Anda di halaman 1dari 116

BAHAN AJAR

INFEKSI MENULAR SEKSUAL (IMS)


PADA SISTEM UROGENITALIA

MODUL : LUKA PADA ALAT KELAMIN (ULKUS GENITALIA)
MODUL : DUH TUBUH URETRA
Oleh:
dr. H. A.M Adam, Sp.KK(K)
Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin
Makassar
Daftar Isi
1. Modul Duh Tubuh Uretra

a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
l.
Modul Lukapada Alat Kelamin Pendahuluan
Tujuan Pembelajaran
Skema Pembelajaran
Kasus
Time Table
Bahan Bacaan dan Sumber Informasi
Petunjuk untuk Tutor
Ulkus Mole
Sifilis
Herpes Simpleks Genitalis
Limfogranuloma Venereum
Granuloma Inguinale
45
46
48
49
53
54
56
60
69
86
98
108
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
Pendahuluan
Tujuan Pembelajaran
Skema Pembelajaran
Kasus
Time Table
Bahan Bacaan dan Sumber Informasi
Petunjuk Untuk Tutor
Gonore
Uretritis Non Gonore
1
1
2
4
5
9
10
12
16
29
Bahan Ajar : Infeksi Menular Seksual
MODUL
DUH TUBUH URETRA
PENDAHULUAN
Modul Duh Tubuh Uretra diberikan kepada mahasiswa FK yang mengambil
mata kuliah sistim Urogenitalia di semester IV. TIU dan TIK modul ini disajikan
dengan harapan dapat dimengerti secara menyeluruh tentang konsep dasar penyakit-
penyakit yang memberikan gejala duh tubuh uretra, terutama yang disebabkan oleh
infeksi menular seksual (IMS).

Anda diharapkan mampu menjelaskan semua aspek tentang duh tubuh uretra
antara lain: penyakit-penyakit apa saja yang memberikan gejala duh tubuh uretra.
Penyebab dan patomekanisme terjadinya penyakit, kelainan jaringan dan
pemeriksaan penunjang lain yang dibutuhkan untuk menunjang diagnosis,
penatalaksanaan dan aspek epidemiologi, utamanya penyakit/infeksi menular seksual.
Sebelum menggunakan modul ini, anda diharapkan membaca TIU dan TIK
tersebut sehingga tidak terjadi penyimpangan pada diskusi dan tujuan serta dapat
dicapai kompetensi minimal yang diharapkan. Bahan untuk diskusi dapat diperoleh
dari bacaan yang tercantum pada akhir setiap unit. Kuliah pakar akan diberikan atas
permintaan mahasiswa yang berkaitan dengan penyakit ataupun penjelasan dalam
pertemuan konsultasi antara peserta kelompok diskusi anda dengan dosen pengampu.
Penyusun mengharapkan modul ini dapat membantu anda dalam memecahkan
masalah penyakit Urogenitalia yang disajikan.
Makassar, Agustus 2012
Penyusun
1
MODUL
DUH TUBUH URETRA
TUJUAN PEMBELAJARAN
Tujuan Instruksional Umum (TIU)
Setelah mempelajari modul ini mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan tentang
penyebab, patomekanisme, tanda-tanda/gejala, cara diagnosis, penatalaksanaan/
terapi, komplikasi serta epidemiologi dan cara pencegahan penyakit-penyakit yang
LK
U P
N P
H
AS
seksual sehingga diharapkan dapat menyusun tata cara diagnosis dan
penatalaksanaannya
Tujuan Instruksional Khusus (TIK)
Setelah mempelajari modul ini mahasiswa diharapkan dapat :
1. Menyebutkan penyakit-penyakit yang menyebabkan gejala duh tubuh pada
genitalia laki-laki, utamanya infeksi menular seksual.
2. Menjelaskan penyebab dari penyakit-penyakit yang menyebabkan gejala duh
tubuh pada genital laki-laki baik yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur atau
penyebab lain seperti trauma atau non infeksi.
3. Menjelaskan epidemiologi dan faktor resiko terjadinya infeksi menular seksual
4. Menjelaskan tentang patomekanisme penyebab duh tubuh pada genitalia laki-laki
baik penyebab infeksi maupun non infeksi.
a. Menjelaskan tentang anatomi, histologi, dari alat genitalia laki-laki
2
memberikan gejala duh tubuh pada genitalia laki-laki, utamanya infeksi menular
b. Menjelaskan mekanisme infeksi bakteri-bakteri dan virus, jamur dan
penyebab morfologi lainnya yang menyebabkan duh tubuh pada genitalia
laki-laki
5. Menjelaskan tanda-tanda dan gejala dari gonore dan uretritis non gonore
6. Menjelaskan diferensial diagnosis gonore
7. Menjelaskan pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk diagnosis penyakit
dengan gejala duh tubuh pada alat kelamin laki-laki terutama infeksi menular
LK
U P
N P
H
AS
8. Menjelaskan penatalaksanaan penyakit dengan gejala duh tubuh pada alat
kelamin laki-laki baik yang disebabkan oleh infeksi maupun non infeksi
9. Menjelaskan prevalensi, insidens, kelompok resiko tinggi infeksi menular seksual
dan pencegahannya
10. Menjelaskan komplikasi penyakit dengan gejala duh tubuh pada alat kelamin laki-
laki.
3
seksual
Skema Pembelajaran
Anamnesis
- Duh tubuh
- Onset waktu
- Faktor risiko (coitus
suspectus)
- Pekerjaan
- Riwayat/perilaku seksual
Pemeriksaan Fisis
-
-
-
-
-
Duh tubuh mukopurulen
Duh tubuh seropurulen
Kelainan pada kulit
Kelainan organ lain
Gejala IMS lain
Pemeriksaan
penunjang
- Preparatlangsung
sekret/ sederhana
- Biakan/culture
- Deteksi Ag
- Deteksi DNA
- Serologis
Duh tubuh uretra
Pengetahuan Dasar
-
-
-
-
Anatomi
Fisiologi
Morfologi
Mikrobiology
Diferensial Diagnosis
IMS
- Uretritis Gonore
- Uretritis Non Gonore
Non-IMS
Trauma, instrumen uretra
LK
U P
N P
H
AS
-
-
Imunologi
Epidemiologi, insiden
Pengetahuan
berhubungan
yang
Diagnosis
Pengendalian
-
-
-
-
-
Penatalaksanaan
-
-
-
-
-
-
Terapi awal
Terapi topikal
Perawatan
Edukasi
Konseling
Konsul
Preventif
Promotif
Penyuluhan
Dan lain-lain
Universal PreCaution (UP)
4
KASUS
SKENARIO : Duh tubuh Uretra
Seorang laki-laki, usia 35 tahun datang berobat ke poliklinik kulit dan kelamin
dengan keluhan utama keluar cairan putih kental dari kelamin sejak 5 hari sebelum
datang ke rumah sakit. Nyeri saat kencing. Riwayat demam (+), riwayat kontak
seksual dengan PSK 3 hari sebelum muncul keluhan tanpa mengunakan kondom.
Pekerjaan pasien sebagai sopir angkutan kota. Dari pemeriksaan venereologi
LK
U P
N P
H
AS
Diagnosis kerja: Gonore
TUGAS MAHASISWA
1. Setelah membaca dengan teliti skenario di atas anda harus mendiskusikan kasus
tersebut pada satu kelompok diskusi terdiri dari 12-15 orang, dipimpin oleh
seorang ketua dan seorang penulis yang dipilih oleh anda sendiri. Ketua dan
sekretaris ini sebaiknya berganti-ganti pada setiap kali diskusi. Diskusi kelompok
ini bisa dipimpin oleh seorang tutor atau dilakukan secara mandiri oleh kelompok.
aktivitas pembelajaran individual di perpustakaan dengan 2. Melakukan
menggunakan buku ajar, majalah, slide, tape atau video, dan internet, untuk
mencari informasi tambahan.
3. Melakukan diskusi kelompok mandiri (tanpa tutor), melakukan curah pendapat
bebas antar anggota kelompok untuk menganalisa dan atau mensintese informasi
dalam menyelesaikan masalah.
6
didapatkan duh tubuh mukopurulen dengan eritem pada OUE.
4. Berkonsultasi pada nara sumber yang ahli pada permasalahan dimaksud untuk
memperoleh pengertian yang lebih mendalam (tanpa pakar).
5. Mengikut kuliah khusus (kuliah pakar) dalam kelas untuk masalah yang belum
jelas atau tidak ditemukan jawabannya.
6. Melakukan latihan di laboratorium keterampilan klinik dan praktikum di
laboratorium parasitologi, mikrobiologi, Patologi klinik dan patologi anatomi.
PROSES PEMECAHAN MASALAH
LK
U P
N P
H
AS
Dalam diskusi kelompok dengan menggunakan metode curah pendapat,
mahasiswa diharapkan memecahkan problem yang terdapat dalam skenario ini, yaitu
dengan mengikuti 7 langkah penyelesaian masalah di bawah ini:
1. Klarifikasi istilah yang tidak jelas dalam skenario di atas, dan tentukan kata/
kalimat kunci skenario diatas.
2. Identifikasi problem dasar skenario diatas dengan, dengan membuat beberapa
pertanyaan penting.
3. Analisa problem-problem tersebut dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan
diatas.
4. Klasifikasikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut di atas.
5. Tentukan tujuan pembelajaran yang ingin di capai oleh mahasiswa atas kasus
tersebut diatas.
6. Cari informasi tambahan tentang kasus diatas dari luar kelompok tatap muka.
Langkah 6 dilakukan dengan belajar mandiri.
7
7. Laporkan hasil diskusi dan sistesis informasi-informasi
ditemukan.
Langkah 7 dilakukan dalm kelompok diskusi dengan tutor.
Penjelasan:
yang baru
Bila dari hasil evaluasi laporan kelompok ternyata masih ada informasi yang
diperlukan untuk sampai pada kesimpulan akhir, maka proses 6 bisa diulangi, dan
selanjutnya dilakukan lagi langkah 7.
LK
U P
N P
H
AS
dirasa cukup maka pelaporan dilakukan dalam diskusi akhir, yang biasanya dilakukan
dalam bentuk diskusi panel dimana semua pakar duduk bersama untuk memberikan
penjelasan atas hal-hal yang belum jelas.
JADWAL KEGIATAN :
Sebelum dilakukan pertemuan antara kelompok mahasiswa dan tutor,
mahasiswa dibagi menjadi kelompok-kelompok diskusi yang terdiri dari 15-17 orang
tiap kelompok.
1. Pertemuan pertama dalam kelas besar dengan tatap muka satu arah untuk
penjelasan dan tanya jawab. Tujuan: menjelaskan tentang modul dan cara
menyelesaikan modul, dan membagi kelompok diskusi. Pada pertemuan pertama
buku modul dibagikan.
2. Pertemuan kedua : diskusi tutorial 1 dipimpin oleh mahasiswa yang terpilih
menjadi ketua dan penulis kelompok, serta difasilitasi oleh tutor Tujuan :

Memilih ketua dan sekretaris kelompok,
8
Kedua langkah diatas bisa diulang-ulang di luar tutorial, dan setelah informasi


Brain-storming untuk proses 1-5,
Pembagian tugas
3. Pertemuan ketiga: diskusi tutorial 2 seperti pada tutorial 1. Tujuan: untuk
melaporkan informasi baru yang diperoleh dari pembelajaran mandiri dan
melakukan klasifikasi, analisa dan sintese dari semua informasi.
4. Anda belajar mandiri baik sendiri-sendiri. Tujuan: untuk mencari informasi
baru yang diperlukan,
LK
U P
N P
H
AS
telah cukup, diskusi mandiri digunakan untuk membuat laporan penyajian dan
laporan tertulis. Diskusi mandiri bisa dilakukan berulang-ulang diluar jadwal.
6. Pertemuan keempat: diskusi panel dan tanya pakar. Tujuan: untuk melaporkan
hasil analisa dan sintese informasi yang ditemukan untuk menyelesaikan masalah
pada skenario. Bila ada masalah yang belum jelas atau kesalahan persepsi, bisa
diselesaikan oleh para pakar yang hadir pada pertemuan ini. Laporan penyajian
dibuat oleh kelompok dalam bentuk sesuai urutan yang tercantum pada buku
kerja.
7. Masing-masing mahasiswa kemudian diberi tugas untuk menuliskan laporan
tentang salah satu penyakit yang memberikan gambaran seperti pada scenario
yang didiskusikan pada kelompoknya. Laporan ditulis dalam bentuk laporan
penyajian dan laporan lengkap.
8. Pertemuan terakhir : laporan kasus dilakukan dalam kelas besar oleh masing-
masing mahasiswa.
9
5. Diskusi mandiri; dengan proses sama dengan diskusi tutorial. Bila informasi
TIME TABLE
PERTEMUAN
I
Pertemuan I
(Penjelasan)
II
Tutorial I
(Brain
Stroming
Klassifikasi
analisa &
sintese)
III
Mandiri
mencari
tambahan
informasi
Praktikum
IV
Tutorial II
(Laporan
informasi
baru
Klassifikasi
analisa &
sintese)
V
Kuliah
Konsultasi
VI
Diskusi
panel
Tanya
pakar
VII
Laporan
Kasus
STRATEGI PEMBELAJARAN
LK
U P
N P
H
AS
2. Diskusi kelompok mandiri tanpa tutor
3. Konsultasi pada narasumber yang ahli (pakar) pada permasalahan dimaksud
untuk memperoleh pengertian yang lebih mendalam
4. Kuliah khusus dalam kelas
5. Aktifitas pembelajaran individual di perpustakaan dengan menggunakan buku
ajar, majalah, slide, tape atau video, dan internet
6. Praktikum di laboratorium: Anatomi, Histologi, Mikrobiologi, Patologi klinik,
Patologi Anatomi
7. Latihan Keterampilan Klinik : Pengambilan dan Pemeriksaan sekret urethra.
10
1. Diskusi kelompok yang diarahkan tutor
BAHAN BACAAN & SUMBER INFORMASI LAIN
A. Buku Ajar dan Jurnal
1. World Health Organization, 1992, International statistical Classification of
Diseases an and related Health Problems, 10th revision, volume 1, WHO,
Geneva.
2. Holmes KK, Mardh PA, Sparling et al. Sexually transmitted diseases,
McGraw-Hill
LK
U P
N P
H
AS
4. Kenneth J Rothman, 1986, Modern Epidemiology, Little Brown and
Company, Bon
5. Kumar, Contran, Robbins : Pathology Basis of Diseases, 2003
6. Grant BJC The perineum and Pelvis : a Method of Anatomy
7. Buku IMS UI
8. Buku IMS Prof.DR.dr.Muh. Dali Amiruddin, Sp.KK(K)
9. Weiss L, Greep RD : Histology 4th edition, New York, Mc Graw Hill Inc,
1997
10. Stites DP, Stobo JD, Fudenberg HH : Basic and Clinical Immunology, 4th
edition, Los Altos California, Lange Medical Publication, 1982
11. Henry JB : Clinical Diagnosis and Management by laboratory Methods, 19 th
ed, 1996
12. Mims C, et all. Medical Microbiology, 3rd edition, Mosby, Sydney, 2004.
11
3. Baron et. Al : Diagnostic Microbiology, 9th edition, Mosby Co, 1994
B. Diktat dan Hand-Out
1. Diktat Anatomi




Diktat histology
Buku IMS UI
Buku
Bahan Ajar IMS
LK
U P
N P
H
AS
D. Nara sumber (Dosen pengampun)
DAFTAR NAMA NARA SUMBER
No
1.
2.
3.
4.
5.
Nama DosenBagian
Dr.A.M.Adam,
Sp.KK(K)
Dr. Dirmawati Kadir,
SpKK
Dr. Wiwiek Dewiyanti,
Sp.KK, M.Kes
Dr. Alwi Mappiasse,
Sp.KK, PhD, FINSDV
Prof.Dr.dr. Muh. Dali
Amiruddin, Sp.KK(K),
FINSDV
Tlp Kantor Hp/Flexi
12
C. Sumber lain : VCD, Film, Internet, Slide, Tape
PETUNJUK UNTUK TUTOR
TUGAS TUTOR :
Pra tutorial
1. Mempelajari dengan seksama modul ini termasuk TIU dan TIK
2. Jika ada materi yang tidak jelas mohon ditanyakan pada dosen pengampu
3. Membuat rencana pembelajaran
4. Membuat tabulasi penyakit penyakit yang menyebabkan produksi kurang dan
LK
U P
N P
H
AS
5. Mengecek kelengkapan ruang tutorial
Tutorial tahap 1
1. Membantu mahasiswa menunjuk ketua dan sekertaris kelompok
2. Memfasilitasi diskusi agar berjalan sesuai urutannya yaitu :





Menyusun kata kunci
Membahas TIU dan TIK
Membuat daftar pertanyaan sebanyak banyaknya yang diarahkan ke TIK
Menjawab pertanyaan-pertanyaan
Membuat tabulasi penyakit penyakit dengan gejala duh tubuh uretra dan
menghubungkannya dengan kata kunci

Membuat tujuan pembelajaran selanjutnya
13
menghubungkannya dengan kata kunci

Membagi tugas pencarian informasi berdasarkan jenis penyakit yang
menimbulkan duh tubuh uretra
3. Melakukan penilaian untuk mahasiswa dan menandatanganinya
4. Mengecek kehadiran mahasiswa dan menandatangani daftar hadirnya
5. Mengingatkan mahasiswa agar pertemuan selanjutnya masing-masing sudah
mengisi lembaran kerja
Tutorial tahap 2
LK
U P
N P
H
AS
2. Memfasilitasi diskusi agar berjalan sesuai urutannya yaitu :


Melaporkan informasi tambahan yang baru diperolehnya
Mahasiswa mendiskusikan satu persatu penyakit yang bergejala duh tubuh
uretra, etiologinya, patomekanismenya, cara mendiagnosis (anamnesis,
inspeksi, palpasi perkusi dan auskultasi, pemeriksaan penunjang dan
penatalaksanaannya.

Mahasiswa menganalisa kembali tabulasi yang dibuat berdasarkan setiap
penyakit dan kata kunci.

Mengurutkan penyakit mulai dengan diagnosis terdekat sampai diagnosis
yang terjauh

Tutor menanyakan beberapa pertanyaan mendasar yang perlu diketahui
mahasiswa dan mendiskusikannya
14
1. Mengecek apakah mahasiswa datang dengan membawa lembaran kerjanya

Mahasiswa membuat tujuan pembelajaran selanjutnya dengan mencatat
pertanyaan yang belum terjawab untuk dicari pada perpustakaan, ditanyakan
langsung kepada dosen pengampu atau ditanyakan dalam diskusi panel.
3. Membuat penilaian terutama saat mahasiswa melaporkan informasi yang
diperoleh.
4. Mengecek kehadiran mahasiswa dan menandatangani daftar hadirnya
Saat Panel Diskusi
LK
U P
N P
H
AS
2. Membuat penilaian pada penampilan, cara menjawab, isi jawaban dan lain-lain
pada mahasiswa yang melapor atau menjawab pertanyaan.
Setelah satu Seri Tutorial Selesai
1. Mengumpulkan semua absensi kelompok di Koordinator PBL
2. Membuat penilaian akhir dari semua nilai
3. Memeriksa laporan mahasiswa bersama nara sumber
KATA/KALIMAT KUNCI
1. Laki-laki usia 35 tahun
2. Keluar cairan kental putih
3. Riwayat kontak seksual dengan PSK
4. Pemeriksaan venereologi didapatkan duh tubuh mukopurulen dengan eritem
pada OUE.
15
1. Wajib mengikuti diskusi panel
5. Tanda-tanda vital normal
Tanda sistemik; gejala lain di kulit
BEBERAPA PERTANYAAN PRINSIP DAN JAWABANNYA
1. Penyakit apakah yang menyebabkan keluhan duh tubuh uretra pada laki-laki?
2. Apa penyebab dari Gonore dan Uretritis non gonore?
3. Bagaimana patomekanisme terjadinya Gonore dan Uretritis non gonore?
4. Apa tanda-tanda dan gejala Gonore dan Uretritis non gonore?
LK
U P
N P
H
AS
6. Bagaimana manajemen /penatalaksanaan Gonore dan Uretritis non gonore?
7. Apa komplikasi Gonore dan Uretritis non gonore?
8. Bagaimana epidemiologi: prevalensi, insidens dari Gonore dan Uretritis non
gonore? Mengapa terdapat peningkatan insiden infeksi menular seksual ?
9. Kelompok masyarakat yang mana yang merupakan kelompok resiko tinggi dari
Penyakit Menular Seksual?
10. Faktor perilaku yang rentan terkena IMS
16
5. Pemeriksaan penunjang apa yg dibutuhkan untuk melengkapi diagnosis ?
GONORE
I. Pendahuluan
Gonore merupakan penyakit menular seksual yang disebabkan oleh bakteria
Neisseria gonorrhoeae. Bakteri ini berbentuk diplokokkus, gram negatif, aerob,
immobile dan tidak berspora. Familia bakteri ini adalah Neisseriaceae yang
merangkum genom Neisseira, Moraxella, Eikenella, Simonsiella, Alysiella, Kingella
dan Acinetobacter. Ada sepuluh spesies Neisseira yang ada dalam tubuh manusia.
Namun, Neisseria yang bersifat patogenik terhadap manusia adalah Neisseira
gonorrhoeae dan Neisseira meningitidis. N.gonorrhoea dapat menyebabkan
LK
U P
N P
H
AS
N.gonorrhoeae sering menginvasi saluran reproduksi bagian atas, di mana 20%
wanita dengan infeksi bakteri ini mendapat PID. Gonore jarang bersifat invasif dan
0.3% hingga 3.0% infeksi pada mukosa berkembang menjadi penyebaran penyakit
infeksi gonokokkus.
Umumnya penularan gonore melalui hubungan kelamin yaitu secara genito-
genital, orogenital dan anogenital, tetapi dapat juga terjadi secara manual melalui
alat-alat, pakaian, handuk, termometer dan sebagainya. Oleh karena itu, secara garis
besar diklasifikasikan sebagai gonore genital dan gonore ekstra genital.
II. Epidemiologi
Insidens gonore pada abad sebelum ini dipengaruhi oleh keadaan politik,
dengan insidens tertinggi pada akhir perang dunia pertama dan kedua. Penurunan
drastis muncul setelah pengenalan penisilin dan antimikroba efektif yang lain.
Namun, kehidupan seks bebas pada tahun 70an sekali lagi meningkatkan kejadian
gonore hingga hampir 1.01 juta kasus. Perubahan politik di Eropa Timur juga
memberi efek terhadap peningkatan kejadian sifilis selain gonore terutama pada
golongan pekerja seksual dan yang berhubungan dengan mereka. Sewaktu mereka
17
ureteritis, servisitis, pelvic inflammatory disease (PID) dan infeksi-infeksi lain.
bermigrasi, kasus-kasus ini muncul di negera-negara sekitar Eropa. Insiden tertinggi
pada tahun 70-an terjadi pada tahun 1975 dengan 468 kasus per 100.000 populasi.
Namun, insiden ini menurun secara cepat dengan penyuluhan kesehatan masyarakat
yang diimplentasikan pada tahun 70-an. Penurunan berhenti pada pertengahan tahun
1990an dengan insidens kejadian gonore yang stabil pada 128 hingga 130 per
100.000 populasi pada tahun 1998 hingga 2002. Secara umum, insidens gonore tinggi
pada negara-negara maju. Contohnya, prevalensi rata-rata gonore pada wanita hamil
diestimasi 10% di Afrika dan 4 5% di kebanyakan negara di Amerika Latin dan
Asia.
Insidens gonore bervariasi menurut umur dan tertinggi pada golongan umur
LK
U P
N P
H
AS
15 hingga 24 tahun. Wanita berumur 15 hingga 19 tahun mempunyai insidens jauh
lebih tinggi dari laki-laki. Insidens pada laki-laki terjadi antara umur 20 hingga 24
tahun. Faktor sosial juga berpengaruh pada peningkatan infeksi gonore karena depresi
akibat dari status belum menikah, onset aktivitas seksual dan tempat tinggal di kota.
Di Inggris, setengah dari jumlah kasus gonore di dapatkan di London.
Orientasi seksual juga menentukan peningkatan faktor infeksi. Kasus yang
dilaporkan lebih banyak pada laki-laki dibanding dengan wanita karena diagnosa
lebih sering ditegakkan pada laki-laki dan insidens munculnya infeksi gonore lebih
tinggi pada laki-laki yang berhubungan sesama jenis dibanding dengan golongan
heteroseksual. Peningkatan kasus gonore pada hubungan sesama jenis pada laki-laki
meningkat di Inggris, Eropa dan Amerika Serikat sejak tahun 1997 yang
menunjukkan peningkatan perilaku seks yang tidak aman. Teori ini didukung oleh
peningkatan kasus gonore rektal.
Di Amerika Serikat, infeksi gonore 37 kali lebih tinggi pada golongan Afrika-
Amerika yang dianggap sebagai pengaruh pendataan oleh institusi kesehatan
masyarakat yang biasanya terdiri dari populasi Afrika-Amerika. Istilah core group
digunakan pada seseorang yang mendapat infeksi gonore dan mentransmisi
18
komunitas dilingkungannya. Ini dipengaruhi dengan cara kehidupan sosial di antara
penggunaan narkoba, status sosial, pekerja seksual. Kelompok ini sering kali tidak
mau diobati atau menghindari kehidupan seksual pada saat bergejala.
III. Etiopatogenesis
Gonore merupakan suatu infeksi menular seksual dan lebih sering menular
dari manusia ke manusia. Transmisi terjadi hampir 70 hingga 80% dalam sekali
hubungan seksual dari lelaki ke wanita dan 20 hingga 30% dari wanita ke lelaki.
Transmisi melalui vagina lebih sering dibanding melalui rektal, maupun receptive
atau insertive. Transmisi melalui oro-genital jauh lebih jarang dan kurang efektif.
LK
U P
N P
H
AS
lelaki lebih tinggi dibanding dengan cunnilingus yaitu perilaku seks oral yang
dilakukan pada wanita. Pada hubungan seksual sesama lelaki dapat terjadi infeksi
uretra pada 50% kasus. Ada pula kejadian di mana, perempuan prepubertas yang
terinfeksi dengan gonore akibat dari penggunaan alat yang terkontaminasi. Namun,
tidak ada bukti bahwa infeksi ini dapat melalui transmisi air droplet. Transmisi
vertikal terjadi pada ibu hamil kepada bayinya saat persalinan yang dapat
mengakibatkan konjuntivitis gonokokus, pneumonia dan infeksi vulvovaginal.
Ada beberapa faktor virulensi pada mekanisme adhesi, inflamasi dan invasi
mukosa. Pili memegang peranan penting dalam patogenesis gonore. Pili dapat
meningkatkan adhesi pada sel host dan oleh karena itu infeksi gonokokus tanpa pili
mempunyai abilitas yang rendah untuk menyebabkan infeksi pada manusia. Adhesi
gonokokus pada epitel sel host dan pada neutrofil polimorfonuklear tergantung pada
pili dan Opa ligand. Antibodi antipilus menghambat adhesi epitel dan meningkatkan
proses fagositosis. Ekspresi reseptor transferin penting dan ekpresi oligosakarida
rantai panjang adalah dasar essensial untuk terjadinya infeksi secara maksimal.
Gonokokus dapat bertambah banyak dan membelah secara intraseluler di mana
mereka imun terhadap mekanisme pertahanan host. Invasi mikrorganisme lebih
19
Dikatakan transmisi melalui fellatio yaitu perilaku seks oral yang dilakukan pada
mudah dengan ekpresi beberapa protein Opa dan rantai panjang oligosakarida yang
tidak bersilia.
Gonokokus mempunyai kemampuan untuk merusak jaringan melalui produksi
beberapa produk seperti fosfolipase, peptida, lipid A, peptidoglikan dan lain-lain.
Produk ini berperan merusak tuba fallopia dan perkembangan arthritis post infeksi.
IV. Gejala Klinis
Gejala klinis gonore berspektrum luas pada kedua jenis kelamin. Ini termasuk
infeksi asimptomatis, infeksi simptomatis mukosa lokal dengan atau tanpa komplikasi
lokal dan penyebaran sistemik. Gejala-gejala ini berbeda-beda tergantung jenis
LK
U P
N P
H
AS
N.gonorrhoea. Pada beberapa keadaan, pasien mungkin sudah mengobati diri sendiri
tetapi dengan dosis inadekuat dan dapat menyebabkan masa tunas infeksi gonore
lebih lama. Hampir 10% laki-laki dan 50% wanita yang terinfeksi tidak menunjukkan
gejala klinis dan mempunyai infeksi asimptomatis. Kejadian ini sangat sering pada
infeksi gonokokus rektal dan faring.
Gambaran klinis dan komplikasi gonore sangat erat hubungannya dengan
susunan anatomi dan faal genitalia. Berikut dicantumkan infeksi pertama dan
komplikasi pada pria dan wanita.
Pada Pria
Infeksi Petama
Uretritis
Komplikasi
Lokal: Tysonitis, Parauretritis, Littritis,
Cowperitis
Ascendens: Prostatitis, Vesikulitis, Vas
deferentitis/funikulitis, Vas deferentitis,
Epididimitis, Trigonitis
20
infeksi. Masa inkubasi gonore adalah 5 hari hingga muncul tanda-tanda infeksi
Pada WanitaKomplikasi
Lokal: Parauretritis, BartholinitisInfeksi Pertama
Ascendens: Salpingitis, PID (PelvicUretritis
ServisitisInflammatory Disease)
Komplikasi diseminata pada pria dan wanita dapat berupa artritis, miokarditis,
endokaridtis, perikarditis, meningitis dan dermatitis.
Pada pria, 10% bentuk infeksi bersifat asimptomatis dan gambaran klinis
dapat berupa uretritis anterior akut dengan disuria dan pus dari urethra yang bersifat
purulen dan banyak serta muncul secara spontan pada urethra. Keluhan subyektif
antara lain termasuk gatal, panas di bagian distal uretra sekitar orifsium uretra
LK
U P
N P
H
AS
eksternum, pollakisuria serta nyeri saat ereksi. Pada pemeriksaan tampak orifisium
eksternum eiritematosa, edematosa dan ektropion. Pada beberapa kasus, terdapat
pembesaran kelenjar getah bening inguinal unilateral atau bilateral. Gejala yang tidak
lazim pada pria adalah epididymo orchitis, abses glandula parauretra dan striktur
urethra.
Seperempat kasus pada pria, gejala hanya muncul setelah manipulasi pada
urethra karena gejala yang muncul mirip dengan uretritis tanpa infeksi gonokokus.
Tanpa pengobatan gejala hilang dalam waktu 6 bulan dan dapat muncul beberapa
komplikasi seperti pada tabel di atas.
Hampir 50% wanita terinfeksi gonokokus ini bersifat asimptomatis dan
predileksi infeksi primer pada wanita adalah pada kanal endoserviks dengan gejala
klinis berupa discharge vagina, disuria, pendarahan intermenstrual dan menorhagia.
Inspeksi klinis menunjukkan discharge purulen pada serviks, edematous dan
eritematous. Secara umum, jika diambil swab discharge pada serviks akan tampak
berwarna kuning. Pada wanita yang sudah menjalani histerektomi, tampak tanda-
tanda infeksi pada uretra. Kadang, inflamasi glandula Bartholin dengan
21
pembengkakan pada labia dan duh purulen muncul saat diberi tekanan pada glandula
tersebut. Gejala klinis yang jarang pada wanita adalah nyeri abdomen bawah dan
vulvovaginitis.
Komplikasi diseminata dapat berupa seperti pada tabel di atas dan paling
sering adalah arthritis-dermatosis syndrome (gonococcemia). Ini terjadi pada 0,5
hingga 1% pasien dengan gonore mukosa. Gejala klasik berupa demam, nyeri sendi
dan eritema. Tendosinovitis umumnya mengenai sendi besar seperti lutut, siku,
pergelangan tangan, pergelangan kaki dan tangan. Kadang kelihatan seperti eritema
muncul pada tendonnya. Lesi kulit berupa pustul nekrosis akibat vaskulitis emboli
septik dan terlokalisir pada bagian distal ekstremitas. Lesi tersebut mengandung
LK
U P
N P
H
AS
gonokokus. Pada era pre antibiotik, endokarditis gonokokus dengan infeksi pada
katup atrial merupakan penyebab gagal jantung akut dan inkompentensi katup aorta.
*
Gambar kanan dan kiri menunjukkan duh yang keluar dari uretra
22
**Duh tubuh yang bersifat mukopurulen pada serviks
LK
U P
N P
H
AS
*Neisseria Gonorrhoeae: Pewarnaan Gram dengan penampakan multipel, Gram
negatif diplokokus di antara leukosit polimorfonuklear dan juga apusan area
ekstraseluler dari duh uretra.
23
**Kultur N.gonorrhoeae membutuhkan medium pertumbuhan seperti agar darah dan
atmosfir dengan 5-10% karbon dioksida.Namun, dibutuhkan waktu 48 jam untuk
mendapatkan gambaran koloni yang jelas

