66.2 7 94.8 6 27.8 11 266.4 9 Ind. Logam, Mesin & Elektronik 51 312,8 87 521.8 86 955.7 99 714.1 141 1,281.4 10 Ind. Instru. Kedokteran, Presisi & Optik dan Jam 4 13,0 2 3.1 1 0.2 1 10.9 7 15.7 11 Ind. Kendaraan Bermotor & Alat Transportasi Lain 22 402,6 31 360.6 28 438.5 38 412.3 47 756.2 12 Industri Lainnya 25 101,4 29 195.9 25 117.1 24 30.2 34 34.7 Jumlah 248 2.804,6 335 3,500.6 363 3,619.7 390 4,697.0 495 4,515.2 NO. SEKTOR 2009 2010 2011 2012 P I P I P I P I 1 Industri Makanan 49 552.1 194 1,025.9 330 1097,8 347 1.782,9 2 Industri Tekstil 66 251.4 112 154.8 196 498,3 149 473,1 3 Ind. Barang Dari Kulit & Alas Kaki 21 122.6 31 144.1 70 249,7 73 158,9 4 Industri Kayu 18 62.1 31 43.1 32 51 38 76,3 5 Ind. Kertas dan Percetakan 18 68.7 33 46.4 53 258,2 57 1.306,6 6 Ind. Kimia dan Farmasi 41 1,183.1 159 798.4 257 1.466,10 230 2.769,8 7 Ind. Karet dan Plastik 42 208.1 97 105.0 170 371,2 147 660,3 Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 17 NO. SEKTOR 2009 2010 2011 2012 P I P I P I P I 8 Ind. Mineral Non Logam 8 19.5 8 28.4 52 137,2 48 145,8 9 Ind. Logam, Mesin & Elektronik 121 654.9 274 589.6 436 1.773,40 364 2.452,6 10 Ind. Instru. Kedokteran, Presisi & Optik dan Jam 5 5.1 3 1.4 9 41,9 4 3,4 11 Ind. Kendaraan Bermotor & Alat Transportasi Lain 52 583.4 98 393.8 164 770,2 163 1.840,0 12 Industri Lainnya 33 120.1 56 26.2 92 64,5 94 100,2 Jumlah 474 3,831.1 1,096 3,357 1.861 6.779,50 1.714 11.770,0 Sumber : BKPM (2013) CATATAN : P : Jumlah Izin Usaha Tetap yang dikeluarkan I : Nilai Realisasi Investasi dalam US$ Juta 4. Perkembangan Ekspor dan Impor Ekspor sektor industri non-migas pada tahun 2004-2012 mengalami kenaikan, dari US$ 48,66 milyar pada tahun 2004 menjadi US$ 116,15 milyar pada tahun 2012, atau meningkat sebesar 138,70%. Sektor-sektor yang nilai ekspornya besar antara lain: Industri Pengolahan Kelapa/Kelapa Sawit, Industri Besi Baja, Mesin dan Otomotif, Industri Tekstil, Industri Pengolahan Karet, dan Industri Elektronika. Tabel 3.6 Perkembangan Ekspor Non Migas Tahun 2004 s/d 2012 (juta US $) No URAIAN 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 1 Pengolahan Kelapa/Kelapa Sawit 4.840,30 5.419,19 6.407,27 5.419,2 6.407,3 10.476,8 17.253,8 23.179,2 23.396,9 2 T e k s t i l 7.626,15 8.584,85 9.422,75 8.584,9 9.422,8 9.790,1 11.205,5 13.234,1 12.445,9 3 Besi Baja, Mesin-mesin dan Otomotif 4.581,84 5.949,69 7.712,68 5.949,7 7.712,7 9.606,9 10.840,0 13.194,4 14.700,6 4 Pengolahan Karet 2.954,10 3.545,82 5.465,16 3.545,8 5.465,2 6.179,9 9.522,6 14.540,4 10.817,6 5 Elektronika 7.142,50 7.853,03 7.200,19 7.853,0 7.200,2 6.359,7 9.254,6 9.536,3 9.445,6 6 Pengolahan Tembaga, Timah dll. 2.165,08 3.133,52 4.133,97 3.133,5 4.134,0 6.156,0 6.506,0 7.501,0 5.395,6 7 Pulp dan Kertas 2.817,61 3.257,48 3.983,27 3.257,5 3.983,3 4.440,5 5.708,2 5.769,0 5.517,6 8 Kimia Dasar 2.640,07 2.750,22 3.521,44 2.750,2 3.521,4 4.492,5 4.577,7 6.119,8 4.875,1 9 Pengolahan Kayu 4.461,62 4.476,25 4.757,59 4.476,3 4.757,6 4.485,1 4.280,3 4.474,7 4.537,5 10 Makanan dan Minuman 1.440,12 1.647,92 1.866,00 1.647,9 1.866,0 2.374,8 3.219,6 4.504,0 4.643,4 11 Kulit, Barang Kulit dan Sepatu/Alas Kaki 1.553,04 1.683,69 1.913,17 1.683,7 1.913,2 2.006,6 2.665,6 3.450,9 3.561,4 12 Alat-alat Listrik 1.232,73 1.456,03 1.770,93 1.456,0 1.770,9 2.148,9 2.657,9 2.995,2 3.084,9 Total 12 Besar Industri 43.455,17 49.757,71 58.154,42 68.517,9 79.066,1 65.376,6 87.691,8 108.498,9 102.422,2 Total Industri 48.660,11 55.566,99 64.990,33 76.429,6 88.351,7 73.435,8 98.015,1 122.189,2 116.145,0 Sumber : BPS, diolah Kemenperin Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 18 Impor sektor industri non-migas pada tahun 2004-2012 juga mengalami kenaikan, dari US$ 31,55 milyar pada tahun 2004 menjadi US$ 139,71 milyar pada tahun 2012, atau meningkat sebesar 468,34%. Sektor-sektor industri dengan nilai impor besar umumnya adalah untuk kebutuhan barang modal dan bahan baku, antara lain: Industri Besi Baja, Mesin-mesin dan Otomotif, Industri Elektronika, Industri Kimia Dasar, Industri Tekstil, dan Industri Makanan dan Minuman. Tabel 3.7 Perkembangan Impor Non Migas Tahun 2004 s/d 2012 (juta US $) No URAIAN 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 1 Besi Baja, Mesin-mesin dan Otomotif 13.620,2 17.531,0 17.031,4 20.539,0 39.978,7 31.683,8 43.218,6 52.375,6 62.605,1 2 Elektronika 2.048,5 2.413,5 2.488,3 4.036,0 13.444,7 10.496,7 14.176,2 16.111,8 16.700,9 3 Kimia Dasar 5.690,6 5.935,3 6.315,4 7.115,7 10.716,7 8.095,1 11.431,5 15.413,2 16.076,4 4 T e k s t i l 1.036,4 1.026,8 1.085,7 1.192,0 3.901,8 3.396,9 5.031,2 6.735,1 6.805,1 5 Makanan dan Minuman 1.390,7 1.914,5 2.178,2 3.616,1 3.158,0 2.810,6 4.514,2 6.852,0 6.158,9 6 Alat-alat Listrik 724,4 877,8 852,9 1.118,3 2.470,8 2.105,8 3.142,8 3.761,7 4.190,4 7 Pulp dan Kertas 1.299,8 1.298,9 1.392,0 1.692,6 2.518,5 1.883,2 2.731,8 3.262,6 3.020,0 8 Barang-barang Kimia lainnya 1.078,1 1.167,2 1.170,0 1.293,8 1.845,6 1.661,9 2.199,3 2.589,0 2.756,6 9 Makanan Ternak - - - 1.149,5 1.741,6 1.679,1 1.871,6 2.220,5 2.799,8 10 Pengolahan Tembaga, Timah dll. - - - 877,6 1.699,1 1.027,1 1.822,1 2.195,1 2.376,8 11 Plastik - - - 527,6 1.164,9 1.034,0 1.525,1 1.859,3 - 12 P u p u k 431,99 518,87 624,65 761,8 2.337,6 929,1 1.509,2 2.707,0 2.918,3 13 Pengolahan Aluminium - - - - - - - - 1.972,9 Total 12 Besar Industri - - - 43.920,1 84.978,0 66.803,5 93.173,6 116.082,6 128.381,3 Total Industri 31.550,8 37.300,3 38.624,6 48.084,1 91.800,7 72.398,1 101.115,4 125.979,0 139.714,3 Sumber : BPS, diolah Kemenperin 5. Perkembangan Tenaga Kerja Sektor Industri Pengolahan Non-Migas Tenaga kerja sektor industri pengolahan non-migas pada tahun 2005-2012 mengalami kenaikan 22,04%, dimana pada tahun 2005 sebanyak 11.841.908 orang dan pada tahun 2012 sebanyak 14.452.333 orang (proyeksi). Jumlah tenaga kerja ini termasuk yang bekerja di industri besar dan sedang, mikro dan kecil, baik formal maupun informal. Tabel 3.8 Tenaga Kerja Sektor Industri Pengolahan Non-Migas Tahun 2004-2012 NO Jenis Industri 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011* 2012* 1. Makanan, minuman & tembakau 2.890.756 2.885.159 3.384.421 3.402.704 3.526.972 3.734.252 3.860.792 3.994.405 2. Tekstil, barang kulit & alas kaki 2.976.037 2.887.636 2.888.566 2.959.399 3.153.708 3.486.086 3.570.963 3.660.459 3. Barang kayu & hasil hutan lainnya 2.721.297 2.646.710 2.774.319 2.618.504 2.563.109 2.739.038 2.675.542 2.615.341 4. Kertas dan barang cetakan 499.946 433.199 511.757 528.585 554.923 589.547 618.124 648.539 Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 19 NO Jenis Industri 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011* 2012* 5. Pupuk, kimia dan barang dari karet 739.506 711.003 694.889 727.673 721.022 835.268 846.631 858.748 6. Semen dan barang galian bukan logam 771.868 803.506 1.007.794 1.097.667 1.102.982 977.241 1.002.763 1.029.668 7. Logam dasar besi dan baja 198.711 229.023 98.070 120.137 115.347 144.321 130.780 118.592 8. Alat angkut, mesin dan peralatannya 681.548 589.438 778.313 869.390 877.017 1.001.925 1.102.489 1.213.993 9. Barang lainnya 310.037 268.817 210.551 200.527 193.896 288.424 283.688 279.225 TOTAL 11.841.908 11.474.931 12.368.729 12.549.376 12.839.800 13.824.251 14.122.407 14.452.333 Sumber: Sakernas bulan Agustus berbagai tahun (BPS) *) Tahun 2011-2012 adalah data proyeksi Rencana Tenaga Kerja Sektor (RTKS) Industri 2012-2014, dengan basis data Sakernas (BPS) 6. Perkembangan Nilai Produksi Sektor Industri Pengolahan Non-Migas Nilai produksi industri pengolahan non-migas pada tahun 2006-2012 telah mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Pada tahun 2006, nilai total produksi industri pengolahan non-migas adalah sebesar Rp 2.154,88 triliun dan pada tahun 2012 adalah sebesar Rp 4.885,08 triliun, atau meningkat sebesar 126,70%. Peningkatan nilai produksi ini berdampak pada peningkatan pertumbuhan industri pengolahan non-migas secara nasional. Tabel 3.9 Nilai Produksi Sektor Industri Pengolahan Non-Migas Tahun 2006-2012 (Rp Triliun) No Deskripsi 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 1 Industri Makanan, Minuman dan Tembakau 584,59 731,80 972,07 1.166,18 1.287,66 1.506,98 1.740,05 2 Industri Tekstil, Pakaian Jadi dan Kulit 241,44 250,06 279,05 309,45 329,56 379,98 412,34 3 Industri Kayu, Bambu, Rotan, Rumput dan Sejenisnya Termasuk Perabot Rumahtangga 104,85 129,22 172,32 188,79 189,51 198,74 201,84 4 Industri Kertas dan Barang Dari Kertas, Percetakan dan Penerbitan 102,40 116,68 133,14 156,67 167,93 177,30 169,69 5 Industri Kimia dan Barang-Barang Dari Bahan Kimia, Minyak Bumi, Batu Bara, Karet dan Plastik 308,51 364,21 517,79 546,40 592,03 640,29 733,94 6 Industri Barang Galian Bukan Logam, Kecuali Minyak Bumi dan Batu Bara 58,38 65,91 80,38 87,35 91,44 101,85 115,60 7 Industri Logam Dasar 56,14 62,19 78,79 73,11 73,37 85,82 92,82 8 Industri Barang Dari Logam, Mesin dan Peralatannya 676,79 798,24 1.002,49 1.060,84 1.177,61 1.279,77 1.383,31 9 Industri Pengolahan Lainnya 21,78 23,20 27,94 30,07 32,23 34,54 35,49 Jumlah Industri Non Migas 2.154,88 2.541,51 3.263,97 3.618,85 3.941,33 4.405,28 4.885,08 Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 20 B. KINERJA PENGEMBANGAN INDUSTRI PRIORITAS TAHUN 2004-2012 1. Program Revitalisasi dan Pengembangan Basis Industri Manufaktur a. Industri Pupuk 1) Gambaran Umum Industri pupuk adalah salah satu industri penting dalam menunjang ketahanan pangan nasional. Revitalisasi industri pupuk diarahkan untuk meningkatkan produktivitas dan daya saing industri pupuk nasional sebagai penunjang pertanian pangan, sehingga diharapkan dapat membantu para petani dalam menjalankan kegiatan pertanian guna mencapai ketahanan pangan nasional. Saat ini, sebagian besar pabrik pupuk eksisting sudah berusia tua, rata-rata diatas 20 tahun. Dari 14 pabrik urea, sebanyak 8 pabrik berusia di atas 20 tahun. Kondisi ini berdampak pada tingkat efisiensi pabrik yang rendah dimana tingkat konsumsi gas bumi per ton urea rata-rata diatas 30 mmbtu. Di sisi lain, kebutuhan pupuk di masa datang terus meningkat, dimana kebutuhan pupuk urea tahun 2014 diperkirakan mencapai 9 juta ton. Kebijakan pemupukan di sektor pertanian di masa mendatang tidak hanya terfokus pada penggunaan pupuk tunggal namun juga mengarah pada penggunaan pupuk majemuk dan pupuk organik. 2) Permasalahan Permasalahan utama yang dihadapi pada Program Revitalisasi Industri Pupuk adalah sulitnya ketersediaan gas sebagai bahan baku industri pupuk, antara lain: a) Jaminan pasokan gas bumi untuk industri pupuk urea. b) Pasokan bahan baku industri pupuk NPK berupa Phosphate dan Kalium sangat tergantung dari impor. c) Bahan baku pupuk organik beraneka ragam dan lokasinya tersebar 3) Langkah-langkah Yang Telah Dilakukan a) Menyusun program revitalisasi industri pupuk yang didasarkan pada Road Map Kebutuhan Pupuk Sektor Pertanian Tahun 2010-2025. b) Koordinasi dengan instansi terkait (Kementerian ESDM, SKK. MIGAS) dan produsen pupuk untuk mendapatkan alokasi pasokan gas revitalisasi industri pupuk urea. c) Melakukan penjajakan ke beberapa negara penghasil Phosphate (Maroko, Tunisia, Jordania, Mesir) dan Kalium (Rusia dan Belarusia) untuk kerjasama pengadaan bahan baku pupuk NPK. d) Pemetaan potensi bahan baku pupuk organik di daerah. e) Menetapkan dan memberlakukan Standar Nasional Industri (SNI) Pupuk. Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 21 4) Hasil-hasil Yang Dicapai Tahun 2004-2012 a) Telah disusun Master Plan Pengembangan Industri Pupuk NPK melalui Permenperind Nomor 141/M-IND/PER/12/2010 tentang Rencana Induk (Master Plan) Pengembangan Industri Pupuk Majemuk/NPK. b) Telah dikeluarkan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 37 Tahun 2010 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 19 Tahun 2009 tentang Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia Pupuk Secara Wajib. c) Telah ditandatangani JVC antara PT. Petrokimia Gresik (Indonesia) dengan Jordan Phosphate Mines Company (JPMC) untuk membangun pabrik Phosphoric Acid (PA) di Gresik Jatim dengan kapasitas produksi 200.000 ton/tahun pada Januari 2010. d) Telah ditandatangani MoU/MoA antara Jordan Phosphate Mines Company (JPMC) dengan : (1) PT. Pusri (Persero) untuk pembangunan pabrik pupuk NPK dengan kapasitas 200.000 300.000 ton/tahun. MoU telah ditandatangani pada 3 November 2010. (2) PT. Pusri Palembang untuk pendirian pabrik Asam Phosphate dengan kapasitas 200.000 metrik ton pertahun di Palembang. MoA telah ditandatangani pada 3 November 2010. (3) PT. Petrokimia Gresik (Indonesia) untuk membangun pabrik Phosphoric Acid (PA) di Gresik Jatim dengan kapasitas produksi 200.000 ton/tahun (4) PT. Pupuk Kaltim untuk pendirian pabrik Asam Phosphate dengan kapasitas 200.000 metrik ton pertahun di Bontang. MoA telah ditandatangani pada 3 November 2010. e) Telah ditandatangani Natural Gas Supply Agreement (NGSPA) antara PT. Pupuk Kaltim dengan KKKS Eastkal pada 20 Juni 2011 untuk pasokan gas pabrik Kaltim-5 sebesar 80 mmscfd dengan jangka waktu 10 tahun (2012-2021). f) Telah ditandatangani kontrak pembangunan pabrik Kaltim-5 kapasitas 1,1 juta ton/tahun antara PT. Pupuk Kaltim dengan Konsorsium IKPT dan Toyo Engineering Corporation (TEC) pada 20 Juni 2011. g) Telah ditandatangani LoA antara PT Petrokimia Gresik dengan ExxonMobile pada 26 April 2012 untuk perpanjangan MoA terkait alokasi pasokan gas bumi untuk pabrik urea II PT. Petrokimia Gresik dari lapangan gas Cepu sebanyak 85 mmscfd. h) Telah ditandatangani PJBG dengan Pertamina EP pada 20 Desember 2012 untuk tambahan pasokan gas pabrik Pusri IIB sebesar 17 mmscfd untuk jangka waktu 2014-2017. i) Jaminan tambahan pasokan gas untuk pabrik Pusri IIB sebesar 17 mmscfd untuk periode 2018-2022 berdasarkan surat Dirjen Migas No. 17112/10/DJM.B/2012 tanggal 30 November 2012. j) Terealisasinya pasokan gas PT. Pupuk Iskandar Muda sebanyak 3 Cargo (dari kebutuhan 7 cargo selama tahun 2012). Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 22 k) Telah tersedia Peta Potensi Bahan Baku Pupuk Organik di 111 Kabupaten/Kota. l) Telah diberikan bantuan mesin peralatan pabrik pupuk organik kapasitas 1.250 Kg/jam di 13 Kabupaten/Kota. b. Industri Petrokimia 1) Gambaran Umum Industri petrokimia merupakan salah satu industri strategis yang keberadaannya sangat vital karena terkait dengan pemenuhan kebutuhan dasar manusia mulai dari peralatan rumah tangga sehari-hari hingga produk farmasi. Industri petrokimia berperan dalam menghasilkan produk dasar yang dimanfaatkan sebagai bahan baku bagi industri hilirnya seperti industri tekstil, plastik, karet sintetik, kosmetik, pestisida, bahan pembersih, bahan farmasi, bahan peledak, bahan bakar, hingga kulit imitasi. Struktur Industri petrokimia nasional saat ini masih belum terintegrasi antara industri hulu, antara, dan hilirnya. Berdasarkan Perpres No. 28 Tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional, industri petrokimia merupakan salah satu industri prioritas yang dikembangkan melalui pendekatan klaster. Pengembangan klaster industri petrokimia berdasarkan pada 3 (tiga) kelompok yakni: basis olefin, aromatik, dan methane-based. Fokus pengembangan klaster olefin berada di Banten, Aromatik di Tuban, dan Methane based di Kalimantan Timur. 2) Permasalahan a) Bahan baku industri petrokimia, khususnya naphta dan kondensat, masih diimpor, sementara industri migas nasional mengekspor naphta dan kondensat; b) Belum terintegrasinya industri migas dengan industri kimia hulu, industri kimia antara dan industri kimia hilir; c) Dukungan infrastruktur kurang memadai, antara lain pelabuhan, jalan akses, pembangkit listrik, dan pipanisasi masih terbatas; d) Penguasaan riset dan pengembangan teknologi industri petrokimia (teknologi produk dan proses produksi) masih terbatas; e) Belum efektifnya keringanan dan pembebasan pajak (tax holiday) untuk investasi baru atau penambahan kapasitas dan belum ada subsidi bunga pinjaman untuk revitalisasi mesin produksi. 3) Langkah-langkah Yang Telah Dilakukan a) Koordinasi dengan instansi terkait (Kementerian ESDM, SKK. MIGAS) untuk pengamanan bahan baku industri petrokimia. b) Pemanfaatan bahan baku yang beragam (multiple feedstock/horizontal differentiation). Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 23 c) Pengendalian ekspor bahan baku melalui Domestic Market Obligation bagi komoditas internasional (antara lain batubara, CPO, dsb) d) Pemberian insentif investasi berupa: Fasilitas Tax allowance, Tax holiday, BMDTP bagi bahan baku dan bahan penolong yang belum di produksi di dalam negeri, Fasilitas Bea Masuk, PPh dan PPN bagi industri yang berada dalam Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), Pembebasan bea masuk dan PPN untuk bahan baku dan barang modal selama masa project. e) Pembangunan Center of Excellence Industri Petrokimia 4) Hasil-hasil Yang Dicapai Tahun 2004-2012 a) Telah tersedianya alokasi gas sebesar 180 mmscfd untuk pembangunan 2 pabrik pupuk urea, kapasitas masing-masing 1 juta ton/tahun di Tangguh Papua Barat; b) Pembangunan pabrik butadiena PT. Petrokimia Butadiene Indonesia kapasitas 150 ribu ton/tahun dan investasi Rp 1,5 T di Banten c) Pengembangan investasi PT. Chandra Asri dengan kapasitas produksi 1 juta ton olefin/tahun dan nilai investasi Rp 1,7 T di Banten. d) Pembangunan pabrik kosmetika PT. LOreal Indonesia di Cikarang, dengan nilai investasi Rp 1,25 Triliun, kapasitas produksi 200 juta unit/tahun dan menyerap tenaga kerja lebih dari 1.700 orang. e) Pembangunan pabrik Acrylic Acid kapasitas 80.000 ton/th dan Super Absorbent Polyer kapasitas 90.000 ton/th, PT. Nippon Shokubai Indonesia dan nilai investasi USD 332 juta. f) Pembangunan RCC Off Gas to Propylene Project (ROPP) di Balongan kapasitas 180 ribu ton/th oleh PT. Pertamina dan PT. Chandra Asri dan nilai vestasi USD 270 juta g) Tersusunnya Bisnis Plan Pengembangan industri petrokimia di Tangguh; h) Telah selesainya pembangunan tahap I Gedung Center of Excellence Industri Petrokimia di Cilegon, Banten; i) Telah disusunnya SNI Produk petrokimia diantaranya: polyethylene dan polypropylene untuk bahan baku gelas plastik menggunakan proses thermoforming; j) Terfasilitasinya proyek Olefin Centre PT. TPPI Tuban, Jawa Timur. k) Penguatan struktur industri petrokimia melalui realisasi investasi pabrik asam nitrat kapasitas 238.000 ton/th dan ammonium nitrat kapasitas 300.000 ton/th PT Kaltim Nitrat Indonesia; l) Penerbitan PMK No. 462/KMK.011/2012 tentang Pemberian Fasilitas Pembebasan dan Pengurangan Pajak Penghasilan Badan Kepada PT. Petrokimia Butadiene Indonesia. Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 24 c. Industri Besi Baja 1) Gambaran Umum Industri baja merupakan industri strategis yang produknya digunakan untuk sektor konstruksi, minyak dan gas bumi serta otomotif. Saat ini, konsumsi baja masih sangat rendah dan di bawah konsumsi negara-negara di Asia Tenggara. Sehingga pengembangan industri baja perlu mendapatkan perhatian yang serius dan didukung oleh instansi pemerintah dan industri terkait lainnya. Namun demikian, pada tahun 2008-2011 telah terjadi ekspor besar-besaran terhadap bijih besi sebagai bahan baku industri baja, yaitu 1,5 juta ton pada 2008 menjadi 12,8 juta ton atau meningkat sebesar 750%. Dengan cadangan bijih besi sebanyak 115 juta ton, apabila tidak segera dikembangkan industri hilirnya maka bahan baku bijih besi dikhawatirkan akan habis dalam waktu 9 (sembilan) tahun. Untuk itu, Pemerintah mendorong hilirisasi industri berbasis bahan tambang mineral, salah satunya adalah industri besi baja. Pada kurun waktu 2011- 2012, pertumbuhan industri logam dasar besi baja tumbuh sangat tinggi (13,06% dan 6,45%) setelah tahun-tahun sebelumnya sempat mengalami pertumbuhan negatif khususnya tahun 2008-2009 akibat dampak krisis ekonomi global. 2) Permasalahan a) Belum optimalnya pengembangan teknologi pengolahan bahan tambang mineral. b) Belum ada industri baja dalam negeri yang mampu mengolah bijih/pasir besi dalam negeri. c) Ketergantungan bahan baku impor menjadikan posisi tawar Indonesia, baik di pasar lokal apalagi pasar global menjadi lemah. d) Adanya ketentuan salah satu limbah industri logam baja (slag baja) dimasukkan dalam kategori B3 sehingga mengganggu suplai bahan baku untuk industri lainnya. e) Ketersediaan dan kualitas infrastruktur, baik fisik maupun nonfisik masih kurang memadai. f) Rendahnya kemampuan daya saing produk dalam negeri terhadap produk olahan besi baja impor. 3) Langkah-langkah Yang Telah Dilakukan a) Pelarangan ekspor bijih besi dan mendorong dibangunnya industri hilir besi baja b) Inisiasi pembentukan Pusat Teknologi Baja untuk mengembangkan industri baja nasional Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 25 c) Mempercepat proses pemeriksaan skrap impor di pelabuhan-pelabuhan utama di wilayah Indonesia agar tidak mengganggu operasional industri besi baja nasional d) Pemberlakuan SNI wajib terhadap beberapa produk industri baja (logam) dengan tujuan agar produk impor yang masuk ke Indonesia dan beredar dipasar domestik harus memenuhi persyaratan mutu SNI, dapat memberikan jamian kualitas atas K3L kepada konsumen dan terciptanya persaingan yang sehat dan adil antra produk dalam negeri dengan impor e) Pemberlakuan instrumen safeguard dan Biaya Masuk Anti Dumping (BMAD) sebagai tindakan pengamanan perdagangan untuk melindungi industri dalam negeri dari serbuan barang impor f) Telah dilakukan pembahasan revisi PP no. 18 tahun 1999 jo. PP no. 85 tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun (B3) di Kementerian Lingkungan Hidup. 