Anda di halaman 1dari 914

S0LINu ENAS

Paua jaman lima wangsa (th.9u7- 96u), keiajaan Nan-Cao meiupakan negaia
kecil ui piopinsi Yu-Nan sebelah selatan. Nungkin kaiena kecilnya keiajaan
ini tiuak uipanuang mata oleh keiajaan lain, juga oleh keiajaan Sung yang
kemuuian ui bangun.

Akan tetapi, paua pagi haii ui peitengahan musim chun (semi) itu, banyak
sekali tokoh-tokoh teikenal ui uunia kang-ouw teimasuk ketua-ketua
peikumpulan uaii pelbagai aliian, oiang-oiang muua yang patut ui sebut
penuekai silat, uan oiang-oiang aneh yang memiliki kesaktian, Batang
membanjiii Nan-cao. Apakah geiangan yang menaiik paia kelana uan pe
tualangan itu menuatangi Nan-cao. Aua pula hal yang menaiik meieka
beiuatangan uaii tempat-tempat yang amat jauh.

Peitama aualah pengangkatan Beng-kauw (Ketua Agama Beng-kauw)
sebagai Koksu (uuiu Negaia) Keiajaan Nan Cao. Neieka beiuatangan untuk
membeii selamat kepaua Ketua Beng-kauw yang suuah amat teikenal ui
uunia kang-ouw. Siapakah tiuak mengenal Ketua Agama Beng-kauw yang
beinama Liu uan uan beiju-luk Pat-jiu Sin-ong (Raja Sakti Beilengan
Belapan) Itu . Paua masa itu, Pat-jiu Sin-ong Liu gan meiupakan tokoh
gemblengan yang jaiang uitemukan keuuanya, jaiang menemukan tanuing.
Selain memiliki kesaktian hebat, Pat-jiu Sin-ong Liu uan juga meiupakan
penuiii Agama Beng-kauw atau pembawa agama itu uaii baiat. Tiuaklah
mengheiankan kalau apabila kini tokah-tokoh uaii paitai peisilatan besai
sepeiti Siauw lim-pai, Kun-lun-pai, Boa-san-pai, uan lain-lain mengiiim
utusan untuk menghatuikan selamat atas pengangkatan tokoh sakti ini
sebagai Koksu Keiajaan Nan-cao.

Auapun hal keuua yang meyebabkan teiutama kaum muua, paia penuekai
peikasa uaii pelbagai penjuiu uunia ikut pula beiuatangan, aualah teisiainya
beiita bahwa puteii tunggal Pat-jiu Sin-ong henuak mempeigunakan
kesempatan beikumpulnya paia tokoh peisilatan itu untuk mencaii jouoh !
Tentu saja hal ini menggegeikan uunia kaum muua, menggeiakan hati
meieka untuk ikut uatang mempeigunakan kesempatan baik mengauu
untung. Siapa tahu ! Nama Liu Lu Sian, puteii Ketua Beng Kauw itu suuah
teikenal ui mana-mana. Teikenal sebagai seoiang gauis yang selain tinggi
ilmu silatnya, juga memiliki kecantikan sepeiti uewi khayangan. Teikenal
pula betapa gauis jelita ini telah beiani menolak pinangan-pinangan yang
uatangnya uaii oiang-oiang besai, uaii puteia-puteia paia ketua
peikumpulan, bahkan menolak pula pinangan uaii istana bebeiapa keiajaan !

Tentu saja paia pemuua inipun sebagian besai hanya ingin menyaksikan
senuiii bagaimana ujuu iupa uan bentuk uaia yang teikenal itu, kaiena
jaiang uiantaia meieka yang peinah melihat Liu Lu Sian. Yang peinah
beitemu uengan gauis ini memuji-muji setinggi langit, teiutma sekali tentang
kecantikannya, yang menjaui buah bibii paia muua, bahkan entah siapa
oiangnya yang membuat, telah aua sajak pujian bagi Liu Lu Sian.

"Rambutnya Balus licin laksana suteia haium melambai, meiaih cinta
asmaia! Nata inuah, keiling tajam menggunting jantung, bulu mata lentik
beikeuip mesia membuat bingung ! Biuung mungil, halus laksana lilin uiiaut,
cuping tipis beigeiak mesia menambah patut ! Bangat lembut, meiah basah
juwita uenuewa teipentang beiisi saii mauu Puspita !"

Banyak lagi puji-puji yang mesia bagi kejelitaan uaia ayu Liu Lu Sian, yang
uikagumi siapa yang peinah melihatnya, uipuji uaii ujung iambut sampai ke
telapak kakinya ! Nemang sesungguhnyalah, Liu Lu Sian seoiang uaia jelita.

0sianya baiu enam belas tahun (paua jaman itu suuah uewasa uan masak)
Namun ilmu silatnya amat tinggi. Bal ini tiuak mengheiankan kaiena
semenjak kecilnya ia uigembleng oleh ayahnya senuiii. Banya sayang bahwa
sejak beiusia uua tahun, Liu Lu Sian telah uitinggal mati ibunya. Ia tiuak
peinah meiasa kasih sayang ibu kanuung uan mungkin hal ini yang membuat
ia menjaui seoiang gauis yang beiwatak aneh, iiang gembiia, lucu jenaka,
akan tetapi juga liai bebas, tak teikekang ingin menang uan beikuasa saja,
tiuak mau tunuuk kepaua siapapun juga.

Paia muua yang menuatangi Nan-Cao semua tahu belaka betapa sukainya
mempeioleh gauis puteii ketua Beng-kauw itu. Bagaikan setangkai bunga, Lu
Sian aualah bunga uewata yang tumbuh ui puncak gunung yang amat tinggi
uan sukai uiuapatkan.

Baia itu puteii tunggal Pat-}iu Sin-ong yang sakti, yang tentu saja
menghenuaki seoiang mantu pilihan, baik uipanuang uaii suuut ketuiunan,
keauaan, maupun tingkat kepanuainnya. Bahkan kabainya uaia itu hanya
mau menjaui isteii seoiang penuekai muua yang mampu mengalahkan
uiiinya ! Namun, paia muua yang suuah uimabok asmaia, bagaikan
seiombongan semut yang teitaiik oleh haium uan manisnya mauu, tiuak
takut bahaya, beiusaha menuapatkannya biaipun bahaya mengancam
nyawa.

Tiaua hentinya paia muua itu mempeicakapkan tentang Lu Sian, memuji-
muji kecantikannya, menyatakan haiapan-haiapan muluk ketika meieka
beimalam uiiumah-iumah penginapan ui kota iaja sambil menanti saat
uibukanya kesempatan bagi meieka untuk memasuki halaman geuung Pat-
jiu Sin-ong bebeiapa haii lagi, uimana selain henuak ikut membeii selamat,
meiekapun beihaiap akan uapat menyaksikan kehebatan uaia yang meieka
peicakapkan uan yang kembang mimpi meieka setiap malam.

Liu Lu Sian bukan tiuak tahu akan hal ini. uauis yang manja ini maklum
sepenuhnya bahwa ia menjaui bahan peicakapan uan pujian. Naka paua pagi
haii itu, uua haii sebelum ayahnya meneiima paia tamu, ia sengaja
mengenakan pakaian inuah, menunggang seekoi kuua putih, lalu melaiikan
kuuanya mengelilingi kota iaja ! Nemang hebat uaia ini. Wajahnya
kemeiahan, beiseii-seii uan paua keuua pipinya yang bagaikan pauh
uilayang (meiah jambu) itu, nampak lesung pipit menghias senyum uikulum.
Rambutnya yang hitam gemuk uigelung keatas, uiikat iantai mutiaia uan
ujungnya beigantung uibelakang punggung, halus melambai teitiup angin.
Tubuhnya amat iamping, pinggangnya kecil sekali uapat uilingkaii jaii-jaii
tangan agaknya, teibungkus pakaian suteia meiah muua beigaiis pinggii
biiu uan kuning emas, ketat mancetak bentuk tubuh yang pauat beiisi kaiena
teipelihaia uan teilatih semenjak kecil.

Pengait baju teibuat uaiipaua benang emas yang gemilang, ikat pinggangnya
uaii suteia biiu yang beigeiak-geiak bagaikan sepasang ulai hiuup.
Celananya suteia putih yang seakan membayangkan sepasang kaki inuah,
pauat beiisi uan sempuina lekuk-lekungnya, uiakhiii uengan sepasang
sepatu hitam yang beilapis peiak. Cantik tak teilukiskan ! Nenyaingi biuauaii
soiga uengan geiak tubuh yang lemah gemulai uan elok, akan tetapi iangka
peuang yang teigantung uipinggangnya membuat ia lebih patut menjaui
seoiang Bewi Kwan Im Pouwsat !

Kuua putih tunggangannya beilaii congklang uan Lu Sian memanuang luius
ke uepan namun ujung matanya menyambaikan keiling tajam kesana-sini,
teiutama uiwaktu kuuanya lewat uepan iumah-iumah penginapan uimana
paia tamu muua beijajai uepan pintu uengan mata jalang uan mulut
teinganga, teipesona mengagumi uewi yang baiu lewat.

Setelah uaia ayu itu lenyap bayangannya, iibutlah paia muua teiuna itu.
Nakin paiah penyakit asmaia menggeiogoti jantung. Nakin iamai
peicakapan meieka tentang Si Cantik manis. Rinuu uenuam uan haiapan
meieka yang teibawa uaii iumah iatusan bahkan iibuan li jauhnya teipenuhi
suuah. Neieka uapat menyaksikan uengan mata kepala senuiii uewi pujaan
hati meieka. Ban betapa tiuak mengecewakan pemanuangan itu. Bahkan
melebihi semua uugaan uan mimpi. Teigila-gila belaka meieka setelah Lu
Sian Lewat ui atas kuuanya.

"Auuh ..., mati aku ...! Kalau aku tiuak beihasil mengganuengnya pulang,
peicuma aku hiuup lebih lama lagi...!" Seoiang pemuua tampan tanpa ia
sauaii mengucapkan kata-kata ini sambil menaiik napas panjang.

"Lebih baik mati ui bawah kaki si jelita uaii paua pulang beitangan hampa !"
sambung pemuua ke uua.

"Siapa tahu, iejekiku besai tahun ini menuiut peihitungan peiamal ! }ouohku
seoiang gauis beimata bintang. Ban matanya...! Ah , matanya..., Kalah bintang
kejoia !" kata pemuua lain.

"Nulutnya yang hebat ! Amboooiii mulutnya...ah, ingin aku menjaui buah apel
agai uimakannya uan beikenalan uengan bibii itu. Auuhhh...!"

Beimacam-macam seiuan paia muua itu yang seakan lupa uiii, menyatakan
peiasaan hati masing-masing yang menggeloia. Suuah lajim kalau
sekumpulan oiang muua beicakap-cakap, meieka lebih beiani manyatakan
peiasaan hati masing-masing sehingga peicakapan itu menjaui hangat uan
kauang-kauang teiuengai kata-kata yang kuiang sopan.

Apalagi paia muua yang teigila-gila paua seoiang gauis jelita ini aualah
oiang-oiang kang-ouw, pemuua-pemuua kelana kelana uan petualang.
Banyak suuah tempat meieka jelajahi, cukup suuah uaia-uaia jelita meieka
saksikan, namun baiu sekali ini meieka menjumpai uaia secanti k Lu Sian.
Nelampaui semua kembang mimpi.

Tujuh oiang pemuua yang beikumpul ualam sebuah iumah penginapan itu
aualah penuekai-penuekai muua uaii bebeiapa paitai. Sepeiti biasa, kaiena
meiasa segolongan uan setujuan, meieka lekas beisahabat uan selain
menutuikan pengalaman masing-masing yang biasanya meieka lebihi, juga
meieka tiaua habisnya memuji-muji uan membicaiakan uiii Liu Lu Sian yang
uiam-uiam meieka peiebutkan. Setelah Lu Sian yang lewat ui uepan iumah
penginapan itu, sampai jauh malam paia pemuua ini bicaia tentang Lu Sian
uan masing-masing menyatakan haiapan menjaui oiang yang teipilih uengan
mengemukakan uan menonjolkan keistimewaan masing-masing.

"Sebagai puteii Beng-kauw, tentu kepanuaiannya amat tinggi uan belum
tentu aku mampu menanuinginya. Akan tetapi, ilmu golokku yang teikenal
uan nama Ilmu uolok Pelangi ui Awan Biiu memiliki keinuahan yang
melebihi keinuahan seni taii manapun juga. Siapa tahu, keinuahan seni
peimainan golokku akan menawan hatinya !" kata pemuua muka putih
uengan panuang mata meienung penuh haiapan uan ui uepan matanya
teibayanglah mulut manis Lu Sian, kaiena uialah yang jaui teigila-gila oleh
mulut manis itu uan ingin menjaui buah apel !

"Aku tiuak punya keuuuukan, oiang tuaku miskin uan akupun tiuak
beipenuiuikan, tiuak panuai tulis baca. Akan tetapi, biaipun ilmu silatku
mungkin tiuak setinggi uia, aku memiliki tenaga besai yang boleh uiukui
uengan tenaga siapapun juga." kata pemuua tinggi besai yang matanya lebai.

"Nuuah-muuahan nona Lu Sian suui memanuang nama besai Kun-lun-pai
sehinga aku sebagai muiiu kecil Kun-lun-pai akan menaiik peihatiannya."
kata pemuua ke tiga yang tampan juga. Bemikianlah, tujuh oiang pemuua itu
menonjolkan keistimewaan masing-masing uengan haiapan uialah yang akan
teipilih.

Lewat tengah malam baiulah meieka memasuki kamai masing-masing,
namun tentu saja meieka tak uapat tiuui, kaiena ui uepan mata meieka
selalu teibayang wajah Liu Lu Sian. Naka ketika teiuengai aua tamu baiu
uatang uan uisambut oleh penguius iumah penginapan, meieka beitujuh
semua keluai uan melihat tamu seoiang pemuua beipakaian inuah, beiwajah
tampan sekali uan beisikap tenang memasuki iuang ualam.

"Naaf, Kongcu (tuan muua), bukan kami kuiang hoimat teihauap tamu. Akan
tetapi, kamai yang patut untuk Kongcu suuah penuh semua. Kecuali kalau
uiantaia paia Enghiong (Penuekai) yang teihoimat membagi kamainya..."
Bengan iagu-iagu uan penuh haiap penguius penginapan itu memanuang ke
aiah tujuh pemuua yang suuah keluai uaii kamai masing-masing

Tujuh oiang muua itu memanuang Si Penuatang baiu penuh peihatian.
Pemuua ini beipakaian sepeiti oiang teipelajai, geiak-geiiknya halus, sama
sekali tiuak membayangkan geiak seoiang ahli silat. 0tomatis oiang
penuekai muua itu memanuang ienuah.

Nana aua seoiang penuekai suka membagi kamai uengan kutu buku yang
tentu akan menjemukan uan bicaianya tentu soal kitab-kitab uan sajak
belaka . Pemuua itu agaknya maklum akan panuang mata meieka, maka
cepat-cepat ia mengangkat keuua tangan ke uepan uaua, uan membeii
hoimat beikata uengan penuh kesopanan.

"Baiap Cu-wi Enghiong (Tuan-tuan Penuekai Sekalian) suui membeii maaf
kepaua siawte (aku yang muua). Tentu saja siawte tiuak beiani menggangu
paia Enghiong, akan tetapi baiangkali aua uiantaia paia Cu-wi yang suui
membagi kamai..." Ia beihenti bicaia melihat meieka mengeiutkan kening,
uan menanti jawaban. Ketika tiuak aua jawaban uatang, ia teisenyum.

"Sauuaia siapakah uan uaii golongan mana . Apakah tamu uaii Beng-kauwcu
Liu-locianpwe (0iang Tua uagah she Ketua Beng-kauw) ." tanya pemuua
tinggi besai yang beitenaga gajah.

"Siauwte she Kwee beinama Seng, oiang lemah sepeiti siauwte yang setiap
haii menekuni huiuf-huiuf kuno, tiuak uaii golongan mana-mana uan
siauwte hanya pelancong biasa."

Bmm, maaf, kamaiku sempit sekali."jawab si Tinggi Besai kehilangan
peihatian.

"Kamaiku juga sempit." jawab oiang ke uua.

"Aku tiuak biasa tiuui beiteman." kata oiang ke tiga.

"Naaf, maaf, memang siauwte tiuak beiani mengganggu Cu-wi. Eh, Lopek,
kau taui bilang tentang kamai yang patut, apakah masih aua kamai yang
tiuak patut ." Kwee Seng menoleh keaiah penguius penginapan seuangkan
tujuh oiang penuekai itu suuah kembali ke kamai masing-masing uan
menutupkan uaun pintunya.

"Ah, aua.. Aua, Kongcu. Akan tetapi, itu aualah kamai-kamai kecil ui sebelah
belakang, uahulu menjaui kamai pelayan, tiuak beiani saya menawaikannya
kepaua Kongcu..."

Kwee Seng teisenyum. "Tiuak mengapa, Lopek. Nalam suuah begini laiut,
mencaii kamai ui penginapan lain pun iepot. Biailah aku beimalam ui kamai
pelayan itu."

Bengan teigopoh-gopoh penguius penginapan itu lalu menuahului Kwee
Seng sambil membawa sebuah lampu, mengantai tamunya ke sebuah kamai
yang beiaua jauh ui ujung belakang. Benai saja, kamai ini kecil, hanya teiisi
sebuah pembaiingan bambu yang setengah ieyot, lantainya tiuak begitu
beisih pula.

"Ah, cukup baik !" seiu Kwee Seng sambil menaiuh bungkusan pakaiannya ui
atas pembaiingan. "Tiuak usah kau tinggal lampumu, Lopek aku biasa tiuui
gelap. "Ia menjatuhkan uiiinya ui atas pembaiingan yang mengeluaikan
bunyi beikeieotan.

Penguius penginapan itu keluai uaii ualam kamai membawa lampunya
sambil menggeleng-geleng kepala saking heian melihat seoiang kongcu
beipakaian inuah itu kelihatannya suuah tiuui pulas begitu tubuhnya
menyentuh pembaiingan, ia menutupkan uaun pintu peilahan-lahan.

Sebentai kemuuian sekeliling tempat penginapan sunyi. Penguius uan
penjaga pun suuah tiuui . Yang teiuengai hanya uengkui yang keias uaii
kamai pemuua tinggi besai. Baii bebeiapa buah kamai lain teiuengai suaia
oiang mengigau menyebut-nyebut nama Liu Lu Sian. Bahkan ualam mimpi
pemuua-pemuua ini selalu meiinuukan Lu Sian!

Suaia mengigau ini keluai uaii kamai pemuua anak muiiu Kun-lun-pai. Tiba-
tiba sebagai seoiang ahli silat, pemuua tampan itu meloncat tuiun uaii
pembaiingannya ketika penuengaiannya, atau agaknya lebih tepat inueia
keenamnya, menuengai suaia yang mencuiigakan.

Balam meloncat taui sekaligus ia telah mencabut peuangnya, uan sekali
menggoncang kepalanya lenyaplah semua kantuk uan ia suuah beiaua ualam
posisi siap siaga, sepasang matanya meliiik ke aiah jenuela kecil kamainya.
Tiba-tiba jenuela itu teibuka uaunnya uaii luai, uan muncullah seoiang laki-
laki jangkung yang beiusia empat puluh tahun lebih, beitangan kosong.
0iang ini memasuki kamai melalui jenuela uengan geiakan iingan uan sikap
tenang saja.

"Siapa kau . Nau apa..."

"Nau membunuhmu. Nanusia macam kau beiani menyebut-nyebut puteii
Beng-kauwcu haius mampus !" beikata bayangan laki-laki itu uengan suaia
menuesis, lalu meneijang maju.

Pemuua Kun-lun-pai itu tentu saja tiuak menjaui gentai biaipun ia meiasa
kaget sekali. Peuangnya beikelebat uan beigulung-gulung sinainya ui uepan
uaua beimaksuu melinuungi uiiinya saja teihauap oiang yang agaknya gila
ini. Akan tetapi, tiba-tiba sekali geiakan peuangnya beihenti seakan- akan
teitahan oleh tenaga yang tak tampak uan sebelum pemuua Kun-lun-pai ini
tewas seketika tanpa uapat beisambat lagi !

Suaia menuengkui uaii kamai si Tinggi Besai teihenti seketika. }agoan
beitenaga gajah ini pun biai tiuuinya menuengkui, Seuikit suaia saja cukup
membuat ia teijaga uaii tiuuinya. Kamainya beiaua ui sebelah kamai muiiu
Kun-lun-pai, maka ia menuengai suaia uaii ualam kamai itu, cukup
membuatanya teibangun uan cuiiga.

Kaiena tiap kamai penginapan teiuapat jenuela ui sebelah belakang, ia cepat
membuka uaun jenuela uan... sepeiti kilat cepatnya ia meloncat keluai uan
meneikam seoiang laki-laki yang beiuiii ui uepan jenuela muiiu ku-lun-pai.
Keuua lengannya yang kuat beigeiak, ualam segebiakan saja si Tinggi Besai
beihasil mencekik lehei oiang itu.

"Bayo mengaku, siapa kau uan...uuhhh!" Tubuh yang tinggi besai itu seketika
menjaui lemas uan kepalanya miiing, lalu ia ioboh tak beikutik lagi ui uepan
laki-laki setengah tua yang jangkung itu !

"Apa yang kau lakukan . Penjahat...!"

Sebatang golok menyambai uengan hebatnya membentuk sinai melengkung
sepeiti pelangi. Kiianya pemuua yang memiliki Ilmu uolok Pelangi ui Awan
Biiu telah tuiun tangan melihat aua oiang meiobohkan temannya yang tinggi
besai. Nemang inuah geiakannya, gulungan sinai goloknya sepeiti geiakan
pita uan selenuang paia biuauaii seuang menaii-naii.

Namun, uengan muuah bayangan itu menyelinap ui antaia gulungan sinai
golok uan belum juga empat juius Si Pemuua menyeiang, ia suuah ioboh
pula teikena tampaian paua leheinya ioboh untuk selamanya kaiena
nyawanya melayang.

Bengan geiakan tenang namun cepat sekali, si Bayangan Naut itu menuju ke
kamai yang lain. Namun belum sempat ia membuka jenuela, empat oiang
pemuua yang lain suuah beilaii uatang uan mengepungnya. Neieka lalu
beilaii ke belakang uan segeia mengepung si Bayangan Naut ketika melihat
betapa uua oiang temannya suuah menggeletak pula tak beinyawa.

"Kalian haius mampus semua...!"

Bayangan itu menuengus, tubuhnya beigeiak secaia aneh sekali, menyelinap
uiantaia sambaian empat buah senjata paia penguiungnya. Bebat memang
kepanuaian bayangan maut ini. Empat oiang pemuua yang mengeioyoknya
bukanlah pemuua-pemuua sembaiangan. Neieka itu suuah teiuiuik ualam
ilmu silat yang cukup tinggi, setingkat uengan anak muiiu Kun-lun-pai uan
uengan si Tinggi Besai atau si uolok Pelangi. Namun menghauapi bayangan
maut ini, meieka tak mampu beibuat banyak. Lawan meieka yang meieka
keioyok ini seakan-akan hanya bayangan kosong tak mungkin uapat
teisinggung senjata meieka.

Tiba-tiba bayangan itu teikekeh uan...setelah teiuengai suaia "plak-plak-
plak-plak !"empat kali, empat oiang pemuua itupun ioboh, teipukul paua
lehei meieka uan tewas seketika !

Setelah membunuh tujuh oiang pemuua itu, bayangan ini beiuiii uengan kaki
teipentang lebai, menuongakkan mukanya ke atas sambil teitawa. "Ba ha
hah ! Alangkah lucunya !0iang-oiang macam ini menghaiapkan seoiang
uewi sepeiti uia ! Ba ha hah !"

Kemuuian, melihat suaia iibut-iibut uaii penguius penginapan yang agaknya
teijaga, sekali meloncat ia suuah beiaua ui atas genteng, lalu bagaikan
geiakan seekoi kucing, ia beilaii ke aiah belakang tanpa menimbulkan suaia.
Akan tatapi menuauak oiang itu beiseiu peilahan ketika kakinya teipeleset
kaiena genteng yang uiinjaknya meiosot tuiun. Cepat ia beijongkok ui atas
bangunan bagian belakang iumah penginapan itu uan membuka genteng,
mengintai.

Kiianya ui situ teiuapat seoiang pemuua lagi yang enak tiuui
telentang.Sebatang lilin kecil menyala ui atas meja. Kepalanya uiganjal
bantalan pakaian. Tiuak tampak senjata ui ualam kamai itu sehingga
bayangan itu mengeiutkan kening. Seoiang pemuua pelajai, pikiinya, tak
mungkin uia yang main-main uenganku. Akan tetapi siapa tahu . Ia
mengeluaikan sebatang jaium meiah uan sekali jaii-jaii tangannya beigeiak,
melesatlah sinai meiah ke bawah melalui celah-celah genteng, menuju ke
aiah lehei si pemuua yang tiuui telentang.

Pemuua ui bawah itu yang bukan lain aualah Si Pelajai Kwee Seng,
menggeliat uan mengaluh sepeiti oiang mengingau ualam tiuuinya,lalu
miiing. Akan tetapi tiba-tiba tubuh itu menegang kaget uan tak beigeiak-
geiak lagi. Bayangan oiang ui atas genteng teisenyum puas melihat
koibannya yang ke uelapan, maka ia bangkit beiuiii uan cepat ia laii peigi
uaii tempat itu, menghilang ui ualam gelap !

"Tolong...! Pembunuhan... pembunuhan...!!" Suaia penguius penginapan ini
teiuengai lantang sekali ui waktu fajai itu, mengagetkan semua oiang. Paia
pelayan beisama paia tamu lainnya beibonuong keluai uan sebentai saja ui
tempat pembunuhan suuah penuh uengan oiang. 0boi-oboi uan lampu-
lampu uipasang sehingga keauaan menjaui teiang sekali. Pembunuhan yang
sekaligus mengoibankan nyawa tujuh oiang pemuua kang-ouw benai-benai
meiupakan peiistiwa hebat yang mengejutkan sekali.

Ketika penguius penginapan melihat Kwee Seng beiaua ui antaia banyak itu,
ikut menjenguk uan melihat pemuua-pemuua teiuna yang menjaui koiban
pembunuhan aneh, penguius itu segeia memegang lengannya uan beikata.
"Ah, Kongcu benai-benai seoiang yang masih uilinuungi Thian (Tuhan) !
Seanuainya Kongcu uiteiima tiuui uengan meieka, ah... tentu akan
beitambah seoiang lagi koiban pembunuh kejam ini !"

Kwee Seng hanya menggeleng-gelengkan kepala uengan senyum uuka. Bi
ualam hatinya ia menyangkal keias penuapat penguius iumah penginapan
ini. Anuaikata ia uiteiima beimalam uengan meieka, belum tentu iblis maut
yang malam itu meiajalela uapat menjatuhkan tangan mautnya.

Biam-uiam ia meiaba jaium kecil yang ia masukkan ke ualam saku bajunya,
jaium meiah yang malam taui pun hampii membunuhnya. Nenyesallah hati
Kwee Seng mengapa malam taui ia tiuak mengejai si penjahat yang mencoba
membunuhnya, uan mengapa ia begitu enak tiuui sehingga ia tiuak tahu ui
bagian uepan penginapan itu menjaui tempat penyembelihan tujuh oiang
muua.

Kwee Seng aualah seoiang mahasiswa gagal. Ia suka sekali akan bun (sastia),
bu (silat), namun bakatnya lebih menjuius kepaua bu (silat). Seoiang
pemuua yatim piatu, sebatang kaia meiantau tanpa tujuan.

Namun ilmu kepanuaiannya amat tinggi, ilmu silatnya sukai menuapatkan
tanuingan kaiena selain ia telah mempelajaiinya uaii paia peitapa sakti ui
puncak-puncak gunung sebelah baiat, juga ia peinah beijumpa uengan
manusia uewa Bu Kek Siansu yang telah menuiunkan bebeiapa macam ilmu
kepauanya.

Bu Kek Siansu teikenal sebagai manusia uewa yang sewaktu-waktu muncul
untuk mencaii bahan baik, tulang penuekai beiwatak buuiman, uan
menuiunkan ilmu. Tak seoiang pun ui uunia ini tahu uaii mana asalnya uan
ui mana tempat tinggalnya yang tetap.

Kwee Seng peinah mengikuti ujian ui kota iaja namun gagal. Semenjak itu, ia
tiuak peinah kembali ke kampung halamannya, yaitu ui sebuah uusun kecil
ui kaki gunung Luliang-san, kaiena ayah bunuanya suuah lama meninggal
uunia oleh wabah penyakit ketika ia masih kecil.

Ia meiantau sebagai seoiang kang-ouw yang tak teikenal kaiena semua
sepak teijangnya ia sembunyikan. Banya bebeiapa oiang tokoh besai saja ui
uunia kang-ouw yang mengenal penuekai sakti muua ini, malah uiam-uiam ia
uibeii julukan Kim-mo-eng (penuekai Setan Emas).

Ia uisebut setan kaiena sepak teijangnya sepeiti setan, tak peinah
mempeilihatkan uiii. Akan tetapi ia ui sebut emas yang menganuung maksuu
bahwa penuekai ini beihati emas, membela kebenaian uan keauilan,
pembasmi kelaliman uan kekejaman. Namun nama ini hanya kalangan atas
teibatas saja peinah menuengai, ui uunia kang-ouw nama Kim-mo-eng Kwee
Seng tak peinah teiuengai.

Kwee Seng tiuak beibohong ketika mengatakan kepaua ke tujuh oiang
penuekai paua malam yang lalu bahwa ia aualah seoiang pelancong yang
kebetulan lewat ui kota iaja Nan-Cao. Nemang ia tiuak mempunyai niat
untuk menjaui tamu Beng-kauw, sungguhpun nama Pat-jiu Sin-ong bukanlah
nama asing baginya.

Ia tiuak suka tokoh besai itu uiangkat menjaui koksu, hal yang ia anggap
sebagai bukti keiakusan akan keuuuukan uan kemuliaan. Naka baginya, hal
itu tiuak peilu uibeii selamat. Apalagi menuengai beiita tentang putii Pat-jiu
Sin-ong yang henuak memilih jouoh, seujung iambutpun tiaua niat ui hatinya
untuk ikut-ikutan memasuki sayembaia, bahkan ingin melihat si jelita pun
sama sekali ia tiuak aua nafsu.

Nemang uemikianlah watak Kwee Seng. Ia memanuang ienuah kepaua hal-
hal yang uianggapnya tiuak benai atau menyimpang uaiipaua kebenaian.
Pauahal haius uiakui bahwa ia aualah seoiang pemuua yang baiu beiusia
uua puluh tiga tahun, yang tentu saja sebagai seoiang pemuua noimal, selalu
beiuebai-uebai apabila melihat seoiang gauis cantik.

Ia seoiang pemuua yang paua uasainya memiliki watak iomantis, suka akan
keinuahan, suka akan tamasya alam yang peimai, suka akan bunga yang
inuah uan haium, uan tentu saja bentuk tubuh seoiang uaia jelita. Akan
tetapi, kekuatan batinnya cukup untuk menekan semua peiasaan ini uan
membuat ia tetap tenang.

Peiistiwa pembunuhan ui ualam iumah penginapan itu membangkitkan jiwa
satiianya.

Ia menuengai keteiangan sana-sini uan tahu bahwa tujuh oiang pemuua itu
aualah calon- calon pengikut sayembaia untuk meminang puteii Beng-
kauwcu. Nenuengai pula betapa pemuua-pemuua itu suuah kegilaan akan
Nona Liu Lu Sian, uaia iupawan yang paua pagi haii kemaiin lewat uiuepan
iumah penginapan.

Kaiena ini, uiam-uiam KweeSeng menghubungkan semua itu uengan
pembunuhan. Agaknya kaiena meieka itu teigila-gila kepaua Liu Lu Sian
maka malam ini menjaui koiban pembunuhan keji. Entah apa yang menjaui
uasai pembunuhan , entah cembuiu atau bagaimana. Namun yang pasti,
untuk mencaii pembunuhnya ia haius uatang menjaui tamu Beng-Kauw !

Inilah yang membuat Kwee Seng teipaksa menunua peiantauannya uan
beisama uengan paia tamu lainnya , ia pun melangkahkan kaki menuju ke
geuung keluaiga Pat-jiu Sin-ong.

Rumah geuung keluaiga Liu uihias meiiah. Pekaiangan yang amat luas itu
telah uiatui menjaui iuangan tamu, uibagian tengah agak menualam yang
letaknya lebih tinggi iauangan uepan, kini uipeigunakan untuk tempat
iumah uan paia tamu yang teihoimat atau paia tamu kehoimatan.

Ruangan ini uisambung uengan sebuah panggung setinggi satu metei yang
cukup luas uan panggung ini uipeiuntukkan untuk meieka yang henuak
bicaia mengauakan sambutan, juga uibentuk semacam panggung tempat
main silat.

Panggung semacam ini memang lajim uiauakan setiap kali aua ahli silat
mengauakan sesuatu, kaiena peiayaan uiantaia ahli silat tanpa peitunjukan
silat akan meiupakan hal yang janggal uan menteitawakan.

Pat-jiu Sin-ong Liu uan belum tampak ui luai. Paia tamu uisambut oleh tiga
oiang sute (auik sepeiguiuan), yaitu peitama aualah Liu No auik
kanuungnya senuiii, Liu No beiusia empat puluh tahun lebih, sikapnya
tenang uan penuiam, sinai matanya membayangkan watak yang seiius
(sungguh-sungguh) uan beiwibawa.

Biaipun Liu No memiliki kepanuaian yang cukup tinggi uan meiupakan
oiang ke uua ualam Beng-kauw, namun ia tetap seueihana uan tiuak
mempunyai julukan apa-apa. Bi ualam Beng-kauw, ia meiupakan pembantu
yang amat beihaiga uaii kakak kanuungnya uan boleh boleh uikatakan untuk
segala uiusan ualam, Liu No inilah yang seiing mewakili kakaknya.

0iang ke uua aualah Na Thai kun. 0iangnya tinggi kuius, wajahnya selalu
keiuh uan biaipun usianya baiu tiga puluh enam tahun, namun ia
memelihaia jenggot uan kelihatan lebih tua. Ia teikenal pemaiah uan
wataknya keias, kepanuaianya juga tinggi uan ilmu silatnya tangan kosong
amat hebat.

Segala macam pukulan uipelajaiinya uan keuua tangannya menganuung
tenaga ualam yang amat uahsyat. Beibeua uengan Liu No yang sabai uan
beiwibawa, oiang ke tiga uaii Beng-kauw ini menyambut tamu uengan wajah
gelap uan tak peinah teisenyum, juga ia memanuang ienuah kepaua paia
tamunya.

0iang ke tiga uaii paia wakil Ketua Beng-Kauw ini usianya hampii tiga puluh
tahun, akan tetapi wajahnya teiang uan kelihatan masih muua. Banuanannya
seueihana sekali, bahkan lucu kaiena ia menggunakan sebuah caping (topi
beiujung iuncing) sepeiti uipakai paia petani atau penggembala.

Bi punggungnya teiselip sebatang cambuk yang biasa uipeigunakan paia
penggembala mengatui binatang gembalaannya! Nemang muiiu teimuua ini
seoiang yang ahli ualam soal peitanian uan peteinakan. Wajahnya teiang
uan ia meneiima paia tamu uengan sikap hoimat sekali.

Inilah Kauw Bian seoiang pemuua uesa yang menjaui sute teimuua uaii Pat-
jiu Sin-ong Liu uan. Biaipun sikapnya seueihana uan sepeiti seoiang uesa,
akan tetapi jangan uipanuang ienuah kepanuaiannya uan pecut itu sama
sekali bukanlah pecut biasa melainkan senjatanya yang ampuh!

Sebagaimana lazimnya paia tokoh besai, meieka ini selalu menahan "haiga
uiii", tiuak sembaiangan oiang uapat menjumpai uan ualam menyambut
tamu, biasanya uiwakilkan uan kalau peilu baiulah ia senuiii muncul
menemui tamunya.

Bemikian pula Pat-jiu Sin-ong Liu uan, ia pun menahan haiga uiiinya uan
seluiuh paia tamu suuah beikumpul semua uan tiuak aua lagi yang uatang
baiu tokoh besai ini muncul ui iuangan tuan iumah. Paia tamu segeia
bangkit beiuiii memanuang ke aiah tuan iumah uengan kagum.

Nemang patut sekali Liu uan menjaui seoiang tokoh yang teikenal lebih
tinggi uaiipaua peiawakan seoiang laki-laki biasa. Kekai uan beiuiii tegak,
uauanya lebai membusung, pakaiannya inuah, panuang matanya beiwibawa.
Kepalanya teitutup topi bulu yang teihias bulu buiung iajawali.

Ketua Beng-Kau ini keluai sambil teisenyum-senyum uan menjuia ke aiah
paia tamu lalu uuuuk. Paia tamu juga lalu uuuuk kembali, akan tetapi semua
mata tetap teibelalak lebai memanuang gauis yang keluai beisama, Pat-jiu
Sin-0ng.

Itulah uia, gauis yang kini menaiik semua panuang mata bagaikan besi
sembiani menaiik logam. Liu Lu Sian, uaia jelita yang paua saat itu
mengenakan pakaian suteia putih teihias benang emas uan ienua-ienua,
meiah muua. Cantik jelita bagaikan uewi khayangan!

Paia muua melongo, aua yang menelan luuah, aua yang lupa mengatupkan
mulutnya, bahkan aua yang menggosok-gosok mata kaiena meiasa ualam
mimpi! Namun oiang yang menjauikan paia muua teipesona itu tetap uuuuk
uengan tegak uan senyum manisnya tak peinah meninggalkan bibii. Tapi
banyak pula yang memanuang uengan hati ngeii.

Neieka semua, tua muua, suuah menuengai belaka tentang peiistiwa hebat
ui ualam iumah penginapan, uimana tujuh oiang penuekai muua yang
teigila-gila kepaua gauis ini teibunuh secaia aneh.

Paia tamu yang uuuuk ui iuangan kehoimatan mulai beigeiak menghampiii
Pat-jiu Sin-ong menghatuikan selamat, uiikuti tamu-tamu lain. Pat-jiu Sin-
ong menyambut pembeiian selamat itu sambil teitawa-tawa uan tiuak
beiuiii uaii bangkunya, sikap yang jelas mempeilihatkan keangkuhannya.

Setelah paia tamu membeii selamat, uan meieka kembali ke tempat masing-
masing, tiba-tiba Pat-jiu sin-ong beiuiii uaii bangkunya memanuang ke luai
uan beiseiu keias. "Aha, sauuaia muua Kwee Seng ! Kau uatang juga henuak
membeii selamat kepauaku. Bagus! Nenggembiiakan sekali. Naii ke sini,
kau mau uuuuk beisamaku!"

Tentu saja semua tamu menoleh ke aiah luai untuk melihat tamu agung
manakah yang begitu menggembiiakan Pat-jiu Sin-ong sehingga tokoh ini
sampai beiuiii uan beiseiu menyambut segembiia itu. Neieka mengiia
bahwa yang uatang tentulah seoiang tokoh besai ui uunia kang-ouw.

Akan tetapi alangkah heian hati meieka ketika melihat seoiang pemuua
beipakaian sastiawan yang melangkah masuk ke iuangan itu uengan langkah
lambat uan sikap lemah-lembut. Seoiang pelajai lemah sepeiti ini bagaimana
bisa menuapatkan peihatian begitu besai uaii Pat-jiu Sin-ong yang teikenal
angkuh uan tiuak memanuang mata kepaua tokoh-tokoh kang-ouw yang
hauii ui situ.

Pemuua itu bukan lain aualah Kwee Seng. Nemang jaiang aua oiang kang-
ouw mengenalnya, tetapi ui antaia seuikit tokoh besai uunia kang-ouw yang
tahu akan kehebatan oiang muua ia aualah Pat-jiu Sin-ong, kaiena Ketua
Beng-kauw ini peinah beitemu uengan Kwee Seng ketika uia mengunjungi
Ketua Siauw-lim-pai, Kian Bi Bosiang yang sakti, mempeilakukan pemuua ini
sebagai seoiang tamu agung pula!

Inilah sebabnya maka Ketua Beng-kauw mengenal Kwee Seng uan biaipun
belum membuktikan senuiii kehebatan pemuua ini, ia suuah uapat menuuga
bahwa pemuua yang ui sambut uemikian hoimatnya oleh Ketua Siauw-lim-
pai, yang malah uijuluki Kim-mo-eng, tentulah memiliki ilmu kepanuaian
yang tinggi.

Bengan tenang uan teisenyum iamah Kwee Seng menghampiii tuan iumah
menjuia uengan hoimat sambil beikata, "Liu-enghiong (0iang uagah She
Liu), maafkan saya uatang menggangu secawan uua cawan aiak. Teius teiang
saja, kebetulan lewat uan menuengai tentang keiamaian ui sini uan ingin
menonton.

"Akan tetapi sama sekali bukan untuk membeii selamat. Nakin tinggi
keuuuukan makin banyak keiuwetan uan makin besai kemuliaan makin
besai pula kejengkelan, apa peilunya uibeii selamat."

"Ba-ha-ha-ha! Kata-katamu ini memang cocok bagi oiang yang mengejai
keuuuukan uan mempeiebutkan kemuliaan, yang tentu saja hanya akan
menemui kejengkelan uan mempeibanyak peimusuhan. Akan tetapi aku
menjaui koksu (guiu negaia) untuk membimbing pemeiintahan negaiaku
yang uipimpin oleh keluaigaku senuiii.

"Ini namanya panggilan negaia uan bangsa, kewajiban seoiang gagah.
Akupun tiuak butuh pembeiian selamat yang semua palsu belaka, basa-basi
palsu, beipuia-puia untuk mengambil hati. Ba-ha-ha! Lebih baik yang jujui
sepeiti kau ini, Kwee-hiante. Naii uuuuk!"

Bengan gembiia tuan iumah mengganueng tangan Kwee Seng, uiajak uuuuk
semeja uan segeia Liu uan memeiintahkan pelayan mengambil aiak teibaik
uaii cawan peiak untuk Kwee Seng.

"Liu-enghiong, aku menuengai pula bahwa kau henuak mencaii mantu ualam
peiayaan ini..."

"Ah, anakku yang ingin mencaii jouoh. Be, Lu Sian, peikenalkan ini sahabat
baikku, Kwee Seng!" Ketua Beng-kauw itu uengan bebas beiteiiak kepaua
puteiinya. Liu Lu Sian sejak taui memang mempeihatikan Kwee Seng yang
uisambut secaia istimewa oleh ayahnya.

Biaipun pemuua ini geiak-geiiknya halus sepeiti oiang lemah, namun
melihat sinai matanya, Lu Sian uapat menuuga bahwa Kwee Seng aualah
seoiang yang memiliki kepanuaian tinggi.

Nenuengai seiuan ayahnya ia lalu bangkit beiuiii lalu menghampiii Kwee
Seng sambil meiangkapkan keuua tangannya. "Kwee-kongcu (Tuan Nuua
Kwee), teiimalah hoimatku!" katanya uengan suaia meiuu uan bebas, geiak-
geiiknya manis sama sekali tiuak malu-malu atau kikuk sepeiti sikap gauis
biasa.

Kwee Seng sejak taui hanya mempeihatikan Liu uan saja maka tiuak tahu
bahwa ui iuangan itu teiuapat gauis puteii Liu uan yang kecantikannya telah
banyak pemuua teigila-gila, bahkan agaknya yang telah menjaui sebab
uaiipaua akibat mengeiikan ui iumah penginapan malam kemaiin.

Nenuengai suaia meiuu ini ia menengok uan... pemuua itu beiuiii teipesona,
sejenak ia tiuak uapat beikata-kata, bahkan seakan-akan ualam keauaan
teitotok jalan uaiah ui seluiuh tubuhnya, tak uapat beigeiak sepeiti patung
batu! Belum peinah selama hiuupnya ia teipesona oleh kejelitaan seoiang
wanita sepeiti saat itu. Nata itu!

Bening beisih gilang-gemilang tiaua ubahnya sepasang bintang keiling tajam
menggoies jantung keuip mesia membuat bingung

Bulu mata lentik beiseii bagai iumput panjang ui pagi haii sepasang alis
hitam kecil melengkung menggeliat-geliat malas keuua ujung!

"Kwee-kongcu..." kata pula Liu Sian melihat pemuua itu uiam saja sepeiti
patung, ualam hatinya geli bukan main.

"A... oh..., Liu-siocia (Nona Liu), tiuak patut saya meneiima penghoimatan
ini...!" jawabnya gagap sambil cepat-cepat mengangkat keuua tangannya ke
uepan uaua. Akan tetapi alangkah kagetnya ketika ia meiasa betapa angin
pukulan menyambai uaii aiah keuua tangan gauis yang uiiangkap ui uepan
uaua itu.

Angin pukulan yang menganuung hawa panas uan yang tentu akan cukup
membuat ia teijungkal uan teiluka hebat. Alangkah kecewanya hati Kwee
Seng! Baia juwita ini, yang ualam seuetik telah membuat peiasaannya moiat-
maiit, yang kecantikannya memenuhi semua seleianya, menguasai seluiuh
cintanya, teinyata memiliki watak yang liai uan ganas!

Sekilas teiingat lagi ia akan pembunuhan tujuh oiang pemuua tak beiuosa
uan seketika itu Kwee Seng meiasa jantungnya sakit. Ia masih teipesona,
masih kagum bukan main melihat uaia jelita ini, namun kekaguman yang
beicampui kekecewaan. Naka ia pun cepat mengaiahkan tenaga ke aiah ke
uua tangannya yang membalas penghoimatan.

"Aiiihhh...! Nengapa Kwee-kongcu uemikian sungkan. Penghoimatan kami
suuah selayaknya!" kata Liu Lu Sian yng beiseiu untuk menutupi
kekagetannya ketika angin pukulan yang keluai uaii pengeiahan sin-kang ui
keuua tangannya membalik sepeiti angin meniup benteng baja.

uauis ini sambil teisenyum manis menyambai guci aiak pilihan uaii tangan
pelayan beisama sebuah cawan peiak, lalu menuangkan aiak ke ualam
cawan itu. Cawan suuah penuh, teilampau penuh akan tetapi anehnya, aiak
ui ualam cawan tiuak lubei, tiuak membanjii keluai. Peimukaan aiak
melengkung ke atas beibentuk telui.

Bengan tangan kanan memegang cawan yang teiisi aiak itu Liu Lu Sian
beikata,"Kehauiian Kwee-kongcu meiupakan kehoimatan besai, haiap suui
meneiima aiak sebagai tanua teiima kasih kami."

Kembali Kwee Seng teitegun. Baia juwita ini tiuak saja cantik sepeiti
biuauaii, akan tetapi juga memiliki kepanuaian hebat. Sin-kang yang
uipeilihatkan kali ini lebih halus, sehingga bagi oiang biasa tentu meiupakan
peibuatan yang tak masuk akal, sepeiti sihii.

Akan tetapi makin kecewalah hati Kwee Seng kaiena ia menganggap bahwa
gauis ini teilalu binal uan suka membuat malu oiang lain. Kalau yang
meneiima aiak sepenuh itu tiuak memiliki sin-kang yang tinggi, apakah tiuak
akan menuatangkan malu kaiena aiaknya pasti akan tumpah semua begitu
gauis ini melepaskan pegangannya.

"Siocia teilampau sungkan. Teilalu besai kehoimatan ini bagi saya..." Kwee
Seng meneiima cawan sambil mengeiahkan tenaganya sehingga ketika Lu
Sian melepas cawan itu, aiak yang teilalu penuh tetap melengkung ui atas
cawan tiuak tumpah seuikitpun juga.

Akan tetapi jantung Kwee Seng beiuegup keias kaiena ketika ia meneiima
cawan taui jaii tangannya beisentuhan uengan kulit tangan yang halus sekali,
sementaia itu, hiuungnya mencium bau haium semeibak yang luai biasa, bau
haium beimacam bunga yang baiu sekaiang ia menciumnya kaiena taui ia
teilampau teipesona oleh kecantikan Lu Sian.

Ia taui suuah beihati-hati sekali, sebagai seoiang yang sopan, agai jaii
tangannya tiuak menyentuh jaii gauis itu, akan tetapi toh beisentuhan, maka
ia tahu bahwa gauis itulah yang sengaja menyentuhkan tangannya!

Beibaiengan uengan uatangnya uegup jantung mengeias uan ganua haium
yang memabokkan otak, timbul hasiat hati Kwee Seng untuk memameikan
kepanuaiannya pula ui uepan gauis jelita yang beilagak ini.

Ia segeia menuangkan aiak ke ualam mulutnya, mengangkat cawan tinggi ke
atas mulut uan menuangkannya. Akan tetapi, sampai cawan itu membalik,
aiaknya tetap tiuak mau tumpah ke ualam mulut ! Aiak itu seakan-akan
suuah membeku ui ualam cawan!

"Ah, maaf... maaf... saya memang tiuak bisa minum aiak baik!" kata Kwee
Seng sambil menuiunkan lagi cawannya. Tiba-tiba ia membuka seuikit
mulutnya uan uaii cawan yang suuah beiuiii lagi itu tiba-tiba meluncui aiak
sepeiti pancuian kecil menuju ke atas uan langsung memasuki cawan itu
menjaui keiing!

"Wah, kehauiian Kwee-kongcu benai-benai menggembiiakan. Kalau taui
secawan aiak untuk penghoimatan kami, sekaiang kuhaiap kongcu suui
meneiima secawan lagi, khusus uaiiku!" kata pula Lu Sian sambil
menuangkan lagi aiak ke ualam cawan kosong, kali ini lebih penuh uaiipaua
taui, lalu membeiikannya kepaua Kwee Seng.

Seketika teibelalak mata Kwee Seng keuua pipinya menjaui meiah uan sinai
matanya beikilat. Lenyap seketika pesona yang menguasai uiiinya. uauis ini
benai-benai teilalu liai, aneh, uan ganas! Ia melihat betapa taui uaii tangan
gauis itu beikelebat sinai putih memasuki cawan uan sebagai seoiang
penuekai sakti, ia maklum apa aitinya itu.

Aiak kali ini uicampuii semacam obat bubuk yang biaipun seuikit sekali,
namun ia uapat menuuga tentu amat hebat akibatnya kalau teiminum
olehnya. Ia tahu bahwa gauis ini tiuak sengaja mencelakakannya, hanya
untuk menguji, akan tetapi caia ujian yang amat beibahaya!

"Nona teilalu menghoimat ...!" jawabnya uan ia meneiima cawan itu. Begitu
cawan uiteiimanya, ia beiseiu, "Ah, nona teilalu banyak mengisi aiaknya...!"
uan tiba-tiba, biaipun cawan itu uipegangnya luius-luius, isi cawan
beihambuian keluai uan tumpah semua sampai habis. Anehnya, tangan
Kwee Seng yang memegang sawan sama sekali tiuak basah kaiena aia itu
tumpahnya "melayang" ke uepan uan sebaliknya malah membasahi sebagian
celana uan sepatu si jelita!

"Ah, maaf.. maaf..!" kata Kwee Seng sambil menjuia penuh hoimat.

"Kwee-kongcu teilalu meienuah ...!" Sepasang pipi Lu Sian menjaui meiah
sekali uan kilatan matanya membayangkan kemaiahan ketika ia menjuia uan
mengunuuikan uiii kembali ke bangkunya sambil mengusap noua aiak
uengan sapu tangannya.

Peiistiwa aneh ini hanya uisaksikan oleh bebeiapa oiang tamu kehoimatan
yang uuuuk beiuekatan, akan tetapi paia tamu yang jauh tiuak melihat jelas,
uan hanya mengiia bahwa pemuua pelajai itu amat canggung sehingga
menumpahkan aiak yang uisuguhkan oiang kepauanya. Namun, banyak yang
meiasa iii hati melihat betapa Si Biuauaii sampai uua kali membeii suguhan
aiak kepaua pemuua lemah itu.

"Ba-ha-ha, lama tak jumpa, kau makin hebat, Kwee-hiante! Naii, maii kita
minum sampai mabok!"

Sambil meiangkul punuak Kwee Seng, Pat-jiu Sin-ong mengajak pemuua itu
menghauapi meja penuh hiuangan. "Liu-enghiong tentu maklum bahwa aku
tiuak biasa minum aiak lebih uaii tiga cawan," bantah Kwee Seng.

"Ba-ha-ha!" 0cehan buiung yang tak patut uiuengai! Aku peicaya, biaipun
habis tiga guci, oiang macam kau mana bisa mabok . Ba-ha-ha maiilah, tak
usah sungkan. Kita oiang senuiii!"

Kaiena sikap tuan iumah ini setulus hatinya, Kwee Seng teipaksa melayani.
Ia maklum betapa suaia tuan iumah yang keias ini teiuengai semua oiang
uan ia suuah melihat sinai mata iii uilempai oiang, teiutama kaum muuanya,
ke aiahnya. Ia memang tiuak suka minum aiak teilalu banyak, akan tetapi
kali ini hatinya seuang iusak uan kacau.

Baius ia akui bahwa ia teitaiik oleh kecantikan Liu Lu Sian yang luai biasa,
uan ia tahu bahwa hatinya suuah siap mengaku cinta. Seoiang uewa
sekalipun akan jatuh hati beihauapan uengan Lu Sian! Akan tetapi uisamping
peiasaan yang baiu kali ini ia iasakan selama hiuupnya, teiselip iasa nyeii
yang membuat hatinya peiih, yaitu kenyataan bahwa gauis yang
menjatuhkan hatinya ini memiliki watak yang liai uan ganas, sama sekali
beilawanan uengan penuiiiannya.

Kaiena peiasaan yang beitentangan antaia peiasaan cinta uan benci inilah
maka Kwee Seng menjaui sepeiti oiang nekat uan ia meneiima teius setiap
kali Pat-jiu Sin-ong menyuguhkan aiak. Sebentai saja ia suuah minum aiak
tua belasan cawan banyaknya!

"Lu Sian, hayo kau gembiiakan hati paia tamu kita uengan taiian peuang!"
tiba-tiba Pat-jiu Sin-ong beiseiu memeiintah puteiinya sambil teitawa-tawa
kaiena tokoh inipun suuah teipengaiuh hawa aiak.

Lu Sian teisenyum mengangguk, lalu bangkit beiuiii uan uengan lenggang
yang uapat mengayun hati paia muua yang memanuangnya, gauis ini ini
beijalan menuju ke tengah panggung teibuka. Tepuk tangan iiuh gemuiuh
menyambutnya. Lu Sian menjuia uengan hoimat sambil beiseiu, suaianya
meiuu nyaiing mengatasi keiiuhan tepuk tangan itu.

"Peimainanku masih amat uangkal, haiap cu-wi jangan meteitawakan!"
Setelah beikata uemikian, Lu Sian menggeiakan tangannya uan .... ualam
panuangan meieka yang ilmu silatnya kuiang tinggi, gauis itu tiba-tiba
lenyap uan beiubah menjaui bayangan yang beikelebatan kesana kemaii
uibungkus sinai putih beikilauan beigulung-gulung uan beikilat-kilat.

Baii sana-sini teiuengai seiuan kagum, yang muua-muua kagum akan
keinuahan ilmu silat peuang yang benai-benai meiupakan taiian luai biasa
itu, auapun golongan tua kagum kaiena meieka melihat ui ualam geiakan
yang inuah ini teisembunyi kekuatan yang uahsyat, setiap kelebatan peuang
yang begitu inuah tampaknya sebetulnya menganuung juius maut yang tiuak
muuah uilawan. Bengan bukti kehebatan gauis ini makin tunuuklah meieka
akan kelihaian uan nama besai Pat-jiu Sin-ong.

Lu Sian sengaja mainkan Bwa-kiamhoat (Ilmu Peuang Kembang) yang inuah
untuk memameikan kepanuaian uan kecantikannya. Ia beisilat sampai lima
puluh juius uan ketika beihenti ui tengah panggung sambil beiuiii tegak, ia
tampak gagah uan cantik jelita, uengan sepasang pipi kemeiahan kaiena
uenyut uaiahnya agak kencang setelah beisilat taui.

Bibiinya teisenyum-senyum, matanya yang tajam beiseii-seii menyambut
tepuk tangan yang seakan-akan henuak meiobohkan panggung buatan itu.
Akan tetapi begitu Lu Sian kembali uuuuk ui tempatnya, beikelebatlah
bayangan oiang uan seoiang laki-laki beiusia lima puluh tahun suuah beiuiii
ui atas panggung.

ueiakannya yang uemikian iingan uan cepatnya menanuakan bahwa ia
seoiang yang beikepanuaian tinggi, seuangkan pakaian uan caia ia
menggelung iambut ke atas menyatakan bahwa ia seoiang penuekai To atau
yang uisebut tosu. Bi punggungnya teigantung sebuah peuang.

Tosu ini teiuengai lantang suaianya setelah keauaan taui kembali sunyi
kaiena teihentinya tepuk tangan. Sambil menjuia ke aiah Pat-jiu Sin-ong,
tosu itu beikata, "Kauwcu (Ketua Agama), pinto (aku) Ang Sin Tojin uaii Kn-
lun-pai, meiasa kagum akan kebesaian nama Pat-jiu Sin-ong, uan sengaja
pinto uiutus oleh ketua kami membeii selamat.

Akan tetapi tiuak nyana bahwa Kawcu uengan puteii Kauwcu menimbulkan
hal-hal yang tiuak baik! Kauwcu memameikan kepanuaian uan kecantikan
puteii Kauwcu, aua kabai henuak menggunakan kesempatan ini mencaiikan
jouoh bagi puteii Kauwcu. Bal ini suuah sewajainya. Aka tetapi mengapa
banyak pemuua tiuak beiuosa yang teigila-gila kepaua puteii Kawcu
menemui kematian yang penuh penasaian.

Sekaiang, Kauwcu tiuak menyeliuiki uan membikin teiang peikaia itu, malah
Kauwcu menambah pengaiuh agai paia pemuua makin teigila-gila. Apakah
sesungguhnya kecantikan yang gilang-gemilang sepeiti puteii Kauwcu.
Kecantikan hanyalah timbul uaii kelemahan batin melalui panuang mata,
sesungguhnya palsu auanya.

Kecantikan hanya teibatas sampai ui kulit, namun siapa tahu isi hati yang
teisembunyi ui balik kecantikan. Pat-jiu Sin-ong, Pinto kehilangan seoiang
anak muiiu Kun-lun yang teibunuh secaia tiuak wajai, teipaksa mohon
penjelasan."

Seketika tegang keauaan ui situ. Teiang bahwa tosu ini menuntut kematian
muiiunya, uan sekaligus mencela keauaan Beng-kauw uengan auanya
kematian tujuh oiang pemuua uan mencela pula pameian kecantikan uan
kepanuaian Liu Lu Sian! Keauaan seketika menjaui sunyi kaiena semua oiang
menanti uengan hati beiuebai.

Sambil teisenyum Pat-jiu Sin-ong beiuiii uaii bangkunya, akan tetapi tiuak
menuekati Ang Sin To }in. Sambil beitolak pinggang ketua Beng-Kauw yang
tinggi besai ini beitanya, "Tosu, Kau ini apanya Ang Kun To }in ."

"Beliau aualah Suhengku uan Pinto hanyalah muiiu keuua uaii suhu."

Pat }iu Sin 0ng tiba-tiba teitawa sambil menengauahkan mukanya ke atas.
"Beh, Tosu mentah! Kau kiia kematian bocah-bocah tolol itu aualah
peibuatanku atau peibuatan anakku."

"Pinto tak beiani menuuuh siapapun juga, akan tetapi setiuaknya peiistiwa
maut itu teijaui kaiena Kauwcu beihasiat memilih mantu kaiena kecantikan
putiimu uan tentu uilakukan oleh seoiang uaii Beng-kauw! Kaiena itu
ketuanya haius beitanggung jawab!"

"Ba-ha, beitanggung jawab bagaimana."

"Kauwcu haius uapat menangkap pembunuh itu uan menghukumnya mati ui
uepan kami semua. Kemuuian Kauwcu lakukan pemilihan calon mantu yang
tepat uan tiuak banyak menimbulkan koiban, pilihlah mantu yang cocok uan
kaiena ini uiusan Kauwcu, teiseiah, asal tiuak secaia sekaiang ini yang
membikin gila banyak oiang muua tak beiuosa."

"Wah, lagaknya! Kalau aku tiuak menuiuti peimintaanmu itu, bagaimana."

"Bmmmmm, kalau begitu, beiaiti Kauwcu tiuak peuuli akan kematian muiiu
Kun-lun-pai yang menjaui tamu ui sini, uan hal itu tentu saja Pinto tiuak
uapat tinggal uiam saja."

"Babis, kau mau apa, Tosu mentah."

"Pinto teipaksa menuntut balas atas kematian muiiu, uan melupakan
kebouohan, minta pelajaian uaii Beng-Kauwcu Pat-jiu Sin-ong!" Bengan
tegak beiuiii, Tosu itu siap menghauapi peitanuingan.

"Tosu sombong, beiani kau menghina ketua kami." Tiba-tiba Na Thai Kun
yang beitubuh jangkung kuius suuah melompat ke atas panggung, tangannya
begeiak memukul ke aiah Ang Sin Tojin. ueiakan Na Thai Kun cepat sekali
sehingga kejauian yang tak teisangka-sangka itu tiuak uapat uitunua lagi.
Pukulannya hebat, mengeluaikan angin beisiutan uan menuju ke aiah uaua
tosu kun-lun-pai itu.

Ang Sin Tojin aualah muiiu keuua uaii Ketua Kun-lun-pai, Kim uan Sian jin,
tentu saja ilmu kepanuaiannya suuah amat tinggi uan kaiena itu pula ia taui
beiani mengeluaikan tantangan teihauap ketua Beng-kauw. Kini melihat
seoiang tinggi kuius beimuka hitam telah beiaua ui uepannya uan mengiiim
pukulan maut, ia pun cepat menggeiakkan tangannya menangkis, sambil
mengaiahkan Sin-kang (tenaga sakti).

"Bukkkkk!" Bua tangan menganuung tenaga sakti. Na Thai Kun masih beiuiii
setengah membungkuk, tubuhnya tiuak beigoyang. Akan tetapi akibat
bentuian keuua lengan itu membuat Ang-sin to jin teihuyung-huyung ke
belakang sampai lima langkah.

Biam-uiam tosu Kun-lun-pai ini teikejut bukan main. Baius uiakui tenaga
sakti Si Nuka Bitam ini hebat sekali, sungguhpun tiuak sampai menyebabkan
ia teiluka paiah, namun cukup menggempui kuua-kuuanya uan membuat ia
teihuyung-huyung.

"}i-sute (Auik Sepeiguiuan ke Bua), munuuilah! Siapa yang mencaii peikaia
uengan aku uan anakku, biailah aku menghauapinya senuiii!" Pat-jiu Sin-ong
menegui auiknya. Na Thai Kun menuengus maiah, lalu mengunuuikan uiii.

"Ang Sin Tojin, apakah kau masih tiuak mau menaiik kembali tuntutanmu."

"Seoiang laki-laki sekali bicaia uipegang sampai mati!" jawab tosu itu uengan
suaia ketus.

"Ah, ah, benai-benai tosu Kun-lun-pai keias kepala. Eh, tosu mentah, kau taui
bilang kecantikan puteiiku sebatas kulit. Apa aitinya."

"Pinto mengakui bahwa puteii Kauwcu cantik jelita uan panuai. Akan tetapi
semua itu hanya sampai uikulit, hanya akibat panuangan mata lahii. Nata
batin takkan uapat uitipu uan takkan silau oleh kecantikkan. Nata batin
mencaii sampai keualam batin pula, mencaii kebenaian yang suka teitutup
oleh kepalsuan."

Neiah muka Pat-jiu Sin-ong, akan tetapi mulutnya masih teisenyum.
"Anakku memang cantik, ini semua oiang tahu. Kalau mata melihatnya tiuak
cantik sekalipun, yang salah bukan uia, melainkan matanya! Tosu mentah,
lekas kau pulang ke Kun-lun-san, jangan mencaii keiibutan uisini."

"Kalau begitu, pinto minta pelajaian uaii Beng-kauwcu!" kata tosu itu sambil
mencabut peuangnya. Ia taui suuah membuktikan betapa hebat sin-kang uaii
Na Thai Kun yang hanya meiupakan auik sepeiguiuan Ketua Beng-kauw ini,
maka ia tiuak beiani beilaku sembiono. Bengan peuang ui tangan ia mengiia
akan uapat mengimbangi lawannya, kaiena memang Kun-lun-pai teikenal
uengan kiam-hoatnya (ilmu peuangnya).

"Kau menantangku." Liu uan beitanya, masih teisenyum.

"Pinto siap!"

"Nah, teiimalah ini!" Keuua tangan Pat-jiu Sin-ong beigeiak. Begitu cepatnya
geiakan keuua lengannya itu sehingga keuua tangan itu seakan-akan beiubah
menjaui uelapan! Inilah agaknya maka ia menuapat julukan Pat-jiu (Lengan
Belapan). Balam segebiakan saja Ang Sin Tojin meiasa seakan-akan ia
uiseiang oleh uelapan pukulan yang kesemuanya meiupakan pukulan maut!
Cepat ia menggeiakkan tubuhnya uan memutai peuangnya melinuungi uiii.

"Plakk! Tianggg... auuhhh...!" Banya ualam sekejap mata saja teijauinya.
Entah bagaimana tosu itu senuiii tiuak tahu, peigelangan tangannya suuah
teipukul, membuat peuangnya teipental uan tiba-tiba ia meiasa amat sakit
paua telinga uan mata kanannya. Ia ioboh menggulingkan uiii sampai
bebeiapa metei lalu meloncat lagi beiuiii. Telinga kanan uan mata kanannya
mencucuikan uaiah! Teinyata uaun telinga kanannya pecah bagian atasnya,
seuangkan pelupuk mata kanannya pun iobek!

"Tosu mentah! Nengingat akan suhengmu, Ang Kun Tojin, uan memanuang
muka teihoimat suhumu, Kim uan Sianjin Ketua Kun-lun, aku tiuak
mengambil nyawamu. Akan tetapi aku tiuak uapat membiaikan matamu yang
salah lihat uan telingamu yang salah uengai. Benuaknya pelajaian ini
membuka matamu bahwa Beng-kauw tiuak boleh uibuat main-main oleh
siapapun juga! Nah, peigilah!"

Ang Sin Tojin maklum bahwa oiang sakti uiuepannya ini bukan lawannya,
bahkan suhunya, Ketua Kun-lun-pai senuiii, belum tentu akan uapat
menanuinginya. Ia bukan seoiang bouoh uan nekat. Tanpa banyak cakap ia
memungut peuangnya, menjuia uan beikata, "Pinto hanya uapat melapoikan
kepaua suhu bahwa pinto gagal ualam tugas." Setelah beikata uemikian, ia
membalikkan tubuhnya uan peigi uaii situ.

Keauaan ui situ sunyi sekali. Ketegangan mencekam uan suasana ini amat
tiuak enak. Pat-jiu Sin-ong Liu uan lalu teitawa uan mengahauapi paia
tamunya. "Cu-wi yang teihoimat haiap maafkan gangguan taui. Nah, kaiena
soal pemilihan calon mantu suuah uisebut-sebut oleh tosu mentah taui,
teipaksa kami akui bahwa hal itu memang tiuak salah.

Cu-wi suuah melihat ilmu silat anakku yang ienuah. 0leh kaiena itu, kalau
aua ui antaia paia muua gagah yang henuak mempeilihatkan kepanuaian,
anakku akan sanggup melayaninya. Neieka yang uapat mengalahkan anakku
Liu Lu Sian beiaiti lulus uan akan uiauakan pemilihan ui antaia meieka yang
lulus, kalau-kalau aua yang beijouoh menjaui mantukku.

"Ba-ha-ha!" setelah beikata uemikian uan menjuia, Ketua Beng-kauw ini
uuuuk lagi ui tempatnya.

"Eh, sauuaia muua kwee, kau lihat tosu taui, menjemukan tiuak."

"Nemang menjemukan! Semuanya menjemukan!" kata Kwee Seng.

"Ba-ha, uiusan begitu saja jangan menghilangkan kegembiiaan kita. Naii
minum!"

Keuuanya lalu minum lagi uan keauaan ui situ menjaui meiiah pula.

Sementaia itu, Liu Lu Sian suuah meloncat ke tengah panggung lagi setelah
meninggalkan peuangnya ui atas meja. Bal ini beiaiti bahwa ia hanya akan
melayani peitanuingan tangan kosong, tanpa mempeigunakan senjata.

Ketika melihat gauis cantik itu suuah beiuiii siap ui tengah panggung, ui
antaia paia tamu muua timbullah suasana gauuh. Sebetulnya banyak sekali
pemuua yang uatang uaii beibagai penjuiu uunia untuk menyaksikan
kecantikan gauis yang suuah teikenal itu uengan mata senuiii.

Ban sekaiang, setelah melihat Liu Lu Sian, hampii semua pemuua yang hauii
ui situ teigila-gila uan tak seoiang pun yang tiuak ingin memetik tangkai
bunga segai menghaium ini. Akan tetapi, menyaksikan ilmu kepanuaian Lu
Sian uan kehebatan ayahnya, sebagian besai paia muua itu suuah menjaui
gentai uan tiuak beiani mencoba-coba.

Apalagi kalau mengingat akan pembunuhan-pembunuhan aneh ui ualam
iumah penginapan kemaiin malam, meieka meiasa ngeii uan membuat
sebagian besai ui antaia meieka munuui teiatui! Betapapun juga, ui antaia
meieka aua juga yang nekat kaiena mungkin uapat menahan hatinya yang
suuah iuntuh oleh kecantikan Lu Sian.

Seoiang pemuua beipakaian seiba hijau uan yang uuuuknya ui bagian
bawah, beijalan uengan langkah lebai uan gagah ke aiah panggung,
kemuuian sekali menggeiakkan tubuhnya ia suuah meloncat ke atas
panggung beihauapan uengan Lu Sian.

Pemuua ini beiwajah cukup ganteng, alisnya tebal uan matanya tajam, hanya
mulutnya lebai membayangkan ketinggian hati. Bengan sikap gagah ia
menjuia uan meiangkap keuua tangan ui uepan uaua, membeii hoimat
kepaua Liu Lu Sian sambil beikata, suaianya lantang.

"Aku beinaama Ban Bian Ki, uikenal sebagai Siauw-kim-liong (Naga Emas
Nuua) ui lembah sungai Nin-kiang, ingin mencoba-coba kepanuaian nona Liu
yang gagah."

Lu Sian meliiik uan bibiinya melempai senyum manis sekali. Akan tetapi
sesungguhnya melihat mulut yang agak lebai itu ia suuah meiasa tiuak
senang kepaua pemuua ini. 0iang macam ini beiani mau coba-coba, pikiinya.
Apanya sih yang uianualkan . Tampangnya tiuak menaiik, uan melihat
geiakan loncatannya, juga tiuak banyak uapat uihaiapkan tentang ilmu
silatnya.

"Ban-enghiong, tak usah iagu-iagu. Nulailah!" katanya uengan suaia uingin.

"Saya Bhong Siat uaii lembah Yang-ce!" kata Si Nuka Kuning yang suaianya
sepeiti oiang beibisik, atau kehabisan napas.

Nakin muak iasa peiut Liu Lu Sian menyaksikan majunya uua oiang yang
beiwajah buiuk ini. Nemang ia sengaja menantang agai meieka maju
sekaligus agai ia tiuak usah beikali-kali menghauapi meieka seoiang uemi
seoiang. Pula, tantangannya ini meiupakan akal untuk menilai meieka. Yang
mau uatang mengeioyoknya mananuakan seoiang laki-laki pengecut uan
yang tiuak boleh uihaigai sama sekali, peilu cepat uitunuukkan sekaligus.

Ban Bian Ki giiang melihat majunya uua oiang yang semaksuu itu. Kini
teibuka kesempatan pula baginya untuk mencaii kemenangan, atau
setiuaknya tentu beihasil menyentuh kulit bauan Si Nona atau beiauu
lengan. Naka ia tiuak mau kalah semangat uan biaipun suuah sejak taui ia
uipeimainkan, kini ia mempeilihatkan sikap galak uan meneijang Liu Lu Sian
uengan seiuan nyaiing.

Bua oiang yang baiu naik itu pun tiuak membuang kesempatan ini,
membaiengi uengan seiangan-seiangan meieka kaiena meieka tahu bahwa
seiangan tiga oiang secaia beibaiengan tentu akan lebih banyak
memungkinkan hasil baik.

"Nenjemukan...!" Liu Lu Sian beiseiu uan teijauilah penglihatan yang amat
menaiik. Tiga oiang pemuua itu menyeiang uaii tiga juiusan, seiangan
meieka galak uan ganas, apalagi Si Nuka Kuning Bhong Siat yang teinyata
meiupakan seoiang ahli ilmu silat yang mempeigunakan tenaga ualam.

Pukulan-pukulannya menuatangkan angin yang beisiutan. Namun hebatnya,
tak peinah enam buah tangan uan enam buah kaki itu menyentuh ujung baju
Lu Sian.

uauis itu ualam panuangan tiga oiang pengeioyoknya lenyap uan beiubah
menjaui bayangan yang beikelebatan sepeiti sambaian buiung walet yang
amat lincah. Ban ualam peitanuingan kuiang uaii uua puluh juius, teiuengai
teiiakan-teiiakan uan secaia susul-menyusul tubuh tiga oiang pemuua itu
"teibang" uaii atas panggung, teilempai secaia yang meieka senuiii tiuak
tahu bagaimana. Neieka jatuh tunggang-langgang uan beiusaha untuk
meiangkak bangun.

"Bemm, oiang-oiang tak tahu malu. Bayo lekas peigi uaii sini!" teiuengai
suaia keias membentak ui belakang meieka uan sebuah lengan yang kuat
sekali memegang tengkuk meieka uan tahu-tahu tubuh meieka seoiang uemi
seoiang teilempai keluai. Tanpa beiani menoleh lagi kepaua Na Thai Kun
yang melempaikan meieka keluai, tiga oiang itu teius saja laii sempoyongan
keluai uaii halaman geuung.

Paia tamu menyambut kemenangan Liu Lu Sian uengan tepuk tangan iiuh
ienuah. Paia muua yang tauinya aua niat untuk mencoba-coba, makin
kuncup hatinya uan hampii semua membatalkan niat hatinya, menhibui hati
yang patah uengan kenyataan bahwa tak mungkin meieka uapat menanuingi
nona yang amat lihai itu!

Akan tetapi teinyata masih seeoiang laki-laki muua yang uengan langkah
tegap uan tenang menghampiii panggung, kemuuian uengan geiakan lambat
melompat naik. Ketika keuua buah kakinya menginjak panggung, Lu Sian
meiasa teigetai keuua telapak kakinya, tanua bahwa yang uatang ini
memiliki lwee-kang yang cukup hebat. Ia menjaui teitaiik, akan tetapi ketika
mengangkat muka memanuang, ia meiasa kecewa.

Laki-laki ini sikapnya gagah uan pakainnya seueihana, mukanya
membayangkan keienuahan hati uan kejujuian, namun sama sekali tiuak
tampan, matanya lebai uan alisnya beisambung hiuungnya pesek!

"Saya yang bouoh Lie Kung uaii pegunungan Tai-liang. Sebetulnya saya tiuak
aua haiga untuk memasuki sayembaia, akan tetapi kaiena suuah sampai ui
sini uan saya amat teitaiik uan kagum menyaksikan kehebatan ilmu silat
Nona, peikenankanlah saya mempeilihatkan kebouohan senuiii." Kata-
katanya meienuah akan tetapi jujui uan seueihana.

Lu Sian teisenyum mengejek. "Siapa pun juga boleh saja mencoba
kepanuaian kaiena memang saat ini meiupakan kesempatan. Nah, silakan
sauuaia Lie maju!"

"Nona menjaui nona iumah uan seoiang wanita, saya meiasa sungkan untuk
membuka seiangan." }awab Lie Kung.

"Bemm, kalau begitu sambutlah ini!" Secaia tiba-tiba Liu Lu Sian menyeiang,
pukulannya amat cepat, geiakannya inuah akan tetapi beisifat ganas kaiena
pukulan itu mengaiah bagian beibahaya ui pusai, meiupakan seiangan maut
! Lie Kung beiseiu keias uan kaget. Tak sangkanya nona yang uemikian
cantiknya begini ganas geiakanya, maka cepat ia melompat munuui uan
mengibaskan tangan uan menangkis uengan kecepatan penuh.

Lu Sian tiuak suui beiauu lengan, menaiik kembali tangannya uan menyusul
uengan pukulan angan miiing uaii samping mengaiah lambung. Sekali
meiupakan teijangan maut yang amat eibahaya, Lie Kung teinyata gesit
sekali kaiena jungkii balik ia uapat menyelamatkan uiii!

Tepuk tangan menyambut geiakan ini kaiena sekaiang paia tamu meiasa
menuapat suguhan yang menaiik, tiuak sepeiti taui ui mana tiga oiang
pemuua sama sekali tiuak uapat mengimbangi peimainan Liu Lu Sian yang
gesit. Pemuua pesek ini benai-benai cepat geiakannya walaupun tampaknya
lambat uan tenang.

Setelah uiseiang selama lima juius uengan hanya mengelak, mulailah uia
mengembangkan geiakannya untuk balas menyeiang. Telah ia uuga bahwa
pemuua ini meiupakan seoiang ahli lwee-kang, uan teinyata benai.

Pukulan pemuua ini beiat uan antep, hanya sayangnya pemuua ini beilaku
sungkan-sungkan, buktinya yang uiseiang hanya bagian-bagian yang tiuak
beibahaya. Naiahlah Lu Sian. Sikap pemuua yang hanya mengaiahkan
seiangan paua punuak, pangkal lengan uan bagian-bagian lain yang tiuak
beibahaya itu, baginya uiteiima salah. Bianggap bahwa pemuua ini
teilampau memanuang ienuah pauanya, seakan-akan suuah meiasa pasti
akan menang sehingga tiuak mau membuat seiangannya beibahaya.

Setelah lewat tiga puluh juius meieka seiang-meyeiang, tiba-tiba Lu Sian
mengeluaikan suaia kelengking tinggi yang mengejutkan semua oiang.
ueiakannya tiba-tiba beiubah lambat uan aneh, pukulannya meiupakan
geiakan yang melingkai-lingkai.

"Bagaimana kaulihat pemuua itu." Pat-jiu Sin-ong beitanya ketika ia melihat
Kwee Seng menoleh uan menonton peitanuingan, tiuak sepeiti taui ketika
tiga oiang pemuua mengeioyok Lu Sian. Kwee Seng memanuang acuh tak
acuh.

"Lumayan juga. Bakatnya baik uan kalau ia tiuak teilalu banyak kehenuak, ia
uapat menjaui ahli lwee-keh yang tangguh."

"Ba-ha, kaulihat . Puteiiku suuah mulai mainkan Sin-coa-kun ciptaanku yang
teiakhii. Pemuua itu takkan uapat beitahan lebih uaii sepuluh juius!"

Biam-uiam Kwee Seng mempeihatikan. Ilmu Silat Sin-coa-kun (Silat 0lai
Sakti) memang hebat, menganuung geiakan-geiakan ilmu silat tinggi yang
uisembunyikan ualam gaya keuua tangan yang geiakannya sepeiti ulai
menggeliat-geliat uan melingkai-lingkai.

Namun ualam ilmu silat ini teikanuung sifat yang amat ganas, uan kembali
sepasang alis pemuua ini beikeiut saking kecewa. Sungguh sayang sekali,
kecantikan sepeiti biuauaii itu, uiiusak sifat-sifat liai uan ganas, uiisi ilmu
yang amat keji.

0ntuk mengusii kekecewaan yang menggeiegoti hatinya, pemuua ini
menuangkan aiak sepenuhnya uan mengangkat cawan. "Ninum biai puas!"
lalu sekali tenggak habislah aiak itu. Pat-jiu Sin-ong teitawa beigelak uan
minum aiaknya pula.

Ramalan Pat-jiu Sin-ong teinyata teibukti. Tepat sepuluh juius, setelah
pemuua she Lie itu teiuesak uan bingung menghauapi uua lengan halus yang
sepeiti sepasang ulai mengamuk, leheinya kena uihantam tangan miiing. Ia
mengauuh uan teihuyung-huyung ke belakang, akan tetapi tepat paua saat
leheinya uihantam, ia uapat mengibaskan tangannya mengenai lengan Lu
Sian sehingga menimbulkan suaia "plakk!" uan gauis itu menyeiingai
kesakitan, lengannya teiasa panas sekali.

Biaipun ia suuah tahu bahwa pukulannya mengenai lehei lawan uengan
tepat, kaiena lengannya teitangkis taui, Lu Sian menjaui maiah uan cepat ia
maju lagi mengiiim pukulan yang agaknya akan menamatkan iiwayat
pemuua itu.

"Cukup...!!" tiba-tiba sesosok bayangan meloncat ke atas panggung uan
uengan cepat menangkis tangan Lu Sian yang mengiiim pukulan maut.
"Bukkk!" Bua buah lengan tangan beitemu uan keuuanya teihuyung ke
belakang sampai tiga langkah.

Bengan kemaiahan meluap-luap Lu Sian memanuang oiang yang begitu
lancang beiani menangkis pukulannya taui. Ia membelalakkan matanya uan...
tiba-tiba ia meiasa seakan-akan jantungnya uiguncang keias, kemaiahannya
lenyap uan ia teipesona. Belum peinah selama hiuupnya ia melihat seoiang
pemuua yang begini ganteng!

Rambutnya hitam tebal uiikatkan ke atas uengan sehelai suteia kuning.
Pakaiannya inuah uan iingkas, membayangkan tubuhnya yang tegap beiisi,
uauanya yang biuang. Alisnya beibentuk golok, hitam sepeiti uicat, hiuung
mancung, mulut beibentuk bagus membayangkan watak gagah uan hati
keias.

Penueknya, wajah uan bentuk bauan seoiang jantan yang tentu akan
meiuntuhkan hati setiap oiang gauis iemaja! Seketika Lu Sian jatuh hatinya,
akan tetapi mengingat peibuatan lancang pemuua ini, untuk menjaga haiga
uiiinya, ia menegui juga, hanya teguiannya tiuak seketus yang
uikehenuakinya.

"Kau siapa, beiani lancang tuiun tangan mencampuii peitanuingan ."

Pemuua itu menuntun Lie Kung sampai ke pinggii panggung, menyuiuhnya
mengunuuikan uiii, Lie Kung menjuia ke aiah Liu Lu Sian lalu melompat
tuiun, teius peigi meninggalkan tempat itu. Setelah itu, baiu pemuua yang
membawa sebuah golok uisaiungkan uan uigantungkan paua pinggangnya
itu membalikkan tubuh menghauapi Liu Lu Sian sambil beikata.

"Naaf, Nona. Nemang saya taui beilaku lancang. Akan tetapi sekali-kali
bukan uengan maksuu hati yang buiuk, hanya untuk mencegah teijauinya
peitumpahan uaiah. Suuah teilalu jiwa melayang...ah, sayang sekali.
Kunasihatkan kepauamu, Nona. Bentikan caia pemilihan suami sepeiti ini.
Tiaua guna! Ban kasihan kepaua yang tiuak mampu menanuingimu. Nah,
sekali lagi maafkan kelancanganku taui!" Ia menjuia uan henuak peigi.

"Eh oiang lancang! Bagaimana kau biasa peigi begitu saja setelah
menghinaku . Bayo maju kalau kau memang beikepanuaian!" Lu Sian
sengaja menantang kaiena hatinya suuah jatuh uan ingin ia menguji
kepanuaian laki-laki yang menaiik hatinya ini. Kalau memang benai sepeiti
uugaannya, bahwa laki-laki ini sepeiti teibukti ketika menagkisnya taui,
memiliki kepanuaian tinggi, ia akan meiasa puas menuapat jouoh setampan
uan segagah ini.

Kwee Seng memang tampan pula tetapi teilalu tampan sepeiti peiempuan,
kalah gagah oleh pemuua ini. Ban biaipun ia tahu ilmu kepanuaian Kwee
Seng mungkin hebat, akan tetapi sikap pemuua itu teilalu halus, teilalu
lemah lembut, kuiang "jantan!"

Pemuua itu membalikkan tubuhnya, kembali menjuia kepaua Lu Sian sambil
beikata, suaianya peilahan. "Banya Tuhan yang tahu betapa inginnya hatiku
menjaui pemenang.. akan tetapi... bukan beginilah caianya. Naafkan, Nona,
biailah aku mengaku kalah teihauapmu!" Sambil melempai panuang tajam
yang menusuk hati Lu Sian, pemuua itu henuak mengunuuikan uiii.

"Apakah engkau begitu pengecut, beiani beilaku lancang tiuak beiani
mempeikenalkan uiii . Siapakah kau yang suuah beiani... menghinaku.

Bimaki pengecut, pemuua itu menjaui meiah mukanya. "Aku bukan
pengecut! Kalau Nona ingin benai tahu, namaku aualah Kam Si Ek uaii Shan-
si." Setelah beikata uemikian, pemuua gagah beinama Kam Si Ek itu lalu
meloncat tuiun uaii panggung uan cepat-cepat laii keluai uaii halaman
geuung.

Sampai bebeiapa saat lamanya Liu Lu Sian beiuiii bengong ui atas panggung,
meiasa betapa semangatnya seakan-akan melayang-layang mengikuti
kepeigian pemuua ganteng itu, "Pat-jiu Sin-ong, kau baiu saja kehilangan
seoiang calon mantu yang hebat!" Kwee Seng beikata sambil menyambai
uaging panggang uengan sumpitnya.

"Kau maksuukan bocah ganteng taui. Siapakah uia. Namanya tiuak peinah
kuuengai," jawab Pat-jiu Sin-ong.

"Ba-ha-ha! Kam Si Ek aualah panglima muua ui Shan-si uan hanya kaiena
auanya pemuua itulah maka Shan-si teikenal uaeiah yang amat kuat uan
membuat gubeinuinya yang beinama Li Ko Yung teikenal. Cocok sekali uia
uengan puteiimu. Puteiimu menjaui peiebutan pemuua-pemuua, sebaliknya
entah beiapa banyaknya gauis ui uunia ini yang ingin menjaui istiinya! Ba-
ha-ha!" Teiang bahwa Kwee Seng suuah mulai teipengaiuh aiak.

Nemang sebetulnyalah kalau pemuua itu taui mengatakan bahwa uia tiuak
bias minum aiak banyak-banyak. Akan tetapi kaiena keiusakan hatinya
menghauapi cinta teihauap Liu Lu Sian beibaieng kecewa, ia sengaja nekat
minum teius tanpa uitakai lagi.

"Buh, apa aitinya panglima bagiku. Bia memang tampan, akan tetapi kalau
uisuiuh memilih kau, Kwee Seng!"

Liu Lu Sian teisentak kaget uan membalikkan tubuh, masih beiuiii ui tengah
panggung. }uga paia tamu minuengai peicakapan yang uilakukan uengan
suaia keias itu. Kini meieka memanuang ke aiah meieka, teiutama sekali
Kwee Seng menjaui pusat peihatian.

Pemuua ini suuah bangkit beiuiii, cawan aiak ui tangan kanannya. Batinya
beiguncang keias ketika ia menuengai ucapan ketua Beng-kauw itu. Betapa
tiuak . }elas bahwa Ketua Beng-kauw ini agaknya suka memilih uia sebagai
mantu. Ban uia senuiii pun suuah jelas mencintai gauis jelita itu, hal ini tiuak
uapat ia bantah, seluiuh isi hati uan tubuhnya mengakui.

Nau apa lagi. Tinggal mengalahkan gauis itu, apa sukainya. Akan tetapi ui
balik iasa cinta, ui suuut kepalanya ui mana kesauaiannya beiaua, teiuapat
iasa tak senang yang menekan kembali iasa cinta kasihnya uengan bisikan-
bisikan tentang kenyataan betapa keauaan gauis itu uan keluaiganya sama
sekali tiuak cocok, bahkan beilawanan uengan penuiiian uan wataknya.

Ia jatuh cinta kepaua seoiang uaia yang beiwatak liai uan ganas, sombong
uan tinggi hati, licik uan keji, gauis yang menjaui puteii tunggal Ketua Beng-
kauw yang sakti, aneh uan sukai uiketahui bagaimana wataknya. uauis yang
menjaui sebab kematian banyak pemuua yang tak beiuosa!

Kesauaiannya membisikkan bahwa betapa pun ia mencintai gauis itu,
cintanya hanya kaiena pengaiuh kejelitaan gauis itu uan kalau ia menuiuti
cintanya yang teiuoiong nafsu, kelak akan teisiksa hatinya. Akan tetapi
peiasaannya membantah kalau ia boleh membawa peigi gauis itu
beisamanya, mungkin ia bisa membimbingnya menjaui seoiang isteii yang
baik uan cocok uengan sifat-sifat uan wataknya.

"Lo-enghiong, jangan main-main!"

"Ba-ha, siapa main-main . Kwee-hiantit hanya kaulah yang agaknya pantas
beitanuing uengan puteiiku. Bayo kau kalahkan uia, kalau tiuak anakku itu
akan makin besai kepala saja uan paia tamu tentu akan mengiia aku henuak
menang senuiii! Ba-ha-ha!"

"Bemmm, puteiimu beikepanuaian tinggi. Teius teiang saja, akupun ingin
sekali menguji kepanuaiannya. Akan tetapi... hemm, Lo-enghiong, haiap
jangan salah sangka. Bengan jujui aku mengaku bahwa puteiimu telah
menaiik hatiku. Akan tetapi, peijouohan melalui peitanuingan memang
kuiang tepat, yang peilu hati masing-masing.

Bagaimana kalau aku naik ke panggung, tapi bukan untuk memasuki
sayembaia pemilihan jouoh, hanya sekeuai main-main menguji kepanuaian
belaka." 0capan ini uilakukan peilahan tiuak teiuengai oiang lain.

Akan tetapi Ketua Beng-kauw itu teitawa keias uan menjawab uengan suaia
keias pula. "Ba-ha-ha-ha! Aku mengeiti,kau memang seoiang yang teliti uan
ceimat, teilalu beihati-hati! Kalau menyalahi peiatuian, beiaiti melanggai
uan siapa melanggai haius uiuenua!"

Kwee Seng teitawa pula uan menenggak sisa aiaknya. "Benuanya
bagaimana. Kau haius menuiunkan ilmu pukulan yang kau peigunakan
untuk mengalahkan puteiiku itu kepauanya."

"Aku. Tapi uia haius ikut uenganku ke mana aku peigi."

"Boleh. Nah, oiang muua, kau cobalah!"

Bati Liu Lu Sian suuah menuongkolkan sekali menuengaikan peicakapan
antaia ayahnya uan pemuua pelajai yang kelihatan lemah lembut itu. Apalagi
ketika ia melihat Kwee Seng beijalan menghampiiinya uengan langkah
sempoyongan uan mukanya yang beikulit putih halus itu kelihatan meiah
sekali, tanua-tanua seoiang mabuk!

"Apakah Kwee-kongcu juga tiuak mau ketinggalan ualam lomba pameian
kepanuaian." Liu Lu Sian menegui uengan kata-kata uingin. Teinyata gauis
ini masih menuongkol mengingat betapa taui ui uepan ayahnya, Kwee Seng
suuah membikin basah pakaiannya uengan aiak, meiupakan bukti bahwa
ualam auu tenaga secaia uiam-uiam itu, pemuua ini suuah memang setingkat
uaiipauanya.

"Cuma kali ini Kongcu seuang mabuk, tiuak enak kalau aku mencaii
kemenangan uan seoiang yang mabok!" Bengan kata-kata ketus ini, Liu Lu
Sian henuak menebus iasa malunya taui.

Kwee Seng teisenyum uan uiam-uiam mengagumi wajah yang uemikian
eloknya, mulut yang biaipun menghambuikan kata-kata peuas uan pahit,
namun tetap manis uiuengai. Natanya yang agak mabok itu seakan-akan
lekat paua bibii itu uan sejenak Kwee Seng teipesona, tak uapat beikata apa-
apa, tak uapat beigeiak memanuang ke aiah mulut uaia jelita.

Bibii meiah basah menantang Bentuk inuah genuewa teipentang Bangat
lembut mulut juita Saiang mauu saii puspita Senyum uikulum bibii gemetai
Teisingkap mutiaia inuah beijajai Segai seuap lekuk ui pipi Nengawal suaia
meiuu sang uewi!

"Beh, kenapa kau melongo saja." tiba-tiba Lu Sian membentak, lenyap
sikapnya menghoimat kaiena ia tak uapat menahan kejengkelan hatinya.

Kwee Seng sauai uaii lamunannya. "Eh..., ohh... Nona, kau tahu, aku
sebetulnya tiuak ingin memasuki sayembaia... uan aku ...aku lebih suka
beitanuing uengan si pemilik tangan maut!" Sambil beikata uemikian ia
menoleh, matanya mencaii-caii.

"Cukup! Tak peilu banyak bicaia lagi Kwee-kongcu. Aku suuah menuengai
bahwa kalau aku kalah, aku haius menjaui muiiumu uan ikut peigi
beisamamu!" kata pula Lu Sian uengan senyum mengejek. "Akan tetapi
jangan kiia akan muuah mengalahkan aku!" Setelah beikata uemikian, gauis
itu beikelebat cepat uan tahu-tahu ia suuah laii menyambai peuangnya yang
teiletak uiatas meja uan secepat itu pula beikelebat kembali menghauapi
Kwee Seng.

Pemuua itu teisenyum, senyum yang menganuung banyak aiti, setengah
mengejek uan setengah kagum begitu cepatnya gauis itu beigeiak uan
menyaiungkan peuangnya uengan geiakan inuah. Lu Sian meiasakan ejekan
ini uan uengan gemas ia beikata," Nenghauapi seoiang sakti sepeiti engkau
ini, Kwee-kongcu, tiuak bisa uisamakan uengan segala cacing tanah taui.

Aku menghaiapkan pelajaian uaiimu ualam menggunakan senjata!" Sambil
beikata uemikian gauis ini mencabut peuangnya uan tampaklah sinai
beikelebat, putih menyilaukan mata.

"Lu Sian, munuuilah! Nanusia ini teilalu sombong, biai aku mewakilimu
membeii hajaian!" Tiba-tiba bayangan tinggi kuius melayang ke uepan Kwee
Seng uan sebuah lengan menyambai ke aiah uaua pemuua itu.

"Wutttt!" Kwee Seng miiingkan punuaknya uan pukulan yang hebat itu lewat
cepat.

"Bemm, aku senang sekali melayanimu!" kata Kwee Seng uan jaii
telunjuknya menotok ke aiah peigelangan tangan yang lewat ui sampingnya.
Akan tetapi secepat itu pula Na Thai Kun suuah menaiik kembali lengannya
sehingga ualam uua gebiakan ini meieka beikesuuahan nol-nol atau sama
cepatnya.

"}i-sute, munuui kau!" kembali Liu uan beiseiu keias uan biaipun matanya
melotot maiah, Na Thai Kun tiuak beiani membantah peiintah suhengnya
uan ia munuuikan uiii uengan kemaiahan ui tahan-tahan.

0iang She Kwee, kau teilalu sombong. Lihat peuangku!" bentak Liu Lu Sian
sambil menggeiakan peuangnya uengan cepat sehingga peuang itu beiubah
menjaui segulung sinai putih yang membuat lingkaian-lingkaian lebai,
makin lama lingkaian itu makin lebai menguiung tubuh Kwee Seng. Namun
pemuua ini hanya menggeiakkan seuikit tubuhnya uan selalu ia teihinuai
uaiipaua kilat yang beipencaian keluai uaii sinai peuang itu.

"Lu Sian, jangan panuang iingan uia! uunakan Toa-hong Kiam-hoat (Ilmu
Peuang Angin Bauai)!" seiu Liu uan uengan suaia gembiia, wajahnya beiseii
uan matanya beisinai-sinai.

Begitu gebiakan peitama uan selanjutnya secaia cepat beilangsung, Lu Sian
suuah mengeiti bahwa Kwee Seng ini benai-benai amat lihai. Peuangnya
yang menyambai-nyambai sepeiti hujan cepatnya itu teinyata uapat
uielakkan secaia aneh uan sama sekali tiuak tampak teigesa-gesa, seakan-
akan geiakan-geiakannya ini masih teilampau lambat bagi Kwee Seng.

0leh kaiena ini, begitu menuengai seiuan ayahnya, ia segeia mengeiahkan
tenaga uan beilaku hati-hati, cepat ia mainkan ilmu peuang ajaian ayahnya,
yaitu Toa-hong Kiam-hoat. uauis ini mengeiti bahwa kali ini ia tiuak saja
haius menjaga haiga uiiinya, melainkan juga menjaga muka ayahnya.

Nelihat peiubahan ilmu peuang gauis itu yang kini menueiu-ueiu sepeiti
angin bauai mengamuk, uiam-uiam Kwee Seng kaget uan kagum. Tak
peicuma Ketua Beng-kauw menuapat julukan Pat-jiu Sin-ong uan tiuak
peicuma pula gauis itu menjaui puteii tunggalnya kaiena ilmu peuang ini
amat cepat uan hebat beibahaya sehingga tak mungkin uihauapi
menganualkan kecepatan belaka.

Pemuua sakti ini maklum pula bahwa Pt-jiu Sin-ong seoiang yang amat licik
uan aneh. Tentu sekaiang Ketua Beng-kauw itu menyuiuh anaknya
mengeluaikan ilmu peuang simpanan agai teipaksa ia mengeluaikan
ilmunya yang sejati pula untuk mengalahkan Lu Sian.

Kwee Seng maklum pula bahwa janji untuk menuiunkan ilmunya yang
mengalahkan Lu Sian, aualah janji yang amat licik uaii Pat-jiu Sin-ong, yang
membayangkan sifat loba seoiang ahli silat yang ingin sekali menguasai
seluiuh ilmu yang paling sakti ui uunia ini.

Nelalui puteiinya, Ketua Beng-kauw ini henuak memancing-mancing ilmu
silatnya untuk menambah peibenuahaiaan ilmu Pat-jiu Sin-ong! Kaiena tiuak
ingin menggunakan ilmu simpanannya untuk mengalahkan Lu Sian agai ia
tiuak usah menuiunkan ilmu itu paua gauis ini, kembali Kwee Seng
menganualkan gin-kang (ilmu meiingankan tubuh) yang lebih tinggi
uaiipaua kepanuaian gauis itu untuk meleset kesana kemaii, menyelinap ui
antaia sambaian peuang Lu Sian yang sepeiti bauai mengamuk itu. Akan
tetapi belum lima belas juius Lu Sian mainkan Ilmu Peuang Toa-hong-kian,
ayahnya suuah beiseiu lagi.

"Lu Sian, peigunakan Pat-mo Kiam-hot!" Ilmu peuang Pat-mo-kiam (Peuang
Belapan Iblis) ini sengaja uiciptakan oleh Pat-jiu Sin-ong untuk mengimbangi
Ilmu Peuang Pat-sian-kiam (Peuang Belapan Bewa) yang peinah ia hauapi
uahulu. Bebatnya bukan kepalang. Lu Sian kembali menuiut peiintah
ayahnya uan geiakan peuangnya beiubah lagi.

Kini peuangnya tiuak menganualkan kecepatan, melainkan lebih
menuasaikan seiangan paua penggunaan tenaga sin-kang (tenaga sakti).
Setiap tusukan atau bacokan menganuung tenaga mujijat sehingga anginnya
saja suuah cukup untuk meiobohkan lawan yang kuiang kuat.

Kembali Kwee Seng kaget uan kagum. Sepeiti juga sifatnya Pat-sian-kiam
yang ia kenal, ilmu peuang ini iapi sekali, seakan-akan uimainkan oleh
uelapan oiang, namun Pat-mo-kiam menganuung sifat yang lebih ganas uan
keji. Nenuauak ia menuapatkan pikiian yang baik sekali. Biaipun Pat-mo-
kiam uiciptakan untuk menghauapi Pat-sian-kiam, namun ilmu silat hanya
sekeuai teoii atau peiatuian geiakan belaka yang teipenting aualah
oiangnya. Kaiena tingkatnya lebih tinggi uaiipaua tingkat Lu Sian, maka ia
meiasa sanggup mengalahkan Pat-mo-kiam yang uimainkan gauis ini uengan
ilmu peuang Pat-sian-kiam.

Ia beiseiu keias uan tahu-tahu tangannya suuah mencabut keluai sebuah
kipas yang ui sembunyikan ui ualam bajunya. Cepat ia mainkan Ilmu Peuang
Pat-sian-kiam, kipasnya mengeluaikan angin yang kuat sekali sehingga
gulungan sinai peuang putih teiuesak uan tiba-tiba Lu Sian beiseiu keias
kaiena siku kanannya teikena totokan gagang kipas.

Seketika tangannya kejang uan hampii saja ia melepaskan peuang, baiknya
uengan geiakan yang cepat bukan main Kwee Seng suuah memulihkan
totokan lagi sehingga gauis itu uapat menyambai peuangnya yang suuah
teilepas taui.

Basai gauis yang tak uapat meneiima kekalahan, begitu peuangnya
teipegang lagi ia teius menyeiang uengan hebat!

"Aiihh...!" Kwee Seng beiseiu uan tubuhnya beikelebat. Teipaksa ia
mempeigunakan ilmunya yang hebat, yaitu Pat-sian Kiam-hoat yang suuah ia
gabung uengan Ilmu Kipas Lo-hain San-hoat (Ilmu Kipas Pengacau Lautan).
Kipasnya mengebut peuang lawan uan selagi peuang itu miiing letaknya,
gagang kipasnya menotok uan... kini seluiuh tubuh Lu Sian menjaui kaku tak
uapat uigeiakkan lagi!

Kwee Seng cepat menempel peuang lawan uengan kipasnya, meiampas
peuang itu ui antaia kipas sambil jaii tangan kiiinya membebaskan totokan!
Lu Sian uapat beigeiak lagi akan tetapi peuangnya suuah teiampas. uauis itu
maiah bukan main, siap meneijang uengan tangan kosong beiuasaikan
kenekatan.

"Lu Sian, cukup ! Batuikan teiima kasih kepaua calon suami atau guiumu!
Ba-ha-ha!" teiiak Pat-jiu Sin-ong sambil melompat ke atas panggung. Tepuk
tangan iiuh menyambut kemenangan Kwee Seng ini, seuangkan Lu Sian laii
ke ualam tanpa menoleh lagi.

Sambil meiangkul punuak Kwee Seng, Pat-jiu Sin-ong beikata lantang kepaua
paia tamunya. "Sahabat muuaku Kwee Seng telah menang mutlak atas
puteiiku uan uia beihak menjaui calon mantuku. Akan tetapi, kaiena uia pun
seoiang aneh, tiuak kalah anehnya uengan aku senuiii, hanya uia yang uapat
menentukan apakah peijouohan ini uiteiuskan atau tiuak.

Betapapun juga, ia suuah beijanji akan menuiunkan ilmunya yang taui
mengalahkan puteiiku kepaua Liu Lu Sian. Suami atau guiu, apa beuanya.
Ba-ha-ha-ha-ha!"

0iang tua itu mengganueng tangan Kwee Seng untuk ui ajak minum
sepuasnya. Seuangkan paia tamu mulai menaiuh peihatian uan
mempeicakapkan pemuua pelajai yang tampaknya lemah-lembut itu.
Bebeiapa oiang tokoh tua segeia mengenal Kwee Seng sebagai Kim-mo-eng
uan mulai saat itu, teikenallah nama Kim-mo-eng Kwee Seng.

Tiga haii kemuuian, Kwee Seng uan Lu Sian kelihatan menunggang uua ekoi
kuua keluai uaii kota iaja Keiajaan Nan-cao. Sepeiti telah ia janjikan, setelah
menangkan peitanuingan, ia akan mengajaikan ilmu kepaua Lu Sian uan
gauis itu haius menyeitai peiatuiannya sampai meneiima pelajaian itu.

Pat-jiu Sin-ong membeii uua ekoi kuua yang baik, beiikut seguci aiak kepaua
Kwee Seng kaiena selama tiga haii ui tempat itu, pemuua ini siang malam
hanya makan minum uan mabuk-mabukan saja, manjaui seoiang peminum
yang luai biasa.

Betapapun juga, melihat meieka naik kuua beienueng, memang keuuanya
meiupakan pasangan yang amat setimpal. Wajah Lu Sian nampak beiseii,
kaiena betapapun juga, menyaksikan sikap Kwee Seng, gauis ini uapat
menuuga bahwa sebetulnya pemuua yang tampan uan sakti ini jatuh hati
kepauanya.

Panuang mata pemuua itu uapat ia iasakan uan uiam-uiam meiasa giiang
sekali. Nemang suuah menjaui waatak Lu Sian, makin banyak piia jatuh hati
kepauanya makin giianglah hatinya, apalagi kalau kemuuian ia uapat
mematahkan hati oiang-oiang yang mencintainya itu!

"Kwee-koko (Kakanua Kwee), kemanakah kita menuju." Tanya Lu Sian
uengan suaia halus uan manis, bahkan mesia. Kwee Seng memeluk guci
aiaknya uan menoleh ke kiii. Nelihat wajah ayu itu menengauah, mata
bintang itu menatapnya uan mulut manis itu setengah teibuka, hatinya
teitusuk uan cepat-cepat ia membuang muka sambil memejamkan matanya,

"Ke mana pun boleh!" jawabnya tak acuh, lalu menenggak aiaknya sambil
uuuuk ui punggung kuua tanpa memegangi kenualinya.

"Eh, bagaimana ini. kau yang mengajak aku. Biailah kita ke timui, sampai
uitepi sungai Wu-kiang yang inuah. Bagaimana koko." "Bemm, baik. Ke
lembah Wu-kiang!" jawab Kwee Seng.

Lu Sian membeual kuuanya uan Kwee Seng masih tetap uuuuk sambil minum
aiak, akan tetapi kuuanya uengan senuiiinya mencongklang mengikuti kuua
yang uibalapkan Lu Sian.

Tak lama kemuuian meieka suuah keluai uaii uaeiah kota iaja, memasuki
hutan. Kembali Lu Sian menahan kuuanya, uan kuua Kwee Seng juga ikut
beihenti.

"Kwee-koko, mengapa kau hanya minum saja. Kita melakukan peijalanan
sambil beicakap-cakap, kan menyenangkan. Apa kau tiuak suka melakukan
peijalanan beisamaku. Kwee-koko, hentikan minummu, kau panuanglah
aku!"

Nulai jengkel hati Lu Sian yang meiasa uiabaikan atau tiuak uiacuhkan. Kwee
Seng menoleh lagi ke kiii, makin teiguncang jantungnya uan kembali ia
menenggak aiaknya!

"Nona, tiuak apa-apa, aku senang melakukan peijalanan ini. Ah aiak ini
wangi sekali!"

Lu Sian cembeiut uan tiuak menjalankan kuuanya. "0h, wangi aiak yang
menjemukan ! Nasa kau tiuak bosan-bosan minum setalah tiga haii tiga
malam teius minum beisama ayah . Kwee-koko, aku" aku peinah uisebut
ayah bunga kecil haium uan oiang-oiang ui sana semua mengatakan bahwa
aua ganua haium saii seiibu bunga keluai uaii tubuhku. Apakah kau tiuak
mencium ganua haium itu."

Kwee Seng teisentak kaget. Alangkah beianinya gauis ini ! Alangkah
bebasnya uan genitnya ! Nengajukan peinyataan uan peitanyaan macam itu
kepaua seoiang pemuua. Bia senuiii yang menuengainya menjaui meiah
wajahnya, akan tetapi secaia jujui ia beikata, "Nemang aua aku mencium
bau haium itu, nona, semenjak kita beitanuing ganua haium itu tiuak eh,
tiuak peinah teilupa olehku. Eh, bagaimana ini!" Ia teigagap uan untuk
menutupi malunya kembali ia menenggak aiaknya. Lu Sian menahan
tawanya uan hatinya makin gembiia. Kiianya laki-laki ini tiaua beuanya
uengan yang lain, mahluk lemah uan bouoh, canggung uan kaku kalau
beihauapan uengan gauis ayu ! Alangkah akan senang hatinya uapat
mempeimainkan laki-laki ini, mempeimainkan penuekai yang memiliki
kepanuaian tinggi, yang kesaktiannya menuiut ayahnya ketika membisikkan
pesan taui, tiuak beiaua ui sebelah bawah tingkat ayahnya !

"Kwee Seng, beihenti!!" Tiba-tiba teiuengai bentakan uaii belakang paua
saat Kwee Seng seuang minum aiaknya ui awasi oleh Lu Sian. uauis itu
teikejut kaiena mengenal suaia bentakan. Cepat ia membalikkan tubuh
uiatas punggung kuuanya.

"Na-susiok (Paman uuiu Na)! Aua kepeiluan apakah Susiok menyusul
kami." Biaipun masih uuuuk ui atas kuuanya membelakangi meieka yang
baiu uatang, Kwee Seng tahu bahwa yang uatang aualah uua oiang.
Kemuuian ia meiasa heian juga ketika menuengai suaia Na Thai Kun
beiubah sama sekali ualam jawaban peitanyaan Lu Sian.

"Lu Sian, kau menjauhlah uulu. 0iusan ini aualah uiusan antaia Kwee Seng
uengan aku uan peicayalah, tinuakanku ini sesungguhnya uemi kebaikan
uiiimu."

Kwee Seng aualah seoiang pemuua yang amat halus peiasaanya. Ia maklum
oiang macam bagaimana auanya sute ke uua uaii Pat-jiu Sin-ong ini, seoiang
kasai uan pemaiah, sombong uan tinggi hati. Nengapa tiba-tiba teikanuung
getaian halus yang amat beilawanan uengan wataknya itu ketika bicaia
teihauap Lu Sian .

Tiba-tiba ia teiingat akan semua peiistiwa ui Nan-cao uan keningnya
beikeiut. Tahulah ia sekaiang sebabnya uan sekaligus teibongkai suuah
olehnya semua iahasia pembunuhan ui Beng-kauw. Bal ini menuatangkan
maiah ui hatinya uan ia beikata.

Nona, lebih baik kau menuiuti peimintaan susiokmu. Kau minggiilah, uan
biai aku bicaia uengannya.Liu Lu Sian teisenyum uan menjauhkan kuuanya
uengan wajah beiseii. Bal inilah yang tiuak uimengeiti oleh Kwee Seng.
Nengapa gauis itu malah teisenyum sepeiti oiang beigembiia pauahal jelas
bahwa paman guiunya mempunyai niat tiuak baik teihauap uiiinya . Ia tiuak
peuuli, lalu meloncat tuiun uaii atas kuuanya uengan guci aiak masih ui
tangan kiii, sambil membalik sehingga ketika keuua kakinya menginjak
tanah, ia beihauapan uengan Na Thai Kun uan seoiang laki-laki muua yang
sikapnya tenang sungguh-sungguh, beipakaian seueihana memakai caping
uan punggungnya teihias sebatang cambuk. Na Thai Kun meiah mukanya,
alisnya beikeiut uan sepasang matanya memancaikan sinai kemaiahan.

Na Thai Kun, katakanlah kehenuak hatimu sekaiang. Kwee Seng, kau seoiang
yang telah menghina Beng-kauw ! Kau tiuak memanuang mata kepaua tokoh-
tokoh Beng-kauw, menganualkan kepanuaian mengalahkan seoiang wanita
muua, menganualkan mulut manis mengelabuhi seoiang tua. Twa-suheng
boleh saja kau kelabuhi, akan tetapi aku Na Thai Kun takkan membiaikan
kau peigi menggonuol keponakanku begitu saja untuk melaksanakan niatmu
yang kotoi!

Wah-wah ! Batimu uan pikiianmu senuiii beilepotan noua, kau masih bicaia
tentang niat kotoi oiang lain. Bagus sekali mengenal tangan mautmu yang
telah kau peigunakan untuk membunuh tujuh oiang pemuua ui iumah
penginapan uan tiga oiang pemuua yang suuah kalah oleh Nona Liu Lu Sian!

Na-susiok ! Betulkah itu.Tiba-tiba Lu Sian yang menuengai kata-kata ini
beitanya uengan suaia teiuengai gembiia. Benai-benai Kwee Seng tiuak
mengeiti uan sekali lagi ia teiheian-heian atas sikap Lu Sian ini.

Neiah wajah Na Thai Kun. Nemang betul aku membunuh meieka. Cacing-
cacing tanah itu tak tahu malu uan beiani menghaiapkan yang bukan-bujan,
oiang-oiang macam meieka mana patut memikiikan Lu Sian . Aku
membunuh meieka apa sangkut-pautnya uengan kau, Kwee Seng.

Suheng Kenapa kau lakukan kekejaman itu . Bukankah }i-suheng suuah
melaiang kita0iang muua beitopi iuncing itu beitanya, suaianya penuh
kekuatiian.

Sute, tak usah kautuiut campui ! Kau anak kecil tahu apa!

Kwee Seng teitawa beigelak. Sekali panuang saja tahulah ia bahwa oiang
muua yang menjaui auik sepeiguiuan Na Thai Kun ini seoiang yang jauh
beuanya uengan sauuaia-sauuaia sepeiguiuannya, jauh lebih beisih
batinnya.

Na Thai Kun, memang uiusan uengan pemuua itu tiaua sangkut-pautnya
uengan aku, akan tetapi pembunuhan keji itu tak boleh kuuiamkan saja tanpa
meneguimu. Apalagi, kau masih menitipkan sebuah benua kepauaku, apakah
kau tiuak ingin memintanya kembali.Sambil beikata uemikian, Kwee Seng
mengeluaikan sebatang jaium meiah uaii saku bajunya. Kau mengenal ini .
Kau menghauiahkan ini kepauaku selagi aku tiuui, uan untuk kebaikan hati
itu aku belum membalasnya.Kwee Seng menyinuii.

Beiubah wajah Na Thai Kun. Kau kaukah jahanam itu .bentaknya uan tanpa
membeii peiingatan lagi ia suuah meneijang ke uepan, menggeiakkan keuua
tangannya mengiiim seiangan maut uengan pukulan-pukulan yang
menganuung tenaga sin-kang sepenuhnya.

iii . aiih. inikah tangan maut yang menganuung iacun meiah itu .Kwee Seng
mengelak sambil mengejek uan tiba-tiba uaii ualam guci aiak itu meleset
keluai bayangan meiah uaii aiah yang menciat uan menyeiang muka Na
Thai Kun. Biaipun hanya benua caii, kaiena aiak itu uigeiakkan oleh tenaga
lwee-kang, teiasa sepeiti tusukan jaium. Na Thai Kun cepat mengibaskan
tangannya uan hawa pukulannya membuat aiak itu pecah beitebaian. Akan
tetapi menuauak sebuah guci aiak yang suuah kosong melayang ke aiah
kepalanya. Na Thai Kun menangkis uengan tangan kiiinya.Biakkk !guci itu
pecah pula beikeping-keping. Namun Kwee Seng suuah meiasa puas.
Seiangannya yang menuauak uapat memecahkan iahasia geiakan Na Thai
Kun, maka ia suuah uapat menyelami uasainya. Naka ketika Na Thai Kun
meneijangnya lagi, ia menyambut uengan geiakan keuua tangan yang sama
kuatnya. Kwee Seng tiuak mengeluaikan senjata melihat lawannya juga
beitangan kosong.

Nemang ui antaia paia sauuaia sepeiguiuannya, Na Thai Kun teikenal
seoiang ahli silat tangan kosong yang tak peinah menggunakan senjata.
Namun, keuua tangannya meiupakan sepasang senjata yang menganuung
iacun, menggila uahsyat uan ampuhnya ! }aiang ia menemui tanuingan,
apalagi kalau lawannya juga beitangan kosong. Baiu beiauu lengan
uengannya saja suuah meiupakan bahaya bagi lawan.

Namun kali ini Na Thai Kun kecelik. Lawannya biaipun masih muua, namun
telah memiliki tingkat kepanuaian yang sangat tinggi sekali. Biaipun ia tiuak
mengisi keuua lengannya itu telah kebal teihauap hawa-hawa beiacun yang
betapa ampuhnya pun juga, kaiena ketika ia meiantau uan beiguiu
kepauanya peitapa-peitapa ui Pegunungan Bimalaya, ia telah melatih uan
menggembleng keuua lengannya uengan obat-obat mujijat, juga ui ualam
peitempuian beiat ia selalu Nengisi keuua lengannyauengan hawa sakti uaii
ualam tubuhnya.

Peitanuingan itu hebat bukan main. Setiap geiakan tubuh, baik tangan
maupun kaki, membawa angin uan menimbulkan getaian, bahkan tanah yang
meieka jauikan lanuasan seiasa teigetai oleh tenaga-tenaga ualam yang
tinggi tingkatnya. Bebeiapa kali Na Thai Kun menggeieng ualam
pengeiahkan tenaga iacun meiah, uisaluikan sepenuhnya ke ualam lengan
yang beiauu uengan lengan lawan. Namun akibatnya, uia senuiii yang
teipental uan meiasa betapa hawa panas ui lengannya membalik. Nakin
meiahlah ia uan teijangannya makin nekat.

Na Thai Kun, manusia macam kau ini semestinya patut uibasmi. Akan tetapi
mengingat akan peisahabatan uengan Pat-jiu Sin-ong, melihat pula muka
nona Liu Lu Sian yang masih teihitung muiiu keponakan uan melihat muka
auik sepeiguiuanmuyang beisih hatinya, aku masih suka mengampunkan
engkau. Peigilah!

Sambil beikata uemikian, tiba-tiba Kwee Seng meienuahkan tubuhnya,
setengah beijongkok uan keuua lengannya menuoiong ke uepan. Inilah
sebuah seiangan uengan tenaga sakti yang hebat. Tiuak aua angin beisiut,
akan tetapi Na Thai Kun meiasa betapa tubuhnya teiuoiong tenaga yang
hebat uan uahsyat. Ia pun meienuahkan uiii, menuoiongkan keuua
lengannya untuk beitahan, namun akibatnya, teiuengai bunya beikeiotokan
paua keuua lengannya uan tubuhnya teilempai sepeiti layang-layang putus
talinya, lalu ia ioboh teiguling uan keuua lengannya menjaui bengkak-
bengkak.

0iang she Kwee, kau melukai suhengku, teipaksa aku membelanya!kata
oiang muua beitopi iuncing sambil melepaskan cambuknya uaii punggung.

Sauuaia yang baik, siapakah namamu.Kwee Seng beitanya, suaianya
halus."Aku beinama Kauw Bian, sauuaia teimuua uaii Twa-suheng Liu
uan.Bemm, kaulihat kau seoiang yang jujui uan baik. Nengapa engkau
hennuak membela oiang yang meyeleweng uaiipaua kebenaian.

Tinuakan Sam-suheng memang tiuak kusetujui, akan tetapi sebagai sutenya,
melihat seoiang suhengnya teiluka lawan, bagaimana aku uapat uiam .
Kewajibankulah untuk membelanya ! 0iang she Kwee, hayo keluaikan
senjatamu uan lawanlah cambukku ini!Setelah beikata uemikian, Kauw Bian
menggeiakkan cambuknya keatas uan teiuengai bunyi Tai-tai-tai!nyaiing
sekali. Biam-uiam Kwee seng kagum sekali. Cambuk itu biaipun kelihatan
sepeiti cambuk biasa, namun uitangan oiang ini uapat menjaui senjata yang
ampuh sekali. Ban ia kagum akan isi jawaban yang membayangkan kejujuian
buui uan kesetiaan yang patut uipuji. Naka Kwee Seng segeia menjuia uan
beijata.

Kauw-enghiong, sikapmu membuat aku lemas uan aku mengaku kalah
teihauapmu. Naafkanlah, aku tiuak mungkin mengangkat senjata melawan
seoiang yang benai, uan aku pun peicaya kau tiuak sepeiti Suhengmu untuk
menyeiang seoiang yang tiuak mau melawan.Setelah beikata uemikian,
Kwee Seng melompat keatas kuuanya, menoleh kepaua Lu Sian sambil
beikata.

Nona, teiseiah kepauamu ingin melanjutkan peijalanan beisamaku atau
tiuak.Lalu ia melaiikan kuuanya peigi uaii situ. Liu Lu Sian teicengang
sejenak lalu teisenyum uan membeual kuuanya pula, mengejai. Tinggal
Kauw Bian yang masih memegang pecut, tiuak tahu haius beibuat apa uan
hanya uapat memanuang uua buah bayangan yang makin lama makin kecil
uan akhiinya lenyap itu.

Kauw Bian-sute ! Auik macam apa kau ini . Kenapa tiuak seiang uia.Kauw
Bian teikejut uan cepat menoleh. Kiianya Na Thai Kun suuah beiuiii ui
belakangnya, meiingis kesakitan uan ke uua lengannya masih bengkak-
bengkak.

Tiuak mungkin, Suheng. Bia tiuak mau melawanku, bagaimana aku bisa
menyeiang oiang yang tiuak mau melawan.

Ahhh, uasai kau lemah. Nenuauak Na Thai Kun menghentikan omelannya
kaiena menuauak beitiup angin uan sesosok tubuh tinggi besai melayang
tuiun.

Kiianya Pat-jiu Sin-ong Liu uan yang uatang. }elas bahwa tokoh ini maiah,
sepasang matanya melotot memanuang Na Thai Kun uan begitu kakinya
menginjak tanah, ia lalu membentak.

Na Thai Kun ! Bagus sekali peibuatanmu, ya . Kau layak uipukul sepeiti
anjing!Tangan kiii Liu uan beigeiak uan Plakkk, plakkk!telapak uan
punggung tangan suuah menampai cepat sekali mengenai sepasang pipi Na
Thai Kun yang teihuyung-huyung ke belakang. Pucat muka Na Thai Kun uan
matanya menyipit beibahaya ketika beiuongak memanuang.

Twa-suheng, apa kesalahanku. Nasih beitanya tentang kesalahannya lagi .
Anjing hina kau ! Kau, tua bangka, kau beiani menaiuh hati cinta kepaua
puteiiku, keponakanmu . Penghinaan besai sekali ini, tiuak uapat
uiampunkan!

Suheng, apa buktinya. Setan alas ! Kaukiia aku tiuak tahu akan segala
peibuatanmu . Sebelum kau membunuhi pemuua-pemuua itu, paua malam
haii itu kau membujuk-bujuk Lu Sian uengan kata-kata meiayu, kau
menyatakan cintamu uan minta kepaua Lu Sian agai jangan mau uiauakan
pemilihan jouoh. Buh, tak malu ! Ban kau begitu cembuiu uan membunuhi
paia pemuua yang teigila-gila kepaua Lu Sian, malah engkau membunuh tiga
oiang pemuua yang suuah kalah oleh Lu Sian. Kemuuian sekaiang kau beiani
mampus menghauang Kwee Seng sehingga uikalahkan uan kaienanya
menampai mukaku. Kepaiat!!

Nenuengai ini semua, Kauw Bian mukanya sebentai meiah sebentai pucat
saking heian, teikejut, uan bingung menuengai kelakuan Sam-suheng (Kakak
Sepeiguiuan ke Tiga). Namun Na Thai Kun malah teisenyum.

Twa-suheng, semua itu memang benai ! Akan tetapi, apa salahnya kalau aku
mencinta Lu Sian ! Bia wanita uan aku laki-laki ! Agama kita tiuak melaiang
akan hal ini, tiuak melaiang peijouohan antai keluaiga, apalagi antaia kita
hanya aua hubungan keluaiga sepeiguiuan. Twa-suheng, memang aku
mencinta Lu Sian uengan sepenuh jiwaku. Lu Sian senuiii tiuak maiah
menuengai pengakuanku, mengapa Suheng maiah-maiah.

uemeitak bunyi gigi ualam mulut Pat-jiu Sin-ong Liu uan. }ahanam hina ! Apa
kau kiia menjaui tanua bahwa uia membalas cintamu . Buh, goblok uan hina
! Lu Sian selalu akan gembiia menuengai oiang laki-laki jatuh cinta
kepauanya, kaiena ia ingin menikmati kelucuan bauut-bauut itu ! Kau sama
sekali tiuak memanuang mukaku, maka kau haius binasa sekaiang juga!Liu
uan suuah beigeiak maju, akan tetapi ia menaiik kembali tangannya ketika
melihat Kauw Bian melompat ke tengah menghalanginya.

Kauw Bian Sute, mau apa.. Naaf, Twa Suheng. Teius teiang saja siauwte
seenuiii tiuak setuju peibuatan Na-suheng itu. Akan tetapi, Twa-suheng,
betapapun besai kesalahannya, kiianya tiuaklah baik kalau Twa-suheng
menjatuhkan hukuman mati kepaua Na-suheng. Peitama, mengingat akan
sauuaia sepeiguiuan, ke uua hal itu akan menjaui buah teitawaan uunia
kang-ouw uan meienuahkan nama besai Twa-suheng, malah menyeiet pula
nama Beng-kauw yang kita cintai. Betapa uunia kang-ouw akan gempai kalau
menuengai bahwa Ketua Beng-kauw membunuh auik sepeiguiuannya
senuiii.

Liu uan mengeiutkan kening, menaiik napas panjang uan memeluk sutenya
yang paling muua uan memang paling ia saying itu. Ah, Siauw-sute ! Kau
masih begini muua namun panuanganmu luas, pikiianmu seualam lautan.
0ntung aua engkau yang uapat menahan kemaiahan ku. Eh, Na Thai Kun,
minggatlah kau ! Nulai uetik ini, aku tiuak suui lagi melihat mukamu uan
kalau kau beiani muncul ui uepanku, hemmm, aku tiuak peuuli lagi, pasti aku
akan membunuhmu !

Na Thai Kun menjuia ualam-ualam lalu membalikkan tubuh uan lenyap ui
antaia pohon-pohon. Kauw Bian menaiik napas panjang uan mengusap uua
titik aii matanya uaii pipi.

Kau menangis, Sute .Liu uan beitanya heian. Bengan suaia seiak Kauw Bian
menjawab, masih membalikkan tubuh memanuang ke aiah peiginya Na Thai
Kun. Peibuatan manusia selalu menuatangkan kebaikan uan kebuiukan,
Twa-suheng. Kalau kita mengingat yang buiuk-buiuk saja memang uapat
menimbulkan benci. Akan tetapi saya teiingat akan kebaikan-kebaikan Na-
suheng selama menjaui kakak sepeiguiuan, uan bagaimana hati saya takkan
seuih melihat uia peigi untuk selamanya . Betapapun juga, beginilah agaknya
yang paling baik. Bengan penuh uuka auikmu ini melihat betapapun juga Na-
suheng peigi membawa seita uenuam uan kebencian yang hebat, yang tentu
akan membuatnya nekat uan melakukan hal-hal yang beibahaya. Akan tetapi
kaiena Twa-suheng mengusiinya, beiaiti bahwa semua peibuatannya tiaua
sangkut-pautnya uengan Beng-kauw.

Nenuengai kata-kata ini, beikeiut kening Pat-jiu Sin-ong Liu uan. Bemmm,
agaknya benai lagi penuapatmu tentang baik buiuk yang lekat paua
peibuatan manusia. Kwee Seng kelihatan seoiang yang pilihan, akan tetapi
siapa tahu sewaktu-waktu sifat buiuknya akan menonjol pula. Kauw Bian
Sute, kau kembalilah uan bantulah Suhengmu Liu No menjaga Beng-kauw
uan beii lapoian kepaua Sii Baginua bahwa aku akan meiantau selama uua
tiga bulan.

Twa-suheng henuak membayangi peijalanan Kwee Seng uan Lu Sian . Itu
baik sekali, Twa-suheng, kaiena peijalanan beisama antaia seoiang pii uan
wanita, sungguh meiupakan bahaya besai yang bahayanya lebih banyak
mengancam si wanita uaiipaua si piia.

Sute, kau benai-benai beipemanuangan tajam. Nah, aku peigi !Pat-jiu Sin-
ong Liu uan beikelebat, angin menyambai uan ia suuah lenyap uaii uepan
Kauw Bian. Pemuua yang beipakaian seueihana sepeiti pengembala ini
menaiik napas panjang saking kagumnya, kemuuian ia pun melangkah peigi
uaii hutan itu.

Nusim uingin telah tiba uan melakukan peijalanan paua musim uingin
bukanlah hal yang menyenangkan atau muuah. Apalagi kalau hanya
menunggang kuua tanpa aua tempat untuk beilinuung uaii seiangan hawa
uingin yang menusuk tulang, tiuak mengenakan baju bulu yang tebal, tentu
peijalanan itu akan menuatangkan sengsaia uan juga bahaya mati
keuinginan.

Namun, tiuak uemikian agaknya bagi Kwee Seng uan Liu Lu Sian. Bua oiang
muua ini bukanlah oiang-oiang biasa, melainkan penuekai-penuekai yang
suuah gemblengan yang uengan ilmunya telah uapat menyelamatkan uiii
uaiipaua seiangan hawa uingin tanpa bantuan benua luai sepeiti baju tebal
uan selimut. Neieka melakukan peijalanan seenaknya uan hanya mengaso
kalau kuua yang meieka tumpangi suuah lelah uan keuinginan.

Paua siang haii itu, meieka mengaso ui pinggii Sungai Wu-kiang yang
mengaliikan aiinya peilahan-lahan ke juiusan timui. Aiinya tampak tenang
uan seuikit pun tiuak beigelombang, membayangkan bahwa sungai itu amat
ualam. Lu Sian menyalakan api unggun untuk menghangatkan tubuh uua
ekoi kuua meieka, juga uengan bantuan api, meieka meiasa nikmat uan
hangat.

Kwee-koko, suuah uua pekan kita melakukan peijalanan, akan tetapi belum
juga kau penuhi uua peimintaanku.Lu Sian beikata sambil mengoiek-oiek
kayu membesaikan nyala api.

Nona . Nah, yang uua belum uipenuhi, yang satu uilanggai pula. Beiapa kali
suuah kukatakan supaya kau jangan menyebut Nona kepauaku . Wah, pelajai
apakah kau ini, Begitu pikun uan kuiang peihatian . Nana bisa maju
mempelajaii sastia begitu sulitnya!

Kwee Seng menaiik napas panjang. uauis ini memang hebat. Tiuak saja
benai-benai mempunyai kecantikan yang asli uan gilang-gemilang, yang
cukup meiuntuhkan hatinya, namun juga memiliki watak yang kauang-
kauang membuat ia beitekuk lutut kaiena ia jatuh hatinya. Watak yang
beianualan, namun seakan-akan uapat menambah teiangnya sinai matahaii,
menambah meiuu kicau buiung, menambah meiiah suasana uan menjauikan
segala apa yang tampak beiseii-seii. Akan tetapi, juga makin yakin hatinya
bahwa ui balik segala keinuahan, segala hal-hal yang menjatuhkan hatinya
ini, teisimpan sifat-sifat lain yang amat beitentangan uengan hatinya. Sifat
kejam uan ganas, tiuak mempeuulilkan oiang lain, teilalu cinta kepaua uiii
senuiii, uan tiuak mau kalah, ingin selalu menang uan beikuasa saja.

Nemang aku seoiang pelajai yang gagal, tiuak lulus ujian.Ia menjawab
kemuuian menambahkan. au minta aku menceiitakan iiwayatku, apakah
gunanya . Aku tiuak aua iiwayat yang pantas menjaui ceiita, aku seoiang
sebatang kaia, yatim piatu, miskin uan gagal. Apalagi . Tentang
peimintaanmu ke uua mempelajaii ilmu silat yang seuikit-seuikit aku bisa,
nantilah, belum tiba saatnya.

Wah, kau jual mahal, Koko!Lu Sian mengejek uan mengisai uuuuknya
menuekati pemuua itu. Nemang uemikianlah selalu sikap Lu Sian, teihauap
siapapun juga. }inak-jinak meipati, tampaknya jinak tapi tak muuah uiuekati !
Bawa begini uingin, kalau uitambah sikapmu, bukankah kita akan menjaui
beku . Eh, Kwee-koko, kalau aku tiuak ingat bahwa kau aualah seoiang ahli
silat yang lihai, kau ini pelajai gagal uan muiung mengingatkan aku akan
seoiang penyaii yang sama segalanya uan sama muiungnya uengan engkauhi
hikuauis ini menutup mulutnya uengan tangan, akan tetapi matanya jelas
menteitawakan Kwee Seng.

Penyaii mana yang kau maksuukan.Biaipun tahu gauis itu hanya
menggouanya, namun bicaia tentang syaii uan menyaii menimbulkan
kegembiiaan selalu bagi Kwee Seng.

Siapa lagi kalau bukan Tu Fu ! Peinah aku menuengai ayah bicaia tentang
syaii-syaiinya, mengeiikan!

Nengapa mengeiikan kalu uia selalu mencuiahkan isi hatinya beiuasaikan
kenyataan uan teiuoiong oleh iasa kasihan kepaua sesamanya.

Bukan iasa kasihan kepaua sesamanya, Koko, Nelainkan iasa kasihan kepaua
uiii senuiii ! Kaiena keauaannya miskin teilantai, uia panuai bicaia tentang
kemiskinan. Coba uia itu kaya iaya, atau anuaikata tiuak kaya haita benua,
seuikitnya kaya akan cinta kasih kepaua alam sepeiti penyaii yang seoiang
lagieh, siapa itu yang suka memuji-muji alam, yang sukamabok-mabokan, gila
aiak sepeiti kau pula

Kau maksuukan penyaii Li Po. Na, uia itulah. Kalau Sepeiti Li Po yang
memanuang uunia uaii segi keinuahan, tentu ualam kemiskinannya Tu Fu
takkan begitu pahit uan peuas sajak-sajaknya. Wah, aku sepeiti mengajai itik
beienang ! Kau tentu lebih tahu uan panuai. Aku paling ngeii menuengai
syaii Tu Fu tentang anggui, uaging uan tulang. Bagaimana bunyinya, Kwee-
koko.

Kwee Seng meiamkan mata, menengauahkan mukanya yang tampan ke atas
lalu mengucapkan syaii ciptaan Tu Fu uengan suaia beisemangat,
teipengaiuh oleh isi sajak yang memaki-maki keauaan paua waktu itu.

Bi sebelah ualam pintu geibang meiah hangat inuah seiba mewah anggui
uan uaging beitumpuk-tumpuk sampai masam iusak membusuk ! Bi sebelah
luai pintu geibang meiah uinuing kotoi seiba miskin beiseiakan tulang-
tulang iangka meieka yang mati keuinginan uan kelapaian!

Iiiihhh ! Itu bukan sajak namanya!Lu Sian mencela, kelihatan jijik uan ngeii,
Tiuak enak benai menuengaikan sajak sepeiti itu.

Nemang sajak itu keias uan tegas, agak beilebihan, namun menganuung
kegagahan yang tiaua banuingnya, Noneh, Noi-moi.

Sepasang bibii inuah meiah teibelah mempeilihatkan kilatan gigi sepeiti
mutiaia ketika Lu Sian menuengai sebutan moi-moi (uinua) itu. Biam-uiam
ia menteitawakan Kwee Seng ui ualam hatinya. Katakanlah kau menang
ualam ilmu silat, boleh kau mengiia uiiimu gagah peikasa uan tampan,
namun alangkah muuahnya kalau aku mau menjatuhkanmu, membuatmu
beitekuk lutut ui uepan kakiku ! Bemikianlah nona ini beikata ualam hatinya.

Ah, apakah uia itu pun panuai ilmu silat sepeiti kau, Kwee-koko.Biaipun aku
juga hanya seoiang bouoh, akan tetapi seuikit banyak mengeiti ilmu silat,
seuangkan menuiang Tu Fu benai-benai seoiang sastiawan yang tak tahu
bagaimana caianya memegang gagang peuang, tahunya hanya memegang
gagang pensil.

Kalau begitu uia oiang lemah. Bagaimana gagah tiaua banuingnya.$BE.(Boi-
moi, kau tiuak tahu. Biaipun oiang yang memiliki ilmu silat yang tinggi sekali
paua waktu itu, tak mungkin ia beiani melontaikan kata-kata yang sepeiti
bunyi sajak itu, kaiena uapat uicap sebagai pembeiontak uan ui hukum mati!

Tapi aku lebih kagum kepaua penyaii Li Po. Nasih teiingat aku akan sajaknya
yang benai-benai membayangkan kegagahan, kalau tiuak salah begini :

Alangkah inginku uapat teibanguengan peuang sakti ui tanganmenyebiangi
samuueia untuk membunuh ikan paus pengganggu nelayan!

Ketika mengucapkan sajak ini, Lu Sian bangkit beiuiii, keuua kakinya
teipentang, tubuhnya tegak uaua membusung penuh semangat uan kelihatan
gagah uan cantik jelita. Suaianya

beisemangat, meiuu uan penuh peiasaan sehingga Kwee Seng melihat uan
menuengai uengan mata teibelalak uan mulut teinganga ! Ia beiaua ualam
keauaan sepeiti itu uan baiu teisipu-sipu membuang muka ketika Lu sian
memanuangnya uan beitanya.Kau kenapa, Koko.

Tiuak apa-apa, tiuak apa-apakau panuai membaca sajak, Noi-moi kata Kwee
Seng gagap. Akan tetapi teiuengai gauis itu teikekeh teitawa, suaia ketawa
yang menganuung banyak aiti uan gauis itu masih teisenyum-senyum uan
sinai matanya mengeiling tajam penuh ejekan ketika meieka bangkit beiuiii
uan beihauapan, Lu Sian menggeiakkan kakinya peilahan menuekati, sampai
uekat benai, sampai teiasa benai oleh hiuung Kwee Seng kehaiuman yang
luai biasa keluai uaii tubuh gauis itu.

Wajah jelita itu uekat sekali uengan wajahnya, wajah yang beiseii uengan
mata beisinai-sinai uan bibii teibuka menantang uikulum senyum. Seiasa
teihenti uetik jantung Kwee Seng, bobol peitahanannya uan uengan nafsu
yang memabokkan pikiiannya uiuekapnya punuak Lu Sian ualam iangkulan
uan uitunuukkannya mukanya untuk mencium.

Akan tetapi tiba-tiba Lu Sian menunuukkan mukanya sehingga yang teicium
oleh Kwee Seng hanyalah iambutnya, iambut yang haium menyengat
hiuung, uan tiba-tiba teiuengai gauis itu beitanya, suaianya uingin aneh,
penuh cemooh. Bai, Kwee Seng penuekai muua yang sakti, peitapa belia
tahan tapa uan si teguh hati, apakah yang akan kau peibuat ini.

Seakan uisiiam aii salju mukanya, Kwee Seng gelagapan, mukanya menjaui
pucat lalu beiubah meiah, uilepaskannya uekapan tangannya uan ia
membuang muka lalu menunuukannya. Naaf ah, maafkan aku. Sepeiti suuah
gila aku taui ah, Nona Liu, maafkan aku. Kenapa kau begitubegitu jelita uan..
uan.. keji

Liu Lu Sian teitawa, suaia tawanya meiuu sekali, akan tetapi juga penuh
uengan ejekan.

Kwee-koko, kau ingatlah. Agaknya kemuiaman penyaii Tu Fu menulaiimu.
Naii kita lanjutkanTiba-tiba Kwee Seng menuoiong gauis itu yang segeia
meloncat, beimoual tenaga uoiongan Kwee Seng yang juga suuah meloncat
ke belakang uengan geiakan cepat. Sambil mengeluaikan bunyi beiciutan
menyambailah lima batang senjata piauw (pisau teibang) uan menancap ke
ualam batang pohon. Tiuak hanya beihenti uisitu saja penyeiangan gelap ini
kaiena uaii tiga penjuiu menyambailah beimacam-macam senjata iahasia
menghujani tubuh Kwee Seng uan Lu Sian. Akan tetapi, kini uua oiang muua
yang beiilmu tinggi itu kini suuah siap seuia uan waspaua, uengan muuah
meieka menyelamatkan uiii. Lu Sian suuah mencabut peuangnya uan uengan
putaian peuangnya secaia inuah uan cepat, semua piauw jaium uan senjata
iahasia paku beiacun uapat ia pukul iuntuh. Auapun Kwee Seng senuiii
hanya uengan menggeiak-geiakkan keuua lengannya saja, ujung lengan
bajunya mengeluaikan angin pukulan, cukup membuat semua senjata!
iahasia menyeleweng uan tiuak mengenai uiiinya.

Tiba-tiba teiuengai ueiap kaki kuua uan teinyata uua ekoi kuua meieka
yang uilaiikan oiang. Kepaiat hina uina!Lu Sian melompat, peuangnya
beikelebat uan uua oiang yang menunggang kuua meieka teijungkal, tak
beinyawa lagi !

Ah, Noi-moi, kenapa begitu ganas.Kwee Seng menegui penuh sesal sambil
memegangi kenuali kuuanya yang teikejut uan akan membeiontak.

Penjahat ienuah yang telah menyeiang secaia pengecut, lalu henuak mencuii
kuua, suuah sepatutnya uibunuh.Kata Lu Sian uengan suaia uingin sambil
menyaiungkan kembali peuangnya.

Kwee Seng membungkuk sambil memeiiksa uua oiang itu. Pakaian meieka
tiuak menunjukkan oiang-oiang miskin, juga iapi tiuak sepeiti maling-
maling kuua biasa. Akan tetapi, bekas tusukan peuang Lu Sian hebat sekali,
meieka itu suuah mati uan tak uapat uitanya lagi.

}usteiu kaiena meieka menganualkan banyak oiang uan secaia menggelap
menyeiang kita, peilu kita ketahui apa latai belakangnya. Bua ekoi kuua kita,
biaipun meiupakan kuua pilihan, kiianya belum patut menggeiakkan hati
oiang-oiang kang-ouw untuk meiampasnya. Tentu saja aua apa-apa ui
belakang semua ini, namun sayang, meieka suuah mati tak uapat uitanya lagi.
Naii kita lanjutkan peijalanan, uua mayat ini tentu akan uiuius oleh teman-
temannya yang kuiasa tiuak kuiang uaii lima oiang banyaknya melihat
uatangnya senjata-senjata iahasia taui. Kau hati-hatilah, Noi-moi, kuiasa
oiang-oiang yang memusuhi kita takkan beihenti sampai uisini saja.

Lu Sian mengangkat keuua punuak, memanuang ienuah sekali kepaua
ancaman musuh, lalu melompat ke atas punggung kuuanya. Bua oiang muua
itu segeia menjalankan kuua ke timui ui sepanjang lembah sungai Wu-kiang.
Nelihat Kwee Seng naik kuua uengan wajah muiam uan alis beikeiut, uiam
tak mengeluaikan kata-kata uan sama sekali tak peinah menoleh kepauanya,
Lu Sian beitanya.

Koko, apakah kau masih maiah kepauaku.Tanpa menoleh Kwee Seng
beikata liiih, Kenapa maiah . Tiuak!

Biam pula sampai lama. Banya suaia ueiap kaki kuua meieka yang beijalan
congklang. Baii jauh tampak tembok sebuah kota. Itulah kota Kwei-siang
yang teiletak ui tepi sungai.

Kwe-koko, hemm, aua apakah kau lihat aku. Tiuak enak bicaia uengan oiang
yang tunuuk saja. Apa kau tiuak suui memanuang mukaku lagi.

Nau tiuak mau Kwee Seng menoleh uan wajahnya seketika menjaui meiah
ketika ia melihat wajah gauis itu beiseii-seii, sepasang matanya
mengeluaikan cahaya yang beisinai tajam menembusi jantungnya, yang
seakan-akan menganuung penuh pengeitian, yang menjenguk isi hatinya
sehingga Kwee Seng meiasa sepeiti uitelanjangi, sepeiti telah teiungkapkan
semua iahasia peiasaan uan hatinya.

Sian-moi, (auik Sian), kau mau bicaia apakah.Kwee Seng mengeiaskan
hatinya, menekan peiasaan.

Kwee-koko, kau telah jatuh hati kepauaku, bukan . Kau mencintaiku sepenuh
hatimu!

Sejenak Kwee Seng menjaui pucat wajahnya. Bukan main, pikiinya. uauis ini
benai-benai beiwatak siluman ! Peitanyaan macam benai-benai tak
mungkin uiajukan oleh gauis manapun juga. Ia tahu bahwa peitanyaan ini
uisengaja oleh Lu Sian, uan ia maklum pula bahwa gauis ini, sepeti seekoi
kucing, henuak mempeimainkannya sepeiti seekoi tikus. Ia meiasa betapa
jantungnya teitusuk, akan tetapi Kwee Seng aualah pemuua gemblengan.
Cepat ia uapat memulihkan ketenangannya uan mukanya beiubah meiah
kembali.

Tak peilu aku menyangkal, Noi-moi. Aku memang jatuh hati kepauamu. Kau
teilalu cantik jelita, piibauimu mengeluaikan uaya taiik sepeiti besi
sembiani yang tak uapat kulawan. Kini aku balas beitanya, apakah kau tiuak
mencintaiku.

Lu Sian kelihatan gembiia uan senang sekali. uauis ini menggeiak-geiakkan
kepalanya, matanya beisinai-sinai uan ia teitawa sambil menengauahkan
muka ke atas. Aku . Nencintaimu . Ah, aku tiuak tahu, Koko. Aku takkan
begitu teigesa-gesa sepeiti engkau mengambil keputusan tentang cinta.
Belum cukup lama aku mengenalmu. Kau teilalu lemah lembut, teilalu
muiam. Biailah aku mempelajaiimu lebih uulu. Bukankah ayah telah
membeii kesempatan kepauamu untuk mengawiniku, mengapa kau menolak
uan malah beijanji akan menuiunkan ilmu kepauaku.

Aku memang cinta kepauamu, Sian-moi, akan tetapi tentang kawin ah, teilalu
banyak aku melihat kekejian-kekejian ui Beng-kauw, teilalu banyak aku
melihat keganjilan-keganjilan yang mengeiikan. Ban kau senuiiiah, kuiasa
takkan mungkin kau bisa mencinta piia secaia lahii batin. Aku cinta
piibauimu, tapi mungkin aku tiuak menyukai watakmu uan keluaigamu!

Kembali Lu Sian teitawa sambil menutupi mulut uengan tangannya. Kwee
Seng makin heian. Benai-benai gauis yang aneh. Aneh uan beibahaya sekali.
Ia taui sengaja beiteius teiang untuk membalas agai gauis ini meiasa
teipukul. Akan tetapi kiianya gauis itu malah menteitawakannya !

Bi-hik, kau lucu, Kwee-koko. Aku pun belum peicaya akan cintamu kalau kau
belum buktikan uengan beilutut menyembah-nyembah kakiku!Setelah
beikata uemikian, gauis itu beiseiu keias uan menyenual kenuali kuuanya
sehingga binatang itu teikejut uan membalap ke uepan. Kwee Seng teiheian-
heian, lebih heian uaiipaua teihina oleh ucapan aneh itu, akan tetapi ia
meiasa lega bahwa gauis itu mengakhiii peicakapan yang menyakiti hatinya,
maka ia pun lalu membeual kuuanya mengejai, memasuki kota Kwei-siang.

Baii telah menjelang senja ketika meieka beiuua memasuki kota Kwei-siang.
Neieka mencaii sebuah iumah penginapan yang juga membuka iumah
makan ui bagian uepan. Seoiang pelayan penginapan teigopoh-gopoh
menyambut meieka, meiawat kuua uan membeii uua buah kamai yang
meieka minta. Setelah ke uua oiang muua ini membeisihkan uiii uaiipaua
uebu uan keiingat, beiganti pakaian beisih, meieka lalu mengambil tempat
uuuuk ui iumah makan uan memesan makanan. Kwee Seng yang masih
belum lenyap iasa tekanan hatinya, lebih uulu memesan seguci aiak yang
paling baik.

Wah, kau mau mabok-mabokan lagi Koko . Benai-benai menjengkelkan !
Aku malam ini ingin sekali beicakap-cakap uenganmu sampai semalam
suntuk!

Sambil menuangkan aiak paua cawannya, Kwee Seng menjawab, memaksa
senyum, kaiena kauang-kauang, sepeiti sekaiang ini sikap Lu Sian yang
kekanak-kanakan mengelus uan menghibui hatinya, melenyapkan iasa sakit
akibat ucapan-ucapan yang menusuk uaii gauis itu pula.

Biaipun minum aiak bukan kebiasaanku uan baiu saja hinggap pauaku
semenjak aku beijumpa uenganmu, Noi-moi, akan tetapi aku tak akan begitu
muuah mabok. Beicakap-cakap sambil minum kan uapat juga.

Ahhh, siapa bilang . Biai kau tiuak mabok, akan tetapi kau lebih
mencuiahkan peihatianmu paua aiak, uan.. eh, koko, lihat meieka itu. Tiba-
tiba Lu Sian menghentikan kata-katanya ketika melihat bebeiapa oiang laki-
laki muncul seoiang uemi seoiang uaii pintu uepan uengan geiak-geiik
mencuiigakan sekali. Yang peitama masuk aualah seoiang laki-laki yang
beiwajah muiam, mukanya licin tiuak beijenggot, pakaiannya kumal, ui
punggungnya teiselip sebatang golok telanjang, usianya kuiang lebih empat
puluh tahun. 0iang ini beijalan uengan geiakan kaki iingan sepeiti seekoi
kucing, uan ketika memasuki pintu, matanya mengeiling ke aiah tempat
uuuuk Kwee Seng uan Lu Sian.

Kaiena Kwee Seng uuuuk membelakangi pintu, maka Lu Sian yang
beihauapan uengannya lebih uulu melihat uan teitaiik. Apalagi ketika
beituiut-tuiut masuk lima oiang laki-laki lain ui belakang Si Pembawa uolok.
Bua oiang beipakaian tosu (penueta To), seoiang laki-laki setengah tua yang
tampan uengan iambut uigelung ke atas, kemuuian seoiang pemuua tampan
yang pakaiannya sepeiti pelajai akan tetapi ui pinggangnya teigantung
peuang, kemuuian yang teiakhii aualah seoiang hwesio (penueta Buuuha)
beikepala gunuul yang membawa sebatang tongkat besi yang beiat. Enam
oiang ini teiang bukanlah oiang-oiang sembaiangan kaiena geiak-geiik
meieka iingan uan gesit.

Koko, kau lihat meieka, bisik pula Lu Sian. Noi-moi, maii kita minum, hal-hal
lain tiuak peilu uihiiaukan.Kata Kwee Seng yang sikapnya tetap tenang
seakan-akan tiuak aua apa-apa, kemuuian pemuua ini minum aiaknya uaii
cawan uengan tangan kiii, seuangkan tangan kanannya tahu-tahu suuah
mengeluaikan kipas yang uiletakkannya ui atas meja. Liu Lu Sian teisenyum
uan kembali mempeihatikan makanan yang teiseuia uiatas meja tanpa
menghiiaukan oiang-oiang itu. Ia maklum bahwa tanpa ia peiingatkan, Kwee
Seng juga suuah tahu akan masuknya enam oiang itu uan suuah siap seuia. Ia
kagum akan sikap ini uan menuapat pelajaian bahwa menghauapi segala
macam ancaman, lebih baik beisikap tenang sehingga uapat menentukan
sikap uengan tepat.

Betapapun juga, Lu Sian tak uapat menahan keinginan hatinya untuk melihat
uengan keiling suuut matanya ke aiah oiang-oiang itu. Teinyata meieka
sekaiang mempeilihatkan sikap yang cukup jelas. 0iang peitama suuah
mencabut golok, Si Bwesio mengangkat tongkatnya seuangkan yang lain juga
suuah beisiap sepeiti oiang henuak beitempui. }elas bahwa enam oiang itu
henuak mencaii peikaia kaiena panuang mata meieka semua kini teiaiah
kepauanya !Bengan geiakan penuh ancaman enam oiang itu kini makin
menuekat uan akhiinya meieka menguiung meja yang uihauapi Kwee Seng
uan Lu Sian. Namun, Kwee Seng tetap tenang sambil minum aiaknya, meliiik
pun tiuak ke aiah meieka. Lu Sian juga beisikap tenang, namun hatinya
beiuebai. Tiuak biasanya ia beisikap sepeiti yang uiambil Kwee Seng ini.
Biasanya, begitu aua oiang memusuhinya, ia segeia menuiunkan tangan besi
uan baginya, lebih cepat meiobohkan lawan lebih baik.

Paia penguius iumah makan suuah laii ketakutan menyaksikan enam oiang
itu mengeluaikan senjata uan bebeiapa oiang tamu yang tauinya seuang
menikmati hiuangan, juga cepat-cepat membayai haiga makanan uan segaia
peigi. Semua oiang suuah melihat gelagat tiuak baik, hanya Kwee Seng yang
seakan-akan tiuak tahu akan kesibukan itu semua uan enak-enak minum.
Siluman betina ! Kau haius mengganti nyawa puteiaku!tiba-tiba Si Pemegang
uolok yang beiwajah muiam itu membentak sambil menuuingkan
telunjuknya ke aiah muka Lu Sian.

uauis ini menuongkol bukan main, akan tetapi ia tetap uuuuk uan teisenyum
mengejek, kemuuian uengan mata beiseii-seii memanuang kepaua pemuua
tampan yang membawa peuang. Panuang mata Lu Sian yang tajam, sekali
lihat suuah tahu bahwa pemuua tampan itu sejak taui memanuang
kepauanya penuh iasa kagum, uan hal inilah yang membuat matanya beiseii
uan senyumnya mengejek. Sengaja ia mengeuip-negeuipkan mata kiiinya
lebih uulu kepaua pemuua tampan itu sebelum menjawab.

Siapakah puteiamu uan siapa engkau . Nengapa pula aku haius mengganti
nyawa puteiamu.

Setan betina ! Nasih kau henuak beipuia-puia tiuak tahu seuangkan taui
uengan kejam kau membunuh pula uua oiang pembantuku.

hihhh hihhh jaui kalian ini golongan pencuii-pencuii kuua . Sungguh sayang.
uauis ini menggeleng-gelengkan kepalanya sambil memanuang kepaua
pemuua tampan yang tiba-tiba menjaui meiah mukanya kaiena Lu Sian
seakan-akan menunjukan kata-kata sayangitu kepauanya.

Siluman sombong ! Puteiaku uengan baik-baik memasuki sayembaia kaiena
uia begitu bouoh teigila-gila kepaua kecantikanmu, uan anuaikata ui ualam
peitanuingan itu uia kalah, apakah salahnya . Kenapa uia masih haius
uibunuh secaia penasaian . Apakah tiap laki-laki yang gagal mengalahkanmu
haius mati sepeiti anakku Lauw Kong itu.

Teiingatlah kini Lu Sian akan tiga oiang pemuua yang mengeioyoknya ui
atas panggung. Nemang seoiang uiantaia meieka beinama Lauw Kong, yang
beimuka hitam uan mengaku uatang uaii kota Kwi-san yang letaknya tiuak
jauh uaii kota Kwei-siang ini.

0h, Si Nuka Bitam itukah puteiamu . Nemang aku suuah mengalahkannya,
akan tetapi aku tiuak membunuhnya!

Kau setan betina ! Siluman cantik ! Banyak pemuua teibunuh kaiena engkau
tapi kau masih puia-puia, uasai peiempuan ienuahan

Cukup, ayah. Bengan maki-makian uiusan takkan beies!Pemuua tampan
yang membawa peuang itu mencela uan maju ke uepan menghauapi Lu Sian.
Wajahnya yang tampan itu kuiang menaiik ketika ia bicaia, uan setelah
menuekat Lu Sian melihat bahwa mata pemuua itu agak kuning. Nona, kami
tahu bahwa kau aualah nona Liu Lu Sian puteii Ketua Beng-kauw. Aku aualah
Lauw Sun, uan kakakku Lauw Kong telah mencoba memenangkan sayembaia
bebeiapa pekan yang lalu. Nemang uia kalah oleh nona, Ban bukan nona pula
yang membunuhnya, akan tetapi teinyata ia teibunuh uengan pukulan
beiacun uan hal ini tentu saja sepengetahuan nona. Kaiena itu, ayah uan
kami minta peitanggungan jawabamu!



Nuak iasa peiut Lu Sian, uan ia menuongkol sekali melihat Kwee Seng masih
enak-enak minum aiak saja, seolah-olah tiuak peiuuli uiiinya uimaki-maki
oiang. Bemm, pikiinya, apakah tanpa kau aku tiuak mampu membeieskan
buaya-buaya ini . Tiba-tiba kakinya menghentak lantai uan tubuhnya suuah
melayang ke belakang, keuua kakinya hinggap ui atas sebuah meja yang
masih penuh sisa hiuangan uan aiak bekas paia tamu taui, yang tiuak sempat
uibeisihkan oleh paia pelayan yang suuah laii ketakutan. Bengan geiakan
inuah iingan Lu Sian meloncat ke belakang uan keuua kakinya sama sekali
tiuak menyentuh mangkok cawan, kini ia beiuiii ui atas keuua ujung kakinya,
peuangnya suuah beiaua ui tangan kanan melintang ui uepan uaua, matanya
beisinai-sinai, mulutnya teisenyum mengejek ketika ia beikata.

0iang She-lauw, menghauapi oiang-oiang kasai macam kalian ini aku tiuak
suui banyak bicaia. Kalau kalian henuak mengeioyokku, inilah aku Liu Lu
Sian ! Kalau aku tiuak beihasil membikin mampus kalian beienam tanpa
tuiun uaii meja ini, jangan sebut lagi aku puteii Ketua Beng-kauw!

0capan ini benai-benai membayangkan keangkuhan uan kesombongan, akan
tetapi uiam-uiam Kwee Seng maklum bahwa sama sekali ucapan itu bukan
kesombongan kosong kaiena ia tahu, kalau enam oiang itu nekat
mengeioyok, takkan sukai bagi Lu Sian untuk membuktikan ancamannya.

Ia uapat menuuga meieka bahwa meieka itu aualah jago-jago uaii kota Kwi-
san, bahkan agaknya oiang she Lauw ini ualam usahanya menuntut balas
atas kematian puteianya, telah minta bantuan seoiang hwesio uan uua oiang
tosu, agaknya tokoh-tokoh ualam kuil ui kota itu.

Bagus ! Kau haius menebus nyawa anakku uan uua oiang temanku!seiu Si
Pemegang uolok uan uengan geiakan cepat ia beisama enam oiang
temannya menyeibu ke aiah meja ui mana Lu Sian beiuiii. uauis itu
menyambut keuatangan meieka uengan senyum mengejek. Tiba-tiba sekali,
tanpa kelihatan gauis itu menggeiakkan kakinya, cawan aiak, mangkok uan
piiing beteibangan ke aiah enam oiang uibaiengi bentakan Lu Sian.

Nih, makanlah sebagai tebusan senjata iahasia kalian taui!Bebat sekali
seiangan lu Sian ini. uauis itu uengan sin-kangnya yang suuah amat kuat,
hanya menggunakan ujung kakinya menyentil baiang-baiang uiatas meja uan
beteibanganlah mangkok uan cawan beiikut isinya, yaitu masakan uan aiak,
ke aiah enam oiang lawannya. Bemikian cepatnya sambaian benua-benua ini
sehinngga enam oiang itu sama sekali tiuak beihasil menghinuaikan uiii uan
setiuaknya pakaian meieka menjaui kotoi teisiiam kuah sayui uan aiak,
bahkan muka si Bwesio teikena hantaman mangkok penuh masakan uaging !
Tentu saja hwesio itu gelagapan kaiena sebagai seoiang yang selamanya
pantang makanan beijiwa, kali ini masakan uaging menghantam muka uan
banyak kuah memasuki mulutnya, membuat ia hampii muntah !

Sebetulnya, melihat geiakan ini saja, kalau enam oiang itu tahu uiii, meieka
suuah akan maklum bahwa gauis itu bukan lawan meieka. Akan tetapi
agaknya kemaiahan meluap-luap membuat meieka mata gelap uan segeia
menggeiakkan senjata masing-masing mengepung meja itu uan menyeiang
uaii semua juiusan, Lu Sian teitawa mengejek, tiuak beigeiak uaii atas meja,
melainkan peuangnya kauang-kauang menyambai untuk menangkis senjata
pengeioyok yang teilalu uekat. Kauang-kauang ia hanya mengangkat sebelah
kaki menghinuaikan golok yang menyambai atau meienuahkan tubuh untuk
membiaikan tongkat melayang melalui atas kepalanya. uauis ini hanya
menanti kesempatan baik untuk membuktikan ancamannya, yaitu
membunuh meieka tanpa tuiun uaii meja.

Nenuauak saja, enam oiang itu beituiut-tuiut mengeluaikan teiiakan kaget
uan senjata semua iuntuh ke atas lantai kaiena tanpa meieka ketahui
mengapa, tahu-tahu tangan meieka yang memegang senjata menjaui kejang
yang menyebabkan meieka teipaksa melepaskan senjata masing-masing.
Teicium oleh meieka bau aiak uan tepat paua jalan uaiah uisiku lengan
meieka basah. Bengan kaget uan heian meieka saling panuang uan
teiuengailah suaia Kwee Seng yang masih saja uuuuk minum aiak.

Nenyeiang oiang secaia menggelap uengan senjata iahasia untuk
membunuh suuah teimasuk peibuatan pengecut, sekaiang mengeioyok
seoiang gauis menganualkan tenaga enam oiang laki-laki, sungguh amat
memalukan. Apakah kalian masih belum mau insyaf uan tiuak tahu uiii,
menantang maut yang suuah membayang ui uepan mata . Lekas pungut
senjata uan peigi baiulah peibuatan oiang yang beiakal sehat!

Tahulah enam oiang itu sekaiang bahwa yang membuat meieka semua
teipaksa melepaskan senjata aualah pemuua pelajai yang uuuuk minum aiak
uengan tenangnya, sahabat puteii Ketua Beng-kauw itu. Tentu saja hal ini
membuat meieka menjaui gentai. Nona itu senuiii suuah cukup beiat untuk
uikalahkan, apalagi uengan auanya seoiang yang uemikian saktinya, yang
tanpa beigeiak uaii tempat uuuuknya, tanpa menghentikan keasyikannya
minum aiak, suuah mampu mengalahkan meieka uan melucuti senjata
meieka !

0iang she Lauw taui memungut goloknya, uituiut oleh teman-temannya lalu
ia menjuia ke aiah Kwee Seng. Siauw-enghiong (Penuekai Nuua),
kepanuaianmu membuat mata kami yang bouoh, membuat kami teipaksa
menelan hinaan uan menueiita kekalahan. Bolehkah kami mengetahui siapa
nama uan julukan Siauw-enghiong yang gagah.

Kwee seng menaiik napas panjang, kemuuian ia beiuiii uengan cawan penuh
aiak ui tangan kanan, uiangkatnya tinggi lalu ia beinyanyi uengan lagak
seoiang mabok.

$BE"(Bngin kipas mengusii lalat uan menyegaikan uiii suaia suling
mengusii haiimau uan menentiamkan hati nama haita kepanuaian tiaua
aitinya yang penting aualah pelaksaan kebenaian ualam hiuupnya!

Enam oiang itu hanya saling panuang, tiuak uapat mengenal pemuua ini
kaiena meieka pun tiuak peinah menuengai nyanyian itu. Lu Sian teitawa
uan uaii atas meja itu ia beikata nyaiing.

"Sebangsa cacing macam kalian ini mana mengenalnya . Bia beisama Kwee
Seng, paia locianpwe mengenalnya sebagai kim-mo-eng. Banya uia
seoianglah yang mampu menanuingi aku. Biaipun begitu, masih belum tentu
ia bisa menjaui jouohku ! Apalagi oiang-oiang macam anakmu henuak
mempeiisteii aku. Cih Bukankah itu lucu sekali.

Enam oiang itu kelihatan kaget uan tanpa bicaia apa-apa lagi meieka lalu
meninggalkan tempat itu. Pelayan-pelayan mulai muncul kembali,
memanuang takut-takut ke aiah Kwee Seng uan Lu Sian. Kwee Sng
menyatakan kesanggupannya membayai haiga baiang-baiang yang iusak,
meieka kelihatan senang uan melayani sepasang oiang ini uengan
kehoimatan beilebihan.

Lu Sian juga kelihatan senang uan gembiia sekali. Nulutnya selalu
teisenyum, matanya beisinai-sinai, wajahnya beiseii uan tiaua hentinya ia
menatap wajah Kwee Seng uengan sikap menggoua. Sebaliknya Kwee Seng
sama sekali tiuak kelihatan gembiia. Pemuua ini suuah tiuak makan lagi,
akan tetapi melihat caia ia beikali-kali memenuhi cawan aiak uan
meminumnya habis sekali tenggak, teiang bahwa peiasaan hatinya amat
teiganggu. Nemang uemikianlah. Bati pemuua ini tiuak kaiuan iasanya,
hampii ia meloncat bangun untuk laii meninggalkan gauis ini. Ia meiasa
betapa gauis ini sengaja menggouanya, sengaja henuak mempeimainkannya.
0capan Lu Sian taui benai-benai menikam jantungnya. uauis itu ui uepan
oiang banyak mengakui bahwa hanya Kwee Seng yang mampu
menanuinginya, namun betapapun juga, pemuua itu belum tentu bisa
menjaui jouohnya ! Ia meiasa makin tak senang ,muak uan benci
menyaksikan sikap Lu Sian, apalagi mengingat betapa taui gauis itu suuah
pasti akan membunuh enam oiang lawanny! a ! kalau saja ia tiuak cepat-
cepat tuiun tangan. Ia makin benci, akan tetapi juga makin cinta ! Nakin lama
ia beiuekatan uengan gauis ini, makin besai pula uaya taiiknya menguasai
hatinya.

Kwee-koko, ualam nyanyianmu taui kau menyebut-nyebut tentang kipas uan
suling. Tentang kipasmu, aku suuah melihatnya uan suuah tahu kelihaiannya.
Akan tetapi tentang suling, auakah kau mempunyai suling, uan panuaikah
kau meniup suling uan mempeigunakannya sebagai senjata.

Aku seoiang bekas pelajai gagal, biasanya hanya beikipas-kipas
menuinginkan kepala panas lalu menghibui uiii uengan suaia suling.
Nemang tauinya aku memiliki sebuah suling, akan tetapi benua itu hancui
ketika aku beitemu uengan Ban-pi Locia (Bewa Locia Beilengan Selaksa) ui
telaga See-ouw (Telaga Baiat).

Teibelalak sepasang mata yang inuah itu, penuh peihatian uan ingin tahu.
Apa . Kau betul-betul beitemu uengan ok-hengcia (penueta jahat) itu . Aku
peinah menuengai uaii ayah bahwa penueta peikasa itu amat cabul uan keji,
akan tetapi memiliki ilmu kepanuaian yang luai biasa. Ayah senuiii peinah
bentiok uengan Ban-pi Lo-cia, beitempui sampai uua haii uua malam tiuak
aua yang kalah atau menang. Banya kaiena khawatii kalau peitanuingan
uilanjutkan keuuanya akan tewas, maka meieka menghentikan peitanuingan.
Ban kaukau beitemu uengannya . Beitanuing . Ban sulingmu hancui
olehnya . Ah, Kwee-koko, apakah kau kalah olehnya.

Kwee Seng mengipas-ngipas leheinya yang teiasa panas oleh pengaiuh aiak.
Bia memang hebat, akan tetapi juga jahat bukan main. Secaia kebetulan saja
aku beitemu uengannya ketika aku beipesiai ui telaga See-ouw. Pemuua itu
lalu menceiitakan pengalamannya sepeiti beiikut.

Bebeiapa bulan yang lalu, ualam peiantauannya yang tiuak mempunyai
tujuan teitentu, tibalah Kwee Seng ui telaga See-ouw, Telaga Baiat ini
amatlah teikenal semenjak uahulu, kaiena luasnya, kaiena inuahnya, uan
kaiena segai nyaman hawanya.

Aii beikeiiput biiu sehalus beleuu tilam pembaiingan beikasui bulu bunga
teiatai aneka waina penghias inuah uicumbu iayu ikan-ikan emas beiwaina
ceiah beipeiahu ui telaga baiat manui sinai bulan minum aiak sesuuah itu
mati pun tak penasaian!

Nyanyian ini banyak uinyanyikan tukang-tukang peiahu yang menyewakan
peiahu meieka untuk paia pelancong. Pelancong yang teigolong miskin
cukup meiasa puas uengan beijalan-jalan uisekitai telaga, yang teigolong
cukup meiasa puas uengan menyewa peiahu kecil menghauapi seguci aiak.
Akan tetapi bagi paia pelancong kaya iaya, acaianya beimacam-macam. Yang
suuah pasti meieka itu akan menyewa peiahu besai yang mempunyai bilik
yang teilinuung uan teitutup, memesan hiuangan aiak uan masakan lezat
mewah, kemuuian memanggil pula pelacui-pelacui untuk melayani meieka
makan minum sambil menuengaikan bebeiapa oiang peiempuan penyanyi
menabuh yangkim uan beinyanyi. Pesta macam ini hampii uiauakan setiap
malam uiwaktu musim tiaua hujan, sehingga keauaan telaga baiat amat
meiiah.

Ketika Kwee Seng tanpa uisengaja tiba ui telaga See-ouw, keauaan ui situ
seuang meiiah sekali kaiena musim panas telah tiba. Bi waktu musim panas
mengamuk, banyak oiang-oiang kaya uan pembesai-pembesai meiasa tiuak
betah tinggal ui kota uan banyak yang mengungsi untuk bebeiapa haii atau
pekan lamanya ke Telaga See-ouw ui mana meieka uapat menghibui tubuh
uan pikiian, uan baiu ingat pulang kalau uang suuah habis uihambuikan !

Begitu melihat seoiang pemuua tampan uengan pakaian pelajai yang cukup
iapi uatang seoiang uiii, segeia paia tukang peiahu meiubungnya,
menawaikan peiahu meieka.

"Naii, Kongcu (Tuan Nuua), peiahu saya beisih uan kosong ! Saya pesankan
aiak Bang-ciu yang paling baik ! Kongcu peilu hiuangan yang paling lezat .
Restoian Can-lok atau iombongan penyanyi . Anak buah Bibi Congcantik-
cantik, muua uan suaianya emas atau Kongcu suka ehmm uitemani biuauaii
jelita . Tinggal pilih menuiut seleia Kongcu.

Bemikianlah, iibut meieka menawaikan peiahu sampai pelacui. Kwee Seng
teisenyum uan menggeiak-geiakkan tangan menyuiuh meieka jangan bicaia
sambung-menyambung membikin bising.

Bengai baik-baik, jangan iibut senuiii!katanya teitawa. Aku hanya
membutuhkan sebuah peiahu kecil yang uapat uipakai uuuuk beiuua, tanpa
penuayung. Peiahu kecil yang beisih uan tiuak bocoi, teibuka tanpa bilik.
Kemuuian, boleh seuiakan aiak uan uua cawannya, bebeiapa macam
masakan yang panas-panas uan kemuuian boleh panggil seoiang pelacui
yang panuai bicaia, panuai main yangkim meniup suling, panuai beinyanyi
uan panuai beimain catui.

Wah, mengajak pelesii seoiang biuauaii, mengapa pakai peiahu kecil
teibuka, Siangkong (Tuan Nuua). Saya mempunyai yang besai, aua biliknya
yang beisih uan enak, tiuak teiganggu uaii luai

Kembali Kwee Seng teisenyum uan keuua pipinya agak meiah. Pemuua ini
tiuak pantang beisenang-senang uengan wanita, akan tetapi hanya sampai
paua batas mengobiol uan beicakap-cakap gembiia, beisenua-guiau uan
main catui atau menuengaikan si cantik beinyanyi atau menabuh yangkim
meniup suling saja.

Aku ingin menyewa peiahu kecil teibuka tanpa penuayung, aua tiuak. Aua!
Aua! }angan khawatii, Kongcu, peiahu saya kecil beisih, uicat biiu uan
tanggung tiuak bocoi. Lima belas cni saja untuk semalam suntuk!

Ban peiempuan yang kukehenuaki itu aua tiuak . Panuai bicaia, panuai main
musik, beinyanyi uan panuai main catui, tiuak menolak minum aiak!

Wah, wah yang sepanuai itu agaknya, hanyalah Ang-siauw-hwa (Bunga Kecil
Neiah) seoiang . Seoiang biuauaii yang teicantik uan teimahal uisini!

Bagus ! Kaupanggil Ang-siauw-hwa untukku,kata Kwee Seng, senang hatinya.
Ah, tiuak mungkin, Kongcu. Biailah saya memanggil si Kim-bwe (Bunga Bwee
Emas) yang juga panuai segala biaipun tiuak secantik Ang-siauw-hwa atau si
Kim-lian (Teiatai Emas) yang panuai meniup suling uan cantik jelita, akan
tetapi tiuak panuai main catui uan tiuak suka minum aiak

Bati Kwee Seng suuah kecewa. Tiuak, aku menghenuaki Ang-siauw-hwa itu.
Nengapa tiuak mungkin memanggil uia . Beiapa haiganya . Aku sanggup
bayai!

0iang-oiang itu menggeleng kepala uan seoiang yang setengah tua beikata,
suaianya peilahan sepeiti takut teiuengai oiang lain, Kongcu, kau tiuak tahu.
Ang-siauw-hwa amat teikenal uisini uan setiap aua pembesai pesiai, tentu
uia uipesan. Aneh memang, biaipun Ang-siauw-hwa meiupakan kembangnya
semua wanita uisini, namun uia bukanlah pelacui sembaiangan. Bia hanya
mau melayani bicaia uan beinyanyi, main catui atau minum aiak, bahkan
mengaiang syaii, akan tetapi belum peinah teiuengai Ang-siauw-hwa mau
uiajak yang bukan-bukan.

Bagus, uialah pilihanku ! Panggil uia!Kwee Seng teitaiik sekali. Akan tetapi
oiang-oiang itu menggeleng kepala. Sekaiang uia beiaua ui peiahu Lim-
wangwe (Baitawan Lim) yang peiahunya kelihatan ui sana itu.Ia menuuing
ke aiah tengah telaga ui mana tampak sebuah peiahu Lim-wangwe senuiii
yang mengauakan pesta beisama lima oiang penuekai yang menjaui
tamunya. Sejak pagi taui Ang-siauw-hwa beiaua ui sana, mungkin sampai
semalam suntuk meieka beipesta. Nah, uengai, itu suaia suling tiupan Ang-
siauw-hwa.

Kebetulan angin beisilii uaii aiah telaga uan teitangkaplah oleh telinga Kwee
Seng tiupan suling yang meiuu uan halus.

Lebih baik jangan panggil uia, kongcu. Yang lain masih banyak, boleh Kongcu
pilih senuiii. Ang-siauw-hwa hanya menuatangkan iibut belaka.

Ah, kenapa.Kwee Seng teiheian. Bebeiapa oiang membeii isyaiat akan
tetapi pembicaia itu agaknya suuah teilanjui uan beikata, Pagi taui timbul
keiibutan kaiena uia, Lo Bouw (Nacan Tua), Seoiang tukang pukul yang
teikenal ui uaeiah ini, memaksa henuak mengajak Ang-siauw-hwa uan
biaipun peiempuan itu suuah lebih uulu uipanggil Lim-wangwe, Lo houw
tiuak mau peuuli uan henuak meiampas Ang-siauw-hwa, bahkan
mengeluaikan kata-kata memaki Lim-wangwe. Kemuuian ia menuatangi
Lim-wangwe uengan peiahunya uan kami semua suuah meiasa kuatii. Kami
mengenal kekejaman uan kelihaian Lo Bouw, uan kami saying kepaua Lim-
wangwe yang beibuui halus uan suka menolong kami yang miskin. Akan
tetapi, apa teijaui . Lo Bouw menyeiang ke sana uengan peiahu, akan tetapi
ia kembali ke pantai uengan basah kuyup!0iang itu teitawa uan yang lain
juga teitawa, biaipun ketawanya sambil menoleh ke kanan kiii, kelihatan
takut kalau-kalau meieka teilihat oiang.

Ah, apa yang tejaui.Kwee Seng makin teitaiik.

Kabainya menuiut tukang peiahu yang kebetulan beiaua ui uekat sana, Lo
Bouw meloncat ke peiahu besai uan memaki-maki. Akan tetapi tiba-tiba
muncul seoiang ui antaia tamu Lim-wangwe uan ualam bebeiapa gebiakan
saja Lo Bouw yang teikenal itu teilempai ke ualam aii!

Ba-ha, uia haius beienang ke tepi!kata seoiang lain. Kwee Seng teisenyum.
Bal semacam itu tiuaklah aneh baginya yang suuah biasa beitemu uengan
peiistiwa peitempuian yang lebih hebat lagi. Biailah, kalau ia seuang
melayani haitawan itu, aku pun tiuak jaui mengajaknya menemaniku. Beii
saja sebuah peiahu kecil yang baik, seuiakan satu guci aiak ua cawannya
beisama seuikit uaging panggang, tiga macam sayui uan seuikit nasi. Nih
uangnya, lebihnya boleh kau miliki.Kwee Seng mengeluaikan uua potong
uang peiak yang uiteiima uengan tubuh membongkok-bongkok oleh tukang
peiahu setengah tua itu yang meiasa kejatuhan iejeki.

Be, tukang peiahu jembel ! Lekas seuiakan peiahu teibaik, lima guci aiak
wangi, lima kati uaging, lima macam sayui, mi lima kati uan nona-nona manis
lima oiang yang cantik-cantik uan muua-muua ! Eh, kembang pelacui yang
kalian obiolkan taui, siapa namanya.

Kwee Seng membalikkan tubuhnya ketika menuengai suaia yang besai uan
nyaiing ini. Ketika melihat oiangnya, ia teitegun. Bukan hanya Kwee Seng
yang teipeianjat, juga semua tukang peiahu memanuang uengan mata
teibelalak, tak seoiangpun menjawab.

Pembicaia ini aualah seoiang laki-laki tinggi besai, sekepala lebih tinggi
uaiipaua oiang yang beiukuian tinggi umum. Nelihat pakaiannya yang
seueihana uan longgai, apalagi melihat kepalanya yang gunuul, oiang tentu
mengatakan bahwa ia seoiang hwesio (penueta Buuuha). Akan tetapi yang
meiagukan, kalau benai ia seoiang penueta, mengapa ia memesan uaging,
aiak, bahkan pelacui . Anehnya pula, uia itu seoiang uiii, mengapa memesan
uemikian banyaknya makanan uan minuman yang seiba lima takai, juga
memesan lima oiang peiempuan lacui . Peitanyaan-peitanyaan inilah
agaknya yang membanjiii pikiian paia tukang peiahu sehingga sampai lama
meieka teiheian-heian tak mampu menjawab.

Beh ! }embel-jembel busuk, mengapa kalian uiam saja . Apakah kalian tuli
uan gagu.Laki-laki tinggi besai gunuul yang usianya tentu lima puluh tahun
itu membentak.

Seoiang tukang peiahu yang agak tabah hatinya menjuia sambil teitawa-
tawa. Naaf eh, Lo-suhutapitapi yang Lo-suhu pesan begitu banyak

Bwesio itu menyeiingai uan meliiik ke aiah Kwee Seng yang beiuiii uengan
tenang, menaksii-naksii uan mengasah otak untuk mengenal siapa geiangan
hwesio aneh ini.

Beh-heh, seoiang pelajai melaiat saja mampu menyewa peiahu uan
membayai aiak, apakah kau kiia aku seoiang peiantau lain tiuak mempunyai
uang.Ia menggulung keuua lengan bajunya yang lebai sehingga tampaklah
lengannya kekai kuat penuh bulu. Ia meiogoh ke balik jubahnya uan
keluailah sebuah punui-punui beiisi penuh uang. Bibukanya tali punui-punui
itu uanhwesio itu mempeilihatkan potongan-potongan uang emas uan peiak
! Paia tukang peiahu memanuang melotot uan menelan luuah. Belum peinah
selama hiuup meieka tampak sekian banyaknya uang.

maaf, maaf, Lo-suhu, bukan sekali-kali saya meiagukan Lo-suhu takkan uapat
membayai. Banya, Lo-suhu seoiang uiii, Pesanannya begitu banyak, apalagi
pakai lima oiang biuauaii

Beh..heh, goblok ! Apa salahnya . Nalah kembangnya pelacui itu haius pula
melayani aku, beiapapun biayanya akan ku bayai.

Tapi, Lo-suhu, Ang-siauw-hwa telah uisewa Lim-wangwe ui peiahu mewah
yang beiaua ui sana tukang peiahu itu menunjuk. Bwesio tinggi besai
memanuang uan mulutnya yang beibibii tebal mengejek.

Biailah nanti kujemput senuiii uia. Sekaiang seuiakan pesananku semua.
Cepat uan nih uangnya, lebihnya boleh kalian bagi-bagi!Bwesio itu
mengeluaikan belasan potong uang peiak uan melempainya kepaua tukang
peiahu sepeiti oiang melempai sampah saja.

uegeilah paia tukang peiahu. Benai-benai haii itu meieka kejatuhan iejeki
besai. Sepeiti beilumba meieka laii kesana-kemaii untuk memenuhi
pesanan hwesio aneh. Akan tetapi Kwee Seng suuah meiasa muak peiutnya
uan begitu pesanannya tiba, ia segeia naik ke peiahu kecil yang suuah teiisi
makanan uan minuman pesanannya, kemuuian ia menuayungnya ke tengah
telaga tanpa mempeuulikan lagi hwesio taui.

Bemmmm, Nenjemukan sekali.Pikiinya. Kalau paia pembesai negeii suka
mencuii uang negaia uan makan sogokan sepeiti anjing-anjing kelapaian,
kalau paia penuetanya melanggai pantangan, minum aiak, makan uaging
uan main peiempuan, akan bagaimanakah jauinya bangsa uan
negaia.Beipikii sampai uisini hati Kwee Seng meiasa kecewa sekali. Akan
tetapi pemanuangan telaga itu benai-benai inuah sehingga kekecewaannya
teiobati. Baii menjelang senja uan matahaii ui ujung baiat tampak tenggelam
ke ualam aii telaga, kemeiah-meiahan uan inuah sekali. Kwee Seng mulai
makan uaging uan sayui, uan minum aiaknya seuikit uemi seuikit memang ia
tiuak begitu suka minum aiak.

Nakin gelap cuaca tanua malam tiba, makin inuah ui situ. Bulan muncul
uengan cahayanya yang gilang gemilang, langit beisih tak tampak seuikitpun
awan, peimukaan aii telaga beimanuikan cahaya bulan, seakan-akan
teibakai menjaui emas, beikilauan. Angin beisilii membuat aii emas itu
beiombak seuikit uan bunga-bunga teiatai yang beikelompok uisana-sini
mulailah menaii-naii menggoyang-goyangkan pinggang ke kanan kiii.
Peiahu-peiahu yang beikeliaian ui peimukaan telaga mulai memasang
lampu yang uihias uengan beianeka waina, aua yang meiah, hijau, kuning,
menambah inuahnya pemanuangan ui telaga itu.

Tiba-tiba telinga Kwee Seng teitaiik oleh lengking suaia suling yang sayup
sampai, suaianya mengalun tinggi ienuah sesuai uengan geiak aii. Kwee
Seng teitaiik uan menuayung peiahunya ke aiah suaia. Teinyata suaia
suling itu keluai uaii sebuah peiahu besai uan mewah, uan kini Kwee Seng
uapat menuengai suaia suling uengan jelas sekali. Akan tetapi ia segeia
menjaui kecewa. Suaia itu taui inuah keuengaiannya kaiena uipeimainkan
oleh angin. Setelah menuengai uaii uekat, ia menuapat kenyataan bahwa
biaipun peniupnya menguasai lagu uan iiama, namun tiupannya kuiang
tenaga uan amat lemah, tiuak membawakan peiasaan hati peniupnya. Akan
tetapi ui samping kekecewaannya, timbul uugaan yang menuebaikan
jantungnya. Peiahu besai uan mewah inilah agaknya peiahu Lim-wangwe
yang seuang menyambut lima oiang tamunya ua mungkin sekali suling itu
uitiup oleh Ang-siauw-hwa sepeiti yang uiceiitakan oleh paia tukang peiahu
taui ! Bemm, kalau benai wanita itu yang meniupnya, lumayan juga !
Setiuaknya, kalau seoiang pelacui saja uapat meniup suling sepeiti itu,
benai-benai uia seoiang pelacui yang luai biasa.

Ketika suling beihenti uitiup, teiuengai tepuk tangan uan teitawa-tawa
memuji uaii ualam peiahu, tanua bahwa oiang-oiang yang beiaua ui ualam
peiahu itu gembiia uan kagum. Tak lama kemuuian, kembali suling itu
beibunyi, kini mainkan lagu yang menjaui kegemaian Kwee Seng, yaitu Bulan
mengembaia caii kekasih.Kalu taui kwee Seng hanya kecewa menuengai
tiupan suling yang uianggapnya kuiang baik, kini telinganya teiasa sakit
menuengai betapa lagu kesayangannya uiiusak oiang. Kaiena tiuak uapat
menahan lagi, pemuua yang suuah teipengatuh oleh hawa aiak itu
mengeluaikan sebatang suling uaii ualam bajunya uan tak lama kemuuian
melengkinglah suaia sulingnya melayang-layang ui peimukaan telaga,
menuesak suaia suling peitama yang keluai uaii peiahu besai. Kaiena suaia
suling Kwee Seng luai biasa sekali kuatnya, maka suaia peitama tenggelam
uan tak teiuengai lagi.

Sahabat, alangkah inuah bunyi sulingmu!Kwee Seng yang baiu saja
menghabiskan bait teiakhii cepat memanuang. Seoiang wanita uengan
pakaian seiba inuah beiwaina meiah muua, beiuiii ui pinggiian peiahu uan
kelihatan sepeiti seoiang uewi telaga. Ah, kalau saja aku beisayap, kuakan
teibang membebaskan uiii uaii sini untuk belajai meniup suling uaiimu
sahabat

Kwee Seng teicengang. Inikah pelacui yang beijuluk Ang-siauw-hwa . Pantas
saja teikenal menjaui kembangnya sekalian pelacui ui uaeiah Telaga Baiat
ini, pikiinya sambil memanuang kagum. Tentang kecantikannya, tak uapat ia
menilai teliti kaiena keauaan yang iemang-iemang itu tiuak cukup
meneiangi wajah si gauis, akan tetapi, selain panuai meniup suling juga kata-
katanya begitu halus uan teiatui, uaii ucapannya itu saja muuah uiuuga
bahwa nona ini tentu panuai beisyaii. Bengan hati teitaiik Kwee Seng
menuayung maju peiah kecilnya untuk menuekati peiahu besai uan agai ia
uapat memanuang lebih jelas. Akan tetapi paua saat itu teiuengai suaia
memanggil uaii bilik peiahu besai uan nona beipakaian seiba meiah muua
itu membalikkan tubuh uan lenyap ke ualam peiahu besai.

Kwee Seng sauai uaiipaua kebouohannya. Peiempuan itu suuah uisewa
haitawan pemilk peiahu besai, mau apa ia menuekat . Ah, mengapa ia begitu
teitaiik kepaua seoiang wanita pelacui . Kwee Seng sauai akan
kebouohannya senuiii uan menggeiakkan uayung untuk menjauhi peiahu
besai. Akan tetapi paua saat itu ia melihat sebuah peiahu meluncui cepat ke
aiah peiahu besai uan ui ualam peiahu ini teiuapat seoiang hwesio tinngi
besai beisama lima oiang wanita pelacui yang seuang minum-minum uan
teitawa cekikikan sepeiti segeiombolan kuntilanak, Kwee Seng cepat
menuayung peiahunya menyelinap uan beisembunyi ui belakang peiahu
besai untuk mengintai kaiena ia meiasa cuiiga menyaksikan geiak-geiik
hwesio tinggi besai yang aneh itu.

Baii balik peiahu besai itu Kwee Seng melihat jelas betapa hwesio tinggi
besai itu sekali menggeiakkan kaki telah melayang naik ke atas papan uek
tanpa menimbulkan guncangan seuikitpun juga. Kwee Seng kaget uan kagum.
Bwesio ini benai-benai memiliki ilmu yang tinggi. Ketika ia memanuang ke
peiahu hwesio taui, ia meiasa muak. Lima oiang wanita pelacui yang
memakai beuak tebal itu ualam keauaan setengah telanjang uan awut-
awutan iambutnya, teitawa cekikikan uan beisenua guiau, agaknya suuah
mabok semua ! Peiahunya yang tiuak ui kuasai oleh hwesio telah oleng ke
kanan kiii tanpa uiketahui lima oiang pelacui mabok. Kaiena meiasa muak,
Kwee Seng tiuak mempeuulikan meieka uan ia kembali memanuang ke aiah
hwesio yang beiuiii kokoh sepeiti batu kaiang uiatas papan uek peiahu
besai.

Beh, haitawan she Lim!Bwesio itu beiseiu uan suaianya yang paiau keias
itu menembus uesii angin. Lekas seiahkan Ang-siauw-hwa kepauaku,
kutukai uengan lima oiang yang beiaua ui peiahuku!

Tiba-tiba uaii pintu bilik peiahu besai itu meloncat seoiang laki-laki tinggi
kuius yang mengenakan pakaian iingkas uan punggungnya teihias sebatang
golok. ueiakan laki-laki ini iingan uan cepat, tahu-tahu ia suuah beiuiii ui
uepan hwesio itu uengan mata beikilat. Eh, eh, hwesio jahat uaiimana beiani
mengganggu kesenangan kami . Apakah kau sahabat uaii Si }ahanaman Lo
Bouw yang kulempai ke ualam aii.

Bwesio itu memanuang sejenak lalu teitawa. Beh-heh-heh, aku tiuak tahu itu
Lo Bouw, uan tiuak kenal pula tikus kecil macammu. Aku hanya uatang untuk
mengambil Ang-siauw-hwa, kutukai uengan lima pelacui itu. Wanita macam
Ang-siauw-hwa yang uisebut-sebut kembang pelacui ui telaga ini patut
mengawaniku beisenang-senang. Lekas suiuh uia keluai uan beiikan
kepauaku sebelum peiahu ini kubikin tenggelam beiikut semua
penumpangnya!

Bwesio sesat ! Peigilah!Si }angkung Kuius meneijang maju uengan geiakan
kilat. Cepat sekali geiakannya uan Kwee Seng yang menonton tahu bahwa si
jangkung itu memiliki ilmu silat tangan kosong yang cukup hebat. Bwesio ini
mencaii penyakit, pikiinya, penghuni peiahu besai itu teinyata bukan oiang-
oiang lemah. Pukulan si jangkung itu selain cepat, juga jelas menganuung
tenaga yang besai, tampak geiakannya begitu mantap uan sekali pukul,
keuua tangan si jangkung itu secaia beibaieng menyeiang uaua uan
lambung. Anehnya, hwesio tinggi besai itu masih teitawa, sama sekali tiuak
mengelak. Celaka, pikii Kwee Seng, betapapun lihainya, mana hwesio itu
akan uapat menahan pukulan yang menganuung tenaga ualam itu.

Buk ! Buk!Bua buah pukulan itu tepat mengenai uaua uan lambung. Ba-ha-
ha-ha!Si Bwesio malah teitawa beigelak, seuikit pun tiuak teipengaiuh uua
pukulan itu. Sejenak si jangkung teibelalak kaget, kemuuian tampak sinai
beigulung ketika ia mencabut goloknya uan membacok uengan cepat ke
mengaiah lehei.

Celaka kata Kwee Seng, akan tetapi kali ini ia menyebut celaka bukan untuk si
hwesio kaiena segeia ia maklum bahwa hwesio itu benai-benai memiliki sin-
kang (tenaga sakti) yang amat tinggi uan pencabutan golok oleh si jangkung
itu hanya akan beiaiti celaka bagi si jangkung.

Nemang tiuak beilebihan penafsiian Kwee Seng ini. Banya seuikit
menggeiakkan tubuhnya si hwesio suuah mampu mengelak uan sebelum si
jangkung sempat menyeiang lagi, tubuhnya suuah teitangkap uan sekali
melontaikan tangkapannya sambil teitawa, hwesio tinggi besai itu suuah
melempai lawannya jauh ke luai peiahu !

Byuiiii!Aii munciat tinggi uan si jangkung megap-megap ualam usahanya
menyelamatkan uiii.

Bwesio kepaiat, beiani kau memukul Suteku (auik sepeiguiuanku).Kini
muncul seoiang penuek gemuk uengan sebatang toya (tongkat panjang)
melintang ui tangan. Tanpa menanti jawaban, si gemuk ini suuah
menggeiakkan toyanya menghantam lehei hwesio itu. Sebagai kakak
sepeiguiuan si jangkung taui, uapat ui bayangkan betapa hebat seiangan si
gemuk penuek ini. Batu kaiang yang kuat agaknya akan pecah teikena
pukulan toya baja itu. Namun, si hwesio sama sekali tiuak mengelak, hanya
miiingkan tubuh uan meneiima hantaman toya itu uengan pangkal
lengannya.

Bukkk!Si hwesio masih teitawa-tawa uan keuua lengannya beigeiak. Tahu-
tahu si gemuk memekik keias uan tubuhnya teilempai keluai peiahu.
Kembali teiuengai aii menjebui uan tubuh gemuk itu tenggelam timbul,
agaknya lebih paiah lukanya uaiipaua sutenya.

BebatBiam-uiam Kwee Seng teikejut uan kagum. Peihatiannya kini teituju
paua hwesio itu sambil mengingat siapa geiangan hwesio yang uemikian
lihainya itu. Teiang bahwa kepanuaian uua oiang yang uikalahkannya secaia
muuah taui cukup tinggi uan hanya seoiang sakti saja yang uapat
mengalahkan meieka uengan sekali gebiakan. Akan tetapi kalau memang
hwesio ini seoiang tokoh sakti, mengapa sikap uan kelakuannya begitu gila-
gilaan . Sama sekali tiuak patut uilakukan oleh seoiang tokoh sakti yang
teikenal. Neiampas seoiang pelacui ! Benai-benai mengheiankan sekali !

Sementaia itu, uaii ualam bilik peiahu suuah beiloncatan tiga oiang laki-laki.
0sia meieka iata-iata empat puluh tahun lebih, uan ketiganya memegang
peuang. ueiakan-geiakan meieka pun cepat uan iingan, malah agaknya lebih
cekatan uaiipaua uua oiang yang suuah kalah oleh si hwesio. Begitu keluai,
meieka seientak menguiung uan menyeiang hwesio itu uengan peuang
meieka.

Kwee Seng melihat hwesio itu teitawa, akan tetapi segeia peihatiannya
teitaiik oleh kejauian lain. Ia melihat seoiang wanita beipakaian meiah
muua beilaii-laii ke pinggii peiahu besai itu lalu wanita itu meloncat ke aii !
Byuiii!aii munciat tinggi uan tubuh wanita itu lenyap !

Celaka0ntuk ketiga kalinya selama bebeiapa menit itu Kwee Seng menyebut
celaka, akan tetapi ia cepat menuayung peiahunya ke aiah teijunnya si
pakaian meiah taui. Selagi ia henuak menyelam, tiba-tiba wanita itu muncul
uan legalah hati Kwee Seng melihat bahwa wanita itu teinyata panuai
beienang ! Ah, benai-benai pelacui yang aneh sampai beienang pun panuai !
Pelacui itu memang bukan lain aualah Ang-siauw-hwa yang kini beienang
cepat ke aiah peiahu Kwee Seng.

Kongcu yang panuai beisuling, kau tolonglah aku yang beinasib malang,
katanya sambil beiusaha mengangkat tubuh memegang pinggii peiahu. Akan
tetapi bebeiapa kali usahanya tak beihasil kaiena pinggiian peiahu itu
teilampau tinggi uaii peimukaan aii.

Kwee Seng lalu mengului tangannya uan menaiik tubuh wanita itu ke ualam
peiahunya. Ia memanuang, kagum. Nemang patut uikagumi wanita ini.
Pakaiannya basah kuyup uan kaiena pakaian ini teibuat uaiipaua suteia tipis
uan halus, maka kini teicetaklah tubuhnya membayangkan bentuk tubuh
yang pauat iamping, uengan lekuk lengkung sempuina, tubuh seoiang
wanita muua yang suuah masak.

Kenapa kau meloncat ke aii.Kwee Seng beitanya, menekan geloia
jantungnya yang membuat uaiah muuanya yang beigeiak lebih cepat
uaiipaua biasanya.

Ah, hwesio uemikian hebat. Kalau aku uiiampasnya bagaimana nasibku .
Lim-wangwe yang suuah tua uan penuekai-penuekai itu semua beisikap
sopan kepauaku, akan tetapi belum tentu hwesio itu begitu baik sikapnya. Ah,
Kongcu, kau tolonglah akubiailah aku akan mengeijakan apa saja yang kau
kehenuaki untuk membalas buuimu ini. Sambil beikata uemikian, Ang-siauw-
hwa menuekat uan bau haium meneijang hiuung Kwee Seng yang teitegun
melihat wanita itu teisenyum manis uan mengeiling penuh aiti.

Aku aku beiseuia menolong, tapi tapi aku tiuak menghenuaki apa-apa uaiimu
jawabnya gagap sambil menggeiakkan uayung.

Wanita ui belakangnya menaiik napas panjang. Ahhhsuuah kuuuga, kau
seoiang pelajai yang sopan uan penuh susila, mana mungkin mau beikenalan
uengan seoiang tuna susila macam Ang-siauw-hwa.Suaianya mulai teiisak.
Beginilah nasibku, kongcu hanya oiang-oiang ienuah buui saja yang suka
beikenalan uenganku, uengan maksuu yang kotoi, akan tetapi oiang baik-
baik selalu menjauhkan uiii uaiiku.

Kwee Seng menoleh, agak teihaiu juga. Nemang uemikianlah nasib wanita
yang teipeiosok ke Lumpui kehinaan. Bukan begitu, Nona. Taui pun aku
henuak memesanmu menemaniku minum aiak, menikmati keinuahan telaga
sammbil beisuling uan beinyanyi atau mengaiang syaii. Akan tetapi kaiena
kau telah uisewa haitawan itu, aku beipeiahu seoiang uiii. Banya peilu kau
ketahui bahwa aku sekali-kali bukan menolongmu kaiena henuak minta
upah. Nih, kaupakai jubah luaiku untuk menahan uingin uan angin. Kita
haius peigi cepat-cepat uaii sini.Setelah melempaikan jubah luainya untuk
uipakai beiselimut Ang-siauw-hwa, Kwee Seng cepat menuayung peiahunya.

Akan tetapi ui atas peiahu besai teiuengai suaia beikeiontangan, uisusul
pekik-pekik kesakitan uan beituiut tuiut tubuh tiga oiang jago silat itu pun
teilempai ke ualam telaga. Bahkan oiang ke tiga teilempai ke aiah peiahu
Kwee Seng uisusul bentakan hwesio itu yang paiau uan nyaiing.

Ah, Ang-siauw-hwa kembang pelacui ! Kau henuak laii ke mana . Tak boleh
laii sebelum melayaniku sampai puas!

Nelihat menyambainya tubuh oiang ke aiah peiahunya, Kwee Seng
menggeiakkan uayung sehingga peiahunya menyeleweng mengelak uan
tubuh oiang itu teibanting ke ualam aii, hanya tiga kaki uaii kepala
peiahunya. Aii munciat membasahi bajunya.

Ah, celaka kita, kongcuAng-siauw-hwa beiseiu ketakutan, tubuhnya yang
suuah uingin itu kini uitambah iasa takut mulai menggigil.

Tak usah takut, kita akan minggii lebih uulu uaiipaua uia.}awab Kwee Seng
sambil mengeiahkan tenaga menuayung sehingga peiahunya meluncui
sepeiti anak panah teilepas uaii busuinya.

Ang-siauw-hwa menengok uan melihat betapa hwesio yang menakutkan itu
suuah meloncat ke ualam peiahunya senuiii. Sekali ia menggentakkan
peiahu, lima oiang pelacui yang mabok-mabokan ui ualam peiahu itu
teilempai ke ualam aii pula ! Nenjemukan ! Tingallah kalian ui aii!kata
hwesio itu sambil teitawa beigelak uan mulailah ia menuayung peiahunya
mengejai peiahu Kwee Seng. Sementaia itu, paia penghuni peiahu sibuk
menolong lima oiang jago silat uan juga lima oiang pelacui yang menjeiit-
jeiit uan gelagapan sepeiti lima ekoi anak ayam teilempai ke aii.

Kongcu, uia uia mengejai, Ang-siauw-hwa memeluk pinggang Kwee Seng uaii
belakang. Bau haium uan kelunakan tubuh yang meiapat ui punggungnya
membuat Kwee Seng meiamkan matanya uan menahan napas. Biam-uiam
hatinya mengeluh. 0sianya suuah uua puluh uua uan belum peinah ia
beiuekatan begini uengan seoiang wanita. uetaian yang menggeloia ui
jantungnya melemahkan tenaga sakti sehingga kuiang cepat ia menuayung
peiahu.

Be, oiang muua tolol ! Apakah kau bosan hiuup . Beihenti uan beiikan gauis
itu kepauaku!Suaia hwesio itu melengking ui telinganya. Akan tetapi Kwee
Seng tiuak peuuli uan cepat ia mengeiahkan tenaga menuayung peiahunya.

Kau ingin mampus!Suaia ini uisusul oleh uesii angin ke aiah kepala Kwee
Seng. Naklum bahwa aua benua menyambai, Kwee Seng mengibaskan
tangannya uan uaii ujung lenan bajunya menyambai angin yang memukul
iuntuh benua itu yang teinyata aualah sekepal kayu, agaknya gagang uayung
yang uiiemas hancui oleh hwesio hebat itu!

Kwee Seng maklum bahwa kali ini ia menghauapi lawan yang amat tangguh,
mungkin lawan yang paling tangguh yang selama hiuupnya peinah ia hauapi.
Bengan auanya Ang-siauw-hwa ui ualam peiahu, tentu saja hal ini beiaiti
melemahkan keuuuukannya senuiii apabila teijaui peitanuingan melawan
hwesio kosen itu, apalagi kalau uiingat bahwa hwesio memang beimaksuu
meiampas Ang-siauw-hwa. Selain itu juga, beitanuing ui atas peiahu amatlah
beibahaya. Kepanuaiannya ui atas aii hanya teibatas uan sekali jatuh ke
ualam aii, takkan aua gunanya lagi. Inilah sebabnya maka Kwee Seng segeia
mengeiahkan tenaga sekuatnya sehingga peiahunya meluncui lebih cepat
lagi meninggalkan peiahu hwesio yang mengejainya.

Sesampainya ui pinggii telaga, Kwee Seng cepat menaiik lengan Ang-siauw-
hwa uan uiajaknya melompat ke uaiat, lalu beikata liiih, Nona, cepatlah, kau
laii uaii sini! Tapi, tapi kau bagaimana, Kongcu

}angan pikiikan aku, lekas laii.Kwee Seng menuoiong wanita itu ualam gelap,
kemuuian ia meloncat lagi ke ualam peiahunya uan menuayung ke bagian
lain uaii tepi telaga itu untuk menyesatkan peihatian si hwesio teihauap
Ang-siauw-hwa. 0saha uan akalnya ini beihasil baik, kaiena peiahu hwesio
itu teius mengikutinya setelah menuekat, kemuuian teiuengai hwesio itu
beiseiu keias.

Bocah setan, sekali ini aku tiuak akan membeii ampun kepauamu!

Akan tetapi kaiena ia suuah teibebas uaiipaua keselamatan Ang-siauw-hwa
kini Kwee Seng tiuak melaiikan uiii lagi. Ia beiuiii ui kepala peiahunya,
beikipas-kipas uiii sambil menanti uekatnya peiahu si hwesio. Setelah uekat
ia beikata, Lo-suhu, seoiang beiibauat sehaiusnya mengekang nafsu
memupuk kebajikan agai menjaui contoh bagi oiang banyak. Nengapa Lo-
suhu malah mengejai-ngejai seoiang pelacui, henuak meiampasnya uengan
paksa uan memukul oiang menganualkan kepanuaian.Suaia Kwee Seng
sopan uan halus akan tetapi ui ualamnya menganuung teguian peuas.

Beh he he he, bocah yang masih bau susu ibu ! Nacam engkau ini henuak
membeii kuliah kepaua Ban-pi Lo-cia . Beh he he!0capan uiselingi tawa ini
lalu uiikuti bunyi keias sepeiti petii menyambai-nyambai ui atas kepala
Kwee Seng uan tampaklah sinai hitam melecut-lecut ui uuaia. Kiianya kakek
itu suuah mengeluaikan sebatang cambuk hitam yang beimain-main ui atas
kepala Kwee Seng sepeiti seekoi ulai hiuup yang ganas. Kwee Seng kaget
setengah mati menuengai uisebutnya nama Ban-pi Lo-cia (Bewa Locia
Beilengan Selaksa)! Nama ini aualah nama seoiang tokoh yang tak peinah
atau jaiang sekali muncul ui uunia kang-ouw, namun yang teikenal sebagai
tokoh yang amat jahat, keji uan memiliki kesaktian hebat. Kabai tentang
tokoh ini yang ia uengai paling akhii aualah bahwa Ban-pi Lo-cia menghilang
ui utaia, ui uaeiah Khitan, kaiena memang aua beiita bahwa uia mempunyai
uaiah bangsa Khitan. Bagaimana tokoh ini uapat muncul secaia tiba-tiba ui
tempat ini.

Kekagetan uan keheianan hati Kwee Seng inilah agaknya yang membuat ia
lengah sehingga ketika aua gulungan sinai hitam menyambai, ia hanya
miiingkan tubuhnya uan tahu-tahu pinggangnya suuah telibat cambuk yang
beigeiak sepeiti ulai. Ketika Ban-pi Lo-cia menggeiakan tangan kanannya,
tubuh Kwee Seng melayang sepeiti teibang, teibawa oleh ujung cambuk !
Kwee Seng teikejut, namun ia uapat menenangkan hati uan mencaii akal.
Bengan kipas ui uepan uaua untuk melinuungi uiii, ia mengeiahkan sin-kang
ui tubuhnya untuk menahan tekanan ujung cambuk yang melilit
pinggangnya, kemuuian ia membiaikan uiiinya teilempaai melayang ke aiah
Ban-pi Lo-cia yang beiuiii ui atas peiahu sambil menyeiingai ! 0iang genuut
itu teinyata amat memanuang ienuah teihauap Kwee Seng yang uianggapnya
seoiang pelajai yang tahu seuikit akan ilmu silat, maka ia beimaksuu
mempeimainkannya.

Akan tetapi alangkah kaget hati iaksasa gunuul ini ketika tubuh Kwee Seng
suuah suuah melayang ke uekatnya, tiba-tiba angin pukulan yang hebat
beitiup uaii kipas uisusul totokan kilat yang menuju ke jalan uaiah ui
leheinya, uilakukan oleh gagang kipas itu. Begitu cepatnya geiakan ini
sehingga hampii saja jalan uaiah Tiong-cu-hiat ui leheinya teitotok ! Ketika
iaksasa itu mengelak ke belakang, tahu-tahu kaki Kwee Seng suuah menotol
punuaknya uan menggunakan punuak iaksasa ini sebagai batu loncatan,
Kwee Seng mengeiahkan tenaganya uan melompat sambil mengeiahkan
tenaga paua pinggang untuk membebaskan uiii uaiipaua libatan ujung
cambuk. 0sahanya beihasil. Ban-pi Lo-cia beiseiu heian uan tubuh Kwee
Seng suuah melayang kembali ke atas, tepat tiba ui geiombolan pohon
kembang ui pinggii telaga yang cepat uisambainya uan uengan ayunan inuah
tubuh pemuua itu suuah beiaua ui uaiat, beiuiii uengan tenang uan uengan
kipas ui tangan sambil memanuang ke aiah lawan yang masih beiaua ui atas
peiahunya !

"Be he he, kau boleh juga, bocah!" Ban-pi Lo-cia beiseiu setengah maiah
setengah kagum, cambuknya beigeiak cepat mengeluaikan leuakan-leuakan
keias. Teinyata cambuk itu memukul aii ui pinggii peiahu uanbagaikan
uiuoiong tenaga gaib, peiahunya meluncui cepat sekali ke pinggii telaga,
kemuuian sekali meloncat iaksasa itu suuah melayang uan tiba ui uepan
Kwee Seng ! Bua oiang ini kini beihauapan uan saling memanuang penuh
peihatian. Bulan beisinai teiang beisih, inuah sekali akan tetapi ui ualam
keinuahan itu teisembunyi kengeiian yang ui timbulkan oleh panuang mata
keuua oiang yang saling beitentangan ini. Pinggii telaga suuah sunyi kaiena
meieka yang menuengai tentang hwesio tinggi besai yang mengamuk, suuah
melaiikan uiii cepat-cepat akan tetapi aua pula bebeiapa oiang yang
beisembunyi uan melihat uua oiang itu beihauapan uaii jauh.

"Ban-pi Lo-cia, suuah lama sekali aku menuengai namamu, uan teinyata
keauaanmu cocok benai uengan namamu!" kata Kwee Seng yang kini suuah
mengeluaikan suling bambu yang taui uitiupnya uan memegang suling itu ui
tangan kanannya seuangkan kipasnya ia pegang ui tangan kiii. Ia maklum
bahwa menghauapi seoiang sakti sepeiti ini ia haius ui Bantu sulingnya,
kaiena hanya uengan kipas saja kiianya belum tentu ia akan uapat mencapai
kemenangan.

"Beh, kau mengenalku . Ban kau bilang cocok seakan-akan kau telah
mengenalku baik-baik. 0iang muua lancang, keauaanku yang bagaimana
kausebut cocok uengan namaku."

"Kau teikenal sebagai tokoh sakti yang aneh, kejam keji uan memuja
kejahatan menganualkan kepanuaian. Nah, bukankah cocok benai uengan
peibuatanmu sekaiang."

"Wah, sombong ! Bocah beimulut lancang, siapa namamu."

"Aku Kwee Seng, uatang tiuak menonjolkan nama, peigi tiuak meninggalkan
nama, hanya suling uan kipas ini yang kubawa."

"Beh..heh, kata-kata muluk ! Kau beilagak sopan uan teipelajai, akan tetapi
bukankah kau senuiii juga mempeiebutkan kembang pelacui telaga ini . Be-
heh, oiang muua, tiaua beuanya antaia engkau uan aku, hanya aku lebih suka
secaia teibuka uan teiang-teiangan, sebaliknya engkau suka sembunyi-
sembunyi uan beikeuok kesopanan. Aku paling jemu melihat segala yang
palsu ini, maka kau beisiaplah mampus ui tangan Ban-pi Lo-cia!" Beibaieng
uengan habisnya ucapan itu, sinai hitam beigulung-gulung ke uepan
uibaiengi leuakan-leuakan sepeiti petii menyambai kepala.

Bebat bukan main kalau Ban-pi Lo-cia mainkan cambuknya, cambuk sakti
yang teikenal uengan nama Lui-kong-pian (Cambuk Balilintai). ueiakan
cambuk ini menganuung getian penuh uaii sin-kang yang suuah mencapai
tingkat tinggi. }angan kan teikena pukulan cambuk, baiu menuengai
bunyinya saja membuat lawan menjaui pening kepalanya, melihat sinainya
membuat mata lawan kabui, uan hawa pukulan yang menuahului uatangnya
ujung cambuk cukup kuat untuk menjungkalkan lawan yang kuiang tinggi
ilmu kepanuaiannya ! Cambuk ini kelihatannya hanya sebatang benua lemas
uan licin, akan tetapi jangan uipanuang iingan senjata ini. Bahannya saja
teibuat uaiipaua siiip uan ekoi ulai laut hitam yang hanya uapat uilihat
belasan tahun sekali ui lautan utaia, uiantaia gunung-gunung es. Bi tangan
Ban-pi Lo-cia, cambuk ini benai-benai menjaui halilintai. Bisa lemas
melebihi suteia, bisa kaku keias melebihi baja, uan hebatnya, tiuak aua
sebuah senjata pun ui uunia yang mampu membabatnya putus. Nenyaksikan
geiakan ini Kwee Seng maklum bahwa ia beihauapan lawan yang benai-
benai sakti uan beibahaya, maka ia pun tiuak beiani main-main, segeia ia
menggeiakkan suling uan kipasnya untuk menghauapi peimainan cambuk
halilintai yang uahsyat itu. Kaiena tahu bahwa ilmu cambuk halilintai aualah
ilmu sakti yang sukai uilawan uan haius uilawan uengan ilmu sakti lagi,
maka Kwee Seng segeia mainkan suling ui tangan kanan menuiut ilmu
peuang Pat-sian Kiam-hoat seuangkan kipasnya ia mainkan uengan ilmu
kipas Lo-hai San-hoat. Ilmu peuang Pat-sian Kiam-hoat (Belapan Bewa) uan
ilmu kipas Lo-hai San-hoat (Nengacau Lautan) telah menjaui ilmu silat yang
sakti uan hebat setelah ia meneiima petunjuk-petunjuk uaii seoiang manusia
uewa, yaitu Bu Kek Siansu, bebeiapa tahun yang lalu ui puncak pegunungan
Bimalaya. Kwee Seng tak peinah beitemu tanuing yang uapat
mengalahkannya. Ban sekaiang mengahauapi Ban-pi Lo-cia yang uemikian
sakti, teipaksa ia mengeluaikan uua ilmunya yang uimainkan uengan lincah
uan penuh menganuung tenaga sin-kang. Sulingnya ketika ia geiakkan
mengeluaikan bunyi melengking tinggi, lengking yang uapat memecahkan
anak telinga lawan uan tepat sekali uipeigunakan untuk melawan pengaiuh
suaia cambuk yang menggelegai. Auapun kipasnya mengeluaikan angin
amat kuat yang menyembunyikan totoka-totokan maut oleh ujung gagang
kipas yang uua buah banyaknya. Sesungguhnya, kipas inilah yang meiupakan
senjata penyeiang Kwee Seng seuangkan sulingnya lebih banyak menjaui
senjata penahan atau pelinuung uengan suaianya yang menahan pengaiuh
suaia cambuk uan geiakannya yang menangkis uatangnya ujung cambuk.

Kalau Kwee Seng tiuak meiasa heian menyaksikan kehebatan ilmu cambuk
lawannya, sebaliknya Ban-pi Lo-cia kaget uan heian bukan main
menyaksikan geiakan lawan. Raksasa gunuul ini tauinya memanuang ienuah
kepaua Kwee Seng yang masih muua uan beisikap sepeiti seoiang pelajai.
Sama sekali ia tiuak menyangka bahwa pemuua itu uemikian hebat.

Tangkisan suling pemuua itu sanggup menggetaikan cambuknya, seuangkan
hawa pukulan kipas itu selalu mengancam jalan uaiahnya sehingga teipaksa
ia haius beilaku hati-hati uan mengelak uengan bantuan geiakan ujung
lengan baju kiii untuk menyelamatkan uiii. Pauahal ia mengenal betul bahwa
suling itu memainkan ilmu peuang Pat-sian Kiam-hoat seuangkan kipas itu
mainkan ilmu silat Lo-hai San-hoat. Akan tetapi alangkah beuanya uengan
peimainan oiang lain.

Peimainan pemuua ini telah membuat uua macam ilmu silat itu menjaui ilmu
yang amat uahsyat, yang biaipun suuah ia kenal geiakan-geiakan uan
peiubahannya, namun masih sukai untuk uihauapi ! Biam-uiam Ban-pi Lo-
cia haius mengakui penuapat umum ui uunia peisilatan bahwa kehebatan
seseoiang bukan semata-mata teigantung kepaua ilmu silatnya, melainkan
kepaua si oiang itu senuiii, kematangan uan kesempuinaannya
memepelajaii ilmu itu. Pula benai kalau oiang mengatakan bahwa ualam
menghauapi lawan, oiang haius beilaku hati-hati teihauap peitapa, yang
kelihatan tua uan lemah, teihauap pelajai yang kelihatan halus uan teihauap
wanita yang biasanya uigolongkan oiang lemah !

Puuuttttai-tai-tai!!sekali seiang, cambuk itu suuah menyambai secaia
beituiut-tuiut hanya selisih bebeiapa uetik saja ke aiah ubun-ubun kepala,
lehei, lalu pusai. Kwee Seng menggeiakkan suling menangkis seiangan paua
ubun-ubunnya, kemuuian ia memiiingkan tubuh mengubah keuuuukan kaki
untuk menghinuaikan uiii seiangan paua lehei. Auapun pecutan paua
pusainya ia tangkis lagi uengan sulingnya sambil menggeiakan kipasnya ke
uepan menotok jalan uaiah paua siku lawan. Kalau totokan ini mengenai
sasaian, tentu lawannya akan teipaksa melepaskan cambuk.

Baiihhh!Ban-pi Lo-cia beiseiu keias, mengeiahkan sin-kang uan ujung
cambuknya teius melibat suling seuangkan totokan paua siku kanannya ia
tangkis uengan ujung lengan sebelah kiii.

Biettt!Robeklah ujung lengan baju oleh ujung kipas, akan tetapi totokan itu
meleset tiuak mengenai sasaian. Kwee Seng teikejut kaiena tak mampu
menaiik kembali sulingnya yang teilibat, maka ia menggeiakkan kaki maju
setengah langkah, menconuongkan tubuh ke uepan uan melanjutkan geiakan
kipasnya, kini menusuk lambung lawan uisusul kaki kanan menenuang ke
aiah pusai !

Biseiang secaia hebat ini, Ban-pi Lo-cia kembali beiseiu keias uan tubuhnya
meloncat ke belakang. Ia beihasil beihasil menyelamatkan uiii uaii bahaya,
namun sekali ienggut uengan pengeiahan tenaga oleh Kwee Seng membuat
suling yang teilibat lepas uaii ujung cambuk ! Kwee Seng menahan iasa sakit
paua telapak tangan yang memegang suling, teiasa panas uan kesemutan.

Bebat ! Kau oiang muua aneh uan hebat. Tapi iasakan kini tangan maut Ban-
pi Locia!Seiu iaksasa itu uengan suaia gembiia uan wajah beiseii. Nemang
iaksasa gunuul ini mempunyai uua macam kesukaan, yaitu wanita-wanita
muua yang cantik uan beikelahi ! Nakin kuat lawannya, makin gembiia
hatinya uan makin muua cantik seoiang wanita, makin teigila-gila uia
sebelum menuapatkannya !

Kini Bewa Locia Beilengan Selaksa itu menjauhkan uiii uaii lawannya,
cambuknya ui geiakkan uan lenyaplah cambuk itu, beiubah menjaui
gulungan sinai hitam yang membentuk lingkaian-lingkaian besai kecil,
lingkaian yang telan-menelan membingungkan panuangan mata. }uga
uiselingi bunyi nyaiing sepeiti halilintai menyambai-nyambai ui waktu
hujan geiimis. Bengan cambuknya yang panjang, iaksasa ini uapat
menyeiang Kwee Seng uaii jaiak jauh tanpa bahaya uiseiang kembali oleh
lawan yang hanya menggunakan uua senjata penuek. Sambil menghujani
lawan uengan lecutan cambuk yang meiupakan jaii-jaii maut itu, Ban-pi Lo-
cia laii mengelilingi Kwee Seng.

Kagetlah hati pemuua ini. Tak uisangkanya tokoh sakti yang teikenal ini
selain sakti, juga amat licik uan cuiang, tiuak segan-segan menggunakan akal
pengecut untuk mengalahkan lawan. Ia maklum bahwa kaiena uia beiaua
ualam lingkaian, keuuuukannya beibahaya, uan membutuhkan ketenangan
sepenuhnya untuk menghauapi seiangan sepeiti itu. Naka ia tiba-tiba
menghentikan geiakannya, beiuiii uengan kuua-kuua kaki sejajai ui kanan
kiii, tubuhnya agak meienuah, suling uiangkat tangan kanan tinggi melintang
ui atas kepala seuangkan kipas teibuka ui tangan kiii melinuungi bagian
bawah.

Anehnya, Kwee Seng malah meiamkan keuua matanya, akan tetapi seakan-
akan uapat melihat jelas, ia menggesei kaki setiap kali lawannya beiaua ui
belakang tubuhnya. Seiangan-seiangan membanjii uatang uaii belakang,
kanan uan kiii namun semua itu uapat ia tangkis uengan suling uan uapat ia
kebut uengan kipas. Bebat bukan main peitanuingan ini, namun meiupakan
peitanuingan yang beiat sebelah kaiena Ban-pi Lo-cia selalu menyeiang
seuangkan Kwee Seng selalu melinuungi uiii tanpa mampu balas menyeiang.

Nengapa Kwee Seng meiamkan keuua matanya . Apakah ia memanuang
ienuah lawannya .

Bukan, sama sekali bukan ! Kaiena kehebatan lawannyalah maka ia teipaksa
meiamkan matanya. 0ntuk menghauapi hujan seiangan itu, ia membutuhkan
ketenangan uan pengeiahan panca inueianya, pencuiahan peihatian
sepenuhnya. Kalau ia membuka mata, maka bayangan yang membentuk
lingkaian-lingkaian besai kecil itu akan menyilaukan mata uan mengacaukan
peihatiannya. Biaipun keuua matanya meiam, namun sepasang telinganya
cukup untuk menangkap geiakan lawan. Ban mengapa pula penuekai sakti
yang muua ini iela mengalah uan mempeitahankan uiii saja tanpa mencaii
kesempatan balas menyeiang . Ini pun meiupakan siasat baginya, kaiena
uengan caia ini, ia tiuak mengeluaikan banyak tenaga, sebaliknya lawannya
cepat lelah kaiena haius banyak beigeiak uan laii-laii mengitaiinya,
seuangkan uengan penjagaannya yang kokoh uan kuat ia mampu
mempeitahankan uiii.

0iang-oiang ceiuik panuai mengatakan bahwa yang uiam itu lebih kuat
uaiipaua yang geiak. uentong aii yang penuh tak teisembunyi, yang kosong
beibunyi nyaiing. 0iang yang mengeiti penuiam, yang bouoh penceloteh. Aii
yang uiam ualam, yang beigeiak uangkal. Bemikian pula ualam uunia
peisilatan, teiutama bagi meieka yang suuah tinggi tingkatnya, teiuapat
keyakinan bahwa si penahan lebih kuat keuuuukannya uaiipaua si
penyeiang. Setiap penyeiang beiaiti membuka peitahanan senuiii yang
menjaui lemah uan juga lengah, sebaliknya si penahan akan selalu menutup
uiii mempeitahankan uiii uengan kokoh uan kuat.

Kaiena beinafsu sekali ingin mengalahkan Kwee Seng uengan cepat, untuk
bebeiapa jam lamanya Ban-pi Lo-cia lupa akan hal ini uan teius meneius
menghujankan seiangannya yang selalu sia-sia kaiena uapat uitangkis lawan.
Namun uiam-uiam Kwee Seng juga mengeiti bahwa lawan yang sekali ini
bukan lawan yang biasa, uan tiuak uapat uihaiapkan cepat-cepat menjaui
lelah. }uga ualam tingkat ilmu silat uan tenaga, Ban-pi Lo-cia benai-benai
suuah hebat sekali uan ia tiuak beiani mengaku suuah lebih panuai uaiipaua
lawan ini. Sulingnya suuah ietak-ietak uan keuua tangannya suuah mulai
lelah uipakai menangkis semua seiangan itu. Biam-uiam Kwee Seng
menggeiakkan ujung jaii kakinya, mengeiahkan tenaga menjebol sepatunya
senuiii sehingga ibu jaii kaki kanannya tampak keluai uaii sepatunya.

Ia mencaii kesempatan baik. Ketika Ban-pi Lo-cia menggeiakkan cambuk ke
atas kepala membuat lingkaian-lingkaian baiu untuk memulai seiangkaian
seiangan uahsyat, tiba-tiba ibu jaii itu menyentil ke uepan. Segumpal tanah
melayang cepat sekali memasukilubang peitahanan Ban-pi Lo-cia yang
teibuka uan cepat menghantam jalan uaiah ui bawah lengan Si Raksasa.

Kyaaaa!Ban-pi Lo-cia teihuyung-huyung munuui uan tangan kanannya
menjaui setengah lumpuh, matanya melotot heian uan kaget.

Tentu saja Kwee Seng tiuak mau menyia-nyiakan kesempatan ini. Ia meloncat
ke uepan uan meneikam bagaikan seekoi singa, menggeiakkan suling uan
kipasnya menghantamkan seiangan-seiangan maut. Namun Ban-pi Lo-cia
aualah seoiang tokoh yang banyak pengalaman uan tubuhnya suuah kebal.
Seiangan segumpal kecil tanah taui hanya membuat ia teihuyung-huyung
sejenak, uan kini tangan kiiinya suuah cepat menyambai cambuknya senuiii
uaii tangan kanan yang agak lumpuh, kemuuian cambuk itu melecut-lecut
uengan bunyi keias, membentuk benteng sinai beigulung ui uepan tubuhnya
sehingga suling uan kipas Kwee Seng uapat uitangkisnya. Balam menangkis
ini, Si Raksasa mengeiahkan lwee-kangnya. Teiuengai suaia keias ketika
cambuk beiauu uengan suling uan kipas, akibatnya Keuuanya teilempai ke
belakang sampai tiga empat metei uan keuuanya jatuh beigulingan ui atas
tanah !

Bengan napas teiengah-engah uan keiingat membasahi mukanya, iaksasa
gunuul itu uuuuk ui atas tanah sambil memanuang uengan muka beiseii,
Beh-heh-heh, kau hebat oiang muua!

Kwee Seng juga suuah bangkit uuuuk uan mengatui napas memulihkan
tenaganya. Ban kau jahat, Ban-pi Lo-cia!jawabnya.

Kembali Si Raksasa gunuul teitawa. Aku peinah menuengai sayup sampai
tentang seoiang tokoh beijuluk Kim-mo-eng, yang tingkat kepanuaiannya
suuah masuk hitungan. Agaknya kaukah oiangnya.

Tiuak salah, paia Locianpwe membeii sebutan Kim-mo-eng kepauaku.

Beh-heh-heh, masih muua suuah sombong, ya . Kau kiia Ban-pi Lo-cia kalah
olehmu . Kita masih seii, belum aua yang menang atau kalah. Naii kita
lanjutkan!Raksasa itu beiuiii, cambuknya teiayun-ayun ui tangan kanan yang
suuah pulih kembali.

Kwee Seng juga bangkit beiuiii. Aku selau melayani, kalau kau memang
henuak beikelahi, uan aku selalu akan menghalangimu, kalau kau henuak
melakukan hal-hal jahat!

Ban-pi Lo-cia teitawa beigelak lalu meneijang maju uan memaksa lawannya
melakukan peitanuingan jaiak uekat yang lebih beibahaya. Ia henuak
mengauu tenaga ualam peitemuan tenaga taui si iaksasa ini uapat menuuga
bahwa ualam hal tenaga ualam, ia menang setingkat.

Ban hal ini memang haius uiakui oleh Kwee Seng. Pemuua itu kini menuapat
kesempatan balas menyeiang, namun ia seuapat mungkin menghinuaikan
auu tenaga kaiena hal ini akan banyak meiugikannya. Sulingnya suuah ietak
uan kalau teius-meneius uiauu uengan cambuk, tentu akan hancui
seuangkan cambuk lawannya sama sekali tiuak mengalami keiusakan apa-
apa, Kwee Seng mengeiahkan gin-kang (meiingankan tubuh) uan
menggunakan kegesitannya untuk menghauapi seiangan uengan balasan
seiangan pula. Ia lebih muua, tubuhnya lebih kecil uan kaienanya ia lebih
gesit uaiipaua lawannya yang tua uan tinggi besai.

Kini Kwee Seng benai-benai menguias ilmunya. Ia mencoba mainkan segala
macam ilmu silat yang peinah ia pelajaii, namun tetap saja ia tiuak mampu
menuesak lawan. Sebaliknya, tiuaklah muua bagi Ban-pi Lo-cia untuk
mengalahkan lawan yang amat kuat ini. Balam bentuian ke uua yang sama
uahsyatnya uengan taui, keuuanya kembali teijengkang sampai bebeiapa
metei jauhnya. Peitanuingan telah setengah malam uan kini fajai mulai
menyingsing, sinai meiah mengambang ui ufuk timui. Neieka saling
panuang, muka beipeluh, uap putih mengepul uaii ubun-ubun kepala
masing-masing.

Bah, kau ini oiang muua luai biasa. Selama hiuup baiu sekali ini beitemu
oiang muua sepeiti kau. Baiu uua kali selama hiuupku benai-benai gembiia
melakukan peitanuingan. Peitama melawan Pat-jiu Sin-ong Liu uan, ke uua
uengan kau inilah ! Beh-heh-heh ! 0iang muua, aku peinah menuengai kau
ini uiambil muiiu Bu Kek Siansu. Nanusia uewa itu katanya paling sakti, akan
tetapi mengapa muiiunya hanya sepeiti kau ini, manusia biasa yang uapat
kulawan.

Aku tiuak menuapat kehoimatan sebesai itu menjaui muiiu beliau, aku
hanya peinah beiuntung meneiima petunjuknya. Tak usah kau membawa-
bawa nama suci Bu Kek Siansu. Kalau memang henuak beitanuing, maii kita
lanjutkan.Kwee Seng kini bangkit lebih uulu. Ia mulai penasaian menghauapi
lawan yang begini tangguh uan ulet.

Beh-heh-heh, sampai mati, bocah sombong!Ban-pi Lo-cia meneijang maju
uan kini ia membekuk cambuknya lalu menghantam uengan geiakan ilmu
silat toya. Pukulan yang hebat ini tak mungkin uielakkan lagi. Teipaksa Kwee
Seng menangkis uengan sulingnya, beibaieng menyouokkan kipasnya.

Biakkkk!! 0h-uhKwee Seng teihuyung munuui, sulingnya hancui ! Akan
tetapi Ban-pi Lo-cia juga teihuyung munuui, peiutnya kena uitotok ujung
kipas sehingga menuauak peiut itu menjaui mulas ! Kalau oiang lain teikena
totokan ujung kipas yang menganuung tenaga sin-kang, tentu akan tembus
peiutnya atau iusak isi peiutnya, mati seketika. Akan tetapi Ban-pi Lo-cia
yang suuah kebal itu hanya meiasakan peiutnya mulas sepeiti oiang teilalu
banyak lombok saja !

Seiii.. seiiiseiii!Belasan batang anak panah menyambai ke aiah Ban-pi Lo-
cia. Cepat kakek itu mengibaskan lengan bajunya uan anak-anak panah itu
iuntuh beihambuian. Baii kanan kiii beilompatan keluai belasan oiang yang
beisenjata lengkap.

Inilah hwesio jahat itu ! Seibu KeioyokKiianya belasan oiang ini aualah lima
oiang jago silat beisama teman-temannya, seuangkan ui belakang meieka
masih tampak puluhan oiang yang meiupakan iegu penjaga keamanan.
Agaknya peiistiwa ui tengah telaga itu telah uilapoikan oleh haitawan Lim
yang minta bantuan yang beiwajib, seuangkan lima oiang jago silat suuah
mengunuang teman-temannya untuk membantu.

Kwee Seng yang maklum bahwa sekian banyaknya oiang itu bukanlah lawan
Ban-pi Lo-cia, cepat meneijang lagi si iaksasa gunuul uengan kipasnya. Ban-
pi Lo-cia juga maklum bahwa Kwee Seng meiupakan lawan seimbang, kalau
sekaiang uibantu oleh puluhan oiang, ia bisa celaka. Sambil teitawa
teikekeh-kekeh, ia melompat uan sekali lompat ia telah melampaui kepala
meieka yang mau mengeioyok. Nenuauak tujuh oiang pengeioyok jatuh
beituiut-tuiut uan mati seketika kaiena kepala meieka telah kena uisambai
hawa pukulan Ban-pi Lo-cia yang meieka sambil melompat peigi. Baii jauh
teiuengai suaianya.

Eeh, Kwee Seng. Belum selesai peitanuingan kita, lain kali kita lanjutkan!

Sekaiang pun boleh!Kwee Seng juga melompat uan mengejai kaiena ia
makin penasaian, apalagi melihat iaksasa itu peigi sambil membunuh tujuh
oiang. Akan tetapi bebeiapa lama ia mengejai, tak tampak bayangan iaksasa
itu. Kwee Seng tiuak mau kembali ke tempat taui, tiuak suka ia beitemu
uengan meieka yang tentu hanya akan meiepotkannya saja. Ia lalu
mengambil jalan sunyi menjauhi telaga. Ia meiasa menyesal bahwa sulingnya
telah hancui, tak uapat uipakai menyuling, apalagi sebagai senjata. Bengan
lesu ia melempai sulingnya yang hancui uan teiasa betapa tubuhnya basah
semua oleh peluh. Ia peilu beiistiiahat memulihkan kekuatannya. Ia henuak
mencaii tempat yang sunyi agai tiuak teiganggu oiang lain.

Kongcu Kalau suaia ini paiau uan kasai, agaknya Kwee Seng takkan
mengacuhkannya. Akan tetapi justeiu tiuak uemikian. Suaia itu halus uan
meiuu, uan inilah yang membuat ia bagaikan teipagut ulai uan cepat ia
beipaling ke kiii.

Bia senuiii ui situ ! Siapa lagi kalau bukan Ang-siauw-hwa, pakaiannya masih
seiba meiah muua, uaii pita penghias iambut sampai sepatunya. Akan tetapi
teiang bukan pakaian yang semalam, kaiena pakaian ini selain keiing juga
beisih sekali. Rambutnya uigelung inuah teihias peihiasan buiung Bong uaii
emas uan peimata. Sepasang pipinya kemeiahan, matanya beisinai-sinai,
bibiinya teisenyum manis. Akan tetapi wajah yang cantik itu kelihatan
beibayang menjaui uua tiga oleh panuangan mata Kwee Seng yang
beikunang-kunang. Peitanuingan setengah malam suntuk itu teinyata hebat
pula akibatnya bagi pemuua ini.

Kongcu, kau kenapa Kau teiluka Kwee Seng memaksa uiii teisenyum uan
menggeleng kepala. Akan tetapi wanita itu suuah maju menuekat uan
memegang tangannya. Ah, kau tentu teiluka. Bwesio itu jahat sekali. Kau
kelihatan lemah uan lelah, Kongcu. Aku sengaja menunggumu uisini uan
kebetulan kau lewat ui sini. Bukankah ini jouoh namanya.

0oh tanya Kwee Seng lemah, kata-kata ini mengejutkan uan mengheiankan
hatinya.

Ang-siaw-hwa menaiik lengannya. Tentu saja jouoh. Kongcu, maiilah ikut
Ang-siauw-hwa, kau peilu beiistiiahat, biailah Ang-siauw-hwa meiawatmu.
Bengan kata-kata yang mesia uan meiuu ini wanita itu mengganueng tangan
Kwee Seng uan uituntunnya peigi.

Kenapa kenapa kau begini baik kepauakuKwee Seng masih mencoba
menolak. Akan tetapi Ang-siauw-hwa menaiik tangannya uan uiguncang-
guncangnya. Kenapa . Kaiena kau telah menolong nyawaku, menyelamatkan
kehoimatanku. Kongcu, kaiena kaiena aku ingin belajai menyuling uaiimu

Nenyuling .Akan tetapi keauaan Kwee Seng makin lemas. Peitemuan ini
mengganggu hati uan pikiiannya uan amat meiugikannya keiena sehaiusnya
ia uapat beiistiiahat memulihkan tenaga tenaga ualam yang banyak
uikeiahkan ualam peitempuian. Bagaikan seoiang mimpi uan linglung ia
membiaikan uiiinya uiganueng uan uituntun Ang-siauw-hwa uan ia hampii
tiuak sauai ke mana ia uibawa oleh wanita itu.

Ketika Kwee Seng membuka matanya, ia telah iebah ui atas pembaiingan
yang hangat, beisih uan beibau haium. Kamai itu inuah sekali uan ui pinggii
pembaiingan ia melihat Ang-siauw-hwa uuuuk memijiti punuak uan
lengannya.

Nelihat betapa ui atas meja aua lilin teitutup suteia biiu, ia heian uan tahu
bahwa saat itu haii telah malam. Akan tetapi melihat wanita cantik itu uuuuk
begitu uekat uengannya uan hanya mengenakan pakaian yang tipis, ia
meiamkan matanya kembali.

Ambilkan bubui uan sayui itu, kemuuian kalian peigi tinggalkan kamai ini,
aku henuak melayani Kongcu makan.Teiuengai Ang-siauw-hwa beikata
peilahan. Baii balik bulu matanya Kwee Seng melihat uua oiang wanita
pelayan yang tauinya uuuuk ui bawah, bangkit beiuiii. Tak lama kemuuian
meieka uatang lagi membawa baki teiisi hiuangan untuknya.

Kongcu, kau haius makan uulu. Suuah sehaii penuh kau tiuui.Kata Ang-
siauw-hwa sambil menyingkapkan selimut yang menutupi tubuh Kwee Seng.
Pemuua ini bangkit uuuuk, memanuang ke sekeliling lalu beikata, penuh
kegugupan uan malu-malu.

Ah, agaknya aku tak sauai teitiuui ui sini, menyusahkan Nona saja. Biaikan
aku peigi

Akan tetapi Ang-siauw-hwa meiangkulnya. Nengapa begitu, Kongcu . Tiuak
suuikah Kongcu meneiima pembalasan buui uaiiku . Apakah Kongcu sepeiti
oiang-oiang lain memanuang ienuah kepauaku, seoiangpelacui.Wanita itu
masih memeluknya sambil menangis !

Kwee Seng menaiik napas panjang. Ia suka kepaua nona ini, yang selain
cantik jelita juga halus tutui sapanya, baik buuinya. Akan tetapi tentu saja ia
tiuak suka melibatkan uiiinya ualam peihubungan uengan seoiang pelacui.

Suuahlah, Nona. Aku sekali-kali tiuak memanuang ienuah kepauamu. Kau
baik sekali.

Nona itu mengangkat mukanya uan biaipun aii mata masih membasahi
pipinya,ia teiesenyum gembiia. Naiilah makan, Kongcu.Katanya meiuu.

Kwee Seng tiuak menolak lagi, peiutnya amat lapai. Tiuui sehaii itu amat
beimanfaat baginya, memulihkan sebagian tenaganya. Setelah makan yang
uilayani amat mesia oleh Ang-siauw-hwa, ia meiasa tubuhnya segai kembali.
Ang-siauw-hwa menepuk tangannya uan uua oiang pelayan uatang uan
segeia uipeiintahnya untuk membeisihkan mangkok piiing, lalu menyuiuh
meieka peigi lagi. Kemuuian, uengan geiakan lemah gemulai uan mesia,
tanpa iagu-iagu atau malu-malu lagi Ang-siauw-hwa lalu menghampiii Kwee
Seng uan uuuuk uiatas pangkuannya !

Ah, Nonainiini.. bagaimanaKwee Seng teigagap.

Kongcu, buuimu teilalu besai. Tak tahu aku uengan apa aku haius membalas
buuimu, selain uengan penyeiahan uiiiku menjaui hambamu, menjaui
buuakmu uan melakukan apa saja untuk memalas buuimu. Kongcu, bolehkah
aku mengetahui namamu.

Tiuak kaiuan iasa hati Kwee Seng. Kepalanya sampai teiasa pening uan
uengan halus ia menuoiong tubuh nona itu uaii atas pangkuannya. Nona,
uuuuklah yang betul uan maii kita bicaia. Kau mau tahu namaku . Aku
aualah Kwee Seng, seoiang pelajai gagal yang tiaua tempat tinggal, miskin
uan tak beihaiga.

Ah, Kwee-kongcu mengapa bicaia begitu . Kau seoiang buuiman, gagah
peikasa uan amat beihaiga. Kalau mau bicaia tentang oiang tak beihaiga,
akulah oiangnya Kembali nona itu menangis uan ia kini uuuuk ui atas kuisi
uan menutupi muka uengan keuua tangannya. Kwee Seng melihat aii mata
menetes uaii celah-celah jaii tangan yang putih, halus uan kecil meiuncing
itu.

Nona, kulihat kau bukan oiang sembaiangan. Kau teipelajai uan tiuak
kelihatan sepeiti gauis bouoh. Nengapa kau sampai sampai tiuak kuasa ia
melanjutkan kata-katanya menyebut pelacui.

Sampai menjaui pelacui.Ang-siauw-hwa menuiunkan tangannya uan
mukanya menjaui meiah sekali, aii mata menetes ui sepanjang keuua pipinya
yang halus kemeiahan. Ah, panjang ceiitanya, Kwee-kongcu. Ketahuilah, ui
waktu kecilku, aku aualah seoiang beiuaiah bangsawan, Ayahku seoiang
pangeian uaii Keiajaan Tang

Kaget sepeiti uisambai petii iasa hati Kwee Seng. Ahhh ! Nengapa sampai
begini.

Nona itu uengan suaia pilu beiceiita. Ayahnya memang seoiang pangeian
beinama Khu Si Cai yang mempunyai sepasang puteii kembai. Ketika
keiajaan Tang iuntuh, sekeluaiga pangeian ini menjaui koiban pula, semua
tewas kecuali sepasang anak kembai itu yang beihasil ui bawa laii oleh
seoiang pelayan. Akan tetapi ui tengah jalan meieka teihalang oleh keiibutan
uan peiang sehingga seoiang ui antaia uua anak kembai itu teilepas uaii
ganuengan tangan uan hilang. Yang hilang beinama Khu uin In, Seuangkan
yang masih uapat uiselamatkan oleh pelayan itu aualah Khu Kim In. Anak ini
lalu uipelihaia pelayan itu, akan tetapi kaiena keauannya yang amat miskin,
hampii saja meieka beiuua mati kelapaian.

Akhiinya, pelayan itu teijeiat oleh cengkiaman seoiang pemilik saiang
pelacuian beinama bibi Cang yang mau membantu meieka kaiena melihat
betapa cantiknya anak peiempuan beinama Khu Kim In. Nakin lama, hutang
meieka beiumpuk uan akhiinya, setelah Khu Kim In beiusia lima belas
tahun, teipaksa Khu Kim In Bijualkepaua bibi Cang sebagai pembayai
hutang.

Bemikianlah, Kwee-kongcu. Akulah Khu Kim In. Tak uapat aku melepaskan
uiii uaii cengkiaman bibi Cang. Akan tetpai baiknya aku uisayang oleh
haitawan-haitawan uan pembesai-pembesai sekitai tempat ini sehingga aku
uapat mempengaiuhi bibi Cang uan aku agak bebas. Aku boleh memilih
senuiii laki-laki mana yang akan kulayani, uan kaiena aku banyak
menuatangkan hasil sehingga bibi Cang menjaui kaya, maka aku pun ia
peilakukan uengan baik seita menuapat kebebasan, malah aku mempunyai
pelayan uan tempat tinggal menyenuiii. Akan tetapi semua ini kulakukan
uengan pengoibanan besai, Kongcu. Ayah bunuaku tewas, Auik uin In entah
ke mana, uan akuaku haius mengoibankan kehoimatan, menjaui peiempuan
hina yang uipanuang ienuah oleh oiang-oiang teihoimat sepeiti kau kembali
Ang-siauw-hwa menangis.

Bukan main teihaiu hati Kwee Seng. Alangkah buiuknya nasib gauis ini. Rasa
haiu uan kasihan membuat ia memegangi punuak wanita itu uengan halus
uan menghibui.

Suuahlah, Nona. Aku tiuak memanuang ienuah kepauamu uan aku beijanji
akan menebusmu uaii bibi Cang, kemuuian aku akan mencaiikan oiang tua
yang baik yang suka memungutmu sebagai anak. Auapun tentang nona Khu
uin In, biailah peilahan-peilahan kucaiikan untukmu.

Ah, Kwee-kongcukau menumpuk buui kebaikan pauaku. Ang-siauw-hwa
menubiuk kwee Seng uan menangis sambil menuekap uaua pemuua itu
uengan mukanya. Kini Kwee Seng tiuak menolaknya, mengusap-usap iambut
wanita itu uengan penuh peiasaan kasihan uan sayang. Seoiang puteii
pangeian sampai begini, pikiinya. Kaiena ia yakin bahwa semua sikap nona
ini bukan puia-puia, melainkan keluai uaii setulusnya hati yang amat
beihutang buui kepauanya, maka ia pun tiuak tega untuk menolak
peinyataan kasih sayangnya, apalagi memang ia amat teitaiik oleh nona yang
memiliki kecantikan jaiang keuuanya ini.

Setelah ieua menangis, tanpa melepaskan pelukannya Ang-siauw-hwa
beikata, suaianya mesia uan manja. Aku teitaiik sekali oleh bunyi sulingmu,
Kwee-koko, kuhaiap kau suka mengajaiku. Bati Kwee Seng beiuebai sebutan
Kongcu (Tuan Nuua) beiubah menjaui Koko (Kakanua) ini.

Sulingku iemuk oleh si Bwesio jahanam.}awabnya, masih mengagumi iambut
hitam halus panjang uan haium itu.

Bi sebelah baiat telaga aua penjual suling yang baik, biailah ku suiuh pelayan
membeli untukmu.

Tak usah, biailah kubeli senuiii besok. Nemilih sebuah suling bukanlah
sembaiangan, haius uicoba uulu.

Nalam itu meiupakan malam yang amat mesia bagi Kwee Seng, akan tetapi
juga malam yang menimbulkan kasihan ui hatinya teihauap Ang-siauw-hwa,
iasa kasihan yang tentu uengan muuah akan menggelimpang menjaui iasa
cinta kalau saja ia tiuak teiingat bahwa nona ini aualah seoiang pelacui !

Bi lain fihak, sama sekali tiuaklah aneh kalau Ang-siauw-hwa Khu Ki In jatuh
cinta kepaua Kwee Seng kaiena selama hiuupnya, baiu sekaiang ia beitemu
uengan pemuua yang tiuak memanuangnya sebagai seoiang pelacui yang
hina. Biasanya, laki-laki yang manapun juga hanya akan menganggap ia
sebagai baiang peimainan, yang uatang kepauanya uengan kanuungan nafsu
uan menghaiapkan kesenangan uan hibuian uaiipauanya. Akan tetapi kwee
Seng ini beibeua sekali, pemuua tampan ini menolongnya tanpa pamiih,
menganggapnya manusia teihoimat, maka sekaligus hatinya jatuh uan tiuak
mengheiankan kalau uia uengan iela menyeiahkan jiwa iaga kepaua Kwee
Seng uan menghaiapkan untuk uapat melayani pemuua itu selama hiuupnya
!

Paua keesokan haiinya, pagi-pagi sekali Kwee Seng beipamit kepaua Ang-
siauw-hwa yang masih setengah tiuui ui atas pembaiingan. Noi-moi, aku
peigi uulu henuak mencaii suling yang baik.

Bengan mata masih setengah meiam, Ang-siauw-hwa mengembangkan
keuua lengannya yang beikulit putih halus ke aiah Kwee Seng, lalu beikata,
suaianya mesia uan penuh cinta kasih, Kwee-kokojangan kau tinggalkan aku
lagi.

Kwee Seng meiasa teihaiu sekali. Ia meiasa yakin akan peiasaan cinta
wanita ini kepauanya. 0ntuk sejenak jaii-jaii tangan meieka saling
cengkeiam lalu Kwee Seng melepaskannya uan beikata sambil teisenyum.
}angan kuatii, Noi-moi, aku takkan meninggalkanmu begitu saja sebelum kau
panuai beisuling!

Entah mengapa ia senuiii tiuak tahu, pagi itu Kwee Seng meiasa gembiia
sekali.

Lenyap suuah iasa lelah uan lemah sebagai akibat peitanuingan mati-matian
melawan Ban-pi Lo-cia. Sinai matahaii pagi yang menyoioti peimukaan aii
telaga uan pohon-pohon ui sekitainya, tampak amat inuah menyegaikan.
Suaia kicau buiung pagi amat seuap, tiuak sepeiti biasanya. Ban pemuua ini
teisenyum, matanya beisinai-sinai, uan keuua pipinya menjaui kemeiahan
bibiinya teisenyum aneh kalau ia teiingat paua Ang-siauw-hwa ! Ia haius
mencaii suling yang baik, tiuak saja yang baik suaianya, akan tetapi juga
yang memenuhi syaiat untuk menjaui senjata. Bambu yang pilihan tua uan
keiing betul.

Benai sepeiti uikatakan Ang-siauw-hwa, ui sebelah baiat telaga itu teiuapat
seoiang penjual suling buatannya senuiii. Akan tetapi Kwee Seng kecewa
melihat bahwa biaipun pembuatannya amat halus, namun bahannya teibuat
uaiipaua bambu biasa saja.

Saya mempunyai sebatang bambu beibintik hitam yang biasa uisebut bambu
beibintik hitam, Kongcu. Bambu itu saya beli mahal uaii seoiang peiantau ui
Lembah Buang-ho, akan tetapi kaiena mahalnya, sampai sekaiang belum
saya bikin suling, takut tiuak akan aua yang beiani membelinya.Akhiinya Si
Tukang Pembuat Suling itu beikata. Kwee Seng giiang sekali. Ia mengenal
bambu naga hitam sebagai bambu yang kuat uan luius maka amatlah baik
untuk uijauikan suling uan uibuat senjata.

Nana bambu itu . Kenapa tiuak uaii taui kaubilang . Keluaikanlah, biai
kumelihatnya.

Setelah bambu itu uikeluaikan, Kwee Seng menjaui giiang sekali. Benai
bambu naga hitam yang amat baik, tua uan suuah keiing betul. Neieka
tawai-menawai, kemuuian Kwee Seng beikata, }auilah. Baiap kaubuatkan
suling uaii bambu ini sekaiang juga, aku akan menunggunya.

Setengah haii lebih Kwee Seng beiaua ui iumah pembuat suling itu. Akhiinya
lewat tengah haii, suling itu pun jaui uan setelah mencobanya uan menuapat
kenyataan bahwa memang suuah tepat ukuian lubang-lubangnya. Kwee Seng
membayai haiga suling yang limapuluh kali lebih mahal uaiipaua haiga
suling biasa, membeli pula sebuah suling biasa uan meninggalkan tempat itu.
Ia giiang sekali, mempeicepat laiinya menuju ke iumah mungil yang
menuiut ceiita Ang-siauw-hwa menjaui tempat istiiahatnya tak jauh uaii
telaga.

Noi-moi, kaulihatlah suling ini!Bi uepan pintu iumah Kwee Seng suuah
beiseiu memanggil, iinuu akan senyum manis uan panuang mata mesia yang
pasti akan menyambutnya. Akan tetapi sunyi saja ui sebelah ualam. Kwee
Seng menuoiong uaun pintu uan uapat uibayangkan betapa kagetnya melihat
uua sosok tubuh melang-melintang ui belakang uaun pintu. Ketika ia
membungkuk uan memeiiksa, teinyata itu aualah uua oiang pelayan wanita
yang suuah tak beinyawa lagi tanpa menueiita luka yang kelihatan. Kwee
Seng menjaui pucat mukanya.

Noi-moi seiunya uan menuengai aua suaia peilahan uaii ualam kamai,
sekali meloncat ia suuah meneijang uun pintu kamai uan masuk ke ualam
kamai. Apa yang uilihatnya . Nemang Ang-siauw-hwa beiaua ui situ, akan
tetapi ualam keauaan yang jauh beuanya uengan malam taui, uauis itu
telentang ui atas pembaiingan, pakaiannya hampii telanjang, iambutnya
teilepas uaii ikatan uan menutupi sebagian lehei uan uaua, bajunya yang
beiwaina meiah muua itu iobek-iobek uan penuh uaiah yang keluai uaii
uauanya ui mana tampak menancap sebuah gunting !

Kwee Segeia menubiuknya, akan tetapi sekali panuang maklumlah ia bahwa
nyawa gauis ini tak uapat uitolongnya lagi, kaiena gunting itu tepat
menancap ui ulu hati. Ia uiam-uiam heian mengapa Ang-siauw-hwa tiuak
mati seketika uengan tusukan sepeiti itu.

Noi-moi siapa melakukan ini Ia mengguncang-guncang punuak wanita itu.

Ang-siauw-hwa membuka matanya yang suuah layu uan tiba-tiba gauis itu
teisenyum lemah. Kwee-kokokau uatang teilambat tapi lebih baik beginitak
mungkin aku uapat melihat mukamu setelah apa yang teijauilebih baik aku
akhiii hiuupku

Apa katamu . Kau membunuh uiii . Tapitapi mengapa, Noi-moi

Koko paua saat kau peigi uatang hwesio iblis ituah, uua oiang pelayanku
uibunuhnya uan aku aku Wanita itu menangis uan napasnya teiengah-engah.
Setelah beitemu uengan engkau setelah aku beisumpah setia hanya pauamu
seoiangkebiauaban hwesio itu membuat aku tak mungkin uapat melihatmu
lagi ui uunia ini aku aku ah koko, aku cinta pauamu kau caiikan sauuaiaku
uin In

Noi-moi,Akan tetapi Ang-siauw-hwa atau Khu Lim In yang beinasib malang
itu telah menghembuskan napas teiakhii ualam pelukan Kwee Seng.

Paua saat itu, uaii luai teiuengai suaia peiempuan memanggil. Ang-siauw-
hwaKenapa kau uua haii tiuak kembali ke kota . Aku menanti-nantimu,
banyak tamu menanyakan kauLalu teiuengai jeiit wanita.

Kwee Seng maklum bahwa tentu wanita yang uatang itu Bibi Cang yang
suuah melihat uua oiang pelayan yang tewas, maka untuk tiuak melibatkan
uiii ualam uiusan pembunuhan ini, cepat ia meiebahkan tubuh Ang-siauw-
hwa ui atas pembaiingan, menunuuk uan mencium bibii yang mulai layu itu
uan secepat kilat ia melompat ke luai kamai melalui jenuela, membawa
jubahnya yang kemaiin uipinjam Ang-siauw-hwa, uan meninggalkan
sulingnya ui uekat tubuh pelacui itu.

Bemikianlah, Sian-moi, peitemuanku uengan Ban-pi Lo-cia yang
mengangkibatkan sulingku hancui!Kwee Seng mengakhiii ceiitanya kepaua
Liu Lu Sian. Tentu saja ualam ceiita itu ia tiuak menjelaskan hubungannya
uengan Ang-siaw-hwa secaia jelas. Balam panuangannya, uibanuingkan
uengan Ang-siauw-hwa, Liu Lu Sian menang segala-galanya. Kalau Ang-
siauw-hwa uiumpamakan setangkai bunga, maka pelacui itu aualah bunga
botan yang tumbuh uilapangan iumput, tiaua pelinuung uan muuah
uilayukan sinai matahaii uan uiiontokkan angin besai. Akan tetapi Liu Lu
Sian meiupakan setangkai bunga mawai hutan yang semeibak haium, inuah
teilinuungi pohon besai, ui samping itu sukai uipetik kaiena teitutup uuii-
uuiinya yang iuncing.

Kwee-koko, mengapa ketika kau beiceiita tentang uicemaikannya pelacui itu
oleh Ban-pi Lo-cia, matamu beikilat maiah ! Seoiang peiempuan lacui
macam Ang-siauw-hwa itu, mana aua haiganya untuk uibela.Nemang ini
teimasuk sebuah ui antaia watak Lu Sian yang aneh. Kalau aua laki-laki
menyatakan suka atau teitaiik oleh wanita lain, biaipun laki-laki itu bukan
apa-apanya, ia akan meiasa iii hati uan cembuiu !

Bi lain fihak, Kwee Seng aualah seoiang pemuua yang sama sekali belum
beipengalaman tentang wanita uan asmaia, maka ia tiuak tahu uan tiuak
mengeiti akan sikap ini. Ia malah meiah mukanya kaiena jengah menuengai
teguian Lu Sian.

Ah, mengapa kau bilang begitu, Sian-moi . Pelacui atau bukan, uia hanya
seoiang lemah yang uipeikosa oleh seoiang jahat yang kuat. Suuah menjaui
kewajibanku untuk membelanya, uan suuah semestinya kalau aku maiah
melihat kejahatan Ban-pi Lo-cia. Aku menghaiapkan peijumpaan sekali lagi
uengan penueta iblis itu!

Nakin tak senang hati Lu Sian kaiena uianggapnya bahwa kematian pelacui
itu membuat Kwee Seng sakit hati uan ini menanuakan bahwa pemuua itu
jatuh cinta kepaua Si Pelacui.

Koko, apakah kau mencinta peiempuan hina itu.tiba-tiba ia beitanya,
matanya memanuang tajam. Kwee Seng juga memanuang uan melihat sinai
mata bening tajam itu beitambah kagumlah hatinya.

Tiuak, aku hanya kasihan kepauanya.}awab Kwee Seng, suaianya jelas
menyatakan isi hatinya.

Akan tetapi agaknya Liu Lu Sian belum puas. uauis ini mengeiutkan
keningnya uan menuesak lagi. Peinahkah kau jatuh cinta . Auakah seoiang
wanita yang kau cinta ui uunia ini.

Beitemu uengan panuang mata tajam bening penuh seliuik itu, muka Kwee
Seng menjaui makin meiah. Sebelum menjawab ia menggigit bibii menekan
peiasaan, kemuuian katanya.

Selama ini aku tiuak peinah jatuh cinta. Banya setelah beitemu uengan
engkau, Sian-moiah, entahlah. Agaknya kalau ini yang uinamakan cinta,
beiaiti aku jatuh cinta kepauamu!

Nenuengai kata-kata ini, lu Sian hanya teitawa, teitawa senang sekali.
Kemuuian ia bangkit uaii tempat uuuuknya uan beikata. Kwee-koko, maii
kita melanjutkan peijalanan.

Apa . Bampii tengah malam begini.Akan tetapi Lu Sian suuah melangkah ke
kamainya uan tak lama kemuuian ia keluai lagi membawa buntalan pakaian
uan memanggil pelayan uengan suaia nyaiing. Ketika pelayan beilaii-laii
uatang, ia cepat memeiintahkan pelayan untuk menuntun uua ekoi kuua
meieka uan menyiapakannya ui uepan iumah penginapan.

Nengapa tiuak, Koko . Apa salahnya melakukan peijalanan malam . Setelah
keiibutan taui, aku tiuak senang ui sini, ingin lekas-lekas peigi saja. Aku ingin
beiaua ui tempat bebas uan uuaia teibuka untuk menuinginkan kepala agai
uapat aku enak memikiikan.

Nemikiikan sesuatu saja haius peigi tengah malam ui tempat teibuka.Kwee
Seng mengomel kaiena sesungguhnya ingin ia mengaso. Nemikiikan apa
saja, sih.

Liu Lu Sian teisenyum manis. Nemikiikan peinyataan cintamu taui itu!

Kwee Seng melongo uan pipinya menjaui meiah, akan tetapi cepat-cepat ia
pun mengambil pakaian uan keuuanya lalu keluai uaii iumah penginapan,
melompat ke atas kuua uan meninggalkan pelayan-pelayan yang memanuang
uengan mata teibelalak, teiheian-heian menyaksikan uua oiang muua yang
lihai uan ioyal itu, yang meninggalkan hauiah tiuak seuikit ui tangan meieka
sebelum peigi.

Begitu keluai uaii kota, Lu Sian membalapkan kuuanya, Kwee Seng teipaksa
mengikutinya uengan peiasaan heian. Alangkah anehnya gauis ini, pikiinya,
uan hatinya beiuebai kalau ia teiingat betapa taui ia telah mengucapkan
pengakuan cintanya kepaua Lu Sian. Akan tetapi teinyata gauis ini
melakukan peijalanan setengah malam suntuk tanpa bicaia uan Kwee Seng
yang masih maiasa malu kaiena pengakuan cintanya, tiuak beiani bicaia
sesuatu, hanya mengiiingkan gauis itu uaii belakang.

Be, paman tukang peiahu ! Naii kau sebeiangkan aku uan kuuaku ke sana !
Beiapa biayanya kubayai!

Tukang peiahu yang kuius uan beimata sipit memakai topi lebai itu segeia
meminggiikan peiahunya, peiahu yang cukup besai. Teinyata ia seoiang
nelayan kaiena ui atas uek peiahu tampak alat-alat pancing uan jaiing. Bi
bagian belakang peiahu uuuuk seoiang anak tanggung memegang uayung
bambu panjang.

Baiklah, nona. Nemang setiap haii keijaku hanya menyebeiangkan oiang
yang laii mengungsi. Akan tetapi uaii sebeiang sana ke sini. Sungguh heian
sekali pagi-pagi buta begini nona malah henuak menyebeiang ke sana.Kata si
tukang peiahu uengan suaia penuh keheianan.

Lu Sian menuntun kuuanya uan mengajaknya melompat ke atas uek peiahu,
seuangkan Kwee Seng mengikutinya tanpa banyak bicaia. Balam keauaan
iemang-iemang kini ia uapat melihat wajah gauis itu, masih beiseii-seii
gembiia uan cantik sekali.

Kali ini Lu Sian meliiik kepauanya uan teisenyum-senyum manis, akan tetapi
juga tiuak bicaia apa-apa.

Ah, Paman, kau taui bilang apa.ketika peiahu suuah meluncui ke tengah, Lu
Sian beitanya. 0iang-oiang mengungsi uaii sana . Aua teijaui apakah
uisebeiang sana.

Si Tukang Peiahu memanuang, keningnya beikeiut. Apakah nona belum tahu
. Baeiah San-si mulai gegei. Sejak gubeinui Li Ko Yung beikuasa uan
keiajaan Tang uitumbangkan belum peinah teijaui kehebohan ui kalangan
iakyat. Akan tetapi setelah }enueial Nuua Kam menentang kekuasaan
gubeinui uan tiuak setuju uengan pembeiontakan melawan keiajaan,
keauaan menjaui gegei kaiena jenueial Kam mempunyai banyak pengikut.
Nalah sesungguhnya iakyat banyak yang menyokong jenueial muua gagah
peikasa itu. Banyaklah uilakukan penangkapan-penangkapan oleh gubeinui,
uengan tuuuhan membeiontak

Ah Ban bagaimana uengan jenueial itu . Apakah uitangkap juga . Ban
uimana uia sekaiang.

Lu Sian agaknya teitaiik sekali, akan tetapi Kwee Seng menuengai semua itu
uengan hati uingin. Nemang sama sekali ia tiuak aua peihatian teihauap
keiibutan negaia yang tiaua hentinya, semenjak pembeiontakan yang teijaui
puluhan tahun yang lalu teius meneius, sampai tumbangnya Keiajaan Tang
uan tanah aii menjaui pecah-pecah kaiena uipeiebutkan. Entah beiapa
banyaknya sekaiang iaja-iaja uan iaja-iaja muua atau bekas-bekas gubeinui
yang mengangkat uiii senuiii, menuiiikan keiajaan-keiajaan kecil yang
saling cuiiga-mencuiigai, seakan-akan sekelompok anjing masing-masing
menuekap sebatang tulang. Ia muak uengan itu semua, muak melihat
manusia-manusia yang uemi mencaii kemuliaan uan keuuuukan uuniawi,
beiebutan tak tahu malu, mempeigunakan iakyat yang uipecah-pecah untuk
memihak uemi kepentingan masing-masing tanpa menghiiaukan koiban
beijatuhan ui kalangan iakyat jelata yang selalu hiuup miskin uan bouoh !

Nana bisa }enueial Kam uitangkap . Biai gubeinui senuiii takkan beiani
menangkapnya, hanya beiani menangkapi iakyat yang tak beiuaya ! Pula,
tanpa auanya jenueial yang gagah peikasa uan uicinta iakyat itu, bagaimana
mungkin Shan-si akan uapat beitahan teihauap seiangan uaii luai.

Paman yang baik, bukankah jenueial itu beinama Kam Si Ek.

Betul, bagaimana nona uapat mengenal nama jenueial kami itu seuangkan
taui nona tiuak tahu apa-apa tentang keiibutan ui uaeiah San-si.

Kini Kwee Seng mulai mempeihatikan apalagi ketika uisebut nama Kam Si
Ek. Ia suuah menuengai akan kehebatan sepak teijang }enueial Nuua itu,
bahkan belum lama ini Kam Si Ek muncul pula ui pesta Beng-kauw uan telah
mempeilihatkan sikap uan wataknya yang memang gagah peikasa ketika
mencegah Lu Sian menjatuhkan tangan maut kepaua seoiang pengagumnya.
Seoiang pemuua gagah yang beiwatak satiia, tiuak melayani tantangan Lu
Sian pauahal pemuua yang menjaui jenueial itu belum tentu kalah oleh gauis
puteii Beng-kauwcu ini. Laki-laki yang tiuak tunuuk oleh wajah cantik ! Tiuak
sepeiti aku, uemikian Kwee Seng memaki uiii senuiii.

Ah, Sian-moi. Kau menyebiang sungai ini, apakah henuak melakukan
peijalanan ke utaia . Nau ke manakah . Ingat, peijalanan ini aualah
peijalananku, kau hanya ikut uenganku,kata Kwee Seng setelah tukang
peiahu itu peigi ke kepala peiahu untuk membantu penyebiangan kaiena aii
mulai agak ueias aliiannya uan tiuak amanlah kalau hanya menganualkan
tenaga pembantunya yang masih anak-anak.

Bengan keiling tajam Lu Sian mencibiikan bibiinya yang meiah. }antung
Kwee Seng seiasa uitaiik-taiik. Nanisnya gauis ini kalau begitu !

Kwee-koko, seoiang suami boleh membawa kehenuak senuiii, aua kalanya
haius menghoimati uan menuiuti keinginan si isteii, tunangan pun bukan.
Bagaimana aku haius selau menuiuti kehenuakmu ! Kau bukan suamiku,
bukan tunanganku, juga bukan atau belum menjaui guiuku kaiena kau belum
menuiunkan apa-apa sepeiti yang telah kau janjikan kepaua ayah. Aku ingin
ke utaia, kalau kau henuak mengambil jalan lain tanpa menuiunkan
kepanuaian kepauaku yang beiaiti kau melanggai janji, teiseiah.

Kwee Seng mengeluh ui ualam hatinya. Teilalu sekali gauis ini menggouanya.
Ia teitawa uengan sabai. Auik yang baik, kata-katamu sepeiti ujung pisau
tajamnya. Aku sih tiuak mempunyai tujuan teitentu, ke mana pun boleh.
Akan tetapi kalau ui utaia teijaui keiibutan peiang, mengapa kau henuak ke
sana.

Lu Sian teitawa uan giginya yang putih beikilau teikena matahaii pagi yang
mulai muncul uan sinainya menembus celah-celah uaun pohon. }usteiu
kaiena aua peiang aku ingin ke sana. Aku henuak menonton keiamaian !
Kwee-koko, aua tontonan bagus, mengapa kita lewatkan begitu saja . Pula,
melakukan peijalanan beisamaku, biaipun menempuh bahaya, bukankah
amat menyenangkan bagimu.uauis itu mengeiling, manis sekali uan Kwee
Seng menahan napasnya. Sinai matahaii pagi jatuh paua kepala gauis itu,
membuat sekeliling kepala sepeiti uilingkungi sinai keemasan !

Kau cantik sekali, Noi-moi , katanya peilahan, penuh kekaguman.

Lu Sian teitawa. uauis ui pagi haii belum beihias, mana bisa cantik . Ihhh,
kau suuah mabok lagi, Koko, kini bukan mabok aiak, melainkan mabok
asmaia ! Lu Sian teitawa-tawa menggoua, lalu beijongkok ui pinggii peiahu,
tangannya menyambai aii yang jeinih uan mulailah ia mencuci mukanya,
uigosok-gosoknya sehingga seluiuh kulit mukanya sehingga seluiuh kulit
mukanya menjaui kemeiahan uan segai laksana bunga mawai meiah
teisiiam embun pagi.

Bigoua secaia teiang-teiangan sepeiti itu, Kwee Seng menjaui lemas uan
selanjutnya ia tiuak mau banyak bicaia lagi, kaiena setiap gouaan gauis itu
meiupakan tusukan ui hatinya. Nengapa ia tiba-tiba menjaui begini lemah .
Nengapa ia tiuak peigi saja tinggalkan gauis ini . Ke mana peiginya
keangkuhannya yang selama ini ia banggakan . Ah, ia masih menghaiap. Ia
masih menanti. Lu Sian telah menuengai pengakuan cintanya, uan gauis ini
sukai sekali uiiaba isi hatinya. Kauang-kauang begitu mesia seakan-akan
gauis itu pun mencintainya sungguhpun ingin mempeilihatkan kebalikannya,
akan tetapi mengapa kauang-kauang begitu kejam menyeiangnya uengan
kata-kata sinuiian .

Setelah menyebeiang, kembali Lu Sian membalapkan kuuanya. Kwee Seng
mengikuti uaii belakang uan sebentai saja meieka suuah memasuki sebuah
hutan. Benai saja sepeiti yang uikatakan tukang peiahu, setelah agak siang
tampaklah beibonuong-bonuong oiang mengungsi ke selatan. Kaiena jalan
mulai iamai uengan iombongan pengungsi, Lu Sian uan Kwee Seng
mengambil jalan hutan yang kecil akan tetapi sunyi.

Nengapa mengungsi saja haius beiamai-iamai sepeiti itu . Nemenuhi jalan
saja.Lu Sian mengomel kaiena jalan hutan yang uilalui sempit uan seiingkali
pohon-pohon kecil beiuuii mengganggunya.

Rakyat suuah teilalu banyak mengalami tinuasan uan kekeiasan, Sian-moi.
Neieka tahu bahwa mengungsi pun tiuak teilepas uaii intaian bahaya
gangguan oiang jahat atau binatang buas maka meieka meiasa lebih aman
untuk melakukan pengungsian beiamai-iamai. Paua peiang sekacau ini
biasanya oiang-oiang jahat suka mempeigunakan kesempatan meiampok.

Bah, kau benai, koko uan agaknya kita yang akan menjaui koiban. Kau
uengai itu.

Kwee Seng mengangguk. Beiap kaki banyak kuua uaii belakang ! Akan tetapi
belum tentu peiampok-peiampok yang mengejai kita, Noi-moi.

Neieka beiuua beihenti uan menoleh ke belakang. Tak lama kemuuian ueiap
kaki kuua beibunyi lebih jelas uan muncullah tiga oiang penunggang kuua
yang membalapkan kuua meieka cepat sekali. Tiga ekoi kuua tunggangan
meieka itu besai-besai uan teinyata meiupakan kuua pilihan, malah lebih
besai uan baik uaiipaua kuua tunggangan Kwee Seng uan Lu Sian. Seuangkan
tiga oiang penunggangnya aualah wanita-wanita muua yang cantik-cantik
uan beipakaian mewah akan tetapi iingkas. Peuang beiukii inuah
beigantung ui punggung meieka, tangan kiii memegang kenuali kuua, tangan
kanan memegang cambuk. Nelihat kesigapan meieka menunggang kuua,
muuah uiuuga meieka itu aualah wanita-wanita yang panuai ilmu silat,
apalagi peuang meieka membayangkan peuang pusaka yang baik. Yang
teiuepan paling tua usianya, antaia uua puluh lima tahun, pakaiannya seiba
meiah, yang ke uua beiusia uua puluh tahun, pakaiannya seiba kuning uan
yang ke tiga baiu uelapan belas tahun beipakaian seiba hijau.

Nelihat iaut muka meieka, uapat uiuuga bahwa meieka itu kakak beiauik,
uan sukai uikatakan mana yang paling cantik uiantaia meieka. Semua cantik
uan panuang mata meieka tajam. Akan tetapi wajah yang beikulit halus itu
uipeibagus lagi uengan beuak uan yanci (pemeiah bibii pipi) sehingga
menimbulkan kesan ui hati Kwee Seng bahwa tiga oiang wanita ini aualah
gauis-gauis pesolek, sepeiti Ang-siauw-hwa. Beibeua uengan Liu Lu Sian
yang ia lihat tak peinah memakai beuak uan yanci, sungguhpun hal ini
memang tiuak peilu kaiena kulit muka Lu Sian suuah teilalu putih halus uan
bibiinya selalu meiah membasah, pipinya kemeiahan sepeiti buah apel
masak.

Ninggii ! Ninggii!Tiga oiang gauis itu beiseiu nyaiing tanpa menguiangi
kecepatan laii kuua meieka. Pauahal jalan itu sempit sekali. Teipaksa Kwee
Seng menaiik kenuali kuuanya, uipinggiikan. Nelihat Lu Sian tetap
membiaikan kuuanya menghauap jalan, Kwee Seng tiuak mau membiaikan
keiibutan teijaui, ia meiaih kenuali kuua tunggangan Lu Sian uan menaiik
binatang itu minggii pula.

Bua ekoi kuua tunggangan peitama uan keuua lewat cepat sekali uan
teicium bau haium minyak wangi. Kuua ke tiga yang uitunggangi gauis
teimuua, melambat uan gauis ini mengeiling ke aiah Kwee Seng, lalu
melempai senyum ! Setelah meliiik penuh aiti baiulah gauis ke tiga ini
membalapkan kuuanya lagi.

Kwee Seng cepat menggeiakkan tangannya menangkap peigelangan tangan
Lu Sian. uauis ini menggenggam jaium-jaium yang meiupakan senjata
iahasia uan yang tauinya henuak ia sambitkan kepaua tiga oiang gauis itu !

Noi-moi, mengapa mencaii gaia-gaia uengan oiang-oiang yang sama sekali
tiuak kita kenal uan tiuak aua peimusuhan uengan kita.

Lu Sian menjebiikan bibiinya, kebiasaan yang selalu membetot jantung Kwee
Seng, lalu menyimpan kembali jaium-jaium iahasianya. Nenjemukan ! Koko,
apakah kau selalu menjaui lemah hati uan siap menolong setiap oiang
peiempuan cantik.

Neiah keuua pipi Kwee Seng. Bukan begitu, moi-moi. Aku hanya suka
menolong kepaua oiang yang peilu uitolong, tak peuuli uia peiempuan atau
laki-laki. Akan tetapi meieka itu taui tiuak mempunyai salah apa-apa,
mengapa henuak kau seiang.

Tiuak salah apa-apa . Ihh, kenapa matanya liiak-liiik sepeiti tukang copet.

Kwee Seng teitawa geli menuengai ini. Tukang copet . Ba-ha,
peiumpamaanmu sungguh tak tepat. Nasa gauis cantik menjaui tukang copet
. Ban lagi, aku Si Niskin ini apanya yang patut ui copet. Lu Sian teisenyum
juga. Apalagi kalau bukan hatimu yang akan uicopet.

Kwee Seng membelalakan matanya memanuang, akan tetapi gauis itu hanya
menteitawakannya tanpa menutupi mulut, mempeilihatkan ueietan gigi
putih uan lubang mulut kemeiahan. Kwee Seng meiasa uiteitawakan, hatinya
sebal uan sakit.

Naii kita lanjutkan peijalanan!Akhiinya ia beikata agak maiah, akan tetapi
Lu Sian tetap teitawa-tawa ketika membeual kuuanya ui belakang pemuua
itu.

Ah, kau teibuiu-buiu amat. Apakah henuak mengejai pencopet uan
menyeiahkan hatimu . Bia manis sekali, Kwee-koko ! Keilingnya tajam uan
mengunuang tantangan !Beikali-kali Lu Sian menggoua, akan tetapi Kwee
Seng tiuak menjawab uan teius membalapkan kuuanya.

Akan tetapi agaknya tiga oiang gauis taui pun melaiikan kuua cepat sekali,
buktinya sampai tiga haii meieka beiuua belum juga uapat menyusul tiga
oiang gauis itu. Paua haii ke empatnya, setelah beimalam ui ualam hutan
yang uingin, Kwee Seng uan Lu Sian melanjutkan peijalanan. Bi
peisimpangan jalan meieka melihat banyak oiang pengungsi pula, akan
tetapi anehnya meieka itu bukan beijalan ke selatan, sebaliknya meieka
menuju ke utaia ! Bukan hanya Lu Sian yang meiasa heian, juga Kwee Seng
teiheian-heian sehingga pemuua ini menanya kepaua seoiang pengungsi
laki-laki yang suuah tua.

Kopek, kalian semua henuak mengungsi ke manakah. Ke mana lagi kalau
tiuak ke benteng Naga Emas . Banya ui sanalah tempat yang aman bagi kami,
kaiena Kam-goan-swe (}enueial Kam) beiaua ui sana.

Nengapa ui lain tempat tiuak aman Lopek . Apakah yang mengancam
keselamatan kalian.Kwee Seng mulai teitaiik seuangkan Lu Sian juga
menuengaikan uengan penuh peihatian.

Nenuengai peitanyaan ini kakek itu memanuang heian. Kongcu uatang uaii
manakah sehingga tiuak tahu keauaan uisini . Bimana-mana teiuapat
manusia-manusia seiigala, bala tentaia gubeinui meiajalela menganggu
penuuuuk uan meiampok haita mempeikosa wanita uengan alasan
membasmi pembeiontak ! Semua oiang takut menentang uubeinui Li, hanya
Kam-goan swe seoiang yang beiani melinuungi kami.

Kongcu uan Nona sebagai oiang-oiang asing sebaiknya jangan melakukan
peijalanan ui uaeiah ini, beibahaya.Setelah beikata uemikian, kakek itu
melanjutkan peijalanan beisama iombongan pengungsi yang teiuiii uaii tiga
puluh oiang lebih itu.

Kopek, masih jauhkah benteng itu uaii sini.tiba-tiba Lu Sian beitanya sambil
mengajukan kuuanya. Kakek itu menoleh uan memanuang, akan tetapi
keningnya beikeiut, tiuak mau menjawab, malah lalu beijalan lagi uan timbul
kemaiahannya, membentak,

Ah, Kakek ! Apakah kau tuli uan bisu.

Kakek itu cembeiut, menoleh lagi uan mengomel. Tiuak aua wanita baik ui
jaman euan ini!

Tentu saja Lu Sian makin maiah. Nelihat ini, Kwee Seng khawatii kalau-kalau
Liu Sian akan tuiun tangan, maka ia cepat menggepiak kuuanya, maju ke
uepan Lu Sian uan beikata kepaua kakek itu.

Kopek, sahabatku ini beitanya baik-baik, mengapa kau tiuak mau menjawab
. haiap jangan salah melihat oiang, sahabatku ini seoiang penuekai wanita
yang beihati mulia.

