Biodata Tokoh Nama : Sutaryo Supadi Tempat, Tgl. Lahir :Solo, 17 Januari 1934 Agama :Islam Alamat : Jl. Jatimulya 25 Pasar Minggu, Jakarta 12540, Telp/Faks. 7892978 Riwayat Diploma Akademik 1. Sarjana Muda Ilmu Fisika Fak. Ilmu Pasti & Ilmu Alam, Univ. Indonesia, Bandung 1956. 2. Master of Science (Nuclear Engineering) University of Michigan-USA (1960)
Menjadi ahli nuklir karena kebetulan. Itulah kata-kata yang sering diucapkan oleh bapak Sutaryo Supadi. Bapak Sutaryo Supadi dilahirkan di Solo 17 Januari 1934 merupakan lulusan SMA/B-1 Padmanaba Yogyakarta. Tidak pernah terlintas keinginan dibenak pikiranremaja Sutaryo Supadi untuk menjadi ahli nuklir di suatu saat nanti. Bahkan, setamat SMA tahun 1953 belioau bercita- cita bisa meneruskan kuliah di Jrusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik ITB. Akan tetapi ternyata orang tua tidak mampu membiayainya. Namun secara kebetulan juga teman sejawatnya membaca iklan di koran Kedaulatan Rakyat tentang tawaran beasiswa tugas belajar di Jawatan Meteorologi dan Geofisika untuk Jurusan Meteorologi-FIPIA UI yangberada di Bandung. Akhirnya remaja Sutaryo Supadi dan teman sejawatnya memutuskan untuk mencoba mengadu nasib mengikuti seleksi di kantor Jawatan Meteorologidi Semarang. Usahanya berhasil, maka terkabullah keinginannya untuk melanjutkan kuliah di ITB walaupun di jurusan yang tidak sesuai dengan keinginannya. Gelar Sarjana Muda beliau raih pada tahun 1956. Secara kebetulan lagi ada suatu peristiwa (politik) di Indonesia yang mengharuskan para guru besar berasal dari Jerman dan Belanda, termasuk yang mengajar di Jurusan Meteorologi, harus meninggalkan Indonesia. Jurusan Meteorologi ditutup. Bapak Prof Gunarso, Kepala Jawatan Meteorologi (Yang ternyata juga Dosen di ITB) mengizinkan para mahasiswa dari jurusan ini meneruskan kuliah di Jurusan Fisika, untuk yang telah menyelesaikan sarjana muda. Bapak Sutaryo Supadi termasuk yang melanjutkan kuliah di Jurusan Fisika. Pada tahun 1958, pada saat Bapak Sutaryo Supadi duduk di tingkat 5 (sisa tugas akhir untuk menjadi sarjana fisika)memperoleh tawaran dari Ketua Jurusan Fisika (Prof. Ong Ping Hok) untuk belajar di International School of Nuclear Science and Engineering (ISNSE) Amerika selama satu tahun, yang merupakan pelaksaan program Atom of Peace dari Presiden Eisenhower. Dengan segala resiko tawaran ini diterima, walaupun kuliahnya di Jurusan Fisika sudah hampir selesai. Tawaraninilah yang menjadi awal keterlibatan Bapak Sutaryo Supadi menekuni teknologi nuklir. Secara ringkas, pendidikan pendidikan selama tiga tahun yang dijalani beliau di Amerika terdiri dari: satu tahun mengikuti program Atom of Peace yang diselenggarakan di North Caroline State College di Raleigh, NC dan di Argonne National Laboratory, Lemont Illionis; satu tahun sekolah di Graduate School, Nuclaer Engineering Dept. University of Michigan, Michigan. Ann Arbor, Michigan; dan satu tahun terakhiruntuk mengikuti post graduate study di universitas yang sama. Selain itu bapak Sutaryo Supadi juga memperoleh kesempatan magang di General Atomic, San Diego selama 3 bulan untuk mempelajari seluk beluk operasi reaktor TRIGA MARK II yang akan dibangun di Bandung. Bapak Sutaryo kembali ke Indonesia pada tahun 1961 dengan membawa beberapa keberhasilan, yaitu membawa gelar M.Sc. di bidang Nuclear Engineering dan mengantongi Licensi untuk mengontrol reaktor nuklir (seperti SIM untuk mengendarai kendaraan), serta memboyong seorang pendamping hidup, ahli perpustakaan IPB yang belajar di Amerika, Ibu Triwarni Sudono, yang dinikahinya di Ann Arbor, April 1961. Dalam melaksanakan tugas pengabdiannya dan meniti karier di bidang ketenaga-nukliran, bapak Sutaryo Supadi telah bertugas di hampir seluruh kawasan pusat kegiatan program nuklir di Batan. Di bidang ketenaga-nukliran Bapak Sutaryo Supadi lahir dan dibessarkan di Bandung, di Pusat Reaktor Atom Bandung; kemudian menjadi dewasa dan matang serta menjadi ilmuwan yang lebih arif ketika melaksanakan tugas di Pusat Penelitian Bahan Murni dan Instrumentasi (PPBMI)Yogyakarta. Kemudian beliau mendapat tantangan baru yang lebih besar, beliau harus mengemban tugas baru yaitu membangun suatu fasilitasnuklir yang amat canggih dan moderen, di Serpong. Setelah tibadari menjalankan tugaas belajar di luar negeri, pada tahun 1961, Bapak Sutaryo Supadi langsung terlibat di dalam pelaksanaan pembangunan reaktor nuklir yang pertama, di Bandungberikut laboratorium untuk penelitian dan produksi radioisotop. Setelah reaktor siap beroperasi, beliau harus terlibat di dalam mempersiapkan program pemanfaatannya, bagi keselamatan, dan kesejahteraan