Anda di halaman 1dari 22

RADIOTERAPI PADA KARSINOMA NASOFARING

I.
PENDAHULUAN
Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas yang paling banyak dijumpai di
antara tumor ganas THT di Indonesia, dimana karsinoma nasofaring termasuk dalam
lima besar tumor ganas dengan frekuensi tertinggi, sedangkan di daerah kepala dan
leher menduduki tempat pertama. Tumor ini berasal dari fossa Rosenmulleri pada
nasofaring yang merupakan daerah transisional dimana epitel kuboid berubah
menjadi epitel skuamosa.
1,2
Karsinoma nasofaring disebut juga sebagai tumor kanton !Canton
tumor)."enurut estimasi #H$, sekitar %& ' dari kasus karsinoma nasofaring di
dunia terjadi di (hina.
1

)enanggulangan karsinoma nasofaring sampai saat ini masih merupakan suatu
problem, hal ini karena etiologi yang masih belum pasti, gejala dini yang tidak khas
serta letak nasofaring yang tersembunyi, sehingga diagnosis sering terlambat
Radioterapi merupakan metode terapi paling utama, Radioterapi dikombinasi dengan
kemoterapi dapat meningkatkan efektifitas terapi kanker nasofaring.
1
*asofaring terletak di antara basis kranial dan palatum mole, menghubungkan
rongga hidung dan orofaring . Rongga nasofaring menyerupai sebuah kubus yang
tidak beraturan, diameter atas+ ba,ah dan kiri+ kanan masing+ masing - .m, diameter
depan+ belakang 2+- .m, dapat dibagi menjadi dinding anterior, superior, posterior,
inferior, dan 2 dinding lateral yang simetris bilateral.
/ambar 10 1natomi *asofaring
2inding superior dan posterior bersambung dan miring membentuk lengkungan,
di antara kedua dinding tidak terdapat batas anatomis yang jelas,, sehingga se.ara
klinis disebut sebagai dinding supero+ posterior. 2inding lateral men.akup pars
anterior tuba timpanofaringeus, pars kartilago tuba timpanofaringeus, dan pars
posterior tuba timpanofaringeus. 2inding anterior0 "argin posterior septum nasalis
dan ostium posterior nasalis di kedua sisinya, langsung berhubungan dengan ka3um
nasalis. 2inding dasar0 2orsum palatum mole dan ismus orofaring di belakangnya.
1rea nasofaring sangat kaya akan saluran limfatik, terutama drainase ke kelenjar
limfe faringeal posterior para3ertebral ser3ikal !disebut juga sebagai limfe Rou3iere,
sebagai kelenjar limfe terminal pertama drainase kanker nasofaring4, kemudian
masuk ke kelenjar limfe kelompok profunda ser3ikal, terutama meliputi0 rantai
kelenjar limfe jugularis interna, rantai kelenjar limfe ner3i asesorius, rantai kelenjar
limfe arteri dan 3ena trans3ersalis koli !di fossa suprakla3ikular4.
1.2
/ambar 20 Kelenjar getah bening di kepala dan leher
)embuluh darah berasal dari per.abangan le3el I atau le3el II arteri karotis
eksterna, masing+ masing adalah0 arteri faringeal asendens, .abang terke.il arteri
karotis eksterna5 arteri palatine asendens5 arteri faringea5 dan arteri pterigoideus.
)ersarafan nasofaring, saraf sensorik berasal dari ner3i glosofaringeal dan 3agus.
6araf motorik dari ner3us 3agus, mempersarafi sebagian otot faring dan palatum
mole.
Kanker nasofaring dapat terjadi pada segala usia, tapi umumnya menyerang usia
-&+ 7& tahun, menduduki 89+:&'. )roporsi pria dan ,anita adalah 2+-,%01.
Terjadinya kanker nasofaring mungkin multifaktorial, proses karsinogenesisnya
mungkin men.akup banyak tahap. ;aktor yang mungkin terkait dengan timbulnya
kanker nasofaring adalah0
2
1. Kerentanan genetik
#alaupun kanker nasofaring tidak termasuk tumor genetik, tapi kerentanan
terhadap kanker nasofaring pada kelompok masyarakat tertentu relati3e menonjol
dan memiliki fenomena agregasi familial. 1nalisis korelasi menunjukkan gen
H<1 !human leukocyte antigen) dan gen pengode en=im sitokrom p>9&2?
!(@)2?14 kemungkinan adalah gen kerentanan terhadap kanker nasofaring,
mereka berkaitan dengan timbulnya sebagian besar kanker nasofaring.
