Anda di halaman 1dari 50

14

BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

2.1 Kajian Pustaka
2.1.1 Strategi Pemasaran
Istilah strategi berasal dari kata Yunani strategia (stratus = militer, dan ag =
memimpin), yang artinya seni atau ilmu untuk menjadi seorang jenderal. Konsep ini
relevan dengan situasi pada zaman dulu yang sering diwarnai perang, dimana jenderal
dibutuhkan untuk memimpin suatu angkatan perang agar dapat selalu memenangkan
perang. Strategi juga bisa diartikan sebagai suatu rencana untuk pembagian dan
penggunaan kekuatan militer dan material pada daerah-daerah tertentu untuk
mencapai tujuan tertentu (Fandy Tjiptono, 2008:2).
Menurut Stoner, Freeman dan Gilbert, Jr (dalam Fandy Tjiptono, 2008:2),
konsep strategi dapat didefinisikan berdasarkan dua prespektif yang berbeda, yaitu
dari prespektif apa yang suatu organisasi ingin lakukan (intends to do) dan dari
prespektif apa yang suatu organisasi akhirnya lakukan (eventually does).
Berdasarkan prespektif yang pertama, strategi dapat didefinisikan sebagai
program untuk menentukan dan mencapai tujuan organisasi dan
mengimplementasikan misinya. Makna yang terkandung dari strategi ini adalah
bahwa para manajer memainkan peranan yang aktif, sadar dan rasional dalam
15



merumuskan strategi organisasi. Dalam lingkungan yang turbulen dan selalu
mengalami perubahan, pandangan ini lebih banyak diterapkan. Sedangkan prespektif
kedua, strategi didefinisikan sebagai pola tanggapan atau respon organisasi terhadap
lingkungannya sepanjang waktu. Pada definisi ini setiap organisasi pasti memiliki
strategi, meskipun strategi tersebut tidak pernah dirumuskan secara eksplisit.
Pandangan ini ditujukan bagi para manajer yang bersifat reaktif, yaitu menanggapi
dan menyesuaikan diri terhadap lingkungan secara pasif manakala dibutuhkan.
Pernyataan strategi secara eksplisit merupakan kunci keberhasilan dalam
menghadapi perubahan lingkungan bisnis. Strategi memberikan kesatuan arah bagi
semua anggota organisasi. Setiap fungsi manajemen memberikan kontribusi tertentu
pada saat penyusunan strategi pada level yang berbeda. Menurut Fandy Tjiptono
(2008:5) pemasaran merupakan fungsi yang memiliki kontak paling besar dengan
lingkungan eksternal, padahal perusahaan hanya memiliki kendali yang terbatas
terhadap lingkungan eksternal. Pemasaran bertujuan untuk menarik pembeli dalam
mengkonsumsi produk yang ditawarkan. Oleh karena itu, pemasaran memainkan
peranan penting dalam pengembangan strategi.
Tull dan Kahle (dalam Fandy Tjiptono, 2008:6) mendefinisikan strategi
pemasaran sebagai berikut:
Strategi pemasaran adalah sebagai alat fundamental yang direncanakan untuk
mencapai tujuan perusahaan dengan mengembangkan keunggulan bersaing
yang berkesinambungan melalui pasar yang dimasuki dan program pemasaran
yang digunakan untuk melayani pasar sasaran tersebut.
16



Strategi pemasaran merupakan pernyataan mengenai bagaimana suatu merek
atau lini produk mencapai tujuannya (Bennet dalam Fandy Tjiptono, 2008:6). Selain
itu, strategi pemasaran merupakan bagian integral dari strategi bisnis yang
memberikan arah pada semua fungsi manajemen dalam organisasi (Fandy Tjiptono,
2008:6).
Cravens dan Piercy (2009:13) mengemukakan bahwa:
Marketing strategy consist of the analysis, strategy development, and
implementation of activities in: developing a vision about the market of
interest to the organization, selecting market target strategies, setting
objectives, and developing, implementing, and managing the marketing
program positioning strategies designed to meet the value requirements of the
customers in each market target
Strategi pemasaran terdiri dari analisa, pengembangan strategi, dan
implementasi aktivitas dalam mengembangkan suatu visi mengenai daya tarik pasar
dari organisasi, strategi pemilihan target pasar, dan mengembangkan, menerapkan,
serta menentukan strategi positioning dari program pemasaran yang dirancang untuk
memenuhi persyaratan-persyaratan nilai dari pelanggan-pelanggan pada setiap target
pasar.
Cravens dan Piercy (2009:13) juga mengemukakan bahwa: Marketing
strategy seeks to deliver superior customer value by combining the customer-
influencing strategies of the business into a coordinated set of market-driven
actions. Strategi pemasaran mencoba untuk memberikan superior customer value
dengan mengkombinasikan strategi mempengaruhi pelanggan dari bisnis kedalam
suatu himpunan yang dikordinir pada tindakan-tindakan market-driven. Strategi


pemasaran menghubungkan organisasi dengan lingkungan dan pandangan
pemasaran sebagai suatu tanggung jawab dari bisnis secara keseluruhan. Strategi
pemasaran tersebut meliputi proses sebagai berikut:
Sumber: Cravens dan Piercy
THE MARKETING STRATEGY PROCESS
Menurut Cravens dan Piercy
1. Markets, segments and customer value
Manajemen pemasaran yang mengevaluasi pasar dan pelanggan untuk
menentukan sebuah strategi baru atau merubah staretegi yang sudah ada.
Aktivitas dari strategi pemasaran
competitive space,
relationship management
about markets.



pemasaran menghubungkan organisasi dengan lingkungan dan pandangan
bagai suatu tanggung jawab dari bisnis secara keseluruhan. Strategi
pemasaran tersebut meliputi proses sebagai berikut:
Cravens dan Piercy (2009:14)
GAMBAR 2.1
THE MARKETING STRATEGY PROCESS
Cravens dan Piercy (2009:14) proses strategi pemasaran
Markets, segments and customer value
Manajemen pemasaran yang mengevaluasi pasar dan pelanggan untuk
menentukan sebuah strategi baru atau merubah staretegi yang sudah ada.
Aktivitas dari strategi pemasaran pada proses ini meliputi:
competitive space, strategic market segmentation, Strategic customer
relationship management (CRM), dan Capabilities for continuous learning
about markets. (Cravens dan Piercy 2009:14)
17
pemasaran menghubungkan organisasi dengan lingkungan dan pandangan-pandangan
bagai suatu tanggung jawab dari bisnis secara keseluruhan. Strategi

THE MARKETING STRATEGY PROCESS
(2009:14) proses strategi pemasaran terdiri dari:
Manajemen pemasaran yang mengevaluasi pasar dan pelanggan untuk
menentukan sebuah strategi baru atau merubah staretegi yang sudah ada.
pada proses ini meliputi: Markets and
trategic market segmentation, Strategic customer
Capabilities for continuous learning
18



2. Designing market- driven strategies
Menurut Cravens dan Piercy (2009:15): Market sensing information
plays a key role in designing marketing strategy, which includes market
targeting and positioning strategies, building marketing relationship, and
developing and introducting new product.
Informasi pasar memainkan peran kunci dalam mendesain strategi
pemasaran termasuk target pasar dan strategi positioning, membangun
hubungan pemasaran dan mengembangkan serta memperkenalkan produk
baru.
3. Market-driven program development
Target pasar dan strategi positioning untuk produk baru dan produk
yang sudah ada menunjukan pilihan dari strategi pada komponen program
pemasaran. Produk, distribusi, harga dan strategi promosi dikombinasikan
untuk membentuk strategi positioning pada setiap target pasar. Menurut
Cravens dan Piercy (2009:16) strategi program pemasaran untuk
mengimplementasikan strategi positioning meliputi: strategic brand
management (manajemen strategi merek), value-chain strategy (strategi rantai
nilai), pricing strategy (strategi harga), dan promotion strategy (strategi
promosi).


19



4. Implementing and managing marketing strategy
Menurut Cravens dan Piercy (2009:17): selecting the customer to
target and the positioning strategy for each target moves marketing strategy
development to the action stage.
Pemilihan pelanggan pada target dan strategi positioning pada setiap
target menggerakan pengembangan strategi pemasaran pada tingkatan aksi
proses strategi pemasaran. Proses implementasi dan me-manage strategi
pemasaran meliputi: designing market-driven orgazizations (mendesain
organisasi market-driven), dan marketing strategy implementation and control
(implementasi dan pengendalian strategi pemasaran).
2.1.2 Konsep Brand Extension
2.1.2.1 Brand Extension dalam Strategic Brand Management
Brand (merek) merupakan salah satu faktor penting bagi perusahaan untuk
dapat meningkatkan usahanya. Merek telah menjadi elemen krusial yang
berkontribusi terhadap kesuksesan sebuah organisasi pemasaran, baik perusahaan
bisnis maupun nirlaba, pemanufaktur maupun penyedia jasa, dan organisasi lokal
maupun global (Fandy Tjiptono, 2005:2).
Darmadi Durianto (2004:1) berpendapat bahwa Merek merupakan nilai
tangible dan intangible yang terwakili dalam sebuah trade mark yang mampu
menciptakan nilai dan pengaruh tersendiri di pasar bila diatur dengan tepat. Hal ini
sesuai dengan pendapat Hermawan Kertajaya (2004:11):
20



