MODUL : LUKA PADA ALAT KELAMIN (ULKUS GENITALIA) MODUL : DUH TUBUH URETRA Oleh: dr. H. A.M Adam, Sp.KK(K) Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar Daftar Isi 1. Modul Duh Tubuh Uretra
a. b. c. d. e. f. g. h. i. j. k. l. Modul Lukapada Alat Kelamin Pendahuluan Tujuan Pembelajaran Skema Pembelajaran Kasus Time Table Bahan Bacaan dan Sumber Informasi Petunjuk untuk Tutor Ulkus Mole Sifilis Herpes Simpleks Genitalis Limfogranuloma Venereum Granuloma Inguinale 45 46 48 49 53 54 56 60 69 86 98 108 a. b. c. d. e. f. g. h. i. Pendahuluan Tujuan Pembelajaran Skema Pembelajaran Kasus Time Table Bahan Bacaan dan Sumber Informasi Petunjuk Untuk Tutor Gonore Uretritis Non Gonore 1 1 2 4 5 9 10 12 16 29 Bahan Ajar : Infeksi Menular Seksual MODUL DUH TUBUH URETRA PENDAHULUAN Modul Duh Tubuh Uretra diberikan kepada mahasiswa FK yang mengambil mata kuliah sistim Urogenitalia di semester IV. TIU dan TIK modul ini disajikan dengan harapan dapat dimengerti secara menyeluruh tentang konsep dasar penyakit- penyakit yang memberikan gejala duh tubuh uretra, terutama yang disebabkan oleh infeksi menular seksual (IMS).
Anda diharapkan mampu menjelaskan semua aspek tentang duh tubuh uretra antara lain: penyakit-penyakit apa saja yang memberikan gejala duh tubuh uretra. Penyebab dan patomekanisme terjadinya penyakit, kelainan jaringan dan pemeriksaan penunjang lain yang dibutuhkan untuk menunjang diagnosis, penatalaksanaan dan aspek epidemiologi, utamanya penyakit/infeksi menular seksual. Sebelum menggunakan modul ini, anda diharapkan membaca TIU dan TIK tersebut sehingga tidak terjadi penyimpangan pada diskusi dan tujuan serta dapat dicapai kompetensi minimal yang diharapkan. Bahan untuk diskusi dapat diperoleh dari bacaan yang tercantum pada akhir setiap unit. Kuliah pakar akan diberikan atas permintaan mahasiswa yang berkaitan dengan penyakit ataupun penjelasan dalam pertemuan konsultasi antara peserta kelompok diskusi anda dengan dosen pengampu. Penyusun mengharapkan modul ini dapat membantu anda dalam memecahkan masalah penyakit Urogenitalia yang disajikan. Makassar, Agustus 2012 Penyusun 1 MODUL DUH TUBUH URETRA TUJUAN PEMBELAJARAN Tujuan Instruksional Umum (TIU) Setelah mempelajari modul ini mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan tentang penyebab, patomekanisme, tanda-tanda/gejala, cara diagnosis, penatalaksanaan/ terapi, komplikasi serta epidemiologi dan cara pencegahan penyakit-penyakit yang LK U P N P H AS seksual sehingga diharapkan dapat menyusun tata cara diagnosis dan penatalaksanaannya Tujuan Instruksional Khusus (TIK) Setelah mempelajari modul ini mahasiswa diharapkan dapat : 1. Menyebutkan penyakit-penyakit yang menyebabkan gejala duh tubuh pada genitalia laki-laki, utamanya infeksi menular seksual. 2. Menjelaskan penyebab dari penyakit-penyakit yang menyebabkan gejala duh tubuh pada genital laki-laki baik yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur atau penyebab lain seperti trauma atau non infeksi. 3. Menjelaskan epidemiologi dan faktor resiko terjadinya infeksi menular seksual 4. Menjelaskan tentang patomekanisme penyebab duh tubuh pada genitalia laki-laki baik penyebab infeksi maupun non infeksi. a. Menjelaskan tentang anatomi, histologi, dari alat genitalia laki-laki 2 memberikan gejala duh tubuh pada genitalia laki-laki, utamanya infeksi menular b. Menjelaskan mekanisme infeksi bakteri-bakteri dan virus, jamur dan penyebab morfologi lainnya yang menyebabkan duh tubuh pada genitalia laki-laki 5. Menjelaskan tanda-tanda dan gejala dari gonore dan uretritis non gonore 6. Menjelaskan diferensial diagnosis gonore 7. Menjelaskan pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk diagnosis penyakit dengan gejala duh tubuh pada alat kelamin laki-laki terutama infeksi menular LK U P N P H AS 8. Menjelaskan penatalaksanaan penyakit dengan gejala duh tubuh pada alat kelamin laki-laki baik yang disebabkan oleh infeksi maupun non infeksi 9. Menjelaskan prevalensi, insidens, kelompok resiko tinggi infeksi menular seksual dan pencegahannya 10. Menjelaskan komplikasi penyakit dengan gejala duh tubuh pada alat kelamin laki- laki. 3 seksual Skema Pembelajaran Anamnesis - Duh tubuh - Onset waktu - Faktor risiko (coitus suspectus) - Pekerjaan - Riwayat/perilaku seksual Pemeriksaan Fisis - - - - - Duh tubuh mukopurulen Duh tubuh seropurulen Kelainan pada kulit Kelainan organ lain Gejala IMS lain Pemeriksaan penunjang - Preparatlangsung sekret/ sederhana - Biakan/culture - Deteksi Ag - Deteksi DNA - Serologis Duh tubuh uretra Pengetahuan Dasar - - - - Anatomi Fisiologi Morfologi Mikrobiology Diferensial Diagnosis IMS - Uretritis Gonore - Uretritis Non Gonore Non-IMS Trauma, instrumen uretra LK U P N P H AS - - Imunologi Epidemiologi, insiden Pengetahuan berhubungan yang Diagnosis Pengendalian - - - - - Penatalaksanaan - - - - - - Terapi awal Terapi topikal Perawatan Edukasi Konseling Konsul Preventif Promotif Penyuluhan Dan lain-lain Universal PreCaution (UP) 4 KASUS SKENARIO : Duh tubuh Uretra Seorang laki-laki, usia 35 tahun datang berobat ke poliklinik kulit dan kelamin dengan keluhan utama keluar cairan putih kental dari kelamin sejak 5 hari sebelum datang ke rumah sakit. Nyeri saat kencing. Riwayat demam (+), riwayat kontak seksual dengan PSK 3 hari sebelum muncul keluhan tanpa mengunakan kondom. Pekerjaan pasien sebagai sopir angkutan kota. Dari pemeriksaan venereologi LK U P N P H AS Diagnosis kerja: Gonore TUGAS MAHASISWA 1. Setelah membaca dengan teliti skenario di atas anda harus mendiskusikan kasus tersebut pada satu kelompok diskusi terdiri dari 12-15 orang, dipimpin oleh seorang ketua dan seorang penulis yang dipilih oleh anda sendiri. Ketua dan sekretaris ini sebaiknya berganti-ganti pada setiap kali diskusi. Diskusi kelompok ini bisa dipimpin oleh seorang tutor atau dilakukan secara mandiri oleh kelompok. aktivitas pembelajaran individual di perpustakaan dengan 2. Melakukan menggunakan buku ajar, majalah, slide, tape atau video, dan internet, untuk mencari informasi tambahan. 3. Melakukan diskusi kelompok mandiri (tanpa tutor), melakukan curah pendapat bebas antar anggota kelompok untuk menganalisa dan atau mensintese informasi dalam menyelesaikan masalah. 6 didapatkan duh tubuh mukopurulen dengan eritem pada OUE. 4. Berkonsultasi pada nara sumber yang ahli pada permasalahan dimaksud untuk memperoleh pengertian yang lebih mendalam (tanpa pakar). 5. Mengikut kuliah khusus (kuliah pakar) dalam kelas untuk masalah yang belum jelas atau tidak ditemukan jawabannya. 6. Melakukan latihan di laboratorium keterampilan klinik dan praktikum di laboratorium parasitologi, mikrobiologi, Patologi klinik dan patologi anatomi. PROSES PEMECAHAN MASALAH LK U P N P H AS Dalam diskusi kelompok dengan menggunakan metode curah pendapat, mahasiswa diharapkan memecahkan problem yang terdapat dalam skenario ini, yaitu dengan mengikuti 7 langkah penyelesaian masalah di bawah ini: 1. Klarifikasi istilah yang tidak jelas dalam skenario di atas, dan tentukan kata/ kalimat kunci skenario diatas. 2. Identifikasi problem dasar skenario diatas dengan, dengan membuat beberapa pertanyaan penting. 3. Analisa problem-problem tersebut dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan diatas. 4. Klasifikasikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut di atas. 5. Tentukan tujuan pembelajaran yang ingin di capai oleh mahasiswa atas kasus tersebut diatas. 6. Cari informasi tambahan tentang kasus diatas dari luar kelompok tatap muka. Langkah 6 dilakukan dengan belajar mandiri. 7 7. Laporkan hasil diskusi dan sistesis informasi-informasi ditemukan. Langkah 7 dilakukan dalm kelompok diskusi dengan tutor. Penjelasan: yang baru Bila dari hasil evaluasi laporan kelompok ternyata masih ada informasi yang diperlukan untuk sampai pada kesimpulan akhir, maka proses 6 bisa diulangi, dan selanjutnya dilakukan lagi langkah 7. LK U P N P H AS dirasa cukup maka pelaporan dilakukan dalam diskusi akhir, yang biasanya dilakukan dalam bentuk diskusi panel dimana semua pakar duduk bersama untuk memberikan penjelasan atas hal-hal yang belum jelas. JADWAL KEGIATAN : Sebelum dilakukan pertemuan antara kelompok mahasiswa dan tutor, mahasiswa dibagi menjadi kelompok-kelompok diskusi yang terdiri dari 15-17 orang tiap kelompok. 1. Pertemuan pertama dalam kelas besar dengan tatap muka satu arah untuk penjelasan dan tanya jawab. Tujuan: menjelaskan tentang modul dan cara menyelesaikan modul, dan membagi kelompok diskusi. Pada pertemuan pertama buku modul dibagikan. 2. Pertemuan kedua : diskusi tutorial 1 dipimpin oleh mahasiswa yang terpilih menjadi ketua dan penulis kelompok, serta difasilitasi oleh tutor Tujuan :
Memilih ketua dan sekretaris kelompok, 8 Kedua langkah diatas bisa diulang-ulang di luar tutorial, dan setelah informasi
Brain-storming untuk proses 1-5, Pembagian tugas 3. Pertemuan ketiga: diskusi tutorial 2 seperti pada tutorial 1. Tujuan: untuk melaporkan informasi baru yang diperoleh dari pembelajaran mandiri dan melakukan klasifikasi, analisa dan sintese dari semua informasi. 4. Anda belajar mandiri baik sendiri-sendiri. Tujuan: untuk mencari informasi baru yang diperlukan, LK U P N P H AS telah cukup, diskusi mandiri digunakan untuk membuat laporan penyajian dan laporan tertulis. Diskusi mandiri bisa dilakukan berulang-ulang diluar jadwal. 6. Pertemuan keempat: diskusi panel dan tanya pakar. Tujuan: untuk melaporkan hasil analisa dan sintese informasi yang ditemukan untuk menyelesaikan masalah pada skenario. Bila ada masalah yang belum jelas atau kesalahan persepsi, bisa diselesaikan oleh para pakar yang hadir pada pertemuan ini. Laporan penyajian dibuat oleh kelompok dalam bentuk sesuai urutan yang tercantum pada buku kerja. 7. Masing-masing mahasiswa kemudian diberi tugas untuk menuliskan laporan tentang salah satu penyakit yang memberikan gambaran seperti pada scenario yang didiskusikan pada kelompoknya. Laporan ditulis dalam bentuk laporan penyajian dan laporan lengkap. 8. Pertemuan terakhir : laporan kasus dilakukan dalam kelas besar oleh masing- masing mahasiswa. 9 5. Diskusi mandiri; dengan proses sama dengan diskusi tutorial. Bila informasi TIME TABLE PERTEMUAN I Pertemuan I (Penjelasan) II Tutorial I (Brain Stroming Klassifikasi analisa & sintese) III Mandiri mencari tambahan informasi Praktikum IV Tutorial II (Laporan informasi baru Klassifikasi analisa & sintese) V Kuliah Konsultasi VI Diskusi panel Tanya pakar VII Laporan Kasus STRATEGI PEMBELAJARAN LK U P N P H AS 2. Diskusi kelompok mandiri tanpa tutor 3. Konsultasi pada narasumber yang ahli (pakar) pada permasalahan dimaksud untuk memperoleh pengertian yang lebih mendalam 4. Kuliah khusus dalam kelas 5. Aktifitas pembelajaran individual di perpustakaan dengan menggunakan buku ajar, majalah, slide, tape atau video, dan internet 6. Praktikum di laboratorium: Anatomi, Histologi, Mikrobiologi, Patologi klinik, Patologi Anatomi 7. Latihan Keterampilan Klinik : Pengambilan dan Pemeriksaan sekret urethra. 10 1. Diskusi kelompok yang diarahkan tutor BAHAN BACAAN & SUMBER INFORMASI LAIN A. Buku Ajar dan Jurnal 1. World Health Organization, 1992, International statistical Classification of Diseases an and related Health Problems, 10th revision, volume 1, WHO, Geneva. 2. Holmes KK, Mardh PA, Sparling et al. Sexually transmitted diseases, McGraw-Hill LK U P N P H AS 4. Kenneth J Rothman, 1986, Modern Epidemiology, Little Brown and Company, Bon 5. Kumar, Contran, Robbins : Pathology Basis of Diseases, 2003 6. Grant BJC The perineum and Pelvis : a Method of Anatomy 7. Buku IMS UI 8. Buku IMS Prof.DR.dr.Muh. Dali Amiruddin, Sp.KK(K) 9. Weiss L, Greep RD : Histology 4th edition, New York, Mc Graw Hill Inc, 1997 10. Stites DP, Stobo JD, Fudenberg HH : Basic and Clinical Immunology, 4th edition, Los Altos California, Lange Medical Publication, 1982 11. Henry JB : Clinical Diagnosis and Management by laboratory Methods, 19 th ed, 1996 12. Mims C, et all. Medical Microbiology, 3rd edition, Mosby, Sydney, 2004. 11 3. Baron et. Al : Diagnostic Microbiology, 9th edition, Mosby Co, 1994 B. Diktat dan Hand-Out 1. Diktat Anatomi
Diktat histology Buku IMS UI Buku Bahan Ajar IMS LK U P N P H AS D. Nara sumber (Dosen pengampun) DAFTAR NAMA NARA SUMBER No 1. 2. 3. 4. 5. Nama DosenBagian Dr.A.M.Adam, Sp.KK(K) Dr. Dirmawati Kadir, SpKK Dr. Wiwiek Dewiyanti, Sp.KK, M.Kes Dr. Alwi Mappiasse, Sp.KK, PhD, FINSDV Prof.Dr.dr. Muh. Dali Amiruddin, Sp.KK(K), FINSDV Tlp Kantor Hp/Flexi 12 C. Sumber lain : VCD, Film, Internet, Slide, Tape PETUNJUK UNTUK TUTOR TUGAS TUTOR : Pra tutorial 1. Mempelajari dengan seksama modul ini termasuk TIU dan TIK 2. Jika ada materi yang tidak jelas mohon ditanyakan pada dosen pengampu 3. Membuat rencana pembelajaran 4. Membuat tabulasi penyakit penyakit yang menyebabkan produksi kurang dan LK U P N P H AS 5. Mengecek kelengkapan ruang tutorial Tutorial tahap 1 1. Membantu mahasiswa menunjuk ketua dan sekertaris kelompok 2. Memfasilitasi diskusi agar berjalan sesuai urutannya yaitu :
Menyusun kata kunci Membahas TIU dan TIK Membuat daftar pertanyaan sebanyak banyaknya yang diarahkan ke TIK Menjawab pertanyaan-pertanyaan Membuat tabulasi penyakit penyakit dengan gejala duh tubuh uretra dan menghubungkannya dengan kata kunci
Membuat tujuan pembelajaran selanjutnya 13 menghubungkannya dengan kata kunci
Membagi tugas pencarian informasi berdasarkan jenis penyakit yang menimbulkan duh tubuh uretra 3. Melakukan penilaian untuk mahasiswa dan menandatanganinya 4. Mengecek kehadiran mahasiswa dan menandatangani daftar hadirnya 5. Mengingatkan mahasiswa agar pertemuan selanjutnya masing-masing sudah mengisi lembaran kerja Tutorial tahap 2 LK U P N P H AS 2. Memfasilitasi diskusi agar berjalan sesuai urutannya yaitu :
Melaporkan informasi tambahan yang baru diperolehnya Mahasiswa mendiskusikan satu persatu penyakit yang bergejala duh tubuh uretra, etiologinya, patomekanismenya, cara mendiagnosis (anamnesis, inspeksi, palpasi perkusi dan auskultasi, pemeriksaan penunjang dan penatalaksanaannya.
Mahasiswa menganalisa kembali tabulasi yang dibuat berdasarkan setiap penyakit dan kata kunci.
Mengurutkan penyakit mulai dengan diagnosis terdekat sampai diagnosis yang terjauh
Tutor menanyakan beberapa pertanyaan mendasar yang perlu diketahui mahasiswa dan mendiskusikannya 14 1. Mengecek apakah mahasiswa datang dengan membawa lembaran kerjanya
Mahasiswa membuat tujuan pembelajaran selanjutnya dengan mencatat pertanyaan yang belum terjawab untuk dicari pada perpustakaan, ditanyakan langsung kepada dosen pengampu atau ditanyakan dalam diskusi panel. 3. Membuat penilaian terutama saat mahasiswa melaporkan informasi yang diperoleh. 4. Mengecek kehadiran mahasiswa dan menandatangani daftar hadirnya Saat Panel Diskusi LK U P N P H AS 2. Membuat penilaian pada penampilan, cara menjawab, isi jawaban dan lain-lain pada mahasiswa yang melapor atau menjawab pertanyaan. Setelah satu Seri Tutorial Selesai 1. Mengumpulkan semua absensi kelompok di Koordinator PBL 2. Membuat penilaian akhir dari semua nilai 3. Memeriksa laporan mahasiswa bersama nara sumber KATA/KALIMAT KUNCI 1. Laki-laki usia 35 tahun 2. Keluar cairan kental putih 3. Riwayat kontak seksual dengan PSK 4. Pemeriksaan venereologi didapatkan duh tubuh mukopurulen dengan eritem pada OUE. 15 1. Wajib mengikuti diskusi panel 5. Tanda-tanda vital normal Tanda sistemik; gejala lain di kulit BEBERAPA PERTANYAAN PRINSIP DAN JAWABANNYA 1. Penyakit apakah yang menyebabkan keluhan duh tubuh uretra pada laki-laki? 2. Apa penyebab dari Gonore dan Uretritis non gonore? 3. Bagaimana patomekanisme terjadinya Gonore dan Uretritis non gonore? 4. Apa tanda-tanda dan gejala Gonore dan Uretritis non gonore? LK U P N P H AS 6. Bagaimana manajemen /penatalaksanaan Gonore dan Uretritis non gonore? 7. Apa komplikasi Gonore dan Uretritis non gonore? 8. Bagaimana epidemiologi: prevalensi, insidens dari Gonore dan Uretritis non gonore? Mengapa terdapat peningkatan insiden infeksi menular seksual ? 9. Kelompok masyarakat yang mana yang merupakan kelompok resiko tinggi dari Penyakit Menular Seksual? 10. Faktor perilaku yang rentan terkena IMS 16 5. Pemeriksaan penunjang apa yg dibutuhkan untuk melengkapi diagnosis ? GONORE I. Pendahuluan Gonore merupakan penyakit menular seksual yang disebabkan oleh bakteria Neisseria gonorrhoeae. Bakteri ini berbentuk diplokokkus, gram negatif, aerob, immobile dan tidak berspora. Familia bakteri ini adalah Neisseriaceae yang merangkum genom Neisseira, Moraxella, Eikenella, Simonsiella, Alysiella, Kingella dan Acinetobacter. Ada sepuluh spesies Neisseira yang ada dalam tubuh manusia. Namun, Neisseria yang bersifat patogenik terhadap manusia adalah Neisseira gonorrhoeae dan Neisseira meningitidis. N.gonorrhoea dapat menyebabkan LK U P N P H AS N.gonorrhoeae sering menginvasi saluran reproduksi bagian atas, di mana 20% wanita dengan infeksi bakteri ini mendapat PID. Gonore jarang bersifat invasif dan 0.3% hingga 3.0% infeksi pada mukosa berkembang menjadi penyebaran penyakit infeksi gonokokkus. Umumnya penularan gonore melalui hubungan kelamin yaitu secara genito- genital, orogenital dan anogenital, tetapi dapat juga terjadi secara manual melalui alat-alat, pakaian, handuk, termometer dan sebagainya. Oleh karena itu, secara garis besar diklasifikasikan sebagai gonore genital dan gonore ekstra genital. II. Epidemiologi Insidens gonore pada abad sebelum ini dipengaruhi oleh keadaan politik, dengan insidens tertinggi pada akhir perang dunia pertama dan kedua. Penurunan drastis muncul setelah pengenalan penisilin dan antimikroba efektif yang lain. Namun, kehidupan seks bebas pada tahun 70an sekali lagi meningkatkan kejadian gonore hingga hampir 1.01 juta kasus. Perubahan politik di Eropa Timur juga memberi efek terhadap peningkatan kejadian sifilis selain gonore terutama pada golongan pekerja seksual dan yang berhubungan dengan mereka. Sewaktu mereka 17 ureteritis, servisitis, pelvic inflammatory disease (PID) dan infeksi-infeksi lain. bermigrasi, kasus-kasus ini muncul di negera-negara sekitar Eropa. Insiden tertinggi pada tahun 70-an terjadi pada tahun 1975 dengan 468 kasus per 100.000 populasi. Namun, insiden ini menurun secara cepat dengan penyuluhan kesehatan masyarakat yang diimplentasikan pada tahun 70-an. Penurunan berhenti pada pertengahan tahun 1990an dengan insidens kejadian gonore yang stabil pada 128 hingga 130 per 100.000 populasi pada tahun 1998 hingga 2002. Secara umum, insidens gonore tinggi pada negara-negara maju. Contohnya, prevalensi rata-rata gonore pada wanita hamil diestimasi 10% di Afrika dan 4 5% di kebanyakan negara di Amerika Latin dan Asia. Insidens gonore bervariasi menurut umur dan tertinggi pada golongan umur LK U P N P H AS 15 hingga 24 tahun. Wanita berumur 15 hingga 19 tahun mempunyai insidens jauh lebih tinggi dari laki-laki. Insidens pada laki-laki terjadi antara umur 20 hingga 24 tahun. Faktor sosial juga berpengaruh pada peningkatan infeksi gonore karena depresi akibat dari status belum menikah, onset aktivitas seksual dan tempat tinggal di kota. Di Inggris, setengah dari jumlah kasus gonore di dapatkan di London. Orientasi seksual juga menentukan peningkatan faktor infeksi. Kasus yang dilaporkan lebih banyak pada laki-laki dibanding dengan wanita karena diagnosa lebih sering ditegakkan pada laki-laki dan insidens munculnya infeksi gonore lebih tinggi pada laki-laki yang berhubungan sesama jenis dibanding dengan golongan heteroseksual. Peningkatan kasus gonore pada hubungan sesama jenis pada laki-laki meningkat di Inggris, Eropa dan Amerika Serikat sejak tahun 1997 yang menunjukkan peningkatan perilaku seks yang tidak aman. Teori ini didukung oleh peningkatan kasus gonore rektal. Di Amerika Serikat, infeksi gonore 37 kali lebih tinggi pada golongan Afrika- Amerika yang dianggap sebagai pengaruh pendataan oleh institusi kesehatan masyarakat yang biasanya terdiri dari populasi Afrika-Amerika. Istilah core group digunakan pada seseorang yang mendapat infeksi gonore dan mentransmisi 18 komunitas dilingkungannya. Ini dipengaruhi dengan cara kehidupan sosial di antara penggunaan narkoba, status sosial, pekerja seksual. Kelompok ini sering kali tidak mau diobati atau menghindari kehidupan seksual pada saat bergejala. III. Etiopatogenesis Gonore merupakan suatu infeksi menular seksual dan lebih sering menular dari manusia ke manusia. Transmisi terjadi hampir 70 hingga 80% dalam sekali hubungan seksual dari lelaki ke wanita dan 20 hingga 30% dari wanita ke lelaki. Transmisi melalui vagina lebih sering dibanding melalui rektal, maupun receptive atau insertive. Transmisi melalui oro-genital jauh lebih jarang dan kurang efektif. LK U P N P H AS lelaki lebih tinggi dibanding dengan cunnilingus yaitu perilaku seks oral yang dilakukan pada wanita. Pada hubungan seksual sesama lelaki dapat terjadi infeksi uretra pada 50% kasus. Ada pula kejadian di mana, perempuan prepubertas yang terinfeksi dengan gonore akibat dari penggunaan alat yang terkontaminasi. Namun, tidak ada bukti bahwa infeksi ini dapat melalui transmisi air droplet. Transmisi vertikal terjadi pada ibu hamil kepada bayinya saat persalinan yang dapat mengakibatkan konjuntivitis gonokokus, pneumonia dan infeksi vulvovaginal. Ada beberapa faktor virulensi pada mekanisme adhesi, inflamasi dan invasi mukosa. Pili memegang peranan penting dalam patogenesis gonore. Pili dapat meningkatkan adhesi pada sel host dan oleh karena itu infeksi gonokokus tanpa pili mempunyai abilitas yang rendah untuk menyebabkan infeksi pada manusia. Adhesi gonokokus pada epitel sel host dan pada neutrofil polimorfonuklear tergantung pada pili dan Opa ligand. Antibodi antipilus menghambat adhesi epitel dan meningkatkan proses fagositosis. Ekspresi reseptor transferin penting dan ekpresi oligosakarida rantai panjang adalah dasar essensial untuk terjadinya infeksi secara maksimal. Gonokokus dapat bertambah banyak dan membelah secara intraseluler di mana mereka imun terhadap mekanisme pertahanan host. Invasi mikrorganisme lebih 19 Dikatakan transmisi melalui fellatio yaitu perilaku seks oral yang dilakukan pada mudah dengan ekpresi beberapa protein Opa dan rantai panjang oligosakarida yang tidak bersilia. Gonokokus mempunyai kemampuan untuk merusak jaringan melalui produksi beberapa produk seperti fosfolipase, peptida, lipid A, peptidoglikan dan lain-lain. Produk ini berperan merusak tuba fallopia dan perkembangan arthritis post infeksi. IV. Gejala Klinis Gejala klinis gonore berspektrum luas pada kedua jenis kelamin. Ini termasuk infeksi asimptomatis, infeksi simptomatis mukosa lokal dengan atau tanpa komplikasi lokal dan penyebaran sistemik. Gejala-gejala ini berbeda-beda tergantung jenis LK U P N P H AS N.gonorrhoea. Pada beberapa keadaan, pasien mungkin sudah mengobati diri sendiri tetapi dengan dosis inadekuat dan dapat menyebabkan masa tunas infeksi gonore lebih lama. Hampir 10% laki-laki dan 50% wanita yang terinfeksi tidak menunjukkan gejala klinis dan mempunyai infeksi asimptomatis. Kejadian ini sangat sering pada infeksi gonokokus rektal dan faring. Gambaran klinis dan komplikasi gonore sangat erat hubungannya dengan susunan anatomi dan faal genitalia. Berikut dicantumkan infeksi pertama dan komplikasi pada pria dan wanita. Pada Pria Infeksi Petama Uretritis Komplikasi Lokal: Tysonitis, Parauretritis, Littritis, Cowperitis Ascendens: Prostatitis, Vesikulitis, Vas deferentitis/funikulitis, Vas deferentitis, Epididimitis, Trigonitis 20 infeksi. Masa inkubasi gonore adalah 5 hari hingga muncul tanda-tanda infeksi Pada WanitaKomplikasi Lokal: Parauretritis, BartholinitisInfeksi Pertama Ascendens: Salpingitis, PID (PelvicUretritis ServisitisInflammatory Disease) Komplikasi diseminata pada pria dan wanita dapat berupa artritis, miokarditis, endokaridtis, perikarditis, meningitis dan dermatitis. Pada pria, 10% bentuk infeksi bersifat asimptomatis dan gambaran klinis dapat berupa uretritis anterior akut dengan disuria dan pus dari urethra yang bersifat purulen dan banyak serta muncul secara spontan pada urethra. Keluhan subyektif antara lain termasuk gatal, panas di bagian distal uretra sekitar orifsium uretra LK U P N P H AS eksternum, pollakisuria serta nyeri saat ereksi. Pada pemeriksaan tampak orifisium eksternum eiritematosa, edematosa dan ektropion. Pada beberapa kasus, terdapat pembesaran kelenjar getah bening inguinal unilateral atau bilateral. Gejala yang tidak lazim pada pria adalah epididymo orchitis, abses glandula parauretra dan striktur urethra. Seperempat kasus pada pria, gejala hanya muncul setelah manipulasi pada urethra karena gejala yang muncul mirip dengan uretritis tanpa infeksi gonokokus. Tanpa pengobatan gejala hilang dalam waktu 6 bulan dan dapat muncul beberapa komplikasi seperti pada tabel di atas. Hampir 50% wanita terinfeksi gonokokus ini bersifat asimptomatis dan predileksi infeksi primer pada wanita adalah pada kanal endoserviks dengan gejala klinis berupa discharge vagina, disuria, pendarahan intermenstrual dan menorhagia. Inspeksi klinis menunjukkan discharge purulen pada serviks, edematous dan eritematous. Secara umum, jika diambil swab discharge pada serviks akan tampak berwarna kuning. Pada wanita yang sudah menjalani histerektomi, tampak tanda- tanda infeksi pada uretra. Kadang, inflamasi glandula Bartholin dengan 21 pembengkakan pada labia dan duh purulen muncul saat diberi tekanan pada glandula tersebut. Gejala klinis yang jarang pada wanita adalah nyeri abdomen bawah dan vulvovaginitis. Komplikasi diseminata dapat berupa seperti pada tabel di atas dan paling sering adalah arthritis-dermatosis syndrome (gonococcemia). Ini terjadi pada 0,5 hingga 1% pasien dengan gonore mukosa. Gejala klasik berupa demam, nyeri sendi dan eritema. Tendosinovitis umumnya mengenai sendi besar seperti lutut, siku, pergelangan tangan, pergelangan kaki dan tangan. Kadang kelihatan seperti eritema muncul pada tendonnya. Lesi kulit berupa pustul nekrosis akibat vaskulitis emboli septik dan terlokalisir pada bagian distal ekstremitas. Lesi tersebut mengandung LK U P N P H AS gonokokus. Pada era pre antibiotik, endokarditis gonokokus dengan infeksi pada katup atrial merupakan penyebab gagal jantung akut dan inkompentensi katup aorta. * Gambar kanan dan kiri menunjukkan duh yang keluar dari uretra 22 **Duh tubuh yang bersifat mukopurulen pada serviks LK U P N P H AS *Neisseria Gonorrhoeae: Pewarnaan Gram dengan penampakan multipel, Gram negatif diplokokus di antara leukosit polimorfonuklear dan juga apusan area ekstraseluler dari duh uretra. 23 **Kultur N.gonorrhoeae membutuhkan medium pertumbuhan seperti agar darah dan atmosfir dengan 5-10% karbon dioksida.Namun, dibutuhkan waktu 48 jam untuk mendapatkan gambaran koloni yang jelas