AB
*
Lesi nekrotik akibat dari infeksi gonokokus diseminata
V. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan melalui indentifikasi Neisseira gonorrhoea dari
membran mukosa yang terinfeksi, dengan sediaan langsung, kultur atau deteksi
molekuler biologis mikroorganisme tersebut pada genital, rektal, faring atau sekresi
okuler.
Pada wanita sampel diambil dari kanal endoserviks untuk sediaan langsung
dan kultur setelah dibersihkan sekresi eksudat vagina. Juga diambil dari uretra. Selain
itu, spesimen dapat diambil juga dari urin, vulvovaginal dan intracoital. Pada pria
pengambilan spesimen dari uretra diambil dengan swab kecil atau sengkelit.
Spesimen anorektal diambil dengan menggunakan anoskopi, sedang spesimen faring
diambil pada faring posterior termasuk daerah tonsil.
24
Sediaan Langsung
Diagnosis dapat langsung ditentukan dengan pewarnaan Gram atau Methylen
biru. Bakteri gonore ini terdapat dalam bentuk diplokokus polimononuklear (PMN).
Ini terutama pada individu yang simptomatis. Hasil disebut, gram positif jika
diplokoks negatif terdapat diantara leukosit polimorfonuklear. Sensitivitas pewarnaan
Gram tergantung pada gejala-gejala orang yang terinfeksi di mana eksudat uretra
pada pria simptomatis mendeteksi hampir 95 hingga 98 %. Sedangkan, pada wanita
pewarnaan Gram spesimen serviks mempunyai sensitivitas sebanyak 50 %.
Selain itu, isolasi mikroorganisme lebih disarankan dan dilakukan test
resistensi antimikroba walaupun pada beberapa keadaan hasil tes lebih optimal
LK
U P
N P
H
AS
melalui sediaan langsung pada wanita. Pada individu yang asimptomatis, pewarnaan
mempunyai hasil yang rendah dan tidak efektif. Maka, digunakan metode kultur atau
teknik amplifikasi digunakan.
Kultur
Untuk mengindentifikasi, perlu dilakukan kultur atau pembiakan. Terdapat
dua jenis kultur yaitu media transpor dan media pertumbuhan. Contoh media transpor
adalah Media Stuart yang digunakan untuk transpor saja, sehingga perlu ditanam
kembali pada media pertumbuhan. Media Transgrow pula merupakan media selektif
dan nutritif bagi N.gonorrhoeae dan N.meningitidis yang dapat bertahan sehingga 96
jam dan merupakan gabungan media transpor serta pertumbuhan sehingga tidak perlu
ditanam pada media pertumbuhan. Media ini merupakan modifikasi media Thayer
Martin dengan menambahkan trimetoprim untuk mematikan Proteus spp. Antara
media pertumbuhan yang digunakan adalah McLeod chocolate agar, media Thayer
Martin (sensitivitas 80-95%) dan Modified Thayer Martin agar.
25
Tes definitif
1. Tes oksidasi
Reaksi positif oksidasi dengan tetramil-p-fenilendiamin hidroklorida 1 % dapat
menghasilkan warna ungu selama 5 10 menit dan setelah 5-10 detik koloni
gonokokus dapat diidentifikasi. Semua Neisseria memberi reaksi positif dengan
perubahan warna.
2. Tes fermentasi
Tes oksidasi positif dilanjutkan dengan tes fermentasi mengunakan glukosa,
maltosa dan sukrosa. Kuman gonokokus hanya menfermentasikan glukosa.
LK
U P
N P
H
AS
Teknik amplifikasi nucleic acid
Nucleic acid amplification (NAA) dikembangkan untuk diagnosis infeksi
chlamidia seperti reaksi rantai lipase, polymerase chain reaction (PCR), transcription
mediated amplification (TMA) dan strand displacement amiplification assay, yang
dapat mendeteksi DNA atau RNA pada gonokokus selain DNA pada chlamidia. Tes-
tes ini mempunyai keuntungan di mana pengambilan sampel tidak invasif seperti first
void urine (FVU) pada pria dan wanita, swab vulvovaginal atau intracoital dapat
digunakan untuk diagnosis gonokokus dan diagnosis chlamidia tanpa mengurangi
sensitivitas. Tes ini bermanfaat apabila kultur tidak dapat dilakukan. Media
pertumbuhan disimpan dalam inkubator karbon dioksida atau kaleng lilin pada suhu
95-98.60F. Setelah inkubasi selama 24-48 jam, kareteristik koloni dapat dilihat.
Diagnosis Banding VI.
Infeksi Chlamydia trachomatis sering didiagnosis banding dengan gonore.
Secara klinis, sukar untuk membedakan infeksi gonore atau non gonore.Untuk itu
dilakukan, pemeriksaan khusus untuk menemukan ada atau tidaknya C.trachomatis.
pewarnaan Giemsa memiliki sensitivitas tinggi untuk konjungvitis sedangkan untuk
26
infeksi genital lebih rendah (pria 15 % dan wanita 41 %). Sensitivitas Papanicolou
adalah 62 %. Pemeriksaan baku adalah pembiakan yang mencapai spesifisitas 100 %
tetapi sensitivitasnya berkisar antatra 75 85 %. Selain itu, direct fluorescent
antibody (DFA) dan Enzyme immuno assay/enzyme linked immunosorbent assay
(EIA/ELISA) dapat dilakukan di samping metode baru yaitu hibridisasi DNA Probe
(Gen Probe) dan amplifikasi asam nukleat.
VII. Penatalaksanaan
Keefektifan antimikroba terhadap N.gonnorhoea berbeda-beda bergantung
pada lingkungan geografis dan populasi serta mempunyai fluktuasi dalam suatu
LK
U P
N P
H
AS
mikroorganisme yang terinfeksi. Justru, apabila diperlukan rejimen pengobatan
gonore harus mempunyai efektifitas hampir 100 %, dan tidak mengambil hitung
distribusi sensitivitas dan resistensi rantai N.gonorrhoeae dalam suatu komunitas.
Faktor-faktor lain yang mempengaruhi pilihan obat adalah keefektifan obat itu pada
tipe infeksi dengan komplikasi dan non komplikasi, posisi anatomi, toksiksitas, cara
pemberian obat dan harga obat.
Penisillin
Yang efektif adalah penisilin G prokain akua dengan dosis 4,8 juta unit + 1
gram probenesid. Probenesid diberikan untuk memperlambat ekskresi obat melalui
ginjal dan mempertahankan obat di dalam plasma. Angka kesembuhan adalah 91,2
%. Obat ini dapat menutupi gejala sifilis dan kontra indikasinya adalah alergi
penisilin.
Ampisilin dan amoksisilin
Dosis ampisilin adalah 3,5 gram + 1 gram probenesid dan amoksisilin 3 gram
+ 1 gram probenesid. Angka kesembuhan pada tahun 1987 adalah 61,4 % sehingga
obat ini tidak dianjurkan. Suntikan tidak dianjurkan serta kontra indikasinya adalah
27
jangka waktu. Pengobatan dilakukan juga tanpa pengetahuan kepekaan
alergi penisilin. Untuk daerah dengan N.gonorrhoeae penghasil penisilinase
(N.G.P.P) yang tinggi, penisilin dan kedua obat ini tidak dianjurkan.
Sefalosporin
Seftriakson generasi ke tiga cukup efektif dengan dosis 250 mg intra
muskuler. Sefoperazon dengan dosis 0,.50 hingga 1.00 g secara intra muskuler.
Sefiksim 400 mg per oral dosis tunggal memberi angka sembuh lebih dari 95%.
Spektinomisin
LK
U P
N P
H
AS
ini tidak menutupi gejala sifilis.
Kanamisin
Dosis 2 gram intra muskuler. Angka kesembuhan pada tahun 1985 adalah
85% . Juga tidak menutupi gejala sifilis dan baik bagi yang alergi penisilin.
Tiamfenikol
Dosis 3,5 gram secara oral. Angka kesembuhan pada tahun 1988 adalah 97,7
% dan tidak dianjurkan pada kehamilan.
Kuinolon
Obat yang menjadi pilihan adalah ofloksasin 400 mg, siprofloksasin 250-500
mg dan norfloksasin 800 mg secara oral. Angka kesembuhan pada tahun 1992 adalah
100 %. Namun, dengan peningkatan resistensi terhadap obat, levofloksasin 250 mg
per oral dosis tunggal lebih dianjurkan. Obat dosis tunggal yang tidak efektif adalah
tetrasiklin, streptomisin dan spiramisin.
Pada keadaan dimana infeksi chlamidia timbul bersamaan, rejimen yang
direkomendasikan adalah dosis tunggal azitromisin 1 g atau dosisiklin 100 mg per
28
Dosis 2 gram intra muskuler. Baik untuk penderita alergi penisilin dan obat
oral 2 kali sehari selama satu minggu. Eritromisin 2 g per hari dosis terbagi secara
oral dapat juga diberikan jika tidak ada azitromisin atau tetrasiklin. Ofloxacin dan
levofloxacin tidak akan efektif.
VIII. Prognosis
Pasien dengan gonore tanpa komplikasi dan sudah diberi pengobatan, tidak
perlu dilakukan tes laboratorium untuk memastikan bahwa mereka sudah sembuh.
Pasien yang masih bergejala setelah pengobatan perlu dievaluasi dengan kultur dan
LK
U P
N P
H
AS
isolasi untuk tes kepekaan antimikroba. Uretritis persisten, servisitis atau prosititis
mungkin disebabkan oleh C.trachomatis atau mikroorganisma lain. Kebanyakan
infeksi yang diidentifikasi setelah pengobatan adalah akibat dari reinfeksi dan bukan
dari kegagalan pengobatan. Ini memberi indikasi bahwa pasien harus diedukasi dan
pasangan seksual harus di beri juga pengobatan.
Infeksi berulang dengan chlamidia dapat meningkatkan resiko PID dan
komplikasi lain dibanding dengan infeksi awal dan komplikasi berulang PID dapat
memyebabkan infertilitas. PID juga dapat muncul setelah periode menstruasi pada
wanita. Kehamilan ektopik dapat terjadi akibat dari jaringan tuba fallopia yang
terluka sehingga telur yang dibuahi tidak dapat implantasi ke uterus. Selain itu,
gonore akan meningkatkan resiko terkena infeksi human immunodeficiency virus
(HIV).
Pada bayi baru lahir dengan ibu yang mengidap gonore, cairan perak Nitrat
diteteskan pada mata bayi setelah lahir. Tim medis harus menasihati pasien untuk
melakukan tes ulang 3 bulan setelah pengobatan supaya infeksi berulang chlamidia
serta gonorea dapat dipantau.
29
URETRITIS NON GONORE
I.PENDAHULUAN
Uretritis merupakan kondisi urologis dimana terjadi inflamasi pada uretra
yang dapat disebabkan oleh proses infeksi atau noninfeksi dengan manifestasi
keluarnya sekret, disuria, atau pruritus pada ujung uretra. Uretritis dapat
disebabkan oleh bakteri, virus, maupun parasit, namun sebagian pasien dengan
uretritis tidak ditemukan penyebab yang pasti.
LK
U P
N P
H
AS
penyebabnya, sedangkan 10% sudah diketahui penyebabnya, yaitu Neisseria
gonorrhoeae dan Trichomonas vaginalis. Dengan semakin majunya fasilitas
diagnostik sesudah tahun 1970, penyebab uretritis sudah diketahui 75%,
sedangkan sisanya 25% lagi masih dalam taraf penelitian.
Uretritis diklasifikasikan menjadi uretritis gonokokkus dan uretritis non-
gonokokkus (atau uretritis non gonore, disingkat UNG).
Uretritis gonokokkus didiagnosis bila pada pemeriksaan laboratorium
N. ditemukan Neisseria gonorrhoeae, sebaliknya jika tidak ditemukan
gonorrhoeae disebut sebagai uretritis non gonokokkus atau uretritis non gonore.
Kedua klasifikasi di atas termasuk dalam kategori penyakit dengan transmisi
secara seksual.
Etiologi UNG tersering adalah Chlamydia trachomatis. Laporan WHO tahun
2001 menunjukkan bahwa infeksi oleh C. trachomatis diperkirakan 89 juta orang
per tahun di seluruh dunia.
Manifestasi klinis UNG biasanya antara 1-3 minggu setelah berhubungan
intim dengan penderita. Gejala pada pria berupa disuria ringan, perasaan tidak
enak di uretra, sering kencing, dan keluarnya duh tubuh seropurulen.
30
Sebelum tahun 1970 hampir 90% kasus uretritis belum diketahui
Meskipun kebanyakan penderita wanita tidak menunjukkan gejala, beberapa
diantaranya mengalami urgensi (desakan) berkemih yang lebih sering, disuria
ringan, nyeri di daerah pelvis, disparenia dan keluarnya duh tubuh dari vagina.
II.DEFINISI
Uretritis non gonore adalah peradangan pada uretra yang tidak disebabkan
oleh bakteri Neisseria Gonorrhoeae tetapi disebabkan oleh beberapa kuman
patogen seperti Chlamydia dan Ureaplasma atau kuman pathogen yang lain.
Uretritis non gonore dihubungkan dengan beberapa istilah antara lain Infeksi
Genital Non Spesifik (IGNS), yang adalah PMS berupa peradangan di uretra,
LK
U P
N P
H
AS
rectum atau serviks yang disebabkan oleh kuman non spesifik. Disebut juga
Uretritis Non Spesifik (UNS), yaitu peradangan hanya pada uretra yang
disebabkan oleh kuman non spesifik.
III.EPIDEMIOLOGI
Uretritis non gonore banyak ditemukan pada orang dengan keadaan sosial
ekonomi rendah, usia lebih tua, dan aktivitas seksual yang lebih tinggi. Pria juga
ternyata lebih banyak daripada wanita dan golongan heteroseksual lebih banyak
daripada golongan homoseksual.
Di Amerika Serikat, infeksi Chlamydia adalah penyakit infeksi menular
seksual yang paling sering dilaporkan dan paling banyak terjadi pada orang
tahunnya dengan angka prevalensi dua setengah kali dari kasus gonore. Beberapa
sekuele penting dapat terjadi akibat infeksi C. Trachomatis pada wanita; antara
lain yang paling serius adalah pelvic inflamatory disease (PID), kehamilan
ektopik, dan infertilitas. Beberapa wanita dengan infeksi servikal tanpa komplikasi
telah memiliki infeksi traktus reproduktif atas yang bersifat subklinis.
Khusus untuk kasus UNG yang disebabkan oleh Trichomonas vaginalis
ditemukan di setiap benua dan iklim serta tidak memiliki variasi berdasarkan
musim. Memiliki distribusi kosmpolitan dan telah diidentifikasi pada semua ras
30
dan strata sosioekonomi. Data terbaru menunjukkan insiden tahunan di seluruh
dunia adalah lebih dari 170 juta kasus. Faktanya, WHO memperkirakan jumlah
kasus infeksi ini mencapai hampir separuh dari seluruh kasus infeksi menular
seksual yang dapat disembuhkan. Insiden trikomoniasis adalah setinggi 56% di
antara pasien yang datang ke klinik IMS.
IV.ETIOPATOGENESIS
Uretritis non gonore adalah salah satu jenis penyakit infeksi menular seksual
yang paling banyak mengenai pria, tapi dalam proporsi kasus yang signifikan
(20%-50%), patogennya tidak teridentifikasi.
LK
U P
N P
H
AS
Ada banyak penyebab terjadinya UNG. Berikut ini akan dijabarkan mengenai
etiologi dan patogenesis dari UNG.
a. Bakteri
Bakteri yang paling sering menyebabkan UNG adalah Chlamydia
trachomatis, tapi juga dapat disebabkan oleh Ureaplasma urealyticum,
Mycoplasma hominis, dan Mycoplasma genitalium.(2,3,6,8,11) Ureaplasma
urealyticum telah terdeteksi lebih sering dan jumlah yang banyak pada laki-laki
dengan uretritis non gonokokkus nonchlamydia, khususnya laki-laki dengan
UNG nonchlamydia episode pertama.
- Chlamydia trachomatis
Chlamydia trachomatis merupakan bakteri gram negatif, nonmotil, dan
bersifat obligat intraselular. Chlamydia trachomatis penyebab UNG ini
termasuk subgrup A dan mempunyai tipe serologic D-K.
Spesies C. trachomatis mempunyai 15 serotipe, dimana serovar A, B,
dan C menyebabkan konjungtivitis kronik, serovar D sampai K
menyebabkan infeksi genital, serovar L1 sampai L3 menyebabkan
limfogranuloma venereum (LGV). Bakteri ini memasuki sel dengan
mekanisme endositosis dan bereplikasi melalui binary fission di dalam sel.
31
Traktus urogenital merupakan daerah yang paling sering terinfeksi oleh
C. trachomatis. Transmisi terjadi melalui rute oral, anal, atau melalui
hubungan seksual. Gejala terjadi dalam 1-3 minggu setelah infeksi. Namun
demikian, sering terjadi infeksi asimtomatik sebesar 80% pada wanita dan
50% pada pria. Koinfeksi dengan penyakit menular seksual lainnya sering
kali terjadi terutama gonore.
Penyakit infeksi ini sering tidak disertai gejala klinis sehingga sulit
untuk menilai penyebarannya. Dalam perkembangannya Chlamydia
trachomatis mengalami 2 fase, yaitu:
a. Fase 1: disebut fase noninfeksiosa, dimana fase noninfeksiosa terjadi
LK
U P
N P
H
AS
keadaan laten yang dapat ditemukan pada genitalia maupun
konjungtiva.
b. Fase 2: fase penularan, bila vakuol pecah kuman keluar dalam bentuk
badan elementer yang dapat menimbulkan infeksi pada sel hospes
yang baru.
- Ureaplasma urealyticum dan Mycoplasma hominis
Ureaplasma urealyticum merupakan 25% sebagai penyebab UNG dan
sering bersamaan dengan infeksi Chlamydia trachomatis. Dahulu dikenal
dengan nama T-strain mycoplasma. Mycoplasma hominis juga sering
bersama-sama dengan infeksi Ureaplasma urealyticum. Mycoplasma
hominis sebagai penyebab UNG masih diragukan, karena kuman ini bersifat
komensal yang dapat menjadi patogen dalam kondisi tertentu. Ureaplasma
urealyticum merupakan mikroorganisme paling kecil, gram negatif, dan
sangat pleomorfik karena tidak memiliki dinding sel yang kaku.
Mycoplasma genitalium -
Mycoplasma sp. merupakan salah satu mikroorganisme terkecil yang
dapat berkoloni di traktur respirasi dan urogenital. Mycoplasma memiliki 13
spesies, 4 diantaranya menginfeksi traktus genital, yaitu Mycoplasma
hominis, M. genitalium, Ureaplasma parvum, dan U. urealyticum. Sekitar
32
40-80% wanita yang aktif secara seksual mengalami kolonisasi genital
dari ureaplasma. Organisme ini juga berperan dalam 20-30% kasus UNG.
Pasien dengan infeksi mycoplasma genitalium sering tidak terdiagnosis,
karena gejala yang timbul biasanya dikaitkan dengan patogen lain yang lebih
umum seperti Chlamydia. Seperti halnya Chlamydia, infeksi mycoplasma
genital mengakibatkan uretritis, servisitis, PID, endometritis, salpingitis, dan
korioamnionitis. Spesies lainnya dapat menyebabkan infeksi pernapasan,
artritis septik, pneumonia neonatal, dan meningitis.
b. Virus
Virus yang dapat menyebabkan UNG antara lain Herpes simplex virus dan
LK
U P
N P
H
AS
Adenovirus. Virus Herpes Simplex dan adenovirus hanya berperan kecil dalam
kejadian kasus UNG.
c. Parasit
Golongan parasit yang bisa menjadi penyebab adalah Trichomonas
vaginalis. Parasit ini merupakan protozoa yang menyebabkan kondisi yang
dinamakan trikomoniasis. Infeksi pada wanita menyebabkan timbulnya
keputihan yang berbau, berwarna kuning kehijauan, disertai pruritus, eritema,
dan dispareunia. Pada pria seringkali asimtomatis, keluhan yang muncul berupa
sekret uretra, nyeri berkemih yang terasa panas, dan frekuensi berkemih yang
lebih sering.
Manusia adalah satu-satunya natural host untuk T. vaginalis. Trofozoitnya
bertransmisi dari orang ke orang melalui hubungan seksual. Transmisi
nonseksual penyakit ini jarang. Kejadian infeksi asimtomatis setinggi 50% pada
perempuan. Laki-laki yang terinfeksi biasanya asimtomatis dan juga self-
limiting; karenanya diagnosis sering susah ditegakkan.
Trichomonas vaginalis akan menginfeksi vagina dan epitel uretra dan
menyebabkan mikroulserasi. Pada wanita, organisme ini dapat diisolasi dari
vagina, uretra, serviks, kelenjar Bartholin, dan kelenjar Skene serta buli-buli.
Pada pria, organisme ini dapat ditemukan di area genital eksterna, uretra
33
anterior, epididimis, prostat, dan semen. Masa inkubasi biasanya berlangsung 4-
28 hari. Pada wanita, manifestasi infeksi bervariasi mulai dari carrier
asimtomatik sampai vaginitis inflamatorik. Karena peningkatan keasaman dari
vagina, gejala cenderung muncul selama atau setelah menstruasi. Kebanyakan
pria merupakan carrier asimtomatik.
d. Alergi
Ada juga dugaan bahwa UNG disebabkan oleh reaksi alergi terhadap
komponen sekret alat urogenital pasangan seksualnya. Alasan ini dikemukakan
karena pada pemeriksaan sekret UNG tersebut ternyata steril dan pemberian
obat antihistamin dan kortikosteroid mengurangi gejala penyakit.
LK
U P
N P
H
AS
V. GAMBARAN KLINIS
Gambaran klinis pada laki-laki
Pada laki-laki, gejala dapat timbul biasanya setelah 1-3 minggu hari setelah
kontak seksual. Keluarnya sekret uretra merupakan keluhan yang sering dijumpai,
berupa lendir yang jernih sampai keruh. Keluhan yang paling umum ialah waktu
pagi hari atau morning drops, tetapi bisa juga berupa bercak di celana dalam.
Disuria merupakan salah satu keluhan yang banyak dijumpai dan sangat bervariasi
dari rasa terbakar sampai tidak enak pada saluran kencing waktu mengeluarkan
urin. Tetapi keluhan disuria tidak sehebat pada infeksi gonore. Keluhan gatal pada
saluran uretra mulai dari gatal yang sangat ringan dan terasa hanya pada ujung
kemaluan. Sebagai akibat terjadinya uretritis, timbul perasaan ingin buang air
kecil. Bila infeksi sampai pars membaranasea uretra, maka pada waktu muskulus
sfinkter uretra berkontraksi timbul pendarahan kecil. Selain itu timbul perasaan
ingin buang air kecil pada malam hari atau nokturia. Keluhan lain yang jarang
ialah adanya perasaan demam dan pembesaran kelenjar getah bening inguinal
yang terasa nyeri.
Pada pemeriksaan klinis muara uretra tampak tanda peradangan berupa edema
dan eritem, dapat ringan sampai berat. Sekret uretra bisa banyak atau sedikit sekali
atau kadang-kadang hanya terlihat pada celana dalam penderita. Sekret umumnya
34
serosa, seromukous, mukous, dan kadang bercampur dengan pus. Kalau tidak
ditemukan sekret bisa dilakukan pengurutan saluran uretra yang dimulai dari
daerah proksimal sampai distal sehingga mulai nampak keluar sekret. Kelainan
yang nampak pada UNG umumnya tidak sehebat pada uretritis gonore.
LK
U P
N P
H
AS
Uretritis non gonore.(15)
Gambaran klinis pada wanita
Pada wanita, gejala sering tidak khas, asimptomatik atau sangat ringan. Bila
ada keluhan berupa duh tubuh genital yang kekuningan, sering ditemukan pada
pemeriksaan wanita yang menjadi pasangan pria dengan UNG. Pada pemeriksaan
klinik genital dapat ditemukan kelainan serviks, misalnya terdapat eksudat serviks
mukopurulen atau erosi serviks.
Servisitis karena Chlamydia dengan ektopi, sekret, dan perdarahan.
35
VI. DIAGNOSIS
A. Anamnesis
Diagnosis secara klinis sukar untuk membedakan infeksi karena gonore atau
non gonore. Uretritis non gonore pada pria dikenal dengan tanda-tanda adanya
keluhan pengeluaran cairan yang mucopurulen dari uretra dan dengan kemungkinan
banyak atau sedikit, tetapi pada umumnya cairan tersebut encer. Kadang-kadang
disertai disuria, perasaan gatal pada bagian ujung uretra ataupun dengan keluhan
mikturasi yang lebih sering. Sering keluhan penderita tidak begitu menonjol sehingga
dapat menyebabkan kesukaran dalam penentuan waktu inkubasinya, tetapi pada
umumnya waktu inkubasi antara 1-3 minggu. Ada kalanya penderita dengan
LK
U P
N P
H
AS
pengeluaran cairan (duh tubuh) yang purulen sehingga sukar dibedakan secara klinis
dengan Uretritis gonore.
Uretritis non gonore pada wanita pada umumnya tanpa keluhan. Hasil
penyelidikan melaporkan bahwa sekitar 20% para wanita sebagai "teman
berhubungan" dari pria yang menderita Uretritis non gonore maka bila dilakukan
pemeriksaan akan dijumpai tanda-tanda infeksi dari alat genital yang bersangkutan.
Bila terjadi pengeluaran cairan dari Vagina (vaginal disharge) maka hal tersebut pada
umumnya disertai dengan trichomoniasis dan terutama disebabkan oleh Cervitis.
B. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan menyeluruh pada pasien dengan penyakit menular seksual,
termasuk uretritis, sangat penting dalam mengarahkan diagnosis dan terapi yang
tepat. Kuantitas discar pada uretritis dapat dikategorikan banyak (mengalir secara
spontan dari uretra), sedikit (keluar hanya jika uretra di ekspos), sedang (keluar
secara spontan, namun hanya sedikit). Warna dan karakter discharge uretra harus
diperhatikan. Lendir berwarna kekuningan atau hijau disebut sebagai lender purulen.
Lendir berwarna putih yang bercampur cairan jernih dinamakan lender mukoid.
Jika hanya lendir bening, dinamakan jernih. Adanya inflamasi pada meatus uretra,
edema penis, dan pembesaran kelenjar limfe juga harus diperhatikan.
36
C. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium secara langsung
Pemeriksaan laboratorium untuk Chlamydia trachomatis telah cepat
berkembang beberapa tahun terakhir ini. Namun penggunaan pemeriksaan
laboratorium sebaiknya disesuaikan dengaan kemampuan sarana kesehatan. Untuk
program skrining lebih disukai teknik yang menggunakan spesimen noninvasif.
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan untuk mendiagnosis UNG adalah sebagai
berikut:
1. Pewarnaan Gram adalah salah satu pemeriksaan yang lebih cepat untuk
mengevaluasi uretritis dan mengetahui ada tidaknya infeksi gonokokus.
LK
U P
N P
H
AS
Dianggap positif UNG bila terdapat lebih dari 4 leukosit dengan pembesaran
1000 kali.
2. Sedimen urin: kriteria diagnosis uretritis bila terdapat sekret uretra dan
terdapat 20 leukosit PMN atau lebih dua lapangan pandang dengan
pembesaran 400x dari pemeriksaan sedimen 10-15 ml urine tampung pertama
yang dikeluarkan sebelum 4 jam atau lebih.
3. Pada pemeriksaan mikroskopik sekret serviks dengan pewarnaan gram
didapatkan >30 lekosit per lapangan pandang dengan pembesaran 1000 kali.
4. Pemeriksaan spesimen dari endouretral dengan dijumpainya sel lebih dari
4/LP (400x) dilakukan dengan pewarnaan gram.
5. Pemeriksaan sediaan basah untuk menentukan Trichomonas vaginalis.
Kultur
Sebagai patogen intraseluler, Chlamydia trachomatis membutuhkan sistem
kultur sel untuk diperbanyak di laboratorium, sehingga kultur sel merupakan tes
standar untuk mendeteksi Chlamydia trachomatis selama bertahun-tahun, dengan
sensitivitas 4085% pada spesimen genital. Untuk kultur, spesimen dapat diambil
dengan swab berujung kapas. Spesimen harus diletakan dalam media transport
spesifik dan didinginkan selama 24 jam hingga berinokulasi pada lempeng kultur
sel.
37
Kultur: Trichomonas vaginalis dalam
bentuk tropozoit. Tampak 4 buah flagella
dan satu nucleus.
LK
U P
N P
H
AS
Serologi
Pemeriksaan serologi tidak banyak digunakan untuk diagnosis infeksi
Chlamydia pada saluran reproduksi selain limfogranuloma venereum. Dengan
alasan berikut:
1. Prevalensi basal antibodi yang tinggi dalam populasi individu aktif secara
seksual yang berisiko terinfeksi C. Trachomatis, berkisar 4565% dari
individu yang diperiksa. Tingginya prevalensi seropotif pada pasien-pasien
yang asimptomatis dengan kultur-negatif diduga menggambarkan infeksi
sebelumnya sukar dideteksi dengan teknik kultur.
2. Tidak terdapat gejala permulaan pada banyak pasien dengan infeksi Chlamydia
yang menunjukan bahwa pasien lebih sering berada pada periode ketika tak
terdapat antibodi IgM atau tidak menunjukan peningkatan maupun penurunan
titer antibodi IgG sehingga parameter ini sering tak terdapat pada awal infeksi,
hal ini terutama pada wanita. Awal gejala lebih jelas pada pria UNG, dan
serokonversi atau antibodi IgM didapatkan pada sebagian besar pria.
3. Infeksi traktus genitalia superfisial (uretritis) umumnya menghasilkan titer
antibodi mikro-IF berkisar antara 1:8 hingga 1:256, tetapi jarang lebih tinggi.
Pada pria UNG yang awalnya seronegatif, tetapi kemudian terdapat antibody
38
IgG terhadap Chlamydia, 60% memiliki titer 1:8 dan 1:32, sedangkan 40%
antara 1:64 dan 1:2.
Saat ini terdapat metode otomatis untuk mendeteksi DNA atau RNA C.
Trachomatis yang diamplifikasi. Dua metode yang paling banyak digunakan
adalah ligase chain reaction (LCR) dan polymerase chain reaction (PCR).
Metode yang lainnya adalah transcription-mediated amplification (TMA).
VII. DIAGNOSIS BANDING
1. Gonore
Gonore merupakan penyakit menular seksual yang umum terjadi dan
disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae, menyebabkan perubahan pada
LK
U P
N P
H
AS
mukosa dan epitel transisional. Pada pria, gejala awal biasanya timbul dalam
waktu 2-8 hari setelah terinfeksi. Manifestasi umum dari infeksi gonokokkus
pada pria adalah uretritis. Karakteristiknya berupa sekret yang purulen atau
berawan keluar dari uretra yang membedakannya dari uretritisnon gonore.
Inflamasi membran mukosa pada uretra anterior menyebabkan rasa nyeri saat
berkemih dan terjadi kemerahan serta pembengkakan. Nyeri dan bengkak pada
testis mengindikasikan terjadinya epididimitis atau orkitis dan mungkin akan
menjadi satu-satunya gejala yang muncul. Pada wanita, 50% infeksi N.
gonorrhoeae bersifat asimtomatis. Skrining yang sesuai, diagnosis dini, dan
perawatan adalah krusial karena dapat menyebabkan komplikasi serius berupa
sterilitas. Endoserviks adalah lokasi umum terjadinya infeksi dan invasi
organisme ini. Gejala uretritis mencakup sekret mukopurulen, pruritus vagina,
dan disuria. Vaginitis tidak terjadi kecuali pada wanita prapuber atau post
menopause karena epitel vagina wanita yang sudah dewasa secara seksual
tidak mendukung pertumbuhan N. gonorrhoeae. Lokasi infeksi lainnya adalah
kelenjar Bartolin dan Skene. Organisme juga dapat menginvasi traktus
genitalia atas seperti uterus, tuba fallopi, dan ovarium menyebabkan terjadinya
Pelvic Inflammatory Disease (PID).
39
Gonore akut pada pria bermanifestasi
dengan adanya secret purulen seperti k
LK
U P
N P
H
AS
2. Trikomoniasis
Trikomoniasis merupakan infeksi saluran urogenital bagian bawah pada
wanita maupun pria, dapat bersifat akut atau kronik, disebabkan oleh
Trochomoniasis vaginalis dan penularannya biasanya melalui hubungan
seksual. Pada wanita, Trichomoniasis vaginalis menyerang dinding vagina,
dan bersifat akut maupun kronik. Pada kasus akut terlihat sekret vagina
seropurulen berwarna kekuning-kuningan, kuning-hijau, berbau tidak enak
(malodorous), dan berbusa. Dinding vagina tampak kemerahan dan sembab.
Kadang-kadang terbentuk abses kecil pada dinding vagina dan serviks, yang
tampak sebagai granulasi berwarna merah dan dikenal sebagai strawberry
appearance dan disertai gejala dispareunia, perdarahan pascakoitus, dan
perdarahan intermenstrual. Bila sekret banyak yang keluar dapat timbul iritasi
pada lipat paha atau di sekitar genitalia eksterna. Selain vaginitis dapat pula
terjadi uretritis, Bartholinitis, skenitis, dan sistisis yang pada umumnya tanpa
keluhan. Pada kasus yang kronik, gejala lebih ringan dan sekret vagina
biasanya tidak berbusa. Pada laki-laki pula yang diserang adalah uretra,
kelenjar prostat, kadang-kadang preputium, vesikula seminalis, dan epididimis.
Pada umumnya gambaran klinis lebih ringan dibandingkan dengan wanita.
40
abses kecil krim keluar dari uretra.
Bentuk akut gejalanya mirip uretritis nongonore, misalnya disuria, poliuria,
dan sekret uretra mukoid atau mukopurulen. Urin biasanya jernih, tetapi
kadang-kadang ada benang-benang halus. Pada bentuk kronik, gejalanya
tidakkadangbenang
khas, gatal pada uretra, disuria, dan urin keruh pada pagi hari.
LK
U P
N P
H
AS
VIII. PENATALAKSANAAN
a. Penanganan pasangan seksualnya
b. Farmakologi
Pengobatan harus diberikan segera setelah diagnosis UNG ditegakkansegera
tanpa menunggu hasil tes Chlamydia dan kultur N. gonorrhoea Azitromisingonorrhoea.
dan doksisiklin memiliki efektivitas tinggi terhadap uretritis karena infeksi
Chlamydia, demikian pula dengan M. genitalium yang berespon sangat bai,baik
terhadap azitromisin.
- Regimen yang direkomendasikan:
Azitromisin 1 gr per oral dosis tunggal atau doksisiklin 100 mg per oral
2 kali sehari selama 7 hari.
Azitromisin merupakan golongan makrolid dengan aktivitas lebih
rendah terhadap kuman gram positif tetapi lebih aktif terhadap kuman gram
41
negatif. Azitromisin diindikasikan untuk infeksi klamidia daerah genital
tanpa komplikasi.
Doksisiklin adalah golongan tetrasiklin yang berspektrum luas dan
merupakan pilihan untuk infeksi yang disebabkan Chlamydia (trakoma,
psitakosis, salpingitis, uretritis, dan limfogranuloma venereum).
- Regimen alternatif:
Eritromisin 500 mg diberikan dua kali sehari selama 14 hari atau
ofloksasin 200 mg diberikan dua kali sehari atau 400 mg diberi sekali sehari
selama 7 hari.
Eritromisin memiliki spektrum antibakteri yang hampir sama dengan
LK
U P
N P
H
AS
penisilin, sehingga obat ini digunakan sebagai alternatif penisilin. Eritromisin
bekerja aktif terhadap Chlamydia dan Micoplasma.
Ofloksasin merupakan golongan kuinolon yang bekerja dengan
menghambat DNA gyrase sehingga sintesis DNA kuman terganggu.
Ofloksasin digunakan untuk infeksi saluran kemih, saluran nafas bawah,
gonore, uretritis, dan servisitis non gonokokkus.
- Untuk pasien dengan UNG persisten/rekuren terapi yang diberikan
berupa:
Metronidazol 2 gr per oral dosis tunggal atau Tinidazol 2 gr per oral
dosis tunggal atau Azitromisin 1 gr per oral dosis tunggal.
Penyebab UNG persisten/rekuren adalah multifaktorial. M. genitalium
terlibat dalam 20-40% kasus dan terapi UNG tidak selalu mengeradikasi
kuman ini. Karena kemungkinan risiko resistensi pada dosis tunggal
azitromisin, para ahli merekomendasikan pemberian azitromisin selama 5
hari untuk terapi M. genitalium.
Metronidazol merupakan antimikroba dengan aktivitas sangat baik
terhadap bakteri anaerob dan protozoa. Spektrum antiprotozoanya mencakup
Trichomonas vaginalis, vaginosis bakterial (terutama Gardnerella vaginalis).
42
Pasien dengan infeksi Chlamydia harus dimonitor selama 2 minggu.
Pemberian informasi kepada pasangan, pencegahan hubungan seksual
sementara serta penyelesaian terapi dengan benar harus diperiksa. Dalam hal
ini pasangan maupun semua orang yang memiliki kontak seksual langsung
dengan penderita harus diidentifikasi dan diberikan saran untuk mendapat
terapi serupa.
IX. PENCEGAHAN
Pasien dianjurkan untuk menjauhkan diri dari hubungan seksual atau
melakukan hubungan seksual monogami dengan mitra yang tidak terinfeksi.
Penggunaan kondom lateks pada pria, jika digunakan secara konsisten dan
LK
U P
N P
H
AS
benar, sangat efetif dalam mengurangi penularan infeksi menular seksual.
X. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi pada kasus UNG antara lain:
1. Epididimitis akut biasanya unilateral dan setiap epididimitis biasanya disertai
vas deferentitis. Keadaan yang mempermudah timbulnya epidimitis adalah
trauma pada uretra posterior yang disebabkan oleh salah pengelolaan
pengobatan atau kelalaian pasien sendiri. Epididimitis dan tali spermatika
membengkak dan terasa panas, juga testis, sehingga menyerupai hidrokel
sekunder. Pada penekanan teraba nyeri sekali. Bila mengenai kedua epididimis
dapat mengakibatkan sterilitas.
2. Striktur uretra atau penyempitan pada lumen uretra, insidennya rendah pada
penderita yang mendapat pengobatan antibiotik untuk gonore.
3. Proktitis, terutama pada pria homoseks. Keluhan penderita sedikit tetapi dapat
ditemukan cairan mukus dari rektum dan tanda-tanda iritasi.
4. Servisitis. Dapat asimptomatik, kadang-kadang menimbulkan rasa nyeri pada
punggung bawah. Pada pemeriksaan, serviks tampak merah dengan erosi dan
sekret mukopurulen. Duh tubuh akan terlihat lebih banyak, bila terjadi
servisitis akut atau disertai vaginitis yang disebabkan oleh Trichomonas
vaginalis.
43
5. Endometriosis. Chlamydia dapat ditemukan pada aspirat endometrial pada
kasus endometriosis dengan atau tanpa tanda-tanda salfingitis.
6. Salfingitis. Peradangan pada salping yang banyak disebabkan oleh C.
trachomatis.
7. Perihepatitis. Chlamydia dapat meluas dari serviks melalui endometrium ke
tuba dan kemudian ke diafragma kanan. Beberapa penyebaran menghasilkan
perihepatitis. Parenkim hati tidak diserang sehingga tes fungsi hati biasanya
normal.
8. Reiter syndrome, dikenal juga sebagai artritis reaktif, adalah kumpulan dari
tiga gejala yaitu konjungtivitis, uretritis, dan arthritis. Terjadi setelah sebuah
LK
U P
N P
H
AS
infeksi khususnya infeksi pada saluran urogenital atau gastrointestinal.
Patofisiologinya belum diketahui, tetapi faktor infeksi dan imun kemungkinan
terlibat.
XI. PROGNOSIS
Kadang-kadang tanpa pengobatan, penyakit lambat laun berkurang dan
akhirnya sembuh sendiri (50-70% dalam waktu kurang lebih 3 bulan). Setelah
pengobatan 10% penderita akan mengalami eksaserbasi/rekurens.
44
Bahan Ajar : Infeksi Menular Seksual
MODUL
LUKA PADA ALAT KELAMIN (ULKUS GENITALIA)
PENDAHULUAN
Modul Luka pada Alat Kelamin (Ulkus Genitalia) diberikan kepada
mahasiswa FK yang mengambil mata kuliah sistim Urogenitalia di semester IV. TIU
dan TIK modul ini disajikan diharapkan dapat dimengerti secara menyeluruh tentang
konsep dasar penyakit-penyakit yang memberikan gejala luka (ulkus) pada alat
LK
U P
N P
H
AS
kelamin, terutama yang disebabkan oleh infeksi menular seksual (IMS).
Anda diharapkan mampu menjelaskan semua aspek tentang luka pada alat
kelamin antara lain: penyakit-penyakit apa saja yang memberikan gejala luka pada
alat kelamin. Penyebab dan patomekanisme terjadinya penyakit, kelainan jaringan
dan pemeriksaan penunjang lain yang dibutuhkan untuk menunjang diagnosis,
penatalaksanaan dan aspek epidemiologi, utamanya penyakit/infeksi menular seksual.
Sebelum menggunakan modul ini, anda diharapkan membaca TIU dan TIK
tersebut sehingga tidak terjadi penyimpangan pada diskusi dan tujuan serta dapat
dicapai kompetensi minimal yang diharapkan. Bahan untuk diskusi dapat diperoleh
dari bacaan yang tercantum pada akhir setiap unit. Kuliah pakar akan diberikan atas
permintaan mahasiswa yang berkaitan dengan penyakit ataupun penjelasan dalam
pertemuan konsultasi antara peserta kelompok diskusi anda dengan dosen pengampu.
Penyusun mengharapkan modul ini dapat membantu anda dalam memecahkan
masalah penyakit Urogenitalia yang disajikan.
Makassar, Juli 2012
Penyusun
45
MODUL
LUKA PADA ALAT KELAMIN (Ulkus Genitalia)
TUJUAN PEMBELAJARAN
Tujuan Instruksional Umum (TIU)
Setelah mempelajari modul ini mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan tentang
penyebab, patomekanisme, tanda-tanda/gejala, cara diagnosis, penatalaksanaan/
terapi, komplikasi serta epidemiologi dan cara pencegahan penyakit-penyakit yang
LK
U P
N P
H
AS
sehingga diharapkan dapat menyusun tata cara diagnosis dan penatalaksanaannya
Tujuan Instruksional Khusus (TIK)
Setelah mempelajari modul ini mahasiswa diharapkan dapat :
11. Menyebutkan penyakit-penyakit yang menyebabkan gejala ulkus pada genitalia
laki-laki, utamanya infeksi menular seksual.
12. Menjelaskan penyebab dari penyakit-penyakit yang menyebabkan gejala ulkus
pada genital laki-laki baik yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur atau
penyebab lain seperti trauma atau non infeksi.
13. Menjelaskan epidemiologi dan faktor resiko terjadinya infeksi menular seksual
14. Menjelaskan tentang patomekanisme penyebab ulkus pada genitalia laki-laki baik
penyebab infeksi maupun non infeksi.
c. Menjelaskan tentang anatomi, histology, dari alat genitalia laki-laki
d. Menjelaskan mekanisme infeksi bakteri-bakteri dan virus, jamur dan
penyebab morfologi lainnya yang menyebabkan ulkus pada genitalia laki-laki
46
memberikan gejala ulkus pada genitalia laki-laki, utamanya infeksi menular seksual
15. Menjelaskan tanda-tanda dan gejala dari penyakit syphilis, chancroid,
lymphogranuloma venerum, granuloma inguinale dan herpes genitalia dan
penyakit non infeksi menular seksual lainnya
16. Menjelaskan diferensial diagnosis ulkus gemitalia
17. Menjelaskan pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk diagnosis penyakit
dengan gejala luka pada alat kelamin laki-laki terutama infeksi menular seksual
18. Menjelaskan penatalaksanaan penyakit dengan gejala luka pada alat kelamin laki-
LK
U P
N P
H
AS
19. Menjelaskan prevalensi, insidens, kelompok resiko tinggi infeksi menular seksual
dan pencegahannya
20. Menjelaskan komplikasi penyakit dengan gejala luka pada alat kelamin laki-laki
47
laki baik yang disebabkan oleh infeksi maupun non infeksi
SKEMA PEMBELAJARAN
Anamnesis
- Pertama kena
- Berapa hari
- Faktorresiko(coitus
suspectus)
- Pekerjaan
- Perkawinan
- Riwayat/perilaku seksual
- Riwayat obat/narkoba
- Transfusi darah
Pemeriksaan Fisis
- Lokasi ulkus, nyeri tekan,
dasar ulkus, sekret ,
pinggir, warna
- Kelenjar limfa, bengkak,
supuratif, nyeri tekan
- Kelainan pada kulit
- Kelainan organ lain
- Gejala IMS lain
Pemeriksaan penunjang:
- Preparat langsung sekret
ulkus/sederhana
- Biakan/tissue culture
- Deteksi Ag
- Deteksi DNA
- Serologis
LK
U P
N P
H
AS
Pengetahuan Dasar
- Anatomi
- Fisiologi
- Morfologi
- Mikrobiology
Diferensial Diagnosis
IMS
- Syphilis
- Chancroid
- LGV
- Lymphogranuloma inguinale
- Herpes genitalia
Non-IMS
Trauma, pyodermi, varicella,dll
Pengetahuan yang
berhubungan
- Imunologi
- Epidemiologi,
insiden
DIAGNOSIS
Pengendalian
- Preventif
- Promotif
- Penyuluhan
- Dan lain-lain
- Universal
PreCaution (UP)
Penatalaksanaan
- Terapi awal
- Terapi topikal
- Perawatan
- Edukasi
- Konseling
- Konsul
ULKUS GENITALIA
48
KASUS
SKENARIO : Luka pada alat kelamin
Seorang laki-laki, usia 30 tahun datang berobat ke poliklinik kulit dan kelamin
dengan keluhan utama terdapat luka di genital, paha dan lipat paha. Keluhan ini
dialami sejak 1 minggu yang lalu. Luka ini mudah berdarah dan disertai rasa nyeri.
Riwayat demam (+), riwayat kontak seksual 2 minggu sebelum terdapat keluhan.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan ulkus yang berwarna seperti daging pada area
LK
U P
N P
H
AS
Diagnosis kerja: Granuloma inguinale
TUGAS MAHASISWA
7. Setelah membaca dengan teliti skenario di atas anda harus mendiskusikan kasus
tersebut pada satu kelompok diskusi terdiri dari 12-15 orang, dipimpin oleh
seorang ketua dan seorang penulis yang dipilih oleh anda sendiri. Ketua dan
sekretaris ini sebaiknya berganti-ganti pada setiap kali diskusi. Diskusi kelompok
ini bisa dipimpin oleh seorang tutor atau dilakukan secara mandiri oleh kelompok.
aktivitas pembelajaran individual di perpustakaan dengan 8. Melakukan
menggunakan buku ajar, majalah, slide, tape atau video, dan internet, untuk
mencari informasi tambahan.
9. Melakukan diskusi kelompok mandiri (tanpa tutor), melakukan curah pendapat
bebas antar anggota kelompok untuk menganalisa dan atau mensintese informasi
dalam menyelesaikan masalah.
49
genitalia dan femur. Dia berprofesi sebagai sopir angkutan kota luar daerah.
10. Berkonsultasi pada nara sumber yang ahli pada permasalahan dimaksud untuk
memperoleh pengertian yang lebih mendalam (tanpa pakar).
11. Mengikut kuliah khusus (kuliah pakar) dalam kelas untuk masalah yang belum
jelas atau tidak ditemukan jawabannya.
12. Melakukan latihan di laboratorium keterampilan klinik dan praktikum di
laboratorium parasitologi, mikrobiologi, Patologi klinik dan patologi anatomi.
LK
U P
N P
H
AS
PROSES PEMECAHAN MASALAH
Dalam diskusi kelompok dengan menggunakan metode curah pendapat,
mahasiswa diharapkan memecahkan problem yang terdapat dalam skenario ini, yaitu
dengan mengikuti 7 langkah penyelesaian masalah di bawah ini:
8. Klarifikasi istilah yang tidak jelas dalam scenario di atas, dan tentukan kata/
kalimat kunci skenario diatas.
9. Identifikasi problem dasar scenario diatas dengan, dengan membuat beberapa
pertanyaan penting.
10. Analisa problem-problem tersebut dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan
diatas.
11. Klasifikasikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut di atas.
12. Tentukan tujuan pembelajaran yang ingin di capai oleh mahasiswa atas kasus
tersebut diatas.
13. Cari informasi tambahan tentang kasus diatas dari luar kelompok tatap muka.
Langkah 6 dilakukan dengan belajar mandiri.
50
14. Laporkan hasil diskusi dan sistesis informasi-informasi
ditemukan.
Langkah 7 dilakukan dalm kelompok diskusi dengan tutor.
Penjelasan:
yang baru
Bila dari hasil evaluasi laporan kelompok ternyata masih ada informasi yang
diperlukan untuk sampai pada kesimpulan akhir, maka proses 6 bisa diulangi, dan
selanjutnya dilakukan lagi langkah 7.
LK
U P
N P
H
AS
dirasa cukup maka pelaporan dilakukan dalam diskusi akhir, yang biasanya dilakukan
dalam bentuk diskusi panel dimana semua pakar duduk bersama untuk memberikan
penjelasan atas hal-hal yang belum jelas.
JADWAL KEGIATAN :
Sebelum dilakukan pertemuan antara kelompok mahasiswa dan tutor,
mahasiswa dibagi menjadi kelompok-kelompok diskusi yang terdiri dari 15-17 orang
tiap kelompok.
9. Pertemuan pertama dalam kelas besar dengan tatap muka satu arah untuk
penjelasan dan tanya jawab. Tujuan: menjelaskan tentang modul dan cara
menyelesaikan modul, dan membagi kelompok diskusi. Pada pertemuan pertama
buku modul dibagikan.
10. Pertemuan kedua : diskusi tutorial 1 dipimpin oleh mahasiswa yang terpilih
menjadi ketua dan penulis kelompok, serta difasilitasi oleh tutor Tujuan :
51
Kedua langkah diatas bisa diulang-ulang di luar tutorial, dan setelah informasi