2. Airus ?B
Airus ?B memiliki kaitan erat dengan kanker nasofaring, alasannya adalah0
di dalam serum pasien kanker nasofaring ditemukan antibodi terkait 3irus ?B
!termasuk A(1+Ig1, ?1+Ig1, ?B*1, dll45 di dalam sel kanker nasofaring dapat
dideteksi =at petanda 3irus ?B seperti 2*1 3irus dan ?B*15 epitel nasofaring di
luar tubuh bila diinfeksi dengan galut sel mengandung 3irus ?B1, ditemukan
epitel yang terinfeksi tersebut tumbuh .epat, gambaran pembelahan inti juga
banyak5 dan dilaporkan 3irus ?B di ba,ah pengaruh =at karsinogen tertentu
dapat menimbulkan karsinoma tak berdiferensiasi pada jaringan mukosa
nasofaring fetus manusia.
-. ;aktor lingkungan
)enelitian akhir+ akhir ini menemukan =at+ =at seperti golongan nitrosamin,
hidrokarbon aromatik dan unsur renik dapat memi.u timbulnya kanker
nasofaring.
II.
DIAGNOSIS
1,2,3
1. Gambaran Klinis
/ejala dan tanda yang sering ditemukan pada kanker nasofaring adalah0
a. ?pistaksis0 6ekitar 8&' pasien mengalami gejala ini, di antaranya 2-,2'
pasien datang berobat dengan gejala a,al ini. 6e,aktu menghisap dengan
kuat se.ret dari rongga hidung atau nasofaring, bagian dorsal palatum
mole bergesekan dengan permukaan tumor, sehingga pembuluh darah di
permukaan tumor robek dan menimbulkan epistaksis. @ang ringan timbul
epistaksis. @ang timbul hemoragi nasal masif.
b. Hidung tersumbat0 6ering hanya sebelah dan se.ara progresif bertambah
hebat. Ini disebabkan tumor menyumbat lubang hidung posterior, insiden
sekitar >%'.
.. Tinitus dan pendengaran menurun0 masing+masing menempati 91,9'+
72,9' dan 9&'. )enyebabnya adalah tumor di resesus faringeus dan
dinding lateral nasofaring menginfiltrasi, menekan tuba eusta.hii,
menyebabkan tekanan negati3e di dalam ka3um timpani, hingga terjadi
otitits media transudatif. Bagi pasien dengan gejala ringan, tindakan
dilatasi tuba eusta.hii dapat meredakan sementara. "enurunnya
kemampuan pendengaran karena hambatan konduksi, umumnya disertai
rasa penuh di dalam telinga.
d. 6efalgia0 "enempati 98,2+7%,7', kekhasannya adalah nyeri kontinu di
regio temporoparietal atau oksipital satu sisi. Ini sering disebabkan
desakan tumor, infiltrasi saraf .ranial atauos basis .ranial, juga mungkin
karena infeksi lo.al atau iritasi pembuluh darah yang menyebabkan
sefalgia reflektif.
e. Rudapaksa saraf kranial0 Kanker nasofaring menginfiltrasi dan ekspansi
direk ke superior, dapat mendestruksi tulang basis .ranial, atau melalui
saluran atau .elah alami .ranial masuk ke area petrosfenoid dan fossa
media intra.ranial !termasuk foramen sfenotik, apeks petrosus os
temporal, foramen o3ale dan area sinus spongiosus4, membuat saraf
karanial III,IA,A !radiks I,II4 dan AI rudapaksa, manifestasinya berupa
ptosis ,ajah bagian atas, paralisis otot mata, neuralgia terminal atau nyer
area temporal akibat iritasi meningen, bila terdapat juga rudapaksa saraf
.ranial II, disebut sindroma apeks orbital atau petrosfenoid. Ketika kanker
nasofaring meluas hingga area posterior prosesus stiloideus dari selah
parafaring, atau metastasis kelenjar limfe parafaring menekan,
menginfiltrasi lebih ke dalam, dapat mengenai saraf .ranial IC, C, CI, CII
dan saraf sompatis leher. Radiks ke+- *. Trigeminus dapat terinfiltrasi di
intra.ranial, atau terkena rudapaksa di .elah parafaring. 6araf .ranial I, II,
terletak intra.ranial .ondong ke depan, saraf .ranial AII, AIII terlindung
oleh pers petrosus os temporalis, sehingga mereka lebih jarang terkena
in3asi kanker nasofaring ke saraf .ranial.