AB * Lesi nekrotik akibat dari infeksi gonokokus diseminata V. Diagnosis Diagnosis ditegakkan melalui indentifikasi Neisseira gonorrhoea dari membran mukosa yang terinfeksi, dengan sediaan langsung, kultur atau deteksi molekuler biologis mikroorganisme tersebut pada genital, rektal, faring atau sekresi okuler. Pada wanita sampel diambil dari kanal endoserviks untuk sediaan langsung dan kultur setelah dibersihkan sekresi eksudat vagina. Juga diambil dari uretra. Selain itu, spesimen dapat diambil juga dari urin, vulvovaginal dan intracoital. Pada pria pengambilan spesimen dari uretra diambil dengan swab kecil atau sengkelit. Spesimen anorektal diambil dengan menggunakan anoskopi, sedang spesimen faring diambil pada faring posterior termasuk daerah tonsil. 24 Sediaan Langsung Diagnosis dapat langsung ditentukan dengan pewarnaan Gram atau Methylen biru. Bakteri gonore ini terdapat dalam bentuk diplokokus polimononuklear (PMN). Ini terutama pada individu yang simptomatis. Hasil disebut, gram positif jika diplokoks negatif terdapat diantara leukosit polimorfonuklear. Sensitivitas pewarnaan Gram tergantung pada gejala-gejala orang yang terinfeksi di mana eksudat uretra pada pria simptomatis mendeteksi hampir 95 hingga 98 %. Sedangkan, pada wanita pewarnaan Gram spesimen serviks mempunyai sensitivitas sebanyak 50 %. Selain itu, isolasi mikroorganisme lebih disarankan dan dilakukan test resistensi antimikroba walaupun pada beberapa keadaan hasil tes lebih optimal LK U P N P H AS melalui sediaan langsung pada wanita. Pada individu yang asimptomatis, pewarnaan mempunyai hasil yang rendah dan tidak efektif. Maka, digunakan metode kultur atau teknik amplifikasi digunakan. Kultur Untuk mengindentifikasi, perlu dilakukan kultur atau pembiakan. Terdapat dua jenis kultur yaitu media transpor dan media pertumbuhan. Contoh media transpor adalah Media Stuart yang digunakan untuk transpor saja, sehingga perlu ditanam kembali pada media pertumbuhan. Media Transgrow pula merupakan media selektif dan nutritif bagi N.gonorrhoeae dan N.meningitidis yang dapat bertahan sehingga 96 jam dan merupakan gabungan media transpor serta pertumbuhan sehingga tidak perlu ditanam pada media pertumbuhan. Media ini merupakan modifikasi media Thayer Martin dengan menambahkan trimetoprim untuk mematikan Proteus spp. Antara media pertumbuhan yang digunakan adalah McLeod chocolate agar, media Thayer Martin (sensitivitas 80-95%) dan Modified Thayer Martin agar. 25 Tes definitif 1. Tes oksidasi Reaksi positif oksidasi dengan tetramil-p-fenilendiamin hidroklorida 1 % dapat menghasilkan warna ungu selama 5 10 menit dan setelah 5-10 detik koloni gonokokus dapat diidentifikasi. Semua Neisseria memberi reaksi positif dengan perubahan warna. 2. Tes fermentasi Tes oksidasi positif dilanjutkan dengan tes fermentasi mengunakan glukosa, maltosa dan sukrosa. Kuman gonokokus hanya menfermentasikan glukosa. LK U P N P H AS Teknik amplifikasi nucleic acid Nucleic acid amplification (NAA) dikembangkan untuk diagnosis infeksi chlamidia seperti reaksi rantai lipase, polymerase chain reaction (PCR), transcription mediated amplification (TMA) dan strand displacement amiplification assay, yang dapat mendeteksi DNA atau RNA pada gonokokus selain DNA pada chlamidia. Tes- tes ini mempunyai keuntungan di mana pengambilan sampel tidak invasif seperti first void urine (FVU) pada pria dan wanita, swab vulvovaginal atau intracoital dapat digunakan untuk diagnosis gonokokus dan diagnosis chlamidia tanpa mengurangi sensitivitas. Tes ini bermanfaat apabila kultur tidak dapat dilakukan. Media pertumbuhan disimpan dalam inkubator karbon dioksida atau kaleng lilin pada suhu 95-98.60F. Setelah inkubasi selama 24-48 jam, kareteristik koloni dapat dilihat. Diagnosis Banding VI. Infeksi Chlamydia trachomatis sering didiagnosis banding dengan gonore. Secara klinis, sukar untuk membedakan infeksi gonore atau non gonore.Untuk itu dilakukan, pemeriksaan khusus untuk menemukan ada atau tidaknya C.trachomatis. pewarnaan Giemsa memiliki sensitivitas tinggi untuk konjungvitis sedangkan untuk 26 infeksi genital lebih rendah (pria 15 % dan wanita 41 %). Sensitivitas Papanicolou adalah 62 %. Pemeriksaan baku adalah pembiakan yang mencapai spesifisitas 100 % tetapi sensitivitasnya berkisar antatra 75 85 %. Selain itu, direct fluorescent antibody (DFA) dan Enzyme immuno assay/enzyme linked immunosorbent assay (EIA/ELISA) dapat dilakukan di samping metode baru yaitu hibridisasi DNA Probe (Gen Probe) dan amplifikasi asam nukleat. VII. Penatalaksanaan Keefektifan antimikroba terhadap N.gonnorhoea berbeda-beda bergantung pada lingkungan geografis dan populasi serta mempunyai fluktuasi dalam suatu LK U P N P H AS mikroorganisme yang terinfeksi. Justru, apabila diperlukan rejimen pengobatan gonore harus mempunyai efektifitas hampir 100 %, dan tidak mengambil hitung distribusi sensitivitas dan resistensi rantai N.gonorrhoeae dalam suatu komunitas. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi pilihan obat adalah keefektifan obat itu pada tipe infeksi dengan komplikasi dan non komplikasi, posisi anatomi, toksiksitas, cara pemberian obat dan harga obat. Penisillin Yang efektif adalah penisilin G prokain akua dengan dosis 4,8 juta unit + 1 gram probenesid. Probenesid diberikan untuk memperlambat ekskresi obat melalui ginjal dan mempertahankan obat di dalam plasma. Angka kesembuhan adalah 91,2 %. Obat ini dapat menutupi gejala sifilis dan kontra indikasinya adalah alergi penisilin. Ampisilin dan amoksisilin Dosis ampisilin adalah 3,5 gram + 1 gram probenesid dan amoksisilin 3 gram + 1 gram probenesid. Angka kesembuhan pada tahun 1987 adalah 61,4 % sehingga obat ini tidak dianjurkan. Suntikan tidak dianjurkan serta kontra indikasinya adalah 27 jangka waktu. Pengobatan dilakukan juga tanpa pengetahuan kepekaan alergi penisilin. Untuk daerah dengan N.gonorrhoeae penghasil penisilinase (N.G.P.P) yang tinggi, penisilin dan kedua obat ini tidak dianjurkan. Sefalosporin Seftriakson generasi ke tiga cukup efektif dengan dosis 250 mg intra muskuler. Sefoperazon dengan dosis 0,.50 hingga 1.00 g secara intra muskuler. Sefiksim 400 mg per oral dosis tunggal memberi angka sembuh lebih dari 95%. Spektinomisin LK U P N P H AS ini tidak menutupi gejala sifilis. Kanamisin Dosis 2 gram intra muskuler. Angka kesembuhan pada tahun 1985 adalah 85% . Juga tidak menutupi gejala sifilis dan baik bagi yang alergi penisilin. Tiamfenikol Dosis 3,5 gram secara oral. Angka kesembuhan pada tahun 1988 adalah 97,7 % dan tidak dianjurkan pada kehamilan. Kuinolon Obat yang menjadi pilihan adalah ofloksasin 400 mg, siprofloksasin 250-500 mg dan norfloksasin 800 mg secara oral. Angka kesembuhan pada tahun 1992 adalah 100 %. Namun, dengan peningkatan resistensi terhadap obat, levofloksasin 250 mg per oral dosis tunggal lebih dianjurkan. Obat dosis tunggal yang tidak efektif adalah tetrasiklin, streptomisin dan spiramisin. Pada keadaan dimana infeksi chlamidia timbul bersamaan, rejimen yang direkomendasikan adalah dosis tunggal azitromisin 1 g atau dosisiklin 100 mg per 28 Dosis 2 gram intra muskuler. Baik untuk penderita alergi penisilin dan obat oral 2 kali sehari selama satu minggu. Eritromisin 2 g per hari dosis terbagi secara oral dapat juga diberikan jika tidak ada azitromisin atau tetrasiklin. Ofloxacin dan levofloxacin tidak akan efektif. VIII. Prognosis Pasien dengan gonore tanpa komplikasi dan sudah diberi pengobatan, tidak perlu dilakukan tes laboratorium untuk memastikan bahwa mereka sudah sembuh. Pasien yang masih bergejala setelah pengobatan perlu dievaluasi dengan kultur dan LK U P N P H AS isolasi untuk tes kepekaan antimikroba. Uretritis persisten, servisitis atau prosititis mungkin disebabkan oleh C.trachomatis atau mikroorganisma lain. Kebanyakan infeksi yang diidentifikasi setelah pengobatan adalah akibat dari reinfeksi dan bukan dari kegagalan pengobatan. Ini memberi indikasi bahwa pasien harus diedukasi dan pasangan seksual harus di beri juga pengobatan. Infeksi berulang dengan chlamidia dapat meningkatkan resiko PID dan komplikasi lain dibanding dengan infeksi awal dan komplikasi berulang PID dapat memyebabkan infertilitas. PID juga dapat muncul setelah periode menstruasi pada wanita. Kehamilan ektopik dapat terjadi akibat dari jaringan tuba fallopia yang terluka sehingga telur yang dibuahi tidak dapat implantasi ke uterus. Selain itu, gonore akan meningkatkan resiko terkena infeksi human immunodeficiency virus (HIV). Pada bayi baru lahir dengan ibu yang mengidap gonore, cairan perak Nitrat diteteskan pada mata bayi setelah lahir. Tim medis harus menasihati pasien untuk melakukan tes ulang 3 bulan setelah pengobatan supaya infeksi berulang chlamidia serta gonorea dapat dipantau. 29 URETRITIS NON GONORE I.PENDAHULUAN Uretritis merupakan kondisi urologis dimana terjadi inflamasi pada uretra yang dapat disebabkan oleh proses infeksi atau noninfeksi dengan manifestasi keluarnya sekret, disuria, atau pruritus pada ujung uretra. Uretritis dapat disebabkan oleh bakteri, virus, maupun parasit, namun sebagian pasien dengan uretritis tidak ditemukan penyebab yang pasti. LK U P N P H AS penyebabnya, sedangkan 10% sudah diketahui penyebabnya, yaitu Neisseria gonorrhoeae dan Trichomonas vaginalis. Dengan semakin majunya fasilitas diagnostik sesudah tahun 1970, penyebab uretritis sudah diketahui 75%, sedangkan sisanya 25% lagi masih dalam taraf penelitian. Uretritis diklasifikasikan menjadi uretritis gonokokkus dan uretritis non- gonokokkus (atau uretritis non gonore, disingkat UNG). Uretritis gonokokkus didiagnosis bila pada pemeriksaan laboratorium N. ditemukan Neisseria gonorrhoeae, sebaliknya jika tidak ditemukan gonorrhoeae disebut sebagai uretritis non gonokokkus atau uretritis non gonore. Kedua klasifikasi di atas termasuk dalam kategori penyakit dengan transmisi secara seksual. Etiologi UNG tersering adalah Chlamydia trachomatis. Laporan WHO tahun 2001 menunjukkan bahwa infeksi oleh C. trachomatis diperkirakan 89 juta orang per tahun di seluruh dunia. Manifestasi klinis UNG biasanya antara 1-3 minggu setelah berhubungan intim dengan penderita. Gejala pada pria berupa disuria ringan, perasaan tidak enak di uretra, sering kencing, dan keluarnya duh tubuh seropurulen. 30 Sebelum tahun 1970 hampir 90% kasus uretritis belum diketahui Meskipun kebanyakan penderita wanita tidak menunjukkan gejala, beberapa diantaranya mengalami urgensi (desakan) berkemih yang lebih sering, disuria ringan, nyeri di daerah pelvis, disparenia dan keluarnya duh tubuh dari vagina. II.DEFINISI Uretritis non gonore adalah peradangan pada uretra yang tidak disebabkan oleh bakteri Neisseria Gonorrhoeae tetapi disebabkan oleh beberapa kuman patogen seperti Chlamydia dan Ureaplasma atau kuman pathogen yang lain. Uretritis non gonore dihubungkan dengan beberapa istilah antara lain Infeksi Genital Non Spesifik (IGNS), yang adalah PMS berupa peradangan di uretra, LK U P N P H AS rectum atau serviks yang disebabkan oleh kuman non spesifik. Disebut juga Uretritis Non Spesifik (UNS), yaitu peradangan hanya pada uretra yang disebabkan oleh kuman non spesifik. III.EPIDEMIOLOGI Uretritis non gonore banyak ditemukan pada orang dengan keadaan sosial ekonomi rendah, usia lebih tua, dan aktivitas seksual yang lebih tinggi. Pria juga ternyata lebih banyak daripada wanita dan golongan heteroseksual lebih banyak daripada golongan homoseksual. Di Amerika Serikat, infeksi Chlamydia adalah penyakit infeksi menular seksual yang paling sering dilaporkan dan paling banyak terjadi pada orang tahunnya dengan angka prevalensi dua setengah kali dari kasus gonore. Beberapa sekuele penting dapat terjadi akibat infeksi C. Trachomatis pada wanita; antara lain yang paling serius adalah pelvic inflamatory disease (PID), kehamilan ektopik, dan infertilitas. Beberapa wanita dengan infeksi servikal tanpa komplikasi telah memiliki infeksi traktus reproduktif atas yang bersifat subklinis. Khusus untuk kasus UNG yang disebabkan oleh Trichomonas vaginalis ditemukan di setiap benua dan iklim serta tidak memiliki variasi berdasarkan musim. Memiliki distribusi kosmpolitan dan telah diidentifikasi pada semua ras 30 dan strata sosioekonomi. Data terbaru menunjukkan insiden tahunan di seluruh dunia adalah lebih dari 170 juta kasus. Faktanya, WHO memperkirakan jumlah kasus infeksi ini mencapai hampir separuh dari seluruh kasus infeksi menular seksual yang dapat disembuhkan. Insiden trikomoniasis adalah setinggi 56% di antara pasien yang datang ke klinik IMS. IV.ETIOPATOGENESIS Uretritis non gonore adalah salah satu jenis penyakit infeksi menular seksual yang paling banyak mengenai pria, tapi dalam proporsi kasus yang signifikan (20%-50%), patogennya tidak teridentifikasi. LK U P N P H AS Ada banyak penyebab terjadinya UNG. Berikut ini akan dijabarkan mengenai etiologi dan patogenesis dari UNG. a. Bakteri Bakteri yang paling sering menyebabkan UNG adalah Chlamydia trachomatis, tapi juga dapat disebabkan oleh Ureaplasma urealyticum, Mycoplasma hominis, dan Mycoplasma genitalium.(2,3,6,8,11) Ureaplasma urealyticum telah terdeteksi lebih sering dan jumlah yang banyak pada laki-laki dengan uretritis non gonokokkus nonchlamydia, khususnya laki-laki dengan UNG nonchlamydia episode pertama. - Chlamydia trachomatis Chlamydia trachomatis merupakan bakteri gram negatif, nonmotil, dan bersifat obligat intraselular. Chlamydia trachomatis penyebab UNG ini termasuk subgrup A dan mempunyai tipe serologic D-K. Spesies C. trachomatis mempunyai 15 serotipe, dimana serovar A, B, dan C menyebabkan konjungtivitis kronik, serovar D sampai K menyebabkan infeksi genital, serovar L1 sampai L3 menyebabkan limfogranuloma venereum (LGV). Bakteri ini memasuki sel dengan mekanisme endositosis dan bereplikasi melalui binary fission di dalam sel. 31 Traktus urogenital merupakan daerah yang paling sering terinfeksi oleh C. trachomatis. Transmisi terjadi melalui rute oral, anal, atau melalui hubungan seksual. Gejala terjadi dalam 1-3 minggu setelah infeksi. Namun demikian, sering terjadi infeksi asimtomatik sebesar 80% pada wanita dan 50% pada pria. Koinfeksi dengan penyakit menular seksual lainnya sering kali terjadi terutama gonore. Penyakit infeksi ini sering tidak disertai gejala klinis sehingga sulit untuk menilai penyebarannya. Dalam perkembangannya Chlamydia trachomatis mengalami 2 fase, yaitu: a. Fase 1: disebut fase noninfeksiosa, dimana fase noninfeksiosa terjadi LK U P N P H AS keadaan laten yang dapat ditemukan pada genitalia maupun konjungtiva. b. Fase 2: fase penularan, bila vakuol pecah kuman keluar dalam bentuk badan elementer yang dapat menimbulkan infeksi pada sel hospes yang baru. - Ureaplasma urealyticum dan Mycoplasma hominis Ureaplasma urealyticum merupakan 25% sebagai penyebab UNG dan sering bersamaan dengan infeksi Chlamydia trachomatis. Dahulu dikenal dengan nama T-strain mycoplasma. Mycoplasma hominis juga sering bersama-sama dengan infeksi Ureaplasma urealyticum. Mycoplasma hominis sebagai penyebab UNG masih diragukan, karena kuman ini bersifat komensal yang dapat menjadi patogen dalam kondisi tertentu. Ureaplasma urealyticum merupakan mikroorganisme paling kecil, gram negatif, dan sangat pleomorfik karena tidak memiliki dinding sel yang kaku. Mycoplasma genitalium - Mycoplasma sp. merupakan salah satu mikroorganisme terkecil yang dapat berkoloni di traktur respirasi dan urogenital. Mycoplasma memiliki 13 spesies, 4 diantaranya menginfeksi traktus genital, yaitu Mycoplasma hominis, M. genitalium, Ureaplasma parvum, dan U. urealyticum. Sekitar 32 40-80% wanita yang aktif secara seksual mengalami kolonisasi genital dari ureaplasma. Organisme ini juga berperan dalam 20-30% kasus UNG. Pasien dengan infeksi mycoplasma genitalium sering tidak terdiagnosis, karena gejala yang timbul biasanya dikaitkan dengan patogen lain yang lebih umum seperti Chlamydia. Seperti halnya Chlamydia, infeksi mycoplasma genital mengakibatkan uretritis, servisitis, PID, endometritis, salpingitis, dan korioamnionitis. Spesies lainnya dapat menyebabkan infeksi pernapasan, artritis septik, pneumonia neonatal, dan meningitis. b. Virus Virus yang dapat menyebabkan UNG antara lain Herpes simplex virus dan LK U P N P H AS Adenovirus. Virus Herpes Simplex dan adenovirus hanya berperan kecil dalam kejadian kasus UNG. c. Parasit Golongan parasit yang bisa menjadi penyebab adalah Trichomonas vaginalis. Parasit ini merupakan protozoa yang menyebabkan kondisi yang dinamakan trikomoniasis. Infeksi pada wanita menyebabkan timbulnya keputihan yang berbau, berwarna kuning kehijauan, disertai pruritus, eritema, dan dispareunia. Pada pria seringkali asimtomatis, keluhan yang muncul berupa sekret uretra, nyeri berkemih yang terasa panas, dan frekuensi berkemih yang lebih sering. Manusia adalah satu-satunya natural host untuk T. vaginalis. Trofozoitnya bertransmisi dari orang ke orang melalui hubungan seksual. Transmisi nonseksual penyakit ini jarang. Kejadian infeksi asimtomatis setinggi 50% pada perempuan. Laki-laki yang terinfeksi biasanya asimtomatis dan juga self- limiting; karenanya diagnosis sering susah ditegakkan. Trichomonas vaginalis akan menginfeksi vagina dan epitel uretra dan menyebabkan mikroulserasi. Pada wanita, organisme ini dapat diisolasi dari vagina, uretra, serviks, kelenjar Bartholin, dan kelenjar Skene serta buli-buli. Pada pria, organisme ini dapat ditemukan di area genital eksterna, uretra 33 anterior, epididimis, prostat, dan semen. Masa inkubasi biasanya berlangsung 4- 28 hari. Pada wanita, manifestasi infeksi bervariasi mulai dari carrier asimtomatik sampai vaginitis inflamatorik. Karena peningkatan keasaman dari vagina, gejala cenderung muncul selama atau setelah menstruasi. Kebanyakan pria merupakan carrier asimtomatik. d. Alergi Ada juga dugaan bahwa UNG disebabkan oleh reaksi alergi terhadap komponen sekret alat urogenital pasangan seksualnya. Alasan ini dikemukakan karena pada pemeriksaan sekret UNG tersebut ternyata steril dan pemberian obat antihistamin dan kortikosteroid mengurangi gejala penyakit. LK U P N P H AS V. GAMBARAN KLINIS Gambaran klinis pada laki-laki Pada laki-laki, gejala dapat timbul biasanya setelah 1-3 minggu hari setelah kontak seksual. Keluarnya sekret uretra merupakan keluhan yang sering dijumpai, berupa lendir yang jernih sampai keruh. Keluhan yang paling umum ialah waktu pagi hari atau morning drops, tetapi bisa juga berupa bercak di celana dalam. Disuria merupakan salah satu keluhan yang banyak dijumpai dan sangat bervariasi dari rasa terbakar sampai tidak enak pada saluran kencing waktu mengeluarkan urin. Tetapi keluhan disuria tidak sehebat pada infeksi gonore. Keluhan gatal pada saluran uretra mulai dari gatal yang sangat ringan dan terasa hanya pada ujung kemaluan. Sebagai akibat terjadinya uretritis, timbul perasaan ingin buang air kecil. Bila infeksi sampai pars membaranasea uretra, maka pada waktu muskulus sfinkter uretra berkontraksi timbul pendarahan kecil. Selain itu timbul perasaan ingin buang air kecil pada malam hari atau nokturia. Keluhan lain yang jarang ialah adanya perasaan demam dan pembesaran kelenjar getah bening inguinal yang terasa nyeri. Pada pemeriksaan klinis muara uretra tampak tanda peradangan berupa edema dan eritem, dapat ringan sampai berat. Sekret uretra bisa banyak atau sedikit sekali atau kadang-kadang hanya terlihat pada celana dalam penderita. Sekret umumnya 34 serosa, seromukous, mukous, dan kadang bercampur dengan pus. Kalau tidak ditemukan sekret bisa dilakukan pengurutan saluran uretra yang dimulai dari daerah proksimal sampai distal sehingga mulai nampak keluar sekret. Kelainan yang nampak pada UNG umumnya tidak sehebat pada uretritis gonore. LK U P N P H AS Uretritis non gonore.(15) Gambaran klinis pada wanita Pada wanita, gejala sering tidak khas, asimptomatik atau sangat ringan. Bila ada keluhan berupa duh tubuh genital yang kekuningan, sering ditemukan pada pemeriksaan wanita yang menjadi pasangan pria dengan UNG. Pada pemeriksaan klinik genital dapat ditemukan kelainan serviks, misalnya terdapat eksudat serviks mukopurulen atau erosi serviks. Servisitis karena Chlamydia dengan ektopi, sekret, dan perdarahan. 35 VI. DIAGNOSIS A. Anamnesis Diagnosis secara klinis sukar untuk membedakan infeksi karena gonore atau non gonore. Uretritis non gonore pada pria dikenal dengan tanda-tanda adanya keluhan pengeluaran cairan yang mucopurulen dari uretra dan dengan kemungkinan banyak atau sedikit, tetapi pada umumnya cairan tersebut encer. Kadang-kadang disertai disuria, perasaan gatal pada bagian ujung uretra ataupun dengan keluhan mikturasi yang lebih sering. Sering keluhan penderita tidak begitu menonjol sehingga dapat menyebabkan kesukaran dalam penentuan waktu inkubasinya, tetapi pada umumnya waktu inkubasi antara 1-3 minggu. Ada kalanya penderita dengan LK U P N P H AS pengeluaran cairan (duh tubuh) yang purulen sehingga sukar dibedakan secara klinis dengan Uretritis gonore. Uretritis non gonore pada wanita pada umumnya tanpa keluhan. Hasil penyelidikan melaporkan bahwa sekitar 20% para wanita sebagai "teman berhubungan" dari pria yang menderita Uretritis non gonore maka bila dilakukan pemeriksaan akan dijumpai tanda-tanda infeksi dari alat genital yang bersangkutan. Bila terjadi pengeluaran cairan dari Vagina (vaginal disharge) maka hal tersebut pada umumnya disertai dengan trichomoniasis dan terutama disebabkan oleh Cervitis. B. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan menyeluruh pada pasien dengan penyakit menular seksual, termasuk uretritis, sangat penting dalam mengarahkan diagnosis dan terapi yang tepat. Kuantitas discar pada uretritis dapat dikategorikan banyak (mengalir secara spontan dari uretra), sedikit (keluar hanya jika uretra di ekspos), sedang (keluar secara spontan, namun hanya sedikit). Warna dan karakter discharge uretra harus diperhatikan. Lendir berwarna kekuningan atau hijau disebut sebagai lender purulen. Lendir berwarna putih yang bercampur cairan jernih dinamakan lender mukoid. Jika hanya lendir bening, dinamakan jernih. Adanya inflamasi pada meatus uretra, edema penis, dan pembesaran kelenjar limfe juga harus diperhatikan. 36 C. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan laboratorium secara langsung Pemeriksaan laboratorium untuk Chlamydia trachomatis telah cepat berkembang beberapa tahun terakhir ini. Namun penggunaan pemeriksaan laboratorium sebaiknya disesuaikan dengaan kemampuan sarana kesehatan. Untuk program skrining lebih disukai teknik yang menggunakan spesimen noninvasif. Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan untuk mendiagnosis UNG adalah sebagai berikut: 1. Pewarnaan Gram adalah salah satu pemeriksaan yang lebih cepat untuk mengevaluasi uretritis dan mengetahui ada tidaknya infeksi gonokokus. LK U P N P H AS Dianggap positif UNG bila terdapat lebih dari 4 leukosit dengan pembesaran 1000 kali. 2. Sedimen urin: kriteria diagnosis uretritis bila terdapat sekret uretra dan terdapat 20 leukosit PMN atau lebih dua lapangan pandang dengan pembesaran 400x dari pemeriksaan sedimen 10-15 ml urine tampung pertama yang dikeluarkan sebelum 4 jam atau lebih. 