Memilih ketua dan sekretaris kelompok,
Brain-storming untuk proses 1-5,
Pembagian tugas
11. Pertemuan ketiga: diskusi tutorial 2 seperti pada tutorial 1. Tujuan: untuk
melaporkan informasi baru yang diperoleh dari pembelajaran mandiri dan
melakukan klasifikasi, analisa dan sintese dari semua informasi.
12. Anda belajar mandiri baik sendiri-sendiri. Tujuan: untuk mencari informasi
LK
U P
N P
H
AS
13. Diskusi mandiri; dengan proses sama dengan diskusi tutorial. Bila informasi
telah cukup, diskusi mandiri digunakan untuk membuat laporan penyajian dan
laporan tertulis. Diskusi mandiri bisa dilakukan berulang-ulang diluar jadwal.
14. Pertemuan keempat: diskusi panel dan tanya pakar. Tujuan: untuk melaporkan
hasil analisa dan sintese informasi yang ditemukan untuk menyelesaikan masalah
pada skenario. Bila ada masalah yang belum jelas atau kesalahan persepsi, bisa
diselesaikan oleh para pakar yang hadir pada pertemuan ini. Laporan penyajian
dibuat oleh kelompok dalam bentuk sesuai urutan yang tercantum pada buku
kerja.
15. Masing-masing mahasiswa kemudian diberi tugas untuk menuliskan laporan
tentang salah satu penyakit yang memberikan gambaran seperti pada scenario
yang didiskusikan pada kelompoknya. Laporan ditulis dalam bentuk laporan
penyajian dan laporan lengkap.
52
baru yang diperlukan,
16. Pertemuan terakhir : laporan kasus dilakukan dalam kelas besar oleh masing-
masing mahasiswa.
TIME TABLE
PERTEMUAN
I
Pertemuan I
(Penjelasan)
II
Tutorial I
(Brain
Stroming
Klassifikasi
analisa &
sintese)
III
Mandiri
mencari
tambahan
informasi
Praktikum
IV
Tutorial II
(Laporan
informasi
baru
Klassifikasi
analisa &
sintese)
V
Kuliah
Konsultasi
VI
Diskusi
panel
Tanya
pakar
VII
Laporan
Kasus
LK
U P
N P
H
AS
STRATEGI PEMBELAJARAN
1. Diskusi kelompok yang diarahkan tutor
2. Diskusi kelompok mandiri tanpa tutor
3. Konsultasi pada narasumber yang ahli (pakar) pada permasalahan dimaksud
untuk memperoleh pengertian yang lebih mendalam
4. Kuliah khusus dalam kelas
5. Aktifitas pembelajaran individual di perpustakaan dengan menggunakan buku
ajar, majalah, slide, tape atau video, dan internet
6. Praktikum di laboratorium: Anatomi, Histologi, Mikrobiologi, Patologi klinik,
Patologi Anatomi
7. Latihan Keterampilan Klinik : Pemeriksaan fisik ulkus, Pengambilan sekret
urethra.
53
BAHAN BACAAN & SUMBER INFORMASI LAIN
A. Buku Ajar dan Jurnal
13. World Health Organization, 1992, International statistical Classification of
Diseases an and related Health Problems, 10th revision, volume 1, WHO,
Geneva.
14. Holmes KK, Mardh PA, Sparling et al. Sexually transmitted diseases,
McGraw-Hill
LK
U P
N P
H
AS
16. Kenneth J Rothman, 1986, Modern Epidemiology, Little Brown and
Company, Bon
17. Kumar, Contran, Robbins : Pathology Basis of Diseases, 2003
18. Grant BJC The perineum and Pelvis : a Method of Anatomy
19. Buku IMS UI
20. Buku IMS Prof.DR.dr.Muh. Dali Amiruddin, Sp.KK(K)
21. Weiss L, Greep RD : Histology 4th edition, New York, Mc Graw Hill Inc,
1997
22. Stites DP, Stobo JD, Fudenberg HH : Basic and Clinical Immunology, 4th
edition, Los Altos California, Lange Medical Publication, 1982
23. Henry JB : Clinical Diagnosis and Management by laboratory Methods, 19 th
ed, 1996
24. Mims C, et all. Medical Microbiology, 3rd edition, Mosby, Sydney, 2004.
54
15. Baron et. Al : Diagnostic Microbiology, 9th edition, Mosby Co, 1994
B. Diktat dan Hand-Out
2. Diktat Anatomi




Diktat histology
Buku IMS UI
Buku
Bahan Ajar IMS
C. Sumber lain : VCD, Film, Internet, Slide, Tape
LK
U P
N P
H
AS
DAFTAR NAMA NARA SUMBER
No
1.
2.
3.
4.
5.
Nama Dosen
Dr.A.M. Adam,
Sp.KK(K)
Dr. Dirmawati Kadir,
SpKK
Dr. Wiwiek Dewiyanti,
Sp.KK, M.Kes
Dr. Alwi Mappiasse,
Sp.KK, PhD, FINSDV
Prof.Dr.dr. Muh. Dali
Amiruddin, Sp.KK(K),
FINSDV
Bagian Tlp Kantor Hp/Flexi
55
D. Nara sumber (Dosen pengampun)
PETUNJUK UNTUK TUTOR
TUGAS TUTOR :
Pra tutorial
6. Mempelajari dengan seksama modul ini termasuk TIU dan TIK
7. Jika ada mated yang tidak jelas mohon ditanyakan pada dosen pengampu
8. Membuat rencana pembelajaran
9. Membuat tabulasi penyakit penyakit yang menyebabkan
menghubungkannya dengan kata kunci
produksi kurang dan
LK
U P
N P
H
AS
10. Mengecek kelengkapan ruang tutorial
Tutorial tahap 1
6. Membantu mahasiswa menunjuk ketua dan sekertaris kelompok
7. Memfasilitasi diskusi agar berjalan sesuai urutannya yaitu :





Menyusun kata kunci
Membahas TIU dan TIK
Membuat daftar pertanyaan sebanyak banyaknya yang diarahkan ke TIK
Menjawab pertanyaan-pertanyaan
Membuat tabulasi penyakit penyakit yang menyebabkan luka pada alat
kelamin dan menghubungkannya dengan kata kunci
Membuat tujuan pembelajaran selanjutnya

Membagi tugas pencarian informasi berdasarkan jenis penyakit yang
menimbulkan luka pada alat kelamin
56
8. Melakukan penilaian untuk mahasiswa dan menandatanganinya
9. Mengecek kehadiran mahasiswa dan menandatangani daftar hadirnya
10. Mengingatkan mahasiswa agar pertemuan selanjutnya masing-masing sudah
mengisi lembaran kerja
Tutorial tahap 2
5. Mengecek apakah mahasiswa datang dengan membawa lembaran kerjanya
6. Memfasilitasi diskusi agar berjalan sesuai urutannya yaitu :
LK
U P
N P
H
AS

Mahasiswa mendiskusikan satu persatu penyakit yang bergejala utama
produksi kencing kurang, etiologinya, patomekanismenya, cara mendiagnosis
(anamnesis, inspeksi, palpasi perkusi dan auskultasi, pemeriksaan penunjang
dan penatalaksanaannya.

Mahasiswa menganalisa kembali tabulasi yang dibuat berdasarkan setiap
penyakit dan kata kunci.