Merek tidak hanya sebuah nama, bukan juga sekedar sebuah logo atau simbol.
Merek adalah value indicator yang ditawarkan kepada pelanggan. Merek
menciptakan sebuah asset yang menciptakan value bagi pelanggan sehingga
memperkuat kepuasan dan loyalitasnya. Merek dapat dijadikan alat ukur bagi
kualitas value yang perusahaan tawarkan
Selain itu, menurut Ha dan Chan-Omslted (dalam jurnal Enhanced TV as
BrandExtension: TV Viewers Perception of Enhanced TV Features and TV
Commerce on Broadcast Networks Web Sites; 2001:1), Branding is the marketing
strategy of giving value to the name of a product to distinguish itself from competitors
and achieve a competitive differential advantage. Branding adalah strategi
pemasaran yang memberi nilai pada nama sebuah produk untuk membedakannya dari
pesaing dan untuk mendapat keuntungan diferensial yang kompetitif.
Berdasarkan pemaparan di atas, merek tidak hanya sebagai identitas dari suatu
produk tetapi merupakan suatu nilai yang ditawarkan untuk memberikan manfaat dan
menciptakan kepuasan dan loyalitas pelanggan.
Styles dan Ambler (dalam Fandy Tjiptono, 2005:10) mengidentifikasi dua
perspektif berbeda dalam mendefinisikan merek yaitu definisi product-plus dan
holistic view. Dalam pendekatan product-plus dikenal pula dengan istilah additive
approach (Abela dalam Fandy Tjiptono, 2005:10) dimana produk dan merek
dipandang sebagai dua hal yang terpisah, dimana merek adalah tanda yang
ditambahkan pada produk. Merek dipandang sebagai bagian dari produk, sehingga
branding dianggap sebagai aktivitas yang memberikan nilai tambah bagi produk
(Kotler, et al., dalam Fandy Tjiptono, 2005:10).
21



Cravens dan Piercy (2009:291) mengungkapkan: It is important to
distinguish between the terms product and brand. In practice they are often used
interchangeably, although there are differences in meaning. Sangat penting untuk
membedakan antara istilah produk dengan merek. Pada prakteknya keduanya sering
digunakan secara tertukar, meskipun terdapat perbedaan dalam pengertian. Sebuah
merek lebih dari sekedar produk. Produk adalah segala sesuatu yang diproduksi di
pabrik, sedangkan merek adalah sesuatu yang dibeli konsumen (Sheetharaman, et al.,
dalam Fandy Tjiptono, 2005:19). Menurut Keller (dalam Fandy Tjiptono, 2005:19)
merek adalah produk yang mampu memberikan dimensi tambahan yang secara unik
membedakannya dari produk-produk lain yang dirancang untuk memuaskan
kebutuhan serupa. Perbedaan tersebut bisa bersifat rasional dan tangible (terkait
dengan kinerja produk dari merek bersangkutan) maupun simbolik, emosional dan
intangible (berkenaan dengan representasi merek). Dengan kata lain, merek
mencerminkan keseluruhan persepsi dan perasaan konsumen mengenai atribut dan
kinerja produk, nama merek dan maknanya, dan perusahaan yang diasosiasikan
dengan merek yang bersangkutan. Konsumen biasanya tidak menjalin relasi dengan
barang atau jasa tertentu, namun sebaliknya membina hubungan yang kuat dengan
merek spesifik (Fournier dalam Fandy Tjiptono, 2005:19).
Menurut Wood (dalam jurnal Brands and brand equity: definition and
management; 2000:1), In consumer marketing, brands often provide the primary
points of differentiation between competitive offerings, and as such they can be
22



critical to the success of companies. Hence, it is important that the management of
brands is approached strategically. Dalam pemasaran konsumen, merek sering kali
menyediakan poin primer pembeda pada penawaran yang kompetitif dan seperti
halnya mereka dapat mempengaruhi kesuksesan perusahaan. Oleh karena itu sangat
penting manajemen merek dilakukan dengan pendekatan yang stratejik.
Cravens dan Piercy, (2009:291) berpendapat bahwa:
Strategic brand management adalah bagian dari pengembangan program
pemasaran dan merupakan suatu persoalan kunci dari kebanyakan organisasi
dan tidak hanya menjadi domain dari kemasan perusahaan barang, sebuah
perspektif merek yang strategis mengharuskan para eksekutif untuk
memutuskan peran merek pada perusahaan untuk menciptakan customer value
dan shareholder value.
Menurut Keller (2008:38), strategic brand management involves the design
and implementation of marketing programs and activities to build, measure, and
manage brand equity. Strategic brand management menyangkut desain dan
implementasi program pemasaran dan kegiatan membangun, mengukur, dan
mengelola ekuitas merek. Proses strategic brand management terdiri dari empat
langkah sebagaimana disajikan pada Gambar 2.2 berikut:
23




Sumber:Keller (2008:39)
GAMBAR 2.2
STRATEGIC MANAGEMENT PROCESS VERSI KELLER

Proses strategic brand management terdiri dari empat proses, yaitu
identifying and establishing brand positioning (mengidentifikasi dan menetapkan
posisi merek), planning and implementing brand marketing programs (merencanakan
dan mengimplementasikan program pemasaran merek), Measuring and interpreting
brand performance (mengukur dan menafsirkan kinerja merek), dan Growing and
sustaining brand equity (mengembangkan ekuitas merek yang berkelanjutan) (Keller,
2008:38).
1. Identifying and establishing brand positioning
Proses strategic brand management dimulai dengan pemahaman yang
jelas apa yang merek lambangkan dan bagaimana merek akan diposisikan
Identify and Establish Brand
Positioning and Value
Plan and Implement Brand
Marketing Programs
Measure and Interpret
Brand Performance
Grow and Sustain Brand
Equity
24



dengan para pesaing. Brand positioning didefinisikan sebagai suatu seni
mendesain citra perusahaan sehingga merek menempati tempat yang jelas dan
dihargai di dalam benak pelanggan sasaran (Keller, 2008:38). Brand
positioning yang kompetitif adalah segala penciptaan keunggulan merek
dalam benak pelanggan. Pada dasarnya, positioning meyakinkan pelanggan
pada keuntungan atau poin-poin pembeda dari merek yang melebihi
pesaingnya (Keller, 2008:39)
2. Planning and implementing brand marketing programs
Membangun ekuitas merek memerlukan penciptaan sebuah merek
bahwa konsumen cukup sadar akan merek-merek yang kuat, baik dan asosiasi
merek yang unik. Pada umumnya proses penciptaan tersebut berdasarkan pada
tiga faktor berikut (Keller, 2008:39):
a. Pilihan-pilihan awal pada unsur-unsur merek atau identitas yang
memyusun merek dan bagaimana unsur-unsur tersebut dibaurkan dan
ditandingkan.
b. Aktifitas-aktifitas pemasaran dan program pendukung pemasaran serta
cara merek diintegrasikan pada aktifitas-aktifitas dan program
tersebut.
c. Asosiasi-asosiasi lain secara tidak langsung dikembangkan atau
ditransfer pada merek sebagai hasil penghubung pada beberapa entitas
lain (seperti perusahaan, negara asal, atau merek lain)
25



3. Measuring and interpreting brand performance
Tugas mengenai penentuan atau mengevaluasi suatu posisi merek
sering kali bermanfaat dari suatu audit merek. suatu audit merek adalah suatu
pengujian yang menyeluruh terhadap suatu merek untuk menilai kinerja
merek, menemukan sumber ekuitasnya, dan menyarankan cara untuk
memperbaiki dan menaikkan ekuitas tersebut. suatu audit merek memerlukan
sumber pemahaman pada ekuitas merek baik dari perspektif perusahaan
maupun dari konsumen (Keller, 2008:40).
Setelah pemasar menentukan strategi posisi merek, kemudian
memasukkan ke dalam bagian program pemasaran yang aktual untuk
menciptakan, memperkuat, atau memelihara asosiasi merek. untuk memahami
pengaruhi pada program pemasaran merek ini, pemasar perlu mengukur dan
menginterpretasikan kinerja merek melalui riset pemasaran. suatu alat yang
bermanfaat untuk riset tersebut adalah rantai nilai merek. rantai nilai merek
dimaksudkan untuk menemukan cara penciptaan nilai merek, untuk lebih
memahami dampak finansial pada investasi biaya pemasaran merek. (Keller,
2008:40)
4. Growing and sustaining brand equity
Mengembangkan ekuitas merek secara berkelanjutan dapat dilakukan
dengan cara sebagai berikut (Keller, 2008:41):
a. Menentukan strategi merek


b. Mengelola ekuitas merek secara terus menerus
c. Mengelola ekuitas merek pada batasan
segmen pasar.
Cravens dan Piercy
management decisions are relevant to all business, including suppliers, producers,
wholesalers, distriutors, and retailer
berkaitan dengan bisnis secara keseluruhan termasuk
distributor dan para pengecer.
aktifitas sebagaimana disajikan pada Gambar 2.3
Sumber: Cravens dan Piercy
STRATEGIC BRAND MANAGEMENT

Strategic brand management
berkelanjutan. Strategic brand management
2009:297):