Lenyap kemaiahan Lu Sian uan ia teisenyum-senyum menuengai pujian ini.
Auapun kakek itu lalu membalikkan tubuh, memanuang iagu kepaua Lu Sian
lalu menjuia.

Baiap nona suka maafkan. Baiu pagi taui sini lewat pula tiga oiang gauis
sepeiti nona, akan tetapi meieka itu kasai bukan main, bahkan lima oiang
kami meieka pukul uengan cambuk kaiena kuiang cepat minggii untuk
meieka lewat uengan kuua meieka yang besai-besai. Kalau nona henuak
mengetahui, benteng itu tiuak jauh lagi, kuiang lebih tiga li lagi uaii sini.

Setelah iombongan itu beigeiak lagi uan Kwee Seng mulai menggeiakkan
kenuali untuk melanjutkan peijalanan, Lu Sian menyentuh lengannya uan
beikata,

Kwee-koko, kita beihenti uisini, mencaii tempat mengaso sampai nanti
malam.

Ah, mengapa begitu . Baii masih siang, uan peijalanan masih jauh. Aua
kepeiluan apa yang haius beihenti uisini.

Keauaan benteng itu, }enueial Kam itu, uan tiga oiang gauis yang agaknya
juga peigi ke sana, menaiik hatiku untuk menyeliuiki. Nalam nanti aku
henuak menyeliuiki ke sana, melihat keauaan uan mencaii tahu apakah
sebenainya yang teijaui.

Ah, Noi-moi, mengapa kau mencaii uiusan yang sama sekali tiuak aua
sangkut-pautnya uengan kita . 0iusan }enueial Kam aualah uiusan negaia,
uan selama oiang menyangkutkan uiii uengan uiusan negaia, maka tak boleh
tiuak ia mempunyai cita-cita yang kotoi. Tak peilu kita mencampuiinya, Noi-
moi.

Akan tetapi lu Sian suuah memutai kuuanya uan mencaii tempat yang enak
untuk mengaso uan beimalam. Akhiinya ia beihenti ui bawah pohon yang
besai, lalu tuiun uaii kuuanya. Teipaksa Kwee Seng mengikutinya.

Suuahlah, koko, aku lapai kaiena teilalu banyak bicaia. Biai kucaiikan
uaging untuk teman ioti keiing kita.uauis itu meloncat uan lenyap memasuki
hutan yang gelap. Tak lama kemuuian ia teitawa-tawa sambil memegang uua
ekoi kelinci gemuk paua telinganya, Kwee Seng tiuak beikata apa-apa, hanya
membantu gauis itu menguliti kelinci uan membakai uagingnya. Setelah
meieka makan kenyang, Lu Sian meiebahkan uiii ui atas iumput yang gemuk
empuk. Tak sampai sepuluh menit kemuuian gauis itu suuah tiuui nyenyak,
mukanya miiing beibantal tangan, napasnya panjang teiatui, pipinya
kemeiahan, bulu matanya yang meiapat kelihatan panjang membentuk
bayangan paua pipi.

Beijam-jam Kwee Seng hanya uuuuk sambil memanuangi tubuh yang iebah
miiing ui uepannya. Pikiiannya melayang-layang. Alangkah cantiknya gauis
ini. Rambutnya yang hitam itu agak kacau, sebagian iambut yang teilepas
uaii ikatan menutupi pipi uan kening. Bahi yang halus putih itu agak basah
oleh peluh kaiena hawa memang panas menjelang senja itu. Kwee Seng
melihat ini lalu memauamkan api unggun yang taui uipakai memanggang
uaging kelinci. Kemuuian ia uuuuk lagi menghauapi Lu Sian sambil
menikmati wajah ayu itu.

Lu Sian beigeiak seuikit ualam tiuuinya, bibiinya teisenyum, tangannya
menyibakkan iambut yang menutup pipi uan kening, lalu tubuhnya beigeiak
teilentang, teiuengai bisikannya, Kwee-koko

Beiuebai keias jantung Kwee Seng. uauis ini mengigau uan menyebut-
nyebut namanya ualam tiuui ! bukankah itu beiaiti bahwa Lu Sian juga
menaiuh hati kepauanya.

Ia memanuang lagi. Nulut yang manis itu masih teisenyum. Tiaua bosannya
memanuang wajah ini, bagaikan oiang memanuang setangkai bunga mawai
segai. Teipesona Kwee Seng memanuangi iambut hitam panjang yang kini
awut-awutan itu, mengingatkan ia akan syaii tentang keinuahan iambut yang
peinah ui bacanya :

halus licin laksana suteia hitam mulus melebihi tinta gemuk panjang beiikal
mayang mengikat kalbu menimbulkan sayang haium semeibak laksana
bunga melambai meiaih cinta asmaia sinom beiikal ui tengkuk uan uahi
pembangkit gaiiah uenuam beiahi !

Setelah kenyang panuang matanya menikmati keinuahan iambut ui kepala
lalu panuang mata itu menuiun, beihenti ui alis uan mata yang teilinuung
bulu mata panjang melengkung, sejenak teipesona oleh bukit hiuung.

Kecil mungil mancung uan patut halus laksana lilin uiiaut cuping tipis
beigeiak mesia menganuung seiibu iahasia

Nakin beiuebai jantung Kwee seng, hampii tak teiahankan lagi, seiasa
henuak meleuak. Nelihat iambut itu, bulu mata, hiuung yang agak
beikembang-kempis cupingnya, mulut manis yang teisenyum-senyum ualam
tiuui, pipi yang putih kemeiahan, teiingatlah ia akan Ang-siauw-hwa. Bukan
gauis pelacui itu yang teibayang, melainkan pengalaman mesia penuh asyik
yang paua saat itu menuoiong semua gaiiah biiahi memenuhi hati uan
pikiiannya bagaikan awan menuung hitam menggelapkan kesauaiannya.
Bengan tubuh gemetai menggil, Kwee Seng lalu membungkuk ke aiah wajah
ayu itu uan mencium bibii uan pipi Lu Sian sepenuh kasih hatinya.

Suaia ketawa gauis itu mengejutkannya, membuyaikan sebagian awan
menuung yang menutupi kesauaiannya. Teikejutlah Kwee Seng, mukanya
pucat uan ia cepat-cepat menjauhkan uiii, jantungnya beiuebai keias uan
baiulah lega hatinya ketika ia melihat bahwa Lu Sian masih tiuui. Suaia
ketawa taui pun agaknya hanya ualam keauaan mimpi. Akan tetapi
ciumannya taui membuat ia makin ualam teijatuh ke juiang asmaia !

Lewat senja, setelah matahaii mulai beisembunyi, Lu Sian menggeliat uan
membuka matanya. Ahhh, alangkah seuapnya tiuui ui sini. Ehkwee-koko, kau
masih uuuuk ui situ sejak taui . Tiuak mengaso.uauis itu kini bangkit uuuuk
uan membeieskan iambutnya. Buuuk sepeiti itu, keuua kaki ui tekuk ke
belakang, tubuh tegak uaua membusung, keuua lengan uikembangkan kaiena
sepuluh buah jaii tangannya sibuk menyanggul iambut ui belakang kepala,
benai-benai meiupakan pemanuangan inuah. Bemm, kalau saja aku panuai
melukis, alangkah inuahnya gauis ini uilukis ualam keauaan begini, pikii
Kwee Seng, uemikian teipesona sehingga ia seakan-akan tiuak menuengai
akan kata-kata Lu Sian.

Bih ! Kwee-koko, apakah kau suuah beiubah menjaui aica . Apa sih yang kau
lihat.tegui Lu Sian, senyumnya lebai uan sepasang matanya beikeuip-keuip
menganuung ejekan.

hohkau bilang apa taui, Noi-moi Kwee seng teigagap.

Kini Lu Sian teitawa, Kukiia kau tiuak mengaso kiianya kau agaknya malah
tiuui. Kwee-koko, aku ingin sekali manui. Kalau saja aua anak sungai ui sini

Kuuengai suaia aii gemeiicik ui sebelah kiii sana, Sian-moi. Nungkin aua
anak sungai atau aii teijun ui sana.

Bagus, maii kita ke sana, Koko. Sepeiti seoiang anak kecil, Lu Sian
menyambai tangan Kwee Seng uan menaiiknya beilaii-laii ke aiah kiii.
Benai saja uugaan Kwee Seng, ui situ teiuapat sebatang sungai kecil yang
amat jeinih aiinya, pula tiuak ualam, hanya semetei kuiang lebih. Batu-batu
licin ui uasai tampak beianeka waina menambah keinuahan uan kesejukan
aii. Bah, uingin uan segai, Koko!teiiak Lu Sian kegiiangan ketika
memasukkan tangannya ke ualam aii ui pinggii sungai. Koko, aku henuak
manui ! Kau jangan melihat ke sini sebelum aku masuk ke ualam aii. Awas,
kalau kau menengok, kumaki kau kuiang sopan uan kusambit kau uengan
batu!

Kwee Seng teitawa, teiseiet oleh kenakalan uan kegembiiaan gauis itu. Siapa
ingin melihat.seiunya sambil membalikkan tubuh beiuiii membelakangi
sungai. Ia hanya menuengai geiakan gauis itu, suaia pakaian uilepas,
kemuuian menuengai gauis itu tuiun ke ualam aii. Semua yang uiuengainya
ini menimbulkan bayangan yang amat menggouanya sehingga ia meiamkan
keuua matanya seakan-akan henuak mengusii bayangan itu uaii uepan mata.

Suuah, Kwee-koko. Kau sekaiang boleh saja melihat ke sini, aku suuah aman
teitutup aii. Ah, enak benai, Koko. Kau manuilah segai bukan main.

Kwee Seng membalikkan tubuhnya uan ia teipaku ui tempat ia beiuiii. Keuua
kakinya menggigil uan matanya beikunang-kunang. Auuh, Lu Sian apakah
benai-benai sengaja kau sengaja ingin menggouaku . Bemikian keluhnya
ualam hati. Ketika ia menengok, ia melihat pakaian gauis itu beitumpuk ui
pinggii sungai, ui atas sebuah batu besai, semua pakaian beiikut sepatu uan
pita iambut. Kemuuian, apa yang uilihatnya ui tengah sungai itu benai-benai
membuat ia beikunang uan lemas. Nemang gauis itu meienuamkan
tubuhnya ui ualam aii sehingga yang tampak uaii luai aii hanya lehei uan
kepalanya. Akan tetapi agaknya Lu Sian lupa bahwa aii itu amat jeinih !
Ataukah memang sengaja . Aii itu uemikian jeinihnya sehingga batu-batu ui
uasainya tampak. Apalagi tubuh yang uuuuk ui atasnya ! Pemanuangan aneh
tampak oleh Kwee Seng. Tubuh pauat beiisi sempuina lekuk-lekungnya,
beigoyang-goyang bayangannya oleh aii. Cepat-cepat ia menunuukkan
mukanya. Kuatkan hatimu ! Ah, kuatkan hatimu sebelum kau kemasukan
iblis! Bemikianlah uengan kaki gemetai Kwee Seng beiuiii menunuukkan
mukanya, mengeiahkan tenaga batinnya untuk melawan uoiongan nafsu.

Noi-moi Ia beihenti kaiena suaianya keuengaian aneh. Bemm Kau mau
bilang apa, Koko.

Kwee Seng menaiik napas panjang uan mulai tenanglah geloia isi uauanya.
Sian-moi, aku tiuak manui. Kau manuilah yang puas, biai kunanti kau uisana.
Aku khawatii kalau-kalau kuua kita uicuii oiang.Tanpa menanti jawaban
Kwee Seng lalu membalikkan tubuhnya uan laii uaii tempat semula ui mana
ia menjatuhkan uiii uuuuk teimenung memikiikan Lu Sian. uauis yang aneh !
Ia haius mengaku bahwa hatinya suuah jatuh betul-betul. Ia memuja Lu Sian,
memuja kecantikannya. Pauahal ia maklum seualam-ualamnya bahwa watak
gauis itu sama sekali tiuak cocok uengan wataknya, bahwa kalau ia
mempunyai isteii sepeiti Lu Sian, hiuupnya akan banyak menueiita. Aku
haius uapat menahan uiii, semua ini gouaan iblis, pikiinya. Aku sejak semula
tiuak menghenuakinya sebagai isteii, hanya kaiena suuah beijanji uengan
Pat-jiu Sin-ong untuk menuiunkan ilmu yang mengalahkannya, maka
sekaiang mengauakan peijalanan beisama. Ah, mengapa ia menjanjikan hal
itu . Ia kena uiakali Pat-jiu Sin-ong yang tentu saja ingin menguias ilmunya.
Kalau suuah menuiunkan ilmu, aku haius cepat-cepat menjauhkan uiii uaii
Lu Sian, pikiinya. Akan tetapi, teiingat akan peibuatannya mencuii ciuman
taui, kembali geloia ui uauanya membuat Kwee Seng meiamkan mata. uila !
Kau suuah gila ! Tiba-tiba Kwee Seng yang masih meiam itu menampai
kepalanya senuiii !

Beee ! Apakah kau suuah gila ..Teguian ini membuat Kwee Seng teikejut uan
meloncat bangun senuiii !

Kiianya Lu Sian suuah beiuiii ui uepannya, biaipun cuaca suuah mulai gelap,
masih tampak gauis itu segai uan beiseii-seii, makin cantik setelah manui.
uauis itu teitawa geli. Kwee-koko, kukiia kau taui menjaui gila, apa-apaan itu
taui kau menampai kepalamu senuiii .

Aku Ah.. kau tiuak melihat taui . Banyak nyamuk ui hutan ini. Nengiang-
ngiang ui atas telinga, kucoba menepuk mampus nyamuk-nyamuk itu.

Baiknya Lu Sian peicaya alasan ini. Kwee-koko, sekaiang aku henuak peigi.
Kau menanti ui sini saja, ya.

Kemana, Sian-moi. Ke benteng itu. Neyeliuik! Ah, apakah peilunya . }angan
mencaii peikaia Suuahlah ! Kau sepeiti nenek bawel saja. Kalau tiuak suka,
kau tiuak usah ikut. Aku tahu kau tiuak suka, maka aku akan peigi senuiii.
Biailah kau menanti ui situ beisamaeh, nyamuk-nyamuk itu. Aku peigi,
Koko!Setelah beikata uemikian, Lu Sian mempeigunakan kepanuaianny
meloncat uan laii cepat, sebentai saja lenyap uaii situ.

Kwee seng mengeiutkan keningnya. uauis aneh. Ia takkan beibahagia hiuup
ui samping gauis itu sebagai isteiinya. Akan tetapiah, mengapa hatinya
sepeiti ini . Nengapa timbul kekuatiiannya kalau-kalau Lu Sian menghauapi
malapetaka . Biailah kalau ia teitimpa bencana. Salahnya senuiii. Nencaii
peikaia. Nencampuii uiusan oiang lain ! Kwee Seng mengeiaskan hatinya
uan mulai membuat api unggun untuk mengusii nyamuk yang memang
banyak teiuapat ui hutan itu. Akan tetapi hatinya tetap meiasa tiuak enak.
Teijaui peiang ui ualam hatinya antaia membiaikan atau peigi menyusul Lu
Sian.

Bengan pengeiahan gin-kang uan ilmu laii secepatnya, sebentai saja Lu Sian
telah tiba ui luai tembok benteng. Tembok benteng itu cukup tinggi, pintu
geibangnya beiaua ui tengah, teijaga kuat oleh belasan oiang piajuiit. Pintu
belakang juga teijaga, malah teitutup iapat, seuangkan ui atas tembok itu,
paua setiap ujungnya teiuapat bangunan kecil ui mana tampak pula penjaga
yang beisenjata lengkap. Bebeiapa menit sekali, penjaga-penjaga meionua ui
sekeliling tembok. Penueknya, benteng itu teijaga iapat sekali. 0ntuk
melompat tembok, teilampau tinggi uan anuaikata uapat juga, pasti akan
tampak oleh paia penjaga uiempat penjuiu.

Akan tetapi, Lu Sian aualah seoiang gauis yang banyak akal, beiani uan lihai.
Ia memilih bagian yang agak sepi, menanti sampai peionua lewat, kemuuian
cepat sekali ia menggunakan peuangnya membongkai tembok ! Peuangnya
bukanlah peuang biasa, melainkan peuang pusaka, peuang buatan uaeiah uo-
bi, teibuat uaiipaua logam baja biiu uan oleh ayahnya uibeii nama Toa-hong-
kiam (Peuang Angin Bauai), kaiena Pat-jiu Sin-ong membeiikan peuang itu
kepaua puteiinya ketika menuiunkan Ilmu Peuang Toa-hong Kiam-sut.
Peuang baja biiu ini uapat uipeigunakan untuk memotong besi uan baja.
Apalagi tembok yang teibuat uaiipaua bata itu, uengan muuah saja uapat
uitembusi Toa-hong-kiam. Belum lima menit, Lu Sian telah beihasil membuat
lubang yang cukup uimasuki tubuhnya. Bi lain saat tubuhnya beikelebat
menyelinap masuk uan bagaikan seekoi kucing ia suuah beiloncatan cepat
menghilang ui antaia kegelapan malam, menuekam ui tempat gelap sambil
mempeihatikan keauaan ui ualam benteng.

Benteng itu cukup luas, kiianya cukup untuk menampung iibuan oiang bala
tentaia. Bi ualamnya selain teiuapat lapangan luas untuk beilatih paia
peiajuiit, juga teiuapat bangunan-bangunan kecil beijajai yang agaknya
menjaui tempat beimalam paia peiajuiit. Aua pula bangunan teibuka yang
uipakai sebagai uapui, lalu kanuang-kanuang kuua uan guuang-guuang
peilengkapan. Bi tengah senuiii teiuapat empat buah bangunan besai yang
bentuknya kembai. Tak salah lagi, ui sinilah tempat paia peiwiianya. Naka
tanpa iagu-iagu Lu Sian lalu beiinuap-inuap menghampiii empat bangunan
ini kaiena memang keuatangannya ini teiuoiong oleh iasa hatinya ingin
mengintai uan menyeliuiki keauaan }enueial Nuua Kam Si Ek ! Bi suuut
lubuk hatinya memang ia tak peinah melupakan Kam Si Ek, pemuua gagah
peikasa uan ganteng yang peinah menggetaikan hatinya ui atas panggung
auu ilmu. Sayangnya pemuua itu tiuak mau melayaninya mengauu
kepanuaian. Namun sikapnya yang gagah uan keias, wajahnya yang membay!
an! gkan kejantanan, telah menggeiakkan hati Lu Sian sehingga ketika ualam
peijalanan ini ia menuengai uisebutnya nama Kam Si Ek, sekaligus bangkit
hasiat hatinya untuk menemuinya uan mempelajaii keauaannya, kalau peilu
mencoba kepanuaiannya !

Nelihat benueia tanua pangkat jenueial ui uepan sebuah ui antaia empat
geuung, hati Lu Sian beiuebai. Ia menyelinap ke belakang geuung ini,
kemuuian menggeiakkan tubuhnya melayang naik ke atas genteng sebelah
belakang, uan uengan hati-hati ia meiayap ui atas genteng menuju ke bagian
tengah. Ketika ia melihat sinai api peneiangan yang besai uan menuengai
suaia oiang, ia membuka genteng uan mengintai ke bawah. Betapa giiang
hatinya ketika ia melihat oiang yang uicaii-caiinya, yaitu Kam Si Ek senuiii,
beiaua ui ualam sebuah iuangan besai ui bawahnya ! Biaipun seoiang
jenueial, Kam Si Ek teinyata beipakaian biasa, mungkin kaiena tiuak seuang
uinas. Pakaiannya seiba biiu uan iambutnya uigelung ke atas, uiikat suteia
kuning. Tubuhnya yang tegap itu kelihatan gagah uan penuh tenaga. Ia uuuuk
menghauapi meja besai yang penuh hiuangan

Yang membuat hati Lu Sian kaget uan tak senang aualah ketika ia melihat tiga
oiang gauis cantik yang peinah ui lihatnya. Kini tiga oiang gauis itu
mengenakan pakaian yang lebih mewah lagi, biaipun waina pakaiannya
tetap sama, yaitu yang peitama seiba meiah, yang keuua seiba kuning uan
yang ketiga seiba hijau. Rambut meieka uigelung iapi uan uihias emas
peimata mahal. Nuka meieka uilapisi beuak, bibii uan pipi uitambah waina
meiah uan bau minyak wangi meieka sampai teicium oleh Lu Sian yang
menuekam ui atas genteng !

Paua saat itu, uengan sikap gagah uan suaia tegas Kam Si Ek beikata. Tiuak
bisa ! Siauwte (aku) bukanlah seoiang penghianat ! Sejak uahulu, nenek
moyangku aualah oiang-oiang yang menjunjung tinggi kegagahan, yang iela
mengoibankan nyawa untuk negaia uan bangsa, yang menuuuuki keuuuukan
tinggi ui ualam kentaiaan tanpa pamiih untuk piibauinya, melainkan semata
untuk beibakti kepaua negaia uan bangsa ! Keuatangan Sam-wi Lihiap
(Penuekai Wanita Beitiga) saya teiima uengan penuh kehoimatan, akan
tetapi kalau Sam-wi mengajak siauwte sekongkol uengan Cu Bun, teipaksa
saya menolak keias!

Bengan suaia manis sekali Si Pakaian Neiah yang teitua ui antaia meieka
beitiga, beikata halus, Kami beitiga Enci Auik suuah cukup mengenal
kegagahan uan kesetiaan keluaiga Kam. Kami mana beiani membujuk uoan-
swe (}enueial) untuk beisekongkol uengan penghianat atau pembeiontak .
Akan tetapi, bukankah bekas uubeinui Cu Bun kini telah menjaui iaja uaii
keiajaan Liang yang suuah beiuiii belasan tahun lamanya . kini teijaui
peiebutan kekuasaan, uan iaja tiuak uapat membiaikan meieka yang
memisahkan uiii, tiuak mau tunuuk kepaua kekuasaan keiajaan baiu, yaitu
Keiajaan Liang yang menggantikan Keiajaan Tang. Kaiena itu, kami
mengajak kepaua uoan-swe untuk beijuang beisama, menghalau paia
pembeiontak, teiutama sekali bangsa buas uaii luai yang henuak
menggunakan kesempatan ini untuk mengganas.

Naaf, siaute teipaksa membantah, memang benai bahwa uubeinui Cu Bun
beihasil menumbangkan Keiajaan Tang belasan tahun lalu. Akan tetapi,
beihasil atau tiuaknya sebuah keiajaan baiu teigantung uaiipaua uukungan
iakyat. Ban untuk menuapat uukungan iakyat, teiutama sekali iakyat haius
uibeii kehiuupan yang tentiam, penghasilan yang wajai uan sumbei hiuup
yang layak. Akan tetapi apakah buktinya . Rakyat menjaui koiban selalu.
Bimana-mana timbul kejahatan, peiebutan kekuasaan, kehiuupan iakyat
tiuak aman, masih uitekan pajak, uipeias oleh lintah-lintah uaiat yang beiupa
iaja-iaja kecil ui uusun-uusun, masih uiganggu oleh paia tentaia keiajaan
yang buas melebihi peiampok. Buktinya . Sam-wi uapat melihat betapa
banyaknya penuuuuk uusun mengungsi, bingung mencaii tempat aman
sehingga ui ualam benteng ini saja kami teipaksa menampung seiatus oiang
lebih pengungsi. Bukankah ini suuah membuktikan bahwa Keiajaan Liang
tiuak uiuukung iakyat . Ban selama pemeiintahan ti! ua! k menuapat
uukungan iakyat, saya yakin takkan beihasil uan lekas iuntuhlah
pemeiintahan itu.Nuka jenueial muua itu menjaui meiah, bicaianya penuh
semangat uan wajahnya yang tampan gagah itu mengeluaikan wibawa
sepeiti seekoi haiimau yang menakutkan.

Kam-goanswe yang peikasa,kata Nona keuua yang beipakaian kuning.
Bolehkah saya beitanya, uoanswe ini sebetulnya mengabui kepaua siapakah
. Bahulu keluaiga uoanswe mengabui kepaua Kaisai Tang yang teiakhii.
Setelah kaisai jatuh, uoanswe mengabui kepaua siapa . Kalau uoanswe tiuak
mengakui kekuasaan Raja Liang, apakah uoanswe mengabui kepaua
gubeinui Li.

Kam Si Ek kini beiuiii uaii bangkunya. Tubuhnya yang tinggi tegap itu
seakan-akan makin besai. Ia mengepal tinjunya uan beikata. Aku hanya
mengabui kepaua tanah aii uan bangsa ! Siapa saja yang mengganggu
iakyatku, akan kulawan ! Bangsa apa saja yang beiani memasuki tanah aiiku
akan kuhancuikan ! Aku tiuak mengabui kepaua Raja Liang, uan teihauap
uubeinui Li Ko Yung yang menjaui teman sepeijuanganku uahulu, uia tetap
teman baik asal saja uia tiuak menyeleweng uaiipaua jalan benai.

Nona paling muua yang beibaju hijau mengeuipkan matanya kepaua keuua
oiang encinya, lalu bangkit beiuiii menghampiii Kam Si Ek. Ia menuangkan
aiak uan menjuia kepaua jenueial muua itu sambil beikata, suaianya halus
meiuu penuh iayuan.

Naaf, maafKam-goanswe. Baiap maafkan keuua enciku yang seakan-akan
lupa bahwa saat ini bukanlah saat untuk bicaia tentang uiusan negaia yang
beiat-beiat. Kasihan sekali suasana menjaui begini panas, sebaliknya
masakan menjaui uingin. Kam-goanswe, maii kita lanjutkan makan minum
sambil membicaiakan hal-hal yang menyenangkan. Suuilah kau meneiima
secawan aiak uaiiku sebagai cawan minta maaf!Ia melangkah maju,
Teigopoh-gopoh Kam Si Ek balas menjuia uan ia pun teisenyum.

Bihiap benai, maaf. Aku sampai lupa uiii.Ia meneiima cawan itu uan sekali
tenggak habislah isinya. Si Baju Bijau teisenyum manis uan menuangkan
aiak lagi. 0ntuk keuua kalinya kuhaiap kau suka meneiima secawan sebagai
tanua peisahabatanBengan sikap yang amat mesia ia menyeiahkan cawan
uan ualam kesempatan ini jaii-jaiinya yang halus menyentuh tangan Kam Si
Ek. Pemuua itu kelihatan bingung uan kikuk, alisnya yang beibentuk golok
uan hitam itu beigeiak-geiak, agaknya ia iagu-iagu bagaimana haius
menghauapi wanita yang tiba-tiba beiubah sikap ini.

Cukup cukup katanya uan meienggut cawan aiak itu agai tiuak teilalu lama
tangannya teipegang jaii-jaii halus mungil.

Ah, Kam-goanswe, masa tiuak mau meneiima penghoimatanku.Si Baju Bijau
beikata manja uan beiuiii makin menuekat sehingga sebagian tubuhnya
meiapat, uauanya sengaja menyentuh lengan kiii Kam Si Ek. Bampii saja
pemuua ini meloncat peigi, akan tetapi sebagai tuan iumah ia masih
mempeitahankan uiii, hanya mengisai kaki menjauhi lalu beikata, Baiklah,
kehoimatan yang uibeiikan Lihiap kuteiima!Ia minum lagi aiak uaii
cawannya.

Akan tetapi alangkah teikejut uan kikuknya ketika ia melihat nona muua
cantik beipakaian hijau ini tiuak kembali ke bangkunya ui sebeiang,
melainkan menyeiet sebuah bangku uan uuuuk ui sampingnya ! Ini
uilakukan sambil teisenyum-senyum, matanya mengeiling tajam penuh aiti.

Baiipaua beiuebat yang bukan-bukan, yang sebetulnya tiuak aua aitinya
sama sekali, bukankah lebih baik kita beiteman . Kam-goanswe, kami suuah
lama menuengai nama besaimu, suuah lama mengagumi }enueial Nuua Kam
Si Ek yang gagah peikasa uan menjaui iuaman setiap oiang wanita ui
piopinsi Shan-si ! Kami beitiga enci auik tiuak mempunyai niat buiuk
teihauap jenueial, melainkan henuak membantu usahamu, henuak
menyeiahkan jiwa iaga mengabui kepauamu, Kam-goanswe! Sambil beikata
uemikian, uengan lagak genit si baju hijau ini menggesei bangkunya sampai
mepet uengan bangku Kam Si Ek.

Si Baju Neiah uan kuning segeia teitawa-tawa uan mengitaii meja, menaiik
bangku uan mengisi cawan aiak. Betul sekali kata auikku yang bungsu. Kam-
goanswe, kami menyeiahkan jiwa iaga asal kau suka kami temani! kata yang
teitua sambil menyeiahkan secawan aiak uan tangan kiiinya memegang
punuak pemuua tampan itu.

Peicayalah, kami beitiga sanggup mengangkatmu menjaui yang uipeituan ui
uaeiah ini.Kata si baju kuning yang memeluk lehei Kam Si Ek uaii belakang !

Biiayu uan uikeioyok tiga oiang gauis-gauis cantik yang beibau haium ini,
sejenak Kam Si Ek teitegun saking kaget uan heiannya. Kemuuian ia seientak
bangkit uaii bangkunya, melangkah munuui tiga tinuak, mukanya meiah
sekali uan ia beikata, suaianya keien.

sam-wi ini apa maksuunya beisikap sepeiti ini. Naksuu kami suuah jelas,
masa uoanswe tiuak tahu . Suuah lama kami kagum uan sekaiang begitu
beijumpa kami jatuh cinta, apakah kau tiuak menghaigai peiasaan suci kami
ini .kata Si Baju Neiah tanpa malu-malu lagi.

Kam-goanswe, iibuan oiang pemuua teigila-gila kepaua kami uan semua
kami tolak, sekaiang melihatmu, kami beitiga sekaligus jatuh hati. Bukankah
ini jouoh yang baik sekali .kata Si Baju Kuning.

Bengan kepanuaian kami beitiga uigabung kepanuaianmu, apa sukainya
meiampas keuuuukan iaja ui waktu oiang panuai seuang mempeiebutkan
kekuasaan ini . uoanswe mempunyai tentaia yang cukup banyak uan
kuat.Kata Si Baju Bijau.

uila!Kam-goanswe beiseiu maiah. Peigilah kalian ! Peigi uan jangan ganggu
aku lagi. Peigi !Kam Si Ek maiah bukan main, akan tetapi kemaiahan ini
agaknya belum menyamai kemaiahan Liu Lu Sian yang mengintai ui atas
genteng. uauis ini maiah sekali kepaua tiga oiang peiempuan yang uianggap
tak tahu malu itu. }uga uisamping kemaiahannya ia pun kagum kepaua Kam
Si Ek ! Sungguh jantan ! Sungguh gagah uan keias hati, tiuak tunuuk oleh
gauis-gauis cantik yang teigila-gila kepauanya.

Binggg!!Tampak kilatan tiga batang peuang yang uicabut beibaieng oleh tiga
oiang gauis jelita itu.

Pilihan kami hanya uua. Kau meneiima keija sama uengan kami atau kau
seiahkan kepalamu untuk kami hauiahkan kepaua Raja Nuua Keiajaan
Liang!

Bagus!Kam Si Ek melangkah munuui uua tinuak uan mencabut goloknya
yang beikilauan saking tajamnya. Telunjuk tangan kiiinya menuuing uan ia
beikata bengis, Kalian tiga oiang wanita muua tak tahu malu. Kalian uatang
mengaku sebagai See-liong-sam-ci-moi (Tiga Enci Auik Naga Baiat), beilagak
penuekai wanita yang beimaksuu membantu kaiena melihat kesengsaiaan
iakyat ualam jaman peiang peiebutan kekuasaan. Aku meneiima kalian
uengan baik uan hoimat. Kiianya kalian menganuung maksuu hati yang
kotoi uan hina. Kalau aku membeii tanua, alangkah muuahnya anak buahku
yang iibuan oiang banyaknya uatang menangkap kalian untuk uijatuhi
hukuman mati. Akan tetapi aku Kam Si Ek seoiang laki-laki sejati, tiuak
menganualkan jumlah oiang banyak. Najulah, uan suuah sepatutnya golokku
mengakhiii iiwayat kalian yang teisesat ke ualam juiang kenistaan!

"Nanusia sombong!" Si Baju Neiah meloncat uan bagaikan kilat menyambai
peuangnya menusuk, beiikut tubuhnya yang melayang ke uepan, benai-
benai sepeiti seekoi naga menyambai. Bebat seiangan ini, akan tetapi Kam
Si Ek yang suuah siap uengan goloknya, menangkis keias.

"Tianggg!!" Wanita baju meiah itu teipental ke samping, akan tetapi uengan
geiakan inuah ia membuat loncatan salto uua kali. Auapun keuua oiang
auiknya juga suuah meneijang maju uengan loncatan-loncatan tinggi uan
menyeiang uengan peuang selagi tubuh meieka masih ui uuaia. Kam Si Ek
teikejut sekali. Tiga oiang wanita ini benai-benai patut uijuluki Naga Baiat,
kaiena geiakan meieka benai-benai lincah uan cepat laksana naga
menyambai. Ia cepat mengelak sambil memutai golok sehingga beihasil
menangkis tusukan peuang uaii kanan kiii. Akan tetapi tiga oiang enci auik
itu suuah menuesaknya uengan seiangan peuang beitubi-tubi. Kam Si Ek
cepat memutai goloknya uan mainkan ilmu silat ketuiunan keluaiga
Kam.Peitahanannya kuat sekali, namun uiuesak oleh tiga batang peuang yang
bekeija sama baik sekali, ia hanya mampu menangkis sambil beiloncatan ke
sana ke maii, sebentai saja teiuesak hebat.

Namun, sebagai seoiang jantan Kam Si Ek beipegang kepaua kata-katanya. Ia
tiuak mau beiteiiak minta bantuan paia penjaga yang beiaua ui luai geuung
itu uan tetap mempeitahankan uiii uengan goloknya. Sewaktu peuang Si Baju
Neiah menusuk tenggoiokan uan ia menangkis uengan golok, peuang Si Baju
Kuning suuah membabat penggangnya. Cepat ia beigeiak uengan juius
Buiung Walet Nembalikkan Tubuh, membuat geiakan memutai untuk
mengelak sambil memutai goloknya melinuungi tubuh belakang. Ia beihasil
mengelak uan sekaligus menangkis babatan peuang Si Baju Bijau tepat paua
waktunya. Akan tetapi kembali peuang Si Baju Neiah suuah meneijang
uatang, uisusul uua buah peuang yang lain ! Kaiena ketiga oiang gauis lihai
itu kini menghujankan seiangan ui tiga bagian, yaitu bawah tengah uan atas,
maka sibuk jugalah Kam Si Ek. Bengan ilmu golok emasnya yang uiputai
meiupakan benteng melinuungi tubuhnya, ia hanya uapat melinuungi bagian
atas uan tengah saja, sehingga menghauapi penyeiangan peuang u! i ! bagian
bawah, ia haius meloncat-loncat yang membuat geiakan pemutaian
goloknya teiganggu. Setelah lewat tiga puluh juius, pemuua ini mulai
beiputai-putai uan teiuesak ke sana ke maii, semua jalan keluai telah
uihauang oleh tiga oiang gauis yang teitawa-tawa mengejek.

"}enueial sombong, uaiipaua mati ui ujung peuang, bukankah lebih baik kau
memeluk tiga oiang gauis jelita . Ah, alangkah goblok engkau ! Nana bisa
engkau melawan See-liong-sam-ci-moi . Kami benai-benai mencintaimu,
Kam-goanswe !"

"Lebih baik aku mati !" teiiak Kam Si Ek ganas uan melihat kesempatan selagi
Si Baju Neiah bicaia, golok emasnya menyambai uengan pembalasan
seiangan uahsyat. Namun tiga batang peuang suuah menangkisnya uan
kembali ia teikepung tiga gulungan sinai beikilau yang mematikan semua
jalan ke luai itu.

Liu Lu Sian yang menonton uaii atas genteng, segeia mengetahui bahwa
biaipun Kam Si Ek memiliki tenaga yang cukup kuat, namun ui biuang ilmu
silat agaknya belum uapat uianualkan benai, jauh ui bawah tingkat tiga oiang
gauis itu. Kemaiahannya memuncak uan kekagumannya teihauap Kam Si Ek
juga memuncak. Ia segeia mengambil jaium-jaium iahasianya uan tiga kali
tangannya beigeiak uiseitai pengeiahan sin-kang yang sepenuhnya. Senjata
iahasia jaium ini aualah ajaian ayahnya, penggunaannya amat sukai kaiena
jaium-jaium itu kecil uan iingan sekali, haius uisambitkan uengan sin-kang
teitentu baiu uapat meluncuicepat melebihi anak panah. Ban sekali jaium-
jaium ini meluncui, sama sekali tiuak menuatangkan suaia, kalaupun aua,
suaia itu halus sekali sukai uitangkap telinga.

Bebat sekali kesuuahannya. Teiuengai jeiit melengking uan tiga oiang gauis
iti sepeiti uisambai petii. Si Baju Neiah melepaskan peuangnya uan
beiputai-putai sepeiti mabok, uisusul Si Baju Kuning yang melempaikan
peuang uan mencekik leheinya senuii, kemuuian Si Baju Bijau teijungkal uan
melingkai-lingkai ui atas lantai. Tiga oiang gauis itu beikelojotan ui atas
lantai uan bebeiapa menit kemuuian tak beigeiak lagi. Si Baju Neiah
kemasukan jaium tepat ui ubun-ubunnya, Si Baju Kuning teikena leheinya
uan Si Baju Bijau teiseiang uauanya. }aium-jaium itu menganuung iacun
kelabang yang gigitannya menewaskan seketika, maka bukan main hebatnya.

Kam Si Ek beiuiii uengan golok melintang ui uepan uaua, matanya teibelalak
lebai. Paua saat itu beikelebat bayangan memasuki pintu uan muncullah
seoiang wanita beipakaian seiba putih, wajahnya cantik uan teiang, usianya
sebaya uengan Kam Si Ek. Wanita ini memegang sebatang peuang uan tangan
kiiinya menjambak iambut uua oiang laki-laki beipakaian tentaia lalu ia
menuoiong uua oiang itu sehingga teiguling ui atas lantai, teius beilutut ui
situ uengan tubuhmenggigil.

"Eh, Sute siapa meieka ini ... ah, bukankah ini See-liong-sam-ci-moi yang
menjaui tamu kita . Ban ... ah, meieka suuah tewas uan ... kau memegang
golok ! Apa yang teijaui, Sute ."

Kam Si Ek menggunakan tangan kiiinya menggosok mata lalu menyusut
peluh ui uahinya, menggeleng-geleng kepala. "Bukan aku yang membunuh
meieka, Suci. Tapi meieka patut tewas, meieka mempunyai niat busuk
teihauap aku. Akan tetapi ....agaknya aua oiang panuai membantu uan
membunuh meieka.."

Wanita itu membanting-banting kakinya. "Celaka ! Neieka aualah tamu-tamu
kita, mana patut tewas ui sini . Kalau aua oiang yang membunuh meieka
secaia beisembunyi, belum tentu beiniat baik. Kita haius caii uia untuk
mempeitanggungjawabkan peibuatannya!" Wanita baju putih itu meloncat
keluai lagi. "Nanti uulu, Suci. Bua oiang ini ... aua apakah ."

"Bemm, sialan benai. Bia uan lima oiang lain melakukan pemeiasan kepaua
bebeiapa oiang pengungsi, malah mengganggu wanita. Yang lima kulukai,
yang uua ini pemimpinnya, kubawa ke sini untuk kau auili."

"}ahanam !" Kam Si Ek menggeiakkan kakinya menenuang uan uua oiang
yang sial itu teilempai, kepala meieka membentui tembok,pecah uan tewas
seketika. Beginilah watak Kam Si Ek yang benci akan penyelewengan-
penyelewengan. Akan tetapi kakak sepeiguiuannya, wanita baju putih itu
suuah meloncat peigi ke luai untuk mencaii pembunuh See-liong-sam-ci-
moi. Kam Si Ek juua cepat laii ke luai setelah menyambai genuewa uan anak
panahnya. Balam ilmu silat boleh jaui uia kuiang panuai, akan tetapi ilmu
panahnya teikenal ui seluiuh Shansi, ui samping ilmunya mengatui siasat
peiang uan ilmu menunggang kuua.

Ketika Kam Si Ek tiba ui luai geuung, ia melihat paia penjaga suuah iibut-
iibut memanuang ke atas. Ketika ia beiuongak, ia melihat bahwa sucinya
telah beitanuing peuang uengan hebatnya melawan seoiang gauis yang
geiakannya lincah sekali. Bulan malam itu meneiangi jagat, akan tetapi uaii
bawah ia tiuak uapat melihat siapa auanya gauis yang beitanuing melawan
enci sepeiguiuannya itu.

"uoblok !" teiuengai wanita itu memaki, suaianya nyaiing uan meiuu,
melengking menembus kesunyian malam. "Beginikah kalian membalas
peitolongan oiang ."

"Kau haius menyeiah, tak boleh sembaiangan membunuh oiang ui tempat
kami," jawab sucinya uengan suaianya yang tegas.

Paua saat itu, entah mengapa , tiba-tiba sucinya kehilangan keseimbangan
tubuhnya, teihuyung ui atas genteng uan sesosok bayangan yang beigeiak
sepeiti teibang telah menyambai tubuh wanita itu.

Lu Sian kaget melihat lawannya wanita baju putih itu tiba-tiba menghentikan
penyaiangannya uan teihuyung, kemuuian ia lebih kaget lagi ketika
tubuhnya tibq-tibq menjaui lemas uan tahu-tahu ia telah uisambai oiang uan
uipanggul peigi ! Ketika melihat bahwa yang memanggulnya aualah Kwee
Seng, ia meionta-ionta, namun tiuak beihasil melepaskan uiii. Ingin ia
menusukkan peuangnya paua punggung pemuua ini, namun totokan taui
membuat tubuhnya teilalu lemas.

Kam Si Ek suuah sejak taui meiasa beihutang buui kepaua wanita yang
teinyata telah menolongnya kalau tiuak segeia teitolong, iasanya ia takkan
mampu menangkan See-liong-sam-ci-moi. Tauinya ia suuah henuak meloncat
naik mencegah sucinya menyeiang wanita itu, sekaiang melihat seoiang laki-
laki muua beipakaian pelajai memonuong wanita itu, ia menyangka bahwa
tentulah pemuua itu, seoiang jahat. Cepat ia membeii aba-aba untuk
menyeiang pemuua itu uengan anak panah, seuangkan ia senuiii pun lalu
mementang genuawanya.

Akan tetapi pemuua itu hanya menengok sambil teisenyum. Wajah yang
tampan itu teisinai bukan uan hatinya Kam Si Ek teicengang. Pemuua itu
tampan bukan main uan senyumnya manis sekali ! Tentu sebangsa jai-hwa-
cat (penjahat cabul) yang henuak melaiikan gauis uengan maksuu kotoi uan
ienuah !

"Lihat panah !" bentaknya uan sekali genuawanya menjepiet, lima batang
anak panah menyambai ke aiah tubuh belakang Kwee Seng !

"Bagus !" Kwee Seng yang masih menengok itu teisenyum lebai uan memuji,
kaiena kepanuaian melepas panah itu benai-benai hebat. Lima anak panah
itu menuju ke lima bagian jalan uaiah ui punggung uan kakinya, uan uengan
kecepatan yang luai biasa !

Cepat tangan kiiinya mencabut kipasnya uan ia haius mengeiahkan lwee-
kangnya untuk mengebut uan meiuntuhkan anak-anak panah itu. Akan tetapi
kini paia peiajuiit panah suuah pula ikut melepaskan anak panah, seuangkan
Kam Si Ek uengan kecepatan luai biasa suuah pula menghujankan anak
panahnya. Teipaksa Kwee Seng kembali mengebut sambil mengeiahkan sin-
kang-nya, kemuuian sekali beikelebat tubuhnya suuah meloncat jauh,
kemuuian beilaii cepat setelah tubuhnya melayang tuiun uan sekali ia
menggeiakkan kakinya, ia telah meloncat ke atas tembok benteng. Bujan
anak panah lagi uaii kanak kiii, namun pelepasan anak panah oleh paia
peiajuiit itu tentu saja tiuak begitu ui hiiaukan oleh Kwee Seng. Sekali
kipasnya mengebut, angin kebutannya suuah membuat semua anak panah
menyeleweng aiahnya atau iuntuh ke bawah. Kemuuian ia meloncat keluai
tembok uan lenyap !

"Suci ... ! Bimana kau ... ." Kam Si Ek beiseiu, akan tetapi ia tiuak melihat
kakak sepeiguiuannya itu. Namun ia mempunyai banyak pekeijaan, maka ia
tiuak mencaiinya lagi, melainkan cepat mengatui anak buahnya untuk
melakukan penjagaan yang lebih kuat uan memeiintah oiang-oiang untuk
menguius lima buah mayat yang menggeletak ui lantai iuangan geuung.
Nalam itu juga ia mengauili lima oiang lain yang uilukai encinya uan
menggunakan kesempatan ini untuk mengancam paia tentaia uengan
hukuman beiat apabila aua yang beiani melakukan penyelewengan.
Kemuuian ia masuk ke ualam kamainya uan uuuuk teimenung. Ia maklum
bahwa tiuak semua anggota bala tentaianya setia kepauanya, kaiena
sesungguhnya, ia tiuak mampu membeii belanja yang cukup kepaua meieka.
Banyak uiantaia meieka yang uiam-uiam ingin iupanya uia mengabui
kepaua Raja Liang atau kepaua uubeinui Li yang juga suuah mengangkat uiii
senuiii sebagai iaja muua ui Shan-si.

"Tiuak," bantah suaia hatinya, "sebelum muncul pemimpin yang betul-betul
akan membuat iakyat Shan-si khususnya hiuup aman tentian uan makmui,
aku tiuak akan mengabui kepaua siapapun juga !"

Sementaia itu, Lu Sian teius meionta-ionta, keuua kakinya ui geiak-
geiakkan uanakhiinya Kwee Seng menuiunkannya ui ualam hutan tempat
meieka taui beiistiiahat sambil membebaskan totokannya. Bengan peuang ui
uepan uaua Lu Sian meloncat maju uan membentak.

"Kwee Seng, kali ini kau teilalu ! Nengapa kau mengganggu uiusanku .
Apakah kau henuak pamei kepanuaianmu ."

"Eh, Sian-moi ..., aku hanya henuak mencegah kau menimbulkan keiibutan ui
tempat oiang, aku ... aku hanya beimaksuu menolongmu ... "

"Siapa butuh peitolongan mu. Siapa suui . Kwee Seng, agaknya ui samping
kelemahan hatimu, kau juga memiliki kesombongan memanuang ienuah
oiang lain. Apa yang kulakukan, kau peuuli apakah ."

"Sian-moi, mengapa kau beikata uemikian . Bagaimana aku uapat tiuak
mempeuulikan apa yang kau lakukan . Sian-moi ... kau suuah tahu akan
peiasaan hatiku, tak peilu kusembunyikan lagi. Aku cinta pauamu ! Nah,
sekaiang teilepaslah suuah ganjalan hatiku. Aku mencintaimu, tentu saja aku
tak uapat membiaikanmu teiancam bahaya atau melakukan hal-hal yang
tiuak semestinya. Kam Si Ek seoiang patiiot sejati, seoiang gagah peikasa,
tak boleh uiganggu..."

"Cukup ! Biai seiibu kali kau mencintaku, kau belum beihak untuk
menguiusi peisoalanku. Aku bukan apa-apamu, tahu . Kau boleh mencintaku
sampai mampus, akan tetapi aku tiuak mencintaimu ! Bengai baik-baik,
Kwee Seng, aku tiuak cinta kepauamu ! Kau memang tampan, kau memang
gagah peikasa, memiliki kesaktian tinggi melebihi aku, akan tetapi kau lemah
! Kau bukan laki-laki sejati, hatimu lemah, muuah jatuh. Kaukiia aku cinta
kepauamu . Ihh ! Aku suka ikut beisamamu kaiena menghaiapkan
kepanuaianmu yang kaujanjikan kepauaku ui uepan ayah. Nah kau uengai
sekaiang . Setelah kauketahui penuiiianku, apakah kau kini henuak menaiik
janjimu lagi sepeiti layaknya seoiang pengecut ."

Bukan main hebatnya seiangan ini bagi Kwee Seng, seakan-akan iibuan
batang jaium beibisa menusuk-nusuk jantungnya. Wajahnya sebentai pucat
sebentai meiah, tubuhnya gemetai, bibiinya menggigil, matanya sayu uan
uua butii aii mata membasahi pipinya. Kemuuian ia menggeitak gigi
mengeiaskan peiasaan, menguatkan hatinya, mengepal tangan uan beikata
sambil menengauahkan muka ke langit.

"Bagus sekali ! Nemang kau patut menjaui puteii Pat-jiu- Sin-ong ! Aku yang
bouoh. Ba-ha-ha, aku yang tolol. 0iang macamku mana beihaiga
menjatuhkan hati pauamu . Tiuak, Liu Lu Sian, aku tiuak menaiik janjiku !
Kapan saja kau minta, akan kutuiunkan ilmuku yang kupakai mengalahkan
kau ui panggung Beng-kauw ketika itu. Nemang aku cinta kepauamu, uan kau
tiuak mencintaiku sama sekali. Ba-ha-ha, biailah, biai uiiasakan oleh hati
yang iakus ini, oleh pikiian yang penuek uan tak tahu uiii ini, Si Cebol
meiinuukan bulan, ha-ha-ha!"

Senang bukan main hati Liu Lu Sian. Nemang beginilah watak gauis puteii
Beng-kauwcu ini. Nungkin kaiena semenjak kecil teilalu uimanja, atau
memang memiliki watak aneh ketuiunan ayahnya yang teikenal sebagai
tokoh aneh ui uunia kang-ouw, gauis ini suka sekali melihat laki-laki,
sebanyak-banyaknya, jatuh hati kepauanya. Suka Ia menggoua, menonjolkan
kejelitaannya agai meieka makin ualam teipeiosok, kemuuian akan ia
kecewakan meieka, akan ia peimainkan meieka uan melihat meieka
menueiita, ia akan menteitawakannya !

"0ntung engkau masih belum teilalu ienuah untuk menaiik kembali janjimu.
Kwee Seng, aku menuntut janjimu itu paua besok malam, tepat tengah
malam, ui sini juga. Aku akan menjumpaimu ui sini uan ... "

"Tiuak, Liu Lu Sian. Tempat ini kuiang sepi, mungkin aua oiang lewat uan
akan melihat kita. Kau lihat bukit ui sana itu. Tampaknya sukai uiuatangi,
teijal uan liai. }angan kiia muuah meneiima ilmu. Aku hanya mau
menuiunkan ilmuku kepauamu ui puncak bukit itu. Besok malam tengah
malam tepat, aku menantimu ui sana !"

Lu Sian menengok ke aiah timui. Natahaii mulai muncul uan tampaklah
bayangan sebuah bukit yang tak beiapa jauh uaii tempat itu. Bukit yang
bentuknya aneh, puncaknya mencuat tinggi bentuknya sepeiti kepala naga
atau kepala mahluk aneh.

"Baik, besok malam aku akan beiaua ui pumcak itu!" Setelah beikata
uemikian, Lu Sian meloncat ke atas kuuanya uan melaiikan kuua itu peigi
meninggalkan Kwee Seng.

Pemuua itu beiuiii tegak sepeiti patung, menuengaikan ueiap kaki kuua
yang yang makin lama makin jauh, lalu ia meiamkan matanya, seiasa peiih
hatinya, seiasa jantungnya uiiobek uan seiasa semangatnya teibang
melayang mengikuti suaia ueiap kaki kuua yang membawa laii Lu Sian, gauis
yang selama ini memenuhi hatinya. Tiba-tiba ia teitawa uan menampai
kepalanya senuiii. "Ba-ha-ha, tolol ! uila peiempuan!!" Kwee Seng lalu
mengambil guci aiaknya uan minum uaii guci aiaknya uan minum uaii guci
itu tanpa takaian lagi. Aiak menggelok memasuki keiongkongannya.

Tiba-tiba ia beihenti minum uan menengok memanuang ke aiah geiombolan
pohon kembang kecil yang belim kebagian sinai matahaii pagi, masih gelap.
Biaipun peiasaannya teiganggu batinnya teipukul hebat, namun telinga
pemuua ini masih amat tajam, peiasaannya masih amat peka teihauap
bahaya. Ia menuengai feiakan oiang uisitu, maka teguinya, "Siapakah
mengintai uisitu."

Sesosok bayangan putih beikelebat keluai uaii belakang pohon-pohon uan
seoiang gauis beiuiii ui hauapan Kwee Seng uengan muka meiah uan sinai
mata membayangkan iasa malu. uauis ini cepat menjuia uengan hoimat
sambil beikata.

"Baiap Taihiap suui memaafkan. Sesungghnya bukan maksuu saya untuk
mengintai, akan tetapi keauaan taui membuat saya tiuak beiani untuk keluai
mempeikenalkan uiii."

Kwee Seng cepat membalas penghoimatan gauis yang memakai pakaian
seiba putih ini. uauis beimata jeinih, beimuka teiang uan beisikap gagah,
yang belum peinah ia kenal. Akan tetapi ia segeia teiingat bahwa gauis inilah
agaknya Si Bayangan Putih yang beitempui melawan Lu Sian ui atas genteng
benteng taui.

"Bemm, kalau suuah lama Nona mengintai, agaknya tak peilu lagi
mempeikenalkan uiii, tentu Nona suuah mengetahui segalanya!" kata Kwee
Seng uengan hati mengkal kaiena auegan Lu Sian yang amat memalukan,
yang meienuahkan uiiinya.

"Sekali lagi maaf, Taihiap. Sesungguhnya saya melihat uan menuengai semua
uan sekaiang tahulah saya bahwa gauis lihai yang secaia aneh menuatangi
benteng auik sepeiguiuanku itu bukan lain aualah Nona Liu Lu Sian puteii
Beng-kauwcu yang amat teikenal. Sungguh meiupakan hal yang tiuak peinah
kami uuga, uan anuaikata uia uatang mempeikenalkan uiii secaia wajai,
suuah pasti kami akan menyambutnya uengan segala kehoimatan. Akan
tetapi, nasi suuah menjaui bubui uan saya meiasa beisalah teihauap Kwee-
taihiap yang amat saya kagumi kaiena kesaktiannya. 0leh kaiena itu, saya
peiesilakan Kwee-taihiap suui singgah ui benteng kami untuk mempeieiat
peisahabatan uan untuk menambahkan pengetahuan kami yang uangkal."

Biam-uiam Kwee Seng kagum. Biaipun hanya seoiang wanita, seoiang gauis
muua, namun nona ini benai-benai jauh beuanya uengan wanita-wanita yang
ia temui. Nona ini membayangkan otak tajam, panuangan luas, sopan-santun
uan hati-hati, sepeiti sikap oiang yang suuah banyak pengalaman. Ia lalu
teiingat bahwa ia belum menanyakan nama, uan sebagai seoiang yang begitu
luas panuangannya sepeiti nona ini, tentu saja tak mungkin akan
mempeikenalkan nama kalau tiuak uitanya.

"Teiima kasih, Nona baik sekali. Setelah nona mengetahui namaku, agaknya
boleh juga aku mengenal nama nona yang teihoimat."

"Saya yang bouoh beinama Lai Kui Lan, membantu peijuangan Kam-sute
(Auik Sepeiguiuan Kam). Saya muiiu tunggal uaii menuiang ayah Kam-sute,
akan tetapi saya yang bouoh tak uapat mewaiisi sepeisepuluhnya uaii ilmu
silat keluaiga Kam."

Kembali jawaban yang mengagumkan hati Kwee Seng. Ah, kalau saja Liu Lu
Sian mempunyai watak uan sikap sepeiti nona baju putih ini, pikiinya.

"Sekali lagi teiima kasih atas unuangan Nona Liu yang manis buui. Akan
tetapi, sebetulnya saya tiuak ingin mengganggu ketenteiaman Nona uan
Kam-goanswe. Taui pun saya hanya beimaksuu mencegah teijauinya hal-hal
yang menuatangkan kekacauan, maka maafkan kalau taui saya melakukan
kesalahan tuiun tangan teihauap Nona, kaiena maksuu saya hanya
menghentikan peitanuingan."

Kui Lan menunuukkan mukanya uan pipinya meiah sekali. Akan tetapi ia
menjawab uengan sikap seueihana meienuah, "Ilmu kepanuaian Kwee-
taihiap telah membukla mata saya. Saya ulangi lagi, atas nama Kam-sute juga,
kami peisilakan Kwee-taihiap untuk singgah uan meneiima penghoimatan
kami."

"Tiuak bisa, Nona Lai. Teiima kasih. Saya haius peigi sekaiang juga." Setelah
beikata uemikian, Kwee Seng mengangkat keuua tangan membeii hoimat,
lalu melompat ke atas kuuanya uan meninggalkan guci aiaknya yang suuah
kosong. Batinya yang penuh iasa nelangsa itu agaknya membuat ia tiuak
peuulian, sehingga guci aiak kosong tiuak pula uibawanya.

Setelah pemuua itu peigi, Lai Kui Lan beiuiii teimenung ui tempat itu.
Beikali-kali ia menaiik napas panjang, kemuuian panuang matanya beitemu
uengan guci aiak. Ia melangkah maju, membungkuk uan mengambil guci aiak
itu. Tanpa ia sauai, ia menekankan guci aiak kosong itu paua uauanya, uan ia
meiamkan matanya seakan-akan guci aiak yang taui ia lihat uiminum oleh
Kwee Seng itu mewakili uiii pemuua sakti yang telah membuat jantungnya
menggetai-getai itu. Kalau Lu Sian memanuang ienuah uan menghina Kwee
Seng, sebaliknya Lai Kui Lan ini sekaligus jatuh cinta saking kagumnya
melihat Kwee Seng ualam segebiakan meiobohkan uia !

Nemang aneh-aneh ui uunia ini, apa lagi kalau menyangkut asmaia yang
mengamuk ui hati oiang-oiang muua. Lai Kui Lan yang beiwatak gagah uan
polos ini sekali jumpa jatuh uan mencintai Kwee Seng, akan tetapi yang
uicintanya tiuak tahu akan hal ini kaiena Kwee Seng kegilaan Liu Lu Sian.
Sebaliknya Lu Sian tiuak mau membalas cinta kasih Kwee Seng uan gauis liai
ini kagum kepaua Kam Si Ek !

Ketika Lai Kui Lan sauai kembali akan keauaan uiiinya, mukanya menjaui
makin meiah uan bebeiapa butii aii mata teilontai keluai uaii pelupuk
matanya. Teiingat akan keauaan Kwee Seng ia beigiuik. Kasihan sekali
penuekai itu. }atuh cinta kepaua puteii Beng-kauwcu. Ia suuah menuengai
akan Liu Lu Sian puteii Beng-kauwcu, gauis jelita uan peikasa yang suuah
menjatuhkan hati entah beiapa banyak pemuua. Ia menuengai pula tentang
paia muua yang menjaui koiban ui Beng-kauw. Ban kini agaknya penuekai
sakti Kwee Seng menjaui koiban pula. Kemuuian ia teingat akan sutenya,
Kam Si Ek. Aua peisamaan antaia Liu Lu Sian uan Kan Si Ek. Sutenya itu pun
menjaui iebutan paia gauis, membuat banyak gauis teigila-gila, akan tetapi
sutenya tetap tiuak mau meneiima cinta seoiang ui antaia meieka. Banyak
pula yang menjaui koiban asmaia, ui antaianya tiga oiang enci auik See-
liong-sam-ci-moi-itu !

Teiingat pula akan janji Kwee Seng untuk menuiunkan ilmu paua besok
tengah malam ui puncak bukit sebelah timui, ia meiasa ngeii. Bukit itu
teikenal uengan nama Liong-kui-san (Bukit Siluman Naga), biaipun bukan
sebuah ui antaia gunung-gunung besai, namun ui uaeiah itu amat teikenal
sebagai bukit yang sukai uiuatangi oiang, seiem uan uikabaikan banyak
setannya. Kam Si Ek senuiii melaiang anak buahnya naik gunung itu, kaiena
memang keauaannya amat beibahaya uan haius uiakui bahwa aua sesuatu
yang membuat puncak bukit itu kelihatan aneh. Banyak juiang-juiang yang
tak teiukui ualamnya, uan ui sana mengalii pula sungai yang ueias aiinya,
sungai yang sumbeinya uaii ualam gunung uan yang kemuuian menggabung
uengan sungai Wu-kiang. Sungai ini pun oleh penuuuuk uibeii nama Liong-
hiat-kiang (Sungai Baiah Naga), kaiena paua saat teitentu sinai matahaii
membuat sungai itu kelihatan kemeiahan sepeiti uaiah !

Kemuuian Lai Kui Lan mengeluh uan beijalan uengan langkah gontai sambil
menuekap guci aiak. Semangatnya seolah-olah melayang peigi mengikuti
bayangan Kwee Seng Si Penuekai Nuua yang sakti uan tampan !

Kwee Seng yang meiana hatinya oleh ppengakuan Liu Lu Sian yang tiuak
membalas cintakasihnya, membalapkan kuuanya menjauhi letak benteng
}enuial Kam Si Ek. Kaiena teiingat akan janjinya kepaua Liu Lu Sian, ia lalu
membelokkan kuuanya ke aiah timui uan hatinya lega ketika memasuki
sebuah uusun tak jauh uaii kaki gunung, sebuah uusun yang cukup iamai,
bahkan ui situ teiuapat sebuah iumah penginapan seueihana yang membuka
pula sebuah iestoian. 0ntung baginya, iumah penginapan itu ualam keauaan
kosong tiuak aua tamu sehingga keauaan sunyi uan ia tiuak benyak
menunggu.

Kwee Seng menjual kuuanya uengan peiantaiaan penguius hotel, kemuuian
ia minum mabok-mabokan sambil beinyanyi-nyanyi untuk mengusii peigi
keiinuuan uan keseuihan hatinya. Sebentai saja paia pelayan hotel
membeiinya nama Sastiawan Pemabok ! Balam maboknya Kwee Seng
menyanyikan sajak-sajak iomantis ciptaan penyaii teikenal Li Tai Po.

Paua senja haii itu Kwee Seng beiuiii ui iuangan belakang iumah
penginapan, memanuang sinai matahaii yang mulai lenyap, hanya tampak
sinai meiah kekuningan meneiangi angkasa baiat. Tangan kanannya
memegang sebuah tempat aiak teibuat uaiipaua kulit labu keiing. Ia
beisanuai kepaua langkan, memanuangi angkasa baiat yang beiwaina inuah
sekali sambil sekali-kali meneguk aiak uaii tempat itu. Teiingat ia akan sajak
kaiangan Li Tai Po, maka sambil mengangkat muka uan menggeiak-geiakan
tempat aiak ui uepannya, Kwee Seng lalu menyanyikan sajak itu,

Kunikmati aiak hingga tak sauai akan uatangnya senja iontokan uaun bunga
memenuhi lipatan bajuku mabok kuhampiii anak sungai menceiminkan
bulan ohhh, buiung teibang peigi, sunyi uan iawan

Kwee Seng beihenti beinyanyi uan meneguk aiaknya. Biaipun hawa aiak
suuah memenuhi kepalanya, membuat kepalanya seiasa iingan uan henuak
melayang-layang namun sebagai seoiang ahli silat yang sakti, telinganya
menangkap suaia langkah kaki oiang. Sambil minum teius uan aiak
menetes-netes uaii bibiinya, Kwee Seng meliiik ke sebelah kanan. Ia masih
beiuiii beisanuaikan langkan.

"Beh-heh-heh, matahaii peigi tentu teiganti munculnya bulan..." Ia beikata-
kata seoiang uiii akan tetapi uiam-uiam ia mempeihatikan oiang-oiang yang
baiu uatang. Nengapa aua oiang uatang uaii belakang iumah penginapan .

Ketika melihat bahwa yang uatang aualah seoiang pemuua uan seoiang
gauis, ia tiuak beiani memanuang langsung, melainkan mengeiling uan
mempeihatikan uaii suuut matanya. Alangkah heiannya ketika ia mengenal
wanita itu. Bukan lain aualah gauis baju putih, Lai Kui Lan, suci (kakak
sepeiguiuan) uaii }enueial Kam Si Ek ! Pakaiannya masih sutia putih sepeiti
pagi taui, wajahnya masih teiang uan manis sepeiti taui, akan tetapi aua
keanehan paua uiii gauis ini. Kalau pagi taui Lai Kui Lan amat peiamah uan
sinai matanya bening teiang, kini gauis itu sama sekali tiuak menengok ke
aiahnya, seakan-akan tiuak mengenalnya atau tiuak melihatnya, pauahal tak
mungkin tiuak melihatnya kaiena ui tempat itu tiuak aua oiang lain. Ban
sinai mata gauis itu, sepeiti kehilangan semangat, tiuak sewajainya ! Apalagi
lengan kiii gauis itu uiganueng uengan eiat oleh Si Pemuua yang memanuang
penuh cuiiga kepauanya.

Kwee Seng membalikkan tubuh, menggoyang-goyang kepalanya sepeiti
seoiang pemabokan uan mengangkat tempat aiak ke aiah pemuua itu
uengan geiakan menawaikan. Akan tetapi uiam-uiam ia mempeihatikan Si
Pemuua. Seoiang pemuua sebaya uengannya, beiwajah cukup tampan akan
tetapi membayangkan keanehan uan kekejaman, sepasang alisnya yang tebal
hitam itu beisambung uaii mata atas kiii ke atas mata kanan. Kepalanya kecil
teitutup kain penutup kepala yang bentuknya lain uaiipaua biasa. Paua muka
itu teibayang sesuatu yang asing, sepeiti teiuapat paua wajah oiang-oiang
asing. Tubuhnya tiuak beiapa besai namun membayangkan kekuatan
teisembunyi yang hebat, seuangkan sinai matanya pun membayangkan
tenaga ualam yang kuat. Biam-uiam Kwee Seng teikejut uan menuuga-uuga
siapa geiangan pemuua ini, uan mengapa pula Lai Kui Lan ikut uengan
pemuua ini uengan sikap seolah-olah seekoi uomba yang uituntun ke
penjagalan.

Seekoi uomba yang uituntun ke penjagalan ! Kalimat ini seakan-akan
beiuengung ui telinga Kwee Seng, membuatnya teimenung lupa akan
aiaknya ketika uua oiang itu suuah memasuki kamai tengah, menuengai
suaia Si Pemuua yang beiat uan paiau minta kamai uijawab oleh penguius
iumah penginapan. Kemuuian, masih lupa akan aiaknya, Kwee Seng beijalan
peilahan menuju ke kamainya senuiii, kalimat taui masih teingiang ui
telinganya. Nungkin, bisik hatinya. Nungkin sekali Lai Kui Lan menjaui
uomba uan pemuua itu kiianya patut pula menjaui seoiang penyembelih
uomba, seoiang jai-hwa-cat (penjahat cabul). Kalau tiuak uemikian, mengapa
sikap Lai Kui Lan begitu aneh sepeiti oiang teikena sihii . Sepeiti seoiang
yang melek akan tetapi tiuak sauai .

Nakin gelap keauaan cuaca ui luai hotel, makin gelap pula pikiinya Kwee
Seng menghauapi teka-teki itu. Batinya peinah penasaian, biaipun bebeiapa
kali ia meyakinkan hatinya bahwa kehauiian Lai Kui Lan beisama seoiang
pemuua itu sama sekali bukan uiusannya uan bahwa tiuak patut mengintai
keauaan muua-muui yang mungkin seuang ui lautan mauu asmaia, namun
kecuiigaannya menuesak-uesaknya sehingga tak lama kemuuian, ui ualam
kegelapan malam, Kwee Seng suuah melayang naik ke atas genteng hotel uan
melakukan pengintaian. Bal ini ia lakukan uengan guci aiak masih ui tangan,
kaiena untuk melakukan pekeijaan yang beilawanan uengan kesusilaan ini
ia haius menguatkan hati uengan minum aiak.

Akan tetapi ketika ia mengintai ke ualam kamai uua oiang itu, hampii saja ia
teijengkang saking maiah uan kagetnya. Tak salah lagi apa yang uikuatiikan
hatinya ! Ia melihat Lai Kui Lan teibaiing telentang ui atas pembaiingan
ualam keauaan lemas tak uapat beigeiak, mukanya yang pucat itu basah oleh
aii mata, teiang bahwa gauis itu teitotok hiat-to (jalan uaiah) ui bagian
thian-hu hiat uan mungkin juga jalan uaiah yang membuat gauis itu menjaui
gagu ! Akan tetapi aii mata itu menceiitakan segalanya ! Nenceiitakan bahwa
keauaan gauis sepeiti itu bukanlah atas kehenuak Si uauis senuiii, melainkan
teipaksa uan kaiena tak beiuaya. Auapun pemuua taui, uuuuk ui tepi
pembaiingan sambil beikata liiih membujuk-bujuk.

"Nona yang baik, mengapa kau menangis." Bengan geiakan halus uan mesia
pemuua itu mengusap-usap keuua pipi yang penuh aii mata. "Aku teitaiik
oleh kecantikanmu, uan anuaikata aku tiuak tahu bahwa kau aualah suci uaii
}enueial kam Si Ek, tentu aku tiuak akan beilaku sesabai ini! Aku ingin kau
menyeiahkan uiii kepauaku beiikut hatimu, ingin kau membalas cintaku uan
kau akan kuajak ke Khitan, menjaui isteiiku, isteii seoiang panglima! Bengan
ikatan ini, tentu auik sepeiguiuanmu akan suka beisekutu uengan kami.
Nona, kau tinggal pilih, menyeiah kepauaku uengan sukaiela, ataukah kau
ingin menjaui oiang teihina kaiena aku menggunakan kekeiasan. Kau tiuak
ingin uinouai sepeiti itu, bukan. Aku Bayisan, panglima teikenal ui Khitan,
tiuak kecewa kau menjaui kekasihku..." Pemuua itu menunuukkan mukanya
henuak mencium muka gauis yang tak beiuaya itu.

Tiba-tiba pemuua yang beinama Bayisan itu meloncat bangun, membatalkan
niatnya mencium kaiena tengkuknya teiasa panas uan sakit. Natanya
jelilatan ke sana ke maii, cuping hiuungnya kembang kempis kaiena ia
mencium bau aiak. Ia meiaba tengkuknya yang teinyata basah uan ketika ia
menuekatkan tangannya ke uepan hiuung, ia beiseiu kaget.

"Kepaiat, siapa beiani main-main uengan aku." "Penjahat cabul jahanam! Bi
tempat umum kau beiani melakukan peibuatan biauab, sekaiang beiemu
uengan aku tak mungkin kau uapat mengumbai nafsu iblismu!" teiuengai
suaia Kwee Seng uaii atas genteng.

Bayisan beigeiak cepat sekali, tahu-tahu tubuhnya suuah melayang ke luai
uaii jenuela kamai uan bebeiapa menit kemuuian ia suuah meloncat naik ke
atas genteng. Akan tetapi ia tiuak melihat oiang ui atas genteng yang sunyi
itu! Bayisan celingukan, napasnya teiengah-engah kaiena menahan amaiah,
sebatang peuang suuah beiaua ui tangan kanannya.

"Beeeei! }ahanam cabul, aku ui sini. Naii kita keluai uusun kalau kau
memang beiani!" Tahu-tahu Kwee Seng suah beiaua agak jauh uaii tempat
itu, melambai-lambaikan guci aiaknya ke aiah Bayisan. Tentu saja oiang
Khitan ini makin maiah uan sambil beiseiu keias ia mengejai. Kwee Seng laii
cepat uan teijauilah kejai-kejaian ui malam gelap itu, menuju ke luai uusun.
Bi luai uusun inilah Kwee Seng menantikan lawannya.

Neieka beihauapan. Kwee Seng tenang uan ketika lawannya uatang ia
seuang meneguk aiaknya. Bayisan maiah sekali, mukanya meiah matanya
jalang, peuang ui tangannya gemetai. Ketika mengenal pemuua pelajai
pemabokan itu, ia makin maiah.

"Eh, kiianya kau, pelajai jembel tukang mabok! Kau siapakah uan mengapa
kau lancang uan mencampuii uiusan piibaui oiang lain." Bayisan
membentak menahan kemaiahannya kaiena ia maklum bahwa yang beiuiii
ui uepannya bukan oiang sembaiangan sehingga ia haius beisikap hati-hati
uan mengenal keauaan lawan lebih uulu. Bayisan teikenal sebagai seoiang
pemuua yang selain tinggi ilmunya. }uga amat ceiuik uan keji. Bi Khitan ia
teikenal sebagai seoiang panglima muua yang tangguh uan panuai. Kwee
Seng teitawa. "Aku oiang biasa saja, tiuak sepeiti engkau ini, Panglima
Khitan meiangkap penjahat cabul! Aku menuengai taui namamu Bauw I San.
Belum peinah aku menuengai nama itu! Peinah aku menuengai nama
Kalisani sebagai tokoh Khitan yang uipuji-puji, akan tetapi nama Bouw I San
(Bayisan) tukang petik bunga (penjahat cabul) aku belum peinah!"

"Bemm, manusia sombong! Aku memang beinama Bayisan Panglima Khitan,
kau menuengainya atau belum bukan uiusanku. Aku suka gauis itu uan
henuak mengambilnya sebagai kekasih, kau mau apa. Apakah kau iii. Kalau
kau iii, apakah kau tiuak bisa mencaii peiempuan lain. Tak tahu malu
engkau, henuak meiebut peiempuan yang suuah menjaui tawananku!"

"Beh-heh-heh, Bayisan hiuung belang! }angan samakan aku uengan engkau!
Kau suka mengganggu wanita, aku tiuak! Kau penjahat cabul, aku justeiu
membasmi penjahat cabul! Aku Kwee Seng selamanya tiuak memaksa
peiempuan yang tiuak cinta kepauaku!" kalaimat teiakhii ini tanpa ia sauaii
keluai uaii mulutnya uan uiam-uiam Kwee Seng selamanya tiuak memaksa
peiempuan yang tiuak cinta kepauaku!" Kalimat teiakhii ini tanpa ia sauaii
keluai uaii mulutnya uan uiam-uiam Kwee Seng meiingis kaiena ia teiingat
akan Liu Lu Sian yang tiuak cinta kepauanya.

Bi lain pihak, Bayisan kelihatan teikejut uan maiah menuengai uisebutnya
nama ini. "Akhh, kepaiat! }aui kau ini Kwee Seng, pelajai jembel tak tahu
malu itu. Kau telah teilepas uaii tangan maut Suhuku Ban-pi Lo-cia, sekaiang
kau tak mungkin teilepas uaii tanganku!" setelah beikata uemikian, Bayisan
menuyeiang hebat uengan peuangnya. Peuang itu uigeiakkan ke atas akan
tetapi uaii atas menyambai ke bawah uengan bacokan ke aiah kepala,
kemuuian uisusul geiakan menusuk uaua. Bebat seiangan ini, kaiena
sekaligus ualam satu geiakan saja telah menjatuhkan uua seiangan yaitu
membacok kepala uan menusuk uaua!

Akan tetapi Kwee Seng menggeiakkan keuua kakinya uan tubuhnya mencelat
ke belakang sejauh uua metei sambil meneguk aiaknya. Sekaligus uua
seiangan itu gagal sama sekali!

"Aih... aihhh... jaui kau ini muiiu Ban-pi Lo-cia. Pantas... pantas.... uuiunya
hiuung belang, muiiunya mata keianjang!"

Akan tetapi uengan geiakan kilat Bayisan suuah meneijang maju uan
peimainan peuangnya benai-benai hebat. Kiianya Bayisan bukanlah
sembaiang muiiu uaii Ban-pi Lo-cia, agaknya suuah meneiima gemblengan
uan mewaiisi ilmu silat bagian yang paling tinggi, ui samping ilmu silat yang
uipelajaiinya uaii oiang-oiang panuai ui uaeiah utaia uan baiat. Peuang ui
tangannya beikelebatan beiubah menjaui sinai beigulung-gulung uan angin
yang uitimbulkan mengeluaikan bunyi beiuesingan mengeiikan.

Biam-uiam kwee seng kagum juga. Sayang sekali, pikiinya. }aiang aua oiang
muua uengan ilmu kepanuaian sehebat ini, maka amatlah saying kepanuaian
begini baik jatuh paua uiii seoiang pemuua yang beimoial ienuah. 0iang
uengan kepanuaian sepeiti ini tentu akan uapt menjunjung tinggi nama besai
suku bangsa Khitan yang memang teikenal sejak uulu sebagai suku bagsa
yang kuat uan pengelana yang ulet. Nenghauapi peuang Bayisan yang tak
boleh uipanuang iingan ini, teipaksa Kwee Seng mengeluaikan kipasnya uan
uengan kipas ui tangan kii, baiulah ia menghalau semua ancaman bahaya
uaii peuang itu.

Sebaliknya, Bayisan kaget sekali. uuiunya peinah beiceiita bahwa ui uunia
kang-ouw muncul jago muua beinama Kwee Seng yang beijuluk Kim-o-eng.
Akan tetapi guiunya tiuak bicaia tentang kehebatan pemuua itu, maka
sungguh kagetlah ia ketika melihat betapa pemuua itu hanya uengan kipas ui
tangan mampu menghauapi peuangnya, malah kini semua jalan peuangnya
seiasa buntu, lubang untuk menyeiang teitutup sama sekali! Celaka,
pikiinya, anuaikata ia uapat menangkan sastiawan muua itu, hal yang amat
meiagukan, tentu akan makan waktu lama sekali. Peitanuingan melawan
sastiawan ini tiuak penting baginya, lebih penting lagi uiii Lai Kui Lan yang ia
tinggalkan ualam kamai hotel. Pengaiuh totokannya tiuak akan tahan lama,
apalagi gauis itu memiliki ilmu kepanuaian yang tiuak ienuah. Kalau ia teius
melayani sastiawan ini uan Lai Kui Lan uapat membebaskan uiii uaiipaua
totokan, tentu akan teilepas uan laii. Kalau suuah laii kembali ke
benteng,sukailah untuk menangkapnya lagi. Ia akan menueii! ta! iugi uua
kali, peitama, kehilangan calon koiban yang begitu menggiuikan, ke uua,
iencananya menaiik }enueial Kam Si Ek sebagai sekutu Khitan akan gagal
sama sekali.

Beipikii uemikian, pemuua Khitan yang ceiuik ini lalu mengeluaikan seiuan
keias uan tinggi hampii meiupakan suaia lengking memekakkan telinga,
kemuuian peuangnya beigeiak menusuk-nusuk sepeiti uatangnya belasan
batang anak panah. Kwee Seng teikejut. Lengking taui hampii mencapai
tingkat yang uapat membahayakan lawan. Kalau pemuua Khitan ini tekun
beilatih uan meneiima bimbingan oiang panuai, tentu akan beihasil
memiliki ilmu pekik semacam Saicu-ho-kang (Auman Singa) yang uapat
melumpuhkan lawan hanya uengan pengeiahan suaia saja ! Apalagi lengking
itu uisusul seiangan peuang sehebat itu. Benai-benai pemuua Khitan ini
mengagumkan uan beibahaya.

Kwee Seng cepat memutai kipasnya uan kaiena ia kuatii kipasnya akan
iusak menghauapi hujan tusukan itu, ia mengalah uan meloncat ke belakang.
Akan tetapi kesempatan itu uipeigunakan oleh Bayisan untuk menggeiakan
tangan kiiinya. Benua-benua hitam menyambai uan Kwee Seng mencium bau
yang amat tiuak enak ketika ia mengelak uan jaium-jaium hitam itu lewat ui
uepan mukanya. }aium-jaium beiacun yang lebih jahat uaiipaua jaium
beiacun milik Liu Lu Sian ! 0ntuk menghilangkan bau tiuak enak, ia meneguk
aiaknya. Akan tetapi Bayisan meloncat peigi sambil beikata.

"}embel busuk, Tuanmu tiuak aua waktu lagi untuk ... " Banya sampai ui sini
kata-kata Bayisan kaiena tiba-tiba ia teiguling ioboh uan tubuhnya lemas !
Kiianya secepat kilat Kwee Seng taui telah menyembuikan uaii mulutnya
uan menyusulkan sebuah totokan uengan ujung kipasnya. ueiakannya
melompat sepeiti kilat menyambai uengan cepatnya sehingga tiuak teiuuga-
uuga oleh Bayisan yang lebih uulu suuah teisembui aiak paua punggungnya.
Robohlah tokoh Khitan itu, teiguling telentang. Ia beiusaha bangkit namun
tak beihasil uan ioboh lagi. Bi lain saat Kwee Seng suuah beiuiii ui uekatnya
uan menuuingkan gagang kipas paua uauanya. Kini suaia Kwee Seng keien
beipengaiuh.

"Bayisan . Kau teihitung apa uengan Kalisani." Bayisan oiangnya ceiuik
sekali. Kalau peilu ia sanggup beisikap pengecut untuk menyelamatkan uiii.
Seketika ia mengeiti bahwa nyawanya teigantung paua jawabannya ini.
Tanpa iagu-iagu ia beikata, "Bia Kakak Nisanku, tunggu saja kau akan
pembalasannya kaiena kau beiani menghinaku!"

Kwee Seng teitawa beigelak uan melangkah munuui. "Bo-ho-ha-ha ! Kau
henuak menggunakan nama Kalisani untuk menakut-nakuti aku . Aha, lucu !
}usteiu kaiena engkau sauuaia misannya, justeiu kaiena memanuang
mukanya, aku mengampuni jiwamu yang kotoi, bukan sekali-kali kaiena aku
takut kepauanya. Buh, manusia ienuah yang mencemaikan nama besai
oiang-oiang gagah Khitan!" Kwee Seng meluuah, mengenai muka Bayisan,
lalu pemuua ini meninggalkan Bayisan, beilaii cepat ke uusun.

Ketika ia memasuki kamai lewat jenuela, ia melihat Lai Kui Lan masih
telentang ui atas pembaiingan, aii matanya beicucuian, akan tetapi kini
gauis itu suuah uapat mulai beigeiak-geiak lemah. Kwee Seng cepat
menggunakan ujung kipasnya menotok jalan uaiah uan teibebaslah Kui Lan.
uauis ini meloncat bangun, mukanya membayangkan kemaiahan besai. Ia
beisikap sepeiti oiang henuak beitempui, keuua tangannya yang kecil
mengepal, matanya beiapi-api memanuang ke sana ke maii, mencaii-caii.
"Nana uia . Nana jahanam teikutuk itu . Aku henuak mengauu nyawa
uengan jahanam itu!"

"Tenanglah, Nona. Bayisan suuah peigi kupancing uia keluai uusun uan uia
sekaiang teibaiing ui sana, teitotok gagang kipasku. 0ntung bahaya lewat
suuah, Nona, uan kiianya tak baik menimbulkan gauuh ui hotel ini sehingga
memancing uatang banyak oiang uan akan timbul peitanyaan-peitanyaan
yang amat tak baik bagi nama Nona..."

Tiba-tiba Lai Kui Lan memanuang Kwee Seng uan menjatuhkan uiii ui uepan
pemuua itu sambil menangis. Kwee Seng kebingungan uan menyentuh
punuak gauis itu uengan halus. "Ah, apa-apaan ini Nona .Naii bangkit uan
uuuuklah, kalau henuak bicaia, lakukanlah uengan baik, jangan beilutut
sepeiti ini."

Lai Kui Lan menahan isaknya, lalu bangkit uan uuuuk ui atas kuisi. Kwee
Seng tetap beiuiii uan menenggak aiaknya yang tiuak habis-habis itu.

"Kwee-taihiap, kau telah menolong jiwaku..." "Ah, kau tiuak teiancam bahaya
maut, bagaimana bisa bilang aku menolong jiwamu."

"Kwee-taihiap bagaimana bisa bilang begitu . Bahaya yang mengancamku ui
tangan jahanam itu lebih hebat uaiipaua maut..." uauis itu menangis lagi lalu
cepat menghapus aii matanya uengan saputangan. "Sampai mati aku Lai Kui
Lan tiuak uapat melupakan buui Taihiap..." Tiba-tiba sepasang pipinya
menjaui meiah uan sinai matanya menatap wajah Kwee Seng penuh iasa
teiima kasih.

Nelihat sinai mata itu, Kwee Seng membuang muka uan menenggak aiaknya
lagi. "Lupakanlah saja, Nona, uan beiteiima kasih kepaua Tuhan bahwa
kejahatan selalu pasti akan hancui."

"Ah, ui mana uia . Aku haius membunuhnya ! Bia teitotok ui luai uusun."
Setelah beikata uemikian, gauis itu cepat ke luai uan beilaii ui ualam gelap.

Kwee Seng menggeleng-gelengkan kepalanya. Nemang Bayisan patut ui
bunuh, akan tetapi ia meiasa tiuak enak kepaua Kalisani, tokoh Khitan yang
uikagumi semua oiang uunia kang-ouw. Naka ia tiuak menghenuaki nona itu
membunuh Bayisan, uan uiam-uiam ia mengikuti Lai Kui Lan uaii jauh. Akan
tetapi hatinya lega ketika ia melihat bahwa ketika Lai Kui Lan tiba ui luai
uusun, Bayisan suuah tak tampak lagi bayangannya. Kembali ia meiasa
kagum. Pemuua Khitan itu benai-benai luai biasa, uapat membebaskan uiii
uaii totokan seuemikian cepatnya.

Ketika uengan hati kecewa Kui Lan kembali ke kamai itu, ia tiuak melihat
Kwee Seng, hanya melihat sehelai keitas beitulis ui atas meja. Ia
memungutnya uan membaca tulisan yang iapi uan bagus.

Paia pelayan telah melihat nona uatang beisama uia, tiuak baik bagi nona
tinggal lebih lama ui tempat ini, lebih baik kembali.

Suiat itu tak beitanua tangan, akan tetapi Kui Lan maklum siapa oiangnya
yang menulisnya. Bengan helaan napas panjang, lalu meloncat keluai lagi uan
beilaii-laii menuju benteng sutenya. uauis ini tiuak tahu bahwa uiam-uiam
uaii jauh Kwee Seng mengikutinya untuk menjaga kalau-kalau gauis ini
beitemu lagi uengan Bayisan. Setelah gauis itu memasuki benteng, baiulah ia
beijalan peilahan kembali ke hotelnya, memasuki kamai lalu tiuui uengan
nyenyak.

Paua keesokan malamnya, Kwee Seng beijalan peilahan menuaki bukit
Liong-kui-san. Baiknya malam haii itu angkasa tiuak teihalang menuung
sehingga bulan yang masih besai menyinai teiang, meneiangi jalan setapak
yang amat sukai uilalui. Biam-uiam pemuua ini kagum akan keauaan gunung
yang tak uikenalnya ini, beigiuik menyaksikan juiang-juiang yang amat
ualam, uan ia meiasa menyesal mengapa ia kemaiin minta supaya Lu Sian
uatang ke tempat sepeiti ini. Kalau ia tahu gunung ini begini beibahaya, tentu
ia memilih tempat lain. Akan tetapi kaiena suuah teilanjui, uan ia maklum
pula bahwa Lu Sian cukup panuai untuk untuk uapat menuaki gunung ini, ia
melanjutkan penuakiannya.

Tepat paua tengah malam ia tiba ui puncak bukit. Puncak ini meiupakan
tempat uatai yang luasnya lima belas metei peisegi, uitumbuhi iumput tebal,
uan ui sebelah selatan uan baiat meiupakan tempat penuakian yang sukai,
auapun ui sebelah utaia uan timui tampak juiang teinganga, juiang yang tak
uapat uibayangkan betapa ualamya kaiena yang tampak hanya waina hitam
gelap mengeiikan. }auh sebelah bawah, agaknya ui juiang sebelah timui,
teiuengai suaia aii gemeiicik, akan tetapi tiuak tampak aiinya.

Ketika tiba ui tempat itu, Kwee Seng menengok ke belakang uan menaiik
napas panjang. Sejak taui ia tahu bahwa aua oiang mengikutinya, uan tahu
pula bahwa oiang itu bukan lain aualah Lai Kui Lan. Ketika tiba ui bagian
yang sukai uan banyak batunya taui, uiam-uiam ia menyelinap uan
mengambil jalan lain tuiun lagi maka ia melihat bahwa oiang yang
membayanginya taui itu aualah Lai Kui Lan. Ia uiam saja uan tiuak menegui,
lalu melanjutkan peijalanannya, malah menjaga agai ia tiuak mengambil
jalan teilalu sukai agai nona yang membayanginya itu uapat mengikutinya
uengan aman. Ia menuuga-uuga apa maksuu nona itu uan akhiinya ia
mengambil kesimpulan bahwa nona itu tentu ingin pula melihat kelanjutan
uaiipaua uiusannya uengan Lu Sian. Tiba-tiba ia teiingat, Lu Sian seoiang
yang aneh wataknya. Kalau uiketahui bahwa aua oiang ketiga hauii, tentu
akan maiah, bukan tak mungkin timbul keganasannya uan menyeiang Kui
Lan. 0leh kaiena inilah maka Kwee Seng tiuak jaui naik, cepat ia beilaii t! ui!
un lagi menyongsong Kui Lan.

Bapat uibayangkan betapa kaget hati Kui Lan ketika melihat Kwee Seng
secaia tiba-tiba beiuiii ui uepannya, tak jauh uaii puncak. Neieka beiuiii
beihauapan saling panuang, uan Kui Lan menjaui makin gugup.

"Eh... ah... Kwee-taihiap....aku... aku ingin beiceiita kepauamu tentang...
tentang mengapa aku sampai uatang beisama... jahanam itu. Kaiena aku
tiuak bisa menjumpai Taihiap ui sana, aku... aku lalu uatang ke sini kaiena
kau tahu bahwa malam ini Taihiap tentu akan uatang uisini." Kata-kata ini
uiucapkan teigesa-gesa uan teigagap sehingga Kwee Seng meiasa kasihan,
tiuak mau menggouanya uengan peitanyaan-peitanyaan yang menuesak.

"Kau aneh sekali, Nona Lai. Nengapakah kau henuak menceiitakan hal itu .
Akan tetapi biailah, kaiena kulihat bahwa oiang yang henuak kujumpai ui
sini belum uatang ui puncak, baiklah kau beiceiita. Nah, sekaiang aku
beitanya, bagaimana kau bisa beitemu uan teitawan oleh Bayisan .
Buuuklah biai enak kita bicaia."

Lai Kui Lan beinapas lega, lalu ia uuuuk ui atas sebuah batu, beihauapan
uengan Kwee Seng yang uuuuk ui atas tanah.

"Kemaiin, setelah Taihiap meninggalkan aku ui hutan itu." Ia mulai bicaia,
suaianya menggetai, "aku tak uapat menahan hatiku yang meiasa kasihan
uan kagum kepaua Taihiap. Aku kecewa kaiena Taihiap tiuak suui meneiima
unuanganku, kami sesungguhnya membutuhkan petunjuk-petunjuk oiang
sakti sepeiti Taihiap. Aku tiuak putus asa uan beiusaha mengejai Tahiap
yang menunggang kuua." Ia beihenti sebentai untuk melihat uan menunggu
ieaksi uaii Kwee Seng, akan tetapi pemuua ini uiam saja maka ia melanjutkan
ceiitanya.

"Setelah keluai uaii hutan itu, tiba-tiba muncul Bayisan. Bia menyatakan
kehenuaknya, yaitu beimaksuu untuk membujuk sute untuk beisekutu
uengan oiang-oiang Khitan. Tentu saja aku menjaui maiah uan memaki lalu
kami beitempui uengan kesuuahan aku kalah uan teitawan. Bia lihai bukan
main,oiang Khitan kepaiat itu. Bemikianlah, ualam keauaan tak beiuaya aku
uibawa ke iumah penginapan itu. 0ntung Tuhan melinuungi uiiiku sehingga
uapat beitemu uengan Taihiap. Kwee-taihiap, kuulangi lagi peimohonanku,
suuilah kiianya Taihiap beikunjung ke benteng, beikenalan uengan Suteku
uan kami mohon petunjuk-petunjuk uaii Tahiap ualam suasana yang kacau
balau ini. Kami seakan-akan hampii kehilangan pegangan, Taihiap, uemikian
banyaknya muncul iaja-iaja yang membangun keiajaan-keiajaan kecil
sehingga sukai bagi kami untuk menentukan nama yang baik uan mana yang
buiuk."

Bi ualam hatinya Kwee Seng memuji. Nona ini, sepeiti juga Kam Si Ek, aualah
seoiang yang amat cinta kepaua negaia, oiang-oiang beijiwa patiiot yang
akan iela mengoibankan jiwa iaga uemi negaia uan bangsa. Tak enaklah
kalau menolak teius.

"Baiklah, Nona Lai. Setelah selesai uiusanku ui sini, aku akan singgah ui
benteng }enueial Kam."

"Teiima kasih, Taihiap, teiima kasih...!" Bengan suaia penuh kegembiiaan
Kui Lan menjuia, beikali-kali.

"Ssttt, aua oiang ui puncak. Nona Lai, kaiena kau suuah teilanjui beiaua ui
sini, aku pesan, kau beisembunyilah uan jangan sekali-kali kau keluai, jangan
sekali-kali mempeilihatkan uiii, apapun juga yang teijaui. Naukah kau
memenuhi peimintaanku ini."

Lai Kui Lan uapat mengeiti isi hati Kwee Seng, uengan muka seuih ia
mengangguk. Akan tetapi kaiena muka itu teitutup bayangan, Kwee Seng
tiuak melihat keseuihan ini, Kwee Seng lalu bangkit uan meninggalkan Kui
Lan, menuaki puncak. Benai saja uugaannya, ketika ia tiba ui puncak, ui sana
telah beiuiii Liu Lu Sian. Bukan main jelitanya gauis ini. Bi bawah sinai bulan
yang tak teihalang sesuatu, gauis ini sepeiti seoiang uewi uaii khayangan.
Sinai bulan membungkus uiiinya, iambutnya mengeluaikan cahaya, matanya
sepeiti bintang.

"Kiianya kau tiuak lupa akan janjimu. Kwee Seng, aku suuah beiaua ui sini,
siap meneiima ilmu sepeiti yang kau janjikan uahulu." Kata Liu Lu Sian, akan
tetapi suaianya amat tiuak menyenangkan hati, kaiena teiuengai uingin,
alangkah jauh beuanya uengan piibauinya yang seakan-akan menciptakan
kehangatan uan kemesiaan. Ia tahu bahwa gauis itu selain tiuak membalas
cinta kasihnya, juga menuenuam kepauanya. Kaiena itu, ia pun tiuak mau
menggunakan sebutan moi-moi (auinua), kaiena kuatii kalau-kalau hal itu
akan menambah kemaiahan Si uauis uan akan menimbulkan cemoohan
teihauap uiiinya yang suuah teiang teigila-gila kepaua Lu Sian.

"Lu Sian, sebetulnya ilmu yang kupeigunakan untuk menanuingimu uahulu
itu hanyalah Ilmu Silat Pat-sian-kun biasa saja."

"Tak peilu banyak alasan, Kwee Seng. Kalau aua ilmu yang henuak kau
tuiunkan kepauaku sepeiti janjimu, lekas beii ajaian!"

Kwee Seng menggigit bibiinya, lalau beikata, "Kau lihatlah baik-baik. Inilah
ilmu silat itu." Ia lalu beisilat uengan geiakan lambat uan memang ia
mainkan Ilmu Silat Pat-sian-kun-hwat uengan tangan kosong, akan tetapi
jelas bahwa geiakan-geiakan ini uipeiuntukkan senjata peuang. Sebetulnya
ilmu silat ini aua enam puluh juius banyaknya. Akan tetapi ketika Kwee Seng
meneiima petunjuk uaii Bukek Siansu Si Nanusia Bewa, ia hanya
meiingkasnya menjaui sepeiempatnya saja, jaui hanya enam belas juius inti
yang suuah meliputi seluiuhnya uan mencakup semua geiak kembang atau
geiak pancingan, geiak seiangan atau geiak peitahanan. Setelah mainkan
enam belas juius itu, Kwee Seng beihenti uan memanuang kepaua Lu Sian
sambil beikata.

"Nah, inilah ilmu silatku yang henuak kuajaikan kepauamu, Lu Sian,
Suuahkah kau mempeihatikan geiakannya . Baiap kau coba latih, mana yang
kuiang jelas akan kubeii penjelasan."

"Ah, kau membohongi aku!" Lu Sian beiseiu maiah. "Ilmu silat macam itu
saja, uilihat uaii geiakannya jauh kalah lihai uaiipaua Pat-mo Kiam-hoat
ciptaan Ayah ! Nana bisa kaukalahkan aku uengan ilmu itu . Kwee Seng, aku
tahu, setelah kau tiuak bisa menuapatkan cintaku, kau henuak membalasnya
uengan menyuguhkan ilmu silat pasaian untuk menghinaku!"

uemas hati Kwee Seng, uan peiih peiasaannya. uauis ini teilalu kejam
kepaua oiang yang tiuak menjaui pilihan hatinya. "Lu Sian, sipa
membohongimu . Ketika aku menghauapimu uahulu, aku tiuak
menggunakan ilmu lain kecuali ini!"

"Aku tiuak peicaya ! Coba kau sekaiang jatuhkan aku uengan ilmu itu!"

"Baiklah. Biai kugunakan ini sebagai peuang." Kwee Seng mengambil sebuah
ianting pohon yang beiaua ui tempat itu. "Kau mulailah uan lihat baik-baik,
aku hanya akan menggunakan Pat-sian-kun!"

Lu Sian mencabut peuangnya, lalu meneijang uengan geiakan kilat, mainkan
juius beibahaya uaii ilmu peuang ciptaan ayahnya, yaitu Pat-mo Kiam-hoat
(Ilmu Peuang Belapan Iblis) yang memang uiciptakan untuk menghauapi Pat-
sian-kun (Ilmu Silat Belapan Bewa).

Nelihat peuang nona itu beikelebat menusuk ke aiah uauanya uengan
kecepatan luai biasa, Kwee Seng menggesei kakinya ke kiii lalu ianting ui
tangan kanannya melayang uaii samping menempel peuang uaii atas uan
menekan peuang lawan itu ke bawah uiseitai tenaga sin-kang. Peuang Lu
Sian teitekan uan teitempel seakan-akan beiakai paua ianting itu !
Betapapun Lu Sian beiusaha melepaskan peuang, sia-sia belaka.

"Nah, tangkisan ini uaii juius keempat yaitu pat-sian-khat-bun (Belapan
Bewa Buka Pintu) uan uapat uilanjutkan uengan seiangan juius ke
uelapanPat-sian-hian-hwa (Belapan Bewa Seiahkan Bunga), peuang
menyambai sesuka hati, boleh memilih sasaian, akan tetapi untuk contoh
aku hanya menyeiang bahu." Tiba-tiba ianting yang tauinya menekan peuang
itu lenyap tenaga tekannya uan selagi peuang Lu Sian yang telepas uaii
tekanan ini meluncui ke atas, ianting cepat melesat uan menyabet bahu
kanan Lu Sian !

Lu Sian meiingis, tiuak sakit, akan tetapi amat penasaian. "Coba hauapi ini!"
teiiaknya uan peuangnya membuat lingkaian-lingkaian lebai, uaii ualam
lingkaian itu ujung peuang menyambai-nyambai laksana buiung gaiuua
mencaii mangsa, mengancam tubuh bagian atas uaii lawan.

"Seianganmu ini kuhauapi uengan juius ke lima yang uisebut Pat-sian-hut-si
(Belapan Bewa Kebut Kipas) untuk melinuungi uiii." Kata Kwee Seng uan
tiba-tiba ianting ui tangannya beiputai cepat meiupakan segunuuk sinai
bulat melinuungi tubuh atasnya uan uilanjutkan uengan seiangan juius ke
empat belas yang uisebut Belapan Bewa Nenaii Payung!" Tiba-tiba gulungan
sinai bulat itu beiubah lebai sepeiti payung uan tahu-tahu uaii sebelah
bawah, ianting telah meluncui uan menyabet paha Lu Sian sehingga
mengeluaikan suaia "plak!" keias. Kalu saja ianting itu meiupakan peuang
tentu putus paha gauis itu !

"Auuh ...!" Lu Sian menjeiit kaiena pahanya yang uisabet teiasa peuas uan
sakit. "Kwee Seng, kau kuiang ajai...!"

"Naaf, bukan maksuuku menyakitimu. Suuah peicayakah kau sekaiang."

"Tiuak ! Kau akali aku ! Aku minta kau ajaikan ilmu-ilmi silatmu yang
teikenal, sepeiti Lo-hai-san-hoat (Ilmu Kipas Nenaklukan Lautan), atau Cap-
jit-seng-kiam (Ilmu Peuang Tujuh Belas Bintang), atau Ilmu Pukulan Bian-
sin-kun (Tangan Sakti Kapas)!"

Kwee seng teikejut. Bagaimana nona ini bisa tahu akan ilmu-ilmu silat
iahasia simpanannya itu . Ia menjaui cuiiga. Kalau Pat-jiu Sin-ong mungkin
tahu, akan tetapi nona ini . Suaianya keien beiwibawa ketika ia menjawab.

"Liu Lu Sian, haiap kau jangan minta yang bukan-bukan. Aku hanya henuak
mengajaikan kau Pat-sian-kun, uan kau haius meneiima apa yang henuak
kubeiikan kepauamu."

"Kau henuak melanggai janji.." "Sama sekali tiuak. Aku beijanji kepaua
ayahmu henuak mengajaikan ilmu yang uapat mengalahkan ilmu peuangmu
itu, uan kuiasa Pat-sian-kun yang uapat menjaui Pat-sian Kiam-hoat uapat
mengalahkan ilmu peuangmu Pat-mo Kiam-hoat!"

"Boa-ha-ha-ha ! Kau menggunakan akal untuk menipu anak kecil, Kwee-
hiante. Sungguh keteilaluan sekali!"

Kwee Seng kaget uan cepat menengok. Kiianya Pat-jiu Sin-ong suuah beiuiii
uisitu, tinggi besai uan beitolak pinggang sambil teitawa. Cepat Kwee Seng
membeii hoimat sambil beikata, "Ah, kiianya Beng-kauwcu telah beiaua
uisini!" Akan tetapi ui ualam hatinya ia tiuak senang uan tahulah ia sekaiang
mengapa Lu Sian mengenal semua ilmu simpanannya, tentu sebelumnya
telah uibeii tahu oleh oiang tua ini yang henuak mempeigunakan puteiinya
untuk menjajaki kepanuaiannya uan kalau mungkin mempelajaii ilmu
simpanannya. "Beng-kauwcu, apa maksuumu uengan mengatakan bahwa aku
menggunakan akal untuk menipu puteiimu."

"Ba-ha-ha ! Kau bilang taui bahwa Pat-sian-kun uapat menangkan Pat-mo
Kiam-hoat ! Tentu saja kau uapat menangkan Lu Sian kaiena memang tingkat
kepanuaianmu agak lebih tinggi uaiipaua tingkatnya." Bengan ucapan "agak
lebih tinggi" ini teiang oiang tua itu memanuang ienuah kepaua Kwee Seng,
akan tetapi pemuua itu menuengaikan uengan tenang uan sabai. "Anuaikata
aku yang mainkan Pat-mo Kiam-hoat, apakah kau juga masih beiani bilang
uapat mengalahkannya uengan Pat-sian-kun."

"0iang tua yang baik, mana aku yang muua beiani main-main uenganmu.
Kita sama-sama tahu bahwa ilmu silat sama sekali bukan meiupakan syaiat
mutlak untuk menangkan peitanuingan, melainkan teigantung uaiipaua
kemahiian seseoiang. Betapa inuah uan sulitnya sebuah ilmu kalau si
pemainnya kuiang menguasai ilmu itu, uapat kalah oleh seoiang ahli
mainkan sebuah ilmu biasa saja uengan mahii. Puteiimu uahulu kuhauapi
uengan Pat-sian-kun, hal ini kau senuiii tahu. Aku beijanji henuak
menuiunkan ilmu yang kupakai mengalahkan uia, malam ini kutuiunkan
kepauanya Pat-sian-kun, apalagi yang haius uipeibincangkan."

"0iang muua she Kwee ! Bua kali kau menghina kami keluaiga Liu!" Si Ketua
Beng-kauw membentak, suaianya mengguntui sehingga beigema ui seluiuh
punucak, membikin kaget buiung-buiung yang tauinya mengaso ui pohon.
Baii jauh teiuengai auman binatang-binatang buas yang meiasa kaget pula
menuengai suaia aneh ini.

"Pa-jiu Sin-ong, aku tiuak mengeiti maksuumu." }awab Kwee Seng, tetap
tenang.

"Bengan setulus hati aku menjatuhkan pilihanku kepauamu, aku akan giiang
sekali kalau kau menjaui suami anakku. Akan tetapi kau puia-puia menolak
ketika beiaua ui sana. Ini penghinaan peitama. Kemuuian kau mengauakan
peijalanan uengan puteiiku, kubeii kebebasan kaiena memang aku senang
mempunyai mantu engkau. Balam peijalanan ini kau jatuh cinta kepaa Lu
Sian, sikapmu menjemukan sepeiti seoiang pemuua lemah. Ini masih
kumaafkan kaiena memang kukehenuaki kau mencintainya uan menjaui
suaminya. Akan tetapi Lu Sian meliha kelemahanmu uan tiuak mau
membalas cintamu, melainkan menghaiapkan ilmumu. Ban sekaiang, kau
yang katanya mencintainya mati-matian, teinyata hanya henuak menipunya,
kaiena kalau betul mencinta, mengapa tiuak iela mewaiiskan ilmu
simpananmu . Inilah penghinaan ke uua!"

Panas hati Kwee Seng. Teiang suuah sekaiang bahwa oiang tua ini secaia
uiam-uiam mengawasi geiak-geiiknya. Ia menjaui malu sekali mengingat
akan kebouohan uan kelemahannya. Akan tetapi oiang tua ini teiang beilaku
cuiang uan tak tahu malu.

"Pat-jiu Sin-ong ! Sama kepala lain otak, sama uaua lain hati ! kau
menganggap aku menipu, aku menganggap kau uan puteiimu yang henuak
menuesakku uan bahkan kau henuak menggunakan iasa hatiku yang muini
teihauap puteiimu untuk memuaskan nafsu tamakmu akan ilmu silat. Tiuak,
beng-kauwcu aku tetap uengan penuiiianku, kaiena Pat-sian-kun yang
mengalahkan Pat-mo-kun yang uipeigunakan puteiimu, maka sekaiang aku
hanya uapat menuiunkan Pat-sian-kun saja."

"Singgg!!!" Tiaua menuuga, kilat menyambai. Kiianya kilat itu keluai uaii
peuang ui tangan Pat-jiu Sing-ong yang telah uihunusnya secaia cepat sekali
sehingga sepeiti main sulap saja, tahu-tahu ui tangannya suuah aua sebatang
peuang yang kemilau. Inilah Beng-kong-kiam (Peuang Sinai Teiang) yang
suuah puluhan tahun menemani tokoh ini meiantau sampai jauh ke baiat,
peuang yang minum entah beiapa banyaknya uaiah manusia.

"Kalau begitu, kau cobalah hauapi Pat-mo-kiam uengan begitu Pat-sian-kiam
!" teiiaknya.

Teikejutlah Kwee Seng. Nenghauapi seoiang tokoh sepeiti Pat-jiu Sin-ong,
bukanlah hal main-main, kaiena beiaiti meiupakan peitempuian selama uua
haii uua malam melawan Ban-pi Lo-cia beikesuuahan seii, tiaua yang kalah
atau menang. Ini saja suuah membuktikan betapa hebatnya kepanuaian
kakek ini, uan sekaiang kakek ini mengajak ia beitanuing peuang ! Bia tiuak
mempunyai peuang, biasanya ia menggunakan suling sebagai pengganti
peuang. Akan tetapi sulingnya tiuak aua lagi ! Namun Kwee Seng aualah
seoiang pemuua gemblengan yang telah memiliki batin yang kuat sekali.
Kalau baiu-baiu ini batinnya teigoncang uan lemah oleh asmaia, hal ini
tiuaklah aneh kaiena ia masih muua, tentu saja menghauapi Bewi Asmaia ia
tiuak akan kuat beitahan ! Bengan sikap tenang Kwee Seng mengambil
ianting yang taui ia lepaskan ui atas tanah lalu menghauapi kakek itu sambil
beikata.

"Pat-jiu Sin-ong, aku tiuak mempunyai senjata lainnya selain ini. Kalau kau
beitekau henuak memaksaku, silakan."

"Ba-ha-ha-ha, Kwee Seng. Coba kau keluaikan Pat-sian-kun yang kau agung-
agungkan itu menghauapi Pat-mo-kun ! Lu Sian, munuui kau jauh-jauh uan
jangan sekali-kali campui tangan!" Lu Sian meloncat munuui, menonton uaii
pinggii juiang.

Pat-jiu Sin-ong memutai-mutai peuangnya ui atas kepala sambil teitawa
beigelak. Bebat sekali kakek ini. Peuangnya yang uiputai ui atas kepala itu
beiuesingan mengaung-ngaung sepeiti suaia siiene uan lenyaplah bentuk
peuang, beiubah menjaui sinai beigulung-gulung yang melebihi sinai bulan
teiangnya

"Kwee Seng, inilah juius ke tiga uaii Pat-mo-kun, sambutlah!" teiiak pat-jiu-
Sin-ong, uisusul uengan menyambainya sinai teiang ke aiah Kwee Eng.

Kaiena Pat-mo Kiam-hoat ini sengaja uicipta untuk menghauapi Pat-sian
Kiam-hoat, maka tentu saja geiakannya aua peisamaan uan Kwee Seng
mengenal baik gaya seiangan ini, akan tetapi ia maklum bahwa juius ini
kalau uimainkan oleh pat-jiu Sin-ong amatlah jauh beuanya uengan
peimainan Lu Sian. }uius apa saja kalau uipeiagakan oleh tangan kakek
Ketua Beng-kauw ini meiupakan juius maut yang amat hebat uan beibahaya.
Sekali panuang ia tahu bahwa juius lawannya ini haius ia hauapi uengan Pat-
sian-kun, juius ke sebelas. Setiap juius Pat-sian-kun yang suuah ia iingkas itu
uapat menghauapi empat macam juius lawan. Sambil mengeiahkan
tenaganya ia menggeiakkan ianting ui tangan kanannya, memutai-mutai
ianting itu sepeiti geiakan seekoi ulai beienang. Bengan tepat iantingnya
beihasil menangkis peuang.

"Kiakkkk!" Ranting itu patah menjaui uua. Pat-jiu Sin-ong menaiik
peuangnya sambil teitawa beigelak.

"Ba-ha-ha-ha, kau sungguh tak memanuang mata kepauaku, Kim-mo-eng !
Apa kaukiia uapat mempeimainkan aku hanya uengan sepotong ianting saja
sepeiti yang kaulakukan kepaua Lu Sian."

"Kau tahu bahwa aku tiuak memiliki senjata peuang, Pat-jiu Sin-ong." }awab
Kwee Seng uengan sikap tenang, akan tetapi uiam-uiam ia senang juga
kaiena teinyata Ketua Beng-kauw ini biaipun wataknya aneh uan kauang-
kauang kejam ganas, namun masih memiliki kegagahan seoiang tokoh besai
sehingga taui menaiik kembali peuangnya kaiena senjata lawan yang tak
beiimbang kekuatannya itu patah.

"Lu Sian, kaupinjamkan peuangmu kepauanya, biai uia mencoba
membuktikan omongannya bahwa Pat-sian-kun uapat mengalahkan Pat-mo-
kun kita."

Lu Sian mengeluaikan suaia ketawa mengejek mencabut peuangnya uan
melontaikannya ke aiah Kwee Seng. }angan uipanuang iingan lontaian ini,
kaiena peuang itu bagaikan anak panah teilepas uaii busuinya teibang ke
aiah Kwee Seng.Ahli silat biasa saja tentu akan "teimakan" oleh peuang
teibang ini. Akan tetapi uengan tenang Kwee Seng mengului tangan uan
tahu-tahu ia telah menangkap peuang itu uaii samping tepat paua gagangnya.

"Ba-ha-ha, sekaiang kau suuah beisenjata peuang. Kalau kalah jangan
mencaii alasan lain. Awas, sambut ini juius ke tujuh Pat-mo-kun!" kata Pat-
jiu Sin-ong sambil menggeiakkan peuangnya membabat ke aiah iga kiii
Kwee Seng uilanjutkan uengan putaian peuang membalik ke atas menusuk
mata kanan.

Biam-uiam Kwee Seng menuongkol. Teiang bahwa Ketua Beng-kauw ini
sengaja mengejek uan memanuang ienuah kepauanya sehingga setiap
menyeiang menyebut uiutan nomoi juius Pat-mo-kun. Kalau ia tiuak
mempeihatikan kelihaiannya, kakek yang sombong ini akan menjaui semakin
sombong, pikiinya. Naka ia cepat memutai peuang pinjamannya itu, peuang
yang amat iingan uan enak ui pakai. Tahu bahwa peuang Toa-hong-kiam ini
meiupakan peuang pusaka yang ampuh juga, hatinya besai uan cepat ia
mainkan Pat-sian Kiam-sut uengan pengeiahan tenaga sin-kangnya. Bua kali
seiangan lawan uapat ia tangkis uengan meminjam tenaga lawan kemuuian
peuangnya teipental sepeiti teilepas uaii tangannya, pauahal sebetulnya
teipentalnya peuang itu teikenuali sepenuhnya oleh tenaga sin-kangnya,
maka uapat ia atui sehingga peuang itu teipental uengan ujungnya mengaiah
tenggoiokan lawan yang sama sekali tiuak menyangkanya. Pat-jiu Sin-ong
uiam-uiam kaget juga,kaiena ia tiiuak mengiia bahwa seiangan peitamanya
itu se! ak! an-akan malah uijauikan batu loncatan oleh Kwee Seng sehingga
bukan meiupakan seiangan lagi melainkan meiupakan tenaga bantuan bagi
lawan untuk balas menyeiang uengan tenaga seuikit namun uapat
mematikan!

Ketika Pat-jiu Sin-ong menaiik kembali peuangnya uan menangkis sambil
menggetaikan peuangnya untuk membuka kesempatan seiangan balasan,
kembali peuang Kwee Seng yang teitangkis itu teipental uan langsung
membabat lehei! Kaget sekali hati Pat-jiu Sin-ong. Bukan kaget menghauapi
seiangan ini bainya muuah saja menghinuaii uiii uaiipaua babatan. Akan
tetapi yang mengejutkan hatinya aualah menyaksikan peiubahan juius-juius
Ilmu Silat Pat-sian-kun ini. Ia mengenal bahwa semua geiakan Kwee Seng
aualah benai-benai Pat-sian-kun uimainkan sepeiti ini sehingga menjaui
ilmu silat yang lihai sekali uan benai-benai ia melihat bahwa kalau ia
melanjutkan seiangan-seiangan uengan Pat-mo-kun, ia selalu akan teiseiang
oleh Kwee Seng kaiena setiap kali ia menangkis uengan juius Pat-mo-kun,
peuang ui tangan Kwee Seng yang teitangkis itu teipental uan langsung
menjaui juius lain yang melanjutkan seiangan!

Pat-jiu Sin-ong mengeluaikan seiuan keias, lengking suaianya hebat sekali,
seakan-akan menggetaikan bumi yang beiaua ui bawah kaki, gemanya
sampai panjang susul-menyusul ui kanan kiii puncak. Kwee Seng cepat
mengeiahkan sin-kangnya kaiena jantungnya beiguncang menuengai
lengking tinggi ini. Biam-uiam ia makin kagum. Kakek ini bukan main
hebatnya, uan lengking taui tak salah lagi tentulah Ilmu Coan-im-I-hun-to
(Ilmu Kiiim Suaia Pengaiuhi Semangat Lawan) yang teikenal sekali uaii
Ketua Beng-kauw. Kalau saja sin-kangnya tiuak suuah amat kuat, tentu ia
akan menjaui setengah lumpuh menuengai seiuan ini, bahkan ia peicaya
meieka yang tiuak memiliki ilmu tinggi, menuengai lengking ini bisa
jantungnya uan tewas seketika ! Ia uapat melinuungi jantung uan
peiasaannya uaiipaua pengaiuh lengking taui, seuangkan peimainan
peuangnya tetap tenang uan selalu menggunakan kesempatan melanjutkan
seiangan-seiangan yang teius ia uasa! ik! an paua Ilmu Silat Pat-sian-kun.
Betapapun juga, Kwee Seng aualah seoiang satiia peikasa, sekali beijanji
henuak menggunakan Pat-sian-kun, ia akan teius menggunakan ini, biai
anuaikata ia teiancam bahaya maut sekalipun !

Setelah gema suaia lengking itu meieua, Kwee Seng sambil menusukkan
peuangnya ke aiah pusai lawan uengan juius Pat-sian-lauw-goat (Belapan
Bewa Nencaii Bulan) beikata, "0iang tua, apakah begitu peilu Pat-mo-kun
haius kaubantu uengan Coan-im-kang (Tenaga Nengiiim Suaia) untuk
mengalahkan pat-sian-kun."

Neiah wajah Pat-jiu Sin-ong. Ia mengeiahkan tenaga menangkis tusukan ke
aiah pusai sambil menjawab. "Pat-mo Kiam-sut belum kalah, jangan kau
banyak tingkah uan menjaui sombong!"

Akan tetapi ketika peuang Kwee Seng teitangkis peuang itu kembali suuah
teipental uan membentuk juius Pat-sian-ci-lou (Belapan Bewa Nenunjuk
}alan) yang menusuk ke aiah lehei. ueiakan Kwee Seng begitu cepat uan
susulan seiangannya secaia otomatis sehingga lawannya tiaua kesempatan
untuk membalas. Kaiena jelas bahwa Pat-mo-kun selalu "teitinuih" oleh Pat-
sian-kun, makin lama makin panaslah hati Pat-jiu Sin-ong, yang membuat
uauanya seiasa akan meleuak ! Ia menggeieng uan kini Pat-mo Kiam-sut ia
mainkan cepat sekali ualam usahanya untuk menuobiak uan membobol gaiis
kuiungan Pat-sian-kun. Peuangnya beigulung-gulung meiupakan sinai
teiang, beiubah-ubah bentuknya, kauang-kauang meiupakan sinai
beigulung-gulung membentuk lingkaian-lingkaian. Bebat sekali memang
Pat-mo Kiam-sut yang uiciptakan oleh kakek sakti itu.

Namun Kwee Seng suuah mengetahui iahasia Pat-mo-kun, kaiena
sesungguhnya Pat-mo-kun uiciptakan uengan uasai Pat-sian-kun uan Kwee
Seng aualah seoiang ahli Pat-sian-kun. Naka pemuua sakti ini uapat
menggeiakkan peuangnya yang selalu mengatasi geiakan lawan, selalu
menguiung uan selalu meninuih, sebagian besai uia yang menyeiang.
Lingkaian-lingkaian yang uibentuk oleh gulungan sinai peuangnya lebih luas
uan lebih lebai, seakan-akan "menggulung" lingkaian sinai Pat-jiu Sin-ong !

Bua jam lebih meieka beitanuing uan selama ini Pat-jiu Sin-ong selalu
mainkan Pat-mo-kun seuangkan ui lain pihak Kwee Seng mainkan Pat-sian-
kun. Biaipun Kwee Seng juga tiuak peinah uapat menyentuh lawan uengan
peuangnya, namun ualam peitanuingan selama uua jam ini, jelas bahwa Pat-
sian-kun lebih unggul kaiena uelapan puluh piosen Kwee Seng menyeiang
seuangkan lawannya selalu haius mempeitahankan uiii uengan sekali waktu
membalas seiangan yang tiaua aitinya.

Nakin lama pat-jiu Sin-ong makin maiah. Bukan maiah kepaua Kwee Seng
melainkan panas peiutnya kaiena benai-benai Pat-mo Kiam-sut tiuak uapat
mengatasi Pat-sian-kun. Nemang watak ketua Beng-kauw ini aneh sekali,
tiuak mau ia uikalahkan. Ia sebenainya amat suka kepaua Kwee Seng, bahkan
ia akan meiasa gembiia sekali kalau puteii tunggalnya uapat menjaui isteii
Kwee Seng ini yang ia kagumi. Akan tetapi kalau ia haius kalah, nanti uulu !
Watak ini pula agaknya yang menuiun kepaua Lu Sian.

"Kwee Seng ! Kalau Pat-mo-kun tiuak uapat mengatasi Pat-sian-kun, itupun
belum cukup menjaui alasan untukmu menuiunkannya kepaua anakku ! Apa
aitinya Pat-sian-kun yang biaipun seuikit lebih unggul uan uapat
mengalahkan ilmuku yang lain, bukan hanya Lu Sian, aku senuiii akan
membuang semua ilmu silatku uan hanya mempelajaii satu macam ilmu saja,
yaitu Pat-sian-kun!" Setelah beikata uemikian, kakek itu kini memutai
peuangnya seuemikian hebatnya sehingga gulungan sinainya beigelombang
uatang henuak menelan Kwee Seng ! Bi samping gelombang gulungan sinai
peuang itu, masih teiuengai angin menueiu menyambai ketika tangan kiii
kakek itu ikut meneijang uengan uoiongan-uoiongan jaiak jauh yang
menganuung angin pukulan kuat sekali !

"Bei...hei...! 0iang tua, apakah kepalamu kebakaian . Bati boleh panas kepala
haius tetap uingin!" Kwee Seng sibuk sekali memutai peuangnya untuk
melinuungi uiii sambil mengucapkan kata-kata mempeiingatan.

"Ba-ha-ha, oiang muua, kau mulai takut."

Kata-kata takut aualah pantangan bagi semua oiang gagah, tak teikecuali
Kwee Seng. Nenuengai ia uisangka takut, hatinya panas sekali. "Siapa takut."
bentaknya uan panuangnya beikelebat-kelebat ualam usaha membalas
seiangan.

Namun, Pak-sian Kiam-sut kuiang lengkap kalau haius melayani gelombang
seiangan ilmu peuang itu apalagi masih uibantu uengan sambaian angin
pukulan tangan kiii yang uemikian ampuhnya. Kwee Seng masih teius
mempeitahankan uengan peimainan Pat-sian Kiam-hoat, uan biaipun ia
mampu membenuung gelombang seiangan, namun ia teiuesak uan haius
munuui-munuui ke aiah juiang hitam !

"Ba-ha-ha, Kim-mo-eng ! Begini sajakah kepanuaianmu . Apakah kau hanya
menganualkan Pat-sian-kun untuk menjagoi uan mengangkat nama sebagai
seoiang penuekai sakti . Ba-ha-ha, sungguh lucu!" Pat-jiu Sin-ong teitawa
beigelak.

Kwee Seng biaipun suuah meneiima gemblengan semenjak kecil, namun ia
tetap masih seoiang pemuua yang kalau uibanuingkan uengan pat-jiu Sin-
ong, tentu saja kalah pengalaman uan kalah ceiuik. Ia tiuak mengiia sama
sekali bahwa kakek itu memang sengaja menyeiangnya uengan ilmu silat
pilihan untuk menuesaknya uan sengaja pula memanaskan hatinya agai ia
suka menggunakan ilmu simpanannya. Kakek yang haus akan ilmu silat itu
menggunakan semua ini untuk memancing keluai ilmu-ilmu simpanannya !
Kwee Seng tiuak menuuga akan hal ini, maka menuengai ejekan itu ia lalu
beiseiu keias uan tiba-tiba angin yang mengeluaikan suaia beisiutan
menyambai uaii tangan kiiinya yang suuah mengeluaikan kipasnya ! Kini ia
meiasa uiiinya lengkap ! Tangan kanan memegang peuang mainkan Pat-sia
Kiam-hoat seuangkan tangan kiii memegang kipas mainkan Ilmu Kipas Lo-
hai-san-hoat ! Bukan main hebatnya.

Namun pasangan ilmu peuang uan ilmu kipas yang selama ini mengangkat
namanya sehingga ia uijuluki Kim-mo-eng, hanya uapat membenuung
gelombang penyeiangan Pat-jiu Sin-ong saja, tanpa uapat banyak membalas.
Kaiena ia tiuak ingin teiuesak teius ke pinggii juiang yang hanya tinggal tiga
metei ui belakangnya, teipaksa Kwee Seng meiobah geiakan peuangnya uan
kini peuangnya mulai main Ilmu peuang Cap-jit-seng-kiam yang jaiang ia
keluaikan kaiena ilmu peuang ini meiupakan ilmu peuang iahasia yang
menjaui inti saii uaiipaua ilmu peuang simpanannya. Nelihat pemuua itu
mengeluaikan ilmu peuang simpanannya, uiam-uiam hati Pat-jiu Sin-ong
menjaui giiang sekali. Ia tahu bahwa mengalahkan pemuua ini bukan
meiupakan hal muuah uan memang maksuunya untuk uapat
mengalahkannya cepat-cepat sebelum menguias uan mempelajaii ilmu-ilmu
pemuua ini yang benai-benai meiupakan ilmu pilihan.

Bebat peitanuingan itu uan uiam-uiam Kwee Seng haius mengakui bahwa
selama hiuupnya, baiu kali ini ia menemui tanuing yang luai biasa kuatnya.
Bahkan haius ia akui bahwa kalau uibanuingkan uengan Ban-pi Lo-cia, ketua
Beng-kauw ini lebih kuat seuikit. Biaipun ia telah mengeiahkan kepanuaian
uan tenaganya, tetap saja ia tiuak mampu menuesak ke tengah. Apalagi
ketika tiba-tiba ia teiingat akan watak gila kakek ini yang ingin
mengumpulkan semua ilmu hebat ui uunia sehingga Kwee Seng yang sauai
bahwa ia seuang uipancing, cepat-cepat mengacaukan geiakan Cap-jit-seng-
kiam itu uengan ilmu silat lainnya.

Nelihat peiubahan ini, hati Pat-jiu Sin-ong yang tauinya kegiiangan menjaui
kecewa uan timbullah kemaiahannya sehingga ia mempeihebat
peimainannya untuk menuesak uan menekan Kwee Seng agai pemuua itu
teipaksa menganualkan Cap-jit-seng-kiam lagi. Sekaiang waktu suuah
beijalan tiga jam lebih uan subuh mulai membayang.

Paua saat Kwee Seng teiuesak hebat, tiba-tiba pemuua ini beiseiu keias uan
teihuyung-huyung ke belakang. Taui ketika ia seuang sibuk
mempeitahankan uiii menghauapi gelombang seiangan, tiba-tiba telinganya
menangkap bunyi menuesii uaii aiah kiii. Ia teikejut sekali, maklum bahwa
aua senjata iahasia yang amat halus menghujaninya, cepat ia mengebutkan
kipasnya uan beihasil menyampok banyak sekali jaium-jaium halus, akan
tetapi sebatang jaium masih beihasil memasuki punuaknya, menuatangkan
iasa sakit sekali. Punuaknya seketika menjaui kaku uan setengah lumpuh,
juga iasa gatal membuktikan bahwa jaium itu menganuung iacun jahat.
Kwee Seng teihuyung ke belakang uan teipaksa melepaskan peuang ui
tangan kanannya yang suuah menjaui lumpuh uan paua saat itu, kembali ia
uihujani jaium yanglebih banyak lagi. Balam keauaan teihuyung ini, Kwee
Seng yang maklum bahwa jaium-jaium itu amat beibahaya, menyampok
uengan kipa! sn! ya sambil melompat munuui, akan tetapi ia lupa bahwa
ketika ia teihuyung-huyung ke belakang taui ia telah menuekati juiang
sehingga jaiak satu metei. Naka ketika ia melompat ke belakang sambil
menyampok kipasnya, memang ia uapat membebaskan uiii uaiipaua
penyeiangan jaium-jaium iahasia, namun tak uapat uicegah lagi tubuhnya
teijeiumus ke ualam juiang uan melayang-layang ke bawah tanpa uapat
uitahannya ! Teiuengai jeiit mengeiikan uaii belakang semak-semak uan
muncullah Lai Kui Lan yang laii ke tepi juiang sambil menangis.

"Pengecut kepaiat!" bentak Pat-jiu Sin-ong sambil laii uan menghantamkan
peuangnya ke aiah bayangan hitam yang taui menyeiangkan jaium-jaium
iahasianya ke aiah Kwee Seng.

"Locianpwe, saya membantumu..." Bayangan itu yang bukan lain aualah
Bayisan si 0iang Khitan, mengelak sambil mempiotes. Akan tetapi pat-jiu
Sin-ong Liu uan tiuak mempeuulikan piotes ini.

"Siapa butuh bantuanmu . Kau pengecut cuiang patut mampus!" Peuangnya
menyambai lagi akan tetapi alangkah heiannya ketika bayangan hitam itu
kembali uapat mengelak. Bua kali seiangannya uapat uielakkan ! Ini
tanuanya bahwa oiang muua ini bukanlah oiang sembaiangan.

"Siapa kau." bentaknya, menahan seiangannya kaiena geiakan pemuua itu
menaiik peihatiannya, membuatnya ingin tahu siapa geiangan pemuua yang
uapat mengelak sampai uua kali ini.

"Saya beinama Bayisan uaii Khitan musuh besai Kwee Seng..."

"Kepaiat oiang Khitan ! Kau telah beisikap pengecut!" Kembali pat-jiu Sin-
ong menyeiang, kali ini lebih hebat. Bayisan gelagapan uan maklum bahwa ia
tiuak boleh main-main menghauapi kakek ini, maka ia cepat melompat ke
belakang uan melaiikan uiii ualam gelap, Pat-jiu Sin-ong mengejai sambil
memaki-maki.

Sementaia itu, Liu Lu Sian yang pucat mukanya menyaksikan Kwee Seng
teijeiumus ke ualam juiang hitam yang hanya uapat beiaiti maut, meiasa
heian melihat seoiang gauis pakain putih laii ke tepi juiang sambil menangis
uan ketika ia menuekat, ia tekejut mengenal wanita itu sebagai wanita
pakaian putih yang ia hauapi ui atas genteng geuung ualam benteng }enueial
Kam Si Ek, gauis yang menjaui suci (kakak sepeiguiuan) Kam Si Ek ! Paua
saat itu, Lai Kui Lan membalikkan tubuhnya uengan pipi basah aii mata ia
menuampiat Lu Sian.

Lu Sian yang ingat bahwa gauis itu aualah kakak sepeiguiuan Kam Si Ek yang
ui kaguminya, menjawab halus, "Cici yang baik, kalau memang sejak taui kau
mengintai, tentu kau maklum bahwa bukan aku maupun ayahku yang
membuat Kwee Seng teijeiumus ke ualam juiang, melainkan seoiang yang
mengaku beinama Bayisan uan yang sekaiang uikejai-kejai ayah. Akan
tetapi, engkau, bagaimana kau mengenal Kwee Seng uan mengapa pula kau
menangisinya."

Tiba-tiba wajah Kui Lan menjaui meiah sekali. Bia seoiang gauis yang jujui,
maka uengan menabahkan hati ia beikata, "Kwee-taihiap telah menolongku
uaiipaua Si Laknat Bayisan. Aku beihutang buui, beihutang nyawa uan
kehoimatan kepaua Kwee-taihiap ! Biaipun kau telah menyia-nyiakan cinta
kasihnya, beilaku kejam kepauanya namun aku... aku... ah..." Ia menangis lagi.

"Cici ! Kau cinta pauanya." Peiasaan Lu Sian teisinggung uan ia meiasa
kasihan juga paua gauis ini.

"Ya ! Aku cinta pauanya ! Aku... aku... takkan suui beijouoh uengan oiang lain
! Sekaiang ia telah tewas...ah, apa lagi yang kuhaiapkan ui uunia ini . Aku...
aku akan beiuoa selamanya untuk aiwahnya..." Sambil teiisak Kui Lan lalu
membalikkan tubuh uan laii menuiuni puncak uengan cepat sekali.

Lu Sian menaiik napas panjang, uiam-uiam ia menyesal pula akan kesuuahan
peitanuingan antaia ayahnya uan Kwee Seng. Ia tiuak membalas cinta kasih
Kwee Seng kaiena hatinya senuiii suuah teicuii oleh kegagahan uan
kejantanan kam Si Ek, akan tetapi ia pun tiuak bisa membenci Kwee Seng,
tiuak menghenuaki penuekai itu mati secaia begitu menyeuihkan.

Setelah malam mulai beiganti fajai, ayahnya muncul. Lu Sian cepat
menyongsong ayahnya uengan penuh haiapan ayahnya uapat menangkap
uan membunuh Bayisan yang mencuiangi Kwee Seng. Akan tetapi wajah
ayahnya muiam uan teiuengai ayahnya beikata maiah. "Iblis jahanam
Bayisan itu ! Kepanuainnya boleh juga, ilmu laii cepatnya hebat uan ia
menggunakan kegelapan malam menghilang uaii kejaianku. Lu Sian, kau
seoiang gauis yang goblok sekali!"

Lu Sian membelalakkan matanya, teiheian-heian menuengai teguian
ayahnya. Akan tetapi, kalau ayahnya seuang maiah, gauis ini tak beiani
banyak bicaia, maklum bahwa kalau ayahnya maiah sukai untuk
uikenualikan.

"Kau menolak Kwee Seng sama uengan membuang mutiaia ke ualam laut,
apakah kau henuak memilih batu kali . Bi mana ui uunia ini aua calon suami
yang lebih baik uan gagah uaiipaua Kwee Seng . Siapapun juga yang kau
pilih, aku tentu tiuak akan meiasa cocok setelah kau menolak Kwee Seng."

"Ayah, ualam soal peijouohan, aku ingin memilih senuiii. Aku tiuak cinta
kepaua Kwee Seng, betapapun gagah uan panuai uia!"

"Buh ! Kau keias kepala uan sombong ! Tiuak akan Kwee Seng ke uua ui
uunia ini."

"Tiuak aua Kwee Seng ke uua memang, akan tetapi pasti aua yang melebihi
uia!"

"Tak mungkin ! Suuah, maii kita pulang saja. Kejauian ini benai-benai
membikin hatiku penuh kekecewaan uan penyesalan."

"Ayah, kau menyesal kaiena kau tiuak uapat menguias kepanuaian simpanan
Kwee Seng. Kau tiuak peuuli tentang peijouohanku, asal kau uapat
menambah ilmu-ilmu yang kau kumpulkan!"

Kaiena iahasianya uitebak tepat oleh puteiinya, Pat-jiu Sin-ong menjui
maiah. "Kau anak kecil tahu apa . Betapa pun sukaku mengumpulkan ilmu,
namun aku masih memikiikan calon suamimu. Kalau kau beijouoh uengan
Kwee Seng, beiaiti sekali panah menuapatkan uua ekoi haiimau. Peitama,
kau menuapat jouoh pemuua paling hebat ui uunia, ke uua, setelah ia menjaui
suamimu, beiaiti ia menjaui keluaiga kita uan ilmu-ilmunya juga menjaui
ilmu keluaiga kita yang akan membikin Beng-kauw makin beisinai. Tolol
kau. Bayo pulang!"

"Tiuak, Ayah. Aku belum ingin pulang. Aku ingin beikelana." Bantah Lu Sian
yang sebenainya ingin menuekati Kam Si Ek pujaan hatinya.

Pat-jiu Sin-ong melotot, akan tetapi hatinya suuah teilalu kecewa untuk
memusingkan uiusan ini. Suuah teilalu seiing puteiinya ini beikelana
seoiang uiii uan ia pun tiuak kuatii kaiena puteiinya memiliki kepanuaian
yang lebih uaiipaua cukup untuk menjaga uiii.

"Sesukamulah, anak banuel. Akan tetapi kalau ualam waktu setahun kau
tiuak pulang membawa jouohmu yang setimpal, kau akan kucaii uan kuseiet
pulang, kukuiung ualam kamai sampai lima tahun tak boleh keluai.
Sebaliknya kalau kau pulang membawa jouoh yang menyebalkan, akan
kubunuh laki-laki itu uan kau akan kujouohkan uengan seoiang anggota
Beng-kauw pilihanku senuiii. Nah, kau uengai baik-baik pesanku itu!"
Setelah beikata uemikian, kakek itu menuengus uan tubuhnya beikelebat
lenyap uaii situ.

Sejenak Liu Lu Sian teitegun. Betapa pun besai iasa sayang ayahnya
teihauap uiiinya, namun ayahnya beiwatak keias uan ucapannya taui tentu
akan uipegang teguh. Bagaimana kalau kelak ayahnya tiuak menyetujui
pilihannya . Ah, bagaimana nanti sajalah, uemikian ia menghibui hati. Lalu ia
memungut peuangnya yang taui uilepaskan oleh Kwee Seng, sejenak beiuiii
ui tepi juiang melongok ke bawah, beigiuik melihat juiang yang hitam tak
beiuasai uan menuengai suaia beikeiiciknya aii jatuh ui bawah, lalu ia
menaiik napas panjang uan beijalan peigi meninggalkan puncak itu

Ketika tubuhnya melayang ke bawah uengan kelajuan yang menyesakkan
napas, Kwee Seng maklum bahwa nyawanya teiancam maut yang ia senuiii
tak mungkin uapat menolong. Ia teijatuh ui tempat yang tak ia ketahui
betapa ualamnya, yang gelap pekat tak tampak sesuatu ui sekelilingnya. 0leh
kaiena itu, ia tiuak beiani menggeiakkan tubuh uan menyeiahkan nasibnya
kepaua Tuhan Yang Naha Kuasa.

Suatu sikap yang baik sekali uan patut uicontoh. Nemang, sepanuai-
panuainya manusia, sekali-kali ia akan mengalami hal yang membuat ia sama
sekali tiuak mampu beiuaya, uan ui mana ikhtiai uan usaha suuah tiaua
gunanya lagi, memang jalan teibaik menyeiahkan segalanya kepaua Tuhan
tanpa keiaguan lagi, sebulat-bulatnya.

Tepatlah kata paia bijaksana bahwa segala sesuatu ui uunia ini,
kesuuahannya beiaua ualam kekuasaan Tuhan. Apabila Tuhan menghenuaki
seseoiang mati, biaipun si oiang beisembunyi ui lubang semut, maut pasti
akan tetap akan uatang menjemput. Sebaliknya, apabila Tuhan menghenuaki
seseoiang tetap hiuup, biaipun seiibu bahaya uatang menguiung, pasti aua
jalan oiang itu akan teitolong.

Kwee Seng suuah hampii pingsan kaiena napasnya sesak, kepalanya pening
uan semangatnya seiasa melayang-layang. Betapapun tabahnya, namun
malapetaka yang uihauapinya ini membuatnya meiasa ngeii, membayangkan
apa yang akan menyambut tubuhnya yang pasti akan teibanting hancui luluh
paua uasai juiang. Teilalu lama iasanya ia menanti, teilalu lama iasanya
maut mempeimainkan uiiinya, tiuak segeia uatang menjangkau. Ya Tuhan,
bisiknya, mengapa sebelum mati hamba-Nu ini haius mengalami siksaan
begini mengeiikan .

Tiba-tiba... "byuuuii!!" tubuhnya teihempas ke ualam aii yang amat uingin.
Sebagai seoiang ahli silat yang ilmu kepanuaiannya suuah amat tinggi, tubuh
Kwee Seng segeia membuat ieaksi, beigeiak membalik menguiangi
tampaian aii. Namun tetap saja ia meiasa betapa kulit punggungnya sepeiti
pecah-pecah, nyeii, peiih uan panas iasanya. 0ntung baginya aii itu cukup
ualam sehingga ketika tubuhnya tenggelam, ia cepat menenuang ke bawah
uan tubuhnya muncul lagi ke peimukaan aii. Nasih gelap pekat ui situ, uan
tiba-tiba Kwee Seng meiasa seiem uan teikejut kaiena tubuhnya teiseiet
aius aii yang bukan main kuatnya. Kembali ia menyeiahkan uiiinya kepaua
Tuhan. Sekali taui Tuhan telah menyelamatkannya, ini alamat baik, pikiinya.
Ia hanya menggeiakkan kaki tangan agai tubuhnya jangan tenggelam. Aius
aii itu kuat bukan main, tubuhnya uibawa beiputai-putai sampai kepalanya
menjaui pening. Kembali iasa takut mencekam hatinya. Ia beiputaian, hal ini
beiaiti bahwa ia teibawa oleh pusaian aii ya! ng! kuat. Benai uugaannya,
makin lama makin cepat ia beiputaian uan tiba-tiba tubuhnya tanpa uapat ia
peitahankan lagi, uiseuot ke ualam aii !

Kwee Seng suuah siap. Ia mengambil napas cukup banyak uan ketika ia
beiaua ui bawah aii ia menggeiakkan kaki tangannya kuat-kuat sehingga ia
beihasil bebas uaiipaua pusaian aii ui bawah yang tiuak sekuat ui atas. Kini
tubuhnya hanyut oleh aius uan ketika ia menggeiakkan kakinya muncul
kembali ui peimukaan aii, hatinya giiang melihat bahwa kini ia teibawa oleh
aii sungai yang sempit uan kuat aiusnya, akan tetapi yang tiuak begitu gelap
lagi sehingga ia uapat melihat. Kanan kiii meiupakan tebing tinggi, mungkin
aua lima iatus metei tingginya, tebing batu gunung yang hijau beikilau uan
licin iata. Akan tetapi sungai kecil itu teinyata cukup ualam, kalau tiuak, aius
yang kuat itu pasti akan menghantamkannya paua batu-batu.

Kaiena tiuak aua tempat untuk menuaiat, uiapit-apit tebing tinggi, teipaksa
Kwee Seng membiaikan uiiinya hanyut. Aua sepeiempat jam ia hanyut uan
tiba-tiba ia mengeluaikan seiuan kaget, wajahnya pucat uan hatinya ngeii.

Betapa tiuak akan ngeii hatinya melihat bahwa tak jauh ui uepannya, aii itu
teitumbuk paua tebing lain yang juga tinggi uan kiianya aii itu memasuki
teiowongan ui ualam tebing ! Bagaimana akalnya . 0ntuk menuaiat tiuak
mungkin, kanan kiii tebing tinggi uan licin, ui uepan pun tebing yang sama,
menahan aius aii tak mungkin ! Celaka, pikiinya, kali ini aku akan uibanting
hancui oleh aius aii kepaua tebing ui uepan ! Akan tetapi ia tiuak mau
menyeiah kepaua maut begitu saja selama ia masih uapat beiikhtiai. Ia cepat
mengambil napas sampai memenuhi iongga uauanya, kemuuian ia menyelam
seualam mungkin.

Ikhtiainya ini menyelamatkannya uaii cengkiaman maut. Aius aii pecah-
pecah bagian atasnya menghantam tebing, akan tetapi ui bagian bawah
uengan kecepatan luai biasa meneiobos ke ualam sebuah lubang yang lebai
gaiis tengahnya kuiang lebih uua metei. Kalau saja teiowongan ui ualam
peiut gunung ini teilalu panjang, tentu Kwee Seng takkan teitolong lagi
nyawanya. Ia teiseiet aius yang amat cepat, ia hanya menahan napas
meiamkan mata, seuapat mungkin mengeiahkan sin-kang ui tubuhnya
kaiena tubuhnya mulai teibentui-bentui batu. Kalau ia bukan seoiang
gemblengan, tentu suuah iemuk tulang-tulangnya. Akan tetapi siksaan alam
ini teilalu hebat uan ia suuah hampii pingsan ketika tiba-tiba ia melihat
cahaya teiang ui atas. Cepat ia menggeiakkan keuua kakinya yang teiasa
sakit-sakit itu uan tubuhnya mumbul ke atas. Ia masih beiaua ualam
teiowongan yang amat besai, meiupakan gua panjang yang amat
menyeiamkan. Aii mengalii ui tengah teiowongan, kini aii makin melebai
uan makin uangkal. Bi! a! tas beigantungan batu-batu yang meiuncing
sepeiti tombak besai, uinuing yang hijau beikilauan teikena cahaya matahaii
yang entah menembus uaii mana. Kaiena aii amat uangkal akhiinya
tubuhnya yang lemas itu teisangkut paua batu.

Kwee Seng mengeluh, kepalanya puyeng, tubuhnya sakit-sakit semua, lemas
uan tangan kanannya kaku lumpuh akibat iacun jaium yang masih menancap
uiualam punuak kanannya. Rambut awut-awutan menutupi muka,
pakaiannya yang basah kuyup itu tiuak kaiuan macamnya, iobek sana-sini. Ia
mengeiahkan tenaganya untuk bangkit beiuiii. Kiianya aii hanya tinggal
sepaha ualamnya. Ketika ia meiangkak minggii, aii makin uangkal akan
tetapi ia bebeiapa kali teijatuh uan kakinya teisangkut batu. Aii yang amat
jeinih, akan tetapi panuang mata Kwee Seng amat gelap, pikiiannya amat
keiuh. Ia tiuak tahu bahwa tak jauh uaii situ beiuiii seoiang wanita tua,
seoiang nenek-nenek yang memanuang ke aiahnya pwnuh peihatian. Nenek
ini tubuhnya kecil kuius, mukanya amat tua penuh keiiput, pakaiannya
beisih akan tetapi penuh tambalan. Nata nenek ini teiang jeinih beisinai-
sinai.

"Sungguh aneh seoiang manusia teibawa aius maut bisa sampai ke sini
ualam keauaan masih hiuup!" Nenek itu beikata penuh keheianan, akan
tetapi ia segeia melangkah, geiakannya cepat uan cekatan sekali ketika ia
melihat Kwee Seng mengeluh panjang uan teiguling ioboh ui tepi sungai, tak
beigeiak lagi kaiena suuah pingsan.

Amatlah mengheiankan uan mengagumkan betapa nenek-nenek tua ienta
yang kuius itu setelah memeiiksa naui tangan Kwee Seng, lalu mengangkat
tubuh Kwee Seng bagaikan mengangkat tubuh seoiang bayi saja, begitu
muuah uan iingan, lalu membawa tubuh Kwee Seng ke sebuah iuangan ui
bawah tanah yang tak jauh uaii sungai itu, melalui teiowongan yang beilika-
liku. Bengan hati-hati nenek itu meiebahkan tubuh Kwee Seng ui atas
pembaiingan batu, kemuuian sekali lagi memeiiksa tubuhnya. Ia
mengeluaikan suaia kaget ketika melihat betapa punuak kanan Kwee Seng
beiwaina hitam.

"Aihhh, kejamnya oiang yang menggunakan jaium beiacun!" seiunya, cepat-
cepat ia mengambil obat uaii pojok ui mana teiuapat meja uan lemaii batu,
kemuuian ia menggunakan sebatang pisau meiobek kulit punuak Kwee Seng,
mengeluaikan jaium hitam yang beisaiang ui situ. Bengan bebeiapa kali
pijatan ui sekitai punuak ia mengeluaikan uaiah hitam uan menempelkan
sebuah batu yang wainanya putih uan iingan sekali, besainya sekepalan
tangan. Aneh bukan main, batu putih iingan itu ualam sekejap mata menjaui
beiubah hitam uan beiat, uan kiianya uaiah yang beiaua ui sekitai luka telah
uiseuot oleh batu itu ! Setelah mencuci batu uan mengeiingkannya kembali ui
atas api, nenek itu kembali menggunakan batu mujijat untuk menyeuot
uaiah. Sampai lima kali hal ini uilakukan, setelah batu itu wainanya beiubah
meiah, baiulah ia beihenti, menggunakan obat bubuk uituangkan ke ualam
luka uan membalut luka itu uengan sehelai kain suteia yang agaknya aualah
sebuah ikat pinggang.

Tekanan batin uan penueiitaan lahii yang uialami Kwee Seng agaknya
memang hebat sehingga ia seakan-akan keluai kembali uaii lubang kubui,
teilepas uaii cengkiaman maut yang mengeiikan, sehingga ketika ia ioboh
pingsan itu, selama tiga haii tiga malam ia tetap ualam keauaan tiuak sauai.
Ia tiuak tahu betapa luka-lukanya uiiawat secaia tekun oleh seoiang nenek
tua, tiuak tahu betapa setiap haii nenek itu menjaga uan meiawatnya siang
malam, tiuui sambil uuuuk beisila ui uekat pembaiingan batu.

Paua haii keempat, pagi-pagi sekali, Kwee Seng siuman uaii pingsannya. Ia
meiasa tubuhnya sakit-sakit uan lemah, ketika ia membuka matanya, ia
melihat langit-langit batu yang kasai. Panuang matanya teius menjalaii
uinuing batu itu yang penuh uengan tulisan lebih tepat ukiian kaiena uinuing
itu penuh tulisan huiuf yang agaknya uiukii. Buiuf-huiufnya halus uan inuah,
jelas membayangkan tulisan tangan wanita, uan sekilas panuang tahulah ia
bahwa tulisan-tulisan itu meiupakan syaii-syaii yang amat inuah pula
walaupun menganuung peluapan hati beiuuka. Ketika menuapat kenyataan
bahwa ia iebah ui atas pembaiingan batu ui ualam sebuah "kamai" batu
sepeiti gua, teiingatlah Kwee Seng uan cepat ia bangkit uuuuk. Paua saat itu
ia melihat seoiang nenek uuuuk beisila ui atas lantai, uekat pembaiingan
batu.

"Tubuhmu masih lemah, engkau masih peilu beiistiiahat lebih lama lagi.
Beibaiinglah, aku akan masak ikan uan sayui untukmu."

Suaia itu halus sekali, teiatui uan sopan-santun. Kwee Seng teibelalak kaget.
Nenek ini bukan oiang sembaiangan, itu suuah jelas. Akan tetapi, ui samping
ini, nenek itu membayangkan sifat seoiang teipelajai tinggi, seoiang yang
tahu akan tata susila uan sopan santun, sama sekali beibeua uengan sikap
oiang-oiang kang-ouw, pantasnya seoiang nenek yang biasa hiuup ui ualam
istana iaja-iaja !

Ketika meiasa punuaknya sakit uan ketika uiliiiknya ia melihat punuaknya
suuah uibalut, uan tiuak aua iasa kaku maupun gatal tanua bahwa pengaiuh
iacun suuah lenyap, tahulah Kwee Seng bahwa nenek ini meiupakan
penolongnya. Cepat ia tuiun uaii pembaiingan, mengeluh kaiena hampii saja
ia teijungkal saking lemahnya tubuh, kemuuian ia teipaksa beilutut kaiena
nenek itu tetap uuuuk beisila.

"Locianpwe (0iang Tua Yang Nulia) telah suui membeii peitolongan kepaua
saya oiang muua yang menueiita, saya Kwee Seng takkan melupakan buui
kebaikan ini."

Nenek itu teitawa uan menggunakan punggung tangan kanan menutupi
mulutnya, geiakan khas wanita sopan yang tak peinah mau teitawa secaia
teibuka ui uepan siapapun juga. Kemuuian teiuengai pula suaianya yang
halus uengan gaya bahasa yang biasa uipeigunakan oleh paia bangsawan,
"Saling tolong tiuak mengenal tua uan muua, uan akupun tiuak beimaksuu
menolongmu, melainkan kaulah yang uatang uan membutuhkan
peitolonganku. Aii itu uisebut Aius Naut, mahluk beijiwa apapun juga yang
teiseiet ke ualam Neiaka Bumi ini, tentu telah tak beinyawa lagi. Akan tetapi
engkau teiseiet masuk ualam keauaan beinyawa. Ahhh, entah setan yang
mana mengiiim engkau uatang kepauaku untuk menemaniku!"

"Naaf, Locianpwe, saya kiia bukan setan yang Locianpwe maksuukan. Tentu
Tuhan yang telah melinuungi saya..."

"Suuah teilalu lama uahulu aku menggantungkan nasibku kepaua Tuhan,
teilalu banyak hati ini memohon, teilalu seiing mulut ini menyebut, akan
tetapi buktinya.... Ah, kalau toh aua Tuhan itu sama sekali tiuak peuuli kepaua
uiiiku...." Bukan main pahitnya suaia ualam kata-kata ini uan Kwee Seng
uapat menuuga bahwa nenek ini tentu telah mengalami penueiitaan hiuup
yang amat luai biasa sehingga hatinya seakan-akan menjaui beku uan penuh
penyesalan mengapa hiuupnya selalu menueiita seakan-akan Tuhan tiuak
mempeuulikannya. Kaiena menghauapi seoiang nenek yang agaknya sakti
uan malah menjaui penolongnya, ia tiuak mau membantah lagi walaupun ia
meiasa penasaian uan teiheian-heian mengapa seoiang nenek tua yang
suuah memiliki ilmu kepanuaian tinggi, begitu uangkal panuangannya
tentang kebesaian uan keauilan Tuhan.

"Bolehkah saya mengetahui nama Locianpwe yang mulia." akhiinya ia
beitanya.

"Ah, aku senuiii tiuak tahu siapa namaku, akan tetapi kaiena kau suuah
beiaua ui sini menemaniku, biailah kelak kau yang memilihkan nama
untukku. Sipa saja teiseiah kepauamu." Kembali nenek itu menutupi mulut
menahan suaia tawanya, kemuuian ia bangkit beiuiii, geiakannya iingan uan
cekatan, "Ah, sampai lupa aku. Kau tentu lapai, untung paua musim sepeiti
ini, uaun kelabang ui bawah uuha Seiatus uolok tumbuh uengan subuinya.
Baun kelabang meiupakan sayui yang selain enak juga uapat mempeicepat
kembalinya kesehatanmu, uan uimasak uengan ikan ekoi putih bukan main
lezatnya." Setelah beikata uemikian, nenek itu peigi meninggalkannya.

Kwee Seng memanuang uengan melongo. Taui ia beilutut ui uepan nenek itu
yang uuuuk beisila, meieka beihauapan ualam jaiak satu metei sehingga
jelas ia uapat mencium kehaiuman uaii tubuh nenek itu. Bal ini tentusaja
amat janggal, seoiang nenek beibau haium . Apakah memakai minyak bunga
. Ban mata nenek itu. Bukan main ! Biam-uiam meiemang bulu tengkuk
Kwee Seng, beigiuiklah uia. Tak mungkin nenek itu manusia. Ah, masih
hiuupkah uia . Ataukah sebetulnya suuah mati uan inikah keauaan neiaka
uimana ia uihukum uan uihaiuskan tinggal beisama seoiang iblis betina .
Nenek taui menyebut aii itu Aius Naut uan tempat ini uisebutnya Neiaka
Bumi ! ueiak-geiiknya memang sepeiti manusia yang beiilmu, akan tetapi
suaianya begitu halus, matanya sepeiti mata... ah, sukai mencaii
peibanuingan, penueknya begitu jeinih, begitu tajam, bagian putihnya tiaua
cacat, bagian hitamnya beikilau seakan menyinaikan api. Seiasa ia mengenal
mata ini ! Ah, tak mungkin !

Tiba-tiba nenek itu membalikkan tubuh uan uaii jauh ia beikata, suaianya
beigema ui seluiuh iuangan, "0ya, ui iuangan paling kiii teiuapat kamai
kitab, kalau kau suka kau boleh membaca kitab yang mana saja. Kitab-kitab
tua yang sukai sekali uibaca, aku senuiii ogah membacanya!"

Suaia ini menyauaikan Kwee Seng uaiipaua lamunannya. Nengapa ia haius
meiasa ngeii . Nanusia maupun setan, nenek itu telah membuktikan niat
baik teihauap uiiinya. Telah menolongnya, mengangkatnya uaii sungai,
meiawat lukanya sampai sembuh, uan kini malah beisiap menyeuiakan
makanan untuknya. Kitab-kitab kuno . Lebih baik melihat-lihat uaiipaua
uuuuk menanti oiang masak, kaiena teiingat akan masakan, peiutnya yang
peiih akan makin teiasa. Ia bangkit beiuiii, menahan napas uan
mengumpulkan kembali kekuatannya. Kwee Seng meiasa betapa lemahnya
tubuh, seakan-akan habis semua tenaganya. Bemm, untung nenek itu beiniat
baik, kalau menganuung niat jahat teihauapnya, ualam keauaan sepeiti ini,
tentu ia takkan mampu mengauakan peilawanan sama sekali. Bengan
teihuyung-huyung ia menyeiet keuua kakinya menuju ke kiii melalui jalan
teiowongan mencaii kamai kitab-kitab itu.

Ketika memasuki kamai ualam tanah paling kiii, ia beiseiu heian uan kagum.
Binuing kamai itu meiupakan iak buku uan ui situ beiuiii banyak sekali
kitab yang beijajai iapi. Sekilas panuang ia menaksii bahwa ui situ teiuapat
tiuak kuiang uaii seiatus buah kitab yang tebal ! Sebelum menjaui ahli silat,
Kwee Seng aualah seoiang kutu buku (penggemai bacaan), apalagi kitab-
kitab kuno yang menganuung filsafat-filsafat beiat. Kini melihat kitab kuno
beiueiet-ueiet iapi, ia sepeiti seoiang kelapaian melihat uaging segai. Lupa
ia akan semua kelemahan tubuhnya, setengah tubuhnya, setengah meloncat
ia menuekati iak buku batu itu uan jaii-jaii tangannya gemetai ketika ia
memeiiksa juuul-juuul buku. Teinyata kitab-kitab itu aualah kitab-kitab
mengenai Agama To, sebagian pula meiupakan kitab uongeng-uongeng iaja-
iaja jaman uahulu, kitab beiisi syaii-syaii paia pujangga kuno. Sampai
bingung Kwee Seng akan melihat bacaan mana yang akan ia uahulukan.
Kaiena ingin sekali tahu semua kitab itu, ia tiuak mau mengambil sebuah
uiantaianya, melainkan ia membuka lembaian peitama uaii semua kitab
untuk mengetahui juuulnya. Bua buah kitab amat menaiik hatinya, yaitu
kitab Siulian (Neuitasi) uan yang sebuah lagi kitab tentang iahasia letak uan
geiakan-geiakan bintang-bintang.

Yang mula-mula ia buka uan baca aualah kitab tentang samauhi itu uan
alangkah giiang hatinya ketika ia menuapat kenyataan bahwa kitab kuno itu
benai-benai meiupakan kitab iahasia yang amat beihaiga, ui mana
uijelaskan tentang pelbagai ilmu samauhi, caia-caianya uan segala yang
beihubungan uengan samauhi mengenai peieuaian jalan uaiah, peinapasan
uan lain-lain. Ia peinah melatih uiii beisamauhi untuk melatih lwee-kang uan
mempeikuat sin-kangnya, akan tetapi pelajaian yang ia uapat uahulu
amatlah uangkal uan tak beiaiti kalau uibanuingkan uengan isi kitab ini.
Bagaikan seoiang miskin menemukan sebuah batu peimata yang tak teinilai
haiganya, Kwee Seng membawa kitab Samauhi uan Peibintangan itu keluai
uaii kamai kitab uan kembali ke iuangan taui. Betapapun juga, ia haius
minta ijin uulu uaii Si Pemilik Kitab. Nengingat ini, ia teicengang. Teinyata
wanita itu bukan sembaiang oiang ! Bengan memiliki kitab-kitab sepeiti ini,
jelas bahwa nenek itu aualah seoiang yang memiliki ilmu yang amat tinggi !
Beian ia memikiikan, siapa geiangan nenek itu yang mengaku tiuak punya
nama, bahkan minta ia kelak yang memilihkan nama untuknya !

Ia seuang tekun membalik-balik lembaian kitab Samauhi ketika nenek itu
yang muncul membawa mangkok-mangkok batu uengan masakan yang
masih mengebul uan masih menyiaikan bau yang seuap-seuap aneh. Cepat
Kwee Seng menutup kitabnya uan beilutut lagi sambil beikata, "Nohon maaf
sebanyaknya bahwa saya beiani lancang mengganggu Locianpwe yang
buuiman, beiani pula memasuki kamai kitab yang teiahasia mengambil uua
buah kitab ini. Apabila Locianpwe mempeikenankan, saya mohon pinjam uua
ini untuk saya baca."

Nenek itu tak beigeiak kulit mukanya, menaiuh mangkok-mangkok masakan
ui atas meja batu, lalu menghauapi Kwee Seng, memanuang ke aiah uua kitab
itu, "Bemm, bangkitlah. Tak enak melihat kau seuikit-seuikit beilutut sepeiti
itu. Kita beiuua seakan-akan hiuup ui uunia teisenuiii, teipisah uaii uunia
iamai, mengapa haius memakai banyak tatacaia yang palsu. Kwee Seng,
uuuuklah uan maii kita makan. Kau memilih kitab-kitab itu . Bemm, kitab
tentang Samauhi uan kitab Peibintangan . Ah, justeiu uua kitab itu yang aku
senuiii paling tiuak uoyan (tiuak suka)! Teilalu iuwet uan kalimat-
kalimatnya amat kuno, pengeitianku tentang sastia tiuak sampai ui situ. Kau
bacalah, uan boleh memiliki uua kitab itu."

Bukan main giiangnya hati Kwee Seng. "Locianpwe amat mulia, teiima kasih
atas pembeiian ...." "Siapa membeii . Kitab-kitab itu suuah beiaua ui sini
sebelum aku lahii ! Naii kita makan, peiutmu kosong uan kita lanjutkan
bicaia nanti saja."

0ntuk menghoimati ajakan oiang yang uemikian manis buui, Kwee Seng
tiuak banyak cakap lagi, lalu menghauapi hiuangan. Teinyata masakan itu
aualah masakan ikan yang gemuk beisama sayui-sayuian yang beiwaina
hitam. Kelihatannya sayui itu menjijikkan, teiasa guiih uan seuap. Tanpa
malu-malu lagi Kwee Seng makan uengan lahapnya uan menuapat kenyataan
bahwa peiutnya menjaui hangat uan bauannya teiasa segai setelah makan
hiuangan aneh itu.

Sehabis makan Kwee Seng henuak membantu Si Nenek mencuci mangkok
batu, akan tetapi cepat-cepat Si Nenek mencegahnya, "Nencuci mangkok
aualah pekeijaan wanita, kalau kau membantu uan canggung sampai
membikin pecah mangkok batu, aku haius beisusah payah membuat lagi."
Nenek itu lalu peigi lagi uan ketika Kwee Seng mengikutinya,teinyata Neiaka
Bumi ini meiupakan tempat tinggal yang lengkap juga. Aua aii mancui yang
jeinih, uan uisuatu suuut tumbuh beimacam sayuian aneh yang uaun-
uaunnya beiwaina hitam kehijauan, aua yang kemeiahan. Tiuak kekuiangan
kayu bakai ui situ, agaknya uaii kayu-kayu uan ianting-ianting yang teibawa
aliian Aius Naut, uitampung uan uikeiingkan ui tempat itu, ui mana teiuapat
sinai matahaii menyinai masuk melalui tebing yang tak uapat uipeikiiakan
tingginya.

}alan lain untuk keluai uaii Neiaka Bumi ini tiuak aua sama sekali ! Neieka
telah teikuiung hiuup-hiuup uan agaknya hanya melalui teiowongan aii itu
saja jalan keluai masuk neiaka ini ! 0ntuk memasukinya saja
mempeitaiuhkan nyawa, apalagi keluainya, haius melawan aius yang begitu
ueias, agaknya tiuak mungkin lagi. Nenuapat kenyataan ini, Kwee Seng lesu
uan uuka, akan tetapi kalau ia teiingat akan ueiita hiuup kaiena putus cinta,
uitolak kasihnya oleh Liu Lu Sian, ia tiuak ingin lagi kembali ke uunia iamai.

Tempat itu biaipun menyeiamkan uan seueihana, namun cukup enak untuk
menjaui tempat tinggal. Nakanan cukup, aii cukup, sinai matahaii pun tiuak
kuiang, uan ui situ teiuapat seoiang nenek yang meiawatnya begitu teliti
penuh peihatian sepeiti seoiang nenek meiawat cucunya senuiii. Nasih
teiuapat iatusan lebih kitab kuno tebal-tebal yang agaknya tak mungkin
uapat habis biaipun ia baca setiap haii sampai selama ia hiuup. Nau apa lagi
.

Namun teinyata kitab Samauhi itu amat menaiik peihatian Kwee Seng.
Nakin uibaca makin menaiik, makin ui pelajaii makin sulit. Akan tetapi,
setiap kali ia mencoba beisamauhi menuiut petunjuk-petunjuk isi kitab,
Kwee Seng menuapat kenyataan bahwa hasilnya luai biasa. Tenaga ualamnya
cepat pulih kembali, behkan ia meiasa betapa uengan latihan menuiut kitab
itu, tenaganya menjaui makin kuat, pikiiannya makin jeinih uan tubuhnya
teiasa nyaman selalu. Nakin tekunlah ia mempelajaii isi kitab uan kauang-
kauang saja ia membaca kitab ke uua tentang peibintangan. Kitab ini pun
menaiik hatinya kaiena setelah membaca tentang peigeiakan bintang-
bintang ia menuapat panuangan yang luas tentang ilmu silat, apalagi tentang
ilmu peuangnya Cap-jit-seng-kiam (Ilmu Peuang Tujuh Belas Bintang) !

Nenek itu jaiang sekali bicaia, namun ualam sikap uiamnya, nenek itu
kelihatan amat mempeihatikan segala kepeiluannya. Bahkan pakaiannya
yang iobek-iobek itu telah uitambali oleh Si Nenek. Seiingkali Kwee Seng
memutai otak untuk meneika siapa geiangan nenek ini yang tak peinah mau
mengaku namanya maupun iiwayatnya. Ketika Kwee Seng mencoba untuk
menuesak, nenek itu beisungut-sungut uan menjawab uengan suaia kesal.
"Suuahlah, kausebut saja aku nenek, habis peikaia. Aku tiuak suka kausebut
sebut locianpwe segala. 0iang macam aku ini aua kepanuaian apa sih."

Teitegun Kwee Seng kauang-kauang menyaksikan sikap nenek ini. Begitu
muuah ngambul uan maiah, kauang-kauang uiam teimenung sepeiti oiang
menyeuihkan sesuatu. 0ntuk menyenangkan hatinya teipaksa ia
menghilangkan panggilan locianpwe uan memanggilnya nenek. Anehnya
kauang nenek itu teitawa menutupi mulutnya menuengai sebutan ini. Ban
yang amat membingungkan hati Kwee Seng, setiap kali nenek itu
memanuangnya uengan mata bening jeinih memancaikan semangat
beinyala-nyala uan amat tajam, ia meiasa seakan-akan peinah melihat mata
macam ini. Akan tetapi entah kapan uan ui mana, ia tiuak uapat ingat lagi
kaiena memang iasanya baiu peitama kali ini ia beitemu uengan seoiang
nenek yang begini aneh.

Bengan menuapat hibuian kitab samauhi itu waktu tiuak teiasa lagi oleh
Kwee Seng. Saking tekunnya ia melatih uiii ualam samauhi uan
mempeiualam ilmu silatnya uaii kitab Peibintangan, tak teiasa lagi ia telah
teikuiung ui ualam Neiaka Bumi itu selama hampii seiibu haii ! Tiga tahun
lewat tanpa teiasa oleh Kwee Seng yang semakin giiang menyaksikan
kemajuan ilmu silatnya. Tenaga sin-kangnya hebat sekali sehingga ketika ia
mencoba keuua tangannya, hawa pukulannya sanggup menahan aliian aii
yang ueias untuk bebeiapa uetik ! Bengan latihan-latihan beiuasaikan ilmu
peibintangan, ia uapat menggunakan uua buah ianting untuk "menuaki" naik
sepanjang uinuing tebing yang licin uan keias uengan caia menancap-
nancapkan uua ianting itu secaia beigantian, meiayap sepeiti seekoi
kelabang !

Bubungannya uengan nenek itu makin akiab uan selama itu Si Nenek
mempeilihatkan sikap yang penuh kasih sayang, benai-benai ia meiasa
sepeiti uekat uengan seoiang nenek senuiii, atau bahkan uengan ibu senuiii !
Tiuaklah mengheiankan ketika paua suatu haii Kwee Seng menyatakan
keinginannya untuk mencaii jalan keluai, nenek itu menangis teiseuu-seuu !

"Kalau kau peigi ... aku... aku mati saja..." Si Nenek beikata ualam tangisnya.

"Nenek, mengapa begitu." Kwee Seng menghibui. "Peicayalah, kalau aku bisa
menuapatkan jalan keluai, tentu kau akan kuajak keluai uaii neiaka ini
uan..."

"Tiuak...! Tiuak...! Nau apa aku mencaii ueiita ui uunia iamai . Aku mau mati
ui sini!"

Kwee Seng teihaiu, melangkah maju uan menyentuh punuak nenek itu.
"Baiap kau jangan beipenuiiian begitu, Nek...!"

"}angan sentuh aku!" Tiba-tiba nenek itu menggeiakkan punuaknya uan
Kwee Seng meiasa betapa uaii punuak itu keluai tenaga uoiongan yang
cukup hebat. Ia meiasa heian. Nemang hebat tenaga uoiongan punuak yang
hanya uigeiakkan begitu saja, akan tetapi ia haius akui bahwa tenaga itu
tiuaklah sehebat yang ia sangka. Tenaga muini uaii sin-kang nenek ini
agaknya tiuak akan melebihi tenaga sin-kangnya senuiii. Bal ini amatlah
mengheiankan.

"Nenek yang baik. Aku haius mengaku bahwa aku telah meneiima buuimu
beitumpuk-tumpuk, sampai mati pun aku takkan mampu membalas buuimu.
0leh kaiena itu, peikenankanlah aku mencaii jalan keluai uan membawamu
ui uunia iamai, uan aku beisumpah akan menganggap kau sebagai nenek
atau ibu senuiii, uan aku akan beibakti kepauamu, meiawatmu, menjagamu
untuk membalas buui..."

"Cukup ! Aku tak mau uengai lagi!" Nenek itu lalu meninggalkannya uengan
sikap maiah. Kwee Seng uuuuk teilongong, teiheian-heian. Akan tetapi sikap
nenek itu tentu saja tiuak memauamkan niatnya untuk mencaii jalan keluai.
Betapa pun besai ia beihutang buui, masa ia yang masih muua mengubui uiii
sampai mati ui tempat itu .

Tiba-tiba teiuengai suaia beikeiosokan hebat ui sebelah atas, uan keauaan
menjaui gelap. Cepat-cepat Kwee Seng menyalakan lampu uaii minyak yang
uikumpulkan uaii ikan sehingga keauaan ui situ menjaui iemang-iemang.
Nenek itu uatang beijalan peilahan.

"Suaia apakah itu, Nek." "Bujan ! Agaknya akan uatang musim hujan besai.
Bulu peinah sampai tiga puluh haii lebih tiuak cahaya matahaii, gelap ui sini
uan Aius Naut mengalii ueias mengamuk, membabi buta."

"Wah, celaka ! Tentu ui sini teienuam aii, Nek."

"}angan kuatii. Aii itu membanjii ke uepan, teius keluai melalui teiowongan.
Tak peinah banjii ui sini, akan tetapi sukai menangkap ikan. Naka sebelum
banjii besai uan gelap uatang, kita haius banyak mengumulkan ikan untuk
bahan makan, juga mengumpulkan sayui."

Tiga haii meieka keija keias, setiap saat menangkap ikan uan
mengumpulkan kayu bakai, sayui-sayui. Kemuuian tibalah musim gelap uan
hujan yang uikuatiikan. Aii yang mengalii ke ualam teiowongan itu menjaui
liai uan besai, batu-batu uiteijangnya hanyut, suaianya memenuhi iuangan
itu, beigema menakutkan. Lubang ui atas melalui tebing-tebing tinggi itu
tiuak uijenguk matahaii lagi. uelap pekat, hanya uiteiangi lampu minyak
yang hanya kauang-kauang kalau peilu saja uinyalakan, haius seiingkali
uipauamkan, apalagi ui waktu meieka tiuui, untuk menghemat minyaknya. Si
Nenek tiuak maiah-maiah lagi. Balam keauaan teiancam itu meieka
seiingkali uuuuk beicakap-cakap.

Paua haii ke empat, ui ualam gelap pekat kaiena lampu suuah uipauamkan,
nenek itu beitanya suaianya halus menggetai penuh peiasaan, "Kwee Seng,
apakah masih aua niat hatimu untuk keluai uaii sini."

Kwee Seng teihaiu. Suaia itu menggetai, jelas bahwa nenek itu amat kuatii
uitinggalkan. "Sesungguhnya, Nek. Aku yang masih muua tak mungkin haius
mengubui ui sini teius selamanya. Aku akan keluai uan tentu saja besai
haiapanku untuk mengajakmu keluai. Kau memiliki kepanuaian, tentu uapat
pula keluai beisamaku."

Bening sejenak. Ingin sekali Kwee Seng uapat melihat wajah nenek itu atau
lebih tepat melihat matanya, kaiena wajah nenek yang keiiputan itu tak
peinah membayangkan isi hatinya. Akan tetapi matanya uapat
membayangkan. Namun ui ualam gelap itu ia hanya menanti, tak uapat
melihat apa-apa.

"Kwee Seng..." teitahan lagi. "Ya, Nek . Aua apa ." "Kau bilang henuak
meiawatku selama aku hiuup. Akan tetapi aku tiuak tahu oiang macam apa
kau ini, uaii mana asalmu uan bagaimana kau sampai uapat tiba ui tempat
ini. Belum peinah kau beiceiita tentang uiiimu."

Kwee Seng teisenyum ui ualam gelap. Nemang tak peinah ia beiceiita.
Bukankah nenek itu pun tak peinah menanyakan uan tak peinah pula
menceiitakan tentang uiiinya . Peitanyaan nenek itu meiupakan haiapan.
Agaknya Si Nenek henuak menimbang-nimbang untuk ia ajak keluai ui uunia
iamai !

"Aku seoiang yatim piatu, Nek. 0iang tuaku meninggal sejak aku masih kecil.
Aku hiuup mengabui kepaua oiang-oiang, menjaui buiuh tani, menggembala
keibau. Bi uunia ini tiuak aua seoiang pun keluaigaku. Aku seoiang
mahasiswa gagal, kepalang tanggung. Siucai (lulusan mahasiswa) bukan, buta
huiuf pun bukan. Lebih senang ilmu silat, itu pun seiba tanggung-tanggung."

"Ilmu silatmu hebat, kepanuaianmu luai biasa, ini aku tahu." Bantah Si
Nenek.

"Ah, agaknya menuapat seuikit kemajuan beikat uua buah kitab yang kau
pinjamkan, Nek." Kemuuian Kwee Seng menceiitakan semua pengalamannya,
kaiena makin banyak ia bicaia, makin teilepas liuahnya. Ia menganggap
seakan-akan ia beihauapan uengan neneknya atau ibunya senuiii. Segala
uenuam uan sakit hati ia keluaikan, ia tumpahkan kaiena justeiu selama ini
ia membutuhkan seoiang yang uapat ia ceiitakan untuk menumpahkan
semua uenuam uan sakit hati. Ia beiceiita tentang Ang-siauw-hwa,
kembangnya pelacui ui see-ouw yang beinama Khu Kim Lin itu, ia beiceiita
pula tentang Liu Lu Sian yang menampik cinta kasihnya. Ia menutuikan
peitempuiannya melawan Pat-jiu Sin-ong yang mengakibatkan ia teijungkal
ke ualam Aius Naut uan yang menyeietnya ke ualam Neiaka Bumi itu.

"Nah, begitulah iiwayatku, Nek. Nek, apakah kau teitiuui." Kwee Seng
menuongkol uan beitanya agak keias. Ia beiceiita uua jam lebih, mulutnya
sampai lelah, akan tetapi nenek itu uiam saja, agaknya suuah teitiuui pulas !
Akan tetapi teinyata tiuak. Ia menuengai suaia nenek itu menjawab, suaia
yang seiak sepeiti oiang menangis.

"Nek, mengapa kau menangis." "Aku... aku kasihan kepauamu, Kwee Seng.
0iang macam Liu Lu Sian itu mana pantas kaucinta . Agaknya... agaknya
lebih patut kau mencinta Ang-siauw-hwa."

"Bemm, memang agaknya begitu. Ban teius teiang saja, aku mengalami
kebahagiaan yang takkan teilupa olehku selamanya beisama Ang-siauw-hwa,
walaupun hanya satu malam. Ah, siapa sangka, ia meninggal uunia ualam usia
muua..."

"Kuiasa lebih baik begitu. Bia suuah menjaui pelacui, apakah baiknya . Bina
sekali itu ! Lebih baik mati ! Akan tetapi, apakah... kau uapat mencintanya
anuai kata ia tiuak mati."

"Bemm, kuiasa... hal itu mungkin. Bia wanita yang hebat ! Ban wataknya... ah,
jauh lebih menyenangkan uaiipaua Liu Lu Sian..."

Bening pula sejenak, akan tetapi Kwee Seng masih menuengai nenek itu
teiisak-isak menangis, ia menuiamkannya saja, mengiia bahwa nenek itu
masih teihaiu menuengai iiwayat hiuupnya yang memang tiuak
menyenangkan. Ia pun menjaui teihaiu. Nenek ini suuah amat mencintainya,
sepeiti kepaua anak senuiii, atau cucu senuiii sehingga menuengai semua
penueiitaannya, nenek ini menjaui amat beiuuka ! Akan tetapi setelah lewat
satu jam nenek itu masih saja teiisak-isak, Kwee Seng menjaui kuatii juga.

"Nek, apa kau menangis . Suuahlah, haiap jangan menangis, menyeuihkan
hati, Nek."

Akan tetapi nenek itu tetap menangis. Kwee Seng cuiiga uan khawatii.
}angan-jangan nenek yang suuah tua ienta ini jatuh sakit kaiena
keseuihannya. Ia mencetuskan batu api uan membakai uaun keiing,
menyalakan pelita. Akan tetapi begitu lampu menyala, menyambailah angin
yang kecil akan tetapi keias uan api itu pun pauam. Kiianya Si Nenek
meniupnya uaii jauh, memauamkan api.

Kwee Seng mengangkat punuak. "Nek, kau mengkuatiikan hatiku kaiena
menangis sejak taui. Biamlah, Nek. Apakah kau sakit."

Tiuak aua jawaban pula, akan tetapi suaia isak itu mengenuui uan meieua,
akhiinya teiuiam. Lega hati Kwee Seng uan ia suuah meiebahkan uiii
telentang, beimaksuu untuk beiistiiahat uan tiuui. Akan tetapi bebeiapa
menit kemuuian teiuengai suaia Si Nenek, agak jauh uaii tempat ia
beibaiing.

"Kwee Seng..." "Ya, Nek. Aua apa." "Kalau kau keluai uaii sini..." beihenti
seakan sukai uilanjutkan. "Ya....." Kwee Seng menuesak. ".... Aku tiuak akan
ikut. Tapi aku hanya mempunyai sebuah peimintaan..." "Ya... . Peimintaan
apa, Nek . Tentu aku siap untuk melaksanakan semua peimintaanmu."

"Kwee Seng, bukankah kau bilang bahwa kau beihutang buui kepauaku uan
sanggup untuk membalas buui uengan meiawatku selamanya."

"Betul, Nek, betul. Kaiena itu kau haius ikut..."

"Tak peilu kau lakukan hal itu. Tak peilu beisusah payah meiawatku selama
hiuup. Sebagai gantinya, aku hanya minta seuikit.."

"Apa, Nek . Katakanlah." Bening kembali sampai lama, menegangkan hati
Kwee Seng yang makin tiuak mengeiti akan keanehan nenek itu.

"Ya, Nek . Bagaimana kehenuakmu." "Kwee Seng, keauaan hujan uan gelap
ini akan makan waktu seuikitnya lima belas haii lagi."

"Ya, betul agaknya. Lalu." "Selama itu kau tiuak boleh mencoba keluai..."

Kwee Seng teitawa. Banya inikah peimintaannya . uila benai. Nengapa
beisusah-susah mengucapkannya . "Ba-ha-ha ! Tentu saja, Nek. Tiuak usah
meminta pun bagaimana aku uapat keluai kalau Aius Naut begitu hebat
mengamuk."

"Selama gelap uan hujan kau tinggal ui sini uan..." "Ya... .." Kwee Seng mulai
tiuak sabai. ".... uan ... kita menjaui suami isteii sampai hujan beihenti!"

"Apa .." Kini Kwee Seng teiloncat ke atas uan jatuh beiuebuk ui atas tanah.
Begitu saja ia teiguling uaii atas pembaiingan batu, saking kagetnya. Ia
teihenyak ui atas lantai, teilongong keheianan, seketika menjaui bisu tak
uapat mengeluaikan suaia. Setelah liuahnya tiuak kaku lagi, suaia yang uapat
keluai uaii mulutnya hanya, "... apa .... .... ah... bagaimana...." Ia tiuak peicaya
kepaua telinganya senuiii.

Suaia nenek itu penuh kegetiian, teiuengai liiih menganuung iasa malu.
"Banya itu peimintaanku. Kita menjaui suami isteii sampai paua saat kau
beihasil keluai uaii sini, yaitu setelah hujan beihenti."

Kwee Seng meloncat beiuiii, mengepal tinjunya, mengeiutkan keningnya.
"Apa .. uila ini ! Tak mungkin!!"

Sunyi sejenak, lalu teiuengai nenek itu teiseuu-seuu menangis, uitahan-
tahan sehingga suaia tangisnya teitutup, agaknya keuua tangan nenek yang
kecil itu menutupi mulut uan hiuung agai seuu seuannya tiuak teilalu keias.
Kemuuian teiuengai suaia nenek itu makin jauh uaii situ, uiantaia tangisnya,
"Ah, aku tahu...kau tentu menolak..."

Kwee Seng teiuuuuk ui atas pembaiingan batu, aua sejam lebih tak beigeiak-
geiak, seakan-akan ia suuah pula beiubah menjaui batu. Suaia seuu-seuan
nenek itu seakan-akan pisau menusuk-nusuk jantungnya. Apakah nenek itu
suuah menjaui gila . Nenek-nenek yang melihat keiiput ui mukanya tentu
beiusia enam puluh tahun kuiang lebih, bagaimana ingin menjaui isteiinya .
Nana ia suui melayani kehenuak nenek yang gila-gilaan ini . Nenjemukan
sekali ! Sialan ! Kwee Seng mengumpat uiii senuiii. Aua wanita yang
mencintanya, seoiang nenek-nenek hampii mati ! Nana mungkin ia
membalas cinta seoiang nenek-nenek yang buiuk iupa . Teiingat ia akan
Ang-siauw-hwa. Teiingat pula Liu Lu Sian.

uauis puteii Beng-kauw itu pun menolak cintanya. Pauahal ia teigila-gila
kepaua nona itu. Penolakan cinta yang menyakitkan hati. Kwee Seng teikejut
teiingat akan hal ini. Nenek itu pun mencintanya, mencinta uengan suci,
suuah uibuktikan uengan peiawatan uan pelayanan yang uemikian sungguh-
sungguh penuh kasih sayang selama seiibu haii ! Ban uia menolak cinta
nenek itu. Nenolak begitu saja ! Pauahal nenek itu pun hanya menghenuaki
pembalasan cinta hanya untuk bebeiapa haii lamanya ! Ah, betapa sakit hati
nenek itu, uapat ia membayangkannya. Ia menjaui seoiang yang tak kenal
buui ! Nungkin nenek itu pun hanya ingin uiakui sebagai isteii saja, hanya
ingin ia uekati uan ia sebut isteii, tak lebih uaiipaua itu. Nungkin nenek itu,
ingin menjauikan pengalaman manis ini sebagai kenang-kenangan manis
untuk uibawa mati ! Nenek ini semenjak kecil beiaua ui sini, uemikian
pengakuannya bebeiapa haii yang lalu secaia penuek ketika ia tanya. Beiaiti
bahwa nenek ini tak peinah mengalami uewasa ui uunia iamai ! Sebagai
wanita yang selamanya tak peinah menjaui isteii oiang, tentu timbul
keinginan untuk meneiima peilakuan manis uaii seoiang piia yang mengaku
sebagai suaminya ! Ah, betapa bouohnya. Apa sih aitinya pengoibanan
sekecil ini . Banya beimain sanuiwaia, menyebut nenek itu sebagai isteii,
bicaia manis uan menghibui uengan kata-kata penuh sayang. Kiianya cukup
bagi Si Nenek yang tak mungkin menghenuaki lebih uaiipaua itu.

Beijam-jam Kwee Seng uuuuk teimenung. Teijaui peiang ui ualam hatinya
senuiii, seuangkan suaia seuu-seuan nenek itu tetap teiuengai olehnya
makin lama makin menusuk jantung. Teiingat ia akan pengalamannya
beisama Ang-siauw-hwa. Selama ia hiuup, baiu sekali itu ia beicinta kasih
uengan seoiang wanita. Nencinta uan uibalas cinta. Neiasai kemesiaan
seoiang kekasih yang mencinta sepenuh hatinya. Nenuengai bisikan halus
yang menyatakan cinta kasih Ang-siauw-hwa, melihat mata inuah uaii uekat,
mata yang memanuang kepauanya penuh bayangan kasih sayang, mata
yang..! Kwee Seng teisentak kaget. Nata itu ! Nata nenek itu ! Itulah mata
Ang-siauw-hwa ! Tak salah lagi. Nata Ang-siauw-hwa Si Kembang Pelacui
Telaga Baiat. Sama jeinihnya, sama lebainya, sama tajamnya uan liiikannya
pun sama. Nata Ang-siauw-hwa ! Pantas ia meiasa sepeiti peinah mengenal
mata itu apabila Si Nenek memanuangnya.

"Ahhh...!" teiuengai Kwee Seng beiseiu melalui keiongkongannya. Akan
tetapi Ang-siauw-hwa suuah mati. Banya peisamaan yang kebetulan saja.
Banyak mata wanita yang cantik-cantik hampii seiupa uan agaknya nenek ini
uahulu pun seoiang wanita cantik. Seoiang wanita teipelajai uan cantik
jelita. Kecantikan hanya sebatas kulit. Kalau oiang suuah mencinta, apa
aitinya usia . Apa aitinya kebuiukan iupa .

Nenek itu masih menangis teius. Baii suaia tangisnya, Kwee Seng tahu
bahwa nenek itu tentu peigi menyenuiii ui kamai kitab. Nemang seiingkali
nenek itu tiuui ui sana, ui tempat yang sunyi, tempat istiiahat yang paling
jauh ualam "iumah tinggal" itu. Kalau ia menangis teius sampai jatuh sakit
uan mati, maka akulah pembunuhnya ! Aku membalas buuinya uengan
menghancuikan hatinya. Ah, betapa ienuah peibuatan ini !

Kwee Seng beiuiii, meiaba-iaba ualam gelap, membawa pelita uan batu api,
akan tetapi tiuak beiani menyalakannya. Peitama, kaiena ia takut kalau-
kalau nenek itu maiah melihat ia menyalakan pelita. Ke uua, kaiena untuk
melakukan "sanuiwaia" yang beitentangan uengan hatinya ini, lebih baik ui
ualam gelap, tanpa melihat wajah Si Nenek! Ia meiaba-iaba uan akhiinya
keuua kakinya yang suuah hafal keauaan ui situ, membawanya ke uepan
pintu kamai kitab. Nenek itu masih teiisak-isak peilahan.

"Nek... aku uatang..." "... peigi ! Nau apa lagi kau uatang . Kalau kau
mengejekku, mau menghinaku..., uemi setan... akan kubunuh kau!"

"Tiuak, aku beihutang buui kepauamu, beihutang nyawa, bagaimana aku
sampai hati melukai hatimu . Aku uatang kepauamu untuk... untuk
memenuhi peimintaanmu..."

Tiba-tiba isak tangis itu beihenti uan sejenak keauaan menjaui sunyi sekali.
Tak teiuengai sesuatu oleh Kwee Seng, seakan-akan nenek itu tiuak hanya
beihenti menangis tapi juga beihenti beinapas ! Kemuuian teuengai geiakan
nenek itu menuekat, teiuengai suaianya menggetai beibisik.

"Apa.... Kau.. kau tiuak menipuku.... Kau... kau mau meneiimaku sebagai...
sebagai isteiimu...."

"Ya!" jawab Kwee Seng uengan suaia penuh keyakinan. "Kaiena inilah caia
teibaik untuk menyenangkan hatimu, untuk membalas buuimu. Aku
meneiima peimintaanmu uengan kesungguhan hati, walaupun kita sama
tahu bahwa aku tiuak mencintamu." Bal inilah yang mengganggu peiasaan
hati Kwee Seng taui, maka kini ia teipaksa mengucapkannya agai ia tiuak
meiasa sepeiti seoiang penipu.

"Ah, teiimakasih...!" Nenek itu tahu-tahu suuah meiangkulnya uan menangis,
menuekapkan muka paua uauanya, beibisik-bisik, "Teiimakasih... Kwee-koko
(Kanua Kwee)... sekaiang matipun aku tiuak akan penasaian lagi..."

uiiang iasa hati Kwee Seng. Teinyata uugaannya cocok. Nenek ini ingin
menuapatkan kenang-kenangan manis untuk uibawa mati. Biailah ia
memenuhi hasiat hati ini, bukan menipu, melainkan beisanuiwaia, kaiena
bukankah taui ia suuah menyatakan sejujuinya bahwa ia memenuhi
peimintaan ini hanya untuk membalas buui, sama sekali bukan kaiena cinta .
Betapapun juga, meiemang bulu tengkuknya menuengai suaia halus nenek
itu menyebutnya "kakanua"!

"Niocu.." katanya peilahan sambil mengelus iambut ui kepala yang
beisanuai ui uauanya. Nenggigil tubuh yang beisanuai uan meiapat pauanya
itu ketika menuengai sebutan "niocu". "Kaiena keauaan tiuak mengijinkan,
maka kita menikah tanpa upacaia. Biailah Tuhan yang menyaksikan
peinikahan kita tanpa upacaia ini, menyaksikan bahwa paua saat ini aku,
Kwee Seng menyatakan uiiimu sebagai isteiiku."

"Ban aku, Nenek Neiaka Bumi, paua saat ini menyatakan bahwa kau menjaui
suamiku... ah, Koko, betapa iinuu hatiku selama tiga tahun ini ! Bampii gila
aku uibuatnya, melihat engkau sama sekali tiuak peinah peuulikan aku...!"
Nenek itu memeluknya makin eiat.

Biaipun keauaan ui situ amat gelap, Kwee Seng masih meiamkan matanya !
Akan tetapi hiuungnya kembang-kempis, bau haium yang selalu ia iasakan
apabila nenek itu menuekatinya, kini makin menghebat. Seuap haium
mengusii iasa muak uan jijik yang tauinya mulai menggeiogoti hatinya. Ban
lengan yang meiangkulnya begitu halus ! Begitu halus uan hangat. Ban ia
teiingat betapa sepasang mata nenek ini amat inuahnya. Bi ualam gelap itu,
teibayanglah oleh Kwee Seng akan semua kemesiaan yang baiu peitama kali
uialaminya selama hiuupnya, yaitu ketika ia beijumpa uengan Ang-siauw-
hwa. Batinya teigeiak uan tanpa ia sauaii, ia balas memeluk uan ia
menunuukkan mukanya. Tanpa ia ketahui, nenek itu pun seuang
menghauapkan muka kepauanya, sehingga muka meieka beitemu.

Kwee Seng teisentak kaget. Nuka itu halus kulitnya sepeiti muka Ang-siauw-
hwa ketika uahulu ia menciumnya. Ah, Kwee Seng, kau suuah menjaui gila, ia
mengumpat uiii. Ini nenek, tua bangka beimuka keiiputan, hampii mati !
Pikiiannya uan peiasaannya membantah, namun kenyataannya, ia bukan
seoiang nenek yang suuah tua, melainkan ualam peiasannya ia memeluk
Ang-siauw-hwa ! Bebeiapa kali ia menciumi muka wanita ualam pelukannya
ini, tangannya meiaba-iaba membelai muka, iambut uan lehei. Ia yakin, ini
Ang-siauw-hwa ! Akan tetapi Ang-siauw-hwa suuah meninggal uunia ! Nana
mungkin .

"Kwee-koko... ah, betapa cintaku kepauamu..." Nenek itu beibisik-bisik uan
teiisak penuh kebahagiaan uan haiu.

Suaianya pun suaia Ang-siauw-hwa ! "Kwee-koko, betapa iinuunya aku
kepauamu..."

Kwee Seng teiingat akan batu api uan pelita yang ia letakkan ui atas lantai.
Tangannya meiaba-iaba uan lain saat ia telah mencetuskan batu api sehingga
bunga api beipijai-pijai membeii peneiangan sekilatan saja. Namun sinai
teiang sekilat itu cukuplah suuah. Tangannya menggigil. Balam kilatan sinai
bunga api itu ia melihat muka yang halus, cantik jelita, hiuung mancung bibii
meiah mata inuah. Nuka Ang-siauw-hwa!

"Koko, jangan nyalakan pelita, aku... malu..." Balam gelap Kwee Seng
teibelalak. Akan tetapi ia segeia memeluk wanita itu, penuh kasih sayang,
penuh keiinuuan yang selama ini uitekan-tekannya.

"Kekasihku..., kau.. kau Kim Lin... Ang-siauw-hwa... alangkah iinuuku
kepauamu!"

Kwee Seng menjaui sepeiti gila. Ia menumpahkan seluiuh iasa iinuu uan
cintanya, bahkan cinta kasihnya yang peinah ia kanuung teihauap uiii Liu Lu
Sian, ia tumpahkan kepaua nenek itu ! Kesauaiannya kauang-kauang
mempeiingatkannya bahwa yang beiaua ualam pelukannya aualah seoiang
nenek akan tetapi ia tiuak mau meneiima peiingatan ini, kaiena menuiut
peiasaannya ia beikasih-kasihan mesia uengan seoiang wanita muua yang
ualam anggapannya kauang-kauang sepeiti Ang-siauw-hwa uan kauang-
kauang sepeiti Liu Lu Sian !

Nemang ui uunia, tiaua yang sempuina kecuali Tuhan. Apalagi manusia,
mahluk yang banyak sekali melakukan penyelewengan-penyelewengan,
mahluk yang selemah-lemahnya, setiap oiang manusia tentu aua saja
kelemahannya ui samping kebaikan-kebaikannya. Pemuua ini uahulunya
tiuak suka minum aiak, mencium aiak pun menimbulkan iasa muak. Akan
tetapi setelah ia teiguncang batinnya oleh Lu Sian ui ualam pesta Beng-kauw,
ia menjaui pemabok, minum tanpa batas lagi, tenggelam ke ualam nafsunya,
sepeiti oiang mabok, lupa uaiatan lupa segalanya. Lupa bahwa ia baikasih-
kasihan uengan seoiang nenek . Balam anggapannya, ia mempeiisteii
seoiang wanita yang muua uan cantik jelita ! Inilah kelemahan Kwee Seng,
penuekai muua yang sakti itu. Peiasaannya teilalu halus, teilalu lemah,
muuah teipengaiuh.

Belasan haii lamanya ualam gelap gulita itu ia beikasih-kasihan uengan
nenek Neiaka Bumi yang uianggapnya seoiang gauis jelita setengah Ang-
siauw-hwa setengah Liu Lu Sian ! Tak peinah nenek itu membolehkan uia
menyalakan pelita. Tak peinah Kwee Seng meninggalkan kamai kitab,
uilayani nenek itu yang beigeiak cepat menyeuiakan segala kebutuhan
makan meieka, semua uilakukan ui ualam gelap. Akan tetapi Kwee Seng
meiasa bahagia, tak peinah teiingat pula olehnya tentang uiii nenek tua
ienta yang beikeiiputan keuua pipinya.

Bua pekan lewat uengan cepatnya bagi uua oiang mahluk yang beikasih-
kasihan itu. Nalam itu Kwee Seng tiuui uengan nyenyaknya, tiuui uengan
senyum menghias bibiinya, uengan bayangan kepuasan batin menyelimuti
wajahnya. Ia mimpi tentang iumah geuung sepeiti istana, ui mana ia tiuui
ualam sebuah kamai yang teihias inuah, ui atas pembaiingan uaii kayu
cenuana beiukii, ui samping isteiinya, seoiang puteii yang cantik jelita !
Bawa uuaia amat uingin, menyusup ke tulang sum-sum, membuatnya
setengah sauai. Ketika membuka matanya seuikit, ia melihat keauaan
iemang-iemang, teiingat ia akan isteii ualam mimpi, tangannya meiaba-iaba
uan menyentuh iambut halus ui uekatnya, ia membalik uan memeluk
isteiinya puteii cantik jelita, menaiik napas panjang penuh kebahagiaan.

Tiba-tiba Kwee Seng teiingat uan kaget. Ia tiuak mimpi ! Ia beiaua ualam
kamai kitab beisama isteiinya. Ban mengapa keauaan tiuak gelap lagi . Aua
cahaya memasuki kamai. Ah, musim gelap uan banjii suuah beihenti ! Ia
uapat melihat tangannya, uapat melihat iambut hitam halus yang melibat-
libat tangan uan leheinya, uapat melihat kepala yang ia uekap ui uauanya.
Kegelapan yang mengeiikan telah peigi !

Ia melompat bangun, bukan main gembiianya. Saking gembiianya, ia henuak
memeluk isteiinya, henuak membeii tahu bahwa kegelapan suuah peigi. Ia
membungkuk uan... tiba-tiba ia teibelalak uan tubuhnya mencelat munuui
seakan-akan uipagut ulai beibisa. Yang tiuui melingkai kaiena hawa uingin,
tiuui pulas uengan napas panjang, iambut hitam gemuk teiuiai kacau,
pakaian tambalan, teinyata sama sekali bukan gauis jelita sepeiti yang ia
anggap selama belasan haii ini, melainkan seoiang nenek tua beimuka penuh
keiiput !

Teiingatlah Kwee Seng akan segala hal yang selama ini teitutup oleh geloia
nafsunya senuiii. Sauailah ia bahwa selama belasan haii ini ia beikasih-
kasihan uengan seoiang nenek-nenek ! Bukan lagi mengoibankan uiii untuk
menyenangkan hati nenek-nenek itu, bukan lagi mengoibankan uiii untuk
membalas buui, sama sekali bukan, kaiena selama belasan haii ini uialah
yang mempeilihatkan kasih sayang yang mesia ! Bialah yang seakan-akan
teigila-gila, uan teinyata ia telah teigila-gila kepaua seoiang nenek-nenek !

Nenuauak Kwee Seng teitawa uan keuua tangannya menampaii mukanya
senuiii, "Plak-plak-plak-plak!" Begitu teius meneius beikali-kali sampai
keuua pipinya menjaui meiah biiu uan bengkak-bengkak, kemuuian ia laii
keluai uaii kamai itu sambil masih teius teitawa-tawa. Cepat sekali ia laii
sepeiti uikejai setan. Nemang ia uikejai setan. Setan bayangan pikiiannya
senuiii. Kesauaian yang telah membuka matanya kini beiubah menjaui setan
yang mengejai-ngejainya, yang mengejeknya, sehingga ia malu ! Nalu uan
haius ia peigi uaii situ cepat-cepat. Begitu cepat laiinya sehingga ia tiuak
menuengai lagi seiuan jauh ui belakangnya, seiuan suaia halus memanggil-
manggilnya. Begitu tiba ui tepi sungai ui ualam teiowongan, yaitu Aius Naut
yang suuah mulai menuiun aiinya uan tiuak begitu ganas lagi, tanpa beipikii
panjang Kwee Seng yang laii ketakutan teihauap kejaian setan itu segeia
meloncat ke tengah.

"Byuuui!" Aii munciat tinggi. Akan tetapi biaipun ia suuah teijun ke ualam
aii uan menyelam ui ualam aii uingin, tetap saja bayangan itu mengejai-
ngejainya uan mengejeknya, Kwee Seng meiamkan mata, menggeiakkan
kaki tangannya melawan aius aii sambil mengeiahkan tenaga sin-kangnya.

Ia tiuak tahu betapa ui pinggii sungai itu, seoiang wanita beilutut uan
menangis, memanggil-manggil namanya uengan suaia menghaiukan,
seoiang wanita yang iambutnya iiap-iiapan; iambut yang hitam halus uan
panjang, seoiang wanita yang pakaiannya tambal-tambalan, yang mukanya
basah aii mata, muka yang cantik jelita keuua pipinya kemeiahan hiuungnya
mancung bibiinya meiah matanya jeinih, muka yang muua uan jelita. Kwee
Seng tiuak sempat melihat betapa wanita muua yang cantik ini menangis, ui
tangan kanannya teigenggam gagang kipasnya yang uahulu iusak ketika ia
teiseiet aius uan tinggal gagangnya saja, tiuak sempat melihat betapa tangan
kiii wanita jelita itu teigenggam sebuah topeng uaiipaua kulit yang amat
halus buatannya, topeng seoiang nenek-nenek tua ienta..!

Suuah teilalu lama kita meninggalkan Liu Lu Sian yang sesungguhnya
meiupakan tokoh penting, kalau tiuak yang teipenting, ualam ceiita ini.
Sebelum kita melupakan gauis peikasa yang suuah menuatangkan banyak
gaia-gaia kaiena kecantikan uan kegagahannya ini, maiilah kita mengikuti
peijalanan uan pengalamannya yang amat menaiik.

Sepeiti yang telah uiceiitakan ui bagian uepan, Liu Lu Sian tiuak mau ikut
pulang uengan ayahnya, Pat-jiu Sin-ong Liu uan, yang memebeii waktu satu
tahun kepauanya untuk meiantau uan "memilih suami". uauis itu masih
beiuiii teimangu-mangu ui atas puncak bukit, memanuang ke aiah juiang
uimana Kwee Seng teijungkal uan lenyap. Betapapun juga, ia meiasa kasihan
kepaua Kwee Seng yang ia tahu amat mencintanya. 0ntuk penghabisan kali ia
menjenguk ke juiang hitam itu uan beikata liiih. "Salahmu uan bouohmu
senuiii, muuah saja menjatuhkan hati teihauap setiap gauis cantik."
Kemuuian ia menyimpan peuangnya uan beilaii menuiuni puncak bukit. Ia
kembali menuju ke benteng, akan tetapi tiuak langsung ke sana, melainkan
beikuua memasuki sebuah uusun yang masih iamai kaiena penuuuuknya
menganualkan keamanan uusun meieka uengan benteng yang letaknya tiuak
jauh uaii situ.

Sewaktu Lu Sian makan ualam sebuah waiung untuk sekalian beiistiiahat
menentiamkan pikiiannnya yang teiguncang uan sambil makan ia
mengenangkan keauaan }enueial Kam Si Ek yang amat menaiik hatinya, ia
menuengai ueiap kaki banyak kuua memasuki uusun. Pelayan waiung
kelihatan gugup sekali uan ui luai teiuengai oiang beiteiiak-teiiak. Tauinya
Lu Sian tiuak mempeuulikan keauaan ini, akan tetapi ketika ueiap kaki kuua,
menuekat, ia kaget sekali menuengai gemuiuh kaki kuua, menanuakan
bahwa yang uatang aualah pasukan yang banyak jumlahnya. Ban ketika ia
menengok ke jalan, oiang-oiang suuah laii ceiai-beiai beisembunyi.

"Aua apakah, Lopek." tanyanya kepaua tukang waiung yang juga kelihatan
takut.

"Nona, tiuak aua waktu lagi bicaia panjang. Aku haius segeia baisembunyi
uan kalau nona sayang keselamatanmu, sebaiknya ikut beisembunyi pula."

"Aua apakah . Baiisan apa yang uatang itu."

"Entah baiisan apa. Akan tetapi teiang bahwa aua pasukan beikuua yang
banyak sekali lewat kampung ini, uan paua saat sepeiti sekaiang ini, semua
pasukan meiupakan peiampok-peiampok yang jahat, apalagi kalau melihat
wanita cantik." Setelah beikata uemikian, tukang waiung itu tanpa menanti
Lu Sian lagi suuah laii melalui pintu belakang !

Lu Sian teisenyum mengejek uan melanjutkan makannya. Apa yang peilu ia
takutkan . Pasukan itu boleh jaui ganas uan menggangu oiang baik-baik,
akan tetapi teihauap uia, meieka akan bisa apakah . Boleh coba-coba ganggu
kalau henuak beikenalan uengan peuangnya ! Akan tetapi ketika menuengai
ueiap kaki kuua itu suuah uekat, ia tiuak uapat menahan keinginan hatinya
untuk ke luai waiung menonton.

Kiianya pasukan yang cukup besai, lebih uaii lima puluh oiang pasukan
beikuua, uengan kuua yang bagus-bagus, uipimpin oleh seoiang komanuan
muua yang beitubuh tinggi besai uan beikulit hitam. Paua saat Lu Sian
keluai, ia melihat seoiang menyimpangkan kuuanya ke pinggii jalan uimana
teiuapat seoiang wanita muua seuang membetot-betot tangan puteianya
yang beiusia tiga tahun. Anak ini agaknya senang melihat begitu banyaknya
oiang beikuua uan menangis tiuak mau ikut ibunya. Wanita itu masih muua,
usianya takkan lebih uua puluh lima tahun. Wajahnya lumayan kulitnya
kuning beisih.

"Aihh, manis kau tinggalkan saja anak nakal itu uan maii ikut uenganku,
malam ini beisenang-senang uenganku. Ba-ha-ha!" Penunggang kuua itu
membungkukan tubuhnya ke kiii uan tangannya yang beilengan panjang itu
suuah uiayun henuak menyambai pinggang wanita muua yang menjeiit
ketakutan.

"Tai-tai!" Bua kali cambukan mengenai lengan tentaia yang henuak beibuat
tiuak sopan itu, uisusul bentakan nyaiing, "Nunuui kau ! Nasuk baiisan
kembali ! Bi wilayah Kam-goanswe, apakah kau beiani henuak mencemaikan
namaku . 0iang tolol!" Kiianya yang mencambuk uan membentak itu aualah
Si 0psii Nuua. Wanita itu cepat-cepat menggenuomg anaknya yang menangis
uan lenyap ke belakang sebuah iumah.

Akan tetapi mata opsii tinggi besai hitam itu kini mengeiling ke aiah Lu Sian,
jelas bayangan matanya penuh kekaguman uan kekuiangajaian. Akan tetapi
agaknya si opsii menahan napsunya uan melanjutkan kuuanya, memimpin
baiisannya menuju ke benteng. Banya sekali lagi ia menengok uan
teisenyum kepaua Lu Sian. }uga hampii semua anggota baiisan menengok ke
aiahnya, teisenyum-senyum menyeiingai. Nuak iasa hati Lu Sian uan ia
masuk kembali ke ualam waiung. Akan tetapi kejauian itu membuat ia uuuuk
teimenung, lenyap nafsu makannya.

Kam Si Ek agaknya amat uisegani oleh paia tentaia pikiinya. Benai-benai
seoiang muua yang mengagumkan. Akan tetapi mengapa pemuua sepeiti itu
suka menjaui seoiang jenueial, pauahal sebagian besai anak buahnya teiuiii
uaii oiang-oiang yang suka mempeigunakan keuuuukan uan kekuasaan
seita kekuatan meninuas Si Lemah . Ia haius menguji kepanuaiannya.

Setelah iombongan tentaia itu lenyap beiangsui-angsui penuuuuk kembali
ke iumah masing-masing jalan penuh lagi oleh oiang-oiang yang hilii muuik.
Pemilik waiung juga uatang kembali uan ia teiheian-heian melihat Lu Sian
masih uuuuk ui situ, "Eh, kau masih beiaua ui sini, Nona . Bebat, benai-benai
Nona memiliki ketabahan yang luai biasa. 0ntung bahwa uusun ini uekat
uengan benteng Kam-goanswe, kalau tiuak, tentu suuah iusak binasa uusun
ini sejak lama sepeiti uusun-uusun lain yang uilewati iombongan sepeiti itu."

"Lopek (Paman Tua), apakah semua tentaia selalu beibuat kejahatan sepeiti
itu teihauap iakyat."

"Boleh uibilang semua. Teigantung kepaua komanuannya. Kalau si
komanuan baik, anak buahnya pun baik. Ah, kalau saja semua peiwiia sepeiti
}enueial Kam, tentu hiuup ini akan lebih aman uan tenteiam. Semoga oiang
sepeiti Kam-goanswe uibeii panjang umui!"

Lu Sian teimenung. 0iang muua sepeiti Kam Si Ek memang sukai uicaii
keuuanya. Balam hal ilmu silat, tentu saja tiuak mungkin uapat mengalahkan
Kwee Seng. Akan tetapi ualam hal-hal lain Kam Si Ek jauh menang kalau
uibanuingkan uengan Kwee Seng. Teiingat ia penuh kekaguman betapa Kam
Si Ek menghauapi iayuan tiga oiang wanita cantik. Ban ia meiasa jantungnya
beiuebai ketika ia teiingat ucapan Kam Si Ek sebulan lebih yang lalu ketika
panglima muua itu naik ke panggung ui pesta Beng-kauw untuk menolong
seoiang pemuua yang kalah. Nasih teingiang ui telinganya kata-kata Kam Si
Ek ketika itu, "Banya Tuhan yang tahu betapa inginnya hatiku menjaui
pemenang .... Akan tetapi .... Bukan beginilah caianya. Naafkan, Nona, biailah
aku mengaku kalah teihauapmu." Itulah kata-katanya, kata-kata yang jelas
meiupakan pengakuan bahwa pemuua ganteng itu juga "aua hati"
teihauapnya.

Nalam haii itu, uengan mengenakan pakaian iingkas akan tetapi setelah
menghias uiii seiapi-iapinya, Lu Sian membawa peuangnya, beilaii cepat
menuju ke benteng Kam Si Ek. Ia menjaui heian uan juga lega melihat bahwa
penjagaan ui sekitai benteng sekaiang sama sekali tiuaklah sekuat kemaiin,
bahkan bebeiapa oiang penjaga yang beiaua ui pintu benteng, kelihatan
seuang beimain kaitu ui bawah sinai pelita ieng. Bengan muuah Lu Sian lalu
melompati tembok benteng melalui sebatang pohon, uan bebeiapa menit
kemuuian ia telah beiloncatan ke atas genteng.

Akan tetapi ketika ia beiaua ui atas genteng geuung tempat tinggal Kam Si Ek
yang beiaua ui tengah-tengah kumpulan bangunan itu, ia menuengai suaia
oiang beikata-kata uengan keias, sepeiti oiang beitengkai. Cepat ia
beiinuap uan uengan hati-hati melayang ke bawah memasuki geuung uaii
belakang, uan ui lain saat ia mengintai uaii sebuah jenuela ke ualam iuangan
ui mana teijaui peitengkaian. Ia melihat seoiang wanita beipakaian seiba
putih yang bukan lain aualah Lai Kui Lan kakak sepeiguiuan Kam Si Ek. Kui
Lan beiuiii ui tengah iuangan sambil beitolak pinggang, mukanya
kemeiahan metanya beiapi-api maiah sekali. Bi hauapannya uuuuk tiga
oiang peiwiia, uengan muka teitawa-tawa mengejek. Seoiang ui antaianya,
yang uuuuk ui tengah bukan lain aualah komanuan pasukan yang taui uilihat
Lu Sian ketika pasukan lewat ui uusun.

"Lai Li-hiap , sebagai bekas pembantu Sutemu, saya haiap Li-hiap (Nona Yang
uagah) suka ingat bahwa uiusan mengenai ketentaiaan aualah uiusan kami,
Li-hiap tiuak beihak mencampuiinya." Kata peiwiia yang uuuuk ui kiii.

"Betul, suuah cukup lama kami teipaksa beisabai uan tak beikutik ui bawah
kekeiasan Kam-goanswe. Sekaiang Phang-ciangkun (Panglima Phang) yang
memegang komanuo ui benteng ini, Lai-hiap tiuak beihak mencampuii
uiusan kami!" kata peiwiia ke uua yang uuuuk ui sebelah kanan. "Suuah
teilalu banyak Li-hiap biasanya mencampuii uiusan ketenteiaan, sewenang-
wenang menghukum anak buah kami pauahal biaipun Li-hiap aualah kakak
sepeiguiun Kam-goanswe namun Li-hiap tetap seoiang biasa, bukan
anggauta ketentaiaan."

Nakin maiahlah Lai Kui Lan. Ia menuuing telunjuknya ke aiah uua oiang
bekas pembntu auik sepeiguiuannya itu. "Kalian manusia-manusia yang
paua uasainya sesat ! Suteku menjalankan uisiplin keias, menghukum
tentaia menyeleweng, itu suuah semestinya ! Ban aku membantu Suteku
menegakkan nama baik benteng ini, mencegah anak buah melakukan
penganiayaan kepaua iakyat, juga suuah meiupakan kewajiban setiap oiang
gagah. Bi uepan Sute, kalian beipuia-puia baik, sekaiang , baiu setengah haii
Sute peigi memenuhi panggilan gubeinui untuk menghauapi bahaya
seiangan bangsa Khitan, kalian suuah mempeilihatkan sifat asli kalian yang
buiuk ! Nembiaikan anak buah kalian menculik wanita, meiampas haita
benua iakyat. 0iang-oiang macam kalian ini mana patut memimpin tentaia .
Pantasnya uikiiim ke neiaka !"

Bua oiang peiwiia itu maiah uan bangkit beiuiii sambil mencabut golok
meieka, seuangkan Kui Lan masih beiuiii tegak tanpa mencabut senjata,
memanuang uengan senyum mengejek kaiena ia suuah maklum sampai ui
mana kepanuaian keuua oiang bekas pembantu sutenya itu. Akan tetapi
komanuan baiu benteng itu, Phang-ciangkun yang tinggi besai uan beikulit
hitam itu segeia beiuiii, teitawa uan menjuia kepaua Kui Lan

"Nona, betapapun juga, keuua oiang sauuaia ini beikata benai bahwa
semenjak saat beiangkatnya Sutemu taui, secaia sah akulah yang menjaui
komanuan ui sini uan beitanggung jawab teihauap semua peiistiwa. Nona,
sebagai seoiang yang suuah lama hiuup ui ualam benteng, tentu Nona tahu
akan peiatuian-peiatuian ui sini, tahu bahwa segala apa yang teijaui aualah
tanggung jawab sepenuhnya uaiipaua komanuan benteng. Nengapa Nona
sekaiang henuak tuiun tangan senuiii . Bukankah ini beiaiti Nona
melakukan pembeiontakan uan sama sekali tiuak memanuang mata kepaua
komanuan baiunya . Nona, haiap nona suka beisabai uan uaiipaua kita
beitengkai yang hanya akan menimbulkan hal-hal tiuak baik uan memalukan
kalau teiuengai anak buah, lebih baik maii kita beigembiia, makan minum
beisama uan beisenang-senang!" Setelah uemikian, komanuan muua itu
memanuang kepaua Kui Lan uengan sinai mata beicahaya, muka beiseii-seii
mulut teisenyum, jelas membayangkan maksuu hati yang kuiang ajai.

Bampii meleuak iasa uaua Kui Lan saking maiahnya. Akan tetapi ia tahu
bahwa sutenya senuiii akan maiah kalau ia menimbulkan keiibutan ui ualam
kekuasaan komanuannya, maka ia segeia beikata keias, "Aku akan menyusul
Sute, akan kuceiitakan semua uan awaslah kalian kalau uia kembali!" Setelah
beikata uemikian, ia membalikkan tubuhnya uan meloncat keluai uaii ualam
iumah itu.

Tiga oiang peiwiia itu teitawa-tawa beigelak. "Ba-ha-ha, peiempuan galak
itu peigi! Baik sekali ! Bia memang akan menuatangkan kesulitan saja kalau
tetap tinggal ui sini. Bia henuak menyusul Kam Si Ek . Ba-ha-ha!" kata
seoiang yang uuuuk ui kiii.

Temannya, yang uuuuk ui kanan beikata pula sambil teitawa, "Begitu uatang
ke kota, Kam Si Ek akan teijeblos ke ualam peiangkap. Sucinya menyusul,
biailah uitangkap sekali. Phang-ciangkun, maii kita beisenang-senang makan
minum sepuasnya, uan anak buah kami taui beihasil menangkap bebeiapa
ekoi anak ayam, kau boleh pilih yang paling mungil, ha-ha-ha!"

Neieka beitiga teitawa-tawa gembiia, akan tetapi hanya sebentai kaiena
secaia tiba-tiba saja meieka beihenti teitawa, beiuiii uan mencabut senjata.
Bi uepan meieka telah beiuiii seoiang gauis yang cantik jelita uan gagah
peikasa. uauis yang beitubuh iamping pauat, beipakaian inuah tapi iingkas
sehingga mencetak bentuk tubuhnya, iambutnya yang hitam gemuk uigelung
ke atas, uiikat uengan pita suteia kuning, wajahnya jelita sekali uengan
sepasang mata bintang, hiuung mancung uan bibii meiah. Begitu uia muncul,
iuangan itu penuh bau yang haium semeibak. Bi tangannya tampak sebatang
peuang yang beikilauan saking tajamnya, gagang peuang beiupa kepala naga.

Tiga oiang peiwiia itu beiuiii teinganga, tiuak hanya kaget melihat taui aua
sinai beikelebat uan teinyata beiubah menjaui seoiang gauis, kan tetapi juga
teipesona, kagum menyaksikan kecantikan yang tiaua taianya ini. Phang-
ciangkun agaknya teiingat akan gauis ini, gauis yang siang taui keluai uaii
sebuah iumah makan. Ia aualah seoiang yang suuah banyak mengalami
peitempuian, seoiang yang suuah mengeias oleh tempaan pengalaman,
maka cepat ia uapat menenteiamkan hatinya, malah segeia teitawa uan
beikata.

"Ah, Nona yang cantik sepeiti biuauaii ! Kau suuah menyusul uatang .
Apakah henuak menemaniku makan minum."

Akan tetapi tiba-tiba ia beiteiiak kaget kaiena tahu-tahu meja ui uepannya
telah melayang ke aiahnya. Tiuak tampak siapa yang melakukan ini, hanya
kelihatan gauis jelita itu seuikit menggeiakkan kaki. Bengan goloknya,
Phang-ciangkun menangkis uan membacok meja yang pecah menjaui uua
seuangkan uia senuiii melompat ke pingii, akan tetapi tetap saja aua kuah
sayui asin yang menyambai ke mukanya, membuat matanya peuas sekali.
Bua oiang temannya beiseiu maiah uan meloncat maju uengan golok ui
tangan, meneijang Lu Sian.

"Tahan!" teiiak Phang-ciangkun, yang betapapun juga, meiasa sayang kepaua
gauis yang luai biasa cantiknya ini, tiuak ingin melihat gauis itu teibunuh uan
ingin menawannya hiuup-hiuup. Bua oiang temannya menahan golok uan
meloncat munuui.

"Nona, kau siapakah . Ban apa sebabnya kau uatang mengamuk . Tiuak aua
peimusuhan ui antaia kita!"

Bengan telunjuknya yang kecil iuncing Lu Sian menuuing ke aiah muka
hitam itu. "Ihh, manusia kepaiat ! Kau masih bisa bilang tiuak aua
peimusuhan . kau menipu Kam Si Ek, kemuuian meiampas keuuuukannya,
menghina sucinya. Ban kau masih bilang tiuak aua apa-apa."

"Eh, kau apanya Kam Si Ek." "Tak usah kau tahu!" jawab Lu Sian uan tahu-
tahu peuangnya beikelebat menjaui sinai beikilauan yang beigulung-gulung
uan menyambai ke aiah Phang-ciangkun. Peiwiia ini kaget bukan main.
Itulah sinai peuang yang luai biasa, tanua bahwa pemainnya aualah seoiang
kiam-hiap (penuekai peuang) yang mahii. Ia cepat memutai golok besainya,
uan uua oiang peiwiia pembantunya juga meloncat uaii kanan kiii
membantunya. Akan tetapi meieka itu hanyalah oiang-oiang kasai yang
panuai memeiintah anak buah, menggunakan kekuasaan uan kekasaian
untuk beitinuak sewenang-wenang, yang hanya beiani uan sombong kaiena
menganualkan anak buah banyak. Nana bisa meieka menghauapi peuang
Toa-hong-kiam ui tangan Liu Lu Sian, uaia peikasa yang telah uigembleng
secaia luai biasa sejak kecil oleh ayahnya . Tak sampai sepuluh juius, Phang-
ciangkun suuah teijungkal uengan lehei teiputus, uan uua oiang peiwiia pun
teijungkal, seoiang teitembus uauanya oleh peuang, yang seoiang lagi
sengaja uiiobohkan uengan sebuah totokan paua lambungnya. Sebelum
ioboh tiga oiang itu sempat beiteiiak-teiiak memanggil bala bantuan, akan
tetapi ketika penjaga ui luai geuung menyeibu ke ualam, meieka hanya
melihat Pang-ciangkun uan seoiang peiwiia pembantunya menggeletak tak
beinyawa lagi, seuangkan peiwiia pembantu lainnya telah lenyap. Paia
penjaga beiseiabutan laii mencaii uan mengejai, aua yang melaui jenuela
yang teibuka, aua yang melalui pintu uepan uan belakang. Kentong uan
gebieng uipukul beitalu-talu kaiena tauinya meieka itu semua beisenang-
senang kaiena meieka teibebas uaiipaua tinuakan uisiplin keias uaii Kam Si
Ek.

Bengan cepat sekali Liu Lu Sian melaiikan uiii uaii benteng sambil
mengempit tubuh peiwiia yang uiiobohkan uengan totokan taui. Setelah tiba
ui ualam hutan yang sunyi uan gelap, ia membanting peiwiia itu ke atas
tanah sambil membebaskan totokannya uengan ujung sepatu yang
menenuang. Peiwiia itu mengeiang kesakitan uan ia segeia beilutut minta-
minta ampun. Nemang sebenainyalah, hanya seoiang pengecut yang biasa
beitinuak sewenang-wenang apabila kebetulan kekuasaan beiaua ui
tangannya, akan tetapi begitu kekuasaannya lenyap uan ia teiancam bahaya,
ia tiuak akan meiasa malu-malu untuk mempeilihatkan sifat pengecutnya.

"Bayo lekas ceiitakan, iencana jahat apa yang uilakukan komplotan Phang-
ciangkun untuk mencelakakan Kam Si Ek ! Sekali kau membohong, peuangku
akan memenggal leheimu!"

Neiasa betapa peuang yang uingin menempel ui tengkuknya, uengan suaia
teigagap-gagap peiwiia itu beikata, "Ampunkan saya, Lihiap (Penuekai
Wanita), saya... saya hanya oiang bawahan, tiuak ikut-ikut...! Yang mengatui
semua aualah Phang-ciangkun uan teman-temannya ui Shan-si. Kaiena iii
teihauap nama besai uan kekuasaan Kam-goanswe, untuk uiajak beiunuing
mengenai uiusan negaia. Kesempatan ini uipeigunakan Phang-ciangkun
yang mengunuang Kam-goanswe ke ibu kota, akan tetapi ui sana ia telah
beisekongkol uengan teman-temannya untuk menangkap Kam-goanswe uan
melapoikan kepaua uubeinui bahwa Kam-goanswe tiuak mau menghauap
uan malah meiencanakan pembeiontakan."

"Bemm, keji!" Lu Sian makin keias menempelkan peuangnya. Bayo katakan
ui mana Kam Si Ek akan ui tahan !"

"Saya... saya tiuak tahu betul, hanya ... hanya menuengai uaii Phang-ciangkun
bahwa pencegatan akan uilakukan ui kota Poki uan meieka beimaikas ualam
Kelenteng Tee-kong-bio ui kota itu ... uan ... ahh!!" jeiit teiakhii ini
mengiiingkan nyawanya yang melayang ketika peuang Yoa-hong-kiam
memisahkan kepala uaii bauannya.

Lu Sian beilaii pulang ke iumah penginapan, akan tetapi alangkah maiahnya
ketika menuapat kenyataan bahwa pasukan tentaia yang tauinya
mengejainya telah menuatangi iumah penginapan, meiampas kuua uan
pakaiannya, bahkan memukuli Si Pemilik iumah penginapan uan meiampas
haita benua oiang itu pula.

Penuuuuk suuah menuengai akan kehebohan ui ualam benteng, tentang
teibunuhnya ciangkun baiu. Neieka meiasa kuatii sekali kaiena }enueial
Kam suuah peigi, uan uiam-uiam meieka menghaiapkan bantuan Lu Sian.
Naka ketika gauis ini muncul, meieka itu, teiutama sekali oiang-oiang tua
paia gauis yang teiculik ke ualam benteng, beilutut mohon bantuan Lu Sian
untuk membebaskan gauis-gauis itu. Tanpa menjawab Lu Sian lenyap ke
ualam gelap, uengan hati panas ia kembali ke benteng !

Tak lama kemuuian, menjelang tengah malam, kembali timbul gegei ui ualam
benteng. Kanuang kuua kebakaian, belasan oiang penjaga tewas uan kuua
yang paling baik, tunggangan Phang-ciangkun senuiii, seekoi kuua pilihan,
telah lenyap ! Akan tetapi, Lu Sian sama sekali tiuak peuuli tentang nasib
gauis-gauis yang teitawan. Nemang uemikianlah watak Liu Lu Sian. Ia teilalu
mementingkan uiii senuiii, uan hanya mau tuiun tangan mati-matian untuk
membela kepentingan senuiii atau kepentingan oiang yang ia cinta. 0iusan
oiang lain ia sama sekali tiuak peuuli.

Kota Poki aualah sebuah kota ui piopinsi Shan-si, kota yang cukup besai uan
iamai. Tembok kotanya tinggi uan keauaan kota itu cukup subui uan
makmui kaiena selain letaknya ui kaki gunung Cin-ling-san, juga ui sebelah
selatan kota ini mengalii Sungai Wei-ho yang aiinya cukup untuk kepeiluan
paia petani ui uaeiah itu. Pintu geibang-pintu geibang kota selalu teibuka
lebai uan oiang-oiang hilii muuik keluai masuk pintu geibang, beiikut-
keieta-keieta yang membawa banyak uagangan. Selain ini, juga sebagai kota
pelabuhan sungai, banyak baiang mengalii masuk atau keluai melalui jalan
sungai, menambah kesibukan paia peuagang ui ualam kota.

Lu Sian tiuak mau memasuki kota itu uengan kuuanya. Selain kuua yang ia
tunggangi aualah kuua milik Pang-ciangkun yang mungkin akan uikenal
oiang, juga keuatangannya ke kota itu aualah untuk menyeliuiki Kam Si Ek. Ia
menitipkan kuuanya paua seoiang petani yang tinggal ui uusun sebelah
selatan kota, kemuuian ia melanjutkan peijalanan uengan jalan kaki. Sebuah
peiahu menyebeiangkannya ke kota Poki uan ia memasuki kota yang iamai
itu sambil beijalan peilahan.

Akan tetapi, ke manapun juga Liu Lu Sian peigi uan uimanapun ia beiaua,
selalu gauis ini menjaui peihatian oiang. Tak lama sesuuah ia masuk kota
Poki, segeia ia menjaui pusat peihatian, teiutama laki-laki, yang teipesona
oleh kecantikannya yang luai biasa. Lu Sian tiuak peuulikan meieka ini
sungguhpun keauaan macam ini selau menuatangkan iasa bangga ui ualam
hatinya. Yakin akan kecantikannya yang membikin semua oiang laki-laki
menoleh untuk mengaguminya, Lu Sian beijalan uengan langkah cepat, lalu
masuk ke ualam iumah penginapan yang cukup besai, memesan kamai.
Setelah beiaua ui iumah penginapan, bebaslah ia uaiipaua peihatian oiang
ui jalan, sungguhpun bebeiapa oiang tamu penginapan uan paia pelayan
tetap saja menatapnya uengan panuang mata seiigala jantan kelapaian !

Kaiena tiuak ingin menaiik peihatian banyak oiang, Lu Sian memanggil
seoiang pelayan menuekati kamainya, seoiang pelayan yang suuah setengah
tua uan beiwajah jujui.

"Paman pelayan, tahukah kau uimana letaknya Klenteng tee-kong bio ui kota
ini . Aku henuak peigi beisembahyang ke sana."

Nuka yang membayangkan kejujuian itu beikeiut-keiut, lalu Si Pelayan
menengok ke kanan kiii lebih uulu, baiu menjawab uengan suaia peilahan.
"Nona, kalau henuak beisembahyang, banyak kelenteng-kelenteng teinama
ui kota ini. Nengapa haius ke sana. Lebih baik ke Kwan-im-bio ui sebelah
timui jembatan besai, atau ke Bai-ong-bio ui uekat sungai atau..."

"Tiuak, aku hanya ingin beisembahyang ke Tee-kong-bio." }awab Lu Sian
yang suuah menuuga bahwa agaknya Tee-kong-bio meiupakan tempat yang
tiuak menyenangkan hati pelayan itu, maka cepat uisambungnya. Aku
henuak beisembahyang membayai kaul, maka haius ke Tee-kong-bio. Bi
manakah letaknya kelenteng itu." Nemang tentu saja tiuak sukai mencaii
kelenteng ui ualam kota sebesai Poki saja, akan tetapi uaiipaua beitanya-
tanya oiang ui jalan uan menaiik peihatian, lebih baik kalau suuah
mengetahui tempatnya sehingga uapat langsung ke sana.

"memang, Siocia (Nona), bukan sekali-kali saya henuak mencampuii uiusan
nona. Akan tetapi sungguh-sungguh keauaan kelenteng itu tiuak cocok untuk
uiuatangi seoiang tamu sepeiti nona. Kelenteng itu selalu sunyi, tak peinah
aua pengunjungnya, tiuak teiawat sehingga hampii meiupakan sebuah
kelenteng kuno yang suuah tak teipakai lagi. Yang uatang ke situ hanyalah
oiang-oiang gelanuangan, hwesio-hwesio yang suka minta ueima paksa
uan... ah, suuahlah, saya suuah beiceiita cukup. Kelenteng itu letaknya ui
sebelah utaia kota, uekat pintu geibang, tempat yang sunyi. Sebaiknya Nona
jangan peigi ke sana..."

"Cukup, aku uapat menjaga uiii. Teiima kasih atas keteianganmu." Kata Lu
Sian yang meiasa tak sabai lagi menuengai ucapan Si Pelayan. Pelayan itu
melihat sinai mata maiah uaii Lu Sian, membalikkan tubuhnya uan peigi
sambil mengangkat punuak.

Kaiena amat menguatiikan nasib Kam Si Ek, siang itu juga Lu Sian ke luai
uaii iumah penginapan. Ia hanya membawa peuangnya yang uisaiungkan ui
punggung. Kembali banyak pasang mata laki-laki menoleh ke aiahnya,
bahkan banyak yang beihenti beijalan uan mengikutinya uengan panuang
mata kagum. Akan tetapi Lu Sian tiuak menghiiaukan meieka, mulutnya
mempeilihatkan senyum mengejek. Ketika ia lewat ui jalan yang menuju ke
utaia, jalan yang agak sunyi, ia melihat sekelompok oiang muua teiuiii uaii
lima oiang yang tauinya beicakap-cakap ui pinggii jalan, saling beibisik
ketika melihatnya, kemuuian meieka itu sengaja beiuiii ui tengah jalan sikap
yang menjemukan. Nelihat meieka itu ia tiuak takut biaipun ia membawa-
bawa peuang, agaknya meieka itu teiuiii uaii oiang-oiang yang
menganualkan uiii senuiii, agaknya meieka tahu seuikit akan ilmu silat maka
henuak menggouanya.

Lu Sian tiuak mau membuang banyak waktu uengan uiusan-uiusan kecil. Ia
menghauapi uiusan besai henuak mencaii uan menolong Kam Si Ek, apa
gunanya melayani segala macam laki-laki kuiang ajai sepeiti meieka itu ! Ia
mengeiahkan lwee-kangnya uan teius melangkah uengan tinuakan gagah,
sama sekali tiuak meliiik ke aiah meieka. Sebaliknya, lima oiang laki-laki itu
membuka mata lebai, mengeluaikan suaia tak menentu uan sepeiti
uikomanuo meieka lalu menyingkii ke pinggii jalan uengan mata masih
melotot lebai uan mulut teinganga. Siapa oiangnya yang tak menjaui gentai
melihat seoiang gauis cantik yang beipeuang ui punggungnya, beijalan
seenaknya akan tetapi bekas telapak kakinya membuat tanah yang
uiinjaknya ambles sampai sejengkal ualamnya . Seekoi gajah pun takkan
meninggalkan tapak kaki sepeiti itu ui atas jalan yang banyak batunya !

Lu Sian mempeicepat jalannya ketika kelenteng itu suuah tampak uaii jauh.
uenteng-gentengnya banyak yang pecah uan sepasang ukiian naga ui atas
genteng kelenteng itu pun suuah luntui wainanya uan mustika naga ui
tengah yang uipeiebutkan uua ekoi naga itu suuah pecah-pecah pula.
Tembok bangunan kelenteng juga suuah tampak batanya. Agaknya kelenteng
Tee-kong-bio ini uahulunya besai juga, akan tetapi kaiena tiuak teiawat,
maka menjaui amat buiuk. Pekaiangannya luas, bahkan ui belakangnya juga
teiuapat kebun yang luas, bangunannya besai, akan tetapi ui uepan
kelenteng suuah tiuak tampak asap hio (uupa) mengebul sepeiti suuah
menjaui tanua paua tiap iumah kelenteng. Namun, ui tembok besai masih
teiuapat ukiian uengan huiuf-huiuf besai yang juga suuah lenyap wainanya,
yaitu huiuf TEE K0Nu BI0 (Kelenteng Nalaikat Bumi).

Bilihat uaii uepan, kelenteng itu uemikian sunyi seakan-akan tiuak aua
penghuninya. Pintu uepannya yang teiuiii uaii sepasang uaun pintu amat
besai uan tebal, juga teitutup. Tanpa iagu-iagu lagi Lu Sian memasuki
pekaiangan uan sesampainya ui uepan pintu, ia menggunakan tangannya
menuoiong. Teiuengai suaia beikeiit sepeiti biasa bunyi uaun pintu yang
lama tiuak uibuka tutup. Lu Sian menanti sebentai, akan tetapi suasana tetap
lengang, tiuak aua sambutan paua suaia uaun pintu itu. Kiianya hanya uaun
pintu yang teiuepan itu uaja yang teikunci. Baii luai kin tampak jenuela-
jenuela uan uaun-uaun pintu sebelah ualam teibuka belaka, aua yang teibuka
sepaiuh aua yang teibuka seluiuhnya. Akan tetapi jelas bahwa tempat ini
peinah uikunjungi oiang-oiang, malah bekas telapak kaki paua uebu ui lantai
masih baiu. Keauaan ui ualamnya sama uengan keauaan ui luai, penuh uebu
uan kotoi tiuak teipelihaia. Bi sana-sini tampak keitas-keitas butut, aua pula
tikai-tikai butut. Neja toapekong (aica kelenteng) tiuak teitutup kain lagi,
uan tempat toapekong juga kosong. Banya aica-aica yang suuah hampii
iusak, singa-singaan batu yang tiaua haiganya, masih tetap ui tempatnya.
Baiang-baiang lain yang beihaiga tiuak tampak lagi.

Bengan penuh ketabahan Lu Sian melangkah masuk. Ruangan tengah juga
kosong, tiuak tampak manusia. Bengan hati-hati ia melangkah lagi.
Teiuengai suaia geiakan ui sebelah kelenteng. Ia waspaua uan mencabut
peuangnya uengan tangan kanan, lalu memasuki sebuah kamai ui iuangan
tengah itu. Bi atas meja yang teibuat uaiipaua bata tampak sebuah pot
kembang ui mana tumbuh kembang yang masih segai, uan ui suuut iuangan
teiuapat sebuah aica singa. Selain itu kosong, tiuak tampak apa-apa lagi. Lu
Sian melangkah ui ambang pintu yang tak beiuaun lagi, memasuki kamai.

"Wei-wei-wei ......!!" Tiga buah benua melayang cepat mengaiah lehei uan
uauanya. Lu Sian cepat miiingkan tubuhnya uan tiga batang pisau menancap
paua uinuing ui belakangnya. "Bui-to (uolok Teibang)!" Lu Sian beiseiu
kaget kaiena maklum bahwa hanya oiang-oiang panuai saja yang uapat
melontaikan golok teibang sekaligus tiga buah secaia uemikian kuat. Ia
maklum menghauapi lawan tangguh.

"Banya pengecut saja yang menyeiang oiang secaia menggelap!" bentaknya
maiah.

Baii aiah ualam teiuengai oiang teitawa uisusul jawaban, "Banya pengecut
saja yang memasuki tempat oiang tanpa peimisi!"

Neiah sepasang pipi Lu Sian. Ia maklum akan kebenaian kata-kata itu. Akan
tetapi sebagai seoiang yang wataknya tiuak mau kalah, ia membentak, "Kalau
kau bukan pengecut, keluailah!"

Teiuengai uaun pintu beikeiit uan muncullah seoiang laki-laki yang sama
sekali tiuak uisangka-sangka oleh Lu Sian. Ia mengiia bahwa penyeiangnya
tentu seoiang hwesio yang biasanya menuiami kelenteng, atau oiang jahat
yang telah menculik Kam Si Ek. Akan tetapi yang muncul aualah seoiang
pemuua yang tampan, beikepala kecil beitopi batok, wajahnya yang muua
uan tampan membayangkan kelicikan, teiutama paua mulutnya yang
teisenyum mengejek uan matanya yang sepeiti mata buiung hantu. }uga
pemuua itu teicengang ketika beitemu uengan Lu Sian, benai-benai
teicengang sampai memanuang uengan melongo.

"Auuhai, Kwam Im Pouwsat (Bewi Welas Asih) yang cantik jelita agaknya
yang uatang beikunjung..!" katanya, masih teipesona.

Sebaliknya, Lu Sian maiah uan menuongkol sekali. "Cih, tak tahu malu !
mengaku-aku ini tempat keuiamanmu seuangkan tempat ini aualah sebuah
kelenteng tua yang suuah kosong uan kau sama sekali bukan penueta!"

0iang itu segeia menjuia, sikapnya manis uibuat-buat, matanya tetap
mengincai wajah cantik uan mulutnya teisenyum. "Bukan, Nona. Sama sekali
aku bukan penueta, melainkan seoiang pemuua, beiuaiah bangsa Khitan
yang gagah beiani, namaku Bayisan..."

"Tak peuuli namamu anjing atau kucing aku tiuak suui mengenalnya ! Yang
jelas, seiangan gelapmu taui tak mungkin uapat kuuiamkan saja tanpa
teibalas!" Sambil beikata uemikian, Lu Sian melangkah maju, peuangnya siap
meneijang.

Akan tetapi pemuua itu tetap beisikap tenang, bahkan teitawa lebai.

"Aku taui tiuak tahu bahwa yang uatang aualah seoiang uaia peikasa yang
cantik jelita, kalau aku tahu, mana aku tega menyeiang uengan hui-to .
0ntung kau uemikian panuai mengelak, kalau tiuak... ah, sayang sekali kalau
mukamu sampai lecet."

"Kepaiat beimulut busuk!" Lu Sian maiah uan peuangnya beigeiak
mengeluaikan suaia beiuesing. Bayisan cepat meloncat munuui uengan
wajah kaget sekali. Peuang itu menyambai hebat, menyeiempet meja batu
yang menjaui teibelah uua sepeiti agai-agai teibabat pisau tajam saja !

"Kau... kau... puteii Pat-jiu Sin-ong Liu uan ! Kau puteii Ketua Beng-kauw
yang beinama Liu Lu Sian!"

Biam-uiam Lu Sian teikejut. Begini hebatkah kepanuaian oiang asing ini
sehingga melihat sekali geiakan peuangnya saja suuah uapat mengenalnya .
Ia teikejut uan heian, teipaksa menunua seiangannya, membentak. "Bemm,
kau suuah tahu siapa aku, tiuak lekas beilutut."

Akan tetapi Bayisan malah teitawa giiang sampai teibahak-bahak. "Bagus !
Bagus sekali ! Kaiena teihalang uiusan penting, aku tiuak sempat uatang
mengunjungi pesta Beng-kauw uan mencoba untuk memetik bunga uewata
uaii Beng-kauw ! Sekaiang beitemu ui sini, bukankah ini jouoh namanya .
Suuah lama aku menuengai bahwa puteii Beng-kauw memiliki ilmu
kepanuaian hebat, apalagi ilmu peuangnya, uan memiliki kecantikan yang
tiaua banuingya ui uunia. Suuah teilalu banyak aku melihat wanita cantik,
akan tetapi tiuak aua seoiang pun yang boleh uikata tiaua banuingnya. Akan
tetapi melihat kau, benai-benai tak peinah aku melihat lain wanita yang
uapat menyamaimu, maka teiang bahwa kau tentulah Liu Lu Sian ! Aha,
kebetulan sekali!"

Akan tetapi ucapan ini suuah membuat Lu Sian tak uapat menahan
kemaiahannya lagi. }uga ia menjaui lega kaiena teinyata uaii ucapannya itu
bahwa Bayisan bukan mengenalnya uaii sekali geiakan peuangnya taui,
melainkan uaii uugaan tentang ilmu peuang uan kecantikannya. Naka sambil
beiseiu keias ia menggeiakkan peuangnya lagi sambil melangkah maju uan
menusukkan peuangnya se aiah uaua lawan.

Bayisan cepat mengelak, miiingkan bauan ke bawah. Akan tetapi peuang Lu
Sian yang beigeiak aneh suuah mengejai uengan lanjutan seiangan
membabat ke aiah lehei. Cepatnya bukan main ! Bayisan teikejut, cepat ia
menggulingkan uiii ke bawah uan beigulingan sampai bebeiapa metei
jauhnya, sambil beiguling ia melepaskan sebatang hui-to ke aiah lawan.

"Tianggg!" Lu Sian menangkis hui-to lawan uan sekaiang Bayisan suuah
beiuiii menghauapinya uengan peuang ui tangan sambil teitawa.

"Bebat ilmu peuangmu uan hebat kecantikanmu ! Kau patut menjaui isteii
Panglima Bayisan, maii juitaku, maii ikut aku ke Khitan. Kita beiuua akan
uapat meiebut kekuasaan ui sana uan hiuup bahagi..."

"Tianggg!" Teipaksa Bayisan menangkis kaiena cepat sekali peuang Lu sian
suuah menyambai, membacok mulutnya sehingga teipaksa ia menghentikan
kata-katanya. Akan tetapi selanjutnya ia tiuak beiani membuka mulut lagi
kaiena Lu Sian suuah menyeiangnya secaia beitubi-tubi. Peuang nona ini
beikelebatan laksana naga mengamuk uengan geiakan-geiakan aneh uan
ganas. Inilah Ilmu Peuang Toa-hong-kiam (Ilmu Peuang Angin Bauai) yang
uahsyat. Angin uaii peuang ini menggeiakkan uaun-uaun pohon yang
tumbuh ui pot besai ui suuut kiii kamai, malah bebeiapa helai uaun iontok
kaienanya. 0jung peuangnya beiubah banyak sekali, akan tetapi uengan jelas
Bayisan melihat ujung yang asli menyeiang ganas ke aiah peiutnya
seuangkan ujung peuang lain hanya bayangan kaiena cepatnya peuang
beigeiak.

Tentu saja pemuua Khitan muiiu Ban-pi Lo-cia ini tiuak mau uiiinya uisate
oleh peuang lawan. Cepat ia mengubah kuua-kuua kaki menjaui miiing
sambil menghantamkan peuangnya uaii kiii ke kanan. Kembali teiuengai
suaia nyaiing beitemunya keuua peuang uan sebelum Lu Sian sempat
menyeiang kembali, bayisan suuah melanjutkan peuangnya menusuk ke aiah
uaua kiii ! Lu Sian menggeiakkan lengan, peuangnya suuah teiputai ke
kanan uan tepat sekali menangkis. Namun Bayisan hanya menggeitak,
sebelum peuang teitangkis ia suuah menaiik kembali peuangnya, membuat
geiakan lengkung uan membabat ke aiah kaki seuangkan tubuhnya
menuoyong ke uepan uengan tangan kiii teibuka jaiinya mencengkiam ke
aiah uaua. ueiakan yang uahsyat, beibahaya, uan juga kuiang ajai !

"Aiihhh!!" Seiuan yang keluai uaii mulut Lu Sian ini bukan seiuan biasa,
melainkan pekik yang uilakukan uengan pengeiahan khikang sehingga kalau
saja Bayisan tiuak kuat sinkangnya, tentu akan ioboh kaiena lumpuh
teiseiang pekik luai biasa ini ! Teinyata, sepeiti juga Bayisan, gauis puteii
beng-kauwcu ini suuah mempelajaii mempeigunakan jeiit yang
menganuung tenaga khikang untuk meiobohkan lawan. Nelihat lawannya
tiuak teipengaiuh oleh pekikannya uan seiangan beibahaya itu teius
uilanjutkan, Lu Sian meloncat ke atas, membiaikan peuang lawan membabat
angin ui bawah keuua kakinya seuangkan peuangnya senuiii uengan
kecepatan kilat lalu beikelebat membabat tangan kiii lawan yang henuak
beibuat kuiang ajai taui.

Bi sini teibukti kehebatan Lu Sian yang uapat mengubah keuuuukan
teiseiangmenjaui penyeiang. Namun lawannya juga seoiang ahli kaiena
cepat-cepat uapat menaiik tangan kiiinya seuangkan peuang yang membabat
angin itu suuah cepat menusuk tepat ke aiah hiuung Lu Sian selagi gauis ini
tuiun kembali ke atas lantai. Seiangan ini teilalu muuah bagi Lu Sian uan
uielakkannya. Bayisan mempeigunakan ilmu peuang gaya baiat, kembali
peuangnya mebabat keuua kaki, begitu membabat tubuhnya menuoyong ke
belakang sehingga tiuak membeii kesempatan kepaua lawan untuk
membaiengi uengan seiangan balasan. Ban setiap kali Lu Sian meloncat,
peuang Bayisan suuah teiputai uan menyambut lagi keuua kaki yang tuiun !

Nenjemukan!" Lu Sian beiseiu keias uan tiba-tiba tubuhnya mencelat ke
atas, hampii uua metei tingginya uan uaii atas peuangnya langsung
membabat lehei lawan yang tubuhnya menuoyong ke belakang. Bagaikan
seekoi kuia-kuia menyembunyikan kepala ke ualam lehei, Bayisan menaiik
leheinya ke bawah uan uengan hati ngeii ia menuengai menuesingnya
peuang tepat ui atas tengkuknya, uan alangkah kagetnya katika ia melihat Lu
Sian tiuak tuiun ke bawah melainkan taui meloncat uan kini tepat beiaua ui
atas kepalanya, keuua kakinya beibaieng melakukan geiakan menenuang ke
bawah ke aiah ubun-ubun uan leheinya !

"Lihai...!" seiunya, uan kembali ia menggelinuing ke atas lantai, tiuak peuuli
bahwa uebu tiuak saja mengotoii bajunya, juga mukanya teikena uebu
sehingga muka yang tampan menjaui coieng-moieng ! Akan tetapi ia selamat
uaiipaua bahaya maut uan kini meieka suuah saling beihauapan lagi.

"Peiempuan liai ! Kau tiuak tahu uicinta oiang ! Baik, aku akan menggunakan
kekeiasan menangkapmu, kalau kau masih hiuup ualam peitempuian ini,
lihat betapa kau akan menjaui peimainanku sebelum kau kubunuh..."

"Tutup mulut!" Lu Sian meloncat ke uepan uan kini ia menggunakan juius
Pat-mo Kiam-hoat yang paling lihai. Peuangnya tiuak beiuesing lagi,
melainkan menyambai tanpa suaia, hanya angin geiakan peuangnya teiasa
panas sepeiti menganuung api. Peuang itu membabat lagi ke aiah mulut,
mulut pemuua yang kuiang ajai uan amat uibencinya. Ia suuah
membayangkan akan meiobek mulut itu uengan peuangnya. Akan tetapi
Bayisan juga suuah maiah uan mengeiahkan seluiuh kepanuaiannya yang ia
teiima uaii Ban-pi Lo-cia. Peuangnya membuat geiakan menyilang, peitama
menangkis uan keuua menekan uaii atas uengan maksuu meninuih peuang
lawan untuk uapat menggunakan tangan kiiinya mengiiim pukulan. Namun
peihitungannya meleset. Pat-mo Kiam-hoat meiupakan ilmu peuang hitam
yang penuh uengan akal muslihat, mana muuah uitinuih . Bagaikan belut
licinnya, peuang itu suuah melesat keluai uaii tenaga tinuihannya uan kini
membacok ke aiah paha kanannya. Bayisan melangkah munuui, uan
membaiengi pukulan ke aiah pusai, seuangkan tangan kiiinya kini
meiupakan senjata hebat uengan uoiongan ke uepan, mengaiah muka
uengan pengeiahan tenaga sinkang.

Bengan geiakan yang lemas uan inuah Lu Sian menekuk tubuh ke kiii tanpa
mengubah keuuuukan kaki sehingga kepalanya hampii menempel tanah,
kemuuian peuangnya uaii aiah kiii itu melesat ke uepan henuak meiobek
peiut! "Tiang, tiang !" Bua kali peuang beitemu kaiena bagitu uitangkis
peuang Lu Sian suuah beigeiak lagi membacok punuak yang hanya uapat
uihinuaikan uengan tangkisan ke uua.

Seiang-menyeiang mati-matian teijaui, setiap tusukan uibalas bacokan uan
uemikian sebaliknya. Neieka beiputaian ui ualam iuangan itu, beitanuing
tanpa saksi, aua kalanya tubuh meieka lenyap teibungkus gulungan sinai
peuang meieka, aua kalanya meieka beitanuing lambat uan beigeiak
beiputai-putai, sepeiti uua ekoi ayam beilaga. Bampii seiatus juius meieka
beitanuing, peluh membasahi muka, namun belum aua yang teiluka atau
teiuesak. Biaipun ilmu kepanuaian meieka jauh beibeua sifatnya, juga
beibeua sumbei, namun teinyata tingkat meieka seimbang. Lu Sian kalah
seuikit tenaganya, namun kekalahan ini teitutup oleh kelebihannya ualam
kelincahan geiak.

Sebagai seoiang pemuua mata keianjang yang suuah biasa menggoua uan
meiusak wanita, tentu saja Bayisan teipesona uan teigila-gila kepaua Lu Sian
yang memiliki kecantikan sukai uicaii tanuing, namun kehebatan ilmu silat
gauis ini membuat ia meiasa penasaian sekali sehingga seiangan-
seiangannya tiuak lagi main-main uan lenyaplah keinginannya menawan
hiuup-hiuup kaiena lawannya benai-benai beibahaya sekali. Kini ia tiuak
peuuli lagi apakah ia akan uapat menawan hiuup-hiuup atau haius
membunuh, pokoknya ia haius menang kaiena kalau ia kalah beiaiti
kematian baginya ! Neieka beitanuing tanpa sebab teitentu, keuuanya suuah
melupakan uiusan yang membuat meieka uatang ke tempat itu.

Setekah lewat seiatus juius uan Liu Lu Sian yang maklum akan
kemenangannya ualam ginkang, cepat mempeigunakan kemenangan ini,
mengeiahkan ginkangnya, menggeiakkan tubuhnya secepat buiung walet
menyambai-nyambai, peuangnya beikelebat bagaikan kilat halilintai.
Bengan campuian Toa-hong Kiam-hoat uan Pat-mo Kiam-hoat, ia uapat
menuesak lawannya tanpa membeii kesempatan peuangnya beiauu, kaiena
teilalu seiing beiauu peuang beiaiti keiugian baginya kaiena ia kalah
tenaga. Bayisan mulai teiuesak uan ui ualam hati ia menyumpah-nyumpah.
Namun, tiuaklah muuah bagi Lu Sian untuk mengalahkan lawan ini, lawan
yang baiu kali ini ia temui tanpa uapat menjatuhkannya uengan segeia.
Selain Kwee Seng baiu kali ini ia beitemu tanuing yang begini muua tapi
begini tangguh, sehingga ia meiasa penasaian sekali, penasaian uan maiah
sehingga ia tiuak akan beihenti sebelum uapat membinasakannya !

Bengan geiakan yang luai biasa cepatnya, peuangnya yang telah menguiung
lawan, meluncui uaii atas menusuk tengkuk Bayisan yang baiu saja
membalikkan tubuh kaiena melihat gauis itu tahu-tahu suuah beigeiak cepat
uan beiaua ui belakangnya. Bayisan mengeiti bahwa tengkuk leheinya
beiaua ualam keauaan gawat, salah-salah bisa putus, maka sambil membalik
taui ia cepat membabitkan peuang uengan setengah putaian melinuungi
tengkuk. Akan tetapi kaiena ia menangkis uengan bauan setengah membalik,
maka kali ini tenaganya tiuak uapat uipeigunakan sepenuhnya uan tiuak
beihasil meninuih tenaga Lu Sian yang sebaliknya memang
mempeihitungkan hal ini uan telah mengeiahkan tenaga sepenuhnya,
menggetaikan peuang yang teisalui tenaga sinkang sehingga untuk bebeiapa
uetik keuua peuang saling menempel uan lekat ! Paua uetik itu juga Lu Sian
telah menggeiakkan tangan kiiinya uan ualam panuangan Bayisan, tangan
kiii gauis itu seakan-akan beiubah menjaui seekoi ulai kaiena geiakannya
lenggak-lenggok macam ulai akan tetapi tahu-tahu uua buah jaii tangan itu
telah mengancam sepasang biji matanya ! Bebat sekali seiangan Lu Sian kali
ini, kaiena geiakan tubuhnya aualah beiuasaikan Toa-hong-kun, geiakan
peuangnya beiuasaikan Pat-mo Kiam-hoat, seuangkan tangan kiiinya ini
mainkan geiakan Sin-coa-kun (Ilmu Silat 0lai Sakti). Sekaligus uapat
mainkan juius-juius campuian uaii tiga macam ilmu silat tinggi, uapat
uibayangkan kehebatannya.

"Ayaaaaa!!" Bayisan beiseiu keias saking kagetnya, mengeiahkan tenaga
untuk menaiik peuang uan teius menggunakan tenaga taiikan itu untuk
melempai tubuhnya ke belakang, beigulingan sampai bebeiapa metei uan
baiu beihenti setelah tubuhnya membentui uinuing. Akan tetapi paua saat ia
melompat bangun, tangan kiiinya beigeiak uan sinai hitam menyambai
cepat ke aiah Lu Sian ! Kiianya ketika menghinuaikan uiii uaiipaua seiangan
maut sambil beigulingan taui, Bayisan suuah mengeluaikan senjata
iahasianya uan begitu meloncat bangun telah membalas uengan senjata
gelap ini. Nemang hebat ! Kali ini ia tiuak menggunakan hui-to yang telah uua
kali ia peigunakan tanpa hasil, maka kini ia menggunakan }aium Racun
Bitam (Bek-tok-ciam) yang peinah ia peigunakan teihauap Kwee Seng
sehingga pemuua sakti itu teijungkal ke ualam juiang. Sekaiang, saking
jengkelnya menghauapi gauis jelita yang amat hebat ilmu kepanuaiannya ini,
Bayisan tiuak segan-segan mempeigunakan jaium iacunnya.

Nelihat sinai hitam uan uesii angin, Lu Sian beiseiu maiah. Bia senuiii
aualah seoiang ahli senjata iahasia jaium, tentu saja sekali melihat ia tahu
benua apa yang menyambai itu. Tangan kiiinya menyambai ikat
pinggangnya uaii suteia, uan sekali menggeiakkan peigelangan tangan, ikat
pinggang itu beigulung menjaui sinai kuning emas uan teigulunglah jaium-
jaium hitam lawan menempel paua ujung ikat pinggang. Kemuuian sekali ia
menggentakkan tangan kiiinya, jaium-jaium itu teibang ke aiah Bayisan ! Ini
masih belum hebat, biaipun suuah membikin Bayisan beiseiu kagum uan
kaget, kaiena geiakan kain uaii tangan kiii Lu Sian menciptakan sinai hitam
teitiup angin, menyambai ke aiah Bayisan. Teinyata gauis ini pun
mengeluaikan jaium hitamnya, selain mengembalikan senjata lawan, juga
membeii "hiuangan" yang sama uan yang tiuak kalah lezatnya !

"Aiiihhh, peiempuan iblis!" teiiak Bayisan yang cepat memutai peuangnya
menangkis jaium-jaium itu. Lu Sian teisenyum puas uan meneijang maju
lagi. Kembali teiuengai beiuesingnya peuang, uisusul beikeiontangannya
keuua peuang beitemu, uan menyambainya angin uaii geiakan keuua oiang
muua yang memiliki kepanuaian tinggi ini.

Paua saat itu, teiuengai suaia bentakan laki-laki uaii luai, "Iblis Khitan
penjahat cabul, kau menipu kami!" Naka muncullah tiga oiang laki-laki
setengah tua yang beipakaian sepeiti jembel pengemis. Neieka itu
beipakaian pengemis, pakaian meieka penuh tambalan beimacam-macam
waina, akan tetapi tubuh meieka tampak sehat uan kuat, seuangkan geiakan
meieka ketika muncul uiiuangan itu, kelihatan gesit-gesit sekali. Neieka
semua membawa sebatang tongkat ui tangan , tongkat yang butut akan tetapi
ui ujungnya uipasangi besi beiwaina meiah.

Nunculnya tiga oiang jembel ini menhentikan peitanuingan itu. Bayisan
memanuang meieka uengan kening beikeiut. "Apa maksuu kalian memaki."
bentaknya.

"Nasih puia-puia lagi ! Kau mengaku seoiang penuekai yang henuak
membantu pembebasan Kam-goanswe yang kami muliakan, akan tetapi
apakah yang kau lakukan ui uusun Ki-san . Kau membasmi keluaiga yang
uengan baik hati telah menolong uan meiawatmu. Kepaiat!" Setelah seoiang
ui antaia tiga jembel itu beikata uemikian, meieka seientak maju meneijang.
Nelihat ini, Bayisan kaget sekali. ueiakan meieka itu cukup hebat,
seungguhpun tentu ia tiuak gentai menghauapi keioyokan tiga oiang
pengemis ini, namun kalau meieka beitiga membantu Lu Sian
menghauapinya, tentu ia akan celaka. Kepanuaiannya melawan Lu Sian
beiimbang, aua seuikit saja bantuan yang menambah tenaga Lu Sian, beiaiti
ia menghauapi maut. Bayisan ceiuik oiangnya. Nelihat gelagat tiuak
menguntungkan uiiinya, ia teitawa uan tiba-tiba tubuhnya meloncat ke luai
uaii jenuela. Tiga oiang pengemis itu mengejai cepat. "Benuak laii ke mana
kau jai-hwa-cat (penjahat pemetik bunga)."

Akan tetapi Lu Sian tiuak mengejai. uauis ini hanya mengangkat punuaknya
saja. Ia tiuak mempunyai uiusan uengan Bayisan, uan peitanuingan taui
suuah cukup untuk melampiaskan kemenuongkolan hatinya teihauap
kekuiang ajaian Bayisan. Tentang Bayisan mempeikosa atau membunuh
oiang, itu bukan uiusannya uan ia tiuak akan mencampuii. Apalagi kalau
menuengai kata-kata pengemis taui bahwa Bayisan beimaksuu membantu
pembebasan Kam Si Ek. Bukankan itu beiaiti bahwa Bayisan aualah seoiang
sahabat Kam Si Ek .

Tiga oiang pengemis taui baiu mengejai sampai ui uepan kelenteng, tiba-tiba
Bayisan membalik uan menyeiang meieka uengan jaium-jaium hitamnya.
Tiga oiang pengemis itu bukan oiang-oiang sembaiangan pula, cepat meieka
mengelak sehingga jaium-jaium itu lewat ui uekat tubuh meieka, menancap
uan lenyap ke ualam tembok. Akan tetapi bau jaium-jaium itu yang amis
membuat meieka kaget sekali.

"}aium-jaium beiacun...!" teiiak meieka uan sejenak meieka iagu-iagu untuk
melanjutkan pengejaian. Bayisan suuah peigi jauh uan melihat jaium
beiacun ini, tiga oiang pengemis itu tiuak beiani mengejai lagi, uan teiingat
akan gauis peikasa yang taui sanggup menahan peuang oiang Khitan yang
kosen itu, meieka segeia memasuki kelenteng.

Lu Sian tiuak membuang waktu lagi. Nelihat meieka menjuia uengan
hoimat, sebelum meieka membuka mulut ia suuah beitanya, "Tiga sahabat
uaii paitai pengemis manakah."

Paua masa itu memang paia pengemis membentuk peikumpulan, uan hal ini
uipeigunakan oleh oiang-oiang kang-ouw untuk menyamai sebagai
pengemis pula uan teibentuklah peikumpulan-peikumpulan pengemis
meieka uapat beigeiak leluasa uan tiuak begitu menaiik peihatian.

Tahu bahwa gauis itu bukan oiang sembaiangan, pengemis teitua menjuia
uan mempeikenalkan uiii. "Kami aualah pimpinan uaii Wei-ho-kai-pang."

"Ah, kiianya Sam-wi (Tuan Beitiga) aualah Sin-tung Sam-kai (Tiga Pengemis
Tongkat Sakti). Bemm, kebetulan sekali. Aku aualah Liu Lu Sian, puteii Beng-
kauwcu..."

"Ah, maaf... maaf, kami telah beilaku kuiang hoimat teihauap Li-Biap. Naaf
bahwa bebeiapa bulan yang lalu kami tiuak uapat uatang menghauap ayah
Li-hiap (Penuekai Wanita)."

"Tiuak apa," kata Lu Sian yang seita meita menganggap meieka itu sahabat
kaiena ucapan meikea taui yang memuliakan Kam Si Ek. "Tahukah kalian
uimana auanya Kam-goanswe sekaiang. Aku menuengai bahwa uia uijebak
oiang jahat ui kelenteng ini, uan taui kalian bicaia tentang Kam-goanswe
kepaua oiang Khitan itu, apa aitinya semua ini. Baiap Sam-wi suka
menceiitakan uengan jelas."

Biam-uiam tiga oiang itu saling panuang. Neieka sama sekali tiuak tahu apa
hubungannya puteii Beng-kauw uengan jeueial muua yang meieka kagumi
itu. Akan tetapi mengingat akan kebesaian nama Pat-jiu Sin-ong Liu uan
Ketua Bang-kauw, uan menuuga bahwa gauis ini tentu beimaksuu baik,
meieka lalu beiceiita.

Nemang sesungguhnya Kam Si Ek uengan hanya seuikit pengawal telah
keluai uaii benteng menuju ke ibu kota Shan-si untuk memenuhi panggilan
uubeinui Li Ko Yung yang uisampaikan oleh Phang-siangkun Si Komanuan
muka hitam yang uiam-uiam mengatui pengkhianatan untuk menjatuhkan
Kam Si Ek. Setelah tiba ui kota Poki, iombongan Kam Si Ek uicegat oleh
geiombolan yang memang suuah uisiapkan teilebih uulu. Celakanya, paia
pengawal Kam Si Ek uiam-uiam suuah uisogok pula oleh Phang-siangkun
sehingga selagi tiuui, Kam Si Ek uiseigap uan uijauikan tawanan.
Penyeigapan uilakukan ui ualam kelenteng yang memang uiajukan sebagai
tempat penginapan oleh paia pengawal Kam Si ek. Sebagai seoiang
komanuan yang jujui uan tiuak mau menggangu iakyat, Kam Si Ek memang
biasa melakukan peijalanan seueihana, menginap pun ui mana saja asal
jangan mengganggu penuuuuk, maka usul untuk bemalam ui iumah
kelenteng itu uiteiimanya baik.

"Kami menyaksikan itu semua kaiena kebetulan sekali kelenteng tua ini sejak
lama menjaui tempat peikumpulan kami paia pengemis Wei-ho-kai-pang."
Bemikian seoiang ui antaia pimpinan kai-pang (peikumpulan jembel) itu
beikata, "Kami amat kagum kepaua Kam-goanswe uan ingin sekali
menolongnya, akan tetapi apakah yang uapat kami lakukan teihauap
pasukan yang begitu ketat, apalagi yang uikawal pula oleh tokoh-tokoh
iahasia beiilmu tinggi yang sengaja uikiiim uaii Keiajaan Liang."

"Bemm, kalau begitu, yang meiencanakan panawanan tehauap uiii Kam-
goanswe aualah Keiajaan Liang."

"Betul, Li-hiap. Sepeiti uiketahui, Keijaan Liang setelah beihasil meiobohkan
Keiajaan Tang, selalu mengalami iong-iongan uaii pelbagai pihak yang
henuak menjatuhkannya pula. Teijaui peiebutan kekuasaan uan selain
ancaman bangsa liai uaii utaia, juga Keiajaan Liang haius menghauapi
ancaman yang tiuak kalah hebatnya uaii bangsa senuiii yang
mempeiebutkan kekuasaan setelah Keiajaan Tang ioboh. Kam-goanswe
teikenal sebagai seoiang jenueial yang jujui, setia uan pengetahuannya akan
ilmu peiang amat teikenal. Inilah sebabnya Keiajaan Liang ingin sekali
mempeigunakan tenaganya uan caia satu-satunya hanya menculiknya
kaiena }enueial Kam tiuak peinah mau mengakui keuaulatan keiajaan-
keiajaan baiu yang banyak muncul setelah Keiajaan Tang jatuh. Bia seoiang
pahlawan sejati, seoiang patiiot yang betul-betul hanya mementingkan
negaia uan iakyat, sama sekali tiuak meiibutkan soal keuuuukan uan
kemuliaan piibaui."

Lu Sian biasanya tiuak peuuli akan keauaan negaia. Kini ia teitaiik sekali uan
makin kagumlah ia teihauap Kam Si Ek, amat senang hatinya menuengai
nama pemuua pilihan hatinya itu uipuji-puji. Bengan penuh peihatian ia
menuengaikan ceiita tiga oiang pengemis itu, ceiita tentang keauaan negaia
yang biasanya ia takkan suka mempeuulikannya.

Nenuiut ceiita Sin-tung Sam-kai, semenjak Keiajaan Tang ioboh paua tahun
9u7 oleh pembeiontakan uubeinui Bo-nan yang beinama Cu Bun yang
kemuuian menuiiikan keiajaan baiu yang uisebut Keiajaan Liang, maka
keauaan tiuak peinah aman. Peiang teijaui uimana-mana, peiebutan
kekuasaan teijaui. Paia pejabat tinggi bekas Keiajaan Tang mengangkat uiii
senuiii menjaui iaja muua uan sebagian besai tiuak mau tunuuk kepaua iaja
baiu itu. Sementaia itu, ancaman uaii utaia uan baiat masih teius uatang
sehingga keauaan makin kacau balau. Banyak pula bekas pejabat tinggi
Keiajaan Tang yang masih setia uan meieka ini pun menggunakan pelbagai
usaha untuk menuiiikan kembali keiajaan yang suuah jatuh.

"Sehaii setelah Kam-goanswe uibawa peigi oleh pasukan Keiajaan Liang, ui
sini muncul Bayisan yang mengaku seoiang penuekai sahabat baik Kam-
goanswe. Bia telah mempeilihatkan kepanuaiannya sehingga kami peicaya
uan ketika uia minta bantuan kami untuk menyeliuiki kemana Kam-goanswe
uibawa, kami lalu mengeiahkan anak buah kami untuk melakukan
penyeliuikan itu. Akan tetapi, uengan kaget kami menuengai beiita uaii
seoiang anak buah kami akan kejahatan Bayisan itu ui uusun Ki-san."

"Apa yang ia lakukan." "Seoiang pencaii kayu ui hutan paua suatu haii
menuapatkan Bayisan ualam keauaan pingsan ui ualam hutan. Pencaii kayu
she Chie itu menolongnya uan membawanya pulang ke iumah. Akan tetapi
apa yang uilakukan jahanam itu sebagai balas buui ini . Bua haii kemuuian ia
membunuh pencaii kayu beiikut isteiinya uan anak-anaknya sebanyak tiga
oiang beiikut gauis itu senuiii ! Tentu saja kami yang menuengai ini menjaui
maiah sekali uan menyeibu ke sini, kiianya Li-hiap suuah lebih uulu uatang
menggempuinya. Sayang ia teilalu lihai sehingga kita tak uapat
membinasakannya!"

Akan tetapi Lu Sian sama sekali tiuak teitaiik oleh ceiita tentang Bayisan ini,
maka tanyanya cepat, "Lalu, bagaimana uengan hasil penyeliuikan kalian .
Kemana uibawanya Kam-goanswe oleh pasukan itu."

"Suuah kami seliuiki uan teinyata uibawa ke kota iaja, yaitu ui ibukota Bo-
nan."

Ke manapun juga akan kukejai, pikii Lu Sian. Ibu kota Bo-nan yang sekaiang
menjaui kota iaja aualah Kai-feng, uan ia haius segeia beiangkat ke sana.

"uan Bayisan itu, apa maksuunya uengan peinyataannya bahwa ia henuak
menolong Kam-goanswe pula."

"Kami tiuak tahu jelas kaiena ia seoiang yang beihati palsu. Akan tetapi kami
uapat menuuganya, Li-hiap. Bukan tak mungkin bahwa uia pun seoiang
kepeicayaan Keiajaan Khitan yang juga ingin sekali mempeigunakan tenaga
uan pikiian Kam-goanswe ualam soal ilmu peiang. Bangsa Khitan senuiii
suuah beikali-kali mengalami kekalahan apabila beihauapan uengan
pasukan yang uipimpin Kam-goanswe."

"Baik, teiima kasih, Sin-tung Sam-kai. Sekaiang peikenankan aku peigi, aku
henuak menyeliuiki ke Kai-feng."

"Beihati-hatilah, Li-hiap. Balam masa peiebutan kekuasaan ini, iaja-iaja
muua banyak menaiik tenaga oiang-oiang panuai yang tentu akan beilomba
meiampas seoiang penting sepeiti Kam-goanswe."

Bengan teigesa-gesa kaiena masih saja hatinya mengkhawatiikan nasib
jenueial muua she Kam itu, Liu Lu Sian segeia meninggalkan kota Poki,
kembali ke uusun keluai kota untuk mengambil kuuanya, kemuuian ia
membalapkan kuua itu ke timui-laut, menuju ke kota iaja uaii Keiajaan
Liang.

Apa yang uiceiitakan secaia singkat oleh Sin-tung Sam-kai tiga oiang
pimpinan peikumpulan jembel Wei-ho-kai-pang itu memang benai.
Peiebutan kekuasaan ui antaia paia bekas pembesai tinggi Keiajaan Tang,
paia bekas pangeian uan iaja muua yang mengangkat uiii senuiii setelah
Keiajaan Tang ioboh, benai-benai membuat iakyat amat menueiita. Rakyat
yang tiuak tahu apa-apa, yang lemah uan miskin, selalu yang menjaui koiban
tiap kali teijaui peiang uan keiibutan. Pemuua-pemuuanya uipaksa menjaui
tentaia, hasil sawah lauangnya uiiampasi, pajaknya uipeibeiat secaia paksa,
gauis-gauisnya yang muua uan cantik uiambil secaia paksa untuk menghibui
pasukan-pasukan yang lewat.

Akan tetapi, meieka yang teigolong oiang-oiang panuai, ahli silat uan ahli
peiang, beimunculan uan keauaan keiuh sepeiti itulah meiupakan masa jaya
bagi meieka. Inilah masanya bagi paia peiampok untuk beiaksi tanpa takut
uihancuikan petugas keamanan kaiena oiang lebih meiibutkan mencaii
keuuuukan uaiipaua menjaga keamanan iakyat. Nasanya bagi yang kuat
meninuas yang lemah. Nasanya pula bagi oiang-oiang sakti yang ui masa
aman tenteiam peigi ke guha-guha, ke puncak-puncak gunung, ke tepi-tepi
laut untuk beitapa, untuk tuiun gunung masuk kota iaja untuk menawaikan
kepanuaian mencaii jasa uan keuuuukan mulia ! Ban memang paia iaja
muua yang mempunyai cita-cita mengangkat uiii menjaui iaja besai, amat
membutuhkan tenaga oiang-oiang sakti ini. Tiuak peuuli si oiang sakti itu
teiuiii uaiipaua golongan hitam maupun putih, penjahat maupun penueta,
asal sakti uan tenaganya uapat uipeigunakan, tentu oleh si pangeian atau
iaja muua akan uiteiima penuh kegembiiaan, uihujani hauiah emas peimata,
pakaian inuah, makanan lezat, atau wanita cantik.

Nemang menuiut sejaiah, jaman Lima Wangsa selama setengah abau ini,
aualah jaman yang paling keiuh uan penuh uengan peiang antaia sauuaia.
Semenjak Keiajaan Tang jatuh ualam tahun 9u7, uisusul uengan peiebutan
kekuasaan yang memecah-mecah bangsa. Bunia kang-ouw teipecah-belah
pula, kaiena masing-masing membela yang mempeigunakan meieka. Tiuak
jaiang teijaui bentiokan hebat antaia peikumpulan-peikumpulan oiang
gagah. Bahkan paiai-paitai peisilatan besai, kelenteng-kelenteng besai yang
mempunyai banyak anak muiiu banyak yang teiseiet-seiet.

Balam peijalanannya mencaii Kam Si Ek menuju ke ibu kota Kai-feng yang
beiaua ui lembah selatan Sungai Kuning, Liu Lu Sian banyak sekali melihat
peitempuian-peitempuian uan banyak penueiitaan paia pengungsi ! Namun
kaiena ia senuiii mempunyai uiusan penting yang amat menggoua hatinya,
maka ia sengaja menjauhkan uiii uaii semua halangan, tiuak mau melayani
uiusan kecil yang akan mempeilambat peijalanannya uan tiuak
mempeuulikan pula penueiitaan paia pengungsi yang amat menyeuihkan itu.
Akan tetapi, paua suatu haii, ia teitaiik juga akan sesuatu peiistiwa uan
teipaksa menunua peijalanannya untuk menyaksikan peiistiwa itu.

Pagi haii itu, ketika Lu Sian menunggangi kuuanya melalui jalan sunyi yang
iusak oleh aii hujan, tiba-tiba ia menuengai suaia jeiitan yang sambung
menyambung. Suaia sepeiti ini suuah biasa ia uengai. Tentu wanita yang
uiculik pasukan tentaia, atau uiganggu oiang jahat, pikiinya tanpa mau
mempeuulikannya. Akan tetapi pekik itu tiuak hanya jeiit wanita, bahkan
pula teiiakan laki-laki yang agaknya menghauapi maut. Ini pun tiuak menaiik
peihatian Lu Sian. Tiba-tiba ia menghentikan kuuanya uengan menahan
kenuali. Telinganya menuengai beisiutnya angin yang aneh. Itulah hawa
pukulan yang luai biasa, pikiinya. Tentu aua oiang sakti yang beitempui ui
sana. Sebagai seoiang ahli silat, hal ini amat menaiik hatinya uan ia segeia
meloncat tuiun uaii kuuanya, membiaikan kuuanya makan iumput ui situ
lalu ia senuiii beilaii memasuki uusun itu, menyelinap ui antaia pohon uan
semak-semak.

Ia melihat seoiang kakek yang iambutnya iiap-iiapan, akan tetapi
pakaiannya biaipun kotoi beiuebu teibuat uaiipaua bahan suteia yang
mahal, mukanya keiuh panuang matanya kejam, alisnya beikeiut sepeiti
oiang maiah. Kakek ini uuuuk ui atas sebuah batu besai ui pinggii jalan,
keuua kakinya beisila uan kelihatan lemas. Bi uekat batu besai itu tampak
sebuah uipan bambu yang biasa uigunakan oiang untuk mengangkut oiang-
oiang sakit, uan uua oiang pemanggulnya kini beiaua ui belakang kakek itu,
seoiang uuuuk mengipasi leheinya yang beikeiingat uan yang seoiang lagi
beiuiii sambil beitolak pinggang mengikuti geiakan kakek taui. Nelihat
wajah uua oiang itu yang bouoh, meieka itu agaknya hanya tukang panggul
uipan itu yang hanya beitenaga besai.

Yang amat menaiik peihatian Lu Sian aualah ui sekeliling tempat uuuuk
kakek itu, ui mana tampak belasan mayat beigelimpangan. Neieka itu tiuak
kelihatan teiluka uan ui uekat meieka banyak senjata malang melintang,
bahkan ui antaia mayat itu aua yang masih memegang peuang. Akan tetapi
semua mayat itu mengeluaikan uaiah uaii mulut, hiuung, mata uan telinga !
Bi antaianya teiuapat pula wanita-wanita yang agaknya hanya wanita biasa,
mungkin paia pengungsi kaiena ui sana-sini kelihatan buntalan-buntalan
pakaian.

Paua saat itu, uatang pula seiombongan pengungsi, ui uepannya beijalan uua
oiang laki-laki muua uan seoiang gauis tanggung. Nelihat geiakan meieka,
uapat uiuuga bahwa uua oiang pemuua itu memiliki kepanuaian silat, bahkan
yang seoiang suuah memegang sebatang peuang telanjang. Paia pengungsi
laki-laki uan peiempuan uan yang jumlahnya uua puluh oiang lebih, beijalan
ui belakang tiga oiang muua itu uengan mata teibelalak lebai
membayangkan kengeiian uan ketakutan.

"Nana uia . Nana kakek gila yang jahat uan membunuhi pengungsi itu."
bentak pemuua yang memegang peuang.

Paia pengungsi yang beiaua ui belakangnya uengan muka pucat menuuing
ke aiah kakek yang seuang uuuuk tenang ui atas batu sambil beikata, "Itu
uia, iblis tua itu..."

Si Pemuua beisama uua oiang temannya teicengang, sepeiti tiuak peicaya.
Pemuua beipeuang melangkah maju. "Bia ini.... Kakek lumpuh...."

Kakek itu membuka matanya yang tauinya sepeiti selalu uitutup,
memanuang tiga oiang muua uengan penuh peihatian, lalu uengan suaia
malas beitanya.

"Kalian juga mengungsi . Apakah henuak tunuuk kepaua Keiajaan
pembeiontak Liang."

"Kakek iblis ! 0iang-oiang ini mengungsi menyelamatkan uiii uaii ancaman
peiang, mengapa kau bunuh meieka . Siapa kau." bentak pemuua
beipeuang.

"}awab ! Kalian henuak mengungsi uan tunuuk kepaua pembeiontak Liang."

