Anda di halaman 1dari 13

PNEUMONIA BENTUK KHUSUS

1.1 Pendahuluan
Pneumonia dapat memberikan gambaran yang berbeda dari pneumonia bacterial akutdan
dapat terjadi di lingkungan masyarakat ataupun lingkungan rumah sakit. Keadaan ini terjadi
karena latar belakang patofisiolologinya berbeda dengan pneumonia bacterial akut.

2.1 Pneumonia Aspirasi
Aspirasi merupakan proses terbawanya bahan yang ada di orofaring pada saat respirasi ke
saluran napas bawah dan dapat menimbulkan kerusakan parenkim paru. Kerusakan yang terjadi
tergantung dengan jumlah dan jenis bahan yang teraspirasi serta daya tahan tubuh. Sindrom
aspirasi dikenal dalam berbagai bentuk berdasarkan etiologi dan patofisiologi yang berbeda dan
cara teraphy yang juga berbeda.

2.2 Epidemiologi
Di Amerika pneumonia aspirasi yang terjadi pada komunitas (PAK) adalah sebanyak
1200 per 100.000 penduduk pertahun, sedangkan pneumonia aspirasi nasokomial (PAN) sebesar
800 pasien per 100.000 pasien rawat inap per tahun. Pneumonia aspirasi lebih sering di jumpai
pada pria dari pada wanita, terutama usia anak atau usia lanjut.

2.3 Patofisiologi
Pneumonia aspirasi dapat disebabkan oleh infeksi kuman, pneumonia kimia akibat bahan
aspirasi bahan toksik, akibat aspirasi cairan inert misalnya cairan makanan atau lambung, edema
paru, dan obstruksi mekanik simple oleh bahan padat.
Factor predisposisi terjadinya aspirasi berulang kali adalah :
1. Penurunan kesadaran yang menganggu proses penutupan glottis, reflex batuk.
2. Disfagia sekunder akibat penyakit esophagus atau saraf (kanker nasofaring dan
skleroderma)
3. Kerusakan sfingter esophagus oleh selang nasogastrik. Juga berperan jumlah bahan
aspirasi, hygiene gigi yang tidak baik dan gangguan mekanisme klirens saluran napas.

Luas dan beratnya kondisi pasien sering tergantung kepada volume dan keasaman cairan
lambung. Jumlah asam almbung yang banyak dapat menimbulkan gangguan pernapasan akut
dalam waktu satu jam setelah obstruksi sebagai akibat dari aspirasi atau cairna yang masuk ke
dalam cairan napas. Namun biasanya aspirasi sedikit karena hanya menimbulkan aspirasi ringan.
Pneumonia Apirasi sering dijumpai pada keadaan emergency yaitu pada pasien dengan gangguan
kesadaran dengan atau tanpa gangguan menenlan. Karena itu perlu diwaspadai resiko terjadinya
pneumonia spirasi pada pasien infeksi, intoksikasi obat, gangguan metabolism, stroke akut
dengan atau tanpa massa di otak atau cidera kepala. Aspirasi cairan lambung dapat menimbulkan
pneumonia kimia (sindom mendelason) dan pneumonia bakteri sering terjadi akibat flora normal
akibat flora orofaring.

2.4 Etiologi
Infeksi terjadi secara endogen oleh kuman orofaring yang biasanya polymikrobial namun
jenisnya tergantung kepada lokasi, termpat terjadinya, yaitu di komunitas atau di RS. Pada PAK,
kuman penyebab berupa kuman Anaerob obligat (41-46%) yang terdapat disekitar gigi dan
dikeluarkanmelalui ludah, misalnya Peptococcus yang juga dapat disertai Klebsiella pneumonia
ya berasal dari kolonisasi kuman dan Stafilokokus, atau Fusobacterium nucleatum. Bacteriodes
melaninogenicus, dan Peptstreptococcus. Pada PAN pasien di RS kuman anaerob fakultatif,
batang gram negative, Pseudomonas, Proteus, Serratia dan S. aureus disamping bisa juga
disertai oleh kuman anaerob obligat diatas. Pada pasien yang berasal dari rumahperawatan dapat
terinfeksi pathogen seperti halnya pada infeksi nasokomial. Manifestasi pneumonia aspirasi
dapat berupa bronkopneumonia, pneumonia lobaris, pneumonia nekroticans, atau abses paru dan
dapat diikuti terjadinya empiema.