f. )embesaran kelenjar limfe leher0 6ekitar >&' pasien datang dengan
gejala pertama pembesaran kelenjar imfe leher, pada ,aktu diagnosis
ditegakkan, sekitar 7&+%&' sudah metastasis kelenjar limfe leher. <okasi
tipikal metastasisnya adalah kelenjar limfe kelompok profunda superior
koli, tapi karena kelompok kelenjar limfe tersebut permukaannya tertutup
otot strenokleidomastoid, dan benjolan tiodak nyeri, maka pada mulanya
sulit diketahui. 1da sebagian pasien yang metastasis kelenjar limfenya
pertama kali mun.ulk di region untaian ner3i aksesorius di segitiga koli
posterior.
g. /ejala metastasis jauh0 karena :9' lebih sel kanker nasofaring
berdiferensiasi buruk, dengan derajat keganasan tinggi, ,aktu diagnosis
ditegakkan, >,2' kasus sudah menderita metastasis jauh. 2ari kasus yang
,afat setelah radioterapi, angka metastasis jauh men.apai >9,9'. <okasi
metastasis paling sering ke tulang, paru, hati. "etastasis tulang tersering
ke pel3is, 3ertebra, iga, dan keempat ekstremitas. "anifestasi metastasis
tulang adalah nyeri kontinu dan nyeri tekan setempat, lokasinya tetap,
tidak berubah+ubah dan se.ara bertahap bertambah hebat. )ada fase dini
tidak sealu terdapat perubahanpada foto sinar C, bone scan seluruh tubuh
dapat membantu diagnosis. "etastasis hati, paru dapat sangat
tersembunyi, kadang hanya ditemukan ketika dilakukan tindak lanjut
rutin dengan ronsen toraks, pemeriksaan hati dengan (T atau D6/.
2. Gambaran Rai!l!"i
a. )emeriksaan (T0 makna klinis aplikasinya adalah0 !14 membantu
diagnosis5 !24 memastikan luas lesi, penetapan stadium se.ara akurat5 !-4
se.ara tepat menetapkan =ona target terapi, meran.ang medan radiasi5 !>4
memonitor kondisi remisi tumor pas.a terapi dan pemeriksaan tindak
lanjut.
/ambar -0 potongan aEial (T+6.an pada penderita K*;
b. )emeriksaan "RI0 "RI memiliki resolusi yang baik terhadap jaringan
lunak, dapat serentak membuat potongan melintang, sagital, koronal,
sehingga lebih baik dari (T. "RI selain dengan jelas memperlihatkan
lapisan struktur nasofaring dan luas lesi, juga dapat se.ara lebih dini
menunjukkan infiltrasi ke tulang. 2alam membedakan antara fibrosis
pas.a radio+terapi dan reurensi tumor, "RI juga lebih bermanfaat.
.. )en.itraan tulang seluruh tubuh0 berguna untuk diagnosis kanker
nasofaring dengan metastasis ke tulang, lebih sensitif dibandingkan
ronsen biasa atau (T, umumnya lebih dini -+7 bulan dibandingkan
ronsen. 6etelah dilakukan bone-scan, lesi umumnya tampak sebagai
akumulasi radioakti3itas5 sebagian ke.il tampak sebagai area defek
radioakti3itas. Bone scan sangat sensitif untuk metastasis tulang, namun
tidak spesifik. "aka dalam menilai lesi tunggal akumulasi radioakti3itas,
harusmemperhatikan ri,ayat penyakit, menyingkirkan rudapaksa operasi,
fraktur, deformitas degeneratif tulang, pengaruh radoterapi, kemoterapi,
dll.
d. )?T !positron emission tomography40 disebut juga pen.itraan biokimia
mole.ular metaboli. in 3i3o. "enggunakan pen.itraan biologis
metabolism glukosa dari=at kontras 1%+;2/ dan pen.itraan anatomis dari
(T yang dipadukan hingga mendapatkan gambar )?T+(T. itu
memberikan informasi gambaran biologis dari dokter klinisi, membantu
penentuan area target biologis kanker nasofaring, meningkatkan akurasi
radioterapi, sehingga efekti3itas meningkat dan rudapaksa radiasi
terhadap jaringan normal berkurang.
3. Pa#!l!"i Ana#!mi
)ada pasien kanker nasofaring, sedapat mungkin diperoleh jaringan dari lesi
primer nasofaring untuk pemeriksaan patologik. 6ebelum terapi dimulai
harus diperoleh diagnosis histology yang jelas. Hanya jika lesi primertidak
dapat memberikan diagnosis patologik pasti barulah dipertimbangkan biopsi
kelenjar limfe leher.