Brand Identity Strategy
STRATEGIC
BRAND
ANALYSIS

Mengelola ekuitas merek secara terus menerus
Mengelola ekuitas merek pada batasan-batasan geografis, budaya dan
segmen pasar.
Cravens dan Piercy (2009:296) mengungkapkan:
management decisions are relevant to all business, including suppliers, producers,
wholesalers, distriutors, and retailer. Keputusan strategic brand management
berkaitan dengan bisnis secara keseluruhan termasuk pemasok, produsen, grosir,
distributor dan para pengecer. Strategic brand management terdiri dari beberapa
aimana disajikan pada Gambar 2.3 berikut:
Cravens dan Piercy (2009:297)
GAMBAR 2.3
STRATEGIC BRAND MANAGEMENT VERSI CRAVENS
trategic brand management bertujuan untuk membangun
Strategic brand management terdiri dari (Cravens dan Piercy
Brand Identity Strategy
Managing Brand Strategy
Managing the Brand Portofolio
Leveraging the Brand
26
batasan geografis, budaya dan
6) mengungkapkan: Strategic brand
management decisions are relevant to all business, including suppliers, producers,
strategic brand management
pemasok, produsen, grosir,
terdiri dari beberapa

VENS AND PIERCY
untuk membangun brand equity secara
Cravens dan Piercy,
BRAND EQUITY
MEASUREMENT AND
MANAGEMENT
27



1. Brand Identity Strategy
Menurut Cravens dan Piercy (2009:302): Brand identity is a unique
set of brand association that the brand strategist aspires to creat or maintain.
These association represent what the brand stands for and imply a promise to
customers from the organization members. Identitas merek adalah suatu
himpunan yang unik dari asosiasi merek untuk diciptakan atau dipelihara.
Asosiasi ini menunjukkan apa yang merek mewakili dan menyiratkan suatu
janji kepada pelanggan-pelanggan dari para anggota organisasi. Strategi
alternatif yang dapat dipilih oreh perusahaan antara lain (Cravens dan Piercy
2009:303): Product Line Branding (pemberian nama pada satu atau lebih lini
produk yang merepresentasikan perbedaan kategori produk), Corporate
Branding (strategi membangun identitas merek dengan menggunakan nama
perusahaan untuk mengidentifikasi seluruh produk yang ditawarkan),
Combination Branding, sebuah perusahaan dapat menggunakan kombinasi
pada product line dan corporate branding), dan Private Branding (merek
yang diberikan oleh para pengecer).
2. Managing Brand Strategy
Sebuah merek harus dikelola dari awal peluncurannya dan sepanjang
daur hidup merek tersebut. Walaupun strategi merek mungkin berubah dari
waktu kewaktu, namun secara konsisten untuk membangun kekuatan merek
dan menghindari kerusakan merek.
28



3. Managing the Brand Portofolio
Menurut Cravens dan Piercy (2009:303): the brand portofolio
strategy specifies the structure of the brand portofolio and the scope, roles,
and interrelationship of the portofolio brands. The goals are to creat synergy,
leverage, clarity within the portofolio and relevant, differentiated, and
energized brand. Strategi fortofolio merek menetapkan struktur dari
portofolio merek, ruang lingkup, peran, dan keterkaitan pada fortofolio merek.
4. Leveraging the Brand
Leveraging the brand (pengembangan merek) menyangkut perluasan
identitas merek untuk tambahan baru pada lini produk, atau pada kategori
produk baru. Penggunaan nama merek akan berguna untuk mengenalkan
produk lain dengan menghubungkan produk baru pada sebuah nama merek
yang kuat. Metoda-metoda yang dapat dilakukan perusahaan untuk
menggunakan nama merek yang kuat adalah dengan melakukan line extension
(perluasan lini produk pada ktegori produk yang sama), stretching the brand
vertically, brand extension (perluasan merek pada kategori produk baru), co-
branding (penggunaan nama merek bersama dengan perusahaan lain yang
sejenis), dan Licensing (Lisensi) Brand extension merupakan salah satu strategi
pengembangan merek dalam strategic brand management yaitu dengan
menggunakan nama merek yang sudah dikenal oleh konsumen untuk
29



meluncurkan sebuah lini produk baru pada kelas produk yang berbeda.
(Cravens dan Piercy, 2009:310)
Brand extension sebagai suatu strategi pemasaran telah menjadi suatu yang
lebih menarik di lingkungan saat ini dimana pengembangan suatu produk baru
memerlukan biaya yang banyak (Chen dan Liu dalam jurnal Positive brand
extension trial and choice of parent brand; 2004:1)
Strategi pemasaran merupakan sebuah proses pengembangan strategi market-
driven, mempertimbangkan perubahan lingkungan bisnis secara konsisten, dan
kebutuhan untuk menawarkan superior customer value (Cravens dan Piercy,
2009:13). Salah satu program pengembangan pengembangan market-driven adalah
strategic brand management yang terdiri dari pembentukan ekuitas merek dan
pengelolaan sistem organisasi pada kinerja merek secara keseluruhan (Cravens dan
Piercy, 2009:17). Tujuan dari strategic brand management adalah untuk membangun
ekuitas merek secara berkelanjutan yang dapat dilakukan dengan berbagai strategi
diantaranya leveraging the brand strategy (strategi pengembangan merek) yang
menyangkut perluasan identitas merek degan menghubungkan produk baru pada
sebuah nama merek yang kuat dengan melakukan line extension, stretching the brand
vertically, brand extension, co-branding, dan licensing (Cravens dan Piercy
2009:310)
Brand extension merupakan salah satu strategi pengembangan merek dalam
strategic brand management yaitu dengan menggunakan nama merek yang sudah
30



dikenal oleh konsumen untuk meluncurkan sebuah lini produk baru pada kelas
produk yang berbeda. (Cravens dan Piercy, 2009:311)
2.1.2.2 Definisi Brand Extension
Strategi perluasan merek bukan hal yang baru dalam dunia pemasaran,
dimana strategi pengembangan merek ini banyak digunakan oleh praktisi praktisi
pemasaran di dalam aktivitas peluncuran produk baru. Berikut definisi Brand
Extension menurut beberapa ahli.
TABEL 2.1
DEFINISI BRAND EXTENSION MENURUT BEBERAPA AHLI
No Sumber Definisi
1 Kotler dan Armstrong
(2008:241)
Brand extension adalah penggunaan merek
yang telah berhasil untuk meluncurkan
produk baru atau hasil modifikasi ke dalam
kategori baru
2 Anand Halve (Fajrianthi dan
Zatul Farrah dalam jurnal
Strategi Perluasan merek dan
loyalitas konsumen;
2005,282)
Brand extension adalah peluncuran suatu
produk baru yang memiliki kategori yang
berbeda dengan produk yang sudah ada dan
produk yang baru tersebut menggunakan
nama produk yang sudah ada
3 Freddy Rangkuti (2008:114) Brand extension adalah perusahaan
membuat produk baru dengan menggunakan
merek lama yang terdapat pada merek
induk.
4 Hem dan Iversen (dalam jurnal
Factors influencing Succesfull
Brand Extension; 2001:14)
Brand extension adalah strategi
pengembangan merek dengan menggunakan
nama merek yang sudah dikenal oleh
konsumen untuk meluncurkan produk baru
atau produk modifikasi pada kategori
produk yang baru.
5 Budi Juda (dalam jurnal
Brand Extention The Benefit
and Fitfalls; 2007:2)
Brand extension is a part of brand
management to diversify and leveraging the
existing brand by entering into new product
category by new product development.
Sumber: disadur dari beberapa literatur
31



Berdasarkan definisi-definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa brand
extension merupakan strategi suatu perusahaan untuk memasuki kategori produk baru
dengan menggunakan merek yang sudah dikenal oleh konsumen.
Menurut Serra et al (dalam jurnal Brand Extension:Evaluation and
Resiprocal Effect; 2004:1), Brand extension strategy is based on the idea that the
intrinsic value of the familiar brand name is transferable to new products. Strategi
brand extension didasarkan pada ide bahwa nilai intrinsik pada nama merek yang sudah
dikenaldapat ditransfer pada produk baru. Brand extension akan mengakibatkan
berubahnya pengetahuan konsumen terhadap produk yang bersangkutan. Brand
extension bertujuan untuk memanfaatkan kekuatan ekuitas merek dari merek asal
untuk memperkenalkan produk baru. Dengan menerapkan brand extension,
perusahaan dapat mengurangi biaya pemasaran dan meningkatkan awaresness dari
produk baru atau kategori produk baru yang akan diluncurkan tersebut.
Menurut Murphy (2000:110) mengemukakan bahwa:
The expense of new brand development result not just from the cost of
identifying and validating a new brand concept. From developing and
protecting the new brand name, and from creating the packaging, but also
from the fact that heavy advertising is needed to lunch a brand and to support
it over the first month and year of its life. Riskness,the second problem of new
brand development, is evident from the fact that the majority of new brand are
seen to fail. Time that it takes to develop a new brand. All these factors
combine to creat a strong and growing interest in brand extension. The
arguments in favour of brand extension, as opposed to new brand
development, are that it reduces risk, reduces cost and reduces the time
involved in getting a new product in to the market. Brand extension can also
maintain interest is an exiting brands and may help to ensure that it remains
relevant.
32



Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat tiga alasan
yang mendasari dilakukannya brand extension, diantaranya masalah biaya yang
cukup banyak dikeluarkan oleh perusahaan jika perusahaan meluncurkan produk
baru, resiko kegagalan dalam pengembangan produk baru yang harus dihadapi oleh
perusahaan, waktu yang relatif lama untuk mengembangkan suatu produk baru.
Alasan tersebut menjadi pertimbangan perusahaan untuk melakukan brand extension.
Brand extension dapat mengurangi resiko, biaya, dan waktu untuk meluncurkan
produk baru di pasar.
Keller (2008:491) mengungkapkan bahwa ketika sebuah perusahaan
memperkenalkan produk baru, maka perusahaan tersebut mempunyai tiga pilihan
untuk memberikan merek pada produk tersebut, yaitu:
1. Perusahaan dapat mengembangkan merek baru untuk merek baru tersebut
2. Perusahaan dapat menggunakan salah satu merek yang kuat dari perusahaan
3. Perusahaan dapat mengkombinasikan sebuah merek baru dengan merek yang
sudah kuat
Sebuah perluasan merek (brand extension) terjadi ketika sebuah perusahaan
menggunakan sebuah nama merek yang sudah ada untuk memperkenalkan sebuah
produk baru. Brand extension dibagi menjadi dua kategori umum, yaitu (Keller,
2008:491):
1. Line extension: para pemasar menggunakan merek induk pada sebuah produk
baru pada target segmen pasar yang baru dalam kategori produk merek induk.
33



Line extension sering menambahkan variasi komposisi dan rasa yang berbeda,
bentuk dan ukuran yang berbeda, atau sebuah aplikasi berbeda pada sebuah
merek.
2. Category extension: para pemasar menggunakan merek induk untuk
memasuki kategori produk yang berbeda dari produk utamanya.
Menurut Keller (2008:512) the ultimate succes of an extension will depend
on its ability to both achieve some of its own brand equity in the new category and
contribute to the equity of the parent brand. Pokok kesuksesan pada sebuah
perluasan akan bergantung pada kemampuan untuk mencapai ekuitas mereknya
sendiri pada kategori baru dan berkontribusi pada ekuitas merek induk.
Strategi perluasan merek memberikan keuntungan bagi perusahaan karena
dengan menggunakan merek yang sudah terkenal akan memberikan pengakuan dan
penerimaan yang lebih cepat pada kategori produk baru. Hal ini diharapkan dapat
memberikan jaminan kualitas dan keyakinan kepada para konsumen atas merek
tersebut.
Menurut Miller dan Muir (2004:33), brand extension memiliki beberapa
keunggulan, diantaranya:
1. Brand extension can keep a brand up-to-date, dengan melakukan brand
extension perusahaan dapat tetap menancapkan mereknya dibenak konsumen.
34



2. Brand extension can help a business respond to market changes, jika sebuah
pasar mengalami perubahan yang substansial, brand extension dapat
membantu mengamankan bisnis tersebut.
3. Brand extension can enable a business to acces new revenue streams, dengan
ekstensi merek dapat meluncurkan produk baru dengan parent brand yang telah
ada, sehingga memudahkan produk untuk diterima di pasar.
Menurut Freddy Rangkuti (2008:121), brand extension tidak hanya memiliki
keunggulan akan tetapi brand extension pun memiliki kelemahan antara lain:
1. Dapat membingungkan pelanggan dalam memilih produk mana yang lebih
baik.
2. Seandainya brand extension tersebut dilakukan tidak secara konsisten maka
atribut atau manfaat yang melekat pada merek tersebut saling bertentangan
dengan merek induk sehingga konsumen merubah persepsinya.
2.1.2.3 Dimensi Brand Extension
Dimensi brand extension menurut para ahli disajikan pada Tabel 2.2 berikut:
TABEL 2.2
DIMENSI BRAND EXTENSION MENURUT BEBERAPA AHLI
No Ahli Dimensi Brand Extension
1 Aaker (Fajrianthi dan Zattul
Farah dalam jurnal Strategi
Perluasan merek dan
loyalitas konsumen;
2005:283)
dimensi keberhasilan strategi perluasan merek
dipengaruhi oleh Sikap pada merek asal,
Kesesuaian antara merek asal dengan produk
perluasan, dan Penerimaan terhadap perluasan
merek yang dilakukan oleh perusahaan
2 Jalees dan Ali (dalam jurnal
A Modular Approach to
Study the Impact of Brand
Pelanggan mengevaluasi brand extension
melalui delapan variabel yang berbeda yaitu:
Similarity, Reputation, Innovativeness,
35



Extension in Pakistan;
2002:2)
Perceived risk, Multiple extensions, Parent
brand characteristics, Concept and consistency,
dan Brand extension fit.
3 Aaker dan Keller (dalam
jurnal Consumer
Evaluation of Brand
Extension ; 1990:28)
Dimensi brand extension terdiri dari brand
attribute association dan Attitude toward the
extension
4 Hartman, Price, dan Duncan
(Cameron dan
Braunsberger-Messer dalam
jurnal Brand Extensions:
Aspects Of Consumer
Decision Making ; 1995:3)
Lima elemen brand extension terdiri dari : prior
knowledge of the brand name and product
category of the extension (pengetahuan
sebelumnya pada nama merek dan kategori
produk perluasan), degree of match or
perceived similarity between the franchise
extension and prior knowledge (derajat
kecocokan atau anggapan kesamaan antara
perluasan waralaba dengan pengetahuan
sebelumnya), motivation for processing of the
extension (motivasi pada proses perluasan),
extended processing (proses yang
diperpanjang), dan moderating influences from
individual factors and situational
characteristics (pengaruh perantara dari faktor
individu dan karakteristik situasional).
5 Czellar (dalam jurnal
Consumer Attitude
Towards Brand
Extensions:An Integrative
Model and Research
Propositions; 2002:8)
Dimensi kesuksesan Brand Extension terdiri
dari: the perception of fit (persepsi kesesuaian),
the formation of primary attitudes towards the
extension (pembentukan sikap dasar terhadap
perluasan), the link between extension attitude
and behaviour (hubungan antara sikap dan
perilaku perluasan) dan the reciprocal effect of
brand extension attitude on parent
brand/extension category attitude (pengaruh
timbal balik pada perilaku perluasan merek
pada merek induk/perilaku kategori perluasan)
6 Hem dan Iversen (dalam
jurnal Factors influencing
Succesfull Brand
Extension; 2001:7)
Dimensi brand extension meliputi faktor-faktor
yang mempengaruhi keberhasilan brand
extension yang terdiri dari: Similarity,
Reputation, Perceived Risk dan Innovativeness

36



Dimensi brand extension dikatakan sebagai faktor-faktor yang mempengaruhi
penerimaan brand extension oleh konsumen yang meliputi Similarity, Reputation,
Perceived Risk dan Innovativeness (Hem dan Iversen dalam jurnal Factors
influencing Succesfull Brand Extension; 2001:7)
1.Similarity (kesamaan), yaitu tingkatan dimana konsumen menganggap bahwa
produk hasil perluasan memiliki persamaan dengan merek asalnya. Beberapa
studi menunjukkan bahwa semakin besar persamaan antara produk perluasan
merek dengan merek asalnya maka akan semakin besar pula pengaruh yang
diterima oleh konsumen baik positif maupun negatif dari produk hasil
perluasan. Bahkan ada pula penelitian yang menyebutkan bahwa konsumen
akan membangun sikap yang positif terhadap produk hasil perluasan bila
konsumen tersebut menganggap bahwa produk tersebut memiliki kesamaaan
dengan merek asalnya.
2.Reputation (reputasi). Asumsi yang dapat dikemukakan dari pengguna.
Reputasi adalah, bahwa merek yang memiliki posisi yang kuat akan
memberikan pengaruh yang besar pada produk hasil perluasannya. Bahkan telah
dilaporkan bahwa merek yang dipersepsi memiliki kualitas yang tinggi dapat
melakukan perluasan produk dari pada merek yang memiliki kualitas yang
rendah. Reputasi di sini adalah sejumlah hasil yang diperoleh dari kualitas suatu
produk.
37



3.Perceived Risk adalah konstruk multidimensional yang mengimplikasikan
pengetahuan konsumen secara tidak pasti tentang suatu produk sebelum
dilakukan pembelian didasarkan pada tipe dan tingkatan kerugian dari produk
itu setelah dilakukan pembelian. Perceived risk biasanya dikonseptualisasi
dengan konstruk dua dimensi yaitu ketidakpastian tentang konsekuensi
melakukan kesalahan dan ketidakpastian tentang hasil yang diperoleh.
4.Innovativeness adalah aspek kepribadian yang berhubungan dengan penerimaan
konsumen untuk mencoba produk baru atau merek baru. Dan konsumen yang
memiliki sifat innovativeness ini suka melakukan lebih banyak evaluasi pada
perluasan merek terutama dalam hal jasa. Oleh karena itu untuk
mengembangkan strategi perluasan merek ini agar lebih efisien maka pihak
perusahaan harus menarik lebih banyak konsumen yang memiliki sifat
innovativeness.
2.1.3 Konsep Brand Equity
2.1.3.1 Definisi Brand Equity
Brand equity (ekuitas merek) merupakan konsep yang harus diperhatikan oleh
perusahaan dalam mempertahankan mereknya di pasar. Menurut Keller (2008:258):
Brand equity is the added value endowed to product and service. Ekuitas merek
merupakan nilai tambah pada suatu produk atau jasa. Sedangkan menurut Aaker
(2008:8) Brand equity is a set of assets (and liabilities) linked to a brands name
and symbol that adds to (or subtracts from) the value provided by a product or
38