Mengurutkan penyakit mulai dengan diagnosis terdekat sampai diagnosis
yang terjauh

Tutor menanyakan beberapa pertanyaan mendasar yang perlu diketahui
mahasiswa dan mendiskusikannya

Mahasiswa membuat tujuan pembelajaran selanjutnya dengan mencatat
pertanyaan yang belum terjawab untuk dicari pada perpustakaan, ditanyakan
langsung kepada dosen pengampu atau ditanyakan dalam diskusi panel.
57

Melaporkan informasi tambahan yang baru diperolehnya
7. Membuat penilaian terutama saat mahasiswa melaporkan informasi yang
diperoleh.
8. Mengecek kehadiran mahasiswa dan menandatangani daftar hadirnya
Saat Panel Diskusi
3. Wajib mengikuti diskusi panel
4. Membuat penilaian pada penampilan, cara menjawab, isi jawaban dan lain-lain
pada mahasiswa yang melapor atau menjawab pertanyaan.
LK
U P
N P
H
AS
4. Mengumpulkan semua absensi kelompok di Koordinator PBL
5. Membuat penilaian akhir dari semua nilai
6. Memeriksa laporan mahasiswa bersama nara sumber
KATA/KALIMAT KUNCI
6. Laki-laki usia 30 tahun
7. Ulkus pada glans penis
8. Mulai dengan papul
9. Ada limphadenitis
10. Tanda-tanda vital normal
Tanda sistemik; gejala lain di kulit
BEBERAPA PERTANYAAN PRINSIP DAN JAWABANNYA
11. Penyakit apakah yang menyebabkan keluhan ulkus pada genitalia laki-laki?
58
Setelah satu Seri Tutorial Selesai
12. Apa penyebab dari syphilis, chancroid, lymphogranuloma venerum (LGV),
lymphogranuloma inguinale, dan herpes genitalia?
13. Bagaimana patomekanisme terjadinya syphilis, chancroid, Imphogranuloma
venerum (LGV), lymphogranuloma inguinale, dan herpes genitalia ?
14. Apa tanda-tanda dan gejala syphilis, chancroid, Imphogranuloma venerum
(LGV), lymphogranuloma inguinale, dan herpes genitalia
15. Pemeriksaan penunjang apa yg dibutuhkan untuk melengkapi diagnosis ?
LK
U P
N P
H
AS
venerum (LGV), lymphogranuloma inguinale, dan herpes genitalia?
17. Apa komplikasi syphilis, chancroid, lymphogranuloma venerum (LGV),
lymphogranuloma inguinale, dan herpes genitalia?
18. Bagaimana epidemiologi: prevalensi, insidens dari syphilis, chancroid,
Imphogranuloma venerum (LGV), lymphogranuloma inguinale, dan herpes
genitalia? Mengapa terdapat peningkatan insiden infeksi menular seksual ?
19. Kelompok masyarakat yang mana yang merupakan kelompok resiko tinggi dari
Penyakit Menular Seksual?
20. Faktor perilaku yang rentan terkena IMS
59
16. Bagaimana manajemen /penatalaksanaan syphilis, chancroid, Imphogranuloma
ULKUS GENITALIA
ULKUS MOLE
DEFINISI
Ulkus mole (ulcus molle) merupakan penyakit ulseratif akut, biasanya terjadi
di genitalia. Penyakit ini sering dihubungkan dengan adenitis inguinal atau bubo,
yang disebabkan oleh infeksi Haemophilus ducreyi, hasil gram negatif yang juga
bersifat anaerob fakultatif yang membutuhkan hemin (faktor X) untuk
pertumbuhannya.
EPIDEMIOLOGI
Penyakit ini dapat dijumpai di seluruh dunia, terutama di daerah tropis dan
subtropis. Di Amerika Serikat, insidennya mengalami penurunan antara tahun 1950-
1978. Namun pada tahun 1985 dilaporkan insidennya bertambah menjadi 2000 kasus
dan menjadi 3418 kasus pada tahun 1986. Pada tahun 1987 dan 1990 berturut-turut
dilaporkan 5035 dan 4200 kasus. Jumlah kasus kemudian menurun sejak saat itu dan
menjadi stabil, di mana dilaporkan ada sekitar 733 kasus pada tahun1994.
Ulkus mole lebih banyak di diagnosis pada laki-laki dengan perbandingan
rasio antara laki-laki dan perempuan adalah antara 3 :1 sampai 25 : 1 atau lebih
tinggi. Laki-laki yang tidak disirkumsisi meiniliki risiko 2 kali lebih tinggi daripada
laki-laki yang disirkumsisi.
Prevalensi ulkus mole tinggi pada kelompok sosial ekonomi rendah, terutama
pada pekerja seks, dan tampaknya pekerja seks menjadi reservoir pada semua laporan
epideini penyakit ini.Di antara pekerja seks komersial kelas bawah, prevalensi ulkus
genital antara 5-35% dan H. ducreyi dapat dikultur dan kira-kira 50% dan ulkus
tersebut.
Seperti halnya penyakit menular seksual lainnya, ulkus mole juga paling
banyak terjadi pada usia dewasa muda. Namun dapat juga terjadi pada setiap usia.
LK
U P
N P
H
AS
60
ETIOLOGI
Taksonomi dan Sifat Biokimia H. ducreyi
Chancroid disebabkan oleh H. ducreyi yang merupakan basil gram negatif,
bersifat fakultatif anaerobik yang membutuhkan heinin (faktor X) untuk
pertumbuhannya.Hasil ini juga dapat mereduksi nitrat menjadi nitrit dan mengandung
0,38 mol DNA guanosin plus cytosine. Organisme ini kecil, tidak bergerak, tidak
membentuk spora dan memperlihatkan rantai streptobasilaris yang khas pada
pewarnaan gram, terutama pada kultur.
Haemophilus ducreyi dapat dibedakan dan beberapa strain Haemophilus
lainnya melalui beberapa faktor biokiinia. Ciri khas genus ini adalah mereduksi nitrat
menjadi nitrit.Haemophilus ducreyi tidak membutuhkan faktor Nikotinainide Adenin
Dinucleotide (NAD, faktor V) untuk mencerna heinin, dan tidak menghasilkan H2S,
katalase dan indole. H. ducreyi juga membutuhkan zat besi (iron) yang didapat dan
intraseluler dengan cara menginvasi atau merusak sel tersebut.
LK
U P
N P
H
AS
PATOGENESIS
Proses Awal Infeksi (Mekanisme Perlekatan H. ducreyl pada Sel Hospes)
Melekatnya mikroba yang patogen ini pada permukaan sel epitel dianggap
merupakan proses awal yang terpenting dan infeksi. H. ducreyi mampu menyebabkan
hemaglutinasi sel-sel eritrosit manusia, dan aktivitas ini dihubungkan dengan
permukaan bakteri yang bersifat hidrofobik tinggi. Sifat ini dapat dirusak oleh terapi
trypsin atau formaldehid, namun tidak akan terpengaruh oleh D-mannose atau dengan
pemanasan 60 C sampai 100 C.
Pili yang dimiliki oleh H. ducreyi mungkin memegang peran penting pada
proses adesi ini. Pili yang dapat terdeteksi dengan menggunakan inikroskop elektron
ini tampak sebagai bagian tubuh yang sangat halus, dan berbeda dengan pili pada
Neisseriagonorrhoeae. Pili ini terdiri atas pilin monomer dengan berat molekul 2400
dalton.
H. ducreyi dapat berpenetrasi ke dalam epidermis melalui sel-sel epitel yang
rusak karena trauma atau abrasi. Ukuran inokulum yang mampu menyebabkan
infeksi adalah lebih besar. Ikatan H. ducreyi kemudian dapat terjadi pada matriks
protein ekstraseluler dan fibrinogen, fibronektin, kolagen dan gelatin. Pada lesi
tersebut organisme dapat dijumpai baik di dalam makrofag maupun neutrofil. Bahkan
juga dapat terlihat secara berkelompok dalamjaringan interstitium.
Pembentukan Ulkus
Patogenesis terbentuknya ulkus tidak sepenuhnya dapat dimengerti.
Diperkirakan ada pengaruh produk toksik yang dihasilkan oleh H. ducreyi atau
karena mekanisme tidak langsung inisalnya karena induksi inflamasi dan bakteri itu
sendiri. Data mengenai kemungkinan dihasilkannya ensim dan jaringan ekstraseluler
H. ducreyi yang berfungsi sebagai enzim degradasi, masih kontroversial. Baine dan
Joslin mampu mendemonstrasikan adanya aktivitas enzim phospholipase C dan
61
enzim protease pada kultur sel yang mengandung H. ducreyi. Sementara Strum
mendeteksi faktor ekstraseluler lainnya yang dihasilkan oleh H. ducreyi saat
dilakukan inkubasi pada leukosit manusia. Faktor ekstraseluler ini memiliki aktivitas
leukotoksik tanpa memengaruhi integritas leukosit itu sendiri.
Pembentukan ulkus pada binatang percobaan berhasil dipicu dengan
penyuntikan organisme H. ducreyi secara intradermal atau subkutan. Karena ulkus
dapat muncul setelah penyuntikan baik dan bakteri yang masih hidup maupun yang
sudah mati akibat dipanaskan, maka dapat disimpulkan bahwa tidak selalu
dibutuhkan bakteri yang viabel untuk dapat membentuk ulkus. Ulkus juga dapat
terbentuk pada tikus setelah dilakukan inokulasi lipopolisakarida (LPS) H. ducreyi
yang dimurnikan secara intradermal sehingga LPS dianggap memegang peranan
penting dalam pembentukan ulkus.
Limfadenitis Akibat Infeksi H. ducreyi
Limfadenitis yang dihubungkan dengan penyakit ulkus genital yang
disebabkan dihubungkan dengan respons inflamasi piogenik. Supurasi dihubungkan
dengan jumlah neutrofil yang sangat banyak dan sejumlah kecil basil. Pada bubo
hampir tidak ditemukan mikroorganisme dan juga tetap tidak bisa dijelaskan
mengapa hal tersebut terjadi.
LK
U P
N P
H
AS
Kemampuan H. ducreyi untuk Menghindar dan Mekanisme Pertahanan Tubuh
Hospes
Jika H. ducreyi mampu membentuk koloni pada jaringan tubuh hospes berarti
bakteri tersebut mampu bertahan atau menghindar dari mekanisme pertahanan tubuh
hospes. Strain yang virulen dan H. ducreyi yang dites secara in vitro terbukti resisten
terhadap penghancuran sel-sel fagosit atau serum hospesnya.
Pada manusia, infeksi H. ducreyi mengakibatkan munculnya respons imun
humoral yang terdeteksi dengan adanya circulating IgM dan lgG pada penderita
charicroid. Cell-mediated immunity juga berespons dengan teraktivasinya sel limfosit
T, sehingga terjadi peningkatan reseptor intenleukin-.2 dalam serum dan urine, yang
akan menurun kadarnya setelah mendapat terapi.
Satu mekanisme yang mungkin dapat menghindarkan bakteri dan respons
imunologis host adalah adanya variasi sifat antigenik protein membran terluar dan H.
ducreyi. Adanya LPS yang sebelumnya sudah dijelaskanjuga dianggap memegang
peranan penting.Dengan pemeriksaan immunoblotting, Campagnari menunjukkan
bahwa LPS H. ducreyi mengikat antibodi monokional 3F11. Antibodi ini mampu
mengenali epitope yang juga ditampilkan oleh paragloboside, yaitu prekursor
glycosphingolipid pada sebagian besar human blood group arteri. Dengan cara ini
maka H. ducreyi mampu melawan mekanisme pertahanan tubuh hospesnya.
MANIFESTASI KLINIS
Masa inkubasinya adalah berkisar antara 4 sampai 7 hari danjarang yang kurang
dari 3 hari atau lebih dan 10 hari.
62



LK
U P
N P
H
AS



63
Tidak disertai gejala prodromal.
Pembentukan ulkus mole
1. Adanya papula lunak, dengan kulit yang eritema di sekelilingnya.
2. Tidak ditemukan adanya vesikel pada tiap tingkat perjalanan penyakit.
3. Dalam 24 sampai 48 jam, papula akan berubah menjadi pustula, kemudian
mengalaini erosi dan ulserasi.
4. Pinggir ulkus tidak teratur dan bergaung, dasar ulkus biasanya ditutupi
jaringan nekrotik dan eksudat yang berwama abu-abu kekuningan di atas
jaringan granulasi yang mudah berdarah. Berbeda dengan sifilis, ulkus mole
biasanya lunak dan sering kali multipel.
5. Diameter ulkus berkisar antara 1 mm sampai dengan 2 cm.
Keluhan:
1. Pada laki-laki, keluhan yang muncul biasanya berhubungan langsung dengan
ulkus atau abses di inguinal. Ulkus mole terasa nyeri.
2. Pada wanita, keluhan tergantung pada lokasi ulkus. Keluhan tersebut dapat
berupa nyeri pada saat buang air, perdarahan perektal, dispareunia, atau
keluarnya duh tubuh dari vagina.
Lokalisasi ulkus:
1. Pada laki-laki adalah preputium, lipatan balanopreputial, frenulum, glans
penis dan sulkus koronarius. Sering tampak edema padapreputium, meatus
uretra dan batang penis. Chancre yang terdapat pada uretra sering
mengakibatkan uretritis purulenta tetapi jarang terjadi.
2. Lokalisasi pada wanita vulva terutama pada comisura posterior (berbentuk
ulkus longitudinal), labia ininora, vestibulum, labia mayora dan daerah uretra.
Jarang dijumpai lesi pada vagina (jika ada, biasanya merupakan perluasan
ulkus dari introitus dan tidak terasa nyeri), serviks, perineum atau anus. Lesi
ekstragenital charicroid pernah dilaporkan terjadi pada dada, jari-jari, paha
dan di dalam mulut.
Pembesaran kelenjar inguinal (bubo) yang berupa adenitis inguinal yang nyeri,
terjadi pada 50% penderita, dan terjadi dalam beberapa hari sampai 2 ininggu
(rata-rata 1 ininggu) setelah timbul lesi primer. Adenitis umumnya bersifat
unilateral dan kulit diatasnya enitema. Pada suatu penelitian didapatkan adanya
bubo pada 22 dari 32 penderita ulkus mole, dengan diameter kurang lebih 5 cm.
Bubo dapat berfluktuasi dan ruptur secara spontan. Pus yang mengalir dan bubo
biasanya keruh seperti susu. Sementara pada wanita jarang terjadi limfadenitis.
Variasi bentuk klinis:
1. Giant Chancroid (ulkus raksasa) yaitu lesi soliter yang meluas ke perifer dan
tampak adanya ulserasi yang luas.
2. Ulkus serpiginosa yang besar yaitu lesi-lesi yang bergabung dan melebar
karena autoinokulasi. Dapat terjadi infeksi campuran pada kasus ini dan dapat
mengenai daerah inguinal, paha atau dinding abdomen.
3. Chancroid phagadenic, yaitu bentuk lain ulkus yang disebabkan oleh
superinfeksi dengan fusospirochetosis. Dapat terjadi destruksi jaringan yang
cepat dan dalam (ulkus mole gangrenosum)
4. Transient chancroid, berupa ulkus kecil yang membaik secara spontan dalam
beberapa hari. Keadaan ini dapat diikuti dengan limfadenitis regional yang
akut dalam 2-3 ininggu kemudian.
5. Follicular chancroid, yaitu ulkus kecil multipel, yang timbul di sekitar folikel
rambut, sering kali di daerah mons pubis. Dapat terlihat beberapa ulkus
folikuler.
6. Papular chancroid, terdiri atas papul-papul yang mengalaini ulserasi
granulomatous. Dapat menyerupai donovanosis atau kondiloma lata (sifilis
stadium II).
LK
U P
N P
H
AS
KOMPLIKASI
Komplikasi dan ulkus mole antara lain:
1. Adenitis inguinal (bubo inflamatorik), merupakan komplikasi yang paling sering
didapatkan. Timbul beberapa hari sampai 3 minggu setelah munculnya lesi
primer. Kelenjar yang biasanya membesar secara unilateral ini terasa nyeri,
kemudian bergabung. Lima puluh persen kasus mengalaini supurasi dengan
pembentukan abses unilokular. Bila tidak diobati, abses akan pecah sehingga
terbentuk sinus tunggal di permukaan kulit yang kemudian dapat berkembang
menjadi ulkus mole.
2. Fimosis atau parafimosis. Dapat terjadi akibat sikatriks yang terbentuk pada lesi
yang mengenai preputium. Untuk penanganannya perlu dilakukan sirkumsisi.
3. Fistel uretra. Muncul sebagai akibat ulkus pada glans penis yang bersifat
destruktif. Bila mengenai uretra akan dapat menimbulkan nyeri berat saat miksi.
Dapat diikuti dengan terbentuknya striktur uretra.
4. Fistel rektovagina. Merupakan komplikasi yang dapat terjadi pada wanita.
5. Infeksi campuran dapat terjadi, misalnya dengan organisme Vincent
mengakibatkan ulkus makin destruktif dan sulit diobati. Infeksi campuran dengan
Treponema pallidum (ulkus mikstum) memberi gambaran ulcus mole yang
berkurang nyerinya namun lesi lebih berindurasi. Kombinasi juga dapat terjadi
64
bersama dengan infeksi virus Herpes simplex atau bersamaan dengan lesi
Limfogranuloma venereum dan Granuloma inguinale.
DIAGNOSIS
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan riwayat penderita, keluhan dan gejala
klinis serta pemeriksaan laboratorium untuk menemukan agen penyebabnya.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain sebagai berikut.
1. Pemeriksaan langsung dan bahan ulkus
Dapat dilakukan dengan pewarnaan gram, giemsa atau mikroskop elektron.
Identifikasi yang cepat dapat dilakukan dengan pewarnaan methyl
greenpyronin, Pappenheim dan Unna, juga dapat dilakukan dengan
pewamaan blue dan wright. Namun pemeriksaan langsung tersebut sering
kali menyesatkan karena banyaknya flora polimikrobial yang dapat dijumpai
pada ulkus genital.
Spesimen diambil dengan menggunakan swab kapas atau swab calcium
alginate, juga dapat menggunakan sengkelit platina.
Swab harus diambil dan dasar ulkus yang sebelumnya dibersihkan dengan
kain kasa yang dibasahi larutan normal salin.
Lalu dengan lidi kapas steril dihapuskan pada kaca benda dalam satu arah
agar dapat ditemukan morfologi organisme yang berbentuk rantai.
Organisme hanya dapat bertahan hidup selama 2-4 jam pada swab jika tidak
disimpan dalam lemari pendingin.
Jumlah H. ducreyi pada eksudat ulkus berkisar antara 107-108/ml pus. Pada
pus bubo biasanya tidak didapatkan inikroorganisme tetapi dapat ditemukan
dalam abses inguinal. Basil dijumpai dalam bentuk kelompok kecil atau
rantai yang paralel dan 2 atau 3 organisme yang tersebar sepanjang untaian
sekret mulkous, baik intra maupun ekstrasel. Gambaran seperti ini
diistilahkan sebagai school of fish atau railroad track.\
LK
U P
N P
H
AS
2. Biakan
Diagnosis yang lebih akurat didapatkan dari kultur H. ducreyi.Bahan diambil dan
dasar ulkus yang purulen atau pus bubo, setelah sebelumnya eksudat yang
nekrotik diangkat dengan normal salin steril nonbateriostatik. Kultur harus segera
diinokulasi karena belum ada media transport yang memuaskan. Untuk
mendapatkan sensitivitas yang tinggi pada biakan untuk isolasi primer,
direkomendasikan penggunaan 2 media sekaligus yang ditambahkan dengan
hemoglobin dan serum. Beberapa media yang dapat digunakan adalah media
selektif Chocolate agar ditambah 1% Isovitalex yang mengandung 3 g/ml
vancomycin,Heart Infussion Agar (HIA) dengan 5% defibrinasi darah kecil atau
10% serum fetall calf serum dan Chocolate Mueller Hinton Agar dengan 5%
darah kuda.
65
LK
U P
N P
H
AS
66
Pada pembiakan akan tampak koloni kecil,.nonmukoid, berwarna abu-abu kuning,
seini opak atau translusen dan dapat digeser pada permukaan agar dalam keadaan
utuh. Koloni ini mulai muncul dalam 2-4 hari, tetapi biasanya setelah 7
harimokulasi. Untuk penanaman primer dibutuhkan atmosfer water saturated
yang mengandung 5-10% CO2 dan mengurangi temperatur inkubasi hingga
mencapai 33-35C.1,2,3
3. Tes serologis
Banyak upaya yang telah dilakukan untuk mengembangkan uji serologis pada
ulkus mole. Karena keterbatasan sensitifitas sarana deteksi antibody H. ducreyi
dalam sirkulasi, maka penggunaan uji serologis untuk diagnosis yang dilakukan
secara rutinjuga terbatas, namun dapat dibukakan untuk kepentingan penelitian
epidemiology population based sebagai suatu metode skrining adanya infeksi H.
ducreyi pada masa lalu. Metode yang dapat dilakukan antara lain tes-tes
komplemen fiksasi, presipitin dan aglutinasi, dengan hasil positifpada beberapa
penyakit ulkus genital yang disebabkan H. ducreyi. Tes ELISA dapat digunakan
dengan memakai Whole Lysed H. ducreyi sebagai sumber antigen, dan tampaknya
tes ini memiliki spesifisitas dan sensitivitas yang luas.1-3
4. Polymerase Chain Reaction (PCR)
Merupakan suatu metode untuk melipatgandakan (amplifikasi) DNA.
Pemeriksaan ini lebih sensitif dan spesifik untuk menegakkan diagnosis ulkus
mole.
Pemeriksaan PCR dapat mendeteksi H. ducreyi pada pekerja seks komersial tanpa
gejala dan tanda ulkus mole, seperti yang diporkan Hawkes, dkk (1995). Pada
penelitian tersebut didapatkan 2% dan 213 PSK, PCR terhadap H. ducreyi tanpa
menunjukkan tanda dan gejala chancroid.1-3
5. Pemeriksaan Histopatologis
Gambaran histopatologis pada ulkus mole cukup tegas untuk dapat digunakan
sebagai salah satu sarana penunjang diagnosis. Gambaran yang tipikal ini tampak
sebagai gambaran vertikal yang terdiri atas 3 lapis, yaitu lapisan superfisial pada
permukaan ulkus, agak tipis dan terdiri dari netrofil, fibrin, limfosit, leukosit, dan
jaringan nekrotik.Lapisan kedua tampak sangat luas, berisi banyak
pembuluhdarah baru, dan tampak jelas proliferasi sel-sel endotelialnya. Lumen
pembuluh darah sering tersumbat dan mengakibatkan trombosis.Selain itu juga
dapat dijumpai perubahan degeneratif pembuluh darah. Lapisan ketiga yaitu
lapisan yang paling dalam, terdiri atas infiltrat sel plasma yang tebal dan sel-sel
limfoid. Basil ducreyi dapat dilihat pada potongan jaringan dengan pewarnaan
giemsa, gram atau polychron methilen blue, tetapijarang ditemukan. Basil
biasanya terdapat di antara sel-sel lapisan permukaan. Pada pemeriksaan
inikroskop elektron pada potongan jaringan, coccobacilli terlihat berkelompok
pada ruang interstitial. Tampak sebagai roda yang panjangnya sekitar 1,5m dan
lebarnya 0,5 m dengan ekor bulat. Basil jarang terlihat pada phagosome
makrofag.
DIAGNOSIS BANDING
Penyakit ini didiagnosis banding dengan penyakit yang juga menyebabkan
lesi ulseratif pada genitalia seperti sifilis primer, herpes genitalis, lesi primer
limfogranuloma venereum, granuloma inguinale dan ulkus traumatik yang disertai
infeksi sekunder..

PENATALAKSANAAN
Pengobatan Sistemik
H. ducreyi diketahui telah mengalami resistensi terhadap sulfonainid, tetrasiklin,
ampisilin, kioramfenikol dan kanainisin.Center of Disease Control (CDC) pada tahun
1998 merekomendasikan pengobatan ulkus mole dengan:
Azitromisin 1 g per oral, dosis tunggal
Seftriakson 250 mg intramuskular, dosis tunggal
Siprofloksasin 2 X 500 mg/hari per oral, selama 3 hari
Eritromisin 4 X 500 mg sehari per oral, selama 7 hari. (pernah dilaporkan kasus
resistensi terhadap eritromisin di Cina).
Selain obat tersebut di atas, yang juga efektif untuk menangani kasus ulkus
mole adalah:
Trimetoprim 160 mg dan sulfametoksasol 800 mg, 2X sehari selama 7 hari
sebagai pengobatan alternatif.
Kombinasi amoksisilin 500 mg dan asam klavulanat 125 mg oral 3X sehari
selama 7 hari
67
Relaps dapat terjadi setelah penderita sembuh sempurna pada lokasi yang
sama dengan lesi sebelumnya pada sekitar 5% penderita. Kegagalan pengobatan
pasangan seksual biasanya berperan sebagai penyebab relaps.
Pengobatan Topikal
Pengobatan topikal pada kasus ini terdiri atas pemberian antiseptik seperti
povidon iodin. Limfadenitis tidak boleh diinsisi. Bila perlu diaspirasi untuk mencegah
ruptur spontan. Aspirasi menggunakan jarum besar dan ditusuk di bagian lateral
sampai menembus kulit normal.
Pada penderita yang mengeluh ulkusnya sangat nyeri, dapat diberi terapi
topikal dengan kompres dingin untuk mengurangi peradangannya. Penderita
dianjurkan untuk istirahat, karena bila penderita tetap melakukan aktivitasnya maka
akan memudahkan terjadinya adenopati.
Penderita dengan fimosis sebaiknya dilakukan sirkumsisi apabila semua lesi
aktif telah sembuh, dan tampaknya bubo jarang berkembang setelah sirkumsisi
dilakukan.
Penatalaksanaan Pasangan Seksual
Seseorang yang memiliki kontak seksual dengan penderita ulkus mole dalam
10 hari sebelum muncul gejala ulserasi di kelamin penderita, maka sebaiknya diberi
terapi, meskipun gejala klinisnya belum muncul. Terbukti karier pembawa H. ducreyi
dapat terjadi pada penderita yang asimtomatis. Obat yang diberikan pada pasangan
seksual inisama dengan yang diberikan pada penderita baik jenis maupun dosis
obatnya. Jika tidak mungkin melakukan abstinensia seksual, maka penderita harus
menggunakan kondom saat berhubungan seksual selama lesi masih ada. Meskipun
demikian, kondom yang tidak dipakai dengan carayang benar dalam artian lesi ulkus
tidak tertutup kondom secara sempurna, masih memungkinkan untuk terjadinya
penularan penyakit.
PROGNOSIS
Penyakit ini tidak menyebar secara sistemik. Tanpa pengobatan, ulkus genital
dan abses inguinal kadang akan menetap selama bertahun-tahun. Infeksi tidak
menimbulkan imunitas dan dapat terjadi infeksi ulang. Pada penderita yang tidak
disirkumsisi ataupun penderita yang terinfeksi HIV, kemungkinan terjadi relaps
setelah diterapi dengan antibiotik adalah sebesar 5%. Namun jika penderita tersebut
berstatus HIV seronegatif dan mengalaini relaps, maka dengan terapi yang sama
dengan terapi yang sebelumnya pernah diberikan masih tetap efektif. Penderita
dianjurkan untuk menggunakan kondom untuk menghindari infeksi ulang.
LK
U P
N P
H
AS
68
SIFILIS
PENDAHULUAN
Sifilis (lues venerea, penyakit raja singa) termasuk penyakit akibat hubungan
seksual yang paling ditakuti, karena mempunyai jangkauan yang sangat luas. Pada
abad ke-15, sifilis merupakan wabah di Eropa, tetapi sesudah tahun 1860, morbiditas
penyakit ini menurun dengan cepat. Hal ini mungkin ada kaitannya dengan perbaikan
sosial ekonoini.
Selama perang dunia II, insiden sifilis meningkat dan mencapai puncaknya
pada tahun 1946, dan setelah ditemukan penisilin menurun dengan cepat. Menurut
laporan WHO, secara keseluruhan dapat dilihat bahwa pada saat ini umumnya terlihat
penurunan insiden, kecuali pada beberapa negara tertentu mulai meningkat lagi,
inisalnya di Kuba, Amerika Serikat dan Denmark. Laporan ini juga mengatakan
bahwa penyakit ini cenderung menyerang usia muda dan laid-laid lebih sering
terkena dibandingkan wanita. Pada masa sekarang sifilis dengan gejala berat jarang
ditemukan, akan tetapi lesi atipik seperti SI dengan lesi anorektal multipel sering
ditemukan. Di Indonesia, insiden sifilis terlihat menurun, demikian juga di Bagian
Penyakit Kulit dan Kelainin FKUA/RSU Dr. Soetomo tetapi sekitar 2-3 tahun
terakhir ini terlihat meningkat kembali.
LK
U P
N P
H
AS
DEFINISI
Sifilis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Treponema pallidum dan
mempunyai beberapa sifat yaitu: perjalanan penyakitnya sangat kronis, dalam
perjalanannya dapat menyerang semua organ tubuhdapat menyerupai macam-macam
penyakit, mempunyai masa laten. dapat kambuh kembali (rekuren), dan dapat
ditularkan dad ibu ke janinnya sehingga menimbulkan kelainan kongenital. Selain
melalui ibu kejaninnya dan melalui hubungan seksual, sifilis bisa juga ditularkan
melalui luka, transfusi dari jarum suntik.
KLASIFlKASI
Secara garis besar sifilis dapat dikelompokkan sebagai berikut.
1. Sifilis kongenital (bawaan)
2. Sifilis akuisita (didapat)
Sifilis kongenital dapat berbentuk:
1. Dini (timbul pada umur kurang dari 2 tahun)
2. Lanjut/tarda (timbul setelah umur lebih dari 2 tahun)
3. Stigmata.
Pada sifilis juga dikelompokkan berdasarkan gambaran klinis dan
epidemiologis, yaitu:
1. Sifilis Primer (SI)
69
2.
3.
4.
5.
Sifilis Sekunder (SIl)
Sifilis Laten dini dan sifilis Laten Lanjut
Sifilis Tersier (sifilis benigna lanjut)/(SIII)
Sifilis Kardiovaskuler dan Neurosifilis.
Beberapa penulis mengatakan bahwa perbedaanwaktu antara sifilis dini dan
sifilis lanjut ialah 4 tahun sedangkan menurut WHO perbedaan 2 tahun. Akhir-akhir
ini ada penulis yang mengatakan bahwa beda keduanya 1 tahun mengingat sifilis
yang lebih dari 1 tahun sering menyerang susunan saraf pusat.
PATOGENESIS
Patogenesis sifilis dapat dirangkum sebagai berikut.
1. Tahap masuknya Treponema
Treponema pallidum masuk ke dalam tubuh melalui lesi kulit atau selaput
lendir.Jika melalui kulit harus ada inikro/makro lesi sedangkan jika melalui
selaput lendir dapat dengan atau tanpa lesi. Pada tempat masuknya, kuman
mengadakan multiplikasi dan tubuh akan bereaksi dengan timbulnya infiltrat yang
terdiri atas limfosit dan sel plasma yang secara klinis dapat dilihat sebagai papula.
Reaksi radang tersebut tidak hanya terbatas pada tempat masuknya kuman tetapi
juga di daerah perivaskuler. Treponema berada di antara endotel kapiler dan
sekitarjaringan perivaskular; hal ini mengakibatkan hipertrofi endotel yang dapat
menimbulkan obliterasi lumen kapiler (endarteritis obliterans).
2. Stadium I (SI)
Kerusakan vaskuler ini mengakibatkan aliran darah pada daerah papula tersebut
berkurang sehingga terjadi erosi atau ulkus, dan keadaan ini disebut afek primer
SI. Treponema masuk aliran darah dan limfe lalu menyebar ke selumhjaringan
tubuh, termasuk kelenjar getah bening regional. Bila sudah mengenai kelenjar
getah bening regional disebut kompleks primer SI.
3. Stadium II (SII)
Perjalanan secara hematogen akan menyebarkan kuman ke seluruh Jaringan
tubuh, tetapi manifestasinya baru akan tampak kemudian. Reaksi jaringan
terhadap multiplikasi iniakan terlihat 6-8 ininggu setelah kompleks primer dan
reaksi ini bermanifestasi sebagai SIl dengan berbagai bentuk kelainan yang
biasanya didahului oleh gejala prodromal. Lesi primer perlahan-lahan menghilang
karena kuman di tempat tersebut berkurang jumlahnya dan penyembuhan terjadi
tanpa atau dengan jaringan parut tipis.Lesi SIl secara perlahan-lahan juga
menghilang dan akhirnya tidak terlihat ma sekali dalam waktu kurang lebih 9
bulan.
4. Stadium laten
Stadium laten adalah stadium tanpa tanda atau gejala klinis, tetapi infeksi masih
ada dan aktif yang ditandai dengan S.T.S. (Serologic Test for Syphilis) positif.
Kadang-kadang proses imunitas gagal mengendalikan infeksi sehingga
Treponema berkembang lagi dan menimbulkan lesi seperti pada SI atau SII dan
stadium ini disebut stadiumrekuren. Stadium ini terjadi tidak lebih dari 2 tahun
70
terhitung sejak permulaan infeksi. Stadium laten lanjut dapat berlangsung
beberapa tahun, antibodi tetap ada dalam serum penderita (S.T.S. positif).
5. Stadium gumma
Keseimbangan antara Treponema dan jaringan dapat tiba-tiba berubah, sebabnya
belum jelas, mungkin trauma merupakan salah satu faktor untuk timbulnya SIll
yang berbentuk gumma. Pada stadium gumma ini, Treponema sukar ditemukan
tetapi reaksinya bersifat destruktif.Lesi sembuh berangsur-angsur dengan
pembentukan jaringan fibrotik dan lesi tersier ini dapat berlangsung beberapa
tahun.Treponema pallidum dapat mencapai sistem kardiovaskuler dan sarafpusat
dalam waktu diri tetapi kerusakan yang ditimbulkannya terjadi perlahan-lahan
sehingga perlu waktu bertahun-tahun untukmenimbulkan gejala klinis. Hampir
2/3 kasus dengan stadium laten dapat meneruskan hidupnya tanpa menimbulkan
gejala klinis.