Klasifikasi gambaran histopatologi terbaru yang direkomendasikan oleh
#H$ pada tahun 1::1, hanya dibagi atas 2 tipe, yaitu 0
a. Karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi !Keratini=ing 6Fuamous (ell
(ar.inoma4.
b. Karsinoma non+keratinisasi !*on+keratini=ing (ar.inoma4. Tipe ini
dapat dibagi lagi menjadi berdiferensiasi dan tak berdiferensiasi.7
$. P%n""!l!n"an S#ai&m
)enggolongan stadium tahun 1::2 0
T10 Kanker terbatas di rongga nasofaring
T20 Kanker menginfiltrasi ka3um nasal, nasofaring, atau di .elah parafaring
di anterior garis 6$ !garis 6$ adalah garis penghubung prosesus stiloideus
dan margo posterior garis tengah foramen magnum os oksipital5 garis batas
region ser3ikal superior dan inferior adalah margo inferior kartilago
krikoidea4
T-0 Kanker di .elah parafaring di posterior garis 6$ atau mengenai basis
.ranial, fossa pterigopalatinum atau terdapat rudapaksa tunggal saraf .ranial
kelompok anterior atau posterior.
T>0 6araf kranial kelompok anterior dan posterior terkena serentak, atau
kanker mengenai sinus paranasal, sinus spongiosus, orbita, fossa intra+
temporal.
*&0 Belum teraba pembesaran kelenjar limfe
*10 Kelenjar limfe koli superior berdiameter G>.m, mobil.
*20 Kelenjar limfe koli inferior membesar atau berdiameter >+8.m
*-0 Kelenjar limfe suprakla3ikular membesar atau berdiameter H8.m
)enggolongan stadium klinis0
6tadium I 0 T1*&"&
6tadium II 0 T2*&+1"&, T&+2*1"&
6tadium III 0 T-*&+2"&, T&+-*2"&
6tadium IA a 0 T>*&+-"&, T&+>*-"&
6tadium IA b 0 T apapun, * apapun, "1
III.
PENATALAKSANAAN
1,3
1. Rai!#%ra'i
6ampai saat ini radioterapi masih memegang peranan penting dalam
penatalaksanaan karsinoma nasofaring. )enatalaksanaan pertama untuk karsinoma
nasofaring adalah radioterapi dengan atau tanpa kemoterapi.
Persiapan / perencanaan sebelum radioterapi
6ebelum diberi terapi radiasi, dibuat penentuan stadium klinik, diagnosis
histopatologik, sekaligus ditentukan tujuan radiasi, kuratif atau paliatif.
)enderita juga dipersiapkan se.ara mental dan fisik. )ada penderita, bila perlu
juga keluarganya diberikan penerangan mengenai perlunya tindakan ini,
tujuan pengobatan, efek samping yang mungkin timbul selama periode
pengobatan.
)emeriksaan fisik dan laboratorium sebelum radiasi dimulai adalah
mutlak. )enderita dengan keadaan umum yang buruk, gi=i kurang atau demam
tidak diperbolehkan untuk radiasi, ke.uali pada keadaan yang mengan.am
hidup penderita, seperti obstruksi jalan makanan, perdarahan yang masif dari
tumor, radiasi tetap dimulai sambil memperbaiki keadaan umum penderita.
6ebagai tolak ukur, kadar Hb tidak boleh kurang dari 1& gr', jumlah leukosit
tidak boleh kurang dari -&&& per mm
-
dan trombosit 1&&.&&& per u<.
Penentuan batas-batas lapangan radiasi
Tindakan ini merupakan salah satu langkah yang terpenting untuk
menjamin berhasilnya suatu radioterapi. <apangan penyinaran meliputi daerah
tumor primer dan sekitarnya I potensi penjalaran perkontinuitatum serta
kelenjar+kelenjar getah bening regional.
Dntuk tumor stadium I dan II, daerah+daerah diba,ah ini harus disinari 0
1. 6eluruh nasofaring
2. 6eluruh sfenoid dan basis oksiput
-. 6inus ka3ernosus
>. Basis kranii, minimal luasnya 8 .m meliputi foramen o3ale, kanalis
karotikus dan foramen jugularis lateral.
9. 6etengah belakang ka3um nasi
7. 6inus etmoid posterior
8. 1I- posterior orbit
%. 1I- posterior sinus maksila
:. ;ossa pterygoidea
1&. 2inding lateral dan posterior faring setinggi fossa midtonsilar
11. Kelenjar retrofaringeal
12. Kelenjar ser3ikalis bilateral termasuk jugular posterior, spinal aksesori dan
suprakla3ikular.
/amabr >0 <apangan opposing lateral
/ambar 90 <apangan suprakla3ikula
1pabila ada perluasan ke ka3um nasi atau orofaring ! T- 4 seluruh ka3um
nasi dan orofaring harus dimasukkan dalam lapangan radiasi. 1pabila
perluasan melalui dasar tengkorak sudah men.apai rongga kranial, batas atas
dari lapangan radiasi terletak di atas fossa pituitary. 1pabila penyebaran tumor
sampai pada sinus etmoid dan maksila atau orbit, seluruh sinus atau orbit
harus disinari. Kelenjar limfe sub mental dan oksipital se.ara rutin tidak
termasuk, ke.uali apabila ditemukan limfadenopati ser3ikal yang masif atau
apabila ada metastase ke kelenjar sub maksila.
