Anda di halaman 1dari 11

KK-Astronomi-ITB Page i

Mekanika Benda Langit





Dr. Suryadi Siregar DEA
Astronomi, FMIPA-ITB
BANDUNG 2012


AS3102


KK-Astronomi-ITB Page ii


Kata Pengantar


Bagian pertama, catatan kuliah ini membahas tentang problem dua benda(Two body
problem), skenario dan keterkaitan hukum Newton dengan hukum Kepler. Disampaikan
beberapa contoh studi kasus. Sebagai uji kompetensi bagi mahasiswa apakah sudah dapat
memahami dengan baik dan benar.Catatan bagian ini, diakhiri dengan soal latihan yang harus
dikerjakan secara mandiri maupun berkelompok

Bagian kedua, membahas kedudukan benda langit dalam ruang tiga dimensi, bagaimana
menghubungkan fakta geometri dalam persepfektif astronomi. Lingkaran bantu Kepler dan
gerak Newtonian dalam bentuk persamaan orbit. Bagian ini dilengkapi pula dengan studi
kasus, disain perjalanan wahana ke planet Mars dan beberapa soal latihan

Bagian ketiga, memberikan ilustrasi dalam batasan tertentu mengenai kaedah hukum Newton
yang mash bisa digunakan untuk menjelaskan fenomena keberadaan titik kesetimbangan
dalam Tata Surya, misalnya posisi asteroid Trojan dalam sistim Matahari danJupiter.
Beberapa contoh teknologi eksplorasi angkasa luar dengan pemanfaatan titik Lagrange untuk
mengindra Bumi dan Bulan disampaikan sebagai contoh aplikasi. Untuk mengasah
keterampilan mahasiswa disampaikan beberapa soal pekerjaan rumah

Bagian keempat, pembahasan dipusatkan pada fenomena tentang dampak gaya pasang surut
pada sebuah benda langit. Pasang surut pada bola Bumi, terbentuknya cincin di planet
Saturnus, fenomena vulkanisme di satelit Jpiter, Io serta proses pecahnya sebuah komet
ketika mendekat benda benda langit. Bagian ini diakhiri dengan studi kasus pecahnya komet
Shoemaker-Levy 9 ketika mendekati Matahari dekade yang lalu.

Bagian ke-lima dibahas model matematika tentang peristiwa presesi dan nutasi. Diuraikan
tentang persamaan gerak sudut Euler.

Mahasiswa yang mengambil matakuliah ini hendaknya tidak mengandalkan diktat ini sebagai
satu-satunya sumber. Berselancar di internet, membaca buku dan jurnal di Perpustakaan
merupakan hal mutlak yang harus dilakukan untuk mencapai sukses.
Akhir kata semoga catatan kuliah ini memberikan manfaat bagi pengguna, saran dan
komentar untuk kesempurnaan akan kami terima dengan senang hati


Bandung, akhir Juli 2012
Penulis





Suryadi Siregar


KK-Astronomi-ITB Page iii




KK-Astronomi-ITB Page iv

Daftar Isi
Bab 1 Masalah Dua Benda
1.1 Vektor I-1
1.2 Momentum linier, momentum sudut, momen dan gaya I-2
1.3 Potensial bola padat I-5
1.4 Persamaan gerak dua titik massa I-7
1.6 Orbit dalam bentuk polar I-12
1.7 Ilustrasi : I-23
1.7-1 Gerak roket dengan orbit yang berubah I-23
1.7-2 Aplikasi Hukum Harmonik untuk menentukan massa planet I-26
1.7-3 Gerak satelit melewati meridian pengamat I-27
1.7-4 Gerak Sputnik I-28
1.7-5 Satelit yang berubah lintasan I-29
1.7-6 Problem tentang elongasi maksimum dan minimum I-31
1.7-7 Problem tentang keubahan orbit akibat tekanan radiasi Matahari I-32
1.7-8 Problem tentang kecepatan dan periode orbit berbentuk elips I-33
1.7-9 Problem gerak dibawah pengaruh gaya sentral yang berbanding
terbalik dengan jarak pangkat-4
I-34
1.7-10 Problem gerak satelit yang diganggu oleh tekanan radiasi matahari
dan gaya gravitasi asteroid
I-36
1.7-11 Problem tentang lepasnya galaksi I-38
1.7-12 Rumor tentang terlihatnya Mars sebesar Bulan I-39
1.8 Soal Latihan I-40

