Anda di halaman 1dari 22

BIOLEACHING

A. Definisi Bioleaching

Bioleaching merupakan suatu proses ekstraksi logam yang dilakukan dengan batuan bakteri, berdasarkan
kemampuan bakteri dari genus Thiobacillus untuk mengubah senyawa logam yang tidak dapat larut
menjadi senyawa logam sulfat yang dapat larut dalam air melalui mekanisme reaksi biokimia, dan
bakteri tersebut dapat hidup dengan memperoleh energy dariproses oksidasi sulfide, beberapa senyawan
oksida dan ion ferro.

Jika dibandingkan dengan proses konvensional, penggunaan proses microbial leaching dalam ekstraksi
logam bersifat layak dan menguntungkan untuk dikembanggkan, terutama jika digunakkkan untuk
mengolah bijih dengan kandungan logam rendah, limbah industry yang mengandung logam, serta limbah
penambangan logam (tailing). Secara teknis proses ini telah banyak digunakkan untuk memperoleh logam
uranium dan tembaga.

Beberapa proses metaluargi konvensional, terutama dalam proses pemanganan bijih sulfide dengan panas,
mengkonsumsi sejumlah besar energy. Sementara itu, energy yang dibutuhkan pada proses bioleaching
relatif kecil, sehingga dengan menggunakkan metode tersebut, biaya produksi dapat ditekan seminimal
mungkin.

Proses Bioleaching merupakan salah satu alternative proses yang aman terhadap lingkungan. Seperti
masalah yang selama ini terjadi dalam operasi penambangan adalah dilepaskannya larutan asam dan
logam yang mencemari lingkungan. Untuk menghindari hal tersebut, metode yang tepat dan aman adalah
menggunakkan bakteri,karena bakteri dapat berperan dalam merubah limbah beracun dipada lokasi
penambangan atau pada lokasi penampungan tailing menjadi limbah yang aman terhadap lingkungan.

Disamping itu, pada operasi pemanggangan (roasting) mineral yang mengandung sulfur atau mineral
sulfide, akan dihasilkan emisi gas sulfur di atmosfir. Gas sulfur yang terakumulasi di atmosfir merupakan
gas yang menjadi penyebab utama dari hujan asam. Proses bioleaching sangat efektif untuk
menghilangkan sulfur yang terdapat dalam mineral sulfide.

Bioleaching menggunakan mikroorganisme bakteri untuk mengekstrak logam mulia, seperti emas, dari
bijih di mana ia tertanam. Sebagai alternatif untuk peleburan atau menggongseng, penambang
menggunakan bioleaching ketika ada konsentrasi yang lebih rendah dari logam dalam bijih dan mereka
membutuhkan metode, efisien bertanggung jawab terhadap lingkungan. Bakteri feed pada nutrisi mineral,
sehingga memisahkan logam yang meninggalkan sistem organisme, kemudian logam dapat dikumpulkan
dalam suatu larutan.

Mikroorganisme bertindak atas deposit mineral. Mereka adalah katalis untuk mempercepat proses alami di
dalam bijih. Bakteri menggunakan reaksi kimia yang disebut oksidasi untuk mengaktifkan kristal logam
sulfida menjadi sulfat dan logam murni. Bagian-bagian konstituen dari bijih dipisahkan menjadi logam
berharga dan sisa bahan kimia asam sulfur dan lainnya. Akhirnya, bahan yang cukup menumpuk dalam
larutan limbah untuk menyaring dan berkonsentrasi ke logam.

Untuk beberapa jenis logam, seperti tembaga, bioleaching tidak selalu ekonomis layak atau cukup cepat,
bahkan dengan biaya rendah. Namun, di daerah tertentu di dunia atau dengan logam lainnya, metode ini
biaya sederhana, efektif, dan rendah menawarkan pilihan cerdas. Sebagai contoh, negara berkembang
seringkali tidak memiliki investasi infrastruktur atau modal untuk memulai peleburan, namun tanah
mereka mengandung bijih cukup bahwa ekstraksi secara signifikan dapat meningkatkan perekonomian
nasional mereka. Suatu hari kami dapat menggunakan bioleaching untuk logam tambang lainnya, seperti
seng dan nikel, di Bulan.

Perusahaan pertambangan harus berhati-hati dari polusi yang mungkin timbul, oleh karena itu solusi
mencapai sumber air tanah. Namun secara keseluruhan, bioleaching menghasilkan polusi udara kurang
dan kerusakan kecil pada formasi geologi, karena bakteri terjadi di sana secara alami. Sebuah uang logam
yang ideal harus memungkinkan jumlah tertentu air ke batu untuk membawa bakteri. Namun, harus
dikelilingi oleh batuan yang kedap air untuk memastikan tidak ada air tanah akan tercemar dengan
belerang.

Pada proses Bioleaching menggunakan bakteri untuk mengubah sifat fisik dan kimia bahan tambang
sehingga logam dapat diekstraksi dengan cara yang lebih ekonomis. Dalam percobaan laboratorium, 97%
tembaga asal bahan tambang kualitas rendah dapat diekstrak. Proses tersebut saat ini digunakan dalam
skala komersial untuk menambang tembaga dan uranium. Teknologi bioleaching dapat juga digunakan di
pertambangan Ni, Zn, Co, Sn, Cd, Mb,Pb, Sb, Sb, As dan Se.

Teknologi yang berkebalikan dengan bioleaching yaitu biooxidation dapat digunakan untuk meningkatkan
perolehan logam mulia. Dengan menggunakan teknologi biooksidasi perolehan emas dapatditingkatkan
dari hanya 30% menjadi sekitar 98%. Afrika Selatan telah menerapkan teknologi tersebut untuk
mengekstrak emas. Selain bioleaching dan biooksidasi, beberapa mikroorganisme termasuk fungi mampu
mengakumulasi logam dalam sel dalam konsentrasi yang jauh lebih tinggi dibanding di lingkungan
sekitarnya.

Teknologi bio-konsentrasi tersebut potensial untuk mengekstrak logam mulia (emas, perak) dari bahan
tambang berkonsentrasi rendah. Teoritis, mikroorganisme bahkan dapat digunakan untuk mengekstrak
emas dari laut. Bioleaching merupakan suatu proses untuk melepaskan (remove) atau mengekstraksi
logam dari mineral atau sedimen dengan bantuan organismehidup atau untuk mengubah mineral sulfida
sukar larut menjadi bentuk yang larut dalam air dengan memanfaatkan mikroorganisme.


B. Bioleaching Pada Logam

Bioleaching merupakan suatu proses untuk melepaskan (remove) atau mengekstraksi logam dari mineral
atau sedimen dengan bantuan organisme hidup atau untuk mengubah mineral sulfida sukar larut menjadi
bentuk yang larut dalam air dengan memanfaatkan mikroorganisme. Sementara Bosecker (1987)
mengungkapkan bahwa bioleaching merupakan suatu proses ekstraksi logam yang dilakukan dengan
bantuan bakteri yang mampu mengubah senyawa logam yang tidak dapat larut menjadi senyawa logam
sulfat yang dapat larut dalarn air melalui reaksi biokirnia.

