Strategi Coping
bagi
Keluarga Korban Gempa
dan Tsunami Aceh
Karya ini spesial aku persembahkan untuk orang-orang yang
sangat aku cintai dan sayangi yaitu: Suamiku Drh. Fadli A.Gani,
M.Si yang selalu memberikan motivasi, bantuan moril, material,
tenaga dan waktu serta pengertian dan toleransi yang tinggi
dalam segala hal; Anak-anakku Fatmawati, Muhammad Taufik,
Nadia Isnaini dan Rizka Fadila yang senantiasa memberikan
semangat dan pengertian; Ayahanda Samaun Andah yang selalu
memberikan do’a restu, perhatian dan kasih sayang sejak
penulis masih kecil hingga saat ini; Almarhumah Ibunda Saerah
Mahmud yang semasa hidupnya selalu memberikan do’a restu
dan kasih sayang serta perhatian
SITI MARYAM
Strategi Coping
bagi
Keluarga Korban Gempa dan Tsunami
Aceh
Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT)
Siti Maryam
Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
Unimal Press
xiv, 206 hlm; 160 x 240 mm (UNESCO Standard)
I SBN 979137200 - 4
9 7 9 9 7 9 1 3 7 2 0 0 7
Unimal Press
Cetakan ke-1 Oktober 2009.
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh isi buku ini dengan cara apa pun,
termasuk dengan cara penggunaan mesin fotokopi, tanpa izin sah dari penerbit
Kata Pengantar
v
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat
dan karunia-Nya, maka tulisan ini akhirnya terwujud. Buku ini merupakan hasil
penelitian untuk desertasi yang dilakukan di 2 (dua) kecamatan yang ada di Kota
Banda Aceh yaitu Kecamatan Meuraxa dan Kecamatan Kuta Alam yang memakan
waktu selama satu tahun mulai dari pra-survei sampai data cleaning. Bantuan dana
penelitian berasal dari berbagai pihak, mulai dari Direktorat Pendidikan Tinggi
(Dikti), Departemen Pendidikan Nasional (melalui beasiswa BPPS), bantuan
PEMDA Nanggroe Aceh Darussalam melalui Universitas Malikussaleh
Lhokseumawe dan dari International Centre for Research in Agroforestry (ICRAF)
di Bogor.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang setinggi-
tingginya kepada pihak-pihak yang telah banyak membantu baik secara teknis
maupun saran profesional serta bantuan finansial hingga tulisan ini terwujud.
Secara spesifik, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Komisi pembimbing disertasi Dr. Ir. Dadang Sukandar, M.Sc (Ketua), Dr. Ir.
Suprihati Guharja,MS, Prof. Dr. Pang S Asngari dan Dr. Ir. Euis Sunarti
(anggota) atas semua bimbingan, bantuan, saran-saran, kesabaran dan
ketelatenan yang luar biasa selama pelaksanaan penelitian dan penulisan
disertasi,
2. Dua Penguji Luar yaitu Dr. Ir. H. Ahmad Humam Hamid, MA dari Fakultas
Pertanian Universitas Syiah Kuala Darussalam Banda Aceh dan Dr. Diah K.
Pranadji, MS dosen Ilmu Keluarga dan Konsumen Fakultas Ekologi Manusia
Institut Pertanian Bogor
3. Dr. Ir Herien Puspitawati, M.Sc selaku dosen penguji ujian tertutup
4. Dr, Titik Sumarti, MS selaku pimpinan sidang ujian tertutup
5. Rektor Institut Pertanian Bogor, Prof. Dr. Ir. Ahmad Ansori Mattjik,M.Sc
6. Dekan Sekolah Pasca sarjana-IPB atas perizinan dan pembinaan selama
menjadi mahasiswa,
7. Dekan Fakultas Pertanian-IPB Prof, Dr. Ir. Supiandi Sabiham, M.Agr.
8. Dekan Fakultas Ekologi Manusia, Prof. Dr. Ir Hardinsyah, MS
9. Dr. Ir. Evy Damayanti, MS selaku Ketua Departemen Gizi Masyarakat dan
Sumberdaya Keluarga
10. Dr. Ir Hartoyo. M selaku Ketua Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen
(IKK), Fakultas Ekologi Manusia-IPB
11. Prof. Dr Ali Khomsan, MS Ketua Progran Studi Gizi Masyarakat dan
Sumberdaya Keluarga untuk tingkat Pascasarjana
12. Kapolda Nanggroe Aceh Darussalam yang telah memberikan izin untuk
melakukan penelitian di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam
13. Rektor Universitas Malikussaleh Drs. Hadi Arifin, MSc yang telah
memberikan kesempatan untuk mengikuti pendidikan program Doktor (S3) di
Institut Pertanian Bogor
Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
vi
Siti Maryam
Kata Pengantar
vii
Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
viii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................v
DAFTAR ISI...................................................................................................vii
DAFTAR ISI....................................................................................................ix
DAFTAR TABEL.........................................................................................xiii
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................133
INDEKS........................................................................................................141
LAMPIRAN..................................................................................................143
RIWAYAT PENULIS..................................................................................159
Daftar Isi
xi
Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Penyebab dan tingkat stres menurut metode Holmes dan
Rahe................................................................................................11
Tabel 2. Ukuran contoh berdasarkan desa, tipologi keluarga dan
populasi...........................................................................................37
Tabel 3. Peubah, skala, responden, alat dan cara pengukuran......................38
Tabel 4. Pembobotan pertanyaan penyebab stres menggunakan Skala
Holmes dan Rahe............................................................................45
Tabel 5. Jenis data, peubah dan skoring yang digunakan.............................47
Tabel 6. Hasil uji reliabilitas dan validitas peubah-peubah penelitian
saat penelitian utama......................................................................50
Tabel 7. Kelurahan/Gampong pada Kecamatan Kuta Alam dan
Kecamatan Meuraxa.......................................................................56
Tabel 8. Jumlah penduduk Kecamatan Kuta Alam pasca gempa dan
tsunami............................................................................................57
Tabel 9. Jumlah penduduk Kecamatan Meuraxa pasca gempa dan
tsunami............................................................................................57
Tabel 10. Statistik dan sebaran keluarga menurut kategori masalah
pangan.............................................................................................61
Tabel 11. Statistik dan sebaran keluarga menurut kategori masalah
kesehatan........................................................................................62
Tabel 12. Statistik dan sebaran keluarga menurut kategori masalah
pendidikan......................................................................................63
Tabel 13. Statistik dan sebaran keluarga menurut kategori masalah
perumahan......................................................................................65
Tabel 14. Statistik dan sebaran keluarga menurut kategori masalah
pakaian............................................................................................66
Tabel 15. Statistik dan sebaran keluarga menurut kategori masalah
pekerjaan.........................................................................................67
Tabel 16. Statistik dan sebaran keluarga menurut kategori jumlah
anggota............................................................................................67
Tabel 17. Sebaran contoh menurut kategori pekerjaan utama dan
tambahan.........................................................................................68
Tabel 18. Sebaran contoh menurut kategori pekerjaan utama anak dan
anggota keluarga lain......................................................................69
Tabel 19. Statistik dan sebaran keluarga menurut kategori pengeluaran........70
Tabel 20. Statistik dan sebaran keluarga menurut kategori pengeluaran
pangan dan non pangan..................................................................71
Tabel 21. Statistik dan sebaran keluarga menurut kategori pendapatan.........72
Daftar Tabel, Daftar Gambar, dan Daftar Lampiran
xiii
Tabel 44. Statistik dan sebaran keluarga menurut kategori coping total........92
Tabel 45. Statistik dan sebaran keluarga menurut kategori coping
berfokus pada masalah....................................................................93
Tabel 46 Statistik dan sebaran keluarga menurut kategori coping
planful problem solving..................................................................94
Tabel 47. Statistik dan sebaran keluarga menurut kategori coping
confrontatif.....................................................................................95
Tabel 48. Statistik dan sebaran keluarga menurut kategori coping
seeking social support....................................................................96
Tabel 49. Statistik dan sebaran keluarga menurut kategori coping
berfokus pada emosi.......................................................................97
Tabel 50. Statistik dan sebaran keluarga menurut kategori coping
positive reappraisal........................................................................97
Tabel 51. Statistik dan sebaran keluarga menurut kategori coping
accepting responsibility..................................................................98
Tabel 52. Statistik dan sebaran keluarga menurut kategori coping self
controlling......................................................................................99
Tabel 53. Statistik dan sebaran keluarga menurut kategori coping
distancing......................................................................................100
Tabel 54. Statistik dan sebaran keluarga menurut kategori coping
escape avoidance..........................................................................101
Tabel 55. Korelasi Spearman antar peubah coping strategi..........................102
Tabel 56. Sebaran keluarga berdasarkan coping berfokus pada
masalah dan Tingkat stres.............................................................104
Tabel 57. Sebaran keluarga berdasarkan coping berfokus pada emosi
dan tingkat stres............................................................................104
Tabel 58. Statistik dan sebaran keluarga menurut kategori
keberfungsian total.......................................................................106
Tabel 59. Statistik dan sebaran keluarga menurut kategori fungsi
ekspresif........................................................................................107
Tabel 60. Statistik dan sebaran keluarga menurut kategori fungsi
instrumental..................................................................................108
Tabel 61. Sebaran keluarga berdasarkan jenis coping dan fungsi
ekspresif........................................................................................108
Tabel 62. Sebaran keluarga berdasarkan jenis coping dan fungsi
instrumental..................................................................................109
Tabel 63. Coping berfokus pada masalah sebagai peubah tidak bebas
dengan tingkat stres, masalah keluarga dan sumberdaya
coping sebagai peubah bebas........................................................109
Daftar Tabel, Daftar Gambar, dan Daftar Lampiran
xv
Tabel 64. Coping berfokus pada emosi sebagai peubah tidak bebas
dengan tingkat stres, masalah keluarga dan sumberdaya
coping sebagai peubah bebas.......................................................111
Tabel 65. Fungsi ekspresif keluarga sebagai peubah tidak bebas
dengan sumberdaya coping, masalah keluarga dan strategi
coping sebagai peubah bebas........................................................113
Tabel 66. Fungsi instrumental keluarga sebagai peubah tidak bebas
dengan sumberdaya coping, masalah keluarga dan strategi
coping sebagai peubah bebas........................................................114
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Model T ganda ABCX (McCubbin & Patterson, 1980)...............14
Gambar 2. Kerangka berpikir operasional strategi coping bagi
keluarga korban gempa dan tsunami Aceh..................................35
Gambar 3. Bagan penarikan contoh...............................................................37
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Uji reliabilitas instrumen penelitian pada saat uji coba.........143
Lampiran 2. Sebaran contoh berdasarkan masalah-masalah yang
dihadapi keluarga...................................................................145
Lampiran 3. Sebaran contoh berdasarkan kepribadian..............................146
Lampiran 4. Sebaran contoh berdasarkan pernyataan konsep diri.............146
Lampiran 5. Sebaran contoh berdasarkan pernyataan dukungan
sosial......................................................................................147
Lampiran 6. Sebaran contoh berdasarkan gejala stres fisik.......................147
Lampiran 7. Sebaran contoh berdasarkan gejala stres psikis.....................148
Lampiran 8. Sebaran contoh berdasarkan gejala stres kognitif.................149
Lampiran 9. Sebaran contoh berdasarkan gejala stres perilaku yang
dihadapi keluarga pasca gempa dan tsunami.........................149
Lampiran 10. Sebaran contoh berdasarkan penyebab stres yang
dihadapi keluarga dengan menggunakan skala Holmes
dan Rahe................................................................................150
Lampiran 11. Sebaran contoh berdasarkan pernyataan strategi coping
plantul problem solving.........................................................151
Lampiran 12. Sebaran contoh berdasarkan pernyataan strategi coping
confrontatif............................................................................152
Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
xvi
Daftar Tabel, Daftar Gambar, dan Daftar Lampiran
xvii
Pendahuluan
1
Bab Satu
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pada akhir Desember 2004, terjadi bencana gempa bumi dan gelombang
Tsunami yang melanda Provinsi Nanggroe Aceh Darusssalam (NAD) dan Sumatera
Utara. Bencana ini mengakibatkan: (a) jumlah korban manusia yang cukup besar,
(b) lumpuhnya pelayanan dasar, (c) tidak berfungsinya infrastruktur dasar, serta (d)
hancurnya sistem sosial dan ekonomi. Bencana berdampak besar pada kondisi
psikologis penduduk, lumpuhnya pelayanan dasar seperti pendidikan, kesehatan,
keamanan, sosial, serta kurang berfungsinya pemerintahan disebabkan oleh
hancurnya sarana dan prasarana dasar dan berkurangnya sumberdaya manusia
aparatur. Kegiatan produksi termasuk perdagangan dan perbankan mengalami
stagnasi total dan memerlukan pemulihan segera. Sistem transportasi dan
telekomunikasi juga mengalami gangguan yang serius dan harus segera ditangani
agar lokasi bencana dapat segera diakses. Sistem sosial ekonomi dan kelembagaan
masyarakat memerlukan revitalisasi untuk memulihkan kegiatan sosial ekonomi
masyarakat di Nanggroe Aceh Darussalam.
Berdasarkan laporan Satkorlak (2005), jumlah korban pasca gempa dan
tsunami mencapai 236.116 ribu jiwa, jumlah pengungsi 514.150 jiwa, jumlah anak
yatim 1.086 jiwa, persentase penduduk yang kehilangan mata pencaharian mencapai
44.1 persen, tingkat kerusakan pada berbagai aspek, seperti ekonomi, sosial
(perumahan = 34.000 unit, pendidikan = 105 unit, kesehatan, agama) sebesar $1.657
juta, infrastruktur (transportasi, komunikasi, energi, air dan sanitasi, saluran irigasi)
$877 juta, produktif (pertanian, perikanan, industri dan pertambangan) $1.182 juta,
lintas sektoral (lingkungan, pemerintahan, bank dan keuangan) sebesar $652 juta,
dan lain sebagainya. Jumlah kerugian dari berbagai sektor diperkirakan sebesar US$
4.57 milyar atau Rp 43.5 trilyun.
Kondisi seperti tersebut di atas akan berdampak terhadap kehidupan
masyarakat yaitu meningkatnya angka kemiskinan karena kehilangan lapangan
pekerjaan, yang selanjutnya akan mempengaruhi kehidupan keluarga. Sebelum
terjadinya gempa dan tsunami BPS menyebutkan Aceh mempunyai tingkat
kemiskinan yang terus menerus naik setiap tahunnya. Sejak 1999, perlahan tapi pasti
jumlah penduduk miskin naik 1.1 juta (2000), 1.2 juta (2001), 1.4 juta (2002) dan
1.7 juta (2003). Jumlah penduduk miskin meningkat tajam setelah terjadinya gempa
dan tsunami tanggal 26 Desember 2004, yaitu 2.703.897 jiwa atau 65% dari
penduduk Aceh saat ini yaitu 4.104.187 jiwa.
Rencana penanggulangan bencana alam gempa bumi dan gelombang
Tsunami di wilayah NAD dan Sumatera Utara mencakup tiga tahapan utama: tahap
tanggap darurat; tahap pemulihan yang mencakup rehabilitasi sosial dan restorasi
fisik; serta tahap rekonstruksi. Tahap tanggap darurat dilaksanakan dalam 6-20
bulan, sedangkan tahap rehabilitasi sosial dan fisik akan dilaksanakan dalam 1.5-2
Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
2
tahun dan tahap rekonstruksi dilaksanakan dalam waktu 5 tahun. Sasaran dalam
tahap tanggap darurat adalah penyelamatan korban melalui: (a) pembangunan dapur
umum, (b) pembangunan infrastruktur dasar, (c) penguburan korban meninggal, dan
(d) penyelamatan korban yang masih hidup. Sasaran dalam tahap pemulihan adalah
pulihnya standar pelayanan minimum melalui: (a) pemulihan kondisi sumberdaya
manusia, (b) pemulihan pelayanan publik, (c) pemulihan fasilitas ekonomi, lembaga
perbankan, dan keuangan, (d) pemulihan hukum dan ketertiban umum, dan (e)
pemulihan hak atas tanah. Adapun sasaran dalam tahap rekonstruksi adalah
terbangunnya kembali seluruh sistem sosial dan ekonomi melalui: (a) pemulihan
kondisi sumberdaya manusia, (b) pembangunan kembali sistem ekonomi, (c)
pembangunan kembali sistem infrastruktur regional dan lokal, (d) revitalisasi sistem
sosial dan budaya, (e) pembangunan kembali sistem kelembagaan, dan (f)
pembangunan sistem peringatan dini untuk meminimalisir dampak bencana.
(BAPPENAS Rencana Pembangunan Jangka Menengah 2005-2009).
Upaya rekonstruksi Provinsi NAD akan cepat berhasil apabila sikap budaya
masyarakat Aceh yang bernilai positif terutama yang terkait dengan keyakinan
agama dan kepedulian pada sesama seperti gotong royong, ramah tamah,
kekeluargaan dan sebagainya dikembangkan, dan sikap negatifnya ditinggalkan.
Bahkan kuatnya keinginan sebagian masyarakat Aceh ke arah kemajuan menjadi
indikator adanya kesadaran masyarakat untuk memperbaiki ketinggalan budaya
yang diduga selama ini telah ketinggalan jauh dari masyarakat lain (Kurdi, 2005).
Potensi lokal yang sudah tumbuh dan berkembang secara turun temurun tetap
diperhatikan serta dimanfaatkan oleh masyarakat Nanggroe Aceh Darussalam
sebagai sumberdaya dalam mengatasi berbagai permasalahan pasca gempa dan
tsunami. Untuk itu upaya untuk menggali, membangkitkan, memotivasi dan
mengaktualisasikan potensi lokal yang ada di masyarakat yang kemudian diubah
menjadi gagasan strategis sebagai bagian yang penting, bahkan terpenting dalam
pembangunan masyarakat dan keluarga (Hikmat, 2001).
Dari poin-poin arahan studi dalam buku ini diharapkan akan dapat dijadikan:
(1) Informasi dan bahan masukan bagi pemerintah baik ditingkat daerah maupun
ditingkat pusat dalam hal penanggulangan korban bencana
(2) Bahan pertimbangan bagi pemerintah dan pihak terkait dalam memberikan
arahan dan bimbingan kepada masyarakat, agar masyarakat dapat melaksanakan
penanggulangan bencana secara lebih mandiri, dengan cara melibatkan
masyarakat dalam berbagai kegiatan penanggulangan bencana
(3) Bahan pengembangan ilmu pengetahuan tentang teori dan konsep ilmu keluarga,
terutama dalam kondisi pasca krisis yang disebabkan oleh bencana alam.
(4) Bahan masukan bagi penelitian berikut yang relevan.
Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
6
A. STRES
Fisik:
(1) Overwhelming/kelelahan kronik/gangguan tidur
(2) Gangguan pencernaan, sakit kepala, dan keluhan lainnya
(3) Adanya masalah makan, misalnya nafsu makan bertambah atau hilangnya selera
makan
Afektif:
(1) Timbul keinginan bunuh diri, depresi berat
(2) Mudah marah
(3) Sinisme dan atau pesimisme yang berlebihan
(4) Kekhawatiran yang berlebihan mengenai korban dan keluarganya
(5) Merasa cemburu melihat pihak lain yang sedang menangani korban
(6) Merasa ada tekanan/paksaan
(7) Adanya keresahan yang signifikan setelah mendapatkan penanganan
Tingkah laku:
(1) Mengkonsumsi alkohol dan penyalahgunaan obat
(2) Menarik diri dari hubungan dengan teman, rekan kerja, dan keluarga.
(3) Bertingkah laku sesuka hatinya.
(4) Merasa tidak perlu untuk melakukan hubungan dengan korban lain
(5) Ketidakmampuan untuk menyelesaikan atau bertanggung jawab atas pekerjaan
secara normal
(6) Berusaha untuk tidak tergantung kepada tim penanganan korban
Studi tentang Stres, Coping, dan Fungsi Keluarga
9
Dari beberapa gejala stres yang telah disampaikan oleh para ahli ada yang
telah mengarah kepada coping yang tidak efektif (maladaptif) seperti Kebiasaan
tidur yang buruk, kebiasaan bangun yang buruk, berbicara cepat, menggunakan
obat-obatan, mengendarai dengan sembrono, merokok berlebihan dan minum
alkohol dan obat terlarang.
persen individu dengan skor antara 150-300 dan mereka dengan skor di atas 300
berpeluang 80% mengalami sakit atau kecelakaan. Dalam penelitian ini tidak semua
item yang dinyatakan oleh Holmes dan Rahe diadopsi, hanya 10 item dan
disesuaikan dengan kondisi di lapangan yaitu: kematian pasangan, perpisahan
perkawinan, kehilangan aset, perubahan kondisi keuangan, kematian anggota
keluarga, luka atau sakit parah, kematian teman dekat, perubahan jenis
pekerjaan,pinjaman keuangan dan perubahan tempat tinggal. Pengkatagoriannya
tetap mengadopsi dari Holmes dan Rahe.
Tabel 1. Penyebab dan tingkat stres menurut metode Holmes dan Rahe
N Penyebab Stres Skor
o
1 Kematian pasangan 100
2 Perceraian 73
3 Perpisahan perkawinan 65
4 Masuk penjara 63
5 Kematian anggota keluarga 63
6 Luka atau sakit parah 53
7 Perkawinan 50
8 Dipecat dari pekerjaan/kehilangan aset 47
9 Pensiun 45
10 Rekonsiliasi perkawinan 45
11 Perubahan kesehatan atau perilaku anggota keluarga 44
12 Kehamilan 40
13 Masalah seksual 40
14 Memperoleh anggota keluarga baru lewat kelahiran atau 39
adopsi
15 Penyesuaian bisnis secara besar-besaran 39
16 Perubahan kondisi keuangan 38
17 Kematian teman dekat 37
18 Perubahan jenis pekerjaan 36
19 Perubahan banyaknya argumen dengan rekan 35
20 Mengambil hipotek baru/pinjaman keuangan 31
21 Penyitaan hipotek atau pinjaman 30
22 Perubahan tanggung jawab 29
23 Anak meninggalkan rumah 29
24 Masalah dengan mertua 29
25 Prestasi individu yang luar biasa 28
26 Rekan mulai/berhenti bekerja 26
27 Mulai atau tamat sekolah 26
28 Perubahan kondisi kehidupan 25
29 Revisi kebiasaan individu 24
30 Masalah dengan pimpinan 23
Studi tentang Stres, Coping, dan Fungsi Keluarga
11
Keterangan:
X = Krisis keluarga/masalah keluarga
R = Tingkat regeneratif keluarga
T = Tipologi keluarga
AA = Setumpuk stresor keluarga
BB = Sumberdaya coping keluarga
BBB = Dukungan sosial
CC = Persepsi rumahtangga terhadap stresor
CCC = Skema keluarga
XX = Adaptasi Keluarga
PSC = Penyelesaian masalah keluarga
B. COPING
Mekanisme coping yang berpusat pada emosi menurut Stuart dan Sundeen
(1991) adalah sebagai berikut:
(1) Denial, menolak masalah dengan mengatakan hal tersebut tidak terjadi pada
dirinya.
(2) Rasionalisasi, menggunakan alasan yang dapat diterima oleh akal dan diterima
oleh orang lain untuk menutupi ketidakmampuan dirinya. Dengan rasionalisasi
kita tidak hanya dapat membenarkan apa yang kita lakukan, tetapi juga merasa
sudah selayaknya berbuat demikian secara adil.