Bab 2 Orbit Dalam Ruang
2.1 Pernyataan persamaan lintasan II-2
2.2 Algoritma Newton-Raphson(f(E),f(E),E
0
,c, M dan E) II-4
2.3 Contoh Kasus II-5
2-4 Menentukan Elemen Orbit II-10
2.5 Algoritma (
0
, t
i
,
i
, |
i
, R
i
, L
i
) i= 1,2 II-14
2-6 Ilustrasi II-18
2-7 Orbit parabolic II-20
2.8 Hari Julian (Julian Day) II-22
2.9 Transformasi Kalender Gregorian ke Julian Day II-23
2.10 Transformasi Penanggalan Julian Day ke Gregorian Day II-25
2.11

Ilustrasi II-28
Studi Kasus 1. Komet dalam orbit parabola II-28
Studi Kasus 2. Menentukan massa bintang ganda visual II-29
Studi Kasus 3. Menentukan periode dari luas daerah yang disapu II-32

Studi Kasus 4. Menentukan definisi 1 satuan astronomi pada saat asteroid
mendekati Bumi
II-32
Studi Kasus 5. Menentukan paralak trigonometri dari dua tempat di Bumi II-34
2.12 Ragam Soal Latihan II-35


KK-Astronomi-ITB Page v


Bab 3 Masalah Tiga Benda (Three Body Problem)
3.1 Persamaan Gerak III-1
3.2 Energi dan Momentum Sudut III-3
3.3 Masalah Tiga Benda Terbatas III-5
3.4 Kriteria Tisserand III-8
3.5 Peran konstanta Tisserand Untuk Sistem Matahari Planet-Komet III-10
3.6 Menentukan Titik Lagrange III-11
3.7 Tinjauan Persamaan Ekipotensial Untuk Berbagai Kasus III-15
3.8 Radius bola Hill III-22
3.9 Aplikasi Prinsip Tiga Benda Terbatas Pada Explorasi Angkasa Luar III-24
3.9-1 Misi International Sun and Earth Explorer (ISEE) III-24
3.9-2 Perangkat Ilmiah III-26
3.9-3 Advanced Composition Explorer (ACE) III-27
3.9-4 Wilkinson Microwave Anisotropy Probe (WMAP) III-28
3.9-5 Solar and Heliospheric Observatory(SOHO) III-29
A. Near Loss of SOHO III-32
B. Scientific Objectives III-33
C. Instrumentasi III-33
D. Kontributor Instrumentasi III-35
E. Referensi Tambahan III-35

Bab 4 Phenomena Gaya Pasang Surut
4.1 Gaya Pasang Surut IV-1
4.2 Hitung ketinggian permukaan laut akibat gaya pasang surut IV-5
4.3 Stabilitas Gaya Pasang Surut IV-9
4.4 Bentuk Umum Pernyataan Limit Roche IV-11
4.5 Satelit berwujud cairan (Fluida) IV-15
4.6 Dampak gaya pasang surut di berbagai planet IV-17

Bab 5 Presesi dan Nutasi
5.1 Presesi V-1
5.2 Efek Presesi V-2
5.3 Nutasi V-2
5.4 Nutasi pada Bumi V-3
5.5 Persamaan Gerak Euler untuk Benda Kaku V-3
5.6 Hukum II Newton, untuk gerak rotasi V-6
5.7 Variasi lintang V-9
5.8 Pitching, yawing dan rolling V-10
5.9 Sudut Eulers dan pers gerak V-12

Bab 6 Perturbasi VI-1
6.1 Fungsi Gangguan VI-1
6.2 Persamaan Delaunay VI-4


KK-Astronomi-ITB Page vi

6.3 Persamaan Lagrange VI-4

Daftar Gambar
Gambar 1- 1 Titik massa m bergerak dalam pengaruh gaya sentral yang
berpusat pada titik O
I-2
Gambar 1- 2 Perpindahan titik massa m dari posisi S0 ke posisi S I-3

Gambar 1- 3 Irisan seperdelapan bola padat. Potensial bola padat M terhadap
titik massa m. Massa total M, se-olah olah terkonsentrasi pada
pusat bola.