4) Hasil-hasil Yang Dicapai Tahun 2004-2012 a) Telah diberlakukan 18 SNI Wajib untuk produk-produk baja, b) Telah diberikan insentif berupa Bea Masuk Ditanggung Pemerintah (BMDTP) atas impor barang dan bahan guna memproduksi barang/jasa untuk industri, termasuk steel cord. c) Pemberlakuan instrumen safeguard untuk beberapa produk baja yaitu, kawat seng, kawat bindrat, tali kawat baja (wire rope), tali kawat baja (flattened strand), kawat bronjong dan casing & tubing seamless d) Pemberlakuan instrumen BMAD untuk produk Hot Rolled Coil, H Section dan I Section, Hot Rolled Plate dan Cold Rolled Coil e) Pembahasan revisi PP no. 18 tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun (B3) menghasilkan adanya ketentuan limbah khusus untuk komoditas tertentu yang dijadikan sebagai bahan baku industri logam dalam negeri (slag baja, copper slag, fly ash, bottom ash, dll) sehingga tidak dikategorikan limbah umum yang dilarang. f) Terdapat beberapa investasi baru industri baja nasional, antara lain: (1) Telah beroperasinya PT. Meratus Jaya Iron & Steel yang berlokasi di Kalimantan Selatan yang mengolah bijih besi menjadi sponge iron dengan kapasitas produksi 315.000 Ton dengan nilai investasi sebesar Rp 1,17 Triliun. (2) PT. Krakatau Steel dan POSCO telah sepakat membangun pabrik baja di Cilegon dengan kapasitas total 6 juta ton per tahun untuk produk hot rolled coil, slab dan plat baja. (3) Telah beroperasinya PT. Indoferro secara komersial yang berlokasi di Cilegon, Provinsi Banten yang memproduksi Pig Iron dengan kapasitas 500 ribu ton/ tahun dan Nickel Pig Iron dengan kapasitas 250 ribu ton/ tahun dengan nilai investasi sebesar USD 110 juta. (4) Telah dilakukannya Ground Breaking PT. Batulicin Steel pada bulan Juli 2012 yang rencananya akan memproduksi baja dasar sebesar 3 juta ton/tahun dengan nilai investasi sebesar USD 1,5 Milyar, dengan Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 26 rincian Besi Beton sebesar 1 juta ton/tahun dan Ferro Nickel sebesar 600 ribu ton/tahun pada tahap awal serta H-Beam Steel dan Pelat Baja sebesar 2 juta ton/tahun pada tahap selanjutnya. (5) Rencana pembangunan PT. Jogja Magasa Iron yang berlokasi di Kulon Progo, Jogjakarta yang mengolah pasir besi menjadi pig iron dengan kapasitas produksi 1 juta ton. d. Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) 1) Gambaran Umum Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT), Barang Kulit dan Alas Kaki merupakan industri penting di Indonesia dan salah satu komoditi andalan industri manufaktur. Industri TPT, Alas Kaki dan Penyamakan Kulit menjadi salah satu komponen utama pembangunan industri nasional, dengan tiga peran pentingnya yaitu penyumbang devisa ekspor non migas, penyerapan tenaga kerja dan pemenuhan kebutuhan sandang dalam negeri. Pertumbuhan Industri TPT, Barang Kulit dan Alas Kaki juga cukup signifikan, dimana setelah mengalami pertumbuhan negatif pada tahun 2007-2008 akibat dampak krisis ekonomi global, kini dapat tumbuh di atas 4%. Tenaga kerja yang terserap oleh industri TPT skala besar dan menengah pada tahun 2012 kurang lebih 1,5 juta, dengan nilai ekspor pada tahun 2012 mencapai US$ 12,45 milyar. 2) Permasalahan a) Kenaikan upah buruh, harga BBM dan tarif listrik telah meningkatkan biaya produksi. b) Membanjirnya produk impor dengan harga yang sangat murah serta banyaknya produk impor ilegal, telah membuat produk dalam negeri kalah bersaing di pasar domestik, terutama sebagai dampak dari pemberlakuan ACFTA. c) Sekitar 80% dari populasi mesin-mesin industri benang dan kain usianya sudah di atas 20 tahun, yang mengakibatkan efisiensi, produktivitas dan kualitas produk rendah, sehingga makin tidak bisa bersaing. d) Tingkat Kemampuan SDM Industri yang masih rendah dibandingkan dengan Negara-negara pesaing. 3) Langkah-langkah Yang Telah Dilakukan a) Melaksanakan program restrukturisasi permesinan/peralatan Industri TPT melalui pemberian potongan harga mesin peralatan dan pemberian pinjaman/kredit dengan suku bunga rendah. b) Pemberian bantuan mesin/peralatan untuk meningkatkan teknologi bagi Klaster Industri TPT khususnya IKM. c) Meningkatkan Pusat Pendidikan dan Pelatihan Garmen di Semarang dengan memberikan bantuan mesin/peralatan. Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 27 d) Pengembangan Teknologi Produksi ITPT melalui kerjasama dengan negara berteknologi maju, sebagaimana telah diimplementasikan dalam pilot project NEDO di bidang dyeing & finishing yang hemat energi, air dan bahan kimia di PT. Daliatex Bandung e) Memfasilitasi industri TPT untuk memperoleh fasilitas BMDTP bagi importasi bahan baku/bahan penolong yang belum diproduksi di dalam negeri, yaitu polipropilene untuk industri karpet f) Mengembangkan standard produk tekstil (SNI) melalui untuk tujuan mendorong pencapaian tingkat mutu yang unggul serta keamanan dan keselamatan, serta pengembangan standard Kompetensi tenaga kerja industri tekstil (SKKNI) g) Mengkolaborasikan antara Produsen Tekstil dengan para Designer dalam rangka meningkatkan daya saing produk TPT Nasional baik di pasar dalam negeri maupun ekspor h) Mengembangkan lembaga pendidikan Tekstil yang mampu menghasilkan tamatan yang memenuhi harapan dunia kerja i) Promosi produk TPT melalui Pameran baik didalam maupun diluar Negeri 4) Hasil-hasil Yang Dicapai Tahun 2004-2012 a) Dari pagu anggaran yang dialokasikan untuk Program Revitalisasi Industri TPT sejak tahun 2007 sampai dengan tahun 2012, program ini mampu menstimulus kegiatan investasi mesin/peralatan yang dilakukan oleh dunia usaha, sebagai berikut: Tabel 3.10 Perkembangan Program Restrukturisasi ITPT Tahun 2007-2012 No Tahun Peserta Unit usaha Pagu Dipa (Rp. Milyar) Nilai Bantuan (Rp. Milyar) Nilai Investasi (Rp. Milyar) Industri Tekstil dan Produk Tekstil 1 2007 92 255,00 152,31 1.550 2 2008 175 330,00 181,71 1.790 3 2009 193 240,00 170,75 1.440 4 2010 151 154,15 144,37 1.544 5 2011 109 133,50 133,03 1.391 6 2012 142 128,40 127,73 1.562 b) Program Revitalisasi Industri TPT pada tahun 2007-2012 telah menghasilkan penambahan tenaga kerja sebanyak 92.000 orang, peningkatan kapasitas produksi sebesar 16-21%, peningkatan produktivitas sebesar 6-10%, serta peningkatan efisiensi energi sebesar 5-9%. c) Pada tahun 2004-2012 telah dilakukan peningkatan kemampuan SDM dalam bentuk pelatihan industri garmen, dengan jumlah peserta sebagai berikut: Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 28 Tabel 3.11 Jumlah Peserta Pelatihan SDM ITPT Tahun 2004-2013 Jenis Pelatihan 2004-2010 (orang) 2011 (orang) 2012 (orang) 2013 (orang) Total 2004-2013 (orang) Pelatihan Peningkatan Kemampuan SDM Industri TPT, Alas Kaki, Kulit dan Mainan 2.000 - - - 2.000 Pelatihan Industri Garment - 2.520 1.300 4.050 9.270 d) Perluasan investasi dan pembangunan pabrik baru PT. Indorama Polyester Industries di Karawang, dengan total nilai investasi US$ 400 juta. e. Industri Alas Kaki 1) Gambaran Umum Industri Alas Kaki dan Barang Kulit termasuk industri yang menyerap banyak tenaga kerja (padat karya), dengan jumlah tenaga kerja industri menengah dan besar pada tahun 2012 mencapai 548.335 orang. Nilai ekspor produk industri alas kaki dan barang kulit pada tahun 2012 adalah sebesar US$ 3,56 milyar. 2) Permasalahan a) Keterbatasan ketersediaan bahan baku kulit jadi, karena bahan baku dari industri penyamakan kulit dalam negeri cenderung diekspor dan proses/prosedur karantina terhadap impor kulit jadi masih memerlukan waktu dan biaya. b) Terbatasnya kemampuan dan ketersediaan SDM dalam bidang desain produk dan teknologi produksi khususnya jahit. c) Kurangnya promosi produk bagi industri besar dan keterbatasan kemampuan dana promosi bagi IKM baik di dalam dan luar negeri. d) Mesin/peralatan yang digunakan sebagian besar sudah tua diatas 20 tahun, sedangkan untuk peremajaan kesulitan dalam sumber pembiayaan karena dianggap foot loose industry. 3) Langkah-langkah Yang Telah Dilakukan a) Memfasilitasi kepesertaan dalam pameran internasional didalam negeri. b) Fasilitasi pelatihan SDM industri alas kaki bidang teknologi produksi, manajemen keuangan dan pemasaran serta entrepreneurship motivation. c) Fasilitasi kerjasama dengan sumber pembiayaan dalam rangka peningkatan akses pembiayaan. d) Fasilitasi kerjasama aliansi strategis antara perusahaan champion dengan mitranya baik sebagai pemasok bahan baku maupun bahan penolong dan subcontracting serta lembaga penelitian dan pengujian. Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 29 e) Melakukan koordinasi dengan instansi terkait terutama Kementerian Pertanian, Ditjen Bea & Cukai dalam rangka kelancaran proses karantina impor kulit jadi. f) Mempersiapkan penerapan SNI wajib untuk Safety Shoes. g) Melaksanakan program restrukturisasi mesin/peralatan industri alas kaki dan penyamakan kulit yang dimulai dari tahun 2009 hingga sekarang 4) Hasil-hasil Yang Dicapai Tahun 2004-2012 a) Dari pagu anggaran yang dialokasikan untuk Program Revitalisasi Industri Alas Kaki dan Penyamakan Kulit sejak tahun 2007 sampai dengan tahun 2012, program ini mampu menstimulus kegiatan investasi mesin/peralatan yang dilakukan oleh dunia usaha, sebagai berikut: Tabel 3.12 Perkembangan Program Restrukturisasi Industri Alas Kaki & Penyamakan Kulit Tahun 2009-2012 No Tahun Peserta Unit usaha Pagu Dipa (Rp. Milyar) Nilai Bantuan (Rp. Milyar) Nilai Investasi (Rp. Milyar) Industri Alas Kaki & Penyamakan Kulit 1 2009 26 52,50 13,60 136 2 2010 24 24,45 18,30 183 3 2011 19 19,00 18,38 191 4 2012 19 17,00 16,76 175 b) Program Revitalisasi Industri Alas Kaki dan Penyamakan Kulit pada tahun 2009-2012 telah menghasilkan penambahan tenaga kerja sebanyak 102.000 orang, peningkatan kapasitas produksi sekitar 35%, peningkatan produktivitas sekitar 9%, serta peningkatan efisiensi energi sebesar 4-7%. c) Pada tahun 2004-2012 telah dilakukan peningkatan kemampuan SDM dalam bentuk pelatihan industri garmen, dengan jumlah peserta sebagai berikut: Tabel 3.13 Jumlah Peserta Pelatihan SDM Industri Alas Kaki Tahun 2004-2013 Jenis Pelatihan 2004-2010 (orang) 2011 (orang) 2012 (orang) 2013 (orang) Total 2004-2013 (orang) Pelatihan Peningkatan Kemampuan SDM Industri TPT, Alas Kaki, Kulit dan Mainan 2.000 - - - 2.000 Pelatihan Industri Alas Kaki - 480 5.100 1.050 6.630 d) Telah memfasilitasi pameran produk-produk industri TPT, Alas Kaki & Barang Kulit pada kurun waktu 2005-2012 sebanyak 70 event baik nasional maupun internasional. e) Dalam rangka perlindungan terhadap produk-produk industri alas kaki dan barang kulit, telah dilakukan pemberlakuan SNI wajib untuk sepatu Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 30 pengaman (safety shoes) dengan sistem Goodyear Welt, sol karet cetak vulkanisir, serta sol poliuretan dan termoplastik poliuretan cetak injeksi. f. Industri Semen 1) Gambaran Umum Semen merupakan salah satu komoditi strategis sebagai penunjang dalam perekonomian nasional melalui pembangunan infrastruktur dan perumahan, gedung serta fasilitas umum lainnya. Peruntukan semen pun semakin meluas untuk membangun prasarana jalan beton yang mempunyai banyak keunggulan dibandingkan aspal. Pertumbuhan industri semen selama periode tahun 2004-2012 cenderung positif. Setelah mengalami pertumbuhan negatif pada tahun 2008 dan 2009, industri semen dan barang galian bukan logam kembali tumbuh tinggi hingga lebih dari 7% pada tahun 2011-2012. Selain berdampak pada penambahan kapasitas, pertumbuhan industri semen juga diikuti oleh upaya-upaya peningkatan daya saing yaitu diversifikasi produk semen, efisiensi energi, penggunaan batu bara kalori rendah dan bahan bakar alternatif. Lokasi pabrik semen saat ini masih terpusat di Jawa, Sumatera dan Sulawesi. Sementara itu, permintaan/kebutuhan semen mengalami kenaikan yang cukup besar, dimana tahun 2011 meningkat 17,7%., sedangkan pada tahun 2015 kebutuhannya diperkirakan mencapai 70 juta ton. 2) Permasalahan a) Konsumsi energi yang diperlukan untuk produksi semen di Indonesia relatif lebih tinggi dibandingkan negara lain. b) Beberapa produsen semen menemui kendala pada pemanfaatan lahan tambang batu kapur dan tanah liat untuk bahan baku c) Pasokan energi listrik dan batubara belum terpenuhi secara kontinu d) Prasarana dan sarana transportasi terbatas, khususnya di Kawasan Timur Indonesia dimana fasilitas dermaga yang sangat terbatas dan waktu bongkar yang lama. 3) Langkah-langkah Yang Telah Dilakukan a) Mengamankan pasokan dalam rangka pemenuhan kebutuhan nasional; b) Meningkatkan efisiensi dan konservasi energi; c) Memperkuat kemitraan antara industri semen dengan industri hilir. d) Mengembangkan industri semen nasional, khususnya di Kawasan Timur Indonesia; e) Mengembangkan kompetensi sumber daya manusia dalam rekayasa, fabrikasi dan konstruksi pabrik semen; f) Mengamankan pasokan batubara melalui pemanfaatan potensi yang ada untuk industri semen nasional; Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 31 g) Meningkatkan kemampuan rekayasa dan pabrikasi pabrik-pabrik semen generasi baru yang lebih efisien dan hemat energi. 4) Hasil-hasil Yang Dicapai Tahun 2004-2012 a) Pada tahun 2004-2012, telah terjadi peningkatan kapasitas dan nilai produksi dan utilitasisasi industri semen. Tabel 3.14 Profil Industri Semen Nasional Tahun 2004-2012 ASPEK TAHUN 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 Kapasitas 47.490 46.090 45.090 44.890 44.890 45.890 51.850 52.940 55.940 Produksi 33.014 33.918 33.030 35.030 38.556 38.000 37.843 45.438 38.877 Impor 1.055 1.213 1.200 1.631 1.383 1.284 1.057 876 Utilitas (%) 69,5 75,6 73,2 78 85,9 82,8 72,8 85,8 92,7 Total Pemasaran - - - 34.171 38.070 36.900 40.777 47.999 39.615 b) Realisasi pembangunan oleh PT. Semen Gresik Group: (1) Unit pengantongan semen di Sorong, Papua Barat oleh PT. Semen Gresik yang direncanakan mulai beroperasi pada awal tahun 2013; (2) Unit pabrik baru PT. Semen Gresik di Tuban, Jawa Timur (Tuban IV) dengan kapasitas 2,5 juta ton per tahun, telah beroperasi pada pertengahan tahun 2012; (3) Unit pabrik baru PT. Semen Tonasa di Pangkep, Sulawesi Selatan (Tonasa V) dengan kapasitas 2,5 juta ton per tahun, akan beroperasi pada awal tahun 2013. c) Realisasi pembangunan oleh PT. Semen Bosowa: (1) Unit penggilingan semen di Banyuwangi, Jawa Timur dengan kapasitas 1,2 juta ton per tahun. Pembangunan dimulai bulan Mei 2012, dan direncanakan selesai pada tahun 2013; (2) Unit pabrik baru di Maros, Sulawesi Selatan dengan kapasitas 2,5 juta ton per tahun. Pembangunan dimulai bulan November 2012, direncanakan selesai pada tahun 2014. d) Realisasi pembangunan pabrik baru oleh PT. Holcim Indonesia di Tuban, Jawa Timur, dengan kapasitas 1,7 juta ton per tahun. Saat ini dalam proses konstruksi pabrik dan direncanakan selesai pada tahun 2014. e) Realisasi pembangunan pabrik oleh investor baru: (1) State Development and Investment Cooperation (SDIC) di Manokwari, Papua Barat dengan kapasitas 1 juta ton per tahun, saat ini dalam proses pembebasan lahan. (2) Anhui Conch Cement Co., Ltd. di Tanjung, Kalimantan Selatan dengan kapasitas 2,5 juta ton per tahun, saat ini dalam proses pembebasan lahan. (3) China Trio Int. Engineering Co. Ltd. Di Subang (Jabar) dengan kapasitas 1,5 juta ton/tahun Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 32 (4) Siam Cement (Akuisisi Boral/Jaya Readymix) di Sukabumi (Jabar) dengan kapasitas 1,8 juta ton/tahun (5) Wilmar, Semen Merah-Putih di Bayah (Banten) dengan kapasitas 1,2 juta ton/tahun (6) PT. Jui Shin Indonesia Semen Karawang/Paku Bumi di Karawang (Jabar) dengan kapasitas 2,5 juta ton/tahun (7) Semen Grobogan/Gajah Tunggal (China Triumph Int Eng Co. Ltd./CTIEC) di Grobogan (Jateng) dengan kapasitas 1,5 juta ton g. Industri Keramik 1) Gambaran Umum Industri Keramik Nasional didominasi oleh keramik tile untuk keperluan bahan bangunan, kramik peralatan rumah tangga, barang seni dan kebutuhan untuk membersihkan (sanitair). Proses industri keramik yang membutuhkan proses pembakaran suhu tinggi (lebih dari 1.000C) memerlukan banyak bahan bakar dan proses pembakaran yang bersih. Gas memiliki komponen yang dibutuhkan industri keramik, namun sering kali terkendala dengan pasokannya yang lebih banyak diekspor ke luar negeri. Ketidakpastian akan pasokan gas bumi pada industri keramik menyebabkan ketidakpastian dalam hal produksinya. Perbankan menilai bahwa industri keramik memiliki risiko yang besar, sehingga bunga yang dibebankan pada industri keramik juga besar. Hal ini membuat daya saing industri keramik nasional kurang kompetitif dengan produk pesaing, meskipun di dunia Industri keramik Nasional menduduki peringkat ke 6 (enam). 2) Permasalahan a) Tidak adanya kepastian jaminan pasokan gas untuk industri keramik nasional untuk jangka pendek dan jangka panjang. b) Kualitas bahan baku masih belum standar, terutama feldspar. Sedangkan kaolin, pasir kuarsa dan ball clay sudah memenuhi standar. c) Masih lemahnya penguasaan teknologi produksi dan desain produk keramik. d) Sekolah-sekolah desain keramik perlu mendekatkan diri dengan dunia usaha. e) Industri keramik perlu meningkatkan inovasi dalam proses produksi yang hemat energi. 3) Langkah-langkah Yang Telah Dilakukan a) Koordinasi pengamanan pasokan gas untuk industri keramik; b) Promosi investasi bahan baku keramik; c) Peningkatan efisiensi energi melalui penerapan konservasi energi; d) Pengembangan desain produk industri keramik; e) Meningkatkan pengamanan dan kualitas produk keramik melalui SNI; Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 33 f) Melakukan revitalisasi Unit Pelayanan Teknis (UPT) Industri Kecil dan Menengah Keramik. 4) Hasil-hasil Yang Dicapai Tahun 2004-2012 a) Tercapainya pengamanan kebutuhan gas untuk keperluan industri keramik di Jawa dengan PT. Perusahaan Gas Negara. b) Lokus klaster keramik yang akan mengembangkan pengolahan bahan baku di Kalimantan Barat. c) Adanya realisasi perluasan pabrik keramik PT. Arwana Citramulia. d) Jumlah Entitas kolaborasi klaster industri semen dan industri keramik sebanyak 104 telah tercapai. e) Dibentuknya Forum Komunikasi Pengguna Gas dalam rangka upaya pengamanan sumber energi gas bagi industri keramik dan kaca. f) Fasilitasi Pengembangan Unit Clay Center di Kalimantan Barat. g) Pada tahun 2008-2012, terjadi perkembangan produksi keramik nasional. Ubin keramik mengalami penurunan dari tahun 2008-2010, kemudian sedikit meningkat pada tahun 2011 dan 2012 namun masih lebih rendah dibanding tahun 2008. Sedangkan produksi alat makan keramik (tableware), keramik sanitary, barang keramik lainnya dan keramik untuk laboratorium mengalami kenaikan. Tabel 3.15 Perkembangan Produksi Industri Keramik Nasional Tahun 2008-2012 Jenis Keramik Unit 2008 2009 2010 2011 2012 Ubin keramik Ton 4.015.323 3.330.000 3.370.572 3.720.352 3.794.759 Alat makan keramik (Table ware) Ton 40.000 40.800 41.616 42.448 43.306 Keramik sanitary Ton 57.369 56.104 56.104 57.226 58.371 Barang keramik lainnya Ton 57.369 56.104 56.104 57.226 58.371 Keramik untuk laboratorium Ton 23.763 24.238 24.723 25.217 25.722 h. Revitalisasi dan Penumbuhan Industri Barang Karet 1) Gambaran Umum Indonesia memiliki perkebunan karet terluas di dunia, yaitu 3,4 juta ha pada 2012, dimana 85%-nya merupakan perkebunan karet rakyat yang banyak menyerap tenaga kerja. Jumlah tenaga kerja industri karet di sektor on-farm kurang lebih 2,1 juta kepala keluarga, dan di sektor off-farm (industri pengolahan) sekitar 100 ribu orang. Produksi karet alam Indonesia adalah sebesar 3,0 juta ton pada tahun 2012 (lebih dari 80% diekspor) dengan tingkat produktivitas 1 ton/ha, yang menempatkan Indonesia sebagai negara produsen karet nomor 2 (dua) dunia setelah Thailand. Nilai ekspor produk pengolahan karet Indonesia pada tahun 2012 mencapai US$ 10,82 milyar, meningkat 267% dibandingkan tahun 2004 yang sebesar Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 34 US$ 2,95 milyar. Dengan potensi yang dimiliki tersebut, Indonesia masih berpeluang meningkatkan produktivitas dan nilai tambah industri karet melalui hilirisasi industri karet. 2) Permasalahan a) Masih rendahnya kualitas bokar yang dihasilkan sebagai bahan baku utama produk barang karet hilir, dan masih dikenakannya PPN 10% terhadap bokar sebagai bahan baku sehingga mengurangi daya saing produk barang karet hilir. b) Masih kurangnya dukungan industri pendukung dan penolong bagi industri karet hilir seperti industri permesinan, industri bahan kimia (Carbon Black, Silika, Kaolin, Tyre Cord, Processing Oil) sehingga masih dibutuhkan impor dalam jumlah cukup besar. c) Masih banyaknya beredar produk barang karet illegal bermutu rendah dan belum memenuhi SNI sehingga membahayakan konsumen. d) Alih teknologi belum sepenuhnya berjalan (masih menggunakan merek principal) disebabkan Principal otomotif masih mendatangkan barang karet dari negara asal meskipun sudah diproduksi di DN. e) Dukungan Infastruktur seperti jalan, pelabuhan, dan komunikasi yang belum memadai. 3) Langkah-langkah Yang Telah Dilakukan a) Telah dilakukan inisiasi pembentukan klaster industri karet di 4 (empat) lokasi yaitu melalui kegiatan Forum Komunikasi dan Working Group di empat lokus yaitu Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Jambi dan Jawa Barat. b) Telah dipetakan dan diinventarisasi beberapa wilayah potensi perkebunan karet serta industri pengolahan karet hilir potensial, yaitu di Sumatera Utara, Sumatera Selatan dan Jambi. c) Fasilitasi bantuan mesin dan peralatan : (1) Provinsi Sumatera Selatan dan Jambi untuk mesin/peralatan pengolahan karet kompon dan vulkanisir ban. (2) Provinsi Papua untuk mesin/peralatan pengolahan karet setengah jadi. (3) Provinsi Jawa Barat untuk mesin/peralatan Computer Numeric Control (CNC) untuk memproduksi barang karet high precision keperluan otomotif kepada Koperasi Pengusaha Industri Suku Cadang Mesin (Kopisma) Bandung sebagai champion klaster barang karet otomotif yang secara alamiah telah lama terbentuk. d) Pengembangan Industri barang-barang karet melalui promosi investasi dan fasilitas untuk penanaman modal dibidang usaha tertentu atau daerah tertentu (PP No. 52/2012). Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 35 4) Hasil-hasil Yang Dicapai Tahun 2004-2012 a) Telah dilakukan kajian cara pendeteksian dini vulkanisat karet dalam Bahan Olah Karet (BOKAR). b) Telah disusunnya buku Blueprint dalam rangka mendukung pengembangan industri karet dan barang karet. c) Telah dikeluarkannya SK Menteri Keuangan No. 162/PMK.011/2008 tanggal 31 oktober tahun 2008 tentang penghapusan Bea Masuk Anti Dumping untuk komoditi Karbon Black. d) Telah diberlakukannya SNI Wajib untuk selang karet untuk kompor gas LPG, ban luar dan ban dalam dan rubber seal tabung gas LPG. e) Pembangunan pabrik ban Hankook kapasitas 5,3 juta ban KBM roda 4 per tahun dan 840 ribu ban truk/radial pertahun dengan nilai investasi USD 1,1 miliar di Jawa Barat. f) Tersusunnya kajian pengembangan industri karet terpadu di Sei Bamban yang direncanakan akan terintegrasi dengan Kawasan Ekonomi Khusus, Sei Mangkei; g) Pelatihan peningkatan konservasi energi industri karet remah di Palembang. h) Fasilitasi pengembangan industri karet karet hilir untuk meningkatkan kemampuan pembuatan kompon karet dan produksi vulkanisir ban melalui bantuan mesin pengolahan barang karet di Sumatera Selatan, Jambi, dan Kalimantan Barat. 2. Revitalisasi dan Penumbuhan Industri Agro a. Industri Pengolahan Kelapa Sawit 1) Gambaran Umum Indonesia bersama dengan malaysia merupakan negara penghasil CPO (Crude Palm Oil/minyak sawit mentah) utama dengan penguasaan pasar hampir 85% pasokan minyak sawit di dunia. Sejak tahun 2009, Indonesia mengungguli Malaysia dalam produksi minyak sawit dengan jumlah produksi hampir 18 Juta Ton. Meskipun sebagai produsen CPO terbesar, namun sebagian besar produksi minyak sawit masih diekspor dalam bentuk mentah (ekspor CPO mencapai 50% dan ekspor CPKO mencapai 85%) karena harga internasional yang lebih menarik dan adanya komitmen pasokan bagi industri di luar negeri. Nilai ekspor pengolahan kelapa/kelapa sawit terus meningkat, sejak tahun 2004-2012 terjadi peningkatan sampai dengan 383%. Meskipun demikian, pertumbuhan ekspor pengolahan kelapa/kelapa sawit mulai menurun pada tahun 2012. Penurunan ekspor ini merupakan dampak krisis ekonomi di Amerika dan Eropa yang merupakan negara tujuan ekspor. Hal ini seyogyanya bisa dimanfaatkan sebagai momentum untuk meningkatkan hilirisasi industri hilir kelapa sawit di dalam negeri. Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 36 2) Permasalahan a) Infrastruktur pendukung di KEK Sei Mangkei belum tersedia dengan baik dengan kewenangan bertingkat (Pusat Provinsi Kabupaten Swasta); b) Biaya logistik yang tinggi dan minimnya proyek baru pembangunan fasilitas logistik seperti pelabuhan curah cair dan kontainer di daerah baru produsen Minyak sawit (Sumatera, Sulawesi, Papua); c) Penumbuhan industri hilir terhambat karena integrasi rantai nilai industri hulu hilir belum dirasakan secara langsung oleh pelaku usaha industri. d) Kecenderungan mengekspor bahan baku karena kontrak internasional sehingga menghambat investasi bidang industri hilir; e) Belum tersedianya Centre of Excellence for Oleochemical Industry sebagai lembaga koordinasi formal klaster IHKS dan pusat pembentukan SDM SDM berkualitas; f) Ketergantungan pada penyediaan lisensi teknologi industri, inovasi formulasi produk, dan industri permesinan dari luar negeri; g) Hambatan fiskal (perpajakan) dan moneter (suku bunga) tinggi bagi penumbuhan industri hilir kelapa sawit; h) Adanya Kampanye negatif produk minyak sawit Indonesia oleh LSM Internasional. 3) Langkah-langkah Yang Telah Dilakukan a) Mempertahankan Kebijakan Restrukturisasi Tarif Bea Keluar melalui PMK Nomor 75 Tahun 2012; b) Mempertahankan kebijakan insentif investasi (Tax Allowance & Tax Holiday) serta memberikan kemudahan administrasi; c) Pelaksanaan Program Nasional Konversi Minyak Goreng Curah Menjadi Minyak Goreng Kemasan Sederhana; d) Program dan alokasi dana khusus pembangunan hard infrastructure di kawasan Sei Mangkei Sumut, Dumai Kuala Enok, Riau, dan Maloy Kaltim; e) Program dan alokasi dana khusus perbaikan soft infrastructure meliputi Promosi Investasi, Peningkatan SDM, teknologi, dan centre of excellence; f) Penyelesaian hambatan prosedur adminsitrasi perpajakan dan insentif investasi. 4) Hasil-hasil Yang Dicapai Tahun 2004-2012 a) Utilisasi Industri Minyak Goreng/Refinery dalam negeri, pada tahun 2010 hanya sekitar 45% meningkat menjadi 70% pada awal tahun 2012; b) Meningkatnya Investasi di bidang industri hilir kelapa sawit dengan total komitmen investasi hingga tahun 2014 mencapai Rp. 20 Triliun; c) Pergeseran Kinerja Ekspor dari produk Mentah CPO menjadi Produk Hilir Minyak Sawit; Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 37 d) Groundbreaking proyek Kawasan Industri dan Pelabuhan Internasional (KIPI) Maloy sebagai Lokus Pengembangan Klaster IHKS di Kalimantan Timur; e) Beroperasinya Pabrik PKO Mill kapasitas 400 Ton/hari dan Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa Sawit 2x3,5 MW di Kawasan Industri Sei Mangkei, Sumut; f) Penerbitan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 75 Tahun 2012 tentang Restrukturisasi Bea Keluar CPO dan Produk Turunannya dengan partisipasi aktif Kementerian Perindustrian; b. Industri Kakao 1) Gambaran Umum Indonesia merupakan penghasil biji kakao ketiga terbesar di dunia dengan jumlah produksi biji kakao pada tahun 2012 mencapai 833.310 setelah Pantai Gading sebesar 1.510.000 ton dan Ghana sebesar 1.050.000 ton. Namun demikian, sebelum tahun 2010 sebagian besar masih disekpor dalam bentuk biji kakao. Pada tahun 2010 Pemerintah melalui Kementerian Keuangan telah mengeluarkan melalui PMK No. 67/PMK.011/2010 tentang Penetapan Bea Keluar Kakao. Dengan penerapan bea keluar kakao ini, terjadi penurunan ekspor biji kakao. Pada tahun 2012, ekspor biji kakao sebesar 163.501 ton, menurun dibandingkan tahun 2011 sebesar 210.067 ton dan sebesar 432.437 ton tahun 2010. Sebaliknya, nilai ekspor produk olahan kakao selalu meningkat dari tahun 2010 sebesar 119.214 ton, naik pada tahun 2011 menjadi 195.471 ton dan pada tahun 2012 mencapai 215.791 ton. Pada tahun 2012, devisa yang disumbangkan dari komoditi kakao mencapai USD 1,05 milyar. 2) Permasalahan a) Terbatasnya infrastruktur seperti akses jalan dan energi (listrik dan gas) di sentra produksi kakao; b) Terbatasnya R & D untuk diversifikasi produk olahan; c) Mutu biji kakao masih rendah (ada kadar kotoran, jamur dan masih banyak yang belum difermentasi); d) Produktifitas di tingkat on farm masih rendah; e) Utilisasi kapasitas industri olahan kakao masih rendah (66%); f) Adanya perbedaan Bea Masuk kakao olahan di negara-negara tujuan ekspor, antara lain: Afrika dikenakan bea masuk 0%, sementara dari Indonesia sebesar 7,7%-9,6% untuk ekspor ke UE; g) Masih adanya kakao bubuk palsu yang beredar di pasaran. Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 38 3) Langkah-langkah Yang Telah Dilakukan a) Mencabut kebijakan pengenaan PPN melalui PP No. 7 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001 Tentang Impor Dan/Atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu Yang Bersifat Strategis Yang Dibebaskan Dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai; b) Pengenaan bea keluar biji kakao; c) Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI) wajib untuk kakao bubuk; d) Pembebasan bea masuk atas pengimporan mesin, barang dan bahan untuk industri; e) Pemberian fasilitas tax allowance dan tax holiday untuk industri kakao; f) Pengawasan bersama peredaran cocoa shell powder dalam rangka pelaksanaan penerapan SNI wajib kakao bubuk; g) Penyusunan RSNI untuk produk cokelat; h) Pemberian bantuan mesin dan peralatan industri pengolahan kakao dan cokelat di daerah potensial; i) Promosi produk dan investasi industri pengolahan kakao dan cokelat baik di dalam negeri maupun luar negeri. 4) Hasil-hasil Yang Dicapai Tahun 2004-2012 a) Terdapat 5 (lima) perusahaan industri kakao yang beroperasi kembali, 8 (delapan) perusahaan melakukan perluasan investasi dan masuknya investasi baru dari 5 (lima) perusahaan; b) Pada tahun 2012, jumlah industri pengolahan kakao mencapai 16 perusahan dengan kapasitas produksi mencapai 660.000 ton/tahun dengan utilisasi mencapai 60,6% dan mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 4.300 tenaga kerja; c) Peningkatan jumlah biji kakao yang diolah di dalam negeri, yaitu sebesar 400 ribu pada tahun 2012 dibandingkan dengan tahun 2011 sebesar 250 ribu ton; d) Meningkatknya tingkat konsumsi Kakao perkapita di Indonesia dari 0,2 menjadi 0,25 kg/kapita/tahun; e) Mengusulkan penurunan tarif bea masuk mesin untuk pembuatan kembang gula, kakao atau dalam negeri. c. Industri Gula 1) Gambaran Umum Gula merupakan salah satu bahan pangan yang masuk kelompok komoditas strategis. Mengacu pada Undang-Undang No. 7 Tahun 1996 tentang Komoditas Pangan Strategis dan Keputusan Presiden No. 57 Tahun 2004, Pemerintah menetapkan gula sebagai barang dalam pengawasan sehingga harus dijamin ketersediaannya dan harganya terjangkau. Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 39 Pertumbuhan Gula Kristal Putih (GKP) untuk konsumsi langsung, diasumsikan setara dengan pertumbuhan penduduk yaitu 1,23% per tahun dan peningkatan daya beli sebesar 0,6% per tahun. Adapun pertumbuhan Gula Kristal Rafinasi (GKR) untuk industri diasumsikan tumbuh sebesar 5% per tahun. Seiring dengan peningkatan konsumsi gula baik GKR maupun gula rafinasi, Kementerian Perindustrian telah melaksanakan program revitalisasi industri gula sejak tahun 2010. 2) Permasalahan a) Pabrik Gula (PG) yang berada di Pulau Jawa, relatif berumur teknis sudah tua, sehingga efisiensi pabrik relatif rendah dibandingkan PG baru; b) Kemampuan PG untuk melakukan restrukturisasi mesin dan peralatan terkendala oleh terbatasnya kemampuan investasi; c) Tidak dilaksanakannya intensifikasi pertanian dengan baik sehingga produktivitas lahan dan kadar gula dalam tebu relatif rendah; d) Tidak tersedianya lahan yang diperlukan untuk ekstensifikasi perkebunan tebu baru guna mendukung pembangunan PG baru, sehingga target swasembada gula pada 2014 sulit akan tercapai; e) Terbatasnya kemampuan pendanaan Pemerintah dibandingkan dengan kebutuhan investasi untuk penggantian mesin/peralatan utama yang diperlukan; f) Kurangnya dukungan dari instansi terkait, antara lain terkait masalah penyediaan lahan, dukungan riset (untuk penyediaan bibit unggul), dan lain-lain; g) Ancaman persaingan dengan produk impor, terutama Thailand melalui AEC (ASEAN Economic Community) pada tahun 2015; h) Pabrik gula rafinasi yang ada (8 pabrik) seluruhnya masih menggunakan bahan baku (raw sugar) impor dan belum berproduksi secara optimal (utilisasi kapasitas sekitar 77% pada tahun 2012). 3) Langkah-langkah Yang Telah Dilakukan a) Program Restrukturisasi Mesin/Peralatan Pabrik Gula, baik melalui bantuan keringanan pembiayaan mesin/peralatan dan bantuan langsung mesin/peralatan; b) Nilai investasi bantuan keringanan pembiayaan mesin/ peralatan dari tahun 2010-2012 sebesar Rp. 115,81 milyar dan bantuan langsung mesin/ peralatan sebesar Rp. 554,46 milyar; c) Penyusunan kajian Business Plan Pembangunan Pabrik Gula Baru di 4 (empat) Wilayah (Kab. Merauke-Papua, Kab. Sambas-Kalbar, Kab. Purbalingga-Jateng dan Kab. Konawe Selatan-Sultra); d) Penyusunan kajian Daftar Komponen Mesin dan Peralatan Yang Dapat Diproduksi di Dalam Negeri Untuk Mendukung Revitalisasi Pabrik Gula; Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 40 e) Audit Teknologi PG Existing untuk memotret permasalahan yang dihadapi oleh pabrik-pabrik gula secara tepat, agar program-program revitalisasi dapat dilakukan secara efektif, efisien dan tepat sasaran; f) Fasilitasi penyediaan lahan perkebunan tebu untuk gula baru. 4) Hasil-hasil Yang Dicapai Tahun 2004-2012 a) Terlaksananya audit teknologi PG eksisting, sehingga diketahui perbaikan-perbaikan yang harus dilakukan, baik on-farm maupun off- farm; b) Pelaksanaan Konsultasi dan Bimbingan Sistem Manajemen Mutu (SMM) ISO 9001:2008 yang diberikan kepada 16 PG terpilih dalam rangka penerapan SNI GKP yang rencananya akan diberlakukan wajib pada tahun 2013; c) Meningkatnya jumlah pabrik gula rafinasi dari 2 unit usaha di tahun 2003 menjadi 8 unit usaha pada tahun 2008; d) Meningkatnya jumlah produksi GKR dari sebesar 722.000 ton pada tahun 2005 menjadi sebesar 2,74 juta ton pada tahun 2012; e) Meningkatnya kapasitas giling terpasang sebesar 11,78% dibanding kapasitas tahun 2010; f) Meningkatnya rendemen PG BUMN yang rata-rata pada tahun 2010 sebesar 5,93%, meningkat menjadi 7,75% pada 2012 (naik 16,19%). g) Meningkatnya efisiensi PG BUMN dilihat dari Overall Recovery (OR) yang pada tahun 2010 rata-rata sebesar 62,73% meningkat menjadi 79,66% pada tahun 2012. d. Industri Furniture 1) Gambaran Umum Indonesia merupakan salah satu negara yang sangat kaya akan sumber daya hutan. Hutan tropis yang dimiliki Indonesia menghasilkan bahan baku yang tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan negara lain. Indonesia memiliki kawasan hutan tropis seluas 133,84 juta hektar (Data Strategis Kehutanan, 2009), terbesar ketiga di dunia setelah Brasil dan Zaire. Pertumbuhan barang kayu & hasil hutan lainnya dari tahun 2004-2012 hampir selalu negatif, hanya tumbuh positif pada tahun 2008 dan 2011. Ekspor furniture dan kerajinan rotan (keranjang, tikar, dan kerajinan lainnya) mulai meningkat pada tahun 2006-2007 sebagai akibat positif dari kebijakan tidak diperbolehkannya ekspor rotan WS pada periode sebelum tahun 2005. Pada tahun 2008-2011, nilai ekspor furniture dan kerajinan rotan mengalami penurunan yang cukup signifikan, sebagai dampak dibukanya ekspor bahan baku sejak tahun 2005. Oleh karena itu pada tahun 2011 telah diterbitkan kebijakan Larangan Ekspor Rotan dalam bentuk bahan baku. Kebijakan ini bertujuan untuk mendorong dan mengembangkan industri pengolahan rotan di dalam negeri, sehingga akan meningkatkan nilai tambahnya. Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 41 2) Permasalahan a) Makin terbatasnya pasokan bahan baku kayu terhadap industri furniture di dalam negeri; b) Masih adanya praktek illegal logging dan iIlegal trade; c) Masih terbatasnya kemampuan desain dan finishing produk. Sebagian besar desain ditentukan secara job order (desain ditentukan oleh buyer); d) Produktivitas dan tingkat efisiensi industri furniture nasional relatif lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara pesaing, seperti China dan Vietnam; e) Adanya hambatan tarif dan non-tarif seperti: The US Lacey Act, REACH, tuntutan sertifikasi ekolabel, dan lain-lain, di beberapa negara tujuan ekspor utama; f) Munculnya pesaing-pesaing baru yang potensial, seperti Malaysia, China dan Vietnam yang kemungkinan sebagian bahan bakunya diperoleh secara illegal dari Indonesia. 3) Langkah-langkah Yang Telah Dilakukan a) Pendirian unit pelayanan teknis di sentra produksi dan sentra bahan baku rotan, pengembangan SDM termasuk pelatihan, magang dan studi banding dalam rangka peningkatan kualitas dan produktivitas; b) Untuk mendukung pengembangan klaster industri furniture, pada tahun 2006 telah dibentuk Forum Komunikasi Industri Furniture; c) Meningkatkan penggunaan produk rotan di kantor pemerintah dan BUMN, serta penggunaan meja/bangku di sekolah-sekolah; d) Pengembangan pasar dengan mengikuti promosi yang bertaraf internasioal baik di dalam maupun di luar negeri; e) Sosialisasi penerapan Sertifikasi Legalitas Kayu/SVLK pada industri furniture kayu; f) Menyusun standar SNI produk furniture; g) Mengoptimalkan Pusat Desain Furniture Kayu di Jepara dan Rotan di Cirebon dalam rangka menciptakan desain baru yang bercirikan budaya lokal; h) Menyelenggarakan lomba desain furniture yang bertaraf nasional dan pemberian penghargaan serta workshop pengembangan desain. 4) Hasil-hasil Yang Dicapai Tahun 2004-2012 a) Telah didirikan Pusat Inovasi Rotan untuk melakukan diversifikasi pemanfaatan bahan baku rotan; b) Telah dibuka Klinik desain furniture rotan di Cirebon dan Klinik desain furniture kayu di Jepara; c) Pelarangan ekspor bahan baku rotan dan penataan industri rotan, berdasarkan paket kebijakan antar-kementerian: Permendag No.35/M- DAG/PER/11/2011 tentang Ketentuan Ekspor Rotan dan Produk Rotan, Permendag No.36/M-DAG/PER/11/2011 tentang Pengangkutan Rotan Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 42 Antar Pulau, Permenperin No.90/M-IND/PER/11/2011 tentang Peta Panduan Pengembangan Klaster Industri Furnitur Tahun 2012-2016, dan Permenhut No. SK-24/MENHUT-VI/2012 tentang Penetapan Jatah Produksi Rotan Lestari Secara Nasional Periode Tahun 2012. d) Meningkatnya ekspor produk furniture rotan pada tahun 2012 mencapai USD 151 juta dibandingkan tahun 2011 yang mencapai USD 128 juta; e) Telah dibangun Pusat Pengembangan Industri Pengolahan Rotan dengan bekerjasama dengan Pemda Katingan, Pemda Palu, Pemda Barito Timur dan Pemda Pidie; f) Telah dibangun sekolah kejuruan bidang rotan melalui kerjasama dengan Pemda Palu dan Pemda Katingan; g) Telah difasilitasi pameran furniture rotan baik di dalam maupun di luar negeri. h) Terselenggaranya Diklat Peningkatan Kompetensi SDM Bidang Desain dan Bidang Teknik Produksi Furniture Rotan di daerah sumber bahan baku, serta pelatihan Mutu dan Craftmenship Building Furniture Rotan di daerah sentra industri; i) Peningkatan penggunaan meja-kursi rotan untuk sekolah-sekolah dengan memanfaatkan dana CSR dari BUMN/Swasta; j) Pendampingan kepada perusahan di bidang furniture kayu untuk memenuhi Standar Legalitas Bahan Baku Kayu. e. Industri Kertas 1) Gambaran Umum Industri pulp dan kertas (IPK) merupakan industri unggulan nasional yang terus berkembang sejalan dengan perkembangan teknologi proses, tingkat pendidikan dan ketersediaan bahan baku kertas (pulp dan kertas bekas), yang telah terbukti memiliki daya saing tinggi. Pada saat ini di Indonesia beroperasi 12 industri pulp dan 79 industri kertas dengan kapasitas terpasang masing-masing 7,9 juta ton/tahun pulp dan 12,99 juta ton/ tahun kertas. Pertumbuhan industri kertas dan barang cetakan dari tahun 2004-2012 cenderung fluktuatif dan pada tahun 2012 industri kertas tumbuh negatif karena harga jual kertas turun. Harga kertas turun akibat krisis ekonomi dunia yang melanda Amerika Serikat (AS) dan Eropa. Kebutuhan kertas dunia diperkirakan akan tumbuh rata-rata sebesar 2,1% per tahun. Saat ini kebutuhan kertas dunia diperkirakan sekitar 394 juta ton, dan akan meningkat menjadi sekitar 490 juta ton pada tahun 2020. 2) Permasalahan a) Hutan Tanaman Industri (HTI) belum sepenuhnya mampu memasok seluruh kebutuhan bahan baku industri pulp; b) Tingkat produktivitas sebagian industri pulp dan kertas masih rendah; Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 43 c) Masih terbatasnya penguasaan teknologi di bidang industri pulp dan kertas, terutama di bidang rancang bangun dan perekayasaan permesinan industri pulp dan kertas; d) Masih banyaknya industri kertas yang kapasitasnya relatif kecil (<100.000 ton/th) dan menggunakan teknologi yang konvensional sehingga sulit bersaing dengan industri serupa yang kapasitasnya besar dan menggunakan teknologi modern; e) Adanya hambatan tarif dan non-tarif, seperti The US Lacey Act, REACH, tuntutan sertifikasi ekolabel, dan lain-lain, di beberapa negara tujuan ekspor utama. f) Adanya tuduhan dumping di negara tujuan ekspor yang memproduksi produk sejenis; g) Meningkatnya harga kertas bekas yang selama ini masih diimpor untuk memenuhi kebutuhan baku industri kertas di dalam negeri. 3) Langkah-langkah Yang Telah Dilakukan a) Memfasilitasi pengembangan klaster industri pulp dan kertas di Jawa Barat melalui pembentukan Working Group; b) Memfasilitasi dilakukan kerjasama pengembangan kemitraan usaha dan jaringan kerja industri kertas dengan industri barang-barang dari kertas (publikasi, percetakan, industri grafika lainnya); c) Menarik investasi baru di sektor Industri pulp dan kertas; d) Mendorong pengembangan industri pulp yang terpadu dengan Hutan Tanaman Industri (HTI), terutama di arahkan kawasan timur Indonesia dengan pola pendekatan klaster; e) Peningkatan pemanfaatan bahan baku non kayu dan peningkatan efisiensi produksi; f) Meningkatkan peran perguruan tinggi dan lembaga R&D untuk mendukung pengembangan industri pulp dan kertas; g) Membantu penyelesaian masalah perlakuan dagang tidak sehat (unfair trade) melalui lembaga internasional; h) Insentif perpajakan berupa Tax Allowance dan Tax Holiday untuk industri pulp dan kertas di daerah tertentu guna mempercepat pembangunan industri pulp dan kertas. 4) Hasil-hasil Yang Dicapai Tahun 2004-2012 a) Telah dibentuk Tim Klaster Industri Pulp dan Kertas di Jawa Barat dalam memfasilitasi permasalahan yang dihadapi pada industri pulp dan kertas, antara lain yang terkait dengan bahan baku, produksi dan pemasaran hasil; b) Telah disusun Petunjuk Teknis Penanganan Limbah Padat pada Industri Kertas, setelah diterbitkannya SK Menteri tentang Penanganan Limbah Padat pada Industri Kertas; Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 44 c) Telah disusun buku pedoman teknis mengenai carbon footprint dan mengenai disgetasi anaerobic limbah padat industri pulp dan kertas untuk produk biogas sebagai energi alternatif; d) Perusahaan pulp dan kertas telah banyak mengaplikasikan buku pedoman teknis sehingga banyak perusahaan yang telah mendapat nilai PROPER (Program Peningkatan Kinerja Perusahaan) yang dikeluarkan Kementerian Lingkungan Hidup; e) Telah dilaksanakan pendampingan kepada industri pulp dan kertas untuk memenuhi Standar Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK); f) Telah disusun dan Revisi Standar Nasional Indonesia untuk produk Pulp dan Kertas; g) Telah disusun Rancangan Standar Kompetensi SDM Industri IPK sebagai syarat pelaksanaan dan penerapan sertifikasi profesi. 