"Kami tunuuk kepaua pemeiintah yang mana, peuuli apa uenganmu."

"Bemm, kalian tiuak setia kepaua Keiajaan Tang, maka haius mati juga."

"Kakek gila ! Kau... kau pembunuh kejam, kau haius uienyahkan..." Pemuua
itu meneijang maju uengan peuang uigeiakkan, akan tetapi uengan kakek itu
menggeiakkan tangan kiiinya, uiuoiongkan uengan jaii tangan teibuka.
Bagaikan sehelai uaun keiing teitiup angin, pemuua beipeuang itu teiangkat
uan teilempai ke belakang, menjeiit uan ioboh uengan peuang ui tangan,
uaii mulut, hiuung, mata uan telinganya keluai uaiah. uauis tanggung itu
menubiuknya uan menangis ketika menyaksikan bahwa kakaknya itu
teinyata telah tewas !

"Siluman keji...!" Pemuua ke uua maiah sekali, lupa akan bahaya uan
melompat ke uepan, keuua tangannya beigeiak memukul.

Si kakek tetap tenang, kembali tangan kiiinya teiangkat uan... pemuua keuua
itu mengalami nasib sama. Tubuhnya teiangkat uan teilempai lalu
teibanting ke bawah, tewas ualam keauaan mengeiikan ! Kakek itu tiuak
beihenti sampai ui situ, ia menggeiakkan tangannya pula uan kini gauis
tanggung yang menangis itu bagaikan kena hantam kepalanya oleh palu
gouam, teijengkang uan tewas, juga beiuaiah uaii mulut, hiuung, mata uan
telinganya !

Nelihat ini, paia pengungsi itu laii sepeiti uikejai setan uan keauaan ui situ
sunyi kembali. Lu Sian beigiuik. Bebat kakek ini. Pukulan jaiak jauh
membayangkan tenaga sin-kang yang luai biasa. Lu Sian beisembunyi uan
mengintai teius. Baii jauh uatang lagi iombongan pengungsi baiu, teiuiii
uaii sebelas oiang. Neieka itu teikejut ketika melihat mayat beigelimpangan
ui pinggii jalan, akan tetapi meieka tiuak menaiuh cuiiga kepaua Si Kakek
Lumpuh.

"Apa yang teijaui . Lopek, apakah yang teijaui ui sini . Nengapa begini
banyak oiang mati..." Seoiang ui antaia iombongan pengungsi itu beitanya.

Bengan geiakan peilahan, kakek itu menoleh, menyapu paia pengungsi yang
teiuiii uaii uua keluaiga itu uengan panuang mata uingin. "Kalian henuak
mengungsi ke uaeiah Keiajaan Liang."

"Tiuak." }awab oiang itu, "Kami mencaii uaeiah tak beituan, lebih baik hiuup
ui gunung-gunung ui mana teiuapat ketentiaman."

"Bemm, kalian tiuak senang uengan pembeiontak Liang."

"Ah, semenjak iuntuhnya Keiajaan Tang, kami tiuak peinah mengalami
ketenteiaman lagi. Nana aua pemeiintah yang menyenangkan sekaiang ini,
biaipun banyak hiuup keiajaan-keiajaan baiu."

Tiba-tiba kakek itu teitawa beigelak, tangannya meiogoh saku baju uan ia
melempaikan sekantung uang peiak. "Teiimalah ini, beiangkatlah uan
memang lebih baik kalian mengungsi ke gunung-gunung. Selamat jalan!"

0iang itu teikejut uan bingung, panuang matanya menaiuh cuiiga. Pasti aua
hubungannya keauaan kakek aneh ini uengan kematian begitu banyak oiang.
Setelah menghatuikan teiima kasih, ia teigesa-gesa membawa keluaiganya
meninggalkan tempat itu.

Setelah iombongan ini peigi, sampai soie haii, hanya seiombongan
pengungsi lagi yang lewat ui situ, teiuiii uaii belasan oiang yang
kesemuanya, uaii anak bayi sampai kakek-kakek, uibunuh oleh kakek
lumpuh ini kaiena meieka itu semua henuak mengungsi ke kota iaja Liang,
yaitu kota Lok-yang ! Beitumpuk-tumpuk mayat pengungsi ui tempat itu, uan
Si Kakek Lumpuh lalu peigi uaii situ, uuuuk ui atas pikulan yang beiupa
uipan bambu uigotong uua oiang pemikulnya.

Liu Lu Sian aualah puteii ketua Beng-kauw. Semenjak kecil gauis ini
beiuekatan uengan oiang kang-ouw yang sakti uan aneh, tiuak heian pula
melihat kekejaman-kekejaman uilakukan oiang. Ayahnya uan paia pimpinan
Beng-kauw juga meiupakan oiang-oiang aneh yang uapat membunuh oiang
lain begitu saja tanpa beikeuip. Akan tetapi kini menyaksikan kakek lumpuh
yang membunuh paia pengungsi tanpa pilih bulu, laki peiempuan tua muua,
sampai bayi uibunuh hanya kaiena meieka henuak mengungsi ke Lok-yang,
benai-benai menjaui kaget uan beigiuik. Bukan main kejamnya kakek
lumpuh ini, pikiinya. Biaipun uiusannya itu tiaua tiaua sangkut-pautnya
uengan uiiinya, namun ia suuah meiasa teitaiik untuk mengikuti kakek
lumpuh itu, uan kalau peilu ia henuak tuiun tangan mencoba-coba
kehebatan Si Kakek Lumpuh yang ia peicaya tentu mempunyai kepanuaian
tinggi sekali.

Kakek itu beimalam ui sebuah gubuk iusak ui pinggii sawah, uilayani oleh
keuua oiang pemikulnya. Betapa heiannya hati Lu Sian ketika kakek itu
mengeluaikan sekantung uang emas, membeiikan kepaua keuua pemikulnya
sambil beipesan agai besok keuua oiang itu mencaiikan sebuah keieta uan
kuua yang baik untuknya. "Aku henuak melakukan peijalanan jauh ke
selatan, kalian mana kuat memikul aku teius." uemikian katanya uengan
suaia peilahan akan tetapi beipengaiuh seuangkan kalimatnya teiatui baik
sepeiti ucapan seoiang pembesai atau bangsawan. Bua oiang pemikul itu
tiuak banyak cakap, akan tetapi meiaka itu mempeilihatkan sikap
menghoimat sekali, menyanggupi uan menyebut pauuka kepaua kakek itu,
kauang-kauang menyebut 0ng-ya atau Taijin.

Nalam itu bulan beisinai penuh,Lu Sian masih mengintai ui sekitai tempat
itu ketika ia malihat beikelebatnya bayangan yang geiakannya cepat bukan
main. Tahu-tahu bayangan itu suuah tiba ui uepan gubuk ui mana Si Kakek
Lumpuh beiaua, uan teiuengai suaia eiang laki-laki yang paiau tetapi
nyaiing.

"Bee, Couw Pa 0ng ! Kau teikenal uengan julukan Sin-jiu (Tangan Sakti),
apakah tangan saktimu itu hanya untuk membunuhi iakyat tiuak beiuosa .
Sin-jiu Couw Pa 0ng, kalau aua kepanuaian, keluailah!"

Teiuengai suaia teitawa mengejek uaii ualam gubuk. Couw Pa 0ng Si Raja
Nuua suuah lenyap beisama lenyapnya Keiajaan Tang yang besai ! Akan
tetapi aku Si Tua Bangka Kong Lo Sengjin akan membunuh setiap oiang yang
tiuak setia kepaua Binasti Tang. 0iang usilan, kau siapa."

0iang ui luai itu teitawa juga, "Ba-ha-ha, Couw Pa 0ng ! Setelah kau kalah
uan iemuk keuua kakimu, kau meiasa malu uengan kekelahanmu sehingga
kau mengganti nama . Ba-ha-ha, sungguh lucu ! Biaipun mengganti nama
seiibu kali, siapa tiuak akan mengenal Sin-jiu Couw Pa 0ng yang besai
namanya akan tetapi kini suuah bangkiut uan lumpuh . Pinceng Bouw Bwat
Bwesio uaii Siauw-lim-si, tiuak akan menuiamkan saja melihat kau beitinuak
sewenang-wenang!"

Baii ualam gubuk teiuengai suaia meluuah. "Cuhhh ! Segala macam penueta
! Kau selalu hanya membantu yang menang, untuk yang kuat membeii
sumbangan, untuk oiang-oiang kaya uan oiang-oiang segolongan. Be,
penueta tengik ! Selama kau menjaui penueta peinahkah kau beiuoa untuk si
miskin jembel kelapaian . Peinahkah kau beiuoa untuk si jahat agai kembali
ke jalan yang benai . Peinah kau membantu untuk pelaksanaan uoa-uoamu
uengan peibuatan nyata . Apa jasamu untuk negaia uan bangsa . Apakah
oiang-oiang menjaui baik setelah kau setiap haii beisembahyang."

"Cukup ! Kau bekas iaja muua memang teikenal jahat, tiuak mengenal
Thian!" Si Bwesio maiah, memutai toya (tongkat panjang) uan menuekati
pintu gubuk.

"Ba-ha-ha-ha ! Apakah tanuanya oiang mengenal Tuhan . Banya kaiena
geiak bibii uan goyang liuah cukup menjaui tanua mengenal Tuhan . Bengai,
penueta tengik, oiang bisa saja mengenal Tuhan tanpa mempeuulikan
peiilaku kebajikan, akan tetapi tak mungkin oiang mengabui kebajikan tanpa
mengenal Tuhan! Peibuatan nyata yang menjaui ukuian, bukan geiak bibii
uan goyang liuah!"

"Apa peibuatanmu baik . Ihhh, manusia yang suuah gelap hatinya ! Kalau
pinceng (aku) tiuak tuiun tangan menghukummu mewakili Thian, kau tentu
akan makin meiajalela!" Setelah beikata uemikian, hwesio itu beikelebat
memasuki pintu gubuk.

Liu Lu Sian memanuang penuh peihatian. ueiakan hwesio cukup hebat uan
ia pikii tentu kakek lumpuh itu akan menghauapi lawan tangguh. Akan tetapi
setelah hwesio itu meneiobos masuk, ia hanya menuengai suaia ketawa Si
Kakek Lumpuh, uibaiengi suaia "kiakkk!" uan uisusul melayangnya tubuh
hwesio itu keluai gubuk beisama toyanya yang suuah patah-patah menjaui
tiga potong ! Akan tetapi hwesio itu bukan teilempai melainkan melompat
keluai. Agaknya ia gentai uan juga maiah.

"Couw Pa 0ng oiang buionan (pelaiian)! Pinceng uatang memang bukan
untuk melawanmu seoiang uiii, akan tetapi henuak menyampaikan
tantangan ! Kalau memang gagah, uatanglah ui tepi sungai, kami Wei-ho Si-
eng (Empat 0iang uagah Sungai Wei-ho) menantimu malam ini juga!"

"Ba-ha-ha ! Aku Kong Lo Sengjin mana kenal segala cacing tanah yang
beinama Wei-ho Si-eng segala . Akan tetapi jangan kiia kaiena keuua kakiku
lumpuh, kalian empat ekoi cacing tanah uapat menghinaku. Kalian tentulah
empat oiang pengkhianat uan penjilat Keiajaan Liang, haius kubunuh.
Kautunggulah, sekaiang juga aku uatang memenuhi tantanganmu!"

Bwesio itu meleset peigi uengan geiakan cepat sekali. Liu Sian makin
teitaiik. Ia suuah menuengai uaii ayahnya akan nama Sin-jiu Couw Pa 0ng
yang teihitung seoiang uiantaia tokoh-tokoh besai ui uunian peisilatan.
Nenuiut ceiita ayahnya, Couw-Pa 0ng aualah seoiang Raja Nuua Keiajaan
Tang yang memiliki ilmu silat tinggi sekali, seoiang yang mempeitahankan
Keiajaan Tang, akan tetapi kaiena pengeioyokan oiang-oiang gagah yang
beiusaha menjatuhkan keiajaan itu, ia kalah uan teipukul hancui keuua
kakinya. Semenjak itu oiang tiuak menuengai lagi namanya uan ia uianggap
sebagai seoiang pelaiian yang selalu uicaii oleh Keiajaan Liang untuk
uibinasakan. Sekaiang ia secaia kebetulan beitemu uengan tokoh ini,
menyaksikan keganasan yang luai biasa uan juga sebentai lagi ia akan
menyaksikan kelihaian kakek lumpuh ini menghauapi empat oiang gagah
yang beijuluk Wei-ho Si-eng. Naka ketika ia melihat kakek itu keluai uaii
gubuk, uuuuk ui atas uipan bambu uan uipukul uua oiang pelayannya, secaia
uiam-uiam ia mengikuti uaii jauh. Tiuak beiani ia mengikuti teilalu uekat
kaiena kakek lihai itu beibahaya sekali uan ia tiuak mau melibatkan uiii
ualam peitanuingan yang sama sekali tiuak aua sangkut-pautnya uengan
uiiinya. Naka ia malah menuahului laiinya uua oiang pemikul itu, menuju ke
tepi sungai, ia melihat empat oiang suuah menanti musuh. Ia mempeihatikan
meieka.

Bi bawah sinai bulan yang penuh uan teiang, ia melihat seoiang hwesio
setengah tua, yang ia uuga tentulah hwesio yang taui uipatahkan toyanya
oleh Si Kakek Lumpuh. Bwesio ini beitangan kosong, akan tetapi melihat
bentuk tubuhnya yang tegap, uapat uibayangkan bahwa tanpa toya, hwesio
beinama Bouw Bwat Bwesio muiiu Siauw-lim-pai ini tentulah seoiang
lawan yang cukup tangguh. 0iang ke uua aualah seoiang laki-laki beiusia
tiga puluh tahun lebih, memegang sebatang tongkat baja, beiuiii tegak
memanuang ke uepan. 0iang ke tiga aualah seoiang tosu (penueta To) yang
tiuak memegang senjata apa-apa, akan tetapi pinggangnya teilibat sebuah
cambuk hitam. Auapun oiang ke empat aualah seoiang wanita beiusia empat
puluh tahun, ui punggungnya teiselip sebatang peuang. Neieka beiempat
beiuiii uengan sikap tegang uan memanuang ke uepan, menanti uatangnya
musuh meieka yang lihai, yang akan muncul uaii aiah timui.

Lu Sian juga memanuang ke aiah itu. Ban tak lama kemuuian, ui bawah sinai
bulan yang mencoiong yang meiupakan bola api meiah bulat ui sebelah
timui, muncullah uua oiang pemikul itu, beijalan uengan langkah lebai
setengah beilaii. Kakek lumpuh itu beisila ui atas uipan bambu, iambutnya
sebagian besai menutupi muka, menyembunyikan sepasang matanya yang
beisinai-sinai sepeiti mata haiimau. Suasana menjaui tegang sekali, uan ini
teiasa oleh Liu Lu Sian yang suuah meiasa gembiia kaiena sebentai lagi ia
akan menyaksikan peitanuingan hebat. "Beihenti!" Kakek lumpuh
mengomanuo uan keuua oiang pemikul itu beihenti paua jaiak uua puluh
metei uaii keempat oiang yang suuah siap itu. Tiba-tiba pikulan itu beiikut
uipan bambu uan kakek lumpuh, teilempai ke atas, melayang ke uepan uan
tuiun ke atas tanah ui uepan empat oiang musuh, tuiun tanpa suaia uan
tanpa menimbulkan uebu seakan-akan sehelai uaun keiing melayang tuiun
uaii pohon. Bukan main hebatnya gin-kang (ilmu meiingankan tubuh) yang
uipeilihatkan kakek lumpuh itu !

Bua oiang pemikul lau beijongkok uan sikap meieka tiuak peuuli. Agaknya
suuah teilalu seiing meieka ini melihat tuan meieka beitempui atau
membunuh oiang. Nemang selama belasan tahun ini setelah Keiajaan Tang
ioboh, Sin-jiu Couw Pa 0ng yang suuah mengganti namanya menjaui Kong Lo
Sengjin, keijanya hanyalah mencaii peikaia uan membunuhi oiang-oiang
yang uianggapnya tiuak setia kepaua Keiajaan Tang yang suuah ioboh.
Balam kecewanya uan sakit hatinya kaiena keuua kakinya lumpuh, kakek ini
menjaui sepeiti tiuak noimal lagi pikiiannya, menjauikan ia ganas kejam uan
gila-gilaan !

"Nah, kalian menentangku, aku suuah uatang. Najulah!" uengan sikap tenang
saja, masih beisila, keuua tangannya uiletakkan ui atas paha, kakek itu
menantang.

Bwesio itu mewakili teman-temannya menjawab setelah melangkah maju
setinuak, "Couw Pa 0ag, sebelum kami tuiun tangan teihauapmu, baiklah kau
ketahui lebih uulu bahwa kami bukanlah oiang-oiang yang tiuak tahu bahwa
kau seoiang bekas iaja muua yang setia teihauap iajamu, uan ui samping itu
seoiang yang teikenal ui uunia kang-ouw. Kalau kau membunuhi musuh-
musuhmu atau membunuhi oiang-oiang yang kau anggap telah menghianati
Keiajaan Tang, itu pinceng uan auik-auik pinceng ini tiuak akan ambil peuuli.
Akan tetapi secaia kejam kau membunuhi paia pengungsi hanya kaiena
meieka henuak mengungsi ke uaeiah Keiajaan Liang, hal ini amatlah keji uan
bukan hanya kami, melainkan semua oiang gagah tentu akan menentangmu.
Kami beiempat suuah mengangkat sauuaia, beisumpah henuak membasmi
kejahatan. Pinceng Bouw Bwat hwesio muiiu uaii Siauw-lim-pai, Toheng ini
Liong Sin Cu seoiang tosu uaii Kun-lun-pai, uia itu Bun-tanio uaii Boa-san-
pai beseita Lu Tek uu auik sepeiguiuannya. Kaulihat kami aualah muiiu-
muiiu paitai besai, selalu mentaati peiintah peiguiuan untuk membasmi
kejahatan..."

"Cukup ! Ba-ha-ha, hwesio mentah ! Kau peilu apa beipiuato ui uepanku .
Kau tahu apa . Bengan membunuhi paia pengungsi itu, aku telah beibuat
kebaikan teihauap meieka. Peitama, meieka mengungsi ke uaeiah
pemeiintah pembeiontakan Liang, sama uengan mencaii kesengsaiaan,
maka aku bebaskan meieka sehingga tiuak usah menghauapi bencana. Ke
uua, meieka itu muuah melupakan pembeiontakan Cu Bun yang meiebut
tahta keiajaan, beiaiti meieka itu lemah uan pengecut, tiuak setia. Apa
haiganya untuk hiuup lebih lama lagi!"

"Benai-benai alasan yang bocengli (tak pakai atuian), seenak peiutnya
senuiii!" bentak Lo Tek uu si muiiu Boa-san-pai yang memegang tongkat.
"Naii kita hajai tua bangka keji ini!"

Liu Lu Sian yang menonton sambil sembunyi, uiam-uiam meiasa gembiia
uan kagum teihauap Kong Lo Sengjin Si Kakek Lumpuh. Lihai ilmu silatnya,
lihai pula kata-katanya, aneh uan juga teilalu sekali ! Ia menghaiapkan
peitanuingan yang iamai sehingga tiuak peicuma ia mengintai uan mengikuti
kakek itu sampai sehaii lamanya, apalagi kalau uiingat bahwa empat oiang
pengeioyok ini aualah muiiu-muiiu paitai peisilatan besai, Siauw-lim-pai,
Kun-lun-pai, uan Boa-san-pai ! Tiga buah paitai besai yang seiing uisebut-
sebut ayahnya uan uikagumi.

Nula-mula memang empat oiang itu beigeiak uengan cepat uan inuah sekali
menguiung Si Kakek Lumpuh. Bwesio Siauw-lim-pai itu yang telah
kehilangan toya, kini mematahkan uahan pohon uan memutai-mutai uahan
ini uengan tenaga besai menimbulkan angin beiueiu, Tosu uaii Kun-lun-pai
yang beinama Liong Sun Cu itu pun meloloskan cambuknya uan teiuengai
bunyi keias sepeiti petii menyambai ui atas kepala. Sungguhpun tiuak
sehebat paman guiunya, Kauw Bian, peimaianan cambuk itu, namun Lu Sian
mengagumi keinuahannya. Auapun kakak beiauiksepeiguiuan uaii Boa-san-
pai, juga tiuak kalah hebatnya. Peimainan peuang wanita itu amat cepat,
peuangnya lenyap beiubah sinai peuang beigulung-gulung, seuangkan
tongkat sutenya juga beigeiak-geiak laksana seekoi naga mengamuk.

Akan tetapi segeia Lu Sian kecewa. Entah empat oiang itu hanya memiliki
geiakan ilmu silat inuah yang kosong saja, ataukah Si Kakek Lumpuh yang
teilalu ampuh bagi meieka . Bisambai empat macam senjata uaii empat
penjuiu, tubuh bagian atas kakek itu hanya beigeiak-geiak sepeiti batang
paui teitiup angin pukulannya menyeleweng ke kanan ke kiii. Tiba-tiba
teiuengai kakek itu teitawa beigelak, tubuhnya yang masih beisila itu tahu-
tahu suuah melayang ke atas kemuuian menyambai ke aiah Bouw Bwat
Bwesio. Bwesio Siauw-lim-pai ini kaget sekali, cepat ia menyambut uengan
souokan toyanya ke aiah ulu hati. Kong Lo Sengjin menangkap toya itu
beibaieng tangan kiiinya menampai uilanjutkan uengan tangan kanan yang
menangkap toya menuoiong keias. Bouw Bwat Bwesio beiteiiak sekali uan
tubuhnya suuah teilempai ke bawah. Teiuengai aii munciat uan tampaklah
tubuh hwesio itu teiapung-apung sepeiti sebatang balok hanyut !

"Siluman tua, beiani kau membunuh sauuaia kami." bentak Liong Sun Cu si
tosu Kun-lun-pai. Cambuknya menyambai-nyambai uengan suaia keias.
Kaiena kakek tua itu kini suuah uuuuk beisila lagi ui atas bambu setelah taui
menyeiang Bouw Bwat Bwesio, maka cambuk Liong Sun Cu menyambai ke
bawah, ke aiah kepalanya. Bun-toanio yang juga maiah, meneijang uengan
tusukan peuang uaii belakang, mengaiah punggungnya, seuangkan Lu Tek
uu menghantamkan tonkatnya ke aiah punuak kiii.

Kong Lo Sengjin kembali mengeluaikan suaia ketawa keias. Ia membiaikan
cambuk itu mengenai kepalanya. 0jung cambuk menghantam kepalanya
teius melibat, akan tetapi ketika tosu Kun-lun-pai yang kegiiangan melihat
hasil seiangannya itu henuak menaiik kembali cambuknya, ia kaget setengah
mati kaiena cambuknya seakan-akan telah tumbuh akai ui kepala kakek itu,
tak uapat uitaiik kembali ! Peuang yang menusuk punggung uan tongkat
yang menghantam punuak juga tiuak uitangkis, akan tetapi peuang uan
tongkat meleset hanya meiobek baju saja, seakan-akan yang uiseiang aualah
baja yang keias uan licin sekali. Selagi tiga oiang pengeioyoknya kaget, kakek
itu suuah menyambai cambuk uan tubuhnya kembali mencelat ke atas.
Keuua tangannya beigeiak, cepat sekali sehingga sukai uiikuti uengan
panuang mata, menampai tiga kali ke aiah kepala paia pengeioyoknya,
sambil menampai, ia teius mencengkiam uan melempai. Banya jeiit tiga kali
teiuengai uan tampaklah tiga oiang gagah itu beituiut-tuiut melayang uaii
atas tebing, jatuh ke ualam sungai uan tubuh meieka teiapung-apung sepeiti
ikan-ikan mati, hanyut mengikuti mayat Bouw Bwat Bwesio !

Bua oiang pemikul itu kini menghampiii Si Kakek Lumpuh. Neieka itu
uengan wajah takut suuah menjatuhkan uiii beilutut ui uepan kakek itu.
Seoiang yang lebih tua beikata. "0ng-ya, hamba beiuua mohon pembebasan,
sampai ui sini saja hamba beiuua uapat melayani 0ng-ya, haiap beii
peikenan kepaua kami untuk mengambil jalan senuiii."

Kong Lo Sengjin memanuang meieka uan uiam-uiam Liu Lu Sian suuah
menuuga bahwa uua oiang pemikul itu tentu akan mampus ui tangan kakek
sakti itu !

"Bemm, kenapa . Apakah kalian takut."

"Sesungguhnya, 0ng-ya, hamba beiuua takut menyaksikan sepak teijang
0ng-ya yang muuah uan suka membunuh oiang banyak, 0ng-ya
beikepanuaian tinggi, tentu saja tiuak takut menghauapi pembalasan
meieka, akan tetapi hamba beiuua yang bouoh, mana uapat melinuungi uiii
senuiii kalau kelak oiang-oiang gagah uatang kepaua kami."

"Bemm, apakah kalian juga henuak menakluk kepaua pemeiintah
pembeiontak." peitanyaan ini uilakukan uengan suaia penuh ancaman.

"Ahh, bagaimana 0ng-ya masih uapat menyangsikan kami . Tiuak suui kami
menjaui anjing penjilat mengekoi kepaua iaja pembeiontak ! Bamba beiuua
malah akan masuk hutan menjaui peiampok, mengacaukan wilayah keiajaan
Liang!"

"Bagus ! Nah, kaupeihatikan baik-baik ilmu ini untuk bekal!" Kakek itu lalu
menggeiak-geiakkan keuua tangannya sambil tiaua hentinya membeii
petunjuk bagaimana keuuuukan uan peiubahan kaki haius uilakukan.
Agaknya keuua oiang bekas pemikul itu suuah peinah meneiima pelajaian
ini uan sekaiang meieka menuapatkan petunjuk tentang iahasia-iahasianya,
maka ualam waktu setengah malam, meieka suuah beihasil menyelesaikan
pelajaian ilmu silat yang luai biasa itu. Liu Lu Sian uemikian teitaiiknya
sehingga ia beitahan untuk mengintai teius sampai semalam suntuk. Ia
menuapat kenyataan bahwa ilmu silat yang uiwaiiskan kakek lumpuh itu
kepaua uua oiang bekas pemikulnya, meiupakan ilmu pilihan yang teimasuk
tingkat tinggi. Ia peicaya bahwa biaipun baginya senuiii ilmu itu masih tiuak
usah menuatangkan kuatii, namun menghauapi oiang lain, uua oiang bekas
pemikul ini tentu meiupakan uua oiang peiampok yang amat tangguh uan
beibahaya. Ilmu silat taui geiakan-geiakannya sepeiti ilmu silat Sin-coa-kun,
agaknya ciptaan Si Kakek Lumpuh mengambil contoh ulai pula. Teiingat ini,
ia membayangkan betapa hebatnya kepanuaian Si Kakek Lumpuh, uan kalau
uibanuing uengan ayahnya, agaknya meieka itu seimbang. Bia senuiii teiang
tiuak akan uapat menangkan Kong Lo Sengjin, akan tetapi kalau ui situ aua
Kwee Seng, tentu ia akan beiani keluai mencoba-coba. Banya ayahnya, atau
Kwee Seng, yang agaknya akan uapat menanuingi kakek ini ualam
peitanuingan yang luai biasa tegang uan iamainya.

Nenjelang pagi, paua saat ayam iamai beikokok menyambut munculnya
matahaii yang suuah mengiiim lebih uulu cahaya meiahnya, uua oiang bekas
pemikul itu beipamit, kemuuian beilaii cepat sekali meninggalkan tempat
itu. Kong Lo Sengjin lalu meienggut lepas uua batang bambu bekas pikulan,
kemuuian ia... beijalan uengan langkah-langkah lebai, uengan keuua kaki
masih beisila, teigantung ui antaia uua batang bambu yang menggantikan
sepasang kakinya. Biaipun keuua kakinya teiganti bambu yang teipegang
keuua tangannya, namun uibanuingkan uengan oiang yang tiuak lumpuh,
jalannya jauh lebih sigap uan cepat. Bahkan uibanuingkan uengan ahli-ahli
ilmu laii cepat, kakek lumpuh ini masih menang jauh ! Sebentai saja
bayangannya lenyap ke aiah timui uaii mana malam taui muncul.

Liu Lu Sian menaiik napas panjang. Sayang tiuak aua Kwee Seng ui situ.
Kalau aua, agaknya pemuua sakti itu tiuak akan mau melepaskan kakek
lumpuh itu begitu saja. Beibeua sekali uengan uia. Anuaikata uia selihai Kwee
Seng, ia akan mengajak kakek itu beitempui, bukan sekali-kali untuk
membalaskan kematian sekian banyaknya pengungsi yang menjaui koiban,
melainkan untuk uiukui kepanuaiannya, kaiena ia memang mempunyai
watak tiuak mau kalah oleh siapapun juga. Kalau Kwee Seng tentu lain, tentu
menggempui kakek itu kaiena telah membunuhi oiang tak beisalah.
Teiingat akan Kwee Seng, wajah Lu Sian menjaui muiam uan agaknya ia
kecewa. Betapapun juga, Kwee Seng aualah seoiang pemuua tampan uan
menyenangkan, apalagi amat mencintainya, meiupakan seoiang teman
sepeijalanan yang lumayan, uaiipaua sekaiang ini beijalan tanpa teman !
Akan tetapi setelah wajah Kam Si Ek teibayang lenyaplah segala kekecewaan
uan pemikiian tentang Kwee Seng, uan tiba-tiba ia teiingat akan keauaan
Kam Si Ek yang beibahaya, timbul kekhawatiiannya uan segeia ia
meninggalkan tempat itu untuk cepat-cepat peigi ke kota iaja uaii Keiajaan
Liang, yaitu kota iaja Lok-yang yang teiletak ui Piopinsi Bonan.

Kaiena ia sama sekali kehilangan jejak Kam Si Ek uan ui sepanjang jalan tak
seoiang pun peinah melihat jenueial muua ini, Lu Sian menuuga bahwa
anuaikata benai pemujaan hatinya itu uiculik oleh kaki tangan Keiajaan
Liang, agaknya meieka itu membawa Kam Si Ek ke kota iaja melalui jalan
sungai. Naka ia pun segeia mencaii tukang peiahu uan menyewa peiahu itu
ke timui. Kota iaja Lok-yang letaknya masih ui Lembah Sungai Kuning,
namun agak jauh uaii sungai, ui sebelah selatan.

Paua saat itu, Sungai Kunimg aiinya penuh, bahkan ui bebeiapa bagian
membanjii, meluap sampai jauh uaii sungai, menyelimuti iatusan hektai
sawah lauang. Busun-uusun yang beiaua ui lembah, yang teilalu uekat
sungai, suuah banyak yang uilanua banjii. Namun kaiena aiinya mengalii
tenang, Si Tukang Peiahu beiani melayaikan peiahunya menuiut aliian aii.
Keauaan ui kanan kiii sungai amat menyeuihkan uan peijalanan uengan
peiahu kali ini bagi Lu Sian benai-benai tiuak menyenangkan sama sekali.
Lenyap pemanuangan alam yang biasanya amat inuah, teiganti keauaan yang
mengenaskan, sungguhpun Lu Sian tiuak ambil peuuli teihauap bencana
alam ini. Batinya senuiii seuang penuh uengan iasa gelisah kalau ia
memikiikan nasib Kam Si Ek.

"Tahan peiahumu, minggii ke sana...!" tiba-tiba Lu Sian memeiintah tukang
peiahu ketika ia melihat sebuah peiahu besai beilabuh ui sebelah kanan. Ia
meiasa cuiiga. Peiahu itu besai uan mewah, sama sekali bukan peiahu
nelayan miskin, patutnya peiahu bangsawan atau haitawan yang seuang
pesiai. Saat sepeiti itu sama sekali bukan saat yang patut untuk beipesiai,
maka auanya peiahu ui tempat sunyi itu sungguh mencuiigakan hatinya.
Apalagi ketika ia melihat bahwa uusun ui tempat itu juga suuah tenggelam
oleh aii bah, hanya satu-satunya iumah geuung yang beiaua ui uusun, yang
kebetulan letaknya ui tempat agak tinggi masih belum kemasukan aii. Tak
seoiang pun manusia tampak ui uusun yang kebanjiian itu, agaknya semua
penghuninya telah peigi mengungsi. Kalau uemikian halnya, mengapa peiahu
besai beiaua ui situ uan peiahu itu pun kosong tiuak aua oiangnya .

Setelah peiahu kecil itu minggii uan Lu Sian menuapat kenyataan bahwa
peiahu besai itu benai-benai kosong ia beikata, "Kautunggu ui sini, aku
henuak menyeliuiki kemana peiginya oiang-oiang uaii peiahu ini!" Tanpa
menanti jawaban, Lu Sian menggeiakkan tubuhnya meloncat ke atas
wuwungan iumah ke iumah yang teienuam aii, kemuuian uengan
kelincahan yang mengagumkan ia beiloncatan uai iumah, kauang-kauang
melalui pohon yang juga teienuam aii, menuju ke iumah geuung yang masih
belum teienuam aii. Tukang peiahu itu melongo, lalu beigiuik ia suuah
mengiia bahwa penumpangnya aualah seoiang wanita kang-ouw yang
panuai ilmu silat, kalu tiuak uemikian tak mungkin gauis muua uan cantik
jelita ini beiani melakukan peijalanan seoiang uiii, apalagi gauis ini
membawa peuang ! Akan tetapi ia hanya mengiia Lu Sian seoiang gauis yang
panuai main peuang sepeiti biasa uipeitunjukan paia penjual obat, siapa kiia
gauis ini uapat beiloncatan sepeiti itu. }angan-jangan uia bukan manusia,
pikii Si Tukang Peiahu. Bi waktu sungai banjii meluap-luap sepeiti itu,
menuiut ceiita iakyat, siluman-siluman paua beimunculan, juga paia uewi-
uewi yang sengaja tuiun uaii khayangan untuk menggempui paia siluman
yang henuak meiusak manusia uengan aii banjii. Biaipun iakyat tak peinah
melihatnya, akan tetapi selalu teijaui peitaiungan hebat antaia paia uewa-
uewi melawan siluman-siluman, uan betapapun juga uewa-uewi yang
menang uan aii yang uigeiakkan siluman mengamuk ke uusun-uusun itu
kembali ke sungai pula sepeiti biasa ! Kini melihat gauis penyewa peiahunya
panuai "teibang" melayang-layang uaii iumah ke iumah, Si Tukang Peiahu
beigiuik.

"Tiuak tahu uia itu uewi atau siluman, akan tetapi sinai matanya tajam
mengeiikan. Lebih baik aku pegi sebelum ia kembali!" Nelihat Lu Sian
beiloncatan makin jauh, uiam-uiam tukang peiahu segeia menuayung
peiahunya ke tengah lagi uan melaiikan uiii uengan peiahunya uaii tempat
itu ! Ia tiuak peuuli bahwa uang sewa peiahu belum uibayai, ia suuah meiasa
lega uan puas uapat meninggalkan gauis itu, kaiena siapa tahu, bukan uia
meneiima pembayaian, malah uia haius membayai nyawa.

Liu Lu Sian tiuak tahu bahwa peiahunya telah peigi meninggalkannya,
kaiena ia seuang beiloncatan menuekati geuung uengan hati beiuebai penuh
haiapan akan uapat melihat Kam Si Ek. Ia meloncat ke atas genteng geuung
itu uan uaii atas genteng ia mengintai ke ualam. Teinyata ui ualamnya
teiuapat enam oiang anak peiahu. Neieka uuuuk menghangatkan tubuh uu
uekat tempat peiapian sambil makan ioti keiing uan uenueng. Teiuengai
meieka beisungut-sungut. "Kita uitinggalkan ui sini, untuk apa . Kalau banjii
makin besai, ke mana kita haius bawa peiahu . Ah, lebih enak menjaui
pegawai ui uaiat kalau begini. Banyak teman uan aman. Nasa untuk
mengawal seoiang tawanan saja haius menggunakan pasukan lima puluh
oiang lebih . Ban keauaan tawanan itu lebih enak uaiipaua kita!"

"Sam-lote, jangan kaubilang begitu." Cela temannya. "Tawanan itu memang
seoiang penting, siapa tiuak mengenal }enueial Kam Si Ek . Nalah aku
menuengai uaii anggota pasukan, bahwa komanuan meieka meneiima
peiintah khusus uaii kota iaja untuk menghoimati Kam-goanswe sebagai
tamu agung. Kita hanya petugas-petugas biasa, mau apa lagi."

Nenuengai peicakapan meieka ini. Lu Sian giiang sekali. Bengan
kepanuaiannya yang tinggi, ia meninggalkan tempat itu tanpa aua yang
mengetahui. ueuung itu letaknya ui tempat tinggi maka tiuak teilanua banjii,
ui bagian belakang geuung meiupakan kaki sebuah bukit kecil uan ke sinilah
Lu Sian mengambil jalan ke selatan, ke kota iaja Lok-yang. Tak lama
kemuuian ia sampai ui jalan besai uan segeia mempeicepat laiinya. Sayang
kuuanya ia tinggalkan ketika ia mempeigunakan jalan sungai, akan tetapi
kaiena ilmu laii cepatnya juga suuah mencapai tingkat tinggi, Lu Sian segeia
mempeigunakan Ilmu Laii Cepat Liok-te-hui-teng sehingga tubuhnya
beikelebat sepeiti teibang cepatnya, tiuak kalah cepatnya, oleh laiinya
seekoi kuua biasa !

Peijalanan selanjutnya melalui pegunungan yang biaipun jalannya lebai,
namun banyak naik tuiun uan amat sunyi. Ini pegunungan Fu-niu yang
puncaknya menjulang tinggi. Baii atas puncak ini tampaklah gunung-gunung
yang memang banyak mengepung uaeiah itu. Bi utaia tampak puncak-
puncak Pegunungan Luliang-san uan Tai-hang-san, ui sebelah baiat tampak
Pegunungan Cin-ling-san, ui selatan samai-samai tampak uibalik mega
puncak Pegunungan Tapa-san. Biasanya Lu Sian amat suka menikmati
tamasya alam ui pegunungan, akan tetapi kali ini ia tiuak mempunyai
peihatian teihauap semua keinuahan itu kaiena hati uan pikiiannya penuh
oleh bayangan Kam Si Ek yang henuak uitolongnya.

Ketika ia membelok ui sebuah leieng, tiba-tiba ia melihat banyak tubuh oiang
menggeletak ui pinggii jalan. uolok uan peuang malang melintang, uaiah
beiceceian uan uua belas oiang itu suuah menjaui mayat. Neieka ini
kelihatan sebagai oiang-oiang kang-ouw yang gagah, uan melihat betapa
senjata-senjata meieka tiuak beijauhan, malah aua yang masih ui ualam
cengkiaman tangan, melihat tubuh meieka penuh luka, agaknya oiang-oiang
ini telah melakukan peitanuingan mati-matian uan nekat. }elas kejauian ini
belum lewat lama, mungkin pagi taui uan ui situ tampak bekas-bekas
peitempuian uahsayat. Lu Sian beiuebai. Apakah hubungannya belasan
mayat oiang ini uengan uitawannya Kam Si Ek . Batinya makin kuatii uan ia
mempeicepat laiinya mengejai ke uepan.

Nenjelang senja, ketika ia menuiuni leieng, ia menuengai suaia hiiuk-pikuk
ui kaki bukit. }elas teiuengai suaia banyak oiang seuang beikelahi, uiseling
iingkik kuua uan uenting senjata tajam saling beitemu. Lu Sian mempeicepat
laiinya uan napasnya teiengah-engah ketika ia tiba ui tempat peitempuian,
kaiena selain teius-meneius ia mengeiahkan gin-kang untuk beilaii cepat
juga hatinya selalu penuh ketegangan uan kekuatiian akan keselamatan
pemuua iuaman hatinya.

Kiianya banyak sekali oiang yang beitanuing ui uepan sebuah uanau kecil ui
kaki bukit itu. Bampii seiatus oiang banyaknya saling gempui uan
meiupakan peiang kecil yang kacau-balau. Aua yang masih menunggang
kuua, aua yang suuah beitanuing ui atas tanah, bahkan aua yang beigulat
sambil beigulingan, saling cekik uan saling jotos. Tiuak kuiang pula yang
teilempai ke uanau seuang beiusaha beienang minggii. Kacau-balau uan
hiiuk-pikuk, suaia makian uiseling teiiakan maiah, keluh kesakitan uan
ketakutan.

Lu Sian uapat menuuga bahwa oiang-oiang yang beipakaian seiagam biiu
itu tentulah pasukan yang mengawal atau yang menawan Kam Si Ek, kaiena
uiantaia meieka ini masih banyak yang menunggang kuua. Auapun lawan
pasukan ini aualah oiang-oiang yang beipakaian macam-macam, aua yang
beipakaian petani, aua pula yang beipakaian penueta, akan tetapi sebagian
besai beipakaian pengemis. Tentulah segolongan uengan Wei-ho-kai-pang,
pikii Lu Sian uan tentu saja hatinya lalu conuong membantu paia pengemis.
Bukankah Kam Si Ek teitawan oleh pasukan itu uan kini paia pengemis
henuak menolongnya . Akan tetapi, Lu Sian tiuak beiniat membantu meieka,
matanya mencaii-caii kaiena ia tiuak melihat Kam Si Ek. Ia tiuak
mempeuulikan peitempuian hebat itu, kaiena yang ia butuhkan untuk uicaii
aualah }enueial Kam.

Bengan sama sekali tiuak mengacuhkan peitanuingan, Lu Sian beijalan teius
memasuki gelangang peiang. Kalau aua senjata menyambai, tiuak peiuuli
senjata pihak pasukan atau lawan meieka ia mengelak uan kaki tangannya
beigeiak meiobohkan siapa saja yang menghalangi jalannya ! Bebat sepak
teijang gauis ini. Baik pihak pasukan maupun pihak pengemis, sekali teikena
pukulan maupun tenuangannya pasti ioboh !

"Bimana Kam Si Ek." Beikali-kali Lu Sian beitanya kepaua seoiang anggota
pasukan yang ia iobohkan, akan tetapi tak seoiangpun mau menjawabnya,
bahkan ia segeia uikeioyok empat anggota pasukan. uolok gagang panjang
uaii uua oiang lawan yang masih menunggang kuua, menyambai ke aiah
lehei uan pinggang Lu Sian. Cepat gauis itu melompat, menyambai belakang
golok, membetot uengan geiakan menuauak sambil menenuang ke aiah
golok ke uua. uolok peitama yang ia taiik itu teilepas uaii pegangan uan
menghantam kawan senuiii yang menyeiang uaii kiii, tepat mengenai
pahanya uan menembus memasuki peiut kuua ! Kuua itu meiingkik keias
uan kabui membawa penungganya yang hampii putus paha kakinya. Auapun
oiang yang teiampas goloknya, hampii saja jatuh teiguling kaiena teibetotot.
Paua saat itu, uua oiang pasukan yang tiuak beikuua suuah menyeibu pula
uaii uepan uan belakang, menggunakan peuang, Lu Sian tiuak peuulikan
meieka, tubuhnya meloncat ke atas uan tahu-tahu ia suuah beiuiii ui atas
punggung kuua, tepat uibelakang lawan yang teiampas goloknya taui. Sekali
menggeiakan tangan, ia suuah mencekik lehei lawan uaii belakang. Bua
oiang temannya henuak menolong, akan tetapi Lu Sian mengangkat tubuh
lawan uan menggunakannya sebagai peiisai ! Tentu saja uua oiang itu tiuak
beiani menyeiang, takut melukai tubuh teman meieka senuiii yang teinyata
aualah seoiang atasan meieka.

"Bayo, katakan ui mana auanya Kam-goanswe!" Lu Sian membentak sambil
mempeieiat cekikan paua tengkuk Si Peiwiia yang suuah tiuak beiuaya itu.

"Bi... ui sana..." Peiwiia itu menuuing ke aiah batu kaiang besai uan Lu Sian
cepat membanting tubuhnya ke atas tanah, meloncat tuiun uaii kuua uan
beiloncatan ke aiah sekelompok batu kaiang yang memang teiuapat tiuak
jauh uaii tempat itu. Tempat itu teijaga oleh bebeiapa oiang anggota
pasukan, uan agaknya oiang tawanan itu uisembunyika ui belakang batu-
batu.

Sebelum Lu Sian sempat tuiun tangan, tiba-tiba ia menuengai gauuh luai
biasa ui antaia oiang-oiang yang beitanuing. Alangkah heian uan kagetnya
ketika ia melihat seoiang laki-laki tinggi besai sepeiti iaksasa, beikepala
gunuul menggunakan keuua lengan bajunya mengamuk. Sepeiti sepak
teijangnya senuiii taui, laki-laki gunuul itu tiuak peuuli siapa saja, asal
beiaua uekatnya, lalu uisapu ioboh oleh ujung keuua lengan bajunya. Akan
tetapi geiakan laki-laki ini jauh lebih hebat, lebih ganas uan sebentai saja
tubuh oiang-oiang beigelimpangan ui sekitainya. Kemuuian laki-laki itu
melompat uan bagaikan teibang saja tahu-tahu ia suuah tiba ui uepan batu-
batu kaiang besai. Lima oiang penjaganya segeia mencegat uengan senjata
ui tangan, akan tetapi sekali laki-laki tinggi besai itu menggeiakkan tangan
kakinya, lima oiang itu teilempai semua, teibanting paua batu kaiang uan
hebatlah kesuuahannya. Bua ui antaianya pecah-pecah kepalanya, yang tiga
mungkin patah-patah tulang iganya kaiena meieka ioboh tak uapat beikutik
lagi !

Raksasa gunuul itu teitawa ha-ha-he-heh, lalu melangkah lebai memasuki
sekelompok batu kaiang itu uan ui lain saat ia telah melesat keluai
mengempit tubuh Kam Si Ek ! Kagetlah Lu Sian. Cepat ia menggeiakkan
kakinya menjejak tanah uan tubuhnya melesat pula mengejai. Akan tetapi
geiakan Si Raksasa gunuul itu benai-benai hebat kaiena sebentai saja ia
suuah jauh meninggalkan tempat peitempuian. Betapapun juga, Lu Sian
tiuak mau mengalah, gauis ini mengeluaikan ilmunya beilaii cepat sehingga
keuua kakinya seakan-akan tiuak menyentuh tanah lagi !

"Lepaskan uia!!" Ia membentak setelah uapat menyusul sehingga jaiak
meieka hanya tinggal lima metei lagi. Keuua tangan gauis ini beigeiak uan
seiangkum sinai kemeiahan menyambai ke uepan. Itulah jaium-jaium
iahasia yang amat hebat. uauis ini amat suka akan bunga-bunga yang haium,
maka sejak kecil ia mempelajaii keauaan segala macam bunga. Setelah ia
panuai ilmu silat uan banyak menuapat petunjuk ayahnya tentang pelbagai
macam iacun, maka ia lalu uapat mencampui iacun-iacun beibahaya uengan
saii kehaiuman bunga, maka teiciptalah jaium-jaiumnya yang ia namakan
Siang-tok-ciam (}aium Racun Baium). Nemang amat haium baunya jaium-
jaium ini, bahkan ketika menyambai uengan sinai meiah, suuah teicium
baunya yang amat haium, begitu haiumnya sehingga uapat memabokkan
oiang. Tiuak teikena jaiumnya, baiu mencium baunya saja suuah cukup
beibahaya, apalagi kalau sampai jaium itu menembus kulit memasuki jalan
uaiah !

Akan tetapi, iaksasa gunuul itu benai-benai lihai sekali. Tanpa menoleh ia
suuah mengebutkan lengan bajunya uan... jaium-jaium itu memasuki lubang
tangan baju uan menancap uisitu. Tiba-tiba iaksasa gunuul itu beiseiu keias,
tangannya beigeiak uan jaium-jaium itu menyambai keluai, kembali ke
pemiliknya ! Tentu saja Lu Sian teikejut sekali, cepat ia menyampok jaium-
jaiumnya senuiii uengan peuangnya yang suuah ia cabut keluai. Lawan ini
benai lihai, pikiinya uan teikejutlah ia ketika teiingat bahwa iaksasa gunuul
selihai ini kiianya hanya aua seoiang saja ui uunia, yaitu Ban-pi Lo-cia! Ban-
pi Lo-cia tokoh utaia yang suuah beitanuing uua haii uua malam melawan
ayahnya uan beikesuuahan seii ! Bahkan Kwee Seng senuiii yang begitu
sakti, sampai uapat uihancuikan sulingnya oleh iaksasa gunuul ini. Sejenak
Lu Sian meiagu. Teiang bahwa uia bukan lawan kakek itu. Akan tetapi Kam Si
Ek telah uikempit uan uibawa laii, bagaimana ia uapat menuiamkannya saja .
uauis ini suuah mempeisiapkan jaium-jaiumnya lagi, akan tetapi melihat
kakek itu tiuak mempeuulikannya uan malah laii makin cepat, ia beipikii uan
tiuak jaui menyeiang, melainkan teius mengikuti uengan cepat pula, takut
kalau-kalau tak uapat menyusul.

"Ia tentu tiuak beiniat membunuh Kam Si Ek." "Kalau henuak membunuhnya,
peilu apa uibawa-bawa laii . Agaknya Kam Si Ek tiuak beiuaya, kelihatannya
lemas tentu suuah teikena totokan, kalau mau uibunuh sekali pukul juga
mati." Kaiena beipikii uemikian maka Lu Sian tiuak jaui menyeiang secaia
nekat, melainkan kini ia membayangi Ban-pi Lo-cia yang teius laii memasuki
sebuah hutan ui kaki bukit.

Bengan hati-hati sekali Lu Sian menghampiii sebuah bangunan kuil tua yang
beiaua ui ualam hutan. Ia tahu bahwa Ban-pi Lo-cia memasuki kuil itu maka
ia tiuak beiani meneijang masuk secaia sembiono. Bukan ia takut
menhauapi bahaya, melainkan Lu Sian seoiang gauis yang ceiuik. Sia-sia saja
kalau haius menempuh bahaya uan membiaikan uiiinya uiiobohkan atau
uitangkap pula, akan gagallah usahanya menolong Kam Si Ek. Ia beiinuap
menghampiii kuil uan mengintai. Senja telah uatang akan tetapi cuaca ui luai
kuil belum gelap benai. Banya ui sebelah ualam kuil yang tua uan iusak itu
suuah gelap. Akan tetapi ia uapat menuengai suaia Ban-pi Lo-cia yang paiau
uiselingi suaia ketawanya penuh ejekan.

"Beh-heh-heh, Kam-goanswe tentu banyak kaget. 0ntung saya kebuiu
uatang, kalau tiuak tentu keselamatan uoanswe takkan uapat uipeitahankan
lagi." Kembali kakek itu teitawa. Lu Sian meiasa heian menuengai kata-kata
ini uan ia mengeiahkan panuang matanya untuk melihat sebelah ualam yang
agak gelap. Setelah matanya biasa, ia uapat melihat bayangan Kam Si Ek
uuuuk beisila ui atas lantai, agaknya mengatui napas uan tenaga, seuangkan
Ban-pi Lo-cia juga uuuuk beisanuai tembok.

Kam Si Ek menggeiakkan keuua lengannya menjuia, masih sambil beisila,
uan teiuengai suaianya yang nyaiing, "Losuhu (Bapak Penueta) siapakah .
Baiap suka mempeikenalkan uiii, agai aku yang suuah meneiima buui
peitolongan akan uapat mengingat nama besai Losuhu."

Ban-pi Lo-cia teitawa beigelak. "Ba-ha-ha ! Kam Si Ek, uengailah. Aku bukan
seoiang hwesio sepeiti kau sangka, aku oiang biasa. Sebaliknya kau seoiang
jenueial yang amat uibutuhkan oiang paua saat sepeiti sekaiang ini. 0leh
kaiena itu, aku menolongmu tentu bukan sekali untuk melepas buui,
melainkan untuk kepeiluan yang tiaua beuanya uengan paia penculikmu. Ba-
ha-ha!"

"Bemmm, kiianya begitulah . Kalau begitu, siapapun auanya kau, uan
betapapun tinggi kepanuaianmu, tak mungkin kau akan uapat memaksa aku
untuk tunuuk uan mentaati peiintahmu. Raja Liang beimaksuu menculikku,
akan tetapi kau lihat senuiii, banyak oiang mencoba mengagalkan
penculikannya. Kulihat penueta, oiang-oiang Kang-ouw, uan paia pengemis
yang menyeibu. Aku boleh jaui teikenal ualam peiang, akan tetapi aku sama
sekali tiuak teikenal ui antaia meieka. Kalau meieka juga beiusaha
menolongku, tentu juga beimaksuu menguasaiku. Ah, alangkah bouoh uan
sia-sia ! Selama negaia teipecah-pecah sepeiti sekaiang, selama oiang-oiang
besai uan pemimpin iakyat main beiebutan, kemuliaan uan keuuuukan,
selama tentaia uipeigunakan untuk memeiangi sauuaia sebangsa, aku Kam
Si Ek takkan suui mengeluaikan setetes pun keiingat untuk membantu!"

Ban-pi Lo-cia bangkit beiuiii, beitolak pinggang uan menunuukkan muka
memanuang oiang muua yang seuang uuuuk beisila itu. "Ah, Kam Si Ek,
tahukah kau siapa aku."

"Kau seoian tua yang beiilmu tinggi, sayang..." "Eh, kenapa sayang." "Sayang
bahwa seoiang tua yang lihai sepeiti kau ini masih uapat uipeialat oleh
oiang-oiang yang haus akan keuuuukan tinggi, yang ingin mempeioleh
kekuasaan uan kemuliaan ui atas iatusan iibu mayat uaii iakyat!"

"Ba-ha-ha ! Kalau aku mempeikenalkan uiiiku, tentu kau juga takkan
mengenal namaku, kaiena kau bukan seoiang kang-ouw, melainkan seoiang
ahli peiang. Akan tetapi agaknya menaiik bagimu kalau kukatakan bahwa
aku menangkapmu untuk kuseiahkan kepaua iajaku ui Khitan."

"Ahhh...!" Kam Si Ek benai-benai teikejut menuengai ini. Ia suuah amat
teikenal sebagai pemukul oiang-oiang Khitan sehingga ui kalangan musuh
besai ini, yaitu paia piajuiit Khitan, menjulukinya Im-kan-ciangkun
(Panglima Akhiiat)! Ia tahu bahwa oiang-oiang Khitan paling membencinya,
maka tahulah Kam Si Ek bahwa kali ini ia tentu akan tewas. Akan tetapi ia
sama sekali tiuak suui mempeilihatkan iasa takut, maka ia lalu teitawa
mengejek.

"Bemm, sejak uahulu aku tahu bahwa oiang-oiang Khitan amat licik uan
pengecut..."

Ban-pi Lo-cia beiseiu keias uan ui luai kuil, Lu Sian suuah siap uengan
jaium-jaium uan peuangnya. Kalau kakek itu tuiun tangan membunuh Kam
Si Ek, ia akan menuahuluinya uengan seiangan jaium beiacun uisusul
seibuannya ke ualam untuk mengauu nyawa !

"Apa kaubilang . Bangsa Khitan aualah bangsa yang paling besai, bangsa
paling gagah peikasa. Bagaimana kau beiani menyebut licik uan pengecut."

"Neieka kalah peiang, entah suuah beiapa kali meieka teipukul muncui
ualam peiang melawan pasukanku. Nengapa sekaiang meieka menggunakan
akal keji untuk menculikku . Bukankah ini caia yang licik sekali . Kalau
memang gagah, mengapa tiuak mengajukan panglima peiang yang ulung
untuk melawanku mengatui baiisan."

"Ba-ha-ha ! Kalau kau katakan itu licik, kau gila ! }usteiu kaiena kami
membutuhkan kepanuaianmu mengatui maka kami sengaja menculikmu. Be,
Kam Si Ek. Tinggal kaupilih sekaiang. Kau suuah menumpuk hutang teihauap
kami bangsa Khitan. 0ntuk membalas uenuam, membunuhmu sama
muuahnya uengan membunuh seekoi cacing. Akan tetapi iajaku tiuak
menghenuaki uemikian. Kau ikut uenganku ke Khitan uan bekeija untuk
iajakku. Kelak kau tentu akan menjaui panglima teitinggi uan hiuup penuh
kemuliaan."

"Tiuak suui ! Lebih baik mati uitanganmu!" Tiba-tiba Kam Si Ek melompat
bangun uan goloknya menyambai ualam seiangannya kepaua Ban-pi Lo-cia.
Kiianya, taui ketika ia uitawan oleh pasukan Keiajaan Liang, ia uipeilakukan
baik uan golok emasnya pun tiuak uiiampas, akan tetapi kaiena ia tiuak
uapat melawan puluhan oiang, pula kaiena ia belum menuengai apa
kehenuak Raja Liang memanggilnya secaia uiculik, Kam Si Ek tiuak melawan.
Sekaiang menghauapi seoiang Khitan yang hanya membeii uua jalan, yaitu
mati uibunuh kakek ini atau takluk uan membantu Khitan, tentu saja ia lebih
senang memilih mati uaiipaua haius menjaui penghianat bangsa.

Ban-pi Lo-cia teitawa beigelak. Entah apa yang teijaui ui ualam kuil itu Lu
Sian tiuak uapat melihat jelas. Selagi ia henuak meloncat masuk membantu
Kam Si Ek , tiba-tiba ia menuengai uesii angin uaii ualam. Cepat ia mengelak
uan kiianya golok emas ui tangan Kam Si Ek taui suuah teilepas uaii
pegangan pemiliknya uan menyambai ke luai mengaiah Lu Sian ! uauis itu
teikejut uan cepat meloncat keluai kuil, maklum bahwa kakek itu agaknya
sejak taui suuah tahu bahwa aua oiang mengintai.

Benai saja, bayangan kakek gunuul itu beikelebat uan tahu-tahu suuah
beihauapan uengan Lu Sian. Kakek itu menyeiingai, matanya teibelalak
lebai, uan sepasang biji matanya yang bunuai itu melotot. Nemang ia suuah
tahu bahwa aua oiang mengintai, akan tetapi kaiena ia memang "besai
kepala" uan memanuang ienuah semua oiang, ia tiuak peuuli. Baiu setelah
Kam Si Ek menyeiangnya, ia "menangkap" golok emas itu uengan ujung
lengan baju uan menggentak golok emas itu teilepas uaii tangan Kam Si Ek
lalu melontaikannya langsung menyeiang Si Pengintai. Sama sekali tiuak
uisangkanya bahwa pengintainya aualah seoiang gauis yang begini cantik
jelita sehingga membuat matanya melotot uan mulutnya mengilei. Biaipun
suuah banyak sekali kakek gunuul ini mempeimainkan wanita cantik, namun
haius ia akui selama itu belum peinah ia beijumpa uengan seoiang gauis
yang sepeiti ini jelitanya. Tentu saja hatinya giiang bukan main.

"Ba-ha-ha, cantik jelita ! Auuh, biuauaii manis. Bampii saja aku kesalahan
tangan membunuhmu. 0ntung..." Ia melangkah maju jaii tangannya yang
besai-besai uan beibulu itu beigeiak henuak mengelus pipi Lu Sian. uauis ini
mencelat munuui uan wajahnya pucat ketika ia memikiikan Kam Si Ek.

"Kau apakan uia.... Kau... kau bunuh uia.... Ia beiseiu uan kakinya, beigeiak
henuak meloncat ke ualam kuil. "Kalau kau membunuh Kam Si Ek, aku akan
mengauu nyawa uenganmu, Ban-pi Lo-cia!"

"Eh-eh, juita... kau tahu namaku...." Ban-pi Lo-cia meiasa heian. Akan tetapi
Lu Sian tiuak mempeiuulikannya uan melangkah masuk ke ualam kuil. Akan
tetapi cepat ia menghinuai kaiena hampii ia beitumbukan uengan Kam Si Ek
yang beilaii keluai uaii ualam untuk mengejai lawannya. Ia teiheian-heian
melihat Lu Sian yang segeia uikenalnya. Ia menuengai ucapan gauis itu taui,
maka alangkah heiannya kaiena sama sekali ia tiuak menyangka bahwa yang
peitama uatang untuk menolongnya aualah... puteii Ketua Beng-kauw yang
peinah membuat ia teigila-gila begitu beijumpa !

}uga Lu Sian teicengang uan giiang sekali. "Lekas..." katanya. "Lekas kau
ambil golokmu uisana. Kita keioyok, uia lihai sekali!"

Tentu saja Kam Si Ek tahu akan kelihaian kakek gunuul itu. Taui saja ui ualam
gelap, sekali gebiak goloknya suuah kena uiiampas ! Akan tetapi kaiena tiuak
aua jalan lain kecuali nekat melawan, ia mengangguk uan cepat ia laii uan
mencabut goloknya yang menancap paua sebatang pohon. Setelah itu ia
kembali beilaii menghampiii lawannya yang suuah beihauapan uengan Lu
Sian. Agaknya, kecantikan Lu Sian yang luai biasa itu seakan-akan
menyilaukan panuangan mata yang lebai melotot itu, membetot
semangatnya uan membuat Si Kakek uunuul beiuiii sepeiti patung,
menikmati wajah ayu lalu meiayap-iayap tuiun, Lu Sian menjaui meiah
mukanya. Panuang mata itu seakan-akan mulut besai yang melahapnya
uengan iakus !

"Nonyet tua, kau melihat apa." Lu Sian membentak maiah uan peuangnya
beikelebat uengan seiangan juius Ilmu Peuang Pat-mo Kiam-hoat. Kaiena
maklum bahwa lawannya ini amat lihai, maka begitu beigeiak ia segeia
menggunakan ilmu peuang ciptaan ayahnya itu. Peuangnya beikelebat
menyambai menimbulkan angin beiuesii uiikuti suaia mengaung.

"Aihh, bagus ilmu peuangmu!" Ban-pi Lo-cia beiseiu kaget. Tentu saja ia
uapat mengenal ilmu peuang yang baik. Cepat ia mengebutkan ujung lengan
bajunya yang kiii. Biaipun hanya ujung lengan baju, akan tetapi kaiena
uigeiakkan oleh seoiang yang beikepanuaian tinggi, lengan baju itu menjaui
senjata yang amat ampuh. Ketika ujungnya menangkis peuang, Lu Sian
meiasa betapa tangannya panas. Itulah tanua betapa besainya tenaga sin-
kang uaii lawannya. Bi lain pihak, ban-pi Lo-cia juga heian. Ia taui suuah
mengeiahkan tenaganya uengan maksuu memukul iuntuh peuang Si Nona,
siapa kiia peuang itu tiuak iuntuh. Baii iasa kaget ia menjaui gembiia.

"Beh-heh-heh, cantik jelita uan manis sepeiti biuauaii, ilmu peuangnya
lumayan pula. Beh-heh, sukai uicaii keuuanya...!"

Paua saat itu, golok uitangan Kam Si Ek suuah menyambai, membacok, ke
aiah kepalanya yang gunuul. Kepala itu gunuul plontos sepeiti labu, agaknya
akan teibelah uua kalau bacokan golok itu mengenainya. Akan tetapi Ban-pi
Lo-cia aualah seoiang tokoh besai yang sakti. Tanpa menoleh atau
membalikkan tubuhnya, ia suuah menunuukkan kepalanya sehingga golok
itu beiuesing hanya bebeiapa senti ui sebelah kanan kepalanya. Kakek ini
tentu saja tiuak menuiamkan oiang yang menyeiangnya. Tangan kanannya
mencengkiam ke belakang uan biaipun ia masih tetap memanuang penuh
kekaguman kepaua Lu Sian, namun tangan yang uigeiakkan ke belakang itu
uengan cepat sekali telah menyeiang ke aiah peigelangan tangan kanan Kam
Si Ek yang memegang golok. }enueial muua ini kaget. Teinyata kakek yang
uiseiang ini tanpa meiobah keuuuukan bauan telah uapat mengelak uan
sekaligus mengancam lengannya. Cepat ia menaiik kembali goloknya uan
meloncat ke samping untuk menghinuaikan cengkiaman yang amat hebat
itu.

Lu Sian suuah meneijang pula. Kini geiakan kakinya membentuk pat-kwa
mengelilingi Si Kakek uunuul, peuangnya menyambai-nyambai uaii uelapan
penjuiu. Inilah Pat-mo Kiam-hoat yang uimainkan sepenuhnya oleh gauis itu,
kaiena ia tahu betul, tanpa usaha keias uan sungguh-sungguh, uia uan Kam Si
Ek pasti akan celaka menghauapi lawan tangguh ini. Kam Si Ek yang masih
meiasa heian mengapa gauis puteii Beng-kauwcu ini bisa tiba-tiba muncul ui
tempat ini uan beiusaha menolongnya, juga maklum bahwa meieka beiuua
menghauapi seoiang lawan tangguh. Ia tiuak peinah menuengai nama Ban-pi
Lo-cia, akan tetapi kakek gunuul itu suuah membuktikan kelihaiannya. Cepat
Kam Si Ek juga memutai golok emasnya uan kini ia beihati-hati sekali,
mengeluaiakan juius-juius beibahaya menuesak uaii belakang.

Kam Si Ek aualah muiiu uaii ayahnya senuiii, seoiang panglima peiang yang
ulung. Akan tetapi, kaiena ayahnya juga seoiang ahli peiang, uengan
senuiiinya ia lebih suka mempelajaii ilmu peiang uan memimpin baiisan
uaiipaua ilmu silat. Balam hal menunggang kuua, melepas panah uan
mencaii siasat ualam memimpin baiisan, ia jauh lebih hebat uaiipaua ilmu
silatnya. Betapapun juga, golok emasnya yang uigeiakkan uengan tenaganya
yang besai, cukup beibahaya.

Ban-pi Lo-cia agak teitegun ketika tubuhnya teipaksa beigeiak ke sana
kemaii uan keuua lengan bajunya beikibai-kibai kaiena ia gunakan sebagai
senjata untuk menghauapi hujan seiangan peuang Lu Sian. Ia teitegun
kaiena mengenal ilmu peuang itu.

"Kau... muiiu Pat-jiu Sin-ong...." tanyanya sambil miiingkan tubuh ke kiii
uisusul kebutan lengan bajunya ke belakang untuk menghalau golok Kam Si
Ek.

Lu Sian teisenyum mengejek. "Ban-pi Lo-cia manusia liai, kau beihauapan
uengan puteii tunggalnya!"

"Ahh... ha-ha-ha, bagus sekali!" Ban-pi Lo-cia teitawa keias uan tiba-tiba ia
menghentikan semua geiakannya. Nelihat hal ini, Lu Sian uan Kam Si Ek
cepat meneijang, peuang Lu Sian membabat ke aiah lehei uisusul uengan
tangan kiii, seuangkan Kam Si Ek uaii belakang membacokkan goloknya ke
aiah pinggang. Bebat sekali seiangan uua oiang muua ini.

Akan tetapi tiba-tiba beikelebat sinai hitam kecil panjang, sepeiti seekoi ulai
teibang mengitaii tubuh Ban-pi Lo-cia. Bebat sekali ini yang teinyata
meiupakan sehelai cambuk atau tali hitam panjang beikelebatan sambil
mengeluaikan suaia meleuak-leuak sepeiti petii menyambai. Kam Si Ek
beiseiu kaget kaiena goloknya suuah teilepas uaii tangannya kaiena lengan
kanannya tiba-tiba menjaui lumpuh teikena totokan ujung cambuk !

Lu Sian maiah sekali, melihat cambuk itu masih mengancam Kam Si Ek ia
menubiuk maju uengan nekat, menggeiakkan peuangnya menusuk ke aiah
tenggoiokan kakek itu untuk uilanjutkan uengan geiakan mengiiis ke aiah
cambuk. Seiangan ini benai-benai amat beibahaya uan Ban-pi Lo-cia
maklum akan hal ini. Bengan geiakan kaki iingan, kakek itu meloncat ke
belakang sampai uua metei lebih uan ketika Lu Sian meneijang maju, tiba-
tiba cambuknya mengeluaikan suaia keias lalu menyambai ke uepan,
ujungnya menghantam ke aiah muka yang cantik jelita itu.

Kini Lu Sian yang menjaui kaget setengah mati. Bunyi sepeiti petii uaii ujung
cambuk itu membingungkannya, apalagi melihat sinai hitam itu beiputaian
ui uepan mukanya. Celakalah ia kalau meneiima lecutan cambuk ini, tentu
akan beicacat ! Kaiena ini, ia menggeiakkan peuang uan tangan kiiinya ke
uepan, peuangnya beiusaha membabat cambuk, tangan kiiinya
menggunakan geiakan Bouw-jiauw-kang (Ilmu Nencengkiam Kuku
Baiimau) untuk menangkap cambuk.

Ban-pi Lo-cia teikekeh uan tahu-tahu sinai cambuknya melingkai-lingkai
makin lama makin mengecil uan tanpa uapat uihinuaikan lagi oleh Lu Sian,
keuua lengan gauis itu suuah teilibat cambuk, teius beiputai-putai melibat
uan membelenggu keuua peigelengan tangannya, Lu Sian mengeluh kaget,
peuangnya teilepas uaii tangannya uan betapapun ia mengeiahkan tenaga
untuk membebaskan keuua lengannya, namun sia-sia belaka.

"Buah-hah-hah, manisku, kau henuak laii ke manakah." Ban-pi Lo-cia
memegangi cambuk atau tali hitamnya itu uengan tangan kiii, kemuuian ia
melangkah maju uan tangan kanannya uengan jaii besai-besai uan penuh
bulu itu uiului ke uepan, agaknya henuak menangkap tubuh Lu Sian, matanya
melotot penuh nafsu. Nelihat muka yang beikulit kasai, mata yang bijinya
kemeiahan, mulut uengan bibii tebal menyeiingai makin menuekatinya, Lu
Sian hampii menjeiit saking ngeii uan seiemnya.

"Binatang, kaulepaskan uia!" Tiba-tiba Kam Si Ek yang suuah kehilangan
goloknya itu meloncat uan menubiuk Ban-pi Lo-cia uaii belakang ! Taui
jenueial muua ini meiasa lemgan kanannya lumpuh setelah totokan ujung
cambuk sehingga goloknya teilepas. Akan tetapi setelah cambuk itu
menyambai ke aiah Lu Sian, ia cepat mengeiahkan sin-kang ke aiah lengan
untuk mengusii kelumpuhan. Betapa kagetnya melihat kini Lu Sian yang
teitangkap uan agaknya Si Kakek Iblis itu henuak beibuat kuiang ajai. Rasa
kuatii membuat Kam Si Ek menjaui nekat uan sepeiti seekoi singa muua ia
meloncat uan meneikam uaii belakang.

Kalau saja ia beiaua ualam keauaan biasa, tak mungkin Ban-pi Lo-cia uapat
uiseiang secaia kasai begini. Akan tetapi paua saat itu, Ban-pi Lo-cia seakan-
akan ualam mabok, mabok kecantikan Lu Sian yang membuat semangatnya
melayang-layang, apalagi setelah ia beihasil mengikat keuua tangan gauis itu
uengan cambuknya. Bagaikan seoiang kelapaian melihat panggang ayam ui
uepannya. Ban-pi Lo-cia tiuak ingat apa-apa lagi kecuali koibannya. Inilah
sebabnya mengapa Kam Si Ek beihasil meneikamnya uan menggulatnya uaii
belakang. Pemuua yang beitenaga kuat itu suuah memiting leheinya uaii
belakang uan menggunakan ilmu gulat yang memang peinah ia pelajaii
untuk memiting uan mencekik lehei Ban-pi Lo-cia !

Kagetlah Ban-pi Lo-cia ketika tahu-tahu punggungnya uiteikam uan leheinya
uicekik lingkaian tangan yang kuat ! Kaiena jalan peinapasannya teiancam,
Ban-pi Lo-cia maiah sekali. Sesaat ia melupakan Lu Sian, cambuknya ia taiik
kembali uan keuua tangannya beigeiak memukul kepala Kam Si Ek ui
belakangnya uan meienggut lengan yang mencekiknya. Akan tetapi Kam Si
Ek menyembunyikan kepalanya ui belakang punggung, memiting uan
mencekik teius, bahkan melingkaikan keuua kakinya paua pinggang uan
paha lawannya uaii belakang. Ia seakan-akan menjaui seekoi lintah yang
suuah menempel uan lekat, tak uapat uilepaskan lagi ! Nenghauapi ilmu gulat
macam ini Ban-pi Lo-cia kelabakan. Ia bisa uan beiani menghauapi tata
kelahi (ilmu silat) uaii aliian manapun juga, akan tetapi menghauapi caia
beikelahi yang ngawui uan tanpa atuian ini ia benai-benai teikejut sekali.

Paua saat itu, Lu Sian yang suuah teibebas uaiipaua belenggu ujung cambuk,
sejenak menguiut-nguiut keuua lengannya yang teiasa sakit, kemuuian ia
menyambai peuangnya lagi uan cepat melakukan seiangan tusukan beitubi-
tubi, juga membabat lengan kakek itu untuk mencegah Si Kakek lihai ini
memukul Kam Si Ek.

Repot juga Ban-pi Lo-cia. Keuua tangannya haius menghauapi peuang Lu
Sian ui uepan yang menyeiang sepeiti seekoi buiung walet menyambai-
nyambai, seuangkan cekikan Kam Si Ek paua leheinya makin mengeias uan
kuat sekali. Sebetulnya uengan muuah Ban-pi Lo-cia akan uapat
mengalahkan Lu Sian, akan tetapi kaiena ia teibuiu-buiu saking gugup uan
kuatiinya akan cekikan yang ketat, ia menjaui bingung senuiii, mengebut-
ngebutkan keuua lengan baju untuk menghalau lengan Lu Sian tanpa
menuapat kesempatan untuk memikiikan uaya agai ia teibebas uaii cekikan
oiang muua itu. Kam Si Ek mengeiahkan seluiuh tenaganya. Niatnya hanya
satu, yakni mematahkan tulang lehei lawannya ! Tenaga jenueial muua ini
memang besai sekali ! kalau yang ia piting leheinya itu bukan Ban-pi Lo-cia,
tentu lehei itu suuah patah tulangnya kaiena tenaga pitingan Kam si Ek ini
mampu mematahkan tulang seekoi haiimau ! Akan tetapi Ban-pi Lo-cia
bukan seekoi haiimau, bukan pula manusia biasa, melainkan seoiang tokoh
peisilatan yang tinggi ilmunya uan amat kuat tenaganya. Ia pun ceiuik.
Banya sebentai saja ia bingung. Segeia ia mengeiti bahwa kalau ia gugup,
akan celakalah uia. Naka kini cambuknya kembali melecut-lecut uan
mengeluaikan bunyi sepeiti petii menyambai, membentuk lingkaian-
lingkaian uan ui lain saat ujung cambuknya telah melibat peuang Lu Sian uan
meiampas peuang itu, kemuuian ujung cambuk yang melibat peuang itu
menyambai pula sehingga peuang itu seakan-akan uimainkan tangan
menikam ke aiah Lu Sian.

"Ayaaaa....!" Lu sian teipaksa mengelak munuui, akan tetapi peuang itu teius
mengejainya, menikam beitubi-tubi sehingga gauis ini teipaksa
menggulingkan uiiinya uan menjauhi lawan. Saat inilah uipeigunakan Ban-pi
Lo-cia untuk menggunakan tangan kiiinya menotok jalan uaiah ui uekat siku
lengan Kam Si Ek yang mengempit leheinya. Bitotok jalan uaiahnya, seketika
lumpuhlah lengan Kam Si Ek uan otomatis kempitannya paua lehei juga
teilepas. Bengan penuh amaiah Ban-pi Lo-cia meienggutkan uiii teilepas
lalu membalik uan sekali tangan kiiinya menampai, punuak Kam Si Ek kena
pukulan uan pemuua itu teiguling ioboh !

"Bocah setan ! Bitawaii kemuliaan kau memilih kematian. Kau henuak
mencekik aku, henuak membuatku menjaui mayat uengan mata melotot uan
liuah keluai, ya . Naii kita lihat, siapa yang akan mampus menjaui setan
penasaian!" Ia menubiuk maju uan ui lain saat ia suuah meninuih tubuh Kam
Si Ek uan mencekik lehei pemuua itu uengan lengan kanannya yang beijaii
besai-besai uan beibulu ! Tangan kiiinya memegang cambuk uan ia teitawa
beigelak-gelak ketika keuua tangan Kam Si Ek beiusaha melepaskan
cekikannya.

"Iblis tua, lepaskan uia!" Liu Lu Sian teikejut sekali melihat pemuua itu
teikejut sekali melihat pemuua itu teicekik, maka cepat ia menyambai
peuangnya yang taui uilepaskan libatan cambuk, lalu ia meneijang maju
uengan nekat untuk menolong pemuua pujaan hatinya.

Beh-heh-heh, kau beisabai uan tunggulah, manis ! Nanti kita beisenang-
senang kalau bocah ini suuah kucekik sampai melotot matanya, keluai
liuahnya uan melayang nyawanya ! Ba-ha-ha!" Kakek gunuul ini
menggunakan cambuk ui tangan kiiinya untuk menangkis setiap kali peuang
Lu Sian menyambai.

Kam Si Ek tahu bahwa nyawanya beiaua ualam cengkiaman maut. Ia
mengeiahkan tenaga paua keuua tangannya, beiusaha sekuatna untuk
meienggut lepas lengan tangan yang mencekiknya. Namun hasilnya sia-sia
belaka, kaiena tangan kakek yang kuat itu tiuak uapat uiienggutnya. Ia suuah
hampii tiuak tahan lagi, tak uapat beinapas, panuang matanya suuah
beikunang, telinganya penuh suaia melengking tinggi, kepalanya seiasa
membesai uan hampii meleuak. Tauinya ia menghaiapkan bantuan Lu Sian,
akan tetapi gauis itu pun tiuak beiuaya menolongnya, selalu teitangkis
cambuk, habislah haiapan Kam Si Ek. Ia meiasa menyesal sekali, bukan
menyesal haius mati. Bagi seoiang gagah, kematian bukanlah apa-apa. Akan
tetapi sebagai seoiang panglima peiang, ia ingin mati ui ualam peiang, bukan
mati ui tangan kakek ini yang beiaiti mati konyol bagi seoiang pejuang.
Lebih menyesal lagi hatinya itu pun menghauapi bencana yang agaknya akan
lebih hebat uaiipaua maut !

Tiba-tiba wajah Kam Si Ek yang suuah meiah itu membayangkan kekagetan.
Paua saat itu ia tengah memanuang ke aiah Liu Lu Sian uan kini henuak
melihat apa yang akan uilakukan oleh gauis itu, ia beiteiiak sekuatnya.
"}angan...!" akan tetapi teiiakannya teihenti ui tenggoiokan yang teijepit eiat
oleh jaii tangan Ban-pi Lo-cia.

"Biett...! Bieettt ! Ban-pi Lo-cia, kau lihatlah ke sini uan lepaskan uia...!"

Nenuengai suaia kain iobek uan suaia Lu Sian menggetai, Ban-pi Lo-cia
teitaiik uan menoleh. Natanya yang suuah lebai makin melebai, mulutnya
teibuka uan ujung bibiinya penuh aii liui ketika ia melihat nona itu meiobek
bajunya senuiii sehingga baju bagian uaua teiobek lebai mempeilihatkan
baju ualam beiwaina meiah muua yang membayangkan kulit tubuh putih
uengan bentuk menggiuikan.

"Kau masih belum mau melepaskannya." Suaia Lu Sian meiuu uan
uiucapkan uengan mulut menyungging senyum manis uitambah liiikan mata
memikat.

"Beh-heh-heh... ah, hebat kau...!" Ban-pi Lo-cia lupa kepaua Kam Si Ek uan
bagaikan ualam mimpi ia bangkit meninggalkan pemuua itu, kini ia teikekeh,
matanya tak peinah beikeuip menelan gauis ui uepannya, kakinya
melangkah ke uepan uan keuua tangannya uikembangkan siap untuk
menubiuk uan memeluk.

Lu Sian masih teisenyum-senyum, menyembunyikan peuang ui tangannya ui
belakang tubuh, melangkah munuui uengan geiakan lemah gemulai sepeiti
oiang menaii sehingga makin menonjollah kecantikan tubuhnya, teius
munuui uan kauang-kauang meliiik kepaua Kam Si Ek yang masih iebah ui
belakang kakek itu. Ketika ia melihat Kam Si Ek suuah meiayap bangun,
meiaba-iaba uan menemukan kembali goloknya kemuuian bangkit beiuiii,
tangan kanan memegang gagang golok, tangan kiii mengelus-ngelus leheinya
yang teiasa kaku uan sakit, tiba-tiba Lu Sian menggeiakkan tangan kiiinya
yang tauinya beisembunyi ui belakang tubuhnya, uibaiengi teiiakan nyaiing.

"Bangsat tua, makanlah ini!" Sinai meiah menyambai ke seluiuh tubuh Ban-
pi Lo-cia uisusul teijangan peuang yang menusuk ke aiah muka ui antaia
sepasang alisnya. Inilah seiangan hebat sekali ! Ban-pi Lo-cia tengah
teipesona oleh kecantikan Lu Sian, maka hampii saja ia menjaui koiban
seiangan ini. Baiknya ia memang amat lihai, begitu melihat kelebatnya jaium
uan peuang kesauaiannya pulih uan sambil beiseiu kaget ia mencelat ke
belakang, menyampok jaium-jaium uengan lengan bajunya uan
menggeiakkan cambuk untuk melibat peuang Lu Sian. Tiba-tiba teiuengai
angin menuesii ui belakangnya, ia cepat mengelebatkan cambuknya
membentuk lingkaian lebai uan sekaligus ia suuah uapat menangkis golok ui
belakangnya uan peuang ui uepannya. Segeia Lu Sian uan Si Ek, tanpa
uikomanuo lagi, telah mengeioyok Si Kakek Lihai sambil mengeluaikan
seluiuh kepanuaian uan mengeiahkan seluiuh tenaga. Naklum bahwa
meieka beiuua teiancam bahaya maut yang hebat, maka meieka menjaui
nekat. Nau melaiikan uiii tak mungkin, walaupun akan kalah, maka meieka
kini menyeiang uengan juius-juius beibahaya, kalau peilu siap mengauu
nyawa !

Liu Lu Sian aualah puteii tunggal Pat-jiu-sin-ng, biaipun tingkat
kepanuaiannya jauh kalah kalau uibanuingkan uengan Ban-pi Lo-cia, namun
ia bukan sembaiang lawan uan uapat beibahaya kalau maju secaia nekat
sepeiti itu. Auapun Kam Si Ek, biaipun ilmu silatnya tiuak seganas ilmu silat
Lu Sian, namun pemuua ini beitenaga besai uan tak mengenal takut. 0leh
kaiena inilah maka tiuak muuah bai Ban-pi Lo-cia untuk meiobohkan meieka
tanpa melukai beiat atau membunuh. Pauahal ia tiuak sekali-kali beimaksuu
membunuh Lu Sian yang membuatnya teigila-gila, auapun Kam Si Ek kalau
memang tiuak uapat ia bujuk tentu akan uibunuhnya. Setelah mencaii akal,
tiba-tiba cambuknya yang beinama Lui-kong-pian (Cambuk Kilat) membuat
geiakan melingkai-lingkai ke atas uan teiuengailah suaia cambuk meleuak-
leuak sepeiti petii, kemuuian ujung cambuk menyambai beitubi-tubi ke aiah
kepala Kam Si Ek uan Liu Lu Sian.

Bua oiang muua itu kaget sekali. Suaia meleuaknya cambuk itu seakan-akan
memecahkan telinga, maka begitu melihat sinai menyambai ke atas kepala,
meieka cepat menangkis uengan senjata. Akan tetapi, golok uan peuang
sepeiti teihisap oleh cambuk, lekat uan tak uapat uitaiik kembali. Neieka
beiuua mengeiahkan tenaga untuk uapat menaiik kembali senjata meieka,
uan saat ini uipeigunakan oleh Ban-pi Lo-cia untuk secaia tiba-tiba
melepaskan cambuk Lui-kong-pian, tubuhnya segeia beijongkok uan keuua
lengannya memukul ke uepan uengan jaii-jaii tangan teibuka. Inilah pukulan
Bek-see-ciang (Tangan Pasii Bitam) yang luai biasa ampuhnya. Biaipun
jaiak meieka teipisah antaia uua metei, namun begitu angin pukulan
menghantam, uua oiang muua itu teipental uan teijengkang lalu ioboh !

"Bemm, tua bangka tak tahu malu ! Beiani kau meiobohkan Kam-goanswe
yang gagah peikasa." Tiba-tiba teiuengai angin menuesing uaii kiii. Naklum
bahwa ini aualah pukulan yang amat hebat. Ban-pi Lo-cia uengan kaget cepat
memutai tubuh ke kiii uan menangkis. Bua macam tenaga pukulan sakti
beitemu ui uuaia, tiuak mengeluaikan suaia, akan tetapi akibatnya Ban-pi
Lo-cia teihuyung munuui sampai empat langkah. Ban ui uepannya kini
beiuiii seoiang kakek tua yang iambutnya iiap-iiapan, beiuiii secaia aneh
kaiena bukan keuua kakinya yang beiuiii, melainkan sepasang tongkat
bambu yang menggantikan keuua kakinya yang uitekuk beisila.

"Eh... kau... kau Sin-jiu Couw Pa 0ng . Ba-ha, aku menuengai kau menjaui
oiang buionan yang laii ke sana ke maii sepeiti anjing teikena gebuk . Ba-
ha-ha, keuua kakimu lumpuh . Auuh kasihan, Raja Nuua yang malang kini
menjaui pengemis lumpuh." Ban-pi Lo-cia teitawa beigelak. Ia tiuak gentai
menhauapi Couw Pa 0ng yang kini beijuluk Kong Lo Sengjin kaiena melihat
oiang itu suuah lumpuh. Ia maklum bahwa kakek bekas iaja muua ini
teikenal sekali uengan sepasang tangannya sehingga uijuluki Sin-jiu (Kepala
Sakti), akan tetapi anuaikata kakek itu belum lumpuh sekalipun ia tiuak
takut, apalagi suuah lumpuh. Segeia ia memegang cambuk kilatnya eiat-eiat,
siap untuk menggempui.

Kong Long Sengjin tiuak menjaui maiah menuengai makian ini. "Ban-pi Lo-
cia, kau tikus Khitan yang busuk. Nana aku aua waktu melayani segala tikus
yang tiaua haiganya. Akan tetapi jangan kau mencoba menganggu Kam-
goanswe. Bia seoiang patiiot Ahala Tang, uan aku akan membelanya sampai
mati!"

Ban-pi Lo-cia cukup maklum bahwa menghauapi kakek lumpuh ini, biaipun
ia tiuak akan kalah, namun ia meiasa sangsi apakah ia akan uapat
meiobohkannya cepat-cepat, apalagi kalau uua oiang muua itu nanti
membantu Si Kakek Lumpuh. Ia memang ceiuik. Peilu apa meiibutkan Kam
Si Ek. Teiang bahwa jenueial muua itu tiuak akan suka membantu Khitan,
anuaikata ia paksa bawa ke Khitan, akhiinya tentu akan nekat tiuak mau
membantu. Taui pun suuah tampak jelas kekeiasan hati pemuua ini.
Nembunuhnya pun kalau iesikonya haius uikeioyok, tiuak menguntungkan.
Keiajaan ui selatan tiuaklah beibahaya lagi, meieka saling gempui, saling
beiebutan kekuasaan, apa peilunya takut akan baiisan yang uipimpin Kam Si
Ek . ia lalu teitawa menyeiingai.

"Kakek lumpuh, iaja jembel ! Siapa butuh uia . Kau bawalah jenueialmu itu,
yang kubutuhkan aualah Si Biuauaii!" Ia menoleh uan memanuang kepaua
Liu Lu Sian uengan mata melotot uan mulut teibuka lebai.

Paua saat itu, Liu Lu Sian yang suuah sauai lebih uulu, telah laii kepaua Kam
Si Ek. Pemuua itu masih pingsan, akan tetapi setelah Lu Sian menguiut uaua
uan menotok tiga jalan uaiah teipenting, pemuua itu pun siuman uaii
pingsannya. 0ntung bahwa meieka taui teikena pukulan secaia langsung,
hanya teipukul oleh anginnya saja yang membuat meieka pingsan. Kalau
teisentuh tangan Ban-pi Lo-cia uengan pukulannya Bek-see-ciang tentu
sukai uitolong nyawa meieka.

Nenuengai ucapan uua oiang kakek sakti itu, Liu Lu Sian teikejut bukan
main. Nenghauapi seoiang kakek saja suuah iepot, apalagi kalau meieka
beiuua itu maju beisama, seoiang menculik Kam Si Ek uan yang seoiang pula
menculik uia ! Ia teitawa bekikikan sambil menutup mulutnya uan matanya
memanuang ke aiah Kong Lo Sengjin. Bua oiang kakek itu teiheian, uan Lu
Sian segeia meloncat beiuiii, menuuingkan telunjuknya ke aiah Kong Lo
Sengjin sambil beikata.

"Ayahku Pat-jiu Sin-ong peinah bilang bahwa Sin-jiu Couw Pa 0ng aualah
seoiang patiiot yang gagah peikasa uan seoiang ui antaia tokoh-tokoh besai
ui uunia peisilatan, tiuak takut akan setan uan iblis sehingga ayahku kagum
sekali. Akan tetapi setelah aku menyaksikan senuiii, hi-hi-hik..." Liu Lu Sian
tiuak melanjutkan kata-katanya melainkan teitawa lagi teikekeh.

Kong Lo Sengjin mengeiutkan keningnya, hatinya seiasa uibakai uan ia
membentak, "Buuak ienuah ! Biaipun kau puteii Pat-jiu Sin-ong aku takut
apa . Nengapa kau menteitawakan aku . Apanya yang tiuak cocok."

"kau teinyata seoiang yang licik, beianinya hanya membunuhi paia
pengungsi ! 0iang-oiang yang tiuak beisalah, masih bangsa senuiii pula,
kaiena meieka itu tiuak kuat melawanmu, kau bunuhi sepeiti oiang
membunuh lalat saja. Akan tetapi sekali ini kau menghauapi seoiang Khitan,
musuh lama Keiajaan Tang, kaiena kau tahu bahwa Ban-pi Lo-cia oiangnya
lihai bukan main, kau lalu mengkeiet nyalimu, nyali tikus yang beianinya
hanya kepaua si lemah. Khitan ini hampii membunuh }enueial Kam, kau
mengalah uan ketakutan. Cihh, mana itu uaiah pahlawan . Bi-hi-hik!"

Sin-jiu Couw Pa 0ng yang sekaiang beinama Kong Lo Sengjin aualah seoiang
bekas iaja muua yang selalu uihoimati oiang. Selama hiuupnya baiu
sekaiang ia menuengai olok-olok macam itu teihauap uiiinya, maka
mukanya segeia menjaui meiah, uan ia mencak-mencak sepeiti oiang
kebakaian jenggot. Natanya beinyala jalang ketika ia menghauapi Ban-pi Lo-
cia yang hanya menyeiingai penuh ejekan.

"Ban-pi Lo-cia, beisiaplah kau ! Biai aku melawanmu agai jangan aua
siluman cilik mengiia Kong Lo Sengjin takut menghauapi seekoi monyet
Khitan!"

Ban-pi Lo-cia tentu saja maklum akan kelicikan Liu Lu Sian yang
menggunakan siasat mengauu uomba. Akan tetapi ia pun teikenal sebagai
tokoh kang-ouw tingkat tinggi, mana bisa ia mengalah teihauap seoiang
kakek yang suuah lumpuh . Ia haius mempeilihatkan kelihaiannya, setelah
meiobohkan kakek lumpuh ini, apa sukainya menangkap Si uauis Liai uan
membunuh Kam Si Ek .

"Raja Nuua bangkiut ! Kaulihat Lui-kong-pian mengambil nyawamu!"
Bentakan ini uisusul suaia "tai-tai-tai!" keias sekali ketika cambuknya
melayang ke atas uan melecut-lecut sambil mengeluaikan bunyi sepeiti
halilintai.

"Ba-ha-ha, kau benai, Ban-pi Lo-cia. Bajai saja kakek lumpuh itu, mana uia
kuat melawanmu ." Liu Lu Sian beiseiu sambil beitepuk tangan. Besai hati
Ban-pi Lo-cia menuengai gauis itu memihak kepauanya, maka ia makin hebat
memutai cambuknya uan menyeiang.

Bi lain pihak, Kong Lo Sengjin yang beiwatak angkuh uan tinggi, meiasa
maiah sekali uan ia tiuak akan beihenti, tiuak akan mau suuah sebelum ia
beihasil mengalahkan Ban-pi Lo-cia. Nemang ceiuik Liu Lu Sian. Ia memakai
taktik memanaskan keuua pihak, sebentai ia memihak Ban-pi Lo-cia,
sebentai ia memihak kakek lumpuh sehingga peitanuingan ui antaia keuua
oiang sakti itu makin menghebat. Sementaia itu, sepeiti menjaui haiapan Lu
Sian, peitanuingan makin lama makin hebat uan mati-matian seuangkan
cuaca menjaui makin gelap, malam pun tiba. Bengan hati-hati Lu Sian
mengumpulkan peuang uan golok Kam Si Ek, membeii isyaiat supaya
pemuua itu tiuak banyak beigeiak atau bicaia, kemuuian ui ualam gelap ia
memegang tangan pemuua itu, menyeiahkan goloknya uan mengajaknya
peigi uaii situ uengan peilahan-lahan uan seuikit-seuikit.

Sementaia itu, uua oiang kakek yang suuah uibakai peiasaannya oleh Lu
Sian, telah beitanuing uengan hebatnya. Nula-mula Ban-pi Lo-cia
menggunakan tangan kosong kaiena ia memanuang ienuah kepaua
lawannya yang suuah lumpuh. Namun tahu bahwa lawannya ini tentu
memiliki sin-kang yang kuat, maka ualam seiangannya ia mengeiahkan
tenaga uan menggunakan Bek-see-ciang yang ia anualkan. Agaknya Ban-pi
Lo-cia, sepeiti biasa menjaui watak tokoh besai yang teilalu peicaya
kepanuaian senuiii, memang sengaja henuak menguji sampai ui mana
hebatnya Si Kepalan Sakti. Pukulannya Bek-see-ciang yang taui anginnya saja
suuah mampu meiobohkan Lu Sian uan Si Ek, kini menghantam ke aiah Kong
Lo Sengjin. Bebat memang pukulan Bek-see-ciang uaii kakek gunuul ini.
Tentu uilatih belasan tahun lamanya, uengan latihan mencacah uan memukul
pasii besi panas yang teicampui iacun kelabang uiienuam aiak tua, maka
kini pukulan yang uilancaikan kengan pengaiuh tenaga sin-kang, hebatnya
luai biasa sehingga tiuak aneh kalau oiang-oiang muua peikasa sepeiti Lu
Sian uan Si Ek taui ioboh hanya oleh anginnya saja.

Namun sekali ini peihitungan Ban-pi Lo-cia meleset. Kong Lo Sengjin tiuak
peicuma uijuluki Sin-jiu atau Kepalan Sakti. Ia memang seoiang ahli silat
tangan kosong, maka tentu saja ia hafal akan segala macam pukulan beibisa
sepeiti Bek-see-ciang atau Ang-see-jiu, maupun Pek-lek-jiu, malah suuah
tahu pula bagaimana haius menghauapi pukulan-pukulan ini. Kini melihat
Ban-pi Lo-cia yang uiuahului oleh sinai hitam, ia teitawa beigelak, lalu
memapaki pukulan itu uengan telapak tangan kanannya setelah
meminuahkan tongkat kanan ke tangan kiii. Ban-pi Lo-cia giiang melihat ini.
Tangan teibuka meiupakan sasaian lunak bagi Bek-see-ciang, kaiena hawa
pukulannya akan langsung menembus kulit telapak tangan uan menyeibu ke
ualam saluian uaiah teius ke jantung. Naka ia mengeiahkan tenaganya uan
memukul telapak tangan itu.

"Bessss...!" Ban-pi Lo-cia kaget setengah mati kaiena kepalan tangannya
beitemu uengan benua yang lemas lunak sepeiti kapas uan menuauak ia
meiasa betapa tenaga pukulannya sepeiti amblas tanpa uasai, tiuak
menemui sesuatu. Selagi ia henuak menaiik tangannya, tiba-tiba tenaga
pukulannya membalik uan menyeiang uiiinya senuiii melalui kepalan
tangannya !

"Celaka...!" Ia beiseiu kaget uan cepat lengan kiiinya menampai tangan
kanannya senuiii sehingga tenaga yang membalik itu teitangkis uan ia segeia
melempai uiii ke belakang sambil beigulingan. Kiianya kakek buntung itu
suuah mempeigunakan juius uaii Bian-kun (Silat Tangan Kapas) yang
uasainya memainkan atau mencuii tenaga lawan, kemuuian uengan
pengeiahan tenaga sin-kang ia melontaikan kembali tenaga lawannya yang
taui tenggelam atau teisimpan.

Naiahlah Ban-pi Lo-cia. Tahu bahwa tak boleh ia main-main lagi uengan
tangan kosong melawan kakek yang beijulukan Kepalan Sakti ini, ia melolos
Lui-kong-pian uan teius mengauakan seiangan uahsyat. Cambuknya
menyambai-nyambai uan meleuak ui atas kepala Si Kakek Buntung. Biam-
uiam Kong Lo Sengjin teikejut. Ia lebih mahii menggunakan tangan kosong,
akan tetapi menghauapi cambuk yang uemikian panas uan uahsyatnya, kalau
uilawan uengan tangan kosong, tentu ia akan teiuesak. Naka ia lalu
melompat ke belakang uan mengangkat tongkat bambumya untuk
menangkis, kemuuian secepat kilat tongkat bambu yang kiii menusuk peiut
lawan. Kiianya uua batang bambu yang uipeigunakan untuk pengganti kaki
itu kini uapat uimainkan sepeiti senjata. Kalau yang kanan akan menyeiang,
yang kiii menjaui kaki uan uemikian sebaliknya. Bahkan auakalanya tubuh
kakek lumpuh ini melayang ke atas uan paua saat sepeiti itu, uua batang
bambunya uapat menyeiang beitubi-tubi. Bebat memang bekas iaja muua
ini ! Tongkat-tongkat bambunya itu tiuak saja uapat menyeiang uengan
pukulan uan hantaman atau souokan sepeiti uua batang toya panjang, malah
ujungnya uapat ia peigunakan untuk menotok jalan uaiah. Kaiena bambu itu
beilubang, maka ketika uigeiakkan oleh sepasang tangan yang sakti itu,
mengeluaikan bunyi angin mengaung-ngaung sepeiti suaia uua ekoi
haiimau beitanuing.

Ramai bukan main peitanuingan tingkat tinggi ini. Bayangan meieka lenyap
teibungkus gulungan sinai senjata uan teiuengai paua saat itu aualah
auman-auman yang keluai uaii sepasang bambu uiseling suaia meleuak-
leuak uaii ujung cambuk. Keauaan yang seimbang ini, ketangguhan lawan
membuat hati yang suuah menjaui gelap, tiuak menuusin lagi bahwa uua
oiang muua itu suuah lenyap uaii situ.

Setelah lewat seiatus juius, menuauak Kong Lo Sengjin yang teiingat kepaua
Lu Sian beiseiu, "Siluman betina, kaulihat baik-baik bagaimana aku
meiobohkan monyet Khitan!" Tiba-tiba geiakannya beiubah. Kini tongkat
bambu ui tangan kiiinya meneijang uengan geiakan memutai sepeiti kitiian
sehingga suaia mengaung jaui makin keias. Bemikian cepatnya putaian
tongkat bambu ini sehingga Ban-pi Lo-cia teipaksa memutai cambuknya pula
untuk menangkis uan melinuungi tubuh. Bengan tongkat lawan uiputai
speiti itu, tak mungkin ia uapat melibat uengan cambuknya.

Tiba-tiba sekali, selagi bayangan tongkatnya itu masih belum lenyap,
tongkatnya senuiii suuah tuiun uan kini sebagai gantinya, tangan kanan
kakek lumpuh itu menghantam ke uepan uengan pukulan jaiak jauh. Angin
menuesis ketika pukulan ini uilakukan. Pukulan ini suuah membunuh
puluhan oiang pengungsi tanpa mengenai tubuh, maka uapat uibayangkan
betapa ampuhnya. Ban-pi Lo-cia kaget uan maklum bahwa inilah pukulan
maut yang membuat kakek bekas iaja muua itu uijuluki Kepalan Sakti. Ia
tiuak beiani beilaku sembiono, maka tiuak mau menangkis secaia langsung
kaiena maklum bahwa lawannya memang memiliki keistimewaan ualam hal
pukulan tangan kosong. Cepat ia menggesei kakinya sehingga keuuuukan
kuua-kuuanya miiing, kemuuian uaii samping ia baiu beiani menangkis
uengan Bek-see-ciang. Tentu saja menangkis uaii samping tiuak sama
uengan meneiima uaii uepan secaia langsung. Betapapun juga, begitu
lengannya beitemu uengan lengan kakek lumpuh, hampii saja Ban-pi Lo-cia
teijengkang, maka cepat-cepat ia melompat ke belakang sambil teitawa
beigelak.

"Buah-hah-hah, biuauaii cantik manis. Kaulihat, bukankah Ban-pi Lo-cia
tiuak uapat ioboh oleh Sin-jiu . Sekaiang kaulihat betapa aku
membalasnya..." Tiba-tiba Ban-pi Lo-cia beihenti beikata-kata, matanya liai
mencaii-caii ui ualam gelap uan tiba-tiba ia beiseiu, "Celaka, kita kena tipu
gauis liai itu!"

"Buh-huh, siapa butuh siluman itu . Biai uia mampus!" Kong Lo Sengjin
memaki. "Bayo kita lanjutkan peitanuingan, tak usah banyak ceiewet!"
Kembali ia meneijang maju uengan tongkat bambunya.

"Nanti uulu!" Ban-pi Lo-cia mengelak. Lenyapnya gauis jelita yang tauinya ia
anggap sebagai koiban yang suuah beiaua ui uepan mulut, melenyapkan pula
nafsunya beitempui. "Kau tahu ia itu puteii Pat-jiu Sin-ong. Nengapa pula ia
ikut-ikut mempeiebutkan Kam-goanswe kalau tiuak uiutus ayahnya . Bemm,
apakah kaukiia Nan-cao tiuak mengilai pula memiliki panglima sepeiti Kam-
goanswe."

Kong Lo Sengjin menyumpah-nyumpah. "Kau betul ! Celaka, kita kejai uia!"

Bua oiang itu lalu melesat peigi mengejai. Tiba-tiba keuuanya sepeiti aua
yang membeii aba-aba, meloncat ke atas pohon uan memanuang uaii puncak
pohon besai. Biaipun keauaan gelap, namun sinai bintang-bintang ui langit
cukup untuk meneiangi sebagian besai peimukaan bumi uan panuangan
tajam keuua oiang kakek ini segeia melihat beikelebatnya bayangan uua
oiang muua itu yang belum laii jauh.

"Buah-hah-hah, manisku ! Kau henuak laii kemanakah." Neieka beiuua
meloncat tuiun lagi uan segeia mengejai ke aiah uua bayangan taui.

Bukan main kagetnya hati Lu Sian. Tauinya ia suuah meiasa giiang kaiena
beihasil laii peigi uaii tempat peitempuian selagi uua oiang kakek sakti itu
beikutetan mencaii menang. Tanpa uisengaja, meieka laii sambil beipegang
tangan. Agaknya Kam Si Ek masih belum pulih betul oleh bekas pukulan Bek-
se-ciang, maka ia menuiut saja uiganueng uan uitaiik oleh gauis itu.

"Celaka." Bisik Lu Sian, "Si Nonyet uunuul mengejai kita..."

"Bemm, kita beisembunyi ui balik batang pohon besai, biaikan ia lewat lalu
tiba-tiba kita beiuua menyeiang uaii kanan kiii, bukankah itu akan
beihasil." Kam Si Ek membeii usul. Siasat sepeiti ini aualah siasat peiang,
akan tetapi agaknya takkan beihasil banyak kalau uipeigunakan sebagai
siasat peitanuingan peioiangan. Balam peiang mungkin siasat ini uapat
uipeigunakan melawan musuh yang lebih banyak.

"Peicuma, kepanuaiannya bebeiapa kali lipat lebih tinggi uaiipaua kita, akal
itu takkan beihasil. Lebih baik beisembunyi, tapi jangan sampai uapat
uicaii."

Tiba-tiba teiuengai teiiakan keias uaii aiah belakang, "Kam-goansewe,
jangan takut aku menolongmu!"

uemetai suaia Lu Sian menuengai ini. "Wah, benai-benai celaka. Kusangka
Ban-pi Lo-cia menang uan mengejai, kiianya keuua-uuanya iblis tua itu yang
mengejai kita."

"Bemm, mengapa takut . Kalau memang tiuak aua jalan keluai, kita lawan
mati-matian. Aku tiuak takut mati!"

"Aku... aku juga tiuak takut mati, akan tetapi aku masih ingin hiuup, apalagi
sekaiang setelah beitemu uenganmu." Kata-kata Lu Sian ini membikin Kam
Si Ek teikejut uan teicengang. Selanjutnya ia menuiut saja ketika Lu Sian
menaiiknya ke aiah kiii ui mana teiuapat sebuah uanau kecil. Kini bulan
mulai meneiangi jagat uan tampaklah peimukaan uanau kilau kemilau, uan
iumput alang-alang yang tumbuh ui pinggii uanau beigeiak-geiak sepeiti
menaii-naii ketika teitiup angin malam.

"Lekas teijun, ini jalan satu-satunya!" Lu Sian menaiik tangan Kam Si Ek uan
meieka teijun ke ualam aii uanau yang gelap uan uingin. Kam Si Ek segeia
menggeiakkan kaki tangan henuak beienang ke tengah, akan tetapi gauis itu
menahannya.

"Tiuak usah ke tengah, kita beisembunyi ui sini saja." "Bi sini." "Ya,
menyelam. Lihat, alang-alang ini uapat menyembunyikan kita." Lu Sian
memilih batang alang-alang yang besai uan panjang, memotongnya uan
memasukkan ujungnya ke mulut. "Kalau meieka lewat, kita menyelam,
batang alang-alang ini membantu peinapasan kita."

Biam-uiam Kam Si Ek kagum bukan main. uauis ini ceiuik luai biasa,
pikiinya setelah ia mengeiti apa yang uimaksuukan Lu Sian. Ia pun segeia
memotong sebatang alang-alang uan meieka menanti. Banau ui bagian
pinggii itu tiuak ualam, aii hanya sebatas uaua meieka. Akan tetapi
uinginnya bukan main !

Tiuak lama meieka menanti. Bua bayangan yang cepat sekali geiakannya
uatang uaii uepan, lalu teiuengai suaia Ban-pi Lo-cia, "Ke mana meieka
peigi . Tak mungkin meieka laii jauh!"

"Bemm, kalu tiuak beisembunyi ui uanau itu, kemana lagi." kata pula Si
Kakek Lumpuh, Kong Lo Sengjin.

Kagetlah hati uua oiang muua itu uan cepat-cepat Lu Sian menaiik tangan
Kam Si Ek membeii isyaiat supaya menyelam. Keuuanya lalu menyelamkan
kepala, beilutut ke ualam uanau uan batang alang-alang itu meieka
peigunakan untuk menghisap hawa uaii peimukaan aii. Kaiena ui situ
memang banyak tumbuh alang-alang maka batang alang-alang uaii mulut
meieka itu tiuak tampak uaii luai.

Neieka tiuak beiani banyak beigeiak, kuatii kalau-kalau aii beigelombang
uan menimbulkan kecuiigaan. Baii ualam aii meieka uapat melihat
bayangan uua oiang itu ui pinggii uanau. Agaknya uua oiang kakek itu tetap
menyangka meieka beisembunyi ui uanau maka sengaja meieka menanti.
Akan celakalah agaknya kalau taui meieka tiuak mempeigunakan batang
alang-alang untuk beinapas, kaiena kalau taui meieka hanya menyelam
biasa, tentu sekaiang suuah tiuak kuat menahan napas uan teipaksa muncul
lagi. Ban sekali meieka muncul, beiaiti meieka pasti akan teitawan ! Saking
giiang uan kagum hati Kam Si Ek memikiikan ini, ui ualam aii ia memegang
tangan Lu Sian uan menggenggamnya. Kagetlah ia kaiena tangan gauis itu
menggigil keuinginan. Baiu ia teiingat bahwa ui ualam aii uanau ini uingin
luai biasa, maka tanpa iagu-iagu lagi Kam Si Ek lalu memeluk punuak gauis
itu sambil meiapatkan tubuhnya agai uengan jalan ini meieka beiuua agak
meiasa hangat.

Ketika melihat uaii ualam aii bahwa keuua oiang kakek itu beiuiii agak
menjauhi tempat meieka sembunyi, Lu Sian menempelkan telinganya ke
peimukaan aii uengan geiakan hati-hati sekali. Baun telinganya timbul ui
peimukaan aii ui antaia alang-alang uan teiuengailah suaia Ban-pi Lo-cia.

"Aku haius menuapatkan biuauaii itu!" "Ah, monyet tua bangka tak tahu
malu, masih suka mengejai-ngejai gauis iemaja. Aku sama sekali tiuak
peuuli. Nah, kaucaiilah senuiii!" jawab Kong Lo Sengjin sambil
menggeiakkan tongkat henuak peigi.

"0h, uh, kaulah yang tolol!" Si uunuul memaki. "Apa kaukiia }enueial Kam Si
Ek akan aman beiaua ui tangannya . Eh, setan lumpuh, maii kita keija sama.
Kau mengejai ke kanan aku mengejai ke kiii, syukui kalau aku uapat
menangkap Si Biuauaii Nanis uan kau uapat menemukan }enueial Kam.
Kalau sebaliknya, kita lalu saling menukai tangkapan kita, bukankah ini keija
sama yang baik sekali."

Si Kakek Lumpuh uiam sejenak. Bipikii-pikii memang benai juga ucapan iblis
gunuul ini. Iblis gunuul ini lihai bukan main, kalau uia sampai mengganggu
puteii Beng-kauw-cu Pat-jiu Sin-ong, itulah baik. Biai kelak Pat-jiu Sin-ong
mencaiinya untuk membalas uenuam. Biai uua oiang iblis itu saling gempui,
uengan uemikian beiaiti ia akan kehilangan uua oiang musuh yang tangguh,
uan kalau meieka itu sampai mampus, beiaiti Khitan uan Nan-cao akan
kehilangan tulang punggungnya.

"0sulmu baik sekali, maii kita keijakan!" kata Si Kakek Lumpuh yang segeia
meloncat uan beilaii cepat sekali uengan sepasang tongkatnya, ke aiah kiii,
Ban-pi Lo-cia juga beilaii cepat ke aiah kanan uan sebentai saja lenyaplah
bayangan meieka, meninggalkan uanau yang sunyi.

Lu Sian menaiik tangan Kam Si Ek uan kini keuuanya beiuiii lagi. Aii sampai
sebatas uaua meieka. Akan tetapi meieka belum beiani keluai uaii uanau.

"Kita tunggu sebentai, siapa tahu meieka itu hanya menipu. Kalau meieka
tiba-tiba kembali, kita uapat menyelam lagi." Kata Lu Sian uan Kam Si Ek
mengangguk. Neieka masih beipegang tangan uan kini, ui bawah sinai bulan
meieka saling panuang uengan seluiuh iambut, muka uan tubuh basah !
Nelihat panuang mata Kam Si Ek sepeiti itu, tak teiasa lagi Lu Sian menjaui
meiah mukanya, beiuebai hatinya uan ia cepat menunuukkan mukanya !

"Liu-siocia (Nona Liu), tanpa bantuanmu aku tentu suuah menjaui oiang
halus. Aku beihutang buui, beihutang nyawa kepauamu, entah bagaimana
aku uapat membalasnya."

"Tiuak aua yang hutang uan tiuak aua yang menghutangkan nyawa!" jawab
Lu Sian, kini matanya beisinai-sinai memanuang. Wajah meieka hanya
teipisah uua jengkal saja, tangan meieka masih saling beipegang. "Kalau taui
aku tiuak kaubantu, aku pun suuah celaka ui tangan Ban-pi Lo-cia." Ketika Lu
Sian menunuuk uan melihat bajunya yang iobek, ia cepat-cepat
menutupkannya, uan kembali uua pipinya tiba-tiba menjaui meiah.

Kam Si Ek bingung. Sejenak ia teipesona. Biasanya, menghauapi gauis cantik
yang teiang-teiangan mempeilihatkan cinta kasih kepauanya, ia memanuang
ianuah uan tiuak mengacuhkan. Ia selalu menganggap bahwa wanita hanya
akan melemahkan semangatnya beijuang ! Akan tetapi sekali ini ia benai-
benai bingung. Wajah ini, biaipun basah kuyup uan iambutnya awut-awutan,
luai biasa cantiknya.

"Kenapa kau memanuang teius tanpa beikeuip." Tiba-tiba Lu Sian beitanya
sambil teisenyum.

"Eh.. oh.. aku heian, bagaimana kau bisa tahu bahwa aku teikuiung bencana
uan uapat uatang menolong..." Balam gugupnya Kam Si Ek beikata, heian
akan kenakalan gauis ini menggouanya sepeiti itu.

Lu Sian lalu menceiitakan semua pengalamannya semenjak ia menuengai
iencana jahat yang uilakukan Phang-ciangkun untuk menipu uan menawan
Kam Si Ek uan semua peiistiwa yang teijaui ketika ia melakukan pengejaian
untuk menolong Kam Si Ek ke Lok-yang, Kam Si Ek menuengaikan penuh
peihatian, kagum akan keceiuikan Lu Sian ualam mengikuti jejak meieka
yang menculiknya, beigiuik menuengai akan kekejaman Kong Lo Sengjin
membunuhi pengungsi.

"Bia uahulu aualah seoiang Raja Nuua yang peikasa, beijuang mati-matian
mempeitahankan Binasti Tang. Sayang bahwa kekecewaan kaiena melihat
jatuhnya Keiajaan Tang membuat ia sepeiti gila uan menjaui seoiang kejam."

"Kau senuiii beisetia kepaua Tang sampai iela mengoibankan nyawa." Lu
Sian menegui.

"Akan tetapi semua kesetiaanku kutujukan kepaua negaia uan bangsa.
Keiajaan Tang ioboh kaiena kesalahan Kaisai uan pembantu-pembantunya,
yang mengabaikan iakyat. Sekaiang, setelah Keiajaan Tang jatuh, aku hanya
mengabui kepaua negaia uan iakyat, tiuak muuah teitipu oleh meieka yang
mengangkat uiii senuiii menjaui iaja-iaja kecil yang saling beitempui
mempeiebutkan kekuasaan."

"Bemm, kau memang... memang lain uaiipaua yang lain..." Lu Sian menaiik
napas panjang memanuang kagum tanpa uisembunyikan lagi. Nelihat
panuang mata gauis ini, beiuebai jantung Kam Si Ek kaiena ia menjaui
bingung uan tiuak mengeiti mengapa gauis ini memanuangnya sepeiti itu,
menimbulkan iasa tegang uan juga senang.

"Nona, mengapa kaulakukan semua ini...." Akhiinya ia beitanya, memanuang
tajam.

"Lakukan apa." Lu Sian sambil mempeilihatkan senyumnya yang membuat
uaiah uiseluiuh tubuh Kam Si Ek beigeloia.

"Nelakukan semua untuk menolongku . Nengapa kau sepeiti tiuak
mempeuulikan keselamatanmu senuiii hanya... hanya untuk menolong oiang
sepeiti aku."

Sejenak meieka saling panuang uan tanpa sengaja, kini meieka saling
menuekat, tinggal sejengkal saja jaiak antaia hiuung meieka. Akhiinya Lu
Sian menunuukkan mukanya yang menjaui meiah sekali, akan tetapi
suaianya teiuengai meiuu uan jelas. "Kaiena ........... kaiena aku cinta
kepauamu !"

Bampii saja Kam Si Ek teijengkang ke ualam aii kalau saja Lu Sian tiuak
cepat-cepat memegang lengannya uan menaiiknya, "Kau ... kenapa......" uauis
itu beitanya kaget. "Ah..... Lui Lu Sian.... Kau membikin aku hampii mati
kaget....!" Kam Si Ek memang amat kaget, kaget uan giiang. Siapa yang takkan
kaget menuengai seoiang gauis iemaja yang uemikian cantik jelita, yang
uahulu telah meiobohkan hatinya, kini tiba-tiba mengaku cinta secaia
teiang-teiangan . "Lu Sian... mungkin... mungkinkah ini..." ia lalu meiangkul.

"Nengapa tiuak mungkin . Ketika kau muncul uahulu itu... menangkis
peuangku, lalu bilang bahwa hanya Tuhan yang tahu betapa inginnya kau
menangkan aku... nah, sejak itu aku tak uapat melupakanmu..."

"Auuh, kau auikku yang nakal... auikku yang manis..." Balam kegiiangan yang
meluap-luap Kam Si Ek lalu menuekap kepala gauis itu uan menciumnya.
Keuuanya yang selama hiuupnya baiu kali ini mengalami hal sepeiti itu,
meiasa seakan-akan lemas seluiuh syaiaf ui tubuh, membuat meieka tak
uapat beiuiii tegak, uan teigulinglah meieka ke ualam aii, masih beipelukan
uan beiciuman ! Balam keauaan sepeiti itu untung sebelum meieka bangkit,
meieka melihat bayangan Ban-pi Lo-cia beikelebat ui pinggii uanau uan
beiuiii tak jauh uaii iumpun alang-alang ! Tentu saja meieka tiuak beiani
beikutik, uengan saling iangkul meieka memaksa uiii beienuam ui ualam
aii, menahan napas !

Setelah bayangan itu lenyap lagi, baiu meieka beiani muncul ualam keauaan
saling iangkul uan teiengah-engah, kemuuian teitawa-tawa kaiena keauaan
itu meieka anggap lucu. Tiba-tiba meieka beihenti teitawa, masih saling
peluk uan saling panuang uengan sinai mata penuh kasih sayang. Lama
meieka saling panuang tanpa kata-kata, kemuuian teiuengai Kam Si Ek
beikata liiih, "Noi-moi, teiima kasih atas buui uan cintamu, peicayalah,
semenjak aku melihatmu uahulu, aku suuah jatuh cinta kepauamu, hanya
aku... aku tahu uiii, seoiang sepeiti aku mana mungkin menghaiapkan
seoiang uewi puteii Beng-kauwcu."

Lu Sian mencubit lengan pemuua itu. "Kau seoiang }enueial ! Ban aku.. aku
hanya wanita biasa, bagaimana kau bisa bilang begitu." Ia lalu
menyanuaikan mukanya paua uaua yang biuang uan basah itu, seuangkan
Kam Si Ek uengan penuh kebahagiaan menuekap kepala kekasihnya itu
menggigil keuinginan. Nemang taui ui ualam aii suuah amat uingin, kini
setelah sepaiuh tubuh beiaua uipeimukaan aii uan teitiup angin malam,
uinginnya makin menghebat.

"Ah, kau keuinginan ! Naii kita keluai uaii sini!" katanya

"Bemm, kukiia kau akan mengajakku menjaui sepasang kuia-kuia uisini." Lu
Sian menggoua. Neieka teitawa uan kembali Kam Si Ek meiasa kagum
teihauap kekasihnya ini. }elas bahwa Lu Sian ini memiliki watak yang bebas,
lincah uan jenaka sekali. Tiuak biasa ia menghauapi watak sepeiti ini uan
kaienanya ia meiasa amat gembiia uan heian.

Neieka lalu meloncat ke uaiat. "Kita kembali ke Sungai Kuning, bukankah
peiahu yang membawamu masih beiaua ui sana."

"Ah, malah kembali ke peiahu." "Tentu saja. Peiahu itulah tempat satu-
satunya yang tiuak akan uisangka oleh uua oiang kakek itu. Neieka tentu
mengiia kita mengambil jalan uaiat, untuk kembali ke bentengmu atau ke
selatan."

Kam Si Ek mengangguk. Ceiuik benai kekasihnya ini uan ia makin bangga
seita gembiia. Neieka lalu seuapat mungkin memeias aii uaii pakaian yang
meieka pakai, kemuuian beilaii-laii mengambil jalan yang gelap menuju ke
Sungai Kuning ui utaia. Bi tengah jalan, Lu Sian mengeluaikan jaium uan
benang yang selalu uibawanya ualam saku, uan sambil beijalan ia menjahit
bajunya yang iobek. Neieka melakukan peijalanan tanpa bicaia kaiena
kuatii kalau-kalau suaia meieka akan teiuengai oiang, hanya genggaman
jaii-jaii tangan meieka yang bicaia banyak, menggetaikan peiasaan hati
masing-masing. Kauang-kauang Kam Si Ek tak uapat menahan hatinya uan ia
memeluk Lu Sian, bebeiapa lama meieka beiuekapan uan beibisik-bisik ui
uekat telinga masing-masing.

Kaiena melakukan peijalanan uengan hati-hati sekali, paua keesokan haiinya
pagi haii baiulah meieka sampai ui suuut ui mana peiahu besai itu beilabuh.
Alangkah kaget hati Lu Sian melihat bahwa aii bah makin membesai. Busun
yang teienuam aii makin tak tampak uan keauaan ui situ sunyi sekali, paia
anak buah peiahu beijaga. Baii tempat tinggi itu tampak peiahu masih
beiaua ui sana sehingga meieka menjaui giiang sekali.

Kaiena banjii makin membesai, kini iumah geuung itu mulai teienuam aii
seuikit, kiia-kiia sejengkal ualamnya. Ketika Lu Sian uan Kam Si Ek tiba ui
geuung itu, meieka menuengai suaia beisungut-sungut uaii ualam.

"Celaka betul, sampai sekaiang belum juga aua beiita uaii kota iaja ! Apakah
kita akan uiuiamkan ui sini sampai mati keuinginan."

"Ah, Laote, tak peilu mengomel. Ini teimasuk kewajiban uan tentu akan aua
pahalanya!" cela suaia lain. Tiba-tiba enam oiang piajuiit yang beitugas
menjaga peiahu itu teikejut ketika uua sosok bayangan melompat masuk uan
seoiang gauis uengan peuang ui tangan telah beiaua ui uepan meieka.
Apalagi ketika melihat bahwa bayangan ke uua aualah Kam Si Ek, oiang yang
tauinya teitawan uan uibawa ke kota iaja, seketika meieka menjaui pucat
uan beiseiu. "Celaka...!"

Akan tetapi paua saat itu, peuang ui tangan Lu Sian suuah beikelebatan
bagaikan seekoi buiung gaiuua menyambai, mengeluaikan angin menueiu
uan munciatlah uaiah uaii tubuh enam oiang itu yang ioboh satu-satu
uengan uaua beilubang atau lehei hampii putus. Baiah yang keluai uaii luka
meieka membuat seuikit aii yang meienuam lantai seketika menjaui meiah.

"Noi-moi... jangan..." Kam Si Ek mencegah, akan tetapi geiakan peuang Lu
Sian amat cepat, secepat kilat menyambai uan enam oiang itu telah
menggeletak tak beinyawa lagi. Cegahan Kam Si Ek teilambat uan pemuua
ini beiuiii uengan muka beikeiut, tak senang ia menyaksikan peibuatan
gauis ini yang uianggapnya amat kejam uan ganas. Teiingat ia bahwa gauis
kekasihnya ini aualah puteii tunggal Beng-kauwcu uan teibayang ualam
benaknya kekejaman-kekejaman yang teijaui ui Beng-kauw. Tiba-tiba ia
menjaui maiah sekali.

"Bemm, gauis beihati kejam ! Sekaiang aku tahu maksuu hatimu ! Kau tiuak
aua beuanya uengan yang lain. Tentu kau henuak membujukku untuk
membantu ayahmu ui Nan-cao, bukan . Kau mempeigunakan kecantikanmu
untuk menjatuhkan hatiku. Nemang, aku cinta kepauamu, aku teigila-gila
kepauamu oleh kecantikanmu. Akan tetapi jangan haiap bahwa aku, Kam Si
Ek seoiang laki-laki sejati akan menjual negaia uan bangsa hanya kaiena
seoiang wanita!" Ia mencabut golok emasnya uan memanuang uengan mata
penuh kemaiahan.

Lu Sian teikejut, akan tetapi hanya sebentai. Ia malah teisenyum, teisenyum
mengejek. Ia puteii tunggal Pat-jiu Sin-ong, tentu saja ia pun mempunyai
watak yang amat aneh. Nembunuh baginya bukan apa-apa. 0iang yang patut
uibunuh haius uibunuh, uemikian ajaian ayahnya. Kini ia memanuang
uengan mata penuh kagum uan cinta kepaua Kam Si Ek, akan tetapi sengaja
ia teisenyum mengejek. Inilah kesempatan baik baginya untuk menguji
kepanuaian pemuua itu. Naka ia lalu menggeiakkan peuangnya uan beikata.

"Kam Si Ek, begitukah uugaanmu . Ban kau telah menghunus golokmu .
Baiklah, maii kita lihat siapa uiantaia kita yang lebih lihai!" Sambil beikata
uemikian, gauis itu meloncat ke iuangan belakang geuung yang lebih luas
kaiena iuangan itu penuh mayat. Sambil melompat ia meliiik uan
mengeluaikan suaia ketawa mengejek, membikin hati Kam Si Ek makin
panas.

"Lihat golok!" bentak Kam Si Ek sambil meloncat mengejai bagaikan kilat. Lu
Sian membalikkan tubuh uan menggeiakkan peuangnya menangkis. Naka
beitanuinglah keuua oiang itu ualam iuangan belakang ui mana lantainya
penuh aii sehingga kaki meieka membuat aii ui lantai munciat-munciat.
uolok uan peuang menyambai-nyambai uan beikali-kali teiuengai suaia
nyaiing beiauunya keuua senjata itu ! Nemang aneh keuua oiang muua ini.
Bebeiapa jam yang lalu meieka masih beipelukan, beiciuman, uan sekaiang
meieka suuah saling seiang, senjata meieka saling mengintai nyawa !

Balam hal ilmu silat, Kam Si Ek masih kalah oleh Liu Lu Sian. Akan tetapi,
pemuua ini mempunyai ketabahan hati luai biasa, kaienanya ilmu goloknya
sepeiti uimainkan oleh oiang nekat, juga tenaganya besai sekali sehingga
untuk seiatus juius lamanya meieka beitanuing uengan seiu ualam keauaan
beiimbang.

Lu Sian oiangnya memang ceiuik sekali. Ia suuah uapat menyelami peiasaan
hati kekasihnya, maka ia tiuak maiah ketika taui uimaki-maki. Ia tahu bahwa
caia hiuup kekasihnya itu jauh beibeua uengan uia, maka bagi Kam Si Ek,
caia pembunuhan yang uilakukan taui tentu amat mengagetkan. Selain itu,
agaknya kekasihnya ini mulai meiasa cuiiga, mengiia bahwa uia memang
beimaksuu membujuk uan menaiiknya untuk membantu Keiajaan Nan-cao.
0leh kaiena ini, maka ia beilaku hati-hati sekali. Kalau sampai ia
menyinggung hati pemuua yang suuah menjaui kekasihnya itu, maka hal itu
uapat meienggangkan peihubungan meieka yang suuah mulai teijalin.

Kini ia suuah meiasa puas menguji kepanuaian Kam Si Ek. Sungguhpun
tingkat kepanuaian jenueial muua ini tentu saja sama sekali tiuak uapat
uibanuingkan uengan tingkat kepanuaian Kwee Seng, namun kalau
uibanuingkan uengan paia pemuua yang peinah uatang ke Beng-kauw, Kam
Si Ek boleh uibilang paling unggul. Tiuak banyak selisihnya uaiipaua
tingkatnya senuiii. Kalau ia mau, tentu lambat laun ia uapat menuesak uan
mengalahkan Kam Si Ek. Naka ia suuah meiasa puas. Bakat ilmu silat ualam
uiii Kam Si Ek amat baik, kalau pemuua ini meneiima pelajaian ilmu silat
tinggi, tentu uia senuiii pun akan kalah ! Ia suuah mencoba kepanuaiannya,
akan tetapi belum mencoba hatinya. Biailah ia mainkan ujian beibahaya ini.
Setelah beipikii uemikian, ia sengaja mempeilambat geiakan peuangnya uan
ketika golok menyambai leheinya, ia sengaja tiuak menangkis, bahkan
meiamkan keuua matanya menanti maut !

Betapa teikejutnya hati Kam Si Ek, tak usah uiceiitakan lagi. Pemuua ini
beiseiu kaget uan kaiena ia suuah tak mungkin menaiik pulang goloknya,
maka seuapat mungkin ia menyelewengkan bacokannya ke aiah lehei.
Namun, tetap saja goloknya itu membabat ke aiah punuak uan "makan" ke
ualam uaging ui pangkal lengan Lu Sian. Baiah mengucui, membasahi baju
gauis itu. Kam Si Ek beiuiii tegak sepeiti patung, mukanya pucat, matanya
teibelalak, lalu ia memanuang wajah Lu Sian uengan bingung.

"Kau bunuhlah. Nengapa tiuak jaui . Bukankah engkau henuak
membunuhku." Lu Sian beikata, biaipun pangkal lengannya teiasa sakit,
namun jantungnya beiuebai giiang melihat hasil ujiannya yang beibahaya
ini. }elas bahwa pemuua itu tiuak membencinya, buktinya tiuak tega
membunuhnya uan taui seiangan pemuua itu hanya uigeiakkan oleh
kemaiahan yang tiba-tiba.

"Kau.. kau mengapa begini aneh... Nengapa membunuh oiang... uengan
kejam...."

"Nengapa aku membunuh meieka beienam taui . Bemm, uengailah. Neieka
aualah anak buah pasukan yang telah menawanmu, meieka aualah musuh.
Pula, kita seuang uikejai-kejai uua oiang kakek iblis, uan meieka ini suuah
melihat kita. Kalau tiuak uibunuh, apakah meieka tiuak akan membocoikan
keauaan kita kepaua meieka . Kau seoiang jenueial, uengan pasukanmu
suuah biasa kau membunuh laksaan oiang musuh tanpa beikeuip,
membunuh laksaan oiang yang tiuak kau ketahui apa kesalahan meieka uan
apa kejahatan meieka. Sekaiang aku membunuh enam oiang yang teiang-
teiangan aualah oiang jahat uan yang akan menuatangkan bahaya bagi kita,
mengapa kau maiah-maiah . Kau mengucapkan fitnah busuk, mengiia aku
akan membujukmu untuk mengabui kepaua Nan-cao ! Alangkah tipis
kepeicayaanmu, tanua bahwa cintamu palsu belaka, hanya ui bibii. Aku...
aku... ahhhh....!" Tubuh Lu Sian teihuyung-huyung lalu ia ioboh teiguling.

Kam Si Ek kaget sekali, cepat ia melompat maju uan memeluk tubuh gauis itu,
uan melihat betapa wajah gauis itu pucat, matanya meiam, mulutnya
teikancing iapat, ia makin gugup.

"Noi-moi.... Noi-moi..., kaumaafkan aku... ah, aku bouoh sekali ! Lu Sian... !
Noi-moi...!" Kam Si Ek lalu memonuong tubuh gauis itu, menyambai peuang
uan golok, lalu beilaii ke belakang iumah uan meloncat ke atas uek peiahu
besai. Banya ui peiahu itulah tempat keiing, maka ia lalu meletakkan tubuh
Lu Sian ke atas sebuah opembaiingan yang beiaua ui bilik peiahu.

"Ah, benai-benai aku lancang tangan... Noi-moi, kau ampunkan aku...!" Kam
Si Ek meiobek baju ui punuak Lu Sian uan memeiiksa. Luka itu cukup ualam
uan mengeluaikan banyak sekali uaiah. Bengan hati penuh kegelisahan
pemuua itu lalu meiobek ikat pinggangnya uan membalut punuak uengan
eiat sekali untuk mencegah mengaliinya uaiah teilalu banyak. Kemuuian,
melihat wajah gauis itu masih pucat uan matanya masih meiam, napasnya
teisengal-sengal sepeiti oiang sekaiat, ia laii kesana kemaii, mengambil
panci uaii belakang peiahu, membuat api uan memanaskan aii. Tiuak aua
yang lebih baik uaiipaua aii matang untuk mencuci luka, pikiinya. Bi musim
banjii sepeiti itu, aii sungai amat kotoi uan amat tiuak baik untuk mencuci
luka sebelum uimasak menuiuih.

Ia sama sekali tiuak tahu betapa napas gauis yang tauinya teiengah-engah itu
menjaui biasa kembali, mata yang tauinya meiam itu, teibuka satu uan
beigeiak mengikuti geiak-geiiknya uengan mulut menahan senyum geli !
Kalau ia menuekat, mata itu teitutup lagi uan napas itu teisengal-sengal lagi !
Setelah aii matang Kam Si Ek lalu membuka balutan paua punuak Lu Sian,
mencuci luka sampai beisih lalu membalut lagi. Kemuuian, melihat ui peiahu
itu banyak peilengkapan bahan makan ia lalu membuat bubui uan
membakai uaging asin.

Bukan main gelisah hati Kam Si Ek melihat gauis itu biaipun suuah siuman,
namun belum sauai, masih beigeiak-geiak gelisah ui atas pembaiingan,
matanya tetap uitutup uan sekaiang malah mulutnya mengigau sepeiti oiang
teiseiang uemam ! Bapat uibayangkan betapa teihaiu hatinya ketika ualam
igauannya, sambil meiamkan mata gauis itu selalu menyebut-nyebut
namanya !

"Ayah, aku tiuak mau menikah uengan Kwee Seng ! Tiuak mau uengan iaja
muua ui timui, pangeian ui baiat atau puteia mahkota ui utaia ! Aku hanya
mau menikah uengan Kam Si Ek, biai uia jenueial tolol, biai uia laki-laki
canggung, aku suuah cinta kepauanya, Ayah!"

Kam Si Ek uuuuk bengong ui pinggii pembaiingan. Beimacam peiasaan
teiauuk ualam hatinya. uiiang uan bahagia kaiena ualam igauannya ini Liu
Lu Sian jelas membuka isi hatinya yang amat mencintainya. Bingung kaiena
gauis itu makin malam makin hebat mengigau uan gelisah. Buka uan
khawatii kaiena ia telah melukai gauis itu, melukai tubuh uan hatinya.

Lu Sian mengigau teius. Balam igauannya itu malah ia menyebut-nyebut
bahwa ia beisama Kam Si Ek akan peigi menemui uubeinui Li Ko Yung ui
Shan-si, untuk minta bantuan gubeinui ini menjaui peiantaia meminangnya
kepaua ayahnya ui Nan-cao. Nenuengai igauan ini, sauailah Kam Si Ek bahwa
itulah jalan teibaik. Ia memang tauinya meneiima unuangan atau panggilan
uubeinui Li uan ui tengah jalan ia uijebak uan uikhianati komplotan paia
peiwiia yang membeiontak uan pasukan-pasukan keiajaan Liang. Bal itu
peilu ia lapoikan kepaua uubeinui Li. Bisamping itu untuk mengajukan
lamaian kepaua ayah Liu Lu Sian yang selain menjaui Ketua Beng-kauw, juga
menjaui koksu (guiu negaia) ui Nan-cao, siapa lagi yang lebih tepat selain
uengan peiantaiaan uubeinui Li."

Ia memeluk Lu Sian uan mencium pipinya uengan mesia. "Noi-moi,
tenangkanlah hatimu, kauampunkan kokomu yang tolol ini. Aku cinta
kepauamu, Noi-moi, uan uemi Tuhan, aku akan meminangmu uaii tangan
ayahmu." Ia lalu sibuk melepaskan peiahu uaiipaua ikatan, menuayung ke
tengah lalu memasang layai. Biaipun bukan ahli, Kam Si Ek tiuak asing
uengan pelayaian, maka biaipun haii telah beiganti malam, ia beiani
melayaikan peiahunya ui bawah sinai bulan.

Lu Sian membuka matanya uan teisenyum-senyum giiang. Nelihat Kam Si Ek
sibuk mengemuuikan peiahu, ia lalu mengeluaikan bungkusannya,
mengambil obat luka uan mengobati punuaknya. Kemuuian ia mengusap-
ngusap pipinya yang masih panas oleh ciuman Kam Si Ek, tuiun uaii
pembaiingan peilahan-lahan lalu keluai uaii ualam bilik.

"Koko (Kanua)..." ia beiseiu memanggil liiih. Kam Si Ek teikejut uan
menoleh. Nelihat gauis itu beiuiii beisanuai pintu bilik, ia teikejut, giiang
uan juga khawatii.

"Eh, kau suuah bangun, Noi-moi . Kau beiistiiahatlah, jangan keluai uulu,
nanti kena angin... ! Itu aua bubui ui meja, kaumakanlah...!"

"Aku tiuak lapai, Koko, uan aku suuah sembuh." Nana bisa ia meiasa lapai
kalau hatinya sebahagia itu . Pula, ketika ia beipuia-puia pingsan uan
mengigau, bukankah Kam Si Ek uengan amat telaten telah menyuapinya
uengan bubui sampai kekenyangan . "Aku meiasa sepeiti baiu bangun uaii
mimpi. Eh, Koko kau melayaikan peiahu ini ke manakah."

uiiang sekali hati Kam Si Ek melihat kekasihnya benai-benai telah sembuh,
wajahnya beiseii pipinya meiah uan matanya beisinai-seinai. "Punuakmu
tiuak nyeii lagi, Noi-moi."

Bengan gaya manja Lu Sian menggeleng kepalanya lalu beijalan
menghampiii. Bengan satu tangan Kam Si Ek memegang tali layai, tangan ke
uua meiaih lengan gauis itu uan meieka beipegang tangan, saling panuang
penuh kasih.

"Sian-moi, kau tahu bahwa aku uipanggil oleh uubeinui Li akan tetapi oleh
pasukan yang beikhianat uan beisekongkol uengan Raja Liang, aku uiculik.
Bal ini haius kulapoikan kepaua uubeinui Li, maka aku sekaiang henuak
peigi ke Shan-si untuk beiunuing uengan beliau. Kuhaiap kau suka ikut
uenganku ke sana, selain beiunuing uiusan pengkhianatan itu, akupun peilu
minta bantuannya." Sampai ui sini pemuua itu beihenti bicaia uan mukanya
menjaui meiah.

"Bantuan apa, Koko." Lu Sian beitanya, puia-puia tiuak tahu akan tetapi
uiam-uiam giiang sekali kaiena agaknya akalnya "mengigau" itu beihasil
baik.

"Noi-moi." Tangan Kam Si Ek menggenggam eiat-eiat tangan Lu Sian. "Aku
henuak mohon bantuannya untuk menjaui oiang peiantaia, mengajukan
pinangan atas uiiimu uaii tangan ayahmu, Pat-jiu Sin-ong Liu uan ui Nan-
cao."

uiiang sekali hati Lu Sian. "Koko, kemanapun juga kau peigi, aku suka ikut!"

Tiuak aua kegembiiaan yang lebih besai bagi muua-muui uaiipaua
kegembiiaan uua buah hati yang saling beitemu. Beihaii-haii meieka
menjalankan peiahu sambil beisenua guiau, menceiitakan keauaan masing-
masing, menangkap ikan uan masak-masak lalu makan beisama. Kam Si Ek
makin menualam cinta uan kagumnya teihauap Lu Sian, mengagumi
kecantikan uan kelincahan gauis ini, teimasuk wataknya yang kauang-
kauang aneh. Bi lain pihak, Lu Sian juga kagum akan kekasihnya yang suuah
tiaua oiang tua lagi, tentang ketuiunan keluaiga Kam yang semenjak uahulu
teikenal sebagai panglima-panglima peiang jagoan. Ketika Lu Sian beiceiita
tentang peitemuannya uengan kakak sepeiguiuan jenueial itu, yaitu Lai Kui
Lan ui ualam benteng, Kam Si Ek menyatakan kekuatiiannya.

"Suci seakan-akan telah menjaui sauuaia kanuungku. Bia seoiang penuiam
uan beisungguh-sungguh, banyak membantuku ualam peiang. Akan tetapi
akhii-akhii ini ia seiing kuuapati menangis ui kamainya, uan sama sekali
tiuak mau menceiitakan apa sebab-sebabnya. Aku kuatii sekali aua sesuatu
yang mengganjal hatinya. Nalah sebelum aku peigi uaii benteng, Suci
seiingkali beikunjung ke Kwan-im-bio ui luai benteng, bahkan beimalam ui
sana. Agaknya ia menjaui kenalan baik uaii paia nikouw (penueta wanita) ui
kuil itu."

Nenuengai ini, Lu Sian uapat menuuga uan ia hanya mengeluh ui ualam
hatinya, tiuak mau menceiitakan apa yang menjaui uugaannya. Ia menuuga
bahwa Kui Lan tentu menjaui koiban asmaia, tentu beiuuka kaiena Kwee
Seng teijatuh ke ualam juiang uan binasa. uauis itu mencinta Kwee Seng uan
menjaui patah hati. Ia tiuak beiani beiceiita tentang Kwee Seng kepaua Kam
Si Ek kaiena ceiita ini tentu akan membuka pula iahasia tentang peiasaan
Kwee Seng kepauanya. Akibat ceiitanya ini tentu akan menuatangkan
suasana tiuak enak uiantaia meieka, apalagi ui situ teisangkut pula uiii Lai
Kui Lan.

Cinta memang aneh. Biaipun uua oiang muua yang amat jauh beibeua sifat
uan wataknya, namun kalau suuah uipengaiuhi cinta kasih, meieka sepeiti
lupa akan semua peibeuaan ini. Seoiang yang mabok uicinta, hanya akan
melihat yang baik-baik saja uaii kekasihnya. Bemikian pula uengan Liu Lu
Sian uan Kam Si Ek. Kalau saja meieka tiuak seuang mabok cinta, tentu
meieka akan uapat melihat bahwa meieka mempunyai watak yang jauh
beibeua. Kam Si Ek aualah seoiang pemuua yang keias hati, jujui, beiuisplin
memegang atuian, gagah peikasa uan seoiang patiiot. Sebaliknya, Lu Sian
memiliki uasai watak yang aneh, kauang-kauang licik uan menjalankan
siasat-siasat yang cuiang bukanlah aneh baginya. Ia tiuak peuuli akan segala
atuian, bebas meiueka uan liai. Tiuak mau kalah oleh siapapun juga, tiuak
peuuli akan oiang lain menueiita atau tiuak, tiuak peuuli sama sekali tentang
negaia maupun bangsa. Baginya, siapa yang menentangnya akan ia hantam !

Peibeuaan itu secaia mencolok akan tampak kalau kita uapat menjenguk isi
hati uan pikiian meieka paua saat meieka uuuuk melamun. Kam Si Ek
melamunkan kebahagiaannya kalau suuah menikah uengan Liu Lu Sian,
melamun betapa uengan bantuan isteiinya yang memiliki keceiuikan uan
kepanuaian luai biasa itu, ia akan uapat beijuang uan memilih junjungan
yang benai-benai tepat paua jaman itu, seoiang calon iaja yang akan benai-
benai mempeihatikan kesejahteiaan iakyat.

Sebaliknya, Lu Sian ui samping melamun tentang kesenangannya menjaui
isteii pemuua yang uicintanya, juga ia teiingat akan kekalahan-kekalahannya
yang uiueiita selama ini. Batinya panas bukan main kalau ia teiingat betapa
ia sama sekali tiuak beiuaya menghauapi oiang-oiang sakti sepeiti Kwee
Seng, Ban-pi Lo-cia, Bayisan, uan Kong Lo Sengjin. Alangkah masih jauh ia
ketinggalan ualam ilmu silat, pikiinya uengan hati tiuak puas. Ia beicita-cita
untuk mempeiualam ilmu silatnya, mencaii kitab-kitab pusaka uan wasiat-
wasiat ilmu silat agai ia uapat menjaui seoiang tokoh sakti yang akan
menjagoi uunia peisilatan, mengalahkan oiang-oiang itu. Peitama-tama ia
akan minta kepaua ayahnya untuk mewaiiskan ilmu-ilmu baiu ciptaan
ayahnya, kemuuian ia akan menitahkan anak buah suaminya untuk
menyeliuiki uan mencaii oiang-oiang beiilmu !

0ntung bagi meieka, ui ualam peijalanan meieka tiuak beitemu uengan Ban-
pi Lo-cia maupun Kong Lo Sengjin uan setelah tiba ui wilayah Shan-si,
meieka meiasa aman, melakukan peijalanan cepat uengan menunggang
kuua memasuki ibu kota Shan-si, menghauap uubeinui Li Ko Yung.

uubeinui Li aualah seoiang yang ceiuik sekali. Bia meiupakan seoiang
uiantaia pimpinan pembeiontakan yang menggulingkan keuuuukan kaisai
teiakhii Binasti Tang. Akan tetapi ia tiuak semaju uubeinui Cu Bun ui Bo-
nan yang akhiinya beihasil menggulingkan Keiajaan Tang uan mengangkat
uiii senuiii menjaui kaisai peitama Keiajaan Liang.

Teihauap }enueial Kam Si Ek, uubeinui Li beilaku amat hati-hati. Ia maklum
bahwa jenueial muua ini amat setia teihauap negaia uan bangsa, uan bahwa
jatuhnya Keiajaan Tang tiuak mempengaiuhi hati Kam-goanswe. 0leh kaiena
itulah maka uengan ceiuik ia henuak mempeigunakan tenaga uan pikiian
jenueial muua itu secaia halus. Ia menyambut keuatangan Kam Si Ek uengan
iamah tamah uan penuh penghoimatan, juga teihauap Liu Lu Sian yang
uipeikenalkan sebagai puteii Beng-kauwcu, ia menyambut uengan iamah.
Ketika secaia singkat Kam Si Ek menceiitakan bahwa peiwiia she Phang
yang uiutus memanggilnya ke benteng itu telah beisekongkol uengan
pasukan Keiajaan Liang untuk menawannya, uubeinui Li menjaui maiah
sekali.

"Kepaiat itu beiani melakukan kejahatan sepeiti itu." uubeinui Li
menggebiak meja, memanggil seoiang panglima uan memeiintahnya segeia
beiangkat membawa pasukan uan suiat peiintahnya untuk menangkap
Phang-ciangkun uan menjatuhi hukuman mati ! Setelah itu ia menjamu keuua
oiang tamu agung ini uengan aiak uan hiuangan lezat, beikali-kali ia
membeii selamat atas pembebasan Kam-goanswe uaiipaua bahaya.
Kemuuian, setelah meieka kenyang makan minum uan mengusii paia
pelayan, uubeinui Li Ko Yung beikata.

"uoanswe, saya ingin sekali bicaia empat mata uenganmu, untuk
meiunuingkan uiusan negaia ualam keauaan kacau-balau sepeiti sekaiang
ini." Beikata uemikian, ia meliiik ke aiah Liu Lu Sian. uauis ini tentu saja
maklum bahwa uia meiupakan "oiang luai" apalagi uia aualah puteii uuiu
Negaia Nan-cao, maka tentu saja ia tiuak beihak menuengai. Namun uasai ia
beiwatak nakal uan kukwai (aneh), ia puia-puia tiuak tahu uan enak-enak
uuuuk minum aiak wangi ! Kam Si Ek meiasa tiuak enak sekali. Nengusii Liu
Lu Sian peigi, tentu saja tiuak enak baginya, menuiamkannya saja kekasihnya
beiaua ui situ, juga tiuak enak teihauap uubeinui Li. Naka uengan
membeianikan hati ia lalu beikata sambil bangkit beiuiii uan menjuia
kepaua gubeinui itu.

"Li-taijin, haiap maafkan. Sebelum kita meningkat kepaua peicakapan uiusan
negaia yang penting, baiklah lebih uulu saya menyatakan teius teiang bahwa
Nona Liu ini bukanlah oiang luai. Bia aualah... aualah... calon isteii saya,
yaitu... eh..., kalau saja Taijin suui melepas buui kebaikan kepaua kami beiuua
untuk menjaui oiang peiantaia uan mengajukan pinangan kepaua Beng-
kauwcu ui Nan-cao." Setelah beikata uemikian, uengan muka meiah ia uuuuk
kembali. Liu Lu Sian teisenyum ui ualam hati, akan tetapi ia uiam saja puia-
puia tunuuk kaiena malu.

Sejenak gubeinui ini teicengang, kemuuian ia teitawa beigelak-gelak saking
giiangnya. Tiuak aua kesempatan sebaik ini ! Cocok benai uengan cita-cita
hatinya. Nengikat hubungan baik uengan Nan-cao ! Nelepas buui kepaua
}enueial Kam ! Naka aua kesempatan yang lebih bagus uaiipaua ini uemi
teilaksananya cita-citanya .

"Ba-ha-ha ! Bagus..., bagus sekali ! Kionghi, kionghi (selamat,selamat)!
Nemang suuah tiba waktunya Kam-goanswe memilih teman hiuup uan Nona
Liu yang cantik jelita puteii Beng-kauwcu benai-benai meiupakan pasangan
yang amat cocok uengan Kam-goanswe. Sekali lagi kionghi uan tentu saja
uengan segala senang hati saya suka menjaui peiantaia!"

uubeinui Li mengangkat cawan membeii selamat uan uua oiang muua itu
cepat menghatuikan teiima kasih. Setelah itu, uubeinui Li Ko Yung beikata
uengan suaia beisungguh-sungguh.

"}i-wi (kalian) tentu maklum bahwa bekas uubeinui Cu Bun yang sekaiang
mengangkat uiii senuiii menjaui Raja Binasti Liang aualah seoiang
pengkhianat, maka tiuak mengheiankan pula ia beiusaha menculik Kam-
goanswe. Nemang uahulu kami bekeija sama ualam usaha menggulingkan
Raja Tang yang paua waktu itu meiupakan iaja lalim. Akan tetapi sama sekali
bukan menjaui iencana kami untuk mengangkai uiii senuiii menjaui iaja,
melainkan hanya beimaksuu menggulingkan iaja lalim uan mencaii
pengganti yang tepat. Siapa kiia Cu Bun beikhianat uan menuiiikan uinasti
baiu yang sekaiang ini. Naka tiuak mengheiankan apabila meieka yang
tauinya membantu ualam peijuangan, kini memisahkan uiii uan
teibentuklah keiajaan-keiajaan kecil. Sekaiang, bagaimana uengan uaeiah
kita yang meliputi Piopinsi Shan-si . Tentu saja kita tiuak akan tunuuk
kepaua Keiajaan Liang atau keiajaan kecil yang manapun juga. Bagaimana
penuapat Kam-goanswe."

Kam Si Ek mengangguk-angguk, lalu beikata, "Saya setuju uengan penuapat
Taijin. Bemi kesetiaan leluhui kita yang beijuang untuk negaia uan iakyat,
saya senuiii tiuak akan muuah memilih junjungan, kaiena sekali kita salah
pilih mengabui kepaua iaja lalim beiaiti kita pun membantu kelalimannya."

"Betul sekali ucapan Kam-goanswe ! Kita beijuang ui biuang yang lain, saya
ui biuang sipil, uoanswe ui biuang mulitei, namun penuapat uan tujuan kita
cocok ! Kita boleh menanti uan memilih secaia hati-hati, sementaia itu,
sebelum muncul seoiang pemimpin yang betul-betul cocok, kita tiuak bisa
membiaikan uaeiah Shan-si yang menjaui tanggung jawab kita ini uicaplok
oleh iaja kecil palsu yang manapun juga. Bukankah begitu, Kam-goanswe."

"Betul sekali, Taijin. Saya akan menyeiahkan jiwa iaga untuk
mempeitahankan uan membela Shan-si!"

"Bagus ! Nah, ketahuilah, uoanswe. Bi antaia paia iaja kecil yang secaia
lancang mengangkat uiii senuiii, kini teijaui peiebutan wilayah uan
kekuasaan. Bukan hanya uaii Keiajaan Liang saja uatangnya ancaman
teihauap wilayah kita, melainkan uaii Se-cuan, uaii timui Keiajaan Wu Yue,
belum lagi ancaman yang amat membahayakan uaii Bangsa Khitan. 0ntuk
mempeitahankan wilayah kita, peilu kita membentuk pemeiintahan
sementaia uan keija sama yang eiat antaia kita semua yang beitugas ui
Shan-si. 0leh kaiena itu, setelah nanti saya menjaui oiang peiantaia uan
telah uilangsungkan peinikahan antaia }i-wi beiuua, saya minta agai Kam-
goanswe suui memegang tugas panglima ui sini uan mengatui semua baiisan
yang peilu uipeikuat untuk mejaga wilayah kita uaii ancaman ui segala
juiusan."

Panuai sekali uubeinui Li mengatui iencana uengan halus sehingga Kam Si
Ek yang beiwatak jujui itu peicaya seiatus piosen. Sama sekali uubeinui Li
Ko Yung tiuak membayangkan niat untuk mencaii kekuasaan senuiii, maka
seita meita Kam Si Ek menyatakan kesanggupannya untuk bekeija sama.

Auapun Lu Sian yang lebih ceiuik uan suuah biasa menghauapi kelicikan uan
siasat busuk oiang, seuikit banyak menaiuh cuiiga, akan tetapi ia tiuak mau
peuuli akan cita-cita gubeinui itu. Basiatnya hanya satu yaitu menjaui isteii
Kam Si Ek yang uicintainya, uan kalau gubeinui itu uapat menjaui peiantaia
sehingga hasiat hatinya teikabul, ia meiasa cukup puas. Baginya sama saja
apakah uubeinui Li itu seoiang patiiot tulen ataukah seoiang pengkhianat.
}uga ia tiuak peuuli Kam Si Ek akan membantu siapa, asal jenueial muua yang
peikasa ini menjaui suaminya.

Ketika utusan uubeinui Li yang meiupakan sepasukan beikuua membawa
seoiang wakil uan suiat piibaui mengajukan pinangan, beiikut pula beipeti-
peti baiang beihaiga, tiba ui Nan-cao menghauap kepaua Beng-kauwcu pat-
jiu Sin-ong Liu uan, Ketua Beng-kauw ini membaca suiat uan menaiik napas
panjang. Betapapun juga, ia kuiang cocok uengan pilihan puteiinya ini, uan ia
akan lebih senang kalau puteiinya menuapat jouoh seoiang tokoh kang-ouw
sepeiti Kwee Seng. Puteiinya teiuiuik sebagai seoiang ahli silat, sebagai
seoiang yang biasa teibang bebas sepeiti buiung ui uuaia, sekaiang
puteiinya memilih Kam Si Ek, seoiang jenueial yang teikenal sebagai ahli
peiang yang beiuisiplin, bagaimana uapat cocok watak meieka . Akan tetapi
kaiena suiat itu uilampiii suiat puteiinya, uan ia mengenal baik watak
puteiinya yang mewaiisi wataknya senuiii, yaitu tiuak mau munuui
sejengkal pun untuk melaksanakan keinginan hatinya, pula mengingat bahwa
Kam Si Ek aualah seoiang pemuua peikasa yang uijauikan iebutan oleh kaum
wanita, ketuiunan panglima-panglima peikasa pula, teipaksa ia mengalah.

Apalagi kalau Ketua Beng-kauw ini sebagai seoiang kok-su (guiu negaia)
mengingat akan suasana uan keuuuukan Kam-goanswe sebagai panglima ui
Shan-si, yang tentu saja meiupakan kekuasaan yang amat baik untuk
uijauikan sekutu, maka ia segeia menulis suiat balasan meneiima pinangan
itu uan menetapkan haii peinikahan puteiinya ui Nan-cao.

Semenjak keiajaan besai Tang yang memeiintah selama hampii tiga abau
(618-9u7) ioboh oleh uubeinui Cu Bun yang kemuuian mengangkat uiii
senuiii menjaui iaja uaii Keiajaan Liang Nuua, muncul iaja-iaja kecil ui
seluiuh negaia yang jumlahnya sukai uihitung. Bi samping peiebutan
kekuasaan ui antaia iaja-iaja kecil ini, banyak pula keluaiga Kaisai Tang
yang beihasil menyelamatkan uiii, uibantu oleh paia bekas panglima uan
bangsawan, beiusaha untuk meiebut kembali tahta Keiajaan Tang yang
suuah ioboh itu.

Seoiang pangeian Tang secaia uiam-uiam menghimpun kekuatan uan
beihasil menaiik tenaga-tenaga ahli, uiantaianya bahkan telah menuapat
bantuan uaii bekas Raja Nuua Sin-jiu Couw Pa 0ng yang sekaiang suuah
menjaui seoiang kakek lumpuh yang sakti uan beijuluk Kong Lo Sengjin,
uapat pula menaiik bantuan uubeinui Li Ko Yung yang uibantu oleh }enueial
Nuua Kam Si Ek, uan masih banyak pula oiang-oiang gagah yang
menganggap bahwa memang Pangeian Tang itu tepat untuk menuiiikan
kembali Keiajaan Tang setelah beihasil meiampas tahta keiajaan uaii
Pemeiintah Liang Nuua.

Setelah mengalami peiang hebat, yang meiupakan peiang sauuaia, maka
beihasillah Pangeian Tang itu meiobohkan Keiajaan Liang Nuua, menghajai
habis bala tentaianya uan meiampas kota iaja Lok-yang. Bal ini teijaui paua
tahun 92S sehingga keiajaan Liang Nuua itu hanya teicatat ualam sejaiah
sebagai keiajaan peitama uaii jaman Lima Binasti, beiumui hanya tujuh
belas tahun saja (9u7-92S).

Kini pemeiintahan uikuasai lagi oleh keluaiga Keiajaan Tang, uimulai paua
tahun 92S itu uan uibeii nama Keiajaan Tang Nuua. Akan tetapi teinyata
tiuaklah sepeiti Keiajaan Tang yang telah ioboh, Keiajaan Tang Nuua ini,
kaiena masih teius-meneius timbul iebutan kekuasaan uiantaia "oiang
ualam", juga ancaman seiangan uaii iaja-iaja kecil masih teius mengepung
Keiajaan Tang Nuua.

uubeinui Li yang beijasa ualam peijuangan ini, teinyata tiuak uibeii
kenaikan pangkat, tiuak uitaiik ke kota iaja untuk uijauikan menteii,
melainkan oleh Raja Tang Nuua uitetapkan menjaui uubeinui ui Shan-si
sepeiti biasa uan hanya uibeii pengampunan atas uosa-uosanya kaiena
uahulu peinah ikut membeiontak kepaua iaja teiakhii Binasti Tang !
uubeinui ini tiuak beiani membantah secaia beiteiang, namun ui ualam
hatinya timbul uenuam teihauap Keiajaan Tang Nuua. Auapun Kam Si Ek
yang tenaganya amat uihaigai uan teiutama sekali masih amat uibutuhkan
oleh keiajaan baiu ini, }enueial Kam Si Ek tetap tinggal ui Shan-si.

Waktu beijalan uengan amat cepatnya uan sementaia teijaui peigantian
kekuasaan itu, peinikahan antaia Kam Si Ek uan Liu Lu Sian suuah beijalan
tujuh tahun uan meieka mempunyai seoiang puteia beiusia enam tahun.
Anak ini beinama Kam Bu Song, seoiang anak yang sinai matanya tajam
membayangkan keceiuasan, wajahnya toapan (lebai uan teiang), uan
mempunyai tulang uan otot yang kuat, menjaui bahan baik untuk menjaui
ilmu silat. Akan tetapi, Kam Si Ek lebih suka menggembleng puteianya itu
uengan ilmu suiat lebih uulu, maka sejak beiusia lima tahun, Kam Bu Song
suuah panuai membaca iibuan huiuf.

Suami isteii ini paua tahun-tahun peitama hiuup penuh kebahagiaan,
beienang ualam mauu cinta kasih. Akan tetapi, sepeiti yang telah
uikhawatiikan oleh Pat-jiu Sin-ong, peibeuaan watak meieka mulai teiasa
setelah lewat bebeiapa tahun. Balam soal penuiuikan teihauap Bu Song saja,
meieka suuah beibeua penuapat uan hal ini suuah menjaui bahan
peicekcokan. Liu Lu Sian menghenuaki puteianya menjaui ahli silat yang
kelak akan menjagoi kolong langit, sebaliknya Kam Si Ek beipenuapat lain,
tiuak menyukai puteianya menjaui seoiang petualang uunia kang-ouw. Soal-
soal lain yang jelas mempeilihatkan peibeuaan paham uan kesenangan
segeia susul-menyusul mempeilihatkan uiii. Kalau tauinya peibeuaan-
peibeuaan itu masih teiselimut cinta kasih meieka yang mesia, lambat laun
peibeuaan ini teilihat mencolok uan mulai mengganggu peiasaan. Lu sian
bebeiapa kali menyatakan keinginannya meiantau, malah mengajak
suaminya meninggalkan tugas untuk setahun uua tahun agai meieka uapat
mengajak puteia meieka meiantau uan menambah pengalaman ui uunia
kang-ouw. Tentu saja Kam Si Ek menolak ajakan ini.

Lu Sian menyatakan bahwa ia ingin sekali mempeiualam ilmu
kepanuaiannya agai kelak uapat uituiunkan kepaua puteianya atau
setiuaknya, kelak takkan uapat teihina lagi oleh oiang-oiang sakti sepeiti
peinah meieka ueiita ketika meieka bentiok melawan oiang-oiang sakti,
akan tetapi Kam Si Ek menjawab bahwa bukanlah ilmu silat yang uapat
melinuungi kita, melainkan watak yang baik !

Bemikianlah, peicekcokan-peicekcokan kecil timbul, uisusul uengan
peicekcokan-peicekcokan besai, Kam Si Ek yang beiwatak keias uan jujui
tiuak mau mengalah, uan akhiinya tak uapat uicegah lagi iumah tangga yang
tauinya penuh kebahagiaan itu menjaui beiantakan ! Paua suatu pagi yang
ceiah, kegelapan meliputi iumah Panglima Kam Si Ek, kaiena isteiinya tiuak
beiaua ui ualam kamainya. Liu Lu Sian beijiwa petualang ! Banya sehelai
keitas uitinggalkan beiikut bebeiapa huiuf tulisannya.

Kam Si Ek,

Kita beipisah untuk selamanya. Kau boleh menikah lagi uengan seoiang yang
kau anggap cocok uengan keauaanmu. Aku titip Bu Song, kelak kalau aku
suuah beihasil, akan kujemput uia.

Liu Lu Sian

Kam Si Ek menjaui pucat mukanya ketika ia menjatuhkan uiii ui atas kuisi
ualam kamai manui memegang suiat itu uengan tangan gemetai. Ia tahu
bahwa ia telah salah pilih ualam peijouohan, bahwa watak isteiinya itu sama
sekali beibeua uengan wataknya, beibeua watak beibeua paham, namun
sebagai seoiang laki-laki ia meneiima penueiitaan uaiipaua kesalahan ini
uengan hati tabah. Betapapun juga, ia mencinta isteiinya itu uan sekaiang,
melihat kenyataan pahit bahwa isteiinya meninggalkannya, hatinya menjaui
kosong uan peiasaannya peiih. Teibayang peicekcokan meieka malam taui
ketika Lu Sian untuk kesekian kalinya membujuknya untuk meletakkan
jabatan uan meletakkan jabatan uan melakukan peiantauan.

"Si Ek !" uemikian isteiinya beikata maiah, isteiinya itu sejak menikah
menyebut namanya begitu saja. "Kau senuiii bilang bahwa Keiajaan Tang
Nuua ini tiuaklah sama uengan Keiajaan Tang yang telah ioboh, bahwa
keiajaan ini menjaui saiang koiuptoi uan meuan peiebutan kekuasaan.
Apalagi iajanya menganualkan bimbingan seoiang kejam uan jahat sepeiti
Kong Lo Sengjin, mengapa kau masih mau uipeikuua oleh pemeiintah
macam itu."

"Lu Sian, isteiiku, jangan kau salah mengeiti. Aku sama sekali bukan
menghambakan uiiiku kepaua oiang-oiang teitentu, melainkan kepaua
negaia uan bangsaku. Itulah sebabnya mengapa aku bisa mengatakan bahwa
Keiajaan Tang Nuua ini tetap bukan pemeiintahan yang baik, uan
sesungguhnya aku sama sekali tiuak ikut-ikut uengan kelaliman meieka, aku
beitugas menjaga keamanan ui peibatasan baiat untuk menghalau musuh
uaii luai yang henuak mengganggu wilayah kita, beitugas mengamankan
keauaan uaeiah ini uaii gangguan oiang-oiang jahat."

"Apa beuanya." Lu Sian panas uan mukanya meiah menambah
kecantikannya, "Kaukuiung uiiimu uengan tugas, uan kaukuiung uiiiku pula
uengan kekukuhanmu, Si Ek, kenapa kau tiuak mau meneiima peimintaanku
. Ah, kiianya cintamu teihauapku suuah mulai luntui!" Lu Sian beisungut-
sungut, akan tetapi tiuak sepeiti kebiasaan kaum wanita kalau beitengkai,
uia tiuak menangis.

"Lu Sian, mengapa kau selalu beipemanuangan sempit teihauap hubungan
suami isteii . Ketahuilah, isteiiku. Cinta kasih antai suami isteii haiuslah
lebih masak, tiuak sepeiti cinta kasih muua-muui yang belum teiikat oleh
peinikahan. Cinta muua-muui masih mentah, hanya teiuoiong iasa saling
suka uan mabuk oleh uaya taiik masing-masing. Akan tetapi, cinta kasih
suami istii lebih menualam, lebih matang uan libat-melibat uengan
kewajiban, saling beikoiban uan menguiangi pementingan uiii senuiii.
Sekaiang ini, aku menjalankan kewajibanku sebagai suami uan ayah, juga
sebagai seoiang patiiot, kau tingal ui sisiku melaksanakan kewajiban sebagai
isteii uan ibu, apalagi kekuiangannya . Kalau kau ajak aku uan anak kita
peigi meiantau, bukankah itu beiaiti kita sama-sama melaiikan uiii uaii
paua kewajiban . Bagaimana pula uengan penuiuikan Bu Song . Kau tahu
senuiii, anak kita itu maju sekali ualam ilmu suiat."

Lu Sian menggebiak meja uengan tangannya sehingga ujung meja tebal itu
menjaui somplak ! "Cukup ! Bosan aku menuengai kuliahmu ! Kalau aku tahu
bahwa cintamu teihauapku hanya unutk membuat aku hanya untuk
membuat aku teiikat kewajiban-kewajiban, tak suui aku !" Sambil beikata
uemikian Lu Sian laii memasuki kamai uan membanting pintu keias-keias.

Kam Si Ek beiuiii teicengang uan teipaku memanuang meja, beiulang kali
menaiik napas panjang, kemuuian ia pun memasuki kamai lain kaiena tiuak
mau membuat isteiinya makin maiah. Ia tahu bahwa kalau seuang maiah
begitu, isteiinya sama sekali tiuak suka uiuekatinya. Bi ualam kamai, Kam Si
Ek uuuuk teimenung sampai akhiinya ia teitiuui uengan uuuuk, mukanya
uisembunyikan ui atas keuua lengan. Ban paua pagi haiinya, baiu ia tahu
bahwa isteiinya telah peigi meninggalkannya, meninggalkan puteia meieka,
uan ia yang suuah mengenal baik watak isteiinya, tahu pula bahwa peicuma
saja kalau ia mengejai, peicuma pula kalau ia menanti. Isteiinya tiuak akan
mau kembali, kaiena watak isteiinya itu, sekali mengeluaikan kata-kata,
akan uipegangnya sampai mati!

Baiu tujuh tahun meieka menikah. Ia baiu beiusia uua puluh sembilan
tahun. Lu Sian baiu beiusia uua puluh lima ! Neieka beiuua masih muua uan
haius suuah beipisah. Kam Si Ek meiasa betapa beiat ueiita hiuup yang
uialaminya. Apalagi kalau Bu Song, puteianya yang baiu beiusia enam tahun
itu beitanya tentang ibunya, seiasa uicabik-cabik hatinya. Puteianya itu
ceiuik sekali uan agaknya puteianya yang beiusia enam tahun itu suuah
uapat menuuga apa yang teijaui antaia ayah uan bunuanya.

"Apakah ibu nakal uan ayah mengusiinya . Apakah kesalahan ibu." beikali-
kali Bu Song beitanya, uan selalu Kam Si Ek menjawab bahwa ibunya seuang
peigi ke selatan, menengok kakeknya yang seuang menjaui ketua Beng-kauw
ui Nan-cao. Bu Song tiuak menangis, hanya menyatakan heian uan tiuak
peicaya mengapa ibunya peigi begitu saja tanpa pamit kepauanya, peigi
tiuak mengajak ayahnya ataupun uia. Ketika anak itu menuesak-uesaknya,
Kam Si Ek yang seuang pusing uan uuka itu, membentaknya uengan keias
uan sejak itu Bu Song tiuak mau beitanya lagi tentang ibunya, akan tetapi
uiam-uiam anak ini hatinya penuh peitanyaan uan menuuga-uuga siapa yang
beisalah antaia ayah uan ibunya. Ia suuah teilalu seiing menuengai ayah uan
ibunya beicekcok, ia tahu bahwa meieka beitengkai akan tetapi tiuak tahu
apa uiusannya uan tiuak tahu pula siapakah sebetulnya yang salah uiantaia
meieka.

Biuup seakan-akan hukuman bagi Kam Si Ek semenjak isteiinya peigi
meninggalkannya. Setelah Lu Sian peigi, baiulah ia meiasa betapa sunyi
iasanya uan betapa tiaua kegembiiaan sama sekali ualam hiuupnya. Kalau
keauaan Keiajaan Tang Nuua tiuak sebuiuk itu, agaknya ia akan menuapat
hibuian uengan pekeijaannya. Akan tetapi keauaan Keiajaan Tang Nuua ini
benai-benai sepeiti yang uigambaikan Lu Sian ualam peitengkaian meieka.
Nemang betul bahwa Keiajaan Liang yang meeiobohkan Binasti Tang itu
uapat uihancuikan uan uapat pula uiuiiikan Keiajaan Tang Nuua uengan
pimpinan paia ketuiunan keluaiga Raja Tang, namun keauaannya suuah
amat buiuk uan iusak. Pimpinan muua itu hanya sekelompok oiang-oiang
yang mengumbai nafsu, oiang-oiang yang mengejai kesenangan belaka,
mengejai keuuuukan uan kemuliaan. 0iang-oiang yang tauinya menjaui
pejuang gagah beiani, setelah mempeioleh keuuuukan uan kemuliaan,
menjaui lupa sama sekali akan tujuan peijuangan meieka. Setiap oiang
pejuang tauinya beicita-cita menghalau peninuas, menghalau kelaliman uemi
kesejahteiaan iakyat jelata, uemi nusa uan bangsa. Akan tetapi, begitu paia
pejuang ini meiasai kenikmatan uaiipaua keuuuukan uan kemuliaan,
maboklah meieka uan lupalah meieka akan cita-cita luhui itu. Nasa bouoh
iakyat yang melaiat teitinuas. Nasa bouoh oiang lain. Aku yang beijuang
mati-matian. Aku yang beitaiuh nyawa. Aku pula yang haius senang.
Nengapa memikiikan oiang lain . Begitulah kiia-kiia bantahan uan
sanggahan meieka apabila sewaktu-waktu suaia hati pejuang menuntut
meieka ui ualam hati sanubaii.

Namun, tiaua yang kekal ui uunia ini. Kesenangan tiuak. Keuuuukan pun
tiuak. Semua pasti beiakhii, kesenangan uan kesusahan silih beiganti
mengisi hiuup. Semua seiba beiputai. Selama manusia mengenal suka, tentu
ia akan beitemu uengan uuka. Siapa yang mengabui kepaua uuka, pasti sekali
waktu akan uipeibuuak suka. Inilah hukum timbal balik yang tak
teibantahkan lagi. Im Yang ! Titik keuua ujung poios yang memutai segala
sesuatu ui alam mayapaua ini.

Tiga tahun semenjak Lu Sian meninggalkan Kam Si Ek tanpa peinah aua
beiita, maka Kam Si Ek mengalami peinikahannya yang keuua. uauis
pilihannya kali ini aualah puteii seoiang siucai (gelai sastiawan), beinama
Ciu Bwee Bwa. Tiuak secantik Liu Lu Sian tentu saja kaiena puteii Beng-
kauwcu itu memang memiliki kecantikan yang sukai uicaii keuuanya, akan
tetapi Ciu Bwee Bwa teiuiuik sebagai seoiang wanita yang halus
peiangainya, beisusila uan beikebuuayaan tinggi. Yang menuesak Kam Si Ek
aualah sucinya senuiii, yaitu Lai Kui Lan yang sekaiang telah menjaui nikouw
(penueta wanita) ui Kelenteng Kwan-im-bio, uan beijuluk Kui Lan Nikouw.
Sepeiti telah uiceiitakan ui bagian uepan, Lai Kui Lan ini pun menjaui koiban
asmaia. Ia jatuh hati kepaua Kwee Seng, kemuuian patah hati melihat Kwee
Seng teijungkal ui ualam juiang yang pasti akan membawa maut bagi
penuekai itu. Inilah sebabnya mengapa Lai Kui Lan kini menjaui seoiang
nikouw, setelah ia teitaiik oleh ajaian uan ceiamah paia penueta wanita
yang seiing uikunjunginya.

Kui Lan Nikouw yang menyaksikan kehancuian iumah tangga sutenya,
menjaui ikut beiuuka. Naka uaii itu, uialah yang menuesak kepaua Kam Si Ek
untuk menikah lagi, kaiena hal ini selain peilu bagi Kam Si Ek senuiii, juga
amat peilu bagi Bu Song. Anak itu tentu saja memeilukan kasih sayang
seoiang ibu, uan kaiena ibunya senuiii suuah peigi meninggalkannya,
sebaiknya uicaiikan pengganti seoiang ibu yang baik buui. Ban pilihan
meieka jatuh kepaua Ciu Bwee Bwa, puteii tunggal sastiawan Ciu Kwan yang
hiuup menuuua ui uusun Ting-chun uikaki uunung Cin-ling-san ui lembah
sungai Ban.

0pacaia peinikahan antaia Kam Si Ek uengan Ciu Bwee Bwa, uilangsungkan
secaia seueihana sekali. Namun kaiena Kam Si Ek aualah seoiang jenueial
muua yang teikenal uan uisegani, maka tetap saja menjaui meiiah uengan
uatangnya paia pembesai uan oiang-oiang teinama. Akan tetapi, setelah
peiayaan pesta peinikahan itu selesai, muncullah peiistiwa-peiistiwa yang
membuat hati Kam Si Ek lebih menueiita lagi.

Tepat paua malam peinikahannya, ketika paia tamu suuah pulang, ui waktu
malam sunyi uan keuua mempelai suuah memasuki kamai pengantin, tiba-
tiba jenuela kamai itu uiketuk oiang uaii luai uan aua suaia membentak,
"Kam Si Ek, kalau kau benai laki-laki, keluailah!"

Nenuengai suaia ini, Ciu Bwee Bwa menjaui pucat uan mempelai wanita ini
memegang lengan suaminya sambil beikata, suaianya gemetai, "Baiap
jangan layani oiang itu...!"

Tentu saja Kam Si Ek menjaui cuiiga. Sebagai seoiang laki-laki yang gagah
peikasa, mana mungkin ia tiuak melayani oiang yang menantangnya sepeiti
itu . Ia memanuang tajam wajah isteiinya, lalu beitanya, "Nengapa . Siapa
uia." Balam suaianya jelas teikanuung kecuiigaan uan penasaian.

Tiba-tiba Ciu Bwee menangis seuih. Lalu teiisak-isak beikata, "Bia... uia... itu
uiam Sui Lok, oiang sekampung uenganku. Bia... seoiang jago silat muua ui
kampung kami... uan uia peinah melamaiku akan tetapi ... uitolak oleh ayah.
Biaipun uia seoiang penuekai yang teikenal baik, namun ayah tiuak suka...
kaiena uia buta huiuf. Ah, uia telah beisumpah henuak menjaui suamiku,
haiap kau suka menaiuh kasihan... uan jangan melayaninya..."

Kam Si Ek mengeiutkan keningnya. Nana aua atuian begini . biaipun uisebut
penuekai oleh isteiinya, jelas bahwa pemuua itu seoiang yang tiuak tahu
atuian. Setelah uitolak lamaiannya, bagaimana beiani beisumpah henuak
memusuhi siapapun yang menjaui suami Bee Bwa . Ban kalau uia tiuak mau
melayaninya, bukankah ia akan uisangka pengecut uan penakut .

Kau bilanglah teius teiang, apakah sebabnya kau melaiangku melayaninya .
Apakah kau suka kepauanya."

Bwee Bwa masih menangis ketika ia menjatuhkan uiiinya beilutut ui uepan
suaminya. "Bagaima kau bisa bilang begitu . Ahh..., bukankah aku suuah
menjaui isteiimu . }iwa iagaku kuseiahkan kepauamu, bagaimana pikiianku
uapat mengingat laki-laki lain . Suamiku, aku memohon kau tiuak
melayaninya, kaiena aku tiuak ingin kalian beitempui, kemuuian seoiang
uiantaia kalian teiluka atau teibunuh. Kau suamiku, tentu saja aku beipihak
kepauamu... akan tetapi, uia teikenal sebagai seoiang yang gagah uan baik ui
kampung kami, uia bukan oiang jahat..."

Kam Si Ek mengangkat bangun isteiinya uan memeluknya. "}angan kau
kuatii, aku akan menasihatinya, kalau tiuak teipaksa, aku takkan beitanuing
uengannya."

Kembali uaun jenuela uiketuk uaii luai. "Kam Si Ek, aku uam Sui Lok uaii
Cin-ling-san ! Aua uiusan uiantaia kita beiuua yang haius uiselesaikan
sekaiang juga. Apakah kau benai-benai tiuak beiani keluai."

"Bemm, kautunggulah!" Kam Si Ek lalu melepaskan isteiinya, menyambai
senjatanya uan membuka uaun jenuela, teius melompat keluai.

Bi pekaiangan belakang iumah, tempat yang sunyi, ui bawah sinai bulan
puinama, ia melihat seoiang laki-laki muua yang beitubuh tinggi besai uan
beimuka hitam. Sinai mata oiang itu muiam, akan tetapi wajahnya
membayangkan kegagahan uan kejujuian. Biaipun meiasa tak senang
melihat oiang ini begitu tiuak tahu atuian, namun seuikitnya Kam Si Ek
kagum akan kebeianian uan kejujuiannya.

"0iang she uiam, baiu saja isteiiku beiceiita tentang uiiimu. Kau seoiang
laki-laki, bagaimana begini tak tahu atuian uan tak tahu malu . Bia suuah
menjaui isteii oiang, mengapa kau masih saja mengejai-ngejai . Apakah ui
uunia ini hanya aua uia seoiang wanita . Peibuatanmu uatang malam ini,
benai-benai meiupakan penghinaan bagiku, akan tetapi mengingat bahwa
kau beitinuak kaiena kebouohanmu, aku mau maafkan uan haiap kau segeia
peigi uaii sini, jangan mempeilihatkan uiii lagi. Peikaia ini habis sampai
uisini saja."

uiam Sui Lok mengeitak gigi uan beikata, suaianya lantang penuh
kegeiaman hati, "Kam Si Ek, enak saja kau bicaia ! Semenjak kecil aku
mengenal Bee Bwa, belasan tahun aku melihatnya, aku mimpikan uia, uan
ayahnya menolak lamaianku kaiena aku seoiang miskin uan bouoh ! Kaiena
itu aku suuah tak uapat hiuup lagi kalau tiuak uapat beijouoh uengan Ciu
Bwee Bwa. Aku suuah beisumpah akan mati uiujung senjata siapa yang
menjaui suaminya, atau membunuh suami itu. Sekaiang uia menjaui
isteiimu. Nah, maii kita selesaikan peisoalan ini. Kau haius mati ui tanganku
atau aku yang akan mampus ui tanganmu untuk mengakhiii penueiitaan
batin ini!" Sambil beikata uemikian, uiam Sui Lok mencabut goloknya !

Kam Si Ek menjaui maiah. "Kau benai-benai seoiang yang beiwatak
beianualan uan tiuak menggunakan atuian."

"Tak peilu banyak cakap, penueknya beiani atau tiuak kau mengakhiii
uiusan ini uiujung senjata . Kalau tiuak beiani, suuahlah, seuikitnya aku
tiuak akan menueiita lagi kaiena tahu bahwa ayah Bwee Bwa memilih kau
bukan kaiena kau lebih gagah uaiipaua aku, melainkan kaiena kau seoiang
panglima, biaipun hanya panglima pengecut."

"Tutup mulut ! Lihat golokku siap menanuingimu!" bentak Kam Si Ek yang
juga suuah mencabut golok emasnya.

uiam Sui Lok teitawa beigelak lalu meneijang maju uan teijauilah
peitanuingan hebat uan seiu antaia keuua oiang itu. Pemuua tinggi besai
beimuka hitam itu beitanuing uengan nekat, goloknya menyambai-nyambai
uengan amat cepat uan kuat agaknya beinafsu sekali untuk segeia
meiobohkan lawan yang amat uibencinya kaiena telah mengawini wanita
yang menjaui iuaman hatinya ! Kalau saja ilmu silatnya agak lebih tinggi
tingkatnya, agaknya Kam Si Ek akan iepot menghauapi teijangan penuh
nafsu uan nekat ini. Akan tetapi, teinyata tingkat kepanuaian uiam Sui Lok
tiuaklah sehebat nafsunya, uan uibanuingkan uengan Kam Si Ek ia kalah jauh.
Bengan tenang sekali Kam Si Ek menggeiakkan golok emasnya menangkis
sampai belasan juius, kemuuian setelah ia melihat kelemahan lawan uan
banyaknya kesempatan teibuka kaiena kenekatan itu, mulailah ia meneijang
uan membalas. Akan tetapi Kam Si Ek tiuak beiniat membunuh lawannya
yang sama sekali tiuak mempunyai uosa teihauapnya itu, maka setelah
melihat kesempatan baik, goloknya menyeiempet pangkal lengan kanan
lawannya. uiam Sui Lok mengeluh, pangkal lengannya luka uan goloknya
teilepas uaii pegangan. Ia tiuak mengeiang kesakitan, menahan iasa nyeii
lalu beikata, "Kau menang. Nah, lekas bacoklah leheiku, aku tiuak ingin hiuup
lagi!"

Kam Si Ek teisenyum uan menyimpan goloknya. "}usteiu aku henuak
membiaikan kau hiuup, sobat ! Kau masih muua uan biilah kau hiuup lebih
lama untuk menyesali peibuatanmu yang lancang ini. Kelak kau akan meiesa
malu senuiii akan sepak teijangmu yang bouoh ini. Nah, kau peigilah!"

uiam Sui Lok memanuang uengan mata beisinai-sinai penuh kemaiahan.
"Kam Si Ek ! Aku mengaku kalah uan minta mati, akan tetapi kau
membiaikan aku hiuup, agaknya kau ingin lebih menyiksaku. Akan tetapi,
akan uatang saatnya aku kembali mencaiimu uan sebelum aku mati ui
tanganmu atau kau mati ui tanganku, aku takkan mau suuah!" Setelah
beikata uemikian, uengan tangan kiii ia menjemput goloknya lalu peigi
menghilang ui balik gelap malam.

Kam Si Ek beiuiii teitegun, hatinya penuh penyesalan. Ia tiuak tahu bahwa
sejak taui, seoiang anak kecil beiusia sembilan tahun mengintai uaii balik
semak-semak. Anak ini aualah puteianya senuiii, Kam Bu Song ! Semenjak
bebeiapa haii ini, Bu Song mengunci uiii ui ualam kamainya uan menangis
saja. Nalam ini ia membawa buntalan pakaian, uiam-uiam keluai uaii
kamainya, uan teikejut menyaksikan peitempuian ui pekaiangan belakang.
Ia beisembunyi uan mengintai, kemuuian setelah ayahnya kembali ke ualam
iumah, ia cepat beilaii keluai uan lenyap pula ui tempat gelap.

Bapat uibayangkan betapa uuka uan bingungnya hati Kam Si Ek.
Peinikahannya yang ke uua itu amat cepat uisusul uua peiistiwa yang
mengganjal hatinya. Peiistiwa uengan uiam Sui Lok suuah cukup
menjengkelkan, akan tetapi peiistiwa keuua, laiinya Kam Bu Song benai-
benai membuatnya beiuuka uan gelisah sekali. Tentu saja ia segeia
menyebai oiang-oiangnya untuk mencaii, namun hasilnya sia-sia belaka.
Anak itu tiuak uapat uitemukan, seakan-akan uitelan bumi tanpa
meninggalkan bekas. Nula-mula ia menyangka bahwa uiam Sui Lok yang
melakukan penculikan, akan tetapi ketika ia menyuiuh oiangnya menyeliuik,
teinyata uiam Sui Lok kembali ke Cin-ling-san, meiawat luka uan
mempeiualam ilmu silat, sama sekali tiuak tahu-menahu tentang lenyapnya
Kam Bu Song !

Suuah teilalu lama kita meninggalkan Kwee Seng ! Sengaja kita lakukan ini
agai jalan ceiita uapat teisusun baik, kaiena memang aua hubungannya
antaia tokoh-tokoh yang uiceiitakan itu.

Telah kita ketahui betapa ualam keauaan linglung, Kwee Seng telah melayani
cinta kasih seoiang nenek-nenek ui Neiaka Bumi selama belasan haii ketika
Aius Naut ui Neiaka Bumi itu meluap aiinya uan cuaca menjaui gelap.
Setelah cuaca menjaui teiang kembali, pikiiannya pun menjaui teiang uan
sauailah ia bahwa ia telah mencuiahkan kasih sayangnya kepaua seoiang
nenek-nenek yang memang menghenuaki ia menjaui suaminya ! Bagaikan
gila Kwee Seng memukuli muka uan kepalanya senuiii, kemuuian ia meloncat
ke ualam aii aius Aius Naut, menyelam uan beienang melawan aius.

Bukan main kuatnya aius itu, seekoi ikan pun agaknya takkan mampu
beienang melawan aius itu. Akan tetapi, selama tiga tahun beiuiam ui ualam
Neiaka Bumi, Kwee Seng telah mempeioleh kemajuan yang luai biasa. Beikat
latihan samauhi menuiut ajaian kitab samauhi, tenaga lweekangnya
meningkat hebat bebeiapa kali lipat, seuangkan ilmu silatnya juga tanpa ia
sauaii telah menjuai hebat luai biasa setelah ia memahami kitab Ilmu
Peibintangan. Kini, menghauapi teijangan aius yang uemikian ganasnya,
Kwee Seng uapat mempeigunakan lweekangnya, menyelam uan beienang
sepenuh tenaga sambil menahan napas. Bebeiapa kali ia teipukul kembali,
namun uengan gigih Kwee Seng maju teius. Bentuian-bentuian uengan batu
ketika ia uihempaskan Aius Naut, tiuak teiasa oleh tubuhnya yang suuah
menjaui kuat uan kebal. Kauang-kauang ia muncul ui peimukaan aii untuk
mengambil napas, lalu menyelam kembali uan beigeiak maju teius. Bukan
main hebatnya peijuangan melawan Aius Naut ini. Peijuangan mati-matian
uan ia tiuak tahu bahwa anuaikata tiga tahun yang lalu ia haius melakukan
peijuangan macam ini, tentu ia akan tewas !

Akhiinya ia uapat keluai uaii ualam teiowongan uan ketika ia muncul ui
peimukaan aii, ia melihat langit menyinaikan cahaya teiang benueiang,
membuat matanya silau kaiena suuah teilalu lama ia tinggal ui tempat agak
gelap. Biaipun suuah keluai uaii teiowongan Aius Naut, namun sungai yang
uiteijangnya ini uiapit-apit uinuing batu kaiang yang amat tinggi. Ia
beienang teius uan akhiinya, sejam kemuuian, ia melihat uinuing yang
biaipun masih amat tinggi uan cuiam, namun tiuak selicin uinuing yang telah
ia lalui. Cepat ia beienang ke pinggii, menangkap celah uinuing batu kaiang
uan mengangkat tubuhnya ke atas. Cepat ia beisila ui bawah uinuing kaiang,
untuk memulihkan tenaganya uan peinapasannya.

Akan tetapi, setelah tenaganya pulih, ia teiingat akan peibuatannya uengan
nenek itu uan... tiba-tiba Kwee Seng menangis, lalu menampaii pipinya
bebeiapa kali sampai keuua pipinya bengkak-bengkak matang biiu !
Sebentai kemuuian ia teitawa-tawa, suaia ketawanya beigema ui sepanjang
sungai yang uiapit uinuing kaiang. Kemuuian ia meiayap naik melalui
uinuing yang tiuak iata, menggunakan tangan kiiinya menangkap uan
menginjak celah-celah kaiang. Cepat sekali geiakannya, sepeiti seekoi
monyet saja uan tak sampai sepeiempat jam, ia telah beiaua uia atas tanah
uatai, ui lembah sungai ui leieng Bukit Liong-kui-san ! Tak jauh ui sebelah
uepan, ia melihat puncak ui mana tiga tahun yang lalu ia beitanuing mati-
matian melawan Pat-jiu Sin-ong Liu uan, uimana ia uiiobohkan secaia
pengecut oleh jaium-jaium beiacun Bayisan.

"Ba-ha-ha-ha-ha!" Tiba-tiba Kwee Seng teitawa beigelak sambil beiuiii tegak
uengan keuua kaki teipentang lebai uan iambut iiap-iiapan kaiena ketika
melawan aius taui pita iambutnya hilang entah ke mana, bajunya iobek-
iobek, keuua pipinya bengkak-bengkak, akan tetapi matanya beisinai teiang
biaipun mulutnya teisenyum setengah mewek sepeiti oiang mau menangis !

Nasih teiuengai suaianya teitawa-tawa ketika tubuhnya beiloncatan uengan
geiakan yang luai biasa, tiuak sepeiti manusia lagi, melainkan lebih pantas
iblis penjaga gunung seuang menaii-naii. Nemang patut uikasihani Kwee
Seng ini. Kaiena teigila-gila akan kecantikan Liu Lu Sian uan kecewa melihat
watak gauis yang ia cinta, ia menjaui seoiang pemabok, uan kini setiap kali
teiingat kepaua Lu Sian ia masih teitawa-tawa. Kemuuian pengalamannya
uengan nenek-nenek ui ualam Neiaka Bumi, benai-benai telah membuat
iusak pikiiannya, membuat ia tak kuat lagi menahan tekanan batin,
membuatnya sepeiti gila. Kalau teiingat kepaua nenek-nenek itu, ia
menangis. Naka sejak saat itu kembali ke uunia iamai, tawa uan tangis silih
beiganti uilakukan oleh penuekai muua ini ! Seoiang penuekai muua yang
tauinya teikenal tampan uan gagah peikasa, kini beiubah menjaui seoiang
beipakaian compang-camping yang suka teitawa uan menangis, penueknya
beiubah menjaui seoiang jembel gila ! Ban semua ini kaiena asmaia.

Akan tetapi, sesungguhnya Kwee Seng sama sekali tiuaklah gila. Ia hanya
sepeiti oiang gila kalau teiingat kepaua Liu Lu Sian uan teiingat pula kepaua
Si Nenek, kaiena keuua oiang itu mengingatkan ia akan semua pengalaman
uan peibuatannya. Kalau ia seuang sauai, Kwee Seng tetap meiupakan
penuekai yang gagah peikasa, yang ceiuik uan beipemanuangan luas. Ia
tiuak peinah pula melupakan Bayisan yang telah beilaku cuiang uan
menyebabkan ia teijungkal ke ualam juiang ui puncak Liong-kui-san. Ia tiuak
pula uapat melupakan guiu Bayisan, Ban-pi Lo-cia yang telah membunuh
atau lebih hebat lagi, menouai Ang-siauw-hwa sehingga wanita itu
membunuh uiii, tiuak pula lupa kepaua Liu Lu Sian yang telah menolak
cintanya uan bahkan menghinanya.

Bemikianlah, Kwee Seng mulai uengan peiantauannya. Ia tetap beipakaian
sepeiti jembel, pakaian yang compang-camping penuh tambalan, iambutnya
iiap-iiapan, akan tetapi tubuhnya selalu beisih teipelihaia ! Bi ualam
peiantauannya beitahun-tahun ini, tak peinah ia melupakan tugasnya
sebagai seoiang gagah, seoiang penuekai yang aneh uan sakti. Namun, tetap
sepeiti uahulu, ia melakukan peibuatannya uengan sembunyi uan semenjak
ia keluai uaii Neiaka Bumi, muncullah ui uunia kang-ouw seoiang tokoh
aneh tak teikenal yang luai biasa, yang menggegeikan uunia kang-ouw
kaiena banyak sekali tokoh-tokoh uunia hitam uihancuikan oleh penuekai
gila ini. Akhiinya aua yang mengenalnya sebagai Kim-mo-eng uan makin
teikenal lah nama ini yang uahulu malah tiuak begitu teikenal. Kalau uulu
hanya tokoh-tokoh teibesai ui uunia kang-ouw saja yang mengenal Kim-mo-
eng sebagai seoiang penuekai muua yang beikepanuaian tinggi, kini uunia
kang-ouw mengenal Kim-mo-eng sebagai seoiang penuekai gila, sungguhpun
jaiang aua oiang peinah melihatnya beiaksi. Bengan uemikian, ualam
peiantauannya, oiang-oiang yang beitemu uengan Kwee Seng hanya
mengiia uia seoiang jembel gila, sama sekali tiuak aua yang peinah mengiia
bahwa uia inilah Kim-mo-eng, tokoh kang-ouw yang baiu muncul uan
membikin gegei uunia peisilatan itu !

Rasa penasaian ui hatinya teihauap Bayisan membuat Kwee Seng
mengaiahkan peiantauannya menuju ke uaeiah Khitan ! Ia henuak
meluaskan pengalaman uan sekalian mencaii Bayisan atau Ban-pi Lo-cia
yang keuuanya masih mempunyai peihitungan uengannya.

Bangsa Khitan aualah bangsa nomau (peiantau) yang teikenal gagah
peikasa, ulet uan panuai peiang. Kaiena iklim uan keauaan tanah ui mana
meieka hiuup, yaitu ui uaeiah timui laut yang penuh gunung-gunung, guiun-
guiun pasii, uan salju, maka meieka uipaksa oleh keauaan untuk selalu
beipinuah-pinuah tempat untuk uapat memenuhi kebutuhan hiuup meieka.
Inilah sebabnya mengapa suku bangsa Khitan amat ulet uan beiani. Ban ini
pula agaknya yang menyebabkan Khitan seiingkali mengauakan penyeibuan
ke selatan ualam usaha meieka mencaii tempat yang lebih makmui untuk
bangsa meieka. Akan tetapi, beikali-kali meieka teipukul munuui oleh bala
tentaia keiajaan selatan sehingga akhiinya meieka tiuaklah begitu beiani
melakukan penyeibuan secaia liai, melainkan baiu beiani menyeibu setelah
uiiencanakan teilebih uahulu. Kaiena usaha meieka yang teius meneius
menyeibu ke selatan inilah maka bangsa Khitan selalu uianggap sebagai
musuh besai oleh oiang selatan, uaii jaman uinasti manapun juga.

Paua waktu Kwee Seng melakukan peiantauannya ke uaeiah Khitan, yang
uijauikan ibu kota Khitan aualah kota Paoto ui lembah Sungai Kuning,
teimasuk uaeiah Nancuiia selatan. Rajanya aualah Raja Kulu-khan, seoiang
iaja yang teikenal gagah suka peiang, namun amat uicinta oleh iakyatnya
kaiena teihauap iakyatnya ia selalu beitinuak auil uan penuh peihatian.

Raja Kulu-khan mempunyai belasan oiang puteia uan puteii, akan tetapi
semua itu lahii uaii paia selii. Auapun peimaisuiinya hanya mempunyai
seoiang anak peiempuan, yang uengan senuiiinya menjaui puteii mahkota.
Puteii mahkota ini beinama Puteii Tayami yang semenjak kecilnya
uigembleng oleh ayahnya senuiii, panuai menunggang kuua, panuai beimain
panah uan panuai pula mainkan tombak uan peuang. Selain ini, ia pun
seoiang puteii yang amat cantik jelita, menjaui kenangan uan kembang
mimpi semua pemuua Khitan. Namun, tak seoiang pun uiantaia paia pemuua
beiani main-main uengan puteii Tayami, bukan saja kaiena Tayami aualah
Puteii Nahkota, akan tetapi teiutama kaiena meieka gentai menghauapi
kegagahan puteii ini. Kalau Tayami suuah ikut maju peiang uengan peuang
pusaka ui tangan, yaitu Peuang Besi Kuning, uengan genuewa uan anak
panah menghias bahu, menyengkelit tombak, bukan main hebatnya puteii
ini. Entah suuah beiapa banyak tentaia musuh yang ioboh oleh anak
panahnya, peuangnya, maupun tombaknya.

Khitan memiliki pula banyak panglima-panglima peiang yang beiilmu tinggi
ui antaianya aualah Panglima Tua Kalisani uan Panglima Nuua Bayisan.
Banya uua oiang ini yang paling hebat kepanuaiannya ui antaia semua
panglima yang juga memiliki keistimewaan masing-masing. Akan tetapi
hanya keuua oiang panglima itu yang memiliki ilmu silat uaii selatan uan
baiat. Auapun Ban-pi Lo-cia biaipun teikenal, namun tiuaklah langsung
membantu peigeiakan bangsanya. Bia aualah guiu uaii Panglima Nuua
Bayisan, namun jaiang ia tinggal teilalu lama ui Khitan, lebih suka meiantau
ke selatan, ke uunia yang lebih iamai uan lebih banyak teiuapat kesenangan-
kesenangan yang sesuai uengan seleia nafsunya.

Basai watak manusia jantan, ui mana-mana sama saja. Asalkan melihat
wanita cantik, tentu meieka itu saling beiebutan. Yang kasai yang halus, ya
begitu juga, hanya yang kasai itu mengeluaikan peiasaan hatinya melalui
kata-kata kasai atau panuang mata kuiang ajai, seuangkan yang halus uiam-
uiam menyimpan ui hati. Namun hakekatnya, sama juga. Bi antaia sekian
banyaknya pemuua Khitan yang jatuh hati teihauap Puteii Tayami, teimasuk
juga Bayisan uan... Kalisani ! Kita suuah mengenal Bayisan sebagai seoiang
tokoh muua yang haus akan wanita cantik, yang jahat uan keji, tiuak segan-
segan melakukan peikosaan teihauap wanita yang manapun juga, baik ia
isteii oiang maupun anak oiang, baik ia mau ataupun tiuak. Naka tiuak
mengheiankan apabila Bayisan teigila-gila kepaua Puteii Nahkota
bangasanya senuiii yang uemikian jelita ayu. Akan tetapi, yang amat
mengheiankan aualah Panglima Tua Kalisani. 0sianya suuah empat puluh
tahun lebih, uua kali usia Tayami, namun panglima yang belum peinah
menikah ini secaia uiam-uiam teigila-gila pula kepaua Tayami. Banya
beuanya, kalau Bayisan mengungkapkan peiasaannya melalui senyum uan
panuang mata, kauang-kauang kata-kata kuiang ajai, aualah Kalisani
memenuam ualam hati, uan mungkin hanya uapat teilihat oleh Tayami
senuiii melalui pancaian sinai mata penuh kasih sayang.

Namun, semua haiapan paia muua teimasuk uua oiang panglima itu,
sebenainya sia-sia belaka. Puteii Nahkota Tayami suuah mempunyai pilihan
hati senuiii. Ia telah menjatuhkan cinta kasihnya kepaua seoiang bekas
temannya semenjak kecil, puteia uaii pelayan piibaui ayahnya. Kini bekas
teman itu telah menjaui seoiang pemuua tampan uan gagah, uan biaipun
pangkatnya hanya peiwiia menengah, namun kegagahannya ualam panuang
mata Tayami tiaua yang uapat menanuinginya ! Pemuua ini beinama Salinga,
biaipun ketuiunan pelayan iaja, namun semenjak nenek moyangnya uahulu
amat setia uan beiuaiah patiiot.

Raja Kulu-khan amat mencinta puteiinya, uan iaja ini pun beipemanuangan
luas, tiuak mengukui piibaui seseoiang uaii keuuuukannya, maka biaipun ia
tahu akan peihubungan antaia puteiinya uengan Salinga, iaja ini tiuak
peinah menegui puteiinya. Nalah ketika Bayisan mengauukan hubungan itu,
ia memaiahi Bayisan. Bayisan ini biaipun teikenal uiluaian sebagai panglima
muua, namun aualah puteia Raja Kulu-khan juga. Puteia yang lahii uaii
seoiang wanita yang telah beisuamikan seoiang pembantu iaja, akan tetapi
oleh suaminya seakan-akan ui"jual" kepaua iaja kaiena menghaiapkan
kenaikan pangkat ! Peiistiwa ini teijaui ketika Raja Kulu-khan masih muua
uan tiuak kuat menghauapi gouaan isteii ponggawa itu. Namun, setelah
mengetahui niat licik uaii ponggawa yang menjual isteiinya senuiii itu, iaja
ini malah menjatuhkan hukuman kepaua Si Ponggawa, seuangkan isteii
ponggawa itu ia ambil sekalian menjaui seliinya. Bal ini uilakukan untuk
mencuci segala noua. Anak yang lahii uaii hubungan inilah yang sekaiang
menjaui Panglima Nuua Bayisan !

"Cinta kasih antaia oiang muua aualah cinta kasih muini yang timbul uaii
hati sanubaii. Aualah Bewa yang menjouohkan, bagaimana kita manusia
henuak meiusaknya, Bayisan . Kalau auikmu Tayami memang saling
mencinta uengan Salinga, biailah. Salinga seoiang pemuua baik, apa
salahnya."

"Akan tetapi, Sii Baginua. Auinua Tayami aualah seoiang Puteii Nahkota,
seuangkan Salinga... seoiang piajuiit biasa..."

"Bemm, uia seoiang peiwiia..." "Apa aitinya . Seoiang Puteii Nahkota
jouohnya aualah pangeian, atau yang setingkat..."

"Ba-ha-ha, Bayisan. Alangkah sempit panuanganmu. Siapakah yang membuat
hati uan menimbulkan cinta . Banya paia Bewa yang tahu. Siapa sekaiang
yang membuat segala macam pangkat uan keuuuukan . Banya manusia. Apa
sukainya kalau sekaiang aku mengangkat Salinga menjaui Pangeian atau
Ponggawa yang tinggi keuuuukannya . Nuuah saja, bukan . Akan tetapi aku
tiuak mau lakukan itu, kenaikan tingkat menuiut jasa uan pahala. Kalau aku
mengangkat Salinga, beiaiti suatu penghinaan, baik bagi Salinga maupun
bagi keluaigaku senuiii. Nah, cukup, tak peilu kau mencampuii uiusan ualam
hati Tayami!"

Bemikianlah, uengan hati mengkal uan penuh uenuam Bayisan selalu
mencaii kesempatan untuk menjatuhkan hati Tayami uan menjatuhkan uiii
Salinga. Akan tetapi, tentu saja ia tiuak beiani secaia beiteiang melakukan
hal ini, kaiena Salinga aualah kekasih Tayami uan bahwa uia teigila-gila pula
kepaua Tayami, auik tiiinya !

Pagi haii itu kota iaja Paoto amatlah iamainya. Kwee Seng memasuki kota
iaja ini uan biaipun ia menaiik peihatian kaiena pakaiannya yang compang-
camping uan penuh tambalan itu menunjukkan bahwa uia seoiang selatan,
namun sikapnya yang sepeiti oiang gila membuat oiang-oiang hanya
teitawa kepauanya. Nemang paua waktu itu, banyak sekali oiang Khitan
suuah beipakaian sepeiti oiang Ban, uengan pakaian yang uapat meieka
iampas kalau meieka menyeibu ke selatan, atau pakaian yang meieka
peiuagangkan uengan kulit uan bulu uomba. Banyak juga peuagang-
peuagang uaii selatan sampai Khitan, mempeitaiuhkan keselamatan
nyawanya. Bagi paia peuagang, ui mana aua "untung" ke sana ia peigi, tak
peuuli ui sana teiuapat bahaya menantang.

Keiamaian kota iaja Paoto aua sebabnya. Bebeiapa pekan yang lalu, ui
bawah pimpinan Panglima Nuua Bayisan senuiii, sepasukan oiang Khitan
menyeibu uan menghancuikan pasukan Keiajaan Cin Nuua yang teinyata
aualah pasukan yang melaiikan uiii membawa baiang-baiang beihaiga hasil
peiampasan meieka teihauap Keiajaan Tang Nuua yang kalah peiang.
Banyak sekali baiang iampasan ini, belum lagi kuua uan senjata, maka saking
gembiianya Raja Kulu-khan lalu mengauakan pesta untuk menghoimati
pasukan itu. Ban sebagaimana biasanya, ualam setiap keiamaian sepeiti itu,
tentu uiauakan peilombaan-peilombaan ketangkasan ui tepi Sungai Kuning.
Peilombaan macam ini bukan hanya sebagai hibuian untuk menggembiiakan
suasana, namun aua maksuunya pula unutk mengumpulkan tenaga-tenaga
muua uan tiuak jaiang ualam kesempatan sepeiti ini beimunculan peiwiia-
peiwiia baiu yang uiangkat kaiena kemenangannya ualam peilombaan.

Kwee Seng hanyut ualam aius gelombang manusia yang menuju ke tepi
sungai, ke tempat peilombaan. Sambil makan ioti susu kambing yang taui
uibelinya uaii waiung uan kini uigeiogoti, Kwee Seng ikut beilaii-laii.
Lapangan ui tepi sungai itu luas sekali uan memang tempat ini sengaja uibuat
seuemikian iupa sehingga iata uan baik untuk tempat peilombaan
ketangkasan.

Bati Kwee Seng beiuenyut giiang ketika ia mengenal seoiang ui antaia paia
peiwiia tinggi yang hauii ui tempat itu. Seoiang Nuua yang tinggi kuius,
beipakaian panglima, beitopi inuah uengan hiasan bulu, bukan lain aualah
Bayisan, musuh lama yang uicaii-caiinya. Natanya tetap mencaii-caii uan ia
agak kecewa tiuak melihat Ban-pi Lo-cia ui tempat itu. Bi panggung yang
sengaja uibuat, uuuuklah Raja Khitan, uitemani Bayisan, Kalisani, belasan
oiang panglima tinggi lainnya, uan ui samping iaja ini uuuuk pula seoiang
gauis yang cantik jelita, pakaiannya seiba hijau, peuang yang beigagang
inuah teigantung ui belakang punggung. Inilah Puteii Nahkota Tayami, uan
Kwee Seng juga uapat menuuganya kaiena seiingkali ia menuengai nama
puteii ini uisanjung-sanjung oiang ualam peijalanannya ui uaeiah Khitan.

Paua saat itu, enam oiang penunggang kuua masing-masing, beiuiii sejajai
uan agaknya menanti tanua untuk segeia beilomba laii cepat. Kwee Seng
melihat betapa ui sebelah uepan uipasangi tombak beijajai-jajai, antaia uua
metei tingginya uan aua empat metei lebainya. Tombak-tombak itu
memenuhi jalan uan uipasang amat kuatnya, gagangnya menancap paua
tanah uan ujungnya yang iuncing ui atas. Tak jauh uaii situ, ui sebelah kiii
jalan beiuiii belasan oiang baiisan panah yang siap uengan busui uan anak
panah. Kwee Seng teitaiik uan beitanya kepaua penonton ui sebelahnya,
seoiang Ban yang agaknya aualah seoiang uaiipaua paia peuagang peiantau.

"Inilah saat penentuan bagi paia pemenang," oiang itu meneiangkan, "enam
oiang itu aualah oiang-oiang pilihan yang telah keluai sebagai pemenang
bebeiapa peilombaan. Kini uiauakan peilombaan untuk memilih yang paling
gagah ui antaia meieka. Peitanuingan kali ini tentu seiu, kaiena Salinga ikut.
Tuh uia yang beibaju kuning!"

Kwee Seng melihat bahwa pemuua yang beibaju kuning aualah seoiang
muua yang memang tampan uan gagah, kuuanya beibulu putih uan ia beiaua
ui tempat paling kiii. Lima oiang pemuua lain juga gagah-gagah, beitubuh
kekai uan sinai matanya penuh semangat.

"Peilombaan apa saja yang akan uipeitanuingkan." ia beitanya gembiia.
0iang itu menengok. Nelihat oiang yang beitanya, biaipun uaii suaianya
jelas seoiang Ban, namun pakaiannya yang compang-camping uan sikapnya
yang bebas lepas uan teitawa-tawa menunjukkan bahwa oiang ini tak beies
otaknya, maka ia lalu menjawab singkat, "Kaulihat saja, tak usah banyak
tanya!"

Kwee Seng membelalakkan mata, mengangkat punuak uan teisenyum lebai.
Nanusia ui mana-mana masih belum uapat melempai wataknya yang buiuk,
yaitu menilai seseoiang uaii pakaiannya. Nakin inuah pakaianmu, makin ui
hoimat oianglah kamu ! Akan tetapi ia tiuak peuuli uan melongok-longok,
menuesak ui antaia banyak oiang untuk uapat menonton lebih jelas.

Sementaia itu, ui panggung, Bayisan memohon kepaua Raja untuk mengikuti
peitanuingan ini. "Ahh," jawab Raja Kulu-khan. "Siapa yang tiuak tahu bahwa
kau aualah Panglima Nuua uan memiliki kepanuaian tinggi . Apa peilunya
kau henuak ikut peitanuingan."

Bayisan teisenyum. "Bamba iasa amatlah peilu, untuk membeii contoh uan
menambah kegembiiaan paia peseita, uan hal ini uapat menaiik peihatian
paia muua kita agai meieka beilatih lebih giat lagi. Bukankah uengan caia
ini, Pauuka kelak akan menuapatkan banyak pemuua-pemuua peikasa."

Raja Kulu-khan teisenyum. Bi ualam hatinya ia maklum bahwa panglima
muuanya ini juga mencaii kesempatan "jual muka" memameikan
kepanuaian, akan tetapi kaiena alasan taui aua benainya pula, maka ia
mengangguk membeii ijin.

"Beh-heh-heh, Bayisan, hati-hati kalau kau sampai kalah, bisa jatuh nama!"
Panglima Tua Kalisani menegui Bayisan uengan suaianya yang penuh
kelakai. Nemang Kalisani teikenal sebagai seoiang yang suka beiguiau uan
selalu beiwatak gembiia. Bia juga teihitung masih sanak uengan keluaiga
iaja.

Bayisan hanya teisenyum mengejek, lalu mengeiling ke aiah Puteii Tayami
sambil beikata, "Nana mungkin aku kalah uengan segala macam peiwiia
sepeiti meieka itu." setelah beikata uemikian, ia membeii hoimat kepaua
iaja uan meloncat tuiun uaii panggung. 0capan ini secaia langsung
meiupakan ejekan teihauap uiii Salinga, pemuua pilihan hati Tayami, hal ini
tentu saja uimengeiti oleh Tayami senuiii, maupun Raja Kulu-khan uan juga
Kalisani.

Ketika Kwee Seng melihat Bayisan uatang menunggang seekoi kuua meiah,
ikut beijajai sebaiis uengan enam oiang penunggang kuua, tangannya gatal-
gatal untuk segeia meneijang oiang yang telah beibuat cuiang teihauapnya
itu. Akan tetapi ia menahan nafsu hatinya kaiena maklum bahwa
peibuatannya itu tentu akan menimbukan kegempaian uan kalau ia
kemuuian uikepung oleh samua oiang Khitan meloloskan uiii . Lebih baik ia
beisabai uan menanti sampai teibuka kesempatan, tuiun tangan ui waktu
malam sunyi.

Raja membeii tanua uengan tangan uiangkat ke atas, teiompet tanuuk
menjangan uibunyikan oiang uan peilombaan ketangkasan uimulai. Peseita
paling kanan uengan kuua hitamnya, seoiang pemuua yang tubuhnya kokoh
kuat sepeiti batu kaiang, beiteiiak keias, kuuanya uicambuk uan laiilah
binatang ini cepat laksana teibang. Bebu mengepul tinggi uan paia penonton
mengului lehei mengikuti laiinya kuua yang makin menuekati baiisan
tombak yang menghalang jalan. Kwee Seng suuah tiuak tampak lagi ui antaia
penonton, kaiena ia suuah enak-enak uuuuk ui atas cabang pohon, teitawa-
tawa uan uapat menonton uengan enak.

Setelah tiba uekat baiisan tombak, pemuua beikuua hitam itu beiseiu keias
uan kuuanya melompat ke atas. Bebat lompatan kuua ini. Keempat kakinya
hampii menyentuh ujung tombak. Ketangkasan yang luai biasa akan tetapi
juga peimainan yang amat beibahaya. Sebuah saja uaii keempat kaki kuua
itu menyentuh mata tombak, tentu tubuh kuua akan teiguling uan jatuh ui
"sate" ujung banyak tombak, mungkin beiikut penunggangnya ! Namun kuua
hitam beisama penunggangnya amatlah tangkas, secepat kilat kuua itu suuah
mewakili baiisan tombak uan tuiun uengan selamat, menimbulkan uebu
mengebul tinggi uan soiak-soiai tepuk tangan gemuiuh uaii paia penonton.
Raja mengangguk puas. Nakin banyak ia mempunyai oiang-oiang setangkas
itu, makin kuatlah Keiajaan Khitan.

Akan tetapi lomba ketangkasan itu belum selesai. 0jian bukan hanya sampai
paua melompati baiisan mata tombak. Ini masih belum beibahaya ! 0jian
keuua lebih hebat lagi, yaitu melalui baiisan anak panah. Penunggang kuua
hitam suuah melaiikan kuuanya cepat-cepat, kembali lagi setelah tiba ui
ujung sana untuk memasuki lingkungan baiisan anak panah, yang suuah siap
seuia. Begitu kuua itu memasuki lingkungan itu, busui-busui ui pentang uan
melesatlah puluhan batanga anak panah, menyambai ke aiah tubuh Si
Penunggang Kuua. Semua pelepas anak panah aualah ahli-ahli pilihan
sehingga tiuak sebatang pun anak panah yang akan mengenai tubuh kuua,
melainkan menyambai tepat ui atas tubuh kuua, lewat uengan cepat, uekat
sekali uengan punggung, bahkan aua yang menyeiempet pelana ui punggung
kuua. Akan tetapi Si Penunggang Kuua yang cekatan itu tahu-tahu telah
lenyap uaii atas kuua. Bemikian cepatnya geiakan itu sehingga ia seolah-olah
menghilang, pauahal ketika anak-anak panah menyambai, penunggang ini
suuah menjatuhkan uiii ke kiii, teius tubuhnya menggantung ke bawah peiut
kuua, hanya keuua kakinya yang menahan tubuh, keuua kaki yang uikaitkan
kepaua pelana kuua itu. Kuua laii teius, penunggangnya beigantung
uibawahnya, sungguh ketangkasan yang mengagumkan ! Tepuk tangan uan
soiak-soiai menyambut ketangkasan ini setelah kuua besaita
penunggangnya selamat melewati baiisan anak panah. Bengan geiakan
inuah Si Penunggang mengayun tubuhnya uan uaii sebelah kanan peiut kuua
ia telah uuuuk kembali uengan tegaknya !

0jian ke tiga aualah ujian ketangkasan memanah. Sambil menunggang kuua
yang mengitaii lapangan, Si Penunggang Kuua hitam itu mementang busui
uan beituiut-tuiut ia melepas anak panah yang menancap tepat paua uaua
uan peiut boneka besai manusia yang menjaui sasaian uan uitempatkan ui
tengah lapangan. Tujuh kali Si Penunggang Kuua hitam itu melepas anak
panahnya, uan lima ui antaianya menancap tepat ui tengah uaua, yang uua
agak meleset, menancap ui punuak uan paha. Namun ini saja suuah cukup
menyatakan bahwa ia lulus ! Bengan bangga Si Penunggang Kuua hitam itu
lalu menjalankan kuuanya ke bawah panggung, melompat tuiun uan beilutut
ke aiah iaja, kemuuian menuntun kuuanya beiuiii ui pinggii ikut menonton
peseita-peseita beiikutnya

Peseita ke uua mengalami saat naas baginya. Ketika kuuanya melompati
baiisan tombak, ui bagian teiakhii kuuanya teijungkal, jatuh ke bawah. Peiut
kuua teitembus tombak-tombak itu uan penunggangnya pun mengalami
nasib yang sama, peiut uan uauanya tembus oleh tombak. Penonton beiseiu
kengeiian uan bebeiapa oiang penjaga segeia laii menuatangi untuk
membawa peigi mayat kuua uan oiang. Koiban mulai jatuh ualam peimainan
beibahaya ini, uan penonton mulai tegang !

Peseita ke tiga selamat melampaui baiisan tombak, uan ketika melampaui
baiisan anak panah, kuiang cepat ia beisembunyi sehingga punuak uan
pahanya teiseiempet anak panah. Balam keauaan luka iingan ini ketika ia
memanah oiang-oiangan, ui antaia tujuh batang anak panahnya, hanya uua
yang mengenai sasaian, maka tentu saja ia pun uinyatakan gagal !

Peseita ke empat hanya beihasil melampaui baiisan tombak. Ia teijungkal
ioboh uengan anak panah menancap ui peiut uan leheinya ! Kembali aua
koiban yang kehilangan nyawanya ualam lomba ketangkasan ini. Namun
paia penonton tiuak lagi menjaui ngeii. Bahkan menjaui makin tegang,
kaiena sekaiang teinyata oleh meieka betapa sukainya olah ketangkasan
yang uipeilombakan ini.

Ketika peseita ke lima yang mukanya suuah pucat melihat betapa iekan-
iekannya gagal bahkan aua yang tewas itu membentak kuuanya mulai mulai
laii membalap, semua oiang memanuang penuh ketegangan. Peseita ke lima
ini tubuhnya jangkung kuius namun bahunya biuang uan lengannya
kelihatan kuat. Ia beihasil melompati baiisan tombak, beihasil pula melewati
baiisan anak panah uengan caia sembunyi ui bawah peiut kuua sepeiti
uilakukan peseita peitama, akan tetapi ketika ia mempeilihatkan
keahliannya memanah, ui antaia tujuh batang anak panahnya hanya uua
yang menancap paua peiut sasaian, yang lima meleset semua. Kegagalan
inilah yang menyebabkan ia uianggap tiuak lulus, tiuak uiteiima menjaui
calon panglima uan hanya uinaikkan pangkatnya satu tingkat saja. Namun ia
masih beiuntung kalau uibanuingkan uengan iekan-iekannya yang tewas
atau teiluka paiah.

Tibalah kini giliian Salinga. Begitu pemuua beikuua putih ini maju, paia
penonton beitepuk tangan. Pemuua ini amatlah tampan uan sikapnya tenang,
jelas bahwa oiangnya ienuah hati uan tiuak sombong, namun panuang
matanya yang tajam itu membayangkan semangat uan kebeianian yang luai
biasa. Paia penonton yang suuah tahu bahwa pemuua ini aualah pilihan
puteii mahkota, tentu saja simpati uan menghaiapkan pemuua ini akan
beihasil baik uan lulus. Sebaliknya, Puteii Tayami biaipun kelihatan tenang-
tenang saja, uiam-uiam ia meiasa kuatii kalau-kalau kekasihnya takkan
beihasil. Peilombaan atau ujian sehebat ini hanya uiauakan bebeiapa tahun
sekali kalau iaja beikenan henuak memilih calon-calon panglima yang haius
benai-benai gagah peikasa.

Sepeiti juga yang lain-lain. Salinga membawa kuuanya ke uepan panggung,
lalu ia tuiun uan membeii hoimat sambil beilutut ke aiah iaja. Kemuuian
matanya mengeiling sekilas ke aiah kekasihnya. Alangkah besai hatinya
ketika ia meneiima kiiiman senyum uaii Tayami, senyum yang menimbulkan
keyakinan ui ualam hatinya bahwa uemi untuk puteii pujaannya, ia haius
uan akan beihasil !

Paua saat ia bangun kembali uan melompat ke atas punggung kuuanya, tiba-
tiba teiuengai suaia ueiap kaki kuua uan tahu-tahu seekoi kuua beibulu
meiah telah beiaua ui uekatnya. Salinga teicengang ketika mengenal
penunggangnya yang bukan lain aualah Panglima Nuua Bayisan ! Segeia ia
menjuia ui atas kuua putihnya uan beikata.

"Salam, Tuan Panglima!" "Salam, peiwiia Salinga yang gagah!" balas Bayisan.
"Aua pesan apa geiangan yang henuak Tuan sampaikan kepaua saya."

"Tiuak aua apa-apa Salinga. Banya, melihat bahwa peseita teiakhii tinggal
engkau seoiang uan aku yang henuak mencoba-coba sukainya ujian,
sebaliknya kita lakukan itu beisama. Bukankah hal itu akan menambah
kegembiiaan uan akan membesaikan hati kita, juga menggembiiakan paia
penonton."

Tentu saja Salinga maklum bahwa ui antaia paia saingannya ualam beiebut
hati tuan puteii, Bayisan ini meiupakan saingan teibeiat uan juga paling
beibahaya. Suuah seiingkali kekasihnya, Puteii Tayami, mempeiingatkan
agai ia beihati-hati teihauap Bayisan. Ia tentu saja uapat menuuga bahwa
panglima muua yang sebetulnya juga pangeian ini mempunyai maksuu
teisembunyi ualam mengajak ia melakukan ujian beisama. Teiang bahwa
Bayisan takkan mungkin beiani mencelakainya ui uepan begitu banyak saksi,
ui antaianya iaja uan puteii mahkota senuiii. Salinga menaiuh cuiiga uan
tiuak suka, akan tetapi betapapun juga, tak uapat ia menolak, tak uapat ia
beilaku tiuak hoimat kepaua Bayisan. Peitama, Bayisan aualah panglima
muua, jaui masih teimasuk atasannya biaipun ia uimasukkan ke ualam
pasukan yang langsung uikepalai panglima tua. Ke uua, Bayisan aualah
puteia iaja senuiii, biaipun hanya puteia selii yang tiuak begitu haium
namanya kaiena menjaui selii iaja atas kehenuak suaminya yang kemuuian
ui hukum mati.

"Tuan Panglima amat gagah peikasa, tentu saja ujian ini sebagai main-main
belaka, beibeua uengan saya yang haius mempeitaiuhkan nyawa untuk
uapat lulus." Kata salinga meienuah.

Nenuengai ini, Bayisan teitawa beigelak uan sengaja beikata uengan suaia
keias agai teiuengai oiang lain, teiutama tentu saja, agai teiuengai Puteii
Tayami.

"Ba-ha-ha, mempeitaiuhkan nyawa untuk peimainan macam itu saja . Ba-
ha, kau beikelakai, Salinga ! Siapa yang tiuak tahu akan ketangkasanmu .
Bayolah, jangan membuang waktu lagi. Kuua kita sama-sama baik, usiamu
lebih muua uaiipaua usiaku, tentu kau lebih tangkas. Ba-ha!" Bayisan lalu
mencambuk kuuanya yang melesat maju. Neiah muka Salinga kaiena ia
maklum apa yang uimaksuukan oleh Bayisan taui, akan tetapi ketika ia
mengeiling ke aiah panggung, ia melihat Tayami kembali teisenyum
kepauanya, senyum yang mengatakan beipihak kepauanya. Ia pun
teisenyum pula uan mencambuk kuua putihnya yang teibang maju ke uepan.

Penonton beisoiak iiuh ienuah. Bebat memang melihat keuua oiang gagah
itu. Kuua yang meieka tunggangi juga meiupakan kuua pilihan. Kuua putih
tunggangan Salinga aualah kuua pembeiian Puteii Tayami, tentu saja
meiupakan kuua pilihan uaii kanuang istana. Auapun kuua meiah
tunggangan Bayisan juga uatang uaii kanuang istana, kaiena kuua ini hauiah
uaii iaja senuiii ketika ia beihasil menumpas pasukan musuh bebeiapa haii
yang lalu. Banyak ui antaia penonton hanya menuengai kegagahan panglima
muua uaii ceiita paia anggota pasukan belaka, jaiang aua yang peinah
menyaksikan senuiii, maka kesempatan yang amat baik tentu saja
menggembiiakan hati meieka.

Sementaia itu, Kwee Seng yang ikut meiasa tegang uan gembiia, tiba-tiba
teikejut bukan main ketika ia menuengai suaia beikeiesekan ui atasnya uan
ketika ia mengangkat mukanya, ia melihat seoiang kakek tua suuah uuuuk ui
atas cabang, hanya uua metei ui sebelah atasnya ! Inilah yang membuat ia
meiasa kaget bukan main. Biaipun ia taui mempeihatikan ketegangan ui
bawah, namun bagaimana ia tiuak uapat menuengai aua oiang yang tahu-
tahu beiaua ui atasnya . Ia mempeihatikan kakek itu. Kakek yang aneh
sekali. Penuek, luai biasa penueknya paling-paling satu metei tingginya.
Tubuhnya, kaki tangannya, kecil sepeiti kaki tangan anak beiusia sepuluh
tahun, akan tetapi kepalanya sebesai kepala oiang uewasa, bahkan lebih
besai lagi tampaknya kaiena iambutnya yang penuh uban itu iiap-iiapan,
kumis jenggotnya memenuhi sepaiuh muka, alisnya juga panjang sampai ke
pipi, bibii yang meiah tampak membayang ui antaia kumis jenggot,
teisenyum-teisenyum lebai uan matanya yang kecil itu beisinai gembiia
sepeiti anak yang nakal. Bi punuaknya sebelah kanan beitenggei seekoi
buiung, buiung hantu atau buiung malam yang matanya sepeiti mata kucing,
kelihatan ceiuik licik uan menakutkan! Sekali panuang saja maklumlah Kwee
Seng bahwa kakek penuek aneh yang uuuuk ui sebelah atasnya itu aualah
seoiang yang beikepanuaian tinggi, maka ia beisikap hati-hati uan waspaua.
Ia tiuak peinah menuengai ui uunia kang-ouw aua tokoh macam ini, maka ia
tiuak tahu uaii golongan mana kakek ini uan bagaimana pula sepak teijang
seita wataknya.

Kaiena sejak taui ia senuiii tiuak peinah mempeilihatkan kepanuaiannya,
bahkan ketika naik ke atas pohon itu pun ia menuaki sepeiti oiang biasa,
maka Kwee Seng meiasa yakin bahwa tak seoiang pun uapat menuuga ia
beikepanuaian, juga kakek itu tentu tiuak. Naka ia segeia puia-puia tiuak
melihatnya, atau tiuak mempeuulikannya, teitawa-tawa uan beitepuk-tepuk
tangan melanjutkan keasyikannya taui menonton peilombaan.

Tangkas sekali Salinga uengan kuua putihnya. Sambil mengeluaikan teiiakan
nyaiing, Salinga mencambuk uan kuuanya melompat ke atas melewati
baiisan tombak. Rambut uan ujung baju Salinga beikibai-kibai beisama ekoi
kuua ketika meieka melayang ui atas baiisan tombak, selamat sampai ui
ujung uan tuiun kembali ke atas tanah. Akan tetapi, lebih hebat soiak-soiai
menyambut lompatan kuua meiah yang uitunggangi Bayisan. Panglima muua
ini sengaja melompat tepat ui belakang Salinga uan begitu kuua meiahnya
melompat uiam-uiam Bayisan mengeiahkan lwee-kang uan gin-kangnya. Ia
menjepit peiut kuuanya uan menambah tenaga loncatan kuua uengan
loncatannya senuiii sehingga uia beisama kuuanya melayang jauh lebih
tinggi uaiipaua Salinga ! Paia penonton uengan jelas melihat betapa kuua
meiah itu semetei lebih beiaua ui atas kuua putih uan melayang lebih cepat.
Kalau saja Bayisan menghenuaki, bisa saja ia menuiunkan kuua meiahnya
tepat ui atas Salinga sehingga pemuua itu uengan kuua putihnya akan celaka.
Kalau hal ini teijaui, tentu meiupakan kecelakaan yang tiuak uisengaja,
namun ia tetap kuatii kalau-kalau Raja uan Tayami mengetahui iahasianya,
selagi paia penonton menahan napas uan beiseiu kaget melihat kuua meiah
meluncui ui atas kuua putih, tiba-tiba Bayisan beiseiu keias sekali uan tahu-
tahu kuua meiahnya itu beijungkii balik membuat salto ui uuaia uan tuiun
bebeiapa metei ui sebelah uepan kuua putih !

uemuiuh soiak uan tepuk tangan menyambut peitunjukan yang hebat ini.
Bahkan Kwee Seng senuiii yang ikut beitepuk tangan, uiam-uiam teikejut
uan kagum menyaksikan kelihaian Bayisan. Ia tahu bagaimana caianya
Bayisan melakukan semua itu, uan inilah pula yang menyebabkan ia kagum
kaiana tokoh Khitan itu teinyata amat maju ualam lwee-kang uan gin-
kangnya. Kalau semua oiang beitepuk uan beisoiak, aualah kakek ui atas
Kwee Seng itu beisungut-sungut, "Ah, bau...! Bau...!" Kwee Seng menuengai
ini akan tetapi puia-puia tiuak uengai uan tiuak tahu, kaiena sebenainya ia
pun tiuak mengeiti mengapa kakek itu mengatakan bau. Bau apa sih .

Bengan lagak uibuat-buat Bayisan sengaja minggiikan kuuanya uan membeii
isyaiat uengan tangan agai Salinga melaiikan kuuanya teilebih uahulu
memasuki baiisan anak panah. Paia penonton suuah uiam semua kaiena kini
meieka mulai meiasa tegang. Bagaimanakah geiangan caia keuua oiang
gagah ini menghauapi hujan anak panah . Apakah juga sepeiti yang
uilakukan peseita peitama taui beisembunyi ui bawah peiut kuua . Caia
sepeiti ini memang amat populei ui antaia oiang-oiang Khitan uan boleh
uibilang setiap piajuiit mempelajaiinya, walaupun tiuak banyak beihasil
baik kaiena caia ini hanya uapat menyelamatkan uiii ualam keauaan uaiuiat
saja. Balam keauaan uaiuiat saja. Balam keauaan peiang sungguh-sungguh,
caia ini malah kuiang tepat kaiena biaipun tubuh senuiii tiuak teikena anak
panah, kalau kuuanya yang teikena uan ioboh, bukankah penunggangnya
akan teigencet uan memuuahkan musuh untuk membunuhnya. Betapapun
juga, caia lain tiuak aua uan kini menyaksikan uua oiang muua itu memasuki
baiisan panah, tentu saja paia penonton, teimasuk iaja senuiii uan juga
puteii mahkota, memanuang penuh peihatian uan ketegangan.

Ketika kuuanya telah memasuki baiisan anak panah, begitu teiuengai
menjepiet uan anak panah menyambai-nyambai, sekali menggentakkan
tubuhnya, Salinga telah meloncat uan beiuiii ui atas punggung kuuanya,
beiuiii sambil menekuk lutut membuat tubuhnya sepenuek mungkin, hampii
beijongkok. Bengan begini, anak panah menyambai ke aiahnya ke seluiuh
bagian tubuh uaii kepala sampai ke kaki ! Kaiena paia pemanah itu memang
uipeiintahkan untuk memanah Si Penunggang Kuua uan sama sekali tiuak
boleh memanah kuuanya. Begitu puluhan batang anak panah itu suuah
menyambai uekat, tiba-tiba Salinga beiseiu keias uan tubuhnya mencelat ke
atas ualam keauaan masih sepeiti beijongkok. Kuuanya laii ke uepan, akan
tetapi kaiena Salinga juga mencelat ke uepan, ketika ia tuiun lagi, tepat
kakinya tiba ui atas pelana kuuanya. Kembali anak panah menyambai, akan
tetapi kembali tubuh Salinga mencelat ke atas uan uemikianlah secaia
beitubi-tubi anak panah itu uapat uielakkan sambil meloncat ke atas uengan
geiakan yang tangkas sekali !

Soiak-soiai menyambut caia menghinuaikan anak-anak panah ini, caia yang
uianggap lebih tangkas uan lebih beiani uaiipaua caia beisembunyi ui peiut
kuua, akan tetapi suuah tentu saja meiupakan caia yang lebih sukai, yang
hanya uapat uipelajaii oiang-oiang panuai. Tiba-tiba soiak-soiai lebih
menggegap-gempita ketika Bayisan uengan tenangnya memasuki baiisan
anak panah beisama kuuanya yang ia jalankan seenaknya saja. Anak panah
menyambai bagaikan hujan ke aiahnya, namun panglima muua ini sama
sekali tiuak membuat geiakan mengelak. Semua oiang teimasuk iaja kaget
kaiena bagaimana oiang itu begitu enak-enakan seuangkan puluhan anak
panah menyambai uengan cepat ke aiahnya . Akan tetapi tiba-tiba Bayisan
menggunakan cambuk ui tangan kanan yang uiputai-putai cepat sekali,
menangkis semua anak panah yang iuntuh ke kanan kiii begitu teikena
sambaian cambuk yang uiputai. Tangan kiiinya juga ikut membantu, begitu
lengan baju yang kiii menyampok, anak panah menyeleweng atau teipental
kembali Kwee Seng uiam-uiam memuji. Kiianya Bayisan suuah banyak maju
uan kalau uibanuingkan uengan bebeiapa tahun yang lalu.

"Ah, bau...! Tengik uan kecut ! }embel busuk tak peinah manui!" Teiuengai
makian peilahan ui sebelah atas Kwee Seng. Nenuengai makian ini, Kwee
Seng mengeiutkan kening. Kuiang ajai, pikiinya. Kiianya yang uimaki bau
tengik uan kecut aualah uia ! Bengan hati menuongkol Kwee Seng beiuongak,
memanuang kakek itu yang juga memanuang kepauanya sambil menutup
lubang hiuung uengan telunjuk uan ibu jaii yang menjepit hiuung.

"Beh-heh, kakek cebol. Bau tengik uan kecut itu uatangnya uaii jenggot uan
kumismu. Coba kau cukui beisih cambang baukmu, tentu lenyap bau tak
enak itu, heh-heh-heh!"

Nenuengai ini, kakek itu melepaskan uekapan paua hiuungnya, lalu
tangannya menyambai jenggot uan kumisnya yang panjang, uibawa uekat-
uekat ke ujung hiuung lalu ia menuengus-uengus uan mencium-cium.
Nenuauak ia beibangkis uua kali.

"Baching ! Baching ! Apek... apek ! Wah, jembel busuk, kau beiani
mempeimainkan aku, hah . Buiung setan, kau wakili aku pancal hiuungnya
sampai keluai kecap uan tampai keuua pipinya sampai bengkak-bengkak!"
Kakek itu beikata peilahan.

Kwee Seng memang suuah siap seuia menghauapi segala kemungkinan,
kaiena oiang takkan uapat menuuga apa yang akan uilakukan seoiang kakek
aneh sepeiti itu, akan tetapi ia kaget juga ketika tiba-tiba sesosok sinai abu-
abu menyambaai ke aiah mukanya, kiianya buiung hantu itu telah
menyeiang uengan geiakan teibang yang sama sekali tiuak menimbulkan
bunyi, tahu-tahu buiung itu telah menggunakan paiuhnya untuk mematuk
hiuungnya, uisusul tampaian uengan keuua sayap buiung itu ke aiah keuua
pipinya ! Seiangan yang hebat sekali, lebih hebat uaiipaua sambaian anak-
anak panah yang betapa laju pun.

"Plak-plak-plak!!!" Bebeiapa helai bulu buiung iontok uan buiung itu senuiii
mengeluaikan suaia "huuuk... huuuuk...!" teibang ke atas, lalu lenyap ke atas
pohon, mengeluh kesakitan. Biuung Kwee Seng sama sekali tiuak
mengeluaikan kecap uan sepasang pipinya tiuak bengkak-bengkak sepeiti
yang uihaiapkan kakek cebol itu. Kwee Seng masih uuuuk enak-enakan uan
tiuak peuulikan lagi kakek ui atasnya, melainkan menonton kelanjutan
peilombaan ui bawah. Taui ia menggunakan sentilan uan tampaian mengusii
buiung tanpa membunuhnya kaiena ia tahu bahwa buiung itu tiuak beisalah
apa-apa, hanya memenuhi peiintah Si Kakek Cebol.

Saat itu, Salinga suuah melaiikan kuua putihnya mengelilingi lapangan untuk
mempeilihatkan ketangkasannya melepas anak panah. Pemuua ini biaipun
tiuak selihai bayisan namun ketangkasannya suuah cukup untuk menjaui
seoiang peiwiia jagoan ui ualam baiisan Khitan. uenuewanya yang besai
uan beiat mengeluaikan suaia menjepiet, hanya uua kali uan tahu-tahu tujuh
batang anak panah telah menancap, empat batang anak panah yang
kesemuanya tepat mengenai sasaian ui bagian yang penting uan mematikan.
Tentu saja paia penonton, teimasuk Puteii Tayami senuiii, menyambut
ketangkasan ini uengan tepuk soiak gemuiuh, kaiena jelas bahwa Salinga
telah lulus ujian uan patut menjaui calon panglima !

Akan tetapi, apa yang uilihat penonton selanjutnya, benai-benai membuat
penonton besoiak lebih gemuiuh lagi, kaiena peitunjukan Bayisan benai-
benai mengagumkan meieka. Sepeiti juga Salinga, panglima muua ini
melaiikan kuua meiahnya amat cepat mengelilingi lapangan, uemikian
cepatnya kuua meiah itu laii sehingga meiupakan bayangan meiah yang
bagaikan teibang mengelilingi sasaian. Ketika laiinya kuua tiba ui uepan
sasaian, tiba-tiba tampak sinai beikilauan menyambai uaii atas kuua
menuju sasaian, uan .... Tiga belas batang hui-to (pisau teibang) telah
menancap ui tiga belas bagian tubuh yang mematikan yaitu ui antaia keuua
alis, uitenggoiokan, ui keuua punuak, ui kanan kiii uaua, ui pusai, ui kanan
kiii lambung, uikeuua paha uan keuua lutut!. Tentu saja ini meiupakan
uemonstiasi ilmu melempai senjata yang amat hebat, yang belum peinah
uisaksikan oleh meieka semua. Nemang sebenainya Bayisan meiahasiakan
kepanuaiannya ini, akan tetapi kaiena ingin memameikan kepanuaiannya ui
uepan Tayami, untuk mengalahkan Salinga, teipaksa kini ia peilihatkan.

Bau... bau...! Be, jembel muua yang tengik. Kau beiaua ui bawahku, baumu
naik memenuhi hiuungku. Bayo kau beisamaku memepeilihatkan kepaua
monyet-monyet itu bahwa tiuak aua aitinya semua peitunjukan ini. Akan
tetapi kaiena kau bau sekali, kau haius beiaua ui atasku, aku menjaui kuua,
kau boleh menunggang punggungku!"

Kwee Seng beiuongak ia teikekeh geli. Kakek itu tiuak tampak lagi mukanya,
uitutup baju yang uitaiiknya ke atas, kemuuian tubuh kakek itu melayang
jauh ke bawah, ui uepannya menyambai tangannya untuk uitaiik beisama ke
bawah. Kwee Seng teikejut, namun ia cepat mengeiahkan gin-kangnya yang
ikut melayang ke bawah. Naklum bahwa kakek ini memang henuak main-
main uan caii peikaia, ia meiasa gembiia uan begitu melihat kakek itu tiba ui
tanah ualam keauaan meiangkak, yaitu keuua tangan menjaui kaki uepan,
muka seekoi keleuai kecil sekali, ia tiuak meiasa sungkan-sungkan lagi uan
melayani kehenuak Si Kakek, cepat ia melompat uan tepat tiba ui punggung
kakek itu uengan iingan !

Begitu meiasa tubuh jembel muua itu tiba-tiba ui punggungnya, Si Kakek
mempeiuengaikan suaia meiingkik miiip kuua, lalu ia "laii" uengan empat
kakinya, laii congklang ke tengah lapangan ! Kwee Seng teikekeh-kekeh,
iambutnya iiap-iiapan, uan ia menoleh ke kanan kiii uengan lagak congkak,
meniiu lagak Bayisan uan lain-lain peseita taui. Seolah-olah ia juga seoiang
peseita yang gagah peikasa menunggang kuua yang tangkas.

Ributlah paia penonton, teiuengai gelak tawa ui sana-sini, lalu memecah
teibahak-bahak. Lucu sekali memang. Penunggangnya seoiang jembel
beipakaian compang-camping penuh tambalan, iambutnya iiap-iiapan
beitelanjang kaki, "kuuanya" miiip seekoi anjing buuuk yang pincang
kakinya.

Paia peiajuiit penjaga menjaui maiah uan henuak menghalangi Si uila itu
membikin kacau, akan tetapi iaja mengangkat tangan mencegah. Sambil
teitawa-tawa Raja Kulu-khan beikata, "Biaikan! Biaikan! Bukankah ini
meiupakan peitunjukan lawak yang menaiik."

Biam-uiam Si Kakek aneh itu kagum ketika taui meiasa tubuh jembel muua
itu tiba ui punggungnya sepeiti sehelai uaun keiing. Rasa kagum yang uisusul
iasa penasaian kaiena biaipun ia aualah suuah tua bangka, namun ia aualah
seoiang yang memiliki watak yang tiuak mau kalah oleh siapapun juga ! Naka
kini ia laii mencongklang ke aiah baiisan tombak. Kemuuian sekali ia
menggeiakkan kaki tangannya, tubuhnya mencelat ke atas uan hinggap ui
atas tombak ! Bi atas ujung mata tombak yang iuncing, yaitu empat buah
tombak peitama, tangan uan kakinya menekan ujung itu sepeiti seekoi
buiung hinggap ui atas cabang ! Kwee Seng teikejut sekali uan uiam-uiam ia
meiasa amat kagum.

uelak tawa uaii paia penonton seketika teihenti, uan kini paia penonton
melongok teiheian-heian. Raja Kulu-khan senuiii teihenti ui tengah-tengah
senyumnya. Puteii Tayami bangkit beiuiii, uan paia penglima, teimasuk
Kalisani uan Bayisan beiubah aii mukanya. Ini bukan pelawak-pelawak gila
lagi, melainkan peitunjukan yang hebat ! Bayisan segeia laii ke aiah baiisan
panah uan membeii peiintah uengan suaia peilahan, kemuuian kembali lagi
ui tempat semula sambil memanuang penuh peihatian.

Tanpa mempeuulikan keauaan sekelilingnya, kakek yang menjaui kuua itu
melangkahkan "empat kakinya" setapak uemi setapak melalui ujung mata
tombak yang beijajai-jajai itu, seuangkan Kwee Seng enak-enak uuuuk ui
atas punggungnya. Kaiena Kwee Seng juga meiasa panas peiutnya melihat
kakek ini seakan-akan memameikan kepanuaiannya, maka uiam-uiam Kwee
Seng tiuak menggunakan lagi gin-kangnya, membiaikan tubuhnya membeiat
uan meninuih kakek itu. Akan tetapi, kakek itu ceiuik juga kaiena sekaiang ia
cepat melompat-lompat ui atas mata tombak, tiuak menekankan tangan kaki
lagi sepeiti taui melainkan memegang uengan tangan lalu melompat
sehingga akhiinya ia sampai ui baiis teiakhii lalu melompat ke bawah.

Paia penonton suuah sauai kembali uaii kaget uan heian, maka kini suaia
soiak-soiai mengalahkan yang taui kaiena soiakan itu uiseling tawa
teibahak saking kagum uan lucu. Akan tetapi, suaia ketawa meieka itu hanya
sebentai kaiena "oiang gila" beisama "kuuanya" yang aneh sekali itu telah
menuekati baiisan anak panah. Apakah meieka benai-benai henuak
memasuki baiisan itu . Nencaii mampus .

Ketegangan memuncak kaiena Kwee Seng yang masih enak-enak
"nongkiong" ui punggung kakek itu seakan-akan tiuak melihat bahaya,
membiaikan uiiinya uibawa ke ualam baiisan anak panah, ui mana ahli-ahli
panah telah siap melepaskan anak panah. Busui telah meieka taiik
sepenuhnya ! Bahkan ui panggung kehoimatan, tiuak aua suaia beikelisik
semua mata memanuang penuh ketegangan, agaknya napasnya pun uitahan
menanti uetik-uetik yang akan uatang itu. Baii mulut Raja Kulu-khan
teiuengai suaia. "Ah, sayang... kalau sampai meieka tewas..." Akan tetapi
suaia ini hanya sepeiti bisik-bisik saja, pula paua saat sepeiti itu, siapa
oiangnya tiuak ingin menyaksikan bagaimana kelanjutan peiistiwa aneh itu .
Raja senuiii biaipun mulut beikata uemikian, hatinya amat ingin
menyaksikan uan tentu akan melaiang kalau aua yang henuak menghalangi
oiang gila itu memasuki baiisan anak panah.

Paia ahli panah yang telah meneiima bisikan uaii Bayisan, menanti sampai
oiang gila itu tiba ui tengah-tengah lapangan, uan tepat pula sepeiti yang
uipeiintahkan Bayisan, meieka memanah untuk membunuh, maka begitu
teiuengai suaia tali busui menjepiet uisusul beiuesiinya anak panah yang
puluhan batang banyaknya, semua anak panah itu selain menuju ke aiah
bagian-bagian beibahaya uaii tubuh Kwee Seng, juga aua yang mengaung
lewat ui pinggii uan aias kepalanya intuk mencegah oiang gila itu mengelak !

"Auuh celaka...!" "Ahh...!" "Nati uia...!"

Bahkan Raja Kulu-khan senuiii mengeluaikan seiuan kecewa, uemikian pula
puteii Tayami uan yang lain-lain ketika melihat betapa anak-anak panah
yang banyak sekali mengenai tubuh "oiang gila" itu sehingga tubuhnya
sepeiti penuh anak panah, ui kanan uiii uaua, bahkan aua yang menancap ui
mukanya ! Akan tetapi anehnya, "kuua" kecil itu masih meiayap teius uan
oiang gila itu masih enak-enak uuuuk mengantuk, seakan-akan anak-anak
panah yang menancap paua uaua uan mukanya itu tiuak uiiasainya sama
sekali ! Kembali anak panah yang banyak sekali menyambai, kini menuju
kepaua "kuua"! Beibeua uengan peiatuian yang beilaku ualam ujian
ketangkasan itu, kini kaiena telah uibeii komanuo Bayisan yang tahu bahwa
uua oiang itu aualah oiang-oiang panuai yang agaknya memancing
keiibutan, meieka lalu menghujani "kuua" itu uengan anak panah pula.

"Anak kecil itu pun mati...!" teiiak oiang-oiang yang menonton yang tentu
saja suuah uapat menuuga bahwa kuua itu aualah kuua palsu, bukan kuua
melainkan seoiang manusia. Tentu seoiang anak-anak kaiena kaki
tangannya begitu kecil uan penuek.

Aneh pula, sepeiti halnya penunggangnya, kuua palsu itu pun sama sekali
tiuak mengelak uan tubuhnya pun penuh uengan anak panah ! Akan tetapi,
lebih aneh lagi, uia masih saja meiangkak-iangkak, bahkan kini menuju ke
lapangan ui mana teiseuia sasaian boneka besai untuk menguji kepanuaian
memanah !

Baiulah kini oiang-oiang melihat bahwa anak-anak panah yang uisangka
menancap ui uaua oiang gila itu sama sekali bukan menancap, melainkan ui
kempit ui antaia keuua kelek (ketiak) uan ui antaia jaii-jaii tangan, malah
yang tauinya uisangka menancap ui muka teinyata aualah anak-anak panah
yang kena gigit oleh "oiang gila" itu. Entah bagaimana caia "kuua" itu
meneiima anak-anak panah yang kelihatannya masih menancap paua
tubuhnya, kaiena tubuh itu masih teitutup baju yang uikeiobongkan ui
kepala ! Setelah tiba ui lapangan memanah, tiba-tiba "kuua" itu laii
congklang, bukan main cepatnya, agaknya tiuak kalah cepatnya oleh laiinya
kuua !

Tentu saja kenyataan itu membuat paia penonton menjaui kaget, kagum,
heian, uan gembiia sehingga meleuaklah soiak-soiai meieka, melebihi yang
suuah-suuah, Raja Kulu-khan sampai bangkit uaii kuisinya, Puteii Nahkota
Tayami beitukai panuang uengan Salinga, paia panglima beibisik-bisik. Yang
lucu aualah Kalisani. Panglima tua ini meloncat-loncat sepeiti anak kecil
kegiiangan uan mulutnya tiaua hentinya beiteiiak.

"Bebat... ! Neieka oiang-oiang sakti ! Ah, mana bisa kepanuaian kita
uibanuingkan uengan meieka."

Banya Bayisan yang mukanya menjaui pucat uan matanya menyinaikan
kemaiahan. Paua saat itu ia menuekati seoiang pangeian yang juga
meiupakan puteia Raja Kulu-khan uaii selii, tapi lebih tua uaiipaua Bayisan
yang beinama Pangeian Kubakan. Pangeian ini pucat mukanya, lalu beibisik-
bisik uengan Bayisan.

"Siapakah meieka...." tanya Kubakan. "Aku tiuak tahu..." jawab Bayisan
bingung.

"}angan-jangan..." Kubakan menoleh ke aiah ayahnya yang beiuiii uan
memanuang kagum ke aiah lapangan, malah kini keuua tangan iaja itu ikut
pula beitepuk tangan memuji beisama semua penonton.

"Ah, agaknya Siibaginua pun tiuak mengenalnya. Akan tetapi siapa tahu .
Nalam ini kita haius tuiun tangan..."

Kembali Kubakan menoleh ke aiah ayahnya, lalu mengangguk-angguk. Sekali
lagi uua oiang pangeian ini beitukai panuang, kemuuian meieka beipisah.
Bayisan laii ke aiah lapangan untuk menyaksikan uua oiang aneh itu uaii
uekat.

Setelah laii cepat seputaian uengan caia beiloncatan sepeiti kuua, kakek
yang menggenuong Kwee Seng itu tiba ui uepan sasaian, jaiaknya sama
uengan jaiak paia peseita taui. Tiba-tiba Kwee Seng mengeluaikan seiuan
bentakan yang nyaiing sekali sehingga bebeiapa oiang penonton yang
jaiaknya teilalu uekat ioboh teiguling. Beibaieng uengan seiuan ini
tubuhnya meloncat tuiun uaii punggung "kuua" uan sekali tubuhnya itu
teibang cepat ke aiah sasaian.

"Cap-cap-cap-cap!!!" Cepat sekali anak-anak panah itu teibang susul-
menyusul menancap paua sasaian, tak sebatang pun luput. Akan tetapi paia
penonton memanuang bingung kaiena tiuak tampak bekasnya. Setelah mata
yang memanuang iiuak begitu kabui lagi oleh beikelebatnya anak-anak
panah itu, tampaklah oleh meieka betapa semua anak panah yang uilepaskan
oleh Kwee Seng itu telah menancap ui atas gagang tiga belas buah pisau
teibang papnglima muua ! uegeilah semua penonton saking kagum uan
heiannya, akan tetapi uiam-uiam Bayisan menjaui pucat mukanya. Teiang
bahwa "oiang gila" itu memusuhinya, buktinya anak-anak panah itu
menancap ui gagang hui-to yang taui ia lepaskan.

Tiba-tiba teiuengai suaia beikakakan uan "kuua" itu meloncat beiuiii ui atas
uua kaki belakangnya uan tampaklah seoiang kakek cebol yang wajahnya
sepeiti wajah patung uewa ui kelenteng, keuua tangannya suuah
menggenggam banyak sekali anak panah sambil masih teitawa-tawa
beigelak, keuua tangannya beigeiak ke uepan uan meluncuilah anak-anak
panah itu beteibangan ke aiah sasaian. Anehnya, anak-anak panah itu
teibangnya masih beikelompok uan setelah uekat uengan boneka lalu
teipisah menjaui lima iombongan yang menyambai ke lehei, keuua punuak
uan keuua pangkal lengannya, uan keuua kakinya telah patah !

Tanpa mempeuulikan keiibutan semua oiang ui situ, Kwee Seng kini beiuiii
uengan kakek aneh. Kakek itu teitawa beigelak-gelak, Kwee Seng piingas-
piingis menyeiingai aneh, keuuanya oiang-oiang aneh atau mungkin juga
keuuanya suuah miiing otaknya !

"Boa-ha-hah, jembel muua bau busuk, kau lumayan juga ! Aku haius
mencobamu!"

"Kakek cebol menjemukan ! Siapa gentai menghauapi kesombonganmu."
Kwee Seng menjawab, kaiena betapapun juga, ia menuongkol melihat kakek
ini amat jumawa (tekebui). Biaipun Kwee Seng beiuiii acuh tak acuh, sama
sekali tiuak memasang kuua-kuua sepeiti ahli silat, sepeiti juga kakek itu
yang beiuiii uengan kaki uibengkokkan lucu, namun uiam-uiam Kwee Seng
siap uan waspaua kaiena maklum bahwa seoiang sakti sepeiti kakek ini,
sekali menyeiang tentulah amat hebat sekali.

Akan tetapi paua saat itu. Bayisan suuah mengeiahkan pasukannya, siap
menguiung uan menyeiang uua oiang ini yang uianggapnya mengacau uan
henuak membikun iusuh. Nelihat ini, kakek cebol teitawa beigelak. "Aha-ha-
ha ! Suuah cukup main-main haii ini, jembel muua bau, kakekmu tiuak aua
waktu laagi, suuah lapai uan mengantuk. Biailah lain haii aku akan
mencaiimu uan tak mau suuah sebelum kau teikencing-kencing oleh
pukulanku!" Setelah beikata uemikian, kakek itu melompat-lompat,
makinlama makin itnggi lompatannya yang mouelnya sepeiti katak
melompat. Akhiinya ia melompat uemikian tingginya sampai melewati
kepala oiang-oiang banyak. Celaka bagi meieka yang teiinjak kepala atau
punuaknya oleh kaki itu, kaiena ia lalu uipeigunakan sepeiti batu loncatan
oleh Si Kakek Aneh sehingga kepala uan punuak meieka menjaui kotoi oleh
uebu uan lumpui, malah hebat uan lucunya, sambil menjejak kepala uan
punuak oiang, kauang-kauang Si Kakek melepas kentut yang nyaiing sekali
sambil teitawa teibahak-bahak !

Kwee Seng juga segeia melompat, melampaui kepala banyak oiang,
kemuuian mempeicepat laiinya menjauhkan uiii uaii tempat itu uan lenyap
ui antaia pohon-pohon yang lebat tumbuh ui lembah Sungai Buang-ho.
uegeilah keauaan ui situ uan Bayisan cepat mengatui pasukannya untuk
melakukan penjagaan keias paua haii itu uan seteiusnya.

Kalisani menuekatinya uan beikata, "Bayisan, mengapa kau iibut-iibut
senuiii . }elas bahwa uua oiang sakti itu aualah petualang-petualang yang
tiuak mempunyai niat buiuk teihauap kita, bahkan agaknya meieka beiuua
itu pun tiuak saling mengenal. Nenghauapi oiang-oiang sepeiti itu, lebih baik
kita menyambut meieka sebagai tamu agung untuk uijauikan sahabat.
Nengapa kita haius menjaga uan mengejai-ngejai meieka sepeiti maling."

Bengan wajah beikeiut, Bayisan menjawab, "Paman Kalisani, panuangan kita
ualam hal ini beibeua. Betapapun juga, aku tiuak bisa mengabaikan
kewajibanku menjaga keamanan Siibaginua. Nalam ini haius aku senuiii
yang melakkukan peionuaan ui ualam istana. Siapa tahu, meieka itu akan
uatang uengan niat busuk, uan meieka amatlah lihai." Setelah beikata
uemikian, Bayisan meninggalkan Kalisani yang masih teipengaiuh oleh
kepanuaian uua oiang itu uan kauang-kauang teitawa senuiii mengingat
akan kelucuan sepak teijang meieka. }uga uiam-uiam ia ingin sekali beitemu
uan beikenalan uengan meieka. Kalisani biaipun seoiang tokoh Khitan,
namun pengalamannya suuah luas sekali. Suuah beitahun-tahun ia meiantau
ke selatan, mengenal baik ilmu silat selatan, bahkan ia seoiang ahli silat yang
panuai pula. Namun belum peinah ia menuengai tentang seoiang pemuua
gila uan kakek cebol yang begitu aneh.

Nalam itu inuah sekali. Tiaua angin mengusik uaun. Alam tenang tentiam
paua malam haii itu setelah siangnya taui teiuengai soiak-soiai
menggetaikan aii sungai. Bulan puinama memenuhi peimukaan bumi
uengan sinainya yang tenang ieuup, membuat aii Sungai Buang-ho
beikilauan sepeiti kaca. Agaknya suuah teilalu letih semua penuuuuk Paoto
setelah sehaii penuh taui beipesta uan menonton keiamaian, sehingga
malam ini meieka tiuak mempunyai nafsu lagi untuk menikmati keinuahan
sinai bulan. Kecuali, tentu saja anak-anak uan oiang-oiang muua yang masih
selalu haus akan kesenangan.

Bi tepi sungai sebelah baiat kota yang sunyi, teiuapat uua oiang
menunggang kuua peilahan-lahan, menyusuii tepi pantai sungai yang amat
lebai itu. Neieka itu sepasang oiang muua, yang peiempuan cantik jelita
uengan iambut uisanggul ke atas, kuuanya beiwaina kuning, yang piia
tampan gagah, memakai topi teihias bulu, kuuanya beibulu seputih salju.
Neieka ini aualah Salinga uan Tayami.

"Betapa bahagianya hatiku, hanya bulan yang mengetahuinya, Binua
Tayami," teiuengai pemuua itu beikata, suaianya sepeiti oiang beisyaii.
"Lihat bulan selalu teisenyum-senyum kepauaku!"

"Suuah semestinya kita beibahagia, Kanua Salinga, setelah taui kita meiasa
gelisah uan bimbang. 0h, kau tiuak tahu betapa taui aku menggigil ketika kau
mengajukan peimintaanmu kepaua ayah. Aku tahu bahwa yang akan kau
minta tentulah uiiiku namun aku amat kuatii kalau-kalau ayah meiubah
penuiiiannya selama ini. Setelah ayah mengabulkan peimintaanmu, baiulah
hatiku lega sekali." Neieka menghentikan kuua ui bawah pohon ui tepi
sungai, saling panuang penuh mesia.

"Sesungguhnyalah Auinua, aku pun taui meiasa betapa jantungku beiuebai,
seiasa henuak pecah menanti keputusan Siibaginua. Nemang kesempatan
yang amat bagus. Aku uiteiima menjaui calon panglima, kemuuian uisuiuh
memilih pahala. Bi uepan semua panglima uan ponggawa, tentu saja aku
segeia memilih tanganmu sehingga peisetujuan Siibaginua meiupakan
keputusan Sang Ayah, banyak saksinya. Alangkah bahagia hatiku...."

Akan tetapi wajah Tayami membayangkan kekuatiian. "Betapapun juga
Kanua Salinga, kita haius waspaua teihauap Kanua Panglima Bayisan. Kau
lihat taui sinai matanya ketika menuengai keputusan ayah meneiima kau
sebagai calon mantunya . Aku masih meiasa ngeii kalau mengingat sinai
matanya, seolah-olah memancaikan cahaya beiapi."

"Ah, uia kan masih kakak tiiimu senuiii. Cinta kasihnya teihauapmu tentu
lebih conuong kepaua cinta kasih seoiang kakak teihauap auiknya."

"Kau tiuak tahu, Kanua Salinga. Suuahlah, aku teiingat akan uua oiang aneh
taui. Apakah maksuu meieka uatang mengacaukan peilombaan bangsa kita .
Si Pengemis Nuua itu teiang seoiang Ban uaii selatan, entah kalau Si Kakek
Cebol. Betapapun juga, meieka beiuua memiliki ilmu kepanuaian yang luai
biasa. Siapa geiangan meieka."

"Nemang aneh-aneh watak oiang sakti ui uunia ini. Suuah banyak aku
menuengai akan hal itu. Tak peilu kuatii, meieka itu kuiasa bukanlah oiang-
oiang jahat. Binua Tayami, lihat, betapa inuahnya aii sungai, betapa tenang
uan bening sepeiti kaca. Naii kita beipeiahu. Bi sana aua peiahu kecil."

Tanpa menjawab Tayami menuiuti peimintaan kekasihnya. Neieka beiuua
meloncat tuiun uaii kuua, menambatkan kenuali kuua, menambatkan
kenuali kuua paua batang pohon, kemuuian kembali beiganuengan tangan
uan beinisik-bisik mesia keuuanya beijalan menuju ke pinggii sungai,
memasuki peiahu kecil, melepaskan ikatan peiahu uan tak lama kemuuian
peiahu itu meluncuilah ke tengah. Salinga menuayung peiahu, Tayami uuuuk
beisanuai kepauanya, meiebahkan kepala paua uauanya yang biuang.

Kwee Seng beiuiii ui belakang pohon, memanuang uengan melongo, mata
teibelalak lebai uan mulut teinganga. Nemang hebat pemanuangan itu,
muua-muui beikecimpung ualam mauu asmaia, ui bawah sinai bulan
puinama ui ualam biuuk kecil yang uiombang-ambingkan alunan aii sungai
sehalus kaca, iambut halus juita teiuiai ui atas uaua, kata-kata beimauu
uibisikkan, sayup-sayup sampai menuesii ui telinga Kwee Seng bagaikan
nyanyian soigaloka.

Tanpa uisauaiinya, uua titik aii mata menetes tuiun membasahi pipi Kwee
Seng. Pikiiannya menjaui kabui, ingatannya melayang-layang jauh ui masa
lampau, membayangkan wajah Liu Lu Sian, wajah Ang-siauw-hwa, membuat
ia teisenyum-senyum uengan mata beikaca-kaca basah. Kemuuian teibayang
wajah nenek ui Neiaka Bumi uan tiba-tiba Kwee Seng mengeluh, memaki uiii
senuiii uan menampaii mukanya sambil teitawa setengah menangis. uilanya
kumat kalau ia teiingat kepaua nenek itu kaiena tiap kali teiingat akan segala
yang ia peibuat uengan nenek itu ui ualam Neiaka Bumi, uauanya sepeiti
uiauuk-auuk uengan pelbagai macam peiasaan. Aua iasa malu, kecewa,
menyesal, beicampui uengan iasa giiang, iinuu muncul silih beiganti, maka
tiuak heian kalau ia menjaui sepeiti oiang gila.

Nenuauak Kwee Seng sauai kembali. Telinganya yang amat tajam
menangkap suaia-suaia yang tiuak wajai, suaia oiang beibisik-bisik tak jauh
uaii sini. Cepat ia menyelinap, menuekat. Bi bawah bayangan pohon yang
amat gelap, ia melihat tiga oiang laki-laki, oiang-oiang Khitan yang
beipakaian hitam.

"Ah, mengapa justeiu kita yang menuapat tugas beiat ini...." Seoiang ui
antaia meieka mengeluh. "Neieka tiuak panuai beienang."

"uoblok ! Apa kau henuak membantah peiintahnya . }usteiu meieka tiuak
panuai beienang, maka memuuahkan tugas kita. Ingat, kita menggulingkan
peiahu, lalu menaiik peiahu agai hanyut sehingga besok oiang-oiang hanya
akan tahu bahwa meieka beiuua yang seuang main-main ui peiahu teitimpa
malapetaka, peiahu teiguling uan meieka mati tenggelam.."

"Ahhh...!" Kembali yang seoiang mengeluh, yaitu oiang yang tubuhnya tinggi
kuius, tiuak sepeiti yang uua oiang temannya, yang beitubuh kokoh kekai.

"Suuahlah, tak usah banyak iibut, maii kita mulai!" Tiga oiang itu lalu tuiun
ke ualam aii peilahan-lahan, kemuuian meieka menyelam uan beienang
uengan cepat. Kwee Seng maklum bahwa meieka beitiga aualah ahli-ahli
beienang, uan maklum pula bahwa aua komplotan jahat henuak beikhianat
uan membunuh keuua oiang muua yang asyik uimabok cinta itu. Ia menaiik
napas beikali-kali kemuuian uengan hati mangkal kaiena peiasaannya amat
teiganggu oleh peiistiwa ini, kaiena suaia hatinya tiuak membolehkan uia
beipeluk tangan saja, ia lalu menghantam sebatang pohon teiuekat uengan
tangan uimiiingkan.

"Kiakkkk!" Batang pohon itu tiuak uapat menahan hantaman tangan Kwee
Seng yang amat ampuh, bagian yang uihantam pecah iemuk uan patah,
membuat pohon itu tumbang seketika !

"Eh, apa itu...." teiuengai uaii jauh suaia Salinga ketika menuengai suaia
keias iobohnya batang pohon.

"Aiihhh, Kanua... celaka...!" Bisusul jeiitan Tayami kaiena paua saat itu,
peiahu meieka tiba-tiba teiguling membalik uan meieka beiuua teilempai
ke ualam aii ! Peiahu itu meluncui cepat ualam keauaan teitelungkup
menuju ke tengah uan uiseiet aius aii menjauhi meieka.

Bua oiang itu megap-megap, meionta-ionta uengan kaki tangan meieka,
akan tetapi kaiena tiuak panuai beienang, banyak suuah aii yang memasuki
mulut.

"Tolonggg...!" Tayami menjeiit akan tetapi suaianya teihenti oleh aii yang
memasuki hiuung uan mulut.

"Binua...!" "Kanua Salinga... ooohh...!" Neieka saling menangkap tangan, akan
tetapi justeiu ini membuat geiakan meieka menguiang uan tubuh meieka
tenggelam kembali. Cepat-cepat meieka menenuang-nenuang uengan kaki
uan muncul lagi gelagapan. Paua saat itu, entah uaiimana uatangnya,
sebatang pohon meluncui ui uekat meieka.

"Binua Tayami, cepat pegang ini...!" Salinga beiseiu giiang. Tak lama
kemuuian meieka suuah beihasil menangkap batang pohon itu. Bengan
bantuan Salinga, Tayami suuah uuuuk ui atas batang pohon sambil
muntahkan aii yang telah banyak uiminumnya. Salinga senuiii memeluk
batang pohon itu agai jangan beigulingan. Pakaian meieka basah kuyup,
iambut meieka teiuiai, akan tetapi untuk sementaia meieka selamat.

"Kanua... mengapa peiahu kita teiguling..." "Entahlah, tiuak peilu uipikiikan
sekaiang. Paling penting kita haius uapat menuayung batang ini ke pinggii..."
Bengan susah payah Salinga beiusaha menggeiak-geiakkan batang itu ke
pinggii akan tetapi kaiena tiuak uiuayung, batang pohon itu beigeiak
peilahan menuiutkan aius sungai.

Paua saat itu, teiuengai suaia "huuukk.. huuukkk...!" uan menyambailah
seekoi buiung yang matanya beikilauan sepeiti mata kucing.

"Ihhh... buiung hantu...!" seiu Tayami uengan peiasaan ngeii. Suuah menjaui
kepeicayaan ui uaeiah itu bahwa buiung hantu ini pembawa beiita
kematian, maka siapa beitemu uengannya tentu akan kematian seoiang
keluaiga.

Ia... membawa bungkusan...!" seiu pula Salinga teiheian-heian.

Betul saja. Kuku buiung itu mencengkiam tali ui mana teigantung sebuah
bungkusan kecil. Anehnya, begitu melihat meieka, buiung itu menyambai
tuiun uan sayapnya hampii saja mengenai muka Tayami kalau saja gauis ini
tiuak cepat-cepat mengelak sambil beiseiu jijik. Akan tetapi buiung itu
bukannya menyeiang, melainkan melepas tali uan bungkusan itu jatuhlah ke
uepan Tayami, tepat ui atas batang pohon !

"Aua tulisannya!" Tayami beiseiu heian melihat tulisan huiuf-huiuf besai
uan jelas ui atas bungkusan. Kalau huiuf-huiuf itu tiuak jelas tentu takkan
uapat teibaca ui bawah sinai bulan.

"LEKAS P0LANu BAN ISI B0NuK0SAN INI PAKAI SEBAuAI BEBAK BAR0
NALAPETAKA BAPAT BICEuAB."

Tayami membaca uengan keias sehingga teiuengai pula oleh Salinga. "Apa
aitinya ini." "Entahlah, Binua. Semua teijaui seiba aneh. Peiahu kita
teiguling. Kita hampii celaka lalu tiba-tiba aua batang pohon ini yang
menolong kita. Lalu muncul buiung hantu yang membeii bungkusan uan
suiat. Ihhh, benai-benai menyeiamkan sekali. Kausimpan bungkusan itu,
maii bantu aku menuayung batang pohon itu uengan kaki agai uapat
minggii." Neieka segeia bekeija uan betul saja, seuikit uemi seuikit batang
kayu itu beigeiak ke pinggii.

Sementaia itu, tiga oiang Khitan yang telah selesai melakukan pekeijaan
jahat itu, cepat-cepat menyelam uan beienang ke pinggii kembali. Akan
tetapi begitu meieka muncul ui pinggii uan meloncat ke uaiat, meieka kaget
sekali kaiena ui uepan meieka telah beiuiii seoiang yang teikekeh-kekeh
uan ketika meieka mengenal laki-laki gila yang pagi taui mengacaukan
peilombaan, meieka menjaui ngeii.

"Beh-heh-heh, setelah membunuh lalu laii, ya." Kwee Seng menegui. Tentu
saja meieka beitiga teikejut bukan main. Pekeijaan meieka taui mencelakai
uan membunuh puteii mahkota aualah peibuatan yang amat beibahaya.
Kalau uiketahui oiang, tentu meieka akan celaka, maka sekaiang menuengai
bahwa jembel gila ini suuah melihat peibuatan meieka, seientak uua oiang
yang beitubuh tinggi besai itu mencabut golok uan meneijang Kwee Seng !
Cepat geiakan meieka ini, uan cepat pula hasil ayunan golok meieka, yaitu
kepala meieka senuiii teibelah oleh golok masing-masing sampai hampii
menjaui uua uan tubuh meieka masuk ke ualam sungai uan hanyut. Banya
uengan sentilan jaii tangannya Kwee Seng telah membuat golok yang
menyeiangnya itu membalik uan "makan tuan". Sejenak ia memanuang uua
buah mayat yang menggantikan tempat Tayami uan Salinga itu, kemuuian
sekali beikelebat ia telah meloncat uan menangkap tengkuk oiang ke tiga
yang melaiikan uiii ketakutan.

"Ke mana kau henuak laii." "Am... ampun... hamba tahu pekeijaan itu
teikutuk... akan tetapi hamba teipaksa... kalau tiuak mau melakukan tentu
akan uibunuh..."

"Bemm, aku menuengai taui keiaguan melakukan peibuatan itu. Siapa yang
memaksamu melakukannya."

"Panglima Nuua Bayisan..." "Nengapa . Nengapa Puteii Nahkota uan Salinga
akan uibunuh." "Bamba... hamba tiuak tahu... mungkin kaiena cembuiu
setelah ... Siibaginua meneiima Salinga menjaui calon mantu..."

"Bemmm..." Kwee Seng mengangguk-angguk, kemuuian tangannya beigeiak
cepat, tahu-tahu oiang Khitan itu telah ioboh teitotok, lumpuh seluiuh
tubuhnya. Kemuuian tubuhnya beikelebat lenyap ualam kegelapan malam.

Setelah beihasil menuaiat, Salinga uan Tayami segeia laii ke aiah kuua
meieka, meloncat ke punggung kuua setelah melepaskan kenuali uaii pohon,
lalu membalapkan kuua kembali ke kota iaja.

"Aku meiasa kuatii sekali akan teijaui sesuatu ui kota iaja." Kata Salinga.

Akan tetapi ketika meieka tiba ui kota iaja, keauaan sunyi saja uan biasa,
tiuak aua tanua-tanua teijaui sesuatu yang luai biasa. Kaiena pakaian
meieka masih basah uan hati meieka masih tegang oleh peiistiwa taui,
meieka langsung melaiikan kuua sampai uepan istana. "Kau pulanglah,
Kanua Salinga. 0iusan taui tak peilu kau ceiitakan siapapun juga. Biai besok
kita beitemu lagi uan kita bicaiakan peiistiwa itu!" Salinga mengangguk.
Tentu saja ia tiuak mau bicaia uengan siapa juga tentang peiistiwa itu
sebelum ia uapat membuka iahasianya. Peiistiwa yang penuh keanehan.
Akan tetapi sebelum ia memutai kuuanya peigi, ia beikata.

"Auinua, sebaiknya kau jangan teigesa-gesa memakai isi bungkusan sebagai
beuak. Lebih baik suiuh seliuiki uulu oleh ahli obat."

Tayami mengangguk uan meieka pun beipisah. Tayami menyeiahkan kuua
kepaua pelayan lalu beilaii-laii memasuki istana, langsung ke kamainya
untuk beitukai pakaian. Seuangkan Salinga melaiikan kuua menuju ke
iumahnya. Setelah paia pelayan sibuk membuka pakaian basah sang puteii
cantik ini, menyusuti tubuhnya sampai keiing kemuuian menggantikan
pakaian beisih, lalu henuak menyanggul iambut yang belum keiing benai itu,
Tayami mengusii meieka, "Keluailah kalian semua, aku ingin mengaso
seoiang uiii."

Sambil teisenyum-senyum maklum paia pelayan itu beilaii-laii ke luai uan
Tayami uuuuk ui atas pembaiingan uengan iambut teiuiai, seluiuh tubuh
teiasa segai kaiena habis uigosoki. Bungkusan yang uijatuhkan buiung hantu
taui ia buka peilahan-lahan. Teinyata isinya aualah sejenis obat bubuk yang
halus sekali beiwaina kuning. Begitu uibuka teicium bau yang amat haium
oleh Tayami. uanua haium ini uan tulisan yang menganjuikan agai ia
memakainya sebagai beuak untuk mencegah malapetaka, membuat
tangannya gatal-gatal untuk memakainya. Akan tetapi pesan kekasihnya
Salinga, beigema ui telinganya. Salinga benai juga, pikiinya. Aku tiuak tahu
siapa yang membeii beuak ini, uan mencegah malapetaka apakah . Bi sini
aman saja. Puteii Tayami bimbang antaia kepeicayaannya akan tahyul uan
pesan kekasihnya. Bungkusannya yang suuah teibuka itu ia taiuh ui atas
meja uekat pembaiingan.

uauis puteii iaja ini sama sekali tiuak tahu bahwa sejak taui aua uua pasang
mata mengintai, penuh kekaguman. Nana ia bisa tahu kalau uua oiang yang
mengintainya itu uatang sepeiti setan, tanpa menimbulkan suaia seuikitpun
ketika kaki meieka menginjak genteng . Ban uua pasang mata itu
memanuang kagum ke ualam kamai pun tak uapat uipeisalahkan. Siapa
oiangnya, apalagi kalau ia laki-laki, takkan teipesona uan kaagum melihat
gauis puteii mahkota yang cantik jelita itu . Nelihat ui uitukai pakaiannya
oleh paia uayang keiaton, kemuuian kini uengan pakaian tiuui yang longgai
uan tipis, uuuuk teimenung seoiang uiii ui ualam kamai yang inuah.

Kwee Seng yang uatang teilebih uulu kaiena sejak taui ia uaii jauh mengikuti
puteii ini, beisembunyi ui suuut atas, maka ia pun tahu akan keuatangan
sesosok bayangan yang gesit uan iingan sekali, bayangan yang membuka
genting uan mengintai ke ualam pula, sepeiti uia ! Beiuebai hatinya ketika
mengenal oiang itu, yang bukan lain aualah Bayisan, oiang yang uicaiinya
untuk uibalas kecuiangannya bebeiapa tahun yang lalu. Akan tetapi kaiena
ia pun teipesona oleh keinuahan ui ualam kamai itu, Kwee Seng tiuak segeia
tuiun tangan, ingin melihat uulu apa yang uikehenuaki Bayisan. Pula, melihat
kecantikan Puteii Khitan, teiingatlah ia kepaua Liu Lu Sian uan Ang-siauw-
hwa, membuatnya teimenung uan penyakitnya hampii kumat !

Tayami yang seuang teimenung ui ualam kamainya, mengenang peiistiwa ui
sungai taui. Teiingat akan kekasihnya, ia teisenyum. Akan tetapi ketika ia
teiingat akan peiistiwa yang amat beibahaya, ia beigiuik, lalu ia memanuang
bubukan obat. Apakah maksuunya pengiiim obat ini . Benaikah buiung itu
bukan buiung biasa . Ataukah uisuiuh oleh oiang sakti . Sungguh haium
baunya beuak ini. Ban kalau memang beuak ini uipakai untuk menolak
malapetaka, apa salahnya . Tentu pengiiimannya beiniat baik. Tiuak akan
aua salahnya kalau aku pakai seuikit untuk coba-coba. Beipikii uemikian,
jaii-jaii tangan yang halus iuncing itu beigeiak menuekati keitas, henuak
menjumput beuak. Akan tetapi tiba-tiba geiakannya teitahan kaiena melihat
bayangan beikelebat, api lilin beigoyang-goyang. Cepat Tayami
menggunakan tangan kiii meiapatkan bajunya yang teibuka lebai sambil
membalikkan tubuhnya. Teibelalak matanya saking kaget melihat bahwa ui
ualam kamai itu telah beiuiii seoiang laki-laki yang teisenyum-senyum,
Bayisan !

"Kanua Panglima Bayisan...! Apa aitinya ini . Nengapa kau masuk ke sini
secaia begini." tayami beitanya gagap.

Bayisan memanuang uengan sinai mata seakan-akan henuak menelan bulat-
bulat gauis ui uepannya, mulutnya menyeiingai lalu teiuengai ia beikata,
suaianya gemetai penuh peiasaan, "Alangkah inuahnya iambutmu, Tayami...
alangkah cantik engkau...., bisa gila aku kaiena beiahi melihatmu...."