I-5
Gambar 1- 4 Dua titik massa m
1
dan m
2
pada posisi r
1
dan r
2
. Titik P
menyatakan pusat massa sistim dan r jarak m
1
dan m
2

I-7


Gambar 1- 5 Kedudukan titik massa m
1
dan m
2
dalam sistim koordinat Kartesis.
Dalam hal m
1
>> m
2
sebagai pusat koordinat dapat dipilih titik
massa m
1
.

9
Gambar 1- 6 Gerak m
2
melintasi m
1
dalam berbagai bentuk lintasan (a)
lingkaran, (b) parabola, (c) elips dan (d) hiperbola. Massa
bergerak melintasi dalam pengaruh gaya sentral yang mengarah
ke massa
I-14




Gambar 1- 7 Lintasan roket dari permukaan Bumi bergerak menuju Bulan
dalam bentuk lintasan setengah elips. Gerak roket dianggap taat
pada kaedah hukum Kepler. Bumi bergerak mengitari Matahari.
Bulan bergerak mengelilingi Bumi, sekaligus berputar pada
porosnya (rotasi).

I-18

Gambar 1- 8 Profil desain orbit yang dinyatakan oleh eksentrisitas versus
kecepatan dalam kilometer/detik yang dibutuhkan roket
untuk mencapai Bulan.

I-20

Gambar 1- 9 Ilustrasi perubahan momentum sebuah roket yang bergerak
dengan gaya dorong.
I-22

Gambar 1- 10 Jumlah massa yang hilang sebagai fungsi ketinggian satelit dari
permukaan Bumi untuk berbagai kecepatan dorong.
I-25

Gambar 1- 11 Periode dalam jam versus jarak satelit dalam satuan jejari Bumi.

I-29


Gambar 2- 1 Orbit anggota Tata Surya relatif terhadap bidang ekliptika dengan
Matahari sebagai salah satu titik api lintasan berbentuk elips.

II-1
Gambar 2- 2 Ilustrasi orbit elips dan lintasan bantu Kepler (lingkaran putus- II-2


KK-Astronomi-ITB Page vii

putus dengan jejari, a)
Gambar 2- 3 Flowchart solusi persamaan Kepler. Dalam hal proses tidak
konvergen
II-5
Gambar 2- 4 Diagram lintasan Mars, gerak wahana yang dianggap sebagai titik
massa m dan orbit Bumi. Wahana berpindah orbit dari orbit
lingkaran ke orbit lingkaran yang lebih besar.
II-6
Gambar 2- 5 Konfigurasi planet Mars (merah) dan Bumi (biru). Jarak Mars dari
Bumi dapat dihitung dengan rumus kosinus
II-7
Gambar 2- 6 Posisi m dalam sistem kartesis XYZ. m
1
menyatakan matahari
dan m, menunjukkan wahana.
II-8
Gambar 2- 7 Lintasan titik massa m dalam ruang. Sumbu x mengarah pada titik
vernal ekuinok (posisi matahari terbit tanggal 21 Maret).
II-9
Gambar 2- 8 Konversi posisi ekuatorial heliosentrik ke tata koordinat ekuatorial
geosentrik.
II-10
Gambar 2- 9 Konversi koordinat ekliptika heliosentrik ke sistem koordinat
ekliptika geosentrik.
II-12
Gambar 2-10 Kedudukan planet P
1
dan P
2
pada bola langit. Segitiga bola dan
bidang ekliptika. Panjang busur A dapat dihitung dengan
menggunakan sifat segitiga bola.
II-13
Gambar 2- 11 Aplikasi rumus Napier dalam segitiga bola untuk menghitung
elemen orbit dan analoginya pada hubungan i, O, dan e suatu
lintasan pada segitiga bola.
II-14
Gambar 2- 12 Ilustrasi komet yang melintasi Matahari dalam orbit parabola II-21
Gambar 2- 13 Flowchart konversi penanggalan Gregorian Day ke Julian Day. II-24
Gambar 2- 14 Flowchart konversi penanggalan Julian Day ke Gregorian Day. II-27
Gambar 2- 15 Lintasan parabola sebuah komet, P titik perihelion sedangkan A
titik sembarang pada orbit, p menyatakan lotus rectum, q jarak
perihelion dan hubungannya adalah p=2q
II-28
Gambar 2- 16 Untuk mengukur jarak Eros ditentukan sudut SAE dan sudut SBE
dengan satu bintang standar, S, dan bintang akan terlihat sejajar
baik dari titik A maupun titik B
II-33
Gambar 2- 17 Geometri posisi Bumi dan Eros pada saat pengamatan dalam hal
ini S menyatakan Matahari, B-Bumi dan E- Eros
II-34
Gambar 2- 18 Efek projeksi kedudukan asteroid pada bola langit relatif terhadap
bintang latar belakang.
II-35