2.5 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkangambaran klinis yang menyokong adanya
kemungkinan aspirasi yaitu pada pasien yang beresiko untuk mengalami pneumonia aspirasi
yaitu pada pasien yang mendadak batuk dan sesak napas sesudah makan atau minum. Awitan
umumnya incidious, walaupun pada infeksi anaerob bisa memberikan gambaran akut seperti
pneumonia pneumokokus berupa sesak napas pada saat istirahat, sianosis umumnya pasien
datang pada saat satu atau dua minggu sesudah aspirasi, dengan keluhan demam menggigil, nyeri
pleuritik, batuk, dan dahak purulen berbau. Kemudian bisa ditemukan nyeri perut, anoreksia, dan
penurunan berat badan. Dengan pewarnaan gram terhadap bahan sputum saluran napas banyak
dijumpai neutrofil dan kuman campuran. Terdapat leukositosis dan LED meningkat. Pada photo
Thoraks terdapat gambaran infiltrate pada segmen paru unilateral yang dependent yang mungkin
disertai cavitasi dan efusi pleura. Lokasi tersering adalah lobus kanan tengah dan atau lobus atas,
meskipun lokasi ini tergantung jumlah aspirate dan posisi badan pada saat aspirasi. Perlu
diperiksakan elektrolit, BUN dan kreatinin, analisis gas dan darah dan kultur darah.

2.6 Therapy
Pasien dibaringkan setengah duduk. Pada pasien dengan disfagia atau gangguan reflex
menelan perlu dipasangkan selang nasogastrik. Pada PAK therapy empiric harus mencangkup
pathogen anaerob, sedangkan pada PAN harus juga mencangkup pathogen gram negative dan S.
aureus sampai hasil kultur sputum memberikan hasil untuk penentuan therapy antibiotika.
Pneumonia aspirasi atau PA dengantipe yang didapat di masyarakat diberikan penicillin
atau safalosporin generasi ke-3, ataupun clindamycin 600 mg iv/8jam bila penicillin tidak
mempan ataupun alergi terhadap peniciliin. Bila PA didapat di RS diberikan antibiotika spectrum
luas terhadap kuman aerob dan anaerob, misalnya aminoglikosida dikombinasikan dengan
sefalosporin generasi ke-3 atau generasi ke-4 atau clindamycin. Perlu dipertimbangkan pola dan
resistensi kuman di RS bersangkutan. Dilakukan evaluasi hasil therapy dan resolusi terhadap
therapy berdasarkan gambaran klinis bacteriologis untuk memutuskan pergantian atau
penyesuaian antibiotika.
Tidak ada patokan resmi pasti lamanya therapy. Antibiotika perlu diteruskan hingga
pasien baik, gambaran radiologis bersih atau stabil selama 2 minggu. Biasanya diperlukan
therapy selama 3-6 minggu. Pada empiema perlu dipasang WSD, dan pada paien yang pada
photo thoraks memberikan gambaran abses paru yang diduga disertai penyumbatan saluran
napas atau bekuan mucus perlu diberikan bronkoskopi therapeutic. Bedah terhadap abses tidak
diberikan bila respon therapy kurang dan terjadi relaps infeksi di tempat yang sama.
Kortikosteroid diberikan sebagai obat tambahan sebagai obat bila terdapat bronkokonstriksi
reaktif.

2.7 Komplikasi dan Mortalitas
Dapat terjadi gagal napas akut dengan atau tanpa disertai reaktif saluran napas, empiema
abses paru dan super infeksi paru. Angka mortalitas PAK adalah 15% yang meningkat menjadi
20% pada PAN.