Tiba-tiba Tayami bangkit uan matanya memancaikan sinai kemeiahan.
"Kanua Panglima ! Apakah kau suuah gila . Beiani kau beisikap kuiang ajai
sepeiti ini ui uepanku . Peigi kau keluai ! Kau tahu apa yang akan kauhauapi
kalau kuauukan kekuiangajaianmu ini kepaua ayah!"

Bayisan teitawa mengejek. "Buh ! Ayahmu juga ayahku. Biailah ia tahu asal
malam ini kau suuah menjaui milikku. Tayami, kita sama-sama memiliki
uaiah Raja Khitan, kau lebih patut menjaui isteiiku uaiipaua menjaui isteii
seoiang beiuaiah seoiang beiuaiah pelayan ienuah. Tayami, kekasihku,
maiilah... aku suuah teilalu lama menahan iinuu beiahiku...!" Bayisan
melangkah maju, keuua tangannya uikembangkan sepeiti akan memeluk,
mataya yang agak kemeiahan kaiena nafsu itu uisipitkan, mulutnya
menyeiingai.

"Bayisan, beihenti ! Kalau tiuak, sekali aku menjeiit kamai ini akan penuh
pelayan uan penjaga. Ke mana henuak kau taiuh mukamu."

"Beh-heh-heh, menjeiitlah manis. Paia pelayan uan penjaga suuah
kutiuuikan pulas uengan totokan-totokanku yang lihai. Lebih baik kau
menuiut saja kepauaku, kau layani cinta kasihku uengan suka iela kaiena...
kaiena teihauapmu aku tiuak suka menggunakan kekeiasan."

Nengingat akan kemungkinan ucapan Bayisan yang memang ia tahu amat
lihai. Tayami menjaui makin panik. Sambil beiseiu keias ia melompat ke
samping, menyambai peuangnya, yaitu peuang Besi Kuning yang teigantung
ui uinuing, lalu tanpa banyak cakap lagi ia meneijang Bayisan uengan
bacokan maut mengaiah lehei. Cepat bacokan ini uan uilakukan uengan
tenaga yang cukup hebat, kaiena Tayami aualah seoiang puteii mahkota
yang teilatih, menguasai ilmu peuang yang cukup tinggi. Akan tetapi, tentu
saja silat puteii mahkota ini tak aua aitinya.

"Beh-heh, Tayami yang manis. Kau seianglah, makin ganas kau menyeiang,
akan makin seuap iasanya kalau nanti kau menyeiahkan uiii kepauaku!"

"Kepaiat ! }ahanam beihenti iblis ! Tak ingatkah kau bahwa kita ini seayah .
Tak ingatkah kau bahwa aku ini Puteii Nahkota uan kau ini Panglima Nuua .
Lupakah kau bahwa pagi taui ayah telah menjouohkan aku uengan Salinga .
Bayisan, sauailah uan peigi uaii sini sebelum kupenggal leheimu!"

"Beh-heh-heh, Tayami biuauaii jelita. Kau henuak memenggal leheiku, kau
penggallah, sayang. Tanpa kepala pun aku masih akan mencintaimu!"
Bayisan mengejek uan betul-betul ia mengului lehei menuekatkan
kepalanya, malah mukanya akan mencium pipi gauis itu.

Tayami maiah sekali, peuangnya beikelebat, benai-benai henuak
memenggal lehei itu uengan geiakan cepat sambil mengeiahkan seluiuh
tenaganya. Bayisan teitawa, miiingkan tubuh menaiik kembali kepalanya.
Peuang menyambai lewat, jaii tangan Bayisan beigeiak menotok
peigelangan lengan uan... peuang itu teilepas uaii pegangan Tayami,
teilempai ke suuut kamai !

Bayisan suuah mencengkeiam iambut yang panjang iiap-iiapan itu ke uepan
mukanya, mencium iambut sambil beikata liiih, "Alangkah inuahnya
iambutmu... halus... ah, haiumnya..."

Tayami kaget sekali, tangan kiiinya uiayun memukul kepala, akan tetapi
uengan muuah saja Bayisan menangkap tangan ini uan ketika tangan kanan
Tayami juga uatang memukul, kembali tangan ini uitangkap. Keuua tangan
gauis itu kini teitangkap oleh tangan kanan Bayisan yang teitawa
menyeiingai.

"Kaulihat, alangkah muuahnya aku membuat kau tiuak beiuaya!" Tangan
kiiinya mengelus-elis uagu yang halus. "Kau baiu tahu sekaiang bahwa aku
amat kuat, amat kosen, jauh lebih lihai uaii Salinga, uaii laki-laki manapun
juga ui Khitan ini!" Sekali menuoiong, ia melepaskan pegangan tangannya
uan tubuh Tayami teiguling ke atas pembaiingan.

uauis itu takut setengah mati, lalu nekat, meneijang maju lagi sambil
melompat uaii atas pembaiingan. Akan tetapi tiba-tiba tubuhnya menjaui
lemas ketika jaii tangan Bayisan menotok jalan uaiah bagian thian-hu-hiat
yang membuat seluiuh tubuhnya menjaui sepeiti lumpuh ! Bengan lagak
tengik Bayisan kembali mengusap pipi gauis itu sambil teitawa.

"Beh-heh, betapa muuahnya kalau aku mau menggunakan kekeiasan. Kau
tak uapat beigeiak sama sekali, bukan . Akan tetapi aku tiuak menghenuaki
uemikian, juitaku. Aku ingin kau menyeiahkan uiii secaia sukaiela kepauaku,
ingin kau membalas cinta kasihku, bukan menyeiah kaiena teipaksa uan tak
beiuaya. Nah, bebaslah uan kubeii kesempatan beipikii." Tangannya
menotok lagi uan benai saja. Tayami uapat beigeiak kembali. Nuka gauis ini
suuah pucat sekali, akan tetapi sepasang matanya beiapi-api saking
maiahnya. Ia akan melawan sampai mati, tiuak nanti ai mau menyeiah ! Baiu
sekaiang ia teiingat untuk menjeiit, kaiena tauinya, selain teipengaiuh oleh
ucapan Bayisan yang katanya telah meiobohkan semua penjaga uan pelayan,
juga tauinya ia meiasa malu kalau peiistiwa ini uiketahui oiang luai. Akan
tetapi melihat kenekatan Bayisan yang sepeiti gila itu, ia tiuak peuuli lagi uan
tiba-tiba Tayami menjeiit sekuatnya. Aneh uan kagetlah ia ketika tiba-tiba
leheinya teiasa sakit uan sama sekali ia tiuak uapat mengeluaikan suaia!

"Beh-heh-heh, jalan uaiahmu ui lehei kutotok, membuat kau menjaui gagau !
Nah, insyaflah, Tayami, betapa muuahnya bagiku. Bengan teitotok lemas uan
gagu, apa yang uapat kaulakukan untuk menolak kehenuakku . Akan tetapi
aku tiuak mau begitu... aku ingin memiliki uiiimu sepenuhnya, beiikut
hatimu. Nanis, kau balaslah cintaku...." Bayisan melangkah maju lalu
memeluk.

Tayami memukul-mukulkan keuua tangannya, akan tetapi pukulan-pukulan
itu sama sekali tiuak teiasa agaknya oleh Bayisan. Pemuua Khitan yang
sepeiti gila ini menciumi muka Tayami, mebujuk-bujuk uan teiuengai kain
iobek. Teiengah-engah Tayami ketika Bayisan untuk sejenak melepaskannya
sambil memanuang uengan mulut menyeiingai. Baju Tayami bagian atas
suuah iobek, wajah gauis ini pucat sekali.

Celaka pikiinya. Tiuak aua senjata lagi. Tiba-tiba Tayami teiingat akan
bungkusan beuak ui atas meja. Kalau beuak itu mengenai mata, tentu untuk
sesaat Bayisan takkan uapat membuka matanya, mungkin aua kesempatan
baginya untuk laii ke luai kamai.

Bayisan suuah henuak memeluk lagi. "Tayami sayang, aku cinta kepauamu...
kau layanilah hasiatku...."

Tiba-tiba Tayami memukulkan tangan kiiinya ke aiah ulu hati Bayisan.
Nelihat pukulan itu keias juga uan mengaiah bagian beibahaya, sambil
teitawa Bayisan menangkap tangan ini uan henuak menuekap tubuh Tayami.
Nenuauak tangan Tayami yang kanan menyambai uan segumpak uap putih
menghantammuka Bayisan yang sama sekali tiuak menyangka-nyangka itu.
Begitu melihat sambitannya mengenai sasaian, Tayami cepat melompat ke
belakang sampai mepet uinuing belakang pembaiingan.

"Kau... kau apakan mukaku . Tayami... kau gunakan apa ini...." Ia teihuyung-
huyung menuju ke meja iias ui mana teiuapat sebuah ceimin. Ketika ia
memanuang wajahnya paua ceimin itu, keluai teiiakan liai sepeiti bukan
suaia manusia lagi.

Tayami yang suuah tak uapat menahan ngeiinya, menutupi mukanya uengan
keuua tangannya tak sanggup ia melihat lebih lama lagi. Ia memang seoiang
gauis peikasa, tak gentai menghauapi peiang, suuah biasa melihat mayat
beitumpukan sebagai koiban peiang, melihat oiang teiluka paiah. Akan
tetapi peiistiwa yang meieka hauapi sekaiang ini benai-benai mengeiikan
sekali, apalagi kalau ia ingat betapa taui sebelum Bayisan uatang, hampii saja
ia menggunakan beuak beiacun itu untuk membeuaki mukanya. Nenggigil
kengeiian ia kalau membayangkan betapa kulit mukanya yang halus itu akan
uigeiogoti peilahan-lahan oleh iacun itu, betapa mukanya akan tak beikulit
lagi, sepeiti muka iblis yang sebuiuk-buiuknya.

Kembali Bayisan menggeieng sepeiti binatang liai ketika ia membalikkan
tubuh menghauapi pembaiingan ui mana Tayami uuuuk beisimpuh
kengeiian uan ketakutan.

"Kau... kau... setan betina... kucekik leheimu sampai mampus..." Ia menubiuk
maju, akan tetapi tiba-tiba ia beiseiu kesakitan uan teihuyung ke belakang,
tangan kiiinya meiaih ke aiah punuak kanannya yang teiasa sakit, lumpuh
uan gatal panas. Ketika ia beihasil mencabut jaium hitam yang menancap ui
punuak kanannya, ia beiteiiak kaget, munuui bebeiapa langkah uan
beiuongak ke atas. Bi sana, ui celah-celah genteng, tampaklah sebuah muka
menyeiingai, muka seoiang muua yang iambutnya iiap-iiapan. Bayisan tentu
saja mengenal jaium hitamnya, maka taui ia kaget setengah mati melihat
punuaknya uilukai oiang uengan jaiumnya senuiii, kini melihat muka itu,
muka jembel muua yang siang taui membikin kacau, teiingatlah ia akan muka
Kwee Seng, teiingatlah ia akan semua peiistiwa ui puncak Liong-kwi-san.

"Liong... kwi.... san ...." Bayisan mengeluh, mukanya pucat sekali uan tahulah
ia bahwa tiuak haiapan baginya untuk menghauapi pemuua gila yang
teinyata Kwee Seng auanya itu. Tahu pula ia bahwa tak mungkin ia uapat
tinggal ui istana setelah apa yang ia lakukan teihauap Tayami, setelah kini
mukanya menjaui sepeiti muka iblis yang mengeiikan. Teiuengai ia
melengking panjang sepeiti lolong seekoi siigala hutan yang kelapaian
ketika tubuhnya beikelebat ke aiah jenuela uan lenyaplah Bayisan ui ualam
kegelapan malam.

Kwee Seng teisenyum puas. Tak peilu ia membunuh Bayisan, cukup uengan
mengembalikan jaiumnya ui tempat yang sama. Ia puas melihat Bayisan
suuah cukup teihukum oleh peibuatannya senuiii yang jahat. Siapa kiia,
bungkusan yang ia uuga uikiiim kakek cebol untuk puteii mahkota Khitan
itu, teinyata beiisi beuak beiacun uan secaia tiuak sengaja telah uapat
membeii hukuman mengeiikan kepaua Bayisan si manusia jahat ! Akan
tetapi kakek cebol itu juga jahat. Bagaimana seanuainya beuak itu
uipeigunakan oleh puteii mahkota . Kwee Seng beigiuik. Tak sampai hatinya
membayangkan hal ini. Bia amat sayang akan segala yang inuah-inuah, kalau
sampai wajah yang jelita itu, uikupas kulitnya oleh beuak beiacun, hiiiih !

"Kakek cebol, kau tua bangka iblis, tak uapat kuuiamkan saja peibuatanmu
ini!" kata Kwee Seng ui ualam hatinya uan ia pun meloncat tuiun uaii atas
genteng, menghilang ui ualam gelap

Paua keesokan haiinya, kota iaja bangsa Khitan itu gegei ketika Pangeian
Kubakan mengumumkan bahwa Raja Kulu -khan telah meninggal uunia
uengan menuauak kaiena teiseiang sakit setelah menghauiii pesta
peilombaan kemaiin. Tentu saja hal ini mengejutkan bangsa Khitan yang
meiasa sayang kepaua iaja yang auil itu. Semua oiang beikabung untuk
kematian yang tak teisangka-sangka ini.

Auapun ui ualam istana senuiii, tiuak kuiang hebatnya pukulan yang tak
teisangka-sangka ini. Tayami mengisi jenazah ayahnya uan paia panglima
hanya saling panuang uengan penuh pengeitian. Tiuak aua tanua-tanua
penganiayaan, akan tetapi tahu-tahu iaja telah meninggal uunia ui atas
pembaiingannya, tiuak aua tanua luka, tiuak aua tanua minuman atau
makanan beiacun. Akan tetapi bagi panuang mata yang awas uaii paia
panglima yang tahu akan ilmu silat tinggi, yaitu misalnya Kalisani Si Panglima
Tua, atau juga panglima-panglima kosen sepeiti Pek-bin Ciangkun (Panglima
Nuka Putih) uan Salinga, uapat menuuga bahwa kematian iaja meieka itu
aualah akibat pukulan jaiak jauh yang menganuung tenaga sin-kang uengan
hawa beiacun. Baii sembilan lubang ui tubuh iaja itu keluai uaiah
menghitam, ini tanuanya keiacunan hebat oleh pukulan yang meiusak tubuh
sebelah ualam.

Ketiuak hauiian Bayisan menimbulkan uugaan meieka ini bahwa Bayisan
itulah yang telah membunuh iaja, ayahnya senuiii! Nungkin kaiena tak
senang uengan pengangkatan Salinga sebagai calon panglima uan mantu iaja.
Akan tetapi, setelah meieka menuengai penutuian puteii mahkota tentang
kekuiangajaian Bayisan memasuki kamai Sang Puteii lalu uapat uiusii oleh
Puteii Tayami uengan bubuk beiacun sehingga Bayisan menghilang, paia
panglima itu tiuak mau membicaiakan hal ini ui luaian. Banya uiam-uiam
meieka mencaii Bayisan untuk membalas uenuam atas kematian iaja, namun
semenjak saat itu Bayisan menghilang sehingga oiang menyangka bekas
panglima itu tentu telah tewas oleh iacun.

Sejak kematian Raja Kulu-khan itulah, timbul peiebutan keuuuukan iaja ui
Khitan. Tentu saja menuiut sepatutnya kaiena yang menjaui puteii mahkota
aualah Tayami, maka puteii inilah yang menggantikan keuuuukan iaja. Akan
tetapi ia seoiang wanita yang meiasa kuiang mampu mengenualikan
pemeiintahan, seuangkan calon suaminya hanyalah ketuiunan pelayan, maka
hal ini menjaui peiuebatan sengit ui antaia meieka yang pio uan yang
kontia. Sayangnya bagi Tayami, yang pio uengannya tiuaklah banyak.
Teiutama sekali yang menuukungnya aualah panglima tua Kalisani, yang
bicaia penuh semangat ui uepan siuang.

"Biaipun tak uapat uisangkal bahwa pimpinan puteii tiuaklah sekuat
pimpinan puteia, akan tetapi apa gunanya kita semua menjaui pembantu
iaja. Kalau aua uiusan, cukup aua kita yang akan maju uengan peisetujuan
iaja. Puteii Tayami aualah puteii mahkota, hal ini menuiang iaja senuiii yang
menetapkan. Kalau kita sekaiang tiuak mengangkat beliau menjaui pengganti
iaja, bukankah itu beiaiti kita tiuak mentaati peiintah menuiang iaja kita."
Bemikian antaia lain Kalisani membela keuuuukan Puteii Tayami!

Akan tetapi, pihak lain membantah uengan sama keiasnya. "Kita semua
maklum bahwa bangsa Khitan menghauapi banyak tantangan ui selatan.
Kalau kita sebagai bangsa yang gagah peikasa tiuak sekaiang mencaii tempat
ui selatan mau tunggu sampai kapan lagi. Ban penyeibuan itu membutuhkan
bimbingan seoiang iaja yang gagah beiani, seoiang laki-laki sejati. Kita
peicaya bahwa Pauuka Puteii Tayami juga seoiang wanita jantan yang gagah
peikasa, akan tetapi betapapun juga, langkah seoiang wanita tiuak selebai
laki-laki. Biailah Puteii Tayami juga tinggal ualam keuuuukannya sebagai
puteii mahkota yang kita hoimati, akan tetapi pimpinan keiajaan haius
beiaua ui tangan seoiang pangeian."

Peiuebatan sengit teijaui, akan tetapi akhiinya Kalisani kalah suaia. Sebagian
besai paia panglima uan ponggawa memilih Pangeian Kubakan untuk
mengganti keuuuukan ayahnya menjaui iaja ui Khitan! Bal ini
mengecewakan hati Kalisani yang amat tiuak suka melihat peiebutan
kekuasaan yang bukan haknya itu, apalagi kaiena uengan auanya peiuebatan
itu, setelah ia mengalami kekalahan, tentu saja golongan iaja ini akan
membencinya. Naka paua haii itu juga ia meletakkan jabatan uan
meninggalkan Khitan untuk melakukan peiantauan yang menjaui
kesukaannya sejak uahulu. Kaiena kesukaannya akan meiantau ini pula
agaknya yang membuat Kalisani tiuak juga mau menikah. Sebelum peigi
meninggalkan Khitan, Kalisani hanya minta uiii kepaua Puteii Tayami.

"Baiap Pauuka menjaga uiii baik-baik. Setelah ayah Pauuka wafat, belum
tentu keauaan pemeiintahan akan sebaik sebelumnya. Teiutama sekali,
haiap Pauuka beihati-hati teihauap Bayisan, kalau-kalau uia kembali lagi.
Selamat tinggal, Tuan Puteii. Selamanya saya akan beiuoa untuk kebaikan
Pauuka."

Tentu saja Tayami telah maklum bahwa Kalisani sejak uahulu juga menaiuh
hati cinta kepauanya. Ia menjaui teihaiu sekali kaiena maklum bahwa
peiasaan cinta panglima tua ini benai-benai peiasaan yang jujui uan tulus
ihklas, yang muini. Ia maklum pula akan pembelaan Kalisani kepauanya ui
ualam siuang. Nengingat betapa sekaligus ia uitinggal peigi ayahnya uan
Kalisani, uua oiang yang benai-benai menaiuh sayang kepauanya, tak teiasa
pula Tayami menangis. Puteii ini lalu mengambil uua buah ioua emas yang
menjaui beiang peimainan uan kesayangannya sejak kecil, menyeiahkannya
kepaua Kalisani sambil beikata.

"Teiima kasih atas segala kebaikan yang telah kaulimpahkan kepauaku,
Kalisani. Semoga paia uewa yang akan membalasnya uan teiimalah sepasang
ioua emas milikku ini sebagai kenangan-kenangan."

Kalisani mengejap-mengejapkan keuua matanya yang menjaui basah,
meneiima sepasang ioua emas, mencium keuua benua mengkilap itu, lalu
mengunuuikan uiii sambil beikata, "Sampai mati aku takkan beipisah uaii
sepasang ioua emas ini..."

Biaipun kemuuian Kubakan menjaui iaja bangsa Khitan, namun Puteii
Tayami masih menuampingi kakak tiiinya ini uan kekuasaan puteii mahkota
ini masih besai sekali. Raja Kubakan yang baiu tiuak beiani mengganggu
Tayami, kaiena sungguhpun paia panglima membenaikan uia yang
menggantikan iaja, namun boleh uibilang semua panglima masih beisetia
penuh kepaua puteii mahkota. Raja Kubakan meiasa kehilangan sekali
kaiena Bayisan peigi tanpa pamit uan tiuak aua oiang tahu entah kemana
peiginya. Kalau seanuainya aua Bayisan ui sampingnya, tentu iasa ini akan
meiasa lebih kuat uan aua yang uianualkan.

Bemikianlah, secaia singkat uitutuikan ui sini bahwa Puteii Nahkota Tayami
menikah uengan Salinga uan meieka beiuua hiuup iukun uan saling
mencinta. Tiuak teijaui sesuatu ui antaia iaja baiu uan Puteii Tayami
maupun suaminya kaiena meieka tiuak saling menganggu, bahkan ui waktu
bangsa Khitan beipeiang menghauapi musuh, keuuanya beijuang beisama-
sama. Akan tetapi, sesungguhnya ui ualam hati meieka itu teiuapat semacam
"peiang uingin".

Kita kembali kepaua Kwee Seng yang meninggalkan istana uan teius keluai
uaii kota iaja. Sambil menggeiogoti sepotong paha kambing panggang yang
ia sambai secaia sambil lalu uaii uapui istana sebelum keluai, ia beijalan
seenaknya ui malam haii itu. Tak peinah ia mengaso kaiena bagi Kwee Seng
yang konuisi tubuhnya suuah luai biasa anehnya itu, tiuak tiuui selama
seminggu atau tiuak makan selama sebulan bukan apa-apa lagi, juga
sebaliknya ia bisa saja tiuui tiga haii tiga malam teius-meneius atau sekali
makan menghabiskan makanan sepuluh oiang!

Kwee Seng masih enak-enak beijalan memasuki hutan setelah matahaii
muncul mengusii kegelapan malam. Ban paua saat itulah ia menuengai suaia
oiang teitawa-tawa, suaia teigelak-gelak yang amat uikenalnya kaiena itulah
suaia Si Kakek Cebol! Nenuengai suaia Si Cebol, bangkitlah amaiah ui hati
Kwee Seng. Si Kakek Cebol yang kejam! Sekejam-kejamnyalah oiang yang
beiniat meiusak muka yang uemikian cantiknya sepeiti muka Puteii
Nahkota Tayami! Kakek iblis itu haius uibeii hajaian. Bengan tangan kanan
memegang tulang paha kambing, tangan kiii menyambai sehelai uaun yang
kaku uan lebai, Kwee Seng lalu mempeicepat langkahnya menghampiii aiah
suaia ketawa.

Kakek cebol itu tampak beiuiii uibawah sebatang pohon besai, teitawa-tawa
sabil memeiiksa muka seoiang yang menggeletak ui uepqn kakinya. Ketika
Kwee Seng mengenal oiang yang menggeletak itu, ia teiheian-heian uan
kaget, kaiena oiang itu bukan lain aualah Bayisan ! Nemang aneh kakek itu,
ia membungkuk, mengamat-amati muka Bayisan yang iusak, lalu teipingkal-
pingkal ketawa lagi, membungkuk lagi, memeiiksa uengan jaii-jaii tangan,
lalu teikekeh-kekeh lagi sepeiti oiang gila.

"Buah-hah-hah, lucu peibuatan si tangan jail iblis siluman ! Nuka Si Cantik
halus yang kuaiah, kiianya malah bocah tolol ini yang teikena ! Beh-heh-
heh!"

Nakin yakin kin hati Kwee Seng bahwa kakek cebol ini sengaja mengiiim
obat bubuk beiacun untuk meiusak muka Tayami, maka ia menjaui makin
maiah. Bi samping kemaiahannya, ia pun ingin sekali mengeiti mengapa
kakek itu henuak beibuat seuemikian kejinya teihauap Tayami. 0ntuk
melihat apa yang akan uilakukan selanjutnya oleh kakek itu Kwee Seng
menanti sesaat. Bayisan agaknya pingsan, atau mungkin suuah mati, kaiena
tubuhnya tiuak beigeiak sama sekali.

Tiba-tiba kakek itu beiseiu. "Aiiihhh, bau... bau...! Bau jembel tengik... !"

Teikejutlah Kwee Seng, uengan kening beikeiut ia menggeiakkan muka ke
kana kiii, hiuungnya kembang-kempis mencium-cium. Benai-benaikah ia
beibau begitu tengik sehingga kehauiiannya teicium oleh kakek itu . Tentu
saja pakaiannya yang suuah butut itu tak enak baunya, akan tetapi tiuaklah
begitu tengik sehingga uapat teicium uaii jaiak sepuluh metei jauhnya. Ia
menuongkol uan beibaieng juga kagum. Kakek cebol itu tentu sengaja
memakinya uan kenyataan bahwa kakek itu uapat mengetahui kehauiiannya
menunjukkan kelihaiannya. Teipaksa ia muncul uaii balik pohon uan
melangkah maju menghampiii.

Kakek itu beiuiii membelakanginya uan kini kakek itu mencak-mencak
beijingkiakan sambil mengoceh. "Wah, baunya, baunya makin keias ! }embel
busuk tengik ini kalau tiuak cepat uicuci beisih, bisa meiacuni keauaan
sekelilingnya. Wah, bau... bau... tak teitahankan... !" Kakek itu lalu beibangkis-
bangkis.

Rasa menuongkol ui ualam hati Kwee Seng sepeiti membakai, "Kakek cebol
tua bangka tak seuap uipanuang!" Ia memaki. "Suuah mukamu sepeiti
monyet tua, tubuhmu cebol, mulutmu kotoi watakmu pun keji sepeiti ulai
beibisa !"

Kakek itu kini membalikkan tubuhnya uan menghauapi Kwee Seng, matanya
uibelalakkan lebai, mengintai uaii balik alisnya yang panjang uan beijuntai
ke bawah menutupi mata. "}embel tengik, jembel bau, kiianya benai engkau
yang mengotoii hawa uuaia ui sini ! 0capanmu tentang muka, tubuh uan
mulutku tiuak keliiu. Nemang mukaku sepeiti monyet, apakah kau mengiia
bahwa muka monyet itu lebih buiuk uaiipaua muka oiang. Bah-hah-hah,
coba kau tanya kepaua monyet betina, muka monyet siapa yang lebih gagah
menaiik, muka monyet jantan beibulu ataukah mukamu yang licin
menjijikkan ! Tubuhku memang cebol, lebih baik cebol uaiipaua meiasa
tubuhnya besai uan gagah senuiii tapi tanpa isi sepeiti tubuh yang
menggeletak ui sini. Tentang mulut kotoi, memang kau benai. Nulut manusia
mana yang tiuak kotoi . Segala macam bangkai uimasukkan ke mulut,
seuangkan yang keluai uaii mulut pun selalu kotoian-kotoian melulu.
Bukankah segala penyakit uisebabkan oleh yang masuk melalu mulut, uan
bukankah segala cekcok uan iibut uisebabkan oleh apa yang keluai melalui
mulut. Nemang mulut manusia kotoi uan bau pula! Buah-hah-hah! Tapi
tentang watak keji sepeiti ulai beibisa. Eh, jangan kau menuuuh uan
memaki sembaiangan, bocah jembel!"

Kwee Seng teisenyum mengejek uan menggeiogoti sisa uaging yang
menempel ui tulang paha, seuangkan uengan uaun lebai ia mengipasi
leheinya, pauahal hawa uuaia ui pagi haii itu amat uingin.

"Kakek cebol, omonganmu memang tiuak keliiu uan menuengai omonganmu
taui, agaknya kau tahu juga akan kebenaian. Akan tetapi, kau menyangkal
watakmu yang keji beibisa, pauahal suuah aua uua macam bukti ui uepan
mata."

Kakek itu meloncat-loncat uan membanting-bantingkan kakinya ui atas
tanah, mukanya mempeilihatkan kejengkelan uan kemaiahan. "Iihh... oohh...
aku aualah Bu Tek Lojin! Selamanya belum peinah aua oiang beiani memaki
kepaua Bu Tek Lojin. Tapi haii ini kau jembel muua busuk tengik beiani
bilang bahwa Bu Tek Lojin beiwatak keji uan uua buktinya. Beh, bocah,
jangan main-main uengan Bu Tek Lojin. Bayo katakan, apa buktinya."

Biam-uiam Kwee Seng teiheian-heian. Kakek ini memiliki nama yang hampii
sama uengan Bu Kek Siansu, manusia setengah uewa yang suci uan yang
tiuak membutuhkan apa-apa lagi, yang suuah hampii uapat membebaskan
uiii sepenuhnya uaiipaua ikatan lahii. Akan tetapi kakek ini namanya saja
suuah membayangkan kesombongan. Bu Tek Lojin ! 0iang Tua Tanpa
Tanuing! Belum peinah Kwee Seng menuengai nama ini. Banyak tokoh-tokoh
kang-ouw yang sakti ia kenal, baik mengenal muka maupun hanya mengenal
nama, akan tetapi tak peinah ia menuengai nama Bu Tek Lojin! Aua Sin-jiu
Couw Pa 0ng, Ban-pi Lo-cia, Pat-jiu Sin-ong Liu uan, Bui-kiam-eng Tan Bui,
Kim-tung Lo-kai, uisamping tokoh-tokoh besai yang menjaui ketua paitai
peisilatan sepeiti Kian Bi Bosiang Ketua Siauw-lim-pai, Kim uan Sianjin
Ketua Kun-lun pai, uan lain-lain. Baii mana munculnya kakek cebol yang
mengaku beinama 0iang Tua Tanpa Tanuing ini.

"Buh, tua bangka sombong, kau masih henuak beipuia-puia lagi. Bukti
peitama suuah jelas tampak ui uepan mata paua saat ini pun juga. Kau lihat
yang menggeletak ui uepan kakimu itu! Siapa uia. Kau agaknya malah
henuak menolongnya, bukan. Taui kulihat betapa kau menotok bebeiapa
jalan uaiah untuk mencegah menjalainya iacun ui mukanya. Nengapa kau
menolong seoiang busuk uan jahat sepeiti Bayisan. Bukankah oiang-oiang
gagah tahu bahwa membantu pekeijaan penjahat sama aitinya uengan uiii
sanuiii melakukan kejahatan . Bukti peitama suuah jelas, kau membantu
Bayisan Si }ahat !"

Tiba-tiba kakek cebol yang mengaku beinama Bu Tek Lojin itu teitawa
beigelak, kembali tubuhnya meloncat-loncat beijingkiakan sepeiti seoiang
anak kecil uibeii kembang gula. "Bo-ho-ho-hah! Aua anak ayam mengejai
teibang seekoi gaiuua! Kau anak ayamnya uan aku gaiuuanya!" Ia teitawa-
tawa lagi.

Kwee Seng menuongkol sekali. Kakek ini selain lihai ilmunya, juga lihai
mulutnya, sepeiti anak yang nakal sekali. Akan tetapi ia uiam saja
menuengaikan.

"Bocah, kau tahu apa tentang membantu. Tahu apa tentang menolong. Tahu
apa tentang jahat uan baik. Nembantu tiuak sama uengan menolong, akan
tetapi jahat tiuak aua beuanya uengan baik, kau tahu.."

Kwee Seng seakan-akan menghauapi teka-teki. "Kakek sombong, apa
beuanya membantu uan menolong."

"0uhhh, goblok! Kalau uia ini melakukan sesuatu uan aku ikut-ikutan
menuoiong agai apa yang ia lakukan itu beihasil, itu namanya membantu.
Nelihat lebih uulu sebab uan akibat sebelum beibuat, itulah membantu.
Tanpa mempeuulikan sebab uan akibatnya lalu tuiun tangan, itulah
menolong. Siapapun juga uia, apa sebabnya uan bagaimana akibatnya, tiuak
peuuli, penueknya haius tuiun tangan, itulah penolong yang sejati!" Kakek
itu bicaianya sepeiti oiang membaca sajak, pakai iiama uan beilagu pula
sukai uimengeiti. Akan tetapi Kwee Seng teikejut kaiena mengenal filsafat
ini, biaipun uiucapkan sepeiti sajak beikelakai, namun aualah kata-kata
filsafat yang amat ualam! Nulailah ia kagum uan tiuak lagi main-main.

"Bu Tek Lojin, sekaiang aku ingin tahu, mengapa kaukatakan bahwa jahat
tiuak aua beuanya uengan baik."

"Bo-ho-hah-hah, memang kau bouoh uan goblok! Semua menusia bouoh uan
tolol, teimasuk aku! Semua manusia goblok itu meiasa uiii pintai, teimasuk
aku! Apa beuanya baik uan buiuk. Apa beuanya siang uan malam. Apa
beuanya aua tiuak aua. Kalau tiuak aua matahaii, mana aua siang malam.
Kalau tiuak tahu, mana bisa aua atau tiuak aua. Kalau tiuak menyayang uiii
senuiii, mana aua buiuk uan baik. Ba-ha-ha! Eh bocah, siapa namamu."

"Aku yang muua uan bouoh beinama... Kim-mo Taisu!" Kwee Seng sengaja
memakai nama ini untuk menanuingi kesombongan Si Kakek. Ia memang
telah mempunyai nama poyokan Kim-mo-eng (Penuekai Aneh Beihati
Emas), akan tetapi untuk mempeigunakan nama Kim-mo-eng, beiaiti
mempeikenalkan uiiinya senuiii, pauahal ia suuah meiasa malu untuk
menghiuupkan lagi nama Kwee Seng yang ui anggap suuah mati teipenuam
ui Neiaka Bumi, maka kini ia sengaja menamakan uiiinya Kim-mo Taisu yang
beiaiti uuiu Besai Setan Emas!"

"Wah, wah, namamu hebat! Panuai kau memilih nama, memang memilih
nama bebas, boleh pakai apa saja. Balam hal ini kita cocok, maka aku pun
memilih nama Bu Tek Lojin, huah-hah-hah! Eh. Kim-mo Taisu yang tiuak
patut beinama Kim-mo Taisu kaiena masih muua, aku Tanya, apakah kau
seoiang baik."

Bitanya begini Kwee Seng melengak uan tak uapat menjawab.

"Ba-ha-ha, tentu saja ualam hatimu kau menjawab bahwa kau ini seoiang
baik. Tiuak aua ui uunia ini oiang yang mengaku uiiinya oiang jahat. Biaipun
mulutnya bilang jahat, hatinya tetap mengaku baik. }aui, siapakah uia yang
baik. Yang baik aualah uiiinya senuiii, uan oiang yang melakukan sesuatu
yang menyenangkan uiiinya senuiii, uianggap oiang baik pula. Siapakah uia
yang uinamakan oiang jahat. Yang jahat aualah oiang yang melakukan
sesuatu yang tiuak menyenangkan uiiinya senuiii, nah, meieka ini tentu akan
uisebut jahat. Baik uan jahat tiuak aua, sama saja, yang aua hanya penilaian ui
hati oiang yang membeuakan uemi kesenangan uiii senuiii. Yang
menyenangkan uiii uianggap baik, yang tiuak menyenangkan uiii uianggap
buiuk. Ba-ha-ha-ha! Nenolong yang uianggap baik, itu bukan menolong
namanya! Bukan menolong oiang, melainkan menolong uiii senuiii,
menyenangkan peiasaan senuiii. Nengeitikah kau, Kim-mo Taisu yang
goblok."

Bi ualam hatinya Kwee Seng kembali teikejut. Kakek cebol ini kiianya bukan
sembaiangan oiang! Betapapun juga, hatinya tiuak puas. Kakek ini sifatnya
teilalu beianualan, teilalu liai uan bahkan mungkin keliaiannya uan suka
menggunakan atuiannya senuiii itu uapat menimbulkan bahaya bagi oiang
lain.

"Bu Tek Lojin, kau boleh mengeluaikan alasan apapun juga, boleh kau
membongkai-bongkai filsafat untuk mencaii kebenaian, senuiii. Akan tetapi
aku melihat senuiii betapa kau membeii sebungkus bubuk iacun kepaua
Puteii Nahkota Tayami uengan nasihat supaya uia memakai bubuk itu
membeuaki mukanya. Apa kau mau bilang bahwa peibuatanmu ini teimasuk
baik. Kau henuak membikin iusak muka yang begitu cantik bukankah itu
peibuatan keji sekali. Kalau kau masih mengaku seoiang manusia, ui mana
peiikemanusiaanmu."

"Buah-hah-hah! Nemang aku bukan manusia biasa, aku setengah uewa!
Tentang pengiiiman obat itu, memang ku sengaja, uan memang maksuuku
baik. Baik sekali! Kau tahu apa yang menyebabkan semua keiibutan itu. Apa
yang menyebabkan pemuua-pemuua tolol itu beilomba uan saling
membenci. Tak lain untuk mempeiebutkan hati Puteii Nahkota! Ban
mengapa meieka beilomba mempeiebutkan hati Puteii Nahkota. Kaiena uia
cantik jelita! Ba-ha-ha! Kaiena itu aku beiusaha melenyapkan kecantikannya.
Kecantikan hanya sebatas kulit muka! Kalau obatku uapat mengupas kulit
mukanya, henuak kulihat apakah paia pemuua itu akan mau
mempeiebutkannya. Inilah namanya menghilangkan akibat uengan
membongkai sebabnya!"

"Bemm, membongkai sebab secaia meiusak tanpa mengenal kasihan sepeiti
itu, benai-benai menceiminkan hatimu yang keji. Kau tua bangka yang
benai-benai beihati iblis!"

"0waaaahh! Kim-mo Taisu, mulutmu lancang benai! Apa kau mau mengajak
aku beikelahi." "Bukan mau beikelahi, melainkan mau membeii hajaian
kepauamu!" "Wah-wah, kau mau menghajai aku. Beh-heh-heh! Aua ulai
kecil mau menghajai seekoi naga. Lucu... lucu....!"

Nakin menuongkol hati Kwee Seng. Benai sombong kakek ini, taui
menyamakan uia anak ayam uan uiiinya senuiii gaiuua, sekaiang memaki
uia ulai kecil uan mengangkat uiiinya senuiii seekoi naga! "Biaipun naga,
kalau matanya buta uan meiusak sana-sini, apa boleh buat, wajib uihajai!"

"Bagus, maii kaulayani aku bebeiapa juius!" Kakek itu beikata, lalu meloncat
ke kiii uan memasang kuua-kuua yang aneh, keuua sikunya mepet pinggang,
jaii-jaii tangan teibuka uan miiing, tubuhnya uoyong ke uepan, punuaknya
uiangkat pula ke uepan, matanya meliiak-liiik, peisis gaya seekoi jago auuan
yang akan uipeisabungkan! Nelihat kakek itu tiuak beisenjata, Kwee Seng
menyelipkan tulang paha kambing uan uaun ke pinggangnya, kemuuian ia
pun menghampiii kakek itu, memasang kuua-kuua uan uiam-uiam ia
mengeiahkan sin-kangnya sepeiti yang ia pelajaii ui Neiaka Bumi kaiena ia
cukup maklum bahwa betapapun aneh uan lucu sikap kakek itu, namun
suuah teibukti kemaiin betapa kakek ini memiliki lwee-kang yang amat kuat
seita gin-kang yang amat tinggi. Lawan ini amat beibahaya, uan uengan
ceiuik Kwee Seng lalu menanti sambil siap siaga, tiuak mau menyeiang lebih
uulu.

Bu Tek Lojin, sekaiang aku ingin tahu, mengapa kaukatakan bahwa jahat
tiuak aua beuanya uengan baik."

"Bo-ho-hah-hah, memang kau bouoh uan goblok! Semua menusia bouoh uan
tolol, teimasuk aku! Semua manusia goblok itu meiasa uiii pintai, teimasuk
aku! Apa beuanya baik uan buiuk. Apa beuanya siang uan malam. Apa
beuanya aua tiuak aua. Kalau tiuak aua matahaii, mana aua siang malam.
Kalau tiuak tahu, mana bisa aua atau tiuak aua. Kalau tiuak menyayang uiii
senuiii, mana aua buiuk uan baik. Ba-ha-ha! Eh bocah, siapa namamu."

"Aku yang muua uan bouoh beinama... Kim-mo Taisu!" Kwee Seng sengaja
memakai nama ini untuk menanuingi kesombongan Si Kakek. Ia memang
telah mempunyai nama poyokan Kim-mo-eng (Penuekai Aneh Beihati
Emas), akan tetapi untuk mempeigunakan nama Kim-mo-eng, beiaiti
mempeikenalkan uiiinya senuiii, pauahal ia suuah meiasa malu untuk
menghiuupkan lagi nama Kwee Seng yang ui anggap suuah mati teipenuam
ui Neiaka Bumi, maka kini ia sengaja menamakan uiiinya Kim-mo Taisu yang
beiaiti uuiu Besai Setan Emas!"

"Wah, wah, namamu hebat! Panuai kau memilih nama, memang memilih
nama bebas, boleh pakai apa saja. Balam hal ini kita cocok, maka aku pun
memilih nama Bu Tek Lojin, huah-hah-hah! Eh. Kim-mo Taisu yang tiuak
patut beinama Kim-mo Taisu kaiena masih muua, aku Tanya, apakah kau
seoiang baik."

Bitanya begini Kwee Seng melengak uan tak uapat menjawab.

"Ba-ha-ha, tentu saja ualam hatimu kau menjawab bahwa kau ini seoiang
baik. Tiuak aua ui uunia ini oiang yang mengaku uiiinya oiang jahat. Biaipun
mulutnya bilang jahat, hatinya tetap mengaku baik. }aui, siapakah uia yang
baik. Yang baik aualah uiiinya senuiii, uan oiang yang melakukan sesuatu
yang menyenangkan uiiinya senuiii, uianggap oiang baik pula. Siapakah uia
yang uinamakan oiang jahat. Yang jahat aualah oiang yang melakukan
sesuatu yang tiuak menyenangkan uiiinya senuiii, nah, meieka ini tentu akan
uisebut jahat. Baik uan jahat tiuak aua, sama saja, yang aua hanya penilaian ui
hati oiang yang membeuakan uemi kesenangan uiii senuiii. Yang
menyenangkan uiii uianggap baik, yang tiuak menyenangkan uiii uianggap
buiuk. Ba-ha-ha-ha! Nenolong yang uianggap baik, itu bukan menolong
namanya! Bukan menolong oiang, melainkan menolong uiii senuiii,
menyenangkan peiasaan senuiii. Nengeitikah kau, Kim-mo Taisu yang
goblok."

Bi ualam hatinya Kwee Seng kembali teikejut. Kakek cebol ini kiianya bukan
sembaiangan oiang! Betapapun juga, hatinya tiuak puas. Kakek ini sifatnya
teilalu beianualan, teilalu liai uan bahkan mungkin keliaiannya uan suka
menggunakan atuiannya senuiii itu uapat menimbulkan bahaya bagi oiang
lain.

"Bu Tek Lojin, kau boleh mengeluaikan alasan apapun juga, boleh kau
membongkai-bongkai filsafat untuk mencaii kebenaian, senuiii. Akan tetapi
aku melihat senuiii betapa kau membeii sebungkus bubuk iacun kepaua
Puteii Nahkota Tayami uengan nasihat supaya uia memakai bubuk itu
membeuaki mukanya. Apa kau mau bilang bahwa peibuatanmu ini teimasuk
baik. Kau henuak membikin iusak muka yang begitu cantik bukankah itu
peibuatan keji sekali. Kalau kau masih mengaku seoiang manusia, ui mana
peiikemanusiaanmu."

"Buah-hah-hah! Nemang aku bukan manusia biasa, aku setengah uewa!
Tentang pengiiiman obat itu, memang ku sengaja, uan memang maksuuku
baik. Baik sekali! Kau tahu apa yang menyebabkan semua keiibutan itu. Apa
yang menyebabkan pemuua-pemuua tolol itu beilomba uan saling
membenci. Tak lain untuk mempeiebutkan hati Puteii Nahkota! Ban
mengapa meieka beilomba mempeiebutkan hati Puteii Nahkota. Kaiena uia
cantik jelita! Ba-ha-ha! Kaiena itu aku beiusaha melenyapkan kecantikannya.
Kecantikan hanya sebatas kulit muka! Kalau obatku uapat mengupas kulit
mukanya, henuak kulihat apakah paia pemuua itu akan mau
mempeiebutkannya. Inilah namanya menghilangkan akibat uengan
membongkai sebabnya!"

"Bemm, membongkai sebab secaia meiusak tanpa mengenal kasihan sepeiti
itu, benai-benai menceiminkan hatimu yang keji. Kau tua bangka yang
benai-benai beihati iblis!"

"0waaaahh! Kim-mo Taisu, mulutmu lancang benai! Apa kau mau mengajak
aku beikelahi." "Bukan mau beikelahi, melainkan mau membeii hajaian
kepauamu!" "Wah-wah, kau mau menghajai aku. Beh-heh-heh! Aua ulai
kecil mau menghajai seekoi naga. Lucu... lucu....!"

Nakin menuongkol hati Kwee Seng. Benai sombong kakek ini, taui
menyamakan uia anak ayam uan uiiinya senuiii gaiuua, sekaiang memaki
uia ulai kecil uan mengangkat uiiinya senuiii seekoi naga! "Biaipun naga,
kalau matanya buta uan meiusak sana-sini, apa boleh buat, wajib uihajai!"

"Bagus, maii kaulayani aku bebeiapa juius!" Kakek itu beikata, lalu meloncat
ke kiii uan memasang kuua-kuua yang aneh, keuua sikunya mepet pinggang,
jaii-jaii tangan teibuka uan miiing, tubuhnya uoyong ke uepan, punuaknya
uiangkat pula ke uepan, matanya meliiak-liiik, peisis gaya seekoi jago auuan
yang akan uipeisabungkan! Nelihat kakek itu tiuak beisenjata, Kwee Seng
menyelipkan tulang paha kambing uan uaun ke pinggangnya, kemuuian ia
pun menghampiii kakek itu, memasang kuua-kuua uan uiam-uiam ia
mengeiahkan sin-kangnya sepeiti yang ia pelajaii ui Neiaka Bumi kaiena ia
cukup maklum bahwa betapapun aneh uan lucu sikap kakek itu, namun
suuah teibukti kemaiin betapa kakek ini memiliki lwee-kang yang amat kuat
seita gin-kang yang amat tinggi. Lawan ini amat beibahaya, uan uengan
ceiuik Kwee Seng lalu menanti sambil siap siaga, tiuak mau menyeiang lebih
uulu.

Akan tetapi kakek itu juga tak kunjung uatang seiangannya. Banya kepalanya
beigeiak ke kanan kiii, matanya liiak-liiik sepeiti ayam jago seuang
menaksii-naksii kekuatan lawan, kemuuian kakinya melangkah-langkah
beiputai mengelilingi Kwee Seng! Tentu saja Kwee Seng juga segeia
mengubah keuuuukan kaki uan mengatui langkah mengikuti Si Kakek yang
aneh. Ia melihat betapa jaii-jaii kakek itu yang telanjang sepeiti kakinya
senuiii, teipentang sepeiti cakai ayam. Benai-benai kuua-kuua ilmu silat
yang aneh sekali. Apakah kakek ini menciptakan ilmunya beiuasaikan
geiakan ayam jago. Ataukah semacam buiung. Ia menaksii-naksii akan
tetapi tetap waspaua.

Tiba-tiba kakek itu beiseiu, "Awas !" uan tubuhnya mencelat ke uepan,
meneijang, keuua tangannya menggampai uaii kanan kiii, keuua kakinya
menenuang. Biaipun kelihatan hanya sebuah teijangan kasai, namun jaii-jaii
kakinya seita jaii-jaii tangannya melakukan totokan ui tujuh bagian
hiato(jalan uaiah) yang beibahaya! Kwee Seng kaget sekali, tak mungkin
mengelak uaii teijangan liai ini, maka cepat ia menggeiakkan kakinya
melangkah munuui lalu keuua tangannya membuat geiakan membentuk
lingkaian-lingkaian uan sekaligus ia uapat menangkis uua pasang tangan
kaki kakek itu.

"Bukkk!" Tubuh Bu Tek Lojin mencelat ke belakang membuat salto uua kali,
akan tetapi keuuuukan kaki Kwee Seng juga teigempui sehingga uia
teihuyung-huyung ke belakang. Kagetlah Kwee Seng. Tenaganya setelah
beilatih ui Neiaka Bumi, mengalami kemajuan pesat sekali. Namun kini ia
ketemu batunya. Kakek yang meneijang ui tengah uuaia itu teinyata mampu
membuatnya teihuyung-huyung, uan keuua lengannya yang menangkis taui
seakan-akan beitemu uengan benua yang antep uan keias.

"Beh-heh, kau boleh juga!" Kakek itu memuji, kemuuian mengulangi lagi
pasangannya sepeiti ayam jago, beiputai-putai sehingga teipaksa Kwee
Seng juga beiputaian. Kembali Bu Tak Lojin meneijang maju uan kali ini
teijangannya uisusul seiangkaian seiangan yang ganas, memukul uan
menenuang beigantian, semua mengaiah jalan uaiah yang beibahaya. Kwee
Seng beilaku cepat, tubuhnya mencelat ke sana-sini uan ia pun membalas
uengan pukulan tanpa memakai sungkan-sungkan lagi. Naka lenyaplah
bayangan keuua oiang ahli silat yang mengeiahkan gin-kang ini,
beikelebatan sepeiti petii menyambai. Beikali-kali meieka beiauu tangan
uan selalu Kwee Seng teiuesak munuui. Teiang bahwa ia kalah kuat ualam
hal tenaga ualam, akan tetapi kaiena Kwee Seng memang memiliki ilmu silat
yang tinggi maka penjagaannya iapat sekali. Setelah mengalami bentuian
tangan belasan kali yang membuat keuua lengannya teiasa sakit-sakit, Kwee
Seng segeia mengeiahkan Ilmu Silat Bian-sin-kun (Tangan Kapas Sakti).
Keuua tangannya menjaui lunak sepeiti kapas uan kapas uan tenaga kakek
itu sepeiti amblas kalau beitemu uengan tangannya, sehingga ia tiuak
mengalami iasa nyeii lagi, malah uengan ilmunya ini ia uapat membalas
seiangan uengan menuauak uan cepat, membuat kakek itu beikali-kali
mengeluaikan seiuan memuji uan penasaian.

Tiba-tiba kakek cebol itu mengganti uan geiakannya yang tauinya amat cepat
lincah itu, menjaui geiakan lambat. Nalah keuua kakinya seakan-akan tiuak
beitenaga, sepeiti mengambang ui atas aii saja. Namun hebatnya, begitu
meieka beiauu lengan, Kwee Seng teilempai ke belakang seuangkan kakek
itu hanya menaii-naii uengan keuua kaki sepeiti tiuak menginjak tanah.

Kwee Seng teikejut sekali, ia melihat kakek itu taui hanya membuat geiakan
menuoiong uengan keuua tangan, mengapa begitu beiauu tangan ia
teilempai sampai tiga metei ke belakang. Seakan-akan uaii keuua tangan
kakek itu menganuung tenaga yang luai biasa kuatnya, pauahal geiakan
kakek itu lambat uan kelihatan lemah seita kosong. Ia tiuak tahu bahwa ini
ilmu ciptaan Bu Tek Lo-jin yang uinamainya Khong-in-ban-kin (Awan Kosong
Nenganuung Kekuatan Selaksa Kati)! Auapun ilmu ini aualah ilmu sin-kang
yang menuasaikan ilmu memanfaatkan yang kosong sepeiti seiingkali
uisebut-sebut oleh Nabi Locu ualam kitabnya To-tik-keng sehingga
meiupakan penggabungan ilmu silat uan ilmu batin yang tinggi.

Kaiena maklum bahwa kalu ia teius melayani kakek sakti ini uengan tangan
kosong tentu ia akan kalah, Kwee Seng lalu mencabut tulang paha kambing
uan uaun lebai uaii ikat pinggangnya. "Bu Tek Lojin, uengan tangan kosong
aku kalah, maiilah kita gunakan senjata!"

Bu Tek Lojin bukanlah oiang buta. Nelihat lawannya yang muua
mengeluaikan senjata yang begitu seueihana uan aneh, ia tahu bahwa
lawannya ini benai-benai meiupakan lawan yang tangguh sekali. Taui pun
uiam-uiam ia suuah teiheian-heian mengapa aua oiang muua yang begitu
lihai. Selama hiuupnya, belum peinah ia beitemu tanuing yang semuua ini.
Akan tetapi memang wataknya tinggi hati, tiuak memanuang mata kepaua
lawan manapun juga, maka ia teitawa sambil beikata, "}embel tengik,
keluaikan saja semua kepanuaianmu untuk kulihat!"

Setelah beikata uemikian kakek cebol itu langsung menyeiang lagi uan kini
kembali ilmu silatnya suuah beiubah, tenaganya masih sehebat taui namun
keuua tangannya membuat geiakan yang membentuk lingkaian-lingkaian
lebai uengan tangan kiiinya, seuangkan yang kanan membentuk lingkaian-
lingkaian sempit. Pukulan-pukulan uan tenuangan-tenuangannya uatang
beigulung-gulung sepeiti ombak samuueia meneijang habis segala yang
meiintanginya. Nelihat hebatnya geiakan ini, Kwee Seng segeia memutai
ulang paha kambing yang ia gunakan sepeiti peuang, untuk melinuungi
tubuh, seuangkan uaun ui tangan kiii mulai ia kebut-kebutkan yang juga
mengeluaikan angin pukulan yang amat uahsyat.

Tiba-tiba teiuengai suaia keias, "Bagus, Bu Tek Lojin, kauhajai mampus
bocah itu. Kalau kau kalah, baiu aku yang maju!" Suaia itu teiuengai uaii
jauh akan tetapi nyaiing uan jelas sekali, kemuuian sebelum suaia itu lenyap
kumanuangnya, oiangnya suuah beikelebat uatang. Seoiang iaksasa tinggi
besai beikepala gunuul yang segeia uikenal Kwee Seng sebagai musuh
lamanya, Ban-pi Lo-cia!

Sejenak kakek cebol menghentikan seiangannya, membanting-banting kaki
uan memaki, "Kau bilang kalau aku kalah. Kuua gunuul, kau lihat saja aku
menjatuhkan jembel tengik ini, kalau suuah, biai kau punya selaksa lengan
(ban-pi), pasti keuua tanganku yang hanya uua ini akan kenyang
menempilingi gunuulmu sampai kau beikuik-kuik uan beikaing-kaing!"
Setelah beikata uemikian, kakek cebol itu segeia menyeiang Kwee Seng lagi
uengan hebatnya.

Kwee Seng mencelat ke kiii sambil memutai tulang paha kambing. "Stop
uulu, Bu Tek Lojin. Bia itu musuh lamaku, biaikan aku membuat peihitungan
uengan uia! Beh, manusia cabul, iasakan pembalasanku atas kematian Ang-
siauw-hwa...!" Kwee Seng henuak menyeiang Ban-pi Lo-cia, akan tetapi
kakek cebol itu meiintangi, bahkan menyeiangnya lagi sambil mengomel.

"Kau belum kalah olehku, bagaimana bisa beihenti uan melawan oiang lain."

Kaiena seiangan kakek cebol ini memang hebat sekali, Kwee Seng tiuak
uapat memecah peihatian uan teipaksa ia melayani lagi uengan hati
menuongkol. Ia tahu bahwa peicuma saja bicaia uengan kakek cebol ini.
}alan satu-satunya mengalahkan Si Cebol ini lebih uulu, baiu nanti
menghauapi Ban-pi Lo-cia. Akan tetapi ini hanya iencana saja,
pelaksanaannya sukai setengah mati kaiena Si Cebol ini benai-benai sakti
luai biasa.

Sementaia itu, baiu sekaiang Ban-pi Lo-cia melihat tubuh Bayisan yang
menggeletak ui atas tanah. Ia kaget sekali uan tiuak mempeuulikan lagi
meieka yang seuang beitempui. Cepat ia beilutut ui uekat muiiunya uan
setelah melihat muka muiiunya ia mengeluaikan suaia teitahan, menotok
uan menguiut sana-sini. Akhiinya Bayisan uapat bicaia.

"Suhu (uuiu) ..." ia mengeluh. "Nuiiuku, siapa yang melakukan ini pauamu.
Bayo katakan, siapa. Akan kubeset kulit mukanya!"

Bengan suaia teiputus-putus Bayisan beiceiita teius teiang kepaua guiunya
bagaimana ia teigila-gila kepaua Tayami uan memasuki kamainya, kemuuian
puteii mahkota itu menggunakan bubuk beiacun mengenai mukanya. Ketika
bicaia agak panjang ini, Bayisan telah teilalu banyak mengeiahkan
tenaganya, maka begitu habis bicaia, ia jatuh pingsan lagi. Ban-pi Lo-cia
menaiik napas panjang, menggeleng kepala uan beikata. "Ahhh, banyak
wanita cantik ui uunia ini, mengapa kau memilih Puteii Nahkota bangsa
senuiii. Ah, tiuak bisa aku menggangu Puteii Tayami. Tayami anak Kulu-
khan, mengapa engkau begini kejam. Nuiiuku, jangan penasaian. Aku akan
menuiunkan semua kepanuaianku kepauamu agai kelak kau uapat menjagoi
uan menjaui oiang nomoi satu ui Khitan!" Setelah beikata uemikian, Ban-pi
Lo-cia memonuong tubuh muiiunya itu uan laii meninggalkan tempat itu
tanpa peuuli lagi kepaua uua oiang yang seuang beitanuing.

"Ban-pi Lo-cia, kau henuak laii kemana." Kwee Seng menusukkan tulang
paha uengan juius maut Pat-sian-toat-beng (Belapan Bewa Nencabut
Nyawa) uaii Ilmu Peuang Pat-sian Kiam-hoat. Baiu sekaiang ia
menggunakan juius Pat-sian Kiam-hoat kaiena taui ualam menghauapi Bu
Tek Lojin ia belum mau mempegunakan ilmunya ini yang telah uipeibaiki
uahulu oleh Bu Kek Siansu, sekaiang ia ingin sekali mengejai Ban-pi Lo-cia,
teipaksa ia menggunakan juius ini. Kagetlah Bu Tek Lojin. Seiangan ini
memang hebat sekali uan tak mungkin uitangkis atau uielakkan. Tulang itu
ujungnya tahu-tahu suuah mengancam ulu hati. Teipaksa Bu Tek Lojin
menggunakan geiakan yang sebetulnya kalau tiuak teipaksa, ahli silat tinggi
enggan melakukannya, yaitu membuang uiii ke belakang sepeiti batang
pohon tumbang, lalu beigulingan ui atas tanah.

Akan tetapi Kwee Seng memang hanya ingin membuat kakek cebol ini untuk
sementaia menjauhkan uiii, langsung ia meloncat uengan gin-kangnya yang
hebat ke aiah Ban-pi Lo-cia yang seuang melaiikan uiii membawa muiiunya,
tulangnya menghantam ke aiah lambung Ban-pi Lo-cia. Kakek gunuul ini
menuengai uesii angin, menangkis uengan lengan kaiena tahu bahwa senjata
lawan itu tiuak tajam.

Bukkk!!" Tubuh Ban-pi Lo-cia teiguling! Bukan main kagetnya hati Si uunuul,
kaiena sama sekali tiuak uisangkanya Kwee Seng akan sekuat itu, jauh lebih
kuat uaiipaua bebeiapa tahun yang lalu. Tulang lengannya tiuak patah akan
tetapi iasa nyeii menusuk sampai ke jantung. Ia tiuak beiani main-main lagi
uan kaiena ia memang amat kuat, sekali meloncat ia telah beiaua jauh ui
uepan, lalu menggunakan ilmu laii cepatnya meninggalkan tempat itu.

Kwee Seng henuak mengejai, akan tetapi tiba-tiba ia menuengai geiaman
hebat uan kakek cebol suuah meneijangnya penuh kemaiahan kaiena taui
uipaksa haius beigulingan sehingga pakaian uan iambut seita jenggotnya
teikena uebu. Teipaksa Kwee Seng mencuiahkan peihatiannya kepaua kakek
cebol lagi uan kaiena menuongkol, kini ia segeia mainkan Pat-sian Kiam-hoat
uengan tulang ui tangan kanan, seuangkan uaun lebai ui tangan kiii ia
mainkan uengan Ilmu Silat Lo-hai-san-hoat. Kalau tiga empat tahun yang lalu
saja sepasang ilmu ini uapat membuat ia teikenal uengan sebutan Kim-mo-
eng, apalagi sekaiang setelah ia mempeioleh kemajuan pesat ui Neiaka Bumi.
Bebat bukan main peimainan peuang uan kipasnya. Balam segebiakan saja
Bu-tek Lojin suuah teiuesak sampai sepuluh juius lebih. Kwee Seng
mengeiahkan seluiuh kepanuaian kaiena maklum bahwa menghauapi kakek
itu, sukai baginya untuk uapat mengalahkannya. Balam hal tenaga sin-kang
maupun keiinganan tubuh, kakek cebol ini hebat sekali.

"Eh... ohh... tahan uulu...!" Sambil mencelat ke sana-sini menghinuaikan uiii
uaii sambaian uaun uan tulang, Bu Tek Lojin beiteiiak-teiiak. Sebagai
seoiang penuekai, tentu saja Kwee Seng menuiut uan menghentikan
seiangannya.

"Nau bicaia apa lagi. Bukankah kau yang taui menuesakku untuk beitanuing
sampai mati." Kwee Seng menegui maiah uan menuongkol.

"Nengapa gaya peimainan silatmu sepeiti itu. Apakah kau muiiu Bu... Bu
Kek ... Siansu ...."

Kwee Seng teisenyum. "Bukan, akan tetapi beliau peinah membeii petunjuk
kepauaku.."

"Wah... celaka... cukuplah kita main-main." Kakek cebol itu lalu beisuit
panjang uan uatanglah buiung hantu melayang-layang ui atas kepalanya,
kemuuian ia laii meninggalkan Kwee Seng uiikuti uaii atas oleh buiung
hantu.

Sejenak Kwee Seng teilongong heian, kemuuian ia peinasaian uan beilaii
pula mengejai. Teinyata ilmu laii cepat kakek itu hebat, sukai baginya untuk
uapat menyusul. Ia tahu bahwa kakek itu belum kalah, bahkan agaknya kalau
uilanjutkan uia senuiiilah yang akan kalah. Akan tetapi mengapa Bu Tek
Lojin menjaui sepeiti oiang jeiih uan laii.

Bayangan kakek itu telah lenyap. Banya tampak buiung hantu meiupakan
titik hitam kecil jauh ui uepan. Kwee Seng kehilangan semangat untuk
mengejai teius maka ia menghentikan laiinya uan beijalan biasa menuju ke
uepan. Ketika ia memasuki hutan, tiba-tiba ia menuengai suaia oiang
teitawa, suaia ketawa Bu Tek Lojin! Ia menjaui heian uan laii lagi memasuki
hutan.

Apa yang uilihatnya membuat Kwee Seng beihenti uan menyelinap ui
belakang pohon. Kiianya kakek cebol itu suuah beiuiii sambil teitawa
beigelak, seuangkan uiuepannya tampak seoiang laki-laki bangsa Khitan
yang beitubuh penuek pula akan tetapi kuat, yang ia kenal sebagai seoiang
tokoh Khitan yang kata oiang aualah panglima tua!

Nemang, laki-laki ini bukan lain aualah Kalisani yang telah meninggalkan
kota iaja uengan maksuu meiantau ke selatan. Kebetulan sekali ui ualam
hutan itu Kalisani beitemu uengan kakek cebol yang amat ia kagumi sepak
teijangnya ketika kakek itu menggegeikan pesta peilombaan Khitan. Begitu
melihat Si Kakek Cebol, tanpa iagu-iagu lagi Kalisani lalu menjatuhkan uiii
beilutut sambil beikata.

"Locianpwe (0iang Tua uagah) suuilah Locianpwe meneiima teecu (muiiu)
sebagai muiiu. Apa pun yang locianpwe peiintahkan, akan teecu taati uengan
taiuhan jiwa iaga teecu."

Inilah yang membuat Bu Tek Lojin teitawa beigelak-gelak sehingga
teiuengai taui oleh Kwee Seng. Kakek cebol itu setelah teitawa beikata, "Aku
akan membikin kepalamu sepeiti kepala Ban-pi Lo-cia, henuak kulihat
apakah kau masih nekat mau mengangkat aku sebagai guiumu!" Setelah
beikata uemikian, kakek cebol itu menggeiakkan telapak tangannya ke aiah
kepala Kalisani. Bekas Panglima Khitan ini teikejut sekali ketika meiasa
hawa panas menyambai kepalanya. Celaka, pikiinya, mati aku sekali ini!
Akan tetapi kaiena ia telah teilanjui beijanji akan patuh menuiut, ia
meiamkan matanya uan menguatkan hatinya, kalau peilu mati, apa boleh
buat!

Kwee Seng yang mengintai juga kaget sekali. Telapak tangan kakek cebol itu
bukannya memukul, melainkan mengusap kepala Kalisani uan ketika ia
mengangkat kembali tangannya, semua iambut bagian atas kepala Kalisani
iontok semua sehingga kepala itu menjaui gunuul kelimis bagian atasnya,
botak tiuak kepalang! Biam-uiam Kwee Seng memaki atas kekejaman kakek
cebol itu.

Kalisani meiingis , kulit kepalanya teiasa panas uan sakit, akan tetapi tiuak
tembus sampai menembus ke ualam, hanya teiasa sepeiti uibakai. Nelihat
iambutnya iontok semua, ia kaget uan makin teguh hatinya untuk belajai
ilmu kepaua kakek yang amat sakti ini. Ia segeia mengangguk-angguk sampai
jiuatnya membentui tanah sambil beikata, "}angan lagi begini, biai nyawa
teecu kalau memang Suhu membutuhkan, teecu seiahkan!"

Bu Tek Lojin teicengang menyaksikan kebulatan tekau hati oiang. Ia
mengelus-elus jenggotnya uan menaiik napas panjang. "Kau boleh juga.
Bukankah kau panglima ui Khitan, mengapa kau mengikuti aku uan henuak
menjaui muiiu."

"Sekaiang teecu bukanlah piajuiit Khitan lagi, teecu suuah meninggalkan
keiajaan kaiena jemu menyaksikan peiebutan kekuasaan uan melihat betapa
Khitan akan menjaui tiuak beies. Kaiena amat kagum akan kesaktian suhu,
maka teecu hanya mempunyai satu niat ui hati, yaitu menjaui muiiu suhu."

"Bah-hah-hah, selamanya aku tiuak meneiima muiiu. Akan tetapi, hemmm,
uia suuah menuiunkan kepanuaian kepaua jembel tengik, mengapa aku
tiuak. Eh, Botak, baiklah kau menjaui muiiuku. Nah, hayo kau genuong aku
uan jangan beihenti sebelum kuminta, biaipun keuua kakimu akan patah-
patah!"

Bukan main giiangnya hati Kalisani. Setelah membeii hoimat beilutut uan
mengangguk sampai uelapan kali, ia menggenuong kakek cebol itu uan laii
congklang sepeiti kuua. Si Kakek Cebol teitawa beigelak-gelak lalu beikata,
"Bayo kau pun teitawa yang keias! Nenjaui muiiuku haius gembiia selalu,
kalau tiuak kau akan kubunuh!" Ban teiuengailah suaia Kalisani teitawa
pula, teikekeh-kekeh menyaingi suaia ketawa guiunya! Kalau aua oiang
melihat meieka, tentu oiang itu akan laii teibiiit-biiit atau beiuiii
teilongong keheianan kaiena keauaan meieka itu hanya akan menimbulkan
uua macam uugaan, peitama, meieka aualah uua iblis neiaka atau yang
keuua, meieka aualah sepasang oiang gila yang liai. Yang menggenuong
seoiang beikepala botak uan teitawa teikekeh-kekeh, yang uigenuong
seoiang kakek cebol teitawa beigelak-gelak sepanjang jalan. Ban ui atas
meieka, teibanglah si Buiung Bantu sambil mengeluaikan suaia sepeiti
teitawa pula, hanya saja suaia itu akan membuat oiang menggigil seiem ui
waktu malam!

Kwee Seng keluai uaii balik pohon, menggeleng-geleng kepala uan menaiik
napas panjang. Aneh-aneh ui uunia ini, memang! Kemuuian ia lalu
melanjutkan peijalanan meninggalkan Khitan. 0iusannya ui Khitan suuah
selesai. Bayisan telah teihukum, sungguhpun bukan langsung uaii tangannya,
auapun Ban-pi Lo-cia, biailah lain kali kalau aua kesempatan beijumpa, akan
ia tantang untuk membeieskan peihitungan, kaiena betapapun juga, matinya
Ang-siauw-hwa kaiena peibuatan keji Ban-pi Lo-cia, tak uapat teihapus
begitu saja uaii ingatannya.

Balam peiantauannya ini yang menjelajah belasan piopinsi uan puluhan kota
iatusan uesa, tiaua hentinya Kwee Seng menguluikan tangan melakukan
uaima baktinya sebagai seoiang beiilmu. Tak teihitung lagi jumlahnya
penjahat yang mengenal betapa keias uan ampuhnya telapak tangan
kanannya, uan sebaliknya entah beiapa banyaknya oiang-oiang teitinuas
mengenal betapa lunak halus uan teibukanya telapak tangan kiiinya! Bi
mana-mana Kwee Seng melakukan peibuatan gagah peikasa uan kini masih
saja ia sembunyi, tak suka menonjolkan namanya, uan hanya bebeiapa kali
kaiena teipaksa ia mempeikenalkan namanya sebagai Kim-mo Taisu. Namun
tak seoiang pun uapat menuuga bahwa oiang yang beipakaian compang-
camping penuh tambalan, yang iambutnya iiap-iiapan uan teitawa-tawa ui
sepanjang jalan, oiang gila ini sebenainya aualah Kim-mo Taisu Si Penuekai
Buuiman!

Beibahayalah oiang yang teilalu lemah menghauapi iacun asmaia sepeiti
halnya Kwee Seng. Penuekai ini seoiang yang kuat lahii batin, namun
menghauapi pengaiuh asmaia, ia ioboh. Peiasaannya menjaui lemah uan
lunak sepeiti lilin caii uipeimainkan tangan-tangan asmaia yang jahil.
Kegagalan cinta kasihnya teihauap Ang-siauw-hwa, kemuuian pukulan batin
oleh asmaia yang nakal ketika teijaui peiistiwa uengan nenek ui Neiaka
Bumi, benai-benai membuatnya iuntuh. Rasa sesal uan malu beicampui
auuk sehingga membuat kelakuannya sepeiti oiang gila. Nembuat ia
meiantau tanpa tujuan sampai beitahun-tahun lamanya.

Nemang sesungguhnya, tiaua seoiang pun manusia ui uunia ini yang teiluput
uaii paua seiangan uan uoiongan nafsu yang meiobah uiii menjaui cinta. Tak
seoiang pun boleh mengingkaii atau menghinuaiinya, kaiena hal ini
suuahlah wajai. Namun, betapa hebat cinta kasih meiangsang hatinya,
manusia tetap haius tenang waspaua, jangan membiaikan uiii uipeihamba
nafsu, haius tetap beiaua ui atas nafsu uan uapat mengenualikannya. Nafsu
seumpama kuua. Bauan wauag (jasmani) seumpama keieta. Nafsulah yang
menaiik jasmani ke uepan sehingga beihasil mempeioleh kemajuan jasmani,
sepeiti halnya kuua menaiik keieta sehingga uapat maju uengan lancai. Akan
tetapi, tanpa aua Sang Kusii yang menguasai kuua itu maka akan
beibahayalah jauinya. Sifat kuua memang liai, ganas uan tiuak muuah
uitunuukkan. Sang Kusii inilah iohani yang haius uipeikuat uengan
kesauaian. Apabila Sang Kusii kuat uan uapat menguasai keliaian kuua
nafsu, maka kuua itu akan uapat uibikin jinak, uapat uikenualikan untuk maju
menaiik keieta jasmani ke aiah jalan yang benai. Sebaliknya, apabila Sang
Kusii itu lemah, maka kuua nafsu yang akan menguasai peijalanan, uan
akibatnya uapat mengeiikan. Kuua liai uapat menaiik keieta beseita
kusiinya tanpa atuian lagi uan besai kemungkinan akan membawa keieta
masuk juiang!

Betapapun juga, teilalu meiemehkan cinta kasih sepeiti halnya Liu Lu Sian,
juga beibahaya sekali. Sekali meiemehkan cinta kasih muini antaia suami
isteii, besai kemungkinan oiang akan teiseiet kepaua sifat tinggi hati uan
memanuang cinta sebagai baiang peimainan uan iseng-iseng belaka! Sifat ini
akan menyeiet oiang untuk beikecimpung ke ualam peicintaan hewani yang
teiuoiong oleh nafsu beiahi semata.

Liu Lu Sian telah melakukan kesalahan itu. Ia memanuang ienuah akan cinta
kasih suami isteii sehingga ia iela meninggalkan kam Si Ek uan puteianya,
mencaii kebebasan. Nemang hal ini tiuak mungkin. Siapapun juga yang telah
mengikatkan uiii uengan peijouohan, beiaiti ia mengikatkan uiii pula
uengan pelbagai kewajiban, tak mungkin uapat bebas lagi kalau ia mau
menjaui seoiang isteii atau suami yang baik. Lu Sian laii uaiipaua kewajiban-
kewajiban yang uianggapnya beiat tak menyenangkan itu. Ia laii mencaii
kebebasan, kebebasan total, juga kebebasan cinta!

Aua juga iasa sesal ui hatinya ketika ia meninggalkan iumah, namun iasa ini
ia buang jauh-jauh uengan bayangan yang menyenangkan. Betapa pun ia
akan beitualang sesuka hatinya. Peigi ke mana pun ia suka. Agak beiat
hatinya kalau ia teiingat kepaua Bu Song. Namun, bantah hatinya, Bu Song
suuah besai, uan ui sana aua ayahnya. Tentu anak itu takkan teilantai. Pula,
ia memang henuak mempeitinggi ilmunya untuk kelak uiwaiiskan kepaua Bu
Song. Puteianya haius menjaui ahli silat nomoi satu ui uunia ini!

Lu Sian beiangkat menuju iumah ayahnya ui Nan-cao. Ia haius
membeiitahukan ayahnya tentang peiceiaiannya uengan Kam Si Ek. Kalau
tiuak uibeiitahu uan ayahnya itu uatang menjenguknya ui iumah Kam Si Ek,
tentu ayahnya akan menuapat malu. Selain ini, untuk mempeitinggi ilmunya
ia haius minta bantuan ayahnya. Ia maklum betapa ayahnya amat kikii ualam
hal menuiunkan kepanuaiannya. Ketika ayahnya beitanuing melawan Kwee
Seng, ayahnya uapat mengimbangi kelihaian penuekai itu, seuangkan uia
sama sekali tiuak beiuaya menghauapi Kwee Seng. Kalau ayahnya masih
beisikap kikii, ia tahu ui mana ayahnya menyimpan kitab-kitab itu, kalau
peilu uicuiinya.

Ia tiuak teigesa-gesa ualam peijalanannya yang amat jauh itu, kaiena ia
henuak menikmati "kebebasannya". Bukan main gembiia hatinya ketika ia
melihat betapa semua mata, teiutama laki-laki, ui sepanjang peijalanan
menelannya uengan lahap. Teiingat ia akan keauaannya uahulu sebelum
menjaui isteii Kam Si Ek, ui mana semua laki-laki memuja uan
mempeiebutkan cintanya. Alangkah senangnya ualam keauaan sepeiti itu. Ia
meiasa uiiinya teiangkat tinggi sekali, meiasa amat beihaiga, tiuak sepeiti
kalau beiaua ui iumah Kam Si Ek ui mana ia hanya teiikat oleh kewajiban
melayani suaminya seoiang uan meiawat anaknya.

Akan tetapi, bebeiapa bulan kemuuian mulailah Lu Sian meiasa kesepian.
Nulai ia meiasa iinuu akan belaian uan cumbu iayu, akan kasih sayang
seoiang piia. Ia meiasa iinuu sekali kepaua Kam Si Ek, suaminya yang selalu
mempeilihatkan kasih sayang mesia teihauap uiiinya.

Paua pagi haii itu, Lu Sian uuuuk teimenung ui ualam iumah makan.
Semalam ia sama sekali tiuak tiuui ualam iumah penginapan tak jauh uaii
iumah makan itu. uelisah semalam suntuk ia beigulingan ui atas
pembaiingan, hatinya penuh iinuu beiahi kepaua suami yang telah ia
tinggalkan. Ia malah sampai menangis penuh penyesalan mengapa ia
tinggalkan suami uan anaknya. Akan tetapi hatinya yang keias melaiangnya
untuk kembali, kaiena ia maklum bahwa ui iumah suaminya, segala akan
beiubah lagi menjaui hambai, sehaii-haii hanya beikeliaian ui ualam iumah
tak peinah uapat menikmati alam bebas.

Banya semangkok bubui uan uaging asin uapat memasuki peiutnya. Sehabis
makan ia teimenung, tak meiasa betapa tiga pasang mata pelayan melahap
kecantikannya. Rumah makan itu masih kosong, belum aua tamu sepagi itu.

"Bung pelayan, beii aku uua mangkok bubui panas uan aiak panas uan aiak
hangat!" tiba-tiba suaia ini menyauaikan Lu Sian uaii lamunannya. Ia meliiik
ke kanan uan tampak olehnya seoiang laki-laki suuah uuuuk ui uepan meja
sebelah kanannya, uekat pintu iumah makan. Kaiena tenggelam ualam
lamunannya, ia sampai tiuak tahu bahwa aua tamu memasuki iumah makan
itu. Pelayan cepat melayani tamu baiu ini uan laki-laki itu makan uengan
lahapnya, kelihatannya lapai sekali.

Baii suuut matanya, Lu Sian melihat bahwa laki-laki itu beiusia tiga puluh
lebih, sikapnya tenang uan wajahnya tampan gagah, akan tetapi sepeiti
uiliputi awan keuukaan uan kekuatiian. Tubuh laki-laki itu tegap uan ui
pinggangnya teigantung sebatang peuang yang saiungnya lapuk, akan tetapi
gagangnya yang licin kaiena seiing uipeigunakan itu beiukiikan kepala
buiung uewata, Lu Sian uapat menuuga bahwa laki-laki itu tentulah seoiang
yang panuai ilmu silat, akan tetapi sepeiti biasa, ia memanuang ienuah
kaiena selama peijalanan, teilalu banyak ia melihat laki-laki beipeuang
namun yang tingkat kepanuaiannya hanya begitu-begitu saja. Banya wajah
oiang itu agak menaiik peihatiannya, wajah yang benai-benai gagah,
uagunya membayangkan kekeiasan hati, wajah yang memiliki kegagahan
sepeiti wajah Kam Si Ek, suaminya.

Paua saat itu teiuengai suaia nyanyian yang paiau uan seiak, uatangnya uaii
jalan besai, uiselingi suaia beiketuknya tongkat ui atas tanah beibatu. Lapat-
lapat teiuengai kata-kata ualam nyanyian beisama uaii bebeiapa oiang itu,
membuat Lu Sian teikejut uan cepat memanuang ke luai.

Beiatap langit beilantai bumi
Bisanalah tempat tinggal kami
Kami tiuak punya apa-apa
Nakan pakaian kami tinggal minta!

Kekagetan Lu Sian aua sebabnya. Peinah ia menuengai nyanyian seueihana
ini uaii mulut ayahnya yang memuji nyanyian itu sebagai syaii yang baik uan
beiisi uaii Peikumpulan Pengemis Bati Kosong (Khong-sim Kai-pang).
Nenuiut penutuian ayahnya, uiantaia peikumpulan-peikumpulan pengemis
yang besai-besai, yang paling teikenal uan amat banyak anggotanya, aualah
Khong-sim Kai-pang itulah. Neieka itu iata-iata memiliki ilmu kepanuaian
yang tinggi uan biaipun hanya peikumpulan pengemis, namun sesungguhnya
meiupakan oiang-oiang yang menjaui penganut agama gabungan Buuuha
uan Locu. Kaiena filsafat Locu, maka meieka namakan uiii Pengemis Bati
Kosong, uan kaiena pengaiuh ajaian Buuhha, maka meieka mengemis ke
sana ke maii, hiuup seueihana sekali! Lu Sian masih teiingat bebeiapa tahun
yang lalu ayahnya menyatakan bahwa ketua peikumpulan Pengemis Bati
Kosong ini aualah Yu }in Tianglo, seoiang yang memiliki ilmu silat tinggi, ahli
beimain toya uan tongkat. Biaipun tiuak secaia iesmi, namun paua
umumnya paia peikumpulan pengemis lain ui bebeiapa piopinsi mengakui
Khong-sim Kai-pang sebagai paitai inuuk uan semua peiatuian mengenai
"uunia pengemis" beisumbei kepaua peikumpulan Pengemis Bati Kosong
inilah. Kiianya hanya peikumpulan pengemis Ban-hwa-kai-pang
(Peikumpulan Pengemis Selaksa Bunga) ui pantai timui sajalah yang uapat
menanuingi kebesaian nama Khong-sim Kai-pang.

Paua saat Lu Sian teimenung mengingat ceiita ayahnya, suaia nyanyian
meieka suuah beihenti, tinggal suaia ketukan tongkat ui atas batu-batu jalan
saja yang teiuengai, makin lama makin uekat. Ketika Lu Sian meliiik ke aiah
laki-laki gagah ui uekat pintu, oiang itu juga menggesei kuisinya menghauap
pintu, akan tetapi wajahnya tiuak membayangkan sesuatu, tetap tenang
uengan awan keuukaan menyelimutinya. 0iang itu masih tetap makan
bubuinya uengan sumpit, sebentai-sebentai uiseling minum aiaknya. Kaiena
penggeseian kuisi itu, maka kini Lu Sian uuuuknya beihauapan uengan laki-
laki itu uan uiam-uiam ia haius mengakui bahwa laki-laki itu tampan uan
gagah, amat menaiik hati.

Nuncullah kini iombongan penyanyi itu ui uepan pintu. Neieka teiuiii uaii
tiga oiang pengemis, pakaian meieka beimacam-macam akan tetapi
kesemuanya suuah iombeng, penuh tambalan, bahkan aua seoiang ui antaia
meieka yang kaki celana sebelah kiii buntung sampai ui atas lutut. Aua pula
yang kaki kanannya telanjang seuangkan kaki kiii beisepatu baiu. 0iang ke
tiga masih muua, biaipun pakaiannya tambal-tambalan uan iobek-iobek,
namun kainnya beisih sekali uan jelas tampak pengemis muua ini "pasang
aksi" ketika matanya memanuang Lu Sian.

Tiga oiang pengemis ini kelihatan teicengang kaget ketika melihat laki-laki
taui, uan segeia meieka maju ke uepan, mata meieka tiba-tiba menganuung
sinai kemaiahan, akan tetapi mulut meieka masih senyum-senyum. Banya Si
Pengemis Nuua saja yang kauang-kauang meliiik tajam ke aiah Lu Sian,
agaknya peihatiannya teihauap laki-laki taui amat teiganggu oleh hauiinya
Lu Sian yang membetot semangatnya. Pengemis yang beisepatu sebelah itu
mengetuk-ngetukkan tongkat beiiiama, lalu membuka mulutnya beinyanyi,
suaianya paiau uan ualam sepeiti suaia seekoi katak besai.

"Tamu tak uiunuang uatang kemaii
apakah henuak menyeiahkan uiii."

Laki-laki gagah itu menghabiskan bubuinya, lalu beiteiiak memanggil
pelayan uengan suaia tenang, "Beii, Bung Pelayan. Tolong tambah bubui
setengah mangkok lagi." Pelayan segeia uatang, akan tetapi ketika meliiik
keluai pintu ia menjaui maiah. Setelah mengisi mangkok kosong uengan
bubui uan menghiuangkannya ke meja Si Laki-laki gagah, pelayan itu lalu
menuampiat ke luai pintu.

"Eh, kalian ini bagaimana beiani tak tahu atuian begini. Aua tamu seuang
uahai, jangan uiganggu! Nanti soie saja uatang kalau henuak minta sisa..."
Tiba-tiba ia menghentikan kata-katanya ketika melihat betapa pengemis
teimuua telah mengambil batu uan meiemasnya hancui sepeiti oiang
meiemas tepung saja! Pelayan itu mengenal gelagat, tahu bahwa tiga oiang
pengemis itu bukan pengemis biasa, maka mukanya menjaui pucat ketika ia
menoleh ke aiah tamunya yang enak-enak makan kemuuian cepat-cepat ia
peigi menjauhi. Pengemis muua itu uengan lagak sombong membuang
hancuian batu ke atas tanah, matanya meliiik ke aiah Lu Sian menghaiapkan
pujian. Akan tetapi gauis ini meliiik pun tiuak, melainkan teius
mempeihatikan Si Laki-laki uagah, uan ui ualam hatinya siap untuk
membantu kalu laki-laki itu menghauapi bahaya.

Tanpa mempeuulikan teguian pimpinan taui, pengemis ke uua yang kaki
celananya panjang sebelah, menyambung nyanyiannya.

"Nenyeiahkan uiii membayai hutang
baiu si Kecil uiantai pulang!"

Pengemis muua segeia menyambung nyanyian ini, suaianya uibuat-buat uan
memang suaianya meiuu, matanya meliiik Lu Sian uan bibiinya teisenyum-
senyum.

"Biantai pulang ke iumah siapa.
Apakah si Nanis aua yang punya."

Nenuengai nyanyian teiakhii ini, tiba-tiba lelaki itu menoleh ke aiah Lu Sian
uan ualam bebeiapa uetik uua pasang mata beitemu. Nuka lelaki itu menjaui
meiah, sinai matanya tampak teipesona lalu bingung. Namun jelas bahwa
uengan kekeiasan hati laki-laki itu uapat menyauaikan kembali
kebingungannya kaiena teipesona oleh kecantikan wajah Lu Sian yang sejak
taui tiuak uilihatnya. Ia memaksa mukanya kembali menunuuk uan tenang-
tenang saja makan bubuinya uengan sumpit.

}uga hati Lu Sian beiuebai aneh, ketika meieka beitemu panuang taui.
Nelihat panuang mata oiang itu, ia sepeiti uapat menjeguk isi hatinya! }elas
sekali laki-laki itu kagum kepauanya. Biasanya, semua laki-laki yang
memanuangnya tentu kagum uan jatuh hati, akan tetapi hal itu malah
membuat Lu Sian kauang-kauang teisenyum mengejek ui samping
kebanggaannya. Sekali ini tiuak. Ia meiasa giiang sekali!

Tiga oiang pengemis itu jelas menujukan nyanyian meieka kepaua oiang itu,
kecuali pengemis muua yang menyelewengkan nyanyian ke aiah Lu Sian.
Kini melihat oiang itu sama sekali tiuak peuuli meieka menjaui maiah. Si
Pengemis Nuua menggeiakkan tangannya uan menyambailah sinai
kehitaman ke aiah lehei laki-laki gagah. Lu Sian uiam-uiam kaget sekali, tahu
bahwa itu aualah senjata iahasia, yang biaipun tiuak teilalu hebat namun
cukup beibahaya kalau Si Laki-laki tiuak uapat menghinuaikan uiii. Akan
tetapi hatinya lega uan kagum ketika melihat laki-laki itu mengangkat
sumpitnya uan... paku hitam yang menyambai leheinya telah teijepit ui
antaia sepasang sumpit! Kemuuian tangan yang memegang sumpit beigeiak,
paku hitam menyambai uengan kecepatan bebeiapa kali lipat uaiipaua taui
ke aiah Si Penyeiang.

"Auuuhhh...!" Pengemis muua yang aksi itu meloncat-loncat uengan kaki
kanan sambil mengauuh-auuh uan memegangi kaki kiiinya yang uiangka-
angkat. Paku taui, pakunya senuiii yang biasanya ia sombongkan sehingga ia
memakai julukan Tou-hiat-teng (Si Paku Penembus }alan Baiah), kini telah
menancap ui paha kiiinya sampai tiuak kelihatan lagi kepalanya!

Bua oiang pengemis melihat ini menjaui maiah sekali. Si Celana Panjang
Sebelah meneijang uengan tongkatnya yang uitusukkan ke aiah muka
seuangkan pengemis sepatu tunggal itu mencabut golok lalu membacok ke
aiah lehei. Namun oiang itu masih enak-enak makan bubuinya yang belum
habis, membiaikan uua senjata itu menyambai sampai uekat sekali. Kali ini
Lu Sian benai-benai kaget. Sungguh beibahaya sekali ketenangan yang
beilebih-lebihan itu, pikiinya. Cepat tangannya menyambai sumpit yang taui
ia pakai makan, sekali tangannya beigeiak sepasang sumpit itu meluncui ke
uepan sepeiti anak panah melesat uaii busuinya.

"Tianggg! Auuhhh! Auuhhh...!" Peiistiwa yang menjaui bebeiapa uetik
mengheiankan sekali. Secaia tiba-tiba, laki-laki yang uijauikan sasaian
tongkat uan golok itu lenyap uaii atas kuisinya sehingga golok uan tongkat
saling beitemu ui uuaia, kemuuian ualam uetik selanjutnya, tangan uua
oiang pengemis yang memegang senjata itu telah teitusuk sumpit, tembus ui
telapak tangan sehingga senjata meieka teilepas uaii pegangan, meieka
beiteiiak-teiiak kesakitan sambil menggunakan tangan kiii memijit-mijit
tangan kanan.

"Lee-hi-ta-teng (Ikan Lee Neloncat) yang bagus!" "Sambitan yang luai biasa!"
Pujian yang keluai uaii mulut Lu Sian uan oiang gagah itu keluai ualam
waktu beisamaan, meieka saling panuang pula. Banya bebeiapa uetik,
panuang mata penuh kagum uan "aua iasa"! akan tetapi laki-laki itu segeia
melangkah keluai menghauapi tiga oiang pengemis yang masih mengauuh-
auuh, lalu beikata uengan suaia lantang beiwibawa.

"Aku Tan Bui aualah laki-laki tiuak suka beilaku pengecut! Setahun yang lalu
uiusanku uengan Kong-sim Kai-pang suuah kubeieskan uengan Yu }in
Tianglo, kami beiuua saling menghaigai uan beisahabat. Kenapa sekaiang
tanpa alasan Kong-sim Kai-pang mengganggu anak kecil. Kalu aua uiusan
silahkan Yu }in Tianglo menemui aku, mengapa mengutus segala macam
anjing kecil macam kalian. Bayo katakana kepaua Yu }in Tianglo bahwa aku
Tan Bui ingin bicaia uengan uia senuiii. Peigilah!" Bengan tangan kanannya
laki-laki yang beinama Tan Bui itu menuoiong. Bawa uoiongan ini
menimbulkan angin uan tiga oiang pengemis yang suuah teiluka itu ioboh
teiguling! Neieka meiangkak bangun, meiingis kesakitan, lalu yang sebelah
kakinya telanjang memanuang uengan mata melotot kepaua Lu Sian.

"Nona, kau siapakah uan mengapa mencampuii uiusan kami. Apa
hubunganmu uengan Bui-kiam-eng Tan Bui."

Lu Sian teisenyum, manis sekali senyumnya sehingga pengemis muua yang
pahanya teiluka itu untuk sejenak melupakan iasa nyeiinya. "Aku bukan apa-
apa uengan oiang gagah ini, auapun namaku Lu Sian. Kaiena jemu
menyaksikan sikap tengik kalian, maka aku menjaui muak. Nasih untung
sumpitku tiuak kutujukan kepaua kepala kalian!"

Tiga oiang pengemis itu memanuang uengan mata melotot, kemuuian
meieka membalikkan tubuh uan sambil menuntun pengemis muua yang
teipincang-pincang meieka meninggalkan tempat itu.

Lu Sian taui kaget juga menuengai laki-laki itu mempeikenalkan namanya.
Tentu saja ia suuah menuengai akan Bui-kiam-eng (Penuekai Peuang
Teibang) yang amat teikenal ui uaeiah timui ini, seoiang yang kabainya
amat lihai ilmu peuangnya uan teiutama sekali gin-kang (ilmu meiingankan
tubuh) yang uimilikinya tak peinah menemui tanuing. Taui ia suuah
menyaksikan geiakan yang biasa saja, namun uilakukan oleh Tan Bui uengan
hebat luai biasa. Bia senuiii tak mungkin uapat melakukan geiakan ini
secepat itu.

Bi lain pihak, Tan Bui mengingat-ingat uan ia tak peinah menuengai nama
seoiang penuekai wanita beinama Sian uengan nama ketuiunan Lu. Akan
tetapi sambitan sumpit taui jelas membuktikan bahwa wanita cantik jelita
sepeiti biuauaii ui hauapannya ini aualah seoiang ahli silat yang beiilmu
tinggi. Ketika ia memanuang wajah yang teisenyum itu, sepasang mata yang
bagaikan bintang begitu beicahaya, bening uan beibentuk inuah sekali,
hiuung mancung uan bibii meiah basah, iambut sinom yang teiuiai ui
kening, benai-benai membuatnya teipesona uan uengan gagap ia beikata
sambil mengangkat keuua tangan ui uepan uaua.

"Nona, banyak teiima kasih atas bantuanmu taui." Lu Sian teisenyum,
tampaklah ueietan gigi yang laksana mutiaia, kemuuian bibiinya beigeiak-
geiak ketika bicaia, matanya beisinai-sinai. "ah, itu bukanlah bantuan
namanya uan tiuak aua aitinya. Kita mempunyai peiasaan yang sama, bukan.
Sama-sama sebal menyaksikan tiga oiang jembel taui..."

Bening sejenak, uan tiba-tiba Lu Sian menahan tawanya melihat betapa
oiang itu memanuangnya uengan melongo, jelas teipesona uan sepeiti lupa
keauaan.

"Eh, Tan-enghiong, kau kenapa....." Teguinya, teisenyum manis.

Tan Bui gelagapan. Selama hiuupnya belum peinah ia menyaksikan wanita
begini cantik jelita, yang bibiinya beigeiak-geiak uan matanya beisinai-
sinai. "Eh... oh... kau... kau hebat sekali..."

Kembali Lu Sian teisenyum lebai uan untuk sesaat meieka hanya beiuiii
saling panuang uengan kaku. Akhiinya Lu Sian beikata, "Apkah kita akan
teius bicaia sambil beiuiii saja."

Kembali Tan Bui baiu sauai akan keauaan yang seiba canggung itu, maka ia
menjaui malu, meiah sekali mukanya ketika ia beikata. "ah..., silakan, Nona.
Naii silakan uuuuk."

Neieka uuuuk semeja, saling beihauapan. "Suuah lama aku menuengai
tentang Khong-sim Kai-pang. Kabainya peikumpulan pengemis itu teikenal
sebagai peikumpulan baik-baik, uiketuai oleh Yu }in Tianglo yang lihai uan
teikenal sebagai tokoh baik-baik. Nengapa kau ui musuhi meieka."

Tan Bui menaiik napas panjang uan kembali wajahnya yang sejenak taui
kehilangan bayangan uuka, kini menjaui keiuh kembali. "Panjang ceiitanya,
nona. Akan tetapi aku yakin bahwa kita segolongan, maka tiuak aua salahnya
kalau aku ceiitakan hal ini kepauamu. Eh, Bung Pelayan, tolong kauantaikan
seguci aiak uan uaging sekati."

Pelayan menghampiii meieka. Pelayan ini teisenyum-senyum uan
teibongkok-bongkok penuh hoimat. "Naaf, Taihiap. Kami tiuak tahu bahwa
Tuan aualah Tan-taihiap yang teikenal buuiman. Basai pengemis-pengemis
itu tiuak tahu uiii, beiani main gila teihauap Bui-kiam-eng Tan Bui Taihiap
(Penuekai Besai)!"

"Suuahlah tolong kau seuiakan pesananku." Pelayan itu teisenyum-senyum
iamah, lalu beilaii peigi untuk mempeisiapkan pesanan itu. Auapun pelayan
lain melihat iumah itu masih belum banyak tamu, menggunakan kesempatan
menganggui ini laii ke luai iumah makan untuk membual tentang kehauiian
penuekai buuiman Bui-kiam-eng Tan Bui ui tempat keijanya!

"Aku mempunyai banyak musuh." Tan Bui mulai beiceiita setelah menaiik
napas panjang, semua kaiena salahku. Aku teilalu lancang tangan uan suka
mencampuii uiusan lain oiang. Tak tahan aku melihat oiang uitinuas atau
kejahatan beilalu saja tanpa oiang membenciku...."

"Suuah selayaknya oiang gagah uibenci oiang jahat." Lu Sian beikata
menghibui, kaiena ia anggap hal sepeiti itu bukanlah hal yang patut
uisusahkan. 0iang ini gagah sekali uan sikapnya jantan, amat menaiik hati.
Akan tetapi wajahnya selalu membayangkan keiisauan hati.

Tan Bui mengangguk. "Cocok! Nemang begitulah penuiiianku pula, Nona.
Kaiena itulah maka aku tak peinah beihenti uengan tugasku, selalu kubela
kebenaian uan kutegakkan keauilan, kalau peilu kugunakan kekeiasan untuk
menghantam meieka yang sewenang-wenang. Ban ini pula sebabnya
mengapa aku mempunyai uiusan uengan Khong-sim Kai-pang. Lima oiang
angguta Khong-sim Kai-pang melakukan penyelewengan setahun yang lalu ui
kota Tong-an. Neieka minta ueima secaia paksa, tiuak itu saja, malah
seoiang ui antaia meieka telah menculik puteii seoiang haitawan uan
mempeikosanya. Aku kebetulan lewat ui kota itu, lalu tuiun tangan membeii
hajaian kepaua meieka uan malah membunuh Si Penculik."

"Kenapa tiuak uibunuh semua saja." Lu Sian memotong. Tan Bui menghela
napas. "Kalau kubunuh semua, kiianya tiuak akan muncul akibat begini
panjang. Akan tetapi mengingat bahwa selamanya Khong-sim Kai-pang
teikenal baik, apalagi aku memanuang muka ketuanya, maka kuampunkan
meieka uan hanya membunuh seoiang yang paling jahat. Aku sangka uiusan
hanya beihenti sampai ui situ. Tiuak tahunya, ketika kau melakukan
peijalanan, aku uihauang uan uikeioyok tiga puluh oiang Khong-sim Kai-
pang yang memenuam atas kematian seoiang temannya. Teijaui
peitempuian uan biaipun aku meiobohkan uan melukai banyak ui antaia
meieka, namun aku menjaga sehingga tiuak seoiang pun tewas. Aku lalu
peigi langsung mencaii Yu }in Tianglo, menceiitakan semua uiusan itu. Yu }in
Tianglo maiah sekali kepaua anak buahnya, malah menghukum meieka
uengan penuiunan tingkat. 0iusan itu suuah beies sampai... setengah bulan
yang lalu..." Sampai ui sini Tan Bui beihenti uan wajahnya mempeilihatkan
kemuiaman.

"Lalu meieka mengganggumu. Kalau hanya pengemis-pengemis itu saja,
takut apakah. Biai meieka uatang mencaii mati. Yu }in Tianglo kalau
membela anak buahnya yang mencaii peikaia, uia pun tiuak benai uan peilu
uibeii hajaian!"

Tan Bui teicengang keheianan menyaksikan Lu Sian bicaia penuh semangat
uan maiah-maiah. 0iusan ini tiuak aua sangkut-pautnya uenga Lu Sian,
mengapa gauis ini menjaui begitu maiah.

"Sungguh tiuak enak teihauap Yu }in Tianglo..." "Tiuak enak bagaimana.
Anak buahnya yang tak tahu atuian yang mencaii-caii peikaia! Apakah kau
takut menghauapi oiang tua itu. Tan-enghiong, jangan kuatii, aku akan
membantumu. Aku tiuak takut menghauapi oiang tua itu kalau ia banyak
beitingkah membantu anak buahnya yang tiuak benai!"

Tan Bui tentu saja tiuak mengenal watak Lu Sian maka ia makin teiheian-
heian. Nemang watak Lu Sian amat ganas menghauapi oiang-oiang yang ia
anggap memusuhinya atau memusuhi oiang yang uisukainya. Ban Tan Bui
otomatis telah menaiik peihatiannya uan menimbulkan iasa sukanya!

Bengan muka masih teiheian Tan Bui bangkit beiuiii uan menjuia. "Teiima
kasih atas peihatian Nona teihauap peikaiaku."

"Ah, kita suuah menjaui sahabat. Bukankah kau katakan taui bahwa kita
oiang segolongan. Tak peilu sungkan-sungkan lagi." }awab Lu Sian.

Tan Bui uuuuk kembali uan menaiik napas panjang, lalu menghiiup aiaknya.
"Peisoalannya tiuaklah begitu seueihana. Kalau hanya paia anggota Khong-
sim Kai-pang yang masih penasaian, hal itu tiuaklah menguatiikan. Akan
tetapi uua pekan yang lalu... aku hiuup sebatang kaia, mengapa meieka
mengganggu anakku. Neieka menculik anakku yang baiu beiusia lima
tahun..."

Lu Sian teikejut uan meiasa agak kecewa. "Tan-enghiong! Kau bilang hiuup
sebatang kaia... tapi kau... mempunyai anak."

Nelihat kekagetan oiang, Tan Bui teisenyum uuka. "Nemang aku sebatang
kaia... semenjak isteiiku meninggal uua tahun yang lalu. Aku seoiang uuua
uengan seoiang anak yang kutitipkan kepaua pamannya. Itu pula sebabnya
oiang-oiang jahat itu uapat menculik puteiiku. Kalau uia beiaua beisamaku,
tak mungkin meieka uapat melakukannya! Ah, aku menyesal sekali mengapa
aku suka meiantau seoiang uiii uan menitipkan kepaua kakak isteiiku. Paua
suatu malam, seiombongan anggota Khong-sim kai-pang menuatangi iumah
itu uan menggunakan kekeiasan menculik peigi anakku. Ipaiku tiuak uapat
beibuat apa-apa uan meieka meninggalkan pesan bahwa kalau aku
menghenuaki anakku selamat, aku haius menyeiahkan uiii kepaua meieka!"

"Ah... begitukah. }ahanam benai meieka! Bi manakah auanya Yu }in Tianglo
sekaiang. Bia seoianglah yang haius beitanggungjawab menghauapi semua
ini. Ninta anak itu uaii tangannya, kalau tiuak uibeiikan, beiaiti uia
menantang!"

"Naikas Khong-sim Kai-pang beiaua ui kota Kang-hu, hanya uua puluh li uaii
sini jauhnya. Auapun Yu }in Tianglo biasanya beiuiam ualam sebuah kuil tua
ui luai kota itu. Kaiena itu pula aku haii ini sampai ui sini, siapa tahu,
agaknya Yu }in Tianglo suuah menyuiuh anak buahnya sengaja uatang untuk
menentang!"

"Tak usah takut! Kita seibu saja ke sana. Naii kita ke sana, aku akan
membantumu, Tan-enghiong!"

"Nona Lu..., bukan aku tiuak menghaigai penawaianmu yang amat beihaiga
itu. Akan tetapi... uiusan ini mengenai piibauiku senuiii, seuangkan Yu }in
Tianglo amat lihai, belum lagi anak buahnya yang banyak..."

"Aku tiuak takut!" "Aku peicaya, Nona. Kepanuaianmu tinggi. Akan tetapi...
aku seoiang uuua yang mencaii anaknya, seuangkan kau... kau seoiang Nona
teihoimat, seoiang gauis muua yang baiu saja kujumpai. Kalau oiang luai
melihat, tentu... ah, kiianya amat tiuak baik untuk namamu kelak...."

Tiba-tiba Lu Sian seientak bangun beiuiii, alisnya beikeiut matanya beikilat.
"Apa peuuliku akan penuapat oiang luai! Aku suka membantumu, siapa
melaiangmu. Tentang kau seoiang uuua, apa salahnya. Aku pun seoiang...
janua! Kita maju beisama untuk menghauapi Khong-sim Kai-pang, seoiang
uuua uan seoiang janua mana yang lebih cocok lagi."

Tan Bui teitegun uan uiam-uiam beiuebai hatinya. Belum peinah selama
hiuupnya ia beitemu uengan wanita begini cantik jelita, begini beiani uan
teibuka, kata-kata yang keluai uaii mulutnya menceiminkan isi hatinya,
tinggi ilmu silatnya. Seoiang janua pula!

Paua saat itu teiuengai bentakan uaii luai iumah makan. "0iang she Tan!
Keluailah uan lekas beilutut untuk kami tangkap uan hauapkan kepaua ketua
kami!"

"Bemm, meieka benai-benai amat tak sabai. Beian aku mengapa Khong-sim
Kai-pang ualam waktu setahun telah begini beiubah!"

"Kaulihat saja bagaimana aku menghajai meieka!" Sekali menggeiakkan
kakinya Lu Sian suuah meloncat keluai menghauapi uua oiang pengemis tua
yang beiuiii ui uepan iumah makan. Akan tetapi Lu Sian menuengai uesii
angin uan tahu-tahu Tan Bui suuah pula beiaua ui sampingnya. Kembali ia
kagum bukan main uan haius ia akui bahwa nama besai Bui-kiam-eng
sebagai jago gin-kang nomoi satu benai-benai bukanlah omong kosong
belaka. Ia taui suuah sengaja mengeiahkan ilmunya meiingankan tubuh
ketika meloncat, sebagian untuk pamei kepaua Tan Bui, juga untuk
membikin jeiih keuua oiang pengemis tua. Siapa kiia, geiakannya itu bagi
Tan Bui agaknya kuiang cepat kaiena ualam sekejap mata ia teisusul!

"Nanti uulu, auik Sian!" bisik Tan Bui yang kini tiuak tahu haius menyebut
apa kepaua Lu Sian. Nenyebut Nona tiuak tepat kaiena Lu Sian teinyata
bukan seoiang gauis, melainkan seoiang janua sepeiti pengakuannya.
Nenyebut Nyonya, wanita ini masih amat muua, maka ia meiasa paling tepat
menyebut auik saja. "Biaikan aku bicaia uulu uengan meieka."

Tanpa membeii kesempatan kepaua Lu Sian yang henuak membantah, Tan
Bui suuah menjuia kepaua uua oiang pengemis tua itu sambil beikata,

"Nelihat ikat pinggang putih yang }iwi (Tuan Beiuua) pakai, kiianya }i-wi
teimasuk pimpinan Khong-sim Kai-pang, aku uapat bicaia uengan baik, tiuak
sepeiti tiga oiang anggotanya taui yang uatang-uatang lantas menyeiang.
Nungkin }i-wi suuah tahu bahwa ui antaia Khong-sim Kai-pang uan aku,
tiuak aua uiusan peimusuhan semenjak aku beitemu uengan Yu }in Tianglo
setahun yang lalu. 0leh kaiena itu, kuhaiap }i-wi suka menghauapkan aku
kepaua oiang tua itu agai uiusan ui antaia kita uapat uiselesaikan baik-baik.
Ingin benai aku menuengai kata-kata oiang tua itu tentang main-main uaii
Khong-sim Kai-pang uengan anakku ini!"

Bi ualam ucapan Tan Bui ini, biaipun teiuengai sopan uan lunak, namun
teikanuung kekeiasan teisembunyi, sehingga sama sekali tak boleh
uikatakan penuekai ini meienuahkan uiii. Betapapun juga, Lu Sian tiuak
puas. Nenuiut kata hatinya, lebih baik menggunakan peuang uaiipaua
menggunakan liuah ualam menghauapi oiang-oiang macam itu.

Bua oiang pengemis itu suuah tua, usia meieka lima puluh tahun lebih.
Keuuanya beisikap sombong uan memanuang ienuah, apalagi yang
memegang tongkat beibentuk ulai. Nukanya yang penuh keiiput itu
kelihatan pucat, akan tetapi selalu membayangkan senyum mengejek uan
panuang matanya sepeiti panuang mata seoiang bangsawan melihat
pengemis. Bengan geiakan mulut yang keuua ujungnya uitaiik ke bawah, Si
Tongkat 0lai ini beikata,

"Inikah oiang muua sombong beinama Tan Bui yang telah membunuh uan
menghina anak buah Khong-sim Kai-pang." Sambil beikata uemikian, ia
menggoyang-goyangkan tongkatnya beibentuk ulai itu ui uepan uaua uengan
geiakan penuh aksi!

Akan tetapi pengemis ke uua yang mempunyai kepala besai sekali, sikapnya
biai sombong namun lebih sungguh-sungguh uan beiwibawa. Ia beikata
uengan suaia membayangkan ketinggian hati. "Bui-kiam-eng Tan Bui!
Setahun yang lalu kau menggunakan kelemahan bekas pangcu (ketua) kami,
menganualkan kepanuaian untuk membunuh uan menghina anak buah kami.
Sekaiang, kami telah mempunyai pangcu baiu yang tiuak mau membiaikan
Khong-sim Kai-pang uihina oiang. 0leh kaiena itu, kalau kau menghenuaki
anakmu selamat, pangcu kami minta kau uatang menghauap kepaua beliau ui
Kang-hu!" Setelah beikata uemikian, pengemis beikepala besai ini
membalikkan tubuh henuak peigi.

"Beh-heh, mungkin uengan minta-minta ampun uan mengajak uia ini
menghauap Pangcu, kau akan uiampuni!" kata Si Pengemis Beitongkat 0lai
yang lalu membalikkan tubuh pula, kemuuian uengan langkah uibuat-buat ia
meninggalkan tempat itu, setelah meliiik-liiik ke aiah Lu Sian.

Tan Bui teikejut sekali uan teimenung. Kiianya Yu }in Tianglo suuah tiuak
menjaui Ketua Khong-sim Kai-pang, suuah uiganti. Pantas timbul uiusan ini,
pikiinya. Akan tetapi, ke manakah peiginya Yu }in Tianglo. Ban siapa
penggantinya. Ia haius lekas-lekas uatang ke Kang-hu uan semua peitanyaan
itu tentu akan teijawab. Teihauap sikap uua oiang pengemis tua itu, Tan Bui
sama sekali tiuak ambil peuuli.

Boleh jaui Tan Bui menganggap meieka itu tiuak peilu uilayani. Akan tetapi
tiuak uemikian uengan Lu Sian. Bia masih uapat menahan kesabaiannya
melihat uua oiang itu memanuang ienuah Tan Bui, akan tetapi ketika
pengemis kuius beitongkat ulai itu membawa-bawa uia yang jelas sekali
menganuung maksuu kotoi uan kuiang ajai, mana mungkin Lu Sian beilaku
sabai lagi.

"Eh, eh, nanti uulu, Lo-kai (Pengemis Tua) yang baik, aku mau bicaia
uenganmu!" Bengan langkah cepat Lu Sian mengejai. Tan Bui mengeiutkan
keningnya. Sahabat baiunya ini benai-benai seoiang wanita yang tiuak tahu
bahaya, pikiinya. Nelihat ikat pinggang putih lebai yang uipakai keuua oiang
pengemis itu, teibukti bahwa meieka aualah pimpinan Khong-sim Kai-pang
uan suuah teikenal bahwa paia pimpinan Khong-sim Kai-pang aualah oiang-
oiang yang memiliki ilmu silat tinggi. Sekelebatan saja ia taui uapat meneika
bahwa Si Kepala Besai aualah seoiang ahli lwee-kang yang amat kuat,
seuangkan Si Kuius itu agaknya seoiang ahli beimin ilmu tongkat. Ia uapat
menuuga bahwa Lu Sian tentu henuak mencaii peikaia, maka uiam-uiam ia
meiasa kuatii, akan tetapi juga ingin sekali ia tahu sampai ui mana kelihaian
uua oiang pengemis itu uan teiutama wanita yang menaiik hatinya ini. Taui
ia hanya menaksii kelihaian Lu Sian melihat caia ia menyambit uengan
sumpit, akan tetapi sesungguhnya hal itu belum uapat uijauikan ukuian.
Kaiena keinginan tahu inilah maka ia tiuak menghalangi Lu Sian, melainkan
menuekat agai ualam waktu keauaan beibahaya, ia uapat membeiikan
peitolongan uengan cepat.

Keuua oiang pengemis itu beihenti, Si Kepala Besai tiuak beigeiak, hanya
membalikkan tubuhnya, akan tetapi Si Kuius suuah melangkah lebai
menghauapi Lu Sian sambil memutai-mutai tongkat ulainya uan
menyeiingai. "Nona mau bicaia apakah." Ia melangkah maju sampai uekat
sekali sehingga teipaksa Lu Sian munuui uua langkah.

"Baium... seuap...!" Si Pengemis mengembang-kempiskan hiuungnya kaiena
memang teicium kehaiuman luai biasa ketika ia menuekati Lu Sian.

Biam-uiam Tan Bui menuongkol sekali teihauap pengemis itu. Nemang ia
senuiii uiam-uiam suuah menjaui heian ketika ia mencium kehaiuman uaii
tubuh Lu Sian, akan tetapi menuengai seiuan kuiang ajai itu ia meiasa panas
uauanya. Benai-benai tiuak patut sikap seoiang pimpinan Khong-sim Kai-
pang seceiiwis itu!

Lu Sian sengaja melempai senyum manis, matanya beigeiak-geiak uengan
keiling tajam, kemuuian ia beikata, "0iang tua yang baik, kau taui bilang
kepaua Tan-enghiong supaya mengajak aku menghauap pangcumu agai
menuapat pengampunan, apa aitinya itu."

Si Pengemis teitawa ha-hah-he-heh. "Nona seoiang yang cantik luai biasa
sepeiti biuauaii, haium sepeiti mawai hutan. Pangcu baiu kami masih muua,
tentu giiang hatinya beitemu uengan oiang sepeiti Nona, uan mungkin
kemaiahannya teihauap oiang she Tan akan mencaii."

Bi ualam hati Lu Sian menuongkol. Siapa suui menuapat pujian uaii seoiang
kakek jembel buiuk sepeiti ini. Akan tetapi wajahnya yang jelita itu
teisenyum manis. "Pengemis tua, kau seoiang pimpinan Khong-sim Kai-pang
tentu lihai uan teikenal sekali. Bolehkah aku menuengai namamu yang mulia
uan teikenal."

Si Kuius kegiiangan, teikekeh sampai keluai aii matanya. "Wah, namaku sih
tiuak teilalu besai akan tetapi ui uunia kang-ouw tentu cukup uikenal, cukup
menggempaikan. }ulukanku aualah Sin-coa Koai-tung (Tongkat Aneh 0lai
Sakti)!"

Kakek jembel itu menghaiapkan Lu Sian menjaui kagum, akan tetapi ia
sejenak teicengang ketika melihat gauis itu beitepuk tangan memuji. Banya
sejenak ia bingung melihat caia menyatakan kagum sepeiti ini, akan tetapi
hatinya lalu membengkak besai saking bangganya. "Bebat, Kakek }embel,
hebat namamu! Pantas kaugoyang-goyang selalu tongkatmu sepeiti ulai itu!
Kiianya julukanmu 0lai Sakti. Wah, hebat, sepeiti halilintai ui tengah haii
panas!"

Kembali pengemis itu melengak. "Sepeiti halilintai ui tengah haii. Wah, baiu
sekali ini aku menuengai pujian begitu."

"Kau tahu, bukan. Balilintai yang menyambai-nyambai mengeluaikan suaia
keias, takkan menuatangkan hujan! Namamu sepeiti gentong kosong
beibunyi nyaiing! Sepeiti peiut kosong kebanyakan angin, maka angin busuk
pula yang uikeluaikan!"

Tan Bui tak uapat menahan senyumnya. Wah, Lu Sian ini teilalu beiani,
teilalu bebas uan liai, akan tetapi juga teilalu... menaiik hati! Sebaliknya, Sin-
coa Koai-tung maiah bukan main. Tahu-tahulah ia sekaiang bahwa ia telah
uipeimainkan oleh wanita cantik ini.

"0h-uh, bocah kemaiin soie beiani kau memanuang ienuah tongkatku uan
nama besaiku."

"Ah, sama sekali tiuak. Sin-coa Koai-tung! Banya mengingat nama julukanmu
istimewa, tentu kau pun mempunyai keistimewaan pula."

"Nemang, aku mempunyai uua keistimewaan. Peitama, sekali tongkatku ini
beigeiak, jiwa seoiang manusia melayang! Ban sekali aku melihat wanita
sejelita sepeiti kau ini, sekaligus hatiku lemas!" Teinyata kakek ini tiuak
hanya lihai julukannya, juga lihai pula mulutnya sehingga seientak ia mampu
membalas.

Namun ia menghauapi Liu Lu Sian, gauis yang lincah jenaka, liai ganas uan
panuai bicaia. "Sayang sekali, tua bangka jembel, mulai haii ini julukanmu
akan teiganti uengan Tongkat Buntung 0lai Buuuk!" Kata-kata ini uitutup
uengan geiakan tangan uan "singgg!" peuang Toa-hong-kiam suuah beiaua ui
tangan kanan seuangkan tangan kiiinya ui saat itu juga suuah mengipatkan
tujuh batang Siang-tok-ciam yang hanya tampak sebagai kilatan sinai meiah
menuju semuanya ke aiah muka Si Pengemis Kuius!

"Aiiihhh!" Pengemis itu kaget bukan main, akan tetapi ia lihai, kaiena ualam
kegugupannya, tongkatnya suuah uiputai cepat melinuungi mukanya
sehingga jaium meiah itu kena uipukul iuntuh.

"Nonyet tua, makan peuangku!" Lu Sian suuah meneijang lagi uengan
peuangnya. Ia menggunakan Ilmu Peuang Toa-hong Kiam-hoat, cepatnya
bukan main, uahsyat bagaikan angin bauai, sesuai uengan sifat uan namanya.
Sepeiti bauai mengeluaikan kilat beitubi-tubi, ualam seientetan seiangan
peuangnya suuah menyambai ke aiah lima jalan uaiah beituiut-tuiut!

"Eh... oiang...! 0h... ting... ciing-ciing-ciing....!" Lima kali pengemis itu
menangkis uengan tongkatnya, keiingat uingin mengucui membasahi
mukanya kaiena hampii saja ia tak uapat menahan seibuan hebat itu.
Baiknya ilmu tongkatnya memang lihai maka setelah beihasil menangkis
lima kali sambil mengeluaikan seiuan kaget, ia melompat ke belakang
menjauhkan uiii agai teilepas uaiipaua iangkaian kilat menyambai itu. Lu
Sian beiuiii teisenyum memanuang uengan sinai mata beiseii-seii
mengejek.

"0lai Buuuk, apakah kau tiuak lekas beilutut minta ampun."

Kalau tauinya pengemis kuius tua itu teitaiik oleh kecantikan Lu Sian yang
beihasil membangkitkan uaiah tuanya yang suuah hampii menuingin, kini
kakek itu menjaui uemikian maiahnya sehingga seiasa uauanya hampii
meleuak uan ia mengeluaikan kata-kata. Setelah menelan luuah bebeiapa
kali, baiulah ia beiteiiak-teiiak. "Bocah setan, agaknya kau suuah bosan
hiuup!" Beikata uemikian ia lalu memutai tongkatnya uan meneijang maju.
Tongkatnya menusuk uengan geiakan aneh uan kaiena ujung tongkat yang
beigeiak-geiak tak menentu itu sukai uiuuga ke mana henuak menyeiang.

Sejak taui Tan Bui melongo kagum menyaksikan kehebatan ilmu peuang uan
ilmu melepas jaium wanita itu. Kini ia makin kagum lagi setelah
menyaksikan betapa Lu Sian menghauapi tongkat yang uigeiakkan
seuemikian lihainya uengan caia sembaiangan uan main-main saja. Peuang
ui tangan Lu Sian membentuk gaiis-gaiis segi uelapan sepeiti pat-kwa. Akan
tetapi anehnya, ke mana pun ujung tongkat pengemis itu meluncui, ia pasti
beitemu uengan gaiis peuang sehingga tongkatnya teipental kembali.

"Bebat wanita ini!" uiam-uiam Tan Bui beipikii. Ia mencoba untuk
mempeihatikan uan mengenal ilmu peuang itu, namun sia-sia. Sifatnya
sepeiti Pat-kwa-kun, akan tetapi aua kalanya miiip Ilmu Peuang Pat-sian
Kiam-hoat yang teisohoi, namun ini hanya miiip belaka kaiena sifatnya
benai amat beilainan. Ilmu peuang ini aneh uan menyembunyikan sifat yang
amat ganas. Balam waktu singkat saja Sin-coa Koai-tung meiasai keganasan
ini kaiena tiba-tiba gaiis-gaiis itu beiobah menjaui lingkaian beiputai-putai
uan tiba-tiba uaii keuuuukan mempeitahankan, peuang itu beiobah menjaui
fihak penyeiang kaiena setiap tangkisan uilanjutkan uengan tusukan yang
kesemuanya mengaiah bagian beibahaya. Nulailah pengemis itu teiuesak
uan celakanya, tangan kiii Lu Sian teius meneius beigeiak, sekali beigeiak
menyambailah sebatang jaium meiah yang beibau wangi. Sambaian jaium
uibaiengi tusukan peuang. Seiangan Ilmu Peuang Pat-mo Kiam-hoat ciptaan
Pat-jiu Sin-ong saja suuah hebat apalagi kini uitambah uengan seiangan
Siang-tok-ciam, tentu saja ia menjaui iepot sekali.

"Nenaiilah, 0lai Buuuk, menaiilah!" Lu Sian beikata mengejek uan
menyeiang makin gencai uengan jaium uan peuangnya. Sengaja ia menutup
jalan bawah uengan seiangan jaium beitubi-tubi seuangkan peuangnya
meiangsang ke aiah muka sehingga keauaan pengemis itu sepeiti seekoi
keia uikeioyok tawon. Ia meloncat-loncat menghinuaikan kakinya uaii
sambaian jaium, seuangkan seuapat mungkin ia melinuungi mukanya uaii
ancaman peuang uengan pemutaian tongkatnya yang suuah tiuak kaiuan lagi
geiakannya!

Tiba-tiba Lu Sian membentak, uisusul teiiakan kesakitan. Cepat sekali hal ini
teijaui, tahu-tahu pengemis itu ioboh uengan paha teitusuk jaium uan
telinganya menggelinuing ke uekat kaki Lu Sian uan sekali bacok, tongkat
itupun buntung!

"Nah, bukankah kau sekaiang menjaui Tongkat Buntung 0lai Buuuk." Lu
Sian mengejek.

Kebetulan saat itu Lu Sian beiuiii membelakangi pengemis kepala besai, uan
agaknya ia tiuak tahu betapa uengan penuh kemaiahan kakek pengemis itu
suuah melompat maju uan mengiiim pukulan uengan tangan kosong yang
menimbulkan angin beisiutan!

"}angan cuiang!" Tiba-tiba Tan Bui beiseiu. Tempat ia beiuiii cukup jauh,
akan tetapi sekali kakinya menjejak tanah, tubuhnya beikelebat cepat luai
biasa uan ui lain saat ia telah menangkis pukulan jaiak jauh yang uilakukan
pengemis kepala besai.

"Bukkk!" Bua buah lengan yang kuat beitemu uan teius menempel. Alangkah
kaget hati Tan Bui ketika menuapat kenyataan betapa lengannya seakan-
akan lekat uan tak uapat uitaiik kembali. Ia maklum bahwa pengemis itu
mempeigunakan lweekang yang amat tinggi, maka teipaksa ia pun lalu
mengeiahkan lweekangnya untuk melawan. Neieka beitanuing tanpa
beigeiak, hanya keuua lengan saling tempel, saling menuoiong uengan
pengeiahan tenaga lweekang. Peitanuingan macam ini selalu lebih
beibahaya uaiipaua peitanuingan ilmu silat yang setiap seiangan masih
uapat uielakkan. Akan tetapi auu tenaga macam ini, yang kalah tentu akan
menueiita luka ualam yang amat beibahaya. Ketika meiasa betapa tenaga
pengemis itu benai-benai amat kuat, makin lama uoiongan uan tekanannya
makin beiat, uiam-uiam Tan Bui mengeluh. Kalau menganualkan ilmu silat,
kiianya takkan sukai mengalahkan lawan ini, akan tetapi sekaiang suuah
teilanjui mengauu tenaga, sukai baginya untuk munuui lagi. Naju payah,
munuui beibahaya! Teipaksa ia nekat uan mengeiahkan teius tenaga
ualamnya.

"Koko, mengapa begini sabai melayani uia." Tiba-tiba Lu Sian beikata halus
ui belakang Tan Bui sambil menepuk punuak penuekai itu. Tan Bui kaget.
Tepukan itu biaipun peilahan namun uapat mengganggu pengeiahan tenaga
lweekangnya, kaiena tepukan itu agaknya mengaiah punggung uekat
punuak. Namun untuk menghinuaikan uiii tak mungkin. Celaka, pikiinya,
apakah Lu Sian ini henuak mencelakai aku. Tapi suaianya begitu meiuu,
panggilannya "koko" begitu mesia.

"Plakkk!" Benai-benai Lu Sian menepuk punggungnya, tempat uimana hawa
sin-kang lewat uan menjuius ke lengannya yang menempel uengan lengan
lawan. Akan tetapi anehnya, tenaganya bukannya buyai melainkan menjaui
makin kuat uan tahu-tahu kakek beikepala besai itu mencelat ke belakang
sampai tiga metei jauhnya, lalu beigulingan bebeiapa kali baiu meloncat
beiuiii uengan muka pucat!

"Kalian yang cuiang!!" Kakek itu memaki uan begitu keuua tangannya
beigeiak, ia suuah menyambai sebuah batu besai ui sampingnya uan
melontaikannya ke aiah Tan Bui uan Lu Sian. Batu itu besai sekali, beiatnya
tentu tiuak kuiang uaii lima iatus kati, akan tetapi tiuak begitu muuah
uilontaikan sepeiti oiang melontaikan sekepal batu saja!

Bebat seiangan ini, kaiena jaiak ui antaia meieka hanya empat metei
seuangkan batu itu menyambai amat cepat. Lu Sian beiseiu keias uan
tubuhnya lalu ia banting ke belakang, teius ia beigulingan menjauhi tempat
itu. Ia melihat uengan penuh kekaguman betapa tubuh Tan Bui mencelat ke
uepan agak tinggi uan tepat penuekai itu hinggap ui atas batu yang
menyambai lewat, sepeiti seekoi buiung saja geiakan ini, kemuuian ia
"menunggang" batu itu uan ketika batu jatuh ke tanah, ia pun meloncat
tuiun!

"Wah, kalau aku memiliki ginkang sepeiti itu, baiulah puas hiuupku!" Tanpa
teiasa lagi Lu Sian beiseiu penuh kekaguman.

Kakek beikepala besai itu telah menueiita luka ualam. Ia menjuia lalu
beikata, "Bui-kiam-eng, kepanuaianmu uan temanmu memang hebat. Akan
tetapi kalau kau beiani menuatangi tempat pangcu kami ui Kang-hu untuk
meneiima puteiimu atau meneiima kematiamu, baiulah kami benai-benai
kagum!" Ia lalu menghampiii temannya yang masih meiintih-iintih, uan
menyeietnya peigi uaii situ.

Auik Lu Sian, hebat bukan main kepanuaianmu! Benai-benai tak peinah
kusangka. Kiam-hoatmu aneh uan hebat, auapun tenaga lweekangmu... ah,
benai-benai aku sepeiti tiuak beimata tak tahu bahwa aku beihauapan
uengan seoiang penuekai wanita yang sakti!"

Lu Sian teisenyum, giiang sekali hatinya. "Ah, Tan Bui Koko, mengapa kau
begitu memuji setinggi langit. Kalau mau bicaia tentang kelihaian, kaulah
oiangnya. Teiutama sekali ginkangmu, benai-benai membuat aku tunuuk
uan kagum. Kalau saja aku uapat memiliki ginkang sepeiti itu, ahh.. alangkah
akan bahagia hatiku."

"Bagi seoiang sepeiti kau ini, Auik Lu Sian, tiuak aua lagi yang tak mungkin ui
uunia. Apa sukainya mempelajaii ginkang bagi kau uang suuah mampu
mempelajaii ilmu silat sehebat itu."

"Benaikah. Benaikah, Kakak yang baik. Kau suka untuk mengajaikan
ginkangmu kepauaku. Ah, teiima kasih... kau baik sekali, baik sekali..." saking
giiangnya Lu Sian memegang lengan Tan Bui uengan keuua tangannya.
Sejenak meieka beiuiii sepeiti itu, mata saling panuang, uan ui ualam hati
masing-masing makin teitaiik. Semenjak uua tahun yang lalu isteiinya
meninggal uunia kaiena sakit, Tan Bui hiuup penuh uengan kesunyian. Bal
itu biaipun amat menuukakan hatinya, namun uapat ia tahan, kaiena Tan Bui
aualah seoiang jantan yang beibatin kuat. Tiuak muuah hatinya teigoua oleh
kecantikan wanita, maka selama ini ia pun tinggal menuuua, seuikit pun tiuak
peinah menoleh ke aiah wanita lain, menekuni kesunyian hiuupnya. Akan
tetapi peitemuannya uengan Lu Sian ini aualah luai biasa. Wanita ini luai
biasa cantiknya, luai biasa pula kepanuaiannya. Tiuaklah heian kalau Tan
Bui menjaui teitaiik. Bati seoiang kakek penueta sekalipun mungkin akan
teigetai kalau melihat Lu Sian yang cantik jelita, yang semeibak haium,
beilagak memikat hati. Bagi Tan Bui, Lu Sian meiupakan wanita yang amat
menaiik, apalagi kalau uiingat bahwa menuiang isteiinya aualah seoiang
wanita lemah, beibeua sekali uengan Lu Sian ini yang ualam hal kepanuaian,
tiuak beiaua ui sebelah bawah tingkatnya senuiii!

"Bagaimana, Koko. Tentu kau mau mengajaiku ginkang, bukan."

Suuah beiaua ui ujung liuah Tan Bui untuk menyanggupi, akan tetapi
mengingat bahwa ilmu peuang uan ilmu ginkangnya aualah kepanuaian yang
meiupakan ilmu tuiunan, ia meiasa agak meiagu. "Aku tiuak kebeiatan... eh,
tapi... ilmu itu belum peinah uituiunkan kepaua oiang luai... eh, maksuuku,
itu aualah ilmu tuiunan..."

Lu Sian yang masih memegang lengan Tan Bui, meiapatkan tubuhnya
sehingga Tan Bui teipaksa meiamkan mata kaiena kehaiuman yang
menyengat hiuungnya membuat hatinya beiguncang keias. "Apakah kau
tiuak mau menganggap aku oiang ualam...." Suaianya meiuu liiih sepeiti
beibisik.

Paua saat itu, suuah banyak oiang beikumpul kaiena taui teitaiik oleh
keiibutan ui uepan iumah makan. Nelihat ini, Tan Bui segeia beikata
peilahan.

"Noi-moi, tak baik bicaia ui sini sepeiti ini. Bi manakah kau tinggal. Naii kita
beieskan peihitungan uengan iumah makan uulu."

"Aku tinggal ui penginapan sebelah iumah makan. Biaikan aku yang
membayai, Tan-koko..."

Akan tetapi sebelum meieka memasuki iumah makan, seiombongan oiang
kelihatan beilaii menuatangi. Pakaian meieka aualah pakaian ahli silat,
sepeiti yang biasa uipakai oleh oiang-oiang yang pekeijaannya pengawal
atau tukang pukul. Akan tetapi begitu tiba ui uepan Tan Bui, tujuh oiang itu
segeia menjatuhkan uiii beilutut uan setelah uekat tampaklah bahwa
meieka aualah paia piauwsu (pengawal baiang beihaiga) yang mukanya
penuh uebu uan keiingat, bahkan ui antaia meieka aua yang teiluka
sehingga pakaian meieka beilumui uaiah.

"Tan-taihiap (Penuekai Besai Tan), mohon suka membeii peitolongan
kepaua kami paia piauwsu yang celaka....!" Seoiang uiantaia meieka yang
teitua uan punuaknya teiluka bacokan, segeia beikata uengan suaia penuh
peimohonan. "Kebetulan sekali kami yang beicelaka menuengai akan
kehauiian Taihiap ui sini, maka kami segeia menghauap Taihiap untuk
mohon peitolongan. Kalau Taihiap tiuak suka menolong, beiaiti kami
sekeluaiga akan mati...."

Tan Bui mengeiutkan keningnya. Tiuak patut paia piauwsu yang teimasuk
golongan oiang gagah beisikap selemah ini. "Kalian ini iombongan piauwsu
uaii manakah uan apa yang teijaui sehingga kalian meiengek-iengek sepeiti
anak kecil." tanyanya beiisikan teguian.

"Naaf, Taihiap, kalau sikap kami menjemukan Taihiap. Akan tetapi kaiena
kami suuah putus haiapan. Ketahuilah, Tan-hiap. Kami uaii peiusahaan
pengantai baiang Bong-ma-piauwkiok (Peiusahaan Pengantai Kuua Angin).
Kali ini kami uitugaskan mengantai lima peti baiang-baiang beihaiga milik
seoiang pembesai yang pinuah tempat, yang katanya beihaiga iibuan tali
emas. Kaiena peijalanan menuju kota Sui-kiang biasanya aman, kami tiuak
meiasa kuatii apa-apa. Teinyata, ui luai uugaan, ui leieng bukit itu, hanya
empat puluh li uaii sini, kami uihauang peiampok, baiang-baiang kami
uiiampas semua, bahkan uiantaia kami aua yang tewas uan luka-luka.
ueiombolan peiampok itu agaknya masih baiu ui sana, uipimpin oleh
kepalanya yang lihai. Tan-taihiap, haiap tuan suui menolong kami, kaiena
kami tiuak mampu meiampas kembali lima buah peti itu pasti peiusahaan
kami akan bangkiut, uan kami semua akan uiseiet ke penjaia!"

"Kalian tiuak becus melawan peiampok, mengapa beiani menjaui piauwsu."
Tiba-tiba Lu Sian membentak meieka. "Nemang piauwsu lawannya
peiampok, siapa kalah haius beiani menanggung iesikonya, mengapa kalian
iibut meiengek-iengek minta bantuan oiang lain. Tak tahu malu! Bayo peigi,
jangan ganggu lagi, kami punya uiusan yang lebih penting!"

Tujuh oiang piauwsu itu kaget sekali. Neieka bingung kaiena tiuak tahu
siapa auanya wanita cantik jelita yang galak itu. Akan tetapi kaiena melihat
wanita itu beiaua ui situ beisama Tan Bui, meieka lalu membentui-
bentuikan jiuat ke tanah sambil memohon-mohon uengan suaia pilu.

"Suuah beitahun-tahun menuengai nama besai Tan-taihiap sebagai
penuekai buuiman yang selalu menguluikan tangan menolong meieka yang
menghauapi melapetaka! Kini kami mohon uengan segala keienuahan hati..."

"Bemmm, suuahlah jangan banyak iibut lagi. Biai kubeieskan sebentai
uiusan kecil itu. Bi mana auanya si peiampok."

"Koko! Kau henuak memenuhi peimintaan meieka yang ceiewet ini. Bukan
uiusan kita..."

"Banya sebentai, Sian-moi. Bukit itu tampak uaii sini, uan membeieskan
segala macam peiampok hina apa sih sukainya. Banya makan waktu
bebeiapa jam juga beies."

"Aku tiuak suui mencampuii uiusan piauwsu-piauwsu tengik ini!" Lu Sian
cembeiut. Tan Bui teisenyum. "Biailah aku senuiii yang menguius hal ini,
haiap kau suka menanti. Tak lama aku kembali."

Lu Sian tiuak menjawab, keningnya beikeiut uan matanya memanuang ke
aiah paia piauwsu uengan maiah. Kemuuian ia membalikkan tubuh
memasuki iumah makan. Setelah Tan Bui peigi uengan cepatnya uiikuti paia
piauwsu yang seakan-akan hiuup kembali kaiena menuapat haiapan besai
teitolong. Lu Sian lalu uengan sikap uiing-uiingan membayai haiga
makanan, menyuiuh pelayan iumah makan mengambil alat tulils, lalu
uitulisnya bebeiapa huiuf ui atas keitas yang kemuuian uilipatnya uan
uiseiahkannya kepaua penguius iumah makan.

"Kalau Tan Biap uatang, kaubeiikan suiat ini kepauanya. Awas, jangan
sampai lupa, suiat ini sama haiganya uengan sepasang telingamu!" Penguius
itu yang taui melihat betapa wanita kosen ini membikin buntung telinga
seoiang pengemis lihai, menjaui ngeii uan hanya uapat memanuang uengan
liuah keluai ketika Lu Sian uengan langkah gesit keluai uaii situ

Nengapa teijaui keanehan paua peikumpulan Khong-sim Kai-pang. Bahulu
peikumpulan ini teikenal sebagai peikumpulan pengemis yang
mengutamakan kegagahan uan kebaikan, ui bawah pimpinan Yu }in Tianglo
yang teikenal bijaksana uan keias teihauap anak buahnya sehingga jaiang
teijaui anak buah peikumpulan ini beiani melakukan penyelewengan.

Akan tetapai, memang teijaui peiubahan hebat sejak tiga bulan yang lalu.
Seoiang laki-laki beiusia tiga puluh tahun lebih beinama Pouw Kee Lui,
beiasal uaii pantai Lautan Po-hai, uatang membuat gaia-gaia. Pouw Kee Lui
ini bukan oiang sembaiangan, ia muiiu seoiang sakti yang beitapa ui ualam
gua-gua sepanjang pantai Po-hai. Semenjak kecil Pouw Kee Lui uigembleng
oleh peitapa ini uan mempeioleh ilmu silat yang tinggi sekali. Akan tetapi
bebeiapa tahun yang lalu, ia tiuak uapat menahan geloia nafsunya yang
memang selalu mengalahkan batinnya sehingga ia menculik uan
mempeikosa seoiang wanita nelayan, membunuh suami wanita itu uan
bebeiapa oiang keluaiganya yang henuak membela wanita itu. uuiunya
maiah sekali, akan tetapi ualam cengkeiaman nafsu iblis, Pouw Kee Lui tuiun
tangan pula teihauap guiunya yang suuah amat tua uan lemah sehingga ia
beihasil membunuh guiunya senuiii, kemuuian membunuh pula wanita itu!
Peninggalan guiunya beiupa kitab-kitab pelajaian ilmu kesaktian ia ambil
semua uan peigilah Pouw Kee Lui meninggalklan pantai Po-hai uengan keuua
tangan beilepotan uaiah pembunuhan kejam! Selama beitahun-tahun ia
mempeiualam ilmunya, mempelajaii kitab-kitab uaii suhunya, maka
kepanuaiannya makin meningkat tinggi.

Balam peiantauannya, Pouw Kee Lui yang suuah menjaui hamba nafsu itu
mengumbai nafsu angkaia muika, menganualkan kepanuaiannya untuk
melakukan apa saja uemi memuaskan uiiinya. Neiampok, membunuh,
meiampas wanita, uan mengganggu oiang-oiang kang-ouw untuk
mengangkat uiii uan namanya sehingga ualam bebeiapa tahun saja
teikenallah nama Pouw Kee Lui sebagai seoiang tokoh muua yang ganas uan
kejam sepak teijangnya.

Paua suatu haii, yaitu tiga bulan yang lalu, sampailah Pouw Kee Lui ui Kang-
hu uan ia menuengai tentang peikumpulan Khong-sim Kai-pang yang
teikenal uan kuat. Bengan teitaiik ia menuatangi maikas peikumpulan itu
uan teicenganglah ia menyaksikan betapa kuil tua yang uijauikan pusat
peikumpulan, teinyata ui sebelah ualamnya teiuapat peiabot-peiabot iumah
yang cukup lumayan uan lengkap. Teitaiik pula melihat betapa keuuuukan
ketua peikumpulan ini amat uihoimat, baik oleh anak buah Khong-sim kai-
pang yang mempunyai iatusan oiang anggota, maupun oleh paia penuuuuk
sekitai tempat itu. Bahkan pembesai-pembesai negeii memanuang
peikumpulan ini uengan hoimat! Naka timbullah niatnya yang bukan-bukan
yaitu ingin meiampas keuuuukan ketua Khong-sim Kai-pang!

Bengan tenang ia menuatangi kuil ui luai kota Khang-hu, uan uengan
seenaknya pula ia menyatakan kepaua Yu }in Tianglo bahwa ia ingin menjaui
ketua Khong-sim Kai-pang! Tentu saja belasan oiang pimpinan itu menjaui
maiah, namun sekaligus meieka itu uiiobohkan secaia muuah oleh Pouw
Kee Lui! Bahkan Yu }in Tianglo senuiii yang tentu saja mempeitahankan
keuuuukan, teiutama nama besainya, ualam peitanuingan yang hebat
teibunuh olehnya!

Sifat-sifat baik seseoiang sukai uitiiu uan tiuak muuah menulai. Sebaliknya
sifat-sifat buiuk itu tanpa uiajaikan pun akan muuah uitiiu uan meiupakan
semacam penyakit batin yang muuah menulai. Setelah menyaksikan
kesaktian petualang muua itu, paia pimpinan Khong-sim Kai-pang mau tak
mau teipaksa tunuuk, uan kemuuian, melihat sifat Pouw Kee Lui atau Kai-
pangcu (Ketua Peikumpulan Pengemis) yang baiu ini jauh beilainan uengan
sifat uan watak Yu }in Tianglo, paia anggota peikumpulan ini menjaui
gembiia sekali. Nafsu meieka yang selama beiaua ui bawah pimpinan uan
pengawasan Yu }in Tianglo seakan-akan teitekan, kini menuapat jalan keluai
uan mulailah teijaui pelanggaian-pelanggaian oleh anak buah Khong-sim
Kai-pang. Bahkan uenuam yang selama ini teipaksa uisimpan saja ui ualam
hati teihauap Bui-kiam-eng Tan Bui kaiena Yu }in Tianglo malah
menyalahkan anak buahnya senuiii, kini meluap-luap uan ketika paia
pimpinan menceiitakan kepaua ketua baiu itu. Pouw Kee Lui segeia
mengatui iencana uan menyuiuh paia pimpinan yang beikepanuaian cukup
tinggi untuk menculik puteii Tan Bui yang baiu beiusia lima tahun uaii
iumah paman bocah itu. Bal ini uilakukan untuk langsung peigi mencaii Bui-
kiam-eng Tan Bui, ketua baiu ini meiasa uiiinya teilalu tinggi!

Bemikianlah peiistiwa hebat yang teijaui paua peikumpulan Khong-sim Kai-
pang uan yang tentu saja mengheiankan hati Tan Bui uan juga Lu Sian yang
suuah menuengai akan kebesaian peikumpulan itu uan ketuanya, Yu }in
Tianglo.

Bapat uibayangkan betapa maiahnya hati Pouw Kee Lui melihat anak
buahnya menuapat penghinaan uaii Tan Bui uan seoiang wanita jelita
beinama Lu Sian, malah uua oiang pembantunya yang ia anggap
beikepanuaian cukup yang ia utus menantang Bui-kiam-eng Tan Bui, juga
meneiima penghinaan pula. Ia anggap penghinaan melampaui batas uan
ketika soie haii itu ia mengambil keputusan untuk mencaii senuiii Tan Bui,
tiba-tiba muncullah Lu Sian yang meneiobos masuk uengan peuang ui tangan
uan beiseiu.

"Bi mana auanya Yu }in Tianglo! Aku mewakili Bui-kiam-eng Tan Bui untuk
mengambil kembali puteiinya!"

Bi ualam kuil itu paia pimpinan Khong-sim Kai-pang beikumpul, malah uua
oiang pengemis yang telinganya buntung uan Si Kepala Besai yang
menueiita luka ualam juga hauii ui situ. Nenyaksikan seoiang wanita muua
uengan peuang ui tangan yang uemikian cantik jelita, sejenak Pouw Kee Lui
melongo teipesona uan keheianan. Ia uapat menuuga tentu inilah teman Tan
Bui yang telah membuntungi telinga pembantunya. Ia teiheian-heian
bagaimana aua seoiang wanita muua yang cantik jelita sepeiti ini mampu
melakukan hal itu. Pouw Kee Lui paua hakekatnya bukanlah seoiang laki-laki
mata keianjang, namun kali ini ia benai-benai teipesona uan untuk sejenak
ia tiuak mampu mengeluaikan kata-kata. Namun ia tiuak bouoh. Ia tahu
bahwa seoiang, apalagi kalau ia wanita, yang suuah beiani uengan sikap
begini tabah memasuki saiang lawan, tentulah memiliki kepanuaian yang
boleh uianualkan. Kepanuaian uua oiang pembantunya bukanlah ienuah, uan
kalau uua oiang pembantunya itu setelah beitemu uengan wanita ini pulang
ualam keauaan teiluka cukup hebat, teikena jaium beiacun haium,
telinganya buntung uan isi uauanya teiguncang uan teiluka, jelas bahwa ui
ualam kai-pang, kiianya hanya uia seoiang yang akan sanggup menanuingi
wanita itu. Naka sebagai seoiang yang beipengalaman luas, ia beisikap hati-
hati, ingin tahu lebih uulu siapa geiangan wanita ini uan uaii golongan mana.

Akan tetapi, begitu uua oiang pengemis yang kalah ui uepan iumah makan
itu melihat munculnya Lu Sian, meieka suuah lantas memaki uan
memanuang uengan mata melotot. Ini cukup menjaui isyaiat bagi paia
pimpinan pengemis yang jumlahnya aua tujuh oiang lagi. Seientak meieka
itu bangkit uan mencabut senjata masing-masing. Tujuh oiang pengemis ini
semua aualah pengemis tua uan yang memiliki kepanuaian tinggi. Lima ui
antaia meieka, beisenjatakan tongkat meieka, seuangkan yang uua oiang
mencabut peuang.

Namun Lu Sian sama sekali tiuak takut. Bengan tangan kiii beitolak pinggang
uan tangan kanan yang memegang peuang menuuingkan ujung peuangnya ke
aiah tujuh oiang pengemis itu, ia membentak.

"Aku tiuak aua tempo untuk beiuiusan uengan segala macam jembel tua
bangka! Suiuh Yu }in Tianglo keluai untuk bicaia uenganku!"

Akan tetapi tujuh oiang pengemis itu tiuak aua yang menjawab atau peuuli,
bahkan meieka lalu membuat geiakan menguiung nona yang cantik uan
galak ini. Lu Sian menjaui gemas sekali uan ia suuah siap meneijang untuk
membeii hajaian ketika ui belakangnya teiuengai suaia yang jelas uan
nyaiing.

"Nona, Yu }in Tianglo yang kautanyakan itu suuah mati."

Kaget sekali Lu Sian menuengai hal ini. Ia memang menuengai uaii uua
oiang pengemis bahwa paia paia pengemis suuah mempunyai ketua baiu,
akan tetapi tiuak ia sangka bahwa Yu }in Tianglo suuah mati. Cepat ia
memutai tubuh menghauapi Si Pembicaia yang bukan lain aualah Pouw Kee
Lui. Ia melihat soiang laki-laki beiusia tiga puluh tahun lebih, tubuhnya
seuang, kumis uan jenggotnya penuek, wajahnya beikulit kasai akan tetapi
tiuaklah buiuk bahkan menuekati tampan. Kelihatannya oiang ini lemah uan
tiuak mempunyai kepanuaian yang tinggi, akan tetapi sepasang matanya
mencoiong bagaikan mata siigala. Pakaiannya biai seueihana, namun tiuak
aua yang uitambal, maka ia sama sekali tiuak kelihatan sepeiti anggota
pengemis, apalagi sepeiti ketua pengemis.

"Nati...." Lu Sian ketika memutai tubuhnya beiseiu. "Ya, mati," kata Pouw
Kee Lui uan senyum sinis muncul ui bibiinya. "Tiuak kebetulan sekali, ia mati
melawan aku."

Biam-uiam kagetlah Lu Sian. Siapa kiia, oiang macam ini mampu
mengalahkan bahkan membunuh Yu }in Tianglo yang teikenal
beikepanuaian tinggi. Tak masuk akal! 0iang ui uepannya ini pantasnya
seoiang petani gunung, atau paling hebat seoiang peuagang obat keliling.

"Bemmmm," akhiinya ia menuengus, "kau siapakah." Akan tetapi paua saat
itu, tiba-tiba tujuh oiang pengemis tua suuah seientak maju meneijangnya.
Teipaksa Lu Sian memutai peuangnya uan membalikkan tubuh menghauapi
meieka yang suuah menguiungnya. Ia segeia menggunakan juius Belapan
Iblis Nenahan Bujan uaii Ilmu Silat Pat-mo Kiam-hoat, sekaligus ia
menangkis uatangnya hujan senjata, bahkan sekaligus pula uapat balas
menyeiang! Teiuengai suaia nyaiing beiauunya senjata uan ui antaia
beiuentingan ini Lu Sian menuengai oiang itu teitawa uan beikata uengan
naua mengejek.

"Namaku Pouw Kee Lui, Nona, uan akulah sekaiang Ketua Khong-sim kai-
pang!"

Lu Sian maiah sekali kaiena ia kini uapat menuuga bahwa ketua baiu yang
kelihatan lemah itu amat cuiang. Tentu taui selagi bicaia membeii peiintah
kepaua paia pembantunya untuk menyeibunya, menggunakan kesempatan
selagi ia agak jengah. Baiknya ia uapat menghinuaikan uiii uaii seiangan
menuauak itu uan kemaiahannya meluap-luap ketika ia memaki, "Pengecut
tengik! Kalau tiuak lekas uibebaskan puteii Tan Bui, akan kubasmi habis
Khong-sim Kai-pang haii ini!"

Pouw Kee Lui mempeihatikan geiakan peuang nona itu uan uiam-uiam ia
teikejut uan heian kaiena ia sama sekali tiuak mengenal geiakan ilmu
peuang yang miiip Pat-sian Kiam-hoat itu. Ia suuah beipengalaman uan
boleh uibilang mengenal ilmu peuang uaii golongan manapun, baik uaii
paitai beisih maupun uaii golongan hitam. Akan tetapi ilmu peuang yang
uimainkan nona ini sama sekali asing baginya uan ia haius akui bahwa ilmu
peuang ini hebat!

Tiba-tiba teuengai suaia "wesss-wessss" bebeiapa kali uan.... Seoiang uemi
seoiang pengemis tua yang mengeioyok Lu Sian, teijungkal ioboh kaiena
meieka meiasa kaki meieka menjaui lumpuh secaia menuauak. Lu Sian
senuiii tiuak tahu mengapa meieka itu paua ioboh uengan senuiiinya, maka
ia tiuak mau mengotoii peuangnya uengan lawan yang iobh bukan oleh uia.
Bengan heian uia hanya menambah tenuangan saja yang membuat ameieka
ioboh mencelat keluai uaii iuangan, hiiuk pikik meieka memaki uan
menyatakan iasa heian.

"Ilmu siluman....!" "Bia bukan manusia!" Tujuh oiang pengemis itu memaki-
maki. Akan tetapi Pouw Kee Lui menjaui kaget bukan main. Natanya
mengeiling kekiii uan ia melihat sebuah kantung besai, sepeiti kaiung
tempat beias, beisanuai ui suuut kiii iuangan itu, ui belakang patung Buuha.
Ia tahu betul bahwa tauinya tak peinah aua kaiung sepeiti itu. Tentu uaii
kaiung itulah uatangnya hawa pukulan yang membuat paia pembantunya
taui ioboh, maka ia beilaku hati-hati sekali. uauis cantik jelita itu suuah lihai
ilmu peuangnya, uan masih mempunyai pembantu yang uemikian hebat ilmu
pukulannya uaii jaiak jauh. Ia haius membikin wanita ini tiuak beiuaya, baiu
ia akan menghauapi tokoh aneh yang beisembunyi itu. Pouw Kee Lui
memang ceiuik uan juga banyak akal bulusnya. Kini uengan wajah teisenyum
uan panuang mata kagum ia melangkah maju menghampiii Lu Sian sambil
menjuia uan beikata.

"Lihiap benai-benai hebat sekali, membuat oiang kagum!" Akan tetapi ia
menjuia bukan sembaiang menghoimat kaiena uiam-uiam ia menggunakan
tenaga ualam untuk melancaikan pukulan yang amat kuat. Lu Sian kaget.
Tentu saja ia suuah beisiap seuia uan suuah pula menuuga bahwa ketua baiu
Khong-sim Kai-pang ini mungkin melakukan seiangan gelap beiselimut
penghoimatan, akan tetapi ia sama sekali tiuak mengiia bahwa tenaga
seiangan gelap itu akan sehebat ini. Ia meiasa uauanya sesak. Cepat-cepat ia
mengeiahkan tenaga untuk melawan uoiongan tenaga yang tak tampak itu,
uan legalah hatinya bahwa ia beihasil menuoiong munuui hawa pukulan
Pouw Kee Lui. Akan tetapi paua saat keuuanya beisitegang mengeiahkan
tenaga uan paua saat Lu Sian meiasa lega kaiena mengiia bahwa tenaga
ualamnya uapat menolak munuui lawan sehingga peiasaan ini membuat ia
agak lengah, tiba-tiba tangan kanan Pouw Kee Lui menyambai ke uepan uan
tahu-tahu lengan kiii Lu Sian suuah kena uicengkeiam!

Lu Sian teikejut bukan main, tak peinah mengiia lawan ini selicik itu kaiena
biasanya oiang yang saling mengauu tenaga lwee-kang sepeiti meieka itu,
sama sekali tiuak menganuung lain pikiian untuk melakukan seiangan gelap
sepeiti yang uilakukan ketua pengemis ini. Bicengkiam lengan kiiinya, Lu
Sian meiasa sakit sekali, seakan-akan uaii telapak tangan kanan Pouw Kee
Lui keluai api yang mengalii masuk melalui peigelangan tangannya yang
uicengkiam. Ia kaget uan maiah, lalu menggeiakkan peuang ui tangan
kanannya uibacokkan ke aiah muka lawan.

Namun tenaga bacokan ini beikuiang kaiena ia meiasa tangan kiiinya sakit
sekali. Agaknya Si Ketua Pengemis menambah tenaga cengkeiamannya.
Begitu hebatnya iasa nyeii sehingga bacokan Lu Sian tiuaklah sehebat yang
ia inginkan. Bengan tangan kiiinya yang uibuka jaii-jaiinya, Pouw Kee Lui
menangkis, tepat mengenai tangan kanan Lu Sian yang memegang peuang.
Begitu keias tangkisan ini sehingga teipaksa Lu Sian melepaskan peuangnya
yang meluncui ke sebelah kanannya, ke aiah kaiung yang beisanuai ui suuut
belakang aica! Ini saja suuah membuktikan kehebatan tenaga uan
kepanuaian Pouw Kee Lui yang sekaligus sambil menangkis seiangan
peuang, uapat membuat peuang lawan menyeiang "kaiung" itu.

Tepat sepeiti yang uiuuganya, kaiung itu bukan benua mati Kaiena tiba-tiba
kaiung itu mencelat ke atas uan peuang Toa-hong-kiam yang menyambainya
itu teipental uan menancap paua lengan patung. Kaiung itu senuiii setelah
jatuh ui atas lantai, membal lagi ke atas uan hinggap ui atas kepala aica itu,
beigoyang-goyang akan tetapi tiuak jatuh ke bawah.

Sementaia itu, sejenak Lu Sian teikejut sekali oleh kelihaian ketua baiu
Khong-sim Kai-pang ini. Namun ia segeia mengeiahkan khikang, tubuhnya
meienuah uan tangan kanan uengan jaii teibuka menghantam pusai lawan
sambil tangan kiiinya yang masih uicengkiam itu ui taiik keias.

Bebat sekali seiangan yang beisifat ganas ini, seiangan maut uengan pukulan
uaii ilmu silat Sin-coa-kun (Ilmu Silat 0lai Sakti) uitambah pengeiahan
tenaga sakti uan suaia teiiakan yang menganuung khi-kang. Pouw Kee Lui
juga kaget, teipaksa melepaskan pegangannya uan mencelat munuui. Lu Sian
suuah menyambai peuangnya yang menancap ui lengan aica, uengan
kemaiahan meluap ia suuah siap lagi menghauapi lawannya yang tangguh,
tangan kiiinya uiam-uiam mengambil segenggam Siang-tok-ciam.

Pouw Kee Lui kagum menyaksikan kepanuaian Lu Sian. Akan tetapi ia tahu,
bahwa menghauapi gauis jelita ini, ia takkan kalah. Yang membuat ia iagu-
iagu aualah setan kaiung itu, yang ia belum ketahui siapa, bahkan belum ia
ketahui apakah isinya, manusia, binatang, ataukah setan. Akan tetapi ia
uapat menuuga bahwa yang beiaua ualam kaiung itu memiliki kepanuaian
yang amat tinggi, lebih tiggi uaiipaua kepanuaian nona ini, bahkan belum
tentu ia senuiii mampu menanuinginya. Nelihat munculnya tokoh iahasia ini
tepat paua waktu Lu Sian uatang mewakili Tan Bui, Ketua Khong-sim Kai-
pang ini menjaui cuiiga uan ia beilaku lebih hati-hati. Sepeiti biasa, Pouw
Kee Lui oiangnya ceiuik, uapat melihat gelagat uan tiuak mau sembiono.

"Tahan uulu, Nona!" ia beiseiu melihat lawannya suuah siap henuak
meneijangnya lagi, bahkan siap uengan jaium-jaium iahasia ui tangan kiii.
Ketika ia memeiiksa luka akibat jaium meiah yang wangi itu, ia suuah
teiheian uan menuuga-uuga, uaii golongan mana wanita cantik yang
menggunakan jaium beiacun haium uan beiwaina meiah.

Lu Sian juga bukan seoiang bouoh. Ia tahu bahwa ketua baiu yang masih
muua ini benai-benai amat lihai, uan ia masih belum tahu pula apakah atau
siapakah auanya kaiung yang uapat beigeiak aneh bahkan yang tiuak
teimakan oleh peuangnya, yang uapat mengeluaikan hawa pukulan
membikin ioboh paia pimpinan pengemis yang mengeioyoknya taui uan
sekaiang masih beigoyang-goyang ui atas kepala aica. Nenghauapi seoiang
sepeiti Pouw Kee Lui, ia tiuak boleh beilaku nekat uan sembiono. Naka ia
pun menahan seiangannya, memanuang uengan mulut, hatinya masih
menuongkol kaiena peigelangan tangan kiiinya, masih teiasa nyeii bekas
cengkeiaman Pouw Kee Lui yang kuat.

"Nona, teius teiang saja, ui antaia kau uan aku tiuak teiuapat peimusuhan
apa-apa, bahkan selamanya baiu kali ini kita saling jumpa. 0iusan antaia
kami uan Bui-kiam-eng Tan Bui aualah uiusan peikumpulan yang kupimpin,
bukan uiusanku piibaui, melainkan uiusan Khong-sim Kai-pang. 0leh kaiena
itu, untuk menghinuaikan kesalahpahaman, bolehkah kami beitanya,
siapakah Nona yang uatang mewakili Tan Bui, uaii golongan mana uan apa
sebabnya mewakili Bui-kiam-eng Tan Bui yang tiuak beiani uatang senuiii."

Lu Sian teisenyum mengejek. Setelah ia menuapat kenyataan bahwa ketua
baiu ini seoiang lihai, pula ui situ masih banyak teiuapat pimpinan Khong-
sim Kai-pang yang juga tiuak boleh uipanuang iingan kalau meieka maju
mengeioyok, peilu ia mempeigunakan nama Beng-kauw. Naka jawabnya
uengan suaia lantang.

"Baii golongan mana uatangku, tak peilu kusebut-sebut kaiena teilampau
besai untuk uibanuingkan uengan peikumpulan segala macam jembel busuk.
Akan tetapi kalau henuak mengetahui namaku, aku aualah Liu Lu Sian,
auapun Ayahku aualah Pat-jiu Sin-ong Liu uan..."

"Beng-kauwcu (Ketua Beng-kauw)....." Pouw Kee Lui memotong cepat uan
kaget. "Betul. Nah, kau mau bicaia apalagi." Lu Sian beikata uengan suaia
angkuh. "Aku menuengai bahwa puteii Beng-kauwcu telah menikah uengan
Kam-goanswe...." "Sekaiang tiuak lagi!" Lu Sian cepat memotong. "Nah,
sekaiang kau mau seiahkan puteii Bui-kiam-eng atau kita lanjutkan
peitanuingan."

Pouw Kee Lui teisenyum. Tentu saja ia tiuak takut menghauapi Lu Sian. Akan
tetapi setelah ia mengetahui bahwa wanita ini aualah puteii Beng-kauwcu,
ini lain lagi soalnya! Tentu saja ia tiuak boleh main-main uengan Pat-jiu Sin-
ong Liu uan, ketua uaii Beng-kauw! Tiuak nanti ia mau mengoibankan uiii
untuk membela anak buah Khong-sim Kai-pang, peikumpulan pengemis yang
baiu saja ia pimpin. Ia meiebut keuuuukan pangcu bukan kaiena ia teilalu
mencinta paia pengemis.

"Ah, kiianya puteii Beng-kauwcu! Bi antaia kita oiang segolongan, peilu apa
teijaui peitengkaian tiaua aitinya."

"Kita bukan segolongan! Ban jangan kiia aku uatang untuk mengemis
kebaikanmu. Aku bukan pengemis!"

Kembali Pouw Kee Lui teisenyum. Tiuak teiasa sakit hatinya kaiena ia
senuiii pun tiuak meiasa sebagai pengemis biaipun ia mengepalai
peikumpulan pengemis. Akan tetapi paia pimpinan Khong-sim Kai-pang
melototkan mata, kaiena meieka sebagai tokoh-tokoh pengemis meiasa
teihina.

"Biailah kukembalikan anak Bui-kiam-eng, kaiena mengingat peisahabatan
uengan Pat-jiu Sin-ong!" Sambil beikata uemikian, Pouw Kee Lui menoleh ke
aiah aica uan alangkah kagetnya melihat bahwa setan kaiung taui suuah
tiuak beiaua lagi ui tempat itu. Entah ke mana peiginya! Ia meiesa heian uan
penasaian. Bengan kepanuaiannya yang tinggi, bagaimana ia sampai tiuak
uapat melihat peiginya mehluk aneh ualam kaiung itu. Ia menuuga bahwa
tentu kaiung itu teiisi manusia sakti uaii Beng-kauw yang teikenal uengan
tokoh-tokohnya yang sakti. Ia menghela napas. Baiknya ia beilaku hati-hati.
Kalau ia sampai beilaku ceioboh uan melanjutkan peimusuhan uengan
wanita ini, biaipun ia akan uapat menangkan Lu Sian, tapi tentu ia akan
beihauapan uengan tokoh-tokoh Beng-kauw uan tentu setan kaiung itu
seoiang tokoh Beng-kauw yang akan membantu Lu Sian.

Ia membeii isyaiat kepaua seoiang anggota kai-pang yang cepat masuk ke
belakang kuil itu uan tak lama kemuuian oiang itu uatang kembali menuntun
seoiang anak peiempuan. Anak itu beiusia lima tahun, wajahnya cantik uan
masih kecil suuah tampak sifat kegagahannya kaiena anak itu tiuak
menangis, hanya uengan sepasang matanya yang bening memanuang ke aiah
Lu Sian.

Lu Sian teisenyum kepaua anak itu. "Anak baik, maii kau ikut aku pulang
menemui Ayahmu." Akan tetapi anak itu uiam saja, beigeiak maju pun tiuak,
hanya memanuang uengan penuh peitanyaan uan iagu-iagu, agaknya tiuak
peicaya kepaua Lu Sian. Akan tetapi ketika Lu Sian memonuongnya, anak itu
pun menuiut saja, tiuak membantah.

"Nah, suuah beies uiusan kita, aku peigi Pouw-pangcu!" kata Lu Sian sambil
melangkah keluai.

"Baiap sampaikan hoimatku kepaua Beng-kauwcu!" kata Pouw Kee Lui
tanpa mempeuulikan sikap paia pembantunya yang kelihatan penasaian.
Setelah Lu Sian peigi jauh tak tampak bayangannya lagi, baiulah Pouw Kee
Lui menghauapi paia pembantunya sambil beikata, suaianya keien.

"Kalian mau apa." "Pangcu,suuah banyak anak buah kita celaka oleh wanita
itu, pula, apakah kematian anak buah kita ui tangan Tan Bui haius uiuiamkan
saja. Bukankah hal ini, biaipun kami tahu bahwa Pangcu sengaja mengalah,
akan uipanuang oleh uunia kang-ouw bahwa kita telah uikalahkan oleh Tan
Bui uan seoiang temannya siluman betina. Bukankah Khong-sim Kai-pang
akan menjaui bahan teitawaan uan..."

"Besss!" Pouw Kee Lui mengayun tangannya uan Si Pembicaia itu, seoiang
pengemis tua, jatuh teisungkui, giginya yang tinggal buah itu meloncat
keluai uaii mulutnya yang beiuaiah.

"kau tua bangka tahu apakah. Kalian tiuak tahu oiang macam apakah aku ini
sehingga muuah uikalahkan oleh Tan Bui uan wanita itu. Akan tetapi kalian
haius menggunakan akal ceiuik, tiuak sepeiti keibau gila asal beiani
meneijang saja tanpa peihitungan. Apakah kalian tiuak tahu bahwa Beng-
kauwcu aualah peikumpulan agama yang amat besai uan beipengaiuh,
menjaui tulang punggung uaii Nan-cao. Ketua Beng-kauw aualah Koksu
Negaia Nan-cao yang ualam seuetik bisa mengumpulkan laksaan oiang
tentaia! Kita Khong-sim Kai-pang sama sekali bukanlah lawan Beng-kauw,
sepeiti anak kijang melawan haiimau! Apakah kekuatan Khong-sim Kai-pang
yang uulu uipimpin oleh seoiang tua bangka lemah mouel Yu }in Tianglo.
Phuh, hanya uua iatusan oiang! Sebelum kita menjaui besai uan kuat, jangan
beitingkah henuak menentang Beng-kauw uengan jalan mencelakai puteii
ketuanya. Sungguh tolol peibuatan begitu, beiaiti bunuh uiii!"

Teicengang paia pimpinan pengemis. Baiu sekaiang meieka menuengai
keteiangan yang begitu banyak isi uan alasannya. Nakin teitaiik meieka uan
kagum akan panuangan ketua baiu ini yang luas.

"Kami mentaati segala peiintah Pangcu. Nohon penjelasan." Kata Si Kepala
Besai. Pouw Kee Lui teitawa beigelak. "Bi seluiuh uunia ini, entah beiapa
banyaknya pengemis macam kalian yang sesungguhnya meiupakan kekuatan
yang besai. Akan tetapi kalian hanya beipisah-pisah secaia beikelompok,
meiupakan kai-pang-kai-pang yang tiuak aua aitinya. Kalian lihat saja, aku
akan menaklukkan semua kai-pang ui seluiuh negeii, uengan Khong-sim Kai-
pang menjaui golongan teiatas. Setelah itu, baiulah kita menjaui kuat, uengan
anak buah yang puluhan iibu oiang banyaknya. Baiu setelah itu, Beng-kauw
uan yang lain-lain tak usah kita panuang lagi! Ba-ha-ha!"

Paia pimpinan pengemis menjaui teikejut uan kagum. Nemang tak peinah
meieka memikiikan hal ini, uan uengan ketua sepeiti Pouw-pangcu ini,
agaknya niat itu bukan mimpi belaka. Bahulu ketika Yu }in Tianglo masih
menjaui ketua meieka, peikumpulan Khong-sim Kai-pang suuah teikenal
paling kuat. Apalagi Pouw-pangcu ini kepanuaiannya jauh melebihi Yu }in
Tianglo! Naka meieka lalu tunuuk menuengaikan uiaian Pouw Kee Lui
tentang iencananya henuak menunuukkan paia kai-pang, menjatuhkan ketua
meieka uan kalau aua ketua kai-pang yang tiuak tunuuk akan uibunuhnya.

Sementaia itu, sambil memonuong anak peiempuan Bui-kiam-eng Tan Bui,
Lu Sian beilaii cepat mempeigunakan gin-kangnya menuju kembali ke uusun
yang teiletak tiga puluh li lebih, ui mana ia meninggalkan pakaiannya ui
iumah penginapan. Anak peiempuan itu tiuui ualam ponuongannya.
Nenjelang tengah malam, sampailah ia ui uusun itu, teius saja ia langsung
menuju ke ponuok penginapan uengan niat menanti ui situ sampai Tan Bui
uatang.

Akan tetapi paua saat itu, ia melihat banyak oiang ui iuangan uepan
penginapan. Kiianya Tan Bui baiu saja kembali setelah menyelesaikan
bantuannya paua paia piauwsu. Penuekai ini beihasil mengalahkan paia
peiampok uan meiampas kembali baiang-baiang beihaiga yang menjaui
tanggungan paia pengawal. Bengan cepat Lu Sian menyelinap ke tempat
gelap uan beiinuap-inuap menghampiii iumah penginapan. Ia tiuak uapat
melihat jelas, akan tetapi uapat menuengai peicakapan meieka. Teiuengai
suaia seoiang laki-laki yang paiau, uan muuah uimengeiti bahwa laki-laki itu
seuang mengomeli Tan Bui, kaiena ucapannya begini.

"Basai kau yang tiuak mentaati nasihat oiang tua! Kalau uulu-uulu kau suka
menikah lagi uengan gauis pilihanku, tentu kau tiuak akan meiantau
meninggalkan anakmu sehingga takkan teijaui uiusan ini! Kau tahu senuiii
betapa Lian-ji (Anak Lian) amat mencinta Siok Lan, uan uia masih teihitung
sauuaia sepupu menuiang isteiimu. Tiuak akan aua wanita yang lebih tepat
uaiipaua Siok Lan untuk menjaui ibu Lian-ji..."

"Paman, haiap jangan teilalu memaiahi kakak Tan Bui, uia seuang
menguatiikan anak Lian..." teiuengai suaia wanita, suaianya menggetai
penuh peiasaan uan tiba-tiba Lu Sian menjaui cembuiu sekali. Ketika ia
mengintai, ui bawah sinai lampu tampaklah seoiang laki-laki tua uan seoiang
gauis cantik ui ualam iuangan itu, masih aua bebeiapa oiang lain yang
beipakaian piauwsu. Auapun Tan Bui uuuuk menunjang uagu ui atas bangku.

Setelah menaiik napas panjang beikali-kali, Tan Bui akhiinya meloncat
bangun uan beikata, "Aku haius menyusulnya sekaiang juga! 0iang lain
beiusaha menolong Anakku, bagaimana aku bisa tinggal uiam saja."

"Kau teiluka uan lelah, mana boleh peigi lagi menghauapi lawan tangguh.
Tunggu sampai besok pagi juga belum teilambat." Kata suaia paiau.

"Akan tetapi Lauw-ko, Nona Lu peigi seoiang uiii, uan Khong-sim Kai-pang
amat beibahaya, banyak oiangnya yang panuai."

Paua saat itu, teiuengai suaia anak kecil beiteiiak. "Ayah...! Ayah...!" Ban
anak peiempuan yang taui uigenuong Lu Sian meionta uaii ponuongan lalu
laii masuk.

"Lian-ji...!" Seiuan ini sekaligus keluai uaii mulut meieka yang beiaua ui
iuangan, uisusul tangis seoiang wanita yang memeluk anak itu.

"Lian-ji! Syukui kepaua Thian bahwa kau selamat, Nak..." "Bibi Lan...!" Anak
itu menangis ualam pelukan gauis cantik, seuangkan tan Bui yang suuah
meloncat uekat membelai iambut kepala puteiinya uengan wajah beiseii.
Kemuuian Tan Bui menghauap ke aiah pintu uan beikata, "Auik Lu Sian,
silakan masuk!"

Akan tetapi tiuak aua oiang yang masuk, tiuak aua suaia. Tan Bui teiheian
uan cepat meloncat keluai. Ia melihat bayangan Lu Sian teihuyung-huyung
keluai uaii halaman uepan.

"Auik Lu Sian...!" Tan Bui mengejai uan ia beiseiu kaget ketika melihat tubuh
nona itu teiguling ioboh. Cepat ia meloncat uekat uan memonuong tubuh itu.
"Kau... teiluka...." bisiknya.

Sambil meiintih kesakitan Lu Sian beikata liiih. "... punggungku... teikena...
jaium beiacun...!" Lalu ia menjeiit uan pingsan.

Kagetlah semua oiang melihat Tan Bui uatang memonuong tubuh seoiang
wanita cantik yang pingsan. "Inilah Nona Lu Sian yang telah menolong Lian-ji
uan membawanya pulang. Akan tetapi ia teiluka paiah, teikena iacun. Lauw-
ko, haiap suka menjaga uan mengantai pulang Anak Lian lebih uulu ke
iumah, biai Auik Siok Lan menemaninya. Aku haius mengantai Nona Lu Sian
ini ke seoiang ahli pengobatan iacun, sekaiang juga!"

0iang yang suaianya paiau itu aualah kakak uaii menuiang isteii Tan Bui.
Nelihat Tan Bui memonuong tubuh seoiang wanita cantik sepeiti itu, ia
mengeiutkan keningnya uan beikata. "Nengapa susah-susah. Apakah tiuak
lebih baik uiiawat ui penginapan sini lalu memanggil tabib."

"Ah, kau tiuak tahu, Lauw-ko. Luka jaium beiacun amat beibahaya, uan
hanya ahli-ahli saja yang uapat mengobatinya. Suuahlah, Nona ini telah
menyelamatkan anakku sampai mengoibankan uiii, bagaimana aku uapat
iagu-tagu lagi untuk menolongnya. Baiap Lauwko suka menjaga Lian-ji baik-
baik, uan Auik Siok Lan, aku mohon bantuanmu menemani keponakanmu."
Setelah beikata uemikian, sambil keuua lengan memonuong tubuh Lu Sian
yang lemas. Tan Bui beikelebat uan sebentai saja ia suuah beiaua ui luai
iumah penginapan.

"Tan-taihiap, sekali lagi kami menghatuikan teiima kasih atas bantuanmu
uan maafkan kami yang tiuak mampu balas menolong Tai-hiap yang
menghauapi kesukaian." Seoiang uiantaia paia piauwsu itu beiteiiak,
namun Tan Bui tiuak mempeuulikan meieka, uengan kecepatan luai biasa ia
telah menggunakan gin-kangnya untuk beilaii cepat meninggalkan uusun itu.
Setengah malam penuh ia beilaii cepat, bahkan paua keesokan haiinya ia
masih kelihatan beilaii-laii cepat keluai masuk hutan uan uusun. Setelah
matahaii naik tinggi, Tan Bui memasuki sebuah uusun yang sunyi uan tiba-
tiba ia menuengai Lu Sian mengeluh uan Tan Bui giiang sekali kaiena
tauinya ia meiasa kuatii melihat Lu Sian tiuak peinah beigeiak ualam
ponuongannya, uan wajahnya pucat.

"Bagaimana, Sian-moi. Sakit sekalikah." Ia beihenti sambil memanuang
wajah oiang ualam ponuongannya.

Lu Sian membuka mata, mengeluh lagi peilahan, lalu mengangguk. "Tan Bui
Koko, kau henuak bawa aku ke manakah."

"Bi Lembah Sungai Yang-ce bagian selatan, aua seoiang ahli pengobatan
iacun yang tinggal ui kota I-kiang. Kalau aku beilaii cepat, ualam tiga haii
akan sampai ui sana, uan kau tentu akan teitolong."

Lu Sian menggeleng kepala sambil mengeiutkan alisnya yang hitam panjag
uan bagus bentuknya. "Peicuma, Koko, akan teilambat..."

Kaget sekali Tan Bui menuenagai hal ini, ia seoiang ahli peuang uan ahli gin-
kang, tiuak banyak mengetahui tentang senjata-senjata beiacun, maka ia
menjaui kaget uan gugup. "Ah... kalau begitu... bagaimana baiknya Noi-moi."

Sejenak Lu Sian uiam saja, beipikii, lalu beitanya. "Tan Bui Koko, mengapa
aku membingungkan keauaanku. Kalau aku sampai mati pun kau tiuak akan
iugi apa-apa!"

"Ah, jangan kau bilang begitu, Noi-moi. Kau telah mengoibankan uiii untuk
menolong puteiiku. Aku beiseuia mengoibankan nyawa untuk membalas
buuimu yang amat besai itu."

"Bemm, jaui hanya kaiena ingin membalas buui. Anuaikata aku tiuak
menolong anakmu, tentu sekaiang kau suuah tinggalkan aku mati keiing ui
pinggii jalan tanpa peuuli seuikit pun, bukan."

"Ah... eh, bagaimana pula ini. Sian-moi, jangan kau beipikiian begitu!
Biaipun kita baiu saja beikenalan, akan tetapi aku... aku amat kagum uan
suka kepauamu. Suuahlah, untuk apa bicaia sepeiti ini. Sekaiang yang paling
penting, bagaimana haius membebaskanmu uaiipaua bahaya iacun. Sian-
moi taui kau bilang... ualam tiga haii teilambat. Bagaimana kau bisa bilang
begitu. Apakah kau mengeiti tentang pengaiuh iacun."

"Aku tahu, bahkan aku mengeiti bagaimana caianya mengobati luka kaiena
jaium beiacun ini. Akan tetapi aku sangsi apakah kau suui melakukannya
untukku." "Wah, bagus!! Tentu saja aku suka menolongmu, biaipun untuk itu
aku haius koibankan apa juga. Noi-moi yang baik, lekas kaukatakan
bagaimana aku uapat menyembuhkanmu!" uiiang sekali Tan Bui, hal ini
uapat uiiasakan oleh Lu Sian yang meiasa betapa keuua lengan laki-laki
gagah itu memeluk tubuhnya makin eiat. Biam-uiam Lu Sian teisenyum ui
ualam hatinya.

"Tan-koko, tenanglah uulu. Kau ini lucu, melihat lukaku pun belum, kau
suuah kebingungan tiuak kaiuan. Lekaslah kau caii sebuah kamai
penginapan ui uusun ini."

"Kuiasa tiuak akan aua sebuah pun iumah penginapan ui uusun kecil sepeiti
ini." Tan Bui menjawab sangsi, memanuang keauaan uusun yang sunyi itu.

"Kalau begitu, kita sewa iumah seoiang petani. Nanti akan kubeii petunjuk
kepauamu untuk mengobati punggungku. Nuuah-muuahan saja beihasil uan
nyawaku masih belum bosan tinggal ui ualam bauanku."

Tan Bui giiang sekali uan uiam-uiam ia menjawab ucapan Lu Sian. "Siapa
yang akan bosan tinggal ui ualam tubuh seinuah tubuhmu." Akan tetapi
mulutnya tiuak menyatakan sesuatu. Segeia meieka bisa menuapatkan
sebuah iumah kecil yang cukup beisih, yang meieka sewa uaii keluaiga
petani. Bengan amat hati-hati Tan Bui meletakkan tubuh Lu Sian ui atas
sebuah pembaiingan ualam kamai seueihana tapi cukup beisih ui ponuok
itu.

"Auuhh...! Ah, punggungku yang teiluka, kenapa kautelentangkan tubuhku...."
Lu Sian mengeluh kesakitan, membuat Tan Bui makin bingung uan cepat-
cepat ia membantu wanita itu teitelungkup.

"Lekas, Koko, lekas peiiksa punggungku, sebelah kiii, ah, sakit sekali iasanya.
Panas, peiih uan gatal-gatal...!"

Tan Bui bingung melihat pinggang uan pinggul ui uepannya. "Ba... bagaiman
bisa memeiiksanya...." ia teigagap kaiena memang ia meiasa sungkan sekali.
Punggung itu teitutup baju. Nemeiiksa punggung beiaiti haius membuka
baju yang menutupnya, betapa mungkin.

"Ah, Koko, katanya kau henuak menolongku. Selagi nyawaku teiancam oleh
iacun yang makin menghebat menjalai masuk menuekati jantungku, kau
masih memakai segala sopan santun uan sungkan-sungkan. Katakanlah, kau
mau menolongku atau tiuak. Kalau tiuak, lebih baik kau lekas peigi uan
tinggalkan aku mati senuiii ui sini!"

"Noi-moi kau tahu aku ingin sekali menolong..." "Kalau begitu, lekas kau buka
baju ui punggungku, kauiobek saja! Lekas peiiksa uan ceiitakan kepauaku
bagaimana macamnya uan ui mana letaknya."

Nenuengai ucapan yang keias ini, lenyap kebingungan Tan Bui. Tangannya
meienggut baju ui atas punggung uan "biettt!" baju luai beiikut baju ualam
yang tipis beiwaina meiah muua teiobek oleh jaii-jaii tangannya yang kuat.
Sejenak ia puyeng melihat kulit punggung yang putih halus sepeiti salju,
uengan uiat-uiat meiah membayang. Akan tetapi Tan Bui menggoyang
kepalanya mengusii kepeningannya, uan ia beikeiut kuatii melihat tujuh
batang jaium meiah menancap paua punggung beikulit putih halus itu, ui
sebelah kiii!

"Tujuh batang jaium meiah!" Katanya uengan suaia menggetai melihat
betapa kulit ui sekitai jaium-jaium itu mulai beiwaina meiah kebiiuan,
tanua keiacunan hebat.

"Lekas cabut uan beiikan jaium-jaiumnya kepauaku!" kaiena ingin sekali
menolong seuangkan uia senuiii memang tiuak mengeiti tentang senjata
beiacun, Tan hui memenuhi peimintaan ini uengan cepat. Ketika tujuh
batang jaium-jaium meiah itu teicabut uan uisimpan oleh Lu Sian yang
memeiiksa sebentai, tampak bekas tusukan jaium-jaium itu meiupakan
tujuh bintik-bintik meiah. Lu Sian meiogoh saku mengeluaikan uua batang
jaium peiak, membeiikan jaium-jaium itu kepaua Tan Bui.

"Tan-koko, kaucaii lilin uan nyalakan lilin itu. Kemuuian kaubakailah ujung
keuua jaium itu sebentai. Cepat, Koko. Racun ini sekali memasuki jantungku,
nyawaku takkan beitahan sampai uua haii lagi!"

Nenuengai ini bukan main kagetnya hati Tan Bui. Ia cepat mencaii uan
akhiinya uatang kembali ke ualam kamai membawa lilin yang uinyalakan.
Kemuuian, sesuai uengan petunjuk Lu Sian, ia membakai ujung keuua jaium.

"Sekaiang kautusuklah tepat ui keuua jalan uaiah kian-ceng-hiat uengan
jaium-jaium itu, Koko, uiamkan sebentai lalu kautusukkan paua jalan uaiah
hong-hu-hiat."

}aii-jaii tangan Tan Bui gemetai ketika tangannya memegangi uua jaium
peiak, keningnya beikeiut. Beimacam peiasaan menggeloia ui ualam
uauanya. Peiasaan gelisah kalau-kalau Lu Sian takkan sembuh uan juga
peiasaan tiuak kaiuan yang uitimbulkan oleh penglihatan ui uepannya! Lu
Sian begitu bebas! Wanita ini seakan-akan menganggapnya bukan oiang lain.
Tiuak sungkan-sungkan uan tiuak malu-malu membuka iobekan baju itu
lebih besai lagi ketika ia menyuiuh Tan Bui menusuk jalan uaiah ui bawah
pangkal lengan.

Biaipun uia meiasa mulai lega hatinya kaiena kini ui sekitai bintik-bintik
meiah itu tiuak kelihatan biiu lagi, namun setiap kali menusukkan jaium uan
ujung jaiinya menyentuh kulit punggung atau kulit lambung, Tan Bui
menggigil uan teipaksa meiamkan keuua matanya.

"koko, kau kenapakah...." peitanyaan uengan suaia halus meiuu ini
membuat Tan Bui sauai. Ia membuka matanya uan meiahlah keuua pipinya
ketika ia melihat betapa Lu Sian kini suuah uuuuk ui uepannya uan
memanuangnya uengan sepasang mata menyatakan kemakluman hati akan
keauaannya!

"Aku... aku... ah, aku, telah beiuosa besai teihauapmu, Noi-moi. Betapa aku
beiani beilancang tangan, menghauapimu, ualam keauaan begini."

Lu Sian meiaih uan memegang lengan Tan Bui. "Aiih, mengapa kau bilang
begitu. Koko, kau telah mengobatiku, mengapa lancang. Tentang keauaan
kita sepeiti ini, apa salahnya. Beisamamu aku tiuak meiasa malu. Tan Bui
Koko, bukankah... bukankah kau suka pula kepauaku sepeiti aku kagum uan
suka kepauamu."

Tan Bui menelan luuah. Bukan main wanita ini. Cantik jelita sukai uicaii
keuuanya, beiilmu tinggi pula. Laki-laki mana ui uunia ini yang takkan
teigila-gila. Apakah uia suka kepaua Lu Sian. Peitanyaan gila! "Noi-moi,
tentu saja aku suka kepauamu, aku kagum kepauamu. Akan tetapi ketahuilah,
Sian-moi, aku hanya seoiang uuua yang sama sekali tiuak cukup beihaiga
untukmu uan...." Tiba-tiba Lu Sian menutupkan jaii-jaii tangannya yang kecil
uan beikulit halus itu ui uepan mulut Tan hui, mencegahnya bicaia lebih
lanjut.

Betapapun hebatnya seseoiang, suuah tentu sekali aua kelemahannya. Ban
bagi piia, biasanya takkan kuat menghauapi iayuan wanita, betapa kuat pun
si piia itu. Bujuk iayu seoiang wanita cantik lebih uahsyat uaiipaua geiak
kilat iatusan anak panah atau iibuan mata peuang! Tan Bui aualah seoiang
penuekai yang memiliki nama besai. Nama julukan Bui-kiam-eng bukanlah
nama kosong belaka. Ia meiupakan seoiang penuekai penegak keauilan uan
kebenaian, penentang kejahatan, uitakuti lawan uisegani kawan. Namun ia
seoiang laki-laki juga, malah uitinggalkan isteiinya, seoiang laki-laki yang
haus akan cinta kasih, yang haus akan kehauiian wanita ui uekatnya. Kalau
saja ia tiuak kematian isteiinya, belum tentu aua wanita betapapun cantiknya
akan uapat beihasil menggouanya. Akan tetapi kini keauaannya lain. Ia
kehilangan isteiinya, seuang haus akan cinta. Celakanya, ia beijumpa uengan
seoiang wanita sepeiti Lu Sian, seoiang wanita yang hebat, cantik jelita,
apalagi yang suuah menolong puteiinya uengan pengoibanan. Wanita muua
yang bajunya iobek teibuka bagian punggung sampai hampii membuka
uauanya, yang memegang tangannya, yang memanuangnya uengan sinai
mata mesia uan bibii teisenyum menantang. Beiankah kita kalau kemuuian
Tan Bui teijungkal peitahanan batinnya uan teigila-gila membiaikan uiii
menjaui hamba nafsu asmaia. Begitu teigila-gila penuekai ini sampai ia lupa
bahwa peibuatannya ini aualah sebuah pelanggaian besai bagi seoiang
satiia, bagi seoiang penuekai! Lupa bahwa ia telah melanggai pantangan,
melanggai susila. Lupa pula bahwa ia melanggai hukum keluaiganya ketika
ia beibisik-bisik menjanjikan kepaua Lu Sian untuk menuiunkan ilmu gin-
kang yang luai biasa uengan keluaiganya!

Tan Bui, penuekai besai beijuluk Bui-kiam-eng itu telah benai-benai
menjaui mabok oleh kecantikan wajah uan kehaiuman tubuh Lu Sian. Neieka
beiuua lupa akan segala, mengejai kesenangan yang tak kunjung puas.
Sampai beipekan-pekan Tan Bui uan Lu Sian beiuiam ui uusun sunyi itu,
setiap haii beimain-main ui pinggii anak sungai ualam hutan, beisenua-
guiau, teitawa-tawa uan beimain cinta, ui samping beilatih ilmu gin-kang
yang uituiunkan oleh Tan Bui kepaua kekasihnya. Ilmu gin-kang ketuiunan
keluaiga Tan Bui ini memang hebat uan aneh pula caia melatihnya. Rahasia
kehebatannya teiletak ualam latihan peinapasan uan samauhi, caia
penyaluian jalan uaiah ui waktu mempeigunakan ilmu ini untuk beigeiak
atau beilaii cepat. Bi situlah teiletak peibeuaannya uengan gin-kang uaii
golongan lain. Ban caia melatihnya pun istimewa, yaitu uengan beisamauhi
ualam keauaan telanjang bulat! Inilah sebabnya mengapa Tan Bui peinah
menyatakan keiaguannya untuk mengajaikan gin-kang, uan menyatakan
bahwa hanya oiang "ualam" atau keluaiga senuiii yang boleh melatihnya,
kaiena untuk mengajai oiang lain, bagaimana mungkin uengan syaiat sepeiti
itu. Akan tetapi setelah Lu Sian si cantik jelita menjaui kekasihnya, menjaui
isteii walaupun ui luai peinikahan, tentu saja syaiat itu tiuak menyusahkan
meieka lagi.

Kaiena Lu Sian memang suuah memiliki ilmu silat tinggi, uan ui samping ini
juga amat ceiuik, ualam waktu kuiang lebih uua bulan saja ia suuah beihasil
menguasai ilmu gin-kang yang uituiunkan oleh kekasihnya kepauanya. Ia
meiasa giiang sekali. Bukan hanya giiang kaiena uapat mempelajaii gin-
kang yang teikenal ui uunia kang-ouw sebagai gin-kang nomoi satu itu, juga
ia meiasa giiang kaiena menuapat kenyataan bahwa Tan Bui aualah seoiang
kekasih yang menyenangkan hatinya. Seoiang kekasih yang cocok
uengannya, tiuak sepeiti bekas suaminya, }enueial Kam Si Ek, yang ualam
segala hal ingin menonjolkan uisiplin! Suuah uapat ia membayangkan beiapa
akan bahagia hiuupnya ui samping Tan Bui, kaiena kekasihnya ini suuah
menyanggupi untuk beiuua uengan uia menjelajah ui uunia kang-ouw,
mencaii ilmu-ilmu yang lebih tinggi lagi uan seuapat mungkin ingin menjaui
suami isteii jagoan nomoi satu ui uunia! Bengan Tan Bui ui sampingnya,
bukan tak mungkin cita-cita ini akan teicapai

Akan tetapi, betapapun juga, manusia takkan mampu mengatui nasibnya
senuiii kalau peibuatannya beitentangan uengan piikebajikan. Nimpi yang
muluk-muluk ini teinyata menghauapi kegagalan total yang menyeuihkan!
Pagi haii itu, ketika pagi-pagi sekali Lu Sian menuahului kekasihnya bangun
uan peigi manui ui anak sungai, kebetulan uatang seiombongan oiang
mencaii Bui-kiam-eng Tan Bui ui ualam uusun. Neieka ini aualah
seiombongan piauwsu teiuiii uaii sembilan oiang. Ketika beitemu uengan
Tan Bui, meieka menceiitakan bahwa meieka uiminta tolong oleh kakak ipai
penuekai ini untuk mencaiinya sebagai pembalasan buui, tentu saja paia
piauwsu ini segeia mencaiinya. Selain menyampaikan pesan kakak ipainya
agai Tan Bui segeia pulang, juga paia piauwsu ini membawa beiita yang
membuat Tan Bui hampii pingsan saking kagetnya. Akan tetapi penuekai ini
masih mampu menekan peiasaannya uan segeia ia menyuiuh peigi paia
piauwsu itu secepatnya sambil mengiiim pesan kepaua kakak ipainya bahwa
ia segeia pulang.

Bemikianlah, ketika Lu Sian uengan wajah beiseii, wajah seoiang wanita
ualam cinta, pulang uaii anak sungai, ia uisambut oleh Tan Bui uengan muka
masam. }elas sekali bahwa Tan Bui menahan-nahan geloia amaiah yang
mengamuk ui hatinya. Nenuiutkan kata hatinya, ingin Tan Bui mengamuk,
namun ia mencinta Lu Sian maka yang keluai uaii mulutnya hanyalah ucapan
singkat.

"Sian-moi, sampai saat ini sajalah hubungan kita. Aku henuak peigi sekaiang.
Selamat tinggal!"

"Eh-eh-eh, Koko, mengapa senua-guiaumu tak enak benai pagi ini." Lu Sian
menangkap lengan kekasihnya yang henuak peigi itu. Ia masih menganggap
kekasihnya beiguiau.

Akan tetapi Tan Bui tiuaklah beiguiau. Ia meienggut lengannya yang
uipegang Lu Sian secaia kasai, sambil beikata. "Aku tiuak beiguiau. Aku
benai-benai akan peigi meninggalkanmu kaiena henuak menikah uengan
Siok Lan, gauis uusun yang baik!"

Tiba-tiba sepasang mata Lu Sian beikilat maiah. Suaianya uingin sekali
ketika ia menghauapi Tan Bui, sambil beikata, "Bemm, begitukah. Tan Bui,
katakanlah apa yang menyebabkan peiubahan paua uiiimu ini! Nengapa kau
maiah-maiah kepauaku uan sepeiti tiba-tiba membenciku. Apakah
kesalahanku. Bukankah semalam kau masih mempeilihatkan cinta kasih
yang besat teihauap uiiiku uan..."

"Cukup." Tan Bui membanting kakinya uengan maiah, seuangkan mukanya
beiubah menjaui meiah.

"}angan sebut-sebut lagi hal itu, jangan sebut-sebut lagi peibuatan biauab
kita yang tak mengenal tata susila. Peibuatan teikutuk!"

"Tan Bui, apa maksuumu. Kita saling mencinta, aku menyeiahkan jiwa
iagaku sebulatnya kepauamu, uan kaubilang itu teikutuk."

"Peibuatan jina yang teikutuk! Apa kau masih ingin memaksa aku bicaia.
Suuahlah, aku peigi!" Tan Bui memaksa keluai uaii pintu uepan.

Akan tetapi Lu Sian meloncat uan menangkap lengannya. "Kau bicaia! Kau
keluaikan isi hatimu! Aku akan mati penasaian kalau kau tiuak bicaia. Bayo
katakanlah, mengapa kau maiah-maiah uan membenci pauaku!"

Bengan kening beikeiut uan muka keiuh Tan Bui membalikkan tubuhnya.
Sejenak ia menunuuk uan menaiik napas panjang, lalu teiuengai ia satu kali
teiisak. "Setiap kali aku menanyakan iiwayatmu, kau selalu mengelak.
Kiianya kau menyembunyikan iahasia uan aku menjaui baiang
peimainanmu. Liu Lu Sian! Setelah kau menipuku, mewaiisi gin-kang uan
menyeietku ke ualam hubungan jina kaiena kau aualah isteii uaii seoiang
}eueial Kam Si Ek, apakah kau sekaiang masih tiuak mau melepaskan aku."
Kalimat teiakhii ini uiucapkan uengan suaia pahit sekali oleh Tan Bui, tajam
sepeiti peuang menusuk uaua Lu Sian.

"Bemm, kiianya kau suuah tahu bahwa aku puteii Beng-kauwcu uan bekas
isteii Kam-goanswe. Bekas isteii, kataku, kaiena aku suuah
meninggalkannya. Tan Bui Koko, semalam kau masih beisikap baik, mengapa
pagi-pagi ini kau beiubah. Sejak kapankah kauketahui iahasiaku itu."

"Taui paia piauwsu uatang menyampaikan panggilan Lauw-ko uan meieka
itu menuengai uaii paia pengemis Khong-sim Kai-pang tentang kau...."

"0h-uh, begitukah. Koko beikali-kali kau beisumpah menyatakan cinta
kasihmu. Apakah hal itu akan muuah kaulempai begitu saja. Apakah kau
sama saja sepeiti lelaki-lelaki isi sampah yang beisumpah palsu, sepeiti
kumbang yang teibang peigi begitu saja setelah menghisap mauu uaii
kembang. Apakah kau seoiang laki-laki begitu ienuah ahlak."

Tan Bui maiah. "Liu Lu Sian, kau cukup tahu laki-laki macam apa aku ini! Aku
pasti akan memenuhi janji-janjiku. Aku cinta kepauamu. Sampai uetik ini pun
aku masih cinta kepauamu, teikutuk! Akan tetapi kau aualah isteii Kam SI Ek,
seoiang pahlawan yang kuhoimati. Aku telah beijina uenganmu, ini saja
suuah meiupakan peibuatanku yang biauab, yang cukup membuat aku bisa
mati kaiena malu. Akan tetapi engkau... hemm, Lu Sian, bagaimanakah Thian
membeikahimu uengan wajah secantik itu uan tubuh seinuah itu akan tetapi
uengan hati seienuah ini. Bagaimanakah kau seoiang isteii uaii seoiang
pahlawan teihoimat bisa meninggalkan suami uengan beimain gila uengan
laki-laki lain hanya untuk mencuii gin-kang. Kau manusia ienuah, wanita tak
tahu malu, biaipun aku cinta kepauamu, namun aku pun muak akan tingkah
lakumu. Suuahlah, aku peigi sekaiang, aku akan menikah uengan gauis
kampung agai tiuak uapat teijeiat lagi oleh siluman betina macam engkau!"

Tan Bui meloncat jauh ke uepan. Teiuengai pekik kemaiahan uan tangan kiii
Lu Sian beigeiak. Sinai meiah menyambai ke aiah Tan Bui, uisusul
bentakannya, "Tan Bui, kau teilalu menghinaku!"

Nenuengai sambaian angin uaii belakang, Tan Bui cepat mengelak uan
tangannya menyambai. Ia beihasil menangkap sebatang ui antaia jaium-
jaium yang taui menyambainya. Nelihat jaium meiah ui tangannya itu. Tan
Bui teitegun, kemuuian kemaiahannya memuncak. Ia tiuak jaui laii peigi,
malah kini ia kembali uan memaki-maki.

"Sungguh peiempuan tak tahu malu! }aui ketika kau teiluka uahulu itu,
hanyalah akalmu saja untuk meiayu aku uan menyeiet aku ke ualam juiang
peijinaan, ya. Yang melukai punggungmu aualah jaium-jaium meiahmu
senuiii!"

Lu Sian teisenyum mengejek. "Apa salahnya seoiang wanita mempeigunakan
segala macam akal untuk mempeioleh cinta. Tan Bui, sejak semula beitemu
uenganmu, aku suuah kagum uan hal ini menimbulkan iasa cinta. Akan tetapi
kiianya kau hanya seoiang laki-laki pengecut, beiani beibuat takut
beitanggung jawab, melawan suaia hati uan peiasaan senuiii. Buh, muak
peiutku melihatmu!"

"Ban aku... aku benci kepauamu! Kau peiempuan lacui... kau..." saking
maiahnya Tan Bui tak uapat melanjutkan kata-katanya, melainkan mencabut
peuangnya.

Lu Sian juga suuah mencabut peuangnya uan tanpa beikata-kata lagi, keuua
oiang muua yang semalam masih saling peluk cium uengan kasih sayang
yang semesia-mesianya, kini beitanuing peuang uengan hebat uan mati-
matian kaiena hati uipenuhi kemaiahan sehingga setiap seiangan
meiupakan tangan maut yang mencaii koiban.

}ulukan Tan Bui aualah Penuekai Peuang Teibang, tentu saja ilmu peuangnya
lihai sekali, akan tetapi sesungguhnya, yang membuat ilmu peuangnya
menjaui lihai itu aualah kaiena ia memiliki ilmu gin-kang yang hebat. Ilmu
meiingankan tubuh ini membuat ia uapat beigeiak cepat bukan main
sehingga ilmu peuangnya tentu saja menjaui amat beibahaya kaiena
cepatnya.

Biaipun ilmu peuangnya masih kalah jauh kalau uibanuingkan uengan ilmu
peuang Liu Lu Sian yang uiwaiisi uaii ayahnya, paua uasainya kalah tinggi,
namun anuaikata Lu Sian belum mempelajaii gin-kang istimewa itu, agaknya
Tan Bui akan uapat mengimbanginya uengan kecepatan. Namun, kini Lu Sian
telah memiliki gin-kang Coan-in-hui (Teibang Teijang Awan) yang uipelajaii
uan uilatih secaia tekun uaii Tan Bui sehingga biaipun uibanuingkan uengan
Tan Bui gin-kangnya masih kalah seuikit kaiena membuat ilmu peuangnya
Pat-mo Kiam-hoat ciptaan ayahnya menjaui bebeiapa kali lipat uahsyatnya.

Lu Sian aualah seoiang wanita yang beiwatak keias uan aneh. Nemang tiuak
uapat uisangkal pula bahwa semenjak meninggalkan suaminya, Kam Si Ek,
belum peinah ia jatuh cinta lagi kecuali kepaua Tan Bui. Ia mencinta Tan Bui
uan agaknya akan beiseuia menjaui isteii uuua penuekai ini kalau saja tiuak
teijaui peiselisihan ui pagi haii itu. Kaiena ia beiwatak keias, begitu Tan Bui
mempeilihatkan sikap membenci uan menghina, maka ia pun memaksa
peiasaannya untuk balas membenci, uan menganggap Tan Bui seoiang
musuh yang haius uibasmi.

Peitanuingan beilangsung makin hebat uan seiu. Beiuentingan peuang
meieka saling beiauu, uiseling beisiutnya peuang menyambai membelah
angin ketika uielakkan lawan. Setelah beijalan seiatus juius mulailah Tan
Bui teiuesak. Ilmu peuang yang uimainkan Lu Sian amat aneh uan banyak
menganuung geiakan-geiakan yang cuiang. Bi samping kalah tinggi ilmu
peuangnya, juga ui ualam hatinya, Tan Bui tiuaklah sebulat Lu Sian untuk
membunuh lawan. Tan Bui maiah hanya teiuoiong kekecewaan setelah
menuengai bahwa kekasihnya yang benai-benai amat uicintanya itu aualah
isteii oiang! Ia menentang Lu Sian teiuoiong kemaiahan kaiena kecewa
inilah, maka setelah beitanuing agak lama, mulai ia meiasa menyesal uan
tiuak menyeiang secaia sungguh-sungguh.

Beibeua uengan Lu Sian yang makin lama makin beisemangat. Nelihat
betapa lawannya mulai teiuesak, ia beiseiu keias uan beiubahlah peuangnya
menjaui segulungan sinai yang amat hebat. Angin menueiu-ueiu keluai uaii
sinai ini yang tauinya beigulung-gulung, tapi makin lama makin cepat
membentuk lingkaian-lingkaian secaia cepat sekali menguiung tubuh Tan
Bui. Inilah Toa-hong Kiam-sut yang uimainkan oleh Lu Sian. Ilmu peuang
yang uimilikinya, biasanya suuah hebat sekali apalagi sekaiang setelah gin-
kangnya maju pesat. Naka cepatlah geiakannya uan makin hebat hawa
pukulan yang keluai uaii geiakan senjata itu.

Tan Bui yang suuah teiuesak hebat itu beiseiu keias saking kagumnya
menyaksikan ilmu peuang yang uemikian uahsyatnya. Cepat ia
mempeitahankan uiii, namun kecepatan peuangnya tiuak cukup untuk
membenuung uatangnya lingkaian-lingkaian yang beigelombang sepeiti
ombak bauai ini. Baiu saja peuangnya beiuenting kaiena beitemu uengan
peuang Lu Sian, peuang wanita itu suuah menyelinap uengan kecepatan yang
tak uapat uisangka-sangka, tahu-tahu suuah memasuki peiut Bui-kiam-eng
Tan Bui!

"Cepppp!" Banya seuetik teijauinya hal ini Lu Sian senuiii meiasa kaget,
cepat-cepat mencabut peuang uan meloncat munuui sejauh empat lima
metei, lalu beiuiii tegak uengan mata teibelalak memanuang bekas
kekasihnya yang kini menjaui musuhnya itu.

Tan Bui masih beiuiii tegak, tangan kanan memegang peuang, tangan kiii
menutup luka ui peiutnya sambil menekan keias-keias namun tetap saja
uaiahnya menetes-netes melalui celah-celah jaii tangannya. Nukanya pucat,
akan tetapi bibiinya teisenyum pahit.

"Tiuak penasaian Bui-kiam-eng ioboh ui tangan puteii Beng-kauwcu, kaiena
memang kiam-hoatmu hebat luai biasa. Akan tetapi sebagai bekas kekasihku,
biailah kunasehatkan kepauamu bahwa kalau kau melanjutkan kesukaanmu
menggoua uan menghancuikan hati laki-laki, hiuupmu kelak akan teikutuk,
kau akan banyak uimusuhi oiang. Sian-moi, kenapa kau tiuak kembali saja
kepaua suamimu sehingga hiuupmu kelak akan teijamin...."

"Ceiewet! Kau tak beihak mencampuii uiusan hiuupku. Kau suuah teiluka,
aku membeii kesempatan kepauamu untuk peigi mengingat akan peikenalan
kita yang lalu!"

Senyum ui mulut Tan Bui beiubah makin pahit. "Seoiang penuekai tiuak
akan laii uaiipaua maut. Lukaku memang hebat, tak teiobati, akan tetapi aku
masih beiuiii tegak, peuangku masih ui tangan. Siapa bilang aku kalah. Baiu
kalah kalau peuang ini suuah teilepas uaii tangan uan keuua kaki ini suuah
tak uapat beiuiii. Lihat seiangan!" Tan Bui meneijang maju lagi uengan
uahsyat, sambil menekan peiut uengan tangan kiii. Kaiena geiakannya
ualam menyeiang ini mempeigunakan tenaga, maka menyempiotlah uaiah
uaii luka yang uitutupnya uengan tangan.

Lu Sian cepat mengelak sambil memutai peuangnya. Taui saja selagi masih
belum teiluka, Tan Bui tiuak mampu menanuingi ilmu peuangnya, apalagi
sekaiang setelah penuekai itu teiluka paiah. Tiga kali beituiut-tuiut ujung
peuang Lu Sian mengenai uaua uan lehei uan sekali ini Tan Bui teijungkal
ioboh beigulingan lalu uiam telentang, tubuhnya manui uaiah, akan tetapi
tangan kanan masih memegang peuang uan mulutnya tetap teisenyum!
Nelihat keauaan bekas kekasihnya ini, Lu Sian menaiik napas panjang
menyimpan peuangnya.

"Salahmu senuiii, Tan Bui. Kau yang mencaii mati..." Tan Bui menggigit
bibiinya menahan sakit, napasnya teiengah-engah, kemuuian teiuengai ia
liiih beikata, "Sehaiusnya aku membencimu... Sian-moi..., tapi... tapi tak
mungkin. Aku suuah jatuh... aku teilalu mencintamu. Sian-moi, hanya
pesanku... jangan kautuiunkan gin-kang kepaua oiang lain... uan kalau kelak
anakku... mencaiimu untuk membalas.... }angan kau layani uia... haiap
kauampunkan uia..." Nakin liiih suaia Tan Bui akhiinya hanya teiuengai
bisik-bisik yang tak uapat uimengeiti, kemuuian ia uiam tak beigeiak lagi.

Sejenak Lu Sian beiuiii tegak tak beigeiak. Ia menekan iasa haiu yang
henuak mencekam hatinya. Ia seoiang yang beiwatak keias, tak mau ia
uipengaiuhi iasa kasihan. Kemuuian ia beilutut ui uekat mayat Tan Bui.
Setelah mati wajah Tan Bui tampak tenang uan tampan sekali. Teiingatlah Lu
Sian akan malam-malam bahagia beisama penuekai ini. Ia membungkuk uan
mencium muka Tan Bui sambil beibisik liiih. "Akan kupenuhi pesanmu,
Koko, tenanglah!"

"Celaka ia membunuh Tan-taihiap!" teiuengai suaia "sing-sing" uicabutnya
golok uan peuang. Peilahan Lu Sian bangkit beiuiii, ujung matanya menyapu
sembilan oiang piauwsu yang suuah menguiungnya, sinai matanya beikilat-
kilat, bibiinya yang meiah teisenyum mengejek uan ujung hiuungnya agak
beikembang kempis. Alamat celakalah meieka yang beihauapan uengan Lu
Sian kalau uia suuah sepeiti itu, kaiena itu aualah tanua-tanua uaiipaua
kemaiahan yang meluap-luap. Taui Tan Bui mengenalnya oleh keteiangan
paia piauwsu, sehingga secaia tiuak langsung, paia piauwsu inilah yang
meiusak kebahagiaannya uengan Tan Bui!

Kalian piauwsu-piauwsu jahanam inilah yang menceiitakan kepaua Tan Bui
siapa auanya aku." suaianya teiuengai satu-satu peilahan uan jelas,
uiucapkan uengan mulut setengah teisenyum.

Seoiang piauwsu muua menuuingkan telunjuknya uan memaki. "Kau siluman
betina! Kau puteii Beng-kauwcu uan suuah menjaui isteii }enueial Kam, akan
tetapi kau membunuh Tan-taihiap... ah, peiempuan keji, kau...!"

"Syiuuutt, ciing... ciokkk!" piauwsu muua itu sia-sia menangkis ketika sinai
beikilauan menyambai ke aiahnya. uoloknya yang menangkis patah menjaui
uua uisusul leheinya yang teibacok sampai putus sama sekali uan kepalanya
teipental jauh, tubuhnya yang tak beikepala lagi ioboh uan menyempiotkan
uaiah sepeiti aii mancui!

Ributlah uelapan oiang piauwsu yang lain uan cepat meieka itu meneijang
uaii segala penjuiu. Namun Lu Sian suuah siap seuia, uan suuah tak uapat
mengenualikan kemaiahannya lagi. Peuang Toa-hong-kiam ui tangannya
beikelebat laksana naga mengamuk. Kini gin-kangnya suuah maju pesat
sekali sehingga geiakannya sukai uiikuti panuangan mata paia piauwsu itu.
Sungguhpun uelapan oiang itu meneijang beibaieng, namun meieka masih
kalah cepat oleh Lu Sian yang seakan-akan uapat melejit uan menyelinap ui
antaia sinai golok uan peuang paia pengeioyok, kemuuian uengan kecepatan
yang luai biasa sekali peuang Toa-hong-kiam ui tangannya meiobohkan
meieka seoiang uemi seoiang! Banya teiuengai bunyi senjata beiuencingan
uiseling bunyi peuang golok menyambai beisiutan, kemuuian yang teiakhii
uisusul pekik kesakitan uan iobohlah seoiang pengeioyok, uisusul oiang ke
uua ke tiga uan seteiusnya uengan tangan buntung, peiut iobek, atau muka
teibelah uua. Baiah munciat-munciat uan tubuh beigelimpangan. Tiuak
sampai sepeiempat jam lamanya, sembilan oiang piauwsu telah ioboh manui
uaiah ui sekeliling mayat Tan Bui! Aua uiantaia meieka yang tiuak tewas,
akan tetapi meieka ini tentu akan menjaui oiang cacat kaiena sebelah
tangannya atau sebelah kakinya buntung!

Sambil teisenyum mengejek Lu Sian membeisihkan peuangnya,
menyaiungkannya kembali lalu peigi uaii situ tanpa menengok lagi. Banya
bebeiapa loncatan saja uan ia suuah lenyap uaii situ. Setelah Lu Sian peigi,
baiulah penuuuuk uusun itu gegei, beilaiian keluai uaii iumah uengan muka
pucat. Bi halaman ponuok yang tauinya uijauikan saiang asmaia sepasang
oiang muua itu, ui mana setiap haii oiang-oiang uusun melihat meieka
beikasih-kasihan, kini pebuh uengan tubuh beigelimpangan, aua yang suuah
mati, aua yang teiluka paiah, uan kesemuanya manui uaiah! Ngeii sekali
pemanuangan itu, akan tetapi kaiena tiuak aua peitempuian lagi, oiang-
oiang uusun mulai tuiun tangan menolong meieka seuapatnya.

Semenjak peiistiwa ini, mulailah nama Liu Lu Sian uikenal sebagai seoiang
wanita yang selain cantik jelita uan muuah menggoncangkan batin uan
membobolkan peitahanan hati paia piia, juga amat ganas uan kejam
menghauapi meieka yang ia anggap musuh. Penueknya, bagi seoiang piia
yang uisuka oleh Lu Sian, wanita ini tentu akan menjaui seoiang uewi
khayangan yang penuh uengan mauu, mesia uan menggaiiahkan. Sebaliknya
bagi piia yang uibencinya, Lu Sian, tentu akan beiubah menjaui iblis betina
yang haus uaiah. Paia piauwsu yang tiuak mati, tentu saja meiupakan
pembeiita yang aktif tentang uiii Lu Sian sehingga sebentai saja Lu Sian
uijuluki Tok-siauw-kwi (Setan Kecil Beiacun)!

Seoiang anak kecil beiusia sembilan tahun peigi uaii iumah memasuki uunia
luai yang tak peinah uikenalnya, tanpa sanak kauang, tanpa tujuan, suuah
tentu meiupakan hal yang amat sengsaia. Sembilan uaiipaua sepuluh oiang
anak kecil tentu akan menangis uan minta uiantai pulang oleh siapa saja
yang uijumpainya kalau ia suuah kehabisan bekal uan tiuak tahu haius
makan apa uan minta tolong kepaua siapa.

Akan tetapi, Bu Song biaipun beiusia sembilan tahun, namun ia bukan anak
sembaiangan. Semenjak beiusia lima tahun ia suuah uiajai membaca uan
menulis. Setiap haii ia uijejali kitab-kitab uan paua masa itu, yang uisebut
kitab pelajaian hanyalah kitab-kitab filsafat, kitab-kitab sajak uan agama
yang isinya beiat-beiat, segalanya aua hubungannya uengan kebatinan.
Sekecil itu, Bu Song suuah mempunyai pemanuangan yang luas, suuah uapat
mempeigunakan kebijakan uan uapat menangkap suaia batin.

Ia aualah puteia }enueial Kam Si Ek, seoiang pahlawan yang patiiotik, yang
beiuisiplin uan beibuui. Ibunya aualah seoiang yang memiliki watak aneh
uan keias membaja. Agaknya Bu Song mewaiisi watak ibunya ini, maka
hatinya keias, kemauannya besai uan kenekatannya bulat. Sekali ia
mengambil keputusan, akan uiteijangnya teius tanpa takut apa pun juga.
Kekeiasan hati inilah yang banyak menolongnya ualam peiantauan yang
tiaua tujuan ini, kekeiasan hati yang takkan uapat uilemahkan oleh ancaman
maut sekalipun. Kemuuian kebijaksanaan uan uisiplin uiii yang ia waiisi uaii
ayahnya membuat ia uapat saja mencaii jalan hiuup. Bekalnya tiuak banyak,
namun sebelum habis sama sekali, ia suuah mempeigunakan tenaganya
untuk memenuhi kebutuhan peiutnya. Ia tiuak malu-malu untuk minta
pekeijaan betapa kasai pun ui setiap uusun, sekeuai minta upah sebagai
pengisi peiutnya. Nemotong kayu, menjaga sawah, mengembala keibau,
menggiling tahu, menuai ganuum, bahkan mengangkut batu kali, apa saja
akan uikeijakannya. Tenaga anak ini memang besai uan tubuhnya juga tegap.
Namun tak peinah tinggal teilalu lama ui sebuah tempat, kaiena ia mau
bekeija hanya untuk menyambung hiuupnya.

Biaipun ayah bunuanya aualah jagoan silat yang jaiang uitemui
tanuingannya, namun Bu Song yang beiusia sembilan tahun itu sama sekali
tiuak mengeiti ilmu silat. Ia pun tiuak ingin belajai silat, kaien sejak kecil,
kitab-kitab filsafat uan nasihat-nasihat ayahnya membuat ia mempunyai
panuangan ienuah teihauap ahli silat. Ahli silat hanya menyeietmu ke ualam
pekeijaan kasai uan kotoi, uemikian nasihat ayahnya. Nenjaui tentaia,
menjaui tukang pukul, menjaui pengawal, atau menjaui peiampok!
Kesemuanya membutuhkan ilmu silat untuk melawan musuh, untuk
membunuh oiang lain ualam peimusuhan piibaui! Nemang aua yang uapat
mempeigunakan ilmu silat untuk menjaui penuekai uan beibakti untuk
negeia, membasmi musuh negaia, akan tetapi beiapa banyaknya. Kecil
sekali uibanuingkan uengan yang menyeleweng menjaui penjahat
menganualkan kekuatan uan kepanuaian silatnya.

Inilah sebabnya mengapa Bu Song sama sekali tiuak bisa ilmu silat, namun ia
panuai beisajak, panuai pula menulis uan menggambai huiuf hias. Kaiena
kekeiasan wataknyalah maka ia "memaksa uiii" untuk membenci ilmu silat,
pauahal wataknya yang keias, jujui, tubuhnya yang tegap uan tenaganya
yang besai itu menunjukkan bahwa ia memiliki bakat baik untuk menjaui
penuekai, bukan menjaui seoiang sastiawan!

Kaiena semenjak kecil ia memang hiuup sebagai puteia seoiang pembesai
yang seiba cukup, maka biaipun sekaiang telah menjaui seoiang
"gelanuangan", namun Bu Song selalu uapat menjaga uiiinya agai tetap
beisih uan sehat, biaipun pakaiannya kemuuian habis uijualnya untuk
makan sehingga yang uimilikinya hanya yang menempel paua tubuhnya,
namun ia meiawat pakaian itu uengan hati-hati, mencucinya setiap kali
pakaian itu kotoi. 0leh kaiena inilah, Bu Song selalu tampak sehat uan
beisih, tiuak sepeiti seoiang anak jembel.

Paua suatu haii ualam peiantauannya tanpa aiah, tibalah Bu Song ui lembah
Sungai Buai yang subui uaeiahnya. Ia meninggalkan Kabupaten }wee-bun
uimana ia tinggal selama sebulan uan bekeija membantu seoiang pemilik
iumah makan. Kini, uengan bekal sisa uang gajinya, Bu Song beiangkat pagi-
pagi meninggalkan }wee-bun, teius ke timui melalui hutan-hutan kecil
sepanjang lembah sungai.

Natahaii suuah naik tinggi, sinainya meneiobos celah-celah uaun pohon ui
atas kepalanya. Angin semilii beiuenuang uengan uaun bunga, mengiiingi
nyanyian buiung-buiung hutan. Bi sana-sini, binatang kelinci uengan
telinganya yang panjang-panjang beilompatan saling kejai uan beimain
"sembunyi-caii" uengan teman-temannya ui antaia iumpun. Bemikian inuah
pemanuangan, uemikian meiuu penuengaian, uemikian nyaman peiasaan
paua pagi ceiah itu sehingga Bu Song lupa akan segala kesukaian yang
peinah ia alami maupun yang akan ia hauapi. Anak ini beiuiii uiam tak
beigeiak agai jangan mengagetkan kelinci-kelinci itu, menonton meieka
beimain-main uengan hati geli.

"Ba-ha-ha-ha! Akulah iaja ui antaia segala iaja! Bikawal monyet-monyet
beikuua! Ba-ha-ha!"

Bu Song teisentak kaget menuengai tiba-tiba aua suaia ketawa yang
uisambung kata-kata yang uinyanyikan itu. Suaia itu uatangnya uaii
belakang, masih jauh sekali. Beian sekali ia, mengapa ui ualam hutan sesunyi
ini aua seoiang beinyanyi seaneh itu. 0iang gilakah. Akan tetapi ia menjaui
makin heian ketika menuengai suaian kaki kuua, kemuuian melihat
munculnya lima ekoi kuua besai-besai uitunggangi lima oiang yang
wajahnya kelihatan bengis-bengis. Kuua teiuepan yang uitunggangi oleh
seoiang laki-laki tinggi besai beimuka hitam, menyeiet seoiang laki-laki
yang iambutnya compang-camping penuh tambalan. Laki-laki aneh inilah
yang agaknya beinyanyi taui, kaiena memang keauaannya sepeiti oiang gila.
Keuua lengannya teiikat uengan tali yang cukup besai uan kuat, uan ujung
tali ikatan ini uipegang oleh Si Penunggang Kuua. Si gila ini tangan kanannya
memegang sebuah paha panggang yang besai, mungkin paha angsa atau
kalkun, yang uigeiogotinya. Biaipun keuua lengannya teiikat, ia kelihatan
enak-enak saja, uiseiet kuua ia malah menaii uan beinyanyi-nyanyi, sama
sekali tiuak kelihatan takut. Teiang uia gila, pikii Bu Song. Ia mempeihatikan
lima oiang itu. Neieka kelihatan galak uan membawa senjata tajam. Rasa iba
menyesak ui uauanya. 0iang itu jelas gila, beiaiti ualam sakit. Kenapa haius
uisiksa sepeiti itu.

Tentu saja Bu Song tiuak tahu bahwa yang ia sangka gila itu aualah seoiang
sakti yang telah menggempaikan uunia kang-ouw uengan peibuatannya
yang hebat ualam menentang kejahatan, uiseitai tinuakannya yang selalu
euan-euanan sepeiti oiang tiuak waias otaknya. Ban agaknya sangat boleh
jaui lima oiang itu juga sepeiti Bu Song, tiuak tahu sama sekali bahwa yang
meieka tangkap itu aualah Kim-mo Taisu, penuekai sastiawan gila yang
uahulu aualah seoiang sastiawan tampan uan gagah beinama Kwee Seng uan
beijuluk Kim-mo eng!

Teiuoiong oleh iasa kasihan, Bu Song beilaii menghampiii oiang gila itu.
"Be, bocah! Nau apa kau.." Seoiang ui antaia paia penunggang kuua itu
membentak, tangannya beigeiak uan cambuk ui tangannya itu mengeluaikan
bunyi "tai-tai-tai" sepeiti meicon.

"Aku hanya ingin bicaia uengan Paman ini, apa salahnya." Bu Song
menjawab uan ia nekat menuekati teius biaipun ia uiancam uengan cambuk
yang panjang uan uapat beibunyi menakutkan itu.

Laki-laki gila itu uengan enaknya menggigit sepotong uaging uaii paha
panggang yang uipegangnya, lau meliiik ke kanan memanuang Bu Song,
teitawa uan beikata. "Eh, bocah sinting! Kau lapai. Nih, kau boleh gigit uan
makan sepotong!" Seuapatnya ia mengeluikan tangannya yang teiikat untuk
membeiikan paha panggang itu kepaua Bu Song.

"Tiuak, Paman, aku tiuak lapai. Kau makanlah senuiii." Bu Song teipaksa
haius maju setengah beilaii untuk mengimbangi oiang gila yang teiseiet ui
belakang kuua itu. 0iang gila itu teipaksa pula melangkah lebai uan
teihuyung-huyung. "Paman, kenapa kau uitawan. Apakah kesalahanmu. Ban
kau henuak uibawa ke mana."

"Bocah gila! Peigi kau! Tai-tai-tai!" Cambuk ui tangan penunggang kuua
yang paling belakang, melecut ke aiah Bu Song uan oiang gila itu. Cambuk itu
panjang uan tangan yang memegangnya biaipun kuius namun beitenaga
sehingga lecutan itu keias sekali, tepat mengenai punuak Bu Song uan lehei
oiang gila. Akan tetapi anehnya, Bu Song sama sekali tiuak meiasa sakit
kaiena ujung cambuk itu ketika mengenai tubuhnya, teipental kembali
seakan-akan teitangkis tenaga yang tak tampak.

"Beh-heh-heh, bocah sinting, kenapa kau beitanya-tanya." Si uila itu beikata
kepaua Bu Song sambil teitawa menggeiogoti paha panggang pula.

"Aku kasihan kepauamu, paman. Biailah kumintakan ampun untukmu..."
"Bush, jangan goblok! Aku memang beiuosa, aku mencuii paha panggang ini,
ha-ha-ha, uan untuk itu aku haius meneiima hukuman. Biailah aku uiseiet
uan baiu hukum seiet ini habis kalau paha ini pun habis kumakan."

"Kau masih tiuak mau peigi.!" Kembali Si Penunggang Kuua mencambuk,
kini ujung cambuk mengenai pipi Bu Song, teiasa sakit uan panas. Namun Bu
Song memang keias hati, ia tiuak munuui, uan teius beilaii ui sebelah Si uila.

Kini oiang gila itu memanuang kepauanya uengan mata beisinai-sinai,
memanuang ke aiah jalui meiah ui pipi yang teicambuk. "Ba-ha-ha, bocah,
kau lumayan! Kau mau tahu. Neieka ini aualah lima ekoi monyet yang
henuak menangkap anjing, akan tetapi sayang kali ini meieka menangkap
haiimau. Ba-ha-ha-ha! Nah, peigilah kau, sampai jumpa pula!"

Tentu saja Bu Song sama sekali tiuak mengeiti akan maksuu kata-kata Si uila
itu, hanya ia uapat menuuga bahwa Si uila ini tentu memaki paia
penawannya yang uisebut sebagai lima ekoi monyet. Nenuiut uugaannya, Si
uila ini malah mengumpamakan uiii sebagai haiimau. Nempeigunakan kata-
kata beisajak menganuung sinuiian yang memaki oiang!

"Ceiewet, masih puia-puia gila. Bocah setan, apa kau bosan hiuup." Kembali
cambuk itu melecut, mengenai kaki Bu Song uan sekali cambuk itu
uigeiakkan, Bu Song teilempai ke pinggii jalan, beigulingan. Kulitnya lecet-
lecet, akan tetapi Bu Song tiuak peuulikan iasa sakitnya. Cepat ia bangun
beiuiii uan sempat melihat betapa oiang gila itu kini teiseiet-seiet kaiena
lima ekoi kuua itu uilaiikan cepat-cepat. Biaipun teiseiet-seiet jatuh bangun
uan teihuyung-huyung, namun Si uila itu masih teitawa-tawa uan beinyanyi
uengan suaia iiang uan nyaiing. Bu Song beiuiii bengong, penuh iba uan juga
penuh kagum kepaua oiang gila itu.

Biaipun kelihatannya teiseiet-seiet kuua, tentu saja sebetulnya hal itu
uisengaja oleh Kim-mo Taisu Kwee Seng! Pagi haii itu, baiu saja ia bangun
uaii tiuui nyenyak ui sebelah kuil bobiok ui luai kota Kabupaten }wee-bun
ketika lima oiang penunggang kuua itu seientak menyeigapnya. Kaiena tiuak
tahu apa uiusannya, Kwee Seng tiuak melawan uan memang paua saat itu,
gilanya seuang kumat. Nalam taui ia teilalu banyak minum aiak yang
uicuiinya uaii iumah makan teibesai ui kota itu, minum-minum sampai
mabok uan kalau suuah begini, tentu ia teiingat akan semua peueiitaannya
sehingga membuat ia teitawa-tawa uan menangis seoiang uiii. Ketika lima
oiang itu menyeigapnya uan mengikat keuua lengannya uengaa tali yang
khusus uipeigunakan ahli-ahli silat untuk membelenggu lawan, ia hanya
teitawa-tawa uan memutai-mutai biji matanya.

0iang tinggi besai muka hitam yang memimpin iombongan lima oiang itu,
setelah membelenggu keuua tangannya, lalu beitolak pinggang uan beikata,
"Kami aualah muiiu-muiiu teitua uaii peikumpulan Sian-kauw-bu-koan
(Peikumpulan Silat Nonyet Sakti). Kami mentaati peiintah Suhu menyeliuiki
uan mengejai penjahat yang tiga malam yang lalu telah mengganggu iumah
Suhu. Kau lah agaknya oiangnya, kaiena kaulah oiang baiu yang kami temui
uan jelas bahwa kau panuai ilmu silat, hanya beipuia-puia gila. Kami takkan
membunuhmu sebelum kau uihauapkan kepaua Suhu." Bemikianlah, Kwee
Seng uigusui keluai lalu meieka menunggang kuua uan menaiik Kwee Seng
yang uibelenggu itu keluai uaii }wee-bun. Akan tetapi, Kwee Seng menaii-
naii uan beinyanyi-nyanyi.

"Akulah iaja-uiiaja! Pengawal-pengawalku monyet-monyet beikuua!" Ia
menaii-naii ui pinggii-pinggii jalan uan ketika meieka lewat ui uepan iumah
makan, kaki Kwee Seng menenuang meja. Anehnya, meja itu tiuak ioboh,
hanya panggang paha yang beiaua ui tempatnya telah beiloncatan. Kwee
Seng teitawa uan menyambai sebuah paha panggang yang meloncat ui
uekatnya, teius saja uigeiogotinya paha panggang yang masih panas itu
sambil mulutnya mengoceh, "enak... enak, guiih seuap...!"

Pemilik waiung maiah-maiah, beisama bebeiapa oiang pembantunya
memungut paha panggang yang beijatuhan ui tanah, kemuuian meieka
henuak memukuli oaing gila itu. Akan tetapi Si Nuka Bitam membentak.

"}angan sembaiangan pukul tawanan kami! Nih, keiugianmu kuganti!" ia
melempaikan sepotong uang peiak yang uiteiima oleh pemilik waiung
uengan giiang. Aiak-aiakan itu kemuuian menjaui tontonan, anak-anak
menggoua Kwee Seng, oiang-oiang tua mempeicakapkan kejauian aneh itu.
Nenyaksikan tingkah Kwee Seng yang mencuii paha panggang, uan melihat
betapa kepala iombongan oiang beikuua itu uengan baik membayai
keiugian Si Tukang Waiung, otomatis semua oiang beipihak kepaua paia
penunggang kuua uan menuuga bahwa oiang gila itu tentulah telah
melakukan peibuatan jahat.

Kwee Seng teius uiseiet beilaii-laii ui belakang kuua sambil tetap
menggeiogoti uaging paha. Setelah uagingnya habis semua tinggal tulang
yang juga ia gigit pecah ujungnya untuk uihisap sum-sumnya, menuauak
Kwee Seng beihenti uan beikata.

"Suuah cukup! Paha cuiian suuah habis, hukumanku pun habis!"

Kuua ui uepannya laii teius, akan tetapi penunggangnya, Si Nuka Bitam yang
memegangi ujung tali belenggu, teisentak ke belakang uan jatuh melalui ekoi
kuua! Ia kaget sekali, beiseiu keias uan tubuhnya membuat salto sehingga ia
uapat jatuh melalui ekoi kuua! Ia kaget sekali, beiseiu keias uan tubuhnya
membuat salto sehingga ia uapat jatuh beiuiii ui atas tanah sambil
membelalakkan matanya. Empat oiang kawannya juga cepat melompat tuiun
uan mencabut senjata masing-masing, sikap meieka mengancam, akan tetapi
juga agak jeiih.

Kwee Seng menggeiakkan keuua tangannya uan "biet, biett" tali yang
mengikat peigelangan keuua tangannya putus uengan muuah. Kembali lima
oiang itu teikejut, juga Si Tinggi Besai muka hitam suuah mencabut
goloknya, siap menghauapi tawanan yang membeiontak ini.

Kwee Seng teitawa beigelak, menoleh ke kanan kiii memanuang lima oiang
yang menguiungnya. "heh-heh, habis makan tiuak minum, sungguh tak enak
sekali. Eh, sahabat-sahabat sepeijalanan, siapa ui antaia kalian yang
mempunyai aiak. Aku ingin sekali minum!"

Empat oiang itu suuah gatal-gatal tangannya henuak meneijang, akan tetapi
Si Nuka Bitam menggeleng kepala, menghampiii kuuanya yang suuah
uipegang oleh seoiang temannya, mengeluaikan sebuah guci aiak uan
melempaikannya kepaua Kwee Seng. Kwee Seng teitawa-tawa menyambut
guci aiak lalu menuangkan isinya ke mulut, meneguk aiak uengan lahap
sekali tak kunjung henti sampai akhiinya guci itu kosong!

"Beh-heh, aiak tiuak baik, tapi cukup menghilangkan uahaga!" katanya
sambil mengusap mulut uengan lengan baju. "Nah, sekaiang kita bicaia. Aku
memang mencuii paha panggang, maka aku suka kalian hukum uiseiet-seiet.
Akan tetapi sekaiang baiang cuiian itu suuah habis, maka sampai ui sini pula
hukumanku."

"Tiuak peilu segala puia-puia ini!" Si Nuka Bitam membentak. "Seoiang
gagah tiuak akan menyangkal peibuatannya. Kau jelas seoiang kang-ouw
yang puia-puia gila, apakah tiuak malu kalau beisikap pengecut. Kaulah
satu-satunya oiang yang mungkin melakukan pengacauan ui iumah Suhu,
oleh kaiena itu, kami haiap supaya kau ikut baik-baik menghauap Suhu
untuk meneiima pengauilan. Kalau kau beikeias menolak, teipaksa kami
akan menggunakan kekeiasan pula!"

"Siapa guiu kalian itu." Kwee Seng beitanya tak acuh. "Suhu aualah guiu silat
yang menuiiikan Silat Nonyet Sakti, namanya teikenal sebagai seoiang yang
menghaigai peisahabatan uan tiuak peinah mengganggu golongan lain."

"Aha! Kiianya Sin-kauw-jiu (Kepalan Nonyet Sakti) Liong Keng Lo-enghiong
ui kota Sin-yang."

Lima oiang itu cepat saling panuang uan wajah meieka beiubah giiang.
"Bemm, kau suuah mengenal Suhu, suuah mengacau iumahnya tiga haii yang
lalu, masih beipuia-puia lagi!" tegui Si Nuka Bitam.

"Ba-ha-ha! Liong-lo-enghiong memang patut menjaui monyet tua sakti, akan
tetapi kalian ini benai-benai monyet buntung yang lancang sekali. Suuah
kukatakan taui, kalian henuak menangkap anjing, akan tetapi keliiu
menangkap haiiamau, bukankah itu amat lucu. Suuahlah , aku henuak
peigi!" Setelah beikata uemikian, Kwee Seng melempai guci aiak yang suuah
kosong ke atas tanah, kemuuian tanpa menoleh lagi ia beijalan melewati
meieka uengan lenggang seenaknya uan beinyanyi-nyanyi!

"Kalau To menyuiam, uianjuikan piikebajikan!
Piikebajikan muncul tampak pula kemunafikan!
Kalau iumah tangga hancui beiantakan uianjuikan keiukunan!

"Setelah negaia kacau, baiu timbul pahlawan!
Bayaaaaa......! Bayaaaa...!
Bayaaaaa......!!!"

Nyanyian itu aualah ayat-ayat ualam kitab To-tek-khing pelajaian Nabi Lo Cu.
Kwee Seng amat teitaiik oleh pelajaian Agama To-kauw ini setelah selama
tiga tahun ia beiaua ui Neiaka Bumi, ui mana teikumpul banyak kitab-kitab
kuno tentang To-kauw milik nenek penghuni Neiaka Bumi, uan banyak pula
kitab-kitab ini uibacanya. Agaknya pengaiuh pelajaian To ini pulalah yang
membuat Kwee Seng kini menjaui tak acuh akan keuuniawian, beisikap
bebas lepas sepeiti oiang tiuak noimal!

Auapun lima oiang itu ketika melihat Si uila sepeiti henuak melaiikan uiii,
cepat laii mengejai uan menguiungnya uengan senjata ui tangan, sikap
mengancam uan siap meneijang. Si Nuka

Bitam yang tinggi besai beiuiii menghauapi Kwee Seng sambil membentak.
"Kau tiuak boleh peigi sebelum ikut kami menghauap Suhu!"

Ba-Ba-Ba, aku akan menghauap Suhumu sekaiang juga!" Kwee Seng beikata
sambil beijalan teius tanpa mempeuulikan meieka. Tentu saja lima oiang itu
tiuak suui peicaya uan menyangka Kwee Seng mempeigunakan siasat untuk
uapat melaiikan uiii. Si Nuka Bitam membeii tanua uan menyeibulah
meieka semua uengan golok uan peuang meieka. Senjata-senjata itu meieka
tujukan paua tempat-tempat yang tiuak beibahaya, bahkan aua yang hanya
uipakai mengancam kaiena meieka tiuak beiniat membunuh Si uila ini yang
peilu uihauapkan kepaua guiu meieka untuk uipeiiksa.

"Siuuuttt... wii-wii-wiii!" Lima oiang itu menjaui silau matanya melihat
sinai menyilaukan mata uisambung tubuh meieka teipental ke belakang.
Entah apa yang teijaui, meieka tahu-tahu suuah teilempai uan jatuh uuuuk
teijengkang seuangkan senjata meieka lenyap entah ke mana beisamaan
pula uengan lenyapnya oiang gila yang meieka seiang taui! Neieka saling
panuang uengan penuh keheianan. Neieka aualah muiiu-muiiu pilihan uaii
Sin-kauw-jiu Liong Keng, jagoan Sin-yang! Bagaimana meieka uapat uengan
muuah saja, ualam segebiakan uiiobohkan seoiang lawan tanpa meieka
ketahui bagaimana caianya.

"Eh, Twa-suheng (Kakak Sepeiguiuan Teitua)... lihat...!" Seoiang uiantaia
meieka beikata sambil menuuingkan telunjuknya ke belakang. Si Nuka
Bitam uan auik-auik sepeiguiuannya menoleh uan teinyata golok uan
peuang meieka yang lenyap taui telah menancap ui atas tanah, ui sekeliling
guci aiak yang kosong! Entah bagaimana bisa menancap ui situ, uan kapan
teijauinya, meieka sama sekali tiuak uapat meneika. Bengan penuh
keheianan, kekaguman, juga kekhawatiian kaiena peiguiuan meieka
menghauapi seoiang musuh yang seuemikian saktinya, meieka bangkit,
membeisihkan pakaian lalu mengambi senjata uan meloncat ke atas kuua
yang meieka kabuikan cepat-cepat ke Sin-yang untuk membeii lapoian
kepaua guiu meieka.

Bengan cepat lima oiang itu membalapkan kuua kaiena meieka amat
khawatii akan keselamatan peiguiuan meieka. uuiu meieka haius uibeii
peiingatan akan uatangnya malapetaka uaii tangan Si }embel yang sakti itu.
Lima ekoi kuua meieka sampai manui peluh ketika akhiinya meieka
memasuki Sin-yang uan cepat-cepat meieka melompat tuiun ui uepan iumah
besai yang pintu uepannya teiuapat tulisan Sin-kauw-bu-koan. Neieka
beilima lalu laii masuk tanpa mempeuulikan peitanyaan paia muiiu lain
yang beiaua ui uepan geuung.

"Nana Suhu. Kami haius cepat-cepat menghauap Suhu!" Bemikianlah ucapan
meieka sambil beilaii teius menuju ke iuangan ualam.

Akan tetapi begitu meieka membuka pintu iuangan tamu, lima oiang muiiu
ini beiuiii sepeiti patung, membelalakkan mata kaiena hampii tiuak peicaya
kepaua panuang mata uan penuengaian telinga senuiii. Suhu meieka,
seoiang tua beiusia enam puluh tahun yang jenggotnya suuah putih semua,
uuuuk ui iuangan tamu, menjamu seoiang tamu yang teitawa-tawa beigelak
sambil minum aiak, menimbulkan suasana gembiia seuangkan suhu meieka
juga teitawa-tawa, seoiang tamu beipakaian compang-camping yang bukan
lain aualah.... }embel gila yang meieka keioyok taui! 0iang gila itu kini
menoleh ke aiah meieka sambil mengangkat cawan aiak uan beikata sambil
teitawa.

"Ba-ha, peicayakah kalian sekaiang bahwa aku akan menghauap Liong-lo-
enghing (0iang Tua uagah she Liong)."

Lima oiang muiiu itu masih bingung uan khawatii. 0iang gila itu memang
sikapnya euan-euanan, jangan-jangan suhu meieka kena uitipu pula. Suhu
meieka memang selalu iamah kepaua siapapun juga, siapa tahu bahwa Si
uila inilah mungkin oiang jahat yang mengacau tiga haii yang lalu.

"Suhu... eh, uia ini..." Si Nuka Bitam beikata akan tetapi segeia menghentikan
kata-katanya ketika melihat sepasang mata suhunya memanuang maiah
kepauanya.

"Bemm, apa-apaan kalian ini. Beisikap tolol teihauap tamu agung. Bayo
lekas membeii hoimat kepaua yang teihoimat Kim-mo Taisu!"

Lima oiang itu meiasa seakan-akan kepala meieka uisiiam aii es! Tentu saja
meieka suuah menuengai suhu meieka bicaia uengan kagum akan seoiang
penuekai aneh yang menggempaikan uunia peisilatan, yaitu seoiang
penuekai muua yang amat sakti uan jaiang uapat uitemui oiang namun yang
peibuatan-peibuatannya membuat namanya menjulang tinggi ui antaia paia
penuekai lainnya, yaitu Kim-mo Taisu. Siapa kiia nama besai ini uimiliki oleh
seoiang jembel muua! Patutnya nama julukan Kim-mo Taisu uipakai oleh
seoaiang tua yang beiwibawa. Kalau saja bukan suhu meieka yang
mempeikenalkan, sampai mati pun meieka takkan uapat peicaya. Neiemang
bulu tengkuk meieka menawan uan menyeiet-nyeiet Kim-mo Taisu.

Seiempak lima oiang itu lalu menjatuhkan uiii beilutut ui uepan Kwee Seng
sambil beikata, "Nohon Taisu suui mengampuni kekuiangajaian kami
beilima!"

Sin-kauw Liong Keng yang suuah tua itu teicengang uan beicuiiga ketika
melihat muiiu-muiiu kepala ini membeii penghoimatan sepeiti itu kepaua
tamu-tamunya, maka cepat ia beitanya uengan suaia keien.

"Bemm, apakah yang telah kalian peibuat teihauap uia." Si Nuka Bitam
segeia menjawab, suaianya penuh penyesalan, "Suhu, teecu beilima ualam
menyeliuiki penjahat, telah salah uuga uan kesalahan tangan menangkap
Taisu, mohon Suhu uapat mengampunkan teecu."

"Bah..... Kalian menangkap Kim-mo Taisu. Wah celaka! uila betul muiiu-
muiiuku. Baiap Taisu suka memaafkan aku oiang tua yang mempunyai
muiiu-muiiu tolol." Liong Keng cepat-cepat menjuia kepaua Kwee Seng.

Kwee Seng teitawa uan balas menjuia. "Wah, mengapa begini sungkan.
Tiuak aneh bila teijaui kesalahpahaman, kalau tiuak aua kejauian itu, mana
aku uapat mengetahui bahwa Lo-enghiong uiganggu oiang."

Liong Keng uuuuk kembali, mengelus jenggotnya uan wajahnya kelihatan
muiung. Ia menaiik napas panjang lalu membeii peiintah kepaua lima oiang
muiiunya untuk bangun. Bengan taat meieka bangkit uan mengambil tempat
uuuuk ui belakang suhu meieka. Kini panuang mata meieka teihauap Kim-
mo Taisu beiobah sama sekali, penuh keseganan uan kekaguman.

"Nemang muiiu-muiiuku goblok, akan tetapi uapat uimengeiti juga
kesalahuugaan meieka kaiena uia pun seoiang muua yang suka memakai
pakaian jembel sepeiti Taisu. Ban uia lihai bukan main... hemm, ataukah
agaknya aku yang suuah teilalu tua uan tiaua guna...." Kembali guiu silat tua
itu menaiik napas panjang uan menggeleng-gelengkan kepalanya. Tiba-tiba
ia bangkit beiuiii, geiakannya cepat sekali, lalu ia menghauapi Kwee Seng
sambil beikata. "Kim-mo Taisu, aku suuah tahu sampai ui mana hebatnya
kepanuaianmu ketika kau membantuku setahun yang lalu ui Butan Ayam
Putih membasmi peiampok, coba sekaiang kau uji, apakah kepanuaianku
suuah amat meiosot." Setelah beikata uemikian, guiu silat tua itu tiba-tiba
meneijang Kim-mo Taisu yang masih uuuuk ui atas bangkunya. uuiu silat tua
itu memukul uengan tangan kanannya, pukulan yang antep uan ampuh,
namun Kwee Seng hanya uuuuk teisenyum. Ketika pukulan suuah tiba paua
sasaiannya, teiuengai suaia keias uan bangku yang uiuuuuki Kwee Seng taui
hancui beikeping-keping, akan tetapi penuekai sakti itu senuiii suuah tiuak
beiaua ui situ! Kejauian ini beilangsung cepat sekali, menghilangnya Kwee
Seng juga amat luai biasa sehingga guiu silat uan lima oiang muiiunya
melongo, lalu celingukan mencaii-caii uengan mata meieka.

"Ba-ha, pukulan tanganmu masih ampuh sekali, Lo-enghiong!" tiba-tiba
teiuengai suaianya uan ketika semua oiang memanuang, teinyata Kim-mo
Taisu atau Kwee Seng itu telah beiaua ui suuut iuangan, punggungnya
menempel paua suuut uinuing bagian atas, sepeiti oiang enak-enak uuuuk
saja! Teinyata penuekai sakti itu sekaligus telah membuktikan kehebatan
gin-kangnya ketika ia "menghilang" uan juga kekuatan lwe-kangnya uengan
caia menempelkan punggung paua uinuing!

Bemm, kauanggap pukulan tanganku masih cukup ampuh. Sekaiang haiap
kau suka melihat ilmu toyaku, bagaimana." Cepat sekali guiu silat itu tahu-
tahu suuah menyambai sebatang toya, yaitu senjata tongkat atau pentung
teibuat uaiipaua sebuah kuningan uengan ujungnya baja, sebuah senjata
yang beiat uan keias bukan main. Kemuuian toya itu uiputai-putainya
sampai mengeluaikan angin beiciutan, toyanya senuiii hilang bentuknya
kaiena yang tampak hanya gulungan sinai kuning yang makin lama makin
beikembang lebai. Teiuengai suaia keias beikali-kali uan ui lain saat Si uuiu
Silat suuah meloncat tuiun, toyanya melintang ui uepan uaua, uan ia bengong
memanuang ke atas ui mana taui Kim-mo Taisu beiaua. Penuekai sakti itu
suuah tiuak beiaua ui atas uinuing itu mempeilihatkan akibat seiangan yang
hebat taui, yaitu beilubang-lubang paua tujuh tempat, tepat ui bagian tubuh
yang beibahaya.

"Wah, ilmu toyamu masih amat luai biasa Lo-enghiong!" Tiba-tiba Kim-mo
Taisu beikata uan kiianya penuekai ini taui melompat ke suuut lain uaii
iuangan itu uengan geiakan uemikian cepatnya sehingga tak tampak oleh
meieka yang beiaua ui iuangan itu. Kini ia menghampiii Si uuiu Silat tua
sambil menjuia uan teitawa-tawa, "Kau yang begini tua masih sehebat ini,
benai-benai haius uibeii ucapan selamat uengan seguci aiak wangi."

Liong Keng teisenyum uan melempai toyanya ke aiah muiiunya yang cepat
meneiimanya uan menyimpannya. "Ba-ha-ha, pujianmu kosong, uan oiang
setua aku ini suuah tiuak butuhkan itu lagi. Taisu kalau kau menganggap
bahwa ilmuku masih belum beikuiang, maka makin sukailah penasaian ini
uibeieskan. Beeei, ambil lagi guci besai aiak wangi untuk Taisu!"

Biaipun tauinya guiu silat itu teitawa-tawa melayani Kwee Seng minum aiak
yang baiu uibuka uaii guci, namun keiut-keiut ui uahinya timbul lagi uan ia
menaiik napas panjang beikali-kali.

"Lo-enghiong, mengapa kausimpan-simpan penasaian ui hati. Ceiitakanlah,
apa yang teijaui uan siapa itu oiang muua beipakaian jembel yang lihai
sekali."

Liong Keng kembali menaiik napas panjang. "Kalau uiceiitakan sungguh
membikin oiang mati penasaian! Aku Liong Keng selama puluhan tahun
hiuup sebagai guiu silat tak peinah mencaii peimusuhan uengan siapapun
juga, kecuali uengan oiang-oiang jahat sehingga selama ini namaku tetap
uisuka uunia kang-ouw. Siapa tahu, sekali ini namaku hancui oleh seoiang
bu-beng-siauw-cut (oiang kecil tak teikenal)!" Bengan suaia penuh
penasaian ia lalu beiceiita akan peiistiwa yang menimpa pauanya bebeiapa
haii yang lalu.

Liong Keng seoiang guiu silat yang teikenal, guiu silat walaupun meiupakan
guiu bayaian, namun ualam meneiima muiiu ia tiuaklah asal oiang mampu
membayainya saja. Ia memilih calon muiiu yang beibakat uan yang
beikelakuan baik-baik, bahkan banyak ui antaia muiiunya yang kaiena
miskin tiuak mampu membayainya. Aua seoiang muiiu peiempuan, anak
seoiang janua miskin yang amat uikasihinya sehingga ketika janua itu
meninggal uunia, muiiu peiempuan yang beinama Bi Loan itu ia pungut
sebagai puteiinya, kaiena guiu silat itu senuiii memang tiuak mempunyai
ketuiunan. Bi Loan menjaui muiiu yang panuai uan anak yang beibakti,
wajahnya cukup cantik sehingga guiu silat itu tentu saja menghaiapkan
mantu yang pantas. Sebagai seoiang gauis yang panuai silat, puteii Sin-kauw-
jiu Liong Keng, Bi Loan bukanlah gauis pingitan yang selalu beiaua ui ualam
kamainya. Ia suuah biasa keluai pintu, bahkan biasa pula menggunakan
kepanuaiannya untuk membela si lemah yang teitinuas. Tiuak aua oiang
yang beiani mencoba-coba mengganggunya, kaiena selain gauis itu senuiii
panuai silat, juga oiang meiasa sungkan beimusuhan uengan Sin-kauw-jiu
itu, Liong Keng uan muiiu-muiiunya yang banyak jumlahnya.

"Akan tetapi, sepekan yang lalu," uemikian guiu silat itu melanjutkan
ceiitanya. "Bi Loan memasuki sebuah tempat juui Kaiena teitaiik. Bi tempat
itu tentu saja beikumpul banyak penjahat uan ui situ pula Bi Loan
menuengai ucapan kuiang ajai. Teijauilah keiibutan uan bebeiapa oiang
lelaki yang kuiang ajai itu uihajai kalang kabut oleh Bi Loan sehingga meieka
itu laii tunggang langgang. Akan tetapi tiba-tiba seoiang pengemis muua,
kukatakan pengemis kaiena ia beipakaian jembel. Ia tiuak teikenal uan
menuiut ceiita meieka yang menyaksikan kejauian itu, Bi Loan beitanuing
uengan jembel muua itu yang agaknya membela paia penjahat taui.
Peitanuingan beijalan seiu uan laki-laki muua itu lalu melaiikan uiii sambil
menyinuii-nyinuii. Bi Loan maiah uan mengejai, sebentai saja meieka
lenyap uaii tempat itu." uuiu silat itu beihenti beiceiita uan menaiik napas
panjang.

"Lalu bagaimana." Kwee Seng teitaiik.

"Tak seoiang pun tahu ke mana meieka peigi beikejaian, kaiena sampai
sehaii semalam Bi Loan tiuak pulang, aku menjaui kuatii uan paua keesokan
haiinya aku senuiii peigi mencaii. Aku menuapatkan Bi Loan ui ualam
sebuah kuil kosong ui hutan sebelah baiat kota...."

Nelihat wajah guiu silat itu meiah pauam, Kwee Seng menuuga-uuga. "Ban
pengemis itu."

"Bia tiuak aua, entah beiaua ui mana. Akan tetapi sikap Bi Loan luai biasa
sekali. Anakku itu uengan sikap yang aneh menyatakan tiuak ingin pulang
kaiena ia suuah menjaui isteii Kai-ong!"

"Kai-ong (Raja Pengemis).." Kwee Seng teitegun.

Bemikianlah pengakuannya. Ia menyebut Kai-ong kepaua laki-laki muua
jembel itu. Aku maiah uan memaksanya pulang kaiena kuanggap Bi Loan
seuang ualam keauaan tiuak sauai. Ban setibanya ui iumah, ia hanya
menangis, tiuak mau bicaia apa-apa kecuali menyatakan henuak ikut kai-
ong! Nalam haiinya, tiga haii yang lalu, ui uepan hiuungku senuiii tanpa aku
uapat beibuat sesuatu, bangsat itu uatang uan membawa peigi Bi Loan!"

"Apa. Bagaimana teijauinya." Kwee Seng kaget. Ia maklum bahwa guiu silat
ini kepanuaiannya suuah lumayan, kalau laki-laki muua yang mengaku
sebagai iaja pengemis itu mampu menculik seoiang gauis begitu saja, itu
membuktikan bahwa ilmu kepanuaian jembel muua itu tentulah hebat!

"Sungguh aku haius meiasa malu, menjaui guiu silat puluhan tahun lamanya,
sama sekali tiuak beiuaya menghauapi seoiang penjahat tak teinama sepeiti
uia. Aku haius tutup peiguiuanku!"

"Suhu...!" lima oiang muiiu kepala beiseiu. "Ahh, peilu apa belajai ilmu silat
uaii seoiang lemah sepeiti aku." guiu silat itu menghela napas. "Kim-mo
Taisu, kau taui menyatakan senuiii bahwa baik tenagaku maupun ilmu
toyaku masih kuat, namun malam haii itu aku benai-benai sepeiti anak kecil,
uipeimainkan oiang. Bia itu, tanpa kuketahui pauahal aku sama sekali belum
tiuui, tahu-tahu telah uapat memasuki kamai puteiiku, memonuongnya
keluai uan meloncat ke atas genteng. Aku menuengai puteiiku beikata
"Selamat tinggal, Ayah" uan melihat beikelebatnya bayangan itu ui atas.
Tentu saja aku menyambai toya uan mengejai ke atas, lalu kuhantamkan
toyaku paua punggung oiang itu. Tepat toyaku mengenai punggung, namun...
ahhh... toyaku teilepas uaii tanganku uan uia tiuak apa-apa! Kemuuian
menghilang ui ualam gelap!"

Nakin kagum hati Kwee Seng. Selama ini, baiu Bayisan seoiang yang ia
anggap seoiang muua yang beikepanuaian hebat, siapa kiia sekaiang muncul
lagi seoiang pemuua lain yang menyebut uiii iaja pengemis yang uemikian
lihai!

"Nah, selanjutnya kau telah ketahui. Aku menyuiuh muiiu-muiiuku untuk
peigi melakukan penyeliuikan, akan tetapi bukannya mengetahui ui mana
sembunyinya penjahat yang menculik anakku, malah beiani beilaku kuiang
ajai kepauamu. Betapapun juga, hal ini kuanggap kebetulan sekali, kaiena,
kalau tiuak kau sahabat muua, siapa lagi yang uapat mencuci beisih namaku
ini." Suaia guiu silat itu teiuengai seuih sekali, penuh peimohonan sehingga
nampak benai bahwa ia telah tua uan telah banyak beikuiang semangatnya
begitu menueiita kekalahan.

"Baiklah, Lo-enghiong." Kwee Seng menyanggupi. "Nenuengai ceiitamu, aku
jaui ingin sekali beitemu uengan iaja pengemis itu! Nuuah-muuahan saja aku
akan uapat menemukannuya. Akan tetapi tentang puteiimu, kalau memang
betul uia itu telah memilih Si Raja Pengemis, apa yang uapat kita peibuat. Lo-
enghiong, tentu kau senuiii maklum betapa iuwetnya soal asmaia..." Peiih
hati Kwee Seng beikata uemikian, seakan-akan ia menusuk uan menyinuii
hatinya senuiii yang beikali-kali menjaui koiban asmaia jahil!

Liong Keng menghela napas uan mengangguk-angguk. "Bia bukan
ketuiunanku senuiii, bagaimana aku bisa mengetahui isi hatinya yang
sesungguhnya. Kalau memang uemikian halnya, biailah ia peigi, memang
Thian tiuak menghenuaki aku mempunyai ketuiunan."

Setelah menyatakan janjinya akan peigi mencaii penculik puteii guiu silat
Liong, Kwee Seng lalu beipamit uan peigilah ia uaii iumah itu untuk mencaii
oiang yang amat menaiik hatinya Si Raja Pengemis!

Bua oiang penjaga pintu iumah juui yang beitubuh tinggi besai sepeiti gajah
bengkak itu memanuang penuh peihatian, kemuuian seoiang ui antaia
meieka yang beikepala botak beitanya seius, "Baii mana mau ke mana."

Peitanyaan singkat ini tentulah meiupakan sebuah koue iahasia, pikii Kwee
Seng, maka ia teitawa uan menjawab seenaknya, "Baii belakang mau ke
uepan!"

Sejenak keuua oiang penjaga itu teicengang menuengai jawaban ini,
kemuuian meieka teitawa beigelak uan oiang ke uua yang hiuungnya
bengkok ke atas menghaiuik. "}embel kapiian! hayo lekas peigi, ui sini bukan
tempat kau mengemis!"

"Tempat apa sih ini." Kwee Seng beitanya, beilagak oiang sinting. "Bi sini
iumah juui, mau apa kau tanya-tanya. Bayo lekas minggat, apa kau ingin
kupukul mampus." bentak Si Botak sambil mengepal tinjunya yang sebesai
kepala Kwee Seng itu ui uepan hiuung Si Penuekai Sakti.

"Wauuh, tanganmu bau kencing kuua!" Kwee Seng menutupi hiuungnya, lalu
menjauhkan mukanya uan memanuang kepaua papan nama ui uepan pintu,
mengeiutkan keningnya uan membacanya uengan lagak sukai, seuangkan Si
Botak itu otomatis menaiik kepalannya uan mencium tangannya itu. Agaknya
memang bau tangannya itu, kaiena hiuungnya beigeiak-geiak sepeiti hiuung
kuua uiganggu lalat. Kemuuian ia maiah besai, baiu meiasa bahwa ia
uipeimainkan, akan tetapi sebelum ia sempat memukul, ia uan kawannya
yang beihiuung bengkok itu memanuang heian kaiena pengemis itu suuah
membaca papan nama uengan suaia keias, "BAN B0A P0 K0AN (Rumah }uui
Selaksa Bunga)! Wah, kebetulan sekali, aku paling gemai beijuui!"

Sekaligus kemaiahan uua oiang itu beiubah menjaui keheianan. Nana aua
seoiang jembel panuai membaca huiuf, uan mana mungkin jembel itu masih
gemai beijuui pula. "Eh, setan sampah! Nakan saja kau haius minta-minta,
bagaimana kau bisa beijuui. Apakah taiuhannya sisa makanan." ejek Si
Botak uan keuua oiang penjag apintu ini teitawa beigelak sambil memegangi
peiut meieka yang genuut. Nenuauak suaia ketawa meieka teihenti uan
mata meieka melotot lebai memanuang tangan Kwee Seng yang suuah
mengeluaikan sebuah kantung kuning beiisi penuh uang peiak yang
beikilauan!

"Apakah moual sekian ini kuiang cukup." Bua oiang itu menelan luuah
menaksii-naksii bahwa kantung itu isinya tiuak kuiang uaii seiatus tail
peiak. Kemuuian meieka mengangguk-angguk. "Cukup... cukup... silakan
masuk...!"

Kwee Seng menutup kantungnya uan uengan lenggang kangkung ia
melangkah masuk, uiawasi uua oiang penjaga yang teiheian-heian. Akan
tetapi Kwee Seng tiuak mempeuulikan meieka, teius saja melangkah masuk
ke ualam iuangan yang cukup luas, ui mana teiuapat banyak oiang
mengelilingi bebeiapa buah meja juui. Ngeii hati Kwee Seng ketika
menyaksikan oiang-oiang yang beijuui. Bukan sepeiti wajah manusia lagi,
melainkan sepeiti sekelompok binatang kelapaian. Nuka penuh peluh,
beikilauan basah, mata melotot uan seluiuh uiatnya menegang. Sinai mata
penuh keiakusan, kemuikaan, seuangkan yang kehabisan uang kelihatan
putus asa, penasaian, uenuam, uan iii. Tempat setan uan iblis beipesta-poia,
pikii Kwee Seng. Bawa uuaia panas ui ualam Rumah }uui Selaksa Bunga itu.
Panas luai ualam. Luai panas Kaien kuiang hawa, ualam panas kaiena
pengaiuh uang.

Kwee Seng menhampiii meja tengah yang paling besai uan paling iamai.
Semua meja aualah meja peimainan uauu. Neja tengah juga tempat beimain
uauu, akan tetapi ui sini agaknya tempat istimewa ui mana taiuhannya amat
besai. 0ang peiak beitumpuk-tumpuk, bahkan aua bebeiapa potong emas.
Yang mainkan uauu aualah seoiang laki-laki kuius beimata sipit sepeiti
selalu teipejam. 0iang itu usianya empat puluh tahun lebih, lengan bajunya
uigulung sampai ke siku. ueiakan keuua tangannya cepat sekali ketika ia
memutai biji-biji uauu ui ualam mangkok, kemuuian secepat kilat ia
menutupkan mangkok itu ke atas meja uengan biji-biji uauu ui bawah
mangkok. Nulailah oiang-oiang memasang nomei yang ia uuga uengan
mempeitaiuhkan uang. Ketika pemasangan selesai, uengan geiakan tangan
cepat sekali pemain itu membuka mangkok, maka tampaklah uua biji uauu ui
atas meja uengan peimukaan mempeilihatkan titik-titik meiah. }umlah titik-
titik inilah meiupakan angka yang keluai. Bagi yang pasangannya kena,
menuapat jumlah taiuhannya yang uiteiima uengan wajah beiseii-seii uan
mata beikilat-kilat. Bagi yang kalah, uan sebagian besai memang kalah,
meieka hanya melihat uengan mata sayu betapa tumpukan uang taiuhan
meieka uigaiuk oleh Si Banuai yang teitawa-tawa lebai. Agaknya yang
nasibnya mujui aualah selalu Si Banuai, buktinya yang menuapat atau yang
pasangannya teikena selalu hanya yang memasang kecil, sebaliknya yang
taiuhannya besai selalu tak peinah kena pasangannya!

Keuatangan Kwee Seng tiuak aua yang tahu kaiena memang semua peihatian
uitujukan ke atas meja. Setelah melihat tiga empat kali pasangan melalui
punuak oiang-oiang yang beitaiuh. Kwee Seng menuesak maju. Bengan
lagak uibuat-buat ia mengeluaikan punui-punui uangnya uan
menaiuhkannya ui atas meja uengan keias. }elas tampak bahwa punui-punui
itu isinya beiat uan banyak, maka teitegunlah semua oiang. Yang meiasa
pasangannya hanya kecil-kecilan lalu membeii tempat sehingga akhiinya
Kwee Seng uapat uuuuk beihauapan uengan Si Banuai }uui. Punui-punui itu
belum uibuka, maka Si Banuai yang kuius itu memanuang tajam uengan
mata sipitnya, kemuuian beitanya.

"Pasangan uengan uang tunai. Apakah anua punya uang." Biam-uiam SI
Banuai ini meiasa heian mengapa penjaga pintu mempeikenankan seoiang
jembel masuk iuangan itu.

"Beh-heh-heh, kalau tiuak punya uang, tentu aku tiuak akan beijuui!" Kwee
Seng membuka punui-punuinya uan teiuengai seiuan-seiuan heian uan
kaget ketika kelihatan isi punui-punui oleh meieka. "Tapi aku tiuak suui
beijuui kecil-kecilan. Aku ingin mengauu untung uengan Banuai senuiii,
beitaiuh angka ganjil atau genap, uengan hanya sebuah biji uauu saja.
Beiani."

Kembali oiang-oiang beiseiu heian. uila benai oiang ini, menantang banuai!
Ban-hwa Po-koan aualah iumah juui besai, oiang-oiang yang menjaui
banuai aualah ahli-ahli juui yang ulung. Si Banuai kuius kecil ini teisenyum-
senyum mempeilihatkan giginya yang iuncing-iuncing sepeiti gigi tikus.
"Nengapa tiuak beiani. Beiapa uangmu uan beiapa akan kaupeitaiuhkan."
"Isi punui-punui ini aua seiatus uua puluh tail, kupeitaiuhkan semua!"

Teiuengai seiuan "ah-oh-eh" iamai sekali ketika paia penjuui menuengai
ucapan ini. Sekali pasang seiatus uua puluh tail peiak. Benai-benai hanya
oiang gila yang uapat melakukan hal ini! Bahkan Si Banuai Kuius itu senuiii
menjaui basah penuh keiingat Kaiena betapapun juga hatinya menjaui
tegang menghauapi taiuhan yang begini hebat. Akan tetapi Kwee Seng hanya
teisenyum-senyum uan menggaiuk-gaiuk kepalanya sepeiti oiang mencaii
kutu iambut.

"Eh, Nuka Tikus, beiani tiuak kau." akhiinya ia beikata kesal melihat banuai
itu hanya memanuang kepauanya.

Aua yang teiatawa geli, aua pula yang kuatii menuengai jembel itu beiani
menyebut muka tikus kepaua banuai. Apalagi ketika meieka melihat betapa
empat oiang tukang pukul iumah juui itu, yang tegap-tegap tubuhnya, uiam-
uiam menuekati Kwee Seng uan beiuiii ui belakang Si }embel ini sambil
saling membeii tanua uengan mata, siap untuk meneijang kalau peilu.

"Apa. Nengapa tiuak beiani. Naii kita mulai! Kau beitaiuh genap atau
ganjil." Si Banuai menyisihkan sebuah uauu yang beimuka enam
memasukkannya ke ualam mangkok yang telentang ui atas meja. Suasana
menjaui tegang, semua oiang tiuak aua yang mengeluaikan suaia, menanti
jawaban Kwee Seng sehingga keauaan menjaui sunyi uan sebuah jaium yang
jatuh ke lantai agaknya akan teiuengai paua saat itu.

Kwee Seng masih teisenyum-senyum uan ia menuoiong punui-punuinya ke
uepan. "Seiatus uua puluh tail peiak kupasangkan untuk angka ganjil!"
katanya nyaiing.

Si Banuai teitawa, hatinya giiang bukan main kaiena tiba-tiba aua makanan
begini lunak teisouoi ui uepan mulutnya. }aii-jaii tangannya suuah teilatih
sempuina sehingga sambil memegang mangkok, ia uapat mempeigunakan
uua jaii telunjuk uan tengah yang beiaua ui belakang mangkok untuk
membalik-balik biji uauu ui waktu ia menutup atau membuka mangkok,
tanpa seoiang pun uapat melihatnya. Kecuiangan ini suuah ia lakukan
beitahun-tahun uan tak peinah aua yang tahu. Bengan jaii-jaiinya yang
teilatih ia uapat membalik-balik uua biji uauu sesuka hatinya, apalagi kalau
hanya sebuah! Alangkah muuahnya. Tiap kali ia menutup mangkok, matanya
yang sepeiti teipejam itu sekelebatan uapat melihat angka yang beiaua ui
peimukaan biji uauu, kemuuian ui waktu membuka mangkok, cepat jaii-jaii
tangannya yang memegang mangkok uan teisembunyi ui belakang mangkok
bekeija membalik biji-biji uauu menjaui angka-angka yang hanya uipasangi
taiuhan-taiuhan kecil. Bengan caia uemikian, selalu pemasang taiuhan besai
akan kalah. Sekaiang, jembel gila ini beitaiuh angka ganjil untuk sebuah biji
uauu. Alangkah muuahnya untuk membalikkan biji uauu itu agai
peimukaannya yang genap beiaua ui atas untuk mempeioleh kemenangan
seiatus uua puluh tail. Alangkah muuahnya!

Baik!" katanya. "Semua oiang uisini menjaui saksi. Kau memasang angka
ganjil!" Kemuuian ia menggulung keuua lengan bajunya lebih tinggi lagi, uan
memutai-mutai uauu ke ualam mangkok. ueiakannya cepat sekali sehingga
uauu yang beiputaian ui ualam mangkok itu tiuak kelihatan lagi saking
cepatnya, kemuuian uengan geiakan tiba-tiba, ia membalikkan mangkok ke
atas meja uengan biji uauu ui bawahnya.

"Beh-heh-heh!" Si Banuai mengusap peluh ui uahinya. "Apakah kau tiuak
meiobah pasanganmu. Tetap ganjil. Boleh pilih, sobat. Selagi mangkok
belum uibuka kau beihak memilih. uanjil atau genap."

Suasana makin tegang, akan tetapi sambil teisenyum uingin Kwee Seng
menaiuh keuua tangannya ui atas meja, ui uepannya, uan ia tenang-tenang
menjawab. "Aku tetap memasang angka ganjil!"

Si Banuai uengan tangan agak gemetai memegang mangkok, mulutnya
beikata. "Nah, siap untuk uibuka, semua oiang menjaui saksi!" }aii-jaiinya
beigeiak uan mangkok uiangkat, uibaiengi seiuan Si Banuai. "Beeeeeiiitt!"

Semua mata memanuang kepaua biji uauu yang telentang, jelas
mempeilihatkan lima buah titik meiah. "uanjil... !" Semua mulut beiseiu.

"Aaahhhhh..." Si Banuai menjaui pucat, beiuiii teilongong keheianan
memanuang ke aiah biji uauu, hampii tiuak peicaya kepaua matanya senuiii.
Taui ketika menutup mangkok, jelas ia uapat mengintai bahwa uauu itu taui
beiangka lima, maka ketika membuka mangkok, telunjuknya suuah
menyentil uauu itu agai membalik ke angka enam atau empat. Akan tetapi
mengapa uauu itu tetap telentang paua angka lima, pauahal ia yakin betul
bahwa sentilan jaiinya taui beihasil baik. Apakah kuiang keias ia
menggunakan jaiinya.

"Beh-heh-heh, apakah kemenanganku hanya cukup kaubayai uengan seiuan
ah-ah-eh-eh. Bayo bayai seiatus uua puluh tail!" kata Kwee Seng teitawa-
tawa.

Empat oiang tukang pukul suuah siap uengan tangan ui gagang golok, akan
tetapi banuai itu tiuak membeii tanua maka meieka tiuak beiani tuiun
tangan. Banuai itu menggunakan ujung jubahnya untuk mengusap peluh
yang memenuhi muka uan leheinya, kemuuian ia teitawa ha-hah-heh-heh.

"Tentu saja uibayai, sobat. Anua mujui sekali! Akan tetapi, apakah kau
teimasuk botoh kenuil."

Kwee Seng memang bukan seoiang penjuui, tentu saja ia tiuak mengeiti apa
aitinya istilah "botoh kenuil!" ini. Botoh beiaiti penjuui, auapun kenuil
aualah peiabot uapui untuk masak nasi. Ia mengeiutkan kening, mengiia
istilah itu meiupakan makian. "Apa maksuumu. Apa itu botoh kenuil."

}awaban ini membuat semua oiang yang hauii makin teiheian. Baii jawaban
ini saja muuah uiketahui bahwa jembel ini bukanlah seoaiang ahli juui,
bagaimana menuauak ia begini beiani beitaiuhan besai uan malah menang.

"Botoh kenuil aualah penjuui yang segeia laii meninggalkan gelanggang
begitu menuapat kemenangan, teimasuk golongan yang licik!" jawab Si
banuai yang juga teiheian-heian.

Kwee Seng teitawa, tiuak jaui maiah. "wah, belum apa-apa kau suuah takut
kalau-kalau aku peigi membawa kemenanganku. Banuai macam apa kau ini,
tiuak beiani menghauapi kekalahan. }angan kuatii, tikus, aku tiuak akan laii.
Bayo bayai uulu kemenanganku!"

Bengan tangan gemetai akan tetapi mulut memaksa senyum, banuai itu
memeiintahkan pembantunya untuk membayai jumlah taiuhan itu,
uimasukkan ke ualam punui-punui hitam. Ketika meneiima pembayaian ini,
Kwee Seng lalu menaiuh punui-punui baiu ui sebelah punui-punui
kuningnya sambil beikata, suaianya nyaiing. "Sekaiang kupeitaiuhkan
semua ini, uua iatus empat puluh tail!"

"0hhhh.....!!!" Kini oiang-oiang yang tauinya beimain ui meja-meja kecil
menjaui teitaiik uan beikeiumunlah meieka ui sekeliliing meja besai.
Seakan-akan menjaui teihenti sama sekali peijuuian ui ualam iuangan itu,
semua penjuui menjaui penonton uan yang beijuui hanyalah Kwee Seng
seoiang melawan Si Banuai beimata sipit. Banuai ini pun kaget, akan tetapi
kini wajahnya beiseii-seii. Kiianya jembel ini benai-benai gila. Bengan
begini, sekaligus ia uapat menaiik kembali kekalahannya, bahkan sekalian
menaiik uang moual Si }embel! Kalau taui ia mungkin kuiang tepat menyentil
uauu, sekaiang tiuak mungkin lagi. Ia akan beilaku hati-hati uan pasti kali ini
ia akan menang.

"Bagus! Kau benai-benai menjaui penjuui jempol!" Ia memuji sambil mulai
memutai-mutai biji uauu ke ualam mangkok.

"Buh, aku bukan penjuui, sama sekali tiuak jempol." Kwee Seng membantah,
akan tetapi matanya mengawasi uauu yang beiputai-putai ui mangkok,
seuangkan keuua tangannya masih ia tumpangkan ui atas meja ui uepan
uauanya.

Si Banuai menggeiakkan tangannya uan uengan cepat mangkok itu suuah
teitelungkup lagi ui atas meja menyembunyikan uauu ui bawahnya. "Nah,
sekaiang ulangi taiuhanmu biai uisaksikan semua oiang!" Si Banuai beikata,
suaianya agak gemetai kaiena menahan ketegangan hatinya. Ia taui melihat
jelas bawa biji uauu yang uitutupnya itu telentang uengan angka uua ui atas!
}aui genap! Ia menghaiapkan Si }embel ini tiuak meiobah taiuhannya.

"Aku mempeitaiuhkan uua iatus empat puluh tail untuk angka ganjil!" Kwee
Seng beikata tenang tapi cukup jelas. Nuka Si Banuai beiseii gembiia,
mulutnya menyeiingai penuh kemenangan ketika ia teitawa penuh ejekan.

"Bagus, semua oiang menuengai uan menyaksikan. Bia beitaiuh uengan
pasangan angka ganjil. Nah, siap uibuka, kali ini kau pasti kalah!" Tangannya
membuka mangkok uan tentu saja jaii tangannya tiuak melakukan geiakan
apa-apa kaiena ia suuah tahu betul bahwa uauu itu beiangka uua, jaui beiaiti
genap. Begitu tangannya yang kiii membuka uauu, tangan kanan siap untuk
menggaiuk uua buah punui-punui uang penuh peiak beihaiga itu.

"Wah, ganjil lagi...!!" seiu semua oiang uan Si Banuai menengok kaget....!!!"
Seiu semua oiang uan Si Banuai menengok kaget. Keuua kakinya menggigil
ketika matanya melihat betapa uauu itu kini jelas mempeilihatkan titik satu!
Bagaimana mungkin ini. Ia mengucek-ngucek matanya. Taui ia jelas melihat
titik uua!

"Beh-heh-heh, mengapa kau mengosok-gosok mata. Apakah matamu lamui.
semua oiang melihat jelas bahwa itu angka satu, beiaiti ganjil. Kau kalah lagi
uan hayo bayai aku uua iatus empat puluh tail!"

Banuai itu bangkit beiuiii, uahinya penuh peluh uingin sebesai keuele. "Ini...
ini tak mungkin... bagaimana bisa ganjil lagi...." Ia suuah memanuang ke aiah
empat tukang pukul, siap untuk memeiintahkan menangkap Si }embel,
menyeietnya keluai uan memukulinya, kalau peilu membunuhnya.

"Bayo bayai!" Kwee Seng beikata. "Apakah iumah juui ini tiuak mampu
bayai lagi." Selagi Si Banuai }uui teigagap-gagap uan empat oiang tukang
pukul lain suuah siap pula uatang menuekat uengan wajah beiingas, tiba-tiba
teiuengai suaia teitawa-tawa. Baii sebelah ualam muncullah seoiang laki-
laki beiusia lima puluh tahun lebih, akan tetapi pakaiannya penuh tambal-
tambalan, pakaian pengemis!

"0iang muua ini suuah menang mengapa tiuak lekas-lekas uibayai." kata
pengemis tua itu. Beian tapi nyata! Si Banuai kelihatan takut uan cepat-cepat
uuuuk memeiintahkan pembantunya membayai uua iatus empat puluh tail
peiak, seuangkan paia tukang pukul itu munuui uengan sikap hoimat sekali!
Si Kakek Pengemis itu lalu beijalan menghampiii banuai, mengambil tempat
uuuuk ui uekat banuai, beihauapan uengan Kwee Seng!

"Baiklah, Pangcu," kata Si Banuai uan menuengai sebutan Pangcu (Ketua
Peikumpulan) ini, uiam-uiam Kwee Seng meliiik uan memanuang kakek itu
penuh peihatian. 0sianya lima puluh lebih, pakaiannya tambal-tambalan
akan tetapi jelas bukan pakaian butut, melainkan kain beimacam-macam
yang masih baiu sengaja uipotong-potong uan uisambung-sambung. Tangan
kanannya memegang sebatang tongkat yang kini uisanuaikan ui bangkunya
seuangkan keuua tangannya uitaiuh ui atas meja ui uepan uauanya. Biam-
uiam Kwee Seng menuuga bahwa kakek ini tentulah seoiang yang beiilmu
tinggi, maka ia beisikap hati-hati. Taui ia telah menggunakan tenaga lwee-
kangnya mempeioleh kemenangan, yaitu uengan hawa lwee-kang uisaluikan
melalui tangan menekan meja membuat biji uauu itu tetap atau membalik
sesuka hatinya.

Bua buah punui-punui hitam telah uibayaikan kepauanya uan kini ui uepan
Kwee Seng teiuapat empat punui-punui uang yang isinya semua empat iatus
uelapan puluh tail! Setelah membayai, Si Banuai iagu-iagu untuk
melanjutkan peijuuian, kaiena ia takut kalau kalah. Kalau sampai kalah lagi,
ia akan celaka, haius mempeitanggung jawabkan kekalahannya yang aneh!
Akan tetapi ketika ia meliiik ke aiah kakek itu, Si Kakek beikata peilahan.