3. Program Penumbuhan Industri Unggulan Berbasis Teknologi Tinggi a. Industri Alat Transportasi Darat (Otomotif) 1) Gambaran Umum Industri Otomotif merupakan salah satu industri yang menjadi prioritas untuk dikembangkan di Indonesia. Cabang industri ini tumbuh dengan sangat pesat, memberikan kontribusi terhadap penyerapan tenaga kerja yang cukup signifikan baik di sektor Hulu (Industri Komponen) maupun di sektor Hilir (Service dan perbengkelan), kontribusi terhadap pertumbuhan industri pengolahan non-migas, dan kontribusi terhadap ekspor nasional. Struktur industri otomotif di Indonesia semakin kuat dan kokoh, karena didukung oleh industri komponen, pemasaran, dan aftersales services. Struktur industri KBM R-4 dan KBM R-2 dapat dilihat pada gambar berikut ini. Gambar 1. Struktur Industri KBM Roda 4 Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 45 Gambar 2. Struktur Industri KBM Roda-2 2) Permasalahan a) Ketergantungan teknologi proses dan teknologi produk yang masih tinggi kepada prinsipal atau pemilik teknologi di luar negeri b) Ketergantungan bahan baku/komponen impor terutama alat transmisi dan mesin masih tinggi c) Infrastruktur teknologi pendukung (sertifikasi, laboratorium uji komponen, dll) masih belum memadai d) Lemahnya hubungan antara lembaga Litbang dengan Perusahaan Industri e) Tuntutan pasar semakin meningkat terutama yang berkaitan dengan aspek keselamatan dan lingkungan 3) Langkah-langkah Yang Telah Dilakukan a) Membangun pusat R&D pengembangan kendaraan bermotor dan komponennya b) Meningkatkan kerjasama industri otomotif, industri bahan baku dan perguruan tinggi c) Meningkatkan kemampuan lembaga-lembaga uji yang bertaraf internasional dengan memberikan bantuan peralatan uji d) Meningkatkan kerjasama industri dengan industri kendaraan bermotor utama di dunia e) Memanfaatkan jaringan pemasaran global bagi produk komponen kendaraan bermotor f) Melakukan akselerasi peningkatan kapasitas produksi dengan melakukan kegiatan pengembangan LCGC (Low Cost Green Car) dan LCE (Low Carbon Emission) Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 46 g) Melaksanakan direktif presiden yang menjadi prioritas nasional dalam mendukung Pengembangan Kendaraan Angkutan Umum Murah dan Program Konversi BBM ke BBG 4) Hasil-hasil Yang Dicapai a) Perkembangan penjualan KBM Roda-4 dan Roda-2 seperti pada tabel berikut ini. Tabel 3.16 Perkembangan Penjualan Industri Otomotif Nasional Tahun 2005-2012 NO Produk 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 1. KBM R-2 5.089.426 4.470.722 4.713.895 6.280.799 5.884.021 7.395.390 8.043.535 7.141.586 2. KBM R-4 533.917 318.904 433.341 603.774 483.548 764.710 894.164 1.116.230 b) Pada tahun 2012 jumlah tenaga kerja untuk industri KBM R-2 mencapai 1.861.600 orang dan untuk industri KBM R-4 mencapai 715.000 orang. c) Pada tahun 2010-2012 terjadi peningkatan nilai investasi industri otomotif dengan total sekitar Rp 162 triliun. b. Industri Perkapalan 1) Gambaran Umum Industri perkapalan atau galangan kapal merupakan industri masa depan yang mempunyai prospek yang cerah. Saat ini terdapat sekitar 250 perusahaan industri perkapalan/galangan kapal yang mampu memproduksi kapal baru dan memperbaiki/reparasi kapal, dimana sebagian besar baru mampu membangun dan mereparasi kapal-kapal berukuran kecil atau kurang dari 10.000 DWT. Namun demikian, sudah ada industri galangan kapal dalam negeri yang memiliki fasilitas produksi berupa dok gali (graving dock) dengan kapasitas 150.000 DWT yang dapat dipergunakan untuk membangun kapal baru maupun untuk memperbaiki/reparasi kapal. Industri galangan kapal dalam negeri telah mampu membangun kapal baru berbagai jenis, tipe dan ukuran sampai dengan kapasitas 80.000 DWT. 2) Permasalahan a) Regulasi mengenai perpajakan belum menguntungkan bagi industri perkapalan sehingga mengurangi minat para investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia. b) Ketimpangan regulasi bagi industri perkapalan di kawasan Batam dan di luar Batam sehingga daya saing industri perkapalan di luar kawasan Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 47 Batam rendah, mengingat tingginya biaya produksi terkait dengan pengenaan PPN dalam pembangunan kapal baru. c) Fasilitas produksi sebagian besar sudah berusia tua d) Ketergantungan terhadap bahan baku dan komponen impor yang tinggi e) Masih rendahnya kemampuan SDM teknologi dan desain kapal dalam negeri 3) Langkah-langkah Yang Telah Dilakukan a) Mengamankan dan mengoptimalkan pemanfaatan pasar dalam negeri sebagai base load untuk pengembangan industri perkapalan. b) Mengembangkan industri pendukung di dalam negeri (industri bahan baku dan komponen kapal) c) Pelaksanaan pelatihan dan sertifikasi guna peningkatan keterampilan SDM perkapalan d) Peningkatan penguasaan teknologi, rancang bangun dan perekayasaan melalui pengembangan PDRKN (Pusat Desain dan Rekayasa Kapal Nasional) e) Mengembangkan Kawasan Khusus Industri Galangan Kapal untuk menarik investor asing dan lokal f) Perbaikan iklim usaha (pajak, suku bunga, tata niaga) g) Mengembangkan standardisasi komponen kapal h) Penyusunan standar kompetensi kerja untuk SDM industri perkapalan i) Pelaksanaan promosi industri perkapalan nasional serta mendorong kerjasama dengan luar negeri 4) Hasil-hasil Yang Dicapai a) Terbentuknya klaster industri perkapalan di Surabaya dan sekitarnya (KIKAS) dan klaster industri perkapalan di Jakarta dan sekitarnya (KIKAJA), melalui kegiatan penguatan kelembagaan, organisasi dan mobilisasi anggota. b) Pembangunan Pusat Desain & Rekayasan Kapal Nasional (PDRKN) di ITS Surabaya, yang telah berhasil dalam pembuatan desain kapal ikan 150 GT, kapal patroli 42 meter, kapal berbasis pantai, serta pembangunan laboratorium uji life jacket. c) Pembentukan Kawasan Industri, dengan penambahan investasi baru di bidang industri pekapalan di Lamongan, Tanggamus, Jakarta dan Banten. d) Telah beroperasinya PT. Saipem Indonesia di Kepulauan Karimun dimana nilai investasi sebesar USD 450 juta dan kapasitas produksi mencapai 35.000 ton/tahun. e) Kemampuan produksi galangan kapal nasional untuk bangunan baru sampai 50.000 DWT dengan total kapasitas produksi pada tahun 2012 sebesar 900.000 DWT. Kemampuan galangan kapal nasional untuk perbaikan sampai 150.000 DWT dengan total kapasitas reparasi kapal pada tahun 2012 sebesar 12.000.000 DWT pertahun. Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 48 f) Adanya order kapal Pertamina sebanyak 8 unit kapal dengan ukuran 3.500 DWT - 17.500 DWT kepada industri galangan kapal dalam negeri. g) Terlaksananya bimtek standardisasi dan manejemen mutu untuk industri komponen kapal sebagai industri pendukung, serta diklat dan sertifikasi SDM perkapalan, untuk juru pengelasan kapal, operator coating/blasting, pengelasan bawah air, dan pengelasan non-ferro, yang diikuti oleh 200- 300 orang peserta pertahun. c. Industri Elektronika 1) Gambaran Umum Industri Elektronika telah tumbuh dan berkembang dengan pesat di Indonesia. Pada tahun 2011 terdapat sebanyak 248 perusahaan elektronika dengan nilai investasi sebesar US$ 660,05 milyar dan menyerap tenaga kerja sebanyak 202.794 orang. Selain itu, industri elektronika merupakan salah satu industri yang memberikan kontribusi ekspor yang besar dimana pada tahun 2012 nilai ekspor produk elektronika sebesar US$ 9,45 milyar. Namun demikian, ketergantungan impor akan bahan baku dan komponen masih sangat tinggi, sehingga pada tahun 2012 nilai impor elektronika terutama untuk bahan baku dan komponen mencapai US$ 16,70 milyar. Indonesia telah menjadi basis produksi bagi beberapa produk elektronika global, di antaranya Panasonic Manufacturing Indonesia, Sharp, Samsung, dan LG menjadikan Indonesia sebagai basis produksi untuk kulkas di ASEAN. LG Indonesia telah menjadikan Indonesia basis produksi untuk mengisi pasar Australia, Kuba dan Rusia. 2) Permasalahan a) Ketergantungan bahan baku/komponen impor masih tinggi b) Keterbatasan kemampuan laboratorium uji dalam rangka mendukug penerapan standar wajib c) Daya saing produk komponen tidak dapat bersaing dengan harga barang sejenis dari China d) Masuknya produk-produk impor dengan harga rendah dan mutu yang tidak sesuai standar e) Terjadi penurunan ekspor yang disebabkan antara lain menurunnya permintaan TV CRT dan Krisis Eropa dan Amerika masih dirasakan f) Sebagian besar industri elektronika dan komponen berlokasi di Kawasan Berikat (KB) yang berorientasi 50% ekspor dan 50% pasar dalam negeri. Dampak ketentuan PMK No. 147/2011 (dirubah menjadi PMK No. 255/2012 dan terakhir dirubah menjadi PMK No. 44/2012) antara lain Rasio penjualan ekspor dan Domestic menjadi 75% dan 25% (sebelumnya masing-masing 50%) dan adanya tambahan birokrasi Pengurusan Izin Pemasukan Suku Cadang dan peralatan pabrik yang harus melalui Kantor Wilayah dengan rekomendasi dari KPPBC (semula selesai dalam 4 hari kerja menjadi 21 hari kerja). Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 49 g) Keterbatasan pasokan dan kenaikan harga Gas sebesar 55% (kebutuhan gas untuk industri Elektronika 56,66 Juta M3/tahun) h) Konsistensi penerapan SNI Wajib dalam kerangka perlindungan industri dalam negeri 3) Langkah-langkah Yang Telah Dilakukan a) Pembentukan klaster pompa air di Jawa Barat dan klaster lampu hemat energi (LHE) di Jawa Timur, serta pembentukan tim Asistensi, steering committe dan working group, di kedua klaster tersebut. b) Pemberian bantuan peralatan mould and dies kepada Industri Kecil dan Menengah di Ceper, Klaten. c) Pemberian bantuan peralatan laboratorium uji komponen elektronika kepada Politeknik Batam. d) Pemberian bantuan peralatan laboratorium uji aging lampu hemat energi kepada Baristand Surabaya Jawa Timur. e) Pemberian bantuan peralatan laboratorium uji audio video kepada Balai Besar Bahan dan Barang Teknik Bandung. f) Implementasi Harmonisasi Tata cara Pengaturan Peralatan Listrik dan Elektronia di ASEAN pada tahun 2011 g) Peningkatan kemampuan SDM industri yang dilaksanakan di dalam negeri dan luar negeri h) Perluasan Pasar Tujuan Ekspor dengan memanfaatkan berbagai kerjasama di tingkat bilateral, regional, maupun multilateral, dan meningkatkan promosi ke negara Timur Tengah, Asia Selatan, serta negara-negara ASEAN (Myanmar, Laos, Kamboja) i) Pemberlakuan dan penerapan SNI Wajib dalam kerangka perlindungan konsumen dan industri dalam negeri secara konsisten 4) Hasil-hasil Yang Dicapai a) Telah terbentuk klaster LHE di Surabaya, yang pengembangannya difokuskan untuk memenuhi kebutuhan LHE di dalam negeri yang meningkat rata-rata 20% per tahun. Pada tahun 2007 kebutuhan LHE dalam negeri sebesar 100 juta unit dan pada tahun 2012 diproyeksikan menjadi 240 juta unit. b) Telah ditetapkan dan diberlakukan 3 (tiga) SNI produk elektronika menjadi SNI wajib, yaitu: (1) audio video (TV-CRT) SNI 04-6253-2003, (2) setrika listrik SNI 04-6292.2.2-2003, (3) dan pompa air SNI 04.6292.2 41-2003. c) Telah diberlakukan SNI untuk Lampu CFL (Lampu Hemat Energi), Baterai Primer, Pompa Air, TV CRT, Setrika listrik. Sedangkan untuk produk Lemari Es, Pendingin Ruangan (AC), dan Mesin Cuci sudah notifikasi WTO untuk diberlakukan secara wajib. d) Ekspor produk industri elektronika telah mengalami peningkatan pada periode tahun 2004-2012, yaitu US$ 7,14 milyar pada tahun 2004 Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 50 menjadi US$ 9,45 milyar pada tahun 2012, dengan negara tujuan ekspor utama antara lain: Singapura, Jepang, Amerika, Hongkong, China, Jerman, Belgia dan Korea Selatan. d. Industri Permesinan 1) Gambaran Umum Industri Permesinan memiliki peran penting untuk mendorong pengembangan industri nasional, khususnya dalam menyediakan barang modal bagi industri. Industri permesinan dalam negeri belum dapat memenuhi kebutuhan mesin peralatan dalam berbagai sektor industri dalam negeri. Akibatnya, ketergantungan impor mesin peralatan meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 2004, impor produk Industri Besi Baja, Mesin-mesin dan Otomotif adalah sebesar US$ 13,62 milyar, sedangkan pada tahun 2012 menjadi US$ 62,61 milyar, atau meningkat sebesar 360%. 2) Permasalahan a) Ketergantungan pada principal luar negeri terhadap produk industri mesin peralatan umum khususnya di bidang desain produk dan teknologi proses untuk produk tertentu; b) Industri pendukung belum berkembang secara optimal; c) Ketergantungan bahan baku impor (baja dan non ferro) dengan spesifikasi khusus; d) Adanya distorsi pasar dalam negeri dari produk impor dengan kualitas dan harga yang tidak sesuai standar serta harga normal; e) Akses pasar domestik masih dipengaruhi oleh pihak-pihak yang lebih mementingkan produk impor. 3) Langkah-langkah Yang Telah Dilakukan a) Pengembangan dan penguasaan rancang bangun dan perekayasaan dalam pembuatan mesin/peralatan untuk pertanian, pabrik gula, pabrik pupuk, pabrik kelapa sawit, dll. b) Peningkatan kemampuan industri mesin dalam mendukung peran industri jasa EPC nasional. c) Memanfaatkan pasar dalam negeri sebagai basis pengembangan dan peningkatan utilisasi kapasitas produksi. d) Mendorong peningkatan penggunaan produksi dalam negeri dalam program percepatan pembangunan industri pada perluasan dan pembangunan pabrik baru milik BUMN, misalnya: pabrik pupuk, pabrik gula, dan pabrik minyak sawit . e) Mendukung penyediaan infrastruktur lembaga uji untuk penerapan SNI wajib untuk kelompok komoditi meter air, motor diesel dan rol karet gilingan padi. f) Melakukan negosiasi dengan pemilik teknologi di Jepang, Korea dan Taiwan untuk mendorong dilakukannya investasi pada sektor industri Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 51 permesinan melalui usaha patungan PMA dan atau PMDN seperti industri mesin tekstil, mesin perkakas, mesin jahit dan alat berat. g) Pembangunan Pusat Pengembangan Teknologi Mesin Perkakas dan Alat Kesehatan; 4) Hasil-hasil Yang Dicapai a) Industri Permesinan dalam negeri telah mampu memproduksi mesin peralatan untuk pembangunan pabrik gula dengan nilai TKDN mencapai 74,59%. b) Telah dikembangkan reverse engineering turbin mulai 450 HP dan sedang dikembangkan sampai dengan 7 (tujuh) MW melalui kolaborasi antara akademisi, pemerintah dan pelaku usaha. c) Telah mampu diproduksinya turbin dan pompa air untuk PLTU 100 MW, trafo 500 kV, Gas Insulated Switchgear (GIS) 500 kV di dalam negeri. d) Telah diberikan bantuan mesin/peralatan ke Pusat Pengembangan Teknologi Industri Mesin Perkakas dan Alat Kesehatan; e) Pengembangan kelembagaan (Alsintan Center) di daerah-daerah potensial pertanian di Sumbar, Kallbar, Kaltim dan Nusa Tenggara Barat. f) Penambahan investasi baru di bidang industri permesinan antara lain: PT Caterpillar Indonesia yang memproduksi alat berat (dump truck) di Pulau Batam dengan investasi sebesar USD 165 juta, PK Manufacturing yang memproduksi komponen alat berat di Karawang dengan investasi sebesar USD 21 juta, dan PT Hitachi Manufacturing yang memproduksi komponen alat berat di Karawang dengan investasi sebesar USD 10 juta. g) Meningkatnya penggunaan produksi dalam negeri dalam pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan, yang ditandai oleh peningkatan nilai TKDN pada Program 10.000 MW Tahap I dan II sebagai berikut. Tabel 3.17 Perkembangan Nilai TKDN Komponen Infrastruktur Ketenagalistrikan Tahun 2009-2012 Komponen/TKDN 2009 2010 2012 Pembangkit Listrik (%) 6,08 12,36 19,07 Jaringan Transmisi (%) 0 18,53 40,46 Gardu Induk (%) 0 4,29 20,48 h) Peningkatan kompetensi SDM industri permesinan sektor pengelasan, metalworking, pengecoran dan alat/mesin pertanian melalui pelatihan dan bimbingan teknis. i) Peningkatan akses pasar dalam dan luar negeri melalui pameran, serta mempromosikan potensi investasi di Indonesia, khususnya sektor industri permesinan; Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 52 e. Industri Telematika 1) Gambaran Umum Industri telematika merupakan industri andalan masa depan berbasis teknologi tinggi dan kreativitas serta inovasi sumber daya manusia. Industri telematika mempunyai potensi untuk dikembangkan karena Indonesia mempunyai banyak perguruan tinggi yang berbasis teknologi telematika yang dapat menghasilkan SDM yang berkualitas. Pengembangan industri telematika akan dapat melahirkan wirausaha baru yang berkualitas dan memberikan kontribusi dalam mendukung pengembangan industri telematika. Dalam neraca perdagangan industri telematika masih terlihat adanya ketergantungan yang tinggi akan produk impor. Namun demikian, potensi pasar dalam negeri yang besar telah menjadikan Indonesia sebagai basis produksi untuk pasar regional/global untuk produk telematika tertentu. Saat ini telah dilakukan pengembangan Regional IT Center of Excellence (RICE) di 10 kota, yaitu: Jakarta, Bogor, Cimahi, Bandung, Surabaya, Denpasar, Manado, Makassar, Balikpapan dan Medan. Selain itu, juga telah dikembangkan Incubator Business Center (IBC) di 3 (tiga) kota, yaitu Solo, Depok dan Salatiga. 2) Permasalahan a) Keterbatasan insentif dan fasilitas fiskal bagi investor yang akan mengembangkan industri perangkat lunak, animasi dan konten multimedia b) Keterbatasan dukungan untuk mendapatkan pinjaman/modal kerja dari lembaga keuangan c) Keterbatasan jaringan internet pita lebar melalui fiber optik d) Masih terbatasnya fasilitas inkubator dan wirausaha 3) Langkah-langkah Yang Telah Dilakukan a) Telah difasilitasi pembentukan klaster industri telematika di Cimahi. b) Telah dibentuk Regional IT Center of Excellence (RICE) di 10 kota yaitu: Jakarta, Bogor, Cimahi, Bandung, Surabaya, Denpasar, Manado, Makassar, Balikpapan dan Medan. c) Telah dibentuk Incubator Business Center (IBC) di 3 (tiga) kota, yaitu Solo, Depok dan Salatiga. d) Peningkatan kemampuan SDM dan Teknologi melalui penguatan dan peningkatan kemampuan pengembangan produk, penyusunan kompetensi SDM industri telematika, serta pelatihan SDM industri dalam bidang animasi, game dan software sebanyak 350 orang di dalam negeri dan luar negeri. e) Fasilitasi Pameran dalam dan luar negeri. Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 53 4) Hasil-hasil Yang Dicapai a) Telah tumbuh sentra-sentra industri telematika dan pusat inkubasi telematika regional. Investasi industri telematika Indonesia sampai tahun 2011 telah mencapai Rp. 35 Triliun. b) Meningkatnya ekspor produk telematika pada tahun 2009-2012, dimana pada tahun 2009 sebesar US$ 2,69 miliar dan pada tahun 2012 sebesar US$ 3,31 miliar, atau meningkat sebesar 22,42%. 4. Pengembangan Industri Kecil dan Menengah (IKM) a. Pengembangan IKM Melalui Pendekatan Klaster 1) Gambaran Umum Berdasarkan Perpres No. 28 tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional, terdapat 7 (tujuh) klaster Industri Kecil dan Menengah (IKM), yaitu: (1) Makanan ringan, (2) Garam, (3) Minyak atsiri, (4) Batu mulia dan perhiasan, (5) Gerabah/keramik hias, (6) Kerajinan & barang seni, dan (7) Fesyen. Sejak tahun 2005 hingga 2010, telah dilakukan kegiatan/tahapan pengembangan klaster IKM mulai dari kegiatan diagnosis dan sosialisasi hingga kolaborasi dan implementasi serta monitoring & evaluasi klaster IKM. Di samping ketujuh klaster IKM di atas, Kemenperin juga melakukan pembinaan klaster industri kreatif, yaitu perangkat lunak & konten multimedia, fesyen serta kerajinan & barang seni. Pada tahun 2012, jumlah unit usaha IKM adalah 3,8 juta unit dengan tenaga kerja sebanyak 8,2 juta orang dan ekspor IKM kreatif mencapai US$ 7 milyar. 2) Permasalahan a) Kurangnya modal kerja dan terbatasnya akses ke sumber pendanaan; b) Kurangnya pasokan bahan baku, khususnya untuk IKM kerajinan, serta masih minimnya penggunaan teknologi pada proses produksi, sehingga kurang effisien; c) Masih terbatasnya jaringan pemasaran dan manajemen usaha; d) Belum sinkronnya pembagian tugas antara pusat dan daerah, khususnya dalam pengembangan IKM melalui pendekatan klaster. 3) Langkah-langkah Yang Telah Dilakukan a) Pembinaan dan pengembangan IKM dengan pendekatan klaster yang berkesinambungan di sejumlah lokasi berdasarkan komoditi unggulan; b) Sosialisasi hasil diagnosis kepada semua stakeholders; c) Mendorong kolaborasi dan kemitraan antara pengusaha IKM dengan industri besar; Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 54 d) Mendorong peningkatan Kompetensi SDM, Peningkatan Teknologi dan Standardisasi, Fasilitasi Kelembagaan dan Kemitraan, Kebijakan Iklim Usaha yang Kondusif, dan Promosi/Pemasaran. 