Bioleaching logam berat dapat rnelalui oksidasi dan reduksi logam oleh mikroba, pengendapan ion-ion
logam pada permukaan sel rnikroba dengan menggunakan enzim, serta menggunakan biomassa mikroba
untuk menyerap ion logam. Bakteri yang digunakan dalam proses tersebut antara lain adalah bakteri
Pseudomonas fluorescens, Escherichia coil, Thiobacillus ferrooxidans dan Bacillus sp sebagai bakteri
leaching yang mampu melarutkan senyawa timbal sulfida sukar larut menjadi senyawa timbal sulfat yang
dapat larut melalui proses biokimia.


Gambar 1 Proses Bioleaching


C. Proses Bioleaching

Proses Bioleaching merupakan teknologi altematif yang dapat dikembangkan sebagai salah satu teknologi
untuk memperoleh (recovery) logam di masa mendatang. Salah satu penerapan proses ini adalah untuk
melepaskan dan mengekstraksi logam berat yang ada dalam sedimen, sehingga sedimen tersebut bebas
logam berat dan aman terhadap lingkungan. Disamping itu proses bioleaching (bacterial leaching) dapat
menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan. Dimana proses tersebut menyisakan suatu unsur atau
senyawa ke dalam air dan masuk ke tanah sehingga akan mempengaruhi unsur hara dalam tanah.

Ekstraksi besi dapat melibatkan berbagai jenis bakteri mengoksidasi besi dan sulfur, termasuk
Thiobacillus Acidithiobacillus dan thiooxidans Acidithiobacillus (sebelumnya dikenal sebagai
Thiobacillus). Sebagai contoh, bakteri mengkatalisasi rincian arsenopirit mineral dengan mengoksidasi
sulfur dan logam (dalam hal ini ion arsenik kasus) untuk keadaan oksidasi yang lebih tinggi sementara
mengurangi dioksigen oleh H
2
dan Fe
3
.

FeAsS (s) Fe
2
(aq) AS
3
(aq) S
6
(aq)

Proses ini sebenarnya terjadi pada periode ketika (membran sel) bakteri.
Pada tahap1, Elektron masuk ke dalam sel dan digunakan dalam proses biokimia untuk menghasilkan
energi bagi bakteri untuk mengurangi molekul oksigen ke air.
Pada tahap 2, bakteri mengoksidasi Fe
2
untuk Fe
3
(sementara mengurangi O
2
).

Fe
2
Fe
3


Mereka kemudian mengoksidasi logam ke keadaan oksidasi yang lebih tinggi positif. Dengan electron
diperoleh, mereka mengurangi Fe
3
untuk Fe
2
untuk melanjutkan siklus.Proses untuk tembaga adalah
sangat mirip tetapi efisiensi dan kinetika tergantung pada mineral tembaga. Mineral yang paling efisien
adalah mineral supergen seperti senshinsei kaliberasi, Cu
2
S dan Covellite, cus. Mineral kalkopirit tembaga
utama (CuFeS
2
) tidak kehabisan sangat efisien yang dominan mengapa tembaga teknologi produksi tetap
flotasi diikuti oleh peleburan dan pemurnian. Pencucian dari CuFeS
2
mengikuti dua tahap menjadi terlarut
dan kemudian lebih lanjut dioksidasi, dengan ion Cu
2
ditinggalkan.

D. Bioleaching Dengan Jamur

Beberapa jenis jamur dapat digunakan untuk bioleaching. Jamur dapat tumbuh pada berbagai strata,
seperti dengan memo elektronik, catalytic converter, dan fly ash dari pembakaran limbah rumah tangga.
Percobaan telah menunjukkan bahwa dua strain jamur (Aspergillus Niger, simplicissimum Penicillium)
mampu memobilisasi Cu dan Sn sebesar 65%, dan Al, Ni, Pb, dan Zn oleh lebih dari 95% Aspergillus
Niger dapat. Menghasilkan beberapa asam organik seperti sitrat asam. Sehingga dapat digunakan untuk
bioleaching sulfide


E. Peranan Mikroba Dalam Siklus Besi

Siklus logam oleh mikroba salah satu indikasi paling jelas menunjukan bahwa tanah tidak bersifat inert.
Tanpa adanya siklus logam, maka transformasi logam tidak mungkin terjadi. Mikroba pentrasnformsi
logam penting dalam pembentukan tanah dan produksi biji logam. Mikroorganisme memiliki peranan
penting dalam mengekstark logam-logam menjadi bijih logam grade rendah, mengasamkan limbah, dan
mencemari penyediaan air. Logam Fe merupakan dari logam dlam tanah. Tramformasi Fe adalah dengan
oksidasi untuk memperoleh sumber energi an reuksi yang menggunkan logam tersebut sebagai elektron
aseptor. Besi juga mengubah bahan-bahan organik (asimilasi/imobilisasi) dan bentuk organik kembali ke
bentuk anorganik (mineralisasi).



Gambar 2. Siklus Mikroba Dalam Silkum Besi

F. Penggunaan Bakteri Untuk Mengatasi Limbah Logam Berat

Limbah pabrik yang banyak mengandung logam berat dapat dibersihkan oleh mikroorganisme yang dapat
menggunkan logam berat sebagai nutrien atau hanya menjerab (imobilisasi) logam berat. Mikrooganisme
yang dapat digunakan dianatranya adalah Thiobacillus ferroxidans dan Bacillus subtilis. Thiobacillus
ferrooxidans mendapatkan energi dari senyawa anorganik seperti besi sulfida dan menggunkan energi
untuk membentuk bahan bahan yang berguba seperti asam fumarat dan besi sulfat.



Gambar 3. Sumber Sumber Limbah


G. Bakteri Yang Berperan Dalam Proses Bioleaching

Mikroorganisme yang memegang peranan penting dalam proses bioleaching adalah Thiobacillus
Ferroxidaus, T. thioaxidans, Leptospirillum ferooxidans dan genus Sulfolobus. Akan tetapi, beberapa
jenis bakteri juga diketahui berperan dalam proses bioletalosaching beberapa jenis mineral yakni
Acidinous brierleyi dan Melosphaeria sedula

Selama ini, T. ferooxidans merupakan jenis bakteri yang paling banyak dipelajari karena mempunyai
aktifitas bioleaching yang baik. Bakteri tersebut dapat tumbuh pada pH antara 1.5 2.5 dan energy yang
dibutuhkkan diperoleh dengan cara mengoksidasikan Fe
2+
dan Fe
3+
sebagai penerima elektron

T. ferooxidans memiliki kebutuhan nutrisional yang sangat kecil. Semua strain bersifat autotropik, yang
berarti mikroorganisme tersebut dapat menggunakan CO
2
dari atmosfir sebagai sumber karbon untuk
mensintensis senyawaan organik, akan tetapi tidak dapat tumbuh pada sumber karbon organik. Bakteri
tersebut dapat tumbuh dengan baik pada (FeS) yang dengan dipasok udara dan pada media yang bersifat
asam.

Walaupun T. ferooxidans merupakaan mikroorganisme yang berperan sangat penting dalam proses
bioleaching logam dari bijinya, tetapi pada umumnya bakteri tersebut tidak berkerja sendiri. T.
ferooxidans sering tumbuh dengan hubungan yang sangat erat dengan bakteri lainnya yang dapat
mengoksidasi sulfur seperti T. thiooxidans yang dapat tumbuh dengan baik pada kisaran suhu 20-30
o
C
atau lebih tinggi

Thiobacillus adalah organisme autotrofik obligat, artinya mereka membutuhkan molekul anorganik
sebagai donor elektron dan karbonanorganik (seperti karbon dioksida) sebagai sumber. Mereka
mendapatkan nutrisi dengan mengoksidasi besi dan belerang dengan O
2
.Thiobacillus tidak membentuk
spora, mereka Gram-negatif Proteobacteria. Siklus hidup mereka adalah khas bakteri, dengan reproduksi
oleh fisi sel.Dalam metaboliseme Thiobacillus ferrooxidans tergolong bakteri kemoautotrof.