2.8 Prognosis
Angka mortalitas pneumonitis yang tidak disertai komplikasi adalah sebesar 5%,
sedangkan pada aspirasi massif dengan atau tanpa disertai sindrom mendelson mencapai 70%.

2.9 Penumonia pada gangguan imun
Pada pasien dengan gangguan imun terdapat factor predisposisi berupa kekurangan
imunitas akibat kekurangan proses penyakit dasarnya atau akibat therapy. Gangguan ini terdapat
dalam berbagai kategori abnormalitas yaitu mekanisme pertahan tubuh, misalnya gangguan dari
imun immunoglobulin, defek sel granulosit, defek fungsi sel T. bentuk pneumonia yang terjadi
tergantung pada defek imunitas tersebut. Pemberian kemotherapy merusak pertahan mukosa
sehingga memudahakan invasi kuman. Infeksi merupakan penyebab kematian tersering terutama
padapasien leukemia akut. Lokasi infeksi utama adalah saluran napas bawah. Infeksi ini pada
pasien ini sulit di diagnosis, sulit di therapy, sertaburuk prognosis nya. Penyebab infeksi dapat
disebabkan oleh kuman pathogen, yang biasanya non virulen, berupa bakteri, protozoa, parasit,
virus, jamur, dan cacing.
Perubahan flora kuman dan orofaring dan saluran napas atas pada gangguan imun cepat
terjadi terutam dijumpai kuman gram negative dan setelah therapy antibiotic atau steroid di
dapatkan candidiasis. Tindakan penghisapan, intubasi atau bronkoskopi menyebabkan adanya
kolonisasi kuman di saluran pernapsan bawah. Pasien granulositopenia dan gangguan granulosit
cenderung peka untuk infeksi oleh kuman gram negative batang, S. aureus atau jamur aspergillus
dan zygomycetes. Sebaliknya pasien dengan gangguan imunitas selular cenderung terinfeksi oleh
infeksi virus terutama grup virus Herves atau (CMV, herpes simpleks) dan adenovirus,
mikobakterium, penumocystic carinii, toksoplasma, criptokokus, aspergillus dan nacardia.
Diagnosisi ditegakkan atas dasar factor predisposisi, status epidemiologi tingkat awaitan
dan progresivitas penyakit. Gambaran klinis berfariasi, awitan akut mungkin oleh bakteri atau
aspergillus ; sub akut dalam beberapa hari dalam P. carinii atau nokardia dan dalam beberapa
minggu mungkin oleh mikobakteria, atau jamur. Gambaran konsolidasi pada photo thoraks
mungkin minimal atau tidak ada pada infeksi bakteri dengan granulositopenia berat suatu hal
yang tidak sesuai dengan beratnya proses pathology. Pemeriksaan infeksi perlu di tegakkan
bilamana diagnosis sulit ditegakkan. Bila stelan therapy empiris timbul lagi, perlu
dipertimbangkan terjadinya rekurensi atau infeksi okeh kuman lain, dan perlu diperiksakan
pemeriksaan ulangan. Diagnosisi etiologi ditegakkan berdasarkan kepada :
1. Gangguan imun yang mendasarinya. Gangguan imun tertentu merupakan predisposisi
tipe infeksi tertentu. Misalnya gangguan imunitas humoral yang berperan terhadap
infeksi kuman akan cenderung terinfeksi okeh kuman sedangkan gangguan imunitas
selular cenderung terinfeksi oleh virus, jamur, mikobakterium dan protozoa. Keadaan
neutropenia dan leukemia akut, pemberian kemotherapy, metaplasia myeloid merupakan
predisposisi untuk terjadinya infeksi S. aureus, aspergillus, bakteri gram negative, dan
candidiasis.
2. Gambaran radiologi. Infiltrat difus biasanya didapat pada pneumonia oleh P. carinii atau
virus. Infiltrate yang terlokalisasi oleh bakteri dan jamur.
3. Waktu terjadinya penyakit. Awitan akut biasanya disebabkan oleh bakteri sedangkan
awitan insidious oleh virus, jamur, protozoa atau mikobakteria. Pneumonia yang terjadi
pada 2-4 minggu setelah transplantasi biasanya disebabkan oleh bakteri, sedangkan bila
beberapa bulan mungkin oleh P. carinii, virus CMV, jamur aspergillus
Perlu diperiksa bahan dari sputum, darah atau cairan terdapat kemungkinan penyebab
tersebut. Bila diperlukan dapat dilakukan pemeriksaan intensif misalnya bronkoskopi untuk
melakukan cuci bronkus biopsy transthotrakal dan biopsy paru secara video assisted
thorakoskopi. Gambaran infiltrate paru pada photo thoraks perlu dipikirkan penyebab lain selain
infeksi seperti edema paru, reaksi obat, infark paru, kenaker paru, pneumonitis radiasi. Therapy
empieis segera dilakukan bila tindakan di atas kurang menguntungkan.