4) Hasil-hasil Yang Dicapai Tahun 2004-2012 a) Klaster IKM Minyak Atsiri (1) Selama periode tahun 2005-2012, telah dilaksanakan penguatan/ pengembangan Klaster IKM Minyak Atsiri pada 14 lokasi di 7 provinsi yaitu Kota Padang, Kab. Garut, Kab. Kuningan, Kab. Boyolali, Kab. Pemalang, Kab. Banyumas, Kab. Blitar, Kab. Purbalingga, Kab. Kolaka Utara, Kab. Mamuju Utara, Kota Banda Aceh, Kab. Aceh Besar, Kab. Solok, dan Kab Sumedang; (2) Pengembangan klaster minyak atsiri tersebut meliputi: pengadaan peralatan mesin penyulingan minyak atsiri, pelatihan prosedure ekspor komoditi minyak atsiri, pelatihan GMP, pendampingan tenaga ahli, partisipasi konferensi internasional minyak atsiri; (3) Tersusunnya kajian Kelayakan Pendirian Indonesia Essential Oil Service Center (IEOSC). b) Klaster IKM Gerabah Dan Keramik Hias (1) Selama periode tahun 2005-2012, telah dilaksanakan penguatan Klaster IKM Gerabah dan Keramik Hias pada 3 lokasi kab/kota di 3 provinsi yaitu Kab. Purwakarta, Kab. Bantul dan Kab. Lombok Barat; (2) Pengembangan klaster gerabah dan keramik hias tersebut meliputi: pelatihan teknik produksi dan desain, pengembangan diversifikasi pembuatan kemasan, fasilitasi akses ke sumber pendanaandan bahan baku. c) Klaster IKM Batu Mulia dan Perhiasan (1) Selama periode tahun 2005-2012, telah dilaksanakan penguatan Klaster IKM Batu Mulia dan Perhiasan dilakukan pada 13 lokasi kab/kota di 11 provinsi yaitu Kota Gede, Kab. Gianyar, Kab. Lumajang, Kota Jayapura, Kab. Lombok Barat, Kab. Wonogiri, Kab. Sukabumi, Kab. Bandung, Kab. Banjar, Kab. Belitung, Kota Denpasar, Kab. Lombok Tengah, Kab. Halmahera Selatan; (2) Pengembangan klaster batu mulia dan perhiasan tersebut meliputi: pelatihan casting perhiasan, pelatihan teknik produksi dan desain batu mulia, fasilitasi akses ke sumber bahan baku, pendampingan tenaga ahli desain dan pemasaran. d) Klaster IKM Kerajinan dan Barang Seni (1) Selama periode tahun 2005-2012, telah dilaksanakan penguatan/Pengembangan Klaster IKM Batu Mulia dan Perhiasan dilakukan pada 15 lokasi kab/kota di 12 provinsi yaitu Kab. Aceh Besar, Kota Banda Aceh, Kota Palangkaraya, Kab. Kebumen, Kab. Bantul, Kab. Lamongan, Kab. Kudus, Kab. Pekalongan, Kab, Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 55 Pasuruan, Kab. Gianyar, Kota Bukit tinggi, Kab. Lombok Tengah, Kab. Tasikmalaya, Kota Jayapura, Kab. Hulu Sungai Selatan; (2) Pengembangan klaster kerajinan dan barang seni tersebut meliputi: pelatihan teknik desain dan diversifikasi produk, pelatihan desain border, bantuan bahan baku terhadap 29 KUB Bordir; dampingan Tenaga Ahli Desain dan Pemasaran dan Promosi dan Pemasaran; dampingan tenaga ahli desain dan pemasaran, fasilitasi pameran dalam dan luar negeri. e) Klaster IKM Makanan Ringan (1) Selama periode tahun 2005-2012, telah dilaksanakan penguatan/Pengembangan Klaster IKM Makanan Ringan pada 9 lokasi kab/kota di 5 provinsi yaitu Kota Pekanbaru, Kab. Bogor, Kab. Majalengka, Kab. Sumedang, Kab. Ciamis, Kab. Magelang, Kab. Sidoarjo, Kota Manado dan Kota Makassar; (2) Pengembangan klaster makanan ringan tersebut meliputi: fasilitasi penerapan GMP, fasilitasi akses ke sumber pendanaan,, pelatihan peningkatan kulitas kemasan, fasilitasi HACCP/SNI. f) Pengembangan Klaster IKM Garam Rakyat (1) Selama periode tahun 2005-2012, telah dilaksanakan penguatan Klaster IKM Garam Rakyat pada 4 lokasi kab/kota di 3 provinsi yaitu Kab. Sampang, Kab. Rembang, Kab. Jeneponto dan Kab. Pati; (2) Pengembangan klaster IKM garam rakyat tersebut meliputi: pelatihan, bimbingan dan bantuan mesin peralatan pengolahan garam rakyat/konsumsi. g) Pengembangan Klaster IKM Fesyen (1) Selama periode tahun 2005-2012, telah dilaksanakan penguatan Klaster IKM Garam Rakyat pada 5 lokasi kab/kota di 5 provinsi yaitu Kota Pontianak, Kab. Sambas, DKI Jakarta, Kab. Mataram, Kab. Makasar dan Kab/Kota Bandung; (2) Pengembangan klaster IKM fesyen tersebut meliputi: pelatihan peningkatan mutu dan desain, fasilitasi pendaftaran motif batik dan tenun, fasilitasi akses pasar melalui promosi dan pameran baik di dalam maupun luar negeri, pelatihan teknologi produksi dan desain, pendampingan tenaga ahli/desainer fesyen. b. Pengembangan IKM Melalui Pendekatan One Village One Product (OVOP) 1) Gambaran Umum Industri Kecil dan Menengah (IKM) menduduki posisi penting dan strategis dalam tatanan perekonomian nasional, karena beberapa keunikannya, seperti populasi unit usaha, penyebaran unit usahanya, jenis dan ragam produknya serta menyerap banyak tenaga kerja (sekitar 78% dari penyerapan tenaga kerja di sektor industri). Salah satu pendekatan pengembangan IKM adalah melalui gerakan Satu Desa Satu Produk-OVOP, Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 56 seperti tertuang pada Peraturan Menteri Perindustrian No.78/M- IND/PER/9/2007 pada tanggal 28 September 2007 tentang Peningkatan Efektivitas Pengembangan IKM Melalui Pendekatan Satu Desa Satu Produk (One Village One Product - OVOP). Dengan gerakan Satu Desa Satu Produk-OVOP di sentra, diharapkan akan terjadi pengembangan peningkatan kesadaran masyarakat terhadap potensi, kekayaan daerah. Hasil-hasil sumber daya alam ataupun produk budaya lokal serta produk khas lokal yang telah dilakukan secara turun temurun yang bisa digali dan dikembangkan untuk menghasilkan produk bernilai tambah lebih tinggi sesuai tuntutan pasar dan permintaan produk yang berdaya tarik tinggi. 2) Permasalahan a) Beberapa daerah yang menjalankan Program OVOP masih mendapatkan bahan baku berasal dari luar daerah. b) Masih rendahnya penerapan teknologi modern dalam proses produksi, termasuk inovasi dan diversifikasi produk. 3) Langkah-langkah Yang Telah Dilakukan a) Program pendampingan di bidang manajemen, penerapan desain dan teknologi produk; b) Program pengembangan produksi melalui peningkatan penerapan teknologi berproduksi; c) Program standardisasi produk seperti penerapan SNI maupun standar internasional lainnya (ISO9000, GMP & HACCP, CE-MARK); d) Program pengembangan sarana penjualan melalui pengembangan jalur promosi dan penjualan di pusat perbelanjaan, bandara, hotel, keikutsertaan dalam pameran dan pengembangan website, selain itu juga dilakukan promosi produk IKM melalui media elektronika; e) Program akses pembiayaan dengan melaksanakan sosialisasi produk- produkdan fasilitasi pembiayaan melalui lembaga perbankan dan nonbank; f) Program pengembangan SDM melalui pendidikan dan pelatihan dibidang kewirausahaan, manajemen dan teknologi, serta penyediaan inkubator, dan penyelenggaraan program magang/studi banding di dalam dan di luar negeri. 4) Hasil-hasil Yang Dicapai Tahun 2004-2012 Terlaksananya pembinaan IKM melalui pendekatan OVOP di 127 sentra di 114 lokasi, dengan hasil antara lain: a) Meningkatnya motivasi, inovasi, dan kreativitas dalam pengembangan produk; b) Meningkatnya kemampuan kemandirian usaha; dan c) Meningkatnya pengetahuan dalam pemanfaatan sumber daya lokal. Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 57 c. Penumbuhan dan Pengembangan Wirausaha Baru 1) Gambaran Umum Salah satu masalah pokok yang dihadapi bangsa dan negara Indonesia adalah masalah pengangguran. Pertambahan jumlah angkatan kerja dari tahun ke tahun makin bertambah. Sementara pembangunan ekonomi yang telah tercipta tidak sanggup menyediakan kesempatan kerja yang lebih cepat daripada pertambahan penduduk. Menindaklanjuti hal tersebut, Kementerian Perindustrian melaksanakan program penumbuhan dan pengembangan wirausaha baru. Pembinaan dan pengembangan IKM yang dilakukan melalui kewirausahaan diharapkan akan membentuk masyarakat yang mandiri. Melalui kewirausahaan, pada calon wirausaha baru dibimbing dan didorong untuk meningkatkan kemampuannya dalam berwirausaha terutama melalui peningkatan etos kerja, kreativitas dan inovasi, produktivitas, kemampuan membuat keputusan dan mengambil risiko, serta kerjasama yang saling menguntungkan dengan menerapkan etika bisnis. 2) Permasalahan Masih kurang meratanya pertumbuhan industri di Jawa dan luar Jawa, khususnya kawasan timur Indonesia. 3) Langkah-langkah Yang Telah Dilakukan a) Bekerjasama dengan YDBA (Yayasan Dana Bhakti Astra) untuk menumbuhkan wirausaha di bidang bengkel otomotif; b) Melakukan pelatihan kewirausahaan kepada para Tenaga Penyuluh Lapangan (TPL); c) Melaksanakan program pengembangan incubator dengan bekerjasama dengan Perguruan Tinggi untuk mendidik dan melatih mahasiswa atau masyarakat umum menjadi wirausaha baru IKM; d) Melakukan pelatihan kewirausahaan kepada para calon TKI; e) Menyediakan bantuan mesin peralatan sederhana sebagai start awal memulai usaha. 4) Hasil-hasil Yang Dicapai Tahun 2004-2012 a) Pada tahun 2005 2009 jumlah wirausaha baru IKM yang terlatih sebanyak 1.760 orang; b) Pada tahun 2010, Terbentuknya kelompok usaha bersama (KUB) kerajinan anyaman, dimana peserta pelatihan telah membentuk 18 kelompok WUB IKM Kerajinan di 17 lokasi; c) Pada tahun 2011, telah dibina 428 WUB di 24 lokasi di wilayah Sumtera dan Kalimantan, 640 WUB di 27 kab/kota Pulau Jawa dan Bali, serta 450 WUB di 12 lokasi di kawasan Timur Indonesia. Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 58 d) Pada tahun 2012, telah dibina 1064 WUB di wilayah Sumatera dan Kalimantan, 335 WUB di wilayah Jawa dan Bali serta 623 WUB di kawasan Timur Indonesia. d. Restrukturisasi Permesinan IKM 1) Gambaran Umum Dalam rangka meningkatkan daya saing industri nasional, Kementerian Perindustrian melaksanakan program restrukturisasi mesin dan peralatan industri kecil dan menengah. Hal ini dilakukan mengingat sebagian besar IKM masih menggunakan mesin produksi yang relatif sederhana dan sudah tua. 2) Permasalahan a) Kondisi mesin/peralatan IKM yang masih sederhana dan sudah tua, sehingga produktivitas dan kualitas produknya rendah; b) Minimnya modal IKM untuk inventasi mesin/peralatan baru c) Situasi persaingan di pasar dalam negeri yang semakin ketat, sehingga dituntut efisiensi dan efektivitas produksi yang tinggi. 3) Langkah-langkah Yang Telah Dilakukan a) Sejak tahun 2009, Kementerian Perindustrian telah melaksanakan program Restrukturisasi Mesin/peralatan IKM, khususnya IKM TPT dan alas kaki. b) Melanjutkan program Restrukturisasi Mesin/peralatan IKM serta menambah komoditinya, yaitu: TPT, KPK, Makanan Ringan, Kosmetika, Jamu, Furniture dan Komponen. 4) Hasil-hasil Yang Dicapai Tahun 2004-2012 a) Jumlah IKM yang mengikuti program ini adalah sebanyak 20 IKM dengan nilai bantuan sebesar Rp. 3,61 Miliar pada tahun 2009; 51 IKM dengan nilai bantuan sebesar Rp. 8,90 Miliar pada tahun 2010, 45 IKM nilai bantuan sebesar Rp. 8,8 Miliar pada tahun 2011 serta 106 IKM dengan nilai bantuan sebesar Rp. 9,3 Miliar pada tahun 2012. b) Dari total nilai bantuan yang telah terserap pada tahun 2009-2011 sebesar Rp. 12,51 Miliar telah berhasil menarik investasi sebesar Rp. 175,81 Miliar. Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 59 C. KINERJA PROGRAM PENDUKUNG PELAKSANAAN PROGRAM PRIORITAS TAHUN 2004-2012 1. Program Pengkajian Kebijakan, Iklim dan Mutu Industri a. Standar Nasional Indonesia (SNI) 1) Gambaran Umum Kebijakan pemberlakuan SNI secara wajib sangat diperlukan untuk mendukung produk nasional dalam menghadapi era perdagangan bebas, guna menjamin terciptanya perdagangan yang adil dan jujur serta menunjang pertumbuhan produk nasional dan perlindungan masyarakat, khususnya dalam hal keselamatan, keamanan, kesehatan dan fungsi lingkungan hidup. Kementerian Perindustrian telah Menetapkan Peraturan Nomor 86/M- IND/PER/9/2009 tentang Standar Nasional Indonesia Bidang Industri, dimana didalam Peraturan ini Menteri Perindustrian mengatur tentang Perumusan dan Penerapan SNI, Pemberlakuan SNI Secara Wajib, Penunjukan Lembaga Penilaian Kesesuaian (LPK), Pembinaan dan Pengawasan SNI yang diberlakukan secara wajib serta sanksinya. 2) Permasalahan a) Perumusan standar: (1) Lamanya proses perumusan SNI mulai dari diusulkan oleh Panitia teknis hingga penetapan SNI oleh BSN. (2) Belum sinkronnya perumusan SNI yang dilakukan dengan kebutuhan dunia industri. (3) Terbatasnya jumlah konseptor dan editor perumusan SNI. b) Penyiapan penerapan dan kerja sama standar: (1) Internal: keterbatasan SDM yang kompeten di bidang standar, pembahasan draft Peraturan Menteri yang memakan waktu yang cukup lama dan kesiapan infrastruktur pendukungnya. (2) Eksternal: ketidaksiapan pelaku industri dalam menerapakan SNI secara wajib, kurangnya pemahaman terhadap standar dan biaya SPPT SNI yang cukup memberatkan bagi industri terutama Industri Kecil Menengah IKM. c) Infrastruktur standar: (1) Belum adanya peraturan dalam mengevaluasi LPK sebelum ditunjuk oleh Menteri Perindustrian. (2) Terbatasnya frekuensi pertemuan teknis LSPro dan Laboratorium Uji. Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 60 3) Langkah-langkah Yang Telah Dilakukan a) Perumusan standar (1) Mengadakan temu pengusaha dan menyediakan sistem yang memungkinkan komunikasi secara langsung maupun tidak langsung, (2) Melakukan kerjasama dengan lembaga standardisasi nasional maupun internasional. (3) Membuat sosialisasi ke daerah untuk mempromosikan proses dan mekanisme perumusan SNI (4) Melakukan proses pencepatan proses penetapan RSNI3 hasil rapat konsensus dengan cara verifikasi bersama dengan BSN (5) Melakukan peninjauan ulang terhadap SNI yang telah berusia diatas 5 (lima) tahun. b) Penyiapan penerapan dan kerja sama standar (1) Meningkatkan kemampuan SDM internal tentang standar dan menyiapkan infrastruktur standar berupa bantuan perlatan labotratorium pengujian produk SNI wajib. (2) Mengirimkan SDM yang berkompeten dalam kerjasama standar internasional c) Infrastruktur standar (1) Pemberlakuan SNI Wajib dan Pengembangan LSPro (2) Pembinaan standardisasi melalui Pertemuan Teknis dan Evaluasi Kemampuan Pengujian Dalam Rangka Penerapan SNI/ST Wajib 4) Hasil-hasil Yang Dicapai Tahun 2004-2012 a) Perumusan standar Sejak dilakukannya perumusan standar pada tahun 2005 sampai 2012, Kemenperin telah memfasilitasi penyusunan RSNI sebanyak 645 judul, dengan jumlah SNI yang telah ditetapkan sebanyak 540 judul. Tabel 3.18 Perkembangan Jumlah RSNI dan SNI Tahun 2005-2012 TAHUN JUMLAH JUDUL RSNI JUMLAH JUDUL SNI YANG TELAH DITETAPKAN JUMLAH PT YANG MELAKUKAN PERUMUSAN RSNI 2005 35 55 7 2006 87 67 16 2007 86 15 14 2008 58 114 15 2009 110 14 16 2010 97 74 18 2011 64 163 17 2012 108 38 21 JUMLAH 645 540 124 Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 61 b) Penyiapan penerapan dan kerja sama standar Penerapan standar dalam pemberlakuan SNI secara wajib terus meningkatkan, dimana sampai dengan April 2013 adalah sebanyak 79 SNI. Selanjutnya perkembangan kerjasama standar internasional telah menunjukkan bahwa harmonisasi standar dalam MRA, beberapa labotarorium uji elektronik Indonesia (3 lab) telah listed di tingkat ASEAN. Begitu juga halnya dengan mainan, 5 (lima) laboratorium uji Indonesia telah listed di Amerika. Perkembangan pemberlakuan SNI wajib dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 3.19 Perkembangan Jumlah SNI Wajib Tahun 2010-2012 No Tahun Jumlah SNI Wajib Jumlah HS 1 2010 58 148 2 2011 73 210 3 2012 79 224 c) Infrastruktur standar (1) Telah diterbitkannya Peraturan Kepala Badan Pengkajian Kebijakan Iklim dan Mutu Industri Nomor 422/BPPI/6/2010 tentang Penunjukan, Pengawasan, dan Pelaporan Kinerja Lembaga Penilaian Kesesuaian. (2) Hasil pertemuan antara Kementerian Perindustrian dengan Kementerian Perdagangan pada akhir tahun 2011, bersepakat untuk meningkatkan penerapan SNI/ST secara wajib, maka terbitlah daftar 53 SNI yang akan diberlakukan secara wajib untuk menjadi prioritas utama. (3) Terbentuknya Balai Sertifikasi Industri melalui persetujuan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi dalam Surat Nomor B/2984/M.PAN/10 2012 tanggal 25 Oktober 2012 dan Peraturan Menteri Perindustrian No 109/M-IND/PER/11/2012. (4) Pada tahun 2004-2012, telah diberlakukan 85 SNI wajib yang dinotifikasikan ke WTO, dengan rincian sebagai berikut: Tabel 3.20 Perkembangan Jumlah SNI Wajib Yang Dinotifikasi ke WTO Tahun 2004-2012 NO. KEGIATAN 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 JML 1 Pemberlakuan SNI secara wajib yang dinotifikasikan ke WTO 5 5 22 5 8 18 14 3 5 85 2 Metoda Pengambilan Contoh - - 2 3 3 3 6 2 3 22 Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 62 b. Penelitian dan Pengembangan (Litbang) dan Teknologi Industri 1) Gambaran Umum Upaya pengembangan teknologi pada dasarnya tidak bisa lepas dari upaya pengembangan Sumberdaya Manusia (SDM) dan kegiatan penelitian dan pengembangan di lembaga-lembaga litbang seperti Balai Besar dan Baristand di lingkungan Badan Penelitian dan Pengembangan Industri, Kementerian Perindustrian, Perguruan Tinggi, dan Lembaga Litbang Swasta. Permasalahan yang dihadapi saat ini adalah masih terbatasnya pemanfaatan hasil litbang teknologi di lingkungan masyarakat industri, bila dibandingkan jumlah litbang (riset) yang potensial untuk diterapkan. Hal tersebut antara lain disebabkan oleh masih banyak dunia usaha yang masih sangat tergantung dengan teknologi dari luar negeri dan masih terbatasnya akses terhadap sumber-sumber informasi, teknologi dan pelayanan litbang teknologi. 2) Permasalahan a) Keterbatasan sumber daya litbang (SDM, sarana & prasarana litbang) b) Minimnya hasil Litbang yang dapat dimanfaatkan oleh pelaku usaha, karena umumnya masih dalam bentuk prototype atau uji coba, sehingga menyebabkan kontribusi Litbang terhadap Pembangunan Ekonomi masih kurang c) Kerjasama atau Kolaborasi Litbang antar Lembaga Litbang Pemerintah, Perguruan Tinggi dan Dunia Industri relatif masih rendah, jika dibandingkan dengan negara lain d) Masih banyak terdapat peneliti/perekayasa maupun pelaku industri yang belum mengerti pentingnya HKI dan cara mendaftarkan HKI. 3) Langkah-langkah Yang Telah Dilakukan a) Mempertajam fokus litbang industri yang berorientasi pada pemetaan dan kebutuhan dunia usaha dengan road map yang jelas b) Meningkatkan kapasitas dan kapabilitas litbang industri dengan memperkuat sumber daya manusia, kelembagaan intermediasi dan sarana litbang c) Meningkatkan networking (jejaring) antara lembaga litbang nasional dan internasional, serta memperkuat kompetensi inti balai-balai dan memperkuat pemasaran bersama balai-balai d) Menciptakan pusat-pusat inovasi industri dan pilot project di daerah- daerah e) Meningkatkan intensitas Komersialisasi Hasil Riset Teknologi f) Meningkatkan kompetisi profesional penelitian terapan antar peneliti. Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 63 4) Hasil-hasil Yang Dicapai Tahun 2004-2012 a) Sejak tahun 2005 hingga 2012, telah dipilih 48 hasil litbang unggulan melalui unit litbang Balai Besar dan Baristand Industri yang diseleksi berdasarkan penilaian aspek manfaat dan kelayakannya bila diterapkan di IKM sehingga memiliki nilai jual yang lebih tinggi. b) Telah dilaksanakan Kegiatan Rintisan Teknologi sejak tahun 2006 s/d tahun 2012 dengan memberikan penghargaan Rintisan Teknologi diberikan kepada 6 (enam) perusahaan setiap tahun. Penghargaan Rintisan teknologi tersebut diserahkan langsung oleh Presiden di Istana Negara. c) Pemasyarakatan Hasil Riset Teknologi Industri, melalui keikutsertaan pameran teknologi, di antaranya: Pameran Teknologi dalam rangka memperingati Hari Kebangkitan Teknologi Nasional (Pameran Industri Bahari Expo 2006, Pameran RITECH EXPO 2007 dan Pameran RITECH Expo 2012), Pameran Gelar Teknologi Tepat Guna (TTG) Nasional pada tahun 2005 sampai tahun 2012. d) Telah difasilitasi pembiayaan untuk kegiatan litbang terapan, pada tahun 2010 sebanyak 20 litbang, tahun 2011 sebanyak 15 litbang, dan tahun 2012 sebanyak 16 litbang. e) Telah dilaksanakan 3 (tiga) pilot project inovasi unggulan, yaitu: (1) Pengembangan Kampas Rem Serat Pulp Kertas Untuk Kendaraan Bermotor, (2) Pengembangan Produk Keramik Tahan Peluru yang didukung dengan alat pilot project produk keramik tahan peluru, dan (3) Peningkatan Mutu dan Produktivitas Garam Rakyat Dengan Peladangan Garam Sistem Salt House Berbasis Biomanajemen bakteri halofilik dan artemia Salina yang didukung dengan peralatan dan bangunan. c. Fasilitasi Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) 1) Gambaran Umum Kementerian Perindustrian sebagai Kementerian teknis yang menangani industri sangat erat kaitannya dengan HKI. Terutama dalam menunjang proses litbang industri yang ditujukan untuk meningkatkan daya saing industri nasional. Hal ini juga ditegaskan melalui UU No. 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Peraturan tersebut ditetapkan sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan pengelolaan Kekayaan Intelektual dan menumbuh kembangkan invensi produk yang dihasilkan oleh masyarakat industri pada umumnya dan unit/satker litbang Kementerian Perindustrian seperti Balai Besar dan Baristand Industri pada khususnya. Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 64 2) Permasalahan a) Masih banyak terdapat pelaku industri yang belum mengerti pentingnya HKI sebagai satu kesatuan dalam proses produksi. b) Masih banyak terdapat peneliti/perekayasa yang belum mengerti pentingnya HKI dalam menunjang hasil invensi Balai Besar/Baristand Industri. c) Masih rendahnya jumlah penelitian yang didaftarkan HKI. d) Banyak para peneliti/perekayasa yang belum mengerti cara memperoleh HKI. e) Banyak peneliti/perekayasa yang belum dapat memproses HKI dimana salah satu penyebabnya adalah karena kurangnya kemampuan dalam menulis deskripsi paten. 3) Langkah-langkah Yang Telah Dilakukan a) Menyelenggarakan Forum Koordinasi HKI pada tahun 2011 dan 2012 untuk menyamakan persepsi mengenai alih teknologi terutama pembagian royalti bagi hasil litbang. b) Pelatihan Patent Drafting untuk meningkatkan ketrampilan para peneliti sebagai upaya dalam memotivasi peneliti dan meningkatkan jumlah perolehan HKI. c) Fasilitasi hasil litbang yang layak didaftarkan HKI. d) Forum mediasi atau Oral Proceeding sebagai wadah untuk memediasi aplikasi paten yang masih dalam tahap pemeriksaan substantif agar dapat segera memperoleh sertifikat paten. e) Pelatihan PPNS pada tahun 2012, sebagai upaya Kementerian Perindustrian untuk menegakkan hukum di bidang HKI sektor industri. 