(3) Kompensasi, menunjukkan tingkah laku untuk menutupi ketidakmampuan
dengan menonjolkan sifat yang baik, karena frustasi dalam suatu bidang maka
dicari kepuasan secara berlebihan dalam bidang lain. Kompensasi timbul
karena adanya perasaan kurang mampu.
(4) Represi, yaitu dengan melupakan masa-masa yang tidak menyenangkan dari
ingatannya dan hanya mengingat waktu-waktu yang menyenangkan
(5) Sublimasi, yaitu mengekspresikan atau menyalurkan perasaan, bakat atau
kemampuan dengan sikap positif.
(6) Identifikasi, yaitu meniru cara berfikir, ide dan tingkah laku orang lain.
(7) Regresi, yaitu sikap seseorang yang kembali ke masa lalu atau bersikap seperti
anak kecil
(8) Proyeksi, yaitu menyalahkan orang lain atas kesulitannya sendiri atau
melampiaskan kesalahannya kepada orang lain
(9) Konversi, yaitu mentransfer reaksi psikologi ke gejala fisik.
(10) Displacement, yaitu reaksi emosi terhadap seseorang kemudian diarahkan
kepada seseorang lain
Studi tentang Stres, Coping, dan Fungsi Keluarga
15
Menurut Lazarus dan Folkman (1984), secara umum strategi coping dapat
dibagi menjadi dua yakni:
(1) Strategi coping berfokus pada masalah. Strategi coping berfokus pada masalah
adalah suatu tindakan yang diarahkan kepada pemecahan masalah. Individu
akan cenderung menggunakan perilaku ini bila dirinya menilai masalah yang
dihadapinya masih dapat dikontrol dan dapat diselesaikan. Yang termasuk
strategi coping berfokus pada masalah adalah:
(a) Planful problem solving yaitu bereaksi dengan melakukan usaha-usaha
tertentu yang bertujuan untuk mengubah keadaan, diikuti pendekatan
analitis dalam menyelesaikan masalah. Contohnya seseorang yang
melakukan coping planful problem solving akan bekerja dengan penuh
konsentrasi dan perencanaan yang cukup baik serta mau merubah gaya
hidupnya agar masalah yang dihadapi secara berlahan-lahan dapat
terselesaikan.
(b) Confrontative coping yaitu bereaksi untuk mengubah keadaan yang dapat
menggambarkan tingkat risiko yang harus diambil. Contohnya seseorang
yang melakukan coping confrontative akan menyelesaikan masalah dengan
melakukan hal-hal yang bertentangan dengan aturan yang berlaku walaupun
kadang kala mengalami resiko yang cukup besar.
(c) Seeking social support yaitu bereaksi dengan mencari dukungan dari pihak
luar, baik berupa informasi, bantuan nyata, maupun dukungan emosional.
Contohnya seseorang yang melakukan coping seeking social support akan
selalu berusaha menyelesaikan masalah dengan cara mencari bantuan dari
orang lain di luar keluarga seperti teman, tetangga, pengambil kebijakan dan
profesional, bantuan tersebut bisa berbentuk fisik dan non fisik.
Strategi coping yang dikemukakan oleh Stuart dan Sundeen (1991) dan
Lazarus dan Folkman (1984) memiliki beberapa persamaan yaitu secara garis besar
strategi coping dilakukan dengan dua cara yaitu berfokus pada masalah dan berfokus
pada emosi. Coping berfokus pada masalah menurut Stuart dan Sundeen (1991)
dapat dilakukan dengan cara konfrontasi dan kompromi, hal yang sama juga
dikatakan oleh Lazarus dan Folkman (1984) bahwa coping berfokus pada masalah
dapat dilakukan dengan confrontative dan seeking social support. Kedua jenis
strategi coping memiliki pengertian yang sama. Selain persamaan ada juga
perbedaan dari kedua pendapat tersebut yaitu pada coping yang berfokus pada
masalah yang dikemukakan oleh Stuart dan Sundeen (1991) menambahkan strategi
coping Isolasi dan Lazarus dan Folkman (1984) memasukkan planful problem
solving, kedua coping tersebut memiliki pengertian yang bertolak belakang.
Persamaan coping yang berfokus pada emosi yang dikemukakan oleh Stuart
dan Sundeen dengan Lazarus dan Folkman yaitu pada hal-hal yang positif yakni
Studi tentang Stres, Coping, dan Fungsi Keluarga
19
(3) Unsur waktu. Menurut Steidl dan Bratton (1968), waktu adalah salah satu
sumberdaya, sehingga pemanfaatan waktu perlu dikelola agar seluruh kegiatan
dapat dilaksanakan dengan tepat sesuai dengan tujuan yang diinginkan.
bantuan nyata dan bantuan informasi. Menurut Cronkite dan Moos (Holahan &
Moos, 1987), orang yang mempunyai cukup sumberdaya sosial cenderung
menggunakan strategi problem-focused coping dan meng- hindari strategi
avoidance coping dalam menyelesaikan berbagai masalah.
(5) Aset ekonomi. Keluarga yang memiliki aset ekonomi akan mudah dalam mela-
kukan coping untuk penyelesaian masalah yang sedang dihadapi. Namun
demikian, tidak berimplikasi terhadap bagaimana keluarga tersebut dapat
menggunakannya (Lazarus & Folkman, 1984). Menurut Bryant (1990) aset
adalah sumberdaya atau kekayaan yang dimiliki keluarga. Aset akan berperan
sebagai alat pemuas kebutuhan. Oleh karena itu, keluarga yang memiliki banyak
aset cenderung lebih sejahtera jika dibandingkan dengan keluarga yang memilki
aset terbatas.
C. KEBERFUNGSIAN KELUARGA
atau ibu dan anaknya. Menurut BKKBN (1997), fungsi keluarga secara umum
diarahkan sebagai berikut:
(1) Fungsi Keagamaan, keluarga perlu memberikan dorongan kepada seluruh
anggotanya agar kehidupan keluarga sebagai wahana persemaian nilai-nilai
agama dan nilai-nilai luhur budaya bangsa dan untuk menjadi insan-insan
agamais yang penuh iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
(2) Fungsi Sosial Budaya, memberikan kesempatan kepada keluarga dan seluruh
anggotanya untuk mengembangkan kekayaan budaya bangsa yang beraneka
ragam dalam satu kesatuan.
(3) Fungsi Cinta Kasih, keluarga memberikan landasan yang kokoh terhadap
hubungan anak dengan anak, suami dengan isteri, orang tua dengan anaknya,
serta hubungan kekerabatan antar generasi sehingga keluarga menjadi wadah
utama bersemainya kehidupan yang penuh cinta kasih lahir dan batin.
(4) Fungsi Melindungi, dimaksudkan untuk menumbuhkan rasa aman dan
kehangatan
(5) Fungsi Reproduksi, merupakan mekanisme untuk melanjutkan keturunan yang
direncanakan dapat menunjang terciptanya kesejahteraan manusia di dunia yang
penuh iman dan takwa.
(6) Fungsi Sosialisasi dan Pendidikan, memberikan peran kepada keluarga untuk
mendidik keturunan agar bisa melakukan penyesuaian dengan alam kehidupan
di masa depan.
(7) Fungsi Ekonomi, menjadi unsur pendukung kemandirian dan ketahanan
keluarga.
(8) Fungsi Pembinaan Lingkungan, memberikan kepada setiap keluarga
kemampuan menempatkan diri secara serasi, selaras, dan seimbang sesuai daya
dukung alam dan lingkungan yang berubah.
Rice dan Tucker (1986) membagi fungsi keluarga menjadi dua fungsi
utama, yakni fungsi instrumental seperti memberikan nafkah dan memenuhi
kebutuhan biologis dan fisik kepada para anggota keluarga. Fungsi kedua adalah
fungsi ekspresif yaitu memenuhi kebutuhan psikologis, sosial dan emosi serta
pemenuhan kebutuhan psikologis seperti kasih sayang, kehangatan, aktualisasi dan
pengembangan diri anak.
Parsons dan Bales (Megawangi, 1999) menyatakan bahwa peran orang tua
dalam keluarga meliputi peran instrumental yang diharapkan dilakukan oleh suami
atau bapak dan peran emosional atau ekspresif yang biasanya dipegang oleh figur
istri atau ibu. Peran instrumental dikaitkan dengan peran pencari nafkah untuk
kelangsungan hidup seluruh anggota keluarga. Peran ini lebih memfokuskan pada
bagaimana keluarga menghadapi situasi eksternal. Dalam keluarga inti suami
sebagai pencari nafkah diharapkan memerankan peran ini agar tujuan secara
keseluruhan dapat tercapai. Peran emosional ekspresif adalah peran memberi dan
menerima, mencintai dan dicintai, kelembutan dan kasih sayang. Peran ini bertujuan
untuk dapat mengintegrasikan atau mencip- takan suasana harmonis dalam keluarga
serta meredam tekanan-tekanan yang terjadi karena adanya interaksi sosial antar
anggota keluarga atau antar individu di luar keluarga. Suami diharapkan berada di
luar rumah untuk mencari nafkah, istri biasanya tinggal di rumah, maka istri
diharapkan berperan memberikan kedamaian agar integrasi dan keharmonisan dalam
Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
26
utama dari fungsi instrumental, yang dalam momen-momen tertentu dia juga bisa
terlibat dalam fungsi ekspresif.
Dari beberapa fungsi keluarga yang telah dikemukakan di atas ada beberapa
persamaan antara fungsi keluarga yang dikemukaan oleh BKKBN (1997), Berns
(1997), Guhardja et al. (1989) dan Rice dan Tucker (1986) yaitu: (1) sebagai
mekanisme procreation yaitu mengadakan keturunan yang selanjutnya melestarikan
eksistensi masyarakat sebagai satu kesatuan, (2) memiliki kewajiban untuk
memenuhi kebutuhan dasar bagi anggota keluarganya mulai dari sandang, pangan,
perlindungan, pendidikan, kesehatan serta kebutuhan emosional lainnya, dan (3)
memberikan peran sosial dan keagamaan dalam kehidupan bermasyarakat dan
keikutsertaannya dalam mengabdikan norma-norma sosial dan keagamaan melalui
interaksi anak-anak dan orangtua dalam keluarga dan interaksi keluarga dengan
masyarakat serta interaksi dengan Yang Maha Pencipta.
Perbedaan dari fungsi-fungsi keluarga yang telah disebutkan di atas terletak
pada peran orang tua (ayah dan ibu) untuk menjalankan fungsi keluarga. Rice dan
Tucker (1986) membagi dengan jelas fungsi keluarga menjadi dua yaitu fungsi
instrumental dan fungsi ekspresif. Fungsi instrumental yang diperankan oleh ayah
dan fungsi ekspresif diperankan oleh ibu. BKKBN (1997), Berns (1997), Guhardja
et al. (1989) tidak membagi dengan jelas masing-masing fungsi keluarga ke dalam
peran ayah dan ibu, sehingga untuk menjalankan semua fungsi tersebut dilakukan
bersama-sama. Dalam penelitian ini, fungsi keluarga yang digunakan adalah yang
dikemukakan oleh Rice dan Tucker (1986) dengan alasan peneliti ingin melihat
apakah kedua fungsi keluarga yaitu instrumental yang diperankan oleh ayah dan
ekspresif yang diperankan oleh ibu telah dapat dijalankan dengan baik pasca
terjadinya gempa dan tsunami.
Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
28
Bab Tiga
TEKNIK DAN STRATEGI COPING
BAGI KELUARGA KORBAN
GEMPA DAN TSUNAMI ACEH
A. BENCANA, STRESS DAN COPING KELUARGA KORBAN GEMPA DAN TSUNAMI ACEH
Permasalahan yang dihadapi keluarga pasca gempa dan tsunami seperti
masalah pangan, kesehatan, pendidikan, perumahan, pakaian dan pekerjaan sangat
dipengaruhi oleh sumberdaya yang dimiliki keluarga. Apabila sumberdaya yang
dimiliki keluarga sangat terbatas, maka masalah yang dihadapi akan sulit
terselesaikan dan akhirnya dapat menimbulkan stres. Stres yang dialami keluarga
dapat dilihat dari gejala-gejala yang muncul baik fisik, psikis, perilaku dan kognitif.
Gejala-gejala tersebut mempunyai ciri adanya perasaan yang mencemaskan dan
menegangkan yang ditimbulkan oleh sumber stres. Sumber stres bagi seseorang bisa
berbeda-beda, sangat tergantung pada penilaian dan persepsi seseorang. Proses
penilaian yang dilakukan individu terhadap suatu kejadian yang penuh stres akan
sangat menentukan tingkat stres yang dialami keluarga. Untuk mengatasi masalah-
masalah yang dihadapi keluarga yang dapat mengakibatkan stres, keluarga secara
alamiah akan melakukan berbagai upaya untuk menyelesaikan permasalahan disebut
“strategi coping”.
Strategi coping yang dilakukan keluarga dalam penelitian ini diadopsi dari
model Lazarus dan Folkman (1984), yakni strategi coping berpusat pada masalah
dan strategi coping berpusat pada emosi. Strategi coping mana yang digunakan
sangat tergantung kepada masalah dan sumber stres sebagai penyebab terjadinya
suatu ketegangan. Strategi coping yang dilakukan sebagai upaya untuk mengatasi
stres sangat ditentukan oleh sumberdaya coping yang dimiliki keluarga. Boss
(Sussman & Steinmetz, 1988), mengatakan bahwa sumberdaya coping keluarga
merupakan kekuatan individual dan kekuatan bersama pada saat menghadapi
sesuatu kejadian sebagai penyebab stres. Sumberdaya coping mencakup
karakteristik sosial ekonomi keluarga, ciri-ciri pribadi dan dukungan sosial.
Karakteristik sosial ekonomi mencakup jumlah anggota keluarga, pendapatan, aset
dan pengeluaran. Ciri-ciri pribadi mencakup umur, pendidikan pandidikan dan
tingkat kesehatan, kepribadian, konsep diri dan dukungan sosial terdiri dari bantuan
yang berasal masyarakat sekitar, teman, pemerintah dan LSM/NGO.
Strategi coping yang dilakukan keluarga akan sangat menentukan
keberlangsungan fungsi keluarga. Keluarga sebagai sebuah sistem sosial mempunyai
tugas atau fungsi agar sistem tersebut berjalan. Tugas tersebut berkaitan dengan
pencapaian tujuan, integrasi dan solidaritas, serta pola kesinambungan atau
pemeliharaan keluarga (Megawangi, 1999). Keluarga sebagai wahana untuk
34
Teknik dan Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
29
Gambar 2. Kerangka berpikir operasional strategi coping bagi keluarga korban gempa dan
tsunami Aceh
secara retrospektif. Data retrospektif lainnya yang diambil adalah tingkat kesehatan
yang diderita keluarga enam bulan terakhir. Data cross-sectional mencakup masalah
keluarga, sumberdaya coping dan keberfungsian keluarga. Pengumpulan data
dilakukan dengan menggunakan kuesioner mulai bulan Mei sampai Juli 2006.
Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Kuta Alam dan Kecamatan Meuraxa Kota
Banda Aceh yang dipilih secara purposive dengan pertimbangan kedua Kecamatan
tersebut terkena musibah gempa dan tsunami terparah pada tanggal 26 Desember
2004.
Adapun populasi dalam penelitian ini adalah keluarga yang wilayahnya
terkena masalah gempa dan tsunami yang berada pada dua Kecamatan yang telah
disebutkan di atas. Contoh yang digunakan dalam penelitian ini diambil dengan
metode penarikan contoh acak berlapis (stratified random sampling) secara
proporsional sebagai representasi dari populasi. Lapis pertama adalah kumpulan
keluarga yang ada ayah dan ibu yang disebut tipologi keluarga utuh, lapis kedua
adalah keluarga ada ayah (tidak memiliki ibu) atau tipologi keluarga duda dan lapis
ketiga keluarga ada ibu (tidak memiliki ayah). atau tipologi keluarga janda
Selanjutnya pada tiap lapis dilakukan penarikan contoh menggunakan acak
sederhana.
Penentuan jumlah contoh dalam penelitian ini menurut Cochran (1982)
dapat menggunakan rumus sebagai berikut:
Z 12 / 2 p (1 p )
n
d2
Keterangan:
n = jumlah contoh
Z = nilai z tabel
p = proporsi keluarga yang kehilangan rumah
d = akurasi (perbedaan antara proporsi dengan penduganya)
Jika dalam penelitian ini digunakan nilai = 0.05, p (kejadian kehilangan
rumah sebesar 90%) dan akurasi =0.05, maka jumlah contoh minimal yang
dibutuhkan sebesar:
(1.96)2 (0.9) (0.1) 0.346
n= = = 138 orang
(0.05)2 0.0025
Dengan demikian, ukuran contoh yang diambil adalah minimal 138 contoh. Proporsi
jumlah contoh yang diambil ditentukan dengan rumus berikut:
Ni
ni = xn
N
Keterangan:
ni = Ukuran contoh
Ni = Ukuran populasi pada tiap kelompok contoh
N = Ukuran populasi keseluruhan
n = Ukuran contoh yang diinginkan
Teknik dan Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
31
Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
32
Provinsi NAD
Data yang digunakan untuk penelitian ini meliputi data primer dan data
sekunder. Data primer meliputi: (1) Masalah-masalah yang dihadapi keluarga pasca
gempa dan tsunami; (2) Tingkat stres; (3) Sumberdaya coping keluarga yang
mencakup karakteristik sosial ekonomi keluarga (jumlah anggota keluarga
pendapatan, aset dan pekerjaan, ciri-ciri pribadi (umur, tingkat pendidikan, tingkat
kesehatan, kepribadian dan konsep diri) dan dukungan sosial; (4) Strategi coping
(coping berpusat pada masalah dan coping berpusat pada emosi); dan (5)
Keberfungsian keluarga. Data sekunder mencakup profil kedua Kecamatan dan data
bantuan dari pemerintah, NGO/LSM dan lainnya kepada korban gempa dan tsunami.
Secara rinci peubah, skala, responden, alat dan cara pengukuran penelitian disajikan
pada Tabel 3.
(4) Distancing atau menjauhkan diri yaitu tidak melibatkan diri dalam
permasalahan.
(5) Escape avoidance yaitu menghindari atau melarikan diri dari masalah yang
dihadapi.
(17) Keberfungsian Keluarga adalah berfungsinya keluarga sebagai wahana
untuk mendidik, mengasuh, sosialisasi dan mengembangkan kemampuan
seluruh anggotanya agar dapat menjalankan perannya dalam keluarga serta
memberikan kepuasan dan lingkungan sosial yang sehat guna tercapainya
keluarga sejahtera. Dalam penelitian ini fungsi keluarga mencakup:
(1) Fungsi instrumental adalah fungsi yang berkaitan dengan hubungan
keluarga dengan situasi eksternal. Fungsi instrumental dikaitkan dengan
peran ayah sebagai pencari nafkah untuk kelangsungan hidup seluruh
anggota keluarga
(2) Fungsi Ekspresif adalah fungsi keluarga yang dikaitkan terutama dengan
integritas dan solidaritas keluarga. Fungsi ekspresif dikaitkan dengan peran
ibu dalam pemenuhan kebutuhan emosional-afeksional anggota keluarga.
(18) Tipologi Keluarga adalah penggolongan keluarga contoh menjadi tiga
kelompok yakni keluarga utuh, duda dan janda.
X- Nilai Minimum X
Y= x 100
Nilai Maksimum X – Nilai Minimun X
Keterangan:
Y= skor dalam persen
x = skor yang diperoleh untuk tiap responden
(3) Masalah pendidikan diukur dengan tiga item pertanyaan dengan skor
0=tidak dan 1=ya, sehingga diperoleh skor minimum 0 dan maksimum 3.
(4) Masalah perumahan/tempat tinggal diukur dengan empat item pertanyaan
dengan skor 0=tidak dan 1=ya, sehingga diperoleh skor minimum 0 dan
skor maksimum 4.
(5) Masalah pakaian diukur dengan dua item pertanyaan dengan skor 0=tidak
dan 1=ya, sehingga diperoleh skor minimum 0 dan skor maksimum 2.
(6) Masalah pekerjaan/pendapatan diukur dengan dua item pertanyaan dengan
skor 0=tidak dan 1=ya, sehingga diperoleh skor minimum 0 dan skor
maksimum 2.
(3) Gejala stres kognitif diukur dengan lima item pertanyaan sehingga diperoleh
skor minimum 0 dan skor maksimum 10.
(4) Gejala stres perilaku diukur dengan sepuluh item pertanyaan sehingga
diperoleh skor minimum 0 dan skor maksimum 20.
(4) Tingkat Stres dengan metode Holmes dan Rahe
Peubah ini mencakup 10 item pertanyaan. Kategori jawaban untuk
peubah tingkat stres keluarga ini adalah 0=tidak dan 1=ya. Setiap pertanyaan
dibobot dengan menggunakan skala Holmes dan Rahe seperti disajikan pada
Tabel 4. Berdasarkan pertanyaan yang diajukan akan diperoleh skor minimum 0
dan maksimum 425 apabila stres yang dirasakan contoh disebabkan oleh item 1,
3, 4, 5, 6, 7, 8, 9 dan 10. Tingginya skor ini diakibatkan adanya pembobotan yang
dilakukan pada setiap item pertanyaan berdasarkan derajat beratnya stresor.
Semakin tinggi skor yang diperoleh maka semakin tinggi tingkat stres yang
dialami. Skor yang diperoleh ditransformasi ke dalam skala 0-100 dengan
menggunakan rumus yang telah disebutkan sebelumnya dan kemudian dibagi
menjadi empat kategori stres dengan mengadopsi dari Holmes dan Rahe (1967)
yakni stres minor (skor < 35.3), stres ringan (skor 35.3-46.8), stres sedang (skor
46.9-70.4) dan stres mayor/berat (skor > 70.4).
Tabel 4. Pembobotan pertanyaan penyebab stres menggunakan Skala Holmes dan Rahe
No Penyebab Stres Skor
1 Kematian pasangan 100
2 Perpisahan perkawinan 65
3 Kehilangan aset 47
4 Perubahan kondisi keuangan 63
5 Kematian anggota keluarga 53
6 Luka parah 53
7 Kematian teman dekat 37
8 perubahan jenis pekerjaan 36
9 Pinjaman keuangan 30
10 Perubahan tempat tinggal 20
skor minimum 0 dan skor maksimum 108. Selanjutnya skor yang diperoleh
ditransformasi ke dalam skala 0-100 dengan menggunakan rumus yang telah
disebut sebelumnya dan kemudian dibagi menjadi tiga kategori berdasarkan
kelas interval yaitu rendah (skor 0-33.3), sedang (skor 33.4-66.7) dan tinggi
(skor 66.8-100.0).
sehingga diperoleh skor minimum 0 dan skor maksimum 39. Selanjutnya skor
yang diperoleh ditransformasi ke dalam skala 0-100 dan kemudian dibagi
menjadi tiga kategori berdasarkan kelas interval yaitu rendah (skor 0-33.3),
sedang (skor 33.4-66.7) dan tinggi (skor 66.8-100.0).
(1) Fungsi ekspresif. Jumlah pertanyaan peubah fungsi ekspresif adalah 17 item,
sehingga diperoleh skor minimum 0 dan skor maksimum 17.
(2) Fungsi instrumental. Jumlah pertanyaan peubah fungsi instrumental adalah
22 item, sehingga diperoleh skor minimum 0 dan skor maksimum 22.