Stadium II (Sifilis Sekunder)
Biasanya stadium II timbul 6-8 ininggu kemudian dan pada waktu timbulnya,
sepertiga masih disertai SI.Karena sifat kelainannya sistemik, maka selalu didahului
gejala prodromal, inisalnya sakit di daerah otot atau sendi, suhu badan subfebris,
71
GAMBARAN KLINIS
Stadium I (Sifilis Primer)
Kuman masuk dan melalui masa inkubasi antara 9-90 hari (rata-rata 2-4 ininggu),
Manifestasi klinis/Afek primer:
1. kelainan kulit yang dimulai dengan makula,
2. papula, papula berubah menjadi papula erosif atau ulkus ulkus durum atau
Hunterian charicre dengan sifat yang khas, yaitu biasanya soliter, berbentuk bulat
atau lonjong, tepi teratur berbatas tegas, dinding tidak menggaung, permukaan
bersih dengan dasar jaringan granulasi berwarna merah daging, pada perabaan
ada indurasi dari tidak. nyeri tekan (indolen).
Afek primer ini umumnya terdapat pada genitalia, tetapi akhir-akhir ini makin
sering ditemukan di daerah ekstragenital. Seminggu setelah afek primer, dapat dilihat
pembesaran kelenjar limfe regional (kompleks primer) dengan tanda-tanda indolen,
tidak supuratifdan tidak ada penadenitis.Afek primer dapat sembuh sendiri dalam
waktu 3-10 ininggu.
Pada penularan lewat transfusi darah dan sifiis kongenital, afek primer tidak
pernah terjadi, ini disebut Syphyllis demblee.
Pada pengobatan yang tidak adekuat, afek primer dapat tidak muncul,
tertunda, atau muncul dalam bentuk atipik.Bentuk atipik pada tahun-tahun terakhir ini
sering dijumpai.Munculnya bentuk atipik mungkin disebabkan perubahan patogenitas
kuman, perubahan respons penderita atau adanya infeksi insidentil. Bentuk afek
primer atipik yang pernah dilaporkan antara lain ulkus multipel, lesi multipeldengan
peradangan atau fimosis, balanitis erosif, lesi multipel dengan limfangitis atau
tromboflebitis dan ulkus pada orificium uretra.
sukar menelan, malaise, anoreksia dan sefalgia.Kelainan yang timbul dapat mengenai
kulit (75%), selaput lendir (30%), kelenjar (50%) dan alat-alat dalam (10%).
Kelainan kulit
1. Makula berwarna merah terang yang disebut roseola sifilitika, dengan distribusi
menyebar hampir di seluruh tubuh tanpa rasa gatal. Tetapi akhir-akhir ini kasus
dengan gatal makin sering dijumpai. Makula dapat berakhir dengan
hipopigmentasi (leukoderma sifilitika) atau berlanjut dengan papula.
2. Papula dengan berbagai bentuk dan variasi, inisalnya:
a. papula dengan susunan arsiner, sirsiner, polisiklik
b. papula diskret pada telapak kaki dan tangan
c. papula korimbiforinis
d. kondilomata lata
e. papula dengan folikulitis
3. Papulaskuamosa seperti psoriasis (psoriasis sifilitika), papulakrustosa seperti
frambusia (frambusiasifilitika).
4. Pustula, biasanya bersifat destruktifdan timbul pada keadaan umum yang buruk
(lues maligna).
LK
U P
N P
H
AS
Kelainan pada selaput lendir
Berupa mucous patch, berbentuk bulat, kemerahan dan dapat menjadi ulkus.Biasanya
terdapat pada mukosa bibir, pipi, laring, tonsil, dan dapat juga pada mukosa genitalia.
Kelainan pada kelenjar
Berupa pembesaran kelenjar dengan sifat seperti pada SI dan umumnya mengenai
seluruh kelenjar getah bening superfisialis (limfadenopati generalisata).
Kelainan pada organ-organ lain
kuku : onikia, rapuh dan buram
mata : uveitis anterior, korioretinitis, iridosiklitis
tulang: periostitis
hepar : hepatomegali, hepatitis
Stadium Laten Dini
Pada kelainan laten dini yang terjadi kurang dari 2 tahun sejak mulainya infeksi, tidak
ditemukan tanda-tanda klinis dan hanya dapat diketahui dari hasil serologi (S.T.S)
yang positif. Keadaan ini umumnya ditemukan pada pemeriksaan premarital, donor
darah, seleksi tenaga kerja Indonesia (TKI), atau pemeriksaan kehainilan.Wanita
hainil pada stadium ini dapat menularkan penyakitnya pada janin, sehingga
diperlukan pemeriksaan pada ibu dan ayah bila ada kontak dengan penderita sifilis.
72
Stadium Rekuren
Gejala klinis yang timbul biasanya seperti bentuk SlI, tetapi lebih setempat.Kadang
dapat juga timbul kelainan seperti SI pada tempat inokulasi pertama yang disebut
Chancre redux.
Stadium Laten Lanjut
Disebut laten lanjut bila terjadi lebih dari 2 tahun sejak dimulainya infeksi. Tidak
terdapat gejala klinis dan hanya dapat diketahui dad hasil S.T.S yang positif.
Lamanya masa laten ini dapat bertahun-tahun, bahkan seumur hidup.
Stadium III (Sipilis Tersier)
Kelainan timbul 3-10 tahun sesudah stadium I. Pada masa sekarang sifilis stadium III
sangat jarang dijumpai.Lesi III ini disebut juga sifilis lanjut benigna oleh karena
belum membahayakan kehidupan.
Secara umum lesi SIll dapat menyerang:
- Struktur pembungkus badan: kulit, mukosa, subkutis.
- Struktur penyangga tubuh: tulang, sendi, otot, ligamen dan lain-lain.
Bagian tubuh yang paling sering terkena ialah kulit (70%), mukosa (10,3%)
dan tulang (9,6%). Kelainan yang khas berupa gumma, yaitu infiltrat sirkumskrip
kronis yang cenderung mengalaini pengejuan (perlunakan) dan bersifat destruktif.
Bila melunak akan menghasilkan ulkus gumosum bersifat yang serpiginosa.
SIll pada alat dalam paling sering menyerang hepar. Gumma bersifat multipel
dan jika sembuh terjadi fibrosis dan retraksi membentuk lobus-lobus tak teratur yang
disebut hepar lobatum. Organ dalam lain yang dapat terserang adalah kelenjar parotis,
esofagus, lambung, limpa, pankreas, ginjal, jantung, kandung keinih, serviks uterus,
payudara, testis dan lain-lain.
Neurosifilis
Pada saat ini neurosifilis jarang ditemukan karena adanya pengobatan sifilis dengan
penisilin. Neurosifilis lebih sering terjadi pada orang kulit putih daripada orang kulit
berwarna, juga lebih sering terjadi pada pria daripada wanita.
lnfeksi terjadi pada stadium dim. Sebagian besar kasus tidak memberikan
gejala, setelah bertahun-tahun barn menimbulkan gejala. Gejala klinis neurosifilis
terjadi setelah 5-25 tahun dari afek primer atau infeksi awal.
Pada 20-37% kasus terdapat kelainan pada likuor serebrospinalis, sebagian kecil
kelainan meningeal.
Neurosifilis dibagi menjadi empat jenis:
1. Neurosifilis asimtomatis
Neurosifilis asimtomatis adalah adanya infeksi sifilis yang dilihat dari
ketidaknormalan dan likuor serebrospinalis, tanpa gejala atau simtom neurologis.
Pada likuor serebrospinalis didapatkan peningkatanjumlah sel dan kadar protein,
LK
U P
N P
H
AS
73
LK
U P
N P
H
AS
74
puncaknya pada bulan ke 12-18 setelah infeksi dan tes serologis sifilis yang
reaktif.
2. Neurosifilis meningovaskuler
Neurosifilis meningovaskuler adalah infeksi yang menyebabkan kerusakan
pembuluh darah vaskuler dan perivaskuler. Pembuluh darah otak dan medula
spinalis mengalaini endartritis proliferatif dan infiltrasi penvaskuler berupa
limfosit, sel plasma, dan fibroblas. Pembentukan jaringan fibrotik menyebabkan
terjadinya fibrosis sehingga perdarahannya berkurang akibatnya mengecilnya
lumen. Dapatjuga terjadi trombosis akibat nekrosis jaringan karena terbentuknya
gumma kecil multipel.Bentuk ini terjadi beberapa bulan sampai bertahun-tahun.
Gejala bermacam-macam tergantung pada letak lesi. Gejala yang tersering
adalah:
nyeri kepala,
konvulsi fokal, atau umum,
papiledema nervus optikus,
gangguan mental,
gejala meningitis basalis dengan kelumpuhan saraf otak,
atrofi nervus optikus,
gangguan hypothalamus,
gangguan pyrainidal,
gangguan iniksi dan defekasi,
stupor, atau koma.
Bentuk yang sering dijumpai ialah endartritissifilitika dengan heiniparesis karena
penyumbatanarteri otak. Pada pemeriksaan likuor serebrospinalis hasilnya sama
dengan neurosifilis asimtomatis.
3. Neurosifilis parenkimatosa
Yang termasuk golongan ini adalah tabes dorsalis dan demensia paralitika.
Tabes dorsalis
Timbulnya setelah delapan sampai dua belas tahun setelah infeksi pertama.
Kira-kira seperempat kasus neurosifilis berupa tabes dorsalis.
Kerusakan terutama pada radiks posterior dan funikulus dorsalis daerah
torakolumbalis, selain itu beberapa saraf otak dapat terkena, misalnya nervus
optikus, nervus trigeininus.
Gejala klinis:
1. gangguan sensibilitas berupa ataksia, arefleksia,
2. gangguan visus,
3. gangguan rasa nyeri pada kulit danjaringan dalam.
4. Gejala lain adalah retensi dan inkontinensia urine.
Gejala tersebut terj adi berangsur-angsur terutama akibat demielinisasi dan
degenerasi funikulus dorsalis.
LK
U P
N P
H
AS
Sifilis Kardiovaskuler
Timbul 10-40 tahun setelah infeksi primer dan terdapat pada sekitar 10% kasus
lanjut dan 40% dapatbersama neurosifilis. Diagnosis ditegakkan berdasarkan
gejala klinis, foto sinar-X dan pemeriksaan pembantu lainnya.
Sifilis kardiovaskuler dapat dibagi dalam 3 tipe:
1. Sifilis pada jantung
2. Sifilis pada pembuluh darah besar
3. Sifilis pada pembuluh darah sedang
Sifilis pada jantung jarang ditemukan dan dapat menimbulkan miokarditis
difus atau guma pada jantung. Pada pembuluh darah besar, lesi dapat timbul di
aorta, arteri pulmonalis dan pembuluh darah besar yang berasal dari
aorta.Aneurisma umumnya terdapat pada aorta asendens, selain itu juga pada aorta
torakalis dan abdoininalis. Pembuluh darah sedang, inisalnya a. serebralis dan a.
75
Demensia paralitika
Biasanya timbul delapan sampai sepuluh tahun sejak infeksi primer,
umumnya pada umur antara tiga puluh sampai lima puluh. Sejumlah 10-15%
dan seluruh kasus neurosifilis berupa demensia paralitika.
Proses terjadinya: meningoensefalitis yang terutama mengenai otak, ganglia
basal dan daerah sekitar sekitar ventrikel ketiga. Lambat laun terjadi atrofi
pada korteks dan substansi alba sehingga korteks menipis dan terjadi
hidrosefalus.
Gejala klinis yang utama:
Demensia yang terjadi berangsur-angsur dan progresif. Mula-mula terjadi
kemunduran intelektual, bersikap apatis, euphoria, waham megaloman, dan
dapat terjadi depresi atau maniak.
Gejala-gejala lainnya:
1. disartria,
2. kejang-kejang umum atau lokal,
3. muka topeng,
4. tremor terutama otot-otot muka.
Lambat laun terjadi kelemahan, ataksia, gejalapyrainidal, inkontinensia urine,
dan akhirnya meninggal.
5. Gummatosa
Pada umumnya Gummatosa terdapat pada meningen, rupanya terjadi
akibat perluasan dan tulang tengkorak. Jika membesar akanmenyerang
dan menekan parenkim otak. Gumma dapat soliter atau multipel pada
vertex atau dasar otak.
Keluhan: nyeri kepala, mual, muntah, dan dapatterjadi konvulsi dan
gangguan visus.
Gejala utama: berupa edema papil akibatpeniggian tekanan intrakranial,
paralise nervuskranialis, atau hemiplegia.
medula spinalis paling sering terkena.Selain itu a. hepatis, a. mesenterika, a. iliaka
dan a. femoralis juga dapat diserang.
LK
U P
N P
H
AS
PENATALAKSANAAN
Diagnosis pasti sifilis dapat ditegakkan apabila ditemukan Treponema
pallidum dengan inikroskop lapangan gelap. Secara akademis usaha ini harus
76
LK
U P
N P
H
AS
TES SEROLOGIS DENGAN ANTIGEN LIPOIDAL
Tes VDRL, RPR dan wassermann merupakan contoh tes serologis sifilis yang
memakai antigen lipoidal.
Tes Wassermann adalah tes fiksasi komplemen yang sekarang sudah tidak
digunakan lagi.Tes VDRL (Venereal Disease Research Laboratory) dan RPR (Rapid
Plasma Reagen) merupakan tes flokulasi dengan tekmk yang lebih sederharia
sehingga lebih sering dipakai di lapangan.
Antigen pada tes VDRL terdiri atas campuran kardiolipin, fosfatidil kolin dan
kolesterol.Tes RPR memakai antigen kardiolipin yang disertai karbon, tes ini dapat
dilakukan di klinik dengan fasilitas laboratorium yang terbatas, sehingga baik untuk
upaya diagnostik penyaringan tahap pertama, lagi pula sensitivitasnya cukup tinggi,
meskipun spesifisitasnya terbatas. Konvensi serologis menjadi reaktif menandakan
adanya kemungkinan reaktivasi penyakit.
77
dilakukan tiga hari berturut-turut hingga Treponema dapat ditemukan sehingga yang
menentukan adalah gambar klinis yang terdiri atas kelainan kulit dan selaput lendir
dengan konfigurasi sangat khas, serta pembesaran khas pada kelenjar getah bening.
Pemeriksaan TSS darah dan cairan otak, rontgen serta histopatologis sangat
membantu.
Pengobatan dengan penisilin masih sangat ampuh. Pedoman dari C.D.C.
Atlanta (2002) berdasarkan atas stadium penyakitnya, adalah sebagai berikut.
1. Sifilis dini (sifilis stadium I-II dan sifilis laten dini tidak lebih dari 2 tahun)
Penisilin G Benzatin 2,4 juta unit satu kali suntikan intra muskuler (i.m.), atau
Penisilin G Prokain dalam aqua 600.000 U i.m. selama 10 hari.
Pemberian 10 hari pada sifilis primer seronegatif sedangkan pada seropositif
dan sifilis sekunder diberikan selama 14 hari. Penderita Sifilis sekunder
sebaiknya diopname selama 1-2 hari sebab kemungkinan terjadi reaksi Jarish-
Herxheimer.
Pengobatan Sifilis dini dan yang alergi terhadap penisilin, dapat diberikan:
Tetrasiklin HCL, 4 X 500 mg/hari oral selama 4 minggu
Entroinisin 4 X 500 mg oral selama 4 minggu
Doksisiklin 100 mg, 2 kali sehari selama 4 minggu.
2. Pengobatan Sifilis lanjut
Penisilin G Benzatin 2,4juta unit i.m./ininggu,selama 3 minggu berturut-turut,
total 7,2 jutaunit; atau
Penisilin G Procain 600.000 u i.m. setiap hari selama 14 hari; atau
Tetrasiklin HCL 4 dd 500 mg/hari selama 4 minggu
Doksisiklin 100 mg 2 kali sehari selama 4 mlnggu.
Pengamatan lanjutan harus dilakukan secara ketat dan tekun dengan pemeriksaan
STS yang nonspesifik (non-treponemal). Tidak mudah untuk menyatakan bahwa
sifilis yang sedang diberi pengobatan sembuh sempurna. Peningkatan titer lebih dan 4
kali (2 kali pengenceran) merupakan indikasi pengobatan ulang.
Tes Serologis Antibodi Anti-Treponema
Tes jenis ini lebih spesifik daripada tes senologis dengan antigen lipodial, sehingga
dipakai untuk menunjang diagnosis infeksi Treponema. Ada 2 jenis antibodi anti-
Treponema, yaitu antibodi yang spesifik dan gugusan antibodi anti-Treponema.
STS untuk gugusan antibodi anti-Treponema
Tes ini memakai antigen Treponenia strain Reiter. Reaksinya ada yang berdasarkan
fiksasi komplemen yaitu KOLMER Complement Fixation Test, dan yang lainnya
memakai counter immunoelectrophoresis yaitu REITER Counter Immuno
Electrophoresis. Ternyata tes yang kedua lebih spesifik daripada tes yang pertama.
Tes ini sering dipakai mendampingi tes VDRL di negara-negara maju
STS untuk antibodi spesifik anti-Treponema
1. TPI (Treponema pallidum Immobilization test).
2. PTA-Abs (Fluorescent Treponemal Antibody Absorption)
3. FTA-Abs lgM
4. FTA-AbsIgM(19 S)
5. TPHA (Treponema Pallidum Haemagglutination)
6. SPHA Ig M (Solid Phase Haemadsorption)
LK
U P
N P
H
AS
TPI (Treponema pallidum Immobilization test)
Meskipun yang pertama ditemukan, sekarang tidak lagi dipakai karena mahal dan
tekniknya sulit.
FTA-Abs
Tes ini merupakan tes penentu untuk diagnosis bila tidak terdapat persesuaian hasil
antara tes VDRL dan TPHA, karena tes PTA-Abs sangat sensitif. Reaksi positif semu
sejumlah 2% dan 25.000 serum yang diperiksa (70), dapat disebabkan oleh penyakit
autoimun inisalnya lupus eritematosus sisteinik-reumatoid artritis-skleroderma,
beberapa kasus herpes genitalis, sesudah vaksinasi cacar, dan karena ketagihan obat
bius.
FTA-Abs lg M
Tes ini dipakai untuk menunjang diagnosis sifilis kongenital dini. Namun dapat pula
terjadi reaksi positif atau negatif semu. Faktor reumatoid dan adanya lgM anti-IgG
dapat menyebabkan reaksi positif semu, sebaliknya adanya IgG yang berlebihan
dapat berkompetisi dengan lgM untuk berikatan dengan antigen sehingga terjadi
reaksi negatif semu. Dengan deinikian hasil tes FTA-Abs lgM perludipertimbangkan
dengan hati-hati, dan penggunaannya menjadi terbatas.
FTA-Abs Ig M (1 9 5)
Reaksi positif atau negatif semu tersebut dapat dihindarkan dengan peinisahan fraksi
lgM lg S sebelum tes FTA-Abs dilakukan. Pemisahan fraksi dilakukan dengan cara
78
konyugasi dan filtrasi, tes ini lebih canggih dan baru digunakan untuk keperluan
penelitian.
TPHA
Prinsip tes adalah hemaglutinasi tak langsung dengan memakai butir-butir sel darah
merah (SDM) domba sebagai pengemban antigen T. pallidum strain Nichols yang
diambil dan biakan jaringan testes kelinci.
Sensitivitasnya cukup tinggi, berkisar 95% dan sudah positif pada hari ke-14,
meskipun kurang sensitifdibandingkan dengan tes FTA-Abs pada sifilis primer.
Spesifisitasnya TPHA masih kontroversial, dikatakan kurang lebih sama
nilainya dengan FTA-Abs tetapi kurang dari TPI.
SPHA lgM
Tes ini bermanfaat untuk diagnosis sedini mungkin karena sudah positif pada ininggu
kedua. Setelah pengobatan, akan terjadi konversi serologis yang lebih cepat, yaitu
menjadi negatif dalam waktu 3 sampai 12 bulan sehingga dapat dipakai untuk
indikasi pengobatan ulang bila ada dugaan reinfeksi.
Persesuaian hasil tes FTA-Abs 19 S adalah 96,3%. Penentuan pengobatan
dapat dilakukan harinya berdasarkan hasil SPHA Ig M.
LK
U P
N P
H
AS
SIFILIS PADA KEHAMILAN DAN SIFILIS KONGENITAL
Wanita hamil yang menderita sifilis dapat menularkan penyakitnya ke janin sehingga
dapat menyebabkan kematian prenatal, lahir mati dan sifilis kongenital yang dapat
menyebabkan kelainan bawaan. Oleh karena itu, pada kasus kehamilan dengan sifiis
diagnosis harus ditegakkan lebih dini dan diberikan pengobatan yang cepat dan
adekuat untuk mencegah terjadinya akibat yang buruk terhadap janin dan bayi.
Dulu ada anggapan bahwa bayi dalam kandungan setelah umur kehamilan
melewati 18 sampai dengan20 ininggu dapat terkena infeksi ketika lapisan sel
Langharis (lapisan sitotrofoblastik) mengalaini atrofi sehingga Treponema dapat
melalui plasenta. Hal ini tidak dianut lagi sebab ternyata infeksi bayi dalam
kandungan dapat terjadi pada saat 10 ininggu kehainilan. Setiap infeksi sebelum 20
minggu kehamilan tidak akan merangsang mekanisme imunitas sebab sistem imun
bayi yang dikandung belum berkembang dan tidak tampak kelainan histologis reaksi
bayi terhadap infeksi.
Infeksi pada janin lebih banyak terjadi bila ibu berada pada tingkat Sifilis dini,
sebab pada saat ini banyak organisme beredar dalam darah. Pada tahun pertama
setelah infeksi yang tidak diobati, terdapat kemungkinan sampai 90%, infeksi akan
ditularkan kepada bayi yang dikandung. Kemungkinan bayi memperoleh infeksi
menurun dengan cepat, setelah tahun kedua, dan menjadi jarang setelah 4 tahun. Pada
umumnya, makin lama seorang ibu terkena infeksi, makin sedikit kemungkinannya
menginfeksi janinnya.
Menurut Thomas (1944) efek pada janin/bayi ditentukan oleh lamanya infeksi sifilis
pada ibu. Makin lama sifilis yang tidak diobati diderita oleh ibu sejak
79
LK
U P
N P
H
AS
80
kehainilan, makin sedikit risiko terhadap bayi terlebih lebih jika ibunya
mendapat infeksi lebih daripada 2 tahun yang hanya memberikan gejala ringan pada
bayi atau bahkan lahir bayi sehat. Jadi makin lama ibunya mendapat sifilis yang tidak
diobati, makin kecil kemungkinan janin meninggal in utero, makin besar
kemungkinan lahir bayi dengan sifilis kongenital atau janin luput dan penyakit.
Manifestasi penyakit padajanin/bayi bergantung pada waktu infeksi terjadi
pada ibu. Jika infeksi terjadi pada awal kematian dapat menyebabkan terjadinya
abortus spontan atau sifilis kongenital pada bayi waktu lahir. Sebaliknya kalau sifilis
terjadi pada akhir kehamilan, bayi yang nampaknya normal pada waktu
lahir.Manifestasi infeksi, baik klinis maupun serologis mungkin tidak nampak selama
beberapa ininggu dan bulan sesudah kelahiran. Jadi infeksi selama hamil dapat
menyebabkan abortus spontan, biasanya sesudah kehainilanininggu ke-12 dan ke-
16,janin mati in utero, partus imatur, partus prematur, janin cukup usia tetapi lahir
mati, lahir hidup dengan sifilis kongenital atau bayi sehat.
Diagnosis sifilis pada wanita hainil dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis,
gambaran klinis, pemeriksaan inikroskop dan STS seperti diagnosis sifilis pada
umumnya.
Bagi wanita hamil dengan risiko tinggi perlu diulangi STS pada akhir
kehainilan karena dapat terjadi konversi dan sero negatif menjadi sero positif. Yang
dimaksud dengan wanita risiko tinggi ialah wanita yang mempunyai pasangan lebih
dari satu.
Kehamilan dapat memengaruhi hasil STS, yakni dapat memberi hasil positif
palsu pada tes non-treponemal, umumnya dengan konsentrasi rendah, misalnya
VDRL 1: 8.
Pengobatan sifilis selain untuk ibu juga untuk janin sehingga tidak
menimbulkan efek yang buruk bagi janin dan bayi.Diagnosis dan terapi hendaknya
dilakukan sedini mungkin. Pada umumnya pengobatan adekuat sebelum ininggu ke-
16 kehainilanakan mencegah infeksi pada bayi sedangkan pengobatan setelah minggu
ke-18 umumnya dapat menyembuhkan tetapi tidak dapat mencegah kerusakan tulang
dan sendi
Jika pada wanita hamil terdapat tanda-tanda sifilis dan STS positif atau jika
tidak dapat disingkirkan dengan pasti, penderita tersebut harus diobati. Para penderita
yang telah diberi pengobatan adekuat pada waktu yang lampau tidak perlu diobati,
kecuali jika terdapat tanda re-infeksi atau kekambuhan secara klinis dan serologis,
pemeriksaan dengan inikroskop lapangan gelap positifatau titer STS non-treponemal
secara kuantitatif naik. Apabila penderita telah mendapat terapi yang adekuat, maka
risiko bayi dengan sifilis pada kehainilan berikutnya sangat kecil. Jika terdapat
keragu-raguan tentang terapi adekuat, hendaknya dibenkan terapi lagi secepatnya.
Pasangan seksual sebaiknya juga harus diperiksa dan diobati.
Cara pengobatan sifilis pada wanita hamil sama dengan pengobatan sifilis
pada umumnya. Perbedaanya pada wanita hamil tidak digunakan tetrasiklin karena
efeknya yang buruk terhadap janin. Setelah pengobatan selesai diperiksa lagi tes non-
treponemal (VDRL) setiap bulan sampai melahirkan. Jika titer terus meningkat,
pengobatan harus diulangi.
Penisilin merupakan obat pilihan sedangkan mengenai obat-obat lain belum
banyak data yang didapat.
Obat-obat yang digunakan untuk sifilis akan dibicarakan satu per satu.
Penisilin
Penisilin merupakan obat pilihan. Dosisnya sama dengan penderita yang tidak
hainil. Konsentrasi dalam serum yang dikehendaki ialah agar dapat
mencapaiininimum 0,03 satuan/ini selama 7-10 hari pada sifilis dini dan 15-20 hari
pada sifilis lanjut.
Penisilin akan menembus plasenta, penisilin benzatin, penisilin G akua dan
penisilin G prokain mudah berdifusi. Setelah suntikan, 60-90 menit kemudian akan
terjadi kadar serum yang tinggi di dalam darah janin dengan kadar puncaknya 25-
30% (kadang-kadang 75%) dan kadar serum ibu.
Prognosis pada bayi ialah sebagai berikut:pada wanita hainil dengan sifilis
dini yang diobati dengan dosis yang bervariasi antara 600.000-10 juta unit, hanya
5,3% bayi yang lahir dengan sifilis. Kegagalan terjadi pada wanita dengan kehainilan
lanjut dan selama kambuh.
Efek samping penisilin ialah reaksi Jarisch- Herxheimer yang dapat
menyebabkan partus prematur.