Gambar 3- 1 Sistem tiga benda dalam koordinat kartesis x,y,z. Didefinisikan ,
sedangkan adalah vektor posisi massa ke-i

III-1
Gambar 3- 2 Sistim 3 benda dalam sistem kartesis yang berotasi dengan
kecepatan sudut sebesar, u = t. Titik P
1
lokasi M dan P
2
lokasi m
sedangkan massa ketiga, m' yang dapat diabaikan terhadap kedua
massa yang lain berada di titik P. Jarak P
1
ke P
2
diambil sebagai
satu satuan, terletak pada sumbu x. Sumbu z tegak lurus bidang
layar.
III-5


KK-Astronomi-ITB Page viii

Gambar 3- 3 Momentum sudut terdiri dari komponen dalam sumbu , sumbu q
dan sumbu ,
III-8
Gambar 3- 4 Momentum sudut L, benda infinitesimal dalam sistem koordinat
yang berotasi, sebagai fungsi ascending node O dan inklinasi, i
mempunyai arah dalam sumbu bidang orbit adalah bidang - q
dalam tata koordinat (,q, ,).
III-10
Gambar 3- 5 Gerak tiga benda dalam dua dimensi. Massa m' dapat diabaikan
terhadap massa m dan M
III-12
Gambar 3- 6 Pada titik Lagrange berlokasi massa yang dapat diabaikan
terhadap massa Bumi dan massa Bulan. Jarak Bumi-Bulan a
sedangkan x jarak titik Lagrange ke Bumi, r
1
jarak pusat massa
ke Bumi.
III-16
Gambar 3- 7 Titik Lagrange L
1
terletak diantara M dan m akan memenuhi
syarat x
2
> L
1
> x
1

III-18
Gambar 3- 8 Titik Lagrange L
2
memenuhi syarat L
2
> x
2
Jika m jauh lebih
kecil dari M maka menurut (3.66) dan (3.67) posisi L
1
dan L
2