Secara rinci, jenis data, peubah maupun cut off yang digunakan disajikan
pada Tabel 5.
(1) Validasi content pada saat pengembangan atau modifikasi instrumen. Menurut
Babbie (1992), bila koefisien korelasi antara skor suatu indikator dengan skor
total seluruh indikator positif dan lebih besar dari 0.3 (r <0.3), maka instrumen
tersebut valid.
(2) Uji coba kuesioner sebelum pengumpulan data dilakukan untuk mengetahui
pilihan dan bentuk kuesioner (pernyataan atau pertanyaan), kedalaman
pertanyaan, ketepatan pemilihan kata, dapat tidaknya suatu pertanyaan
ditanyakan, pilihan jawaban yang dimungkinkan, serta lama maksimal
wawancara dan mengukur reliabilitas kuesioner (alpha cronbach)
n
vi
1 i 1
n 1 vt
Keterangan: α = koefisien Alpha Cronbach (koefisien realibilitas)
n = besar sampel pada uji instrumen
Vi = ragam bagian ke i kelompok indikator
Vt = ragam Skor total (perolehan)
stres metode Family Inventory of Life dan tingkat stres Holmes dan Rahe nilai
cronbach alpha yang diperoleh relatif baik dengan nilai > 0.60.
Pada instrumen peubah kepribadian, konsep diri dan dukungan sosial perlu
dilakukan penghapusan terhadap pertanyaan yang dinilai kurang valid (nilai korelasi
negatif) karena nilai cronbach alpha yang diperoleh lebih kecil dari 0.6, tiga
pertanyaan pada peubah kepribadian yang dihapus yakni: no.10,12 13.
Peubah strategi coping keluarga mencakup dua sub peubah yakni berfokus
pada masalah dan berfokus pada emosi. Pada instrumen peubah strategi coping
keluarga dilakukan pengurangan lima pertanyaan yakni no. 8, 27, 30, 40, 41.
Penghapusan satu pertanyaan dilakukan pada sub peubah coping berfokus pada
masalah yakni no 8 pada coping confrontatif. Pada peubah coping berfokus pada
emosi dikurangi sebanyak empat pertanyaan yakni no. 27, 29, 40, 41 untuk
menghasilkan nilai cronbach ≥ 0.60. Peubah keberfungsian keluarga dilakukan
pengurangan empat pertanyaan yaitu 16, 22, 24, 20 untuk menghasilkan nilai
cronbach ≥ 0.60. Untuk lebih jelas nilai reliabilitas instrumen dapat dilihat pada
Lampiran 1.
Setelah pengumpulan data pada penelitian utama, kembali dilakukan uji
reliabilitas peubah-peubah penelitian (Tabel 6). Hasil analisis menunjukkan nilai
cronbach alpha peubah penelitian berkisar antara 0.6124-0.9306. Dengan demikian,
hasil ini membuktikan bahwa instrumen yang digunakan benar-benar reliabel dan
handal. Nilai cronbach alpha yang diperoleh dari data penelitian utama sejalan
dengan hasil yang diperoleh pada saat uji coba instrumen penelitian.
Tabel 6. Hasil uji reliabilitas dan validitas peubah-peubah penelitian saat penelitian utama
Jumlah Nilai Cronbach
No Peubah Penelitian Validitas
Item Alpha
Masalah keluarga 16 0.7279 0.220*-0.751*
1. Masalah Pangan 3 0.6377 0.507*-0.678*
2. Masalah Kesehatan 2 0.6620 0.305*-0.859*
1 3. Masalah Pendidikan 3 0.7446 0.776*-0.833*
4. Masalah Perumahan/Tempat Tinggal 4 0.8797 0.764*-0.886
5. Masalah Pakaian 2 0.6607 0.799*-0.815*
6. Masalah Pekerjaan/Pendapatan 2 0.6848 0.731*-0.893*
Tingkat Stres (Family Inventory of Life) 30 0.9306 0.267*-0.671*
a. Fisik 8 0.8570 0.599*-0.758*
2 b. Psikis 7 0.7600 0.517*-0.737*
c. Kognitif 5 0.7874 0.610*-0.767*
d. Perilaku 10 0.8827 0.394*-0.672*
3 Tingkat Stres (Holmes & Rahe) 10 0.6124 0.006-0.686*
4 Ciri-Ciri Pribadi
a. Kepribadian 17 0.6707 0.186*-0.571*
Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
44
Keterangan:
Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
46
= Konstanta
1, 2...25 adalah parameter
Y1 = Fungsi ekspresif keluarga (skor)
Y2 = Fungsi instrumental keluarga (skor)
X1 = Duda
X2 = Janda
X3 = Pendapatan (rasio)
X4 = Umur (rasio)
X5 = Jumlah anggota keluarga
X6 = Aset (rasio)
X7 = Pendidikan (ordinal)
X8 = Kepribadian (skor)
X9 = Konsep Diri (skor)
X10 = Dukungan Sosial (skor)
X11 = Tingkat kesehatan (skor)
X12 = Masalah pangan (skor)
X13 = Masalah kesehatan (skor)
X14 = Masalah perumahan/tempat tinggal (skor)
X15 = Masalah pendidikan (skor)
X16 = Masalah pakaian (skor)
X17 = Masalah pekerjaan/pendapatan (skor)
X18 = Coping Planful Problem Solving (skor)
X19 = Coping Confrontatif (skor)
X20 = Coping Seeking Social Support (skor)
X21 = Coping Positive Reappraisal (skor)
X22 = Coping Accepting Responsibility (skor)
X23 = Coping Self Controlling (skor)
X24 = Coping Distancing (skor)
X25 = Coping Escape Avoidance (skor)
ε = Galat
Teknik dan Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
47
Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
48
Bab Empat
HASIL STRATEGI COPING BAGI
KELUARGA KORBAN GEMPA
DAN TSUNAMI ACEH
A. GAMBARAN UMUM ACEH PASCA GEMPA DAN TSUNAMI
A.1. Sarana Fisik Provinsi NAD Awal Pasca Gempa dan Tsunami
Bencana gempa dan tsunami yang terjadi di Nanggroe Aceh Darussalam
pada 26 Desember 2004 telah menimbulkan banyak sekali korban jiwa, luka-luka
dan hilang serta menyebabkan hancurnya harta benda dan rusaknya infrastruktur.
Berdasarkan catatan Kompas tentang Gempa dan Tsunami (2005), jumlah korban
yang meninggal dan hilang akibat gempa dan tsunami mencapai 236.116 jiwa yang
tersebar diseluruh Nanggroe Aceh Darussalam, 18.761 km jalan dan 499 buah
jembatan yang putus yang mengakibatkan transportasi dari satu kabupaten ke
kabupaten lainnya terhambat dan 1.644 buah kantor pemerintah rusak dan hancur,
sehingga pelayanan publik terganggu.
Bencana yang mengakibatkan hilangnya kepemilikan materi dan keluarga
dalam sekejap, apalagi dalam jumlah besar, sangat potensial menggoreskan trauma
dan menyisakan ketakutan luar biasa bagi yang mengalaminya, sehingga beberapa
hal dapat terjadi antara lain: (1) wajar jika orang menampilkan respon perilaku tidak
lazim menyusul suatu kejadian yang sangat di luar batas kewajaran. Ada yang
menyangkal bahwa keluarga besarnya hilang dan ditemukan tak bernyawa sehingga
merasa sangat bersalah karena ia hidup sendirian. Beberapa hari setelah bencana,
banyak orang merespon dengan cara-caranya sendiri diantaranya dengan menangis
atau justru diam seribu bahasa, berteriak-teriak memanggil anaknya yang tidak
ditemukan, tidak membolehkan jenazah orang terdekatnya diambil untuk
dimakamkan dan sebagainya; dan (2) manusia memiliki coping mechanism
alamiahnya sendiri sehingga dari sejumlah besar orang yang mengalami kekerasan
atau bencana, cukup banyak yang mampu bangkit dari keruntuhan bencana.
Beberapa hari setelah tsunami, masyarakat Aceh mulai “menggeliat” satu demi satu
perlahan bergerak, bangun, berjalan, bahkan mencoba berjualan lagi. Hal tersebut
menjadi contoh bahwa manusia dibekali dengan kemampuan menyelesaikan
masalah secara alamiah. Meskipun demikian, berdasarkan pengamatan di lapangan
masih terdapat korban bencana yang mengalami masalah-masalah lebih serius,
mengalami gangguan pasca trauma atau diagnosa lain, tetapi persentasenya relatif
kecil, mungkin 5 persen saja dari keseluruhannya.
Kecamatan Kuta Alam dan Kecamatan Mauraxa adalah dua dari sembilan
kecamatan yang ada di Kota Banda Aceh. Kecamatan Kuta Alam membawahi
sebelas kelurahan/gampong dan Kecamatan Meuraxa membawahi enam belas
kelurahan/gampong (Tabel 7). Batas-batas Kecamatan Kuta Alam Kota Banda Aceh
yaitu sebelah utara dengan Selat Malaka, sebelah selatan dengan Kecamatan
Baiturrahman, sebelah barat dengan Kecamatan Meuraxa dan sebelah timur dengan
Kecamatan Syiah Kuala. Adapun batas-batas Kecamatan Meuraxa sebelah utara
berbatasan dengan Selat Malaka, sebelah selatan dengan Kecamatan Jaya Baru,
sebelah timur dengan Kecamatan Kuta Raja dan sebelah barat berbatasan dengan
Kecamatan Peukan Bada.
A.3. Penduduk
Sebelum terjadi gempa dan tsunami jumlah kepala keluarga (KK) di
Kecamatan Kuta Alam adalah 11.731 KK, dengan jumlah penduduk 54.017 jiwa,
yaitu laki-laki 28.340 jiwa dan perempuan 26.673 jiwa. Pasca bencana gempa dan
tsunami jumlah kepala keluarga yang selamat sampai Desember 2005 adalah 10.810
KK, dengan jumlah penduduk 47.280 jiwa dengan rincian laki-laki 25.369 jiwa dan
perempuan 21.911 (Tabel 8).
Pasca bencana gempa dan tsunami, jumlah kepala keluarga yang selamat di
Kecamatan Meuraxa sampai Desember 2005 adalah 4.725 KK, dengan jumlah
penduduk 11.396 jiwa dengan rincian laki-laki 7210 jiwa dan perempuan 4.186 jiwa
(Tabel 9). Kalau diperhatikan jumlah penduduk yang tersisa di Kecamatan Meuraxa
pasca gempa dan tsunami hanya sekitar 25 persen dari jumlah penduduk Kecamatan
Kuta Alam, padahal sebelumnya wilayah ini merupakan wilayah padat penduduk.
Hal ini disebabkan hampir semua kelurahan/gampong yang ada di Kecamatan
Meuraxa berhadapan langsung dengan laut dan pelabuhan Ulele.
Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
50
Tabel 8. Jumlah penduduk Kecamatan Kuta Alam pasca gempa dan tsunami
Jumlah Penduduk Pasca Gempa dan Tsunami
No Kelurahan/Gampong
KK LK PR
1 Kota Baru 408 1.081 973 2.054
2 Bandar Baru 1.273 3.675 3.709 7.384
3 Kuta Alam 1.175 2.623 2.219 4.842
4 Peunayong 813 1.956 1.376 3.332
5 Mulia 805 1.839 1.320 3.159
6 Keuramat 934 2.494 2.536 5.030
7 Laksana 664 3.177 2.492 5.669
8 Beurawe 1.766 3.359 3.037 6.399
9 Lampulo 1.537 1.977 1.446 3.423
10 Lamdingin 618 1.270 991 2.261
11 Lambaro Skep 817 1.918 1.809 3.727
Jumlah 10.810 25.369 21.911 47.280
Laporan Camat Kuta Alam, 2006.
Selain di posko pengungsian, korban bencana juga ada yang masih tinggal di rumah-
rumah penduduk yang masih utuh.
A.4. Perumahan
Jumlah rumah yang hancur/hilang/rusak akibat bencana gempa dan tsunami
di Kecamatan Kuta Alam Kota Banda Aceh 5.327 unit, dengan rincian rumah
hancur/hilang 2.586 unit, rusak berat 1.147 unit dan rusak ringan 1.310 unit. Di
Kecamatan Meuraxa Jumlah rumah yang rusak dan hancur hampir mencapai 100
persen dan yang tersisa hanyalah puing-puing dan bahkan tidak meninggalkan
bekas.
jika membantu orang, ingat-ingat nasib sendiri. Ini adalah suatu contoh bagaimana
sifat suka menolong dan membantu kesulitan orang lain, justru harus dibayar dengan
kerugian lebih besar pada diri sendiri, padahal sifat dan perilaku suka menolong
orang lain merupakan sifat sangat terpuji dalam tata kehidupan orang Aceh (Kurdi ,
2005).
Tabel 10. Statistik dan sebaran keluarga menurut kategori masalah pangan
Kategori masalah Utuh (n=103) Duda (n=20) Janda (n=15) Total (n=138)
Pangan n % n % n % n %
Rendah 90 87.4 18 90.0 13 86.7 121 87.7
Sedang 7 6.8 1 5.0 2 13.3 10 7.2
Tinggi 6 5.8 1 5.0 0 0.0 7 5.1
100.
Total
103 100.0 20 100.0 15 0 138 100.0
Rata-Rata 30.08 28.32 24.43 29.21
Standar deviasi 25.36 24.84 23.46 24.98
Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
54
Tabel 11. Statistik dan sebaran keluarga menurut kategori masalah kesehatan
Kategori masalah Utuh (n=103) Duda (n=20) Janda (n=15) Total (n=138)
Kesehatan n % n % n % n %
Rendah 55 53.4 8 40.0 7 46.7 70 50.7
Sedang 43 41.7 8 40.0 7 46.7 58 42.0
Tinggi 5 4.9 4 20.0 1 6.7 10 7.2
Total 103 100.0 20 100.0 15 100.0 138 100.0
Rata-Rata 25.73 40.00 30.00 28.26
Standar Deviasi 29.59 34.79 36.84 31.37
Minimum 0.00 0.00 0.00 0.00
Maksimum 100.00 100.00 100.00 100.00
Analisis Anova antar
0.173
tipologi keluarga
Hasil Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
55
Pada keluarga utuh, adanya orang tua yang masih lengkap, permasalahan
kesehatan dapat ditanggulangi bersama-sama. Pada tipologi janda, peran ibu relatif
masih berfungsi terkait dengan kesehatan anggota keluarga. Namun demikian,
berdasarkan analisis anova tidak ada perbedaan yang nyata terkait masalah
kesehatan antara ketiga tipologi keluarga.
Tabel 12. Statistik dan sebaran keluarga menurut kategori masalah pendidikan
Kategori masalah Utuh (n=103) Duda (n=20) Janda (n=15) Total (n=138)
pendidikan n % n % n % n %
Rendah 63 61.2 13 65.0 10 66.7 86 62.3
Sedang 19 18.4 3 15.0 1 6.7 23 16.7
Tinggi 21 20.4 4 20.0 4 26.7 29 21.0
Total 103 100.0 20 100.0 15 100.0 138 100.0
Rata-Rata 37.22 48.34 35.55 38.65
Standar Deviasi 40.24 38.21 38.77 39.72
Minimum 0.00 0.00 0.00 0.00
Maksimum 100.00 100.00 100.00 100.00
Analisis Anova antar
0.496
tipologi keluarga
Pada saat penelitian ini dilakukan masih ada 5.3 persen anak usia sekolah
yang tidak bersekolah pasca gempa dan tsunami. Untuk melaksanakan wajib belajar
bagi anak usia sekolah pemerintah daerah telah memberikan perhatian yang serius
dengan memberikan biaya pendidikan gratis mulai dari TK hingga jenjang SLTA,
termasuk fasilitas sekolah seperti seragam, tas, sepatu, buku-buku dan snack gratis
yang dibagikan seminggu sekali di sekolah.
Selain pendidikan formal, saat ini banyak pendidikan non formal yang
bermunculan di Banda Aceh seperti yang dilaksanakan oleh Yayasan Lamjabat di
Kecamatan Meuraxa. Yayasan ini melaksanakan berbagai kegiatan seperti pelatihan
komputer, perbengkelan, menjahit, memasak dan pelatihan pertanian yang dilakukan
oleh BRR dan LSM dengan sasaran utama adalah para remaja yang tidak
melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi, ibu-ibu yang tidak bekerja dan bapak-
Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
56
bapak yang kehilangan pekerjaan. Hal yang sama juga dilakukan di Kecamatan Kuta
Alam. Namun demikian masih ada 33.9 persen anak keluarga contoh yang tidak
mengikuti pendidikan non formal dengan berbagai alasan antara lain: (1) tidak
sesuai dengan bakat; (2) tidak memiliki modal jika ingin buka usaha sendiri; (3)
kurangnya lapangan pekerjaan; dan (4) membosankan. Permasalahan pendidikan
lainnya yang dihadapi 48.6 persen keluarga adalah tidak mampu menyediakan
fasilitas belajar di rumah untuk keperluan sekolah anak. Hal ini disebabkan karena
sebagian besar keluarga masih tinggal di barak pengungsian (Lampiran 2).
Tabel 13. Statistik dan sebaran keluarga menurut kategori masalah perumahan
Kategori masalah Utuh (n=103) Duda (n=20) Janda (n=15) Total (n=138)
rumah n % n % n % n %
Hasil Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
57
Tabel 14. Statistik dan sebaran keluarga menurut kategori masalah pakaian
Kategori masalah Utuh (n=103) Duda (n=20) Janda (n=15) Total (n=138)
pakaian n % n % n % n %
Rendah 75 72.8 17 85.0 12 80.0 104 75.4
Sedang 18 17.5 3 15.0 2 13.3 23 16.7
Tinggi 10 9.7 0 0.0 1 6.7 11 8.0
100.
Total
103 100.0 20 100.0 15 0 138 100.0
Rata-Rata 15.05 27.50 10.00 16.30
Standar Deviasi 30.39 37.96 20.70 30.90
Minimum 0.00 0.00 0.00 0.00
Maksimum 100.00 100.00 50.00 100.00
Analisis Anova antar
0.182
tipologi keluarga
Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
58
Tabel 15. Statistik dan sebaran keluarga menurut kategori masalah pekerjaan
Kategori masalah Utuh (n=103) Duda (n20) Janda (n=15) Total (n=138)
Pekerjaan n % n % n % n %
Rendah 72 69.9 16 80.0 9 60.0 97 70.3
Sedang 21 20.4 3 15.0 3 20.0 27 19.6
Tinggi 10 9.7 1 5.0 3 20.0 14 10.1
Total 103 100.0 20 100.0 15 100.0 138 100.0
Rata-Rata 18.45 20.00 30.00 19.93
Standar Deviasi 32.83 34.03 36.84 33.39
Minimum 0.00 0.00 0.00 0.00
Maksimal 100.00 100.00 100.00 100.00
Analisis Anova
0.460
antar tipologi keluarga
C. SUMBERDAYA COPING
pada tipologi keluarga utuh adalah 3 hingga 8 orang, keluarga duda 2 hingga 7 orang
dan keluarga janda 2 hingga 4 orang (Tabel 16).
Tabel 16. Statistik dan sebaran keluarga menurut kategori jumlah anggota
Utuh Duda Janda Total
Kategori Jumlah
(n=103) (n=20) (n=15) (n=138)
Anggota Keluarga
n % n % n % n %
≤ 4 orang 70 68.0 18 90.0 15 100.0 103 74.6
5-6 orang 24 23.3 1 5.0 0 0.0 25 18.1
≥ 7 orang 9 8.7 1 5.0 0 0.0 10 7.2
Total 103 100.0 20 100.0 15 100.0 138 100.0
Rata-Rata 4.28 (a) 2.75 (bc) 2.47(cd) 3.86
Standar Deviasi 1.34 1.29 0.64 1.46
Minimum 3.00 2.00 2.00 2.00
Maksimum 8.00 7.00 4.00 8.00
Analisis Anova antar
0.000
tipologi keluarga
Ket: * huruf dalam kurung pada baris yang sama adalah analisis uji lanjut duncan; huruf yang berbeda
berarti berbeda nyata
Jumlah anggota keluarga pada keluarga utuh dengan keluarga duda dan
janda pasca gempa dan tsunami berbeda nyata (p<0.01). Hal ini berarti bencana
tersebut telah mengakibatkan berkurangnya jumlah anggota keluarga ketiga tipologi
keluarga. Secara umum, jumlah anggota keluarga setelah gempa dan tsunami
termasuk dalam kategori keluarga kecil yakni lebih kecil atau sama dengan empat
orang.
C.1.2. Pekerjaan
Pasca gempa dan tsunami banyak orang yang kehilangan pekerjaannya,
setahun setelah bencana sebagian besar telah kembali bekerja. Jenis pekerjaan utama
contoh sangat bervariasi, diantaranya buruh, PNS/ABRI, pedagang/wiraswasta,
karyawan swasta dan LSM/relawan. Dilihat dari jenis pekerjaannya, persentase
terbesar (30.4%) keluarga utuh berprofesi sebagai buruh dan keluarga duda (35%)
dan janda (46.7%) berprofesi sebagai pedagang/wiraswasta dan ada 15.2 persen
contoh yang tidak memiliki pekerjaan. Sebagian besar (94.2%) contoh tidak
mempunyai pekerjaan tambahan yang dapat memberikan tambahan pemasukan
untuk keluarga. Hanya sebagian kecil (5.8%) contoh yang mempunyai pekerjaan
tambahan bekerja sebagai pedagang/wiraswasta, mengurus barak dan buruh.
Tabel 17. Sebaran contoh menurut kategori pekerjaan utama dan tambahan
Utuh (n=103) Duda (n=20) Janda (n=15) Total (n=138)
Jenis Pekerjaan
n % n % n % n %
Utama
1. Buruh 36 35 3 15 3 20 42 30.4
Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
60
Tabel 18. Sebaran contoh menurut kategori pekerjaan utama anak dan anggota keluarga lain
Pekerjaan Anak & Anggota Utuh (n=103) Duda (n=20) Janda (n=15) Total (n=138)
Keluarga Lain n % n % n % n %
Anak
1. Tidak Bekerja 92 89.3 19 95.0 14 93.3 125 90.6
2. Buruh 7 6.8 0 0.0 1 6.7 8 5.8
3. PNS/ABRI 2 1.9 0 0.0 0 0.0 2 1.4
4. Swasta 2 1.9 0 0.0 0 0.0 2 1.4
5. Pedagang/wiraswasta 0 0.0 1 5.0 0 0.0 1 0.7
Total 103 100.0 20 100.0 15 100.0 138 100.0
Anggota keluarga lain
1. Tidak Bekerja 102 99.0 19 95.0 15 100.0 136 98.6
2. Buruh 1 1.0 0 0.0 0 0.0 1 0.7
3. Pedagang/wiraswasta 0 0.0 1 5.0 0 0.0 1 0.7
Total 103 100.0 20 100.0 15 100.0 138 100.0
C.1.3. Pengeluaran
Rata-rata pengeluaran keluarga secara keseluruhan adalah Rp 542.819.
Berdasarkan tipologi keluarga, rata-rata pengeluaran keluarga pada keluarga tipologi
duda paling tinggi (Rp 726.900) dibandingkan keluarga tipologi janda (Rp 611.892)
dan utuh (Rp 497.016) (Tabel 19).