6e.ara garis besar, batas+batas lapangan penyinaran adalah 0
+ Batas atas 0 meliputi basis kranii, sella tursika masuk dalam lapangan radiasi.
+ Batas depan 0 terletak dibelakang bola mata dan koana
+ Batas belakang 0 tepat dibelakang meatus akustikus eksterna, ke.uali bila
terdapat pembesaran kelenjar maka batas belakang harus terletak 1 .m di
belakang kelenjar yang teraba.
+ Batas ba,ah 0 terletak pada tepi atas kartilago tiroidea, batas ini berubah bila
didapatkan pembesaran kelenjar leher, yaitu 1 .m lebih rendah dari kelenjar
yang teraba. <apangan ini mendapat radiasi dari kiri dan kanan penderita.
)ada penderita dengan kelenjar leher yang sangat besar sehingga metode
radiasi di atas tidak dapat dilakukan, maka radiasi diberikan dengan
lapangan depan dan belakang. Batas atas men.akup seluruh basis kranii.
Batas ba,ah adalah tepi ba,ah kla3ikula, batas kiri dan kanan adalah 2I-
distal kla3ikula atau mengikuti besarnya kelenjar.
Kelenjar supra kla3ikula serta leher bagian ba,ah mendapat radiasi dari
lapangan depan, batas atas lapangan radiasi ini berimpit dengan batas ba,ah
lapangan radiasi untuk tumor primer.
Teknik Radioterapi
1da - .ara utama pemberian radioterapi, yaitu 0
1. Radiasi ?ksterna I Teleterapi
6umber sinar berupa aparat sinar+C atau radioisotop yang ditempatkan
di luar tubuh. 6inar diarahkan ke tumor yang akan diberi radiasi. Besar
energi yang diserap oleh suatu tumor tergantung dari 0 besarnya energi
yang dipan.arkan oleh sumber energi, jarak antara sumber energi dan
tumor dan kepadatan massa tumor.
Teleterapi umumnya diberikan se.ara fraksional dengan dosis 19&+29&
rad per kali, dalam 2+- seri. 2iantara seri 1+2 atau 2+- diberi istirahat 1+2
minggu untuk pemulihan keadaan penderita sehingga radioterapi
memerlukan ,aktu >+7 minggu.
2. Radiasi Interna I Bra.hiterapi
6umber energi ditaruh di dalam tumor atau berdekatan dengan tumor
di dalam rongga tubuh. 1da beberapa jenis radiasi interna 0
a. Interstitial
Radioisotop yang berupa jarum ditusukkan ke dalam tumor, misalnya
jarum radium atau jarum irridium.
b. Intra.a3itair
)emberian radiasi dapat dilakukan dengan 0
+ 1fter loading 0 6uatu aplikator kosong dimasukkan ke dalam rongga
tubuh ke empat tumor. 6etelah aplikator letaknya tepat, baru
dimasukkan radioisotop ke dalam aplikator itu.
+ Instalasi 0<arutan radioisotop disuntikkan ke dalam rongga tubuh,
misal 0 pleura atau peritoneum.
-. Intra3ena
<arutan radioisotop disuntikkan ke dalam 3ena. "isalnya I
1-1
yang
disuntikkan IA akan diserap oleh tiroid untuk mengobati kanker tiroid.
Dosis radiasi
1da 2 jenis radiasi, yaitu 0
1. Radiasi Kuratif
2iberikan kepada semua tingkatan penyakit, ke.uali pada penderita
dengan metastasis jauh. 6asaran radiasi adalah tumor primer, K/B leher
dan supra kla3ikular. 2osis total radiasi yang diberikan adalah 77&&+8&&&
rad dengan fraksi 2&& rad, 9 E pemberian per minggu. 6etelah dosis >&&&
rad medulla spinalis di blok dan setelah 9&&& rad lapangan penyinaran
suprakla3ikular dikeluarkan.
2. Radiasi )aliatif
2iberikan untuk metastasis tumor pada tulang dan kekambuhan lokal.
2osis radiasi untuk metastasis tulang -&&& rad dengan fraksi -&& rad, 9 E
per minggu. Dntuk kekambuhan lokal, lapangan radiasi terbatas pada
daerah kambuh.