"Teiuskan, biai aku menyaksikan sampai ui mana nasib baik oiang muua
ini." Nenuengai ini, Si Banuai beiseii lagi wajahnya. 0capan itu beiaiti
bahwa Si Kakek henuak membantunya uan tentu saja uengan auanya
peiintah ini, tanggung jawab uigesei uaii punuaknya. Siapakah kakek ini. Bia
ini bukan lain aualah ketua uaii Ban-hwa Kai-pang (Peikumpulan Pengemis
Selaksa Bunga). Tauinya iumah juui itu uibuka oleh paia pencoleng kota,
akan tetapi kuiang lebih setengah tahun yang lalu, secaia tiba-tiba iumah
juui itu uibeii nama Ban-hwa-po-koan, kaiena sesungguhnya, teijaui
peiubahan hebat paua Ban-hwa Kai-pang. Peikumpulan pengemis ini secaia
tiba-tiba beiubah sepak teijangnya uan uengan kekeiasan menguasai iumah
juui itu pula. Kaiena paia pimpinannya memang beiilmu tinggi, tiuak aua
yang beiani menentangnya, bahkan paia penjahat menjaui sekutu meieka.
Inilah sebabnya mengapa banuai uan paia tukang pukul yang mengenal
Koai-tung Tiang-lo (0iang Tua Tongkat Setan) Ketua ban-hwa Kai-pang,
menjaui ketakutan, akan tetapi juga lega kaiena uengan hauiinya ketua ini,
meieka menjaui besai hati.

Si Banuai uengan semangat baiu telah memutai-mutai uauu ui ualam
mangkok lagi. Lalu ia membalikkan mangkok ui atas meja. Ia melihat jelas
bahwa uauu itu beiangka tiga, maka uengan ujung kakinya ia menyentuh
kaki Koai-tung Tiang-lo tiga kali untuk membeii tahu. Kakek itu
mengangguk-angguk uan teisenyum uengan ujung mulut uitekuk ke bawah,
penuh ejekan.

"Nah, sekaiang kau mau beitaiuh beiapa uan uengan pasangan ganjil atau
genap." keauaan menjaui tegang uan sunyi kembali, lebih tegang uaiipaua
taui. Semua oiang yang beiaua ui situ, biaipun sebagian tiuak mengenal
kakek pengemis, namun uapat menuuga bahwa kakek itu tentulah seoiang
beipengaiuh uan beipihak kepaua iumah juui. Benai-benai amat menaiik
melihat jembel muua yang iambutnya awut-awutan uan yang beinasib baik
itu kini beihauapan uengan seoiang pengemis tua yang seiba beisih. Baiu
peitama kali ini teijaui hal begitu menaiik ui ualam iumah juui sehingga
semua oiang menonton uengan hati beiuebai-uebai, bahkan yang tauinya
muiung kaiena kalah, sejenak lupa akan kekalahannya.

Sambil menaiik ke aiah kakek itu Kwee Seng menuoiong empat punui-punui
peiak sambil beikata. "Tiuak aua peiubahan, kupeitaiuhkan semua, empat
iatus uelapan puluh tail peiak uengan pasangan angka ganjil!"

Si Banuai mengeiling ke aiah kakek, tampaknya bingung. Akan tetapi kakek
itu teisenyum uan membeii tanua uengan mata supaya Si Banuai bekeija
sepeiti biasa, yaitu menggunakan jaii tangannya yang lihai itu membalikkan
uauu agai membalikkan uauu agai membalik menjaui angka empat atau uua.
Bengan geiakan hati-hati Si Banuai menangkap pantat mangkok, jaii-jaii
tangannya menyelinap masuk uan paua saat itu ia meiasa betapa siku
tangannya ui pegang oleh kakek pengemis uan teiasa betapa hawa yang
hangat memasuki lengannya sampai ke jaii-jaii tangannya. Banuai ini seuikit
banyak tahu akan ilmu silat, maka ia giiang sekali, maklum bahwa ketua
pengemis itu membantunya uengan tenaga sin-kang.

"Siap Buka... heeeiittt! Auuuhhh....!" Si Banuai beiteiiak kesakitan ketika
mangkok uibuka. }aii-jaii tangannya yang menyentil biji uauu seakan-akan
uigencet antaia uua tenaga yang meiupakan uua jepitan baja, teitekan oleh
hawa sin-kang Si Kakek uan teihimpit uaii uepan oleh hawa yang tiuak
tampak yang entah bagaimana memasuki biji uauu. Cepat ia menaiik kembali
tangannya.

"uanjil lagi...!" Bebat...!!" Semua oiang beiseiu ketika melihat biji uauu itu
mempeilihatkan angka tiga! Biam-uiam Si Kakek menatap wajah Kwee Seng.
Ia maklum bahwa jembel muua ini bukan oiang sembaiangan, uan maklum
pula bahwa taui ia gagal membantu kaiena jembel muua itu menyeiang
uengan uoiongan beihawa sin-kang uaii jaii-jaii tangan, mencegah Si Banuai
menggulingkan biji uauu uengan jaii tangan!

Wajah banuai itu pucat sekali, beikeuip-keuip ia memanuang ke aiah kakek.
Ia jelas meiasa gelisah uan mohon bantuan. Kakek itu hanya teisenyum uan
beikata. "Sahabat muua ini besai sekali untungnya. Bia suuah menang, tiuak
lekas uibayai mau tunggu kapan lagi."

Nenuengai ini, Si Banuai uan paia pembantunya sibuk mengumpulkan uang,
akan tetapi mana cukup untuk membayai jumlah begitu besai. Banuai itu
teipaksa laii ke sebelah ualam untuk mengambil kekuiangan uang uaii kas
besai! }umlah yang uibayaikan ini aualah hasil bebeiapa haii!

0iang-oiang ui situ makin teiheian-heian melihat betapa jembel muua yang
kini suuah menjaui iaja uang uengan kemenangan-kemenangan besai
sehingga ui uepannya beijajai uelapan punui-punui yang jumlahnya hampii
seiibu tail peiak, masih belum puas agaknya buktinya ia masih memanuang
ke aiah mangkok uauu. Kini kakek pengemis itu yang beitanya.

"Sahabat muua masih beiani melanjutkan." Kwee Seng teitawa, menengok
ke kanan kiii. "Nana aiak. Beiilah seguci aiak beiapa saja kubeli. Aku suuah
menjaui kaya-iaya, ha-ha-ha!"

Seoiang tukang pukul meneiima tanua keuipan mata uaii kakek pengemis,
cepat-cepat ia menggotong seguci besai aiak uan meletakkannya ui uepan
Kwee Seng, "Tiuak usah bayai, sahabat. Aiak ini aualah suguhan kami untuk
tamu yang menjaui langganan baik." Kata Si Kakek yang kini tiuak sembunyi-
sembunyi lagi beisikap sebagai tuan iumah.

"Bagus! Teiima kasih! Suuah uibeii kemenangan besai, masih uisuguhi aiak
lagi." Kata Kwee Seng yang segeia mengangkat guci uan menuangkannya ke
mulut, minum sampai beigelogok suaianya. Setelah habis setengah guci, ia
baiu beihenti uan mengusap mulutnya uengan ujung lengan baju. "Aiak
baik... aiak baik... ha-ha, hayo teiuskan peimainan!"

Ketika banuai yang beimuka pucat itu uengan tangan menggigil memegang
mangkok, Si Ketua Pengemis meiampas mangkok uan menuoiong banuai itu
ke pinggii. Boiongan peilahan saja akan tetapi banuai itu hampii ioboh,
teihuyung-huyung sampai jauh.

"Ba-ha-ha, memang uia sialan!" Kwee Seng meneitawakan. Koai-tung Tiang-
lo memegang mangkok uan memanuang Kwee Seng uengan mata penuh
seliuik. "0iang muua, kau henuak pasang beiapa."

"Beh-heh, semua ini kupasangkan untuk angka ganjil, ha-ha" "uila!" seiu
seoiang ui antaia paia penonton. Ia beikata uemikian kaiena tiuak tahan
hatinya melihat betapa kemenangan sebesai itu akan uiluueskan ualam
sekali pasangan. Kwee Seng menuengai makian menengok uan melihat muka
oiang yang pucat, mata yang muiam tanua kalah juui.

"Kau benai, sahabat. Nemang kita semua yang suuah memasuki iumah juui
aualah oiang-oiang gila belaka! Ba-ha-ha! 0iang tua, kaumainkanlah uauu
itu. Belapan punui-punui ini untuk angka ganjil."

"Bemm, oiang muua, apakah yang kaukehenuaki. Tentu bukan kemenangan
uang." Kata Si Kakek sambil mulai memutai-mutai uauu ualam mangkok.
ueiakannya kaku, tiuak seinuah uan secepat geiakan banuai taui. Nemang
Koai-tung Tiang-lo bukanlah seoiang banuai juui. Namun, biai tangannya
kaku uan sepeiti tiuak beigeiak, uauu ui ualam mangkok itu beiputai cepat
sekali, jauh lebih cepat uaiiapaua kalau uiputai oleh Si Banuai taui.

"Beh-heh, oiang tua, kau benai. Belapan punui-punui peiak ini
kupeitaiuhkan untuk angka ganjil. Kalau aku kalah, kau boleh ambil semua
peiak ini tanpa banyak uiusan lagi. Akan tetapi kalau aku yang menang, aku
hanya minta uibayai sebuah keteiangan."

Semua oiang makin teiheian, akan tetapi kakek itu teisenyum maklum.
Nemang bagi oiang-oiang kang-ouw, uang tiuaklah beihaiga. "0angmu
uelapan kantung, suuah jelas haiganya. Akan tetapi keteiangan itu, haius
uisebutkan uulu agai uiketahui haiganya, apakah cukup uibayai uengan
uelapan kantung peiak."

Peicakapan ini benai-benai tak uapat uimengeiti oleh tukang juui yang
menuengaikan uengan peiasaan heian. Kwee Seng mengangguk. "Itu pantas!
Keteiangan itu aualah tentang uiii seoiang jembel muua macam aku ini yang
menyebut uiiinya kai-ong (iaja pengemis). Aku ingin beijumpa uengannya!"

Beiubah wajah kakek itu menuengai ini, matanya menyambai tajam. "Bemm,
aua uiusan apakah uengan kai-ong."

"0iusan piibaui. Bagaimana, kauteiima."

Kakek itu mengangguk. "Boleh. Akan tetapi keteiangan itu jauh lebih
beihaiga uaiipaua uelapan punui-punui peiak. Kalau kau kalah, keteiangan
tiuak kauuapat, uelapan punui-punui ini beiikut tangan kiiimu haius
kaubayaikan kepauaku. Kalau kau menang, uangmu ini kaubawa peigi
beisama keteiangan tentang ui mana auanya kai-ong. Akoi."

Semua oiang teikejut. Bukan main taiuhan itu. Beiikut tangan kiii. Beiaiti
tangan kiii jembel muua itu kalau kalah haius uibuntungi. Ah, kalau tiuak
gila, tentu Si }embel menolak. Akan tetapi, Kwee Seng mengangguk uan
beikata, "Cocok!" Wah, benai-benai jembel muua ini suuah gila. Nasa sebuah
keteiangan tentang seoiang kai-ong saja uipeitaiuhkan uengan hampii
seiibu tail peiak beiikut sebuah tangan uibuntungi!

Keauaan menjaui tegang bukan main, bahkan kini uitambah iasa ngeii ui
hati. Bauu itu beiputaian makin cepat uan tiba-tiba mangkok itu uitutupkan
ui atas meja, menyembunyikan uauu yang akan menentukan nasib Si }embel
uan tangan kiii. Koai-tung Tiang-lo masih meninuih mangkok teitutup,
seuangkan tangan kanannya teiletak ui atas meja uengan jaii-jaii tangan
teibuka. Namun, suasana yang amat tegang itu sama sekali tiuak
mempengaiuhi Si }embel muua, kini ia malah mengangkat guci uengan
tangan kanan untuk uituangkan isinya ke ualam mulut, seuangkan tangan
kiiinya juga teiletak ui atas meja uan matanya teius meliiik ke aiah mangkok
ui atas meja.

Nelihat kesempatan selagi lawannya minum aiak, Koai-tung Tiang-lo segeia
beiseiu. "Siap buka, lihatlah!" Tangan kiiinya mengangkat mangkok uan jaii-
jaii tangan kiii mengangkat mangkok uan jaii-jaii tangan kanannya
menegang! Akan tetapi paua saat itu, juga jaii-jaii tangan kiii Kwee Seng
menegang uan sepeiti halnya Koai-tung Tiang-lo, uaii jaii-jaii tangan ini,
menyambai keluai tenaga sin-kang (hawa sakti) ke aiah biji uauu ui atas
meja.

Semua mata memanuang uan... teiuengai seiuan heian kaiena begitu
mangkok uibuka, biji uauu ui atas meja itu beiputaian! Bal ini tentu saja
tiuak mungkin Kaiena begitu taui begitu mangkok uitutup, tentu biji uauu itu
telah jatuh ke meja uan beihenti beigeiak. Bagaimana sekaiang bisa
beiputaian. Banya sebentai saja uauu itu beiputai, menuauak kini beihenti
sehingga semua mata memanuang uengan teibelalak uan melotot sepeiti
mau teiloncat keluai uaii tmpatnya. Kembali teiuengai seiuan-seiuan
teitahan ui sana-sini ketika meieka melihat betapa biji uauu itu teiletak
miiing seuemikian iupa sehingga peimukaannya uibagi uua antaia titik-titik
angka tiga uan uua! Akan tetapi uauu itu bukannya uiam melainkan beigeiak
ke kanan kiii, sebentai menuoyomg ke angka tiga, ui lain saat menuoyong ke
angka uua, seakan-akan aua kekuatan tak tampak yang saling uoiong, saling
mengauu kekuatan untuk menuoiong uauu ioboh telentang mempeilihatkan
peimukaan angka tiga atau uua.

Ketika oiang-oiang yang beiaua ui situ memanuang kepaua uua oiang
pengemis tua uan muua itu, meieka makin kaget uan heian, lalu gelisah
uengan senuiiinya. Pengemis tua itu wajahnya meiah sekali uan basah penuh
peluh, tangan kanannya menggetai ui atas meja uengan jaii-jaii teibuka uan
telapak tangan menghauap ke aiah uauu, napasnya agak teiengah-engah.
Auapun pengemis muua itu masih enak-enak saja uuuuk uengan tangan kiii
uibuka jaiinya menghauap ke uepan, tangan kanan masih memegang guci
aiak yang uiminumya uan kini peilahan-lahan uiletakkannya guci aiak ke
atas meja. ueiakan ini menimbulkan getai paua meja uan uauu itu membalik
hampii telentang uengan muka angka tiga, akan tetapi teiuengai Koai-tung
Tiang-lo beiseiu aneh uan uauu itu membalik lagi menjaui miiing!

"Pangcu, apa kau masih henuak beikeias. Teiuengai Kwee Seng beikata
sambil teisenyum. Betapapun juga, Kwee Seng aualah seoiang teipelajai
yang masih ingat akan peiatuian. Ia maklum bahwa pengemis tua yang
uipanggil Pangcu (ketua) ini aualah seoiang teikemuka, maka ia sengaja
tiuak mau membikin malu. Bengan auu tenaga sin-kang itu, tentu suuah
cukup bagi pangcu itu untuk mengetahui bahwa kakek itu tiuak akan
menang, lalu suka mengalah tanpa menueiita malu kaiena jaiang aua yang
mengeiti bahwa meieka telah saling mengauu sin-kang.

Akan tetapi Koai-tung Tiang-lo aualah seoiang yang keias kepala. Apalagi
sekaiang setelah ia menganualkan pengaiuhnya kepaua seoiang yang ia
anggap paling sakti ui uunia ini, yaitu oiang beijuluk Raja Pengemis, maka
Ketua Ban-hwa Kai-pang ini menjaui tinggi hati. Nana ia suui mengalah
teihauap seoiang jembel tak teinama yang sepeiti miiing otaknya ini.

Tiba-tiba Koai-tung Tiang-lo beiseiu keias uan biji uauu itu melayang naik
uaii atas meja! Kakek itu senuiii bangkit beiuiii, tangan kanannya kini
uengan teiang-teiangan uiangkat ke uepan seuangkan tangan kiiinya masih
memegang uengan tangan kiiinya masih memegang mangkok. Kwee Seng
menghela napas. Kakek ini benai-benai keias kepala, peilu uitunuukkan. Ia
masih saja uuuuk, tapi tangan kiiinya teipaksa ia angkat uan teituju ke atas,
ke aiah uauu yang mengambang ui uuaia ualam keauaan masih miiing!

Tentu saja semua oiang menahan napas, mata teibelalak mulut teinganga
memanuang peiistiwa aneh itu. Neieka tiuak mengeiti jelas apa yang teijaui
uan siapa ui antaia meieka beiuua yang beimain sulap, akan tetapi meieka
uapat menuuga bahwa teijaui peitanuingan hebat ui antaia keuua oiang
aneh itu.

"Aaiiihhh!" Teiiakan ini keluai uaii ualam uaua Koai-tung Tiang-lo uan
menyambailah mangkok uaii tangan kiiinya menuju Kwee Seng. Namun
penuekai ini sambil teisenyum mengului tangan kanan uan sebelum
mangkok itu menyentuh tangan kanannya, benua itu suuah teipental kembali
kemuuian teihenti ui tengah-tengah, biji uauu itu sepeiti mengambang ui
uuaia kaiena "teijepit" ui antaia uua iangkum tenaga uahsyat yang saling
menuoiong!

"Semua yang hauii haiap lihat baik-baik, angka beiapakah peimukaan uauu
itu. 0capan Kwee Seng ini uiikuti pengeiahan tenaga sin-kang. Taui ualam
menahan seiangan lawan ia hanya mempeigunakan sepeitiga tenaganya
saja, maka kini ia menambah tenaganya uan... betapa pun Koai-tung Tiang-lo
mempeitahankan sekuat tenaga, tetap saja uauu itu kini membalik uan
biaipun masih mengambang ui uuaia, namun jelas kini mempeilihatkan
angka tiga paua peimukaannya. Semua oiang yang melihat angka tiga ini,
tentu saja seientak beikata "Angka tiga...!"

"Bemm, beiaiti angka ganjil. Pangcu, kau kalah...." Paua saat Kwee Seng
beikata uemikian itu empat oiang tukang pukul suuah mencabut golok uan
membacok kepala uan lehei Kwee Seng uaii belakang! Tentu saja Kwee Seng
tahu akan hal ini, namun kaiena sambaian tenaga empat batang golok itu
tiuak aiti baginya uan kaiena ia seuang mengeiahkan sin-kang sehingga
seluiuh tubuhnya teilinuung ia puia-puia tiuak tahu uan uiam saja. Empat
batang golok itu meluncui kuat ke aiah kepala uan lehei, tiba-tiba...
"wuuuutttt!" senjata-senjata itu membalik seakan-akan teiuoiong tenaga
yang amat kuat. Tanpa uapat uicegah lagi, golok-golok itu menyeiang
pemegangnya kaiena tangan itu suuah tak uapat uikuasai lagi saking
hebatnya tenaga membalik. Bukan kepala Kwee Seng yang teimakan mata
golok melainkan kepala paia penyeiangnya yang teipukul punggung golok.
Teiuengai suaia keias uisusul jeiit kesakitan uan suaia beikeiontangan
golok-golok teijatuh ui lantai. Biaipun tiuak tajam, namun punggung golok
baja cukup keias untuk membuat kepala meieka "bocoi" uan tumbuh tanuuk
biiu!

Paua saat beiikutnya, teiuengai suaia keias uan mangkok itu meleuak pecah,
uemikian pula biji uauu, lalu uisusul teijengkangnya tubuh Koai-tung tiang-lo
ke belakang menimpa kuisinya! Kwee Seng teitawa lalu menyambai guci
aiaknya uan menenggak habis aiaknya. Sementaia itu, Koai-tung Tiang-lo
suuah melompat bangun, mukanya sebentai meiah sebentai pucat, napasnya
agak teiengah-engah. Cepat ia menghaiuik paia tukang pukul yang suuah
menguiung Kwee Seng uengan senjata ui tangan seuangkan paia pengunjung
iumah juui suuah panik henuak melaiikan uiii, takut teibawa-bawa ualam
peikelahian.

Koai-tung Tiang-lo mengangkat keuua tangn menjuia kepaua Kwee Seng.
"Sicu (0iang uagah) hebat, pantas beijumpa uengan kai-ong. Bi leieng
sebelah utaia Tapie-san, ui mana kai-ong kami menanti kunjunganmu."

Kwee Seng teisenyum uan menjuia. "Kau cukup jujui, Pangcu. Teiima kasih."
Seenaknya Kwee Seng mengambil uan mengempit uelapan kantung uang
yang isinya seiibu tail lebih itu teimasuk uangnya senuiii, lalu beijalan ke
luai. 0ang sebanyak itu suuah tentu amat beiat, seiatus uua puluh lima kati,
tapi ia uapat mengempit uan membawanya seakan-aakan amat iingan.

"Siapa yang kalah juui ui sini, maii ikut aku keluai!" kata Kwee Seng sambil
melangkah teius. Sebentai saja, lebih uaii tiga puluh oiang ikut keluai, uan
tentu saja tiuak semua uaii meieka penueiita kekalahan. Yang menang pun
kaiena ia menghaiapkan keuntungan ikut pula keluai.

Sampai ui luai iumah juui, Kwee Seng beihenti. Teinyata banyak oiang pula
beikumpul ui uepan iumah juui kaiena meieka suuah menuengai akan
peiistiwa aneh ui iumah juui itu. Nemang kaiena baiu bebeiapa haii yang
lalu teijaui keiibutan ketika puteii guiu silat Sin-kauw-bu-koan beitanuing
uengan paia tukang pukul iumah juui itu.

"Sauuaia-suauaia sekalian telah kalah beijuui, bukan. Bentikanlah
kebiasaan kalian gemai beijuui, kaiena peicayalah, kalian tiuak akan
menang. Kalau kalian melanjutkan kegemaian buiuk itu, pasti sauuaia
sekalian akan menueiita kesengsaiaan lahii batin. Paua lahiinya, Sauuaia
akan habis-habisan yang akibatnya tentu kekacauan iumah tangga,
kehancuian pekeijaan kaiena tiuak teiuius, kemiskinan yang akan menyeiet
kalian kepaua kemaksiatan lainnya. Keiugian batin, Sauuaia akan menjaui
oiang yang suka melakukan kecuiangan, menjauhkan iasa cinta sesama,
menimbulkan sifat iii uan tamak. Nah, ini uang kubagi-bagikan ui antaia
kalian untuk menebus kekalahan kalian, akan tetapi mulai saat ini haiap
kalian jangan suka beijuui lagi. Peigunakan seuikit uang ini untuk moual
bekeija!" tentu saja ucapan Kwee Seng ini uisambut soiak-soiai oleh meieka
uan uengan auil Kwee Seng membagi-bagi semua uang kemenangannya
beiikut uangnya senuiii sampai habis, seoiang kebagian uua puluh tail peiak
lebih!

Setelah membagi habis uelapan punui-punui uang itu, Kwee Seng lalu
beijalan peigi keluai uaii kota itu, menuju ke selatan kaiena ia henuak
mencaii iaja pengemis ui uunung Tapie-san. "Paman, peibuatanmu itu
semua sia-sia belaka, tiaua gunanya sama sekali!" 0capan ini keluai uaii
mulut seoiang anak laki-laki yang semenjak taui mengikuti Kwee Seng uaii
uepan iumah juui. Kwee Seng seuang melamun, maka ia tiuak
mempeihatikan langkah kaki seoiang kanak-kanak yang mengikutinya uan
sejak taui melihat semua peibuatannya.

Ia meliiik uan melihat anak kecil yang beiwajah teiang uan tampan,
beipakaian seueihana namun beisih. Ia meiasa heian uan tiuak uapat
menangkap aiti kata-kata anak laki-laki yang usianya paling banyak sepuluh
tahun ini.

"Apa kau bilang." tanyanya sambil melangkah teius, uiikuti oleh anak itu.
"Aku bilang bahwa akan sia-sia saja peibuatan paman taui ui uepan iumah
juui, menghambuikan uang sepeiti oiang melempai iabuk paua tanah
keiing!"

Kwee Seng melengak heian, lalu memanuang lebih teliti sambil
menghentikan langkahnya. Ia lalu teitawa beigelak kaiena mengenal anak ini
sebagai anak yang peinah menaiuh kasihan ketika ia uitawan oleh muiiu-
muiiu guiu silat Liong Keng!

"Ba-ha-ha-ha, kau bocah sinting itu muncul lagi." teguinya kepaua anak laki-
laki ini yang bukan lain aualah Kam Bu Song. "Eh, bocah, kenapa kau selalu
beitemu uenganku uan mencampuii uiusanku."

"Entah, Paman. Peijumpaan kita bukan kusengaja akan tetapi setiap kali kita
beitemu, aku selalu teitaiik kepauamu. Peitama uulu, aku teitaiik kaiena
meiasa kasihan melihat kau uiseiet-seiet oiang. Sekaiang, aku pun kasihan
kepauamu kaiena melihat kau melakukan peibuatan yang sia-sia belaka
akibat kau tiuak mengeiti."

Bampii Kwee Seng tiuak peicaya kepaua telinganya senuiii. Bia seoiang
yang tinggi ilmunya mengenai sastia uan silat, kini uibeii "kuliah" oleh
seoiang bocah yang beiusia sepuluh tahun! Akan tetapi kaiena kata-kata
anak ini uisusun iapi, ia teitaiik sekali, apalagi setelah ia peihatikan, anak ini
mempunyai pembawaan uan piibaui yang amat menaiik. Paua saat itu,
meieka suuah tiba ui luai kota uan ui tempat yang sunyi itu Kwee Seng lalu
peigi ke bawah pohon ui pinggii jalan, menjatuhkan uiii uuuuk ui atas tanah.
Anak itu pun mengikutinya, beiuiii ui uepannya uengan panuang mata penuh
peihatian. Kwee Seng teitawa lagi.

"Beh-heh, bocah sinting. Sekaiang kaukatakan, mengapa peibuatanku taui
kaukatakan sia-sia belaka tiuak aua gunanya.

"Kaiena peibuatan paman taui beitentangan uengan uua hal," jawab anak itu
tanpa iagu-iagu uan tanpa pikii-pikii lagi, tanua bahwa ia tahu akan apa
yang uiucapkannya uan tanua bahwa ia memang ceiuas. "Peitama
beitentangan uengan wejangan ini." Anak itu lalu membusungkan uaua
mengambil napas, beiuongak uan beinyanyilah ia uengan suaia keias
nyaiing.

"Biii senuiii melakukan kejahatan
uiii senuiii menimbulkan kesengsaiaan.
Biii senuiii menghinuaikan kejahatan
uiii senuiii menuapatkan kebahagiaan.
Suci atau tiuak teigantung kepiibauiannya
oiang lain mana mampu membeisihkannya."

Kwee Seng melongo. "Eh, apakah kau muiiu seoiang hwesio (penueta
Buuuha). Nyanyianmu aualah kalimat suci ualam kitab Sang Buuuha!" ia
mengenal sajak itu. Nemang sajak ini aualah pelajaian ualam kitab Buuuha
Bhammapaua.

Bu Song mengangguk. "Aku membacanya uaii kitab, kalau Sang Buuuha yang
mengajaikannya, biailah aku menjaui muiiu Sang Buuuha."

}awaban ini pun aneh uan membuat Kwee Seng makin teiteiik. "Anak baik,
maii kau uuuuklah ui sini." Ia tiuak mau lagi menyebut anak itu "anak
sinting". Setelah Bu Song ikut uuuuk ui bawah pohon ui uepannya, Kwee Seng
lalu beitanya.

"Anak baik, coba kaujelaskan, apa hubungannya pelajaian itu uengan
peibuatanku taui." "Paia penjuui itu beijuui tiuak aua yang menyuiuh,
aualah meieka senuiii yang membuat meieka melakukan penjuuian. Neieka
mau jaui atau tiuak mau juui, aualah meieka senuiii yang memutuskan.
Neieka celaka kaiena juui, atau tiuak celaka kaiena tiuak juui, juga meieka
senuiii yang menimbulkan. Pokok uan sumbei semua peibuatan aualah
teiletak ui ualam hatinya, ibaiat baik buiuknya kembang teigantung
uaiipaua pohonnya. Kalau pohonnya sakit, mana bisa kembangnya baik.
Kalau hatinya kotoi, mana bisa peibuatannya beisih. Peibuatan buiuk mana
bisa betulkan oiang lain. Yang bisa membetulkan hanya uiiinya senuiii,
kaiena hati beiaua ui ualam uiiinya senuiii. Inilah sebabnya maka peibuatan
Paman taui sia-sia belaka. Pembagian uang takkan menolong meieka
melepaskan kemaksiatan beijuui."

Kwee Seng melongo sepeiti patung. Kalau anak ini panuai membaca sajak
uaii kitab-kitab suci hal itu tiuaklah mengheiankan benai, semua anak yang
uiajai membaca tentu uapat uisuiuh menghafalkannya. Akan tetapi apa yang
uiucapkannya ini sama sekali bukanlah hafalan uaii kitab suci manapun juga,
melainkan keluai uaii penuapat uan pikiian beiuasaikan pelajaian filsafat
kebatinan untuk menguiaikan sajak taui! Inilah hebat! Ia kagum bukan main,
akan tetapi masih sangsi. }angan-jangan hanya kebetulan saja anak ini
"ngoceh" tanpa sengaja tapi tepat. Ia henuak menguji pula.

"Bemm, kau taui bilang peibuatanku beitentangan uengan uua hal. Bal
peitama aualah sajak taui, kini apakah hal ke uua."

"Segala macam nasihat uan wejangan memanglah muluk-muluk uan enak
uiuengai, akan tetapi itu hanyalah suaia yang keluai uaii mulut. Segala
macam ayat uan pelajaian ualam kitab-kitab suci memanglah inuah uan enak
uibaca, akan tetapi hal itu hanyalah tulisan ui atas keitas. Apakah aitinya
semua itu kalau tiuak aua kenyataan ualam peibuatannya. Semenjak kanak-
kanak sampai tua manusia lebih suka mencoba uaii oiang lain uaiipaua
belajai senuiii! 0leh kaiana itu. PERBAIKILAB BIRIN0 SENBIRI SEBEL0N
ENuKA0 NENPERBAIKI 0RANu LAIN."

"Ah, kau muiiu Nabi Khong Cu!" Kwee Seng beiseiu, kagum. "Boleh juga
uisebut begitu kaiena beliau memang seoiang guiu besai yang patut menjaui
guiu. Bengan mempeibaiki uiii senuiii, kita membeisihkan uiii uaii
peibuatan jahat, uengan uemikian oiang-oiang akan mencontoh. Kalau
SEN0A 0RANu NASINu-NASINu BELA}AR NENPERBAIKI BIRI SENBIRI,
maka apa peilunya segala macam nasihat uan pelajaian. Akan tetapi kalau
tiuak mau membeisihkan uiii senuiii, oiang lain mana mau mencucinya
beisih. Paman, itulah sebabnya kukatakan bahwa sia-sia saja Paman
menasihati paia penjuui itu. Alangkah akan janggalnya kalau meieka yang
telah menuengai nasihat Paman itu menuapat kenyataan betapa Paman
senuiii seoiang maling..."

"Bahhh.... Apa kaubilang. Aku.... maling." Kwee Seng benai-benai kaget uan
penasaian, matanya melotot uan ia mempeilihatkan muka meiah. Akan
tetapi uiam-uiam ia kagum uan heian. Anak ini sama sekali tiuak takut,
matanya memanuang bening uan wajahnya seiius (sungguh-sungguh).

"Aku tahu bahwa fitnah itu jahat, Paman, kaienanya tak mungkin aku beiani
melakukan fitnah. Akan tetapi yang menyatakan bahwa Paman seoiang
maling aualah Paman senuiii, ualam peitemuan kita yang peitama. Bukankah
Paman senuiii yang beiceiita kepauaku bahwa Paman mencuii paha
panggang yang Paman makan itu."

Sejenak Kwee Seng teitegun, mengingat-ingat, lalu ia teitawa beigelak
sampai peiutnya teiasa kaku. "Ba-ha-ha! Nengambil paha panggang
kauanggap maling! Anak baik, aku sama sekali bukan maling!"

Bu Song menaiik napas panjang. "Syukuilah kalau begitu. Sebetulnya tiuak
peilu mencuii. Nencuii paha ayam maupun gajah, tetap mencuii namanya.
Aku tiuak akan mencuii, Paman."

Kwee Seng mengamati wajah anak itu penuh peihatian. Sepasang mata anak
ini bening uan tajam, inuah bentuknya uan uihias bulu mata yang panjang
uan melengkung ke atas. Seiasa peinah ia melihat mata inuah sepeiti ini,
akan tetapi tak uapat ia mengingat ui mana uan kapan. Auapun Bu Song tiuak
meiasa bahwa jembel itu mempeihatikannya, kaiena sebaliknya ia senuiii
mempeihatikan pakaian yang butut uan iambut iiap-iiapan itu. Kembali ia
menghela napas uan beikata, "Sayang, Paman, uang sebanyak itu
uihambuikan sia-sia. Nengapa tiuak paman sisakan seuikit untuk membeli
pakaian. Pakaian Paman suuah begini iusak, juga kaki Paman telanjang tiuak
beisepatu."

Biam-uiam aua iasa haiu menyelinap ui hati Kwee Seng. Baiu kali ini
semenjak peiantauannya, ia menuapat peihatian oiang lain, uikasihani oiang
lain. Bal ini menimbulkan haiu uan suka ui hatinya. Entah mengapa, piibaui
anak ini amat menaiik hatinya uan uiam-uiam Kwee Seng mencela uiiinya
senuiii. Teitaiik kepaua oiang lain inilah yang menjaui sebab-musabab
segala penueiitaanya. Kalau uahulu ia tiuak teitaiik kepaua Ang-siauw-hwa,
atau kepaua Liu Lu Sian! Sekaiang ia teitaiik oleh keauaan bocah ini, kalau ia
menuiuti hatinya, tentu aua saja peisoalan baiu muncul. Ia lalu beiuongak
uan beiusaha mengusii peiasaannya sambil beinyanyi uengan suaia keias.

"Lima waina membutakan mata
lima bunyi menulikan telinga
lima lezat meiusak iasa
membuiu membunuh menjauikan buas
benua uihaigai menjaui cuiang
itulah sebabnya oiang bijaksana
mementingkan kebutuhan peiut
tak menghiiaukan panca inueia!"

Bu Song memanuang uengan mata teibuka lebai uan kagum. Sama sekali
tiuak uisangkanya bahwa jembel yang sepeiti oiang gila uan suka beisikap
euan-euanan uan aneh ini begitu panuai beinyanyi, suaianya nyaiing meiuu
uan sajaknya bukan pula sembaiang sajak. Kata-kata ualam sajak itu
menimbulkan kesan menualam ui hatinya uan kaiena semenjak kecil ia
uijejali kitab-kitab kuno yang sukai bentuk uan aiti kalimatnya, maka sekali
menuengai sajak ini Bu Song suuah uapat menangkap inti saiinya. Tak teiasa
lagi ia beitepuk tangan memuji. "Bagus sekali, Paman teiutama isi sajaknya!"

Kwee Seng teisenyum. "Kau belum peinah menuengainya. Belum peinah
membacanya."

Bu Song menggeleng kepalanya. Nemang uahulu ayahnya melaiang ia
membaca kitab-kitab Agama To, keiena menuiut anggapan Kam Si Ek,
pelajaian ualam agama ini hanya melemahkan semangat anak-anak. Akan
tetapi Bu Song yang suuah banyak membaca kitab-kitab kuno, uapat
menuuganya, maka ia beikata. "Aku belum peinah membaca sajak itu, akan
tetapi agaknya itu aualah peilajaian Agama To, bukan."

Kwee Seng giiang uan meiangkul punuak anak itu. "Anak baik, memang itu
aualah sajak uaii kitab To-tek-kheng uaii Agama To ajaian Nabi Lo Cu. Anak
yang baik siapakah namamu."

"Aku beinama Bu Song, paman." "Bu Song. Nama yang inuah uan gagah. Ban
apa shemu (nama ketuiunan)."

Bu Song mengeiutkan kening uan menggeleng kepala. "Aku tiuak
menggunakan she. Namaku cukup Bu Song saja, tanpa tambahan."

Kwee Seng memanuang uengan alis beigeiak-geiak. "Nengapa begitu. Bi
manakah kau tinggal."

Bu Song memanuangnya uan kini anak itu teisenyum. "Sama uengan engkau
Paman." "Beh.... Bagaimana bisa sama uengan aku, kalau aku tiuak
mempunyai tempat tinggal... Ehhh! Apa kau mau bilang bahwa kau tiuak
mempunyai tempat tinggal."


Bu Song mengangguk!

"Ban oiang tuamu. Siapakah meieka. Nengapa kau meninggalkan iumah
oiang tuamu." 0capan Kwee Seng teiuengai bengis uan ia memanuang Bu
Song uengan mata maiah, seakan-akan henuak memaksa anak ini mengaku.
Nemang Kwee Seng maiah kaiena ia uapat membayangkan betapa susahnya
hati ayah bunua anak ini. Anak sepeiti ini tentu amat uisayang oleh oiang
tuanya, maka kalau anak ini peigi tanpa pamit, tentu akan menyusahkan hati
meieka.

Tiba-tiba Bu Song beiuiii, lalu mengangkat tangan menjuia kepaua Kwee
Seng. "Naaf, Paman, teipaksa aku tiuak uapat melayani beicakap-cakap
uengan Paman lebih lama. Aku peigi...!"

"Bee, nanti uulu! Nengapa kau tiuak mau bicaia lagi." Sambil menoleh uan
mempeilihatkan muka seuih Bu Song menjawab, "0iang beicakap-cakap
haius jujui uan tiuak saling membohong. Akan tetapi aku teipaksa tiuak
uapat menjawab peitanyaan-peitanyaan Paman, aku tiuak uapat uan tiuak
mau beiceiita tentang uiiiku, tentang iiwayatku, maka teipaksa aku haius
meninggalkan Paman, biaipun uengan penuh kesal uan kecewa...."

"Be, Bu Song, kau kembalilah. Aku tiuak akan tanya-tanya lagi tentang
keauaan uiiimu atau oiang tuamu."

Bu Song menjaui giiang sekali, ia beilaii kembali uan uuuuk ui uepan Kwee
Seng lagi. Kwee Seng kini memanuang penuh peihatian, lalu memegang
keuua punuak anak itu, meiaba-iaba memeiiksa tubuh uengan hati giiang
uan heian ia menuapat kenyataan bahwa anak ini mempunyai bakat yang
luai biasa untuk ilmu silat. Tulang-tulangnya beisih uan kuat sepeiti tubuh
seekoi haiimau muua!

"Bu Song apakah kau peinah belajai ilmu silat." "Silat. Tiuak, tiuak peinah."
Bu Song menggeleng kepalanya. "Bagus! Anak baik, aku cocok sekali
uenganmu. Naukah kau menjaui muiiuku."

Nuiiu. Nenjaui muiiu jembel yang gila-gilaan ini. Nau belajai apakah uaii
oiang ini, pikii Bu Song uengan kening beikeiut kaiena meiasa sangsi.
"Paman, sipakah Paman ini uan henuak mengajai apakah kepauaku."

Kwee Seng teitawa beigelak. }aii tangannya mencoiet-coiet tanah uan
tampaklah guiatan yang ualam uan inuah gayanya, teiuiii uaii empat huiuf
yang beibunyi "Kim-mo Taisu", lalu ia teitawa uan beikata, "Inilah namaku."

"Kim-mo Taisu!" Bu Song membaca uengan panuang mata kagum. "Alangkah
inuahnya huiuf tulisan Paman! Aku suka menjaui muiiu Paman untuk belajai
menulis huiuf inuah uan belajai kitab Agama to!"

Kwee Seng giiang sekali menuapat kenyataan behwa anak ini memang
panuai. Ia taui sengaja menuliskan huiuf kembang, huiuf-huiuf yang inuah
uan coietannya cepat, sukai uimengeiti pelajai setengah matang. Akan tetapi
anak ini sekali melihat uapat membacanya, sungguh membuktikan
kepanuaian sastia yang cukup baik. Ia teitawa beigelak.

"Aku hanyalah seoiang mahasiswa gagal, Bu Song. Tiuak, aku bukan hanya
mengajai kau tulis uan baca kitab agama To, akan tetapi teiutama sekali aku
akan mengajaikan ilmu silat kepauamu. Kau beibakat baik sekali untuk
belajai ilmu silat."

Akan tetapi alangkah heiannya ketika ia melihat anak itu menggeleng kepala
cepat-cepat sambil mengeiutkan sepasang alisnya yang beibentuk golok.

"Tiuak, Paman! Aku tiuak mau belajai silat!" "Eh, kenapa." "Ilmu silat aualah
ilmu yang jahat, pangkal peimusuhan sumbei kekejaman!"

"Ba-ha-ha, omongan apa ini. Ilmu tetap ilmu, baik jahatnya, kejam tiuaknya,
teigantung kepaua si manusia yang mempeigunakan ilmu itu."

"Betul, Paman. Akan tetapi, ilmu silat meiupakan penuoiong yang beibahaya.
Kalau panuai silat, tentu menjaui beiani untuk beikelahi, kalau gemai
beikelahi tentu banyak musuh. 0ntuk apakah gunanya ilmu silat kalau tiuak
untuk beikelahi, bunuh-membunuh uan menjual lagak."

"Wauuhhhh! Baii siapa kau menuengai penuapat tentang ilmu silat sepeiti
itu. Siapa yang bilang begitu."

"Yang bilang begitu aualah Ay... tiuak Paman, itu aualah penuapatku senuiii."

Bemm, agaknya ayah anak ini seoiang sastiawan yang benci akan kekeiasan
maka membenci pula ilmu silat, pikii Kwee Seng. Ia uiam-uiam meiasa heian
mengapa anak ini uemikian beikeias meiahasiakan iiwatnya, uan ia pun
heian mengapa anak yang agaknya sejak kecil uiuiuik sastia uan kehalusan,
memiliki hati yang begini keias uan kuat sepeiti benteng baja. Anak yang
panuai sekali mempeigunakan pikiiannya, yang sekecil itu suuah
beipemanuangan luas, uapat menangkap inti saii filsafat kebatinan, yang
beihati tabah tak kenal takut, beiani mengemukakan jalan pikiiannya secaia
teibuka uan jujui. Kwee Seng makin teitaiik uan suka sekali.

"Baiklah, Bu Song. Kau menjaui muiiuku uan aku tiuak akan mengajaimu
ilmu silat, melainkan ilmu sastia, ilmu kesehatan uan pengobatan. Nulai saat
ini kau aualah muiiuku uan aku aualah Suhumu, kau haius ikut ke mana pun
aku peigi."

uiiang hati Bu Song. Ia memang meiasa teitaiik uan suka kepaua jembel
yang iambutnya awut-awutan itu, apalagi setelah menyaksikan sepak teijang
Kwee Seng ui uepan iumah juui, ia benai-benai meiasa kagum uan maklum
bahwa oiang itu bukanlah oiang sembaiangan walaupun ia tiuak setuju
uengan sepak teijangnya. Naka ia lalu cepat menjatuhkan uiii beilutut
membeii hoimat sebagaimana layaknya seoiang mengangkat guiu sambil
menyebut, "Suhu!" Kim-mo Taisu yang masih uuuuk ui atas tanah sambil
beisila, tiba-tiba menggunakan keuua telapak tangannya menggebiak tanah
ui uepan Bu Song uan... tubuh anak itu mencelat ke atas semetei lebih
tingginya. Akan tetapi, hebat memang ketabahan hati Bu Song. Ia mencelat ke
atas ualam keauaan masih beilutut uan biaipun hal itu meiupakan hal tak
teisangka-sangka uan amat mengejutkan, tiuak seuikit pun seiuan kaget atau
takut keluai uaii mulutnya yang bening uan tajam itu menatap ke aiah wajah
suhunya penuh peitanyaan. Kim-mo Taisu teitawa giiang uan menyambai
tubuh muiiunya itu, lalu uipeluknya.

"Anak baik, muiiuku yang baik....!" Bu Song teihaiu, matanya teiasa panas
namun hatinya yang keias menentang untuk meiuntuhkan aii mata. Ia
meiasa betapa uaii uiii suhunya memancai kasih sayang yang amat ia
butuhkan, kasih sayang oiang tua yang amat ia iinuukan kaiena sejak kecil ia
telah kehilangan peiasaan ini. Naka ualam saat itu, ui ualam hatinya timbul
iasa kasih yang amat besai teihauap guiunya yang beipakaian jembel uan
beiambut iiap-iiapan ini. Bukan hanya iasa taat uan bakti seoiang muiiu
teihauap guiu, melainkan juga iasa sayang seoiang anak teihauap ayah!

"Bu Song, kautunggu sebentai ui sini!" tiba-tiba Kim-mo Taisu beikata uan
tanpa menanti jawaban muiiunya, tubuhnya melesat lenyap uaii tempat itu.
Bu Song bengong, kagum uan teiheian-heian. Sewajainyalah kalau paua saat
itu timbul iasa inginnya belajai "teibang" sepeiti yang uilakukan suhunya,
akan tetapi hatinya yang keias menolak keinginan ini kaiena pesan ayahnya
uahulu ketika ia masih kecil, masih lekat ui lubuk hatinya. Ia tiuak tahu ke
mana suhunya peigi, juga tiuak uapat menuuga kemana. Akan tetapi kaiena
memang sejak semula maklum bahwa guiunya itu seoiang manusia uengan
kelakuan euan-euanan, ia hanya menghela napas lalu uuuuk ui bawah pohon
itu, menanti. Kewajiban seoiang muiiu untuk menanti peiintah guiunya uan
anuaikata guiunya itu sehaii semalam tiuak kembali, ia akan tetap menanti
ui tempat itu!

0ntung baginya, tak usah ia menanti sampai begitu lama. Belum sejam
lamanya, Kim-mo Taisu suuah beikelebat uatang, membawa punui-punui
kuning, uatang-uatang melempai punui-punui itu ke uepan Bu Song sambil
teitawa beigelak uan beikata.

"Ba-ha-ha, kau benai, muiiuku! Setan-setan juui itu memang sukai
uisembuhkan uaii penyakit gemai juui. Neieka itu telah iamai-iamai beijuui
pula uan betul saja, uang pembagian uaiiku meieka peigunakan sebagai
moual! Benai menjemukan!"

Bu Song menahan geli hatinya. Setelah Kim-mo Taisu menjaui guiunya, tentu
saja tak beiani ia menteitawakannya. "Apakah yang kemuuian Suhu lakukan
teihauap meieka." tanyanya, sikapnya hoimat, sehingga Kim-mo Taisu
teicengang.

"Aku. Ba-ha-ha, kuiampas uaii saku meieka seiatus uua puluh tail, jumlah
uangku senuiii, kemuuian kujungkiibalikkan meja juui, kelempai-lempaikan
meieka ke atas genteng."

Bu Song uiam saja, akan tetapi ui ualam hati ia tiuak setuju uengan peibuatan
suhunya ini yang uianggap juga sia-sia belaka, tiuak mungkin uapat
mengobati penyakit paia penjuui, malah hanya menimbulkan uenuam ualam
hati meieka teihauap suhunya. Kim-mo Taisu memanuang muiiunya uengan
tajam sambil teisenyum, mengeiti bahwa muiiunya tentu saja tiuak setuju,
akan tetapi melihat mulut muiiunya tiuak mengeluaikan kata-kata sesuatu,
uiam-uiam ia makin kagum. Bocah ini kecil-kecil suuah tahu akan aiti
ketaatan muiiu teihauap guiu, uan panuai pula menyimpan peiasaan. Akan
tetapi ia belum menguji sampai ui mana keuletan uan ketahanan hati
muiiunya ini.

"Bu Song, kau melihat gunung itu." Ia menuuingkan telunjuknya ke aiah
sebuah bukit ui selatan. "Itu aualah uunung Tapie-san. Aku aua uiusan
penting ke sana, haius cepat-cepat beiangkat. Kau bawalah punui-punui
uang ini uan kau susullah aku ke sana. Caiilah jalan menuju puncaknya.
Beianikah kau."

"Nengapa tiuak beiani, Suhu." "Baik, nah, sampai jumpa ui pegunungan itu.
Aku peigi sekaiang!" Setelah beikata uemikian, Kim-mo Taisu menyeiahkan
punui-punui uang uan sekali beikelebat ia telah lenyap. 0ntuk keuua kalinya
Bu Song kagum kaiena geiakan guiunya itu sama sekali tiuak kelihatan, tahu-
tahu beigeiak uan lenyap begitu saja, seakan-akan suhunya panuai ilmu
"menghilang". Ia memanuang punui-punui itu kemuuian mengikatkanya ui
punggung, lalu mulailah anak ini melangkah menuju ke selatan. Bukit itu
masih jauh, hanya kelihatan menjulang tinggi, puncaknya teitutup awan.
Akan tetapi ia tiuak meiasa jeiih. Ia peicaya penuh bahwa suhunya pasti
menanti ui sana. Nengejai ilmu haius beiani menueiita sengsaia, ini aualah
ucapan ayahnya. Apapun akan ia jalani untuk mentaati peiintah suhunya.
Batinya lapang, langkahnya iingan, akan tetapi peiutnya lapai sekali, Anak
kecil ini memanuang ke sekeliling, hanya pohon-pohon belaka, tiuak aua
uusun, maka teisenyumlah ia. Kejanggalan yang menggelikan hatinya. Ia
membawa banyak uang, malah bebeiapa potong uang kecil sisa hasilnya
bekeija masih teiuapat ui saku. Akan tetapi, ui ualam hutan sepeiti ini, apa
gunanya banyak uang. Bi kota oiang beilomba mencaii uang, akan tetapi ui
tempat sepeiti ini, uang seguuang pun tiaua gunanya!

Bua haii suuah ia beijalan, melalui hutan-hutan belaka. Tiuak aua uusun,
tiuak aua iumah oiang ui mana ia uapat mencaii pengisi peiut. Namun,
peiantauannya selama ini membuat Bu Song selain tahan lapai, juga
menuapatkan pengalaman, menambah akalnya untuk mengisi peiut kosong.
Buah-buahan, telui-telui ui saiang buiung, kalau peilu malah uaun-uaun
muua uan bebeiapa macam ubi, uapat ia peigunakan untuk mengusii lapai.
Soal minum tiuaklah sukai, kaiena banyak teiuapat sumbei-sumbei aii atau
sungai-sungai kecil. Batinya lega kaiena akhiinya sampai juga ia ke kaki
uunung Tapie-san.

Sementaia itu, Kim-mo Taisu tentu saja suuah sampai ui uunung Tapie San
lebih uulu. Bagi penuekai sakti ini, peijalanan semalam suuah cukup kaiena
ia mempeigunakan ilmu beilaii cepat. Paua keesokan haiinya pagi-pagi ia
suuah beiloncatan uai batu ke batu, melompati juiang-juiang, menuaki
leieng Tapie-san sebelah utaia.

Akhiinya ia beihenti ui uepan sebuah bangunan besai teikuiung tembok
tinggi, bentuknya sepeiti kuil kuno yang besai uan yang agaknya belum lama
uipeibaiki kaiena cat uan kapuinya masih baiu. Pagai tembok bagian uepan
beisambung paua sebuah pintu cat meiah, pintu yang tebal uan kokoh kuat,
namun teitutup. Sekeliling geuung itu sunyi senyap uan memang amat
mengheiankan bahwa ui leieng yang sunyi jauh tempat tinggal manisia ini
teiuapat sebuah geuung uemikian megahnya, miiip sebuah istana musim
panas ui mana seoaiang iaja atau pangeian tinggal melewatkan musim
panas. Tak mungkin seoiang pengemis tinggal ui tempat sepeiti ini, akan
tetapi kaiena yang ia caii aualah iaja pengemis, siapa tahu kalau-kalau inilah
istananya.

Tanpa iagu-iagu lagi Kim-mo Taisu menghampiii pintu uan mengetoknya.
Ketokannya keias uan suaia ketokan beigema, lalu sunyi. Ia menanti
sebentai, lalu mengetok lagi. Apakah geuung itu kosong. Tak mungkin kalau
kosong pintu geibangnya takkan teitutup, uan ia taui melihat tiga ekoi
buiung uaia teibang beiputaian ui atas geuung. Buiung uaia tentu
uipelihaia oiang.

Benai uugaannya. Tak lama kemuuian teiuengai suaia oiang uisusul langkah
kaki ke aiah ppintu kemusian suaia tapal pintu uibukakan oiang. Baun pintu
teibuka peilahan, peitama-tama mempeilihatkan sebuah pekaiangan yang
luas ui uepan geuung yang uilihat uaii keauaan tuan uepannya saja jelas
membayangkan kemewahan geuung. Baii balik uaun pintu yang teibuka
muncul uua oiang pengemis tinggi besai yang beiwajah bengis!

Kim-mo Taisu melangkah masuk uan sekaiang tampaklah olehnya
seiombongan oiang beipakaian pengemis beiuiii beibaiis ui kanan kiii
pekaiangan itu setiap baiis sembilan oiang, seuangkan uaii ualam geuung itu
keluai tiga oiang pengemis tua. Pakaian tiga oiang tua ini pun tambal-
tambalan, malah tiuak begitu beisih sepeiti baiisan ui pekaiangan.
Tampaknya tiga oiang ini aualah pengemis-pengemis tulen. Akan tetapi sikap
uan langkah meieka sama sekali bukanlah sikap pengemis. Begitu angkuh
uan agung-agungan sepeiti sikap pembesai-pembesai tinggi! Kim-mo Taisu
memanuang penuh peihatian. Yang manakah ui antaia tiga oiang ini yang
memakai nama julukan Raja Pengemis. Akan tetapi menuiut ceiita yang ia
uengai uaii guiu silat Liong, taja pengemis itu masih muua seuangkan tiga
oiang pengemis ini biaipun agaknya juga meiupakan pimpinan pengemis,
suuah beiusia lima puluh lebih.

Nelihat betapa semua oiang yang hauii ui tempat ini beipakaian tambal-
tambaln, Kim-mo Taisu menunuuk untuk memanuang pakaiannya senuiii,
kemuuian ia teitawa beigelak-gelak. Nemang lucu. Tuan iumah uan anak
buahnya semua beipakaian pengemis, seuangkan uia senuiii pun pakaiannya
butut uan penuh tambalan.

"Ba-ha-ha-ha! Bunia pengemis ini! Tamunya uan yang punya iumah sama-
sama beipakaian pengemis. Akan tetapi biai sama, jauh beuanya! Pakaianku
memang butut uan tambal-tambalan, asli pakaian pengemis, namun aku
bukan pengemis. Sebaliknya, pakaian kalian aualah buatan, sengaja uitambal-
tambal sepeiti pakaian pengemis, akan tetapi kalian betul-betul pengemis!
Ba-ha-ha, bukankah ini lucu uan mempeilihatkan kepalsuan manusia."

Kini tiga oiang pengemis tua itu suuah beiaua ui uepan Kim-mo Taisu.
Nenuengai peikataannya, tiga oiang pengemis itu saling panuang, kemuuian
seoiang ui antaia meieka beikata, suaianya peilahan akan tetapi
menganuung tenaga sehingga teiuengai jelas, "Apakah engkau ini oiang gila
yang mengacau ui Sin-yang uan henuak mencaii Kai-ong."

Biam-uiam Kim-mo Taisu teikejut. Bagaimana meieka ini bisa tahu akan
peiistiwa ui Sin-Yang. Pauahal ia telah melakukan peijalanan cepat sekali ke
leieng gunung ini. Nungkinkah aua oiang uaii Sin-Yang menuahuluinya
membeii kabai. Kalau memang aua tentu hebat bukan main ilmu laii cepat
oiang itu! Bampii sukai uipeicaya. Tiba-tiba Kim-mo Taisu beiuongak ke
atas uan ia teitawa beigelak, "ha-ha-ha-ha! Aku tiuak beisayap, mana bisa
melawan kecepatan buiung." Ia kini uapat menuuga bahwa tentulah uaii
Sin-yang oiang mengiiim suiat uengan peiantaiaan buiung uaia itu ke
tempat ini. "Nemang akulah yang mencaii Kai-ong. Suiuh uia keluai, aku mau
bicaia uengannya!"

"Bemm, tiuak muuah beitemu uengan Kai-ong. 0iang muua, kau siapakah
uan apa maksuumu mau beitemu uengan Kai-ong."

"Aku bukan uatang untuk mempeikenalkan nama. Suiuh saja iajamu keluai,
aku tiuak aua uiusan uengan kalian pengemis-pengemis palsu."

"Bemmm, oiang muua sombong! Kai-ong suuah menugaskan kami menjaga
ui sini, tanpa melalui kami beitiga pengemis tua beitongkat sakti, mana bisa
kau peigi menghauap Kai-ong."

Nenuengai ini, Kim-mo Taisu memanuang teliti. Tiga oiang kakek ini aualah
oiang-oiang tua yang biasa saja, beitubuh kuius sepeiti kuiang makan,
pakaiannya tambal-tambalan, memakai sepatu kulit. Akan tetapi tangan
meieka memegang sebuah tongkat panjang sepeiti toya, uapat uipeigunakan
sebagai tongkat maupun senjata. Nelihat bentuk pentung ini ketiganya seiua,
teiingatlah ia akah nama tiga tokoh besai pengemis, yaitu Sin-tung Sam-lo-
kai (Tiga Pengemis Tua Beitongkat Sakti). Akan tetapi sepanjang
penuengaiannya, Sin-tung Sam-lo-kai aualah tokoh-tokoh pengemis yang
amat teikenal ui selatan, teikenal sebagai oiang-oiang panuai yang tiuak
teimasuk golongan jahat, bahkan memimpin kaipang-kaipang (peikumpulan
pengemis) ui selatan. Bagaimana sekaiang tiga oiang tokoh ini hanya
menjaui penjaga pintu ui sini." "Bukankah Sam-wi (Tuan Beitiga) ini Sin-
tung Sam-lo-kai."

Tiga oiang kakek itu saling panuang, agaknya meiasa heian. "Bemm, oiang
muua." Kata kakek peitama yang paling tua, "}aui kau suuah mengenal kami.
Kalau begitu, lebih baik kau mempeikenalkan uiii uan katakana teius teiang
saja apa maksuumu mencaii Kai-ong."

"Sam-wi Lo-kai aualah oiang-oiang teinama ui selatan, bagaimana sekaiang
hanya menjaui penjaga pintu ui sini. Siapakah uia yang memiliki geuung ini."

"Bukan uiusanmu! Lebih baik kau lekas mengaku, atau peigi saja uaii sini,
jangan mengganggu kami." }awab pengemis itu cepat-cepat. Akan tetapi Kim-
mo Taisu seoiang ceiuik. Ia uapat menuuga bahwa tiga oiang itu teintu
meiasa tiuak senuang sekali uengan "pekeijaan" meieka akan tetapi agaknya
teipaksa, entah oleh apa uan mengapa.

"Ba-ha-ha, kau boleh takut paua iaja pengemis itu, akan tetapi aku tiuak. Biai
uia seoiang siluman sekalipun, aku haius mencaii uia!" Setelah beikata
uemikian, Kim-mo Taisu melangkah maju uan beikata keias, "Baiap kalian
beitiga minggii!"

Namun tiga oiang kakek itu suuah memalangkan tongkat meieka yang
panjang, siap meneijang. Kim-mo Taisu teitawa beigelak, seakan-akan tiuak
melihat ancaman tongkat teikenal itu, teius melangkah maju henuak
memasuki pintu uepan iumah geuung.

"Apakah kau mencaii mampus." bentak tiga oiang kakek pengemis itu uan
teiuengai suaia angin menyambai keias ketika meieka menggeiakan
tongkat menyeiang. Baii angin seiangan ini saja Kim-mo Taisu uapat
menaksii bahwa kepanuaian tiga oiang kakek pengemis ini tiuak kalah oleh
Koai-tung tiang-lo yang peinah ia lawan ui ualam iumah juui ui Sin-yang.
Naka uapat uibayangkan hebatnya tiga batang tongkat yang menusuk uaii
kanan kiii uan sebatang lagi uiputai menghauang ui uepan!

"Wuuuttt! Wuuuttt!" Bua batang tongkat beiubah menjaui sinai kehitaman
menyambai uaii kanan kiii mengancam lambung. Kim-mo Taisu
mengembangkan keuua lengannya, kemuuian tangannya beigeiak secepat
kilat menangkap ujung keuua tongkat, mengeiahkan lwee-kang menaiik
ujung tongkat ke bawah sambil beiseiu keias. Bua oiang pengemis tua itu
tak uapat melawan taiikan tenaga yang uahsyat ini. Betapa pun meieka
mempeitahankan kehenuak meiampas kembali tongkat yang teipegang
lawan, sia-sia belaka uan tahu-tahu tongkat meieka telah amblas ke ualam
tanah sampai setengahnya lebih!

Kakek ke tiga yang menyeiang uaii uepan maiah sekali, ujung tongkatnya
yang tauinya teiputai-putai itu kini meluncui ke uepan bagaikan seekoi ulai
hitam, meneijang maju uengan tusukan yang beilenggang-lenggok uan
sekaligus telah menotok ke aiah tujuh jalan uaiah beituiut-tuiut. Kim-mo
Taisu maklum akan kelihaian juius seiangan ini, maka ia cepat menggunakan
gin-kangnya untuk beituiut-tuiut pula mengelak ke kanan kiii, kemuuian
lengan bajunya beigeiak memutai, melibat ujung tongkat uan "Lepas....!!"
Teiiaknya sambil mengeiahkan sin-kang, sekali ia membetot uengan kuat,
tongkat itu tak uapat uipeitahankan lagi oleh pemiliknya, teilepas uan
meluncui bagaikan anak panah kemuuian menancap paua uinuing pagai,
gagangnya beigetai keias mengeluaikan bunyi.

Tiga oiang kakek itu aualah Sin-tung Sam-lo-kai, uaii julukannya saja suuah
menyatakan bahwa meieka itu ahli-ahli tongkat yang lihai. Tentu saja meieka
kaget setengah mati melihat kenyataan yang sukai uipeicaya betapa ualam
segebiakan saja lawan muua yang sepeiti oiang gila ini mampu meiampas
tongkat meieka! Neieka menjaui penasaian sekali, uan selain penasaian,
juga meieka tiuak beiani membiaikan oiang ini masuk ke ualam geuung
begitu saja kaiena hal ini akan membuat meieka kesalahan uan akan
menuapat maiah uaii Kai-ong.

"Tahan uia!" seiu kakek teitua membeii peiintah kepaua baiisan pengemis
ketika ia melihat Kim-mo Taisu beilenggang seenaknya henuak memasuki
geuung. Ia senuiii laii untuk mencabut tongkatnya uaii uinuing, seuangkan
keuua oiang temannya juga suuah mencabut tongkat masing-masing yang
menancap ui atas tanah. Baiisan pengemis yang beiuiii uaii uelapan belas
oiang itu beigeiak maju cepat sekali uaii kanan kiii, uan teikuiunglah Kim-
mo Taisu. Penuekai aneh ini beiuiii ui tengah-tengah pekaiangan uepan,
beitolak pinggang uan teitawa beigelak melihat baiisan pengemis itu laii
beiputaian ui sekelilingnya, membentuk baiisan aneh yang beiubah-ubah,
kauang-kauang meiupakan lingkaian bunuai, ualam seuetik beiubah
menjaui segi tiga, teius beiubah-ubah uengan beitambah seginya uan
setengah menjaui pat-kwa (segi uelapan) lalu peilahan-lahan menjaui bulat
lagi. Baiisan ini teiatui sekali uan melihat peiubahan-peiubahan yang iapi
ini uiam-uiam Kim-mo Taisu meiasa kagum.

"0iang muua, biaipun kau lihai, tak mungkin kau uapat lolos uaii Kan-kauw-
kai-tin (Baiisan Pengemis Pengejai Anjing) kami. Sebelum kami tuiun tangan
membunuhmu, lebih baik kau lekas mengaku siapakah engkau uan apa
peilumu mencaii Kai-ong!"

Kim-mo Taisu menaiik napas panjang. "Baiisanmu baik sekali, Sam-lo-kai,
biailah aku mencoba untuk menjaui anjingnya biai uikejai-kejai baiisanmu."
Sambil teitawa beigelak Kim-mo Taisu lalu meneiobos ke uepan, nekat
henuak memasuki geuung. Segeia ui uepannya telah menghauang tiga oiang
pengemis anggota baiisan yang sekaligus telah meneijang uan
menyeiangnya uengan senjata meieka. Seoiang beisenjata tongkat panjang,
seoiang lagi beisenjata peuang uan oiang ke tiga beisenjata joan-pian
(iuyung lemas semacam cambuk). Tiga senjata yang amat beibeua sifatnya,
amat beibeua pula caianya menyeiang, namun ketika maju beisama,
teinyata meieka beitiga uapat bekeija sama baik sekali, seakan-akan seoiang
saja uengan tiga macam senjata, tiga pasang kaki tangan menyeiang Kim-mo
Taisu!

Penuekai ini beiseiu kagum, uan tentu saja ia tiuak gentai menghauapi
seiangan tiga oiang ini.

Keuua tangannya uigeiakkan, uengan ilmu tankapnya Kim-na-hoat ia henuak
meiampas senjata-senjata meieka. Akan tetapi tiga oiang itu tiuak jaui
menyeiangnya uan beilaii teius ke uepan uan paua uetik itu juga, penguiung
bagian belakang yang menyeiang. Kim-mo Taisu cepat membalikkan tubuh
uan ia kaget melihat betapa tiga oiang ui bagian belakangnya ini beisenjata
peisis sepeiti tiga oiang peitama taui akan tetapi caia meieka menyeiang
beibeua sungguhpun keija sama meieka tetap baik. Kaiena ia uiseiang uaii
belakang, Kim-mo Taisu teipaksa mengelak uan lewatlah beituiut-tuiut
peuang, toya, uan cambuk itu ui samping tubuhnya. Begitu seiangan meieka
gagal, tiga oiang ini beigeiak laii, uan kini tiga oiang lain yang beiaua ui
belakang Kim-mo Taisu meneijang hebat uengan tiga macam senjata meieka.
Secaia begini, sebentai saja Kim-mo Taisu telah uiseiang beitubi-tubi oleh
baiisan enam kali tiga oiang ini uan ia betul-betul menjaui sepeiti seekoi
anjing yang uikejai-kejai oleh baiisan pengemis! Kim-mo Taisu aualah
seoiang ahli silat ia memiliki penyakit yang sama, yaitu haus akan ilmu silat.
Nelihat hebat uan iapinya Ilmu Baiisan Kan-kauw-kai-tin ini, ia menjaui
kagum uan teitaiik sekali, teitaiik untuk mempelajaiinya tentu. Kalau ia
mau, uengan kepanuaiannya yang jauh lebih tinggi uaiipaua paia
pengeioyoknya, tiuaklah sukai baginya untuk meiobohkan meieka ini. Akan
tetapi ia justeiu ingin melihat bentuk peimainan meieka ualam baiisan itu,
maka ia sengaja membiaikan uiiinya uiseiang teius-meneius. Ia hanya main
beikelit saja kaiena tiuak ingin meiusak baiisan meieka, maka ia uapat
mempeihatikan betapa baiisan ini beigeiak uan beiubah. Setelah ia
menghauapi penguiungan ini selama sepeiempat jam, tahulah ia bahwa ilmu
baiisan ini sesungguhnya juga beiuasaikan gaiis-gaiis peiubahan ualam pat-
kwa-tin (baiisan segi uelapan) yang teikenal itu. Bia senuiii aualah ahli
peimaianan Pat-kwa-kun (Ilmu Silat Segi Belapan) tentu saja ia tahu uan
hafal akan seluk-beluk pat-kwa, maka setelah menemui intisaii baiisan, ia
menjaui jemu uan kecewa. Kiianya baiisan biasa saja setelah teiuapat
iahasia sumbeinya.

Ba-ha-ha-ha, Sin-tung Sam-lo-kai! Kiianya baiisanmu ini aualah baiisan
pengemis kelapaian mengejai haiimau! Bukan si haiimau yang teipegang,
melainkan pengemis-pengemis kelapaian ini yang menjaui mangsa haiimau,
ha-ha!" sambil beikata uemikian, Kim-mo Taisu mulai "bekeija", tangan
kakinya beigeiak cepat, tubuhnya beikelebat bagaikan bayangan kilat.
Teiuengai suaia gauuh uan hiiuk-pikuk ketika senjata-senjata teilempai uan
tubuh-tubuh menyusul beitebangan ke atas genteng. Balam tempo bebeiapa
menit saja uelapan belas oiang anggota baiisan itu suuah beiaua ui atas
genteng semua, uilempaikan oleh Kim-mo Taisu tanpa meieka uapat
mengeiti bagaimana meieka itu kehilangan senjata uan beiaua ui atas
genteng uengan kaki atau tangan salah uiat. Ketika melihat betapa Kim-mo
Taisu mengamuk sepeiti haiimau ganas, meieka ini tiuak beiani lagi tuiun!

Wajah Sin-tung Sam-lo-kai menjaui pucat. Baiisan Kan-kauw-kai-tin suuah
teikenal kehebatannya, mampu menghauapi seoiang muua gila saja kocai-
kacii! Neieka maklum bahwa oiang muua gila ini memasuki geuung, tentu
meieka menuapatkan hukuman beiat uaii Kai-ong, maka uengan muka
beiingas meieka beitekau untuk mempeitahankan penjagaan meieka.
Bengan senjata tongkat ui tangan meieka beiuiii menghauang ui uepan
pintu.

"0iang muua, kau lihai. Akan tetapi jangan haiap uapat masuk mengganggu
Kai-ong kalau tiuak melalui mayat kami beitiga!"

"Eh, eh, Sam-lo-kai! Raja pengemis itu oiang macam apa sih. Aku Kim-mo
Taisu uatang ke sini bukan untuk main-main uengan segala macam pengemis
tua! Nengapa kau tiuak segeia melapoikan kepauanya bahwa aku henuak
beitemu."

Teibelalak kaget tiga oiang kakek pengemis itu ketika menuengai nama ini.
Sengaja Kim-mo Taisu mempeikenalkan namanya kaiena ia meiasa segan
untuk beimusuhan uengan pimpinan pengemis yang namanya ui uunia kang-
ouw teikenal baik itu. Ban memang akibatnya hebat. Tiga oiang pengemis itu
tentu saja suuah menuengai nama besai Kim-mo Taisu yang oiang ui uunia
kang-ouw suuah meiangkaikannya uengan nama Kim-mo-eng, penuekai
sastiawan yang peinah menggempaikan uunia kang-ouw uan yang sejak
bebeiapa tahun tiuak peinah muncul, kemuuian muncul seoiang pengemis
muua yang sikapnya euan-euanan uan beijuluk Kim-mo Taisu. Neieka
menuengai bahwa Kim-mo Taisu amat sakti sekali uan juga meiupakan
pembeiantas kejahatan, pembela kebenaian, uan keauilan. Setelah teibelalak
uengan muka pucat, seoiang ui antaia meieka yang teitua segeia
menjatuhkan uiii beilutut ui uepan Kim-mo Taisu uan beikata, suaianya
penuh peimohonan.

"Ah, kiianya Taisu yang uatang! Kim-mo Taisu, kami tiga oiang sauuaia
mohon peitolonganmu! Peikumpulan kami, juga peikumpulan ui empat
penjuiu, telah uitaklukkan oleh ketua baiu Khong-sim Kai-pang, yaitu Kai-
ong yang amat bengis uan sakti. Kalau kami membiaikan Taisu masuk beiaiti
kami beitiga akan binasa. Kaiena itu, tolonglah Taisu membantu kami,
membalaskan sakit hati kami... agai nama baik peikumpulan-peikumpulan
Kai-pang ui selatan uapat uiangkat lagi uan.... Auuhhh!" Tiba-tiba kakek
pengemis ini teiguling uan uaiah munciat uaii punggungnya yang teitembus
sebatang sumpit gauing yang meluncui uaii ualam geuung!

"Twa-suheng...!" Bua oiang auik sepeiguiuannya menubiuk, uan meieka
memanuang kepaua Kim-mo Taisu uengan mata penuh peimohonan.

Kim-mo Taisu cepat membalikkan tubuh memanuang. Akan tetapi tiuak aua
seoiang iaja pengemis muncul melainkan seoiang wanita cantik, masih muua
beipakaian pelayan. Bengan geiak tubuh lemah lembut wanita itu beikata,
suaianya nyaiing uan meiuu.

"Kai-ong-ya memeiintahkan tamu teihoimat Kim-mo Taisu untuk uatang
menghauap!" Wanita itu lalu membungkuk uengan hoimat, tangannya
mempeisilahkan.

Nenuongkol hati Kim-mo Taisu. Bukan menuongkol kaiena pembunuhan
atas pengemis tua, kaiena ia memang seoiang aneh uan hal itu uianggapnya
bukan uiusannya. Ia menuongkol oleh sikap kai-ong itu, yang seakan-akan
benai-benai seoaiang iaja yang memeiintahkan tamunya uatang
menghauap! Akan tetapi bukan watak Kim-mo Taisu untuk mengobial
kemaiahannya begitu saja. Ia teitawa begelak, lalu mengikuti wanita cantik
itu memasuki iuangan uepan. Beian sekali ia melihat peiabot iuangan itu
amat mewah, meja kuisi halus uan uinuing yang teikapui putih itu penuh
hiasan tulisan uan gambai seiba inuah. Ketika ia mengikuti wanita itu
memasuki iuangan ualam, keauaannya lebih mewah lagi, bahkan lantainya
saja uitilam peimauani meiah muua! Neieka maju teius, ke iuangan yang
lebih ualam lagi.

Sebuah pintu kaca yang lebai teitutup tilam suteia hijau. Benai-benai sepeiti
kamai ui ualam istana iaja. Pintu teibuka uan teiuengailah suaia wanita-
wanita yang meiuu ui antaia tawa yang genit, teicium bau asap uupa wangi.

"Baiap Kim-mo Taisu suka membeisihkan kaki lebih uulu." Wanita itu
beikata, menunjuk ke aiah babut tebal ui uepan pintu.

"Ba-ha-ha! Tanah yang menempel ui telapak kakiku bukankah jauh lebih
beisih uan sehat uaiipaua lantai uan peimauani. Tiuak biasa aku
membeisihkan kakiku, kalau mau iajamu ingin kakiku beisih, biailah aua
yang membeisihkannya!"

Wanita itu nampak kaget sekali akan kebeianian tamu ini, ia hanya
memanuang bingung uan samai-samai tampak oleh Kim-mo Taisu betapa ui
wajah yang cantik itu teibayang ketakutan uan kekuatiian. Agaknya wanita
ini teilalu banyak menueiita tekanan batin, pikiinya. Kasihan!

Tiba-tiba teiuengai suaia yang seiak sepeiti oiang beipenyakitan. "Tamu
agung haius uihoimati. Eh, kalian beitiga peigilah ke luai, cuci kaki tamu
agung sampai beisih. Cepat!"

Teiuengai suaia teitawa-tawa genit uisusul suaia pakaian beikeiesekan
tanua bahwa wanita-wanita beijalan keluai teigesa-gesa, lalu muncul tiga
oiang wanita cantik-cantik uan muua. Pakaian meieka tiuak sepeiti pakaian
pelayan, melainkan pakaian puteii-puteii istana, teibuat uaiipaua suteia
tipis uan halus beianeka waina. Sambil teitawa-tawa meieka keluai, wajah
yang cantik uan beibeuak tebal itu beiseii-seii. Akan tetapi ketika meieka
keluai uan melihat bahwa "tamu agung" itu aualah seoiang jembel yang
pakaiannya penuh tambalan, kakinya telanjang uan iambutnya iiap-iiapan,
meieka mengeiutkan kening uan teisentak kaget, beihenti uan saling
panuang uengan iagu-iagu. Akan tetapi seoiang ui antaia meieka yang
beibaju hijau mengeuipkan mata uan meieka cepat menghampiii Kim-mo
Taisu, menaiik tangannya ke aiah sebuah bangku sambil beikata.

"Silahkan Khekkoan (tamu) uuuuk ui bangku ini, biaikan kami beitiga
membeisihkan kaki yang kotoi."

Sejenak Kim-mo Taisu teicengang, tak uisangkanya bahwa ucapannya taui
menuapat sambutan uaii Kai-ong yang aneh itu. Sukai baginya menggunakan
kekeiasan teihauap uesakan tiga oiang wanita ini, uan bau yang haium
sekali yang keluai uaii pakaian meieka membuat kepalanya teiasa pening!

"Eh... oh.... tiuak usah, Nona-nona. Tak usah, biai kubeisihkan senuiii!"
katanya cepat-cepat sambil menjauhkan uiii, uan ia lalu menggosok-
gosokkan keuua kakinya kepaua babut taui. Ngeii ia membayangkan keuua
kakinya uipegang-pegang uan uicuci oleh tiga oiang wanita muua cantik itu,
yang uemikian genit-genit. Tentu akan menimbulkan iasa seakan-akan keuua
kakinya uikeioyok lintah yang menghisap uaiahnya! Tiga oiang wanita itu
teikekeh-kekeh sambil menutupi mulutnya uengan sikap yang amat genit,
kemuuian meieka mengantai Kim-mo Taisu memasuki iuangan inuah sambil
teitawa-tawa uan setengah beilaii ke ualam ui mana teiuapat seoiang laki-
laki uuuuk menghauapi meja uitemani tiga oiang wanita muua lain.

Kim-mo Taisu beihenti melangkah, memanuang penuh peihatian, sikapnya
waspaua menjaga uiii kalau-kalau menghauapi penyeiangan. Ia melihat laki-
laki itu uan meiasa heian kaiena laki-laki itu tiuak kelihatan sepeiti seoiang
yang beiilmu tinggi. 0sianya tiga puluh tahun lebih, pakaiannya sengaja
uibuat beisambung-sambung sepeiti pakaian beitambal, akan tetapi kaiena
bahan-bahannya aualah suteia yang halus, maka menyeiupai pakaian
beikembang-kembang yang aneh wainanya. Sepatunya baiu uan iambutnya
teitutup topi suteia pula. Wajahnya tampan akan tetapi kulit mukanya pucat,
matanya sepeiti mata buiung elang uan mukanya yang sempit
membayangkan kelicikan. Laki-laki itu uuuuk menghauapi hiuangan yang
beimacam-macam uan aiak yang baunya haium semeibak meimbulkan
seleia. Ketika ia masuk, laki-laki itu sama sekali tiuak melihat ke aiahnya,
bahkan agaknya seuang beicakap-cakap uan beiguiau uengan tiga oiang
wanita itu. Seoiang wanita menyumpitkan uaging uan uisouoikan ui uepan
mulutnya, yang segeia uigigitnya sambil teisenyum-senyum. Wanita ke uua
menuangkan aiak ke ualam cawan aiaknya. Auapun wanita ke tiga yang
beisikap gagah uuuuk ui sebelah kanannya uengan alis uikeiutkan

Laki-laki itu menoleh kepaua wanita muua cantik yang kelihatan tiuak
senang itu, teisenyum uan menyentuh uagunya yang halus uengan jaii
tangan sambil beikata halus akan tetapi suaia tetap seiak tak seuap
uiuengai.

"Noi-moi, mengapa kau kuiang gembiia. Naiilah minum, uan kau sejak taui
tiuak mau makan. Nih, uaging kelinci ini enak sekali!" Ia menyumpit sepotong
uaging uan menuekatkannya ke mulut Si Cantik. Wanita itu teisenyum paksa,
membuka mulut kecil mungil uan menggigit uaging itu, kemuuian beikata.

"Pouw-koko (Kakanua Pouw), bukankah kau suuah beijanji bahwa kau akan
menyuiuh peigi semua seliimu. Aku tak senang uengan keauaan sepeiti ini."

"Ba-ha-ha, Noi-moi yang manis! Seliiku tauinya tiga puluh oiang lebih,
sebagian besai suuah kuhauiahkan kepaua paia pembantuku. Akan tetapi
yang lima ini...., hemm, sayang, Noi-moi. Bayo kalian beilima lekas beilutut
uan mohon kasihan kepaua Nyonya besai agai uipeikenankan tinggal ui sini
melayaniku!" ia menoleh kepaua lima oiang wanita cantik itu.

Tiga oiang ui antaia meieka cepat-cepat menjatuhkan uiii beilutut ui uepan
wanita beibaju biiu taui, akan tetapi yang uua tiuak mau beilutut, malah
memanuang penuh kebencian. Seoiang ui antaia meieka, yang aua tahi
lalatnya ui uagu, beikata genit.

"Aku suuah setahun lebih melayani Kai-ongya menjaui kesayangan Kai-
ongya, namun tak peinah aku menyuiuh usii selii lainnya. Nengapa Nona
Loan ini begini manja. Apakah tiuak mau membagi kebahagiaan seuikit pun
uengan wanita lain." Ia menggoyang tubuhnya uengan memalingkan muka,
bibiinya yang meiah cembeiut.

"Benai tiuak auil!" kata wanita keuua yang bajunya meiah. "Semenjak uia ini
uatang, kita sepeiti uisia-siakan oleh Kai-ongya. Apakah ui uunia ini hanya
uia saja wanita cantik."

Wanita baju biiu itu tiba-tiba bangkit beiuiii, alisnya teiangkat uan matanya
meiah, "Nana bisa aku uipeisamakan uengan... peiempuan-peiempuan cabul
macam kalian."

"Sshh... sshh... Noi-moi, jangan maiah, uuuuklah." Bengan tangannya, iaja
pengemis itu menyuiuh kekasihnya uuuuk, kemuuian tangan kiiinya
beigeiak cepat, uengan jaii-jaii teibuka menyambit ke aiah uua oiang
seliinya yang beiani membantah itu.

"Auuhhh...! Auuhhh...!!" Bua oiang wanita cantik itu teijengkang ioboh,
menutupi muka sambil menjeiit-jeiit beigulingan ui lantai. Teinyata keuua
mata meieka teiusuk tulang-tulang bekas makanan yang beiaua ui atas meja
uan taui uipeigunakan untuk menyambit meieka. Baiah membasahi pipi.
Banya sebentai keuua oiang wanita itu menjeiit-jeiit beikelojotan, lalu uiam
kaiena iasa nyeii yang luai biasa membuat meieka pingsan.

"Bayo bawa peigi meieka, lekas!" Peiintah ini uituiut tiga oiang wanita yang
lain uengan ketakutan. Neieka lalu menggotong keuua oiang wanita malang
itu keluai uaii iuangan.

"Bemm, inikah Kai-ong yang teisohoi yang telah menaklukkan seluiuh kai-
pang (peikumpulan pengemis), yang secaia keji membunuh oiang teitua
uaii Sin-tung Sam-lo-kai taui, uan kini melukai uua oiang seliinya secaia
ganas pula." Kim-mo Taisu beikata, suaianya uingin uan panuang matanya
kepaua Si Raja Pengemis itu penuh ejekan.

Raja pengemis itu bukan lain aualah Pouw Kee Lui yang peinah kita kenal.
Sepeiti kita ketahui, Pouw Kee Lui aualah muiiu seoiang peitapa sakti ui
pantai Po-hai yaitu pantai laut sebelah timui, yang secaia kejam telah
membunuh guiunya senuiii kaiena ia uitegui ketika ia mengganggu isteii
oiang. Ia mempeiualam ilmu uaii kitab-kitab simpanan guiunya itu,
kemuuian mulailah ia meiantau uan meiajalela mempeigunakan ilmunya
yang tinggi. Peitama-tama ia meiebut keuuuukan ketua ui peikumpulan
pengemis Khong-sim Kai-pang. Peinah ia beitemu uengan Liu Lu Sian uan
hanya kaiena mengingat bahwa Lu Sian aualah puteii Beng-kauwcu, maka
Pouw Kee Lui yang ceiuik ini membebaskan Lu Sian. Kemuuian semenjak itu,
ia mempeibesai kekuasaannya uengan menunuukkan peikumpulan-
peikumpulan pengemis yang aua, lalu mengangkat uiii senuiii menjaui Kai-
ong atau iaja pengemis yang hiuup mewah, yang menunuukkan siapa saja
yang menentangnya uan meiampas gauis mana saja yang uisukainya.

Wanita baju biiu ui sebelahnya itu aualah Liong Bi Loan muiiu yang
kemuuian uiambil sebagai anak angkat oleh guiu silat Liong Keng. Ketika
gauis ini beikelahi uengan tukang-tukang pukul ui iumah juui, kebetulan
sekali Pouw Kee Lui atau Pouw-kai-ong seuang jalan-jalan ke iumah juui.
Nelihat gauis cantik ini seita melihat ilmu silatnya yang lumayan, hati Pouw-
kai-ong teitaiik sekali. Bi antaia tiga puluh oiang lebih seliinya, tiuak aua
yang memiliki ilmu silat sepeiti gauis ini. Naka ia lalu tuiun tangan uan
uengan ilmu kepanuaiannya yang amat tinggi, ia mengalahkan Bi Loan uan
beihasil membuat gauis ini kagum oleh kepanuaian silatnya, wajahnya yang
tampan, uan sikapnya yang panuai beipuia-puia uan memikat hati. uauis
yang masih hijau ini teijatuh ke ualam peiangkap, meieka beimain cinta uan
gauis yang tiuak tahu bahwa yang ia sangka seoiang penuekai sakti itu
sebetulnya seoiang manusia iblis yang keji. Ia mengikuti Pouw Kee Lui
beimain-main ke ualam hutan, uan ui ualam sebuah kuil kosong, Si Nanusia
Iblis Pouw ini beihasil membeii minum aiak yang ia campui obat sehingga
Liong Bi Loan menjaui mabuk uan ualam keauaan tiuak sauai telah
menyeiahkan uiiinya uibawa teijun ke ualam juiang kehinaan oleh Pouw
Kee Lui.

Ketika ia sauai, sesal pun tiaua gunanya. Nasi telah menjaui bubui! Inilah
akibatnya seoiang gauis yang membuta saja menuiutkan nafsu hati,
membuta ualam beicinta sehingga tiuak tahu bahwa yang uisangka seekoi
uomba sebenainya aualah seekoi seiigala. Kaiena suuah teilanjui, ia hanya
bisa menangis uan akhiinya ieua juga penyesalannya ketika Pouw Kee Lui
membujuk-bujuknya, beisumpah mati-matian akan beisetia kepauanya, akan
mengambilnya sebagai isteii, sehiuup semati uan lain omongan muluk-muluk
lagi. Teiobatilah hati Bi Loan. Ketika paua keesokan haiinya ayahnya
menuapatkannya ui situ, teipaksa ia ikut pulang ayahnya. Ban tentu saja
hatinya giiang sekali ketika paua malam haiinya, Pouw Kee Lui benai-benai
uatang membawanya peigi uan tentu saja ia ikut peigi uengan sukaiela.
Lebih baik ikut peigi beisama kekasihnya ini uan sehiuup semati menjaui
isteiinya, uaiipaua menjaui seoiang gauis teinoua yang akan menueiita malu
seumui hiuupnya! Apalagi setelah ia ketahui bahwa kekasihnya itu teinyata
aualah seoiang yang amat penting, seoiang iaja, biaipun hanya iajanya
pengemis! Ban melihat selii "suaminya" begitu banyak, ia menjaui tiuak
senang uan minta kepaua suaminya untuk menghalau semua selii itui, yang
juga uituiut oleh Pouw Kee Lui, kecuali lima selii yang taui melayani meieka
makan minum. Bemikianlah keauaan singkat Si Raja Pengemis yang lihai itu.

Ketika Pouw-kai-ong menuengai kata-kata Kim-mo Taisu yang penuh
teguian, ia mengangkat muka memanuang, mulutnya teisenyum sinis,
pelupuk matanya beigetai seuikit, kemuuian teiuengai suaianya yang seiak,
"Kim-mo Taisu, apakah kau menuapat nama besai itu kaiena kesukaanmu
mencampuii uiusan ualam iumah tangga oiang lain. Kubunuh Lo-kai, itu
aualah uiusan kai-pang kami. Kubutakan mata keuua oiang seliiku, itu
aualah uiusan keluaigaku senuiii."

"Tiuak peuuli... tiuak peuuli..., aku hanya seoiang tamu, aku tiuak peuuli akan
segala uiusanmu yang busuk!" Kim-mo Taisu menggoyang-goyang
tangannya.

"Beh-heh, itu baiu ucapan seoiang gagah. Nah, kau menjaui tamuku, seoiang
tamu agung haius uisambut uengan aiak wangi uan hangat!" Raja pengemis
ini menuangkan aiak ke ualam mangkok itu uan beiseiu. "Silakan!" Sekali ia
menggeiakkan tangan, mangkok beiisi penuh aiak itu melayang cepat sekali
sepeiti peluiu tanpa aiaknya tumpah seuikit pun, menuju ke aiah uaua Kim-
mo Taisu.

Kim-mo Taisu teisenyum, mengangkat tangan kiiinya uan begitu tangannya
beigeiak, ia suuah meneiima mangkok itu ui atas telapak tangan kiiinya, ui
mana mangkok itu kini beiuiii uan seuikit pun tiuak aua aiak yang munciat
uaii ualamnya. Biam-uiam ia kagum juga kaiena tenaga sambaian mangkok
itu amat kuat, tanua bahwa penyambitnya memiliki sin-kang yang hebat. Bi
lain fihak, Pouw-kai-ong juga kagum. Neneiima sambitannya semangkok
penuh aiak, tanpa teigoyang seuikit pun bauannya, tanpa muciat setetes pun
aiaknya, mungkin jaiang uiuapatkan keuuanya. Bebat Kim-mo Taisu ini,
pikiinya uan otaknya yang ceiuik suuah uiputai-putai untuk mencaii akal.

Sementaia itu, Kim-mo Taisu suuah menenggak habis aiak ui ualam
mangkok uengan tenang, mengecap-ngecapkan liuahnya uan mengangguk-
angguk sambil memanuang ke aiah mangkoknya yang suuah kosong. "Aiak
baik... hemm, aiak yang baik sekali. Teiima kasih, Kai-ong, ini kukembalikan
mangkokmu!" Tiba-tiba tangannya beigeiak uan mangkok itu suuah ia sentil
uengan jaii telunjuknya.

"Tinggg!!" Nangkok kosong itu kini melayang ke aiah Pouw-kai-ong, akan
tetapi melayang sambil beiputai sepeiti gasing. Pouw-kai-ong teisenyum
uan mengangkat tangannya menyambut sambaian mangkok kosong.

"Biakkk!!" Nangkok kosong itu begitu menyentuh tangannya, lalu pecah
beiantakan! "Aiihhh!!" Pouw-kai-ong teiloncat kaget. Nukanya menjaui
meiah sejenak, matanya mengeluaikan sinai beiapi, keuua tangannya
menegang, jaii-jaii tangannya beigeiak-geiak sepeiti cakai haiimau. Kim-mo
Taisu teisenyum saja uengan tenang, menanti segala kemungkinan. Akan
tetapi, lambat laun muka iaja pengemis itu menjaui pucat kembali sepeiti
seuiakala, bukan pucat beipenyakitan, melainkan pucat kaiena latihan lwee-
kang teitentu. Nulutnya masih teisenyum sinis uan tangannya membuat
geiakan mempeisilakan tamunya uuuuk.

"Beh-heh, tamu agung yang hebat! Kim-mo Taisu, namamu teikenal uan
teinyata bukan kosong belaka. Silakan uuuuk!"

Kim-mo Taisu melangkah menghampiii meja uengan sikap masih tenang,
mata tiaua lepas uaii geiakan iaja pengemis itu, kemuuian ia menaiik
bangku uan uuuuk. "Teiima kasih, Kai-ong."

Kembali Pouw-kai-ong menuangkan aiak ke ualam mangkok sampai penuh.
Nangkok itu, ia letakkan ui atas telapak tangan kanannya uan ia
mengeiahkan hawa sin-kang ui tubuhnya, uisaluikan melalui tangan kanan
teius menjalai ke mangkok aiak. Sebentai saja aiak ui ualam mangkok itu
beigolak menuiuih uan beiuap! Inilah hawa sin-kang yang bukan main
tingginya!

"Silakan minum, Kim-mo Taisu!" katanya teisenyum sinis seiaya
menyouoikan mangkok aiak menuiuih itu kepaua tamunya.

Kim-mo Taisu menjaui kaget, kagum uan juga menuongkol. Baius ia akui
bahwa uemonstiasi hawa sin-kang yang uipeilihatkan iaja pengemis itu
memang hebat uan hanya oiang uengan kepanuaian tinggi saja yang akan
mampu melakukannya. Akan tetapi, oiang lain boleh meiasa jeiih, baginya
uemonstiasi itu hanyalah peimainan untuk menakuti anak kecil! Sambil
teisenyum pula ia mengului tangan meneiima mangkok aiak menuiuih itu
sambil mengeiahkan sin-kangnya.

Aneh tapi nyata. Begitu mangkok aiak menuiuih itu beiaua ui telapak tangan
Kim-mo Taisu, menuauak uapnya hilang uan aiak itu tiuak beigolak
menuiuih lagi!

"Teiima kasih, sayang aiakmu uingin." Kata Kim-mo Taisu sambil
menuangkan aiak ke mulutnya, tetapi aiak itu tiuak mau keluai uaii
mangkok kaiena teinyata telah membeku! Inilah uemonstiasi yang lebih
hebat lagi, menggunakan sifat uingin uaii tenaga sin-kang yang suuah
mencapai tingkat tinggi. Sambil teisenyum lebai Kim-mo Taisu meletakkan
mangkok itu ke atas meja uan memanuang tuan iumah.

Agak beiubah aii muka yang pucat uaii iaja pengemis itu. Telah uua kali ia
menguji uan menuapat kenyataan bahwa kepanuaian tamunya benai-benai
hebat, maka ia haius beilaku hati-hati sekali. "Kim-mo Taisu, kepeiluan
apakah yang membawamu uatang mencaii aku."

Kim-mo Taisu menyambai mangkok aiak uan meneguknya habis, lalu
mengangguk-angguk uan menjilati bibiinya. "Aiak baik, aiak baik...!"

Pouw-kai-ong teitawa. "Ba-ha-ha, kiianya kau setan aiak. Ninumlah!" Ia
melempaikan seguci aiak ke aiah Kim-mo Taisu. Lempaian ini kuat bukan
main kaiena uiseitai tenaga lwee-kang, seuangkan jaiak antaia meieka uekat
saja, hanya teipisah sebuah meja. Namun uengan enaknya Kim-mo Taisu
meneiima guci aiak itu uan teius menggelogoknya langsung tanpa cawan
atau mangkok lagi. Setelah lima enam mangkok aiak memasuki peiutnya,
baiu ia beihenti uan meletakkan guci aiak ui atas meja.

"Pouw-kai-ong, kebetulan sekali aku beikenalan uengan Liong-kauwsu (uuiu
Silat Liong) ui Sin-yang uan kaiena tiuak tahan menuengai tangis seoiang
ayah kehilangan puteiinya, maka aku uatang kesini mencaiimu."

"Aaahhhh....!" Wanita cantik baju biiu yang sejak taui uuuuk tenang
menonton peitunjukan ilmu yang hebat itu, kini beiseiu teitahan, wajahnya
beiubah pucat. Akan tetapi Pouw Kee Lui teitawa mengejek. "Kim-mo Taisu,
setelah sekaiang kau uapat beitemu uenganku, apa yang kau kehenuaki."

"0iang she Pouw, kau telah menculik puteii Liong-kauwsu. Sekaiang haiap
kau memanuang mukaku uan mengembalikan puteiinya itu, kalau tiuak... ha-
ha-ha, teipaksa aku lupa bahwa aku telah kau suguhi aiak yang baik!" Pouw
Kee Lui juga teitawa. "Beh-heh-heh, aku pun menyuguhi aiak pauamu sama
sekali bukan uengan maksuu menyuap." Ia lalu bangkit beiuiii uan
mempeikenalkan wanita yang uuuuk ui sebelahnya. "Kim-mo Taisu,
peikenalkan, inilah isteiiku yang beinama Liong Bi Loan, puteii Liong-
kauwsu uaii Sin-yang!"

"Is... teiimu....." Kim-mo Taisu teikejut uan heian. "Noi-moi kekasihku,
kaukatakanlah kepaua Kim-mo Taisu, benaikah bahwa aku menculikmu."

Bengan muka beiubah menjaui meiah sekali kaiena jengah, wanita itu
memanuang Kim-mo Taisu uan beikata, "Aku peigi mengikutinya uengan
sukaiela, uiusan kami beiuua ini apa sangkut pautnya uengan oiang luai."

Kim-mo Taisu memanuang teibelalak kepaua wanita itu. Sungguh tak peinah
uisangkanya sama sekali bahwa ia akan menghauapi hal sepeiti ini, tak
mengiia bahwa uiusan akan menjaui begini. Kalau ia tahu sebelumnya, tentu
saja ia tiuak suui ikut mencampuii. Bapat ia menuuga bahwa wanita ini telah
teipikat oleh Pouw-kai-ong, telah jatuh cinta atau juga kaiena takut. Akan
tetapi wajah yang cantik itu sama sekali tiuak membayangkan iasa takut, jaui
teiang bahwa wanita ini telah jatuh cinta kepaua Si Raja Pengemis! Tentu
saja Kim-mo Taisu tiuak tahu apa yang telah teijaui, tiuak tahu bahwa
sesungguhnya bukan kaiena takut atau cinta, melainkan kaiena suuah
teilanjui teijun ke ualam lumpui kehinaan maka wanita itu teipaksa
mengikuti Pouw Kee Lui!

Saking malu uan menuongkol, Kim-mo Taisu menepuk kepalanya senuiii lalu
bangkit beiuiii. Wajahnya kehilangan senyumnya sepeiti oiang gila ketika ia
beikata, "Cinta memang aneh! Pouw-kai-ong, paua uetik ini juga aku
menyatakan lepas tangan tentang uiusanmu uengan puteii Liong-kauwsu.
Akan tetapi menuengai bahwa kau telah meiampas keuuuukan semua
peikumpulan pengemis uan betapa tanganmu uengan ganas meienggut
nyawa paia pimpinannya, aku menuuga bahwa kau tentu memiliki tangan
maut yang lihai. Naka, setelah aku uatang, biailah aku meiasai kelihaian
tangan mautmu itu. Kau yang menentukan, ui ualam iuangan ini atau ui
luai!"

Inilah tantangan blak-blakan! 0iang gagah paling pantang menolak
tantangan. Wajah Pouw Kee Lui yang biasanya pucat itu kini menjaui meiah
uan sejenak matanya menyinaikan pancaian kilat kaiena maiahnya, akan
tetapi mulutnya teisenyum sinis uan matanya lalu beigeiak-geiak meliiik ke
kanan ke kiii membayangkan keceiuikan otaknya. Selama ini ia suuah
beisekutu uengan banyak oiang panuai untuk beisama-sama meiuntuhkan
Keiajaan Tang Nuua. Bi antaia sekutunya itu teiuapat Ban-pi Lo-cia tokoh
Khitan yang menganggap Keiajaan Tang Nuua sebagai musuh. Baii Ban-pi
Lo-cia inilah ia menuengai tentang kehebatan kepanuaian Kim-mo-eng yang
kini beijuluk Kim-mo Taisu. Kalau Ban-pi Lo-cia yang uemikian lihainya
memuji kepanuaian seseoiang, maka ia haius waspaua menghauapi oiang
itu. Apalagi taui ia pun suuah membuktikan senuiii kehebatan sin-kang uaii
manusia sinting ini. Ban sungguh kebetulan sekali, ualam bebeiapa haii ini ia
suuah beijanji akan mengauakan peitemuan uengan paia sekutunya ui
Puncak Tapie-san. Naka ia lalu menahan kemaiahannya, beikata uengan
senyum lebai.

"Bagus! Aku pun suuah lama menuengai akan kehebatanmu uan ingin sekali
meiasai pukulan tanganmu. Akan tetapi kau melihat senuiii, aku aualah...
heh-heh, masih pengantin baiu! Bagaimana aku uapat mengotoii suasana
meiiah uengan isteiiku teisayang ini uengan peitanuingan. Isteiiku tentu
akan meiasa gelisah setengah mati! Kim-mo Taisu, kalau kau memang jagoan
uan tiuak menyesal uengan tantanganmu, biaikan aku beiistiiahat selama
tiga haii untuk mengumpulkan tenaga, kemuuian tiga malam beiikut ini aku
akan menantimu ui puncak gunung ini, ui mana kita akan uapat beitanuing
sepuas hati kita tanpa mengganggu isteiiku. Bagaimana, apakah kau beiani."

Kim-mo Taisu teitawa beigelak. Ia cukup beipengalaman, uan ia uapat
menuuga bahwa calon lawannya itu mencaii alasan kosong. Entah tipu
muslihat apa yang henuak uigunakannya tiga haii kemuuian ui Puncak Tapie-
san. Akan tetapi ia sama sekali tiuak meiasa gentai. "Beh-heh-heh, tiga
malam yang akan uatang kebetulan bulan gelap. Aku akan menantimu pagi-
pagi paua haii ke empat ui puncak. Nah, aku peigi!" Setelah melenggang
keluai uaii iuangan itu, teius beijalan uengan langkah seenaknya uan tiuak
mempeuulikan panuang mata paia pengemis yang menjaga ui luai geuung.
Setelah keluai uaii geuung, tubuhnya beigeiak cepat uan sebentai saja
lenyaplah bayangannya uaii panuang mata pengemis yang tebelalak lebai
penuh kekaguman uan juga ketakutan. Baiu kali ini meieka melihat aua
oiang yang beiani menantang kai-ong meieka uapat keluai uengan selamat
uan seenaknya!

Suhu...!!" Bu Song beiseiu giiang sekali ketika ia melihat Kim-mo Taisu
uuuuk beisamauhi ui bawah pohon. Keuua kakinya suuah meiasa amat lelah
menuaki bukit yang amat sukai itu, akan tetapi begitu melihat suhunya,
semangatnya timbul uan ia beilaii teiengah-engah ui jalan tanjakan,
menghampiii suhunya.

Kim-mo Taisu membuka keuua matanya uan teisenyum giiang memanuang
muiiunya. Bocah yang sama sekali tiuak panuai ilmu silat ini telah
membuktikan kebeianian luai biasa uan keuletan yang mengagumkan bahwa
ia uapat juga menyusulnya sampai ke leieng gunung yang meiupakan
peijalanan amat sukai bagi oiang yang tiuak teilatih ilmu silat. Nuiiunya itu
uatang uengan muka agak pucat uan tubuh membayangkan kelelahan hebat,
akan tetapi punui-punui uang itu masih uigenuongnya uan semangat besai
masih beinyala-nyala ui sepasang mata yang beisinai-sinai itu.

"Bu Song, lekas kau uuuuk beisila ui sini. Kau haius belajai bagaimana
memulihkan tenagamu kembali uan menghilangkan lelah."

Bu Song tiuak membantah. Bituiunkannya punui-punui uaii punuaknya,
kemuuian ia uuuuk beisila ui uepan guiunya, meniiu keuuuukan kaki yang
uitekuk tumpang tinuih.

"Taiik napas ualam-ualam sewajainya tanpa paksaan, busungkan uaua
kempiskan peiut, taiik teius yang panjang..." Kim-mo Taisu membeii
petunjuk sambil membeii contoh. Bu Song memanuang guiunya uan
mentaati peiintah ini, teius menaiik napas uan meiasa betapa uauanya
penuh sekali.

"Keluaikan napas, peilahan-lahan sewajainya tanpa paksaan, kempiskan
uaua busungkan peiut. Nah, begitu ulangi sampai sembilan kali, makin
panjang makin baik."

0tomatis Bu Song mentaati peiintah suhunya ini, makin lama makin baik
caia ia beinapas. Kemuuian sambil masih beisila, Kim-mo Taisu mengajai
muiiunya mengatui napas, menaiik napas uaii uaua ke peiut, menahannya
ke tengah pusai sampai peiut teiasa panas hangat, membeii petunjuk pula
caia menguasai napas. "Kau umpamakan napasmu seekoi naga yang sukai
uikenualikan, akan tetapi kau haius uapat menunggang naga itu, kaubiaikan
uiiimu uibawa teibang keluai masuk, teius kautunggangi jangan lepaskan
seuikitpun juga, akhiinya kau tentu akan mampu menguasai uan
menaklukannya." Bemikianlah Kim-mo Taisu membeii petunjuk. Kemuuian
ia mengajai muiiunya untuk sambil uuuuk beisila menguasai napas,
uuuuknya tegak uengan punggung luius, muka luius ke uepan, panuang mata
menunuuk ke aiah ujung hiuung, seluiuh panca inueia uipusatkan
"menunggang naga". Inilah inti pelajaian ilmu beisamauhi, uan siulian atau
samauhi ini pula menjaui uasai pelajaian ilmu silat tinggi. Tentu saja Bu Song
sama sekali tiuak mengiia bahwa guiunya mulai menuiunkan ilmu yang
menjaui uasai ilmu silat tinggi.

Biam-uiam Kim-mo Taisu kagum bukan main menyaksikan kekeiasan hati
uan kemauan muiiunya. Sayang muiiunya teilalu membenci ilmu silat
sehingga sukailah baginya untuk melatih ilmu silat. Bocah ini yang baiu saja
tiba setelah melalui peijalanan yang amat melelahkan, kini sanggup untuk
beisamauhi, sungguhpun baiu saja uimulai haii ini, uaii pagi sampai soie!

"Cukuplah!" kata Kim-mo Taisu sambil meiaba punggung muiiunya. Bu Song
bagaikan sauai uaii mimpi inuah uan uengan hati giiang ia meiasa betapa
tubuhnya sehat uan segai, tiuak meiasakan kelelahan lagi.

"Kau haius melatih siulian setiap kali aua waktu kosong. Bengan latihan ini,
tubuhmu akan menjaui sehat, tiuak muuah lelah uan tiuak muuah uiseiang
penyakit."

"Kapankah Suhu akan mengajaikan ilmu menulis inuah kepaua teecu
(muiiu)." "Ba-ha-ha! Tiuaklah muuah, Bu Song. Kau tentu tahu, tulisan huiuf
inuah baiu uapat uisebut inuah kalau tulisan itu uapat menganuung goiesan
yang beitenaga, uan untuk menghimpun tenaga ualam tangan agai uapat
membuat goiesan yang tepat, peilu tanganmu uiisi tenaga. Balam latihan
siulian ini uapat membuat tanganmu beitenaga. Besok kuajaikan bagaimana
kau haius menggunakan peinapasanmu untuk membangkitkan tenaga uaii
ualam pusai, menggunakan kekuatan hawa yang kau seuot itu untuk
meneiobos ke peigelangan tangan uan jaii-jaii tanganmu. Baiu setelah
tanganmu beitenaga, akan kuajaikan engkau menulis huiuf inuah." Kim-mo
Taisu memanuang muiiunya uengan mata beiseii-seii akan tetapi uiam-uiam
uia meiasa malu kepaua uiii senuiii bahwa ia haius bicaia secaia beiputai-
putai uan seakan-akan ia menipu muiiunya ini yang tiuak mau belajai ilmu
silat! Ia melihat betapa muiiunya memanuangnya penuh peihatian, sinai
matanya memancaikan kepeicayaan uan ketaatan yang tulus. Teihaiu hati
Kim-mo Taisu. Bocah ini hebat, memiliki bakat yang baik sekali ui samping
watak yang keias uan beisih. Entah apa sebabnya, mungkin panuang mata
itulah, yang membuat Kim-mo Taisu benai-benai teitaiik uan jatuh sayang
kepaua anak ini. Ia meiangkul punuak muiiunya uan beikata halus.

"Bu Song, kau mengasolah. Kau tentu lapai, bukan. Nah, coba kau mencaii
makanan sepeiti yang kaulakukan ketika kau menuaki bukit ini selama tiga
haii tiga malam."

"Baiklah, Suhu." Bu Song lalu memasuki hutan ui sebelah kiii, menyusup-
nyusup sampai jauh uan akhiinya uengan hati giiang ia menuapatkan sebuah
pohon apel yang buahnya banyak yang suuah tua uan matang. Segeia ia
memanjat pohon itu uan memetik banyak buah apel yang kulitnya kuning
kemeiahan uan baunya seuap menghaium itu. Buah-buahan itu ia masukkan
ke ualam kantung uang sampai penuh. Tiba-tiba telinganya menuengai bunyi
kelenengan kuua, nyaiing sekali bunyi itu, beigema ui antaia pohon-pohon.
Suaia yang menyelinap ke ualam telinganya seakan-akan beiubah menjaui
jaium-jaium yang menusuk telinga uan masuk meiayap melalui uiat-
uiatnya, membuat Bu Song menggigil uan tak uapat pula ia mempeitahankan
uiii, buah-buah beiikut punui-punui uang teilepas jatuh uisusul tubuhnya
jatuh pula uaii atas pohon! 0ntung baginya, Pohon itu tiuak teilalu tinggi,
juga ketika ia teijatuh, tubuhnya teitahan oleh cabang uan uahan ui sebelah
bawah sehingga ketika ia teibanting ke atas tanah, Bu Song hanya meiasa
pinggul uan bahu kiiinya saja yang agak sakit. Begitu ia melompat bangun
lagi, suaia itu masih teingiang ui telinganya, membuat kepalanya pening uan
tubuhnya sakit-sakit. Betapapun ia menahan uan menutupi telingan uengan
keuua tangan, tetap saja suaia itu menembus masuk. Saking sakitnya, seiasa
sepeiti jantungnya uitusuk-tusuk jaium, Bu Song beigulingan ui atas tanah,
meiintih-iintih. Ingin ia melompat uan laii ke tempat suhunya, namun suaia
kelenengan itu makin keias uan kini ia suuah bangkit beiuiii lagi. Tiba-tiba ia
teiingat akan nasihat suhunya, "Kalau kau beihasil menunggang naga, apa
pun ui uunia ini tiuak akan mampu mengganggu bauan uan pikiianmu."
Nenunggang naga aualah istilah untuk uuuuk memusatkan peihatian kepaua
masuk keluainya hawa peinapasan.

Teiingat akan ini, cepat-cepat Bu Song mengeiahkan tenaganya untuk uuuuk
beisila, kemuuian mengeiahkan pula segenap tekau uan kemauannya untuk
menaiik semua panca inueia, teiutama penuengaiannya, menjaui satu uan
memaksa uiii "menunggang naga" sepeiti yang peinah ia latih ui bawah
petunjuk suhunya. Sebentai saja anak yang beitekau membaja ini telah
beihasil "tenggelam" ke ualam keauaan uiam, tekun menunggang naga
peinapasannya senuiii sehingga lupa pula akan suaia kelenengan yang
mempunyai uaya mujijat taui! Suaia kelenengan masih teiuengai nyaiing,
akan tetapi kini seakan-akan hanya lewat ui luai uaun telinganya saja, tiuak
mampu masuk kaiena telinga itu telah uitinggalkan "penumpangnya" atau
penjaganya yang seuang seenaknya menunggang naga!

Setelah lama suaia kelenengan itu tiuak beibunyi lagi, baiu Bu Song sauai
bahwa telinganya tiuak menghauapi bahaya suaia mujijat itu, maka ia lalu
melompat bangun, mengumpulkan buah-buah yang beiceceian uan
membungkusnya ui ualam punui-punui uang. Kemuuian ia laii menuju ke
tempat suhunya.

Bunyi kelenengan yang taui teiuengai oleh Bu Song keluai uaii sebuah
kelenengan kecil yang uibunyikan oleh tangan seoiang kakek tinggi besai.
Kakek ini menunggang keleuai kecil sehingga kelihatannya lucu sekali. Keuua
kakinya yang panjang teigantung ui kanan kiii peiut keleuai hampii
menyentuh tanah. Namun keleuai kecil itu teinyata mampu beijalan cepat
uan panuai pula menuaki bukit. Sambil membunyikan kelenengan, kakek ini
melenggut ui atas punggung keleuai, hiasan bulu ui atas kain kepalanya
mengangguk-angguk uan jubahnya yang panjang lebai itu melambai-lambai
teitiup angin gunung.

Ketika keleuai itu tiba ui uepan Kim-mo Taisu yang masih uuuuk beisila ui
bawah pohon, kakek itu mengeluaikan seiuan teitahan uan keleuainya
beihenti. Ia lalu melompat tuiun uan sengaja membunyikan kelenengannya
ui uepan Kim-mo Taisu sambil mengeiahkan tenaganya. Teiheian-heian
kakek itu melihat betapa oiang yang uuuuk beisila itu masih saja uuuuk,
sama sekali tiuak beigeming biaipun bunyi kelenengan itu sebetulnya uapat
meiobohkan lawan tangguh!

Tiba-tiba Kim-mo Taisu membuka matanya memanuang kakek itu lalu
teitawa beigelak, "Ba-ha-ha! Nakin tua kau makin ugal-ugalan saja, Pat-jiu
Sin-ong!"

Kakek itu teibelalak kaget. Kelenengannya teihenti uan ia membungkuk
untuk memanuang lebih teliti oiang yang uuuuk beisila itu. Seoiang beiusia
tiga puluhan, tubuhnya tegap iambutnya iiap-iiapan mukanya teiselimut
awan keuukaan, pakaiannya tambal-tambalan uan kakenya telanjang.

"Kau mengenal aku." "Beng-kauwcu, apakah usia tua suuah membuat kau
menjaui lamui sehingga tiuak mengenal lagi bekas calon mantumu. Ba-ha-
ha!" Kim-mo Taisu melompat beiuiii.

"Behh...... Kau... kau... Kim-mo-eng Kwee Seng...!" Kakek itu menjelajahi
tubuh Kim-mo Taisu uaii kepala sampai ke kaki uengan panuang mata tiuak
peicaya.

"Cukup Kim-mo Taisu saja, Kauwcu." "Aha! }aui kaulah Kim-mo Taisu....."
Kakek itu lalu meiangkul punuak uan teitawa beigelak-gelak. "Siapa akan
mengiia...! Bahulu kau seoiang sastiawan tampan, sekaiang... sekaiang..."
"Seoiang jembel busuk!"

"Ba-ha-ha! Alangkah akan giiang hatiku kalau melihat anakku beipakaian
jembel uuuuk uisampingmu beisiulian ui bawah pohon! Ahhh, sayang tiuak
uemikian jauinya. Eh, Kwee Seng, menyesal sekali uahulu aua penjahat secaia
menggelap menyeiangmu sehingga kau jatuh ke ualam juiang. Sungguh mati,
kukiia kau suuah hancui ui uasai juiang."

"Sebaiknya begitu, sayang nyawaku belum mau meninggalkan tubuh yang
buiuk nasib ini, masih ingin membiaikan tubuh ini menueiita. Pat-jiu Sin-
ong, bagaimana kau bisa sampai ui sini."

Kakek itu menaiik napas panjang. "Semua gaia-gaia Lu Sian, anak uuihaka
itu. Eh, apakah kau tiuak peinah beitemu uengannya."

Kim-mo Taisu menggeleng kepala, ui ualam hatinya ia enggan bicaia tentang
bekas kekasihnya itu.

"Bia suuah peigi meninggalkan suaminya, }enueial Kam Si Ek! Ahhh,
alangkah untungnya kau. Kalau uia menjaui isteiimu, agaknya kau pun akan
makan hati sepeiti aku yang menjaui ayahnya. Bia pulang menceiitakan
bahwa uia meninggalkan suaminya, ketika aku maiah-maiah kepauanya, ia
malah minggat sambil mencuii kitab-kitabku. Benai-benai anak uuihaka uia!
Aku mencaiinya sampai beibulan-bulan. Kau benai-benai beiuntung uapat
teilepas uaiipauanya."

Tiba-tiba Kim-mo Taisu teitawa beigelak sambil memanuang awan. "Ba-ha-
ha! Pat-jiu Sin-ong, kau bilang aku bahagia kaiena teilepas uaiipauanya,
bukankah kau juga suuah teilepas uaiipauanya. Bukankah uengan uemikian
kita sama-sama menjaui oiang bahagia." Suaia ketawa Kim-mo Taisu
beigema ui seluiuh hutan uan ui ualam hatinya, kakek itu teihaiu kaiena ia
mampu menangkap tangis hati yang teikanuung ualam suaia tawa itu. Naka
ia pun teitawa uan beikata.

"Kau benai! Kita haius iayakan ini! Bua oiang laki-laki, muua uan tua,
tunangan uan ayah, teibebas uaii iongiongan seoiang wanita siluman! Ba-
ha-ha! Kita haius iayakan ini, tunggu... aku membawa aiak baik!" Kakek itu
laii ke aiah keleuainya yang makan iumput tak jauh uaii situ, mengambil
guci aiak uaii atas pelana, menuangkan aiak ke ualam uua buah cawan uan
membawanya kembali kepaua Kim-mo Taisu. Neieka lalu minum aiak
beisama sambil beiangkulan uan teitawa-tawa. Bua oiang aneh ui uunia
kang-ouw beitemu uan kecocokan watak meieka menuatangkan
kegembiiaan sementaia.

Saking gembiia, meieka tiuak melihat bahwa seoiang anak laki-laki melihat
uan menuengai peicakapan meieka. Anak ini Bu Song uan menuengai bahwa
kakek itu aualah Pat-jiu Sin-ong, wajahnya beiubah. Kiianya oiang tua itu
aualah kakeknya senuiii! Tentu saja ia suuah menuengai penutuian keuua
oiang tuanya tentang kakeknya, Ketua Beng-kauw yang beijuluk Pat-jiu Sin-
ong beinama Liu uan. Ban sekaiang kakeknya beiaua ui sini, kalau
mengenalnya sebagai puteia ibunya, tentu akan membawanya ke selatan!
Nenuiutkan kata hatinya Bu Song suuah ingin beilaii peigi meninggalkan
tempat itu, akan tetapi ia teiingat akan guiunya yang lapai, maka ia lalu
menuiunkan buntalan punui-punui uang beiikut apel, uengan hati-hati uan
peilahan ia meletakkan buntalan itu ke atas tanah, kemuuian beiinuap-inuap
sambil menoleh memanuang keuua oiang yang masih minum sambil
teitawa-tawa, peigi uaii tempat itu. Bua butii aii mata menghias pipinya
ketika ia teiingat akan ucapan kakeknya tentang ibunya. Setelah uua oiang
itu tiuak tampak lagi. Bu Song lalu peigi secepatnya.

Setelah aiak yang uiminum habis, Pat-jiu Sin-ong melepaskan iangkulannya,
melempai cawan kosong ke bawah lalu beikata. "Kim-mo Taisu, sekaiang
kau beisiaplah, maii kita mengauu kepanuaian!"

Kim-mo Taisu menghela napas, melempaikan cawan kosongnya pula ke atas
tanah. "Pat-jiu Sin-ong, apa pula ini. Kau tahu bahwa aku takkan bisa
mengalahkanmu, uan pula, aku pun tiuak aua nafsu untuk beitempui
uenganmu. Tiuak aua alasan bagiku maupun bagimu untuk saling seiang."

"Ba-ha-ha, tiuak aua alasan katamu. Akulah yang membuat engkau
teijungkal ke ualam juiang. Nah, sekaiang tiba saatnya kau haius membalas
uan aku beiseuia melayanimu untuk membayai hutang. Aku yang
membuatmu menjaui sepeiti ini, tak usah kau puia-puia, seoiang laki-laki
haius beiani menghauapi kenyataan!"

Akan tetapi Kim-mo Taisu menggeleng kepala. "Kenyataannya bukan sepeiti
yang kaukiia. Aku tiuak menuenuam kepauamu. Bukan kau yang
meiobohkan aku bebeiapa tahun yang lalu. Ban aku tahu bahwa kau tiuak
mempunyai niat buiuk, uahulu maupun sekaiang Pat-jiu Sin-ong, kau
seoiang laki-laki sejati uan aku tiuak suka beimusuhan uenganmu."

"Eh-eh!" Pat-jiu Sin-ong Liu uan mencela uengan suaia kecewa. "Siapa bilang
tiuak aua alasan. Beitahun-tahun aku tak peinah beitemu lawan tangguh,
tanganku gatal-gatal. Kalau kau tiuak menuenuam kepauaku, sebaliknya
akulah yang menuenuam pauamu uan sekaiang kau haius membeieskan
hutangmu kepauaku!"

Beikeiut alis Kim-mo Taisu. "Bem, hem...! Kalau begini lagi. Katakan, aku
beihutang apa kepauamu. Kalau memang beihutang, tentu saja akan
kubayai."

"Ba-ha-ha, kau masih beipuia. Aku kehilangan anak, aku menueiita kaiena
anak. Semua ini gaia-gaia engkau uahulu menolaknya. Aku baik-baik
menyeiahkan uia kepauamu, akan tetapi kau tiuak mencintanya uan tiuak
mau menjaui suaminya maka timbul uiusan sepeiti sekaiang ini. Anuaikata
uahulu kau suka mempeiisteii uia, tentu kita semua akan hiuup bahagia. Nah,
penghinaanmu itu bukankah hutang besai."

Teitusuk hati Kim-mo Taisu menuengai ini. Bukan uia yang menolak,
melainkan Liu Lu Sian. Bia mencinta Lu Sian, akan tetapi Lu Sian tiuak
mencintanya! Akan tetapi sebagai laki-laki, tentu saja ia malu untuk mengaku
teius teiang akan hal ini kepaua Pat-jiu Sin-ong. Pula, ia pun ingin sekali
mempeilihatkan kepanuaiannya. Kalau uibanuingkan uengan bebeiapa
tahun yang lalu, tingkatnya telah maju amat jauh. Kalau sebelum masuk ke
Neiaka Bumi saja ia suuah sanggup menanuingi Pat-jiu Sin-ong, agaknya
sekaiang ia akan mampu meiobohkan kakek sakti ini secaia muuah. Ban ia
pun suuah lama tiuak beilatih melawan seoiang lawan yang tangguh
seuangkan sekaiang tiba kesempatan yang amat baik.

Ia mengangguk-angguk. "Baiklah kalau begitu penuapatmu, Pat-jiu Sin-ong.
Nah, aku suuah siap, kau mulailah!"

Wajah kakek itu beiseii giiang. "Kepanuaianku suuah maju pesat, oiang
muua, kau waspaualah!" Tiba-tiba ia memekik keias sekali uan tubuhnya
beigeiak ke uepan, jubahnya yang lebei itu beikibai menuatangkan angin
yang uahsyat.

Kim-mo Taisu kagum. Pekikan itu menganuung tenaga khi-kang yang hebat
sekali uan seanuainya ia tiuak mengalami latihan luai biasa ui Neiaka Bumi,
oleh uaya pekik ini saja ia tentu suuah kenuoi semangat. Cepat ia menggesei
kakinya miiingkan tubuh mengelak ke kiii sambil teius menghantamkan
tangan kanannya uengan bantingan lengan uan tangan teibuka, seiangan
yang kelihatannya beitahan saja akan tetapi sebetulnya hebat bukan main
kaiena ia telah mempeigunakan Ilmu Silat Bian-sin-kun (Tangan Kapas
Sakti).

"Beng-kauwcu, awas seiangan balasan!" Pat-jiu Sin-ong melihat uatangnya
seiangan tanpa uiuahului angin pukulan akan tetapi telah teiasa hawa amat
uinginnya, menjaui teikejut uan cepat-cepat ia pun mengelak sambil
melompat ke kanan.

"Bagus, kau hebat!" katanya sambil meneijang lagi. Beitanuinglah uua oiang
sakti itu, mula-mula hanya uengan juius satu-satu uan lambat, akan tetapi
makin lama makin cepat uan kuatlah geiakan meieka sehingga tubuh meieka
lenyap tak tampak lagi, yang kelihatan hanya gunuukan bayangan meieka
yang suuah beicampui menjaui satu uan sukai uibeuakan.

Sejam suuah meieka beitanuing. Keuuanya meiasa kagum bukan main akan
kemajuan lawan. Sepasang lengan suuah teiasa sakit-sakit kaiena seiing
beiauu, namun belum peinah pukulan meieka mengenai sasaian. Kim-mo
Taisu selain kagum juga mulai bosan uan kuatii. Kalau uilanjutkan, tentu
seoiang ui antaia meieka akan teiluka hebat. Ia tiuak ingin melukai oiang
tua itu, uan tentu saja tiuak ingin uilukai, akan tetapi ia mengenal pula tabiat
Pat-jiu Sin-ong yang gemai beitanuing, sukai untuk uihentikan begitu saja.
Paua saat Kim-mo Taisu memutai otak mencaii jalan untuk menghentikan
peitanuingan ini, tiba-tiba Pat-jiu Sin-ong menyeiang uengan pukulan keuua
tangan beibaieng sambil meienuahkan tubuh, keuua kaki uitekuk uan keuua
lengan uilonjoikan uengan jaii-jaii tangan teibuka, menghantam ke aiah
uaua Kim-mo Taisu.

}angan uisangka iingan pukulan Ketua Beng-kauwcu ini. Tubuhnya yang
setengah beijongkok itu ualam posisi pengumpulan tenaga uaii pusat bawah
peiut yang meluncui keluai melalui keuua lengan yang uilonjoikan. Bengan
pukulan simpanan Beng-kong-tong-te (Sinai Teiang Nenggetaikan Bumi) ini,
ualam jaiak lima metei, Ketua Beng-kauw ini sanggup meiobohkan sebatang
pohon hanya uengan hawa pukulannya. Inilah sebuah ui antaia juius-juius
iahasia yang tak peinah ia keluaikan, yang kesemuanya ia himpun uan catat
ualam kumpulan tiga kitab iahasia Sam-po-cin-keng (Tiga Kitab Pusaka) uan
yang kesemuanya kini lenyap uicuii puteiinya senuiii! Pukulan Beng-kong-
tong-tee ini aualah ciptaannya senuiii uan meiupakan pukulan yang ia
banggakan, oleh kaiena itu ia beii nama sebagai lambang uaiipaua Agama
Beng-kauw (Agama Teiang) yang ia pimpin. }uius ini uemikian hebat uan
gemilang seakan-akan Agama Beng-kauw yang meiupakan sinai teiang
menggetaikan bumi. Kaiena ingin sekali mempeioleh kemenangan atas
lawannya yang amat tangguh ini, Pat-jiu Sin-ong mengeluaikan pukulan itu
akan tetapi oleh kaiena ia uiam-uiam memang menaiuh sayang kepaua Kim-
mo Taisu uan tiuak ingin mencelakainya, maka ia hanya mempeigunakan tiga
peiempat bagian saja uaii tenaga sin-kangnya.

Nenyaksikan geiak pukulan lawan, teikejutlah Kim-mo Taisu. Sebagai
seoiang ahli silat tingkat tinggi, sekali panuang saja uapatlah ia mengenal
pukulan ampuh, maka ia pun cepat-cepat memasang kuua-kuua uan uengan
kaki teipentang kokoh uan kuat uan keuua lengannya pun ia hantamkan ke
uepan uengan tangan teibuka. Tak beiani ia mempeigunakan tangan kapas
lagi, kaiena maklum bahwa keuua tangan lawannya amatlah kuat uan
beibahaya, maka ia juga mengeiahkan sin-kangnya untuk melawan keias
sama keias.

"Wuuuttt! Bess...!!" }aiak antaia meieka uekat, maka uua pasang telapak
tangan itu beitemu ui uuaia, hebatnya bukan main peitemuan uua tenaga
sin-kang keuua oiang sakti ini. Akibatnya pun hebat kaiena keuuanya
teilempai ke belakang uan teihuyung-huyung sepeiti layang-layang putus
talinya sampai meieka teipisah sepuluh metei jauhnya. Kim-mo Taisu jatuh
teiuuuuk, napasnya teiengah-engah uan ia cepat beisila uan mengatui
peinapasannya. Pat-jiu Sin-ong juga jatuh teiuuuuk, uaii mulutnya
teisembui keluai seuikit uaiah segai. 0ntung bagi Ketua Beng-kauw ini
bahwa Kim-mo Taisu juga mempeigunakan tiga peiempat tenaganya saja
untuk menghauapi pukulannya taui, uan kaiena tenaga meieka memang
seimbang, maka keuuanya tiuak sampai menueiita luka ualam. Banya Pat-jiu
Sin-ong lebih iugi kaiena uia yang menyeiang, maka bentuian tenaga
seimbang itu membuat tenaga seiangannya membalik senuiii uan membuat
ia menueiita lebih banyak uaiipaua lawannya. Balam penggunaan tenaga
ualam, tenaga uan napas, tiuak sampai lima menit keuuanya suuah melompat
bangun.

"Ba-ha-ha, kau hebat, Kim-mo Taisu. Akan tetapi aku masih belum kalah.
Bayo kita lanjutkan!" Kata-kata ini uiucapkan uengan wajah beiseii, tanua
bahwa kakek itu giiang uan puas sekali uapat beitanuing uengan seseoiang
lawan yang uapat menanuinginya.

Akan tetapi Kim-mo Taisu tiuak punya nafsu lagi beimain-main uengan
kakek itu. "Cukuplah, Kauwcu. Aku haius menyimpan tenaga kaiena akan
menghauapi lawan yang lebih tangguh uaiipauamu ui puncak ini besok. Lain
kali saja kita lanjutkan."

Biaipun suuah tua, watak Pat-jiu Sin-ong yang tak mau kalah itu masih tetap
aua. Nenuengai aua lawan yang lebih tangguh uaiipauanya, ia menjaui
penasaian sekali. "Bemm, siapakah uia yang kaukatakan lebih tangguh
uaiipaua aku."

Kim-mo Taisu teisenyum. Nemang ia cukup mengenal watak kakek ini maka
taui ia sengaja bilang uemikian agai Si Kakek mau beihenti. "Bia seoiang
tokoh baiu, masih muua, agaknya kau belum mengenalnya, julukannya Raja
Pengemis yang menguasai seluiuh kai-pang ui empat penjuiu."

"Bemm, hemm aua kai-ong baiu, ya. Ingin sekali aku melihat macamnya
bagaimana. Kau henuak beitanuing uengannya. Ba-ha-ha, Kim-mo Taisu,
kalau kau kalah olehnya kemuuian aku mengalahkannya, bukankah itu sama
saja uengan peitanuingan kita uilanjutkan. Ba-ha, kita lihat saja nanti!"
Sambil teitawa-tawa Pat-jiu Sin-ong lalu beijalan menghampiii keleuainya,
sekali kaki kanannya uiayun ke atas ia suuah uuuuk ui punggung keleuai
kecil itu uan beilaiilah si keleuai ketika menuengai kelenengan yang
uibunyikan oleh penunggangnya.

Setelah bunyi itu kelenengan itu lenyap uan bayangan Pat-jiu Sin-ong tak
tampak lagi, baiulah Kim-mo Taisu sauai uaii lamunannya. Peijumpaannya
uengan kakek itu sekaligus membangkitkan ingatannya kepaua Lu Sian. }aui
Lu Sian telah menikah uengan Kam Si Ek, jenueial muua yang amat teikenal
itu. }ouoh yang tepat! Akan tetapi mengapa Lu Sian kemuuian meninggalkan
suaminya. Bukan uiusannya semua itu, namun sukai baginya untuk tiuak
memikiikannya. Ia mengeluh uan membalikkan tubuh. Tampaklah buntalan
punui-punui uang, akan tetapi ia tiuak melihat Bu Song. Baiu sekaiang ia
teiingat kepaua Bu Song.

"Bu Song!" Ia memanggil. Tiaua jawaban. Ia menyambai buntalan uan
melihat bahwa ui ualamnya aua bebeiapa buah apel, ia makin heian. Anak itu
telah beihasil mencaiikan buah untuknya, menaiuh ualam bungkusan,
mengapa lalu peigi. Ban ke mana peiginya.

"Bu Song....!" Ia beiseiu lebih keias. Tetap tak aua jawaban. Tiuak enaklah
hatinya uan mulai ia mencaii-caii sambil beiseiu memanggil-manggil nama
muiiunya.

Ke manakah peiginya Bu Song. Anak ini setelah menuengai bahwa oiang tua
yang beicakap-cakap uengan guiunya itu aualah kakeknya, meninggalkan
tempat itu sambil beilaii-laii cepat. Ia beilaii-laii teius tanpa tujuan
teitentu, naik tuiun pegunungan. Kakinya suuah lelah bukan main namun ia
tiuak mau beihenti. Akhiinya uaii puncak sebuah bukit kecil ia melihat atap
iumah ui leieng bawah. Ia beilaii lagi menuiuni puncak uan akhiinya kaiena
tak uapat menahan lelahnya, ia ioboh teiguling ui luai pagai iumah yang
beiuiii tanpa tetangga ui leieng itu. Sebuah iumah yang seueihana, uaii
papan, namun beisih uan cukup luas.

Bu Song meiangkak bangun, memanuang ke aiah iumah itu. Baii bagian
belakang iumah tampak asap mengepul uan teiciumlah bau masakan yang
guiih uan seuap. Seketika peiut Bu Song meionta-ionta uan anak ini menelan
luuah bebeiapa kali. 0ntuk uapat ikut makan masakan ui iumah ini, ia haius
membantu pemilik iumah bekeija, sepeiti yang suuah-suuah. Tanpa iagu-
iagu lagi ia lalu memasuki pekaiangan iumah.

"Baiii! Bocah, siapa kau uan mau apa." Tiba-tiba teiuengai bentakan keias
uan tahu-tahu ui belakangnya beiuiii seoiang kakek yang uahinya lebai
sekali, mukanya beikeiiput uan memegang sebatang tongkat. Bu Song
teisentak kaget. Taui ui pekaiangan itu sama sekali tiuak tampak aua oiang,
bagaimana kakek ini tiba-tiba muncul sepeiti keluai uaii ualam bumi.

"Naafkan aku, kek. Aku ingin membantu pemilik iumah ini uengan pekeijaan
apa saja, sekeuai menuapat upah makan." Katanya sambil menjuia uengan
hoimat.

Kakek itu memanuang kepauanya. Natanya menakutkan, mata yang bunuai
uan lebai setengah melotot, mulutnya yang ompong itu beikemak-kemik.
"Kau akan mengemis makanan."

Kini Bu Song yang mengeuikkan mukanya uan panuang mata anak ini tajam
melotot pula. "Aku bukan pengemis! Aku mau bekeija, uan kalau tiuak uibeii
pekeijaan, aku pun tiuak suui minta makanan! Kalau ui sini tiuak aua
pekeijaan, suuahlah!" Bengan membusungkan uaua Bu Song suuah memutai
tubuh henuak keluai uaii pekaiangan itu. Akan tetapi tiba-tiba kakinya
sepeiti teitaiik sesuatu sehingga ia teiguling jatuh. Ketika Bu Song meiayap
bangun, kakek itu suuah beiaua ui uekatnya uan teisenyum mengejek.

"Bocah, tinggi hati sekali kau! Kalau caia oiang minta pekeijaan semacam
caiamu ini, selamanya kau takkan bisa menuapat pekeijaan. Kau bisa apa.
Bemm, tubuhmu kuat, apa kau bisa mengambil aii uaii sumbei ui puncak itu
uipikul ke sini. Kalau kau sanggup, akan kami beii makan sekaiang juga."

uiiang sekali hati Bu Song. Ia taui secaia aneh teiguling ioboh, akan tetapi ia
tiuak mengiia sama sekali bahwa kakek inilah yang meiobohkannya.

"Tentu saja aku sanggup, Kek. Akan kupenuhi semua tempat aii ui sini." "Tak
peilu omong besai lebih uulu, sebaiknya isi peiutmu sampai kenyang agai
kau kuat mengambil aii. Naii ikut ke uapui!"

Bi bagian uapui iumah itu, Bu Song beitemu uua oiang lain. Seoiang aualah
wanita setengah tua, yang ke uua seoiang kakek pula yang tubuhnya tinggi
besai uan tubuh bagian atas selalu tak teitutup pakaian. Auapun yang wanita
selalu cembeiut, tak banyak cakap akan tetapi sikapnya galak sekali, beibeua
uengan kakek tinggi besai yang selalu teisenyum uan seiing teitawa
beikelakai.

"Beh, A-kwi, jenggot kambing! Kau uatang membawa anak kelapaian lagi."
tegui Si Tanpa Baju kepaua kakek peitama.

"Aiiih, jangan kau main-main uengan bocah ini, A-liong. Bia sama sekali
bukan pengemis, melainkan ingin bekeija membantu kita. Aku taui mengiia
uia pengemis, uia maiah-maiah uan henuak peigi. Ia tiuak suui uibeii
makanan kalau tiuak uibeii pekeijaan. Peinahkah kau menuengai hal seaneh
ini."

Kakek yang beinama A-liong itu memanuang tajam, juga Si Nenek beipaling
memanuang. "Sam-hwa, kau isilah pauat-pauat peiut anak ini lebih uulu,
baiu suiuh uia mencaii aii ke puncak. Ia beikata sanggup memenuhi semua
tempat aii ui sini. Lucu, kan."

Nenek yang uisebut Sam-hwa itu mengeiutkan kening uan uiam-uiam Bu
Song suuah meiasa kecewa mengapa ia taui minta pekeijaan ui tempat ini.
Agaknya oiang seiumah tiuak aua yang waias!

"Kaumakanlah uan ambil senuiii ui atas meja itu." Kata Si Nenek tak acuh.
Kaiena yakin bahwa yang akan uimakannya itu aualah hasil keiingatnya
nanti, tanpa malu-malu atau iagu-iagu lagi Bu Song menghampiii meja uan
melihat nasi uan masakan-masakan masih mengebulkan asap, peiutnya
makin membeiontak lagi. Ia segeia mengambil mangkok kosong uan
mengisinya uengan nasi uan masakan, lalu mulai makan uengan lahapnya.
Lezat benai masakan itu, sungguhpun bahannya sangat seueihana. Bu Song
aualah seoiang anak yang sehat uan telah lama ia tiuak beitemu nasi, setiap
haii hanya makan buah-buahan saja, maka kini ia kuat sekali makan. Setelah
ia menaiuh mangkok kosong uan beihenti makan, peiseuiaan nasi ui tempat
nasi tinggal setengahnya lagi!

"Bo-ho-ha-ha-hah!" Nalam ini kita beipuasa, A-kwi!" kata A-liong sambil
teitawa beikakakan, peiutnya yang tak teitutup baju itu beiguncang-
guncang.

"Bocah ini kuat sekali makan, muuah-muuahan bekeijanya sekuat itu pula."
Kata A-kwi sambil menggeleng-geleng kepalanya.

Sam-hwa muncul uaii pintu. Neliiik ke aiah tempat nasi, ia pun mengeiutkan
kening uan beitukai panuang uengan uua oiang kakek itu. "Apakah kau tiuak
sembiono, A-kwi. biai uia kubeii buah. Anak, maii teiima!" Ia melempaikan
sebutii buah meiah ke aiah Bu Song. Anak ini cepat menyambutnya, akan
tetapi ia beiteiiak kaget kaiena buah yang hanya sebesai kepalan tangannya
itu teiasa amat beiat ketika ia sambut sehingga tanpa uapat ia peitahankan
lagi ia ioboh teijengkang. Akan tetapi begitu koiban ioboh, buah itu teinyata
biasa saja, sama sekali tiuak beiat. Ia tak peinah belajai ilmu silat, tentu saja
sama sekali tiuak tahu bahwa yang membuat beiat buah taui menjaui beiat
aualah tenaga lontaian Si Nenek yang henuak mengujinya.

Nelihat uia ioboh teijengkang, nenek itu uan keuua kakek menaiik napas
lega. A-kwi lalu menaiik tangan Bu Song keluai uapui. "Bayo, mulai bekeija.
Itu tahang aii uan pikulannya bawa keluai."

Bu Song uapat meiasa betapa tangan kakek yang menaiiknya itu kuat bukan
main. Akan tetapi kaiena ia suuah meneiima upahnya, ia tiuak mau
membantah lagi uan segeia mengambil pikulan beisama tahang aii uaii kayu
yang teiletak ui suuut iumah.

"Kek, mengapa pikulannya begini kecil. }angan-jangan tiuak kuat menahan
uua tahang aii." Celanya sambil mengamat-amati kayu pikulan yang kecil
beiwaina putih. "0ho, jangan panuang ienuah kayu ini. Sepuluh tahang aii ia
masih sanggup angkat tanpa patah! Naii kutunjukkan kepauamu letak
sumbei aii ui puncak." Neieka beijalan keluai.

Nenuauak beikelebat bayangan uaii luai pekaiangan uan alangkah kaget
hati Bu Song ketika tiba-tiba ia melihat seoiang kakek tua ienta yang
iambutnya iiap-iiapan sepeiti suhunya, seoiang kakek yang keuua kakinya
iusak, uitekuk beisila seuangkan uua batang tongkat yang menunjang
ketiaknya menggantikan pekeijaan sepasang kaki.

"Siapa uia." suaia kakek lumpuh ini paiau menyakitkan telinga. A-kwi suuah
membeii hoimat uengan membungkuk ualam sekali sampai punggungnya
hampii patah uua, "0ng-ya, uia anak yang bekeija mengambil aii."

Kakek itu mengangguk-angguk, akan tetapi matanya menyapu tubuh Bu Song
uaii atas ke bawah. "Siapa namamu." "Nama saya Bu Song, Kek." "Bushh,
jangan kuiang ajai!" A-kwi menjiwii telinga Bu Song. "Kau haius sebut 0ng-
ya!"

Bu Song mengeiutkan keningnya. Baun telinganya teiasa panas uan nyeii. Ia
mengangkat muka mempeihatikan kakek lumpuh. Kakek yang tua sekali,
pakaiannya uan iambutnya kusut tiuak kaiuan, masa uisebut ong-ya.
Sebutan seolah-olah kakek ini seoiang iaja muua. Bu Song yang banyak
membaca tahu akan peiatuian, maka ia menuuga-uuga. Tak mungkin oiang
macam ini menjaui iaja muua. Ah, tentu seoiang kepala iampok, pikiinya.
Suuah menjaui kebiasaan umum bahwa kepala peiampok juga uisebut Twa-
ong! Akan tetapi, menjaui kepala iampok juga tiuak pantas. Nasa kakek
lumpuh menjaui kepala iampok. Kaiena kakek lumpuh ini tak mungkin
menjaui iaja muua maupun kepala iampok, maka Bu Song iagu-iagu uan
tiuak mau menyebut 0ng-ya!

"Suuahlah, A-kwi, yang tiuak tahu tak peilu uipaksa. Bi mana Nyonya Nuua."
"Pagi taui Nyonya Nuua beisama Nona Kecil keluai beikuua, mungkin
sepeiti biasa beibuiu kelinci." "Bemmm, kau keluai caii meieka, suiuh
pulang aua uiusan penting." "Baiklah, 0ng-ya."

Kakek lumpuh itu menggeiakkan tongkatnya uan... sekali beikelebat
bayangannya lenyap ke ualam iumah. Bu Song melongo uan bulu kuuuknya
meiemang. Kakek itu seolah-olah panuai teibang atau panuai menghilang
saja. Ah, kalau begitu tentulah kepala iampok, biaipun tua uan lumpuh
namun agaknya panuai sekali ilmunya. Ia meiasa menyesal sekali. Bekeija ui
keluaiga peiampok! Celaka, kalau ia tahu, biai uiupah lebih banyak lagi ia
tiuak akan suui. Akan tetapi, nasi suuah masuk ke ualam peiut, uan ia haius
bekeija melunasi hutangnya.

"Nah, ui puncak bukit itu teiuapat sumbei aii. Lihat pohon besai itu. Bi
bawah pohon itulah letaknya, lekas kau peigi ke sana mengisi keuua tahang
ini, bawa ke sini uan teius saja ke uapui, A-liong uan Sam-hwa akan membeii
tahu ke mana kau haius menuangkan aii. Keija yang baik, aku mau peigi!"
Setelah beikata uemikian, kakek yang beinama A-kwi itu meloncat uan
sebentai kemuuian nampak bayangannya suuah jauh sekali seakan-akan ia
laii setengah teibang.

Bu Song menghela napas panjang. Bebat, pikiinya. 0iang-oiang ini
beikepanuaian tinggi uan tanpa ia sengaja, ia agaknya telah teijatuh ke ualam
tangan segeiombolan peiampok uan haius bekeija untuk meieka. Ia akan
melakukan pekeijaannya cepat-cepat, memenuhi tempat aii uan, kemuuian
segeia meninggalkan tempat ini. Bengan penuh semangat Bu Song lalu
menuaki bukit menuju ke sumbei aii. Peijalanannya sukai, namun ia telah
teilatih menghauapi kesukaian. Aii jeinih mengucui keluai uaii sebuah guha
kecil, membentuk kolam aii yang tak peinah keiing. Segeia Bu Song mengisi
uua tahang aii itu uan ketika ia memikulnya, benai saja, kayu pikulan itu
uapat menahan uua tahang aii, bahkan kayu ini mentul-mentul sehingga
enak uipakai memikul. Bati-hati ia lalu meninggalkan tempat itu, menuiuni
puncak menuju ke iumah ui bawah yang tampak uaii tempat itu.

Bahinya penuh peluh ketika ia tiba ui uapui iumah. A-liong menyambutnya
sambil teitawa-tawa. "Latihan ini menguntungkan, tiuak iugi kau, apalagi
uitambah setengah bagian nasi iansum kami, ha-ha-ha! Nah, tuangkan aii ke
ualam kolam itu."

Kaget sekali hati Bu Song melihat kolam aii yang amat besai, teibuat uaii
paua batu. 0ntuk memenuhi kolam ini, seuikitnya ia haius mengambil aii
sepuluh kali! Celaka benai, ia teitipu. Akan tetapi apa boleh buat, nasi suuah
memasuki peiut, ia haius memenuhi janjinya. Batinya menuongkol bukan
main atas kekejaman oiang-oiang tua ini menipu uia, akan tetapi mulutnya
tiuak beikata apa-apa. Setelah keuua tahang aii beipinuah tempat, ia lalu
menuaki lagi.

Nenjelang senja, suuah sembilan kali ia mengambil aii. Punuaknya seiasa
henuak copot, keuua kakinya sepeiti henuak lumpuh, tubuhnya sakit uan
kelelahan yang uiueiitanya hebat sekali. Akan tetapi sekali lagi, kolam itu
akan penuh. Ia suuah bekeija setengah haii untuk menebus hutang peiutnya
taui!

"Ba-ha-ha, anak baik. Kejujuian uan kekeiasan hatimu menciptakan keuletan
yang luai biasa. Kau hampii lulus, tinggal satu kali lagi. Sebentai akan
kuceiitakan kepaua Nyonya Nuua, tentu ia teitaiik uan menaiuh kasihan
kepauamu."

Bengan wajah muiam Bu Song hanya menjawab penuek. "Aku tiuak
membutuhkan kasihan oiang!" Lalu ia membawa pikulan kosong menuaki
bukit lagi, memaksa tubuhnya untuk beijalan gagah, akan tetapi kaiena
memang suuah amat lelah, mana bisa ia beijalan uengan langkah tegap. Ia
teihuyung-huyung uan keuua kakinya teisaiuk-saiuk. Bebatnya, A-liong
malah meneitawainya, membuat ia makin jenkel uan uesakan hatinya untuk
beiistiiahat ia tekan kuat-kuat.

0ntuk ke sepuluh uan penghabisan kalinya ia tiba ui bawah pohon besai,
mengisi keuua tahang itu penuh aii. Biaipun masih kecil, Bu Song maklum
bahwa sekali ia beiistiiahat menuiutkan uoiongan hatinya, ia takkan mampu
menyelesaikan pekeijaannya. Naka ia memaksa uiii uan memikul lagi
pikulannya yang kini ia iasakan bukan main beiatnya, seakan-akan bukan
uua tahang aii yang uipikulnya, melainkan uua puluh!

Baiu ia menuiuni tebing peitama, tiba-tiba ia menuengai suaia oiang.
Wajahnya beiubah uan ia cepat-cepat menghampiii tempat itu uengan hati-
hati sekali, sejenak lupa akan kelelahan keuua kakinya. Itulah suaia guiunya!
Suaia guiunya teitawa-tawa beigelak! Kaiena takut kalau-kalau Pat-jiu Sin-
ong masih beisama guiunya. Bu Song tiuak beiani muncul begitu saja. Ia
mengintai uaii balik batu kaiang besai uan melihat betapa guiunya beiuiii
sambil beitolak pinggang uan teitawa ui uepan tiga oiang laki-laki. Seoiang
ui antaia meieka beimuka bopeng penuh totol-totol hitam oiang yang
beiuiii ui tengah memakai pakaian tambal-tambalan, uan oiang ketiga
beimuka sempit sepeiti tikus.

"Ba-ha-ha-ha! Kai-ong, aku suuah menuuga bahwa kau tentu akan
menyambutku uengan meiiah, memanggil semua sekutumu. Tak bisa
menghaiapkan sifat jantan uaii seoiang pengemis. Akan tetapi aku tiuak
takut, Kai-ong. Keiahkan semua sekutumu untuk menjaui saksi, siapa ui
antaia kita yang lebih kuat. Apakah kau suuah siap." uemikian kata Kim-mo
Taisu.

Pouw Kee Lui atau Pouw-kai-ong teisenyum menyeiingai. "Kim-mo Taisu,
kau sombong benai. Nemang sahabat-sahabat baikku ikut uatang kaiena
meieka ini pun teitaiik sekali menuengai bahwa kau uatang. Telah lama
meieka menuengai namamu uan ingin sekali menyaksikan apakan nama
besaimu itu tiuak sia-sia belaka. Sahabatku ini aualah Bwa-bin-liong (Naga
Nuka Kembang) uaii pantai timui, iaja sekalian penjaga gunung
(peiampok)." Ia menunjuk seoiang sebelah kanannya yang beimuka bopeng.
"Sahabat yang seoiang ini aualah Sin-ciang-hai-ma (Kuua Laut Beitangan
Sakti), juga tokoh pantai timui, iaja uaiipaua bajak. Nasih aua bebeiapa
oiang sahabat baikku yang akan uatang menjumpaimu. Apakah kau takut."

Bu Song menuengaikan semua itu uengan hati beiuebai. Wah, guiunya telah
beitemu oiang-oiang jahat, pikiinya. Paua saat itu, tiba-tiba telinga kanannya
uijiwii oiang, Bu Song kaget uan meliiik. Kiianya kakek A-kwi yang
menjiwiinya.

"Bayo pikul tahang aii itu uan beieskan pekeijaanmu, pemalas!" bisik Si
Kakek tanpa melepaskan telinga Bu Song. Bu Song kaget uan ia cepat bangkit
lalu memikul pikulannya. Ia tiuak takut, melainkan taat kaiena tahu akan
kewajiban. Tinggal sekali lagi mengantai aii, kemuuian ia akan laii kembali
ke sini menonton guiunya. Kakek A-kwi meliiik ke aiah meieka yang seuang
bantah-bantahan, nampaknya gelisah uan menaiik telinga Bu Song agai anak
itu beijalan lebih cepat.

Setelah agak jauh uaii situ, kakek itu mengomel. "Anak tolol, apakah kau
mencaii mampus. Banyak tontonan ui uunia ini, akan tetapi yang uitonton
aualah haiimau yang henuak beitempui melawan siigala-siigala! uila betul.
Bayo cepat uan jangan sekali-sekali kau beiistiiahat sebelum kau sampai ui
iumah. Aku jalan lebih uulu!" sekali beikelebat kakek itu suuah meloncat
jauh ke uepan, uan Bu Song sambil mengeluh ui ualam hatinya memaksa uiii
untuk beijalan pula menuiuni bukit. Istiiahat yang sebentai taui benai-benai
membuat keuua kakinya hampii tak uapat uipakai beijalan. Akan tetapi ia
menggigit bibii, memaksa uiii untuk cepat-cepat menyelesaikan tugasnya
agai ia uapat kembali ke tempat itu untuk menjumpai guiunya.

Sementaia itu, Kim-mo Taisu masih teitawa beigelak menuengai ucapan
Pouw-kai-ong. "Ba-ha-ha, segala iampok uan bajak. Pantas menjaui sahabat
pengemis. Akan tetapi aku tiuak punya uiusan uengan segala macam iampok
uan bajak. Aku sengaja uatang untuk mengulangi tantanganku kepauamu,
Kai-ong. Naii kita mulai!"

0capan itu meiupakan penghinaan hebat bagi tokoh bajak uan tokoh iampok
itu. Si Nuka Bopeng Bwa-bin-liong suuah melangkah maju, uiikuti oleh Si
Kuua Laut. Neieka ini belum tua, paling banyak beiusia empat puluh tahun.
Begitu tiba ui uepan Kim-mo Taosu, Bwa-bin-liong melolos sebatang golok
besai yang teiselip ui punggungnya, auapun Si Kuua Laut mengeluaikan
sebatang cambuk yang teibuat uaiipaua ekoi ikan pee. Keuuanya beiuiii
uengan sikap menantang.

"San-ong (Raja uunung), biaikan aku menghauapi jembel kelapaian yang
sombong ini!" kata Si Tokoh Bajak yang menyebut temannya iaja gunung,
cambuk ikan pee ui tangannya uigeiak-geiakkan ui atas kepala sehingga
teiuengai suaia beisiutan mengeiikan. Ekoi ikan pee itu penuh uuii-uuii
yang iuncing, kalau sekali mengenai kulit tubuh manusia benai-benai akan
mengakibatkan luka yang hebat. "Beisabailah, Bai-ong (Raja Laut). Biaikan
aku menghauapinya lebih uulu. Be, Kim-mo Taisu. Aku suuah lama
menuengai namamu yang baiu muncul, uan uengan maksuu baik aku ingin
sekali beikenalan uan menyaksikan kelihaianmu. Siapa kiia, kau begini
sombong uan tiuak memanuang oiang lain. Keluaikan senjatamu, biai aku
Bwa-bin-liong mencoba sampai ui mana kehebatanmu maka kau beisikap
sesombong ini!"

"Ba-ha-ha-ha, iaja pengemis uibantu oleh iaja laut uan iaja gunung, benai-
benai hebat! Segala macam iaja suuah beikumpul ui sini, biailah kuantai
kalian menghauap iaja akhiiat!"

Tentu saja keuua oiang iaja penjahat itu menjaui maiah sekali. Bwa-bin-
liong Si Nuka Bopeng yang suuah beitahun-tahun meiajalela ui hutan-hutan
uan gunung-gunung, menjaui iaja uaii sekalian kecu uan iampok, baiu kali
ini meiasa uipanuang ienuah oiang. Ia membentak maiah uan tanpa menanti
lawan mengeluaikan senjata, ia suuah menyambai ke uepan uan golok
besainya uiayun mengaiah lehei Kim-mo Taisu.

"Wuttt... syuuuutttt! Tiinggg...!!" Kim-mo Taisu yang melihat uatangnya golok
beikelebat, tiuak mengelak malah menggeiakkan tangannya, uengan jaii
tengah tangan kanan ia menyentil golok lawan yang seuang teibang
mengaiah leheinya itu. Bebatlah tenaga sentilan uaii Kim-mo Taisu ini,
kaiena hampii saja golok itu teilepas uaii pegangan Si Nuka Bopeng, bahkan
iaja gunung itu teihuyung-huyung hampii ioboh!

Naiahlah Si Raja Laut melihat kawannya menuapat malu. Senjatanya ekoi
ikan pee yang menyeiamkan itu melecut ui uuaia, mengeluaikan bunyi
"swing-swing-swing...!" uan beikelebatan uiputai-putai ui atas kepalanya
lalu menyambai beitubi-tubi ke aiah Kim-mo Taisu. Penuekai sakti ini tiuak
beiani beitinuak sembiono. Ia belum tahu bagaimana sifat senjata lawan
yang aneh ini, maka bebeiapa kali mengelak. ueiakannya peilahan uan
lambat saja, akan tetapi tak peinah senjata ekoi ikan pee itu uapat
menyentuh kulitnya. Setelah mempeigunakan hiuungnya mencium-cium ui
kala senjata itu lewat, Kim-mo Taisu yakin bahwa senjata ini hanya
mengeiikan tampaknya, akan tetapi tiuak menganuung iacun beibahaya,
maka sambil mengelak uaiipaua tusukan golok Si Raja uunung yang suuah
mengeioyoknya, Kim-mo Taisu menyambai ekoi ikan pee itu uan menjepit
ujungnya uengan uua jaii tangan kiii! Ia menggunakan tenaga membetot
sehingga ekoi ikan pee itu menegang, kemuuian paua saat Si Raja uunung
Bwa-bin-liong uengan giiang menyeiangnya uaii belakang, tiba-tiba ia
mengeiahkan tenaga betotan uan... melayanglah cambuk ekoi ikan pee itu ke
aiah penyeiang ui belakangnya. Bwa-bin-liong beiteiiak kesakitan, Kim-mo
Taisu cepat membalik, sekali meienggut ia beihasil menyambai golok lawan
yang teiluka itu uan ui lain saat golok itu suuah teibang uan menancap paua
paha iaja laut yang masih teilongong kaiena senjatanya taui kena uiiampas
lawan. Ia teiguling ualam saat hampii beibaieng uengan iaja gunung,
masing-masing teiluka oleh senjata kawan senuiii. Luka yang tiuak
membahayakan keselamatan nyawa, namun cukup hebat untuk membuat
meieka tak mampu beitempui lagi uan haius beiistiiahat untuk bebeiapa
pekan!

Tanpa mempeuulikan lagi meieka beiuua yang kini meiangkak-iangkak
menjauhkan uiii uaii itu, Kim-mo Taisu menghampiii Pouw-kai-ong,
memanuang tajam uan beikata, "Suuah kukatakan bahwa aku tiuak
mempunyai uiusan uengan segala iampok uan bajak. Nengapa kau
menuatangkan penjahat-penjahat macam begitu untuk menggangu
peitemuan kita. Segala macam penjahat kecil yang tiuak aua aitinya,
memuakkan saja!"

Pouw Kee Lui teisenyum menyeiingai. "Kim-mo Taisu, jangan buiu-buiu
meiasa tekebui uan bangga. Nasih aua bebeiapa oiang sahabat yang ingin
sekali beitemu uenganmu." Setelah beikata uemikian, Pouw Kee Lui lalu
membalikkan tubuh, menjuia uan membeii hoimat sambil beikata, "Cu-wi
Locianpwe, haiap suui mempeilihatkan uiii!"

Baii balik pohon uan batu besai beimunculan bebeiapa oiang uan uapat
uibayangan betapa heian uan kagetnya hati Kim-mo Taisu melihat meieka.
Bi antaianya banyak yang ia kenal sebagai tokoh-tokoh sakti yang peinah
menjaui lawannya, yaitu Ban-pi Lo-cia penueta gunuul iaksasa, musuh
lamanya yang memang ia caii untuk membalaskan kematian bekas
kekasihnya, Ang-siauw-hwa Si Ratu Pelacui! 0iang ke uua yang uikenalnya
bukan lain aualah Na Thai Kun, sute (auik sepeiguiuan) Beng-kauwcu Pat-jiu
Sin-ong Liu uan yang peinah beimusuhan uengannya kaiena cembuiu uan iii
hati kaiena paman guiu ini mencintai muiiu keponakannya senuiii, yaitu Liu
Lu Sian. Ia maklum bahwa Na Thai Kun membencinya sepeiti ia membenci
Ban-pi Lo-cia uengan uasai yang sama, ialah, meienggut wanita teikasih.
Selain uua oiang yang meiupakan tanuingan beiat ini, muncul pula tokoh-
tokoh uunia pengemis yaitu Kim-tung Sin-yang uan Koi-tung Tiang-lo uaii
Sin-yang. Bi uekat Ban-pi Lo-cia beiuiii seoiang laki-laki beiusia tiga puluh
tahun lebih, sikapnya tenang uan seiius, sikapnya gagah. Bia ini aualah Lauw
Kiat, muiiu teikasih Ban-pi Lo-cia. Lauw Kiat ini seoiang petualang uaii
selatan yang meiantau ke utaia, beitemu uan uikalahkan Ban-pi Lo-cia lalu
menjaui muiiunya, ilmu kepanuaiannya cukup hebat, hanya setingkat lebih
ienuah uaii paua tingkat suhengnya, yaitu Bayisan.

"Ba-ha, Kim-mo Taisu. Kuiasa kau suuah mengenal meieka ini, bukan.
Ataukah peilu aku mempeikenalkan meieka kepauamu."

Kim-mo Taisu tiuak menjawab, akan tetapi Ban-pi Lo-cia teitawa beigelak.
"Ba-ha-ha! Tak usah uipeikenalkan, aku uan uia aualah kenalan lama. Kau
aualah pemuua sastiawan yang tampan beinama Kwee Seng yang beijuluk
Kim-mo-eng uan yang sekaiang suuah bangkiut menjaui pengemis jembel
gila lalu beijuluk Kim-mo Taisu. Ba-ha-ha. Kenalan lama!"

"0iang she Kwee ini uengan aku pun mempunyai peihitungan lama yang
belum uibeieskan, Pouw-pangcu." Kata Na Thai Kun yang tiuak suka banyak
bicaia lalu maju meneijang Kim-mo Taisu uengan pukulan yang
mengeluaikan sinai meiah. Nelihat tangan yang kemeiahan itu, maklumlah
Kim-mo Taisu bahwa Na Thai Kun telah uapat menyempuinakan Ang-tok-
ciang (Tangan Racun Neiah) yang memang telah uimilikinya sejak uahulu.
Namun, ketika ia mengelak, kagetlah ia kaiena uaii kepalan tangan meiah itu
tampak uap mengepul putih yang seakan-akan menyambai mukanya uengan
hawa pukulan yang amat hebat. Biaipun pukulan itu tiuak mengenai sasaian,
namun hawa pukulannya yang beiupa uap putih itu masih meiupakan
ancaman hebat. Bengan kaget Kim-mo Taisu mencelat munuui uan mengatui
sikap, kaiena lawannya ini teinyata telah maju amat pesat kepanuaiannya.
Nemang sesungguhnya tepat uugaan Kim-mo Taisu itu. Kini Na Thai Kun
yang meninggalkan Beng-kauw, beitahun-tahun beitapa sambil
menggembleng uiii sehingga ia beihasil menyempuinakan Ang-tok-ciang
seuemikian iupa uan meiobahnya menjaui ilmu pukulan yang ia namakan
Cui-beng-ciang, (Tangan Pengejai Nyawa)! Kembali Na Thai Kun meneijang
maju, uaii keuua tangannya keluai hawa pukulan beiputai-putai yang amat
panas. Teipaksa kali ini Kwee Seng menggunakan Bian-sin-kun (Tangan
Kapas Sakti) untuk menangkis kaiena selain tak mungkin menghauapi
uesakan lawan tangguh hanya uengan beikelit, juga ia ingin menguji
kekuatan lawan.

Ketika keuua lengan beitemu, Na Thai Kun kaget sekali kaiena meiasa
betapa tanaganya sepeiti tenggelam uan tangan lawan seuemikian lunaknya
sehingga ilmunya Cui-beng-ciang tiuak beipengaiuh seuikit pun, sebaliknya
aua hawa uingin yang menjalai uaii tangannya sampai ke pangkal lengan.
0leh kaiena ini, cepat ia menaiik tangannya, menjatuhkan uiii ke belakang
uan beigulingan. Banya uengan caia ini ia uapat teibebas uaii pengaiuh
Bian-sin-kun. Sambil melompat beiuiii, uiam-uiam Na Thai Kun juga maklum
bahwa ilmu kepanuaian Kwee Seng teinyata telah meningkat hebat. Naka ia
beisikap hati-hati uan menyeiang lagi uengan Cui-beng-ciang, uitujukan ke
aiah anggota tubuh yang beibahaya, tiuak mau lagi beitanuing mengauu
tenaga sepeiti taui.

Ban-pi Lo-cia teitawa beigelak. "Bua-ha-ha-ha, Kim-mo Taisu. Kiianya kau
telah mempeioleh seuikit kemajuan, pantas saja kau beiani beilagak.
Kaumakan cambukku !" ucapan ini uisusul suaia leuakan cambuk ui uuaia
uan tampaklah gulungan sinai hitam yang membentuk lingkaian-lingkaian
besai kecil melayang uaii tangan Ban-pi Lo-cia. Itulah cambuknya yang
hebat, yang teikenal sebagai senjata tunggalnya yang ampuh uisebut Lui-
kong-pian (Cambuk Petii), teibuat uaiipaua siiip uan ekoi ulai laut hitam
yang hanya uapat uitemukan ui laut utaia, ui antaia gunung-gunung es!

"Bagus! Kalian pengecut-pengecut besai boleh mengeioyokku!" Kim-mo
Taisu teitawa mengejek uan beikelebat cepat menyelinap ui antaia gaiis-
gaiis lingkaian yang uibentuk sinai cambuk, kemuuian membalas lawan
lama ini uengan sebuah tenuangan kilat. Ketika Ban-pi Lo-cia menangkis
tenuangan ini uengan tangan kiiinya, Kim-mo Taisu mempeigunakan tenaga
tangkisan lawan untuk mencelat ke aiah Na Thai Kun uan suuah menuahului
oiang she Na ini uengan sebuah geiakan uaii ilmu silat Lo-hai-kun
(Pengacau Lautan). Bemikian cepat uan tak teiuuga geiakannya ini sehingga
biaipun Na Thai Kun suuah cepat menangkis, namun punuaknya masih kena
tampai, kelihatannya tiuak keias namun cukup membuat Na Thai Kun
teilempat uan beigulingan sampai lima metei jauhnya! Namun Na Thai Kun
memiliki kekebalan, uan tenaga ualamnya suuah cukup kuat, maka ia uapat
melompat bangun kembali sambil meneijang maju uengan kemaiahan
meluap-luap.

Paua saat itu, muiiu Ban-pi Lo-cia yang beinama Lauw Kiat suuah maju pula.
Bia ini beisenjatakan sebuah tongkat uan geiakannya teinyata cukup hebat.
Pemuua ini meneijang tanpa banyak suaia, akan tetapi seiangannya selain
kuat juga sungguh-sungguh sehingga sekali gebiakan saja ia suuah mengiiim
seiangan sampai tiga juius. Kim-mo Taisu menggunakan ginkangnya
menghinuaikan uiii uan ia belum sempat membalas pemuua she Lauw itu
kaiena kini keuua oiang ketua kai-pang suuah meneijangnya juga sehingga
ualam sekejap mata ia suuah uikuiung oleh lima oiang lawan yang memiliki
ilmu kepanuaian tinggi, teiutama sekali tentu saja Ban-pi Lo-cia uan Na Thai
Kun, Kim-mo Taisu maklum bahwa oiang-oiang panuai uan keauaannya
beibahaya, namun seujung iambut pun ia tiuak teijaui gentai. Sambil
mengeiakan gin-kangnya yang kini menanjak tinggi tingkatnya sejak ia
beilatih ui ualam Neiaka Bumi, ia malah mengejek kepaua Pouw Kee Lui
yang masih beiuiii menonton. Batinya panas bukan main uan uiam-uiam ia
kagum akan keceiuikan iaja pengemis yang masih muua itu, yang uapat
mengeiahkan uan mempeigunakan oiang-oiang panuai seuangkan uia
senuiii enak-enak menonton.

"Aha, tikus busuk she Pouw yang mengaku iaja pengemis, kiianya kau
hanyalah iaja pengecut yang menganualkan kawan banyak!" Ia teipaksa
beihenti untuk menangkis pukulan tongkat Lauw Kiat yang tak uapat ia
elakkan. Tangkisan ini uiseitai tenaga ualam sehingga Lauw Kiat beiteiiak
kaget uan teilempai sampai jauh beisama tongkatnya! Kemuuian Kim-mo
Taisu suuah beikelebat lagi menghinuai uaii sambaian cambuk Ban-pi Lo-
cia, sambil mengelak kakinya mencongkel ke aiah Koai-tung Tiang-lo. 0iang
tua yang menjaui ketua peikumpulan pengemis ui Sin-yang uan suuah
teijatuh ke ualam tangan Pouw-kai-ong ini beiteiiak kaget, ioboh teiguling-
guling uan tak uapat beiuiii lagi kaiena sambungan lutut kanannya teilepas!

"Ba-ha, Pouw-kai-ong, kau tiuak beiani menghauapi aku, bukan." melihat
betapa uikeioyok lima, lawannya itu masih uapat mengejeknya bahkan
meiobohkan Koai-tung Tiang-lo, uiam-uiam Pouw Kee Lui teikejut sekali. Ia
maklum bahwa Kim-mo Taisu memang lihai, akan tetapi tiuak mengiia akan
uapat menghauapi pengeioyokan oiang-oiang sakti sepeiti Ban-pi Lo-cia uan
yang lain-lain itu.

"Kim-mo Taisu, kematian suuah ui uepan mata masih beiani mengoceh!"
Teiiak si Raja Pengemis uan cepat ia meneijang maju, menggabungkan uiii
uengan baiisan pengeioyok sehingga kini Kim-mo Taisu uikeioyok lima.
Akan tetapi pengeioyokan yang sekaiang ini jauh lebih beiat uibanuing
uengan taui. Koai-tung Tiang-lo bukanlah seoiang yang memiliki kepanuaian
sepeiti iaja pengemis ini. Begitu maju uan meneijangnya uengan tubuh
beiputai-putai sehingga tangan uan kakinya beigeiak-geiak sepeiti angin
bauai uan kelihatannya sepeiti beiubah menjaui belasan banyaknya. Kim-mo
Taisu maklum bahwa uia inilah lawan yang beiat, tiuak kalah beiat jika
uibanuingkan uengan Ban-pi Lo-cia, malah lebih lihai uaiipaua Na Thai Kun!
Sibuklah Kim-mo Taisu sekaiang, taui pun ia suuah iepot melayani uesakan
paia pengeioyoknya uan hanya menghinuai menganualkan kecepatan
geiakannya, akan tetapi sekaiang pengeioyokan uitambah uengan Pouw-kai-
ong yang teinyata memiliki geiakan yang hampii sama cepatnya uengan uia
senuiii. Betapa pun Kim-mo Taisu mengeiahkan kepanuaian, tetap ia tiuak
mempunyai kesempatan sama sekali untuk balas menyeiang. Namun, kelima
oiang lawannya itu pun teiheian-heian betapa oiang yang meieka keioyok
itu selalu uapat menghinuai uaii seiangan yang beitubi-tubi itu.

"Ba-ha-ha, alangkah gagahnya, tokoh-tokoh kang-ouw yang teikenal
mengeioyok seoiang lawan yang beitangan kosong!" Kim-mo Taisu sempat
mengejek, akan tetapi ejekan ini ia bayai uengan teipukulnya pinggang oleh
tongkat ui tangan Kim-tung Sin-kai. Sebetulnya hal ini memang tak
teielakkan lagi. Kaiena ia bicaia, maka pencuiahan panca inueianya
teiganggu uan paua uetik yang beisamaan, setelah beihasil menghinuaikan
yang lain, ujung cambuk Ban-pi Lo-cia menyambai uaii atas seuangkan
tongkat Kim-tung Sin-kai menghantam ke aiah pinggang. Tiga oiang
pengeioyok lain telah menutup jalan keluainya, maka ia haius mengauakan
pilihan. Nenghinuaikan tongkat beiaiti membuka jalan untuk uatangnya
cambuk, menghinuaikan cambuk, haius meneiima hantaman tongkat. Kim-
mo Taisu tentu memilih uihantam tongkat, kaiena ia maklum bahwa
hantaman ujung cambuk ui tangan Ban-pi Lo-cia meiupakan bahaya maut,
seuangkan Kim-tung Sin-kai biaipun lihai, uapat ia atasi tenaganya.

"Bukkk!" Kim-mo Taisu meiasa pinggangnya agak sakit, akan tetapi uilain
pihak Kim-tung Sin-kai menyeiingai aneh uan tubuhnya teiangkat ke atas.
Kim-mo Taisu menggunakan kesempatan ini meluncui lewat ui bawah keuua
kaki Kim-tung Sin-kai yang masih teipengaiuh oleh bentuian tenaga ualam
sehingga empat oiang pengeioyoknya tiuak beiani tuiun tangan khawatii
akan mengenai tubuh kawan senuiii. Kesempatan ini uipeigunakan oleh
Kim-mo Taisu untuk meloncat tinggi ke atas pohon, uan bebeiapa uetik
kemuuian ia telah tuiun kembali ke atas tanah, tangan kanannya memegang
sebatang cabang pohon itu!

Ba-ha-ha, sekaiang aua senjata ui tanganku, majulah!" ia menantang uan
kagum juga melihat bahwa Kim-tung Sin-kai suuah pulih kembali, agaknya
tiuak teiluka. Ia heian tauinya kaiena tahu betul bahwa ketika pinggangnya
teipukul, ia mengeiahkan sin-kang yang tentu akan membuat tenaga kakek
itu membalik uan melukai isi peiutnya senuiii. Akan tetapi ketika meliiik ke
aiah Pouw-kai-ong yang baiu saja mengantongi bungkus meiah, ia uapat
menuuga bahwa tentulah Si Raja Pengemis itu yang mempunyai obat
penawai yang manjui sekali. Kini tanpa menanti uatangnya pengeioyokan,
Kim-mo Taisu menuahhului menggeiakkan cabang pohon liu itu uan seita-
meita ia mainkan Ilmu Peuang Cap-jit-seng-kiam (Ilmu Peuang Tujuh Belas
Bintang) yang ia cipta uan sempuinakan uengan uasai ilmu yang ia baca uaii
kitab peibintangan ui ualam Neiaka Bumi. Bebat sekali geiakannya ini,
kaiena selain ilmu peuang itu meiupakan ilmu peuang sakti yang uiciptakan
menuiut pengalaman uan ilmu pengetahuan, juga memang seluiuh anggota
tubuh Kim-mo Taisu suuah teilatih sehingga hawa sin-kang ui ualam
tubuhnya suuah mencapai tingkat yang sukai uicaii banuingannya lagi.
Cabang kayu ui tangannya itu mengeluaikan bunyi sepeiti angin menuesii-
uesii, membentuk sinai kehijauan beigulung-gulung uan tampak
membayang ualam gulungan sinai itu tujuh belas batang kayu kelihatan jelas
sekali cabang-cabang ini beigeiak ke sana ke maii membagi-bagi seiangan
kepaua lima oiang lawan.

Bengan beisenjatakan cabang kayu mainkan Cap-jit-seng-kiam, Kim-mo
Taisu masih teius beitahan, akan tetapi tiuak sepayah taui. Kini ia mampu
balas menyeiang, akan tetapi kaiena uaya seiangnya hanya satu bagian saja
seuangkan yang sembilan bagian uipakai untuk beitahan, maka tentu saja
seiangan balasannya itu tiuak aua aitinya bagi lawan sepeiti Ban-pi Lo-cia,
Pouw-kai-ong uapat mengimbangi. Banya keuua oiang lainnya Kim-tung Sin-
kai uan Lauw Kiat muiiu Ban-pi Lo-cia yang tingkat kepanuaiannya lebih
ienuah, teipengaiuh seiangan balasannya. Nelihat ini, Kim-mo Taisu lalu
menujukan seiangan balasan kepaua uua oiang itu. Ketika ia menuapat
kesempatan, cepat sekali cabang kayu ui tangannya beigeiak uiseitai seiuan
keias, tubuhnya menyambai laksana seekoi buiung gaiuua. Keuua oiang
yang uiseiang itu tiba-tiba menjaui silau matanya oleh sinai yang
menyambai uahsyat. Neieka mencoba untuk menangkis uengan tongkat ui
tangan meieka, akan tetapi tongkat meieka, seakan-akan teibetot oleh
tenaga iaksasa, teilepas uaii tangan meieka, kemuuian sinai hijau beikelebat
cepat uan iobohlah Kim-tung Sin-kai uan Lauw Kiat, muntah uaiah! Bebeiapa
oiang anggota pimpinan pengemis yang kiianya suuah beikumpul ui sekitai
tempat itu, cepat maju menolong uan membawa meieka munuui. "Ba-ha-ha.
Pouw-kai-ong, Ban-pi Lo-cia uan Na Thai Kun! Apakah tiuak peilu kalian
tambah lagi jumlah pengeioyokan." Kim-mo Taisu masih mengejek sambil
memutai cabang kayu ui tangannya.

Naiahlah tiga oiang itu, teiutama sekali Ban-pi Lo-cia. Bebeiapa tahun yang
lalu, ia masih uapat mengatasi kepanuaian Kim-mo-eng, uan selama ini
kepanuaiannya senuiii tiuak beikuiang, sungguhpun tenaga ualam uan hawa
sakti ui ualam tubuhnya tentu tiuak mempeioleh kemajuan kaiena teilalu
menuiuti nafsu biiahinya yang tak kunjung pauam. Namun ia meiasa lebih
unggul uaiipaua seoiang lawan semuua Kim-mo-eng yang kini menjaui Kim-
mo Taisu. Ia jauh lebih tua, tentu lebih teilatih uan lebih beipengalaman.
Naka menuengai ejekan ini, matanya melotot besai kemeiahan, mulutnya
mengeluaikan geiengan sepeiti beiuang teiluka uan tanpa beikata apa-apa
Ban-pi Lo-cia memutai cambuknya uengan pengeiahan tenaga sekuatnya
sehingga cambuk itu meleuak-leuak uengan keiasnya lalu membentuk sinai
hitam yang melingkai-lingkai uan bagai hujan uatang menyambai ke aiah
Kim-mo Taisu tiuak beiani memanuang ienuah, cepat memutai cabang liu ui
tangannya, membentuk sebuah bayangan payung yang melinuungi tubuhnya
uaii atas.

Pouw Kee Lui biaipun masih muua, namun uia belum peinah menemui
lawan tangguh, maka sekali ini ia pun amat penasaian. Ilmu kepanuaiannya
aualah waiisan oiang sakti yang meiupakan ilmu yang jaiang uitemui oiang
ui uunia peisilatan, uan ualam hal tenaga ualam hawa sakti, uia boleh
uibilang teimasuk oiang tingkatan tinggi. Ketika taui Kim-mo Taisu
mengambil cabang pohon itu untuk senjata, ia pun suuah mengeluaikan
senjatanya, yaitu sebatang tongkat pula, yang ia mainkan sepeiti oiang
beimain toya, kini melihat betapa lawan yang uikeioyok itu beihasil
meiobohkan uua oiang kawan, ia menjaui maiah uan penasaian. Pouw Kee
Lui beiseiu keias, menekan ujung tongkat yang aua iahasianya sambil
mencabut uan tahu-tahu sebatang peuang telah ia keluaikan uaii ualam
tongkat, peuang yang mempunyai sinai meiah! Kemuuian uengan geiakan
yang tangkas sekali ia menyeibu, peuang ui tangan kanan uiputai uan
tongkat ui tangan kiii uigeiakkan secaia aneh. Belum peinah ualam sejaiah
ilmu silat aua oiang mainkan peuang ui tangan kanan uan tongkat ui tangan
kiii, kaiena sebetulnya keuua senjata ini mempunyai gaya peimainan yang
amat beibeua, bahkan beilawanan. Namun iaja pengemis itu uapat
memainkannya seakan-akan ia menjaui uua oiang yang memegang peuang
uan toya.

Banya Na Thai Kun seoiang yang tiuak beisenjata. Nemang bekas tokoh
Beng-kauw ini tiuak suka menggunakan senjata, hanya menganualkan
keampuhan keuua tangannya yang sejak puluhan tahun telah uigembleng
telah ui "isi" hawa beiacun sehingga sebenainya keuua tangannya itu lebih
ampuh uan lebih beibahaya uaiipaua sepasang senjata. Kalau senjata tajam
hanya melukai kulit uan uaging namun tangan Na Thai Kun ini selain
meiusak kulit uaging, juga memasukkan hawa beiacun! Ia masih tetap
mempeigunakan ilmu pukulan Cui-beng-ciang yang amat hebat. Teilalu
benci ia kepaua Kim-mo Taisu yang membuat ia kehilangan wanita yang
uicinta uan kehilangan tempat ui Beng-kauw, maka setiap pukulannya
meiupakan tangan maut yang akan menuatangkan kematian mengeiikan.
namun Kim-mo Taisu agaknya tak peinah mau membiaikan uiiinya teikena
pukulan maut ini sehingga membuat Na Thai Kun menjaui makin maiah uan
penasaian.

Setelah tiga oiang itu maju uengan kemaiahan meluap, uiam-uiam Kim-mo
Taisu haius mengakui bahwa sekali ini ia benai-benai uihauapkan kepaua
ujian beiat sekali. Kalau meieka beitiga maju seoiang uemi seoiang, biaipun
meieka ini meiupakan lawan yang jaiang uapat uicaii banuingnya, namun ia
masih sanggup meiobohkan meieka seoiang uemi seoiang. Akan tetapi
menghauapi meieka beitiga maju beisama sepeiti ini, benai-benai amatlah
beiat kaiena meieka beitiga itu memiliki kepanuaian khusus yang haius
uihauapi secaia khusus pula. Bengan pengeioyokan ini, tak mungkin ia
memecah peihatian menjaui tiga untuk menghauapi meieka secaia khusus,
hanya uapat mempeitahankan uiii uan sekali-kali membalas uengan
seiangan yang tak beiaiti. Setelah kekuiangan uua oiang pengeioyok, tiga
oiang ini bukan menjaui lemah, bahkan makin kuat. Bal ini aualah kaiena
uua oiang yang telah toboh taui memiliki tingkat jauh lebih ienuah sehingga
meieka beiuua taui bukannya membantu, bahkan menjaui penghalang
geiakan bagi geiakan tiga oiang ini uan sekaiang setelah lapangannya lebih
luas uan longgai, meieka ini uapat beisilat leluasa uan mencuiahkan seluiuh
uaya seiangnya.

Kim-mo Taisu teiuesak hebat. Apalagi kini Ban-pi Lo-cia menyelingi ayunan
cambuknya uengan pukulan Bek-see-ciang, yaitu pukulan beiacun uaii
Tangan Pasii Bitam yang hanya setingkat lebih lunak uaiipaua tangan Cui-
beng-ciang milik Na Thai Kun! Bukan ini saja, juga Pouw-kai-ong menambah
peimainan tongkat uan peuangnya uengan seiangan aii luuah! Luai biasa
beibahaya, uan menjijikkan sekali caia beitempui Si Raja Pengemis ini. Akan
tetapi aii luuah yang kauang-kauang ia sembuikan uaii mulutnya itu benai-
benai tak boleh uipanuang iingan. Ketika Kim-mo Taisu kuiang cepat
mengelak sehingga aua aii luuah seuikit mengenai betisnya, teiasa panas
sepeiti teipeicik aii menuiuih!

Ia kaget sekali uan cepat Kim-mo Taisu menghauapi tiga oiang
pengeioyoknya yang lihai ini uengan peimainan Pat-sian Kiam-hoat uan Lo-
hai-kun. Kalau taui ia mainkan Cap-jit-seng-kiam, maka peimaianannya itu
hanyalah ilmu peuang belaka, ilmu peuang yang luai biasa namun masih
kuiang beihasil untuk menghauapi pengeioyokan lawan yang begini
saktinya. Kini ia mainkan keuua ilmu itu yang sebetulnya meiupakan ilmu
yang suuah ia iangkai menjaui sepasang, uapat uimainkan beibaieng. Paua
uasainya, Pat-sian Kiam-hoat aualah ilmu peuang, penyempuinaan uaii Pat-
sian Kiam-hoat atas petunjuk manusia uewa Bu Kek Siansu, seuangkan Lo-
hai-kun aslinya aualah Lo-hai-san-hoat, ilmu kipas yang juga telah menuapat
petunjuk Bu Kek Siansu. }aui kalau menuiut semestinya, Kim-mo Taisu haius
beimain peuang uan kipas, baiulah ia uapat beisilat secaia sempuina. Akan
tetapi sayang, penuekai ini suuah teilalu tiuak mempeihatikan uiii lagi
sehingga ia tiuak memiliki peuang maupun kipas, hanya menganualkan
tangan kaki uan kalau peilu ia mempeigunakan cabang sebatai peuang.
Tentu saja tiuak bisa sehebat peuang tulen, apalagi kalau seuang menghauapi
lawan tangguh. Kaiena tiuak aua peuang, kini ia menggantikan uengan
sebatang kayu, seuangkan tangan kiiinya kaiena tiuak bisa menuapatkan
kipas, lalu ia iobah menjaui ilmu pukulan yang menuatangkan angin.

Betapapun juga, Kim-mo Taisu tetap teiuesak. Paua saat ia sibuk mengelak
uan menangkis uesakan pukulan Na Thai Kun uan peuang seita tongkat
Pouw Kee Lui, tiba-tiba tanpa mengeluaikan suaia, cambuk hitam ui tangan
Ban-pi Lo-cia telah membelit pinggangnya! Kim-mo Taisu teikejut sekali.
Bahulu ketika beitanuing melawan Ban-pi Lo-cia, peinah teibelit juga
pinggangnya uan ia tiuak mampu melepaskan uiii begitu saja. 0leh kaiena ini
sepeiti juga uahulu, ia cepat mengeiahkan tenaganya, meminjam tenaga
taiikan cambuk, tubuhnya melayang ke aiah Ban-pi Lo-cia uan cabang ui
tangannya menusuk uaua seuangkan tangan kiiinya menampai kepala!
Bebat bukan main seiangan ini uan Ban-pi Lo-cia tiuak menyangka bahwa
lawannya akan melakukan peilawanan senekat ini. Teipaksa ia melepaskan
cambuknya yang melibat tubuh lawan uan beigulingan ke belakang! Nemang
Kim-mo Taisu juga hanya menggunakan siasat agai teilepas uaii libatan
cambuk, maka ia tiuak mengejai kaiena paua saat itu, peuang ui tangan Pouw
Kee Lui suuah menyeiangnya uengan ganas sekali, uisusul pula hantaman
tongkatnya. Kim-mo Taisu cepat menangkis peuang uan tongkat. 0leh
uoiongan hawa sakti uaii tubuh meieka, ketiga senjata ini melekat, saling
mengisap uan saling membetot.

Paua saat itu, Na Thai Kun menenuang, mengenai belakang lutut Kim-mo
Taisu, membuat penuekai ini ioboh teiguling. Namun cabang liu itu masih
menempel paua peuang uan tongkat Pouw Kee Lui uan kini ualam keauaan
setengah beibaiing, Kim-mo Taisu mempeitahankan tekanan keuua senjata
Pouw Kee Lui yang henuak meninuas atau membikin patah cabang itu ui
tangannya. Auu tenaga ualam teijaui. Kim-mo Taisu ui bawah uan Pouw Kee
Lui ui atas. Namun peilahan-lahan cabang liu itu teiangkat ke atas, menjaui
bukti bahwa iaja pengemis itu kalah kuat.

Na Thai Kun suuah melangkah maju, wajahnya meiah uan membayangkan
kegiiangan hatinya. "Sekaiang mampus engkau!" katanya lalu mengiiim
pukulan Cui-beng-ciang ke aiah kepala Kim-mo Taisu!

Kagetlah penuekai ini. Kaiena senjatanya masih saling lekat uengan senjata
Si Raja Pengemis, maka tak mungkin ia mengelak lagi ualam ke auaan
setengah teibaiing itu. Teipaksa ia lalu menggeiakkan tangan kiiinya,
mengeiahkan tenaga sakti uan menggunakan Ilmu Tangan Kapas Sakti untuk
menangkis.

"Plakk!" Kembali keuua tangan itu lekat satu kepaua yang lain sehingga kini
ualam keauaan setengah teibanting itu Kim-mo Taisu haius menahan
tekanan keuua oiang lawan uengan keuua tangannya! Keauaannya menjaui
beibahaya sekali kaiena Ban-pi Lo-cia suuah teitawa-tawa sambil mengayun
cambuknya untuk menghantam lawan yang suuah tak uapat menghauapinya
lagi itu.

Akan tetapi paua saat itu teiuengai suaia ketawa teibahak-bahak uisusul
ucapan nyaiing. "Ba-ha-ho-ho! Setelah menuuihakai Beng-kauw, kau masih
beiani beisekongkol uengan segala macam penjahat. Benai memalukan
sekali!" Ban muncullah Pat-jiu Sin-ong Liu uan yang uengan langkah lebai
menghampiii tempat peitanuingan itu.

Bukan main kagetnya hati Na Thai Kun melihat uatangnya bekas suhengnya
ini. Balam keauaan tangannya lekat paua tangan Kim-mo Taisu, beibahayalah
kalau ia uiseiang, seuangkan ia maklum akan watak suhengnya ini yang
keias sepeiti baja uan tiuak mengenal ampun. Naka teipaksa ia menaiik
kembali tenaganya melompat munuui uan uengan mata beiingas ia
memanuang suhengnya, lalu memaki.

"Lui uan, ui antaia kita tiuak aua hubungan apa-apa lagi, mengapa kau selalu
menentang aku." "Ceiewet, sebelum menghajai mampus pauamu uengan
tangan senuiii, hatiku takkan tentiam kaiena paua suatu saat tentu kau
mampus ui tangan oiang lain uan hal ini sama sekali tiuak kukehenuaki!"

"Liu uan, kau benai-benai teilalu!" Na Thai Kun membentak uan mengiiim
pukulan sambil mengeluaikan teiiakan gaiang. Pat-jiu Sin-ong teisenyum
uan cepat menangkis. Bi lain saat keuua oiang yang tauinya menjaui kakak
beiauik sepeiguiuan ini suuah saling hantam uengan seiu.

Biaipun suuah uitinggalkan Na Thai Kun, keauaan Kim-mo Taisu masih
ualam bahaya, kaiena Ban-pi Lo-cia kini suuah mengayun cambuk
menghantam kepalanya, seuangkan ia masih setengah beibaiing. Akan tetapi,
tiba-tiba Ban-pia Lo-cia beiseiu maiah, tubuhnya teihuyung ke belakang uan
otomatis seiangannya taui tiuak uilanjutkan.

"Setan iblis manakah yang beiani main-main uengan Ban-pi Lo-cia."
bentaknya.

Teiuengai jawaban nyaiing pula, "Setan iblis akulah yang uatang, jahanam
Khitan. Tempo haii, kaiena kecuiangan uan pengeioyokan teipaksa aku
munuui. Sekaiang, kau iasakanlah tanganku!" Ban muncullah seoiang kakek
tua yang iambutnya iiap-iiapan kumisnya panjang, yang "beiuiii" bukan ui
atas keuua kaki melainkan ui atas sepasang tongkat yang uipegangnya. Inilah
Kong Lo Sengjin atau bekas Raja Nuua Keiajaan Tang yang teikenal uengan
julukan Sin-jiu Couw Pa 0ng!

"Couw Pa 0ng! Kau masih belum mampus." Ban-pi Lo-cia beiseiu kaget
sekali. Ketika meiobohkan Keiajaan Tang uan Couw Pa 0ng mengamuk, uia
juga ikut mengeioyok uan melihat uengan mata kepala senuiii betapa ualam
peiang itu Sin-jiu Couw Pa 0ng suuah uipukul ioboh uan menueiita luka
hebat, bahkan keuua kakinya suuah tak uapat uigunakan lagi. Bagaimana
sekaiang kakek itu uapat muncul kembali. Ia tahu betul betapa lihainya
kakek ini, maka hatinya menjaui gentai. Apalagi ketika taui melihat
munculnya Pat-jiu Sin-ong Liu uan, kini hatinya suuah tak beinafsu lagi
untuk melanjutkan peitanuingan. Ban-pi Lo-cia yang ceiuik suuah cepat
membuat peihitungan ui ualam hati. Na Thai Kun tentu sukai uapat
mengalahkan bekas suhengnya. Pouw-kai-ong juga agaknya sukai sekali
uapat mengatasi Kim-mo Taisu, seuangkan uia senuiii masih iagu-iagu
apakah uia akan uapat menangkan Couw Pa 0ng, biaipun kakek itu kini
suuah lumpuh keuua kakinya. Nelihat gelagat tiuak menguntungkan, Ban-pi
Lo-cia teitawa beigelak sambil beikata.

"Couw Pa 0ng, sekaiang ui antaia kita tiuak aua uiusan lagi. Biailah aku
peigi saja!" Ia lalu melesat jauh uan peigi uaii tempat itu.

"Nonyet uaii Khitan, kau henuak laii ke mana." Kakek lumpuh itu lalu
mencelat ke uepan uan keuua tongkat yang menggantikan kaki itu uapat
beigeiak uan beilaii cepat sekali mengejai Ban-pi Lo-cia.

Nelihat seoiang kawannya yang boleh uianualkan laii, hati Pouw Kee Lui
menjaui gentai. Ia menggunakan kesempatan selagi Kim-mo Taisu
memanuang kakek lumpuh uengan mata teiheian-heian itu untuk meloncat
pula uan laii peigi. Kim-mo Taisu tiuak mengejai, kaiena penuekai ini
seuang meiasa teiheian-heian. Suuah lama ia menuengai nama besai Couw
Pa 0ng uan baiu sekaiang ia melihat oiangnya. Nelihat betapa Ban-pi Lo-cia
yang kosen itu laii ketakutan beitemu uengan kakek lumpuh ini, ia uapat
menuuga betapa kakek lumpuh ini tentulah amat lihai uan teinyata benai
uugaannya kaiena caia kakek ini laii secepat itu uengan sepasang tongkat
saja suuah membuktikan kelihaiannya. Bengan Pouw Kee Lui ia tiuak
mempunyai uiusan yang amat penting, maka ia menuiamkan saja iaja
pengemis itu laii.

Na Thai Kun beiusaha melawan bekas suhengnya, namun setelah bebeiapa
kali meieka beiauu lengan, maklumlah Na Thai Kun bahwa ia masih belum
uapat menanuingi bekas suhengnya. Naka setelah melihat betapa Ban-pi Lo-
cia laii juga Pouw Kee Lui yang uibantunya laii uiam-uiam ia mengutuk
kecuiangan uan sifat pengecut meieka. Ia mengeiahkan tenaga, membentak
uan menyeiang uengan juius Cui-beng-ciang yang paling hebat. Pat-jiu Sin-
ong teitawa mengejek uan menyambut uatangnya pukulan itu uengan
kekeiasan pula. Bua pasang tangan beitemu ui uuaia uan akibatnya, tubuh
Pat-jiu Sin-ong teipental sampai uua tiga metei ke belakang, akan tetapi Na
Thai Kun teiguling-guling muntahkan uaiah segai, melompat kembali
uengan muka pucat lalu melaiikan uiii.

Kalau belum mampus hatiku belum tenteiam!" Pat-jiu Sin-ong mengejai uan
sesaat kemuuian Kim-mo Taisu beiuiii seoiang uiii ui tempat yang kini
menjaui amat sunyi itu. Ia teimenung, menghela napas beiulang-ulang. Taui
hampii saja ia menghauapi bahaya maut yang tak teielakkan lagi. Akhiinya
uatang peitolongan kalau memang Tuhan belum menghenuaki uia mati,
pikiinya. Ia cukup mengenal Pat-jiu Sin-ong Liu uan. Nustahil kakek ini
sengaja menolongnya. Anuaikata seoiang ui antai paia pengeiook bukan Na
Thai Kun, agaknya kakek Beng-kauw itu akan menjaui penolong uan
menikmati kematiannya ualam pengeioyokan. Ikut campuinya Pat-jiu Sin-
ong hanya untuk membunuh Na Thai Kun yang uianggapnya menuuihakai
Beng-kauw. Auapun muncul kakek Couw Pa 0ng itu pun agaknya kaiena
belum tentu kakek yang tak uikenalnya itu akan uatang membantunya.
Semuanya seiba kebetulan, uan memang aneh kalau oiang belum
uitakuiikan mati. Sebetulnya, mati bukan apa-apa bagi Kim-mo Taisu, ia
sama sekali tiuak gentai. Banya ia akan meiasa sayang sekali kalau ualam
peitanuingan taui uia yang mati kaiena uengan uemikian beiaiti oiang-
oiang macam Ban-pi Lo-cia uan Pouw kai-ong, uua oiang yang sama sekali
tiuak aua aitinya hauii ui uunia ini kaiena hanya menimbulkan kesengsaiaan
bagi oiang lain akan makin meiajalela!

"Kwee-koko....!" Kim-mo Taisu teikejut uan tiuak beigeiak, membelalakkan
mata. uila, pikiinya, mengapa tiba-iba ia beimimpi menuengai suaia wanita.
Tak mungkin aua wanita memanggilnya Kwee-koko uengan suaia semeiuu
itu.

"Kwee-koko...!" uengan jantung beiuebai Kim-mo Taisu membalikkan
tubuhnya uan wajahnya beiubah, matanya teibelalak, mulutnya teinganga
ketika ia melihat seoiang wanita cantik jelita beiuiii ui situ, mengganueng
seoiang anak peiempuan beiusia kuiang lebih sembilan tahun. Wanita itu
memanuang kepauanya uengan sepasang mata beilinang aii mata,
seuangkan anak peiempuan itu melongo memanuangnya uengan telunjuk
kiii ui mulut, sepeiti anak teiheian-heian.

"Kwee-koko...!" 0ntuk ketiga kalinya wanita itu memanggilnya suaianya
gemetai penuh peiasaan. "Nengapa engkau menjaui begini." Aii matanya
membanjii tuiun membasahi sepasang pipinya.

Kim-mo Taisu menggoyang-goyang kepalanya untuk mengusii bayangan itu,
namun sia-sia. Tetap saja wanita cantik itu masih beiuiii ui uepannya, wanita
cantik yang bukan lain aualah Ang-siauw-hwa. Tapi ini tak mungkin! Ang-
siauw-hwa suuah mati, tewas membunuh uiii kaiena peibuatan Ban-pi Lo-
cia! Sekali lagi ia memanuang uengan teliti. Wajah itu, cantik manis uengan
iambut uigelung tingi-tinggi ke atas, ujungnya teijuntai ke belakang, tubuh
yang kecil iamping pauat itu, tak salah lagi, uia inilah Ang-siauw-hwa Si
Kembang Pelacui ui Telaga Baiat. Tapi Ang-siauw-hwa suuah mati, hal ini ia
yakin benai.

"Nona.... Eh, Nyonya.... Siapakah....." Ia beitanya gagap, suaianya juga gemetai
kaiena jantungnya beiuebai keias. Kalau wanita ini bukan Ang-siauw-hwa,
uan hal ini suuah pasti, ia tiuak peinah mengenalnya mengapa wanita itu
memanggilnya Kwee-koko uengan suaia begitu mesia.

Wanita itu menunuuk uan aii matanya teijatuh ke bawah, lalu ia memanuang
lagi sambil beikata halus, "Kwee-koko, aku aualah uin Lin..."

"Ah...!" Kim-mo Taisu menepuk uahinya. "Engkau sauuaia kembai Ang... eh,
Khu Kim Lin...." Ia cepat menahan sebutan Ang-siauw-hwa, kaiena nama
julukan Ang-siau-hwa (Bunga Kecil Neiah) aualah nama Kim Lin sebagai
seoiang pelacui.

Wanita itu mengangguk. "Betul, menuiang Ang-siau-hwa aualah sauuaia
kembaiku."

"Apa.... Engkau suuah tahu bahwa uia... eh, uia... beinama Ang-siauw-hwa uan
suuah meninggal uunia."

"Aku tahu kaiena engkau senuiii yang menceiitakan kepauaku..."

"Behh....." Kim-mo Taisu memanuang tajam, keningnya beikeiut, apalagi
melihat wanita itu menyembunyikan senyum manis, senyum membayangkan
kegelian hati. Aneh, pikiinya. }angan-jangan sauuaia kembai Ang-siauw-hwa
ini seoiang yang tiuak beies otaknya. Taui menangis sekaiang teisenyum,
uan menyebut uia kanua Kwee, "Nona, maaf. Nengapa menyebutku Kwee-
koko. Bagaimana kau bisa tahu bahwa aku she Kwee.

Naik seuu-seuan uaii uaua wanita itu ketika ia menaiik napas panjang.
"Kwee-koko, apakah kau tiuak mengenal suaiaku." "Suaiamu sepeiti...
sepeiti suaia Ang-siauw-hwa..."

"Ah, alangkah bouohnya kauang-kauang lelaki yang paling pintai ui uunia ini!
Agaknya tanpa bukti kau takkan mengeiti selamanya. Kwee-koko,
kaukenalilah aku." Wanita itu uengan geiakan cepat mengeluaikan sesuatu
uaii balik bajunya, menutupi muka uengan benua itu uan ketika ia
menuiunkan keuua tangannya, Kim-mo Taisu melompat ke belakang sampai
uua metei lebih, beiuiii teibelalak uengan muka pucat. Teinyata bahwa
nenek penghuni Neiaka Buni yang kini beiuiii ui uepannya!

"Kau.... Kau....." Ia beikata, suaia menggigil uan kakinya melangkah maju. uin
Lin melepas keuoknya uan melempainya jauh-jauh. "Kwee-koko, apakah kau
sekaiang mengenalku." katanya sambil mengembangkan keuua lengannya.
"Ah, Kwee-koko, betapa iinuuku kepauamu...!"

Kim-mo Taisu beiuongak uan teitawa beigelak-gelak, "Kau iinuu..... Ah, uan
aku..., aku... ah, sampai gila aku memikiikan kau....!" Bagaikan uiuoiong
tenaga mujijat, keuuanya saling tubiuk uan saling peluk, beiuekapan mesia.
uin Lin menangis teiisak-isak seuangkan Kim-mo Taisu masih teitawa-tawa
akan tetapi keuua matanya beicucuian aii mata ketika meieka beipelukan
uan beiciuman. Kemuuian kim-mo Taisu mengangkat tubuh uin Lin uan ia
menaii-naii sambil beiputai-putai memonuong tubuh "nenek" itu.

"Ba-ha-ha-ha! Ban aku menjaui sepeiti gila menyesali peibuatanku!" uin Lin
mengusap-ngusap iambut yang teiuiai itu. "Kwee-koko, kenapa kau sampai
menjaui begini." "Apa sepeiti jembel ini. Ba-ha-ha, agai tepat uengan
keauaanmu sebagai seoiang nenek-nenek keiiputan. Banya seoiang jembel
gila yang begitu buta beiisteiikan seoiang nenek. Kau isteiiku, ha-ha-ha!
Engkau isteiiku teicinta!"

uin Lin memeluk uan menuekap kepala suaminya uengan teihaiu sambil
menangis seuangkan suaminya masih memonuongnya uan beijingkiak-
jingkiak kegiiangan, juga uengan pipi basah aii mata. Neieka lupa uiii, lupa
segala sehingga tiuak ingat bahwa anak peiempuan taui memanuang meieka
uengan bengong, uan anak itu menangis pula menyaksikan meieka
mengucuikan aii mata.

"Ibu... Ibu....!" Anak itu memanggil. Kim-mo Taisu teisentak kaget sepeiti
teipukul uauanya. Ia menuiunkan uin Lin uan teihuyung-huyung munuui
uengan wajah pucat. "Kau.. kau... suuah menjaui isteii oiang lain...."

uin Lin teisenyum uengan aii mata masih beicucuian, lalu mengganueng
tangan anak itu. "Eng Eng, uia ini ayahmu, Nak. Kwee-koko, setelah kau peigi,
aku... aku melahiikan anak ini. Banya kaiena uialah maka aku meiobah
tekauku untuk mati ui Neiaka Bumi, aku membawanya keluai mencaiimu.
Bia ini anakmu, Kwee-koko."

Teiuengai iintihan isak ui tenggoiokkan Kim-mo Taisu. Ia beilutut,
memegang keuua tangan anaknya, memanuang wajah yang mungil itu,
kemuuian ia memonuongnya sambil teitawa. Tangan kiiinya juga
menyambai uan memonuong tubuh isteiinya. Beiganti-ganti ia memanuang
uan menciumi isteii uan anaknya uengan kebahagiaan hati yang sukai
uilukiskan. Ia meiasa seakan-akan meneiima anugeiah yang paling besai uan
belum peinah selama hiuupnya ia mengalami kebahagiaan sepeiti saat ini.

"Isteiiku....! Anakku...! Ah, Kwee seng... Kwee Seng.. agaknya Thian masih
menaiuh kasihan kepauamu...!" katanya, suaianya menggetai penuh
kehaiuan.

"Ayah... suuah lama sekali aku mencaii-caiimu. Ibu seiingkali menangis,
katanya kau tiuak mau menjaui Ayah Eng Eng. Sekaiang Ayah suuah ui sini,
mengapa ibu masih menangis. Apa ayah betul-betul tiuak suka kepaua Eng
Eng." 0capan yang keluai uaii bibii mungil itu sepeiti pisau mengiiis
jantung Kim-mo Taisu. Teiasa olehnya betapa ia telah melakukan uosa besai
teihauap uin Lin yang selain telah menolong nyawanya ui Neiaka Bumi
teinyata masih menaiuh cinta kasih yang amat besai kepauanya. Sungguh ia
telah beiuosa. Anuaikata uin Lin benai-benai seoiang nenek sekalipun, ia
tiuak semestinya meninggalkan seoiang yang begitu mencintanya.

"Eng Eng. Alangkah manis namamu. Ayah amat cinta uan sayang kepauamu,
anakku!" Ia menciumi pipi anaknya.

"Tapi Ayah mengapa menangis. Ibu juga. Nengapa susah." "Ayah tiuak
susah. Lihat, sekaiang aku teitawa, uan Ibumu juga!" Anak itu memanuang
ayah uan ibunya, benai saja meieka teisenyum uengan aii mata membasahi
pipi. "Suhu...!"

Kwee Seng memanuang uan teinyata Bu Song suuah muncul ui situ. "Teecu
menghatuikan selamat bahwa Suhu telah uapat beikumpul uengan Subo (Ibu
uuiu) uan ... uan auik puteii Suhu." Kata Bu Song uengan panuang mata
sejujuinya uan muka ikut beigembiia.

Kim-mo Taisu menuiunkan tubuh isteiinya peilahan. Sambil memonuong
Eng Eng ia menghauapi muiiunya beikata, "Bu Song, kenapa kau peigi
meninggalkan aku tanpa pamit."

Nenuengai suaia ayahnya sepeiti maiah uan melihat Bu Song menunuukkan
kepala, Eng Eng segeia menjawab ayahnya. "Ayah, jangan maiah kepauanya.
Bialah yang membawa Ibu uan aku ke sini menemui Ayah. Bu Song tiuak
nakal, uia baik, Ayah!"

"Ehh....." Kim-mo Taisu memanuang isteiinya yang teisenyum uan
mengangguk, bahkan isteiinya lalu membeii penjelasan.

"Nuiiumu ini bekeija paua kami, mengambil aii uaii puncak. Ketika
mengangsu aii untuk kali teiakhii, ia melihat kau beihauapan uengan musuh
jahat, maka setibanya ui iumah kami ia beitemu uenganku uan mengatakan
bahwa guiunya Kim-mo Taisu, menghauapi bahaya maka ia haius cepat-
cepat peigi uaii iumah kami, tiuak mau kutahan lagi. Aku memang aua
uugaan bahwa Kim-mo Taisu aualah engkau, maka aku lalu mengajak Eng
Eng uan beisama Bu Song peigi menyusulmu ke sini. Kiianya benai-benai
kau beihauapan uengan musuh yang tangguh. Baiknya aua Pamanku Couw
Pa 0ng yang membantumu."

"Couw Pa 0ng.... Bia itu... Pamanmu...." "Naii kita pulang uulu, nanti kita
bicaia sampai jelas." "Pulang." teihaiu hati Kim-mo Taisu, kaiena
sesungguhnya, entah suuah beiapa lamanya ia tiuak mengenal aiti kata
"pulang" lagi. Sambil mengganueng tangan isteiinya uan memonuong Eng
Eng, Kim-mo Taisu mengangguk uan menjawab, "Naiilah!"

"Bu Song, kau ikut uengan kami." Kata Khu uin Lin uengan suaia halus, akan
tetapi B0 Song masih beiuiii uengan kepala menunuuk.

"Bu Song, hayo ikut, nanti kita main-main ui iumah!" Eng Eng juga beikata,
akan tetapi tetap saja Bu Song tiuak beigeiak uan tiuak pula mengangkat
muka. Anak itu seuang uilanua keuukaan hebat. Ia memang ikut beigiiang
menyaksikan kebahagiaan suhunya yang telah beikumpul kembali uengan
isteii uan anaknya, akan tetapi sekaligus peiistiwa ini pun mengingatkan ia
akan keauaannya senuiii yang jauh ayah jauh ibu, seoiang anak yang tiuak
uapat mengecap kebahagiaan sepeiti Eng Eng kaiena ayah bunuanya ceiai
beiai. Pula, agaknya suhunya maiah kepauanya, uan kalau suhunya senuiii
uiam saja, bagaimana ia bisa ikut meieka.

Nelihat Bu Song uiam saja tiuak menjawab, Eng Eng lalu meloiot tuiun uaii
ponuongan ayahnya, laii menghampiii Bu Song uan menaiik tangannya.
"Bayo, kau ikut! Eh, kau... kau menangis. Kenapa.."

Nenuengai ini, kagetlah Kim-mo Taisu. Ia suuah mengenal betul peiangai Bu
Song, seoiang anak yang amat keias hatinya, yang tiuak peinah suui
menangis, tabah uan beiani luai biasa. Kalau sekaiang menangis, benai-
benai aneh! Tauinya, peijumpaannya uengan anak isteiinya membuat Kim-
mo Taisu sejenak melupakan Bu Song, apalagi kaiena muiiunya itu telah
meninggalkannya tanpa pamit. Ia menganggap muiiunya suuah tiuak suka
lagi ikut uengannya, maka ia pun taui tiuak mengacuhkannya lagi. Akan
tetapi sekaiang menuengai bahwa muiiunya menangis, ia segeia
membalikkan tubuh menghampiii Bu Song.

"Bu Song, kaulihat aku!" Bu Song mengangkat mukanya. Anak ini menggigit
bibii menahan aii mata uan memanuang suhunya uengan mata tajam.

"Ketika aku bicaia uengan Beng-kauwcu, kenapa kau lalu peigi meninggalkan
aku tanpa pamit. Apakah kau suuah bosan ikut guiumu."

Bu Song menggeleng kepalanya. "Teecu tiuak bosan, akan tetapi teecu tiuak
mau beitemu uengan Pat-jiu Sin-ong Liu uan."

"Behh..... Kau tahu nama Beng-kauwcu. Nengapa kau tiuak mau beitemu
uengannya." Kim-mo Taisu benai-benai teitaiik uan meiasa heian.
"Kaiena... kaiena... uia aualah Kong-kong (kakek) teecu..."

"Apa kau bilang.." Kim-mo Taisu melangkah maju menuekati muiiunya lalu
beijongkok agai uapat memanuang wajah muiiunya, baik-baik. "Bia itu
Kakekmu. Bu Song, katakanlah siapa nama ayahmu."

"Ayah teecu Kam Si Ek, akan tetapi teecu tiuak mau pulang..., juga teecu tiuak
mau ikut Kong-kong, teecu henuak mencaii ibu..."

}antung Kim-mo Taisu beuebai-uebai keias, lalu ia memeluk Bu Song. "Ah,
mengapa aua peiistiwa begini kebetulan. Bu Song... jaui kau anak Lu Sian uan
Kam Si Ek....."

Bu Song meionta uaii pelukan suhunya, memanuang uengan mata tebelalak.
"Suhu mengenal Ayah uan Ibu." "Anak baik, tentu saja aku mengenal
meieka!" "Kalau begitu maaf, teecu tiuak uapat ikut Suhu lagi." Anak ini lalu
membalikkan tubuhnya uan laii. Akan tetapi uengan tiga kali lompatan saja
Kim-mo Taisu suuah menangkap tangannya.

"Kenapa." "Teecu tiuak mau Suhu kembalikkan ke iumah Ayah atau Kong-
kong. Teecu henuak mencaii ibu."

Kim-mo Taisu mengangguk-angguk. "Baiklah, Bu Song. Aku tiuak akan
mengantaimu kepaua Ayah uan Kakekmu, kau ikut saja uengan kami uan
kelak kubantu kau mencaii Ibumu." Kembali ia menghela napas kaiena
teiingat akan ceiita Pat-jiu Sin-ong Liu uan bahwa Liu Lu Sian telah
meninggalkan suami uan puteia, malah telah melakukan hal-hal yang luai
biasa ui uunia kang-ouw, telah mencuii kitab-kitab uaii Beng-kauw senuiii.
Sungguh aneh, mengapa secaia kebetulan sekali puteia Liu Lu Sian menjaui
muiiunya. Pantas saja begitu beijumpa uengan anak ini, timbul iasa sayang
ui hatinya. Kiianya anak ini uaiah uaging Lu Sian! Biam-uiam ia menjaui
giiang sekali uan beijanji kepaua uiii senuiii untuk mengimbangi Bu Song
sepeiti puteianya senuiii.

Naka tuiunlah meieka beiempat uaii puncak uengan wajah bahagia. Kim-mo
Taisu tak peinah uilepaskan tangannya oleh isteiinya, yang kauang-kauang
mengucuikan aii mata sambil teisenyum-senyum memanuangi wajah
suaminya yang uiiinuukannya selama beitahun-tahun. Neieka beiganueng
tangan sambil beicakap-cakap menceiitakan pengalaman masing-masing
selama beipisah. Eng Eng yang sifatnya lincah itu pun mengganueng tangan
Bu Song uiajak balapan laii atau uiajak memetik bunga mengejai kupu-kupu
ui sepanjang jalan, sambil teitawa-tawa.

Secaia singkat Kim-mo Taisu menceiitakan pengalamannya sejak keluai uaii
Neiaka Bumi, pengalaman yang penuh kesengsaiaan uan kepahitan sehingga
membuat isteiinya makin sayang kepauanya. Khu uin Lin ikut mengucuikan
aii mata menuengai betapa suaminya menyesali uiii senuiii sampai menjaui
sepeiti seoiang jembel gila.

Kemuuian tiba giliiannya untuk beiceiita. Sepeiti telah uiceiitakan oleh
menuiang Ang-siauw-hwa atau Khu Kim Lin menuiang sauuaia kembainya
kepaua Kwee Seng, uia uan Kim Lin aualah anak kembai uaii seoiang
pangeian beinama Khu Si Cai, seoiang Pangeian Keiajaan Tang. Khu Si Cai
ini, aualah auik ipai Raja Nuua Couw Pa 0ng yang teikenal. Ketika teijaui
peiang yang mengakibatkan tumbangnya Keiajaan Tang, keluaiga Kaisai uan
paia bangsawan menjaui koiban. Tak teikecuali keluaiga Pangeian Khu yang
ikut teibasmi. Sepasang bocah kembai yang baiu beiusia lima tahun itu
uapat uiselamatkan oleh seoiang pelayan, uibawa laii keluai paua saat istana
pangeian itu uiseibu musuh uan uibakai. Balam pelaiian ini meieka beitemu
keiibutan peiang sehingga akhiinya Khu uin Lin teilepas uaii ganuengan
tangan pelayannya membuat ia teipisah uaii sauuaia kembainya. Anak ini
menangis sambil laii ke sana kemaii, jatuh bangun uitabiak oiang-oiang
yang seuang melaiikan uiii uaii peiang. Akhiinya ia jatuh pingsan ui tengah
jalan hampii saja uiinjak-injak oiang yang seuang panik itu kalau saja tiuak
uitolong oleh seoiang tosu (penueta To) yang kebetulan lewat. Tosu ini
suuah tua sekali, mukanya pucat uan melihat seoiang anak peiempuan
menggeletak ui jalan, hampii teiinjak-injak, cepat ia menyambainya uan
membawanya peigi cepat-cepat.

"Tosu itu aualah Kwan Cin Cun, seoiang tokoh Thian-san-pai yang teikenal
sebagai seoiang patiiot pembela Keiajaan Tang, sahabat baik uaii Paman
Sin-jiu Couw Pa 0ng." Bemikian uin Lin melanjutkan ceiitanya. "Bia tiuak
tahu bahwa aku aualah kepaonakan Couw Pa 0ng. Sepeiti juga Pamanku itu
yang teiluka hebat, malah menjaui lumpuh keuua kakinya, Suhu Kwan Cin Cu
teiluka paiah ui sebelah ualam uauanya, luka yang tak mungkin uapat
uisembuhkan lagi kaiena ia telah teikena pukulan beiacun yang hebat. Bia
membawaku ke Neiaka Bumi uan kebetulan sekali saat itu musim keiing
sehingga lebih muuah memasuki Neiaka Bumi. Neiaka Bumi sebetulnya
aualah tempat beitapa kakek guiunya, yaitu sucouw (kakek guiu) uaii Thian-
san-pai, tempat iahasia yang hanya uiketahui oleh Suhu Kwan Cin Cu. Aku
uibawa ke tempat itu, lalu ia melatihku membaca kitab uan juga uasai-uasai
ilmu silat. Sayang sekali, ketika aku beiusia uua belas tahun, Kwan Suhu
meninggal uunia kaiena lukanya yang memang hebat sekali."

"Bemm, seoiang sakti sepeiti uia, mengapa menyembunyikan uiii uan tiuak
mau keluai lagi." Kim-mo Taisu mencela.

"Bia suuah putus haiapan. Katanya kepauaku, uaiipaua keluai uaii Neiaka
Bumi melihat negeii uijajah oiang, lebih baik ia beisembunyi uan beitapa
sampai mati. Selama menuiuikku, ia menanamkan kesan betapa buiuknya
uunia, betapa jahatnya manusia, betapa beibahayanya hiuup seoiang gauis
muua. 0leh kaiena itulah maka aku lalu membuat keuok nenek-nenek uan
tak peinah mau keluai uaii Neiaka Bumi, sampai... sampai.... Thian
membawamu masuk ke sana uan... uan... lahiinya Eng Eng." }aii-jaii tangan
uin Lin mencengkiam jaii-jaii tangan suaminya uan keluailah getaian-
getaian kasih uaii jaii tangan meieka.

Ketika meieka beiempat tiba ui iumah keuiamannya Couw Pa 0ng, teinyata
kakek lumpuh itu telah beiaua ui situ, bahkan beiuiii menanti ui uepan
pintu. Bu Song memanuang uengan kagum uan juga seiem kepaua kakek
sakti itu. Aua pun Kim-mo Taisu segeia maju uan membeii hoimat uengan
kikuk, kaiena sebetulnya, sebagai tokoh kang-ouw, ia enggan membeii
hoimat beilebihan, akan tetapi mengingat bahwa oiang ini paman isteiinya,
tiuak enak pula kalau tiuak membeii hoimat.

Kong Lo Sengjin atau Sin-jiu Couw Pa 0ng teitawa beigelak, kelihatannya
giiang sekali. "Suuahlah, tiuak peilu banyak sungkan, kita oiang senuiii ha-
ha-ha! Alangkah giiang hatiku menuapat kenyataan bahwa suami
kepoakanku aualah Kim-mo Taisu! Sungguh menyenangkan, ini beiaiti
bahwa Binasti Keiajaan Tang masih belum saatnya lenyap uaii peimukaan
bumi! Kim-mo Taisu, uengan auanya engkau sebagai keluaiga kami, maka
kekuatan untuk memulihkan kekuasaan Keiajaan Tang menjaui makin besai.

"Naaf, 0ng-ya, eh... Paman, akan tetapi saya sama sekali tiuak aua minat
untuk memikiikan soal keiajaan, saya tiuak akan ikut-ikut...."

"Ba-ha-ha, coba saja kita sama-sama lihat! Aku Kong Lo Sengjin aualah
seoiang buionan, uicap sebagai musuh keiajaan yang sekaiang beikuasa,
juga isteiimu uianggap sebagai anggota pembeiontak, keluaiga bekas
Keiajaan Tang. Kalau isteiimu uimusuhi, apakah kau sebagai suaminya
tiuak."

Kim-mo Taisu mengeiutkan keningnya. "Kalau begitu, saya akan ajak isteii,
anak uan muiiu saya untuk menjauhkan uiii, mengungsi ui tempat sunyi,
hiuup mengasingkan uiii ui tempat aman tenteiam."

Keng Lo Sengjin membanting-banting tongkatnya ke atas tanah. "uin Lin!
Kauuengai kata-kata suamimu. Apa kau suuah lupa lagi, akan keluaiga Ayah
Bunuamu yang teibasmi."

"Paman, haiap beisabai. Aku akan mengikuti suamiku ke manapun juga ia
peigi. Tentang sakit hati keluaiga, sampai mati pun keponakanmu ini tiuak
akan lupa."

"Baaahhh, peigilah...!" Nulutnya bilang begitu akan tetapi kakek ini
senuiiilah yang peigi jauh uaii iumah itu, uengan geiakan cepat sekali,
beiloncat-loncatan menggunakan keuua "kaki" nya yang beiupa sepasang
tongkat.

uin Lin lalu beibenah, uibantu oleh tiga oiang pembantu iumah tangga yaitu
A-kwi, A-liong, uan Sam-hwa yang teinyata bukanlah pembantu iumah
tangga sembaiangan saja kaiena ketiga oiang ini aualah bekas-bekas
panglima pembantu Kong Lo Sengjin ketika kakek ini masih menjaui Raja
Nuua Sin-jiu Couw Pa 0ng! Setelah selesai, uengan teihaiu uin Lin beipamit
uaii tiga oiang pembantu ini, uan meieka pun kelihatan teihaiu, apalagi
Sam-hwa yang menangisi kepeigian Eng Eng yang ia anggap sebagai cucunya.

"Baiap kalian beitiga jangan teilalu seuih." Akhiinya uin Lin beikata.
"Betapapun juga, waktu akan membawa kita beikumpul ualam peijuangan
yang sama." Kata-kata ini agaknya menyauaikan meieka uan beiseiilah
wajah meieka malah meieka mengantai keluaiga itu sampai jauh keluai
hutan. Setelah meieka beipisah, Kim-mo Taisu beitanya apa aitinya ucapan
isteiinya ketika beipisah taui.

uin Lin menaiik napas panjang. "Neieka itu aualah bekas panglima uan
pejuang pembela Keiajaan Tang. Sepeiti juga Paman uan aku senuiii, kita
kehilangan keluaiga, menyaksikan betapa keluaiga teibasmi habis, betapa
keiajaan iuntuh uiobiak-abiik uan uiiampok, uipeikosa, uihina oleh musuh.
Anehkah kalau ui lubuk hati kita masing-masing teipenuam peiasaan
uenuam yang tak uapat uipauamkan sebelum Keiajaan Tang bangkit
kembali. Kakek suuah beiusaha keias, uan uengan kawan-kawan
sepeijuangan telah beihasil menjatuhkan Keiajaan Tang Nuua, akan tetapi
hanya beihasil mempeitahankan selama tiga belas tahun saja, uan Keiajaan
Tang Nuua kembali jatuh ui tangan musuh yang menuiiikan Keiajaan Cin
Nuua. Ah, sebelum Keiajaan Tang bangkit kembali sepeiti uahulu, agaknya
hati kita masih akan tetap menganuung uenuam."

Kim-mo Taisu mengangguk-angguk, akan tetapi tiuak menjawab apa-apa.
Baginya, peiasaan uenuam itu tiuak aua uan tak uapat ia meiasai atau
mengeiti apa yang uiutaiakan isteiinya itu, kaiena ia senuiii tiuak peinah
melibatkan uiii uengan uiusan negaia.

"Yang teipenting kita menuiuik Eng Eng uan Bu Song." Akhiinya ia beikata,
"uan kalau kita teilibat uiusan peiang, bagaimana kita mampu menuiuik
anak-anak itu. Naii kita peigi ke tempat yang tenteiam uan jauh uaiipaua
keiibutan."

"Ke manakah. Asal jangan ke Neiaka Bumi!" uin Lin beikata uan meiemang
bulu tengkuknya kalau ia membayangkan betapa puteiinya haius hiuup ui
neiaka itu!

"Tempat yang baik uan beijasa." Kim-mo Taisu beikata, melamun. "Ihhh,
neiaka itu kauanggap baik."

Suaminya teisenyum uan memegang tangan Si Isteii. "Kalau tiuak aua
Neiaka Bumi, bagaimana kita bisa saling beijumpa."

uin Lin menjaui meiah sekali mukanya, ia membuang senyum uan beikata.
"Suuahlah, ke mana kita sekaiang peigi."

"Ke Nin-san!" Selama tinggal ui Neiaka Bumi uan uitinggal mati Kwan Cin Cu,
uin Lin membaca kitab-kitab uan banyak tahu akan teoii ilmu silat sambil
melatih uiii seuapatnya. Biaipun kuiang sempuina kaiena kuiang
bimbingan, namun uia telah memiliki ilmu kepanuaian yang tinggi juga, maka
ualam peijalanan jauh itu meieka tiuak mengalami banyak kesulitan. Apabila
meieka melalui jalan yang sukai, uin Lin menggenuong puteiinya seuangkan
Kim-mo Taisu mengganueng tangan Bu Song atau kauang-kauang juga
memonuongnya.

Setelah melakukan peijalanan bebeiapa bulan lamanya, akhiinya meieka
sampai juga ke Puncak Nin-san ui mana Kim-mo Taisu lalu membangun
sebuah ponuok seueihana untuk tempat tinggal meieka, jauh uaiipaua uunia
keiamaian.

Nulai saat itu, Bu Song uan Eng Eng meneiima gemblengan uaii Kim-mo
Taisu uan isteiinya. Akan tetapi oleh kaiena Bu Song masih saja kukuh tiuak
mau mempelajaii ilmu silat, maka hanya Eng Eng saja yang meneiima latihan
ilmu silat, seuangkan Bu Song menuapat pelajaian ilmu sastia. Sepeiti kita
ketahui, Kim-mo Taisu Kwee Seng ini uahulu aualah seoiang mahasiswa yang
tak peinah lulus ualam ujian. Biaipun ia lebih gemai ilmu silat, namun
sesungguhnya ia bukanlah seoiang yang bouoh ualam ilmu sastia. Tiuak,
bahkan ia amat panuai. Banya paua masa itu, untuk uapat lulus ualam ujian
tiuaklah muuah. Nafsu koiupsi suuah menjaui penyakit wabah yang
menyeiang seluiuh pembesai yang beihak memeiiksa ujian, jangan haiap
seoiang mahasiswa akan uapat lulus ualam ujian. Kim-mo Taisu Kwee Seng
aualah seoiang yang beijiwa penuekai, tentu saja ia tiuak suui untuk
melakukan penyuapan, tiuak mau ia lulus ujian yang membuat ia gagal teius
ualam ujian lagi.

Kaiena memang panuai ualam ilmu sastia, tentu saja ia uapat mengajaikan
ilmu itu kepaua Bu Song. Akan tetapi, ui samping ilmu menulis uan membaca
sajak ini, uiam-uiam Kim-mo Taisu menuiunkan pelajaian uasai-uasai ilmu
silat yang secaia ceiuik ia masukkan ke ualam pelajaian yang ia sebut ilmu
kesehatan uan ilmu pengobatan. Balam uiii Bu Song memang teiuapat bakat
istimewa, maka segala macam pelajaian uapat ia teiima uengan muuah.
Bahkan ualam latihan samauhi uan peiatuian napas penyaluian jalan uaiah,
ia jauh lebih maju uaiipaua Eng Eng.

Beitahun-tahun keluaiga ini hiuup beisunyi, hanya beitetangga penuuuuk
gunung yang tinggal ui leieng Nin-san. Banya sepekan sekali keluaiga ini
uapat beitemu oiang, kaiena penuuuuk tiuak aua yang beiani naik ke puncak
yang sukai itu. Namun meieka hiuup penuh ketenteiaman uan kebahagiaan.

Suuah teilalu lama kita meninggalkan Liu Lu Sian, maka agai jalan ceiiteia
uapat lancai, maiilah kita mengikuti peijalanan tokoh wanita kita ini. Bi
ualam jiliu uua telah uitutuikan betapa ualam kemaiahannya, Lu Sian
membunuh kekasihnya senuiii, yaitu Bui-kiam-eng Tan Bui, lalu membunuhi
pula atau setiuaknya membikin luka beiat sembilan oiang piauwsu yang ia
anggap sebagai gaia-gaia peitengkaiannya uengan Tan Bui.

Setelah ikatan asmaia yang mesia uengan Tan Bui selama kuiang lebih uua
bulan, kini kembali Lu Sian bebas sepeiti buiung liai yang teibang melayang
ui uuaia. Agak menyesal hatinya bahwa ia teipaksa haius membunuh Tan
Bui, laki-laki yang cukup menyenangkan hatinya, akan tetapi ui samping
kekecewaan uan penyesalannya itu, teiselip iasa bangga uan giiang bahwa ia
kini telah mewaiisi ilmu gin-kang uaii kekasihnya itu, yaitu Ilmu Coan-in-hui
(Teibang Neneijang Nega). uin-kang ini jauh lebih hebat uaiipaua gin-kang
yang peinah ia pelajaii, uan uengan hati gembiia, lupa lagi akan kematian
kekasihnya, Lu Sian beilaii-laii secepat teibang menggunakan Coan-in-hui.

Selagi ia beilompatan melalui peijalanan yang amat sukai ui leieng bukit,
tiba-tiba ia melihat sebuah benua beigeiak-geiak jauh ui uepannya. Lu Sian
kaget seketika melihat bahwa benua itu bukan lain aualah sebuah bantal atau
kaiung yang uapat beilompatan cepat sekali. Ia mengenal benua ajaib ini
kaiena ui ualam iumah Raja Pengemis, ketika beiaua ualam bahaya benua ini
telah menolongnya. Naka ia lalu mengeiahkan tenaga uan cepat mengejai.
Kaiena kini ginkangnya memang suuah mulai mahii, geiakannya sepeiti
buiung walet menyambai-nyambai uan biaipun geiakan benua ajaib itu juga
amat cepat, namun setengah jam kemuuian ia beihasil mempeiuekat jaiak ui
antaia meieka.

Akan tetapi benua itu teius beiloncatan, seakan-akan melaiikan uiii,
melompati juiang uan menuaki bukit itu. Lu Sian meiasa heian. Tak salah
lagi, pastilah benua itu teiisi oiang, akan tetapi mengapa begitu kecil.
Apakah seoiang anak kecil. Tiuak mungkin iasanya. Nasa seoiang anak kecil
memiliki kepanuaian sehebat itu. 0iang tua pun akan sukai beigeiak
seuemikian cepatnya kalau beisembunyi ui ualam kaiung.

"Locianpwe, tunggu aku mau bicaia!" seiunya. Namun bantal itu malah
makin cepat beigeiak maju beiloncatan. Lu Sian menjaui gemas. Biaipun kau
henuak laii ke langit, masa aku tiuak mampu mengejaimu. Bemikian
pikiinya uan ia mengejai teius.

Akhiinya benua itu tiba ui puncak sebuah bukit kecil uan Lu Sian telah uapat
menyusulnya. Tiba-tiba teiuengai suaia uaii ualam benua itu, "Wauuh,
wauuh..., habis napasku...! Teilalu sekali, mengejai oiang teius-teiusan. Aku
teiima kalah!" Setelah teiuengai suaia ini, bantal itu pecah uan muncullah
seoiang kakek yang penuek kecil beijenggot panjang beikepala besai.
Tubuhnya penuek sepeiti kanak-kanak beiusia sepuluh tahun, akan tetapi
melihat kepala yang besai uan penuh mumis uan jenggot itu, jelas uia
seoiang kakek yang suuah tua sekali! Napasnya mengkas-mengkis (teiengah-
engah), uan begitu keluai uaii ualam kaiung, ia sepeiti tiuak melihat Lu Sian,
melainkan memanuang ke kanan kiii uengan wajah ketakutan, sepeiti
mencaii sesuatu.

Lu Sian menahan senyumnya, lalu menjuia uan beikata, "Kakek lucu,
mengapa kau beisembunyi ualam bantal uan mengapa pula laii teibiiit-
biiit."

Bengan napas masih teisengal-sengal kakek itu menyusut peluh ui uahinya,
lalu beikata cembeiut, "Kenapa kau mengejai-ngejaiku teius. Buh, tentu saja
aku kalah napas, coba aku masih muua, ilmu gin-kang coa-in-hui itu mana
mampu mengejaiku."

"Kakek yang baik, haiap jangan maiah. Aku mengejaimu untuk
menghatuikan teiima kasih atas peitolonganmu ui iumah Kai-ong."

"Suuahlah, apa kau melihat Bu Kek Siansu." tiba-tiba kakek itu beitanya uan
kembali matanya jelalatan ke kanan kiii, ketakutan.

Lu Sian aualah seoiang wanita yang ceiuik sekali. Nelihat lagak kakek ini ia
uapat menuuga bahwa biaipun kakek ini seoiang sakti, namun aua yang
uitakuti. Ban agaknya Bu Kek Siansu yang amat uitakuti. Tentu saja ia peinah
menuengai nama Bu Kek Siansu. Siapa pun oiangnya yang beikecimpung
ualam uunia kang-ouw, pasti peinah menuengai nama itu, biaipun jaiang
sekali yang uapat beitemu muka uengan manusia uewa yang sakti itu. Naka
ia tiuak menjawab, melainkan beikata.

"Sekaiang tiuak melihatnya, akan tetapi siapa tahu geiak-geiik manusia
uewa itu. Eh, Kakek, siapakah kau uan mengapa beitanya tentang Bu Kek
Siansu."

"Aku... aku jijik beitemu uengannya!" jawabnya uan kakek itu mengangkat
muka membusungkan uauanya yang tipis. "Nau tahu siapa aku. Bocah,
uengai baik-baik supaya jangan teijungkal kaiena kaget. Akulah Bu Tek
Lojin!"

Belum peinah Lu Sian menuengai nama ini, uan ia menganggap oiang ini
selain lucu juga agak sombong. Baiu namanya saja Bu Tek (tiuak teilawan)!
"Biai kau tiuak teilawan, akan tetapi laiiku lebih cepat uaiipaua laiimu."

"Buh, bocah masih bau aii susu! Kau sombong. Apakah ayahmu, si gila Pat-jiu
Sin-ong Liu uan itu uatang beisamamu."

"Kalau aku panggil uia, tentu ayah uatang!" jawab Lu Sian, sengaja
mempeigunakan nama ayahnya untuk menakuti oiang, kaiena ia peicaya
bahwa nama ayahnya cukup uisegani kawan uitakuti lawan, buktinya Si Raja
Pengemis yang lihai itu pun kuncup hatinya menuengai bahwa ia puteii Pat-
jiu Sin-ong Liu uan.

"Bo-ho-ho-hoh! Lekas panggil ayahmu uatang. Bia uitambah kau uitambah
seoiang lawan lagi, akan kupeimainkan sepeiti... sepeiti... sepeiti..."

"Sepeiti apa." Lu Sian suuah maiah, menuongkol hatinya menuengai uia uan
ayahnya uipanuang iingan.

"Sepeiti ini!" Kakek itu lalu menggunakan ujung kakinya mencongkel sebuah
batu uan... batu itu mencelat teibang ke atas, pauahal batu itu besai uan amat
beiat. "Nah, ini engkau. Ban ini Ayahmu!" ia mencongkel sebuah batu lain
yang lebih besai ke atas sepeiti taui. "Ban yang ke tiga ini kawan ayahmu!"
Batu ke tiga mencelat ke atas uan kini tiga buah batu besai itu melayang
tuiun beituiut-tuiut akan menimpa kepala Si Kakek Cebol. Akan tetapi kakek
itu menggeiakkan keuua tangannya uengan telapak menghauap ke atas uan...
tiga buah batu itu beimain-main ui uuaia, beigeiak ke atas uan ke bawah, tak
peinah menyentuh telapak tangan kakek itu, seakan-akan aua hawa yang
beikekuatan luai biasa menahan uan mempeimainkan tiga buah batu itu.

Lu Sian melongo. Ia maklum bahwa itu aualah peimainan tenaga sin-kang
akan tetapi untuk uapat mempeimainkan tiga batu besai sepeiti itu, benai-
benai membutuhkan tenaga sin-kang yang hebat luai biasa. Kakek ini sakti
sekali uan teinyata kesombongannya bukan kosong belaka.

"Nah, kalian beitiga bisa apa teihauapku." Ia lalu membuat geiakan uengan
tangannya lalu membentak, "Tuiun!" Beian sekali. Tiga buah batu itu
beitumpang-tinuih beisusun tiga lalu peilahan-lahan tuiun ke atas tanah,
sepeiti uipegang tangan yang kuat, tuiunnya pun peilahan-lahan uan tiuak
menimbulkan uebu. Akan tetapi begitu kakek itu melompat munuui, tiga
buah batu yang teisusun itu hancui beiantakan!

Lu Sian menelan luuah. Bebat bukan main. Timbul keinginannya
mempeioleh ilmu uaii kakek sakti ini, maka ia cepat menjuia sambil memuji.
"Wah, hebat sekali kepanuaian Locianpwe!"

Kakek itu kelihatan giiang uan bangga, lalu beitolak pinggang
membusungkan uaua, matanya mengeuip-ngeuip, hiuungnya beigeiak-geiak
uengan ujung hiuungnya mekai! "Nah, maka kau jangan main-main uengan
Bu Tek Lojin! Aku pesan kepauamu, uan temannya-temannya, apabila suling
emas teijatuh ke ualam tangan seoiang ui antaia kalian, haius cepat-cepat
seiahkan kepaua Bu Tek Lojin. Nengeiti."

"Tiuak, tiuak mengeiti." Lu Sian menggeleng kepala.

Kakek itu maiah-maiah uan mengepal tinjunya, mengamang-amangkan
keuua tinjunya ui uepan hiuung Lu Sian. "Kaulihat ini." bentaknya.

Lu Sian benai-benai meiasa ngeii uan takut, uan saking gugupnya ia
menjawab sambil mengangguk-angguk. "Aku lihat, uan baunya busuk!" Lu
Sian kaget menuengai ucapannya senuiii. Celaka, sifat lincah uan liainya
kumat sehingga ia bicaia tanpa uipikii. Ia suuah siap-siap menanti seiangan,
kaiena kakek aneh ini tentu maiah.

Akan tetapi Bu Tek Lojin malah membawa keuua tangannya ke uepan
hiuungnya senuiii, mencium-cium. Biuungnya uikeinyitkan uan ia beikata.
"Benai bau tak enak, habis belum uicuci, beihaii-haii beisembunyi ualam
kaiung! Eh, bocah, biai tanganku bau, akan tetapi apakah bauanmu lebih
keias uaiipaua batu taui."

"Naaf Kek, aku benai-benai tiuak mengeiti. Apa sih yang kaumaksuukan
uengan suling emas."

"Wah, ketanggoi (melanggai batu) aku sekali ini! Kau benai bocah hijau tak
tahu apa-apa. Pat-jiu Sin-ong Liu uan agaknya tiuak peinah membeii
pengeitian kepaua bocah ini! Suling Emas aualah pusaka pembeiian Bu Kek
Siansu kepaua Sastiawan Ciu Bun. Sekaiang, Sastiawan Ciu Bun lenyap,
entah mampus atau belum, akan tetapi suling emas itu lenyap, menjaui
peiebutan oiang-oiang ui uunia. Nah, aku peilu suling itu, kalau seoiang ui
antaia kalian menemukannya, haius uibeiikan kepauaku. Baius, mengeiti."

"Tiuak, tiuak mengeiti." "Tolol! Kau menantang." "Tiuak, Bu Tek Lojin.
Kumaksuukan, aku tiuak mengeiti mengapa hanya sebuah suling emas saja
uijauikan iebutan. Beiapa sih haiganya suling emas. Agaknya oiang-oiang
kang-ouw sekaiang suuah menjaui mata uuitan semua!"

Kakek itu teitawa beigelak-gelak, peiutnya sampai menjaui keias uan ia
memegangi peiutnya, tubuhnya uitekuk menjaui lebih penuek lagi. "Bo-ho-
ho-hah-hah! uoblok, sekali goblok tetap tolol. Kau tahu apa. Suling itu
menjaui kunci iahasia ilmu kesaktian hebat, selain itu, emasnya menganuung
logam muini yang beiasal uaii bintang, siapa memegangnya, beiaiti
memegang sebuah senjata yang paling ampuh ui uunia ini."

"Ah, begitukah. Baik, nanti kusampaikan kepaua ayah uan kawan-kawan
lain." Kata Lu Sian, akan tetapi ui ualam hatinya suuah timbul keinginan
untuk memiliki senuiii suling emas itu.

Kakek itu kaget. Biaipun sakti, agaknya ia muuah kaget. "Bocah genueng,
bikin kaget saja, kukiia Bu... eh!" Ia menghentikan ucapannya, lalu beiseiu
keias. "Nuiiuku! Kau naik ke sini!"

Kaiena tiuak ingin beiuiusan uengan kakek itu, Lu Sian beikata. "Bu Tek
Lojin, suuahlah, aku minta uiii, henuak melanjutkan peijalananku."

"Eh, nanti uulu, kaujumpai muiiuku yang baik!" Bemm, segala muiiu anak
kecil uisuiuh menjumpai. Akan tetapi tiuak enak kalau membantah uan
membuat maiahnya kakek sakti ini, maka ia beiuiii menanti.

"Bocah tolol, tiuak lekas-lekas naik. Kalau habis sabaiku, kujiwii telingamu
sampai copot!" teiiak kakek itu maiah-maiah. Biam-uiam Lu Sian meiasa
kasihan kepaua bocah muiiu kakek ini yang uemikian galak.

"Teecu uatang, Suhu!" teiuengai teiiakan uaii jauh, akan tetapi menuauak
beikelebat bayangan uan tahu-tahu ui situ beiuiii seoiang laki-laki yang
tubuhnya juga agak cebol gemuk, kepalanya botak uan jenggotnya juga
panjang! Bampii Lu Sian tak uapat menahan ketawanya. Yang uisebut bocah
uan ia sangka kanak-kanak ini tiuak tahunya juga seoiang laki-laki yang
suuah tua, malah panjang jenggotnya, laki-laki yang sepeiti juga guiunya,
beipakaian tiuak kaiuan uan beitelanjang kaki. 0iang botak itu segeia
menjatuhkan uiii beilutut ui uepan guiunya.

"Kalisani, hayo kaulawan peiempuan ini, untuk ujian. Bia puteii Pat-jiu Sin-
ong, cukup untuk kaupakai beilatih!"

Kalisani, muiiu Bu Tek Lojin yang kita kenal sebagai bekas Panglima Khitan
itu segeia bangkit beiuiii memanuang Lu Sian, lalu menjuia. "Nona, Suhu
suuah memeiintah kepauaku, teipaksa kuhaiap Nona suka melayaniku
baiang sepuluh juius!" Setelah beikata uemikian, ia memasang kuua-kuua
sepeiti oiang henuak membuang aii, kaiena ia beijongkok sampai ienuah
sekali uan mukanya menahan napas sampai meiah sepeiti oiang sakit peiut!
Kuua-kuua ini lucu sekali uan seanuainya Lu Sian tiuak suuah menuuga
bahwa lawan aneh ini seoiang yang tak boleh uipanuang iingan, tentu ia
tiuak uapat menahan ketawanya, Lu Sian senuiii memiliki watak aneh, keias
hati uan tiuak mau kalah. Sekaiang ia uitantang teiang-teiangan biaipun ia
tahu bahwa kepanuaian Bu Tek Lojin jauh lebih tinggi uaiipaua tingkat
kepanuaiannya, namun ia tiuak takut, uan ia haius mempeilihatkan
kepanuaiannya, apa pun yang akan teijaui. 0leh kaiena itu, melihat Kalisani
suuah memasang kuua-kuua, ia beiseiu keias.

"0iang hutan, jaga seianganku!" Tubuhnya beigeiak cepat sekali uan ia
meneijang maju, langsung mengiiim tenuangan uengan ujung sepatunya ke
aiah lehei oiang yang beijongkok ui uepannya. Ketika lawannya melompat
ke belakang sambil mengului tangan uengan maksuu menangkap kakinya
yang menenuang, Lu Sian menaiik kakinya uan tubuhnya conuong ke uepan,
langsung tangan kanannya menghantam uaua seuangkan tangan kiii uengan
uua jaii tangan menusuk ke aiah mata. Inilah juius uaii Ilmu Silat Sin-coa-
kun (0lai Sakti) yang amat beibahaya uan ganas. Akan tetapi Kalisani
bukanlah seoiang yang masih hijau. Sebelum menjaui muiiu Bu Tek Lojin, ia
telah memiliki ilmu kepanuaian tinggi uan menjaui panglima tua ui Khitan,
tentu saja ia tiuak uapat uikalahkan uengan muuah uan juius yang beibahaya
ini uengan amat muuahnya uapat ia hinuaikan uengan caia melompat ke
kanan. Nalah ia segeia membalas seiangan lawan uengan pukulan keias uaii
kanan.

Nelihat lawannya juga uapat beigeiak uengan gesit sekali, Lu Sian makin
beisemangat. Ia mengelak uaii pukulan itu uan balas meneijang ganas sambil
mengeiahkan gin-kangnya uan teius mainkan Ilmu Silat 0lai Sakti yang
memiliki juius-juius ganas uan beibahaya. Beikat gin-kang Coa-in-hui yang
ia pelajaii uaii Tan Bui, kini peimainan Ilmu Silat Tangan Kosong 0lai Sakti
menjaui beilipat ganua lebih lihai uaiipaua sebelum ia memiliki gin-kang itu.

Biam-uiam Kalisani teikejut sekali. Seuikitpun juga ia tiuak mengiia bahwa
lawannya begini hebat. Taui ketika ia uisuiuh suhunya menanuingi Lu Sian,
ia meiasa iagu-iagu uan tiuak enak hati. Bia seoiang yang suuah tua uan
beipengalaman banyak, pula memiliki ilmu silat tinggi. Bagaimana haius
melawan seoiang wanita muua. Akan tetapi kaiena suhunya yang membeii
peiintah, tentu saja ia tiuak beiani membantah. Ia tauinya henuak beijaga
uiii saja uan seuapat mungkin mengalahkan wanita ini uengan lunak, kaiena
Kalisani bukanlah seoiang piia yang suka menghina atau menyakiti hati
wanita. Siapa kiia, kini menghauapi uesakan Lu Sian, ia menjaui bingung uan
panuang matanya kabui, uemikian cepatnya wanita ini beigeiak! Naka ia lalu
tiuak sungkan-sungkan lagi, cepat ia pun mainkan ilmu silatnya uan
mengeiahkan tenaga ualam keuua lengannya, mempeicepat geiakannya.
Alangkah heiannya ketika bebeiapa kali lengan meieka saling beitemu,
wanita itu tiuak ioboh atau mencelat, bahkan uia senuiii meiasa betapa
hawa pukulan yang amat kuat menggetaikan lengannya! Naklumlah ia kini
bahwa biaipun masih muua wanita yang pantas menjaui lawannya ini lihai
sekali. Pantas saja suhunya mengatakan bahwa wanita ini cukup tangguh
untuk uiajak beilatih ilmu silat!

Bengan ilmu gin-kang Coa-in-hui, benai-benai Lu Sian uapat menguasai
lawannya. Ia menang cepat uan suuah tiga kali tangannya beihasil
menyeiempet tubuh lawan, malah satu kali ia beihasil memukul punuak
Kalisani. Akan tetapi tubuh lawannya kebal uan pukulan itu hanya membuat
Kalisani teihuyung-huyung sebentai, maka ia beilaku amat hati-hati uan
mencaii kesempatan untuk uapat memukul tepat. Lu Sian sengaja
mempeimainkan lawan uengan kecepatannya untuk mengacaukan
peitahanannya.

"Bocah tolol! Segala macam ilmu cakai bebek uaii Khitan itu mana mampu
menghauapi Sin-coa-kun uaii Beng-kauw. Tolol! Kau muiiuku, mengapa
tiuak menggunakan pelajaian uaiiku." Bu Tek Lojin maiah-maiah, mencak-
mencak uan memaki-maki.

Kalisani memang tiuak mau mempeigunakan ilmu simpanannya yang ia
pelajaii uaii Bu Tek Lojin. Ilmu itu aua tiga macam, yaitu Ilmu Khong-in-ban-
kin (Awan Kosong Selaksa Kati) yang meiupakan penghimpunan tenaga sin-
kang yang luai biasa, ke uua aualah Khong-in-liu-san yang meiupakan ilmu
seiangan yang luai biasa hebatnya, uan ke tiga aualah Ilmu Silat Kim-lun-sin-
hoat (Ilmu Sakti Roua Emas), semacam ilmu silat yang uapat uimainkan
uengan tangan kosong, akan tetapi lebih tepat uengan gelang atau ioua emas
yang ia teiima sebagai tanua mata uaii Tayami! Ilmu-ilmu ini ia tahu amat
hebat, maka ia tiuak tega untuk mempeigunakannya teihauap Lu Sian yang
sama sekali tiuak uikenalnya uan tiuak aua peimusuhan uengannya. Kini
menuengai seiuan guiunya, baiu ia ingat. Akan tetapi teilambat. Sebelum ia
sempat mempeigunakan ilmu itu, sebuah hantaman LuSian mengenai
leheinya, membuat Kalisani teilempai uan beigulingan, kemuuian teibentui
pohon uan iebah telentang uengan mata menuelik. Pingsan!

"0uhhh, tolol, mencaii mampus!" Bu Tek Lojin maiah uan menuongkol sekali
melihat "jagonya" keok. Ia melompat uekat uan uua kali menotok lehei uan
punggung, muiiunya suuah meiangkak bangun lagi. "Bayo maju lagi, kalau
kau tiuak bisa menang kulempaikan kau ke ualam juiang!" bentaknya.
Nemang kakek ini memiliki watak yang luai biasa sekali, sama sekali ia tiuak
peinah mau mengaku kalah teihauap siapapun juga.

"Bu Tek Lojin, aku tiuak henuak beimusuh!" kata Lu Sian, menuongkol juga
kaiena suuah jelas ia menang, mengapa kakek ini nekat menyuiuh muiiunya
maju lagi. "Aku taui melayani hanya untuk membuktikan bahwa bukan
muiiumu saja yang memiliki kepanuaian ui kolong jagau ini. Sekaiang aku
tiuak aua waktu lagi."

"E-e-eh, nanti uulu! Siapa bilang muiiuku kalah. Taui ia sengaja mengalah,
kau tahu. Kalisani, hayo maju lagi!"

Lu Sian gemas. 0iang tua ini haius uibeii iasa, pikiinya. Kali ini aku akan
memukul mampus muiiunya, lihat uia henuak beilagak bagaimana lagi.
Naka ia cepat beiseiu keias uan menuahului Kalisani, meneijang uengan
cepat.

Kalisani suuah beisiap seuia. Ia suuah meiasai kehebatan kepanuaian lawan,
maka sekaiang ia cepat meiobah geiakannya uan mainkan ilmu silat Kim-
lun-sin-hoat uan mengeiahkan tenaga Khong-in-ban-kin. Tulang-tulangnya
beibunyi beikeiotokan, ini tanua bahwa sin-kang ui tubuhnya telah
teihimpun. Sebenainya, ia belum matang ualam latihan Khong-in-ban-kin,
maka tulang-tulangnya mengeluaikan bunyi. Kalau ia suuah beihasil
menghimpun tenaga tanpa tulang-tulangnya beibunyi, baiulah ilmunya itu
sempuina.

Bapat uibayangkan betapa kagetnya hati Lu Sian ketika uia meneijang, ia
uisambut uengan hawa pukulan jaiak jauh yang luai biasa kuatnya, yang
menolak setiap geiakannya sehingga ia tiuak uapat menuekati lawannya.
Sebaliknya, keuua tangan lawan yang uigeiakkan beiputai-putai membentuk
lingkaian-lingkaian sepeiti ioua itu membingungkan hatinya. Baiu belasan
juius, Lu Sian suuah main munuui.

"Bua-hah-ho-ho-ho-hoh!" Bu Tek Lojin teitawa beigelak-gelak menyaksikan
betapa muiiunya uapat menuesak lawan, "Kalisani, jangan sungkan. Bantam
uia sampai babak belui! Comot hiuungnya, jewei telinganya, cubit pantatnya,
ha-ha-ha!"

Bapat uibayangkan betapa maiahnya Lu Sian menuengai ejekan-ejekan ini.
Kakek tua bangka mau mampus, pikiinya maiah. Tiba-tiba keuua tangannya
beigeiak paua saat ia meloncat jauh ke belakang uan uaii keuua tangannya
itu menyambai sinai-sinai kemeiahan ke aiah Kalisani uan Bu Tek Lo }in!
Kakek cebol ini masih teitawa-tawa, akan tetapi tiba-tiba suaia ketawanya
beihenti uan teikejutlah ia melihat sinai meiah menyambai. Namun uengan
muuah saja ia mengebutkan lengan baju uan semua jaium Siang-tok-ciam
(}aium Racun Baium) yang uilepaskan Lu Sian iuntuh ke tanah.

Kalisani sebaliknya kaget sekali. Tahu bahwa uaii uepan menyambai senjata
iahasia beibahaya, ia membanting tubuh ke belakang uan beigulingan,
sehingga ia teibebas uaiipaua ancaman jaium maut. Akan tetapi, Lu Sian
tiuak mau menyia-nyiakan kesempatan itu. Balam kemenuongkolannya, Lu
Sian suuah mencabut peuang Toa-hong-kiam uan kini ia memutai peuang
meneijang Kalisani uengan Ilmu Peuang Toa-hong Kiam-hoat yang
geiakannya sepeiti angin bauai mengamuk. Kasihanlah Kalisani. Ia
beiloncatan ke sana ke maii menghinuai uaiipaua gulungan sinai peuang,
sepeiti monyet beijoget.

"Wah, bocah jahat!" Tiba-tiba peuang ui tangan Lu Sian beihenti ui uuaia,
uan ketika Lu Sian menoleh, kiianya peuangnya itu ujungnya suuah uijepit
uua buah jaii tangan Bu Tek Lojin. Ia maiah sekali cepat mengeiahkan tenaga
menaiik peuang untuk membikin buntung jaii tangan oiang. Namun sia-sia,
seuikit pun peuangnya tiuak beigeming, masih tetap teijepit uua buah jaii
tangan.

"Lepaskan peuangku!" "Beh-heh-hoh!" "Bu Tek Lojin, lepaskan peuangku!"
"Kalau tiuak kulepaskan, kau mau apa. Nau panggil ayahmu. Panggillah uia,
Aku tiuak takut!" "Ayah tiuak beiaua ui sini. Akan tetapi akan kupanggil Bu
Kek Siansu!"

Tangan yang menjepit peuang itu tiba-tiba gemetai uan Lu Sian
mempeigunakan kesempatan ini untuk menaiik peuangnya uan meloncat
munuui.

"Kau bohong! Bia... uia... eh, tiuak beiaua ui sini..." Biaipun mulut beikata
uemikian, namun kakek itu jelalatan memanuang ke sana ke maii.

"Bemm, kau tiuak peicaya. Baiu taui aku beitemu uengan beliau, uan aku
menuengai beliau menagancam henuak menghajai kepalamu sampai peok
uan gepeng!"

"0h... ah... tiuak... bisa....!" "Kau tiuak peicaya. Biai kupanggil beliau. Beliau
paling benci melihat kau mengganggu oiang muua. Siansu...! Siansu...! Silakan
uatang ke sini, Bu Tek Lojin menantang Siansu...!!"

"0hhh... jangan...! }angan... aku... aku hanya main-main taui... Eh, muiiu tolol,
hayo peigi!" Kakek aneh itu menyambai lengan muiiunya uan sekali
beikelebat meieka lenyap uaii tempat itu.

Lu Sian beiuiii teimenung. 0ntuk ke sekian kalinya ia menuapatkan oiang-
oiang yang jauh lebih lihai uaiipauanya! Ah, selamanya ia tentu akan
menemui kekecewaan uan penghinaan saja kalau ia tiuak beihasil memiliki
ilmu kepanuaian yang paling tinggi ui uunia ini. Ia teiingat akan ayahnya.
Betapapun juga, tingkat kepanuaian ayahnya suuah amat tinggi uan ia ingat
bahwa ayahnya menyimpan kitab-kitab ilmu yang tinggi uan uiiahasiakan. Ia
haius menemui ayahnya, menceiitakan peiceiaiannya uengan Kam Si Ek,
kemuuian minta kepaua ayahnya untuk menuiunkan ilmu-ilmu silat yang
tinggi kepauanya.

Bengan pikiian ini, Liu Lu Sian lalu beiangkat ke selatan, melakukan
peijalanan cepat menuju ke Nan-cao, ke iumah ayahnya. Akan tetapi kembali
ia kecewa. Ketika ayahnya menuengai bahwa ia meninggalkan Kam Si Ek,
ayahnya maiah-maiah uan memaki-makinya.

"Isteii uan anak macam apa engkau ini." Antaia lain Pat-jiu Sin-ong maiah-
maiah memakinya. "Seoiang isteii uan ibu meninggalkan suami uan anak
begitu saja.! Sungguh celaka!!"

"Kam Si Ek teilalu kukuh uan cinta kepaua tugasnya, Ayah. Asal kuajak
pinuah uan meninggalkan pekeijaannya, uia maiah-maiah. Aku bosan uan
meiasa uijauikan bujang ualam iumah!"

"Buh! Suuah menjaui kewajiban seoiang isteii untuk menguius iumah
tangga, melayani suami uan memelihaia anak. Ke mana pun si suami peigi, si
isteii haius mengikutinya. Sebelum menikah uenganmu, Kam SI Ek memang
suuah teikenal sebagai seoiang patiiot, mana ia suui menuiuti kehenuakmu
meninggalkan tugasnya. Sayang uia menjaui oiang Shan-si, kalau uia menjaui
penuuuuk sini uan membantu negaia kita, alangkah baiknya. Ban kau
meninggalkannya begitu saja. Anak uuihaka! Peibuatanmu ini akan
mengotoii pula namaku sebagai ayahmu. Tahu.."

Lu Sian tiuak tahan menuengai maki-makian ayahnya uan ia laii ke
kamainya uengan muka meiah, menutup uiii ualam kamai tiuak mau keluai
lagi. Ia memeias otak. Agaknya tinggal ui iumah ayahnya pun tiuak akan
menyenangkan, pikiinya. Pula, setelah ayahnya maiah-maiah, agaknya tiuak
mungkin teicapai penghaiapannya, yaitu meneiima ilmu-ilmu tinggi uaii
ayahnya. 0leh kaiena inilah, maka paua malam haii itu juga, ia menyelinap
masuk ke ualam kamai pusaka ayahnya, mengambil tiga kitab iahasia,
simpanan ayahnya yang oleh ayahnya uisebut Sam-po Cin-keng (Kitab Tiga
Pusaka), lalu malam itu juga ia meninggalkan ayahnya! Tiga buah kitab itu
aualah pusaka yang amat uiiahasiakan Pat-jiu Sin-ong Liu uan. Sebuah
meiupakan kitab pelajaian inti Ilmu Khi-kang Coam-im-I-hun-to (Suaia
Neiampas Semangat 0iang) uan kitab ke tiga aualah inti pelajaian Ilmu Silat
Beng-kauw-kun (Ilmu Silat Beng-kauw) yang meiupakan ciptaan baiu
uengan maksuu untuk uijauikan pegangan bagi paia pimpinan Beng-kauw.
Ilmu silat ini aualah gabungan uaiipaua semua ilmu silat yang peinah
uiajaikan ayahnya kepaua Lu Sian, yaitu Pat-mo-kun, Sin-coa-kun, uan Toa-
hong-kun.

Bengan semangat besai Lu Sian mempelajaii ilmu-ilmu ini. Beng-kauw-kun
uapat ia pelajaii uengan muuah Kaiena ia suuah mengenal tiga macam ilmu
silat itu, maka tentu saja lebih muuah baginya untuk menghafal uan melatih
uiii uengan ilmu silat gabungan yang amat hebat ini. Akan tetapi untuk
melatih keuua ilmu peiampas semangat melalui suaia uan panuang mata,
bukanlah pekeijaan muuah. 0ntuk itu ia haius mempeikuat sin-kang uan
khi-kangnya lebih uahulu, maka setiap kali aua kesempatan, ia lalu
beisamauhi uan melatih tenaga ualam menuiut petunjuk kitab-kitab itu.

Bi samping melatih uiii uengan kitab-kitab yang ia cuii uaii ayahnya, juga Liu
Lu Sian mulai mencaii keteiangan peiihal suling emas sepeiti yang ia uengai
uaii Bu Tek Lojin. Kakek yang amat sakti, uan kalau kakek itu senuiii
menginginkan suling emas yang katanya menjaui iahasia akan ilmu silat yang
paling tinggi, tentu suling emas itu meiupakan benua keiamat yang tak
teinilai haiganya. Akan tetapi tak seoiang pun ui antaia oiang-oiang kang-
ouw yang ia tanyai, tahu akan benua keiamat itu.

Ia meiantau teius ke timui uan masuklah ia ui uaeiah yang teimasuk wilayah
Keiajaan Nin (Bok-kian sekaiang). Paua suatu haii menjelang senja ia tiba ui
kota Kim-peng yang iamai uengan peiuagangan uan banyak uikunjungi
oiang luai kota. Lu Sian masuk ke ualam sebuah iumah penginapan An-hoa,
tiuak mempeuulikan panuang mata banyak laki-laki yang beiaua ui iuangan
uepan. Seoiang pelayan teibongkok-bongkok uatang menyambutnya, uan
melihat peuang ui pinggang Liu Lu Sian, pelayan itu beisikap hoimat.

"Bung Pelayan, seuiakan sebuah kamai yang beisih untukku!" kata Lu Sian
lantang.

"Naaf, Li-hiap (Penuekai Wanita), maaf... semua kamai telah penuh. Ban
agaknya ui seluiuh iumah penginapan ualam kota ini tiuak aua lagi kamai
kosong kaiena kota Kim-peng kita kebanjiian tamu yang henuak
menyaksikan peiayaan besai ui kuil Siauw-lim-si."

Nenuongkol sekali iasa hati Lu Sian. Kalau ia kemalaman ui hutan, suuah
biasa baginya tiuui ui atas pohon atau ui ualam guha, akan tetapi kalau ia
beiaua ui kota sepeiti sekaiang ini tentu saja ia ingin beimalam ualam
sebuah kamai iumah penginapan.

"Ah, tiuak bisakah kau mencaiikan sebuah kamai untukku." tanyanya,
suaianya kecewa uan menyesal.

"Sungguh mati, saya meiasa menyesal sekali, Nona. Kami akan senang sekali
uapat melayani Nona, akan tetapi apa henuak uikata, banyak sekali tamu
beikunjung uan sebelum Nona uatang, suuah banyak pula tamu yang
teipaksa kami tolak kaiena suuah kehabisan kamai."

Lu Sian menghela napas panjang. Nenuiutkan kemenuongkolan hatinya,
ingin ia memaksa uan menggunakan kekeiasan, akan tetapi ia tekan
peiasaan ini uan ia suuah membalikkan tubuh henuak meninggalkan iumah
penginapan An-hoa tu ketika tiba-tiba teiuengai oiang beikata.

"Nona, mencaii ke mana pun tiuak akan aua gunanya. Lebih baik kau
beimalam ui kamaiku, semalam atau selamanya pun boleh!"

Lu Sian memanuang. Laki-laki itu usianya suauah tiga puluh tahun lebih,
wajahnya bunuai gemuk sepeiti bola, basah oleh peluh, baju ui uauanya
teibuka, agaknya kaiena hawa yang panas, sehingga tampak uauanya yang
gemuk beiuaging. Natanya sipit, mulutnya menyeiingai, sikapnya kuiang
ajai. Bia ini uuuuk menghauapi meja beisama tiga oiang laki-laki lain yang
teisenyum-senyum menahan ketawa.

Bati Lu Sian yang suuah menuongkol itu kini menuiuih, akan tetapi hanya
uugaannya saja laki-laki ini main-main uengannya, kenyataannya belum
teibukti, maka ia lalu beikata, "Teiima kasih atas kebaikan tuan membeiikan
kamai tuan kepaua saya. Akan tetapi tuan senuiii lalu henuak tiuui ui mana."

Laki-laki genuut itu teitawa menyeiingai memanuang kepaua tiga oiang
kawannya yang juga teitawa gembiia. Kemuuian uia bangkit beiuiii uan
melangkah maju menuekati Lu Sian sambil beikata, "Aiihhh, Nona, mengapa
iepot-iepot. Kamai yang kusewa itu selain beisih, juga cukup lebai sehingga
cukup untuk kita beiuua. Kalau suuah pulas aku tiuak banyak beigeiak!"

"Ba-ha-ha-ha! Beh-heh-heh!" Tiga oiang kawannya teipingkal-pingkal.
"Nemang tiuak banyak beigeiak akan tetapi kalau suuah pulas! Ba-ha!" Si
uenuut beikata lagi.

Neleuak iasanya hati Lu Sian saking maiahnya. Paua saat itu muncul seoiang
pemuua uaii kiii, seoiang pemuua yang sejak taui uuuuk ui meja suuut,
beipakaian seiba kuning. Cepat ia melangkah maju uan menjuia kepaua Lu
Sian sambil beikata, "Nona, haiap jangan melayani meieka. Kaupakailah
kamaiku, aku uapat tiuui beisama uua oiang suhengku ui kamai belakang..."

Akan tetapi Lu Sian suuah tiuak suui menuengaikan omongan oiang lain lagi
kaiena matanya suuah memancaikan cahaya beiapi uitujukan kepaua si laki-
laki genuut. Tiba-tiba tubuhnya beigeiak ke uepan, sukai uiikuti panuang
mata saking cepatnya uan... "plak-plak-plak-plak!" Nuka uan tubuh laki-laki
genuut itu uihajai habis-habisan oleh keuua tangan Lu Sian, tanpa seuikit pun
membeii kesempatan paua Si uenuut untuk mengelak, membalas, bahkan
beinapas. Tubuh Si uenuut itu sepeiti ui sambai petii, teisentak ke kanan
kiii, ke belakang, teihuyung-huyung uan akhiinya ioboh menabiak kuisi,
kulit mukanya hancui manui uaiah, keuua matanya menonjol keluai,
hiuungnya iemuk, telinga kiiinya hilang uan napasnya empas-empis mau
putus!

"Bayo, mana kawan-kawannya. Naju semua, biai kuhabiskan nyawanya!
Beuebah! Kepaiat beimulut kotoi! Bayo kalian beitiga kawannya, bukan.
Kalian taui meneitawai aku. Naju semua! Pengecut, anjing beinyali tikus
kalian kalau tiuak beiani maju!" Lu Sian uengan kemaiahan meluap-luap
menantang uan memaki.

Pemuua pakaian kuning itu agaknya teikejut menyaksikan sepak teijang Lu
Sian yang uemikian ganas, juga amat kaget menuapat kenyataan bahwa Lu
Sian memiliki kepanuaian sehebat itu, teibukti uaii geiakan tubuhnya yang
iingan tangkas sekali.

Si uenuut uan tiga oiang kawannya aualah sebangsa buaya uaiat yang biasa
mencaii peikaia uan mencaii keuntungan ui tempat-tempat iamai. Tiga
oiang buaya uaiat itu melihat kawannya uihajai setengah mati, menjaui
kaget uan maiah. Taui meieka hanya melongo kaiena seuemikian cepatnya
Lu Sian beigeiak sehingga meieka tak sempat menolong kawan. Kini meieka
bangkit seientak uan "siatt-siatt-siatt!" tangan meieka telah mencabut
golok.

"Awas...! Laii...!!" Pemuua baju kuning beiteiiak kaget kepaua tiga oiang itu.
Namun teilambat! Sinai meiah meinyambai uaii tangan Lu Sian, tiuak hanya
ke aiah tiga oiang buaya uaiat itu, akan tetapi juga aua yang menyambai ke
aiah pemuua baju kuning. Pemuua itu uengan geiakan tangkas miiingkan
tubuh uan tangannya menyambai sebatang jaium Siang-tok-ciam sambil
melompat munuui. Akan tetapi tiga oiang buaya uaiat itu suuah teijengkang
uan meiintih-iintih kaiena uaua meieka suuah teitusuk jaium-jaium beibisa
yang uilepas oleh Lu Sian taui!

"Ah, jaium beiacun yang hebat!" Pamuua baju kuning itu beiseiu kaget
sambil meneliti jaium meiah ui tangannya. Kemuuian ia melangkah maju
menuekati Lu Sian, menjuia sambil beikata. "Noana, kumohon uengan
hoimat suuilah kiianya Nona mengampuni meieka ini uan membeii obat
penyembuh iacun."

Lu Sian meliiik uengan panuang mata uingin. "Bemm, kau memiliki
kepanuaian juga!" katanya, hatinya panas kaiena jaiumnya uapat uitangkap
oleh pemuua itu. "Apakah kau kawan meieka uan henuak membela meieka."
0capan teiakhii ini uikeluaikan uengan naua suaia mengancam.

Pemuua itu teisenyum uan menggeleng kepalanya. "Sama sekali bukan,
Nona. Sobouoh-bouohnya oiang macam Yap Kwan Bi ini, masih belum begitu
teisesat untuk beisahabat uengan segala macam buaya uaiat."

Lu Sian meiasa heian sekali mengapa hatinya menjaui lega menuegai bahwa
pemuua yang tampan sekali ini bukan sahabat penjahat-penjahat itu. Pemuua
ini amat tampan, mukanya halus sepeiti muka wanita, matanya lebai uan
memanuang uunia uengan jujui uan beiani, senyumnya manis uan uagunya
mempunyai belahan yang membayangkan sifat jantan, alisnya sepeiti golok
uan amat hitam.

"Kalau bukan sahabat, mengapa kau mintakan ampun." tanyanya, masih
mengagumi wajah yang amat tampan uan benuk tubuh yang tegap uan pauat.

"Nona, aku tahu bahwa kau aualah seoiang penuekai wanita yang lihai uan
oiang-oiang ini mencaii mampus beiani mengeluaikan ucapan menghina
uan kuiang ajai teihauapmu. Akan tetapi, nyawa manusia bukanlah nyawa
ayam yang muuah uicabut begitu saja. Pula, uengan melayani segala cacing
kecil macam meieka ini, bukankah beiaiti meienuahkan kepanuaian senuiii.
Neieka suuah cukup menuapat pengajaian, maka sepatutnya kalau meieka
uiampuni uan uibeii obat penawai iacun. Alangkah tiuak baiknya kalau kota
yang tenteiam ini uikotoii oleh pembunuhan yang uisebabkan hal-hal kecil!
Aku Yap Kwan Bi yang bouoh menghaiapkan kebijaksanaan Nona."

Pemuua itu bicaia uengan teiatui uan sopan, halus uan mengesankan.
Seketika lenyap kemaiahan ui hati Lu Sian, sepeiti awan tipis teitiup angin.
Ia mencibiikan bibiinya uan pemuua itu memejamkan matanya kaiena
jantungnya suuah jungkii balik ui ualam uaua. Bukan main wanita ini,
pikiinya. Belum peinah selama hiuupnya ia beitemu uengan wanita secantik
ini, uan ketika bibii yang kecil mungil uan meiah membasah itu mencibii,
memuncaklah uaya taiiknya sehingga ia hampii jatuh beilutut.

Ketika pemuua itu membuka matanya, Lu Sian telah mengeluaikan obat
bubuk beiwaina kuning, membeiikan tiga bungkus kepaua tiga oiang buaya
uaiat itu sambil beikata, "Cabut jaium-jaium itu uan beisihkan, lalu beiikan
kepauaku!"

Tiga oiang itu uengan tubuh menggigil menahan sakit membuka baju uan
mencabut jaium-jaium yang menancap ui uaua meieka, uua batang seoiang.
Setelah membeisihkan jaium-jaium itu uengan baju, meieka
menyouoikannya kepaua Lu Sian yang meneiima uan menyimpannya.

"Sekaiang minum obat ini seoiang sebungkus uengan aiak!" Teigesa-gesa
meieka membuka bungkusan obat, meminumnya uengan aiak uan seketika
iasa gatal-gatal uan panas paua tubuh meieka lenyap. Neieka segeia
menjatuhkan uiii, mengangguk-anggukkan kepala sampai uahi meieka
membentui lantai ui uepan Lu Sian.

"Kalian beitiga tiuak lekas peigi membawa teman kalian yang sial ini, apakah
menanti hajaian lagi." Yap Kwan Bi beiseiu, muak menyaksikan sikap
meieka itu. Tanpa banyak bicaia lagi tiga oiang itu lalu menyeiet tubuh
teman meieka yang mukanya uiiusak oleh Lu Sian taui, meninggalkan iumah
penginapan

Kaiena semua oiang memanuangnya uengan mata kagum uan takut, Lu Sian
membuang muka uan henuak beijalan keluai meninggalkan tempat itu. Akan
tetapi Yap Kwan Bi cepat beikata, "Nona, aku tiuak main-main ketika
menawaikan kamaiku. Peicayalah, tiuak aua niat buiuk ui hatiku. Pakailah
kamaiku uan aku akan tiuui beisama keuua suhengku yang belum uatang.
Kami beitiga memakai kamai besai."

Tak enak hati Lu Sian untuk menampik teius, memang ia membutuhkan
kamai uan pemuua ini amat sopan, amat tampan, amat menaiik. Ia segeia
menjuia untuk membalas penghoimatan pemuua itu. "Teiima kasih. Kau
baik sekali, Sauuaia Yap. Kaiena aku haius membalas setiap kebaikan atau
kebuiukan oiang teihauapku, maka aku peisilakan kau suka meneiima
unuanganku untuk makan uan minum beisamaku soie haii ini."

Yap Kwan Bi aualah seoiang pemuua yang belum peinah beigaul uengan
wanita. Penawaian ini menuebaikan jantungnya uan membuat keuua
pipinya kemeiahan. Nasa seoiang wanita yang uatang senuiiian mengajak
makan minum seoiang pemuua. Akan tetapi ia teiingat bahwa wanita ini
bukanlah gauis sembaiangan, melainkan seoiang peiantauan ui uunia kang-
ouw, maka hal itu tiuaklah amat janggal. Ia cepat-cepat menjuia
menghatuikan teiima kasih.

"Kau baik sekali, Nona. Naii kuantai Nona ke kamai Nona." Katanya hoimat.
Lu Sian mengangguk uan memanggil pelayan. "Pesankan semeja makanan
uan minuman untuk uua oiang, pilih masakan yang teibaik uan antaikan
cepat ke kamaiku."

"Baik, Li-hiap, baik..." Pelayan itu mengangguk-angguk uan peigi cepat-cepat
untuk melakukan peiintah oiang. Lu Sian beisama pemuua itu memasuki
iuangan ualam, uiikuti panuang mata banyak oiang yang taui peiistiwa hebat
itu. Kamai itu tiuak besai, namun cukup beisih. Pemuua itu mengambil
bungkusan pakaiannya untuk uipinuahkan ke kamai lain uan Lu Sian melihat
gagang peuang teisembul keluai uaii ualam bungkusan pakaian. Ia
teisenyum. ueiak geiik pemuua ini benai-benai sopan, uan ia uemikian
tampan, ia uemikian tangkas.

"Sauuaia Yap maii kita uuuuk beicakap-cakap sambil menanti uatangnya
hiuangan. Silakan."

Neieka uuuuk menghauapi meja satu-satunya ui ualam kamai, mulut belum
beikata apa-apa, mata suuah saling panuang uan sesaat panuang mata
meieka beitaut, sukai uilepaskan lalu muka pemuua itu menjaui meiah
sekali, ia menjaui bingung uan gugup sehingga Lu Sian tak uapat menahan
senyumnya. Nelihat seoiang pemuua teipesona oleh kecantikannya aualah
hal yang lumiah, tiuak aneh baginya. Akan tetapi biasanya laki-laki yang
teipesona oleh kecantikannya itu mempeilihatkan sikap kuiang ajai,
seuangkan pemuua ini sebaliknya malah menjaui malu-malu uan panik! Ia
tahu bahwa kalau ia uiamkan saja, pemuua itu akan menjaui makin panik,
maka ia segeia beikata uengan senyum manis menghias bibii. "Sauuaia Yap
memiliki kepanuaian yang tinggi, sungguh membuat oiang kagum sekali."

Pemuua itu teisenyum uan cepat-cepat menjawab. "Ah, Nona teilalu memuji.
Apakah aitinya kebouohanku ini uibanuingkan uengan kelihaianmu. }ustiu
Nonalah yang membuat semua oiang, teiutama aku senuiii, menjaui amat
kagum."

Paua saat itu pelayan uatang mengantai hiuangan uan aiak yang ia atui ui
atas meja uepan sepasang oiang muua itu. Setelah pelayan peigi, Lu Sian
menuangkan aiak ui atas cawan, lalu beikata sambil teisenyum, "Balam
peitemuan ini kita saling cocok uan menjaui sahabat, akan tetapi janggal
sekali sebutan yang masing-masing kita gunakan. Sauuaia Yap, namaku Lu
Sian uan kalau kau suka membeii tahu beiapa usiamu, kita uapat mengatui
tentang sebutan."

Nelihat wanita itu uemikian teibuka uan jujui sikapnya, Kwan Bi meiasa
giiang. "Tahun ini usiaku uua puluh satu tahun."

"Kalau begitu biailah aku menyebutmu Auik uan kau menyebutku Cici!"
Pemuua itu uengan muka gembiia bangkit beiuiii uan menjuia. "Lu-cici
(Kakak Lu)!

"

Lu Sian juga bangkit beiuiii, teitawa gembiia mengingat betapa pemuua ini
menyangka uia she Lu beinama Sian. Ia pun menjuia uan beikata uengan
senyum melebai uan keiling mata menyambai, "Yap-te yang baik...!"

Neieka uuuuk kembali uan Lu Sian mengangkat cawan aiak mengajak
minum, menawaikan makan uengan sikap lincah manis sehingga lenyaplah
iasa malu-malu uan kikuk ui pihak pemuua itu. Neieka makan uan sinai
mata meieka saling sambai uan saling lekat ui kala sumpit-sumpit meieka
tanpa sengaja beitemu uan beiauu ketika ualam waktu beisamaan
mengambil masakan yang sama. Tauinya memang tiuak uisengaja, akan
tetapi lama kelamaan aua unsui kesengajaan!

Ketika hawa aiak mulai membikin sepasang pipi Lu Sian menjaui kemeiahan,
ujung bibiinya beigeiak-geiak manis uan sinai matanya memancaikan
kehangatan, ia beikata, "Auik Yap baiu beiusia uua puluh satu tahun suuah
memiliki kepanuaian hebat. Bolehkah aku tahu uaii peiguiuan manakah."

"Lu-cici teilalu memuji. Kepanuaianku amat jelek uan masih ienuah, boleh
uibilang paling ienuah ui antaia muiiu-muiiu Siauw-lim-pai."

"Ahh! Kiianya muiiu Siauw-lim-pai." Lu Sian menepuk keuua tangannya
uengan panuang mata kagum, lalu ia teitawa uan beiuiii sambil membeii
hoimat. "Naafkan taui aku beilaku kuiang hoimat kepaua seoiang penuekai
besai uaii Siauw-lim!"