4) Hasil-hasil Yang Dicapai Tahun 2004-2012 a) Terlaksananya pelatihan Patent Drafting setiap tahunnya untuk 45 orang peneliti/perekayasa/fungsional lainnya. b) Terfasilitasinya hasil litbang sebanyak 20 judul pada tahun 2010-2012 untuk mendapatkan HKI. c) Terlaksananya forum mediasi untuk penelitian yang sedang dalam proses peroleh HKI khususnya paten. d) Terlaksananya pelatihan PPNS dan upgrading PPNS sebagai upaya membentuk jajaran para PPNS Kementerian Perindustrian dan meningkatkan pengetahuan para personelnya dalam penegakan HKI sektor industri. d. Industri Hijau 1) Gambaran Umum Penerapan industri hijau sejalan dengan arah umum kebijakan kebijakan pembangunan industri yang pro-environment, yaitu perlindungan terhadap Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 65 lingkungan. Penerapan industri hijau diharapkan segera dapat terwujud karena selain akan meningkatkan daya saing produk industri Indonesia juga akan memberikan dampak lanjutan yang cukup signifikan pada upaya penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) yang merupakan salah satu langkah mitigasi perubahan iklim. Industri hijau dapat diwujudkan melalui beberapa pendekatan secara berkesinambungan melalui antara lain penerapan produksi bersih (cleaner production), konservasi dan diversifikasi energi, penerapan reuse, reduce, recycle, recovery dan penggunaan low-carbon technology. 2) Permasalahan a) Kinerja R & D (Litbang) di Indonesia belum dapat disejajarkan dengan negara-negara lain, terutama dengan negara maju yang telah menerapkan industri hijau. b) Masih kurangnya insentif dan pembiayaan untuk pengembangan industri hijau c) Belum ada standar industri hijau maupun lembaga sertifikasi untuk industri hijau. d) Masih terbatasnya kemampuan SDM dalam penerapan industri hijau. e) Masih terbatasnya bantuan teknis khususnya kepada pelaku industri kecil menengah (IKM). 3) Langkah-langkah Yang Telah Dilakukan a) Penerapan Produksi Bersih, melalui kerja sama dengan Indonesia Cleaner Industrial Production (ICIP) dalam mendorong implementasi produksi bersih. b) Penyusunan Rencana induk pengembangan industri hijau. c) Penyusunan Katalog Material Input Ramah Lingkungan. d) Penganugerahan Penghargaan Industri Hijau. e) Penanganan kasus pencemaran dan bahan berbahaya f) Konservasi dan Diversifikasi Energi dalam upaya pengurangan emisi CO2 di sektor industri. g) Inventarisasi emisi GRK di sektor industri h) Turut berpastisipasi aktif dalam forum internasional, di antaranya: Montreal Protocol, Intergovernmental Negotiating Committee of Mercury (INC), Kyoto Protocol 4) Hasil-hasil Yang Dicapai Tahun 2010-2012 a) Telah disusun Rencana Induk Pengembangan Industri Hijau (RIPIH) b) Peningkatan kemampuan SDM industri : (1) 728 orang berasal dari berbagai sektor industri termasuk industri kecil dan menengah telah mengikuti pelatihan produksi bersih. Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 66 (2) 30 orang berasal dari berbagai sektor industri dan konsultan calon national expert telah mengikuti pelatihan ISO 50001 tentang sistem manajemen energi (3) 186 orang berasal dari berbagai sektor industri dan konsultan calon national expert telah mengikuti pelatihan manajemen energi khususnya dalam optimasi penggunaan steam boiler, kompresor dan pompa. (4) 35 orang dari industri baja dan 15 orang dari industri pulp & kertas telah mengikuti pelatihan implementasi konservasi energi dan pengurangan emisi CO2 di sektor industri termasuk audit energi dan system pelaporan menggunakan sistem informasi yang terintegrasi. (5) 271 orang berasal dari berbagai sektor industri telah mengikuti pelatihan Environmental Pollution Control Manager (EPCM) dan 132 orang telah ditetapkan sebagai EPCM yang bersertifikat. c) Telah diberikan Penganugerahan Penghargaan Industri Hijau kepada: (1) Tahun 2010 : 9 perusahaan (2) Tahun 2011 : 38 perusahaan (3) Tahun 2012 : 51 perusahaan d) Telah dilakukan Inventory emisi GRK di 700 perusahaan industri e) Pada tahun 2010-2011 telah dilakukan audit energi di 35 industri baja dan 15 industri pulp & kertas yang menghasilkan antara lain data penggunaan energi di masing-masing industri, Investment Grade Audit (IGA) terhadap aksi mitigasi yang dilakukan industri. f) Kebijakan yang telah dihasilkan untuk mendukung pengembangan industri hijau: (1) Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 33/M-IND/PER/4/2007 tentang Larangan Memproduksi Bahan Perusak Lapisan Ozon serta Memproduksi Barang yang Menggunakan Bahan Perusak Lapisan Ozon. (2) Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 86/M-IND/PER/11/2008 tentang Petunjuk Teknis dan Tata Cara Pengawasan Penggunaan Logo Non CFC dan Non Halon & Non CFC. (3) Peraturan Menteri Perindustrian No.5/M-IND/PER/1/2011 tentang Program Penganugerahan Penghargaan Industri Hijau (4) Peraturan Menteri Perindustrian No. 12/M-IND/PER/1/2012 tentang Peta Panduan (Road Map) Pengurangan Emisi CO2 Industri Semen di Indonesia. e. Iklim Usaha Industri 1) Gambaran Umum Dalam rangka meningkatkan daya saing industri dalam negeri dan mendorong pertumbuhan sektor riil terutama untuk memenuhi penyediaan barang/jasa bagi kebutuhan/kepentingan umum telah dilaksanakan berbagai koordinasi dengan instansi terkait untuk merumuskan kebijakan yang tepat berupa pemberian fasilitas dalam bentuk insentif fiskal dan non fiskal. Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 67 Pemerintah melalui berbagai Kementerian/Lembaga telah mengeluarkan peraturan perundang-undangan dalam rangka pembentukan kebijakan pendukung Iklim Usaha Industri nasional, baik itu berupa Insentif (insentif fiskal dan non-fiskal), Disinsentif, Perlindungan Industri Dalam Negeri, maupun Kebijakan Lainnya. 2) Permasalahan a) Pemanfaatan fasilitas Tax Holiday masih belum optimal dan peminat yang masih kurang. Hal ini disebabkan besarnya jumlah minimal investasi yakni Rp. 1 Triliun, disamping juga sosialisasi yang masih minim terkait fasilitas ini. b) Pemanfaatan fasilitas BMDTP juga masih minim jika berdasarkan dari realisasi pemanfaatan fasilitas tersebut. Hal ini dikarenakan, seringkali PMK sektor yang mengatur fasilitas tersebut terlambat terbitnya, sehingga jangka waktu pemanfaatan BMDTP menjadi lebih singkat. 3) Langkah-langkah Yang Telah Dilakukan a) Menyusun dan menyampaikan rekomendasi terkait pengaturan impor produk tertentu dalam rangka melindungi industri dalam negeri (revisi Permendag Nomor 57 Tahun 2010 menjadi Permendag 83 Tahun 2012) b) Menyusun revisi dari Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 3 Tahun 2005 tentang Pengamanan Objek Vital Industri ini adalah diterbitkannya Keputusan Menteri Perindustrian Nomor 620/M-IND/Kep/12/2012 tentang Objek Vital Nasional Sektor Industri. 4) Hasil-hasil Yang Dicapai Tahun 2004-2012 a) Telah disetujuinya permohonan pemberian fasilitas Tax Holiday yang diajukan melalui Kementerian Perindustrian, yaitu: (1) PT. Unilever Oleochemical Indonesia (PT. UOI), dengan nilai investasi USD 133 juta, melalui Keputusan Menteri Keuangan Nomor 462 Tahun 2012 tentang Pemberian Fasilitas Pembebasan dan Pengurangan Pajak Penghasilan Badan kepada PT. Unilever Oleochemical Indonesia, dengan fasilitas yang diberikan: Pembebasan PPh Badan selama 5 (lima) tahun Pengurangan PPh Badan sebesar 50% selama 2 (dua) tahun (2) PT Petrokimia Butadiene Indonesia (PT. PBI), dengan nilai investasi USD 150 juta, melalui Keputusan Menteri Keuangan Nomor 463 Tahun 2012 tentang Pemberian Fasilitas Pembebasan dan Pengurangan Pajak Penghasilan Badan kepada PT. Petrokimia Butadiene Indonesia, dengan fasilitas yang diberikan: Pembebasan PPh Badan selama 5 (lima) tahun Pengurangan PPh Badan sebesar 50% selama 2 (dua) tahun b) Jumlah perusahaan (PMA/PMDN) yang mendapat persetujuan insentif Tax Allowance berupa fasilitas pajak penghasilan: (1) Tahun 2007 : 52 Perusahaan Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 68 (2) Tahun 2008 : 5 Perusahaan (3) Tahun 2009 : 10 Perusahaan (4) Tahun 2010 : 6 Perusahaan (5) Tahun 2011 : 5 Perusahaan (6) Tahun 2012 : 1 Perusahaan c) Pada tahun 2012, jumlah perusahaan yang memanfaatkan fasilitas Bea Masuk Ditanggung Pemerintah (BMDTP) mencapai 273 perusahaan di bidang industri manufaktur dan sekitar 34 perusahaan di bidang industri unggulan berbasis teknologi tinggi. 2. Program Pengembangan Perwilayahan Industri a. Pengembangan Kompetensi Inti Industri Daerah (KIID) 1) Gambaran Umum Berdasarkan Perpres No. 28 Tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional (KIN), pembangunan daya saing industri daerah dilakukan melalui dua pendekatan, yaitu (1) pendekatan sektoral melalui pengembangan klaster industri dan kompetensi inti industri daerah, dan (2) pendekatan regional melalui pembangunan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi berupa kawasan industri. Kompetensi Inti Industri Daerah adalah sekumpulan keunggulan atau keunikan sumberdaya termasuk sumber daya alam dan kemampuan suatu daerah untuk membangun daya saing dalam rangka mengambangkan perekonomian Provinsi dan Kabupaten/Kota menuju kemandirian. 2) Permasalahan a) Lemahnya infrastruktur listrik, air dan transportasi; b) Terbatasnya kemampuan kualitas sumber daya manusia; c) Potensi sumber daya yang dimiliki daerah belum dapat dimanfaatkan secara optimal sebagai bahan baku industri; d) Iklim usaha dan investasi di daerah yang kurang kondusif; e) Belum sinerginya kerjasama antar daerah yang memiliki potensi sejenis; f) Keterbatasan anggaran yang dimiliki oleh daerah untuk mengimplementasikan peta panduan pengembangan kompetensi inti industri kabupaten/kota. 3) Langkah-langkah Yang Telah Dilakukan a) Menciptakan iklim usaha dan investasi yang kondusif, melalui upaya mendorong daerah untuk memberikan pelayanan perizinan one stop service, menghapus perda-perda yang bermasalah, pemberian insentif khusus kepada penanam modal, pembangunan infrastruktur listrik, air dan transportasi. Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 69 b) Mengembangkan industri unggulan provinsi (IUP), melalui penyusunan peta panduan pengembangan IUP, pengembangan proyek percontohan IUP, serta mendorong daerah untuk menetapkan industri unggulan melalui PERDA c) Membangun kompetensi inti industri daerah (KIID) untuk kabupaten/kota, melalui: analisis potensi sumber daya yang dimiliki daerah dan pemilihan komoditi unggulan yang akan dikembangkan melalui kegiatan kajian, penyusunan peta panduan pengembangan KIID, pembangunan pusat keunggulan industri, serta peningkatan keterampilan dan keahlian SDM. d) Mengembangkan kerjasama antar daerah baik yang memiliki potensi yang sama dan kedekatan daerah maupun berdasarkan cakupan rantai nilai, melalui penyatuan potensi sumberdaya yang dimiliki, perwujudan kesatuan antar kabupaten/kota melalui pembentukan industrial regional management, serta pengambilan keputusan secara konsensus dalam rangka mencapai sinergi antar daerah. 4) Hasil-hasil Yang Dicapai Tahun 2004-2012 a) Terfasilitasinya daerah-daerah untuk melakukan kajian dalam rangka penyusunan dan penetapan peta panduan pengembangan kompetensi inti industri daerah. Sampai dengan tahun 2012, telah difasilitasi kajian untuk 222 kabupaten/kota. b) Tersusunnya Peraturan Menteri Perindustrian tentang Peta Panduan Pengembangan Industri Unggulan Provinsi dan Peta Panduan Pengembangan Kompetensi Inti Industri Kabupaten/Kota. Sampai dengan tahun 2012 telah ditetapkan 24 Peraturan Menteri Perindustrian tentang Peta Panduan Pengembangan Industri Unggulan Provinsi dan 41 Peraturan Menteri Perindustrian tentang Peta Panduan Pengembangan Kompetensi Inti Industri Kabupaten/Kota. c) Terbangunnya proyek percontohan pengembangan industri unggulan provinsi berupa fasilitasi mesin dan peralatan, yaitu industri pengolahan rotan di Kabupaten Katingan (Kalimantan Tengah) dan industri pengolahan rumput laut di Kabupaten Kota Tual (Maluku). d) Beroperasinya Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) untuk mendukung pengembangan KIID, yaitu SMK rotan di Palu. b. Kawasan Industri/KEK 1) Gambaran Umum Pembangunan kawasan industri merupakan sarana untuk mengembangkan perekonomian yang berwawasan lingkungan serta memberikan kemudahan dan daya tarik bagi investasi. Pengembangan Kawasan Industri dimaksudkan untuk mendorong pertumbuhan sektor industri lebih terarah, terpadu dan memberikan hasil guna yang lebih optimal bagi daerah dimana kawasan industri berlokasi. Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 70 Dalam kurun waktu 20 tahun, Kawasan Industri telah tumbuh di 13 Provinsi dengan jumlah 81 Kawasan Industri dengan luas 23.449 hektar, yang sudah operasional dan masih banyak lagi yang sedang mempersiapkan pembangunan Kawasan Industri terutama diarahkan di luar Jawa. Sampai dengan tahun 2012, Kementerian Perindustrian telah memfasilitasi penyusunan dokumen perencanaan pembangunan kawasan industri sebanyak 20 kawasan dengan kebutuhan lahan seluas 22.638 ha. Ditjen PPI terus mendorong Pemerintah Kabupaten/Kota agar dapat merealisasikan pembangunan kawasan industri tersebut dengan bekerja sama dengan para investor atau dunia usaha. 2) Permasalahan Dalam mendorong pengembangan kawasan industri ke luar Pulau Jawa, tantangan yang dihadapi antara lain: a) Infrastruktur pendukung seperti jalan, rel kereta api, pelabuhan dan sebagainya dirasa kurang memadai; b) Kemampuan tenaga kerja dan SDM industrial yang terlatih di daerah kurang baik; c) Belum semua Kabupaten/Kota telah mempersiapkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) khususnya kawasan peruntukan industri; dan d) Minat swasta untuk membangun kawasan industri masih kurang. Sementara itu, tantangan dalam pengembangan kawasan industri di Pulau Jawa adalah keterbatasan lahan untuk pembangunan dan pengembangan; daya dukung yang terbatas khususnya sumber daya air dan masalah lingkungan dan sosial. 3) Langkah-langkah Yang Telah Dilakukan a) Melakukan pendataan terhadap kawasan industri yang sudah beroperasi untuk melihat jumlah lahan kawasan industri yang ada, lahan yang masih tersedia, rencana pengembangan, perusahaan yang ada di dalam kawasan industri dan fasilitas yang dimiliki kawasan industri. b) Menyusun peta panduan pengembangan kawasan industri. c) Melakukan promosi untuk kawasan-kawasan industri yang baru dibangun. d) Memfasilitasi penyusunan rencana pembangunan kawasan industri dalam bentuk Master Plan, Rencana Strategis, Studi Kelayakan dan Detail Engineering Design (DED). e) Mendorong investor untuk merealisasikan rencana pembangunan kawasan industri. f) Membangun infrastruktur pendukung di dalam kawasan industri, yaitu dengan membangun Pusat Inovasi untuk menjembatani kebutuhan industri khususnya yang berada di dalam kawasan industri terhadap hasil-hasil riset yang dapat diterapkan. Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 71 g) Menyelenggarakan forum-forum koordinasi pengembangan baik untuk rencana pembangunan kawasan industri baru maupun pengembangan kawasan yang sudah ada. 4) Hasil-hasil Yang Dicapai Tahun 2004-2012 a) Tersusunnya direktori kawasan industri yang memuat informasi-informasi terkait dengan lahan kawasan industri yang dimiliki, lahan yang masih tersedia, rencana pengembangan, perusahaan yang ada di dalam kawasan industri dan fasilitas yang dimiliki kawasan industri. b) Tersusunnya peta panduan pengembangan kawasan industri. c) Terselenggaranya promosi kawasan-kawasan industri yang baru dikembangkan melalui kegiatan pameran, pencetakan brosur/leaflet dan lain-lain. d) Sampai dengan tahun 2012, telah tersusun 22 dokumen perencanaan untuk pembangunan kawasan industri berikut industri champion, yaitu: Sei Mangke (kelapa sawit), Cilamaya-Karawang (otomotif), Kendal (tekstil), Jombang (alas kaki), Gowa (kakao), Palu (rotan), Batu Licin (besi baja), Kariangau (migas), Tanjung Api-Api (gasifikasi batubara), Sei Bamban (karet), Tanjung Buton (oleokimia), Bangka (timah), Gresik (petrokimia), Lamongan (perkapalan), Jombang (alas kaki), Kulonprogo (besi baja), Majalengka (tekstil), Boyolali (tekstil), Halmahera Timur (ferronikel), Tangguh (migas), Bitung (warehouse), dan Jeneponto (garam). e) Sudah beroperasinya beberapa kawasan industri yang telah difasilitasi penyusunan rencana pembangunannya, seperti Kawasan Industri Palu dan Kawasan Industri Sei Mangkei. f) Terbangunnya Pusat Inovasi Kelapa Sawit (PIKS) di Kawasan Industri Sei Mangkei, Kabupaten Simalungun di Provinsi Sumatera Utara, untuk menjembatani kebutuhan industri pengolahan hilir kelapa sawit terhadap hasil-hasil riset yang dapat digunakan langsung oleh industri untuk pengembangan industri hilir kelapa sawit. PIKS dibangun pada tahun 2012 yang lalu, dan mulai beroperasi tahun 2013. g) Terbangunnya Pusat Inovasi Rotan Nasional (PIRNas) di Kawasan Industri Palu di Provinsi Sulawesi Tengah, untuk menjembatani kebutuhan industri rotan terhadap hasil-hasil desain yang dapat digunakan langsung oleh industri untuk pengembangan industri rotan. PIRNas dibangun pada tahun 2012 yang lalu, dan mulai beroperasi tahun 2013 ini. Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 72 3. Program Kerjasama Industri Internasional a. Kerja Sama Teknik 1) Gambaran Umum Untuk membiayai pembangunan ekonomi nasional Pemerintah Indonesia menggunakan dana APBN. Dana APBN tersebut selain berasal dari pendapatan hasil pajak juga dapat berasal dari dana-dana yang bersumber dari luar negeri baik berupa pinjaman lunak maupun hibah dari negara/lembaga donor yang dimanfaatkan dalam bentuk kerjasama teknik. Wujud kerjasama teknik yang dilakukan oleh Kementerian Perindustrian antara lain berupa: pelatihan/seminar, survei dan kajian, bantuan peralatan, bantuan tenaga ahli asing, kerjasama penelitian, pengiriman peserta pelatihan dan beasiswa pendidikan S2 dan S3 ke luar negeri, capacity building di bidang harmonisasi standar serta penerapan teknologi terkini. Selain menerima pendanaan dari luar negeri, Kementerian Perindustrian juga telah memberikan bantun capacity building bagi negara-negara sedang berkembang lainnya dalam bentuk Kerjasama Selatan - Selatan antara lain dengan Palestina, dan Mozambik. 2) Permasalahan a) Kurangnya pemahaman sumber daya aparatur terhadap ketentuan kerja sama teknik yang berlaku b) Lemahnya kemampuan dalam menyusun proposal kerjasama teknik. c) Unit kerja calon penerima hibah/pinjaman luar negeri seringkali kurang siap dan kurang didukung untuk pengalokasian dana pendamping secara memadai. d) Sering terjadi keterlambatan penawaran training oleh negara mitra maupun keterlambatan dan mendesaknya batas waktu penyerahan berkas aplikasi pendaftaran. e) Adanya keterbatasan kemampuan dan pemahaman Bahasa Inggris. 3) Langkah-langkah Yang Telah Dilakukan Dalam mengoptimalkan pemanfaatan kerjasama teknik, telah dilakukan berbagai program/kegiatan untuk meningkatkan pemahaman sumber daya aparatur terhadap mekanisme menjalin kerjasama teknik, mekanisme pengusulan proposal, pengadministrasian penerimaan hibah dan pinjaman lunak, mekanisme fasilitasi tenaga ahli, bantuan peralatan dan bantuan pelatihan di luar negeri. 4) Hasil-hasil Yang Dicapai Tahun 2004-2012 a) Bantuan Teknik dan Bantuan Proyek LN di lingkungan Kemenperin selama 8 tahun terakhir (2004-2012) terdiri dari 21 proyek kerjasama yang melibatkan sebanyak 10 negara dan lembaga donor internasional Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 73 diantaranya dari JICA dan NEDO (Jepang); KOICA dan KITECH (Korea), GTZ/GIZ (Jerman), Uni Eropa, USAID (Amerika Serikat), UNDP, Perancis, dan ADB. b) Selama kurun waktu 2004 2012, sebanyak 98 orang tenaga ahli asing diperbantukan baik dalam rangka capacity building pada unit-unit di lingkungan Kementerian Perindustrian maupun di lokasi proyek kerjasama. Dari jumlah tersebut, sebanyak 66 orang bantuan dari negara Jepang, 7 orang dari Korea Selatan, 10 orang dari Amerika Serikat, 7 orang dari Uni Eropa, 2 orang dari Australia, dan 1 orang dari India. Bantuan tenaga ahli asing tersebut meliputi bidang: Konsultansi Kebijakan, Engineering, Standarisasi dan Pengendalian Kualitas, IT, HRD, Desain, Lingkungan dan Konservasi Energi, Pemasaran, serta Event Organizer. c) Bantuan Beasiswa dan Training di Luar Negeri, yang ditujukan kepada pegawai Kementerian Perindustrian untuk meningkatkan kapasitas, pengetahuan dan keterampilan, dalam bentuk beasiswa pendidikan S2, S3 dan pelatihan industri dari negara-negara: Korea Selatan, Jepang, India, Jerman dan Thailand. d) Dalam rangka Kerjasama Selatan Selatan, Kementerian Perindustrian juga telah melaksanakan kegiatan berupa peningkatan kapasitas untuk beberapa negara-negara Afrika dan Timur Tengah melalui pelatihan- pelatihan jangka pendek, antara lain: (1) Tahun 2010: pelatihan bidang pengelasan untuk warga Paletina sebanyak 10 orang di Bandung, (2) Tahun 2011: pelatihan bidang pengelasan, industri tekstil, industri agro untuk warga Palestina dan Mozambik sebanyak 15 orang di Bandung dan Bogor, (3) Tahun 2012: pelatihan bidang industri tekstil dan industri Agro untuk warga Palestina dan Mozambik sebanyak 45 orang di Bandung dan Bogor. b. Promosi Industri 1) Gambaran Umum Dalam rangka memperluas pasar dan meningkatkan investasi di sektor industri, Pemerintah memfasilitasi kegiatan promosi industri, berupa promosi produk dan jasa industri dan promosi investasi di sektor industri. Promosi produk dan jasa industri adalah kegitan dalam bentuk keikutsertaan pameran internasional di luar negeri, baik yang sifatnya specific product maupun multiproduct. Sedangkan promosi investasi sektor industri dilakukan melalui penyelenggaraan forum investasi dan temu bisnis di luar negeri yang melibatkan Kementerian Perindustrian dan dunia usaha dari Indonesia maupun dari negara mitra. Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 74 2) Permasalahan Sampai dengan tahun 2010, promosi produk industri di luar negeri oleh Kementerian Perindustrian masih dilakukan secara terpisah oleh masing- masing unit Eselon I pembina produk industri. Hal ini berdampak pada lemahnya koordinasi kurang utuhnya pencitraan Indonesia pada event promosi industri di luar negeri tersebut 3) Langkah-langkah Yang Telah Dilakukan a) Mengkoordinasikan kegiatan promosi internal Kementrian Perindustrian serta mengintegrasikan dengan kegiatan promosi Kementerian lainnya seperti Kementerian Perdagangan, BKPM, Kementerian Luar Negeri. b) Penyusunan Buku Panduan Pelaksanaan Kegiatan Promosi setiap tahun sejak tahun 2011 dan Standar Operasional Prosedur (SOP) terkait perencanaan, pelaksanaan dan Monitoring/Evaluasi kegiatan promosi industri di luar negeri. 