berjarak sama dari massa m.
III-18
Gambar 3- 9 Titik Lagrange L
3
memenuhi syarat L
3
< x
1
III-19
Gambar 3- 10 Tanda panah menunjukkan bertambahnya potensial disekelilingi
titik-titik Lagrange. Pada posisi titik Lagrange massa m' relatif
diam, baru bisa bergerak meninggalkannya bila diberikan gaya
ganggu sehingga kesetimbangan gravitasional berubah
(http://wikipedia.org)
III-20
Gambar 3- 11 Konfigurasi titik-titik Lagrange dalam bidang orbit M dan m III-21
Gambar 3- 12 Permukaan berkecepatan nol untuk asteroid 4179 Toutatisn
Konstanta Tisserand T=3
III-24
Gambar 3- 13 ISEE (International Sun Earth Explorer) III-25
Gambar 3- 14 ACE (Advanced Composition Explorer) III-27
Gambar 3- 15 Profil lintasan WMAP disekitar titik Lagrange L
2
sistem Bumi
Matahari.Objek yang ditempatkan pada posisi ini akan dapat
dijaga orientasinya terhadap Bumi dan Matahari. Satelit lain yang
ditempatkan pada titik L
2
adalah Planck, Herschel Space
Observatory, Gaia probe, dan James Webb Space Telescope.
III-29
Gambar 3- 16 Gerak tiga dimensi SOHO, untuk keperluan monitoring, sumbu X
harus selalu mengarah. Ke Matahari
(http://sohowww.nascom.nasa.gov/operations/SOHOconv.gif)
III-32

Gambar 4- 1 Gaya gravitasi oleh Bulan pada titik A,A,B dan C mengarah ke
pusat Bulan. selisih gaya terhadap titik C adalah sama pada A dan
A. Asumsi Bumi berbentuk bola sempurna mengakibatkan pada
titik B, gaya yang sejajar terhadap garis hubung Bumi-Bulan CD
akan saling meniadakan
IV-1
Gambar 4- 2 Akibat gravitasi bumi menyebabkan Bulan menjadi tidak bulat
sempurna, ada benjolan yang mengarah ke Bumi. Gaya gravitasi
IV-4


KK-Astronomi-ITB Page ix

bulan menarik benjolan bumi ke arah yang berlawanan dengan
rotasi, akibatnya rotasi bumi diperlambat.
Gambar 4- 3 Pasang surut di Bumi dua kali pasang dan dua kali surut setiap
harinya
IV-5
Gambar 4- 4 Gerak titik massa m
1
dan m
2
dibawah kontrol gravitasi titik massa
M.
IV-9
Gambar 4- 5 Panorama cincin Saturnus di potret pada tanggal 17 Agustus 1987
warna coklat diperkuat. Foto diambil oleh Cassini dari jarak 8,9
juta kilometer oleh wahana Cassini.
IV-18
Gambar 4- 6 Fenomena Gaya pasang surut pada benda langit atas, ilustrasi artis.
Bawah ilustrasi gaya pasang surut yang memecah komet
P/Shoemaker-Levy 9 pada tahun 1992.Tengah dan kanan ilustrasi
artis, pecahnya komet periodik P/Shoemaker-Levy 9 ketika
mendekati Jupiter pada tahun 1992. Seluruh pecahan menumbuk
Jupiter pada musim panas 1994.

IV-19

Gambar 5- 1 Gerak presesi, meyebabkan arah kutub utara terhadap langit
berubah seiring waktu
V-1
Gambar 5- 2 Perbedaan antara presesi (P) dan nutasi (N) V-3
Gambar 5- 3 Sudut Euler- Sumbu xyz adalah tetap ditandai dengan warna biru,
sumbu XYZ system yang berotasi, ditunjukkan oleh warna merah.
Garis nodal diberi label N ditunjukkan dengan warna hijau.
V-4
Gambar 5- 4 Titik massa dengan i=1,2, .. n dalam koordinat kartesis x,y dan z

V-5
Gambar 5- 5 Titik massa mj dengan koordinat (x,y,z). Koordinat (x,y,z)
adalah projeksi mj ke garis l, dengan bilangan arah (,,).
V-6
Gambar 5- 6 Tiga titik massa yang bergerak pada bidang xy. Bidang xy berotasi
terhadap
V-9
Gambar 5- 7 Kecepatan sudut diuraikan dalam komponen sumbu (1), sumbu (2)
dan sumbu (3)
V-12
Gambar 5- 8 Definisi sudut Euler untuk sistim 3 benda V-13
Gambar 5- 9 Rotasi gerak dalam sudut . Nutasi gerak dalam arah sudut q dan
presesi gerak dalam arah sudut . Gerak ini identik dengan gerak
gasing .
V-14