Respon radiasi
6etelah diberikan radiasi, maka dilakukan e3aluasi berupa respon
terhadap radiasi. Respon dinilai dari penge.ilan kelenjar getah bening
leher dan penge.ilan tumor primer di nasofaring. )enilaian respon
radiasi berdasarkan kriteria #H$ 0
+ (omplete Response 0 menghilangkan seluruh kelenjar getah benin
yang besar.
+ )artial Response 0 penge.ilan kelenjar getah bening sampai 9&' atau
lebih.
+ *o (hange 0 ukuran kelenjar getah bening yang menetap.
+ )rogressi3e 2isease 0 ukuran kelenjar getah bening membesar 29'
atau lebih.
Komplikasi radioterapi
Komplikasi radioterapi dapat berupa 0
1. Komplikasi dini. Biasanya terjadi selama atau beberapa minggu
setelah radioterapi, seperti 0
+ Cerostomia + "ual+muntah
+ "ukositis + 1noreksi
+ 2ermatitis
+ ?ritema
2. Komplikasi lanjut. Biasanya terjadi setelah 1 tahun pemberian
radioterapi, seperti 0
+ Kontraktur
+ /angguan pertumbuhan
+ dll
Terapi terhadap kanker nasofaring berprinsip pada indi3idualisasi dan tingkat
keparahan0 pasien stadium IIII dengan radioterapi eksternal sederhana atau
radioterapi eksternal ditambah brakiterapi ka3um nasofaring5 pasien stadium
IIIIIA dengan kombinasi radioterapi dan kemoterapi5 pasien dengan metastasis
jauh harus bertumpu pada kemoterapi dan radioterapi paliatif.
6umber radiasi menggunakan radiasi J (o+7&, radiasi K energy tinggi atau
radiasi C energi tinggi dari akselerator linier, terutama dengan radiasi luar
isosentrum, dibantu brakiterapi intraka3ital, bila perlu ditambah radioterapi
stereotaktik. <ingkup radiasi men.akup lesi primer nasofaring, aream sekitar yang
mungkin terinfiltrasi, area drainase limfatik nasofating. 6ekitar nasofaring
terdapat banyak organ 3ital, maka desain medan radiasi dan penetapan posisi
harus tepat, se.ara maksimal men.akup jaringan tumor, sekaligus se.ara
maksimal mengurangi dosis radiasi jaringan normal sekitarnya. "elalui plat
timbal bertitik leleh rendah kepada pasien diberikan iradiasi medan gabungan dan
medan dipersempitmuka dan leher tak beraturan lalu iradiasi isosentrum medan
terpisah muka dan leher tak beraturan, dapat se.ara lebih baik melindungi
serebrum, batang otak, medulla spinal dan lensa, dan organ 3ital lain, mengurangi
reaksi radioterapi, meningkatkan kualitas hidup. Radioterapi konformal modulasi
intensitas merupakan teknik tebaru yang dikembangkan dari radioterapi
konformal tiga dimensi, teknik ini tidak hanya dapat menyesuaikan bentuk area
iradiasi agar se.ara tiga dimensional sesuai dengan bentuk tumor yang diradiasi,
tapi juga dapat memberikan dosis radiasi berbeda pada tumor dan jaringan sehar
sekitarnya, sehingga dapat lebih jauh mengurangi dosis radiasi yang diterima
jaringan normal sekitar tumor, hingga lebih dapat menjaga fungsi jaringan organ
normal.
2osis radiasi0 dosis iradiasi nasofaring 77+8& /yI--+-9 kaliI7,9+8 minggu5
bagi pasien dengan kelenjar limfe leher positif diberikan dosis kuratif 7&+8&
/yI-&+-9 kaliI7+8 minggu5 pasien dengan kelenjar limfe leher negatif diberi dosis
pre3entif 9&+97 /yI29+2% kaliI9+9,9 minggu.
Reaksi radiasi berupa reaksi sistemik atau lokal akibat radiasi yang bersifat
temporer dan re3ersible. "anifestasi sistemik berupa insomnia, pusing, fatig,
mual, muntah dispepsia, kelainan penge.apan, dll. Reaksi lokal terutama berupa
reaksi akut kulit, mukosa rongga mulut dan kelenjar parotis, derajat reaksi
berkaitan dengan metode fraksionisasi radiasi, lokasi dan luas permukaan iradiasi.
Rudapaksa radiasi adalah rudapaksa permanen ire3ersibel pada jaringan organ
akibat paparan radiasi. "isalnya, rudapaksa radiasi kelenjar parotis, otitis media
radiasi, artritis mandibular radiasi, osteomielitis mandibular radiasi, karies radiasi,
hipofungsi hipofiseal radiasi, rudapaksa ner3us oftalmikus radiasi, rudapaksa
medulla spinalis radiasi, atrofi kulit dan fibrosis muskular daerah leher akibat
radiasi.