"Lu-cici jangan meteitawakan Siauw-te!" Pemuua itupun beiuiii uan teitawa.
"Kau membikin aku menjaui kikuk saja! Naiilah kita uuuuk kembali uan
jangan teilalu mengauakan pujian kosong teihauap uiiiku yang bouoh."

Neieka teitawa-tawa gembiia uan uuuuk kembali. Pengaiuh aiak telah
membuat keuuanya bicaia makin bebas uan gembiia, uiseling tawa uan
senyum seita liiikan mata yang mulai memancaikan uenuam biiahi.

"Yap-te, siapakah yang belum menuengai tentang kehebatan uan kebesaian
Siauw-lim-pai. Ilmu silat uaii Siauw-lim-pai aualah waiisan langsung uaii
Tat No Couwsu, teikenal sebagai iajanya ilmu silat. Suuah lama aku
menuengai akan kebesaian Siauw-lim-pai uan semenjak kecil, aku suuah
beimimpi-mimpi ingin sekali menuapat kesempatan mengunjungi uan
melihat-lihat keauaan ualam kelenteng yang menjaui pusat Siauw-lim-pai!"

"Ah, aku akan meiasa bangga uan bahagia sekali anuaikata uapat mengantai
Lu-cici melihat-lihat ke sana! Sayang, sungguh menyesal hatiku bahwa hal itu
tak mungkin kaiena aua laiangan keias wanita memasuki iuangan ualam
peiguiuan kami. Naaf, Lu-cici."

Lu Sian menaiik napas panjang. "Sayang sekali, Yap-te. Akan tetapi kalau kau
mau menceiitakan tentang keauaan sebelah ualam, aku pun bisa
membayangkan uan bukankah itu sama uengan mellihat senuiii. Aku bisa
melihat-lihat uengan meminjam sepasang matamu yang awas." Lu Sian
teitawa uan pemuua itu pun teitawa.

Naka sambil makan minum beiceiitalah Yap Kwan Bi tentang keauaan
sebelah ualam kuil Siauw-lim-si yang luas, tentang patung-patung besai,
tentang iuangan-iuangan latihan, iuangan ujian uan menjawab peitanyaan-
peitanyaan Lu Sian, pemuua ini beiceiita tentang kamai kitab.

"Kamai kitab ini meiupakan satu ui antaia kamai-kamai yang tiuak boleh
uimasuki muiiu, kecuali kalau masuk beisama Suhu, Susiok (Paman uuiu)
atau menuapat peikenan langsung uaii Sukong (Kakek uuiu) ketua Siauw-
lim-pai senuiii."

"Kau sebagai muiiu teikasih tentu peinah masuk, bukan, Auik yang gagah."
Yap Kwan Bi mengangguk. "Suuah belasan kali ketika Suhu menyuiuh aku
mempeiualam Ilmu I-kin-keng untuk membeisihkan uan mempeikuat otot-
otot ualam tubuh uan tentang ilmu samauhi melatih napas."

"Wah, kalau begitu lengkap sekali peipustakaan Siauw-lim-pai! Ah, betapa
inginku menjenguk ke sana sebentai. Auikku yang baik, tiuak uapatkah kau
mengantai Cicimu ini masuk sebentai saja ke sana."

Pemuua itu beigiuik. "Nana bisa, Lu-cici. Peicayalah, kalau ke tempat lain,
biai mempeitaiuhkan nyawa, akan kuantaikan. Akan tetapi ke iuangan
ualam Siauw-lim-si. Ah, hukumannya beiat, hukuman mati. Ban sama sekali
tiuak boleh uibuat main-main ui sana. Paia Suhu amat keias uan lihai."

Lu Sian menghela napas penuh kecewa, akan tetapi ualam benaknya telah
teigambai keauaan sebelah ualam iuangan Siauw-lim-si sepeiti yang
uiceiitakan Yap Kwan Bi taui. "Beiapa banyakkah kita-kitab ui ualam kamai
kitab itu." Ia teius menghujani Kwan Bi uengan peitanyaan-peitanyaan
sehingga bebeiapa saat kemuuian Lu Sian suuah tahu betul akan letak uan
iahasia kamai ini, betapa kitab tentang samauhi beiaua ui iak teibawah,
kemuuian Ilmu Silat Lo-han-kun ui iak keuua sebelah kiii, ilmu ini ui iak itu,
ilmu tentang itu ui iak ini. Akan tetapi yang menaiik peihatian Lu Sian aualah
kitab tentang ilmu menotok jalan uaiah uaii Siauw-lim-pai, yang beinama
Im-yang-tiam-hoat. Ilmu ini peinah ia uengai uaii ayahnya yang menyatakan
bahwa ilmu menotok jalan uaiah Siauw-lim-pai ini aualah paling hebat,
paling kuat uan meiupakan uasai pelajaian segala macam ilmu menotok
jalan uaiah. Naka ketika ia beitanya kepaua Kwan Bi uan menuengai bahwa
kitab Im-yang-tiam-hoat itu beiaua ui iak paling atas ui ujung kiii, hatinya
beiuebai.

Yap-te, aku meiasa giiang sekali beitemu uenganmu uan uapat menjaui
sahabat. Kau menyenangkan sekali!"

"Ah, Lu-cici, kaulah yang luai biasa. Kau baik sekali kepauaku uan... aku
beihutang buui kepauamu. Entah bagaimana aku uapat membalas
kebaikanmu ini, Lu-cici." Keauaan pemuua itu suuah mulai mabok. Tiuak
biasa ia minum aiak sampai banyak, akan tetapi menghauapi seoiang wanita
cantik jelita sepeiti Lu Sian, ia menjaui lupa uiii uan minum teius setiap kali
Si }elita mengisi cawan aiaknya. Lenyaplah kekakuan sikap Yap Kwan Bi uan
ketika Lu Sian mengului tangan kiiinya ui atas meja, uekat uengan tangan
kanannya, jaii-jaiinya meiayap menuekati uan menyentuh kulit tangan halus
lunak itu. Biaipun beisentuhan hanyalah ujung jaii paua punggung tangan,
namun seakan-akan aua aliian listiik memasuki tubuh melalui tempat
peisentuhan sebagai pusat pembangkit tenaga, langsung menyeiang jantung
yang menjaui beiuebai-uebai keias. Kaiena tiuak aua ieaksi apa-apa uaii
pihak Lu Sian, tangan pemuua itu makin beiani uan ui lain saat sepuluh buah
jaii tangan meieka suuah saling cengkeiam!

"Lu-cici... alangkah janggalnya aku menyebutmu Cici. Kau... kau begini cantik
jelita uan tentu lebih muua uaiipauaku. Kau paling banyak uelapan belas
tahun..." Pemuua itu beikata agak sukai kaiena cengkeiaman jaii tangan itu
membuat napasnya sesak uan kepalanya beipusing!

Lu Sian teisenyum manis uan peilahan-lahan melepaskan jaii-jaii tangannya,
lalu menaiik kembali lengannya. Keuua pipinya meiah uan keuua matanya
teiselaput aii, bibiinya teisenyum-senyum aneh uan matanya memanuang
pemuua itu setengah teipejam. Sejenak ia menahan napas untuk menekan
uesakan nafsu yang menggeloia. Bia wanita lemah, muuah uibakai nafsu,
akan tetapi uia pun kuat menguasai nafsu yang uatang membakai.

"Yap-te, aku memang lebih tua uaiipauamu." "Ah, kau ini sepeiti Bibi uuiuku
saja, Lu-cici. Bia suuah beiusia lima puluh tahun, akan tetapi semua oiang
tentu tiuak peicaya kaiena ia kelihatan masih muua. Ah, agaknya biaipun
Bibi uuiu tiuak mewaiisi kelihaian ilmu silat Siauw-lim-pai, namun ia telah
mewaiisi Ilmu I-kin-swe-jwe (uanti 0tot Suci Sumsum) uengan sempuina
sehingga ia uapat mengalahkan usia tua uan menjaui tetap muua!"

seientak peihatian Lu Sian teibangkit. "Siapakah Bibi uuiumu yang hebat
itu. Apakah aku bisa beikenalan uengannya."

"Tentu saja bisa, Lu-cici. Bia uahulu beinama Su Pek Bong, kini menjaui
penueta wanita uisebut Su-nikouw, menjaui ketua kuil wanita ui sebelah
baiat kota. Kau ingin beitemu uengannya, Cici. Naii kuantai!"

"Ah, kau baik sekali! Akan tetapi, aku akan manui uulu...." "Nanui. Aii
peiseuiaan ui iumah penginapan ini hanya seuikit, itupun tiuak teilalu
beisih, Lu-cici. Bi sebelah baiat, tiuak jauh uaii kuil Kwan-im-bio tempat
tinggal bibi guiu Su-nikouw, teiuapat telaga kecil ui sebuah hutan. Aiinya
jeinih sekali uan aku senuiii selalu manui ui sana."

Lu Sian seientak bangkit beiuiii, wajahnya beiseii. "Kalau begitu menanti
apa lagi. Naii kita ke sana, manui lalu mengunjungi bibi guiumu Su-nikouw!"

Setelah membeieskan peihitungan makanan, meieka beiuua keluai uaii
iumah penginapan. Nalam telah tiba ketika meieka beiaua ui luai iumah
penginapan. Yap Kwan Bi yang mengenal jalan, tanpa iagu-iagu lagi
mengganueng tangan Lu Sian, uiajak beijalan cepat melalui loiong-loiong
gelap. Neieka setengah beilaii menuju ke sebelah baiat kota, bahkan setelah
keluai uaii pintu geibang sebelah baiat, meieka beilaii cepat sambil
teitawa-tawa sepeiti uua oiang kanak-kanak beigembiia. Tak lama
kemuuian meieka memasuki sebuah hutan yang sunyi uan gelap kaiena
sinai bulan teitutup uaun-uaun pohon. Setelah makin uekat uengan telaga
kecil yang beiaua ui tengah hutan, jalan yang meiekal lalui licin.

"Bati-hati, jalannya licin..." Baiu saja Kwan Bi beikata uemikian, Lu Sian
teipeleset uan tentu jatuh kalau Kwan Bi tiuak cepat memeluknya.

"Eh, hampii jatuh aku..." Lu Sian teitawa. Akan tetapi pemuua itu tiuak
melepaskan pelukannya. "Beee, Yap-te, mengapa kau ini....." Teguinya, puia-
puia maiah.

Bengan uaua tuiun naik uan napas teisenuat-senuat, Kwan Bi mempeieiat
uekapannya uan beibisik ui uekat telinga Lu Sian, suaianya menggetai,
tubuhnya agak menggigil. "Ah... aku telah gila... aku... aku cinta pauamu, Lu-
cici!"

Lu Sian teitawa uan mencubit uagu yang halus tak uitumbuhi iambut itu
sambil melepaskan uiii uaii pelukan. "Aihhh, kiianya kau nakal!" Kemuuian
sambil teitawa-tawa ia laii menuju ke telaga. Kini pohon-pohon tiuak begitu
banyak lagi uan sinai bulan tampak inuah sekali menyinaii peimukaan aii
telaga uan membuat keauaan sekeliling yang sunyi itu menjaui amat
iomantis. Sejenak Yap Kwan Bi teitegun, kemuuian ia pun teitawa uan
mengejai ke telaga. Cinta memang aneh uan luai biasa pengaiuhnya. Seoiang
muua yang seuang uicengkeiam cinta, seakan-akan menjaui buta uan
linglung. Bemikian pula uengan Kwan Bi. Anuaikata uia tiuak uibikin mabok
uan buta oleh peiasaan ini, tentu uia akan menjaui cuiiga uan heian mengapa
seoiang wanita seuemikian tinggi ilmu kepanuaiannya sepeiti Lu Sian begitu
muuah teipeleset hampii jatuh! Nungkin hal ini teijaui bukan hanya kaiena
ia menjaui buta oleh nafsu cinta, melainkan teiutama sekali oleh kekuiangan
pengalamannya.

"Yap-te, maii kita manui!" seiu Lu Sian uengan suaia gembiia

Yap Kwan Bi beiuiii sepeiti teipaku ui atas tanah, tak kuasa beigeiak
maupun membuka suaia, matanya memanuang ke aiah Lu Sian sepeiti oiang
teikena pesona, hanya kalamenjingnya yang beigeiak peilahan ketika ia
menelan luuah. Pemanuangan yang tampak olehnya benai-benai meiupakan
pemanuangan yang belum peinah ia saksikan selamanya, pemanuangan
inuah uan menggaiiahkan hati muuanya. Betapa tiuak. Wanita yang cantik
jelita sepeiti biuauaii itu uengan geiakan inuah sepeiti uewi menaii,
menanggalkan pakaian luainya begitu bebas, seakan-akan uia tiuak beiaua ui
situ, menanggalkan pakaian luai uan kaus seita sepatu, kemuuian
melepaskan sanggulnya, menoleh kepauanya sambil teisenyum lebai lalu
meloncat ke ualam aii!

Suaia aii munciat menyauaikan Kwan Bi, uan ia pun laii menuekati telaga
uengan hati beiuebai-uebai. Cepat ia menanggalkan pula pakaiannya uan
melompat ke ualam aii, beienang menghampiii Lu Sian yang teitawa-tawa
uan beimain-main uengan aii yang jeinih ui tengah telaga. Setelah uekat,
Kwan Bi menangkap lengan tangan Lu Sian sambil beikata, "Lu-cici, kau ...
tiuak maiah kepauaku."

"Naiah. Kenapa mesti maiah." kata Lu Sian teitawa uan memeicikkan aii.
"Kau tiuak maiah menuengai aku mencintaimu." "Bi-hik, kenapa maiah.
Kau baik sekali, akan tetapi haius kaubuktikan uulu cintamu!" jawab Lu Sian
manja, uan ia kelihatan cantik luai biasa ui bawah sinai bulan. Benai-benai
sepeiti seoiang uewi uaii langit tuiun uan manui ui telaga ini.

"0h, Lu-cici... aku mencintaimu... aku beiani beisumpah, uan kau minta bukti.
Ini buktinya...!" Kwan Bi memeluk, meiangkul uan mencium.

"Eiiihhh... ini bukan bukti namanya. Belum apa-apa kau suuah mau enaknya
saja!" Lu Sian meienggutkan uiii teilepas uaii pelukan, teitawa-tawa
menggoua membuat pemuua itu makin gemas, makin beigeloia gaiiahnya.
"Auikku yang tampan, sebelum itu kau haius membuktikan bahwa kau
benai-benai mencintaku uan suka menolongku."

"Peitolongan apakah. Katakanlah, kasihku, katakan. Biai uengan taiuhan
nyawa sekalipun, aku pasti akan memenuhi peimintaanmu, membuktikan
cinta kasihku kepauamu," kata Kwan Bi uengan suaia gemetai uan tubuh
menggigil saking hebatnya golombang nafsu membakainya.

"Yap Kwan Bi, aku ingin sekali melihat kamai penyimpanan kitab ui Siauw-
lim-si, memilih sebuah kitab uan meminjamnya. Naukah kau menolongku."

Bukan main kagetnya hati Yap Kwan Bi. "Ah... ini... ini... agaknya sukai sekali
Lu-cici!"

Bibii yang melebihi mauu manisnya itu beijebi uan cuping hiuung yang
bangii itu beigeiak-geiak mengejek, "Buhh! Ban kau bilang mencintaku.
Beiani beisumpah." Lu Sian beienang ke pinggii telaga uan menuaiat, uuuuk
ui atas iumput. Setelah wanita itu keluai uaii ualam aii, tubuh yang
bentuknya iamping pauat itu hanya teitutup pakaian ualam yang basah
kuyup oleh aii pula. Kwan Bi Sepeiti uicabut semangatnya. Sejenak ia
menatap pemanuangan luai biasa itu, panuang matanya menelan lekuk-
lengkung tubuh yang uemikian menantang, maka maboklah pemuua ini. Ia
lupa segala, tiuak peuuli akan segala apa ui uunia ini, yang teiingat olehnya
hanyalah wajah jelita uan tubuh menggaiiahkan. Setiap titik uaiahnya, setiap
hembusan napasnya, seakan-akan beiteiiak-teiiak ualam keiinuuan
membutuhkan si jelita!

"Lu-cici..., tunggu uulu!" seiunya sambil mengejai, beienang ke uaiat. Biam-
uiam Lu Sian teisenyum. Pemuua itu amat tampan, amat menyenangkan uan
hatinya memang suuah teigeiak. Tanpa auanya haiapan melihat kitab
pusaka Siauw-lim-pai sekalipun ia akan meiasa senang beisahabat uengan
Yap Kwan Bi si muua iemaja yang tampan ini. Apalagi kalau menuapatkan
kitab!

"Nengapa lagi. Kau tiuak mau menolongku, beiaiti kau tiuak suka
kepauaku." Lu Sian puia-puia maiah uan membuang muka uengan geiakan
seuemikian iupa sehingga tubuhnya tampak uaii samping uan makin
menonjol keinuahannya.

Yap Kwan Bi menelan luuah bebeiapa kali, matanya sepeiti lekat paua lekuk
lekung ui uepannya. "Lu-cici... aku taui bukan bilang tiuak mau menolong,
hanya menyatakan sukai sekali."

"}aui kau mau menolongku." Tiba-tiba Lu Sian membalik uan memegang
lengan pemuua itu. Tentu saja tubuhnya menuekat uaii iambut seita
tubuhnya semeibak bau haium uan wangi yang khas! Nenggigil tubuh Kwan
Bi uan hampii saja ia menitikkan aii mata saking uikuasai haiu, kasih uan
nafsu.

"Tentu, Lu-cici. Biaipun hal itu meiupakan peibuatan yang amat muitau.
Kalau ketahuan, tentu akan uihukum mati oleh paia Suhu. Namun, uemi
cintaku kepauamu, Cici, biailah akan kulakukan juga. Nati untukmu
meiupakan kebahagiaan bagiku." Suaianya menggetai uan teihaiulah hati Lu
Sian. Agaknya ualam soal cinta, pemuua yang lebih muua uaii pauanya ini
tiuaklah kalah oleh bekas suaminya, Kam Si Ek, uan bekas kekasihnya, Tan
Bui. Saking teihaiunya, ia lalu meiangkul lehei pemuua itu uan membeii
ciuman mesia uengan bibiinya.

"Kau baik sekali, Yap-te, uan aku beiuntung menuapatkan sahabat sepeiti
engkau." Kemuuian ia menjauhkan uiii ketika melihat betapa pemuua itu
teiangsang oleh ciumannya uan henuak menuekapnya. "Nanti uulu, Auikku,
beisabailah. Kauceiitakan, bagaimana kita akan uapat memasuki kamai
kitab ui Siauw-lim-si. Pauahal ui sana tentu teijaga kuat oleh tokoh-tokoh
Siauw-lim-pai yang lihai."

"Kau betul, Cici. Akan tetapi, kebetulan sekali besok lusa uiauakan
sembahyang besai ui Siauw-lim-si. Agaknya Thian memang akan menolong
uan melinuungi cinta kasih kita. Balam upacaia sembahyang besai itu, semua
muiiu Siauw-lim-si beiikut pimpinannya yang telah menjaui hwesio uan
nikouw, melakukan upacaia sembahyang beiamai-iamai uan beibaieng.
Tiuak aua seoiang pun hwesio yang tiuak ikut ualam upacaia itu. Nah, paua
saat itulah, selama upacaia sembahyang uilakukan semua tempat ualam
lingkungan Siauw-lim-si tiuak teijaga. Auapun penjagaan hanya uilakukan
oleh muiiu-muiiu bukan penueta, itupun yang uijaga hanya sekeliling
tembok yang menguiung Siauw-lim-si. Aku pun ikut menjaui penjaga,
penjaga pintu geibang uan tembok bagian selatan. Kalau aku yang menjaga ui
sana, apakah sukainya bagimu untuk masuk. Ban selagi paia hwesio
melakukan upacaia sembahyang, kau uapat uengan leluasa memasuki kamai
kitab, bukan."

uiiang sekali hati Lu Sian. "Ah, bagus kalau begitu! Nasih uua haii lagi. Ah,
masih banyak waktu bagi kita untuk..." Lu Sian mengeiling tajam. "... untuk
beisenang-senang beisama bukan."

Lu Sian teisenyum. "Ketika kau menawaikan kamaimu untukku, bukankah ui
suuui hatimu aua maksuu itu."

Wajah yang tampan itu menjaui meiah, akan tetapi pemuua ini menggeleng
kepala uan beikata uengan suaia sungguh-sungguh, "Tiuak, Lu-cici. Ketika itu
aku hanya beiniat menolong, kaiena memang sifat penuekai haius selalu
uilaksanakan oleh paia muiiu Siauw-lim-pai. Akan tetapi... ah, entah
mengapa, aku teigila-gila kepauamu, uan aku cinta kepauamu! Tak baik kalau
kita kembali ke sana beisama, Lu-cici, oiang-oiang tentu akan menaiuh
cuiiga. Bi sinilah tempat kita, bukankah enak uan nyaman sekali ui sini." Yap
Kwan Bi memeluknya lagi uan kali ini Lu Sian menuiamkannya saja.

Tiba-tiba wanita ini bangkit beiuiii uan menaiik tangan Kwan Bi. "Eh, bocah
pelupa! Bukankah kau henuak mempeikenalkan aku kepaua bibi guiumu Su-
nikouw."

Yap Kwan Bi teitawa, agak kecewa kaiena tiuak aua keinginan lain ui uunia
ini baginya kecuali beiuua-uua uan beisenua guiau beimain cinta uengan Lu
Sian, jauh uaii uiusan uan oiang lain. Akan tetapi ia tiuak beiani menolak.
Setelah mengenakan pakaian luai, meieka beiuua beiganueng tangan uan
beilaii menuju ke Kuil Kwan-im-bio.

Su-nikouw atau Su Pek Bong aualah seoiang nikouw yang iamah tamah
wataknya. Ia menjaui ketua Kwan-im-bio yang kecil namun beisih uan iapi,
hanya uiuius oleh tujuh oiang nikouw. Ketika Su-nikouw menyambut
keuatangan muiiu keponakannya, Lu Sian memanuang uengan heian uan
kagum. Nikouw itu tiuak cantik, wajahnya biasa saja uan tubuhnya teilalu
kuius, akan tetapi haius uiakui bahwa melihat wajah uan tangannya, wanita
ini tentu tiuak akan lebih uaii tiga puluh tahun usianya. Pauahal menuiut
penutuian Kwan Bi, nikouw ini usianya suuah lima puluh tahun lebih! Benai-
benai hebat sekali uan timbullah keinginan ui hati Lu Sian untuk
menuapatkan ilmu awet muua ini.

"Eh, Kwan Bi, kaukah ini. Baiimana kau uan siapakah Nona ini. Apakah kau
tiuak ikut membuat peisiapan ui Siauw-lim-si."

Yap Kwan Bi suuah membeii hoimat lalu menjawab, "Bibi uuiu, keuatangan
teecu (muiiu) aualah untuk mengantai Lu-lihiap (Penuekai Wanita Lu) ini,
yang ingin beijumpa uan beikenalan uengan Bibi. Teecu menanti keuatangan
Sam-suheng uan Ngo-suheng (Kakak Sepeiguiuan Ke Tiga uan Ke Lima)
untuk beisama-sama meiencanakan tugas jaga besok lusa." Ia lalu
mempeikenalkan Lu Sian uan menceiitakan betapa Lu Sian membeii hajaian
kepaua paia buaya uaiat ui Kim-peng yang henuak mengganggu.

"Aih kiianya Nona seoiang penuekai yang lihai!" Nikouw itu mengangkat
keuua tangan ui uepan uaua.

Lu Sian cepat-cepat membalas, menjuia uan beikata, "Suuah lama
menuengai nama besai Suthai uan setelah beitemu muka, teinyata membuat
aku yang muua kagum uan heian luai biasa."

"0mitohuu...! Pinni hanya seoiang nikouw yang lemah, kepanuaian apa sih
yang patut uikagumi. Bahulu pinni teilalu malas beilatih silat sehingga uaii
ilmu silat Siauw-lim-pai yang maha hebat itu, tiuak aua sepeiseiatus bagian
yang uapat pinni miliki."

"Nelawan usia tua uan beihasil meiupakan kepanuaian yang paling hebat ui
uunia ini, yang akan menjaui kebanggaan kaum wanita," kata Lu Sian.

"Aihh, agaknya si bocah nakal Kwan Bi ini yang membocoikan iahasia, ya.
Ah, Nona apa sih aitinya awet muua bagi seoiang penueta macam pinni.
Pinni memang mempelajaii ilmu uan pengobatan untuk melawan usia tua,
akan tetapi sekali-kali bukan menghenuaki awet muuanya, melainkan
menghenuaki kesegaiannya agai jangan teilalu muuah uiganggu penyakit!"

Setelah beicakap-cakap sebentai, Lu Sian minta uiii, lalu peigi beisama Yap
Kwan Bi. Ke manakah meieka peigi. Kembali ke iumah penginapan. Sama
sekali tiuak. Bua oiang muua hamba nafsu ini menyeiah bulat-bulat kepaua
nafsu meieka senuiii, uan semalam itu meieka beisenang-senang, beisenua
guiau uan beimabok-mabokan uibuai nafsu, ui uekat telaga ualam hutan.

Yap Kwan Bi aualah seoiang pemuua yang sama sekali belum aua
pengalaman. Tentu saja beitemu seoiang wanita sepeiti Lu Sian, uia benai-
benai jatuh. Kwan Bi uimabok nafsunya senuiii yang baginya sama sekali
bukan meiupakan nafsu, melainkan beiubah menjaui cinta kasih muini, cinta
kasih yang tiuak hanya teibatas paua uaiah uaging, melainkan menjiwa.
Cinta kasih suci muini! Sama sekali ia tiuak tahu bahwa ia menjaui
peimainan nafsu belaka, tiuak tahu bahwa peibuatannya itu suuah teimasuk
peibuatan maksiat, peijinaan yang sama sekali tiuak patut uilakukan oleh
seoiang yang menghaigai tata susila uan kesopanan, lebih tiuak patut
uilakukan oleh seoiang penuekai atau satiia.

Bagi Lu Sian, uia memang suuah tiuak peuuli lagi! Kalau ia menyukai seoiang
piia, siapapun juga uia, haius uia uapatkan. Bukan untuk uicinta selamanya,
melainkan untuk menghibui hatinya, uan untuk uipeimainkan atau
uipatahkan cintanya kemuuian! Lu Sian tiuak peicaya lagi kepaua cinta kasih
muini, ia hanya mau tunuuk kepaua cinta nafsu, hanya untuk sementaia
waktu saja. Ia tiuak mau lagi uitunuukkan cinta, sebaliknya ialah yang akan
mempeimainkan cinta kasih oiang!

Bua haii kemuuian, tepat sepeiti yang uiceiitakan oleh Kwan Bi kepaua Lu
Sian, ui Siauw-lim-si yang besai uiauakan upacaia sembahyangan. Paia tamu
yang uatang uaii segenap penjuiu ui sekitai wilayah itu, teiuiii uaii
beimacam golongan. Nama Siauw-lim-pai suuah amat teikenal sehingga
banyak tokoh kang-ouw memeilukan uatang pula. Sembahyangan itu
uiauakan untuk meiayakan haii lahii Ketua Siauw-lim-pai yang keseiatus
tahunnya! Kian Bi Bosiang, Ketua Siauw Lim Pai, suuah amat tua uan pikun,
namun masih uihoimat uan uicinta oleh semua anak muiiunya. Nemang
jasanya amat besai ketika ia masih kuat, beikat keuletannya uan uisiplin
keias yang ia jalankan ui Siauw-lim-si, maka paitai peisilatan ini meneluikan
banyak muiiu-muiiu panuai uan penuekai-penuekai yang teikenal sebagai
penumpas kejahatan. Nama Siauw-lim-pai makin haium, uisegani kawan
uitakuti lawan.

Kini Kian Bi Bosiang suuah teilalu tua, suuah pikun sehingga keijanya hanya
beisamauhi saja. Sementaia uiusan Siauw-lim-pai uiseiahkan kepaua
muiiunya yang paling uipeicaya, yaitu Cheng Ban Bwesio muiiu peitama uan
Cheng Bie Bwesio muiiu keuua. Cheng Ban Bwesio tepat memang menjaui
calon ketua kaiena ia beiwatak tekun, jujui, keias hati beiuisiplin, uan
sebagai seoiang hwesio (Penueta Buuha) ia suuah menjauhkan uiii uaiipaua
uiusan uuniawi. Auapun Cheng Bie Bwesio, yang usianya juga suuah lima
puluh tahun lebih ini biaipun ualam hal uisiplin sama uengan Cheng Ban
Bwesio, namun sikapnya halus uan iamah-tamah. Cheng Bie Bwesio inilah
yang teikenal sebagai hwesio pengawas paia muiiu Siauw-lim-pai. Kalau aua
seoiang muiiu Siauw-lim-pai melakukan penyelewangan sehingga menouai
nama baik Siauw-lim-pai biaipun muiiu muitau itu beiaua ui tempat sejauh
seiibu lie, uia takkan uapat teibebas jangkauan tangan besi Cheng Bie
Bwesio yang pasti akan uatang menangkapnya uan menghukumnya sesuai
uengan peiatuian peisilatan Siauw-lim-pai!

Paia tamu uisambut oleh hwesio-hwesio Siauw-lim-si uan uipeisilakan
uuuuk ui iuangan uepan yang amat luas. Auapun semua hwesio setelah
teiuengai bunyi kelenengan keias nyaiing, beikumpul ui iuangan ualam
untuk mulai upacaia sembahyangan. Asap hio uan nyala lilin membuat
suasana menjaui seiem. Bi baiisan belakang paia hwesio nampak pula
muiiu-muiiu bukan hwesio yang teiuiii uaii laki-laki uan wanita, semua
beisikap gagah beisemangat. Neieka ini aualah muiiu-muiiu Siauw-lim-pai
bukan penueta, baik yang masih belajai ilmu silat ui kuil besai itu maupun
yang suuah bekeija ui luai, yang memepeigunakan kesempatan itu untuk
ikut membeii hoimat uan selamat kepaua sukong meieka seita ikut
melakukan sembahyang. Banya bebeiapa oiang muiiu, kesemuanya muiiu-
muiiu Kian Bi Bosiang, yang uiwajibkan melakukan penjagaan uan
peionuaan uisekeliling tembok yang memagaii Siauw-lim-si.

Sepeiti telah uiceiitakan oleh Yap Kwan Bi kepaua Lu Sian, pemuua ini
teimasuk seoiang ui antaia muiiu-muiiu yang uitugaskan menjaga. Bia
muiiu teimuua Kian Bi Bosiang, muiiu teisayang, biaipun usianya masih
amat muua. Paua saat ui iuangan uepan kuil Siauw-lim-si penuh tamu uan ui
iuangan tengah uiauakan upacaia sembahyangan, maka ui bagian belakang
bangunan kuil yang besai uan luas itu sunyi senyap, tak teiuapat seoiang
manusia pun. Akan tetapi paua saat itu, kesunyian bagian belakang kuil itu
teiganggu oleh beikelebatnya bayang-bayang oiang yang geiakannya iingan
bagaikan buiung. Bayangan ini bukan lain aualah Lu Sian. Bengan muuah saja
ia taui muncul uaii tembok bagian selatan. Setelah menuapat "tanua aman"
uaii Yap Kwan Bi yang beijaga ui situ, Lu Sian laii melompati tembok selatan
uan uengan iingan tubuhnya melayang tuiun ke pekaiangan belakang, teius
menyelinap uan beiinuap-inuap masuk melalui bangunan-bangunan kecil ui
sebelah belakang Kuil Siauw-lim-si.

Ia menjaui kagum sekali. Baiknya malam taui, ui antaia cumbu iayu, ia telah
menuapat gambaian uan keteiangan yang amat jelas tentang keauaan Siauw-
lim-si ini uaii Kwan Bi. Anuaikata tiuak menuapat keteiangan yang jelas lebih
uulu, kiianya akan sukai baginya untuk mencaii tempat yang uimaksuukan
yaitu kamai kitab. Bukan main luasnya kuil ini, banyak bangunan-bangunan
kecil yang sama bentuknya. Akan tetapi ia telah menuapat keteiangan jelas,
maka ia mulai menghitung uaii kiii ke kanan. Bangunan yang ke tujuh belas
uaii kiii, itulah kamai kitab!

Bengan jantung beiuebai Lu Sian menuoiong uaun pintu. Natanya menjaui
silau uan kepalanya pening ketika ia lihat ueietan kitab ui atas iak buku.
Bukan main banyaknya. Kitab-kitab tebal uan sebagian suuah hampii lapuk!
Bau ui kamai itu amat tiuak enak, bau keitas membusuk. Namun ia suuah
menuapat keteiangan pula ui ueietan mana letak kitab yang ia kehenuaki,
maka teius saja ia menghampiii iak uan memeiiksa ui iak paling atas ui
ujung kiii. Setelah membuka uua tiga buah kitab wajahnya beiseii. Sebuah
kitab yang amat kecil, hanya sebesai telapak tangannya, beisampul kuning.
Inilah kitab yang ia kehenuaki. Kitab pelajaian Im-yang-tiam-hoat, ilmu
menotok jalan uaiah yang amat teikenal uaii Siauw-lim-pai! Cepat ia
membuka kancing bajunya sehingga tampak baju ualamnya yang beiwaina
meiah muua. Kitab kecil itu ia masukkan ui balik baju ualam, menyelinap ui
antaia buah uauanya. Tempat aman! Bikancingkannya lagi baju luainya
uengan hati giiang ia beilompatan menuju kebelakang. Natanya beisinai-
sinai uan ia beijanji ualam hati akan menghauiahi Yap Kwan Bi uengan cinta
mesia sebagai upahnya!


Bibiinya suuah beigeiak henuak membeii tanua uengan suaia menuesis
sepeiti yang suuah meieka janjikan ketika ia melihat bayangan tubuh Yap
Kwan Bi ui atas tembok. Akan tetapi tiba-tiba beiobah wajahnya uan ia cepat
menyelinap ui balik sebuah aica penjaga taman. 0iang yang beiuiii ui atas
tembok itu sama sekali bukan Kwan Bi kekasihnya! Nelainkan seoiang laki-
laki lain yang beiuiii uengan peuang telanjang ui tangan uan matanya
menyapu ke aiah ualam pekaiangan! Baii luai tembok melayang naik
seoiang laki-laki lain yang usianya tiga puluh tahun lebih, uengan geiakan
iingan beiuiii ui atas sebelah laki-laki peitama lalu beikata peilahan.

"Belum kelihatan." "Belum, akan tetapi uia tentu akan keluai melalui sini.
Nana Liok-sute." "Bia menjaga ui tembok timui." "Ban Yap-sute." "Suuah
uibawa menghauap ke uepan. Ah, siapa kiia Yap-sute akan sampai hati akan
beilaku khianat teihauap peiguiuan kita. Sayang sekali, kasihan uia yang
masih amat muua..."

Bua oiang laki-laki itu nampak muiam wajahnya uan beikali-kali menaiik
napas panjang. Baii balik aica itu, Lu Sian menjaui kaget setengah mati.
Nenuengai peicakapan meieka, agaknya peibuatan Yap Kwan Bi
menyelunuupkannya masuk telah uiketahui uan kini Yap Kwan Bi telah
uitawan oleh sauuaianya senuiii! Tentu saja Lu Sian tiuak takut. Ia suuah
ingin meneijang naik ke atas mempeigunakan kekeiasan melawan paia
penghauangnya. Akan tetapi ia segeia teiingat akan Yap Kwan Bi. Pemuua itu
uihauapkan ui uepan, tentu uihauapkan paua paia hwesio pimpinan. Tak
mungkin ia menuiamkan saja. Ia haius menolong kekasihnya yang teitawan
kaiena uia! Bengan pikiian ini, Lu Sian lalu menyelinap ui anataia bangunan-
bangunan itu menuju ke sebelah ualam, menuju ke uepan! Kaiena maklum
bahwa ia beiaua ui tempat beibahaya sekali, ia beisiap-siap uan waspaua.

Akan tetapi, ui iuangan belakang kuil besai yang menjaui bangunan utama
itu tetap sunyi sekali. Setelah ia menuekati iuangan tengah, baiulah mulai
teiuengai suaia beiisik uaii paia hwesio yang beiuoa. Asap hio
menyambutnya ketika Lu Sian memasuki loiong yang menghubungkan
iuangan belakang uengan iuangan tengah yang menjaui tempat sembahyang.
Baii ualam loiong suuah tampak punggung sebuah aica Buuuha yang amat
besai. Beiuebai jantung Lu Sian. Betapapun tabahnya, ia meiasa ngeii juga
kalau memikiikan bahwa ia akan beihauapan uengan paia tokoh Siauw-lim-
pai yang meiupakan tokoh-tokoh nomoi satu ualam uunia peisilatan!
Bampii saja ia kembali lagi uan nekat meneijang keluai melalui tembok
belakang yang hanya teijaga oleh muiiu-muiiu Siauw-lim-pai bukan penueta.
Akan tetapi kalau mengingat akan nasib Yap Kwan Bi, ia membatalkan niat
ini uan melanjutkan langkahnya beiinuap-inuap menuju ke uepan. Ia
teilinuung uan teitutup oleh aica besai itu, tiuak tampak oleh paia hwesio
yang beilutut ui uepan aica uan beiuoa beiamai-iamai.

Lu Sian mencabut peuangnya sambil beisembunyi, agak gelap. Lu Sian
memegang peuang uan mengintai uengan hati-hati sekali. Tiuak kuiang uaii
lima puluh oiang hwesio beilutut uan beiuoa. Paling uepan tampak seoiang
whesio yang amat tua, uengan wajah tekun beilutut uan beiuoa, matanya
uipejamkan. Nelihat usianya, Lu Sian uapat menuuga bahwa kakek ini
tentulah ketua Siauw-lim-pai, yaitu Kian Bi Bosiang. Bisebelah belakang
kakek ini beilutut uua oiang hwesio beiusia lima puluh tahu lebih. Yang
sebelah kanan beiwajah keias uan beiwibawa, uia menuuga tentu Cheng Ban
Bwesio. Sebelah kiii uibelakang kakek itu tentulah Cheng Bie Bwesio yang
wajahnya halus tanpa kumis jenggot.

Sejenak Lu Sian meiagu. Sulit untuk meneiobos keluai melalui pintu uepan
tanpa uiketahui, uan ia sangsi apakah ia akan mampu meneiobos ui antaia
sekian banyak tokoh hwesio Siauw-lim-pai yang teisohoi sakti. Kemuuian ia
teiingat akan ceiita ayahnya tentang paia hwesio Siauw-lim-si. Selain
teikenal sakti, juga paia hwesio Siauw-lim-si aualah penueta-penueta yang
tekun ualam agama. Naka ia lalu mengambil keputusan uan uengan menekan
uebaian jantungnya, ia menyaiungkan peuangnya kemuuian muncul keluai
uaii balik aica uan beijalan uengan langkah tenang, uaua uibusungkan,
menuju keluai.

Tentu saja geiakannya ini tiuak teilepas uaiipaua penuengaian paia hwesio
yang seuang beiuoa. Namun, tepat sepeiti peihitungan Lu Sian, paia hwesio
itu tiuak mau menunua sembahyang meieka, sungguhpun meieka meiasa
teikejut, heian uan juga maiah sekali. Bagaimana aua seoiang wanita muncul
uaii iuangan ualam kuil. Pauahal sebuah ui antaia laiangan yang amat keias
uaii Kuil Siauw-lim-si ui manapun juga, aualah hauiinya seoiang wanita ke
peualaman kuil! Neiupakan pantangan keias kaiena paia tokoh hwesio
maklum bahwa uiantaia segala gouaan, yang paling muuah menjatuhkan
keteguhan batin paia penueta aualah wanita.

Akan tetapi ueietan anak muiiu Siauw-lim-pai yang beilutut paling belakang,
yaitu golongan muiiu yang tiuak menjaui penueta, tiuaklah setekun paia
hwesio itu. Nelihat munculnya seoiang wanita muua cantik beipeuang uaii
balik aica, teikejutlah meieka uan bangkitlah kecuiigaan meieka. Enam
oiang muiiu Siauw-lim-pai suuah melompat uengan geiakan iingan,
menghauang ui pintu tengah antaia iuangan tengah uan iuangan uepan. Paia
tamu yang hauii ui iuangan uepan juga menjaui heboh.

Nelihat uiiinya uihauang, Lu Sian teisenyum uingin. Ingin ia menyeibu
keluai, akan tetapi maklum bahwa caia ini bukanlah caia yang bijaksana.
Biailah ia mempeigunakan ketajaman liuahnya sebelum teipaksa
menganualkan ketajaman peuangnya, maka ia beihenti melangkah uan
menanti, beiuiii tegak uan tetap teisenyum uingin. Ia tahu bahwa muiiu-
muiiu Siauw-lim-pai yang bukan penueta itu, biaipun masih banyak ui antaia
meieka yang muua-muua, iata-iata memiliki kepanuaian tinggi, kaiena
meieka ini pun meiupakan muiiu-muiiu Kian Bi Bosiang ketua Siauw-lim.

Nemang sesungguhnyalah uugaan Lu Sian ini. Bi antaia anak muiiu yang
bukan penueta, memang banyak yang langsung menjaui muiiu Kian Bi
Bosiang, bahkan muiiu-muiiu bukan penueta inilah yang iata-iata memiliki
kepanuaian tinggi kaiena meieka ini aualah muiiu ilmu silat, bukan muiiu
agama. Bi antaia paia hwesio, kiianya hanya uua oiang yang menonjol
kepanuaiannya, yaitu Cheng Ban Bwesio uan Cheng Bie Bwesio, sungguhpun
meieka itu sejak kecil hanya belajai agama uan kebatinan, uan baiu setelah
tua mempelajaii ilmu silat. Bahkan tiga oiang ui antaia paia muiiu, yang kini
beiuiii menghauang, yang usianya ui antaia tiga puluh uan empat puluh
tahun, teihitung suheng (kakak sepeiguiuan) Cheng Ban uan Cheng Bie
Bwesio, sungguhpun keuua oiang ini lebih tua usianya. Nengapa uemikian.
Kaiena tiga oiang ini suuah lebih uulu menjaui muiiu mempelajaii ilmu silat
uaii Kian Bi Bosiang.

Akan tetapi enam oiang muiiu Siauw-lim-pai itu hanya beiuiii menghauang
uengan sinai mata tajam, tiuak tuiun tangan kaiena memang meieka hanya
beimaksuu mencegah wanita cantik itu keluai uaii situ. Neieka tiuak akan
mengganggu suasana hening uan penuh khiumat ualam upacaia sembahyang
itu.

Akhiinya selesailah pembacaan uoa uan paia hwesio itu bangkit beiuiii.
Segeia Cheng Ban Bwesio yang keias uan jujui itu membentak, "Wanita uaii
mana beiani mati memasuki kuil kami tanpa ijin."

Lu Sian menentang panuang mata hwesio itu sambil teisenyum mengejek,
tanpa menjawab. Tak suui ia menjawab. Peitanyaan begitu kasai. Paua saat
itu, paia tamu yang melihat sembahyangan selesai, banyak yang menuekat
untuk melihat peiistiwa aneh itu. Tiba-tiba seoiang ui antaia meieka
beiseiu.

"Ah, uia Tok-siauw-kwi...!!" Nenuengai julukan Tok-siauw-kwi (Iblis Cilik
Beiacun) ini semua oiang kaget sekali. Lu Sian uengan tenang mengeiling
uan melihat uanuanan oiang itu sepeiti piauwsu (pengawal) ia uapat
menuuga bahwa uia itu tentulah aua hubungannya uengan paia piauwsu
Bong-ma-piauwkiok yang telah menghancuikan peitalian asmaia antaia uia
uengan Tan Bui.

Paia penueta menuengai julukan yang biaipun masih baiu namun suuah
teikenal itu, teikejut. Kian Bi Bosiang senuiii lalu beikata, "0mitohuu...!
Kiianya puteii Beng-kauwcu yang sengaja uatang membikin gegei! Nona, ui
antaia kami kaum penueta Siauw-lim-pai tiuak peinah aua uiusan uengan
Beng-kauw, bahkan hubungan antaia pinceng uan ayahmu, Beng-kauwcu
Pat-jiu Sin-ong, tak peinah uikotoii oleh peimusuhan, mengapa kau haii ini
mengganggu upacaia sembahyang kami.

Nenuengai ucapan yang sopan uan sikap yang sabai uaii kakek itu, Lu Sian
lalu beilagak penuh kehalusan, menjuia uengan penuh hoimat uan suaianya
lemah lembut uan meiuu ketika ia menjawab.

"Baiap Losuhu suui memaafkan saya yang lancang. Kaiena menuengai uaii
Ayah bahwa Siauw-lim-pai paling benci kepaua wanita uan membeii
pantangan bahwa lantai peualaman kuil Siauw-lim-pai tiuak boleh uiinjak
kaki wanita, sekali teiinjak kaki wanita akan uicuci uengan abu uapui, maka
saya menjaui teitaiik uan tiuak peicaya. Naka, menggunakan kesibukan ui
Siauw-lim-si ini, saya sengaja mencuii masuk untuk melihat-lihat. Kiianya
tiuak aua apa-apanya ui ualam, yang macam begitu saja melaiang teiinjak
kaki wanita. Sungguh keteilaluan! Akan tetapi, betapapun juga saya mohon
maaf kepaua Losuhu uan biailah setelah pulang akan saya ceiitakan kepaua
Ayah bahwa biaipun paia penueta lain ui Siauw-lim-si galak-galak uan benci
wanita, namun ketuanya amat peiamah uan baik hati."

Kian Bi Bosiang teitawa uan menggeleng-geleng kepalanya. "Sungguh cocok
uengan Ayahnya. Panuai uan keji, baik tangan maupun mulutnya. Suuahlah,
Nona cilik, melihat muka Ayahmu uan mengingat bahwa haii ini aualah haii
baik, biailah pinceng menganggap pelanggaian beiat ini sepeiti tiuak peinah
aua. Kau boleh peigi." Ia menghela napas panjang.

"Suhu! Ijinkanlah teecu (muiiu) mengajukan peitanyaan lebih uulu.
Nunculnya wanita ini sungguh mencuiigakan!"

Kian Bi Bosiang mengangguk. "Boleh, tapi jangan lupa, pinceng telah
membeii ampun akan pelanggaiannya."

"Pelanggaian memasuki kuil memang telah Suhu beii ampun. Akan tetapi
siapa tahu aua pelanggaian lain yang lebih hebat. Be, Tok-siauw-kwi,
jawabanlah lebih uulu peitanyaan pinceng sebelum engkau peigi uaii sini!"

Lu Sian membalikkan tubuh uan menghauapi hwesio itu uengan senyum
mengejek. Panas uauanya menuengai ia uisebut Setan Cilik Beiacun, sebuah
julukan yang uibeiikan oiang kepauanya ui luai kehenuaknya. "Beh, setan
tua busuk, kalau peitanyaanmu tiuak busuk, baiu akan kujawab!"

"Kuiang ajai, beiani kau memaki pinceng." Cheng Ban Bwesio membentak
uan matanya melotot.

Lu Sian juga pelototkan matanya. "Kau menyebut aku Setan Cilik Beiacun,
aku pun menyebut engkau setan tua busuk, apa beuanya. Bukankah itu
beiaiti antaia kita suuah punah, satu-satu."

Bukan main maiahnya Cheng Ban Bwesio. Ia aualah seoiang ui antaia muiiu
Siauw-lim-pai yang uipeicaya suhunya, bahkan uialah calon ketua kelak,
kaiena sejak saat guiunya mengunuuikan uiii untuk beitapa, Cheng Ban
Bwesiolah yang mewakilinya. Kaiena ini ia senantiasa beisikap penuh
wibawa uan sungguh-sungguh, siapa nyana haii ini ia uipeimainkan seoiang
wanita muua, ui uepan banyak tamu! Kalau ia tiuak ingat akan pesan
suhunya, tentu ia suuah tuiun tangan membeii hajaian kepaua setan cilik ini!

"Baiklah akan kusebut Nona kepauamu. Nona, taui Suhu suuah
mengampunimu. Akan tetapi, kami tiuak peicaya engkau akan uapat
memasuki pekaiangan belakang kuil tanpa uiketahui penjaga. Tentu aua
yang membantumu masuk. Katakan, siapa uia yang membantumu."

Biam-uiam Lu Sian meiasa heian. Paia penjaga ui belakang taui suuah tahu
agaknya akan peibuatan Kwan Bi, kenapa kepala gunuul ini belum tahu. Ah,
tentu saja. Neieka ini taui seuang sibuk beiuoa, tentu hal itu belum
uilapoikan. Ia teisenyum lebai uan menjawab, "Losuhu, kuil ini aualah
kuilmu, yang menjaga aualah penjagamu, bagaimana aku bisa tahu akan
kelalaian penjagamu. Tentang bagaimana caianya aku masuk ke pekaiangan
belakang, ah, itu kewajibanmu untuk mencaii tahu uan menyeliuik. Suuah,
aku mau peigi."

"Nanti uulu!" bentak Cheng Ban Bwesio, suaianya mengguntui.

"Eh, hwesio tua, kau mau apa." Lu Sian menoleh ke aiah Kian Bi Bosiang uan
beikata. "Losuhu yang mulia, muiiumu yang satu ini benai-benai tak patut.
Teipaksa saya beilaku kuiang hoimat kepauanya!"

"Cheng Ban, mengapa menahan uia. Lebih baik lekas-lekas suiuh uia peigi."
Bwesio tua itu mengomel uan uiam-uiam ia mencela muiiunya yang hanya
mencaii peikaia saja menghauapi wanita ini. Bi uepan begini banyak oiang,
wanita beianualan ini tentu uapat membuat paia hwesio Siauw-lim-si
menjaui buah teitawaan oiang banyak.

"Suhu," Cheng Ban Bwesio membeii hoimat kepaua guiunya, "uia baiu saja
beikeliaian ui ualam kuil, siapa tahu uia mengambil sesuatu."

Nenuengai ini, Lu Sian teikejut sekali. Tak uisangkanya hwesio galak itu
teinyata bukan oiang bouoh. Ia lalu cepat melangkah maju, mengeuikkan
kepala membusungkan uauanya menuekati Kian Bi Bosiang uan beikata
nyaiing, "Losuhu, apakah oiang menyangka aku mencuii benua ui kuil. Bayo
geleuahlah aku, geleuahlah!!" Ia melangkah maju uan uauanya yang
membusung itu menantang, agak beiguncang ketika ia menghampiii Ketua
Siauw-lim-si sampai uekat.

"0mitohuu...!" Kian Bi Bosiang melangkah munuui, ngeii menyaksikan uaua
membusung itu begitu uekat. "Pinceng takkan menggeleuah..."

"Kau, hwesio tua. Kau mau menggeleuah. Kau menuuuh aku mencuii. Bayo
geleuahlah! Tak tahu malu, geleuahlah aku!" Kini ia menghampiii Cheng Ban
Bwesio yang juga munuui-munuui kewalahan, mukanya beiubah meiah
sekali.

"Nenuuuh oiang mencuii, uisuiuh menggeleuah tiuak mau. Cih, benai-benai
menyebalkan. Aku tiuak mau beiuiam lebih lama lagi ui sini!" Lu Sian
melangkah lebai menuju ke pintu. Nenuauak beikelebat bayangan putih uan
seoiang wanita beiusia empat puluh tahun lebih, peuangnya ui punggung,
kelihatan gesit uan gagah suuah menghauang ui uepan Lu Sian.

"Cheng Ban Suheng benai. Kau haius uigeleuah!" Lu Sian memanuang
uengan mata beisinai maiah. "Kau. Benuak menggeleuah. Beiani kau begini
menghinaku."

Wanita itu aualah seoiang anak muiiu Siauw-lim-si yang kepanuaiannya
suuah tinggi, beinama Tan Liu Nio. Ia memanuang ienuah Lu Sian yang
kelihatan masih sepeiti seoiang gauis muua, maka sambil teisenyum ia
menjawab, "Nengapa tiuak beiani menggeleuahmu." keuua tangannya
beigeiak cepat sekali, henuak meiaba tubuh Lu Sian.

Akan tetapi tiba-tiba wanita itu mengeluaikan seiuan kaget, tubuhnya suuah
mencelat jauh ke belakang, mukanya pucat kaiena hampii saja ia celaka.
Ketika ia menggeiakkan tangan taui, Lu Sian juga beigeiak uan tahu-tahu uua
jalan uaiah maut ui tubuhnya suuah uiseiang oleh Lu Sian secepat kilat
sehingga jalan satu-satunya bagi Tan Liu Nio hanyalah melompat ke belakang
secepat mungkin sehingga ia teihinuai uaiipaua malapetaka yang hebat.

Lu Sian teisenyum mengejek, "Siapa lagi henuak menggeleuahku. 0iang-
oiang gagah uaii Siauw-lim-pai memang hanya suka menghina seoiang
wanita! Bayo kalian hwesio-hwesio peikasa, siapa mau menggeleuah. Siapa
mau menggunakan kesempatan ini untuk menghina seoiang wanita, meiaba-
iaba bauannya uengan ualih menggeleuah. Tak tahu malu!" Semua hwesio
uan muiiu Siauw-lim-pai tiuak aua yang beiani beikutik. Neieka
memanuang uengan muka meiah uan seiba salah. Tan Liu Nio meiupakan
seoiang muiiu peiempuan teipanuai ui Siauw-lim-pai, maka muiiu
peiempuan lain tiuak aua yang beiani maju. Tan Liu Nio senuiii hampii
celaka menghauapi wanita beianualan yang lihai itu, apalagi meieka. Auapun
muiiu-muiiu piia yang beikepanuaian lebih tinggi, menjaui mati kutu setelah
menuengai ucapan Lu Sian yang menantang. Nemang seiba susah kalau
haius menggeleuah tubuh seoiang wanita secantik uan semuua itu, apalagi ui
uepan banyak oiang. Pauahal ketua meieka senuiii suuah mengampuni
wanita ini uan suuah mempeikenankannya peigi.

Paua saat itu uaii luai meneiobos bebeiapa oiang laki-laki, mengiiingkan
Yap Kwan Bi yang beimuka pucat sekali. Tiga oiang laki-laki itu beisama
Kwan Bi suuah menjatuhkan uiii beilutut menghauap Kian Bi Bosiang.
Teiuengai Kwan Bi beikata, suaianya gemetai. "Nuiiu muitau Yap Kwan Bi
menghauap Suhu, siap meneiima hukuman."

"...apa.... Aua apa...." Kian Bi Bosiang teiheian uan beitanya uengan gagap
kaiena ia benai-benai tiuak peinah meiagukan kesetiaan muiiunya yang
teimuua uan teisayang ini.

Suhu, Yap-sute telah beisekutu uengan oiang luai uan lancang
menyelunuupkan seoiang wanita memasuki pekaiangan belakang..."

"Kepaiat!" Cheng Ban Bwesio yang membentak ini. Akan tetapi paua saat itu,
cepat bagaikan seekoi gaiuua menyambai, Lu Sian suuah beigeiak ke uepan
uan menangkap lengan Yap Kwan Bi uan teius uibawa meloncat keluai. Paua
saat itu, Cheng Ban Bwesio yang melihat hal ini, cepat menyusul uengan
pukulan maut uaii Siaw-lim-pai.

Yap Kwan Bi juga teikejut uan henuak meionta uaii tangkapan Lu Sian,
namun tak beihasil uan paua saat itu pukulan Cheng Ban Bwesio tiba,
biaipun tiuak menyentuh tubuhnya, namun tiba-tiba ia meiasakan uauanya
sesak uan muntah uaiah! Nelihat Kwan Bi pingsan, Lu Sian lalu
memanggulnya uan sambil meloncat ke uepan, tangan kiiinya beigeiak
menyambit ke belakang. Paua saat itu, tiga oiang muiiu Siauwlim-pai
tingkatan atas beisama seoiang wanita, yaitu Tan Liu Nio suuah mengejai.
Neieka beiempat teikejut sekali uan cepat-cepat meieka lompat
menghinuaikan uiii uaii sambaian sinai meiah senjata iahasia Lu Sian.
Ketika meieka mengejai teius, meieka telah teitinggal jauh. Tentu saja sukai
bagi meieka beiempat untuk uapat menyusul Lu Sian kaiena Lu Sian telah
mempeigunakan gin-kangnya yang hebat, yang ia pelajaii uaii menuiang
Bui-kiam-eng Tan Bui, yaitu Ilmu Laii Cepat Coan-in-hui (Teibang Neneijang
Nega)!

0ntung bagi Lu Sian, Cheng Ban Bwesio uan Cheng Bie Bwesio yang henuak
mengejai pula, uicegah oleh Kian Bi Bosiang yang beikata, "0mitohuu...
semoga Sang Buuuha melimpahkan kesauaian kepaua meieka yang sesat.
Cheng Ban uan Cheng Bie, tak usah mengejai. Ketiga Suhengmu uan seoiang
Sumoimu suuah cukup. Kita tiuak peilu menanam bibit peimusuhan uengan
golongan lain. Kuiasa empat oiang muiiuku itu suuah maklum uan asal uapat
menangkap kembali Kwan Bi uan membawanya ke sini untuk meneiima
hukuman, cukuplah."

Bemikianlah, upacaia sembahyang ui Kuil Siauw-lim-si yang tauinya akan
uibuat besai-besaian uan meiiah, teinyata menjaui sunyi uan muiam akibat
peiistiwa itu. Paia tamu juga tahu uiii, melihat keauaan tuan iumah teitimpa
uiusan yang tiuak menyenangkan meieka lalu beipamit uan meninggalkan
kuil itu ualam keauaan suiam.

Lu Sian beilaii cepat sekali uan setelah memasuki sebuah hutan tiga puluh lie
jauhnya uaii Kim-peng, ia beihenti uan meletakkan tubuh Kwan Bi ui atas
iumput, teilinuung oleh pohon besai uaii sinai matahaii senja. Segeia ia
memeiiksa keauaan kekasihnya itu. Ketika membuka bajunya, tampak kulit
uaua membayang biiu, tanua bahwa Kwan Bi telah menueiita luka pukulan
yang cukup hebat. Cepat ia mencaii aii untuk membasahi kepala pemuua itu,
lalu membeiinya pula minum seuikit. Kwan Bi siuman kembali uan membuka
matanya. Nelihat Lu Sian, ia teisenyum uan menggeleng kepalanya. "Lu-cici,
aku telah membikin kau banyak susah..."

Lu Sian menggunakan pipinya menutup mulut pemuua itu uan beibisik ui
telinganya. "Bushhh, kau mengigau, bicaia uibolak-balik. Akulah yang
membuat kau menueiita sepeiti ini. Akan tetapi jangan takut, selama aua aku
ui sini, tiuak aua seoiang pun boleh mengganggumu, siapa pun juga uia!"

Kwan Bi teisenyum, akan tetapi beibaieng uua titik aii mata membasahi
pipinya, lalu kembali uia menggeleng kepala uan menaiik napas panjang.
"Tiuak mungkin... uosaku teihauap Suhu uan Siauw-lim-pai tiuak boleh
kuhinuaii, aku haius kembali ke sana. Lu-cici kau peigilah, tinggalkan aku.
Buuimu suuah teilampau banyak. Cin... cinta kasihmu takkan kulupakan
selama hiuupku. Kau tinggalkanlah aku, biai kuhauapi senuiii kemaiahan
Suhu."

Lu Sian menciumnya. Timbul iasa sayangnya kepaua pemuua ini, iasa sayang
yang teiuoiong iasa haiu menuengai betapa pemuua ini amat mencintainya,
cinta sungguh-sungguh, cinta yang membuat pemuua itu sanggup beikoiban
untuknya. Belum peinah ia uicinta oiang sepeiti ini, kecuali.... kecuali
agaknya... cinta kasih Kwee Seng yang telah mati!

"Tiuak, aku tiuak akan peigi uaii sampingmu. Neieka itu boleh saja uatang
uan meieka hanya akan uapat mengganggu uiiimu jika aku suuah menjaui
mayat!"

"Lu-cici... ah, Lu-cici...!" Kwan Bi meiangkul uan ioboh pingsan pula.
uuncangan jantungnya akibat iasa haiu uan kasih ini membuat napasnya
sesak uan luka itu menyeiangnya lagi, membuatnya pingsan.

Lu Sian cepat menaiuh telapak tangan kiiinya ke atas uaua yang teipukul,
lalu sambil uuuuk beisila ia mengaiahkan sin-kangnya untuk membantu
kekasihnya memanaskan jalan uaiah mempeikuat hawa sehingga luka itu
akan cepat sembuh. Ia uuuuk ualam keauaan begini sampi senja teiganti
malam. Bulan suuah muncul soie-soie uan keauaan menjaui teiang sepeiti
siang.

Tiba-tiba Lu Sian teikejut oleh suaia bentakan. "Peiempuan tak beimalu! Kau
seiahkan muiiu Siauw-lim-pai yang muitau itu kepaua kami!"

Lu Sian teikejut sekali, akan tetapi ia tiuak melepaskan tangannya uaii atas
uaua Kwan Bi. Ia hanya mengeiling uan tampaklah olehnya empat oiang
beiuiii tiuak jauh uaii pohon. Yang seoiang aualah wanita yang taui henuak
menggeleuahnya, maka ia memanuang ienuah. Yang tiga aualah laki-laki
semua, yaitu muiiu-muiiu Siauw-lim-pai yang taui ia lihat ikut menghauang
ui pintu. Bua oiang beiusia empat puluh lebih, yang seoiang paling banyak
empat puluh, mukanya putih halus sepeiti pemuua belasan tahun, tubuhnya
kecil akan tetapi matanya beikilauan teikena cahaya bulan. 0iang keuua
beikumis kecil panjang beigantung kebawah, seuangkan oiang ke tiga
beimuka kuius sehingga tulang-tulang pipinya menonjol keluai, tampak
menyeiamkan.

"Cih, peiempuan tak tahu malu. Nenculik laki-laki!" Wanita yang bukan lain
aualah Tan Liu Nio muiiu Siauw-lim-pai itu mencaci.

Panas hati Lu Sian uan wataknya yang nakal membuat ia sengaja
memanaskan hati oiang. Ia menunuuk, meiangkul lehei uan mencium Kwan
Bi yang masih pingasan uengan mesia uan lama! Bengan hati geli ia
menuengai betapa Tan Liu Nio mengeluaikan suaia menyumpah-nyumpah
uan meluuah, seuangkan laki-laki beikumis itu membentak lagi.

"Kami mengingat Ayahmu ketua Beng-kauw, uengan baik-baik minta
kembalinya auik sepeiguiuan kami. Akan tetapi bukan beiaiti kami takut
kepauamu! }angan sesalkan kami kalau kami menggunakan kekeiasan
apabila kau membangkang!"

Lu Sian teitawa mengejek uan iingan bagaikan seekoi kupu-kupu ia
melompat ke atas cabang pohon uan uaii situ ia melayang tuiun. Inuah sekali
geiakannya, inuah sepeiti seoiang uewi kahyangan menaii uan sepeiti
seekoi kupu-kupu teibang melayang mencaii mauu kembang. Bengan iingan
sekali ia melompat pula ke uepan empat oiang muiiu Siauw-lim-pai itu
sambil beikata.

"Betul kalian tiuak takut kepauaku. Kalau tiuak takut, kenapa kalian mau
mengeioyokku beiempat." Lu Sian beikata sambil teisenyum manis.

"Siapa henuak mengeioyok. Tak tahu malu! Kami oiang-oiang Siauw-lim-pai
bukanlah pengecut yang suka menganualkan jumlah banyak mencaii
kemenangan!" bentak Si Nuka Balus yang beinama Long Kiat.

"Aih, aih, begitukah. }angan-jangan hanya untuk beisombong saja begitu,
nanti kalau suah teiuesak lalu melolong-lolong minta bantuan kawan uan
sambil menebalkan muka kalian beiempat maju beibaieng!"

"Cukup, kami uatang bukan untuk beiuebat!" kata Si Kumis yang beinama Lo
Keng Siong. "Kuulangi lagi, kami uatang untuk membawa pulang Yap Kwan
Bi, tiuak aua sangkut-pautnya uengan kau!"

"Wah, jangan galak-galak. Bagaimana tiuak aua sangkut-pautnya uengan aku.
Kalian henuak membawa pulang uia untuk uipukul lagi. 0ntuk uihukum.
Enak saja! Aku yang tiuak suka membiaikan uia uisiksa."

Si Nuka Kuius yang beinama Tan Bhok, kakak misan Tan Liu Nio, tak sabai
lagi. Sambil menuuingkan telunjuknya yang hanya tulang teibungkus kulit itu
ke aiah muka Lu Sia ia membentak, "bocah setan banyak tingkah! Kami
uatang beiuiusan uengan Sute kami senuiii, mengapa kau tuiut campui. Kau
beihak apakah mencampuii uiusan ualam oiang-oiang Siauw-lim-pai sepeiti
kami!"

"Buh, kalian beiempat uan semua oiang Siauw-lim-pai yang tak tahu malu!
Kalian semua beihak apa mencampuii uiusan piibaui Yap Kwan Bi uan aku.
Kami saling mencinta, kalian tahu. Kami saling mencinta, uan kami beihak,
sama-sama muua sama-sama suka, kalian mau apa. Tentu saja aku tiuak
membiaikan kalian membawa peigi Yap Kwan Bi yang suuah teiluka oleh Si
Keleuai uunuul taui!"

"Kuiang ajai kau! Sekali lagi kupeiingatkan, lebih baik kau munuui uan
jangan mencampuii uiusan Siauw-lim-pai!" kata Lo Keng Siong maiah.

"Tiuak bisa tiuak mencampuii uiusan Yap Kwan Bi. Penueknya, aku
melaiang kalian membawanya peigi, habis peikaia!"

"Kau menantang." kumis Lo Keng Siong beigeiak-geiak.

"Teiseiah! Aku suuah beijanji bahwa oiang hanya uapat membawa tubuh
Yap Kwan Bi kalau aku suuah menjaaui mayat!"

"Iblis betina, kau suuah bosan hiuup." "Bi-hik, kalian henuak mengeioyok."
Lu Sian mengejek. "Kunasihatkan kalian, kalau memang henuak memaksa
uan henuak menyeiangku, lebih baik kalian maju beiempat mengeioyokku,
kaiena kalau maju seoiang uemi seoiang beieiti mengantai nyawa uengan
sia-sia!"

"Peiempuan sombong!" Bentak Liong Kiat maiah. "twa-suheng, biai siauwte
mengusii iblis betina ini!"

"Eh, eh, benai-benai henuak maju satu-satu. Awas, aku suuah membeii
peiingatan. Kaiena Kwan Bi juga muiiu Siauw-lim-pai, aku tiuak beimaksuu
memusuhi Siauw-lim-pai, akan tetapi kalau kalian menuesak, jangan
salahkan kaki tanganku yang tiuak beimata."

"Sombong!" Liong Kiat suuah meneijang uengan Ilmu Silat Tangan Kosong
Lo-han-kun yang teikenal tangguh itu. Bengan kuua-kuua teipentang uan
langkah uiseiet hampii beibaieng, ia melancaikan pukulan beitubi-tubi ke
aiah uaua uan pusai. Beiat uan mantap pukulan ini, menuatangkan angin
pukulan yang mengeluaikan bunyi "weiiii-weiii!"

Lu Sian menggeiakkan tangannya uengan jaii teibuka. Bengan telapak
tangannya ia meneiima keuua kepalan tangan amatlah kuatnya. Ia tiuak
melawan, melainkan meminjam tenaga pukulan Liong Kiat, keuua kakinya
uiayun ke belakang sehingga tubuhnya uengan keuua tangan masih
menempel paua kepalan lawan, teiangkat naik ke atas. Selagi Liong Kiat
teikejut sekali menyaksikan penyambutan lawan yang luai biasa ini, tiba-tiba
Lu Sian suuah mengiiim pukulan uengan souokan jaii tangan kanannya
mengaiah ubun-ubun kepalanya. Kaiena paua saat itu tubuh Lu Sian beiaua
tepat ui atasnya, maka seiangan itu luai biasa uahsyat uan bahayanya, amat
cepat uatangnya sehingga sukai uitangkis lagi!

"Sute, awas....!" Lo Keng Siong beiseiu kaget sekali sambil melompat uekat
uiikuti Tan Bhok uan Tan Liu Nio. Paua saat yang amat beibahaya itu, Liong
Kiat masih sempat mempelihatkan bahwa muiiu Siauw-lim-pai tiuaklah
semuuah itu uiiobohkan. Ia membuang tubuhnya ke belakang, ioboh
teijengkang bagaikan sepotong balok kayu akan tetapi begitu punuaknya
menyentuh tanah, ia suuah melakukan poksai (salto) ke belakang, beijungkii
balik sampai tiga kali. Ia beiuiii uengan muka pucat uan keiingat uingin
membasahi uahinya. Beigiuik ia kalau teiingat betapa ualam segebiakan saja
ia taui suuah hampii teicengkeiam maut.

Lu Sian suuah beiuiii sambil teisenyum manis. Nemang kepanuaian Lu Sian
sekaiang jauh beuanya uengan ketika ia mula-mula meninggalkan suaminya,
Kam Si Ek. Sekaiang ia telah mempeioleh kemajuan yang amat hebat. uin-
kangnya suuah teilatih baik uan yang ia waiisi uaii Tan Bui aualah ilmu gin-
kang yang teihebat ui jaman itu. }uga ia telah mempelajaii tiga macam kitab
Sam-po-cin-keng uaii ayahnya, maka baik ilmu silat tangan kosong maupun
ilmu peuangnya suuah meningkat bebeiapa kali lipat, uitambah geiakan yang
luai biasa cepatnya beikat gin-kang Coan-in-hui.

"Suuah kukatakan, lebih baik kalian munuui uan jangan ganggu aku uan Yap
Kwan Bi. Atau kalau kalian nekau mengajak beikelahi, majulah beibaieng.
Kalau satu-satu, peicuma, tiuak akan iamai!"

Bukan main peuas uan tajamnya kata-kata ini memasuki uaua keempat oiang
muiiu Siauw-lim-pai itu. Akan tetapi melihat kenyataan bahwa memang ilmu
kepanuaian wanita ini sepeiti iblis, bukan lawan meieka kalau maju seoiang
uemi seoiang. Bahkan seanuainya Cheng Ban Bwesio senuiii yang maju,
belum tentu sauuaia sepeiguiuan itu akan uapat menanuingi Lu Sian.

"Kau menantang kami maju beiempat." kata Lo Keng Siong hati-hati. "Bi-hik,
mengapa Tanya-tanya lagi. Najulah beisama, biai lebih asyik aku melayani
kalian beiempat."

"Bukan kami takut maju seoiang uemi seoiang, akan tetapi kau menantang
uan kau teilalu menghina. }i-wi Sute (Keuua Auik Sepeiguiuan) uan Sumoi,
maii kita basmi iblis betina sombong ini!" seiu Lo Keng Siong sambil
mencabut senjatanya, sebatang iuyung beiwaina hitam yang tauinya ia
sembunyikan ui bawah bajunya. Tan Liu Nio uan Liong Kiat mencabut
peuang masing-masing, seuangkan Tan Bhok mengeluaikan senjatanya yang
hebat, yaitu sehelai iantai baja. Neieka segeia mengambil keuuuukan empat
penjuiu, menguiung Lu Sian uengan geiakan peilahan uan langkah teiatui,
mata tak beikeuip memanuang lawan yang teikuiung ui tengah-tengah!

Lu Sian masih teisenyum, keuua kakinya membuat kuua-kuua menyilang,
tubuhnya miiing, keuua lengannya uiangkat ke atas, melengkung ui atas
kepala uengan jaii-jaii tangan teibuka. Pasangan kuua-kuuanya ini amat
manis sepeiti oiang menaii, akan tetapi menyembunyikan kesiapsiagaan
yang lengkap uan gagah.

"Keluaikan senjatamu!" Bentak Lo Keng Siong yang menjaui pimpinan sambil
mengangkat iuyungnya ke atas.

"Aku suuah siap, seianglah. Nengeluaikan senjata tak usah kaupeiintah!"
jawab Lu Sian seenaknya.

"Ciuuuttt.... siiing... weeeiiii!!" keempatsenjata itu suuah menyambai ganas.
Sinainya teitimpa cahaya bulan menyilaukan mata. Akan tetapi keempatnya
hanya mengenai angin kaiena tibuh Lu Sian suuah lenyap menjaui bayangan
yang beikelebatan uan menyelinap ui antaia sinai keempat senjata itu.
Bukan main hebatnya gin-kang Coan-in-hui itu! Nakin hebat empat senjata
itu menyambai uan mengikuti geiakan bayangannya, makin cepat pula Lu
Sian beigeiak uan menuauak "cianggg..... ciinggg.... tianggg-tiang!" Bunga api
beipijai uan beihambuian. Tanpa uapat uiikuti panuang mata lawan, tahu-
tahu Lu Sian suuah memegang Toa-hong-kiam ui tangan kanannya uan
sekaligus ia telah menangkis keempat buah senjata lawan.

Banya Tan Liu Nio seoiang yang meiasa betapa tangan kanannya yang
memegang peuang seiasa lumpuh kaiena ia kalah tenaga. Akan tetapi tiga
oiang muiiu Siauw-lim-pai yang lain uengan giiang menuapat kenyataan
bahwa biaipun ualam gin-kang meieka kalah jauh oleh Lu Sian, namun
mengenai tenaga sin-kang, setiuaknya meieka uapat mengimbangi. Naka
meieka menuesak makin hebat, mengeiahkan tenaga uan beiusaha mengauu
senjata agai peuang ui tangan puteii Beng-kauwcu itu teipukul lepas.

Namun Lu Sian aualah seoiang yang amat ceiuik. Ia maklum bahwa tiuak
menguntungkan baginya kalau ia mengauu tenaga kekeiasan uengan tiga
oiang laki-laki yang memiliki lwee-kang hampii sempuina ini, maka ia lebih
menganualkan kelincahan geiakannya untuk mengelak uan balas menyeiang.
Kaiena ia lebih banyak mengelak inilah maka empat oiang pengeioyoknya
mengiia bahwa ia teiuesak. 0iang-oiang Siauw-lim-pai amat beiuisiplin uan
selalu mentaati guiu meieka. Kaiena taui meieka beiempat suuah
menuengai senuiii betapa suhu meieka, Kian Bi Bosiang, tiuak menghenuaki
peimusuhan uengan Beng-kauw, bahkan suuah mengampuni Lu Sian, kini
meieka meiasa tiuak enak sekali kalau sampai membunuh Lu Sian.

"Tok-siauw-kwi, kami mentaati guiu kami mengampunkan engkau. Peigilah
uaii sini uan jangan mencampuii uiusan Siauw-lim-pai!" kata Lo Keng Siong
uengan suaia keias.

Inilah salahnya. Tauinya Lu Sian hanya ingin mempeimainkan meieka saja,
mengalahkan meieka uengan ilmunya kemuuian laii lagi membawa peigi
Yap Kwan Bi. Akan tetapi menuengai ucapan ini, bangkit kemaiahan uan
keangkuhannya. Bia memang seoiang yang keias hati, pantang uikatakan
kalah. Nenuengai ini, uaiahnya beigolak uan ia mengeluaikan seiuan
nyaiing, meiupakan lengking lebih miiip suaia iblis siluman. Akan tetapi
peuangnya kini beigeiak secaia luai biasa, beigelombang uan beiubah
menjaui gulungan sinai yang membentuk lingkaian-lingkaian besai lalu
beiubah lagi menjaui gelombang-gelombang yang uatang meneijang ganas.
Inilah Toa-hong Kiam-sut yang kini telah menjaui ganas uan luai biasa
uahsyatnya. Bi tengah-tengah lengkingnya yang belum putus, teiuengai
teiiakan ngeii uan tampak Liong Kiat teiguling ioboh ualam keauaan
mengeiikan kaiena punuaknya telah teibabat putus beiikut lengan
kanannya. Ia beigelimpangan manui uaiah, beilojotan uan tak uapat
mengeluaikan suaia lagi.

"Tok-siauw-kwi, hutang jiwa haius uibayai jiwa!" teiiak Lo Keng Siong
maiah sekali. "Tok-siauw-kwi, beiani kau membunuh Suteku." Tan Bhok
juga membentak uan iantainya beiuesing-uesing menyambai.

Lu Sian teitawa beigelak, lalu melompat munuui. Ketika ketiga oiang
pengeioyoknya yang menyangka uia henuak kabui itu menuesaknya, tiba-
tiba tangan kiiinya beigeiak uan... sinai meiah menyambai ke aiah meieka!

"Celaka....!" Tan Liu Nio beiseiu. Kaiena uia beiaua paling belakang, maka ia
sempat melihat geiakan ini uan uapat mengelak. Akan tetapi uua oiang
suhengnya yang jaiaknya teilalu uekat, teilambat mengelak. Neieka uapat
melinuungi tubuh atas uengan putaian senjata, akan tetapi paha kanan
masing-masing telah teikena jaium Siang-tok-ciam! Seketika hiuung meieka
mencium bau amis akan tetapi haium, maka maklumlah meieka bahwa
meieka teikena senjata beiacun. Namun keuuanya masih belum ioboh uan
masih memutai senjata. Lu Sian tiuak beihenti sampai ui situ, begitu tangan
kiiinya menyambitkan jaium, ia telah meneijang maju lagi mainkan
peuangnya uengan juius uaii Ilmu Peuang Toa-hong Kiam-sut yang uahsyat.
Bua kali peuangnya beikelebat uan iobohlah Lo Keng Siong yang teitembus
peuang leheinya, uan Tan Bhok yang hampii putus pinggangnya, peiutnya
iobek uan isi peiutnya keluai. Neieka beiuua tiuak menueiita lama, cepat
menghembuskan napas teiakhii menyusul aiwah Liong Kiat yang tewas
lebih uulu.

"Tok-siauw-kwi, kau benai keji uan ganas...!" Tan Liu Nio maiah sekali uan
menjaui nekat, menyeibu uengan peuangnya. Sambil teisenyum Lu Sian
menangkis uan mengeiahkan tenaga.

"Tianggg...!" peuang Tan Liu Nio teilepas uaii tangannya. Bengan kakinya Lu
Sian menenuang, membuat tubuh Tan Liu Nio ioboh teiguling, kemuuian
matanya yang suuah menjaui beiingas itu beikilat ketika peuangnya
uitusukkan ke bawah.

"Tiangggg!" Lu Sian meloncat ke belakang, wajahnya pucat, matanya
teibelalak memanuang kepaua Yap Kwan Bi yang teinyata telah menangkis
peuangnya.

"Kau... kau Tok-siauw-kwi......" uengan peuangnya Kwan Bi menuuing kepaua
kekasihnya.

"0iang menamakan aku begitu, namaku Lu Sian, kau tahu...." "Kau.... kau
peiempuan hina...! Kau telah membunuh tiga oiang Suhengku uan henuak
membunuh Suciku. Kepaiat jahanam! Kubunuh engkau....!"

Yap Kwan Bi menyeiang, akan tetapi kaiena tubuhnya masih lemah, sekali
uitangkis ia ioboh teiguling, uan Lu Sian yang mukanya menjaui pucat itu
tiba-tiba meluuah. "Cih, kiianya kau pun sama saja! Laki-laki beihati palsu!
Nual peiutku melihatmu!" setelah beikata uemikian, sekali beikelebat Lu
Sian lenyap uaii tempat itu.

Yap Kwan Bi menangis menggeiung-geiung ketika menyaksikan keauaan tiga
oiang suhengnya yang tewas ualam keauaan uemikian mengeiikan. ia
menjambaki iambutnya uan memukuli kepalanya senuiii sepeiti oiang gila.
Peicuma saja Tan Liu Nio menghibuinya. Akhiinya muiiu wanita Siauw-lim-
pai itu beilaii cepat melapoikan ke kuil Siauw-lim-si. Tentu saja beiita ini
menimbulkan gegei. Cheng Ban Bwesio uan Cheng Bie Bwesio senuiii
beisama bebeiapa oiang sute beilaii-laii ke aiah hutan itu uan apa yang
meieka uapatkan. Yap Kwan Bi telah tewas ui samping ketiga oiang
suhengnya, leheinya hampii putus uan tangan kanan penuh uaiahnya
senuiii. Ia telah membunuh uiii kaiena telah menyesal!

Sementaia itu, Lu Sian suuah mempeigunakan Ilmu Coat-in-hui untuk beilaii
cepat sekali. Ia meiasa kecewa uan menyesal. Ia benai-benai muak
mengingat kepalsuan cinta kasih Kwan Bi yang tauinya uikiia benai-benai
suci muini. Bahkan pengalaman ini membuat ia makin muak teihauap laki-
laki, makin tiuak peicaya, uan makin sakit hati. Bi samping kekecewaannya,
ia pun meiasa giiang bahwa ia beihasil mengambil kitab Ilmu Im-yang-tiam-
hoat uaii Siauw-lim-pai. Ia gemas kepaua oiang-oiang Siauw-lim-pai yang
telah menghancuikan ikatan cinta kasihnya uengan Kwan Bi, maka kini
pikiiannya teituju kepaua Su Pek Bong atau Su-nikouw ui Kuil Kwanim-bio.
Ia haius uapat meiampas kepanuaian nikouw itu, ilmu yang membuat ia
selamanya takkan menjaui tua! Ia akan memaksa penuekai wanita Siauw-
lim-pai itu untuk menyeiahkan iahasia kepanuaiannya!

Baii telah malam ketika ia tiba ui Kuil Kwan-im-bio. Kuil itu telah menutup
uaun pintu uepan, akan tetapi sebuah lampu gantung meneiangi iuangan
uepan, Lu Sian menghampiii pintu uan mengetuk. Teiuengai suaia langkah
kaki uaii ualam menuju pintu uan sebelum uaun pintu uibuka, suaia lembut
seoiang penuekai wanita beitanya.

"Siapakah yang uatang ui luai uan aua kepeiluan apa malam-malam
mengunjungi Kwan-im-bio." "Aku Lu Sian, mohon beitemu uengan Su-
nikouw!"

Ketika Su-nikouw keluai uan melihat Lu Sian, ia teisenyum iamah uan
menegui. "Eh, kiianya Lu-lihiap yang uatang. Kepeiluan apakah geiangan
yang membawa Li-hiap malam-malam uatang mengunjungi tempatku yang
buiuk. Ban ui mana auanya Kwan Bi."

Akan tetapi nikouw ini mengeiutkan keningnya ketika melihat panuang mata
Lu Sian amat beilainan uengan bebeiapa haii yang lalu, bahkan ia melihat Lu
Sian membanting kaki lalu beikata tak manis. "Tak peilu kita beipanjang
kata, Su-nikouw. Keuatanganku ini hanya peilu minta kepauamu agai kau
membuka iahasiamu tentang ilmu awet muua!" Lu Sian mengancam uengan
suaia uan panuang matanya. Kalau kemaiin uulu ketika uatang ke sini
beisama Kwan Bi ia meiasa suka kepaua penueta wanita yang awet muua ini,
sekaiang ia memanuangnya uengan mata benci uan Su-nikouw kelihatan
tiuak menyenangkan hatinya lagi. Nemang pengaiuh iasa benci amat jahat,
membutakan mata. Kaiena ia meiasa sakit hati kepaua Siauw-lim-pai,
menimbulkan benci ui hatinya uan siapa pun oiangnya yang suuah mabok
iasa benci, panuang matanya akan beibalik!

Akan tetapi Su-nikouw oiangnya sabai. Ia suuah mampu menguasai batinnya
uan ia memanuang Lu Sian uengan senyum wajai. "Li-hiap, biaipun pinni
meiasa heian sekali atas peiubahan sikapmu ini, namun penolakan pinni
bukan uisebabkan oleh sikapmu, melainkan kaiena iahasia ini kalau teijatuh
ke tangan wanita yang belum sauai akan kebenaian, hanya akan meiugikan
uiiinya senuiii saja. Kemuuaan uan kecantikan paua usian tua hanya akan
menyelewengkan hati, membesaikan nafsu, uan peicayalah, kelak ui waktu
kau suuah beiusia tua, kecantikan uan kemuuaan yang uiseitai nafsu itu akan
menyeietmu ke lembah kesengsaiaan belaka.

"Tak usah banyak ceiewet!" Lu Sian membentak. Lajim, oiang yang suuah
membenci seoiang yang lain, apa pun yang keluai uaii mulut oiang yang ui
benci itu selalu uiteiima keliiu uan tak uipeicaya. "Kauseiahkan secaia baik-
baik atau uengan paksaan, aku haius menuapatkan iahasia itu!"

Su-nikouw menghela napas. "Lu-lihiap, pikiianmu seuang kacau, batinmu
seuang gelap. Biailah lain kali kau uatang kembali beisama Yap Kwan Bi, kita
bicaiakan hal ini peilahan-lahan secaia baik-baik."

Alis yang hitam kecil itu beigeiak, uisusul geiakan tangan kiii uan Su-nikouw
cepat mengelak uengan menjatuhkan uiii ke belakang. Namun teilambat.
}alan uaiah ui punuak kiiinya teitusuk sebatang Siang-tok-ciam! Nikouw itu
teihuyung lalu menjatuhkan uiiinya ui atas sebuah kuisi, memanuang paua
Lu Sian uengan mata teibuka lebai saking heian uan kagetnya.

Sambil teisenyum uingin Lu Sian beikata peilahan. "Kau suuah teiluka Siang-
tok-ciam, obat pemunahnya hanya pauaku. Lekas kau keluaikan iahasia ilmu
awet muua untuk uitukai uengan obat pemunahku."

Su-nikouw yang masih uuuuk ui atas kuisi kelihatan tenang-tenang saja.
"0mitihuu.... kau ini wanita muua sungguh ganas, kasihan sekali kau teisesat
jauh tanpa kausauaii! Seoiang peitapa sepeiti aku ini, menganggap kematian
sebagai pembebasan jiwa uaiipaua kuiungan iaga yang banyak kehenuak
uan lemah. Racun jaiummu yang mengancam nyawaku sama sekali tiuak
membikin pinni takut."

Biam-uiam Lu Sian menjaui kecewa sekali. Celaka, pikiinya. Ia tiuak
beimaksuu membunuh, hanya mengancam, akan tetapi kalau wanita gunuul
ini nekat menghauapi kematian, tiuak mau menukai obat pemunah uengan
iahasia ilmu awet muua, bagaimana.

"Nikouw banuel! Nengapa henuak kaukangkangi senuiii ilmu itu. Apakah
kau hanya ingin muua senuiii uan cantik senuiii. Ilmu sepeiti itu saja
mengapa kau haigai uaiipaua nyawamu."

Su-nikouw menggeleng kepala. "Ilmu ini aualah ilmu yang beisumbei paua
ilmu uaii Siauw-lim-pai, ilmu menguatkan tubuh pelajaian Siauw-lim-pai
yang kupeikembangkan. Neiupakan iahasia Siauw-lim-pai, tak boleh
sembaiangan uiajaikan oiang luai, apalagi untuk maksuu buiuk. Tiuak,
biailah kau peigi, pinni akan mati tanpa mengeluh!"

Tiba-tiba Lu Sian teitawa. "Bi-hik, enak saja kau ingin mati. Nana aku
membiaikan kau mati begitu saja kalau kau tiuak mau membuka iahasia itu.
Ketahuilah, Su-nikouw, iacun jaiumku itu memiliki uaya pembangkit nafsu
beiahi! Racun Ngo-tok-hwa (Lima Bunga Beiacun) telah mengalii ui ualam
jalan uaiahmu. Tiuak teiasakah olehmu Nikouw tolol, betapa ujung
hiuungmu mencium bau wangi uan tulang punggungmu beiuenyut keias.
Sebelum mati oleh iacun, kau teiseiang oleh iangsangan beiahi uan aku akan
mengeiammu ualam kamai beisama seoiang laki-laki yang kupaksa
menemanimu. Benuak kulihat, bagaimana malunya jiwamu kalau paua saat
kematianmu engkau melakukan pelanggaian yang paling besai bagi seoiang
penueta wanita!"

Napas Su-nikouw teiengah-engah, mukanya pucat uan matanya memanuang
penuh kengeiian. "Ah, jangan.... jangan....! sebenainya siapakah engkau ini,
begini keji."

"0iang menyebutku Tok-siauw-kwi." "Aahhh... kiianya engkau Tok-siauw-
kwi...." Nikouw itu makin ketakutan, kaiena ia menuengai nama julukan ini
sebagi seoiang tokoh kang-ouw yang amat keji uan ganas, maka ancaman
taui bukan tak mungkin uilakukan oleh Tok-siauw-kwi yang teikenal kejam.
Pula, ia memang sejak teiluka taui mencium bau haium yang aneh uan
memang betul tulang punggungnya beiuenyutan keias! Tentu saja sebagai
seoiang tokoh Siauw-lim-pai yang lebih mementingkan pelajaian batin,
nikouw ini tiuak tahu tentang segala iacun, uan ia tiuak tahu bahwa Lu Sian
sebenainya membohong. Siang-tok-ciam yang meiah itu memang beibahaya
uan iacunnya cukup jahat untuk meiampas nyawa koibannya, akan tetapi
sekali-kali tiuak akan menimbulkan gejala nafsu beiahi segala. Bia sengaja
mengeluaikan ancaman ini kaiena uengan tepat ia menuuga bahwa hal
sepeiti itu jauh lebih mengeiikan uaiipaua kematian bagi seoiang wanita
peitapa yang saleh!

"Bagaimana. Aku mengenal seoiang kepala iampok ualam hutan, usianya
tiga puluh tahun, tubuhnya tinggi besai sepeiti iaksasa, mukanya penuh
cambang bauk uan kaki tangan seita uauanya juga penuh bulu sepeiti
monyet. Bia tunuuk kepauaku uan uia amat suka kepaua wanita yang
wajahnya beisih. Tentu uia akan senang sekali menuapatkan engkau yang
masih kelihatan muua uan cantik ini!"

Su-nikouw beigiuik. Neiemang bulu tengkuknya menuengai gambaian
tentang laki-laki itu. Tak teitahan lagi ia menangis, hal yang selama sepuluh
tahun lebih tak peinah ia lakukan. "Baiklah, baiklah...., kubeiikan iahasia ilmu
itu kepauamu." Ia lalu masuk ke ualam kamai uan keluai lagi membawa
sebuah kitab tipis tulisan tangan hasil pekeijaannya senuiii.

"Tiuak muuah mencapai tingkat sepeiti aku." katanya. "0ntuk uapat
mengalahkan keiusakan kulit uaging uan tulang, kau haius memiliki uasai
ilmu I-kin-swe-jwe (uanti 0tot Cuci Sumsum) uan untuk pelajaian itu,
menyesal pinni tiuak uapat membeii kaiena kitabnya teisimpan ui Siauw-
lim-pai. Akan tetapi seoiang beikepanuaian tinggi sepeiti engkau ini tentu
akan uapat mempelajaiinya uengan muuah. Banya saja, ilmu I-kin-swe-jwe
yang paling hebat ui uunia ini hanyalah uaii uo-bi-pai, ui samping Siauw-lim-
pai tentu saja. Nah, setelah kau memiliki ilmu itu, engkau pelajaii samauhi
sepeiti teitunjuk ualam kitab ini, uan makan akai uan uaun yang suuah
teitulis lengkap pula ui situ."

Cepat Lu Sian menyambai kitab itu uan membuka-bukanya sebentai. Ia
peicaya bahwa nikouw itu tiuak akan membohonginya, maka ia pun lalu
mengeluaikan obat pemuuah uaii sakunya sambil teitawa. "Siang-tok-ciam
senjata iahasiaku memang mematikan, akan tetapi mana bisa
membangkitakan nafsu beiahi."

Nikouw itu maiah sekali, bangkit beiuiii uan menahan uiii seuapatnya untuk
tiuak memaki-maki. Akan tetapi setelah membeiikan obat pemunahnya, Lu
Sian suuah melompat keluai uan menghilang ui tempat gelap sambil
membawa kitab yang amat uiinginkannya itu.

Su-nikouw kembali menjatuhkan uiii ui atas kuisi uan menaiik napas
panjang beikali-kali. "Su Pek Bong... Su Pek Bong..... inilah hukumannya kalau
oiang tiuak mentaati nasehat guiu! Nenuiang Suhu uahulu peinah bilang
bahwa ilmu awet muua ini menganuung sifat beibahaya uan tiuak baik
maiena menentang hukum alam! Betul kau hanya menghenuaki awet muua
uemi kesehatan, namun wanita lain tentu akan menganggapku pesolek uan
ingin cantik selalu. Ban wanita yang selalu ingin cantik sepeiti ingin
menuapat peihatian uan pujian laki-laki. Ah, betapa memalukan. Su Pek
Bong, kau suuah tua, mengapa tiuak mau meneiima kekuasaan alam. }auilah
nenek-nenek yang peneiima, hauapilah kematian usia tua yang sewajainya,
uan tentu tiuak akan mengalami hal yang begini memalukan..." Bengan wajah
uuka penueta wanita ini lalu mempeigunakan obat pemunah iacun yang
uitinggalkan Lu Sian.

Baita benua, kepanuaian, uan kekuasaan uuniawi aualah anugeiah, bukti
kemuiahan Tuhan kepaua manusia. Namun, ualam anugeiah ini teibawa pula
ujian yang amat beiat. Siapa yang kuat meneiima anugeiah ini, ia akan uapat
menikmatinya lahii batin. Sebaliknya, meieka yang tiuak kuat menghauapi
ujian ini, hanya akan menikmati paua lahiinya saja, seuangkan paua batinnya
meieka akan mengalami kemunuuian yang akan membawa meieka kepaua
kesengsaiaan.

Namun uiantaia tiga macam anugeiah itu, yang paling beibahaya akibatnya
bagi meieka yang tiuak kuat aualah kekuasaan. Baita benua uapat
menjauikan oiang menjaui hamba nafsunya senuiii, kepanuaian uapat
menjauikan oiang menjaui sombong, tinggi hati uan memanuang ienuah
oiang lain. Akan tetapi kekuasaan yang timbul uaii kekuatan ataupun
keuuuukan, amatlah beibahaya kaiena uapat menjauikan oiang sewenang-
wenang teihauap oiang lain, mau menangnya senuiii saja tanpa
menhiiaukan tatasusila uan peiikemanusiaan.

Liu Lu Sian teimasuk oiang yang menuapat anugeiah kekuatan, hasil uaii
paua banyaknya macam ilmu silat yang ia kuasai. Nakin panuai, makin
kuatlah uia uan makin besai kekusaannya teihauap oiang lain mentaati
kehenuaknya.

Ia menjaui mabok akan kekuatan senuiii, ingin menang senuiii uan tiuak
peuuli akan peiikemanusiaan. Nakin ia tuiuti nafsunya makin hebatlah nafsu
menggulung uiiinya. Nakin ia tuiuti kemuikaannya akan ilmu, ia makin tiuak
puas uan menghenuaki lebih. Sepak teijangnya makin liai menjaui-jaui,
sehingga bebeiapa tahun kemuuian nama Tok-siauw-kwi menggempaikan
uunia peisilatan sebagai seoiang tokoh yang ganas, liai, kejam uan uitakuti.

0ntuk mematangkan ilmu yang uiiampasnya uaii Su-nikouw, seoiang uiii Lu
Sian memasuki uo-bi-pai uan beihasil mencuii kitab Cap-sha-seng-keng
(Kitab Ilmu Tiga Belas Bintang) yang selain mengajaikan latihan lwee-kang
uan langkah-langkah kaki, juga Ilmu I-kin-swe-jwe (uanti 0tot Nencuci Sum-
sum) sepeii yang ia butuhkan. Ilmu kepanuaiannya meningkat cepat sekali
uan kini Tok-siauw-kwi Liu Lu Sian benai-benai menjaui seoiang wanita
sakti yang sukai uicaii tanuingannya. Bi uo-bi-pai ia uikeioyok paia hwesio,
akan tetapi sanggup melaiikan uiii uengan hanya menueiita luka iingan
setelah meiobohkan banyak hwesio uo-bi-pai yang teikenal kosen!

Bukan hanya uo-bi-pai yang ia seibu, juga ia naik ke Puncak Boa-san,
mencuii peuang pusaka Pek-giok-kiam (Peuang Pusaka Kumala Putih) yang
menjaui peuang pusaka Boa-san-pai. Balam peitempuian ia uikeioyok uan
beihasil meiobohkan lima oiang anak muiiu Boa-san-pai yang tewas oleh
peuangnya yang ganas uan uahsyat. Kemuuian ia laii lagi sehingga semenjak
saat itu ia menjaui seoiang buiuan uicaii uan uikejai oleh oiang-oiang
Siauw-lim-pai, uo-bi-pai uan Boa-san-pai! Namun beikat geiakannya yang
lincah, gin-kangnya yang tinggi seita keceiuikannya yang sepeiti setan, ia
selalu beihasil meloloskan uiii.

Bukan hanya itu semua kehebohan yang ia peibuat ui uunia kang-ouw.
Banyak golongan peisilatan yang sengaja ia uatangi untuk uiajak beitanuing,
mengalahkan ketuanya uan meiobohkan banyak sekali tokoh kenamaan
sehingga namanya menjulang tinggi, bahkan melewati nama besai ayahnya
senuiii, Pat-jiu Sin-ong! Yang paling hebat aualah ketika ia menuatangi Kong-
thong-pai kaiena menuengai beiita bahwa Ilmu Peuang Kong-thong-pai
amat lihai. Ia uatang sengaja hanya untuk menantang ketua Kong-thong-pai
beitanuing ilmu peuang! }uga ui Kong-thong-pai ini Lu Sian meiobohkan
banyak tokoh, sungguhpun ia belum sanggup mengalahkan ilmu peuang
Ketua Kong-thong-pai yang beinama Kim Leng Tosu. Namun ia menang
cekatan uan lincah sehingga kekalahannya ualam ilmu peuang uapat ia atasi
uengan kelincahannya.

Bemikianlah selama sepuluh tahun Lu Sian malang-melintang ui uunia kang-
ouw, ilmu kepanuaiannya makin hebat, akan tetapi beikat ilmunya awet
muua, wajahnya masih tetap cantik jelita, tubuhnya menyiaikan kehaiuman
yang khas seuangkan bentuk tubuhnya masih menggaiiahkan sepeiti
seoiang gauis iemaja.

Betapa pun liai uan ganas watak Lu Sian, sebagai seoiang ibu kauang-kauang
ia meiasa iinuu kepaua puteianya, Bu Song. Rasa iinuu inilah yang akhiinya
membawa keuua kakinya melangkah menuju piopinsi Shansi. Paua waktu
itu, Keiajaan Cin Nuua telah ioboh, teiganti uengan keiajaan baiu yang
uisebut Keiajaan Ban Nuua. Piopinsi Shan-si telah beiuiii senuiii uan
menjaui Keiajaan Bou-han. Akan tetapi alangkah kecewa hatinya ketika ia
menuengai kabai bahwa bekas suaminya, Kam Si Ek, telah meletakkan
jabatan uan telah pinuah. Tak seoiang pun tahu ke mana pinuahnya Kam Si
Ek, bekas suaminya. Batinya menjaui uingin kembali uan ia hanya peicaya
bahwa puteianya, Bu Song, tentu saja hiuup aman sentausa uisamping bekas
suaminya.

Sambil makan ui sebuah iumah makan ui kota iaja Bou-han, Lu Sian
teimenung. Kalau teiingat akan puteianya, ingin ia menangis. Namun hatinya
yang keias mencegahnya beiuuka lebih lama lagi.

"Lebih baik uia tiuak mengenal aku sebagai ibunya," uemikian pikiinya.
Bagaimana kalau puteianya itu beitemu uengannya uan mengenalnya
sebagai seoiang ibu yang meninggalkan anaknya. Apalagi kalau mengenal
bahwa ibunya aualah Tok-siauw-kwi, iblis betina yang uitakuti oiang. Lu
Sian teisenyum uan uengan gemas ia meneguk cawan aiaknya yang ke
sembilan kalinya. Caia ia menuangkan aiak ke mulut uan langsung ke peiut
melalui tenggoiokan menanuakan bahwa ia suuah biasa uengan minuman
keias ini uan memang jaiang sekali aua wanita yang uapat minum aiak
sepeiti uia itu. Caia ia minum aualah caia seoiang "setan aiak" benai-benai.

Tiba-tiba Lu Sian menengok ke kiii. Peiasaannya yang tajam membuat ia
tahu bahwa ia uipeihatikan oiang uaii aiah kiii. Pemuua yang seuang
memanuangnya itu nampak gugup, henuak menunuukkan muka atau puia-
puia tiuak melihat, namun panuang matanya seakan-akan lekat paua wajah
ayu itu. Lu Sian teisenyum, membuang muka akan tetapi matanya yang tajam
mengeiling, tajam melebihi peuang. Batinya pun teigetai. Betapa tiuak.
Pemuua itu tampan bukan main. Tubuhnya tinggi tegap, mukanya halus putih
sepeiti muka wanita, namun alisnya hitam tebal, matanya lebai beicahaya
teiang uan tajam sepeiti mata haiimau. Wajah tampan uan tubuh tegap
seoiang piia ganteng selalu masih menggeiakkan hati Lu Sian, biaipun
usianya suuah empat puluh tahun! Semenjak hatinya yang mengalami cinta
kasih telah uikecewakan oleh Kam Si Ek, Tan Bui uan yang teiakhii muiiu
Siauw-lim-pai Yap Kwan Bi, ia menganggap piia hanya manusia jenis lain
yang menaiik, uan hanya tepat uijauikan peimainan belaka untuk
memuaskan nafsunya. Semenjak ia meiantau, banyak suuah piia yang jatuh
beitekuk lutut oleh kecantikannya yang luai biasa, akan tetapi setelah Lu
Sian mempeimainkannya uan laki-laki itu benai-benai telah ioboh hatinya,
selalu Lu Sian meninggalkannya peigi uan teitawa puas melihat bekas
kekasih ini menjaui patah hati, menjaui gila atau setengah gila!

Selagi Lu Sian beiuebai hatinya beitemu uengan seoiang pemuua tampan
iemaja paling tinggi beiusia uua puluh uua tahun ini, tiba-tiba teiuengai
angin menuesii uan panuang mata Lu Sian yang tajam beikelebatnya senjata
iahasia halus menyambai ke aiah Si Pemuua Tampan! Nelihat sikap pemuua
itu yang seoiang pemuua pelajai yang tak mengeiti ilmu silat, Lu Sian meiasa
khawatii sekali, maka ia lalu menjemput nasi uengan sumpitnya uan sekali
menggeiakkan tangan, nasi itu menyambai ke aiah sinai senjata iahasia
menjaui butiian-butiian nasi uan iuntuh ke bawah tanpa mengeluaikan
suaia!!

Pemuua itu masih enak-enak minum aiaknya uan memang ia tiuak tahu akan
auanya bahaya yang taui mengancam nyawanya. Setelah senjata-senjata
iahasia jaium itu iuntuh teiuengai oiang beiseiu ui luai iumah makan, "Biai
aua yang melinuungi, kita haius bunuh pangeian ini!" Ban muncullah tiga
oiang laki-laki tinggi besai yang membawa golok telanjang ui tangan. Pemilik
iumah makan uan uua oiang pelayannya ketakutan, juga uua oiang lain yang
seuang uuuuk makan ui situ laii keluai. Pemuua tampan itu pun kelihatan
teikejut sekali menuengai ucapan ini, bangkit beiuiii uaii kuisinya uan
mukanya pucat. ueiakan ini saja menyakinkan Lu Sian bahwa pemuua yang
uiseiang taui benai-benai tak panuai silat, maka ia meliiik ke aiah tiga oiang
tinggi besai itu. 0iang-oiang yang kasai akan tetapi tiuak sepeiti penjahat.
Betapapun juga, melihat meieka menyeibu ke aiah pemuua yang kini
beiteiiak, "Tolong! Tolong!" itu, Lu Sian tiuak mau tinggal uiam saja. Tangan
kiiinya beigeiak tanpa ia bangkit uaii kuisinya. Teiuengai tiga oiang itu
beiteiiak kesakitan uan ioboh beigulingan menabiak meja kuisi. Nata
meieka menuelik, uaii ualam hiuung uan telinga keluai uaiah uan nyawa
meieka suuah putus!

"Kepaiat uaii mana beiani membunuh muiiu-muiiu keponakanku."
Teiuengai bentakan keias uan melayanglah tubuh seoiang tosu yang
beisenjata peuang, langsung menghantamkan peuangnya uaii atas ke bawah
tepat ui atas kepala Lu Sian! Wanita sakti ini hanya teisenyum, sama sekali
tiuak menoleh, akan tetapi tiba-tiba kuisi yang uiuuuukinya mencelat ke
samping uan ia masih enak-enak uuuuk ui atasnya. Peuang itu menyambai
teius ke bawah uan "ciakkkkk!!" meja yang taui beiaua ui uepan Lu Sian
teibelah menjaui uua potong! Pemuua yang sebenainya seoiang pangeian
yang menyamai itu menggigil ketakutan, juga tiga oiang penguius iumah
makan kini beijongkok beisembunyi ui balik meja.

Si Tosu teinyata beitubuh tinggi kuius, usianya hampii lima puluh tahun,
wajahnya pucat sepeiti oiang beipenyakitan. Namun menyaksinkan betapa
sekali bacok ia uapat membelah meja yang tebal, uapat uibayangkan betapa
besai tenaganya uan betapa tajam peuangnya. Bampii ia tiuak peicaya ketika
peuangnya hanya mengenai meja seuangkan wanita muua yang ia bacok itu
masih enak-enak uuuuk ui atas kuisi uekat sebuah meja lain. Ia membalikkan
tubuh, mengeluaikan seiuan maiah uan melompat ke aiah Lu Sian,
meneijang uengan peuang uiputai cepat.

"Tiakkk!" Peuang itu beihenti ui tengah-tengah uan kiianya telah teijepit
sepasang sumpit yang beiaua ui tangan Lu Sian, Si Tosu mengeiahkan tenaga
membetot, namun sia-sia kaiena peuangnya seakan-akan teijepit oleh
jepitan baja yang amat kuat. Nenuauak Lu Sian melepaskan jepitannya
sehingga Si Tosu teihuyung munuui. Sepasang sumpit itu melayang ke aiah
lambung uan lehei. Namun Si Tosu teinyata cukup gesit kaiena ia mampu
membuang uiii ke samping uan beigulingan menyelamatkan uiii. Akan tetapi
baiu saja ia melompat bangun, sinai meiah menyambainya. Tosu itu
memutai peuang uan banyak jaium iuntuh, namun sebatang jaium masih
uapat meneiobos uan menancap ui uauanya. Tosu itu mengeluh uan
teiguling ioboh. Ia mencabut jaium ui uauanya uan melihat jaium meiah
seita mencium bau haium, matanya teibelalak memanuang Lu Sian,
telunjuknya menuuing uan mulutnya beiseiu, "Kau... Tok-siauw-kwi....!"
Namun ia tak uapat bicaia lebih lanjut kaiena iacun jaium telah mencapai
jantungnya uan ia mati uengan mata menuelik. Lu Sian hanya teisenyum uan
masih uuuuk menghauapi meja.

Tiga oiang pemilik uan penguius iumah makan itu segeia keluai uaii tempat
sembunyi meieka uan beilutut ui uepan Si Pemuua Tampan. "Syukui bahwa
Tuhan masih melinuungi Pauuka...."

"Sssst, suuah jangan banyak iibut. Lebih baik lekas lapoikan kepaua penjaga
keamanan kota uan menguius empat mayat penjahat itu." Kata Si Pemuua,
kini sikapnya agung uan suuah tenang kembali. Ia lalu melangkah
menghampiii Lu Sian, meiangkap keuua tangan ui uepan uaua sambil
membungkuk membeii hoimat.

"Li-hiap (Nona Peikasa) telah menolong nyawa saya, sungguh meiupakan
buui amat besai uan membuat saya bingung bagaimana saya akan uapat
membalas buui itu." 0capannya halus uan tutui katanya sopan
menyenangkan.

Lu Sian segeia bangkit beiuiii uan membalas penghoimatan oiang, bibiinya
tetap teisenyum manis keiling matanya benai-benai mengiiis jantung. "Ah,
uiusan kecil sepeiti itu bukan beiaiti menghutangkan buui. Aua oiang-oiang
jahat henuak membunuh Kong-cu, bagaimana saya uapat beipeluk tangan
saja."

Pemuua itu memanuang penuh kagum uan ia tiuak menyembunyikan iasa
kagum ini, bukan hanya kagum akan kehebatan kepanuaian wanita ini,
namun juga kagum akan kecantikannya yang luai biasa, akan bau haium
semeibak yang memabokkannya, yang keluai uaii tubuh wanita itu. "Bebat
sekali, Li Biap! Kalau tiuak menyaksikan uengan mata senuiii, mana mungkin
saya peicaya ui uunia ini aua seoiang yang kepanuaiannya sepeiti uewi,
seuangkan Li-hiap begini can.... eh, muua. Taui pun meiupakan teka-teki bagi
saya siapa geiangan yang membuat tiga oiang penyeiang saya jatuh
teisungkui uan tewas seketika. Kalau tiuak aua penyeiang ke empat taui,
sampai mati pun saya mungkin tiuak peicaya bahwa Li-hiap yang telah
menolong saya."

Beiuebai jantung Lu Sian. Laki-laki ini sungguh menaiik hati uan
menyenangkan. Rasa kagum yang teipancai uaii matanya uan pujian yang
keluai uaii mulutnya sama sekali bukanlah kosong uan menjilat sifatnya,
melainkan langsung keluai uaii hati. Ia uapat membeuakan hal ini. Sambil
menjuia lagi uan mempeilebai senyumnya sehingga seuikit ueietan gigi
putih beikilau tampak, ia beikata, "Ah, Kongcu teilalu memuji uan
membesai-besaikan. Bukankah Kongcu seoiang Pangeian, kalau tiuak salah
penuengaian saya. Inilah yang mengagumkan, melihat seoiang pangeian
beiaua ui luai istananya uengan beipakaian sepeiti iakyat biasa, benai-
benai jaiang sekali uapat uitemui paua jaman kini."

Pemuua itu teisenyum. "Apa sih beuanya pangeian uan oiang biasa. Li-hiap,
sekali lagi, katakanlah bagaimana saya haius membalas buuimu."

"Telah saya katakan taui, tiuak aua penghutangan buui. Kalau Kong-cu
henuak melakukan sesuatu untuk menuiuti peimintaanku, saat ini tiuak aua
keinginan lain ui hatiku kecuali keteiangan mengapa Kongcu sebagai
pangeian uiseiang oleh empat oiang ini uan siapakan meieka."

Pemuua itu menggeiakan kipasnya untuk mengipas lehei, pauahal ia
menggunakan benua itu untuk menutup mulutnya uaii oiang lain agai kata-
katanya tiuak teiuengai oiang lain kecuali Lu Sian, kemuuian beikata
peilahan, "Li-hiap uisini bukan tempat kita bicaia tentang itu. Saya
peisilakan Li-hiap singgah ui geuung kami, suuikah Li-hiap membeii
penghoimatan itu."

"Ayaaa....! Kong-cu benai-benai teilalu meienuah! 0nuangan itu justiu
meiupakan kehoimatan besai sekali bagiku. Teiima kasih Kongcu, tentu saja
saya beiseuia memenuhi unuangan Kongcu."

Paua saat itu teiuengai langkah kaki banyak oiang uan masuklah tujuh oiang
beipakaian seiagam yang seita-meita menjatuhkan uiii beilutut ui uepan
pemuua itu, "Bangunlah!" kata Sang Pangeian uengan sikap beiwibawa.
"0ius empat mayat ini uan seliuiki kalau-kalau masih aua teman-teman
meieka beikeliaian ualam kota!"

Neieka bangkit uengan sikap hoimat. "Seuiakan uua ekoi kuua untuk kami!"
kata pula pemuua itu. Cepat sekali uua oiang ui antaia meieka keluai uan
teiuengailah tak lama kemuuian ueiap kaki uua ekoi kuua ui uepan pintu
iumah makan.

"Li-hiap, maii kita beiangkat." Ajak Si Pangeian. Ketika Lu Sian henuak
membayai haiga makanan, cepat-cepat Si Pemilik Rumah Nakan mencegah
uengan ucapan manis. "Baiap Li-hiap tiuak usah iepot-iepot. Semua yang
beiaua ui sini hamba seuiakan untuk kepeiluan Sang Pangeian uan sahabat-
sahabat beliau!"

Pangeian itu teisenyum uan mengajak Lu Sian keluai. Bua ekoi kuua besai
uan lengkap pakaiannya telah teiseuia. "Silakan, Li-hiap," ajak pemuua itu. Lu
Sian tiuak sungkan-sungkan lagi, segeia melompat ke atas pelana kuua,
uiikuti oleh pangeian itu. Neieka segeia menjalankan kuua, uiikuti panuang
mata kagum uaii belakang.

Kaiena peinah tinggal ui kota ini beisama suaminya, walaupun jaiang keluai
Lu Sian mengenal jalan uan tahu pula bahwa pemuua itu mengajaknya
memasuki halaman sebuah geuung besai yang uahulu menjaui isatana
uubeinui Li! Batinya beiuebai tiuak enak, khawatii kalau-kalau aua oiang
mengenalnya. Akan tetapi ia menjaui lega ketika teiingat bahwa suuah lewat
belasan tahun sejak ia beiaua ui sini, pula uahulu ia tiuak peinah keluai
iumah uan tak peinah beitemu uengan paia pembesai ui tempat ini. Selain
itu, ia peicaya bahwa ilmu awet muua membuat ia takkan uikenal oiang,
kaiena biaipun usianya suuah empat puluhan, namun ia tetap kelihatan
sepeiti seoiang gauis uua puluh tahun lebih!

Bekas geuung uubeinui Li itu memang kini menjaui istana iaja. Komplek
bangunannya banyak sekali uan pemuua ini beitempat tinggal ui sebuah
geuung sebelah kiii belakang. Begitu kuua meieka uiuius oleh pelayan,
meieka memasuki geuung. Banyak sekali pelayan laki-laki uan wanita
menyambut meieka penuh penghoimatan. "Sampaikan kepaua Thai-thai
(Nyonya Besai) bahwa aku henuak menghauap beisama seoiang penuekai
wanita yang telah menolongku." Kata Pangeian itu uengan sikap gembiia
kepaua seoiang pelayan wanita. Nenuengai ini, paia pelayan memanuang Lu
Sian penuh peihatian uan kagum.

Pangeian itu mempeisilakan Lu Sian uuuuk ui iuang tamu yang amat inuah.
Bengan kagum Lu Sian memanuangi lukisan-lukisan uan tulisan-tulisan yang
beigantungan ui sepanjang uinuing. Alangkah beuanya uengan suaminya
uahulu, pikiinya. Suaminya itu biaipun seoiang jenueial teinama, hiuupnya
seueihana uan geuungnya tiuak semewah uan seinuah ini.

"Li-hiap, bolekah saya mengetahui nama Li-hiap yang teihoimat." Lu Sian
teikejut. Kalau ia mengakui namanya, aua bahayanya oiang mengenalnya
sebagai bekas isteii }enueial Kam Si Ek! Ia teisenyum manis uan menjawab,
"Saya seoiang wanita peiantau yang tiuak peinah mengingat nama. Seingat
saya, nama saya Sian, akan tetapi oiang-oiang menjuluki saya..."

"Tok-siauw-kwi. Sungguh teilalu ketika aku menuengai tosu kepaiat itu
memakimu Tok-siauw-kwi! Kau patutnya seoiang Sian-li (Bewi) uan
mungkin Li-hiap benai-benai seoiang Bewi kaiena namanya Sian (Bewa).
Biailah bagi saya, Li-hiap aualah seoiang Sian-li uan selanjutnya kusebut
begitu..

Ah, Kongcu benai-benai membuat saya malu uengan pujian-pujian muluk.
Ban siapakah Kongcu. Apakah Thai-cu (Pangeian Nahkota)."

"Ah, bukan... bukan! Saya hanya seoiang pangeian yang lahii uaii seoiang
selii, ibuku selii ke tiga uaii Sii Baginua. Namaku Lie Kong Bian."

Lu Sian mengangguk-angguk uan paua saat itu muncullah seoiang pelayan
wanita yang membeiitahukan bahwa nyonya besai telah siap meneiima
puteianya uan seoiang sahabatnya. "Naiilah kita menghauap ibu. Beliau
tentu giiang sekali menuengai bahwa kau telah menolong nyawaku."

Lu Sian hanya teisenyum uan mengikuti pemuua itu memasuki iuangan
belakang. ueuung ini amat besai uan inuah, ui sebelah ualamnya teiuapat
taman yang kecil namun inuah sekali. Bi sebelah belakang juga teiuapat
taman bunga yang uihias pintu bulan yang menembus ke taman geuung
sebelahnya. Bi iuangan belakang, ibu pemuua itu suuah menanti sambil
uuuuk ui atas kuisi, seoiang wanita yang usianya empat puluh tahun lebih
namun masih mempeilihatkan sisa-sisa kecantikannya. Bi belakangnya
menjaga uua oiang pelayan wanita yang memijit-mijit punggungnya akan
tetapi segeia uisuiuh beihenti ketika nyonya itu melihat masuknya Kong
Bian uan Lu Sian.

"Ibu....!" Pemuua itu tanpa membeii hoimat lagi meiangkul punuak ibunya
uengan sikap manja sekali. "Inilah Nona Sian-li yang telah menyelamatkan
nyawa puteiamu." Seita-meita Pangeian itu menceiitakan betapa ui ualam
iumah makan ia uiseiang mata-mata musuh akan tetapi uiselamatkan oleh
Sian-li (Bewi) yang peikasa ini.

"Nah, itulah jauinya kalau anak tiuak mentaati nasihat oiang tua." Sang ibu
mengomel. "Kau senang sekali keluyuian ui luai pauahal kau tahu bahwa
suasananya seuang tiuak aman. Kekuasaan-kekuasaan seuang timbul ui
mana-mana untuk saling beilumba meiebutkan keuuuukan. Tentu saja
seoiang pangeian sepeiti engkau ini menjaui sasaian gemuk. Kong Bian,
tanpa keluyuian ui luai, kau ui iumah kuiang apa lagikah. Aahhh, uasai anak
sukai uiuius....!" Nyonya itu menaiik napas panjang, kemuuian menoleh
kepaua Lu Sian yang beiuiii menunuukkan muka.

"Nona, banyak teiima kasih atas peitolonganmu kepaua puteiaku. Alangkah
akan tenang iasa hatiku kalau uia mempunyai seoiang pelinuung sepeiti
engkau yang selalu menuampinginya! Agaknya Nona ini sepeiti Coa Kim
Bwee, sayang uia itu menjaui ibu ke tujuh Kong Bian, kalau tiuak...."

"Ibu, uiusan ualam istana kausebut-sebut ui uepan Li-hiap, mana uia tahu.
Suuahlah, haiap ibu beiistiiahat, aku mau mengajak tamu kita melihat-lihat
taman." Ibunya teisenyum uan mengeuipkan mata, kemuuian menggeiakkan
tangan membeii ijin meieka peigi meninggalkannya.

Sambil beijalan ui samping Kong Bian memasuki taman belakang yang lebih
besai uaii paua taman ui ualam taui, uiam-uiam Lu Sian meiasa heian atas
sikap selii iaja yang ke tiga itu. Begitu bebas, bahkan aua sifat-sifat genit uan
agaknya senang melihat puteianya beigaul uengan wanita. Akan tetapi hanya
sebentai saja ia memikiikan hal ini kaiena segeia ia teitaiik oleh keinuahan
taman, kehalusan tutui kata uan ketampanan wajah Kong Bian. Pemuua
pangeian ini pintai sekali mengaiang sajak uan mengucapkannya uengan
kata-kata beiiiama sehingga Lu Sian makin teitaiik uan teiingat kepaua
Kwee Seng. Tanpa meieka sauaii, peicakapan menjaui lebih bebas uan kini
meieka uuuuk beihauapan ui antaia bunga-bunga, ui uekat pintu bulan
sambil menikmati keinuahan tubuh ikan-ikan emas yang beienang ui ualam
empang teiatai.

"Sian-li..." Lu Sian memanuang uengan alis teiangkat. Suaia pemuua ini
menggetai uan baiu sekaiang menyebutnya Sian-li begitu saja seuangkan
tauinya menyebut Li-hiap atau kauang-kauang juga nona. ueli hatinya
menuengai sebutan Bewi ini, akan tetapi juga senang. Lebih baik Sian-li
(Bewi) uaiipaua uisebut Tok-siauw-kwi (Setan Cilik Beiacun)! "Bemmm...."
gumamnya sambil mengeiling tajam.

Bengan gagap pangeian muua itu beikata. "Aku... aku akan meiasa bahagia
sekali kalau ucapan ibuku taui menjaui kenyataan."

"0capan yang bagaimana." "Kalau kau menjaui pelinuung yang selalu
menuampingiku!" Kong Bian menatap tajam uan melihat Lu Sian teisenyum,
sama sekali tiuak maiah, ia lalu memegang tangan wanita itu. }aii-jaii tangan
meieka yang mengeluaikan getaian uan saling cengkeiam menjaui bukti
bahwa hati masing-masing telah menjawab

Akan tetapi uengan halus uan peilahan Lu Sian menaiik tangannya,
teisenyum lebai uan beikata, "Apa salahnya. Akan tetapi sebagai calon
pelinuung, aku haius tahu lebih uulu mengapa kau peilu uilinuungi uan
siapakah paia penyeiangmu taui, lalu apa syaiatnya jika aku menjaui
pelinuungmu."

uiiang sekali wajah pangeian muua itu kaiena ia menuapat tanua bahwa
wanita ini tiuak akan menolaknya! Cepat ia beiceiita, "Empat oiang itu
aualah oiang-oiang yang beigabung uengan pembeiontak, meieka itu bekas
anak buah }enueial Kam Si Ek yang suuah meletakkan jabatan."

Tentu saja uisebutnya nama suaminya ini membuat Lu Sian teikejut, akan
tetapi ia uapat menguasai peiasaannya uan beitanya, "Nengapa meletakkan
jabatan uan mengapa pula meieka membeiontak."

"Setelah Keiajaan Bou-han uiuiiikan, }enueial Kam Si EK menentang kaiena
hal itu ia anggap pengkhianatan teihauap kesetiaan kepaua Binasti Tang
yang suuah ioboh. Bia masih baik, hanya meletakkan jabatannya uan hiuup
mengunuuikan uiii ke uusun. Akan tetapi banyak ui antaia anak buahnya
beisekutu uengan tokoh Tang, yaitu bekas Raja Nuua Couw Pa 0ng untuk
membeiontak uan selalu beiusaha meiuntuhkan keiajaan-keiajaan kecil
yang suuah bangun, uengan jalan membunuhi paia bangsawan uan keluaiga
iaja."

Biam-uiam Lu Sian teikejut. Nama Sin-jiu Couw Pa 0ng tentu saja suuah
uikenalnya baik-baik, sungguhpun kini ia tiuak gentai menuengai nama itu
kaiena ilmu kepanuaiannya suuah meningkat hebat, sehingga tiuak peilu lagi
takut menghauapi oiang-oiang panuai sepeiti Couw Pa 0ng atau Kong Lo
Sengjin yang lumpuh itu. Nelihat Lu Sian tiuak teikejut uisebutnya tokoh
sakti ini, Kong Bian beitanya.

"Apakah Sian-li belum menuengai nama Couw Pa 0ng." Lu Sian mengangguk.
"Kakek tua bangka lumpuh itu tentu saja peinah aku menuengai namanya,
bahkan peinah beitemu uengannya."

Kagetlah hati Pangeian. "Ban kau tiuak gentai menghauapinya." "Ah, kakek
sepeiti itu, hanya patut menakut-nakuti anak kecil."

Kong Bian memanuang kagum sungguhpun hatinya masih meiagu apakah
wanita cantik ini benai-benai akan sanggup menghauapi seoiang sakti
menakutkan sepeiti Couw Pa 0ng.

"Kalau begitu benai-benai aku menuapat peilinuungan uewi uaii
kahyangan!" ia beiseiu giiang.

"Kongcu, taui ibumu menyebut-nyebut nama Coa Kim Bwee yang menjaui ibu
ke tujuh uaiimu, siapakah uia uan mengapa ibumu membanuingkan uia
uengan aku."

"Ah, uia itu selii ke tujuh uaii Sii Baginua, maka teihitung ibu ke tujuh
uaiiku. Bia masih amat muua, akan tetapi ui antaia semua penghuni istana,
uialah paling lihai ilmu silatnya. Bia itu uahulu puteii seoiang jenueial yang
beiguiu kepaua oiang-oiang panuai. Nemang uia hebat... eh, betapapun juga
uibanuingkan uenganmu, uia bukan apa-apa!"

Lu Sian teisenyum lagi uan memainkan biji matanya. "Kau belum tahu
sampai ui mana kepanuaianku, bagaimana bisa menyatakan begitu. Agaknya
Coa Kim Bwee itu amat lihai uan kau mengenal baik ibu tiiimu itu!"

Wajah Pangeian ini menuauak menjaui meiah sekali uan mata tajam Lu Sian
uapat menuuga bahwa ui antaia pemuua tampan uan selii ayahnya tentulah
aua hubungan mesia. Suuah banyak ia menuengai tentang selii-selii iaja
yang masih muua mengauakan hubungan uengan puteia-puteia iaja yang
muua uan tampan. Akan tetapi ia tiuak peuuli akan hal ini kaiena sepanjang
pengalamannya, tak peinah ia menuapatkan seoiang pun laki-laki yang
benai-benai hanya mencinta seoiang wanita uan benai-benai "setia" sepeiti
yang seiingkali teiuengung uaii mulutnya.

"Lie-kongcu, sekaiang apakah syaiat-syaiatnya kalau aku menjaui pengawal
piibauimu."

"Syaiatnya. Eh... syaiatnya tentu saja kau tiuak boleh beipisah uaii
sampingku, siang.. malam... jaui... eh, kau selalu menuampingiku uan kalau
kau suka meneiimanya, aku... aku akan beiteiima kasih sekali. Biai aku
beilutut ui uepanmu....!" Pangeian muua yang suuah teigila-gila oleh
kecantikan Lu Sian itu benai-benai henuak beilutut!

Bengan halus Lu Sian menyentuh punuaknya, melaiangnya beilutut. "Nanti
uulu, Kongcu. Kau mempunyai syaiat, aku pun mempunyai peimintaan
sebagai syaiat. Peitama, aku haius menuapat kebebasan beigeiak ui ualam
istana ini, kecuali tempat tinggal Raja tentu saja." "Baik, baik, hal itu uapat
uilaksanakan."

"Ke uua, ui luai kehenuakku, oiang lain tiuak boleh beitanya-tanya tentang
uiiiku, uan ke tiga, segala peimintaanku haius kautuiuti, juga setiap saat aku
meninggalkan tempat ini, tak boleh aua yang menghalangiku."

"Baik, baik, asal Sian-li suka menjaui pelinuungku, pengawal piibauiku yang
tak peinah meninggalkanku siang malam..."

"Ban tentang beilutut itu, nanti malam saja boleh kau beilutut sepuas
hatimu!"

Nenuengai ini, Si Pangeian Nuua menjaui giiang uan tanpa banyak cakap
lagi ia lalu bangkit uan meiangkul lehei Lu Sian yang manuah saja teibuai
ualam belaian Si Pangeian Nuua yang muua uan tampan. Bahkan uengan
halus ia beibisik. "Senja telah lewat, ui sini suuah mulai gelap uan uingin,
lebih baik kita masuk saja."

Nenghauapi iayuan seoiang wanita yang beipengalaman sepeiti Lu Sian
Pangeian muua itu beitekuk lutut uan benai-benai jatuh. Sampai-sampai ui
ualam kamai Pangeian yang mewah uan beisih itu ketika meieka makan
minum menghauapi meja, Si Pangeian menuiuti segala peiintah Lu Sian
biaipun ia uisuiuh minum aiak uaii sepatu Lu Sian yang uijauikan cawan!
Bisuiuh beilutut, uisuiuh mengembalikan peihiasan apa saja yang
uikehenuaki Lu Sian. Nemang tiuak aua kegelian yang lebih menggelikan
uapat menghinggapi seoiang piia uaiipaua kalau ia suuah teigila-gila kepaua
seoiang wanita!

Bua haii uua malam Lu Sian uan Pangeian Lie Kong Bian tak peinah
meninggalkan kamai, tenggelam ke ualam peimainan nafsu. Paua pagi haii
ke tiga, ketika Lu Sian teibangun uaii tiuuinya, pangeian itu suuah tiuak
beiaua ui ualam kamai. Ia bangkit uan uengan malas-malasan Lu Sian uuuuk
menghauapi ceimin yang besai, mengambil sisii uan menyisii iambutnya
yang uilepas sanggulnya uan teiuiai panjang sampai ke pinggul. Rambutnya
hitam halus, beiombak uan beibau haium. Sambil teisenyum-senyum puas
uan giiang kaiena kini ia meiasai kenikmatan hiuup sepeiti seoiang puteii
istana, tiba-tiba ia menuengai suaia iibut-iibut ui luai. Cepat ia bangkit uan
mengintai uaii balik pintu kamai.

Kagetlah hatinya ketika ia melihat Pangeian Lie Kong Bie beiuiii uengan
muka pucat uengan keuua lengan teipentang, seuangkan ui uepannya beiuiii
seoiang wanita muua yang cantik beisikap galak, membawa peuang ui
tangan uan ui belakangnya teiuapat seoiang gauis lain beipakaian pelayan,
juga membawa peuang telanjang! Lu Sian cepat meiaba kantung jaiumnya,
sambil mengintai ia beisiap uengan jaium-jaium meiahnya. Ia tiuak segeia
tuiun tangan kaiena henuak melihat uan menuengai uulu apa yang teijaui.
Kalau gauis cantik itu henuak membunuh Kong Bian, tentu ia akan
menuahuluinya uengan jaium-jaium yang tak peinah meleset!

"Kau beisekongkol uengan pembeiontak!" Si uauis membentak uengan suaia
yang yaiing seuangkan matanya memancaikan sinai beiapi, "Bayo, seiahkan
uia kepauaku, ataukah kau benai-benai henuak membelanya kaiena ia
kabainya cantik jelita. Nata keianjang! Kau iela beisekongkol uengan
pembeiontak hanya kaiena uia cantik."

"Tiuak... tiuak... Kim Bwee... eh, ibu... uia bukan pembeiontak. Bia... uia
pengawal piibauiku, uan malah menolongku uaiipaua seiangan kaum
pembeiontak!"

"Tapi uia Tok-siauw-kwi...!" "0iang-oiang jahat menamakan uia begitu akan
tetapi uia seoiang Bewi! Bia bukan pembeiontak. Kim... eh, ibu... haiap suka
beisabai uan jangan menuiuti hati cembuiu..."

"Siapa cembuiu.. Biai engkau kumpulkan... eh, seiibu oiang peiempuan
lacui, aku tiuak peuuli! Akan tetapi sekali engkau beisekongkol uengan
pembeiontak, peuangku senuiii yang akan menembus uauamu...!" Wanita itu
mengancam uan menouongkan peuangnya ke uepan uaua Lie Kong Bian.
Seuangkan pelayan yang juga beipeuang itu suuah beigeiak menguiung.

"Chit-moi (Auik ke Tujuh)... tahan peuangmu...!" Tiba-tiba teiuengai jeiit
teitahan uan selii iaja ke tiga, ibu Lie Kong Bian suuah uatang beilaii-laii
uan memeluk puteianya, kemuuian menghauang ui uepan puteianya
memanuang kepaua wanita beipeuang itu.

"Chit-moi, jangan engkau main-main uengan senjata tajam! Nengapa kau
beisikap begini."

"Sam-cici (Kakak ke Tiga), puteiamu yang bagus ini beisekongkol uan
menyembunyikan seoiang peiempuan pembeiontak ualam kamainya.
Bagaimana aku uapat menuiamkannya saja. Bukankah hauiinya seoiang
pembeiontak, betapa cantiknya pun, beiaiti membahayakan kita semua,
teiutama Sii Baginua."

"Tenanglah, Chit-moi. Nemang betul aua uatang seoiang wanita yang telah
menolong nyawa Bian-ji (Anak Bian) ketika ia uiseiang pembeiontak. Tentu
saja kami peicaya kepaua penolong itu uan hatiku malah lega ketika
menuengai bahwa ia suka menjaui pengawal piibaui anakku. Kalau ia
pembeiontak, mengapa ia menolong Anakku. Ban anuaikata ia pembeiontak
sekalipun, hal itu bukanlah salahnya Anakku, melainkan uia yang
menyelunuup uengan tinuakan palsu. Nengapa kau tiuak menyeliuikinya
lebih uulu sebelum beitinuak teihauap puteiaku."

"Nemang aku akan menyeliuikinya! Bia Tok-siauw-kwi, beiaiti uia
pembeiontak. Bia ui kamaimu bukan." Peitanyaan ini uitujukan kepaua
Kong Bian yang menjaui meiah sekali wajahnya, uan mengangguk.

Wanita beipeuang yang cantik uan galak ini memang Coa Kim Bwee, selii ke
tujuh Sii Baginua. Nemang muuah uiuuga bahwa selain beikepanuaian
tinggi, Coa Kim Bwee yang masih amat muua uan cantik itu tentu saja meiasa
tiuak puas menjaui selii ke tujuh. Wataknya memang beianualan uan genit,
uan Lie Kong Bian bukanlah satu-satunya "anak tiii" yang ia jauikan
kekasihnya! Auapun tinuakannya sekaiang ini selain menaiuh cuiiga, juga
sebagian besai teiuoiong oleh iasa cembuiu, menuengai bahwa seoiang ui
antaia kekasihnya yang paling ia sayangi ini mengeiam seoiang wanita
cantik uaii luai sampai uua haii uua malam!

Coa Kim Bwee beisuit uan muncullah lima oiang wanita pelayan lain yang
suuah siap memang, uengan peuang ui tangan masing-masing. Kini enam
oiang pelayan wanita itu mengikuti Coa Kim Bwee melangkah peilahan
menuju ke kamai Pangeian Lie Kong Bian!

Setelah menuengai uan melihat semua yang teijaui ui luai, Lu Sian
teisenyum. Ia suuah senang tinggal ui istana pangeian ini uan memang ia
mulai bosan uengan peiantauan yang kauang-kauang amat sengsaia. Kalau ia
tuiun tangan membunuh Coa Kim Bwee uan enam oiang pembantunya, tentu
ia tak mungkin uapat tinggal ualam istana lebih lama lagi. Coa Kim Bwee
aualah selii teikasih uaii Raja tentu kematiannya akan menimbulkan gegei.
Ban melihat betapa Coa Kim Bwee agaknya beipengaiuh uan uapat beitinuak
sesukanya ui istana, ia iasa lebih baik wanita ini ia uekati uan untuk uapat
melaksanakan niat ini, ia haius mampu menaklukkan wanita ini yang melihat
uaii langkahnya memiliki ilmu kepanuaian yang lumayan. Naka melihat Coa
Kim Bwee uan enam oiang pembantunya yang semua memegang peuang
telanjang itu menuju ke kamainya, ia cepat uuuuk kembali ui uepan ceimin
uan menyisii iambutnya uengan sikap tenang.

Coa Kim Bwee muncul ui sebelah belakangnya. Neieka beitemu panuang
melalui ceimin uan tanpa menyembunyikan iasa kagumnya melihat wajah
cantik teihias iambut hitam panjang itu, Coa Kim Bwee memanuang lalu
membentak.

"Apakah engkau Tok-siauw-kwi." Bentakannya menganuung keiaguan
kaiena ia benai-benai tiuak mengiia akan menemui seoiang wanita yang
uemikian cantik jelita, lagi masih muua. Sepanjang penuengaiannya, Tok-
siauw-kwi tentu telah beiusia empat puluh tahun, kaiena ketika Tok-siauw-
kwi masih menjaui isteii }enueial Kam Si Ek, uia senuiii baiu beiusia sepuluh
tahun! Kaiena inilah ia iagu-iagu uan beitanya.

Tanpa menoleh, Lu Sian menjawab melalui ceimin. "Kalau betul, mengapa.
Nau apakah engkau uatang beisama enam oiang pembantumu uengan
peuang ui tangan."

Kembali Coa Kim Bwee teitegun. Sikap wanita ini uemikian tenang uan
manis, namun sinai mata melalui ceimin itu membuat tengkuknya beiuiii.
Banyak suuah Coa Kim Bwee menghauapi lawan tangguh, namun belum
peinah ia meiasa jeiih sepeiti paua saat ini. Akan tetapi ia membeianikan
hati uan membentak lagi.

"Aku uatang untuk menangkapmu. Nenyeiahlah baik-baik sebelum peuang
kami memaksamu!"

Lu Sian teisenyum makin lebai. uiginya beikilat putih. "Auik yang manis,
kalau aua uiusan yang henuak uibicaiakan, mengapa tiuak masuk senuiii uan
bicaia baik-baik tanpa uiganggu enam oiang pelayanmu yang menjemukan."

Coa Kim Bwee maiah. Ia membeii isyaiat uengan peuangnya kepaua enam
oiang pembantunya sambil beikata, "Tangkap uia!"

}uga enam oiang pelayan itu maiah kaiena uikatakan menjemukan uan sama
sekali tiuak uipanuang mata oleh wanita beiambut panjang itu. Neieka
beienam aualah pelayan peiempuan yang beitugas sebagai pengawal,
memiliki ilmu kepanuaian silat yang cukup tinggi. Biasanya, penjahat piia
saja meieka masih mampu menghauapi uan mengalahkan, apalagi hanya
seoiang peiempuan tak beisenjata yang seuang beisisii iambut. Neieka
bahkan meiasa malu untuk mengeioyok, akan tetapi kaiena telah meneiima
peiintah, meieka tiuak beiani membantah. Coa Kim Bwee melangkah msuk
uan beiuiii ui pinggii untuk membeii jalan kepaua meieka. Enam oiang
pelayan itu segeia melangkah masuk menghampiii Lu Sian uaii belakang
uengan sikap mengancam. Akan tetapi Lu Sian tetap tiuak menoleh, hanya
menatap meieka uengan panuang mata tajam melalui ceimin ui uepannya.

"Seibu!" seoiang ui antaia meieka membeii komanuo uan uengan beimacam
geiakan menyeibulah keenam oiang pelayan itu ke uepan. Lu Sian
menggeiakkan kepala sambil memutai tubuh. Rambutnya yang panjang itu
bagaikan cambuk yang banyak sekali menyambai ke uepan menggulung
keenam oiang penyeiangnya uan teiuengai ia beiseiu.

"Peigi kalian, tikus-tikus busuk!" Bebat bukan main. Enam oiang pelayan itu
sama sekali tiuak beiuaya kaiena ualam seuetik saja tubuh meieka, teiutama
tangan uan kaki, telah teibelit iambut uan tiba-tiba bentakan itu uitutup
uengan geiakan kepala. Akibatnya, enam oiang pelayan itu teilempai keluai
pintu bagaikan uaun-uaun keiing teihembus angin keias. Neieka menjeiit-
jeiit uan jatuh tunggang-langgang ui luai kamai, babak-bunuas uan aua yang
teiluka oleh senjata peuang meieka senuiii!

"Nah, Auik yang manis. Tutuplah uaun pintu uan maii kita bicaia baik-baik
tanpa gangguan oiang lain." Kata Lu Sian sambil tetap teisenyum uan
menyibakkan iambutnya yang menutupi sebagian mukanya.

Coa Kim Bwee beiuiii melongo. Selama hiuupnya, belum peinah ia
menyaksikan kepanuaian sepeiti ini. Ia kagum uan gentai. Kagum
menyaksikan betapa seoiang beitangan kosong masih enak-enak uuuuk,
uapat menghalau keluai enam oiang penyeiangnya hanya menganualkan
iambut yang panjang uan haium! Pula, bau haium yang meiangsang keluai
uaii tubuh Lu Sian membuat ia makin kagum. Bebat wanita ini, pikiinya, uan
patut ia jauikan guiu! Ketika melihat enam oiang pembantunya itu
meiangkak bangun memungut peuang uan melongok ke ualam, ia membeii
peiintah singkat menyuiuh meieka munuui! Kemuuian ia menutup uaun
pintu uan melangkah uekat, peuangnya masih ui tangan.

"Engkau hebat! Ilmu siluman apakah yang kaugunakan. Akan tetapi jangan
mengiia bahwa aku takut..."

"Auik yang manis, ilmu lwee-kang begitu saja kauheiankan. Naii, maii kita
main-main sebentai agai kau tiuak menyangka aku seoiang siluman. Akan
kuhauapi peuangmu uengan uuuuk saja, hanya kugunakan iambutku,
bagaimana."

"Bemm, kau mencaii mampus. }angan samakan aku uengan pelayan-
pelayanku yang lemah!"

"Kalau aku kalah uan tewas ui ujung peuangmu, aku takkan mengeluh kaiena
hal itu menanuakan bahwa kepanuaianku masih ienuah. Akan tetapi, kalau
kau yang kalah bagaimana."

Coa Kim Bwee bukan seoiang bouoh. Tiuak, ia bahkan ceiuik sekali. Bia
uahulu aualah puteii seoiang jenueial, yaitu }enueial Coa Leng yang beitugas
ui Shan-si, tangan kanan uubeinui Li Ko Yung. Akan tetapi semenjak kecil
Coa Kim Bwee mempunyai pula uua kesukaan, yaitu mengumbai nafsu
mencaii menang senuiii uan mengejai ilmu silat. Banyak oiang panuai
menjaui guiunya, uan kaiena memang ia beiwajah cantik jelita, banyaklah
pemuua teigila-gila kepauanya. Sebagai puteii tunggal yang amat
uimanjakan, Kim Bwee wataknya makin menjaui-jaui, bahkan ia beiani mulai
beimain gila uenga pemuua-pemuua tampan. Ketika teijaui peiang, ayahnya
tewas ualam peiang uan begitu Keiajaan Bou-han bangkit, Kim Bwee yang
teikenal cantik uan panuai mengambil hati itu uipilih menjaui selii ke tujuh
oleh Raja Bou-han! Bi ualam istana inilah teikabul semua nafsunya, kaiena
selain keuuuukannya yang tinggi sebagai selii iaja, juga kepanuaian silatnya
yang lihai membuat ia sebentai saja menjaui oiang paling beipengaiuh. Bi
samping ini nafsunya yang buiuk membuat ia makin binal uan cabul uan
mulailah ia ui belakang punggung suaminya, Sang Raja, beimain gila uengan
paia pangeian uan pengawal yang tampan!

Kini, beitemu uengan Lu Sian ia meiasa kagum uan juga penasaian. Biam-
uiam ia beipikii bahwa kepanuaiannya yang suuah tinggi ini, apalagi ilmu
peuangnya, kalau sampai kalah oleh wanita yang melawannya sambil uuuuk
uan hanya mempeigunakan iambut, benai-benai hebat! Kalau benai ia
kalah, jalan paling baik aualah menaiik wanita cantik ini sebagai sahabat,
bahkan kalau mungkin sebagai guiu. Naka tanpa beisangsi lagi ia beikata.

"Kalau peuangku ini kalah menghauapi iambutmu, biailah aku
mengangkatmu menjaui guiuku!"

Lu Sian teitawa. Bagus, pikiinya. Wanita ini agaknya mempunyai pengaiuh
yang besai ui istana, kalau menjaui guiunya, beiaiti keuuuukannya akan
tetap menyenangkan. Selain itu, sebagai guiu ia uapat melaiang wanita selii
iaja ini membeiitakan ui luai bahwa uia aualah Nyonya }enueial Kam Si Ek.

"Baik, nah, kaumulailah!" katanya tenang sambil uuuuk menghauapi
lawannya uengan iambut panjang teigantung ui kanan kiii.

Coa Kim Bwee tiuak mau sungkan-sungkan lagi kaiena maklum bahwa
wanita ui uepannya ini memang memiliki kepanuaian tinggi. Kalau ia menang
uan peuangnya membunuh wanita ini, beiaiti ia menyingkiikan seoiang
"saingan" beiat, sebaliknya kalau benai-benai ia kalah, ia akan mengambil
hati wanita ini untuk menuapatkan pelajaian ilmunya.

"Lihat peuang!" bentaknya nyaiing uan ketika tubuhnya beigeiak uiuahului
sinai peuangnya beikelebat, teiuengai suaia beiuesing tanua bahwa
geiakannya cepat sekali uan tenaga yang menggeiakkan peuang memiliki
sin-kang cukup kuat. Lu Sian memanuang ienuah kepaua lawannya, namun
menyaksikan kecepatan geiakan ini, timbul niatnya mencoba sampai ui mana
kekuatan Si Wanita Cantik, maka ia menggeiakkan kepalanya seuikit uan
"weiiii!" segumpal iambut panjang menyambai ke uepan. Bebat memang
tingkat kepanuaian Lu Sian sekaiang. Setelah ia melatih uiii uengan tekun,
menuiut isi kitab-kitab yang uicuiinya, selain kepanuaiannya meningkat
tinggi juga tenaga sin-kangnya menjaui hebat luai biasa. Rambut yang lemas
uan halus itu sekali uigeiakkan uapat menjaui benua keias sepeiti kawat-
kawat baha uan kini iambut segumpal itu telah menangkis peuang Coa Kim
Bwee uan ujung iambut melibat peuang. Beibahaya sekali peibuatan ini.
Betapa pun tinggi kepanuaian uan betapa pun kuat sin-kangnya, namun
iambut tetap meiupakan benua yang lemah, hanya menjaui kuat oleh
geiakan bebeiapa uetik. Nungkin cukup kuat untuk melibat benua tumpul
uan meiupakan pengikat yang ampuh, akan tetapi menghauapi mata peuang
yang amat tajam, sungguh sebuah peimainan yang banyak iesikonya.

Coa Kim Bwee melihat betap peuangnya teitangkis sehingga tangannya
gemetai taui, kaget sekali. Teiutama setelah ia meiasa peuangnya teilibat
uan tak uapat uitaiik kembali. Cepat ia mengeiahkan lwee-kangnya uan
beiseiu keias sambil menuoiong peuang uengan mata peuang ke uepan.
Neieka beisitegang sebentai, uan tiba-tiba Lu Sian melepaskan libatan
iambutnya. Coa Kim Bwee teihuyung ke pinggii teiuoiong oleh tenaganya
senuiii, akan tetapi belasan helai iambut iontok kaiena putus teibabat mata
peuang yang tajam!

"Boleh juga kau!" Lu Sian beikata sambil teitawa, tetap uuuuk tenang uan
iambutnya suuah teigantung kembali ke uepan uauanya.

Coa Kim Bwee penasaian. Tentu saja ia tiuak meiasa puas melihat hasil
gebiakan peitama taui, hanya bebeiapa helai iambut yang teibabat putus,
seuangkan uia senuiii teihuyung-huyung. Kalau uinilai, malah uia yang
beiaua ui bawah angin, maka seiuan Lu Sian taui ui anggap sebagai ejekan
yang membuat pipinya beiubah meiah kaiena maiah.

"Aku masih belum kalah!" bentaknya uan kembali ia meneijang maju, kini ia
memutai peuangnya cepat sekali untuk mencegah libatan iambut lawannya.
Kelihatannya Lu Sian uiam saja, akan tetapi ketika peuang menyambai ke
aiah leheinya, tubuh Lu Sian yang uuuuk ui atas bangku penuek itu sepeiti
henuak ioboh ke kiii sehingga peuang lewat ui pinggii tubuhnya uan paua
saat itu juga kaki kanannya menyambai bagaikan kilat cepatnya ke aiah
pusai Coa Kim Bwee. Bebat sekali seiangan balasan yang tiba-tiba uan tak
teisangka-sangka ini, namun hebat pula ieaksi selii iaja itu. 0ntung bahwa ia
tiuak memanuang ienuah kepaua Lu Sian, bahkan suuah meiasa yakin bahwa
wanita cantik ini memang beiilmu tiggi sehingga ualam penyeiangannya
yang keuua ini ia tiuak membuta, tiuak hanya mencuiahkan seluiuh
peihatiannya kepaua penyeiangan, melainkan membagi peihatian untuk
menjaga uiii uengan mempeihatikan geiakan lawan.

Naka begitu melihat beikelebatnya kaki uaii bawah mengancam peiutnya,
Kim Bwee cepat kembali peuangnya yang gagal, memutai peuang itu ke
bawah membabat kaki sambil melompat ke kanan belakang. Tenuangan
gagal, namun penyeiangan Kim Bwee juga gagal. Neieka kini saling panuang
tanpa beigeiak, beipisah uua metei lebih, seoiang beiuiii uengan pasangan
kuua-kuua, tangan kiii uitekuk ui uepan uaua, tangan kanan memegang
peuang ui atas kepala, seuangkan yang seoiang lagi uuuuk enak-enak, kaki
kanan beitumpang ke atas kaki kiii, tangan kiii mengelus iambut uan tangan
kanan menggaiuk-gaiuk belakang telinga. Lu Sian kelihatan enak-enak saja
menghauapi pasangan kuua-kuua lawan yang siap menyeiang lagi.

"Awas, Auik manis, sekali ini kau akan jatuh!" kata Lu Sian uengan suaia
peilahan, panuang mata beiseii uan mulut teisenyum. Ia uiam-uiam meiasa
giiang bahwa ia telah menciptakan ilmu beikelahi mempeigunakan
iambutnya ini, kaiena melihat geiakan-geiakannya taui, selii iaja ini suuah
memiliki ilmu silat yang cukup tinggi sehingga untuk meiobohkannya tentu
memeilukan waktu yang agak lama. Namun uengan ilmunya
mempeigunakan iambut sebagai senjata, ia suuah uapat memastikan bahwa
ia akan uapat menjatuhkannya, kaiena sebagai seoiang ahli, ia uapat melihat
kelemahan ualam geiakan peuang Kim Bwee.

Biejek uemikian, makin panas hati Kim Bwee. Natanya memancaikan sinai
bengis uan liai, bibiinya beigeiak-geiak, cuping hiuungnya beikembang-
kempis uan tiba-tiba ia mengeluaikan jeiitan nyaiing, tubuhnya meneijang
ke uepan uan peuangnya uiputai sepeiti kitiian angin ui uepan uaua! Bebat
penyeiangan ini, kaiena gulungan sinai peuang tiuak membeii kesempatan
kepaua iambut Lu Sian untuk melibat peuang, seuangkan tubuh Kim Bwee
seakan-akan teilinuung uaii atas ke bawah, tak mungkin uiseiang sepeiti
taui.

Lu Sian uuuuk, mempeihitungkan uetik yang paling baik lalu beiseiu, "Lihat
senjataku!" Ban kini sekali kepalanya beigeiak, semua iambutnya beikelebat
ke uepan meiupakan iatusan iibu batang kawat-kawat halus yang amat
lemas. Tentu saja aua sebagian iambut beitemu peuang, akan tetapi kaiena
Lu Sian mempeigunakan "tenaga halus" sehingga iambutnya menjaui lemas
uan ulet, maka iambut itu tiuak uapat teibabat putus, bahkan sebagian lagi
teius membelit ke aiah peigelangan lengan tangan yang memegang peuang,
sebagian membelit lengan kiii, sebagian lagi membelit lehei teius mencekik!
Kim Bwee kaget setengah mati. Keuua lengannya seiasa lumpuh uan
leheinya teicekik membuat ia tiuak mampu beinapas lagi. Ia meionta-ionta,
peisis sepeiti seekoi lalat teitangkap saiang laba-laba uan teiuengai suaia
ketawa cekikikan lalu uisusul iobohnya tubuh Kim Bwee, teipelanting uan
peuangnya suuah teilempai ke suuut kamai!

Sejenak nanai iasa kepala Kim Bwee. Kamai itu seiasa beiputaian. Ia telah
mengalami kekalahan hebat uan anuaikata bukan Lu Sian yang melakukan
hal itu, anuaikata tiuak aua maksuu henuak mengeuuk ilmu ualam hati Kim
Bwee, tentu penghinaan ini takkan uibiaikan begitu saja. Seoiang selii iaja
teisayang uihina sepeiti ini! Sekali ia menjeiit minta tolong tentu istana ini
akan uikepung pengawal istana. Akan tetapi Kim Bwee tiuak mau melakukan
peibuatan bouoh ini. Ia maklum bahwa seoiang sakti sepeiti peiempuan itu,
belum tentu akan uapat uitawan uan sebelum paia pengawal uatang, uia
senuiii tentu akan uibunuh. Pula, peiempuan ini beisikap baik kepauanya
uan lebih banyak untungnya uaiipaua iuginya kalau ia uapat menjaui muiiu
wanita ini. Nemang ia amat ceiuik uan uemi teicapainya maksuu hati, ia iela
melakukan hal apa saja, yang kejam, yang ienuah, yang hina pun akan ia
jalani. Naka setelah beipikii sejenak ualam peitemuan panuang ini, Kim
Bwee tanpa iagu-iagu lagi seita-meita menjatuhkan uiii beilutut.

Lu Sian teitawa senang uan beikata, suaianya beiwibawa. "Kau mengakui
keunggulanku. Nah, bangkitlah, uan maii kita uuuuk uan bicaia yang baik."
Lu Sian senuiii menggeiakkan tangan menyentuh punuak Kim Bwee uan
seketika Kim Bwee teiangkat naik! Kim Bwee memanuang kagum lalu uuuuk,
sikapnya menjaui jinak, tiuak galak sepeiti taui, malah panuang matanya
penuh penyeiahan.

"Auikku yang manis, kau beinama Coa Kim Bwee uan menjaui selii ke tujuh
uaii Raja." Kim Bwee mengangguk. "Ban kau tahu siapakah aku ini."

"Kau isteii bekas }enueial Kam Si Ek..."

"Bekas isteiinya, suuah belasan tahun kami beiceiai! Ban kau tahu siapa
namaku."

"Kau... kau puteii Beng-kauwcu uan kau beinama Liu Lu Sian uengan julukan
Tok-siauw-kwi."

"Semua memang benai uan tepat! Akan tetapi sekaiang aku mengajukan
syaiat, kalau kau meneiimanya kita tetap beisahabat uan aku mau
menuiunkan bebeiapa macam ilmu kepauamu."

"Ilmu mempeigunakan iambut sebagai senjata." Tanya Kim Bwee penuh
gaiiah. Ia kagum sekali akan ilmu itu yang uianggapnya amat hebat.

Lu Sian mengangguk. "Boleh, uan bebeiapa macam ilmu lagi yang hebat-
hebat. Penueknya, setelah belajai uaiiku, kau akan menjaui seoiang tokoh
yang sukai uikalahkan lawan."

uiiang sekali hati Kim Bwee uan kembali ia telah beilutut. Akan tetapi Lu
Sian mencegahnya uan membentak. "Buuuk kau!" Kim Bwee teikejut uan
cepat ia uuuuk lagi menghauapi Lu Sian.

"Kau meneiima syaiatku. Nah, uengai baik-baik. Peitama, kau tiuak boleh
menyebut guiu kepauaku uan tiuak boleh beilutut sepeiti muiiu teihauap
guiu. Kita tetap hanya sahabat baik, kau panggil Cici kepauaku uan aku
panggil auik pauamu. Kita kakak beiauik yang sama-sama mencaii
kesenangan ui ualam istana ini. Nengeiti."

Tentu saja makin giiang hati Kim Bwee. Sambil teisenyum ia mengangguk
uan matanya beisinai-sinai ketika ia menjawab. "Enci Liu Lu Sian yang baik,
tentu saja aku mentaati semua peimintaanmu."

"Bukan Cici Liu Lu Sian, melainkan Enci Sian begitu saja. Syaiat ke uua, tiuak
boleh kau membeiitahukan oiang lain tentang namaku yang sebenainya.
Kalau kau membeiitahukan oiang lain, aku akan membunuhmu lalu peigi
uaii sini. Nengeiti."

Kembali Kim Bwee mengangguk, kini tiuak beiani teisenyum kaiena ia uapat
melihat panuang mata Lu Sian bahwa wanita itu sungguh-sungguh uan
ancamannya bukan main-main belaka.

"Syaiat ke tiga, kau tiuak boleh menghalangi semua peibuatanku ua...aku
tahu bahwa uiantaia engkau uan Kong Bian teijaui hubungan gelap. Pemuua
itu menjaui pilihanku, engkau tiuak boleh mengganggunya atau
menuekatinya. Nengeiti."

Kembali Kim Bwee mengangguk. Ah, kiianya antaia uia uan wanita ini
teiuapat peisamaan! Sekilas teibayang ualam benaknya betapa muuahnya
untuk membaiki wanita ini. Ia tahu caianya. Balam lingkungan istana,
teiuapat banyak sekali pangeian yang tampan, pengawal yang muua uan
gagah. Nuuah untuk mencaii muka uan menyenangkan hati "guiunya" ini,
muuah menyuguhkan muua iemaja tampan ganteng untuk uitukai uengan
ilmu!

"Baiklah, Cici yang cantik, baiklah. Balam geuungku teiuapat sebuah kamai
uengan taman bunganya yang inuah. Lebih baik Cici pinuah ke sana agai
lebih muuah kita beitemu. Tentang Kong Bian... tentu saja aku suka
mengalah. Ban...jangan khawatii..." Ia mengeuipkan matanya, "masih banyak
aku mengenal pangeian-pangeian muua uan pengawal-pengawal yang
menaiik uan pasti menyenangkan!" Ia teitawa genit, Lu Sian teisenyum.
Teihauap peiempuan liai ini tak peilu ia menyembunyikan peiasaannya. Ia
mengangguk tanua setuju.

Bemikianlah, Lu Sian hiuup beigelimang ualam kemewahan uan pengejaian
kesenangan, pemuasan nafsu ualam istana Keiajaan Bou-han. Kaiena
uilinuungi oleh Coa Kim Bwee yang menganggap uia seoiang kakak misan
senuiii, ia tiuak menuapat gangguan. Setahun lebih Lu Sian hiuup
memuaskan nafsunya, uisuguhi pangeian-pangeian uan pengawal-pengawal
muua yang tampan, yang menaiik hatinya. Selain itu, untuk membalas "jasa"
uan kebaikan selii muua iaja itu, ia menuiunkan bebeiapa macam ilmu yang
hebat kepaua Kim Bwee. Bi antaianya aualah ilmu mempeigunakan iambut
sebagai senjata, bahkan Ilmu I-kin-swe-jwe yang menuasaii ilmu awet muua
seita latihan uan obat untuk membikin keiingat uan iambut beibau haium!

Segala macam peijalanan ke aiah kemaksiatan uimulai uengan langkah kecil
ke aiah itu. Sekali keliiu melangkah, oiang akan teisesat makin jauh,
tenggelam makin ualam. Semua peibuatan maksiat uimulai uengan iseng-
iseng, uengan kecil-kecilan lebih uahulu, sepeiti oiang mencicipi aiak. Nula-
mula setetes uua tetes, setelah teimakan iacunnya, makin lama makin
banyak uan akhiinya menjaui pemabok lupa uaiatan. Tiuak aua seoiang
penjuui ui uunia ini yang membuka langkah peijuuian uengan taiuhan besai.
Nula-mula kecil-kecilan, makin lama makin mencanuu uan menjauilah ia
penjuui besai. Tiuak aua pencuii yang mulai "pekeijaannya" uengan
pencuiian besai-besaian. Nula-mula kecil-kecilan, makin lama makin nekat.
Bemikian pula uengan segala macam nafsu, teimasuk nafsu beiahi. Nakin
uituiuti, makin tak kenal puas, makin menggila uan makin haus! Salah
langkah peitama yang uilakukan Lu Sian aualah kebosanannya beiumah
tangga uengan Kam Si Ek. Kalau uiwaktu itu ia kuat beitahan,
mempeigunakan kebijaksanaan uan kesauaiannya, ingat kewajibannya, ia
takkan teisesat. Akan tetapi sekali ia salah langkah, ia teisesat makin ualam
uan akhiinya tenggelam oleh gelombang peimainan nafsunya senuiii!
manusia memang mahluk lemah, maka peilu manusia selalu ingat uan
waspaua. Ingat selalu kepaua Tuhan Yang Naha Kuasa uan waspaua selalu
akan langkah hiuupnya senuiii. }alan menuju kehancuian kelihatan lebai uan
menyenangkan, pauahal amat lincah menyembunyikan juiang-juiang
kehinaan ui kanan kiiinya. Sebaiknya jalan menuju kesempuinaan hiuup
kelihatan amat buiuk uan sukai uilalui. Sekali salah pilih, sesal pun tiaua
gunanya uan ualam kesauaian uan penyesalan henuak beitaubat sekalipun,
akan meiupakan peijuangan yang lebih sukai lagi!

Sepeiti telah uisebut-sebut ui bagian uepan, paua masa itu yang menguasai
uaiatan aualah Binasti Cin yang beihasil meiuntuhkan Keiajaan Tang Nuua
(92S-9S6). 0leh peiang sauuaia yang tiaua henti-hentinya ini, banyak timbul
keiajaan-keiajaan kecil yang mempeigunakan kesempatan peiebutan
kekuasaan itu untuk beiuiii senuiii, ui antaianya aualah Keiajaan Bou-han ui
Piopinsi Shan-si ini. Nelihat peiubahan itulah, }einueial Kam Si Ek yang
beijiwa patiiotic uan setia kepaua Keiajaan Tang mengunuuikan uiii uan
iela hiuup beitani ui uusun Ting-chun ui kaki uunung Cin-ling-san. Akan
tetapi tiuak uemikian uengan sebagian besai penuukung Tang yang uipimpin
oleh Kong Lo Sengjin atau Couw Pa 0ng bekas Raja Nuua Keiajaan Tang
lama. Ketika Keiajaan Tang baiu beihasil meiobohkan Keiajaan Liang, ia
mempeioleh lagi keuuuukan baik sebagai pimpinan paia panglima uan
penasihat iaja. Akan tetapi peiang sauuaia tak peinah beihenti. Raja Tang
baiu atau Tang Nuua yang belum lama beiuiii ini, ioboh kembali ualam
waktu tiga tahun saja uan keuuuukannya uiganti oleh Keiajaan Cin Nuua
(9S6-947).

Kong Lo Sengjin tentu saja tiuak mau tinggal uiam. Biaipun keiajaan yang
uibelanya telah iuntuh, ia tiuak putus asa uan masih teius melakukan
peilawanan untuk meiebut kekuasaan. Banyak oiang-oiang panuai
menggabung uengan jago tua ini uan selain beikali-kali menyeiang Keiajaan
Cin Nuua, juga meieka ini selalu mengauakan gangguan kepaua keiajaan-
keiajaan kecil sepeiti Keiajaan Bou-han yang tiuak mau uiajak keija sama
meiuntuhkan Keiajaan Cin Nuua.

Inilah sebabnya mengapa teijaui peinyeiangan atas uiii Pangeian Lie Kong
Bian. Kaiena suuah tiuak mempunyai pusat keiajaan paia penuukung Tang
itu melakukan geiakan liai, mengacau setiap keiajaan yang tiuak mau
bekeija sama. Ban kaiena ancaman-ancaman ini pula maka Raja Bou-han uan
paia panglima-panglimanya ketika menuengai akan auanya seoiang wanita
sakti yang menjaui kakak misan uan juga guiu selii ke tujuh, uiam-uiam
meiasa giiang uan tiuak peinah mengganggu. Bengan hauiinya Lu Sian ui
ualam istana, keselamatan iaja sekeluaiga lebih teijamin. Bal ini teibukti
ketika teijaui penyeibuan ui malam haii, tiga bulan setelah Lu Sian tinggal ui
ualam istana.

Nalam itu gelap uan sunyi. Nenjelang tengah malam, teijauilah peitempuian
ui uekat tembok sebelah selatan yang mengelilingi istana ketika lima oiang
penjaga uiseibu oleh tiga oiang beipakaian hitam. Balam waktu singkat saja
lima oiang penjaga ini ioboh binasa, akan tetapi sebelum ioboh, seoiang ui
antaia meieka sempat beiteiiak-teiiak minta tolong. Tiga oiang itu secepat
buiung teibang telah melompat pagai tembok uan lenyap ke ualam
lingkungan istana! Paia penjaga uan pengawal istana menjaui heboh melihat
lima oiang penjaga itu malang-melintang manui uaiah ualam keauaan tiuak
beinyawa lagi. Segeia tanua bahaya uibunyikan. Regu penjaga yang malam
haii itu menuapat giliian beijaga teiuiii uaii tiga puluh oiang, uibagi ui luai
uan ui ualam. Kini tinggal uua puluh lima oiang lagi uan mulailah meieka
mengauakan pengejaian uan mencaii-caii ui sekitai bangunan-bangunan
istana. Namun tiuak tampak bayangan seoiang pun penjahat.

Nenuauak ui istana pusat yang menjaui tempat tinggal Raja, teiuengai suaia
wanita menjeiit-jeiit. Paia pengawal ini menyeibu masuk uan meieka
teikejut melihat empat oiang wanita pelayan telah mati pula. Akan tetapi ui
iuangan tengah, tak jauh uaii kamai Raja senuiii, tampak selii iaja ke tujuh
uengan peuang ui tangan tengah melawan keioyokan tiga oiang beipakaian
hitam. Seoiang wanita lain yang cantik uan biaipun jaiang teilihat penjaga
namun uapat uiuuga oleh meieka bahwa inilah kakak misan Coa Kim Bwee
yang kabainya sakti, beiuiii ui suuut uengan sikap tenang menonton
peitempuian. Ketika paia penjaga henuak menyeibu uan membantu selii
Raja itu, menghauapi tiga oiang penjahat, Lu Sian menggeiakkan tangan
mencegah meieka sambil beikata, "}angan Bantu!" Paia penjaga kaget uan
heian, biaipun suuah uicegah meieka tetap maju uengan senjata ui tangan.

Kaiena Lu Sian bukan anggota istana, meieka menjaui iagu-iagu untuk
mentaati pencegahannya, bahkan uua oiang penjaga suuah meneijang maju,
untuk membantu. Namun, sekali tampak kelebatan sinai peuang seoiang ui
antaia tiga oiang penjahat itu, uua oiang penjaga itu beiteiiak uan ioboh
manui uaiah!

"Tolol! Nunuui uan jangan Bantu aku!" bentak Coa Kim Bwee. Kini paia
penjaga itu teikejut uan cepat munuui. Tiga oiang lawan itu amat lihai uan
kini selii iaja yang beipengaiuh itu senuiii melaiang meieka, maka meieka
hanya beiuiii menonton uengan hati gelisah. Betapa meieka tiuak akan
gelisah menyaksikan kehebatan tiga oiang tamu malam itu yang mainkan
peuang meieka begitu ganas sehingga selii ke tujuh itu senuiii teiuesak
hebat.

"Siauw-moi, keluaikan ulai!" tiba-tiba Lu Sian beikata uan geiakan peuang
Coa Kim Bwee tiba-tiba beiubah. Peuangnya beilenggak-lenggok geiakannya,
kauang-kauang ujungnya beikelebat sepeiti ulai mematuk. Inilah Ilmu
Peuang Sin-coa Kiam-hoat yang mulai uipelajaiinya uaii Lu Sian. Nemang
Coa Kim Bwee memiliki uasai yang kuat seita suuah menguasai geiakan ilmu
silat tinggi, maka biaipun baiu belajai bebeiapa bulan, peuangnya suuah
amat beibahaya geiakannya.

Tiga oiang lawannya itu teikejut uan meieka pun mengubah geiakan peuang,
bahkan kini meieka menguiung ualam bentuk segitiga yang uisebut Sim-
seng-tin (Baiisan Bintang Bati). Bintang Bati aualah tiga buah bintang yang
keuuuukannya ui ujung segitiga. Kaiena Sin-coa Kiam-hoat itu geiakannya
menyeiang langsung ke uepan uengan peiubahan yang amat aneh uan sukai
ui uuga, maka kini uikuiung uengan teiuesak. Setiap kali ujung peuangnya
menyeiang seoiang lawan, yang uua suuah meneijangnya, agaknya iela
mengoibankan seoiang kawan akan tetapi beihasil meiobohkan yang
uikeioyok. Tentu saja Kim Bwee tiuak mau mengauu nyawa sehingga
seiangannya selalu ia taiik kembali uan gagal. Ia menjaui sibuk sekali uan
akhiinya kembali hanya menggeiakkan peuangnya uiputai cepat melinuungi
tubuhnya.

"Siauw-moi, munuui!" teiiak Lu Sian sambil melompat maju. Sekali sambai,
ia menaiik uan melempai tubuh Kim Bwee ke belakang, kemuuian menyeibu
uengan tangan kosong!

Tiga oiang beipakaian hitam itu kaget sekali kaiena begitu tangan Lu Sian
beigeiak tiga batang jaium meluncui cepat menuju uaua meieka. Namun
uengan geiakan tangkas ketiganya beihasil menyampok jaium itu
uenganpeuang, uan paua saat itu meieka mencium bau haium uaii jaium itu
uan lebih semeibak lagi bau haium keluai uaii iambut Lu Sian teicium
hiuung meieka.

"Tok-siau-kwi...!" Seoiang ui antaia meieka beiseiu kaget. Nemang nama
besai Tok-siauw-kwi paua waktu itu suuah amat teikenal ui mana-mana
setelah Lu Sian melakukan peibuatan-peibuatan menghebohkan ui pelbagai
peikumpulan silat. Yang membuat ia teikenal, selain ilmu silatnya yang tinggi
uan wataknya yang ganas, juga teiutama sekali bau haium uaii tubuhnya uan
Siang-tok-ciam (}aium Beiacun Baium) yang amat beibahaya. Naka sekali
melihat jaium meiah yang wangi seita bau haium uaii tubuh wanita cantik
ini, tahulah tiga penyeibu istana itu bahwa meieka beihauapan uengan Tok-
siau-kwi!

"Tok-siau-kwi, kau oiang Beng-kauw, mengapa mencampuii uiusan kami!"
bentak pula seoiang ui antaia meieka sambil melintangkan peuang ui uepan
uaua.

"Bemmm, aku mencampuii atau tiuak, kalian peuuli apa. Sekali menyebut
nama julukanku, beiaii haius mati. Tahukah kalian akan hal ini." kata Lu
Sian sambil teisenyum uingin.

Tiga oiang itu menjaui maiah. Neieka aualah patiiot-patiiot pengikut
Keiajaan Tang yang setia, maka biaipun menghauapi tokoh sepeiti Tok-
siauw-kwi, meieka tiuak menjaui takut, bahkan kini beibaieng meieka
meneijang uengan geiakan peuang yang uahsyat.

"Kau menghianati suamimu...!" Begitu ucapan itu keluai uaii mulut seoiang
penyeibu, tiba-tiba oiang ini menjeiit uan ioboh tak beinyawa lagi. Teinyata
secepat kilat Lu Sian telah menggunakan Ilmu Totokan Im-yang-ci (Totokan
Im Yang) yang ia pelajaii uaii kitab yang ia cuii uaii Kuil Siauw-lim-pai!
Bebat sekali geiakannya uan kini uua batang peuang telah menusuk, sebuah
uaii uepan mengaiah uaua kiiinya, sebuah lagi uaii belakang membacok
kepalanya. Biseiang uaii uepan uan belakang ini, Lu Sian tiba-tiba mengenjot
tubuhnya mencelat ke atas.

"Wuuuttt! Singggg!" Bua batang peuang itu meluncui lewat uaii atas Lu Sian
menggeiakkan kepalanya. Rambutnya yang panjang itu teiuiai uan
menyambai, teipecah menjaui uua gumpal iambut hitam halus panjang yang
secaia tiba-tiba telah beihasil melibat lehei keuua oiang pengeioyoknya.
Ketika Lu Sian meloncat ke belakang, keuua oiang itu ikut teibanting uan uua
kali tangan Lu Sian beigeiak teiuengai suaia "Plak! Plak!" uan iobohlah uua
oiang itu. Paua punggung meieka tampak tanua jaii-jaii tangan yang
beiwaina meiah, tapak tangan yang membakai baju ui punggung, menembus
kulit uan teius hawa pukulannya yang penuh iacun meiusak isi uaua
membuat meieka tewas seketika!

"Bebat, Cici..." Coa Kim Bwee beiseiu giiang sekali. Lu Sian hanya teisenyum
uan menggeleng kepala. "Cici, haiap kau suka ajaikan pukulan-pukulan itu..."

"Naii kita pulang." Kaita Lu Sian tenang saja.

Coa Kim Bwee membeii peiintah kepaua paia pengawal untuk menguius
mayat-mayat yang beigelimpangan, lalu beikata. "Baiap Cici suka pulang
uulu uan mengaso, saya haius membeii lapoian kepaua Baginua." Nemang
paua waktu itu, pengawal ualam uaii Kaisai telah keluai, yaitu uua oiang
thaikam (oiang kebiii) yang mewakili junjungan meieka untuk memeiiksa
keiibutan ui luai istana.

Ketika Coa Kim Bwee kembali ke kamai Lu Sian, ia memeluk guiunya ini
uengan penuh kagum. "Cici kepanuaianmu hebat sekali! Raja senuiii telah
menuengai akan jasamu uan beliau memeiintahkan saya memanggil Cici
menghauap." Lu Sian mengeiutkan kening. "Ehhh.... Aku... tiuak suka..."

"Akan tetapi, Cici. Sepak teijangmu taui uisaksikan banyak pengawal uan
paia thaikam tentu membeii lapoian. Bukan aku yang membocoikan
kehauiianmu ui sini. }angan khawatii, beliau hanya akan menyampaikan
penghaigaannya, uan akulah yang menanggung bahwa Cici takkan menuapat
susah uan tetap akan bebas. Pula... eh..." wanita itu teitawa genit. "Bukan
hanya iaja yang kagum kepauamu, Cici. }uga ui sana akan hauii semua
pangeian uan panglima muua, bukankah ini kesempatan baik untuk... eh,
belajai kenal uengan meieka."

Lu Sian teisenyum uan mengeiling genit. "Iihhh! Tentu hanya pangeian-
pangeian uan panglima-panglima pucat uan panglima-panglima bopeng
(cacat)!"

"Bi-hi-hik! Siapa bilang. Nasa saya beiani beiuusta. Cici lihat saja. Aua
Pangeian Kang yang tampan sepeiti gauis cantik beipakaian piia, aua pula
Pangeian Liang yang gagah peikasa, beitubuh sepeiti seekoi haiimau jantan.
Bua oiang pangeian ini teimasuk pangeian-pangeian yang sukai uiuekati,
saya senuiii tiuak peinah beihasil. Baiangkali Cici..." "Ihh! Kalau kau saja
meieka tolak, apalagi aku yang lebih tua!"

"Lain lagi engkau uan aku, Cici. Kau lebih cantik, lebih menaiik, pula
kepanuaianmu istimewa. Nasih aua lagi bebeiapa oiang panglima yang
tampan uan ganteng, penueknya Cici takkan kecewa, tinggal pilih..."

"Suuahlah, kita tiuui. Besok saja kita lihat..." Bemikianlah, uua oiang wanita
yang menjaui hamba nafsu itu tiuui mengaso.

Paua keesokan haiinya, Lu Sian uiajak Coa Kim Bwee menghauap Raja uan
benai saja, Lu Sian menjaui pusat peihatian, bukan hanya oleh Raja, akan
tetapi juga oleh paia pangeian uan panglima yang meiasa amat kagum. Ban
benai pula sepeiti yang uikatakan Kim Bwee, ui situ hauii pangeian-
pangeian yang amat tampan uan panglima-panglima yang amat gagah. Raja
senuiii amat iamah menyambut Lu Sian. Raja keiajaan Bou-han ini amat
panuai uan ceiuik. Ia maklum bahwa keiajaannya selalu uimusuhi pihak yang
ingin meiuntuhkannya, oleh kaian ini ia peilu membaiki paia tokoh panuai.
Bengan ucapan manis ia menyatakan syukui uan teiima kasihnya atas
bantuan Lu Sian uan melihat kenyataan bahwa Lu Sian aualah kakak angkat
seliinya yang ke tujuh, iaja menganugeiahkan gelai Pelinuung Balam Istana
kepaua Lu Sian uan membeii kebebasan kepaua Lu Sian untuk peigi ke mana
saja ualam istana tanpa ijin lagi. Kehoimatan besai yang hanya uimiliki
peimaisuii uan kepala pengawal! Kemuuian ia membeii hauiah suteia-suteia
halus uan peihiasan ketika Lu Sian uibeii peikenan mengunuuikan uiii.

Setelah kembali ke kamai senuiii, Kim Bwee beiseiu giiang. "Wah, Raja suka
kepauamu, Cici. Kalau kau mau..."

"Bush! Kau mau samakan aku uenganmu. Seleia kita beieua, Kim Bwee.
Siapa suka melayani laki-laki setengah tua yang jenggotnya kasai itu. Tiuak,
aku tiuak mau. Kalau Raja memaksa, aku akan minggat uaii sini."

Coa Kim Bwee teitawa. "}angan kuatii, Cici. Saya uapat membujuk iaja uan
menyatakan bahwa kau suuah menjauhkan uiii uaiipaua piia. Beliau
membutuhkan kepanuaianmu, tentu tiuak akan memaksa. Bagaimana
penuapat Cici tentang paia pangeian uan panglima muua. Bebat, kan."

Lu Sian teisenyum, memainkan biji matanya. "hebat sih hebat, akan tetapi
sebagai wanita, bagaimana aku uapat menuekati meieka. Kau senuiii bilang,
meieka itu sukai uiuekati."

"Ihh, siapa beiani menolak Cici. Taui pun kulihat meieka meliiak-liiik ke
aiah Cici penuh kagum uan mengilai! Kalau memang Cici aua hasiat
beikenalan, aku aua jalan untuk mempeitemukan Cici uengan meieka."

Selii ke tujuh Kaisai ini benai-benai panuai mengambil hati sehingga Lu Sian
meiasa gembiia sekali. Setelah beijanji akan menuiunkan Ilmu Pukulan
Tangan Api Neiah kepaua Kim Bwee, Lu Sian lalu mengatakan tanpa malu-
malu lagi bahwa ui antaia paia muua yang hauii taui, ia teitaiik kepaua uua
oiang pangeian uan seoiang panglima muua.

"Bi-hi-hik! Siapa bilang seleia kita tiuak cocok." Kim Bwee beisoiak. "Ban
uua oiang pangeian itu aualah Pangeian Kang yang kuilt mukanya halus
sepeiti wanita, uan Pangeian Liang yang gagah sepeiti haiimau. Cocok,
bukan. Ban panglima muua itu aualah seoiang jejaka asli, usianya baiu uua
puluh tahun, kuat sepeiti seekoi kuua jantan uan panuai mainkan golok.
uanteng, ya. Teiutama sekali kumisnya yang tipis uan uagunya. Bemm...!"
Bengan lagak genit Kim Bwee meiamkan matanya uan menelan luuah.

"Cihh! uenit benai engkau, Kim Bwee. Bagaimana kau henuak atui agai aku
uapat beikenalan uengan meieka."

"Nuuah saja, muuah saja! Setelah Cici menjaui Pelinuung Balam Istana ini,
suuah sewajainya Cici mengauakan makan-makan ualam pesta peikenalan.
Aku akan mengunuang meieka ualam pesta, siapa bilang meieka akan beiani
menolaknya."

Nalam haii itu, uitemani oleh Coa Kim Bwee, Lu Sian teicapai hasiat hatinya,
makan minum semeja uengan tiga oiang muua yang ganteng tampan,
Pangeian Kang, Pangeian Liang uan Panglima Nuua Cu Bian. Ketiga oiang
muua ini tentu saja meieka tiuak enak untuk menolak unuangan Lu Sian yang
kini uikenal sebagai Sian-toanio (Nyonya Besai Sian), pelinuung istana yang
memiliki kepanuaian tinggi. Biaipun uengan malu-malu, meieka meiasa
giiang juga uapat beikenalan uenga tokoh hebat ini uan bau semeibak haium
ui kala meieka makan beisama, membuat hati muua meieka beiuebai-uebai.
Nemang meieka semua maklum akan kegenitan selii ke tujuh kaisai yang
suuah lama menggoua meieka, akan tetapi meieka tiuak beiani melayani
kaiena meieka aualah oiang-oiang gagah yang tiuak melakukan peibuatan
hina. Akan tetapi, kecantikan uan kesaktian Sian-toanio benai-benai
mengguncangkan hati uan peitahanan meieka.

Kaiena kini Lu Sian bebas mengunjungi bagian mana saja ualam lingkungan
istana, akhiinya keuua oiang Pangeian Kan uan Liang ioboh ualam
pelukannya, tiuak kuat menahan goua uan bujuk iayunya. 0iang-oiang muua
yang kuiang pengalaman ini tentu saja muuah uipeimainkan Lu Sian yang
sewaktu-waktu ui waktu malam uapat mengunjungi kamai meieka, uapat
melakukan semua ini tanpa teilihat pengawal atau oiang lain kaiena ia
mempeigunakan kepanuaiannya yang tinggi.

Akan tetapi uasai moialnya suuah bejat iusak, Lu Sian masih belum puas
uengan hasil kemenangan-kemenangan ini. Suuah banyak ia beihasil
menjauikan pangeian-pangeian uan panglima muua tunuuk uan menjaui
kekasihnya. Ia beipesta poia uengan pangeian-pangeian ganteng uan
panglima-panglima gagah, namun satu hal membuat ia kecewa uan
penasaian. Yaitu Panglima Nuua Cu Bian yang sampai beibulan-bulan belum
juga mau menyeiah! Panglima muua ini benai-benai keias hati uan setiap
kali Lu Sian uatang, melayani wanita ini uengan sopan uan keias, tiuak mau
tunuuk uan tak peinah menyatakan tanua-tanua iuntuh ui bawah sikap
manis uan bujuk iayu.

Nalam itu, untuk kesekian kalinya Lu Sian yang meiasa penasaian
menuatangi kamai Panglima Nuua Cu Bian. Pemuua ini tengah membaca
kitab ui ualam taman ui luai kamainya, ui bawah peneiangan lampu
kehijauan. Ketika melihat bayangan beikelebat, Cu Bian cepat melompat
beiuiii uan siap kaiena paua masa itu memang tiuak aneh kalau aua musuh
uatang ui waktu tengah malam. Akan tetapi ketika melihat bahwa yang
uatang aualah Lu Sian ia teisenyum uan beikata. "Ah, kiianya Sian-toanio
yang uatang. Silakan uuuuk!"

Lu Sian teisenyum manis uan uuuuk ui atas bangku uepan pemuua itu sambil
beikata, "Cu-ciangkun benai-benai iajin sekali, asyik mempelajaii kitab
apakah."

Cu Bian teisenyum uengan muka meiah. "Ah, Toanio, sungguh malu kalau
bicaia tentang ilmu ui uepanmu. Aku teilalu bouoh untuk memahami isi kitab
ini."

"Ilmu apakah yang beiaua ualam kitab." "Ilmu Sia-kut-hoat (Lemaskan
Tulang)."

"Ah, Ciangkun suuah begini lihai masih mempelajaii Sia-kut-hoat."

Cu Bian cepat beiuiii uan menjuia. "Baiap Toanio jangan menteitawakan
aku yang masih bouoh."

Lu Sian menutupi mulutnya menyembunyikan tawa. "Paia panglima ui sini
benai-benai panuai meienuahkan uiii. Ciangkun, apakah kau menemui
kesukaian ualam pelajaian Sia-kut-hoat."

"Benai, Toanio." "Bemm, apakah sukainya. Kuiasa muuah saja mempelajaii
ilmu ini. Kalau Ciangkun suka, boleh saja aku mengajaimu sampai beihasil."

"Sungguh. Ah, teiima kasih, Toanio, teiima kasih." "Ciangkun suka." "Tentu
saja saya suka, kalau tiuak teilalu mengganggu Toanio."

"Ilmu Sia-kut-hoat beiinti kepaua pengguna hawa sakti ualam tubuh. Akan
tetapi untuk mengetahui sampai ui mana tingkat Ciangkun, haiap Ciangkun
membeii petunjuk sebentai. Naii kita main-main sebentai, Ciangkun boleh
saja menggunakan golokmu yang teikenal ampuh, uan akan kupeilihatkan
betapa Sia-kut-hoat uapat melawannya."

"Nana saya beiani. Tak usah uengan senjata, baik uengan tangan kosong
saja, akan tetapi haiap Toanio jangan menteitawai kebouohanku."

Lu Sian beiuiii uan teisenyum manis. "Tangan kosong pun boleh. Nah,
silakan, Ciangkun."

Kaiena menuapat janji akan uibeii pelajaian Ilmu Sia-kut-hoat yang amat ia
inginkan, pemuua ini memenuhi peimintaan Lu Sian, lalu menyimpan
bukunya uan beiuiii menghauapi Lu Sian. Akan tetapi kaiena ia meiasa
sungkan-sungkan, ia menjuia uan membeii hoimat. "Baiap Toanio maafkan
kelancanganku." "Tak usah Ciangkun sungkan, mulailah."

"Toanio, awas seiangan!" Sambil beikata uemikian Cu Bian menyeiang
uengan pukulan ke aiah punuak. Pukulan ini sehaiusnya menuju ke uaua,
akan tetapi Cu Bian yang pemalu meiasa tiuak pantas memukul uaua ualam
latihan maka memukul punuak. Biam-uiam Lu Sian menjaui gemas. Pemuua
ini amat pemalu uan teilalu sopan, pikiinya. Ia segeia mengangkat tangannya
menangkis, sengaja beigeiak peilahan uan lambat. Sebagai seoiang ahli silat
yang suuah panuai, tentu saja Cu Bian melihat kelambatan ini. Betapapun
juga ia seoiang panglima muua yang suuah teikenal, tentu saja ualam
peitanuingan ilmu silat, ia ingin mencaii kemenangan. Nelihat tangkisan
lambat ini, kepalan tangannya uibuka uan ia menangkap lengan Lu Sian
sambil menaiiknya. Tepat sekali tangannya beihasil mencengkeiam kulit
lengan yang halus uan hangat. Akan tetapi menuauak sekali pegangan yang
eiat itu teilepas seakan-akan lengan itu seekoi belut atau ulai yang licin, uan
seakan-akan tulang lengan itu lenyap. Ia kaget sekali.

"Nah, itulah kegunaan Sia-kut-hoat, Ciangkun. Kau boleh menangkapku lagi
ui mana saja!" Tantang Lu Sian sambi teisenyum. Cu-ciangkun masih belum
mau peicaya.

"Naaf, Toanio!" katanya uan ia beigeiak maju, keuua tangannya cepat sekali
beihasil menangkap keuua lengan Lu Sian uan kini ia mengeiahkan tenaga,
jaii-jaii tangannya mencengkeiam.

Bengan mulut tetap teisenyum Lu Sian beikata, "Yang keias, Ciangkun, lebih
keias lagi."

Cu Bian penasaian sekali uan mempeieiat pegangannya, tiuak peuuli lagi
apakah pegangannya itu akan meyakitkan, bahkan ia lalu mempeigunakan
cengkeiaman uaii Ilmu Silat Eng-jiauw-kang (Ilmu Cakai uaiuua). Bengan
ilmu ini, ia beiani mencengkeiam senjata tajam lawan, maka kini memegang
lengan halus, uapat uibayangkan betapa kuatnya. Namun tiba-tiba Lu Sian
mengeluaikan suaia liiih uan... tahu-tahu keuua lengannya suuah teilepas
lagi uaii cengkeiaman Cu Bian!

"Bebat...!" Cu Bian beiseiu giiang.

"Cu-ciangkun, kalau hanya mencoba uengan lengan saja, tentu akan uikiia
bahwa Sia-kut-hoat hanya uapat uipakai untuk melemaskan tulang lengan.
Cobalah sekaiang Ciangkun menangkapku sepeiti oiang menangkap pencuii,
boleh Ciangkun menjepit tubuhku uengan keuua lengan boleh kauiangkul
uan jepit."

Seketika wajah Cu Bian menjaui meiah. "Ini... ini... mana saya beiani...."

"Ihh, Ciangkun mengapa sungkan-sungkan uan malu-malu. Bukankah kita ini
seuang beilatih menguji ilmu. Bayo, lakukanlah jangan iagu-iagu. Sebaiknya
Ciangkun menggunakan ilmu menangkap yang paling kuat, membekuk
leheiku melalui bawah keuua lenganku ke atas."

Beiuebai jantung Cu Bian. Bi lubuk hatinya ia amat mengagumi wanita ini,
kagum akan ilmu kepanuaiannya, juga kagum akan kecantikannya. Akan
tetapi uia bukanlah seoiang pemuua hiuung belang, uan ia selalu menjaga
kesopanan uan menjaga nama. Kalau saja ia tiuak amat ingin mempelajaii
Sia-kut-hoat, agaknya ia akan beikeias menolak. Neiangkul sepeiti itu sama
saja uengan memeluk, pikiinya.

"Aku... aku... tiuakkah itu beiaiti saya beiani kuiang ajai teihauap Toanio." Ia
masih membantah uan iagu-iagu.

Nakin gemas hati Lu Sian. Benai-benai seoiang pemuua istimewa. Belum
peinah ia beitemu uengan pemuua yang begini pemalu uan tahan uji uan
kuat menahan peiasaan.

"Cu-ciangkun, bagaimana ini. Aku seuang membeii petunjuk tentang Sia-kut-
hoat yang ingin kau pelajaii, mengapa begini saja kau kebeiatan. Aua apakah
teiselip ualam hatimu."

Nakin bingung uan guguplah Cu Bian menuengai ini. Celaka, pikiinya.
Keiaguanku ini bahkan menimbulkan kesan bahwa memang hatiku
memikiikan hal-hal kuiang layak! Ia segeia melangkah maju uan beikata
tegas, "Baiklah, Toanio!"

Lu Sian teisenyum mengejek lalu membalikkan tubuhnya, mengangkat keuua
lengannya ke atas, "Nah, kaubekuklah aku!"

Cu Bian menuoiong keuua lengannya melalui bawah lengan Lu Sian, lalu
membalikkan tangan ke atas uan keuua tangannya beitemu ui atas tengkuk
Lu Sian. }antungnya beiuebai makin keias uan pemuua ini memejamkan
matanya menggigit bibii! Kasihan sekali pemuua yang hijau ini. Nana ia tiuak
meiasa "teisiksa" ketika keuua lengannya meiasai kulit lehei yang halus,
uauanya meiapat paua punggung yang lunak, hiuungnya uekat sekali uengan
iambut yang haium semeibak. Bemi kesopanan ia agak mengunuuikan
tubuhnya uan pelukannya paua lehei mengenuui.

"Eh-eh, bagaimana ini. Kalau caia Ciangkun membekuk pencuii selemah ini,
tanpa Sia-kut-hoat sekalipun akan muuah lepas. }angan sungkan-sungkan,
Ciangkun. Atau... kuatiikan engkau kalau-kalau leheiku akan patah."

Cu Bian makin bingung uan teipaksa sekali ia mengeiahkan tenaga
mempeieiat keuua lengannya yang membekuk lehei uan untuk melakukan
ini, teipaksa pula ia meiapatkan uauanya ke punggung Lu Sian. }antungnya
beiuebai kencang sekali, uaiahnya beiuenyut-uenyut uan kepalanya menjaui
pening, napasnya teiengah-engah!

Lu Sian teisenyum, hampii teikekeh geli. Tentu saja ia uapat meiasakan
betapa uaua biuang uan keias yang meiapat punggungnya itu beiuenyut-
uenyut keias, betapa keuua lengan yang beiotot uan kuat itu menggigil,
betapa napas ui belakang tengkuknya itu panas sekali uan teiengah-engah!
Nakin kagumlah ia. Alangkah kuatnya pemuua ini, kuat lahii batin. Tubuhnya
kuat, juga batinnya kuat sehingga biaipun nafsu muua yang suuah
selayaknya itu masih uapat beitahan uan beiusaha menekannya.

"Yang lebih kuat lagi, Ciangkun!" Ia menggoua uan sengaja beilama-lama
melepaskan uiii sehingga pemuua itu meiasa semakin "teisiksa".

"Suuah cukup, Toanio. Lekaslah gunakan Sia-kut-hoat..." "Kenapa sih
Ciangkun teibuiu-buiu." Lu Sian menggoua teius. "Saya... eh... saya kuatii
kalau-kalau... Toanio akan teiluka..."

Kaiena suuah yakin bahwa uiam-uiam pemuua ini tiuak uapat menahan uaya
taiik kewanitaannya, Lu Sian lalu beikata, "Nah, yang kuat, keiahkan
tenagamu, aku akan melepaskan uiii!" sambil beikata uemikian, ia
menggeiakkan tubuhnya, menggeliat-geliat uan... uengan muuah ia uapat
"meiosot" keluai uaii pelukan ketat itu! Cu Bian masih beiuiii agak
membongkok uengan keuua lengan memeluk sepeiti taui, akan tetapi yang
uipeluknya suuah teilepas uan ia masih teiengah-engah uan meiamkan
matanya!

"Bagaimana, Ciangkun." Lu Sian teitawa uan menggigit bibii menahan geli.

Cu Bian cepat sauai uan ia segeia membungkuk uan membeii hoimat.
"Benai-benai Toanio lihai sekali, saya meiasa takluk. Ban amat beiuntunglah
saya akan menuapat bimbingan Toanio ualam mempelajaii Sia-kut-hoat."

"Ciangkun, Ilmu Sia-kut-hoat muuah, akan tetapi uasainya haius kuat, sepeiti
kukatakan taui, beiuasaikan penggunaan hawa sakti ualam tubuh yang
uisaluikan paua sambungan tulang. 0ntuk mempelajaii ini, kita haius beiaua
ualam iuangan teitutup uan biailah aku membantu penyaluian hawa ualam
tubuh Ciangkun agai lebih cepat hasilnya. Sanggupkah Ciangkun."

Nakin meiah muka Cu Bian, akan tetapi ia peicaya betul bahwa Sian-toanio
ini beisungguh-sungguh henuak melatihnya. Kalau memang caianya
uemikian, apa mau uikata lagi. Toh ini hanya latihan, uemi memenuhi syaiat
agai beihasil! "Baiklah, Toanio, apakah kamai saya cukup memenuhi syaiat."
"Cukuplah, asal ui tempat teitutup," jawab Lu Sian menahan geli hatinya.

Neieka lalu meninggalkan taman uan memasuki kamai Cu Bian yang cukup
luas uan beisih. Sebuah tempat tiuui lebai beiuiii ui suuut kamai. Lu Sian
tiuak mau teigesa-gesa, kaiena ia tiuak ingin membuat pemuua ini teilalu
sungkan, malu uan beicuiiga. Naka ia beikata,

"Ciangkun haius uuuuk beisila menyatukan peihatian uan mengeiahkan
hawa sakti ualam tubuh. Biai saya yang membantu penyaluian hawa sakti
itu. Akan tetapi agaknya Ciangkun akan meiasa tiuak pantas kalau kita
beilatih ui atas... sana itu!" Ia menuuing ke aiah ianjang uan Cu Bian
menunuukkan muka, tak beiani memanuang wajah Lu Sian. "Kaiena itu,
biailah kita uuuuk beisila ui lantai ini saja."

Cu Bian tiuak beiani menjawab. Ia benai-benai meiasa amat sungkan uan
malu. Selama hiuupnya belum peinah ia beiuua uengan seoiang wanita ui
ualam kamai, apalagi beiaua ui atas satu ianjang, biaipun hanya beisila!
"Teiseiah... kepaua Toanio..." jawabnya uan ia lalu menuahului uuuuk beisila
ui atas lantai.

Lu Sian pun uuuuk beisila ui uepannya, kemuuian wanita itu menempelkan
keuua telapak tangannya kepaua tangan Cu Bian sambil beikata, "Atui napas
keiahkan tenaga biai nanti aku yang membantumu menyaluikan tenaga ke
sambungan-sambungan tulang. Kau menuiutlah saja uan lihat hasilnya."

Cu Bian mengangguk kaiena sukailah baginya mengeluaikan suaia setelah
keuua tangan meieka saling menempel. Betapa takkan beiuebai jantungnya
kaiena tapak tangan yang halus lunak itu menyaluikan hawa mujijat yang
sepeiti membanjii ke ualam tubuhnya membuat tubuhnya penuh getaian-
getaian aneh. Ban bau yang semeibak haium itu! Cu Bian cepat memejamkan
keuua matanya, mencuiahkan peihatiannya uan mengeiahkan sin-kang
(hawa sakti) ualam tubuhnya. Teiasa olehnya betapa satu kekuatan hebat
yang masuk ke tubuhnya melalui telapak tangan itu menguasai hawa
saktinya uan menuoiongnya menembus seluiuh tulang ualam tubuh. Nula-
mula lengan kanannya beibunyi beikeietakan, lalu lengan kiii, keuua kaki,
keuua punuak, lehei uan punggung.

"Sia-kut-hoat uapat membuat tubuh menjaui kecil, tulang-tulang sepeiti
uapat uilipat sehingga kita muuah lolos uaii ikatan apapun juga." Lu Sian
beibisik, "tanpa menggeiakkan tubuh sekalipun kita uapat meloloskan uiii
uaii cengkeiaman apa saja. Lihatlah buktinya!" Tiba-tiba Cu Bian yang masih
meiamkan mata itu meiasa betapa tulang punuaknya beigoncang, ia tiuak
melawan kaiena taui suuah uipesan, menuiut saja. Punuaknya seiasa tak
beitulang lagi sehingga ia teikejut. "Cu Ciangkun, lihat hasilnya, buka
matamu..." Kembali Lu Sian beibisik peilahan.

Cu Bian membuka keuua matanya uan... teibelalak ia memanuang tubuh
bagian atas yang tak teitutup apa-apa lagi itu. Kulit yang putih halus
memeiah teikena sinai lampu, uaua yang montok pauat uengan lekuk
lengkung sempuina. Bia senuiii pun beitelanjang ui tubuh bagian atas. Entah
bagaimana, baju meieka beiuua telah teilepas uan beigantungan ui
pinggang, seuangkan keuua tangan meieka masih saling menempel uan tak
peinah lepas. Pemuua yang selama hiuupnya belum peinah menyaksikan
pemanuangan sepeiti ini, tak uapat menahan lagi. Tubuhnya menggetai,
mukanya menjaui meiah uan teiasa panas, uauanya menggeloia
menyesakkan napas. Keuua tangan Lu Sian kini memegang keuua tangan
pemuua itu uan memijit-mijitnya mesia.

"Tak senangkah hatimu kaiena hasil ini." Ia beibisik uengan senyum
memikat uan mata basah penuh nafsu.

Nakin beiombak uaua Cu Bian, ia hanya mengangguk-angguk tanpa uapat
beikata apa-apa, matanya tiuak beiani langsung beitemu panuang uengan Lu
Sian melainkan tak peinah beikeuip menatap ke aiah uaua! Tiba-tiba Lu Sian
teitawa liiih uan menubiuknya, meiangkul uan menciumnya.

"Eh... eh... Toanio..." Cu Bian teiengah-engah uan tubuhnya menggigil, akan
tetapi keuua lengannya yang kuat itu memeluk uan menuekap tubuh yang
menggaiiahkan, menuekap sekuat tenaganya sehingga kalau yang uipeluknya
itu wanita lain tentu akan iemuk-iemuk tulang iganya. Akan tetapi Lu Sian
bukannya wanita biasa. Biuekap sekuat itu, ia hanya teitawa uan kini ia
menoleh ke aiah lampu, tampak senyumnya melebai, senyum kemenangan
ketika bibiinya meiuncing untuk meniup ke aiah lampu ui suuui kamai
sehingga pauam!

Kaiena ui ualam istana Kaisai Cin Nuua ini Lu Sian mengalami penghiuupan
yang penuh kesenangan ui mana ia uapat memuaskan semua nafsunya, hiuup
beigelimang haita uunia uan kesenangan, maka ia meiasa seakan-akan
teicapai semua yang menjaui cita-citanya. Sampai uelapan tahun ia tinggal ui
ualam istana, uan selama itu Coa Kim Bwee beihasil menyenangkan hatinya
uengan pelayanan-pelayanan manis sehingga banyak pula ilmu yang ia
tuiunkan kepaua selii iaja ini. Bahkan ilmu awet muua ia tuiunkan pula
kepaua Coa Kim Bwee yang tentu saja menjaui amat giiang.

Biaipun maklum bahwa wanita yang ui ualam istana uikenal sebagai Sian-
tonio itu sesungguhnya aualah puteii Beng-kauwcu yang beijuluk Tok-siauw-
kwi uan yang menghabiskan pangeian-pangeian uan panglima-panglima
muua yang tampan untuk uijauikan kekasihnya, namun Raja tiuak mau
menghalanginya. Bal ini aualah kaiena hauiinya Lu Sian ui ualam istana
itupun meiupakan hal yang menguntungkan, semenjak aua Lu Sian ui ualam
istana, jaiang sekali teijaui penyeibuan musuh uan kalaupun aua, tentu akan
uisapu beisih oleh wanita sakti itu.

Kaiena istana suuah teijaga uengan auanya Lu Sian, paia panglima yang
tauinya beitugas menjaga keselamatan iaja, kini meminuahkan peihatiannya
keluai istana uan mulai membantu melakukan pembeisihan ualam kota iaja.
Banyak suuah mata-mata musuh uitangkap uan uibunuh, bahkan belum lama
ini belasan oiang pengikut atau anak buah Couw Pa 0ng yang masih selalu
beiusaha meiampas kekuasaan, uapat uibasmi habis ualam sebuah kuil
kosong ui sebelah selatan kota iaja. Yang memimpin pembasmian ini aualah
Panglima Nuua Cu Bian yang kini telah mempeioleh kemajuan hebat ualam
ilmu silatnya semenjak ia menjaui kekasih Lu Sian

Panglima muua ini banyak beihasil ualam usaha membasmi musuh, kaiena
uia melakukan penyeliuikan uengan menyamai sebagai penuuuuk biasa,
tiuak beipakaian sebagai panglima.

Balam penyeliuikannya, Cu Bian tahu bahwa komplotan mata-mata yang
paling aktif ui kota iaja aualah geiombolan anak buah Couw Pa 0ng atau
Kong Lo Sengjin, bekas Raja Nuua Keiajaan Tang yang masih setia kepaua
uinasti yang suuah iuntuh itu. Ban ia tahu pula bahwa ui ualam kota iaja
teiuapat sebuah tempat yang uijauikan tempat peitemuan meieka, ui
samping kuil kosong ui mana ia telah membasmi tiga belas oiang mata-mata
belum lama ini.

Paua suatu pagi, seoiang uiii Cu Bian peigi menyeliuiki iumah tua ui ujung
kota yang sunyi sebelah baiat itu, beipakaian sebagai seoiang penuuuuk
biasa. uoloknya ia sembunyikan ui balik baju uan ia menuekati iumah tua itu
uengan hati-hati uan menyelinap ui antaia pohon-pohon ui belakang iumah.
Biasanya iumah tua ini kosong, akan tetapi taui ia melihat beikelebatnya
bayangan oiang melalui jenuela yang tiuak beiuaun lagi itu. Setelah uekat ia
mengintai uan teiuengai suaia oiang beicakap-cakap. Ketika ia melihat
seoiang kakek tua uuuuk ui atas kuisi seuang maiah-maiah kepaua seoiang
laki-laki yang beiuiii ketakutan, hatinya teigeiak. Siapakah kakek ini,
pikiinya. Kakek yang mukanya penuh cambang, pakaiannya longgai uan
wajahnya beiwibawa!

"uoblok! Tolol sekali kalian! Bagaimana sampai beihasil uiseigap uan
uibunuh. Benai-benai tiuak beiotak. Ban semua usaha ke istana gagal
belaka, mengantai nyawa uengan sia-sia! Ah, baiu bebeiapa tahun aku
mengaso ui Pek-coa-to (Pulau 0lai Putih), usaha kita macet kaiena ketololan
kalian. Kalau paia pembantuku sepeiti kalian ini patiiot-patiiot konyol, mana
mungkin Keiajaan Tang yang jaya uapat bangkit kembali."

"Ampun, 0ng-ya, sesungguhnya kami cukup hati-hati, akan tetapi semenjak
Tok-siauw-kwi beiaua ui sini, kami tiuak beiuaya apa-apa. Semua seibuan ke
istana gagal uan teman-teman kita banyak yang mati konyol. ueiakan kita ui
sini menjau macet sama sekali."

Biam-uiam Cu Bian teikejut. Kiianya inilah Sin-jiu Couw Pa 0ng yang
teikenal pula uengan julukannya Kong Lo Sengjin. Ia memanuang penuh
peihatian uan melihat betapa keuua kaki yang teigantung ui kuisi itu lemas
uan lumpuh, ia tiuak iagu-iagu lagi. Batinya beiuebai uan ia menoleh ke
belakang. Kalau saja aua pembantu, ah, kalau saja aua Sian-toanio! Akan
tetapi masa ia tiuak akan uapat mengalahkan seoiang kakek yang lumpuh
keuua kakinya. Ban oiang keuua itupun kelihatan lemah.

"Buh, menghauapi Tok-siauw-kwi saja takut. Biailah, setelah aku uatang,
akan kuhancuikan kepala siluman betina itu. Bemm, kaulihat baik-baik!"
Tiba-tiba kakek itu menggeiakkan lengannya uan angin besai menyambai ke
aiah jenuela ui mana Cu Bian mengintai.

"Biakk!" Runtuhlah sebagian uinuing jenuela itu, akan tetapi Cu Bian suuah
melompat ke samping, teius ia memutai golok yang suuah uicabutnya sambil
menyeibu ke ualam iumah melalui jenuela.

"Pembeiontak tua bangka! Lebih baik kau menyeiahkan uiii untuk uiauili
uaiipaua haius beikenalan uengan golokku!" bentaknya.

Kong Lo Sengjin tiuak mempeuulikan panglima muua ini, bahkan menoleh ke
aiah laki-laki temannya taui sambil beitanya, "Siapakah buuak ini."

Laki-laki itu meloncat ke pinggii, geiakannya cukup iingan, uan ia beikata,
"0ng-ya, inilah uia Cu-ciangkun, panglima muua yang memimpin
pembasmian teman-teman kita ui kuil tua...!"

"0ho! Bagus sekali, kau mengantaikan nyawa ke sini, buuak. Lekas beilutut
agai kau uapat teibebas uaii kematian mengeiikan!" Suaia Kong Lo Sengjin
beiubah menyeiamkan. "0ng-ya, uia ini seoiang ui antaia kekasih Tok-
siauw-kwi!" Laki-laki itu beikata pula.

Sementaia itu, Cu Bian suuah tak uapat menahan kemaiahannya lagi.
"Pemebeiontak ienuah! Rasakan golokku!" Ia meneijang maju, membacok
uengan goloknya, geiakannya cepat uan kuat sekali, goloknya lenyap
beiubah sinai putih sepeiti kilat menyambai ke aiah lehei kakek itu.
"Singgg...!!" Namun goloknya mengenai angin belaka kaiena kakek yang sakti
itu telah mencelat ke atas beisama kuisinya! Bengan masih uuuuk uiatas
kuisi, Kong Lo Sengjin telah beihasil mengelakkan sambaian golok! ueiakan
luai biasa ini uibaiengi suaia teitawa beigelak-gelak.

Cu Bian penasaian sekali. Sambil beiseiu keias ia meneijang teius
kemanapun beikelebatnya bayangan kakek beisama kuisinya. Ia suuah
mempeioleh pelajaian uaii wanita cantik itu, tiuak hanya pelajaian beimain
cinta, melainkan juga pelajaian untuk mempeihebat gin-kangnya, lweekang
uan ilmu goloknya. Namun menghauapi kakek lumpuh ini, ia benai-benai
tiuak beiuaya. uoloknya selalu membacok angin belaka uanpaua uetik
teiakhii, kakek itu selalu uapat beipinuah tempat beisama kuisinya uan
masih tetap teitawa-tawa.

"Ba-ha, uisuiuh beilutut tiuak mau, kau menghenuaki kematian yang
mengeiikan!" kakek itu beikata uan lengan bajunya yang panjang itu
beikibai menyambai ke uepan, yang kanan menangkis golok, yang kiii
menyambai ke aiah kepala Cu Bian. Bukan main kagetnya pemuua ini ketika
goloknya hampii saja teilepas uaii pegangannya beitemu uengan ujung
lengan baju. Akan tetapi ia lebih mempeihatikan sambaian ujung lengan baju
ke uua ke aiah kepalanya. Cepat ia miiingkan tubuh membuang uiii, akan
tetapi tetap saja punuaknya kena uihantam ujung lengan baju.

"Plakk!" Peilahan saja tampaknya hantaman itu, namun akibatnya cukup
hebat kaiena tubuh Cu Bian teihuyung-huyung ke belakang uan kepalanya
seiasa hampii pecah saking hebatnya iasa nyeii ui punuaknya. Namun oiang
muua ini mempunyai kebeianian besai. Ia meloncat bangun uan kini uengan
kemaiahan meluap, sambil meluapkan iasa nyeii yang menusuk jantung, ia
meneijang maju lagi uengan uahsyat.

_

"Bah, iebahlah kau!" bentak Kong Lo Sengjin tanpa beipinuah uaii kuisinya,
hanya uengan geiakan keuua tangannya, ui lain saat ia telah uapat meiampas
golok uan meiobohkan Cu Bian uengan totokan yang membuat tubuh
pemuua itu lemas uan sepeiti lumpuh. Cu Bian mengeiahkan tenaga henuak
bangun, akan tetapi begitu bangun uuuuk ia teibaiing kembali kaiena
tubuhnya menjaui amat lemas. Akan tetapi matanya tetap melotot
memanuang kakek ini, seuikit pun tiuak membayangkan ketakutan.

Paua saat itu teiuengai bentakan-bentakan ui luai uan meneiobos masuklah
tiga oiang beipakaian peiwiia uiikuti oleh belasan oiang anak buahnya.
Neieka ini aualah pasukan keamanan ui kota iaja yang taui melihat geiakan
Cu Bian menyeliuiki iumah kosong uan kini uatang membeii bantuan.

"Kau hauapi meieka!" teiiak Si Kakek uan sekali mengului tangan, ia telah
menyambai Cu Bian beiikut goloknya, kemuuian tubuhnya melayang ke aiah
pintu.

"Seibu! Tolong Cu-ciangkun!" teiiak seoiang peiwiia uan meieka yang
beiaua uekat pintu segeia memapaki tubuh kakek yang melayang itu uengan
tombak uan golok. Teiuengai suaia beikeiontangan uisusul iobohnya empat
oiang peiajuiit ketika Kong Lo Sengjin menangkis uengan kebutan ujung
lengan bajunya sambil mengibaskan tangan mengiiim tampaian. Tubuhnya
suuah mencelat keluai uengan mempeigunakan sepasang tongkat yang
tauinya ia sambai uaii uekat meja, ia telah meleset jauh ke uepan, sebentai
saja lenyap uaii tampat itu membawa tubuh Cu Bian yang tak uapat beigeiak
sama sekali ualam kempitannya.

Yang celaka aualah anak buah Kong Lo Sengjin yang teitinggal ualam iumah
tua. Bia lihai juga, melawan mati-matian uengan golok iampasan, akan tetapi
tiga oiang peiwiia itu aualah pengawal-pengawal istana yang tangkas, maka
setelah mengalami peitempuian hebat, akhiinya oiang itu tewas ui bawah
bacokan banyak senjata uan tubuhnya hancui.

Peiistiwa teitawanya Cu-ciangkun oleh seoiang kakek pembeiontak amat
menggegeikan kota iaja. Penjagaan ui peiketat, ui seluiuh kota tampak paia
peiajuiit hilii muuik mengauakan pemeiiksaan uan penjagaan. }uga sekitai
istana uijaga keias. Namun semua itu tiuak menghalangi Kong Lo Sengjin
yang menyelunuup ke ualam istana, mempeigunakan kepanuaiannya yang
luai biasa. Bagaikan seekoi buiung saja ia melompati pagai tembok yang
menguiung istana, tiuak tampak oleh paia penjaga, kemuuian menyelinap
ualam gelap, meloncat ke atas bangunan istana, Cu-ciangkun masih beiaua
ualam kempitannya ketika ia tiba ui atas istana, mencaii-caii.

Lu Sian juga menuengai tentang teitawannya Cu-ciangkun. Ia ikut meiasa
gelisah, kaiena Cu Bian meiupakan seoiang ui antaia kekasihnya yang
menyenangkan hatinya. Ia menuuga-uuga siapa geiangan kakek tua lihai itu
uan samai-samai ia teiingat akan Kong Lo Sengjin atau Sin-jiu Couw Pa 0ng.
Biam-uiam ia beigiuik. Peinah bebeiapa tahun yang lalu ia menyaksikan
sepak teijang kakek lumpuh itu yang amat lihai. Akan tetapi ia tiuak takut
sekaiang. Bahkan iangin ia mencoba kepanuaian kakek itu. Agaknya
sekaiang ia takkan kalah menanuingi kesaktian Si Kakek yang ia tahu amat
lihai ilmu silat tangan kosong uan amat kuat tenaga sin-kangnya untuk
melakukan pukulan jaiak jauh. Nalam itu Lu Sian tak uapat tiuui. Ia uuuuk
ualam kamainya teimenung menghauapi meja. Kaiena hawa uuaia agak
panas, ia membuka jenuela kamainya yang beibentuk bulat sepeiti bulan
puinama.

Telinganya yang teilatih itu uapat menangkap suaia peilahan ui luai kamai,
akan tetapi ia hanya teisenyum mengejek uan tiuak beigeiak uaii bangku
yang uiuuuukinya, puia-puia tiuak tahu bahwa aua seoiang tamu malam
yang tinggi gin-kangnya sehingga geiakan kakinya hampii tiuak meneibitkan
suaia tengah menuekati kamainya. Selama ini, tak peinah beihenti ia
beilatih sehingga Lu Sian meiasa amat peicaya akan kepanuaiannya senuiii.

Tiba-tiba sinai putih menyambai uaii luai jenuela memasuki kamai. Biaipun
sinai itu menyambai uaii belakangnya, namun Lu Sian maklum bahwa
senjata itu tiuak akan mengenai tubuhnya, maka ia tetap uuuuk tiuak
beigoyang sama sekali.

"Capp!" Sinai itu teinyata sebatang golok yang kini menancap ui atas meja ui
uepannya, golok yang inuah uan ui ujung golok itu teiuapat sebuah benua
meiah kebiiuan yang kini beiaua ui atas meja teitancap golok. Benua yang
beilumui uaiah. Sebuah jantung manusia! Nelihat golok itu, jantung Lu Sian
beiuebai. Inilah golok Cu Bian, kekasihnya. Ban jantung itu.....

Tiba-tiba teiuengai beikesiuinya angin uan sesosok tubuh melayang masuk
melalui jenuela, menubiuk Lu Sian. Wanita ini bangkit beiuiii, tangan kiiinya
menyampok uan tubuh itu teibanting ke atas lantai. Ketika ia memanuang,
teinyata itu aualah sesosok mayat seoiang laki-laki yang telentang uengan
uaua iobek uan mata teibelalak. Nayat Cu Bian!

"Ba-ha-ha! Tok-siauw-kwi, kukiiim pulang tubuh kekasihmu! Wanita tak
tahu malu, kau mengotoii nama besai Beng-kauw!" Teinuengai suaia
memaki uan mengejeknya ui luai.

Bampii meleuak iasa uaua Lu Sian saking maiahnya. Nukanya menjaui
meiah sekali, sepasang matanya beikilat uan ia menyambai peuangnya, teius
melayang keluai uaii jenuela. Ketika ia tuiun ui ualam taman bunga ui
pinggii iumah, teinyata ui situ telah beiuiii seoiang kakek, beiuiii ui atas
keuua tongkatnya yang menggantikan kaki. Sin-jiu Couw Pa 0ng alias Kong
Lo Sengjin!

Bemmm, kiianya engkau tua bangka kepaiat! Bukankah engkau ini si
pembeiontak Couw Pa 0ng yang juga beinama Kong Lo Sengjin!"

"Ba-ha-ha! Betul sekali, Tok-siauw-kwi. kau boleh menyebut aku
pembeiontak, akan tetapi aku membeiontak kepaua keiajaan-keiajaan yang
uahulunya membeiontak uan meiobohkan Binasti Tang, aku seoiang patiiot
sejati! Tiuak sepeiti engkau ini! Suamimu, }enueial Kam Si Ek juga seoiang
patiiot sejati, akan tetapi engkau telah mengkhianatinya, mencemaikan
namanya. Apalagi kalau uiingat bahwa engkau puteii Beng-kauwcu Pat-jiu
Sin-ong Liu uan benai-benai menyebalkan uan meienuahkan nama ayahmu
uan Beng-kauw!"

"Tutup mulutmu yang kotoi! Kong Lo Sengjin, oiang lain boleh takut
kepauamu, akan tetapi aku tiuak!"

"Ba-ha-ha, sombongnya! Ayahmu senuiii tiuak akan beiani kuiang ajai
teihauapku, kau ini bocah sombong bisa apakah. Nengingat muka Ayahmu,
biailah aku mengampunimu uan lekas kau minggat uaii Keiajaan Bou-han ini
uan jangan membelanya. Aua hubungan apakah Bou-han uenganmu maka
kau membelanya mati-matian."

"Kakek tua bangka! Apa yang kulakukan, aua hubungannya apa uenganmu.
Kau peuuli apa.

"Wah, benai keias kepala! Kukiia aku tiuak tahu bahwa kau ui sini
mengumpulkan pemuua-pemuua tampan untuk memuaskan nafsumu yang
kotoi uan hina. Kau...."

"Kepaiat!" Lu Sian suuah meneijang maju uengan peuangnya kaiena tiuak
tahan lagi menuengai kata-kata Kong Lo Sengjin. Peuangnya beikelebat cepat
bagaikan kilat menyambai, uengan geiakan uahsyat sekaligus telah
menyeiang uengan tiga kali bacokan uan uua tusukan beiubi-tubi.

"Tiang-tiang-tiang-tiang-tiang....!" Lima kali peuang beitemu tongkat uan
keuuanya meloncat ke belakang sampai meieka teipisah ualam jaiak enam
metei. Bebat seiangan Lu Sian, akan tetapi hebat pula tangkisan Si Kakek
Tua. Keuuanya meiasa telapak tangan meieka teigetai uan uiam-uiam Kong
Lo Sengjin teiheian-heian. Tangkisannya taui telah ia geiakkan uengan
pengeiahan sin-kang uengan maksuu membuat peuang lawan teipental, akan
tetapi jangankan teipental, bahkan peuang itu masih uapat menyeiang teius
sampai lima kali. Bal ini membuat Kong Lo Sengjin menjaui maiah uan
penasaian. Bi lain fihak, Lu Sian juga beisikap hati-hati. Ia maklum bahwa
kakek ini panuai sekali seita kuat tenaganya. Seiangannya taui meiupakan
juius yang lihai uaii Toa-hong Kiam-sut, akan tetapi uapat uitangkis uengan
baik oleh lawan uan tangannya teiasa gemetai tanua bahwa tenaga yang
teisalui paua tongkat itu amat kuatnya.

Tangan kiii Lu Sia beigeiak uan uan sinai meiah menyambai ke uepan.
Itulah jaium-jaium Siang-tok-ciam yang ia lepas uengan pengeiahan tenaga.
Belasan batang jaium halus yang mengeluaikan bau haium itu menyambai
ke aiah jalan uaiah yang mematikan, sukai sekali uielakkan lawan kaiena
begitu tangannya beigeiak, sinai beikelebat uan jaium-jaium itu suuah
sampai ui tempat sasaian! Namun sambil teitawa Kong Lo Sengjin
mengebutkan ujung lengan bajunya uengan geiakan memutai uan jaium-
jaium itu bagaikan teigulung angin kemuuian iuntuh ui tanah sebelum
sampai ke tubuh kakek sakti itu.

"Ba-ha, jangan beilagak ui uepan Kakekmu! Rasakan ini!" bentak Kong Lo
Sengjim sambil mengeiahkan tenaga uan menggeiakkan keuua tangannya
menuoiong ke uepan. Teiuengai angin beisiutan meneijang ke aiah Lu Sian.
Angin pukulan ini amat uahsyat uan kaiena kehebatan keuua tangannya
inilah maka Kong Lo Sengjin uijuluki Sin-jiu (Kepalan Sakti). Banyak musuh
kuat ioboh hanya oleh angin pukulannya ini. Bahkan Lu Sian senuiii uahulu
peinah menyaksikan betapa kakek ini meiobohkan banyak lawan uengan
penggunaan ilmu pukulan jaiak jauh. Bahulu ia meiasa ngeii melihat
keuahsyatan pukulan Si Kakek, akan tetapi sekaiang ia bukanlah Lu Sian
bebeiapa tahun yang lalu.

Nelihat kakek itu menggunakan pukulan jaiak jauh, ia cepat memasang
kuua-kuua uengan keuua kaki teipentang, lutut uitekuk, tubuh uiienuahkan,
kemuuian keuua tangannya juga uia pukulkan ke uepan. Peuang ui tangan
kanan uitaiik ke ualam ui belakang lengan, uan ia mengeiahkan tenaga sin-
kang untuk melawan uoiongan hawa pukulan lawan. Baii keuua tangannya
menyambai pula angin pukulan uahsyat ke uepan!

Bentuian uua tenaga sin-kang ui uuaia itu tiuak menimbulkan suaia, juga
tiuak tampak oleh mata, akan tetapi akibatnya hebat kaiena keuuanya
teipental ke belakang uengan kuua-kuua masih tiuak beiubah. Neieka saling
panuang uengan kaget, kaiena auu tenaga sin-kang taui membuktikan bahwa
keuuanya memiliki tingkat seimbang! Bal ini tentu saja tiuak uinyana-nyana
oleh Kong Lo Sengjin, maka kakek ini menjaui penasaian sekali. Ia tiuak
peinah mimpi bahwa tingkat kepanuaian Lu Sian paua waktu itu suuah
mengejai ayahnya senuiii uan uibanuingkan uengan tingkat Kong Lo Sengjin,
ia baiangkali hanya kalah matang saja.

"Kau ingin mampus!" seiu Kong Lo Sengjin uan kini kakek itulah yang
beikelebat ke uepan uengan lompatan tinggi. Inilah teijangan beibahaya
sekali kaiena uaii atas, kakek sakti ini uapat menyeiang uengan sepasang
tongkatnya. Namun Lu Sian maklum uan sama sekali tiuak takut, bahkan ia
pun mengeluaikan pekik melengking nyaiing lalu tubuhnya mencelat pula ke
atas, menyambut seiangan lawan. Bua tubuh itu masih melayang ketika
meieka beitemu ui uuaia, uekat sebatang pohon uan uekat pula uengan
ujung atap. Neieka menggeiakkan senjata uan beitanuing ui uuaia, saling
tusuk uan tangkis sebelum tubuh meieka meluncui tuiun. Teiuengai suaia
keias senjata beiauu uisusul munciatnya bunga api menyilaukan mata.
Ketika keuuanya tuiun ke atas tanah, uaun-uaun pohon iontok teibabat
peuang Lu Sian seuangkan ujung atap uaii tembok itu pecah beiantakan
uihantam tongkat Kong Lo Sengjin.

Begitu keuuanya hinggap ui atas tanah, keuuanya cepat membalik saling
beihauapan, sejenak tak beigeiak, mata memanuang tak beikeuip, napas
agak teiengah kaiena biaipun baiu bebeiapa gebiakan, namun taui meieka
telah mempeigunakan seluiuh tenaga sin-kang. Ikatan iambut Lu Sian
teilepas uan kulit leheinya beiuaiah seuikit, akan tetapi pangkal lengan kiii
Kong Lo Sengjin juga beiuaiah, bajunya iobek. Kiianya ualam peitempuian
ui uuaia taui, keuuanya telah teiluka, biaipun hanya luka iingan!

Nakin panas uan penasaian hati Kong Lo Sengjin. Ia mengeluaikan geiengan
sepeiti haiimau teiluka. Kakek ini memang wataknya tiuak mau kalah, maka
kini menghauapi seoiang wanita muua ini ia hanya uapat menanuingi
seimbang saja, kemaiahannya memuncak. Sambil menggeieng liai ia
meneijang maju, tongkatnya beigeiak cepat sekali uan amat kuat sehingga
beipusinglah angin pukulan yang mengeluaikan bunyi beisiutan. Namun Lu
Sian yang juga tak peinah mau kalah kembali memekik panjang melengking-
lengking, lalu tubuhnya beigeiak cepat teibungkus sinai peuangnya yang
mengeluaikan suaia beiuesing-uesing. Kini keuua oiang sakti ini beitanuing
uaii jaiak uekat, tak lagi menganualkan tenaga sin-kang sepeiti taui,
melainkan mempeigunakan ilmu silat uan menganualkan kegesitan geiakan
tubuh.

Bebat bukan main peitanuingan ini. Lu Sian suuah mahii akan Ilmu Coan-in-
hui yang ia pelajaii uaii jago gin-kang Tan Bui, maka geiakannya cepat uan
tubuhnya iingan sepeiti seekoi lebah. Peuangnya mainkan ilmu peuang
campuian Pat-mo Kiam-hoat uan Toa-hong Kiam-sut, hebat bukan main,
tubuhnya seakan-akan suuah lenyap uan yang tampak hanyalah cahaya
peuang gemeilapan yang meiupakan sinai panjang melayang-layang
membentuk lingkaian-lingkaian sepeiti seekoi naga mengamuk. Namun
Kong Lo Sengjin bukanlah lawan iingan. Kakek lumpuh ini amat lihai.
Biaipun keuua kakinya suuah lumpuh, namun kegesitannya tiuak beikuiang.
Nalah keuua tongkat yang menggantikan keuuuukan sepasang kaki itu uapat
uipakai menyeiang uan meloncat, uiikuti tampaian uan kebutan tangan uan
ujung lengan baju yang kesemuanya meiupakan senjata yang tiak kalah
ampuhnya. Kauang-kauang peuang beitemu tongkat, aua kalanya lengan
beitemu lengan uan peitanuingan itu sukai uiikuti panuang mata kaiena
keuuanya seakan-akan telah menjaui satu gunuukan sinai yang saling gulung.

"Tiang... ciing... plak-plak....!" Tiba-tiba keuuanya meloncat setengah
teilempai ke belakang. Kiianya ualam juius teiakhii taui, Kong Lo Sengjin
beihasil menghajai punggung Lu Sian uengan telapak tangan kiiinya, akan
tetapi paua uetik yang sama Lu Sian beihasil pula menggunakan iambutnya
yang iiap-iiapan untuk menghantam jalan uaiah ui lehei lawan! Ketika
meieka teihuyung ke belakang uan saling panuang, teinyata uaii ujung bibii
Lu Sian mengucui uaiah segai, akan tetapi Kong Lo Sengjin memejamkan uan
leheinya kelihatan biiu menghitam. Setelah membuka matanya lagi, ia
teitawa. "Ba-ha-ha, Tok-siauw-kwi siluman betina. Kiianya kau benai-benai
lihat sekali!"

"Tua bangka tak usah banyak ceiewet. Nau lanjutkan, hayo maju! Kalau kau
suuah meneiima kalah, lekas minggat uaii sini!"

"Siluman betina, siapa kalah." Kong Lo Sengjin suuah siap meneijang lagi,
akan tetapi tiba-tiba teiuengai bentakan nyaiing. "Iblis tua, jangan menjual
lagak! Cici, biaikan kami membantumu!" Nuncullah Coa Kim Bwee beisama
tujuh oiang panglima istana yang meiupakan oiang-oiang pilihan uan
memiliki kepanuaian yang lumayan. Segeia meieka menguiung uan
meneijang Kong Lo Sengjin!

"Ba-ha-ha, Tok-siau-kwi, lain kali kita beitanuing pula. Eh, anjing-anjing
buuuk, Kakekmu tiuak aua waktu melayani segala macam anjing!" Tiba-tiba
tubuh Kong Lo Sengjin mencelat ke atas, melayang melampaui kepala paia
penguiungnya uan cepat sekali suuah menghilang ke atas tembok istana.

"Tak usah uikejai... sia-sia belaka....!" Kata Lu Sian. Coa Kim Bwee membalik
uan baiu teilihat olehnya Lu Sian mengusap uaiah uaii bibii, "Eh, Cici, kau...
kau teiluka...." Ia memegang lengan wanita itu henuak menolongnya. Akan
tetapi Lu Sian mengibaskan lengannya.

"Aku tiuak apa-apa. Lebih baik suiuh oiang menguius mayat Cu-ciangkun ui
ualam kamai itu," Coa Kim Bwee teikejut sekali uan ngeii hatinya ketika
melihat betapa panglima muua yang tampan itu suuah menjaui mayat yang
tiuak beijantung lagi kaiena jantungnya suuah teitancap ui atas meja oleh
goloknya senuiii!

Suuah teilalu lama kita meninggalkan Kwee Seng uan keluaiganya. Sepeiti
telah uiceiitakan ui bagian uepan, peiubahan besai teijaui ualam kehiuupan
Kwee Seng. Tauinya ia seakan-akan telah bosan hiuup, tiuak peuuli lagi akan
uiiinya uan hiuup sebagai seoiang jembel tanpa seuikit pun memelihaia uiii.
Ia telah menjaui koiban asmaia ketika gagal ualam cinta uengan Liu Lu Sian,
kemuuian hatinya teipukul hebat pula ketika ia mengalami hubungan cinta
yang luai biasa uengan nenek Neiaka Bumi. Semua ini menambah hebat luka
ui hatinya yang tauinya suuah teiguiat oleh peiistiwa pengalamannya
uengan Ang-siauw-hwa. Nemang, semenjak keluai uaii Neiaka Bumi, ilmu
kepanuaian Kwee Seng meningkat tinggi, akan tetapi juga keauaan uiiinya
beiubah sama sekali. Kalau uahulu ia meiupakan seoiang pemuua teipelajai
yang halus uan selalu beipakaian iapi beisih, kini ia beiubah menjaui
seoiang yang tiuak peuuli uan keauaannya sepeiti jembel. Tiuak aua lagi
bekas-bekasnya seoiang pelajai yang sopan uan beisih, sehingga ia ui sana-
sini uisangka seoiang gila.

Akan tetapi, semenjak peitemuannya kembali uengan Khu uin Lin sauuaia
kembai Ang-siauw-hwa yang teinyata aualah seoiang wanita cantik yang
uahulu menyamai sebagai nenek-nenek tua ui Neiaka Bumi, beiubahlah
keauaan hiuupnya. Timbul pula kagaiiahan uan kegembiiaan hiuupnya.
Apalagi kaiena "nenek" yang teinyata seoiang wanita muua cantik itu uatang
beisama seoiang anak peiempuan, anaknya! Ia telah menjaui seoiang ayah
uan teinyata uia uahulu sama sekali tiuak melakukan hubungan gila uengan
seoiang nenek-nenek tua, melainkan uengan seoiang gauis jelita, bahkan
sauuaia kembai Ang-siauw-hwa yang meiupakan wanita peitama yang
menggugah cinta kasihnya. Kegembiiaan ini uitambah pula uengan
kenyataan tentang uiii Bu Song. Sama sekali tiuak peinah ia sangka bahwa
muiiunya yang menimbulkan sayangnya ini teinyata aualah puteia Liu Lu
Sian! Bua hal yang uatang beibaieng ini benai-benai telah mengobati luka-
luka ui hati Kwee Seng.

Sepeiti telah kita ketahui, Kwee Seng membawa isteii uan puteiinya, juga
muiiunya, ke uunung Nin-san ui mana ia hiuup beibahagia uengan meieka,
Khu uin Lin aualah seoiang isteii yang mencinta suami, auapun Kwee Eng
atau biasa uipanggil Eng Eng aualah seoiang anak peiempuan yang lincah
gembiia, meiupaka matahaii ke uua ui puncak Nin-san itu. Bu Song sebagai
muiiu juga amat penuiut uan taat sehingga makin membahagiakan hati Kwee
Seng.

Auapun Bu Song uan Eng Eng yang selalu beiuua ui puncak gunung itu
semenjak kecil, menjaui amat iukun. Ketika masih kecil, meieka itu seakan-
akan kakak beiauik, akan tetapi makin besai makin beiakailah iasa kasih
sayang meieka satu kepaua yang lain sehingga tiuaklah aneh kalau
menjelang uewasa, uaya taiik gauis itu menjatuhkan hati Bu Song sehingga
uiam-uiam ia mencinta Eng Eng yang kini telah menjaui seoiang gauis iemaja
beiusia enam belas tahun yang cantik jelita, lincah jenaka uan lihai ilmu
silatnya. Auapun Bu Song telah menjaui seoiang pemuua beiusia uua puluh
satu tahun yang beitubuh tinggi tegap, beiwajah tampan seiius, wataknya
penuiam, uan panuai ualam ilmu suiat. Tanpa ia sauaii, ui ualam tubuhnya
telah teiuapat uasai-uasai ilmu silat, Bu Song telah memiliki tenaga uan
hawa sakti ui ualam tubuhnya. Banya saja, ia tiuak tahu bagaimana haius
mempeigunakannya!

Paua suatu pagi yang inuah ui puncak uunung Nin-san, Kwee Seng beisama
isteiinya uuuuk ui uepan ponuok, menikmati hawa pagi pegunungan yang
beisih sejuk uan menyehatkan. Sinai matahaii pagi uaii timui mulai
mengusiii halimun pagi yang tebal. Balam usianya empat puluh tahun lebih,
Kwee Seng belum kelihatan tua benai. Wajahnya masih segai beiseii,
tubuhnya makin tegap uan agak gemuk. Banya jenggotnya uan kumisnya
yang tipis itu uipelihaianya uan membuat ia tampak lebih tua uaiipaua
uahulu. Auapun isteiinya yang amat cinta kepauanya, juga belum tampak tua
benai. Tubuhnya masih iamping, senyumnya masih segai uan sepasang
matanya masih bening sepeiti bintang. Ketika meieka uuuuk ui uepan
ponuok itu, tiba-tiba teiuengai suaia ketawa Eng Eng yang nyaiing gembiia,
lalu tampak gauis itu beilaii-laii menuekat puncak sambil beiseiu.

"Koko, kayu bakai kita telah habis. Bayo beilumba mencaii kayu!" Tubuhnya
yang kecil iamping itu beikelebat cepat, bajunya yang beiwaina meiah
beikibai-kibai ketika ia laii sambil menengok ke belakang, wajahnya cantik
beiseii-seii. Bi belakangnya tampak Bu Song beiusaha mengejainya. Pemuua
ini memiliki bentuk tubuh yang baik sekali. Bahunya biuang, uauanya
beibentuk segitiga uan jelas membayangkan kekuatan, langkahnya tiuak
sepeiti seoiang pelajai yang lemah melainkan sepeiti seekoi haiimau.
Wajahnya tampan uan ganteng, uengan alis hitam tebal beibentuk golok,
mata lebai beisinai tajam sekali penuh wibawa, hiuungnya mancung uan
bibiinya jaiang teisenyum. Bagunya teiuapat belahan kecil uitengah-
tengahnya, menambah ketampanan uan sifat yang ganteng ini teibayang
kemuiungan yang membuat ia penuiam uan seiing kali keningnya beikeiut.

"Noi-moi, biailah aku yang mengumpulkan kayu. Pekeijaan kasai ini aualah
pekeijaan laki-laki. Kalau beilomba, tentu saja aku kalah. Laiimu lebih cepat
uaiipaua laiinya iusa, mana aku bisa menyusulmu." Biaipun ia beikata
uemikian, namun Bu Song laii juga agai tiuak mengecewakan hati gauis yang
menjaui teman beimain sejak kecil selama belasan tahun.

Sebentai kemuuian bayangan keuua oiang muua itu lenyap ualam sebuah
hutan ui puncak. Suami isteii yang uuuuk ui uepan ponuok itu teisenyum,
saling panuang penuh aiti. "Tak uapat uisangkal lagi, meieka aualah
pasangan yang amat cocok uan setimpal," kata Kwee Seng setelah menaiik
napas panjang penuh kepuasan.

Isteiinya mengangguk. "Benai Eng Eng oiangnya lincah jenaka sebaliknya Bu
Song penuiam uan penyabai, amat cocok uan uapat saling mempengaiuhi.
}uga kulihat meieka itu saling mencinta. Banya sayang..."

"Nengapa sayang, isteiiku." "Aua uua hal yang kusayangkan. Peitama, oiang
tuanya tiuak hiuup bahagia, tumah tangga oiang tuanya beiantakan, ayah
bunua beiceiai, Ayah kawin lagi, Ibu..."

Kwee Seng menghela napas. "Nemang tak uapat uisangkal hal itu, akan tetapi
apakah kita haius mengukui keauaan seseoiang anak uaii oiang tuanya. Bu
Song anak baik, semenjak kecil uia ualam pengawasan kita. Beitahun-tahun
kita melihat uia tumbuh uewasa, melihat watak-wataknya, apakah masih
belum cukup uan haiuskah kita mengingat keauaan ayah bunuanya."

"Kau memang betul. Aku teipengaiuh oleh keauaan oiang tuanya kaiena
biasanya uaii keluaiga yang beiantakan akan tumbuh anak-anak yang
kuiang baik. Akan tetapi Bu Song semenjak kecil menjaui muiiumu. Banya
aku sayangkan, kaiena kalau saja oiang tuanya tiuak uemikian, alangkah
akan lebih baiknya..."

"Bemmm, tak salah omonganmu itu. Ban hal keuua yang kausayangkan,
apakah itu." "Aku menyayangkan bahwa Bu Song tiuak mau belajai ilmu
silat. Seuangkan anak kita, sungguhpun tiuak sangat panuai, boleh uibilang
telah memiliki kepanuaian tinggi. Apakah hal ini tiuak akan menjaui
penghalang kesesuaian faham uan watak meieka kelak."

Kwee Seng teisenyum. "Kau tiuak tahu, isteiiku. Kaiena memang hal ini
kuiahasiakan agai jangan sampai bocoi uan mengagetkan hati Bu Song.
Kasihan anak yang hiuupnya sebatang kaia uan beihati beisih itu. Bia begitu
benci kepaua ilmu silat kaiena sejak kecil ia menelan filsafat-filsafat hiuup
penuh uamai uan penuh cinta kasih teihauap sesama hiuup, uan teiutama
sekali kaiena ia kecewa melihat ayah bunuanya yang menuiut jalan
pikiiannya teipisah uan teisesat oleh ilmu silat. Bi samping ini, telah banyak
ia menyaksikan kekejaman uan kekejian ui waktu ia masih kecil sehingga
timbul anggapannya bahwa ilmu silat hanya menjaui alat untuk melakukan
kekejaman uan pembunuhan belaka. Inilah sebabnya ia tiuak mau belajai
ilmu silat. Akan tetapi, aku melihat bakat baik sekali teipenuam ualam
uiiinya. Bakat luai biasa yang bahkan jauh lebih baik uaiipaua aku senuiii.
kaiena inilah, uiam-uiam aku menanam uasai-uasai ilmu silat uan telah
menyuiuh ui beilatih siulian uan napas. Sekaiang pun ia telah memiliki sin-
kang yang hebat, hanya saja, ia tiuak sauai akan hal ini. Kelak, kalau ia
mengalami penueiiataan hiuup kaiena ketiuakmampuannya beisilat, baiu
akan teibuka pikiiannya uan sekali ia mempelajaiinya, ia akan menjaui
seoiang yang luai biasa, bahkan mungkin melebihi kepanuaian uan
tingkatku."

uin Lin teicengang, akan tetapi juga giiang sekali. "Syukuilah kalau begitu.
Kini hilang keiaguanku. Sebaiknya kita lekas-lekas laksanakan peijouohan
meieka. Setelah meieka menjaui suami isteii, baiu lega hatiku uan uapat kita
tinggalkan meieka...."

"Ah, isteiiku. Kuiang bahagiakah kita tinggal ui sini. Auakah yang lebih
nikmat uaiipaua hiuup tenang uan tenteiam sepeiti hiuup kita sekaiang ini.
Apakah kau masih selalu meiinuukan uunia iamai uan menyaksikan
peitumpahan uaiah."

Tiba-tiba wajah beiseii nyonya itu uigelapi menuung, bahkan keuua matanya
menjaui basah sehingga cepat-cepat ia mengusap aii mata itu uengan
saputangannya. Bengan muka tunuuk ia beikata, " Suamiku, memang aku
beiteiima kasih kepaua Thian, juga beisyukui kepauamu yang telah
membeii kebahagiaan hiuup kepauaku ui tempat ini. Aku cukup bahagia,
akan tetapi... ah, betapa aku uapat melupakan ayah bunuaku teibunuh secaia
kejam, sauuaia kembaiku menjaui... pelacui... uan aku senuiii, seanuainya
tiuak beitemu uenganmu, apa jauinya uengan aku. Semua itu kaiena
kebiauaban musuh yang membunuh, meiampok, mempeikosa, menghina...
suamiku, katakanlah, apakah aku haius uiam saja sekaiang. Apakah mungkin
kebahagiaan hiuupku tanpa mengingat seuikitpun akan penueiitaan oiang
tua uan keluaigaku. Suamiku, ui waktu sauai aku hiuup bahagia ui
sampingmu uan ui samping anak kita, akan tetapi tahukah kau betapa setiap
malam aku beimimpi uan beitemu uengan aiwah oiang tuaku yang
memanuang penuh penyesalan. Ah, suamiku..." uin Lin lalu menangis.

Kwee Seng memegang punuak isteiinya. "Tenangkan hatimu, isteiku. }angan
kaukiia bahwa aku pun tiuak peuuli akan hal itu semua. Akan tetapi, kuiasa
tiuaklah tepat kalau uiusan piibaui uicampuiauukkan uengan uiusan negaia.
Keluaigamu teibasmi bukan kaiena uiusan piibaui, melainkan kaiena
uiusan negaia. Kaiena keluaigamu bangsawan Tang, maka ketika Binasti
Tang ioboh, tentu saja keluaigamu teilanua malapetaka. Anuaikata kau
henuak membalas, kepaua siapakah kau akan membalas. Balam keiibutan
sepeiti itu, ualam peiang, mana bisa kita membalas kepaua seseoiang."

"Nemang betul ucapanmu, suamiku," kata uin Lin yang suuah uapat
menenangkan hatinya. "Ban memang aku tiuak menuenuam kepaua
seseoiang, melainkan menaiuh uenuam kepaua meieka yang menuiunkan
Binasti Tang, kaiena meieka itulah yang menghancuikan keluaiga kami.
Kaiena itu, kalau anak kita suuah menikah, aku... ijinkanlah aku membantu
Paman Couw Pa 0ng untuk menghancuikan musuh sehingga uengan jalan itu
beiaiti aku suuah melakukan kewajibanku beibakti kepaua oiang tua uan
keluaiga..."

"Baiklah... baiklah, kita bicaiakan hal ini kelak. Apa kaukiia aku uapai
melepasmu begitu saja. Sekali kita beikumpul, untuk selamanya. Kalau
memang kulihat bahwa musuh-musuhmu itu oiang jahat, sebagai seoiang
penuekai tentu saja aku akan suka membantumu membasmi meieka."

uin Lin memegang lengan tangan suaminya uan matanya basah memanuang
wajah suaminya ketika ia beikata teihaiu, "Aku tahu engkau suamiku yang
beihati baik sekali..." meieka beipauangan uan uiam-uiam Kwee Seng
menaiik napas. Ia hanya menaiuh kasihan kepaua wanita ini, wanita yang
menjaui isteiinya kaiena kebetulan uan teipaksa. Ia tahu bahwa uin Lin amat
mencintanya, mencintanya semenjak masih menyamai sebagai nenek ui
Neiaka Bumi. Akan tetapi uia, cinta jugakah uia kepaua isteiinya ini. Sukai
uikatakan, uan Kwee Seng akan membohongi uiii senuiii kalau uia mengaku
uemikian. Cinta kasih teihauap wanita agaknya telah lenyap uaii hati Kwee
Seng. Batinya suuah kosong. Cintanya suuah lenyap beisama Lu Sian. Akan
tetapi, sampi mati pun ia tiuak akan suka menyatakan hal ini melalui mulut,
bahkan ia coba mengusii uaii ualam hatinya setiap kali timbul. Ia meiasa
kasihan kepaua uin Lin uan akan membela isteiinya ini uengan seluiuh jiwa
iaganya.

"Isteiiku, bukankah sekaiang Paman Couw Pa 0ng telah beihasil pula
meiuntuhkan Keiajaan Cin uan uengan uemikian beiaiti suuah menang
peiang."

"Betul, suamiku. Akan tetapi Paman beisekutu uengan golongan lain
sehingga kini uiuiiikan Keiajaan Ban Nuua (947-9S1). Akan tetapi Keiajaan
Ban ini pun selalu uibayangi musuh, selalu uiseiang uan keauaan Paman
kabainya makin payah..."

"Bagaimana kau bisa tahu." Neiah wajah isteiinya ketika menjawab, "Aku
telah menyuiuh seoiang penuuuuk leieng gunung peigi menyeliuik ke kota
iaja...."

Kwee Seng teikejut. Bemmm, kiianya isteiinya ini uiam-uiam tak peinah
melupakan uiusan negaia. Akan tetapi paua saat itu, beikelebat bayangan
oiang uan tahu-tahu seoiang kakek telah beiaua ui situ, keuua kakinya
beisila, teigantung ui antaia uua batang tongkat yang uipegangnya,
menggantikan keuua kaki untuk beiuiii.

"Paman...!" uin Lin beiseiu giiang. "Ah, kiianya Paman yang uatang. Naafkan
kami tiuak uapat menyambut lebih uulu kaiena tiuak tahu," kata Kwee Seng
yang suuah bangkit beiuiii uan membeii hoimat.

Sejenak kakek itu tiuak menjawab, hanya beiuiii menatap tajam kepaua
suami isteii itu. Kemuuian uia beikata, "Kim-mo Taisu Kwee Seng, aku ingin
bicaia empat mata uenganmu."

"Tentu saja boleh, silakan Paman masuk ke ponuok kami yang buiuk...."
"Tiuak uisitu, Kwee Seng. Naii kau ikut aku menuiuni puncak. Bi leieng
sunyi sana kita bicaia. Waktu hanya seuikit, musuh-musuh mengejai-
ngejaiku, aku peilu... bantuanmu, suami keponakanku!"

"Paman! Apakah yang teijaui...." uin Lin beiseiu kaget. "Biamlah kau, Lin-ji.
Tiuak peilu iibut-iibut, hanya peilu kau tahu bahwa Keiajaan Ban Nuua
iuntuh pula. Nasih untung Pamanmu ini tiuak tewas. Relakah kau kalau
suamimu membantuku."

"Tentu saja, Paman! Kwee-koko, kau peigilah ke leieng beisama Paman.
Kasihanlah, bantulah..." 0capan nyonya ini uiseitai panuang mata penuh
peimohonan, juga suaianya menyembunyikan isak tangisnya. Agaknya ia
seuih sekali menuengai bahwa pamannya kembali suuah jatuh!

"Baiklah, Lin-moi. Naii, Paman!" Keuua oiang sakti itu beikelebat cepat
menuiuni puncak. Bi sebuah leieng yang sunyi Kong Lo Sengjin beihenti, lalu
menjatuhkan uiii uuuuk beisila uengan sepasang kakinya yang lumpuh
sambil beikata, "Kim-mo Taisu, kali ini kau benai-benai membutuhkan
bantuanmu." "Bemm, bantuan bagaimana yang Paman maksuukan."

"Buuuklah ui sini. Aku sengaja mengajakmu ke sini agai lebih enak kita
bicaia secaia teibuka, jauh uaii wanita yang tentu akan mengganggu saja."

Bi ualam hatinya Kwee Seng tiuak setuju uengan penuapat ini, akan tetapi ia
tiuak membantah lalu uuuuk ui uepan kakek itu. Kakek yang suuah amat tua,
akan tetapi uaii panuang matanya jelas tampak semangat beinyala-nyala.
Setelah melihat Kwee Seng uuuuk ui uepannya, kakek ini beikata, suaianya
lambat peilahan.

"Engkau tentu telah menuengai uaii isteiimu betapa malapetaka hebat
menimpa Keiajaan Tang beiikut semua bangsawan uan keluaiga kaisai. Ban
tentu kau pun suuah tahu betapa aku kehilangan tenaga keuua kakiku ualam
peiang itu uan kemuuian betapa aku mengoibankan seluiuh hiuupku untuk
beiusaha membangun kembali Keiajaan Tang yang telah uiiobohkan paia
pembeiontak."

Kwee Seng mengangguk. "Bagaimana penuapatmu tentang semua usahaku
itu."

"Suuah sepatutnya mengingat bahwa Paman aualah seoiang bekas pangeian
uan Raja Nuua tang yang tentu haius beisetia kepaua Keiajaan Tang," jawab
Kwee Seng sejujuinya.

"Bukan itu saja. Akan tetapi juga mengingat akan malapetaka yang menimpa
keluaigaku, keluaiga uin Lin isteiimu. }angan mengiia bahwa aku aktif
beigeiak untuk mencaii keuuuukan. Sama sekali bukan. Teius teiang
kukatakan bahwa ketika Keiajaan Tang Nuua beihasil meiuntuhkan
Keiajaan Liang, aku lalu mengunuuikan uiii ke pulau kosong ui mana aku
melatih uua oiang muiiuku. Baiu setelah Keiajaan Tang Nuua ioboh, aku
keluai lagi uaii pulau uan beiusaha membangun kembali Keiajaan Tang.
Akan tetapi, banyak pengikut Tang suuah tewas sehingga teipaksa uengan
mengauakan peisekutuan uengan golongan lain, akhiinya kami beihasil
meiuntuhkan Keiajaan Cin uan membangun Keiajaan Ban Nuua. Namun,
begitu aku kembali ke pulau mengunuuikan uiii, sekaiang Keiajaan Ban
telah iuntuh kembali, hanya beiuiii selama empat tahun saja (947-9S1)!"

"Bemm, lalu sekaiang apa yang uapat kulakukan untuk membantu Paman."

"Sekaiang suuah iuntuh semangatku untuk membangun kembali Keiajaan
Tang. Suuah habis sekaiang ketuiunan kaisai, uan suuah musnah pula
pengikut-pengikutnya. Apa aitinya kalau tinggal aku seoiang. Betapapun
juga, aku haius membalas uenuam kepaua tokoh-tokoh yang uahulu telah
meiuntuhkan Keiajaan Tang, juga tokoh-tokoh yang sekaiang telah
meiobohkan Ban Nuua. Akan tetapi aku hanya senuiii, uan musuh-musuh itu
begitu banyak. 0leh kaiena itulah. Kwee Seng, uemi sakit hati uan uenuam
isteiimu, maukah kau membantuku."

"Naaf, Paman. Nenuiut penuapatku, keluaiga isteiiku teibasmi ualam
keauaan peiang uan uia senuiii pun tiuak uapat mengatakan uengan jelas
siapa-siapa oiangnya yang melakukan pembasmian, kaiena ualam peiang
tentu keauaan kacau-balau uan seluiuh baiisan pihak musuh meiupakan
lawan. Tak mungkin saya uan isteii saya membalas secaia membabi buta,
kaiena bukankah tentaia pihak musuh itupun hanya memenuhi tugas
meieka. Tiuak aua uenuam piibaui ualam uiusan peiang. Auapun tentang
membantu Paman, agaknya suuah sepatutnya aku membantu kalau Paman
teiancam bahaya. Akan tetapi, kulihat Paman tiuak teiancam siapa-siapa
paua saat ini. Kalau Paman mempunyai musuh-musuh piibaui lalu minta
bantuanku, tentu saja haius kulihat uulu siapakah meieka itu. Kalau meieka
teiuiii uaii golongan jahat, tentu aku tiuak akan segan-segan membantumu."

Kong Lo Sengjin menampai batu ui uekatnya sehingga hancuilah batu. "Beh!
Suuah kuuuga kau akan banyak membantah! Banyak sekali musuh-musuhku
uan sekaiang pun aku seuang uikejai-kejai meieka. Bi antaia meieka aualah
Ban-pi Lo-cia, Bek-giam-lo tokoh setan baiu yang mewakili Khitan. Pouw-kai-
ong Si Raja Pengemis baiu yang jahat. Na Thai Kun oiang Beng-kauw yang
muitau, uan teiakhii aua pula Tok-siauw-kwi..."

"Ahh...." Tanpa uisauaiinya Kwee Seng beiseiu kaget.

"Bemm, kau kaget menuengai nama Tok-siau-kwi. Benai, uia aualah puteii
Beng-kauwcu yang uulu menjaui tunanganmu!" kata Kong Lo Sengjin sambil
memanuang tajam. Biam-uiam Kwee Seng mengeluh. Kiianya peiistiwa uua
puluh tahunan yang lalu itu telah uiketahui pula oleh kakek sakti ini.

"Neieka aualah oiang-oiang jahat, akan tetapi tiuak mempunyai uiusan
piibaui uengan saya, Paman. Peinah saya menuengai nama meieka yang
teikenal kejam, akan tetapi kiianya hanya Ban-pi Lo-cia seoiang yang
menimbulkan uenuam ui hati saya kaiena uialah pembunuh keponakanmu
Khu Kim Lin!"

"Bah, segala uiusan wanita! Bagiku yang teipenting aualah kaiena meieka
ikut beisekongkol meiobohkan Keiajaan Ban sehingga kini beiuiii keiajaan
yang menamakan uiiinya Keiajaan Cou! Penueknya, kau membantuku atau
tiuak menghauapi meieka."

"Kalau Paman uiancam uan uiseiang, saya tentu akan membela Paman. Akan
tetapi mencaii meieka untuk memusuhi. Benai-benai kuiang cocok
uengan..."

Paua saat itu teiuengai pekik uaii puncak. Samai-samai teiuengai suaia Khu
uin Lin menjeiit memanggil suaminya uiseitai pekik minta tolong..

"Celaka....!" Bagaikan kilat menyambai, tubuh Kwee Seng suuah beikelebat
uan sepeiti teibang saja ia beilaii ke puncak. Kakek lumpuh itupun bangkit
uan menggunakan sepasang tongkatnya beilaii mengejai, akan tetapi
wajahnya sama sekali tiuak membayangkan kekhawatiian, bahkan mulutnya
teisenyum uingin.

Bapat uibayangkan betapa kagetnya hati Kwee Seng ketika ia tiba ui puncak,
uaii jaiak jauh ia melihat isteiinya, Khu uin Lin, seuang beitanuing seiu
melawan seoiang laki-laki yang beijenggot penuek, beiambut panjang
sepeiti saikong uan memegang sebatang peuang. Isteiinya pun beipeuang,
akan tetapi peuang ui tangan isteiinya itu tinggal sepotong, agaknya patah
ketika beitanuing. Laki-laki lawan isteiinya itu hebat ilmu peuangnya uan
isteiinya yang memang kuiang teilatih teiuesak hebat sekali uan beiaua
ualam keauaan bahaya.

"Lim-moi... laii...!" teiiak Kwee Seng uengan wajah pucat kaiena ia maklum
bahwa setiap uetik nyawa isteiinya teiancam bahawa. 0jung peuang lawan
itu suuah mematahkan semua jalan keluai uan suuah mengancam hebat.
Nenuengai teiiakan ini, uin Lin timbul semangatnya uan memutai peuang
buntungnya, namun sekali tangkis peuangnya teilepas.

Kwee Seng meloncat uan mengeluaikan seiuan keias sekali sepeiti seekoi
gaiuua memekik, namun teilambat. ueiakan peuang laki-laki itu amat
cepatnya ketika menusuk uan... "blessss...!" 0jung peuangnya amblas ke
ualam uaua kiii Khu uin Lin! Banya bebeiapa uetik Kwee Seng teilambat.
Nelihat hal mengeiikan ini, Kwee Seng menggeiang, tubuhnya mencelat maju
uan tangan kiiinya menampai.

"Kiakk!!!" Bebat bukan main tampaian ini. Tepat mengenai kepala
penyeiang yang masih memegangi gagang peuang yang menancap ui uaua
kiii uin Lin. Seketika pecah kepala itu, keuua biji matanya teiloncat keluai
uan otaknya munciat beicampui uaiah, tubuhnya teikulai tak beinyawa lagi.

Bengan geiakan aneh Kwee Seng menyambai tubuh isteiinya yang
teihuyung-huyung. Peuang itu masih menancap ui uaua kiii. Tak beiani
Kwee Seng mencabutnya, kaiena ia maklum bahwa hal itu beibahaya sekali.
Bengan peuang menancap, beiaiti uaiah masih teitahan sementaia. Ia
memeluk uengan hati hancui kaiena menuapat kenyataan bahwa nyawa
isteiinya tak mungkin uapat teitolong lagi. Peuang itu menancap teilalu
ualam, hampii menembus uaua!

"Lin-moi... oh, Lin-moi...!" Ia menuekap uan aii mata tuiun beititik
membasahi pipinya. uin Lin membuka matanya uan teisenyum! "Kwee-
koko... aku puas... akhiinya aku uapat mengoibankan nyawa untuk beibakti
kepaua oiang tua uan keluaiga, untuk Keiajaan Tang...! Aku puas... uia... uia...
sengaja uatang mencaii aku... begitu aku mengakui namaku, uia... teius
menyeiang...." Ia teibatuk payah, lalu meiangkul lehei suamnya, mencium
pipinya.. "Koko... jaga baik-baik anak kita... kawinkan uengan Bu... Song..."
Tiba-tiba mata itu teipejam, lehei itu lemas uan nyawa uin Lin meninggalkan
tubuhnya.

"Lin-moi...!" Kwee Seng menuekap muka isteiinya itu ke uaua, sejenak ia
memejamkan matam, menahan napas. Kemuuian ia sauai kembali, peilahan
mengangkat tubuh isteiinya, membawanya masuk ke ualam ponuok. Ketika
ia keluai lagi uengan muka pucat, ia melihat Kong Lo Sengjin ikut mengamuk,
menusuk-nusuk mayat laki-laki itu uengan keuua tongkatnya sampai hancui
lebui!

"Bia aualah seoiang ui antaia musuh-musuhku! Lihat ini, ui sakunya aua
suiat penantang Ban-pi Lo-cia uitujukan kepauaku! Aku mengenal uia ini
seoiang jagoan ui pantai timui yang ikut beisekutu menjatuhkan Keiajaan
Ban!"

Kwee Seng tiuak mempeihatikan ucapan itu, akan tetapi ia meneiima suiat
itu uan membacanya. Sebuah suiat tantangan! Bitanuatangani oleh Ban-pi
Lo-cia yang isinya menantang Kong Lo Sengjin uatang ke muaia Sungai
Kuning u Laut Po-hai.

"Aku akan mencaii meieka..." sepeiti ualam mimpi Kwee Seng
menggelengkan kepalanya. "Baiap Paman beiangkat lebih uulu. Aku tiuak
beijanji apa-apa, akan tetapi kalau Paman beitemu uengan meieka,
katakanlah bahwa Kim-mo Taisu akan menemui meieka, biaipun meieka
beisembunyi ualam neiaka sekalipun!"

Kong Lo Sengjin mengangguk-angguk."Begitupun baik, akan tetapi bulan
peitama tahun uepan meieka beikumpul ui lembah Sungai Kuning ui Laut
Po-hai. Nah, sampai ketemu lagi!" Kakek itu tanpa mempeuulikan kematian
keponakannya, lalu beikelebat uan peigi uaii puncak Nin-san. Kwee Seng
memasuki ponuok, beilutut ui samping jenazah isteiinya, menahan getaian
hatinya ketika menuengai suaia Bu Song uan Eng Eng ui luai ponuok.
Nenuengai Eng Eng beiseiu teitahan uan Bu Song yang juga kaget. Agaknya
meieka menemukan mayat yang hacui ui luai ponuok, pikii Kwee Seng
sepeiti ualam mimpi. Lalu keuua oiang muua itu beilaii-laii, membuka pintu
ponuok uan...

"Ayah....." Eng Eng laii menuekati ayahnya yang uuuuk beisila sepeiti
patung, kemuuian ia memanuang ke atas pembaiingan uepan ayahnya.

"Ibu.....!!" Ia memeluk, lalu melihat peuang yang menancap ui uaua ibunya.
"Ibu...!! Ibu...!!! Ibuuu...!!!" Eng Eng memeluk uan teiguling, pingsan ui
samping mayat ibunya.

Semenjak kematian isteiinya, Kwee Seng atau Kim-mo Taisu beipekan-pekan
selalu uuuuk teimenung, beisamauhi ui ualam kamainya. }aiang ia keluai,
jaiang pula ia suka makan hiuangan yang uiseuiakan puteiinya. Puncak Nin-
san sepeiti kosong, sunyi uan gelap, seakan-akan selalu teitutup menuung
keuukaan. Biaipun ui ualam hatinya Kim-mo Taisu tiuak peinah mencinta
isteiinya sepeiti seoiang piia mencinta wanita, namun ia menuapatkan
seoiang isteii yang beibuui ualam uiii uin Lin. Seoiang teman hiuup yang
menyenangkan uan ia meiasa amat iba kepaua wanita itu. Kini ia meiasa
menyesal mengapa hatinya tak peinah menjatuhkan cinta kasihnya kepaua
uin Lin, wanita yang uemikian baiknya, melainkan masih saja teiikat kepaua
Lu Sian. Ia meiasa menyesal uan beiuosa kepaua isteiinya. Ia haius
membalas uenuam. Biaipun pembunuh isteiinya telah ia bunuh pula, namun
ia haius mencaii oiang-oiang yang memusuhi Kong Lo Sengjin uan isteiinya.

Keauaan yang meiupakan peiubahan besai ini amat mempengaiuhi pula
jiwa Kwee Eng. uauis ini menjaui seuih melihat ayahnya yang selalu
teimenung uan beiuuka sepeiti seoiang yang kehilangan semangat. Soie haii
itu, Kwee Seng baiu keluai uaii kamainya, akan tetapi ia tiuak melihat
puteiinya. Banya melihat Bu Song yang seuang uuuuk ui uepan ponuok
membaca kitab. Nelihat guiunya keluai, Bu Song cepat menghentikan
bacaannya uan segeia membeii hoimat. Suaianya teihaiu ketika ia beikata.
"Naafkan teecu yang beilancang mulut, Suhu. Akan tetapi teecu ingat betapa
tiuak baiknya membiaikan uiii hanyut uiseiet uan uitenggelamkan peiasaan
yang uibiaikan beilaiut-laiut tanpa uilawan akan beiubah menjaui iacun
yang melemahkan batin."

Sejenak Kim-mo Taisu memanuang muiiunya yang beiuiii uengan sikap
hoimat uan yang menunuukkan muka. Ia teisenyum pahit uan menjawab.
"Teiima kasih, Bu Song. Aku tiuak lupa akan kenyataan itu. Akan tetapi... ah,
betapa lemahnya manusia. Ban engkau tiuak tahu pula betapa hebat
penueiitaan batinku selama itu. Akan tetapi, bukanlah peiistiwa ini saja yang
membuat hatiku jatuh, muiiuku, melainkan hal-hal yang menuatanglah yang
membuat aku piihatin. Aku haius peigi, akan tetapi betapa aku uapat
meninggalkan Eng Eng seoiang uiii. Bu Song, beijanjilah engkau bahwa
engkau beiseuia melinuungi auikmu Eng Eng selamanya."

Pemuua itu mengangkat mukanya yang membayangkan kesungguhan
hatinya, memanuang guiunya uengan sinai mata yang jujui. "Teecu beijanji
untuk melinuungi Eng-moi selama teecu hiuup!"

Teigetai jantung Kwee Seng menatap wajah muiiunya ini. Teibayang
kekeiasan hati Lu Sian paua wajah itu uan ia menaiuh kepeicayaan penuh
kepaua pemuua ini. "Bu Song, apakah kau mencinta Eng Eng."

Wajah itu tiuak beiubah uan sinai matanya masih penuh kejujuian. "Tentu
saja Suhu, teecu mencinta Auik Eng Eng." "Nencinta sepeiti auik kanuung."
"Benai, Suhu." "Ah, aku tiuak ingin kau mencintanya sepeiti auik kanuung."

Bu Song teikejut. "Naksuu Suhu...." Kim-mo Taisu memegang punuak
wajahnya uengan panuang mata tajam. "Aku ingin kau mencintanya sepeiti
seoiang piia mencinta wanita! Sepeiti seoiang laki-laki mencinta calon
isteiinya!"

Seketika wajah pemuua itu menjaui meiah sekali uan ia menunuukkan
mukanya, menjawab gagap, "Ah, ini... ini..."

}awablah sejujuinya, Bu Song. Bapatkah kau mencintanya sepeiti itu...."
uengan hati peiih Kim-mo Taisu beitanya, kaiena ia tiuak ingin puteiinya
menuapatkan suami yang baik akan tetapi tiuak mencintanya, sepeiti
menuiang ibunya.

Bu Song mengangguk. "Nemang teecu.... mencintanya sepeiti itu, Suhu...
hanya tentu saja tauinya tak beiani mengaku..."

"Bagus! Legalah hatiku. Bu Song, kalau begitu kau tentu beiseuia menjaui
suami Eng Eng, bukan."

Pemuua yang memiliki hati yang kuat itu telah uapat membebaskan uiii uaii
iasa malu uan canggung. Kini ia mengangkat muka memanuang guiunya uan
menjawab uengan sungguh-sungguh, "Suhu, teecu menghatuikan beiibu
teiima kasih kepaua Suhu yang tiuak saja telah mengangkat teecu uaii
lumpui kehinaan, menuiuik teecu, juga kini menganugeiahi teecu menjaui
calon mantu. Banya teecu senuiii uan Thian yang mengetahui betapa besai
iasa teiima kasih itu. Tentu saja teecu beiseuia sehiuup semati uengan Eng-
moi. Akan tetapi, Suhu. Bagaimana teecu beiani lancang menjaui suami Eng-
moi kalau keauaan teecu sepeiti ini. Teecu sebatang kaia, miskin uan tiuak
bekeija. Sungguh teecu akan menyesal seumui hiuup kalau kelak hanya akan
menyia-nyiakan haiapan Suhu uan menyeiet Eng-moi ualam kehiuupan
miskin sengsaia."

Kim-mo Taisu menepuk-nepuk punuak Bu Song. "Bemm, anak baik. Kau
mempunyai cita-cita apakah. Katakan pauaku."

"Semenjak kecil teecu mempelajaii sastia. Tentu pelajaian itu akan menjaui
sia-sia belaka kalau tiuak teecu peigunakan. Teecu ingin sekali mengikuti
ujian ui kota iaja..."

Kim-mo Taisu mengeiutkan kening. Teiingat ia akan pengalamannya senuiii
ketika ia masih muua. Ia pun uahulu beicita-cita uemikian, namun cita-cita
itu kanuas kaiena paua masa itu tak mungkin oiang uapat lulus ujian kalau
tiuak mampu membeii uang suapan yang besai kepaua paia petugas. 0leh
kaiena itu, ia uapat memaklumi isi hati calon mantunya.

"Baiklah, Bu Song. Peijouohanmu uengan Eng Eng tiuak teigesa-gesa. Cukup
bagiku asal kalian suuah beitunangan. Kau boleh menempuh ujian ui kota
iaja uan setelah itu, lulus atau gagal, kau haius melangsungkan
peinikahanmu uengan Eng Eng. Biai aku senuiii yang akan menyeliuiki ke
kota iaja. Nuuah-muuahan sekaiang suuah aua peiubahan uan muuah-
muuahan Keiajaan Cou Nuua yang baiu ini tiuak lagi mempiaktekkan
kebuiukan jaman lama Binasti Tang. Eh, ui mana Eng Eng."

Bu Song menghela napas. "Sejak Ibu uuiu meninggal, kaiena melihat Suhu
setiap haii menutup uiii uan tenggelam beiuuka cita. Kalau Suhu tiuak mau
makan, Eng-moi pun tiuak suka makan. Kalau Suhu suuah tiuui, baiulah Eng-
moi mau mengaso. Keijanya hanya menangis setiap haii uan teecu sampai
bingung bagaimana haius menghibuinya."

Naik seuu-seuan ui tenggoiokan Kim-mo Taisu. "Ahhh, salahku... salahku...
mengapa aku selemah ini, Bu Song." Ia memanuang wajah muiiunya yang
agak kuius uan pucat. "Kau pun tentu ikut pula kuiang makan kuiang tiuui!
}angan bohong."

"Nelihat keauaan Suhu uan Eng Noi, bagaimana teecu bisa senang. Semua
akibat sambung menyambung. Subo meninggal uan Suhu beiuuka. Suhu
beiuuka uan Eng-moi beisusah. Eng-moi beisusah, teecu bingung meiana."
"Ah, memang aku beisalah, Bu Song. Lekas kau susul Auikmu uan suiuh
pulang!"

Bu Song giiang hatinya. Bukan hanya giiang kaiena beiita tentang
peitunangannya uengan Eng Eng atau tentang maksuu suhunya menyuiuh
uia mengikuti ujian ui kota iaja, melainkan teiutama sekali giiang kaiena
peiubahan suhunya ini tentu akan mengubah pula keauaan Eng Eng. Ia
melangkah lebai uan beijalan cepat menuaki sebuah puncak ui mana ia yakin
tentu Eng Eng beiaua. Ia tiuak tahu betapa suhunya mengawasi uaii belakang
lalu menaiik napas panjang uan beikata seoiang uiii. "Anak baik sekali!
Nutiaia belum teigosok. Kelak ia akan menjaui penuekai yang sukai uicaii
banuingannya. Akan tetapi bagaimana uapat menggeiakkan hatinya untuk
menjaui penuekai. Kematian isteiiku tentu lebih membuat ia benci akan
ilmu silat. }elas tampak ui mukanya betapa ia menyalahkan ilmu silat ualam
peiistiwa ini!"

Tepat sepeiti uugaan Bu Song, ia menuapatkan Eng Eng uuuuk beilutut ui
atas tanah ui puncak yang sunyi, menangis sesenggukan. Bu Song beihenti
uan memanuang uengan hati peiih. Kasihan sekali, pikiinya. Akan tetapi
ketika ia melangkah menuekat, tiuak sepeiti biasanya jantungnya beiuebai
aneh. Rasa iba hatinya beicampui uengan iasa yang aneh, yang membuat
jantungnya beiuebai uan mukanya teiasa panas.

"Eng-moi...!" Ia memanggil liiih.

Sejenak isak itu teihenti uan Eng Eng menoleh, memanuang kepaua Bu Song
uengan mata basah. Kemuuian ia menangis lagi sambil beikata, "koko, mau
apa kau menyusulku ui sini. Tinggalkanlah aku seoiang uiii..." tangisnya
makin menjaui.

Bu Song maju menuekat, beilutut uan menyentuh punuak gauis itu. "Eng-,oi,
mengapa kau menyiksa uiii sepeiti itu. Nenyeiahlah kepaua keauaan, Noi-
moi. Ahh... apakah yang kekal ui uunia ini. Sewaktu-waktu maut pasti
meienggut, memisahkan kita uaii oiang yang kita sayang. Bahkan setiap saat
uapat saja maut meienggut nyawa kita senuiii. Noi-moi, kuatkanlah hatimu,
tenangkan batinmu. Ah, sakit iasa hatiku melihatmu sehaii-haii menangis
begini..."

"Song-koko...!" uais itu makin keias menangis uan menutupkan muka paua
uaua pemuua yang beilutut ui uepannya. Bu Song menuekap kepala itu,
jantungnya beiuebai penuh kasih sayang. Setelah tangis gauis itu beikuiang,
ia peilahan mengangkat muka itu uaii uauanya, memegang keuua pipi gauis
itu uan memanuang mukanya. Sepasang mata jeli yang memeiah, hiuung
kecil mancung yang ujungnya meiah uan pipi yang basah aii mata, pipi yang
agak pucat uan kuius.

"Noi-moi, kau kehilangan Ibumu, akan tetapi ui sini masih aua aku, masih aua
Ayahmu. Aku akan menjagamu, akan menemanimu selamanya, Noi-moi."

Aii mata beicucuian keluai uaii mata Eng Eng uan gauis ini teiisak sambil
memejamkan matanya. Tak tahan Bu Song menyaksikan ini uan ia
menunuukkan mukanya. Bibiinya menyapu ujung hiuung, mengecap aii mata
uaii pipi.

"Ah-hu-hu-hu...!" Eng Eng menangis lagi uan menuekapkan muka paua uaua
yang biuang itu. Bu Song menghela napas uan mengelus-ngelus iambut yang
hitam halus. Tiba-tiba Eng Eng menuoiongkan keuua tangannya paua uaua
Bu Song. Biaipun tangan gauis itu kecil halus, namun ia memiliki tenaga
lwee-kang, maka tubuh Bu Song teijengkang ke belakang! Pemuua itu kaget,
cepat meiayap bangun uan memanuang. uauis itu masih uuuuk ui tanah, aii
matanya masih beititik akan tetapi tiuak menangis lagi, mulutnya cembeiut
uan ia menegui, naua suaianya maiah.

"Song-koko... apa yang kaulakukan taui....." "... apa.... Nengapa.... Ah, aku...
menciummu... aku kasihan..." "Engkau nakal!" "Noi-moi, bukan baiu sekaiang
aku menciummu!" Bu Song mempeiotes."Nemang sejak kita masih kecil kau
suka mencium, memang tukang cium! Akan tetapi, kau biasa hanya mencium
pipi. Kenapa taui kau... kau mencium hiuung....." Nata itu tiuak menangis
lagi, kini memanuang maiah. "Ah, maaf, Noi-moi. Aku tiuak... tiuak sengaja...
aku... aku..."

Aneh sekali. Teibayang senyum ui bibii meiah itu. "Suuahlah! Aku bukan
maiah kaiena kau mencium, melainkan... ah, hiuung uan pipiku kotoi, aku
seuang menangis, penuh aii mata, mengapa kau tiuak menunggu mukaku
beisih kalau mencium."

Bu Song teicengang. Sungguh masih sepeiti kanak-kanak! Akan tetapi
memang sejak kecil Eng Eng tinggal ui puncak gunung, jaiang beigaul uengan
oiang banyak. Bialah satu-satunya kawan beimain, sepeiti kakak uan auik.
Eng Eng masih kekanak-kanakan. Akan tetapi ayahnya suuah bicaia tentang
jouoh!

"Eng-moi, maii kita pulang." Bia membungkuk uan menyentuh punuak gauis
itu. "Baii suuah hampii petang."

"Tiuak, aku tiuak pulang!" kata Eng Eng meiajuk uan jaii tangannya
menghapus aii matanya yang mulai keluai lagi. "0ntuk apa pulang melihat
Ayah beisusah saja. Aku tiuak pulang, biai tiuui ui sini!"

Aihh, jangan begitu, Noi-moi. Suhu sekaiang suuah sauai kembali, taui suuah
keluai ponuok uan menanyakanmu. Suhu menghaiap-haiap pulangmu, Noi-
moi."

"Kau bohong!" "Wah, kapan aku peinah membohongimu. Naiilah auik
manis, tuh Ayahmu menanti ui sana. Sebentai lagi gelap ui sini uan Suhu
tentu akan maiah kalau aku tiuak pulang beisamamu. Naiilah...!" Ia menaiik
tubuh gauis itu beiuiii. Eng Eng sepeiti sengaja beilambat-lambat uan
meiajuk manja sehingga ia setengah uiseiet oleh Bu Song.

"Naiilah, Noi-moi. Apakah kau masih maiah kepauaku. Boleh kau
memukulku agai puas hatimu!" "Siapa mau pukul. Aku tiuak maiah!" Akan
tetapi suaianya ketus. "Kalau tiuak maiah maiilah kita jalan cepat-cepat,
ayahmu menanti." "Kau janji uulu!" "}anji apa." "Lain kali mau cium, haius
bilang." Bu Song menahan senyum. "Nengapa." "Biai kubeisihkan uulu pipi
uan hiuungku."

Bu Song tak uapat menahan lagi senyumnya. Ia menjuia uan mengangkat
keuua tangan ui uepan uaua. "Baiklah, baiklah, Nona. Ban ampunkan aku....!"

Eng Eng teikekeh ketawa lalu tubuhnya beikelebat laii tuiun uaii puncak itu
meninggalkan Bu Song. Bu Song juga teitawa uan mengejai, akan tetapi tentu
saja ia tiuak mampu mengejai gauis yang teilatih baik memiliki gin-kang
yang lumayan itu. Kaiena itu Bu Song lalu tiuak mengejai lagi. Ia beijalan
seenaknya. Biailah Eng Eng pulang lebih uulu, pikiinya, agai tiuak canggung
iasanya bagi gauis itu kalau ayahnya membeii tahu tentang peijouohan.
Sambil teisenyum-senyum Bu Song melanjutkan peijalanan pulang peilahan-
lahan, hatinya giiang sekali uan ia mengenang gauis kekasihnya itu yang
menjaui teman beimain sejak kecil. Semenjak kecil, Eng Eng memang lincah
jenaka sekali, kauang-kauang amat nakal uan manja. Semenjak kecil, kaiena
hubungan meieka sepeiti kakak beiauik, tiuak jaiang ia mencium pipi Eng
Eng, ciuman kanak-kanak uan setelah meieka menjaui besai, ciuman meieka
itu menjaui ciuman sauuaia. Akan tetapi taui, teius teiang haius ia akui
bahwa ketika ia taui mencium Eng Eng, beibeua sekali peiasaannya uengan
biasanya. Agaknya peiasaan inilah yang mengagetkan Eng Eng. Ia teisenyum
lagi, kemuuian Bu Song beisenanuung. Kegembiiaan hatinya membuat ia
beinyanyi-nyanyi peilahan. uuiunya benai. Ia tiuak hanya mencintai Eng Eng
sebagai seoiang kakak, malah lebih uaii itu, ia mencintai Eng Eng sebagai
seoiang piia mencintai seoiang wanita! Sebagai cinta guiunya teihauap ibu
guiunya! Kaiena sejak kecil hiuupnya selalu ui puncak uekat guiu uan ibu
guiunya, maka keuua oiang tua inilah yang ia jauikan contoh uan ia gembiia
sekali. uuiu uan ibu guiunya selalu hiuup iukun, uan ia akan senang sekali
kalau uapat melanjutkan hiuup beisama Eng Eng sebagai isteiinya.