masyarakat. Beliau telah merintis tumbuhnya embrio kedokteran nuklir di PRAB sebelum akhirnya dipindahkan ke Rumah Sakit Hasan Sadikin. Teknologi nuklir-kedokteran, sekarang ini telah menyebar dan diaplikasikan di berbagai rumah sakit besar di Indonesia. Demikian pula halnya dengan program isotop-hidrologi juga dirintis oleh Bapak Sutaryo Supadi saat beliau menjabat sebagai dirrektur PRAB, untuk menguji kebocoran waduk dan keselamatan bendungan. Di bawah kepemimpinan Bapak Sutaryo Supadi daya reaktor atom di Bandung ditingkatkan menjadi empat kali, yaitu menjadi 1000 KWt dari 250 KWt, karena kebbutuhan isotop yang terus meningkat dan jenisnya semakin beragam. Semasa tugas di Bandung, Bapak Sutaryo Supadi juga merintis suatu konsep pemikiran, agar produk lembaga litbang selain dapat dimanfaatkan dan dinikmati oleh masyarakat luas juga laku dijual dipasar pengguna teknologi, sehingga pembiayaan kegiatan litbang tidak hanya berasal dari pemerintah saja tetapi juga dari dana yang berasal dari masyarakat. Satu hal yang patut dicatat dalam perjalanan karier Bapak Sutaryo Supadi adalah komitmen beliau akan pentingnya pengembangan SDM peneliti, dengan mengupayakan para staf peneliti BATAN untuk mengikuti pendidikan yang lebih tinggi, memanfaatkan peralatan dan sarana yang tersedia di PRAB Batan. Perhatian yang besar terhadap ketersediaan sumberdaya manusia berkualitas yang mampu mendukung keberhasilan pelaksanaan tugas Batan sangat nampak pada saat beliau ditugaskan di PPBMI Yogyakarta. Di Yogya beliau berupaya dengan keras dan sukses merintis pembentukan Jurusan Teknik Nuklir di UGM, yang akhirnya menjadi sumber tenaga peneliti Batan dengan dasar ilmu pengetahuan nuklir yang memadai. Bapak Sutaryo Supadi sudah kedua kalinya gagal untuk meneruskan pendidikannya untuk program S-3. Dan yang di Yogyakarta ini untuk kedua kalinya, karena mengemban tugas besar untuk membangun fasilitas nuklir di Serpong. Meskipun begitu beliau tetap konsisten dengan berbagai cara tidak ingin para stafnya mengalami nasib seperti yang dialaminya, karena itu beliau secara konsisten berusaha dengan berbagai cara agar mereka bisa menempuh pendidikan yang lebih tinggi. Itulah yang menonjol dari sifat dan kepemimpinan Bapak Sutaryo yang selalu berpikir untuk orang lain dan tentunya juga untuk instansi di mana beliau bekerja. Perjalanan karier dan kepakaran Bapak Sutaryo Supadi di bidang ketenaga nukliran mencapai puncaknya semasa bertugas di Serpong dan Jakarta. Di dua tempat inilah kepiwaiannya di bidang manajemen dan kemampuan teknis ilmiahnya benar-benar diuji untuk menyelesaikan dengan baik pembangunan Reaktor Serba Guna G.A Siwabessy berikut laboratorium pendukungnya. Proyek pembangunan fasilitas nuklir di Serpong yang sangat moderen dan canggih ini merupakan program nuklir terbesar sejak berdirinya batan, dan tugas ini dipercayakan kepada Bapak Sutaryo supadi untuk melaksanakannya. Proyek ini memerlukan investasi pemerintah sebesar kira-kira 400 juta US dollar. Selama bertugas di Serpong dan Jakarta beliau merintis gagasan dan sekaligus juga merealisasikan pembentukan suatu unit usaha komersial dengan tugas memasarkan produk litbang Batan. Sekarang badan ini dikenal dengan nama PT Batan Teknologi. Disimak dari latar belakang pendidikan, berbagai program pelatihan yang pernah diikuti, pengalaman penugasan dalam berbagai jabatan, prestasi-prestasi yang diraih serta pengakuan dari para staf dan teman dekatnya, Bapak Sutaryo Supadi adalah seorang pakar reaktor nuklir yang dimiliki Batan. Pada saat banyak ilmuwan-peneliti masih terbelenggu oleh keasyikannya berpikir untuk merencanakan dan merancang suatu program penelitian hanya semata-mata untuk memenuhi rasa ingin tahunya dalam rangka memperkaya khasanah dan mengembangkan ilmu pengetahuan, pada saat itulah Bapak Sutaryi Supadi sudah berani mengemukakan gagasan dan pemikiran maju, yang belum lazim dianut oleh banyak kalangan dan ilmuwan-peneliti saat itu. Ketika bertugas di Pusat Reaktor Atom Bandung (PRAB) beliau merintis adanya program-program litbang yang hasilnya tidak saja hanya bisa dinikmati masyarakat luas secara langsung tetapi juga laku dijual kepada para pengguna hasil litbang. Program seperti ini oleh Bapak Sutaryo Supadi disebut program litbang semi-komersial. Dalam pemikiran beliau, dikemudian hari suatu lembaga litbang nuklir selain harus berfungsi sebagai pusat penguasaan dan pengembangan iptek nuklir juga harus dapat menjadi pusat kegiatan produksi teknologi nuklir dan sekaligus sebagai pemicu dan penggerak kegiatan industri yang berbasis pada hasil penelitian dan pengembangan iptek nuklir.