2. K%m!#%ra'i
Kemoterapi meliputi kemoterapi neoadju3an, kemoterapi adju3an dan
kemoterapi konkomitan. ;ormula kemoterapi yang sering dipakai adalah0 );
!2)) L 9;D4, karboplatin L 9;D, paklitaksel L 22), paklitaksel L 22) L
9;D dan 22) L gemsitabin, dll.
22) 0 %&+ 1&& mgIm
2
i3 drip hari pertama !mulai sehari sebelum
kemoterapi, lakukan hidrasi - hari4.
9;D 0 %&&+ 1&& mgIm
2
i3 drip, hari ke 1+9 lakukan infuse kontinu intra3ena.
Dlangi setiap 21 hari, atau0
Karboplatin 0 -&& mgIm
2
atau 1D( M 7 i3 drip, hari pertama.
9;D 0 %&&+ 1&& mgIm
2
i3 drip, hari ke 1+9 lakukan infuse kontinu
intra3ena.
Dlangi setiap 21 hari.
3. T%ra'i (%a)
2alam kondisi berikut ini dapat dipertimbangkan tindakan operasi0
1. Residif lokal nasofaring pas.a radioterapi, lesi relatif terlokalisasi.
2. - bulan pas.a radioterapi kuratif terdapat residif lesi primer nasofaring.
-. )as.a radioterapi kuratif terdapat residif atau rekurensi kelenjar limfe
leher.
>. Kanker nasofaring dengan diferensiasi agak tinggi seperti karsinoma
skuamosa grade I,II, adenokarsinoma dll.
9. Komplikasi radiasi !misal, parasinusitis radiasi, ulkus radiasi, dll4.
$. T%ra'i (i!l!"is
2e,asa ini masih dalam taraf penelitian laboratorium dan uji klinis.
*. T%ra'i R%)abili#a#i+
1. Rehabilitasi psikis0 )asien kanker nasofatring harus diberi pengertian
bah,a penyakitnya berpeluang untuk disembuhkan, upayakan agar pasien
se.epatnya pulih dari situasi emosi depresi.
2. Rehabilitasi fisik 0 6etelah menjalani radioterapi, kemoterapi dan terapi
lain, pasien biasanya merasakan kekuatan fisiknya menurun, mudah letih,
daya ingat menurun. Harus memperhatikan suplementasi nutrisi,
berolahraga fisik ringan terutama yang statis, agar tubuh dan ketahanan
meningkat se.ara bertahap.
I,.
PROGNOSIS
$
)rognosis karsinoma nasofaring se.ara umum tergantung pada
pertumbuhan lokal dan metastasenya. Karsinoma skuamus berkeratinasi
.enderung lebih agresif daripada yang non keratinasi dan tidak berdiferensiasi,
,alau metastase limfatik dan hematogen lebih sering pada ke+2 tipe yang
disebutkan terakhir. )rognosis buruk bila dijumpai 0 limfadenopati, stadium
lanjut, tipe histologik karsinoma skuamus berkeratinasi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Nuan O, Ohuming /. Tumor di Kepala dan <eher. In0 2esen #, editor.
$nkologi Klinis. Pakarta0 ;K DI5 2&11. p. 27-+8%.
2. )aulino 1(. *asopharyngeal (an.er. "eds.ape5 2&12 Qupdated 2&125 .ited
2&1- 1pril 2ndR5 13ailable from0
http0IIemedi.ine.meds.ape..omIarti.leI:%%179+o3er3ie,Ssho,all.
-. )ere= (1. *asopharynE. In0 )ere= (1, Brady <#, editors. )rin.iples and
)ra.ti.e of Radiation $n.ology. -rd ed. )hiladelphia0 <ippin.ot+Ra3en5 1::8.
p. %:8+:-9.
>. 2. 1rima, (ut 1ria. 2&&7. Paralisis Saraf Kranial Multipel pada Karsinoma
Nasofaring.http0IIlibrary.usu.a..idIdo,nloadIfkI2&>&&1:-.pdf.