3. Pada pemeriksaan mikroskopik sekret serviks dengan pewarnaan gram didapatkan >30 lekosit per lapangan pandang dengan pembesaran 1000 kali. 4. Pemeriksaan spesimen dari endouretral dengan dijumpainya sel lebih dari 4/LP (400x) dilakukan dengan pewarnaan gram. 5. Pemeriksaan sediaan basah untuk menentukan Trichomonas vaginalis. Kultur Sebagai patogen intraseluler, Chlamydia trachomatis membutuhkan sistem kultur sel untuk diperbanyak di laboratorium, sehingga kultur sel merupakan tes standar untuk mendeteksi Chlamydia trachomatis selama bertahun-tahun, dengan sensitivitas 4085% pada spesimen genital. Untuk kultur, spesimen dapat diambil dengan swab berujung kapas. Spesimen harus diletakan dalam media transport spesifik dan didinginkan selama 24 jam hingga berinokulasi pada lempeng kultur sel. 37 Kultur: Trichomonas vaginalis dalam bentuk tropozoit. Tampak 4 buah flagella dan satu nucleus. LK U P N P H AS Serologi Pemeriksaan serologi tidak banyak digunakan untuk diagnosis infeksi Chlamydia pada saluran reproduksi selain limfogranuloma venereum. Dengan alasan berikut: 1. Prevalensi basal antibodi yang tinggi dalam populasi individu aktif secara seksual yang berisiko terinfeksi C. Trachomatis, berkisar 4565% dari individu yang diperiksa. Tingginya prevalensi seropotif pada pasien-pasien yang asimptomatis dengan kultur-negatif diduga menggambarkan infeksi sebelumnya sukar dideteksi dengan teknik kultur. 2. Tidak terdapat gejala permulaan pada banyak pasien dengan infeksi Chlamydia yang menunjukan bahwa pasien lebih sering berada pada periode ketika tak terdapat antibodi IgM atau tidak menunjukan peningkatan maupun penurunan titer antibodi IgG sehingga parameter ini sering tak terdapat pada awal infeksi, hal ini terutama pada wanita. Awal gejala lebih jelas pada pria UNG, dan serokonversi atau antibodi IgM didapatkan pada sebagian besar pria. 3. Infeksi traktus genitalia superfisial (uretritis) umumnya menghasilkan titer antibodi mikro-IF berkisar antara 1:8 hingga 1:256, tetapi jarang lebih tinggi. Pada pria UNG yang awalnya seronegatif, tetapi kemudian terdapat antibody 38 IgG terhadap Chlamydia, 60% memiliki titer 1:8 dan 1:32, sedangkan 40% antara 1:64 dan 1:2. Saat ini terdapat metode otomatis untuk mendeteksi DNA atau RNA C. Trachomatis yang diamplifikasi. Dua metode yang paling banyak digunakan adalah ligase chain reaction (LCR) dan polymerase chain reaction (PCR). Metode yang lainnya adalah transcription-mediated amplification (TMA). VII. DIAGNOSIS BANDING 1. Gonore Gonore merupakan penyakit menular seksual yang umum terjadi dan disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae, menyebabkan perubahan pada LK U P N P H AS mukosa dan epitel transisional. Pada pria, gejala awal biasanya timbul dalam waktu 2-8 hari setelah terinfeksi. Manifestasi umum dari infeksi gonokokkus pada pria adalah uretritis. Karakteristiknya berupa sekret yang purulen atau berawan keluar dari uretra yang membedakannya dari uretritisnon gonore. Inflamasi membran mukosa pada uretra anterior menyebabkan rasa nyeri saat berkemih dan terjadi kemerahan serta pembengkakan. Nyeri dan bengkak pada testis mengindikasikan terjadinya epididimitis atau orkitis dan mungkin akan menjadi satu-satunya gejala yang muncul. Pada wanita, 50% infeksi N. gonorrhoeae bersifat asimtomatis. Skrining yang sesuai, diagnosis dini, dan perawatan adalah krusial karena dapat menyebabkan komplikasi serius berupa sterilitas. Endoserviks adalah lokasi umum terjadinya infeksi dan invasi organisme ini. Gejala uretritis mencakup sekret mukopurulen, pruritus vagina, dan disuria. Vaginitis tidak terjadi kecuali pada wanita prapuber atau post menopause karena epitel vagina wanita yang sudah dewasa secara seksual tidak mendukung pertumbuhan N. gonorrhoeae. Lokasi infeksi lainnya adalah kelenjar Bartolin dan Skene. Organisme juga dapat menginvasi traktus genitalia atas seperti uterus, tuba fallopi, dan ovarium menyebabkan terjadinya Pelvic Inflammatory Disease (PID). 39 Gonore akut pada pria bermanifestasi dengan adanya secret purulen seperti k LK U P N P H AS 2. Trikomoniasis Trikomoniasis merupakan infeksi saluran urogenital bagian bawah pada wanita maupun pria, dapat bersifat akut atau kronik, disebabkan oleh Trochomoniasis vaginalis dan penularannya biasanya melalui hubungan seksual. Pada wanita, Trichomoniasis vaginalis menyerang dinding vagina, dan bersifat akut maupun kronik. Pada kasus akut terlihat sekret vagina seropurulen berwarna kekuning-kuningan, kuning-hijau, berbau tidak enak (malodorous), dan berbusa. Dinding vagina tampak kemerahan dan sembab. Kadang-kadang terbentuk abses kecil pada dinding vagina dan serviks, yang tampak sebagai granulasi berwarna merah dan dikenal sebagai strawberry appearance dan disertai gejala dispareunia, perdarahan pascakoitus, dan perdarahan intermenstrual. Bila sekret banyak yang keluar dapat timbul iritasi pada lipat paha atau di sekitar genitalia eksterna. Selain vaginitis dapat pula terjadi uretritis, Bartholinitis, skenitis, dan sistisis yang pada umumnya tanpa keluhan. Pada kasus yang kronik, gejala lebih ringan dan sekret vagina biasanya tidak berbusa. Pada laki-laki pula yang diserang adalah uretra, kelenjar prostat, kadang-kadang preputium, vesikula seminalis, dan epididimis. Pada umumnya gambaran klinis lebih ringan dibandingkan dengan wanita. 40 abses kecil krim keluar dari uretra. Bentuk akut gejalanya mirip uretritis nongonore, misalnya disuria, poliuria, dan sekret uretra mukoid atau mukopurulen. Urin biasanya jernih, tetapi kadang-kadang ada benang-benang halus. Pada bentuk kronik, gejalanya tidakkadangbenang khas, gatal pada uretra, disuria, dan urin keruh pada pagi hari. LK U P N P H AS VIII. PENATALAKSANAAN a. Penanganan pasangan seksualnya b. Farmakologi Pengobatan harus diberikan segera setelah diagnosis UNG ditegakkansegera tanpa menunggu hasil tes Chlamydia dan kultur N. gonorrhoea Azitromisingonorrhoea. dan doksisiklin memiliki efektivitas tinggi terhadap uretritis karena infeksi Chlamydia, demikian pula dengan M. genitalium yang berespon sangat bai,baik terhadap azitromisin. - Regimen yang direkomendasikan: Azitromisin 1 gr per oral dosis tunggal atau doksisiklin 100 mg per oral 2 kali sehari selama 7 hari. Azitromisin merupakan golongan makrolid dengan aktivitas lebih rendah terhadap kuman gram positif tetapi lebih aktif terhadap kuman gram 41 negatif. Azitromisin diindikasikan untuk infeksi klamidia daerah genital tanpa komplikasi. Doksisiklin adalah golongan tetrasiklin yang berspektrum luas dan merupakan pilihan untuk infeksi yang disebabkan Chlamydia (trakoma, psitakosis, salpingitis, uretritis, dan limfogranuloma venereum). - Regimen alternatif: Eritromisin 500 mg diberikan dua kali sehari selama 14 hari atau ofloksasin 200 mg diberikan dua kali sehari atau 400 mg diberi sekali sehari selama 7 hari. Eritromisin memiliki spektrum antibakteri yang hampir sama dengan LK U P N P H AS penisilin, sehingga obat ini digunakan sebagai alternatif penisilin. Eritromisin bekerja aktif terhadap Chlamydia dan Micoplasma. Ofloksasin merupakan golongan kuinolon yang bekerja dengan menghambat DNA gyrase sehingga sintesis DNA kuman terganggu. Ofloksasin digunakan untuk infeksi saluran kemih, saluran nafas bawah, gonore, uretritis, dan servisitis non gonokokkus. - Untuk pasien dengan UNG persisten/rekuren terapi yang diberikan berupa: Metronidazol 2 gr per oral dosis tunggal atau Tinidazol 2 gr per oral dosis tunggal atau Azitromisin 1 gr per oral dosis tunggal. Penyebab UNG persisten/rekuren adalah multifaktorial. M. genitalium terlibat dalam 20-40% kasus dan terapi UNG tidak selalu mengeradikasi kuman ini. Karena kemungkinan risiko resistensi pada dosis tunggal azitromisin, para ahli merekomendasikan pemberian azitromisin selama 5 hari untuk terapi M. genitalium. Metronidazol merupakan antimikroba dengan aktivitas sangat baik terhadap bakteri anaerob dan protozoa. Spektrum antiprotozoanya mencakup Trichomonas vaginalis, vaginosis bakterial (terutama Gardnerella vaginalis). 42 Pasien dengan infeksi Chlamydia harus dimonitor selama 2 minggu. Pemberian informasi kepada pasangan, pencegahan hubungan seksual sementara serta penyelesaian terapi dengan benar harus diperiksa. Dalam hal ini pasangan maupun semua orang yang memiliki kontak seksual langsung dengan penderita harus diidentifikasi dan diberikan saran untuk mendapat terapi serupa. IX. PENCEGAHAN Pasien dianjurkan untuk menjauhkan diri dari hubungan seksual atau melakukan hubungan seksual monogami dengan mitra yang tidak terinfeksi. Penggunaan kondom lateks pada pria, jika digunakan secara konsisten dan LK U P N P H AS benar, sangat efetif dalam mengurangi penularan infeksi menular seksual. X. KOMPLIKASI Komplikasi yang dapat terjadi pada kasus UNG antara lain: 1. Epididimitis akut biasanya unilateral dan setiap epididimitis biasanya disertai vas deferentitis. Keadaan yang mempermudah timbulnya epidimitis adalah trauma pada uretra posterior yang disebabkan oleh salah pengelolaan pengobatan atau kelalaian pasien sendiri. Epididimitis dan tali spermatika membengkak dan terasa panas, juga testis, sehingga menyerupai hidrokel sekunder. Pada penekanan teraba nyeri sekali. Bila mengenai kedua epididimis dapat mengakibatkan sterilitas. 2. Striktur uretra atau penyempitan pada lumen uretra, insidennya rendah pada penderita yang mendapat pengobatan antibiotik untuk gonore. 3. Proktitis, terutama pada pria homoseks. Keluhan penderita sedikit tetapi dapat ditemukan cairan mukus dari rektum dan tanda-tanda iritasi. 4. Servisitis. Dapat asimptomatik, kadang-kadang menimbulkan rasa nyeri pada punggung bawah. Pada pemeriksaan, serviks tampak merah dengan erosi dan sekret mukopurulen. Duh tubuh akan terlihat lebih banyak, bila terjadi servisitis akut atau disertai vaginitis yang disebabkan oleh Trichomonas vaginalis. 43 5. Endometriosis. Chlamydia dapat ditemukan pada aspirat endometrial pada kasus endometriosis dengan atau tanpa tanda-tanda salfingitis. 6. Salfingitis. Peradangan pada salping yang banyak disebabkan oleh C. trachomatis. 7. Perihepatitis. Chlamydia dapat meluas dari serviks melalui endometrium ke tuba dan kemudian ke diafragma kanan. Beberapa penyebaran menghasilkan perihepatitis. Parenkim hati tidak diserang sehingga tes fungsi hati biasanya normal. 8. Reiter syndrome, dikenal juga sebagai artritis reaktif, adalah kumpulan dari tiga gejala yaitu konjungtivitis, uretritis, dan arthritis. Terjadi setelah sebuah LK U P N P H AS infeksi khususnya infeksi pada saluran urogenital atau gastrointestinal. Patofisiologinya belum diketahui, tetapi faktor infeksi dan imun kemungkinan terlibat. XI. PROGNOSIS Kadang-kadang tanpa pengobatan, penyakit lambat laun berkurang dan akhirnya sembuh sendiri (50-70% dalam waktu kurang lebih 3 bulan). Setelah pengobatan 10% penderita akan mengalami eksaserbasi/rekurens. 44 Bahan Ajar : Infeksi Menular Seksual MODUL LUKA PADA ALAT KELAMIN (ULKUS GENITALIA) PENDAHULUAN Modul Luka pada Alat Kelamin (Ulkus Genitalia) diberikan kepada mahasiswa FK yang mengambil mata kuliah sistim Urogenitalia di semester IV. TIU dan TIK modul ini disajikan diharapkan dapat dimengerti secara menyeluruh tentang konsep dasar penyakit-penyakit yang memberikan gejala luka (ulkus) pada alat LK U P N P H AS kelamin, terutama yang disebabkan oleh infeksi menular seksual (IMS). Anda diharapkan mampu menjelaskan semua aspek tentang luka pada alat kelamin antara lain: penyakit-penyakit apa saja yang memberikan gejala luka pada alat kelamin. Penyebab dan patomekanisme terjadinya penyakit, kelainan jaringan dan pemeriksaan penunjang lain yang dibutuhkan untuk menunjang diagnosis, penatalaksanaan dan aspek epidemiologi, utamanya penyakit/infeksi menular seksual. Sebelum menggunakan modul ini, anda diharapkan membaca TIU dan TIK tersebut sehingga tidak terjadi penyimpangan pada diskusi dan tujuan serta dapat dicapai kompetensi minimal yang diharapkan. Bahan untuk diskusi dapat diperoleh dari bacaan yang tercantum pada akhir setiap unit. Kuliah pakar akan diberikan atas permintaan mahasiswa yang berkaitan dengan penyakit ataupun penjelasan dalam pertemuan konsultasi antara peserta kelompok diskusi anda dengan dosen pengampu. Penyusun mengharapkan modul ini dapat membantu anda dalam memecahkan masalah penyakit Urogenitalia yang disajikan. Makassar, Juli 2012 Penyusun 45 MODUL LUKA PADA ALAT KELAMIN (Ulkus Genitalia) TUJUAN PEMBELAJARAN Tujuan Instruksional Umum (TIU) Setelah mempelajari modul ini mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan tentang penyebab, patomekanisme, tanda-tanda/gejala, cara diagnosis, penatalaksanaan/ terapi, komplikasi serta epidemiologi dan cara pencegahan penyakit-penyakit yang LK U P N P H AS sehingga diharapkan dapat menyusun tata cara diagnosis dan penatalaksanaannya Tujuan Instruksional Khusus (TIK) Setelah mempelajari modul ini mahasiswa diharapkan dapat : 11. Menyebutkan penyakit-penyakit yang menyebabkan gejala ulkus pada genitalia laki-laki, utamanya infeksi menular seksual. 12. Menjelaskan penyebab dari penyakit-penyakit yang menyebabkan gejala ulkus pada genital laki-laki baik yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur atau penyebab lain seperti trauma atau non infeksi. 13. Menjelaskan epidemiologi dan faktor resiko terjadinya infeksi menular seksual 14. Menjelaskan tentang patomekanisme penyebab ulkus pada genitalia laki-laki baik penyebab infeksi maupun non infeksi. c. Menjelaskan tentang anatomi, histology, dari alat genitalia laki-laki d. Menjelaskan mekanisme infeksi bakteri-bakteri dan virus, jamur dan penyebab morfologi lainnya yang menyebabkan ulkus pada genitalia laki-laki 46 memberikan gejala ulkus pada genitalia laki-laki, utamanya infeksi menular seksual 15. Menjelaskan tanda-tanda dan gejala dari penyakit syphilis, chancroid, lymphogranuloma venerum, granuloma inguinale dan herpes genitalia dan penyakit non infeksi menular seksual lainnya 16. Menjelaskan diferensial diagnosis ulkus gemitalia 17. Menjelaskan pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk diagnosis penyakit dengan gejala luka pada alat kelamin laki-laki terutama infeksi menular seksual 18. Menjelaskan penatalaksanaan penyakit dengan gejala luka pada alat kelamin laki- LK U P N P H AS 19. Menjelaskan prevalensi, insidens, kelompok resiko tinggi infeksi menular seksual dan pencegahannya 20. Menjelaskan komplikasi penyakit dengan gejala luka pada alat kelamin laki-laki 47 laki baik yang disebabkan oleh infeksi maupun non infeksi SKEMA PEMBELAJARAN Anamnesis - Pertama kena - Berapa hari - Faktorresiko(coitus suspectus) - Pekerjaan - Perkawinan - Riwayat/perilaku seksual - Riwayat obat/narkoba - Transfusi darah Pemeriksaan Fisis - Lokasi ulkus, nyeri tekan, dasar ulkus, sekret , pinggir, warna - Kelenjar limfa, bengkak, supuratif, nyeri tekan - Kelainan pada kulit - Kelainan organ lain - Gejala IMS lain Pemeriksaan penunjang: - Preparat langsung sekret ulkus/sederhana - Biakan/tissue culture - Deteksi Ag - Deteksi DNA - Serologis LK U P N P H AS Pengetahuan Dasar - Anatomi - Fisiologi - Morfologi - Mikrobiology Diferensial Diagnosis IMS - Syphilis - Chancroid - LGV - Lymphogranuloma inguinale - Herpes genitalia Non-IMS Trauma, pyodermi, varicella,dll Pengetahuan yang berhubungan - Imunologi - Epidemiologi, insiden DIAGNOSIS Pengendalian - Preventif - Promotif - Penyuluhan - Dan lain-lain - Universal PreCaution (UP) Penatalaksanaan - Terapi awal - Terapi topikal - Perawatan - Edukasi - Konseling - Konsul ULKUS GENITALIA 48 KASUS SKENARIO : Luka pada alat kelamin Seorang laki-laki, usia 30 tahun datang berobat ke poliklinik kulit dan kelamin dengan keluhan utama terdapat luka di genital, paha dan lipat paha. Keluhan ini dialami sejak 1 minggu yang lalu. Luka ini mudah berdarah dan disertai rasa nyeri. Riwayat demam (+), riwayat kontak seksual 2 minggu sebelum terdapat keluhan. Dari pemeriksaan fisik didapatkan ulkus yang berwarna seperti daging pada area LK U P N P H AS Diagnosis kerja: Granuloma inguinale TUGAS MAHASISWA 7. Setelah membaca dengan teliti skenario di atas anda harus mendiskusikan kasus tersebut pada satu kelompok diskusi terdiri dari 12-15 orang, dipimpin oleh seorang ketua dan seorang penulis yang dipilih oleh anda sendiri. Ketua dan sekretaris ini sebaiknya berganti-ganti pada setiap kali diskusi. Diskusi kelompok ini bisa dipimpin oleh seorang tutor atau dilakukan secara mandiri oleh kelompok. aktivitas pembelajaran individual di perpustakaan dengan 8. Melakukan menggunakan buku ajar, majalah, slide, tape atau video, dan internet, untuk mencari informasi tambahan. 9. Melakukan diskusi kelompok mandiri (tanpa tutor), melakukan curah pendapat bebas antar anggota kelompok untuk menganalisa dan atau mensintese informasi dalam menyelesaikan masalah. 49 genitalia dan femur. Dia berprofesi sebagai sopir angkutan kota luar daerah. 10. Berkonsultasi pada nara sumber yang ahli pada permasalahan dimaksud untuk memperoleh pengertian yang lebih mendalam (tanpa pakar). 11. Mengikut kuliah khusus (kuliah pakar) dalam kelas untuk masalah yang belum jelas atau tidak ditemukan jawabannya. 12. Melakukan latihan di laboratorium keterampilan klinik dan praktikum di laboratorium parasitologi, mikrobiologi, Patologi klinik dan patologi anatomi. LK U P N P H AS PROSES PEMECAHAN MASALAH Dalam diskusi kelompok dengan menggunakan metode curah pendapat, mahasiswa diharapkan memecahkan problem yang terdapat dalam skenario ini, yaitu dengan mengikuti 7 langkah penyelesaian masalah di bawah ini: 8. Klarifikasi istilah yang tidak jelas dalam scenario di atas, dan tentukan kata/ kalimat kunci skenario diatas. 9. Identifikasi problem dasar scenario diatas dengan, dengan membuat beberapa pertanyaan penting. 10. Analisa problem-problem tersebut dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan diatas. 11. Klasifikasikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut di atas. 12. Tentukan tujuan pembelajaran yang ingin di capai oleh mahasiswa atas kasus tersebut diatas. 13. Cari informasi tambahan tentang kasus diatas dari luar kelompok tatap muka. Langkah 6 dilakukan dengan belajar mandiri. 50 14. Laporkan hasil diskusi dan sistesis informasi-informasi ditemukan. Langkah 7 dilakukan dalm kelompok diskusi dengan tutor. Penjelasan: yang baru Bila dari hasil evaluasi laporan kelompok ternyata masih ada informasi yang diperlukan untuk sampai pada kesimpulan akhir, maka proses 6 bisa diulangi, dan selanjutnya dilakukan lagi langkah 7. LK U P N P H AS dirasa cukup maka pelaporan dilakukan dalam diskusi akhir, yang biasanya dilakukan dalam bentuk diskusi panel dimana semua pakar duduk bersama untuk memberikan penjelasan atas hal-hal yang belum jelas. JADWAL KEGIATAN : Sebelum dilakukan pertemuan antara kelompok mahasiswa dan tutor, mahasiswa dibagi menjadi kelompok-kelompok diskusi yang terdiri dari 15-17 orang tiap kelompok. 9. Pertemuan pertama dalam kelas besar dengan tatap muka satu arah untuk penjelasan dan tanya jawab. Tujuan: menjelaskan tentang modul dan cara menyelesaikan modul, dan membagi kelompok diskusi. Pada pertemuan pertama buku modul dibagikan. 10. Pertemuan kedua : diskusi tutorial 1 dipimpin oleh mahasiswa yang terpilih menjadi ketua dan penulis kelompok, serta difasilitasi oleh tutor Tujuan : 51 Kedua langkah diatas bisa diulang-ulang di luar tutorial, dan setelah informasi
Memilih ketua dan sekretaris kelompok, Brain-storming untuk proses 1-5, Pembagian tugas 11. Pertemuan ketiga: diskusi tutorial 2 seperti pada tutorial 1. Tujuan: untuk melaporkan informasi baru yang diperoleh dari pembelajaran mandiri dan melakukan klasifikasi, analisa dan sintese dari semua informasi. 12. Anda belajar mandiri baik sendiri-sendiri. Tujuan: untuk mencari informasi LK U P N P H AS 13. Diskusi mandiri; dengan proses sama dengan diskusi tutorial. Bila informasi telah cukup, diskusi mandiri digunakan untuk membuat laporan penyajian dan laporan tertulis. Diskusi mandiri bisa dilakukan berulang-ulang diluar jadwal. 14. Pertemuan keempat: diskusi panel dan tanya pakar. Tujuan: untuk melaporkan hasil analisa dan sintese informasi yang ditemukan untuk menyelesaikan masalah pada skenario. Bila ada masalah yang belum jelas atau kesalahan persepsi, bisa diselesaikan oleh para pakar yang hadir pada pertemuan ini. Laporan penyajian dibuat oleh kelompok dalam bentuk sesuai urutan yang tercantum pada buku kerja. 15. Masing-masing mahasiswa kemudian diberi tugas untuk menuliskan laporan tentang salah satu penyakit yang memberikan gambaran seperti pada scenario yang didiskusikan pada kelompoknya. Laporan ditulis dalam bentuk laporan penyajian dan laporan lengkap. 52 baru yang diperlukan, 16. Pertemuan terakhir : laporan kasus dilakukan dalam kelas besar oleh masing- masing mahasiswa. TIME TABLE PERTEMUAN I Pertemuan I (Penjelasan) II Tutorial I (Brain Stroming Klassifikasi analisa & sintese) III Mandiri mencari tambahan informasi Praktikum IV Tutorial II (Laporan informasi baru Klassifikasi analisa & sintese) V Kuliah Konsultasi VI Diskusi panel Tanya pakar VII Laporan Kasus LK U P N P H AS STRATEGI PEMBELAJARAN 1. Diskusi kelompok yang diarahkan tutor 2. Diskusi kelompok mandiri tanpa tutor 3. Konsultasi pada narasumber yang ahli (pakar) pada permasalahan dimaksud untuk memperoleh pengertian yang lebih mendalam 4. Kuliah khusus dalam kelas 5. Aktifitas pembelajaran individual di perpustakaan dengan menggunakan buku ajar, majalah, slide, tape atau video, dan internet 6. Praktikum di laboratorium: Anatomi, Histologi, Mikrobiologi, Patologi klinik, Patologi Anatomi 7. Latihan Keterampilan Klinik : Pemeriksaan fisik ulkus, Pengambilan sekret urethra. 53 BAHAN BACAAN & SUMBER INFORMASI LAIN A. Buku Ajar dan Jurnal 13. World Health Organization, 1992, International statistical Classification of Diseases an and related Health Problems, 10th revision, volume 1, WHO, Geneva. 14. Holmes KK, Mardh PA, Sparling et al. Sexually transmitted diseases, McGraw-Hill LK U P N P H AS 16. Kenneth J Rothman, 1986, Modern Epidemiology, Little Brown and Company, Bon 17. Kumar, Contran, Robbins : Pathology Basis of Diseases, 2003 18. Grant BJC The perineum and Pelvis : a Method of Anatomy 19. Buku IMS UI 20. Buku IMS Prof.DR.dr.Muh. Dali Amiruddin, Sp.KK(K) 21. Weiss L, Greep RD : Histology 4th edition, New York, Mc Graw Hill Inc, 1997 22. Stites DP, Stobo JD, Fudenberg HH : Basic and Clinical Immunology, 4th edition, Los Altos California, Lange Medical Publication, 1982 23. Henry JB : Clinical Diagnosis and Management by laboratory Methods, 19 th ed, 1996 24. Mims C, et all. Medical Microbiology, 3rd edition, Mosby, Sydney, 2004. 54 15. Baron et. Al : Diagnostic Microbiology, 9th edition, Mosby Co, 1994 B. Diktat dan Hand-Out 2. Diktat Anatomi
Diktat histology Buku IMS UI Buku Bahan Ajar IMS C. Sumber lain : VCD, Film, Internet, Slide, Tape LK U P N P H AS DAFTAR NAMA NARA SUMBER No 1. 2. 3. 4. 5. Nama Dosen Dr.A.M. Adam, Sp.KK(K) Dr. Dirmawati Kadir, SpKK Dr. Wiwiek Dewiyanti, Sp.KK, M.Kes Dr. Alwi Mappiasse, Sp.KK, PhD, FINSDV Prof.Dr.dr. Muh. Dali Amiruddin, Sp.KK(K), FINSDV Bagian Tlp Kantor Hp/Flexi 55 D. Nara sumber (Dosen pengampun) PETUNJUK UNTUK TUTOR TUGAS TUTOR : Pra tutorial 6. Mempelajari dengan seksama modul ini termasuk TIU dan TIK 7. Jika ada mated yang tidak jelas mohon ditanyakan pada dosen pengampu 8. Membuat rencana pembelajaran 9. Membuat tabulasi penyakit penyakit yang menyebabkan menghubungkannya dengan kata kunci produksi kurang dan LK U P N P H AS 10. Mengecek kelengkapan ruang tutorial Tutorial tahap 1 6. Membantu mahasiswa menunjuk ketua dan sekertaris kelompok 7. Memfasilitasi diskusi agar berjalan sesuai urutannya yaitu :
Menyusun kata kunci Membahas TIU dan TIK Membuat daftar pertanyaan sebanyak banyaknya yang diarahkan ke TIK Menjawab pertanyaan-pertanyaan Membuat tabulasi penyakit penyakit yang menyebabkan luka pada alat kelamin dan menghubungkannya dengan kata kunci Membuat tujuan pembelajaran selanjutnya
Membagi tugas pencarian informasi berdasarkan jenis penyakit yang menimbulkan luka pada alat kelamin 56 8. Melakukan penilaian untuk mahasiswa dan menandatanganinya 9. Mengecek kehadiran mahasiswa dan menandatangani daftar hadirnya 10. Mengingatkan mahasiswa agar pertemuan selanjutnya masing-masing sudah mengisi lembaran kerja Tutorial tahap 2 5. Mengecek apakah mahasiswa datang dengan membawa lembaran kerjanya 6. Memfasilitasi diskusi agar berjalan sesuai urutannya yaitu : LK U P N P H AS
Mahasiswa mendiskusikan satu persatu penyakit yang bergejala utama produksi kencing kurang, etiologinya, patomekanismenya, cara mendiagnosis (anamnesis, inspeksi, palpasi perkusi dan auskultasi, pemeriksaan penunjang dan penatalaksanaannya.
Mahasiswa menganalisa kembali tabulasi yang dibuat berdasarkan setiap penyakit dan kata kunci.