Eritroinisin
Eritroinisin dipakai jika penderita alergi terhadap penisilin.Terdapat beberapa
macam eritroinisin ialah estolat, basa, stearat dan etilsuksinat. Berbeda dengan
penisilin obat ini kurang baik, karena hariya sedikit yang melalui plasenta dan kadar
pada janin harinya 6-20% kadar darah ibu.
Mengenai khasiat, terdapat perbedaan di antara preparat-preparat eritroinisin.
Bentuk estolat sebenarnya lebih baik karena dapat menghasilkan kadar serum janin
yang tinggi, tetapi efek sampingnya tidak digunakan dengan dosis 30 gram dapat
bersifat hepatotoksik bagi wanita hamil. Sejumlah 9,6% akan mengalaini kenaikan
SGOT tanpa disertai gejala yang lain dan SGOT akan kembali normal setelah terapi
dihentikan. Bagi orang yang peka, meskipun diberikan satu tablet bentuk estolat
dapat menyebakan sindrom berupa penyakit ikterik kolestatik, nyeri abdomen dan
tinja akolik.Jadi bentuk ini tidak dianjurkan karena hepatotoksik. Efek samping
gastrointestinal seperti nausea, voinitus, kejang dan diare, terdapat pada bentuk
estolat. Bentuk basa lebih aman tetapi diabsorpsi tidak teratur kecuali dipakai
preparat entericcoated, akibatnya tidak dapat mencapai kadar yang adekuat dalam
serum.
Sebagai kesimpulan, bentuk yang disukai dan lazim dipakai ialah bentuk
stearat atau bentuk etilsuksinat, karena tidak hepatotoksik dan absorpsinya
cukup.Dosis yang dipakai 4 X 500 mg sehari. Dosis total untuk sifilis stadium I dan II
ialah 30 gram, sedangkan untuk sifilis stadium II 60 gram.
81
Sefalosporin
Obat ini cukup poten untuk sifilis pada kehamilan, kecuali aman bagi ibu,
juga karena peinindahan melalui plasenta dan kadar treponemasidal dalam darah
janin secara teoritis mudah tercapai. Obat ini dapat menyebabkan sensitisasi silang
dengan penisilin. Sefalosporin belum dapat dianjurkan sebagai pengobatan rutin,
karena belum cukup data mengenai toksisitas, khasiat dan sensitisasi silang dengan
penisilin.
Dosis yang digunakan ialah 1 gram sefalosporin i.m. setiap 12 jam selama 21
hari untuk sifiis stadium I, sedangkan untuk sifilis stadium II selama 4 ininggu (28
hari).
Tetrasiklin
Tetrasiklin cukup efektif, lebih efektif daripada eritroinisin karena absorpsi ke
dalam sirkulasi janin cukup baik. Meskipun deinikian obat ini tidak dapat digunakan
karena efek toksiknya pada janin.
LK
U P
N P
H
AS
SIFILIS KONGENITAL
Sifiis kongenital adalah infeksi penyakit sifilis yang didapat selama masa
kehidupan janin.Infeksi sifilis terhadap janin dapat terjadi pada setiap stadium sifilis
dan setiap saat masa kehainilan. Dahulu dianggap infeksi tidak dapat terjadi sebelum
janin berusia 18 ininggu, karena lapisan Langharis yang merupakan pertahanan janin
terhadap infeksi masih belum atrofi. Tetapi ternyata dengan mikroskop elektron dapat
ditemukan Treponema pallidum pada janin berusia 9-10 ininggu.
Sifilis stadium dini masih merupakan penyakit yang banyak ditemukan
terutama pada golongan usia subur, karena itu sebaiknya para dokter lebih mengenal
dan mengetahui tentang diagnosis dan pengobatan sifilis kongenital.
Patogenesis Sifilis Kongenital
T. pallidum melalui plasenta masuk ke dalam peredaran darah janin dan
menyebar ke seluruh jaringan. Kemudian berkembang biak dan menyebabkan
respons peradangan selular yang akan merusak janin. Kelainan yang timbul dapat
bersifat fatal sehingga terjadi abortus atau lahir mati atau terjadi gangguan
pertumbuhan pada berbagai tingkat kehidupan intrauterin maupun ekstrauterin.
Gambaran Klinis
Berdasarkan gambaran klinisnya, sifilis kongenital dapat dibagi menjadi sifilis
kongenital dini, sifilis kongenital lanjut dan stigmata. Dianggap sifilis kongenital dini
bila timbul pada anak di bawah usia 2 tahun dan sifilis kongenital lanjut bila timbul di
atas usia 2 tahun. Stigmata adalah jaringan parut atau deformitas yang terjadi akibat
periyembuhan dua stadium tersebut.
82
LK
U P
N P
H
AS
83
Sifilis kongenital dini.
Gambaran klinis sifilis kongenital dini sangat bervariasi, mengenai berbagai
organ dan menyerupai sifilis stadium II. Karena infeksi pada janin melalui aliran
darah maka tidak dijumpai kelainan sifilis primer. Pada saat lahir bayi dapat tampak
sehat dan kelainan timbul setelah beberapa ininggu, tetapi dapat pula kelainan sudah
ada sejak lahir.
Pada bayi dapat dijumpai kelainanberupa kondisi berikut.
1. Pertumbuhan intrauterin yang terlambat
2. Kelainan membrana mukosa:
mucous patch dapat ditemukan di bibir, mulut, farings, laring dan mukosa genital.
Rinitis sifilitika (snuffles) dengan gambaran yang khas berupa cairan hidung yang
mula-mula encer tetapi kemudian menjadi bertambah pekat, purulen dan
hemoragik. Hidung menjadi tersumbat sehingga menyulitkan pemberian
makanan.
3. Kelainan kulit
Dapat berupa makula, papula, papuloskuamosa dan bula. Bula dapat sudah ada
sejak lahir, tersebar secara simetris, terutama pada telapak tangan dan telapak
kaki.Makula, papula atau papuloskuamosa tersebar secara generalisata dan
simetris. Di daerah yang lembab papula menjadi erosif dan membasah, atau
menjadi hipertrofik (kondilomata lata). Pada kasus yang berat tampak kulit
menjadi keriput terutama pada daerah muka sehingga bayi tampak seperti orang
tua (the old man look).Rambut jarang dan kaku; alopesia areata terutama pada sisi
dan belakang kepala. Alopesia dapat juga mengenai alis dan bulu mata.
Onikosifilitika disebabkan oleh papula yang timbul pada dasar kuku dan akan
menyebabkan kuku menjadi terlepas. Kuku baru yang tumbuh berwama suram,
tidak teratur dan menyempit pada bagian dasarnya.
4. Kelainan tulang
Pada 6 bulan pertama, osteokondritis, periostitis dan osteitis pada tulang-tulang
panjang merupakan gambaran yang khas. Perubahan yang paling mencolok
tampak pada daerah pertumbuhan tulang di dekat epifisis. Epifisis membesar,
garis epifisis melebar dan tidak teratur. Pada batas metafisis dengan garis
kartilago epifisis, tampak daerah kalsifikasi yang densitasnya meningkat dan tidak
teratur sehingga pada pemeriksaan sinar X memberi gambaran seperti gigi
gergaji. Pseudoparalisis pada anggota gerak disebabkan oleh pembengkakan
periartikular dan nyeri pada ujung-ujung tulang sehingga gerakan menjadi
terbatas. Osteokondritis dapat dilihat pada pemeriksaan dengan sinar X setelah 5
ininggu sedangkan periostitis setelah 16 ininggu.Tanda-tanda osteokondritis
menghilang setelah 16 ininggu. Tanda-tanda osteokondritis menghilang setelah 6
bulan tetapi periostitis menetap dan menjadi lebih jelas.
5. Kelainan kelenjar getah bening: terdapat limfadenopati generalisata.
6. Kelainan alat-alat dalam: hepatomegali, splenomegali, nefritis, nefrosis,
pneumonia.
7. Kelainan mata: Korioretinitis, glaukoma dan uveitis.
8. Kelainan hematologi: aneinia, eritroblasteinia, retikulositosis, trombositopenia,
diffise intravasculas coagulation (DIC).
9. Kelainan susunan sarafpusat: meningitis sifilitika akut yang bila tidak diobati
secara adekuat akan menimbulkan hidrosefalus, kejang dan mengganggu
perkembangan intelektual.
10. Kelainan plasenta: vilitis, perivaskulitis, immaturitas vili, plasenta lebih besar dan
lebih berat.
Sifilis kongenital lanjut
Kelainan umunya timbul setelah 7-20 tahun. Pada adolesens dan dewasa sukar
dibedakan dengan sifilis didapat. Kelainan yang timbul antara lain sebagai berikut.
1. Keratitis interstisial: merupakan kelainan yang paling sering ditemukan. Dapat
timbul pada usia antara 3-30 tahun.
2. Gumma: dapat menyerang kulit, tulang, selaput lendir dan alat dalam. Kelainan
yang khas ialah gumma pada hidung dan mulut. Terjadi kerusakan pada septum
nasi sehingga hidung mengalainikolaps dan deforinitas. Gumma pada palatum
mole dan palatum durum juga sering dijumpai dan dapat menyebabkan perforasi
palatum.
3. Neurosifiis: dapat berbentuk paralisis generalisata, dan tabesjuvenilis. Paralisis
generalisata terjadi pada usia 6-21 tahun. Terlihat perubahan karakter dan
inteligensia.
4. Kelainan sendi: yaitu arthralgia difusa dan hidartrosis bilateral (Cluttons joint.
Terjadi pada usia 10-20 tahun dan biasanya akan menyembuh.
LK
U P
N P
H
AS
Stigmata
Lesi sifilis kongenital dapat meninggalkan sisa, berupa jaringan parut dan
deforinitas dengan karakteristik sebagai berikut.
1. Muka: saddle nose terjadi akibat gangguan pertumbuhan septum nasi dan tulang-
tulang hidung. Bulldog jaw akibat muka tidak berkembang secara normal
sedangkan mandibula tidak terkena.
2. Gigi: pada gigi sen bagian tengah lebih pendek daripada bagian tepi dan jarak
antara gigi lebar (Hutchinson teeth). Pada gigi molar pertama permukaannya
berbentuk kubah dan terdapat tonjolan-tonjolan kecil sehingga mirip buah murbai
(Mulberry molar).
3. Ragade: terdapat di sekitar mulut, hidung dan kadang-kadang anus. Terbentuk
dan erupsi papula yang berkonfluensi. Akibat gerakan mulut terjadi fisur yang
kemudian mengalaini infeksi sekunder dan pada penyembuhan meninggalkan
jaringan parut radial yang berpangkal pada sudut mulut.
4. Tulang: osteoperiostitis yang menyembuh akan menimbulkan kelainan klinis dan
radiologis, pada tibia berupa sabre tibia dan pada daerah frontal berupa frontal
bossing, yaitu penonjolan berbentuk bulat pada tulang dahi. Bila frontal bossing
terdapat bersama-sama dengan saddle nose dan bulldog jaw akan memberi bentuk
84
wajah seperti wajah bulldog (bulldog facies). Penebalan sternoklavikula yang
unilateral akibat periostitis disebut Hgoumenakis sign.
5. Tuli: karena kerusakan N. VII akibat labirintitis progresif Mula-mula timbul
vertigo dan kehilangan pendengaran pada frekuensi tinggi.
6. Mata: keratitis interstisial akan menimbulkan kekeruhan kornea dan gejala berupa
fotofobi, nyeri, keluarnya air mata yang berlebihari dan penglihatan kabur.
PEMERIKSAAN PEMBANTU
1. Pemeriksaan Treponema pallidum
2. Serologi tes sifilis (STS)
3. Pemeriksaan lain.
Pemeriksaan Treponema pallidum
Pemeriksaan dengan inikroskop lapangan gelap atau imunofluoresens harus
dilakukan bila terdapat sekret hidung, mucous patch, lesi vesikobulosa atau
kondilomata lata.
LK
U P
N P
H
AS
Tes Serologi Sifilis
Pentinguntukmenegakkandiagnosisdanpengamatanhasil
pengobatan.Semua bayi yang dilahirkan dan ibu yang sero-positif harus dilakukan
pemeriksaan STS dan darah umbilikus segara setelah lahir dan hasilnya dibandingkan
dengan STS ibu. Pemeriksaan ini sangat membantu penegakan diagnosis dini sifilis
kongenital yang asimtomatis.Bila titer tes reagen bayi 4 kali lebih besar dari ibu,
berarti bayi terinfeksi.Bila STS bayi negatif, kemungkinan bayi menderita sifilis
kongenital belum dapat disingkirkan karena mungkin masih dalam masa inkubasi
akibat ibu terinfeksi pada kehainilan lanjut. Tes reagen dapat tetap negatifsampai 4-
12 ininggu. Serokonversi yang terjadi pada pengamatan selanjutnya, menunjukkan
bayi terinfeksi.
Bila pada waktu lahir, titer bayi tidak berbeda bermakna dibandingkan dengan
titer ibu, dapat berarti bukan infeksi. Keadaan ini dapat disebabkan passive
transferantibodi dan ibu dan selanjutnya akan terjadi penurunan titer; tes reagen
menjadi negatif setelah 3 bulan dan tes treponemal menjadi negatif setelah6 bulan.
Bila titer tetap atau meningkat berarti bayi terinfesi Tes FTA-ABS 1gM telah
berkembang untuk mendiagnosis sifilis kongenital, dengan asumsi bahwa 1gM yang
terdapat pada bayi bukan karena passive transfer dan ibu, melinkan produksi bayi
sendiri sebagai reaksi terhadap infeksi. Bayi yang terinfeksi pada kehainilan lanjut
memberikan hasil negative karena bayi belum sempat membentuk lgM.
Pemeriksaan lain
Pemeriksaan radiologis pada sifilis kongenital sangat penting untuk melihat
kelainan-kelainan tulang, terutama tulang panjang.
85
Pemeriksaan cairan otak harus dilakukan sebelum melakukan pengobatan
sifilis kongenital. Diperiksa jumlah dan jenis sel, total protein, kadar glukosa dan
STS. Pemeriksaan histopatologis diambil dari jaringan plasenta dan lesi kulit.
PENGOBATAN
Indikasi pengobatan sifilis kongenital segera sesudah bayi lahir ialah sebagai
berikut.
1. Bila pengobatan pada ibu tidak adekuat atau tidak diketahui.
2. Bila obat yang diberikan pada ibu bukan pemsilin.
3. Bila pemeriksaan klinis dan serologis pada pemeriksaan ulang hasilnya
meragukan.
Pada sifilis kongenital dengan kelainan cairan otak digunakan:
1. Kristal penisilin G 50.000 unit/kg berat badan i.m. atau i.v. per hari dibagi dalam
2 dosis, selama 10 hari.
2. Prokain penisilin G 50.000 unit/kg berat badan i.m. dosis tunggal selama 10 hari.
Sifilis kongenital dengan pemeriksaan cairan otak normal dapat diberikan
pengobatan seperti di atas atau dengan benzatin penisilin 50.000 unit/kg berat badan
i.m. dosis tunggal selama 10 hari.
Pada anak yang alergi terhadap penisilin diberikan eritroinisin.Tetrasiklin
dapat diberikan pada anak bila telah berumur lebih dari 8 tahun.
TINDAK LANJUT
1. Tes reagen diulang pada bulan ke-1, 3, 6, dan 12 sesudah pengobatan.
2. Pemeriksaan cairan otak pada akhir tes ulangan.
3. Pengobatan diulang kembali, bila:
a. gejala klinis aktif kembali
b. titer reagen naik 4 kali lipat
c. titer reagen permulaan tinggi dan menetap dalam waktu 1 tahun.
LK
U P
N P
H
AS
HERPES SIMPLEKS GENITALIS
PENDAHULUAN
Kata herpes dapat diartikan sebagai merangkak atau maju perlahan (creep or
crawl) untuk menunjukkan pola penyebaran lesi kulit. Infeksi herpes simpleks
genitalis adalah suatu penyakit infeksi pada genital yang disebabkan oleh Herpes
simplex virus (HSV), yang kejadiannya meningkat selama dua dekade ini. Angka
kesakitan dengan kekambuhan yang tinggi, komplikasi serta penularannya pada bayi
baru lahir sering merupakan masalah.
Transimisi atau penularan infeksi virus herpes simpleks paling sering terjadi
melalui kontak erat dengan individu yang pada daerah permukaan kulit dan
mukosanya mengeluarkan virus, dalam sekresi oral atau genital. Inokulasi virus pada
86
lesi kulit atau mukosa akan menimbulkan respons imunitas seluler awal tetapi jika
terjadi penghambatan pada virus, maka akan terjadi reepitelisasi pada lesi.
Herpes simpleks genitalis dapat ditularkan melalui kontak seksual, dan
mengenai organ-organ seks tubuh seperti vagina dan daerah sekitarnya (bokong, anal
dan paha) atau melalui aktivitas seksual oral (oral seks). Tetapi tidak dapat ditularkan
melalui udara atau melalui air, misalnya jika seseorang berenang di kolam renang.
Infeksi ini dapat berupa kelainan pada daerah orolabial atau herpes orolabialis
serta daerah genital dan sekitarnya atau herpes genitalis, dengan gejala khas adanya
vesikel berkelompok di atas dasar yang eritema. Di antara keduanya herpes genitalis
merupakan salah satu penyakit infeksi menular seksual yang sering menjadi masalah
karena sukar disembuhkan, sering rekuren, juga karena penularan penyakit ini yang
dapat terjadi pada penderita yang tanpa gejala atau asimtomatis.
ETIOLOGI
Herpes simpleks disebabkan oleh Herpes virus hominis (HVH) atau Herpes
simplex virus (HSV) merupakan salah satu penyebab infeksi yang tersering pada
manusia. HSV tergolong dalam famili Herpes Virus, selain HSV yang juga termasuk
dalam golongan ini adalah Epstein Barr (mono) dan Varicella zoster.
Ada 2 tipe mayor antigenik di mana HSV tipe 1 berhubungan dengan infeksi
pada wajah dan HSV tipe 2 berhubungan dengan infeksi pada genital. Kedua-duanya
baik HSV tipe 1 dan tipe 2 berada atau berdiam diri dalam ganglion saraf sensoris
setelah terjadi suatu infeksi primer. Virus ini tidak memproduksi protein virus selama
masa laten, sehingga tidak dapat terdeteksi oleh mekanisme pertahanan tubuh kita.
Faktor pencetus yang dipercaya sebagai penyebab reaktivasi virus misalnya
panas badan, menstruasi, gangguan emosi, gangguan GIT (gastrointestinal tract),
paparan sinar matahari atau adanya trauma lokal. Radiasi ultraviolet khususnya UVB
sering menjadi penyebab tersering rekurensi HSV di mana tingkat keparahannya
berhubungan dengan intensitas dan paparan sinar matahari.
LK
U P
N P
H
AS
BIOLOGI VIRUS HERPES
Klasifikasi
Ada sekitar 100 spesies anggota virus herpes saat ini, 8 di antaranya primer
menyerang manusia dan beberapa lainnya bersifat zoonosis. Virus herpes study group
of the international Cominite on Taxonomy of Viruses saat ini telah mengelompokkan
famili Herpes vindae atas dasar sifat-sifatnya menjadi tiga sub famili yaitu
alphaherpesvirinae, betaherpesvirinae dan gammaherpesvirinae. Selanjutnya tiap
subfainili dibagi lagi atas genus-genus. Anggota subfainili alphaherpesvirinae yang
menyerang manusia adalah human virus herpes 1, human virus herpes 2 dan human
virus herpes 3 atau Varicela zoster virus.
Struktur dan Komposisi
Herpes simplex virus (HSV) merupakan virus yang berukuran besar
dibandingkan virus yang lain. Struktur virus herpes dan arah dalam ke luar terdiri atas
87
genom DNA untai ganda linier berbentuk toroid, kapsid, lapisan tegumen dan
selubung.
Replikasi Virus Herpes
Replikasi virus herpes simpleks di dalam sel akan secara nyata menghambat
sintesis DNA dan protein seluler sejak fase dini dan replikasi. Di mana jika virus
masuk kedalam sel melalui gabungan antara glikoprotein selubung virus dengan
reseptor yang terdapat dalam plasma. Nukleokapsid pindah dan sitoplasma ke inti sel,
setelah kapsid rusak, genom virus dilepas di dalam inti sel, berubah dari linier ke
sirkuler. Sebagian gen ditranskripsikan dan produk RNA-nya dipindah ke sitoplasma.
Pada tahap akhir dengan bantuan protein beta terjadi transkripsi dan translasi late
genes menjadi protein gamma.
Dari kondisi laten ini, virus akan berjalan ke peripheral sepanjang serabut
sarafdan jika virus tersebut memperbanyak diri dalam kulit atau membran mukosa
maka dapat menyebabkan terjadinya rekurensi. Virus ini dapat terkandung pada
saliva dan sekresi genital dan individu yang tanpa gejala atau asimtomatis, khususnya
dalam beberapa bulan setelah episode pertama dan sakitnya, dengan jumlah 100-1000
kali lebih besar dari lesi yang aktif.
Tetapi tidak dijelaskan di mana virus tersebut bersembunyi selama masa laten
di antara serangan-serangannya tetapi dapat muncul pada ganglion saraf yang
mempunyai daerah distribusi yang sama. Dan sini akan menyebabkan virus-virus tadi
menyebar atau beraktivasi kedalam kulit.
Penyebaran virus ini bisa secara kontak langsung, droplet atau dan sekresi
penderita yang infeksius.Infeksi tipe 1 primer biasanya terjadi pada bayi atau anak-
anak dengan gambaran lesi yang ininimal dan sering subklinis.
EPIDEMIOLOGI
Terjadi peningkatan insiden pada dua dekade ini terutama pada remaja yang
sering berganti pasangan pada status sosioekonoini rendah.Juga pada golongan
dengan risiko terinfeksi HIV. Pada daerah yang padat penduduknya atau di negara
berkembang, lebih dan 50% anak-anak mempunyai antibodi terhadap HSV sampai
usia 5 tahun. Tetapi hal ini berbeda dengan kelompok dengan sosioekonoini yang
lebih tinggi dengan insiden yang lebih rendah. Infeksi tipe 2 primer lebih sering
terjadi pada masa setelah pubertas dengan penularan melalui kontak seksual dan
infeksi primer ini lebih sering bersifat simtomatis. Rata-rata angka kejadian infeksi
HSV sukar untuk diperkirakan karena sebagian besar bersifat subklinis.
Untuk membedakan kejadian infeksi herpes tipe 2 ini, di Amerika CDC
memakai informasi dari survei nasional kesehatan dan nutrisi. Didapatkan hasil
40.000 penduduk atau 21,9 persen penduduk usia 12 tahun atau lebih mempunyai
antibodi herpes tipe 2. Sekitar 50-80% penduduk dewasa Amerika mengidap herpes
oral. Satu dari remaja Amerika mengidap herpes genitalis dan 90% penderita tidak
menyadari teninfeksi virus ini. Dengan pertambahan kasus baru sebesar 200.00-
500.000 pertahun.
LK
U P
N P
H
AS
88
LK
U P
N P
H
AS
PATOGENESIS
lnfeksi herpes genitalis dimulai bila sel epitel mukosa saluran hospes (host)
yang rentan terpapar oleh virus yang ada dalam lesi atau sekret genital orang yang
terinfeksi. HSV menjadi inaktif melekat pada sel epitel masuk dengan cara
meleburkan diri di dalam membran. Sekali masuk di dalam sel akan terjadi replikasi
menghasilkan banyak virion sehingga selselnya akan mati. Virus juga memasuki
ujung saraf sensoris yang mensarafi saluran genital. Virion masuk ke dalam inti sel
neuron dan ganglia sensorik.
Infeksi oleh virus herpes 1 atau 2 akan menginduksi glikoprotein yang
berhubungan pada permukaan sel-sel yang terinfeksi. Setelah terjadi infeksi, sistem
imunitas humoral dan seluler akan terangsang oleh glikoprotein antigenik untuk
menghasilkan respons imun. Pada hewan coba tikus, antibodi spesifik akan muncul
dalam serum setelah 3 hari, sel T sitotoksik setelah 4 hari dan imunitas seluler
fungsional setelah 5 hari.
Sifat virus berbeda dad bakteri, di mana bakteri bersifat independent, dapat
bereproduksi sendiri sedangkan virus harus dibantu oleh sel untuk bereproduksi.
Virus masuk ke dalam sel manusia dan dapat membuat virus lain. Demikian juga
pada sel manusia yang terinfeksi oleh herpes simpleks, sel tersebut akan melepas
virus baru sebelum mati. Sel yang mati tersebut akan menghasilkan kerusakan pada
jaringan yang ditandai atau dimulai dengan munculnya gambaran vesikula.
89
Dilihat dan perbedaan ras ternyata penderita kulit hitam lebih banyak dan
kulit putih akibat perbedaan pendidikan dan status sosio ekonoini. Di Amenika pada
kurun waktu antara tahun 1988-1994 ada kenaikan sebesar 30% dibandingkan tahun
sebelumnya. Pada penderita dengan infeksi HIV di Baltimore ternyata 81% pria
mempunyai HSV2 yang positif di Haiti 88% dan di Zaire 95%.
Berkaitan dengan cara berhubungan seksual seseorang, maka herpes genitalis
sebagian besar disebabkan oleh HSV2, tetapi dapat juga disebabkan oleh HSV1.
Dengan insiden sebesar 16,1% akibat adanya hubungan kelamin secara orogenital
atau penularan melalui tangan. Sebaliknya herpes labialis dapat juga disebabkan oleh
HSV 2. Pada penelitian seroepidemiologis terhadap antibodi HSV 2, sulit untuk
dinilai karena reaksi silang antara respons imunitas humoral HSV1 dan HSV2.
Dari data yang dikumpulkan oleh WHO dapat ditarik kesimpulan bahwa
antibodi terhadap HSV 2 rata-rata baru terbentuk setelah adanya aktivitas seksual
pada seseorang. Di mana pada kelompok remaja didapatkan kurang dari 30%, pada
kelompok di atas umur 40 tahun naik sampai 60%, pada pekerja seks wanita temyata
antibodi HSV2 sepuluh kali lebih tinggi daripada orang normal.
Secara umum risiko mendapatkan infeksi herpes genitalis dapat dihubungkan
dengan beberapa hal antara lain:
1. keaktifan seksual yang bertambah
2. umur muda pada saat pertama kali melakukan hubungan seks
3. bertambahnyajumlah pasangan seksual.
4. status imun penderita.
Virus herpes dapat juga menginfeksi suatu sel yang kemudian akan membuat
virus baru lagi untuk kemudian virus tersebut akan bersembunyi di dalam sel.
Bersifat hanya menunggu. Virus yang tersembunyi dalam sel sistem saraf ini disebut
sebagai neuron. Dan masa menunggu tersebut kita sebut sebagai masa laten. Virus
laten dapat menunggu dalam neuron dalam beberapa hari, bulan atau tahun.
Pada suatu waktu virus aktif kembali dan menyebabkan sel tersebut
menghasilkan virus barn sehingga infeksinya menjadi aktif. Kadang-kadang infeksi
yang aktif tersebut tidak menimbulkan gejala atau asimtomatis. Tetapi dapat
menularkan ke orang lain. Jadi seseorang yang tanpa gejala, dapat juga menularkan
ke orang lain.
Respons Imun terhadap Infeksi HSV
Infeksi aktif ini akan dikontrol oleh sistem imun tubuh kita, sampai fase
penyembuhan dari sakitnya. Di antara masa infeksi aktif dari virus tersebut, dapat
timbul masa laten. Pada masa laten selanjutnya virus menjadi aktif lagi dan sekali lagi
menyebabkan terjadinya sakit. Dan keadaan ini disebut sebagai rekurensi.
Bersamaan dengan infeksi awal, virus herpes simpleks iniakan menuju saraf
sensorik perifer masuk ke ganglion sensorik atau otonom pada masa laten.
Kekambuhan yang terjadi biasanya berhubungan dengan adanya reaktivasi strain
virus awal dan ganglion yang terinfeksi secara laten. Mekanisme atau pun faktor-
faktor yang memengaruhi terjadinya peningkatan frekuensi reaktivasi belum
diketahui dengan pasti.
Diduga faktor yang meningkatkan frekuensi reaktivasi adalah faktor dari virus
itu sendiri juga dari hospes, di mana pada penderita yang mempunyai imunitas yang
rendah akan mengalami reaktivasi yang lebih sering dengan kondisi yang parah.
Tidak terdapat imunitas alami terhadap virus herpes simpleks yang
menginfeksi untuk pertama kalinya. Jadi tidak ada antibodi di dalam sirkulasi yang
melawan virus tersebut. Atau tidak ada imunitas seluler yang melawan herpes
(sebagaimana ditunjukkan oleh pembentukan limfosit) terhadap antigen virus herpes.
Selama fase induksi, infeksi menjadi tidak terkontrol, infeksi herpes simpleks
dapat menyebar, memburuk dengan durasi yang lebih lama danpada infeksi herpes
rekurens. Keadaan ini memburuk secara klinis dan dibedakan dengan cara,
menghitungjumlah dan melihat karakteristik dari imunitas seluler. Ketika imunitas
tubuh seseorang dirangsang maka gambaran infeksi herpes simpleks secara khas akan
muncul sehingga fungsi antibodi menjadi kurang berarti.
Kekambuhan yang sering terjadi pada penderita dengan infeksi herpes
simpleks, akan menyebabkan terjadinya peningkatan imunitas seluler pada
kebanyakan penderita. Sel-sel T yang sebelumnya menginfeksi seseorang secara in
vitro akan membentuk bias atau sel darah baru setelah terpapar dengan antigen
Herpes. Selama 12 minggu akan terjadi peningkatan pembentukan sel-sel darah yang
jumlahnya sama dengan antigen herpes. Secara in vivo hal ini dapat atau tidak dapat
mencegah munculnya imunitas seluler tetapi dapat juga dipakai dalam membatasi