Kemoautotrof adalah organisme yang dapat memanfaatkan energi dari reaksi kimia untuk membuat
makanan sendiri dari bahan organik. Bakteri kemoautotrof menggunakan energi kimia dari oksidasi
molekul organik untuk menyusun makanannya. Molekul organik yang dapat digunakan oleh bakteri
Thiobacillus ferrooxidans adalah senyawa, belerang, dan besi .Dalam prosesnya bakteri ini membutuhkan
oksigen. Golongan Thiobacillus genus, juga dikenal sebagai Acidithiobacillus, tidak mengandung warna,
bakteri berbentuk batang .Bakteri ini memiliki kemampuan untuk memperoleh energi dari oksidasi
senyawa sulfur. Oleh karena itu persyaratan lingkungan termasuk adanya senyawa belerang anorganik.
Bakteri ini pernapasannya preferentially memanfaatkan oksigen sebagai akseptor elektron terminal

Thiobacillus adalah genus yang paling penting dari chemolithotrophs yang memetabolisme belerang. Ini
termasuk sel berbentuk batang motil yang dapat diisolasi dari sungai, kanal, tanahsulfat diasamkan,
drainase limbah tambang dan daerah pertambangan lainnya. Thiobacilli ini disesuaikan dengan variasi
yang luas dari suhudan pH dan dapat dengan mudah diisolasi dan diperkaya. Bakteri ini dapat melakukan
hubungan simbiotik dengan anggota dari genusacidipilum, sebuah bakteri yang mampu mereduksi besi.
Species lain dari bakteri ini ada juga yang mampu hidup dalam air dan sedimen.

T. ferroxidans adalah bakteri pelepas logam yang paling banyak diteliti, berbentuk batang kecil, menyukai
temapat yang sangat asamdengan pH optimum berkisar anatara 1,5-2,5. Bakteri ini mampu mendapatkan
energi dari oksida besi ferrp (Fe
2+
) danmenjadi ferri Fe
3+
dan dengan mengoksidasi bentuk tereduksi
sulfur menjadi asam sulfat. T. ferrooxidans adalah bakteri yang paling aktif di tambang limbah akibat
asam dan polusi logam. Situs drainase tambang asam ekstrim juga mengekspos tingkat tinggi pirit, suatu
unsur yang mudah teroksidasi oleh T. ferrooxidans. Ini kapasitas oksidasi pirit-telah dimanfaatkan dalam
industri desulfurisasi batubara.

T. ferrooxidans digunakan dalam pengolahan mineral industry dan proses bioleaching. Bakteri ini
memiliki kemampuan untuk menyerang sulfida yang mengandung mineral sulfida larut dan mengkonversi
logam seperti tembaga dan seng ke dalam sulfat larut mereka logam. Logam dipulihkan melalui proses
bioleaching termasuk tembaga, uranium dan emas.Reaksi pelepasan logam biasanya meliputi pengubahan
cebakanlogam yang tidak larut, biasanya berupa sulfida, menjadi senyawa yanglarut dan logam yang
diinginkan lebih mudah dimurnikan atau diekstrak.Bakteri pelepas logam dapat melakukan perubahan ini
secara langsungdengan mengoksidasi sulfida logam sehingga terbentuk besi ferri, asam sulfat dan sulfat
logam dan hasil logam tergantung jenis jebakanya.

Besi ferri dan asam sulfat terbentuk melalui oksidasi langsungsulfide logam mampu mengokidasi sendiri
cebakan tertentu untuk membentuk oksidasi dan sulfat yang larut dalam larutan asam. Dengan
menggunakan beberapa bakteri aerobik ototrofik yaitu Thiobacillus ferrooxidans. Spesies bakteri ini bila
ditumbuhkan dalam keadaan lingkungan yang mengandung biji tembaga atau besi akanmenghasilkan
asam dan mengksidasikan biji tersebut disertai pengendapan atau pemisahan logam besinya. Proses ini
yang dinamakan pelindian atau bleaching. Dengan teknik ini dapat memperbaiki cara pemisahan logam
dari biji dan tidak mengakibatkan polusi udara


H. Langkah Langkah Bioleaching




Gambar 3. Thiobacillus ferrooxidans


Proses pemisahan tembaga dari bijihnya dengan menggunakan bakteri Thioobacillus ferooxidans adalah
sebagai berikut. Bakteri ini akan mengoksidasi senyawa besi sulfide di sekitarnya. Proses ini akan
melepaskan energi asam sulfat (H
2
SO
4
) dan besi sulfide (FeS). Kedua senyawa ini akan menghancurkan
bebatuan disekitarnya dan melepaskan tembaga dari bijihnya. Dengan kata lain, bakteri ini akan
mengubah sulfide yang tidak larut dalam air. Dengan demikian, apabila air dialirkan di bebatuan tersebut,
maka tembaga sulfat akan terbawa dan terkumpul di dalam kolam yang sudah disediakan.

Larutan dalam kolam bewarna biru cemerlang. Larutan biru cemerlang kemudian dialirkan melalui pipa-
pipa. Besi akan mengikat sulfat dan tembaga akan dilepas. Sehingga, akan didapat tembaga murni dengan
konsentrasi sekitar 99%.

I. Sejarah dan Definisi Thiobacillus ferrooxidans

Peranan bakteri dalam melepaskan logam dari cebakan batuan bumi baru diketahui belum lama berselang.
Laoran pertama menyatakan bahwa baru pada tahu 1920-an diketahui ada bakteri tertentu yang berperan
dalam pelepasan Zn dan FeS dari batuan, meskipun saat itu belum teridenfikasi. Peranan seseunghunya
bakteri didalam melepaskan logam baru diketahui pada tahun 1947, yaitu ketika Arthur Colmer 7 M.E.
hinkie dari West Virginia University di Morgantown dapat mengidentifikasi jenis bakteri tersebut. Bakteri
tersebut kini disebut Thiobacillus ferrooxidans, yang berperan utama melepaskan logam dari sulfide
cebakan (Lundgren & silver, 1980)

Di antara kelompok Thiobacilli, Thiobacillus ferrooxidans telah muncul sebagai sebuah bakteri ekonomi
yang signifikan di bidang pencucian bijih sulfida sejak penemuannya pada 1950 oleh Colmer et al.
Penemuan T. ferrooxidans menyebabkan pengembangan cabang baru dari ilmu metalurgi disebut
biohydrometallurgy yang berurusan dengan semua aspek dari mikroba dimediasi ekstraksi logam dari
mineral atau limbah padat dan drainase tambang asam dan lain lain.