2.10 Pneumonia pada usia lanjut
Pneumonitas pada usia lanjut terutama terjadi pada dua kelompok yaitu usia lanjut yang
tinggal di rumah di rumah perawatan. Kelompok kedua ini bila ditinjau dari flora orofaring dan
bessarnya dengan kontak antibiotika dapat dianggap berada diantara pneumonia komunitas dan
pneumonia nosokomial. Gambaran klinik yang ditemukan umumnya berbeda pada usia lebih
muda yaitu dengan onset yang insidious sedikit batuk dan demam yang ringan, dan sering
disertai gangguan status mental atau bingung, dan lemah. Kelainan fisik paru biasanya ringan.
Pathogen penyebab tersering adalah Strep. Pneumonia (30-60%) H. influenza (20%) dan
M. catarhalis. Dapat terjadi pneumonia campuran kuman aerob dan anaerob dari faring karena
gangguan menelan atau gangguan saraf orofaring. Pada usia lanjut dirumah perawatan yang baru
selesai rawat inap di RS dengan pemberian antibiotic terjadi aspirasi maka akan dijumpai
pneumonia oleh pathogen Klebsiella pneumonia, E. coli, enterobakteria lain. Aeroginosa. Pada
usia lanjut dari rumah perawatan adalah kuman gram negative (20-40%) S. aureus dan M.
pneumonia menjadi penyebab pneumonia pada 9% kasus yang berusia 65 tahun.

2.11 Pneumonia Kronik
Pneumonia kronik dapat terjadi karena infeksi dan buka karena infeksi. Pneumonia yang
non infektif antara lain pneumonia interstitial. Yang disebabkan oleh proses degenerative yang
menyebabkan terjadinya inflamasi dan proses fibrosis pada alveolar yang diikuti indurasi dan
atropy paru.
Pneumonia akibat infeksi merupakan pneumonia yang berkembang dan berlangsung
berminggu-minggu dan berbulan-bulan. Pneumonia ini dapat disebabkan bakteri atau cacing.
Pneumonia kronik yang disebabkan campuran pathogen aerob dan anaerob dapat menimbulkan
pneumonia nekroticans berupa lesi infiltrate multiple dan rongga di paru.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan lokasi kediaman di daerah endemic, adanya factor
predisposisi/gangguan imunitas pasien (penyakit kronik atau penyakit dasar), gambaran
manifestasi klinis di paru/ekstra paru, hasil pemeriksaan radiologis dan bakteriologi. Didapatkan
gejala panas badan yang ringan, penurunan berat badan, dan batuk yang lama dengan atau tanpa
disertai hemoptisis. Photo thoraks sering menunjukan gambaran rongga tunggal atau multiple,
dengan corakan yang menghubungkan lesi dengan hillus sepanjang saluran limfatik. Perlu
dipikirkan diagnosis banding dengan penyakit non infeksi seperti proses keganasan, sarcoidosis,
vasculitis, penumonitis reaktif atau alergi. Therapy dilakukan bila sudah didapatkan diagnosis
pasti, kecuali bila ada dugaan kuat infeksi anaerob atau mikibakterium. Pada keadaan ini dapat
dilakukan therapy empiris sementara menunggu hasil bakteriologi.

