Anda di halaman 1dari 94

LAPORAN PERKEMBANGAN

KEMAJUAN PROGRAM KERJA


KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN
TAHUN 2004-2012
KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN
2013
DAFTAR ISI
I. PENDAHULUAN............................................................................................................... 1
II.KEBIJAKAN UMUM INDUSTRI MANUFAKTUR TAHUN 2005-2014 .............................. 5
A. ARAH KEBIJAKAN INDUSTRI PADA RPJPN 2005-2025 .......................................... 5
B. ARAH KEBIJAKAN INDUSTRI PADA RPJMN 2005-2009 ......................................... 6
C. KEBIJAKAN INDUSTRI NASIONAL (KIN) ................................................................. 9
D. ARAH KEBIJAKAN INDUSTRI PADA RPJMN 2010-2014 ....................................... 10
E. AKSELERASI INDUSTRIALISASI 2012-2014 ........................................................... 12
III. KINERJA PENGEMBANGAN INDUSTRI MANUFAKTUR TAHUN 2004-2012 ........... 13
A. KINERJA MAKRO INDUSTRI TAHUN 2004-2012 .................................................... 13
B. KINERJA PENGEMBANGAN INDUSTRI PRIORITAS TAHUN 2004-2012 .............. 20
1. Program Revitalisasi dan Pengembangan Basis Industri Manufaktur ................... 20
2. Program Revitalisasi dan Penumbuhan Industri Agro .......................................... 35
3. Program Penumbuhan Industri Unggulan Berbasis Teknologi Tinggi ................... 44
4. Program Pengembangan Industri Kecil dan Menengah ....................................... 53
C. KINERJA PROGRAM PENDUKUNG PELAKSANAAN PROGRAM PRIORITAS
TAHUN 2004-2012 .................................................................................................... 59
1. Program Pengkajian Kebijakan, Iklim dan Mutu Industri ....................................... 59
2. Program Pengembangan Perwilayahan Industri .................................................. 68
3. Program Kerjasama Industri Internasional ............................................................ 72
4. Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya ............ 78
5. Peningkatan akuntabilitas Keuangan dan Reformasi Birokrasi .............................. 88
Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 1
I. PENDAHULUAN
Secara umum perkembangan ekonomi Indonesia periode 1999-2005 atau pasca krisis
ekonomi Asia telah mulai membaik karena adanya pengaruh positif dari berbagai faktor,
antara lain: perkembangan ekonomi dunia yang cukup baik, perkembangan sosial politik
dalam negeri yang kondusif serta situasi moneter yang stabil. Hal ini tidak terlepas dari
berbagai kebijakan yang diterapkan Pemerintah pada saat itu, seperti kebijakan moneter
yang ketat yang ditujukan untuk menyerap likuiditas agar tidak menahan tekanan terhadap
inflasi dan nilai tukar rupiah, penyelesaian masalah perburuhan, dan lain sebagainya.
Jika dilihat dari kebijakan makro ekonomi Pemerintah baik dari sudut kebijakan fiskal
maupun moneter, dapat terlihat bahwa sektor industri memegang peranan strategis dalam
upaya mencapai sasaran pembangunan ekonomi. Pembangunan sektor industri menjadi
sangat penting karena kontribusinya terhadap pembentukan PDB sangat besar. Pada tahun
2004-2012, industri pengolahan (migas dan non-migas) memberikan kontribusi yang
signifikan terhadap PDB, dimana pada tahun 2004 mencapai 28,07% dan pada tahun 2012
sebesar 23,98%. Meskipun mengalami penurunan, peranan sektor industri pengolahan
terhadap PDB tetap yang paling besar, diikuti sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan
perikanan sebesar 14,44%, sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 13,90%,
pertambangan dan penggalian sebesar 11,78%, sektor jasa-jasa sebesar 10,78%, serta
sektor konstruksi/bangunan sebesar 10,45%.
Sektor industri mampu berperan besar dalam mendorong pertumbuhan ekonomi (prime
mover) karena kemampuannya dalam peningkatan nilai tambah yang tinggi. Industri juga
dapat membuka peluang untuk menciptakan dan memperluas lapangan pekerjaan, yang
berarti meningkatkan kesejahteraan serta mengurangi kemiskinan. Dengan jumlah tenaga
kerja pada tahun 2012 sekitar 14 juta orang (termasuk industri mikro, kecil dan menengah),
tenaga kerja sektor industri turut memberikan kontribusi sebesar 12-13% terhadap total
tenaga kerja nasional.
Peran strategis dalam pembangunan ekonomi nasional juga tercermin dari dampak kegiatan
ekonomi sektor riil bidang industri dalam komponen konsumsi maupun investasi. Pada tahun
2012, nilai investasi PMDN dan PMA di sektor industri masing-masing memberikan
kontribusi sebesar 54,12% terhadap total investasi PMDN dan 47,91% terhadap total
investasi PMA di Indonesia. Investasi di sektor industri tersebut akan berperan sebagai
pemicu kegiatan ekonomi lain yang berdampak ekspansif atau meluas ke berbagai sektor
jasa keteknikan, penyediaan bahan baku, transportasi, distribusi atau perdagangan,
pariwisata dan sebagainya.
Mengingat peran sektor industri yang sangat besar terhadap perekonomian nasional, maka
pembangunan sektor industri, khususnya industri pengolahan non-migas menjadi agenda
yang penting. Kebijakan pembangunan industri nasional sejak tahun 1967 hingga saat ini
telah mengalami berbagai perkembangan khususnya dalam menghadapi tantangan
perekonomian nasional maupun internasional yang menyertainya. Pada periode rehabilitasi
dan stabilitasi (tahun 19671972), serta periode terjadinya booming minyak (tahun 1973
1981), kebijakan yang diterapkan adalah mendorong tumbuhnya industri substitusi impor,
seperti industri tekstil dan produk tekstil (TPT), kertas, semen, makanan dan minuman.
Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 2
Dengan membaiknya harga minyak (oil boom), Pemerintah melakukan investasi pada
berbagai BUMN dan mengupayakan agar industri mampu mencapai tingkat pertumbuhan
yang tinggi. Hal itu tentunya dengan harapan selain dapat menghasilkan produk-produk
konsumsi untuk mensubstitusi barang impor, juga dapat menimbulkan dampak
pembangunan kepada kegiatan-kegiatan ekonomi lainnya yang terkait (trickle-down effect).
Peran Pemerintah yang tinggi tidak terlepas masih terbatasnya kemampuan swasta
nasional.
Dengan melemahnya harga minyak pada era tahun 19821996, kebijakan dari tujuan yang
semula hanya untuk pengembangan industri substitusi impor, dikembangkan dengan
menambah misi baru dari Pemerintah, yakni pengembangan industri berorientasi ekspor
yang harus didukung oleh usaha pendalaman dan pemantapan struktur industri. Kebijakan
ini mulai diterapkan pada industri kimia, logam, kendaraan bermotor, industri mesin
listrik/peralatan listrik dan industri alat/mesin pertanian.
Adapun langkah-langkah kebijakan yang diterapkan sejak tahun 1997 sampai tahun 2004
adalah melaksanakan program Revitalisasi, Konsolidasi dan Restrukturisasi industri.
Kebijakan ini ditempuh dengan tujuan untuk mengembalikan kinerja industri yang terpuruk
akibat goncangan krisis ekonomi yang berlanjut dengan krisis multidimensi. Industri-industri
yang direvitalisasi adalah industri yang mempekerjakan banyak tenaga kerja serta yang
memiliki kemampuan ekspor.
Setelah itu, kebijakan pembangunan industri tidak lepas dari desain besar pembangunan
ekonomi nasional jangka panjang dalam Undang-Undang No.17 Tahun 2007 tentang
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025. Lima tahun
pertama periode ini merupakan periode pemulihan dan pembangunan kembali sektor
industri nasional untuk mencapai visi pembangunan industri nasional jangka panjang.
Visi Pembangunan Industri Indonesia pada tahun 2025 sebagaimana tercantum di dalam
Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Perindustrian 2010-2014 adalah menjadikan
Indonesia sebagai Negara Industri Tangguh di dunia. Untuk mencapai visi tersebut,
ditetapkan visi antara untuk tahun 2020 yaitu Indonesia menjadi negara industri maju
baru, dan visi tahun 2014 yaitu memantapkan daya saing bagi industri manufaktur yang
berkelanjutan (sustainable) serta terbangunnya pilar industri andalan masa depan.
Sesuai dengan Visi tahun 2014 di atas, maka misi lima tahun sampai dengan 2014 adalah
sebagai berikut: (1) Mendorong peningkatan nilai tambah industri, (2) Mendorong
peningkatan perluasan pasar domestik dan internasional, (3) Mendorong peningkatan
industri jasa pendukung, (4) Memfasilitasi penguasaan teknologi industri, (5) Memfasilitasi
penguatan struktur industri, (6) Mendorong penyebaran pembangunan industri ke luar pulau
Jawa, dan (7) Mendorong peningkatan peran IKM terhadap PDB.
Untuk mewujudkan visi dan misi tersebut, Pemerintah telah menyusun serangkaian
kebijakan dan strategi pembangunan industri melalui Perpres Nomor 28 Tahun 2008 tentang
Kebijakan Industri Nasional (KIN). Dalam rangka pembangunan industri nasional tersebut,
strategi yang dilakukan adalah melalui 2 (dua) pendekatan, yaitu pendekatan Top-Down
melalui pengembangan 35 klaster industri prioritas, serta pendekatan Bottom-Up melalui
penetapan Industri Unggulan Provinsi (IUP) dan Kompetensi Inti Industri Daerah (KIID).
Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 3
Implementasi kebijakan pembangunan industri nasional tersebut mesti dilaksanakan dalam
kerangka besar pembangunan nasional, sebagaimana dituangkan dalam RPJMN 2010-
2014, dimana pembangunan industri diarahkan untuk mencapai:
1. Pertumbuhan Industri, melalui pengembangan dan penguatan 35 klaster industri
prioritas (pro growth);
2. Pemerataan Industri, melalui pengembangan dan penguatan industri kecil dan
menengah (pro growth dan pro job);
3. Persebaran Industri, melalui pengembangan industri unggulan di 33 provinsi dan
Kompetensi Inti Industri Kabupaten/Kota (pro job dan pro poor); serta
4. Menjaga Keseimbangan Lingkungan, melalui pengembangan industri hijau (pro
environment).
Sejak periode pemerintahan Kabinet Indonesia Bersatu I tahun 2004 hingga saat ini,
Pemerintah telah menjalankan RPJMN tahun 2005-2009 dan sedang menjalankan RPJMN
2010-2014. Pada kurun waktu tersebut, pembangunan di sektor industri telah dilaksanakan
oleh Kementerian Perindustrian melalui berbagai program dan kegiatan, baik program
pengembangan industri prioritas maupun program pendukung pelaksanaan program
prioritas, dengan hasil-hasil utama yang dicapai pada tahun 2004-2012 antara lain sebagai
berikut.
Program Revitalisasi dan Penumbuhan Basis Industri Manufaktur menghasilkan:
(1) Revitalisasi Industri Pupuk melalui penyediaan suplai gas sebagai bahan baku industri
pupuk dan pembangunan pabrik pupuk baru; (2) Peningkatan investasi dan pembangunan
pabrik petrokimia butadiena, kosmetika, acrylic acid, asam nitrat, super absorbent polyer,
dan pembangunan Center of Excellence Industri Petrokimia di Cilegon, Banten; (3) Terdapat
investasi baru industri baja nasional, antara lain di Batu Licin, Cilegon, dan Kulonprogo;
serta (4) Restrukturisasi Industri TPT dan Alas Kaki sejak tahun 2007-2012 dengan total
nilai bantuan sebesar Rp 976 milyar dan menghasilkan investasi sebesar Rp 9,96 triliun.
Pada Program Revitalisasi dan Penumbuhan Industri Agro, hasil-hasil utamanya antara lain:
(1) Revitalisasi Industri Gula yang menghasilkan peningkatan jumlah pabrik gula dan jumlah
produksi gula kristal rafinasi (GKR) dari 722 ribu ton pada tahun 2005 menjadi 2,74 ton pada
tahun 2012; (2) Meningkatnya utilisasi Industri Minyak Goreng/Refinery dalam negeri, pada
tahun 2010 hanya sekitar 45% meningkat menjadi 70% pada awal tahun 2012 dan Investasi
di bidang industri hilir kelapa sawit dengan total komitmen investasi hingga tahun 2014
mencapai Rp. 20 Triliun; (3) Meningkatnya jumlah industri pengolahan kakao menjadi 16
perusahan di tahun 2012 dengan kapasitas produksi mencapai 660.000 ton/tahun, utilisasi
mencapai 60,6% dan mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 4.300 tenaga kerja;
(4) Investasi industri karet berupa pembangunan pabrik ban Hankook kapasitas 5,3 juta ban
KBM roda 4 per tahun dan 840 ribu ban truk/radial pertahun dengan nilai investasi USD 1,1
miliar di Jawa Barat; serta (5) Meningkatnya ekspor produk furniture rotan pada tahun 2012
mencapai USD 151 juta dibandingkan tahun 2011 yang mencapai USD 128 juta.
Sementara itu, Program Revitalisasi dan Penumbuhan Industri Unggulan Berbasis Teknologi
Tinggi menghasilkan: (1) Peningkatan investasi dan produksi kendaraan otomotif,
menghasilkan peningkatan jumlah penjualan KBM R-2 dari 5,1 juta unit di tahun 2005
menjadi 7,1 juta unit di tahun 2012 dan KBM R-4 dari 533 ribu unit di tahun 2005 menjadi
Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 4
1,1 juta unit di tahun 2012; dan (2) Peningkatan kemampuan produksi galangan kapal baru
sampai 50 ribu DWT dengan kapasitas produksi 900 ribu DWT pertahun, serta kemampuan
perbaikan/reparasi sampai 150 ribu DWT dengan kapasitas reparasi 12 juta DWT pertahun.
Khusus mengenai Penumbuhan dan Pengembangan Industri Kecil dan Menengah (IKM),
telah dilakukan pembinaan klaster industri di 63 lokasi, pembinaan OVOP pada 127 sentra
di 114 lokasi, pelatihan wirausaha baru kepada 5.300 orang dan 18 kelompok usaha, serta
bantuan permesinan IKM kepada 222 IKM dengan nilai bantuan Rp 30,61 milyar.
Selain itu, hasil-hasil utama untuk program pendukung pelaksanaan program prioritas tahun
2004-2012 antara lain: (1) Telah disusun 645 RSNI dimana 540 di antaranya ditetapkan
sebagai SNI dan 210 di antaranya telah menjadi SNI Wajib, serta terfasilitasinya 20 judul
litbang untuk mendapatkan HKI (paten); (2) Telah direalisasikannya fasilitas insentif bagi
industri berupa tax holiday bagi 2 perusahaan, tax allowance bagi 83 perusahaan, dan
BMDTP bagi 273 perusahaan.
Dalam rangka kerjasama industri internasional, telah difasilitasi bantuan teknik dan bantuan
proyek luar negeri sebanyak 21 proyek dari 10 negara, serta fasilitasi perundingan bilateral,
regional dan multilateral termasuk pengambilalihan PT Inalum.
Selain itu, untuk pengembangan SDM industri dan aparatur, telah dilatih dan diluluskannya
6.975 SDM industri, 21.101 lulusan pendidikan industri, 1.238 TPL industri, 236 guru dan
dosen, serta 6.055 SDM Aparatur Kementerian Perindustrian.
Kementerian Perindustrian juga telah membentuk Unit Layanan Pengadaan (ULP) dan
Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) sejak tahun 2011. Dalam hal akuntabilitas
pengelolaan keuangan, Kementrian Perindustrian telah mendapatkan opini Wajar Tanpa
Pengecualian (WTP) atas laporan keuangan oleh BPK sejak tahun 2009 hingga 2012, serta
telah melaksanakan Reformasi Birokrasi sejak tahun 2005 hingga mendapatkan tunjangan
kinerja (remunerasi) mulai tahun 2012.
Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 5
II. KEBIJAKAN UMUM INDUSTRI MANUFAKTUR TAHUN 2005-2014
A. ARAH KEBIJAKAN INDUSTRI PADA RPJPN 2005-2025
Arah kebijakan industri tahun 2005-2025 berdasarkan Undang-Undang No.17 Tahun 2007
tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025 adalah
sebagai berikut:
1. Struktur perekonomian diperkuat dengan mendudukkan sektor industri sebagai motor
penggerak yang didukung oleh kegiatan pertanian dalam arti luas, kelautan, dan
pertambangan yang menghasilkan produk-produk secara efisien, modern, dan
berkelanjutan serta jasa-jasa pelayanan yang efektif, yang menerapkan praktik terbaik
dan ketatakelolaan yang baik agar terwujud ketahanan ekonomi yang tangguh.
2. Efisiensi, modernisasi, dan nilai tambah sektor primer terutama sektor pertanian dalam
arti luas, kelautan, dan pertambangan ditingkatkan agar mampu bersaing di pasar
lokal dan internasional serta untuk memperkuat basis produksi secara nasional.
3. Pembangunan industri diarahkan untuk mewujudkan industri yang berdaya saing, baik
di pasar lokal maupun internasional, dan terkait dengan pengembangan industri kecil
dan menengah, dengan struktur industri yang sehat dan berkeadilan serta mendorong
perkembangan ekonomi di luar Pulau Jawa.
4. Struktur industri dalam hal penguasaan usaha akan disehatkan dengan meniadakan
praktik-praktik monopoli dan berbagai distorsi pasar melalui penegakan persaingan
usaha yang sehat dan prinsip-prinsip pengelolaan usaha yang baik dan benar.
5. Struktur industri dalam hal skala usaha akan diperkuat dengan menjadikan industri
kecil dan menengah sebagai basis industri nasional yang sehat, sehingga mampu
tumbuh dan terintegrasi dalam mata rantai pertambahan nilai dengan industri hilir dan
industri berskala besar.
6. Dalam rangka memperkuat daya saing perekonomian secara global, sektor industri
perlu dibangun guna menciptakan lingkungan usaha mikro (lokal) yang dapat
merangsang tumbuhnya rumpun industri yang sehat dan kuat melalui:
a. pengembangan rantai pertambahan nilai melalui diversifikasi produk
(pengembangan ke hilir), pendalaman struktur ke hulunya, atau pengembangan
secara menyeluruh (hulu-hilir);
b. penguatan hubungan antarindustri yang terkait secara horizontal termasuk industri
pendukung dan industri komplemen, termasuk dengan jaringan perusahaan
multinasional terkait, serta penguatan hubungan dengan kegiatan sektor primer
dan jasa yang mendukungnya; dan
c. penyediaan berbagai infrastruktur bagi peningkatan kapasitas kolektif yang,
antara lain, meliputi sarana dan prasarana fisik (transportasi, komunikasi, energi,
serta sarana dan prasarana teknologi; prasarana pengukuran, standardisasi,
pengujian, dan pengendalian kualitas; serta sarana dan prasarana pendidikan dan
pelatihan tenaga kerja industri).
Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 6
B. ARAH KEBIJAKAN INDUSTRI PADA RPJMN 2005-2009
Sasaran dan Kebijakan Pembangunan Industri pada RPJMN 2005-2009 sebagaimana
tercantum dalam Perpres Nomor 7 Tahun 2005 tentang RPJMN 2005-2009 Bab 18
Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur adalah sebagai berikut.
1. Sasaran Pembangunan Industri 2005-2009
a. Sektor industri manufaktur (non-migas) ditargetkan tumbuh rata-rata 8,56% per
tahun, dengan tingkat utilisasi meningkat dari 60% pada tahun 2003, menjadi 80%
dalam dua sampai tiga tahun pertama, terutama untuk industri yang dinilai
memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif.
b. Target penyerapan tenaga kerja dalam 5 tahun adalah sekitar 500 ribu orang per
tahun (termasuk industri pengolahan migas), dengan perkiraan kebutuhan
investasi mencapai 40-50 triliun rupiah per tahun.
c. Terciptanya iklim usaha yang lebih kondusif baik bagi industri yang sudah ada
maupun investasi baru dalam bentuk tersedianya layanan umum yang baik dan
bersih dari KKN, sumber-sumber pendanaan yang terjangkau, dan kebijakan
fiskal yang menunjang.
d. Meningkatnya pangsa sektor industri manufaktur di pasar domestik, baik untuk
bahan baku maupun produk akhir.
e. Meningkatnya volume ekspor produk manufaktur dalam total ekspor nasional.
f. Meningkatnya proses alih teknologi dari Foreign Direct Investment (FDI) yang
dicerminkan dari meningkatnya pemasokan bahan antara dari produk lokal.
g. Meningkatnya penerapan standardisasi produk industri manufaktur sebagai faktor
penguat daya saing produk nasional.
h. Meningkatnya penyebaran sektor industri manufaktur ke luar Pulau Jawa,
terutama industri pengolahan hasil sumber daya alam.
2. Kebijakan Pembangunan Industri 2005-2009
a. Pada tingkat makro, menjaga stabilitas ekonomi makro, mewujudkan iklim usaha
dan investasi yang sehat dan berdaya saing serta pengelolaan persaingan usaha
secara sehat. Koordinasi dengan instansi-instansi terkait dan kemitraan dengan
swasta perlu terus ditingkatkan untuk menyelesaikan masalah-masalah yang
ditemukan.
b. Untuk mencapai pertumbuhan yang ditargetkan, yaitu 8,56% per tahun, maka
dalam 5 tahun mendatang pengembangan sektor industri manufaktur difokuskan
pada pengembangan sejumlah sub-sektor yang memiliki keunggulan komparatif
dan kompetitif. Pengembangan sektor industri manufaktur diarahkan lebih banyak
pada upaya untuk memperkuat struktur industri, meningkatkan dan memperluas
pemanfaatan teknologi, serta meningkatkan nilai pengganda (multiplier) di
masing-masing sub-sektor yang telah ditetapkan.
c. Kriteria sub-sektor industri manufaktur yang akan diprioritaskan adalah sebagai
berikut: (i) menyerap banyak tenaga kerja; (ii) memenuhi kebutuhan dasar dalam
negeri (seperti makanan-minuman dan obat-obatan); (iii) mengolah hasil pertanian
dalam arti luas (termasuk perikanan) dan sumber-sumber daya alam lain dalam
Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 7
negeri; dan (iv) memiliki potensi pengembangan ekspor. Atas dasar kriteria
tersebut di atas, maka industri manufaktur yang diprioritaskan adalah: (1) industri
makanan dan minuman; (2) industri pengolah hasil laut; (3) industri tekstil dan
produk tekstil; (4) industri alas kaki; (5) industri kelapa sawit; (6) industri barang
kayu (termasuk rotan dan bambu); (7) industri karet dan barang karet; (8) industri
pulp dan kertas; (9) industri mesin listrik dan peralatan listrik; dan (10) industri
petrokimia.
3. Program Pembangunan Industri 2005-2009
Dalam upaya mencapai pertumbuhan sektor industri manufaktur yang ditargetkan
RPJMN 20052009, pengembangan sektor industri manufaktur difokuskan pada
Perkuatan Struktur dan Daya Saing. Adapun program pokok pengembangan industri
manufaktur dan program penunjang adalah sebagai berikut:
a. Program Pokok Pengembangan Industri Manufaktur
1) Program Pengembangan Industri Kecil dan Menengah (IKM)
Agar dapat menjadi basis industri nasional, program Pengembangan IKM
antara lain:
a) Pengembangan sentra-sentra potensial dengan fokus pada 10 sub-sektor
yang diprioritaskan.
b) Pengembangan industri terkait dan industri penunjang IKM.
c) Perkuatan alih teknologi proses, produk, dan desain bagi IKM dengan
fokus kepada 10 sub-sektor prioritas.
d) Pengembangan dan penerapan layanan informasi yang mencakup
peluang usaha, kebutuhan bahan baku, akses permodalan, iklim usaha,
dan akses peningkatan kualitas SDM.
2) Program Peningkatan Kemampuan Teknologi Industri
Dalam rangka peningkatan kemampuan teknologi industri, pemerintah akan
melaksanakan beberapa fasilitasi dan dukungan program antara lain:
a) Meningkatkan dukungan kegiatan penemuan dan pengembangan
teknologi di industri baik dalam bentuk insentif pajak, asuransi teknologi
terutama untuk usaha kecil, menengah, dan koperasi.
b) Mendorong pengembangan dan pemanfaatan manajemen produksi yang
memperhatikan keseimbangan dan daya dukung lingkungan hidup, serta
teknik produksi yang ramah lingkungan (clean production).
c) Perluasan penerapan standar produk industri manufaktur yang sesuai
(compliance) dengan standar internasional.
d) Perkuatan kapasitas kelembagaan jaringan pengukuran, standardisasi,
pengujian, dan kualitas (MSTQ/measurement, standardization, testing,
and quality).
e) Pengembangan klaster industri berbasis teknologi.
f) Revitalisasi kebijakan dan kelembagaan Litbang di sektor produksi agar
mampu mempercepat efektivitas kemitraan antara litbang industri dan
Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 8
lembaga litbang pemerintah dan mengoptimalkan pemanfaatan sumber
daya teknologi nasional yang tersebar di berbagai litbang pemerintah,
perguruan tinggi, lembaga-lembaga swasta, dan tenaga ahli perorangan.
3) Program Penataan Struktur Industri
Untuk memperkuat struktur industri terutama di dalam memfasilitasi
terjalinnya jaringan pemasok industri hilir, pemerintah melaksanakan
kegiatan-kegiatan pokok yang antara lain mencakup:
a) Pengembangan sistem informasi potensi produksi dari industri penunjang
dan industri terkait.
b) Mendorong terjalinnya kemitraan industri penunjang dan industri terkait.
c) Pengembangan industri penunjang dan industri terkait terutama pada 10
sub-sektor prioritas.
d) Perkuatan kapasitas kelembagaan penyedia tenaga kerja industrial yang
terampil terutama sesuai kebutuhan 10 sub-sektor industri prioritas.
e) Memfasilitasi pengembangan prasarana klaster industri, terutama
prasarana teknologinya. dan
f) Memfasilitasi dan mengkoordinasikan pengembangan pada pusat-pusat
pertumbuhan klaster industri di luar Pulau Jawa, khususnya Kawasan
Timur Indonesia.
b. Program Penunjang
1) Program Pembentukan Hukum
Program tersebut dimaksudkan untuk menciptakan iklim yang kondusif di
bidang industri melalui penyusunan ketentuan teknis hukum dan berbagai
peraturan perundang-undangan dan yurisprudensi dalam rangka mengatur
perilaku individu dan lembaga serta penyelesaian sengketa yang terjadi untuk
menjamin kepastian berusaha di sektor industri.
2) Pengelolaan Sumber Daya Manusia Aparatur
Program ini dimaksudkan untuk membina dan meningkatkan kemampuan
aparatur industri, Sumber Daya manusia yang berkompetensi dan
mewujudkan aparatur negara yang profesional dan berkualitas dalam
melaksanakan pemerintahan umum dan pembangunan.
3) Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur Negara
Program ini dimaksudkan untuk menyediakan sarana dan prasarana
penunjang pembangunan dengan meningkatkan dan memperluas sarana dan
prasarana kerja guna meningkatkan keamanan, kenyamanan, ketertiban dan
kelancaran kerja serta pelayanan umum yang baik.
4) Peningkatan Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur Negara
Program ini dimaksudkan untuk menunjang program pembangunan nasional
yang tertuang dalam program pengawasan aparatur negara guna
meningkatkan sistem pengawasan aparatur pemerintah, peningkatan
Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 9
profesionalisme aparatur, terwujudnya sistem pengawasan dan audit yang
akuntabel.
5) Peningkatan Kapasitas Infrastruktur dan Fasilitas Sektor Industri
Program ini dimaksudkan untuk merumuskan kebijakan yang tepat dalam
pemberian fasilitas dalam bentuk insentif fiskal dan non fiskal.
C. KEBIJAKAN INDUSTRI NASIONAL (KIN)
Peraturan Presiden No. 28 Tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional (KIN)
menetapkan strategi pembangunan industri melalui 2 (dua) pendekatan, yaitu top down
melalui penetapan 35 klaster industri prioritas serta bottom-up melalui penetapan Industri
Unggulan Provinsi (IUP) dan Kompetensi Inti Industri Daerah (KIID).
1. Pengembangan Klaster Industri Prioritas
Dalam jangka panjang pembangunan industri diarahkan pada penguatan, pendalaman
dan penumbuhan klaster kelompok industri prioritas sebagai berikut:
a. Basis Industri Manufaktur yang terdiri atas kelompok-kelompok industri:
1) Industri Material Dasar; yang terdiri dari: (a) Industri Besi dan Baja, (b)
Industri Semen, (c) Industri Petrokimia, (d) Industri Keramik;
2) Industri Permesinan; yang meliputi: (a) Industri Peralatan Listrik dan Mesin
Listrik, (b) Industri Mesin dan Peralatan Umum;
3) Industri Manufaktur Padat Tenaga Kerja; merupakan penghasil produk
sandang, pangan, bahan bangunan, kesehatan dan obat, dan sebagainya,
yang meliputi antara lain: (a) Industri Tekstil dan Produk Tekstil (b) Industri
Alas Kaki (c) Industri Farmasi dengan Bahan Baku dalam Negeri.
b. Kelompok Industri Agro yang meliputi cabang-cabang industri pengolahan: (1)
Industri Kelapa Sawit; (2) Industri Karet dan Barang Karet; (3) Industri Kakao dan
Coklat; (4) Industri Kelapa; (5) Industri Kopi; (6) Industri Gula; (7) Industri
Tembakau; (8) Industri Buah-buahan; (9) Industri Kayu dan Barang Kayu; (10)
Industri Hasil Perikanan dan Laut; (11) Industri Pulp dan Kertas; (12) Industri
Pengolahan Susu;
c. Kelompok Industri Alat Angkut; yang meliputi industri-industri: (1) Industri
Kendaraan Bermotor, (2) Industri Perkapalan, (3) Industri Kedirgantaraan, (4)
Industri Perkereta-apian;
d. Kelompok Industri Elektronika dan Telematika; meliputi Industri Elektronika,
Industri Perangkat Keras Telekomunikasi dan Pendukungnya, Industri Perangkat
Penyiaran dan Pendukungnya, Industri Komputer dan Peralatannya, Industri
Perangkat Lunak dan Konten Multimedia, Industri Kreatif Teknologi Informasi dan
Komunikasi (TIK);
Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 10
e. Kelompok Industri Penunjang Industri Kreatif dan Industri Kreatif Tertentu; yang
meliputi industri perangkat lunak dan konten multimedia, fashion, dan kerajinan
dan barang seni.
f. Industri Kecil dan Menengah Tertentu; yang meliputi industri-industri pengolahan:
Industri Batu Mulia dan Perhiasan, Industri Garam Rakyat, Industri Gerabah dan
Keramik Hias, Industri Minyak Atsiri dan Industri Makanan Ringan.
2. Pengembangan Industri Unggulan Provinsi dan Kompetensi Inti Industri
Kabupaten/Kota
Pendekatan pengembangan industri di tingkat kabupaten/kota dilakukan melalui
pengembangan Kompetensi Inti Industri Daerah (KIID), dan pengembangan industri di
tingkat provinsi dilakukan melalui pengembangan Industri Unggulan Provinsi (IUP),
yang masing-masing ditetapkan melalui Peraturan Menteri Perindustrian.
D. ARAH KEBIJAKAN INDUSTRI PADA RPJMN 2010-2014
1. Arah Pembangunan RPJMN 2010-2014 di Sektor Ekonomi
Berlandaskan pelaksanaan, pencapaian, dan sebagai keberlanjutan RPJM ke-1,
RPJM ke-2 ditujukan untuk lebih memantapkan penataan kembali Indonesia di segala
bidang dengan menekankan upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia
termasuk pengembangan kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta
penguatan daya saing perekonomian.
Daya saing perekonomian meningkat melalui penguatan industri manufaktur sejalan
dengan penguatan pembangunan pertanian dan peningkatan pembangunan kelautan
dan sumber daya alam lainnya sesuai dengan potensi daerah secara terpadu serta
meningkatnya pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi; percepatan
pembangunan infrastruktur dengan lebih meningkatkan kerja sama antara pemerintah
dan dunia usaha; peningkatan kualitas dan relevansi pendidikan; serta penataan
kelembagaan ekonomi yang mendorong prakarsa masyarakat dalam kegiatan
perekonomian.