Biohidrometalurgi adalah ilmu dan teknologi yang mengkaji proses pengolahan dan perekayasaan mineral
dan logam. Ruang lingkup metalurgi meliputi: pengolahan mineral (mineral dressing), ekstraksi logam
dari konsentrat mineral (extractive metallurgy), proses produksi logam (mechanical metallurgy),
perekayasaan sifat fisik logam (physical metallurgy). Salah satu cabangnya adalah Biohidrometalurgi,
yakni pengolahan bijih logam menjadi logam murni dengan cara penambahan mkhluk hidup seperti
bakteri. Misalnya : Thiobacillus ferrooxidan berperan memisahkan logam dari bijihnya atau kotoran
sehingga didapat logam berkualitas tinggi.

J . Karakteristik Bakteri Thiobacillus ferrooxidans

Acidithioacillus ferrooxidans tergolong organisme autotrofik, acidophilic, mes ophile terjadi di tunggal
atau kadang-kadang berpasangan atau rantai, tergantung pada kondisi pertumbuhan. Strain yang sangat
motil telah digambarkan maupun non-motil. Bukti terbaru menunjukkan tingkat tinggi heterogenitas
genetik dalam isolat ferrooxidans Acidithiobacillus, yang diklasifikasikan sebagai spesies tunggal. Strain
motil memiliki flagel tunggal & pili. Bakteri ini sporing non dan memiliki genom sekitar 2,8 10 6
pasang basa dan 55-65% dari konten GC.

Acidthiobacillus ferrooxidans tumbuh pada nilai pH 4,5-1,3 dalam medium basal dan garam berasal
persyaratan biosintesis dengan autotrophy menggunakan karbon dari atmosfer karbon dioksida. Fiksasi
nitrogen juga merupakan fungsi ekologis penting dilakukan oleh bakteri dalam habitat acidophilic. Energi
metabolik berasal aerobik oleh oksidasi senyawa sulfur dikurangi anorganik atau ion besi. Pertumbuhan
anaerobik menggunakan hidrogen unsur atau senyawa sulfur anorganik dikurangi sebagai donor elektron
dan ion-ion besi sebagai akseptor elektron juga telah ditemukan.



Gambar 4. Thiobacillus ferrooxidans

Thiobacillus ferrooxidans adalah, gram negatif aerobik obligately autotrofik dan Proteobacteria. Bakteri
ini motil, dan memiliki flagela polar. T. Ferrooxidans adalah acidophile, hidup di lingkungan dengan
kisaran pH optimal 1,5 sampai 2,5. T. ferrooxidans juga termofilik, lebih memilih suhu dari 45 sampai 50
derajat Celcius. Toleransi suhu tinggi dari bakteri mungkin karena sebagian tingginya kandungan GC
yang dari 55 sampai 65 persen mol.

Thiobacillus adalah organisme autotrofik obligat, artinya mereka membutuhkan molekul anorganik
sebagai donor elektron dan karbon anorganik (seperti karbon dioksida) sebagai sumber. Mereka
mendapatkan nutrisi dengan mengoksidasi besi dan belerang dengan O
2
. Thiobacillus tidak membentuk
spora, mereka Gram-negatif Proteobacteria. Siklus hidup mereka adalah khas bakteri, dengan reproduksi
oleh fisi sel.

Dalam metaboliseme Thiobacillus ferrooxidans tergolong bakteri kemoautotrof. Kemoautotrof adalah
organisme yang dapat memanfaatkan energi dari reaksi kimia untuk membuat makanan sendiri dari bahan
organik. Bakteri kemoautotrof menggunakan energi kimia dari oksidasi molekul organik untuk menyusun
makanannya. Molekul organik yang dapat digunakan oleh bakteri Thiobacillus ferrooxidans adalah
senyawa, belerang, dan besi .Dalam prosesnya bakteri ini membutuhkan oksigen.

Golongan Thiobacillus genus, juga dikenal sebagai Acidithiobacillus, tidak mengandung warna, bakteri
berbentuk batang . Bakteri ini memiliki kemampuan untuk memperoleh energi dari oksidasi senyawa
sulfur . Oleh karena itu persyaratan lingkungan termasuk adanya senyawa belerang anorganik. Bakteri ini
pernapasannya preferentially memanfaatkan oksigen sebagai akseptor elektron terminal.

Thiobacillus adalah genus yang paling penting dari chemolithotrophs yang memetabolisme belerang. Ini
termasuk sel berbentuk batang motil yang dapat diisolasi dari sungai, kanal, tanah sulfat diasamkan,
drainase limbah tambang dan daerah pertambangan lainnya. Thiobacilli ini disesuaikan dengan variasi
yang luas dari suhu dan pH dan dapat dengan mudah diisolasi dan diperkaya.

Bakteri ini dapat melakukan hubungan simbiotik dengan anggota dari genus acidipilum, sebuah bakteri
yang mampu mereduksi besi. Species lain dari bakteri ini ada juga yang mampu hidup dalam air dan
sedimen.





















K. Mekanisme Pemanfaatan T. ferrooxidans Dalam Pemisahan Logam Besi

T. ferrooxidans digunakan dalam pengolahan mineral industri dan proses bioleaching. Bakteri ini
memiliki kemampuan untuk menyerang sulfida yang mengandung mineral sulfida larut dan mengkonversi
logam seperti tembaga dan seng ke dalam sulfat larut mereka logam. Logam dipulihkan melalui proses
bioleaching termasuk tembaga, uranium dan emas.



Gambar 5. Skema Pemulihan Logam Dengan Proses Bleaching.



Gambar 6. Skema Bioleaching T.ferrooxidans

T. ferrooxidans berasal energi dari oksidasi besi ferro menjadi besi ferri, dan mengurangi senyawa sulfur
menjadi asam sulfat. Deposit belerang bisa menumpuk di dinding sel bakteri. Produk sampingan lain
dari metabolisme (asam sulfat) kadang-kadang berhubungan dengan korosi oksidatif dari beton dan pipa.
Dalam lingkungan tanah, T. ferrooxidans berguna sebagai sumber slow release fosfat dan sulfat untuk
pemupukan tanah.

Reaksi pelepasan logam biasanya meliputi pengubahan cebakan logam yang tidak larut, biasanya berupa
sulfida, menjadi senyawa yang larut dan logam yang diinginkan lebih mudah dimurnikan atau diekstrak.
Bakteri pelepas logam dapat melakukan perubahan ini secara langsung dengan mngoksidasi sulfida logam
sehingga terbentuk besi ferri, asam sulfat dan sulfat logam dan hasil logam tergantung jenis cebakanya.