Anda mungkin juga menyukai

  • Tonsilitis
    Tonsilitis
    Dokumen7 halaman
    Tonsilitis
    Abu Furqan Fakhrurrazi
    Belum ada peringkat
  • Pandu An
    Pandu An
    Dokumen10 halaman
    Pandu An
    Mughziyyah
    Belum ada peringkat
  • Jadwal Jaga Dokter Periode Desember 2018
    Jadwal Jaga Dokter Periode Desember 2018
    Dokumen1 halaman
    Jadwal Jaga Dokter Periode Desember 2018
    Abu Furqan Fakhrurrazi
    Belum ada peringkat
  • Jtptunimus GDL
    Jtptunimus GDL
    Dokumen40 halaman
    Jtptunimus GDL
    Novia Karina
    Belum ada peringkat
  • Panduan BHD
    Panduan BHD
    Dokumen8 halaman
    Panduan BHD
    Abu Furqan Fakhrurrazi
    Belum ada peringkat
  • Sampul
    Sampul
    Dokumen1 halaman
    Sampul
    Abu Furqan Fakhrurrazi
    Belum ada peringkat
  • Referat Luka Bakar Fix
    Referat Luka Bakar Fix
    Dokumen22 halaman
    Referat Luka Bakar Fix
    Abu Furqan Fakhrurrazi
    Belum ada peringkat
  • HPK 2.1
    HPK 2.1
    Dokumen1 halaman
    HPK 2.1
    Abu Furqan Fakhrurrazi
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen1 halaman
    Cover
    Abu Furqan Fakhrurrazi
    Belum ada peringkat
  • KNF Radioterapi
    KNF Radioterapi
    Dokumen26 halaman
    KNF Radioterapi
    Abu Furqan Fakhrurrazi
    Belum ada peringkat
  • Lapsus
    Lapsus
    Dokumen8 halaman
    Lapsus
    Abu Furqan Fakhrurrazi
    Belum ada peringkat
  • Lapsus
    Lapsus
    Dokumen8 halaman
    Lapsus
    Abu Furqan Fakhrurrazi
    Belum ada peringkat
  • Lapsus
    Lapsus
    Dokumen8 halaman
    Lapsus
    Abu Furqan Fakhrurrazi
    Belum ada peringkat
  • Lethal Midline Granuloma (LMG)
    Lethal Midline Granuloma (LMG)
    Dokumen14 halaman
    Lethal Midline Granuloma (LMG)
    Abu Furqan Fakhrurrazi
    Belum ada peringkat
  • Struma
    Struma
    Dokumen4 halaman
    Struma
    Abu Furqan Fakhrurrazi
    Belum ada peringkat
  • Epidural Hematoma: Case Presentation
    Epidural Hematoma: Case Presentation
    Dokumen26 halaman
    Epidural Hematoma: Case Presentation
    Abu Furqan Fakhrurrazi
    Belum ada peringkat
  • Lapsus Fraktur Femur
    Lapsus Fraktur Femur
    Dokumen26 halaman
    Lapsus Fraktur Femur
    Abu Furqan Fakhrurrazi
    Belum ada peringkat
  • Psikoterapi Skizoafektif
    Psikoterapi Skizoafektif
    Dokumen28 halaman
    Psikoterapi Skizoafektif
    Abu Furqan Fakhrurrazi
    100% (1)
  • KUPON
    KUPON
    Dokumen21 halaman
    KUPON
    Abu Furqan Fakhrurrazi
    Belum ada peringkat
  • EDH
    EDH
    Dokumen25 halaman
    EDH
    Abu Furqan Fakhrurrazi
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen2 halaman
    Cover
    Abu Furqan Fakhrurrazi
    Belum ada peringkat
  • Sampul
    Sampul
    Dokumen2 halaman
    Sampul
    Abu Furqan Fakhrurrazi
    Belum ada peringkat
  • Lapsus Sindrom Nefrotik
    Lapsus Sindrom Nefrotik
    Dokumen27 halaman
    Lapsus Sindrom Nefrotik
    Abu Furqan Fakhrurrazi
    Belum ada peringkat
  • Case Presentation EDH
    Case Presentation EDH
    Dokumen19 halaman
    Case Presentation EDH
    Abu Furqan Fakhrurrazi
    Belum ada peringkat
  • Sampul
    Sampul
    Dokumen1 halaman
    Sampul
    Abu Furqan Fakhrurrazi
    Belum ada peringkat
  • LUKA BAKAR
    LUKA BAKAR
    Dokumen32 halaman
    LUKA BAKAR
    Abu Furqan Fakhrurrazi
    100% (1)
  • Kesehatan Mental Dan Gangguan Jiwa
    Kesehatan Mental Dan Gangguan Jiwa
    Dokumen46 halaman
    Kesehatan Mental Dan Gangguan Jiwa
    Abu Furqan Fakhrurrazi
    Belum ada peringkat
  • Sampul
    Sampul
    Dokumen1 halaman
    Sampul
    Abu Furqan Fakhrurrazi
    Belum ada peringkat
  • Sampul
    Sampul
    Dokumen1 halaman
    Sampul
    Abu Furqan Fakhrurrazi
    Belum ada peringkat