Ilmu dan teknologi yang mengkaji proses pengolahan dan perekayasaan mineral dan logam
disebut Biohidrometalurgi. Ruang lingkup metalurgi meliputi: pengolahan mineral (mineral
dressing), ekstraksi logam dari konsentrat mineral (extractive metallurgy), proses produksi
logam (mechanical metallurgy), perekayasaan sifat fisik logam (physical metallurgy). Salah
satu cabangnya adalah Biohidrometalurgi, yakni pengolahan bijih logam menjadi logam murni
dengan cara penambahan mkhluk hidup seperti bakteri. Misalnya: Thiobacillus ferrooxidan
berperan memisahkan logam dari bijihnya atau kotoran sehingga didapat logam berkualitas
tinggi.
Penambangan tembaga di Indonesia terdapat di Papua ( Irian jaya) , Sulawesi
utara, Jawa barat dan beberapa daerah lain di Indonesia.
B. Bioteknologi Penambangan Logam
Melalui bioteknologi ERM (Enhanced Recovery of Metals) bahan tambang logam
dapat ditingkatkan perolehannya terutama dari deposit yang kandungan bahan tambangnya
rendah. Salah satu teknologi dalam katagori tersebut yang dapat digunakan adalah
biohydrometallurgy atau bioleaching. Bioleaching menggunakan bakteri untuk mengubah
sifat fisik dan kimia bahan tambang sehingga logam dapat diekstraksi dengan cara yang
lebih ekonomis. Dalam percobaan laboratorium, 97% tembaga asal bahan tambang kualitas
rendah dapat diekstrak. Proses tersebut saat ini digunakan dalam skala komersial untuk
menambang tembaga dan uranium. Teknologi bioleaching dapat juga digunakan di
pertambangan Ni, Zn, Co, Sn, Cd, Mb, Pb, Sb, Sb, As dan Se. Teknologi yang berkebalikan
dengan bioleaching yaitu biooxidation dapat digunakan untuk meningkatkan perolehan
logam mulia. Dengan menggunakan teknologi biooksidasi perolehan emas dapat
ditingkatkan dari hanya 30% menjadi sekitar 98% (Brierley and Brierley, 1997). Afrika
Selatan telah menerapkan teknologi tersebut untuk mengekstrak emas. Selain bioleaching
dan biooksidasi, beberapa mikroorganisme termasuk fungi mampu mengakumulasi logam
dalam sel dalam konsentrasi yang jauh lebih tinggi dibanding di lingkungan sekitarnya.
Teknologi bio-konsentrasi tersebut potensial untuk mengekstrak logam mulia (emas, perak)
dari bahan tambang berkonsentrasi rendah. Teoritis, mikroorganisme bahkan dapat
digunakan untuk mengekstrak emas dari laut.
Selain membantu meningkatkan kinerja pertambangan, bioteknologi telah banyak
digunakan untuk mengatasi pencemaran lingkungan. Dengan menggunakan
mikroorganisme asli Indonesia, berbagai upaya untuk mengatasi pencemaran lingkungan
berhasil dikembangkan. Melalui pendekatan bioteknologi lingkungan, misalnya teknologi
bioremediasi, limbah minyak bumi, air asam tambang, limbah mengandung merkuri dan
fenol dapat dibersihkan.
Teknologi bioremediasi dengan mengandalkan aktivitas mikroorganisme Indonesia
mampu membersihkan limbah minyak bumi 4 kali lebih cepat di bandingkan teknologi
bioremediasi yang umum digunakan saat ini (Santosa et al., 2007. Paten). Teknologi
tersebut mampu menghemat biaya antara 25 hingga 50 persen dibanding teknologi
bioremediasi yang diterapkan saat ini oleh perusahaan-perusahaan minyak. Pengembangan
teknologi bioremediasi lainnya adalah teknologi untuk membersihkan limbah mengandung
merkuri. Teknologi dikembangkan dengan memanfaatkan bakteri untuk menghilangkan
senyawa merkuri beracun yang terlarut dalam air limbah. Teknologi ini sangat cost effective
dengan biaya hanya 1/400 dari teknologi detoksifikasi (penghilangan racun) merkuri
konvensional yang menggunakan resin. Dengan menggunakan bioteknologi tersebut,
merkuri dalam limbah dapat diturunkan 98,5 persen hanya dalam waktu 30 menit.
Teknologi bioremediasi dapat juga digunakan untuk mengatasi air asam tambang dan
logam berat terlarut terutama dari pertambangan batu bara. Setelah reaksi belangsung
pH (keasaman) air asam tambang yang mula-mula berkisar dari 2 – 3 dapat meningkat
mendekati netral (6-7) tanpa penambahan senyawa kimia penetral pH. Sementara logam
berat yang terdapat air asam tambang mengendap. Bioteknologi yang sama dapat digunakan
menurunkan konsentrasi berbagai logam berat diantaranya Cr, Pb dan Cd. Teknologi ini
efisien, karena hanya membutuhkan biaya 1/10 dari biaya penanganan air asam tambang
konvensional. Selain berbagai aspek tersebut di atas, bioteknologi juga potensial untuk
diterapkan dalam upaya membersihkan limbah dari fenol, menurunkan berbagai parameter
yang tidak dikehendaki dalam air limbah, misalnya BOD5, COD, NH4, H2S dan senyawa
pencemar lainnya serta as-gas berbahaya (teknik biofilter). Bioteknologi juga potensial
untuk diterapkan dalam lingkup yang sederhana misalnya mempercepat pengomposan
hingga yang lebih kompleks misalnya produksi biofuels dari ganggang mikro hingga bio-
baterai (microbial fuel cell).