4) Hasil-hasil Yang Dicapai Tahun 2004-2012 a) Tahun 2011: promosi produk sebanyak 24 kegiatan di negara-negara kawasan Timur Tengah (UEA), kawasan Eropa (Rusia dan Jerman), kawasan Asia (Cina, India, Jepang, Hongkong, Korsel, Turki, Malaysia dan Vietnam). b) Tahun 2012: promosi produk sebanyak 32 kegiatan di negara-negara kawasan Timur Tengah (UEA, Arab Saudi, Yordania dan Qatar), kawasan Eropa (Rusia, Swiss, Spanyol dan Jerman), kawasan Asia (Cina, Singapura, Thailand, India, Jepang, Hongkong dan Korsel), kawasan Afrika (Afrika Selatan) dan kawasan Amerika (North Carolina dan Las Vegas, Amerika Serikat) . c) Pada tahun 2010 dilakukan promosi investasi dan temu bisnis di Osaka, Jepang. Sedangkan tahun 2011, diselenggarakan kegiatan forum promosi Investasi dan temu bisnis di Barcelona, Vancouver, dan berpartisipasi di dalam kegiatan forum Trade, Tourism and Investment di Cina, India dan UEA. Tahun 2012 forum investasi dan temu bisnis dilaksanakan di Turki, Amerika Serikat, Afrika Selatan, Australia dan Argentina. c. Fasilitasi Perundingan 1) Gambaran Umum Kementerian Perindustrian sangat berkepentingan dengan setiap perundingan baik bilateral regional maupun multilateral khususnya terkait Preferential Trade Agreement (PTA), Free Trade Agreement (FTA) dan Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA), mengingat mayoritas pos tarif (80% dari 8.000 pos tarif BTBMI 2012) merupakan portfolio Kementerian Perindustrian. Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 75 Di samping itu sektor industri juga masih memerlukan sumber daya industri berupa bahan baku industri, teknologi, permodalan dari luar negeri yang tidak didapatkan dari dalam negeri. Untuk itu, perundingan-perundingan tersebut juga ditujukan untuk memperlancar akses sumber daya industri dari luar negeri yang diperlukan oleh sektor industri dalam negeri. 2) Permasalahan Seringkali kurang melibatkan partisipasi sektor swasta yang lebih memahami situasi di lapangan, sehingga menimbulkan dampak negatif pada saat diimplementasikan. Sebagai contoh, ACFTA yang sebetulnya mulai dinegosiasikan pada tahun 2004 namun pada saat diimplementasikan tahun 2010 menimbulkan gejolak di kalangan dunia usaha dikarenakan kurangnya awareness, yang disebabkan oleh minimnya sosialisasi dan keterlibatan pihak swasta. Sebagai akibatnya, banyak produk industri dalam negeri yang kalah bersaing dengan produk impor yang berharga lebih murah. 3) Langkah-langkah Yang Telah Dilakukan a) Kementerian Perindustrian pada setiap awal melakukan perundingan FTA/CEPA terlebih dahulu melakukan konsultasi publik dengan para pemangku kepentingan yang melibatkan antara lain dunia usaha dan akademisi. b) Mengusulkan agar di dalam setiap agreement dicantumkan klausul yang memungkinkan implementasi FTA/CEPA dapat dilakukan review dan dapat dihentikan sementara waktu (temporary suspended). c) Mengupayakan masuknya investasi dari negara mitra dalam rangka meningkatkan daya saing melalui alih teknologi dan capacity building dan kerjasama teknik lainnya di bidang industri. 4) Hasil-hasil Yang Dicapai Tahun 2004-2012 a) Kerjasama Bilateral: (1) Partisipasi dalam perundingan perdagangan bebas/Free Trade Agreement (FTA): Indonesia-Jepang (IJ-EPA), Indonesia-Pakistan Comprehensive Economic Partnership (CEP), Indonesia-Iran Comprehensive Trade and Economic Partnership (CTEP), Indonesia-Australia CEPA, Indonesia-Korea CEPA, Indonesia-India CECA (2) Joint Commission Meeting (JCM) dan Konsultasi Bilateral dengan negara-negara yang potensial seperti: Turki, Mesir, Afrika Selatan, Kenya, Azerbaijan, Mozambique, Maroko, Libya, Tunisia, Aljazair, Yordania. (3) Perundingan Pengambilan PT Inalum b) Dalam rangka kerjasama regional, Kementerian Perindustrian telah berpartisipasi dan turut aktif dalam setiap perundingan kerjasama yang diikuti oleh Indonesia, antara lain: ASEAN Free Trade Agreement (AFTA) dan Kerjasama ASEAN Mitra Dialog. Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 76 c) Dalam forum multilateral, Kementerian Perindustrian secara aktif mempersiapkan posisi sektor industri dalam perundingan-perundingan Multilateral serta berpartisipasi mengikuti sidang-sidang multilateral meliputi: (1) World Trade Organization (WTO) mencakup perundingan perundingan NAMA (Non-Agriculture Market Access), ITA (Information Technology Agreement), Non-Tariff Barier dan Committe Trade and Environment. (2) Rangkaian perundingan The Global System of Trade Preferences (GSTP) mencakup perundingan Trade in Goods dan Rules of Origin. (3) Rangkaian perundingan UNIDO (United Nations Industrial Development Organization) mencakup general conference dan industrial (tanya pak medi) (4) Perundingan-perundingan terkait dengan lingkungan seperti sidang- sidang climate change UNFCCC (United Nations Framework Convention on Climate Change). (5) Perundingan APEC (Asia Pacific Economic Cooperation) mencakup perundingan chemical dialogue dan otomotif dialogue. (6) Development Eight (D-8) d. Ketahanan Industri 1) Gambaran Umum Strategi pengamanan industri bersifat ofensif dan defensif, yang dilakukan dengan cara penggunaan instrumen trade remedies maupun penerbitan smart regulation. Sifat ofensif dilakukan dengan cara melakukan pemantauan impor maupun unfair trade produk tertentu dan mendorong industri dalam negeri yang berpotensi terkena dampak kerugian yang serius dari impor tersebut, untuk melakukan permohonan trade remedies kepada otoritas terkait. Sedangkan sifat defensif dilakukan apabila industri dalam negeri terkena tuduhan trade remedies oleh negara lain. 2) Permasalahan a) Peluang untuk menggunakan instrumen trade remedies maupun penerbitan smart regulation masih belum dimanfaatkan secara optimal. b) Perlindungan industri dalam negeri dari tuduhan trade remedies negara lain dirasakan kurang efektif, karena lemahnya kemampuan industri dalam negeri dalam menyusun jawaban atas kuesioner maupun penyediaan data-data pendukung yang tepat, serta tingginya biaya international laywer sebagai pendamping industri dalam negeri pada suatu kasus. Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 77 3) Langkah-langkah Yang Telah Dilakukan a) Pendampingan dan advokasi bagi industri dalam negeri, koordinasi dengan stakeholder terkait, dan memberikan pertimbangan kepentingan nasional (national interest) kepada otoritas terkait. b) Strategi penyelamatan industri dilakukan terhadap industri dalam negeri yang akan kolaps akibat adanya lonjakan impor yang tinggi. Penyelamatan industri ini dilakukan dengan memberikan insentif fiskal maupun insentif lainnya. 4) Hasil-hasil Yang Dicapai Tahun 2004-2012 a) Penanganan kasus anti dumping antara lain: (1) Kasus fatty alcohol (PT. Musim Mas dan PT. Ecogreen Oleochemical), (2) Kasus pengenaan BMAD atas impor produk Cold Rolled Coil/Sheets (CRC/S) dari China, Korea Selatan, Jepang, dan Vietnam sejak 24 Juni 2011, (3) Kasus Tinplate PT. Latinusa, Cilegon-Banten tanggal 1-3 Agustus 2012, (4) Kasus pengenaan tuduhan dumping dari Negara India terhadap produk Viscose Staple Fibre dari Indonesia, Pendampingan tuduhan dumping pada CRC, kawat baja, pipa baja dan karet ban. b) Penanganan safeguard antara lain: (1) Penanganan kasus bronjong kawat HS No. 7326.20.90.00 yang memiliki diameter 2-5 mm dan lingkaran berbentuk heksagonal sebesar 50-120 mm. PT Bevananda Mustika memohon petisi safeguard karena mengalami kerugian serius akibat lonjakan barang impor barang tersebut. (2) Penanganan kasus Pipa Baja, dimana Perusahaan PT Citra Tubindo atas nama produsen pipa baja Indonesia merasa dirugikan, hal ini dilihat dari lonjakan impor khususnya untuk produk dengan kode HS 7304.290010, yang diketahui memasuki Indonesia melalui Batam. (3) Penanganan kasus Seamless pipe product, dimana PTCT telah mengajukan inisiasi pengajuan safeguard terhadap produk OCTG yang berasal dari Cina. (4) Penanganan kasus Dextrose Monohydrate (DMH), dimana PT. Sorini Agro Corporindo selaku petisioner mangajukan perpanjangan pengenaan BMTP atas impor produk DMH. c) Terbangunnya sistem Industrial Resilience Information System yang akan digunakan untuk menganalisa dampak lonjakan impor yang berdampak pada perkembangan industri dalam negeri. Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 78 4. Program Dukungan Manajemen Dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Kementerian Perindustrian a. Peningkatan Kemampuan SDM Industri dan SDM Aparatur 1) Gambaran Umum Pengembangan SDM Aparatur difokuskan pada pendidikan formal dan pelatihan teknis terkait industri. Untuk pendidikan formal diarahkan pada program rintisan gelar S1, S2 (reguler dan double degree) dan S3 baik dalam maupun luar negeri. Pelatihan teknis yang dilaksanakan adalah Diklat Teknis Substansi Industri berjenjang yaitu Diklat Sistem Industri dan Diklat Ekonomi Industri. Selain itu, juga dilaksanakan diklat kepemimpinan dan diklat fungsional bagi SDM Aparatur. Pengembangan SDM Industri difokuskan untuk membangun SDM Industri yang profesional dan kompeten dengan menyiapkan tenaga kerja terampil, ahli madya dan ahli yang siap pakai sesuai kebutuhan sektor industri melalui pendidikan vokasi industri, pelatihan-sertifikasi-penempatan kerja. 2) Permasalahan a) Kelembagaan (1) Balai Diklat Industri (BDI) masih bersifat regional. Dalam pelaksanaan tugasnya, BDI lebih banyak memberikan pelatihan bagi Aparatur Dinas Perindustrian, sementara jumlah pelatihan untuk IKM masih sangat terbatas. (2) Aspek legalitas status Perguruan Tinggi di lingkungan Kementerian Perindustrian masih lemah. (3) Belum terstandarnya kurikulum dan modul pembelajaran pada program pendidikan kejuruan SMK - Sekolah Menengah Teknologi Industri (SMTI) dan SMK - Sekolah Menengah Analis Kimia (SMAK). b) Sumber Daya Manusia (SDM) (1) Masih rendahnya pengetahuan dan pemahaman SDM Aparatur baik pusat maupun daerah terhadap substansi sektor industri. (2) Masih banyaknya jumlah tenaga pendidik yang latar belakang pendidikan formalnya belum sesuai dengan kebutuhan penyelenggaran pendidikan vokasi. (3) Profesionalisme dan kompetensi tenaga pendidik guru dan dosen belum memenuhi amanat Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. c) Sarana dan Prasarana (1) Fasilitas Teaching Factory, Workshop dan Laboratorium yang masih terbatas. (2) Terbatasnya jumlah Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) 1 dan LSP 3 serta Tempat Uji Kompetensi (TUK). (3) Sarana penunjang pendidikan yang belum memadai seperti ruang kelas berbasis ICT, gedung perkantoran dan lain-lain. Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 79 3) Langkah-langkah Yang Telah Dilakukan a) Kelembagaan (1) Penetapan Peraturan Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian 09/SJ-IND/PER/10/2012 tentang: Pengembangan Pendidikan Vokasi berbasis Spesialisasi dan Kompetensi, Pengembangan Pendidikan Kejuruan berbasis Spesialisasi dan Kompetensi, dan Pengembangan Balai Diklat Industri sebagai Pusat Pelatihan IKM berbasis Spesialisasi dan Kompetensi. (2) Kesepakatan kerjasama antara Kementerian Perindustrian dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tentang Penyelenggaraan dan Pembinaan Pendidikan Menengah Kejuruan dan Pembinaan Penyelenggaraan Perguruan Tinggi di Lingkungan Kementerian Perindustrian. (3) Penetapan Keputusan Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian 80/SJ-IND/KEP/12/2012 tentang Kurikulum SMK-SMTI di Lingkungan Kementerian Perindustrian dan Keputusan Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian 81/SJ-IND/KEP/12/2012 tentang Kurikulum SMK-SMAK di Lingkungan Kementerian Perindustrian. (4) Standardisasi kurikulum dan modul pembelajaran di SMK-SMAK dan SMK-SMTI. (5) Penyusunan SKKNI Bidang Industri. b) Sumber Daya Manusia (SDM) (1) Pelaksanaan diklat substansi industri berjenjang dan diklat penyusunan SKKNI sektor industri. (2) Pelaksanaan program rintisan gelar mandiri bagi guru dan dosen sesuai dengan bidang keilmuan yang diampu. (3) Pelaksanaan magang teknis bagi guru dan dosen untuk meningkatkan kemampuan teknis. (4) Pelaksanaan sertifikasi profesi tenaga pendidik guru dan dosen di lingkungan Kementerian Perindustrian bekerjasama dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. c) Sarana dan Prasarana (1) Fasilitasi pembangunan Teaching Factory, Workshop dan Laboratorium yang masih terbatas. (2) Fasilitasi penyiapan Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) 1 dan LSP 3 serta Tempat Uji Kompetensi (TUK). (3) Fasilitasi penyediaan sarana penunjang pendidikan yang belum memadai seperti ruang kelas berbasis ICT, gedung perkantoran dan lain-lain. 4) Hasil-hasil Yang Dicapai Tahun 2004-2012 a) Peningkatan Kemampuan dan Keterampilan SDM Industri (1) Dari tahun 2005 sampai Mei 2012 telah dilatih sejumlah 6.975 SDM industri dengan jenis-jenis diklat meliputi : Diklat Agro Industri, Diklat Penguasaan Komputer, Diklat Pemasaran dan Ekspor-Impor, Diklat Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 80 Komunikasi Bisnis, Diklat Pengolahan dan Pengembangan Produk, Diklat Desain dan Kemasan, Diklat Pengembangan Diri, Manajemen Lingkungan, Kewirausahaan, Manajemen Proses Bisnis, Ekonomi Akuntansi, Manajemen Kualitas Industri, HACCP, Diversifikasi Pengolahan Ikan, Cleaner Production, Bahasa Inggris, HKI, Teknologi Informasi, Drafting, ISO 9001:2000, TOT Klaster, Competence Based Economy, Fasilitator GKM. Selain itu, pada tahun 2012 telah dilaksanakan pelatihan teknis bidang tekstil untuk tingkat operator sebanyak 7.200 orang. (2) Sejak tahun 2004 sampai dengan tahun 2012, dari 9 (sembilan) Sekolah Menengah telah meluluskan sebanyak 10.551 calon tenaga kerja dan dari 8 (delapan) Pendidikan Tinggi sebanyak 10.550 calon tenaga kerja industri siap pakai. (3) Pendidikan untuk persiapan calon Tenaga Penyuluh Lapangan (TPL) industri dan calon wirausaha baru telah dilaksanakan dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2012 di 8 (delapan) unit Pendidikan Tinggi dengan memberikan beasiswa kepada 1.685 siswa/i. Total mahasiswa yang telah lulus adalah 1.238 orang. (4) Telah dilaksanakan peningkatan kualitas dan kapasitas guru dan dosen melalui diklat Akta IV dan V, sertifikasi sistem manajemen mutu ISO 9001:2000, diklat perpustakaan berbasis teknologi informasi, dan diklat talent scouting. Sejak tahun 2006 sampai dengan tahun 2012 telah dilatih sebanyak 236 guru dan dosen. (5) Untuk meningkatkan kompetensi dan profesionalisme tenaga pendidik guru dan dosen, dilakukan sertifikasi profesi guru dan dosen. Sampai dengan tahun 2012 telah disertifikasi sebanyak 266 guru dan 196 dosen. (6) Kerjasama luar negeri melalui program GIZ SED-TVET untuk pengembangan pendidikan vocational (terapan). (7) Kerjasama dengan Perguruan Tinggi dari luar negeri, Pusdiklat Industri dengan Rajamangala University of Technology Krungthep (RMUTK) untuk pengembangan perguruan tinggi di lingkungan Kementerian Perindustrian. b) Peningkatan Kemampuan dan Keterampilan SDM Aparatur (1) SDM aparatur Kementerian Perindustrian: (a) Diklat Struktural: PIM III, PIM IV, Prajabatan, dari tahun 2005- 2012 diikuti oleh sejumlah 2.040 peserta. (b) Diklat Jabatan Fungsional: Diklat Penyuluh Industri, Litkayasa, Statistisi, Bendaharawan, Pranata Komputer, Pustakawan, Peneliti, Arsiparis, dan Calon Widyaiswara dengan jumlah peserta 608 orang. (c) Diklat Teknis: Diklat Sistem Industri I dan II, dengan jumlah peserta diklat tahun 2006 sampai dengan 2012 sebanyak 740 orang. Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 81 Diklat Ekonomi Industri I dan II, dengan jumlah peserta diklat tahun 2006 sampai dengan 2012 sebanyak 219 orang. Diklat Teknis Penunjang (sesuai kebutuhan unit kerja): Sejumlah 2.176 peserta telah diikutkan dalam diklat-diklat keterampilan/kekhususan tertentu berdasarkan kebutuhan unit kerja. (d) Program Rintisan Gelar sebagai berikut: S2 bidang Teknik dan Manajemen Industri di ITB, pada tahun 2006-2011 jumlah peserta sebanyak 90 orang. S2 bidang Teknik dan Manajemen Industri di Double Degree kekhususan Sistem Lgistik dan Rantai Pasok di ITB - Universitas di Jepang / Taiwan sebanyak 30 orang. S2 bidang Ekonomi Industri di Universitas Indonesia, pada tahun 2008-2011 jumlah peserta sebanyak 60 orang. S3 sebanyak 12 orang pada tahun 2007 sampai 2011 dan sebanyak 11 orang mulai tahun 2012 yang tersebar di beberapa Perguruan Tinggi Negeri. S2 mandiri untuk staf, guru dan dosen di lingkungan Kementerian Perindustrian sebanyak 69 orang pada tahun 2012. (2) SDM aparatur Dinas Perindag (Pemerintah Prov/Kab/Kota): telah memfasilitasi diklat dengan jumlah peserta dari Dinas Perindag Prov/Kab/Kota sebanyak 4.690 orang, terdiri dari: (a) Diklat Sistem Industri I untuk Staf, dengan jumlah peserta diklat tahun 2006 sampai dengan 2012 sebanyak 1.942 orang. (b) Diklat Sistem Industri II untuk Pejabat Eselon IV, dengan jumlah peserta diklat tahun 2006 sampai dengan 2012 sebanyak 1.482 orang. (c) Diklat Sistem Industri III untuk Pejabat Eselon III, dengan jumlah peserta diklat tahun 2006 sampai dengan 2012 sebanyak 729 orang. (d) Diklat Sistem Industri IV untuk para Pejabat Eselon II, dengan jumlah peserta diklat tahun 2006 sampai dengan 2011 sebanyak 537 orang. (e) Pelatihan Shindan Shi dilaksanakan pada tahun 2006 sampai 2012 guna mempersiapkan calon konsultan diagnosis IKM di daerah, tercatat sebanyak 482 orang. (f) Diklat Struktural : Diklat PIM III dengan jumlah peserta tahun 2005 sebanyak 40 orang, Prajabatan Gol I Ex Honorer di tahun 2008 sebanyak 42 orang. (g) Diklat Fungsional: Diklat Penyuluh Perindustrian berbagai tingkatan mulai dari dasar, terampil dan lanjut., dengan jumlah peserta dari tahun 2005-2012 sebanyak 800 orang. Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 82 b. Daftar Inventarisasi Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) 1) Gambaran Umum Sebagai tindak lanjut dari Instruksi Presiden No. 2 Tahun 2009 tentang Penggunaan Produksi Dalam Negeri dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, Menteri Perindustrian telah menerbitkan Peraturan Menteri Perindustrian No. 15/M-IND/PER/2/2011 tentang Pedoman Peningkatan Penggunaan Produksi Dalam Negeri dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, yang mengatur antara lain: ketentuan Penggunaan Produk Dalam Negeri Dalam Pengadaan Barang/Jasa pemerintah, Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) dan Bobot Manfaat Perusahaan (BMP), Daftar Inventarisasi Barang/Jasa Produksi Dalam Negeri, Daftar Kelompok Barang/Jasa dan Tata Cara Verifikasi TKDN; serta Peraturan Menteri Perindustrian No. 16/ M-IND/PER/2/2011 tentang Penghitungan Tingkat Komponen Dalam Negeri dan Bobot Manfaat Perusahaan (BMP). 2) Permasalahan a) Masih belum optimalnya pemanfaatan kebijakan Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri oleh Perusahaan Industri nasional; b) Masih belum selarasnya kebijakan yang terkait dengan Peningkatan Penggunaan Produk dalam negeri; c) Masih belum optimalnya penyebaran informasi Daftar Produsen Barang/Jasa Dalam Negeri; d) Masih belum selarasnya antara Kelompok Barang/Jasa yang menjadi rujukan dengan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (5 digit KBLI) yang ada pada Izin Usaha Industri sebagai rujukan Bidang Usaha yang diberikan Izin berusaha secara komersial. e) Masih belum optimalnya pemanfaatan perusahaan industri yang sudah mendapatkan Sertifikat Sah TKDN di dalam Perngadaan barang/jasa Pemerintah. 3) Langkah-langkah Yang Telah Dilakukan a) Koordinasi dan peningkatan sosialisasi tentang kebijakan Peningkatan Penggunaan Produk dalam negeri; b) Monitoring dan Evaluasi konsistensi Penggunaan Produksi Dalam negeri; c) Penyelarasan kebijakan yang terkait dengan Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri, termasuk penyempurnaan Peraturan meneteri Perindustrian Nomor 15 /M-IND/PER/2/2011, dan memasukan bagian Peningkatan Penggunaan Produk dalam Negeri pada RUU Perindustrian dan penyiapan RPP Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri; d) Sosialisasi dan promosi Produk Dalam Negeri melalui Pameran dan Website Kemenperind, dan pengiriman Buku dan CD Daftar Inventarisasi Barang/Jasa kepada Kementerian/Lembaga Non Kementerian/Daerah dan Instansi; Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 83 4) Hasil-hasil Yang Dicapai Tahun 2007-2012 Jumlah produk yang telah diverifikasi TKDN per kelompok barang tahun 2007-2012 adalah sebanyak 5.753 produk, dengan rincian sebagai berikut: Kelompok Barang 2007 2008 2009 2010 2011 2012 Alat Berat, Konstruksi, dan Material Handling 7 4 1 34 6 5 Alat Transport 19 44 34 102 9 15 Bahan Bangunan/Konstruksi 10 50 17 70 119 30 Bahan dan Peralatan Kesehatan 41 38 14 34 39 61 Bahan Kimia dan Barang Kimia 26 50 17 150 98 125 Bahan Penunjang Pertanian 12 - 2 5 59 9 Barang Lainnya 29 8 65 300 90 Jasa Engineering, Procurement, dan Construction (EPC) dan Jasa Keteknikan - 1 1.148 3 1 Komputer dan Peralatan Kantor 3 22 20 48 7 32 Logam dan Barang Logam 14 27 98 280 138 140 Mesin dan Peralatan Migas 75 22 31 188 45 102 Mesin dan Peralatan Pabrik 17 34 3 106 6 10 Mesin dan Peralatan Pertambangan - 2 5 8 4 Mesin dan Peralatan Pertanian 10 25 7 42 34 46 Pakaian dan Perlengkapan Kerja 9 18 3 27 19 32 Peralatan Elektronika 5 25 6 124 9 34 Peralatan Kelistrikan 51 59 28 185 62 222 Peralatan Laboratorium - 1 2 5 3 Peralatan Olah Raga dan Pendidikan - 1 2 26 33 Peralatan Telekomunikasi 14 9 5 24 7 27 Sarana Pertahanan 2 4 1 8 1 8 TOTAL 315 460 300 2649 1000 1029 Jumlah produk yang telah diverifikasi TKDN per kelompok barang tahun 2007-2012 c. Unit Layanan Pengadaan (ULP) 1) Gambaran Umum Berdasarkan Peraturan Presiden Peraturan Presiden RI Nomor 70 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, tiap-tiap Kementerian/Lembaga Pemerintah wajib membentuk Unit Layanan Pengadaan (ULP). Kementerian Perindustrian melalui Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 152/M-IND/PER/12/2010 tentang Unit Layanan Pengadaan Kementerian Perindustrian, telah membentuk Unit Layanan Pengadaan (ULP) yang bersifat Ad Hoc, yang mulai berlaku sejak tahun 2011. 