Dalam kerangka pencapaian pembangunan yang berkelanjutan, pengelolaan sumber
daya alam dan pelestarian fungsi lingkungan hidup makin berkembang melalui
penguatan kelembagaan dan peningkatan kesadaran masyarakat yang ditandai
dengan berkembangnya proses rehabilitasi dan konservasi sumber daya alam dan
lingkungan hidup yang disertai dengan menguatnya partisipasi aktif masyarakat.
2. Sasaran Pembangunan Dalam RPJMN Tahun 2010-2014 di Bidang Ekonomi
Sasaran pembangunan RPJMN tahun 2010-2014 dalam Bidang Ekonomi adalah:
pertumbuhan ekonomi rata-rata sebesar 6,3-6,8%, tersedianya kesempatan kerja
sebanyak 9,6 juta-10,7 juta orang, serta pertumbuhan industri pengolahan non-migas
rata-rata sebesar 6,1-6,7%.
Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 11
3. Program Prioritas Dalam RPJMN Tahun 2010-2014
Sesuai Visi dan Misi pemerintah 2010-2014, program pengembangan industri
pengolahan non-migas yang masuk dalam 11 program prioritas nasional meliputi:
a. Prioritas Nasional 5 : Ketahanan Pangan
1) Revitalisasi Industri Pupuk
2) Revitalisasi Industri Gula
b. Prioritas Nasional 7 : Iklim Investasi dan Iklim Usaha
Fasilitasi Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)
c. Prioritas Nasional 8 : Energi
1) Penumbuhan dan pengembangan Klaster industri berbasis migas
2) Fasilitasi Penggunaan Gas Sebagai Bahan Bakar Angkutan Umum untuk
diversifikasi BBM ke BBG melalui penyediaan konverter kit.
d. Prioritas Nasional 9 : Lingkungan Hidup dan Pengelolaan Bencana
Pengkajian Industri Hijau dan Lingkungan Hidup melalui penyediaan
fasilitas/infrastruktur pengembangan industri hijau dan peningkatan konservasi
dan diversifikasi energi sektor industri.
e. Prioritas Nasional 10 : Daerah Tertinggal, Terdepan, Terluar, dan Pasca-konflik
1) Fasilitasi pengembangan industri di daerah tertinggal, terdepan, terluar dan
pasca konflik.
2) Pengembangan Industri Kecil dan Menengah (IKM) di Provinsi Papua dan
Papua Barat.
3) Fasilitasi pengembangan kawasan industri di Provinsi Papua dan Papua
Barat.
f. Program Prioritas Kementerian Perindustrian
1) Program Revitalisasi dan Penumbuhan Basis Industri Manufaktur
2) Program Revitalisasi dan Penumbuhan Industri Agro
3) Program Penumbuhan Industri Unggulan Berbasis Teknologi Tinggi
4) Program Revitalisasi dan Penumbuhan Industri Kecil Menengah
5) Program Pengembangan Perwilayahan Industri
6) Program Kerjasama Industri Internasional
7) Program Pengkajian Kebijakan, Iklim dan Mutu Industri
8) Program Pengawasan dan Peningkatan Akuntabilitas Aparatur Kementerian
Perindustrian
9) Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya
Kementerian Perindustrian
10) Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur Kementerian
Perindustrian
Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 12
E. AKSELERASI INDUSTRIALISASI 2012-2014
Dalam rangka mencapai visi pembangunan industri tahun 2025, Pemerintah merasa perlu
untuk mendorong pertumbuhan industri yang lebih tinggi pada jangka menengah (2012-
2014), sebagai basis bagi pencapaian pertumbuhan yang tinggi pada jangka panjang.
Upaya percepatan ini dilakukan dengan mengidentifikasi berbagai potensi kekuatan dan
hambatan, menentukan strategi pokok akselerasi industri, menetapkan fokus akselerasi
industri pada kelompok industri prioritas tertentu, membuat rencana aksi (action plan)
inisiatif stratejik sesuai fokus akselerasi dimaksud, serta menentukan kebijakan afirmatif
untuk mendukung pengembangan Industri Kecil dan Menengah (IKM).
Akselerasi Industrialisasi dilaksanakan melalui 5 (lima) strategi utama, yaitu:
1. Mendorong Partisipasi Dunia Usaha Dalam Pembangunan Infrastruktur;
2. Percepatan Proses Penyelesaian Hambatan Birokrasi (Debottlenecking);
3. Reorientasi Kebijakan Ekspor Bahan Mentah dan Sumber Energi;
4. Mendorong Peningkatan Produktivitas & Daya Saing;
5. Meningkatkan Integrasi Pasar Domestik.
Pada tahap pelaksanaannya, kelima strategi utama di atas dijalankan melalui penerapan
pada 6 (enam) area kebijakan, yaitu:
1. Kebijakan Pengamanan Industri Dalam Negeri,
2. Pembangunan Infrastruktur,
3. Peningkatan Kualitas Pelayanan Birokrasi,
4. Penyempurnaan Dan Harmonisasi Regulasi,
5. Kebijakan Fiskal,
6. Pembangunan SDM Industri.
Untuk lebih mengoptimalkan potensi sektor industri nasional, akselerasi industrialisasi akan
difokuskan pada 15 subsektor industri, yang dikelompokkan ke dalam 4 (empat) kelompok
industri prioritas, yaitu:
1. Industri Berbasis Hasil Tambang:
a. Industri Konversi Batubara;
b. Industri Pemurnian dan Pengilangan Minyak Bumi;
c. Industri Kimia Dasar (termasuk petrokimia);
d. Industri Logam Dasar.
2. Industri Berbasis Hasil Pertanian:
a. Industri Minyak dan Lemak Nabati;
b. Industri Gula Berbasis Tebu;
c. Industri Pengolahan Kakao dan Pembuatan Coklat;
d. Industri Bubur Kayu (pulp) dan Kertas;
e. Industri Barang Dari Karet.
3. Industri Berbasis Sumber Daya Manusia dan Pasar Domestik:
a. Industri Tekstil dan Pakaian Jadi dan Alas Kaki;
b. Industri Mesin dan Peralatan;
Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 13
c. Industri Komponen Elektronika dan Telematika;
d. Industri Komponen dan Aksesoris Kendaraan dan Komponen Mesin
Kendaraan Bermotor;
e. Industri Galangan Kapal;
f. Industri Furniture.
4. Industri Kecil dan Menengah.
III. KINERJA PENGEMBANGAN INDUSTRI MANUFAKTUR TAHUN 2004-2012
A. KINERJA MAKRO INDUSTRI TAHUN 2004-2012
1. Pertumbuhan Ekonomi dan Industri Non-Migas
Pada tahun 2004, industri pengolahan non-migas tumbuh sebesar 7,51%, lebih tinggi
dari pertumbuhan PDB yang sebesar 5,03%. Sementara itu, pada periode 2005-
2009, industri non-migas mengalami perlambatan pertumbuhan dan mencapai
perlambatan pertumbuhan terendah pada tahun 2009 yaitu sebesar 2,56%, jauh di
bawah pertumbuhan PDB yang mencapai 4,63%. Mulai tahun 2010, industri
pengolahan non-migas kembali tumbuh tinggi dan pada tahun 2011, untuk pertama
kali sejak 5 (lima) tahun terakhir tumbuh sebesar 6,74%, lebih tinggi dari
pertumbuhan PDB yang sebesar 6,49%. Pada tahun 2012, pertumbuhan industri
pengolahan non-migas sedikit melambat menjadi 6,40%, namun masih lebih tinggi
dari pertumbuhan PDB yang sebesar 6,23%.
Tabel 3.1 Pertumbuhan Sektor-sektor Ekonomi
(tahun dasar 2000, persen)
LAPANGAN USAHA 2004 2005 2006 2007
2008
2009
2010 2011
2012
1. PERTANIAN, PETERNAKAN,
2,82 2,72 3,36 3,47 4,83 3,96 3,01 3,37 3,97
KEHUTANAN DAN PERIKANAN
2. PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN -4,48 3,20 1,70 1,93 0,71 4,47 3,86 1,39 1,49
3. INDUSTRI PENGOLAHAN 6,38 4,60 4,59 4,67 3,66 2,21 4,74 6,14 5,73
a. Industri Migas -1,95 -5,67 -1,66 -0,06 -0,34 -1,53 0,56 -0,94 -2,71
b. Industri Non Migas 7,51 5,86 5,27 5,15 4,05 2,56 5,12 6,74 6,40
4. LISTRIK, GAS, DAN AIR BERSIH 5,30 6,30 5,76 10,33 10,93 14,29 5,33 4,82 6,40
5. K O N S T R U K S I 7,49 7,54 8,34 8,53 7,55 7,07 6,95 6,65 7,50
6. PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN 5,70 8,30 6,42 8,93 6,87 1,28 8,69 9,17 8,11
7. PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI 13,38 12,76 14,23 14,04 16,57 15,85 13,41 10,70 9,98
8. KEUANGAN, PERSEWAAN & JASA PERSH. 7,66 6,70 5,47 7,99 8,24 5,21 5,67 6,84 7,15
9. JASA - JASA 5,38 5,16 6,16 6,44 6,24 6,42 6,04 6,75 5,24
PRODUK DOMESTIK BRUTO 5,03 5,69 5,50 6,35 6,01 4,63 6,22 6,49 6,23
PRODUK DOMESTIK BRUTO TANPA MIGAS 5,97 6,57 6,11 6,95 6,47 5,00 6,60 6,98 6,81
Sumber : BPS diolah Kemenperin
Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 14
2. Pertumbuhan Cabang-Cabang Industri Pengolahan Non-Migas
Pada tahun 2004-2012, cabang-cabang industri yang secara umum mengalami tren
pertumbuhan positif antara lain: (1) Industri Makanan, Minuman dan Tembakau; (2)
Industri Tekstil, Barang Kulit dan Alas Kaki; (3) Industri Pupuk, Kimia & Barang dari
karet; (4) Industri Semen & Barang Galian Bukan logam; (5) Industri Logam Dasar
Besi & Baja; serta (6) Industri Alat Angkut, Mesin dan Peralatannya. Keenam industri
tersebut memberikan kontribusi bagi PDB industri pengolahan non-migas sebesar
90,45%.
Sedangkan cabang-cabang industri yang mengalami tren pertumbuhan negatif pada
tahun 2004-2012 antara lain: (1) Industri Barang Kayu & Hasil Hutan Lainnya; (2)
Industri Kertas dan Barang Cetakan; serta (3) Industri Barang Lainnya. Ketiga
cabang industri ini memberikan kontribusi terhadap PDB industri pengolahan non-
migas sebesar 9,55%.
Tabel 3.2 Pertumbuhan Industri Pengolahan Non Migas
No Cabang Industri
Pertumbuhan (%)
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
1
Makanan, Minuman dan
Tembakau
1,39 2,75 7,21 5,05 2,34 11,22 2,78 9,14 7,74
2
Tekstil, Brg. kulit & Alas
kaki
4,06 1,31 1,23 -3,68 -3,64 0,60 1,77 7,52 4,19
3
Brg. kayu & Hasil hutan
lainnya.
-2,07 -0,92 -0,66 -1,74 3,45 -1,38 -3,47 0,35 -2,78
4
Kertas dan Barang
cetakan
7,61 2,39 2,09 5,79 -1,48 6,34 1,67 1,40 -5,26
5
Pupuk, Kimia & Barang
dari karet
9,01 8,77 4,48 5,69 4,46 1,64 4,70 3,95 10,25
6
Semen & Brg. Galian
bukan logam
9,53 3,81 0,53 3,40 -1,49 -0,51 2,18 7,19 7,85
7
Logam Dasar Besi &
Baja
-2,61 -3,70 4,73 1,69 -2,05 -4,26 2,38 13,06 6,45
8
Alat Angk., Mesin &
Peralatannya
17,67 12,38 7,55 9,73 9,79 -2,87 10,38 6,81 6,94
9 Barang lainnya 12,77 2,61 3,62 -2,82 -0,96 3,19 3,00 1,82 -1,00
Total Industri
Pengolahan Non Migas
7,51 5,86 5,27 5,15 4,05 2,56 5,12 6,74 6,40
Sumber : BPS diolah Kemenperin
Tabel 3.3 Peran Tiap Cabang Industri Terhadap PDB Industri Non-Migas (dalam %)
Cabang Industri 2007 2008 2009 2010 2011 2012
1). Makanan, Minuman dan Tembakau 29,80 30,40 33,16 33,60 35,20 36,33
2). Tekstil, Brg. kulit & Alas kaki 10,56 9,21 9,19 8,97 9,23 9,11
3). Brg. kayu & Hasil hutan lainnya. 6,19 6,43 6,33 5,82 5,44 4,99
4). Kertas dan Barang cetakan 5,12 4,56 4,82 4,75 4,47 3,89
5). Pupuk, Kimia & Barang dari karet 12,50 13,53 12,85 12,73 12,21 12,59
Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 15
Cabang Industri 2007 2008 2009 2010 2011 2012
6). Semen & Brg. Galian bukan logam 3,70 3,53 3,43 3,29 3,27 3,38
7). Logam Dasar Besi & Baja 2,58 2,57 2,11 1,94 2,00 1,95
8). Alat Angk., Mesin & Peralatannya 28,69 28,97 27,33 28,14 27,47 27,09
9). Barang Lainnya 0,85 0,80 0,77 0,76 0,73 0,67
3. Perkembangan Realisasi Investasi
Investasi PMDN di sektor industri pengolahan non-migas mengalami peningkatan,
dari Rp 10,52 triliun pada tahun 2004 menjadi Rp 49,89 triliun pada tahun 2012, atau
meningkat sebesar 374,24% pada periode tersebut. Sektor industri yang nilai
investasi PMDN besar antara lain: Industri Makanan, Industri Tekstil, Industri Kertas
& Percetakan, Industri Kimia dan Farmasi, Industri Karet dan Plastik, Industri Mineral
Non Logam, serta Industri Logam, Mesin & Elektronik.
Tabel 3.4 Perkembangan Realisasi Investasi (PMDN) Industri (Rp Miliar)
NO. SEKTOR
2004 2005 2006 2007 2008
P I P I P I P I P I
1 Industri Makanan 28 3.507,9 35 4.490,8 19 3.175,3 27 5.371,7 49 8.192,9
2 Industri Tekstil 7 70,0 22 1.640,7 7 81,7 8 228,2 20 719,6
3
Ind. Barang Dari Kulit & Alas
Kaki
2 24,5 1 14,6 1 4,0 2 58,5 2 10,1
4 Industri Kayu 4 888,9 9 198,8 9 709,0 3 38,8 4 306,6
5 Ind. Kertas dan Percetakan 4 205,7 13 9.732,6 9 1.871,2 8 14.548,2 14 1.797,7
6 Ind. Kimia dan Farmasi 10 4.284,8 17 1.945,2 10 3.248,9 14 1.168,2 23 503,7
7 Ind. Karet dan Plastik 11 445,4 18 678,4 11 253,6 10 564,5 27 797,8
8 Ind. Mineral Non Logam 10 524,5 4 774,6 4 218,2 2 124,2 7 845,3
9 Ind. Logam, Mesin & Elektronik 19 546,6 16 1.151,5 22 3.334,2 17 3.541,6 31 2.381,1
10
Ind. Instru. Kedokteran, Presisi
& Optik dan Jam
0 0,0 0 0,0 0 0,0 - - 2 7,0
11
Ind. Kendaraan Bermotor & Alat
Transportasi Lain
1 19,6 6 284,6 4 116,6 8 609,4 6 314,7
12 Industri Lainnya 0 0,0 8 79,4 0 0,0 2 36,5 4 38,4
Jumlah 96 10.517,9 149,0 20.991,2 96 13,012.7 101 26.289,8 189 15.914,8
NO. SEKTOR
2009 2010 2011 2012
P I P I P I
P
I
1 Industri Makanan 34 5.768,5 166 16.405,4 280 8.366,7 222 11.166,7
2 Industri Tekstil 23 2.645,7 26 431,7 60 999,1 51 4.450,9
3
Ind. Barang Dari Kulit & Alas
Kaki
1 4,0 4 12,5 3 13,5 9 76,7
4 Industri Kayu 2 33,5 6 451,3
15 580,3
15 57,0
5 Ind. Kertas dan Percetakan 8 1.000,8 25 1.102,8 59 9.384,8 64 7.561,0
6 Ind. Kimia dan Farmasi 15 5.850,1 64 3.266,0 115 2.646,5 94 5.069,5
7 Ind. Karet dan Plastik 31 1.532,8 48 522,8 90 2.295,8 110 2.855,0
8 Ind. Mineral Non Logam 4 786,1 13 2.264,6 47 7.440,5 37 10.730,7
9 Ind. Logam, Mesin & Elektronik 31 1.466,8 50 789,6 90 6.804,7 81 7.225,7
Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 16
NO. SEKTOR
2009 2010 2011 2012
P I P I P I
P
I
10
Ind. Instru. Kedokteran, Presisi
& Optik dan Jam
- - - - 1 0,0 - -
11
Ind. Kendaraan Bermotor & Alat
Transportasi Lain
3 66,5 15 362,2 17 511,3 21 664,4
12 Industri Lainnya 6 279,5 2 3,7
7 4,8
10 31,5
Jumlah 158 19.434,4 419 25.612 784 39.048,0 714 49.888,9
Sumber : BKPM (2013)
CATATAN :
P : Jumlah Izin Usaha Tetap yang dikeluarkan
I : Nilai Realisasi Investasi dalam Rp. Milyar
Investasi PMA di sektor industri pengolahan non-migas juga mengalami
pertumbuhan pada tahun 2004-2012. Nilai investasi PMA pada tahun 2004 sebesar
US$ 2,80 milyar menjadi US$ 11,77 milyar pada tahun 2012, atau meningkat
sebesar 320,36%. Sektor industri yang nilai investasi PMA besar antara lain: Industri
Makanan, Industri Tekstil, Industri Kertas & Percetakan, Industri Kimia dan Farmasi,
Industri Karet dan Plastik, Industri Logam, Mesin & Elektronik, serta Industri
Kendaraan Bermotor & Alat Transportasi Lain.
Tabel 3.5 Perkembangan Realisasi Investasi (PMA) Sektor Industri (US$ Juta)
NO. SEKTOR
2004 2005 2006 2007 2008
P I P I P I P I P I
1 Industri Makanan 29 574,3 46 603.2 45 354.4 53 704.1 42 491.4
2 Industri Tekstil 24 165,5 31 71.1 61 424.0 63 131.7 67 210.2
3
Ind. Barang Dari Kulit & Alas
Kaki
6 13,2 6 47.8 11 51.8 10 95.9 20 145.8
4 Industri Kayu 6 4,1 18 75.5 18 58.9 17 127.9 19 119.5
5 Ind. Kertas dan Percetakan 16 414,5 6 9.9 16 747.0 11 672.5 15 294.7
6 Ind. Kimia dan Farmasi 39 614,1 41 1,152.9 32 264.6 32 1,611.7 42 627.8
7 Ind. Karet dan Plastik 16 81,0 27 392.6 33 112.7 36 157.9 50 271.6
8 Ind. Mineral Non Logam 10 108,1 11 66.2 7 94.8 6 27.8 11 266.4
9
Ind. Logam, Mesin &
Elektronik
51 312,8 87 521.8 86 955.7 99 714.1 141 1,281.4
10
Ind. Instru. Kedokteran,
Presisi & Optik dan Jam
4 13,0 2 3.1 1 0.2 1 10.9 7 15.7
11
Ind. Kendaraan Bermotor &
Alat Transportasi Lain
22 402,6 31 360.6 28 438.5 38 412.3 47 756.2
12 Industri Lainnya 25 101,4 29 195.9 25 117.1 24 30.2 34 34.7
Jumlah 248 2.804,6 335 3,500.6 363 3,619.7 390 4,697.0 495 4,515.2
NO. SEKTOR
2009 2010 2011 2012
P I P I P I
P
I
1 Industri Makanan 49 552.1 194 1,025.9 330 1097,8 347 1.782,9
2 Industri Tekstil 66 251.4 112 154.8 196 498,3 149 473,1
3
Ind. Barang Dari Kulit & Alas
Kaki
21 122.6 31 144.1 70 249,7 73 158,9
4 Industri Kayu 18 62.1 31 43.1 32 51 38 76,3
5 Ind. Kertas dan Percetakan 18 68.7 33 46.4 53 258,2 57 1.306,6
6 Ind. Kimia dan Farmasi 41 1,183.1 159 798.4 257 1.466,10 230 2.769,8
7 Ind. Karet dan Plastik 42 208.1 97 105.0 170 371,2 147 660,3
Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 17
NO. SEKTOR
2009 2010 2011 2012
P I P I P I
P
I
8 Ind. Mineral Non Logam 8 19.5 8 28.4 52 137,2 48 145,8
9
Ind. Logam, Mesin &
Elektronik
121 654.9 274 589.6 436 1.773,40 364 2.452,6
10
Ind. Instru. Kedokteran,
Presisi & Optik dan Jam
5 5.1 3 1.4 9 41,9 4 3,4
11
Ind. Kendaraan Bermotor &
Alat Transportasi Lain
52 583.4 98 393.8 164 770,2 163 1.840,0
12 Industri Lainnya 33 120.1 56 26.2 92 64,5 94 100,2
Jumlah 474 3,831.1 1,096 3,357 1.861 6.779,50 1.714 11.770,0
Sumber : BKPM (2013)
CATATAN :
P : Jumlah Izin Usaha Tetap yang dikeluarkan
I : Nilai Realisasi Investasi dalam US$ Juta
4. Perkembangan Ekspor dan Impor
Ekspor sektor industri non-migas pada tahun 2004-2012 mengalami kenaikan, dari
US$ 48,66 milyar pada tahun 2004 menjadi US$ 116,15 milyar pada tahun 2012,
atau meningkat sebesar 138,70%. Sektor-sektor yang nilai ekspornya besar antara
lain: Industri Pengolahan Kelapa/Kelapa Sawit, Industri Besi Baja, Mesin dan
Otomotif, Industri Tekstil, Industri Pengolahan Karet, dan Industri Elektronika.
Tabel 3.6 Perkembangan Ekspor Non Migas Tahun 2004 s/d 2012 (juta US $)
No URAIAN 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
1
Pengolahan
Kelapa/Kelapa Sawit
4.840,30 5.419,19 6.407,27 5.419,2 6.407,3 10.476,8 17.253,8 23.179,2 23.396,9
2 T e k s t i l 7.626,15 8.584,85 9.422,75 8.584,9 9.422,8 9.790,1 11.205,5 13.234,1 12.445,9
3
Besi Baja, Mesin-mesin
dan Otomotif
4.581,84 5.949,69 7.712,68 5.949,7 7.712,7 9.606,9 10.840,0 13.194,4 14.700,6
4 Pengolahan Karet 2.954,10 3.545,82 5.465,16 3.545,8 5.465,2 6.179,9 9.522,6 14.540,4 10.817,6
5 Elektronika 7.142,50 7.853,03 7.200,19 7.853,0 7.200,2 6.359,7 9.254,6 9.536,3 9.445,6
6
Pengolahan Tembaga,
Timah dll.
2.165,08 3.133,52 4.133,97 3.133,5 4.134,0 6.156,0 6.506,0 7.501,0 5.395,6
7 Pulp dan Kertas 2.817,61 3.257,48 3.983,27 3.257,5 3.983,3 4.440,5 5.708,2 5.769,0 5.517,6
8 Kimia Dasar 2.640,07 2.750,22 3.521,44 2.750,2 3.521,4 4.492,5 4.577,7 6.119,8 4.875,1
9 Pengolahan Kayu 4.461,62 4.476,25 4.757,59 4.476,3 4.757,6 4.485,1 4.280,3 4.474,7 4.537,5
10 Makanan dan Minuman 1.440,12 1.647,92 1.866,00 1.647,9 1.866,0 2.374,8 3.219,6 4.504,0 4.643,4
11
Kulit, Barang Kulit dan
Sepatu/Alas Kaki
1.553,04 1.683,69 1.913,17 1.683,7 1.913,2 2.006,6 2.665,6 3.450,9 3.561,4
12 Alat-alat Listrik 1.232,73 1.456,03 1.770,93 1.456,0 1.770,9 2.148,9 2.657,9 2.995,2 3.084,9
Total 12 Besar Industri 43.455,17 49.757,71 58.154,42 68.517,9 79.066,1 65.376,6 87.691,8 108.498,9 102.422,2
Total Industri 48.660,11 55.566,99 64.990,33 76.429,6 88.351,7 73.435,8 98.015,1 122.189,2 116.145,0
Sumber : BPS, diolah Kemenperin
Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 18
Impor sektor industri non-migas pada tahun 2004-2012 juga mengalami kenaikan,
dari US$ 31,55 milyar pada tahun 2004 menjadi US$ 139,71 milyar pada tahun 2012,
atau meningkat sebesar 468,34%. Sektor-sektor industri dengan nilai impor besar
umumnya adalah untuk kebutuhan barang modal dan bahan baku, antara lain:
Industri Besi Baja, Mesin-mesin dan Otomotif, Industri Elektronika, Industri Kimia
Dasar, Industri Tekstil, dan Industri Makanan dan Minuman.
Tabel 3.7 Perkembangan Impor Non Migas Tahun 2004 s/d 2012 (juta US $)
No URAIAN 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
1
Besi Baja, Mesin-mesin
dan Otomotif
13.620,2 17.531,0 17.031,4 20.539,0 39.978,7 31.683,8 43.218,6 52.375,6 62.605,1
2 Elektronika 2.048,5 2.413,5 2.488,3 4.036,0 13.444,7 10.496,7 14.176,2 16.111,8 16.700,9
3 Kimia Dasar 5.690,6 5.935,3 6.315,4 7.115,7 10.716,7 8.095,1 11.431,5 15.413,2 16.076,4
4 T e k s t i l 1.036,4 1.026,8 1.085,7 1.192,0 3.901,8 3.396,9 5.031,2 6.735,1 6.805,1
5 Makanan dan Minuman 1.390,7 1.914,5 2.178,2 3.616,1 3.158,0 2.810,6 4.514,2 6.852,0 6.158,9
6 Alat-alat Listrik 724,4 877,8 852,9 1.118,3 2.470,8 2.105,8 3.142,8 3.761,7 4.190,4
7 Pulp dan Kertas 1.299,8 1.298,9 1.392,0 1.692,6 2.518,5 1.883,2 2.731,8 3.262,6 3.020,0
8
Barang-barang Kimia
lainnya
1.078,1 1.167,2 1.170,0 1.293,8 1.845,6 1.661,9 2.199,3 2.589,0 2.756,6
9 Makanan Ternak - - - 1.149,5 1.741,6 1.679,1 1.871,6 2.220,5 2.799,8
10
Pengolahan Tembaga,
Timah dll.
- - - 877,6 1.699,1 1.027,1 1.822,1 2.195,1 2.376,8
11 Plastik - - - 527,6 1.164,9 1.034,0 1.525,1 1.859,3 -
12 P u p u k 431,99 518,87 624,65 761,8 2.337,6 929,1 1.509,2 2.707,0 2.918,3
13 Pengolahan Aluminium - - - - - - - - 1.972,9
Total 12 Besar Industri - - - 43.920,1 84.978,0 66.803,5 93.173,6 116.082,6 128.381,3
Total Industri 31.550,8 37.300,3 38.624,6 48.084,1 91.800,7 72.398,1 101.115,4 125.979,0 139.714,3
Sumber : BPS, diolah Kemenperin
5. Perkembangan Tenaga Kerja Sektor Industri Pengolahan Non-Migas
Tenaga kerja sektor industri pengolahan non-migas pada tahun 2005-2012
mengalami kenaikan 22,04%, dimana pada tahun 2005 sebanyak 11.841.908 orang
dan pada tahun 2012 sebanyak 14.452.333 orang (proyeksi). Jumlah tenaga kerja ini
termasuk yang bekerja di industri besar dan sedang, mikro dan kecil, baik formal
maupun informal.
Tabel 3.8 Tenaga Kerja Sektor Industri Pengolahan Non-Migas Tahun 2004-2012
NO Jenis Industri 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011* 2012*
1. Makanan, minuman
& tembakau
2.890.756 2.885.159 3.384.421 3.402.704 3.526.972 3.734.252 3.860.792 3.994.405
2. Tekstil, barang kulit
& alas kaki
2.976.037 2.887.636 2.888.566 2.959.399 3.153.708 3.486.086 3.570.963 3.660.459
3. Barang kayu & hasil
hutan lainnya
2.721.297 2.646.710 2.774.319 2.618.504 2.563.109 2.739.038 2.675.542 2.615.341
4. Kertas dan barang
cetakan
499.946 433.199 511.757 528.585 554.923 589.547 618.124 648.539
Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 19
NO Jenis Industri 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011* 2012*
5. Pupuk, kimia dan
barang dari karet
739.506 711.003 694.889 727.673 721.022 835.268 846.631 858.748
6. Semen dan barang
galian bukan logam
771.868 803.506 1.007.794 1.097.667 1.102.982 977.241
1.002.763 1.029.668
7. Logam dasar besi
dan baja
198.711 229.023 98.070 120.137 115.347 144.321 130.780 118.592
8. Alat angkut, mesin
dan peralatannya
681.548 589.438 778.313 869.390 877.017 1.001.925 1.102.489 1.213.993
9.
Barang lainnya
310.037 268.817 210.551 200.527 193.896 288.424 283.688 279.225
TOTAL 11.841.908 11.474.931 12.368.729 12.549.376 12.839.800 13.824.251 14.122.407 14.452.333
Sumber: Sakernas bulan Agustus berbagai tahun (BPS)
*) Tahun 2011-2012 adalah data proyeksi Rencana Tenaga Kerja Sektor (RTKS) Industri
2012-2014, dengan basis data Sakernas (BPS)
6. Perkembangan Nilai Produksi Sektor Industri Pengolahan Non-Migas
Nilai produksi industri pengolahan non-migas pada tahun 2006-2012 telah
mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Pada tahun 2006, nilai total produksi
industri pengolahan non-migas adalah sebesar Rp 2.154,88 triliun dan pada tahun
2012 adalah sebesar Rp 4.885,08 triliun, atau meningkat sebesar 126,70%.
Peningkatan nilai produksi ini berdampak pada peningkatan pertumbuhan industri
pengolahan non-migas secara nasional.
Tabel 3.9 Nilai Produksi Sektor Industri Pengolahan Non-Migas Tahun 2006-2012
(Rp Triliun)
No Deskripsi 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
1
Industri Makanan, Minuman dan
Tembakau
584,59 731,80 972,07 1.166,18 1.287,66 1.506,98 1.740,05
2 Industri Tekstil, Pakaian Jadi dan Kulit 241,44 250,06 279,05 309,45 329,56 379,98 412,34
3
Industri Kayu, Bambu, Rotan, Rumput
dan Sejenisnya Termasuk Perabot
Rumahtangga
104,85 129,22 172,32 188,79 189,51 198,74 201,84
4
Industri Kertas dan Barang Dari
Kertas, Percetakan dan Penerbitan
102,40 116,68 133,14 156,67 167,93 177,30 169,69
5
Industri Kimia dan Barang-Barang
Dari Bahan Kimia, Minyak Bumi, Batu
Bara, Karet dan Plastik
308,51 364,21 517,79 546,40 592,03 640,29 733,94
6
Industri Barang Galian Bukan Logam,
Kecuali Minyak Bumi dan Batu Bara
58,38 65,91 80,38 87,35 91,44 101,85 115,60
7 Industri Logam Dasar 56,14 62,19 78,79 73,11 73,37 85,82 92,82
8
Industri Barang Dari Logam, Mesin
dan Peralatannya
676,79 798,24 1.002,49 1.060,84 1.177,61 1.279,77 1.383,31
9 Industri Pengolahan Lainnya 21,78 23,20 27,94 30,07 32,23 34,54 35,49
Jumlah Industri Non Migas 2.154,88 2.541,51 3.263,97 3.618,85 3.941,33 4.405,28 4.885,08
Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 20
B. KINERJA PENGEMBANGAN INDUSTRI PRIORITAS TAHUN 2004-2012
1. Program Revitalisasi dan Pengembangan Basis Industri Manufaktur
a. Industri Pupuk
1) Gambaran Umum
Industri pupuk adalah salah satu industri penting dalam menunjang
ketahanan pangan nasional. Revitalisasi industri pupuk diarahkan untuk
meningkatkan produktivitas dan daya saing industri pupuk nasional sebagai
penunjang pertanian pangan, sehingga diharapkan dapat membantu para
petani dalam menjalankan kegiatan pertanian guna mencapai ketahanan
pangan nasional.