Mengurutkan penyakit mulai dengan diagnosis terdekat sampai diagnosis yang terjauh
Tutor menanyakan beberapa pertanyaan mendasar yang perlu diketahui mahasiswa dan mendiskusikannya
Mahasiswa membuat tujuan pembelajaran selanjutnya dengan mencatat pertanyaan yang belum terjawab untuk dicari pada perpustakaan, ditanyakan langsung kepada dosen pengampu atau ditanyakan dalam diskusi panel. 57
Melaporkan informasi tambahan yang baru diperolehnya 7. Membuat penilaian terutama saat mahasiswa melaporkan informasi yang diperoleh. 8. Mengecek kehadiran mahasiswa dan menandatangani daftar hadirnya Saat Panel Diskusi 3. Wajib mengikuti diskusi panel 4. Membuat penilaian pada penampilan, cara menjawab, isi jawaban dan lain-lain pada mahasiswa yang melapor atau menjawab pertanyaan. LK U P N P H AS 4. Mengumpulkan semua absensi kelompok di Koordinator PBL 5. Membuat penilaian akhir dari semua nilai 6. Memeriksa laporan mahasiswa bersama nara sumber KATA/KALIMAT KUNCI 6. Laki-laki usia 30 tahun 7. Ulkus pada glans penis 8. Mulai dengan papul 9. Ada limphadenitis 10. Tanda-tanda vital normal Tanda sistemik; gejala lain di kulit BEBERAPA PERTANYAAN PRINSIP DAN JAWABANNYA 11. Penyakit apakah yang menyebabkan keluhan ulkus pada genitalia laki-laki? 58 Setelah satu Seri Tutorial Selesai 12. Apa penyebab dari syphilis, chancroid, lymphogranuloma venerum (LGV), lymphogranuloma inguinale, dan herpes genitalia? 13. Bagaimana patomekanisme terjadinya syphilis, chancroid, Imphogranuloma venerum (LGV), lymphogranuloma inguinale, dan herpes genitalia ? 14. Apa tanda-tanda dan gejala syphilis, chancroid, Imphogranuloma venerum (LGV), lymphogranuloma inguinale, dan herpes genitalia 15. Pemeriksaan penunjang apa yg dibutuhkan untuk melengkapi diagnosis ? LK U P N P H AS venerum (LGV), lymphogranuloma inguinale, dan herpes genitalia? 17. Apa komplikasi syphilis, chancroid, lymphogranuloma venerum (LGV), lymphogranuloma inguinale, dan herpes genitalia? 18. Bagaimana epidemiologi: prevalensi, insidens dari syphilis, chancroid, Imphogranuloma venerum (LGV), lymphogranuloma inguinale, dan herpes genitalia? Mengapa terdapat peningkatan insiden infeksi menular seksual ? 19. Kelompok masyarakat yang mana yang merupakan kelompok resiko tinggi dari Penyakit Menular Seksual? 20. Faktor perilaku yang rentan terkena IMS 59 16. Bagaimana manajemen /penatalaksanaan syphilis, chancroid, Imphogranuloma ULKUS GENITALIA ULKUS MOLE DEFINISI Ulkus mole (ulcus molle) merupakan penyakit ulseratif akut, biasanya terjadi di genitalia. Penyakit ini sering dihubungkan dengan adenitis inguinal atau bubo, yang disebabkan oleh infeksi Haemophilus ducreyi, hasil gram negatif yang juga bersifat anaerob fakultatif yang membutuhkan hemin (faktor X) untuk pertumbuhannya. EPIDEMIOLOGI Penyakit ini dapat dijumpai di seluruh dunia, terutama di daerah tropis dan subtropis. Di Amerika Serikat, insidennya mengalami penurunan antara tahun 1950- 1978. Namun pada tahun 1985 dilaporkan insidennya bertambah menjadi 2000 kasus dan menjadi 3418 kasus pada tahun 1986. Pada tahun 1987 dan 1990 berturut-turut dilaporkan 5035 dan 4200 kasus. Jumlah kasus kemudian menurun sejak saat itu dan menjadi stabil, di mana dilaporkan ada sekitar 733 kasus pada tahun1994. Ulkus mole lebih banyak di diagnosis pada laki-laki dengan perbandingan rasio antara laki-laki dan perempuan adalah antara 3 :1 sampai 25 : 1 atau lebih tinggi. Laki-laki yang tidak disirkumsisi meiniliki risiko 2 kali lebih tinggi daripada laki-laki yang disirkumsisi. Prevalensi ulkus mole tinggi pada kelompok sosial ekonomi rendah, terutama pada pekerja seks, dan tampaknya pekerja seks menjadi reservoir pada semua laporan epideini penyakit ini.Di antara pekerja seks komersial kelas bawah, prevalensi ulkus genital antara 5-35% dan H. ducreyi dapat dikultur dan kira-kira 50% dan ulkus tersebut. Seperti halnya penyakit menular seksual lainnya, ulkus mole juga paling banyak terjadi pada usia dewasa muda. Namun dapat juga terjadi pada setiap usia. LK U P N P H AS 60 ETIOLOGI Taksonomi dan Sifat Biokimia H. ducreyi Chancroid disebabkan oleh H. ducreyi yang merupakan basil gram negatif, bersifat fakultatif anaerobik yang membutuhkan heinin (faktor X) untuk pertumbuhannya.Hasil ini juga dapat mereduksi nitrat menjadi nitrit dan mengandung 0,38 mol DNA guanosin plus cytosine. Organisme ini kecil, tidak bergerak, tidak membentuk spora dan memperlihatkan rantai streptobasilaris yang khas pada pewarnaan gram, terutama pada kultur. Haemophilus ducreyi dapat dibedakan dan beberapa strain Haemophilus lainnya melalui beberapa faktor biokiinia. Ciri khas genus ini adalah mereduksi nitrat menjadi nitrit.Haemophilus ducreyi tidak membutuhkan faktor Nikotinainide Adenin Dinucleotide (NAD, faktor V) untuk mencerna heinin, dan tidak menghasilkan H2S, katalase dan indole. H. ducreyi juga membutuhkan zat besi (iron) yang didapat dan intraseluler dengan cara menginvasi atau merusak sel tersebut. LK U P N P H AS PATOGENESIS Proses Awal Infeksi (Mekanisme Perlekatan H. ducreyl pada Sel Hospes) Melekatnya mikroba yang patogen ini pada permukaan sel epitel dianggap merupakan proses awal yang terpenting dan infeksi. H. ducreyi mampu menyebabkan hemaglutinasi sel-sel eritrosit manusia, dan aktivitas ini dihubungkan dengan permukaan bakteri yang bersifat hidrofobik tinggi. Sifat ini dapat dirusak oleh terapi trypsin atau formaldehid, namun tidak akan terpengaruh oleh D-mannose atau dengan pemanasan 60 C sampai 100 C. Pili yang dimiliki oleh H. ducreyi mungkin memegang peran penting pada proses adesi ini. Pili yang dapat terdeteksi dengan menggunakan inikroskop elektron ini tampak sebagai bagian tubuh yang sangat halus, dan berbeda dengan pili pada Neisseriagonorrhoeae. Pili ini terdiri atas pilin monomer dengan berat molekul 2400 dalton. H. ducreyi dapat berpenetrasi ke dalam epidermis melalui sel-sel epitel yang rusak karena trauma atau abrasi. Ukuran inokulum yang mampu menyebabkan infeksi adalah lebih besar. Ikatan H. ducreyi kemudian dapat terjadi pada matriks protein ekstraseluler dan fibrinogen, fibronektin, kolagen dan gelatin. Pada lesi tersebut organisme dapat dijumpai baik di dalam makrofag maupun neutrofil. Bahkan juga dapat terlihat secara berkelompok dalamjaringan interstitium. Pembentukan Ulkus Patogenesis terbentuknya ulkus tidak sepenuhnya dapat dimengerti. Diperkirakan ada pengaruh produk toksik yang dihasilkan oleh H. ducreyi atau karena mekanisme tidak langsung inisalnya karena induksi inflamasi dan bakteri itu sendiri. Data mengenai kemungkinan dihasilkannya ensim dan jaringan ekstraseluler H. ducreyi yang berfungsi sebagai enzim degradasi, masih kontroversial. Baine dan Joslin mampu mendemonstrasikan adanya aktivitas enzim phospholipase C dan 61 enzim protease pada kultur sel yang mengandung H. ducreyi. Sementara Strum mendeteksi faktor ekstraseluler lainnya yang dihasilkan oleh H. ducreyi saat dilakukan inkubasi pada leukosit manusia. Faktor ekstraseluler ini memiliki aktivitas leukotoksik tanpa memengaruhi integritas leukosit itu sendiri. Pembentukan ulkus pada binatang percobaan berhasil dipicu dengan penyuntikan organisme H. ducreyi secara intradermal atau subkutan. Karena ulkus dapat muncul setelah penyuntikan baik dan bakteri yang masih hidup maupun yang sudah mati akibat dipanaskan, maka dapat disimpulkan bahwa tidak selalu dibutuhkan bakteri yang viabel untuk dapat membentuk ulkus. Ulkus juga dapat terbentuk pada tikus setelah dilakukan inokulasi lipopolisakarida (LPS) H. ducreyi yang dimurnikan secara intradermal sehingga LPS dianggap memegang peranan penting dalam pembentukan ulkus. Limfadenitis Akibat Infeksi H. ducreyi Limfadenitis yang dihubungkan dengan penyakit ulkus genital yang disebabkan dihubungkan dengan respons inflamasi piogenik. Supurasi dihubungkan dengan jumlah neutrofil yang sangat banyak dan sejumlah kecil basil. Pada bubo hampir tidak ditemukan mikroorganisme dan juga tetap tidak bisa dijelaskan mengapa hal tersebut terjadi. LK U P N P H AS Kemampuan H. ducreyi untuk Menghindar dan Mekanisme Pertahanan Tubuh Hospes Jika H. ducreyi mampu membentuk koloni pada jaringan tubuh hospes berarti bakteri tersebut mampu bertahan atau menghindar dari mekanisme pertahanan tubuh hospes. Strain yang virulen dan H. ducreyi yang dites secara in vitro terbukti resisten terhadap penghancuran sel-sel fagosit atau serum hospesnya. Pada manusia, infeksi H. ducreyi mengakibatkan munculnya respons imun humoral yang terdeteksi dengan adanya circulating IgM dan lgG pada penderita charicroid. Cell-mediated immunity juga berespons dengan teraktivasinya sel limfosit T, sehingga terjadi peningkatan reseptor intenleukin-.2 dalam serum dan urine, yang akan menurun kadarnya setelah mendapat terapi. Satu mekanisme yang mungkin dapat menghindarkan bakteri dan respons imunologis host adalah adanya variasi sifat antigenik protein membran terluar dan H. ducreyi. Adanya LPS yang sebelumnya sudah dijelaskanjuga dianggap memegang peranan penting.Dengan pemeriksaan immunoblotting, Campagnari menunjukkan bahwa LPS H. ducreyi mengikat antibodi monokional 3F11. Antibodi ini mampu mengenali epitope yang juga ditampilkan oleh paragloboside, yaitu prekursor glycosphingolipid pada sebagian besar human blood group arteri. Dengan cara ini maka H. ducreyi mampu melawan mekanisme pertahanan tubuh hospesnya. MANIFESTASI KLINIS Masa inkubasinya adalah berkisar antara 4 sampai 7 hari danjarang yang kurang dari 3 hari atau lebih dan 10 hari. 62
LK U P N P H AS
63 Tidak disertai gejala prodromal. Pembentukan ulkus mole 1. Adanya papula lunak, dengan kulit yang eritema di sekelilingnya. 2. Tidak ditemukan adanya vesikel pada tiap tingkat perjalanan penyakit. 3. Dalam 24 sampai 48 jam, papula akan berubah menjadi pustula, kemudian mengalaini erosi dan ulserasi. 4. Pinggir ulkus tidak teratur dan bergaung, dasar ulkus biasanya ditutupi jaringan nekrotik dan eksudat yang berwama abu-abu kekuningan di atas jaringan granulasi yang mudah berdarah. Berbeda dengan sifilis, ulkus mole biasanya lunak dan sering kali multipel. 5. Diameter ulkus berkisar antara 1 mm sampai dengan 2 cm. Keluhan: 1. Pada laki-laki, keluhan yang muncul biasanya berhubungan langsung dengan ulkus atau abses di inguinal. Ulkus mole terasa nyeri. 2. Pada wanita, keluhan tergantung pada lokasi ulkus. Keluhan tersebut dapat berupa nyeri pada saat buang air, perdarahan perektal, dispareunia, atau keluarnya duh tubuh dari vagina. Lokalisasi ulkus: 1. Pada laki-laki adalah preputium, lipatan balanopreputial, frenulum, glans penis dan sulkus koronarius. Sering tampak edema padapreputium, meatus uretra dan batang penis. Chancre yang terdapat pada uretra sering mengakibatkan uretritis purulenta tetapi jarang terjadi. 2. Lokalisasi pada wanita vulva terutama pada comisura posterior (berbentuk ulkus longitudinal), labia ininora, vestibulum, labia mayora dan daerah uretra. Jarang dijumpai lesi pada vagina (jika ada, biasanya merupakan perluasan ulkus dari introitus dan tidak terasa nyeri), serviks, perineum atau anus. Lesi ekstragenital charicroid pernah dilaporkan terjadi pada dada, jari-jari, paha dan di dalam mulut. Pembesaran kelenjar inguinal (bubo) yang berupa adenitis inguinal yang nyeri, terjadi pada 50% penderita, dan terjadi dalam beberapa hari sampai 2 ininggu (rata-rata 1 ininggu) setelah timbul lesi primer. Adenitis umumnya bersifat unilateral dan kulit diatasnya enitema. Pada suatu penelitian didapatkan adanya bubo pada 22 dari 32 penderita ulkus mole, dengan diameter kurang lebih 5 cm. Bubo dapat berfluktuasi dan ruptur secara spontan. Pus yang mengalir dan bubo biasanya keruh seperti susu. Sementara pada wanita jarang terjadi limfadenitis. Variasi bentuk klinis: 1. Giant Chancroid (ulkus raksasa) yaitu lesi soliter yang meluas ke perifer dan tampak adanya ulserasi yang luas. 2. Ulkus serpiginosa yang besar yaitu lesi-lesi yang bergabung dan melebar karena autoinokulasi. Dapat terjadi infeksi campuran pada kasus ini dan dapat mengenai daerah inguinal, paha atau dinding abdomen. 3. Chancroid phagadenic, yaitu bentuk lain ulkus yang disebabkan oleh superinfeksi dengan fusospirochetosis. Dapat terjadi destruksi jaringan yang cepat dan dalam (ulkus mole gangrenosum) 4. Transient chancroid, berupa ulkus kecil yang membaik secara spontan dalam beberapa hari. Keadaan ini dapat diikuti dengan limfadenitis regional yang akut dalam 2-3 ininggu kemudian. 5. Follicular chancroid, yaitu ulkus kecil multipel, yang timbul di sekitar folikel rambut, sering kali di daerah mons pubis. Dapat terlihat beberapa ulkus folikuler. 6. Papular chancroid, terdiri atas papul-papul yang mengalaini ulserasi granulomatous. Dapat menyerupai donovanosis atau kondiloma lata (sifilis stadium II). LK U P N P H AS KOMPLIKASI Komplikasi dan ulkus mole antara lain: 1. Adenitis inguinal (bubo inflamatorik), merupakan komplikasi yang paling sering didapatkan. Timbul beberapa hari sampai 3 minggu setelah munculnya lesi primer. Kelenjar yang biasanya membesar secara unilateral ini terasa nyeri, kemudian bergabung. Lima puluh persen kasus mengalaini supurasi dengan pembentukan abses unilokular. Bila tidak diobati, abses akan pecah sehingga terbentuk sinus tunggal di permukaan kulit yang kemudian dapat berkembang menjadi ulkus mole. 2. Fimosis atau parafimosis. Dapat terjadi akibat sikatriks yang terbentuk pada lesi yang mengenai preputium. Untuk penanganannya perlu dilakukan sirkumsisi. 3. Fistel uretra. Muncul sebagai akibat ulkus pada glans penis yang bersifat destruktif. Bila mengenai uretra akan dapat menimbulkan nyeri berat saat miksi. Dapat diikuti dengan terbentuknya striktur uretra. 4. Fistel rektovagina. Merupakan komplikasi yang dapat terjadi pada wanita. 5. Infeksi campuran dapat terjadi, misalnya dengan organisme Vincent mengakibatkan ulkus makin destruktif dan sulit diobati. Infeksi campuran dengan Treponema pallidum (ulkus mikstum) memberi gambaran ulcus mole yang berkurang nyerinya namun lesi lebih berindurasi. Kombinasi juga dapat terjadi 64 bersama dengan infeksi virus Herpes simplex atau bersamaan dengan lesi Limfogranuloma venereum dan Granuloma inguinale. DIAGNOSIS Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan riwayat penderita, keluhan dan gejala klinis serta pemeriksaan laboratorium untuk menemukan agen penyebabnya. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain sebagai berikut. 1. Pemeriksaan langsung dan bahan ulkus Dapat dilakukan dengan pewarnaan gram, giemsa atau mikroskop elektron. Identifikasi yang cepat dapat dilakukan dengan pewarnaan methyl greenpyronin, Pappenheim dan Unna, juga dapat dilakukan dengan pewamaan blue dan wright. Namun pemeriksaan langsung tersebut sering kali menyesatkan karena banyaknya flora polimikrobial yang dapat dijumpai pada ulkus genital. Spesimen diambil dengan menggunakan swab kapas atau swab calcium alginate, juga dapat menggunakan sengkelit platina. Swab harus diambil dan dasar ulkus yang sebelumnya dibersihkan dengan kain kasa yang dibasahi larutan normal salin. Lalu dengan lidi kapas steril dihapuskan pada kaca benda dalam satu arah agar dapat ditemukan morfologi organisme yang berbentuk rantai. Organisme hanya dapat bertahan hidup selama 2-4 jam pada swab jika tidak disimpan dalam lemari pendingin. Jumlah H. ducreyi pada eksudat ulkus berkisar antara 107-108/ml pus. Pada pus bubo biasanya tidak didapatkan inikroorganisme tetapi dapat ditemukan dalam abses inguinal. Basil dijumpai dalam bentuk kelompok kecil atau rantai yang paralel dan 2 atau 3 organisme yang tersebar sepanjang untaian sekret mulkous, baik intra maupun ekstrasel. Gambaran seperti ini diistilahkan sebagai school of fish atau railroad track.\ LK U P N P H AS 2. Biakan Diagnosis yang lebih akurat didapatkan dari kultur H. ducreyi.Bahan diambil dan dasar ulkus yang purulen atau pus bubo, setelah sebelumnya eksudat yang nekrotik diangkat dengan normal salin steril nonbateriostatik. Kultur harus segera diinokulasi karena belum ada media transport yang memuaskan. Untuk mendapatkan sensitivitas yang tinggi pada biakan untuk isolasi primer, direkomendasikan penggunaan 2 media sekaligus yang ditambahkan dengan hemoglobin dan serum. Beberapa media yang dapat digunakan adalah media selektif Chocolate agar ditambah 1% Isovitalex yang mengandung 3 g/ml vancomycin,Heart Infussion Agar (HIA) dengan 5% defibrinasi darah kecil atau 10% serum fetall calf serum dan Chocolate Mueller Hinton Agar dengan 5% darah kuda. 65 LK U P N P H AS 66 Pada pembiakan akan tampak koloni kecil,.nonmukoid, berwarna abu-abu kuning, seini opak atau translusen dan dapat digeser pada permukaan agar dalam keadaan utuh. Koloni ini mulai muncul dalam 2-4 hari, tetapi biasanya setelah 7 harimokulasi. Untuk penanaman primer dibutuhkan atmosfer water saturated yang mengandung 5-10% CO2 dan mengurangi temperatur inkubasi hingga mencapai 33-35C.1,2,3 3. Tes serologis Banyak upaya yang telah dilakukan untuk mengembangkan uji serologis pada ulkus mole. Karena keterbatasan sensitifitas sarana deteksi antibody H. ducreyi dalam sirkulasi, maka penggunaan uji serologis untuk diagnosis yang dilakukan secara rutinjuga terbatas, namun dapat dibukakan untuk kepentingan penelitian epidemiology population based sebagai suatu metode skrining adanya infeksi H. ducreyi pada masa lalu. Metode yang dapat dilakukan antara lain tes-tes komplemen fiksasi, presipitin dan aglutinasi, dengan hasil positifpada beberapa penyakit ulkus genital yang disebabkan H. ducreyi. Tes ELISA dapat digunakan dengan memakai Whole Lysed H. ducreyi sebagai sumber antigen, dan tampaknya tes ini memiliki spesifisitas dan sensitivitas yang luas.1-3 4. Polymerase Chain Reaction (PCR) Merupakan suatu metode untuk melipatgandakan (amplifikasi) DNA. Pemeriksaan ini lebih sensitif dan spesifik untuk menegakkan diagnosis ulkus mole. Pemeriksaan PCR dapat mendeteksi H. ducreyi pada pekerja seks komersial tanpa gejala dan tanda ulkus mole, seperti yang diporkan Hawkes, dkk (1995). Pada penelitian tersebut didapatkan 2% dan 213 PSK, PCR terhadap H. ducreyi tanpa menunjukkan tanda dan gejala chancroid.1-3 5. Pemeriksaan Histopatologis Gambaran histopatologis pada ulkus mole cukup tegas untuk dapat digunakan sebagai salah satu sarana penunjang diagnosis. Gambaran yang tipikal ini tampak sebagai gambaran vertikal yang terdiri atas 3 lapis, yaitu lapisan superfisial pada permukaan ulkus, agak tipis dan terdiri dari netrofil, fibrin, limfosit, leukosit, dan jaringan nekrotik.Lapisan kedua tampak sangat luas, berisi banyak pembuluhdarah baru, dan tampak jelas proliferasi sel-sel endotelialnya. Lumen pembuluh darah sering tersumbat dan mengakibatkan trombosis.Selain itu juga dapat dijumpai perubahan degeneratif pembuluh darah. Lapisan ketiga yaitu lapisan yang paling dalam, terdiri atas infiltrat sel plasma yang tebal dan sel-sel limfoid. Basil ducreyi dapat dilihat pada potongan jaringan dengan pewarnaan giemsa, gram atau polychron methilen blue, tetapijarang ditemukan. Basil biasanya terdapat di antara sel-sel lapisan permukaan. Pada pemeriksaan inikroskop elektron pada potongan jaringan, coccobacilli terlihat berkelompok pada ruang interstitial. Tampak sebagai roda yang panjangnya sekitar 1,5m dan lebarnya 0,5 m dengan ekor bulat. Basil jarang terlihat pada phagosome makrofag. DIAGNOSIS BANDING Penyakit ini didiagnosis banding dengan penyakit yang juga menyebabkan lesi ulseratif pada genitalia seperti sifilis primer, herpes genitalis, lesi primer limfogranuloma venereum, granuloma inguinale dan ulkus traumatik yang disertai infeksi sekunder..
PENATALAKSANAAN Pengobatan Sistemik H. ducreyi diketahui telah mengalami resistensi terhadap sulfonainid, tetrasiklin, ampisilin, kioramfenikol dan kanainisin.Center of Disease Control (CDC) pada tahun 1998 merekomendasikan pengobatan ulkus mole dengan: Azitromisin 1 g per oral, dosis tunggal Seftriakson 250 mg intramuskular, dosis tunggal Siprofloksasin 2 X 500 mg/hari per oral, selama 3 hari Eritromisin 4 X 500 mg sehari per oral, selama 7 hari. (pernah dilaporkan kasus resistensi terhadap eritromisin di Cina). Selain obat tersebut di atas, yang juga efektif untuk menangani kasus ulkus mole adalah: Trimetoprim 160 mg dan sulfametoksasol 800 mg, 2X sehari selama 7 hari sebagai pengobatan alternatif. Kombinasi amoksisilin 500 mg dan asam klavulanat 125 mg oral 3X sehari selama 7 hari 67 Relaps dapat terjadi setelah penderita sembuh sempurna pada lokasi yang sama dengan lesi sebelumnya pada sekitar 5% penderita. Kegagalan pengobatan pasangan seksual biasanya berperan sebagai penyebab relaps. Pengobatan Topikal Pengobatan topikal pada kasus ini terdiri atas pemberian antiseptik seperti povidon iodin. Limfadenitis tidak boleh diinsisi. Bila perlu diaspirasi untuk mencegah ruptur spontan. Aspirasi menggunakan jarum besar dan ditusuk di bagian lateral sampai menembus kulit normal. Pada penderita yang mengeluh ulkusnya sangat nyeri, dapat diberi terapi topikal dengan kompres dingin untuk mengurangi peradangannya. Penderita dianjurkan untuk istirahat, karena bila penderita tetap melakukan aktivitasnya maka akan memudahkan terjadinya adenopati. Penderita dengan fimosis sebaiknya dilakukan sirkumsisi apabila semua lesi aktif telah sembuh, dan tampaknya bubo jarang berkembang setelah sirkumsisi dilakukan. Penatalaksanaan Pasangan Seksual Seseorang yang memiliki kontak seksual dengan penderita ulkus mole dalam 10 hari sebelum muncul gejala ulserasi di kelamin penderita, maka sebaiknya diberi terapi, meskipun gejala klinisnya belum muncul. Terbukti karier pembawa H. ducreyi dapat terjadi pada penderita yang asimtomatis. Obat yang diberikan pada pasangan seksual inisama dengan yang diberikan pada penderita baik jenis maupun dosis obatnya. Jika tidak mungkin melakukan abstinensia seksual, maka penderita harus menggunakan kondom saat berhubungan seksual selama lesi masih ada. Meskipun demikian, kondom yang tidak dipakai dengan carayang benar dalam artian lesi ulkus tidak tertutup kondom secara sempurna, masih memungkinkan untuk terjadinya penularan penyakit. PROGNOSIS Penyakit ini tidak menyebar secara sistemik. Tanpa pengobatan, ulkus genital dan abses inguinal kadang akan menetap selama bertahun-tahun. Infeksi tidak menimbulkan imunitas dan dapat terjadi infeksi ulang. Pada penderita yang tidak disirkumsisi ataupun penderita yang terinfeksi HIV, kemungkinan terjadi relaps setelah diterapi dengan antibiotik adalah sebesar 5%. Namun jika penderita tersebut berstatus HIV seronegatif dan mengalaini relaps, maka dengan terapi yang sama dengan terapi yang sebelumnya pernah diberikan masih tetap efektif. Penderita dianjurkan untuk menggunakan kondom untuk menghindari infeksi ulang. LK U P N P H AS 68 SIFILIS PENDAHULUAN Sifilis (lues venerea, penyakit raja singa) termasuk penyakit akibat hubungan seksual yang paling ditakuti, karena mempunyai jangkauan yang sangat luas. Pada abad ke-15, sifilis merupakan wabah di Eropa, tetapi sesudah tahun 1860, morbiditas penyakit ini menurun dengan cepat. Hal ini mungkin ada kaitannya dengan perbaikan sosial ekonoini. Selama perang dunia II, insiden sifilis meningkat dan mencapai puncaknya pada tahun 1946, dan setelah ditemukan penisilin menurun dengan cepat. Menurut laporan WHO, secara keseluruhan dapat dilihat bahwa pada saat ini umumnya terlihat penurunan insiden, kecuali pada beberapa negara tertentu mulai meningkat lagi, inisalnya di Kuba, Amerika Serikat dan Denmark. Laporan ini juga mengatakan bahwa penyakit ini cenderung menyerang usia muda dan laid-laid lebih sering terkena dibandingkan wanita. Pada masa sekarang sifilis dengan gejala berat jarang ditemukan, akan tetapi lesi atipik seperti SI dengan lesi anorektal multipel sering ditemukan. Di Indonesia, insiden sifilis terlihat menurun, demikian juga di Bagian Penyakit Kulit dan Kelainin FKUA/RSU Dr. Soetomo tetapi sekitar 2-3 tahun terakhir ini terlihat meningkat kembali. LK U P N P H AS DEFINISI Sifilis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Treponema pallidum dan mempunyai beberapa sifat yaitu: perjalanan penyakitnya sangat kronis, dalam perjalanannya dapat menyerang semua organ tubuhdapat menyerupai macam-macam penyakit, mempunyai masa laten. dapat kambuh kembali (rekuren), dan dapat ditularkan dad ibu ke janinnya sehingga menimbulkan kelainan kongenital. Selain melalui ibu kejaninnya dan melalui hubungan seksual, sifilis bisa juga ditularkan melalui luka, transfusi dari jarum suntik. KLASIFlKASI Secara garis besar sifilis dapat dikelompokkan sebagai berikut. 1. Sifilis kongenital (bawaan) 2. Sifilis akuisita (didapat) Sifilis kongenital dapat berbentuk: 1. Dini (timbul pada umur kurang dari 2 tahun) 2. Lanjut/tarda (timbul setelah umur lebih dari 2 tahun) 3. Stigmata. Pada sifilis juga dikelompokkan berdasarkan gambaran klinis dan epidemiologis, yaitu: 1. Sifilis Primer (SI) 69 2. 3. 4. 5. Sifilis Sekunder (SIl) Sifilis Laten dini dan sifilis Laten Lanjut Sifilis Tersier (sifilis benigna lanjut)/(SIII) Sifilis Kardiovaskuler dan Neurosifilis. Beberapa penulis mengatakan bahwa perbedaanwaktu antara sifilis dini dan sifilis lanjut ialah 4 tahun sedangkan menurut WHO perbedaan 2 tahun. Akhir-akhir ini ada penulis yang mengatakan bahwa beda keduanya 1 tahun mengingat sifilis yang lebih dari 1 tahun sering menyerang susunan saraf pusat. PATOGENESIS Patogenesis sifilis dapat dirangkum sebagai berikut. 1. Tahap masuknya Treponema Treponema pallidum masuk ke dalam tubuh melalui lesi kulit atau selaput lendir.Jika melalui kulit harus ada inikro/makro lesi sedangkan jika melalui selaput lendir dapat dengan atau tanpa lesi. Pada tempat masuknya, kuman mengadakan multiplikasi dan tubuh akan bereaksi dengan timbulnya infiltrat yang terdiri atas limfosit dan sel plasma yang secara klinis dapat dilihat sebagai papula. Reaksi radang tersebut tidak hanya terbatas pada tempat masuknya kuman tetapi juga di daerah perivaskuler. Treponema berada di antara endotel kapiler dan sekitarjaringan perivaskular; hal ini mengakibatkan hipertrofi endotel yang dapat menimbulkan obliterasi lumen kapiler (endarteritis obliterans). 2. Stadium I (SI) Kerusakan vaskuler ini mengakibatkan aliran darah pada daerah papula tersebut berkurang sehingga terjadi erosi atau ulkus, dan keadaan ini disebut afek primer SI. Treponema masuk aliran darah dan limfe lalu menyebar ke selumhjaringan tubuh, termasuk kelenjar getah bening regional. Bila sudah mengenai kelenjar getah bening regional disebut kompleks primer SI. 3. Stadium II (SII) Perjalanan secara hematogen akan menyebarkan kuman ke seluruh Jaringan tubuh, tetapi manifestasinya baru akan tampak kemudian. Reaksi jaringan terhadap multiplikasi iniakan terlihat 6-8 ininggu setelah kompleks primer dan reaksi ini bermanifestasi sebagai SIl dengan berbagai bentuk kelainan yang biasanya didahului oleh gejala prodromal. Lesi primer perlahan-lahan menghilang karena kuman di tempat tersebut berkurang jumlahnya dan penyembuhan terjadi tanpa atau dengan jaringan parut tipis.Lesi SIl secara perlahan-lahan juga menghilang dan akhirnya tidak terlihat ma sekali dalam waktu kurang lebih 9 bulan. 4. Stadium laten Stadium laten adalah stadium tanpa tanda atau gejala klinis, tetapi infeksi masih ada dan aktif yang ditandai dengan S.T.S. (Serologic Test for Syphilis) positif. Kadang-kadang proses imunitas gagal mengendalikan infeksi sehingga Treponema berkembang lagi dan menimbulkan lesi seperti pada SI atau SII dan stadium ini disebut stadiumrekuren. Stadium ini terjadi tidak lebih dari 2 tahun 70 terhitung sejak permulaan infeksi. Stadium laten lanjut dapat berlangsung beberapa tahun, antibodi tetap ada dalam serum penderita (S.T.S. positif). 5. Stadium gumma Keseimbangan antara Treponema dan jaringan dapat tiba-tiba berubah, sebabnya belum jelas, mungkin trauma merupakan salah satu faktor untuk timbulnya SIll yang berbentuk gumma. Pada stadium gumma ini, Treponema sukar ditemukan tetapi reaksinya bersifat destruktif.Lesi sembuh berangsur-angsur dengan pembentukan jaringan fibrotik dan lesi tersier ini dapat berlangsung beberapa tahun.Treponema pallidum dapat mencapai sistem kardiovaskuler dan sarafpusat dalam waktu diri tetapi kerusakan yang ditimbulkannya terjadi perlahan-lahan sehingga perlu waktu bertahun-tahun untukmenimbulkan gejala klinis. Hampir 2/3 kasus dengan stadium laten dapat meneruskan hidupnya tanpa menimbulkan gejala klinis.