Beberapa reaksi pelepasan logam sebagai hasil serangan bakteri T. ferrooxidans langsung adalah ;
4FeS
2
(pirit ) + 15O
2
+ H
2
O 2 Fe
2
(SO
4
)
3
+ 2H
2
SO
4
.. 1
4CuFeS
2
(khalkopirit) + 17 O
2
+ H
2
SO4 4CuSO4 + 2Fe(SO4)3 + 2H2O2
2FeAsS (arsenopirit) + 2O2 + H2O 2FeSO
4
+ 2 H
2
SO
4
3
CuS (kovelit) + 2O
2
CuSO
4
4
Pelepasan logam dari mineral oleh bakteri dapat juga secara tidak langsung. Seperti diperlihatkan pada
reaksi berikut ;
4FeS
2
(pirit) + 2Fe(SO
4
)
3
6Fe(SO
4
) + 4S.. 5
CuS (kovelit) + Fe
2
(SO
4
)
3
CuSO
4
+ 2F(SO
4
) + S..6
Besi ferri dan asam sulfat terbentuk melalui oksidasi langsung sulfide logam mampu mengokidasi sendiri
cebakan tertentu untuk membentuk oksidasi dan sulfat yang larut dalam larutan asam
Dengan menggunakan beberapa bakteri aerobik ototrofik yaitu Thiobacillus ferrooxidans. Spesies bakteri
ini bila ditumbuhkan dalam keadaan lingkungan yang mengandung biji tembaga atau besi akan
menghasilkan asam dan mengksidasikan biji tersebut disertai pengendapan atau pemisahan logam besinya.
Proses ini yang dinamakan pelindian atau bleaching. Dengan teknik ini dapat memperbaiki cara
pemisahan logam dari biji dan tidak mengakibatkan polusi udara.
L. Oksidasi Dan Reduksi Besi Oleh Bakteri T. ferrooxidans
Dalam kondisis aerobik, bakteri Thiobacillus ferooxidans dapat menggunakn energi dari mengisolsidasi
Fe
2+
. Proses tersebut diantarannya :
2Fe
2+
+ O
2
+ 2 H
+
2Fe
3+
+ H
2
O


Gambar 7. Oksidasi dan reduksi besi oleh Bakteri T. ferrooxidans

Oksidasi pyrit (FeS
2
) menjadi SO
4
2-
dan Fe
3+
dilakukan bakteri tersebut jika kondisis lingkungan dengan
keasaman tinggi. Thiobacillus ferroxidans mengoksidasi besi dalam bentuk ferro sulfat untuk
mengahasilkan ferri sulfat.

4FeSO
4
+ 2 H
2
SO
4
+ O
2
2 Fe
2
(SO
4
)
3 +
2 H
2
O

Ferri sulfat mempengaruhi keasaman setelah menghidrolisi ke bentuk ferri hidroksida.

2 Fe
2
(SO
4
)
3
+ 12 H
2
O - 4 Fe (OH)
3
+ 6 H
2
SO
4

Apakah keuntungan dari proses oksidasi Fe
2+
? mikroba akan mendapatkan tambahan energi. Ion Fe
3+

yang terbentuk secara fisik akan melindungi mikroba dan meningkatkan stabilitas mikrokoloni pada
permukaan benda padat.



Gambar 8. Skema proses oksidasi dan reduksi Fe oleh T.ferrooxidans


M. Aplikasi bioleaching secara umum :
Pembakaran pirit (FeS
2
)
Pada langkah pertama, disulfide secara spontan dioksidasi menjadi tiosufat oleh besi ferri (Fe
3+),
yang
kemudian akan dikurangi untuk memeberikan besi ferrous (Fe
2+)

FeS
2
+ 6 Fe
3+
+ 3 H
2-
7 Fe
2-
+ S
2
O
3
2-
+ 6 H
-
(1) spontan
Besi ferrous ini kemudian dioksidasi oleh bakteri aerob :
4Fe
2+
+ O
2
+ 4H
+
4Fe
3-
+ 2H
2
O (2) Oksidasi besi
Tiosulfat juga dioksidasi oleh bakteri untuk memberikan sulfat ;
S
2
o3
2-
+ 2O
2
+ H
2
O 2SO
4

2-
+ 2H
-
(3) oksidasi belerang.
Besi-besi dihasilkan dalam reaksi 2 sulfida teroksidasai lebih seperti pada reaksi 1, menutup siklus dan
diberi reaksi bersih
2 FeS
2
+ 7O
2
+ 2H
2
O 2Fe
2+
+ 4SO
4

2-
+ 4H
-
(4)
Produk bersih reaksi yang larut yaitu ferro sulfat dan asam sulfat.
Proses oksidasi mikroba terjadi pada membrane sel bakteri. Bebrapa electron masuk ke dalam sel yang
digunakan dalam proses biokimia unutk menghasilkan energy bagi bakteri sementara mengurangi oksigen
ke air. Reaksi kritis adalah oksidasi sulfide dengan besi besi. Peran utma dari bakteri adalah langkah
regenerasi reakttran ini. Proses untuk tembaga sangat mirip, namun efisiensi dan kinetika tergantung pada
mineral temabah. Mineral temabaga utama kalkopirit (CuFeS
2
) jumlah melimpah dan sanagt efisien.
Pencucian CuFeS
2
terdiri dari 2 tahap yaitu menajdi teralrut dan kemudian lebih lanjur oksidasi, dengan
Cu
2+
ion yang tertinggal dalam larutan.

Pencucian kalkopirit ;
CuFeS
2
+ 4 Fe
3+
Cu
2-
+ 5Fe
2-
+ 2 S (1) spontan
4Fe
2+
+ O
2
+ 4 H
+
4 Fe
3-
+ 2 H
2
O (2) oksidaisi besi
2 S + 3O
2
+ 2H
2
O 2 SO
4

2-
+ 4 H
-
(3) oksidasi belerang
CuFeS
2
+ 4 O
2
Cu
2-
+ Fe
2-
+ 2 SO
4
2-
(4) Reaksi berakhir
Secara umum, sulfide yang pertama dioksidsi menajdi sulfur elemental, sedangkan sulfide yang
teroksidasi untuk membentuk tiosulfat, dan proses ini dapat diterapkan pada biji sulfide lain. Dalam hal ii
tujuan tunggal langkah bakteri adalah regenerasi Fe
3+
sulfidik bijih besi dapat ditambhakan untuk
mempercepat proses dan menyediakan sumber besi.

Gambar 9. Skema proses bioleaching T.ferooxidans

N. Beberapa keuntungan yang terkait dengan bioleaching adalah:

Kehadiran bakteri secara signifikan dapat meningkatkan kecepatan proses pencucian secara keseluruhan.
Thiobacillus ferrooxidans akan mengoksidasi senyawa besi belerang (besi sulfida) di sekelilingya. Proses
ini membebaskan sejumlah energi yang akan digunakan untuk membentuk senyawa yang diperlukan
danmenghasilkan senyawa asam sulfat dan besi sulfat. kedua senyawa ini akan menyerang bebatuan di
sekitar tembaga sehingga dapat lepas dari bijinya.

Thiobacillus ferrooxidans akan mengubah tembaga sulfida yangtidak larut dalam air menjadi tembaga
sulfat yang larut dalam air.Ketika air mengalir melalui batuan, senyawa tembaga sulfat akan ikut terbawa
dan lambat laut terkumpul dalam kolam berwarna biru cemerlang. Dalam lingkungan tanah,
T.ferrooxidans berguna sebagai sumber slow release fosfat dan sulfat untuk pemupukan tanah.
Thiobacillus ferroxidans merupakan bakteri kemolitotrof,dimana bakteri kemo dapat mengambil dan
mngumpulkan io-ion logam beracun sehingga bermanfaat untuk memindahkan polutan dari air limbah.
usaha memperbaiki kualitas lahan termasuk tanah dan air serta pencemaran dengan menggunakan
mikroorganisme disebut bioremediasi.