service to a firm and or that firms customers. Ekuitas merek adalah keseluruhan
dari asset atau harta dari suatu nama merek dan simbol yang menambahkan nilai dari
suatu barang dan jasa pada perusahaan atau pelanggan.
Marketing Science Institute (Ha dan Chan-Omslted dalam jurnal Enhanced
TV as BrandExtension: TV Viewers Perception of Enhanced TV Features and TV
Commerce on Broadcast Networks Web Sites; 2001:1) mendefinisikan brand equity
sebagai berikut:
The set of associations and behaviours on the part of a brands customers,
channel members and parent corporation that permits the brand to earn
greater volume or greater margins than it could without the brand name and
that gives the brand a strong, sustainable, and differentiated competitive
advantage.
Brand equity didefinisikan sebagai kumpulan asosiasi dan perilaku dalam
peranannya pada pelanggan sebuah merek, anggota saluran dan perusahaan induk
yang membolehkan merek untuk memperoleh hasil yang lebih besar atau margin
yang lebih besar dibading tanpa nama merek dan memberikan merek sebuah
kekuatan, kemampuan bertahan, dan diferensiasi keuntungan yang kompetitif. Selain
itu, menurut Chen dan Chang (dalam jurnal Airline brand equity,brand preference,
and purchase intentionsThe moderating effects of switching costs; 2007:1),
Brand equity refers to the incremental utility or value added to a product from its
brand name. It is often believed to contribute to a companys long-term profitability.
Ekuitas merek mengacu pada kegunaan atau nilai tambah pada suatu produk dari
nama mereknya, yang sering dipercaya berperan pada profitabilitas perusahaan
jangka panjang.
39



Berdasarkan definisi para ahli mengenai brand equity di atas dapat
disimpulkan bahwa brand equity adalah suatu asset dan liabilitas merek yang
berkaitan dengan satu merek, nama dan simbolnya, yang menambah dan mengurangi
nilai yang diberikan oleh suatu produk atau jasa kepada perusahaan atau pelanggan
perusahaan.
Menurut Feldwick dalam Fandy Tjiptono (2008:47) brand equity
dikelompokkan ke dalam tiga kategori berikut:
1. Brand Valuation atau Brand Value, yaitu nilai total sebuah merek sebagai asset
terpisah. Kebutuhan akan penilaian merek dalam konteks ini biasanya dipicu
oleh dua situasi utama, yakni penentuan harga pada saat merek dijual dan
penentuan nilai merek sebagai asset tak berwujud dalam laporan neraca
perusahaan.
2. Brand Strength atau Brand Loyalty, yaitu ukuran yang menyangkut seberapa
kuat konsumen terikat dengan merek tertentu. Hal ini sekaligus mereflesikan
permintaan relatif konsumen terhadap sebuah merek. Terdapat beberapa
indikator dari brand strength, yakni harga/permintaan, ukuran behavioral,
ukuran attitudinal, dan brand awreness/salience.
3. Brand Image atau Brand Description, yaitu deskripsi tentang asosiasi dan
keyakinan konsumen terhadap merek tertentu. Hal ini dapat diukur melalui
beberapa tehnik seperti multidimensional scalling, projection techniques, dan
sebagainya.
40



Menurut Srivastava dan Shocker dikutip dalam Fandy Tjiptono (2008:49)
menyatakan bahwa: Brand Value merupakan ukuruan financial yang tergantung
pada kekuatan saat ini dan prospek dimasa yang akan datang, serta kesesuaian produk
dengan portofolio produk dan tujuan perusahaan. Brand value juga tergantung pada
situasi persaingan dan karakteristik industri.
Ketiga makna tersebut tidak saling terpisah, malinkan berkaitan erat seperti
yang ditunjukkan pada Gambar 2.4


Sumber : Wood (2000) dalam Fandy Tjiptono (2008:49)
GAMBAR 2.4
BRAND EQUITY CHAIN
Menurut Fandy Tjiptono (2008:49), penggunaan formula brand valuation
atau brand value sebagai indikator kinerja merek mengandung sejumlah kelemahan,
yaitu:
1. Perbedaan yang signifikan anatara penilaian objektif untuk keperluan
penyusunan neraca perusahaan dan harga aktual yang bias dicapai sebuah
merek dalam transaksi penjualan penjualan riil.
2. Nilai sebuah merek berbeda-beda bagi para pembeli yang berlainan.
3. Tidak ada nilai yang absolut untuk sebuah merek
4. Pemisahan asset bukanlah hal sederhana, karena sebuah merek memiliki nilai
berfluktuasi tergantung pada siapa yang menggunakan.
Brand
Description
Brand Loyalty Brand Value
41



Konsep brand equity mencakup dua konstruk multi-dimensional yang saling
terkait yaitu brand strength dan brand value (Saristava dan Shocker, dalam Fandy
Tjiptono 2008:49). Dalam hal ini, bisa diartikan jika brand value sangat berkaitan
dengan ekuitas merek. Jika brand value suatu produk mengalami penurunan secara
tidak langsung ekuitas merek produk tersebut juga mengalami penurunan.




Sumber : Saristava & Shocker (1991) dalam Fandy Tjiptono (2008:49)
GAMBAR 2.5
KONSEP BRAND EQUITY
2.1.3.2 Dimensi Brand Equity
Beberapa dimensi brand equity yang dikemukakan oleh beberapa ahli disajikan
pada Tabel 2.3 berikut:
TABEL 2.3
DIMENSI BRAND EQUITY MENURUT BEBERAPA AHLI
No Sumber Dimensi Ekuitas Merek
1 Morgan, 2000 (dalam
Bernard T. Widjaja,
2009:138)
1. Pervasiveness
2. Premium Quality
3. Differentiated
4. Identification
5. Affinity
6. Loyalty
2 Blesster and aleman, 2005
(dalam Bernard T. Widjaja,
2009:138)
1. Brand Reliability
2. Brand Intentions
3. Brand Loyalty
3 Bernard T. Widjaja
(2009:138)
1. Kinerja
2. Citra Sosial
3. Nilai
Brand Loyalty/
Brand Strength
Brand Value

Brand Equity
(Ekuitas Merek)
42



4. Kepercayaan
5. Attachment
4 David Aaker (2008:157) 1. Brand Awareness
2. Perceived Quality
3. Brand Association
4. Brand Loyalty
5 Keller (2008:259) 1. Brand Salience
2. Brand Performance
3. Brand Imagery
4. Brand Judgement
5. Brand Feeling
6. Brand Resonance
6 Nasution, Grant, dan
Mavondo (dalam jurnal
Mediating role of brand
equity in the marketing-sales
and business performance
relationship; 2008:3)
1. Brand Loyalty
2. Perceived Quality
3. Brand Awareness
4. Brand Uniqueness
7 Netemeyet et al (dalam
jurnal Developing and
validating measures of
facets of customer-based
brand equity; 2004:2)
1. Perceived Quality
2. Perceived Value for the Cost
3. Brand Uniqueness
4. Willingness to pay a price
premium
Sumber:disadur dari beberapa literatur
David Aaker (2008:157) menjabarkan aset merek yang berkontribusi pada
penciptaan brand equity ke dalam empat dimensi yaitu:
1. Brand Awareness (Kesadaran Merek)
Menurut Aaker (2008:158) kesadaran merek adalah kesanggupan
seseorang calon pembeli untuk mengenali atau mengingat kembali bahwa
suatu merek merupakan bagian dari kategori produk tertentu. Peran brand
awareness dalam keseluruhan brand equity tergantung dari sejauh mana
tingkatan kesadaran yang dicapai oleh suatu merek. Tingkatan kesadaran
merek secara berurutan adalah sebagai berikut:
43



a. Unware of brand (tidak menyadari merek), merupakan tingkatan
yang paling rendah, dimana konsumen tidak menyadari akan adanya
suatu merek.
b. Brand Recognition (pengenalan merek), tingkat minimal dari
kesadaran merek. Hal ini penting pada saat seseorang pembeli
memilih suatu merek pada saat melakukan pembelian.
c. Brand Recall (pengingatan kembali terhadap merek), pengingatan
kembali terhadap merek didasarkan pada permintaan seseorang untuk
menyebutkan merek tertentu dalam suatu kelas produk. Hal ini
diistilahkan dengan pengingatan kembali tanpa bantuan, karena
berbeda dari tugas pengenalan, responden tidak perlu dibantu untuk
memunculkan merek tersebut.
d. Top of Mind (puncak pikiran), apabila seseorang ditanya secara
langsung tanpa diberi bantuan pengingatan dan ia dapat menyebutkan
satu nama merek, maka merek yang paling banyak disebutkan
pertama kali merupakan puncak pikiran. Dengan kata lain, merek
tersebut merupakan merek utama dari berbagai merek yang ada di
dalam benak konsumen.
2. Perceived Quality (Kesan Kualitas)
Kesan kualitas adalah persepsi pelanggan terhadap keseluruhan
kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan berkaitan dengan
44



maksud yang diharapkan. (Aaker, 2008:158). Dimensi perceived quality
menurut Darmadi Durianto adalah:
a. Kinerja melibatkan berbagai karakteristik operasional utama
b. Pelayanan mencerminkan kemampuan memberikan pelayanan pada
produk tertentu
c. Ketahanan mencerminkan umur ekonomis dari produk tersebut
d. Keandalan adalah konsistensi dari kinerja yang dihasilkan suatu
produk dari satu pembelian ke pembelian berikutnya
e. Karakteristik produk adalah bagian-bagian tambahan dari produk
yang memberi penekanan bahwa perusahaan memahami kebutuhan
konsumennya yang dinamis sesuai dengan perkembangan
f. Hasil mengarah kepada kualitas yang dirasakan yang melibatkan
dimensi sebelumnya.
3. Brand Associations (Asosiasi Merek)
Menurut Aaker (2008:161) asosiasi merek adalah segala hal yang
berkaitan dengan ingatan mengenai merek. Keterkaitan pada suatu merek
akan lebih kuat apabila dilandasi pada banyak pengalaman atau penampakan
untuk mengkomunikasikannya. Berbagai asosiasi yang diingat konsumen
dapat dirangkai sehingga membentuk citra tentang merek atau brand image
di dalam benak konsumen.