Stadium II (Sifilis Sekunder) Biasanya stadium II timbul 6-8 ininggu kemudian dan pada waktu timbulnya, sepertiga masih disertai SI.Karena sifat kelainannya sistemik, maka selalu didahului gejala prodromal, inisalnya sakit di daerah otot atau sendi, suhu badan subfebris, 71 GAMBARAN KLINIS Stadium I (Sifilis Primer) Kuman masuk dan melalui masa inkubasi antara 9-90 hari (rata-rata 2-4 ininggu), Manifestasi klinis/Afek primer: 1. kelainan kulit yang dimulai dengan makula, 2. papula, papula berubah menjadi papula erosif atau ulkus ulkus durum atau Hunterian charicre dengan sifat yang khas, yaitu biasanya soliter, berbentuk bulat atau lonjong, tepi teratur berbatas tegas, dinding tidak menggaung, permukaan bersih dengan dasar jaringan granulasi berwarna merah daging, pada perabaan ada indurasi dari tidak. nyeri tekan (indolen). Afek primer ini umumnya terdapat pada genitalia, tetapi akhir-akhir ini makin sering ditemukan di daerah ekstragenital. Seminggu setelah afek primer, dapat dilihat pembesaran kelenjar limfe regional (kompleks primer) dengan tanda-tanda indolen, tidak supuratifdan tidak ada penadenitis.Afek primer dapat sembuh sendiri dalam waktu 3-10 ininggu. Pada penularan lewat transfusi darah dan sifiis kongenital, afek primer tidak pernah terjadi, ini disebut Syphyllis demblee. Pada pengobatan yang tidak adekuat, afek primer dapat tidak muncul, tertunda, atau muncul dalam bentuk atipik.Bentuk atipik pada tahun-tahun terakhir ini sering dijumpai.Munculnya bentuk atipik mungkin disebabkan perubahan patogenitas kuman, perubahan respons penderita atau adanya infeksi insidentil. Bentuk afek primer atipik yang pernah dilaporkan antara lain ulkus multipel, lesi multipeldengan peradangan atau fimosis, balanitis erosif, lesi multipel dengan limfangitis atau tromboflebitis dan ulkus pada orificium uretra. sukar menelan, malaise, anoreksia dan sefalgia.Kelainan yang timbul dapat mengenai kulit (75%), selaput lendir (30%), kelenjar (50%) dan alat-alat dalam (10%). Kelainan kulit 1. Makula berwarna merah terang yang disebut roseola sifilitika, dengan distribusi menyebar hampir di seluruh tubuh tanpa rasa gatal. Tetapi akhir-akhir ini kasus dengan gatal makin sering dijumpai. Makula dapat berakhir dengan hipopigmentasi (leukoderma sifilitika) atau berlanjut dengan papula. 2. Papula dengan berbagai bentuk dan variasi, inisalnya: a. papula dengan susunan arsiner, sirsiner, polisiklik b. papula diskret pada telapak kaki dan tangan c. papula korimbiforinis d. kondilomata lata e. papula dengan folikulitis 3. Papulaskuamosa seperti psoriasis (psoriasis sifilitika), papulakrustosa seperti frambusia (frambusiasifilitika). 4. Pustula, biasanya bersifat destruktifdan timbul pada keadaan umum yang buruk (lues maligna). LK U P N P H AS Kelainan pada selaput lendir Berupa mucous patch, berbentuk bulat, kemerahan dan dapat menjadi ulkus.Biasanya terdapat pada mukosa bibir, pipi, laring, tonsil, dan dapat juga pada mukosa genitalia. Kelainan pada kelenjar Berupa pembesaran kelenjar dengan sifat seperti pada SI dan umumnya mengenai seluruh kelenjar getah bening superfisialis (limfadenopati generalisata). Kelainan pada organ-organ lain kuku : onikia, rapuh dan buram mata : uveitis anterior, korioretinitis, iridosiklitis tulang: periostitis hepar : hepatomegali, hepatitis Stadium Laten Dini Pada kelainan laten dini yang terjadi kurang dari 2 tahun sejak mulainya infeksi, tidak ditemukan tanda-tanda klinis dan hanya dapat diketahui dari hasil serologi (S.T.S) yang positif. Keadaan ini umumnya ditemukan pada pemeriksaan premarital, donor darah, seleksi tenaga kerja Indonesia (TKI), atau pemeriksaan kehainilan.Wanita hainil pada stadium ini dapat menularkan penyakitnya pada janin, sehingga diperlukan pemeriksaan pada ibu dan ayah bila ada kontak dengan penderita sifilis. 72 Stadium Rekuren Gejala klinis yang timbul biasanya seperti bentuk SlI, tetapi lebih setempat.Kadang dapat juga timbul kelainan seperti SI pada tempat inokulasi pertama yang disebut Chancre redux. Stadium Laten Lanjut Disebut laten lanjut bila terjadi lebih dari 2 tahun sejak dimulainya infeksi. Tidak terdapat gejala klinis dan hanya dapat diketahui dad hasil S.T.S yang positif. Lamanya masa laten ini dapat bertahun-tahun, bahkan seumur hidup. Stadium III (Sipilis Tersier) Kelainan timbul 3-10 tahun sesudah stadium I. Pada masa sekarang sifilis stadium III sangat jarang dijumpai.Lesi III ini disebut juga sifilis lanjut benigna oleh karena belum membahayakan kehidupan. Secara umum lesi SIll dapat menyerang: - Struktur pembungkus badan: kulit, mukosa, subkutis. - Struktur penyangga tubuh: tulang, sendi, otot, ligamen dan lain-lain. Bagian tubuh yang paling sering terkena ialah kulit (70%), mukosa (10,3%) dan tulang (9,6%). Kelainan yang khas berupa gumma, yaitu infiltrat sirkumskrip kronis yang cenderung mengalaini pengejuan (perlunakan) dan bersifat destruktif. Bila melunak akan menghasilkan ulkus gumosum bersifat yang serpiginosa. SIll pada alat dalam paling sering menyerang hepar. Gumma bersifat multipel dan jika sembuh terjadi fibrosis dan retraksi membentuk lobus-lobus tak teratur yang disebut hepar lobatum. Organ dalam lain yang dapat terserang adalah kelenjar parotis, esofagus, lambung, limpa, pankreas, ginjal, jantung, kandung keinih, serviks uterus, payudara, testis dan lain-lain. Neurosifilis Pada saat ini neurosifilis jarang ditemukan karena adanya pengobatan sifilis dengan penisilin. Neurosifilis lebih sering terjadi pada orang kulit putih daripada orang kulit berwarna, juga lebih sering terjadi pada pria daripada wanita. lnfeksi terjadi pada stadium dim. Sebagian besar kasus tidak memberikan gejala, setelah bertahun-tahun barn menimbulkan gejala. Gejala klinis neurosifilis terjadi setelah 5-25 tahun dari afek primer atau infeksi awal. Pada 20-37% kasus terdapat kelainan pada likuor serebrospinalis, sebagian kecil kelainan meningeal. Neurosifilis dibagi menjadi empat jenis: 1. Neurosifilis asimtomatis Neurosifilis asimtomatis adalah adanya infeksi sifilis yang dilihat dari ketidaknormalan dan likuor serebrospinalis, tanpa gejala atau simtom neurologis. Pada likuor serebrospinalis didapatkan peningkatanjumlah sel dan kadar protein, LK U P N P H AS 73 LK U P N P H AS 74 puncaknya pada bulan ke 12-18 setelah infeksi dan tes serologis sifilis yang reaktif. 2. Neurosifilis meningovaskuler Neurosifilis meningovaskuler adalah infeksi yang menyebabkan kerusakan pembuluh darah vaskuler dan perivaskuler. Pembuluh darah otak dan medula spinalis mengalaini endartritis proliferatif dan infiltrasi penvaskuler berupa limfosit, sel plasma, dan fibroblas. Pembentukan jaringan fibrotik menyebabkan terjadinya fibrosis sehingga perdarahannya berkurang akibatnya mengecilnya lumen. Dapatjuga terjadi trombosis akibat nekrosis jaringan karena terbentuknya gumma kecil multipel.Bentuk ini terjadi beberapa bulan sampai bertahun-tahun. Gejala bermacam-macam tergantung pada letak lesi. Gejala yang tersering adalah: nyeri kepala, konvulsi fokal, atau umum, papiledema nervus optikus, gangguan mental, gejala meningitis basalis dengan kelumpuhan saraf otak, atrofi nervus optikus, gangguan hypothalamus, gangguan pyrainidal, gangguan iniksi dan defekasi, stupor, atau koma. Bentuk yang sering dijumpai ialah endartritissifilitika dengan heiniparesis karena penyumbatanarteri otak. Pada pemeriksaan likuor serebrospinalis hasilnya sama dengan neurosifilis asimtomatis. 3. Neurosifilis parenkimatosa Yang termasuk golongan ini adalah tabes dorsalis dan demensia paralitika. Tabes dorsalis Timbulnya setelah delapan sampai dua belas tahun setelah infeksi pertama. Kira-kira seperempat kasus neurosifilis berupa tabes dorsalis. Kerusakan terutama pada radiks posterior dan funikulus dorsalis daerah torakolumbalis, selain itu beberapa saraf otak dapat terkena, misalnya nervus optikus, nervus trigeininus. Gejala klinis: 1. gangguan sensibilitas berupa ataksia, arefleksia, 2. gangguan visus, 3. gangguan rasa nyeri pada kulit danjaringan dalam. 4. Gejala lain adalah retensi dan inkontinensia urine. Gejala tersebut terj adi berangsur-angsur terutama akibat demielinisasi dan degenerasi funikulus dorsalis. LK U P N P H AS Sifilis Kardiovaskuler Timbul 10-40 tahun setelah infeksi primer dan terdapat pada sekitar 10% kasus lanjut dan 40% dapatbersama neurosifilis. Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis, foto sinar-X dan pemeriksaan pembantu lainnya. Sifilis kardiovaskuler dapat dibagi dalam 3 tipe: 1. Sifilis pada jantung 2. Sifilis pada pembuluh darah besar 3. Sifilis pada pembuluh darah sedang Sifilis pada jantung jarang ditemukan dan dapat menimbulkan miokarditis difus atau guma pada jantung. Pada pembuluh darah besar, lesi dapat timbul di aorta, arteri pulmonalis dan pembuluh darah besar yang berasal dari aorta.Aneurisma umumnya terdapat pada aorta asendens, selain itu juga pada aorta torakalis dan abdoininalis. Pembuluh darah sedang, inisalnya a. serebralis dan a. 75 Demensia paralitika Biasanya timbul delapan sampai sepuluh tahun sejak infeksi primer, umumnya pada umur antara tiga puluh sampai lima puluh. Sejumlah 10-15% dan seluruh kasus neurosifilis berupa demensia paralitika. Proses terjadinya: meningoensefalitis yang terutama mengenai otak, ganglia basal dan daerah sekitar sekitar ventrikel ketiga. Lambat laun terjadi atrofi pada korteks dan substansi alba sehingga korteks menipis dan terjadi hidrosefalus. Gejala klinis yang utama: Demensia yang terjadi berangsur-angsur dan progresif. Mula-mula terjadi kemunduran intelektual, bersikap apatis, euphoria, waham megaloman, dan dapat terjadi depresi atau maniak. Gejala-gejala lainnya: 1. disartria, 2. kejang-kejang umum atau lokal, 3. muka topeng, 4. tremor terutama otot-otot muka. Lambat laun terjadi kelemahan, ataksia, gejalapyrainidal, inkontinensia urine, dan akhirnya meninggal. 5. Gummatosa Pada umumnya Gummatosa terdapat pada meningen, rupanya terjadi akibat perluasan dan tulang tengkorak. Jika membesar akanmenyerang dan menekan parenkim otak. Gumma dapat soliter atau multipel pada vertex atau dasar otak. Keluhan: nyeri kepala, mual, muntah, dan dapatterjadi konvulsi dan gangguan visus. Gejala utama: berupa edema papil akibatpeniggian tekanan intrakranial, paralise nervuskranialis, atau hemiplegia. medula spinalis paling sering terkena.Selain itu a. hepatis, a. mesenterika, a. iliaka dan a. femoralis juga dapat diserang. LK U P N P H AS PENATALAKSANAAN Diagnosis pasti sifilis dapat ditegakkan apabila ditemukan Treponema pallidum dengan inikroskop lapangan gelap. Secara akademis usaha ini harus 76 LK U P N P H AS TES SEROLOGIS DENGAN ANTIGEN LIPOIDAL Tes VDRL, RPR dan wassermann merupakan contoh tes serologis sifilis yang memakai antigen lipoidal. Tes Wassermann adalah tes fiksasi komplemen yang sekarang sudah tidak digunakan lagi.Tes VDRL (Venereal Disease Research Laboratory) dan RPR (Rapid Plasma Reagen) merupakan tes flokulasi dengan tekmk yang lebih sederharia sehingga lebih sering dipakai di lapangan. Antigen pada tes VDRL terdiri atas campuran kardiolipin, fosfatidil kolin dan kolesterol.Tes RPR memakai antigen kardiolipin yang disertai karbon, tes ini dapat dilakukan di klinik dengan fasilitas laboratorium yang terbatas, sehingga baik untuk upaya diagnostik penyaringan tahap pertama, lagi pula sensitivitasnya cukup tinggi, meskipun spesifisitasnya terbatas. Konvensi serologis menjadi reaktif menandakan adanya kemungkinan reaktivasi penyakit. 77 dilakukan tiga hari berturut-turut hingga Treponema dapat ditemukan sehingga yang menentukan adalah gambar klinis yang terdiri atas kelainan kulit dan selaput lendir dengan konfigurasi sangat khas, serta pembesaran khas pada kelenjar getah bening. Pemeriksaan TSS darah dan cairan otak, rontgen serta histopatologis sangat membantu. Pengobatan dengan penisilin masih sangat ampuh. Pedoman dari C.D.C. Atlanta (2002) berdasarkan atas stadium penyakitnya, adalah sebagai berikut. 1. Sifilis dini (sifilis stadium I-II dan sifilis laten dini tidak lebih dari 2 tahun) Penisilin G Benzatin 2,4 juta unit satu kali suntikan intra muskuler (i.m.), atau Penisilin G Prokain dalam aqua 600.000 U i.m. selama 10 hari. Pemberian 10 hari pada sifilis primer seronegatif sedangkan pada seropositif dan sifilis sekunder diberikan selama 14 hari. Penderita Sifilis sekunder sebaiknya diopname selama 1-2 hari sebab kemungkinan terjadi reaksi Jarish- Herxheimer. Pengobatan Sifilis dini dan yang alergi terhadap penisilin, dapat diberikan: Tetrasiklin HCL, 4 X 500 mg/hari oral selama 4 minggu Entroinisin 4 X 500 mg oral selama 4 minggu Doksisiklin 100 mg, 2 kali sehari selama 4 minggu. 2. Pengobatan Sifilis lanjut Penisilin G Benzatin 2,4juta unit i.m./ininggu,selama 3 minggu berturut-turut, total 7,2 jutaunit; atau Penisilin G Procain 600.000 u i.m. setiap hari selama 14 hari; atau Tetrasiklin HCL 4 dd 500 mg/hari selama 4 minggu Doksisiklin 100 mg 2 kali sehari selama 4 mlnggu. Pengamatan lanjutan harus dilakukan secara ketat dan tekun dengan pemeriksaan STS yang nonspesifik (non-treponemal). Tidak mudah untuk menyatakan bahwa sifilis yang sedang diberi pengobatan sembuh sempurna. Peningkatan titer lebih dan 4 kali (2 kali pengenceran) merupakan indikasi pengobatan ulang. Tes Serologis Antibodi Anti-Treponema Tes jenis ini lebih spesifik daripada tes senologis dengan antigen lipodial, sehingga dipakai untuk menunjang diagnosis infeksi Treponema. Ada 2 jenis antibodi anti- Treponema, yaitu antibodi yang spesifik dan gugusan antibodi anti-Treponema. STS untuk gugusan antibodi anti-Treponema Tes ini memakai antigen Treponenia strain Reiter. Reaksinya ada yang berdasarkan fiksasi komplemen yaitu KOLMER Complement Fixation Test, dan yang lainnya memakai counter immunoelectrophoresis yaitu REITER Counter Immuno Electrophoresis. Ternyata tes yang kedua lebih spesifik daripada tes yang pertama. Tes ini sering dipakai mendampingi tes VDRL di negara-negara maju STS untuk antibodi spesifik anti-Treponema 1. TPI (Treponema pallidum Immobilization test). 2. PTA-Abs (Fluorescent Treponemal Antibody Absorption) 3. FTA-Abs lgM 4. FTA-AbsIgM(19 S) 5. TPHA (Treponema Pallidum Haemagglutination) 6. SPHA Ig M (Solid Phase Haemadsorption) LK U P N P H AS TPI (Treponema pallidum Immobilization test) Meskipun yang pertama ditemukan, sekarang tidak lagi dipakai karena mahal dan tekniknya sulit. FTA-Abs Tes ini merupakan tes penentu untuk diagnosis bila tidak terdapat persesuaian hasil antara tes VDRL dan TPHA, karena tes PTA-Abs sangat sensitif. Reaksi positif semu sejumlah 2% dan 25.000 serum yang diperiksa (70), dapat disebabkan oleh penyakit autoimun inisalnya lupus eritematosus sisteinik-reumatoid artritis-skleroderma, beberapa kasus herpes genitalis, sesudah vaksinasi cacar, dan karena ketagihan obat bius. FTA-Abs lg M Tes ini dipakai untuk menunjang diagnosis sifilis kongenital dini. Namun dapat pula terjadi reaksi positif atau negatif semu. Faktor reumatoid dan adanya lgM anti-IgG dapat menyebabkan reaksi positif semu, sebaliknya adanya IgG yang berlebihan dapat berkompetisi dengan lgM untuk berikatan dengan antigen sehingga terjadi reaksi negatif semu. Dengan deinikian hasil tes FTA-Abs lgM perludipertimbangkan dengan hati-hati, dan penggunaannya menjadi terbatas. FTA-Abs Ig M (1 9 5) Reaksi positif atau negatif semu tersebut dapat dihindarkan dengan peinisahan fraksi lgM lg S sebelum tes FTA-Abs dilakukan. Pemisahan fraksi dilakukan dengan cara 78 konyugasi dan filtrasi, tes ini lebih canggih dan baru digunakan untuk keperluan penelitian. TPHA Prinsip tes adalah hemaglutinasi tak langsung dengan memakai butir-butir sel darah merah (SDM) domba sebagai pengemban antigen T. pallidum strain Nichols yang diambil dan biakan jaringan testes kelinci. Sensitivitasnya cukup tinggi, berkisar 95% dan sudah positif pada hari ke-14, meskipun kurang sensitifdibandingkan dengan tes FTA-Abs pada sifilis primer. Spesifisitasnya TPHA masih kontroversial, dikatakan kurang lebih sama nilainya dengan FTA-Abs tetapi kurang dari TPI. SPHA lgM Tes ini bermanfaat untuk diagnosis sedini mungkin karena sudah positif pada ininggu kedua. Setelah pengobatan, akan terjadi konversi serologis yang lebih cepat, yaitu menjadi negatif dalam waktu 3 sampai 12 bulan sehingga dapat dipakai untuk indikasi pengobatan ulang bila ada dugaan reinfeksi. Persesuaian hasil tes FTA-Abs 19 S adalah 96,3%. Penentuan pengobatan dapat dilakukan harinya berdasarkan hasil SPHA Ig M. LK U P N P H AS SIFILIS PADA KEHAMILAN DAN SIFILIS KONGENITAL Wanita hamil yang menderita sifilis dapat menularkan penyakitnya ke janin sehingga dapat menyebabkan kematian prenatal, lahir mati dan sifilis kongenital yang dapat menyebabkan kelainan bawaan. Oleh karena itu, pada kasus kehamilan dengan sifiis diagnosis harus ditegakkan lebih dini dan diberikan pengobatan yang cepat dan adekuat untuk mencegah terjadinya akibat yang buruk terhadap janin dan bayi. Dulu ada anggapan bahwa bayi dalam kandungan setelah umur kehamilan melewati 18 sampai dengan20 ininggu dapat terkena infeksi ketika lapisan sel Langharis (lapisan sitotrofoblastik) mengalaini atrofi sehingga Treponema dapat melalui plasenta. Hal ini tidak dianut lagi sebab ternyata infeksi bayi dalam kandungan dapat terjadi pada saat 10 ininggu kehainilan. Setiap infeksi sebelum 20 minggu kehamilan tidak akan merangsang mekanisme imunitas sebab sistem imun bayi yang dikandung belum berkembang dan tidak tampak kelainan histologis reaksi bayi terhadap infeksi. Infeksi pada janin lebih banyak terjadi bila ibu berada pada tingkat Sifilis dini, sebab pada saat ini banyak organisme beredar dalam darah. Pada tahun pertama setelah infeksi yang tidak diobati, terdapat kemungkinan sampai 90%, infeksi akan ditularkan kepada bayi yang dikandung. Kemungkinan bayi memperoleh infeksi menurun dengan cepat, setelah tahun kedua, dan menjadi jarang setelah 4 tahun. Pada umumnya, makin lama seorang ibu terkena infeksi, makin sedikit kemungkinannya menginfeksi janinnya. Menurut Thomas (1944) efek pada janin/bayi ditentukan oleh lamanya infeksi sifilis pada ibu. Makin lama sifilis yang tidak diobati diderita oleh ibu sejak 79 LK U P N P H AS 80 kehainilan, makin sedikit risiko terhadap bayi terlebih lebih jika ibunya mendapat infeksi lebih daripada 2 tahun yang hanya memberikan gejala ringan pada bayi atau bahkan lahir bayi sehat. Jadi makin lama ibunya mendapat sifilis yang tidak diobati, makin kecil kemungkinan janin meninggal in utero, makin besar kemungkinan lahir bayi dengan sifilis kongenital atau janin luput dan penyakit. Manifestasi penyakit padajanin/bayi bergantung pada waktu infeksi terjadi pada ibu. Jika infeksi terjadi pada awal kematian dapat menyebabkan terjadinya abortus spontan atau sifilis kongenital pada bayi waktu lahir. Sebaliknya kalau sifilis terjadi pada akhir kehamilan, bayi yang nampaknya normal pada waktu lahir.Manifestasi infeksi, baik klinis maupun serologis mungkin tidak nampak selama beberapa ininggu dan bulan sesudah kelahiran. Jadi infeksi selama hamil dapat menyebabkan abortus spontan, biasanya sesudah kehainilanininggu ke-12 dan ke- 16,janin mati in utero, partus imatur, partus prematur, janin cukup usia tetapi lahir mati, lahir hidup dengan sifilis kongenital atau bayi sehat. Diagnosis sifilis pada wanita hainil dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, gambaran klinis, pemeriksaan inikroskop dan STS seperti diagnosis sifilis pada umumnya. Bagi wanita hamil dengan risiko tinggi perlu diulangi STS pada akhir kehainilan karena dapat terjadi konversi dan sero negatif menjadi sero positif. Yang dimaksud dengan wanita risiko tinggi ialah wanita yang mempunyai pasangan lebih dari satu. Kehamilan dapat memengaruhi hasil STS, yakni dapat memberi hasil positif palsu pada tes non-treponemal, umumnya dengan konsentrasi rendah, misalnya VDRL 1: 8. Pengobatan sifilis selain untuk ibu juga untuk janin sehingga tidak menimbulkan efek yang buruk bagi janin dan bayi.Diagnosis dan terapi hendaknya dilakukan sedini mungkin. Pada umumnya pengobatan adekuat sebelum ininggu ke- 16 kehainilanakan mencegah infeksi pada bayi sedangkan pengobatan setelah minggu ke-18 umumnya dapat menyembuhkan tetapi tidak dapat mencegah kerusakan tulang dan sendi Jika pada wanita hamil terdapat tanda-tanda sifilis dan STS positif atau jika tidak dapat disingkirkan dengan pasti, penderita tersebut harus diobati. Para penderita yang telah diberi pengobatan adekuat pada waktu yang lampau tidak perlu diobati, kecuali jika terdapat tanda re-infeksi atau kekambuhan secara klinis dan serologis, pemeriksaan dengan inikroskop lapangan gelap positifatau titer STS non-treponemal secara kuantitatif naik. Apabila penderita telah mendapat terapi yang adekuat, maka risiko bayi dengan sifilis pada kehainilan berikutnya sangat kecil. Jika terdapat keragu-raguan tentang terapi adekuat, hendaknya dibenkan terapi lagi secepatnya. Pasangan seksual sebaiknya juga harus diperiksa dan diobati. Cara pengobatan sifilis pada wanita hamil sama dengan pengobatan sifilis pada umumnya. Perbedaanya pada wanita hamil tidak digunakan tetrasiklin karena efeknya yang buruk terhadap janin. Setelah pengobatan selesai diperiksa lagi tes non- treponemal (VDRL) setiap bulan sampai melahirkan. Jika titer terus meningkat, pengobatan harus diulangi. Penisilin merupakan obat pilihan sedangkan mengenai obat-obat lain belum banyak data yang didapat. Obat-obat yang digunakan untuk sifilis akan dibicarakan satu per satu. Penisilin Penisilin merupakan obat pilihan. Dosisnya sama dengan penderita yang tidak hainil. Konsentrasi dalam serum yang dikehendaki ialah agar dapat mencapaiininimum 0,03 satuan/ini selama 7-10 hari pada sifilis dini dan 15-20 hari pada sifilis lanjut. Penisilin akan menembus plasenta, penisilin benzatin, penisilin G akua dan penisilin G prokain mudah berdifusi. Setelah suntikan, 60-90 menit kemudian akan terjadi kadar serum yang tinggi di dalam darah janin dengan kadar puncaknya 25- 30% (kadang-kadang 75%) dan kadar serum ibu. Prognosis pada bayi ialah sebagai berikut:pada wanita hainil dengan sifilis dini yang diobati dengan dosis yang bervariasi antara 600.000-10 juta unit, hanya 5,3% bayi yang lahir dengan sifilis. Kegagalan terjadi pada wanita dengan kehainilan lanjut dan selama kambuh. Efek samping penisilin ialah reaksi Jarisch- Herxheimer yang dapat menyebabkan partus prematur.