Ekonomis: bioleaching umumnya sederhana dan karena itu lebih murah untuk mengoperasikan dan
memelihara daripada proses tradisional, karena spesialis lebih sedikit dibutuhkan untuk mengoperasikan
pabrik kimia yang kompleks.
Lingkungan: Proses ini lebih ramah lingkungan daripada metode ekstraksi tradisional. Bagi perusahaan
ini dapat diterjemahkan ke dalam keuntungan, karena perlu membatasi emisi sulfur dioksida selama
peleburan mahal. Kurang lanskap terjadi kerusakan, karena bakteri yang terlibat tumbuh secara alami, dan
tambang dan wilayah sekitarnya dapat dibiarkan relatif tidak tersentuh. Sebagai bakteri berkembang biak
dalam kondisi tambang tersebut, mereka mudah dibudidayakan dan didaur ulang.


O. Beberapa kelemahan yang terkait dengan bioleaching adalah:

Bioleaching (bacterial leaching) dapat menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan. Dimana proses
tersebut menyisakan suatu unsur atau senyawa ke dalam air dan masuk ke tanah sehingga akan
mempengaruhi unsur hara dalam tanah. Bakteri Thiobacillus ferrooxidans pengoksidasi Fe (mengubah
Fe
3+
yang bersifat sebagai ion terlarut menjadi Fe (OH)
3
) yang bersifat tidak larut) dapat menimbulkan
korosi. Proses korosi secara mikrobiologis tidak berarti logam tersebut dimakan oleh mikroorganisme
tetapi akibat pertumbuhan mikrobe tersebut yang mengahsilkan senyawa, Yang bersifat korosif misalnya
asam.

Produk sampingan lain dari metabolisme (asam sulfat) bakteri T. ferrooxidans kadang-kadang
berhubungan dengan korosi oksidatif dari beton dan pipa. Hal ini disebabkan karena mikroba tersebut
mampu mendegradasi logam melalui reaksi redoks untuk memperoleh energi bagi keberlangsungan
hidupnya.

Ekonomis: proses pencucian bakteri sangat lambat dibandingkan dengan peleburan. Hal ini membawa
laba kurang serta memperkenalkan penundaan yang signifikan dalam arus kas untuk tanaman baru.
Lingkungan: zat kimia beracun yang kadang-kadang dihasilkan dalam proses. Asam sulfat dan ion H
yang telah terbentuk dapat bocor ke dalam air tanah dan permukaan memutarnya asam, menyebabkan
kerusakan lingkungan. Ion berat seperti besi, seng, dan arsen selama kebocoran air asam tambang. Ketika
pH larutan ini meningkat, sebagai hasil dari pengenceran oleh air tawar, endapan ion ini, membentuk
Kuning Boy polusi. Untuk alasan ini, sebuah setup bioleaching harus direncanakan dengan hati-hati,
karena proses tersebut dapat mengakibatkan kegagalan keamanan hayati.
Saat ini lebih ekonomis untuk bijih tembaga berbau daripada menggunakan bioleaching, karena
konsentrasi tembaga dalam bijih umumnya cukup tinggi. Keuntungan yang diperoleh dari kecepatan dan
hasil peleburan membenarkan biaya. Namun, konsentrasi emas dalam bijih umumnya sangat rendah.
Biaya yang lebih rendah pelindian bakteri dalam kasus ini melebihi waktu yang diperlukan untuk
mengekstrak logam.














P. Studi Kasus


Memisahkan Kandungan Logam dari Limbah Padat Dengan Proses Bioleaching.



Perkembangan industri diberbagai sector saat ini semakin pesat. Hal ini akan berdampak pada
meningkatnya volume limbah yang dihasilkan, baik limbah cair maupun limbah padat. Maka, diperlukan
pengolahan limbah baik untuk tujuan memenuhi standar baku mutu buangan limbah maupun untuk tujuan
recovery zat-zat yang masih berharga. Jenis limbah yang cenderung sukar untuk ditanggulangi adalah
limbah padat yang mengandung logam. Salah satu contohnya yaitu katalis padat yang mengandung logam
dan memang tidak dapat diregenerasi kembali. Metode ektraksi padat-cair (leaching) adalah salah satu
alternatif pengolahan limbah yang dapat dilakukan. Namun masih terdapat kendala pada metode ini, yaitu
sukarnya untuk menemukan pelarut yang selektif untuk jenis logam tertentu yang akan diolah atau
direcovery.

Metode bioleaching merupakan salah satu teknologi alternatif untuk menanggulangi permasalahan ini.
Bioleaching adalah suatu proses pelarutan/pelepasan logam atau pengambilan (ekstraksi) logam dari
sedimen menjadi bentuk yang dengan menggunakan bantuan mikroorganisme. Sehingga pada dasarnya
prinsip bioleaching dan leaching sama, hanya saja pada bioleaching yang berperan untuk mempercepat
terjadinya difusi solute (logam) ke dalam pelarut adalah mikroorganisme. Dengan demikian, tidak
tersedianya pelarut yang selektif bukan lagi masalah, karena pelarut yang digunakan pada bioleaching
tidak harus pelarut yang selektif terhadap logam yang diinginkan. Sebagaimana pada penjelasan yang
telah diuraikan sebelumnya, masalah utama dalam pengolahan limbah padat dengan metode leaching
adalah sukarnya untuk menemukan pelarut yang selektif. Untuk menangani masalah tersebut salah satu
alternatifnya adalah dengan menggunakan metode bioleaching.

Faktor-faktor penting yang dapat mempengaruhi kualitas dan kuantitas bioleaching logam dari limbah
padat (sedimen) adalah:
1) Jenis limbah padat yang akan diolah,
2) Pemilihan jenis mikroorganisme yang akan digunakan,
3) Waktu ekstraksi,
4) pH medium
5) Temperatur bioleaching.

Jenis padatan logam yang dapat digunakan untuk aplikasi bioleaching dapat berupa bijih dengan
kandungan logam yang rendah ataupun limbah padat mengandung logam, seperti: emas, timbal, seng,
nikel, tembaga, krom, dan sebagainya. Pada penelitian ini digunakan limbah katalis logam yang diperoleh
dari suatu industri, dimana katalis ini memang tidak dapat diregenerasi kembali.

Mikroorganisme merupakan salah satu faktor yang sangat berperan dalam bioleaching logam. Pemilihan
mikroorganisme yang akan digunakan harus tepat karena mikroorganisme tersebut memiliki selektifitas
terhadap logam-logam tertentu. Mikroorganisme yang umumnya digunakan dalam proses bioleaching
logam bisa dari golongan bakteri dan golongan fungi.

Golongan bakteri seperti: Thiobacillus ferooxidans, Thiobacillus thiooxidans, Escherechia coli, dan
sebagainya. Golongan fungi seperti: Aspergillus niger dan Penicillium simplicissium.
Lamanya waktu bioleaching akan sangat berpengaruh pada pertumbuhan dan aktivitas metabolisme
mikroorganisme. Tentu saja hal ini akan berdampak pada perolehan hasil akhir bioleaching, yaitu nilai
konsentrasi logam yang terkandung dalam rafinat. Selain itu, setiap mikroorganisme juga mempunyai
karakteristik tersendiri terhadap kondisi lingkungan yang sesuai untuk kelangsungan hidupnya. Oleh
karena itu penentuan temperatur bioleaching sebaiknya disesuaikan dengan kondisi pertumbuhan optimum
dari mikroorganisme yang digunakan agar didapatkan yield konsentrasi logam yang maksimal. Secara
umum penelitian ini bertujuan untuk memisahkan kandungan logam tertentu dari suatu
limbah padat dengan menggunakan metode bioleaching.