Saat ini, sebagian besar pabrik pupuk eksisting sudah berusia tua, rata-rata
diatas 20 tahun. Dari 14 pabrik urea, sebanyak 8 pabrik berusia di atas 20
tahun. Kondisi ini berdampak pada tingkat efisiensi pabrik yang rendah
dimana tingkat konsumsi gas bumi per ton urea rata-rata diatas 30 mmbtu.
Di sisi lain, kebutuhan pupuk di masa datang terus meningkat, dimana
kebutuhan pupuk urea tahun 2014 diperkirakan mencapai 9 juta ton.
Kebijakan pemupukan di sektor pertanian di masa mendatang tidak hanya
terfokus pada penggunaan pupuk tunggal namun juga mengarah pada
penggunaan pupuk majemuk dan pupuk organik.
2) Permasalahan
Permasalahan utama yang dihadapi pada Program Revitalisasi Industri
Pupuk adalah sulitnya ketersediaan gas sebagai bahan baku industri pupuk,
antara lain:
a) Jaminan pasokan gas bumi untuk industri pupuk urea.
b) Pasokan bahan baku industri pupuk NPK berupa Phosphate dan Kalium
sangat tergantung dari impor.
c) Bahan baku pupuk organik beraneka ragam dan lokasinya tersebar
3) Langkah-langkah Yang Telah Dilakukan
a) Menyusun program revitalisasi industri pupuk yang didasarkan pada
Road Map Kebutuhan Pupuk Sektor Pertanian Tahun 2010-2025.
b) Koordinasi dengan instansi terkait (Kementerian ESDM, SKK. MIGAS)
dan produsen pupuk untuk mendapatkan alokasi pasokan gas revitalisasi
industri pupuk urea.
c) Melakukan penjajakan ke beberapa negara penghasil Phosphate
(Maroko, Tunisia, Jordania, Mesir) dan Kalium (Rusia dan Belarusia)
untuk kerjasama pengadaan bahan baku pupuk NPK.
d) Pemetaan potensi bahan baku pupuk organik di daerah.
e) Menetapkan dan memberlakukan Standar Nasional Industri (SNI) Pupuk.
Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 21
4) Hasil-hasil Yang Dicapai Tahun 2004-2012
a) Telah disusun Master Plan Pengembangan Industri Pupuk NPK melalui
Permenperind Nomor 141/M-IND/PER/12/2010 tentang Rencana Induk
(Master Plan) Pengembangan Industri Pupuk Majemuk/NPK.
b) Telah dikeluarkan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 37 Tahun
2010 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 19
Tahun 2009 tentang Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia Pupuk
Secara Wajib.
c) Telah ditandatangani JVC antara PT. Petrokimia Gresik (Indonesia)
dengan Jordan Phosphate Mines Company (JPMC) untuk membangun
pabrik Phosphoric Acid (PA) di Gresik Jatim dengan kapasitas produksi
200.000 ton/tahun pada Januari 2010.
d) Telah ditandatangani MoU/MoA antara Jordan Phosphate Mines
Company (JPMC) dengan :
(1) PT. Pusri (Persero) untuk pembangunan pabrik pupuk NPK dengan
kapasitas 200.000 300.000 ton/tahun. MoU telah ditandatangani
pada 3 November 2010.
(2) PT. Pusri Palembang untuk pendirian pabrik Asam Phosphate
dengan kapasitas 200.000 metrik ton pertahun di Palembang. MoA
telah ditandatangani pada 3 November 2010.
(3) PT. Petrokimia Gresik (Indonesia) untuk membangun pabrik
Phosphoric Acid (PA) di Gresik Jatim dengan kapasitas produksi
200.000 ton/tahun
(4) PT. Pupuk Kaltim untuk pendirian pabrik Asam Phosphate dengan
kapasitas 200.000 metrik ton pertahun di Bontang. MoA telah
ditandatangani pada 3 November 2010.
e) Telah ditandatangani Natural Gas Supply Agreement (NGSPA) antara
PT. Pupuk Kaltim dengan KKKS Eastkal pada 20 Juni 2011 untuk
pasokan gas pabrik Kaltim-5 sebesar 80 mmscfd dengan jangka waktu
10 tahun (2012-2021).
f) Telah ditandatangani kontrak pembangunan pabrik Kaltim-5 kapasitas
1,1 juta ton/tahun antara PT. Pupuk Kaltim dengan Konsorsium IKPT dan
Toyo Engineering Corporation (TEC) pada 20 Juni 2011.
g) Telah ditandatangani LoA antara PT Petrokimia Gresik dengan
ExxonMobile pada 26 April 2012 untuk perpanjangan MoA terkait alokasi
pasokan gas bumi untuk pabrik urea II PT. Petrokimia Gresik dari
lapangan gas Cepu sebanyak 85 mmscfd.
h) Telah ditandatangani PJBG dengan Pertamina EP pada 20 Desember
2012 untuk tambahan pasokan gas pabrik Pusri IIB sebesar 17 mmscfd
untuk jangka waktu 2014-2017.
i) Jaminan tambahan pasokan gas untuk pabrik Pusri IIB sebesar 17
mmscfd untuk periode 2018-2022 berdasarkan surat Dirjen Migas No.
17112/10/DJM.B/2012 tanggal 30 November 2012.
j) Terealisasinya pasokan gas PT. Pupuk Iskandar Muda sebanyak 3
Cargo (dari kebutuhan 7 cargo selama tahun 2012).
Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 22
k) Telah tersedia Peta Potensi Bahan Baku Pupuk Organik di 111
Kabupaten/Kota.
l) Telah diberikan bantuan mesin peralatan pabrik pupuk organik kapasitas
1.250 Kg/jam di 13 Kabupaten/Kota.
b. Industri Petrokimia
1) Gambaran Umum
Industri petrokimia merupakan salah satu industri strategis yang
keberadaannya sangat vital karena terkait dengan pemenuhan kebutuhan
dasar manusia mulai dari peralatan rumah tangga sehari-hari hingga produk
farmasi. Industri petrokimia berperan dalam menghasilkan produk dasar
yang dimanfaatkan sebagai bahan baku bagi industri hilirnya seperti industri
tekstil, plastik, karet sintetik, kosmetik, pestisida, bahan pembersih, bahan
farmasi, bahan peledak, bahan bakar, hingga kulit imitasi.
Struktur Industri petrokimia nasional saat ini masih belum terintegrasi antara
industri hulu, antara, dan hilirnya. Berdasarkan Perpres No. 28 Tahun 2008
tentang Kebijakan Industri Nasional, industri petrokimia merupakan salah
satu industri prioritas yang dikembangkan melalui pendekatan klaster.
Pengembangan klaster industri petrokimia berdasarkan pada 3 (tiga)
kelompok yakni: basis olefin, aromatik, dan methane-based. Fokus
pengembangan klaster olefin berada di Banten, Aromatik di Tuban, dan
Methane based di Kalimantan Timur.
2) Permasalahan
a) Bahan baku industri petrokimia, khususnya naphta dan kondensat, masih
diimpor, sementara industri migas nasional mengekspor naphta dan
kondensat;
b) Belum terintegrasinya industri migas dengan industri kimia hulu, industri
kimia antara dan industri kimia hilir;
c) Dukungan infrastruktur kurang memadai, antara lain pelabuhan, jalan
akses, pembangkit listrik, dan pipanisasi masih terbatas;
d) Penguasaan riset dan pengembangan teknologi industri petrokimia
(teknologi produk dan proses produksi) masih terbatas;
e) Belum efektifnya keringanan dan pembebasan pajak (tax holiday) untuk
investasi baru atau penambahan kapasitas dan belum ada subsidi bunga
pinjaman untuk revitalisasi mesin produksi.
3) Langkah-langkah Yang Telah Dilakukan
a) Koordinasi dengan instansi terkait (Kementerian ESDM, SKK. MIGAS)
untuk pengamanan bahan baku industri petrokimia.
b) Pemanfaatan bahan baku yang beragam (multiple feedstock/horizontal
differentiation).
Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 23
c) Pengendalian ekspor bahan baku melalui Domestic Market Obligation
bagi komoditas internasional (antara lain batubara, CPO, dsb)
d) Pemberian insentif investasi berupa: Fasilitas Tax allowance, Tax
holiday, BMDTP bagi bahan baku dan bahan penolong yang belum di
produksi di dalam negeri, Fasilitas Bea Masuk, PPh dan PPN bagi
industri yang berada dalam Kawasan Ekonomi Khusus (KEK),
Pembebasan bea masuk dan PPN untuk bahan baku dan barang modal
selama masa project.
e) Pembangunan Center of Excellence Industri Petrokimia
4) Hasil-hasil Yang Dicapai Tahun 2004-2012
a) Telah tersedianya alokasi gas sebesar 180 mmscfd untuk pembangunan
2 pabrik pupuk urea, kapasitas masing-masing 1 juta ton/tahun di
Tangguh Papua Barat;
b) Pembangunan pabrik butadiena PT. Petrokimia Butadiene Indonesia
kapasitas 150 ribu ton/tahun dan investasi Rp 1,5 T di Banten
c) Pengembangan investasi PT. Chandra Asri dengan kapasitas produksi 1
juta ton olefin/tahun dan nilai investasi Rp 1,7 T di Banten.
d) Pembangunan pabrik kosmetika PT. LOreal Indonesia di Cikarang,
dengan nilai investasi Rp 1,25 Triliun, kapasitas produksi 200 juta
unit/tahun dan menyerap tenaga kerja lebih dari 1.700 orang.
e) Pembangunan pabrik Acrylic Acid kapasitas 80.000 ton/th dan Super
Absorbent Polyer kapasitas 90.000 ton/th, PT. Nippon Shokubai
Indonesia dan nilai investasi USD 332 juta.
f) Pembangunan RCC Off Gas to Propylene Project (ROPP) di Balongan
kapasitas 180 ribu ton/th oleh PT. Pertamina dan PT. Chandra Asri dan
nilai vestasi USD 270 juta
g) Tersusunnya Bisnis Plan Pengembangan industri petrokimia di Tangguh;
h) Telah selesainya pembangunan tahap I Gedung Center of Excellence
Industri Petrokimia di Cilegon, Banten;
i) Telah disusunnya SNI Produk petrokimia diantaranya: polyethylene dan
polypropylene untuk bahan baku gelas plastik menggunakan proses
thermoforming;
j) Terfasilitasinya proyek Olefin Centre PT. TPPI Tuban, Jawa Timur.
k) Penguatan struktur industri petrokimia melalui realisasi investasi pabrik
asam nitrat kapasitas 238.000 ton/th dan ammonium nitrat kapasitas
300.000 ton/th PT Kaltim Nitrat Indonesia;
l) Penerbitan PMK No. 462/KMK.011/2012 tentang Pemberian Fasilitas
Pembebasan dan Pengurangan Pajak Penghasilan Badan Kepada PT.
Petrokimia Butadiene Indonesia.
Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 24
c. Industri Besi Baja
1) Gambaran Umum
Industri baja merupakan industri strategis yang produknya digunakan untuk
sektor konstruksi, minyak dan gas bumi serta otomotif. Saat ini, konsumsi
baja masih sangat rendah dan di bawah konsumsi negara-negara di Asia
Tenggara. Sehingga pengembangan industri baja perlu mendapatkan
perhatian yang serius dan didukung oleh instansi pemerintah dan industri
terkait lainnya.
Namun demikian, pada tahun 2008-2011 telah terjadi ekspor besar-besaran
terhadap bijih besi sebagai bahan baku industri baja, yaitu 1,5 juta ton pada
2008 menjadi 12,8 juta ton atau meningkat sebesar 750%. Dengan
cadangan bijih besi sebanyak 115 juta ton, apabila tidak segera
dikembangkan industri hilirnya maka bahan baku bijih besi dikhawatirkan
akan habis dalam waktu 9 (sembilan) tahun.
Untuk itu, Pemerintah mendorong hilirisasi industri berbasis bahan tambang
mineral, salah satunya adalah industri besi baja. Pada kurun waktu 2011-
2012, pertumbuhan industri logam dasar besi baja tumbuh sangat tinggi
(13,06% dan 6,45%) setelah tahun-tahun sebelumnya sempat mengalami
pertumbuhan negatif khususnya tahun 2008-2009 akibat dampak krisis
ekonomi global.
2) Permasalahan
a) Belum optimalnya pengembangan teknologi pengolahan bahan tambang
mineral.
b) Belum ada industri baja dalam negeri yang mampu mengolah bijih/pasir
besi dalam negeri.
c) Ketergantungan bahan baku impor menjadikan posisi tawar Indonesia,
baik di pasar lokal apalagi pasar global menjadi lemah.
d) Adanya ketentuan salah satu limbah industri logam baja (slag baja)
dimasukkan dalam kategori B3 sehingga mengganggu suplai bahan baku
untuk industri lainnya.
e) Ketersediaan dan kualitas infrastruktur, baik fisik maupun nonfisik masih
kurang memadai.
f) Rendahnya kemampuan daya saing produk dalam negeri terhadap
produk olahan besi baja impor.
3) Langkah-langkah Yang Telah Dilakukan
a) Pelarangan ekspor bijih besi dan mendorong dibangunnya industri hilir
besi baja
b) Inisiasi pembentukan Pusat Teknologi Baja untuk mengembangkan
industri baja nasional
Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 25
c) Mempercepat proses pemeriksaan skrap impor di pelabuhan-pelabuhan
utama di wilayah Indonesia agar tidak mengganggu operasional industri
besi baja nasional
d) Pemberlakuan SNI wajib terhadap beberapa produk industri baja (logam)
dengan tujuan agar produk impor yang masuk ke Indonesia dan beredar
dipasar domestik harus memenuhi persyaratan mutu SNI, dapat
memberikan jamian kualitas atas K3L kepada konsumen dan terciptanya
persaingan yang sehat dan adil antra produk dalam negeri dengan impor
e) Pemberlakuan instrumen safeguard dan Biaya Masuk Anti Dumping
(BMAD) sebagai tindakan pengamanan perdagangan untuk melindungi
industri dalam negeri dari serbuan barang impor
f) Telah dilakukan pembahasan revisi PP no. 18 tahun 1999 jo. PP no. 85
tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun
(B3) di Kementerian Lingkungan Hidup.
4) Hasil-hasil Yang Dicapai Tahun 2004-2012
a) Telah diberlakukan 18 SNI Wajib untuk produk-produk baja,
b) Telah diberikan insentif berupa Bea Masuk Ditanggung Pemerintah
(BMDTP) atas impor barang dan bahan guna memproduksi barang/jasa
untuk industri, termasuk steel cord.
c) Pemberlakuan instrumen safeguard untuk beberapa produk baja yaitu,
kawat seng, kawat bindrat, tali kawat baja (wire rope), tali kawat baja
(flattened strand), kawat bronjong dan casing & tubing seamless
d) Pemberlakuan instrumen BMAD untuk produk Hot Rolled Coil, H Section
dan I Section, Hot Rolled Plate dan Cold Rolled Coil
e) Pembahasan revisi PP no. 18 tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah
Bahan Berbahaya Dan Beracun (B3) menghasilkan adanya ketentuan
limbah khusus untuk komoditas tertentu yang dijadikan sebagai bahan
baku industri logam dalam negeri (slag baja, copper slag, fly ash, bottom
ash, dll) sehingga tidak dikategorikan limbah umum yang dilarang.
f) Terdapat beberapa investasi baru industri baja nasional, antara lain:
(1) Telah beroperasinya PT. Meratus Jaya Iron & Steel yang berlokasi di
Kalimantan Selatan yang mengolah bijih besi menjadi sponge iron
dengan kapasitas produksi 315.000 Ton dengan nilai investasi
sebesar Rp 1,17 Triliun.
(2) PT. Krakatau Steel dan POSCO telah sepakat membangun pabrik
baja di Cilegon dengan kapasitas total 6 juta ton per tahun untuk
produk hot rolled coil, slab dan plat baja.
(3) Telah beroperasinya PT. Indoferro secara komersial yang berlokasi
di Cilegon, Provinsi Banten yang memproduksi Pig Iron dengan
kapasitas 500 ribu ton/ tahun dan Nickel Pig Iron dengan kapasitas
250 ribu ton/ tahun dengan nilai investasi sebesar USD 110 juta.
(4) Telah dilakukannya Ground Breaking PT. Batulicin Steel pada bulan
Juli 2012 yang rencananya akan memproduksi baja dasar sebesar 3
juta ton/tahun dengan nilai investasi sebesar USD 1,5 Milyar, dengan
Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 26
rincian Besi Beton sebesar 1 juta ton/tahun dan Ferro Nickel sebesar
600 ribu ton/tahun pada tahap awal serta H-Beam Steel dan Pelat
Baja sebesar 2 juta ton/tahun pada tahap selanjutnya.
(5) Rencana pembangunan PT. Jogja Magasa Iron yang berlokasi di
Kulon Progo, Jogjakarta yang mengolah pasir besi menjadi pig iron
dengan kapasitas produksi 1 juta ton.
d. Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT)
1) Gambaran Umum
Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT), Barang Kulit dan Alas Kaki
merupakan industri penting di Indonesia dan salah satu komoditi andalan
industri manufaktur. Industri TPT, Alas Kaki dan Penyamakan Kulit menjadi
salah satu komponen utama pembangunan industri nasional, dengan tiga
peran pentingnya yaitu penyumbang devisa ekspor non migas, penyerapan
tenaga kerja dan pemenuhan kebutuhan sandang dalam negeri.
Pertumbuhan Industri TPT, Barang Kulit dan Alas Kaki juga cukup signifikan,
dimana setelah mengalami pertumbuhan negatif pada tahun 2007-2008
akibat dampak krisis ekonomi global, kini dapat tumbuh di atas 4%. Tenaga
kerja yang terserap oleh industri TPT skala besar dan menengah pada tahun
2012 kurang lebih 1,5 juta, dengan nilai ekspor pada tahun 2012 mencapai
US$ 12,45 milyar.
2) Permasalahan
a) Kenaikan upah buruh, harga BBM dan tarif listrik telah meningkatkan
biaya produksi.
b) Membanjirnya produk impor dengan harga yang sangat murah serta
banyaknya produk impor ilegal, telah membuat produk dalam negeri
kalah bersaing di pasar domestik, terutama sebagai dampak dari
pemberlakuan ACFTA.
c) Sekitar 80% dari populasi mesin-mesin industri benang dan kain usianya
sudah di atas 20 tahun, yang mengakibatkan efisiensi, produktivitas dan
kualitas produk rendah, sehingga makin tidak bisa bersaing.
d) Tingkat Kemampuan SDM Industri yang masih rendah dibandingkan
dengan Negara-negara pesaing.
3) Langkah-langkah Yang Telah Dilakukan
a) Melaksanakan program restrukturisasi permesinan/peralatan Industri TPT
melalui pemberian potongan harga mesin peralatan dan pemberian
pinjaman/kredit dengan suku bunga rendah.
b) Pemberian bantuan mesin/peralatan untuk meningkatkan teknologi bagi
Klaster Industri TPT khususnya IKM.
c) Meningkatkan Pusat Pendidikan dan Pelatihan Garmen di Semarang
dengan memberikan bantuan mesin/peralatan.
Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 27
d) Pengembangan Teknologi Produksi ITPT melalui kerjasama dengan
negara berteknologi maju, sebagaimana telah diimplementasikan dalam
pilot project NEDO di bidang dyeing & finishing yang hemat energi, air
dan bahan kimia di PT. Daliatex Bandung
e) Memfasilitasi industri TPT untuk memperoleh fasilitas BMDTP bagi
importasi bahan baku/bahan penolong yang belum diproduksi di dalam
negeri, yaitu polipropilene untuk industri karpet
f) Mengembangkan standard produk tekstil (SNI) melalui untuk tujuan
mendorong pencapaian tingkat mutu yang unggul serta keamanan dan
keselamatan, serta pengembangan standard Kompetensi tenaga kerja
industri tekstil (SKKNI)
g) Mengkolaborasikan antara Produsen Tekstil dengan para Designer
dalam rangka meningkatkan daya saing produk TPT Nasional baik di
pasar dalam negeri maupun ekspor
h) Mengembangkan lembaga pendidikan Tekstil yang mampu
menghasilkan tamatan yang memenuhi harapan dunia kerja
i) Promosi produk TPT melalui Pameran baik didalam maupun diluar
Negeri
4) Hasil-hasil Yang Dicapai Tahun 2004-2012
a) Dari pagu anggaran yang dialokasikan untuk Program Revitalisasi
Industri TPT sejak tahun 2007 sampai dengan tahun 2012, program ini
mampu menstimulus kegiatan investasi mesin/peralatan yang dilakukan
oleh dunia usaha, sebagai berikut:
Tabel 3.10 Perkembangan Program Restrukturisasi ITPT Tahun 2007-2012
No Tahun
Peserta Unit
usaha
Pagu Dipa
(Rp. Milyar)
Nilai Bantuan
(Rp. Milyar)
Nilai Investasi (Rp.
Milyar)
Industri Tekstil dan Produk Tekstil
1 2007 92 255,00 152,31 1.550
2 2008 175 330,00 181,71 1.790
3 2009 193 240,00 170,75 1.440
4 2010 151 154,15 144,37 1.544
5 2011 109 133,50 133,03 1.391
6 2012 142 128,40 127,73 1.562
b) Program Revitalisasi Industri TPT pada tahun 2007-2012 telah
menghasilkan penambahan tenaga kerja sebanyak 92.000 orang,
peningkatan kapasitas produksi sebesar 16-21%, peningkatan
produktivitas sebesar 6-10%, serta peningkatan efisiensi energi sebesar
5-9%.
c) Pada tahun 2004-2012 telah dilakukan peningkatan kemampuan SDM
dalam bentuk pelatihan industri garmen, dengan jumlah peserta sebagai
berikut:
Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 28
Tabel 3.11 Jumlah Peserta Pelatihan SDM ITPT Tahun 2004-2013
Jenis Pelatihan 2004-2010
(orang)
2011
(orang)
2012
(orang)
2013
(orang)
Total
2004-2013
(orang)
Pelatihan Peningkatan
Kemampuan SDM Industri TPT,
Alas Kaki, Kulit dan Mainan
2.000 - - - 2.000
Pelatihan Industri Garment - 2.520 1.300 4.050 9.270
d) Perluasan investasi dan pembangunan pabrik baru PT. Indorama
Polyester Industries di Karawang, dengan total nilai investasi US$ 400
juta.
e. Industri Alas Kaki
1) Gambaran Umum
Industri Alas Kaki dan Barang Kulit termasuk industri yang menyerap banyak
tenaga kerja (padat karya), dengan jumlah tenaga kerja industri menengah
dan besar pada tahun 2012 mencapai 548.335 orang. Nilai ekspor produk
industri alas kaki dan barang kulit pada tahun 2012 adalah sebesar US$ 3,56
milyar.
2) Permasalahan
a) Keterbatasan ketersediaan bahan baku kulit jadi, karena bahan baku dari
industri penyamakan kulit dalam negeri cenderung diekspor dan
proses/prosedur karantina terhadap impor kulit jadi masih memerlukan
waktu dan biaya.
b) Terbatasnya kemampuan dan ketersediaan SDM dalam bidang desain
produk dan teknologi produksi khususnya jahit.
c) Kurangnya promosi produk bagi industri besar dan keterbatasan
kemampuan dana promosi bagi IKM baik di dalam dan luar negeri.
d) Mesin/peralatan yang digunakan sebagian besar sudah tua diatas 20
tahun, sedangkan untuk peremajaan kesulitan dalam sumber
pembiayaan karena dianggap foot loose industry.
3) Langkah-langkah Yang Telah Dilakukan
a) Memfasilitasi kepesertaan dalam pameran internasional didalam negeri.
b) Fasilitasi pelatihan SDM industri alas kaki bidang teknologi produksi,
manajemen keuangan dan pemasaran serta entrepreneurship motivation.
c) Fasilitasi kerjasama dengan sumber pembiayaan dalam rangka
peningkatan akses pembiayaan.
d) Fasilitasi kerjasama aliansi strategis antara perusahaan champion
dengan mitranya baik sebagai pemasok bahan baku maupun bahan
penolong dan subcontracting serta lembaga penelitian dan pengujian.
Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 29
e) Melakukan koordinasi dengan instansi terkait terutama Kementerian
Pertanian, Ditjen Bea & Cukai dalam rangka kelancaran proses karantina
impor kulit jadi.
f) Mempersiapkan penerapan SNI wajib untuk Safety Shoes.
g) Melaksanakan program restrukturisasi mesin/peralatan industri alas kaki
dan penyamakan kulit yang dimulai dari tahun 2009 hingga sekarang
4) Hasil-hasil Yang Dicapai Tahun 2004-2012
a) Dari pagu anggaran yang dialokasikan untuk Program Revitalisasi
Industri Alas Kaki dan Penyamakan Kulit sejak tahun 2007 sampai
dengan tahun 2012, program ini mampu menstimulus kegiatan investasi
mesin/peralatan yang dilakukan oleh dunia usaha, sebagai berikut:
Tabel 3.12 Perkembangan Program Restrukturisasi Industri Alas Kaki &
Penyamakan Kulit Tahun 2009-2012
No Tahun
Peserta Unit
usaha
Pagu Dipa
(Rp. Milyar)
Nilai Bantuan
(Rp. Milyar)
Nilai Investasi (Rp.
Milyar)
Industri Alas Kaki & Penyamakan Kulit
1 2009 26 52,50 13,60 136
2 2010 24 24,45 18,30 183
3 2011 19 19,00 18,38 191
4 2012 19 17,00 16,76 175
b) Program Revitalisasi Industri Alas Kaki dan Penyamakan Kulit pada
tahun 2009-2012 telah menghasilkan penambahan tenaga kerja
sebanyak 102.000 orang, peningkatan kapasitas produksi sekitar 35%,
peningkatan produktivitas sekitar 9%, serta peningkatan efisiensi energi
sebesar 4-7%.
c) Pada tahun 2004-2012 telah dilakukan peningkatan kemampuan SDM
dalam bentuk pelatihan industri garmen, dengan jumlah peserta sebagai
berikut:
Tabel 3.13 Jumlah Peserta Pelatihan SDM Industri Alas Kaki
Tahun 2004-2013
Jenis Pelatihan 2004-2010
(orang)
2011
(orang)
2012
(orang)
2013
(orang)
Total
2004-2013
(orang)
Pelatihan Peningkatan
Kemampuan SDM Industri TPT,
Alas Kaki, Kulit dan Mainan
2.000 - - - 2.000
Pelatihan Industri Alas Kaki - 480 5.100 1.050 6.630
d) Telah memfasilitasi pameran produk-produk industri TPT, Alas Kaki &
Barang Kulit pada kurun waktu 2005-2012 sebanyak 70 event baik
nasional maupun internasional.
e) Dalam rangka perlindungan terhadap produk-produk industri alas kaki
dan barang kulit, telah dilakukan pemberlakuan SNI wajib untuk sepatu
Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 30
pengaman (safety shoes) dengan sistem Goodyear Welt, sol karet cetak
vulkanisir, serta sol poliuretan dan termoplastik poliuretan cetak injeksi.
f. Industri Semen
1) Gambaran Umum
Semen merupakan salah satu komoditi strategis sebagai penunjang dalam
perekonomian nasional melalui pembangunan infrastruktur dan perumahan,
gedung serta fasilitas umum lainnya. Peruntukan semen pun semakin
meluas untuk membangun prasarana jalan beton yang mempunyai banyak
keunggulan dibandingkan aspal.
Pertumbuhan industri semen selama periode tahun 2004-2012 cenderung
positif. Setelah mengalami pertumbuhan negatif pada tahun 2008 dan 2009,
industri semen dan barang galian bukan logam kembali tumbuh tinggi hingga
lebih dari 7% pada tahun 2011-2012. Selain berdampak pada penambahan
kapasitas, pertumbuhan industri semen juga diikuti oleh upaya-upaya
peningkatan daya saing yaitu diversifikasi produk semen, efisiensi energi,
penggunaan batu bara kalori rendah dan bahan bakar alternatif.
Lokasi pabrik semen saat ini masih terpusat di Jawa, Sumatera dan
Sulawesi. Sementara itu, permintaan/kebutuhan semen mengalami kenaikan
yang cukup besar, dimana tahun 2011 meningkat 17,7%., sedangkan pada
tahun 2015 kebutuhannya diperkirakan mencapai 70 juta ton.
2) Permasalahan
a) Konsumsi energi yang diperlukan untuk produksi semen di Indonesia
relatif lebih tinggi dibandingkan negara lain.
b) Beberapa produsen semen menemui kendala pada pemanfaatan lahan
tambang batu kapur dan tanah liat untuk bahan baku
c) Pasokan energi listrik dan batubara belum terpenuhi secara kontinu
d) Prasarana dan sarana transportasi terbatas, khususnya di Kawasan
Timur Indonesia dimana fasilitas dermaga yang sangat terbatas dan
waktu bongkar yang lama.
3) Langkah-langkah Yang Telah Dilakukan
a) Mengamankan pasokan dalam rangka pemenuhan kebutuhan nasional;
b) Meningkatkan efisiensi dan konservasi energi;
c) Memperkuat kemitraan antara industri semen dengan industri hilir.
d) Mengembangkan industri semen nasional, khususnya di Kawasan Timur
Indonesia;
e) Mengembangkan kompetensi sumber daya manusia dalam rekayasa,
fabrikasi dan konstruksi pabrik semen;
f) Mengamankan pasokan batubara melalui pemanfaatan potensi yang ada
untuk industri semen nasional;
Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 31
g) Meningkatkan kemampuan rekayasa dan pabrikasi pabrik-pabrik semen
generasi baru yang lebih efisien dan hemat energi.
4) Hasil-hasil Yang Dicapai Tahun 2004-2012
a) Pada tahun 2004-2012, telah terjadi peningkatan kapasitas dan nilai
produksi dan utilitasisasi industri semen.
Tabel 3.14 Profil Industri Semen Nasional Tahun 2004-2012
ASPEK
TAHUN
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Kapasitas 47.490 46.090 45.090 44.890 44.890 45.890 51.850 52.940 55.940
Produksi 33.014 33.918 33.030 35.030 38.556 38.000 37.843 45.438 38.877
Impor 1.055 1.213 1.200 1.631 1.383 1.284 1.057 876
Utilitas (%) 69,5 75,6 73,2 78 85,9 82,8 72,8 85,8 92,7
Total Pemasaran - - - 34.171 38.070 36.900 40.777 47.999 39.615
b) Realisasi pembangunan oleh PT. Semen Gresik Group:
(1) Unit pengantongan semen di Sorong, Papua Barat oleh PT. Semen
Gresik yang direncanakan mulai beroperasi pada awal tahun 2013;
(2) Unit pabrik baru PT. Semen Gresik di Tuban, Jawa Timur (Tuban IV)
dengan kapasitas 2,5 juta ton per tahun, telah beroperasi pada
pertengahan tahun 2012;
(3) Unit pabrik baru PT. Semen Tonasa di Pangkep, Sulawesi Selatan
(Tonasa V) dengan kapasitas 2,5 juta ton per tahun, akan beroperasi
pada awal tahun 2013.
c) Realisasi pembangunan oleh PT. Semen Bosowa:
(1) Unit penggilingan semen di Banyuwangi, Jawa Timur dengan
kapasitas 1,2 juta ton per tahun. Pembangunan dimulai bulan Mei
2012, dan direncanakan selesai pada tahun 2013;
(2) Unit pabrik baru di Maros, Sulawesi Selatan dengan kapasitas 2,5
juta ton per tahun. Pembangunan dimulai bulan November 2012,
direncanakan selesai pada tahun 2014.
d) Realisasi pembangunan pabrik baru oleh PT. Holcim Indonesia di Tuban,
Jawa Timur, dengan kapasitas 1,7 juta ton per tahun. Saat ini dalam
proses konstruksi pabrik dan direncanakan selesai pada tahun 2014.
e) Realisasi pembangunan pabrik oleh investor baru:
(1) State Development and Investment Cooperation (SDIC) di
Manokwari, Papua Barat dengan kapasitas 1 juta ton per tahun, saat
ini dalam proses pembebasan lahan.
(2) Anhui Conch Cement Co., Ltd. di Tanjung, Kalimantan Selatan
dengan kapasitas 2,5 juta ton per tahun, saat ini dalam proses
pembebasan lahan.