3.1 Pneumonia bentuk lain
3.2 Pneumonia Rekurens
Disebut pneumonia rekurens atau berulang bila dijumoai 2 atau lebih infeksi paru non TB
dengan berjarak waktu lebih dari 1 bulann dan disertai adanya febris, gambaran infiltrate paru
dan umumnya disertai sputum purulen, leukositosis dan respon terhadap antibiotic yang baik.
Pneumonia rekurens pada umumnya perlu dibedakan dengan pneumonia relaps, yaitu dengan
adanya 1 episode infeksi yang sama dan terjadi pada 2 waktu atau lebih serta berururutan dengan
interval waktu yang lebih pendek. Pada pneumonia relaps ini perlu dicari kelainan dasar paru,
terdapatnya local atau pada beberapa tempat. Bila bersifat umum kelainan ini dapat bersifat
congenital, herediter atau didapat yang berhunungan dengan adanya kelainan paru, jantung,
gastrointestinal, gangguan imunitas ataupun sebab lain.
Pneumonia rekurens sering berhubungan dengan keadaan patologik intratoraks ataupun
ekstrathoraks. Penyakit intrathoraks yang tersering dijumpai berhubungan dengan PR adalah
PPOK, gagal jantung kongestif, gangguan imunitas local seperti bronkiektasis, benda asing pada
bronchial, tumor endobronkial, TB paru, asma dan pasca operasi paru. Sedangkan penyakit
ekstrathoraks adalah alcoholic, DM, sinusitis kronik, epilepsy, penyakit hematologi, penyakit
keganasan dan therapy steroid sistemik lain. Disamping itu juga sindrom lobus tengah kanan
merupakan suatu bentuk infeksi rekurens local pada paru oleh atelektasis lobus media kanan
yang diakibatkan adanya pembesaran kelenjar peribronkial, gangguan ventilasi dan kelainan
anatomis. Diagnosis penyakit dasar Pneumonia rekurens sering telah diketahui dari pemeriksaan
klinis, namun kadang-kadang memerlukan pemeriksaan khusus.

4.1 Penyakit Paru Eusinofilik
Merupakan penyakit paru akibat kelompok gangguan paru yang beragam yang ditandai
oleh adanya infiltrasi eusinofil pada bronkus, alveoli dan interstitium dari paru. Manifestasinya
dapt sebagai penyakit yang terbatas pada paru atau sebagai penyakit sistemik. Hipersusinofilia
mungkin tidak terdapat pada daerah perifer. Bentuk yang tersering adalah eusinofilik paru yang
simple, pneumonia eusinofilik akut, pneumonia eusinofilik kronik, sindrom Churg-Strauss,
sindrom eusinofilik idiopatik, aspergilosis bronkopulmoner eusinofilik, granulomatosis
bronkosentrik, akibat infeksi parasit atau akibat reaksi obat.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan pada gambaran klinik, hasil laboratorium, gambran
radiologi, hasil cucian bronkus, dan bilaman diperlukan dilakukan biopsy paru. Terapy diberikan
terhadap penyebabnya.