Berdasarkan kategori pengeluaran, sebagian besar keluarga dari tipologi
utuh dan janda berada pada kisaran antara Rp 100.000-250.000/kapita/ bulan, dan
pada tipologi keluarga duda sebanyak 35 persen berada pada kategori Rp > 250.000-
Hasil Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
61
Kategori Pengeluaran Utuh (n=103) Duda (n=20) Janda (n=15) Total (n=138)
(Rp/kap/bulan) n % n % n % n %
< 100.000 22 21.4 1 5.0 3 20.0 26 18.8
> 100.000 - 250.000 48 46.6 6 30.0 6 40.0 60 43.5
> 250.000 - 500.000 24 23.3 7 35.0 2 13.3 33 23.9
> 500.000 - 750.000 8 7.8 5 25.0 4 26.7 17 12.3
> 750.000 - 1.000.000 1 1.0 0 0.0 0 0.0 1 0.7
> 1.000.000 0 0.0 1 5.0 0 0.0 1 0.7
Total 103 100.0 20 100.0 15 100.0 138 100.0
Rata-Rata 497.016.(ac) 726.900(bc) 611.892.(cb) 542.819
Standar Deviasi 288.282 23.871 25.000 328.564
Minimum 131.800 272.142 25.000 25.000
Maksimum 2.170.333 1.908.250 1.297.833 2.170.333
Analisis Anova antar
tipologi keluarga 0.011
Ket: * huruf dalam kurung pada baris yang sama adalah analisis uji lanjut duncan; huruf yang berbeda
berarti berbeda nyata
Jenis pengeluaran keluarga dapat dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu
pengeluaran pangan dan non pangan. Secara naluri setiap keluarga lebih dahulu
memanfaatkan setiap pendapatannya untuk pangan, kemudian untuk kebutuhan non
pangan. Namun demikian, perilaku ini tidak lepas dari faktor-faktor yang
mempengaruhinya seperti pendapatan, jumlah anggota keluarga, pendidikan kepala
keluarga, lokasi tempat tinggal dan musim (Mangkuprawira, 1989).
Secara umum, rata-rata pengeluaran pangan keluarga contoh adalah Rp
286.559/kap/bulan. Jumlah ini lebih besar dibandingkan pengeluaran non pangan
yaitu Rp 260.221/kap/bulan. Hal ini sejalan dengan persentase pengeluaran pangan
51.9 persen yang lebih tinggi dibandingkan pengeluaran non pangan 48.1 persen.
Berdasarkan tipologi keluarga, maka pengeluaran pangan keluarga duda adalah yang
Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
62
Tabel 20. Statistik dan sebaran keluarga menurut kategori pengeluaran pangan dan non
pangan
Pengeluaran (Rp/bulan Utuh (n=103) Duda (n=20) Janda (n=15) Total (n=138)
Pangan
Rata-rata 267.646 367.379 314.061 286.559
Standar Deviasi 157.825 223.606 216.663 177.195
Minimum 79.000 94.285 25.000 25.000
Maksimum 1.232.000 975.000 827.000 1.232.000
Persentase 53.9 50.5 51.3 51.9
Analisis Anova antar
0.063
tipologi keluarga
Non Pangan
Rata-Rata 229.369 377.890 319.105 260.221
Standar Deviasi 169.657 286.008 229.410 202.880
Minimum 0.00 60.000 84.750 0.00
Maksimum 938.333 1.337.500 735.555 1.337.500
Persentase 46.1(ac) 49.5(bc) 48.7(cba) 48.1
Analisis Anova antar
0.005
tipologi keluarga
Ket: * huruf dalam kurung pada baris yang sama adalah analisis uji lanjut duncan; huruf yang berbeda
berart berbeda nyata
C.1.4. Pendapatan
Hasil Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
63
Rata-rata pendapatan keluarga per kapita per bulan pasca bencana gempa
dan tsunami disajikan pada Tabel 21. Secara umum, rata-rata pendapatan keluarga
adalah Rp 628.925/kap/bulan dengan kisaran Rp 96.000/kap/bulan hingga Rp
3.666.667/kap/bulan. Rata-rata pendapatan keluarga paling tinggi dijumpai pada
keluarga dengan tipologi duda yakni Rp 832.922/kap/bulan, selanjutnya keluarga
janda dengan rata-rata Rp 602.000/kap/bulan dan terendah pada keluarga utuh Rp
451.853/kap/bulan. Hasil analisis anova menunjukkan adanya perbedaan yang nyata
(p<0.05) antar pendapatan pada ketiga tipologi keluarga. Banyak keluarga yang
kehilangan sumber penghasilannya pasca gempa dan tsunami sehingga mereka harus
merintis kembali usaha/pekerjaan yang dilakukan sebelumnya atau mencari
pekerjaan baru untuk menghidupi keluarganya
C.1.5. Aset
Berbagai aset yang masih dimiliki oleh keluarga pasca gempa dan tsunami
mulai dari rumah, tanah, kolam/tambah, ternak, kendaraan, perhiasan/barang
berharga, tabungan dan barang elektronika (Tabel 22). Data yang diperoleh
menunjukkan ada empat keluarga yang sama sekali tidak memiliki aset karena
mereka kehilangan seluruh harta benda yang dimiliki. Rata-rata nilai aset yang
dimiliki keluarga secara keseluruhan adalah Rp 20.442.237.06. Berdasarkan
tipologi, nilai aset tertinggi dimiliki keluarga janda (Rp 25.193.444) dan terendah
dimiliki oleh keluarga utuh (Rp 19.810.416). Artinya meskipun keluarga utuh tidak
mengalami kehilangan pasangan, kehilangan ataupun kerusakan harta benda
dampaknya dirasakan bersama dengan keluarga janda dan duda. Namun, hasil
analisis anova menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata antara aset pada
keluarga utuh, duda dan janda.
Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
64
Aset berupa ternak hanya dimiliki oleh keluarga utuh. Nilai aset terbesar
keluarga berasal dari kolam/tambak yang mengalami kerusakan yang sangat parah
pada saat bencana. Aset kendaraan lebih banyak dimiliki oleh keluarga utuh dan
keluarga duda. Dan aset berupa tabungan untuk anak dimiliki oleh semua tipologi
keluarga, tetapi tabungan khusus pendidikan hanya dimiliki oleh keluarga utuh.
C.2.1. Umur
Rata-rata umur kepala keluarga berkisar antara 41 sampai 45 tahun, dan
masih termasuk usia produktif. Bila dilihat berdasarkan kategori, 50.5 persen
keluarga utuh dan 55 persen keluarga duda berusia 41 - 60 tahun. Berbeda dengan
keluarga janda 66.7 persen berusia 21 - 40 tahun (Tabel 23). Namun demikian, hasil
uji anova menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata umur antara kedua tipologi
keluarga. Masih tingginya persentase contoh yang tergolong dalam kelompok umur
21-40 tahun khususnya bagi contoh dari tipologi keluarga janda yang sebagian besar
masuk dalam usia reproduksi menunjukkan masih tingginya peluang untuk menikah
lagi dan memiliki anak. Dengan demikian, dimungkinkan terjadinya lost generation
akibat gempa dan tsunami tidak separah yang diperkirakan.
Tabel 25. Statistik dan sebaran keluarga menurut kategori skor kesehatan selama enam
bulan terakhir
Kategori Tingkat Utuh (n=103) Duda (n=20) Janda (n=15) Total (n=138)
Kesehatan n % n % n % n %
Rendah 1 1.0 3 15.0 0 0.0 4 2.9
Sedang 11 10.7 3 15.0 0 0.0 14 10.1
Tinggi 91 88.3 14 70.0 15 100.0 120 87.0
Total 103 100.0 20 100.0 15 100.0 138 100.0
Rata-Rata 13.73(ac) 28.35(b) 9.73(ca) 15.41
Standar Deviasi 14.10 27.79 6.50 17.02
Minimum 0.00 0.00 0.00 0.00
Hasil Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
67
Rata-rata lama sakit bagi sebagian besar keluarga adalah 2.58 hari untuk
jenis penyakit gatal-gatal/eksim. Hal ini dimungkinkan oleh sanitasi terutama
ketersediaan air bersih yang masih kurang memadai terutama untuk wilayah
pengungsian yang menyebabkan jenis penyakit ini mudah terjangkit (Tabel 27).
Tabel 27. Rata-rata lama sakit (hari) selama enam bulan terakhir
Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
68
Jenis Penyakit Utuh (n=103) Duda (n=20) Janda (n=15) Total (n=138)
1. Panas demam 1.27 1.20 0.87 1.22
2. Pilek/influenza 1.78 2.25 1.27 1.79
3. Batuk biasa (ISPA) 1.25 1.90 0.60 1.28
4. Batuk pilek 1.06 0.85 1.00 1.02
5. Diare (>5 kali) 0.18 0.15 0.00 0.16
6. Mencret biasa 0.16 0.10 0.00 0.13
7. Asma 0.07 0.00 0.00 0.05
8. Malaria 1.36 0.00 2.47 1.28
9. Gatal-gatal/eksim 2.55 2.55 2.80 2.58
Tabel 28. Sebaran keluarga menurut frekuensi penyakit yang diderita selama dalam enam
bulan terakhir
Frekuensi (kali/6 bulan)/Persentase
Jenis Penyakit
1 2 3 4
1. Panas demam 40.0 37.5 5.0 17.5
2. Pilek/influenza 12.1 53.0 13.6 21.2
3. Batuk biasa (ISPA) 20.0 40.0 0.0 40.0
4. Batuk pilek 24.1 27.6 27.6 20.7
5. Diare (>5 kali) 50.0 12.5 0.0 37.5
6. Mencret biasa 28.6 42.9 14.3 14.3
7. Asthma 100.0 0.0 0.0 0.0
8. Malaria 20.0 30.0 0.0 50.0
9. Gatal-gatal/eksim 21.4 14.3 0.0 64.3
Tabel 29. Sebaran keluarga menurut upaya pengobatan penyakit yang dilakukan
Posko
Puske Dokter Obat
ke- RS Mantr Beli Tidak
Jenis Penyakit s Prakte Sendir
sehata U i di Apotik Diobati
mas k i
n
Hasil Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
69
26.
1. Panas demam 38.1 21.4 2 9.5 2.4 0.0 0.0 2.4
2. Pilek/influenza 39.4 13.6 1.5 6.1 1.5 1.5 7.6 28.8
3. Batuk biasa
(ISPA) 34.3 34.3 2.9 5.7 0.0 0.0 5.7 17.1
4. Batuk pilek 42.9 21.4 3.6 7.1 7.1 3.6 0.0 14.3
12.
5. Diare (>5 kali) 12.5 37.5 5 0.0 0.0 0.0 0.0 37.5
12.
6. Mencret biasa 12.5 37.5 5 12.5 0.0 12.5 12.5 0.0
7. Asthma 100.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
30.
8. Malaria 30.0 30.0 0 10.0 0.0 0.0 0.0 0.0
20.
9. Gatal-gatal/eksim 36.0 28.0 0 12.0 0.0 4.0 0.0 0.0
C.2.4. Kepribadian
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar (87.0%) kepribadian
kepala keluarga tergolong pada kategori ekstrovert. Berdasarkan tipologi, persentase
contoh yang termasuk kategori ekstrovert pada keluarga utuh dan janda lebih besar
daripada keluarga duda. Hasil analisis anova menunjukkan tidak ada perbedaan yang
nyata (p>0.05) kepribadian di antara ketiga tipologi (Tabel 30). Orang yang
ekstrovert dalam kesehariannya melihat kenyataan dan keharusan, tidak lekas
merasakan kritikan, ekspresi emosinya spontan, tidak begitu merasakan
kegagalan, tidak banyak mengadakan analisis, sifatnya yang terbuka dan kritik
terhadap diri sendiri. Pribadi yang intovert dengan ciri orang yang suka
memikirkan tentang diri sendiri, banyak fantasi, lekas merasakan kritikan,
menahan ekspresi emosi, sifatnya yang tertutup, lekas tersinggung dalam diskusi,
suka membesarkan kesalahannya, analisis dan kritik diri menjadi buah pikirannya
(Lampiran 3).
Tabel 30. Statistik dan sebaran contoh menurut kategori skor kepribadian
Utuh (n=103) Duda (n=20) Janda (n=15) Total (n=138)
Kategori Skor Kepribadian
n % n % n % n %
Intovert 10 9.7 5 25.0 3 20.0 18 13.0
Ekstrovert 93 90.3 15 75.0 12 80.0 120 87.0
Total 103 100.0 20 100.0 15 100.0 138 100.0
Rata-Rata 81.2 74.7 80 78.6
Standar Deviasi 12.1 11.9 13.8 12.6
Minimum 35.3 52.9 52.9 35.3
Maksimum 100 94.1 100 100
Analisis Anova antar
0.100
tipologi keluarga
Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
70
Tabel 31. Statistik dan sebaran contoh menurut kategori skor konsep diri
Utuh (n=103) Duda (n=20) Janda (n=15) Total (n=138)
Kategori Skor Konsep Diri
n % n % n % n %
Negatif 4 3.9 4 20.0 1 6.7 9 6.5
Positif 99 96.1 16 80.0 14 93.3 129 93.5
Total 103 100.0 20 100.0 15 100.0 138 100.0
Rata-Rata 93.4 82.5 91.7 89.2
Standar Deviasi 17.8(ac) 32.5(bc) 15.4(cab) 21.9
Minimum 0 0 50 0
Maksimum 100 100 100 100
Analisis Anova antar
0.025
tipologi keluarga
Ket: * huruf dalam kurung pada baris yang sama adalah analisis uji lanjut duncan;
huruf yang berbeda berarti berbeda nyata
Tabel 32. Statistik dan sebaran keluarga menurut kategori skor dukungan sosial
Kategori Skor Utuh (n=103) Duda (n=20) Janda (n=15) Total (n=138)
Dukungan Sosial n % n % n % n %
Tidak mendukung 10 9.7 6 30.0 3 20.0 19 13.8
Mendukung 93 90.3 14 70.0 12 80.0 119 86.2
Total 103 100.0 20 100.0 15 100.0 138 100.0
Rata-Rata 92.8 76 84 84.3
Standar Deviasi 22.9 37 31.4 30.4
Minimum 0 0 0 0
Maksimal 100 100 100 100
Analisis Anova antar
0.093
tipologi keluarga
Tabel 33. Daftar bantuan yang diberikan kepada masyarakat di Kecamatan Kuta Alam dan
Kecamatan Meuraxa
No Jenis bantuan Sumber bantuan
1 Pangan Depsos, Media group, Perindustrian,
Beras, indomie, sarden, Masyarakat Indonesia
minyak goreng, ikan asin,
biskuit dan lain sebagainya
Peralatan masak
2 Kesehatan Depkes, PMI, UNICEF, Media Group dan
Pembangunan rumah sakit dan puskesmas lain sebagainya
Tenaga medis
Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
72
Pengobatan gratis
Makanan tambahan
3 Pendidikan Diknas, Palang Merah Irlandia (Irish Red
Gedung sekolah Cross), PMI, Yayasan SUKMA, TPI, RCTV
Perlengkapan sekolah dan lain sebagainya
Beasiswa
4 Perumahan (Rehabilitasi dan Rekonstruksi) CARE, Aceh Relif, UN.Habitat, BRR, Wold
Vasion, ADB, Peduli Bangsa, OXFAM,
LION GROUP, Muslim ED dan lain
sebagainya
5 Pakaian Depsos, Media Group dan seluruh
masyarakat Indonesia
6 Pekerjaan/pendapatan Depsos, Bank Indonesia, Depnaker,
Departemen perdagangan, Departemen
pekerjaan umum dan lain sebagainya
Laporan Kantor Camat Kuta Alam dan Kecamatan Meuraxa Banda Aceh.
0.025 0.086 )
- -
Konsep Diri
0.014 0.079 0.026 0.004 0.095 -0.145 .275(**) 0.14
Tabel 35. Masalah keluarga sebagai peubah tidak bebas dengan sumberdaya coping
sebagai peubah bebas
Variabel Koefisien R2 Parsial R 2 Model Peluang
Konstanta 115.50509388
Kepribadian -0.98845851 0.4933 0.4933 0.0001
Aset -16.67505391 0.0242 0.5175 0.0103
D. TINGKAT STRES
dicerminkan dengan rendahnya rata-rata skor stres contoh yakni 19.13. Hanya 0.7
persen contoh yang mengalami stres mayor/berat akibat bencana gempa dan
tsunami. Demikian pula jika dilihat berdasarkan tipologi keluarga, pada semua
tipologi terlihat bahwa persentase terbesar berada pada kategori stres minor. Hasil
temuan ini agak berbeda dengan data yang diproyeksikan WHO bahwa setahun
setelah bencana tsunami sebanyak 3-4 persen korban mengalami stres berat (berupa
psikosis, depresi berat, kelelahan yang berat), sekitar 20 persen mengalami
gangguan mental ringan atau moderat dalam bentuk depresi dan kelelahan), 30-50
persen mengalami stres moderat atau berat dan 20-40 persen mengalami stres
psikologi ringan (WHO, 2005).
Tingkat stres dengan metode Family Inventory of Life tertinggi ditemukan
pada tipologi keluarga duda dengan skor rata-rata 24.17 dan terendah keluarga utuh
18.12. Adanya dukungan keluarga yang memotivasi ternyata dapat mengurangi
tingkat stres keluarga. Rendahnya tingkat stres keluarga setahun pasca tsunami dapat
terlihat saat diwawancara, umumnya contoh mengatakan bahwa sudah dapat dapat
melupakan bencana yang pernah dialami, semua ini merupakan kehendak dari Yang
Maha Kuasa dan siapapun tidak bisa menyesalinya. Sikap mereka yang tabah dan
pasrah membuat mereka dapat mengendalikan diri dari stres yang mereka alami,
sehingga saat ini mereka dapat menata kembali kehidupan yang lebih baik.
Tabel 36. Statistik dan sebaran keluarga menurut kategori tingkat stres (metode Family
Inventory of Life)
Kategori tingkat stres Utuh (n=103) Duda (n=20) Janda (n=15) Total (n=138)
(Family Inventory of Life) n % n % n % n %
Stres Minor 91 88.3 17 85.0 14 93.3 122 88.4
Stres Ringan 5 4.9 1 5.0 0 0.0 6 4.3
Stres Sedang 7 6.8 1 5.0 1 6.7 9 6.5
Stres Mayor/Berat 0 0.0 1 5.0 0 0.0 1 0.7
Total 103 100.0 20 100.0 15 100.0 138 100.0
Rata-Rata 18.12 24.17 19.33 19.13
Standar Deviasi 15.28 18.81 11.21 15.50
Minimum 0.00 3.30 10.00 0.00
Maksimum 68.30 80.00 53.30 80.00
Analisis Anova antar
0.281
tipologi keluarga
Rendahnya tingkat stres keluarga utuh menurut Potter & McKenzie (2000)
karena adanya dukungan keluarga yang dapat menciptakan penilaian positif
terhadap keberadaan keluarga sehingga memberikan kontribusi pada kemampuan
keluarga dalam menghadapi stres secara efektif. Dukungan keluarga akan
memberikan kontribusi pada kemampuan keluarga untuk menghadapi stres atau
krisis secara efektif. Sumberdaya yang memadai mampu mengatasi sebuah kejadian,
Hasil Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
75
tingkat stres yang dialami akan relatif rendah atau bahkan tidak ada sama sekali,
tetapi jika seseorang merasa bahwa sumberdaya yang dimiliki tidak mencukupi
untuk menghadapi ancaman, tantangan atau situasi yang membahayakan, maka ia
akan mengalami tingkat stres yang tinggi (Anonim, 2006).
Tabel 37. Statistik dan sebaran keluarga menurut kategori tingkat stres fisik
Kategori tingkat Utuh (n=103) Duda (n=20) Janda (n=15) Total (n=138)
stres fisik n % n % n % n %
Stres Minor 77 74.8 12 60.0 12 80.0 101 73.2
Stres Ringan 10 9.7 4 20.0 1 6.7 15 10.9
Stres Sedang 14 13.6 4 20.0 2 13.3 20 14.5
Stres Mayor/Berat 2 1.9 0 0.0 0 0.0 2 1.4
Total 103 100.0 20 100.0 15 100.0 138 100.0
Rata-Rata 22.09 26.56 23.33 22.87
Standar Deviasi 19.84 20.47 17.75 19.64
Minimum 0.00 0.00 0.00 0.00
Maksimum 100.00 68.80 62.50 100.00
Analisis Anova antar
0.648
tipologi keluarga
Rendahnya tingkat stres psikis yang dialami contoh terlihat dari persentase
terbesar (76.8%) termasuk dalam kategori stres minor dengan skor rata-rata 22.46
Tingkat stres psikis tertinggi ditemukan pada keluarga duda dengan skor rata-rata
28.93, diikuti oleh keluarga janda 23.81 dan keluarga utuh 21.01 (Tabel 38). Tidak
ditemukan adanya perbedaan yang nyata (p>0.05) tingkat stres psikis antara ketiga
tipologi keluarga. Tingginya tingkat stres yang dialami keluarga duda karena
sebagian besar menyatakan kadang-kadang mengalami mimpi-mimpi buruk
(Lampiran 7). Menurut Hartiningsih (2005), dalam banyak kasus bencana dengan
jumlah korban yang banyak, sekitar 70 persen penduduk, gejala-gejala stres psikis
seperti yang telah disebutkan sebelumnya akan hilang dalam satu sampai dua bulan.
Hal ini disebabkan karena manusia memiliki mekanisme coping secara alamiah.
Sekitar 30 persen lainnya akan memperlihatkan gejala-gejala lain seperti mimpi
buruk terus-menerus, kehilangan semangat dan lain-lain setelah enam bulan. Dari
jumlah itu, sekitar 7-10 persennya mengalami disorientasi sosial-psikologis, seperti
agresif, tidak mau makan dan tidak mau bicara.
Tabel 38. Statistik dan sebaran keluarga menurut kategori tingkat stres psikis
Kategori tingkat Utuh (n=103) Duda (n=20) Janda (n=15) Total (n=138)
stres psikis n % n % n % n %
Stres Minor 80 77.7 14 70.0 12 80.0 106 76.8
Stres Ringan 9 8.7 2 10.0 2 13.3 13 9.4
Stres Sedang 13 12.6 3 15.0 1 6.7 17 12.3
Stres Mayor/Berat 1 1.0 1 5.0 0 0.0 2 1.4
Total 103 100.0 20 100.0 15 100.0 138 100.0
Rata-Rata 21.01 28.93 23.81 22.46
Standar Deviasi 18.49 21.17 13.94 18.56
Minimum 0.00 0.00 0.00 0.00
Maksimum 78.60 85.70 50.00 85.70
Analisis Anova antar
0.210
tipologi keluarga
gejala stres kognitif yang ditanyakan kepada keluarga, sebagian besar keluarga
menyatakan tidak mengalaminya (Lampiran 8).