45



4. Brand Loyalty (Loyalitas Merek)
Pengertian loyalitas merek adalah ukuran dari kesetiaan konsumen
terhadap suatu merek. Apabila loyalitas meningkat, maka kerentaan kelompok
pelanggan dari serangan kompetitor dapat dikurangi. Tingkatan dalam
loyalitas adalah sebagai berikut:
a. Tingkat loyalitas yang paling mendasar adalah pembeli tidak loyal atau
sama sekali tidak tertarik pada merek-merek apapun yang ditawarkan.
b. Tingkat yang kedua adalah para pembeli merasa puas dengan produk
yang ia gunakan, atau minimal ia tidak mengalami kekecewaan. Para
pembeli tipe ini dapat disebut pembeli tipe kebiasaan (habitual buyer).
c. Tingkat ketiga berisi orang-orang yang puas, namun mereka memikul
biaya peralihan (switching cost), baik dalam waktu, uang atau risiko
sehubungan dengan upaya untuk melakukan pergantian ke merek yang
lain. Kelompok ini biasanya disebut konsumen loyal yang merasakan
adanya suatu pengorbanan apabila ia melakukan pergantian ke merek
lain. Para pembeli tipe ini disebut satisfied buyer.
d. Tingkat keempat adalah konsumen benar-benar menyukai merek
tersebut. Pilihan mereka terhadap suatu merek dilandasi pada suatu
asosiasi, seperti simbol, rangkaian pengalaman dalam menggunakannya
atau kesan kualitas yang tinggi. Para pembeli pada tingkat ini disebut
46



sahabat merek karena terdapat perasaan emosional dalam menyukai
merek.
e. Tingkat teratas adalah pelanggan yang setia. Merek tersebut sangat
penting bagi mereka baik dari segi fungsinya maupun sebagai ekspresi
mengenai siapa mereka sebenarnya (commited buyers).
Kategori dari brand equity menurut David Aaker adalah: Brand awareness,
Perceived Quality, Brand associations and Brand loyalty terurai dalam Gambar 2.5




Sumber : David Aaker (2008:157)
GAMBAR 2.6
ELEMEN BRAND EQUITY VERSI DAVID AAKER
Menurut Fandy Tjiptono (2008:41), pada perkembangannya, lahir suatu asumsi
pokok dalam konsep ekuitas merek, yakni kekuatan sebuah merek terletak pada apa
yang dipelajari, dirasakan, dilihat, dan didengarkan pelanggan tentang merek tersebut
sebagai hasil dari pengalamannya sepanjang waktu.
Asumsi inilah yang mendasari konsep ekuitas merek yang dikemukakan oleh
Kevin Lan Keller (2008:259), dimana model ini lebih berfokus pada perspektif
perilaku konsumen. Model ekuitas merek ini disebut juga dengan model ekuitas
merek berbasis pelanggan (customer-based brand equity). Berdasarkan model ini,
Brand Equity
Perceived
Quality
Brand
Awareness
Brand
Associations
Brand Loyalty
47



sebuah merek dikatakan memiliki customer-based brand equity positif apabila
konsuemn bereaksi secara lebih positif terhadap sebuah produk dan cara produk
tersebut dipasarkan ketika mereknya diidentifikasi.
Menurut Keller (2008:259), kunci pokok penciptaan ekuitas merek adalah
brand knowledge, yang terdiri atas brand awareness dan brand image. Ekuitas merek
baru terbentuk jika pelanggan mempunyai tingkat awareness dan familiaritas tinggi
terhadap sebuah merek dan memiliki asosiasi merek yang kuat, positif, dan unik
dalam memorinya.
Model ekuitas merek ini terdapat empat langkah proses dalam membangun
merek, yakni:
1. Menyusun identitas merek yang tepat (who are you?)
2. Menciptakan makna merek yang sesuai (what are you?)
3. Menstimulasi respon merek yang diharapkan (what about you?)
4. Menjalin relasi merek yang tepat dengan pelanggan (what about you and
me?)
Proses implementasi keempat tahap ini membutuhkan enam building block
utama, yakni:
1. Brand salience
Menurut Tjiptono (2008:41), brand salience berkenaan dengan aspek-
aspek awareness sebuah merek, seperti seberapa sering dan mudah sebuah
merek diingat dan dikenali dalam berbagai situasi. Faktor ini menyangkut
48



seberapa bagus elemen merek menjalankan fungsinya sebagai
pengidentifikasi produk. Brand awareness bukan hanya sekedar menyangkut
apakah konsumen mengetahui nama merek, namun berekaitan pula dengan
mengaitkan merek (nama, logo, simbol dan seterusnya) dengan asosiasi-
asosiasi tertentu dalam memori konsumen yang bersangkutan.
2. Brand performance
Menurut Keller (2008:260), brand performance berkenaan dengan
kemampuan produk dalam memenuhi kebutuhan fungsional konsumen.
Terdapat lima atribut yang mendasari brand performance, yaitu:
a. Unsur primer dan fitur suplemen
b. Reliabilitas, durabilitas, dan serviceability produk
c. Efektivitas, efisiensi, dan empati layanan
d. Model dan desain
e. Harga
3. Brand imagery
Brand imagery menyangkuit extrinsic properties produk atau jasa,
yaitu kemampuan produk dalam memenuhi kebutuhan psikologi atau sosial
konsumen. Brand imagery dapat terbentuk secara langsung (melalui
pengalaman konsumen dan kontaknya dengan produk, merek, pasar sasaran,
atau situasi pemakaian) dan tidak langsung (melalui iklan dan komunikasi)
(Keller, 2008:260).
49



Terdapat empat kategori utama brand imagery menurut Keller
(2008:260), yakni:
a. Profil pemakai, baik berdasarkan factor demografis deskriptif (usia,
gender, ras, atau pendapatan) maupun psikologis abstrak (sikap
terhadap hidup, karir, kepemilikan, isu social, maupun institusi
politik).
b. Situasi pembelian (berdasarkan tipe saluran distribusi, toko spesifik,
kemudahan pembelian, dan sejenisnya) dan situasi pemakaian (kapan
dan dimana merek digunakan).
c. Kepribadian, gaya hidup, dan nilai-nilai
d. Sejarah, warisan budaya (heritage), dan pengalaman.
4. Brand judgement
Brand judgement berfokus pada pendapat dan evaluasi personal
konsumen terhadap merek berdasarskan kinerja merek dan asosiasi citra yang
dipersepsikannya (Keller, 2008:261). Aspek brand judgement meliputi:
a. Brand quality, persepsi konsumen terhadap nilai dan kepuasan yang
dirasakannya.
b. Brand credibility, yakni seberapa jauh suatu merek dinilai kredibel
dalam hal expertise (kompeten, inovatif, pemimpin pasar),
trustworthiness (bisa diandalkan dan selalu mengutamakan kepentingan
50



konsumen), dan likeability (menarik, menyenangkan, dan layak untuk
dipilih dan digunakan).
c. Brand consideration, yakni sejauh mana sebuah merek dipertimbangkan
untuk dibeli atau digunakan konsumen.
d. Brand superiority, yakni sejauh mana konsumen menilai merek yang
bersangkutan unik dan lebih baik dibandingkan merek-merek lain.
5. Brand feelings
Brand feelings yaitu respon dan reaksi emosional konsumen terhadap
merek. Reaksi semacam ini bisa berupa perasaan warmth (kehangatan), fun
(kegembiraan), security (rasa aman), social approval (rasa dekat dengan
lingkungan social), dan self-respect (menghargai diri sendiri). (Keller,
2008:261)
6. Brand resonance
Brand resonance mengacu pada karakteristik relasi yang dirasakan
konsumen terhadap merek spesifik. Resonansi tercermin pada intensitas atau
kekuatan ikatan psikologis antara pelanggan dan merek, serta tingkat
aktivitas yang ditimbulkan loyalitas tersebut (Keller, 2008:261).




51










Sumber : Keller (2008:259)
GAMBAR 2.7
CUSTOMER-BASED BRAND EQUITY MODEL
2.1.3.3 Keuntungan dari Brand Equity
Menurut Darmadi Durianto dkk. (2004:6), Ekuitas merek merupakan aset
yang memberikan nilai tersendiri di mata konsumennya. Aset yang dikandungnya
dapat membantu konsumen dalam menafsirkan, memproses, dan menyimpan
informasi yang terkait dengan produk dan merek tersebut. Ekuitas merek yang kuat
dapat mempengaruhi rasa percaya diri konsumen dalam pengambilan keputusan
pembelian atas dasar pengalaman masa lalu dalam penggunaan atau kedekatan, dan
asosiasi dengan berbagai karakteristik merek.
Selain itu, Kotler dan Armstrong (2008:86) mengemukakan bahwa ekuitas
merek yang tinggi akan memberikan sejumlah keuntungan bersaing, yakni:
Performance
Salience
Imagery
Feeling Judgement
Resonance
4. Relationship
What about you and me?