Eritroinisin Eritroinisin dipakai jika penderita alergi terhadap penisilin.Terdapat beberapa macam eritroinisin ialah estolat, basa, stearat dan etilsuksinat. Berbeda dengan penisilin obat ini kurang baik, karena hariya sedikit yang melalui plasenta dan kadar pada janin harinya 6-20% kadar darah ibu. Mengenai khasiat, terdapat perbedaan di antara preparat-preparat eritroinisin. Bentuk estolat sebenarnya lebih baik karena dapat menghasilkan kadar serum janin yang tinggi, tetapi efek sampingnya tidak digunakan dengan dosis 30 gram dapat bersifat hepatotoksik bagi wanita hamil. Sejumlah 9,6% akan mengalaini kenaikan SGOT tanpa disertai gejala yang lain dan SGOT akan kembali normal setelah terapi dihentikan. Bagi orang yang peka, meskipun diberikan satu tablet bentuk estolat dapat menyebakan sindrom berupa penyakit ikterik kolestatik, nyeri abdomen dan tinja akolik.Jadi bentuk ini tidak dianjurkan karena hepatotoksik. Efek samping gastrointestinal seperti nausea, voinitus, kejang dan diare, terdapat pada bentuk estolat. Bentuk basa lebih aman tetapi diabsorpsi tidak teratur kecuali dipakai preparat entericcoated, akibatnya tidak dapat mencapai kadar yang adekuat dalam serum. Sebagai kesimpulan, bentuk yang disukai dan lazim dipakai ialah bentuk stearat atau bentuk etilsuksinat, karena tidak hepatotoksik dan absorpsinya cukup.Dosis yang dipakai 4 X 500 mg sehari. Dosis total untuk sifilis stadium I dan II ialah 30 gram, sedangkan untuk sifilis stadium II 60 gram. 81 Sefalosporin Obat ini cukup poten untuk sifilis pada kehamilan, kecuali aman bagi ibu, juga karena peinindahan melalui plasenta dan kadar treponemasidal dalam darah janin secara teoritis mudah tercapai. Obat ini dapat menyebabkan sensitisasi silang dengan penisilin. Sefalosporin belum dapat dianjurkan sebagai pengobatan rutin, karena belum cukup data mengenai toksisitas, khasiat dan sensitisasi silang dengan penisilin. Dosis yang digunakan ialah 1 gram sefalosporin i.m. setiap 12 jam selama 21 hari untuk sifiis stadium I, sedangkan untuk sifilis stadium II selama 4 ininggu (28 hari). Tetrasiklin Tetrasiklin cukup efektif, lebih efektif daripada eritroinisin karena absorpsi ke dalam sirkulasi janin cukup baik. Meskipun deinikian obat ini tidak dapat digunakan karena efek toksiknya pada janin. LK U P N P H AS SIFILIS KONGENITAL Sifiis kongenital adalah infeksi penyakit sifilis yang didapat selama masa kehidupan janin.Infeksi sifilis terhadap janin dapat terjadi pada setiap stadium sifilis dan setiap saat masa kehainilan. Dahulu dianggap infeksi tidak dapat terjadi sebelum janin berusia 18 ininggu, karena lapisan Langharis yang merupakan pertahanan janin terhadap infeksi masih belum atrofi. Tetapi ternyata dengan mikroskop elektron dapat ditemukan Treponema pallidum pada janin berusia 9-10 ininggu. Sifilis stadium dini masih merupakan penyakit yang banyak ditemukan terutama pada golongan usia subur, karena itu sebaiknya para dokter lebih mengenal dan mengetahui tentang diagnosis dan pengobatan sifilis kongenital. Patogenesis Sifilis Kongenital T. pallidum melalui plasenta masuk ke dalam peredaran darah janin dan menyebar ke seluruh jaringan. Kemudian berkembang biak dan menyebabkan respons peradangan selular yang akan merusak janin. Kelainan yang timbul dapat bersifat fatal sehingga terjadi abortus atau lahir mati atau terjadi gangguan pertumbuhan pada berbagai tingkat kehidupan intrauterin maupun ekstrauterin. Gambaran Klinis Berdasarkan gambaran klinisnya, sifilis kongenital dapat dibagi menjadi sifilis kongenital dini, sifilis kongenital lanjut dan stigmata. Dianggap sifilis kongenital dini bila timbul pada anak di bawah usia 2 tahun dan sifilis kongenital lanjut bila timbul di atas usia 2 tahun. Stigmata adalah jaringan parut atau deformitas yang terjadi akibat periyembuhan dua stadium tersebut. 82 LK U P N P H AS 83 Sifilis kongenital dini. Gambaran klinis sifilis kongenital dini sangat bervariasi, mengenai berbagai organ dan menyerupai sifilis stadium II. Karena infeksi pada janin melalui aliran darah maka tidak dijumpai kelainan sifilis primer. Pada saat lahir bayi dapat tampak sehat dan kelainan timbul setelah beberapa ininggu, tetapi dapat pula kelainan sudah ada sejak lahir. Pada bayi dapat dijumpai kelainanberupa kondisi berikut. 1. Pertumbuhan intrauterin yang terlambat 2. Kelainan membrana mukosa: mucous patch dapat ditemukan di bibir, mulut, farings, laring dan mukosa genital. Rinitis sifilitika (snuffles) dengan gambaran yang khas berupa cairan hidung yang mula-mula encer tetapi kemudian menjadi bertambah pekat, purulen dan hemoragik. Hidung menjadi tersumbat sehingga menyulitkan pemberian makanan. 3. Kelainan kulit Dapat berupa makula, papula, papuloskuamosa dan bula. Bula dapat sudah ada sejak lahir, tersebar secara simetris, terutama pada telapak tangan dan telapak kaki.Makula, papula atau papuloskuamosa tersebar secara generalisata dan simetris. Di daerah yang lembab papula menjadi erosif dan membasah, atau menjadi hipertrofik (kondilomata lata). Pada kasus yang berat tampak kulit menjadi keriput terutama pada daerah muka sehingga bayi tampak seperti orang tua (the old man look).Rambut jarang dan kaku; alopesia areata terutama pada sisi dan belakang kepala. Alopesia dapat juga mengenai alis dan bulu mata. Onikosifilitika disebabkan oleh papula yang timbul pada dasar kuku dan akan menyebabkan kuku menjadi terlepas. Kuku baru yang tumbuh berwama suram, tidak teratur dan menyempit pada bagian dasarnya. 4. Kelainan tulang Pada 6 bulan pertama, osteokondritis, periostitis dan osteitis pada tulang-tulang panjang merupakan gambaran yang khas. Perubahan yang paling mencolok tampak pada daerah pertumbuhan tulang di dekat epifisis. Epifisis membesar, garis epifisis melebar dan tidak teratur. Pada batas metafisis dengan garis kartilago epifisis, tampak daerah kalsifikasi yang densitasnya meningkat dan tidak teratur sehingga pada pemeriksaan sinar X memberi gambaran seperti gigi gergaji. Pseudoparalisis pada anggota gerak disebabkan oleh pembengkakan periartikular dan nyeri pada ujung-ujung tulang sehingga gerakan menjadi terbatas. Osteokondritis dapat dilihat pada pemeriksaan dengan sinar X setelah 5 ininggu sedangkan periostitis setelah 16 ininggu.Tanda-tanda osteokondritis menghilang setelah 16 ininggu. Tanda-tanda osteokondritis menghilang setelah 6 bulan tetapi periostitis menetap dan menjadi lebih jelas. 5. Kelainan kelenjar getah bening: terdapat limfadenopati generalisata. 6. Kelainan alat-alat dalam: hepatomegali, splenomegali, nefritis, nefrosis, pneumonia. 7. Kelainan mata: Korioretinitis, glaukoma dan uveitis. 8. Kelainan hematologi: aneinia, eritroblasteinia, retikulositosis, trombositopenia, diffise intravasculas coagulation (DIC). 9. Kelainan susunan sarafpusat: meningitis sifilitika akut yang bila tidak diobati secara adekuat akan menimbulkan hidrosefalus, kejang dan mengganggu perkembangan intelektual. 10. Kelainan plasenta: vilitis, perivaskulitis, immaturitas vili, plasenta lebih besar dan lebih berat. Sifilis kongenital lanjut Kelainan umunya timbul setelah 7-20 tahun. Pada adolesens dan dewasa sukar dibedakan dengan sifilis didapat. Kelainan yang timbul antara lain sebagai berikut. 1. Keratitis interstisial: merupakan kelainan yang paling sering ditemukan. Dapat timbul pada usia antara 3-30 tahun. 2. Gumma: dapat menyerang kulit, tulang, selaput lendir dan alat dalam. Kelainan yang khas ialah gumma pada hidung dan mulut. Terjadi kerusakan pada septum nasi sehingga hidung mengalainikolaps dan deforinitas. Gumma pada palatum mole dan palatum durum juga sering dijumpai dan dapat menyebabkan perforasi palatum. 3. Neurosifiis: dapat berbentuk paralisis generalisata, dan tabesjuvenilis. Paralisis generalisata terjadi pada usia 6-21 tahun. Terlihat perubahan karakter dan inteligensia. 4. Kelainan sendi: yaitu arthralgia difusa dan hidartrosis bilateral (Cluttons joint. Terjadi pada usia 10-20 tahun dan biasanya akan menyembuh. LK U P N P H AS Stigmata Lesi sifilis kongenital dapat meninggalkan sisa, berupa jaringan parut dan deforinitas dengan karakteristik sebagai berikut. 1. Muka: saddle nose terjadi akibat gangguan pertumbuhan septum nasi dan tulang- tulang hidung. Bulldog jaw akibat muka tidak berkembang secara normal sedangkan mandibula tidak terkena. 2. Gigi: pada gigi sen bagian tengah lebih pendek daripada bagian tepi dan jarak antara gigi lebar (Hutchinson teeth). Pada gigi molar pertama permukaannya berbentuk kubah dan terdapat tonjolan-tonjolan kecil sehingga mirip buah murbai (Mulberry molar). 3. Ragade: terdapat di sekitar mulut, hidung dan kadang-kadang anus. Terbentuk dan erupsi papula yang berkonfluensi. Akibat gerakan mulut terjadi fisur yang kemudian mengalaini infeksi sekunder dan pada penyembuhan meninggalkan jaringan parut radial yang berpangkal pada sudut mulut. 4. Tulang: osteoperiostitis yang menyembuh akan menimbulkan kelainan klinis dan radiologis, pada tibia berupa sabre tibia dan pada daerah frontal berupa frontal bossing, yaitu penonjolan berbentuk bulat pada tulang dahi. Bila frontal bossing terdapat bersama-sama dengan saddle nose dan bulldog jaw akan memberi bentuk 84 wajah seperti wajah bulldog (bulldog facies). Penebalan sternoklavikula yang unilateral akibat periostitis disebut Hgoumenakis sign. 5. Tuli: karena kerusakan N. VII akibat labirintitis progresif Mula-mula timbul vertigo dan kehilangan pendengaran pada frekuensi tinggi. 6. Mata: keratitis interstisial akan menimbulkan kekeruhan kornea dan gejala berupa fotofobi, nyeri, keluarnya air mata yang berlebihari dan penglihatan kabur. PEMERIKSAAN PEMBANTU 1. Pemeriksaan Treponema pallidum 2. Serologi tes sifilis (STS) 3. Pemeriksaan lain. Pemeriksaan Treponema pallidum Pemeriksaan dengan inikroskop lapangan gelap atau imunofluoresens harus dilakukan bila terdapat sekret hidung, mucous patch, lesi vesikobulosa atau kondilomata lata. LK U P N P H AS Tes Serologi Sifilis Pentinguntukmenegakkandiagnosisdanpengamatanhasil pengobatan.Semua bayi yang dilahirkan dan ibu yang sero-positif harus dilakukan pemeriksaan STS dan darah umbilikus segara setelah lahir dan hasilnya dibandingkan dengan STS ibu. Pemeriksaan ini sangat membantu penegakan diagnosis dini sifilis kongenital yang asimtomatis.Bila titer tes reagen bayi 4 kali lebih besar dari ibu, berarti bayi terinfeksi.Bila STS bayi negatif, kemungkinan bayi menderita sifilis kongenital belum dapat disingkirkan karena mungkin masih dalam masa inkubasi akibat ibu terinfeksi pada kehainilan lanjut. Tes reagen dapat tetap negatifsampai 4- 12 ininggu. Serokonversi yang terjadi pada pengamatan selanjutnya, menunjukkan bayi terinfeksi. Bila pada waktu lahir, titer bayi tidak berbeda bermakna dibandingkan dengan titer ibu, dapat berarti bukan infeksi. Keadaan ini dapat disebabkan passive transferantibodi dan ibu dan selanjutnya akan terjadi penurunan titer; tes reagen menjadi negatif setelah 3 bulan dan tes treponemal menjadi negatif setelah6 bulan. Bila titer tetap atau meningkat berarti bayi terinfesi Tes FTA-ABS 1gM telah berkembang untuk mendiagnosis sifilis kongenital, dengan asumsi bahwa 1gM yang terdapat pada bayi bukan karena passive transfer dan ibu, melinkan produksi bayi sendiri sebagai reaksi terhadap infeksi. Bayi yang terinfeksi pada kehainilan lanjut memberikan hasil negative karena bayi belum sempat membentuk lgM. Pemeriksaan lain Pemeriksaan radiologis pada sifilis kongenital sangat penting untuk melihat kelainan-kelainan tulang, terutama tulang panjang. 85 Pemeriksaan cairan otak harus dilakukan sebelum melakukan pengobatan sifilis kongenital. Diperiksa jumlah dan jenis sel, total protein, kadar glukosa dan STS. Pemeriksaan histopatologis diambil dari jaringan plasenta dan lesi kulit. PENGOBATAN Indikasi pengobatan sifilis kongenital segera sesudah bayi lahir ialah sebagai berikut. 1. Bila pengobatan pada ibu tidak adekuat atau tidak diketahui. 2. Bila obat yang diberikan pada ibu bukan pemsilin. 3. Bila pemeriksaan klinis dan serologis pada pemeriksaan ulang hasilnya meragukan. Pada sifilis kongenital dengan kelainan cairan otak digunakan: 1. Kristal penisilin G 50.000 unit/kg berat badan i.m. atau i.v. per hari dibagi dalam 2 dosis, selama 10 hari. 2. Prokain penisilin G 50.000 unit/kg berat badan i.m. dosis tunggal selama 10 hari. Sifilis kongenital dengan pemeriksaan cairan otak normal dapat diberikan pengobatan seperti di atas atau dengan benzatin penisilin 50.000 unit/kg berat badan i.m. dosis tunggal selama 10 hari. Pada anak yang alergi terhadap penisilin diberikan eritroinisin.Tetrasiklin dapat diberikan pada anak bila telah berumur lebih dari 8 tahun. TINDAK LANJUT 1. Tes reagen diulang pada bulan ke-1, 3, 6, dan 12 sesudah pengobatan. 2. Pemeriksaan cairan otak pada akhir tes ulangan. 3. Pengobatan diulang kembali, bila: a. gejala klinis aktif kembali b. titer reagen naik 4 kali lipat c. titer reagen permulaan tinggi dan menetap dalam waktu 1 tahun. LK U P N P H AS HERPES SIMPLEKS GENITALIS PENDAHULUAN Kata herpes dapat diartikan sebagai merangkak atau maju perlahan (creep or crawl) untuk menunjukkan pola penyebaran lesi kulit. Infeksi herpes simpleks genitalis adalah suatu penyakit infeksi pada genital yang disebabkan oleh Herpes simplex virus (HSV), yang kejadiannya meningkat selama dua dekade ini. Angka kesakitan dengan kekambuhan yang tinggi, komplikasi serta penularannya pada bayi baru lahir sering merupakan masalah. Transimisi atau penularan infeksi virus herpes simpleks paling sering terjadi melalui kontak erat dengan individu yang pada daerah permukaan kulit dan mukosanya mengeluarkan virus, dalam sekresi oral atau genital. Inokulasi virus pada 86 lesi kulit atau mukosa akan menimbulkan respons imunitas seluler awal tetapi jika terjadi penghambatan pada virus, maka akan terjadi reepitelisasi pada lesi. Herpes simpleks genitalis dapat ditularkan melalui kontak seksual, dan mengenai organ-organ seks tubuh seperti vagina dan daerah sekitarnya (bokong, anal dan paha) atau melalui aktivitas seksual oral (oral seks). Tetapi tidak dapat ditularkan melalui udara atau melalui air, misalnya jika seseorang berenang di kolam renang. Infeksi ini dapat berupa kelainan pada daerah orolabial atau herpes orolabialis serta daerah genital dan sekitarnya atau herpes genitalis, dengan gejala khas adanya vesikel berkelompok di atas dasar yang eritema. Di antara keduanya herpes genitalis merupakan salah satu penyakit infeksi menular seksual yang sering menjadi masalah karena sukar disembuhkan, sering rekuren, juga karena penularan penyakit ini yang dapat terjadi pada penderita yang tanpa gejala atau asimtomatis. ETIOLOGI Herpes simpleks disebabkan oleh Herpes virus hominis (HVH) atau Herpes simplex virus (HSV) merupakan salah satu penyebab infeksi yang tersering pada manusia. HSV tergolong dalam famili Herpes Virus, selain HSV yang juga termasuk dalam golongan ini adalah Epstein Barr (mono) dan Varicella zoster. Ada 2 tipe mayor antigenik di mana HSV tipe 1 berhubungan dengan infeksi pada wajah dan HSV tipe 2 berhubungan dengan infeksi pada genital. Kedua-duanya baik HSV tipe 1 dan tipe 2 berada atau berdiam diri dalam ganglion saraf sensoris setelah terjadi suatu infeksi primer. Virus ini tidak memproduksi protein virus selama masa laten, sehingga tidak dapat terdeteksi oleh mekanisme pertahanan tubuh kita. Faktor pencetus yang dipercaya sebagai penyebab reaktivasi virus misalnya panas badan, menstruasi, gangguan emosi, gangguan GIT (gastrointestinal tract), paparan sinar matahari atau adanya trauma lokal. Radiasi ultraviolet khususnya UVB sering menjadi penyebab tersering rekurensi HSV di mana tingkat keparahannya berhubungan dengan intensitas dan paparan sinar matahari. LK U P N P H AS BIOLOGI VIRUS HERPES Klasifikasi Ada sekitar 100 spesies anggota virus herpes saat ini, 8 di antaranya primer menyerang manusia dan beberapa lainnya bersifat zoonosis. Virus herpes study group of the international Cominite on Taxonomy of Viruses saat ini telah mengelompokkan famili Herpes vindae atas dasar sifat-sifatnya menjadi tiga sub famili yaitu alphaherpesvirinae, betaherpesvirinae dan gammaherpesvirinae. Selanjutnya tiap subfainili dibagi lagi atas genus-genus. Anggota subfainili alphaherpesvirinae yang menyerang manusia adalah human virus herpes 1, human virus herpes 2 dan human virus herpes 3 atau Varicela zoster virus. Struktur dan Komposisi Herpes simplex virus (HSV) merupakan virus yang berukuran besar dibandingkan virus yang lain. Struktur virus herpes dan arah dalam ke luar terdiri atas 87 genom DNA untai ganda linier berbentuk toroid, kapsid, lapisan tegumen dan selubung. Replikasi Virus Herpes Replikasi virus herpes simpleks di dalam sel akan secara nyata menghambat sintesis DNA dan protein seluler sejak fase dini dan replikasi. Di mana jika virus masuk kedalam sel melalui gabungan antara glikoprotein selubung virus dengan reseptor yang terdapat dalam plasma. Nukleokapsid pindah dan sitoplasma ke inti sel, setelah kapsid rusak, genom virus dilepas di dalam inti sel, berubah dari linier ke sirkuler. Sebagian gen ditranskripsikan dan produk RNA-nya dipindah ke sitoplasma. Pada tahap akhir dengan bantuan protein beta terjadi transkripsi dan translasi late genes menjadi protein gamma. Dari kondisi laten ini, virus akan berjalan ke peripheral sepanjang serabut sarafdan jika virus tersebut memperbanyak diri dalam kulit atau membran mukosa maka dapat menyebabkan terjadinya rekurensi. Virus ini dapat terkandung pada saliva dan sekresi genital dan individu yang tanpa gejala atau asimtomatis, khususnya dalam beberapa bulan setelah episode pertama dan sakitnya, dengan jumlah 100-1000 kali lebih besar dari lesi yang aktif. Tetapi tidak dijelaskan di mana virus tersebut bersembunyi selama masa laten di antara serangan-serangannya tetapi dapat muncul pada ganglion saraf yang mempunyai daerah distribusi yang sama. Dan sini akan menyebabkan virus-virus tadi menyebar atau beraktivasi kedalam kulit. Penyebaran virus ini bisa secara kontak langsung, droplet atau dan sekresi penderita yang infeksius.Infeksi tipe 1 primer biasanya terjadi pada bayi atau anak- anak dengan gambaran lesi yang ininimal dan sering subklinis. EPIDEMIOLOGI Terjadi peningkatan insiden pada dua dekade ini terutama pada remaja yang sering berganti pasangan pada status sosioekonoini rendah.Juga pada golongan dengan risiko terinfeksi HIV. Pada daerah yang padat penduduknya atau di negara berkembang, lebih dan 50% anak-anak mempunyai antibodi terhadap HSV sampai usia 5 tahun. Tetapi hal ini berbeda dengan kelompok dengan sosioekonoini yang lebih tinggi dengan insiden yang lebih rendah. Infeksi tipe 2 primer lebih sering terjadi pada masa setelah pubertas dengan penularan melalui kontak seksual dan infeksi primer ini lebih sering bersifat simtomatis. Rata-rata angka kejadian infeksi HSV sukar untuk diperkirakan karena sebagian besar bersifat subklinis. Untuk membedakan kejadian infeksi herpes tipe 2 ini, di Amerika CDC memakai informasi dari survei nasional kesehatan dan nutrisi. Didapatkan hasil 40.000 penduduk atau 21,9 persen penduduk usia 12 tahun atau lebih mempunyai antibodi herpes tipe 2. Sekitar 50-80% penduduk dewasa Amerika mengidap herpes oral. Satu dari remaja Amerika mengidap herpes genitalis dan 90% penderita tidak menyadari teninfeksi virus ini. Dengan pertambahan kasus baru sebesar 200.00- 500.000 pertahun. LK U P N P H AS 88 LK U P N P H AS PATOGENESIS lnfeksi herpes genitalis dimulai bila sel epitel mukosa saluran hospes (host) yang rentan terpapar oleh virus yang ada dalam lesi atau sekret genital orang yang terinfeksi. HSV menjadi inaktif melekat pada sel epitel masuk dengan cara meleburkan diri di dalam membran. Sekali masuk di dalam sel akan terjadi replikasi menghasilkan banyak virion sehingga selselnya akan mati. Virus juga memasuki ujung saraf sensoris yang mensarafi saluran genital. Virion masuk ke dalam inti sel neuron dan ganglia sensorik. Infeksi oleh virus herpes 1 atau 2 akan menginduksi glikoprotein yang berhubungan pada permukaan sel-sel yang terinfeksi. Setelah terjadi infeksi, sistem imunitas humoral dan seluler akan terangsang oleh glikoprotein antigenik untuk menghasilkan respons imun. Pada hewan coba tikus, antibodi spesifik akan muncul dalam serum setelah 3 hari, sel T sitotoksik setelah 4 hari dan imunitas seluler fungsional setelah 5 hari. Sifat virus berbeda dad bakteri, di mana bakteri bersifat independent, dapat bereproduksi sendiri sedangkan virus harus dibantu oleh sel untuk bereproduksi. Virus masuk ke dalam sel manusia dan dapat membuat virus lain. Demikian juga pada sel manusia yang terinfeksi oleh herpes simpleks, sel tersebut akan melepas virus baru sebelum mati. Sel yang mati tersebut akan menghasilkan kerusakan pada jaringan yang ditandai atau dimulai dengan munculnya gambaran vesikula. 89 Dilihat dan perbedaan ras ternyata penderita kulit hitam lebih banyak dan kulit putih akibat perbedaan pendidikan dan status sosio ekonoini. Di Amenika pada kurun waktu antara tahun 1988-1994 ada kenaikan sebesar 30% dibandingkan tahun sebelumnya. Pada penderita dengan infeksi HIV di Baltimore ternyata 81% pria mempunyai HSV2 yang positif di Haiti 88% dan di Zaire 95%. Berkaitan dengan cara berhubungan seksual seseorang, maka herpes genitalis sebagian besar disebabkan oleh HSV2, tetapi dapat juga disebabkan oleh HSV1. Dengan insiden sebesar 16,1% akibat adanya hubungan kelamin secara orogenital atau penularan melalui tangan. Sebaliknya herpes labialis dapat juga disebabkan oleh HSV 2. Pada penelitian seroepidemiologis terhadap antibodi HSV 2, sulit untuk dinilai karena reaksi silang antara respons imunitas humoral HSV1 dan HSV2. Dari data yang dikumpulkan oleh WHO dapat ditarik kesimpulan bahwa antibodi terhadap HSV 2 rata-rata baru terbentuk setelah adanya aktivitas seksual pada seseorang. Di mana pada kelompok remaja didapatkan kurang dari 30%, pada kelompok di atas umur 40 tahun naik sampai 60%, pada pekerja seks wanita temyata antibodi HSV2 sepuluh kali lebih tinggi daripada orang normal. Secara umum risiko mendapatkan infeksi herpes genitalis dapat dihubungkan dengan beberapa hal antara lain: 1. keaktifan seksual yang bertambah 2. umur muda pada saat pertama kali melakukan hubungan seks 3. bertambahnyajumlah pasangan seksual. 4. status imun penderita. Virus herpes dapat juga menginfeksi suatu sel yang kemudian akan membuat virus baru lagi untuk kemudian virus tersebut akan bersembunyi di dalam sel. Bersifat hanya menunggu. Virus yang tersembunyi dalam sel sistem saraf ini disebut sebagai neuron. Dan masa menunggu tersebut kita sebut sebagai masa laten. Virus laten dapat menunggu dalam neuron dalam beberapa hari, bulan atau tahun. Pada suatu waktu virus aktif kembali dan menyebabkan sel tersebut menghasilkan virus barn sehingga infeksinya menjadi aktif. Kadang-kadang infeksi yang aktif tersebut tidak menimbulkan gejala atau asimtomatis. Tetapi dapat menularkan ke orang lain. Jadi seseorang yang tanpa gejala, dapat juga menularkan ke orang lain. Respons Imun terhadap Infeksi HSV Infeksi aktif ini akan dikontrol oleh sistem imun tubuh kita, sampai fase penyembuhan dari sakitnya. Di antara masa infeksi aktif dari virus tersebut, dapat timbul masa laten. Pada masa laten selanjutnya virus menjadi aktif lagi dan sekali lagi menyebabkan terjadinya sakit. Dan keadaan ini disebut sebagai rekurensi. Bersamaan dengan infeksi awal, virus herpes simpleks iniakan menuju saraf sensorik perifer masuk ke ganglion sensorik atau otonom pada masa laten. Kekambuhan yang terjadi biasanya berhubungan dengan adanya reaktivasi strain virus awal dan ganglion yang terinfeksi secara laten. Mekanisme atau pun faktor- faktor yang memengaruhi terjadinya peningkatan frekuensi reaktivasi belum diketahui dengan pasti. Diduga faktor yang meningkatkan frekuensi reaktivasi adalah faktor dari virus itu sendiri juga dari hospes, di mana pada penderita yang mempunyai imunitas yang rendah akan mengalami reaktivasi yang lebih sering dengan kondisi yang parah. Tidak terdapat imunitas alami terhadap virus herpes simpleks yang menginfeksi untuk pertama kalinya. Jadi tidak ada antibodi di dalam sirkulasi yang melawan virus tersebut. Atau tidak ada imunitas seluler yang melawan herpes (sebagaimana ditunjukkan oleh pembentukan limfosit) terhadap antigen virus herpes. Selama fase induksi, infeksi menjadi tidak terkontrol, infeksi herpes simpleks dapat menyebar, memburuk dengan durasi yang lebih lama danpada infeksi herpes rekurens. Keadaan ini memburuk secara klinis dan dibedakan dengan cara, menghitungjumlah dan melihat karakteristik dari imunitas seluler. Ketika imunitas tubuh seseorang dirangsang maka gambaran infeksi herpes simpleks secara khas akan muncul sehingga fungsi antibodi menjadi kurang berarti. Kekambuhan yang sering terjadi pada penderita dengan infeksi herpes simpleks, akan menyebabkan terjadinya peningkatan imunitas seluler pada kebanyakan penderita. Sel-sel T yang sebelumnya menginfeksi seseorang secara in vitro akan membentuk bias atau sel darah baru setelah terpapar dengan antigen Herpes. Selama 12 minggu akan terjadi peningkatan pembentukan sel-sel darah yang jumlahnya sama dengan antigen herpes. Secara in vivo hal ini dapat atau tidak dapat mencegah munculnya imunitas seluler tetapi dapat juga dipakai dalam membatasi