1. Bioleaching
Menggunakan bakteri untuk mengubah sifat fisik dan kimia bahan tambang
sehingga logam dapat diekstraksi dengan cara yang lebih ekonomis. Dalam percobaan
laboratorium, 97% tembaga asal bahan tambang kualitas rendah dapat diekstrak. Proses
tersebut saat ini digunakan dalam skala komersial untuk menambang tembaga dan
uranium. Teknologi bioleaching dapat juga digunakan di pertambangan Ni, Zn, Co, Sn,
Cd, Mb, Pb, Sb, Sb, As dan Se. Teknologi yang berkebalikan dengan bioleaching yaitu
biooxidation dapat digunakan untuk meningkatkan perolehan logam mulia. Dengan
menggunakan teknologi biooksidasi perolehan emas dapat ditingkatkan dari hanya 30%
menjadi sekitar 98%. Afrika Selatan telah menerapkan teknologi tersebut untuk
mengekstrak emas. Selain bioleaching dan biooksidasi, beberapa mikroorganisme
termasuk fungi mampu mengakumulasi logam dalam sel dalam konsentrasi yang jauh
lebih tinggi dibanding di lingkungan sekitarnya. Teknologi bio-konsentrasi tersebut
potensial untuk mengekstrak logam mulia (emas, perak) dari bahan tambang
berkonsentrasi rendah. Teoritis, mikroorganisme bahkan dapat digunakan untuk
mengekstrak emas dari laut.
Bioleaching merupakan suatu proses untuk melepaskan (remove) atau
mengekstraksi logam dari mineral atau sedimen dengan bantuan organisme hidup atau
untuk mengubah mineral sulfida sukar larut menjadi bentuk yang larut dalam air dengan
memanfaatkan mikroorganisme (Brandl, 2001). Sementara Bosecker (1987)
mengungkapkan bahwa bioleaching merupakan suatu proses ekstraksi logam yang
dilakukan dengan bantuan bakteri yang mampu mengubah senyawa logam yang tidak
dapat larut menjadi senyawa logam sulfat yang dapat larut dalarn air melalui reaksi
biokirnia. Bioleaching logam berat dapat rnelalui oksidasi dan reduksi logam oleh
mikroba, pengendapan ion-ion logam pada permukaan sel rnikroba dengan
menggunakan enzim, serta menggunakan biomassa mikroba untuk menyerap ion Plogm
(Chen dan Wilson, 1997). Bakteri yang digunakan dalam proses tersebut antara lain
adalah bakteri Pseudomonas fluorescens, Escherichia coil, Thiobacillus ferrooxidans
dan Bacillus sp sebagai bakteri leaching yang mampu melarutkan senyawa timbal
sulfida sukar larut menjadi senyawa timbal sulfat yang dapat larut melalui proses
biokimia.
a. Langkah- langkah Bioleaching:
2. Biooksidasi
Pemanggangan bertujuan mengoksidasi senyawa sulfida maupun karbonat
menggunakan oksigen ( udara) pada temperatur yang tinggi. Bio-oksidasi adalah proses
oksidasi yang dilakukan dengan bantuan mikroorganisme, semacam bakteri pemakan
besi dan belerang ( thiobacillius ferrooksidan) dsb. Oksidasi tekanan udara dilakukan
dengan cara menyuntikkan oksigen ke dalam larutan disaat proses ekstraksi berlangsung.
Penggilingan halus dilakukan untuk memperoleh logam emas yang bebas ( terlepas dari
perangkapnya).
Peristiwa oksidasi reduksi suatu atau beberapa unsur ataupun molekul
menimbulkan tegangan listrik yang dapat diukur. Tegangan listrik yang timbul ini
disebut juga potensial elektroda. Berdasarkan hal ini, secara empiris terbukti bahwa
makin mulia suatu unsur maka makin tinggilah potensial elektrodanya. Artinya, makin
mulia suatu unsur maka makin sulit unsur tersebut teroksidasi, dan makin mudah
tereduksi dari bentuk senyawanya.
Peristiwa oksidasi reduksi suatu atau beberapa unsur ataupun molekul
menimbulkan tegangan listrik yang dapat diukur. Tegangan listrik yang timbul ini
disebut juga potensial elektroda. Berdasarkan hal ini, secara empiris terbukti bahwa
makin mulia suatu unsur maka makin tinggilah potensial elektrodanya. Artinya, makin
mulia suatu unsur maka makin sulit unsur tersebut teroksidasi, dan makin mudah
tereduksi dari bentuk senyawanya.
3. Bioremidiasi