(3) China Trio Int. Engineering Co. Ltd. Di Subang (Jabar) dengan
kapasitas 1,5 juta ton/tahun
Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 32
(4) Siam Cement (Akuisisi Boral/Jaya Readymix) di Sukabumi (Jabar)
dengan kapasitas 1,8 juta ton/tahun
(5) Wilmar, Semen Merah-Putih di Bayah (Banten) dengan kapasitas 1,2
juta ton/tahun
(6) PT. Jui Shin Indonesia Semen Karawang/Paku Bumi di Karawang
(Jabar) dengan kapasitas 2,5 juta ton/tahun
(7) Semen Grobogan/Gajah Tunggal (China Triumph Int Eng Co.
Ltd./CTIEC) di Grobogan (Jateng) dengan kapasitas 1,5 juta ton
g. Industri Keramik
1) Gambaran Umum
Industri Keramik Nasional didominasi oleh keramik tile untuk keperluan
bahan bangunan, kramik peralatan rumah tangga, barang seni dan
kebutuhan untuk membersihkan (sanitair). Proses industri keramik yang
membutuhkan proses pembakaran suhu tinggi (lebih dari 1.000C)
memerlukan banyak bahan bakar dan proses pembakaran yang bersih.
Gas memiliki komponen yang dibutuhkan industri keramik, namun sering kali
terkendala dengan pasokannya yang lebih banyak diekspor ke luar negeri.
Ketidakpastian akan pasokan gas bumi pada industri keramik menyebabkan
ketidakpastian dalam hal produksinya. Perbankan menilai bahwa industri
keramik memiliki risiko yang besar, sehingga bunga yang dibebankan pada
industri keramik juga besar. Hal ini membuat daya saing industri keramik
nasional kurang kompetitif dengan produk pesaing, meskipun di dunia
Industri keramik Nasional menduduki peringkat ke 6 (enam).
2) Permasalahan
a) Tidak adanya kepastian jaminan pasokan gas untuk industri keramik
nasional untuk jangka pendek dan jangka panjang.
b) Kualitas bahan baku masih belum standar, terutama feldspar. Sedangkan
kaolin, pasir kuarsa dan ball clay sudah memenuhi standar.
c) Masih lemahnya penguasaan teknologi produksi dan desain produk
keramik.
d) Sekolah-sekolah desain keramik perlu mendekatkan diri dengan dunia
usaha.
e) Industri keramik perlu meningkatkan inovasi dalam proses produksi yang
hemat energi.
3) Langkah-langkah Yang Telah Dilakukan
a) Koordinasi pengamanan pasokan gas untuk industri keramik;
b) Promosi investasi bahan baku keramik;
c) Peningkatan efisiensi energi melalui penerapan konservasi energi;
d) Pengembangan desain produk industri keramik;
e) Meningkatkan pengamanan dan kualitas produk keramik melalui SNI;
Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 33
f) Melakukan revitalisasi Unit Pelayanan Teknis (UPT) Industri Kecil dan
Menengah Keramik.
4) Hasil-hasil Yang Dicapai Tahun 2004-2012
a) Tercapainya pengamanan kebutuhan gas untuk keperluan industri
keramik di Jawa dengan PT. Perusahaan Gas Negara.
b) Lokus klaster keramik yang akan mengembangkan pengolahan bahan
baku di Kalimantan Barat.
c) Adanya realisasi perluasan pabrik keramik PT. Arwana Citramulia.
d) Jumlah Entitas kolaborasi klaster industri semen dan industri keramik
sebanyak 104 telah tercapai.
e) Dibentuknya Forum Komunikasi Pengguna Gas dalam rangka upaya
pengamanan sumber energi gas bagi industri keramik dan kaca.
f) Fasilitasi Pengembangan Unit Clay Center di Kalimantan Barat.
g) Pada tahun 2008-2012, terjadi perkembangan produksi keramik nasional.
Ubin keramik mengalami penurunan dari tahun 2008-2010, kemudian
sedikit meningkat pada tahun 2011 dan 2012 namun masih lebih rendah
dibanding tahun 2008. Sedangkan produksi alat makan keramik
(tableware), keramik sanitary, barang keramik lainnya dan keramik untuk
laboratorium mengalami kenaikan.
Tabel 3.15 Perkembangan Produksi Industri Keramik Nasional
Tahun 2008-2012
Jenis Keramik Unit 2008 2009 2010 2011 2012
Ubin keramik Ton 4.015.323 3.330.000 3.370.572 3.720.352 3.794.759
Alat makan keramik (Table ware) Ton 40.000 40.800 41.616 42.448 43.306
Keramik sanitary Ton 57.369 56.104 56.104 57.226 58.371
Barang keramik lainnya Ton 57.369 56.104 56.104 57.226 58.371
Keramik untuk laboratorium Ton 23.763 24.238 24.723 25.217 25.722
h. Revitalisasi dan Penumbuhan Industri Barang Karet
1) Gambaran Umum
Indonesia memiliki perkebunan karet terluas di dunia, yaitu 3,4 juta ha pada
2012, dimana 85%-nya merupakan perkebunan karet rakyat yang banyak
menyerap tenaga kerja. Jumlah tenaga kerja industri karet di sektor on-farm
kurang lebih 2,1 juta kepala keluarga, dan di sektor off-farm (industri
pengolahan) sekitar 100 ribu orang. Produksi karet alam Indonesia adalah
sebesar 3,0 juta ton pada tahun 2012 (lebih dari 80% diekspor) dengan
tingkat produktivitas 1 ton/ha, yang menempatkan Indonesia sebagai negara
produsen karet nomor 2 (dua) dunia setelah Thailand.
Nilai ekspor produk pengolahan karet Indonesia pada tahun 2012 mencapai
US$ 10,82 milyar, meningkat 267% dibandingkan tahun 2004 yang sebesar
Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 34
US$ 2,95 milyar. Dengan potensi yang dimiliki tersebut, Indonesia masih
berpeluang meningkatkan produktivitas dan nilai tambah industri karet
melalui hilirisasi industri karet.
2) Permasalahan
a) Masih rendahnya kualitas bokar yang dihasilkan sebagai bahan baku
utama produk barang karet hilir, dan masih dikenakannya PPN 10%
terhadap bokar sebagai bahan baku sehingga mengurangi daya saing
produk barang karet hilir.
b) Masih kurangnya dukungan industri pendukung dan penolong bagi
industri karet hilir seperti industri permesinan, industri bahan kimia
(Carbon Black, Silika, Kaolin, Tyre Cord, Processing Oil) sehingga
masih dibutuhkan impor dalam jumlah cukup besar.
c) Masih banyaknya beredar produk barang karet illegal bermutu rendah
dan belum memenuhi SNI sehingga membahayakan konsumen.
d) Alih teknologi belum sepenuhnya berjalan (masih menggunakan merek
principal) disebabkan Principal otomotif masih mendatangkan barang
karet dari negara asal meskipun sudah diproduksi di DN.
e) Dukungan Infastruktur seperti jalan, pelabuhan, dan komunikasi yang
belum memadai.
3) Langkah-langkah Yang Telah Dilakukan
a) Telah dilakukan inisiasi pembentukan klaster industri karet di 4 (empat)
lokasi yaitu melalui kegiatan Forum Komunikasi dan Working Group di
empat lokus yaitu Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Jambi dan Jawa
Barat.
b) Telah dipetakan dan diinventarisasi beberapa wilayah potensi
perkebunan karet serta industri pengolahan karet hilir potensial, yaitu di
Sumatera Utara, Sumatera Selatan dan Jambi.
c) Fasilitasi bantuan mesin dan peralatan :
(1) Provinsi Sumatera Selatan dan Jambi untuk mesin/peralatan
pengolahan karet kompon dan vulkanisir ban.
(2) Provinsi Papua untuk mesin/peralatan pengolahan karet setengah
jadi.
(3) Provinsi Jawa Barat untuk mesin/peralatan Computer Numeric
Control (CNC) untuk memproduksi barang karet high precision
keperluan otomotif kepada Koperasi Pengusaha Industri Suku
Cadang Mesin (Kopisma) Bandung sebagai champion klaster barang
karet otomotif yang secara alamiah telah lama terbentuk.
d) Pengembangan Industri barang-barang karet melalui promosi investasi
dan fasilitas untuk penanaman modal dibidang usaha tertentu atau
daerah tertentu (PP No. 52/2012).
Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 35
4) Hasil-hasil Yang Dicapai Tahun 2004-2012
a) Telah dilakukan kajian cara pendeteksian dini vulkanisat karet dalam
Bahan Olah Karet (BOKAR).
b) Telah disusunnya buku Blueprint dalam rangka mendukung
pengembangan industri karet dan barang karet.
c) Telah dikeluarkannya SK Menteri Keuangan No. 162/PMK.011/2008
tanggal 31 oktober tahun 2008 tentang penghapusan Bea Masuk Anti
Dumping untuk komoditi Karbon Black.
d) Telah diberlakukannya SNI Wajib untuk selang karet untuk kompor gas
LPG, ban luar dan ban dalam dan rubber seal tabung gas LPG.
e) Pembangunan pabrik ban Hankook kapasitas 5,3 juta ban KBM roda 4
per tahun dan 840 ribu ban truk/radial pertahun dengan nilai investasi
USD 1,1 miliar di Jawa Barat.
f) Tersusunnya kajian pengembangan industri karet terpadu di Sei Bamban
yang direncanakan akan terintegrasi dengan Kawasan Ekonomi Khusus,
Sei Mangkei;
g) Pelatihan peningkatan konservasi energi industri karet remah di
Palembang.
h) Fasilitasi pengembangan industri karet karet hilir untuk meningkatkan
kemampuan pembuatan kompon karet dan produksi vulkanisir ban
melalui bantuan mesin pengolahan barang karet di Sumatera Selatan,
Jambi, dan Kalimantan Barat.
2. Revitalisasi dan Penumbuhan Industri Agro
a. Industri Pengolahan Kelapa Sawit
1) Gambaran Umum
Indonesia bersama dengan malaysia merupakan negara penghasil CPO
(Crude Palm Oil/minyak sawit mentah) utama dengan penguasaan pasar
hampir 85% pasokan minyak sawit di dunia. Sejak tahun 2009, Indonesia
mengungguli Malaysia dalam produksi minyak sawit dengan jumlah produksi
hampir 18 Juta Ton.
Meskipun sebagai produsen CPO terbesar, namun sebagian besar produksi
minyak sawit masih diekspor dalam bentuk mentah (ekspor CPO mencapai
50% dan ekspor CPKO mencapai 85%) karena harga internasional yang
lebih menarik dan adanya komitmen pasokan bagi industri di luar negeri.
Nilai ekspor pengolahan kelapa/kelapa sawit terus meningkat, sejak tahun
2004-2012 terjadi peningkatan sampai dengan 383%. Meskipun demikian,
pertumbuhan ekspor pengolahan kelapa/kelapa sawit mulai menurun pada
tahun 2012. Penurunan ekspor ini merupakan dampak krisis ekonomi di
Amerika dan Eropa yang merupakan negara tujuan ekspor. Hal ini
seyogyanya bisa dimanfaatkan sebagai momentum untuk meningkatkan
hilirisasi industri hilir kelapa sawit di dalam negeri.
Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 36
2) Permasalahan
a) Infrastruktur pendukung di KEK Sei Mangkei belum tersedia dengan baik
dengan kewenangan bertingkat (Pusat Provinsi Kabupaten
Swasta);
b) Biaya logistik yang tinggi dan minimnya proyek baru pembangunan
fasilitas logistik seperti pelabuhan curah cair dan kontainer di daerah
baru produsen Minyak sawit (Sumatera, Sulawesi, Papua);
c) Penumbuhan industri hilir terhambat karena integrasi rantai nilai industri
hulu hilir belum dirasakan secara langsung oleh pelaku usaha industri.
d) Kecenderungan mengekspor bahan baku karena kontrak internasional
sehingga menghambat investasi bidang industri hilir;
e) Belum tersedianya Centre of Excellence for Oleochemical Industry
sebagai lembaga koordinasi formal klaster IHKS dan pusat pembentukan
SDM SDM berkualitas;
f) Ketergantungan pada penyediaan lisensi teknologi industri, inovasi
formulasi produk, dan industri permesinan dari luar negeri;
g) Hambatan fiskal (perpajakan) dan moneter (suku bunga) tinggi bagi
penumbuhan industri hilir kelapa sawit;
h) Adanya Kampanye negatif produk minyak sawit Indonesia oleh LSM
Internasional.
3) Langkah-langkah Yang Telah Dilakukan
a) Mempertahankan Kebijakan Restrukturisasi Tarif Bea Keluar melalui
PMK Nomor 75 Tahun 2012;
b) Mempertahankan kebijakan insentif investasi (Tax Allowance & Tax
Holiday) serta memberikan kemudahan administrasi;
c) Pelaksanaan Program Nasional Konversi Minyak Goreng Curah Menjadi
Minyak Goreng Kemasan Sederhana;
d) Program dan alokasi dana khusus pembangunan hard infrastructure di
kawasan Sei Mangkei Sumut, Dumai Kuala Enok, Riau, dan Maloy
Kaltim;
e) Program dan alokasi dana khusus perbaikan soft infrastructure meliputi
Promosi Investasi, Peningkatan SDM, teknologi, dan centre of
excellence;
f) Penyelesaian hambatan prosedur adminsitrasi perpajakan dan insentif
investasi.
4) Hasil-hasil Yang Dicapai Tahun 2004-2012
a) Utilisasi Industri Minyak Goreng/Refinery dalam negeri, pada tahun 2010
hanya sekitar 45% meningkat menjadi 70% pada awal tahun 2012;
b) Meningkatnya Investasi di bidang industri hilir kelapa sawit dengan total
komitmen investasi hingga tahun 2014 mencapai Rp. 20 Triliun;
c) Pergeseran Kinerja Ekspor dari produk Mentah CPO menjadi Produk Hilir
Minyak Sawit;
Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 37
d) Groundbreaking proyek Kawasan Industri dan Pelabuhan Internasional
(KIPI) Maloy sebagai Lokus Pengembangan Klaster IHKS di Kalimantan
Timur;
e) Beroperasinya Pabrik PKO Mill kapasitas 400 Ton/hari dan Pembangkit
Listrik Tenaga Biomassa Sawit 2x3,5 MW di Kawasan Industri Sei
Mangkei, Sumut;
f) Penerbitan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 75 Tahun 2012 tentang
Restrukturisasi Bea Keluar CPO dan Produk Turunannya dengan
partisipasi aktif Kementerian Perindustrian;
b. Industri Kakao
1) Gambaran Umum
Indonesia merupakan penghasil biji kakao ketiga terbesar di dunia dengan
jumlah produksi biji kakao pada tahun 2012 mencapai 833.310 setelah
Pantai Gading sebesar 1.510.000 ton dan Ghana sebesar 1.050.000 ton.
Namun demikian, sebelum tahun 2010 sebagian besar masih disekpor
dalam bentuk biji kakao.
Pada tahun 2010 Pemerintah melalui Kementerian Keuangan telah
mengeluarkan melalui PMK No. 67/PMK.011/2010 tentang Penetapan Bea
Keluar Kakao. Dengan penerapan bea keluar kakao ini, terjadi penurunan
ekspor biji kakao. Pada tahun 2012, ekspor biji kakao sebesar 163.501 ton,
menurun dibandingkan tahun 2011 sebesar 210.067 ton dan sebesar
432.437 ton tahun 2010. Sebaliknya, nilai ekspor produk olahan kakao selalu
meningkat dari tahun 2010 sebesar 119.214 ton, naik pada tahun 2011
menjadi 195.471 ton dan pada tahun 2012 mencapai 215.791 ton. Pada
tahun 2012, devisa yang disumbangkan dari komoditi kakao mencapai USD
1,05 milyar.
2) Permasalahan
a) Terbatasnya infrastruktur seperti akses jalan dan energi (listrik dan gas)
di sentra produksi kakao;
b) Terbatasnya R & D untuk diversifikasi produk olahan;
c) Mutu biji kakao masih rendah (ada kadar kotoran, jamur dan masih
banyak yang belum difermentasi);
d) Produktifitas di tingkat on farm masih rendah;
e) Utilisasi kapasitas industri olahan kakao masih rendah (66%);
f) Adanya perbedaan Bea Masuk kakao olahan di negara-negara tujuan
ekspor, antara lain: Afrika dikenakan bea masuk 0%, sementara dari
Indonesia sebesar 7,7%-9,6% untuk ekspor ke UE;
g) Masih adanya kakao bubuk palsu yang beredar di pasaran.
Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 38
3) Langkah-langkah Yang Telah Dilakukan
a) Mencabut kebijakan pengenaan PPN melalui PP No. 7 Tahun 2007
tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun
2001 Tentang Impor Dan/Atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu
Yang Bersifat Strategis Yang Dibebaskan Dari Pengenaan Pajak
Pertambahan Nilai;
b) Pengenaan bea keluar biji kakao;
c) Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI) wajib untuk kakao
bubuk;
d) Pembebasan bea masuk atas pengimporan mesin, barang dan bahan
untuk industri;
e) Pemberian fasilitas tax allowance dan tax holiday untuk industri kakao;
f) Pengawasan bersama peredaran cocoa shell powder dalam rangka
pelaksanaan penerapan SNI wajib kakao bubuk;
g) Penyusunan RSNI untuk produk cokelat;
h) Pemberian bantuan mesin dan peralatan industri pengolahan kakao dan
cokelat di daerah potensial;
i) Promosi produk dan investasi industri pengolahan kakao dan cokelat baik
di dalam negeri maupun luar negeri.
4) Hasil-hasil Yang Dicapai Tahun 2004-2012
a) Terdapat 5 (lima) perusahaan industri kakao yang beroperasi kembali, 8
(delapan) perusahaan melakukan perluasan investasi dan masuknya
investasi baru dari 5 (lima) perusahaan;
b) Pada tahun 2012, jumlah industri pengolahan kakao mencapai 16
perusahan dengan kapasitas produksi mencapai 660.000 ton/tahun
dengan utilisasi mencapai 60,6% dan mampu menyerap tenaga kerja
sebanyak 4.300 tenaga kerja;
c) Peningkatan jumlah biji kakao yang diolah di dalam negeri, yaitu sebesar
400 ribu pada tahun 2012 dibandingkan dengan tahun 2011 sebesar 250
ribu ton;
d) Meningkatknya tingkat konsumsi Kakao perkapita di Indonesia dari 0,2
menjadi 0,25 kg/kapita/tahun;
e) Mengusulkan penurunan tarif bea masuk mesin untuk pembuatan
kembang gula, kakao atau dalam negeri.
c. Industri Gula
1) Gambaran Umum
Gula merupakan salah satu bahan pangan yang masuk kelompok komoditas
strategis. Mengacu pada Undang-Undang No. 7 Tahun 1996 tentang
Komoditas Pangan Strategis dan Keputusan Presiden No. 57 Tahun 2004,
Pemerintah menetapkan gula sebagai barang dalam pengawasan sehingga
harus dijamin ketersediaannya dan harganya terjangkau.
Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 39
Pertumbuhan Gula Kristal Putih (GKP) untuk konsumsi langsung,
diasumsikan setara dengan pertumbuhan penduduk yaitu 1,23% per tahun
dan peningkatan daya beli sebesar 0,6% per tahun. Adapun pertumbuhan
Gula Kristal Rafinasi (GKR) untuk industri diasumsikan tumbuh sebesar 5%
per tahun.
Seiring dengan peningkatan konsumsi gula baik GKR maupun gula rafinasi,
Kementerian Perindustrian telah melaksanakan program revitalisasi industri
gula sejak tahun 2010.
2) Permasalahan
a) Pabrik Gula (PG) yang berada di Pulau Jawa, relatif berumur teknis
sudah tua, sehingga efisiensi pabrik relatif rendah dibandingkan PG baru;
b) Kemampuan PG untuk melakukan restrukturisasi mesin dan peralatan
terkendala oleh terbatasnya kemampuan investasi;
c) Tidak dilaksanakannya intensifikasi pertanian dengan baik sehingga
produktivitas lahan dan kadar gula dalam tebu relatif rendah;
d) Tidak tersedianya lahan yang diperlukan untuk ekstensifikasi perkebunan
tebu baru guna mendukung pembangunan PG baru, sehingga target
swasembada gula pada 2014 sulit akan tercapai;
e) Terbatasnya kemampuan pendanaan Pemerintah dibandingkan dengan
kebutuhan investasi untuk penggantian mesin/peralatan utama yang
diperlukan;
f) Kurangnya dukungan dari instansi terkait, antara lain terkait masalah
penyediaan lahan, dukungan riset (untuk penyediaan bibit unggul), dan
lain-lain;
g) Ancaman persaingan dengan produk impor, terutama Thailand melalui
AEC (ASEAN Economic Community) pada tahun 2015;
h) Pabrik gula rafinasi yang ada (8 pabrik) seluruhnya masih menggunakan
bahan baku (raw sugar) impor dan belum berproduksi secara optimal
(utilisasi kapasitas sekitar 77% pada tahun 2012).
3) Langkah-langkah Yang Telah Dilakukan
a) Program Restrukturisasi Mesin/Peralatan Pabrik Gula, baik melalui
bantuan keringanan pembiayaan mesin/peralatan dan bantuan langsung
mesin/peralatan;
b) Nilai investasi bantuan keringanan pembiayaan mesin/ peralatan dari
tahun 2010-2012 sebesar Rp. 115,81 milyar dan bantuan langsung
mesin/ peralatan sebesar Rp. 554,46 milyar;
c) Penyusunan kajian Business Plan Pembangunan Pabrik Gula Baru di 4
(empat) Wilayah (Kab. Merauke-Papua, Kab. Sambas-Kalbar, Kab.
Purbalingga-Jateng dan Kab. Konawe Selatan-Sultra);
d) Penyusunan kajian Daftar Komponen Mesin dan Peralatan Yang Dapat
Diproduksi di Dalam Negeri Untuk Mendukung Revitalisasi Pabrik Gula;
Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 40
e) Audit Teknologi PG Existing untuk memotret permasalahan yang
dihadapi oleh pabrik-pabrik gula secara tepat, agar program-program
revitalisasi dapat dilakukan secara efektif, efisien dan tepat sasaran;
f) Fasilitasi penyediaan lahan perkebunan tebu untuk gula baru.
4) Hasil-hasil Yang Dicapai Tahun 2004-2012
a) Terlaksananya audit teknologi PG eksisting, sehingga diketahui
perbaikan-perbaikan yang harus dilakukan, baik on-farm maupun off-
farm;
b) Pelaksanaan Konsultasi dan Bimbingan Sistem Manajemen Mutu (SMM)
ISO 9001:2008 yang diberikan kepada 16 PG terpilih dalam rangka
penerapan SNI GKP yang rencananya akan diberlakukan wajib pada
tahun 2013;
c) Meningkatnya jumlah pabrik gula rafinasi dari 2 unit usaha di tahun 2003
menjadi 8 unit usaha pada tahun 2008;
d) Meningkatnya jumlah produksi GKR dari sebesar 722.000 ton pada tahun
2005 menjadi sebesar 2,74 juta ton pada tahun 2012;
e) Meningkatnya kapasitas giling terpasang sebesar 11,78% dibanding
kapasitas tahun 2010;
f) Meningkatnya rendemen PG BUMN yang rata-rata pada tahun 2010
sebesar 5,93%, meningkat menjadi 7,75% pada 2012 (naik 16,19%).
g) Meningkatnya efisiensi PG BUMN dilihat dari Overall Recovery (OR)
yang pada tahun 2010 rata-rata sebesar 62,73% meningkat menjadi
79,66% pada tahun 2012.
d. Industri Furniture
1) Gambaran Umum
Indonesia merupakan salah satu negara yang sangat kaya akan sumber
daya hutan. Hutan tropis yang dimiliki Indonesia menghasilkan bahan baku
yang tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan negara lain. Indonesia
memiliki kawasan hutan tropis seluas 133,84 juta hektar (Data Strategis
Kehutanan, 2009), terbesar ketiga di dunia setelah Brasil dan Zaire.
Pertumbuhan barang kayu & hasil hutan lainnya dari tahun 2004-2012
hampir selalu negatif, hanya tumbuh positif pada tahun 2008 dan 2011.
Ekspor furniture dan kerajinan rotan (keranjang, tikar, dan kerajinan lainnya)
mulai meningkat pada tahun 2006-2007 sebagai akibat positif dari kebijakan
tidak diperbolehkannya ekspor rotan WS pada periode sebelum tahun 2005.
Pada tahun 2008-2011, nilai ekspor furniture dan kerajinan rotan mengalami
penurunan yang cukup signifikan, sebagai dampak dibukanya ekspor bahan
baku sejak tahun 2005. Oleh karena itu pada tahun 2011 telah diterbitkan
kebijakan Larangan Ekspor Rotan dalam bentuk bahan baku. Kebijakan ini
bertujuan untuk mendorong dan mengembangkan industri pengolahan rotan
di dalam negeri, sehingga akan meningkatkan nilai tambahnya.
Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 41
2) Permasalahan
a) Makin terbatasnya pasokan bahan baku kayu terhadap industri furniture
di dalam negeri;
b) Masih adanya praktek illegal logging dan iIlegal trade;
c) Masih terbatasnya kemampuan desain dan finishing produk. Sebagian
besar desain ditentukan secara job order (desain ditentukan oleh buyer);
d) Produktivitas dan tingkat efisiensi industri furniture nasional relatif lebih
rendah dibandingkan dengan negara-negara pesaing, seperti China dan
Vietnam;
e) Adanya hambatan tarif dan non-tarif seperti: The US Lacey Act, REACH,
tuntutan sertifikasi ekolabel, dan lain-lain, di beberapa negara tujuan
ekspor utama;
f) Munculnya pesaing-pesaing baru yang potensial, seperti Malaysia, China
dan Vietnam yang kemungkinan sebagian bahan bakunya diperoleh
secara illegal dari Indonesia.
3) Langkah-langkah Yang Telah Dilakukan
a) Pendirian unit pelayanan teknis di sentra produksi dan sentra bahan baku
rotan, pengembangan SDM termasuk pelatihan, magang dan studi
banding dalam rangka peningkatan kualitas dan produktivitas;
b) Untuk mendukung pengembangan klaster industri furniture, pada tahun
2006 telah dibentuk Forum Komunikasi Industri Furniture;
c) Meningkatkan penggunaan produk rotan di kantor pemerintah dan
BUMN, serta penggunaan meja/bangku di sekolah-sekolah;
d) Pengembangan pasar dengan mengikuti promosi yang bertaraf
internasioal baik di dalam maupun di luar negeri;
e) Sosialisasi penerapan Sertifikasi Legalitas Kayu/SVLK pada industri
furniture kayu;
f) Menyusun standar SNI produk furniture;
g) Mengoptimalkan Pusat Desain Furniture Kayu di Jepara dan Rotan di
Cirebon dalam rangka menciptakan desain baru yang bercirikan budaya
lokal;
h) Menyelenggarakan lomba desain furniture yang bertaraf nasional dan
pemberian penghargaan serta workshop pengembangan desain.
4) Hasil-hasil Yang Dicapai Tahun 2004-2012
a) Telah didirikan Pusat Inovasi Rotan untuk melakukan diversifikasi
pemanfaatan bahan baku rotan;
b) Telah dibuka Klinik desain furniture rotan di Cirebon dan Klinik desain
furniture kayu di Jepara;
c) Pelarangan ekspor bahan baku rotan dan penataan industri rotan,
berdasarkan paket kebijakan antar-kementerian: Permendag No.35/M-
DAG/PER/11/2011 tentang Ketentuan Ekspor Rotan dan Produk Rotan,
Permendag No.36/M-DAG/PER/11/2011 tentang Pengangkutan Rotan
Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 42
Antar Pulau, Permenperin No.90/M-IND/PER/11/2011 tentang Peta
Panduan Pengembangan Klaster Industri Furnitur Tahun 2012-2016, dan
Permenhut No. SK-24/MENHUT-VI/2012 tentang Penetapan Jatah
Produksi Rotan Lestari Secara Nasional Periode Tahun 2012.
d) Meningkatnya ekspor produk furniture rotan pada tahun 2012 mencapai
USD 151 juta dibandingkan tahun 2011 yang mencapai USD 128 juta;
e) Telah dibangun Pusat Pengembangan Industri Pengolahan Rotan
dengan bekerjasama dengan Pemda Katingan, Pemda Palu, Pemda
Barito Timur dan Pemda Pidie;
f) Telah dibangun sekolah kejuruan bidang rotan melalui kerjasama dengan
Pemda Palu dan Pemda Katingan;
g) Telah difasilitasi pameran furniture rotan baik di dalam maupun di luar
negeri.
h) Terselenggaranya Diklat Peningkatan Kompetensi SDM Bidang Desain
dan Bidang Teknik Produksi Furniture Rotan di daerah sumber bahan
baku, serta pelatihan Mutu dan Craftmenship Building Furniture Rotan di
daerah sentra industri;
i) Peningkatan penggunaan meja-kursi rotan untuk sekolah-sekolah
dengan memanfaatkan dana CSR dari BUMN/Swasta;
j) Pendampingan kepada perusahan di bidang furniture kayu untuk
memenuhi Standar Legalitas Bahan Baku Kayu.
e. Industri Kertas
1) Gambaran Umum
Industri pulp dan kertas (IPK) merupakan industri unggulan nasional yang
terus berkembang sejalan dengan perkembangan teknologi proses, tingkat
pendidikan dan ketersediaan bahan baku kertas (pulp dan kertas bekas),
yang telah terbukti memiliki daya saing tinggi.
Pada saat ini di Indonesia beroperasi 12 industri pulp dan 79 industri kertas
dengan kapasitas terpasang masing-masing 7,9 juta ton/tahun pulp dan
12,99 juta ton/ tahun kertas.
Pertumbuhan industri kertas dan barang cetakan dari tahun 2004-2012
cenderung fluktuatif dan pada tahun 2012 industri kertas tumbuh negatif
karena harga jual kertas turun. Harga kertas turun akibat krisis ekonomi
dunia yang melanda Amerika Serikat (AS) dan Eropa. Kebutuhan kertas
dunia diperkirakan akan tumbuh rata-rata sebesar 2,1% per tahun. Saat ini
kebutuhan kertas dunia diperkirakan sekitar 394 juta ton, dan akan
meningkat menjadi sekitar 490 juta ton pada tahun 2020.
2) Permasalahan
a) Hutan Tanaman Industri (HTI) belum sepenuhnya mampu memasok
seluruh kebutuhan bahan baku industri pulp;
b) Tingkat produktivitas sebagian industri pulp dan kertas masih rendah;
Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 43
c) Masih terbatasnya penguasaan teknologi di bidang industri pulp dan
kertas, terutama di bidang rancang bangun dan perekayasaan
permesinan industri pulp dan kertas;
d) Masih banyaknya industri kertas yang kapasitasnya relatif kecil
(<100.000 ton/th) dan menggunakan teknologi yang konvensional
sehingga sulit bersaing dengan industri serupa yang kapasitasnya besar
dan menggunakan teknologi modern;
e) Adanya hambatan tarif dan non-tarif, seperti The US Lacey Act, REACH,
tuntutan sertifikasi ekolabel, dan lain-lain, di beberapa negara tujuan
ekspor utama.
f) Adanya tuduhan dumping di negara tujuan ekspor yang memproduksi
produk sejenis;
g) Meningkatnya harga kertas bekas yang selama ini masih diimpor untuk
memenuhi kebutuhan baku industri kertas di dalam negeri.
3) Langkah-langkah Yang Telah Dilakukan
a) Memfasilitasi pengembangan klaster industri pulp dan kertas di Jawa
Barat melalui pembentukan Working Group;
b) Memfasilitasi dilakukan kerjasama pengembangan kemitraan usaha dan
jaringan kerja industri kertas dengan industri barang-barang dari kertas
(publikasi, percetakan, industri grafika lainnya);
c) Menarik investasi baru di sektor Industri pulp dan kertas;
d) Mendorong pengembangan industri pulp yang terpadu dengan Hutan
Tanaman Industri (HTI), terutama di arahkan kawasan timur Indonesia
dengan pola pendekatan klaster;
e) Peningkatan pemanfaatan bahan baku non kayu dan peningkatan
efisiensi produksi;
f) Meningkatkan peran perguruan tinggi dan lembaga R&D untuk
mendukung pengembangan industri pulp dan kertas;
g) Membantu penyelesaian masalah perlakuan dagang tidak sehat (unfair
trade) melalui lembaga internasional;
h) Insentif perpajakan berupa Tax Allowance dan Tax Holiday untuk industri
pulp dan kertas di daerah tertentu guna mempercepat pembangunan
industri pulp dan kertas.