Tabel 39. Statistik dan sebaran keluarga menurut kategori tingkat stres kognitif
Kategori tingkat Utuh (n=103) Duda (n=20) Janda (n=15) Total (n=138)
stres kognitif n % n % n % n %
Stres Minor 87 84.5 14 70.0 13 86.7 114 82.6
Stres Ringan 6 5.8 3 15.0 0 0.0 9 6.5
Stres Sedang 9 8.7 3 15.0 2 13.3 14 10.1
Stres Mayor/Berat 1 1.0 0 0.0 0 0.0 1 0.7
Total 103 100.0 20 100.0 15 100.0 138 100.0
Rata-Rata 15.53 19.00 14.00 15.87
Standar Deviasi 19.13 19.17 18.82 19.02
Minimum 0.00 0.00 0.00 0.00
Maksimum 80.00 50.00 60.00 80.00
Analisis Anova antar
0.701
tipologi keluarga
Tabel 40. Statistik dan sebaran keluarga menurut kategori tingkat stres perilaku
Kategori tingkat Utuh (n=103) Duda (n=20) Janda (n=15) Total (n=138)
Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
78
stres perilaku n % n % n % n %
Stres Minor 96 93.2 18 90.0 13 86.7 127 92.0
Stres Ringan 2 1.9 0 0.0 0 0.0 2 1.4
Stres Sedang 3 2.9 0 0.0 2 13.3 5 3.6
Stres Mayor/Berat 2 1.9 2 10.0 0 0.0 4 2.9
Total 103 100.0 20 100.0 15 100.0 138 100.0
Rata-Rata 14.22 21.50 15.67 15.44
Standar Deviasi 15.73 25.65 15.45 17.50
Minimum 0.00 0.00 0.00 0.00
Maksimum 100.00 100.00 50.00 100.00
Analisis Anova antar
0.236
tipologi keluarga
Tabel 41. Statistik dan sebaran keluarga berdasarkan tingkat stres keluarga dengan
menggunakan Skala Holmes dan Rahe
Hasil Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
79
Kategori tingkat Utuh (n=103) Duda (n=20) Janda (n=15) Total (n=138)
stres Holmes n % n % n % n %
Stres Minor 43 41.7 0 0.0 1 6.7 44 31.9
Stres Ringan 21 20.4 1 5.0 1 6.7 23 16.7
Stres Sedang 39 37.9 13 65.0 10 66.7 62 44.9
Stres Mayor/Berat 0 0.0 6 30.0 3 20.0 9 6.5
Total 103 100.0 20 100.0 15 100.0 138 100.0
Rata-Rata 35.63 (a) 65.02 (bc) 62.99 (cb) 42.86
Standar Deviasi 19.41 10.96 14.92 21.80
Minimum 0.00 35.30 30.70 0.00
Maksimum 65.90 82.90 83.60 83.60
Analisis Anova antar
0.000
tipologi keluarga
Ket: * huruf dalam kurung pada baris yang sama adalah analisis uji lanjut duncan; huruf yang berbeda
berarti berbeda nyata
Freedy, Shaw, Jarrell, dan Masters (1992) dan Kaiser, Sattler, Bellack, dan
Dersin (1996) menemukan bahwa 1-2 bulan setelah bencana Hugo (Charleston,
1989), kehilangan harta benda paling berpengaruh terhadap tingkat stres. Sattler
(2001) menemukan bahwa satu bulan setelah gempa Northridge (Los Angeles
County, California, 1994) kehilangan harta benda adalah variabel yang paling
berpengaruh terhadap tingkat stres, diikuti oleh karakteristik demografi, coping
keluarga dan dukungan sosial. Orang-orang yang memiliki sumberdaya keuangan
terbatas dan jaringan dukungan sosial yang kurang akan mengalami kesulitan untuk
bangkit jika dibandingkan dengan orang yang memiliki sumberdaya dan jaringan
sosial yang kuat, mereka dengan cepat memperoleh ganti rugi dari kehilangan yang
dialami (Holahan, Moos, Holahan, & Cronkite, 1999; Kaniasty & Norris, 1995).
Tabel 42. Stres Family Inventory of Life sebagai peubah tidak bebas dengan masalah
keluarga dan sumberdaya coping sebagai peubah bebas
Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
80
Tabel 43. Stres Holmes dan Rahe sebagai peubah tidak bebas dengan masalah keluarga
dan sumberdaya coping sebagai peubah bebas
Variabel Koefisien R2 Parsial R 2 Model Peluang
Konstanta 98.82476674
D1 24.54096483 0.3261 0.3261 0.0001
Kepribadian -0.43828369 0.0712 0.3973 0.0001
Masalah rumah 0.14213838 0.0411 0.4384 0.0021
Masalah pekerjaan 0.09485398 0.0184 0.4568 0.0354
pasangan merupakan suatu hal yang paling menyakitkan dan sulit untuk dilupakan.
Bagi sorang istri, suami adalah orang yang bertanggung jawab untuk kehidupan
keluarga, suami sebagai tumpuan harapan untuk kehidupannya, tempat berbagi suka
maupun duka. Dengan demikian, kehilangan suami berarti semua tanggung jawab
keluarga beralih kepada istri. Istri yang tidak memiliki pekerjaan tetap akan
mengalami kesulitan untuk memenuhi kebutuhan anggota keluarganya.
Kepribadian kepala keluarga berpengaruh negatif nyata terhadap tingkat
stres, artinya bahwa kepribadian yang ekstrovet mampu menurunkan tingkat stres.
Ini dapat dipahami bahwa orang yang ekstrovet lebih terbuka dalam menghadapi
suatu persoalan dan mau berbagi suka dan duka dengan orang lain.
Masalah rumah/tempat berpengaruh positif nyata terhadap tingkat stres, ini
memiliki makna bahwa semakin tinggi masalah rumah yang dihadapi kepala
keluarga maka tingkat stres juga semakin meningkat. Hal ini dapat dipahami
masalah perumahan menjadi suatu persolan yang cukup serius karena menyangkut
ketenangan dan kenyamanan bagi anggota keluarga. Rumah yang tidak memadai
dan tidak memenuhi standar kesehatan dapat mempengaruhi aktivitas anggota
keluarga sehari-hari.
Masalah pekerjaan kepala keluarga juga berpengaruh positif nyata terhadap
tingkat stres. Artinya hilangnya pekerjaan akibat gempa dan tsunami dapat
mengakibatkan tingkat stres semakin meningkat. Ini dapat dipahami bahwa kepala
keluarga yang tidak memiliki pekerjaan dapat mempengaruhi pendapatan keluarga
sehingga kebutuhan keluarga sehari-hari dapat terganggu.
tipologi keluarga belum mampu secara maksimal melakukan strategi coping untuk
penyelesaian masalah yang dihadapi.
Tabel 44. Statistik dan sebaran keluarga menurut kategori coping total
Utuh Duda Janda Total
Kategori Coping Total (n=103) (n=20) (n=15) (n=138)
n % n % n % n %
Rendah 0 0 0 0 0 0 0 0.0
1
Sedang 83 80.6 3 65 12 80 108 78.3
Tinggi 20 19.4 7 35 3 20 30 21.7
2
Total 103 100 0 100 15 100 138 100.0
Rata-Rata 62.3 65.6 66.2 64.7
Standar deviasi 9.4 11.9 12.4 11.2
Minimum 38.9 43.5 53.7 38.9
Maksimum 97.2 88.9 90.7 97.2
Analisis Anova antar tipologi
0.192
keluarga
Tabel 45. Statistik dan sebaran keluarga menurut kategori coping berfokus pada masalah
Hasil Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
83
Tabel 46 Statistik dan sebaran keluarga menurut kategori coping planful problem solving
Kategori Skor Planful Utuh (n=103) Duda (n=20) Janda (n=15) Total (n=138)
Problem Solving n % n % n % n %
Rendah 1 1 0 0 0 0 1 0.7
Sedang 33 32 7 35 5 33.3 45 32.6
Tinggi 69 67 13 65 10 66.7 92 66.7
Total 103 100 20 100 15 100 138 100.0
Rata-Rata 72.8 75.7 73.7 74.1
Standar deviasi 12.3 15.3 14.5 14.0
Minimum 28.6 42.9 42.9 28.6
Maksimum 100 100 100 100.0
Analisis Anova antar tipologi
0.658
keluarga
Strategi coping planful problem solving sering sekali dilakukan oleh kepala
keluarga untuk mengatasi permasalahan yang muncul pasca gempa dan tsunami,
walaupun hasil yang diperoleh tidak maksimal. Tidak maksimalnya hasil yang
dicapai karena upaya menjual aset/barang yang masih dimiliki dan mencari
Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
84
pinjaman kepada tetangga yang masih memilikinya serta merubah gaya hidup tidak
dilakukan oleh sebagian keluarga (Lampiran 11).
Tabel 47. Statistik dan sebaran keluarga menurut kategori coping confrontatif
Kategori Skor Utuh (n=103) Duda (n=20) Janda (n=15) Total (n=138)
Coping Confrontatif n % n % n % n %
Rendah 19 18.4 4 20 1 6.7 24 17.4
Sedang 65 63.1 13 65 11 73.3 89 64.5
Tinggi 19 18.4 3 15 3 20 25 18.1
Total 103 100 20 100 15 100 138 100.0
Rata-Rata 51.9 48.3 55.6 51.9
Standar deviasi 21.1 16.1 19.1 18.8
Minimum 0 16.7 33.3 0.0
Maksimum 100 75 100 100.0
Analisis Anova antar tipologi
0.577
keluarga
Tabel 48. Statistik dan sebaran keluarga menurut kategori coping seeking social support
Utuh Duda Janda Total
Kategori Skor Seeking Social (n=103) (n=20) (n=15) (n=138)
Support n % n % n % n %
Rendah 5 4.9 0 0 0 0 5 3.6
Sedang 46 44.7 9 45 5 33.3 60 43.5
Tinggi 52 50.5 11 55 10 66.7 73 52.9
Total 103 100 20 100 15 100 138 100.0
Rata-Rata 70.9 67.3 77.8 72.0
Standar deviasi 17.6 18 15.3 17.0
Minimum 20 40 46.7 20.0
Maksimum 100 100 100 100.0
Analisis Anova antar tipologi
0.211
keluarga
Tabel 49. Statistik dan sebaran keluarga menurut kategori coping berfokus pada emosi
Kategori Skor Coping Utuh (n=103) Duda (n=20) Janda (n=15) Total (n=138)
Berfokus pada Emosi n % n % n % n %
Rendah 0 0 0 0 0 0 0 0.0
Sedang 89 86.4 12 60 12 80 113 81.9
Tinggi 14 13.6 8 40 3 20 25 18.1
Total 103 100 20 100 15 100 138 100.0
Rata-Rata 58.5 65.1 62.9 62.2
Standar deviasi 11.6 14.8 15.2 13.9
Minimum 38.3 41.7 41.7 38.3
Maksimum 100 96.7 98.3 100.0
Analisis Anova antar tipologi
0.064
keluarga
Tabel 50. Statistik dan sebaran keluarga menurut kategori coping positive reappraisal
Kateori Skor Positive Utuh (n=103) Duda (n=20) Janda (n=15) Total (n=138)
Reappraisal n % n % n % n %
Rendah 0 0.0 0 0.0 0 0.0 0 0.0
Sedang 17 16.5 2 10.0 0 0.0 19 13.8
Tinggi 86 83.5 18 90.0 15 100.0 119 86.2
Total 103 100.0 20 100.0 15 100.0 138 100.0
Rata-Rata 89.1 91.3 93.8 91.4
Standar deviasi 13.9 11.9 7.3 11.0
Minimum 40 66.7 80 40.0
Maksimum 100 100 100 100.0
Analisis Anova antar
0.375
tipologi keluarga
Tabel 51. Statistik dan sebaran keluarga menurut kategori coping accepting responsibility
Utuh Duda Janda Total
Kategori Skor Accepting Responsibility (n=103) (n=20) (n=15) (n=138)
n % n % n % n %
Rendah 6 5.8 0 0 0 0 6 4.3
Sedang 48 46.6 8 40 5 33.3 61 44.2
Tinggi 49 47.6 12 60 10 66.7 71 51.4
Total 103 100 20 100 15 100 138 100.0
Rata-rata 69 78.8 77.8 75.2
Standar deviasi 20.5 16.6 17.4 18.2
Minimum 0 50 41.7 0.0
Maksimum 100 100 100 100.0
Analisis Anova antar
0.057
tipologi keluarga
Tabel 52. Statistik dan sebaran keluarga menurut kategori coping self controlling
Utuh Duda Janda Total
Kategori Skor (n=103) (n=20) (n=15) (n=138)
Self Controlling
n % n % n % n %
Rendah 5 4.9 0 0.0 0 0.0 5 3.6
Sedang 53 51.5 13 65.0 6 40.0 72 52.2
Tinggi 45 43.7 7 35.0 9 60.0 61 44.2
Total 103 100.0 20 100.0 15 100.0 138 100.0
Rata-Rata 74.1 71.1 80.8 74.4
Standar deviasi 19.3 12.2 13.6 18.0
Minimum 0.0 55.6 66.7 0.0
Maksimum 100.0 100.0 100.0 100.0
Analisis Anova antar
0.281
tipologi keluarga
E.2.4. Distancing
Distancing adalah coping yang dilakukan dengan cara menjauhkan diri atau
tidak melibatkan diri dalam permasalahan. Secara keseluruhan, (50.7%) coping
distancing yang dilakukan keluarga termasuk dalam kategori rendah dengan rata-
rata skor 45.2 (Tabel 53). Bila ditinjau berdasarkan tipologi, keluarga janda paling
rendah melakukan coping distancing dengan skor rata-rata 39.2 jika dibandingkan
dengan keluarga utuh dan keluarga duda. Hasil analisis anova mengindikasikan
bahwa tidak ada perbedaan yang nyata (p>0.1) coping distancing antara ketiga
Hasil Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
89
tipologi. Rendahnya strategi coping ini dilakukan karena hampir 50% keluarga tidak
mau memikirkan hal itu terlalu serius, bersikap biasa-biasa saja seolah-olah tidak
pernah terjadi apa-apa dan saya mencoba untuk melupakan segalanya (Lampiran
17). Melarikan diri dari permasalahan yang dihadapi tidak dapat menyelesaikan
masalah, bahkan dapat menambah permasalahan baru.
Tabel 53. Statistik dan sebaran keluarga menurut kategori coping distancing
Utuh (n=103) Duda (n=20) Janda (n=15) Total (n=138)
Kategori Skor Distancing
n % n % n % n %
Rendah 51 49.5 8 40.0 11 73.3 70 50.7
Sedang 31 30.1 10 50.0 0 0.0 41 29.7
Tinggi 21 20.4 2 10.0 4 26.7 27 19.6
Total 103 100.0 20 100.0 15 100.0 138 100.0
Rata-Rata 46.2 44.4 39.2 45.2
Standar deviasi 33.6 25.5 38.7 33.0
Minimum 0.0 0.0 0.0 0.0
Maksimum 100.0 88.9 100.0 100.0
Analisis Anova antar
0.748
tipologi keluarga
Tabel 54. Statistik dan sebaran keluarga menurut kategori coping escape avoidance
Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
90
Berharap ada keajaiban yang terjadi dianggap oleh sebagian besar keluarga
dari tipologi duda sering sekali dilakukan untuk mengurangi stres (Lampiran 18),
sebaliknya bagi keluarga dari tipologi keluarga utuh dan janda upaya ini tidak
pernah dilakukan. Upaya melarikan diri dari permasalahan dengan merokok, tidur
terlalu lama, melemparkan permasalahan kepada orang lain dan hanyut dalam
permasalahan dianggap oleh sebagian besar keluarga tidak dapat membantu
menyelesaikan permasalahan yang dihadapi. Menurut Folkman dan Lazarus (1985),
salah satu aspek kunci coping adalah upaya individu untuk menerima kenyataan atau
mengeliminir ketidakpuasan. Dengan kata lain, coping merupakan suatu usaha
positif dalam menghadapi suatu kondisi yang menyebabkan stres, sehingga pada
akhirnya dapat menciptakan harapan baru yang lebih nyata.
Suls dan Fletcher (1985) mengumpulkan berbagai hasil studi melalui meta-
analisis yang menjelaskan efek strategi coping escape-avoidance. Kesimpulan yang
diperoleh adalah strategi coping escape-avoidance hanya memberikan manfaat
dalam waktu pendek. Studi satu tahun yang dilakukan Holahan dan Moos (1987)
pada keluarga yang menggunakan pendekatan coping escape-avoidance
menunjukkan bahwa keluarga yang mengalami stres yang masuk kategori tinggi
selama intervensi adalah mereka yang cenderung menggunakan metode escape-
avoidance. Pada akhir studi, banyak keluarga yang mengalami gejala psychosomatic
seperti sakit kepala dan maag.
responsibility dan escape avoidance. Cooper dan Payne (1991) mengatakan bahwa
individu tidak hanya menggunakan satu strategi coping saja melainkan beberapa
strategi coping yang dinilai tepat dan sesuai dengan dirinya sendiri.
Tabel 56. Sebaran keluarga berdasarkan coping berfokus pada masalah dan Tingkat stres
Coping Berfokus pada Masalah
Tingkat Stres Sedang Tinggi Total
n % n % n %
Family Inventory of Life
Stres Minor 67 87.0 55 90.2 122 88.4
Stres Ringan 4 5.2 2 3.3 6 4.3
Stres Sedang 6 7.8 3 4.9 9 6.5
Stres Mayor/Berat 0 0.0 1 1.6 1 0.7
Total 77 100.0 61 100.0 138 100.0
Holmes dan Rahe
Stres Minor 28 36.4 16 26.2 44 31.9
Stres Ringan 13 16.9 10 16.4 23 16.7
Stres Sedang 31 40.3 31 50.8 62 44.9
Stres Mayor/Berat 5 6.5 4 6.6 9 6.5
Total 77 100.0 61 100.0 138 100.0
G. KEBERFUNGSIAN KELUARGA
Keluarga sebagai suatu sistem harus memelihara homeostasis. Homeostasis
diartikan sebagai suatu keadaan seimbang atau keseimbangan, atau disebut juga
equilibrium. Keseimbangan diperlukan oleh sebuah sistem agar semua komponen-
komponennya atau subsistem-subsistemnya yang saling berinteraksi, saling
ketergantungan dan saling mempengaruhi sehingga memungkinkan untuk
memperoleh dan memelihara identitasnya sehingga keluarga sebagai suatu sistem
harus dapat berfungsi.
Menurut Epstein, Bishop, dan Baldwin (Zeitlin et al., 1995) keluarga
berfungsi efektif bila dapat memecahkan masalah-masalah dengan mudah,
sebaliknya tidak efektif bila tidak dapat memecahkan beberapa masalah yang
dihadapi. Keluarga berfungsi efektif bila dapat berkomunikasi secara jelas dan
langsung, memiliki peranan yang jelas dan beralasan, serta akuntabilitas, mampu
mengekspresikan sejumlah emosi sepenuhnya, terlibat dalam kegiatan-kegiatan
keluarga dengan penuh empati, memiliki perhatian terhadap individu-individu
anggota keluarga, serta fleksibel dalam mengontrol perilaku.
Keberfungsian keluarga yang terlebih dahulu akan dibahas adalah komposit
skor fungsi ekspresif dan instrumental pasca gempa dan tsunami yang disebut
sebagai keberfungsian keluarga total. Secara umum masih ada 16.6 persen keluarga
tidak dapat melakukan perannya dengan baik, dan ini banyak terjadi pada tipologi
keluarga duda dan janda (Tabel 58). Rata-rata skor keberfungsian keluarga total
seluruh keluarga adalah 77.4 dengan skor tertinggi dijumpai pada tipologi keluarga
utuh 81.6, diikuti oleh tipologi keluarga janda dan duda yang hampir sama yakni
masing-masing 75.7 dan 75. Data yang diperoleh tersebut bermakna bahwa pada
Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
94
tipologi keluarga utuh fungsi keluarga yang dilakukan melalui peran ayah dan ibu
telah dapat berjalan lebih baik dibandingkan kedua tipologi lainnya. Secara statistik,
hasil analisis anova menunjukkan perbedaan yang nyata dalam hal keberfungsian
keluarga antara ketiga tipologi keluarga, uji lanjut Duncan tidak menghasilkan
perbedaan antar tipologi.
Tabel 58. Statistik dan sebaran keluarga menurut kategori keberfungsian total
Kategori Utuh (n=103) Duda (n=20) Janda (n=15) Total (n=138)
Keberfungsian
Keluarga total n % n % n % n %
Rendah 0 0 1 5 0 0 1 0.7
Sedang 14 13.6 4 20 4 26.7 22 15.9
Tinggi 89 86.4 15 75 11 73.3 115 83.3
Total 103 100 20 100 15 100 138 100.0
Rata-Rata 81.6 (ac) 75 (bc) 75.7 9 (cab) 77.4
Standar deviasi 11.6 18.1 12.6 14.1
Minimum 35.9 20.5 48.7 20.5
Maksimum 100 94.9 94.9 100.0
Analisis Anova antar
0.046
tipologi keluarga
Ket: * huruf dalam kurung pada baris yang sama adalah analisis uji lanjut duncan; huruf yang berbeda
berarti berbeda nyata
Tabel 59. Statistik dan sebaran keluarga menurut kategori fungsi ekspresif
Hasil Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
95
Kategori Keberfungsian Utuh (n=103) Duda (n=20) Janda (n=15) Total (n=138)
Keluarga (ekspresif) n % n % n % n %
Rendah 0 0 1 5 0 0 1 0.7
Sedang 5 4.9 4 20 2 13.3 11 8.0
Tinggi 98 95.1 15 75 13 86.7 126 91.3
Total 103 100 20 100 15 100 138 100.0
Rata-Rata 91.8 (ac) 78.8 (bc) 85.9 (cba) 85.5
Standar deviasi 10.4 22.8 13.1 15.4
Minimum 41.2 11.8 58.8 11.8
Maksimum 100 100 100 100.0
Analisis Anova antar
0.000
tipologi keluarga
Ket: * huruf dalam kurung pada baris yang sama adalah analisis uji lanjut duncan; huruf yang berbeda
berarti berbeda nyata
Tabel 60. Statistik dan sebaran keluarga menurut kategori fungsi instrumental
Kategori Skor fungsi Utuh (n=103) Duda (n=20) Janda (n=15) Total (n=138)
instrumental keluarga n % n % n % n %
Rendah 2 1.9 1 5 0 0 3 2.2
Sedang 34 33 7 35 8 53.3 49 35.5
Tinggi 67 65 12 60 7 46.7 86 62.3
Total 103 100 20 100 15 100 138 100.0
Rata-Rata 73.7 72 67.9 71.2
Standar deviasi 17.3 20.4 18.6 18.8
Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
96
Tabel 61. Sebaran keluarga berdasarkan jenis coping dan fungsi ekspresif
Fungsi Ekspresif
Coping Rendah Sedang Tinggi Total
n % n % n % n %
Berfokus pada Masalah
Sedang 1 100.0 6 54.5 70 55.6 77 55.8
Tinggi 0 0.0 5 45.5 56 44.4 61 44.2
Total 1 100.0 11 100.0 126 100.0 138 100.0
Berfokus pada Emosi
Sedang 1 100.0 6 54.5 106 84.1 113 81.9
Tinggi 0 0.0 5 45.5 20 15.9 25 18.1
Total 1 100.0 11 100.0 126 100.0 138 100.0
Tabel 62. Sebaran keluarga berdasarkan jenis coping dan fungsi instrumental
Fungsi Instrumental
Coping Rendah Sedang Tinggi Total
n % n % N % n %
Berfokus pada Masalah
Sedang 3 100.0 27 62.8 47 51.1 77 55.8
Tinggi 0 0.0 16 37.2 45 48.9 61 44.2
Hasil Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
97
Tabel 63. Coping berfokus pada masalah sebagai peubah tidak bebas dengan tingkat stres,
masalah keluarga dan sumberdaya coping sebagai peubah bebas
Variabel Koefisien R2 Parsial R 2 Model Peluang
Konstanta 76.01058148
Masalah kesehatan 0.12998797 0.0912 0.0912 0.0008
Stres Kognitif -0.15750541 0.0508 0.1420 0.0096
Dukungan sosial -0.10986383 0.0626 0.2046 0.0031
D1 -9.57078617 0.0341 0.2386 0.0252
D2 -4.73526717 0.0257 0.2644 0.0483
Ada lima variabel yang secara nyata berpengaruh terhadap strategi coping
berfokus pada masalah yakni masalah kesehatan, stres kognitif, dukungan sosial,
tipologi janda dan tipologi duda. Adapun variabel yang paling tinggi pengaruhnya
diantara kelima variabel yang berpengaruh secara signifikan adalah masalah
kesehatan yakni 9.1 persen.