3. Response
What about you?
2. Meaning
What areyou ?
1. Identity
Who are you?
52



1. Perusahaan akan memiliki pengaruh perdagangan yag lebih besar dalam
melakukan tawar-menawar dengan distributor dan pengecer karena pelanggan
mengharapkannya menjual merek tersebut.
2. Perusahaan dapat mengenakan harga yang lebih tinggi daripada pesaing-
pesaingnya karena merek itu memiliki persepsi mutu yang lebih tinggi.
3. Perusahaan dapat lebih mudah melakukan perluasan produk karena nama
merek itu menyandang kredibilitas yang tinggi.
4. Merek tersebut menawarkan kepada perusahaan suatu pertahanan terhadap
persaingan harga.
2.1.4 Pengaruh Kinerja Brand Extension Terhadap Brand Equity
Mengingat pentingnya ekuitas merek bagi suatu perusahaan, perusahaan
dituntut untuk terus menjaga dan meningkatkan ekuitas mereknya. Salah satu
alternatif yang dapat dilakukan oleh perusahaan adalah dengan melakukan brand
extension.
Menurut David A. Aaker (2004:20) mengemukakan bahwa:
The brand equity (visibility, trust perceived quality, association and loyalty)
can affect the extensions in turn can affect these brand equity dimensions both
positively (more good) can negatively (the ugly). To often the impact of
extension on the brand is not given enough weight, but in the long run, it can
be most important result of an extensions. The nature and size of the effect in
both directions will depend on the strength of the brand equity, as well as the
brand fit and credibility in the new context.
Berdasarkan pengertian ekuitas merek yang dikemukakan oleh David A.
Aaker, maka ekuitas merek (kesadaran, kepercayaan, asosiasi, dan loyalitas) dapat
53



memberikan pengaruh positif dan negative terhadap ekstensi. Hal ini ditunjukan
dengan efek yang diberikan oleh ekstensi terhadap dimensi ekuitas merek menjadi
semakin baik atau malah menjadi semakin buruk. Brand extension dapat diukur
bergantung pada kekuatan dari ekuitas mereknya.
Kotler dan Amstrong (2008:214) mengemukakan bahwa:
High brand equity provides a company with money competitive advantages. A
powerfull brand enjoys a high level of consumer brand awareness and loyalty
because consumer expect stores to carry the brand, the company has more
laveragein bargaining with resells because the brand name caries high
credibily, the company can more easely launch line and brand extensions.
Ekuitas merek yang tinggi memberikan keunggulan bersaing bagi perusahaan.
Merek yang kuat dapat menciptakan kesadaran dan loyalitas merek bagi konsumen,
perusahaan dapat melakukan tawar-menawar dengan ritel karena merek telah
memiliki kredibilitas dan perusahaan dapat dengan mudah melakukan perluasan dan
ekstensi merek.
Menurut Freddy Rangkuti (2008:123), Pengembangan atau perluasan merek
(brand extension) merupakan suatu keputusan yang dilakukan dalam penyusunan
strategi pemasaran yang diharapkan dapat meningkatkan ekuitas merek (brand
equity). Menciptakan ekuitas merek terhadap brand extension dapat dilakukan
dengan cara meningkatkan awareness dan asosiasi terhadap merek tersebut.
Sementara itu, Dikdik Tandika (2001:19) mengungkapkan: Salah satu cara untuk
memelihara ekuitas merek adalah dengan melakukan pertimbangan ekstensi merek.
54



Ekstensi merek akan membuat merek lebih menonjol atau mendapatkan pengingatan
kembali merek sehingga merek dapat terus diingat.
Menurut Rodwell et al (dalam jurnal The Implications for Brand Extension
When the Extension is Later Sold: Using Member Perceptions to Investigate Brand
Extension; 2000:1)
A successful brand extension can be a major boost for the brand equity of a
product, if the extension is perceived positively by consumers. It will increase
not only the meaning of the brand to the consumers but may increase loyalty
and also brand favourability on behalf of the consumer
Berdasarkan pendapat John Rodwell et al. di atas, kesuksesan brand extension
dapat menjadi sebuah penggerak utama pada ekuitas merek sebuah produk jika
perluasannya diterima secara positif oleh konsumen, tidak hanya menambah arti
sebuah merek pada konsumen tetapi juga dapat meningkatkan loyalitasnya.
Berdasarkan beberapa uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa dengan
pelaksanaan program brand extension akan berpengaruh terhadap ekuitas merek
sebuah produk. Adanya brand extension akan mengakibatkan berubahnya
pengetahuan konsumen terhadap produk yang bersangkutan. Semakin baik kinerja
produk dengan menggunakan brand extension tersebut, pengaruh positif terhadap
merek induk semakin besar.


55



2.1.5 Orisinalitas Penelitian
TABEL 2.4
ORISINALITAS PENELITIAN
No
Nama dan
Tahun
Judul Hasil Penelitian Sumber
1 Gareth
Smith,
Richard
Speed, Iam
Grime
(2005)
The impact of
brand
extension on
brand
personality in
differing
country: a
UK-Australian
Comparison
Semakin baik kecocokan
antara merek perluasan
dan merek inti, semakin
kecil perubahan di dalam
dimensi-dimensi
kepribadian merek yang
mengikuti pengenalan
tentang perluasan.
Journal of
ANZMAC
Marketing in
international and
cros cultural
environtments
2 Nicole
Stagemann
(2006)
Unique brand
extension
challenges for
luxury brands
Perluasan merek pada
merek mewah akan
menambah brand
awareness dari merek-
merek mewah tersebut
Journal of
business and
economic research
university of
western sydney

3 Kuang
Fung, Chu-
Mei Liu
(2004)
Positive brand
extension trial
and choice of
parent brand
Perluasan merek
dipandang sebagai suatu
strategi yang penting
dalam meningkatkan
benefit dari suatu produk
pada kategori produk
induk dan produk ekstensi
Journal of
product and
brand
management:
emerald group
publishing limited

4 Ying-Chan
Tang, Fen-
May Liou,
Sheng You
Peng (2008)
B2B brand
extension to
the B2C
market-The
case of the ICT
industry in
Taiwan
Konsistensi dari konsep-
konsep merek antara
kekuatan merek B2B
merek dan produk
perluasan B2C adalah
faktor dominan yang
mempengaruhi evaluasi-
evaluasi pelanggan.
Pelanggan cenderung
akan mengevaluasi
produk ekstensi ketika
merek induk mempunyai
persepsi kualitas yang
Journal of brand
management vol
15 no 6:Palgrave
Mac Millan ltd

56



tinggi,
5 Simon
George
(2009)
Leveraging
brand equity
for developing
appropriate
brand
extension
strategies
Pengalaman dari beberapa
perusahaan sudah
menunjukkan rute yang
bijaksana untuk
peluncuran produk baru
yaitu dengan memperluas
merek yang kuat pada
kategori produk lain.
Final paper T.A.
pai management
institute manipal
Karnataka india


Dilihat dari Tabel 2.4 hasil penelitian pendahuluan, terdapat persamaan dan
penelitian yang diteliti penulis, yakni:
1. Persamaan
Brand extension merupakan suatu strategi dari produk yang memiliki merek
yang kuat pada kategori produk baru. Dengan melakukan strategi brand extension
diharapkan mampu meningkatkan benefit baik untuk produk induk maupun produk
ekstensi.
2. Perbedaan
Pada penelitian-penelitian terdahulu umumnya hanya membahas secara umum
mengenai strategi brand extension dan secara teoritis penggunaan teori-teori
penelitian penunjang yang digunakan berbeda, mengingat referensi yang
digunakan juga berbeda. Perbedaan yang paling mendasar adalah para peneliti
umumnya menggunakan teori brand (merek) sebagai bagian dari Produk yang
merupakan salah satu bagian dari marketing mix strategy, sedangkan penulis
menggunakan teori brand yang lahir dari strategi pemasaran dan bukan bagian dari
produk. Selain itu penulis juga meneliti pengaruh brand extension terhadap brand
57



equity pada produk keseluruhan baik produk induknya maupun produk
ekstensinya. Hal ini, menunjukan bahwa orisinalitas penelitian yang dilakukan
benar-benar dapat dibuktikan keabsahaannya.
2.2 Kerangka Pemikiran
Setiap perusahaan berusaha memperoleh keuntungan dengan cara
memproduksi produk yang sesuai dengan kebutuhan dan keinginan konsumen.
Banyaknya perusahaan yang memproduksi barang atau jasa yang sama menimbulkan
adanya persaingan, sehingga mengakibatkan konsumen menjadi semakin selektif
dalam memilih produk atau jasa yang ditawarkan. Hal ini mengakibatkan setiap
perusahaan harus berusaha menciptakan keunggulan kompetitif agar mampu
memenangkan persaingan tersebut.
Untuk menciptakan keunggulan kompetitif tersebut setiap perusahaan perlu
melakukan strategi pemasaran yang kompetitif dan dapat menciptakan superior
customer value dengan mengkombinasikan strategi mempengaruhi pelanggan dari
bisnis kedalam suatu himpunan yang dikordinir pada tindakan-tindakan market-
driven. Strategi pemasaran menghubungkan organisasi dengan lingkungan dan
pandangan-pandangan pemasaran sebagai suatu tanggung jawab dari bisnis secara
keseluruhan. Strategi pemasaran tersebut meliputi proses: market,segments and
customer value: designing market-driven strategies: market-driven development
program: dan implementing and managing market driven strategies. .(Cravens dan
Piercy (2009:13).
58