4) Hasil-hasil Yang Dicapai Tahun 2004-2012
a) Telah dibentuk Tim Klaster Industri Pulp dan Kertas di Jawa Barat dalam
memfasilitasi permasalahan yang dihadapi pada industri pulp dan kertas,
antara lain yang terkait dengan bahan baku, produksi dan pemasaran
hasil;
b) Telah disusun Petunjuk Teknis Penanganan Limbah Padat pada Industri
Kertas, setelah diterbitkannya SK Menteri tentang Penanganan Limbah
Padat pada Industri Kertas;
Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 44
c) Telah disusun buku pedoman teknis mengenai carbon footprint dan
mengenai disgetasi anaerobic limbah padat industri pulp dan kertas
untuk produk biogas sebagai energi alternatif;
d) Perusahaan pulp dan kertas telah banyak mengaplikasikan buku
pedoman teknis sehingga banyak perusahaan yang telah mendapat nilai
PROPER (Program Peningkatan Kinerja Perusahaan) yang dikeluarkan
Kementerian Lingkungan Hidup;
e) Telah dilaksanakan pendampingan kepada industri pulp dan kertas untuk
memenuhi Standar Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK);
f) Telah disusun dan Revisi Standar Nasional Indonesia untuk produk Pulp
dan Kertas;
g) Telah disusun Rancangan Standar Kompetensi SDM Industri IPK
sebagai syarat pelaksanaan dan penerapan sertifikasi profesi.
3. Program Penumbuhan Industri Unggulan Berbasis Teknologi Tinggi
a. Industri Alat Transportasi Darat (Otomotif)
1) Gambaran Umum
Industri Otomotif merupakan salah satu industri yang menjadi prioritas untuk
dikembangkan di Indonesia. Cabang industri ini tumbuh dengan sangat
pesat, memberikan kontribusi terhadap penyerapan tenaga kerja yang cukup
signifikan baik di sektor Hulu (Industri Komponen) maupun di sektor Hilir
(Service dan perbengkelan), kontribusi terhadap pertumbuhan industri
pengolahan non-migas, dan kontribusi terhadap ekspor nasional. Struktur
industri otomotif di Indonesia semakin kuat dan kokoh, karena didukung oleh
industri komponen, pemasaran, dan aftersales services. Struktur industri
KBM R-4 dan KBM R-2 dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Gambar 1. Struktur Industri KBM Roda 4
Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 45
Gambar 2. Struktur Industri KBM Roda-2
2) Permasalahan
a) Ketergantungan teknologi proses dan teknologi produk yang masih tinggi
kepada prinsipal atau pemilik teknologi di luar negeri
b) Ketergantungan bahan baku/komponen impor terutama alat transmisi
dan mesin masih tinggi
c) Infrastruktur teknologi pendukung (sertifikasi, laboratorium uji komponen,
dll) masih belum memadai
d) Lemahnya hubungan antara lembaga Litbang dengan Perusahaan
Industri
e) Tuntutan pasar semakin meningkat terutama yang berkaitan dengan
aspek keselamatan dan lingkungan
3) Langkah-langkah Yang Telah Dilakukan
a) Membangun pusat R&D pengembangan kendaraan bermotor dan
komponennya
b) Meningkatkan kerjasama industri otomotif, industri bahan baku dan
perguruan tinggi
c) Meningkatkan kemampuan lembaga-lembaga uji yang bertaraf
internasional dengan memberikan bantuan peralatan uji
d) Meningkatkan kerjasama industri dengan industri kendaraan bermotor
utama di dunia
e) Memanfaatkan jaringan pemasaran global bagi produk komponen
kendaraan bermotor
f) Melakukan akselerasi peningkatan kapasitas produksi dengan
melakukan kegiatan pengembangan LCGC (Low Cost Green Car) dan
LCE (Low Carbon Emission)
Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 46
g) Melaksanakan direktif presiden yang menjadi prioritas nasional dalam
mendukung Pengembangan Kendaraan Angkutan Umum Murah dan
Program Konversi BBM ke BBG
4) Hasil-hasil Yang Dicapai
a) Perkembangan penjualan KBM Roda-4 dan Roda-2 seperti pada tabel
berikut ini.
Tabel 3.16 Perkembangan Penjualan Industri Otomotif Nasional
Tahun 2005-2012
NO Produk 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
1. KBM R-2 5.089.426 4.470.722 4.713.895 6.280.799 5.884.021 7.395.390 8.043.535 7.141.586
2. KBM R-4 533.917 318.904 433.341 603.774 483.548 764.710 894.164 1.116.230
b) Pada tahun 2012 jumlah tenaga kerja untuk industri KBM R-2 mencapai
1.861.600 orang dan untuk industri KBM R-4 mencapai 715.000 orang.
c) Pada tahun 2010-2012 terjadi peningkatan nilai investasi industri otomotif
dengan total sekitar Rp 162 triliun.
b. Industri Perkapalan
1) Gambaran Umum
Industri perkapalan atau galangan kapal merupakan industri masa depan
yang mempunyai prospek yang cerah. Saat ini terdapat sekitar 250
perusahaan industri perkapalan/galangan kapal yang mampu memproduksi
kapal baru dan memperbaiki/reparasi kapal, dimana sebagian besar baru
mampu membangun dan mereparasi kapal-kapal berukuran kecil atau
kurang dari 10.000 DWT.
Namun demikian, sudah ada industri galangan kapal dalam negeri yang
memiliki fasilitas produksi berupa dok gali (graving dock) dengan kapasitas
150.000 DWT yang dapat dipergunakan untuk membangun kapal baru
maupun untuk memperbaiki/reparasi kapal. Industri galangan kapal dalam
negeri telah mampu membangun kapal baru berbagai jenis, tipe dan ukuran
sampai dengan kapasitas 80.000 DWT.
2) Permasalahan
a) Regulasi mengenai perpajakan belum menguntungkan bagi industri
perkapalan sehingga mengurangi minat para investor untuk
menanamkan modalnya di Indonesia.
b) Ketimpangan regulasi bagi industri perkapalan di kawasan Batam dan di
luar Batam sehingga daya saing industri perkapalan di luar kawasan
Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 47
Batam rendah, mengingat tingginya biaya produksi terkait dengan
pengenaan PPN dalam pembangunan kapal baru.
c) Fasilitas produksi sebagian besar sudah berusia tua
d) Ketergantungan terhadap bahan baku dan komponen impor yang tinggi
e) Masih rendahnya kemampuan SDM teknologi dan desain kapal dalam
negeri
3) Langkah-langkah Yang Telah Dilakukan
a) Mengamankan dan mengoptimalkan pemanfaatan pasar dalam negeri
sebagai base load untuk pengembangan industri perkapalan.
b) Mengembangkan industri pendukung di dalam negeri (industri bahan
baku dan komponen kapal)
c) Pelaksanaan pelatihan dan sertifikasi guna peningkatan keterampilan
SDM perkapalan
d) Peningkatan penguasaan teknologi, rancang bangun dan perekayasaan
melalui pengembangan PDRKN (Pusat Desain dan Rekayasa Kapal
Nasional)
e) Mengembangkan Kawasan Khusus Industri Galangan Kapal untuk
menarik investor asing dan lokal
f) Perbaikan iklim usaha (pajak, suku bunga, tata niaga)
g) Mengembangkan standardisasi komponen kapal
h) Penyusunan standar kompetensi kerja untuk SDM industri perkapalan
i) Pelaksanaan promosi industri perkapalan nasional serta mendorong
kerjasama dengan luar negeri
4) Hasil-hasil Yang Dicapai
a) Terbentuknya klaster industri perkapalan di Surabaya dan sekitarnya
(KIKAS) dan klaster industri perkapalan di Jakarta dan sekitarnya
(KIKAJA), melalui kegiatan penguatan kelembagaan, organisasi dan
mobilisasi anggota.
b) Pembangunan Pusat Desain & Rekayasan Kapal Nasional (PDRKN) di
ITS Surabaya, yang telah berhasil dalam pembuatan desain kapal ikan
150 GT, kapal patroli 42 meter, kapal berbasis pantai, serta
pembangunan laboratorium uji life jacket.
c) Pembentukan Kawasan Industri, dengan penambahan investasi baru di
bidang industri pekapalan di Lamongan, Tanggamus, Jakarta dan
Banten.
d) Telah beroperasinya PT. Saipem Indonesia di Kepulauan Karimun
dimana nilai investasi sebesar USD 450 juta dan kapasitas produksi
mencapai 35.000 ton/tahun.
e) Kemampuan produksi galangan kapal nasional untuk bangunan baru
sampai 50.000 DWT dengan total kapasitas produksi pada tahun 2012
sebesar 900.000 DWT. Kemampuan galangan kapal nasional untuk
perbaikan sampai 150.000 DWT dengan total kapasitas reparasi kapal
pada tahun 2012 sebesar 12.000.000 DWT pertahun.
Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 48
f) Adanya order kapal Pertamina sebanyak 8 unit kapal dengan ukuran
3.500 DWT - 17.500 DWT kepada industri galangan kapal dalam negeri.
g) Terlaksananya bimtek standardisasi dan manejemen mutu untuk industri
komponen kapal sebagai industri pendukung, serta diklat dan sertifikasi
SDM perkapalan, untuk juru pengelasan kapal, operator coating/blasting,
pengelasan bawah air, dan pengelasan non-ferro, yang diikuti oleh 200-
300 orang peserta pertahun.
c. Industri Elektronika
1) Gambaran Umum
Industri Elektronika telah tumbuh dan berkembang dengan pesat di
Indonesia. Pada tahun 2011 terdapat sebanyak 248 perusahaan elektronika
dengan nilai investasi sebesar US$ 660,05 milyar dan menyerap tenaga
kerja sebanyak 202.794 orang. Selain itu, industri elektronika merupakan
salah satu industri yang memberikan kontribusi ekspor yang besar dimana
pada tahun 2012 nilai ekspor produk elektronika sebesar US$ 9,45 milyar.
Namun demikian, ketergantungan impor akan bahan baku dan komponen
masih sangat tinggi, sehingga pada tahun 2012 nilai impor elektronika
terutama untuk bahan baku dan komponen mencapai US$ 16,70 milyar.
Indonesia telah menjadi basis produksi bagi beberapa produk elektronika
global, di antaranya Panasonic Manufacturing Indonesia, Sharp, Samsung,
dan LG menjadikan Indonesia sebagai basis produksi untuk kulkas di
ASEAN. LG Indonesia telah menjadikan Indonesia basis produksi untuk
mengisi pasar Australia, Kuba dan Rusia.
2) Permasalahan
a) Ketergantungan bahan baku/komponen impor masih tinggi
b) Keterbatasan kemampuan laboratorium uji dalam rangka mendukug
penerapan standar wajib
c) Daya saing produk komponen tidak dapat bersaing dengan harga barang
sejenis dari China
d) Masuknya produk-produk impor dengan harga rendah dan mutu yang
tidak sesuai standar
e) Terjadi penurunan ekspor yang disebabkan antara lain menurunnya
permintaan TV CRT dan Krisis Eropa dan Amerika masih dirasakan
f) Sebagian besar industri elektronika dan komponen berlokasi di Kawasan
Berikat (KB) yang berorientasi 50% ekspor dan 50% pasar dalam negeri.
Dampak ketentuan PMK No. 147/2011 (dirubah menjadi PMK No.
255/2012 dan terakhir dirubah menjadi PMK No. 44/2012) antara lain
Rasio penjualan ekspor dan Domestic menjadi 75% dan 25%
(sebelumnya masing-masing 50%) dan adanya tambahan birokrasi
Pengurusan Izin Pemasukan Suku Cadang dan peralatan pabrik yang
harus melalui Kantor Wilayah dengan rekomendasi dari KPPBC (semula
selesai dalam 4 hari kerja menjadi 21 hari kerja).
Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 49
g) Keterbatasan pasokan dan kenaikan harga Gas sebesar 55% (kebutuhan
gas untuk industri Elektronika 56,66 Juta M3/tahun)
h) Konsistensi penerapan SNI Wajib dalam kerangka perlindungan industri
dalam negeri
3) Langkah-langkah Yang Telah Dilakukan
a) Pembentukan klaster pompa air di Jawa Barat dan klaster lampu hemat
energi (LHE) di Jawa Timur, serta pembentukan tim Asistensi, steering
committe dan working group, di kedua klaster tersebut.
b) Pemberian bantuan peralatan mould and dies kepada Industri Kecil dan
Menengah di Ceper, Klaten.
c) Pemberian bantuan peralatan laboratorium uji komponen elektronika
kepada Politeknik Batam.
d) Pemberian bantuan peralatan laboratorium uji aging lampu hemat energi
kepada Baristand Surabaya Jawa Timur.
e) Pemberian bantuan peralatan laboratorium uji audio video kepada Balai
Besar Bahan dan Barang Teknik Bandung.
f) Implementasi Harmonisasi Tata cara Pengaturan Peralatan Listrik dan
Elektronia di ASEAN pada tahun 2011
g) Peningkatan kemampuan SDM industri yang dilaksanakan di dalam
negeri dan luar negeri
h) Perluasan Pasar Tujuan Ekspor dengan memanfaatkan berbagai
kerjasama di tingkat bilateral, regional, maupun multilateral, dan
meningkatkan promosi ke negara Timur Tengah, Asia Selatan, serta
negara-negara ASEAN (Myanmar, Laos, Kamboja)
i) Pemberlakuan dan penerapan SNI Wajib dalam kerangka perlindungan
konsumen dan industri dalam negeri secara konsisten
4) Hasil-hasil Yang Dicapai
a) Telah terbentuk klaster LHE di Surabaya, yang pengembangannya
difokuskan untuk memenuhi kebutuhan LHE di dalam negeri yang
meningkat rata-rata 20% per tahun. Pada tahun 2007 kebutuhan LHE
dalam negeri sebesar 100 juta unit dan pada tahun 2012 diproyeksikan
menjadi 240 juta unit.
b) Telah ditetapkan dan diberlakukan 3 (tiga) SNI produk elektronika
menjadi SNI wajib, yaitu:
(1) audio video (TV-CRT) SNI 04-6253-2003,
(2) setrika listrik SNI 04-6292.2.2-2003,
(3) dan pompa air SNI 04.6292.2 41-2003.
c) Telah diberlakukan SNI untuk Lampu CFL (Lampu Hemat Energi),
Baterai Primer, Pompa Air, TV CRT, Setrika listrik. Sedangkan untuk
produk Lemari Es, Pendingin Ruangan (AC), dan Mesin Cuci sudah
notifikasi WTO untuk diberlakukan secara wajib.
d) Ekspor produk industri elektronika telah mengalami peningkatan pada
periode tahun 2004-2012, yaitu US$ 7,14 milyar pada tahun 2004
Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 50
menjadi US$ 9,45 milyar pada tahun 2012, dengan negara tujuan ekspor
utama antara lain: Singapura, Jepang, Amerika, Hongkong, China,
Jerman, Belgia dan Korea Selatan.
d. Industri Permesinan
1) Gambaran Umum
Industri Permesinan memiliki peran penting untuk mendorong
pengembangan industri nasional, khususnya dalam menyediakan barang
modal bagi industri. Industri permesinan dalam negeri belum dapat
memenuhi kebutuhan mesin peralatan dalam berbagai sektor industri dalam
negeri. Akibatnya, ketergantungan impor mesin peralatan meningkat setiap
tahunnya. Pada tahun 2004, impor produk Industri Besi Baja, Mesin-mesin
dan Otomotif adalah sebesar US$ 13,62 milyar, sedangkan pada tahun 2012
menjadi US$ 62,61 milyar, atau meningkat sebesar 360%.
2) Permasalahan
a) Ketergantungan pada principal luar negeri terhadap produk industri
mesin peralatan umum khususnya di bidang desain produk dan teknologi
proses untuk produk tertentu;
b) Industri pendukung belum berkembang secara optimal;
c) Ketergantungan bahan baku impor (baja dan non ferro) dengan
spesifikasi khusus;
d) Adanya distorsi pasar dalam negeri dari produk impor dengan kualitas
dan harga yang tidak sesuai standar serta harga normal;
e) Akses pasar domestik masih dipengaruhi oleh pihak-pihak yang lebih
mementingkan produk impor.
3) Langkah-langkah Yang Telah Dilakukan
a) Pengembangan dan penguasaan rancang bangun dan perekayasaan
dalam pembuatan mesin/peralatan untuk pertanian, pabrik gula, pabrik
pupuk, pabrik kelapa sawit, dll.
b) Peningkatan kemampuan industri mesin dalam mendukung peran
industri jasa EPC nasional.
c) Memanfaatkan pasar dalam negeri sebagai basis pengembangan dan
peningkatan utilisasi kapasitas produksi.
d) Mendorong peningkatan penggunaan produksi dalam negeri dalam
program percepatan pembangunan industri pada perluasan dan
pembangunan pabrik baru milik BUMN, misalnya: pabrik pupuk, pabrik
gula, dan pabrik minyak sawit .
e) Mendukung penyediaan infrastruktur lembaga uji untuk penerapan SNI
wajib untuk kelompok komoditi meter air, motor diesel dan rol karet
gilingan padi.
f) Melakukan negosiasi dengan pemilik teknologi di Jepang, Korea dan
Taiwan untuk mendorong dilakukannya investasi pada sektor industri
Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 51
permesinan melalui usaha patungan PMA dan atau PMDN seperti
industri mesin tekstil, mesin perkakas, mesin jahit dan alat berat.
g) Pembangunan Pusat Pengembangan Teknologi Mesin Perkakas dan
Alat Kesehatan;
4) Hasil-hasil Yang Dicapai
a) Industri Permesinan dalam negeri telah mampu memproduksi mesin
peralatan untuk pembangunan pabrik gula dengan nilai TKDN mencapai
74,59%.
b) Telah dikembangkan reverse engineering turbin mulai 450 HP dan
sedang dikembangkan sampai dengan 7 (tujuh) MW melalui kolaborasi
antara akademisi, pemerintah dan pelaku usaha.
c) Telah mampu diproduksinya turbin dan pompa air untuk PLTU 100 MW,
trafo 500 kV, Gas Insulated Switchgear (GIS) 500 kV di dalam negeri.
d) Telah diberikan bantuan mesin/peralatan ke Pusat Pengembangan
Teknologi Industri Mesin Perkakas dan Alat Kesehatan;
e) Pengembangan kelembagaan (Alsintan Center) di daerah-daerah
potensial pertanian di Sumbar, Kallbar, Kaltim dan Nusa Tenggara Barat.
f) Penambahan investasi baru di bidang industri permesinan antara lain: PT
Caterpillar Indonesia yang memproduksi alat berat (dump truck) di Pulau
Batam dengan investasi sebesar USD 165 juta, PK Manufacturing yang
memproduksi komponen alat berat di Karawang dengan investasi
sebesar USD 21 juta, dan PT Hitachi Manufacturing yang memproduksi
komponen alat berat di Karawang dengan investasi sebesar USD 10 juta.
g) Meningkatnya penggunaan produksi dalam negeri dalam pembangunan
infrastruktur ketenagalistrikan, yang ditandai oleh peningkatan nilai TKDN
pada Program 10.000 MW Tahap I dan II sebagai berikut.
Tabel 3.17 Perkembangan Nilai TKDN Komponen Infrastruktur Ketenagalistrikan
Tahun 2009-2012
Komponen/TKDN 2009 2010 2012
Pembangkit Listrik (%) 6,08 12,36 19,07
Jaringan Transmisi (%) 0 18,53 40,46
Gardu Induk (%) 0 4,29 20,48
h) Peningkatan kompetensi SDM industri permesinan sektor pengelasan,
metalworking, pengecoran dan alat/mesin pertanian melalui pelatihan
dan bimbingan teknis.
i) Peningkatan akses pasar dalam dan luar negeri melalui pameran, serta
mempromosikan potensi investasi di Indonesia, khususnya sektor industri
permesinan;
Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 52
e. Industri Telematika
1) Gambaran Umum
Industri telematika merupakan industri andalan masa depan berbasis
teknologi tinggi dan kreativitas serta inovasi sumber daya manusia. Industri
telematika mempunyai potensi untuk dikembangkan karena Indonesia
mempunyai banyak perguruan tinggi yang berbasis teknologi telematika
yang dapat menghasilkan SDM yang berkualitas. Pengembangan industri
telematika akan dapat melahirkan wirausaha baru yang berkualitas dan
memberikan kontribusi dalam mendukung pengembangan industri
telematika.
Dalam neraca perdagangan industri telematika masih terlihat adanya
ketergantungan yang tinggi akan produk impor. Namun demikian, potensi
pasar dalam negeri yang besar telah menjadikan Indonesia sebagai basis
produksi untuk pasar regional/global untuk produk telematika tertentu.
Saat ini telah dilakukan pengembangan Regional IT Center of Excellence
(RICE) di 10 kota, yaitu: Jakarta, Bogor, Cimahi, Bandung, Surabaya,
Denpasar, Manado, Makassar, Balikpapan dan Medan. Selain itu, juga telah
dikembangkan Incubator Business Center (IBC) di 3 (tiga) kota, yaitu Solo,
Depok dan Salatiga.
2) Permasalahan
a) Keterbatasan insentif dan fasilitas fiskal bagi investor yang akan
mengembangkan industri perangkat lunak, animasi dan konten
multimedia
b) Keterbatasan dukungan untuk mendapatkan pinjaman/modal kerja dari
lembaga keuangan
c) Keterbatasan jaringan internet pita lebar melalui fiber optik
d) Masih terbatasnya fasilitas inkubator dan wirausaha
3) Langkah-langkah Yang Telah Dilakukan
a) Telah difasilitasi pembentukan klaster industri telematika di Cimahi.
b) Telah dibentuk Regional IT Center of Excellence (RICE) di 10 kota yaitu:
Jakarta, Bogor, Cimahi, Bandung, Surabaya, Denpasar, Manado,
Makassar, Balikpapan dan Medan.
c) Telah dibentuk Incubator Business Center (IBC) di 3 (tiga) kota, yaitu
Solo, Depok dan Salatiga.
d) Peningkatan kemampuan SDM dan Teknologi melalui penguatan dan
peningkatan kemampuan pengembangan produk, penyusunan
kompetensi SDM industri telematika, serta pelatihan SDM industri dalam
bidang animasi, game dan software sebanyak 350 orang di dalam negeri
dan luar negeri.
e) Fasilitasi Pameran dalam dan luar negeri.
Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 53
4) Hasil-hasil Yang Dicapai
a) Telah tumbuh sentra-sentra industri telematika dan pusat inkubasi
telematika regional. Investasi industri telematika Indonesia sampai tahun
2011 telah mencapai Rp. 35 Triliun.
b) Meningkatnya ekspor produk telematika pada tahun 2009-2012, dimana
pada tahun 2009 sebesar US$ 2,69 miliar dan pada tahun 2012 sebesar
US$ 3,31 miliar, atau meningkat sebesar 22,42%.
4. Pengembangan Industri Kecil dan Menengah (IKM)
a. Pengembangan IKM Melalui Pendekatan Klaster
1) Gambaran Umum
Berdasarkan Perpres No. 28 tahun 2008 tentang Kebijakan Industri
Nasional, terdapat 7 (tujuh) klaster Industri Kecil dan Menengah (IKM), yaitu:
(1) Makanan ringan, (2) Garam, (3) Minyak atsiri, (4) Batu mulia dan
perhiasan, (5) Gerabah/keramik hias, (6) Kerajinan & barang seni, dan (7)
Fesyen. Sejak tahun 2005 hingga 2010, telah dilakukan kegiatan/tahapan
pengembangan klaster IKM mulai dari kegiatan diagnosis dan sosialisasi
hingga kolaborasi dan implementasi serta monitoring & evaluasi klaster IKM.
Di samping ketujuh klaster IKM di atas, Kemenperin juga melakukan
pembinaan klaster industri kreatif, yaitu perangkat lunak & konten
multimedia, fesyen serta kerajinan & barang seni. Pada tahun 2012, jumlah
unit usaha IKM adalah 3,8 juta unit dengan tenaga kerja sebanyak 8,2 juta
orang dan ekspor IKM kreatif mencapai US$ 7 milyar.
2) Permasalahan
a) Kurangnya modal kerja dan terbatasnya akses ke sumber pendanaan;
b) Kurangnya pasokan bahan baku, khususnya untuk IKM kerajinan, serta
masih minimnya penggunaan teknologi pada proses produksi, sehingga
kurang effisien;
c) Masih terbatasnya jaringan pemasaran dan manajemen usaha;
d) Belum sinkronnya pembagian tugas antara pusat dan daerah, khususnya
dalam pengembangan IKM melalui pendekatan klaster.
3) Langkah-langkah Yang Telah Dilakukan
a) Pembinaan dan pengembangan IKM dengan pendekatan klaster yang
berkesinambungan di sejumlah lokasi berdasarkan komoditi unggulan;
b) Sosialisasi hasil diagnosis kepada semua stakeholders;
c) Mendorong kolaborasi dan kemitraan antara pengusaha IKM dengan
industri besar;
Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 54
d) Mendorong peningkatan Kompetensi SDM, Peningkatan Teknologi dan
Standardisasi, Fasilitasi Kelembagaan dan Kemitraan, Kebijakan Iklim
Usaha yang Kondusif, dan Promosi/Pemasaran.
4) Hasil-hasil Yang Dicapai Tahun 2004-2012
a) Klaster IKM Minyak Atsiri
(1) Selama periode tahun 2005-2012, telah dilaksanakan penguatan/
pengembangan Klaster IKM Minyak Atsiri pada 14 lokasi di 7 provinsi
yaitu Kota Padang, Kab. Garut, Kab. Kuningan, Kab. Boyolali, Kab.
Pemalang, Kab. Banyumas, Kab. Blitar, Kab. Purbalingga, Kab.
Kolaka Utara, Kab. Mamuju Utara, Kota Banda Aceh, Kab. Aceh
Besar, Kab. Solok, dan Kab Sumedang;
(2) Pengembangan klaster minyak atsiri tersebut meliputi: pengadaan
peralatan mesin penyulingan minyak atsiri, pelatihan prosedure
ekspor komoditi minyak atsiri, pelatihan GMP, pendampingan tenaga
ahli, partisipasi konferensi internasional minyak atsiri;
(3) Tersusunnya kajian Kelayakan Pendirian Indonesia Essential Oil
Service Center (IEOSC).
b) Klaster IKM Gerabah Dan Keramik Hias
(1) Selama periode tahun 2005-2012, telah dilaksanakan penguatan
Klaster IKM Gerabah dan Keramik Hias pada 3 lokasi kab/kota di 3
provinsi yaitu Kab. Purwakarta, Kab. Bantul dan Kab. Lombok Barat;
(2) Pengembangan klaster gerabah dan keramik hias tersebut meliputi:
pelatihan teknik produksi dan desain, pengembangan diversifikasi
pembuatan kemasan, fasilitasi akses ke sumber pendanaandan
bahan baku.
c) Klaster IKM Batu Mulia dan Perhiasan
(1) Selama periode tahun 2005-2012, telah dilaksanakan penguatan
Klaster IKM Batu Mulia dan Perhiasan dilakukan pada 13 lokasi
kab/kota di 11 provinsi yaitu Kota Gede, Kab. Gianyar, Kab.
Lumajang, Kota Jayapura, Kab. Lombok Barat, Kab. Wonogiri, Kab.
Sukabumi, Kab. Bandung, Kab. Banjar, Kab. Belitung, Kota
Denpasar, Kab. Lombok Tengah, Kab. Halmahera Selatan;
(2) Pengembangan klaster batu mulia dan perhiasan tersebut meliputi:
pelatihan casting perhiasan, pelatihan teknik produksi dan desain
batu mulia, fasilitasi akses ke sumber bahan baku, pendampingan
tenaga ahli desain dan pemasaran.
d) Klaster IKM Kerajinan dan Barang Seni
(1) Selama periode tahun 2005-2012, telah dilaksanakan
penguatan/Pengembangan Klaster IKM Batu Mulia dan Perhiasan
dilakukan pada 15 lokasi kab/kota di 12 provinsi yaitu Kab. Aceh
Besar, Kota Banda Aceh, Kota Palangkaraya, Kab. Kebumen, Kab.
Bantul, Kab. Lamongan, Kab. Kudus, Kab. Pekalongan, Kab,
Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 55
Pasuruan, Kab. Gianyar, Kota Bukit tinggi, Kab. Lombok Tengah,
Kab. Tasikmalaya, Kota Jayapura, Kab. Hulu Sungai Selatan;
(2) Pengembangan klaster kerajinan dan barang seni tersebut meliputi:
pelatihan teknik desain dan diversifikasi produk, pelatihan desain
border, bantuan bahan baku terhadap 29 KUB Bordir; dampingan
Tenaga Ahli Desain dan Pemasaran dan Promosi dan Pemasaran;
dampingan tenaga ahli desain dan pemasaran, fasilitasi pameran
dalam dan luar negeri.
e) Klaster IKM Makanan Ringan
(1) Selama periode tahun 2005-2012, telah dilaksanakan
penguatan/Pengembangan Klaster IKM Makanan Ringan pada 9
lokasi kab/kota di 5 provinsi yaitu Kota Pekanbaru, Kab. Bogor,
Kab. Majalengka, Kab. Sumedang, Kab. Ciamis, Kab. Magelang,
Kab. Sidoarjo, Kota Manado dan Kota Makassar;
(2) Pengembangan klaster makanan ringan tersebut meliputi: fasilitasi
penerapan GMP, fasilitasi akses ke sumber pendanaan,, pelatihan
peningkatan kulitas kemasan, fasilitasi HACCP/SNI.
f) Pengembangan Klaster IKM Garam Rakyat
(1) Selama periode tahun 2005-2012, telah dilaksanakan penguatan
Klaster IKM Garam Rakyat pada 4 lokasi kab/kota di 3 provinsi yaitu
Kab. Sampang, Kab. Rembang, Kab. Jeneponto dan Kab. Pati;
(2) Pengembangan klaster IKM garam rakyat tersebut meliputi:
pelatihan, bimbingan dan bantuan mesin peralatan pengolahan
garam rakyat/konsumsi.
g) Pengembangan Klaster IKM Fesyen
(1) Selama periode tahun 2005-2012, telah dilaksanakan penguatan
Klaster IKM Garam Rakyat pada 5 lokasi kab/kota di 5 provinsi
yaitu Kota Pontianak, Kab. Sambas, DKI Jakarta, Kab. Mataram,
Kab. Makasar dan Kab/Kota Bandung;
(2) Pengembangan klaster IKM fesyen tersebut meliputi: pelatihan
peningkatan mutu dan desain, fasilitasi pendaftaran motif batik dan
tenun, fasilitasi akses pasar melalui promosi dan pameran baik di
dalam maupun luar negeri, pelatihan teknologi produksi dan desain,
pendampingan tenaga ahli/desainer fesyen.
b. Pengembangan IKM Melalui Pendekatan One Village One Product (OVOP)
1) Gambaran Umum
Industri Kecil dan Menengah (IKM) menduduki posisi penting dan strategis
dalam tatanan perekonomian nasional, karena beberapa keunikannya,
seperti populasi unit usaha, penyebaran unit usahanya, jenis dan ragam
produknya serta menyerap banyak tenaga kerja (sekitar 78% dari
penyerapan tenaga kerja di sektor industri). Salah satu pendekatan
pengembangan IKM adalah melalui gerakan Satu Desa Satu Produk-OVOP,
Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 56
seperti tertuang pada Peraturan Menteri Perindustrian No.78/M-
IND/PER/9/2007 pada tanggal 28 September 2007 tentang Peningkatan
Efektivitas Pengembangan IKM Melalui Pendekatan Satu Desa Satu Produk
(One Village One Product - OVOP).
Dengan gerakan Satu Desa Satu Produk-OVOP di sentra, diharapkan akan
terjadi pengembangan peningkatan kesadaran masyarakat terhadap potensi,
kekayaan daerah. Hasil-hasil sumber daya alam ataupun produk budaya
lokal serta produk khas lokal yang telah dilakukan secara turun temurun
yang bisa digali dan dikembangkan untuk menghasilkan produk bernilai
tambah lebih tinggi sesuai tuntutan pasar dan permintaan produk yang
berdaya tarik tinggi.
2) Permasalahan
a) Beberapa daerah yang menjalankan Program OVOP masih
mendapatkan bahan baku berasal dari luar daerah.
b) Masih rendahnya penerapan teknologi modern dalam proses produksi,
termasuk inovasi dan diversifikasi produk.