90 AS MANIFESTASI KLINIS Derajat keparahan penyakit dapat dilihat dari gambaran klinis dari frekuensi serta seringnya kekambuhan dari herpes genitalis inijuga dipengaruhi oleh faktor hospes dan virus, seperti tipe virus serta keadaan imunitas hospes. Faktor hospes yang ikut mempengaruhi derajat keparahan penyakit adalah umur, suku, inokulasi atau latar belakang genetik. Masa inkubasi dan herpes simpleks ini umumnya berkisar antara 3-7 hari tetapi dapat lebih lama. Gejala yang timbul dapat bersifat berat tetapi bisajugaasimtomatis, terutama bila lesi pertama herpes genitalis, ditemukan di daerah serviks. Manifestasi klinis herpes genitalis dapat dibedakan antara episode yang pertama dengan episode kekambuhari herpes genitalis. Pada episode pertama herpes genitalis, sering bersama-sama dengan gejala sisteinik disertai gejala pada genital maupun ekstragenital. Gejala sistemik yang muncul seperti panas, pusing, malaise dan myalgia dilaporkan terjadi 40% pada laki-laki dan 70% pada wanita dengan HSV2 primer. Muncul pada awal penyakit dan mencapai puncaknya pada harm ke-3-4 setelah onset penyakitnya. Gejala lokal yang muncul berupa nyeri, gatal, disuna dan adenopati inguinal. Discharge uretra dan disuria dapat muncul pada sepertiga pasien laki-laki dengan infeksi HSV2. Pada keadaan imunokompeten, bila seseorang terinfeksi virus herpes simpleks maka manifestasinya dapat berupa episode pertama infeksi primer, episode nonprimer, lesi rekuren, lesi asimtomatis atau terjadi infeksi yang tidak khas atau atipik. 91 daerah yang terinfeksi virus Herpes, dengan masa penyembuhari kurang dari 2 minggu. Seperti infeksi virus yang lain, pada infeksi virus herpes simpleks ini akan terbentuk antibodi IgG, 1gM dan IgA. Titer antibodi IgG dan IgM akan menurun lebih cepat setelah infeksinya terkontrol. Titer IgG muncul secara indefinite yang menunjukkan bahwa imunitas humoral protektif yang muncul adalah akibat dan rangsangan oleh virus hidup atau oleh vaksinasi. Keberadaan antibodi terhadap virus herpes simpleks 1 merupakan peningkatan perlindungan paling tinggi melawan infeksi yang disebabkan oleh herpes virus tipe 2 atau sebaliknya, atau disebabkan oleh reaktivasi silang. Faktor status imunologi seseorang pada beberapa kasus mungkin berhubungan dengan efek dan faktorimunologi penyakit ini. Kekambuhan dibedakan dan infeksi primer dalam hal, ukuran vesikelnya yang kecil dan dalam kelompok yang tersendiri juga tidak disertai gejala konstitusional. Adanya keluhan gatal dan panas terjadi pada 1 sampai 2jam. Secara normal akan terjadi penyembuhan dalam 7-10 hari. Tanpa meninggalkan sikatriks, muncul juga gambaran lesi yang kecil-kecil yang sama dengan lesi pada labia, vagina atau serviks yang dapat menyebabkan terjadinya nyeri yang hebat. LK U P N P H AS Episode nonprimer pertama infeksi herpes simpleks genitalis Individu yang pernah terpapar dengan HSV1 dan 2 sebelumnya telah mempunyai seropositif pada saat episode pertama yang disebut nonprimer. Episode ini menyerupai masa rekurensi yaitu lebih ringan dan infeksi primer dengan masa tunas yang lebih panjang. Sebagian besar orang, pada pemeriksaan serologisnya telah mendapat infeksi HSV1 jarang didapatkan pada seorang yang pernah terinfeksi HSV2 sebelumnya. Pada episode pertama nonprimer infeksi sudah berlangsung lama, tetapi belum menimbulkan gejala klinis dan tubuh sudah membentuk zat anti sehingga gejala yang muncul lebih ringan. Herpes genitalis rekurens Lebih bersifat ringan dan bersifat lokal. Sebagian besar infeksi dengan HSV2 iniakan terjadi kekambuhan jika infeksi utama bersifat subklinis atau asimtomatis. Dikatakan bahwa kekambuhanpada HSV2 terjadi 6 kali lebih sering daripada HSV1.Sebagian besar pasien yang mempunyai seropositif untuk HSV2 tidak dapat dikenali adanya infeksi pada HSV. Dua puluh persen pasien sering kambuh dan 60% dan lesi klinisnya mempunyai kultur positifuntukHSV2. GejalaKlinis: 1. Nyeri 2. iritasi lesi genital yang akan meningkat setelah hari ke 6 sampai ke 7 dan masa sakitnya 92 Episode Primer Pertama Infeksi Herpes Simpleks Genitalis Infeksi primer adalah infeksi yang pertama kali dengan HSV 2 atau 1. Tampak dalam 2-1 hari setelah inokulasi. Sering kali disertai gejala sistemik seperti demam, nyeri kepala, malaise dan mialgia. Sifat lesi dan pelepasan virus berlangsung lama dan dapat mengenai banyak tempat di genital atau luar genital. Gejala klinis berupa nyeri dan iritasi pada lesi bertambah dalam 6-7 hari pertama sakit dan mencapai puncaknya antara 7-11 hari sakit. Terjadi pembesaran kelenjar getah bening di mana lesi di genital berupa papula, berkembang menjadi vesikel berdingding tipis di atas dasar eritematosa sebelum pecah menjadi ulkus. Ulkus basah akan menjadi krusta basah yang mengering. Reepitelisasi kulit yang terkena terjadi di bawah krusta kering yang akhirnya lepas. Pada masa laten dan masa infeksi aktif, adanya infeksi ini dapat dengan mudah dipahaini dengan melihat gambaran lesi yang muncul pada genital dan disebut sebagai infeksi primer. 3. pembesaran limfonodi inguinal dan femoral secara umum bersifat nonfluktuasi serta nyeri pada perabaan. Pria lebih sering mengalaini kekambuhan. Kekambuhan pada pria rata-rata 5 kali per tahun sedangkan pada wanita rata-rata 4 kali per tahun. Secara keseluruhan 60% pasien dengan HSV akan mengalaini rekurensi klinis dalam tahun pertama. Kekambuhanakan terjadi bila ada faktor pencetus yang akan menyebabkan reaktivasi virus dalam ganglion sehingga virus turun melalui akson saraf perifer ke sel epitel kulit yang dipersyarafinya. Untuk kemudian bereplikasi dan multiplikasi dan menimbulkan lesi 2. Virus akan terus- menerus dilepaskan ke sel-sel epitel dan adanya faktor pencetus menyebabkan kelemahan pada daerah tersebut dan lesi menjadi rekurens. Faktor pencetus kekambuhan: 1. adanya trauma minor, 2. infeksi lain termasuk panas yang bersifat ringan atau pasien tidak mengeluh panas, 3. infeksi saluran nafas atas, 4. radiasi ultraviolet, 5. neuralgia trigeminal, 6. juga pada kasus setelah operasi intrakranial karena penyakit ini, operasi gigi, atau oleh tindakan dermabrasi. 7. Bahkan kadang-kadang seorang wanita mendapat kekambuhari dari keadaan ini saat dirinya menstruasi. Pada anak-anak biasanya mempunyai gambaran vesikel yang lebih besar walau angka kejadian munculnyajarang. Rekurensi lebih sering terjadi pada bagian tubuh yang sama. Meskipun vesikel biasanya berbentuk tidak teratur dalam satu garis atau satu distribusi saraf. Pada keadaan laten, bila ada faktor pencetus maka akan terjadi replikasi virus sehingga terjadi lesi rekurens. Pada saat itu di dalam tubuh hospes sudah ada antibodi spesifik sehingga gejalanya lebih ringan daripada saat infeksi primer. Pada infeksi herpes genitalis yang rekuren akan mempunyai gambaran klinis sebagai berikut. 1. Vesikel kecil-kecil yang multipel bergerombol pada satu sisi muncul pada kulit yang normal atau daerah kemerahari, berisi cairan jernih kemudian akan tampak keruh dan purulen, kering dan berkrusta menyembuh setelah 7-10hari, lesi yang matang terdiri atas vesikel bergerombol dan atau pustula di atas kulit yang eritematosa dengan dasar edema. Gerombolan vesikel dan erosi ini biasanya tampak pada vagina, rektum atau penis dan dapat muncul vesikel barn lagi pada hari ke-7-14. Lesi bisa bilateral dan sering meluas. Gejala sistemik yang muncul berupa panas dan flu tetapi sering pada wanita gejala yang paling menonjol adalah nyeri pada vagina dan nyeri saat kencing. LK U P N P H AS 93 2. Adanya krusta yang kekuningan atau keemasan mengindikasikan adanya superinfeksi dengan bakteri 3. Pembesaran kelenjar regional dengan nyeri sering ditemukan. 4. Gambaran eritema multiforme sering bersamaan dengan infeksi HIV dan berespons dengan pemberian antivirus sebagai profilaksis. LK U P N P H AS KOMPLIKASI Komplikasi herpes simpleks genitalis dapat berupa perluasan lesi lokal dan penyebaran virus ke lokasi ekstragenital, susunan saraf pusat dan bahkan bisa juga terjadi superinfeksijamur. Pada pria dapat terjadi impotensia.Infeksi menyeluruh bisa terjadi pada toraks dan ekstremitas, penyebaran mukokutan pada pasien dengan dermatitis atopik atau kehamilan. DIAGNOSIS Diagnosis KIinis Dibedakan antara infeksi HSV genital dengan penyebab lain ulkus genital baik infeksi atau bukan. Didiagnosis suatu HSV bila ditemukan kelompok vesikel multipel berukuran sama, timbulnya lama dan sifatnya sama dan nyeri. Hal ini harus dibedakan dengan ulkus yang disebabkan oleh Treponema pavidum. Walaupun dapat terjadi koinfeksin antara keduanya. Diagnosis banding herpes simpleks genitalis adalah Haemophylus ducreyi dan sindrom Behcet. Diagnosis Laboratorium Isolasi virus. Deteksi DNA HSV dengan polymerase chain reaction(PCR). Deteksi antigen HSV secara enzyme immunoassay(EIA). Peningkatan titer antibodi anti-HSV pada serum yang diambil segera dan sesudah 1 episode meiniliki keterbatasan. Bermanfaat bila pada episode pertama infeksi. 94 LK U P N P H AS Lesi Rekurens Jika lesi ringan: simtomatis Jika lesi berat dapat diberikan asikiovir 5 X 200 mg/hari per oral selama 5 hari atau 2 X 400 mg/hari atau Valasiklovir 2 X 500 mg/hari atau Famsiklovir 2 X 125-250 mg/hari. 95 PENATALAKASANAAN Lesi Inisial atau Episode Pertama Pengobatan yang diberikan dapat dibagi menjadi 3 bagian. 1. Pengobatan profilaksis, yaitu meliputi penjelasan kepada pasien tentang penyakitnya, psikoterapi dan proteksi individual. 2. Pengobatan nonspesifik, yaitu pengobatan yang bersifat simtomatis 3. Pengobatan spesifik, yaitu pengobatan berupa obat-obat antivirus terhadap virus herpes Obat antivirus yang kini telah banyak dipakai adalah asikiovir di samping ada 2 macam obat lagi antivirus barn yaitu valasikiovir dan famasildovir.Efek obat antivirus tersebut belum dapat mengeradikasi virus, yang ada hariya mengurangi viral shedding, memperpendek hari sakit dan memperpendek rekurensi. Semua pasien dengan episode pertama sebaiknya diobati dengan obat antivirus oral.Pengobatan yang diberikan secara dini dapat mengurangi gejala sisteinik dan mencegah perluasan lokal ke saluran genital atas. Semua orang dengan aktivitas seksual yang aktif sebaiknya diberikan penjelasan tentang risiko penularan penyakit infeksi menular seksual in Sebuah penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar penderita yang tanpa gejala atau asimptomatik kurang mengenal penyakitnya sehingga dapat menularkan kepada pasangannya. Maka dianjurkan untuk melakukan hubungan seksual secara lebih aman dan juga setia pada pasangan masing-masing. Pengobatan simtomatis dan antivirus berupa asikiovir 5 X 200 mg/hari /oral selam 7-10 hari atau 3 X 400 mg.Jika ada komplikasi berat dapat diberikan asiklovir intravena 3 X 5 mg/kgBB/hari selama 7-10 hari. Pada keadaan imunokompeten resistensi terhadap asiklovir diperkirakan sekitar 3%. Pada penderita dengan frekuensi rekurensi yang tinggi dapat diberikanterapi asikiovir sebagai obat supresifkronis dalam dosis 400 mg dua kali sehari dan dapat menyembuhkan 50% dari lesinya. Pemberian terapi topikal juga mempunyai beberapa keuntungan dalam penatalaksanaan herpes genitalis yang bersifat rekuren. Di Amerika Serikat preparat asiclovir 5% topikal dalam propiletilen glikol menghasilkan efek antivirus, tetapi hanya sedikitkeuntungan klinis yang didapat. Di Eropa dengan sediaan preparat asikiovir 5% dalam krim aqua lebih efektif. PENATALAKSANAAN INFEKSI PRIMER DALAM KEHAMILAN Kehamilan Trimester Pertama dan Kedua Penderita yang terkena infeksi herpes genitalis pada masa ini segera diobati dengan asiklovir intravena atau per oral sekurang-kurangnya 7 hari tergantung pada beratnya penyakit. Kehamilan 30 hingga 34 minggu 1. Ditentukan dahulu apakah benar si ibu menderita infeksi primer misalnya dengan menentukan tipe spesifik serologis. 2. Apabila positif segera berikan terapi asiklovir intravena atau per oral tergantung pada berat nngannya penyakit atau gejala berat ringannya penyakit atau gejala atau mulai memberikan asiklovir untuk supresi terus-menerus sampai masa persalinan untuk menekan pelepasan virus. 3. Rencana selanjutnya tergantung pada timbul atau tidaknya lesi pada saat persalinan. Apabila lesi timbul pada saat persalinan maka segera lakukan seksio sesaria dan pemberian asiklovir untuk melakukan supresi terhadap lesi. 4. Apabila lesi tidak timbul pada waktu persalinan maka persalinan dapat berlangsung pervaginam dengan pemberian asiklovir sebagai terapi supresi pada ibu. 5. Dilakukan pemeriksaan kultur virus terhadap ibu dan bayi dalam waktu 12-24 jam dari bayi diobservasi. 6. Bila timbul gejala perlu segera diberikan terapi asildovir. LK U P N P H AS Kehamilan di atas 34 minggu 1. Pemberian terapi asiklovir intravena atas oraltergantung pada beratnya penyakit dan rencanakan untuk melakukan seksio sesaria untuk mengurangi risiko transinisi virus pada bayi. 2. Bila memungkinkan lakukan pemeriksaan kultur dari bayi dalam waktu 12-24 jam. 3. Berikan terapi asiklovir pada bayi atau bayi diobservasi dan mulai pemberian terapi asiklovir bila timbul gejala. 4. Apabila dalam persiapan seksio sesaria terjadi persalinan spontan pervaginam buat kultur dan bayi dalam waktu 12-24 jam dan pertimbangkan untuk memulai terapi asikiovir. 5. Apabila hasil kultur negatif, pemberian asiklovir dihentikan. 6. Ibu dengan infeksi primer dalam persalinan diberi asiklovir intravena untuk mengobati gejalanya meskipun belum diketahui apakah akan memengaruhi transinisi pada neonatus. Kesimpulan: Rekomendasi untuk penatalaksanaan herpes genitalis pada kehamilan 1. Pemeriksaan kultur perlu dilakukan pada perempuan hainil dengan lesi yang diduga sebagai infeksi virus herpes. Bila tidak didapatkan lesi pada saat persalinan, maka persalinan dapat dilakukan pervaginam. 96 2. Pemeriksaan kultur setiap ininggu pada permeruan hainil dengan riwayat infeksi virus herpes namun tidak ada lesinya maka tidak perlu dilakukan dan persalinan tetap dapat pervaginam 3. Amniosintesis untuk mendiagnosis infeksi per abdomen dengan seksio sesaria dapat dilakukan pada kondisi terdapat lesi pada infeksi primer atau rekuren dekat pada masa persalinan, atau bila ketuban pecah atau bila ada gejala prodormal pada kasus infeksi rekuren. PENATALAKSANAN PADA PENDERITA IMUNOKOMPROMAIS Penatalaksanaan infeksi herpes simpleks genitalis pada penderita imunokompromais dibagi 3, yaitu: profilaksis yang meliputi penjelasan penyakitnya, pengobatan spesifik yaitu obat antivirus dan nonspesifik yaitu bersifat simtomatis. Rekomendasi CDC (2002) tentang penatalaksanaan infeksi herpes simpleks genitalis pada penderita imunokompromais dapat disimak pada Gambar 16.3. LK U P N P H AS PROGNOSIS Meskipun secara fisik dan emosional penderita akan merasa nyeri namun herpes genitalis bukan suatu penyakit yang serius. Infeksi primer dapat menjadi berat dan kadang seseorang memerlukan opname untuk pengobatannya. Komplikasi infeksi primer dapat mengenai serviks, sistem urinaria, anak dan sistem saraf. Kematian yang disebabkan oleh infeksi HSV 2 jarang dilaporkan, akan tetapi selama ini belum ada pengobatan yang efektif sehingga perkembangan penyakit sulit diramalkan. Infeksi primer dini yang segera diobati mempunyai prognosis lebih baik sedangkan infeksi rekuren harinya dapat dibatasi frekuensi kekambuhannya. Pengobatan secara dini dan tepat memberikan prognosis yang lebih baik, yaitu masa penyakit berlangsung lebih singkat dan rekurensi lebih jarang. 97 KOMPLIKASI Komplikasi dapat terjadi apabila infeksi primer menyebar luas ke seluruh tubuh sehingga dapat menyebabkan meningitis, ensefalitis, herpetik hepatitis, pneumonia atau keadaan lain yang berbahaya. Pada masa kehamilan akan menyebabkan bayi yang dilahirkan terjadi malformasi kongenital, hepatitis, ensefalitis, keratokonjungtivitis, erupsi kulit atau lahir mati. Pada orang tua bisa terjadi eritema eksudativum multiforme bahkan bisa muncul depresi dan ketakutan akibat salah penanganan pada penderita. LIMFOGRANULOMA VENEREUM DIFINISI Limfogranulorna Venereum (LGV) adalah penyakit Menular seksual yang disebabkan oleh Chlamydia trachomatis serotipe L1, L2, L3, bersifat sisteinik, mengenai sistem saluran pembuluh limfe dan kelenjar linfe, terutarna pada daerah genital, inguinal, anus dan rektum, dengan perjalanan klinis, akut, sub-akut, atau kronis tergantung pada keadaan imunitas penderita. LK U P N P H AS EPIDIMOLOGI LGV bersifat sporadis tersebar di seluruh dunia terutama pada negara-negara beriklini tropis dan uropis, seperti di Arnerika Utara, Eropa, Australia dan prevalensi tinggi terdapat di Asia dan Amerika LGV merupakan penyakit endeinis di timur dan barat Afrika, India, sebagian Asia tenggara, Amerika utara dan kepulauan Karibia. Pada daerah non-endemis ditemukan pada pelaut, tentara, dan wisatawan yang mendapat infeksi pada saat berkunjung atau pernah tinggal di daerah endeinis. Seperti pada penyakit IMS Iainnya, limfogranulorna venereum terupakan penyakit yang lebih sering di jumpai pada daerah-daerah rural dan orang-orang berperilaku proiniskus serta golongan sosial ekonorni rendah. Penyakit ini ijumpai pada usia antara 20-40 tahun. lebih sering pada laki-laki dibanding perempuan dengan rasio 5 : 1 atau lebih. Kejadian akut LGV berhubungan erat dengan usia dan tingginya aktivitas seksual, pernah dilaporkan kasus LGV pada remaja. ETIOLOGI Penyebab LGV adalah ChIamydia trachomatis salah satu dari 4 spesies dari genus Chlainydia Chlainytha dibedakan dengan mikroorganisme lainnya berdasarkan siklus pertumbuhannya yang unik. 98 LK U P N P H AS 99 PATOGENESIS Chlamydia trachornatis tidak dapat menembus membran atau kulit yang utuh, tetapi masuk melalui aberasi atau lesi kecil di kulir, kemudian mengadakan penyebaran secara limfogen untuk herniultiplikasi ke dalarn fagositosis rnononuklear pada kelenja limfe regional kemudian akan menirnbulkan peradangan di sepanjang saluran limfe (limfangitis dan perilimfangitis), seterusnya rnencapai kelenjar limfe terdekat sehingga terjadi peradangan kelenjar linife dan janingan di sekirarnva limfadenitis dan perilimfadenitis). Jadi LGV adalah penyakit yang terutama mengenai jaringan limfatik. Proses patologis yang penting adalah tronibohrnfangiris dan perilimfangitis, dengan penyebaran proses inflarnasi dan limfonodus ke jaringan sekitarnya. Limfangitis ditandai oleh proliferasi sel endotel sepanjang pernbuluh limfe dan saluran penghubung dalam limfenodi. Pada tempat infeksi limfonodi cepat membesar, dan pada area tersebut dikelilingi oleh daerah yang nekrosis yang terdiri atas kumpulan sel endotel yang padat. Area yang nekrosis diserbu oleh sd lekosit polimorfonuklear dan mengalami pembesaran yang khas berbentuk segitiga atau segi empat disebut sebagai stelata abses. Pada peradangan lanjut abses-abses bersatu dan pecah mernbentuk lokulasi abses, fistel, atau sinus. Proses inflamasi dapat berlangsung beberapa ininggu atau beberapa bulan. Penyembuhan disertai dengan pembentukanjaringan fibrosis, yang merusak struktur limfenod dan dapat menyumbar saluran limfe. Edema kronis dan fibrous sclerosis menyebabkan indurasi dan pembengkakan daerah yang terkena. Fibrosis juga mempengaruhi pembuluh darah kuilt dan membran mukosa sehingga menyebabkan ulserasi. Dapat terjadi kerusakan rektum akibat ulserasi mukosa, peradangan transmural dinding usus, obstruksi aliran limfe, pembentukan jaringan fibrotik, dan striktur. Juga dapat terjadi perlekatan dantara kolon sigmoid dan dinding rektum dengan dinding pelvis.3 Limfopatia pada laki-laki terjadi pada daerah inguinal, sedangkan pada perempuan dan laki-laki hornoseksual biasanya teadi di daerah genital, anal, dan rektal. Perbedaan lokasi lesi penyakit ini tergantung dan letak lesi primer. Pada laki-laki penis merupakan tempat pertama kali masuknya (lesi primer) Chlamydia trachomatis kemudian menyebar ke kelenjar limfe inguinal sedangkan perempuan melalui intravagina atau servikal menuju kelenjar limfe intrapelvik, anus, rektal. LGV akut lebih sering pada laki-laki karena pada perempuan biasanya asimtomatik dan baru didiagnosis setelah berkembang menjadi proktoliitis akut atau bubo inguinal. LGV kemungkinan bukanlah suatu penyakit menular seperti gonore.Lesi primer herpes, urerhritis, servisitis, proktokoiitis, dan ulserasi kronis kemungkinan adalab bentuk infeksi yang terbanyak dan LGV.Walaupun bukti yang menyokong sangat ininimal, endoservik kelihatannya adalah tempat infeksi yang paling sering pada wanita, dan infeksinya masih berlangsung sampai beberapa ininggu atau beberapa bulan. Penu]aran secara kongenital tidak terjadi, tetapi infeksi mungkin terjadi melalui jalan lahir selania proses kelahiran. Meskipun proses patologi primer pada limfogranuloma venereum biasanya hanya terlokalisir pada satu atau dua bagian kelenjar limfe, organisme ini juga dapat rnenyebar secara sisteinik melaluialiran darah dan dapat memasuki sisteni saraf pusat. Penyebaran lokal penyakit ini dibatasi oleh irnunitas hospes yang akan membacasi multiplikasi, Chiamydia. Delayed hypersensitivity (dapat dibuktikan melalui skin tes) dan LGVspesifik Chlamydia antibodi dapat terlihat 1-2 ininggu setelah mnfeksi.23 Imun hospes ini mungkin juga tidak dikeluarkan dan tubuh sehingga terjadi infeksi laten. Chlamydia yang hidup dapat diisolasi dan lesi lama selama 20 tahun setelah infeksi awal. Kebanyakan kerusakan jaringan yang diakibatkan oleh limfogranuloma venereum mungkin disebabkan oleh hipersensitivitas yang diperantarai oleh sel antigen terhadap Chliamydia. Persisten limfogranuloma venereum di jaringan atau infeksi ulang oleh serovanians yang berhubungan dengan Chlamydia trachomatis mungkin berperan dalam perkembangan penyakit sisteinik. Pada pria 1. Penis Anyaman penibuluh getah bening dangkal ditanipung oleh kelenjar-kelenjar inguinal superfisial medial, kadang-kadang ditampung oleh kelenjar-kelenjar iliaka eksterna.Anyanian penibuiuh getah bening dalarn ditampung oleh kelenjar- kelenjar inguinal medial. 2. Skrotum Dan skrotum ditampung oleh kelenjar-kelenjar inguinal superfisial medial. 3. Uretra Dari uretra pars spongiosa getang bening ditanipung oleh kelenjar-kelenjar inguinal superfisial medial, kelenjar-kelenjar inguinal dalarn dan kadang kelenjar- kelenjar iliaka eksterna. Dari uriteria pars prostatika dan membranasea getah bening disalurkan ke kelenjar-kelenjar iliaka interna. 4. Prostat dan vesikula seininalis Ditampung oleh kelenjar-kelenjar sakral, iliaka eksterna, iliaka interna dan anorektal. 5. Testis dan Epididiinis Ditampung oleh kelenjar-kelenjar iliaka eksterna. Pada Wanita 1. Labium mayor Ditampung oleh kelenjar-kelenjar inguinal superfisial medial, kadang-kadang oleh kelenjar-kelenjar iliaka eksterna. 2. Labium minor Ditampung oleh kelejar-kelenjar inguinal superfisial medial, inguinal dalam dan iliaka eksterna. 3. Kelenjar bartholin Ditampung oleh kelenjar-kelenjar vesikel anterior 4. Klitoris
U P N P H AS 100 5. 6. 7. 8. LK U P N P H AS GAMBARAN KLINIS LGV merupakan penyakit sisteinik primer yang menyerang sistem limfatik, dengan manifestasi klinisdapat akut, sub-akut, atau kronis dengan komplikasi pada stadium lanjur.Terdapat perbedaan gambaran Ininis pada pria dan wanita. Pada wanita jarang didapatkan lesi primer genital dan bubo inguinal.1 Perjalanan penyakit LGV secara uniuni dapat dibagi dalam 2 stadium) 1. Stadium dini, yang terdiri atas: a. Lesi primer genital b. Sindrom inguinal 2. Stadium Lanjut, dapat berupa: a. Sindrom ano-rektal b. Elefantiasis genital Lesi Primer Genital Setelah rnasa inkubasi antara 3-12 han atau lebih lama, Akan terjadi lesi primer di genital yang bersifat tidak khas, tidak sakit dan cepat menghilang (sembuh) tanpa pembentukanjaringan parut (scar). Masa inkubasi dapat bersifat lebih lama apabila lesi primer genital tidak muncul, sehagai manifestasi adalah sindrom inguinal. Lesi primer dapat berbentuk erosi atau ulkus dangkal, papula-papula kelompok vesikel kecil nirip lesi herpes atau sebagai urethnitis nonsfesifik.sering berlokasi pada sulkus koronarius kemudian pada frenulum, preputium, penis, uretra dan skrotum. Pada wanita lebih sening terjadi di dinding posterior vagina, portio, bagian posterior serviks dan vulva. Lesi primer pada pria dapat pula disertai limfngitis pada bagian dorsal penis dan niembentuk nodul limfangial yang lunak atau abses-abses kecil bubonuli). 101 Anyaman pembuluh getah bening dangkal ditampung oleh kelenjar-kelenjar inguinal superfisial medial dan kelenjar-kelenjar inguinal dalam medial.Anyarnan pembuluh getah bening dalam ditampung oleh kelenjar-kelenjar iliaka eksterna. Uretra Getah bening uretra ditampung oleh kelenjarkelenjar inguinal superfisial medial, kelenjar-kelenjar inguinal dalam, interiliaka dan glutealinferior Ovarium Ditampung oleh kelenjar-kelenjar sepanjang aorta abdoniinalis. Uterus Fundus uten sama seperti ovarium. Korpus uteri: ke kelenjar-kelenjar sepanjang aorta, kelenjar-kelenjar inguinal superfisial, dan interiliakal. Servik uteri: ke kelenjar-kelenjar iliaka dan kelenjarsepanjang aorta Vagina Bagian kranial: beranastomosis dengan servik uterilalu ke kelenjar iliaka eksterna dan inceriliaka. Bagian kaudal: ke kelenjar-kelenjar interiliakal Bubonuli dapat pecah dan membentuk drainase sinus, fistel dan fibrosis uretra sehingga terbentuk sikatrik pada dasar penis. Limfangitis sangat sering berhubungan dengan edema lokal dan regional yang menyebabkan phimosis pada pria dan pembengkakan pada wanita dengan derajat yang bervariasi. Sindrom Inguinal Biasanya terjadi beberapa han sampai beberapa mmggu setelah lesi primer menghilang. Pada dua per tiga kasus timbul limfadenitis inguinal yang unilateral.Dimulai sebagai sesuatu masa, agak sakit menerap 1-2 rninggu. Bubo inguinal pertama kaliditemukan oleh William Allace tahun 1833 yan terdiri atas: kulit menjadi merab, dan kemudia! ditemukan tumor yang melekat pada permukaan kuli tersebut, mulanya dapat digerakkan, bubo kemudiai mengalaini kemajuan eepat, sehingga menyebabkai rasa sakit yang berdenyut-denyut, demam tinggi diikuti dengan takikardi, hilangnya nafsu makan, dan gangguan ridur. Kelainan ini lebih sering pada pri; daripada wanita, karena wanira lokasi primer terletak di bagian dalam dan aliran limfe kearah kelenjar limfe daerah pelvis) Masa inkubasi untuk gejala ini berkisar 10-30 hari tapi mungkin lebih lambat 4-6 bulan setelah infeksi. Gejala sistemik yang sering menyertai sindron ini: seperri demam, menggigil, nausea, anoreksia dan sakit kepala. Gejala konstitusi ini kemungkinat berhubungan dengan penyebaran sisternik dar Chlaimydia. Selama stadium ini, organisme LGV dapa diisolasi dad darab dan cairan serebrospinal pasien baik dengan gejala ensephalitis maupun tidak dat pada cairan serebrospinal yang abnormal. Manifestasi dan penyebaran sisteinik yang lair yaitu: hepatitis, pneumonitis, kemungkinan artritis enitema nodosum, eritema multiforme, dan pernah dilaporkan edema papil sedangkan pada wanita gejala nyeri pinggang bawah Iebih sering rerjadi karena terkena kelenjar limfe perirekral Gerotha yang diikut dengan gejala proktitis dan peniprokutis seperti nyer abdomen, nyeni saat defekasi dan diare. Pada pemeniksaan klinis sindrom inguinl didapatkan keadaan sebagai berikut. 1. Kelenjar inguinal membesar, nyeri dan teraba padat, kemudian berkembang mcnjadi peradanga sekitar kelenjar atau perilimfadenitis. 2. Terjadi perlekatan antarkelenjar sehingga terbentu paker, juga perlekatan kelenjar dengan kulit atasnya, kulit ranipak merah kebiruan (blue bali yang menandakan akan terjadi ruptur bubo, panas dan nyeni. ini biasanya terjadi dalam Iininggu setelah bubo mengalaini fluktuasi. 3. Perlunakan kelenjar yang tak serentak ditandai dengan fluktuasi pada 75% kasus, dan terbenti abses multiple. 