Masalah kesehatan memberikan pengaruh positif nyata terhadap coping
berfokus pada masalah artinya ada kecenderungan meningkatnya masalah kesehatan
akan membuat keluarga melakukan tindakan yang diarahkan kepada pemecahan
masalah. Keluarga yang bermasalah dengan kesehatan akan melakukan upaya
pengobatan dengan mengunjungi pusat pelayanan kesehatan dan jika memerlukan
biaya dapat diperoleh dengan cara meminjam. Permasalahan kesehatan yang dialami
menuntut tindakan nyata dan keluarga menilai masalah yang dihadapinya masih
dapat dikontrol dan dapat diselesaikan melalui upaya konstruktif. Coping ini terlihat
pula pada hasil penelitian Ninno et al. (1998) yang memperlihatkan strategi coping
berpusat pada masalah yang digunakan rumahtangga dalam mengatasi masalah
kekurangan pangan akibat banjir besar di Bangladesh yaitu: (1) melakukan
pinjaman/berhutang pada bank; (2) membeli makanan dengan kredit; (3) mengubah
perilaku makan; dan (4) menjual aset yang masih dimiliki.
Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
98
Tabel 64. Coping berfokus pada emosi sebagai peubah tidak bebas dengan tingkat stres,
masalah keluarga dan sumberdaya coping sebagai peubah bebas
Variabel Koefisien R2 Parsial R 2 Model Peluang
Konstanta 86.92638883
Kepribadian 0.29681547 0.1412 0.1412 0.0001
Dukungan sosial -0.12870525 0.0462 0.1874 0.0111
Umur kepala keluarga 0.34686839 0.0305 0.2140 0.0499
Jumlah anggota keluarga 1.63843430 0.0266 0.2445 0.0333
Ada empat variabel yang secara nyata berpengaruh terhadap strategi coping
berfokus pada emosi yakni kepribadian, dukungan sosial, umur kepala keluarga dan
jumlah anggota keluarga. Hal ini sejalan dengan pendapat Sussman dan Steinmetz
(1988), strategi coping individu dipengaruhi oleh latar belakang budaya,
pengalaman, lingkungan, kepribadian, konsep diri dan faktor sosial. Menurut
Lazarus dan Folkman (1988b) coping berfokus pada emosi cenderung dilakukan bila
individu merasa tidak dapat mengubah situasi yang menekan dan hanya dapat
menerima situasi tersebut karena sumberdaya yang dimiliki tidak cukup untuk
menghadapi tuntutan sosial. Hasil wawancara di lapangan menunjukkan bahwa
coping berfokus pada emosi yang dilakukan oleh keluarga karena ketidakmampuan
mereka untuk berbuat atau bekerja, sehingga mereka lebih banyak mengharapkan
belas kasihan dan bantuan dari orang lain. Adapun variabel yang paling tinggi
Hasil Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
99
Tabel 65. Fungsi ekspresif keluarga sebagai peubah tidak bebas dengan sumberdaya
coping, masalah keluarga dan strategi coping sebagai peubah bebas
Variabel Koefisien R2 Parsial R 2 Model Peluang
Konstanta 20.75287812
Tingkat pddk KK 0.59031062 0.2733 0.2733 0.0001
Masalah Rumah -0.09609684 0.0658 0.3391 0.0126
Konsep diri 0.20922815 0.0606 0.3997 0.0128
Jumlah anggota keluarga 1.72770310 0.0361 0.4358 0.0471
Tabel 66. Fungsi instrumental keluarga sebagai peubah tidak bebas dengan sumberdaya
coping, masalah keluarga dan strategi coping sebagai peubah bebas
Hasil Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
101
Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
104
Bab Lima
FUNGSI REHABILITASI
STRATEGI COPING BAGI
KORBAN GEMPA DAN TSUNAMI
ACEH
A. COPING, BENCANA, DAN TINGKAT STRES
Bencana yang menimpa umat manusia bisa berupa bencana alam maupun
bencana akibat perilaku manusia. Bancana gempa dan tsunami salah satu dari
bencana alam. Bencana akibat perilaku manusia seperti pengundulan hutan yang
mengakibatkan banjir dan tanah longsor, selain itu bencana yang diakibatkan oleh
konflik yang berkepanjangan. Respon terhadap kedua jenis bencana tersebut
kemungkinan besar tidaklah sama.
Di Nanggroe Aceh Darussalam telah terjadi dua bencana sekaligus baik
bencana alam maupun bencana yang diakibatkan konflik bersenjata, kedua bencana
tersebut telah banyak menelan korban jiwa. Dalam penelitian ini lebih difokuskan
pada korban bencana alam yang diakibatkan oleh gempa dan tsunami pada tanggal
26 Desember 2004. Kota Banda Aceh merupakan salah satu daerah yang tertimpa
bencana alam, tetapi tidak terkena bencana yang diakibatkan oleh konflik bersenjata.
Bencana gempa dan tsunami menyisakan berbagai persoalan baik ditingkat
pusat maupun daerah. Pada level keluarga persoalan yang dihadapi antara lain
masalah pangan, kesehatan, pendidikan, perumahan, pakaian (sandang) dan masakah
pekerjaan/pendapatan. Pada awal terjadinya bencana masalah pangan dialami
hampir semua keluarga korban bahkan hampir seluruh masyarakat Banda Aceh. Hal
ini dikarenakan persediaan makanan di lokasi bencana terbatas dan juga transfortasi
yang terputus sehingga pasokan pangan dari daerah lain terhenti. Beberapa hari
setelah terjadi bencana bantuan pangan mulai berdatangan, sehingga beberapa bulan
pasca bencana banyak keluarga yang masih menerima bantuan berupa beras, lauk
pauk, minyak goreng, mie instan, gula pasir dan bantuan lainnya yang bisa
dikonsumsi. Selain itu keluarga juga menerima uang tunai Rp 90.000/orang/bulan.
Kebutuhan pangan keluarga saat itu sangat tergantung kepada bantuan orang lain.
Saat penelitian ini berlangsung yaitu 1.5 tahun pasca tsunami bantuan
pangan mulai berkurang dan hanya diprioritaskan kepada anak yatim dan orang-
orang yang benar-benar tidak mampu, sehingga masalah pangan mulai dirasakan
kembali oleh sebagian keluarga. Hasil temuan di lapangan masih ada 5.1 persen
keluarga yang mengalami masalah dengan pangan. Angka ini memang relatif kecil
jika dibandingkan dengan bencana yang luar biasa. Ada beberapa alasan mengapa
masalah pangan tidak begitu dirasakan oleh sebagian keluarga antara lain karena
Fungsi Rehabilitasi Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
105
banyaknya bantuan yang diterima. Selain itu kondisi kehidupan keluarga saat
sebelum bencana tidak termasuk dalam katagori penduduk miskin, terbukti sebagian
besar keluarga masih memiliki aset yang masih bisa dijual untuk memenuhi
kebutuhan keluarga.
Masalah kesehatan setelah 1.5 tahun pasca tsunami hanya dialami oleh
sebagian kecil (7.2%) keluarga. Hal ini disebabkan karena masih adanya posko-
posko kesehatan yang menyediakan pengobatan gratis bagi keluarga korban yang
mengalami masalah kesehatan. Untuk memberikan pelayanan kesehatan bagi
masyarakat luas di Kota Banda Aceh pasca tsunami, beberapa rumah sakit besar,
puskesmas, puskesmas pembantu dan klinik kesehatan telah mengalami perbaikan
baik dari segi fisiknya, penambahan tenaga medis dan perbaikan anministrasi. Kalau
diperhatikan secara tipologi, masalah kesehatan lebih tinggi dialami oleh keluarga
duda jika dibandingkan dengan keluarga utuh dan janda, ini disebabkan karena pada
keluarga duda masalah pengasuhan dan perawatan kesehatan lainnya merupakan hal
baru yang harus ditangani sendiri, dimana sebelumnya masalah ini ditangani oleh
istri.
Masalah lain yang dialami oleh sebagian besar keluarga di Aceh adalah
masalah pendidikan yang mengalami penderitaan ganda. Pertama, sistem pendidikan
lumpuh karena konflik politik dan kekerasan bersenjata mengorbankan warga sipil
dan anak-anak. Kedua, krisis karena bencana alam yang menghancurkan sarana
pendidikan dan tenaga pendidik. Membangun kembali prasarana dan sarana
pendidikan pasca-bencana disatu sisi memberi semacam keuntungan berupa
kesempatan membangun kembali sistem pendidikan yang menghindari kelemahan
dan kesalahan di masa lalu, menciptakan sistem pendidikan yang menghargai harkat
kemanuasiaan, menciptakan solidaritas dan harmoni yang memecah akar-akar
konflik politik. Demikian juga merupakan sebuah kesempatan untuk
merekonseptualisasi kurikulum dan metode dalam kerangka jangka panjang berdasar
kebutuhan nyata siswa, termasuk memperkuat sistem formasi pengajar dengan
memberi berbagai macam pelatihan yang dibutuhkan. Secara tipologi masalah
pendidikan lebih banyak dialami oleh keluarga janda karena ketiadaan orang yang
mencari nafkah untuk keperluan pendidikan.
Namun demikian satu hal yang cukup membanggakan bagi masyarakat Aceh
saat ini yaitu perhatian PEMDA dengan memberikan pendidikan gratis mulai dari
TK sampai SLTA. Dengan adanya kebijakan ini diharapkan semua anak-anak usia
sekolah dapat mengikuti wajib belajar 9 tahun. Di samping itu, banyak beasiswa
yang diberikan kepada mahasiswa yang sedang mengikuti pendidikan baik di Aceh
maupun luar Aceh mulai dari Diploma sampai Program Doktor (S3).
Masalah perumahan/tempat tinggal dialami hampir semua korban, karena
keluarga tinggal di tenda atau barak pengungsian yang kondisinya tidak memenuhi
standar kesehatan. Di barak ruangan yang disiapkan hanya satu ruangan yang
berukuran 4x4 meter persegi yang harus dihuni untuk satu keluarga. Semua aktivitas
harus dilakukan dalam satu ruangan tanpa ada pembatas. Di samping itu juga tidak
tersedianya MCK yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan sehari-hari. Untuk
mengatasi permasalahan perumahan yang dialami sebagian besar keluarga di Kota
Banda Aceh, BRR berusaha membangun kembali rumah-rumah penduduk yang
Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
106
hancur, namun usaha itu belum seluruhnya terpenuhi, karena terkendala dengan
permasalahan hak kepemilikan tanah. Banyak sertifikat yang hilang sehingga
menyulitkan penetaan kembali tanah-tanah penduduk yang pemiliknya hilang. Di
samping itu, masalah pembangunan rumah juga pada awal pelaksanaannya tidak
melibatkan masyarakat setempat, pembangunan dilakukan oleh para kontraktor dan
buruh bangunan dari luar Aceh. Masyarakat setempat menjadi penonton di negeri
sendiri tanpa bisa berbicara sepatahpun dan dipaksa untuk menerima apa adanya.
Banyak rumah yang sudah siap, tetapi tidak layak untuk ditempati, tidak memiliki
MCK, berlantaikan tanah dan tidak memiliki kamar. Secara tipologi masalah
perumahan lebih banyak dialami oleh keluarga utuh jika dibandingkan dengan
keluarga duda dan janda, ini dikarenakan pada keluarga utuh kehidupan keluarga
sedikit berbeda, sehingga barak yang hanya disediakan satu ruangan dirasakan
sangat tidak memadai.
Awal terjadinya bencana masalah pakaian merupakan masalah besar, namun
beberapa hari kemudian hal tersebut dapat segera diatasi karena banyaknya bantuan.
Pada saat penelitian ini dilakukan masalah pakaian ini tidak menjadi suatu
permasalahan yang besar, karena banyaknya bantuan pakaian yang diterima
keluarga. Selain itu bagi keluarga yang kehidupannya biasa-biasa saja pakaian
bukanlah hal pokok yang harus selalu terpenuhi untuk berbagai kesempatan. Pakaian
baru hanya dibeli pada saat-saat tertentu saja misalnya saat lebaran.
Saat ini yang menjadi satu permasalahan besar adalah masalah pekerjaan.
Hilangnya pekerjaan berarti tidak memilki pendapatan untuk memenuhi kebutuhan
keluarga sehari-hari, hal ini dapat mempengaruhi tingkat stres keluarga. Saat
penelitian ini berlangsung ada 10.1 persen keluarga kehilangan pekerjaan yang
dikarenakan tidak memiliki modal untuk usaha, kehilangan peralatan untuk ke laut
bagi para nelayan dan hancurnya tambak. Banyak upaya yang telah dilakukan oleh
pemerintah dan LSM untuk mengatasi masalah pekerjaan ini misalnya memberikan
pinjaman modal usaha, memberikan bantuan perahu dan menata kembali tambak-
tambak penduduk yang hancur. Di samping itu juga banyak dilakukan pelatihan
untuk membantu para remaja yang tidak melanjutkan pendidikan, ibu-ibu yang tidak
bekerja dengan tujuan agar para remaja dan ibu-ibu memiliki keterampilan dan
dapat bekerja untuk meningkatkan penghasilan keluarga. Secara tipologi masalah
pekerjaan lebih banyak dialami oleh keluarga janda. Ini disebabkan keluarga janda
harus bekerja sendiri untuk menggantikan suami mencari nafkah untuk memenuhi
kebutuhan keluarga.
melakukan tindakan yang kongkrit dan membuat suatu keputusan yang dapat
memberikan hasil yang menyenangkan, serta menghindari diri dari situasi yang
menyulitkan. Hasil penelitian menunjukkan rendahnya tingkat stres yang dialami
keluarga setelah 1 tahun pasca bencana diperlihat dari gejala-gejala stres yang
dialami keluarga relatif kecil baik secara fisik, psikis, kognitif dan perilaku.
Rendahnya tingkat stres tidak berarti telah melupakan semua peristiwa yang pernah
dialami. Peristiwa itu tidak pernah terlupakan seumur hidup, tetapi masyarakat Aceh
umumnya dapat menerima segala sesuatu yang sudah kehendak Yang Maha Kuasa
siapapun tidak dapat menyangkalnya.
Pengukuran tingkat stres dengan menggunakan pendekatan Family
Inventory of Life dalam penelitian ini tidak dapat menggungkap tingkat stres yang
dialami kepala keluarga yang disebabkan oleh mata-mata peristiwa yang lalu, karena
gejala-gejala yang dirasakan sekarang sebagai penyebab stres sudah tidak dirasakan
lagi oleh sebagian besar kepala keluarga, sehingga tingkat stres yang diperlihatkan
menjadi rendah, namun dengan menggunakan alat ukur yang dikembangkan oleh
Holmes dan Rahe mampu mengungkap tingkat stres sebagai akibat peristiwa masa
lalu, karena di dalam instrumen tersebut tercantum butir-butir yang menyebabkan
stres seperti kehilangan pasangan, kehilangan aset, kematian keluarga dekat,
perubahan kondisi keuangan dan kematian teman dekat, perubahan tempat tinggal
dan lain sebagainya adalah sesuatu hal yang masih dapat memicu stres keluarga
dengan skor yang telah ditentukan, sehingga satu tahun pasca gempa dan tsunami
stres kepala keluarga masih tetap dirasakan.
Secara tipologi, kematian pasangan merupakan penyebab stres terbesar yang
dirasakan oleh keluarga duda dan janda, tetapi pada keluarga utuh penyebab stres
terbesar adalah kehilangan aset. Temuan ini diperkuat oleh Darmaningtyas (2005)
yang menyatakan bahwa kematian merupakan dimensi utama kehilangan dan
merupakan kejadian paling traumatis yang dialami oleh seorang individu. Stres
paling berat yang dirasakan orang dewasa adalah karena kehilangan orang-orang
dekat yang dicintai sekaligus kehilangan rumah dan harta benda. Lebih lanjut
Freedy, Saladin, Kilpatrick, Resnick, dan Saunders (1994) dalam penelitiannya
menemukan bahwa kehilangan sumberdaya adalah prediktor yang lebih penting dari
stres psikologi dibandingkan ancaman hidup yang dirasakan 4-7 bulan setelah
gempa Sierra Madre (Los Angeles County, California, 1991).
C. STRATEGI COPING
Keadaan stres yang dialami seseorang akan menimbulkan efek yang kurang
menguntungkan baik secara fisiologis maupun psikologis. Setiap individu tidak akan
membiarkan efek-efek negatif itu terus terjadi, ia akan melakukan suatu tindakan
untuk mengatasi permasalahan yang disebut dengan coping. Respon coping individu
itu akan diolah sedemikian rupa, sehingga menghasilkan suatu perilaku coping
dengan tujuan: (1) mengurangi bahaya dari lingkungan sekitar: (2) mengatur dan
bertahan pada realitas yang ada; (3) memelihara self-image yang positif; (4)
mengatur keseimbangan emosi dan (5) membina hubungan baik dengan pihak lain
(Lazarus, 1993).
Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
108
(1) Kerja sama yang harmonis dalam mengerjakan kegiatan pembangunan sosial
dan gotong royong dalam berbagai kegiatan kemasyarakatan di lingkungan
tempat tinggal. Kerja sama ini terlihat dalam kegiatan kerja bakti untuk
pembangunan mesjid, jembatan, MCK dan perbaikan saluran air yang hancur
akibat tsunami
(2) Musyawarah dalam memecahkan masalah kemasyarakatan misalnya rapat-rapat
atau pengajian antar warga, antar tokoh agama, tokoh masyarakat dan aparat
desa atau kelurahan. Media rapat difungsikan untuk mendiskusikan kegiatan
keagamaan dan menyelesaikan berbagai masalah kemasyarakatan. Biasanya
pada akhir pertemuan selalu dirumuskan hasil musyawarah atas dasar
sumbangan pemikiran dari warga yang hadir
(3) Saling menolong antar tetangga (kesetiakawanan sosial) yang terlihat jelas dari
spontanitas masyarakat dalam menolong anggota masyarakat lainnya, misalnya
saat terjadi gempa dan tsunami bagi warga yang rumahnya tidak hancur bersedia
menampung tetangganya yang rumahnya hancur dan rela berbagi dalam hal
makanan, dan pakaian
(4) Saling mengingatkan jika tetangga melakukan kegiatan yang merugikan
masyarakat.
D. KEBERFUNGSIAN KELUARGA
Pada awal terjadi bencana gempa dan tsunami kehidupan keluarga sempat
terganggu akibat tercerai berainya anggota keluarga, orang tua kehilangan anak, istri
kehilangan suami dan lain sebagainya yang mengakibatkan fungsi keluarga tidak
dapat berjalan dengan baik. Dalam rangka mengembalikan fungsi keluarga dalam
pembentukan SDM, perlu strategi peningkatan fungsi keluarga yang baik menuju
terbentuknya ketahanan keluarga. Menurut Chapman (2000) ada lima tanda adanya
keluarga berfungsi dengan baik (funcsional family), yaitu: (1) sikap melayani
sebagai tanda mulia; (2) keakraban antara suami-istri menuju kualitas perkawinan
yang baik; (3) orang tua yang mengajar dan melatih anaknya dengan penuh
tantangan kreatif, pelatihan yang konsisten dan mengembangkan ketrampilan; (4)
suami-istri yang menjadi pemimpin dengan penuh kasih dan (5) anak-anak yang
mentaati dan menghormati orang tua. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Eyree
(1995) menyatakan ada tiga langkah menuju keluarga menuju keluarga harmonis,
yaitu membangun dasar tata hukum keluarga, mengatur ekonomi keluarga dan
memelihara tradisi keluarga.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa fungsi keluarga melalui peran ayah
dan ibu secara keseluruhan belum berjalan sebagaimana mestinya. Ini terlihat dari
rata-rata skor fungsi keluarga adalah 79.9. Berdasarkan tipologi, fungsi instrumental
dan ekspresif pada keluarga utuh lebih baik jika dibandingkan dengan keluarga duda
dan janda. Hal ini disebabkan pada keluarga utuh fungsi instrumental yang
diperankan oleh ayah dan fungsi ekspresif yang diperankan oleh ibu dapat dilakukan
secara bersama-sama sesuai dengan tanggung jawab masing-masing dengan satu
tujuan yaitu kesejahteraan anggota keluarga.
Belum berfungsinya secara baik fungsi instrumental maupun ekspresif pada
keluarga duda atau janda karena ayah dan ibu yang menjadi janda atau duda
Fungsi Rehabilitasi Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
111
membutuhkan penyesuaian dalam menjalankan peran ganda. Seorang ibu yang harus
berperan sebagai pencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan biologis dan fisik
anggota keluarganya. Seorang ibu belum terbiasa harus bekerja keras di luar rumah.
Begitu juga dengan seorang ayah akan merasa bingung bagaimana memenuhi
kebutuhan psikologis, sosial dan emosi, kasih sayang, kehangatan, aktualisasi dan
pengembangan diri anak dapat berjalan dengan baik. Hasil penelitian juga
menunjukkan bahwa tingginya strategi coping yang dilakukan keluarga tidak serta
merta mengakibatkan membaiknya fungsi instrumental.
Berfungsinya keluarga dengan baik merupakan dambaan setiap anak, karena
keluarga merupakan tempat sosialisasi pertama bagi anak. Seperti yang diungkapkan
oleh Spencer dan Inkeles (1982) dan Macionis (1995) bahwa tempat sosialisasi yang
paling penting bagi seorang anak adalah keluarganya yang berfungsi untuk
memberikan dukungan emosi dengan penuh kehangatan dan intimasi sepanjang
kehidupan anak. Keluarga juga sangat penting dalam mentransfer budaya dari satu
generasi ke generasi berikutnya. Anak-anak belajar secara kontinyu pada orang
tuanya. Pengasuhan sangat penting dalam perkembangan sosial anak dan bervariasi
dari satu keluaga dengan keluarga lainnya. Pengasuhan meliputi kontak fisik,
stimulasi verbal dan tanggap terhadap lingkungan di sekitarnya.
Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
114
Kesimpulan
115
Bab Enam
KESIMPULAN
Permasalahan yang dialami keluarga 1,5 tahun pasca tsunami antara lain:
tidak adanya pangan hewani untuk dikonsumsi setiap hari, kesulitan dalam
membayar obat-obatan, ketidakmampuan keluarga menyediakan fasilitas untuk
keperluan belajar anak di rumah, tempat tinggal/rumah untuk tempat berlingdung
anggota keluarga tidak memadai, tidak memiliki cukup pakaian untuk aktivitas yang
berbeda serta penghasilan yang didapat tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan
keluarga sehari-hari
Sumberdaya coping yang dimiliki keluarga yakni: (1) karakteristik sosial
ekonomi meliputi: jumlah anggota keluarga rata-rata 4 orang, 1.5 tahun pasca
tsunami masih ada 15,2% kepala keluarga belum kembali bekerja. Rata-rata
pengeluaran keluarga perkapita untuk pangan dan non pangan masing-masing Rp
287.000 dan Rp 260.000 (52% dan 48%) dari total pendapatan. Rata-rata nilai aset
yang dimiliki keluarga adalah Rp 20.442.237; (2) ciri-ciri pribadi kepala keluarga
meliputi: umur rata-rata 43 tahun dengan tingkat pendidikan umumnya
SLTA/sederajat. Tingkat kesehatan selama enam bulan terakhir sebagian besar
(87%) cukup baik. Kepribadian kepala keluarga sebagian besar (87%) adalah
ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar (93.5%) tergolong positif; dan (3)
sebagian besar keluarga (86.2%) menerima dukungan sosial dari berbagai pihak.