Marke-driven development program (pengembangan program market-driven)
menunjukan pilihan dari strategi pada komponen program pemasaran. Produk,
distribusi, harga dan strategi promosi dikombinasikan untuk membentuk strategi
positioning pada setiap target pasar. Menurut Cravens dan Piercy (2009:16) strategi
program pemasaran untuk mengimplementasikan strategi positioning meliputi:
strategic brand management (manajemen strategi merek), value-chain strategy
(strategi rantai nilai), pricing strategy (strategi harga), dan promotion strategy
(strategi promosi).
Strategic brand management merupakan suatu persoalan kunci dari
kebanyakan organisasi dan tidak hanya menjadi domain dari kemasan perusahaan
barang, sebuah perspektif merek yang strategis mengharuskan para eksekutif untuk
memutuskan peran merek pada perusahaan untuk menciptakan customer value dan
shareholder value. Strategic brand management bertujuan untuk membangun brand
equity secara berkelanjutan yang meliputi: brand identity strategy, managing brand
strategy, managing the brand poftofolio, dan leveraging the brand strategy. (Cravens
dan Piercy 2009:297)
Leveraging the brand (pengembangan merek) menyangkut perluasan
identitas merek untuk tambahan baru pada lini produk, atau pada kategori produk
baru. Penggunaan nama merek akan berguna untuk mengenalkan produk lain dengan
menghubungkan produk baru pada sebuah nama merek yang kuat. Metode-metoda
yang dapat dilakukan perusahaan untuk menggunakan nama merek yang kuat adalah
59



dengan melakukan line extension (perluasan lini produk pada kategori produk yang
sama), stretching the brand vertically, brand extension (perluasan merek pada
kategori produk baru), co-branding (penggunaan nama merek bersama dengan
perusahaan lain yang sejenis), dan Licensing (Lisensi). (Cravens dan Piercy
2009:310)
Brand extension merupakan salah satu strategi pengembangan merek dalam
strategic brand management yaitu dengan menggunakan nama merek yang sudah
dikenal oleh konsumen untuk meluncurkan sebuah lini produk baru pada kelas
produk yang berbeda. (Cravens dan Piercy 2009:311)
Menurut Hem dan Iversen (dalam jurnal Factors influencing Succesfull Brand
Extension; 2001:14), Brand extension adalah strategi pengembangan merek dengan
menggunakan nama merek yang sudah dikenal oleh konsumen untuk meluncurkan
produk baru atau produk modifikasi pada kategori produk yang baru. Pepsodent
melakukan brand extension dengan memasuki kategori produk baru yaitu sikat gigi
dan obat kumur. Dengan strategi brand extension diharapkan dapat meningkatkan
ekuitas mereknya. Menciptakan ekuitas merek dari perluasan merek dapat dilakukan
dengan cara meningkatkan awareness dan asosiasi terhadap merek tersebut. (Freddy
Rangkuti, 2008:145).
Bagi pelanggan, ekuitas merek dapat memberikan nilai dalam memperkuat
pemahaman mereka akan proses informasi, memupuk rasa percaya diri dalam
pembelian, serta meningkatkan pencapaian kepuasan. Nilai ekuitas merek bagi
60



pemasar/perusahaan dapat mempertinggi keberhasilan program pemasaran dalam
memikat konsumen baru atau merangkul konsumen lama. Hal ini dimungkinkan
karena dengan merek yang telah dikenal maka promosi yang dilakukan akan lebih
efektif.
Brand equity menurut Aaker (2008:157) adalah seperangkat aset dan
keterpercayaan merek yang terkait dengan merek tertentu, nama dan atau simbol,
yang mampu menambah atau mengurangi nilai yang diberikan oleh sebuah produk
atau jasa, baik bagi pemasar/perusahaan maupun pelanggan.
Konsep brand equity mencakup dua konstruk multi-dimensional yang saling
terkait yaitu brand strength dan brand value (Kotler dan Keller, 2009:306). Makna
brand equity dapat dikelompokkan ke dalam tiga yaitu brand valuation atau brand
value, brand strength atau brand loyalty dan brand image atau brand description.
Konsep brand equity mencakup dua konstruk multi-dimensional yang saling
terkait yaitu brand strength dan brand value (Kotler&Keller:2007:306). Makna
brand equity dapat dikelompokkan ke dalam tiga yaitu brand valuation atau brand
value, brand strength atau brand loyalty dan brand image atau brand description.
Munurut Aaker (2008:157) Terdapat empat dimensi ekuitas merek, yaitu:
pengetahuan akan merek (brand awareness), kualitas yang dipercaya dikandung
sebuah merek, asosiasi-asosiasi merek , dan kesetiaan merek (brand loyalty).
61



Proses implementasi keempat tahap ini membutuhkan enam building block
utama, yakni: Brand salience, brand performance, brand imagery, brand judgement,
brand feelings, dan brand resonance (Keller, 2008:259)
Keenam dimensi ekuitas merek dipercaya dapat mempengaruhi ekuitas
merek. Ketiga dimensi pertama yaitu pengetahuan akan merek, kualitas yang
dipercaya, dan asosiasi-asosiasi dianggap penting dalam proses pemilihan merek,
ketiganya dapat mengurangi keinginan atau rangsangan pelanggan untuk mencoba-
coba merek lain (kesetiaan merek).
Brand extension dapat menjadi sebuah penggerak utama pada ekuitas merek
sebuah produk jika perluasannya diterima secara positif oleh konsumen, tidak hanya
menambah arti sebuah merek pada konsumen tetapi juga dapat meningkatkan
loyalitasnya (Rodwell et al dalam jurnal The Implications for Brand Extension When
the Extension is Later Sold: Using Member Perceptions to Investigate Brand
Extension; 2000:1).
Berdasarkan uraian kerangka pemikiran di atas, peneliti selanjutnya
menjabarkan ke dalam kerangka pemikiran penelitian agar mempermudah proses
penelitian. Kerangka pemikiran tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.8
62



Keterangan :
Diteliti
Tidak diteliti
Proses
Pengaruh
Feed Back
GAMBAR 2.8
KERANGKA PEMIKIRAN
PENGARUH KINERJA BRAND EXTENSION
TERHADAP BRAND EQUITY SIKAT GIGI PEPSODENT
(Survei pada Konsumen Sikat Gigi Pepsodent di Carrefour Kiaracondong Kota Bandung)



Brand Extension

1. Similarity
2. Reputation
3. Perceived Risk
4. Innovativeness

Hem dan Inversen (2001:7)
Brand Laeveraging
Strategy

1. Line Extension

2. Strecking The
Brand Verticaly

3. Brand Extension

4. Co Branding

5. Licensing
Cravens dan Piercy (2009:310)
Market Driven
Program
Development

1. Strategic Brand
Management

2. Value Chain
Strategy

3. Pricing Strategy

4. Promotion
Strategy
Cravens dan Piercy (2009:17)
Strategic Brand
Management

1. Brand Identity
Strategy

2. Managing Brand
Strategy

3. Managing The
Brand Portofolio

4. Leveraging The
Brand
Cravens dan Piercy (2009:297)
Marketing Strategy
Process

1. Market, segments and
customer value

2. Designing market-
driven strategies

3. Market -driven
program development

4. Implementing and
managing market
driven strategies
Cravens dan Piercy (2009:14)
Brand Equity

1. Brand Salience
2. Brand Performance
3. Brand Imagery
4. Brand Judgement
5. Brand Feeling
6. Brand Resonance
Keller (2008:295)
Feed Back
63



Berdasarkan kerangka berpikir diatas, maka paradigma penelitian
digambarkan sebagai berikut:







GAMBAR 2.9
PARADIGMA PENELITIAN
PENGARUH KINERJA BRAND EXTENSION
TERHADAP BRAND EQUITY SIKAT GIGI PEPSODENT
(Survey pada Konsumen Sikat Gigi Pepsodent di Carrefour
Kiaracondong Kota Bandung)
2.3 Hipotesis
Menurut Uma Sekaran (2009:135) hipotesis didefinisikan sebagai hubungan
yang diperkirakan secara logis diantara dua atau lebih variabel yang diungkapkan
dalam bentuk pernyataan yang dapat diuji. Hubungan tersebut diperkirakan
berdasarkan jaringan asosiasi yang ditetapkan dalam kerangka teoritis yang
dirumuskan untuk studi penelitian.
Berdasarkan pengertian hipotesis di atas, hipotesis penelitian yang penulis
rumuskan adalah: Terdapat pengaruh antara kinerja strategi brand extension
terhadap brand equity Sikat Gigi Pepsodent
Kinerja
Brand Extension


1. Similarity

2. Reputation

3. Perceived Risk

4. Innovativeness

Brand Equity


1. Brand Salience
2. Brand Performance
3. Brand Imagery
4. Brand Judgement
5. Brand Feeling
6. Brand Resonance

Anda mungkin juga menyukai