3) Langkah-langkah Yang Telah Dilakukan
a) Program pendampingan di bidang manajemen, penerapan desain dan
teknologi produk;
b) Program pengembangan produksi melalui peningkatan penerapan
teknologi berproduksi;
c) Program standardisasi produk seperti penerapan SNI maupun standar
internasional lainnya (ISO9000, GMP & HACCP, CE-MARK);
d) Program pengembangan sarana penjualan melalui pengembangan jalur
promosi dan penjualan di pusat perbelanjaan, bandara, hotel,
keikutsertaan dalam pameran dan pengembangan website, selain itu
juga dilakukan promosi produk IKM melalui media elektronika;
e) Program akses pembiayaan dengan melaksanakan sosialisasi produk-
produkdan fasilitasi pembiayaan melalui lembaga perbankan dan
nonbank;
f) Program pengembangan SDM melalui pendidikan dan pelatihan dibidang
kewirausahaan, manajemen dan teknologi, serta penyediaan inkubator,
dan penyelenggaraan program magang/studi banding di dalam dan di
luar negeri.
4) Hasil-hasil Yang Dicapai Tahun 2004-2012
Terlaksananya pembinaan IKM melalui pendekatan OVOP di 127 sentra di
114 lokasi, dengan hasil antara lain:
a) Meningkatnya motivasi, inovasi, dan kreativitas dalam pengembangan
produk;
b) Meningkatnya kemampuan kemandirian usaha; dan
c) Meningkatnya pengetahuan dalam pemanfaatan sumber daya lokal.
Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 57
c. Penumbuhan dan Pengembangan Wirausaha Baru
1) Gambaran Umum
Salah satu masalah pokok yang dihadapi bangsa dan negara Indonesia
adalah masalah pengangguran. Pertambahan jumlah angkatan kerja dari
tahun ke tahun makin bertambah. Sementara pembangunan ekonomi yang
telah tercipta tidak sanggup menyediakan kesempatan kerja yang lebih cepat
daripada pertambahan penduduk. Menindaklanjuti hal tersebut, Kementerian
Perindustrian melaksanakan program penumbuhan dan pengembangan
wirausaha baru.
Pembinaan dan pengembangan IKM yang dilakukan melalui kewirausahaan
diharapkan akan membentuk masyarakat yang mandiri. Melalui
kewirausahaan, pada calon wirausaha baru dibimbing dan didorong untuk
meningkatkan kemampuannya dalam berwirausaha terutama melalui
peningkatan etos kerja, kreativitas dan inovasi, produktivitas, kemampuan
membuat keputusan dan mengambil risiko, serta kerjasama yang saling
menguntungkan dengan menerapkan etika bisnis.
2) Permasalahan
Masih kurang meratanya pertumbuhan industri di Jawa dan luar Jawa,
khususnya kawasan timur Indonesia.
3) Langkah-langkah Yang Telah Dilakukan
a) Bekerjasama dengan YDBA (Yayasan Dana Bhakti Astra) untuk
menumbuhkan wirausaha di bidang bengkel otomotif;
b) Melakukan pelatihan kewirausahaan kepada para Tenaga Penyuluh
Lapangan (TPL);
c) Melaksanakan program pengembangan incubator dengan bekerjasama
dengan Perguruan Tinggi untuk mendidik dan melatih mahasiswa atau
masyarakat umum menjadi wirausaha baru IKM;
d) Melakukan pelatihan kewirausahaan kepada para calon TKI;
e) Menyediakan bantuan mesin peralatan sederhana sebagai start awal
memulai usaha.
4) Hasil-hasil Yang Dicapai Tahun 2004-2012
a) Pada tahun 2005 2009 jumlah wirausaha baru IKM yang terlatih
sebanyak 1.760 orang;
b) Pada tahun 2010, Terbentuknya kelompok usaha bersama (KUB)
kerajinan anyaman, dimana peserta pelatihan telah membentuk 18
kelompok WUB IKM Kerajinan di 17 lokasi;
c) Pada tahun 2011, telah dibina 428 WUB di 24 lokasi di wilayah Sumtera
dan Kalimantan, 640 WUB di 27 kab/kota Pulau Jawa dan Bali, serta 450
WUB di 12 lokasi di kawasan Timur Indonesia.
Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 58
d) Pada tahun 2012, telah dibina 1064 WUB di wilayah Sumatera dan
Kalimantan, 335 WUB di wilayah Jawa dan Bali serta 623 WUB di
kawasan Timur Indonesia.
d. Restrukturisasi Permesinan IKM
1) Gambaran Umum
Dalam rangka meningkatkan daya saing industri nasional, Kementerian
Perindustrian melaksanakan program restrukturisasi mesin dan peralatan
industri kecil dan menengah. Hal ini dilakukan mengingat sebagian besar
IKM masih menggunakan mesin produksi yang relatif sederhana dan sudah
tua.
2) Permasalahan
a) Kondisi mesin/peralatan IKM yang masih sederhana dan sudah tua,
sehingga produktivitas dan kualitas produknya rendah;
b) Minimnya modal IKM untuk inventasi mesin/peralatan baru
c) Situasi persaingan di pasar dalam negeri yang semakin ketat, sehingga
dituntut efisiensi dan efektivitas produksi yang tinggi.
3) Langkah-langkah Yang Telah Dilakukan
a) Sejak tahun 2009, Kementerian Perindustrian telah melaksanakan
program Restrukturisasi Mesin/peralatan IKM, khususnya IKM TPT dan
alas kaki.
b) Melanjutkan program Restrukturisasi Mesin/peralatan IKM serta
menambah komoditinya, yaitu: TPT, KPK, Makanan Ringan, Kosmetika,
Jamu, Furniture dan Komponen.
4) Hasil-hasil Yang Dicapai Tahun 2004-2012
a) Jumlah IKM yang mengikuti program ini adalah sebanyak 20 IKM dengan
nilai bantuan sebesar Rp. 3,61 Miliar pada tahun 2009; 51 IKM dengan
nilai bantuan sebesar Rp. 8,90 Miliar pada tahun 2010, 45 IKM nilai
bantuan sebesar Rp. 8,8 Miliar pada tahun 2011 serta 106 IKM dengan
nilai bantuan sebesar Rp. 9,3 Miliar pada tahun 2012.
b) Dari total nilai bantuan yang telah terserap pada tahun 2009-2011
sebesar Rp. 12,51 Miliar telah berhasil menarik investasi sebesar
Rp. 175,81 Miliar.
Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 59
C. KINERJA PROGRAM PENDUKUNG PELAKSANAAN PROGRAM PRIORITAS TAHUN
2004-2012
1. Program Pengkajian Kebijakan, Iklim dan Mutu Industri
a. Standar Nasional Indonesia (SNI)
1) Gambaran Umum
Kebijakan pemberlakuan SNI secara wajib sangat diperlukan untuk
mendukung produk nasional dalam menghadapi era perdagangan bebas,
guna menjamin terciptanya perdagangan yang adil dan jujur serta
menunjang pertumbuhan produk nasional dan perlindungan masyarakat,
khususnya dalam hal keselamatan, keamanan, kesehatan dan fungsi
lingkungan hidup.
Kementerian Perindustrian telah Menetapkan Peraturan Nomor 86/M-
IND/PER/9/2009 tentang Standar Nasional Indonesia Bidang Industri,
dimana didalam Peraturan ini Menteri Perindustrian mengatur tentang
Perumusan dan Penerapan SNI, Pemberlakuan SNI Secara Wajib,
Penunjukan Lembaga Penilaian Kesesuaian (LPK), Pembinaan dan
Pengawasan SNI yang diberlakukan secara wajib serta sanksinya.
2) Permasalahan
a) Perumusan standar:
(1) Lamanya proses perumusan SNI mulai dari diusulkan oleh Panitia
teknis hingga penetapan SNI oleh BSN.
(2) Belum sinkronnya perumusan SNI yang dilakukan dengan kebutuhan
dunia industri.
(3) Terbatasnya jumlah konseptor dan editor perumusan SNI.
b) Penyiapan penerapan dan kerja sama standar:
(1) Internal: keterbatasan SDM yang kompeten di bidang standar,
pembahasan draft Peraturan Menteri yang memakan waktu yang
cukup lama dan kesiapan infrastruktur pendukungnya.
(2) Eksternal: ketidaksiapan pelaku industri dalam menerapakan SNI
secara wajib, kurangnya pemahaman terhadap standar dan biaya
SPPT SNI yang cukup memberatkan bagi industri terutama Industri
Kecil Menengah IKM.
c) Infrastruktur standar:
(1) Belum adanya peraturan dalam mengevaluasi LPK sebelum ditunjuk
oleh Menteri Perindustrian.
(2) Terbatasnya frekuensi pertemuan teknis LSPro dan Laboratorium
Uji.
Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 60
3) Langkah-langkah Yang Telah Dilakukan
a) Perumusan standar
(1) Mengadakan temu pengusaha dan menyediakan sistem yang
memungkinkan komunikasi secara langsung maupun tidak langsung,
(2) Melakukan kerjasama dengan lembaga standardisasi nasional
maupun internasional.
(3) Membuat sosialisasi ke daerah untuk mempromosikan proses dan
mekanisme perumusan SNI
(4) Melakukan proses pencepatan proses penetapan RSNI3 hasil rapat
konsensus dengan cara verifikasi bersama dengan BSN
(5) Melakukan peninjauan ulang terhadap SNI yang telah berusia diatas
5 (lima) tahun.
b) Penyiapan penerapan dan kerja sama standar
(1) Meningkatkan kemampuan SDM internal tentang standar dan
menyiapkan infrastruktur standar berupa bantuan perlatan
labotratorium pengujian produk SNI wajib.
(2) Mengirimkan SDM yang berkompeten dalam kerjasama standar
internasional
c) Infrastruktur standar
(1) Pemberlakuan SNI Wajib dan Pengembangan LSPro
(2) Pembinaan standardisasi melalui Pertemuan Teknis dan Evaluasi
Kemampuan Pengujian Dalam Rangka Penerapan SNI/ST Wajib
4) Hasil-hasil Yang Dicapai Tahun 2004-2012
a) Perumusan standar
Sejak dilakukannya perumusan standar pada tahun 2005 sampai 2012,
Kemenperin telah memfasilitasi penyusunan RSNI sebanyak 645 judul,
dengan jumlah SNI yang telah ditetapkan sebanyak 540 judul.
Tabel 3.18 Perkembangan Jumlah RSNI dan SNI Tahun 2005-2012
TAHUN
JUMLAH
JUDUL
RSNI
JUMLAH JUDUL SNI
YANG TELAH
DITETAPKAN
JUMLAH PT YANG
MELAKUKAN
PERUMUSAN RSNI
2005 35 55 7
2006 87 67 16
2007 86 15 14
2008 58 114 15
2009 110 14 16
2010 97 74 18
2011 64 163 17
2012 108 38 21
JUMLAH 645 540 124
Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 61
b) Penyiapan penerapan dan kerja sama standar
Penerapan standar dalam pemberlakuan SNI secara wajib terus
meningkatkan, dimana sampai dengan April 2013 adalah sebanyak 79
SNI. Selanjutnya perkembangan kerjasama standar internasional telah
menunjukkan bahwa harmonisasi standar dalam MRA, beberapa
labotarorium uji elektronik Indonesia (3 lab) telah listed di tingkat ASEAN.
Begitu juga halnya dengan mainan, 5 (lima) laboratorium uji Indonesia
telah listed di Amerika. Perkembangan pemberlakuan SNI wajib dapat
dilihat pada tabel berikut.
Tabel 3.19 Perkembangan Jumlah SNI Wajib Tahun 2010-2012
No Tahun Jumlah SNI Wajib Jumlah HS
1 2010 58 148
2 2011 73 210
3 2012 79 224
c) Infrastruktur standar
(1) Telah diterbitkannya Peraturan Kepala Badan Pengkajian Kebijakan
Iklim dan Mutu Industri Nomor 422/BPPI/6/2010 tentang Penunjukan,
Pengawasan, dan Pelaporan Kinerja Lembaga Penilaian
Kesesuaian.
(2) Hasil pertemuan antara Kementerian Perindustrian dengan
Kementerian Perdagangan pada akhir tahun 2011, bersepakat untuk
meningkatkan penerapan SNI/ST secara wajib, maka terbitlah daftar
53 SNI yang akan diberlakukan secara wajib untuk menjadi prioritas
utama.
(3) Terbentuknya Balai Sertifikasi Industri melalui persetujuan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi dalam
Surat Nomor B/2984/M.PAN/10 2012 tanggal 25 Oktober 2012 dan
Peraturan Menteri Perindustrian No 109/M-IND/PER/11/2012.
(4) Pada tahun 2004-2012, telah diberlakukan 85 SNI wajib yang
dinotifikasikan ke WTO, dengan rincian sebagai berikut:
Tabel 3.20 Perkembangan Jumlah SNI Wajib Yang Dinotifikasi ke WTO
Tahun 2004-2012
NO. KEGIATAN 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 JML
1
Pemberlakuan SNI
secara wajib yang
dinotifikasikan ke WTO
5 5 22 5 8 18 14 3 5 85
2
Metoda Pengambilan
Contoh
- - 2 3 3 3 6 2 3 22
Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 62
b. Penelitian dan Pengembangan (Litbang) dan Teknologi Industri
1) Gambaran Umum
Upaya pengembangan teknologi pada dasarnya tidak bisa lepas dari upaya
pengembangan Sumberdaya Manusia (SDM) dan kegiatan penelitian dan
pengembangan di lembaga-lembaga litbang seperti Balai Besar dan
Baristand di lingkungan Badan Penelitian dan Pengembangan Industri,
Kementerian Perindustrian, Perguruan Tinggi, dan Lembaga Litbang Swasta.
Permasalahan yang dihadapi saat ini adalah masih terbatasnya
pemanfaatan hasil litbang teknologi di lingkungan masyarakat industri, bila
dibandingkan jumlah litbang (riset) yang potensial untuk diterapkan. Hal
tersebut antara lain disebabkan oleh masih banyak dunia usaha yang masih
sangat tergantung dengan teknologi dari luar negeri dan masih terbatasnya
akses terhadap sumber-sumber informasi, teknologi dan pelayanan litbang
teknologi.
2) Permasalahan
a) Keterbatasan sumber daya litbang (SDM, sarana & prasarana litbang)
b) Minimnya hasil Litbang yang dapat dimanfaatkan oleh pelaku usaha,
karena umumnya masih dalam bentuk prototype atau uji coba, sehingga
menyebabkan kontribusi Litbang terhadap Pembangunan Ekonomi masih
kurang
c) Kerjasama atau Kolaborasi Litbang antar Lembaga Litbang Pemerintah,
Perguruan Tinggi dan Dunia Industri relatif masih rendah, jika
dibandingkan dengan negara lain
d) Masih banyak terdapat peneliti/perekayasa maupun pelaku industri yang
belum mengerti pentingnya HKI dan cara mendaftarkan HKI.
3) Langkah-langkah Yang Telah Dilakukan
a) Mempertajam fokus litbang industri yang berorientasi pada pemetaan
dan kebutuhan dunia usaha dengan road map yang jelas
b) Meningkatkan kapasitas dan kapabilitas litbang industri dengan
memperkuat sumber daya manusia, kelembagaan intermediasi dan
sarana litbang
c) Meningkatkan networking (jejaring) antara lembaga litbang nasional dan
internasional, serta memperkuat kompetensi inti balai-balai dan
memperkuat pemasaran bersama balai-balai
d) Menciptakan pusat-pusat inovasi industri dan pilot project di daerah-
daerah
e) Meningkatkan intensitas Komersialisasi Hasil Riset Teknologi
f) Meningkatkan kompetisi profesional penelitian terapan antar peneliti.
Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 63
4) Hasil-hasil Yang Dicapai Tahun 2004-2012
a) Sejak tahun 2005 hingga 2012, telah dipilih 48 hasil litbang unggulan
melalui unit litbang Balai Besar dan Baristand Industri yang diseleksi
berdasarkan penilaian aspek manfaat dan kelayakannya bila diterapkan
di IKM sehingga memiliki nilai jual yang lebih tinggi.
b) Telah dilaksanakan Kegiatan Rintisan Teknologi sejak tahun 2006 s/d
tahun 2012 dengan memberikan penghargaan Rintisan Teknologi
diberikan kepada 6 (enam) perusahaan setiap tahun. Penghargaan
Rintisan teknologi tersebut diserahkan langsung oleh Presiden di Istana
Negara.
c) Pemasyarakatan Hasil Riset Teknologi Industri, melalui keikutsertaan
pameran teknologi, di antaranya: Pameran Teknologi dalam rangka
memperingati Hari Kebangkitan Teknologi Nasional (Pameran Industri
Bahari Expo 2006, Pameran RITECH EXPO 2007 dan Pameran
RITECH Expo 2012), Pameran Gelar Teknologi Tepat Guna (TTG)
Nasional pada tahun 2005 sampai tahun 2012.
d) Telah difasilitasi pembiayaan untuk kegiatan litbang terapan, pada tahun
2010 sebanyak 20 litbang, tahun 2011 sebanyak 15 litbang, dan tahun
2012 sebanyak 16 litbang.
e) Telah dilaksanakan 3 (tiga) pilot project inovasi unggulan, yaitu: (1)
Pengembangan Kampas Rem Serat Pulp Kertas Untuk Kendaraan
Bermotor, (2) Pengembangan Produk Keramik Tahan Peluru yang
didukung dengan alat pilot project produk keramik tahan peluru, dan (3)
Peningkatan Mutu dan Produktivitas Garam Rakyat Dengan Peladangan
Garam Sistem Salt House Berbasis Biomanajemen bakteri halofilik dan
artemia Salina yang didukung dengan peralatan dan bangunan.
c. Fasilitasi Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HKI)
1) Gambaran Umum
Kementerian Perindustrian sebagai Kementerian teknis yang menangani
industri sangat erat kaitannya dengan HKI. Terutama dalam menunjang
proses litbang industri yang ditujukan untuk meningkatkan daya saing
industri nasional. Hal ini juga ditegaskan melalui UU No. 18 Tahun 2002
tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi.
Peraturan tersebut ditetapkan sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan
pengelolaan Kekayaan Intelektual dan menumbuh kembangkan invensi
produk yang dihasilkan oleh masyarakat industri pada umumnya dan
unit/satker litbang Kementerian Perindustrian seperti Balai Besar dan
Baristand Industri pada khususnya.
Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 64
2) Permasalahan
a) Masih banyak terdapat pelaku industri yang belum mengerti pentingnya
HKI sebagai satu kesatuan dalam proses produksi.
b) Masih banyak terdapat peneliti/perekayasa yang belum mengerti
pentingnya HKI dalam menunjang hasil invensi Balai Besar/Baristand
Industri.
c) Masih rendahnya jumlah penelitian yang didaftarkan HKI.
d) Banyak para peneliti/perekayasa yang belum mengerti cara memperoleh
HKI.
e) Banyak peneliti/perekayasa yang belum dapat memproses HKI dimana
salah satu penyebabnya adalah karena kurangnya kemampuan dalam
menulis deskripsi paten.
3) Langkah-langkah Yang Telah Dilakukan
a) Menyelenggarakan Forum Koordinasi HKI pada tahun 2011 dan 2012
untuk menyamakan persepsi mengenai alih teknologi terutama
pembagian royalti bagi hasil litbang.
b) Pelatihan Patent Drafting untuk meningkatkan ketrampilan para peneliti
sebagai upaya dalam memotivasi peneliti dan meningkatkan jumlah
perolehan HKI.
c) Fasilitasi hasil litbang yang layak didaftarkan HKI.
d) Forum mediasi atau Oral Proceeding sebagai wadah untuk memediasi
aplikasi paten yang masih dalam tahap pemeriksaan substantif agar
dapat segera memperoleh sertifikat paten.
e) Pelatihan PPNS pada tahun 2012, sebagai upaya Kementerian
Perindustrian untuk menegakkan hukum di bidang HKI sektor industri.
4) Hasil-hasil Yang Dicapai Tahun 2004-2012
a) Terlaksananya pelatihan Patent Drafting setiap tahunnya untuk 45 orang
peneliti/perekayasa/fungsional lainnya.
b) Terfasilitasinya hasil litbang sebanyak 20 judul pada tahun 2010-2012
untuk mendapatkan HKI.
c) Terlaksananya forum mediasi untuk penelitian yang sedang dalam
proses peroleh HKI khususnya paten.
d) Terlaksananya pelatihan PPNS dan upgrading PPNS sebagai upaya
membentuk jajaran para PPNS Kementerian Perindustrian dan
meningkatkan pengetahuan para personelnya dalam penegakan HKI
sektor industri.
d. Industri Hijau
1) Gambaran Umum
Penerapan industri hijau sejalan dengan arah umum kebijakan kebijakan
pembangunan industri yang pro-environment, yaitu perlindungan terhadap
Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 65
lingkungan. Penerapan industri hijau diharapkan segera dapat terwujud
karena selain akan meningkatkan daya saing produk industri Indonesia juga
akan memberikan dampak lanjutan yang cukup signifikan pada upaya
penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) yang merupakan salah satu
langkah mitigasi perubahan iklim.
Industri hijau dapat diwujudkan melalui beberapa pendekatan secara
berkesinambungan melalui antara lain penerapan produksi bersih (cleaner
production), konservasi dan diversifikasi energi, penerapan reuse, reduce,
recycle, recovery dan penggunaan low-carbon technology.
2) Permasalahan
a) Kinerja R & D (Litbang) di Indonesia belum dapat disejajarkan dengan
negara-negara lain, terutama dengan negara maju yang telah
menerapkan industri hijau.
b) Masih kurangnya insentif dan pembiayaan untuk pengembangan industri
hijau
c) Belum ada standar industri hijau maupun lembaga sertifikasi untuk
industri hijau.
d) Masih terbatasnya kemampuan SDM dalam penerapan industri hijau.
e) Masih terbatasnya bantuan teknis khususnya kepada pelaku industri kecil
menengah (IKM).
3) Langkah-langkah Yang Telah Dilakukan
a) Penerapan Produksi Bersih, melalui kerja sama dengan Indonesia
Cleaner Industrial Production (ICIP) dalam mendorong implementasi
produksi bersih.
b) Penyusunan Rencana induk pengembangan industri hijau.
c) Penyusunan Katalog Material Input Ramah Lingkungan.
d) Penganugerahan Penghargaan Industri Hijau.
e) Penanganan kasus pencemaran dan bahan berbahaya
f) Konservasi dan Diversifikasi Energi dalam upaya pengurangan emisi
CO2 di sektor industri.
g) Inventarisasi emisi GRK di sektor industri
h) Turut berpastisipasi aktif dalam forum internasional, di antaranya:
Montreal Protocol, Intergovernmental Negotiating Committee of Mercury
(INC), Kyoto Protocol
4) Hasil-hasil Yang Dicapai Tahun 2010-2012
a) Telah disusun Rencana Induk Pengembangan Industri Hijau (RIPIH)
b) Peningkatan kemampuan SDM industri :
(1) 728 orang berasal dari berbagai sektor industri termasuk industri
kecil dan menengah telah mengikuti pelatihan produksi bersih.
Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 66
(2) 30 orang berasal dari berbagai sektor industri dan konsultan calon
national expert telah mengikuti pelatihan ISO 50001 tentang sistem
manajemen energi
(3) 186 orang berasal dari berbagai sektor industri dan konsultan calon
national expert telah mengikuti pelatihan manajemen energi
khususnya dalam optimasi penggunaan steam boiler, kompresor dan
pompa.
(4) 35 orang dari industri baja dan 15 orang dari industri pulp & kertas
telah mengikuti pelatihan implementasi konservasi energi dan
pengurangan emisi CO2 di sektor industri termasuk audit energi dan
system pelaporan menggunakan sistem informasi yang terintegrasi.
(5) 271 orang berasal dari berbagai sektor industri telah mengikuti
pelatihan Environmental Pollution Control Manager (EPCM) dan 132
orang telah ditetapkan sebagai EPCM yang bersertifikat.
c) Telah diberikan Penganugerahan Penghargaan Industri Hijau kepada:
(1) Tahun 2010 : 9 perusahaan
(2) Tahun 2011 : 38 perusahaan
(3) Tahun 2012 : 51 perusahaan
d) Telah dilakukan Inventory emisi GRK di 700 perusahaan industri
e) Pada tahun 2010-2011 telah dilakukan audit energi di 35 industri baja
dan 15 industri pulp & kertas yang menghasilkan antara lain data
penggunaan energi di masing-masing industri, Investment Grade Audit
(IGA) terhadap aksi mitigasi yang dilakukan industri.
f) Kebijakan yang telah dihasilkan untuk mendukung pengembangan
industri hijau:
(1) Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 33/M-IND/PER/4/2007
tentang Larangan Memproduksi Bahan Perusak Lapisan Ozon serta
Memproduksi Barang yang Menggunakan Bahan Perusak Lapisan
Ozon.
(2) Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 86/M-IND/PER/11/2008
tentang Petunjuk Teknis dan Tata Cara Pengawasan Penggunaan
Logo Non CFC dan Non Halon & Non CFC.
(3) Peraturan Menteri Perindustrian No.5/M-IND/PER/1/2011 tentang
Program Penganugerahan Penghargaan Industri Hijau
(4) Peraturan Menteri Perindustrian No. 12/M-IND/PER/1/2012 tentang
Peta Panduan (Road Map) Pengurangan Emisi CO2 Industri Semen
di Indonesia.
e. Iklim Usaha Industri
1) Gambaran Umum
Dalam rangka meningkatkan daya saing industri dalam negeri dan
mendorong pertumbuhan sektor riil terutama untuk memenuhi penyediaan
barang/jasa bagi kebutuhan/kepentingan umum telah dilaksanakan berbagai
koordinasi dengan instansi terkait untuk merumuskan kebijakan yang tepat
berupa pemberian fasilitas dalam bentuk insentif fiskal dan non fiskal.
Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 67
Pemerintah melalui berbagai Kementerian/Lembaga telah mengeluarkan
peraturan perundang-undangan dalam rangka pembentukan kebijakan
pendukung Iklim Usaha Industri nasional, baik itu berupa Insentif (insentif
fiskal dan non-fiskal), Disinsentif, Perlindungan Industri Dalam Negeri,
maupun Kebijakan Lainnya.
2) Permasalahan
a) Pemanfaatan fasilitas Tax Holiday masih belum optimal dan peminat
yang masih kurang. Hal ini disebabkan besarnya jumlah minimal
investasi yakni Rp. 1 Triliun, disamping juga sosialisasi yang masih
minim terkait fasilitas ini.
b) Pemanfaatan fasilitas BMDTP juga masih minim jika berdasarkan dari
realisasi pemanfaatan fasilitas tersebut. Hal ini dikarenakan, seringkali
PMK sektor yang mengatur fasilitas tersebut terlambat terbitnya,
sehingga jangka waktu pemanfaatan BMDTP menjadi lebih singkat.
3) Langkah-langkah Yang Telah Dilakukan
a) Menyusun dan menyampaikan rekomendasi terkait pengaturan impor
produk tertentu dalam rangka melindungi industri dalam negeri (revisi
Permendag Nomor 57 Tahun 2010 menjadi Permendag 83 Tahun 2012)
b) Menyusun revisi dari Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 3 Tahun
2005 tentang Pengamanan Objek Vital Industri ini adalah diterbitkannya
Keputusan Menteri Perindustrian Nomor 620/M-IND/Kep/12/2012
tentang Objek Vital Nasional Sektor Industri.
4) Hasil-hasil Yang Dicapai Tahun 2004-2012
a) Telah disetujuinya permohonan pemberian fasilitas Tax Holiday yang
diajukan melalui Kementerian Perindustrian, yaitu:
(1) PT. Unilever Oleochemical Indonesia (PT. UOI), dengan nilai
investasi USD 133 juta, melalui Keputusan Menteri Keuangan
Nomor 462 Tahun 2012 tentang Pemberian Fasilitas Pembebasan
dan Pengurangan Pajak Penghasilan Badan kepada PT. Unilever
Oleochemical Indonesia, dengan fasilitas yang diberikan:
Pembebasan PPh Badan selama 5 (lima) tahun
Pengurangan PPh Badan sebesar 50% selama 2 (dua) tahun
(2) PT Petrokimia Butadiene Indonesia (PT. PBI), dengan nilai investasi
USD 150 juta, melalui Keputusan Menteri Keuangan Nomor 463
Tahun 2012 tentang Pemberian Fasilitas Pembebasan dan
Pengurangan Pajak Penghasilan Badan kepada PT. Petrokimia
Butadiene Indonesia, dengan fasilitas yang diberikan:
Pembebasan PPh Badan selama 5 (lima) tahun
Pengurangan PPh Badan sebesar 50% selama 2 (dua) tahun
b) Jumlah perusahaan (PMA/PMDN) yang mendapat persetujuan insentif
Tax Allowance berupa fasilitas pajak penghasilan:
(1) Tahun 2007 : 52 Perusahaan
Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 68
(2) Tahun 2008 : 5 Perusahaan
(3) Tahun 2009 : 10 Perusahaan
(4) Tahun 2010 : 6 Perusahaan
(5) Tahun 2011 : 5 Perusahaan
(6) Tahun 2012 : 1 Perusahaan
c) Pada tahun 2012, jumlah perusahaan yang memanfaatkan fasilitas Bea
Masuk Ditanggung Pemerintah (BMDTP) mencapai 273 perusahaan di
bidang industri manufaktur dan sekitar 34 perusahaan di bidang industri
unggulan berbasis teknologi tinggi.
2. Program Pengembangan Perwilayahan Industri
a. Pengembangan Kompetensi Inti Industri Daerah (KIID)
1) Gambaran Umum
Berdasarkan Perpres No. 28 Tahun 2008 tentang Kebijakan Industri
Nasional (KIN), pembangunan daya saing industri daerah dilakukan melalui
dua pendekatan, yaitu (1) pendekatan sektoral melalui pengembangan
klaster industri dan kompetensi inti industri daerah, dan (2) pendekatan
regional melalui pembangunan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi berupa
kawasan industri.
Kompetensi Inti Industri Daerah adalah sekumpulan keunggulan atau
keunikan sumberdaya termasuk sumber daya alam dan kemampuan suatu
daerah untuk membangun daya saing dalam rangka mengambangkan
perekonomian Provinsi dan Kabupaten/Kota menuju kemandirian.
2) Permasalahan
a) Lemahnya infrastruktur listrik, air dan transportasi;
b) Terbatasnya kemampuan kualitas sumber daya manusia;
c) Potensi sumber daya yang dimiliki daerah belum dapat dimanfaatkan
secara optimal sebagai bahan baku industri;
d) Iklim usaha dan investasi di daerah yang kurang kondusif;
e) Belum sinerginya kerjasama antar daerah yang memiliki potensi sejenis;
f) Keterbatasan anggaran yang dimiliki oleh daerah untuk
mengimplementasikan peta panduan pengembangan kompetensi inti
industri kabupaten/kota.
3) Langkah-langkah Yang Telah Dilakukan
a) Menciptakan iklim usaha dan investasi yang kondusif, melalui upaya
mendorong daerah untuk memberikan pelayanan perizinan one stop
service, menghapus perda-perda yang bermasalah, pemberian insentif
khusus kepada penanam modal, pembangunan infrastruktur listrik, air
dan transportasi.
Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 69
b) Mengembangkan industri unggulan provinsi (IUP), melalui penyusunan
peta panduan pengembangan IUP, pengembangan proyek percontohan
IUP, serta mendorong daerah untuk menetapkan industri unggulan
melalui PERDA
c) Membangun kompetensi inti industri daerah (KIID) untuk kabupaten/kota,
melalui: analisis potensi sumber daya yang dimiliki daerah dan pemilihan
komoditi unggulan yang akan dikembangkan melalui kegiatan kajian,
penyusunan peta panduan pengembangan KIID, pembangunan pusat
keunggulan industri, serta peningkatan keterampilan dan keahlian SDM.
d) Mengembangkan kerjasama antar daerah baik yang memiliki potensi
yang sama dan kedekatan daerah maupun berdasarkan cakupan rantai
nilai, melalui penyatuan potensi sumberdaya yang dimiliki, perwujudan
kesatuan antar kabupaten/kota melalui pembentukan industrial regional
management, serta pengambilan keputusan secara konsensus dalam
rangka mencapai sinergi antar daerah.