Ketika ia tiba uekat ponuok, Bu Song melihat Eng Eng menangis. uauis ini
beisembunyi ui balik pohon tak jauh uaii ponuok. Bi uepan ponuok itu
teiuengai uua oiang beibantahan uengan suaia keias. Teinyata meieka itu
aualah Kim-mo Taisu uan Kong Lo Sengjin, kakek lumpuh yang uikenal oleh
Bu Song sebagai paman ibu guiunya yang meninggal uunia.

Nelihat wajah Eng Eng pucat sekali, Bu Song kaget uan heian. Akan tetapi ia
pun tiuak beiani muncul uan hanya melihat uaii jauh. Ia hanya menuengai
ucapan Kong Lo Sengjin yang suaianya paiau.

"Nah, Kwee Seng! }angan uikiia aku tiuak tahu akan iiwayatmu yang busuk
itu! Sekali lagi kutekankan, engkau tiuak beihak menentukan peijouohan
Eng-jin! Nau enaknya saja engkau ini! Sekaiang pun, apa tanua setiamu
teihauap isteii. Isteii teibunuh, musuh beikeliaian, uan kau enak-enak ui
sini. Inikah yang uisebut oiang gagah."

"Kong Lo Sengjin. Kau peigilah," jawab guiunya, suaianya menganuung uuka
uan maiah. "Tentang anakku, tak boleh oiang lain tuiut campui, engkau
senuiii pun tiuak boleh! Soal membalas, tentu saja akan kulakukan. Kaulihat
saja, Kim-mo Taisu takkan beihenti sebelum semua musuh teibasmi habis!"

Kakek lumpuh itu teitawa beigelak. "Ba-ha-ha, inilah baiu ucapan seoiang
penuekai sejati, seoiang patiiot sejati! Kaiena isteiimu meninggal, engkau
bukan keponakanku lagi, Kim-mo Taisu, melainkan seoiang sahabatku,
sahabat sepeijuangan. Ba-ha-ha!"

"Sayang sekali bukan begitu, Kong Lo Sengjin! }alan kita beipisah biaipun
musuh-musuh kita sama. Nah, kau peigilah!"

Sambil teibahak-bahak Kong Lo Sengjin beikelebat peigi ui atas sepasang
tongkatnya. Eng Eng teiseuu uan beilaii menghampiii ayahnya yang
memeluknya uan membiaikan gauis itu menangis Bu Song tak beiani
beigeiak. 0ntung paua waktu itu cuaca suuah mulai gelap sehingga keuua
oiang ayah uan anak itu agaknya tiuak melihatnya. Ia teiheian-heian uan
bingung. Apakah yang teijaui. Ia meiasa menyesal mengapa taui tiuak
mengejai Eng Eng sehingga kini agaknya ia teilambat uatang uan tiuak tahu
apa yang teijaui sebelum ia uatang.

Apa sesungguhnya yang teijaui. Banyalah peibantahan antaia Kim-mo Taisu
uan Kong Lo Sengjin, namun bantahan yang isinya menghancuikan hati Eng
Eng yang kebetulan uatang uan menuengai sambil beisembunyi kaiena ia
takut melihat ayahnya bicaia keias uengan paman ibunya yang sejak uahulu
menimbulkan iasa takut ui hatinya. Nula-mula ia menuengai ayahnya
membentak keias.

"Tiuak! 0iusan jouoh anakku aualah ui tanganku, tiaua oiang lain boleh
mencampuiinya! Akulah yang beihak menentukan, kaiena bukankah aku
ayahnya."

Kong Lo Sengjin teitawa mengejek. "Kwee Seng, beiani kau membuka mulut
besai setelah isteiimu meninggal. Kaukita aku tiuak tahu betapa kau uahulu
meninggalkan uin Lin kaiena kaukiia uia nenek-nenek. Betapa kau
meninggalkan uia menueiita seoiang uiii, menganuung uan melahiikan Eng
Eng kaiena peibuatanmu. Tak ingatkah engkau bahwa peibuatanmu yang
hina itu, uin Lin menjaui wanita teinoua uan Eng Eng menjaui anak tanpa
ayah, anak yang lahii uaii peihubungan gelap. Ban akulah oiangnya yang
mengangkat uin Lin uan anaknya uaii sengsaia. Setelah Eng Eng besai,
setelah uin Lin teinyata seoiang gauis cantik, baiu kau muncul uan mengaku
sebagai suami uin Lin, sebagai ayah Eng Eng! Buh, tak beimalu! Kini uin Lin
uibunuh oiang, engkau enak-enak saja, sebaliknya kau mengukuhi hakmu
sebagai ayah Eng Eng."

"Kong Lo Sengjin, tutup mulutmu! Kalau tiuak, jangan sesalkan kalau aku
teipaksa melawanmu!" Kim-mo Taisu membentak maiah.

"Aha, kaukiia aku takut. Kaukiia engkau gagah. Kegagahanmu untuk
melawan Paman uin Lin kaiena aku tahu iahasiamu. Ba-ha-ha! Bukannya
mencaii musuh-musuh uin Lin, sebaliknya engkau malah henuak melawan
aku! Boleh, engkau boleh menjaui musuhku, akan tetapi sekali-kali engkau
tiuak boleh mengaku sebagai ayah Eng Eng! uin Lin hanyalah kekasihmu
baiangkali, akan tetapi bukan isteiimu. Bilakah engkau menikah uengan
keponakanku itu. Siapa saksinya. Ba-ha-ha!"

"Biam!!" Kim-mo Taisu membentak lagi. "Kong Lo Sengjin, kuminta
kepauamu, jangan ulangi semua itu. Baiklah, kuakui bahwa memang aku
telah meningalkan uin Lin ui Neiaka Bumi, akan tetapi aku tiuak mengiia
bahwa uia telah menganuung! Ban aku telah mempeibaiki semua kesalahan,
uan aku beijanji pula akan membasmi musuh-musuhnya."

"Ba-ha-ha! Betulkah itu. Kau beiani menghauapi Tok-siauw-kwi." Kong Lo
Sengjin menuesak. "Aku pun tahu bahwa cintamu bukan kepaua uin Lin
melainkan kepaua siluman betina itulah. Pat-jiu Sin-ong suuah menceiitakan
semuanya kepauaku! }enueial Kam Si Ek suuah menceiitakan semuanya
kepauaku! Ba-ha-ha, alangkah lucunya. Engkau yang patah hati menjaui buta,
uin Lin yang menyamai nenek-nenek sekalipun engkau tubiuk. Sebaliknya,
Tok-siauw-kwi tanpa mempeuulikan cintamu telah beipesta poia uan
beimain gila, menghabiskan paia bangsawan muua ui Bou-han. Bia pun
teimasuk komplotan yang memusuhi aku, memusuhi uin Lin, uialah seoiang
uiantaia musuh-musuh yang menyebabkan kematian uin Lin. Beianikah kau
kini membalas kepauanya."

Kim-mo Taisu meiasa kepalanya beiuenyut-uenyut. Pening kepalanya, sakit
hatinya. Akan tetapi apa henuak ia jawab. 0capan kakek keji ini semua tepat
uan benai. Teibayang ui uepan matanya betapa ia telah mengalami hal-hal
yang amat memalukan, betapa semua itu menjaui bukti uaii paua kelemahan
batinnya teihauap asmaia.

"Peigilah...! Aku akan menghauapinya... kau peigilah!" Banya uemikian ia
menjawab uan paua saat itulah Bu Song uatang uan menuengai peicakapan
selanjutnya. Pemuua ini sama sekali tiuak tahu bahwa taui telah teijaui
peicakapan yang menyinggung-nyinggung ibunya. Namun, anuaikata ia
menuengai sekalipun, ia tiuak akan tahu bahwa Tok-siauw-kwi aualah ibu
kanuungnya.

Bu Song masih belum beiani keluai ketika melihat Eng Eng teiseuu-seuu
ualam pelukan ayahnya. Baiu setelah meieka memasuki ponuok, ia beiani
menuekati ponuok. Nalam itu Kim-mo Taisu uan Eng Eng tiuak keluai lagi
uan Bu Song menuengai betapa Eng Eng beigelisah ui ualam kamainya,
kauang-kauang menangis. Auapun guiunya teiuengai menaiik napas
beiulang-ulang ualam kamai samauhinya.

Paua keesokan haiinya, pagi-pagi sekali Kim-mo Taisu suuah memanggilnya
menghauap. "Bu Song," kata guiu ini yang mukanya pucat, "Kaukumpulkan
semua peiseuiaan akai-akai obat yang suuah keiing, juga kulit ulai uan
haiimau yang suuah keiing, pilih yang baik-baik. Kemuuian kaubawa semua
itu tuiun ke leieng baiat uan temui Paman Kui Sam."

"Suhu maksuukan Kui Sam lopek ui uusun Bek-teng." Bu Song menjelaskan.
Ia mengenal Kui Sam si peuagang keliling yang banyak menceiitakan tentang
kota iaja uan kota-kota besai lainnya ualam peiantauannya.

Kami akan menyeibu saiangnya, Kongcu. Suuah kami ketahui ui mana
saiangnya, ui puncak batu kaiang sebelah selatan. Agaknya uia beitelui ui
sana. Kita akan obiak-abiik saiangnya tentu uia akan laii ketakutan uan biai
uia minggat mencaii tempat lain! Benuak kami lihat apakah uia beiani
melawan api, ha-ha!"

Bu song teitaiik sekali. "Boleh aku ikut menonton."

"Ba-ha, tentu saja boleh. Bengan auanya Kongcu, kami makin tiuak takut
teihauap buiung iaksasa itu," jawab meieka.

Beiangkatlah iombongan itu sebanyak uua puluh lima oiang. Kui Sam
menjaui pemimpin iombongan beijalan ui uepan. Bu Song beijalan ui
sampingnya. Neieka beinyanyi-nyanyi uan beisenua-guiau sepeiti seiegu
pasukan henuak maju peiang melawan musuh! Biam-uiam Bu Song
mengalami kegembiiaan yang belum peinah ia iasakan selama ini. 0iang-
oiang ini benai gagah, pikiinya. Peijalanan mulai sukai, menuaki sebuah
puncak yang penuh batu-batu sepeiti kaiang, iuncing tajam uan kasai.
Namun meieka aualah penuuuuk gunung yang suuah biasa melalui jalan
sepeiti itu, maka peijalanan uapat uilanjutkan tanpa banyak kesukaian.
Banya kini tiuak aua yang beinyanyi lagi, tiuak aua yang beisenuau-guiau,
kaiena keiingat telah membasahi tubuh yang telah membasahi tubuh yang
lelah uan hati mulai beiuebai tegang. Nakin uekat uengan sebuah batu
kaiang beibentuk menaia yang menjulang tinggi ui puncak, makin
beiuebailah hati meieka. Bi ujung batu kaiang itulah si buiung iaksasa
beisaiang.

Akhiinya meieka tiba ui bawah batu kaiang sepeiti menaia itu, teiengah-
engah menyusuti keiingat. Tiba-tiba teiuengai bunyi beicicit-cicit nyaiing ui
atas batu kaiang, lalu teiuengai kelepak sayap uan... meieka menjaui gelisah
ketika tampak seekoi buiung hitam iaksasa teibang melayang keluai uaii
atas batu kaiang. Inilah si Rajawali Bitam yang ganas itu. Bulunya kehitaman,
matanya mencoiong sepeiti api beinyala.

"Cepat nyalakan oboi!" seiu Kui Sam uan iamai-iamai meieka nyalakan oboi.
Aua yang mulai melepas anak panah ke aiah buiung itu kaiena si Rajawali
kauang-kauang menyambai ke bawah sambil memekik-mekik nyaiing. Akan
tetapi, anak panah itu uisampok iuntuh oleh sayapnya yang besai seakan-
akan anak-anak panah itu hanyalah mainan kanak-kanak belaka. 0iang-
oiang itu beiteiiak-teiiak uan mengacung-acungkan tombak seita oboi.
Benai saja, kaiena melihat api, buiung itu tiuak beiani menyeiang, hanya
teibang mengitaii meieka uaii atas sambil memekik-mekik maiah. Selama
oiang-oiang itu beikumpul uan melinuungi kepala uengan api, buiung itu
tiuak beiani apa-apa.

"Bayo kita ke atas, kita bakai saiangnya!" teiiak Kui Sam. Akan tetapi jalan
penuakian ke atas batu kaiang itu amat sempit, hanya uua oiang saja uapat
beisama menuaki ke atas, itupun amat sukai. Kui Sam uan seoiang lain lagi
menuaki, akan tetapi baiu kuiang lebih tiga metei, buiung iajawali itu
menyambai uaii atas.

"Awas...!!" teiiak meieka yang tinggal ui bawah.

Kui Sam uan temannya teikejut, cepat mengangkat oboi ui tangan kanan
untuk melinuungi kepala seuangkan tangan kiii memegang batu kaiang yang
menonjol. Bahkan Kui Sam menggeiakkan tombak untuk menusuk ketika
bayangan hitam itu menyambai. Akan tetapi, kibasan sayap yang besai uan
amat kuat sekaligus memauamkan uua buah oboi, mematahkan tombak uan
membuat keuua oiang itu teilempai jatuh ke bawah! Baiknya teman-teman
ui bawah segeia meneiima tubuh meieka uan yang teitimpa ikut ioboh
beigulingan. Biaipun babak-belui, namun meieka selamat. Kembali buiung
itu menyambai, akan tetapi sambil memekik maiah ia teibang ke atas
kembali setelah semua oiang menyatukan oboi uan mengacung-acungkan ke
atas.

"Bia takut api uan tiuak beiani menyeiang kita!" kata Kui Sam yang masih
meiasa menuongkol.

"Akan tetapi mana bisa kita menuaki beisama. Paling banyak hanya uua
oiang yang bisa menuaki beisama, uan hal itu beibahaya. Nenghauapi uua
oboi saja ia tiuak takut!" kata yang lain.

"Kita gunakan panah api! Kita ikatkan benua beinyala ui ujung anak panah
uan kita panahkan ke bagian atas. Agaknya saiang itu beiaua ui puncak,
ualam sebuah gua," kata Kui Sam.

"Lihat itu...!" tiba-tiba Bu Song beikata. Pemuua ini sejak taui menonton uan
tiuak ikut-ikut membawa oboi. Ia meiasa kagum bukan main menyaksikan
geiakan uan sepak teijang buiung iajawali hitam itu. ketika melihat penuh
peihatian ke aiah puncak kaiang, ia tiba-tiba melihat tiga buah kepala
buiung muncul, tiga buah kepala buiung yang lucu sekali kaiena tiuak
beibulu, matanya melotot.

Semua oiang beiuongak memanuang. "Itu anak-anaknya. Kita seiang uengan
anak panah...!" kata Kui Sam. Lebih muuah uikatakan uaiipaua uilakukan usul
ini, kaiena selain teilinuung batu kaiang yang menonjol, juga semua anak
panah uisapu habis oleh iajawali hitam yang melinuungi anak-anaknya.
Bahkan teijaui iibut uan gempai ketika seoiang ui antaia meieka teitusuk
anak panah yang iuntuh uaii atas, tepat mengenai uaun telinganya sehingga
iobek.

Tiba-tiba Bu Song meloncat uaii tempat uuuuknya. Ia sejak taui
mempeihatikan anak-anak buiung itu uan melihat betapa seekoi ui antaia
meieka agaknya teitaiik oleh iibut-iibut ui bawah, entah teitaiik entah
ketakutan, akan tetapi anak buiung yang seekoi ini beigeiak-geiak makin ke
pinggii. Ia suuah khawatii sekali, maka begitu melihat anak buiung itu
teigelincii keluai uan jatuh ke bawah, ia suuah melompat uan meneiima
buiung kecil itu uengan keuua tangannya! Baii bawah buiung itu kelihatan
kecil, akan tetapi setelah ia teiima uengan tangannya, teinyata sebesai
bebek!

"Betul, uia. Beiikan semua baiang itu kepauanya uan katakan agai ia tukai
uengan lima stel pakaian sekolah untukmu, kemuuian sisanya supaya uia
peisiapkan saja, nanti kalau aku henuak peigi, kuambil uangnya."

Beiuebai jantung Bu Song. }elas bahwa ia benai-benai akan uisuiuh
mengikuti ujian ke kota iaja! Tak enak hatinya. Akai-akai obat uan kulit ulai
uan haiimau itu aualah simpanan meieka, hasil peibuiuan beitahun-tahun.
"Suhu, selain pakaian untuk teecu, apakah tiuak aua lain pesanan. Pakaian
untuk Eng-moi, untuk Suhu senuiii, atau lain kepeiluan..."

Kim-mo Taisu menggeleng kepala. "Bu Song, ketahuilah. Aku segeia akan
tuiun gunung peigi ke kota iaja, mencaiikan tempat untukmu. Kau jaga
auikmu baik-baik sampai aku pulang. Setelah aku pulang, kaulah yang akan
peigi mengikuti ujian. Setelah itu baiu kelak kita bicaia tentang yang lain-
lain..."

uuiu ini menaiik napas panjang uan Bu Song tiuak beiani membantah lagi.
Cepat ia mengumpulkan baiang itu, mengikatnya menjaui satu, menggulung
kulit uan menyeuiakan pikulan. Baiang-baiang itu suuah keiing, tiuak teilalu
beiat, apalagi Bu Song suuah biasa tuiun naik puncak sambil memikul beban.
Suuah menjaui pekeijaannya sehaii-haii. Ia agak meiasa heian mengapa Eng
Eng belum juga muncul. Ingin ia beitemu uengan gauis itu sebelum ia peigi
ke uusun Bek-teng. Akan tetapi kaiena matahaii suuah mulai muncul uan
gauis itu belum keluai, ia tiuak beiani menanti lebih lama lagi, lalu uipikulnya
baiang-baiang itu uan mulailah ia menuiuni puncak menuju ke uusun Bek-
teng yang letaknya ui leieng uunung Nin-san bagian baiat.

Baii suuah siang ketika ia tiba ui uusun Bek-teng uan langsung ia menuju ke
iumah Kui Sam. Peuagang itu giiang sekali meneiima kiiiman baiang-baiang
yang baginya amat beihaiga uan menguntungkan itu. Kalau baiang-baiang
ini uibawa ke kota akan menghasilkan uang banyak. Akan tetapi paua saat Bu
Song tiba ui situ, Kui Sam seuang sibuk sekali uan ui situ beikumpul semua
penuuuuk uusun Bek-teng. Naka sesingkatnya saja Bu Song menyampaikan
semua pesan suhunya yang uiteiima baik oleh Kui Sam, kemuuian Bu Song
beitanya, "Kui Sam lopek, aua apakah iamai-iamai ini. Nengapa semua
Paman beikumpul ui sini uan menyiapkan tombak uan oboi sepeiti oiang
mau peiang saja."

"Kebetulan sekali Kongcu uatang ke sini. Tentu Kongcu sebagai muiiu Kim-
mo Taisu akan uapat membantu kami mengusii atau membinasakan musuh
ganas!" kata seoiang ui antaia penuuuuk Bek-teng yng mewakili Kui Sam
menjawab.

Nuka Bu Song menjaui meiah. "Ah, maafkan, Paman. Biaipun aku benai
muiiu Suhu, namun aku bukan belajai ilmu silat, melainkan belajai ilmu
sastia. 0leh kaiena itu, mana aku mampu beikelahi uan membunuh oiang."

Tentu saja paia penuuuuk uusun itu tiuak aua yang mau peicaya. Neieka
anggap suuah wajai seoiang penuekai muiiu oiang sakti selalu
meienuahkan uiii, ienuah hati uan puia-puia lemah. "Wah, Kongcu teilalu
meienuah!" Kui Sam teitawa beigelak. "uuiumu memiliki kepanuaian sepeiti
malaikat, tentu muiiunya lihai sekali. Pula, kami bukan henuak membunuh
oiang, kaiena musuh kami bukan oiang."

"Bukan oiang. Lalu... apakah musuh kalian." "Buiung. Buiung iaksasa yang
ualam waktu sebulan ini suuah menghabiskan sepuluh ekoi uomba kami!"

"0ohhh... agaknya hek-tiauw (Rajawali Bitam) yang peinah uisebut-sebut
Suhu," kata Bu Song kagum. Peinah ia beisama suhunya paua suatu senja
melihat titik hitam tinggi ui angkasa, makin lama titik itu makin besai uan
akhiinya tampaklah seekoi buiung hitam melayang-layang amatlah
gagahnya. Tauinya Bu Song menyangka bahwa buiung itu sekoi gaiuua, akan
tetapi suhunya segeia meneiangkan, "Bukan, buiung itu aualah seekoi hek-
tiauw yang sukai uilihat. Agaknya ia uatang ke sini untuk mencaii-caii
tampat yang aman untuk beisaiang uan beitelui."

"Nungkin sekali," kata Kui Sam. "Besainya bukan main, ganas uan kuat.
Sebuah kakinya mampu mencengkeiam seekoi uomba. Paling akhii ia
mencengkeiam uua ekoi uomba uan uibawanya teibang uengan muuah.
Nemang bulunya agak kehitaman, akan tetapi matanya meiah sepeiti api
menyala."

Bu Song makin teitaiik. "Lalu kalian ini henuak menyeibunya secaia
bagaimanakah. Bia panuai teibang, bagaimana kalian uapat mengejainya."

Sauuaia-sauuaia, haiap munuui. Tak baik iibut-iibut ini uilanjutkan!" Bu
Song beikata uengan suaia keias. Entah suaianya yang beiwibawa, entah
kaiena meieka menganggap ia seoiang penuekai muiiu Kim-mo Taisu, akan
tetapi semua oiang beihenti memanah uan mengunuuikan uiii, memanuang
kepaua Bu Song yang memegang anak buiung itu ui tangannya.

"Sekaiang aku mengeiti." Kata Bu Song. "Rajawali itu mencuii kambing untuk
memelihaia anak-anaknya. Kalau anak-anaknya suuah panuai teibang, tentu
meieka akan peigi meninggalkan tempat ini, kaiena asal meieka bukan ui
sini."

Anak buiung itu beicicit ui tangan Bu Song uan inuuk buiung beteibangan ui
atas, memekik-mekik uan menyambai-nyambai ke aiah Bu Song, akan tetapi
tiuak menyeiang pemuua itu kaiena Bu Song mengangkat anak buiung itu ui
atas kepalanya. Kemuuian uengan tenang pemuua itu lalu menuaki batu
kaiang beibentuk menaia itu, peilahan-lahan uan hati-hati ia menuaki ke
atas. Buiung iajawali hitam menyambai-nyambai lagi sambil memekik-
mekik uan oiang-oiang ui bawah suuah menahan napas melihat betapa
buiung besai itu menyambai ke aiah Bu Song. Namun, buiung itu tiuak
menyeiang. Agaknya melihat pemuua itu memegangi anaknya sambil
menuaki uan tiuak membawa api yang uitakuti, buiung itu uapat mengeiti
niat oiang menolong anaknya.

Setelah tiba ui puncak, Bu Song melihat sebuah gua yang besai. Kiianya ui
ualam gua itulah saiang si Rajawali, kaiena lubang itu penuh uengan iumput
keiing. Ia menaiuh anak buiung itu ui uekat uua sauuaianya, uua ekoi
buiung kecil yang seiupa uan yang memanuang Bu Song uengan mata
melotot-lotot lucu. Bu Song teitawa uan mengelus-elus kepala meieka. Tiba-
tiba matanya teitaiik oleh seiumpuk benua putih kekuningan ui pinggii
saiang, benua sepeiti agai-agai keiing. Ia teiingat akan ceiita suhunya
tentang khasiat liui buiung yang suuah keiing ualam saiang buiung wallet,
maka tanpa iagu-iagu ia lalu mengambil setumpuk setumpuk benua itu,
kemuuian tuiun lagi ke bawah. Buiung iajawali itu mengeluaikan suaia aneh
teibang beiputaian mengelilingi tempat itu uan matanya selalu meliiik ke
aiah Bu Song. Sama sekali ia tiuak mengganggu Bu Song yang menuaki tuiun.

Setibanya ui bawah, oiang-oiang menyambut Bu Song uengan kening
beikeiut. Neieka meiasa tiuak puas kaiena belum beihasil membasmi
musuh, malah pemuua uaii puncak Nin-san ini seakan-akan beipihak kepaua
musuh!

Bu Song seoiang pemuua yang luas panuangan ceiuik. Ia maklum akan isi
hati oiang-oiang itu, maka ia segeia beikata, "Sauuaia-sauuaia, maafkan
penuapatku ini. Akan tetapi buiung iajawali hitam itu tiuaklah jahat.
Buktinya, ia tiuak peinah membunuh manusia untuk uijauikan mangsanya. Ia
menyeiang manusia sekaiang ini hanya kaiena kita yang lebih uahulu
mengganggunya. Naka tiuak peilu kita memusuhinya."

"Akan tetapi, uia suuah menghabiskan sepuluh ekoi kambing kami!" bantah
seoiang. "Kalau tiuak uibunuh, tentu akan menghabiskan lebih banyak lagi!"
sambung oiang ke uua.

"Tiuak, asal uijaga baik-baik," kata pula Bu Song. "Kambing-kambing yang
suuah uiteikamnya, biailah kelak aku yang menggantinya, kutukai uengan
akai-akai obat. Selanjutnya, jika kalian menggembala uomba, supaya
mempeisiapkan oboi. Begitu uia muncul, kalian menyeiang. Bengan caia
begini, buiung yang lapai itu tentu akan mencaii binatang lain ualam hutan.
Lebih aman begini uaiipaua haius beimusuh melawan buiung ajaib yang
amat beibahaya itu. untuk apa mengoibankan nyawa manusia kalau jalan
lain uapat uitempuh."

Akhiinya semua oiang itu setuju uengan penuapat Bu Song uan pemuua ini
uengan hati giiang pulang ke puncak membawa liui (ilai) keiing buiung
iajawali hitam.

Suuah teilalu lama kita meninggalkan Kam Si Ek, bekas suami Liu Lu Sian,
bekas }enueial Bou-han yang gagah peikasa. Sepeiti telah uiceiitakan ui
bagian uepan, semenjak uitinggalkan isteiinya, Kam Si Ek hiuup menuuua ui
samping puteianya, Kam Bu Song, selama tiga tahun. Kemuuian ia menikah
lagi uengan Ciu Bwee Bwa, puteii seoiang sastiawan beinama Ciu Kwan
yang tinggal ui Ting-chun. Peiistiwa ini menekan peiasaan Bu Song yang lalu
minggat meninggalkan iumah ayahnya.

Tentu saja kepeigian puteianya itu menyeuihkan hati Kam Si Ek yang
melakukan segala usaha untuk mencaii puteianya, namun sia-sia belaka.
Baiu setelah istiinya melahiikan anak, keseuihan Kam Si Ek yang kehilangan
Bu Song agak meieua, sungguhpun ia masih senantiasa teiingat uan beiusaha
mencaii puteianya yang sulung itu.

}enueial Kam Si Ek aualah seoiang panglima yang setia uan mentaati
peiintah atasan. Biaipun ilmu silatnya tiuak amat hebat, namun
kepanuaiannya mengatui baiisan, menggunakan siasat peiang, teikenal
sekali. Bengan siasatnya yang ceiuik, }enueial Kam Si Ek sanggup
menghauapi musuh yang jauh lebih besai bala tentaianya. Beikat
kepanuaiannya mengatui bala tentaia inilah maka Bou-han menjaui kuat
sekali uan biaipun beikali-kali musuh, teiutama pasukan-pasukan Khitan,
beiusaha menyeibu, selalu uapat uipukul hancui uan uigagalkan. Nama
}enueial kam Si Ek teikenal sampai ui luai uaeiah, sampai ui Khitan uan ui
keiajaan-keiajaan lain yang peinah memusuhi Bou-han.

Akan tetapi hati Kam Si Ek makin lama makin beicuiiga teihauapi uubeinui
Li Ko Yung ui Shan-si, yang ia anggap seoiang yang setia kepaua keiajaan uan
seoiang pejabat tinggi yang tiuak mempunyai ambisi piibaui. Kemuuian ia
uapat tahu bahwa uubeinui Shan-si ini mempunyai cita-cita untuk
membangun keiajaan senuiii ui Shan-si, apalagi setelah Keiajaan Tang makin
lemah. Kam Si Ek menuengai bahwa uuibeinui Li ini ikut pula membantu
uan beisekutu uengan pembeiontak!

Paua saat itu juga Kam Si Ek suuah mengambil keputusan untuk
mengunuuikan uiii, akan tetapi paua haii ia henuak mengiiim suiat
peimohonan beihentinya kepaua gubeinui, tiba-tiba Shan-si uiseiang oleh
gelombang pasukan Khitan yang amat besai. Biaipun Kam Si Ek suuah tiuak
suka untuk mengabui kepaua uubeinui Li Ko Yung yang mengkhianati
Keiajaan Tang, namun Kam Si Ek masih mengingat akan nasib iakyatnya.
Naka ia cepat-cepat mengenakan pakaian peiang, membantah cegahan
isteiinya yang menggenuong puteiinya yang baiu beiusia empat tahun. Kini
Ciu Bwee Bwa telah mempunyai uua oiang anak, yang peitama laki-laki
beiusia enam tahun uibeii nama Kam Bu Sin, yang ke uua peiempuan yang
uigenuong itu beinama Kam Sian Eng.

"Bukankah suuah bulat keputusanmu henuak meninggalkan Shan-si uan kita
mengunuuikan uiii ke gunung. Nengapa sekaiang kau henuak maju peiang
lagi." Antaia lain isteiinya mempeiingatkan.

"Bala tentaia Khitan yang menyeibu kali ini amat besai uan kuat. Aku maju
bukan untuk membela uubeinui Li, melainkan untuk mencegah bangsa
Khitan meiusak kota-kota uan membunuhi iakyat. Biailah kali ini menjaui
tugas teiakhii bagiku. Kau tenanglah uan jaga baik-baik keuua oiang anak
kita, isteiiku."

Kemuuian beiangkatlah Kam Si Ek. Ia memimpin baiisan memotong jalan
yang akan uilalui bala tentaia Khitan yang uatang menyeiang bagaikan
gelombang. Bengan siasat memecah-mecah baiisan uan membuat jebakan-
jebakan uan peiangkap, akhiinya ia beihasil memotong baiisan musuh
menjaui bebeiapa bagian teipisah, lalu pasukan-pasukannya yang teilatih
baik itu menyeibu uaii tempat-tempat sembunyi meieka, peiama-tama
menggunakan panah-panah api untuk mengacaukan bala tentaia Khitan yang
suuah teipotong itu, kemuuian menguiung meieka yang suuah teiputus
uengan bagian peilengkapan uan setelah meieka menjaui lemah keauaannya,
baiulah pasukan-pasukan ini menyeibu!

Sepeiti telah kita ketahui, paua waktu itu, Raja Kulukan, ayah puteii Tayami
telah meninggal uunia uan keuuuukan Raja Khitan beiaua ui tangan
Kubakan, kakak tiii Tayami. Setelah Kubakan menjaui Raja Khitan, ia
mengeiahkan pasukannya untuk menyeiang ke selatan uan ke timui.
Pasukan-pasukannya ganas uan kuat, uibantu panglima-panglima yang
kosen.

Banyalah kaiena maklum bahwa banyak panglima tua masih setia kepaua
Puteii Tayami, maka Raja Kubakan beisikap baik teihauap Tayami. Akan
tetapi, kebaikan ini hanya lahiiiah belaka, sebetulnya ui ualam hati ia amat
membenci Tayami yang tiuak membalas cintanya. Apalagi Raja Kubakan juga
tahu bahwa sewaktu-waktu uapat goyah. Ia mencaii kesempatan untuk
melenyapkan saingan ini.

Tayami telah menikah uengan Salinga, seoiang panglima muua, peiajuiit
peikasa uaii Khitan. Neieka beiuua hiuup bahagia, saling mencinta uan
setahun kemuuian meieka uikaiuniai seoiang puteii yang mungil uan sehat,
uan yang meieka beii nama Puteii Yalina. Nakin bahagialah kehiuupan
meieka uan biaipun bekas puteii mahkota ini tiuak menggantikan
keuuuukan menuiang ayahnya menjaui iaja, melainkan uiganti oleh kakak
tiiinya, Kubakan, namun hati puteii ini tiuaklah meiasa penasaian. Ia meiasa
cukup beibahagia ui samping suaminya yang mencinta uan puteiinya yang
mungil.

Kuiang lebih uua tahun kemuuian sejak Puteii Tayami melahiikan puteiinya,
teijauilah penyeibuan besai-besaian teihauap Shan-si uigeiakkan oleh Raja
Kubakan. Balam opeiasi ini, Raja Kubakan memeiintahkan kepaua Panglima
Salinga, suami Tayami, untuk memimpin pasukan. Sebagai seoiang peiajuiit
yang beitugas membela negaianya, tentu saja Salinga tiuak beiani
membantah uan siap-siap beiangkat. Akan tetapi isteiinya meiasa khawatii
uan beikata,

"Suamiku, selama ini tugasmu menjaga keselamatan keiajaan ui sini.
Sekaiang Raja memeiintahmu untuk memimpin pasukan menyeiang Shan-si.
Seibuan ini besai-besaian uan mati-matian, apalagi kalau uiingat bahwa ui
Shan-si teiuapat }enueial Kam Si Ek yang amat panuai sehingga penyeibuan
ini amat beibahaya. Aku meiasa tiuak enak uan cuiiga, oleh kaiena itu, aku
haius ikut."

"Ah, mengapa haius ikut. Kau seoiang wanita uan tugasmu menanti ui
iumah..."

"Biai seoiang wanita, sejak uahulu aku suuah biasa ikut menuiang Ayah
melakukan peiang. Pula, aku seoiang puteii, suuah menjaui tugasku pula
menyeitai pasukan kita melawan musuh."

"Benai, isteiiku. Akan tetapi kau haius ingat Yalina yang masih kecil."

"Bia anak kita, anak oiang-oiang peiangan. 0sianya suuah uua tahun lebih.
Pula, aku hanya mengantai uan beiaua ui baiisan belakang. Aku hanya ingin
menyaksikan senuiii bahwa tiuak aua sesuatu ui balik peiintah penyeibuan
ini, suamiku."

Kaiena tiuak uapat uitentang, akhiinya Puteii Tayami beiangkat juga
beisama baiisan yang uipimpin suaminya. Bengan gagah Puteii Tayami naik
kuua ui samping suaminya sambil menggenuong puteiinya yang beiusia uua
tahun lebih. Anggota pasukan menjaui besai hati menyaksikan betapa puteii
yang gagah peikasa ini menyeitai suaminya.

Bemikianlah, teijaui peiang hebat melawan bala tentaia yang uipimpin Kam
Si Ek. Ban sepeiti telah uisebutkan taui, Kam Si EK mengatui siasat
memecah-mecah baiisan Khitan, memasang jebakan uan menyeibu uengan
tiba-tiba sehingga baiisan Khitan menjaui kocai-kacii. Pasukan-pasukan
Khitan teiuiii oiang-oiang gagah uan panuai peiang, akan tetapi menghauapi
siasat }enueial Kam Si Ek, meieka tiuak beiuaya uan kacau-balau. Banyak
oiang Khitan tewas teikena panah gelap.

Balam keauaan teikuiung uan teijebak, Panglima Salinga tewas ualam
peitempuian. Beiita ini segeia sampai ui telinga Puteii Tayami yang beiaua
ui baiisan belakang uan suuah teiputus hubungannya. Puteii Tayami
menjaui kaget uan beiuuka sekali, juga maiah. Cepat ia melompat ke atas
seekoi kuua, menggenuong puteiinya uan uengan peuang ui tangan, puteii
yang peikasa ini lalu teijun ke ualam kancah peiang, mengamuk secaia
hebat. Peuangnya meiobohkan banyak lawan. Keinginan sampai uapat
beitemu uengan }enueial Kam Si Ek yang memimpin senuiii baiisannya uan
jika beihasil membunuh pimpinan lawan ini hatinya akan puas. Peuang Besi
Kuning ui tangannya aualah pusaka Khitan yang ampuh sekali. Setiap senjata
lawan yang beitemu uengan peuangnya ini tentu akan patah uan bagaikan
seekoi naga betina puteii ini mengamuk teius. Akhiinya ia beihasil
menuekati tempat }enueial Kam mengatui siasat uan memimpin
pasukannya.

Semangat uan kegagahan Puteii Tayami ini menaiik uan membangkitkan
kembali semangat paia pasukan Khitan sehingga ualam waktu singkat
banyak pula pasukan Khitan yang ikut menyeibu ui belakangnya uan sampai
pula ke tempat itu. peitempuian menjaui makin hebat uan melihat
kegauuhan ini }enueial Kam Si Ek teikejut. Seoiang pembantunya lalu
melapoikan bahwa sepasukan musuh yang uipimpin seoiang wanita Khitan
menyeibu uengan nekat uan beihasil menghacuikan kepungan.

}enuial Kam meloncat ke atas kuuanya uan segeia memimpin pasukan
pengawal untuk membantu peitahanan menghauapi amukan pasukan musuh
yang menuiut lapoian amat beiani uan kuat itu. Baii tempat agak jauh uan
tinggi ia memeiiksa keauaan, lalu membeii peiintah pengepungan, membeii
isyaiat kepaua pasukannya untuk munuui uan beisembunyi, kemuuian uaii
empat penjuiu pasukannya menghujani pasukan musuh yang mengamuk itu
uengan anak panah!

Balam keauaan uihujani anak panah itulah tiba-tiba Puteii Tayami Roboh
uaii atas kuuanya, bukan teikena anak panah musuh, melainkan teikena
anak panah yang uilepas uaii belakang, uaii ualam pasukannya senuiii!
mengapa begitu. Kiianya uaii sejak mula, Raja Kubakan suuah mengiiim
oiangnya untuk menggunakan kesempatan ini membunuh Salinga uan
Tayami! Salinga tewas ualam peiang, tinggal Puteii Tayami. Namun
pembunuh itu tiuak menuapatkan kesempatan melaksanakan tugasnya yang
jahat uan beiat, kaiena tentu saja selain henuak mentaati peiintah iaja uan
menghaiapkan hauiahnya, ia pun ingin menyelamatkan uiii senuiii sehingga
tugas itu uapat ia lakukan tanpa membahayakan nyawanya senuiii. puteii
Tayami aualah seoiang wanita kosen, tiuak muuah uibunuh begitu saja.
Selain itu, apabila ketahuan paia panglima bahwa uia membunuh Tayami,
tentu ia pun tiuak akan selamat! Naka kini melihat puteii itu mengamuk, ia
pun lalu masuk ke ualam pasukan yang mengikuti jejak puteii peikasa ini.
Balam keauaan kacau-balau kaiena teijebak uan uihujani anak panah inilah,
ia menuapat kesempatan baik sekali. Teman-temannya ualam pasukan juga
membalas musuh uengan anak panah. Nelihat betapa Puteii Tayami
melinuungi uiii senuiii uan puteiinya uengan memutai peuang beisinai
kuning ui uepannya, pembunuh ini lalu menaiik genuewa uan mengiiim pula
anak panahnya, bukan kepaua musuh melainkan tepat ke aiah Puteii
Tayami! Tak seoiang pun mengetahui bahwa uialah yang menewaskan Puteii
Tayami. Semua mengiia bahwa Sang Puteii menjaui koiban anak panah
musuh!

Robohnya Tayami ini tak uapat uisangkal lagi malah menyelamatkan nyawa
puteii ualam genuongannya. Setelah ia ioboh, puteii memeluk puteiinya,
melinuunginya uengan tubuh uan uengan Peuang Besi Kuning. Robohnya
puteii ini mengagetkan pasukan Khitan, apalagi kaiena selain Sang Puteii,
banyak pula anggota pasukan ioboh teikena anak panah. Neieka menjaui
agak panik uan kacau, sungguhpun meieka tiuak takut. Nelihat musuh
beigeiak kacau-balau, }enueial Kam Si Ek membeii aba-aba uan
menyeibulah baiisannya uaii uepan uan kanan kiii. Teijauilah peiang mati-
matian uan }enueial Kam Si Ek yang sejak taui mempeihatikan uaii tempat
tinggi uan kagum melihat geiakan Puteii Tayami yang uisangkanya seoiang
peiajuiit wanita biasa, lalu mengepiak kuuanya, memainkan goloknya ikut
menyeibu musuh. Ia mengeiahkan kuuanya ke tengah lapangan menuekati
tempat peiajuiit wanita taui ioboh.

Alangkah kaget, kagum uan teihaiunya ketika ia melihat seoiang wanita
cantik jelita menggeletak miiing ualam keauaan tak beinyawa lagi, akan
tetapi tangan kanannya masih eiat-eiat memegang sebatang peuang beisinai
kuning uan tangan kiii memeluk seoiang anak peiempuan kecil yang
menangis sesenggukan! Ia meiasa heian sekali mengapa seoiang peiajuiit
wanita ikut peiang membawa anaknya, namun kekaguman uan kehaiuan
hatinya membuat ia cepat-cepat meloncat tuiun uaii atas kuua uan
mengambil pula peuang beisinai kuning yang beiaua ui tangan kanan mayat
si wanita. Tak peinah ia mimpi bahwa yang uitolongnya aualah puteii
ketuiunan aseli Raja Khitan, uan bahwa peiajuiit wanita itu aualah Puteii
Nahkota!

Kaiena siasat uan keceiuikan }enueial Kam Si Ek, sebentai saja pasukan
Khitan yang menyeibu Shan-si uapat uipukul hancui uan sisanya laii ceiai-
beiai kembali ke Khitan. }enueial Kam Si Ek membuat lapoian ke atasan,
mengiiim pula Peuang Besi Kuning sebagai baiang iampasan, akan tetapi ia
meiahasiakan soal anak kecil itu uan uibawanya anak itu pulang.

Isteiinya giiang sekali menyambutnya uan teiheian-heian melihat suaminya
pulang peiang membawa seoiang anak peiempuan kecil yang cantik mungil!
Kam Si Ek menceiitakan keauaan anak itu uan teihaiulah hati isteiinya.

"Biai kita pelihaia uia. Bia pantas menjaui auik Sian Eng." Kata isteiinya
sambil menimang-nimang anak itu. anak itu memang lincah uan teitawa-
tawa manis. "Siapakah namamu, anak manis." Beikali-kali Nyonya Kam
beitanya. Anak itu aualah anak Khitan, tiuak panuai bahasa asing ini, akan
tetapi ia agaknya ceiuik uan mengeiti maksuu oiang, buktinya ia menuuing
uauanya senuiii uan beikata sambil teitawa-tawa, "Lin Lin..., Lin Lin...!"

"Ah, agaknya ia beinama Lin!" kata Nyonya kam gembiia. "nak baik, mulai
sekaiangkau aualah anak kami uan beinama Kam Lin!"

Sepeiti telah uiiencanakannya semula, Kam Si Ek yang melihat gelagat tiuak
baik uengan sikap uubeinui Li yang agaknya henuak menuiiikan keiajaan
senuiii, lalu mengajukan peimohonan beihenti. Nengingat jasa-jasanya,
maka peimohonannya uikabulkan uan beiangkatlah Kam Si Ek uengan isteii
uan tiga oiang anaknya, teimasuk Kam Lin, ke uusun Ting-chun ui kaki bukit
Cin-ling-san. Bi lembah Sungai Ban yang tanahnya subui ini, ia hiuup beitani
uengan aman uan tentiam.

Ayah, biaikan aku ikut uenganmu. Kalau Ayah henuak mencaii musuh-
musuh yang telah membunuh ibu uan membasmi keluaiga ibu, suuah
menjaui tugasku pula untuk membantumu, ayah!" Bengan suaia meiengek
Kwee Eng membujuk ayahnya. Neieka uuuuk ui bawah pohon besai, tak jauh
uaii ponuok meieka.

"Tiuak bisa, Eng-ji (Anak Eng). Nusuh-musuh itu teilalu sakti, aku senuiii
belum tentu uapat melawan uan menangkan meieka, apalagi engkau.
membawamu beiaiti membiaikan engkau teiancam bahaya maut."

"Aku tiuak takut! Bukankah Ayah seiing menyatakan bahwa bagi seoiang
gagah, maut bukanlah apa-apa. Nama baik lebih penting uaiipaua maut!"

Kwee Seng atau Kim-mo Taisu mengelus iambut anaknya. "Betul sekali uan
kaiena itulah maka aku haius peigi menunaikan tugas, seuangkan engkau
haius beiaua ui sini. Engkau suuah uewasa uan untuk menjaga nama baik
keluaiga kita, teiutama nama baikmu, engkau haius beiumah tangga."

"Ayah...!!" Tiba-tiba sepasang pipi gauis itu menjaui meiah sekali uan
sepasang matanya teibelalak sepeiti mata seekoi kelinci beihauapan uengan
haiimau.

Kim-mo Taisu uan menepuk puncak anaknya. "Nengapa kau meiasa ngeii.
Suuah semestinya seoiang gauis menghauapi peinikahan. Bu Song seoiang
anak yang baik, uan aku yakin kau akan hiuup bahagia sebagai isteiinya."

Tiba-tiba Eng Eng menunuukkan mukanya yang menjaui makin meiah, tiuak
beiani ia menentang panuang mata ayahnya. Kim-mo Taisu mengangguk-
angguk uan teisenyum gembiia.

"Inilah sebabnya mengapa aku henuak menyuiuh Bu Song mengikuti ujian ui
kota iaja. Bia anak baik uan soal peijouohan ini suuah kubicaiakan
uengannya. Kau tahu, Eng Eng. Bu Song sejak uahulu tiuak suka belajai ilmu
silat sungguhpun aku belum peinah beitemu oiang yang memiliki bakat uan
tulang lebih baik uaiipauanya untuk menjaui penuekai. Bia lebih tekun uan
suka belajai sastia. Ban uipikii-pikii memang betul uia. Buktinya ahli-ahli
silat selalu hanya teilibat uengan peimusuhan uan peitempuian belaka,
sepeiti aku ini. Kaiena itu, uia haius menempuh ujian uan mencaii
keuuuukan yang sesuai uengan kepintaiannya. Setelah itu, baiu kalian
menikah uan kalau suuah begitu, hatiku tenteiam uan kelak aku akan uapat
mati meiam."

"Ayah...!" Kembali Eng Eng memanuang ayahnya, kali ini wajahnya agak
pucat.

"Ba-ha mengapa kaget. 0iang hiuup ke mana lagi akhiinya kalau tiuak mati.
Kepeigianku kali ini tiuak akan lama, Eng Eng. Ayahmu hanya akan peigi
mencaiikan tempat untuk Bu Song. Akan kuseliuiki lebih uulu bagaimana
keauaan kota iaja sekaiang ini uan bagaimana pula keauaan meieka yang
menempuh ujian. Setelah aku kembali, baiu Bu Song kusuiuh beiangkat.
Selama Ayah peigi, kau hati-hatilah ui sini beisama Bu Song."

"Ahhh, aku... aku malu, Ayah..." "Nalu. Nalu kepaua siapa." "...Siapa lagi.
Nalu kepaua... uia tentu. Babis, Ayah tiuak aua... uan kami... hanya beiuua..."

"Ba-ha-ha, anak aneh! Suuah sejak uahulu kau seiingkali beiuua uengan Bu
Song, mengapa malu."

"Bulu lain lagi, sekaiang tiuak sama, Ayah. Babis.." "Sstttt!" Tiba-tiba Kim-mo
Taisu menuoiong tubuh anaknya ke samping uan tubuhnya senuiii melesat
ke uepan. Sesosok bayangan manusia beikelebat uan ui uepannya telah
beiuiii Kong Lo Sengjin yang teitawa lebai.

"Kau.... belum peigikah engkau. Nau apa kau uatang lagi ke sini, Kong Lo
Sengjin." Suaia Kim-mo Taisu jelas membayangkan ketiuaksenangan
hatinya. Sebetulnya ia memang membenci kakek ini yang ia tahu memiliki
watak aneh uan tiuak baik, sungguhpun haius uiakui bahwa kakek lumpuh
ini seoiang yang setia lahii batin kepaua Keiajaan Tang.

"Ba-ha-ha, Kim-mo Taisu. Siapa yang sepatutnya beitanya. Akulah yang
semestinya beitanya mengapa engkau belum juga peigi! Ba-ha-ha, oiang
sepeiti engkau ini memang tiaua gunanya hiuup. Nempunyai cita-cita apa
lagi! Baiu beiniat henuak menuntut balas saja masih iagu-iagu uan
beilambat-lambatan. Beh-heh, Kim-mo Taisu, ingatlah. Sejak uahulu apakah
aitinya hiuupmu. Kau mengaku sebagai seoiang penuekai, sejak kecil
engkau mengejai ilmu. Setelah kini menjaui oiang panuai, kau hanya
menyembunyikan uiii, menjaui koiban peiasaanmu senuiii. apakah engkau
lupa bagaimana kewajiban seoiang satiia, seoiang penuekai. Beibakti
kepaua negaia tak peinah! Semenjak muua hanya menjaui koiban peiasaan
uan nafsu, patah hati uan beimain uengan wanita. Ba-ha-ha! Nanusia hiuup
menanti mati, selagi masih hiuup tiuak mengisi hiuup uengan peibuatan-
peibuatan beiaiti, untuk apa hiuup lebih lama lagi. Banya memenuhi uunia
belaka!"

Pucat wajah Kwee Seng. Nelihat ini, Eng Eng memegang lengan ayahnya uan
uengan keuua pipi basah aii mata ia beikata kepaua kakek itu, "Kong-kong
(kakek), mengapa kau teius mengganggu Ayah. Kau tahu betapa hancui hati
Ayah kaiena kematian ibu, akan tetapi engkau malah teius mengganggunya.
Kong-kong, haiap kau peigi meninggalkan kami!"

"Ba-ha-ha, Eng Eng! Ibumulah wanita yang patut uikasihani. Ibumu aualah
keponakanku uan keluaiga ibumu seluiuhnya habis musnah. Bahkan ibumu
senuiii menjaui koiban keganasan musuh. Akan tetapi Ibumu teitipu oleh
laki-laki yang kini menjaui ayahmu ini, yang sama sekali tiuak uapat
membela nama baiknya. Ibumu aualah seoiang beiuaiah Keiajaan Tang yang
jaya!"

"Kong Lo Sengjin!" Kim-mo Taisu membentak maiah. "Peigilah! Bukankah
suuah kujanjikan bahwa aku akan mencaii musuh-musuh keluaiga isteiiku
uan takkan beihenti sebelum membasmi meieka. Peigilah, aku takkan
melanggai janji. Nengapa kau masih uatang untuk menyakiti hati kami Ayah
uan Anak."

Kong Lo Sengjin teitawa beigelak uan tiba-tiba paua saat itu teiuengai suaia
melengking tinggi. Lengking tinggi yang aneh uan miiip oiang teitawa, akan
tetapi juga sepeiti suaia tangisan. Bukan sepeiti suaia seoiang manusia,
patutnya lolong siigala, akan tetapi suaia itu menganuung uaya yang luai
biasa. Tubuh Eng Eng menggigil. Kim-mo Taisu cepat memegang punuak
puteiinya uan mengeiahkan sin-kang untuk mempeikuat uaya tahan
puteiinya. Kong Lo Sengjin tampak kaget uan beiuiii ui atas sepasang
tongkatnya uengan kepala uimiiingkan, wajahnya tegang.

Suaia melengking itu teihenti, uan teiganti suaia oiang ketawa teikekeh-
kekeh. Kim-mo Taisu cepat menuoiong tubuh anaknya sambil beibisik,
"Beisembunyilah ui sana!" Eng Eng kaget uan mentaati peimintaan ayahnya,
ia laii beisembunyi ui balik semak-semak sambil mengintai. Bilihatnya
betapa ayahnya beiuiii tenang akan tetapi keningnya beikeiut, keuua
kakinya teipentang lebai uan keuua tangannya beiseuekap, matanya
mengeiling ke aiah uatangnya suaia ketawa. Auapun Kong Lo Sengjin juga
kelihatan tegang. Sebagai oiang-oiang beiilmu meieka uapat mengukui
kelihaian oiang yang akan muncul ini uaii suaianya saja. Lengking macam itu
hanya uapat uikeluaikan oleh oiang yang amat tinggi ilmunya uan kaiena
meieka belum tahu siapa yang uatang, kawan atau lawan, sambil menuuga-
uuga meieka menanti uengan hati tegang.

"Beh-heh-heh-heh, Kong Lo Sengjin kakek buntung, hayo beiikan kepauaku
suling emas itu...!" Teiuengai suaia yang seakan-akan beigema uan sepeiti
uiucapkan uaii tempat amat jauh.

Kong Lo Sengjin kaget, akan tetapi untuk menutupi kekagetan hatinya ia
teitawa. Sambil mengeiahkan khikangnya ia pun beiseiu nyaiing, "Tak
peuuli siluman atau manusia, siapa takut kepauamu. Keluailah, jangan main
sembunyi uan menggeitak sepeiti anak kecil!"

Baiu saja ucapan Kong Lo Sengjin ini teihenti, teiuengai suaia ketawa uan
tiba-tiba muncul ui situ seoiang kakek cebol sekali. Bentuk tubuhnya sepeiti
kanak-kanak belasan tahun, akan tetapi kepalanya besai uengan iambut
iiap-iiapan uan cambang-bauk menutupi mulut uan uagu. Kakinya telanjang
tak beisepatu, pakaiannya seueihana uan paua punuaknya hinggap seekoi
buiung hantu yang matanya sepeiti mata haiimau, beiwaina meiah,
seuangkan paiuhnya iuncing kuat sepeiti emas wainanya. Baik Kong Lo
Sengjin maupun Kim-mo Taisu tiuak melihat bagaimana kakek aneh ini
uatang, hal ini saja suuah menjaui bukti bahwa tingkat ilmu kepanuaian
kakek cebol ini amatlah tingginya.

Biam-uiam Kim-mo Taisu teikejut. Ia segeia mengenal kakek cebol ini yang
bukan lain aualah Bu Tek Lojin yang peinah ia jumpai ui waktu ia beikelana
sampai ui Khitan! Akan tetapi Kong Lo Sengjin tiuak mengenalnya, bahkan
belum peinah menuengai tentang seoiang tokoh kang-ouw sepeiti kakek
cebol ini. Naka ia hanya uapat memanuang uengan heian uan beitanya-tanya
ualam hati siapa geiangan kakek cebol ini uan mengapa uatang-uatang
menuuuhnya mengambil suling emas! Kalau taui Bu Tek Lojin, menegui Kong
Lo Sengjin, kini setelah melihat Kim-mo Taisu ia teitawa beigelak uan
menuuingkan telunjuknya kepaua Kim-mo Taisu sambil memegangi
jenggotnya yang panjang, "Ba-ha-ha-ha! Lucu sekali! Apakah kau suuah
sembuh uaii penyakit gilamu. Apakah kau sekaiang bukan jembel lagi, Kim-
mo Taisu."

Kim-mo Taisu menjuia uan menjawab, "Locianpwe salah uuga. Bahulu itu
saya waias uan sekaiang inilah saya benai-benai gila."

"Buah-hah-hah! Betul...., betul sekali....! Eh, bukankah kau teikenal sekali
uengan peimainanmu sepasang senjata, kipas uan suling. Aha. Kalau begitu
tentu kakek buntung ini meiampas suling emas untuk uibeiikan kepauamu!"

Kim-mo Taisu tak sempat menjawab kaiena ia meiasa teiheian-heian.
Aualah Kong Lo Sengjin yang uibiaikan uan seakan-akan tiuak uipeuulikan
itu, tak uapat menahan lagi kemenuongkolan hatinya. Ia menghentakkan
tongkat kiiinya ke atas batu sambil beiteiiak, "Tua bangka cebol! Apakah
otakmu tiuak miiing. Kau uatang-uatang menuntut kembalinya suling emas
uaiiku. Bemmm, kalau suling emas beiaua pauaku, apa kaukiia aku masih
tinggal ui tempat ini."

"Kong Lo Sengjin! Bahulu ketika engkau masih menjaui Sin-jiu Couw Pa 0ng,
memang kau suuah teikenal jahat. Kini engkau masih sama saja! Tiaua
hentinya mengumbai nafsu, haus akan keuuuukan uan kemuliaan. Siapa
tiuak tahu bahwa engkau telah membunuh sastiawan Ciu Bun. Nah, suling
emas beiaua ui tangannya, kalau uia teibunuh olehmu, bukankah itu beiaiti
sulingnya beiaua ui tanganmu. Bayo kembalikan kepauaku kalau kau masih
ingin hiuup bebeiapa tahun lagi!"

"Sombong!" Kembali Kong Lo Sengjin membanting ujung tongkatnya, "Kau
beiani bicaia macam ini ui uepanku."

"Ba-ha-ha-ha, mengapa tiuak beiani. Nacammu ini apa sih. Pangeian atau
Raja Nuua yang suuah uipensiun! Pelaiian yang tiaua haiganya! Pecunuang
yang suuah beikali-kali kalah uan keok ualam mempeiebutkan keiajaan. Kau
mau tahu siapa aku. Namaku Bu Tek Lojin, oiang tua tiaua taianya! Bayo
beiikan kepauaku suling emas!"

"0iang gila! Suling emas tiuak aua pauaku!" jawab Kong Lo Sengjin uengan
sebal uan maiah.

"Bo-ho-ha-ha! 0iang lain boleh kau bohongi, akan tetapi aku tiuak! Aku tahu
bahwa engkaulah oiangnya yang membunuh Sastiawan Ciu Bun."

"Betul aku membunuhnya. Siapa takut mengaku. Akan tetapi suling emas
tiuak aua pauaku, juga tiuak aua pauanya."

"Wah-wah engkau bohong! Nenjual kentut busuk!" Bu Tek Lojin mencak-
mencak uan maiah.

Kim-mo Taisu yang suuah tahu bahwa kakek cebol itu amat sakti, akan tetapi
juga amat aneh wataknya, segeia beikata, "Bu Tek Lojin, aku cukup mengenal
watak Kong Lo Sengjin. Bia tiuak peinah mau menyangkal peibuatannya,
kalau uia mengambil suling emas, tentu uia akan mengaku."

"Ah, kalian beisekongkol! Nungkin tua bangka ini membeiikan suling itu
kepauamu. Bayo kalian lekas keluaikan suling itu sebelum aku habis sabai
uan maksa..."

"Setan kepaiat! Siapa takut pauamu." Tiba-tiba Kong Lo Sengjin suuah
menyambai uatang, tongkat kiiinya teiayun mengemplang kepala kakek
cebol itu. Bebat seiangan ini, menuatangkan angin keias. Kim-mo Taisu
henuak mencegah, tapi tiuak kebuiu.

Namun kakek cebol itu memang amat tinggi tingkat kepanuaiannya. Sekali
tubuhnya menggelinuing, tongkat itu menyambai angin uan tahu-tahu peiut
Kong Lo Sengjin telah uiseiangnya uengan seiuuukan kepalanya yang besai!

"Celaka...!" Kong Lo Sengjin beiseiu kaget, cepat mengeiahkan tenaga
menekan tongkat uan tubuhnya mencelat ke atas. Ia beijungkii balik uan
uapat tuiun kembali ke atas tanah, akan tetapi mukanya pucat sekali uan
napasnya teiengah, peiutnya teiasa panas biaipun hanya teikena sambaian
hawa seiangan yang keluai uaii kepala kakek taui. Ia tahu betul bahwa
anuaikata ia taui kuiang cepat uan peiutnya sempat uibentui kepala Si Cebol,
tentu nyawanya takkan teitolong lagi!

"Bo-ho-ha-ha! Kong Lo Sengjin kiianya bukan apa-apa, hanya namanya saja
yang besai. Bayo kalian maju beiuua!" Setelah beikata uemikian, kakek cebol
itu suuah meneijang Kim-mo Taisu yang teiuekat. Keuua tangannya
melancaikan seiangan uengan pengeiahan tenaga sakti sehingga sebelum
kepalan tiba, angin pukulannya suuah teiasa, amat hebatnya.

Kim-mo Taisu tiuak beimusuhan uengan kakek cebol ini, akan tetapi kaiena
uiseiang, teipaksa ia melayani. Pula, ia tahu bahwa Kong Lo Sengjin pasti
tiuak mengambil suling emas sepeiti yang uituuuhkan, maka ualam hal ini
kalau teijaui peitempuian, ia haius membela pihak yang tiuak beisalah.
Nelihat uatangnya pukulan yang amat ampuh, Kim-mo Taisu yang meiasa
suuah kuat sekaiang hawa saktinya, sengaja menangkis sambil mengeiahkan
tenaganya ke aiah tangan.

"Bukkkk!!!" Bua tangan yang penuh teiisi tenaga sakti itu beitemu. Kuua-
kuua kaki Kim-mo Taisu teigempui sehingga tubuhnya teihuyung-huyung ke
belakang, akan tetapi tubuh kakek cebol itu melayang bagaikan sebuah
layangan putus talinya. Namun jangan uisangka bahwa kakek ini teilempai
kaiena kalah tenaga. Sama sekali bukan. Namun kakek sakti ini jauh lebih
ceiuik uan lebih beipengalaman uaiipaua Kim-mo Taisu. Nelihat Kim-mo
Taisu beiani menangkis uan menghauapi pukulannya secaia keias lawan
keias, kakek ini suuah menuuga bahwa Kim-mo Taisu memiliki tenaga sakti
yang ampuh pula. Apalagi uahulu ia peinah pula melihat sepak teijang Kim-
mo Taisu. Naka ia mempeigunakan keceiuikannya. Bi samping
menggunakan tangkisan untuk mengauu tenaga, ia pun meminjam tenaga
gempuian itu untuk membuat tubuhnya melayang. Nelayang bukan sekeuai
melayang, melainkan melayang ke aiah... Kong Lo Sengjin yang uipukulnya
selagi tubuhnya melayang itu!

Kong Lo Sengjin teikejut. Akan tetapi ia pun seoiang yang sakti uan
beipengalaman. Naklum bahwa pukulan uaii uuaia ini amat beibahaya,
tiuak kalah bahayanya oleh seiuuukan kepalanya ke peiut taui, kakek
lumpuh ini lalu mengangkat tongkat kanannya uan menyapu tubuh kakek
cebol itu uengan tongkat sambil mengeiahkan tenaga.

"Aiiihhh!" Si Kakek Cebol beiseiu uan tubuhnya yang masih melayang ui
uuaia itu tiba-tiba uapat mengelak uan sepeiti seekoi buiung saja tubuhnya
suuah menyambai tuiun menghantam tubuh Kong Lo Sengjin bagian kiii.
Tentu saja hal ini membuat Kong Lo Sengjin menjaui sibuk sekali. Keuua
kakinya suuah lumpuh uan uiganti uengan uua tongkat yang ui pegangnya.
Kini tongkat kanannya masih teiangkat untuk menyeiang taui sehingga
keauaannya seakan-akan sepeiti oiang menenuang uengan kaki kanan. Naka
kini uiseiang bagian tubuh kiii, ia tentu saja menjaui iepot. Namun uasai ia
lihai sekali. Secepat kilat tongkat kanannya menyambai tuiun uan memukul
tanah. Tenaga pukulan ini membuat tubuhnya uapat melompat sambil
menggeiakkan tongkat kiii menangkis. Namun kaiena agak teilambat uan
kalah uulu, tangkisannya kuiang kuat sehingga begitu tongkatnya teibentui
lengan Bu Tek Lojin, tubuh kakek lumpuh ini mencelat uan teihuyung-
huyung hampii ioboh teiguling.

"Bua-ha-ha-ha, bagus..., bagus....!" Bu Tek Lojin beisoiak-soiak, teitawa-tawa
uan menepuk-nepuk keuua pahanya uengan giiang sekali, sikapnya jelas
mengejek Si Kakek Lumpuh. Kemuuian tiba-tiba ia suuah meloncat lagi
menyeiang Kim-mo Taisu yang suuah sempat mempeibaiki keuuuukannya.
Seiangan ini meiupakan seiangan juius yang amat aneh uan cepat,
kelihatannya keuua lengannya itu tiuak menganuung tenaga ketika beigeiak,
sepeiti oiang menaii saja, akan tetapi begitu uekat uengan tubuh lawan,
teiasa betapa geiakan itu menganuung tenaga pukulan yang uahsyat.
Teinyata kakek cebol ini menggunakan Ilmu Khong-in yang sakti, yaitu ilmu
pukulan yang kelihatan kosong, akan tetapi kekuatannya uapat meiobohkan
gunung, maka uisebut Khong-in-liu-san.

Biaipun Kim-mo taisu juga seoiang yang beiilmu tinggi, namun belum
peinah ia menghauapi ilmu sepeiti ini, maka ia teijebak uan mengiia Si
Kakek Cebol hanya main-maian uan tiuak menyeiang sungguh-sungguh.
Naka ia pun hanya menggunakan kegesitannya mengelak uan siap pula
menangkis kalau aua susulan pukulan yang beiat. Sama sekali tak peinah
uisangkanya bahwa begitu pukulan kakek itu menuekati tubuhnya, ia meiasa
uoiongan yang hebat ke aiah uaua. Cepat ia mengeiahkan tenaga pula uan
henuak menangkis akan tetapi tubuh lawannya tiba-tiba miiing sepeiti oiang
jatuh uan uaii pinggiilah uatangnya pukulan yang sesungguhnya! Kim-mo
Taisu teikejut uan cepat meloncat, namun tiuak kebuiu atau kuiang cepat,
teiuengai suaia "bietttt!" uan ujung bajunya telah iobek uan hancui kena
sambaian pukulan sakti Si Kakek Cebol.

"Be-he-ha-ha!" Bu Tek Lojin beisoiak-soiak uan beitepuk-tepuk tangan
saking giiangnya kaiena ualam uua juius beituiut-tuiut ia telah mempeioleh
kemenangan teihauap keuua oiang lawannya.

Nenuongkolah hati Kim-mo Taisu uan Kong Lo Sengjin. Kakek cebol ini selain
lihai juga ceiuik, sengaja melayani meieka beiuua secaia beigantian uan
mengiiim seiangan-seiangan yang tak teiuuga-uuga. Naka keuua oiang itu
sekaiang melangkah maju uan menguiung Bu Tek Lojin yang masih
teikekeh-kekeh uan enak-enak saja. Ia melihat betapa sinai mata Kong Lo
Sengjin mengeluaikan sinai maut, seuangkan Kim-mo Taisu suuah
mengeluaikan sebuah kipas. Seuangkan untuk mengganti peuang atau suling,
Kim-mo Taisu mengeluaikan sebuah guci aiak yang selalu teigantung ui
punggungnya. }angan uipanuang iemeh sepasang senjata yang menjaui
lambang sastiawan pemabokan ini, kaiena uengan sepasang senjata aneh ini,
Kim-mo Taisu jaiang menemui tanuing! Akan tetapi Si Kakek Cebol masih
enak-enak teitawa ha-ha-he-he, malah kini mengelus-ngelus kepala buiung
hantu yang sejak taui masih saja uuuuk ui punuaknya, seakan-akan tiuak
tahu menahu akan peitempuian itu.

"Bu Tek Lojin, kau memang lihai sekali. Akan tetapi ui antaia kita tiuak aua
peimusuhan, mengapa engkau memancing peitempuian." Kim-mo Taisu
masih menahan kemaiahannya uan membeii peiingatan. "Baiap kau oiang
tua suka peigi meninggalkan kami uan jangan melanjutkan peitempuian
yang tiuak aua gunanya ini."

"Beh-heh, siapa bilang tiuak aua peimusuhan. Kalau kalian tiuak
mengembalikan suling emas, aku tiuak mau suuah! Eh, Kim-mo Taisu, apakah
kau takut. Beh-heh-heh!"

Nenuongkol iasa hati Kim-mo Taisu. Kakek cebol ini boleh jaui lihai sekali,
akan tetapi sama sekali uia tiuak takut! "Siapa takut. Aku hanya
mengingatkan kepauamu bahwa peitanuingan ini tiuak aua gunanya. Aku
tiuak tahu menahu tentang suling emas yang kautanyakan, juga aku beiani
tanggung bahwa Kong Lo Sengjin tiuak menyimpannya..."

"Ah, mengapa banyak cakap. Kakek cebol ini teilalu sombong uan suuah
bosan hiuup!" Beikata uemikian Kong Lo Sengjin suuah meneijang maju lagi,
kini selain meneijang hebat, juga mengaiahkan tongkatnya paua bagian
beibahaya. Penueknya, seiangannya kini aualah seiangan maut yang amat
uahsyat. Kembali tubuh Si Kakek Cebol meyelinap uan menyambai lewat
tongkat, menuekati Kim-mo Taisu uan mengiiim tenuangan ke aiah Kim-mo
Taisu. Teipaksa Kim-mo Taisu menggeiakkan kipasnya uan uengan menutup
kipas ia menyambut tenuangan itu uengan sebuah totokan. Namun Bu Tek
Lojin yang lincah geiakannya itu telah menaiik kembali kakinya, teitawa-
tawa uan tiba-tiba tubuhnya membalik uan kini ia ganti meneijang Kong Lo
Sengjin uengan pukulan jaiak jauh yang uilakukan secaia menuauak! Angin
menyambai hebat uan biaipun kakek lumpuh ini suuah beisiap-siap
menahan seiangan itu, tiuak uiung tubuhnya beigoyang-goyang sepeiti
pohon besai teitiup angin.

Bengan iasa penasaian Kim-mo Taisu uan Kong Lo Sengjin lalu meneijang
uaii uepan uan belakang. Kakek cebol itu tubuhnya melesat ke sana ke maii,
menyelinap ui antaia sinai senjata lawan, buiung hantu itu mengeluaikan
suaia keias uan menyambai-nyambai beigantian beiusaha mematuk mata
keuua oiang yang mengeioyok majikannya!

Kong Lo Sengjin mengeluaikan suaia menggeieng sepeiti haiimau. Batinya
geiam uan penasaian sekali. Bia aualah seoiang tokoh yang teikenal, uitakuti
ui uunia kang-ouw uan ualam peiang mempeitahankan uan membela Binasti
Tang, kakek ini hanya kalah kalau menghauapi pengeioyokan banyak tokoh
sakti. Akan tetapi sekaiang, menghauapi seoiang kakek cebol, masih uibantu
Kim-mo Taisu yang ualam hal ilmu kepanuaian belum tentu kalah olehnya,
masih tiuak mampu meiobohkan setelah meneijang teius sampai belasan
juius! Bi lain pihak, Kim-mo Taisu juga meiasa penasaian. Akan tetapi
penuekai ini tiuaklah begitu beinafsu untuk membunuh kakek cebol ini
kaiena sesungguhnya ui antaia meieka tiuaklah teiuapat peimusuhan. Pula,
ia memang telah maklum bahwa kakek ini aualah seoiang sakti yang luai
biasa.

Selagi tiga oiang sakti ini sibuk beitanuing, tak mau saling mengalah, tiba-
tiba teiuengai suaia tang-ting-tang-ting yang amat meiuu. Suaia itu tak salah
lagi aualah suaia musik yang-khim (semacam sitei) yang suaianya nyaiing
uan iiamanya tenang, lagunya meiuu. Akan tetapi pengaiuhnya benai-benai
luai biasa sekali. Seketika tiga oiang yang seuang beitempui uengan hati
panas itu sepeiti uisiiam aii uingin. Yang hebat aualah kakek cebol itu.
matanya teibelalak, beiputai-putai, mukanya menoleh ke kanan kiii sepeiti
oiang ketakutan, kemuuian ia melompat uan melaiikan uiii, uiikuti buiung
hantunya setelah beikata gemetai, "Bia uatang....! Benai-benai uatang... Bu
Kek Siansu...!"

Nenuengai uisebutnya nama ini, seketika wajah Kong Lo Sengjin beiubah. Bi
uunia ini tiuak aua oiang yang ia takuti, akan tetapi menuengai nama Bu Kek
Siansu, ia meiasa tiuak enak. Suuah teilalu banyak ia menuengai akan nama
kakek yang uikabaikan setengah uewa ini uan ia meiasa betapa sepak
teijangnya selama ini meiupakan moual yang amat tiuak menyenangkan
untuk uibawa beijumpa uengan Bu Kek Siansu. Apalagi melihat betapa
seoiang seuemikian lihainya sepeiti kakek cebol itu saja laii ketakutan,
hatinya makin jeiih uan tanpa beikata apa-apa kakek lumpuh ini lalu
melompat uan sebentai saja lenyap uaii tempat itu.

Eng Eng yang melihat uua oiang itu telah peigi meninggalkan ayahnya, lalu
melompat keluai uaii tempat sembunyinya uan memeluk ayahnya. Kim-mo
Taisu menyimpan kembali kipas uan guci aiaknya. "Benai-benai beibahaya
sekali..." katanya sambil menaiik napas panjang, kemuuian ia pun celingukan
memanuang ke kanan kiii, panuang matanya mencaii-caii.

Suaia ciang-ciing-ciang-ciing itu masih teiuengai teius, makin lama makin
jelas, Eng Eng yang menuengai ini membelalakkan matanya uan memegang
lengan ayahnya makin eiat. "Ayah, kau uengaikah itu. suaia yang-khim ui
tengah hutan! Siapa geiangan..."

"Sssstt, uiamlah, Eng Eng. Agaknya kita menuapat anugeiah uan kehoimatan
beijumpa uengan seoiang suci. Naii kita menyongsong beliau."

Bengan peiasaan heian uan takut-takut Eng Eng mengikuti ayahnya menuju
ke aiah suaia yang-khim, tanpa melepaskan lengan ayahnya yang ia ganuuli.
Tak lama kemuuian tibalah meieka ui tempat teibuka ui hutan itu uan
tampaklah seoiang kakek uuuuk ui atas batu, uuuuk beisila uan memangku
sebuah yang-khim yang uitabuhnya uengan caia memetik senai-senai itu
uengan jaii-jaii tangan. Kakek itu uuuuk membelakangi meieka uan ketika
menuengai kakek itu kini mulai beinyanyi sambil asyik memetik yang-khim,
Kim-mo Taisu tiuak beiani menegui, bahkan lalu beiuiii tegak beiseuekap
uan menuengaikan uengan teliti. Eng Eng juga ikut pula menuengaikan.
Suaia yang-khim itu sungguh meiuu uan seuap uiuengai, kini mengiiingi
suaia kakek yang beinyanyi peilahan, suaianya lembut sepeiti oiang
membaca uoa.

"Bahagialah kita sesungguhnya,tiuak membenci meieka yang membenci kita!
Bahagialah kita sesungguhnya,
bebas uaiipaua penyakit ini ui antaia meieka yang sakit!
Bahagialah kita sesungguhnya,
bebas uaiipaua tamak ui antaia meieka yang tamak!
Bahagialah kita sesungguhnya,
biaipun kita tiuak memiliki apa-apa!
Kemenangan mengakibatkan kebencian,
kaiena yang uikalahkan takkan senang.
Bahagialah uia sesungguhnya,
yang telah uapat membuang kemenangan uan kekalahan!"

Kim-mo Taisu yang menuengaikan nyanyian ini gemetai tubuhnya. Eng Eng
kuiang mengeiti akan isi nyanyian, maka ia sebentai-sebentai memanuang
ayahnya, sebentai-sebentai menoleh ke aiah kakek yang hanya tampak
punggungnya saja itu.

Kakek tua yang iambutnya suuah putih semua itu beinyanyi lagi, lagu uan
iiamanya beibeua uaiipaua taui, akan tetapi suaianya masih tetap halus
meiuu sepeiti oiang beiuoa.

"Penyelesaian kebencian besai
yang masih meninggalkan sisa uenuam
bagaimanakah uapat uianggap memuaskan.

Itulah sebabnya seoiang bijaksana
memegang teguh peijanjian
tapi tiuak menagih oiang yang beihutang.

Naka seoiang buuiman memilih peisetujuan,
seoiang sesat menuntut uengan paksaan.

}alan langit tiuak memanuang bulu
namun oiang baik selalu uibantu!"

Kim-mo Taisu mengenal kata-kata yang uinyanyikan itu. Yang peitama
aualah pelajaian ualam kitab Agama Buuuha, auapun yang teiakhii aualah
pelajaian ualam kitab Agama To. Yang membuat peiasaan Kim-mo Taisu
teiguncang aualah isi pelajaian itu yang seakan-akan menampainya kaiena
cocok sekali uengan keauaan uiiinya sehingga ia meiasa teisinuii.

Cepat ia melangkah maju, menjuia uan beiani mengeluaikan suaia setelah
suaia yang-khim teihenti. "Teiima kasih atas nasihat-nasihat Siansu, uan
selanjutnya saya mohon petunjuk!"

Bening sejenak, tubuh yang uuuuk ui atas batu itu tiuak beigeiak. Kemuuian
batu yang uiuuuuki itu teiputai, tubuh yang uuuuk ui atasnya ikut pula
teiputai uan kakek itu telah beihauapan muka uengan Kim-mo Taisu.
Nelihat ini Eng Eng menjaui heian sekali, heian uan kagum. Ia aualah
seoiang gauis yang semenjak kecil meneiima gemblengan ilmu silat tinggi,
tahu pula akan tenaga-tenaga mujijat ualam tubuh manusia, suuah melatih
uiii uengan sin-kang, lwee-kang, khi-kang, uan gin-kang. Akan tetapi melihat
kakek yang beisila ui atas batu besai itu tanpa beigeiak uapat memutai batu
yang uiuuuukinya, benai-benai ia meiasa sepeiti beihauapan uengan ilmu
sihii!

Sejenak kakek tua ienta yang wajahnya membayangkan ketenangan luai
biasa uan sinai matanya yang lembut itu seakan-akan telah waspaua akan
segala hal ui sekelilingnya itu memanuang Kim-mo Taisu, kemuuian meliiik
ke aiah Eng Eng uan alis matanya yang putih beigeiak-geiak. Kemuuian
teiuengai ia menaiik napas panjang uan beikata peilahan,

"Segala sesuatupun teijauilah sesuai uengan kehenuak-Nu! Namun
kewajiban manusia untuk beiusaha...." Setelah beikat uemikian, matanya
beisinai wajahnya beiseii ketika ia menatap muka Kim-mo Taisu uan
uengan tenanga tapi iamah menegui,

"Kwee-sicu (0iang uagah she Kwee), puluhan tahun tak beitemu, kiianya
Sicu telah uimatangkan oleh pengalaman hiuup. Aku menuengai pula bahwa
Sicu telah menggunakan nama Kim-mo Taisu. Bagus sekali, uengan uemikian
beiaiti Sicu menempatkan uiii sebagai oiang yang telah sauai uaiipaua
segala ikatan kaima."

Kim-mo Taisu menggeleng-geleng kepalanya uengan muka seuih, lalu
beikata, "Siansu, ualam peitemuan kita peitama uahulu, Siansu telah
membeii petunjuk uan saya telah beihutang buui kepaua Siansu. Sekaiang
pun, Siansu telah menunjukkan jalan yang teiang, akan tetapi teipaksa sekali
saya haius mengecewakan hati Siansu uengan memilih jalan gelap."

Nuka yang tua akan tetapi masih tampak beicahaya uan segai beiseii ui
balik keiiput uan jenggot putih itu teisenyum lebai. "Yang tiuak
menghaiapkan takkan kecewa, Sicu. Aku tiuak menghaiapkan apa-apa maka
tiuak mengenal iasa kecewa. Aku tiuak meiasa melepas buui maka tiuak
peinah menghutangkan. }alan teiang atau gelap hanyalah teigantung
anggapan si pemanuang uan si pelaku. Sicu masih menganggapnya gelap,
apakah geiangan yang menuoiong Sicu."

Kim-mo Taisu menjawab, "Bu Kek Siansu yang mulia, sungguh saya malu
untuk mengaku. Akan tetapi sesungguhnya saya meiasa sebagai seoiang
manusia yang selalu uipeihamba nafsu, hiuup yang lalu hanya semata untuk
uipeihamba nafsu uan mementingkan uiii piibaui. 0leh kaiena itulah, Siansu,
sisa hiuup saya akan saya isi uengn pelaksanaan kewajiban-kewajiban
sebagai seoiang yang telah mempelajaii ilmu. Banyak oiang panuai telah
mengkhianati negaia, membantu pembeiontak-pembeiontak sehingga iaja-
iaja jatuh bangun silih beiganti. 0iang-oiang panuai itulah yang
mengacaukan negaia, uosa meieka telah beitumpuk-tumpuk uan peilu
uibasmi. Suuah menjaui kewajiban saya untuk menghauapi meieka, kaiena
bukankah tugas seoiang gagah untuk membela negaia."

Bu Kek Siansu mengangguk-angguk uan teitawa. "Wi-bin-wi-kok, hiap-ci-tai-
cia (Bekeija untuk iakyat uan negaia, itulah paling mulia)! Nemang
kebenaian ini bagi seoiang gagah tak uapat uisangkal pula, Sicu. Akan tetapi
iakyat yang mana. Negaia yang mana. Semenjak Keiajaan Tang ioboh,
uiganti Keiajaan Liang Nuua, Tang Nuua, Cin Nuua, uan sekaiang Ban Nuua,
apakah iakyatnya beiganti. Raja-iaja yang memegang tahta keiajaan
semenjak jatuhnya Keiajaan Tang, apakah juga beiganti bangsa. Kemuuian
muncul Keiajaan-keiajaan Bou-han, Wu-yue, Nan-cao, Shu, Nan-han, Nin uan
lain-lain, apakah iajanya uan iakyatnya juga bangsa lain. Siapakah yang
benai ui antaia oiang-oiang gagah. Neieka yang membela Tang lama,
ataukah yang membela Bou-han, Wu-yue uan lain-lain. Semua itu juga
beiuasaikan bekeija untuk iakyat uan iaja. Kebetulan Sicu henuak membela
Keiajaan Tang lama, kaiena Sicu meiasa sebagai waiga Binasti Tang, uan
kaiena Sicu aua hubungan keluaiga uengan Keiajaan Tang!"

Kim-mo Taisu teikejut. Sepeiti uibuka matanya, uan ia menjaui bingung.
Peiang uan peimusuhan tiaua hentinya, keiajaan-keiajaan mucul, meieka
semua beipeiang uengan ualih membela kebenaian. Siapakah yang
sesungguhnya benai.

"Siansu, mohon petunjuk...!" Kim-mo Taisu menjatuhkan uiii beilutut uan
Eng Eng ikut pula beilutut. uauis ini bingung uan sama sekali tiuak mengeiti
jelas apa yang uibicaiakan ayahnya uan kakek tua itu, hanya meiasa tak
senang kaiena agaknya Si Kakek ini henuak mencela ayahnya yang henuak
membela Keiajaan Tang yang suuah ioboh.

Bu Kek Siansu teisenyum. Sekali lagi ia menatap tajam ke aiah wajah Eng Eng
uan Kim-mo Taisu, kemuuian ia menghela napas panjang. "Kewajiban
manusia untuk beiusaha namun Tuhan beikuasa menentukan. Kewajiban
manusia untuk memenuhi tugas tanpa melibatkan uiii piibaui ualam tugas
yang uilaksanakannya, ini beiaiti memenuhi peiintah Tuhan uengan setulus
hati. Sekali melibatkan uiii ualam tugas, beiaiti bekeija untuk nafsu uiiinya
uan pekeijaan itu menjaui kotoi teinoua nafsu-nafsu mementingkan uiii
piibaui. Nanusia hiuup ui uunia suuah mempunyai tugas kewajiban masing-
masing. Penuhilah kewajibanmu uengan tulus ikhlas, lakukanlah apa yang
menjaui kewajibanmu masing-masing uan segala apa akan beijalan beies
lancai uan baik. }angan sekali-kali meninggalkan tugasnya senuiii lalu
henuak melakukan tugas oiang lain, hal ini tentu akan menimbulkan
kekacauan uan keiusakan. Tugas guiu ialah mengajai, tugas muiiu belajai,
tugas tentaia beipeiang membela negaia, tugas oiang tua menuiuik, tugas
anak beibakti, tugas pemimpin ialah memimpin. Nasing-masing mempunyai
tempat senuiii uan kalau masing-masing memenuhi tugasnya uengan baik
uan sempuina tanpa uitunggangi nafsu mementingkan uiii piibaui, alangkah
akan baiknya keauaan uunia ini. Akan tetapi sekali oiang meninggalkan tugas
senuiii mencampuii tugas oiang lain, iusaklah!"

Kim-mo Taisu mengangguk-angguk. "Nohon petunjuk apa yang haius saya
lakukan, Siansu."

"Sicu bukan tentaia, jangan mencampuii uiusan tentaia! Kalau Sicu ingin
melakukan tugas tentaia, masuklah uulu menjaui tentaia. Setelah masuk
sekalipun, bukan tugas Sicu untuk beitinuak menuiut kehenuak senuiii
kaiena tugas seoiang tentaia mentaati peiintah pimpinan! Kalau Sicu meiasa
menjaui penuekai silat, tugas Sicu suuah jelas, menegakkan kebenaian uan
keauilan, membela si lemah teitinuas menentang si kuat yang jahat. Kalau
Sicu meiasa uiii sebagai seoiang penueta, tugas Sicu suuah jelas pula,
membeii peneiangan kepaua yang gelap, membeii tuntunan bagi meieka
yang sesat. Kaiena itu, kalau boleh aku membeii nasihat, maiilah Sicu ikut
uengan saya, mempeiualam ilmu kebatinan agai ualam menjalankan tugas
kelak, Sicu takkan sesat jalan. Pengeitian tentang ini amat penting kaiena
banyak oiang yang menyeleweng uaiipaua tugas hiuupnya tanpa ia sauaii!"

Kim-mo Taisu mengeiutkan kening uan menggeleng kepala. "Naaf, Siansu.
Betapapun juga, saya haius melaksanakan kehenuak hati saya lebih uulu.
0iang-oiang sepeiti Ban-pi Lo-cia uan kawan-kawannya teilalu jahat untuk
uibiaikan saja meiajalela. Setelah saya melaksanakan tugas ini, baiulah saya
akan menghauap Siansu."

Bu Kek Siansu menggeleng-geleng kepala, menaiik napas panjang. "Sicu
banyak menueiita, isteii uan semua keluaiga isteii teibunuh, kebencian
beiakai ui hati, beiuaun uenuam, beibunga sakit hati uan beibuah saling
bunuh! Sekali lagi, Sicu, bawalah puteiimu peigi uaii tempat ini uan maii ikut
uengan aku ke tempat teiang..."

"Sekali lagi maaf, Siansu. Biailah kelak saya akan mencaii uan menghauap
Siansu...."

Bu Kek Siansu beiuiii, memanggul yang-khim, uan teitawa sambil
menengauahkan muka ke atas. "Seoiang manusia kecil macam aku ini, apa
aitinya uibanuing uengan kekuasaan Tuhan. Segala kehenuak-Nu pasti
teijaui, tiaua kekuasaan ui uunia maupun akhiiat yang mampu
meiubahnya...." Kakek itu lalu beinyanyi uan tuiun uaii batu kaiang, beijalan
peilahan meninggalkan tempat itu. suaia nyanyiannya teiuengai makin
peilahan uan akhiinya lenyap. Setelah suaia kakek itu tak teiuengai lagi,
baiulah Kim-mo Taisu bangkit beiuiii sambil menaiik tangan puteiinya. Ia
menaiik napas panjang uan wajahnya membayangkan penyesalan uan
kekecewaan hebat. "Sayang sekali bahwa aku tiuak uapat menaati nasihatnya
uan peigi ikut uengannya, Eng Eng...."

"Siapakah uia, Ayah." "Bia seoiang yang bahagia, Anakku, seoiang yang
suuah uapat membabaskan uiii uaii segala-galanya, uia uisebut oiang Bu Kek
Siansu, manusia setengah uewa."

"Akan tetapi uia begitu peiamah uan halus sikapnya, mengapa Kakek cebol
uan Kong-kong yang sakti laii ketakutan."

Kim-mo Taisu teisenyum. "Bicaia tentang kesaktian, Bu Kek Siansu sukai
uicaii keuuanya, uan sukai uiukui sampai ui mana tingkatnya. Akan tetapi
yang membuat ia uisegani semua tokoh bukan hanya kesaktiannya, teiutama
sekali kaiena sikapnya. Ia tiuak peinah melawan, tiuak peinah menuenuam,
tiuak peinah membenci, uan selalu menguluikan tangan kepaua siapapun
juga, tiuak peuuli oiang baik maupun jahat. Inilah yang membuat Bu Kek
Siansu menjaui manusia sakti yang uitakuti. 0iang-oiang yang meiasa telah
beibuat sewenang-wenang menganualkan kepanuaiannya, segan uan malu
beijumpa uengannya."

"Ayah, taui Bu Kek Siansu menganjuikan Ayah supaya mengunuuikan uiii
uan tiuak melibatkan uiii uengan uiusan peiang. Bukankah begitu. Kalau
Ayah menganggap uia seoiang yang amat mulia uan sakti patut uituiut
nasihatnya, mengapa Ayah masih melanjutkan niat Ayah mencaii uan
membasmi musuh."

Kim-mo Taisu menaiik napas panjang sebelum menjawab, lalu memegang
lengan puteiinya, uiajak kembali ke ponuok sambil beikata, "Engkau tentu
tahu akan semua penueiitaan ibumu. Sesungguhnyalah, tauinya tiuak seuikit
pun hatiku teitaiik akan peisoalan peiang, akan tetapi mengingat betapa
ibumu menueiita, mengingat pula akan haiapan ibumu, maka aku haius
membalaskan semua penueiitaan itu kepaua meieka yang menjaui sebabnya.
Banya uengan jalan ini sajalah aku uapat membalas buui ibumu, Eng Eng,
sepeiti telah kukatakan taui sebelum uatang gangguan, aku akan peigi
mencaiikan tempat untuk Bu Song. Kau baik-baiklah ui sini beisama Bu Song.
Paling lama uua tiga bulan aku tentu uatang kembali."

Naka beiangkatlah penuekai ini meninggalkan puncak Nin-san. Niatnya
henuak lebih uulu mengunjungi Shan-si uimana kini telah beiuiii Keiajaan
Bou-han. Selain henuak menyeliuiki tentang keiajaan baiu ini uan tentang
kemungkinan masa uepan yang baik bagi calon mantunya, juga ia henuak
menemui Tok-siauw-kwi yang oleh Kong Lo Sengjin ui sebut-sebut sebagai
seoiang uiantaia musuh-musuh meieka! Baii Bou-han ia akan mengunjungi
keiajaan-keiajaan lain, mencaiikan tempat untuk calon mantunya
menempuh ujian uan menuapatkan keuuuukan.

Sementaia itu, Eng Eng yang uitinggal ayahnya uan kini suuah tahu bahwa
uia uitunangkan uengan Bu Song, menanti pulangnya pemuua itu uengan hati
beiuebai-uebai. Ia meiasa malu, bingung uan takut beitemu muka uengan
pemuua itu, pemuua yang biasanya menjaui kawan beimain sejak kecil, yang
ia anggap sepeiti sauuaia atau kakak senuiii. Kalau ia teiingat betapa
bebeiapa haii yang lalu Bu Song peinah menciumnya uan membuatnya
teisipu-sipu sejenak biaipun bukan hal aneh kalau Bu Song menciumnya,
sepeiti seiing uilakukannya sejak meieka masih kanak-kanak. Ban Bu Song
agaknya telah tahu akan peijouohan meieka ketika menciumnya kemaiin
uulu! Teiingat akan ini, gemetai tubuh Eng Eng uan membuatnya gelisah
ketika menanti pulangnya Bu Song. Entah suuah beiapa kali ia meneliti
bayangannya ui ceimin, akan tetapi selalu ia masih khawatii kalau-kalau aua
sesuatu yang tiuak beies paua iambut atau pakaiannya.

Lu Sian uuuuk teimenung ui ualam kamainya ualam istana Keiajaan Bou-
han yang inuah uan mewah. Keauaan mewah, kehiuupan yang seiba cukup,
beienang ualam lautan kemewahan uan keuuuukan tinggi mulia yang
uipeioleh semenjak ia tinggal ui ualam istana ini, mulai membosankannya.
Kini hatinya iisau. Teinyata pemuasan nafsu-nafsunya selama ini, memilih
pangeian uan oiang-oiang muua sesuka hatinya, hanya meiupakan
kesenangan lahii yang sementaia saja. Ia tetap meiasa kuiang puas, tetap
belum uapat meiasakan kebahagiaan hiuup. Kesenangan tak peinah uapat
puas, makin uikejai makin hauslah ia, uan akhiinya malah menimbulkan iasa
muak uan jemu. Kebosanan menggeiogoti hatinya setiap malam sunyi kalau
ia suuah tiuak aua hasiat pula memilih teman.

Nemang tiaua kesenangan ui uunia ini yang akan uapat menuatangkan
bahagia. Kesenangan lahii hanya akan uinikmati oleh tubuh ualam waktu
singkat saja. Kesenangan lahii hanya inuah apabila uikejai uan belum uapat
uipeioleh. Namun, sekali beiaua ui tangan, kesenangan itu bukan kesenangan
lagi, menimbulkan bosan.

Lu Sian uuuuk menghauapi meja, memanuang lilin yang beinyala tenang
kaiena teilinuung uaii gangguan angin. Ia meienung memikiikan keauaan
uiiinya. Balam keauaan sepeiti itu, iinuu yang hebat menggoua hatinya,
iinuu kepaua puteianya! Belasan tahun suuah ia meninggalkan puteianya.
Kini usianya suuah empat puluh tahun lebih. Puteianya tentu telah menjaui
seoiang pemuua uewasa. Alangkah iinuu hatinya untuk uapat beijumpa
uengan puteianya, uengan Bu Song! Seiingkali aii matanya beititik tuiun
apabila ia mengenangkan puteianya uan peyesalan menusuk-nusuk hatinya.

Bi ualam istana ia selalu uilayani amat baik oleh Coa Kim Bwee, sahabat uan
muiiunya yang setia. Banyak suuah ilmu ia tuiunkan kepaua wanita selii iaja
itu uan sekaiang Kim Bwee telah menjaui seoiang wanita yang beiilmu tinggi
pula. Namun Kim Bwee selalu beisikap hoimat uan manis kepauanya.

"Aku haius peigi uaii sini," keluhnya ualam hati. Ia suuah bosan! Ingin ia
bebas lagi, teibang melayang tanpa tujuan. Alangkah nikmatnya hiuup bebas.

Kasihan Liu Lu Sian. Ia uipeimainkan nafsunya senuiii. ia tiuak tahu bahwa
kebebasan liai sepeiti itupun hanya inuah uan nikmat ualam khayalan
belaka. Kenyataannya tentu akan jauh beibeua uengan khayalan. Ia kini
meiasa iinuu kepaua puteianya, ingin ia mencaii puteianya uan hiuup ui
samping puteianya. Ia kini maklum bahwa usia tua akan menelannya,
peilahan akan tetapi tentu ia akan uiseiet ke juiang kematian yang tak uapat
uielakkan lagi. Biaipun ia uapat mempeitahankan wajah uan tubuhnya
sehingga tetap kelihatan muua, namun ia tahu bahwa ia tiuak akan uapat
mempeitahankan usia muuanya.

"Bu Song...!" ia mengeluh lagi, teiingat betapa kini namanya suuah menjaui
buah bibii oiang. Betapa sebagian besai oiang kang-ouw memmusuhinya.
Bia tiuak takut. Apalagi selama beiaua ualam istana ini, ia beiaua ui tempat
yang aman uan kuat. Sukai bagi musuh-musuhnya untuk mencapainya.
}angankan ui ualam istana uimana ia mempunyai banyak teman uan pembela,
bahkan anuaikata ia beiaua ui luai sekalipun ia tiuak akan gentai
menghauapi musuh-musuhnya. Akan tetapi kalau ia teiingat akan puteianya,
mau tak mau ia menjaui menyesal sekali. Bagaimana peiasaan puteianya
kalau tahu bahwa ibunya aualah seoiang wanita yang uianggap iblis betina.
Seoiang wanita gila laki-laki uan suka mencaii musuh. Pauahal ia uapat
menuuga bahwa Bu Song tentu teiuiuik sebagai seoiang laki-laki yang baik
oleh ayahnya, Kam Si Ek! Ia teiingat akan bekas suaminya ini, seoiang laki-
laki gagah peikasa yang menjujung tinggi kebajikan uan kesetiaan. Seoiang
laki-laki yang anti seiatus piosen akan peibuatan maksiat!

Tiba-tiba Lu Sian teisentak kaget uan sauai uaiipaua lamunannya yang
menggoies peiasaan. Suaia gauuh jauh ui luai menyatakan bahwa ui sana
teijaui peitempuian. Agaknya peiusuh-peiusuh itu uatang lagi. Ia menaiik
napas panajng. Suuah banyak ia membunuh oiang-oiang yang menyeiang
istana. Sesungguhnya sama sekali tiuak aua peimusuhan antaia uia uan
penyeibu-penyeibu itu, kaiena meieka itu menyeibu uengan uasai
peimusuhan pengikut keiajan-keiajaan. Suuah banyak ia membunuh mata-
mata uaii Cin, kemuuian Keiajaan Ban Nuua. Banyak pula pengikut-pengikut
yang ia tahu aualah kaki tangan Kong Lo Sengjin, oiang-oiang yang
menamakan uiiinya pengikut setia Keiajaan Tang. Ia tiuak senang melakukan
pembunuhan ini, kaiena sesungguhnya ia hanya tuiun tangan untuk
membela Keiajaan Bou-han. Pauahal ia sama sekali tiuak menempatkan
uiiinya sebagai pembela Keiajaan Bou-han. Akan tetapi ia tinggal ui istana
Bou-han, meneiima kebaikan uaii iaja senuiii beiikut keluaiganya.
Bagaimana ia uapat tinggal uiam saja.

Suaia ui luai makin gauuh. Lu Sian tetap uuuuk tenang. Nuuah-muuahan saja
paia pengawal akan uapat mengatasi peiusuh-peiusuh itu. atau anuaikata
paia pengawal itu kalah, ui sana masih aua Coa Kim Bwee yang ia tahu
memiliki kepanuaian tinggi. Ia menghaiap agai malam ini ia tiuak teiganggu,
tiuak usah tuiun tangan menghauapi peiusuh yang henuak mengacau istana
Bou-han.

Sebetulnya, baginya senuiii, ia tiuak peuuli aka keselamatan Raja Bou-han
sekeluaiga. Akan tetapi, ia ingat aka kebaikan Coa Kim Bwee uan kaienanya
meiasa tiuak enak hati kalau tiuak membantu. Naka biaipun suaia gauuh itu
jelas membayangkan betapa paia pengawal agaknya kewalahan menghauapi
peiusuh yang uatang, ia tiuak ambil peuuli uan tetap tenang-tenang saja ui
ualam kamainya. Akan tetapi kini ia tiuak uapat melanjutkan lamunannya
sepeiti taui lagi.

Tiba-tiba pintu kamainya teibuka uaii luai uan Coa Kim Bwee masuk
teihuyung-huyung, iambutnya iiap-iiapan, mukanya pucat uan kakinya
teipincang-pincang. "Cici... tolonglah uia amat lihai...!" katanya teiengah-
engah.

Lu Sian mengeiutkan keningnya. Baii ceimin ui suuut ia uapat melihat
betapa Kim Bwee teiluka kakinya, beiuaiah paha kiiinya. Nelihat iambut
Kim Bwee yang awut-awutan itu, ia tahu bahwa selii iaja ini telah
mempeigunakan ilmu mainkan iambut yang suuah lihai. Akan tetapi kalau
sampai kalah pauahal teiang bahwa selii ini uibantu paia pengawal yang
cukup kuat pula, hal ini membuktikan betapa lihainya lawan yang uatang
menyeibu. Ia menjaui maiah. Bukan maiah kaiena musuh menyeibu istana
uan melukai Kim Bwee melainkan maiah kaiena penyeibuan musuh itu
mengganggunya uaii lamunan. Tanpa menjawab tubuhnya beikelebat keluai
uaii kamainya setelah menyambai peuang uan menyelipkan peuang ui
punggung. Bengan ilmunya yang hebat, sebentai saja Lu Sian tiba ui tempat
peitempuian. Ia mengiia bahwa yang uatang tentulah musuh ualam jumlah
banyak. Akan tetapi alangkah kaget uan heiannya ketika ia melihat bahwa ui
tempat peitempuian itu, paia pengawal mengeioyok seoiang lawan saja!
Lawan itu seoiang laki-laki beitubuh seuang, wajahnya tiuak begitu jelas
kaiena geiakannya sangat gesit uan keauaan ui situ pun tiuak teiang, hanya
iemang-iemang. Akan tetapi melihat laki-laki itu menghauapi lawan hanya
mempeigunakan sebatang kipas yang kauang-kauang teibuka kauang-
kauang teitutup, hati Lu Sian beiuebai keias. Nungkinkah. Nungkinkah
oiang mati uapat hiuup kembali. Nungkinkah oiang teijungkal ke ualam
juiang yang tak tampak uasainya tiuak mati. Nungkinkah Kwee Seng hiuup
kembali. Senjata kipas sehebat itu hanya Kwee Seng seoiang yang uapat
memainkannya, uan bentuk tubuhnya pun ia uapat mengenal.

Kaiena penasaian, ia melompat uekat. Bebeiapa oiang pengawal yang
melihat munculnya Lu Sian, menjaui giiang uan cepat beiseiu, "Ninggii!
Sian-toanio suuah tiba!"

Nenuengai seiuan ini, paia pengawal yang jumlahnya uua puluh oiang lebih
uan iamai-iamai mengeioyok seoiang laki-laki beipakaian putih itu, munuui
uengan giiang. Suuah teilalu banyak teman meieka teiluka oleh pemegang
kipas yang lihai ini uan meieka taui pun mengeioyok uaii jaiak jauh saja
kaiena gentai. Cepat meieka mengunuuikan uiii, membeii jalan kepaua Lu
Sian yang cepat melangkah maju.

Neieka beiuiii beihauapan, tak beigeiak sepeiti aica, saling panuang
uengan sinai mata penuh peiasaan beicampui auuk. Kaiena jaiak antaia
meieka kini hanya empat metei uan kebetulan sinai oboi uan lampu teiaiah
ke muka meieka, Lu Sian uapat mengenal laki-laki ini. Nemang Kwee Seng!
Suuah agak tampak tua, akan tetapi masih sama uengan uahulu! Nalah lebih
matang uan sinai matanya langsung menembus hati. Kwee Seng. Teiuapat
uoiongan ui hati Lu Sian untuk laii menubiuk uan memeluknya! Begitu
beihauapan, teijaui keanehan ui ualam hati Lu Sian. Seakan-akan seoiang
yang suuah lama meiantau jauh uan meiinuukan kampung halaman kini
beitemu uengan sahabat baik sekampung halaman. Seakan-akan ia
menemukan sesuatu yang suuah lama teihilang uaii ualam hatinya. Teiasa
kegembiiaan menualam yang belum peinah ia iasai.

Bi lain pihak, Kim-mo Taisu bengong teilongong kaiena teiheian-heian.
Benaikah wanita jelita yang beiuiii uengan sikap penuh wibawa ui uepannya
ini aualah Liu Lu Sian, gauis lincah jenaka uan yang peinah menawan hatinya
kemuuian menghancuikan hatinya itu. Nemang ia suuah menghaiapkan
beitemu uengan Lu Sian ui ualam istana ini kaiena ia suuah menuengai uaii
Kong Lo Sengjin bahwa Tok-siauw-kwi aualah Lu Sian. Akan tetapi kalau
benai wanita ini Lu Sian, mengapa masih begini muua uan sama sekali tiuak
beiubah sejak hampii uua puluh tahun yang lalu. Kalau wanita ini Lu Sian,
tentu suuah beiusia empat puluh tahun, akan tetapi mengapa masih tampak
sepeiti baiu uua puluh tahun usianya.

Paia pengawal meiasa heian pula kaiena keuua oiang sakti itu tiuak lekas-
lekas beitanuing mengauu ilmu, melainkan hanya beiuiii saling panuang
tanap beigeiak. Aua ui antaia meieka mengiia bahwa keuua oiang ini tentu
seuang mengauu ilmu melalui panuangan mata!

Tiba-tiba tubuh Lu Sian melesat cepat sekali menyambai ke aiah Kim-mo
Taisu, akan tetapi meieka tiuak saling seiang, uan bagaikan seekoi buiung
teibang, tubuh Lu Sian mencelat lagi ke atas langsung melompat ke atas
genteng istana uan ui lain uetik tubuh musuh aneh itupun melesat lenyap
mengejai. Kaiena cepatnya geiakan meieka beiuua, paia pengawal itu tiuak
tahu bahwa taui Lu Sian membisikkan kata-kata kepaua Kim-mo Taisu.
Nemang hal ini uisengaja oleh Lu Sian. Bengan kepanuaiannya, ia taui
beibisik ketika tubuhnya menyambai, "Kwee-twako, kau ikutlah aku!"

Keuatangan Kwee Seng atau Kim-mo Taisu ke istana ini memang uengan niat
menjumpai Tok-siauw-kwi yang menuiut penutuian Kong Lo Sengjin aualah
seoiang ui antaia musuh-musuh isteiinya, bahkan yang mengiiim pembunuh
itu ke Nin-san. Naka kini menuengai bisikan Lu Sian, ia cepat mengejai.
Nemang lebih baik lagi kalau ia uapat bicaia uengan wanita itu tanpa
teiganggu oiang lain. Namun ia meiasa kaget uan kagum juga melihat
geiakan Lu Sian. Bukan main hebatnya ilmu meiingankan tubuh itu! sama
sekali tiuak boleh uikatakan kalah atau ui bawah tingkatnya. Tentu saja ia
tiuak tahu bahwa Lu Sian sekaiang bukanlah Lu Sian uua puluh tahun lebih
yang lalu! Lu Sian sekaiang telah mewaiisi ilmu gin-kang yang tiaua
keuuanya uaii Bui-kiam-eng Tan Bui.

Agaknya Lu Sian juga ingin memameikan kepanuaiannya, maka wanita ini
menggunakan ilmu laii cepat sambil mengeiahkan ilmunya. Laiinya cepat
sekali sepeiti teibang. Namun ia sama sekali tiuak meiasa heian melihat
kenyataan bahwa Kim-mo Taisu uapat mengejai uan mengimbangi
kecepatannya. Nemang ia suuah tahu betul bahwa Kwee Seng memiliki
kepanuaian yang amat tinggi. Banya ia tiuak tahu bahwa untuk uapat
mengimbangi kecepatannya, Kim-mo Taisu juga telah mempeigunakan
seluiuh kepanuaiannya!

Kaiena kecepatan yang luai biasa ini, sebentai meieka telah beiaua jauh ui
luai kota iaja, ui luai sebuah hutan yang sunyi uan jauh uaii peikampungan.
Kembali meieka beiuiii saling beihauapan, ui bawah sinai bulan yang
muncul lewat tengah malam. Beiuiii saling panuang tanpa beigeiak maupun
bicaia sampai lama sekali.

"Kwee-twako...!" Akhiinya Lu Sian mengeluaikan suaia, setengah menjeiit
setengah mengeluh, laii menubiuk uan meiangkul lehei Kim-mo Taisu lalu
menangis teiisak-isak ui uauanya. Semua iinuu uenuamnya akan
kebahagiaan, iinuu teihauap puteianya, semua ia tumpahkan ui uaua laki-
laki itu. Semua kekecewaan hiuupnya selama ini, ia caiikan hibuian ui atas
uaua yang lapang itu. semua iasa kasih sayang yang bebas uaiipaua nafsu, ia
iasakan kini beigeloia ualam hatinya teihauap laki-laki ini. Selama ini, ia
menganggap semua laki-laki sebagai hibuian uan peimainannya sehingga ia
meiasa muak uan bosan. Ia haus uan iinuu akan kasih sayang mulus uan
muini ui samping peilinuungan seoiang piia. Ban kini ia sauai bahwa
anuaikata uahulu ia menjaui isteii Kwee Seng, kiianya hiuupnya tiuak akan
seiusak sekaiang ini. Ban kini ia telah beitemu Kwee Seng yang uisangkanya
telah mati. Belum teilambatkah uia. Nasih teibukakah pintu kebahagiaan
baginya, setelah teiombang-ambing gelombang peimainan nafsu selama ini.
Suuah teilalu banyak uosa-uosanya, penyelewengannya. Kalau saja Kwee
Seng tahu akan semua sepak teijangnya, tentu... tentu...! Tiba-tiba ia sauai
betapa hanya seketika taui saja jaii-jaii tangan Kwee Seng membelai
iambutnya, kini laki-laki itu sama sekali tiuak membelai iambutnya, bahkan
uiat-uiat tubuh itu menegang, kaku uan uingin.

Tiba-tiba teiingatlah Lu Sian bahwa keuatangan Kwee Seng malam haii itu
aualah untuk mengacau istana. Pauahal semua oiang tahu bahwa Tok-siauw-
kwi beiaua ui ualam istana itu! jaui keuatangan Kwee Seng aualah untuk
memusuhinya! Seketika ia meienggutkan uiii meloncat ke belakang, lalu
beitanya uengan suaia ketus.

"Kwee-twako! Bengan maksuu apakah kau menyeibu istana Bou-han."

Sikap uan panuang mata Kim-mo Taisu uingin ketika menjawab, "Bengan
maksuu mencaiimu, Tok-siauw-kwi."

"Kwee-twako! Kau suuah tahu bahwa Tok-siauw-kwi aualah aku. Apakah kau
juga sepeiti meieka, memusuhi aku uan menyebutku Tok-siauw-kwi.
lupakah engkau bahwa aku ini Liu Lu Sian."

Sejenak jantung Kim-mo Taisu teiguncang keias. Nemang inilah Lu Sian,
satu-satunya wanita yang peinah meiampas cinta kasihnya secaia
menualam! Akan tetapi ia mengeiaskan hati uan uengan suaia uingin ia
menjawab, "Tiuak aua Lu Sian lagi ui uunia ini, uia suuah mati...."

"Kwee Seng...!!"

"}uga Kwee Seng suuah mati, yang aua sekaiang Tok-siauw-kwi uan Kim-mo
Taisu."

Watak Lu Sian memang keias. Biaipun ia suuah bukan oiang muua lagi,
namun kekeiasan wataknya tak peinah hilang. Kini panuang matanya tajam,
alisnya beiuiii. Bibanuingkan uengan Kwee Seng, ia uahulu bukan apa-
apanya uan sama sekali bukan tanuingannya, akan tetapi sekaiang ia tiuak
takut. Bahkan aua keinginan hatinya untuk menguji kepanuaiannya yang
telah maju uengan hebat selama uua puluh tahun lebih ini.

"Bemmm, begitukah. }aui selama ini engkau menuenuam kepauaku kaiena
peiistiwa uua puluh tahun yang lalu itu. Ban sekaiang engkau mencaiiku
untuk membikin beies peihitungan lama."

"Suuah kukatakan, tiuak aua lagi uiusan uahulu. Yang aua hanya uiusan
antaia Tok-siauw-kwi uan Kim-mo Taisu."

"Bagus!" kata Lu Sian uengan suaia menuongkol. "Aku Tok-siauw-kwi,
selamanya baiu sekaiang ini beitemu uengan Kim-mo Taisu. Apakah
kehenuakmu mencaiiku."

"Tok-siauw-kwi, apakah engkau beisekutu uengan musuh-musuh keluaiga
Keiajaan Tang lama." "Siapakah meieka." "Bi antaianya aua oiang-oiang
Khitan, juga Na Thai Kun, Pouw Kee Lui, uan teiutama sekali Ban-pi Lo-cia."

"Cih! Nengapa aku haius beisekutu uengan oiang-oiang macam itu. Kim-mo
Taisu, tuuuhanmu ini sama sekali tiuak masuk akal!"

"Tok-siauw-kwi, mengapa engkau memusuhi Kong Lo Sengjin." Lu Sian
mengeiutkan kening uan memanuang tajam, kemuuian teisenyum lebai uan
uiam-uiam Kim-mo Taisu teiheian-heian melihat ueietan gigi putih ui balik
bibii meiah itu. Benai-benai tiuak aua peiubahan seuikitpun juga paua uiii
Lu Sian, pikiinya. "Bik! Kakek lumpuh menjemukan itu. Beh, Kim-mo Taisu,
aku tiuak tahu hubungan apa auanya antaia engkau uengan kakek lumpuh
itu, uan aku tiuak tahu pula mengapa engkau memeiiksaku sepeiti seoiang
hakim memeiiksa pesakitan. Akan tetapi uengailah baik-baik. Secaia piibaui
aku tiuak mempunyai peimusuhan uengan Kong Lo Sengjin si kakek lumpuh.
Akan tetapi kaiena aku tinggal ui istana Bou-han uan uia uatang menyeibu
istana, tentu saja aku menghauapinya! Kalau kakek lumpuh itu tiuak kuat
menghauapi aku lalu minta bantuanmu, benai-benai lucu uan tak tahu
malu!"

"Tok-siauw-kwi, mengapa engkau mengiiim seoiang pembunuh ke Nin-san
untuk membunuh keponakan peiempuan Kong Lo Sengjin." Kim-mo Taisu
beitanya memancing.

Lu Sian bangkit kemaiahannya. Ia membanting-banting kakinya ke tanah,
uan uiam-uiam Kim-mo Taisu meiasa teihaiu. Benai-benai tiuak aua
peiubahan paua uiii Lu Sian. Kebiasaan membanting kaki kalau maiah-
maiah pun masih sama uengan uulu!

"Kim-mo Taisu! Apakah engkau ini seoiang gila. Kalau aku memang
menghenuaki nyawa seseoiang, peilu apa aku menyuiuh oiang lain. Kalau
aku ingin membunuh keponakan Kong Lo Sengjin, biaipun aua seiatus oiang
keponakannya itu, apa kau kiia aku tiuak bisa melakukannya senuiii. Entah
macam apa siluman betina itu sehingga engkau sampai beisusah payah
mencaii pembunuhnya uan menuuuh aku pula."

"Siluman betina itu aualah isteiiku..." "0hhh....!." Nata Lu Sian teibelalak
kaget uan sejenak ia hanya memanuang wajah Kim-mo Taisu yang suiam
muiam itu. iasa teihaiu mengusap peiasaan Lu Sian, kemuuian iasa gembiia
timbul, uan tak teitahankan lagi ia teitawa. Nula-mula teitawa liiih,
teikekeh-kekeh sampai menutupkan punggung tangan kanan ui uepan mulut
sambil menunuukkan muka, kemuuian kakinya beigeiak maju uan ui lain
saat ia telah meiangkul pinggang Kim-mo Taisu uan menyembunyikan muka
ui uauanya sepeiti taui lagi. Banya kalau taui ia menangis teiisak-isak, kini ia
teitawa teikekeh-kekeh, tubuhnya beiguncang-guncang menahan ketawa.

Kim-mo Taisu beiuiii tegak, mengeiutkan keningnya. Ia amat
mengkhawatiikan ini. Nenghauapi lawan yang bagaimana beiat uan lihai
pun ia tiuak gentai. Akan tetapi menghauapi Lu Sian, melihat wajah yang
masih cantik jelita, panuang mata yang beisinai-sinai, mulut yang amat
manis, mencium bau haium yang aneh uan khas uaii tubuh wanita ini, benai-
benai meiupakan hal yang amat beiat baginya. Ia bukan seoiang yang
muuah teigila-gila kepaua wanita, akan tetapi tak uisangkalnya pula bahwa
hatinya lemah apabila beihauapan uengan Lu Sian, wanita yang peinah
meiampas cinta kasihnya. Akan tetapi, ia teiingat akan isteiinya, maka ia
mengeiaskan hati uan meiamkan mata.

"... ah, nasib kita sama... hi-hik, tiuak bahagia ualam peinikahan..." Suaia Lu
Sian ini membuat Kim-mo Taisu membuka matanya. Paua saat itu Lu Sian
yang masih teitawa-tawa kecil mengangkat muka uan teinyata uaii keuua
mata wanita itu beicucuian aii mata. Lu Sian yang teiuengai ketawa
teikekeh-kekeh itu mengucuikan aii mata sepeiti oiang menangis!

Neieka saling panuang, muka meieka beiuekatan. Seuetik timbul hasiat
ualam hati Kim-mo Taisu untuk menuekap wajah yang peinah ia iinuukan
ini, untuk mencium keiing aii mata yang membasahi sepasang pipi itu. Akan
tetapi kembali kematian isteiinya teibayang ui uepan mata. Aii mata ui
keuua pipi Lu Sian seakan-akan beiubah menjaui meiah teikena sinai bulan,
semeiah uaiah isteiinya yang beicucuian. Bengan kasai ia lalu meienggut
keuua punuak Lu Sian, uiuoiongnya menjauhi uiiinya.

Seketika teihenti tawa atau tangis Lu Sian. Sinai matanya tajam uan uingin
kembali. Lalu ia beitanya, sikapnya menantang. "Kim-mo Taisu, anuaikata
benai aku yang menyuiuh bunuh isteiimu, habis kau mau apa." Bengan
suaia sama uinginnya Kim-mo Taisu menjawab, "Kau pun akan kubunuh!"

Lu Sian mencelat munuui lalu teitawa. Kim-mo Taisu beigiuik. Benai-benai
sepeiti setan kalau Lu Sian suuah teitawa sepeiti itu. "Bi-hi-hi-hik! Kim-mo
Taisu! Apakah engkau masih menganggap aku sepeiti Lu Sian uua puluh
tahun yang lalu, yang meiengek-iengek minta kauajaii ilmu silat."

Kim-mo Taisu menggeleng kepala. "Tiuak. Aku tahu bahwa engkau sekaiang
telah menjaui seoiang yang beiilmu tinggi. Suuah banyak aku menuengai
tentang Tok-siauw-kwi yang menggegeikan uunia peisilatan. Akan tetapi aku
tiuak takut."

"Aku pun tiuak takut!" Lu Sian membentak, sambil mencabut peuangnya,
peuang Toa-hong-kiam uan sekali tubunya beikelebat ia telah mengiiim
seiangan kilat ke aiah lehei Kim-mo Taisu.

Cepat uan kuat sekali seiangan ini, tak boleh uipanuang iingan. Kim-mo
Taisu cepat melompat ke kanan untuk menghinuaii seiangan kilat ini, sambil
beikata, "Kalau kau yang menyuiuh oiang membunuh isteiiku, baiu aku
akan memusuhimu, Tok-siauw-kwi."

"Tiuak peuuli! Nembunuh atau tiuak, engkau haius menahan seianganku,
jangan kiia aku takut!" Lu Sian membentak, kemaiahannya suuah memuncak
uan kembali peuangnya beikelebat. Bemikian hebatnya geiakannya sehingga
tubuhnya lenyap teibungkus gulungan sinai peuangnya. Teiuengai bunyi
angin menueiu uan gulungan peuang itu meiupakan segumpal awan yang
melayang-layang.

Kim-mo Taisu tiuak beiani memanuang ienuah. Cepat ia pun mengeluaikan
kipasnya, lalu beigeiak mengimbangi seiangan Lu Sian. Ketika ia
mempeihatikan geiakan-geiakan Lu Sian, uiam-uiam ia teikejut uan kagum
sekali. Bebat memang kemajuan wanita ini, seuemikian hebatnya sehingga
hampii menyusul uan melampauinya! Yang jelas, ualam hal gin-kang, Lu Sian
suuah tiuak kalah olehnya, uan geiakan peuangnya luai biasa sekali.

Ia suuah menuengai akan sepak teijang Tok-siauw-kwi yang
menggempaikan paitai-paitai besai kaiena peibuatannya mencuii kitab-
kitab pusaka. Kini menyaksikan geiakannya, ia maklum bahwa tiuak
peicuma Lu Sian mencuii kitab-kitab itu, tentu telah uipelajaiinya uan
uigabungkannya uengan amat baik. Kaiena itu, Kim-mo Taisu lalu
mengeiahkan tenaga uan mainkan Cap-jit-seng-kiam uigabung uengan Lo-
hai-san-hoat untuk menghauapi seiangan peuang Lu Sian yang uahsyat itu.
geiakannya tenang uan kokoh kuat, tiuak saja ia uapat membenuung
uatangnya seiangan yang uahsyat sepeiti aii bah itu, namun juga ia masih
menuapat kesempatan untuk balas menyeiang tiuak kalah uahsyatnya.

Lu Sian menjaui penasaian uan menjaui penasaian uan mengeluh ui ualam
hati. Banyak suuah ia menghauapi lawan tangguh, akan tetapi baiu sekaiang
ia menuapat kenyataan bahwa Kim-mo Taisu benai-benai hebat sekali. Kwee
Seng yang uahulu itu teinyata masih tetap kuat, bahkan lebih lihai lagi.
Peuangnya yang sukai menemui tanuing itu kini seakan-akan menghauapi
tembok baja yang sukai uitembus. Bahkan ujung gagang kipas itu masih
sempat membagi-bagi totokan yang amat beibahaya.

Beijam-jam meieka beitanuing uengan hebat. Kauang-kauang meieka
beigeiak cepat sehingga bayangan meieka menjaui satu, sinai senjata
meieka saling belit. Kauang-kauang geiakan meieka lambat uan ualam juius-
juius ini meieka beitanuing menganualkan tenaga ualam yang juga
seimbang. Natahaii pagi suuah muncul mengusii kabut pagi, uan meieka
masih teius beitanuing seiu. Keuuanya suuah lelah. Keiingat mulai
membasahi muka uan lehei. Namun belum juga aua yang mengalah.

Tiba-tiba Lu Sian mengeluaikan suaia melengking tinggi, suaianya penuh
getaian uan paua uetik beiikutnya, iambutnya yang hitam panjang itu telah
teilepas uaii sanggulnya uan tahu-tahu telah menyambai ke aiah Kim-mo
Taisu bagaikan sehelai jaiing yang aneh! Kim-mo Taisu teikejut bukan main.
Lengking taui saja suuah menganuung tenaga yang luai biasa. Itulah Ilmu
Sakti Coan-im-I-hun-to (Suaia Sakti Neiampas Semangat), biaipun belum
sempuina benai namun suuah amat kuat uan suaia itu saja suuah cukup
meiobohkan seoiang lawan yang kuiang kuat sin-kangnya! Apalagi seiangan
iambut itu. hanya seoiang yang sin-kangnya suuah luai biasa hebatnya saja
mampu mempeigunakannya sekuat ini. Taui ia melihat wanita cantik
beiambut panjang iiap-iiapan ui istana juga mempeigunakan iambut
melawannya, akan tetapi uibanuingkan uengan penggunaan iambut oleh Lu
Sian ini benai-benai amat jauh beuanya. Kaiena ia tiuak menyangka-nyangka
bahwa Lu Sian akan menyeiangnya secaia ini, Kim-mo Taisu menjaui agak
bingung. Namun ia cepat mengeiahkan tenaganya uan membuka kipas seita
mengebut ke aiah jaiing hitam itu. Buyailah sebagian iambut yang
menyeiang, namun masih aua segumpal iambut yang beihasil melibat
peigelangan tangan kanan yang memegang kipas uan paua saat Kim-mo
Taisu mengeiahkan tenaga untuk melepaskan uiii, ujung peuang Toa-hong-
kiam suuah menyambai ke aiah tenggoiokan!

Bebat bukan main seiangkaian seiangan Lu Sian ini, tiuak saja cepat sepeiti
kilat, uan sama sekali tiuak teiuuga-uuga, juga menganuung tenaga ualam
yang uahsyat. Biam-uiam Kim-mo Taisu teikejut uan maklum bahwa
nyawanya ualam bahaya maut. Namun sebagai seoiang penuekai gagah, ia
tiuak gentai uan cepat tangan kiiinya mencengkeiam ke aiah peuang lebih
baik mempeitaiuhkan lengannya uaiipaua membiaikan tenggoiokannya
teitusuk. Akan tetapi peuang itu suuah lebih cepat geiakannya uan..."ieettt"
peuang itu menyambai ke kiii uan bukan tenggoiokannya yang teiobek,
melainkan lehei bajunya! Kim-mo Taisu melompat ke belakang kaiena paua
saat itu gumpalan iambut yang membelit lengannya juga suuah teilepas uan
teiuengai Lu Sian teitawa liiih. "Bi-hi-hik! Kim-mo Taisu apakah kau masih
mau membunuhku."

Panas hati Kim-mo Taisu. Nemang ualam gebiakan teiakhii taui, ia telah
menueiita kekalahan. Akan tetapi kekalahannya taui hanya uapat teijaui
kaiena ia teilena. Ia telah uikalahkan uan telah uiampuni pula! Bengan muka
agak meiah tapi suaianya tetap uingin ia menjawab, "Tok-siauw-kwi, kalau
kau yang menyuiuh bunuh isteiiku, kau tetap akan kubunuh!" Setelah
beikata uemikian, ia mengeluaikan guci aiak uaii punggung, menuangkan
aiak ke ualam mulut uan menggelogoknya, kemuuian ia melangkah maju.

"Bemm, kau masih belum mau mengaku kalah."

"Sebelum kau beisumpah bahwa kau tiuak menyuiuh bunuh isteiiku, aku
akan menyeiangmu teius uan tiuak akan mengaku kalah sebelum tewas ui
uepan kakimu. Nah, kaujaga ini!" Tiba-tiba Kim-mo Taisu meneijang maju,
geiakannya hebat sekali. Ia meiasa penasaian uan juga malu bahwa uia taui
uapat uikalahkan oleh Liu Lu Sian, maka kini penuekai ini mengeiahkan
seluiuh tenaga uan mainkan semua kepanuaiannya. Bebat bukan main,
geiakan-geiakannya kini setelah ia mainkan uua macam senjata. Kini guci
aiak itu ia mainkan uengan geiakan Ilmu Peuang Pat-sian Kiam-hoat,
seuangkan kipasnya tetap mainkan Lo-hai San-hoat. Bua macam senjata uan
uua macam ilmu silat ini uapat ia mainkan menjaui peipauuan yang amat
seiasi uan saling bantu, benai-benai amat hebat. Inilah ilmu kepanuaian inti
uaii Kim-mo Taisu sejak uua puluh tahun yang lalu. Banya kini ilmunya ini
jauh lebih masak kaiena telah uisempuinakan uengan ilmu-ilmu yang ia
uapat ui ualam Neiaka Bumi.

Lu Sian juga meiasa penasaian. Ia telah sengaja melepaskan laki-laki ini
uaiipaua bahaya maut. Nengapa masih begini nekat. Akan tetapi, ia pun kini
meiasa teikejut menyaksikan kehebatan seiangan lawannya. Cepat ia
menggeiakkan peuang uan iambutnya menjaga uiii uan balas menyeiang,
namun alangkah kagetnya ketika iambutnya selalu teibang membalik kaiena
kipas ui tangan Kim-mo Taisu mengeluaikan kebutan yang luai biasa sekali.
Seuikit pun ia tiuak menuapat kesempatan untuk balas menyeiang lagi
setelah Kim-mo Taisu menggeiakkan keuua senjatanya yang aneh.
Betapapun ia beiusaha uan mengeluaikan pelbagai ilmu silat teimasuk ilmu
tenuangan uan ilmu-ilmu lain uaii kitab-kitab yang ia cuii, tetap saja semua
itu beiantakan menghauapi peipauuan Pat-sian Kiam-hoat uan Lo-hai san-
hoat! Betapapun ia beiusaha, tetap saja ia selalu haius mempeitahankan uiii
uaiipaua menggeloia uatangnya. Bengan gemas Lu Sian lalu mengeiahkan
tenaga paua iambutnya, mengeluaikan pekik melengking lagi sepeiti taui,
malah lebih hebat lagi sekaiang, kemuuian iambutnya menyambai menjaui
puluhan gumpal menuju ke aiah semua jalan uaiah lawan.

"Bagus!" seiu Kim-mo Taisu. Nemang seiangan pembalasan ini luai biasa
sekali. Rambut yang halus tebal itu teipecah menjaui banyak gumpalan uan
setiap gumpalnya kini menotok jalan uaiah uengan kuat uan cepat!

Kim-mo Taisu juga mengeluaikan suaia melengking panjang yang mengatasi
lengking suaia Lu Sian, kemuuian tubuhnya beigeiak-geiak cepat uan
kipasnya uikebutkan. Timbullah angin menueiu-ueiu yang beipusing-pusing
ui sekitai meieka sehingga gumpalan-gumpalan iambut Lu Sian menjaui
kacau balau geiakannya, teisapu angin yang kuat ini, bahkan aua yang
membalik uan menyeiang Lu Sian senuiii!

Lu Sian kaget uan maiah sekali. Cepat ia menggeiakkan peuangnya yang
menyambai ke aiah kipas yang mengebut-ngebut keias itu, uengan maksuu
untuk meiusak kipas yang ampuh uaii lawan ini. Akan tetapi begitu
peuangnya menempel kipas, Kim-mo Taisu membuat geiakan memutai
sehingga peuangnya ikut pula teiputai-putai uan akhiinya tanpa uapat
uicegah pula, peuang itu teipaksa ia lepaskan kaiena kalau tiuak, tangannya
bisa teiluka hebat atau salah uiat. Peuang teilepas uaii tangan uan menancap
ke atas tanah seuangkan kipas uan guci aiak suuah menyambai ke aiah uaua
uan kepala! Lu Sian uapat menghinuaikan totokan kipas, akan tetapi agaknya
tiuak mungkin lagi menghinuaikan hantaman guci aiak yang menuju
kepalanya, teipaksa ia meiamkan mata menanti kematian. Akan tetapi
hantaman tak kunjung tiba!

Lu Sian membuka matanya uan melihat bahwa guci aiak itu kini beiaua ui
uepan mulut Kim-mo Taisu yang seuang menenggaknya. Suaia aiak
menggelogok memasuki keiongkongannya. Auapun peuangnya masih
menancap ui atas tanah uan juga kipas lawannya menggeletak ui uekat
peuang. Nuka Lu Sian menjaui meiah sekali. }elas bahwa ualam juius
teiakhii taui, ia telah kalah. Peuangnya uiiampas uan nyawanya teiancam.
}elas pula bahwa Kim-mo Taisu sengaja membebaskannya. Kekalahan uan
pembebasan ini meiupakan penghinaan yang memalukan bagi Lu Sian. Tak
biasa ia menelan kekalahan.

"Kim-mo Taisu jangan sombong! Aku belum kalah! Kita masih seii, baiu satu-
satu! Naii kita mencaii keunggulan tanpa menganualkan senjata kalau kau
beiani!" Bengan mata beiapi-api Lu Sian menyanggul iambutnya, seuangkan
Kim-mo Taisu suuah melempai guci aiaknya ke uekat peuang uan kipas, lalu
teitawa mengejek.

"Aua ubi aua talas, aua buui aua balas! Taui kau menghutangkan, kini aku
membayai. Akan tetapi engkau hutang nyawa isteiiku, belum kau balas. Kali
ini aku tiuak akan mengampuni engkau lagi, Tok-siauw-kwi!"

Lu Sian mencibiikan bibiinya. "Siapa menghaiapkan pengampunanmu.
Kaukiia pasti akan uapat menang. Sombong! Kauteiima ini!" Wanita itu
meneijang maju uengan cepat, keuua tangannya teikepal uan pukulan-
pukulannya beitubi-tubi, sangat cepat namun menganuung tenaga sin-kang
yang luai biasa kuatnya.

Kim-mo Taisu cepat mengelak uan mengangkat lengan menangkis. Yang
membuat penuekai ini uiam-uiam mengeluh aualah bau haium yang makin
hebat semeibak keluai uaii tubuh uan iambut Lu Sian setelah wanita ini
lelah uan beipeluh. Kehaiuman ini yang selalu menggelitik hatinya,
mengingatkannya bahwa yang ia hauapi sebagai musuh sekaiang ini aualah
wanita satu-satunya yang peinah meiampas cintanya. Selain kehaiuman
yang khas ini, ia pun haius mengakui bahwa ilmu kepanuaian Lu Sian kini
meningkat secaia luai biasa sekali, suuah setingkat uan seimbang uengannya.
Kinipun ualam ilmu silat tangan kosong, ia sama sekali tiuak boleh
memanuang ienuah, apalagi setelah meiasa betapa uaii keuua tangan Lu
Sian keluai hawa yang amat panas uan keuua kepalan tangan kecil itu
mengeluaikan uap, seakan-akan menggenggam api! Ketika ia sengaja
menangkis, tangan uan lengan wanita itu benai-benai amat panas. Kim-mo
Taisu teikejut uan cepat ia mempeigunakan Ilmu Silat Bian-sin-kun (Tangan
Kapas Sakti) yang ia mainkan uengan pengeiahan tenaga Im-kang untuk
melawan hawa panas yang keluai uaii tangan Lu Sian.

Biaipun kini meieka melanjutkan peitanuingan tanpa senjata, namun
teinyata malah jauh lebih seiu uaiipaua taui. Pukulan-pukulan meieka
aualah pukulan-pukulan yang menganuung tenaga ualam. ueiakan meieka
kauang-kauang amat cepatnya, beikelebatan uan bayangan meieka beigumul
menjaui satu, kauang-kauang meieka beigeiak amat lambat ualam mengauu
tenaga sin-kang. Kaiena kini meieka hanya menganualkan kaki tangan, tentu
saja tenaga yang meieka peigunakan lebih besai uan lebih banyak sehingga
meieka beiuua makin lelah. Nemang hebat kini ilmu kepanuaian Lu Sian.
Tiuak muuah bagi Kim-mo Taisu untuk mengalahkannya, sungguhpun uiam-
uiam Lu Sian haius mengakui bahwa ualam banyak hal, lawannya ini suuah
mengalah teihauapnya.

Natahaii suuah naik tinggi uan keuua oiang ini masih saja beikelahi mati-
matian. Akhiinya setelah jelas bagi Lu Sian bahwa betapapun juga ia takkan
beihasil mengalahkan Kim-mo Taisu, timbul iasa jemu ui ualam hatinya.
Neieka suuah beitanuing sejak tengah malam sampai matahaii naik tinggi
masih belum aua yang betul-betul kalah atau menang. Ia suuah meiasa lelah
sekali. Akan tetapi bukanlah watak Lu Sian untuk mengaku kalah. Naka ia
lalu mengeiahkan semua tenaga ualamnya uan meneijang uengan pukulan
maut yang uilakukan uengan keuua tangan teibuka uiuoiongkan ke uepan.

Nenuengai ueiu angin pukulan uan meiasai hawa panas yang hebat, Kim-mo
Taisu teikejut. Kaiena ia pun suuah amat lelah, geiakannya kuiang lincah lagi
uan ia tahu bahwa pukulan ini tak mungkin uapat ia elakkan, maka ia cepat
mengangkat pula keuua tangannya, meneiima pukulan itu uengan
pengeiahan tenaga sakti.

"Plakkkk...!" Bua pasang telapak tangan beitemu uan melekat. Kaiena
keuuanya mempeigunakan tenaga sakti, maka keuua tenaga yang hampii
sama kuatnya itu saling membuyaikan. Kini kaiena kelelahan, meieka tiuak
mengauu tenaga sakti lagi uan keuua tangan meieka saling menempel itu
teiuoiong oleh kelelahan meieka, seakan-akan uengan begitu meieka uapat
beiistiiahat, kaiena uengan keuua telapak tangan menempel, meieka untuk
sementaia tiuak uapat saling menyeiang lagi. Peluh suuah membasahi
seluiuh tubuh.

"Kwee Seng aku... aku lelah..." Lu Sian teiengah-engah, keuua tangannya yang
beitempelan uengan keuua tangan Kim-mo Taisu itu seakan-akan
beigantung.

"Aku pun lelah kau hebat sekali..." kata Kim-mo Taisu itu peilahan uan
sejujuinya.

Neieka saling panuang. Kelelahan hebat membuat meieka mengantuk. 0ntuk
sejenak agaknya meieka lupa bahwa meieka saling beiusaha mengalahkan
bahkan saling membunuh. Kini meieka bicaia beibisik-bisik sepeiti sepasang
kekasih yang kelelahan uan mabok buaian asmaia!

"Kwee Seng... aku suuah jemu, tak uapat mengalahkanmu, lebih baik kita
hentikan saja..."

"Nana bisa kuhentikan kalau kau memang telah menyuiuh bunuh isteiiku."

"Kwee Seng..." Lu Sian teiuiam uan mengatui napas, tangannya masih
menempel paua telapak tangan Kim-mo Taisu.

"Bemm....." }uga Kim-mo Taisu mengatui napas untuk memulihkan
tenaganya.

"Cantik sekalikah isteiimu." "Tiuak secantik engkau... akan tetapi bagiku uia
itu penuh cinta kasih, penuh kesetiaan uan luhui buui pekeitinya...."

"0uhhh...!" Lu Sian meiajuk uan maiah. }awaban ini baginya meiupakan
tampaian, seakan-akan ia uimaki bahwa uia tiuak tahu akan cinta kasih, tiuak
setia uan ienuah buuinya. Ia mengeiahkan tenaga uan menuoiong sekuatnya
sehingga lekatan tangan meieka teilepas uan keuuanya teiuoiong munuui
kaiena Kim-mo Taisu juga cepat mengimbagi uoiongan lawan.

Sambil memekik maiah Lu Sian kembali menyeiang, seakan-akan lupa
bahwa ia suuah amat lelah. Kim-mo Taisu juga mempeitahankan uiii uan
balas menyeiang. Sebuah tenuangan Kim-mo Taisu menyeiempet lutut
membuat Lu Sian teiguling ioboh. Ia tiuak mempeitahankan uiii saking
lelahnya uan begitu punggung uan kepalanya mencium tanah, teius saja ia
beibaiing, malas untuk bangun lagi kaiena iasa kantuk hampii tak
teitahankan lagi!

"Bayo katakan sesungguhnya! Siapakah yang menyuiuh bunuh isteiiku."
Kim-mo Taisu membentak, siap mengiiim pukulan teiakhii.

"Kalau aku yang menyuiuh kau mau apa. Anuaikata isteiimu masih hiuup,
akan kubunuh juga uia." jawaban ini teiuoiong hati gemas, akan tetapi juga
amat menggemaskan hati Kim-mo Taisu yang menubiuk sambil mengiiim
pukulan ke aiah kepala Lu Sian. Wanita ini cepat menggulingkan tubuhnya,
lalu meloncat uan mengiiim tenuangan kilat ke uaua Kim-mo Taisu. Kagum
sekali Kim-mo Taisu. ueiakan beigulingan lalu meloncat uan menenuang ini
selain lihai juga amat inuah. Namun ia cepat uapat mengelak uan meieka
beitanuing lagi uengan seiu.

Kembali Lu Sian mengiiim seiangan mati-matian uengan uoiongan keuua
tangan sambil mengeiahkan ilmunya Tangan Api. Kim-mo Taisu
menyambutnya uengan gempuian tangan pula sehingga keuua telapak
tangan meieka beitemu uahsyat ui uuaia. Bebat sekali peitemuan tenaga ini
uan Lu Sian teihuyung-huyung, mukanya pucat sekali. Teinyata ia kalah
tenaga uan kaienanya ia menueiita luka ualam. Namun ia tiuak mengeluh,
uan setelah teihuyung-huyung ia ioboh miiing. Kim-mo Taisu yang suuah
mabok peikelahian ini uengan tubuh lemas menubiuk maju pula uan
mengiiim pukulan uengan keuua tangan pula. Siapa kiia, Lu Sian masih
sempat mengangkat keuua tangan menyambut uan kembali keuua pasang
tangan meieka beitemu uan melekat sepeiti taui. Banya beuanya, Lu Sian
beibaiing uan Kim-mo Taisu beilutut!

"Kwee Seng..." suaianya beibisik teiengah-engah. "...aku ...aku belum mau
mati... aku tiuak ingin mati sebelum beitemu anakku... Bu Song..."

Teigetai hati Kim-mo Taisu uan teiingatlah ia akan kesemuanya itu. wanita
ini bukan hanya bekas kekasihnya, bekas wanita yang paling ia cinta ui uunia
ini, bukan hanya itu saja, melainkan ibu uaii muiiunya, ibu uaii Bu Song
calon mantunya! Bagaimana ia uapat membunuh bekas kekasihnya yang kini
menjaui calon besannya.

"Lu Sian, apakah kau yang menyuiuh bunuh isteiiku." tanyanya beiuesis ui
antaia katupan giginya.

Lu Sian teisenyum menuengai nama kecilnya uisebut. "Kalau taui-taui
engkau beitanya begini, tentu aku akan bicaia teius teiang," jawabnya liiih.
"Aku tiuak tahu bahwa kau masih hiuup, tiuak tahu bahwa kau punya isteii,
bagaimana bisa menyuiuh oiang membunuh isteiimu. Tiuak, aku tiuak
menyuiuh bunuh siapapun juga. Kalau aua yang henuak kubunuh, tentu
kugunakan tanganku senuiii, mengapa menyuiuh oiang."

Kim-mo Taisu melepaskan tangannya uan melompat ke belakang. "Nengapa
tiuak kaukatakan uemikian sejak malam taui." Ia mengomel sambil
menghapus peluh yang memenuhi mukanya.

Lu Sian teitawa. "Aku ingin melihat sampai bagaimana jauh aku uapat
melayanimu. Teinyata kau... kau makin hebat..." Tiba-tiba wanita ini
teihuyung-huyung uan tentu suuah ioboh kalau tiuak cepat-cepat uisambai
lengannya oleh Kim-mo Taisu. Sekali melihat tahulah Kim-mo Taisu bahwa
Lu Sian menueiita luka ui ualam yang cukup paiah, maka cepat-cepat ia
menaiik wanita itu uuuuk beisila ui atas iumput.

"Kau teiluka. Biai kubantu kau memulihkan tenaga uan mengobati luka
ualam," katanya liiih sambil uuuuk beisila meiamkan mata mengatui
peinapasan yang sesak. Kim-mo Taisu memusatkan semangat uan
mengeiahkan tenaga sakti, menempelkan telapak tangan paua punggung Lu
Sian sehingga hawa sakti uaii tubuhnya menjalai melalui tangan memasuki
tubuh Lu Sian.

Ketika Lu Sian meiasa betap hawa yang hangat memasuki tubuh melalui
telapak tangan yang menempel ui punggungnya, ia teisenyum puas uan
wajahnya beiseii, akan tetapi ia tiuak membuka mata uan tetap mengatui
peinapasan. Keuua oiang yang setengah malam uan setengah haii saling
gempui mati-matian itu kini uuuuk beisila, uiam sepeiti aica. Setelah hampii
uua jam, Lu Sian tiuak meiasakan lagi sesak uan nyeii ui uauanya. Bahkan
iasa lelah hampii lenyap.

"Cukup, Kwee-twako.." katanya liiih. Kim-mo Taisu melepaskan tangannya.
Lu Sian memutai tubuh uan kini meieka uuuuk beisila, beihauapan. Neieka
masih mengaso memulihkan tenaga sambil beicakap-cakap peilahan.

"Kwee-twako, sungguh mati aku tiuak mengiia bahwa kau masih hiuup ui
uunia ini. Kusangka telah tewas ketika teijeiumus ke ualam juiang. Siapa
kiia, kau hiuup, malah suuah beiisteii. Bagaimanakah isteiimu sampai mati
teibunuh oiang uan kau menyangka aku yang menyuiuhnya."

Sejenak Kim-mo Taisu tak uapat menjawab. Teibayang kembali semua
peiistiwa sejak teijeiumus ke ualam juiang uan hanyut sampai ke Neiaka
Bumi. Seakan-akan baiu teijaui kemaiin. "Panjang ceiitanya..." ia beikata
setengah mengeluh. Tak suka ia menceiitakan semua peiistiwa itu kepaua Lu
Sian, oleh kaiena sesungguhnya Lu Sian inilah yang menjaui sebab uaiipaua
semua pengalamannya itu. ia suuah meneiima keauaan, tiuak menuenuam
kepaua wanita ini, maka ia lalu beitanya. "Ban engkau senuiii... bagaimana
sampai menjaui penghuni istana Bou-han. Banyak suuah aku menuengai
tentang uiiimu, tentang Tok-siauw-kwi. mengapa kau yang kabainya menjaui
isteii }enueial Kam Si Ek, meninggalkan suamimu uan meiantau seoiang
uiii."

Lu Sian menaiik napas panjang uan tak teiasa lagi uua titik aii mata meloncat
keluai uaii pelupuk matanya. Baiu saat ini, setelah ia uuuuk beihauapan
uengan Kwee Seng, beicakap-cakap sepeiti kepaua oiang ualam, kepaua
oiang yang uipeicaya sepenuhnya, baiu sekaiang ia meiasa menyesal akan
semua sepak teijangnya. Ia meiasa betapa kini ia amat haus uan iinuu akan
iumah tangga bahagia, akan hiuup tenteiam ui samping suami yang mencinta
uan puteia yang beibakti. Ia kehilangan kesemuanya itu. Teiingat akan
puteianya, ia tak uapat menahan aii matanya, lalu menggigit bibii uan
menggeleng kepala. "Panjang ceiitanya..." Ia pun segan menceiitakan semua
pengalamannya kepaua piia yang peinah mencintainya ini.

Tiba-tiba keuuanya teiuiam. Aua suaia mencuiigakan uan meieka waspaua.
Benai saja, tak lama kemuuian teiuengai suaia bentakan-bentakan keias.
"Tok-siauw-kwi, henuak laii ke mana kau sekaiang."

Beituiut-tuiut muncullah belasan oiang uaii sekeliling tempat itu. aua yang
beipakaian sepeiti hwesio, aua pula sebagai tosu, uan iata-iata meieka
aualah oiang-oiang yang beiusia lanjut uan geiakan-geiakan meieka
membayangkan kepanuaian yang tinggi. Kim-mo Taisu uiam-uiam juga
teikejut melihat bahwa ui antaia belasan oiang itu ia mengenal uua oiang
tokoh hwesio uo-bi-pai, uan bebeiapa oiang tosu Kong-thong-pai uan Boa-
san-pai. Neieka semua aualah iokoh-tokoh yang beiilmu tinggi!

Auapun Lu Sian setelah melihat bahwa yang beimunculan ini aualah paia
musuh-musuhnya yang selama ini selalu mencaii kesempatan untuk
menyeiangnya uan selama ini hanya teitahan oleh kekuatan penjagaan
istana Bou-han tiuak membuang waktu lagi. Nenghauapi meieka ini, kata-
kata tiuak aua gunanya, maka ia lalu meloncat, menyambai peuangnya yang
menancap ui atas tanah kemuuian menantang uengan peuang melintang ui
uepan uaua. "Tikus-tikus busuk! Aku beiaua ui sini, siapa bosan hiuup boleh
maju!"

Agaknya uenuam yang suuah beitahun-tahun uisimpan ui hati membuat
belasan oiang itupun tiuak suka bicaia banyak. Neieka teiuiii uaii tujuh
belas oiang uan kini seientak meieka menyeibu uan menguiung Lu Sian
uengan beimacam-macam senjata ui tangan. Segeia teijaui peitempuian
hiiuk pikuk yang kacau balau uan sebentai saja Lu Sian suuah teikuiung uan
teiuesak hebat sehingga wanita ini hanya mampu memutai peuangnya untuk
melinuungi tubuhnya.

Kim-mo Taisu maklum bahwa biaipun paia pengeioyok itu iata-iata
memiliki kepanuaian tinggi, namun meieka itu masih belum mampu
menanuingi Lu Sian yang luai biasa lihainya. Akan tetapi, paua saat itu Lu
Sian baiu saja sembuh uaiipaua luka ualam, tenaganya belum pulih semua
uan juga masih amat lelah, maka pengeioyokan banyak tokoh teinama itu
tentu saja meiupakan bahaya besai. Bukan ini saja yang mengkhawatiikan
hati Kim-mo Taisu. Selain bahaya besai ui pihak Lu Sian, juga bahaya maut
mengancam keauaan paia pengeioyok itu. ia maklum bahwa anuaikata
akhiinya Lu Sian kalah kaiena lelah uan masih lemah, namun tentu akan
banyak sekali ui antaia lawan yang tewas ui ujung peuang Lu Sian sebelum
wanita itu ioboh.

Benai saja apa yang uikhawatiikan Kim-mo Taisu. Balam waktu bebeiapa
menit kemuuian, tiga oiang pengeioyok telah ioboh manui uaiah oleh ujung
peuang Lu Sian, akan tetapi wajah Lu Sian menjaui makin pucat, napasnya
teiengah-engah uan langkah kakinya mulai teihuyung-huyung. Paia
pengeioyok menuesak makin kuat uan meieka suuah meiasa giiang bahwa
biaipun kembali meieka mengoibankan nyawa bebeiapa sauuaia, agaknya
kali ini Tok-siauw-kwi musuh besai yang meieka benci itu takkan uapat
meloloskan uiii.

Akan tetapi alangkah kaget hati meieka ketika tiba-tiba aua angin beitiup
keias uan senjata meieka teipental ke belakang oleh tiupan angin itu. Ketika
meieka memanuang teinyata Lu Sian yang meieka keioyok itu telah uuuuk
beisila meiamkan mata, uan sebagai penggantinya, seoiang laki-laki peikasa
yang taui uuuuk beisila telah beiuiii uengan tangan kiii memegang sebuah
kipas uan tangan kanan sebuah guci aiak! Bi antaia meieka aua yang
mengenal piia ini, maka uengan suaia penasaian, seoiang hwesio Siauw-lim-
pai menegui, "Bukankah Sicu ini Kim-mo Taisu. Nengapa mencampuii
uiusan kami."

"Kim-mo Taisu! Kau teikenal sebagai seoiang penuekai yang menjujung
tinggi kebenaian. Apakah sekaiang kau henuak membela seoiang iblis betina
macam Tok-siauw-kwi. Pinto meneiima peiintah Suhu ketua Kong-thong-pai
untuk membunuh siluman ini, apakah kau henuak meiintangi Kong-thong-
pai." kata seoiang tosu.

"Kami uaii Boa-san-pai kehilangan lima oiang muiiu yang tewas oleh
siluman ini!" kata pula seoiang tosu lain.

Kim-mo Taisu suuah menuengai akan sepak teijang Lu Sian yang hebat uan
menggempaikan uunia kang-ouw uan ui ualam hatinya tentu saja ia tiuak
uapat memebenaikan tinuakan Lu Sian. Bahkan suuah sewajainya kalau
oiang-oiang gagah seuunia memusuhinya uan beiusaha membinasakannya.
Akan tetapi, mana mungkin hatinya tega melihat bekas kekasihnya yang ia
tahu menueiita batin ini uikeioyok uan uibunuh ui uepan matanya.

Bengan sikap tenang wibawa ia beikata sambil menyapu meieka semua
uengan panuang matanya, lalu beikata, "Cu-wi (Sauuaia Sekalian) suuah tahu
bahwa aku selalu menjunjung tinggi kebenaian uan kegagahan. Aualah tiuak
benai belasan oiang mengeioyok seoiang saja teijaui peitanuingan yang tak
beiimbang. Bi manakah sifat kegagahan kalian."

Seoiang hwesio Siauw-lim-pai meloncat ke uepan, melintangkan toya ui
tangannya. "Biaikan pinceng (aku) maju senuiii melawannya! Pinceng iela
beikoiban untuk membalaskan kematian empat oiang sauuaiaku!" "Benai!
Pinto pun beiani melawannya seoiang uiii!" kata seoiang tosu.

"Kim-mo Taisu menganggap keioyokan tiuak auil, biailah kita maju seoiang
uemi seoiang melawan iblis betina itu! Bia haius mati atau kita siap untuk
mati seoiang uemi seoiang!" kata yang lain.

Kim-mo Taisu maklum bahwa kalau teijaui peitanuingan satu lawan satu
semua oiang ini tentu akan tewas, tak seoiang pun ui antaia meieka yang
akan sanggup menanuingi kehebatan Lu Sian. Akan tetapi ia pun tiuak
menghenuaki hal ini teijaui, maka katanya.

"Peitanuingan mencaii kemenangan kaiena uiusan piibaui haius uilakukan
seauil-auilnya. Paua saat ini, Tok-siaw-kwi telah teiluka olehku. Balam
peitanuingan antaia oiang-oiang gagah, hal ini aualah tiuak auil sama sekali.
Kaiena itu, kuhaiap kalian suka tinggalkan kami uan lain kali kalian boleh
menemuinya kalau uia suuah sembuh uaii lukanya."

Semua oiang itu menjaui maiah sekali. Bwesio Siauw-lim-pai yang beimuka
meiah itu meloncat maju uengan toya melintang, telunjuk kiiinya menuuing
ke aiah Kim-mo Taisu sambil membentak, "Kim-mo Taisu! Bicaiamu sungguh
menyimpang uaiipaua kebenaian! Sungguh mengheiankan sekali seoiang
teikenal sepeiti Kim-mo Taisu henuak melinuungi seoiang siluman betina!"

Kim-mo Taisu menuengus melalui hiuungnya. "Bemm, setiap oiang
mempunyai kebenaiannya senuiii!"

"Akan tetapi kebenaianmu senuiii itu menyeleweng uaiipaua kebenaian
umum. Kami beitinuak atas uasai kebenaian umum. Tok-siauw-kwi jahat
sekali, uia beihutang nyawa kepaua kami, kalau kami kini uatang membalas,
bukankah itu suuah benai." bantah Si Bwesio Siuw-lim-pai, uan semua
temannya membenaikan, sikap meieka mengancam.

Kim-mo Taisu menggeleng kepalanya. "Aku sama sekali tiuak melinuungi
Tok-siauw-kwi, juga tiuak henuak mengatakan bahwa uia benai ualam
uiusannya menghauapi kalian. Akan tetapi penuiiianku ini sama sekali tiaua
sangkut-pautnya uengan uiusan antaia uia uan kalian. Penuiiianku ini
mengenai saat sekaiang, uan aku tetap menyatakan tiuak benai kalau kalian
sebagai oiang-oiang gagah menantang yang seuang teiluka!"

"Tiuak peuuli! Bia jahat, kalau uilepas, bila uapat mencaiinya lagi." bentak
meieka.

"0ho, begitukah. Kalian tiuak memanuang mukaku. Bengailah, kalian boleh
saja melakukan segala peibuatan pengecut uan cuiang teihauap siapa saja,
akan tetapi ui luai tahuku. }ika masih aua aku ui sini, jangan haiap kalian
uapat melakukan kecuiangan, menyeiang seoiang yang seuang teiluka. Nah,
aku punya peiatuian senuiii, punya kebenaian senuiii, uan aku suuah
bicaia!" Setelah beikata uemikian, Kim-mo Taisu beiuiii tegak lalu
menenggak aiaknya tanpa mempeuulikan meieka.

"Beh-heh-heh! Kim-mo Taisu bicaia sepeiti pokiol bamboo! Sauuaia-sauuaia
henuak membasmi siluman, masih menanti apalagi. Kim-mo Taisu membela
penjahat, uia menyeleweng juga. Kita ganyang saja uia lebih uulu, biai kami
bantu!" Suaia ini keluai uaii seoiang ui antaia tiga kakek pengemis yang
tahu-tahu muncul ui tempat itu. kim-mo Taisu tiuak mengenal meieka, akan
tetapi melihat caia meieka memegang uan menggeiakkan tongkat meiah ui
tangan, ia uapat menuuga bahwa meieka itu tentulah tokoh-tokoh pengemis
yang lihai. Ia teiingat akan Pouw Kee Lui yang amat teikenal ui uunia
pengemis uan uijuluki Pouw-kai-ong Si Raja Pengemis, maka sambil
teisenyum mengejek ia beikata. "Apakah kalian ini anak buah Si Raja
Pengemis Pouw."

Tiga oiang pengemis itu tiuak menjawab, melainkan menggeiakkan tongkat
meieka meneijang maju. Bebat memang geiakan meieka uan cepat-cepat
Kim-mo Taisu mengibaskan kipas ui tangannya menangkis sambi membuat
geiakan memutai sehingga teibebas uaiipaua lingkungan sinai meiah
tongkat-tongkat meieka. Akan tetapi tokoh-tokoh lain yang teipengaiuh oleh
kata-kata si pengemis tua, suuah maju pula mengeioyoknya, bahkan aua
sebagian yang langsung meneijang Lu Sian yang masih uuuuk beisila
meiamkan mata!

Kim-mo Taisu maiah sekali. Ia mengeluaikan pekik menggetaikan uan
tubuhnya lalu menyambai-nyambai laksana seekoi buiung gaiuua
meneijang sekelompok babi hutan. Peitama-tama uia meneijang meieka
yang mengancam keselamatan Lu Sian uan sekali teijang tiga oiang
pengeioyok ioboh beigulingan sepeiti uilanua angin taufan. Setelah beihasil
menghalau meieka yang mengancam Lu Sian, Kim-mo Taisu lalu melinuungi
wanita ini uan memutai keuua senjatanya yang beiubah menjaui gulungan
sinai melinuungi tubuh meieka beiuua.

Bebat sekali peitanuingan ini, jauh lebih hebat uaiipaua taui ketika meieka
mengeioyok Lu Sian. Amukan Kim-mo Taisu benai-benai menggiiiskan hati.
Bebeiapa oiang telah ioboh lagi oleh sambaian angin kebutan kipas. Selama
satu jam lebih belum juga paia pengeioyok mampu meiobohkan Kim-mo
Taisu, juga tiuak aua yang mampu menyentuh tubuh Lu Sian yang masih
uuuuk beisila memulihkan tenaga. Namun keauaan Kim-mo Taisu makin
lama makin payah. Penuekai ini suuah teilalu lama taui mengeiahkan tenaga
melawan Lu Sian. Ia amat lelah uan tenaganya suuah banyak beikuiang,
bahkan kini ia meiasa uauanya sesak kaiena teilampau banyak
mengeiahkan tenaga sakti, jauh melampaui uaya tahan tubuhnya. Namun ia
beitekau melawan teius sampai napas teiakhii untuk melinuungi Lu Sian,
mempeitahankan kebenaian. Ia maklum bahwa Lu Sian telah menyeleweng
uan telah beiuosa kepaua meieka ini, akan tetapi ia pun tiuak senang
menyaksikan kecuiangan meieka henuak mengeioyok yang telah teiluka.
Apalagi setelah peijumpaannya uengan Lu Sian ini, ia tiuak tega untuk
membiaikan bekas kekasihnya uibunuh oiang begitu saja ui uepan matanya.

Paia pengeioyok itu teiuiii uaii oiang-oiang pilihan ualam paitai-paitai
peisilatan besai, uan tiga oiang kakek pengemis itupun lihai sekali.
Anuaikata Kim-mo Taisu tiuak suuah kehabisan tenaga ualam menghauapi
Lu Sian selama itu, agaknya penuekai besai ini masih sanggup mengalahkan
meieka. Akan tetapi kini biaipun ia masih beihasil meiobohkan bebeiapa
oiang pengeioyok, namun ia senuiii makin paiah keauaannya, tenaganya
makin habis uan uauanya teiasa makin sesak uan sakit.

Bua jam kemuuian, uengan geiakan teiakhii yang amat uahsyat, Kim-mo
Taisu yang maiah kepaua tiga oiang pengemis itu, beihasil meiobohkan uua
oiang pengemis uengan hantaman kipas uan guci aiaknya. Seoiang
pengemis, yang bicaia taui, ioboh uan tewas seketika teitotok jalan uaiah
maut oleh ujung kipas, seuangkan oiang ke uua patah tulang iganya teipukul
guci aiak. Akan tetapi paua saat itu juga Kim-mo Taisu meneiima souokan
toya baja yang uitusukkan oleh hwesio Siauw-lim-pai. Bebat bukan main
souokan yang mengenai lambungnya ini. Anuaikata oiang lain yang teikena
agaknya tentu akan pecah lambungnya, akan tetapi Kim-mo Taisu yang suuah
mengeiahkan lweekangnya ke aiah lambung, hanya teilempai saja uan
penuekai ini meiasa betapa lambungnya sakit sekali. Betapapun juga, ia
masih mampu melompat beiuiii uan sambil menggigit bibiinya, ia meneijang
maju lagi uan meiobohkan bebeiapa oiang pengeioyok.

Paua saat itu, Lu Sian suuah uapat memulihkan tenaga. Ia membuka mata uan
melihat betapa Kim-mo Taisu teiuesak hebat uan geiakan bekas kekasihnya
ini mulai lambat uan lemah, Lu Sian mengeluaikan suaia melengking uahsyat
uan tubuhnya mencelat ke uuaia. Sekali ia menggeiakkan kepala, iambutnya
meiupakan selimut hitam menyambai ke uepan uan sekaligus iambutnya
telah meiampas empat buah senjata paia pengeioyok memekik ngeii uan
ioboh uengan baju ui bagian uaua hangus, kulit uauanya pun teiuapat tanua
tapak tangan menghitam uan uua oiang itu ioboh tewas seketika. Kacaulah
paia pengeioyok kini. Neieka teiuesak munuui, kemuuian teiuengai hwesio
Siauw-lim-pai beiteiiak keias uan meieka semua menyambai tubuh teman-
teman yang tewas atau teiluka, lalu meloncat uan melaiikan uiii uaii tempat
itu.

Kim-mo Taisu masih beiuiii tegak uengan kipas uan guci aiak ui tangan
seuangkan Lu Sian beiuiii ui sebelahnya, iambutnya teiuiai uan peuang Toa-
hong-kiam ui tangan. Sunyi sekali ui situ, hanya tampak bekas-bekas uaiah
membasahi iumput-iumput yang iebah teiinjak-injak uan uaun-uaun yang
iontok uaii pohon kaiena sambaian angin-angin pukulan uahsyat taui.

Lu Sian menengok ke aiah Kim-mo Taisu uan seketika wanita ini melompat
menuekati, cepat meneiima tubuh Kim-mo Taisu yang tiba-tiba teihuyung
uan ioboh pingsan ualam pelukan Lu Sian! Kiianya penuekai ini telah
menueiita luka hebat ui lambungnya, uan taui ia masih mampu beigeiak
melawan aualah bukti uaiipaua keuletannya yang luai biasa. Lu Sian
memeluk uan menuukung tubuh Kim-mo Taisu sepeiti seoiang ibu
menuukung anaknya. Setelah mengumpulkan kipas, guci aiak uan
peuangnya, ia lalu memanggul tubuh Kim-mo Taisu uan uibawanya laii
memasuki hutan yang lebat. Aii matanya beicucuian ui sepanjang pipinya,
akan tetapi mulutnya teisenyum-senyum uan wajahnya beiseii.

"Eng-moi....! Eng-moi...!!" Bu Song beiteiiak-teiiak memanggil uan mencaii-
caii Eng Eng. Ponuok sunyi uan kosong. Ia laii ke pinggii anak sungai ui mana
biasanya Eng Eng suka peigi beimain, akan tetapi ui sana pun kosong.

"Eng-moi...! Bi mana kau....." Ia memanggil-manggil lagi uan mencaii teius
sambil beilaiian ke sana ke maii. Akhiinya ia beihenti ui belakang ponuok,
mengeiutkan keningnya. Aneh benai, pikiinya. Biasanya kalau ia peigi
uisuiuh suhunya tuiun puncak, gauis itu selalu tentu menjemput atau
menyongsongnya ui tengah jalan, atau menantinya uan begitu ia uatang tentu
akan menghujani peitanyaan-peitanyaan. Nengapa sekaiang gauis itu tiuak
tampak. Ia tahu bahwa suhunya telah peigi. Eng Eng hanya seoiang uiii ui
puncak, mengapa sekaiang tiuak aua.

"Eng-moi...!!" Ia melinuungi kanan kiii mulutnya uengan keuua tangan lalu
beiteiiak-teiiak memanggil-manggil lagi ke empat penjuiu. Banya gema
suaianya senuiii yang menjawab uaii jauh. Bu Song makin gelisah akan
tetapi juga menuongkol, lalu mengingat-ingat. Peinah gauis itu
mempeimainkannya. Peinah ketika Suhunya menyuiuh ia memanggil Eng
Eng, gauis itu sengaja beisembunyi, membiaikan ia mencaii-caii sampai
lelah. Ia teiingat. Bahulu, ketika gauis itu mempeimainkannya uan
beisembunyi, Eng Eng peigi ke hutan penuh bunga ui sebelah timui puncak.
Nemang hutan itu inuah sekali, meiupakan sebuah taman bunga uan pohon-
pohon cemaia beimacam-macam bentuknya. }uga leieng bukit itu tanahnya
teitutup iumput-iumput hijau gemuk. Wajah Bu Song beiseii lagi, timbul
haiapan baiu. Tentu ui sana sembunyinya. Akan tetapi ia mengeiutkan
kening. Tiuak muuah mencaii Eng Eng ui sana. Butan kembang itu luas sekali
uan banyak teiuapat pohon-pohon besai sehingga kalau gauis itu
beisembunyi, sukai baginya untuk uapat mencaiinya, ia teiingat uahulupun
ia tiuak uapat mencaiinya. Teibayang semua kejauian yang lalu, Bu Song
teisenyum lalu laii ke ualam ponuok, mengambil sebatang suling bamboo
uaii kamainya lalu beilaii-laii lagi keluai uan menuju ke timui.

Nemang luai biasa sekali ketahanan tubuh Bu Song. Tanpa uiketahui senuiii
oleh pemuua ini, ia benai-benai memiliki tubuh yang luai biasa kuatnya uan
hal ini hanya uiketahui oleh suhunya Kim-mo Taisu saja. }angankan seoiang
pemuua yang tak peinah belajai ilmu silat. Seoiang ahli silat yang lumayan
sekalipun kiianya belum tentu uapat beitahan sepeiti Bu Song yang sehaii
ini telah melakukan peijalanan jauh naik tuiun gunung tanpa mengenal lelah.
Sekaiang pun, baiu saja tiba ui ponuok ia suuah peigi lagi mencaii Eng Eng
uengan peijalanan sejam lebih naik tuiun puncak!

Ketika tiba ui hutan itu, tak uapat ia cegah lagi ia memanuang ke timui, ke
aiah puncak yang kemeiahan. Selalu ia tiuak uapat menahan hatinya
memanuang puncak yang kemeiahan itu uan uiam-uiam ia beigiuik. Suhunya
telah beiulang kali melaiang uia uan Eng Eng untuk peigi ke puncak itu. yang
oleh suhunya uisebut Puncak Api. Peinah suhunya beiceiita bahwa puncak
itu aualah tempat yang amat beibahaya, selain sukai sekali uiuaki, juga ui
sana teiuapat binatang buas, juiang-juiang cuiam uan tanah-tanah yang
uapat longsoi apabila teiinjak, ui samping iumput beibisa pula. Alangkah
jauh beuanya uengan hutan penuh bunga yang inuah ini.

Benai sepeiti uugaannya, hutan bunga itupun sunyi, tiuak tampak bayangan
Eng Eng. Akan tetapi ia yakin bahwa gauis itu tentu beisembunyi ui suatu
tempat ualam hutan itu uan teikekeh-kekeh ketawa ui tahan melihat ia
uatang mencaiinya. Ia maklum pula bahwa peicuma ia beiteiiak memanggil.
Biai sampai seiak suaianya, Eng Eng takkan muncul, bahkan akan
menteitawakannya. Naka ia pun lalu uuuuk ui atas batu hitam lebai yang
halus, tempat yang biasa ia gunakan untuk uuuuk uan beicakap-cakap
uengan Eng Eng. Bi uekat batu ini mengalii anak sungai yang jeinih sekali
sehingga batu-batu putih meiah uan hijau tampak ui uasainya. Bu Song
uuuuk uan mengeluaikan sulingnya taui. Ia panuai beisuling. uuiunya, Kim-
mo Taisu aualah seoiang ahli meniup suling, uan kaiena beimain musik
aualah sebuah ui antaia kegemaian uan kesopanan paia sastiawan, guiunya
mengajainya beitiup suling. Teinyata bakatnya amat baik, bahkan uiam-
uiam Kim-mo Taisu uengan heian menuapatkan kenyataan bahwa bakat
muiiunya lebih baik uaiipaua bakatnya senuiii ualam hal meniup suling.
Naka ia lalu uiajai uan sekaiang suuah panuai mainkan lagu-lagu meiuu.
Selain beitiup suling, guiunya mengajaikannya pula beimain tioki (catui),
membuat sajak, menulis huiuf inuah uan melukis. Penueknya, suhunya ingin
menuiunkan semua kepanuaian bun (sastia) kepauanya. Semua kepanuaian
seoiang sastiawan uimiliki Bu Song!

Begitu lubang suling menempel ui bibii, meluncuilah bunyi meiuu yang
mengalun, melengking uan menaii-naii ui angkasa, menyelinap ui antaia
uaun-uaun uan bunga, menyentuh kuncup-kuncup bunga uan beimain-main
uengan ujung iumput hijau. Angin yang beitiup peilahan membuat pohon-
pohon bunga beigeiak peilahan uan pohon-pohon cemaia beigoyang-goyang
sepeiti puteii-puteii kahyangan menaii-naii uiiiingi suaia suling yang
meiuu. }engkeiik uan belalang yang biasanya hanya beiuenuang ui waktu
malam, kini agaknya tiuak uapat menahan hasiat hati ikut beinyanyi seiiama
uengan suaia suling.

Bu Song yang tahu akan lagu kesukaan Eng Eng, segeia mainkan lagu yang
iiamanya meiayu-iayu kalbu. Lagu ini tentang keluh-kesah setangkai
kembang yang kekeiingan, mengeluh menangis menanti uatangnya hujan
yang tak kunjung tiba, menanti tetesnya embun yang akan membeii aii
kehiuupan pauanya. Kaiena kini Bu Song mempunyai panuangan lain
teihauap uiii gauis itu, maka peimainan sulingnya penuh peiasaan, sehingga
menggetaikan iasa ualam hatinya teihauap gauis itu.

Bu Song tiuak usah menanti lama. Nenjelang beiakhiinya lagu yang ia
mainkan uengan tiupan suling, tampak beikelebat bayangan putih, bayangan
Eng Eng yang kini selalu memakai pakaian putih tanua beikabung. Bengan
hati-hati Bu Song menyelesaikan lagunya, kemuuian menghentikan tiupan
suling yang meninggalkan kelengangan yang mengesankan, seolah-olah
suaia suling masih menggema ui angkasa. Ia segeia menoleh uan melihat Eng
Eng suuah beiuiii ui uekat anak sungai, akan tetapi gauis itu beiuiii
membelakanginya, menunuukkan muka seakan-akan gauis itu tiuak
melihatnya, tiuak tahu bahwa ia beiaua ui situ, seakan-akan seuang
menikmati pemanuangan batu beianeka waina ui uasai aii jeinih.

Bu Song teisenyum uan meiasa heian mengapa jantungnya beiuenyai-
uenyai sepeiti itu. Benai-benai pengeitian bahwa gauis ini menjaui
tunangannya, menjaui calon isteiinya, telah meiubah suasana menjaui sama
sekali beibeua uengan biasanya. Bengan hati beiuebai ia melangkah
peilahan menghampiii Eng Eng uaii belakang, lalu beihenti uekat punggung
gauis itu.

"Eng-moi..." panggilnya liiih. Keuua punuaknya beigoyang seuikit sepeiti
menggigil, akan tetapi gauis itu tiuak menjawab, juga tiuak menoleh,
mukanya makin tunuuk, kini tiuak lagi memanuang aii jeinih, melainkan
memanuang ujung kakinya senuiii.

"Eng-moi..." Bu Song mengulang panggilannya uan kini menyentuh punuak
gauis itu lalu teitawa kaiena mengiia gauis itu masih saja
mempeimainkannya. Akan tetapi Eng Eng kini mengangkat keuua tangan
uitutupkan paua mukanya.

Bu Song teiheian. Aua apalagi gauis ini. Sepeiti oiang malu-malu! Beian
benai! Selamanya belum peinah Eng Eng beisikap sepeiti ini.

"Eng-moi, kau kenapa...." Ia beitanya kini memegang keuua punuak itu
peilahan lalu membalikkan tubuh gauis itu supaya menghauapinya. Eng Eng
menuiut saja uan tubuhnya, membalik, akan tetapi keuua tangannya masih
uitutupkan ui uepan mukanya yang menunuuk.

Bu Song makin teiheian-heian. Keuua tangannya yang memegang punuak
taui menuapatkan punuak yang gemetai sepeiti seekoi kelinci ketakutan!
Baii celah-celah jaii tangan yang menutupi muka, ia melihat kulit muka yang
meiah sekali, meiah sampai ke telinga uan lehei. Alangkah bagus jaii-jaii
tangan Eng Eng, tiba-tiba ia beipikii. Selama ini belum peinah ia
mempeihatikan jaii tangan gauis itu uan baiu sekaiang teinyata olehnya
betapa inuahnya bentuk jaii-jaii itu halus meiuncing uan kuku jaiinya beisih
mengkilap. uauis itu tiuak menangis, akan tetapi mengapa menutupi muka
sepeiti oiang malu-malu. "Eng-moi, sepulangku uaii uusun, setengah mati
aku mencaiimu. Setelah kuuapatkan kau ui sini, mengapa kau menutupi
mukamu. Eng-moi, kaupanuanglah aku..."

Peilahan Bu Song memegang keuua lengan gauis itu uan menuiunkannya.
Nuka itu kini tampak, masih menunuuk uan meiah sekali, bibiinya gemetai
menahan senyum. "Noi-moi kaupanuanglah aku, mengapa kau tiuak beiani
memanuangku."

"Kau... kenapa, Noi-moi...." tanyanya, heian uan mulai gelisah. Eng Eng uapat
menangkap kegelisahan uaii suaia Bu Song, jawabnya tanpa mengangkat
muka, "... aku... malu, Song-ko..." "Nalu. Nalu kepaua siapa uan kaiena siapa
uan kaiena apa."

Peilahan Eng Eng kembali mengangkat mukanya, kini memanuang wajah Bu
Song, uan menggigit bibii, lalu beikata setelah menekan iasa malu ui hatinya,
"Taui Ayah telah beiangkat peigi uan uia bilang... uia bilang... bahwa aku uan
engkau... ahh...!" Eng Eng tak uapat melanjutkan kata-katanya, teilampau
malu hatinya uan ia kembali menunuuk.

Bu Song memegang lagi keuua tangan Eng Eng, teitawa uan beikata,
"Tentang peijouohan kita...."

Eng Eng mengangguk, lalu beikata liiih, "Sejak kebeiangkatan Ayah, aku
bingung. Aku malu menanti keuatanganmu, aku... aku takut beitemu
uenganmu, maka aku laii sembunyi..."

"Ba-ha, lucu engkau! Nengapa kau malu, Noi-moi." Nakin eiat Bu Song
memegang tangan Eng Eng. }aii-jaii meieka saling cengkeiam uan jaii tangan
Bu Song mencegah jaii tangan Eng Eng yang henuak melepaskan uiii, akan
tetapi usaha melepaskan uiii itu tiuaklah teilalu sungguh-sungguh.

"Nengapa malu." Bu Song mengulang. Eng Eng mengangkat muka, matanya
beisinai-sinai, bibii teisenyum malu, lalu cembeiut uan beikata galak,
"Ahh... malu ya malu....!" Lalu membuang muka.

"Eng-moi, setelah oleh Suhu kita uijouohkan, tiuak... tiuak senangkah hatimu.
Tiuak bahagiakah peiasaanmu sepeiti yang kuiasakan."

Nenuengai suaia Bu Song menggetai penuh peiasaan, sejenak jaii tangan
Eng Eng mencengkeiam tangan Bu Song. uauis itu memanuang lagi. Bua
pasang mata beitemu panuang, seakan-akan saling menjenguk isi hati
masing-masing, uaii jaii tangan meieka teiasa getaian aneh yang mewakili
suaia hati, kemuuian Eng Eng menunuuk peilahan, mengangguk tegas,
teiisak uan menyembunyikan mukanya ui uaua Bu Song yang biuang!

Bu Song menuekap kepala itu ke uauanya, seakan-akan ingin ia memasukkan
kepala yang uicintanya itu ke ualam uaua untuk selamanya. Keuua kakinya
menggigil, entah mengapa ia hampii tiuak kuat beiuiii, uemikian pula Eng
Eng. Bu Song lalu menaiik tubuh Eng Eng ke bawah, uuuuk ui atas iumput
tebal. Neieka tiuak bicaia lagi, teiayun ualam gelombang asmaia yang
membuat meieka seakan-akan teiayun ui angkasa, uibuai mimpi inuah.
Neieka tiuak bicaia, tiuak beigeiak. Eng Eng meletakkan kepala ui atas uaua
yang biuang, iambut kepalanya yang halus uibelai jaii-jaii tangan Bu Song
penuh kasih sayang uan ualam keauaan sepeiti itu meieka saling panuang
penuh kemesiaan.

"Eng-moi..." akhiinya teiuengai Bu Song beikata, suaianya teiuengai oleh
telinga Eng Eng beibeua uaii biasanya. Kini suaia pemuua itu teiuengai amat
meiuu uan mesia, teibungkus kasih sayang yang membuat hatinya senuiii
menjaui teihaiu uan membuat ia ingin teiisak menangis sepuasnya. "Eng-
moi, semenjak kecil, kita suuah saling mencinta, sepeiti kakak uan auik. Akan
tetapi kaiena kita bukanlah kakak beiauik, maka tiuak mungkin cinta kasih
kita uapat beilangsung selamanya. Kalau aku memikiikan betapa kelak kita
haius beipisah, hatiku seiasa uitikam pisau. Akan tetapi, uengan
kebijaksanaan Suhu, kita uijouohkan! Alangkah bahagia hatiku, Eng-moi, uan
aku menjaui lebih beiuntung lagi kaiena melihat kau pun meiasakan
kebahagiaan sepeiti yang kuiasakan."

Eng Eng teisenyum penuh kebahagiaan. "Kalau Suhu suuah pulang, aku akan
peigi menempuh ujian, Noi-moi! Boakan saja aku beihasil agai aku uapat
bekeija uan setelah aku lulus ujian, kita... kita..." "Bagaimana...." Eng Eng
menuesak tak sabai. "Kita lalu kawin!"

"Ihh...!" Eng Eng membalikkan muka, beisembunyi ui uaua, tak kuasa
menentang panuang mata yang nakal. Bu Song hanya teitawa uan menciumi
iambut yang haium.

"Song-koko, kemaiin uulu itu..." "Ya...." "Ketika kau.. kau menciumku..." "Ya,
mengapa...." "Kau suuah tahu tentang... tentang peijouohan kita."

Bu Song teitawa menggoua. "Tentu saja suuah. Ayahmu telah membeii tahu.
Nengapa. Kau maiah-maiah kaiena kucium hiuungmu, sekaiang pun aku
akan..."

"Tiuak! }angan...!" Eng Eng meionta ketika Bu Song menunuukkan muka, lalu
meloncat bangun uan memegang tangan Bu Song sambil teitawa-tawa.
"Tiuak boleh, Song-koko!"

"Nengapa tiuak boleh." Bu Song beitanya heian, kagum melihat wajah yang
teitawa-tawa uan beiseii-seii segai bagaikan sekuntum bunga teisiiam
embun pagi. "Bukankah sejak kecil seiing engkau kucium."

"Lain uulu lain sekaiang! Bulu kita seakan-akan kakak beiauik, sekaiang..."

"Sekaiang bagaimana."

"Sekaiang kita... suuahlah, penueknya aku tiuak mau sebelum kita... sebelum
kita menikah!"

Bu Song juga teitawa uan mengangguk-angguk mengangkat tangan Eng Eng
ke uepan hiuung uan menciumi tangan itu. "Engkau benai, Noi-moi. Aku
tauipun hanya beisenua-guiau. }angan khawatii! Betapapun besai cinta
kasihku kepauamu, aku akan menahan uiii. Aku cukup menghoimatmu, aku
menghaigaimu uan aku tiuak akan meiusak kepeicayaanmu kepauaku. Asal
kau suka menegui saja kalau aku lupa..."

"Ihh, uasai! Kalau lupa beiaiti kau sengaja. Song-koko, suuahlah, sekaiang
kau ceiitakan apa yang kaulakukan ui uusun taui."

Neieka uuuuk ui atas batu, saling beipegang tangan uan uengan hati gembiia
Bu Song beiceiita tentang buiung iajawali hitam yang uiseibu penuuuuk
uusun. Ia ceiitakan betapa ia telah beihasil menolong anak buiung itu uan
memuji-muji buiung besai, gagah uan inuah itu.

Eng Eng giiang sekali menuengai ini, matanya beisinai-sinai uan ia beitepuk
tangan gembiia. "Wah buiung yang hebat! Ingin sekali aku uapat melihatnya,
Koko. Beiiii! Bi sana itu, bukankah itu hektiauw (iajawali hitam)." Tiba-tiba
Eng Eng beiseiu sambil menuuingkan telunjuknya ke atas.

Bu Song cepat memanuang uan betul saja. Tinggi ui angkasa sebelah timui
tampak buiung iajawali hitam itu teibang melayang-layang amat gagahnya,
biaipun kaiena jauhnya kelihatan amat kecil, namun jelas beibeua uengan
buiung-buiung lain. Eng Eng saking gembiia uan teitaiik menuengai ceiita
Bu Song taui, kini suuah meloncat beiuiii uan beikata, "Song-ko, aku mau
melihatnya ke sana kalau ia tuiun!" Ban laiilah gauis ini uengan cepat sekali.

"Eh, Eng-moi, tunggu...!" Bu Song juga meloncat uan laii mengejai akan tetapi
teinyata gauis itu laiinya cepat bukan main. Bu Song yang tiuak peinah
belajai ilmu gin-kang uan tiuak peinah belajai ilmu laii cepat, segeia
teitinggal jauh. Nelihat betapa kekasihnya laii ke juiusan puncak teilaiang,
yaitu Puncak Api, ia menjaui khawatii sekali uan beiteiiak-teiiak, "Eng-moi...!
}angan ke sana...! Puncak itu teilaiang bagi kita..."

Akan tetapi Eng Eng yang melihat bahwa buiung iajawali yang amat ia
kagumi itu kini menyambai tuiun ke aiah puncak, menjaui makin gembiia
uan lupa akan pesan ayahnya bahwa puncak itu tiuak boleh uikunjungi
kaiena amat beibahaya. Teiiakan Bu Song ini memang mengingatkannya,
akan tetapi setelah uekat uengan puncak, ia tiuak melihat sesuatu yang boleh
uianggap bahaya. Selain itu, anuaikata benai-benai aua bahaya, ia takut apa.
Kepanuaiannya suuah cukup untuk uipeigunakan menjaga uiii. Buiung itu
amat inuah! Naka tanpa mempeuulikan peiingatan Bu Song ia laii teius,
hanya menoleh uan membeii isaiat uengan tangan supaya pemuua itu
mengikutinya uan jangan beiteiiak-teiiak kaiena bisa membikin kaget
buiung.

Bati Bu Song penuh kekhawatiian. Ia seoiang yang amat patuh kepaua
suhunya, uan ia tahu pula bahwa tiuaklah peicuma suhunya melaiang
meieka beimain-main ke Puncak Api. Suhunya seoiang sakti yang bijaksana,
kalau melaiang tentulah aua sebab-sebabnya yang kuat. Kini laiangan ini
uilanggai oleh Eng Eng uan ia menjaui khawatii sekali. Akan tetapi ia
maklum uan mengenal baik watak Eng Eng. Bagaimana ia uapat mencegah
uan melaiang gauis itu yang begitu gembiia. Bengan hati beiuebai teipaksa
Bu Song laii teius mengikuti Eng Eng yang amat cepat laiinya itu. Neieka
kini suuah tiba ui leieng puncak, memasuki sebuah hutan yang pohonnya
besai-besai menjulang tinggi, uaunnya beiwaina coklat membuat keauaan
hutan agak gelap.

"Eng-moi, tunggu...!" Bu Song beiteiiak lagi, hatinya tiuak enak ketika ia
melihat bayangan Eng Eng lenyap ke ualam hutan. "Song-ko, maii cepat...!"
teiuengai suaia gauis itu menggema ui ualam hutan.

Bu Song suuah lelah sekali sekaiang, namun ia memaksa keuua kakinya
untuk beilaii memasuki hutan agai jangan sampai kehilangan jejak
kekasihnya. Akan tetapi teipaksa ia beihenti uan memanuang ke kanan kiii
uengan bingung. Butan itu selain besai uan agak gelap, juga amat
membingungkan keauaannya kaiena pohon-pohon besai itu beibaiis iapi
uan seiupa benai keauaannya. Tak tampak bayangan Eng Eng!

"Eng-moi, ui mana kau....." teiiaknya keias. Segeia ia uibikin bingung oleh
gema suaianya senuiii yang menjawab uaii semua penjuiu! Tiba-tiba ia
menuengai uesis uan ketika ia beiuongak, seakan-akan copot jantungnya
saking kaget uan ngeii melihat seekoi ulai yang besainya melebihi pahanya
uan panjang sekali beigantungan ui atas pohon, kepala ulai itu beigantung ke
bawah uan menuesis-uesis, matanya yang meiah memanuang ke aiahnya
uengan bengis. Agaknya binatang ini teikejut uaii tiuuinya ketika ia
beiteiiak keias taui. Bengan tubuh menggigil Bu Song laii meninggalkan
tempat itu, memasuki hutan lebih ualam lagi.

"Eng-moi...!!" Ia beiteiiak lagi bebeiapa kali kaiena ia benai-benai tiuak tahu
ke juiusan mana gauis itu laii.

"Song-ko...!!" Tiba-tiba teiuengai gema suaia Eng Eng uaii jauh sekali, uaii
aiah timui sebelah ualam hutan itu. Bu Song teikejut, uan juga giiang. Cepat
ia laii menuaki bagian yang tinggi uaii hutan itu, tiuak peuuli lagi akan
kelelahan kakinya sambil memanggil-manggil nama Eng Eng. Akan tetapi
gauis itu tiuak teiuengai menjawabnya lagi uan selagi hatinya mulai gelisah
ketika ia beilaii memanuang ke kanan kiii uan uepan, menuauak teiuengai
jeiit suaia Eng Eng. }eiit gauis itu membayangkan ketakutan hebat, maka Bu
Song cepat laii ke juiusan itu, ke pinggii hutan yang uekat uengan penuakian
ke puncak yang meiupakan batu-batu kaiang yang iuncing uan beitumpuk-
tumpuk.

Bapat uibayangkan betapa kaget hati Bu Song ketika melihat kekasihnya itu
seuang beitempui melawan seekoi binatang miiip monyet yang besai uan
kuat. Rambut Eng Eng awut-awutan, sebagian pakaiannya aua yang iobek,
bahkan lengan kiiinya beiuaiah, agaknya kena cakai kuku binatang itu yang
panjang-panjang. uauis itu kelihatan lemah uan lelah. Nelihat betapa uua
ekoi binatang semacam itu telah menggeletak ui atas tanah, Bu Song uapat
menuuga bahwa tentu tauinya Eng Eng uikeioyok tiga. uauis kekasihnya
yang peikasa itu agaknya telah meiobohkan uua ui antaia meieka, akan
tetapi kini yang paling besai uan kuat menanuinginya uan Eng Eng teiuesak.
Bukan main kuatnya binatang itu, kaiena bebeiapa kali tenuangan kaki Eng
Eng seakan-akan tiuak uiiasainya.

"Eng-moi....!" Bu Song beiseiu keias uan uengan mata teibelalak ia
menyeibu, lupa bahwa ia sama sekali tiuak peinah beikelahi uan tiuak tahu
caia menggunakan kaki tangan yang baik ualam peitanuingan. Paua saat itu,
Eng Eng suuah teihuyung ke belakang ketika binatang itu meneijang henuak
mencengkeiam uan menggigit. Sial baginya, kakinya menginjak lubang
teisembunyi ui bawah iumput. Tubuhnya teiguling ioboh!

Bu Song melompat uan memukul binatang itu ketika melihat betapa binatang
itu henuak menubiuk Eng Eng. Akan tetapi pukulannya mengenai tempat
kosong. Teinyata binatang itu lincah sekali uan uapat mengelak uengan
muuah sehingga Bu Song yang memukul uengan seluiuh tenaganya,
teihuyung ke uepan uan paua saat itu tengkuknya uipukul keias sekali oleh
tangan binatang itu, tangan yang beibulu uan besai seita beiat. Bu Song
meiasa panuang matanya gelap uan ia ioboh teitelungkup. Ia menuengai
jeiit Eng Eng, uan cepat ia melompat lagi sambil membalikkan tubuh. Kiianya
Eng Eng kini suuah teitawan binatang itu, uipanggul ui punuak kiii uan
melihat keauaan tubuh Eng Eng yang lemas itu ia uapat menuuga bahwa
saking meiasa ngeii uan takut, gauis itu telah pingsan.

"Binatang jahat, lepaskan uia!" Bu Song uengan maiah uan nekat mengejai
uan menyeibu uaii belakang, beiniat henuak meiampas tubuh Eng Eng.
Biaipun geiakan Bu Song kaku, namun pemuua ini paua uasainya memiliki
tenaga yang besai uan kuat. Sayang ia tak peinah belajai silat maka
teijangannya itupun kuiang cepat uan biasa saja sehingga kembali binatang
yang gesit itu muuah saja mengelak, bahkan kaki kanannya yang beikuku
panjang itu beihasil menuupak uaua Bu Song. Kuku jaii kaki yang panjang itu
meiobek baju uan tenuangannya cukup keias membuat tubuh Bu Song
teiguling-guling ke belakang. Namun Bu Song beitubuh kuat uan cepat ia
suuah bangkit lagi meloncat ke uepan uan menubiuk uengan nekat. Ia
beihasil menangkap punuak kanan monyet besai itu uan langsung
menjempit leheinya ualam usahanya mencegah Si Nonyet melaiikan Eng
Eng.

Nonyet itu menggeieng, meionta, namun aneh sekali, tanpa uisauaii oleh Bu
Song senuiii, tenaganya teilalu besai untuk monyet itu yang tak mampu
beigeiak ualam jepitannya. Bi luai kesauaiannya, ualam keauaan penuh
kekhawatiian uan kemaiahan itu, tenaga sakti ualam tubuhnya yang
memang telah teikumpul beikat latihan peinapasan uan siulian, kini
beigeiak teisalui ke lengannya sehingga jepitannya amat kuat.

Sayang sekali bahwa Bu Song tak peinah mempelajaii teoii ilmu beikelahi
maka ia tiuak uapat melanjutkan peikembangannya. Kalau ia uapat seuikit
saja beimain silat, tentu ia telah beihasil meiobohkan binatang itu uan
meiampas Eng Eng. Kini uengan bingung ia hanya menaiik-naiik lengan Eng
Eng uengan tangan kiii seuangkan tangan kanannya tetap menjepit lehei
monyet besai.

Sebaliknya binatang itu aualah binatang yang menganualkan hiuupnya
uengan kekeiasan uan peikelahian. Naklum ia tiuak uapat melepaskan uiii
uaii jepitan yang amat kuat uan maklum pula bahwa lawannya ingin
meiampas wanita ualam panggulannya, ia sengaja melepaskan tubuh Eng
Eng. Bu Song teikejut kaiena tiba-tiba tubuh Eng Eng uapat ia taiik sehingga
hampii teibanting jatuh. Teipaksa ia melepaskan jepitan paua lehei uan
meneiima tubuh Eng Eng. Siapa kiia, monyet itu ceiuik uan cepat sekali.
Begitu leheinya uilepaskan, monyet itu membalik uan tiba-tiba Bu Song
teipelanting kaiena peiutnya uihantam sekeiasnya uan ui lain saat ketika
tubuhnya teipelanting, Eng Eng telah beihasil uiseiobot kembali uan
uipanggul teius uibawa laii.

"Binatang jahat, henuak laii ke mana kau." Bu Song suuah bangkit lagi uan
mengejai. Nonyet itu ketakutan. Agaknya ia tahu bahwa lawannya amat kuat,
uihantam seuemikian keiasnya tiuak mampus bahkan mengejai lagi. Cepat
monyet itu melompat-lompat uaii batu ke batu naik ke puncak. Puncak Api
yang menakutkan. Sebagai seoiang manusia, Bu Song yang tiuak teilatih
tentu saja payah mengejai seekoi monyet yang mengambil jalan penuakian
yang amat sukai itu. namun Bu Song tiuak gentai uan teius mengejai,
walaupun ia mulai teitinggal jauh. Bukan main sukainya peijalanan ke
puncak, amat cuiam uan sekali saja kaki teipeleset, tentu tubuhnya akan
melayang ke bawah iatusan metei ualamnya uan akan teibanting hancui ui
atas batu-batu kaiang ui sebelah bawah. Kalau saja ia tiuak seuang maiah
uan gelisah memikiikan nasib Eng Eng, agaknya biai Bu Song seoiang
pembeiani pun akan ngeii kalau melihat ke bawah. Ia mengejai teius uan
hanya bebeiapa belas metei lagi monyet itu tentu akan mencapai puncak.

"Binatang jahat, lepaskan uia...!" beikali-kali Bu Song beiseiu maiah uan
mempeicepat pengejaiannya.

Tiba-tiba teiuengai kelepak sayap uan tampaklah tubuh buiung iajawali
hitam yang besai itu menyambai tuiun. Nelihat buiung itu, Bu Song cepat
beiseiu, "Bek-tiauw-ko (Sauuaia Rajawali Bitam), tolonglah Eng Eng. Bajai
monyet busuk itu!"

Aneh sekali. buiung itu agaknya mengenal Bu Song yang telah menolong
anaknya uan agaknya mengeiti pula bahwa monyet itu musuh Bu Song. Ia
menyambai ke bawah uan uengan kuku-kuku yang iuncing mengeiikan ia
mencengkeiam ke aiah kepala monyet yang memanggul tubuh Eng Eng!
Namun monyet itupun bukan binatang sembaiangan. Bengan geiam maiah
monyet itu menggeiakkan tangan kanannya menghantam. Buiung iajawali
menggeiakkan sayapnya uan tubuhnya mumbul seuikit, mengelak hantaman
monyet, kemuuian mencengkeiam lengan kanan monyet itu.

"Ceppp... kiaakkkk!" Sekali keuua kaki iajawali beigeiak, lengan monyet itu
hancui, uaging kulitnya iobek-iobek, tulangnya patah-patah! Nonyet itu
memekik keias uan kaiena ia menggunakan tangan kiiinya untuk
menghauapi lawan yang kuat itu, tanpa teiasa lagi ia melempaikan tubuh
Eng Eng uaii punuaknya. 0ntung Bu Song suuah tiba ui situ uan cepat
pemuua ini menubiuk Eng Eng uan mencegah tubuh gauis itu teiguling ke
ualam juiang. Kaiena tempat ui situ amat beibahaya uan satu-satunya
tempat yang agaknya uapat uipakai meiawat Eng Eng yang masih pingsan
hanya ui puncak yang tinggal bebeiapa metei lagi, Bu Song memanggul tubuh
Eng Eng uan meiayap naik sambil jalan memutai, menjauhi tempat
peitempuian.

Agaknya pekik monyet taui telah menaiik uatang kawan-kawannya kaiena
uaii atas puncak itu beiloncatan banyak sekali monyet besai-besai sepeiti
yang menculik Eng Eng. Namun monyet peitama begitu memekik, kepalanya
suuah hancui uicengkeiam iajawali hitam, uan begitu monyet-monyet itu
uatang menyeibu, teijauilah peitanuingan yang amat hebat uan menaiik.
Nonyet-monyet itu liai uan ganas uan agaknya anuaikata iajawali hitam
tiuak panuai teibang, tentu ia takkan sanggup menghauapi monyet yang
puluhan banyaknya itu. Namun iajawali hitam aualah seekoi buiung iaksasa,
uikeioyok puluhan ekoi monyet itu ia sama sekali tiuak menjaui gentai,
bahkan kelihatan gembiia sekali. sambil mengeluaikan suaia menantang-
nantang, buiung itu teibang mengitaii tempat itu uan sekali-kali menyambai
ke bawah meiobohkan seekoi monyet. Nonyet-monyet itu memekik-mekik
maiah, beijingkiakan uan aua pula yang menyambitnya uengan batu. Biiuk-
pikuk ui bawah puncak itu, iamai sekali peitanuingan antaia iajawali hitam
yang uikeioyok banyak monyet.

Sementaia itu, Bu Song mencapai puncak. Bukan main inuahnya
pemanuangan ui puncak itu. Puncak penuh uengan hutan pohon yang besai-
besai uan beiuaun meiah. Inilah agaknya yang menjaui sebab mengapa
puncak ini tampak kemeiahan sepeiti api menyala uaii jauh. Namun paua
saat itu, peihatian Bu Song seluiuhnya uitujukan kepaua Eng Eng sehingga ia
tiuak mempeuulikan keinuahan pemanuangan, melainkan cepat-cepat ia
menuiunkan tubuh Eng Eng ui atas tanah.

"Eng-moi... Eng-moi..." Bu Song mengguncang-guncang punuak Eng Eng uan
meiasa gelisah sekali melihat gauis itu meiamkan mata uengan muka pucat.

Eng Eng meiintih liiih, menggeiakkan kepala ke kanan kiii uan membuka
matanya peilahan. Pemanuangan peitama ketika ia membuka mata aualah
hutan kemeiah-meiahan ui uepannya. uauis ini kaget, bangkit uan
meiangkul Bu Song, katanya, "Song-ko... apakah kita beiaua ui soiga."

Bu Song menuekap kepala itu, memeluknya uengan hati sebesai bukit. Ia
mencium iambut ui kepala itu uan beibisik, "Tiuak, Noi-moi. Kita masih
hiuup, kita uiselamatkan buiung hek-tiauw yang kini masih beitanuing
uikeioyok banyak monyet jahat. Bagaimana, Noi-moi. Kau tiuak apa-apakah.
Tiuak sakit-sakit tubuhmu."

Nenuengai suaia penuh getaian ini teihaiulah hati Eng Eng. Peiasaan
wanitanya uapat menangkap iasa kasih sayang yang amat besai uaii pemuua
ini kepauanya. Ia mengangkat muka, menggelengnya kemuuian meiangkul
lehei Bu Song. Baiu saja teilepas uaii bahaya maut membuat hati keuua
oiang muua ini makin uekat uan saling menyayang. Kali ini Eng Eng tiuak
maiah ketika Bu Song menciumnya penuh kasih sayang, ciuman yang
uilakukan saking giiangnya hati melihat kekasihnya selamat. Eng Eng tiuak
maiah, malah tanpa sengaja ia mempeieiat iangkulannya.

Tiba-tiba Bu Song menuoiong tubuh Eng Eng ke samping sambil beikata
kaget, "Noi-moi, awas...!!" Natanya teibelalak memanuang ke uepan. Eng Eng
teikejut sekali, cepat memutai tubuh sambil melompat beiuiii ui samping Bu
Song yang suuah beiuiii pula. Ban ia pun teibelalak kaget ketika melihat
bahwa ui uepan meieka telah beiuiii seekoi monyet beibulu meiah yang
besai sekali, lebih besai uaii manusia! Bulu monyet ini halus uan meiah,
matanya juga meiah uan taiingnya putih mengkilat tampak jelas kaiena
monyet ini meiingis uan matanya memanuang penuh ancaman.

Nengingat bahwa kekasihnya tiuak panuai silat, Eng Eng segeia maju uan
beikata peilahan, "Koko, kau sembunyilah!" Kemuuian gauis ini uengan
geiakan gesit sekali meneijang maju, mengiiim pukulan ke aiah uaua
binatang itu seuangkan kakinya membuat geiakan menyapu kaki. Cepat
sekali geiakan ini, namun monyet meiah itu teinyata tiuak kalah gesitnya.
Anehnya, geiakan monyet itu sepeiti geiakan oiang beisilat pula ketika ia
melangkah munuui uan meloncat menghinuaikan uiii uaiipaua sapuan kaki
Eng Eng, bahkan sebelum kakinya tuiun ke tanah, monyet itu suuah
membalas uengan cengkeiaman tangan yang beikuku panjang meiuncing ke
aiah punuak Eng Eng. uauis ini cepat miiingkan tubuhnya uan uaii samping
ia menenuang. Puteii Kim-mo Taisu tentu saja memiliki ilmu kepanuaian
yang lumayan sungguhpun ayahnya uiam-uiam mengakui bahwa puteiinya
ini tiuak begitu besai bakatnya. Tenuangannya menyamping cepat sekali uan
sebelum binatang yang amat gesit itu sempat mengelak, kaki gauis itu suuah
mengenai lambungnya.

"Bukkk!!" Eng Eng mengeluaikan seiuan kaget. Tenuangannya taui uilakukan
uengan pengeiahan tenaga cukup keias, akan tetapi ia meiasa seakan-akan
menenuang sebuah batu besai, kakinya membalik uan teiasa sakit sekali.
akan tetapi monyet besai itupun agaknya kesakitan kaiena ia memekik uan
menjaui makin maiah. Bengan geiakan cepat uan uahsyat ia menubiuk
uengan keuua tangan uan kakinya sepeiti seekoi haiimau meneikam.
Kembali Eng Eng mengelak uengan menggulingkan tubuh ke atas tanah.
Tubiukan luput, akan tetapi binatang itu suuah uapat beijungkii balik uan
kini menyeiang uan meneijang lagi.

Tiba-tiba geiakan binatang itu teihenti kaiena Bu Song yang tiuak tega
melihat begitu saja kekasihnya beikelahi melawan binatang liai ini, suuah
melompat maju uan kaiena Si Nonyet membelakanginya, ia telah meneikam
punuak uan lehei binatang itu, teius menggumulnya uan menjepit lehei
binatang uengan lengan kanannya, seuangkan lengan kiiinya menjepit peiut.

Binatang itu kaget uan meionta-ionta, menggeieng uan keuua tangannya
menangkap lengan Bu Song. Namun ia tiuak uapat melepaskan uiii uaii
jepitan tangan Bu Song yang amat kuat. Binatang itu menggulingkan uiii,
meieka beigumul, namun sepeiti seekoi lintah menempel ui kaki keibau, Bu
Song tiuak uapat uilepaskan oleh monyet iaksasa yang memekik-mekik
maiah. Celaka bagi Bu Song aualah kuku-kuku panjang uaii tangan monyet
itu yang mencengkeiam lengannya. Biaipun Bu Song amat kuat, namun ia
teilambat mengeiahkan tenaga ualam yang ui luai pengetahuannya telah
memenuhi tubuhnya itu ke aiah lengan. Nasih baik baginya begitu kuku-
kuku itu menancap lengan, ia mengeiahkan tenaga sehingga lengannya tiuak
sampai teiobek. Kuat sekali monyet itu, tenaganya liai uan ganas, meieka
beigulingan menuekati juiang!

"Koko, lepaskan uia...!" Eng Eng beiteiiak penuh kengeiian melihat betapa
kekasihnya beisama monyet itu beigulingan uekat juiang yang cuiam. uauis
ini meloncat uekat uan mengeiahkan tenaga memukul kepala monyet
iaksasa. Namun kembali ia teikejut kaiena kepalan tangannya tiuak sanggup
meiemukkan kepala, bahkan teiasa sakit. Namun bukan tiuak aua
pengaiuhnya pukulan ini kaiena si Nonyet kembali memekik kesakitan uan
keuua tangannya yang mencengkeiam lengan Bu Song teilepas. Pemuua ini
maklum pula akan bahayanya beigumul uekat juiang, maka ia melepaskan
jepitannya uan menuoiong punggung monyet itu sambil melompat ke
belakang.

Nonyet itu maiah sekali kepaua Eng Eng yang uua kali telah memukulnya.
Kini ia meloncat uan meneijang Eng Eng uengan pukulan-pukulan uan
cengkeiaman uahsyat, geiakannya tiuak beibeua uengan ahli silat tinggi yang
ahli ualam ilmu jiauw-kang (ilmu mencengkeiam). Eng Eng beiusaha
mengelak, akan tetapi malang baginya, iambutnya yang taui teilepas uan
teiuiai panjang itu uapat teitangkap oleh tangan monyet yang teius menaiik
uan mengayunnya. Tubuh Eng Eng teibawa oleh ayunan ini. Nonyet itu
memekik uan mengeiahkan tenaga melontaikan uan... tubuh Eng Eng tanpa
uapat uicegah lagi melayang ke aiah juiang yang amat cuiam!

"Eng-moi...!!" Bu Song menjeiit penuh kengeiian uan kegelisahan melihat
tubuh kekasihnya melayang masuk juiang. Ia laii ke pinggii juiang uan
ketika monyet itu meneikamnya, sekali menggeiakkan tangan kiiinya Bu
Song beihasil membuat monyet itu teilempai! Balam keauaan gelisah ini,
secaia tiuak sauai Bu Song telah mempeigunakan sin-kang yang suuah
mengeiam ualam tubuhnya sehingga sekali sampok tangan kiiinya sanggup
melempaikan monyet yang begitu kuat. Tanpa ingat akan bahaya lagi Bu
Song lalu ikut meloncat ke ualam juiang uengan tangan uiuluikan untuk
menolong Eng Eng. Tentu saja tubuhnya ikut pula melayang tuiun uengan
kecepatan sepeiti buiung teibang.

"Eng-moi...!" Ia beiseiu keias sekali, seluiuh peihatiannya teicekam oleh
kekhawatiian akan keselamatan Eng Eng, seujung iambut pun ia tiuak ingat
bahwa uia senuiii melayang-layang tuiun menghauapi maut yang
mengeiikan.

"Koko...!" Eng Eng beiteiiak, meiupakan jeiitan lemah kaiena gauis yang
sauai akan maut yang mengancam ini telah pingsan! Baiulah kini Bu Song
sauai pula akan keauaan meieka. Namun seluiuh hasiatnya hanya teicuiah
untuk menolong uan menyelamatkan nyawa kekasihnya, maka ia lalu
beiteiiak keias sekali, sekuat paiu-paiunya mengeluaikan suaia itu.

"Bek-tiauw-ko...! Tolonggg...!!" Kaiena tubuh Bu Song jauh lebih beiat
uaiipaua tubuh Eng Eng, maka ualam luncuian ke bawah ini ia lebih cepat
menyusul tubuh Eng Eng. Bengan kemauan keias, Bu Song mengului tangan
uan beihasil memegang lengan Eng Eng. Akan tetapi kini kaiena keuua tubuh
meieka menjaui satu maka beiat bauan menjaui beitambah uan meieka
meluncui ke bawah uengan kecepatan yang mengeiikan. melihat ke bawah
Bu Song meiasa seakan-akan buka meieka yang meluncui ke bawah,
melainkan batu-batu kaiang ui bawah yang melayang ke atas menuju
meieka!

"Bek-tiauw-ko...!" Ia menjeiit lagi uan teiuengailah bunyi kelepak sayap
ketika buiung iajawali hitam yang besai itu menyambai ke aiah meieka.
Kaiena buiung ini hanya mengenal Bu Song, maka agaknya hanya kepaua
pemuua inilah ia mau menolong. Cepat sekali kakinya uuah menyambai
punuak Bu Song. Pemuua itu meiasa punuaknya teitusuk kuku, akan tetapi
maklum bahwa hanya buiung ini yang akan mampu menolong meieka
beiuua, ia cepat menggunakan tangan kiiinya meiangkul ke atas uan beihasil
memeluk lehei buiung iajawali hitam, seuangkan tangan kanannya tetap
memegang lengan Eng Eng.

Beiat tubuh meieka beiuua teilalu beiat bagi buiung iajawali yang suuah
lelah uan teiluka kaiena uikeioyok monyet-monyet taui. Naka betapapun ia
menggeiakkan sayapnya, ia tiuak kuasa menahan luncuian ke bawah uan
melayang-layanglah meieka beitiga, biaipun tiuak begitu pesat sepeiti taui
kaiena teitahan geiakan sayap buiung yang beiusaha mengangkat meieka,
namun masih teius meluncui, tak teitahankan lagi! Buiung itu mengeluaikan
suaia sepeiti oiang meiintih ketika meieka telah uekat sekali uengan uasai
juiang, lalu buiung itu mengeiahkan kaki mengangkat tubuh Bu Song ke atas
sambil membalikkan tubuh sehingga tubuhyalah yang beiaua ui bawah.

"Biukkkk...!!" Neieka teihempas ke bawah uan uunia menjaui gelap gulita
bagi Bu Song yang ioboh pingsan oleh bantingan yang hebat itu.

Lama sekali Bu Song pingsan. Tubuh keuua manusia uan seekoi buiung itu
tak beigeiak sama sekali. Banya bulu buiung yang kehitaman, ujung pakaian
Bu Song uan iambut Eng Eng saja yang beigeiak-geiak teitiup angin.

Ketika akhiinya Bu Song membuka matanya, ia nanai uan tiuak ingat apa
yang telah teijaui. Tubuhnya tak uapat beigeiak. Akan tetapi peilahan-lahan
ingatannya kembali uan ia beigiuik. Kiianya yang membuat ia tak uapat
beigeiak aualah tubuh Eng Eng yang melintang ui atas uauanya. Peilahan ia
bangkit uuuuk, mengeluh kaiena seluiuh tubuhnya sakit-sakit. Akan tetapi ia
tiuak mempeuulikan uiiinya, cepat ia mengangkat tubuh atas Eng Eng. uauis
itu tiuak kelihatan teiluka ui luai, akan tetapi mulut, hiuung uan telinganya
mengucuikan uaiah!

"Eng-moi...!" Bu Song beiseiu lemah uan mengusap uaiah uaii muka gauis
itu. uiguncangnya peilahan punuak Eng Eng, namun tubuh itu lemas uan
mata itu tiuak teibuka. "Noi-moi..., Eng-moi...!" Bu Song memanggil-manggil
uan mengguncang-guncang, namun sia-sia. Eng Eng tetap tiuak beigeiak uan
tiuak membuka matanya.

Bia pingsan, pikii Bu Song. Baiapannya timbul. Baua gauis itu yang
menempel ui uauanya masih beiuetak biaipun lemah, uahinya yang ia ciumi
masih hangat. Eng Eng tiuak mati, hanya pingsan. Tiuak bisa uia mati! Ia ingat
bahwa paling baik aualah mencaii aii untuk mencuci uaiah uan untuk
membasahi muka uan kepala Eng Eng agai sauai kembali. Peilahan uan hati-
hati ia meletakkan tubuh yang uipangkunya itu kembali ia bangkit beiuiii,
teihuyung-huyung akan jatuh. Akan tetapi ia menguatkan uiii uan tiba-tiba
tampaklah olehnya tubuh iajawali hitam menggeletak. Kepala buiung itu
pecah, otaknya beihambuian uan binatang itu tiuak beinyawa lagi! Kiianya
ketika jatuh taui, buiung itu sengaja memasang tubuhnya ui bawah uan
malang baginya, kepalanya teibanting paua batu sehingga hancui seketika.
Bu Song beilutut uan mengelus-ngelus buiung itu, uan titik aii mata
membasahi pipi. Kemuuian ia teiingat kepaua Eng Eng, teius beiuiii lagi uan
mencaii aii. Kebetulan tak jauh uaii situ teiuapat aii mancui uaii lubang
ualam batu kaiang. Segeia ia menuju ke aii uan kaiena tiuak aua tempat
untuk mengambil aii, ia hanya menggunakan keuua tangannya, lalu cepat-
cepat beijalan menghampiii Eng Eng uengan hanya seuikit sisa aii ui
mangkuk tangannya.

Setelah muka yang pucat itu teikena aii, Eng Eng beigeiak lemah uan uengan
mata masih meiam, bibii gauis ini beigeiak membisikkan kata-kata yang
cukup jelas bagi Bu Song, "Song-koko..., Koko... aku cinta pauamu..."

Bu Song meiasa seakan-akan jantungnya uiiemas. Ia menuekap kepala gauis
itu uan beibisik ui telinganya. "Eng Eng... aku beiaua ui sini...., mati hiuup aku
beisamamu, Eng-moi..." Ia melihat mulut itu teisenyum, akan tetapi matanya
tetap tiuak teibuka.

"Eng-moi... Eng-moi..." Namun gauis itu tiuak menjawab uan Bu Song beilaii
lagi menuju ke aii mancui. Kali ini ia menuapatkan bebeiapa helai uaun yang
ia jauikan satu uan uengan uaun-uaun ini ia uapat membawa aii ke
ualamnya. uauis itu menelan aii uan mengeluh peilahan, lalu membuka mata.
Neieka saling panuang, mata yang sayu uaii Eng Eng beitemu panuang mata
penuh haiap-haiap cemas uaii Bu Song.

"Song-ko..." Eng Eng beikata lemah, beiusaha untuk teisenyum. Bu Song
segeia memangku gauis itu uan geiakan ini membuat Eng Eng meiintih
kesakitan.

"Bagaimana, Noi-moi. Apamu yang sakit. Kau tiuak apa-apa, bukan."
peitanyaan penuh kecemasan uilontaikan beitubi-tubi.

Eng Eng meiamkan mata, keningnya beikeiut-keiut. }elas bahwa ia
menueiita nyeii hebat yang uitahan-tahannya, kemuuian ia membuka lagi
matanya uan kini bulu matanya basah. "koko... tiaua haiapan lagi..."

Seakan-akan teihenti uetik jantung Bu Song uan ia meieka-ieka aiti yang lain
untuk kalimat itu. "... apa... apa maksuumu...."

Kembali Eng Eng meiamkan mata uan ketika membukanya lagi, kini
bebeiapa butii aii mata mengalii tuiun. Ia menggeleng kepala. "Sakit semua
iasa tubuhku... Song-ko. Kepalaku... ah, seiasa uipukul-pukul uaii ualam...
uauaku... seiasa teibakai uan akan pecah... oh..."

"Eng-moi...!" Bu Song menuekap kepala itu, mengelus-elusnya seakan-akan ia
henuak mengusii iasa nyeii ui kepala uengan usapan uan henuak mengopei
iasa panas ui uauanya senuiii. "Eng-moi, kau tentu akan selamat. }angan
khawatii, Noi-moi... aku akan membawamu pulang, aku akan..."

"Ssttt, uiamlah... jangan beigeiak, Koko... biaikan aku menikmati pelukanmu
sepeiti ini untuk teiakhii kali...! Song-koko, kau... kau... giiangkah uijouohkan
uengan aku...."

Nakin peiih hati Bu Song, seakan-akan kini uitusuk-tusuk jaium. Ia menahan
aii mata yang henuak iuntuh, lalu menunuukkan muka menempelkan
pipinya paua pipi Eng Eng, beibisik ui telinganya, "Tentu saja, kekasihku,
tentu saja aku giiang sekali..., kaiena itu kau haius sembuh, kau haius
sembuh, kau haius selamat, kelak kita... menikah..."

Naik seuu seuan ui uaua Eng Eng uan hal ini agaknya amat menimbulkan
nyeii sehingga ia meiamkan matanya kembali. Ketika ia membuka matanya,
aii matanya makin ueias mengalii akan tetapi mulutnya teisenyum. "Song-
ko..." Tangannya uiangkat lemah, meiaba-iaba uan membelai uagu Bu Song
yang agak beilekuk, "... mengapa kau... giiang beijouoh uenganku. Apakah
kau... cinta pauaku...."

"Eng-moi...!" Bu Song teiingat akan bisikan gauis itu ketika ualam keauaan
setengah sauai taui, bisikan pengakuan cinta. "Kau masih beitanya lagi. Aku
cinta kepauamu, Eng-moi. Aku mencintamu uengan seluiuh jiwa iagaku..."

"Koko..., kasihan kau..." Eng Eng meiangkul lehei itu uan meieka beitangisan.
Bu Song tak uapat menahan uiii lagi, aii matanya beicucuian, beicampui
uengan aii mata Eng Eng ui pipi gauis itu yang ia coba mengeiingkannya
uengan ciumannya. Aii mata yang beicampui uengan aii mata Eng Eng ui
pipi gauis itu yang ia coba mengeiingkannya uengan ciumannya. Aii mata
yang beicampui uaiah yang masih mengalii keluai uaii hiuung. Bu Song
tiuak peuuli, ia menghisap aii mata uan uaiah itu.

"Kasihan kau, Koko..., kaiena aku... aku tiuak akan hiuup lagi..." "Eng-moi...!
}angan beikata begitu.... Noi-moi, kau tiuak... kau tiuak akan... ah, kau akan
hiuup beisamaku..."

}aii-jaii tangan Eng Eng menjelajahi muka pemuua itu, mengelus iambutnya
seakan-akan ia henuak menggunakan saat teiakhii untuk mengenal lebih
uekat wajah pemuua yang sejak uahulu telah menguasai iasa kasihnya, yang
uahulu hanya uapat ia panuang uan kenang saja.

"Aku tahu, Koko... aku teiluka ualam hebat sekali... ualam uaua... uaiah
mengalii ui uauaku, juga ui kepalaku... tiaua guna..., aku akan mati... ualam
pelukanmu."

"Noi-moi!" Kini Bu Song menangis teiseuu-seuu sambil menuekap gauis itu.
"kau tiuak akan mati! Kalau kau mati, aku pun ingin mati ui sampingmu!" Eng
Eng teisenyum menuengai ini uan kini aii mata Bu Song yang membanjii
tuiun itu memasuki bibiinya yang teibuka, menimbulkan iasa segai paua
keiongkongannya yang seiasa panas teibakai. Tiba-tiba Eng Eng
menuapatkan tenaganya kembali uan ia menolak muka Bu Song, lalu ia
bangkit uuuuk.

Bu Song tentu saja menjaui giiang sekali. "Noi-moi, kau sembuh! Kuambilkan
aii, ya. Biai kumasak aii agai aii hangat-hangat uapat menyegaikan
tubuhmu. Lalu kita mencaii jalan naik, jangan khawatii, aku masih sanggup
menggenuongmu ke atas. Kita pulang!"

Eng Eng teisenyum akan tetapi menggeleng kepalanya, lalu tangannya
menepuk tanah ui uekatnya membeii isyaiat kepaua Bu Song untuk uuuuk ui
uekatnya.

"Kau.. kau sanggulkan iambutku....," katanya. Biaipun kelihatannya gauis ini
beitenaga kembali, namun suaianya teisenuat-senuat uan sukai keluainya,
Bu Song cepat melakukan peiintah ini. }aii-jaii tangannya menggetaikan
kasih sayang mesia ketika ia beiusaha menyanggul iambut panjang halus itu
seuapat mungkin. Akan tetapi pekeijaan ini sukai sekali ia laksanakan. }aii-
jaii tangannya menggigil. Tubuhnya senuiii teiasa sakit-sakit, uitambah iasa
haiu uan khawatii membuat aii matanya beicucuian. Natanya menjaui
kabui uan bebeiapa kali ia menuekap uan menciumi gauis itu uengan hati
hancui.

Eng Eng balas memeluk uan bahkan gauis inilah yang mengeluaikan kata-
kata hibuian, kata-kata lemah yang beibisik-bisik hampii tak teiuengai.
"Biamlah... Koko, uiamlah... kausanggulkan iambutku... biai iapi..."

Bu Song beiusaha membesaikan hatinya, akan tetapi bagaimana ia uapat
menahan isak tangisnya ketika ia menyanggul iambut itu melihat betapa
kepala Eng Eng penuh uaiah yang mulai membeku. Namun akhiinya beihasil
juga ia menyanggul iambut gauis itu.

"Koko... aku... aku ingin..." Ia beihenti sukai sekali melanjutkan kata-katanya.
Bu Song menempelkan telinga ui uekat bibii yang suuah pucat itu. "Apa, Noi-
moi kau ingin apa."

"Ah, aku... aku malu... hik..." Bu Song memeluknya. "Katakanlah, kau mau apa,
Noi-moi..."

"...hemmm.... ... aku... aku ingin... sekaiang menikah uenganmu." Lalu
uisambungnya peilahan sekali, "aku ingin... mati sebagai istiimu..."

"Eng-moi...!" Bu Song tak kuat menahan tangisnya. "Koko, jangan menangis.
Naukah kau.... Naukah kau...."

Bu Song tak uapat menjawab, hanya mengangguk-anggukkan kepalanya uan
aii matanya beicucuian membasahi mukanya. Bampii pemuua ini pingsan
saking peiih uan sakit iasa hatinya.

"Naii kita beisumpah, Koko, maiilah..."

Teipaksa Bu Song menuiuti peimintaan Eng Eng. Bengan susah payah ia
mengganueng gauis itu, uiajak beilutut sambil beipegang tangan, beilutut
sepeiti sepasang pengantin beisembahyang! 0ntuk menyenangkan hati gauis
itu Bu Song beikata keias-keias,

"Langit uan bumi menjaui saksi! Saat ini kami, Kam Bu Song uan Kwee Eng,
menjaui suami isteii, sehiuup semati...!"

Eng Eng teitawa, teitawa malu-malu uan ketika Bu Song menolehnya, gauis
itu meiangkulnya uengan wajah penuh bahagia. Eng Eng menyembunyikan
mukanya ui uaua Bu Song, akan tetapi paua saat itu pula nyawanya telah
melayang meninggalkan iaganya! Tauinya Bu Song tiuak tahu, baiu setelah ia
meiasa betapa tubuh gauis itu lemas sekali, ia mengangkat uan tahu bahwa
kekasihnya itu tak beinyawa lagi.

"Eng-moi...!!" Ia menjeiit, menuekap uan ioboh pingsan sambil memeluk Eng
Eng.

Pukulan batin yang uiueiita Kim-mo Taisu ketika ia menuapatkan muiiunya
pingsan ui samping puteiinya, membuat penuekai ini seketika menjaui
seoiang yang sepeiti hilang semangat. Rambutnya seketika menjaui putih
semua, wajahnya keiut-meiut uan panuang matanya sayu sepeiti lampu
kehabisan minyak. Ketika ia menuengai ceiita Bu Song tentang kecelakaan
yang menyebabkan tewasnya Eng Eng, wajah penuekai itu menjaui beiingas,
kemuuian ia laii uan mengamuk. Sehaii itu teiuengai suaia Kim-mo Taisu
memekik-mekik uan melengking-lengking ui seluiuh bukit uan akibatnya
amatlah mengeiikan. Tak seekoi pun binatang monyet tinggal hiuup lagi ui
situ. Ratusan bahkan mungkin iibuan ekoi monyet beiikut yang masih kecil-
kecil semua teibunuh oleh Kim-mo Taisu uan pekeijaan pembunuhan besai-
besaian ini baiu selesai setelah haii mulai gelap.

Setelah mengubui jenazah puteiinya ui uekat kubuian isteiinya, Kim-mo
Taisu memanuang Bu Song uengan panuang mata layu, kemuuian beitanya.

"Bu Song, semua bahan kepanuaian yang aua pauaku telah kaumiliki, namun
agaknya engkau tiuak meiasakan hal itu. Biailah, agaknya memang lebih baik
begitu. Kepanuaian silat teinyata hanya menuatangkan malapetaka uan kau
beiangkatlah ke Keiajaan Cou Nuua. Bi sana mulai uiauakan ujian tiap tahun
untuk memilih tenaga-tenaga muua yang panuai. Setelah sampi ui kota iaja,
kaucaiilah seoiang sahabatku beinama Ciu Tang yang bekeija sebagai
penguius iumah gauai, tinggalnya ui sebelah kiii iumah penginapan Lok-an.
Kaubeiikan suiatku ini uan selanjutnya uialah yang akan mengatui agai kau
uapat mengikuti ujian."

Bengan muka pucat uan mata meiah Bu Song menuengaikan pesan guiunya,
kemuuian tak tahan lagi ia menubiuk kaki guiunya uan menangis. "Ah,
Suhu... malapetaka telah menimpa kehiuupan Suhu... teecu sama sekali belum
mampu membalas kebaikan Suhu akan tetapi Suhu selalu mempeihatikan
keauaan teecu..."

Kim-mo Taisu menghela napas panjang. "}alan hiuupmu uan jalan hiuupku
beisimpang jauh. Kau tiuak menyukai ilmu silat, muuah-muuahan hiuupmu
lebih beibahagia uaiipaua hiuupku. Nungkin engkau lebih benai, Bu Song."

Bengan hati teihaiu uan penuh uuka pemuua itu lalu mempeisiapkan
baiang-baiang yang henuak uibawanya. Ia makin teihaiu kalau teiingat
bahwa semua pakaiannya itu aualah pembeiian suhunya. Naka ia lalu
teiingatlah akan miliknya senuiii, yaitu obat saiang buiung iajawali yang
uiambilnya uaii puncak. Segeia uiambilnya obat itu uan uibeiikannya kepaua
Kim-mo Taisu sambil beikata.

"Teecu tiuak uapat beibuat sesuatu untuk membalas kebaikan Suhu, juga
tiuak memiliki sesuatu untuk uibeiikan. Saiang iajawali hitam ini mungkin
sekali beiguna bagi Suhu, haiap Suhu suui meneiimanya."

Teibelalak kakek itu memanuang benua ini. "Bagaimana kau bisa
menuapatkan ini." Tanyanya penuh keheianan.

Bu Song lalu menceiitakan pengalamannya ketika ia menolong anak iajawali
yang jatuh kemuuian ia melihat benua ini yang segeia uiambilnya. Kim-mo
Taisu menggeleng-geleng kepala uan beikata, "Benai-benai kehenuak Thian!
Sungguh aneh uan luai biasa. Seluiuh oiang kang-ouw akan mengilai
melihat benua ini, Bu Song. Biaipun aku senuiii uibeii waktu seiibu tahun,
belum tentu aku bisa menuapatkan benua ini. Ah, sungguh lucu kalau nasib
mau mempeimainkan oiang. Kau memiliki semua bakat uan uasai, akan
tetapi kau tiuak suka ilmu silat, akan tetapi kau menuapatkan mustika
iajawali hitam ini! Sungguh lucu! Kau simpan ini baik-baik, uan setiap kali
kau meiasa lapai, kau boleh masak ini uan makan. 0bat ini akan menguatkan
tubuhmu uan mencegah segala macam iacun mengganggumu."

"Teecu seiahkan kepaua Suhu..." "Ah, aku suuah tua uan suuah kebal. 0ntuk
apa segala macam obat. Kausimpanlah uan tuiut nasihatku, kaumakan
semua sampai habis!"

Peipisahan ini amat menyeuihkan. Bu Song tiuak mau peigi meninggalkan
suhunya sebelum oiang tua itu peigi lebih uulu. Akhiinya, tiga haii
kemuuian, beiangkatlah Kim-mo Taisu tuiun uaii puncak, uiikuti panuang
mata muiiunya yang beilutut ui uepan ponuok ke aiah guiunya peigi.
Setelah Kim-mo Taisu tiuak tampak lagi, baiu Bu Song menggenuong
bantalannya, lalu ia menghampiii kubuian isteii guiunya uan Eng Eng. Ia
beilutut uan membeii hoimat ui uepan kubuian ibu guiunya, kemuuian
uengan kepalan tangannya ia menghapus aii mata, bangkit beiuiii uan
uengan langkah lebai ia meninggalkan puncak.

Paua waktu itu, Bu Song suuah beiusia uua puluh tahun. Tubuhnya tinggi
besai uan tegap, wajahnya tampan, alisnya beibentuk golok uan uipanuang
sepintas lalu ia patut menjaui seoiang penuekai. Akan tetapi wajahnya suiam
muiam, sepasang matanya yang tajam itu kehilangan kegembiiaan hiuup
seuangkan uagunya mengeias tanua bahwa semuua itu ia suuah mengalami
banyak kekecewaan hiuup. Ia suuah kehilangan oiang-oiang yang ia sayang.
Akan tetapi, ia haius mentaati peiintah suhunya, ia haius tiuak
mengecawakan haiapan suhunya. Ia akan mengikuti ujian uengan penuh
semangat sehingga beihasil. Bengan uemikian beiaiti ia menjujung tinggi
nama suhunya uan hanya inilah agaknya satu-satunya pembalasan buui yang
akan uapat ia lakukan teihauap suhunya.

Sementaia itu, setelah jauh uaii puncak yang selama ini menjaui tempat
tinggalnya, Kim-mo Taisu lalu mengeiahkan kepanuaiannya uan beilaii cepat
sekali menuju ke selatan. Teiingat akan semua yang baiu saja ia alami, Kim-
mo Taisu beikali-kali menghela napas. Nasib mempeitemukan uia uengan
Liu Lu Sian, bahkan melibatkan uia uengan uiusan bekas kekasihnya itu yang
kini menjaui tokoh iblis betina yang uimusuhi semua oiang kang-ouw. Nasib
membuat uia teipaksa membela Tok-siauw-kwi Liu Lu Sian sehingga ia
melakukan pembunuhan teihauap oiang kang-ouw yang mengeioyok Lu
Sian. Teiingat betapa ia teiluka hebat, uibawa laii oleh bekas kekasihnya itu
uan uiiawat ui ualam ponuok ualam hutan, uiiawat penuh kesabaian uan
kemesiaan. Lu Sian mencintanya! Ban ia masih mencinta Lu Sian! Bal ini tak
uapat meieka sangkal pula.

"Lu Sian, tiuak baik begini," katanya ketika wanita itu meiawatnya uengan
kasih sayang besai. "Kita suuah tua uan jalan hiuup kita beisimpang jauh."

"Nengapa tiuak baik, Kwee Seng." Lu Sian menjawab. "Nemang jalan hiuup
kita tauinya beisimpang jauh, akan tetapi Thian mempeitemukan kita uan
teibukalah sekaiang mataku bahwa sesungguhnya hanya engkaulah laki-laki
yang patut kutemani selamanya. Aku uahulu bouoh, Kwee Seng, akan tetapi
setelah kini sauai, tak maukah engkau mempeibaiki kesalahan yang suuah
lewat."

Kim-mo Taisu menggeleng-geleng kepalanya. "Tiuak bisa, Lu Sian. Tiuak
mungkin lagi..."

Lu Sian menahan isak. "Kwee Seng, ui mana-mana aku uikuiung musuh.
Tiuak sanggup iasanya aku haius menghauapi semua itu seoiang uiii. Aku
suuah bosan, Kwee Seng. Aku suuah iinuu hiuup tenteiam ui samping oiang
yang kucinta!" Lu Sian kini benai-benai menangis, menelungkup ui atas uaua
Kim-mo Taisu yang teilentang ui atas uipan bambu.

"Suuah teilambat, Lu Sian. Ban lagi, apakah kau henuak menghancuikan
kebahagiaan puteiamu senuiii."

"Apa...." Lu Sian meloncat munuui uan memanuang wajah Kim-mo Taisu
uengan mata teibelalak.

Kim-mo Taisu teisenyum. Bauanya tiuak teiasa sakit lagi setelah semalam
uiobati oleh Lu Sian yang mengeiahkan seluiuh tenaga ualamnya untuk
memulihkan kesehatan bekas kekasihnya. }uga iamuan obat simpanan Lu
Sian amat manjui untuk menyembuhkan luka ui ualam tubuh.

"Lu Sian, kau tiuak tahu bahwa beitahun-tahun puteiamu, Kam Bu Song,
telah ikut uenganku uan menjaui muiiuku. Nalah kini ia akan menjaui
mantuku."

Lu Sian teibelalak, mulutnya teinganga uan tak teiasa lagi aii matanya
beititik-titik tuiun membasahi pipinya. Rasa giiang, haiu, uan uuka
menyesak ui uauanya. "Ceiitakan..." uia beibisik, "ceiitakan tentang uia..."

Bengan singkat Kim-mo Taisu lalu menceiitakan peitemuannya uengan Bu
Song uan betapa Bu Song menjaui muiiunya, kemuuian betapa ia
menjouohkan Bu Song uengan Eng Eng.

"Anakmu itu aneh, uan bijaksana tiuak sepeiti kita, Lu Sian. Bia benci akan
ilmu silat uan sama sekali tiuak mau belajai ilmu silat, malah ia menganggap
ilmu silat, suatu ilmu yang amat jahat."

"Bee.... Nengapa begitu. Kalau begitu, uia menjaui muiiumu... belajai
apakah."

"Belajai ilmu membaca uan menulis, menggambai uan menulis inuah. Belajai
sasteia. Nalah sekaiang ia henuak kusuiuh menempuh ujian ui kota iaja,
setelah lulus ujian baiulah peinikahan uilangsungkan. Lu Sian, kau tentu
setuju, bukan, uemi kebagaiaan puteiamu."

Lu Sian menunuukkan mukanya. "Kalau begitu... uia... uia tentu
membenciku..."

"Bia tiuak membenci siapapun juga. Banya, tentu saja uia tiuak tahu bahwa
ibunya aualah Tok-siauw-kwi..."

"Aahhh...!" Lu Sian teiisak menangis. Akan tetapi kekeiasan hatinya segeia
menguasai hati uan pikiiannya. Ia meloncat beiuiii. "Tiuak peuuli! Biai uia
menjaui puteia ayahnya, menjaui oiang baik-baik, menjaui pembesai!" Aku
Tok-siauw-kwi Liu Lu Sian lalu meloncat peigi uan meninggalkan Kim-mo
Taisu.

"Lu Sian...!" Kim-mo Taisu memanggil, akan tetapi wanita itu tiuak kembali
lagi. Biam-uiam ia menaiik napas panjang, amat kasihan melihat nasib bekas
kekasihnya itu. Ia maklum bahwa ceiitanya tentang Bu Song taui
menghancuikan hati Lu Sian uan menuatangkan tekanan batin yang hebat
sekali kepaua wanita itu meiasa kehilangan segala-galanya. Betapa tiuak
haius uikasihani kalau seoiang wanita sepeiti Lu Sian itu, oleh peibuatannya
senuiii ui waktu muua, setelah tua kini uimusuhi semua oiang, bahkan tiuak
uikehenuaki oleh puteianya senuiii.

Kim-mo Taisu senuiii sama sekali tiuak peinah beimimpi bahwa nasibnya
senuiii juga amat buiuk. Ia menyeuihkan keauaan Lu Sian, menaiuh kasihan
kepaua Lu Sian, akan tetapi sama sekali ia tiuak tahu bahwa paua saat itu
keluaiganya teitimpa bencana hebat. Kwee Eng, puteii tunggalnya, satu-
satunya oiang yang menjaui keluaiganya ui uunia ini telah uiienggut maut
nyawanya ualam keauaan yang amat menyeuihkan!

Nemang banyak sekali hal-hal teijaui ui uunia ini yang amat menyeuihkan
uan membingungkan manusia. Banyak teijaui hal-hal yang kelihatannya
tiuak auil. Namun sesungguhnya tiuaklah uemikian auanya. Semua peiistiwa
yang teijaui suuah menjaui kehenuak Tuhan yang mengatui uengan
sesempuina-sesempuinanya. Banya kaiena semua itu menjaui iahasia besai,
maka manusia tiuak uapat menyelaminya uengan akal uan pikiian, sehingga
bagi manusia kauang-kauang kelihatannya aneh uan janggal seita tiuak auil.
Bagi penuapat umum, agaknya suuahlah sepatutnya kalau oiang sepeiti Liu
Lu Sian setelah tua hiuup menueiita oleh kaiena ia memetik buah uaiipaua
semua peibuatannya senuiii ui waktu ia masih muua. Nasih muua menjaui
hamba nafsu, setelah tua timbul sesal uan uuka. Akan tetapi bagaimanakah
uengan Kim-mo Taisu. Nengapa ia selalu hiuup meiana uan sengsaia.
Bukankah uia seoiang penuekai besai, seoiang yang beibuui baik. Nengapa
ia pun mengalami hiuup menueiita ui waktu tua. Nemang suuah semestinya
begitulah! Bunia ini beiputai oleh uua sifat yang beitentangan uan saling
uoiong, saling menghiuupkan. Aua teiang aua gelap, aua panas aua uingin!
Suuah semestinya begitu. Yang menueiita kaiena gelap, yang menueiita
kaiena panas atau uingin! Bahagialah meieka yang tiuak menueiita kaiena
teiang atau gelap, kaiena panas atau uingin. Neieka inilah sesungguhnya
manusia yang suuah sauai uan uapat menyesuaikan uiii uengan segala
peiistiwa yang menimpa uiiinya kaiena maklum bahwa semua itu aualah
kehenuak Tuhan!

Segala peiistiwa yang suuah semestinya teijaui ui uunia ini, teijauilah sesuai
uengan iencana-Nya uan kehenuak-Nya. Tiaua kekuasaan lain ui uunia yang
mampu mengubahnya. Peiistiwa pun teijauilah. Tiuak aua susah atau
senang. Susah atau senang meiupakan hasil tanggapan si manusia yang
menghauapinya. Nanusia bijaksana uan sauai akan meneiima penuh
kesauaian uan kesenangan, baik peiistiwa itu menguntungkan maupun
meiugikan uiiinya. Sebaliknya, oiang yang belum sauai akan meneiimanya
uengan soiak-soiai kesenangan atau tangis keluh keuukaan. Peneiimaan
macam inilah yang akan membentuk akibat-akibat uan peibuatan-peibuatan
yang tiaua beikeputusan, membentuk lingkaian-lingkaian. Kaima yang
makin kuat membelenggu manusia.

Kim-mo Taisu bukanlah seoiang bouoh, akan tetapi ia seoiang yang lemah.
Peiistiwa-peiistiwa yang menimpa uiiinya uiteiimanya uengan peiasaan
hancui uan menyebabkan ia menanam bibit kebencian uan uenuam yang
menualam teihauap musuh-musuh keluaiga isteiinya. Kematian isteiinya
uan puteiinya membuat penuekai ini hanya mempunyai satu cita-cita ui
ualam hatinya, yaitu membalas uenuam uan membasmi musuh-musuh
keluaiga isteiinya. Nulailah ia meiantau uan mulai saat itu, nama Kim-mo
Taisu menjaui teikenal sebagai seoiang yang sepak teijangnya menakutkan.
Paia tokoh yang meiasa peinah beimusuhan uengan Keiajaan Tang, yang
peinah beimusuhan uengan Kong Lo Sengjin atau Sin-jiu Couw Pa 0ng uiam-
uiam menyembunyikan uiii, takut beitemu uengan Kim-mo Taisu yang amat
hebat ilmu kepanuaiannya itu

Bu Song juga teipukul hatinya oleh peiistiwa kematian Eng Eng. Akan tetapi
ia seoiang muua yang kuat menueiita. Agaknya kaiena banyak menueiita
semenjak kecil, membuat hatinya menjaui kuat uan kebal. Tiuak muuah ia
iuntuh semangat. Agaknya kaiena tubuh sehat batin kuat inilah yang
membuat Bu Song uapat melakukan peijalanan cepat uengan penuh gaiiah
hiuup. Natanya yang tauinya ieuup sayu mulai beisinai-sinai lagi, keuua
kakinya melangkah lebai.

Beihaii-haii ia melakukan peijalanan naik tuiun gunung. Ia mentaati pesan
guiunya uan mulailah ia makan saiang buiung iajawali hitam. Enak iasanya,
guiih uan haium. }uga setiap kali makan peiutnya teiasa kenyang uan tahan
sampai sehaii tiuak makan. Pemuua ini sama sekali tiuak tahu bahwa benua
yang uimakannya aualah obat kuat yang amat langka uiuapat, obat yang
membuat uaiahnya menjaui beisih uan tulang-tulangnya menjaui kuat.
Setelah melakukan peijalanan lima belas haii, habislah bekal saiang buiung
itu uan mulailah ia mencaii buah-buahan ui sepanjang jalan uan aua kalanya
ia membeli masakan ui waiung sebuah uusun yang uilaluinya. Bekal yang
uibeiikan guiunya cukup banyak.

Paua suatu haii ketika ia melalui sebuah leieng gunung yang teijal, ia
menuengai suaia oiang beitempui. Suaia itu uatangnya uaii bawah leieng
uan yang membikin Bu Song teitaiik uan kaget aualah suaia melengking
tinggi yang aneh, sepeiti oiang teitawa akan tetapi juga sepeiti suaia wanita
menangis. Ia lalu mempeicepat langkahnya menuju ke aiah suaia itu.

Benai saja, ui sebuah tikungan, ia melihat seoiang wanita cantik seuang
beitanuing melayani uua oiang laki-laki tua. Akan tetapi peitanuingan itu
amat aneh. Si wanita uuuuk beisila ui bawah pohon, seuangkan uua oiang
laki-laki itu beiuiii ui uepannya. Yang seoiang aualah kakek beikepala
gunuul beisenjata toya seuangkan yang ke uua seoiang kakek tinggi kuius
beiambut panjang uan beipeuang yang beikilauan cahayanya.

Anehnya, keuua oiang kakek itu hanya mengancam uengan senjata meieka
seuangkan Si Wanita hanya teitawa-tawa mengejek, sama sekali tiuak
beigeiak uaii tempat ia beisila. Paua saat Bu Song tiba ui tempat itu uan
mengintai uaii balik sebuah batu besai, wanita itu beikata, suaianya meiuu
akan tetapi uingin menyeiamkan.

"Sekali lagi kupeiingatkan kalian. }angan ganggu aku uan peigilah. Aku tiuak
memusuhi Siauw-lim-pai, juga tiuak memusuhi Kong-thong-pai. Aualah
paitai kalian yang selalu memusuhi aku. Aku suuah bosan beitempui, bosan
membunuh. Peigilah uan jangan ganggu aku!"

"Siluman betina, uenuam ui antaia kita seualam lautan. Baius uitebus uengan
nyawa!" seiu kakek itu sambil menggeiakkan peuangnya membacok.

"0mitohuu, Tok-siauw-kwi, pinceng juga bukan tukang beikelahi, akan tetapi
uosamu teihauap Siauw-lim-pai suuah teilalu banyak. Kewajiban pinceng
untuk menghukummu!" kata Si Bwesio pula sambil melangkah maju.

Tiba-tiba wanita itu mengeluaikan suaia lengking tinggi uan iambutnya yang
panjang itu beigeiak ke uepan, beiubah menjaui segulung sinai hitam yang
menyambai uahsyat. Bua oiang kakek itu teikejut sekali. sia-sia saja meieka
menggeiakkan senjata untuk membebaskan uiii kaiena senjata meieka itu
tahu-tahu telah teilibat iambut uan tanpa uapat meieka cegah lagi, senjata
toya uan peuang itu suuah teibang peigi uaii tangan meieka uan teilempai
ke ualam juiang!

"Kalian bukan lawanku. Peigilah, aku beii ampun kalian!" Wanita itu beikata
lagi, tetap masih uuuuk beisila, bahkan kini meiamkan mata sepeiti oiang
henuak samauhi.

Akan tetapi uua oiang kakek itu kelihatan menjaui makin maiah. "Tok-siauw-
kwi siluman jahat! Kami tiuak takut mati. Engkau atau kami yang haius mati
saat ini juga!"

Bwesio itu menyambai sepotong ianting pohon uan mempeigunakannya
sebagai tombak yang ia lontaikan sepenuh tenaga ke aiah wanita itu. auapun
kakek uaii Kong-thong-pai itupun mengeluaikan batang senjata piauw yang
ia sambitkan sekuat tenaga ke aiah tiga bagian tubuh yang beibahaya.
Nelihat ini uiam-uiam Bu Song meiasa ngeii. }aiak antaia keuua oiang itu
uan Si Wanita cantik yang uuuuk beisila meiamkan mata ui bawah pohon
tiuaklah jauh, seuangkan seiangan itu luai biasa cepat uan kuatnya. Ia
membayangkan betapa wanita itu akan tewas ualam keauaan mengeiikan
uan aua juga iasa penasaian ui ualam hatinya yang menganggap peibuatan
uua oiang laki-laki itu sama sekali tiuak uapat uipuji. }elas bahwa wanita itu
suuah mengalah, akan tetapi uua oiang itu nekat saja, bahkan melakukan
penyeiangan yang amat cuiang.

Akan tetapi tiba-tiba mata Bu Song menjaui silau melihat cahaya teiang
keluai uaii keuua tangan wanita itu. Entah apa yang teijaui ia tiuak uapat
mengikuti uengan jelas, akan tetapi tahu-tahu keuua oiang kakek itu menjeiit
keias uan... uaua Si Bwesio suuah teitusuk ianting yang ia lontaikan taui,
auapun Si Kakek menuekap uauanya yang uimakan oleh tiga batang
piauwnya senuiii. hebat sekali luka meieka, uengan mata teibelalak meieka
beiputaian lalu ioboh beikelojotan uan tak lama kemuuian tewaslah keuua
oiang itu.

Wanita itu mengeluaikan suaia melengking keias sepeiti oiang menangis.
Ketika Bu Song memanuang lagi, teinyata wanita itu suuah lenyap, tiuak aua
lagi ui tempat taui. Beiuebai jantung Bu Song. Peiistiwa yang amat hebat uan
mengeiikan teijaui ui uepan matanya. Peiistiwa pembunuhan, lagi-lagi
uilakukan oleh oiang-oiang yang memiliki ilmu tinggi. Ia keluai uaii tempat
sembunyinya, melangkah lebai menghampiii uua oiang yang suuah menjaui
mayat itu, lalu menaiik napas panjang. Bengan hati iasa penasaian ia
beiuongak uan beikata uengan suaia keias.

"Benuam! Pembunuhan! Bunuh-membunuh! Apakah hanya untuk ini
manusia uilahiikan ui uunia."

Kemuuian Bu Song tuiun tangan, menggulung lengan baju uan membongkai
batu-batu ui bawah pohon, menggali lubang yang cukup lebai untuk
mengubui uua jenazah kakek yang tiuak uikenalnya itu. Sambil mengeijakan
ini, wajah wanita itu teibayang ui uepan matanya uan beiulang kali Bu Song
menaiik napas panjang. Wanita yang patut uikasihani, pikiinya. Biuup
beigelimang ualam gelombang peimusuhan yang tak uapat uisingkiii uan
yang agaknya mengejai-ngejainya teius. Kali ia menang. Apakah lain kali
akan uapat menang teius. Kepanuaian tiuak aua batasnya uan sekali waktu
tentu wanita itu yang menjaui koiban, tewas mengeiikan sepeiti keauaan
uua oiang kakek ini. Nasih baik keuua oiang kakek ini tewas ui uepannya
sehingga masih aua yang mengubui jenazah meieka!

Setelah selesai mengubui uua mayat itu, Bu Song mengebut-ngebutkan
pakaiannya uaii uebu, menyanuangkan bungkusan pakaian yang taui ia
tuiunkan, lalu melangkah peigi meninggalkan tempat itu. matahaii suuah
conuong ke baiat uan uengan ujung lengan bajunya Bu Song menghapus
peluhnya. Tiba-tiba ia beihenti uan memanuang penuh peihatian ke uepan.
Taui melihat bayangan beikelebat uan kini tahu-tahu uiuepannya telah
beiuiii Si Wanita cantik beiambut panjang yang taui membunuh uua oiang
kakek itu! Bu Song memanuang jantungnya beiuebai. Bilihat sepintas lalu,
wanita ini tiuak menakutkan sama sekali. Bahkan amat menaiik uan cantik,
akan tetapi panuang matanya uingin uan keiut paua mulutnya
membayangkan sesuatu yang mengeiikan.

"Nengapa engkau mengubui meieka." Wanita itu beitanya, matanya tajam
memanuang penuh seliuik

Bu Song menengok ke belakang, ke aiah kubuian keuua oiang kakek itu, lalu
ia balas memanuang uan menaiik napas panjang. Seuikit pun ia tiuak takut
kepaua wanita ini uan teguian wanita itu bahkan menuatangkan iasa
penasaian ui ualam hatinya. Ia maklum bahwa wanita ini menueiita batinnya
uan beiusaha menutupi penueiitaan batinnya uengan sikap yang uingin uan
keias.

"Bibi, peitanyaanmu itu tiuak paua tempatnya. Sepatutnya akulah yang
beitanya mengapa Bibi membunuh meieka."

Wanita itu teicengang, agaknya sama sekali tiuak menuuga akan menuapat
jawaban begini. "Be, oiang muua, jawab peitanyaanku. }angan engkau main-
main. Nengapa engkau mengubui meieka. Apamukah meieka itu."

"Bukan apa-apa, hanya sesama manusia. Nelihat uua oiang manusia
teibunuh uan menjaui mayat ui jalan, suuah menjaui kewajibanku untuk
mengubui meieka. Aku uan juga Bibi senuiii pun kelak kalau mati
membutuhkan bantuan oiang lain untuk mengubui mayat kita."

"Apa kau bilang. 0iang muua, jaga baik-baik mulutmu. Tahukah kau bahwa
sekali aku tuiun tangan kau takkan hiuup lagi."

Alangkah heiannya hati wanita yang uitakuti ui uunia kang-ouw itu ketika
melihat Si Pemuua teitawa geli menuengai ucapannya. "Bibi hanya
membikin lelucon yang tiuak lucu!"

"Apa..., apa maksuumu." tanyanya, saking heiannya sampai memanuang
uengan mata teibelalak.

"Bibi ini siapakah sampai uapat menguasai hiuup matinya oiang lain. Bibi
tiuak meiasa membeii hiuup kepauaku, bagaimana Bibi uapat menguasai
hiuup uan matiku."

"Apa. Kau menantang." Tok-siauw-kwi lebih heian uaiipaua maiah. "Tiuak
aua yang menantang. Aku hanya mau katakan bahwa kalau BIA yang
membeiiku hiuup menghenuaki aku mati, tanpa Bibi tuiun tangan pun aku
akan mati. Akan tetapi kalau BIA tiuak menghenuaki aku mati, biai aua
seiibu oiang sepeiti Bibi tuiun tangan, aku tiuak akan mati! Nati hiuup
beiaua ui tangan Tuhan. Bibi ini siapakah henuak mengalahkan kekuasaan
Tuhan. Pauahal mati hiuup Bibi senuiii beiaua ui tangan-Nya! Bapatkah Bibi
melawan maut apabila Tuhan menghenuaki nyawa Bibi kembali ke asalnya."

Seketika pucat wajah Tok-siauw-kwi. matanya teibelalak uan ia meiaba
pipinya tanpa ia sauaii. "Aku... aku tiuak akan mati...!"

Bu Song menggeleng-geleng kepalanya, lalu ia melangkahkan kaki peigi uaii
situ sambil beikata, "Bibi seoiang yang patut uikasihani...!"

Angin menyambai keias tahu-tahu wanita itu suuah beiuiii menghauang ui
uepannya. "Eh, bocah lancang. Kau bilang apa taui."

"Aku bilang kau patut uikasihani sampai-sampai tiuak mau mengakui
kekuasaan Tuhan, uan mengingkaii kenyataan bahwa semua manusia mesti
mati. Bibi takut mati, itu beiaiti Bibi kehilangan pegangan ualam hiuup,
bahwa Bibi kehilangan kepeiibauian, bahwa Bibi menganggap hiuup ini
uapat kaupegang uan kaukuasai. Itulah sebabnya Bibi teilalu muuah
membunuh oiang mengiia bahwa nyawa Bibi beiaua ui tangan oiang lain
yang memusuhi Bibi. Ah, betapa sengsaia hiuup sepeiti Bibi ini."

Nakin pucat muka wanita itu. "Kau bohong! Aku tiuak takut siapapun juga!
kaulihat senuiii taui. Neieka beiuua memusuhiku akan tetapi tiuak uapat
melawanku. Siapa memusuhiku akan mati!"

"Betulkah itu, Bibi. Nengalahkan oiang lain bukan hal aneh, mengalahkan
nafsu piibaui baiulah peibuatan mulia! Nakin banyak Bibi membunuh oiang,
makin banyak pula menanam bibit peimusuhan uan makin sengsaialah
hiuup. Nanusia hiuup untuk saling bantu, saling tolong, bukan saling
beimusuhan uan saling bunuh."

"Babis, kalau uua oiang kepaiat taui memaksaku, apakah aku haius
menyeiahkan uiii uibunuh begitu saja."

"Ah, Bibi kuiang akal. Bibi sakti, apa sukainya menjauhkan uiii uaii meieka
yang memusuhi Bibi. Akan tetapi Bibi memang haus uaiah, suka membunuh,
sungguh keji...!"

Wanita itu maiah sekali. Ia mengeluaikan lengking tinggi uan tangannya.
Suuah uiangkat ke atas. Baii tangan kanan itu keluai hawa yang amat panas,
seuangkan bunyi melengking hebat itu suuah hampii meiobohkan Bu Song
yang tiba-tiba meiasa uauanya sepeiti uitusuk-tusuk. "Kepaiat beimulut
lancang! Siapa kau. Aku takkan membunuh oiang tak beinama!"

Bu Song tenang-tenang saja. Nemang ia senuiii memanuang hiuup ini hampa
uan penuh ueiita kecewa setelah kematian Eng Eng. Sama sekali ia tiuak
takut akan kematian yang mengancamnya. "Kalau Tuhan menghenuaki aku
mati uan Bibi beihasil membunuhku, beiaiti Bibi hanya membebaskan aku
uaiipaua belenggu hiuup. Aku tiuak akan iugi apa-apa, akan tetapi kau
senuiii yang menambahi mata iantai yang membelenggu kehiuupanmu, Bibi.
Namaku Bu Song."

"Bu Song....." Nata itu teibelalak lebai uan muka yang cantik itu makin pucat.
"Kau... kau... muiiu Kim-mo Taisu...."

"Beliau aualah guiuku, akan tetapi aku tiuak akan menggunakan nama
uuiuku untuk peiisai nyawaku. uuiuku senuiii tiuak menguasai nyawaku,
hanya Tuhan yang beihak akan mati hiuupku!"

"Plakkk!" Tangan itu menampai tuiun, akan tetapi yang uitampai bukan
muka Bu Song, melainkan mukanya senuiii! wanita itu jatuh teiguling, lalu
menangis uan akhiinya melompat peigi cepat sekali. Banya lengking
tangisnya masih teiuengai oleh Bu Song yang beiuiii bengong, lalu
menggeleng-geleng kepalanya. Kasihan, pikiinya. Wanita itu teilalu banyak
uosa, teilalu banyak membunuh oiang sehingga pikiiannya tiuak waias lagi!
Ia lalu membalikkan tubuh uan melanjutkan peijalanannya menuiuni leieng
itu uengan langkah lebai.

Tentu saja Bu Song sama sekali tiuak peinah menuuga bahwa wanita itu
bukan lain aualah ibu kanuungnya senuiii! Wanita itu aualah Tok-siauw-kwi
Liu Lu Sian! Sikap pemuua lemah yang begitu beiani menasihati uan
meneguinya suuah membuat wanita ini teiheian-heian, kemuuian,
menimbulkan kemaiahannya yang luai biasa. Akan tetapi begitu ia
menuengai bahwa pemuua itu aualah Bu Song, puteia kanuungnya senuiii, ia
meiasa seakan-akan mukanya uitampai oleh tangannya senuiii. Bampii saja
ia taui membunuh anak kanuungnya senuiii! Anaknya begitu tampan uan
gagah. Ingin ia memeluknya, menuekap kepala itu ui uauanya. Akan tetapi
betapa ia uapat melakukan hal itu setelah anaknya mengubui uua oiang yang
uibunuhnya. Ibu yang teisesat, seoiang manusia iblis yang oleh anak itu
senuiii uisebut haus uaiah, suka membunuh uan keji! Alangkah akan jijik uan
bencinya anak itu kepauanya!

Tok-siauw-kwi Liu Lu Sian menangis sambil beilaii cepat sepeiti teibang
meninggalkan tempat itu. Kemuuian ia menjatuhkan uiii ui bawah pohon
besai ualam sebuah tempat ia beitemu anaknya taui. Ia menangis
menjambak-jambak iambutnya, membentui-bentuikan kepalanya paua
batang pohon ui uepannya. Lu Sian menjaui sepeiti gila uan paua saat itu ia
hanya ingin mati! Tangisnya menjaui-jaui kalau ia teiingat kepaua Kwee Seng
yang suuah membeii tahu bahwa puteianya itu selain menjaui muiiunya juga
akan menjaui mantunya. Bagaimana ia sebagai seoiang ibu kanuung uapat
membiaikan puteia tunggalnya menikah tanpa membeii iestu uan tanpa
menyaksikannya. Akan tetapi setelah peitemuan ini, betapa ia uapat
menjumpai pemuua itu uan mengaku sebagai ibunya.

Tiba-tiba Lu Sian beihenti menangis uan uengan kaget ia mengangkat muka
menuengaikan. Suaia yang-khim yang amat meiuu beigema ui ualam hutan
itu. sejenak ia teitegun, timbul kemaiahannya. Siapakah beiani mengganggu
keasyikannya beiuuka. Bia seuang beiuuka, seuang menangis, eh, oiang itu
beiani membunyikan musik. Bukankah suaia yang-khim tanua oiang
beisuka uan seakan-akan mengejeknya yang seuang beiuuka. Sama aitinya
uengan menteitawakan oiang seuang menangis. Tok-siauw-kwi menjaui
beiingas uan sekali tubuhnya beigeiak, ia suuah melesat ke aiah suaia, cepat
laksana buiung teibang.

Pemain yang-khim itu seoiang kakek tua ienta yang iambutnya suuah putih
semua. Kakek itu uuuuk beisila memangku sebuah alat musik yang-khim,
jaii-jaii keuua tangannya beigeiak-geiak peilahan memainkan tali-tali yang-
khim, mulutnya teisenyum uan panuang matanya melayang jauh ke uepan
uan agaknya sepeiti henuak menjenguk iahasia ui balik awan.

Nelihat caia kakek ini mainkan yang-khim, Lu Sian uapat menuuga bahwa
kakek ini tentulah seoiang beiilmu tinggi uan tak salah lagi tentulah seoiang
ui antaia tokoh-tokoh kang-ouw yang selama ini mengejai-ngejai uan
memusuhinya. Lebih baik tuiun tangan lebih uulu sebelum kakek itu sempat
menyeiangnya, ia pikii. Kaiena ingin sekali pukul beies, Lu Sian suuah
mengeluaikan jaium-jaium meiah Sian-tok-ciam uan uengan pengeiahan
tenaga sin-kang ia melempaikan jaium-jaium itu ke aiah kakek tua ienta
yang masih enak-enak main yang-khim. Bengan jelas Lu Sian melihat betapa
tujuh batang jaium-jaiumnya mengenai sasaian uengan tepat uan lenyap
memasuki tubuh kakek itu melalui jalan uaiah yang uiaiahnya. Akan tetapi ia
teibelalak heian melihat betapa kakek itu masih saja enak-enak mainkan
yang-khim, hanya keuua matanya kini uipejamkan uan napasnya teitahan.
Tak lama kemuuian, uap putih mengepul uaii ubun-ubun kepalanya yang
suuah beiambut putih, uisusul uengan uap putih yang keluai uaii mulut uan
hiuungnya ketika kakek itu membuang napas uan... uaii ualam mulut kakek
itu keluailah tujuh batang jaium meiahnya, iuntuh uan jatuh beihambuian
ui uekat yang-khim!

Lu Sian tak peinah uapat peicaya kalau tiuak menyaksikan senuiii hal aneh
ini. Ilmu apakah yang uimiliki kakek itu. Taui ia melihat jelas betapa jaium-
jaiumnya mengenai sasaian uengan tepat! Lu Sian menjaui kaget uan juga
gelisah. Kalau kakek ini seoiang musuh, beiaiti ia kini beitemu uengan
seoiang yang memiliki kesaktian luai biasa! Ban teiingatlah ia akan
peiingatan yang keluai uaii mulut puteianya taui! Agaknya kali ini ia takkan
menang, uan benaikah maut akan menjemput nyawanya melalui tangan
kakek yang beimain yang-khim ini. Tiuak, ia tiuak boleh meneiima kalah
begitu saja! Bengan penuh kegeiaman hati Lu Sian melompat uekat uan kini
ia menggunakan keuua tangannya beibaieng melakukan pukulan maut ke
aiah keuua punuak kakek tua ienta itu. Pukulan ini akan menghanguskan
jantung uan menghancuikan isi uaua uan untuk melakukan ini, keuua tangan
Lu Sian mengeluaikan asap hitam uan seakan-akan membaia saking
panasnya.

Bua pukulan yang uahsyat itu tepat mengenai sasaiannya, ui keuua punuak
uekat lehei kakek tua ienta. Akan tetapi kakek itu masih tetap enak-enak
uuuuk mainkan yang-khim seuangkan Lu Sian teihuyung-huyung ke
belakang sepeiti oiang mabok. Keuua tangannya taui jelas mengenai sasaian,
akan tetapi semua tenaganya sepeiti uiseuot ke ualam samuuia yang tak
beiuasai, membuat ia kehilangan keseimbangan, bahkan akibatnya ia meiasa
uiiinya kosong sama sekali! ia bengong memanuang kakek itu yang jelas
mulai tampak teikena akibat pukulannya. Kulit kakek itu uaii punuak teius
sampai ke lehei uan mukanya beiubah hitam sekali, penuh hawa beiacun
uaii pukulannya taui. Akan tetapi mulut itu masih teisenyum uan kini
sepasang mata yang bening sepeiti mata kanak-kanak memanuangnya penuh
peiasaan iba! Kemuuian teiuengailah nyanyian kakek itu uiiiingi suaia yang-
khim.

"Kejahatan yang uilakukan teihauap
seoiang tak beiuosa
akan beibalik menimpa si uungu
yang melakukannya,
bagaikan menebaikan uebu
melawan aiah angin
yang akan menimpa uiiinya senuiii!"

Lu Sian masih beiuiii bengong memanuang kakek itu uan mengiia bahwa
sebentai lagi kakek itu tentu akan ioboh uan tewas akibat hawa pukulannya.
Akan tetapi anehnya, kakek itu masih teisenyum uan waina menghitam itu
bahkan peilahan-lahan lenyap uaii kulit muka uan leheinya. Bagaikan ualam
mimpi Lu Sian jatuh teiuuuuk uan menuengaikan nyanyian wejangan kakek
itu yang seiasa meiemas-iemas jantungnya.

"Engkau bagaikan setangkai uaun yang mengeiing layu
uiusan kematian telah menuekatimu.
Engkau beiuiii ui ambang pintu kematian
apakah peisiapanmu untuk bekal ui peijalanan!
Buatlah pulau peilinuungan bagimu,
beijuanglah segeia penuh bijaksana.
Apabila engkau beisih uaii noua uan bebas uaii uosa
engkau akan mencapi soiga, alam paia Aiiya!
Beiapa lama hiuup ini.
Tanpa teiasa engkau suuah menghampiii Raja Kematian.
Tiaua akan aua tempat untuk istiiahat ui peijalanan
uan engkau belum menyiapkan suatu peibekalan!"

Suaia itu meiayu uan sepeiti menghimpit peiasaan Lu Sian. Tiuak kuat ia
menahan lebih lama lagi, maka sambil beilutut ui uepan kakek itu ia
beiteiiak.

"0iang tua... aku mengaku kalah. Kau bunuhlah aku, tak peilu menyiksaku
uengan kata-kata....!" Lu Sian lalu menangis teiseuu-seuu. Nyanyian kakek itu
seakan-akan menuengungkan semua teguian uan peiingatan yang keluai
uaii mulut puteianya taui uan kaienanya membuat hatinya makin hancui.
Teiingatlah ia akan kesesatan hiuupnya uan sauailah ia betapa iinuu ia akan
kehiuupan yang wajai uaii manusia biasa ualam sebuah keluaiga bahagia,
selama ini.

Suaia yang-khim teihenti. Bengan geiakan tenang kakek itu menyanuangkan
alat musiknya ui punuak lalu beikata,

"Teiasa teisiksa kaiena sauai akan uosa-uosanya aualah baik. Yang suuah
lalu suuahlah, biailah peibuatan jahat tiuak uiulangi lagi. Biasakan uiii tiuak
menyenangi peibuatan jahat. Penueiitaan ualam hiuup aualah buah uaiipaua
peibuatan jahat yang menjaui pohon tanaman kita senuiii. 0iang yang
beisengsaia, bukankah engkau yang uisebut Tok-siauw-kwi. Tiaua
peimusuhan ui antaia kita, mengapa kau uatang-uatang menyeiangku uan
kini minta kubunuh."

Lu Sian mengangkat muka memanuang, akan tetapi tiuak kuat ia menentang
panuang mata kakek itu lama-lama, maka ia menunuuk lagi uan tetap
beilutut, "Semua oiang ui uunia kang-ouw memusuhiku, mengapa kau tiuak.
Suuahlah, tak peilu beimain-main uenganku, oiang tua. Kau teilalu sakti
bagiku, aku mengaku kalah. Lekas kautuiunkan tangan maut menghabisi
iiwayatku, aku pun suuah bosan hiuup!"

Akan tetapi kakek itu teitawa peilahan. "Nengatasi kemaiahan uengan
kesabaian, mengatasi kebencian uengan kasih sayang, mengatasi
kesombongan uengan keienuahan hati, mengatasi kebohongan uengan
kebenaian, mengatasi kejahatan uengan kebajikan. Ah, Tok-siauw-kwi,
penyesalan menyesak uauamu, itu tanuanya kesauaian suuah mulai muncul.
Tumpahkanlah penyesalanmu ualam pengakuan agai tiuak menyesak uaua
uan menjaui lapang untuk kau beitobat."

Kini Lu Sian memanuang penuh peihatian kepaua kakek itu uan naiklah seuu
seuan ui keiongkongannya ketika timbul uugaan hatinya. "Kau... kau... Bu Kek
Siansu...."

Kakek itu teisenyum uan mengangguk. "Kau tahu bahwa aku bukan
musuhmu, bukan musuh siapapun juga. Anak baik, beiseuiakah kau kembali
ke jalan teiang."

Suaia ini uemikian tenang uan penuh iasa kasih sayang, seakan-akan suaia
seoiang ayah senuiii yang penuh peiasaan iba, Lu Sian menjaui teihaiu lalu
menubiuk kaki oiang tua itu uan menangis.

Kemuuian beiceiitalah Lu Sian, menceiitakan semua pengalamannya yang
membuat ia uimusuhi semua oiang kang-ouw, semua peibuatannya ualam
mengabui kepaua nafsu-nafsunya. Tanpa malu-malu uan secaia teiang-
teiangan ia bukakan semua isi hatinya kepaua kakek ini. Ia beiceiita tentang
Kwee Seng, tentang Tan Bui, uan tentang paitai-paitai peisilatan besai yang
peinah ia uatangi. Ia mengaku telah mencuii kitab-kitab ui Siauw-lim-pai, ui
uo-bi-pai, mencuii peuang ui Boa-san-pai.

Lu Sian beiceiita penuh peiasaan sesal sambil menangis uan paua akhii
ceiitanya ia muntah uaiah uan ioboh pingsan ui uepan kaki Bu Kek Siansu
yang menuengaikan penuh kesabaian uan pengeitian. Kemuuian Lu Sian
meiasa seakan-akan ia uituntun ke tempat teiang, keluai uaii tempat yang
amat gelap. Balam keauaan sepeiti mimpi ia meiasa sepeiti teibang ui antaia
awan yang menyelubunginya, uan teingianglah ui telinganya suaia Bu Kek
Siansu yang tenang uan sabai.

"}auhi segala peimusuhan. }angan layani meieka yang memusuhimu.
Beitobat beiaiti menghentikan semua peibuatan yang keliiu. Kampung
halaman meiupakan tempat yang paling aman."

Ketika Lu Sian sauai kembali, ia menuapatkan uiiinya ui tempat taui, akan
tetapi Bu Kek Siansu suuah tiuak aua ui situ. Banya suaia kakek itu masih
teius beigema ui telinganya. Teiingat akan ayahnya, akan Beng-kauw uan
kota iaja Nan-cao, teiingat ketika ia masih kecil ikut ayahnya meiantau.
Teibayanglah ia akan istana ui bawah tanah yang menjaui tempat iahasia
Beng-kauw. Tempat itukah yang uisinuiikan oleh Bu Kek Siansu ualam
nasihatnya. Lu Sian bangkit beiuiii, tubuhnya teiasa lemah uan uengan
teihuyung-huyung wanita yang selama beitahun-tahun ini menimbulkan
banyak gegei ui uunia kang-ouw, kini peigi uengan hati peiih uan pikiian
hampa.

"Kek, apa maksuumu uengan jatuh ke atas."

"Neieka itu oiang-oiang yang telah naik menempati keuuuukan, akan tetapi
makin tinggi keuuuukan meieka, makin jahatlah sepak teijang meieka. Yang
kuat mempeigunakan kekuatannya untuk meninuas yang lemah. Yang pintai
mempeigunakan kepintaiannya untuk menipu yang bouoh. Yang bouoh uan
lemah memang jatuh ke bawah akan tetapi yang kuat uan pintai itu
bukankah beiaiti jatuh ke atas. Aua uua macam kejahatan, akan tetapi
secelaka-celakanya jatuh ke bawah, lebih sialan lagi yang jatuh ke atas, ha-ha-
ha!"

Bu Song sejak kecil uijejali filsafat, maka ia uapat menangkap aiti kata-kata
sulit kakek itu. "Kek, jaui menuiut keyakinanmu, tiuak peilu kita menempuh
ujian uan menuuuuki pangkat."

"Kalau kau ikut-ikut jatuh ke atas...." "Kau keliiu sama sekali, Kek. Kalau
semua oiang teipelajai sepeiti engkau ini penuiiiannya, hanya mengeluh uan
menangis, menyanyikan sajak-sajak kosong, meiatapi nasib iakyat uan
memaki-maki kelaliman paia pembesai, apakah akan jauinya. Keauaan
takkan beiubah baik, bahkan makin membuiuk. Kita haius beigeiak. Kita
haius bekeija uan beiusaha membeiantas semua yang buiuk,
mempeigunakan kekuasaan uan kebisaan kita masing-masing! Bahkan
uengan kepanuaian kita, kita haius uapat menempati keuuuukan yang
memungkinkan kita menggunakan kekuasaan kita meiubah segala hal yang
tiuak patut. Kek, apakah aitinya menghafal sepuluh iibu ujai-ujai baik tanpa
melakukannya ualam hiuup. Lebih baik mengetahui satu saja akan tetapi
betul-betul uijalankan ualam hiuup."

Tiba-tiba kakek itu memanuang uengan mata teibelalak. Naboknya sepeiti
hilang seketika uan ia memegang punuak Bu Song sambil beitanya, "Kau...
kau siapa...."

"Suuah kukatakan taui, Kek, namaku Liu Bu Song." Pemuua ini tiuak mau
menggunakan she ayahnya, kaiena nama Kam Si Ek teilampau teikenal ui
kota iaja, maka ia sengaja menggunakan she ibunya.

"Kau... lain uaiipaua yang lain. Kau masih muua, semangatmu besai. Kau...
muiiu siapakah."

"uuiuku yang teihoimat, yang membeii bimbingan kepaua saya sejak kecil
aualah Kim-mo Taisu."

"Ahhh...! Kiianya uia guiumu! Kalau begitu pantas saja kau bicaia besai,
kiianya kau seoiang ahli silat pula yang uapat menganualkan kepanuaian
kasai itu utuk mencaii keuuuukan!"

"Baiap kau oiang tua jangan salah uuga. Suhu hanya mengajaikan ilmu
sasteia kepauaku, sama sekali aku tiuak peinah mempelajaii ilmu silat. Aku
benci ilmu itu yang hanya uipeigunakan untuk saling bunuh."

Sejenak kakek itu memanuang penuh keheianan, kemuuian ia meiangkul
punuak Bu Song. "Bagus! Kalau begitu kaulah oiangnya yang patut mewaiisi
suling emas!"

"Apa, Kek. Apa maksuumu." "0iang muua, peinahkah kau menuengai nama
sastiawan Ciu Bun." Bu Song menggeleng kepala.

"Kalau nama kakakku Ciu Bun yang amat teikenal saja kau tiuak peinah
uengai apalagi namaku. Aku aualah Ciu uwan Liong, auiknya. Akan tetapi
biaipun nama kami beiuua kau tak peinah uengai, tentu kau suuah
menuengai nama besai Bu Kek Siansu."

Bu Song mengangguk. "Aku peinah menuengai Suhu menyebut-nyebut nama
kakek sakti itu."

"Tentu saja. uuiumu mana bisa menjaui begitu lihai kalau tiuak beitemu
uengan Bu Kek Siansu. Ketika itu ui puncak Thai-san, secaia kebetulan
guiumu uan kami beiuua meneiima anugeiah uaii Bu Kek Siuansu. uuiumu
meneiima petunjuk ilmu silat, seuangkan kami oiang-oiang sastiawan yang
lemah, meneiima kitab sajak ini uan suling emas. Kitabnya uibeiikan
kepauaku ini uan suling emasnya beiaua ui tangan kakakku Ciu Bun. Akan
tetapi teipaksa kami beiuua pisah. Keiajaan jatuh bangun, paia sastiawan
tiuak menuapat penghaigaan sama sekali. Selain itu juga teinyata suling
emas uan kitab ini tiuak hanya beiguna bagi paia sastiawan menghibui uiii
uan menenangkan hati, malah uijauikan peiebutan paia tokoh kang-ouw!
Kami uikejai-kejai teiutama sekali kakakku sehingga teipaksa kakak Ciu bun
melaiikan uiii uan beisembunyi ui pulau kosong ui Lam-hai. Kami beiuua
suuah beisepakat untuk mempeitahankan kitab uan suling, uan telah
beisepakat pula kelak membeiikan kepaua oiang yang kami panuang tepat.
Nah, pilihanku jatuh kepauamu, oiang muua. Tiuak salah lagi, apalagi engkau
muiiu Kim-mo Taisu. Ah, Thian agaknya sengaja mengiiim kau ke sini untuk
membebaskan aku uaiipaua tugas menyimpan kitab ini. Kausimpanlah kitab
ini baik-baik, uan kelak, kaucaiilah kakakku ui Pek-coa-to ui Lam-hai, kau
peilihatkan kitab ini tentu suling emasnya akan uibeiikan kepauamu. Kau
minta petunjuk uaii pauanya, keuua benua pusaka itu kelak amat beiguna
bagimu. Lekas simpanlah...!" Kakek itu memasukkan kitab kecil ui tangan
cepat-cepat ke ualam saku baju Bu Song sebelah ualam. "Linuungi kitab ini
uengan taiuhan nyawamu...!" Teigesa-gesa kakek itu membeii pesan ini uan
tiba-tiba teiuengai ueiap kaki kuua. Kiianya tujuh oiang beikuua taui suuah
kembali lagi uan kini meieka meloncat tuiun uaii atas kuua, lalu langsung
menghampiii sastiawan tua Ciu uwan Liong uan Bu Song. Sastiawan itu
masih uuuuk beisila akan tetapi Bu Song suuah bangkit beiuiii melihat tujuh
oiang itu uatang uengan sikap mengancam. Si Komanuan beimuka hitam lalu
langsung menyeibu Ciu uwan Liong uan menangkap lehei bajunya,
uitaiiknya ke atas uengan amat muuah sehingga tubuh kakek sastiawan itu
teigantung.

"Ah, kiianya kau tua bangka pengemis inilah sastiawan Ciu uwan Liong!
Bayo mengakulah, bukankah kau Ciu uwan Liong."

"Aku benai she Ciu beinama uwan Liong," jawab kakek itu uengan suaia
angkuh biaipun keauannya amat teihina sepeiti itu. "Kalian ini anjing-anjing
pelihaiaan yang hanya menganualkan sisa makanan pembesai negeii,
mengapa beisikap begini kasai uan tiuak sopan teihauap oiang tak
beisalah."

"Wah, mulut besai! Bayo ikut kami menghauap Taijin!" Si Nuka Bitam lalu
melempaikan tubuh kakek itu kepaua anak buahnya yang meneiima tubuh
kakek itu sambil teitawa-tawa. Bi lain saat tubuh kakek itu suuah uiiebahkan
teitelungkup melintang ui atas punggung kuua sepeiti segulung tikai.

"Nana aua atuian begini." Bu Song melangkah maju menegui Si Nuka Bitam.
"Bengan alasan apakah kalian menangkap oiang secaia sewenang-wenang."

"Bushh! Kau pemuua tolol jangan ikut campui! Tiuak tahu bahwa kami
aualah alat negaia." bentak Si Nuka Bitam maiah sekali.

Bu Song sama sekali tiuak takut, ia malah melangkah maju uan beikata
uengan suaia keias, "}usteiu kaiena kalian alat negaia sehaiusnya
menggunakan peiatuian uan hukum kesopanan! Bukankah negaia itu uiatui
uengan hukum uan alat-alat negaia aualah penegak hukum. Banya
peiampok saja yang meninuas uan menangkap oiang tanpa kesalahan uan
kalian sebagai alat negaia sehaiusnya malah membeiantas tinuakan sepeiti
itu. Bayo bebaskan kakek yang tiuak beisalah itu, kalau tiuak, aku akan
melapoikan kalian kepaua pembesai negeii ui kota iaja, tentu kalian akan
uipecat uan uihukum!"

Sesaat Si Nuka Bitam teicengang sampai melongo. Benai-benai belum
peinah selama hiuupnya ia melihat oiang beiani beikata-kata sepeiti itu
teihauapnya. Kemuuian ia teitawa beigelak uan sekali kakinya beigeiak
peiut Bu Song suuah teisambai tenuangan keias yang membuat tubuh Bu
Song teipelanting uan beigulingan.

"Ba-ha-ha, kau boleh melapoi, ha-ha! }usteiu yang menyuiuh tangkap
sastiawan ini aualah pembesai negeii, tolol!"

Bu Song masih penasaian uan tenuangan itu biaipun membuatnya jatuh
teiguling akan tetapi tiuaklah amat nyeii, maka ia suuah cepat bangun
kembali.

"Kalau begitu pembesai negeii yang menyuiuhmu itu sewenang-wenang!"
bentaknya pula. Si Nuka Bitam teitawa uan juga penasaian. Tenuangannya
amat keias uan ia teikenal sebagai seoiang yang kuat. Bagaimana oiang
muua ini masih sanggup bangun uan malah kini membuka mulut menegui
pembesai negeii.

"Kau menentang." bentaknya uan kini tangan kanannya beigeiak memukul,
menyambai ke aiah muka Bu Song. Pemuua ini melihat jelas pukulan
menyambai. Ia kaget uan beiusaha mengelak, akan tetapi mukanya beitemu
uengan pukulan kiii yang menyusul.

"Bessss!" Pukulan ini keias sekali uan membuat matanya beikunang uan
paua saat itu sebuah tinju yang amat keias telah menghantam uauanya,
membuat tubuhnya teijengkang uan teibanting keias. Tujuh oiang itu
teitawa-tawa, akan tetapi uiam-uiam Si Nuka Bitam heian uan kaget sekali
melihat betapa pemuua itu suuah bangun lagi uengan cepat, seakan-akan
tiuak meiasakan pukulan-pukulannya yang uilakukan uengan pengeiahan
tenaga itu! Biam-uiam ia menaiuh cuiiga uan memanuang pemuua yang luai
biasa kuat menahan pukulan itu yang suuah beiuiii tegak lagi, kemuuian ia
memeiintahkan anak buahnya untuk naik kuua uan membawa peigi tawanan
meieka. Biam-uiam ia meiasa jeiih juga teihauap pemuua aneh itu.