Pada penelitian ini akan dilakukan percobaan pemisahan logam dari campuran limbah padat dengan
menggunakan metode bioleaching. Limbah-limbah padat ini berasal dari limbah industri yang
mengandung logam yang sukar ditanggulangi dengan metode leaching biasa. Hal ini salah satunya
disebabkan oleh sukarnya menemukan pelarut yang selektif terhadap logam yang ingin dipisahkan. Proses
bioleahing pada percobaan ini berlangsung secara batch menggunakan pelarut aqua DM dan bantuan
mikroorganisme, di mana mikroorganisme berperan sebagai biokatalis.

Adapun variabel-variabel yang dilakukan pada percobaan ini adalah sebagai berikut:

1) Variabel tetap :
a) Temperatur : 37
o
C
b) Jumlah mikroorganisme : 10% dari total medium cair
c) Ukuran padatan : 30-40 mesh

2) Variabel berubah :
a) Jenis bahan baku :
- Bahan baku I, yaitu spent catalyst yang diantaranya terdiri atas logam Cu dan Zn.
- Bahan baku II, yaitu spent catalyst yang diantaranya terdiri atas logam logam Cu dan Cr
- Bahan baku III yaitu spent catalyst yang diantaranya terdiri atas logam Ni

b) Jenis mikroorganisme :
- Escherichia coli
- Aspergillus Niger

c) Waktu bioleaching : 5, 10, dan 15 hari


Penelitian ini dilakukan percobaan pendahuluan yang merupakan tahap pengembangbiakan inokulum
mikroorganisme hingga mencapai tahap pertumbuhan stasionernya. Inokulum sel inilah yang selanjutnya
digunakan pada proses bioleaching, sehingga selama bioleaching berlangsung pertumbuhan
mikroorganisme untuk memperbanyak diri tidak terlalu besar, karena mikroorganisme ini akan lebih
berkonsentrasi pada akitivitas metabolismenya dengan mengkonsumsi makanan. Aktivitas metabolisme
yang dilakukan oleh mikroorganisme yaitu glikolisis.

Glikolisis adalah pemecahan glukosa menjadi asam piruvat yang terjadi dalam sitosol semua sel dengan
tujuan untuk menghasilkan energi (ATP). Dalam hal ini glukosa sebagai sumber karbon berasal dari
medium nutrisi mikroorganisme yang ikut diumpankan bersama mikroorganisme. Bakteri Escherichia coli
diumpankan bersama dengan nutrisi Nutrient Broth (mengandung yeast extract dan pepton sebagai sumber
karbon), sedangkan fungi Aspergillus niger diumpankan bersama dengan nutrisi Potato Dextrose Broth
(mengandung potato extract dan dextrose sebagai sumber karbon). Aktivitas glikolisis yang terjadi
berlangsung pada suasana aerobik. Asam piruvat yang dihasilkan dari proses glikolisis selanjutnya akan
dikonversi oleh mikroorganisme menjadi senyawa asam organik, seperti asam asetat dan asam sitrat.

Proses produksi asam organik oleh mikroorganisme adalah sebagai berikut:

a) Pada bakteri Escherichia coli
Pada keadaan aerob, bakteri Escherichia coli akan mengkonversi asam piruvat menjadi etanol yang
kemudian dikonversi menjadi asam asetat.
Reaksinya:

1) Gula (C
6
H
12
O
6
) Asam piruvat (glikolisis)
2) Dekarboksilasi asam piruvat Asam Piruvat Asetaldehid + CO
2
.
3) Asetaldehid diubah menjadi alkohol (etanol).
2CH
3
CHO + 2 NADH
2
2 C
2
H
5
OH + 2 NAD.
4) Dalam keadaan aerob etanol diubah menjadi asam asetat
2 C
2
H
5
OH CH
3
COOH + H
2
O + 116 kal

b) Pada fungi Aspergillus niger
Asam piruvat hasil glikolisis menuju mitokondria, lalu berikatan dengan koenzim A membentuk
asetil koA, 1 molekul NADH, dan CO
2
, kemudian enzim piruvat karboksilase menjadi aktif untuk
menghasilkan asam oksaloasetat yang diperlukan bagi biosintesis asam sitrat.

Asam organik inilah yang melarutkan solute logam menuju fasa cair. Pelarutan logam umumnya
ditentukan oleh faktor konsentrasi dan kereaktifan asam organik. Semakin lama waktu
bioleaching, maka semakin lama pula aktivitas metabolisme yang dilakukan oleh mikroorganisme.
Hal ini akan berdampak pada peningkatan konsentrasi asam organik yang dihasilkan.

Sifat-sifat asam organik yang penting dalam pelarutan logam ditentukan oleh gugus karboksil
(COO- ) dan gugus hidroksil (OH- ) fenolatnya serta tingkat disosiasinya. Gugus karboksil COOH
dapat melepas proton dalam larutan dan menghasilkan ion, dimana ion ini dapat bereaksi dengan
ion logam membentuk garam, seperti garam R-COOZn, R-COOCu, R-COOCr, dan R-COONi.
Semakin meningkat konsentrasi asam organik maka semakin meningkat jumlah proton yang dapat
dilepas, sehingga intensitas penyerangan proton terhadap ikatan logam semakin meningkat pula.
Hal ini mengakibatkan jumlah logam yang dileaching akan semakin besar.

Ada beberapa faktor yang mungkin menyebabkan hal ini, diantaranya sebagai berikut:
1. Tercapainya kondisi kesetimbangan
Pada saat logam mengalami pelarutan, maka reaksi yang berlangsung adalah difusi, dimana
driving forcenya adalah perbedaan konsentrasi logam. Reaksi ini merupakan reaksi antara atom
- atom pada lapisan permukaan kristal logam dengan larutan asam organik reaktif yang berada
di luar kristal. Hasilnya, pada permukaan logam terjadi penyingkiran atom logam penyusun
dan kemudian masuk ke dalam larutan asam organik. Selanjutnya di dalam lapisan logam akan
mencari kesetimbangan baru dan pada bagian larutan akan terjadi peningkatan konsentrasi
atom (ion logam). Kondisi kesetimbangan tercapai jika tidak ada lagi driving force, yaitu
ketika konsentrasi atom logam di dalam padatan dan larutan asam organik adalah sama. Maka
dari itu tidak terjadi perpindahan atom (ion logam) ke dalam larutan asam organik (rafinat).
Kondisi kesetimbangan ini cepat tercapai dapat disebabkan oleh kandungan massa logam Ni
yang kecil di dalam bahan baku III.
2. Kemungkinan bakteri Escherichia coli kurang bisa bertahan dengan kondisi lingkungannya.
Hal ini dapat dipengaruhi oleh komposisi bahan baku III selain logam nikel yang tidak
diketahui, karena nikel hanya berjumlah 0.28% dari keseluruhan bahan baku III. Kemungkinan
lain yaitu adanya produk samping dari proses bioleaching yang dapat menjadi inhibitor bagi
Escherichia coli. Kedua kemungkinan ini dapat menyebabkan Escherichia coli menjadi non-
aktif lebih lepat sehingga asam organik yang dihasilkan juga akan terbatas.