PNEUMONITIS DAN PENYAKIT
PARU LINGKUNGAN

1.1 Definisi
Pneumonia adalah proses peradangan pada parenkim paru, bagian distal bronkiolus
terminalis, mencangkup bronkiolus respiratorius, alveolus dan interstitium, serta menimbulkan
konsolidasi dan gangguan pertukaran gas setempat. Pada gambaran histologist menunjukan
gambaran pneumonitis atau reaksi inflamasi berupa alveolitis dan pengumoulan eksudat oleh
berbagai macam penyebab dan berlangsung dalam jangka waktu bervariasi. Sedangkan
pneumonitis dipakai apabila proses radang disebabkan oleh non mikroorganisme meskipun tidak
selalu demikian. Pada proses inflamasi akut bila infeksi nya teratasi akan terjadi resolusi dan
struktur paru yang kembali normal. Pneumonitis dapat terjadi akut maupun kronik, umumnya
berlangsung kronis dan bila pengobatannya tidak tuntas dapat timbul fibrosis interstitial.
Penyakit paru lingkungan adalah berbgai penyakit paru yang terjadi akibat individu-
individu yang hidup di area lingkungan tertentu menghirup udara ambilan yang telah tercemari
oleh berbagai macam bahan-bahan yang berbahaya bagi kesehatan. Lingkungan tertentu tadi
termasuk tempat kerja bagi para pekerja suatu pabrik dimana pabrik-pabbrik tersebut
mengeluarkan bahan-bahan yang mencemari lingkngan kerja. Penyakit paru tertentu dan
mempunyai cirri dimana penyakit tersebut mengalami eksaserbasi atau memberat saat individu
berada di tempat kerja dan berhenti atau menghilang saat individu meninggalkan tempat kerja
disebut penyakit paru kerja.
Ada berbagai cara untuk mengklasifikasikan penyakit paru lingkungan, misalnya
pembagian menurut tipe paparan bahan-bahan yang mencemari udara llingkungan :
1. Debu mineral (asbes, silica, batu bara)
2. Debu metal (berilium, nikel, kobalt, aluminium)
3. Gas inorganic (CO, Cl, NO2)
4. Factor-faktor biologis/organic (srepih binatang, kuman, jamur)
Klasifikasi klinis penyakit paru lingkungan dapat di lihat pada Table 1.

1.2 Riwayat dan Kelainan fisik
Individu yang bisa terkena adalah semua individu yang tinggal dekat pabrik atau sebagai
pekrja pabrik yang menghirup asap bebas yang dikeluarkan oleh berbagai polutan dari pabrik
selama aktivitas produksi. Seperti diketahui bahwa ada beberapa factor determinan yang
mempengaruhi etiologi dari penyakit paru lingkungan :
1. Jenis polutan (gas,asap, debu inorganic dan organic, bahan toksis)
2. Intensitas dan lamanya paparan
3. Konsentrasi bahan polutan di udara lingkungan/tempat kerja

Pada pneumokoniasis sebagai determinan etiologinya adalah :
1. Ukuran partikel debu, yaitu hanya pertikel ukuran debu yang mempunyai ukuran 0,3-0,5
mikrometer yang bisa mencapai alveoli
2. Struktur kimiawi debu
3. Kosentrasinya di udara lingkungan
4. Lamanya paparan
5. Suseptibilitas individu terhadap debu inorganic tertentu yang menjadi penyebab.

Umumnya penyakit paru lingkungan bersifat kronis menetap yang terkadang sulit
diketahui kapan mulainya, terpapar oleh polutan jenis apa atau saat pekerja dibagian mana dari
tempat kerjanya mendapatkan paparan. Lebih-lebih kalau pekerja juga seorang perokok. Pasien
umumnya mengeluh sesak napas, batuk-batuk, mengi, batuk mengeluarkan dahak,. Pasien
penyakit kerja pada umumnya mengeluh penyakit paru (asma) timbul atau makin berat apabila
berada ditempat kerja dan mengurang lagi apabila kerluar dari tempat tersebut. Kelainan fisis
yang ditemukan pada penyakit paru lingkungan yang sering dijumpai adalah. :
1. Suara mengi, ekspirasi memanjang, ronchy kering menggambarkan obstruksi saluran
napas (misalnya pada PPOK, asma)
2. Ronchy basah, batuk dan demam menggambarkan adanya infiltrate
(pbeumonia/pneumonitis)
3. Keredupan sebagian thoraks, retraksi interkosta, suara napas mengurang, mungkin
terdapat fibrosis paru.