90
AS
MANIFESTASI KLINIS
Derajat keparahan penyakit dapat dilihat dari gambaran klinis dari frekuensi
serta seringnya kekambuhan dari herpes genitalis inijuga dipengaruhi oleh faktor
hospes dan virus, seperti tipe virus serta keadaan imunitas hospes. Faktor hospes yang
ikut mempengaruhi derajat keparahan penyakit adalah umur, suku, inokulasi atau
latar belakang genetik.
Masa inkubasi dan herpes simpleks ini umumnya berkisar antara 3-7 hari
tetapi dapat lebih lama. Gejala yang timbul dapat bersifat berat tetapi
bisajugaasimtomatis, terutama bila lesi pertama herpes genitalis, ditemukan di daerah
serviks.
Manifestasi klinis herpes genitalis dapat dibedakan antara episode yang
pertama dengan episode kekambuhari herpes genitalis. Pada episode pertama herpes
genitalis, sering bersama-sama dengan gejala sisteinik disertai gejala pada genital
maupun ekstragenital.
Gejala sistemik yang muncul seperti panas, pusing, malaise dan myalgia
dilaporkan terjadi 40% pada laki-laki dan 70% pada wanita dengan HSV2 primer.
Muncul pada awal penyakit dan mencapai puncaknya pada harm ke-3-4 setelah onset
penyakitnya. Gejala lokal yang muncul berupa nyeri, gatal, disuna dan adenopati
inguinal. Discharge uretra dan disuria dapat muncul pada sepertiga pasien laki-laki
dengan infeksi HSV2.
Pada keadaan imunokompeten, bila seseorang terinfeksi virus herpes simpleks
maka manifestasinya dapat berupa episode pertama infeksi primer, episode
nonprimer, lesi rekuren, lesi asimtomatis atau terjadi infeksi yang tidak khas atau
atipik.
91
daerah yang terinfeksi virus Herpes, dengan masa penyembuhari kurang dari 2
minggu.
Seperti infeksi virus yang lain, pada infeksi virus herpes simpleks ini akan
terbentuk antibodi IgG, 1gM dan IgA. Titer antibodi IgG dan IgM akan menurun
lebih cepat setelah infeksinya terkontrol. Titer IgG muncul secara indefinite yang
menunjukkan bahwa imunitas humoral protektif yang muncul adalah akibat dan
rangsangan oleh virus hidup atau oleh vaksinasi. Keberadaan antibodi terhadap virus
herpes simpleks 1 merupakan peningkatan perlindungan paling tinggi melawan
infeksi yang disebabkan oleh herpes virus tipe 2 atau sebaliknya, atau disebabkan
oleh reaktivasi silang.
Faktor status imunologi seseorang pada beberapa kasus mungkin berhubungan
dengan efek dan faktorimunologi penyakit ini. Kekambuhan dibedakan dan infeksi
primer dalam hal, ukuran vesikelnya yang kecil dan dalam kelompok yang tersendiri
juga tidak disertai gejala konstitusional. Adanya keluhan gatal dan panas terjadi pada
1 sampai 2jam. Secara normal akan terjadi penyembuhan dalam 7-10 hari. Tanpa
meninggalkan sikatriks, muncul juga gambaran lesi yang kecil-kecil yang sama
dengan lesi pada labia, vagina atau serviks yang dapat menyebabkan terjadinya nyeri
yang hebat.
LK
U P
N P
H
AS
Episode nonprimer pertama infeksi herpes simpleks genitalis
Individu yang pernah terpapar dengan HSV1 dan 2 sebelumnya telah
mempunyai seropositif pada saat episode pertama yang disebut nonprimer. Episode
ini menyerupai masa rekurensi yaitu lebih ringan dan infeksi primer dengan masa
tunas yang lebih panjang. Sebagian besar orang, pada pemeriksaan serologisnya telah
mendapat infeksi HSV1 jarang didapatkan pada seorang yang pernah terinfeksi HSV2
sebelumnya.
Pada episode pertama nonprimer infeksi sudah berlangsung lama, tetapi
belum menimbulkan gejala klinis dan tubuh sudah membentuk zat anti sehingga
gejala yang muncul lebih ringan.
Herpes genitalis rekurens
Lebih bersifat ringan dan bersifat lokal.
Sebagian besar infeksi dengan HSV2 iniakan terjadi kekambuhan jika infeksi
utama bersifat subklinis atau asimtomatis.
Dikatakan bahwa kekambuhanpada HSV2 terjadi 6 kali lebih sering daripada
HSV1.Sebagian besar pasien yang mempunyai seropositif untuk HSV2 tidak
dapat dikenali adanya infeksi pada HSV. Dua puluh persen pasien sering kambuh
dan 60% dan lesi klinisnya mempunyai kultur positifuntukHSV2.
GejalaKlinis:
1. Nyeri
2. iritasi lesi genital yang akan meningkat setelah hari ke 6 sampai ke 7 dan
masa sakitnya
92
Episode Primer Pertama Infeksi Herpes Simpleks Genitalis
Infeksi primer adalah infeksi yang pertama kali dengan HSV 2 atau 1. Tampak
dalam 2-1 hari setelah inokulasi.
Sering kali disertai gejala sistemik seperti demam, nyeri kepala, malaise dan
mialgia.
Sifat lesi dan pelepasan virus berlangsung lama dan dapat mengenai banyak
tempat di genital atau luar genital.
Gejala klinis berupa nyeri dan iritasi pada lesi bertambah dalam 6-7 hari pertama
sakit dan mencapai puncaknya antara 7-11 hari sakit.
Terjadi pembesaran kelenjar getah bening di mana lesi di genital berupa papula,
berkembang menjadi vesikel berdingding tipis di atas dasar eritematosa sebelum
pecah menjadi ulkus. Ulkus basah akan menjadi krusta basah yang mengering.
Reepitelisasi kulit yang terkena terjadi di bawah krusta kering yang akhirnya
lepas.
Pada masa laten dan masa infeksi aktif, adanya infeksi ini dapat dengan mudah
dipahaini dengan melihat gambaran lesi yang muncul pada genital dan disebut
sebagai infeksi primer.
3. pembesaran limfonodi inguinal dan femoral secara umum bersifat
nonfluktuasi serta nyeri pada perabaan.
Pria lebih sering mengalaini kekambuhan.
Kekambuhan pada pria rata-rata 5 kali per tahun sedangkan pada wanita
rata-rata 4 kali per tahun. Secara keseluruhan 60% pasien dengan HSV
akan mengalaini rekurensi klinis dalam tahun pertama.
Kekambuhanakan terjadi bila ada faktor pencetus yang akan menyebabkan
reaktivasi virus dalam ganglion sehingga virus turun melalui akson saraf
perifer ke sel epitel kulit yang dipersyarafinya. Untuk kemudian
bereplikasi dan multiplikasi dan menimbulkan lesi 2. Virus akan terus-
menerus dilepaskan ke sel-sel epitel dan adanya faktor pencetus
menyebabkan kelemahan pada daerah tersebut dan lesi menjadi rekurens.
Faktor pencetus kekambuhan:
1. adanya trauma minor,
2. infeksi lain termasuk panas yang bersifat ringan atau pasien tidak mengeluh
panas,
3. infeksi saluran nafas atas,
4. radiasi ultraviolet,
5. neuralgia trigeminal,
6. juga pada kasus setelah operasi intrakranial karena penyakit ini, operasi gigi,
atau oleh tindakan dermabrasi.
7. Bahkan kadang-kadang seorang wanita mendapat kekambuhari dari keadaan
ini saat dirinya menstruasi.
Pada anak-anak biasanya mempunyai gambaran vesikel yang lebih besar
walau angka kejadian munculnyajarang. Rekurensi lebih sering terjadi pada bagian
tubuh yang sama. Meskipun vesikel biasanya berbentuk tidak teratur dalam satu garis
atau satu distribusi saraf.
Pada keadaan laten, bila ada faktor pencetus maka akan terjadi replikasi virus
sehingga terjadi lesi rekurens. Pada saat itu di dalam tubuh hospes sudah ada antibodi
spesifik sehingga gejalanya lebih ringan daripada saat infeksi primer.
Pada infeksi herpes genitalis yang rekuren akan mempunyai gambaran klinis
sebagai berikut.
1. Vesikel kecil-kecil yang multipel bergerombol pada satu sisi muncul pada kulit
yang normal atau daerah kemerahari, berisi cairan jernih kemudian akan tampak
keruh dan purulen, kering dan berkrusta menyembuh setelah 7-10hari, lesi yang
matang terdiri atas vesikel bergerombol dan atau pustula di atas kulit yang
eritematosa dengan dasar edema. Gerombolan vesikel dan erosi ini biasanya
tampak pada vagina, rektum atau penis dan dapat muncul vesikel barn lagi pada
hari ke-7-14. Lesi bisa bilateral dan sering meluas. Gejala sistemik yang muncul
berupa panas dan flu tetapi sering pada wanita gejala yang paling menonjol
adalah nyeri pada vagina dan nyeri saat kencing.
LK
U P
N P
H
AS
93
2. Adanya krusta yang kekuningan atau keemasan mengindikasikan adanya
superinfeksi dengan bakteri
3. Pembesaran kelenjar regional dengan nyeri sering ditemukan.
4. Gambaran eritema multiforme sering bersamaan dengan infeksi HIV dan
berespons dengan pemberian antivirus sebagai profilaksis.
LK
U P
N P
H
AS
KOMPLIKASI
Komplikasi herpes simpleks genitalis dapat berupa perluasan lesi lokal dan
penyebaran virus ke lokasi ekstragenital, susunan saraf pusat dan bahkan bisa juga
terjadi superinfeksijamur. Pada pria dapat terjadi impotensia.Infeksi menyeluruh bisa
terjadi pada toraks dan ekstremitas, penyebaran mukokutan pada pasien dengan
dermatitis atopik atau kehamilan.
DIAGNOSIS
Diagnosis KIinis
Dibedakan antara infeksi HSV genital dengan penyebab lain ulkus genital
baik infeksi atau bukan. Didiagnosis suatu HSV bila ditemukan kelompok vesikel
multipel berukuran sama, timbulnya lama dan sifatnya sama dan nyeri. Hal ini harus
dibedakan dengan ulkus yang disebabkan oleh Treponema pavidum. Walaupun dapat
terjadi koinfeksin antara keduanya. Diagnosis banding herpes simpleks genitalis
adalah Haemophylus ducreyi dan sindrom Behcet.
Diagnosis Laboratorium
Isolasi virus.
Deteksi DNA HSV dengan polymerase chain reaction(PCR).
Deteksi antigen HSV secara enzyme immunoassay(EIA).
Peningkatan titer antibodi anti-HSV pada serum yang diambil segera dan sesudah
1 episode meiniliki keterbatasan. Bermanfaat bila pada episode pertama infeksi.
94
LK
U P
N P
H
AS
Lesi Rekurens
Jika lesi ringan: simtomatis
Jika lesi berat dapat diberikan asikiovir 5 X 200 mg/hari per oral selama 5 hari atau 2
X 400 mg/hari atau Valasiklovir 2 X 500 mg/hari atau Famsiklovir 2 X 125-250
mg/hari.
95
PENATALAKASANAAN
Lesi Inisial atau Episode Pertama
Pengobatan yang diberikan dapat dibagi menjadi 3 bagian.
1. Pengobatan profilaksis, yaitu meliputi penjelasan kepada pasien tentang
penyakitnya, psikoterapi dan proteksi individual.
2. Pengobatan nonspesifik, yaitu pengobatan yang bersifat simtomatis
3. Pengobatan spesifik, yaitu pengobatan berupa obat-obat antivirus terhadap virus
herpes
Obat antivirus yang kini telah banyak dipakai adalah asikiovir di samping ada 2
macam obat lagi antivirus barn yaitu valasikiovir dan famasildovir.Efek obat
antivirus tersebut belum dapat mengeradikasi virus, yang ada hariya mengurangi
viral shedding, memperpendek hari sakit dan memperpendek rekurensi.
Semua pasien dengan episode pertama sebaiknya diobati dengan obat
antivirus oral.Pengobatan yang diberikan secara dini dapat mengurangi gejala
sisteinik dan mencegah perluasan lokal ke saluran genital atas.
Semua orang dengan aktivitas seksual yang aktif sebaiknya diberikan
penjelasan tentang risiko penularan penyakit infeksi menular seksual in Sebuah
penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar penderita yang tanpa gejala atau
asimptomatik kurang mengenal penyakitnya sehingga dapat menularkan kepada
pasangannya. Maka dianjurkan untuk melakukan hubungan seksual secara lebih aman
dan juga setia pada pasangan masing-masing.
Pengobatan simtomatis dan antivirus berupa asikiovir 5 X 200 mg/hari /oral
selam 7-10 hari atau 3 X 400 mg.Jika ada komplikasi berat dapat diberikan asiklovir
intravena 3 X 5 mg/kgBB/hari selama 7-10 hari.
Pada keadaan imunokompeten resistensi terhadap asiklovir diperkirakan
sekitar 3%. Pada penderita dengan frekuensi rekurensi yang tinggi dapat
diberikanterapi asikiovir sebagai obat supresifkronis dalam dosis
400 mg dua kali sehari dan dapat menyembuhkan 50% dari lesinya.
Pemberian terapi topikal juga mempunyai beberapa keuntungan dalam
penatalaksanaan herpes genitalis yang bersifat rekuren. Di Amerika Serikat preparat
asiclovir 5% topikal dalam propiletilen glikol menghasilkan efek antivirus, tetapi
hanya sedikitkeuntungan klinis yang didapat. Di Eropa dengan sediaan preparat
asikiovir 5% dalam krim aqua lebih efektif.
PENATALAKSANAAN INFEKSI PRIMER DALAM KEHAMILAN
Kehamilan Trimester Pertama dan Kedua
Penderita yang terkena infeksi herpes genitalis pada masa ini segera diobati dengan
asiklovir intravena atau per oral sekurang-kurangnya 7 hari tergantung pada beratnya
penyakit.
Kehamilan 30 hingga 34 minggu
1. Ditentukan dahulu apakah benar si ibu menderita infeksi primer misalnya dengan
menentukan tipe spesifik serologis.
2. Apabila positif segera berikan terapi asiklovir intravena atau per oral tergantung
pada berat nngannya penyakit atau gejala berat ringannya penyakit atau gejala
atau mulai memberikan asiklovir untuk supresi terus-menerus sampai masa
persalinan untuk menekan pelepasan virus.
3. Rencana selanjutnya tergantung pada timbul atau tidaknya lesi pada saat
persalinan. Apabila lesi timbul pada saat persalinan maka segera lakukan seksio
sesaria dan pemberian asiklovir untuk melakukan supresi terhadap lesi.
4. Apabila lesi tidak timbul pada waktu persalinan maka persalinan dapat
berlangsung pervaginam dengan pemberian asiklovir sebagai terapi supresi pada
ibu.
5. Dilakukan pemeriksaan kultur virus terhadap ibu dan bayi dalam waktu 12-24
jam dari bayi diobservasi.
6. Bila timbul gejala perlu segera diberikan terapi asildovir.
LK
U P
N P
H
AS
Kehamilan di atas 34 minggu
1. Pemberian terapi asiklovir intravena atas oraltergantung pada beratnya penyakit
dan rencanakan untuk melakukan seksio sesaria untuk mengurangi risiko
transinisi virus pada bayi.
2. Bila memungkinkan lakukan pemeriksaan kultur dari bayi dalam waktu 12-24
jam.
3. Berikan terapi asiklovir pada bayi atau bayi diobservasi dan mulai pemberian
terapi asiklovir bila timbul gejala.
4. Apabila dalam persiapan seksio sesaria terjadi persalinan spontan pervaginam
buat kultur dan bayi dalam waktu 12-24 jam dan pertimbangkan untuk memulai
terapi asikiovir.
5. Apabila hasil kultur negatif, pemberian asiklovir dihentikan.
6. Ibu dengan infeksi primer dalam persalinan diberi asiklovir intravena untuk
mengobati gejalanya meskipun belum diketahui apakah akan memengaruhi
transinisi pada neonatus.
Kesimpulan: Rekomendasi untuk penatalaksanaan herpes genitalis pada kehamilan
1. Pemeriksaan kultur perlu dilakukan pada perempuan hainil dengan lesi yang
diduga sebagai infeksi virus herpes. Bila tidak didapatkan lesi pada saat
persalinan, maka persalinan dapat dilakukan pervaginam.
96
2. Pemeriksaan kultur setiap ininggu pada permeruan hainil dengan riwayat infeksi
virus herpes namun tidak ada lesinya maka tidak perlu dilakukan dan persalinan
tetap dapat pervaginam
3. Amniosintesis untuk mendiagnosis infeksi per abdomen dengan seksio sesaria
dapat dilakukan pada kondisi terdapat lesi pada infeksi primer atau rekuren dekat
pada masa persalinan, atau bila ketuban pecah atau bila ada gejala prodormal
pada kasus infeksi rekuren.
PENATALAKSANAN PADA PENDERITA IMUNOKOMPROMAIS
Penatalaksanaan infeksi herpes simpleks genitalis pada penderita
imunokompromais dibagi 3, yaitu: profilaksis yang meliputi penjelasan penyakitnya,
pengobatan spesifik yaitu obat antivirus dan nonspesifik yaitu bersifat simtomatis.
Rekomendasi CDC (2002) tentang penatalaksanaan infeksi herpes simpleks
genitalis pada penderita imunokompromais dapat disimak pada Gambar 16.3.
LK
U P
N P
H
AS
PROGNOSIS
Meskipun secara fisik dan emosional penderita akan merasa nyeri namun
herpes genitalis bukan suatu penyakit yang serius. Infeksi primer dapat menjadi berat
dan kadang seseorang memerlukan opname untuk pengobatannya. Komplikasi infeksi
primer dapat mengenai serviks, sistem urinaria, anak dan sistem saraf.
Kematian yang disebabkan oleh infeksi HSV 2 jarang dilaporkan, akan tetapi
selama ini belum ada pengobatan yang efektif sehingga perkembangan penyakit sulit
diramalkan. Infeksi primer dini yang segera diobati mempunyai prognosis lebih baik
sedangkan infeksi rekuren harinya dapat dibatasi frekuensi kekambuhannya.
Pengobatan secara dini dan tepat memberikan prognosis yang lebih baik, yaitu
masa penyakit berlangsung lebih singkat dan rekurensi lebih jarang.
97
KOMPLIKASI
Komplikasi dapat terjadi apabila infeksi primer menyebar luas ke seluruh
tubuh sehingga dapat menyebabkan meningitis, ensefalitis, herpetik hepatitis,
pneumonia atau keadaan lain yang berbahaya.
Pada masa kehamilan akan menyebabkan bayi yang dilahirkan terjadi
malformasi kongenital, hepatitis, ensefalitis, keratokonjungtivitis, erupsi kulit atau
lahir mati. Pada orang tua bisa terjadi eritema eksudativum multiforme bahkan bisa
muncul depresi dan ketakutan akibat salah penanganan pada penderita.
LIMFOGRANULOMA VENEREUM
DIFINISI
Limfogranulorna Venereum (LGV) adalah penyakit Menular seksual yang
disebabkan oleh Chlamydia trachomatis serotipe L1, L2, L3, bersifat sisteinik,
mengenai sistem saluran pembuluh limfe dan kelenjar linfe, terutarna pada daerah
genital, inguinal, anus dan rektum, dengan perjalanan klinis, akut, sub-akut, atau
kronis tergantung pada keadaan imunitas penderita.
LK
U P
N P
H
AS
EPIDIMOLOGI
LGV bersifat sporadis tersebar di seluruh dunia terutama pada negara-negara
beriklini tropis dan uropis, seperti di Arnerika Utara, Eropa, Australia dan prevalensi
tinggi terdapat di Asia dan Amerika LGV merupakan penyakit endeinis di timur dan
barat Afrika, India, sebagian Asia tenggara, Amerika utara dan kepulauan Karibia.
Pada daerah non-endemis ditemukan pada pelaut, tentara, dan wisatawan yang
mendapat infeksi pada saat berkunjung atau pernah tinggal di daerah endeinis. Seperti
pada penyakit IMS Iainnya, limfogranulorna venereum terupakan penyakit yang lebih
sering di jumpai pada daerah-daerah rural dan orang-orang berperilaku proiniskus
serta golongan sosial ekonorni rendah.
Penyakit ini ijumpai pada usia antara 20-40 tahun. lebih sering pada laki-laki
dibanding perempuan dengan rasio 5 : 1 atau lebih. Kejadian akut LGV berhubungan
erat dengan usia dan tingginya aktivitas seksual, pernah dilaporkan kasus LGV pada
remaja.
ETIOLOGI
Penyebab LGV adalah ChIamydia trachomatis salah satu dari 4 spesies dari
genus Chlainydia Chlainytha dibedakan dengan mikroorganisme lainnya berdasarkan
siklus pertumbuhannya yang unik.
98
LK
U P
N P
H
AS
99
PATOGENESIS
Chlamydia trachornatis tidak dapat menembus membran atau kulit yang utuh,
tetapi masuk melalui aberasi atau lesi kecil di kulir, kemudian mengadakan
penyebaran secara limfogen untuk herniultiplikasi ke dalarn fagositosis rnononuklear
pada kelenja limfe regional kemudian akan menirnbulkan peradangan di sepanjang
saluran limfe (limfangitis dan perilimfangitis), seterusnya rnencapai kelenjar limfe
terdekat sehingga terjadi peradangan kelenjar linife dan janingan di sekirarnva
limfadenitis dan perilimfadenitis). Jadi LGV adalah penyakit yang terutama mengenai
jaringan limfatik. Proses patologis yang penting adalah tronibohrnfangiris dan
perilimfangitis, dengan penyebaran proses inflarnasi dan limfonodus ke jaringan
sekitarnya. Limfangitis ditandai oleh proliferasi sel endotel sepanjang pernbuluh
limfe dan saluran penghubung dalam limfenodi. Pada tempat infeksi limfonodi cepat
membesar, dan pada area tersebut dikelilingi oleh daerah yang nekrosis yang terdiri
atas kumpulan sel endotel yang padat. Area yang nekrosis diserbu oleh sd lekosit
polimorfonuklear dan mengalami pembesaran yang khas berbentuk segitiga atau segi
empat disebut sebagai stelata abses. Pada peradangan lanjut abses-abses bersatu
dan pecah mernbentuk lokulasi abses, fistel, atau sinus. Proses inflamasi dapat
berlangsung beberapa ininggu atau beberapa bulan. Penyembuhan disertai dengan
pembentukanjaringan fibrosis, yang merusak struktur limfenod dan dapat menyumbar
saluran limfe. Edema kronis dan fibrous sclerosis menyebabkan indurasi dan
pembengkakan daerah yang terkena. Fibrosis juga mempengaruhi pembuluh darah
kuilt dan membran mukosa sehingga menyebabkan ulserasi. Dapat terjadi kerusakan
rektum akibat ulserasi mukosa, peradangan transmural dinding usus, obstruksi aliran
limfe, pembentukan jaringan fibrotik, dan striktur. Juga dapat terjadi perlekatan
dantara kolon sigmoid dan dinding rektum dengan dinding pelvis.3 Limfopatia pada
laki-laki terjadi pada daerah inguinal, sedangkan pada perempuan dan laki-laki
hornoseksual biasanya teadi di daerah genital, anal, dan rektal. Perbedaan lokasi lesi
penyakit ini tergantung dan letak lesi primer. Pada laki-laki penis merupakan tempat
pertama kali masuknya (lesi primer) Chlamydia trachomatis kemudian menyebar ke
kelenjar limfe inguinal sedangkan perempuan melalui intravagina atau servikal
menuju kelenjar limfe intrapelvik, anus, rektal.
LGV akut lebih sering pada laki-laki karena pada perempuan biasanya
asimtomatik dan baru didiagnosis setelah berkembang menjadi proktoliitis akut atau
bubo inguinal.
LGV kemungkinan bukanlah suatu penyakit menular seperti gonore.Lesi
primer herpes, urerhritis, servisitis, proktokoiitis, dan ulserasi kronis kemungkinan
adalab bentuk infeksi yang terbanyak dan LGV.Walaupun bukti yang menyokong
sangat ininimal, endoservik kelihatannya adalah tempat infeksi yang paling sering
pada wanita, dan infeksinya masih berlangsung sampai beberapa ininggu atau
beberapa bulan. Penu]aran secara kongenital tidak terjadi, tetapi infeksi mungkin
terjadi melalui jalan lahir selania proses kelahiran.
Meskipun proses patologi primer pada limfogranuloma venereum biasanya
hanya terlokalisir pada satu atau dua bagian kelenjar limfe, organisme ini juga dapat
rnenyebar secara sisteinik melaluialiran darah dan dapat memasuki sisteni saraf pusat.
Penyebaran lokal penyakit ini dibatasi oleh irnunitas hospes yang akan membacasi
multiplikasi, Chiamydia. Delayed hypersensitivity (dapat dibuktikan melalui skin tes)
dan LGVspesifik Chlamydia antibodi dapat terlihat 1-2 ininggu setelah
mnfeksi.23 Imun hospes ini mungkin juga tidak dikeluarkan dan tubuh sehingga
terjadi infeksi laten. Chlamydia yang hidup dapat diisolasi dan lesi lama selama 20
tahun setelah infeksi awal. Kebanyakan kerusakan jaringan yang diakibatkan oleh
limfogranuloma venereum mungkin disebabkan oleh hipersensitivitas yang
diperantarai oleh sel antigen terhadap Chliamydia. Persisten limfogranuloma
venereum di jaringan atau infeksi ulang oleh serovanians yang berhubungan dengan
Chlamydia trachomatis mungkin berperan dalam perkembangan penyakit sisteinik.
Pada pria
1. Penis
Anyaman penibuluh getah bening dangkal ditanipung oleh kelenjar-kelenjar
inguinal superfisial medial, kadang-kadang ditampung oleh kelenjar-kelenjar
iliaka eksterna.Anyanian penibuiuh getah bening dalarn ditampung oleh kelenjar-
kelenjar inguinal medial.
2. Skrotum
Dan skrotum ditampung oleh kelenjar-kelenjar inguinal superfisial medial.
3. Uretra
Dari uretra pars spongiosa getang bening ditanipung oleh kelenjar-kelenjar
inguinal superfisial medial, kelenjar-kelenjar inguinal dalarn dan kadang kelenjar-
kelenjar iliaka eksterna. Dari uriteria pars prostatika dan membranasea getah
bening disalurkan ke kelenjar-kelenjar iliaka interna.
4. Prostat dan vesikula seininalis
Ditampung oleh kelenjar-kelenjar sakral, iliaka eksterna, iliaka interna dan
anorektal.
5. Testis dan Epididiinis
Ditampung oleh kelenjar-kelenjar iliaka eksterna.
Pada Wanita
1. Labium mayor
Ditampung oleh kelenjar-kelenjar inguinal superfisial medial, kadang-kadang
oleh kelenjar-kelenjar iliaka eksterna.
2. Labium minor
Ditampung oleh kelejar-kelenjar inguinal superfisial medial, inguinal dalam dan
iliaka eksterna.
3. Kelenjar bartholin
Ditampung oleh kelenjar-kelenjar vesikel anterior
4. Klitoris