Gambar 6- 1 Gerak massa relative terhadap dipengaruhi oleh gaya ganggu
gravitasional oleh massa
1
Gambar 6- 2 Gaya ganggu menyebabkan berubahnya element orbit sebagai
fungsi dari waktu. R dan S bekerja dalam bidang orbit sedangkan
W tegak lurus pada bidang orbit. Perubahan radius vector
menyebabkan perubahan pada element orbit.
6




KK-Astronomi-ITB Page x

Daftar Tabel
Tabel 1- 1 Kecepatan roket untk menuju Bulan dalam berbagai nilai
eksentrisitas
I-20
Tabel 1- 2 Rasio m
f
/m
0
untuk berbagai kecepatan dorong Vg dalam km/det. I-24

Tabel 2- 1 Jarak wahana dan anomali benar untuk berbagai saat pengamatan II-7
Tabel 2- 2 Posisi koordinat polar objek pada tahun 1960 II-18
Tabel 2- 3 Posisi kartesis objek pada tahun 1960 II-18
Tabel 2- 4 Eleman orbit objek II-20
Tabel 2- 5 Informasi tentang bintang ganda visual ADS 1733 II-31
Tabel 2- 6 Iterasi untuk mencari paralak, magnitude absolut bolometric dan
massa bintang berdua ADS 1733. Proses dihentikan ketika presesi
relative dicapai pada decimal kedua.
II-31
Tabel 2- 7 Informasi tentang bintang ganda visual o Centauri, q Cas dan c
Hyd
II-37

Tabel 3- 1 Permukaan Mesh dan kontur dari berbagai nilai dan C untuk
Zero Surface Velocity
III-12
Tabel 3- 2 Titik Lagrange dalam sistem Bumi-Bulan ( = 0,01215 ). Jarak
Bumi-Bulan dinyatakan dalam satu satuan [LD]
III-21
Tabel 3- 3 Titik Lagrange dalam sistem Matahari-Bumi (=3,004 10-6 ) dan
Matahari-Jupiter (=99910-6 =0,001)
III-22
Tabel 3- 4 Data dan informasi tentang 4179 Toutatis (diunduh dari
http://neo.jpl.nasa.gov, tanggal 14 Jan 2005
III-23
Tabel 3- 5 Informasi tambahan lainnya adalah III-23
Tabel 3- 6 Data dan Informasi Solar and Heliospheric Observatory (SOHO) III-30
Tabel 3- 7 Instrumentasi yang dibawa serta fungsinya III-30

Tabel 4- 1 Konstanta f untuk berbagai model IV-12
Tabel 4- 2 Rapat massa dan jari-jari primary untuk limit Roche IV-15
Tabel 4- 3 Jarak limit Roche untuk satelit benda kaku dan satelit fluida IV-15
Tabel 4- 4 Radius orbit (r) versus limit Roche (d) untuk benda kaku dan cair
(fluida)
IV-16
Tabel 4- 5 Cincin Saturnus dan radiusnya IV-17



Daftar Pustaka
Semua informasi yang berkenaan dengan Mekanika Benda Langit dapat digunakan pada
kuliah ini. Beberapa buku standar yang biasa digunakan pengampu mata kuliah, juga akan
dijadikan referensi, buku tersebut antara lain adalah;


KK-Astronomi-ITB Page xi


1. Atam P. Arya., Introduction to Classical Mechanics, Prentice-Hall International,
London, 1998
2. Celletti, A., Ferraz Mello, S., Henrard, J., Modern Celestial Mechanics: From Theory
to Applications, Springer, 2002.
3. Danby, J.M.A., Fundamentals of Celestial Mechanics, Willman-Bell, Inc,London.
1989
4. Fitzpatrik,R., Analytical classical Dynamics An Intermediate Level Course, The
University of Texas at Austin, Austin, 2008
5. Kovalevsky, J., Seidelmann, P.K., Fundamental of Astrometry, Cambridge Univ.
Press, 2004
6. Murray.C.D., and Dermott,S.F., Solar System Dynamics, Cambridge University
Press, 1999

Anda mungkin juga menyukai