2.1 Paparan debu Inorganik
Penyakit paru lingkungan yang disebabkan oleh inhalasi kronis debu inorganic ataupun
bahan-bahan partikel yang berasal dari udara lingkungan ataupun tempat kerja disebut
pneumokoniasis kebanyakan aadalah debu :
1. Asbes
2. Silica
3. Batu bara
4. Berilium
5. Bauksit
6. Besi atau baja

2.2 Patogenesis
Sesudah debu inorganic dan bahan partikel terinhalasi akan melekat pada permukaan
mukosa saluran napas. Pada awalnya paru memberikanrespon awal berupa inflamasi dan
fagositosis terhadap debu tadi oleh makrofag alveolus. Makrofag memfagositosis debu dan
membawa partikel debu tadi ke bronkiolus terminalis. Disitu dengan gerak mukosiliar debu
diusahakan keluar dari paru. Sebagian partikel debu diangkut ke pembuluh limfe sampai
limfonodi regional di hilus paru. Bila paparan debu banyak, dimana mokosiliar tidak mampu
berkerja, maka debu/partikel akan tertumpuk dimukosa saluran napas, akibatnya partikel debu
akan tersusun membentuk anyaman kolagen dan fibrin dan akhirnya paru menjadi kaku sehingga
compliance paru menurun. Sesudah terjadi pneumokoniasis, misalnya paparan debu sudah
berhenti, maka fibrosis paru yang telah terjadi tidak dapat hilang.

2.3 Asbesitosis
Penyakit ini timbul sebagai respon paru sebagai inhalasi debu asbestos, yang umumnya
berupa fibrosis interstitial paru. Manifestasi paru lainnya berupa fibrosis dan efusi pleura, pleural
plaques, mesotelioma pleura/peritoneum, karsinoma paru, karsinoma laring.
Manifestasinya adalah :
1. Sesak napas saat aktivitas
2. Batuk non produktif
3. Ronchy basah di ke dua basal paru
4. Clubbing finger

Untuk menegakan diagnosis penyakit ini diperlukan data :
1. Riwayat paparan debu asbestos
2. Gambaran radiologis berupa garis-garis opasitas di lapangan paru bawah paru, perubahan
atau kerusakan pada pleura
3. Adanya kelainan pada faal paru tipe restriktif
4. Kalau perlu dilengkapai data biopsy paru untuk menyingkairkan kelaina paru yang lain

Penyakit ini tidak dapat diobati dan pengobatan yang diberikan berupa simptomatik saja.
Pencegahannya dilakukan dengan :
1. Mencegah paparan debu asbestos
2. Pekerja tidak merokok
3. Tidak mendekati pabrik terutama pada pekerja yang tidak dapat berhenti merokok


2.4 Silikosis
Merupakan suatu penyakit parenkim paru berupa fibrosis paru difusi akibat inhalasi,
retensi danreaksi parenkim paru terhadap debu atau Kristal silica yang berasal dari pemotongan
batu, pabrik keramik, tambang batu kapur.dikenal ada 3 macam bentuk silicosis :
1. Silicosis kronis, tepapar debu silica lebih dari 15 tahun
2. Silicosis cepat perubahan terjadi dalam waktu 5-15 tahun
3. Silicosis akut perubahan terjadi dalam waktu 5 tahun atau kurang

Pada silicosis terdapat kelainan patologis berupa nodul. Diagnosis ditegakan atas dasar :
1. Adanya riwayat terpapar inhalasi debu silica
2. Adanya gambaran radiologis abnormal
3. Adanya kelainan faal paru restriktif

Pengobatan definitive pada penyakit silicosis tidak ada. Bila terdapat infeksi sekunder
berikan terapy yang sesuai. Infeksi piogenik berikan antibiotic yang sesuai secara empiric,
infeksi jamur yang sesuai berikan obat anti jamur dan terhadap tuberculosis berikan obat anti
tuberculosis dosis dan lamanya diberikan sesuai dengan kategorinya.

Anda mungkin juga menyukai