4) Hasil-hasil Yang Dicapai Tahun 2004-2012
a) Terfasilitasinya daerah-daerah untuk melakukan kajian dalam rangka
penyusunan dan penetapan peta panduan pengembangan kompetensi
inti industri daerah. Sampai dengan tahun 2012, telah difasilitasi kajian
untuk 222 kabupaten/kota.
b) Tersusunnya Peraturan Menteri Perindustrian tentang Peta Panduan
Pengembangan Industri Unggulan Provinsi dan Peta Panduan
Pengembangan Kompetensi Inti Industri Kabupaten/Kota. Sampai
dengan tahun 2012 telah ditetapkan 24 Peraturan Menteri Perindustrian
tentang Peta Panduan Pengembangan Industri Unggulan Provinsi dan 41
Peraturan Menteri Perindustrian tentang Peta Panduan Pengembangan
Kompetensi Inti Industri Kabupaten/Kota.
c) Terbangunnya proyek percontohan pengembangan industri unggulan
provinsi berupa fasilitasi mesin dan peralatan, yaitu industri pengolahan
rotan di Kabupaten Katingan (Kalimantan Tengah) dan industri
pengolahan rumput laut di Kabupaten Kota Tual (Maluku).
d) Beroperasinya Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) untuk mendukung
pengembangan KIID, yaitu SMK rotan di Palu.
b. Kawasan Industri/KEK
1) Gambaran Umum
Pembangunan kawasan industri merupakan sarana untuk mengembangkan
perekonomian yang berwawasan lingkungan serta memberikan kemudahan
dan daya tarik bagi investasi. Pengembangan Kawasan Industri
dimaksudkan untuk mendorong pertumbuhan sektor industri lebih terarah,
terpadu dan memberikan hasil guna yang lebih optimal bagi daerah dimana
kawasan industri berlokasi.
Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 70
Dalam kurun waktu 20 tahun, Kawasan Industri telah tumbuh di 13 Provinsi
dengan jumlah 81 Kawasan Industri dengan luas 23.449 hektar, yang sudah
operasional dan masih banyak lagi yang sedang mempersiapkan
pembangunan Kawasan Industri terutama diarahkan di luar Jawa.
Sampai dengan tahun 2012, Kementerian Perindustrian telah memfasilitasi
penyusunan dokumen perencanaan pembangunan kawasan industri
sebanyak 20 kawasan dengan kebutuhan lahan seluas 22.638 ha. Ditjen PPI
terus mendorong Pemerintah Kabupaten/Kota agar dapat merealisasikan
pembangunan kawasan industri tersebut dengan bekerja sama dengan para
investor atau dunia usaha.
2) Permasalahan
Dalam mendorong pengembangan kawasan industri ke luar Pulau Jawa,
tantangan yang dihadapi antara lain:
a) Infrastruktur pendukung seperti jalan, rel kereta api, pelabuhan dan
sebagainya dirasa kurang memadai;
b) Kemampuan tenaga kerja dan SDM industrial yang terlatih di daerah
kurang baik;
c) Belum semua Kabupaten/Kota telah mempersiapkan Rencana Tata
Ruang Wilayah (RTRW) khususnya kawasan peruntukan industri; dan
d) Minat swasta untuk membangun kawasan industri masih kurang.
Sementara itu, tantangan dalam pengembangan kawasan industri di
Pulau Jawa adalah keterbatasan lahan untuk pembangunan dan
pengembangan; daya dukung yang terbatas khususnya sumber daya air
dan masalah lingkungan dan sosial.
3) Langkah-langkah Yang Telah Dilakukan
a) Melakukan pendataan terhadap kawasan industri yang sudah beroperasi
untuk melihat jumlah lahan kawasan industri yang ada, lahan yang masih
tersedia, rencana pengembangan, perusahaan yang ada di dalam
kawasan industri dan fasilitas yang dimiliki kawasan industri.
b) Menyusun peta panduan pengembangan kawasan industri.
c) Melakukan promosi untuk kawasan-kawasan industri yang baru
dibangun.
d) Memfasilitasi penyusunan rencana pembangunan kawasan industri
dalam bentuk Master Plan, Rencana Strategis, Studi Kelayakan dan
Detail Engineering Design (DED).
e) Mendorong investor untuk merealisasikan rencana pembangunan
kawasan industri.
f) Membangun infrastruktur pendukung di dalam kawasan industri, yaitu
dengan membangun Pusat Inovasi untuk menjembatani kebutuhan
industri khususnya yang berada di dalam kawasan industri terhadap
hasil-hasil riset yang dapat diterapkan.
Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 71
g) Menyelenggarakan forum-forum koordinasi pengembangan baik untuk
rencana pembangunan kawasan industri baru maupun pengembangan
kawasan yang sudah ada.
4) Hasil-hasil Yang Dicapai Tahun 2004-2012
a) Tersusunnya direktori kawasan industri yang memuat informasi-informasi
terkait dengan lahan kawasan industri yang dimiliki, lahan yang masih
tersedia, rencana pengembangan, perusahaan yang ada di dalam
kawasan industri dan fasilitas yang dimiliki kawasan industri.
b) Tersusunnya peta panduan pengembangan kawasan industri.
c) Terselenggaranya promosi kawasan-kawasan industri yang baru
dikembangkan melalui kegiatan pameran, pencetakan brosur/leaflet dan
lain-lain.
d) Sampai dengan tahun 2012, telah tersusun 22 dokumen perencanaan
untuk pembangunan kawasan industri berikut industri champion, yaitu:
Sei Mangke (kelapa sawit), Cilamaya-Karawang (otomotif), Kendal
(tekstil), Jombang (alas kaki), Gowa (kakao), Palu (rotan), Batu Licin
(besi baja), Kariangau (migas), Tanjung Api-Api (gasifikasi batubara), Sei
Bamban (karet), Tanjung Buton (oleokimia), Bangka (timah), Gresik
(petrokimia), Lamongan (perkapalan), Jombang (alas kaki), Kulonprogo
(besi baja), Majalengka (tekstil), Boyolali (tekstil), Halmahera Timur
(ferronikel), Tangguh (migas), Bitung (warehouse), dan Jeneponto
(garam).
e) Sudah beroperasinya beberapa kawasan industri yang telah difasilitasi
penyusunan rencana pembangunannya, seperti Kawasan Industri Palu
dan Kawasan Industri Sei Mangkei.
f) Terbangunnya Pusat Inovasi Kelapa Sawit (PIKS) di Kawasan Industri
Sei Mangkei, Kabupaten Simalungun di Provinsi Sumatera Utara, untuk
menjembatani kebutuhan industri pengolahan hilir kelapa sawit terhadap
hasil-hasil riset yang dapat digunakan langsung oleh industri untuk
pengembangan industri hilir kelapa sawit. PIKS dibangun pada tahun
2012 yang lalu, dan mulai beroperasi tahun 2013.
g) Terbangunnya Pusat Inovasi Rotan Nasional (PIRNas) di Kawasan
Industri Palu di Provinsi Sulawesi Tengah, untuk menjembatani
kebutuhan industri rotan terhadap hasil-hasil desain yang dapat
digunakan langsung oleh industri untuk pengembangan industri rotan.
PIRNas dibangun pada tahun 2012 yang lalu, dan mulai beroperasi tahun
2013 ini.
Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 72
3. Program Kerjasama Industri Internasional
a. Kerja Sama Teknik
1) Gambaran Umum
Untuk membiayai pembangunan ekonomi nasional Pemerintah Indonesia
menggunakan dana APBN. Dana APBN tersebut selain berasal dari
pendapatan hasil pajak juga dapat berasal dari dana-dana yang bersumber
dari luar negeri baik berupa pinjaman lunak maupun hibah dari
negara/lembaga donor yang dimanfaatkan dalam bentuk kerjasama teknik.
Wujud kerjasama teknik yang dilakukan oleh Kementerian Perindustrian
antara lain berupa: pelatihan/seminar, survei dan kajian, bantuan peralatan,
bantuan tenaga ahli asing, kerjasama penelitian, pengiriman peserta
pelatihan dan beasiswa pendidikan S2 dan S3 ke luar negeri, capacity
building di bidang harmonisasi standar serta penerapan teknologi terkini.
Selain menerima pendanaan dari luar negeri, Kementerian Perindustrian
juga telah memberikan bantun capacity building bagi negara-negara sedang
berkembang lainnya dalam bentuk Kerjasama Selatan - Selatan antara lain
dengan Palestina, dan Mozambik.
2) Permasalahan
a) Kurangnya pemahaman sumber daya aparatur terhadap ketentuan kerja
sama teknik yang berlaku
b) Lemahnya kemampuan dalam menyusun proposal kerjasama teknik.
c) Unit kerja calon penerima hibah/pinjaman luar negeri seringkali kurang
siap dan kurang didukung untuk pengalokasian dana pendamping secara
memadai.
d) Sering terjadi keterlambatan penawaran training oleh negara mitra
maupun keterlambatan dan mendesaknya batas waktu penyerahan
berkas aplikasi pendaftaran.
e) Adanya keterbatasan kemampuan dan pemahaman Bahasa Inggris.
3) Langkah-langkah Yang Telah Dilakukan
Dalam mengoptimalkan pemanfaatan kerjasama teknik, telah dilakukan
berbagai program/kegiatan untuk meningkatkan pemahaman sumber daya
aparatur terhadap mekanisme menjalin kerjasama teknik, mekanisme
pengusulan proposal, pengadministrasian penerimaan hibah dan pinjaman
lunak, mekanisme fasilitasi tenaga ahli, bantuan peralatan dan bantuan
pelatihan di luar negeri.
4) Hasil-hasil Yang Dicapai Tahun 2004-2012
a) Bantuan Teknik dan Bantuan Proyek LN di lingkungan Kemenperin
selama 8 tahun terakhir (2004-2012) terdiri dari 21 proyek kerjasama
yang melibatkan sebanyak 10 negara dan lembaga donor internasional
Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 73
diantaranya dari JICA dan NEDO (Jepang); KOICA dan KITECH (Korea),
GTZ/GIZ (Jerman), Uni Eropa, USAID (Amerika Serikat), UNDP,
Perancis, dan ADB.
b) Selama kurun waktu 2004 2012, sebanyak 98 orang tenaga ahli asing
diperbantukan baik dalam rangka capacity building pada unit-unit di
lingkungan Kementerian Perindustrian maupun di lokasi proyek
kerjasama. Dari jumlah tersebut, sebanyak 66 orang bantuan dari negara
Jepang, 7 orang dari Korea Selatan, 10 orang dari Amerika Serikat, 7
orang dari Uni Eropa, 2 orang dari Australia, dan 1 orang dari India.
Bantuan tenaga ahli asing tersebut meliputi bidang: Konsultansi
Kebijakan, Engineering, Standarisasi dan Pengendalian Kualitas, IT,
HRD, Desain, Lingkungan dan Konservasi Energi, Pemasaran, serta
Event Organizer.
c) Bantuan Beasiswa dan Training di Luar Negeri, yang ditujukan kepada
pegawai Kementerian Perindustrian untuk meningkatkan kapasitas,
pengetahuan dan keterampilan, dalam bentuk beasiswa pendidikan S2,
S3 dan pelatihan industri dari negara-negara: Korea Selatan, Jepang,
India, Jerman dan Thailand.
d) Dalam rangka Kerjasama Selatan Selatan, Kementerian Perindustrian
juga telah melaksanakan kegiatan berupa peningkatan kapasitas untuk
beberapa negara-negara Afrika dan Timur Tengah melalui pelatihan-
pelatihan jangka pendek, antara lain:
(1) Tahun 2010: pelatihan bidang pengelasan untuk warga Paletina
sebanyak 10 orang di Bandung,
(2) Tahun 2011: pelatihan bidang pengelasan, industri tekstil, industri
agro untuk warga Palestina dan Mozambik sebanyak 15 orang di
Bandung dan Bogor,
(3) Tahun 2012: pelatihan bidang industri tekstil dan industri Agro untuk
warga Palestina dan Mozambik sebanyak 45 orang di Bandung dan
Bogor.
b. Promosi Industri
1) Gambaran Umum
Dalam rangka memperluas pasar dan meningkatkan investasi di sektor
industri, Pemerintah memfasilitasi kegiatan promosi industri, berupa promosi
produk dan jasa industri dan promosi investasi di sektor industri. Promosi
produk dan jasa industri adalah kegitan dalam bentuk keikutsertaan pameran
internasional di luar negeri, baik yang sifatnya specific product maupun
multiproduct. Sedangkan promosi investasi sektor industri dilakukan melalui
penyelenggaraan forum investasi dan temu bisnis di luar negeri yang
melibatkan Kementerian Perindustrian dan dunia usaha dari Indonesia
maupun dari negara mitra.
Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 74
2) Permasalahan
Sampai dengan tahun 2010, promosi produk industri di luar negeri oleh
Kementerian Perindustrian masih dilakukan secara terpisah oleh masing-
masing unit Eselon I pembina produk industri. Hal ini berdampak pada
lemahnya koordinasi kurang utuhnya pencitraan Indonesia pada event
promosi industri di luar negeri tersebut
3) Langkah-langkah Yang Telah Dilakukan
a) Mengkoordinasikan kegiatan promosi internal Kementrian Perindustrian
serta mengintegrasikan dengan kegiatan promosi Kementerian lainnya
seperti Kementerian Perdagangan, BKPM, Kementerian Luar Negeri.
b) Penyusunan Buku Panduan Pelaksanaan Kegiatan Promosi setiap tahun
sejak tahun 2011 dan Standar Operasional Prosedur (SOP) terkait
perencanaan, pelaksanaan dan Monitoring/Evaluasi kegiatan promosi
industri di luar negeri.
4) Hasil-hasil Yang Dicapai Tahun 2004-2012
a) Tahun 2011: promosi produk sebanyak 24 kegiatan di negara-negara
kawasan Timur Tengah (UEA), kawasan Eropa (Rusia dan Jerman),
kawasan Asia (Cina, India, Jepang, Hongkong, Korsel, Turki, Malaysia
dan Vietnam).
b) Tahun 2012: promosi produk sebanyak 32 kegiatan di negara-negara
kawasan Timur Tengah (UEA, Arab Saudi, Yordania dan Qatar),
kawasan Eropa (Rusia, Swiss, Spanyol dan Jerman), kawasan Asia
(Cina, Singapura, Thailand, India, Jepang, Hongkong dan Korsel),
kawasan Afrika (Afrika Selatan) dan kawasan Amerika (North Carolina
dan Las Vegas, Amerika Serikat) .
c) Pada tahun 2010 dilakukan promosi investasi dan temu bisnis di Osaka,
Jepang. Sedangkan tahun 2011, diselenggarakan kegiatan forum
promosi Investasi dan temu bisnis di Barcelona, Vancouver, dan
berpartisipasi di dalam kegiatan forum Trade, Tourism and Investment di
Cina, India dan UEA. Tahun 2012 forum investasi dan temu bisnis
dilaksanakan di Turki, Amerika Serikat, Afrika Selatan, Australia dan
Argentina.
c. Fasilitasi Perundingan
1) Gambaran Umum
Kementerian Perindustrian sangat berkepentingan dengan setiap
perundingan baik bilateral regional maupun multilateral khususnya terkait
Preferential Trade Agreement (PTA), Free Trade Agreement (FTA) dan
Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA), mengingat
mayoritas pos tarif (80% dari 8.000 pos tarif BTBMI 2012) merupakan
portfolio Kementerian Perindustrian.
Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 75
Di samping itu sektor industri juga masih memerlukan sumber daya industri
berupa bahan baku industri, teknologi, permodalan dari luar negeri yang
tidak didapatkan dari dalam negeri. Untuk itu, perundingan-perundingan
tersebut juga ditujukan untuk memperlancar akses sumber daya industri dari
luar negeri yang diperlukan oleh sektor industri dalam negeri.
2) Permasalahan
Seringkali kurang melibatkan partisipasi sektor swasta yang lebih memahami
situasi di lapangan, sehingga menimbulkan dampak negatif pada saat
diimplementasikan. Sebagai contoh, ACFTA yang sebetulnya mulai
dinegosiasikan pada tahun 2004 namun pada saat diimplementasikan tahun
2010 menimbulkan gejolak di kalangan dunia usaha dikarenakan kurangnya
awareness, yang disebabkan oleh minimnya sosialisasi dan keterlibatan pihak
swasta. Sebagai akibatnya, banyak produk industri dalam negeri yang kalah
bersaing dengan produk impor yang berharga lebih murah.
3) Langkah-langkah Yang Telah Dilakukan
a) Kementerian Perindustrian pada setiap awal melakukan perundingan
FTA/CEPA terlebih dahulu melakukan konsultasi publik dengan para
pemangku kepentingan yang melibatkan antara lain dunia usaha dan
akademisi.
b) Mengusulkan agar di dalam setiap agreement dicantumkan klausul yang
memungkinkan implementasi FTA/CEPA dapat dilakukan review dan
dapat dihentikan sementara waktu (temporary suspended).
c) Mengupayakan masuknya investasi dari negara mitra dalam rangka
meningkatkan daya saing melalui alih teknologi dan capacity building dan
kerjasama teknik lainnya di bidang industri.
4) Hasil-hasil Yang Dicapai Tahun 2004-2012
a) Kerjasama Bilateral:
(1) Partisipasi dalam perundingan perdagangan bebas/Free Trade
Agreement (FTA): Indonesia-Jepang (IJ-EPA), Indonesia-Pakistan
Comprehensive Economic Partnership (CEP), Indonesia-Iran
Comprehensive Trade and Economic Partnership (CTEP),
Indonesia-Australia CEPA, Indonesia-Korea CEPA, Indonesia-India
CECA
(2) Joint Commission Meeting (JCM) dan Konsultasi Bilateral dengan
negara-negara yang potensial seperti: Turki, Mesir, Afrika Selatan,
Kenya, Azerbaijan, Mozambique, Maroko, Libya, Tunisia, Aljazair,
Yordania.
(3) Perundingan Pengambilan PT Inalum
b) Dalam rangka kerjasama regional, Kementerian Perindustrian telah
berpartisipasi dan turut aktif dalam setiap perundingan kerjasama yang
diikuti oleh Indonesia, antara lain: ASEAN Free Trade Agreement (AFTA)
dan Kerjasama ASEAN Mitra Dialog.
Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 76
c) Dalam forum multilateral, Kementerian Perindustrian secara aktif
mempersiapkan posisi sektor industri dalam perundingan-perundingan
Multilateral serta berpartisipasi mengikuti sidang-sidang multilateral
meliputi:
(1) World Trade Organization (WTO) mencakup perundingan
perundingan NAMA (Non-Agriculture Market Access), ITA
(Information Technology Agreement), Non-Tariff Barier dan
Committe Trade and Environment.
(2) Rangkaian perundingan The Global System of Trade Preferences
(GSTP) mencakup perundingan Trade in Goods dan Rules of Origin.
(3) Rangkaian perundingan UNIDO (United Nations Industrial
Development Organization) mencakup general conference dan
industrial (tanya pak medi)
(4) Perundingan-perundingan terkait dengan lingkungan seperti sidang-
sidang climate change UNFCCC (United Nations Framework
Convention on Climate Change).
(5) Perundingan APEC (Asia Pacific Economic Cooperation) mencakup
perundingan chemical dialogue dan otomotif dialogue.
(6) Development Eight (D-8)
d. Ketahanan Industri
1) Gambaran Umum
Strategi pengamanan industri bersifat ofensif dan defensif, yang dilakukan
dengan cara penggunaan instrumen trade remedies maupun penerbitan
smart regulation. Sifat ofensif dilakukan dengan cara melakukan
pemantauan impor maupun unfair trade produk tertentu dan mendorong
industri dalam negeri yang berpotensi terkena dampak kerugian yang serius
dari impor tersebut, untuk melakukan permohonan trade remedies kepada
otoritas terkait. Sedangkan sifat defensif dilakukan apabila industri dalam
negeri terkena tuduhan trade remedies oleh negara lain.
2) Permasalahan
a) Peluang untuk menggunakan instrumen trade remedies maupun
penerbitan smart regulation masih belum dimanfaatkan secara optimal.
b) Perlindungan industri dalam negeri dari tuduhan trade remedies negara
lain dirasakan kurang efektif, karena lemahnya kemampuan industri
dalam negeri dalam menyusun jawaban atas kuesioner maupun
penyediaan data-data pendukung yang tepat, serta tingginya biaya
international laywer sebagai pendamping industri dalam negeri pada
suatu kasus.
Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 77
3) Langkah-langkah Yang Telah Dilakukan
a) Pendampingan dan advokasi bagi industri dalam negeri, koordinasi
dengan stakeholder terkait, dan memberikan pertimbangan kepentingan
nasional (national interest) kepada otoritas terkait.
b) Strategi penyelamatan industri dilakukan terhadap industri dalam negeri
yang akan kolaps akibat adanya lonjakan impor yang tinggi.
Penyelamatan industri ini dilakukan dengan memberikan insentif fiskal
maupun insentif lainnya.
4) Hasil-hasil Yang Dicapai Tahun 2004-2012
a) Penanganan kasus anti dumping antara lain: (1) Kasus fatty alcohol (PT.
Musim Mas dan PT. Ecogreen Oleochemical), (2) Kasus pengenaan
BMAD atas impor produk Cold Rolled Coil/Sheets (CRC/S) dari China,
Korea Selatan, Jepang, dan Vietnam sejak 24 Juni 2011, (3) Kasus
Tinplate PT. Latinusa, Cilegon-Banten tanggal 1-3 Agustus 2012, (4)
Kasus pengenaan tuduhan dumping dari Negara India terhadap produk
Viscose Staple Fibre dari Indonesia, Pendampingan tuduhan dumping
pada CRC, kawat baja, pipa baja dan karet ban.
b) Penanganan safeguard antara lain:
(1) Penanganan kasus bronjong kawat HS No. 7326.20.90.00 yang
memiliki diameter 2-5 mm dan lingkaran berbentuk heksagonal
sebesar 50-120 mm. PT Bevananda Mustika memohon petisi
safeguard karena mengalami kerugian serius akibat lonjakan barang
impor barang tersebut.
(2) Penanganan kasus Pipa Baja, dimana Perusahaan PT Citra Tubindo
atas nama produsen pipa baja Indonesia merasa dirugikan, hal ini
dilihat dari lonjakan impor khususnya untuk produk dengan kode HS
7304.290010, yang diketahui memasuki Indonesia melalui Batam.
(3) Penanganan kasus Seamless pipe product, dimana PTCT telah
mengajukan inisiasi pengajuan safeguard terhadap produk OCTG
yang berasal dari Cina.
(4) Penanganan kasus Dextrose Monohydrate (DMH), dimana PT. Sorini
Agro Corporindo selaku petisioner mangajukan perpanjangan
pengenaan BMTP atas impor produk DMH.
c) Terbangunnya sistem Industrial Resilience Information System yang
akan digunakan untuk menganalisa dampak lonjakan impor yang
berdampak pada perkembangan industri dalam negeri.
Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 78
4. Program Dukungan Manajemen Dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya
Kementerian Perindustrian
a. Peningkatan Kemampuan SDM Industri dan SDM Aparatur
1) Gambaran Umum
Pengembangan SDM Aparatur difokuskan pada pendidikan formal dan
pelatihan teknis terkait industri. Untuk pendidikan formal diarahkan pada
program rintisan gelar S1, S2 (reguler dan double degree) dan S3 baik
dalam maupun luar negeri. Pelatihan teknis yang dilaksanakan adalah Diklat
Teknis Substansi Industri berjenjang yaitu Diklat Sistem Industri dan Diklat
Ekonomi Industri. Selain itu, juga dilaksanakan diklat kepemimpinan dan
diklat fungsional bagi SDM Aparatur.
Pengembangan SDM Industri difokuskan untuk membangun SDM Industri
yang profesional dan kompeten dengan menyiapkan tenaga kerja terampil,
ahli madya dan ahli yang siap pakai sesuai kebutuhan sektor industri melalui
pendidikan vokasi industri, pelatihan-sertifikasi-penempatan kerja.
2) Permasalahan
a) Kelembagaan
(1) Balai Diklat Industri (BDI) masih bersifat regional. Dalam
pelaksanaan tugasnya, BDI lebih banyak memberikan pelatihan bagi
Aparatur Dinas Perindustrian, sementara jumlah pelatihan untuk IKM
masih sangat terbatas.
(2) Aspek legalitas status Perguruan Tinggi di lingkungan Kementerian
Perindustrian masih lemah.
(3) Belum terstandarnya kurikulum dan modul pembelajaran pada
program pendidikan kejuruan SMK - Sekolah Menengah Teknologi
Industri (SMTI) dan SMK - Sekolah Menengah Analis Kimia (SMAK).
b) Sumber Daya Manusia (SDM)
(1) Masih rendahnya pengetahuan dan pemahaman SDM Aparatur baik
pusat maupun daerah terhadap substansi sektor industri.
(2) Masih banyaknya jumlah tenaga pendidik yang latar belakang
pendidikan formalnya belum sesuai dengan kebutuhan
penyelenggaran pendidikan vokasi.
(3) Profesionalisme dan kompetensi tenaga pendidik guru dan dosen
belum memenuhi amanat Undang-undang No. 20 tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional.
c) Sarana dan Prasarana
(1) Fasilitas Teaching Factory, Workshop dan Laboratorium yang masih
terbatas.
(2) Terbatasnya jumlah Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) 1 dan LSP 3
serta Tempat Uji Kompetensi (TUK).
(3) Sarana penunjang pendidikan yang belum memadai seperti ruang
kelas berbasis ICT, gedung perkantoran dan lain-lain.
Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 79
3) Langkah-langkah Yang Telah Dilakukan
a) Kelembagaan
(1) Penetapan Peraturan Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian
09/SJ-IND/PER/10/2012 tentang: Pengembangan Pendidikan Vokasi
berbasis Spesialisasi dan Kompetensi, Pengembangan Pendidikan
Kejuruan berbasis Spesialisasi dan Kompetensi, dan Pengembangan
Balai Diklat Industri sebagai Pusat Pelatihan IKM berbasis
Spesialisasi dan Kompetensi.
(2) Kesepakatan kerjasama antara Kementerian Perindustrian dengan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tentang Penyelenggaraan
dan Pembinaan Pendidikan Menengah Kejuruan dan Pembinaan
Penyelenggaraan Perguruan Tinggi di Lingkungan Kementerian
Perindustrian.
(3) Penetapan Keputusan Sekretaris Jenderal Kementerian
Perindustrian 80/SJ-IND/KEP/12/2012 tentang Kurikulum SMK-SMTI
di Lingkungan Kementerian Perindustrian dan Keputusan Sekretaris
Jenderal Kementerian Perindustrian 81/SJ-IND/KEP/12/2012 tentang
Kurikulum SMK-SMAK di Lingkungan Kementerian Perindustrian.
(4) Standardisasi kurikulum dan modul pembelajaran di SMK-SMAK dan
SMK-SMTI.
(5) Penyusunan SKKNI Bidang Industri.
b) Sumber Daya Manusia (SDM)
(1) Pelaksanaan diklat substansi industri berjenjang dan diklat
penyusunan SKKNI sektor industri.
(2) Pelaksanaan program rintisan gelar mandiri bagi guru dan dosen
sesuai dengan bidang keilmuan yang diampu.
(3) Pelaksanaan magang teknis bagi guru dan dosen untuk
meningkatkan kemampuan teknis.
(4) Pelaksanaan sertifikasi profesi tenaga pendidik guru dan dosen di
lingkungan Kementerian Perindustrian bekerjasama dengan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
c) Sarana dan Prasarana
(1) Fasilitasi pembangunan Teaching Factory, Workshop dan
Laboratorium yang masih terbatas.
(2) Fasilitasi penyiapan Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) 1 dan LSP 3
serta Tempat Uji Kompetensi (TUK).
(3) Fasilitasi penyediaan sarana penunjang pendidikan yang belum
memadai seperti ruang kelas berbasis ICT, gedung perkantoran dan
lain-lain.
4) Hasil-hasil Yang Dicapai Tahun 2004-2012
a) Peningkatan Kemampuan dan Keterampilan SDM Industri
(1) Dari tahun 2005 sampai Mei 2012 telah dilatih sejumlah 6.975 SDM
industri dengan jenis-jenis diklat meliputi : Diklat Agro Industri, Diklat
Penguasaan Komputer, Diklat Pemasaran dan Ekspor-Impor, Diklat
Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 80
Komunikasi Bisnis, Diklat Pengolahan dan Pengembangan Produk,
Diklat Desain dan Kemasan, Diklat Pengembangan Diri, Manajemen
Lingkungan, Kewirausahaan, Manajemen Proses Bisnis, Ekonomi
Akuntansi, Manajemen Kualitas Industri, HACCP, Diversifikasi
Pengolahan Ikan, Cleaner Production, Bahasa Inggris, HKI,
Teknologi Informasi, Drafting, ISO 9001:2000, TOT Klaster,
Competence Based Economy, Fasilitator GKM. Selain itu, pada
tahun 2012 telah dilaksanakan pelatihan teknis bidang tekstil untuk
tingkat operator sebanyak 7.200 orang.
(2) Sejak tahun 2004 sampai dengan tahun 2012, dari 9 (sembilan)
Sekolah Menengah telah meluluskan sebanyak 10.551 calon tenaga
kerja dan dari 8 (delapan) Pendidikan Tinggi sebanyak 10.550 calon
tenaga kerja industri siap pakai.
(3) Pendidikan untuk persiapan calon Tenaga Penyuluh Lapangan (TPL)
industri dan calon wirausaha baru telah dilaksanakan dari tahun
2007 sampai dengan tahun 2012 di 8 (delapan) unit Pendidikan
Tinggi dengan memberikan beasiswa kepada 1.685 siswa/i. Total
mahasiswa yang telah lulus adalah 1.238 orang.
(4) Telah dilaksanakan peningkatan kualitas dan kapasitas guru dan
dosen melalui diklat Akta IV dan V, sertifikasi sistem manajemen
mutu ISO 9001:2000, diklat perpustakaan berbasis teknologi
informasi, dan diklat talent scouting. Sejak tahun 2006 sampai
dengan tahun 2012 telah dilatih sebanyak 236 guru dan dosen.
(5) Untuk meningkatkan kompetensi dan profesionalisme tenaga
pendidik guru dan dosen, dilakukan sertifikasi profesi guru dan
dosen. Sampai dengan tahun 2012 telah disertifikasi sebanyak 266
guru dan 196 dosen.
(6) Kerjasama luar negeri melalui program GIZ SED-TVET untuk
pengembangan pendidikan vocational (terapan).
(7) Kerjasama dengan Perguruan Tinggi dari luar negeri, Pusdiklat
Industri dengan Rajamangala University of Technology Krungthep
(RMUTK) untuk pengembangan perguruan tinggi di lingkungan
Kementerian Perindustrian.
b) Peningkatan Kemampuan dan Keterampilan SDM Aparatur
(1) SDM aparatur Kementerian Perindustrian:
(a) Diklat Struktural: PIM III, PIM IV, Prajabatan, dari tahun 2005-
2012 diikuti oleh sejumlah 2.040 peserta.
(b) Diklat Jabatan Fungsional: Diklat Penyuluh Industri, Litkayasa,
Statistisi, Bendaharawan, Pranata Komputer, Pustakawan,
Peneliti, Arsiparis, dan Calon Widyaiswara dengan jumlah
peserta 608 orang.
(c) Diklat Teknis:
Diklat Sistem Industri I dan II, dengan jumlah peserta diklat
tahun 2006 sampai dengan 2012 sebanyak 740 orang.
Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 81
Diklat Ekonomi Industri I dan II, dengan jumlah peserta
diklat tahun 2006 sampai dengan 2012 sebanyak 219
orang.
Diklat Teknis Penunjang (sesuai kebutuhan unit kerja):
Sejumlah 2.176 peserta telah diikutkan dalam diklat-diklat
keterampilan/kekhususan tertentu berdasarkan kebutuhan
unit kerja.
(d) Program Rintisan Gelar sebagai berikut:
S2 bidang Teknik dan Manajemen Industri di ITB, pada
tahun 2006-2011 jumlah peserta sebanyak 90 orang.
S2 bidang Teknik dan Manajemen Industri di Double Degree
kekhususan Sistem Lgistik dan Rantai Pasok di ITB -
Universitas di Jepang / Taiwan sebanyak 30 orang.
S2 bidang Ekonomi Industri di Universitas Indonesia, pada
tahun 2008-2011 jumlah peserta sebanyak 60 orang.