2) Permasalahan a) Para pegawai/anggota di ULP masih belum optimal dalam melaksanakan tugasnya, anggota Pokja masih belum sepenuhnya fokus terhadap tugas-tugasnya di ULP karena masih terikat dan terkait dengan tugas- tugas dari Unit Kerja masing-masing; Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 84 b) Sebagian dari anggota pokja masih belum sepenuhnya menguasai dan memahami peraturan baik yang pokok maupun tambahan, serta menjawab dan menghadapi sanggah/pertanyaan dari penyedia; 3) Langkah-langkah Yang Telah Dilakukan a) Untuk mengurangi beban kerja, pada Tahun Anggaran 2013 telah terbentuk 12 (dua belas) anggota pokja dimana pada tahun sebelumnya hanaya terdapat 6 (enam) pokja. b) Adanya sosialisasi dan konsinyering dengan pihak LKPP untuk menambah wawasan pengadaan barang/jasa bagi anggota pokja c) Pelatihan bagi anggota pokja terhadap teknologi Sistem Pengadaan Secara Elektronik (SPSE). d) Terdapat anggaran untuk konsultasi/bantuan hukum terkait permasalahan sanggahan atau masalah hukum lainnya. 4) Hasil-hasil Yang Dicapai Tahun 2011-2012 a) Tahun 2011 (1) Jumlah paket yang disampaikan ke Unit Layanan Pengadaan Kementerian Perindustrian Tahun 2011 adalah 450 Paket dengan nilai Rp 580.938.144.114, yang terdiri atas: (a) Lelang Umum sebanyak 281 paket dengan nilai Rp 531.011.754.287. (b) Lelang Sederhana sebanyak 119 paket dengan nilai Rp 18.651.059.827. (c) Penunjukan Langsung sebanyak 50 paket dengan nilai Rp 31.275.330.000. (2) Terjadi Penghematan sebesar Rp 66.956.245.530, yang terdiri atas: (a) Lelang Umum sebesar Rp 63.139.922.253 (b) Lelang Sederhana sebesar Rp 1.064.820.077 (c) Penunjukan Langsung sebesar Rp 2.721.503.200 b) Tahun 2012 (1) Pengadaan Kementerian Perindustrian Tahun 2012 yang telah diumumkan pada web-site Kementerian Perindustrian (Nomor 512/M-IND/12/2011) adalah sebanyak 437 Paket dengan Total Nilai Rp. 645.168.323.000. (2) Dari total Rencana Umum sebanyak 437 Paket dengan Total Nilai Rp. 645.168.323.000, 40 Paket dengan total nilai Rp. 3.093.155.000,- diantaranya dilaksanakan tanpa melalui ULP (Nilai Rp. 100 Juta), paket tersebut bertambah setelah terbitnya Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 tanggal 31 Juli 2012 (Nilai Rp. 200 Juta). (3) Jumlah paket yang telah disampaikan ke Unit Layanan Pengadaan Kementerian Perindustrian Tahun 2012 adalah 411 Paket dengan nilai Rp. 733.772.474.288, yang terdiri atas: Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 85 (a) Lelang Umum/Sederhana dan Seleksi Umum/Sederhana sebanyak 329 Paket dengan nilai Rp. 694.719.828.288 (b) Penunjukan Langsung sebanyak 82 Paket dengan nilai Rp. 39.052.646.000 (4) Terjadi Penghematan sebesar Rp. 40.893.542.151 (6,02%), yang terdiri atas: (a) Lelang Umum/Sederhana sebesar Rp. 39.245.010.001 (b) Penunjukan Langsung sebesar Rp. 1.648.532.150 d. Unit Pelayanan Publik (UP2) 1) Gambaran Umum Sesuai amanat Undang-Undang No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik dan dalam rangka meningkatkan kualitas dan menjamin penyediaan pelayanan publik secara mudah, cepat dan transparan, maka Kementerian Perindustrian telah mengeluarkan beberapa peraturan diantaranya: a) Peraturan Menteri Perindustrian No. 34/M-IND/PER/3/2010 tentang Kode Etik Pelayan Publik dan Penyelenggara Pelayanan Publik di lingkungan Kementerian Perindustrian; b) Peraturan Menteri Perindustrian No. 55/M-IND/PER/6/2011 tentang Unit Pelayanan Publik Kementerian Perindustrian; dan c) Instruksi Menteri Perindustrian No. 765/M-IND/11/2010 tentang Pembentukan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP). Sebagai tindak lanjut pelaksanaan Undang-Undang Pelayanan Publik, Kementerian Perindustrian telah membentuk Unit Pelayanan Publik (UP2) pada tahun 2011 bertempat di Lantai 4 Gedung Kementerian Perindustrian, Jl. Jend. Gatot Subroto Kav. 52-53 Jakarta Selatan. UP2 Kementerian Perindustrian adalah unit kerja non struktural yang bertugas melakukan kegiatan penyelenggaraan pelayanan publik non perizinan berupa pemberian informasi dan konsultasi di bidang fasilitasi dan kawasan industri, desain kemasan dan merek bagi IKM, HKI, dan sertifikasi SNI, serta rekomendasi/pertimbangan teknis di lingkungan Kementerian Perindustrian, mulai dari tahap permohonan sampai terbitnya dokumen. 2) Permasalahan a) Belum memadainya kompetensi petugas UP2 dalam memahami substansi jenis-jenis rekomendasi/pertimbangan teknis dan persyaratannya; b) Belum adanya sistem online yang dapat memberikan pelayanan yang efisien dan transparan bagi pengguna jasa UP2 untuk mengetahui perkembangan proses penyelesaian rekomendasi/pertimbangan teknis; c) Masih adanya proses rekomendasi melebihi batas waktu 5 (lima) hari yang ditetapkan dalam SOP UP2; Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 86 d) Masih adanya ketidaksesuaian persyaratan rekomendasi/pertimbangan teknis dalam pemberian pelayanan di UP2 dengan di unit pemroses. 3) Langkah-langkah Yang Telah Dilakukan a) Bimbingan Teknis Petugas UP2 terkait substansi pelayanan yang diberikan; b) Mulai diterapkannya Tracking System yang dapat melacak posisi terakhir permohonan rekomendasi. Sebagai uji coba telah diberlakukan untuk pendaftaran produk telepon seluler, komputer genggam (handheld), dan komputer tablet; c) Membuat brosur, leaflet, banner terkait dengan tugas dan fungsi UP2 dalam memberikan informasi kepada pengguna jasa UP2; d) Telah dilakukan Survei Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) oleh pihak ketiga; e) Segera dilakukan inventarisasi dan harmonisasi persyaratan adminsitratif dan substantif yang belum selaras antara UP2 dengan unit pemroses sehingga tidak membingungkan dunia usaha yang mengajukan rekomendasi/pertimbangan teknis di UP2. 4) Hasil-hasil Yang Dicapai Tahun 2011-2012 a) Tahun 2011 (1) Telah dilakukan penataan terhadap 85 jenis layanan publik, penataan sistem layanan berbasis IT (e-licensing) yang terintegrasi dengan National Single Window (NSW), penataan Standar Operasional Prosedur (SOP), kewajiban dan standar perilaku serta larangan/sanksi bagi pelayan publik. (2) Untuk menerbitkan rekomendasi izin impor, Kementerian Perindustrian telah mengembangkan dan memberlakukan sistem pendaftaran secara elektronik yang disebut dengan e-licensing, dimana seluruh proses dilakukan secara online dan real time sehingga dapat dimonitor secara langsung oleh masyarakat. b) Tahun 2012 (1) UP2 Pusat telah menerima dan meregistrasi permohonan rekomendasi/pertimbangan teknis dan konsultasi lainnya sebanyak 6.832 permohonan, dengan rincian: (a) Penerbitan rekomendasi/pertimbangan teknis: Ditjen Industri Agro sebanyak 1.218 permohonan; Ditjen BIM sebanyak 3.896 permohonan; dan Ditjen IUBTT sebanyak 1.115 permohonan. (b) Konsultasi: LSPro-Pustand BPKIMI berupa permohonan konsultasi terkait sertifikasi SNI sebanyak 98 permohonan dan Permohonan konsultasi lainnya sebanyak 505 permohonan. (2) Dalam rangka meningkatkan pemahaman dan kemampuan petugas UP2, telah dilakukan kegiatan antara lain: Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 87 (a) Pembekalan kepada petugas UP2 terkait dengan persyaratan Rekomendasi/Pertimbangan Teknis sebanyak 12 kali dengan narasumber Pejabat dari unit pemroses; (b) Bimbingan Teknis UP2 tentang substansi dan sistem online pelayanan UP2 sebanyak 2 kali; (c) Pelatihan Teknik Pelayanan Publik bagi petugas UP2 yang baru ditunjuk; dan (d) Workshop tentang pelayanan publik Kementerian Perindustrian yang diikuti oleh dunia usaha, wakil unit pemroses, dan petugas UP2. (3) Telah dilaksanakan Survei Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) oleh lembaga independen (pihak ketiga) dengan mengambil sampel 105 perusahaan di wilayah DKI Jakarta dan Jawa Barat yang menjadi responden pengguna jasa UP2, dengan Hasil survei secara keseluruhan memperoleh angka IKM 72,65 dengan kategori baik. e. Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) 1) Gambaran Umum Dalam rangka menjawab tantangan persaingan sehat dan pelaksanaan pengadaan barang jasa yang berdasarkan prinsip ekonomis, efektif dan efisien maka pada tahun 2010 telah ditetapkan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 153/M-IND/PER/12/2010 tentang Layanan Pengadaan Secara Elektronik Kementeriaan Perindustrian. LPSE Kemenperin adalah unit kerja yang bersifat ad-hoc untuk menyelenggarakan sistem pelayanan pengadaan barang/jasa secara elektronik di lingkungan Kementerian Perindustrian dan memfasilitasi Kementerian Perindustrian kepada Portal Pengadaan Nasional berdasarkan Peraturan Menteri Perindustrian. 2) Permasalahan a) Pada awal pengoperasian masih banyak penyedia yang belum memahami SPSE bahkan banyak yang tidak mempelajari manual penggunaan SPSE sehingga sering terjadi kesalahan yang menghambat mereka untuk mengikuti lelang b) Sebagai sebuah sistem sampai saat ini masih terdapat celah pada aplikasi SPSE c) Belum adanya sosialisasi mengenai pengadaan barang dan jasa secara elektronik kepada satuan kerja Kemenperin yang ada di daerah d) Masih ada beberapa perangkat keras (hardware) dan lunak (software) masih menggunakan fasilitas dari unit Pusdatin. 3) Langkah-langkah Yang Telah Dilakukan a) Melakukan sosialisasi dan pelatihan aplikasi Sistem Pengadaan barang dan jasa Secara Elektronik sejak tahun 2011 sampai dengan saat ini kepada penyedia barang dan jasa, anggota Kelompok Kerja Unit Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 88 Layanan Pengadaan (Pokja ULP) Kemenperin, dan panitia pengadaan barang dan jasa satuan kerja (satker) Kemenperin di daerah. b) Mengenai adanya kelemahan pada SIstem Pengadaan Secara Elektronik, LPSE Kemenperin telah melaporkan hal tersebut pada LKPP sebagai pemilik dan pengembang aplikasi. c) Melakukan sosialisasi mengenai layanan pengadaan secara elektronik kepada satuan kerja Kemenperin di daerah. d) Melakukan pengadaan perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak (software) secara mandiri. 4) Hasil-hasil Yang Dicapai Tahun 2011-2012 Sejak beroperasinya Layanan Pengadaan Secara ELektronik (LPSE) pada tahun 2011 hingga saat ini telah mencapai beberapa hal, antara lain: a) Tahun 2011 (1) Telah dilatih sebanyak 796 orang peyedia barang dan jasa (2) Telah diregistrasi dan divalidasi sebanyak 902 perusahaan penyedia (3) Telah difasilitasi 428 paket lelang dengan nilai Rp 492.732.668,- (4) Telah dilakukan penghematan lelang senilai Rp 36.766.224,- b) Tahun 2012 (1) Telah dilatih sebanyak 236 orang peyedia barang dan jasa (2) Telah diregistrasi dan divalidasi sebanyak 209 perusahaan penyedia (3) Telah difasilitasi 315 paket lelang dengan nilai Rp. 685.138.961.098,- (4) Telah dilakukan penghematan lelang senilai Rp 39.276.191.251 (5) Telah dilakukan sosialisasi terhadap 48 satuan kerja Kementerian Perindustrian di daerah yang meliputi Balai Besar, Balai Riset dan Standardisasi, Sekolah dan Balai Diklat Industri. 5. Peningkatan Akuntabilitas Keuangan dan Reformasi Birokrasi a. Mempertahankan Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) 1) Gambaran Umum Sebagai upaya untuk menyikapi perkembangan tuntutan masyarakat akan tata pemerintahan yang tertib, bersih, transparan dan akuntabel, serta dapat mencapai sasaran yang telah direncanakan dan memuaskan harapan stakeholder, maka Kementerian Perindustrian bertekad meningkatkan akuntabilitas pengelolaan keuangan untuk mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Dalam rangka mencapai hal tersebut, telah ditetapkan sasaran pengawasan, antara lain mempertahankan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas Laporan Keuangan Kementerian Perindustrian, mewujudkan pencapaian KPI (Key Performance Indicators) program dan kegiatan Kementerian Perindustrian, terwujudnya reformasi birokrasi, terwujudnya efektivitas restrukturisasi organisasi serta tersedianya masukan rekomendasi Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 89 (feedback) terhadap pelaksanaan program/kegiatan dan perumusan kebijakan pembangunan industri. 2) Permasalahan a) Masih terdapat beberapa temuan BPK terkait pengelolaan administrasi keuangan dan verifikasi BMN, serta prosedur pengadaan barang dan jasa. b) SDM pengelola administrasi keuangan belum seluruhnya memiliki pemahaman dan kompetensi yang memadai dalam hal pencatatan laporan keuangan dan BMN baik secara manual maupun secara komputerisasi. c) Pengelolaan dan pengamanan aset belum sepenuhnya tertib administrasi, khususnya pada bantuan peralatan dan mesin yang akan/telah diserahkan kepada Pemda, masyarakat, atau perusahaan. 3) Langkah-langkah Yang Telah Dilakukan a) Guna mendapatkan predikat WTP atas audit laporan keuangan, Kementerian Perindustrian telah membuat rencana aksi melalui: (1) Instruksi Menteri Perindustrian No. 827/M-IND/11/2009 tentang Rencana Aksi mempertahankan opini WTP atas Laporan Keuangan Departemen Perindustrian Tahun 2009; (2) Instruksi Menteri Perindustrian No. 472/M-IND/8/2010 tentang Rencana Aksi mempertahankan opini WTP atas Laporan Keuangan Kementerian Perindustrian Tahun 2010; (3) Instruksi Menteri Perindustrian Nomor 319/M-IND/6/2011 tentang Rencana Aksi Mempertahankan Opini WTP Atas Laporan Keuangan Kementerian Perindustrian Tahun 2011. b) Menyelesaikan Temuan Atas Laporan Keuangan Tahun 2011 dan sebelumnya: (1) Menindaklanjuti dan menyelesaikan seluruh temuan BPK Tahun 2011 dan tahun sebelumnya. (2) Melakukan monitoring pelaksanaan pemeriksaan rutin fisik Kas (3) Meningkatkan pengelolaan administrasi keuangan dan verifikasi BMN khususnya verifikasi barang pada Kuasa Pengguna Anggaran. (4) Mengintensifkan prosedur pengadaan barang dan jasa sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 dan mematuhi spesifikasi teknis yang ditetapkan dalam RKS. c) Meningkatkan Kemampuan Sistem Manajemen Keuangan, meliputi sistem pembukuan, sistem aplikasi teknologi komputer, pengelolaan dan pengamanan aset, dan peningkatan kualitas SDM. d) Penjaminan Mutu (Quality assurance) oleh Pengawas Internal. 4) Hasil-hasil Yang Dicapai Tahun 2005-2012 Kementerian Perindustrian telah berhasil memperoleh Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas Laporan Keuangan Kementerian Perindustrian Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 90 sebanyak 4 (empat) kali dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Perolehan opini terakhir diperoleh pada tahun 2012 berdasarkan laporan hasil pemeriksaan keuangan nomor 11a/LHP/XV/05/2012 tanggal 4 Mei 2012, BPK RI telah memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) terhadap Laporan Keuangan Kementerian Perindustrian Tahun 2011. Keberhasilan Kementerian Perindustrian dalam memperoleh opini WTP dapat dicapai berkat kerjasama semua pihak yang terkait di lingkungan Kementerian Perindustrian. Perkembangan Opini BPK terhadap audit Laporan Keuangan (LK) Kementerian Perindustrian adalah sebagai berikut: a) LK Tahun 2005: Disclaimer b) LK Tahun 2006: Disclaimer c) LK Tahun 2007: Wajar Dengan Pengecualian (WDP) d) LK Tahun 2008: Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dengan paragraf penjelasan e) LK Tahun 2009: Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) f) LK Tahun 2010: Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) g) LK Tahun 2011: Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) b. Reformasi Birokrasi 1) Gambaran Umum Sektor industri memegang peranan penting dalam perekonomian nasional. Oleh karena itu sektor industri perlu didorong agar mampu lebih berperan dalam mensukseskan program pemerintah khususnya penciptaan kesempatan kerja dan mendorong pertumbuhan ekonomi dengan dukungan birokrasi yang prima. Untuk mewujudkan birokrasi yang prima diperlukan perubahan yang mendasar dalam pelayanan publik, kinerja, dan integritas pegawai. Kementerian Perindustrian telah mulai membangun pondasi Reformasi Birokrasi sejak tahun 2005. Pelaksanaan program Reformasi Birokrasi (RB) berdasarkan Perpres Nomor 81 tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi tahun 2010-2025. 2) Permasalahan a) Sebelum pelaksanaan Reformasi Birokrasi dilakukan, pelayanan publik yang diberikan masih jauh dari memuaskan, antara lain karena belum adanya standar biaya pelayanan yang jelas, masih banyaknya biaya tambahan dan gratifikasi, belum adanya SOP layanan, belum adanya Desk Pelayanan Informasi, kurang transparannya proses pelayanan, waktu layanan yang lama, dan masih rendahnya pengertian pegawai terhadap substansi pekerjaan. b) Kinerja pegawai yang masih rendah tercermin dari tingkat kehadiran pegawai yang masih dibawah 7,5 jam sesuai dengan Peraturan Menteri PAN dan RB, proses perekrutan pegawai yang masih konvensional Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 91 sehingga menimbulkan adanya celah KKN, produktivitas yang masih rendah karena belum adanya job description yang jelas bagi tiap-tiap pegawai, dan kurangnya pendidikan dan pelatihan bagi pegawai. c) Tingkat integritas yang masih rendah juga terlihat dari proses pengadaan barang dan jasa yang belum transparan dan belum adanya e- procurement. Pola pikir pegawai juga belum berorientasi pada pelayanan kepada masyarakat, akibatnya pada tahun 2009 Kementerian Perindustrian mendapatkan indeks prestasi pelayanan publik yang masih belum memuaskan dari KPK. 3) Langkah-langkah Yang Telah Dilakukan a) Sejak tahun 2008, proses rekrutmen pegawai dilakukan dengan menggunakan sistem online. b) Pemantauan produktivitas pegawai melalui laporan mingguan pegawai dan penilaian kinerja pegawai tiap bulan. c) Telah memiliki unit pengadaan secara terpusat atau ULP (Unit Layanan Pengadaan) dengan menggunakan sistem LPSE (Layanan Pengadaan Secara Elektronik) untuk melayani pengadaan barang dan jasa yang menjamin transparansi proses tersebut. d) Melakukan perbaikan di sektor pelayanan publik, baik dari standar pelayanan prima maupun integritas penyelenggaraan dan pelayanan. e) Peningkatan kompetensi pegawai melalui berbagai pendidikan dan pelatihan teknis yang menunjang pelaksanaan tugas pokok dan fungsi. f) Penerapan sistem absensi online sejak tahun 2005, yang berdampak tingkat kehadiran pegawai yang masih dibawah 7,5 jam secara bertahap meningkat menjadi rata-rata diatas standar Peraturan MenPAN dan RB. g) Pelaksanaan program percepatan (quick wins) pada Perbaikan Kualitas Pelayanan Publik untuk membangun kepercayaan masyarakat (public trust building), terutama peningkatan kualitas layanan yang bersentuhan langsung dengan kebutuhan masyarakat industri/dunia usaha. h) Penerbitan Peraturan Menteri Perindustrian tentang kode etik pelayanan publik, standar pelayanan minimal, standar biaya pelayanan, transparansi biaya dan proses pelayanan, dan telah diterapkan SOP layanan yang jelas sehingga waktu pelayanan kepada stakeholders menjadi lebih singkat yang dilaksanakan pada Unit Pelayanan Publik (UP2) di Lingkungan Kementerian Perindustrian. 4) Hasil-hasil Yang Dicapai Tahun 2004-2012 a) Beberapa prestasi dan keunggulan yang telah dicapai Kementerian Perindustrian sebagai hasil dari upaya Reformasi Birokrasi antara lain: (1) Peringkat 1 Penilaian Inisiatif Anti Korupsi oleh KPK tahun 2011. (2) Laporan Keuangan mendapat predikat WTP sejak 2008. (3) Peringkat 4 Penilaian Integritas Pelayanan Publik oleh KPK tahun 2011. Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 92 (4) Peringkat 1 tentang Keterbukaan Informasi Publik oleh Komisi Informasi Pusat (KIP) tahun 2012. (5) Nilai LAKIP Kementerian Perindustrian mencapai B. (6) Penghargaan penggunaan E-Government terbaik tahun 2012. (7) Kementerian yang sudah baik pelaksanaan Reformasi Birokrasi sejak tahun 2008 bersamaan dengan Bappenas, Menko Perekonomian dan BPKP. (8) Grade Tunjangan Kinerja lebih besar dibanding 19 K/L lainnya di Tahun 2012. (9) Reformasi Birokrasi Kementerian Perindustrian sering dijadikan contoh oleh K/L lain. (10) Pelayanan publik satu pintu yaitu melalui UPP (Unit Pelayanan Publik). (11) Pengadaan Barang dan Jasa terpadu yaitu Unit Layanan Pengadaan (ULP) sejak tahun 2008. (12) Sistem Rekruitmen Online, Sistem Absensi Pegawai Online serta ketersediaan Sistem Informasi Pegawai (SiPeg) dan Database Pegawai yang sudah terintegrasi. (13) Sistem Penilaian Kinerja Pegawai secara online (Disiplin 70% & Kinerja 30%). (14) Penerapan E-Government (Intranet, LPSE, E-Licensing). (15) Penerapan Budaya Kerja 5-K. b) Dalam rangka pelaksanaan Reformasi Birokrasi (RB), perlu dilakukan penilaian mandiri (self assessment) pelaksanaan RB. Untuk itu, Menteri PAN dan RB telah mengeluarkan Permen PAN dan RB Nomor 1 Tahun 2012 tentang Pedoman Penilaian Mandiri Pelaksanaan RB dan ditindaklanjuti dengan Permen PAN dan RB Nomor 31 tahun 2012 tentang Petunjuk Teknis Penilaian Mandiri Pelaksanaan RB (PMPRB) secara online. Hasil PMPRB Kementerian Perindustrian adalah sebagai berikut: (1) Nilai Pencapaian Pengungkit dan Hasil tanpa memperhitungkan survei responden internal adalah 77,37 (level 4); (2) Nilai Pencapaian Pengungkit dan Hasil dengan memperhitungkan survei responden internal adalah 76,90 (level 4); (3) Nilai Responden dalam Survei Internal untuk Komponen Pengungkit adalah 73,34, sedangkan untuk Komponen Hasil adalah 73,07; (4) Nilai Pemenuhan Target Indikator Internal (Sembilan Program Mikro RB) adalah 77,57; (5) Nilai Pemenuhan Target Indikator Eksternal (IKU Indikator Keberhasilan RB Nasional) yang dinilai dari Opini atas Laporan Keuangan Kementerian oleh BPK dan Integritas Layanan Publik oleh KPK adalah 79,67.