Tabel 1 Perolehan (yield) logam dalamrafinat setelah
melalui proses bioleaching



Sumber : Kurniawan Rony, 2010

Berdasarkan data perolehan logam pada Tabel 1 dapat diamati bahwa perolehan logam dalam rafinat
nilainya cukup rendah. Perolehan tertinggi dicapai pada bioleaching logam Ni dari bahan baku III dihari
ke-15 yaitu 1.35% b/b dengan menggunakan fungi Aspergillus niger. Ada beberapa faktor yang mungkin
dapat menyebabkan perolehan yang rendah ini, diantaranya sebagai berikut:

a) Waktu bioleaching belum maksimal.

Waktu bioleaching sangat berpengaruh pada perolehan logam dalam rafinat. Perolehan logam akan
maksimal ketika tercapai kondisi kesetimbangan, yaitu ketika tidak terjadi lagi pelarutan logam ke
dalam rafinat. Berdasarkan hasil analisis kandungan logam dalam bahan baku diketahui bahwa
bahan baku I mengandung Cu 67.33% dan Zn 14.88%, bahan baku II mengandung Cu 36% dan Cr
0.8%, dan bahan baku III mengandung Ni 0.0028%. Kandungan logam tersebut relatif cukup
besar, khususnya kandungan Cu dan Zn. Selain itu ada kemungkinan proses pelarutan logam juga
terjadi pada logam lain yang terkandung dalam bahan baku I,II, dan III tetapi tidak dianalisis. Oleh
karena itu, ada kemungkinan waktu bioleaching yang diberikan belum cukup untuk melarutkan
logam dalam jumlah besar dan mencapai kondisi kesetimbangan. Hal ini dapat diamati dari yield
logam yang masih cenderung naik seiring dengan bertambahnya waktu bioleaching. Berdasarkan
data literatur umumnya bioleaching dioperasikan sekitar 60-100 hari dengan perolehan logam
dalam rafinat sekitar 60 - 90%. Namun perlu diperhatikan bahwa penentuan waktu bioleaching
disesuaikan dengan kondisi operasi baik dari segi karakterisktik bahan baku, karakteristik
mikroorganisme, dan juga rasio bahan baku dengan medium cair yang diumpankan.

b) Medium nutrisi umpan relatif kurang mencukupi kebutuhan mikroorganisme.

Sebagaimana penjelasan sebelumnya bahwa logam larut ke dalam rafinat karena adanya asam
organik yang dihasilkan dari aktifitas metabolisme oleh mikroorganisme. Senyawa glukosa
sebagai sumber karbon diperoleh dari medium nutrisi yang diumpankan. Dengan pertimbangan
bahwa bioleaching akan dilangsungkan dalam waktu yang cukup lama, maka dibutuhkan nutrisi
yang cukup untuk menunjang aktivitas metabolism mikroorganisme untuk menghasilkan asam
organik secara kontinu. Oleh karena itu, jika nutrisi yang diumpankan tidak mencukupi kebutuhan
mikroorganisme, maka aktivitas metabolism mikroorganisme akan menurun. Hal ini akan
berdampak pada penurunan produksi asam organik dan juga pelarutan logam ke dalam rafinat.
Maka dari itu pada percobaan ini ada kemungkinan medium nutrisi yang diumpankan relatif
kurang mencukupi kebutuhan mikroorganisme untuk waktu bioleaching selama 15 hari.

c) Rasio umpan medium cair dengan massa bahan baku.

Sama halnya dengan ekstraksi padat cair (leaching), perbandingan antara umpan medium cair
dengan massa bahan baku sangat berpengaruh pada perolehan solut dalam rafinat. Pada leaching
medium cair berperan sebagai pelarut (solvent), sehingga semakin besar volume pelarut maka
semakin besar driving force yang terbentuk, sehingga perolehan solut dalam rafinat saat
kesetimbangan juga akan semakin besar. Pada percobaan bioleaching, medium cair terdiri dari
aqua DM, nutrisi, dan kultur mikroorganisme. Selama bioleaching berlangsung mikroorganisme
akan mengkonsumsi nutrisi untuk bermetabolisme dan memproduksi asam organik. Medium cair
yang mengandung asam organik inilah yang berperan sebagai solvent untuk melarutkan logam ke
dalam rafinat. Pada penelitian ini komposisi umpan terdiri dari 100 gram bahan baku dan 200 ml
medium cair. Dengan pertimbangan bahwa kandungan logam dalam bahan baku cenderung tinggi,
maka kemungkinan volume medium cair yang diumpankan belum mencukupi untuk melarutkan
logam dalam jumlah besar. Perlu diperhatikan bahwa jika kandungan logam dalam bahan baku
relatif besar, maka volume medium cair yang diumpankan juga harus besar. Hal ini bertujuan
untuk memperbesar yield logam dan juga untuk menjamin mikroorganisme tetap hidup, karena
jika volume medium cair kecil sedangkan kandungan logam dalam bahan baku besar, maka ini
dapat bersifat toxic bagi mikroorganisme sehingga kemungkinan mikroorganisme akan menjadi
non- aktif lebih cepat.

d) Performance bioleaching yang selalu menurun.

Pada percobaan ini pengambilan sampel dilakukan pada hari ke-5, ke-10, dan ke-15 dengan
volume sampel masing-masing 25 ml. Pada setiap pengambilan sampel tentu saja ada sejumlah
mikroorganisme yang ikut terbawa. Hal ini akan berdampak pada menurunnya performance
bioleaching karena semakin berkurang jumlah mikroorganisme yang tersisa, maka semakin
menurun pula produksi asam organik, sehingga jumlah solut yang terlarut ke dalam rafinat akan
semakin berkurang.

e) Temperatur bioleaching.

Pada umumnya proses pelarutan dipengaruhi oleh temperatur, dimana semakin tinggi temperatur
maka pelarutan solut dari padatan ke dalam fasa cair (rafinat) juga akan besar. Maka dari itu pada
proses bioleaching ini temperatur juga berpengaruh. Bakteri yang digunakan pada penelitian ini
adalah jenis mesophiles yaitu bakteri Escherichia coli dengan temperatur optimum 37
o
C. Fungi
Aspergillus niger yang digunakan juga mempunyai temperatur optimum 37
o
C.













































DAFTAR PUSTAKA


Erskini. 1997. Bioleaching Mineral Sulfida Cirota,Journal Ilmiah Nasional, Vol 14 No 136,
Oxoid. 1976. The oxoid Manual 3rd edition , Oxoid Limited.
Pathak A. 2008. Bioleaching of Heavy Metals from Anaerobically Digested Sewage Sludge, Center for
Energy Studies, Indian Institute of Technology, Haus Khas New Delhi, India.
Syamsul Bahri.1998. Bioleaching (Biolind)Timbal dari Lumpur Limbah Industri Baterai Timbal-Asam
Menggunakan Bakteri Thiobacillus thiooxidans. Tesis. ITB. Bandung
Rony Kurniawan, dkk. 2010. Separation of Metal from Spent Catalysts Waste By Bioleaching Process.
Jurnal Teknik Kimia Vol 4 No 2. Teknologi Industri Itenas. Bandung
http://aguskrisnoblog.wordpress.com/2012/01/07/pemanfaatan-thiobacillus-ferrooxidans-sebagai-bakteri-
pemisah-logam-besi/
http://dedhydjara.wordpress.com/2011/12/02/bioleaching-menggunakan-mikroorganisme-bakteri-untuk-
mengekstrak-logam-mulia/
https://www.academia.edu/4554264/bioteknologi_penambangan_logam

Anda mungkin juga menyukai