U P
N P
H
AS
100
5.
6.
7.
8.
LK
U P
N P
H
AS
GAMBARAN KLINIS
LGV merupakan penyakit sisteinik primer yang menyerang sistem limfatik,
dengan manifestasi klinisdapat akut, sub-akut, atau kronis dengan komplikasi pada
stadium lanjur.Terdapat perbedaan gambaran Ininis pada pria dan wanita. Pada
wanita jarang didapatkan lesi primer genital dan bubo inguinal.1
Perjalanan penyakit LGV secara uniuni dapat dibagi dalam 2 stadium)
1. Stadium dini, yang terdiri atas:
a. Lesi primer genital
b. Sindrom inguinal
2. Stadium Lanjut, dapat berupa:
a. Sindrom ano-rektal
b. Elefantiasis genital
Lesi Primer Genital
Setelah rnasa inkubasi antara 3-12 han atau lebih lama,
Akan terjadi lesi primer di genital yang bersifat tidak khas, tidak sakit dan cepat
menghilang (sembuh) tanpa pembentukanjaringan parut (scar). Masa inkubasi
dapat bersifat lebih lama apabila lesi primer genital tidak muncul, sehagai
manifestasi adalah sindrom inguinal.
Lesi primer dapat berbentuk erosi atau ulkus dangkal, papula-papula kelompok
vesikel kecil nirip lesi herpes atau sebagai urethnitis nonsfesifik.sering berlokasi
pada sulkus koronarius kemudian pada frenulum, preputium, penis, uretra dan
skrotum.
Pada wanita lebih sening terjadi di dinding posterior vagina, portio, bagian
posterior serviks dan vulva.
Lesi primer pada pria dapat pula disertai limfngitis pada bagian dorsal penis dan
niembentuk nodul limfangial yang lunak atau abses-abses kecil bubonuli).
101
Anyaman pembuluh getah bening dangkal ditampung oleh kelenjar-kelenjar
inguinal superfisial medial dan kelenjar-kelenjar inguinal dalam medial.Anyarnan
pembuluh getah bening dalam ditampung oleh kelenjar-kelenjar iliaka eksterna.
Uretra
Getah bening uretra ditampung oleh kelenjarkelenjar inguinal superfisial medial,
kelenjar-kelenjar inguinal dalam, interiliaka dan glutealinferior
Ovarium
Ditampung oleh kelenjar-kelenjar sepanjang aorta abdoniinalis.
Uterus
Fundus uten sama seperti ovarium. Korpus uteri: ke kelenjar-kelenjar sepanjang
aorta, kelenjar-kelenjar inguinal superfisial, dan interiliakal.
Servik uteri: ke kelenjar-kelenjar iliaka dan kelenjarsepanjang aorta
Vagina
Bagian kranial: beranastomosis dengan servik uterilalu ke kelenjar iliaka eksterna
dan inceriliaka. Bagian kaudal: ke kelenjar-kelenjar interiliakal
Bubonuli dapat pecah dan membentuk drainase sinus, fistel dan fibrosis uretra
sehingga terbentuk sikatrik pada dasar penis. Limfangitis sangat sering
berhubungan dengan edema lokal dan regional yang menyebabkan phimosis pada
pria dan pembengkakan pada wanita dengan derajat yang bervariasi.
Sindrom Inguinal
Biasanya terjadi beberapa han sampai beberapa mmggu setelah lesi primer
menghilang. Pada dua per tiga kasus timbul limfadenitis inguinal yang
unilateral.Dimulai sebagai sesuatu masa, agak sakit menerap 1-2 rninggu. Bubo
inguinal pertama kaliditemukan oleh William Allace tahun 1833 yan terdiri atas: kulit
menjadi merab, dan kemudia! ditemukan tumor yang melekat pada permukaan kuli
tersebut, mulanya dapat digerakkan, bubo kemudiai mengalaini kemajuan eepat,
sehingga menyebabkai rasa sakit yang berdenyut-denyut, demam tinggi diikuti
dengan takikardi, hilangnya nafsu makan, dan gangguan ridur. Kelainan ini lebih
sering pada pri; daripada wanita, karena wanira lokasi primer terletak di bagian dalam
dan aliran limfe kearah kelenjar limfe daerah pelvis)
Masa inkubasi untuk gejala ini berkisar 10-30 hari tapi mungkin lebih lambat
4-6 bulan setelah infeksi.
Gejala sistemik yang sering menyertai sindron ini: seperri demam, menggigil,
nausea, anoreksia dan sakit kepala. Gejala konstitusi ini kemungkinat berhubungan
dengan penyebaran sisternik dar Chlaimydia. Selama stadium ini, organisme LGV
dapa diisolasi dad darab dan cairan serebrospinal pasien baik dengan gejala
ensephalitis maupun tidak dat pada cairan serebrospinal yang abnormal.
Manifestasi dan penyebaran sisteinik yang lair yaitu: hepatitis, pneumonitis,
kemungkinan artritis enitema nodosum, eritema multiforme, dan pernah dilaporkan
edema papil sedangkan pada wanita gejala nyeri pinggang bawah Iebih sering rerjadi
karena terkena kelenjar limfe perirekral Gerotha yang diikut dengan gejala proktitis
dan peniprokutis seperti nyer abdomen, nyeni saat defekasi dan diare.
Pada pemeniksaan klinis sindrom inguinl didapatkan keadaan sebagai berikut.
1. Kelenjar inguinal membesar, nyeri dan teraba padat, kemudian berkembang
mcnjadi peradanga sekitar kelenjar atau perilimfadenitis.
2. Terjadi perlekatan antarkelenjar sehingga terbentu paker, juga perlekatan kelenjar
dengan kulit atasnya, kulit ranipak merah kebiruan (blue bali yang menandakan
akan terjadi ruptur bubo, panas dan nyeni. ini biasanya terjadi dalam Iininggu
setelah bubo mengalaini fluktuasi.
3. Perlunakan kelenjar yang tak serentak ditandai dengan fluktuasi pada 75% kasus,
dan terbenti abses multiple.
4. Abses pecah mcnjadi sinus atau fistel niultiple pada 1/3 kasus, sedangkan yang
lain mengalami invol secara perlahan dan membentuk massa padat kenyal di
daenah inguinal.
Beberapa bentuk spesifik dapat tenjadi seperti: pembesaran kelenjar di atas
dan di bawah ligamentum poupari sehingga terbentuk celah disebut sign of
(Greenbalatts sign). Terjadinya pembesaran kelenjar femoralis, inguinalis superficial
LK
U P
N P
H
AS
102
dan proftindus menyebabkan bentuk seperti tangga sehingga disebutetge bubo. Pada
penyembuhan fistel akan terjadi jaringan parut yang khas didaerah inguinal. Beberapa
kasus LGV niirip limfoma leher pada pria homoseksual yang mempraktikkan felasio
dari laki-laki heteroseks yang melakukan kunilungus.
Banyak penelitian mengenai LGV pada wanita 20-30% terlihat sebagai
sindroma inguinal.
Pada wanita kira-kira 1/3 kasus tanpa proktitis, tetapi terdapat keluhan sakit
pada perut bagian bawah dan aing terutama waktu membungkuk, keluhan ini
menandakan terkenanya limfenod bagian dalarn din limfenod bagian lumbal, dan
mungkin dapat disalahartikan sebagai apendisitis akut, atau tuba.
Sindrom Anorektal
Pada Laki-Iaki
Pada laki-laki, mukosa rektal dapat diinokulasi langsung oleh cylamydia selama
huhungan seks secara anal atau melalui penyebaran limfatik dan uretra posterior.
Gejala awal dan infeksi rektal adalah pruritus anal diikutiduh anal yang
purulen yang disebabkan karena edema lokal atau difus mukosa anorektal. Mukosa
menjadi hiperemis dan mudah berdarah karena trauma, sering terdapat ulserasi
superfisial, multiple dan diskrit dengan batas yang ineguler yang akhirnya diganti
dengan janingan parut. Proses peradangankronis menyerbu masuk ke dalam dinding
usus dan membentuk granuloma nonkaseosa dan abses, jika infeksi sekunder sekret
menjadi mukopumlen selanjutnya bila tidak diberi pengobatan proses Jomatus akan
mengenai seluruh lapisan dinding :apisan otot akan diganti dengan jaringan fibrosis.
Pada wanita
Pada wanita, karena penyebaran langsung dan lesi primer dinding vagina dan serviks
ke kelenjar perinektal.
Pada wanita septum rektovagina mungkinakan terkikis, dan terbentuk fistula
rektovagina. Kontraksi berlebihan pada janingan fibrosis selama berbulan-bulan
sampai hertahun-tahun akanmenyebabkan hambatan pasial (srriktur atau komplit
LK
U P
N P
H
AS
Manifestas klinis
Manifestasi akut sindrorn ini adalah proktokolitis, dari hiperplasia intestinal
danjaringan limfe penrektal (lymphorrhoids).
Manifestasi kronis atau lanjut adalah abses perirektal, ischiorektal, fistula
rektovaginal, fistub anal dan striktura rektal atau stcnosis.
Gejala proktokolitis:
a. panas
b. rasa sakit pada rekturn
c. tenesmus
d. penut bagian bawah kin terasa sakit jika disentuh
e. pada palpasi kolon bagian pelvis terasa tegang
103
f. mukosa rektal granuler pada pemeniksaan digital dan dapat bengerak, kelenjar
limfoid tenaba mernbesanan pada palpasi
g. pemeriksaan sigmoidoskopi tidak menunjukkan tanda yang patognomonik.
Gejala konstipasi dan stniktura rektal derajatnya sangat bervariasi mulai dan
pencil stool, distensi abdomen, kolik dan penurunan berat badan.3 Mayontas
terbanyak pasien dengan sindroma anorektai adalali wanita atau pnia homoseksual.
Sindrom Genetal (Esthiomene)
Kata esthiomene berasal dan bahasa Yunani yang artinya Eating away. Infeksi
primer mengenai kelenjar limfe dan skrotum, penis atau vulva yang mungkin
menyebabkan limfangitis kronis dan progresif, edema kronis dan akhirnya terjadi
pembentukan fibrosklerosis jaringan subkutan. Hal iniakan menyebabkan terjadinya
indurasi dan pembesaran bagian yang terkena dan akhimya teijadi ulserasi. Pada
awalnya ulserasi hanya superfisial namun kemudian menjadi lebih invasif dan
destruktif.
Pasien dengan esthiormene kebanyakan adalah wanita.Ulerasi kronis ini
sangat sakit.Pada wanita kebanyakan tenjadi di bagian permukaan bbia mayora, pada
lipatan genitoknuris, dan pada bagian lateral dad perineum. Anus dan klitonis bisa
terjadi edema tapi masih dapat berfungsi normal. Pada wamta cenderung untuk terjadi
pembentukan papiler pada mukosa meatus uretra, yang berupa tumor poliploid pada
permukaan elefantiasis yang disebabkan akibat tekananpaha yang disebut buchblatt
condiloma, pertumbuhan ini menyebabkan disuria, polabsuna dan inkontinensia uri.
Dapat pula terjadi fistel akibat ulserasi yang destruktif dan pecah ke vagina atau
vesika urinania. Bila derajat kerusakan pembuluh dan kelenjar limfe cukup luas dapat
terjadi elefantiasis satu atau kedua tungkai.
Peniscrotal elephanthiasis dapat terlihat 1-20 tahun setelah infeksi, dapat
mengenai hanya preputium, preputiuni dan penis, skrotum saja atau keseluruhan dan
genitalia eksterna.
Konjungtivitis folikuler, selalu disertai oleh lemfadenitis maksila dan
aurikularis posterior, dapat terjadi pada setiap stadium dan LGV. Infeksi
konjungtivitis disebabkan akibat infeksi secara inokulasi dari discharge genital yang
infeksius. Kondisi ini sejalan dengan Parinauds oculoglandularsyndrome.
Lesi primer LGV pada mulut dan faring dapat rujadi akibat felasio dan
cunnilingus, sehingga mengakibatkan limfadenitis maksilaris atau servikalis,
LK
U P
N P
H
AS
104
LK
U P
N P
H
AS
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tes Frel
Merupakan merode diagnosis pertama yang dilakukan untuk mendiagnosis LGV
(1930- 1970an)
Tes ini bcrdasarkan pada imunstas seluler terhadap virus LGV. Bahan diambil
dan aspinasi bubo yang belum pecah atau antigen yang dibuat dan hasil
pembiakan dalani selaput kuning relur embrio ayam, nama dagang lygnarurit.
Cara Kerja
1. Caranya dengan menyuntikan 0,1 ml antigen intradermal pada lengan hawaii
dengan kontrol pada lengan lainnya.
2. Reaksi dibaca setclah 48-72 jam, hasil positif bila tampak papul eritematosa
dikelilingi daerah infiltrar dengan diameter >6 mm dan daerah kontrol negatif.
3. Hasil positif dalam waktu 2 sampai beberapa ininggu (bahkan sampai 6 bulan)
setelab infeksi dan akan tetap positif untuk jangka waktu lama bahkan seumur
hidup.1,2,3,9 Reaksi ini merupakan delayed intradermal yang spesifik terhadap
golongan Ch&unydia sehingga dapat memberi hasil positif semu pada
pendenira dengan infeksi Chlaniydia yang lain.
105
Tes Serologi
Tes serologis yang digunakan dalam meliputi:
1. complenient fixation test (CFT)
2. Radio isotop presipitation (RIP)
3. micro iinitnofluorescence (micro-IF) typing.
Kultur Jaringan
Dilakukan dalam yolk sac embrio ayam atau dalam biakan sel dengan bahan
pemeniksaan dari aspirasi pus bubo yang belum pecah dapat memberi konfirmasi
diagnosis.
Polymerase Chain Reaction (Pal)
Digunakan untuk melihat asam nukleat spesifik Chlamydia trachoniatis pada kasus-
kasus yang disebabkm organisme ini.Primer DNA yang digunakan untuk mengetahui
adanya sekuens DNA di dalam plasinid atau menibran protein bagian luar Chiamydia
trachornatis.
Biopsi-Histopatologi
Biopsi digunakan untuk menyingkirkan diagnosa banding yang tersering yaitu infeksi
atipik dan neoplasia.Gambaran histopatologi berupa hiperplasia folikuler dan abses
dan kelenjar limfe yang tidak spesifik.
LK
U P
N P
H
AS
DIAGNOSIS
Diagnosis LGV umumnya berdasarkan atas anamnesis adanya koitus suspektus
disertai gambaran klinis yang khas, dan hasil pemeriksaan penunjang antara lain:
1. Tes Frei positif
2. Tes fiksasi komplenien atau tes serologi lain untuk LGV positif
3. Isolasi Chlamydia darijaringan yang teninfeksi pada kultur jaringan
4. Pemeriksaan PCR untuk Chlamydia
5. Pemeriksaan histology ditemukan Cidamydia dalam jaringan yang tennfeksi
DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding penyakit LGV dilakukan berdasakan stadium penyakit yaitu:
A. Stadium Primer Genital
1. Herpes genital: Penyakit ini bersifat residifdapat disertai gatal atau nyeri, lesi
berupa vesikel di atas kulit yang enitematosa, berkelompok. Bila pecah
tampak keloinpok erosi dan tidak terdapat indurasi.
2. Sifilis: Lesi pruner yang berlanjut pada linifogranuloma venereum dapat
dikelirukan dengan lesi primer pada sifilis. Didiagnosis dengan menemukan
Treponema pallidiim pada pemeniksaan inikroskopis lapangan gelap. Adenitis
inguinal akibat sifilis nampak kecil, keras, dan tidak nyeri. Fase lanjut dad
LGV berupa estiomene yang disertai ulserasi dan sikatrik dapat dibedakan dad
sifilis dengan tes serologis sifilis, CFT dan adanya spirochaeta.
106
LK
U P
N P
H
AS
PENATALAKSANAAN
Penderita LGV akut dianjurkan untuk istirahat total dan diberikan terapi untuk gejala
sistemik yang timbul yaitu meliputi terapi berikut.
Pengobatan
Rejirnen yang direkomendasikan otch National Gideline for the management of
Lympliogranuloma I7emzereu)n dan US. Departement of health and Human
Services, Public Health Service Centerfor disease control and Prevention adalah
doksisiklin yang merupakan pilihan pertama pengobatan dosis 2x 100 mg/hari
selama 14-21 han arau terrasiklin 2 gr/ han atau minoksiklin 300 mg diikuti 200
rug 2x/ hari.
Sulfonamid: dosis 3-5 gram/hari selama 7 hari.
Eritromisin: pilihan kedua, dosis 4 X 500 mg/had selama 21 hari, terutama pada,
kasus-kasus alergiobat golongan tetrasiklin pada wanita hamil dan menyusui.
Kotrimoksasol (Trimetropnim 400 mg dan sulfametoksasol 80 rng) 3 X 2 tablet
selama 7 hari.
Ofloksasin 400 mg 2X/hari selama 7 hari
Levofloksasin 500 mg 4X/hani selama 7 hari.
Azithromycin 1 gram dosis tunggal.
Pembedahan
Tindakan pembedahan dilakukan pada stadium lanjut di samping pemberian
antibiotika.Pada abses multipel yang berfluktuasi dilakukan aspirasi berulang karena
insisi dapat mempenlambat penyembuhan. Tindakan bedah antara lain vulvektoini
lokal atau labiektoini pada elefantiasis labia. Dilatasi dengan bougie pada stnuktur
107
3. Ulkus mole: ulkus pada ulkus mole dapat bervanasi dari satu sampai multipel
yang thsertai ulserasi. Bila menyebabkan limfaderntis maka lesi primer masih
tampak, kelirna tanda radang juga terdapat namun perlunakannya serentak.
Pada pemeniksaan laboratorium ditemukan H. ducreyi.
B. Sindrom lnguinal.
1. Granuloma Inguinalis: Lesi pada kuht lebih khas, lebih besar dan lebib
persisten daripada LGV, ditemukan Donovan bodies. Limfadenitis inguinal
pada granuloma mguinale tidak khas. Dapat dijumpai esthiomene.
2. Limfadenopati inguinal: dapat merupakan kelanjutan dan suatu trauma pada
kaki, keganasan pada daerah genital, rektum dan abdoininal, lifoma maligna,
tuberculosis dan herpes genital.
3. TBC kulit: Bila rnengenai daerah inguinal terdapat persamaan dengan LGV.
Keduanya terdapat limfadenitis pada beberapa kelenjar, periadenitis serta
pembentukan abses dan fistel yang multiple. Pada TBC kulit tidak terdapat
kelima tanda radang akut kecuali tumor, dan biasanya pada inguinal lateral
dan femoral sedangkan pada LGV terdapat pada inguinal medial.
rekti atau kolostomi bila terjadi obstruksi total, abses penianal dan perirektal. Proses
ini rnempunyai risiko untuk terjadinya perforasi usus, harus dibatasi pada yang lunak,
struktur yang pendek tidak berada di bawab peritoneum, danjangan dilakukanjika
stniktur muda terlepas (licin) ataujika terjadi perdarahan.
Operasi plastik diiakukan untuk elefantiasis penis, skrotum dan estluomene.
Tidak ada satu prosedur pun yang diberikan tanpa didahului dengan pemberian
antibiotik, bahkan antibiotika harus dibenikan beberapa bulansebelum diputuskan
untuk dilakukan tindakan bedah. Resolusi sponran dan fibrosis LGV belum pernah
terjadi, tetapi proses inflamasi dan diameter stnktur mungkin mengalaini kemajuan
yang dranratis dengan pengobatan antibiotika.
KOMPLIKASI
Dapat teijadi ruptur bubonuli sehingga terbentuk sinus dan fistel.
Pada konplikasi jangka panjang dapat tenjadi fibrosis dan jaringan parut pada
dasar penis.
Pada wanita dapat terjadi servisitis, penimetnitis, dan salpingitis.
Pada komplikasi sisteinik dapat menycbabkan infeksi pulmo, penikarditis,
arthritis, konjungtivitis, dan meningitis.
PROGNOSIS
Jika diobati secara dini, prognosisnya baik, tetapi jika tenjadi komplikasi lanjut dapat
menyebabkan kematian. Reinfeksi dan relaps mungkin terjadi, terutama pada pasien
human iinmunodeficiency virus (HIV), pada pasien ini dapat berkernbang dengan
multipel abses, sehingga memenlukan terapi yang lebib lama karena resolusinya
terlambat.
LK
U P
N P
H
AS
GRANULOMA INGUINALE
PENDAHULUAN
Granuloma inguinale adalah suatu infeksi destruktif yang bersifat progresif,
disertai pembentukan granuloma di kulit danjaringan subkutan, umumnya ditularkan
melalui hubungan seksual, disebabkan oleh Corynebacterium granulomatis, suatu
bakteri gram negatif dengan ukuran 1,5 x 0,7 mm, pleomorphic, berada dalam
histiosit yang berukuran 80-90 mm, bipolar densities, dan suatu kapsul sering terlihat,
serta noninotil. Penyakit ini dikenal dengan banyak nama antara lain granubma
venerum. Selain itu juga dikenal dengan nama serpinous ulceration of the groin,
lupoid form of groin ulceration, ulcerating granuloma of the pudenda, granuloma
genitoinguinale, granuloma venereum genitoinguinale, infective granuloma,
granuloma inguinale tropicum, chronic venereal sores, dan ulcerating sclerosing
granul, Donovanosis.
Insiden puncak pada umumnya terjadi pada dekade ketiga masa hidup, di
mana lebib dan 70% kasus tenjadi pada usia 20-40 tahun) Prevalensinya pada pria
108
sepuluh kali lebih sering dibandingkan pada wanita yang bisa menjadi caner
asimtomatis. Penyakit ini pada umumnya diderita oleh penderita dengan tingkat
sosial rendah dan higiene yang buruk.
Meskipun donovanosis dapat disembuhkan secara efektif dengan antibiotik,
namun penyakit ini dapat menimbulkan angka kesakitan (morbiditas) dan kematian
(mortalitas) yang bermakna.Penderita sening terlambat mendapatkan pengobatan
selama beberapa bulan sehingga teijadi kerusakan jaringan yang lebih hebat atau
erosi yang luas pada seluruh daerah genital.
PENULARAN
Meskipun Granuloma Inguinale (Donovanosis) sering kali dianggap sebagai
salah satu dan penyakit kelainin yang klasik (bersama-sama dengan sifilis, gonore,
ulktis mole, dan lymphogranuloma venereum), terdapat keraguan tentang
penyebarannya melalui hubungan seksual dalam penularan donovanosis Goldberg
membuat suatu postulat bahwa vagina sering kali terinfeksi melalui autoinokubsi dan
rektum yang hanya teijadi setelah trauma seksual atau nonseksuai pada daerah yang
teninfeksi. Hubungan seksual secan anal berhubungan dengan lesi pada rektum pack
pria homoseksual dan lesi pada penis pada pasangar hubungan seksualnya.
Donovanosis pada anak atat pada individu yang tidak aktif secara seksual diangga
sebagai bukti bahwa donovanosis dapat ditularkan tanp melalui hubungan seksual;
bagaimanapun, pada anal donovanosis diderita dengan penyakit infeksi seksuayang
lain, dan nwayat kehidupan seksual mungkin dak bisa dipercaya, seperti pada
beberapa pendenta sag terinfeksi gonore tetapi menyangkal sexual exposure.
Lesi kulit ekstragenital dapat terjadi melalui penyebaran dari lesi genital yang
ada melaluijari tangan atau kontak nonseksual yang lain. Zigas menginduksi lesi kulit
pada dirinya sendiri melalui inokulasi dari abrasi pada paha dengan spesirnen dan
lesipasien, dan dia mempostulasikan bahwaprevalensi pada anak usia 1-4 tahun di
daerah tersebut sebagai hasil dari kontak langsung saat duduk di pangkuan orang
tuanya yang sedang menderita donovanosis. Orang coba terinfeksi melalui inokulasi
dari pusdari dobuboes, tetapi peneiti lain tidak dapat menghasilkan lesi bahkan
dengan inokulasi berulang yang intensif pada kulit yang luka/lecet. Seorang anak di
Papua New Guinea mengalami suatu lesi primer pada telinga setelah cuping
telinganya digaruk dengan jari tangan yang sering digunakan menggaruk uretra yang
disebabkan donovanosis.
Penyebaran donovanosis tenjadi melalui autoinokulasi (biasanya melalui jari
tangan penderita) atau sistemik secara hematogen.Lesi pada viscera dan tulang terjadi
karena penyebaran hematogen, sedangkan lesi kulit dapat terjadi karena autoinokulasi
atau hematogen.Gejala sistemik seperti demam, keringat malam, kehilangan berat
badan, dan anoreksia dianggap sebagai tanda penyebaran hematogen, tetapibeberapa
pasien dengan lesi genital atau tulang tanpa keluhan gejala sisteinik.
LK
U P
N P
H
AS
109
LK
U P
N P
H
AS
110
GAMBARAN KLINIS
Periode inkubasi donovanosis pada umumnya adalah 1-4 ininggu, tetapi dapat
lebih panjang sampai dengan 1 tahun.
Penyakit ini mulai sebagai nudul subkutan tunggal atau inultipel yang kemudian
segera menjadi suatu erosi rnelalui kulit dan secara perlahan membesar
membentuk suatu variasi luas dalam variasi morfologinya.
Bentuk klinis yang paling utama adalah lesi kulit yang fleshy, merah daging,
exuberant granulation tissue yang lunak, tanpa nyeni tekan dan mudah berdarah.
Gambaran klinis yang umum berupa lesi pnmer meluas perlahan melalui
penyebaran langsung; autoinokulasi, yang mengakibatkan lesi barn pada kulit
yang berdekatan (kissing lesion). Melalui mekanisme ini, suatu lesi primer pada
glans penis dapat menimbulkan fokus infeksi baru pada skrotum, paha, atau
dinding abdomen.
Lesi kulit dapat dideteksi pada bayi umur 6 ininggu sampai 6 bulan.
Keterlibatan pembuluh getah bening menipakan gejala klinis yang jarang
(berbeda dengan lynaphogranuloma venereum dan sebagian besar penyakit
infeksi seksual ulseratif di mana terdapat keterlibatan kelenjar getah bening
inguinal pada stadium awal).
Pembengkakan pada inguinal yang tenjadi pada penderita donovanosis disebut
pseudobubo karena ini adalab merupakan granulomata subkutan yang terjadi
superfisial pada daerah kelenjar getah bening inguinal.
Infeksi sekunder yang dngan naungkin teijadi, menghasilkan suatu indurasi dad
lesi yang nieluas, tetapi selulitis pada kuht sekmtamyajarang terjadi.
Adanya pembengkakan pada genitalia, khususnya path labia dan dapat menjadi
suatu pseudoelephantiasis meskipun jarang tenjadi.
Phimosis dan paraphimosis adalah komplikasi lokal yang umum dad donovanosis.
Erosi yang prognesif dapat merusak penis secara total atau organ lain yang
terkena.
Gejala klinis lain yang tidak umum adalah adalah suatu nekrosis yang meibatkan
desnuksi janingan secara cepat dan menimbulkan eksudate profusyang sangat ban
(foul smelliux), kernudian menjadi ulkus skierotik/sikatrikalis dengan tepi yang
menggaung, dasar yang kering dan tidak mudah berdarah, dan band-like scarring.
Lymphedema yang sering terjadi karena konstriktif yang disebabkan lesinya.
Selain dari flu, donoianosis memberikan gambaran klinis yang aneh,
rnemerlukan klinisi yang berpengalanian untuk inenegakkan diagnosisnya.
Lesi primer hanya terdapat pada daerah genitalia dan perineum pada 80-90%
kasus dan hanya pada daerah inguinal pada 5% kasus, sedangkan lesi yang terdapat
pada kedua daerah tersebuc 5-10% kasus. Pada pria lesi genital terjadi paling banyak
pada glans penis dan preputium, sedangkan path wanita lesi terjadi pada labia,
valaupun niungkin tempat lain juga dapat terserang Sebelum era antibiotika, Lesi
ekstragenitaljarang terjadi, yaitu terjadi pada sekitar 6% kasus donouanosis, tetapi
rnungkin lebih hanyak kasus tetap tidak terdeteksi karena berbagai macam bentuk
LK
U P
N P
H
AS
DIAGNOSIS BANDING
1. Sifilis
Sifilis sekunder senng kali mirip dengan donovanosis bentuk granulomatous.
2. Kondilma lata
Kondiloma lata pada sifilis sekunder pada umumnya tampak sebagai plak putih
atau pucat yang basah pada daerah anogenital dan dengan mudah dibedakan dan
lesi merah terang pada donovanosis.Kondiloma lata sering tidak tampak berwarna
pucat pada bagian tubuh yang lembap seperti ketiak atau di bawah payudara), di
mana kondionata lebih berwarna merah muda seperti daging.
Pada penderita (terutama wanita) biasanya lesi berupa plak yang basah dan
dengan beberapa lesi satelit kecil yang menyebar dab genital ke nius dan
warnanya bervariasi mulai putih sampai merab terang. Pada keadaan ini,
tidakjelas apakah diagnosisnya doijovanosis atau sifilis, atau apakah kedua
penyakit terjadi bersamaan, terutama pada umumnya prevalensi sifilis tinggi pada
111
khnis dan nonspesifik, ketnampuan mendiagnosis yang kurang, dan kapasitas yang
terbatas untuk melakukan pemeriksaan laboratorium pada daerah yang jarang
ditemukan kasus donovanosis.
Lesi ekstragenital yaitu yang noninguinal dan nonanogenital, terjadi sebagai
akibat infeksi primer (mokulasi langsung dan sumber luar) atau penyebaran dan lesi
primer genital pada penderita.lnfeksi primer pada lesi ekstragenitaljarang dan selalu
menjadi sumber diskusi karena hal-hal berikut:
1. lesi genital dapat menetap beberapa tahun sebeluni lesi ekstragenital tinibul, atau
lesi genital tiinbulsetelah lesi ekstragenital atau tidak terdeteksi sarnpai diagnosis
extragenital donovanosis ditegakkan
2. lesi genital mungkin sembub dalam beberapa bulan, kadang-kadang > 1 tahun,
sebelum timbul lesi ekstragenital pada pasien
3. doitovaszosis rnungkin kambuh di mana saja, beberapa bulan sampai 2 tahun
setelah kesembuhan
4. di daerah endeinik donovanosis, niwayat kesehatan penderita kurang bisa
dipercaya untuk menyimpulkan keberadaan atau unman dan lesi.
3.
LK
U P
N P
H
AS
4.
5.
6.
7.
112
daerah endeinik donovanosis. Bila hasil negatif atau titer rendah (1:4) didapatkan
pada tes untuk sifilis, diagnosis sifilis sekunder dapat disingkirkan; \valaupun titer
yang lebih tinggi, yang diduga sifilis, tidak menyingkirkan donovanosis yang bisa
diderita secara bersamaan. Biopsi diperlukan untuk rnengkonfirmasi diagnosis
donovanosis pada kasus ini, tetapi pembenan injeksi benzathine penicillin (2,4
juta unit) dosis tunggal intra muskular adalah pilihan praktis untuk kasus seperti i.
Setelah 1minggu, kondilomata lata akan menghilang, tetapi lesi donovanosis tidak
mengalaini perubahan.
Squamous cell carcinoma
Bentuk nekrotik dan donovanosis mungkin niirip dengan squamous cell
carcinoma, bahkan di daerah endeniik, penderita donovanosis dimasukkan rumah
sakit untuk terapi pembedahan.Untungnya, amputasi penis biasanya didahului
dengan konfirmasi secara pemeriksaan histologis untuk diagnosis yang tepat,
sehingga pembenian antibiotika yang tepat dapat dilakukan. Lesi pada serviks dan
vulva juga ininip dengan karsinomapada 71% (27 dab 38) kasus donovanosis
pada servikspada awalnya didiagnosis secara klinis sebagam karsinoma.tm
Amubiasis
Amubiasis juga merupakan diagnosis banding dari donovanosis tipe nekrotik.
Amubiasis penis biasanya merupakan sekuel dari hubungan seksual secara anal
dan jarang sekali dibandingkan donovanosis pada daerah endermik donovanosis.
Amubiasis harus dipikirkan bila Donovan bodies tidak ditemukan dan dengan
terapi konvensional tidak memberikan perbaikan.
Ulkus mole
Ulkus mole (chancroid) biasanya tampak sebagai ulkus punched-out yang sangat
nyeri setelah masa inkubasi < I ininggu. Limfadenopati inguinal yang disertai
nyeri akut dan biasanya unilateral timbul kemudian. Sebaliknya, lesi pada
donovanosis tepinya meninggi (elevated), tidak nyeri, dan kadang-kadang
bersamaan dengan pembengkakan pada inguinal tanpa nyeri tekan.
LGV
Lymphogranuloma venereum (LGV) juga dapat mirip donovanosis, tetapi pada
tahap lanjut penyakit secara klinis perbedaannya jelas. Lesi genital pada WV pada
umumnya tidak signifikan dan menghilang setelah beberapa saat dan timbul
gejala yang lebih nienonjol berupa limfadenopati inguinal, yang kemudian
menibentuk sinus dan skar, tidak terdapat erosi kulit yang kemudian
menimbulkan lesi berwarna merah daging sepertipada donovanosis.
Tuberkulosis
Lesi donovanosis yang meluas ke tulang, khususnya pada tulang belakang bawab,
dapat ininip tuberkulosis dan kadang diagnosis yang tepat ditegakkan saat
pemeniksaan postmortem. Beberapa kasus penluasan pada tulang, pemeniksaan
pelvis dan deteksi dab lesi serviks primer memudahkan terapi yang tepat dan
menurunkan kematian. Lesi yangmenyebabkan saluran-saluran sinus dekat rahang
menjadi seperti lesi pada actinomycosis.
LK
U P
N P
H
AS
TERAPI
Regimen yang berhasil digunakan sebagai terapi donovanosis.
Tetrasiklin digunakan secara luas untuk terapi lonovanosi.
113
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Konfirmasi laboratorium dad donovanosis paling scring melalui penemuan
Donovan bodies intraseluler yang khas dengan sd-sd rnononukleus besar yang
tampak pada sediaan hapusan dan lesi atau bahan biopsi. Ukuran sd mononukleus
adalah diameter 25-90 m, dengan suatu nuldeus piknotik atau vesikuler. Ada 20
vakuola intra sitoplasma yang mengandung Donovan bodies pleiomorfik pada sd
muda udak berkapsul dan bentuk mawr yang berkapsul.
Bentuk yang tidak berkapsul tampak seperti peniti tertutup (safety pin) karena
adanya kepadatan knomatin bipolar, dan bentuk ini dikelilingi suatu halo atau daerah
yang tidak berwarna, di mana yang berkapsul adalah berbentuk batang (ukuran 0,5-
0,7 m X 1-1,5 m) dengan batas tegas, padat, materi berwarna merab muda di
sekeliling tubuh bakteri yang tercat biru (dengan pengecatan Leishman). Organisme
pada tingkat kematangan yang berbeda terlihat dalam kista yang sama dan kadang-
kadang menghasilkan suatu efek palisade dengan melapisi tepi dan vakuola
sitoplasma.
1. Pemeriksaan histologis
Pemeriksaan histologis spesimen pendenita dengan donovallosis menunjukkan
proliferasi epitdial, sening dinyatakan hubungan proliferasi dengan neoplasia;
pola ini kadang-kadang dianggap sebagai hiperplasia pseudoepiteiomatous. Ada
suatu infiltrat inflamasi dad sd plasma, beberapa netrofil, dan scdikit-jika ada
limfosit. Diagnosis ditegakkan bcrdasarkan identifikasi dad sel mononuklear
patognonionik yang mengandung Donovan bodies. Untuk tujuan ini, pengecatan
hematoxylin-eosin (Dc/afields heinatoxylin) tidak memuaskan, pengecatan
Giemsa adekuat, tetapi pengecatan perak mungkin yang paling sensitif (Dieter/cs
silver stain) , terutama untuk spesimen dengan Donovan bodies yang jarang.4,5
Pada suatu studi, sensitifitas dan deteksi secara pemeniksaan histologis meningkat
dengan penggunaan inisan seinithin (~1 m), dan perbedaan antara sel hospes dan
organisme ditingkatkan dengan menggunakan pengecatan thionine aznre 11 basic
Jiichsin, Suatu pengecatan sederhana yang cepat mengandung larutan thiazine dan
eosin menghasilkan basil sebagus pengecatan Giemsa. Donovan bodies dideteksi
dan hapusan serviks yang dicat dengan Papanicolaou tetapi sering kali
tcrlewatkan oleb pemeriksa (cytologist).
2. Kultur sel
C. granulomatis telah berhasil dikultur pada yolk sacs embrio ayam tetapi tidak
bisa tumbub pada media solid antifisial.
3. Uji Serologis
Selama itu, telah dikembangkan suatu tes serologis yang spesifik dan sensiti
berdasarkan pada indirea im a nof in orescence.

LK
U P
N P
H
AS
114
Doksisiklin regimen yang lebih tepat adalah merupakan pilihan pertama untuk
terapi di negara berkembang.
Trimethoprim-sulfametoksazol digunakan secara luas di India, dengan hasil bagus
yang konsisten, karenanya, obat ini digunakan sebagai pilihan utama terapi di
negara tersebut. Eritroinisin membuktikan sebagai pilihan yang efektif pada
penderita yang sedang barnil, dan Azitroinisin adalab terapi alternatif yang efektif
dan lebih mudah pemberiannya. Khlorampenikol mempunyai efektivitas tinggi
dan telah digunakan di Australia dan masih menjadi drug of choice di Papua New
guinea. Tetapi, Khlorampenikol kurang bisa diterima di negara berkembang
karena efek :toksisitasnya pada sumsum tulang.
Penisilin tidak efektif untuk terapi donovanosis. Penderita seharusnya
diperiksa setiap nainggu, terapi dilanjutkan sarnpai lesinya sembuh (penyembuhan
dalam 3-5 ininggu, kecuali pada kasus yang berat). Jika terapi antibiotika dihentikan
lebih awal, lesinya sering terus menyernbuh, tetapi angka kekambuhannya tinggi.
Jika antibiotika yang diberikan efektif, lesinya nienjadi pucat dan
menyusut/berkurang melalui epitelialisasi perifer, dan Donovan bodies tidak
diternukan pada pengecatan setelah 7 hari (folow-up smears tidak diindikasikan untuk
pemeriksaan rutin). Jika Iesinya tidak berubah setelah 2 minggu terapi, suatu
antibiotika alternatif seharusnya dipertimbangkan, lesi yang lama biasanya sernbuh
dan secara kosmetik dan fungsi memuaskan, tetapi kadang-kadang pembedahan
diperlukan untuk komplikasi yang menetap dan ulkus dan skar setelah pemberian
antibiotika secara adekuat.

Anda mungkin juga menyukai