Tingkat stres kepala keluarga dengan pendekatan metode Family Inventory
of Life sebagian besar (88,4%) termasuk stres minor, dan jika menggunakan metode
Holmes dan Rahe, masih ada 44.9% kepala keluarga yang mengalami tingkat stres
dengan katagori sedang. Tingkat stres keluarga single parent lebih tinggi
dibandingkan dengan keluarga utuh.
Strategi coping yang dilakukan kepala keluarga pasca gempa dan tsunami
adalah strategi coping berfokus pada masalah dan strategi coping berfokus pada
emosi. Namun demikian, strategi coping yang dilakukan oleh kepala keluarga belum
maksimal, baik strategi coping berfokus pada masalah maupun yang berfokus pada
emosi masing-masing hanya 44,2% dan 19.1% yang termasuk katagori tinggi.
Dalam hal keberfungsian keluarga, masih terdapat keluarga yang tidak
mampu menjalankan fungsinya secara optimal, baik fungsi ekspresif maupun
intrumental. Hal ini terbukti masih ada 37.7% keluarga yang tidak mampu
menjalankan fungsi intrumental untuk memenuhi kebutuhan anggota keluarganya,
dan hanya 8,7% keluarga yang tidak mampu melakukan fungsi ekspresif dengan
baik. Fungsi ekspresif jauh lebih berfungsi dibandingkan dengan fungsi intrumental.
Hasil regresi menunjukkan dukungan sosial berpengaruh negatif nyata
terhadap strategi coping baik yang berfokus pada masalah maupun yang berfokus
pada emosi. Selain itu tingkat stres kognitif dan keluarga single parent juga
berpengaruh negatif nyata terhadap strategi coping berfokus pada masalah, berbeda
dengan masalah kesehatan yang memberikan pengaruh positif nyata terhadap
Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
116
strategi coping berfokus pada masalah. Kepribadian, umur kepala keluarga dan
jumlah anggota keluarga berpengaruh positif nyata terhadap strategi coping berfokus
pada emosi.
Hasil regresi menunjukkan jumlah anggota keluarga, berpengaruh positif
nyata terhadap fungsi keluarga baik fungsi ekspresif maupun instrumental, selain itu
pendidikan kepala keluarga dan konsep diri juga berpengaruh positif nyata terhadap
fungsi ekspresif, tetapi masalah perumahan berpengaruh negatif nyata terhadap
fungsi ekspresif. Seeking social support, tingkat kesehatan kepala keluarga,
confrontatif, flanful problem solving, masalah pendidikan dan pakaian berpengaruh
positif nyata terhadap fungsi intrumental.
Sebaiknya penyelesaian masalah yang dihadapi keluarga pasca gempa dan
tsunami lebih mengutamakan kepada penyelesaian masalah untuk pemenuhan
kebutuhan dasar keluarga, sehingga tidak lagi ditemukan keluarga yang kekurangan
pangan, kesulitan dalam hal pengobatan, anak yang tidak sekolah, tinggal di rumah
yang tidak memenuhi standar kesehatan dan penghasilan yang didapat cukup untuk
memenuhi kebutuhan keluarga sehari-hari
Dalam penanganan masalah korban bencana khususnya dalam hal tempat
penampungan seperti barak, sebaiknya memperhatikan tipologi keluarga karena
aktivitas keluarga janda dan duda akan berbeda dengan keluarga utuh.
Setahun pasca bencana masih terdapat kepala keluarga yang mengalami
stres dengan katagori sedang, untuk itu masih perlu adanya pendampingan dari
pihak psikolog untuk membantu mengatasi stres yang dialami keluarga.
Untuk membantu keluarga agar dapat melakukan strategi coping secara
maksimal perlu adanya perhatian, pembinaan dan arahan dari pihak-pihak yang
terkait (Pemerintah dan LSM). Pembinaan dan arahan yang dilakukan hendaknya
memperhatikan juga masalah tipologi keluarga, karena strategi coping yang
dilakukan keluarga janda berbeda dengan strategi coping yang dilakukan keluarga
duda dan keluarga utuh. Pada keluarga janda lebih mengedepankan penyelesaian
masalah dengan cara mencari dukungan sosial (seeking social support). Keluarga
duda melakukan penyelesaian masalah dengan penuh resiko (confrontative), dan
keluarga utuh menyelesaikan masalah dengan penuh pertimbangan dan perencanaan
(planful problem solving). Dalam melakukan strategi coping secara keseluruhan
keluarga janda lebih aktif dibandingkan dengan keluarga duda dan keluarga utuh.
Untuk mengoptimalkan fungsi keluarga baik ekspresif maupun intrumental
perlu adanya program intervensi yang diarahkan untuk pemberdayaan keluarga.
Program intervensi dapat saja dilakukan oleh pihak pemerintah dan LSM.
Coping yang dilakukan oleh masyarakat Aceh pasca gempa dan tsunami
dipengaruhi oleh berbagai masalah, sumberdaya coping dan tingkat stres. Untuk itu,
pemerintah dan LSM yang sedang melakukan program rekonstruksi Aceh harus
memperhatikan aspek-aspek tersebut, serta tidak hanya memberikan bantuan fisik
yang sifatnya insidentil, namun menanamkan kemandirian kepada masyarakat.
Berfungsi tidaknya keluarga pasca gempa dan tsunami sangat tergantung
kepada masalah yang dihadapi, sumberdaya yang dimiliki dan strategi coping yang
dilakukan. Untuk itu pada keluarga yang tidak memiliki cukup sumberdaya untuk
Kesimpulan
117
menyelesaikan masalah perlu perhatian dan dukungan dari berbagai pihak agar
keluarga dapat menjalankan fungsinya dengan baik.
Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
118
Daftar Pustaka
119
DAFTAR PUSTAKA
Achir Yani S. 1997. Analisis Konsep Koping: Suatu Pengantar Jurnal Keperawatan
Indonesia. Jakarta
Allen, T. 2001. “Job Stress, the Individual, and the Organization.”
http://academic.Emporia.edu/smithwil/001smmg443/eja/all en.html. (2001).
Alva, I. 2003. Stres. http://www.doctorshealthsupplements.com/article/ stres.htm.
Anonim. 2006. Chapter 12 Stress, Health, and Coping
http://www.delmar.edu/socsci/Faculty/Weir/chapter12.htm. Diakses 2
November 2006
Atwater, E. 1983. Psycology of Adjustment. (2 nd ed) New Jersey: Prentice-Hall.,
Englewood Cliffs
Babbie, E. 1992. The Practice of Social Research. Sixth Edition. Belmont,
California: Wadsworth Publishing Company.
Baum, A. 1990. Stress, Intrusive imagery and chronic stress. Health Opsychology, 9,
653-675.
Berns, RM. 1997. Childs, Family, School, Community: Socialization and Support.
Florida: Holt, Rinehart and Winston, Inc.
Bian, J. 1996. “Parental Monetary Investments in Children: A Focus on China”.
Journal of Family and Economic Issues, Vol 17.
Bigner, J. J. 1979. Parents-Child Relation: An Introduction to Parenting. Inc. New
York: Macmillan Publishing Co.
BKKBN. 1992. Undang-Undan Republik Indonesia nomor 10 tahun 1992 tentang
perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga sejahtera. Jakarta:
BKKBN.
BKKBN. 1997. Gerakan Pembangunan Keluarga Sejahtera. Provinsi Jawa Barat.
Bolger, N., dan A. Zuckerman. 1995. A framework for studying personality in the
stres process. Journal of Personality and Social Psychology, 69, 890-902.
Boos P. 1987. “Family Stres” Dalam Handbook of Marriage and the Family. Diedit
oleh Marvin B, Sussman, K. Suzanne dan Steinmetz. New York and
London: Plenum Press.
Bryant, W. K. 1990. The Economic Organization of The Household. Cambridge
University Press.
[BPS] Badan Pusat Statistik Indonesia. 1998. Jakarta: BPS.
2002. Jakarta: BPS.
BAPPENAS Rencana Pembangunan Jangka Menengah 2005-2009).
Chapman, G. 2000. Five Signs of a Functional Family (Lima tanda Keluarga yang
Mantap). Batam: Interaksara.
Coddington, R. D. 1972. “The significance of life events as an etiologic factor in the
diseases of children II: A study of the normal population”.Journal of
Psychosomatic Research, 16, 205-213.
Cooper, L. Payne. 1991. Personality and Stres: Individual Differences in the Stres
Process New York: John Willey & Sons
Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
120
Kaniasty, K dan F.H. Norris. 1995. “In search of altruistic community: Patterns of
social support mobilization following Hurricane Hugo”. American Journal
of Community Psychology, 23, 447–477.
Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
122
Parker, J.D.A dan N.S. Endler. 1996. Coping and Defense: A historical overview. In
M. Zeidner & N. S. Endler (Eds.), Handbook of coping: Theory, research,
applications (pp. 3-23). New York: John Wiley.
Poerwandari, K. 2005. “Harapan masih ada”. Dalam Bencana Gempa dan Tsunami
Nanggroe Aceh Darussalam dan Sumatera Utara. Sabtu, 8 Januari 2005 (p
495). Jakarta: Penerbit Buku Kompas.
Potter, L dan S. McKenzie. 2000. “Profesional Callaboration With Parents of
Children with Disabilities”. Sydney: MacLennan & Petty Pty Limited
Priyono, O.S dan A.M.W. Pranarka. 1996. “Pemberdayaan Konsep, Kebijakan,dan
Imolementasi”. Centre For Strategic and International Studies. Jakarta
Rice, P.L. 1999. “Stres and Health”. 3rd ed. California: Brooks/Cole Publishing
Company.
Rice, A.S dan SM. Tucker. 1986. “Family Life Management”. Macmillan
Publishing Company. New York.
Robins, S.P. 2001. Organizational Behavior (9 th Ed). New Jersey: Prentice Hall
International.
Sarafino, E. 2002. “Health Psycology”. England: John Willey and Sons.
Sattler, D.N. 2001. Psychological distres following the Northridge earthquake.
Manuscript submitted for publication.
Selye, H. 1982. Guide to Stres. Volume 3. New York.
Sianipar, H. 1997. Kajian terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Karyawan PT, Ika Nusa
Fishtama di Kecamatan Wonosobo Lampung. Skripsi tidak dipublikasikan.
Program Studi Sosial ekonomi Perikanan, Faperikan, IPB. Bogor.
Singarimbun, M dan Sofian Effendi. 1995. Metode Penelitian Survai. Jakarta: PT
Bumi Aksara.
Slater. 1974. Parental Role Differentiation. Dalam The Family: its Structure and
Functions. Diedit oleh R.L. Coser ST Martin’s Press, New York
Spencer, M dan A. Inkeles. 1982. Foundation of Modern Sociology Third Edition.
Prentice,
Steidl, R.E dan E.C. Bratton 1968. Work in The Home. John Willey & Sons. New
York
Stuart dan Sundeen. 1991 Pocket Guide to Psyhiatric Nursing. Third Edition. The
Mosby Company: Toronto.
Sufi, R. 2002. Adat Istiadat Masyarakat Atjeh. Dinas Pendidikan Provinsi Nanggroe
Aceh Darussalam.
Suls dan Fletcher 1985. http://www.garysturt.free-online.co.uk/coping.htm. Coping.
Diakses 2 November 2006.
Sunarti, E. 2006. Teori Ekologi Keluarga: Sejarah, Konsep dan Tantangan Penelitian
dalam Adiwibowo, S. Ekologi Manusia. Fakultas Ekologi Manusia, IPB
Bogor.
Suratman, E. 1994/1995. Fungsi Keluarga dalam Meningkatkan Kualitas
Sumberdaya Manusia dalam Fatimah (Ed), Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.
Sussman, B.M dan K.S. Steinmetz. 1988. Handbook of Marriage and the Family.
New York and London: Plenum Press.
Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
124
Syahrizal. 2004. “Dayat dalam Kehidupan Sosial Budaya Masyarakat Atjeh” dalam
Media Syariah, Vol.VI. No. 11 Januari 2004
Taylor, S.E. 1995. Health Psychology (3rd ed). New York: McGraw-Hill Inc.
Vosler, N.R. 1996. New Approaches to Family Practice Confronting Economic
Stres, California: Sage Publications Inc.
Wahana Komputer. 2005. 10 Model Penelitian dan Pengolahannya dengan SPSS
10.0 Jogyakarta.
Winton, C.A. 1995). Frameworks for Studying Families. The Duskin Publishing
Group, Inc. Connecticut, USA
World Health Organization. 2005. Tsunami dan Health. Situation Report.
Zeitlin, M.F., R. Megawangi., EM. Kramer., D Nancy dan ED. Colletta. Babatunde,
Gorman D.1995. Strengthening the Family: Implications for International
Development. The United Nations University Press. New York.
Daftar Pustaka
125
Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
126
INDEKS
ABCX, 21, 22, 23 138, 139, 140, 142, Haber, 15, 23, 141
Allen, 18, 139 143, 144, 151, 159, Hewitt, 118, 141
Alva, 16, 139 160, 161, 162, 163, 167 Hill, 21, 33, 67, 141, 142,
Askenasy, 21, 140 coping accepting 145
asset human resource, 11 responsibility, 26, 105, Holahan, 32, 96, 109, 141,
Atwater, 16, 17, 139 106, 162 142
Baldwin, 112 Costa, 118, 140 Holroy, 15
Bales, 38 Cox, 17, 140 Hott, 27
Bangladesh, 26, 27, 117, Coyne, 15 HTI, 12, 65, 142
143 Cronkite, 32, 96, 141 Hugo, 96, 142
BAPPENAS, 10, 139 cross-sectional, 43 indirect services, 133
Baum, 15, 16, 88, 139, Deacon, 31, 140 internal or external conflict,
140, 141 Dersin, 96, 142 24
Bellack, 96, 142 Distancing, 26, 47, 49, 55, intrafamilial, 27
Benson, 39 56, 59, 61, 107, 110, Jarrell, 96, 140
Berns, 13, 36, 39, 40, 139 152, 163 John, 24, 140, 141, 142,
Bigner, 39, 139 Dohrenwend, 21, 140 143, 144
Bishop, 112 ekstrafamilial, 27 Kaiser, 96, 142
BKKBN, 11, 33, 36, 39, 40, Ekstrovert, 32, 86 Krasnoff, 21, 140
139 Epstein, 112 Kurdi, 10, 65, 66, 67, 142
Bolger, 118, 139 Escape Avoidance, 56, 61, Kuta Alam, 5, 6, 43, 45, 63,
Boss, 41 108, 110 64, 65, 71, 88, 142
BPS, 9, 76, 78, 139 Family Inventory Life Kuta Raja, 63
Bratton, 31, 144 Efents and Changes Lazarus, 15, 16, 23, 25, 26,
Bryant, 32, 78, 139 (FILE), 21 29, 30, 31, 32, 41, 47,
California, 96, 128, 139, Family Inventory of Life, 53, 104, 106, 109, 118,
140, 141, 142, 143, 21, 47, 52, 55, 57, 58, 128, 140, 142
144, 145 90, 91, 95, 97, 111, Littauer, 31, 142
Caplan, 29, 121, 130 112, 127, 136 Los Angeles, 96, 128
Catherine, 24, 142 Ferguson, 17, 140 LSM, 11, 42, 46, 48, 51,
Charleston, 96 FILE, 21 69, 71, 73, 75, 81, 83,
child adjustment, 39 Firebaugh, 31, 140 87, 127, 129, 137, 138,
coastal zone, 11 Flett, 118, 141 155, 165
Coddington, 21, 140 Folkman, 15, 23, 25, 26, MacArthur, 24, 142
Cohen, 16 28, 29, 30, 31, 32, 41, Maramis, 32, 120, 143
Cooper, 109, 129, 140 47, 53, 104, 109, 118, Masters, 96, 140
Coping, 1, 3, 23, 24, 29, 140, 142 Mattesssich, 33
30, 47, 48, 53, 54, 56, Freedy, 96, 128, 140, 141 Mauraxa, 63
59, 60, 61, 74, 88, 89, Friedman, 12, 27, 28, 29, McCrae, 118, 140
96, 99, 100, 101, 102, 30, 121, 130 McCubbin, 21, 22, 23, 99,
103, 104, 105, 106, Gatchel, 16, 88, 140, 141 143
108, 109, 110, 111, Gisriel, 88, 140 McKenzie, 91, 144
115, 116, 117, 118, Grauerholz, 34, 143 Megawangi, 34, 35, 38, 42,
119, 121, 124, 128, Guhardja, 37, 39, 40, 141 143, 145
Indeks
127
LAMPIRAN
Lampiran 1. Uji reliabilitas instrumen penelitian pada saat uji coba
Jumlah
Item
Jumla No Item Cronbac
N Setela Cronbac Pertanyaan
Peubah Penelitian h yang h
o h h setelah yang dihapus
Item dihapus sebelum
di di hapus
di hapus
hapus
1 Masalah-masalah 16 10 .7369 .7369
keluarga pasca
gempa
a. Pangan 3 3 .8008 .8008
b. Kesehatan 2 2 .7500 .7500
c. Pendidikan 3 3 .8027 .8027
d. 4 4 .7813 .7813
Perumahan/Tempat
Tinggal
e. Pakaian 2 2 - -
f. 2 2 .7500 .7500
Pekerjaan/Pendapata
n
2 Tingkat Stress Ibu 30 30 .7416 .7416
(Family Live
Inventory)
a. Fisik 8 8 .7392 .7392
b. Psikis 7 7 .7788 .7788
c. Kognitif 5 5 .8021 .8021
d. Perilaku 10 10 .7403 .7403
3 Tingkat Stress Ibu 10 10 .6474 .6474
(Holmes & Rahe)
4 Kepribadian, Konsep 29 26 10,12, 13 .5610 .6519
Diri & Dukungan
Sosial
a. Kepribadian 20 17 10,12,13 .6519 10, Saya
senang
teman saya
banyak
12. Saya mudah
bingung
13. Cepat
merasa
sedih
b. Konsep Diri 5 5 .7500 .7500
c. Dukungan Sosial 4 4 .7771 .7771
5 Strategi Coping 41 36 8,27,30,40,4 .7112
Keluarga 1
Berfokus pada 17 16 8 .7342
masalah
a. Plantul Problem 7 7 .7732 .7732
Solving
b. Confrontatif coping 4 3 8 .5385 .7682 8. Saya
Lampiran
129
Jumlah
Item
Jumla No Item Cronbac
N Setela Cronbac Pertanyaan
Peubah Penelitian h yang h
o h h setelah yang dihapus
Item dihapus sebelum
di di hapus
di hapus
hapus
bertahan
pada
pendirian
dan
berjuang
terhadap
yang saya
inginkan
c. Seeking social 5 5 .7505 .7505
support
Berfokus pada emosi 24 20 27,30,40,41 ..5978 .6788
a. Positive 5 5 .7254 .7254
reappraisal
b.Accenting 4 4 .7947 .7947
responsibility
c. Self controlling 5 3 27, 30 5230 .6337 27. Saya
. menahan
diri untuk
tidak
melakukan
sesuatu dan
menunggu
waktu yang
tepat untuk
melakukann
ya
30. Saya
menjaga
agar orang
lain tidak
mengetahui
buruknya
keadaan
yang saya
hadapi
d. Distancing 3 3 .8573
e. Escape-Avoidance 7 5 40, 41 5001 .6667 40. Saya tidak
. percaya
bahwa hal
itu terjadi
pada diri
saya
41. Saya putus
asa dan
tidak dapat
menjalanka
n kehidupan
lagi
Jumlah
Item
Jumla No Item Cronbac
N Setela Cronbac Pertanyaan
Peubah Penelitian h yang h
o h h setelah yang dihapus
Item dihapus sebelum
di di hapus
di hapus
hapus
6 Keberfungsian 43 39 16,22, 24,20 .5209 .7018
Keluarga
a. Fungsi Ekspresif 20 17 16,22, 24 .4385 6825 17. Apakah
anda
tanggap
. terhadap
permasalah
an yang
dihadapi
anggota
keluarga?
22. Apakah
anda
memberikan
perlakuan
berbeda
antara anak
yang satu
dengan
anak yang
lainnya?
24. Apakah
anda
mengajarka
n anggota
keluarga
untuk saling
menghorma
ti baik
sesama
saudara
atau teman?
b. Fungsi 23 22 20 .6201 .7307 20. Apakah
Instrumental anda juga
membina
hubungan
baik dengan
pengelola
koperasi
setempat?
3
Sering 6 5.8 0 0 0 0 6 4.3
Total 103 100 20 100 15 100 138 100.0
Tidak pernah 32 31.1 5 25 3 20 40 29.0
73.
63 61.2 15 75 11 89 64.5
2. Merasa pegal-pegal pada Kadang-kadang 3
leher, punggung dan Sering 8 7.8 0 0 1 6.7 9 6.5
bahu Total 103 100 20 100 15 100 138 100.0
3. Perut terasa Tidak pernah 75 72.8 11 55 12 80 98 71.0
kembung/mulas/ Kadang-kadang 25 24.3 9 45 3 20 37 26.8
mual/diare pada saat Sering 3 2.9 0 0 0 0 3 2.2
akan melakukan
pekerjaan Total 103 100 20 100 15 100 138 100.0
Tidak pernah 57 55.3 9 45 6 40 72 52.2
53.
37 35.9 10 50 8 55 39.9
4. Mengalami kejang Kadang-kadang 3
otot/kram dan tangan Sering 9 8.7 1 5 1 6.7 11 8.0
gemetaran Total 103 100 20 100 15 100 138 100.0
73.
83 80.6 15 75 11 109 79.0
Tidak pernah 3
5. Mengalami 26.
17 16.5 4 20 4 25 18.1
sembelit/susah buang Kadang-kadang 7
air besar dan lebih Sering 3 2.9 1 5 0 0 4 2.9
sering buang air kecil Total 103 100 20 100 15 100 138 100.0
73.
76 73.8 12 60 11 99 71.7
Tidak pernah 3
6. Jantung terasa berdenyut 26.
25 24.3 7 35 4 36 26.1
lebih cepat dari Kadang-kadang 7
biasanya atau tensi Sering 2 1.9 1 5 0 0 3 2.2
tinggi Total 103 100 20 100 15 100 138 100.0
46.
54 52.4 7 35 7 68 49.3
Tidak pernah 7
7. Merasa letih/ lesu/lemas 46.
44 42.7 11 55 7 62 44.9
yang luar biasa atau Kadang-kadang 7
terasa tenaga terkuras Sering 5 4.9 2 10 1 6.7 8 5.8
habis Total 103 100 20 100 15 100 138 100.0
73.