4. Abses pecah mcnjadi sinus atau fistel niultiple pada 1/3 kasus, sedangkan yang lain mengalami invol secara perlahan dan membentuk massa padat kenyal di daenah inguinal. Beberapa bentuk spesifik dapat tenjadi seperti: pembesaran kelenjar di atas dan di bawah ligamentum poupari sehingga terbentuk celah disebut sign of (Greenbalatts sign). Terjadinya pembesaran kelenjar femoralis, inguinalis superficial LK U P N P H AS 102 dan proftindus menyebabkan bentuk seperti tangga sehingga disebutetge bubo. Pada penyembuhan fistel akan terjadi jaringan parut yang khas didaerah inguinal. Beberapa kasus LGV niirip limfoma leher pada pria homoseksual yang mempraktikkan felasio dari laki-laki heteroseks yang melakukan kunilungus. Banyak penelitian mengenai LGV pada wanita 20-30% terlihat sebagai sindroma inguinal. Pada wanita kira-kira 1/3 kasus tanpa proktitis, tetapi terdapat keluhan sakit pada perut bagian bawah dan aing terutama waktu membungkuk, keluhan ini menandakan terkenanya limfenod bagian dalarn din limfenod bagian lumbal, dan mungkin dapat disalahartikan sebagai apendisitis akut, atau tuba. Sindrom Anorektal Pada Laki-Iaki Pada laki-laki, mukosa rektal dapat diinokulasi langsung oleh cylamydia selama huhungan seks secara anal atau melalui penyebaran limfatik dan uretra posterior. Gejala awal dan infeksi rektal adalah pruritus anal diikutiduh anal yang purulen yang disebabkan karena edema lokal atau difus mukosa anorektal. Mukosa menjadi hiperemis dan mudah berdarah karena trauma, sering terdapat ulserasi superfisial, multiple dan diskrit dengan batas yang ineguler yang akhirnya diganti dengan janingan parut. Proses peradangankronis menyerbu masuk ke dalam dinding usus dan membentuk granuloma nonkaseosa dan abses, jika infeksi sekunder sekret menjadi mukopumlen selanjutnya bila tidak diberi pengobatan proses Jomatus akan mengenai seluruh lapisan dinding :apisan otot akan diganti dengan jaringan fibrosis. Pada wanita Pada wanita, karena penyebaran langsung dan lesi primer dinding vagina dan serviks ke kelenjar perinektal. Pada wanita septum rektovagina mungkinakan terkikis, dan terbentuk fistula rektovagina. Kontraksi berlebihan pada janingan fibrosis selama berbulan-bulan sampai hertahun-tahun akanmenyebabkan hambatan pasial (srriktur atau komplit LK U P N P H AS Manifestas klinis Manifestasi akut sindrorn ini adalah proktokolitis, dari hiperplasia intestinal danjaringan limfe penrektal (lymphorrhoids). Manifestasi kronis atau lanjut adalah abses perirektal, ischiorektal, fistula rektovaginal, fistub anal dan striktura rektal atau stcnosis. Gejala proktokolitis: a. panas b. rasa sakit pada rekturn c. tenesmus d. penut bagian bawah kin terasa sakit jika disentuh e. pada palpasi kolon bagian pelvis terasa tegang 103 f. mukosa rektal granuler pada pemeniksaan digital dan dapat bengerak, kelenjar limfoid tenaba mernbesanan pada palpasi g. pemeriksaan sigmoidoskopi tidak menunjukkan tanda yang patognomonik. Gejala konstipasi dan stniktura rektal derajatnya sangat bervariasi mulai dan pencil stool, distensi abdomen, kolik dan penurunan berat badan.3 Mayontas terbanyak pasien dengan sindroma anorektai adalali wanita atau pnia homoseksual. Sindrom Genetal (Esthiomene) Kata esthiomene berasal dan bahasa Yunani yang artinya Eating away. Infeksi primer mengenai kelenjar limfe dan skrotum, penis atau vulva yang mungkin menyebabkan limfangitis kronis dan progresif, edema kronis dan akhirnya terjadi pembentukan fibrosklerosis jaringan subkutan. Hal iniakan menyebabkan terjadinya indurasi dan pembesaran bagian yang terkena dan akhimya teijadi ulserasi. Pada awalnya ulserasi hanya superfisial namun kemudian menjadi lebih invasif dan destruktif. Pasien dengan esthiormene kebanyakan adalah wanita.Ulerasi kronis ini sangat sakit.Pada wanita kebanyakan tenjadi di bagian permukaan bbia mayora, pada lipatan genitoknuris, dan pada bagian lateral dad perineum. Anus dan klitonis bisa terjadi edema tapi masih dapat berfungsi normal. Pada wamta cenderung untuk terjadi pembentukan papiler pada mukosa meatus uretra, yang berupa tumor poliploid pada permukaan elefantiasis yang disebabkan akibat tekananpaha yang disebut buchblatt condiloma, pertumbuhan ini menyebabkan disuria, polabsuna dan inkontinensia uri. Dapat pula terjadi fistel akibat ulserasi yang destruktif dan pecah ke vagina atau vesika urinania. Bila derajat kerusakan pembuluh dan kelenjar limfe cukup luas dapat terjadi elefantiasis satu atau kedua tungkai. Peniscrotal elephanthiasis dapat terlihat 1-20 tahun setelah infeksi, dapat mengenai hanya preputium, preputiuni dan penis, skrotum saja atau keseluruhan dan genitalia eksterna. Konjungtivitis folikuler, selalu disertai oleh lemfadenitis maksila dan aurikularis posterior, dapat terjadi pada setiap stadium dan LGV. Infeksi konjungtivitis disebabkan akibat infeksi secara inokulasi dari discharge genital yang infeksius. Kondisi ini sejalan dengan Parinauds oculoglandularsyndrome. Lesi primer LGV pada mulut dan faring dapat rujadi akibat felasio dan cunnilingus, sehingga mengakibatkan limfadenitis maksilaris atau servikalis, LK U P N P H AS 104 LK U P N P H AS PEMERIKSAAN PENUNJANG Tes Frel Merupakan merode diagnosis pertama yang dilakukan untuk mendiagnosis LGV (1930- 1970an) Tes ini bcrdasarkan pada imunstas seluler terhadap virus LGV. Bahan diambil dan aspinasi bubo yang belum pecah atau antigen yang dibuat dan hasil pembiakan dalani selaput kuning relur embrio ayam, nama dagang lygnarurit. Cara Kerja 1. Caranya dengan menyuntikan 0,1 ml antigen intradermal pada lengan hawaii dengan kontrol pada lengan lainnya. 2. Reaksi dibaca setclah 48-72 jam, hasil positif bila tampak papul eritematosa dikelilingi daerah infiltrar dengan diameter >6 mm dan daerah kontrol negatif. 3. Hasil positif dalam waktu 2 sampai beberapa ininggu (bahkan sampai 6 bulan) setelab infeksi dan akan tetap positif untuk jangka waktu lama bahkan seumur hidup.1,2,3,9 Reaksi ini merupakan delayed intradermal yang spesifik terhadap golongan Ch&unydia sehingga dapat memberi hasil positif semu pada pendenira dengan infeksi Chlaniydia yang lain. 105 Tes Serologi Tes serologis yang digunakan dalam meliputi: 1. complenient fixation test (CFT) 2. Radio isotop presipitation (RIP) 3. micro iinitnofluorescence (micro-IF) typing. Kultur Jaringan Dilakukan dalam yolk sac embrio ayam atau dalam biakan sel dengan bahan pemeniksaan dari aspirasi pus bubo yang belum pecah dapat memberi konfirmasi diagnosis. Polymerase Chain Reaction (Pal) Digunakan untuk melihat asam nukleat spesifik Chlamydia trachoniatis pada kasus- kasus yang disebabkm organisme ini.Primer DNA yang digunakan untuk mengetahui adanya sekuens DNA di dalam plasinid atau menibran protein bagian luar Chiamydia trachornatis. Biopsi-Histopatologi Biopsi digunakan untuk menyingkirkan diagnosa banding yang tersering yaitu infeksi atipik dan neoplasia.Gambaran histopatologi berupa hiperplasia folikuler dan abses dan kelenjar limfe yang tidak spesifik. LK U P N P H AS DIAGNOSIS Diagnosis LGV umumnya berdasarkan atas anamnesis adanya koitus suspektus disertai gambaran klinis yang khas, dan hasil pemeriksaan penunjang antara lain: 1. Tes Frei positif 2. Tes fiksasi komplenien atau tes serologi lain untuk LGV positif 3. Isolasi Chlamydia darijaringan yang teninfeksi pada kultur jaringan 4. Pemeriksaan PCR untuk Chlamydia 5. Pemeriksaan histology ditemukan Cidamydia dalam jaringan yang tennfeksi DIAGNOSIS BANDING Diagnosis banding penyakit LGV dilakukan berdasakan stadium penyakit yaitu: A. Stadium Primer Genital 1. Herpes genital: Penyakit ini bersifat residifdapat disertai gatal atau nyeri, lesi berupa vesikel di atas kulit yang enitematosa, berkelompok. Bila pecah tampak keloinpok erosi dan tidak terdapat indurasi. 2. Sifilis: Lesi pruner yang berlanjut pada linifogranuloma venereum dapat dikelirukan dengan lesi primer pada sifilis. Didiagnosis dengan menemukan Treponema pallidiim pada pemeniksaan inikroskopis lapangan gelap. Adenitis inguinal akibat sifilis nampak kecil, keras, dan tidak nyeri. Fase lanjut dad LGV berupa estiomene yang disertai ulserasi dan sikatrik dapat dibedakan dad sifilis dengan tes serologis sifilis, CFT dan adanya spirochaeta. 106 LK U P N P H AS PENATALAKSANAAN Penderita LGV akut dianjurkan untuk istirahat total dan diberikan terapi untuk gejala sistemik yang timbul yaitu meliputi terapi berikut. Pengobatan Rejirnen yang direkomendasikan otch National Gideline for the management of Lympliogranuloma I7emzereu)n dan US. Departement of health and Human Services, Public Health Service Centerfor disease control and Prevention adalah doksisiklin yang merupakan pilihan pertama pengobatan dosis 2x 100 mg/hari selama 14-21 han arau terrasiklin 2 gr/ han atau minoksiklin 300 mg diikuti 200 rug 2x/ hari. Sulfonamid: dosis 3-5 gram/hari selama 7 hari. Eritromisin: pilihan kedua, dosis 4 X 500 mg/had selama 21 hari, terutama pada, kasus-kasus alergiobat golongan tetrasiklin pada wanita hamil dan menyusui. Kotrimoksasol (Trimetropnim 400 mg dan sulfametoksasol 80 rng) 3 X 2 tablet selama 7 hari. Ofloksasin 400 mg 2X/hari selama 7 hari Levofloksasin 500 mg 4X/hani selama 7 hari. Azithromycin 1 gram dosis tunggal. Pembedahan Tindakan pembedahan dilakukan pada stadium lanjut di samping pemberian antibiotika.Pada abses multipel yang berfluktuasi dilakukan aspirasi berulang karena insisi dapat mempenlambat penyembuhan. Tindakan bedah antara lain vulvektoini lokal atau labiektoini pada elefantiasis labia. Dilatasi dengan bougie pada stnuktur 107 3. Ulkus mole: ulkus pada ulkus mole dapat bervanasi dari satu sampai multipel yang thsertai ulserasi. Bila menyebabkan limfaderntis maka lesi primer masih tampak, kelirna tanda radang juga terdapat namun perlunakannya serentak. Pada pemeniksaan laboratorium ditemukan H. ducreyi. B. Sindrom lnguinal. 1. Granuloma Inguinalis: Lesi pada kuht lebih khas, lebih besar dan lebib persisten daripada LGV, ditemukan Donovan bodies. Limfadenitis inguinal pada granuloma mguinale tidak khas. Dapat dijumpai esthiomene. 2. Limfadenopati inguinal: dapat merupakan kelanjutan dan suatu trauma pada kaki, keganasan pada daerah genital, rektum dan abdoininal, lifoma maligna, tuberculosis dan herpes genital. 3. TBC kulit: Bila rnengenai daerah inguinal terdapat persamaan dengan LGV. Keduanya terdapat limfadenitis pada beberapa kelenjar, periadenitis serta pembentukan abses dan fistel yang multiple. Pada TBC kulit tidak terdapat kelima tanda radang akut kecuali tumor, dan biasanya pada inguinal lateral dan femoral sedangkan pada LGV terdapat pada inguinal medial. rekti atau kolostomi bila terjadi obstruksi total, abses penianal dan perirektal. Proses ini rnempunyai risiko untuk terjadinya perforasi usus, harus dibatasi pada yang lunak, struktur yang pendek tidak berada di bawab peritoneum, danjangan dilakukanjika stniktur muda terlepas (licin) ataujika terjadi perdarahan. Operasi plastik diiakukan untuk elefantiasis penis, skrotum dan estluomene. Tidak ada satu prosedur pun yang diberikan tanpa didahului dengan pemberian antibiotik, bahkan antibiotika harus dibenikan beberapa bulansebelum diputuskan untuk dilakukan tindakan bedah. Resolusi sponran dan fibrosis LGV belum pernah terjadi, tetapi proses inflamasi dan diameter stnktur mungkin mengalaini kemajuan yang dranratis dengan pengobatan antibiotika. KOMPLIKASI Dapat teijadi ruptur bubonuli sehingga terbentuk sinus dan fistel. Pada konplikasi jangka panjang dapat tenjadi fibrosis dan jaringan parut pada dasar penis. Pada wanita dapat terjadi servisitis, penimetnitis, dan salpingitis. Pada komplikasi sisteinik dapat menycbabkan infeksi pulmo, penikarditis, arthritis, konjungtivitis, dan meningitis. PROGNOSIS Jika diobati secara dini, prognosisnya baik, tetapi jika tenjadi komplikasi lanjut dapat menyebabkan kematian. Reinfeksi dan relaps mungkin terjadi, terutama pada pasien human iinmunodeficiency virus (HIV), pada pasien ini dapat berkernbang dengan multipel abses, sehingga memenlukan terapi yang lebib lama karena resolusinya terlambat. LK U P N P H AS GRANULOMA INGUINALE PENDAHULUAN Granuloma inguinale adalah suatu infeksi destruktif yang bersifat progresif, disertai pembentukan granuloma di kulit danjaringan subkutan, umumnya ditularkan melalui hubungan seksual, disebabkan oleh Corynebacterium granulomatis, suatu bakteri gram negatif dengan ukuran 1,5 x 0,7 mm, pleomorphic, berada dalam histiosit yang berukuran 80-90 mm, bipolar densities, dan suatu kapsul sering terlihat, serta noninotil. Penyakit ini dikenal dengan banyak nama antara lain granubma venerum. Selain itu juga dikenal dengan nama serpinous ulceration of the groin, lupoid form of groin ulceration, ulcerating granuloma of the pudenda, granuloma genitoinguinale, granuloma venereum genitoinguinale, infective granuloma, granuloma inguinale tropicum, chronic venereal sores, dan ulcerating sclerosing granul, Donovanosis. Insiden puncak pada umumnya terjadi pada dekade ketiga masa hidup, di mana lebib dan 70% kasus tenjadi pada usia 20-40 tahun) Prevalensinya pada pria 108 sepuluh kali lebih sering dibandingkan pada wanita yang bisa menjadi caner asimtomatis. Penyakit ini pada umumnya diderita oleh penderita dengan tingkat sosial rendah dan higiene yang buruk. Meskipun donovanosis dapat disembuhkan secara efektif dengan antibiotik, namun penyakit ini dapat menimbulkan angka kesakitan (morbiditas) dan kematian (mortalitas) yang bermakna.Penderita sening terlambat mendapatkan pengobatan selama beberapa bulan sehingga teijadi kerusakan jaringan yang lebih hebat atau erosi yang luas pada seluruh daerah genital. PENULARAN Meskipun Granuloma Inguinale (Donovanosis) sering kali dianggap sebagai salah satu dan penyakit kelainin yang klasik (bersama-sama dengan sifilis, gonore, ulktis mole, dan lymphogranuloma venereum), terdapat keraguan tentang penyebarannya melalui hubungan seksual dalam penularan donovanosis Goldberg membuat suatu postulat bahwa vagina sering kali terinfeksi melalui autoinokubsi dan rektum yang hanya teijadi setelah trauma seksual atau nonseksuai pada daerah yang teninfeksi. Hubungan seksual secan anal berhubungan dengan lesi pada rektum pack pria homoseksual dan lesi pada penis pada pasangar hubungan seksualnya. Donovanosis pada anak atat pada individu yang tidak aktif secara seksual diangga sebagai bukti bahwa donovanosis dapat ditularkan tanp melalui hubungan seksual; bagaimanapun, pada anal donovanosis diderita dengan penyakit infeksi seksuayang lain, dan nwayat kehidupan seksual mungkin dak bisa dipercaya, seperti pada beberapa pendenta sag terinfeksi gonore tetapi menyangkal sexual exposure. Lesi kulit ekstragenital dapat terjadi melalui penyebaran dari lesi genital yang ada melaluijari tangan atau kontak nonseksual yang lain. Zigas menginduksi lesi kulit pada dirinya sendiri melalui inokulasi dari abrasi pada paha dengan spesirnen dan lesipasien, dan dia mempostulasikan bahwaprevalensi pada anak usia 1-4 tahun di daerah tersebut sebagai hasil dari kontak langsung saat duduk di pangkuan orang tuanya yang sedang menderita donovanosis. Orang coba terinfeksi melalui inokulasi dari pusdari dobuboes, tetapi peneiti lain tidak dapat menghasilkan lesi bahkan dengan inokulasi berulang yang intensif pada kulit yang luka/lecet. Seorang anak di Papua New Guinea mengalami suatu lesi primer pada telinga setelah cuping telinganya digaruk dengan jari tangan yang sering digunakan menggaruk uretra yang disebabkan donovanosis. Penyebaran donovanosis tenjadi melalui autoinokulasi (biasanya melalui jari tangan penderita) atau sistemik secara hematogen.Lesi pada viscera dan tulang terjadi karena penyebaran hematogen, sedangkan lesi kulit dapat terjadi karena autoinokulasi atau hematogen.Gejala sistemik seperti demam, keringat malam, kehilangan berat badan, dan anoreksia dianggap sebagai tanda penyebaran hematogen, tetapibeberapa pasien dengan lesi genital atau tulang tanpa keluhan gejala sisteinik. LK U P N P H AS 109 LK U P N P H AS 110 GAMBARAN KLINIS Periode inkubasi donovanosis pada umumnya adalah 1-4 ininggu, tetapi dapat lebih panjang sampai dengan 1 tahun. Penyakit ini mulai sebagai nudul subkutan tunggal atau inultipel yang kemudian segera menjadi suatu erosi rnelalui kulit dan secara perlahan membesar membentuk suatu variasi luas dalam variasi morfologinya. Bentuk klinis yang paling utama adalah lesi kulit yang fleshy, merah daging, exuberant granulation tissue yang lunak, tanpa nyeni tekan dan mudah berdarah. Gambaran klinis yang umum berupa lesi pnmer meluas perlahan melalui penyebaran langsung; autoinokulasi, yang mengakibatkan lesi barn pada kulit yang berdekatan (kissing lesion). Melalui mekanisme ini, suatu lesi primer pada glans penis dapat menimbulkan fokus infeksi baru pada skrotum, paha, atau dinding abdomen. Lesi kulit dapat dideteksi pada bayi umur 6 ininggu sampai 6 bulan. Keterlibatan pembuluh getah bening menipakan gejala klinis yang jarang (berbeda dengan lynaphogranuloma venereum dan sebagian besar penyakit infeksi seksual ulseratif di mana terdapat keterlibatan kelenjar getah bening inguinal pada stadium awal). Pembengkakan pada inguinal yang tenjadi pada penderita donovanosis disebut pseudobubo karena ini adalab merupakan granulomata subkutan yang terjadi superfisial pada daerah kelenjar getah bening inguinal. Infeksi sekunder yang dngan naungkin teijadi, menghasilkan suatu indurasi dad lesi yang nieluas, tetapi selulitis pada kuht sekmtamyajarang terjadi. Adanya pembengkakan pada genitalia, khususnya path labia dan dapat menjadi suatu pseudoelephantiasis meskipun jarang tenjadi. Phimosis dan paraphimosis adalah komplikasi lokal yang umum dad donovanosis. Erosi yang prognesif dapat merusak penis secara total atau organ lain yang terkena. Gejala klinis lain yang tidak umum adalah adalah suatu nekrosis yang meibatkan desnuksi janingan secara cepat dan menimbulkan eksudate profusyang sangat ban (foul smelliux), kernudian menjadi ulkus skierotik/sikatrikalis dengan tepi yang menggaung, dasar yang kering dan tidak mudah berdarah, dan band-like scarring. Lymphedema yang sering terjadi karena konstriktif yang disebabkan lesinya. Selain dari flu, donoianosis memberikan gambaran klinis yang aneh, rnemerlukan klinisi yang berpengalanian untuk inenegakkan diagnosisnya. Lesi primer hanya terdapat pada daerah genitalia dan perineum pada 80-90% kasus dan hanya pada daerah inguinal pada 5% kasus, sedangkan lesi yang terdapat pada kedua daerah tersebuc 5-10% kasus. Pada pria lesi genital terjadi paling banyak pada glans penis dan preputium, sedangkan path wanita lesi terjadi pada labia, valaupun niungkin tempat lain juga dapat terserang Sebelum era antibiotika, Lesi ekstragenitaljarang terjadi, yaitu terjadi pada sekitar 6% kasus donouanosis, tetapi rnungkin lebih hanyak kasus tetap tidak terdeteksi karena berbagai macam bentuk LK U P N P H AS DIAGNOSIS BANDING 1. Sifilis Sifilis sekunder senng kali mirip dengan donovanosis bentuk granulomatous. 2. Kondilma lata Kondiloma lata pada sifilis sekunder pada umumnya tampak sebagai plak putih atau pucat yang basah pada daerah anogenital dan dengan mudah dibedakan dan lesi merah terang pada donovanosis.Kondiloma lata sering tidak tampak berwarna pucat pada bagian tubuh yang lembap seperti ketiak atau di bawah payudara), di mana kondionata lebih berwarna merah muda seperti daging. Pada penderita (terutama wanita) biasanya lesi berupa plak yang basah dan dengan beberapa lesi satelit kecil yang menyebar dab genital ke nius dan warnanya bervariasi mulai putih sampai merab terang. Pada keadaan ini, tidakjelas apakah diagnosisnya doijovanosis atau sifilis, atau apakah kedua penyakit terjadi bersamaan, terutama pada umumnya prevalensi sifilis tinggi pada 111 khnis dan nonspesifik, ketnampuan mendiagnosis yang kurang, dan kapasitas yang terbatas untuk melakukan pemeriksaan laboratorium pada daerah yang jarang ditemukan kasus donovanosis. Lesi ekstragenital yaitu yang noninguinal dan nonanogenital, terjadi sebagai akibat infeksi primer (mokulasi langsung dan sumber luar) atau penyebaran dan lesi primer genital pada penderita.lnfeksi primer pada lesi ekstragenitaljarang dan selalu menjadi sumber diskusi karena hal-hal berikut: 1. lesi genital dapat menetap beberapa tahun sebeluni lesi ekstragenital tinibul, atau lesi genital tiinbulsetelah lesi ekstragenital atau tidak terdeteksi sarnpai diagnosis extragenital donovanosis ditegakkan 2. lesi genital mungkin sembub dalam beberapa bulan, kadang-kadang > 1 tahun, sebelum timbul lesi ekstragenital pada pasien 3. doitovaszosis rnungkin kambuh di mana saja, beberapa bulan sampai 2 tahun setelah kesembuhan 4. di daerah endeinik donovanosis, niwayat kesehatan penderita kurang bisa dipercaya untuk menyimpulkan keberadaan atau unman dan lesi. 3. LK U P N P H AS 4. 5. 6. 7. 112 daerah endeinik donovanosis. Bila hasil negatif atau titer rendah (1:4) didapatkan pada tes untuk sifilis, diagnosis sifilis sekunder dapat disingkirkan; \valaupun titer yang lebih tinggi, yang diduga sifilis, tidak menyingkirkan donovanosis yang bisa diderita secara bersamaan. Biopsi diperlukan untuk rnengkonfirmasi diagnosis donovanosis pada kasus ini, tetapi pembenan injeksi benzathine penicillin (2,4 juta unit) dosis tunggal intra muskular adalah pilihan praktis untuk kasus seperti i. Setelah 1minggu, kondilomata lata akan menghilang, tetapi lesi donovanosis tidak mengalaini perubahan. Squamous cell carcinoma Bentuk nekrotik dan donovanosis mungkin niirip dengan squamous cell carcinoma, bahkan di daerah endeniik, penderita donovanosis dimasukkan rumah sakit untuk terapi pembedahan.Untungnya, amputasi penis biasanya didahului dengan konfirmasi secara pemeriksaan histologis untuk diagnosis yang tepat, sehingga pembenian antibiotika yang tepat dapat dilakukan. Lesi pada serviks dan vulva juga ininip dengan karsinomapada 71% (27 dab 38) kasus donovanosis pada servikspada awalnya didiagnosis secara klinis sebagam karsinoma.tm Amubiasis Amubiasis juga merupakan diagnosis banding dari donovanosis tipe nekrotik. Amubiasis penis biasanya merupakan sekuel dari hubungan seksual secara anal dan jarang sekali dibandingkan donovanosis pada daerah endermik donovanosis. Amubiasis harus dipikirkan bila Donovan bodies tidak ditemukan dan dengan terapi konvensional tidak memberikan perbaikan. Ulkus mole Ulkus mole (chancroid) biasanya tampak sebagai ulkus punched-out yang sangat nyeri setelah masa inkubasi < I ininggu. Limfadenopati inguinal yang disertai nyeri akut dan biasanya unilateral timbul kemudian. Sebaliknya, lesi pada donovanosis tepinya meninggi (elevated), tidak nyeri, dan kadang-kadang bersamaan dengan pembengkakan pada inguinal tanpa nyeri tekan. LGV Lymphogranuloma venereum (LGV) juga dapat mirip donovanosis, tetapi pada tahap lanjut penyakit secara klinis perbedaannya jelas. Lesi genital pada WV pada umumnya tidak signifikan dan menghilang setelah beberapa saat dan timbul gejala yang lebih nienonjol berupa limfadenopati inguinal, yang kemudian menibentuk sinus dan skar, tidak terdapat erosi kulit yang kemudian menimbulkan lesi berwarna merah daging sepertipada donovanosis. Tuberkulosis Lesi donovanosis yang meluas ke tulang, khususnya pada tulang belakang bawab, dapat ininip tuberkulosis dan kadang diagnosis yang tepat ditegakkan saat pemeniksaan postmortem. Beberapa kasus penluasan pada tulang, pemeniksaan pelvis dan deteksi dab lesi serviks primer memudahkan terapi yang tepat dan menurunkan kematian. Lesi yangmenyebabkan saluran-saluran sinus dekat rahang menjadi seperti lesi pada actinomycosis. LK U P N P H AS TERAPI Regimen yang berhasil digunakan sebagai terapi donovanosis. Tetrasiklin digunakan secara luas untuk terapi lonovanosi. 113 PEMERIKSAAN LABORATORIUM Konfirmasi laboratorium dad donovanosis paling scring melalui penemuan Donovan bodies intraseluler yang khas dengan sd-sd rnononukleus besar yang tampak pada sediaan hapusan dan lesi atau bahan biopsi. Ukuran sd mononukleus adalah diameter 25-90 m, dengan suatu nuldeus piknotik atau vesikuler. Ada 20 vakuola intra sitoplasma yang mengandung Donovan bodies pleiomorfik pada sd muda udak berkapsul dan bentuk mawr yang berkapsul. Bentuk yang tidak berkapsul tampak seperti peniti tertutup (safety pin) karena adanya kepadatan knomatin bipolar, dan bentuk ini dikelilingi suatu halo atau daerah yang tidak berwarna, di mana yang berkapsul adalah berbentuk batang (ukuran 0,5- 0,7 m X 1-1,5 m) dengan batas tegas, padat, materi berwarna merab muda di sekeliling tubuh bakteri yang tercat biru (dengan pengecatan Leishman). Organisme pada tingkat kematangan yang berbeda terlihat dalam kista yang sama dan kadang- kadang menghasilkan suatu efek palisade dengan melapisi tepi dan vakuola sitoplasma. 1. Pemeriksaan histologis Pemeriksaan histologis spesimen pendenita dengan donovallosis menunjukkan proliferasi epitdial, sening dinyatakan hubungan proliferasi dengan neoplasia; pola ini kadang-kadang dianggap sebagai hiperplasia pseudoepiteiomatous. Ada suatu infiltrat inflamasi dad sd plasma, beberapa netrofil, dan scdikit-jika ada limfosit. Diagnosis ditegakkan bcrdasarkan identifikasi dad sel mononuklear patognonionik yang mengandung Donovan bodies. Untuk tujuan ini, pengecatan hematoxylin-eosin (Dc/afields heinatoxylin) tidak memuaskan, pengecatan Giemsa adekuat, tetapi pengecatan perak mungkin yang paling sensitif (Dieter/cs silver stain) , terutama untuk spesimen dengan Donovan bodies yang jarang.4,5 Pada suatu studi, sensitifitas dan deteksi secara pemeniksaan histologis meningkat dengan penggunaan inisan seinithin (~1 m), dan perbedaan antara sel hospes dan organisme ditingkatkan dengan menggunakan pengecatan thionine aznre 11 basic Jiichsin, Suatu pengecatan sederhana yang cepat mengandung larutan thiazine dan eosin menghasilkan basil sebagus pengecatan Giemsa. Donovan bodies dideteksi dan hapusan serviks yang dicat dengan Papanicolaou tetapi sering kali tcrlewatkan oleb pemeriksa (cytologist). 2. Kultur sel C. granulomatis telah berhasil dikultur pada yolk sacs embrio ayam tetapi tidak bisa tumbub pada media solid antifisial. 3. Uji Serologis Selama itu, telah dikembangkan suatu tes serologis yang spesifik dan sensiti berdasarkan pada indirea im a nof in orescence.
LK U P N P H AS 114 Doksisiklin regimen yang lebih tepat adalah merupakan pilihan pertama untuk terapi di negara berkembang. Trimethoprim-sulfametoksazol digunakan secara luas di India, dengan hasil bagus yang konsisten, karenanya, obat ini digunakan sebagai pilihan utama terapi di negara tersebut. Eritroinisin membuktikan sebagai pilihan yang efektif pada penderita yang sedang barnil, dan Azitroinisin adalab terapi alternatif yang efektif dan lebih mudah pemberiannya. Khlorampenikol mempunyai efektivitas tinggi dan telah digunakan di Australia dan masih menjadi drug of choice di Papua New guinea. Tetapi, Khlorampenikol kurang bisa diterima di negara berkembang karena efek :toksisitasnya pada sumsum tulang. Penisilin tidak efektif untuk terapi donovanosis. Penderita seharusnya diperiksa setiap nainggu, terapi dilanjutkan sarnpai lesinya sembuh (penyembuhan dalam 3-5 ininggu, kecuali pada kasus yang berat). Jika terapi antibiotika dihentikan lebih awal, lesinya sering terus menyernbuh, tetapi angka kekambuhannya tinggi. Jika antibiotika yang diberikan efektif, lesinya nienjadi pucat dan menyusut/berkurang melalui epitelialisasi perifer, dan Donovan bodies tidak diternukan pada pengecatan setelah 7 hari (folow-up smears tidak diindikasikan untuk pemeriksaan rutin). Jika Iesinya tidak berubah setelah 2 minggu terapi, suatu antibiotika alternatif seharusnya dipertimbangkan, lesi yang lama biasanya sernbuh dan secara kosmetik dan fungsi memuaskan, tetapi kadang-kadang pembedahan diperlukan untuk komplikasi yang menetap dan ulkus dan skar setelah pemberian antibiotika secara adekuat.
Kepribadian: Pengantar ilmu kepribadian: apa itu kepribadian dan bagaimana menemukan melalui psikologi ilmiah bagaimana kepribadian mempengaruhi kehidupan kita
Pembedahan Skoliosis Lengkap Buku Panduan bagi Para Pasien: Melihat Secara Mendalam dan Tak Memihak ke dalam Apa yang Diharapkan Sebelum dan Selama Pembedahan Skoliosis