S3 sebanyak 12 orang pada tahun 2007 sampai 2011 dan
sebanyak 11 orang mulai tahun 2012 yang tersebar di
beberapa Perguruan Tinggi Negeri.
S2 mandiri untuk staf, guru dan dosen di lingkungan
Kementerian Perindustrian sebanyak 69 orang pada tahun
2012.
(2) SDM aparatur Dinas Perindag (Pemerintah Prov/Kab/Kota): telah
memfasilitasi diklat dengan jumlah peserta dari Dinas Perindag
Prov/Kab/Kota sebanyak 4.690 orang, terdiri dari:
(a) Diklat Sistem Industri I untuk Staf, dengan jumlah peserta diklat
tahun 2006 sampai dengan 2012 sebanyak 1.942 orang.
(b) Diklat Sistem Industri II untuk Pejabat Eselon IV, dengan jumlah
peserta diklat tahun 2006 sampai dengan 2012 sebanyak 1.482
orang.
(c) Diklat Sistem Industri III untuk Pejabat Eselon III, dengan jumlah
peserta diklat tahun 2006 sampai dengan 2012 sebanyak 729
orang.
(d) Diklat Sistem Industri IV untuk para Pejabat Eselon II, dengan
jumlah peserta diklat tahun 2006 sampai dengan 2011 sebanyak
537 orang.
(e) Pelatihan Shindan Shi dilaksanakan pada tahun 2006 sampai
2012 guna mempersiapkan calon konsultan diagnosis IKM di
daerah, tercatat sebanyak 482 orang.
(f) Diklat Struktural : Diklat PIM III dengan jumlah peserta tahun
2005 sebanyak 40 orang, Prajabatan Gol I Ex Honorer di tahun
2008 sebanyak 42 orang.
(g) Diklat Fungsional: Diklat Penyuluh Perindustrian berbagai
tingkatan mulai dari dasar, terampil dan lanjut., dengan jumlah
peserta dari tahun 2005-2012 sebanyak 800 orang.
Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 82
b. Daftar Inventarisasi Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN)
1) Gambaran Umum
Sebagai tindak lanjut dari Instruksi Presiden No. 2 Tahun 2009 tentang
Penggunaan Produksi Dalam Negeri dalam Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah, Menteri Perindustrian telah menerbitkan Peraturan Menteri
Perindustrian No. 15/M-IND/PER/2/2011 tentang Pedoman Peningkatan
Penggunaan Produksi Dalam Negeri dalam Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah, yang mengatur antara lain: ketentuan Penggunaan Produk
Dalam Negeri Dalam Pengadaan Barang/Jasa pemerintah, Tingkat
Komponen Dalam Negeri (TKDN) dan Bobot Manfaat Perusahaan (BMP),
Daftar Inventarisasi Barang/Jasa Produksi Dalam Negeri, Daftar Kelompok
Barang/Jasa dan Tata Cara Verifikasi TKDN; serta Peraturan Menteri
Perindustrian No. 16/ M-IND/PER/2/2011 tentang Penghitungan Tingkat
Komponen Dalam Negeri dan Bobot Manfaat Perusahaan (BMP).
2) Permasalahan
a) Masih belum optimalnya pemanfaatan kebijakan Peningkatan
Penggunaan Produk Dalam Negeri oleh Perusahaan Industri nasional;
b) Masih belum selarasnya kebijakan yang terkait dengan Peningkatan
Penggunaan Produk dalam negeri;
c) Masih belum optimalnya penyebaran informasi Daftar Produsen
Barang/Jasa Dalam Negeri;
d) Masih belum selarasnya antara Kelompok Barang/Jasa yang menjadi
rujukan dengan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (5 digit
KBLI) yang ada pada Izin Usaha Industri sebagai rujukan Bidang Usaha
yang diberikan Izin berusaha secara komersial.
e) Masih belum optimalnya pemanfaatan perusahaan industri yang sudah
mendapatkan Sertifikat Sah TKDN di dalam Perngadaan barang/jasa
Pemerintah.
3) Langkah-langkah Yang Telah Dilakukan
a) Koordinasi dan peningkatan sosialisasi tentang kebijakan Peningkatan
Penggunaan Produk dalam negeri;
b) Monitoring dan Evaluasi konsistensi Penggunaan Produksi Dalam negeri;
c) Penyelarasan kebijakan yang terkait dengan Peningkatan Penggunaan
Produk Dalam Negeri, termasuk penyempurnaan Peraturan meneteri
Perindustrian Nomor 15 /M-IND/PER/2/2011, dan memasukan bagian
Peningkatan Penggunaan Produk dalam Negeri pada RUU Perindustrian
dan penyiapan RPP Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri;
d) Sosialisasi dan promosi Produk Dalam Negeri melalui Pameran dan
Website Kemenperind, dan pengiriman Buku dan CD Daftar Inventarisasi
Barang/Jasa kepada Kementerian/Lembaga Non Kementerian/Daerah
dan Instansi;
Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 83
4) Hasil-hasil Yang Dicapai Tahun 2007-2012
Jumlah produk yang telah diverifikasi TKDN per kelompok barang tahun
2007-2012 adalah sebanyak 5.753 produk, dengan rincian sebagai berikut:
Kelompok Barang 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Alat Berat, Konstruksi, dan Material Handling 7 4 1 34 6 5
Alat Transport 19 44 34 102 9 15
Bahan Bangunan/Konstruksi 10 50 17 70 119 30
Bahan dan Peralatan Kesehatan 41 38 14 34 39 61
Bahan Kimia dan Barang Kimia 26 50 17 150 98 125
Bahan Penunjang Pertanian 12 - 2 5 59 9
Barang Lainnya 29 8 65 300 90
Jasa Engineering, Procurement, dan Construction (EPC) dan Jasa Keteknikan - 1 1.148 3 1
Komputer dan Peralatan Kantor 3 22 20 48 7 32
Logam dan Barang Logam 14 27 98 280 138 140
Mesin dan Peralatan Migas 75 22 31 188 45 102
Mesin dan Peralatan Pabrik 17 34 3 106 6 10
Mesin dan Peralatan Pertambangan - 2 5 8 4
Mesin dan Peralatan Pertanian 10 25 7 42 34 46
Pakaian dan Perlengkapan Kerja 9 18 3 27 19 32
Peralatan Elektronika 5 25 6 124 9 34
Peralatan Kelistrikan 51 59 28 185 62 222
Peralatan Laboratorium - 1 2 5 3
Peralatan Olah Raga dan Pendidikan - 1 2 26 33
Peralatan Telekomunikasi 14 9 5 24 7 27
Sarana Pertahanan 2 4 1 8 1 8
TOTAL 315 460 300 2649 1000 1029
Jumlah produk yang telah diverifikasi TKDN per kelompok barang tahun 2007-2012
c. Unit Layanan Pengadaan (ULP)
1) Gambaran Umum
Berdasarkan Peraturan Presiden Peraturan Presiden RI Nomor 70 Tahun
2012 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun
2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, tiap-tiap
Kementerian/Lembaga Pemerintah wajib membentuk Unit Layanan
Pengadaan (ULP).
Kementerian Perindustrian melalui Peraturan Menteri Perindustrian Nomor
152/M-IND/PER/12/2010 tentang Unit Layanan Pengadaan Kementerian
Perindustrian, telah membentuk Unit Layanan Pengadaan (ULP) yang
bersifat Ad Hoc, yang mulai berlaku sejak tahun 2011.
2) Permasalahan
a) Para pegawai/anggota di ULP masih belum optimal dalam melaksanakan
tugasnya, anggota Pokja masih belum sepenuhnya fokus terhadap
tugas-tugasnya di ULP karena masih terikat dan terkait dengan tugas-
tugas dari Unit Kerja masing-masing;
Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 84
b) Sebagian dari anggota pokja masih belum sepenuhnya menguasai dan
memahami peraturan baik yang pokok maupun tambahan, serta
menjawab dan menghadapi sanggah/pertanyaan dari penyedia;
3) Langkah-langkah Yang Telah Dilakukan
a) Untuk mengurangi beban kerja, pada Tahun Anggaran 2013 telah
terbentuk 12 (dua belas) anggota pokja dimana pada tahun sebelumnya
hanaya terdapat 6 (enam) pokja.
b) Adanya sosialisasi dan konsinyering dengan pihak LKPP untuk
menambah wawasan pengadaan barang/jasa bagi anggota pokja
c) Pelatihan bagi anggota pokja terhadap teknologi Sistem Pengadaan
Secara Elektronik (SPSE).
d) Terdapat anggaran untuk konsultasi/bantuan hukum terkait
permasalahan sanggahan atau masalah hukum lainnya.
4) Hasil-hasil Yang Dicapai Tahun 2011-2012
a) Tahun 2011
(1) Jumlah paket yang disampaikan ke Unit Layanan Pengadaan
Kementerian Perindustrian Tahun 2011 adalah 450 Paket dengan
nilai Rp 580.938.144.114, yang terdiri atas:
(a) Lelang Umum sebanyak 281 paket dengan nilai Rp
531.011.754.287.
(b) Lelang Sederhana sebanyak 119 paket dengan nilai Rp
18.651.059.827.
(c) Penunjukan Langsung sebanyak 50 paket dengan nilai Rp
31.275.330.000.
(2) Terjadi Penghematan sebesar Rp 66.956.245.530, yang terdiri atas:
(a) Lelang Umum sebesar Rp 63.139.922.253
(b) Lelang Sederhana sebesar Rp 1.064.820.077
(c) Penunjukan Langsung sebesar Rp 2.721.503.200
b) Tahun 2012
(1) Pengadaan Kementerian Perindustrian Tahun 2012 yang telah
diumumkan pada web-site Kementerian Perindustrian (Nomor
512/M-IND/12/2011) adalah sebanyak 437 Paket dengan Total Nilai
Rp. 645.168.323.000.
(2) Dari total Rencana Umum sebanyak 437 Paket dengan Total Nilai
Rp. 645.168.323.000, 40 Paket dengan total nilai Rp.
3.093.155.000,- diantaranya dilaksanakan tanpa melalui ULP (Nilai
Rp. 100 Juta), paket tersebut bertambah setelah terbitnya
Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 tanggal 31 Juli 2012 (Nilai
Rp. 200 Juta).
(3) Jumlah paket yang telah disampaikan ke Unit Layanan Pengadaan
Kementerian Perindustrian Tahun 2012 adalah 411 Paket dengan
nilai Rp. 733.772.474.288, yang terdiri atas:
Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 85
(a) Lelang Umum/Sederhana dan Seleksi Umum/Sederhana
sebanyak 329 Paket dengan nilai Rp. 694.719.828.288
(b) Penunjukan Langsung sebanyak 82 Paket dengan nilai Rp.
39.052.646.000
(4) Terjadi Penghematan sebesar Rp. 40.893.542.151 (6,02%), yang
terdiri atas:
(a) Lelang Umum/Sederhana sebesar Rp. 39.245.010.001
(b) Penunjukan Langsung sebesar Rp. 1.648.532.150
d. Unit Pelayanan Publik (UP2)
1) Gambaran Umum
Sesuai amanat Undang-Undang No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan
Publik dan dalam rangka meningkatkan kualitas dan menjamin penyediaan
pelayanan publik secara mudah, cepat dan transparan, maka Kementerian
Perindustrian telah mengeluarkan beberapa peraturan diantaranya:
a) Peraturan Menteri Perindustrian No. 34/M-IND/PER/3/2010 tentang Kode
Etik Pelayan Publik dan Penyelenggara Pelayanan Publik di lingkungan
Kementerian Perindustrian;
b) Peraturan Menteri Perindustrian No. 55/M-IND/PER/6/2011 tentang Unit
Pelayanan Publik Kementerian Perindustrian; dan
c) Instruksi Menteri Perindustrian No. 765/M-IND/11/2010 tentang
Pembentukan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP).
Sebagai tindak lanjut pelaksanaan Undang-Undang Pelayanan Publik,
Kementerian Perindustrian telah membentuk Unit Pelayanan Publik (UP2)
pada tahun 2011 bertempat di Lantai 4 Gedung Kementerian Perindustrian,
Jl. Jend. Gatot Subroto Kav. 52-53 Jakarta Selatan. UP2 Kementerian
Perindustrian adalah unit kerja non struktural yang bertugas melakukan
kegiatan penyelenggaraan pelayanan publik non perizinan berupa
pemberian informasi dan konsultasi di bidang fasilitasi dan kawasan industri,
desain kemasan dan merek bagi IKM, HKI, dan sertifikasi SNI, serta
rekomendasi/pertimbangan teknis di lingkungan Kementerian Perindustrian,
mulai dari tahap permohonan sampai terbitnya dokumen.
2) Permasalahan
a) Belum memadainya kompetensi petugas UP2 dalam memahami
substansi jenis-jenis rekomendasi/pertimbangan teknis dan
persyaratannya;
b) Belum adanya sistem online yang dapat memberikan pelayanan yang
efisien dan transparan bagi pengguna jasa UP2 untuk mengetahui
perkembangan proses penyelesaian rekomendasi/pertimbangan teknis;
c) Masih adanya proses rekomendasi melebihi batas waktu 5 (lima) hari
yang ditetapkan dalam SOP UP2;
Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 86
d) Masih adanya ketidaksesuaian persyaratan rekomendasi/pertimbangan
teknis dalam pemberian pelayanan di UP2 dengan di unit pemroses.
3) Langkah-langkah Yang Telah Dilakukan
a) Bimbingan Teknis Petugas UP2 terkait substansi pelayanan yang
diberikan;
b) Mulai diterapkannya Tracking System yang dapat melacak posisi terakhir
permohonan rekomendasi. Sebagai uji coba telah diberlakukan untuk
pendaftaran produk telepon seluler, komputer genggam (handheld), dan
komputer tablet;
c) Membuat brosur, leaflet, banner terkait dengan tugas dan fungsi UP2
dalam memberikan informasi kepada pengguna jasa UP2;
d) Telah dilakukan Survei Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) oleh pihak
ketiga;
e) Segera dilakukan inventarisasi dan harmonisasi persyaratan adminsitratif
dan substantif yang belum selaras antara UP2 dengan unit pemroses
sehingga tidak membingungkan dunia usaha yang mengajukan
rekomendasi/pertimbangan teknis di UP2.
4) Hasil-hasil Yang Dicapai Tahun 2011-2012
a) Tahun 2011
(1) Telah dilakukan penataan terhadap 85 jenis layanan publik,
penataan sistem layanan berbasis IT (e-licensing) yang terintegrasi
dengan National Single Window (NSW), penataan Standar
Operasional Prosedur (SOP), kewajiban dan standar perilaku serta
larangan/sanksi bagi pelayan publik.
(2) Untuk menerbitkan rekomendasi izin impor, Kementerian
Perindustrian telah mengembangkan dan memberlakukan sistem
pendaftaran secara elektronik yang disebut dengan e-licensing,
dimana seluruh proses dilakukan secara online dan real time
sehingga dapat dimonitor secara langsung oleh masyarakat.
b) Tahun 2012
(1) UP2 Pusat telah menerima dan meregistrasi permohonan
rekomendasi/pertimbangan teknis dan konsultasi lainnya sebanyak
6.832 permohonan, dengan rincian:
(a) Penerbitan rekomendasi/pertimbangan teknis: Ditjen Industri
Agro sebanyak 1.218 permohonan; Ditjen BIM sebanyak 3.896
permohonan; dan Ditjen IUBTT sebanyak 1.115 permohonan.
(b) Konsultasi: LSPro-Pustand BPKIMI berupa permohonan
konsultasi terkait sertifikasi SNI sebanyak 98 permohonan dan
Permohonan konsultasi lainnya sebanyak 505 permohonan.
(2) Dalam rangka meningkatkan pemahaman dan kemampuan petugas
UP2, telah dilakukan kegiatan antara lain:
Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 87
(a) Pembekalan kepada petugas UP2 terkait dengan persyaratan
Rekomendasi/Pertimbangan Teknis sebanyak 12 kali dengan
narasumber Pejabat dari unit pemroses;
(b) Bimbingan Teknis UP2 tentang substansi dan sistem online
pelayanan UP2 sebanyak 2 kali;
(c) Pelatihan Teknik Pelayanan Publik bagi petugas UP2 yang baru
ditunjuk; dan
(d) Workshop tentang pelayanan publik Kementerian Perindustrian
yang diikuti oleh dunia usaha, wakil unit pemroses, dan petugas
UP2.
(3) Telah dilaksanakan Survei Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) oleh
lembaga independen (pihak ketiga) dengan mengambil sampel 105
perusahaan di wilayah DKI Jakarta dan Jawa Barat yang menjadi
responden pengguna jasa UP2, dengan Hasil survei secara
keseluruhan memperoleh angka IKM 72,65 dengan kategori baik.
e. Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE)
1) Gambaran Umum
Dalam rangka menjawab tantangan persaingan sehat dan pelaksanaan
pengadaan barang jasa yang berdasarkan prinsip ekonomis, efektif dan
efisien maka pada tahun 2010 telah ditetapkan Peraturan Menteri
Perindustrian Nomor 153/M-IND/PER/12/2010 tentang Layanan Pengadaan
Secara Elektronik Kementeriaan Perindustrian. LPSE Kemenperin adalah
unit kerja yang bersifat ad-hoc untuk menyelenggarakan sistem pelayanan
pengadaan barang/jasa secara elektronik di lingkungan Kementerian
Perindustrian dan memfasilitasi Kementerian Perindustrian kepada Portal
Pengadaan Nasional berdasarkan Peraturan Menteri Perindustrian.
2) Permasalahan
a) Pada awal pengoperasian masih banyak penyedia yang belum
memahami SPSE bahkan banyak yang tidak mempelajari manual
penggunaan SPSE sehingga sering terjadi kesalahan yang menghambat
mereka untuk mengikuti lelang
b) Sebagai sebuah sistem sampai saat ini masih terdapat celah pada
aplikasi SPSE
c) Belum adanya sosialisasi mengenai pengadaan barang dan jasa secara
elektronik kepada satuan kerja Kemenperin yang ada di daerah
d) Masih ada beberapa perangkat keras (hardware) dan lunak (software)
masih menggunakan fasilitas dari unit Pusdatin.
3) Langkah-langkah Yang Telah Dilakukan
a) Melakukan sosialisasi dan pelatihan aplikasi Sistem Pengadaan barang
dan jasa Secara Elektronik sejak tahun 2011 sampai dengan saat ini
kepada penyedia barang dan jasa, anggota Kelompok Kerja Unit
Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 88
Layanan Pengadaan (Pokja ULP) Kemenperin, dan panitia pengadaan
barang dan jasa satuan kerja (satker) Kemenperin di daerah.
b) Mengenai adanya kelemahan pada SIstem Pengadaan Secara
Elektronik, LPSE Kemenperin telah melaporkan hal tersebut pada LKPP
sebagai pemilik dan pengembang aplikasi.
c) Melakukan sosialisasi mengenai layanan pengadaan secara elektronik
kepada satuan kerja Kemenperin di daerah.
d) Melakukan pengadaan perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak
(software) secara mandiri.
4) Hasil-hasil Yang Dicapai Tahun 2011-2012
Sejak beroperasinya Layanan Pengadaan Secara ELektronik (LPSE) pada
tahun 2011 hingga saat ini telah mencapai beberapa hal, antara lain:
a) Tahun 2011
(1) Telah dilatih sebanyak 796 orang peyedia barang dan jasa
(2) Telah diregistrasi dan divalidasi sebanyak 902 perusahaan penyedia
(3) Telah difasilitasi 428 paket lelang dengan nilai Rp 492.732.668,-
(4) Telah dilakukan penghematan lelang senilai Rp 36.766.224,-
b) Tahun 2012
(1) Telah dilatih sebanyak 236 orang peyedia barang dan jasa
(2) Telah diregistrasi dan divalidasi sebanyak 209 perusahaan penyedia
(3) Telah difasilitasi 315 paket lelang dengan nilai Rp. 685.138.961.098,-
(4) Telah dilakukan penghematan lelang senilai Rp 39.276.191.251
(5) Telah dilakukan sosialisasi terhadap 48 satuan kerja Kementerian
Perindustrian di daerah yang meliputi Balai Besar, Balai Riset dan
Standardisasi, Sekolah dan Balai Diklat Industri.
5. Peningkatan Akuntabilitas Keuangan dan Reformasi Birokrasi
a. Mempertahankan Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP)
1) Gambaran Umum
Sebagai upaya untuk menyikapi perkembangan tuntutan masyarakat akan
tata pemerintahan yang tertib, bersih, transparan dan akuntabel, serta dapat
mencapai sasaran yang telah direncanakan dan memuaskan harapan
stakeholder, maka Kementerian Perindustrian bertekad meningkatkan
akuntabilitas pengelolaan keuangan untuk mendapatkan opini Wajar Tanpa
Pengecualian (WTP).
Dalam rangka mencapai hal tersebut, telah ditetapkan sasaran pengawasan,
antara lain mempertahankan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas
Laporan Keuangan Kementerian Perindustrian, mewujudkan pencapaian KPI
(Key Performance Indicators) program dan kegiatan Kementerian
Perindustrian, terwujudnya reformasi birokrasi, terwujudnya efektivitas
restrukturisasi organisasi serta tersedianya masukan rekomendasi
Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 89
(feedback) terhadap pelaksanaan program/kegiatan dan perumusan
kebijakan pembangunan industri.
2) Permasalahan
a) Masih terdapat beberapa temuan BPK terkait pengelolaan administrasi
keuangan dan verifikasi BMN, serta prosedur pengadaan barang dan
jasa.
b) SDM pengelola administrasi keuangan belum seluruhnya memiliki
pemahaman dan kompetensi yang memadai dalam hal pencatatan
laporan keuangan dan BMN baik secara manual maupun secara
komputerisasi.
c) Pengelolaan dan pengamanan aset belum sepenuhnya tertib
administrasi, khususnya pada bantuan peralatan dan mesin yang
akan/telah diserahkan kepada Pemda, masyarakat, atau perusahaan.
3) Langkah-langkah Yang Telah Dilakukan
a) Guna mendapatkan predikat WTP atas audit laporan keuangan,
Kementerian Perindustrian telah membuat rencana aksi melalui:
(1) Instruksi Menteri Perindustrian No. 827/M-IND/11/2009 tentang
Rencana Aksi mempertahankan opini WTP atas Laporan Keuangan
Departemen Perindustrian Tahun 2009;
(2) Instruksi Menteri Perindustrian No. 472/M-IND/8/2010 tentang
Rencana Aksi mempertahankan opini WTP atas Laporan Keuangan
Kementerian Perindustrian Tahun 2010;
(3) Instruksi Menteri Perindustrian Nomor 319/M-IND/6/2011 tentang
Rencana Aksi Mempertahankan Opini WTP Atas Laporan Keuangan
Kementerian Perindustrian Tahun 2011.
b) Menyelesaikan Temuan Atas Laporan Keuangan Tahun 2011 dan
sebelumnya:
(1) Menindaklanjuti dan menyelesaikan seluruh temuan BPK Tahun
2011 dan tahun sebelumnya.
(2) Melakukan monitoring pelaksanaan pemeriksaan rutin fisik Kas
(3) Meningkatkan pengelolaan administrasi keuangan dan verifikasi
BMN khususnya verifikasi barang pada Kuasa Pengguna Anggaran.
(4) Mengintensifkan prosedur pengadaan barang dan jasa sesuai
dengan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 dan mematuhi
spesifikasi teknis yang ditetapkan dalam RKS.
c) Meningkatkan Kemampuan Sistem Manajemen Keuangan, meliputi
sistem pembukuan, sistem aplikasi teknologi komputer, pengelolaan dan
pengamanan aset, dan peningkatan kualitas SDM.
d) Penjaminan Mutu (Quality assurance) oleh Pengawas Internal.
4) Hasil-hasil Yang Dicapai Tahun 2005-2012
Kementerian Perindustrian telah berhasil memperoleh Opini Wajar Tanpa
Pengecualian (WTP) atas Laporan Keuangan Kementerian Perindustrian
Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 90
sebanyak 4 (empat) kali dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Perolehan
opini terakhir diperoleh pada tahun 2012 berdasarkan laporan hasil
pemeriksaan keuangan nomor 11a/LHP/XV/05/2012 tanggal 4 Mei 2012,
BPK RI telah memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) terhadap
Laporan Keuangan Kementerian Perindustrian Tahun 2011.
Keberhasilan Kementerian Perindustrian dalam memperoleh opini WTP
dapat dicapai berkat kerjasama semua pihak yang terkait di lingkungan
Kementerian Perindustrian.
Perkembangan Opini BPK terhadap audit Laporan Keuangan (LK)
Kementerian Perindustrian adalah sebagai berikut:
a) LK Tahun 2005: Disclaimer
b) LK Tahun 2006: Disclaimer
c) LK Tahun 2007: Wajar Dengan Pengecualian (WDP)
d) LK Tahun 2008: Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dengan paragraf
penjelasan
e) LK Tahun 2009: Wajar Tanpa Pengecualian (WTP)
f) LK Tahun 2010: Wajar Tanpa Pengecualian (WTP)
g) LK Tahun 2011: Wajar Tanpa Pengecualian (WTP)
b. Reformasi Birokrasi
1) Gambaran Umum
Sektor industri memegang peranan penting dalam perekonomian nasional.
Oleh karena itu sektor industri perlu didorong agar mampu lebih berperan
dalam mensukseskan program pemerintah khususnya penciptaan
kesempatan kerja dan mendorong pertumbuhan ekonomi dengan dukungan
birokrasi yang prima.
Untuk mewujudkan birokrasi yang prima diperlukan perubahan yang
mendasar dalam pelayanan publik, kinerja, dan integritas pegawai.
Kementerian Perindustrian telah mulai membangun pondasi Reformasi
Birokrasi sejak tahun 2005. Pelaksanaan program Reformasi Birokrasi (RB)
berdasarkan Perpres Nomor 81 tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi
Birokrasi tahun 2010-2025.
2) Permasalahan
a) Sebelum pelaksanaan Reformasi Birokrasi dilakukan, pelayanan publik
yang diberikan masih jauh dari memuaskan, antara lain karena belum
adanya standar biaya pelayanan yang jelas, masih banyaknya biaya
tambahan dan gratifikasi, belum adanya SOP layanan, belum adanya
Desk Pelayanan Informasi, kurang transparannya proses pelayanan,
waktu layanan yang lama, dan masih rendahnya pengertian pegawai
terhadap substansi pekerjaan.
b) Kinerja pegawai yang masih rendah tercermin dari tingkat kehadiran
pegawai yang masih dibawah 7,5 jam sesuai dengan Peraturan Menteri
PAN dan RB, proses perekrutan pegawai yang masih konvensional
Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 91
sehingga menimbulkan adanya celah KKN, produktivitas yang masih
rendah karena belum adanya job description yang jelas bagi tiap-tiap
pegawai, dan kurangnya pendidikan dan pelatihan bagi pegawai.
c) Tingkat integritas yang masih rendah juga terlihat dari proses pengadaan
barang dan jasa yang belum transparan dan belum adanya e-
procurement. Pola pikir pegawai juga belum berorientasi pada pelayanan
kepada masyarakat, akibatnya pada tahun 2009 Kementerian
Perindustrian mendapatkan indeks prestasi pelayanan publik yang masih
belum memuaskan dari KPK.
3) Langkah-langkah Yang Telah Dilakukan
a) Sejak tahun 2008, proses rekrutmen pegawai dilakukan dengan
menggunakan sistem online.
b) Pemantauan produktivitas pegawai melalui laporan mingguan pegawai
dan penilaian kinerja pegawai tiap bulan.
c) Telah memiliki unit pengadaan secara terpusat atau ULP (Unit Layanan
Pengadaan) dengan menggunakan sistem LPSE (Layanan Pengadaan
Secara Elektronik) untuk melayani pengadaan barang dan jasa yang
menjamin transparansi proses tersebut.
d) Melakukan perbaikan di sektor pelayanan publik, baik dari standar
pelayanan prima maupun integritas penyelenggaraan dan pelayanan.
e) Peningkatan kompetensi pegawai melalui berbagai pendidikan dan
pelatihan teknis yang menunjang pelaksanaan tugas pokok dan fungsi.
f) Penerapan sistem absensi online sejak tahun 2005, yang berdampak
tingkat kehadiran pegawai yang masih dibawah 7,5 jam secara bertahap
meningkat menjadi rata-rata diatas standar Peraturan MenPAN dan RB.
g) Pelaksanaan program percepatan (quick wins) pada Perbaikan Kualitas
Pelayanan Publik untuk membangun kepercayaan masyarakat (public
trust building), terutama peningkatan kualitas layanan yang bersentuhan
langsung dengan kebutuhan masyarakat industri/dunia usaha.
h) Penerbitan Peraturan Menteri Perindustrian tentang kode etik pelayanan
publik, standar pelayanan minimal, standar biaya pelayanan,
transparansi biaya dan proses pelayanan, dan telah diterapkan SOP
layanan yang jelas sehingga waktu pelayanan kepada stakeholders
menjadi lebih singkat yang dilaksanakan pada Unit Pelayanan Publik
(UP2) di Lingkungan Kementerian Perindustrian.
4) Hasil-hasil Yang Dicapai Tahun 2004-2012
a) Beberapa prestasi dan keunggulan yang telah dicapai Kementerian
Perindustrian sebagai hasil dari upaya Reformasi Birokrasi antara lain:
(1) Peringkat 1 Penilaian Inisiatif Anti Korupsi oleh KPK tahun 2011.
(2) Laporan Keuangan mendapat predikat WTP sejak 2008.
(3) Peringkat 4 Penilaian Integritas Pelayanan Publik oleh KPK tahun
2011.
Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 92
(4) Peringkat 1 tentang Keterbukaan Informasi Publik oleh Komisi
Informasi Pusat (KIP) tahun 2012.
(5) Nilai LAKIP Kementerian Perindustrian mencapai B.
(6) Penghargaan penggunaan E-Government terbaik tahun 2012.
(7) Kementerian yang sudah baik pelaksanaan Reformasi Birokrasi
sejak tahun 2008 bersamaan dengan Bappenas, Menko
Perekonomian dan BPKP.
(8) Grade Tunjangan Kinerja lebih besar dibanding 19 K/L lainnya di
Tahun 2012.
(9) Reformasi Birokrasi Kementerian Perindustrian sering dijadikan
contoh oleh K/L lain.
(10) Pelayanan publik satu pintu yaitu melalui UPP (Unit Pelayanan
Publik).
(11) Pengadaan Barang dan Jasa terpadu yaitu Unit Layanan
Pengadaan (ULP) sejak tahun 2008.
(12) Sistem Rekruitmen Online, Sistem Absensi Pegawai Online serta
ketersediaan Sistem Informasi Pegawai (SiPeg) dan Database
Pegawai yang sudah terintegrasi.
(13) Sistem Penilaian Kinerja Pegawai secara online (Disiplin 70% &
Kinerja 30%).
(14) Penerapan E-Government (Intranet, LPSE, E-Licensing).
(15) Penerapan Budaya Kerja 5-K.
b) Dalam rangka pelaksanaan Reformasi Birokrasi (RB), perlu dilakukan
penilaian mandiri (self assessment) pelaksanaan RB. Untuk itu, Menteri
PAN dan RB telah mengeluarkan Permen PAN dan RB Nomor 1 Tahun
2012 tentang Pedoman Penilaian Mandiri Pelaksanaan RB dan
ditindaklanjuti dengan Permen PAN dan RB Nomor 31 tahun 2012
tentang Petunjuk Teknis Penilaian Mandiri Pelaksanaan RB (PMPRB)
secara online. Hasil PMPRB Kementerian Perindustrian adalah sebagai
berikut:
(1) Nilai Pencapaian Pengungkit dan Hasil tanpa memperhitungkan
survei responden internal adalah 77,37 (level 4);
(2) Nilai Pencapaian Pengungkit dan Hasil dengan memperhitungkan
survei responden internal adalah 76,90 (level 4);
(3) Nilai Responden dalam Survei Internal untuk Komponen Pengungkit
adalah 73,34, sedangkan untuk Komponen Hasil adalah 73,07;
(4) Nilai Pemenuhan Target Indikator Internal (Sembilan Program Mikro
RB) adalah 77,57;
(5) Nilai Pemenuhan Target Indikator Eksternal (IKU Indikator
Keberhasilan RB Nasional) yang dinilai dari Opini atas Laporan
Keuangan Kementerian oleh BPK dan Integritas Layanan Publik oleh
KPK adalah 79,67.

Anda mungkin juga menyukai