67 65 11 55 11 89 64.5
Tidak pernah 3
Kadang-kadang 32 31.1 8 40 3 20 43 31.2
8. Tekanan darah menjadi Sering 4 3.9 1 5 1 6.7 6 4.3
naik Total 103 100 20 100 15 100 138 100.0
n % n % n % n %
Tidak pernah 57 55.3 5 25 6 40 68 49.3
1. Mengalami mimpi- Kadang-kadang 40 38.8 14 70 6 40 60 43.5
mimpi buruk Sering 6 5.8 1 5 3 20 10 7.2
Total 103 100 20 100 1 100 138 100.0
5
Tidak pernah 47 45.6 6 30 4 26.7 57 41.3
2. Merasa tidak
tenang/tegang/ Kadang-kadang 49 47.6 12 60 9 60 70 50.7
cemas/ Sering 7 6.8 2 10 2 13.3 11 8.0
terancam/gelisah 1
Total 103 100 20 100 5 100 138 100.0
1
Tidak pernah 88 85.4 15 75 3 86.7 116 84.1
3. Merasa putus asa
Kadang-kadang 12 11.7 3 15 2 13.3 17 12.3
sehingga ingin
mengakhiri hidup Sering 3 2.9 2 10 0 0 5 3.6
1
Total 103 100 20 100 5 100 138 100.0
1
Tidak pernah 71 68.9 13 65 3 86.7 97 70.3
4. Merasa pesimis
Kadang-kadang 27 26.2 5 25 2 13.3 34 24.6
tentang masa
depan Sering 5 4.9 2 10 0 0 7 5.1
1
Total 103 100 20 100 5 100 138 100.0
1
5. Merasa gugup/ Tidak pernah 79 76.7 16 80 2 80 107 77.5
grogi/bingung bila Kadang-kadang 23 22.3 4 20 3 20 30 21.7
berhadapan Sering 1 1 0 0 0 0 1 0.7
dengan tamu 1
Total 103 100 20 100 5 100 138 100.0
Tidak pernah 49 47.6 3 15 4 26.7 56 40.6
6. Merasa sedih sekali Kadang-kadang 40 38.8 16 80 8 53.3 64 46.4
dan ingin Sering 14 13.6 1 5 3 20 18 13.0
menangis
1
Total 103 100 20 100 5 100 138 100.0
1
Tidak pernah 70 68 12 60 1 73.3 93 67.4
7. Merasa tidak sabar
Kadang-kadang 26 25.2 5 25 4 26.7 35 25.4
dan cepat marah
tanpa sebab Sering 7 6.8 3 15 0 0 10 7.2
1
Total 103 100 20 100 5 100 138 100.0
Lampiran 9. Sebaran contoh berdasarkan gejala stres perilaku yang dihadapi keluarga pasca
gempa dan tsunami
Utuh Duda Janda Total
Pernyataan Jawaban (n=103) (n=20) (n=15) (n=138)
n % n % n % n %
1
Tidak pernah
73 70.9 7 35.0 3 86.7 93 67.4
Kadang-
1. Merokok lebih dari satu
kadang 26 25.2 8 40.0 1 6.7 35 25.4
bungkus
Sering 4 3.9 5 25.0 1 6.7 10 7.2
10 100. 2 100. 1 100. 13 100.
Total
3 0 0 0 5 0 8 0
1 1 12
Tidak pernah
91 88.3 7 85.0 2 80.0 0 87.0
2. Melemparkan persoalan Kadang-
yang dihadapi kepada kadang 10 9.7 2 10.0 2 13.3 14 10.1
orang lain Sering 2 1.9 1 5.0 1 6.7 4 2.9
10 100. 2 100. 1 100. 13 100.
Total
3 0 0 0 5 0 8 0
1 1 11
Tidak pernah
83 80.6 5 75.0 3 86.7 1 80.4
3. Mengalami kehilangan
Kadang-
minat untuk melakukan
kadang 18 17.5 3 15.0 2 13.3 23 16.7
hubungan intim dengan
Sering 2 1.9 2 10.0 0 0.0 4 2.9
suami/istri
10 100. 2 100. 1 100. 13 100.
Total
3 0 0 0 5 0 8 0
1
Tidak pernah
55 53.4 0 50.0 7 46.7 72 52.2
Kadang-
4. Mengalami sukar tidur
kadang 43 41.7 7 35.0 7 46.7 57 41.3
atau tidur terlalu lama
Sering 5 4.9 3 15.0 1 6.7 9 6.5
10 100. 2 100. 1 100. 13 100.
Total
3 0 0 0 5 0 8 0
5. Tidak mau bersosialisasi 1 1 10
Tidak pernah
dengan orang lain 83 80.6 5 75.0 0 66.7 8 78.3
Kadang- 18 17.5 4 20.0 5 33.3 27 19.6
kadang
Sering 2 1.9 1 5.0 0 0.0 3 2.2
10 100. 2 100. 1 100. 13 100.
Total
3 0 0 0 5 0 8 0
Tidak pernah 54 52.4 9 45.0 8 53.3 71 51.4
Kadang-
6. Kehilangan nafsu makan
kadang 43 41.7 9 45.0 7 46.7 59 42.8
atau sebaliknya nafsu
Sering 6 5.8 2 10.0 0 0.0 8 5.8
makan tinggi
10 100. 2 100. 1 100. 13 100.
Total
3 0 0 0 5 0 8 0
1 1 12
Tidak pernah
92 89.3 8 90.0 4 93.3 4 89.9
Kadang-
7. Berbicara sendiri kadang 8 7.8 0 0.0 1 6.7 9 6.5
Sering 3 2.9 2 10.0 0 0.0 5 3.6
10 100. 2 100. 1 100. 13 100.
Total
3 0 0 0 5 0 8 0
Tidak pernah 54 52.4 9 45.0 5 33.3 68 49.3
Kadang-
8. Sering kadang 41 39.8 9 45.0 7 46.7 57 41.3
melamun/termenung Sering 8 7.8 2 10.0 3 20.0 13 9.4
10 100. 2 100. 1 100. 13 100.
Total
3 0 0 0 5 0 8 0
1 1 12
Tidak pernah
92 89.3 8 90.0 4 93.3 4 89.9
9. Mudah melakukan
Kadang-
kecelakaan
kadang 9 8.7 0 0.0 1 6.7 10 7.2
(memecahkan piring.
Sering 2 1.9 2 10.0 0 0.0 4 2.9
gelas. tertusuk jarum dan
10 100. 2 100. 1 100. 13 100.
sebagainya Total
3 0 0 0 5 0 8 0
1 1 12
Tidak pernah
96 93.2 8 90.0 3 86.7 7 92.0
Kadang-
10. Mencelakakan diri sendiri kadang 5 4.9 0 0.0 2 13.3 7 5.1
Sering 2 1.9 2 10.0 0 0.0 4 2.9
10 100. 2 100. 1 100. 13 100.
Total
3 0 0 0 5 0 8 0
Lampiran 11. Sebaran contoh berdasarkan pernyataan strategi coping plantul problem
solving
Utuh Duda Janda Total
Perilaku Coping Jawaban (n=103) (n=20) (n=15) (n=138)
n % n % n % n %
1. Saya berusaha lebih Tidak Pernah 1 1 1 5 0 0 2 1.4
dari biasanya supaya Kadang-Kadang 1 1 0 0 0 0 1 0.7
saya bisa berhasil Sering 13 12.6 3 15 5 33.3 21 15.2
menyelesaikan Sering Sekali 88 85.4 16 80 10 66.7 114 82.6
masalah saya
Total 103 100 20 100 15 100 138 100.0
Tidak Pernah 0 0 2 10 0 0 2 1.4
2. Membuat Kadang-Kadang 1 1 1 5 0 0 2 1.4
perencanaan dan Sering 21 20.4 0 0 4 26.7 25 18.1
melaksanakannya Sering Sekali 81 78.6 17 85 11 73.3 109 79.0
Total 103 100 20 100 15 100 138 100.0
Kadang-Kadang 1 1 0 0 0 0 1 0.7
3. Saya berkonsentrasi
Sering 18 17.5 2 10 6 40 26 18.8
pada apa yang harus
saya lakukan Sering Sekali 84 81.6 18 90 9 60 111 80.4
Total 103 100 20 100 15 100 138 100.0
Tidak Pernah 3 2.9 0 0 0 0 3 2.2
4. Mencari posko-posko Kadang-Kadang 9 8.7 0 0 1 6.7 10 7.2
bantuan dari
pemerintah dan Sering 17 16.5 1 5 2 13.3 20 14.5
swasta Sering Sekali 74 71.8 19 95 12 80 105 76.1
Total 103 100 20 100 15 100 138 100.0
Tidak Pernah 42 40.8 7 35 5 33.3 54 39.1
Kadang-Kadang 30 29.1 3 15 5 33.3 38 27.5
5. Menjual aset/barang
yang masih dimiliki Sering 15 14.6 5 25 3 20 23 16.7
Sering Sekali 16 15.5 5 25 2 13.3 23 16.7
Total 103 100 20 100 15 100 138 100.0
Tidak Pernah 40 38.8 8 40 6 40 54 39.1
6. Mencari pinjaman Kadang-Kadang 31 30.1 5 25 4 26.7 40 29.0
kepada tetangga
yang masih Sering 15 14.6 3 15 2 13.3 20 14.5
memilikinya Sering Sekali 17 16.5 4 20 3 20 24 17.4
Total 103 100 20 100 15 100 138 100.0
Tidak Pernah 7 6.8 1 5 0 0 8 5.8
7. Mengubah gaya Kadang-Kadang 5 4.9 2 10 1 6.7 8 5.8
hidup supaya segala
sesuatu akan menjadi Sering 54 52.4 9 45 6 40 69 50.0
lebih baik Sering Sekali 37 35.9 8 40 8 53.3 53 38.4
Total 103 100 20 100 15 100 138 100.0
Lampiran 12. Sebaran contoh berdasarkan pernyataan strategi
coping confrontatif
Utuh Duda Janda Total
Perilaku Coping Jawaban (n=103) (n=20) (n=15) (n=138)
n % n % n % n %
Tidak Pernah 3 2.9 1 5 1 6.7 5 3.6
1. Berusaha
Kadang-Kadang 2 1.9 1 5 0 0 3 2.2
menghubungi orang
yang bertanggung Sering 12 11.7 0 0 0 0 12 8.7
jawab terhadap 93.
masalah Sering Sekali 86 83.5 18 90 14 3 118 85.5
Total 103 100 20 100 15 100 138 100.0
53.
Tidak Pernah 57 55.3 12 60 8 3 77 55.8
Kadang-Kadang 16 15.5 1 5 0 0 17 12.3
2. Saya membiarkan
33.
perasaan atau
Sering 13 12.6 5 25 5 3 23 16.7
emosi saya keluar
13.
Sering Sekali 17 16.5 2 10 2 3 21 15.2
Total 103 100 20 100 15 100 138 100.0
66.
Tidak Pernah 60 58.3 11 55 10 7 81 58.7
3. Mengambil suatu 13.
kesempatan yang Kadang-Kadang 20 19.4 8 40 2 3 30 21.7
besar walaupun itu 13.
sangat beresiko Sering 14 13.6 1 5 2 3 17 12.3
Sering Sekali 9 8.7 0 0 1 6.7 10 7.2
Total 103 100 20 100 15 100 138 100.0
Tidak Pernah 19 18.4 4 20 0 0 23 16.7
4. Saya mencoba
Kadang-Kadang 2 1.9 3 15 1 6.7 6 4.3
melakukan sesuatu
walau tidak yakin 66.
akan berhasil, tetapi Sering 59 57.3 8 40 10 7 77 55.8
paling tidak saya 26.
telah berbuat Sering Sekali 23 22.3 5 25 4 7 32 23.2
Total 103 100 20 100 15 100 138 100.0
Lampiran 13. Sebaran contoh berdasarkan pernyataan strategi coping seeking social support
Utuh Duda Janda Total
Perilaku Coping Jawaban (n=103) (n=20) (n=15) (n=138)
n % n % n % n %
Lampiran 14. Sebaran contoh berdasarkan pernyataan strategi coping positive reappraisal
Utuh Duda Janda Total
Perilaku Coping Jawaban (n=103) (n=20) (n=15) (n=138)
n % n % n % n %
Tidak Pernah 1 1 1 5 0 0 2 1.4
1. Saya lebih banyak
shalat, berdo'a, Sering 17 16.5 2 10 0 0 19 13.8
berzikir dan lebih 11
dekat diri pada Allah Sering Sekali 85 82.5 17 85 15 100 7 84.8
SWT 10 13
Total 103 100 20 0 15 100 8 100.0
Kadang-Kadang 2 1.9 0 0 0 0 2 1.4
2. Saya percaya Allah Sering 17 16.5 1 5 0 0 18 13.0
mendengarkan do’a 11
saya Sering Sekali 84 81.6 19 95 15 100 8 85.5
10 13
Total 103 100 20 0 15 100 8 100.0
3. Saya bersyukur Kadang-Kadang 1 1 0 0 0 0 1 0.7
dengan apa yang 13.
masih saya miliki Sering 16 15.5 4 20 2 3 22 15.9
86. 11
Sering Sekali 86 83.5 16 80 13 7 5 83.3
10 13
Total 103 100 20 0 15 100 8 100.0
13.
Tidak Pernah 5 4.9 1 5 2 3 8 5.8
4. Saya mendapat ilham Kadang-Kadang 7 6.8 1 5 0 0 8 5.8
untuk melakukan 26.
sesuatu yang lebih Sering 34 33 4 20 4 7 42 30.4
kreatif Sering Sekali 57 55.3 14 70 9 60 80 58.0
10 13
Total 103 100 20 0 15 100 8 100.0
Tidak Pernah 2 1.9 0 0 0 0 2 1.4
Kadang-Kadang 2 1.9 1 5 0 0 3 2.2
5. Pengalaman ini 13.
merubah saya Sering 37 35.9 5 25 2 3 44 31.9
menjadi orang yang 86.
lebih baik Sering Sekali 62 60.2 14 70 13 7 89 64.5
10 13
Total 103 100 20 0 15 100 8 100.0
n % n % n % n %
Tidak Pernah 5 4.9 0 0 1 6.7 6 4.3
Kadang-Kadang 8 7.8 2 10 1 6.7 11 8.0
1. Mengeritik/introspeksi diri
sendiri Sering 36 35 6 30 3 20 45 32.6
Sering Sekali 54 52.4 12 60 10 66.7 76 55.1
Total 103 100 20 100 15 100 138 100.0
Tidak Pernah 40 38.8 6 30 6 40 52 37.7
2. Saya menyadari Kadang-Kadang 15 14.6 3 15 4 26.7 22 15.9
permasalahan ini terjadi
karena kesalahan saya Sering 24 23.3 2 10 0 0 26 18.8
sendiri Sering Sekali 24 23.3 9 45 5 33.3 38 27.5
Total 103 100 20 100 15 100 138 100.0
Tidak Pernah 6 5.8 0 0 0 0 6 4.3
Kadang-Kadang 0 0 1 5 0 0 1 0.7
3. Saya belajar hidup dalam
kondisi seperti ini Sering 36 35 5 25 2 13.3 43 31.2
Sering Sekali 61 59.2 14 70 13 86.7 88 63.8
Total 103 100 20 100 15 100 138 100.0
4. Saya bisa menerima Tidak Pernah 6 5.8 0 0 0 0 6 4.3
semua yang telah
terjadi dan tidak bisa Kadang-Kadang 5 4.9 0 0 0 0 5 3.6
dirubah kembali Sering 60 58.3 8 40 4 26.7 72 52.2
Lampiran
141
Lampiran 16. Sebaran contoh berdasarkan pernyataan strategi coping self controlling
Utuh (n=103) Duda (n=20) Janda (n=15) Total (n=138)
Perilaku Coping Jawaban
n % n % n % n %
Tidak Pernah 1 1 1 5 0 0 2 1.5
1. Saya berfikir terlebih Kadang-Kadang 2 1.9 0 0 0 0 2 1.4
dahulu apa yang Sering 25 24.3 2 10 2 13.3 29 21.0
ingin saya lakukan Sering Sekali 75 72.8 17 85 13 86.7 105 76.1
Total 103 100 20 100 15 100 138 100.0
2. Saya menolak Tidak Pernah 4 3.9 1 5 0 0 5 3.6
/menghindari Kadang-Kadang 7 6.8 1 5 0 0 8 5.8
untuk melakukan Sering 30 29.1 3 15 3 20 36 26.1
sesuatu secara Sering Sekali 62 60.2 15 75 12 80 89 64.5
tergesa-gesa Total 103 100 20 100 15 100 138 100.0
3. Saya Tidak Pernah 36 35 5 25 6 40 47 34.1
memperhatikan Kadang-Kadang 12 11.7 4 20 2 13.3 18 13.0
seseorang yang Sering 28 27.2 3 15 4 26.7 35 25.4
saya kagumi
menyelesaikan Sering Sekali 27 26.2 8 40 3 20 38 27.5
suatu masalah Total 103 100 20 100 15 100 138 100.0
Lampiran 18. Sebaran contoh berdasarkan pernyataan strategi coping escape avoidance
Utuh Duda Janda Total
Perilaku Coping Jawaban (n=103) (n=20) (n=15) (n=138)
n % n % n % n %
Tidak Pernah 41 39.8 5 25 6 40 52 37.7
1. Saya berharap ada Kadang-Kadang 8 7.8 0 0 1 6.7 9 6.5
keajaiban yang Sering 31 30.1 5 25 4 26.7 40 29.0
terjadi Sering Sekali 23 22.3 10 50 4 26.7 37 26.8
Total 103 100 20 100 15 100 138 100.0
2. Saya berusaha Tidak Pernah 88 85.4 13 65 12 80 113 81.9
menenangkan
Kadang-Kadang 7 6.8 2 10 0 0 9 6.5
perasaan dengan
merokok, Sering 1 1 2 10 1 6.7 4 2.9
mendengarkan Sering Sekali 7 6.8 3 15 2 13.3 12 8.7
musik, menonton,
mabuk dan minum
obat penenang Total 103 100 20 100 15 100 138 100.0
Tidak Pernah 88 85.4 18 90 11 73.3 117 84.8
3. Melemparkan Kadang-Kadang 7 6.8 0 0 0 0 7 5.1
permasalahan Sering 2 1.9 1 5 1 6.7 4 2.9
kepada orang lain Sering Sekali 6 5.8 1 5 3 20 10 7.2
Total 103 100 20 100 15 100 138 100.0
Tidak Pernah 57 55.3 10 50 9 60 76 55.1
4. Melupakan Kadang-Kadang 30 29.1 7 35 4 26.7 41 29.7
permasalahan
dengan tidur lebih Sering 7 6.8 1 5 1 6.7 9 6.5
lama dari biasanya Sering Sekali 9 8.7 2 10 1 6.7 12 8.7
Total 103 100 20 100 15 100 138 100.0
5. Saya menyadari Tidak Pernah 89 86.4 17 85 13 86.7 119 86.2
kalau saya kecewa
Kadang-Kadang 5 4.9 0 0 0 0 5 3.6
dan saya
membiarkan diri Sering 4 3.9 1 5 1 6.7 6 4.3
saya hanyut dalam Sering Sekali 5 4.9 2 10 1 6.7 8 5.8
kekecewaan
tersebut Total 103 100 20 100 15 100 138 100.0
n % n % n % n %
1. Pasca gempa dan tsunami keluarga lebih
102 99 20 100 13 86.7 135 97.8
mendekatkan diri kepada Allah SWT
2. Mengajarkan anggota keluarga untuk
102 99 19 95 13 86.7 134 97.1
shalat tepat waktu
3. Kasih sayang antara contoh dan keluarga
tetap dirasakan pasca gempa dan 101 98.1 19 95 14 93.3 134 97.1
tsunami
4. Merencanakan untuk menambah anggota
50 48.5 11 55 4 26.7 65 47.1
keluarga baru
5. Komunikasi antara suami- istri, ayah-anak
dan ibu-anak tetap berjalan baik pasca 99 96.1 13 65 14 93.3 126 91.3
gempa dan tsunami
6. Jika berpergian, contoh selalu pulang tepat 96 93.2 14 70 12 80 122 88.4
Lampiran
143
waktu
7. Memberitahukan ke rumah kalau pulang
98 95.1 14 70 13 86.7 125 90.6
terlambat
8. Anggota keluarga selalu berbuat sesuai
99 96.1 17 85 15 100 131 94.9
dengan apa yang diucapkannya
9. Mengajak anak-anak untuk peduli kepada
sesama yang ditimpa musibah atau 97 94.2 17 85 14 93.3 128 92.8
yang mengalami kesulitan
10. Pernah memberikan tanggung jawab
terhadap sesuatu pekerjaan kepada 85 82.5 14 70 12 80 111 80.4
anggota keluarga
11. Mendengarkan dengan seksama keluhan
atau protes terhadap ketetapan yang 95 92.2 13 65 13 86.7 121 87.7
dibuat
12. Menghargai setiap pilihan yang dilakukan
97 94.2 15 75 15 100 127 92.0
oleh anggota keluarga
13. Mengajari anggota keluarga untuk
100 97.1 16 80 13 86.7 129 93.5
menghargai pendapat orang lain
14. Pernah minta maaf kepada anggota
keluarga atas kesalahan yang contoh 95 92.2 16 80 13 86.7 124 89.9
lakukan
15. Menyuruh anggota keluarga minta maaf
atas kesalahan yang dilakukan baik
98 95.1 16 80 13 86.7 127 92.0
kepada orang tua, saudara dan
temannya
16. Mengerti keterbatasan yang dimiliki oleh
95 92.2 16 80 14 93.3 125 90.6
masing-masing anggota keluarga
17. Menghargai pendapat anggota keluarga
99 96.1 18 90 14 93.3 131 94.9
dalam mengatasi masalah keluarga
Riwayat Penulis
145
RIWAYAT PENULIS
Siti Maryam dilahirkan di Pangkalan Susu tanggal 20 Mei 1960. Anak kedua
dari tujuh bersaudara dari Bapak Samaun dan Ibu Saerah. Pada tanggal 18 Agustus
1987, penulis menikah dengan Drh. Fadli A. Gani dan dikaruniai 3 (tiga) orang putri
yaitu Fatmawati, Nadia Isnaini, Rizka Fadila dan satu putra, Muhammad Taufik.
Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di Pangkalan Susu pada
tahun 1974. Kemudian melanjutkan ke SMP Negeri II Binjai, Sumatera Utara dan
tamat pada tahun 1977. Selanjutnya penulis memasuki SPG Negeri Bireuen Aceh
Utara dan tamat pada tahun 1981. Pada tahun itu juga penulis mengikuti Program S-
I dengan Program Studi Tata Boga, Jurusan Pendidikan Kesejahteraan Keluarga,
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Syiah Kuala Banda Aceh.
Jenjang pendidikan tersebut dapat diselesaikan pada tahun 1986.
Pada tahun 1987 penulis diterima menjadi Pegawai Negeri Sipil sebagai
tenaga pengajar di SMKK Negeri Aceh Timur. Pada tahun 1989 penulis mutasi ke
Banda Aceh mengikuti Suami dan mengabdi pada SMK Negeri 3. Pada
bulan Juni 2003 penulis mutasi ke Fakultas Pertanian Universitas
Malikussaleh Lhokseumawe
Pada tahun ajaran 1999/2000 penulis mendapat kesempatan untuk
melanjutkan studi ke jenjang pendidikan Program Pascasarjana S2 di Institut
Pertanian Bogor pada Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga.
Pada tahun 2002 penulis melanjutkan Program S3 di program studi yang sama dan
lulus dengan desertasi yang berjudul ”Strategi Coping Keluarga yang Terkena
Musibah Gempa dan Tsunami di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam” dan
diterbitkan menjadi buku yang ada di tangan pembaca ini.