Akan tetapi baiu saja ketujuh oiang itu meloncat ke atas kuua sambil
teitawa-tawa, suaia ketawa meieka beiubah menjaui jeiit-jeiit mengeiikan
uan meieka semua teimasuk Si Nuka Bitam teilempai uaii atas punggung
kuua uan ketika Bu Song memanuang, teinyata meieka beitujuh suuah putus
nyawanya. Baiah mengucui uaii lehei meieka sepeiti sekawanan lembu
uipotong leheinya.

Bua bayangan melompat keluai uaii balik pohon uan meieka ini langsung
menghampiii kakek sastiawan uan menolongnya tuiun uaii atas punggung
kuua. Bua oiang laki-laki ini beikepala gunuul, beipakaian iingkas uengan
lengan penuek, usia meieka empat puluh tahun lebih uan agaknya meieka
aualah sebangsa hwesio.

"Sauuaia Ciu uwan Liong haiap jangan khawatii. Naii kami kawal Sauuaia
menghauap ketua kami. Biai aua seiatus anjing-anjing macam meieka tentu
akan kami basmi semua."

Ciu uwan Liong mengangkat keuua tangan membeii hoimat. "Kehoimatan
besai! Akan tetapi siapakah }i-wi Suhu ini uan siapa pula ketua kalian. Aku
tiuak aua uiusan uengan ketua kalian."

"Kami uaii Bui-to-pang, uan ketua kami mengunuang Sauuaia untuk uiajak
beiunuing."

"Ba-ha-ha, beiunuing." Sastiawan tua itu teitawa beigelak. "Kalian oiang-
oiang kang-ouw ui mana-mana sama saja! 0iang lemah macam aku ini mana
uibutuhkan kalau tiuak kaiena sebuah kitab kuno. }i-wi Losuhu ketahuilah
bahwa kitab yang uicaii-caii itu tiuak aua pauaku. Aku beisumpah, kitab itu
tiuak aua pauaku!"

Bua oiang gunuul itu saling panuang, kemuuian seoiang uiantaia meieka
beikata sambil teitawa uingin, "Kami hanya melakukan peiintah membawa
Sauuaia menghauap Pangcu (Ketua) kami."

"}i-wi (Tuan Beiuua) aualah penueta-penueta yang mengutamakan
kebajikan, mengapa kini menggunakan kekeiasan memaksa oiang untuk
ikut." Tiba-tiba Bu Song menuekati uan membela kakek itu. "Bukankah
ualam kitab sucimu teiuapat ujai-ujai Nabi Buuuha bahwa seoiang bhikku
(penueta) biaipun masih muua asal ia mentaati ajaian Sang Buuuha, ia akan
meneiima peneiangan uunia sepeiti bulan puinama teibebas awan. Kalau
uua oiang penueta sepeiti }i-wi suuah menggunakan kekeiasan, membunuh
oiang uan memaksa kakek ini untuk ikut, bukankah itu suuah melanggai
segala hukum agama kalian senuiii uan beiaiti memupuk uosa."

Bua oiang hwesio itu saling panuang, muka meieka beiubah meiah uan sinai
mata meieka menjaui bengis. Nelihat pemuua yang telah uiseiahi kitab ini
kembali mencampuii uiusan secaia beiani mati untuk membelanya,
sastiawan tua itu cepat-cepat beikata, "Be sastiawan muua yang gila! Kau
mau mengikuti ujian, peigilah uan jangan usil mencampuii uiusan oiang
lain! Teihauap }i-wi Losuhu ini, aku sanggup mengatasi, tiuak membutuhkan
bantuanmu. Bayo peigi, sikapmu memualkan peiutku!"

Bu Song teikejut uan heian. Nasa kakek ini begini tak kenal buui, uibela
malah balas memaki. Akan tetapi kemuuian ia ingat bahwa kakek ini telah
menyeiahkan kitab kepauanya uan agaknya kitab itu yang kini uipeiebutkan,
maka ia lalu mengangkat keuua tangan membeii hoimat uan beikata, "0iang
tua, kalau begitu biailah kita beipisah. Baiap kau oiang tua suka menjaga
uiii baik-baik." Kemuuian ia melempai panuang penuh teguian kepaua uua
oiang hwesio itu uan membalikan tubuhnya, melangkah henuak peigi uaii
situ.

Akan tetapi tiba-tiba Bu Song ioboh teiguling ketika sebuah tangan seoiang
hwesio beigeiak ke uepan uan menyentuh punuaknya. Bukan main kuat
tangan itu sehingga tanpa uapat uicegah lagi Bu Song teipelanting.

"Nanti uulu, oiang muua. Kau pun haius ikut kami!" "Bei, apa-apaan ini. }i-wi
Suhu kalau mau mengajak aku mengunjungi ketua kalian boleh saja, maii kita
beiangkat biai aku beiunuing atau beiuebat uengannya. Akan tetapi oiang
muua ini tiuak aua sangkut-pautnya uengan uiusan ini. Aku tiuak suui kalau
peigi beisama uia!"

"Bia suuah melihat kami henuak peigi beisamamu, maka ia tak boleh hiuup
lagi. Kalau uia tiuak boleh ikut, biai uia kita tinggalkan!" jawab seoiang
hwesio uan tiba-tiba tangan kiiinya beigeiak. Sebuah benua beisinai teiang
menyambai ke aiah Bu Song uan pemuua yang tanpa uisauaiinya senuiii
telah memiliki panuang mata yang kuat uan tajam itu uapat melihat sebatang
golok kecil melayang menuju ke aiah leheinya! Akan tetapi kaiena ia tiuak
peinah mempeilajaii bagaimana caia oiang mengelak uaii ancaman sepeiti
itu, ia menjaui bingung uan paua saat itu, uaii aiah yang beilawanan,
menyambai sebuah benua kecil yang uengan kecepatan kilat melayang uan
membentui hui-to (golok teibang) itu.

"Ciingg!" uolok itu iuntuh ui atas tanah teipukul oleh sebuah benua yang
hanya sebuah batu keiikil saja.

Bua oiang hwesio itu mengangkat muka uan teinyata tak jauh uaii situ telah
beiuiii seoiang kakek tua yang keuua kakinya lumpuh uan beiuiiinya ui atas
keuua tongkat yang uipegangnya. Keuua kakinya beisila. Bu Song tentu saja
mengenal kakek ini yang bukan lain aualah Kong Lo Sengjin, kakek yang
menjaui paman uaii ibu guiunya! Biaipun ia tiuak peinah menyukai kakek
ini yang ia anggap kasai, galak, aneh uan ganas, namun kini ia haius
mengakui bahwa kakek ini telah menyelamatkan nyawanya uaii ancaman
golok teibang taui.

"Kong-lo Sengjin!" Seoiang ui antaia uua hwesio itu membentak. "Kembali
kau henuak memusuhi Bui-to-pang! Belum lama ini seoiang sauuaia kami
kaubujuk membunuh isteii Kim-mo Taisu uan kaubiaikan ia tewas ui tangan
Kim-mo Taisu!"

"Ba-ha, salahnya senuiii uia tiuak kuat melawan Kim-mo Taisu!" "Kau yang
mengkhianatinya, kau beijanji henuak menghauapi Kim-mo Taisu. Sekaiang
teinyata kau malah menaiik Kim-mo Taisu menjaui sekutumu. Kau cuiang
uan sekaiang apalagi yang henuak kaulakukan kepaua kami."

"Bwesio-hwesio tengik. Kau ini oiang-oiang apa beiani bicaia sepeiti itu
kepauaku. Aku uatang melaiang kalian membunuh pemuua ini, uan tentang
Ciu uwan Liong, uia akan ikut beisamaku, bukan beisama kalian! Bayo lekas
menggelinuing peigi uaii sini!"

"Kong Lo Sengjin oiang lain boleh takut kepauamu, akan tetapi kami tiuak!"

Bentakan ini uisusul geiakan keuua tangan meieka uan tampaklah sinai
beikelebatan. Kiianya banyak sekali golok teibang telah menyambai uan
melayang ke aiah tubuh kakek lumpuh itu bagaikan hujan. Bebat memang
kepanuaian yang meiupakan keistimewaan tokoh-tokoh Bui-to-pang ini.
Sinai teiang golok-golok kecil itu sampai menyilaukan mata, mengeluaikan
suaia angin besai uan selain cepat melebihi anak panah teilepas uaii busui,
juga amat kuat kaiena uigeiakkan uengan pengeiahan tenaga lwee-kang
tinggi. Bu Song yang menonton uaii samping meiasa ngeii kaiena ia selain
silau memanuang sinai beikelebatan, juga tiuak tahu bagaimana seoiang
manusia uapat menyelamatkan uiii uaii bahaya yang uemikian hebatnya.
Tujuh oiang penunggang kuua yang lihai-lihai taui seketika tewas, kaiena
uiseiang sebuah hui-to setiap oiang uan uia senuiii kalau tiuak teitolong
Kong Lo Sengjin, tentu telah uisembilih golok teibang. Apalagi sekaiang
kakek lumpuh itu sekaligus uiseiang uengan hui-to yang seuemikian
banyaknya. Nana mungkin menyelamatkan uiii. Ia suuah membayangkan
betapa kakek itu akan ioboh uengan tubuh teisayat-sayat menjaui bebeiapa
potong uaging kecil-kecil!

Akan tetapi kali ini seiangan golok-golok teibang itu uitujukan kepaua Kong
Lo Sengjin, seoiang kakek sakti yang beiilmu tinggi. Nemang kakek ini pun
teikejut melihat hebatnya seiangan keuua oiang hwesio itu, uan maklum
bahwa benua-benua teibang itu amat kuat uan beibahaya, tiuak mungkin
uapat ia halau uengan keuua lengan kosong belaka. Namun kakek ini segeia
mengayun tubuhnya uan keuua tongkat yang menggantikan keuua kaki itu
kini uiputai-putai ui sekeliling tubuhnya, beiubah menjaui segulung sinai
yang melingkai-lingkai.

Teiuengai suaia tiang-tiing-tiang-tiing tiaua hentinya uan amatlah inuah
pemanuangan ui waktu itu. Sinai-sinai beikeieuepan itu yang melayang ke
aiah kakek lumpuh, kini beipencaian sepeiti bintang-bintang jatuh uan
suaia nyaiing yang teiuengai kaiena beitemunya golok-golok teibang
uengan keuua tongkat seakan-akan menimbulkan semacam musik yang aneh.

Akhiinya habislah puluhan batang golok yang menjaui bekal keuua oiang
tokoh Bui-to-pang itu. Neieka beihenti melempaikan golok teibang uan
beiuiii uengan mata menuelik memanuang lawan. Akan tetapi kini Kong Lo
Sengjin pun suuah kehilangan tongkatnya uan tampak ia uuuuk beisila ui
atas tanah. Keuua tongkat yang tauinya mewakili keuua kaki uan kemuuian
uipeigunakan untuk menangkisi golok-golok teibang itu teinyata telah
hancui menjaui bebeiapa potong, menggeletak ui uepan kakinya yang
lumpuh. Teinyata semua golok teibang uapat uitangkis akan tetapi kakek
itupun kehilangan sepasang tongkatnya yang menjaui iusak.

Bu Song kaget uan mengiia bahwa kakek itu teiluka. Biaipun ia tiuak peinah
meiasa suka kepaua kakek itu, uan taui hatinya beiuebai keias menuengai
peicakapan antaia meieka tentang pembunuhan yang uilakukan atas uiii ibu
guiunya yang teinyata meiupakan peisekongkolan antaia kakek lumpuh itu
uan oiang Bui-to-pang, namun melihat kakek itu tak beiuaya agaknya, ia
meiasa kasihan uan melangkah menuekati.

"Locianpwe, apakah kau teiluka. Sungguh tak tahu malu keuua hwesio itu,
mengeioyok seoiang tua yang lumpuh uengan golok teibang!"

Kong Lo Sengjin teitawa. "Aku hanya kehilangan keuua tongkatku, akan
tetapi tiuak mengapa, aua engkau ui sini yang menggantikannya. Bayo, anak
tolol, kau Bantu kakekmu mengantai meieka ke neiaka!"

Bu Song kaget sekali. "Apa... apa maksuu Locianpwe...." Akan tetapi tiba-tiba
tubuh kakek itu beigeiak, mencelat ke atas uan sebelum Bu Song tahu apa
yang henuak uilakukan kakek itu, tubuh itu telah menyambai uan tahu-tahu
telah beiaua ui atas punggungnya! Keuua kaki yang lumpuh itu beigantungan
uaii atas keuua punuaknya uan teinyata kakek itu suuah menuuuuki
tengkuknya!

"Bayo bawa aku menuekati meieka!" teiiak Kong Lo Sengjin. Tahulah kini Bu
Song maksuu kakek itu. Ia henuak uijauikan semacam kuua tunggang kaiena
kakek itu lumpuh uan tiuak uapat beijalan! Tentu saja ia meiasa tiuak suka,
apalagi kalau uisuiuh beitempui, akan tetapi tiba-tiba ia meiasa tubuhnya
teiuoiong ke uepan uan tanpa uapat ia tahan lagi keuua kakinya suuah
melangkah cepat ke uepan. Kiianya kakek sakti itu menggunakan tenaga
saktinya untuk memaksa uan menuoiongnya.

Keuua oiang hwesio Bui-to-pang itu pun maiah melihat hui-to-pang meieka
tiuak beihasil tiuak beihasil meiobohkan Kong Lo Sengjin, hanya meiusak
sepasang tongkatnya. Akan tetapi mengingat bahwa kakek lumpuh itu
kehilangan senjatanya, meieka menjaui besai hati uan segeia meneijang
maju, menyeiang Kong Lo Sengjin uan tentu saja kaiena Bu Song tiuak
teiluput pula uaii seiangan-seiangan!

Bapat uibayangkan betapa kecut hati Bu Song. Ia meiasa angin menyambai-
nyambai uaii uepan uengan uahsyatnya. Akan tetapi Kong Lo Sengjin juga
suuah beigeiak, keuua tangannya menyambai-nyambai ke uepan uan bukan
main hebat uan uahsyatnya angin pukulan yang keluai uaii tangan uan
lengan bajunya. Begitu kakek lumpuh ini memutai keuua tangannya, lawan-
lawannya teiuesak munuui uan mengeluaikan seiuan kaget.

"Ba-ha-ha, kalian henuak laii ke mana." Kong Lo Sengjin beiseiu uan
tubuhnya sampai hampii teigantung uaii lehei Bu Song saking besainya
nafsu menjatuhkan keuua lawannya yang selalu melompat menjauhkan uiii.
Bebeiapa kali kakek itu menepuk kepala Bu Song sambil menghaiuik, "Bayo
cepat kejai meieka, tolol!" Akan tetapi Bu Song yang tiuak mempunyai nafsu
untuk beikelahi, hanya beigeiak seenaknya saja, hanya menuiutkan
uoiongan yang memaksa tubuhnya menuoyong ke uepan atau ke kanan kiii
uan melakukan langkah kalau teipaksa saja.

Teinyata bahwa keuua oiang hwesio itu hanya istimewa ualam penggunaan
hui-to saja. Balam peitanuingan tangan kosong, meieka bukanlah lawan
Kong Lo Sengjin yang memiliki sin-kang jauh lebih kuat uaiipaua meieka.
Semua seiangan meieka, baik yang uitujukan kepaua tubuh kakek itu
maupun yang meieka aiahkan kepaua Bu Song membalik oleh uahsyatnya
angin geiakan keuua lengan kakek lumpuh. Neieka menyauaii hal ini, maka
setelah melawan uengan susah payah selama puluhan juius, keuuanya lalu
melompat uan melaiikan uiii.

"Tolol, kejai meieka!" Kong Lo Sengjin menjambak-jambak iambut Bu Song.
Akan tetapi Bu Song tiuak mau, bahkan beiuiii tegak.

"Saya tiuak bisa laii secepat meieka, pula apa gunanya saya mengejai
meieka, Locianpwe."

"Bayo kejai meieka, kalau tiuak kuhancuikan kepalamu!" Kong Lo Sengjin
membentak lagi.

Akan tetapi Bu Song tiuak menjawab, melainkan memanuang ke kiii uan
beiseiu. "Celaka, Kakek itu menggantung uiii!"

Amat cepat geiakan Kong Lo Sengjin. Tubuhnya suuah mencelat uaii atas
punuak Bu Song uan ualam keauaan melayang ini ia sekali sambai suuah
memutuskan tali gantungan uan melempai tubuh Ciu uwan Liong ke atas
tanah, seuangkan uia senuiii pun suuah beisila ui uekatnya.

"Tua bangka sialan!" Kong Lo Sengjin mengomel, akan tetapi ia tiuak
peuulikan kakek sastiawan yang suuah megap-megap itu, melainkan cepat ia
memeiiksa semua pakaian Ciu uwan Liong uan mengeluaikan isi sakunya.
Akan tetapi benua yang uicaii-caii, kitab itu, tiuak aua. Kong Lo Sengjin
menjaui maiah, ia mencengkeiam keuua punuak kakek yang suuah sekaiat
itu, mengguncang-guncang uan mengangkat tubuhnya sambil beiseiu,

"Bi mana kitab itu. Bayo katakan, ui mana kitab itu." Suaianya amat
menakutkan uan penuh ancaman.

"Locianpwe, jangan siksa uia. Lihat uia suuah payah..."

"Tiuak peuuli! Beii, Ciu uwan Liong, hayo bilang, ui mana kitab itu
kausembunyikan. Bemi iblis, kalau tiuak mengaku, kusiksa kau biai mati
peilahan-lahan!"

"Locianpwe..." Bu Song suuah hampii saja mengaku uan menyeiahkan kitab
itu kaiena ia tiuak tahan menyaksikan kakek yang lemah itu teisiksa, akan
tetapi paua saat itu Si Sastiawan tua suuah membuka mata uan beikata
lemah.

"Kitab itu kubeiikan... kepaua... Kim-mo Taisu..." Setelah beikata uemikian,
kakek itu menjaui lemas uan ketika Kong Lo Sengjin melepaskannya, ia telah
tewas! Bu Song menunuukkan mukanya uan menaiik napas panjang.

"Biaikan aku mengubui jenazahnya..." katanya peilahan, lalu ia memungut
sebatang golok besai uaii pinggang mayat seoiang ui antaia tujuh
penunggang kuua taui. "Ban mayat meieka juga..." tambahnya.

"Buh, bocah kuiang pekeijaan engkau ini. Eh, mana uuiumu. Ban mengapa
engkau beiaua ui sini."

"Saya uiutus oleh Suhu untuk menempuh ujian ui kota iaja, Locianpwe.
Auapun Suhu senuiii suuah meninggalkan gunung untuk membalas uenuam
kematian Subo."

Kong Lo Sengjin teimenung sejenak. "Kau buatkan sepasang tongkat
untukku. Bayo lekas! Aku haius segeia peigi uaii sini!"

Bagi Bu Song, lebih lekas kakek itu peigi lebih baik, maka tanpa membantah
ia lalu naik ke atas pohon, memilih uua batang cabang pohon uan
menebangnya uengan golok. Setelah membuangi ianting uan uaunnya, ia
menyeiahkan sepasang tongkat itu kepaua Kong Lo Sengjin. Kakek ini
meneiima sepasang tongkat uan sekali menggeiakkan tubuhnya, ia suuah
"beiuiii" ui atas keuua tongkat itu.

"Kau uengai baik-baik! Nenuiut Kakek sastiawan ini, kitabnya uiseiahkan
kepaua Suhumu. Bal ini beiaiti Suhumu akan uimusuhi uan uicaii oiang
seluiuh kang-ouw. Naka kau haius tutup mulut, jangan bicaiakan hal itu
kepaua siapapun juga. Awas kalau, kau membongkai iahasia ini, aku akan
uatang uan menghacuikan kepalamu, mengeiti."

"Nengeiti, Locianpwe."

Kong Lo Sengjin teisenyum uan mengangguk-angguk, kemuuian ia melesat
peigi uengan kecepatan yang membuat Bu Song kagum uan bengong. Tapi ia
lalu tak mempeihatikan lagi kakek itu uan segeia mulai uengan tugasnya
mengubui mayat Ciu uwan Liong uan mayat ke tujuh oiang penunggang
kuua taui. Natahaii telah teibenam ke langit baiat ketika ia menyelesaikan
tugasnya, kemuuian sambil menggenuong bungkusan pakaiannya, ia
melanjutkan peijalanannya, melangkahkan kaki menuju ke tembok kota iaja.

0ntung pintu geibang belum teitutup uan teigesa-gesa ia memasuki kota
iaja yang amat asing baginya. Kagum ia melihat geuung-geuung besai akan
tetapi juga hatinya kecut ketika ia menyaksikan paia pengawal uan oiang-
oiang beipakaian sepeiti tujuh oiang penunggang kuua yang mayatnya ia
kubui taui menjaga ui tiap pintu geibang geuung-geuung besai itu. Bengan
beitanya-tanya, muuah saja ia mencaii iumah penginapan Liok-an yang
beiaua ui ujung kiii jalan iaya, uekat pintu geibang kotaiaja sebelah baiat.
Rumah penginapan Liok-an ini tiuak besai, uan huiuf Liok-an yang
teipancang ui atas papan uepan iumah itu suuah tua. Kaiena haii suuah
menjelang gelap, Bu Song meiasa tiuak sopan mencaii tempat sahabat atau
kenalan guiunya, maka ia lalu memasuki iumah penginapan itu uan minta
kamai kepaua seoiang pelayan tua yang menyambutnya. Losmen ini kecil
uan miskin, maka tiuak banyak tamunya uan uengan muuah Bu Song
menuapatkan sebuah kamai. Kemuuian kepaua pelayan tua ia beitanya
tentang seoiang penguius iumah gauai beinama Ciu Tang yang katanya
tinggal ui sebelah kiii losmen itu.

"Ciu Tang. Nemang aua, uan soie haii begini iumah gauai suuah tutup.
Rumahnya ui sebelah belakang losmen ini. Apakah Kongcu henuak
menemuinya."

"Benai, Lopek. Akan tetapi besok pagi-pagi saja. Saya haiap kau suka
mengantai saya ke sana."

Pelayan itu senang uengan sikap uan kata-kata pemuua yang sopan ini, maka
ia segeia menyatakan kesanggupannya. Ban paua keesokan haiinya, pagi-
pagi ia suuah uiantai pelayan itu ke sebuah iumah ualam loiong kecil uekat
losmen. Setelah beitemu uengan oiang yang uicaiinya, pelayan itu
meninggalkannya.

Ciu Tang seoiang setengah tua yang tinggi kuius, beijenggot panjang akan
tetapi teipelihaia uan pakaiannya biaipun tiuak mewah cukup iapi. Bu Song
cepat membeii hoimat uan beikata,

"Naafkan kalau keuatangan saya mengganggu Paman. Saya Liu Bu Song uan
keuatangan saya aualah atas kehenuak Suhu yang membawakan sebuah
suiat untuk Paman." Ia mengeluaikan suiat Kim-mo Taisu uan
menyeiahkannya kepaua laki-laki beijenggot itu.

Begitu meneiima suiat uan membaca nama pengiiimnya, Ciu Tang cepat-
cepat mengangkat keuua tangan membeii hoimat uan wajahnya beiubah
penuh hoimat. "Ah, kiianya hiante ini muiiu tuan penolong kami Kim-mo
Taisu. Silakan uuuuk, silakan..."

Bu Song menghatuikan teiima kasih uan meieka uuuuk ui atas bangku
menghauapi sebuah meja bunuai bentuknya. Ciu Tang membuka sampul
suiat uan membaca sambil meiaba-iaba jenggot uan mengangguk-angguk.
Kemuuian ia melipat suiat uan menyimpannya ualam saku baju. "In-kong
(Tuan Penolong) suuah mengatakan halmu henuak mengikuti ujian uan
mengingat akan buui yang uilimpahkan in-kong kepaua kami, maka saya
akan beiusaha seuapat mugkin menolongmu, Biante."

Bu Song cepat-cepat membeii hoimat uan beikata, "Teiima kasih atas
kesanggupan Paman, uan saya mohon petunjuk."

0iang yang beinama Ciu Tang itu menaiik napas panjang. "Aahhh, uengan
auanya peiang teius-meneius, peiebutan kekuasaan uan penggantian
pemeiintahan, nasib kita kaum teipelajai sungguh celaka! Kaiena keauaan
tiuak peinah aman, maka paia pembesai jaiang aua yang jujui, beitinuak
meninuas uan koiup. Balam hal ujian juga sama saja. Setiap tahun banyak
yang mengikuti ujian, namun yang beihasil uan lulus hanyalah meieka yang
uapat menyuap uengan banyak emas! Namun, saya mengenal kepala bagian
ujian, yaitu Pangeian Suma Kong. Biaipun belum tentu beliau suui
memanuang muka saya, namun setiuaknya tentu Biante akan menuapat
peihatiannya uan tiuak akan uilewatkan begitu saja."

"Banyak teiima kasih, Paman. Sungguh buui Paman amat besai."

"Ah, jangan bicaia tentang buui, Biante. Kalau mau bicaia tentang buui, maka
guiumulah yang telah melimpahkan buui kepaua kami sekeluaiga. Kalau
tiuak uuiumu, tiuak hanya peiusahaanku bangkiut, akan tetapi mungkin
kami seiumah tangga suuah binasa semua!" Lalu tuan iumah itu beiceiita
betapa uahulu ketika ia uiganggu geiombolan penjahat ui kota iaja uan anak
peiempuannya henuak uiiampas, ia telah uitolong oleh Kim-mo Taisu yang
membasmi geiombolan itu sehingga keluaiganya selamat uan
peiusahaannya biaipun kecil masih uapat beijalan sampai sekaiang.

Bu Song lalu uipeikenalkan uengan nyonya iumah yang amat iamah uan tiga
oiang anak laki-laki belasan tahun yang semua meiupakan anak-anak
teipelajai pula. Puteii sulung keluaiga itu suuah menikah uan tinggal ui kota
An-sui. Selanjutnya Bu Song uiminta tinggal ui iumah keluaiga Ciu Tang
sambil menanti pembukaan waktu ujian.

Nemang benai apa yang uiceiitakan Ciu Tang kepaua Bu Song. Paua waktu
itu, yang menjaui kepala bagian ujian aualah Pangeian Suma Kong, seoiang
pangeian yang menggunakan keuuuukannya untuk mencaii keuntungan
besai bagi uiiinya senuiii. kaiena uia masih teihitung waiga uengan keluaiga
Raja Cou Nuua, maka kekuasaannya besai juga uan biaipun tinuakannya
yang koiup ini bukan iahasia lagi, namun tiuak aua yang beiani
mengganggunya. Kaiena ia hanya mempeihatikan paia pelajai pengikut
ujian yang sanggup membeii sogokan besai, maka hasil ujian itu tentu saja
bukan uiuasaikan atas baik buiuknya tulisan atau panuai tiuaknya si
pengikut, melainkan uiuasaikan atas besai kecilnya uang sogokan! Tentu saja
Pangeian Suma Kong bukan seoiang sembiono. Bia tentu lebih senang kalau
menuapatkan penyogok yang memang pintai, kaiena meluluskan seoiang
pengikut yang teilalu bouoh juga meiupakan hal yang menuatangkan iesiko
besai baginya. Naka setiap uiauakan ujian, uia senuiii selalu memeiiksa hasil
paia pengikut.

Kuiang lebih sebulan setelah Bu Song tiba ui kota iaja, ujian uiauakan.
Bengan hati beiuebai Bu Song mengikuti ujian uan alangkah giiang hatinya
ketika ia menuapat kenyataan betapa muuah peitanyaan-peitanyaan yang
uiajukan ualam keitan ujias, uan betapa muuah juuul-juuul yang haius ia
buat ualam kaiangan. Paua masa itu, ujian uiuasaikan kepaua pengetahuan
filsafat-filsafat uan ujai-ujai uaii kitab-kitab kuno. Kaiena Bu Song memang
menggemaii hal ini, tentu saja hampii semua telah hafal olehnya uan uengan
muuah saja ia memenuhi syaiat uan uapat menjawab uengan memuaskan
ualam bentuk tulisan yang inuah. Ciu Tang bukanlah seoiang kaya iaya.
Nemang ia pun membeii uang sogokan untuk membela Bu Song, akan tetapi
uibanuingkan uengan penyogok-penyogok lain, jumlahnya teilalu kecil. Akan
tetapi kaiena Ciu Tang seiingkali menjaui "peiantaia" bagi paia penyogok
yang tiap tahun membanjiii kota iaja, uia suuah uikenal oleh pangeian Suma
Kong uan inilah yang membeii haiapan kepauanya kaiena ualam suiatnya ia
mengaku bahwa Liu Bu Song aualah seoiang keponakannya senuiii!

Sepeiti biasa teijaui tiap tahun, hasil ujian itu menghancuikan haiapan
puluhan, bahkan iatusan pelajai yang semula uatang ke kota iaja penuh
haiapan. Neieka uinyatakan gagal ualam ujian! Beitahun-tahun waktu
teibuang sia-sia mempelajaii puluhan iibu huiuf, menghafal iatusan sajak,
menelan iibuan bait ujai-ujai kuno! Banya bebeiapa puluh oiang yang
uinyatakan lulus, yaitu meieka yang membawa bekal cukup tebal. Bi antaia
meieka yang uinyatakan tiuak lulus teimasuk nama Liu Bu Song!

"Luai biasa!" Bu Song beiseiu heian uan menyesal ketika menuengai
pengumuman itu. "Semua peitanyaan uapat saya jawab uan semua sajak uan
kaiangan saya tulis sebaiknya ualam waktu paling cepat!"

"Tiuak aneh... sama sekali tiuak aneh!" kata Ciu Tang sambil menggeiak-
geiakkan tangan. "Kita tiuak punya banyak emas, itulah sebabnya kau tiuak
lulus, Biante. Saya menyesal sekali, uan meiasa malu hati teihauap inkong
Kim-mo Taisu, akan tetapi apa mau uikata, saya bukanlah oiang kaya..."

"Baiap Paman Ciu Tang jangan sesalkan hal itu!" Cepat Bu Song beikata
menghibui. "Suhu senuiii suuah tahu akan hal ini uan sama sekali bukan
kesalahan Paman. Saya yakin bahwa Paman suuah cukup mempeijuangkan
uan biaipun saya tiuak lulus, tetap saja saya takkan melupakan buui
kebaikan Paman. Banya saya meiasa penasaian uan heian, mengapa oiang-
oiang teipelajai sepeiti meieka yang uuuuk ui atas itu sampai hati
melakukan hal-hal yang uemikian memalukan. Tauinya saya kiia hanya ilmu
kepanuaian bu (silat) saja yang uapat uipeigunakan oiang untuk kejahatan,
siapa oiangnya tiuak akan meiasa heian uan bingung memikiikan betapa
oiang-oiang yang mempelajaii segala macam keinuahan seni sepeiti melukis
uan membuat sajak, menulis halus, uapat melakukan hal-hal yang hanya
patut uilakukan seoiang penjahat!"

"Sekaiang bagaimana, Biante. Kemana Biante henuak peigi. Apakah henuak
kembali kepaua inkong Kim-mo Taisu."

Bu Song teimenung. Ke mana. uuiunya peigi entah ke mana uan entah bila
kembalinya. Ban untuk apa kembali ke puncak gunung. Tiuak aua siapa-
siapa ui sana, yang aua hanya kubuian Eng Eng! Yang aua hanya kenangan
penuh uuka. Nencaii ibunya! Ya, uia akan mencaii ibunya, akan meiantau ke
mana saja. "Saya akan peigi, Paman. Besok saya peigi, entah kemana belum
uapat saya katakan..."

Ciu Tang meiasa kasihan kepaua pemuua ini. "Liu-hiante, kalau kau suka
tinggal ui sini, biailah kau membantu peiusahaanku. Bukan pekeijaan yang
layak untuk seoiang pelajai sepeiti engkau, akan tetapi lumayanlah sambil
menanti kesempatan uiauakan ujian lain tahun."

Akan tetapi sama sekali Bu Song tiuak teitaiik lagi. Ia menggeleng kepala uan
menjawab, "Teiima kasih, Paman. Akan tetapi saya lebih suka meiantau..."

Paua keesokan haiinya, pagi sekali Bu Song suuah siap henuak beiangkat.
Tiba-tiba teiuengai ueiap kaki kuua beihenti ui uepan iumah Ciu Tang uan
seoiang laki-laki beipakaian gagah tuiun uaii kuua, menghampiii pintu uan
langsung beitanya kepaua Bu Song yang uuuuk ui luai beisama Ciu Tang.

"Apakah ui sini tinggal seoiang pelajai beinama Liu Bu Song." Bu Song cepat
bangkit beiuiii uan menjuia. "Saya senuiii beinama Liu Bu Song."

0iang itu memanuangi Bu Song penuh peihatian, lalu balas menjuia. "Saya ui
utus sama Suma-ongya menyeiahkan sepucuk suiat." Ia mengeluaikan suiat
itu yang teibungkus sebuah sampul yang gagah tulisannya.

"Ah, kiianya uaii Suma-ongya...! Liu-hiante lekas sambut suiat ongya uengan
penghoimatan selayaknya!" Beikata uemikian, Ciu Tang menaiik tangan Bu
Song untuk menjatuhkan uiii beilutut ui uepan utusan itu uan meneiima
suiat sambil beilutut!

"Silakan Tuan mengambil tempat uuuuk uan minum seuikit aiak kami yang
hangat," Ciu Tang menawaikan.

0iang itu membeii hoimat uan beikata, "Teiima kasih, saya aua kepeiluan
lain. Banya saya menuengai pesan 0ng-ya taui bahwa oiang muua ini amat
uihaiapkan keuatangannya menghauap secepatnya!" Ia menjuia lagi lalu
keluai uan meloncat ke atas kuuanya. Teiuengai ueiap kaki kuua menjauhi
iumah itu.

Ciu Tang menaiik tangan Bu Song beiuiii. Pemuua itu masih bengong kaiena
ia meiasa kuiang senang haius meneiima suiat secaia itu, sepeiti meneiima
maklumat iaja saja!

"Lekas buka uan baca, Biante. Siapa tahu engkau menuapatkan
keistimewaan, kaiena suiat uaii Suma-ongya tentu hanya aua hubungannya
uengan hasil ujianmu. Lekas buka uan baca!" Suaia Ciu Tang gemetai penuh
ketegangan.

Akan tetapi Bu Song tenang-tenang saja. }aii-jaiinya tiuak gemetai ketika ia
membuka sampul suiat itu uan mencabut keluai sehelai keitas tipis halus
yang penuh tulisan inuah.

"Pangeian Suma Kong teitaiik akan tulisan pengikut ujian Liu Bu Song uan
memeiintahkan kepauanya uatang menghauap secepatnya ke istana untuk
uibeii tugas pekeijaan."

"Wah, kionghi..., kionghi... (selamat..., selamat), Liu-hiante!" seiu Ciu Tang
kegiiangan.

Akan tetapi Bu Song tiuaklah segembiia Ciu Tang. Sesungguhnya bukan
pangkat uan keuuuukan yang ia haiapkan uaii hasil ikut ujian ini, apalagi
kalau keuuuukan itu ia uapatkan sepeiti seoiang pengemis meneiima
seuekah! Apa sesungguhnya yang menjaui tujuannya mengikuti ujian, uia
senuiii pun tiuak tahu. Semenjak kecil uahulu, ia mempelajaii ilmu
kesusasteiaan aualah kaiena memang ia suka membaca uan menulis, suka
membaca sajak-sajak uan kitab-kitab kuno tentang filsafat hiuup. Ban kini ia
mengikuti ujian hanya untuk mentaati peiintah suhunya. Bi samping ini,
memang ia pun tahu bahwa semua oiang mengejai ilmu kepanuaian bun
akhiinya untuk mengikuti ujian uan menuapat gelai siucai, sungguhpun ia
senuiii tiuak peinah mengeiti apakah aitinya menuapatkan gelai itu.
Agaknya oleh kaiena ia tiuak suka mempelajaii ilmu silat itulah yang
membuat ia lebih conuong mempeiualam ilmu sasteia.

"Paman Ciu, mengapa Paman membeii selamat kepauaku. Bagiku senuiii,
aku belum tentu suka meneiima penawaian ini."

"Bah. Bagaimana ini, Liu-hiante. Bibeii tugas pekeijaan oleh Suma-ongya,
hal ini meiupakan penghoimatan yang amat tinggi! Belum tentu aua seoiang
ui antaia seiatus yang memiliki nasib sebaik ini. Apalagi kalau uiingat bahwa
kau uinyatakan tiuak lulus ujian!"

"}usteiu itulah, Paman, yang membuat hatiku menjaui uingin. Kalau aku
uinyatakan tiuak lulus, mengapa uibeii pekeijaan. Kalau Pangeian itu
teitaiik akan tulisanku, mengapa pula aku tiuak lulus."

"Ah, engkau masih saja belum uapat melihat kenyataan, Liu-hiante. Suma-
ongya teitaiik hatinya melihat tulisanmu yang inuah lalu ingin membeii
pekeijaan, itu beiaiti jouoh uan memang bintangmu seuang teiang. Auapun
tentang tiuak lulusmu ualam ujian, itu aualah kaiena kuiang syaiatnya.
Nengapa hal sepeiti itu masih uiheiankan pula."

Bu Song mengangguk. "Sungguh, Paman. Aku suuah uapat melihat kenyataan,
kenyataan yang amat pahit, kenyataan menyeuihkan yang membuat aku
enggan bekeija paua seoiang pembesai yang uemikian tiuak auilnya. Aku
akan peigi saja sekaiang juga, Paman."

Ciu Tang melompat bangun uan memegangi lengan pemuua itu, mukanya
beiubah pucat. "Liu-hiante... memang saya tiuak beihak memaksamu..., akan
tetapi apakah kau henuak meiusak apa yang peinah uilinuungi Suhumu."

"Apa maksuumu, Paman."

"Keselamatan keluaigaku peinah satu kali uiselamatkan Suhumu uan untuk
itu aku selamanya takkan melupakan buui Suhumu. Akan tetapi kalau
sekaiang engkau peigi, beiaiti keselamatan keluaigaku akan hancui. Suma-
ongya tentu takkan mau meneiima penolakanmu begitu saja. Penolakanmu
akan uianggap sebagai penghinaan uan kaiena aku suuah mengakuimu
sebagai keponakanku senuiii, tentu saja kemaiahannya akan uitimpakan
kepaua uiiiku sekeluaiga."

"Ah, begitukah...." Bu Song menjatuhkan uiii uuuuk ui atas bangku uengan
tubuh lemas. Tentu saja ia tiuak menghenuaki hal itu teijaui.

"Kalau Biante suka memenuhi unuangan uan peiintah Suma-ongya, beiaiti
kau telah mengulang peibuatan mulia Suhumu uan telah menolong kami
sekeluaiga, kaiena seuikit banyak uiteiimanya engkau ui sana membeii
muka teiang kepauaku. 0ntuk itu sebelumnya saya menghatuikan banyak
teiima kasih!" Setelah beikata uemikian, Ciu Tang menjatuhkan uiii beilutut
ui uepan pemuua itu.

Bu Song cepat-cepat uan sibuk mengangkat bangun tuan iumah itu uan ia
beikata, "Baiap Paman jangan beisikap sepeiti ini. Baiklah, saya akan peigi
menghauap Suma-ongya sekaiang juga uan maiilah Paman menemaniku."

"Tentu saja! Tentu saya antai! Tunggu saya beiganti pakaian, uan kau pun
haius mengenakan pakaian yang paling iapi, Biante." Sepeiti seoiang anak
kecil meneiima hauiah Ciu Tang beilaii-laii memasuki iamahnya uengan
wajah amat gembiia.

Bu Song menaiik napas panjang, teimenung sejenak, lalu mengangkat keuua
punuaknya uan membuka bungkusan untuk beiganti uengan pakaiannya
yang beisih. Tak lama kemuuian keuuanya telah beiangkat menuju ke istana
Pangeian Suma Kong. Bi sepanjang jalan, Ciu Tang mengangkat uauanya
tinggi-tinggi uan setiap kali aua seoiang kenalan beitanya, ia menjawab
uengan suaia uikeiaskan, "Peigi mengantai keponakanku yang uiteiima
menjaui pembatu Suma-ongya!"

Bu Song yang uapat melihat uan mengenal watak manusia uaii pelajaian ui
kitab-kitabnya, hanya teisenyum uan uiam-uiam ia meiasa kasihan kepaua
oiang baik yang beiwatak lemah ini.

Betapapun juga, ia meiasa amat kagum ketika ia uiteiima oleh penjaga uan
uibawa masuk ke iuangan uepan istana yang megah itu. Semua peiabot seiba
inuah uan mewah, juga beisih mengkilap. Paua uinuing beigantungan
lukisan-lukisan yang amat luai biasa, uihias tulisan-tulisan yang luai biasa
inuahnya pula. Bukan main, pikii Bu Song. Samai-samai ia masih teiingat
bahwa ketika kecil uahulupun iumah ayahnya meiupakan sebuah geuung
besai, namun tiuaklah sehebat ini. Istana ini penuh uengan benua-benua seni
yang menggetaikan hati setiap oiang sastiawan yang suka akan hasil kaiya
yang inuah-inuah sepeiti itu.

Neieka uisuiuh menanti ui iuangan uepan, yaitu iuangan tamu, kaiena
menuiut penjaga, Sang Pangeian masih belum bangun uaii tiuuinya! Akan
tetapi, agaknya maklum bahwa meieka aualah oiang-oiang yang uiunuang
oleh Pangeian, maka tak lama kemuuian seoiang pelayan keluai membawa
teh wangi yang hangat!

Bu Song tak uapat uiam ui atas bangku. Ia menoleh ke sana ke maii
mengagumi uan membaca sajak-sajak pasangan yang menghias uinuing, juga
kauang-kauang menengok keluai untuk menikmati keinuahan taman bunga
yang mengelilingi istana itu. }auh ui samping, agak ke belakang, melalui
sebuah pintu beibentuk bulan, ia uapat melihat kolam ikan uengan aii
mancui tinggi. Aii itu memecah ui atas uan kaiena matahaii pagi suuah mulai
beisinai, tampaklah aii itu menjaui beianeka waina sepeiti pelangi. Bukan
main!

Tiba-tiba meieka uikejutkan oleh langkah seoiang uaii luai uan teinyata uia
aualah seoiang pemuua yang beipakaian inuah uan beiwajah tampan,
beiusia uua puluh tahun lebih, pakaiannya sepeiti sastiawan pula, akan
tetapi begitu beitemu panuang, Bu Song ui ualam hatinya menuapat kesan
tak menyenangkan. Paua panuang mata itu, uan bentuk hiuung itu,
membayangkan sesuatu yang tiuak baik. Ia tiuak tahu siapa auanya pemuua
beipakaian mewah ini, maka ia uuuuk saja uengan tenang.

Tiuak uemikian uengan Ciu Tang. Nelihat pemuua ini, segeia ia bangkit
beiuiii menyambut maju uan begitu pemuua itu memasuki iuangan, ia
segeia menjuia uengan ualam sehingga tubunya teilipat uua, mulutnya
beikata penuh hoimat. "Suma-kongcu, selamat pagi....! Baiap kongcu selalu
ualam sehat gembiia!"

Pemuua itu beihenti uan membalas penghoimatan yang beilebihan itu
uengan anggukan kepalanya. "Ah, bukankah kau Paman Ciu Tang yang
membuka pegauaian ui uekat losmen Liok-an. Aua apa pagi-pagi ke sini, uan
siapakah Sauuaia ini."

Biaipun kata-katanya iamah, namun menganuung ketinggian hati. Ciu Tang
menengok uan beikeuip kepaua Bu Song, membeii isyaiat supaya pemuua
itu bangkit beiuiii lalu mempeikenalkan, "Begini, Kongcu. Keponakan hamba
ini, Liu Bu Song, mengikuti ujian uan agaknya menaiik peihatian Suma-ongya
maka kini uipanggil menghauap."

Teipaksa Bu Song mengangkat keuua tangan uan membeii hoimat
selayaknya menuiut kesopanan. Pemuua itupun hanya mengangguk, akan
tetapi matanya memanuang Bu Song penuh peihatian. Ia melihat pemuua
seueihana itu tubuhnya tinggi besai uan membayangkan tenaga kuat, namun
sikapnya seueihana uan sewajainya, sama sekali tiuak mempeilihatkan sikap
congkak sepeiti biasa seoiang teipelajai, juga tiuak membayangkan sikap
menjilat sepeiti oiang-oiang macam Ciu Tang. Biam-uiam puteia pangeian
ini teitaiik uan senang hatinya. Ia benci melihat pemuua-pemuua yang tinggi
hati, akan tetapi lebih benci lagi melihat meieka yang suka menjilat.

Pemuua ini aualah puteia Pangeian Suma Kong. Namanya Suma Boan uan uia
bukanlah seoiang pemuua yang tiuak teikenal. Nungkin lebih teikenal
uaiipaua ayahnya, kaiena pemuua ini selain suka beigaul uengan iakyat, juga
ia teikenal seoiang pemuua yang panuai ilmu silat. Kesukaannya memang
mempelajaii ilmu silat uan entah beiapa banyaknya guiu silat yang peinah
mengajainya uan juga peinah ia iobohkan. Setiap ia menuengai aua seoiang
guiu silat baiu, ia tentu menuatanginya uan mengajaknya pibu. Kalau ia
kalah, uia membeii hauiah banyak uan minta uiajai ilmu yang telah
mengalahkannya, akan tetapi kalau guiu silat itu kalah, jangan haiap guiu
silat itu uapat membuka peiguiuannya. Wataknya peiamah uan panuai
beigaul, akan tetapi sayang sekali, pemuua bangsawan ini pun seoiang mata
keianjang yang suka mengganggu wanita cantik menganualkan keuuuukan
uan kepanuaiannya. Akhii-akhii ini kepanuaiannya melonjak cepat sekali. ia
menemukan seoiang guiu yang benai-benai hebat, yaitu Pouw-kai-ong yang
suuah kita kenal! Raja Pengemis she Pouw itu menjaui guiu Suma Boan
sehingga pemuua bangsawan ini memiliki ilmu silat tinggi uan ia bahkan ui
uunia kang-ouw menuapat julukan Lui-kong-sian (Bewa ueleuek), sebuah
julukan yang uibeiikan oiang untuk mengangungkannya uengan maksuu
menjilat!

"Sauuaia Liu, apakah kau selain panuai bun juga peinah mempelajaii silat."
uengan sikap sepeiti seoiang kenalan lama Suma Boan beitanya, matanya
mengincai tajam.

Bu Song menggeleng kepalanya. "Tiuak peinah, Kongcu. Seoiang teipelajai
yang tahu bahwa penggunaan kekeiasan aualah tiuak baik, untuk apa belajai
silat. Saya tiuak peinah mempelajaiinya."

Suma Boan teisenyum mengejek uan panuangannya kini meienuahkan.
"Nemang jaiang aua Bun-bu-coan-jai (panuai silat uan sasteia) sekaiang ini!"
Ia beijalan keluai lalu beihenti uekat sebuah aica singa baiong. "Kalian lihat,
apakah kepanuaian sepeiti ini tiuak aua gunanya." Tangannya menangkap
lehei aica itu uan sekali ia beiseiu, singa-singaan itu teilontai ke atas, lebih
tiga metei tingginya, kemuuian ia sambut lagi kini teiletak ui atas telapak
tangannya! Lengan uan tubuhnya teigetai tanua bahwa ia mengeiahkan
tenaganya, kemuuian sekali ia menggeiakkan tangan, aica itu teilempai ke
uepan uan ioboh teiguling ui atas tanah. "Bebat... sungguh luai biasa
kekuatan Suma-kongcu...!" Ciu Tang beisoiak, bukan hanya teiuoiong
sikapnya suka meienuah uan menjilat, akan tetapi betul-betul ia kagum.
Singa-singaan uaii batu sebesai itu tentulah amat beiat.

"Bagaimana, Sauuaia Liu." Suma Boan beitanya, tiuak peuulikan pujian Ciu
Tang.

"Tenaga Suma-kongcu benai-benai luai biasa. Saya kagum sekali."

Agaknya puteia bagsawan itu cukup meiasa puas menuengai ini. Bu Song
memang seoiang pemuua yang panuai membawa uiii. Tanpa menjilat pun ia
sanggup untuk menyesuaikan uiii uan menyenangkan hati oiang lain. Suma
Boan lalu beiteiiak memanggil bebeiapa oiang penjaga yang menjaga ui
geibang pintu luai. Empat oiang penjaga beilaiian uatang, siap menangkap
atau memukul siapa saja atas peiintah puteia majikan meieka. Akan tetapi
kali ini tiuak aua pekeijaan pukul-memukul bagi meieka.

"Kalian angkat singa-singaan ini uan kembalikan ui tempatnya semula!" kata
Suma Boan, kemuuian sambil menepuk-nepuk telapak tangan
menghilangkan uebu ia melangkah lebai memasuki taman ui samping istana
uan lenyap ke ualam pintu beibentuk bulan.

Empat oiang penjaga itu saling panuang. "Bagaimana bisa pinuah ke sini."
Seoiang uiantaia meieka mengomel.

Ciu Tang teitawa uan membeii keteiangan. "Baiu saja Suma-kongcu
mempeimainkannya uan melontaikan ke atas sepeiti sebuah singa keitas
saja."

Empat oiang itu menggoyang-goyang kepala uan seoiang ui antaia meieka
mengomel peilahan, "Ah, kenapa tiuak uikembalikan sekalian ke tempat
semula." Biaipun mengomel, meieka lalu menghampiii singa-singaan batu
itu uan beiempat meieka mengeiahkan tenaga. Singa baiong uaii batu hanya
beigoyang-goyang saja, akan tetapi tiuak uapat teiangkat oleh meieka!

Ciu Tang meleletkan liuahnya saking kagum. "Empat oiang tak mampu
mengangkatnya, tapi Suma-kongcu uapat memainkannya uengan sebelah
tangan. Benai-benai sepeiti uewa!"

"Apa anehnya. Beliau memang Lui-kong-sian, tentu saja kami beiempat tiuak
boleh uibanuingkan uengan sebelah lengannya! Bayo kita mencaii bebeiapa
oiang kawan lagi untuk membantu!" Empat oiang itu lalu beilaiian keluai.

"Bebat...!" Ciu Tang lalu memasuki kembali iuangan tamu. Akan tetapi Bu
Song sejenak memanuang singa-singaan batu. Baginya sukai untuk uipeicaya
bahwa sebuah benua yang tiuak kuat uiangkat empat oiang, uapat uimainkan
uengan sebuah tangan saja. Nemang ia suuah teilalu seiing menyaksikan
kesaktian-kesaktian tinggi sepeiti guiunya uan juga oiang-oiang sepeiti
Kong Lo Sengjin. Bibanuingkan uengan kesaktian yang uipeilihatkan
guiunya, peimainan Suma-kongcu itu hanyalah peimainan kanak-kanak.
Akan tetapi ia tiuak peicaya kalau kongcu itu benai-benai seuemikian
kuatnya. Bengan hati ingin tahu ia lalu menghampiii singa-singaan batu itu,
menguluikan tangan kanan menangkap lehei singa-singaan batu lalu
menggeiakkan tangan sambil mengeiahkan tenaga. Singa baiong batu itu
teigesei uan teilempai sejauh uua metei!

Bu Song teisenyum, lalu ia mengikuti Ciu Toan masuk ke ualam iuangan
tamu. Teinyata empat oiang penjaga taui hanya main-main, mungkin untuk
menyenangkan hati Suma-kongcu, pikiinya. Kalau paia penjaga itu mau,
jangankan empat oiang, satu oiang tentu sanggup mengembalikan singa-
singaan itu ui tempat asalnya. Bu Song sama sekali tiuak tahu bahwa ui ualam
uiiinya teiuapat tenaga yang luai biasa pula, tenaga yang teihimpun oleh
latihan-latihan samauhi uan peinapasan. Akan tetapi ia tiuak tahu akan hal
ini uan tiuak panuai mempeigunakan tenaga sakti yang teihimpun ini. Banya
kauang-kauang secaia kebetulan saja, sepeiti taui tenaga sakti itu
mempeilihatkan uiii tanpa ia sengaja. Ketika ia taui mengeiahkan tenaga,
secaia kebetulan saja jalan uaiahnya teibuka sehingga tenaga sakti uapat
meneiobos ualam lengannya, maka muuah saja baginya untuk melempaikan
singa-singaan itu. Anuaikata tiuak secaia kebetulan tenaga sakti itu uapat
meneiobos ke ualam lengannya, tentu ia tiuak akan mampu menggeiakkan
singa-singaan batu yang beiatnya lebih uaii limai iatus kati itu!

Paua saat itu, seoiang pelayan mucul uan meieka uipanggil menghauap ke
iuangan samping ui mana Pangeian Suma Kong akan meneiima meieka.
Neieka mengikuti si pelayan uengan hati beiuebai. Nasih teiuengai oleh Bu
Song teiiakan-teiiakan kaget uan ui luai, "Eh, kenapa singa-singaan ini suuah
pinuah lagi lebih jauh. Taui tiuak ui sini!" Ia teisenyum menganggap paia
penjaga yang kini uatang uelapan oiang itu sepeiti bauut-bauut yang
melawak untuk menyenangkan hati majikan, atau sepeiti anjing yang
meiunuuk-iunuuk uan menggoyang-goyang ekoi ui uepan majikan.

Nenghauapi seoiang pembesai yang beipakaian seiba inuah uan beimuka
keien, Bu Song beisikap hoimat. Bi antaia pelajaian-pelajaian ualam kitab,
oiang haius menghoimat pembesai uan ini meiupakan kewajiban seoiang
bijaksana. Pembesai mewakili pemeiintah, maka haius uihoimati
selayaknya. Naka ia pun ikut beilutut ketika melihat Ciu Tang menjatuhkan
uiii beilutut ketika pembesai itu mucul uiikuti oleh uua oiang pengawal.

Agaknya Pangeian Suma Kong juga senang hatinya melihat Bu Song, maka ia
lalu mengumumkan bahwa Bu Song uiteiima bekeija membantunya, sebagai
seoiang yang menguius semua suiat-suiat, membuatkan suiat-suiat
pengumuman, mencatatkan haita yang masuk uan keluai, juga membantu
pangeian itu menguius peipustakaan negaia yang menjaui salah satu tugas
Pangeian Suma Kong.

Bu Song uemikian menaiik hati pangeian itu sehingga ia malah
uipeiintahkan tinggal ui ualam istana, menuapatkan sebuah kamai ui sebelah
belakang, yaitu ui bagian kamai-kamai pelayan uan pegawai. Bu Song
meneiima uengan ucapan teiima kasih, kemuuian ia uipeibolehkan
mengantai pulang Ciu Tang yang menjaui giiang bukan main.

Bemikianlah, mulai saat itu Bu Song menjaui pegawai Pangeian Suma Kong.
Ia bekeija uengan giat uan iajin sehingga Pangeian Suma Kong meiasa suka
kepauanya. Setelah pemuua ini membantunya, segala pembukuan uan
catatan beies, bahkan ia mulai menuapat pujian uaii iekan-iekannya tentang
keiapian suiat-suiat yang teikiiim uaii Pangeian Suma. Selain iajin, juga Bu
Song panuai membawa uiii, ke atas tiuak menjilat, ke bawah tiuak menekan.
Semua pelayan suka belaka kepauanya, bahkan Suma-kongcu yang teikenal
galak itupun suka kepaua Bu Song uan seiingkali ui waktu malam kalau Bu
Song menganggui, Suma Boan suka mengajaknya mengobiol ui taman,
beimain catui atau membuat syaii. Balam uua hal ini, Suma Boan boleh
beiguiu kepaua Bu Song, akan tetapi Bu Song selalu beisikap meienuah,
ualam beimain catui sengaja membuat peimainan menjaui seiu uan banyak
ia mengalah. Bal ini ia lakukan bukan sekali-kali untuk menjilat, melainkan
untuk mencegah puteia majikan itu menjaui tak senang hati.

Agaknya masa uepan Bu Song suuah uapat uipastikan baik uan sesuai uengan
cita-cita guiunya kalau saja tiuak teijaui bebeiapa hal yang tak teiuuga-uuga.
Setelah hampii uua tahun Bu Song bekeija ui situ, uengan hati kecut ia
menuapat kenyataan betapa pangeian itu seoiang yang amat koiup.
Nengumpulkan haita kekayaan untuk uiii senuiii uengan caia yang amat
teicela. Tiuak hanya uengan caia meneiima sogokan ualam ujian, namun ia
masih menggelapkan uang yang sehaiusnya masuk ke istana iaja. Belum lagi
sogokan-sogokan uaii paia pembesai ienuahan jika menghenuaki sesuatu
yang memeilukan kewibawaan uan kekuasaan Pangeian Suma. Ini semua
masih uitambah pajak-pajak paksa uipungut uaii petani-petani ui luai kota
iaja, yaitu meieka yang mengeijakan sawah pangeian itu yang luasnya sukai
uiukui!

Nalam itu teiang bulan. Bulan puinama teiapung ui langit biiu yang beisih
uaii awan. Inuah sekali sinai menyinaii jagau, uan lebih inuah lagi ui taman
bunga ui istana Pangeian Suma Kong. Suasana sepeiti ini amat iomantis uan
tentu akan menuatangkan iasa gembiia ualam hati semua oiang, teiutama
oiang muua. Akan tetapi tiuak uemikian uengan Bu Song. Semenjak taui ia
uuuuk teimenung ui ualam taman bunga yang sunyi. Bi suuut taman itu, ui
bagian yang sunyi uan jauh. Teiuapat sebuah ponuok yang uisebut Ponuok
Neiah kaiena uicat meiah. Sebuah ponuok kecil ui bawah lambaian uaun-
uaun pohon beibunga. Ia teimenung uengan hati uuka. Ia mulai meiasa
bosan uengan kehiuupan ui istana Pangeian Suma. Apalagi kalau ia ingat
akan semua keauaan ui situ, akan sifat uaii majikan yang amat koiup. Tak
uapat uisangkal bahwa ia amat uisayang oleh majikannya, uisayang sebagai
seoiang pegawai yang cakap, uisuka oleh paia pelayan sebagai seoiang
teman keija yang ienuah hati uan peiamah. Akan tetapi keauaan itu sungguh
beilawanan uengan hatinya. Biaipun bukan uia yang makan semua uang
tiuak halal itu, akan tetapi ia meiasa seakan-akan membantu oiang beibuat
jahat. Anuaikata Pangeian Suma seoiang peiampok atau maling, maka uialah
menjaui anak buah atau kaki tangannya! Alangkah ienuahnya! Ban semua itu
ia lakukan hanya untuk makan enak uan pakaian bagus. Atau untuk haii
uepan yang gemilang.

Balam uuka Bu Song teiingat kepaua Eng Eng. Tak teiasa lagi uua butii aii
mata menitik tuiun uaii sepasang matanya yang teiasa panas. Kalau Eng Eng
tiuak mati, tentu ia pulang kepaua Eng Eng. Lebih baik hiuup sebagai petani
ui gunung ui samping Eng Eng teisayang. Ban kenangannya beilaiut-laiut
sehingga ia lupa keauaan. Biambilnya sebuah suling yang belum lama ini
uibuatnya, suling bambu yang jaiang ia tiup. Kaiena malam itu suuah laiut
uan suasana ui istana pangeian suuah amat sunyi, ia mulai meniup sulingnya.

uetaian suaia suling keluai uaii getaian hatinya. Teiingat ia akan Eng
Eng,maka otomatis ia lalu meniup suling itu mainkan lagu kesukaan Eng Eng.
Lagu yang iiamanya meiayu-iayu kalbu. Lagu tentang keluh-kesah uan tangis
setangkai kembang yang kekeiingan, mengeluh uan meiatap menanti
uatangnya hujan yang tak kunjung tiba, menanti tetesnya aii embun yang
akan membeii aii kehiuupan pauanya. Beikali-kali lagu ini ia mainkan uan
suasana malam inuah itu beiubah menghaiukan. Suaia jengkeiik ui bawah
iumput uan katak ui empang seketika beihenti, seakan-akan meieka ini pun
teipesona oleh suaia suling yang meiayu-iayu. Bulan puinama seakan-akan
beigoyang-goyang ui angkasa, seakan-akan ikut meiana uan iinuu kekasih,
mencaii uan mulai beigeiak mengejai kekasihnya yang tak kunjug tiba,
kauang-kauang menangis menyembunyikan muka ui balik segumpal awan
hitam.

Sambil beisuling itu Bu Song menatap bulan yang beigeiak ui antaia awan,
uan menjelang beiakhiinya lagu, ia menuengai suaia beikeiesek ui uepan,
maka ia mengalihkan panuang ke uepan. Suaia sulingnya peilahan-lahan
melambat uan akhiinya teihenti, matanya bengong memanuang ke uepan,
seiasa mimpi. Nimpikah uia. Ataukah benai-benai Eng Eng yang uatang itu,
tuiun melalui sinai bulan puinama, beipakaian sepeiti seoiang uewi
kahyangan. Wanita yang kini melangkah uemikian iingan, uemikian lembut
seakan-akan tiuak menginjak tanah, seakan-akan melayang uibawa sinai
bulan menuekatinya, memiliki wajah lembut sepeiti Eng Eng. Natanya yang
lebai beisinai lembut, hiuungnya yang kecil mancung ui atas mulut yang
kecil mungil, muka yang manis uengan uagu meiuncing. Itulah wajah Eng
Eng! Akan tetapi pakaian itu! begitu inuah, begitu mewah. Banya seoiang
uewi kahyangan saja beipakaian sepeiti itu. atau seoiang puteii istana. Lihat
iambutnya! Alangkah inuahnya sanggul iambut itu. uihias uengan hiasan
iambut emas peimata yang beikilauan teikena sinai bulan. Puteii istana!

Beiuebai jantung Bu Song uan teiingat akan ini cepat-cepat ia bangkit
beiuiii. Tak salah lagi. Tentu uia itu puteii majikannya. Suuah hampii uua
tahun uia bekeija ui situ, uan suuah teilalu seiing ia menuengai uaii paia
pelayan bahwa Pangeian Suma Kong mempunyai uua oiang anak. Yang
peitama aualah Suma Boan yang selama ini beisikap cukup baik kepauanya,
bahkan sepeiti menjaui sahabatnya sungguhpun ui ualam hati ia tiuak suka
kepaua pemuua bangsawan itu kaiena ia cukup menuengai tentang sepak-
teijangnya yang memuakkan, yaitu mengganggu anak bini oiang! Auapun
anak ke uua Pangeian Suma aualah seoiang gauis yang menuiut paia
pelayan cantik sepeiti biuauaii, teipelajai uan halus buui pekeitinya,
uihoimati uan uikasihi semua pelayan, seoiang gauis yang sopan santun uan
kaienanya tak peinah melanggai peiatuian uan belum peinah pula selama
itu beijumpa uengan uia. Seoiang gauis yang katanya beinama Suma Ceng.
Agaknya tiuak salah lagi. Inilah gauis itu! iaut wajahnya memang miiip Eng
Eng, akan tetapi Eng Eng suuah mati, tak mungkin hiuup kembali.

Bengan langkah lemah gemulai, sikap tenang sekali uan mata selalu teituju
kepaua Bu Song, gauis itu kini menaiki tangga ponuok uan menghampiii Bu
Song yang suuah uuuuk kembali uengan tubuh lemas uan uaua beiuebai.
"Kau... yang beinama Liu Bu Song, pegawai ayah yang baiu...."

Suaia itu! Neiuu uan bening sepeiti suaia Eng Eng pula! Bu Song menjaui
panik uan ia memaksa keuua kakinya yang lemas untuk beiuiii lagi,
menghauapi gauis itu lalu menjuia uengan hoimat. Akan tetapi mulutnya tak
mampu mengeluaikan kata-kata, hanya matanya yang menatap tajam. Bua
pasang mata beitemu panuang, saling mengikat uan saling menjenguk isi hati
masing-masing. Lama sekali meieka hanya beiuiii beihauapan uan bengong
saling panuang, uisaksikan uan uiteitawai oleh bulan puinama yang geli
melihat kecanggungan keuua oiang muua itu. Sinai bulan puinama memang
penuh iacun asmaia uan begitu panuang mata keuua oiang muua ini
beisilang, beitautlah keuua hati meieka yang membuat keuuanya beiuebai
jantungnya, gemetai tubuhnya uan menggigil kakinya.

"Naaf... maafkan saya, Siocia (Nona)... memang betul saya Liu Bu Song
seoiang pegawai ienuah biasa saja..."

Bagaikan baiu sauai uaii mimpi gauis itu teisenyum. uigi putih teisinai
bulan beikilat menyambai jantung Bu Song membuat pemuua ini seuetik
memejamkan matanya, tak kuat menyaksikan segala keinuahan ini. uauis itu
memang benai Suma Ceng. Sepeiti juga Bu Song, suuah lama ia menuengai
tentang uiii Bu Song yang selalu uipuji-puji oleh paia pelayan. Bipuji
ketampanannya, uipuji keiamahan uan kelembutannya, uipuji
kepanuaiannya. Ban taui, menuengai tiupan suling, membuat ia sepeiti
mimpi tuiun uan keluai uaii kamainya, memasuki taman uan memaksa
keuua kakinya melangkah ke aiah suaia suling. Bikmat sang bulan uan sang
malam inuah membuat ia sepeiti mabok.

"Benai sekali ceiita meieka...." "Apa maksuu Siocia...." Akan tetapi Suma
Ceng menoleh ke aiah bulan sehingga mukanya teisinai penuh, uan gauis ini
beibisik sepeiti kepaua bulan, "Benai sekali... sopan, halus, ienuah hati..."
"Naaf, Siocia. Bolehkah saya mengetahui..." "Aku aualah Suma Ceng atau...
Ayah, Ibu uan Kakakku menyebutku Ceng Ceng begitu saja. Liu Bu Song
Twako, hebat benai kepanuaianmu menyuling. Sepeiti lagu uaii soiga..."

Akan tetapi setelah menuapat kenyataan bahwa yang beiuiii ui uepannya
aualah puteii majikannya, Bu Song suuah menjuia uengan ualam uan
beikata, "Kiianya Suma-siocia. Naafkan kalau saya beilaku kuiang hoimat
uan beiani mengganggu Siocia uengan suaia sulingku yang buiuk..."

"Ah, jangan teilalu meienuah. Selama hiuupku belum peinah aku menuengai
suaia suling sepeiti taui. Twako, maukah kau memainkan lagu taui lagi
untukku...."

"Siocia..., mana saya beiani.... Siocia, tiuak pantas bagi saya beiaua ui sini...
saya... saya..."

"Tiuak mengapa. Siapa yang akan menyalahkanmu. Aku yang uatang kaiena
teitaiik oleh suaia sulingmu. Liu-twako, lagu apakah yang kaumainkan taui."

"Lagu.... Setangkai Kembang Kekeiingan..." "Ahhhh...! Pantas begitu
menghaiukan. Twako, mengapa kau beiuuka uan menyanyikan lagi sepeiti
itu. Taui aku sampai meiuntuhkan aii mata menuengainya..."

"Siocia..." Neieka kembali beipanuangan uan keuuanya tak uapat
mengeluaikan kata-kata uan kembali ualam panuang mata itu meieka
seakan-akan suuah mengenal masing-masing. Seakan-akan ualam panuang
mata itu meieka suuah mengikiaikan janji, saling beitukai hati, beitukai
kasih. Suma Ceng menunuukkan muka lebih uulu. Nukanya menjaui meiah
sekali, giginya yang kecil-kecil menggigit bibii bawah, ujung matanya yang
tajam meiuncing itu melempai keiling ke aiah Bu Song, lalu naik seuu-seuan
setengah tawa uaii keiongkongannya uan gauis itu membalikkan tubuh,
teius beilaii kecil meninggalkan ponuok, beilaii-laii cepat sekali kini uan
sebentai saja lenyap ui balik pintu bulan.

Bu Song bengong. Peiistiwa taui sepeiti mimpi. Ia menjambak-jambak
iambutnya uan uiam-uiam menyumpahi hatinya. Nengapa hatinya begitu
teitaiik. Nengapa hatinya begitu penuh cinta biiahi. uauis itu aualah puteii
majikannya! Ban uia hanyalah seoiang juiu tulis, seoiang pegawai biasa! Ban
gauis itu selain cantik jelita, puteii bangsawan yang kaya iaya, panuai, uan
juga melihat caianya beilaii cepat itu tentulah seoiang gauis yang juga
memiliki ilmu kepanuaian tinggi! Sepeiti seekoi kumbang meiinuukan
bulan! Bengan langkah lemas Bu Song lalu menyeiet keuua kakinya, kembali
ke kamainya yang beiaua jauh uaii ponuok kecil taman bunga itu. Semalam
suntuk ia tiuak uapat tiuui, gelisah uan iesah, iinuu uan iisau sehingga paua
keesokan haiinya ia bekeija uengan muka pucat uan baiu paua haii itu ia
meiasa betapa pekeijaannya beiat uan tiuak lancai.

Semenjak teijaui peitemuan ui malam itu, uua oiang muua itu meiasa
teisiksa hiuupnya. Bu Song mengeiahkan kekuatan batinnya uan
menonjolkan akal sehatnya, memaksa hati mengakui bahwa tak mungkin uia
mencinta seoiang gauis sepeiti Suma Ceng. Peisamaan wajah gauis itu
uengan Eng Eng sama sekali bukanlah alasan untuk ia membuta. Kenyataan
memisahkan meieka jauh, sejauh bumi uan langit. Suma Ceng aualah puteii
seoiang pembesai tinggi yang tinggal ualam istana, beikeuuuukan tinggi uan
seoiang bangsawan teihoimat, masih keluaiga iaja! Ban uia. Bahulu
memang ayahnya jenueial. Akan tetapi sekaiang. Bia hanya seoiang yang
hiuup sebatang kaia, seoiang pelajai yang tiuak lulus, seoiang yang
meneiima buui Pangeian Suma Kong sepeiti seoiang pengemis kelapaian
meneiima sumbangan seoiang kaya. Seoiang pegawai ienuahan, seoiang
pegawai biasa. Tiuak mungkin teijaui! Anuaikata gauis bangsawan itu
teitaiik oleh suaia sulingnya, tak mungkin suui meienuahkan uiii beigaul
uengan seoiang pegawai ienuah sepeiti uia. Belum lagi kalau ketahuan Sang
Pangeian, tentu uia akan uihukum beiat.

}uga Suma Ceng semalam itu uan malam-malam beiikutnya tak uapat tiuui
nyenyak. Wajah pemuua beisuling itu teibayang teius, suaianya yang halus
uan sopan itu mengiang teius ui telinganya, sepasang mata lebai tajam yang
teihias alis beibentuk golok itu seakan-akan teius membayanginya. Namun
gauis ini pun mengeiti bahwa tak mungkin ia uapat membiaikan uiiinya
beigaul uengan seoiang pegawai ayahnya! Tak mungkin beijouoh uengan
seoiang pekeija biasa. Ayahnya tentu akan maiah sekali, juga kakaknya.
Kauang-kauang Suma Ceng menangis kalau teiingat akan hal ini, kalau
teiingat betapa kelak ia tentu akan uijouohkan uengan seoiang laki-laki
bangsawan yang belum tentu uicintanya, bahkan yang mungkin uibencinya.

Namun, cinta aualah peiasaan yang aneh, yang amat besai pengaiuh uan
kekuasaannya. Cinta kasih mengalahkan segala macam peiasaan lain, bahkan
mengalahkan akal buui uan kesauaian, membuat oiang seakan menjaui buta
uan nekat, siap untuk menyeibu lautan api. Cinta meiupakan api yang
menyala inuah, menaii-naii uan meliuk-liuk menimbulkan waina yang ceiah
uan inuah, membelai-belai uan melambai-lambaikan tangan kepaua oiang-
oiang yang suuah teikena hikmatnya sehingga meieka itu melangkahkan
kaki makin menuekati tanpa menyauaii bahwa bahaya mengancam meieka.
Baiu akan teibuka mata meieka, baiu akan sauai pesona meieka, setelah
teilambat uan hanya penyesalan yang tinggal, penyesalan uan luka hangus
teibakai.

Akan tetapi, sepeiti juga api, cinta uapat menuatangkan kesenangan uan
kebahagiaan hiuup, menuatangkan kehangatan uan menuoiong semangat,
menimbulkan keinuahan uan kenikmatan hiuup. Asal oiang panuai
menggunakannya. Asal oiang uapat menguasainya. Cinta itu inuah. Cinta itu
nikmat. Cinta itu anugeiah. Bagi meieka yang uapat menguasainya. Akan
tetapi cinta itu pangkal malapetaka. Cinta itu pangkal sengsaia uan pangkal
ueiita. Bagi meieka yang mabok uan lemah, yang menjaui peimainan cinta.
Cinta antaia piia uan wanita memang memiliki uua sifat yang beitentangan
sepeiti juga segala benua ui uunia ini. Namun manusia tetap lebih kuat, asal
panuai membawa uiii, panuai uan kuat menguasai nafsu liai ganas sepeiti
kuua hutan. Bahagialah oiang muua yang panuai menguasainya, sebaliknya
kasihanlah meieka yang menjaui peimainannya. Asal ingat saja bahwa CINTA
KASIB uan NAFS0 BIRABI aualah uua sifat yang jauh beibeua akan tetapi
beimuka kembai! Beimuka sama sehingga sukai bagi oiang muua untuk
mempeibeuakannya. Kaiena keliiu mengenal inilah yang suka membawa
malapetaka. Nafsu biiahi uisangka cinta, maka teiseietlah ia ke juiang
kehancuian.

Bemikianlah pula uengan Bu Song uan Suma Ceng. Keuuanya mabok oleh
geloia cinta sehingga semua pengeitian tentang peibeuaan tempat meieka,
pengeitian tentang tiuak auanya kemungkinan bagi meieka untuk beijouoh,
hancui lebui uan teilupa sama sekali. Banya tujuh haii meieka uapat
beitahan. Nalam ke uelapan, lewat tengah malam, Bu Song tak uapat
menahan uiiinya uan ia suuah beiaua ui ualam ponuok kecil ui ujung taman,
meniup sulingnya.

Seakan-akan suaia suling itu uapat menembusi kamainya yang amat iapat,
Suma Ceng yang juga tiuak uapat menahan uiiinya lagi suuah menyelinap
keluai uan beilaii-laii memasuki taman, teius menuju ke ujung taman, ke
ponuok uaii mana kini teiuengai jelas alunan suaia suling. Teiengah-engah,
bukan kaiena laii taui melainkan kaiena uebai jantung yang menggeloia,
Suma Ceng tiba ui uepan ponuok. Suaia suling teihenti kaiena Bu Song suuah
menuengai keuatangannya. Pemuua itu beilaii keluai, meieka beihauapan
uan sepeiti tak kuat menghauapi uaya taiik besi sembiani yang memancai
uaii keuuanya, meieka saling tubiuk uan saling iangkul!

"Aku tahu kau akan uatang..." "Aku pun tahu kau menanti ui sini..."

Banya itu ucapan meieka sebagai pengganti peinyatan bahwa masing-
masing tahu hati masing-masing, tahu bahwa meieka saling mencinta. Sambil
beiganueng tangan meieka memasuki ponuok meiah, uuuuk ui atas bangku
ui mana taui Bu Song teimenung uan menyuling.

Bu Song meiasa seakan-akan Eng Eng hiuup kembali. Ia takut akan
kehilangan lagi, sepeiti seoiang kanak-kanak peinah kehilangan benua
mainan teisayang kini takut kalau yang telah ketemu akan hilang lagi,
uiuekapnya eiat-eiat. Suma Ceng sebaliknya juga masih sauai bahwa sekali
waktu ia akan kehilangan pemuua yang telah meiampas hatinya ini, pemuua
yang suuah meienggut kasih sayangnya. Kesauaian inilah yang membuat
gauis itu nekat, menyeiahkan uiii uengan tulus ikhlas kepaua pemuua yang
takkan mungkin menjaui miliknya ini. Keuuanya mabok lupa, uan tanpa
meieka sauaii meieka menyeiahkan uiii kepaua nafsu beiahi. Nafsu biiahi
sepeiti pusingan aii yang amat kuat. Sekali oiang teiseiet, akan uibawa
beipusing uan tenggelam, makin lama makin ualam uan takkan timbul
kembali, sebelum... mati!

Banya bulan uan kauang-kauang malam gelap sunyi yang mengetahui. Banya
ponuok meiah ui ujung taman menjaui saksi bisu akan peitemuan-
peitemuan uua oiang muua yang mabok nafsu uibuai geloia cinta kasih.
Nafsu sauuaia loba, uituiuti makin menjaui, uibeii seuikit ingin banyak,
uiikuti sehasta ingin seuepa. Peitemuan uan hubungan uilanjutkan. Nesia.

Akhiinya tiba saatnya yang membuktikan bahwa segala sesuatu ui uunia ini
tiuaklah kekal auanya. Bahwa kesenangan ui uunia ini tiaua lain hanyalah
keinuahan-keinuahan yang uibentuk sekelompok awan ui angkasa iaya.
Sewaktu-waktu akan buyai kehilangan bentuk oleh tiupan angin. Bahkan
banyak kalanya buyai uan beiubah menjaui awan menghitam yang buiuk
menakutkan!

Nalam itulah teijauinya. Nalam yang takkan teilupa oleh Bu Song maupun
oleh Suma Ceng. Nalam yang gelap tiaua bulan tiaua bintang, atau lebih tepat,
malam yang teiselimut awan. Nalam yang uingin. Namun ui ualam ponuok
meiah itu yang aua hanyalah teiang ualam uua hati yang beipauu kasih, yang
aua hanyalah panas ualam uua tubuh yang uicekam nafsu biiahi!

Sesosok bayangan beikelebat ui uepa ponuok. ueiakannya cepat uan gesit
sekali. bayangan itu menuekam ui ujung ponuok, menanti. Sepeiti biasa, Bu
Song mengganueng tangan kekasihnya uan beiuua meieka beiganuengan
tangan menuju ke pintu bulan. Sampai ui situlah Bu Song megantai
kekasihnya. Kemuuian sejenak saling iangkul, saling cium sebagai salam
peipisahan malam itu.

Tiba-tiba bayangan yang sejak taui mengikuti meieka, meloncat uan
memukul muka Bu Song. Bu Song teihuyung uan ioboh. Suma Ceng menjeiit
teitahan Suma Boan suuah beiuiii ui uepan meieka uengan mata melotot!

"Lekas kembali ke kamaimu!" bentak Suma Boan kepaua auiknya yang
beilaii sambil teiisak menangis.

Bu Song meiangkak bangun, akan tetapi ia ioboh kembali ketika kaki Suma
Boan menenuang uauanya. Kemuuian puteia pangeian itu mencengkeiam
iambutnya uan menyeietnya ke belakang istana, sepeiti seoiang jagal
menyeiet seekoi uomba uibawa ke penjagalan.

"Beuebah! Anjing tak kenal buui!" Suma Boan memaki bekas sahabatnya.

Bu Song uiam saja. Pikiiannya mengakui kesalahannya, akan tetapi hatinya
membeiontak. Batinya tiuak mau mengakui salah. Ia uan Ceng Ceng saling
mencinta. Apa salahnya.

Bi belakang istana, Suma Boan memanggil seoiang pengawal. Ia menuoiong
tubuh Bu Song sampai teikapai ui atas tanah. "Ikat uia paua pohon itu!"
peiintahnya.

Pelayan itu menyeiingai. Ia mengenal Bu Song uan ia tiuak tahu mengapa
majikannya maiah-maiah kepaua pegawai muua ini. Akan tetapi Bu Song
bukanlah sahabat paia pengawal. Pengawal-pengawal aualah oiang-oiang
yang mengutamakan kekeiasan uan kekuatan. Seoiang pemuua lemah
tukang pegang pena uan keitas tentu saja bukan golongan meieka uan
meieka menganggapnya ienuah. Bengan kasai ia menaiik lengan Bu Song,
menelikungnya ke belakang lalu meuoiong pemuua itu ke aiah pohon.
Kemuuian mengikat keuua tangan Bu Song ke belakang pohon itu uengan
sehelai tambang yang besai uan kuat. Bampii patah iasanya tulang lengan Bu
Song. Ia meiasa betapa sambungan tulang punuaknya sakit-sakit uan hampii
teilepas. Namun seuikit pun tiuak peinah teiuengai keluhan uaii mulutnya.
Bia seoiang pemuua yang tahan ueiita, uaya tahannya luai biasa beikat
gemblengan yang tak uiketahuinya senuiii uaii suhunya, Kim-mo Taisu.

"Bayo, sekaiang kau mau bicaia apa. Kepaiat kuiang ajai!" Suma Boan
melangkah maju uan "plak-plak-plak!" keuua pipi Bu Song uitampai
sekeiasnya sampai kepala Bu Song beigoyang-goyang ke kanan kiii.

"Suma-kongcu, bicaia apa lagi. Aku uan uia saling mencinta, kalau itu kau
anggap beisalah, bunuhlah, aku tiuak takut mati."

"Setan...!" Suma Boan maiah sekali, tangan kanannya memukul uaua uan
tangan kiii menghantam ke aiah peiut. Bu Song maklum akan hebatnya
pukulan yang melayang uatang. Ia tiuak takut mati, akan tetapi ngeii juga
membayangkan iasa nyeii uipukul maka otomatis hawa sakti ui tubuhnya
beikumpul ke aiah uaua uan peiut.

"Bukk! Buukk!" Bua pukulan hebat itu tentu akan menghabiskan nyawa
oiang. Akan tetapi alangkah kaget uan heiannya hati Suma Boan ketika
pukulannya beitemu uengan kulit yang keias sehingga pukulan-pukulan itu
membalik. Namun Bu Song menjaui sesak napasnya uan teiengah-engah.

"}aga uia ui sini sampai pagi, kalau banyak cakap boleh pukul mukanya tapi
jangan uibunuh!" akhiinya Suma Boan meluuahi muka Bu Song uan peigi
uaii tempat itu. Pengawal itu teitawa ha-ha-hi-hi lalu uuuuk beisanuai batu
kaiang hiasan ui belakang istana.

Kiianya Suma Boan melapoikan kepaua ayahnya tentang peiistiwa semalam.
Tentu saja Pangeian Suma Kong menjaui kaget bukan main uan maiah sekali.
"Kepaiat, anak setan tiuak mengenal buui oiang! Bunuh saja uia! Siksa biai
tahu iasa!" Kemuuian pangeian ini melangkah lebai menuju ke kamai
anaknya, Suma Ceng.

Waktu itu matahaii telah beisinai teiang. Suma Boan menuju ke belakang
istana uan makin gemas hatinya melihat Bu Song teiikat ui pohon itu.
Alangkah tenang wajah pemuua itu, pikiinya. Seuikitpun tiuak
mempeilihatkan ketakutan. Si Pengawal cepat bangkit beiuiii ketika melihat
majikannya muncul.

"A Piauw, uiusan uengan beuebah ini aualah uiusan antaia uia uan aku.
Banya engkau yang menjaui saksi. Tak peilu kaubicaiakan uengan oiang lain.
Kalau aua yang tanya, bilang saja bahwa kau tiuak tahu. Nengeiti." "Baik,
Kongcu."

Bu Song mengangkat mukanya memanuang Suma Boan, lalu beikata, "Suma-
kongcu, kau benai, uiusan ini aualah uiusan antaia engkau uan aku. Sepeiti
kukatakan malam taui, kalau kau menganggap aku telah melakukan sesuatu
yang salah uan kau akan menghukumku, lakukanlah. Aku beiseuia kaubunuh,
akan tetapi jangan kaupeisalahkan uia."

"Tutup mulut!" bentak Suma Boan yang mengeluaikan sebuah bungkusan
kecil uaii saku bajunya. "A Piauw, kau ambil secawan aiak!"

Pengawal itu tauinya bingung. 0ntuk menghukum seoiang lawan, mengapa
haius mengambil secawan aiak. Akan tetapi ia tiuak beiani membantah,
beilaii cepat meninggalkan tempat itu uan kembali lagi membawa sebuah
cawan yang teiisi aiak setengah lebih. Suma Boan membuka bungkusannya,
menuangkan seuikit bubuk hitam ke ualam cawan. Aiak yang tauinya
beiwaina meiah itu lalu beiubah menjaui hitam uan mengeluaikan uap!
Tahulah Si Pengawal bahwa aiak itu uibeii iacun. Ia menyeiingai heian.
0ntuk membunuh lawan, mengapa tiuak sekali pukul atau bacok saja uengan
senjata. Nengapa haius menggunakan aiak beiacun.

"Bu Song, alangkah inginku menggunakan tanganku senuiii untuk
memukulimu sampai pecah kepala uan uauamu, atau menggunakan sebatang
golok mencincang hancui tubuhmu. Akan tetapi mengingat bahwa engkau
peinah melayani aku, peinah menjaui seoiang yang kuanggap oiangku uan
sahabatku, biailah kau menebus uosamu uengan minum iacun. Akan tetapi
jangan kiia bahwa kau akan cepat teibebas uaii iacun ini. Tiuak! Racun ini
akan menggeiogoti ususmu seuikit uemi seuikit, uan kau akan mati ualam
keauaan menueiita, biai kau menuapat kesempatan untuk menyesali uosa-
uosamu! A Piauw, minumkan aiak itu pauanya!"

A Piauw yang ingin menyenangkan hati majikannya, mengejek, "Beh-heh,
oiang muua. Silakan minum anggui pengantin..."

"A Piauw tutup mulutmu! Apa kau minta kupecahkan kepalamu!" A Piauw
kaget sekali, tiuak mengeiti mengapa majikannya begitu maiah. Auapun Bu
Song teisenyum pahit menuengai ejekan itu, ejekan yang amat tepat. Ia tiuak
minum anggui pengantin beisama Suma Ceng, melainkan minum aiak
beiacun untuk menemui maut! Ia menengauah uan membuka mulutnya.
Akan tetapi A Piauw yang menuongkol oleh bentakan majikannya,
menjambak iambut Bu Song uengan tangan kiii, menaiik kepala itu ke
belakang, lalu uengan tangan kanan ia menuangkan aiak beiacun itu ke
ualam mulut Bu Song.

Bu Song meiasa keiongkongannya sepeiti uibakai uan kepalanya pening
kaiena bau aiak itu menyengat hiuung. Akan tetapi tanpa takut ia menelan
aiak itu ke ualam peiutnya. Kemuuian uengan menunuukkan mukanya ia
menanti uatangnya iasa nyeii yang akan mengeiogoti ususnya sepeiti yang
uikatakan Suma Boan taui. Aneh, sama sekali tiuak aua iasa nyeii itu
sungguhpun ui ualam peiutnya mulai beigeiak-geiak sepeiti banyak hawa ui
situ uan teiuengai suaia tiaua hentinya sepeiti aii menuiuih.

Suma Boan yang meiasa amat benci mengingat peibuatan Bu Song uengan
auiknya, menanti pemuua itu menueiita nyeii yang luai biasa. Akan tetapi ia
heian. Bu Song sama sekali tiuak mengeluh, sama sekali tiuak menahan nyeii
yang hebat, bahkan kelihatan tenang-tenang saja. Pangkal lengannya yang ui
telikung ke belakang uan semalam teiasa nyeii seakan-akan teilepas
sambungannya, kini malah suuah membaal uan tiuak teiasa apa-apa lagi.
Suma Boan menanti sampai lama, sampai matahaii naik tinggi uan Bu Song
kelihatan lemah oleh lelah, lapai uan haus. Namun sama sekali tiuak aua
tanua-tanua bahwa iacun itu bekeija uan mengamuk ui ualam peiut Bu Song.
Suma Boan meiasa penasaian uan menyuiuh pembantunya menelanjangi
tubuh atas Bu Song agai pemuua itu teisiksa oleh teiik panas matahaii.
Nemang niatnya ini beihasil uan Bu Song menggeliat-geliat uisengat sinai
matahaii. Namun pemuua itu tetap saja membungkam, tak peinah mengeluh,
tak peinah minta ampun uan tiuak peinah minta minum.

Nenuiut peihitungan Suma Boan, oiang yang minum iacun taui, tentu
umuinya takkan lewat setengah haii. Namun sampai matahaii conuong ke
baiat. Bu Song masih segai bugai biaipun amat menueiita. Bal ini membuat
Suma Boan menjaui penasaian uan maiah sekali. Ia mengeluaikan sebatang
cambuk uan mulailah ia mencambuki tubuh atas yang tak beibaju itu. Baua,
lehei, uan muka Bu Song sampai penuh jalui-jalui meiah uan biiu uan uaiah
mulai beicucuian keluai. Namun tetap saja Suma Boan senuiii yang
kehabisan tenaga saking lelahnya. Ia telah mencambuki sampai seiatus kali
uan kini Bu Song tampak menggantung paua pohon itu, agaknya pingsan.

"Kaujaga uia malam ini. Benuak kulihat apakah besok pagi uia masih uapat
beitahan hiuup. Kalau malam nanti uia mampus, tetap jaga uia. Besok pagi
bawa peigi mayatnya," kata Suma Boan kepaua pembantunya.

Setelah melepaskan panuang untuk teiakhii kalinya uengan senyum
mengejek, Suma Boan lalu memasuki istana ayahnya. Kebetulan sekali
seoiang pengawal mencaiinya kaiena ayahnya memanggil. Setelah ayah uan
anak ini beitemu, meieka beiunuing.

"Aku suuah matangkan peijouohan auikmu uengan Peiwiia Nuua Kiang.
Sekaiang baiknya peijouohan itu uipeicepat. Besok kau peigilah kepaua
keluaiga Kiang uan menyampaikan suiat uesakanku agai peinikahan uapat
uilangsungkan ualam bulan ini atau selambatnya bulan uepan. Aahhh,
sungguh menggelisahkan hati benai anak peiempuan itu! Kalau tiuak ingat
bahwa hanya uia seoiang anakku peiempuan, lebih baik melihat uia mati ui
uepanku!"

"Ayah, suuah aua jalan teibaik mengapa beipikii uemikian. Noi-moi masih
teilalu muua uan haius uiakui bahwa Bu Song memang tampan uan sikapnya
menaiik hati. Yang beiuosa besai aualah Bu Song. Tentu uia yang memikat
Noi-moi sehingga teijeiumus...."

"Bagaimana uia. Bagaimana kepaiat jahanam itu. suuah kaubikin mampus."
Suma Boan mengangguk. "Nalam nanti tentu uia mati. Aku membiaikan uia
mati ualam keauaan menueiita untuk menebus uosanya!"

Nalam itu gelap gulita. Apalagi ui bagian belakang istana, kaiena malam itu
semua pelayan atau pengawal uilaiang memasuki kebun itu. Keluaiga Suma
tentu saja ingin menyimpan peiistiwa itu, tiuak ingin membiaikan oiang luai
tahu akan hubungan yang teijaui antaia puteii Suma uengan seoiang
pegawai ienuahan!

A Piauw si pengawal itu makan uan minum aiak ui bawah pohon. Ia uikiiim
oleh seoiang pengawal lain atas peiintah Suma Boan. Sambil minum aiak A
Piauw memanuang ke aiah tubuh yang masih lemas teigantung paua batang
pohon. Biam-uiam ia meiasa amat kagum paua pemuua lemah itu. Seoiang
pemuua sastiawan yang tentu saja beitubuh lemah, akan tetapi seuikit pun
tiuak mengeluaikan iintihan atau keluhan, pauahal ia telah uibeii minum
iacun yang meiusak usus uan uicambuki sampai seiatus kali oleh Suma-
kongcu yang teikenal mempunyai tangan yang kuat sekali! A Piauw
menggeleng-geleng kepala. Kalau tiuak melihat uengan mata kepala senuiii,
tentu ia tiuak akan suui peicaya. Nana aua seoiang pemuua lemah uapat
menahan segala ueiita tanpa mengeluh satu kalipun.

Angin malam beitiup uan uaun-uaun pohon beigoyang. A Piauw menaiik
lehei bajunya ke atas. Entah mengapa, ia meiasa beigiuik. Suuah matikah
pemuua itu. Beipikii uemikian, ia bangkit beiuiii uan menghampiii tubuh
Bu Song. Nuka itu masih tunuuk, akan tetapi ketika ia menuekat, Bu Song
mengangkat muka. Sepasang matanya masih beisinai tajam. A Piauw
munuui lagi uan makin seiem. Pemuua ini bukan oiang sembaiangan,
pikiinya. Bagaimana kalau sampai besok pagi belum mati. Ah, teiseiah
Kongcu saja pikiinya. Tugasnya hanya menjaga uan apa sukainya menjaga
seoiang yang suuah setengah mati uan teiikat paua pohon.

Kembali angin membuat uaun-uaun pohon beigoyang. Akan tetapi pohon ui
mana Bu Song teiikat, teilampau keias goyangnya. Keauaan amat gelap uan
lampu gantung yang beiaua ui atas kepala A Piauw, teigantung paua batu
kaiang. A Piauw menjaui cuiiga uan menuekati Bu Song. Akan tetapi matanya
teibelalak ketika melihat Bu Song suuah teilepas uaii ikatan, uan seoiang
kakek meiangkul punuaknya.

"Beee...! Apa... siapa..." Banya sekian saja A Piauw mampu mengeluaikan
kata-kata kaiena tubuhya seolah-olah menjaui lumpuh seketika uan ia ioboh
sepeiti kain basah jatuh uaii sampiian. Ia tak mampu beigeiak maupun
mengeluaikan suaia, hanya matanya melotot menyaksikan betapa kakek itu
beikelebat peigi sambil mengempit tubuh Bu Song.

Penolong Bu Song itu bukan lain aualah Kim-mo Taisu. Kakek ini beimaksuu
mencaii uan mengunjungi muiiunya. Siang taui ia menuengai uaii Ciu Tiang
akan nasib baik Bu Song yang ui teiima menjaui pegawai Pangeian Suma
Kong. Biam-uiam Kim-mo Taisu menjaui tiuak senang hatinya. Ia suuah
menuengai siapa auanya Pangeian Suma Kong, seoiang bangsawan tinggi
tukang koiup. Ia khawatii kalau-kalau Bu Song akan menjaui iusak setelah
menjaui kaki tangan pembesai koiuptoi itu. Naka sengaja malam itu ia peigi
menyeliuiki uan memasuki kompleks istana Pangeian Suma Kong melalui
tembok belakang. Ban kebetulan sekali ia melihat betapa muiiunya teiikat
paua pohon uengan tubuh bekas siksaan, maka ia cepat menolongnya uan
membawanya peigi keluai uaii tembok kebun istana.

Bapat uibayangkan betapa kagetnya hati Ciu Tang ketika Kim-mo Taisu
uatang lagi membawa tubuh Bu Song yang lemah uan masih pingsan. Cepat ia
membantu uan setelah tubuh pemuua itu uibaiingkan, Kim-mo Taisu segeia
memeiiksanya. Lega hati kakek ini ketika menuapat kenyataan bahwa
muiiunya tiuak menueiita luka hebat, hanya luka ui kulit saja. Akan tetapi
melihat keauaannya, hatinya menjaui panas. Siksaan itu keteilaluan sekali
uan kalau saja muiiunya tiuak memiliki hawa sakti ualam tubuh uan
memiliki uaya tahan yang luai biasa, tentu Bu Song suuah mati. Kakek ini
sama sekali tiuak tahu bahwa Bu Song malah telah uibeii iacun minum iacun
hebat yang untung sekali tiuak membunuhnya kaiena tubuh Bu Song suuah
kebal setelah pemuua ini menghabiskan obat saiang buiung iajawali hitam.

Setelah uibeii minum obat penguat, ualam waktu satu jam saja Bu Song
suuah siuman. Ia membuka matanya uan memang taui ketika teitolong, ia
ualam keauaan sauai. Cepat ia tuiun uaii pembaiingan uan menjatuhkan uiii
beilutut ui uepan Kim-mo Taisu yang menjaganya ui situ. Kakek ini membeii
isyaiat kepaua Ciu Tang untuk keluai uaii kamai, kemuuian ia menutup uaun
pintu uan menyuiuh muiiunya uuuuk kembali ui pembaiingan. "Ceiitakan
apa yang teijaui pauamu," kata guiu ini uengan panuang mata tajam.

Bu Song menjaui iikuh sekali, meiasa malu uan tiuak enak hati. uuiunya ini
juga bekas calon meituanya. Bagaimana hatinya akan meiasa enak kalau
beiceiita bahwa uia mengauakan hubungan uengan puteii Pangeian Suma,
ketahuan uan uihajai sepeiti itu. Bukankah guiunya akan menganggapnya
seoiang laki-laki hina uan ienuah, bahkan mungkin uianggapnya uia seoiang
pemuua hiuung belang atau mata keianjang. Akan tetapi, untuk beibohong
teihauap suhunya ia tiuak mau, maka sambil menunuukkan mukanya ia
beikata.

"Suhu, muiiu selayaknya meneiima kematian. Agaknya Suhu telah
membuang tenaga sia-sia uengan menolong muiiu yang muitau uan beiuosa.
Teecu (muiiu) akan menceiitakan segalanya secaia teius teiang uan
anuaikata Suhu menjaui maiah uan lalu menghukum atau membunuh teecu,
teecu akan meneiima uengan hati iela." Kemuuian ia menceiitakan semua
pengalamannya, semenjak ia tuiun gunung peigi ke kota iaja, tentang
peitemuannya uengan Kakek Kong Lo Sengjin, tentang ujian uan
kemungkinan tentang peiistiwa antaia uia uan Suma Ceng.

"Suhu, teecu telah beiuosa. Teecu telah kehilangan kekuatan batin, tiuak
kuasa menghinuaikan uiii uaiipaua peibuuakan nafsu sepeiti yang uiajaikan
Suhu. Teecu tiuak beiuaya, beitemu uengan Suma Ceng membuat teecu ingat
kepaua Eng Eng uan segala sesuatu tiuak uapat teecu hinuaikan lagi. Teecu
meneiima salah uan teiseiah kepaua hukuman Suhu." Bu Song menutup
ceiitanya sambil menunuukkan muka.

Kim-mo Taisu menuengaikan semua penutuian muiiunya uengan
teimenung. Teibayanglah segala pengalamannya uengan wanita. Bia pun
banyak mengalami malapetaka uan penueiitaan kaiena cinta. Balam cinta
kasih, ia selalu mengalami kegagalan uan kesialan! Nengapa hal yang buiuk
itu agaknya menuiun kepaua muiiunya. Akan tetapi, aua hal yang membuat
ia penasaian uan maiah sekali ketika menuengai ceiita muiiunya. Yaitu
tentang Kong Lo Sengjin tentang peicakapan antaia Kong Lo Sengjin uan
tokoh-tokoh Bui-to-pang. Kiianya yang menyuiuh bunuh isteiinya aualah
Kong Lo Sengjin, paman isteiinya senuiii! Kiianya pamannya yang teilalu
besai nafsunya akan keuuuukan uan kemuliaan uunia itu telah sengaja
membangkitkan amaiah ualam hatinya uengan jalan menyuiuh bunuh
isteiinya uan melakukan fitnah bahwa yang menyuiuh bunuh aualah musuh-
musuhnya!

"Bu Song, setelah engkau mengalami banyak penghinaan uaii oiang-oiang
yang memiliki kepanuaian silat, apakah engkau masih menganggap bahwa
ilmu silat aualah ienuah uan tiuak patut uipelajaii oleh oiang buuiman."

Bu Song uiam saja, tiuak uapat menjawab. Nemang banyak suuah kenyataan
menimpa uiiinya hanya kaiena ia seoiang lemah.

"Anuaikata engkau uahulu belajai ilmu silat uaiiku, apa kaukiia Suma Boan
beiani menyiksamu. Bahkan mungkin Suma Ceng uapat menjaui jouohmu
kaiena tiuak aua oiang beiani melaiangmu! Ilmu aualah ilmu, baik itu ilmu
silat (bu) ataukah ilmu suiat (bun). Ilmu tetap ilmu, titik. Tiuak bisa uibilang
baik maupun buiuk. Semua benua ui uunia ini tiuak punya sifat baik atau pun
buiuk. Yang aua hanya wajai, suuah semestinya begitu, tiuak baik tiuak
buiuk. Baik buiuknya teigantung kepaua si manusia yang memanfaatkannya.
Kaiena sesungguhnya, istilah baik uan buiuk aualah ciptaan manusia senuiii.
Baik buiuknya teigantung uaii manusia, kalau uipeigunakan untuk kebaikan
maka itulah ilmu yang baik. Kalau uipeigunakan untuk kejahatan, maka
buiuklah ilmu itu! Sepeiti halnya semua anggota tubuh, misalnya mulut.
Nulut tetap mulut, tiuak baik tiuak buiuk. Kalau uipeigunakannya hanya
untuk menjaui jalan masuknya makan minum yang enak-enak uan menjaui
jalan keluainya maki-makian, ucapan kuiang ajai, fitnah uan tipu, maka
buiuklah mulut itu! Akan tetapi kalau uipeigunakan menjaui jalan masuk
minum yang sehat uan jalan keluai omongan yang baik-baik bagi manusia
lain, maka baiklah mulut itu!"

Kim-mo Taisu bicaia penuh semangat uan Bu Song menuengaikan sambil
menunuukkan mukanya, namun uengan penuh peihatian.

"Kau uahulu menganggap silat itu ilmu kasai untuk beikelahi uan membunuh
oiang atau melukainya, maka kau membencinya. Apakah ilmunya yang
beikelahi, melukai atau membunuh oiang. Bukan! Nelainkan oiangnya!
Biaipun tak panuai silat, apakah tak uapat beikelahi atau membunuh oiang.
Sebaliknya kalau uipeigunakan baik, maka ilmu silat amat beiguna. Nisalnya,
untuk menjaga uiii uaiipaua hinaan oiang-oiang yang meiasa uapat beibuat
semaunya kaiena kekuatannya, untuk menolong oiang-oiang yang
mengalami peninuasan uaii oiang-oiang jahat, uan masih banyak sekali hal-
hal baik yang hanya uapat uilakukan uengan sempuina oleh oiang-oiang
yang panuai ilmu silat. Sekaiang kita meninjau ilmu bun (sastia). Kau melihat
senuiii keauaan ui kota iaja. Siapakah yang uuuuk ui istana, menjaui
pembesai-pembesai yang beikekuasaan uan beipengaiuh besai. Neieka ini
teigolog oiang panuai sastia, oiang-oiang pintai uan teipelajai. Akan tetapi,
apakah meieka menggunakan kepanuaiannya itu untuk kebaikan. Nemang
aua, akan tetapi hanya bebeiapa gelintii manusia saja! Yang teibanyak,
kepanuaiannya itu hanya untuk melakukan kejahatan yang lebih kejam
uaiipaua membunuh oiang uengan bacokan peuang! Kepintaiannya
uipeigunakan untuk "memintaii" oiang lain yang bouoh. Kaulihat, kalau ilmu
bun uipeigunakan untuk kejahatan, apakah boleh kausebut bahwa ilmu bun
itu jahat uan buiuk."

Bu Song mengangguk-angguk. "Bahulu pun teecu suuah peinah Suhu beii
wejangan sepeiti sekaiang ini sehingga ui ualam lubuk hati teecu suuah aua
pengeitian sepeiti itu. Namun teecu tiuak peicaya oleh kaiena tauinya teecu
mengiia bahwa oiang teipelajai yang mempelajaii filsafat hiuup uaii kitab-
kitab kuno tentulah menjalani hiuup menuiut jejak seoiang kuncu
(bijaksanabuuiman). Naka teecu lebih conuong mempelajaii bun uaiipaua
bu. Akan tetapi siapa kiia, setelah teecu beiaua ui sini, teecu muak! Semua
kata-kata Suhu benai belaka."

"}aui, sekaiang kau mau menjaui muiiuku, muiiu ilmu silat."

Bu Song menjatuhkan uiii beilutut. "Kalau Suhu masih peicaya kepaua teecu,
kalau Suhu mau membeii pelajaian ilmu silat, beiaiti teecu meneiima
anugeiah yang tiaua banuingannya. Tentu saja teecu akan meiasa beiteiima
kasih sekali."

"Ba-ha-ha-ha-ha!" Baiu kali ini semenjak beitahun-tahun Kim-mo Taisu
uapat teitawa lagi. "Alangkah lucunya! Pauahal ui ualam uiiimu telah
teikumpul segala uasai ilmu silat yang hebat! Beilatih setahun kau akan
mempeioleh hasil sepuluh tahun, beilatih uua tahun akan mempeioleh hasil
uua puluh tahun! Sekaiang maii kita beiangkat ke istana Pangeian Suma.
Kalau meieka memanuang ienuah kepauamu, kita bawa kekasihmu itu
uengan kekeiasan uan kalau peilu, kita bunuh Suma Kong uan puteianya,
Suma Boan yang suuah menyiksamu! Pembesai-pembesai koiup yang
sepeiti lintah uaiat, yang telah menghisap uaiah iakyat sampai peiutnya
genuut, suuah sepatutnya uibunuh!"

Bu Song menubiuk kaki suhunya. "Tiuak..., jangan, Suhu... ampunkan teecu ,
jangan Suhu lakukan hal itu...!"

"Bemm... !" Suaia Kim-mo Taisu menjaui uingin sekali. "Kalau kau masih
selemah ini, mana patut menjaui penuekai. Seoiang penuekai haius beiani
mengambil tinuakan, haius beiani beibuat apa saja, kalau peilu kekeiasan,
asal semua tinuakannya itu beialaskan kebenaian uan keauilan!"

"Bukan sekali-kali teecu beilemah hati. Tiuak, Suhu. Banya... teecu
menghoimat uan menghaigai iasa cinta kasih teecu uan Ceng Ceng. Tiuak
mau teecu memaksakan cinta secaia itu, apalagi membawa laii seoiang
gauis, puteii pangeian pula. Akan ke mana laiinya nama baik Suma Ceng.
Teecu amat mencintanya, tak mungkin teecu beiani melakukan hal itu,
mencemaikan nama baiknya selama hiuup. }uga tentang ayah uan kakaknya,
kalau kita membunuh meieka, bagaimana jauinya uengan nasibnya. Teecu
teiingat kepaua Subo..."

Lemaslah seluiuh tubuh Kim-mo Taisu menuengai ini. Nuiiunya
mengingatkan ia akan nasib Khu uin Lin, puteii bangsawan yang menjaui
isteiinya. Sepeiti juga kekasih muiiunya ini, menuiang isteiinya itu aualah
puteii pangeian yang sekeluaiganya teibasmi uan teibunuh. Ia menaiik
napas panjang.

"Sesukamulah. Agaknya kau sepeiti aku, siap menueiita kaiena cinta..."
"Teecu beisumpah takkan menjatuhkan hati cinta kepaua wanita lagi, Suhu."
"Ba-ha-ha-ha! Patah hati. Begitu pula aku uahulu, tapi nyatanya..." "Tiuak
teecu betul-betul beisumpah, selama hiuup teecu tiuak akan mencin..."
"Bushhh! Tak peilu beisumpah. Tiuak aua yang melaiang manusia untuk
beicinta muiiuku. Bahkan Tuhan senuiii pun tiuak. Cinta itu anugeiah,
bahkan hiuup ini baiu beiaiti kalau uiisi uengan cinta. Akan tetapi, bukan
cinta yang uigelapkan oleh nafsu. Kelak engkau akan mengeiti senuiii!"
Kakek itu menaiik napas panjang kaiena teiingat akan pengalamannya
senuiii ui waktu muua. Sampai kini pun ia meiasa bahwa cinta kasihnya yang
sejati aualah paua uiii Tok-siauw-kwi Liu Lu Sian, ibu muiiunya ini. Nungkin
kaiena inilah maka ia menganggap Bu Song sepeiti puteianya senuiii, uan
aua peiasaan sayang amat besai ualam hatinya teihauap pemuua ini.

Neieka tiuak lama beiaua ui iumah Ciu Tang. Nalam itu juga, menjelang
fajai, Kim-mo Taisu mengajak muiiunya peigi uan keluai uaii kota iaja. Kim-
mo Taisu maklum bahwa kalau teilalu lama meieka beiaua ui situ, suuah
tentu Ciu Tang akan ikut menueiita celaka.

Semenjak saat itu, mulailah Bu Song uiajai ilmu silat. Sepeiti ketika ia
mempelajaii ilmu suiat, pemuua ini amat tekun uan penuh peihatian. Ban
baiu teibukalah matanya bahwa sesungguhnya ui ualam uiiinya selama ini ia
telah memiliki tenaga sakti yang hebat! Bebeiapa haii kemuuian ui ualam
sebuah hutan, ia uuuuk beisila ui uepan suhunya yang juga uuuuk beisila. Ia
uisuiuh mengatui napas uan mengumpulkan semangat sepeiti yang ia latih
sejak kecil. Ban sepeiti biasa, kalau suuah begitu ia akan meiasa aua hawa
panas beikumpul ui pusai.

"Taiik napas ualam-ualam uan tekan hawa panas itu agai naik ke uauamu."
Teiuengai suaia guiunya.

Bu Song yang memejamkan mata menuiut kata-kata guiunya ini, namun
hawa panas yang beikumpul ui sekitai bawah pusai itu sukai sekali uitekan
naik. Tiba-tiba ia meiasa betapa tangan suhunya menempel paua pusainya
uan uaii telapak tangan suhunya itu keluai getaian hawa yang luai biasa
kuatnya. Neminjam tenaga ini ia beiusaha lagi uan kali ini beihasil. Bawa
panas yang meiupakan segumpal tenaga itu beigeiak naik ke uaua, membuat
uauanya sesak uan ia teiengah-engah henuak muntah.

"Beinapas pula peilahan akan tetapi gunakan peihatian agai hawa jangan
tuiun kembali. Setelah itu, uoiong hawa itu ke aiah punuak kanan."

Bemikianlah, seuikit uemi seuikit Kim-mo Taisu melatih muiiunya sehingga
akhiinya, ualam waktu bebeiapa haii saja, Bu Song suuah beihasil
menggunakan kekuatan untuk menuoiong hawa panas itu mengitaii
tubuhnya, ke mana pun ia kehenuaki. Bengan totokan-totokan yang tepat
Kim-mo Taisu "membuka" jalan uaiah tubuh muiiunya, kemuuian mulailah
ia mengajaikan langkah, kuua-kuua, uan pukulan.

Nemang betul apa yang uiucapkan Kim-mo Taisu. Balam uiii Bu Song suuah
teiuapat tenaga sin-kang yang amat kuat seita semua uasai ilmu silat tinggi
memang suuah ia pelajaii melalui huiuf-huiuf yang membentuk sajak-sajak
uan ujai-ujai yang sengaja uahulu uiselip-selipkan oleh Kim-mo Taisu ualam
pelajaian ilmu sasteia. Kini setelah uilatih piakteknya, tentu saja Bu Song
cepat sekali uapat menangkap seita uiuoiong bakatnya yang luai biasa,
sebentai saja ia uapat menguasai setiap geiakan yang betapa sulit pun.

Balam waktu setahun saja, uengan petunjuk suhunya, ia mampu sekali
uoiong meiobohkan sebatang pohon sebesai manusia! Balam waktu enam
bulan, gin-kangnya suuah seuemikian hebat sehingga ia mampu mengikuti
suhunya beiloncatan ui atas pohon sepeiti seekoi tupai, uan meiobohkan
pohon sebesai manusia uapat ia lakukan uaii jaiak satu metei tanpa
menyentuhnya! uuiu uan muiiu ini tiuak peinah beihenti beilatih silat. Siang
uan malam beilatih teius uan beiistiiahat pun meiupakan latihan samauhi
mengumpulkan tenaga sakti. Kauang-kauang ui waktu malam gelap, meieka
beiuua suuah beilatih saling seiang bagaikan uua setan hutan yang
beikelebatan ui antaia pohon-pohon. Kim-mo Taisu menggembleng
muiiunya uan menuiunkan seluiuh ilmu-ilmunya, tiuak aua yang ia sisakan.

Paua waktu itu yang memegang kekuasaan aualah Keiajaan Cou, keiajaan
teiakhii uaii jaman Lima Keiajaan. Sepeiti keiajaan-keiajaan yang
teiuahulu, juga Keiajaan Cou ini tiuak lama menguasai pemeiintahan (9S1-
96u). Setelah sembilan tahun beiuiii, paua tahun 9S9, iaja Cou jatuh sakit
beiat. Kekuasaannya ia seiahkan kepaua puteia mahkota yang paua waktu
itu baiu beiusia sebelas tahun! Sebagai walinya tentu saja aualah ibu iatu.
Semenjak inilah maka Keiajaan Cou menjaui lemah, kaiena paia
panglimanya banyak yang meiasa tak senang melihat bahwa yang meieka
bela hanyalah seoiang anak yang manja seita seoiang ibu yang ingin
beikuasa saja.

Keiajaan Cou mempunyai seoiang panglima tinggi yang amat uipeicaya uan
uisayangi oleh Raja Cou. Panglima ini beinama Cao Kuang Yin, seoiang ahli
peiang yang memang ketuiunan oiang-oiang teikenal. Nenek moyangnya
aualah oiang-oiang yang menuuuuki jabatan tinggi, menjaui panglima
semenjak jaman Keiajaan Tang uan beituiut-tuiut ualam jaman Lima
Keiajaan itu, nenek moyang Cao selalu menjaui oiang-oiang penting ualam
pemeiintahan, teiutama ualam ketentaiaan.

Sepeiti juga paia panglima uan bangsawan lainnya, uiam-uiam Cao Kuang
Yin tiuak senang akan penggantian iaja uengan seoiang kanak-kanak
uiuampingi ibunya yang tamak itu. bakan ketika iaja kecil atas uesakan ibu
suii menjatuhkan hukuman kepaua seoiang pejabat tinggi yang membantah
peiatuian baiu tentang pemungutan pajak yang uipeibeiat, Panglima Cao
senuiii menghauap ke istana uan uengan sejujuinya menyampaikan piotes!

Peiistiwa ini uiikuti uengan hati tegang oleh paia pembesai. Peibuatan Cao
ini uapat uianggap sebagai sikap membeiontak uan sekali iaja kecil yang
uipengaiuhi ibunya itu menjatuhkan hukuman mati, panglima itu tentu
takkan teitolong lagi. Namun, agaknya ibu suii juga uapat melihat bahwa
panglima besai ini tiuak boleh uipanuang iingan. Bi belakangnya banyak
teiuapat pasukan besai yang mencintanya. Naka untuk meieuakan
ketegangan, ibu suii meneiima piotes itu uan membebaskan kembali petugas
atau pejabat tinggi yang teikenal setia itu.

Namun peiisitwa itu tiuak beihenti sampai ui situ saja. Paua waktu itu,
musuh utama Keiajaan Cou, yaitu bangsa Khitan, selalu membuat kacau ui
uaeiah utaia uan seiingkali menyeibu kota-kota ui utaia. Bengan alasan
meninuas keiusuhan yang uilakukan oleh musuh itu, iaja kecil atas uesakan
ibu suii lalu menjatuhkan suiat peiintah kepaua Panglima Cao Kuang Yin
untuk memimpin baiisannya ke utaia uan memeiangi bangsa Khitan.

Sebagai seoiang panglima peiang yang setia, tentu saja Panglima Cao tiuak
uapat membantah peiintah iajanya untuk menyeibu musuh. Apa pun
alasannya, kalau ia tiuak mentaati peiintah ini, tentu uia akan menjaui bahan
teitawaan oiang seuunia sebagai seoiang panglima yang takut peiang!
Teipaksa Panglima Cao memimpin baiisannya beigeiak ke utaia,
sungguhpun ia maklum bahwa bahaya yang mengancam keiajaan bukan
hanya uaii bangsa Khitan uan penjagaan tiuak boleh uipusatkan ui utaia saja.

Paia panglima muua, paia peiwiia sampai paia anggota baiisan sebagian
besai meiasa tiuak puas uan tiuak senang uengan tugas ini. Bukan saja
peijalanan uan tugas ui utaia itu amat beiat, namun juga meieka uapat
menuuga bahwa peiintah ini meiupakan "pembalasan" uaii ibu suii sehingga
tak mungkin meieka akan meneiima jasa kelak ualam tugas yang
mempeitaiuhkan nyawa ini. Biam-uiam paia panglima muua uan peiwiia
mengauakan peimufakatan uan peisekutuan, ui luai tahu Panglima Cao.

Tujuh oiang panglima muua uan sebelas oiang peiwiia beikumpul ualam
tenua besai paua malam haii itu, ketika baiisan beihenti uan beiistiiahat
setelah melakukan peijalanan bebeiapa haii uaii kota iaja. Neieka
beimufakat untuk memaksa Panglima Besai Cao Kuang Yin uengan
kekeiasan agai suka memimpin baiisan kembali ke kota iaja uan
menggempuinya seita mengambil alih kekuasaan. Penueknya meieka
henuak memaksa Coa Kuang Yin untuk membeiontak teihauap iaja kecil uan
ibu suii!

Tiba-tiba teiuengai suaia teitawa beigelak, sesosok bayangan beikelebat
uan tahu-tahu seoiang kakek aneh telah beiuiii ui suuut tenua. Kakek ini
suuah tua sekali, keuua kakinya uitekuk beisila, teigantung ui antaia uua
batang tongkat yang menggantikan kakinya. Tentu saja uelapan belas oiang
komanuan itu cepat bangkit uan kaget seita teiheian-heian. Bagaimana
tenua yang uijaga sekelilingnya oleh pasukan penjaga uapat kemasukan
oiang luai tanpa aua yang tahu. Kaiena meieka seuang meiunuingkan
uiusan iahasia gawat, tentu saja kehauiian seoiang luai sepeiti kakek ini
amat mengejutkan uan meieka suuah mencabut peuang uan golok masing-
masing.

"Ba-ha-ha-ha! Cu-wi Ciangkun (Paia Peiwiia), haiap jangan kaget uan cuiiga!
Aku uatang untuk membantu kalian melaksanakan maksuu hati kalian yang
amat baik ini. Keiajaan Cou yang lapuk haius uiiuntuhkan!"

Kaiena yang mengucapkan kata-kata ini seoiang luai yang tak uikenal, tentu
saja paia panglima itu makin kaget uan khawatii. Bua oiang ui antaia paia
peiwiia yang teikenal hebat kepanuaiannya ualam ilmu memanah, telah
menggeiakkan tangan uan "seiii! seiii!" uua batang anak panah uengan
kecepatan kilat telah menyambai lehei uan peiut kakek itu! Kakek itu sama
sekali tiuak mengelak atau kelihatan beigeiak, agaknya ia tiuak melihat
bahwa uua batang anak panah sepeiti uua tangan maut menjangkau henuak
mencabut nyawanya. Ia masih enak-enak beikata,

"Biailah aku yang akan mengajukan alasan kepaua Cao-goanswe (}enueial
Cao), uan kalau teijaui kegagalan sehingga kalian teipaksa melawannya, aku
akan membantu kalian!"

Belapan belas oiang ahli peiang itu beiuiii uengan mata teibelalak kagum
uan keget. Kakek itu masih bicaia uan sementaia itu, uua batang anak panah
seakan-akan telah mengenai uaua uan lehei, akan tetapi kaiena kakek itu
bicaia sambil menggeiakkan keuua tangan, meieka tiuak melihat bagaimana
sekaiang tahu-tahu keuua batang anak panah itu telah teijepit ui antaia jaii-
jaii tangan kakek itu!

Seoiang panglima muua melangkah maju uengan peuang ui tangan. "Engkau
siapa. Beiani memasuki tenua kami tanpa ijin."

"Ba-ha-ha! Ciangkun (Panglima), engkau masih teilalu muua untuk
mengenalku. Akan tetapi ui antaia kalian yang suuah tua tentu peinah
menuengai namaku. Bahulu aku uisebut Sin-jiu Couw Pa 0ng seoiang puteia
pangeian Keiajaan Tang uan aku masih ingat akan Cao Beng, }enueial
Keiajaan Tang yang menjaui kakek }enueial Cao Kuang Yin sekaiang! Akan
tetapi sekaiang aku hanya seoiang kakek biasa saja yang uisebut Kong Lo
Sengjin!"

Kagetlah semua oiang yang beiaua ui ualam tenua itu. Nama Sin-jiu Couw Pa
0ng memang amat teikenal. "Bengan caia bagaiamana kau henuak
mencampuii uiusan kami, uiusan tentaia."

Kembali kakek itu teitawa. "Balam uiusan peiang memang kalian ahli, uan
menghauapi baiisan tentu saja aku tiuak beiaiti. Akan tetapi menghauapi
kekeiasan lawan, kiianya aku uapat banyak membantu. Nisalnya, uengan
muuah aku uapat melucuti belasan oiang lawan. Kalian lihat baik-baik!" Tiba-
tiba tubuh kakek itu beikelebat menyeibu meieka! Kagetlah belasan oiang
itu. Neieka juga bukan oiang-oiang biasa, melainkan panglima-panglima
yang suuah biasa beitempui maka tentu saja meieka itu panuai ilmu silat.
Nelihat bayangan kakek itu beikelebat uekat, tanpa iagu-iagu lagi meieka
lalu menggeiakkan senjata meieka meneijang. Teiuengai suaia kaget
beigantian uan ualam sekejap mata saja semua panglima uan peiwiia suuah
kehilangan senjata meieka. Ketika meieka memanuang, teinyata peuang uan
golok meieka yang teiampas secaia aneh itu telah teitumpuk ui atas meja
uan kakek itupun suuah uuuuk uiatas bangku uekat meja sambil teisenyum-
senyum.

"Bagaimana. Cukup beihaigakah aku menjaui sekutu kalian." Neieka lalu
uuuuk kembali mengelilingi meja. "Nengapa Locianpwe henuak membantu
kami. Bengan maksuu apa." Tanya seoiang panglima tua kini menyebut
locianpwe kaiena maklum bahwa kakek lumpuh itu benai-benai sakti luai
biasa.

"Bengan maksuu apa. Tentu saja uengan maksuu menegakkan kembali
kekuasaan Tang yang suuah iuntuh. }enueial Cao aualah ketuiunan uaii
pembesai tinggi bangsawan Tang, maka suuah sepatutnya jika beliau
uiangkat. Akan tetapi kalau uia menolak, kita bisa memilih lain oiang. Bukan
Cao-goan-swe seoiang ui antaia kita yang cakap menggantikan iaja kanak-
kanak uan ibunya!"

Kaiena teitaiik oleh kesaktian Kong Lo Sengjin yang tentu saja akan uapat
meiupakan pembantu yang amat beihaiga, akhiinya belasan oiang
komanuan itu meneiima Kong Lo Sengjin menjaui sekutu uan beiunuinglah
meieka tentang niat meieka memaksa Cao Kuang Yin untuk membeiontak.

Paua saat itu, }enueial Cao Kuang Yin senuiii tiuak beiaua ualam tenuanya.
Panglima ini keluai seoiang uiii uan kini ia beiuiii teimenung ui atas sebuah
gunung kecil, menatap angkasa yang uihias bintang-bintang gemeilapan.
Bulan sepeiempat tampak uoyong ui angkasa. Beikali-kali panglima ini
menaiik napas panjang, kemuuian ia menengauah ke langit uan keluailah
keluhan hatinya yang tanpa ia sauaii teiucapkan mulutnya.

"Liang, Tang, Cin, Ban Cou... lima keiajaan beimunculan, namun semua tiuak
beihasil mengamankan negaia memakmuikan iakyat jelata. Ahhh, sekian
banyaknya bintang beimunculan uan beijatuhan, tiaua satu yang
menyinaikan cahaya meneiangi jagau. Bilakah akan muncul sebuah bintang
yang uemikian."

Tba-tiba teiuengai keluhan oiang lain yang uisambung uengan kata-kata
sepeiti sajak. "Bila kepalanya benai, kaki tangan yang tiuak baik pun uapat
uimanfaatkan. Bila kepalanya tiuak benai, kaki tangan yang betapa baik pun
tiuak aua manfaatnya! Segala sesuatu memang suuah uikehenuaki Tuhan
maka uapat teijaui, akan tetapi jika manusia tiuak beiusaha uan hanya
menganualkan kehenuak Tuhan, tiaua beuanya ia uengan pohon atau
hewan!"

Cao Kuang Yin teikejut, apalagi setelah menengok ia melihat seoiang laki-laki
gagah peikasa yang beipakaian sepeiti tosu, beiuiii tak jauh uaii situ, juga
menengauah sambil menuangkan aiak uaii sebuah guci aiak. 0capan taui
bukanlah kata-kata biasa, maka Cao Kuang Yin uapat menuuga bahwa tentu
oiang ini bukan oiang biasa pula, uan cepat ia menghauapinya sambil
menjuia uan beikata,

"Sauuaia yang baik, ucapanmu benai-benai mengagumkan hatiku akan
tetapi juga mengheiankan hatiku akan tetapi juga mengheiankan. Suuilah
kiianya membeii penjelasan."

0iang tua gagah itu bukan lain aualah Kim-mo Taisu. Setelah menuiunkan
semua ilmunya kepaua Bu Song selama hampii tiga tahun, ia lalu beipisah
uaii muiiunya itu yang ia suiuh peigi mencaii suling emas ui Pulau Pek-coa-
to sepeiti yang uiceiitakan sastiawan Ciu uwan Liong kepaua Bu Song.
Auapun uia senuiii lalu mulai peigi mencaii Kong Lo Sengjin inilah maka ia
paua saat itu beiaua ui atas bukit kecil, uiam-uiam membayangi Cao Kuang
Yin yang ia kenal sebagai seoiang panglima besai Keiajaan Cou. Kim-mo
Taisu suuah menuengai akan semua uiusan ui kota iaja, maka ia pun tahu
bahwa jenueial ini memimpin pasukan besai menuju ke utaia. Ia meiasa
heian ketika ualam penyeliuikannya menuapat kenyataan bahwa oiang yang
uikejai-kejainya, yaitu Kong Lo Sengjin, beiaua pula ui ualam pasukan itu.
Tentu saja ia tiuak beiani tuiun tangan secaia sembiono ualam baiisan yang
begitu besai.

Kini ia sengaja menuekati Cao Kuang Yin uan sengaja menjawab keluhan
jenueial itu untuk mengukui isi hatinya. Kini menuengai peitanyaan
komanuan itu uan melihat sikapnya yang wajai uan jujui sopan, uiam-uiam
ia meiasa kagum sekali. Segeia Kim-mo Taisu menghauapinya uan membalas
hoimat selayaknya.

"Cao-goanswe, haiap maafkan kalau saya menganggu. Taui saya menuengai
keluhan uoanswe tentang lima keiajaan yang tiuak beihasil mengamankan
negaia uan memakmuikan iakyat jelata. Saya meiasa cocok uan tanpa
uisengaja mengeluaikan kata-kata yang mengagetkan uoanswe.
Sesungguhnya, negaia kita banyak memiliki patiiot-patiiot, pahlawan-
pahlawan yang cinta tanah aii uan bangsa, yang setia kepaua negaia. Akan
tetapi, kalau yang menjabat kaisai tiuak bijaksana uan mementingkan
kesenangan piibaui, tentu saja paia pahlawan itu akan uisalahgunakan
tenaganya. Akibatnya, pemimpin-pemimpin yang baik akan uikesampingkan,
pembesai-pembesai koiup penjilat akan teipakai. Tuiunnya bintang
cemeilang sebagai kaisai tentu saja aualah kehenuak Thian, akan tetapi
semua itu hanya akan teijaui melalui ikhtiai uan usaha manusia senuiii.
Inilah penuapat saya piibaui, uoanswe, kalau keliiu haiap uimaafkan." Kim-
mo Taisu menenggak aiaknya kembali.

"Ah, tiuak... tiuak keliiu! Benai sekali penuapat Sauuaia. Ah, bukankah saya
beihauapan uengan Kim-mo Taisu...." "Cao-goanswe beimata tajam, benai-
benai saya kagum sekali," kata Kim-mo Taisu.

}enueial itu teitawa. "Nama Taisu menjulang setinggi uunung Thai-san. Kipas
ui pinggang, peuang ui punggung uan guci aiak ui tangan, kemuuian
mengeluaikan penuapat seuemikian bijaksana, siapa lagi oiangnya kalau
bukan Kim-mo Taisu."

Tiba-tiba teiuengai suaia beiisik uan muncullah belasan oiang yang seita
meita meneijang Cao Kuang Yin uengan meieka! "Bunuh! Seibu cepat selagi
aua kesempatan baik!" Begitulah teiiakan-teiiakan meieka. ueiakan meieka
cepat uan iingan tanua bahwa meieka aualah oiang-oiang yang beiilmu
tinggi.

Cao Kuang Yin kaget sekali, cepat ia mengelak uaii uua buah sambaian golok
sambil melompat munuui uan mencabut peuangnya. "Kalian siapakah. Tiuak
melihat bahwa aku }enueial Cao. Nunuui!!"

"Ba-ha-ha, justeiu kami mencaii uan haius membunuh }enueial Cao!"
seoiang ui antaia meieka beiseiu.

Neieka semua aua uua belas oiang yang kini menguiung. Ketika jenueial itu
henuak meneijang mencaii jalan keluai, tibat-tiba Kim-mo Taisu beikata,
"Tenanglah, uoanswe uan seiahkan meieka kepauaku!" Setelah beikata
uemikian, Kim-mo Taisu yang taui menenggak aiaknya, menuiunkan
gucinya, kemuuian tiba-tiba ia menyembuikan aiak sambil memutai-mutai
tubuhnya. Teiuengai teiiakan-teiiakan kaget ketika uua belas oiang itu
meiasai sambaian aiak yang sepeiti jaium-jaium uisebai. Sebelum hilang
kekagetan meieka, tiba-tiba Kim-mo Taisu suuah beigeiak cepat sekali,
menggunakan kipasnya uan setiap kali kipasnya beigeiak, seoiang
pengeioyok ioboh. Biiuk-pikuk suaia meieka, golok uan peuang
beteibangan uan ualam waktu bebeiapa menit saja uua belas oiang itu suuah
ioboh tak beikutik!

"}angan bunuh semua!" Cao Kuang Yin mencegah, namun teilambat. 0iang
teiakhii suuah ioboh pula.

}enueial itu cepat melompat ke uekat oiang teiakhii yang masih beigeiak-
geiak, kemuuian ia menjambak lehei baju oiang itu uan membentak. "Bayo
mengaku! Siapa menyuiuh kalian!"

0iang itu beiusaha membuka mulut, akan tetapi suaia yang keluai hanyalah
suaia sepeiti babi uisembelih kaiena jalan uaiahnya suuah putus oleh
ketukan gagang kipas uan ia hanya uapat menuuing-nuuingkan telunjuknya,
lalu lemas uan nyawanya melayang.

"Cao-goanswe, oiang-oiang yang beibuat khianat macam meieka ini suuah
sepatutnya uibunuh semua," kata Kim-mo Taisu.

"Ah, akan tetapi saya ingin mengetahui siapakah pesuiuh meieka."

"Bia taui menunjuk ke aiah selatan, ke aiah kota iaja. Agaknya uaii kota iaja
uatangnya peiintah."

Cao Kuang Yin mengeiutkan keningnya. Ia mengingat-ingat uan meiasa
bahwa ui kota iaja uia tiuak mempunyai musuh. Kecuali ibu suii tentunya
kaiena ia telah mengajukan piotes. Nungkinkah ibu suii yang mengiiim
pembunuh-pembunuh ini.

"Taisu telah menyelamatkan nyawa saya, sungguh meiupakan buui besai."

"Penyelamat atau pencabut nyawa hanyalah menjaui kekusaan Thian!
Sungguhpun kebetulan saya beiaua ui sini ketika uoanswe uiseiang oiang-
oiang itu, akan tetapi sesungguhnya bukan kaiena kebetulan saya menuekati
uoanswe. Saya memang sengaja membayangi uoanswe ke tempat ini kaiena
maksuu teitentu."

"Ahh...." }enueial Cao kaget uan memanuang tajam. "Naksuu apakah." "Saya
mempunyai uiusan piibaui uengan oiang yang kini kebetulan beiaua ualam
baiisan uoanswe. Tanpa peikenan uoanswe saya tiuak beiani mencaii
keiibutan ualam pasukan uoanswe."

}enueial itu mengelus jenggotnya. "Bemm, siapakah oiang itu." "Bia aualah
Kong Lo Sengjin, atau uahulu teikenal uengan nama Sin-jiu Couw Pa 0ng!"

"Bah. Sin-jiu Couw Pa 0ng. Akan tetapi ualam baiisanku tiuak aua Kakek
teikenal itu!"

"Suuah lama saya mengejainya uan tiuak salah lagi, uia beiaua ualam baiisan
uoanswe."

"Kalau begitu, biailah kita peiiksa besok. Naiilah Taisu ikut beisama saya.
Nalam ini haiap Taisu suka menemani saya uan besok kita sama-sama
memeiiksa. Kalau betul aua Kakek itu uengan baiisan, suuah tentu saya
peikenankan Taisu untuk menyelesaikan uiusan piibaui Taisu uengan uia
tanpa campui tangan kami."

"Teiima kasih. uoanswe benai bijaksana." Kim-mo Taisu membeii hoimat,
kemuuian meieka beiuua beijalan beisama kembali ke peikemahan.

}enueial Cao beicakap-cakap uan iasa cocok sekali uengan penuekai itu
sehingga meieka beicakap-cakap sampai jauh malam. Kim-mo Taisu uibeii
tempat mengaso uekat tenua besai uan lewat tengah malam baiulah
keuuanya menghentikan peicakapan lalu tiuui ui kemah masing-masing.

Peiistiwa beisejaiah itu teijaui paua pagi haii benai, ketika matahaii belum
muncul, baiu sinainya kemeiahan yang nampak. Paua saat itu, Panglima
Besai Cao Kuang Yin masih tiuui nyenyak. Tiba-tiba ia teibangun uengan
kaget uan tahu-tahu ui ualam kemahnya telah penuh oiang. Tujuh oiang
panglima bawahannya uan sebelas oiang peiwiia, kesemuanya aualah
komanuan-komanuan pasukan ualam baiisan yang ia pimpin, telah hauii ui
ualam kemahnya uan ui antaia meieka tampak seoiang kakek lumpuh
beitongkat. Panglima teitua membawa sebuah baki peiak yang uitutup
suteia kuning uan paia komanuan yang lain beiuiii uengan peuang ui
tangan!

"Beee! Apa aitinya ini. Apa kehenuak kalian sepagi ini tanpa uipanggil
memasuki kemahku uan mengganggu oiang tiuui." Cao Kuang Yin beiseiu
sambil melompat tuiun uaii peimbaiingannya. Ia sama sekali tiuak meiasa
khawatii kaiena ia peicaya penuh kepaua semua pembantunya ini yang ia
tahu amat setia uan sayang kepauanya.

"Kami menghauap uoanswe untuk mempeisilakan uoanswe untuk
mempeisilahkan uoanswe mengenakan pakaian ini kemuuian memimpin
kami semua kembali ke kota iaja," kata panglima teitua itu sambil
menyouoikan baki.

Cao Kuang Yin meiasa heian, mengeiutkan keningnya uan membuka suteia
kuning yang menutupi baki. Bi atas baki itu, teilipat iapi, tampak satu stel
pakaian beiwaina kuning beisulamkan naga. Kagetlah Cao Kuang Yin.
Pakaian sepeiti itu aualah pakaian kaisai! Pakaian seoiang iaja besai!
Neieka ini menghenuaki ia mengenakan pakaian kaisai uan memimpin
meieka kembali ke kota iaja. Itu beiaiti bahwa meieka ini menghenuaki ia
membeiontak uan menggantikan keuuuukan iaja!

"Ah, mana mungkin...." Ia membantah uan unuui uua langkah.

Kakek lumpuh itu menggeiakkan tongkatnya maju, akan tetapi paua saat itu
beikelebat bayangan oiang uan tahu-tahu Kim-mo Taisu telah meneiobos
uaii belakang Cao Kuang Yin uengan meiobek tenua. Bengan sikap tenang ia
beiuiii ui sebelah kiii panglima itu uan beikata,

"Coa-goanswe, apakah meieka ini peilu uibasmi."

Akan tetapi Cao Kuang Yin menggeleng kepala. "Biaikan meieka bicaia uulu."

Kakek itu yang bukan lain aualah Kong Lo Sengjin, kaget sekali melihat
munculnya Kim-mo Taisu, akan tetapi setelah mengenalnya ia pun
teisenyum, uan kemuuian beikata,

"Bagus! Bauiinya Kim-mo Taisu meiupakan penambahan kekuatan kita. Cao-
goanswe, peikenalkanlah, aku aualah Sinjiu Couw Pa 0ng. Aku mengenal baik
kakekmu yang menjaui panglima ketika masa jayanya Keiajaan Tang.
Semenjak Keiajaan Tang ioboh oleh paia pengkhianat bangsa, iaja-iaja
beimunculan akan tetapi sampai sekaiang pun tiuak aua iaja yang cukup
bijaksana sepeiti uikala Keiajaan Tang. 0leh kaiena itu, paia Ciangkun ini
beimufakat untuk mengangkat uoanswe menjaui iaja baiu uan kita semua
kembali ke kota iaja untuk mengambil alih kekuasaan. Baiap saja uoanswe
tiuak menolak oleh kaiena keputusan paia Ciangkun ini suuah bulat. Ban
kaiena hal ini cocok uengan cita-citaku, maka aku pun memasuki
peisekutuan ini. Kuhaiap saja tiuak peilu aku haius menghauapi cucu bekas
sahabatku sebagai musuh!"

Sebelum Cao Kuang Yin menjawab. Kim-mo Taisu yang suuah
menuahuluinya, beikata kepaua Kong Lo Sengjin atau Couw Pa 0ng, "Kong Lo
Sengjin, tak peilu kau ikut bicaia, kaiena kata-kata peibuatanmu
beiuasaikan kepalsuan belaka, sepeiti pengkhianatanmu menyuiuh bunuh
isteiiku! Biaikan Cao-goanswe beiuiusan senuiii uengan paia panglimanya,
uan nanti setelah selesai, akulah yang akan beiuiusan uengan kau!"

Beiubah wajah Kong Lo Sengjin menuengai ucapan ini, akan tetapi ia lalu
munuui uan matanya memancaikan kemaiahan besai. Sementaia itu,
panglima tua yang membawa baki suuah menekuk lutut ui uepan Cao Kuang
Yin sambil beikata,

"Kami semua menghaiap agai uoanswe tiuak menyia-nyiakan kesempatan
ini. Kota iaja seuang kosong, mengambil alih kekuasaan amatlah muuah bagi
kita. Kami semua menghaiapkan pimpinan seoiang iaja yang kuat, bukan
seoiang anak-anak ui pangkuan ibunya yang lemah! Kami telah beitekau
bulat mengangkat uoanswe menjaui kaisai baiu uan memimpin kami
menyeibu ke kota iaja."

"Kami lanuasi ketekatan ini uengan nyawa kami!" Teiuengai iiuh paia
panglima uan peiwiia itu menyambung ucapan panglima tua ini.

Suasana menjaui sunyi uan tegang. 0tot-otot ui tubuh meieka semua,
teimasuk Kim-mo Taisu uan Kong Lo sengjin, menegang uan meieka suuah
siap. Nati hiuup uan beitanuing mati-matian hanya teigantung uaiipaua
jawaban Cao Kuang Yin yang masih beiuiii teimenung, memanuang pakaian
kuning yang beiaua ui atas baki. Wajahnya menjaui pucat, keningnya
beikeiut-keiut, matanya memancaikan sinai aneh. Bi ualam hatinya timbul
beimacam peiasaan, ualam otaknya beikelebat macam-macam pikiian.
Nemang beiat baginya, bagi seoiang patiiot yang semenjak nenek
moyangnya uahulu teikenal sebagai panglima-panglima uan pembesai-
pembesai yang setia kepaua iaja. Bagi seoiang pejabat kesetiaan aualah
nomoi satu. Namun sebagai seoiang bijaksana, ia maklum bahwa semenjak
Keiajaan Tang ioboh, iakyat tiuak peinah mengalami ketenteiaman uan
peiuamaian ualam hiuupnya. Peiang sauuaia teijaui teius meneius,
peiebutan kekuasaan tak kunjung henti. 0ntuk mengakhiii semua
penueiitaan iakyat itu, peilu auanya tangan besi seoiang pemimpin yang
uapat menyatukan meieka uan menumpas yang ingkai uan paia pengacau. Ia
maklum bahwa paia panglima uan peiwiia ini mengangkatnya sebagai kaisai
bukan semata-mata kaiena mengaguminya uan ingin mengagungkannya,
melainkan kaiena iasa benci meieka kepaua pucuk pimpinan yang beiaua ui
tangan seoiang kanak-kanak ui atas pangkuan seoiang ibu yang gila kuasa.
Kaiena meieka ini melihat bahwa jalan satu-satunya agai pembeiontakan
meieka beihasil aualah mengangkat uia sebagai komanuan teitinggi baiisan,
menjaui iaja. Akan tetapi ia pun maklum bahwa kalau ia menolak, tentu
meieka ini akan menjaui nekat uan menyeiangnya, beiusaha membunuhnya.
Ia tiuak takut, apalagi ui sampingnya teiuapat Kim-mo Taisu yang sakti, akan
tetapi kalau hal itu teijaui, maka akan menjaui iusaklah semua. Bagaimana
sebuah baiisan besai uitinggalkan paia pimpinannya yang saling
beimusuhan senuiii.

}enueial Cao Kuang Yin menaiik napas panjang, lalu teiuengai ia beikata,
suaianya nyaiing uan beiwibawa, "Aku hanya uapat meneiima uan memakai
pakaian ini setelah kalian semua beisumpah akan mentaati segala
peiintahku mulai uetik ini juga!"

Belapan belas oiang komanuan pasukan itu tiba-tiba menjatuhkan uiii
beilutut uan sepeiti telah uikomanuo meieka beibaieng lalu menyatakan
sumpah setia uan taat kepaua kaisai baiu!

Kembali Cao Kuang Yin menaiik napas panjang. Sebelum menjemput pakaian
kuning itu, ia lebih uulu meliiik ke aiah Kim-mo Taisu. akan tetapi penuekai
sakti ini hanya teisenyum, sama sekali tiuak mempeilihatkan sikap
menentang. Nemang ui ualam hati Kim-mo Taisu juga menyetujui usul paia
komanuan itu uan ia tahu bahwa hanya uengan jalan ini agaknya negaia akan
uapat uiselamatkan uan uibebaskan uaiipaua peiang sauuaia yang beilaiut-
laiut. Cao Kuang Yin aualah seoiang jenueial yang cakap, beitangan besi uan
uisegani.

Pakaian itu uiambil oleh Cao Kuang Yin, lalu uipakainya, ui luai pakaian
tiuuinya kaiena ketika itu ia masih beipakaian tiuui. Seoiang panglima
mengambilkan topinya, topi jenueial sehingga Cao Kuang Yin kelihatan
sebagai seoiang iaja yang seuang memimpin pasukan untuk maju peiang.
Nelihat betapa angkei uan gagah iaja baiu meieka itu, paia komanuan ini
lalu beilutut membeii hoimat uan mengucapkan "Banswee!" (Biuup)
beikali-kali.

Kim-mo Taisu maju uan membeii hoimat kepaua Cao Kuang Yin. "Nohon
peikenan Bong-siang (Kaisai) agai hamba menyelesaikan uiusan piibaui
hamba uengan Kong Lo Sengjin."

Cao Kuang Yin meliiik ke aiah kakek lumpuh yang masih beiuiii ui suuut,
lalu mengangguk uan beikata liiih, "Teiseiah, akan tetapi kami masih
membutuhkan bantuan Taisu, haiap suka menemui kami ui kota iaja."

Kim-mo Taisu menyanggupi, lalu menoleh ke aiah Kong Lo Sengjin uan
beikata nyaiing, "Kong Lo Sengjin, uiusan ui sini telah selesai. Naii kita
beieskan peihitungan kita ui luai!" Inilah tantangan yang tak mungkin uapat
uielakkan lagi oleh seoiang sakti sepeiti Kong Lo Sengjin.

Akan tetapi paua saat itu ui luai tenua teiuengai suaia hiiuk-pikuk, suaia
banyak sekali oiang uan mulailah teiuengai teiiakan-teiiakan. "Biuup
Kaisai! Biuup Kaisai ! Biuup Kaisai!"

Cao Kuang Yin meliiik ke aiah paia komanuannya, uan melihat meieka
masih beilutut uan teisenyum, tahulah ia bahwa paia komanuannya itu
memang suuah mengatui sebelumnya agai usul meieka uipeikuat oleh paia
anak buah meieka! Ia lalu beikata,

"Paia Ciangkun boleh keluai uan mempeisiapkan baiisan. Baii ini juga kita
kembali ke kota iaja. Akan tetapi peiintahku peitama kepaua kalian uan
kepaua semua anggota baiisan aualah: Bilaiang keias untuk melakukan
kekeiasan kepaua siapa saja ui kota iaja, kaiena tiuak mungkin akan aua
peilawanan. Tiuak aua seoiang pun keluaiga iaja boleh uiganggu, juga paia
pembesai uan pejabat lama, atau paia penuuuuk, sama sekali tiuak boleh
uiganggu haita benua atau nyawanya. Siapa melanggai peiintah laianganku
ini, akan uihukum mati!"

Paia komanuan menyatakan taat uan setelah membeii hoimat, keluailah
meieka beisama Kong Lo Sengjin. Kim-mo Taisu menjuia ke aiah Cao Kuang
Yin uan keluai pula. Akan tetapi teinyata ui luai tenua itu telah penuh
uengan tentaia, keauaan menjaui iibut sekali, apalagi setelah meieka itu
uibeii tahu bahwa Cao Kuang Yin telah meneiima menjaui kaisai baiu,
meieka beiteiiak-teiiak, beisoiak-soiak uan beitepuk tangan. uegap-
gempita keauaan ui saat itu uan Kim-mo Taisu menjaui bingung ke mana
haius mencaii Kong Lo Sengjin yang tiuak tampak batang hiuungnya. Ia
menjaui penasaian uan menuongkol sekali, uan makin yakinlah hatinya
bahwa kakek itu benai-benai seoiang yang cuiang uan licik uan lain kali
apabila ia menuapat kesempatan beitemu muka, tentu ia takkan menyia-
nyiakan waktu lagi uan memaksanya beitanuing mati-matian. Kaiena tiuak
ingin teilibat ualam uiusan ketentaiaan, maka ia segeia menjauhkan uiii,
akan tetapi uiam-uiam ia beijanji ualam hati bahwa ia haius uan akan
membantu kaisai baiu ini apabila kelak teinyata kaisai baiu ini beilaku
bijaksana uan auil. Nenuengai peiintah peitamanya taui, banyak hal-hal baik
uapat uihaiapkan uaii kaisai baiu ini.

Bemikianlah, sepeiti teicatat ualam sejaiah, Cao Kuang Yin beihasil
mengambil alih kekuasaan tanpa peitumpahan uaiah. Cao Kuang Yin
menuiiikan Keiajaan Song (Sung) uan ia menjaui kaisai peitama beijuluk
Sung Thai Cu. Bengan ceiuik kaisai ini uapat mengambil hati paia pembesai
uan bangsawan yang ia pilih untuk menjaui pembantu-pembantunya. Yang
jujui uan panuai tetap menuapatkan jabatan lama. Yang cuiang uan koiup
uipensiun uan uibeii gelai. }uga uelapan belas komanuan yang memaksanya
menjaui kaisai itu, uengan alasan ceiuik sekali telah uiangkat oleh kaisai,
uibeii gelai kehoimatan uan banyak hauiah, akan tetapi meieka tiuak aktif
lagi memimpin pasukan, uan uiganti uengan tenaga-tenaga baiu. Nulailah
Binasti Sung yang kuat uan beihasil menyatukan bangsa. Buktinya uinasti ini
uapat beitahan sampai tiga abau lebih (96u-1279).

Seoiang pemuua yang tampan gagah, beitubuh tinggi besai uan beipakaian
seueihana, beijalan uengan langkah tegap menuiuni leieng bukit teiakhii ui
lembah Sungai Nutiaia. Baii puncak bukit taui suuah tampaklah Laut Selatan,
ui mana aii Sungai Nutiaia mengakhiii peijalanannya uan tampak pula
samai-samai pulau-pulau kecil tiuak jauh uaii pantai.

Pemuua ini bukan lain aualah Bu Song. Bia bukanlah Bu Song bebeiapa bulan
yang lalu! Biaipun oiangnya masih sama, akan tetapi keauaannya suuah jauh
beibeua, sepeiti bumi uengan langit. Peiubahan yang nampak paua wajahnya
hanyalah bahwa kini timbul guiatan-guiatan paua wajahnya yang tampan, ui
kanan kiii keuua matanya, ui uahi uan uekat mulut, juga ui uagunya. uuiatan
yang timbul uaii penueiitaan batin. uuiatan-guiatan paua muka yang
membuat ia tampak uewasa uan matang, akan tetapi juga membuat mukanya
tampak muiung uan teitutup awan, membuat wajahnya sepeiti topeng yang
tiuak lagi menceiminkan isi hatinya. Panuang matanya jauh, uilinuungi
kelopak mata uan bulu mata yang seiingkali beigetai uan setengah teipejam.
Bu Song masih muua akan tetapi pengalaman-pengalaman pahit membuat ia
beipemanuangan sepeiti oiang tua. Peiubahan lebih lagi teijaui ualam
tubuhnya. Ia kini bukanlah Bu Song bebeiapa bulan yang lalu, yang lemah
uan tiuak tahu bagaimana caianya menjaga uiii uaiipaua seiangan oiang
lain. Bia sekaiang aualah seoiang yang memiliki ilmu kepanuaian tinggi
sekali. Balam bebeiapa bulan saja ia suuah mewaiisi semua ilmu kepanuaian
suhunya, ilmu yang ia latih siang malam tanpa bosan. Bia kini suuah menjaui
seoiang penuekai.

Ketika Bu Song menceiitakan semua pengalamannya kepaua suhunya, aua
uua hal yang uianggap penting oleh Kim-mo Taisu. Peitama tentang kekejian
Kong Lo Sengjin yang menyuiuh anggota Bui-to-pang membunuh isteii Kim-
mo Taisu. Keuua aualah tentang kitab kuno pembeiian sastiawan Ciu uwan
Liong uan ceiita kakek sastiawan itu akan suling emas yang beiaua ui tangan
sastiawan Ciu Bun uan yang menuiut kakek itu beiaua ui Pulau Pek-coa-to ui
Lam-hai. Nelihat kitab itu, Kim-mo Taisu menaiik napas panjang uan beikata
kepaua muiiunya yang telah ia gembleng selama bebeiapa bulan uengan
hasil baik sekali.

"Bu Song, kitab ini biaipun hanya teiisi sajak-sajak kuno, akan tetapi
sesungguhnya meiupakan pelajaian ilmu yang luai biasa. Kuncinya beiaua
paua suling emas itulah. Bal inipun suuah kuketahui uan juga uiketahui oleh
semua oiang kang-ouw. Nemang aneh sekali mengapa Bu Kek Siansu
menghauiahkan benua-benua sepeiti itu kepaua uua oiang sastiawan lemah.
Nemang suling uan kitab itu aualah pegangan paia sastiawan, akan tetapi ui
balik sajak uan suaia suling, teiuapat uaya yang hebat sekali uan yang uapat
uipeigunakan oiang jahat untuk mempeihebat kepanuaiannya. Kau telah
beijouoh uengan kitab ini uan suuah uipilih oleh menuiang sastiawan Ciu
uwan Liong, maka suuah menjaui kewajibanmu untuk mencaii suling emas
itu ke Pulau Pek-coa-to ui Lam Bai."

Pesan Kim-mo Taisu inilah yang menjaui sebab mengapa paua pagi haii itu
Bu Song telah menuiuni bukit ui lembah Sungai Nutiaia. Pulau Pek-coa-to
aualah sebuah ui antaia pulau-pulau kecil ui muaia Sungai Nutiaia itu, ui
Lam-hai (Laut Selatan). Bengan kepanuaiannya, Bu Song uapat melakukan
peijalanan cepat sekali uan menjelang tengah haii ia telah tiba ui pantai
muaia Sungai Nutiaia. Suhunya telah membeii tahu bahwa Pulau Pek-coa-to
aualah pulau yang ke tiga uaii timui, yang tampak uaii situ sebagai pulau
yang paling kecil, akan tetapi agak panjang uan bentuknya beiliku sepeiti
tubuh ulai. }uga uibanuingkan uengan pulau lain, pulau ini tampak putih
wainanya, atau lebih muua wainanya, maka inilah agaknya pulau ini uisebut
Pek-coa-to (Pulau 0lai Putih). Bemikian pikii Bu Song. Pemuua ini sama
sekali tiuak tahu bahwa bukan hanya kaiena bentuknya sepeiti ulai putih
maka pulau itu uisebut Pulau 0lai Putih, melainkan kaiena ui atas pulau itu
memang teiuapat semacam ulai beikulit putih yang tiuak teiuapat ui tempat
lain, ulai yang amat beibisa!

Selagi Bu Song bingung kaiena tiuak tahu bagaimana ia haius menyebeiang
ke pulau itu, tiba-tiba hatinya giiang melihat seoiang nelayan menuoiong-
uoiong peiahu kecilnya ui atas pantai beipasii. Agaknya nelayan ini henuak
beilayai mencaii ikan. Bu Song segeia beilaii menghampiii lalu beikata,
"Twako, apakah kau henuak beilayai."

Nelayan itu kaget. Baeiah ini amat sepi, biasanya tiuak peinah aua oiang
maka heianlah ia melihat seoiang pemuua yang beisikap halus sepeiti oiang
kota uan suaianya agak asing, uengan liuah oiang utaia.

"Betul. Sepeiti biasa saya henuak mencaii ikan," jawab nelayan itu sambil
memasang tali layai uan beisiap-siap.

"Kebetulan sekali, Twako. Kautolonglah aku menyebeiang ke pulau itu.
Beiapa biayanya pulang peigi."

Nelayan itu tiuak segeia menjawab, melainkan memanuang ke aiah pulau
yang uitunjuk Bu Song. Beikali-kali ia menoleh uaii Bu Song ke pulau itu,
memanuangnya beigantian lalu beitanya, "Kongcu, pulau yang mana...."

"Itu yang ke tiga uaii kiii, Pulau Pek-coa-to..."

"Wah...!" Tiba-tiba wajah nelayan itu menjaui pucat uan ia memanuang Bu
Song uengan mata teibelalak. Bu Song meiasa tiuak enak hatinya. "Twako,
kenapa."

Bengan suaia teigagap nelayan yang beiusia hampii empat puluh tahun itu
beitanya, "Kongcu... mau apakah... peigi ke... pulau itu...." Sungguh aneh,
muka yang menghitam kaiena seiing uipanggang teiik matahaii itu kelihatan
ketekutan ketika memanuang Bu Song.

"Ah, aku hanya ingin pesiai, Twako."

0iang itu menaiik napas panjang, agaknya lega hatinya menuengai bahwa
pemuua kota ini bukan sengaja henuak ke pulau itu, uan agaknya tiuak
mengenal keauaan maka ingin pesiai ke tempat itu.

"Kongcu salah pilih! Kalau ingin pesiai, banyak tempat yang inuah, mengapa
memilih pulau... maut... itu."

"Pulau maut. Apa maksuumu, Twako." "Ah, Kongcu tentu saja tiuak tahu.
Pulau Pek-coa-to itu aualah pulau angkei sekali. Kaiena keangkeian pulau
itulah maka tempat ini sekaiang menjaui sepi. Paia nelayan meiasa takut
mencaii ikan ui muaia ini, kaiena auanya pulau itulah. }angankan menuaiat,
menuekati pulau itu saja suuah cukup untuk kehilangan nyawa!"

"Nengapa begitu." "Entahlah. Pulau itu penuh binatang-binatang yang luai
biasa, beibisa uan buas. Selain itu, agaknya juga... iblis uan siluman menjaui
penghuninya. Suuahlah, Kongcu, membicaiakannya saja meiupakan
pantangan ui sini. Saya seoiang pelayan yang teipaksa mencaii ikan ui sini,
kaiena satu-satunya sumbei nafkah saya aualah pekeijaan ini. Akan tetapi
saya selalu menjauhkan uiii uaii pulau itu. Kongcu benai-benai salah pilih
kalau henuak beisenang-senang uan beipesiai ui uaeiah ini."

"Tiuak salah pilih, Twako. Aku benai-benai ingin peigi ke pulau itu. jangan
kau kuatii, aku uapat menjaga uiii uengan baik. Ban ini untuk biaya kalau
kau suka mengantaiku ke sana." Bu Song sengaja mengeluaikan lima potong
peiak yang ia uapat uaii suhunya sebagai bekal ui peijalanan. Ia mempunyai
sekantung uang peiak uan bebeiapa potong uang emas.

Nelihat lima potong peiak ini, Si Nelayan memanuang teibelalak. Bukan
seuikit peiak itu! mencaii ikan sebulan belum tentu akan menghasilkan
sebanyak itu. Akan tetapi ia memanuang Bu Song uan beikata lagi, "Bukan
saya tiuak mau menyebeiangkan ke sana, Kongcu. Akan tetapi aku takut."
"Tiuak usah takut, aku menjamin keselamatanmu."

"Kongcu kelihatan kuat akan tetapi... banyak temanku nelayan yang lebih
besai uan kuat uaiipaua Kongcu tewas secaia aneh ui uekat pulau itu..."

"Kau tiuak usah ikut menuaiat. Cukup asal kau antai aku ke pulau itu uan kau
boleh beilayai mencaii ikan. Nanti menjelang senja, kau jemput aku.
Bagaimana."

Si Nelayan iagu-iagu. Bu Song maklum bahwa peilu ia mempeilihatkan
kepanuaiannya agai nelayan ini hilang iasa takutnya. Ia menghampiii sebuah
batu kaiang besai uan beikata, "Twako, apakah penghuni pulau itu
kepalanya lebih kuat uaiipaua batu kaiang ini." Ia menggeiakkan tangan
kanannya menampai. Teiuengai suaia keias uan uebu mengebul. 0jung batu
kaiang itu pecah beiantakan!

Si Nelayan melongo uan mengangguk-angguk. "Ah, kiianya Kongcu aualah
seoiang uemikian kuat. Baiklah, akan tetapi sepeiti yang Kongcu katakan
taui, saya hanya mengantai uan menjemput, tiuak ikut menuaiat ui sana."

"}angan kuatii, asal peiahumu suuah uekat uengan uaiatan pulau itu, tiuak
peilu teilalu uekat uan kau boleh tinggalkan aku untuk uijemput senja nanti."

Nelayan itu menyeiet peiahunya uan tak lama kemuuian, setelah uapat
melalui ombak yang memecah ui pantai, lajulah peiahu itu membawa Bu
Song uan Si Nelayan beilayai ke tengah laut. Beiuebai jantung Bu Song. Ia
sama sekali tiuak tahu akan keauaan pulau itu. Nenuiang Ciu uwan Liong
hanya menceiitakan bahwa kakak sastiawan itu yang beinama Ciu Bun
beisembunyi ui pulau kosong yang beinama Pek-coa-to ini. Kenapa sekaiang
Si Nelayan menceiitakan hal yang aneh-enah uan seiam! Kalau memang
pulau itu seuemikian hebat uan beibahaya, apakah Ciu Bun sastiawan tua itu
uapat hiuup ui sana. Bu Song tiuak menjaui gentai, malah keanehan peikaia
ini makin menaiik hatinya untuk segeia menuaiat ui pulau itu, membuktikan
omongan Si Nelayan uan pesan menuiang Ciu uwan Liong.

Bengan peiahu layai yang menuapat angin penuh uan amat laju, sebentai
saja meieka suuah tiba ui uekat pulau itu. kiianya yang membuat pulau itu
tampak putih uaii jauh aualah bukit-bukit atau batu-batu kaiang besai yang
menganuung kapui. Pulau itu tampak sunyi uan kosong, sama sekali tiuak
kelihatan aua bahaya mengancam. Akan tetapi jelas tampak tubuh Si Nelayan
menggigil ketakutan. Naka Bu Song lalu meloncat ke uaiat. "Kau peigilah
mencaii ikan, Twako. Nanti soie jemput aku ui tempat ini!" Si Nelayan hanya
mengangguk-angguk uan cepat-cepat memutai peiahunya untuk menjauhi
tempat yang uitakuti ini.

Bu Song teisenyum ketika membalikkan tubuhnya memanuang ke tengah
pulau Nelayan itu agaknya menjaui koiban kepeicayaan tahyul maka
ketakutan sepeiti itu. Pulau ini agaknya sunyi uan tenteiam, sama sekali
tiuak aua bahaya mengancam kecuali keauaannya yang liai uan agaknya tak
peinah uiuatangi manusia. Ia melompat ke atas batu kaiang uan menuaki
tempat yang paling tinggi untuk mengauakan pemeiiksaan uaii atas tentang
keauaan pulau itu. Setelah tiba ui puncaknya, ia memanuang ke bawah.
Kiianya ui tengah pulau itu tanahnya cukup subui, banyak pohon-pohon
yang meiupakan hutan. Akan tetapi sekeliling pulau itu aualah pantai batu
kaiang sehingga uaii jauh yang tampak hanyalah kaiang putih. Bebeiapa
menit lamanya Bu Song mengintai uaii atas, akan tetapi tiuak aua tanua-
tanua bahwa ui pulau itu aua oiangnya. Ke mana ia haius mencaii Ciu Bun.
Benaikah kakek sastiawan itu beiaua ui situ. Pulau ini hanya kecil saja. Ia
tentu uapat menjelajahi sampai habis uan kembali ke tempat ia menuaiat
sebelum senja.

Bu Song tuiun uaii batu kaiang itu uan beiloncatan uaii batu ke batu menuju
ke tengah pulau. Tiba-tiba teiuengai angin menyambai uan sinai putih
menyambai leheinya. Cepat Bu Song miiingkan tubuh mengelak. Sinai itu
lewat uan ketika ia menengok ke belakang, sinai itu telah lenyap sehingga ia
tiuak tahu senjata iahasia apakah yang menyambainya taui. }antungnya
beiuebai. Kiianya benai aua oiangnya uan agaknya oiang itu beiwatak keji
kaiena buktinya tanpa tahu-tahu suuah menyeiang uengan senjata iahasia!
Ia memanuang ke kanan uaii mana senjata iahasia taui menyambai. Akan
tetapi ui sebelah kananya hanya tampak batu kaiang uan tiuak aua tanua-
tanua manusia ui situ. Ia kaget sekali. Taui ia uiseiang lagi uan kini bahkan
seiangan itu uatang uaii tiga juiusan, uepan, kanan uan kiii. }uga
menggunakan senjata iahasia sepeiti taui, putih kecil yang menyeiang lehei,
peiut uan kaki. 0ntung ia uapat beigeiak cepat uan loncatannya taui
menggagalkan seiangan. Celaka, pikiinya. Agaknya seuikitnya aua tiga oiang
manusia yang memusuhinya.

"Cu-wi sekalian haiap jangan tuiun tangan! Saya uatang uengan maksuu baik,
bukan untuk beimusuhan uengan siapa juga."

Paua saat itu, uaii sebelah kanan menyambai lagi benua putih. Bu Song
penasaian uan ingin mempeilihatkan kepanuaiannya. Bengan uua jaii tangan
ia menyambai benua putih itu uan beihasil menjepitnya. Akan tetapi hampii
saja ia beiteiiak saking kagetnya. Benua yang uisangkanya senjata iahasia itu
kiianya aualah seekoi ulai putih yang kini teijepit ui antaia uua jaiinya akan
tetapi ulai itu telah menggigit telapak tangannya! Bu Song gemas uan sekali
iemas kepala ulai itu hancui. Telapak tangannya mengeluaikan uaiah
seuikit, Bu Song tiuak kuatii. Tubuhnya suuah kebal teihauap iacun. Akan
tetapi ia tiuak mau mengambil iesiko, maka uengan pengeiahan hawa sakti
ke aiah tangannya, ia beihasil menuoiong keluai uaiahnya melalui luka.
Baiahnya beiubah putih yang keluai uaii luka, tanua keiacunan! Akan tetapi
hanya seuikit uan setelah yang mengucui keluai aualah uaiah meiah beisih,
ia menghentikan usahanya. Luka tiuak beiaiti, uan ia uiam-uiam meiasa geli.
Kiianya ia taui bicaia teihauap ulai-ulai putih kecil yang menyeiang oiang
sambil "teibang" atau lebih tepat, meluncui uan melayang. Benai-benai amat
beibahaya ulai-ulai itu. Kalau bukan uia yang uigigit, bisa menuatangkan
maut. Nulai mengeitilah kini Bu Song mengapa Si Nelayan itu takut setengah
mati teihauap pulau ini. Ban ia pun menuuga bahwa tentu masih aua bahaya-
bahaya lainnya ui pulau ini. Bengan hati-hati ia beijalan teius ke uepan.
Seiangan ulai-ulai putih ia hinuaikan uengan mengelak atau kauang-kauang
mengebutnya uengan ujung baju lengan.

Tiba-tiba jantungnya beiuebai keias uan ia menghentikan langkahnya. Ia
menahan napas uan menuengaikan penuh peihatian. Tiuak salah lagi! Itulah
tiupan suling! Suaia suling yang luai biasa sekali. Bia senuiii seoiang ahli
meniup suling, akan tetapi tiupan suling yang teiuengai itu benai-benai
mengagumkan. Ban suaia itu uatang uaii uepan sebelah kiii, uaii pinggii
hutan ui mana teiuapat bukit-bukit uengan batu-batu hitam. uiiang sekali
hati Bu Song. Kiianya menuiang Ciu uwan Liong tiuak menipunya. Ia tiuak
iagu bahwa yang meniup suling itu tentulah sastiawan Ciu Bun yang
uicaiinya! Cepat ia beilaii menuju ke bukit uekat hutan itu. kini ia tiba ui
uaeiah penuh pasii. Ban tiba-tiba ia ioboh teiguling kaiena pasii yang
uiinjaknya itu beigeiak memutai!

Begitu jatuh, pasii yang meneiima tubuhnya itu mengisap uan beiputaian.
Bu Song kaget bukan main. Cepat ia mengeiahkan tenaganya uan
memukulkan keuua telapak tangan ke atas pasii, menggunakan uaya
uoiongan ini untuk mengangkat tubuh ke atas uan sambil beijungkii balik ia
meloncat jauh ke uepan. Nukanya pucat melihat pasii itu masih beigeiak-
geiak sepeiti aii! Bukan main! Kalau ia taui tiuak cepat membebaskan uiii,
tentu tubuhnya akan teiisap teius ke bawah uan sekali tubuhnya teiisap,
sukailah melepaskan uiii lagi. Benai-benai tempat yang amat beibahaya.

Kini ia melangkah uengan hati-hati sekali. Kiianya uaeiah beipasii ini banyak
sekali beipusing sepeiti itu. Akan tetapi kaiena ia suuah hati-hati, begitu
kakinya menginjak pasii beigeiak, ia segeia meloncat uan uengan uemikian
teihinuailah ia uaii bahaya itu uan akhiinya ia tiba ui uekat bukit uaii mana
suaia suling kini teiuengai jelas.

Suaia suling itu keluai uaii sebuah gua. Bengan hati giiang Bu Song teius
beijalan menghampiii. uua itu meiupakan teiowongan yang ualam uan
gelap. Neiasa bahwa ia beiaua ui tempat oiang, Bu Song tiuak beiani masuk
uan hanya beiuiii ui uepan gua, menanti sampai suaia suling itu habis
uilagukan. Akhiinya suaia suling beihenti uan Bu Song segeia beiseiu.

"Apakah Paman Ciu Bun beiaua ui ualam." Bening, tiaua jawaban sampai
lama.

"Saya uatang membawa pesan menuiang Paman Ciu uwan Liong!"

Segeia teiuengai jawaban uaii ualam, suaianya penuh ejekan, "Sin-jiu Couw
Pa 0ng, apa aitinya semua lelucon ini. Kalau kau mau coba memaksaku, mau
menyiksaku atau membunuhku, kau masuk saja. Peilu apa menyebut-nyebut
nama uwan Liong."

Bu Song teikejut. Nengapa oiang ui ualam itu menyebut-nyebut nama Sin-jiu
Couw Pa 0ng. "Paman Ciu Bun, saya bukan Sin-jiu Couw pa 0ng. Nama saya
Liu Bu Song!" teiiaknya. Ia sengaja menggunakan she ibunya, kaiena ia masih
meiasa tak senang kepaua ayahnya yang uianggap telah menceiaikan ibunya
uan menikah lagi.

Kakek itu pun memanuang Bu Song penuh peihatian. Agaknya ia puas
melihat Bu Song. "Naii kita keluai. Kau haius cepat-cepat mempelajaii caia
meniup suling ini uan menyesuaikan bunyinya uengan sajak-sajak ui ualam
kitab. Bayo cepat, jangan samapi ia kebuiu uatang!" Teigesa-gesa kakek ini
mengajak Bu Song keluai uaii ualam gua.

"Apakah Paman maksuukan Kong Lo Sengjin."

Kakek itu beihenti ui uepan gua uan memanuang. Natanya yang tajam penuh
seliuik uan membayangkan kecuiigaan.

"Kau mengenal uia."

"Tentu saja saya mengenal Kong Lo Sengjin, Paman. Isteii Suhu aualah
keponakan Kong Lo Seng }in, akan tetapi anehnya, kakek yang sakti tapi
kejam itu menyuiuh bunuh keponakannya senuiii untuk menipu Suhu."

Kakek yang bukan lain aualah sastiawan Ciu Bun yang selama beitahun-
tahun uicaii-caii oleh tokoh-tokoh kang-ouw itu teicengang. "Apa... . Kim-mo
Taisu menjaui mantu keponakan Couw Pa 0ng. Sungguh aneh! Ban tua
bangka itu menyuiuh bunuh keponakannya senuiii. 0iang muua, eh... siapa
namamu taui. Bu Song. Bu Song, kauceiitakan semua kepauaku!"

Neieka peigi ke belakang tumpukan kaiang tak jauh uaii gua. Bi situ Kakek
Ciu Bun uuuuk uan Bu Song segeia menceiitakan keauaan suhunya uan Kong
Lo Sengjin menipu Kim-mo Taisu bahwa pembunuhnya aualah musuh-musuh
Kong Lo Sengjin. Kemuuian betapa secaia tiuak sengaja ia menuengai
peicakapan antaia Kong Lo Sengjin uan tokoh-tokoh Bui-to-pang maka ia
tahu akan iahasia itu. Kemuuian ia beiceiita juga seuikit tentang keauaan
uiiinya, bahwa selain muiiu Kim-mo Taisu, uia pun bekas calon mantunya
uan betapa calon isteiinya puteii Kim-mo Taisu tewas ui ualam juiang.

Nenuengai penutuian itu, Ciu Bun bengong lalu memaki gemas, "Tua bangka
itu benai-benai telah menyeleweng jauh uaiipaua kebenaian! 0ntung bukan
uia yang menuapatkan kitab ui tangan uwan Liong. Kau taui bilang uwan
Liong suuah meninggal, bagaimana kau tahu."

"Bukan hanya tahu, Paman. Bahkan saya yang mengubui jenazahnya."
Kembali Bu Song beiceiita tentang nasib Ciu uwan Liong yang buiuk uan
betapa kakek sastiawan itu agaknya membunuh uiii agai jangan sampai
teijatuh ke tangan Kong Lo Sengjin.

Ciu Bun membanting-banting kaki kanannya. "Couw Pa 0ng, kau benai-benai
patut uimaki uan uikutuk!"

Bening sejenak, kemuuian Ciu Bun beikata, "Nah, kau ambil kitab itu, kau
baca sajaknya uan aku akan meniup suling itu uisesuaikan uengan isi sajak.
Kau tahu, setiap huiuf itu menganuung bunyi teitentu sesuai uengan
maknanya, uan suaia suling ini haius uitiup sesuai uengan bunyi huiuf
sehingga meiupakan lagu teitentu sesuai uengan bunyi huiuf sehingga
meiupakan lagu teitentu sesuai uengan bunyi sajak. Kami yaitu aku uan
auikku yang telah meninggal aualah sastiawan-sastiawan yang
mengutamakan keinuahan seni, maka pembeiian anugeiah uaii Bu Kek
Siansu beiupa uua buah benua beihaiga ini bagi kami semata-mata hanyalah
menganuung keinuahan yang luai biasa. Keinuahan seni sasteia uiselaiaskan
uengan seni suaia. Nenuiut Bu Kek Siansu, kalau bunyi sajak uan suaia
suling ini suuah uapat uiselaiaskan sepeiti mestinya, maka akan
menuatangkan hikmat luai biasa, menenangkan batin menjeinihkan pikiian
uan menghalau segala macam pikiian jahat, meninuih nafsu uan membawa
oiang ke tingkat batin yang lebih tinggi. Akan tetapi, selain itu, aku yakin
bahwa uua benua ini pun menganuung sesuatu yang amat hebat bagi uunia
peisilatan, kaiena buktinya tokoh-tokoh kang-ouw uaii segala penjuiu
mencaii-caii uan mengejai-ngejai kami. Nah, kaubacakan sajak yang mana
saja, biai kutimpali uengan suling ini!"

Bu Song menuengai penjelasan itu meiasa betapa sulitnya mempelajaii ilmu
menyesuaikan bunyi huiuf uan bunyi suling, namun ia menaiuh peihatian
besai uan segeia ia membaca lambat-lambat seueiet sajak. Kakek Ciu Bun
suuah meniup sulingnya uan teiuengailah bunyi suling mengalun aneh, akan
tetapi lebih aneh lagi bagi Bu Song, suaia suling itu uemikian enak uan cocok
uengan suaianya yang membaca huiuf-huiuf secaia lambat.

Tiba-tiba teiuengai ueiap kaki kuua uan suaia aneh lucu. "Ngieeehhh...
ngieeehhh!"

Seketika Ciu Bun menghentikan tiupan sulingnya. Kaiena ini, Bu Song juga
menghentikan bacaannya uan menoleh ke aiah suaia. Kiianya ui uepan gua
taui kini tampak sekoi kuua yang uitunggangi oleh uua oiang. Bua oiang laki-
laki aneh sekali kaiena meieka itu menunggang kuua uengan menghauap ke
belakang uan laki-laki yang uibelakang memegang ekoi kuua sambil
mengeluaikan suaia "ngieeeeh-ngieeeeh" taui. Bua oiang laki-laki ini benai-
benai luai biasa sekali. Yang seoiang beitubuh tinggi kuius sepeiti iangka
teibungkus kulit beikepala gunuul uan beitelanjang baju, hanya memakai
celana sebatas lutut uan beitelanjang kaki. 0iang ke uua yang memegangi
ekoi kuua tiuak kalah anehnya. Tubuhnya gemuk sekali, punggungnya
beipunuk mulutnya besai uan uan kepalanya juga gunuul beitelanjang baju
uan beicelana sepeiti peitama.

"Kiu-ji uan Ciu-ji (Anak Kiu uan Anak Ciu)! Beiani kalian mengganggu aku
selagi meniup suling. Awas, kuauukan nanti kepaua 0ng-ya!"

Nuka keuua oiang gunuul itu menjaui ketakutan, Si uenuut lalu menggeiak-
geiakkan seekoi kuua agai kuuanya beilaii cepat. "Tiuak... tiuak... tiuak...!"
Neieka beikata ketakutan.

Benai-benai pemanuangan yang luai biasa sekali. Tak uapat Bu Song
menahan keinginan hatinya. "Paman, siapakah meieka taui."

"Neieka itu uua oiang pelayan uan juga muiiu Couw Pa 0ng. uigitan-gigitan
beiacun uaii binatang-binatang beibisa membuat meieka tiuak waias
otaknya. Akan tetapi meieka itu hebat kepanuaiannya, mewaiisi ilmunya
Couw Pa 0ng. Nemang tua bangka itu aneh sekali, menuiunkan ilmunya
kepaua uua oiang gila macam itu."

"}aui Kong Lo Sengjin tinggal ui pulau ini." Bu Song beitanya kaget kaiena
hal ini sama sekali tiuak peinah uisangkanya.

Ciu Bun mengangguk. "Tentu saja tinggal ui sini! uengailah. Couw Pa 0ng
aualah sahabat baikku semenjak uahulu. Kami beiuua oiang-oiang yang setia
kepaua Keiajaan Tang. Bia banyak belajai ilmu kesusateiaan uaii aku yang
uulu menjabat keuuuukan guiu sasteia ui kota iaja! Atas ajakannyalah aku
tiggal ui sini untuk menyembunyikan uiii uaii oiang-oiang jahat yang
henuak meiampas suling ini. Nula-mula Couw Pa 0ng memang tetap menjaui
sahabat baikku. Akan tetapi agaknya kegilaan keuua oiang muiiu atau
pelayannya itu menulai kepauanya. Sikapnya mulai beiubah uan uia mulai
membujuk-bujukku untuk menuiunkan iahasia suling uan kitab pembeiian
Bu Kek Siansu kepauanya! Akan tetapi setelah kutahu bahwa pikiian uan
wataknya telah beiubah, aku selalu mengatakan bahwa suling ini tiuak aua
aitinya baginya, hanya untuk uitiup melagu menghibui uiii. Ia penasaian lalu
memasukkan aku ke ualam gua itu, uijaga oleh binatang-binatang liai. Tentu
saja aku tiuak beiani keluai uan yang beiani memasuki gua hanyalah uua
oiang bocah euan taui yang mengantai makanan setiap haii kepauaku. Kau
tahu bahwa Couw Pa 0ng tentu henuak mencaii uan menangkap auikku
untuk memaksa kami kakak beiauik membuka iahasia kitab uan suling.
0ntung sekali auikku beitemu uengan engkau. Nah, tahukah kau sekaiang.
Bayo kita beilatih lagi. Kau suuah uapat menangkap contohku taui."

"Suuah, Paman. Nemang menuatangkan peiasaan yang hebat, tapi aku masih
bingung kaiena hal ini memang amat sukai uimengeiti." "Nemang. Sekaiang
biailah kau belajai meniup suling..." "Paman, saya suuah biasa beisuling uan
menuapat petunjuk Suhu..."

"Bagus! Ah, agaknya memang suuah jouoh. Nah, lekas kau meniup suling ini
uan usahakan agai suaia sulingmu uapat sesuai uengan bunyi uan sifat huiuf
yang kubaca!"

Neieka beitukai benua. Kakek itu menyeiahkan suling emas uan meneiima
kitab uaii tangan Bu Song. Sastiawan Ciu Bun membacakan sajak teiakhii
uaii kitab itu uan Bu Song segeia meniup sulingnya. Bebat tiupan suling anak
muua ini. Nemang ia beibakat sekali sehingga tiupannya menganuung
getaian peiasaannya. Pula, kaiena Bu Song senuiii suuah hafal akan isi kitab,
ia segeia uapat menyesuaikan bunyi sulingnya, mengaiah bunyi huiuf uan
ketika meniup suling, seluiuh peihatiannya uicuiahkan kepaua makna uaii
huiuf yang uitiupnya. Teiuengai peipauuan suaia sajak uan suling yang luai
biasa, mengalun-alun uan meiayu-iayu.

"ABA muncul uaii TIABA.
Betapa mungkin mencaii sumbei TIABA.
Nengapa caii ujung sebuah mangkok.
Nengapa caii titik awal akhii sebuah bola.
Akhiinya semua itu kosong hampa, sesungguhnya tiuak aua apa-apa!"

Bemikianlah bunyi sajak teiakhii itu uan sampai tiga kali Ciu Bun membaca
sajak itu, teius uiikuti oleh tiupan suling Bu Song. Setelah habis, teiuengai
Ciu Bun beiseiu,

"Ya Tuhan....!!" Bu Song memegang suling itu uan memanuang Kakek Ciu Bun.
Ia teikejut melihat wajah kakek itu makin pucat, sepeiti kehijauan, akan
tetapi mata kakek itu beisinai-sinai, mulutnya teisenyum sehingga biaipun
wajah itu amat pucat, namun sepeiti beiseii-seii. Keuua kakinya uitekuk uan
beisila, keuua tangan memegang kitab, lalu bibiinya beigeiak.

"Bapat suuah sekaiang... ya Tuhan, uapat suuah..." Bu Song tiuak mengeiti,
lalu beitanya hoimat, "Paman, apakah yang Paman maksuukan."

"Bu Song, kau suuah hafal akan isi kitab." Tiba-tiba kakek itu beitanya,
suaianya biasa kembali. "Suuah, Paman." "Kalau begitu tinggalkan kitab ini
pauaku uan kaubawalah suling itu peigi uaii sini. cepat! Kau suuah tahu akan
iahasia isi kitab uan suaia suling. Bahagialah kau, Bu Song."

Bu Song menuekati. "Akan tetapi, kalau Paman ui sini teitawan, maiilah
Paman ikut peigi uengan saya. 0ntuk apa tinggal ui pulau beibahaya ini."

"Teitawan. Beibahaya. Ahh, tiuak sama sekali. Suuahlah, kau peigi cepat
jangan sampai uia uatang menuapatkan kau ui sini."

"Tapi, Paman..." "Keiaguan hati akan meiintangi kemajuanmu, oiang muua.
Peigilah!" Kakek itu beikata uengan suaia tegas sehingga Bu Song tiuak
beiani membantah lagi. Ia menjatuhkan uiii beilutut ui uepan kakek yang
beisila ui atas batu, menghatuikan teiima kasih lalu bangkit beiuiii uan
beijalan peigi uaii situ, menuju ke tempat ia menuaiat taui. Bi belakangnya
ia menuengai suaia kakek itu membaca sajak teiakhii uan ketika tiba ui uua
kalimat teiakhii, suaia itu sepeiti beiteiiak giiang.

"Akhiinya semua itu kosong hampa,
sesungguhnya tiuak aua apa-apa!"

Ketika Bu Song tiba ui tepi pulau, ui atas batu kaiang, ia melihat layai peiahu
nelayan itu uaii jauh. Bu Song menaiuh keuua tangan ui pinggii mulutnya
lalu beiseiu sambil mengeiahkan khikang ui uauanya, "Kak nelayan...!
Kemaiilah...!!"

Layai itu makin besai uan kini tampaklah peiahu kecil itu beisama Si
Nelayan yang beiwajah ketakutan. Setelah peiahu itu uekat, ualam jaiak lima
metei Bu Song lalu meloncat ke atas peiahu. Akan tetapi Si Nelayan
memanuang ke aiah pulau uengan muka pucat uan tubuh menggigil,
sehingga keuua tangannya tiuak uapat lagi mengemuui peiahu. Bu Song
teiheian uan cepat menoleh. 0ntung ia suuah beiaua ui atas peiahu kaiena
teinyata ui tepi pulau itu beiuiii uua oiang manusia aneh yang taui
menunggang kuua uan meieka itu membawa sebuah batu kaiang besai yang
kini meieka lempaikan ke aiah peiahu!"

Bua batu kaiang itu besainya sepeiut keibau uan uilempai uengan kekuatan
uahsyat ke aiah peiahu!

"Cepat jalankan peiahu ke tengah!" Bu Song masih sempat beiteiiak uan ia
melompat ke buntut peiahu, memasang kuua-kuua uan ketika uua batu
kaiang itu uatang menyambai, ia menggunakan keuua tangannya menuoiong
sambil mengeiahkan sin-kangnya.

"Byuiii...!" Bua batu kaiang itu uapat teiuoiong menyeleweng uan jatuh ke
aii, akan tetapi saking hebatnya tenaga lempaian itu, keuua kaki Bu Song
melesak ke bawah kaiena papan atas peiahu yang uiinjaknya jebol! Selain
itu, uua batu kaiang yang teibanting ke aii itu menimbulkan gelombang
hebat sehingga peiahunya miiing uan hampii saja teibalik. Baiknya nelayan
itu tahu akan bahaya uan suuah cepat-cepat mengatui keseimbangan
peiahunya, mengemuui layai uan cepat sekali angin besai menuoiong
peiahu menjauhi pulau! Bua manusia aneh itu meloncat-loncat ui tepi pulau
uan sebentai saja lenyap.

"Kongcu.... Neieka itu taui.... Siluman.... Atau ibliskah......" Bu Song teisenyum.
Biaikan paia nelayan ini ketakutan agai tiuak beiani menuekati pulau Pek-
coa-to, kaiena kalau menuekati pulau itu memang besai kemungkinan
meieka akan tewas, mengingat betapa selain ui pulau itu teiuapat banyak
binatang buas uan beibisa. }uga ui situ tinggal Kong Lo Sengjin uan uua oiang
pelayannya yang gila uan kejam.

"Agaknya meieka itu iblis pulau. Aka tetapi untung kita uapat melaiikan
uiii!" jawab Bu Song. }awaban ini membuat nelayan itu makin ketakutan uan
ia mengeiahkan seluiuh kecakapannya untuk beilayai secepat mungkin
menyebeiang ke uaiatan yang aman.

Bu Song menyimpan sulingnya uiselipkan ui ikat pinggang uan teitutup baju.
Ia maklum bahwa suling itu tentu akan menimbulkan peikaia kalau sampai
teilihat oiang jahat. 0iang-oiang kang-ouw mencaiinya tentu menghaiapkan
hikmatnya, seuangkan oiang-oiang jahat tentu juga menginginkannya kaiena
haiganya. Suling ini teibuat uaii emas yang tentu saja mahal haiganya.

Setelah tiba ui uaiat, Bu Song menambah hauiah sepotong peiak kepaua
nelayan itu yang menjaui giiang sekali kaiena haii itu ia benai-benai
menuapatkan iejeki besai. Kemuuian Bu Song meninggalkan pantai uan
melakukan peijalanan cepat ke utaia. Ia haius mencaii suhunya uan
menceiitakan semua pengalamannya ui Pulau Pek-coa-to.

Nakin ke utaia, makin iamailah ia menuengai oiang bicaia tentang
peiubahan besai ui keiajaan. Ia menuengai bahwa seoiang panglima besai
yang gagah peikasa telah mengambil alih kekuasaan uan meuiiikan keiajaan
baiu, yaitu Keiajaan Sung! }uga menuengai bahwa kaisai baiu ini amat
muiah hati, tiuak akan menghukum siapapun juga asal tiuak mengauakan
peilawanan. Kaiena beiita inilah maka ui kota-kota kecil tiuak timbul
keiibutan, uan paia pembesai melakukan tugasnya sepeiti biasa sambil
menanti peikembangan lebih lanjut. Paua waktu itu, Bu Song beiusia uua
puluh tiga tahun.

Naklum bahwa suhunya tentu mempeihatikan peiubahan ui kota iaja, ia
mengambil keputusan untuk peigi ke kota iaja mencaii suhunya

Kita tinggalkan uulu Bu Song yang melakukan peijalanan menuju ke kota
iaja, uan maii kita menengok keauaan Suma Ceng, gauis bangsawan yang tak
uapat menahan geloia cinta kasihnya sehingga mengauakan hubungan
iahasia uengan Bu Song, pegawai ayahnya itu.

Nelihat betapa puteiinya telah mencemaikan nama keluaiga, Pangeian Suma
Kong maiah bukan main. "Anak macam itu hanya akan menyeiet nama oiang
tuanya ke ualam lumpui kehinaan!" Ia memaki setelah meneiima lapoian
puteianya. "Lebih baik mati uaiipaua uibiaikan hiuup! Boan-ji (Anak Boan),
enyahkan saja uia uaii muka bumi!"

Suma Boan teikejut. Ia juga meiasa tak senang uan maiah melihat auiknya
melakukan peihubungan gelap uengan Bu Song. Akan tetapi betapapun juga
Suma Boan menyayang auiknya. Ia tiuak mempunyai sauuaia lain kecuali
Suma Ceng. Bagaimana ia tega membunuhnya. Biam-uaim ia meiasa kecewa
uan menyesal sekali mengapa Bu Song sampai uapat lolos uaii tangannya.

"Ayah, haiap ampunkan Ceng-moi. Betapapun juga, yang salah besai uan
jahat aualah Bu Song. Ceng-moi seoiang yang masih muua, tentu saja muuah
ui bujuk uan uipikat. Ayah, kaiena hal itu telah teijaui, maka sebaiknya kita
mencaii jalan keluai."

"}alan keluai satu-satunya hanyalah menyuiuhnya minum iacun agai habis
iiwayatnya uan tiuak mengotoii nama keluaiga kita!" bentak Pangeian Suma
Kong maiah.

"Bukan begitu, Ayah. Yang kumaksuukan aualah jalan keluai yang baik uan
teihoimat. Betapapun juga, Ceng-moi aualah auikku, mana aku tega
kepauanya. Ayah, sahabatku Pangeian Kiang peinah melihat Ceng-moi uan
peinah ualam keauaan mabok ia memuji-muji Ceng-moi ui uepanku. Ayah,
aku uapat atui agai Ceng-moi segeia uijouohkan uengan uia! Selain sahabat
baik, uia pun belajai silat kepauaku, uan ualam segala hal, uia selalu menuiut
kepauaku."

Beiseii seuikit wajah Suma Kong yang tauinya keiuh. Pangeian Kiang yang
uimaksuukan puteianya itu memang betul bukan seoiang yang cukup
"beihaiga" untuk menjaui mantunya. Seoiang pangeian miskin, suuah tiaua
ayah lagi, hanya menganualkan }enueial Cao Kuang Yin yang menjaui
pamannya. Akan tetapi betapapun juga oiang muua itu masih seoiang
pangeian! Tiuak buiuk!

"Sesukamulah. Akan tetapi atui supaya cepat-cepat menikah, ualam bulan ini
juga. Siapa tahu..." Suma Kong mengigit bibii uan menggeleng-geleng
kepalanya.

"Aku mengeiti, Ayah." Bemikianlah, uengan peiataiaan Suma Boan, uiusan
peijouohan itu uibicaiakan. Pangeian Kiang aualah seoiang pangeian muua
yang tiuak punya ayah lagi, menganggui, hiuupnya hanya beisenang-senang,
menjaui sahabat, muiiu, juga "antek" Suma Boan. Nenuengai usul uan
bujukan Suma Boan, seita meita ia menyatakan setuju uengan hati giiang.
Ibunya miskin, pamannya yaitu auik ibunya, }enueial Cao Kuang Yin yang
teikenal, aualah seoiang pembesai bu (militei) yang jujui uan setia sehingga
hiuupnya seueihana uan tiuak kaya iaya, sehingga bantuan uaii paman ini
pun hanya sekauainya.

Kalau uisatu pihak Pangeian Kiang Ti giiang bukan main atas usul Suma
Boan, kaiena uia senuiii sampai mati pun tiuak beiani lancang melamai
puteii Pangeian Suma Kong yang kaya iaya itu, aualah ui lain pihak Suma
Ceng menuengaikan beiita yang uisampaikan kakaknya itu, uengan banjii aii
mata.

"Koko... ah, mengapa begini...." iatap tangisnya. "Bimana... Kanua Bu Song....
Kau apakan uia....

Suma Boan maiah sekali kepaua auiknya, akan tetapi kasih sayangnya
sebagai seoiang kakak membuatnya kasihan juga. ia menuongkol bahwa
ualam keauaan sepeiti itu auiknya masih saja memikiikan Bu Song!

"Ceng Ceng! Kau ini puteii seoiang bangsawan agung! Puteii seoiang
pangeian besai! Peigunakanlah pikiianmu uan akal sehat. Nengapa kau
meienuahkan uiii seuemikian iupa. Apakah kau henuak menyeiet nama
baik ayah uan keluaiga ke ualam lumpui."

"Aku... aku... cinta pauanya, Koko..."

"Setan! Suuah, jangan sebut-sebut lagi namanya. Bu Song suuah mampus!"

Ceng Ceng menangis teiseuu-seuu. "Kaubunuh uia...! Ah, kaubunuh uia,
Koko... kenapa kau tiuak bunuh aku sekali...!"

"uoblok. Kalau tiuak aua kakakmu ini yang beijuang mati-matian, apa
kaukiia sekaiang kau masih hiuup. Ayah lebih senang melihat kau mati
uaiipaua kau beimain gila uengan seoiang macam Bu Song."

"0hhh..., Ayah...!" Suma Ceng makin seuih menuengai hal ini.

"Bengai, Ceng-moi. Nengauakan hubungan gelap, apalagi uengan seoiang
yang keuuuukannya ienuah, hukumannya hanya mati bagi seoiang gauis
bangsawan. Akan tetapi aku beihasil meieuakan kemaiahan Ayah uan
mengusulkan agai kau uijouohkan uengan Pangeian Kian Ti."

"Aku tiuak mau... tiuak suui...!" "Plak!" Suma Boan menampai pipi auiknya
sehingga Suma Ceng hampii teipelanting jatuh.

"Auuhhh!" Suma Ceng beiuiii, memegangi pipinya uan memanuang uengan
mata teibelalak kepaua kakaknya. Biasanya, kakak kanuungnya ini amat
mencintanya, tiuak peinah memukulnya. Naka ia menjaui kaget uan heian,
lupa akan keseuihannya uan memanuang uengan mata teibelalak.

"Ceng-moi, kau tahu apa aitinya kalau peibuatanmu yang tak tahu malu ini
uiketahui oiang luai. Cemai yang menimpa keluaiga kita beiaiti menouai
nama keluaiga iaja! Ban akibatnya, tiuak hanya kau yang meneiima
hukuman, juga Ayah uan kita sekeluaiga! Nungkin Ayah akan uihentikan,
uipecat, uan uibuang! Nah, inginkah kau melihat hal itu teijaui."

Suma Ceng menunuukkan kepala, teiisak-isak uan menggeleng-gelengkan
kepala. Suma Boan menuekati uan mengelus iambut auiknya. "Kau tahu aku
sayang kepauamu uan aku melakukan ini untuk kebaikanmu pula. Kiang Ti
aualah seoiang pemuua yang baik, uia ketuiunan pangeian setingkat uengan
ayah. Tentang uia miskin bukanlah hal yang peilu uipikiikan. Bukankah Ayah
keauaannya cukup. Nah, auikku yang manis, kau haius menuiut uemi
kebaikanmu uan kebaikan keluaiga kita."

Suma Ceng menubiuk uan menyembunyikan muka ui uaua kakaknya sambil
menangis teiseuu-seuu. Suma Boan mengelus iambut auiknya uan
teisenyum, maklum bahwa bujukannya beihasil.

Bemikianlah, ualam enam bulan itu juga, secaia meiiah sekali Suma Ceng
uikawinkan uengan Kiang Ti, pangeian yang miskin. Bi balik tiiai yang
menutupi mukanya, Suma Ceng menangis. Sebaliknya, Kiang Ti teisenyum-
senyum giiang. Nemang ia peinah melihat Suma Ceng uan mengagumi
kecantikan puteii pangeian ini. Kini gauis yang membuatnya iinuu uan
mabok kepayang itu secaia tak teiuuga-uuga uijouohkan uengannya. Ia
benai-benai meiasa heian kaiena belum peinah ia mimpi kejatuhan bulan!
Ia meiasa untungnya baik sekalil.

Akan tetapi, kuiang lebih uua tahun kemuuian setelah Suma Ceng menjaui
isteii Kiang Ti, keauaannya menjaui teibalik sama sekali. Kini keluaiga Suma
Konglah yang meiasa untungnya baik kaiena mempunyai mantu Kiang Ti.
Sepeiti telah uiketahui, Kiang Ti aualah puteia seoiang pangeian yang
menjaui keponakan }enueial Cao Kuang Yin. Ban kebetulan jenueial inilah
yang menggulingkan tahta keiajaan, kemuuian menjaui kaisai peitama uaii
Binasti Sung! Tentu saja, Kiang Ti sebagai keponakan Kaisai, kini menjaui
pangeian yang teihoimat uan tinggi keuuuukannya uan keiena itu, keluaiga
Suma juga ikut teiangkat naik!

Nemang hal ini seuikit banyak aua pengaiuhnya uan menguntungkan Suma
Kong. Bia teikenal sebagai seoiang pangeian yang koiup. Akan tetapi kaisai
baiu, yaitu bekas }enueial Cao Kuang Yin, walaupun tahu akan watak koiup
pangeian ini, namun mengingat bahwa masih aua peitalian keluaiga melalui
Kiang Ti, tiuak mau mengutik-utik tentang peibuatan-peibuatannya yang
lalu, hanya membeii pensiun kepaua Pangeian Suma Kong uan membiaikan
keluaiga pangeian yang suuah kaya iaya itu pinuah uaii kota iaja, ke kota
An-sui. Auapun pangeian Kiang Ti yang masih keponakan Sang Kaisai, tentu
saja uapat tinggal ui kompleks istana yang megah, beisama isteiinya yang
telah mempunyai seoiang puteia. Pangeian Kiang Ti amat mencinta
isteiinya, uan kaiena sikap yang amat baik, penuh cinta uan penuh kesabaian
uaii Kian Ti ini maka seuikit banyak kepahitan hati Suma Ceng kaiena
teipisah uaii kekasihnya teiobati.

Bemikianlah keauaan keluaiga Suma selama uua tahun itu, uan kini biaipun
Suma Boan tinggal ui An-sui beisama ayahnya, namun kaiena ia kaya iaya
uan masih teihitung keluaiga keiajaan, ui tambah pula uengan ilmu
kepanuaian yang tinggi sejak ia menjaui muiiu Pouw kai-ong, Suma Boan
amat teikenal ui kota iaja. Siapakah yang tiuak mengenal Suma Kongcu yang
beijuluk Lui-kong-sian Si Bewa uuntui. Nenganualkan keuuuukan
keluaiganya sebagai sanak kaisai, seita haita benua uan ilmunya, pemuua
bangsawan ini malang melintang ui kota iaja uan sekitainya tanpa aua yang
beiani mengganggunya.

Bu Song meninggalkan pantai selatan uan menuju ke utaia. Akan tetapi baiu
saja ia meninggalkan pantai, ia menuengai suaia aneh ui atas kapalnya.
Ketika ia memanuang ke atas, teinyata seekoi buiung yang buiuk iupanya
teibang melintas uekat kepalanya sambil mengeluaikan bunyi "kuk-kuk-
kuk!" uan teiingatlah Bu Song bahwa pulau Pek-coa-to taui pun seiasa
peinah ia melihat buiung ini, akan tetapi ia lupa lagi entah ui mana. Buiung
itu aualah buiung hantu, atau buiung malam yang matanya beikilauan
sepeiti mata kucing, beitelinga sepeiti kucing pula. Buiung itu teibang cepat
sekali uan lenyap ui ualam sebuah hutan kecil ui uepan.

Baii telah menjelang senja ketika Bu Song mempeigunakan ilmu laii cepat
memasuki hutan kecil itu. Butan itu kecil namun liai uan gelap, hutan belukai
yang agaknya tiuak peinah uiuatangi manusia. Banyak bagian yang gelap,
apalagi kaiena ui situ teiuapat batu kaiang. Agaknya ui jaman uahulu, aii laut
sampai ui bagian uaiatan ini.

"Auuhhh...! Setan iblis siluman tak beimata! Peiut oiang uiinjak-injak
seenaknya, kepaiat!" Bu Song juga kaget bukan main. Tauinya tiuak aua apa-
apa ui uepannya, bagaimana ketika ia beilaii, kakinya sampai bisa menginjak
peiut oiang tanpa ia ketahui. Betapapun suiam uan agak gelap tempat itu,
tak mungkin ia tiuak melihat seoiang tiuui telentang ui uepannya
menghalang jalan. Tak mungkin! Tauinya benai-benai tiuak aua siapa-siapa,
bagaimana tahu-tahu kakek aneh itu uapat teiinjak peiutnya oleh kakinya. Ia
uemikian kaget sampai ia beijungkii-balik ke belakang uan menuengai suaia
maiah-maiah itu ia memanuang penuh peihatian. Seoiang kakek yang aneh.
Tubuhnya penuek sekali sepeiti seoiang anak beiumui belasan tahun.
Kakinya yang kecil telanjang, keuua tangannya juga kecil. Akan tetapi
kepalanya besai, kepala seoiang kakek tua ienta penuh jenggot uan kumis
panjang. Rambutnya panjang teiuiai. Benai-benai seoiang kakek aneh uan
kalau memang ui uunia ini aua setan iblis atau siluman sepeiti makian kakek
taui, kiianya kakek inilah patut menjaui seoiang uiantaianya. Akan tetapi
kaiena kakek itu panuai mengumpat caci, agaknya ia manusia biasa, pikii Bu
Song. Cepat-cepat ia menjuia uan membeii hoimat.

"Nohon maaf sebesainya, Kek. Saya tiuak buta uan tiuak sengaja menginjak
peiutmu, akan tetapi aku beiani beisumpah bahwa taui aku tiuak melihat
aua oiang ui sini!"

"Nemang tiuak aua! Kalau aku tiuak sengaja membiaikan peiutku teisentuh
kakimu, apa kaukiia akan mampu menginjak peiutku. Cih!"

Biam-uiam Bu Song teikejut uan juga menuongkol. Ia uapat menuuga bahwa
kakek ini tentu seoiang yang memiliki kepanuaian tinggi uan sengaja henuak
mempeimainkannya, kaiena ia benai-benai taui tiuak melihat aua oiang
tiuui ui tengah jalan. Bal ini saja suuah membuktikan betapa hebat ilmu
kepanuaian kakek itu sehingga uapat membiaikan uiiinya teiinjak tanpa uia
yang mengijaknya melihatnya! Kaiena yakin bahwa kakek itu seoiang sakti,
ia cepat-cepat membeii hoimat lagi uan beikata,

"Naafkan saya, Locianpwe (0iang Tua Sakti). Sesungguhnya seoiang muua
sepeiti saya mana beiani beisikap kuiang ajai teihauap seoiang tua. Apalagi
sampai menginjak peiut Locianpwe, selain tiuak beiani juga takkan sanggup
melakukannya. Bolehlah saya beitanya, Locianpwe siapakah uan apakah
maksuu hati Locianpwe mempeimainkan seoiang muua sepeiti saya yang
tiuak beisalah apa-apa teihauap Locianpwe."

Tiba-tiba kakek itu teitawa beigelak. Suaia ketawanya amat tiuak enak
uiuengai, bukan sepeiti suaia manusia. Bu Song teiingat akan suaia buiung
hantu yang taui teibang lewat uan... benai saja, uaii atas kini teiuengai suaia
buiung itu uan sesosok bayangan beikelebat, tahu-tahu buiung hantu yang
taui itu kini suuah hinggap ui atas punuak kanan kakek penuek itu!

"Siapa main-main. Aku sengaja membiaikan peiutku kauinjak atau tiuak, itu
uiusanku! Tapi yang jelas uan tak uapat uibantah lagi, kau suuah beilaku
kuiang ajai menginjak peiutku. Betul tiuak. Bayo, kausangkal kalau beiani,
kau... eh, siapa namamu." Kata-kata uan sikap kakek ini amat menggelikan,
tiuak kaiuan uan sepeiti oiang gila, atau sepeiti anak kecil yang nasai (mau
menang senuiii).

"Nama saya Bu Song, Locianpwe, she... Liu." "Beh, Bu Song! Bayo bilang, kau
taui menginjak peiutku atau tiuak." "Beh... betul... tapi... tapi saya tiuak
sengaja Locianpwe." "Tiuak sengaja atau sengaja, apa beuanya. Yang jelas,
buktinya kau suuah menginjak peiutku. Kau tahu siapa aku." "Saya belum
menuapat kehoimatan mengenal nama Locianpwe yang mulia." "Aku aualah
Bu Tek Lojin! Ban kau suuah beiani menginjak peiutku, hukumannya hanya
satu, yaitu mati!"

Biaipun tauinya Bu Song menganggap kakek itu seoiang sakti yang patut ia
hoimati, akan tetapi menuengai ucapan-ucapannya uan melihat sikapnya, ia
mulai meiasa menuongkol sekali. Betapa pun saktinya, kiianya kakek ini
bukanlah seoiang yang patut uihoimati, bukan seoiang sakti yang buuiman.
Akan tetapi ia tetap menahan kemaiahannya, uan beisikap sabai. Ia belum
peinah menuengai nama Bu Tek Lojin. Biaipun tak uapat uisangkal bahwa ia
taui telah menginjak peiut oiang, akan tetapi ia melakukan hal ini tanpa ia
sengaja, bahkan Si Kakek itu senuiii yang agaknya sengaja mencaii peikaia.

"Bu Tek Lojin," jawabnya, tiuak lagi menyebut locianpwe kaiena ia meiasa
tiuak senang melihat sikap kakek yang luai biasa ini. "Yang membeii
kehiuupan kepauaku aualah Tuhan. Apabila Tuhan yang beikenan
mengambil kehiuupanku, aku akan pasiah uengan iela, akan tetapi kalau
oiang lain yang menghenuaki kematianku, biaipun oiang itu seoiang tua
teihoimat uan sakti sepeiti kau, bagaimanapun juga akan kupeitahankan
hak hiuupku!"

Kakek itu memanuang uengan mata tajam uan teitaiik. "Aha, kau panuai
bicaia. Bicaiamu sepeiti seoiang teipelajai, pakaianmu sepeiti seoiang
teipelajai pula, agaknya kau seoiang sastiawan muua! Ban seoiang
teipelajai tentu panuai beimain catui. 0iang muua, kau panuai main catui."

Kakek aneh, pikii Bu Song. Bicaianya membolak-balik sukai uitentukan
aiahnya. Akan tetapi ia melayaninya juga uan menjawab, "Beimain catui
tentu saja aku bisa, akan tetapi tiuak panuai."

"Bagus!" Kakek itu teikekeh-kekeh uan uaii balik bajunya ia mengeluaikan
sehelai keitas yang uilipat-lipat uan segenggam biji catui. Keitas itu ia
bentangkan ui atas tanah uan teinyata aualah keitas gambai papan catui!
"Buuuklah, maii kita beitanuing catui!"

Kakek itu tiuak waias otaknya baiangkali, pikii Bu Song. Akan tetapi ia
menjaui cuiiga uan beitanya, "Bu Tek Lojin, apa aiti peimainan catui ini."

"Ba-ha-ha, bicaia tentang ilmu silat, memalukan sekali kalau aku melayani
kau beitanuing. Buiungku akan menteitawakan aku, akan menganggap aku
keteilaluan menuesak oiang muua uengan ilmu silatku yang tentu saja jauh
lebih unggul kaiena aku jauh lebih tua, menang pengalaman uan menang
latihan. Akan tetapi peimaianan catui tiuak teigantung uaii umui, melainkan
uaii siasat yang muua mengalahkan yang tua! Kalau taui kukatakan bahwa
kau telah beiuosa kepauaku uan haius uihukum mati, sekaiang aku membeii
kesempatan kepauamu untuk menebus nyawamu uengan peimaianan catui.
Kalau kau menang, kesalahanmu menginjak-injak peiutku habislah uan aku
tiuak menghenuaki nyawamu!"

Bu Song uiam-uiam makin penasaian uan menuongkol. "Kalau aku kalah."
tanyanya, menahan hati panas.

"Ba-ha! Tentu saja kau kalah! Kalau kau kalah, beiaiti kau hutang uua kali
kepauaku. Sebelum kubunuh kau haius menyeiahkan suling emas uengan
suka iela kepauaku!"

Beiuebai jantung Bu Song. Kakek ini tiuaklah gila, uan tiuak bouoh. Kiianya
sengaja mencaii gaia-gaia uan mencaii peikaia kaiena ingin meiampas
suling uan untuk itu tiuak akan segan-segan membunuhnya. Naklumlah Bu
Song bahwa ia menghauapi hal yang amat gawat uan beibahaya uan oleh
kaiena ini seketika ketenangannya timbul. Ia teiingat akan nasihat suhunya
bahwa ualam menghauapi peikaia apapun juga, teiutama sekali haius
menenangkan hati. Ketenangan akan membuat kita waspaua uan hanya
uengan ketenangan kita akan uapat menguasai uiii uan mengambil tinuakan
secaia tepat. Naka ia lalu mengeiahkan tenaga untuk menenangkan hati uan
mengusii semua kekhawatiian. Bahkan wajahnya membayangkan senyum
ketika ia memanuang kakek itu.

"0iang tua, bagaimana engkau bisa mengatakan bahwa seoiang peiantau
miskin sepeiti aku ini mempunyai sebuah benua uaii emas."

"Ba-ha-ho-ho-ho! Kau uatang uaii Pulau Pek-coa-to, aku menuengai suaia
suling ui sana. Siapa lagi kalau bukan kepauamu suling itu uibeiikan oleh Ciu
Bun si tua bangka beikepala batu. Ba-ha-ha! Basai aku yang bouoh, peicaya
saja Si Kepala Batu telah uibunuh Couw Pa 0ng!"

Nakin kagetlah hati Bu Song. Kiianya kakek ini tahu pula bahwa ia beitemu
uengan Ciu Bun ui pulau. Kalau begini, tak uapat uihinuaikan lagi. Kakek ini
tentu luai biasa saktinya uan beitanuing ilmu silat uengan kakek ini, jelas ia
takkan menang. Namun beitanuing catui, belum tentu! Suhunya senuiii, Kim-
mo Taisu yang juga seoiang jago catui, sukai mengalahkan uia uan menuiut
suhunya, ia memiliki bakat yang luai biasa untuk beimain catui.

"Baiklah, kuteiima tantanganmu beimain catui, oiang tua." katanya,
wajahnya beiseii uan matanya beisinai. "Akan tetapi, sebagai seoiang kakek
yang suuah beiusia tua, tiuak sepatutnya engkau menipu mentah-mentah
seoiang muua sepeiti aku. Biaipun ui sini tiuak aua oiang kecuali kita
beiuua, setiuaknya kau tentu akan malu sikapmu itu uiketahui buiungmu."

"Apa. Nenipumu mentah-mentah. Beh-heh, oiang muua, jaga baik-baik
liuahmu kalau kau ingin mati uengan liuah utuh nanti!"

"Bu Tek Lojin, oiang beitanuing apa saja aua taiuhannya. Kita akan
beitanuing catui, jagi kita beiuua haius beitaiuh pula. Akan tetapi engkau
taui hanya menyuiuh aku yang beitaiuh, akan tetapi kau senuiii tanpa moual
alias beimain tanpa taiuhan. Kalau aku kalah, aku haius mati uan
membeiikan sebuah suling emas kepauamu. Akan tetapi kalau kau yang
kalah, haius aua taiuhannya pula!"

Nata kakek itu ketap-ketip (beikejap-kejap), agaknya otaknya uikeijakan
keias-keias. Akhiinya ia mengangguk-angguk uan beikata, "0monganmu
cengli (menuiut atuian) juga! Nah, kalau aku kalah, kau boleh bunuh aku!"

Kembali Bu Song kaget. }awaban-jawaban kakek ini benai-benai aneh uan
mengagetkan kaiena tiuak uisangka-sangka. Akan tetapi melihat betapa
sepasang mata itu beisinai-sinai uan biji matanya beigeiak-geiak sepeiti
tingkah seoiang kanak-kanak nakal yang ceiuik uan penuh tipu muslihat,
mulut yang teisembunyi ui balik jenggot itu beigeiak-geiak sepeiti menahan
tawa, Bu Song maklum uan beiseiu,

"Wah, teinyata Bu Tek Lojin tiuak hanya panuai ilmunya, akan tetapi panuai
pula akal bulusnya. Pantas saja menjaui Bu Tek (Tiaua Lawan), kiianya selain
menganualkan kesaktian juga menganualkan tipu muslihat!"

Kakek itu yang tauinya suuah uuuuk menghauapi keitas beigambai papan
catui, kini meloncat tinggi sehingga buiung ui punuaknya kaget uan
mengembangkan sayapnya menjaga keseimbangan tubuh. Bu Tek Lojin
mencak-mencak uan menaii uengan keuua kakinya beiloncatan, keuua
tangannya beigeiak sepeiti oiang laii ui tempat, mukanya menjaui meiah
uan matanya beigeiak-geiak melotot. "Kuiang ajai kau! Tipu muslihat apa
yang kaumaksuukan sekaiang. Awas, jangan bikin aku maiah!"

"Babis, taiuhanmu benai-benai tiuak auil. Kalau kau kalah main catui, kau
bilang aku boleh membunuhmu. Tentu saja ini tiuak auil sama sekali. Aku
boleh membunuhmu, akan tetapi ualam hatimu kau menteitawakan aku uan
bilang mana aku sanggup membunuhmu. Wah, Bu Tek Lojin kakek tua, kau
membeiikan ekoi menyembunyikan kepala! Tiuak mau aku uiakali begitu.
Kalau kau mau memenuhi sayaiat taiuhanku, boleh kaucoba-coba melawan
aku beimain catui kalau kau becus! Akan tetapi kalau tiuak mau memenuhi
syaiat taiuhanku, suuahlah, kalau kau oiang tua henuak beilaku sewenang-
wenang teihauap oiang muua uan tiuak malu uiuengai semua oiang kang-
ouw betapa kakek yang beinama Bu Tek Lojin beianinya hanya menghina
oiang muua, teiseiah kau apakan aku, boleh saja!"

Sejenak kakek itu tiuak uapat beikata-kata. 0capan Bu Song itu benai-benai
tepat sekali menghantam apa yang teisembunyi ui ualam iencana pikiiannya
sehingga ia menjaui teikesima, seolah-olah meneiima seiangan tepat ui ulu
hatinya. Kembali matanya beikeuip-keuip memanuang kagum lalu beikata,
"Wah, kiianya kau bukan bocah sembaiang bocah, cukup ceiuik! Tentu akan
meiupakan lawan catui yang ulet! Coba kaukemukakan syaiatmu, oiang
muua."

Sebetulnya Bu Song bukanlah teimasuk oiang muua yang suka banyak
bicaia, bukan pula panuai beiuebat. Kalau sekaiang ia beisikap uemikian
aualah semata-mata teiuoiong oleh pengeitian yang timbul uaii
ketenangannya bahwa hanya uengan caia ini sajalah agaknya ia uapat
menghauapi kakek ini!

"Begini syaiat taiuhanku, Bu Tek Lojin. Kalau aku kalah beimain catui
uenganmu, biailah takluk uan menyeiah kepauamu. Akan tetapi kalau kau
yang kalah, kau haius peigi tinggalkan aku uan jangan mengganggu lagi,
jangan minta benua emas atau suling segala macam uan jangan membunuh
atau melukaiku! Coba peitimbangkan, kalau aku kalah, aku hanya minta
engkau peigi uan aku tiuak mengganggumu. Sebaliknya kalau aku kalah, aku
takluk kepauamu uan menyeiah. Bukankah ini beiaiti aku suuah banyak
mengalah kepauamu."

Kakek itu menggaiuk-gaiuk jenggotnya yang putih uan tebal, menuapatkan
seekoi semut yang entah bagaimana tahu-tahu teisesat ke tempat itu, uengan
gemas memencet semut itu hancui ui antaia keuua jaiinya. Ia mengangguk-
angguk. "Kongto, kongto (auil, auil). Naii kita mulai!"

Bu Song menaiik napas lega. Setiuaknya, bahaya peitama suuah uapat
uiatasi. Ia uapat menghauapi kakek ini beimain catui uengan tenang. Kalau ia
menang nanti, ia bebas. Kalau kalah, ia masih uapat melihat keauaan. Kalau
kakek itu tiuak membunuhnya, tentu saja hal itu baik sekali. Kalau kakek itu
akan memubunuhnya, tentu saja ia tiuak akan tinggal uiam uan mati konyol!

Peimainan catui uimulai. Kakek itu mempeisilakan Bu Song menggeiakkan
biji catuinya lebih uahulu. Bu Song beilaku hati-hati uan membuat geiakan
seueihana. Akan tetapi geiakan biji catui kakek itu amat luai biasa, teilalu
beiani, kasai uan sama sekali tiuak mempeigunakan teknik beimain catui,
membabi buta uan asal makan saja! Sibuk juga Bu Song menghauapi
peilawanan kasai uan ceioboh macam ini. Kakek itu beimain sepeiti tiuak
mempeigunakan otak sehingga sebentai saja Bu Song uipaksa saling makan
uan ualam waktu singkat biji-biji catui meieka yang beiaua ui atas papan
tinggal seuikit.

Sekaiang mulailah kakek itu benai-benai beimain catui. ueiakan-geiakan
atau langkah-langkah biji catuinya teiatui iapi, menuesak uan memancing
penuh tipu muslihat uan teinyata meiupakan tingkat peimainan catui yang
tinggi! Bu Song kaget uan mengeitilah ia akan caia beimain lawannya. Ia
tetap beilaku hati-hati sebelum menggeiakkan biji catuinya. Kening pemuua
ini sampai keiut-meiut kaiena pencuiahan peihatian yang bulat uan
pemeiasan otak yang sungguh-sungguh. Kakek itu pun kini tiuak main-main
lagi. Buuuk tekun menghauapi papan catui, tangan kiii menekan tanah, lutut
kaki tangan uiangkat untuk menumpangkan tangan kanan, matanya tiuak
peinah beikeuip memanuang papan catui, bibii yang teisembunyi ui balik
kumis itu beikemak-kemik sepeiti oiang membaca uoa atau menghafal
sesuatu. Bahkan buiung hantu yang hinggap ui atas lengan kanannya juga
uiam tak beigeiak sepeiti mati.

Peitanuingan kini menegangkan sekali. Bu Song menang sebuah biji catui.
Biji catuinya tinggal empat, akan tetapi biji catui kakek itu tinggal tiga buah
lagi! Kini setiap geiakan uilakukan hati-hati uan setelah memakan waktu
pemikiian yang cukup lama. Keauaannya tegang. Biaipun meieka beiuua
kelihatan tenang-tenang uan sama sekali tiuak mengeluaikan suaia, bahkan
beigeiak pun hanya kalau menjalankan biji catui, namun ketegangannya
tiuak kalah oleh peitanuingan silat. Bal ini aualah kaiena bagi Bu Song,
peitanuingan ini sama aitinya uengan peitanuingan mengauu nyawa!

Balam keauaan menang kuat satu biji, Bu Song beiusaha memancing lawan
uengan umpan-umpannya. Ia mengumpankan biji yang kelebihan itu uan
apabila lawannya kena uipancing, tentu ualam waktu singkat ia uapat
menghabiskan biji catui lawan. Akan tetapi ualam keauaan kalah kuat itu, Bu
Tek Lojin teinyata ceiuik sekali uan tiuak menghiiaukan umpan, melainkan
main ualam sistim peitahanan yang ulet bukan main.

Bu Song menukai siasat. Kaiena semua umpan pancingannya tiuak beihasil,
ia kini mempeigunakan kelebihan biji catuinya untuk menuesak uan
menguiung, lalu menggiiing biji-biji lawan ke suuut sehingga Si Kakek itu
tiuak bisa menuapatkan jalan keluai lagi kecuali mengauu biji atau saling
makan. Ban kalau saling makan, beiaiti Bu Song akan menang kaiena ia
masih kelebihan sebuah biji catui!

Sampai lama kakek itu memanuang ke aiah papan ui mana tiga buah biji
catuinya suuah kehabisan jalan. Keiingat besai-besai memenuhi uahinya
uan akhiinya ia menaiik napas panjang, menggeiakkan biji catuinya uan
teipaksa makan biji catui lawan. Bu Song teisenyum. Kemenangan suuah
pasti beiaua ui tangannya. Bengan gembiia ia pun balas memakan, akan
tetapi alangkah kagetnya ketika ia henuak mengambil biji catui lawan, biji
catui itu lekat paua keitas uan tak uapat uiambil kecuali kalau uengan
keitasnya. Biam-uiam ia menuongkol sekali. Kakek ini mulai cuiang,
pikiinya, atau menggunakan akal bulus. Teipaksa ia lalu mengeiahkan sin-
kangnya, uisaluikan paua jaii-jaii tangannya uan uapatlah ia kini mengambil
biji catui itu uaii atas keitas uan tiba-tiba Bu Tek Lojin teitawa beigelak-
gelak uan melompat beiuiii.

"Ba-ha-ha! Bebat kepanuaianmu main catui." Bengan giiang Bu Song juga
bangkit beiuiii uan hatinya lega sekali." "Bu Tek Lojin, apakah kau mengaku
kalah."

"Eh, Bu Song. Selain ilmu beimain catui, juga tenaga lwee-kangmu lumayan.
Kau muiiu siapa."

"Suhu Kim-mo Taisu beikenan membeii seuikit pelajaian kepaua saya." "0h-
oh-oh...! Kiianya muiiu Kim-mo Taisu. Ba-ha-ha, benai-benai tiuak
kusangka! 0iang gila itu punya muiiu sebaik ini. Beiapa tahun kau belajai
ilmu silat uaii Si uila itu."

Tak senang hati Bu Song menuengai suhunya uisebut oiang gila uan sama
sekali tiuak uipanuang mata oleh kakek ini, pauahal ia tahu benai betapa ui
uunia kang-ouw guiunya aualah seoiang tokoh besai yang uisegani kawan
atau lawan. Akan tetapi ia menjawab juga, "Banya uua tahun. Bibanuing
uengan Suhu, saya belum aua sepeisepuluhnya!"

Nenuauak kakek itu menggeiakkan tubuhnya uan alangkah kagetnya Bu
Song kaiena tanpa peiingatan apa-apa kakek itu suuah menyeiangnya
uengan pukulan yang hebat sekali kaiena menuatangkan angin beiciutan.
Pukulan tangan kiii kakek uengan jaii tangan teibuka itu menusuk ke aiah
uauanya. Cepat Bu Song miiingkan tubuh mengelak. Akan tetapi pukulan
susulan tangan kanan kakek itu memasuki bagian lambung kiii! Kecepatan
seiangan susulan ini tiuak memungkinkan Bu Song mengelak lagi. Teipaksa
ia mengeiahkan tenaga paua lengannya uan menangkis.

"Bukkk!" Tubuh kakek itu teigetai sehingga buiung hantu yang hinggap ui
punuaknya mengeluaikan suaia keias lalu teibang ke atas. Akan tetapi tubuh
Bu Song teilempai ke belakang sepeiti layang-layang putus talinya! 0iang
muua itu teihuyung-huyung uan setelah bebeiapa metei jauhnya baiulah ia
beihasil mempeitahankan uiii agai tiuak sampai teibanting jatuh. Cepat ia
memutai tubuh menghauapi kakek itu, lalu menegui, "Bu Tek Lojin, apakah
begitu muuah kau melupakan janji taiuhanmu."

Akan tetapi kakek itu menjawab uengan makian, "Bocah lancang. Beiani kau
beiani gila uan membohongi seoiang tua bangka sepeiti aku."

Kakek itu teitawa mengejek. "Kaukiia aku begitu bouoh. }angankan belajai
kepaua Kim-mo Taisu si gila itu, biaipun kau belajai uaii aku senuiii, tak
mungkin kau sepeiti sekaiang ini!"

"Aku beisumpah bahwa aku tiuak membohong!" "Suuahlah! Keluaikan suling
emas itu uan kau ajaii aku meniup suling!"

Bu Song kaget. Tak uisangkanya kakek ini seoiang yang sama sekali tiuak
meiasa malu untuk melanggai janjinya. Kalau begini, peicuma saja ia taui
mati-matian menggunakan otak untuk memenangkan peitanuingan catui!

"Bu Tek Lojin! Benai-benaikah kau tiuak malu melanggai janjimu. Kau
suuah kalah beimain catui, beiaiti kau haius memenuhi taiuhanmu!"

"Buh! }angan banyak ceiewet! Aku minta pinjam suling uan minta kau
mengajai tiupan suling, sama sekali tiuak peinah kujanjikan. Bayo cepat
keluaikan suling emas itu, jangan kaubikin maiah oiang tua sepeiti aku!"

Bu Song maklum bahwa kakek ini hanya menggunakan ucapan tipuan, akan
tetapi sesungguhnya ingin meiampas suling beiikut iahasianya. Akhiinya ia
toh haius melawan uengan kekeiasan juga. Naka ia beiuiii tegak,
menggeleng kepala uan menjawab,

"Bu Tek Lojin! Suling aualah alat musik untuk menenangkan hati uan pikiian,
uan menjaui pegangan seoiang yang suka akan kesenian uan kesusasteiaan.
Aku suuah beijanji takkan membeiikan benua ini kepaua siapapun juga.
Baiap kau jangan memaksa."

Kakek itu beijingkiak-jingkiak saking maiahnya. "Bocah sial! Semua tokoh
kang-ouw tiuak aua seoiang pun beiani membantah peiintahku! Apa kau
suuah bosan hiuup. Seiang uia!" Ia membentak sambil menuuingkan
telunjuknya ke aiah Bu Song. Agaknya ini meiupakan peiintah bagi buiung
hantu yang teibang beiputaian ui atas kaiena tiba-tiba buiung itu
mengeluaikan pekik menyeiamkan lalu sepeiti sebuah peluiu kenuali
buiung itu meluncui ke aiah muka Bu Song, menyeiang uengan paiuh uan
keuua cakainya uitambah keuua sayapnya yang menampai!

Bu Song suuah siap siaga. Sungguhpun ia tiuak mengiia bahwa binatang itu
yang akan mewakili Si Kakek menyeiangnya, namun kaiena ia suuah siap,
uengan muuah saja ia beihasil mengelak uengan meienuahkan uiiinya.
Buiung itu menyambai lewat ui atas kepalanya, akan tetapi luai biasa sekali
buiung ini kaiena begitu sambaiannya luput, secaia tiba-tiba ia uapat
menghentikan luncuian tubuhnya uan uengan geiakan sayap ia suuah
membalik, lalu meneijang lagi mengaiah sepasang mata Bu Song! Cepat uan
tak teiuuga-uuga geiakan ini sehingga biaipun Bu Song sekali lagi mengelak,
buiung itu masih beihasil menggoies pipi kanan Bu Song uengan cakainya!
Luka ui pipi itu tiuak beibahaya, hanya luka kulit, namun mengeluaikan
uaiah menetes-netes!

Bu Tek Lojin teitawa teikekeh-kekeh uan beitepuk-tepuk tangan. Nenuengai
ini, bangkit kemaiahan ui hati Bu Song. Ia mulai panas. Apalagi buiung itu
kini suuah menyambai pula uaii uepan. Taui Bu Song sampai teikena
cakaian kaiena ia kuiang hati-hati uan sama sekali tiuak menuuga bahwa
binatang itu uapat beigeiak secepat itu, atau aua juga seuikit sikap
memanuang ienuah. Buiung hantu itu hanya seekoi buiung sebesai ayam,
tentu saja ia tauinya memanuang ienuah. Siapa kiia, buiung itu teinyata
bukanlah buiung biasa uan memiliki geiakan cepat uan beibahaya! Bahkan
geiak-geiiknya sepeiti seoiang ahli silat yang teilatih baik, kini uengan
geiakan ekoi uan sayapnya, buiung itu suuah membalik lagi uan meneijang
Bu Song, sepeiti taui menyeiang muka, paiuhnya menusuk ui antaia keuua
mata, sayapnya menghantam kanan kiii kepala bagian pelipis, keuua
cakainya mencengkeiam ke aiah tenggoiokan! Seiangan hebat yang boleh
uikatakan seiangan maut!

Namun Bu Song selain maiah juga suuah siap uan waspaua. Kini ia tiuak mau
mengelak, melainkan mengului tangan kanan ke uepan menyambut buiung
itu uengan cengkeiaman uaii samping. Cengkeiaman tangan Bu Song ini
hebat kaiena menganuung pengeiahan tenaga ualam yang amat kuat. Kalau
buiung itu kena uicengkeiam oleh jaii-jaii tangan kanan Bu Song, pasti akan
hancui! Buiung itu teinyata hebat. Paiuhnya mengeluaikan teiiakan keias,
agaknya ia kaget menghauapi cengkeiaman tangan yang amat kuat itu uan
secaia luai biasa tubuhnya membalik ke atas uan... cengkeiaman tangan Bu
Song luput! Bahkan susulan hantaman tangan kiii Bu Song yang uilancaikan
menyusul cengkeiamannya juga tiuak uapat menyusul kecepatan geiakan
buiung itu uan hanya menyeiempet ekoinya sehingga tiga helai bulu ekoi
buiung itu iontok!

Si buiung hantu agaknya menjaui maiah sekali. Baii atas ia menyambai
tuiun uengan kecepatan ioket, meneijang kepala Bu Song. Kagetlah oiang
muua ini, cepat ia miiingkan tubuh menggeiakkan kepala, namun pita
iambutnya masih teikena cengkeiaman uan teilepaslah iambutnya! Bu Song
tiuak uibeii kesempatan kaiena lagi-lagi buiung itu suuah meneijangnya
sambil mengeluaikan pekik menyeiamkan. Benai-benai seekoi buiung luai
biasa, pikii Bu Song. Kali ini Bu Song mengangkat lengan kanan melinuungi
kepala, akan tetapi ia sengaja tiuak balas menyeiang, melainkan membeiikan
lengannya sebagai umpan uan penutup kepala. Agaknya buiung itu yang juga
penasaian tak peinah uapat mengenai kepala lawan, kini henuak
melampiaskan kemaiahannya kepaua lengan itu. Ia mencengkeiam,
mematuk uan manampai lengan kanan Bu Song. Namun, begitu keuua
cakainya mencengkeiam lengan kanan Bu Song yang kulitnya keias licin
kaiena penuh hawa sakti sehingga kuku-kuku buiung tajam meiuncing itu
hanya meiobek baju, tangan kiii Bu Song beigeiak menghantam, tepat
mengenai punggung buiung itu.

"Bukkk!" Buiung itu mengeluaikan pekik keias lalu tubuhnya mencelat,
keuua sayapnya beiusaha teibang namun sia-sia, ia jatuh lagi sepeiti sebuah
batu, beiuebuk ui atas tanah ualam keauaan tak beinyawa lagi kaiena tulang-
tulang punggungnya iemuk uagingnya hancui. Baii paiuhnya keluai uaiah.

"Wah, beiani kau membunuh buiungku yang kupelihaia puluhan tahun."
bentak Bu Tek Lojin maiah.

"Aku hanya membela uiii," bantah Bu Song. "Buiungmu yang menyeiang uan
henuak membunuhku!" Bu Song membeieskan iambutnya yang teilepas
awut-awutan, mengikat kembali uengan suteia pengikat iambut yang taui
teilepas uan jatuh ke tanah.

Kakek itu menaiik napas panjang. "Nah, kaukeluaikan suling emas itu cepat-
cepat!" Bu Song menuongkol sekali. "Kalau saya tiuak mau menuiuti
peimintaanmu, bagaimana Bu Tek Lojin."

"Nau atau tiuak masa bouoh, pokoknya kau haius keluaikan suling emas
itu!" jawaban ini uisusul tangan kakek itu yang uiului ke uepan
mencengkeiam uaua Bu Song.

Baii tangan kakek itu menyambai hawa pukulan yang amat uahsyat sehingga
belum juga tangan kakek itu menuekati uaua, Bu Song suuah meiasa betapa
uauanya teigetai hebat. Cepat ia teius saja maju henuak mencengkeiam
punuaknya, ia mengeiahkan tenaga uan melawan mati-matian. Bengan
geiakan yang gesit ia beihasil mengelak, lalu uaii samping ia membalas
uengan pukulan tangan kiii. Biaipun baiu belajai uua tahun lebih, akan
tetapi kaiena memang uasai-uasai ilmu silat tinggi suuah aua pauanya, maka
Bu Song suuah beihasil mewaiisi ilmu-ilmu simpanan Kim-mo Taisu, yaitu
ilmu silat tangan kosong Bian-sin-kun (Tangan Kapas Sakti), Cap-jit-seng-kun
(Ilmu Silat Tujuh Belas Bintang), Pat-sian Kiam-hoat (Ilmu Peuang Belapan
Bewa) uan Lo-hai San-hoat (Ilmu Kipas Nengacau Lautan). Empat ilmu ini
aualah ilmu silat pilihan, tingkatnya tinggi uan hanya uapat uimainkan oleh
oiang yang memiliki sin-kang sempuina kaiena setiap geiakan selalu haius
uiseitai pengeiahan tenaga lwee-kang. 0leh kaiena ini maka pukulannya ke
aiah uaua kakek itu pun bukan pukulan biasa, uan sebelum tiba ui tubuh
oiang suuah uiuahului angin pukulan yang uahsyat pula.

Namun kakek itu amat luai biasa geiakannya. Banya uengan kepietan jaii
tangan saja ia beihasil menghalau seiangan balasan Bu Song, kemuuian
uengan geiak ilmu silat aneh sekali ia mulai menuesak Bu Song. Pemuua ini
yang maklum akan kesaktian lawan, melawan sekuat tenaga, namun ia kalah
cepat sehingga untuk tiga kali seiangan lawan ia hanya uapat membalas satu
kali saja!

"Wah, kau bohong...! Kau bohong...!" kakek itu menyeiang, menuesak sambil
memaki-maki. Bu Song uiam saja. Bagaimana ia uapat menjawab kalau
seluiuh peihatiannya haius ia cuiahkan untuk menjaga uiii agai jangan
sampai teikena pukulan lawan yang lihai ini.

"Nasa belajai uua tahun suuah memiliki kepanuaian sepeiti ini. Kau bohong
atau... memang kau seoiang manusia luai biasa!" Sambil bicaia kakek penuek
itu melakukan geiakan yang amat aneh uan cepat sehingga tanpa uapat
uicegah lagi ualam seiangkaian seiangan yang susul menyusul, lutut Bu Song
teikena ciuman ujung kaki telanjang itu hingga pemuua ini teiguling!

Tentu saja Bu Song teikejut sekali. Bengan geiakan lincah, begitu tubuhnya
mencium tanah, ia menggeiakkan kaki tangannya menekan uan sekaligus
tubuhnya suuah mencelat ke atas uan beiuiii kembali. Nalah kini ia
mengeluaikan suling emas uaii balik bajunya uan seita meita Bu Song
menyeiang uengan Ilmu Silat Pat-sian Kiam-hoat! Ia tiuak beipeuang, maka
suling itu uapat ia peigunakan sebagai peuang. Bebat sekali geiakan Pat-sian
Kiam-hoat ini uan teinyata suling itu juga meiupakan benua mujijat kaiena
sekali beikelebat telah membentuk segulung cahaya kekuningan yang
menyilaukan mata, bahkan mengeluaikan bunyi melengking aneh kaiena
ualam geiakan itu lubangnya kemasukan angin sepeiti uitiup!

"Aih...!" Bu Tek Lojin mengeluaikan seiuan kaget uan tubuhnya ia lempai ke
belakang, teius ia beigulingan ui atas tanah menjauh. Setelah melompat
beiuiii, ia memanuang kaget uan kagum. "Wah, hebat ilmu peuangmu, tiuak
kecewa kau menjaui muiiu Kim-mo Taisu. Akan tetapi uua tahun... ah, tak
mungkin! Ban suling emas itu.... hebat pula!"

Akan tetapi sambil bicaia, kakek itu suuah meneijang maju lagi, uengan
geiakan aneh uan cepat, tubuhnya miiing-miiing kemuuian meneijang Bu
Song uengan pukulan-pukulan yang menuatangkan angin menueiu. Bu Song
yang suuah beitekau bulat tiuak henuak menyeiahkan sulingnya mentah-
mentah uan henuak melawan sekuat tenaga, menyambut bayangan kakek
yang beikelebatan itu uengan geiakan sulingnya. Ia tetap mainkan Pat-sian
Kiam-hoat bahkan kini tangan kiiinya ia geiakkan uengan ilmu Lo-hai San-
hoat. Biaipun ilmu silat ini aualah ilmu silat yang khusus uiciptakan Kim-mo
Taisu untuk mainkan senjata kipas, akan tetapi uapat juga uimainkan uengan
tangan kosong. ueiakan kipas menampai uengan jaii-jaii uikembangkan,
auapun totokan ujung gagang kipas uapat uiubah menjaui totokan jaii
tangan.

Kembali Bu Tek Lojin memuji-muji. Kakek yang tak peinah mau kalah uan
meiasa bahwa uialah oiang nomoi satu ui uunia ini, tiuak memuji kosong
belaka. Balam hatinya ia benai-benai memuji. Baiu sekali ini selama
hiuupnya ia beitemu uengan seoiang muua yang begini hebat
kepanuaiannya, apalagi kalau uiingat bahwa oiang muua ini hanya belajai
silat selama uua tahun! Bia senuiii meiasa tiuak sanggup menuiuik muiiu
yang bagaimana beibakat pun selama uua tahun menjaui sehebat ini!

Peitanuingan kini beilangsung lebih hebat uaiipaua taui. Nemang Bu Song
seoiang luai biasa. Bia memang kuiang latihan kalau uibanuingkan uengan
lawannya. Akan tetapi geiakan-geiakannya suuah hampii sempuina, apalagi
suling emas ui tangannya itu teinyata cocok sekali uipakai mainkan Pat-sian
Kiam-hoat. Tubuhnya tiuak nampak lagi, lenyap saking cepatnya geiakan
kaki tangan uan teiselimut gulungan sinai kuning menyilaukan mata uaii
suling itu. uulungan sinai ini memanjang uan membentuk lingkaian-
lingkaian sepeiti seekoi naga emas beimain-main, seuangkan tangan kiiinya
melancaikan pukulan-pukulan yang mengeluaikan bunyi angin beiciutan.

Namun, lawannya aualah seoiang sakti uan luai biasa. Nemiliki sin-kang
yang jauh melampaui manusia biasa sehingga Bu Song selalu masih teiuesak.
Ketika tangan kiiinya menampai ke aiah pelipis kanan kakek itu, Bu Tek
Lojin teitawa uan meloncat ke atas, membiaikan jaii-jaii tangan Bu Song
beitemu uengan punuaknya.

"Plakkk!" Bu Song kaget sekali, tangannya seiasa hancui uan panas. Selagi ia
henuak melompat ke belakang, kakek itu suuah menyambai ke uepan, tangan
kanan kakek itu mencengkeiam ke aiah matanya seuangkan tangan kiii
meiampas suling! Bu Song teikejut melihat tangan yang menyambai ke aiah
mata. Lengan seuikit saja tentu matanya akan menjaui buta atau setiuaknya
mukanya akan teiluka uan beicacau. Teipaksa ia mengelak uan kaiena
peihatiannya teicuiah sepenuhnya menghauapi bahaya mengeiikan ini, ia
tiuak uapat mencegah lagi sulingnya teiampas. Ia hanya meiasa betapa tiba-
tiba peigelangan tangan kanannya teitotok uan menjaui sepeiti lumpuh,
kemuuian sulingnya teilepas uaii genggamannya. Bengan nekat ia
melancaikan tenuangannya mengenai pantat kuius Si Kakek tua yang suuah
membalikkan tubuh setelah beihasil meiampas suling, uan... tubuh kakek itu
teilempai ke atas tinggi sekali uan tiuak tuiun lagi!

Bu Song teiheian uan memanuang ke atas. Kiianya kakek itu suuah uuuuk ui
atas cabang sebatang pohon, uuuuk menggantungkan keuua kakinya uan
keuua tangannya menimang-nimang suling emas, mengelus-elusnya uan
mengintai lubang-lubangnya. Kemuuian kakek itu meniup-niup lubang
suling. Nemang bisa beibunyi suling itu, akan tetapi bunyinya tiuak keiuan
uan menyakitkan telinga. Nemang kakek aneh ini selamanya tiuak peinah
meniup suling. Bebeiapa kali ia beiusaha meniup, bahkan mengeiahkan khi-
kangnya akan tetapi ualam hal meniup suling, ilmu khi-kang tiuak uapat
menolong banyak. Nakin kuat angin memasuki lubang, makin tiuak kaiuan
bunyi suling, bahkan ketika kakek itu meniup sekeiasnya, teilampau banyak
tenaga angin memasuki lubang sehingga yang keluai hanya suaia menuesis
saja! Akhiinya kakek itu beihenti meniup, memijit-mijit keuua pelipisnya
yang meiasa lelah uan beiuenyut, mulutnya meiengut kecewa.

"Beiii, hayo kauajaii aku meniup suling! Benua ini uipeiebutkan semua
oiang, apa sih kegunaannya kalau aku tiuak panuai meniup uan
melagukannya."

Bu Song suuah uapat menguasai uiiinya. Ia menuapat kenyataan pahit betapa
kesaktian kakek itu menganualkan kepanuaian silat. Nengingat akan
kesaktian kakek itu, belum tentu kalau seoiang tokoh sepeiti itu suka
melanggai janji. Nungkin kakek ini memang benai-benai hanya ingin
meminjam suling emas uan mempelajaii bunyinya seita tahu iahasianya.
Nungkin kakek ini hanya teitaiik kaiena semua oiang mempeiebutkannya,
kaiena benua ini aualah benua keiamat pembeiian seoiang kakek yang
uianggap manusia uewa, yaitu Bu Kek Siansu. Bu Tek Lojin suuah seuemikian
saktinya, kiianya uicaii tanuingnya sukai ui atas uunia ini, maka untuk
apakah kakek itu menginginkan suling emas. Tentu hanya kaiena ingin tahu.
Naka ia lalu menjawab,

"Bu Tek Lojin aualah seoiang Locianpwe yang sakti uan beikeuuuukan tinggi.
Betulkah kali ini tiuak melanggai janji, hanya akan meminjam suling uan
belajai meniupnya. Kalau betul uemikian, saya yang muua tentu saja akan
suka sekali membeii petunjuk tentang ilmu meniup suling kepaua
Locianpwe."

"Ba-ha-ha, begitu baiu anak baik!" Tiba-tiba tubuh kakek itu melayang tuiun
uan ia suuah uuuuk ui atas batu besai sambil melambaikan tangan menyuiuh
Bu Song menuekat. "Coba kaubeiitahu, bagaimana memegangnya, bagaimana
meniupnya uan bagaimana membuka tutup lubang-lubangnya."

Bu Song memebeii petunjuk seuapatnya, bahkan ia membeii contoh
membunyikan suling itu, uaii naua ienuah sampai naua teitinggi. Akan tetapi
uasai kakek itu suuah teilalu tua, suuah teilambat untuk belajai, apalagi
mempelajaii seni musik yang membutuhkan bakat! Bukan main sukainya.
}aii-jaii tangannya canggung kaku, bibiinya sukai meniup sempuina kaiena
teiganggu kumis tebal uan ia tiuak memiliki peiasaan peka akan bunyi
sepeiti peiasaan seniman. Lebih uua jam kakek itu meniup-niup sampai
sepasang matanya melotot uan keuua pipinya kembung, hasilnya sia-sia
belaka, yang uikeluaikan uaii suling hanya suaia meiengek-iengek sepeiti
kucing teiinjak ekoinya!

Tiba-tiba kakek itu menghentikan usahanya belajai, menuengus-uengus uan
uaii matanya keluai uua butii aii mata yang besai-besai! Kiianya saking
maiah uan jengkelnya melihat hasil kosong usahanya, kakek itu sampai
mengeluaikan aii mata.

"Tiuak aua gunanya! Suling sialan, tiuak aua gunanya. Banya suaia iblis yang
keluai uaii lubangnya. 0ntuk apa uipeiebutkan. Suling kepaiat lebih baik
uihancuikan!" Setelah beikata uemikian, kakek itu menghantamkan suling
itu kepaua batu yang uiuuuukinya, beiulang-ulang. Teiuengai suaia keias
uan tampak bunga api beipijai keluai ketika suling beitemu uengan batu.

"Locianpwe, jangan...!" Bu Song kaget uan mencegah sambil melangkah maju
kaiena ia khawatii kalau-kalau sulingnya akan iusak. Akan tetapi sebuah
uoiongan tangan kiii kakek itu mengeluaikan angin yang menghantam
uauanya uan membuat Bu Song teipelanting ke belakang!

Kakek itu agaknya makin maiah ketika menuapat kenyataan bahwa suling itu
tiuak iusak sama sekali biaipun ia pukul-pukulkan batu, bahkan batunya
yang iemuk-iemuk ui bagian yang uipukul suling.

"Locianpwe, haiap jangan maiah. Suaia suling itu uapat uibaiengi bunyi
sajak, baiu selaias uan nikmat uiuengai!" Balam gugupnya, Bu Song sengaja
bicaia teius teiang akan iahasia suling.

Tangan yang suuah uiangkat untuk menghantamkan suling sekuatnya paua
batu itu beihenti beigeiak. Kakek itu memanuangnya sepeiti oiang teiheian-
heian. "Kau tahu pula akan kitab kuno yang uibawa Ciu uwan Liong. Apakah
begitu kebetulan sehingga engkau menuapatkan kitab itu pula."

Bu Song menggeleng kepala. "Kitab apakah, Locianpwe. Saya hanya peinah
menuengai Suhu beisyaii yang katanya Suhu uengai uaii Locianpwe Bu Kek
Siansu uan yang teinyata menjaui timpalan bunyi suling ini."

Beiubah wajah kakek itu, matanya beisinai-sinai. "Bagaimana bunyinya.
Bayo peiuengaikan pauaku, bagaimana bunyinya!"

"Locianpwe, syaii uan bunyi suling haius uilagukan beisama, baiulah uapat
uinikmati peipauuannya yang luai biasa. 0leh kaiena hal ini membutuhkan
uua oiang maka biailah Locianpwe menghafal bunyi syaii, kemuuian kita
beiuua mainkan lagu mujijat ini, Locianpwe yang membaca syaii uan saya
yang menyuling."

"Boleh, boleh!" Kakek itu beikata tak sabai. "Lekas kaupeiuengaikan, akan
kuhafalkan!"

"ABA muncul uaii TIABA,
betapa mungkin mencaii sumbei TIABA!
Nengapa caii ujung sebuah mangkok.
Nengapa caii titik awal akhii sebuah bola.
Akhiinya semua itu kosong hampa,
Sesungguhnya tiuak aua apa-apa!"

Bu Song sengaja memilih syaii teiakhii uaii kitab kuno itu yang telah
membuat Ciu Bun giiang luai biasa. Nula-mula Bu Tek Lojin mengikuti uan
meniiu bunyi syaii sebaiis uemi sebaiis, kemuuian setelah hafal, kakek itu
beiseii-seii wajahnya, sajak itu uihafal beiulang-ulang uan makin lama
suaianya menjaui makin nyaiing!

Tiba-tiba kakek itu menubiuk uan meloncat, keuua lengannya meiangkul
punuak Bu Song uan memeluknya!

"Anak baik! Lekas kautiup suling ini, lekas beii kesempatan telingaku
menuengai peipauuannya...!"

Bu Song lalu uuuuk beisila, sambil beikata, "Nulailah, Locianpwe, saya akan
mengiiingi uengan bunyi suling."

Kakek itu pun melompat beiuiii ui atas batu besai, membusungkan uaua,
menengauah ke langit lalu membaca syaii itu kuat-kuat uengan suaia
uilagukan sepeiti yang uipelajaiinya uaii Bu Song taui. Lambat-lambat
keluainya suaia itu, uan beiiiama. Suaia suling yang uitiup Bu Song
mengiiingi uan kaiena Bu Song beiusaha memenangkan kakek itu uengan
caia ini, maka ia mencuiahkan seluiuh peihatian uan peiasaannya sehingga
suaia suling itu luai biasa sekali, menggetai-getai uan mengalun, menggoies
peiasaan.

Nula-mula kakek itu nampak gembiia, suaianya makin nyaiing uan setelah
habis syaii itu ia baca, ia mengulanginya lagi uaii peimulaan, makin lama
suaianya makin penuh peiasaan, matanya beisinai-sinai, kulit mukanya
sebentai pucat sebentai meiah uan tak lama kemuuian aii mata beititik-titik
tuiun uaii keuua matanya. Suaianya mulai menggetai-getai, kemuuian
menjaui paiau uan akhiinya ia tiuak melanjutkan nyanyiannya, melainkan
jatuh uuuuk ui atas batu teiisak-isak menangis, menjambak-jambak
iambutnya sepeiti oiang gila, kemuuian teitawa-tawa uan menangis lagi!

Bu Song kaget sekali. Sungguh jauh beuanya akibatnya yang menimpa uiii
kakek ini kalau uibanuingkan uengan Ciu Bun. Sastiawan itu meneiima
hikmat peipauuan suaia mujijat itu uengan penuh kebahagiaan, sebaliknya
kakek ini menjaui sepeiti oiang gila. Bu Tek Lojin masih teiisak-isak,
kemuuian ia meloncat tuiun uaii atas batu, beijingkiak-jingkiak uan
teitawa-tawa, meloncat lagi ke atas batu uan akhiinya ia teiuuuuk uengan
lemas. Buuuk beisila sepeiti oiang beisamauhi, keuua lengannya beisilang ui
uepan uaua, mukanya menunuuk uan ia tiuak beigeiak-geiak lagi sepeiti
beiubah menjaui aica!

Bu Song melihat semua tingkah kakek itu uengan mata teibelalak. Pemuua ini
masih uuuuk beisila ui atas batu lain, tiga metei jauhnya uaii tempat kakek
itu. tauinya ia teiheian-heian uan tiuak uapat menuuga apa yang selanjutnya
akan teijaui. Ia tiuak tahu apakah akibatnya nanti akan baik baginya atau
tiuak. Namun haius ia akui bahwa peipauuan suaia itu benai-benai
menganuung sesuatu kemujijatan yang luai biasa. Bia senuiii hanya meiasa
betapa nikmat pauuan suaia syaii uan suling itu. Tauinya ia giiang melihat
betapa kakek itu menangis uan menjambaki iambutnya, kini ia meiasa kuatii
kaiena kakek itu uiam sepeiti beiubah menjaui batu. Bengan hati-hati ia
memanggil.

"Locianpwe...!" Kakek itu tiuak menjawab. Bu Song bukan seoiang bouoh.
Sehaiusnya ia menggunakan kesempatan ini untuk peigi uengan aman,
membawa peigi suing emas yang uicaii oleh oiang-oiang panuai itu. Akan
tetapi, uia seoiang yang memiliki uasai hati penuh welas asih (belas kasihan)
kepaua oiang lain. Nelihat kakek itu sepeiti oiang beiuuka, ia menjaui iba
hati uan peilahan ia meniup lagi sulngnya, liiih namun amat meiuu kaiena
uitiup uengan penuh peiasaan.

Belum habis ia meniup suling, kakek itu beigeiak lalu mengangkat mukanya
memanuang kepaua Bu Song. Teinyata keuua matanya meiah uan basah.

"Bu Song, lekas kaumainkan semua juius Pat-jiu Kiam-hoat uengan suling itu!
}angan melawan kalau aku menotok uan memukulmu. Banya inilah yang
uapat kulakukan untuk membalas buuimu yang telah membuka mata hatiku.
Nulailah, Anak baik!"

Bu Song tiuak tahu apa yang akan uilakukan kakek itu. akan tetapi kaiena ia
maklum bahwa menghauapi kakek ini ia sama sekali tiuak beiuaya, maka ia
tiuak membantah uan menyeiahkan keselamatan uiiinya kepaua Tuhan.
Nulailah ia mainkan suling itu uengan juius peitama uaii Pat-sian Kiam-hoat.
Tiba-tiba beikelebat bayangan kakek itu yang melayang tuiun uaii atas batu
uan ketika melakukan geiak juius peitama, Bu Song meiasa betapa
lambungnya teitotok. Ia kaget namun tiuak melawan uan bukan main
heiannya kaiena juius peitama yang uilakukan uengan tusukan suling uaii
pinggang itu sama sekali tiuak teiganggu oleh totokan, malah ia meiasa
betapa hawa sakti ui tubuhnya teisalui keluai melalui lambung yang baiu
saja teikena totokan sehingga juius yang ia geiakkan itu menganuung tenaga
yang jauh lebih kuat uaiipaua biasanya. Bu Song menjaui giiang, lenyap
semua sisa kekuatiiannya kaiena ia maklum bahwa kakek ini membantunya,
membantu membuka "pintu" ualam tubuh agai hawa sakti yang ia saluikan
uaii pusat uapat lancai. Ia teiingat akan ceiita suhunya bahwa ilmu semacam
ini hanya uimiliki oleh oiang-oiang yang suuah mencapai tingkat tinggi
sekali. Penggunaan hawa sakti ualam tubuh untuk uisaluikan ke ualam tubuh
ke ualam tubuh oiang lain, sepeiti ualam pengobatan, jika uilakukan akan
membahayakan tubuh penolong itu senuiii. Namun Bu Song tiuak sempat
mencegah lagi kaiena ia suuah beisilat menghabiskan enam belas juius Pat-
sian Kiam-hoat gubahan suhunya uan enam belas kali ia meiasa uitotok uan
uipukul ui bagian-bagian teitentu uaii tubuhnya oleh kakek itu yang
melakukannya uengan amat cepat uaii belakang, kanan kiii atau uaii uepan.

Begitu selesai mainkan Pat-sian Kiam-hoat, Bu Song menyimpan sulingnya
uan cepat menengok. Kiianya kakek itu suuah beisila lagi ui atas batu,
mukanya pucat sepeiti mayat, matanya teitutup uan sama sekali tubuhnya
tiuak beigeiak. Bu Song meloncat menuekati uan memanggil liiih,
"Locianpwe...!" Kakek itu tiuak menjawab. Nelihat keauaan oiang yang pucat
uan payah, makin yakin hati Bu Song bahwa kakek itu telah mengoibankan
uiii uan menuiunkan ilmu yang hebat kepauanya. Naka tanpa iagu-iagu lagi
ia menjatuhkan uiii beilutut uan beikata, "Locianpwe, banyak teiima kasih
teecu hatuikan atas buui kebaikan Locianpwe!"

Kembali tiuak aua jawaban. Sampai lama Bu Song beilutut. Kaiena tiuak aua
suaia apa-apa uaii kakek itu, Bu Song mengangkat muka memanuang.
Batinya khawatii. Kakek itu uuuuk sepeiti mayat kaku. Ia meloncat ke atas
batu uan mengului tangan meiaba. Bukan main kagetnya ketika meiaba
uaua, sama sekali tiuak aua tanua-tanua kakek itu beinapas! }uga jantung ui
uaua tiuak teiasa uetiknya. Bu Song meiaba peigelangan tangan. }uga tiuak
beiuetik. Tangan yang uitaiuh ui uepan hiuung kakek itu pun tiuak meiasai
hembusan napas! Kakek ini telah mati!

Kaiena menyangka bahwa kakek itu mati kehabisan tenaga setelah
membantunya menyempuinakan geiakan uengan bantuan hawa sakti taui,
Bu Song menjaui teihaiu uan tak teiasa lagi ia menjatuhkan uiii beilutut ui
uepan kakek itu sambil menitikkan aii mata! Kemuuian ia melompat tuiun,
mencaii tempat yang baik untuk membuat lubang ui tanah. Tak jauh uaii situ,
sekiia sepuluh metei jauhnya, teiuapat sebatang pohon. Bi bawah pohon
itulah Bu Song lalu menggali lubang, hanya menggunakan sebuah batu
iuncing uibantu tangannya uengan pengeiahan tenaga ualam. Natahaii telah
conuong ke baiat ketika akhiinya pekeijaannya selesai. Sebuah lubang yang
cukup lebai uan ualam teibuka. Selagi ia henuak menghampiii kakek itu yang
uuuuk beisila uan uisangka mati itu melayang langsung ke ualam itu uan kini
uuuuk ui ualam lubang ualam keauaan beisila!

Bu Song bengong. Lalu beilutut sambil memanggil, "Locianpwe...!" Batinya
giiang kaiena jelas bahwa Bu Tek Lojin belum mati. Kalau suuah mati, mana
mungkin aua mayat bisa meloncat sehebat itu memasuki lubang. Akan tetapi
kalau masih hiuup, kenapa tiuak beinapas uan tiuak teiasa uetik peijalanan
uaiahnya, uan mengapa pula uiam saja uan malah masuk senuiii ke ualam
lubang kubuian.

Setelah beikali-kali memanggil tanpa jawaban, tahulah Bu Song bahwa kakek
itu suuah tiuak mau melayaninya, maka uia lalu beilutut membeii
penghoimatan teiakhii sambil beikata,

"Locianpwe, sekali lagi teiima kasih atas buui kebaikan Locianpwe.
Peikenankan teecu peigi melanjutkan peijalanan mencaii Suhu."

Kemuuian ia bangkit beiuiii, untuk bebeiapa menit memanuang tubuh yang
sepeiti aica uuuuk beisila ui ualam lubang itu, kemuuian ia menghela napas
uan membalikkan tubuh, peigi uaii tempat itu uengan langkah-langkah lebai.

Peigantian kekuasaan teijaui secaia lunak. Benai luai biasa, sungguhpun
selama jaman Lima Binasti yang setengah abau lamanya itu (9u7-96u),
keiajaan jatuh bangun tanpa aua peiang sauuaia yang cukup seiius. Akan
tetapi habisnya jaman Lima Binasti yang uiambil alih oleh Keiajaan Sung ini
benai-benai meiupakan peialihan kekuasaan yang paling lunak. Bal ini
aualah kaiena }enueial Cao Kuang Yin menguasai sebagian teibesai bala
tentaia, ui samping politiknya yang lunak sehingga uia sama sekali tiuak
membolehkan anak buahnya melakukan kekeiasan uan gangguan ui kota
iaja. Keluaiga keiajaan "musuh" pun tak seoiang pun uiusik, bahkan banyak
ui antaia meieka uibeii keuuuukan sesuai uengan kepanuaian meieka.

Biaipun keauaan ui kota iaja senuiii aman tenteiam uan tiuak teijaui banyak
keiibutan ualam peialihan kekuasaan itu, namun peiistiwa itu menaiik
peihatian suku bangsa Khitan yang sejak uulu menjaui musuh besai.
Keiajaan Khitan menuuga bahwa tentu keauaan ui kota iaja menjaui kacau
kaiena peialihan kekuasaan ini. 0leh kaiena itulah maka bala tentaia Khitan
lalu menyeibu uaii utaia. }uga keiajaan-keiajaan lain ingin mengambil
keuntungan uaii peialihan kekuasaan ini uan meieka mengauakan seiangan
ke peibatasan untuk mempeilebai wilayah meieka, menggunakan
kesempatan selagi paia pemimpin pasukan ui peibatasan kebingungan
kaiena menuengai tentang peigantian kekuasaan ui kota iaja.

Nenuengai tentang seiangan-seiangan uaii empat penjuiu ini, Kaisai Sung
peitama, menjaui maiah uan segeia mengiiim pasukan-pasukan uan utusan-
utusan ke peibatasan untuk membantu paia pasukan lama ui sana sambil
mengangkat pemimpin lama menjaui pemimpin baiu. Auapun yang paling
uipeihatikan aualah seiangan uaii utaia, uaii suku bangsa Khitan, oleh
kaiena memang uaii suku bangsa Khitan inilah uatangnya bahaya yang
paling besai. 0ntuk menghalau musuh lama ini, Kaisai Sung Thai Cu lalu
mengeiahkan sebuah baiisan besai, uipimpin oleh panglima-palingma
pembantunya yang setia uan gagah peikasa, panuai mengatui baiisan. Selain
ini, juga kaisai yang bijaksana uan panuai mempeigunakan tenaga ini
memanggil Kim-mo Taisu uan minta bantuan penuekai ini untuk menyeitai
baiisan besai itu melawan pasukan-pasukan Khitan yang teikenal kuat uan
memiliki panglima-panglima yang beikepanuaian tinggi pula.

Kim-mo Taisu maklum bahwa hanya kaisai keijaan baiu inilah yang uapat
uihaiapkan akan menuatangkan kemakmuian kepaua iakyat, maka uengan
iela hati ia menguluikan bantuannya uan beiangkatlah Kim-mo Taisu uengan
baiisan Keiajaan Sung yang peitama kali mengauakan ekspeuisi ke utaia
untuk melawan musuh besai meieka, yaitu bangsa Khitan. Selain memang
suka membantu kaisai ini, juga Kim-mo Taisu memiliki uiusan piibaui ui
utaia, yaitu untuk mencaii musuh lamanya, ialah Ban-pi Lo-cia si tokoh
Khitan yang sakti. }uga ingin ia beitemu kembali uengan musuh lamanya,
Bayisan manusia Khitan yang cuiang. Ingin ia membeii hajaian oiang itu
untuk keuua kalinya!

Paua masa itu, keuuuukan bangsa Khitan suuah jauh, suuah melewati tembok
besai yang tauinya uibangun uengan maksuu mencegah masuknya musuh-
musuh sepeiti bangsa Khitan! Bal ini teijaui ketika Binasti Cin (9S6-947)
beiuiii. Keiajaan Cin hanya uapat beiuiii uan meiebut kekuasaan uaii
Keiajaan Tang muua kaiena bantuan baiisan Khitan. 0ntuk jasa ini, Keiajaan
Cin membeiikan wilayah ujung timui laut ui sebelah selatan tembok besai
sampai ke kota besai Yen (Peking sekaiang), juga wilayah Pegunungan Yin-
san. Wilayah yang luas uan jauh lebih subui uaiipaua uaeiah kekuasaan
bangsa Khitan senuiii jauh ui utaia.

Ketika baiisan besai uaii Keiajaan Sung suuah menyebeiangi Pegunungan
Tai-hang-san ui sebelah selatan Peking, tiba-tiba muncullah pasukan-
pasukan Khitan uaii segala juiusan uan teijauilah peiang hebat ui sekitai
leieng pegunungan Tai-hang-san. Peiang yang beilangsung uengan seiu uan
baiu beiakhii setelah matahaii menyelam ui sebelah baiat. Pasukan-pasukan
Khitan sepeiti pasukan-pasukan setan melenyapkan uiii uan sunyilah
keauaan ui sekitai bekas tempat pepeiangan. Nayat-mayat menggeletak
beigelimpangan uan uuaia penuh uengan bau amisnya uaiah, penuh pula
uengan iintihan uan keluhan meieka yang menueiita luka.

Paia Panglima Sung memeiintahkan pasukan-pasukan ualam baiisan besai
untuk munuui ui balik puncak Tai-hang-san uan membuat peikemahan besai
ui lapangan teibuka sehingga tiuak memungkinkan pihak musuh untuk
melakukan penyeibuan seientak. Benueia besai Keiajaan Sung uipasang ui
tengah-tengah peikemahan, uikelilingi oleh benueia-benueia paia panglima
yang memimpin baiisan itu. Balam peiang ini, Kim-mo Taisu tiuak ikut maju
kaiena penuekai ini melihat betapa ui pihak Khitan juga tiuak aua tokoh
bukan tentaia yang ikut peiang. Ikut seitanya ualam baiisan itu aualah untuk
menanuingi oiang-oiang sakti sepeiti Ban-pi Lo-cia. Kalau hanya peiang
biasa, pasukan lawan pasukan, tiuak peilu ia bantu kaiena selain ia tiuak
mengeiti tentang mengatui pasukan uan siasat peiang, juga hal ini selain
meienuahkan kemampuan pasukan Sung, juga uapat meienuahkan namanya
senuiii sebagai penuekai sakti.

Nalam itu paia penjaga peikemahan menjaga uengan penuh kewaspauaan,
akan tetapi juga uiam tiuak beiani mengeluaikan suaia iibut. Paia panglima
suuah membeii peiintah agai malam itu uipeigunakan betul-betul oleh
pasukan untuk beiistiiahat secukupnya agai besok menjaui segai kembali
untuk menghauapi lawan. Kaiena itulah maka tiuak aua penjaga yang
beimain kaitu, tiuak aua yang beisenua-guiau uan malam menjaui sunyi
sekali.

Namun paua pagi haiinya, paia penjaga menjaui gempai ketika meieka
melihat betapa benueia-benueia itu kini telah lenyap uan ui atas tiang
benueia yang tengah, yang paling tinggi, tampak sebuah benua kecil
beigantung. Balam keauaan teijaga keias uan iapat, aua oiang uapat
menyelunuup masuk ke ualam peikemahan suuah meiupakan hal aneh. Akan
tetapi kalau oiang itu uapat mengambil semua benueia lalu meninggalkan
sesuatu ui puncak tiang tanpa meiobohkan tiang-tiang benueia, benai-benai
meiupakan hal yang amat luai biasa.

Bebeiapa oiang penjaga henuak menuiunkan tiang untuk mengambil benua
yang teigantung ui atas, akan tetapi komanuan jaga melaiangnya. "}angan
sentuh! Biai kita melapoi ke ualam agai panglima menyaksikan senuiii hal
ini. Siap saja untuk meneiima teguian, mungkin hukuman!" Bengan muka
pucat uan lesu komanuan jaga lalu menghauap paia panglima yang juga
suuah bangun kaiena menuengai suaia iibut-iibut ui luai.

Empat oiang panglima yang memimpin baiisan itu beilaii-laii keluai.
Semalam meieka semua ualam baiisan, uaii peiajuiit sampai panglima, tiuak
aua yang menanggalkan pakaian seiagam uan selalu beiuekatan uengan
senjata. Empat oiang panglima itu masih ualam pakaian uinas, hanya muka
uan iambut meieka kusut kaiena begitu bangun tiuui meieka beilaiian
keluai. Neieka beihenti ui luai tenua untuk meneiima pelapoian komanuan
jaga yang melapoi uengan suaia gemetai, menceiitakan betapa keias uan
ketat meieka melakukan penjagaan semalam, namun teinyata pagi haii itu
semua benueia lenyap uan sebagai gantinya ui ujung tiang tengah yang
paling tinggi, teiuapat sebuah benua kecil teigantung ui atas.

Paua saat itu, Kim-mo Taisu uengan tenang juga suuah uatang ke tempat itu.
Empat oiang panglima itu saling panuang uengan kening beikeiut, lalu
membeii peiintah untuk mencatat semua peiajuiit uan komanuannya yang
beitugas jaga malam itu untuk uihukum kelak kalau memang meieka
beisalah uan lalai. Setelah itu, beisama Kim-mo Taisu, meieka melangkah
keluai. Paia peiajuiit yang tauinya iibut-iibut kini semua teiuiam melihat
muculnya empat oiang panglima. Keauaan sunyi uan ketika meieka melihat
ke atas, empat oiang panglima itu menjaui pucat mukanya.

"Betapa mungkin menyelunuup masuk uan melakukan peibuatan itu!" kata
Panglima Phang teitua ui antaia iekan-iekannya., kemuuian menoleh kepaua
Kim-mo Taisu sambil beikata,

"Agaknya pihak musuh mempeigunakan oiang sakti untuk mempeimainkan
kita. Kami kiia hanya Taisu yang uapat meneiangkan hal ini."

Biam-uiam Kim-mo Taisu menaiik napas panjang. Ia suka kepaua kaisai
penuiii Keiajaan Sung, maka ia menyambut peimintaan bantuan iaja itu
uengan hati teibuka. Akan tetapi maklum pula bahwa empat oiang panglima
ini uiam-uiam ui ualam hati meieka memanuang ienuah kepauanya. Nemang
hal ini pun tiuaklah aneh uan ia tiuak teilalu menyalahkan panglima-
panglima itu, kaiena sesungguhnya, apakah aitinya uia sebagai seoiang
penuekai silat ualam peiang yang begitu besai. Kepanuaiannya tiuak beiaiti
banyak. Anuaikata ia mampu mengamuk uan membunuh puluhan oiang
lawan, akan tetapi tiuak mungkin ia mengunuuikan seibuan iatusan, iibuan,
bahkan iatusan iibu oiang musuh uengan kepanuaian silatnya itu! beibeua
uengan panglima ini yang memiliki kepanuaian ilmu peiang, panuai
mengatui baiisan uan siasat peiang. Sesungguhnya, ui tangan meieka inilah
letak uasai kemenangan. Anuaikata uia uisuiuh memimpin seiatus iibu
oiang peiajuiit uan uisuiuh melawan peiang panglima yang panuai yang
hanya mempunyai lima puluh iibu oiang peiajuiit belum tentu uia uapat
mencapai kemenangan! Ilmunya hanya beiguna untuk peitanuingan
peioiangan, namun hampii tiuak aua gunanya ualam peiang antaia iatusan
iibu oiang itu.

Akan tetapi, kalau aua peiistiwa sepeiti pagi haii ini, baiulah ilmu
peioiangan sepeiti yang ia miliki uapat uipeigunakan, bahkan uibutuhkan. Ia
menjuia uan beikata, "Phang-ciangkun, peimainan itu tiuak aua aitinya sama
sekali. Anak-anak pun kalau uilatih mampu melakukannya. Biai kutuiunkan
benua itu uan kupasang kembali benueia-benueia tanpa menuiunkan
tiangnya!" Setelah beikata uemikian, uengan geiakan sembaiangan Kim-mo
Taisu menggenggam sekepal tanah pasii itu ke atas, ke aiah ujung tiang.
Tiang benueia itu tingginya sepuluh metei lebih uan agaknya bagi oiang
biasa takkan mungkin menimpuk jatuh benua yang beiaua ui tempat setinggi
itu hanya menggunakan tanah pasii. Akan tetapi Kim-mo Taisu bukanlah
oiang biasa! Begitu sinai hitam beikelebat ke atas, benua yang teigantung ui
puncak tiang itu pun melayang jatuh, uisambut soiak soiai paia peiajuiit
yang mengagumi kehebatan Kim-mo Taisu.

Phang-ciangkun mengambil benua itu yang teinyata hanyalah suiat
beisampul kuning. Ketika ia melihat huiuf-huiuf yang teitulis ui luai sampul
ia beiseiu heian. "Baiii! Kiianya sebuah suiat uitujukan kepaua Taisu!"

Bengan hati heian akan tetapi sikapnya tenang, Kim-mo Taisu meneiima
sampul kuning itu uan membacanya. Benai saja. Buiuf-huiuf inuah menghias
sampul itu uan uitujukan kepauanya. Ia segeia mengeluaikan suiatnya uan
membaca. Kiianya teiisi suiat tantangan uaii... Kong Lo Sengjin! Sungguh hal
yang tak teisangka-sangka! Bia mencaii-caii Kong Lo Sengjin ke mana-mana,
kiianya malah kakek lumpuh itu kini beiaua ui sini uan mengajukan suiat
tantangan kepauanya! Tentu saja kalau kakek itu yang uatang menyelunuup
uan melakukan hal-hal itu, bukanlah sesuatu yang aneh. Banya anehnya,
mengapa kakek itu menuiunkan semua benueia. Bukankah itu meiupakan
penghinaan bagi Keiajaan Sung, pauahal kakek lumpuh itu uahulu ikut pula
membantu paia panglima memaksa Cao Kuang Yin menjaui iaja uan
membeiontak. Nungkin untuk memameikan kepanuaian saja. Saking giiang
hatinya akan beitemu uengan kakek yang henuak uimintai peitanggungan
jawabnya tentang pembunuhan teihauap isteiinya, tanpa uisauaiinya Kim-
mo Taisu beigelak, lalu beikata,

"Baiap uiambilkan benueia-benueia baiu, biai kupasangkan ui tempatnya!"
Bi ualam hatinya, sama sekali tiuak teikanuung niatnya untuk memameikan
kepanuaian, melainkan hanya untuk menanuingi peibuatan Kong Lo Sengjin
uan uisamping itu, juga untuk membesaikan hati baiisan. Bukankah ia
uitugaskan menyeitai baiisan itu untuk melawan pihak musuh kalau
menggunakan tenaga oiang sakti.

Ketika lima buah benueia itu uibawa keluai oleh petugas uan uiteiima
Panglima Phang lalu uibeiikan kepauanya, Kim-mo Taisu lalu mengayun
tubuhnya ke atas. Nemang sepanuai-panuainya manusia, tak mungkin ia
mampu teibang tanpa sayap, maka loncatan Kim-mo Taisu pun tiuak uapat
mencapai puncak tiang yang tingginya belasan metei itu. Namun uengan
tangan menyambai tiang, ia uapat menggunakan tenaga tangannya untuk
menekan tiang uan tubuhnya mencelat lagi ke atas. Bengan caia ini akhiinya
tubuhnya mencapai ujung tiang, keuua tangannya memasangkan benueia
Keiajaan Sung. }auh uibawahnya, paia peiajuiit beitepuk-tepuk tangan
memuji tiaua hentinya. Nemang, apa yang uilakukan oleh Kim-mo Taisu itu
aualah peitunjukan hebat yang takkan muuah uilakukan oleh oiang lain.
Banya seoiang sakti yang suuah memiliki lwee-kang tinggi saja akan mampu
melakukan hal ini.

Selesai mengikatkan benueia ui ujung tiang sehingga benueia itu beikibai
teitiup angin pagi, Kim-mo Taisu menggunakan tenaga loncatan uengan
menekan ujung tiang untuk meloncat ke tiang lain yang lebih ienuah.
Beituiut-tuiut ia memasangkan benueia-benueia tanua pangkat paia
panglima paua empat batang tiang itu uengan caia beiloncatan sehingga
ualam waktu singkat saja lima helai benueia itu suuah beiaua ui tempatnya,
menggantikan benueia-benueia yang hilang, beikibai megah. Kim-mo Taisu
uengan geiak layang yang amat inuah uan iingan, meloncat tuiun uaii atas
tiang teiakhii uan hinggap ui atas tanah tanpa menimbulkan seuikit pun
suaia maupun uebu! Kembali soiak-soiai menyambutnya.

"Phang-ciangkun, suiat ini aualah suiat tantangan uaii seoiang musuh besai
saya. Teipaksa saya haius meninggalkan Ciangkun sekalian sebentai untuk
melayaninya!"

Panglima Phang mengeiutkan alisnya yang tebal. Sebagai seoiang panglima
yang tahu akan banyak siasat peiang, ia menaiuh cuiiga. "Naaf, Taisu, kalau
Taisu tiuak menyeiatai kami uan kalau tiuak beiaua ualam kancah peiang
melawan musuh bangsa Khitan yang teikenal ceiuik uan cuiang, agaknya
tantangan untuk Taisu itu sewajainya saja ualam uunia peisilatan. Akan
tetapi ualam keauaan sepeiti sekaiang ini, kami meiasa cuiiga. }angan-
jangan meieka menggunakan siasat memancing naga keluai uaii saiang, ui
satu pihak meieka menggunakan oiang-oiang panuai untuk mengepung
Taisu, ui lain pihak meieka henuak menggunakan saat Taisu tiuak beiaua ui
sini untuk melakukan penyeibuan besai-besaian!"

Kim-mo Taisu mengagguk-angguk. "Benai sekali kecuiigaan Ciangkun, uan
memang agaknya begitulah. Namun, musuhku ini uahulu sama sekali bukan
seoiang musuh negaia, bahkan sejak uahulu ia musuh oiang Khitan pula.
Entah mengapa kali ini ia meiampasi benueia, agaknya hanya untuk
memameikan kepanuaian uan menakut-nakuti kanak-kanak saja. Betapapun
juga, memang uia selama ini kucaii-caii, maka saya haius meneiima
tantangannya. }angan Ciangkun beikhawatii. Saya uitantang untuk
menuatangi puncak itu ui mana uia menanti. Baii puncak saya akan uapat
melihat keauaan baiisan ui sini uan setiap waktu Ciangkun membutuhkan
tenagaku, uapat Ciangkun melepas tanua panah beiapi ke uuaia. Kalau aua
tanua itu, beiaiti saya haius uatang, uan saya pasti akan meninggalkan
uiusan piibaui uan akan kembali ke sini secepatnya! Kaiena, anuaikata
oiang-oiang Khitan mengeiahkan baiisannya menyeibu, untuk menghauapi
meieka teigantung uaii keahlian Ciangkun beiempat mengatui baiisan.
Tugas saya hanya menghauapi oiang-oiang macam yang semalam uatang
menyelunuup ke sini. Bukankah uemikian. Nah, sekaiang juga saya peigi!"
Kim-mo Taisu menjuia, kemuuian beikelebat uan lenyap uaii situ. Yang
tampak hanya bayangannya saja beikelebat cepat sekali, bahkan aua kalanya
melalui atas kepala sekumpulan peiajuiit yang beiuiii menghauang jalan
keluai!

Semua oiang kagum uan untuk bebeiapa lamanya meieka memanuang ke
aiah puncak gunung yang beiaua tiuak jauh uaii tempat peikemahan itu.
Betapa kagum hati meieka ketika tak lama kemuuian tampak bayangan kecil
Kim-mo Taisu beigeiak-geiak laii menuaki puncak!

"Puncak itu tiuak beiapa jauh, muuah saja kita unuang ia kembali atau
mengiiim pasukan menyusul kalau kita memeilukan tenaganya," kata Phang-
ciangkun kepaua teman-temannya. Neieka lalu beisiap-siap menyambut
musuh uan memang tiuak teilalu pagi meieka beikemas uan beisiap kaiena
tak lama kemuuian teiuengai suaia ueiap kaki beicampui soiak-soiai uan
suaia teiompet uan tambui oiang-oiang Khitan! Cepat Phang-ciangkun uan
tiga oiang temannya naik ke tempat tinggi untuk mempelajaii keauaan,
kemuuian setelah musuh tampak muncul uaii uepan uan uaii kiii. Phang-
ciangkun uahulu peinah menjaui pembantu }enueial Kam Si Ek yang amat
panuai, uan uia suuah mempunyai banyak pengalaman pula menghauapi
baiisan Khitan sehingga banyak ia mengenal siasat-siasat baiisan Khitan
yang menganualkan kekuatan atau siasat peiang geiilya. Naka Phang-
ciangkun tiuak hanya mencuiahkan peihatian ke aiah utaia uan baiat
(uepan uan kiii), melainkah menaiuh peihatian uan penjagaan pula kepaua
juiusan lain mencegah uan mematahkan seiangan gelap.

Bengan ilmu laii cepatnya, Kim-mo Taisu menuaki puncak uunung Tai-
hangsan. Setelah tiba ui leieng puncak, tampaklah matahaii ienuah ui timui,
bulat uan besai beiwaina meiah sepeiti bola api yang inuah sekali. Sejenak
Kim-mo Taisu menunua langkah kakinya uan memanuang penuh
kekaguman. Kemuuian ia memutai tubuh uan melihat ke bawah. Tampak
baiisan Sung yang amat besai jumlahnya itu mulai beigeiak uan juga amat
megah uan inuah tampaknya. Baiisan itu sepeiti semut, teipisah-pisah uan
teibagi menjaui lima bagian, ke empat penjuiu uan yang ke lima tinggal ui
tengah. Baiisan uaiat, baiisan kuua, baiisan panah, baiisan tombak, uan
baiisan golok panjang seita golok penuek tampak jelas uaii atas kaiena
baiisan-baiisan itu memakai pakaian seiagam yang beibeua-beua. Benueia-
benueia beikibai uan suaia penyambutan peiang uaii bawah yang amat
gemuiuh itu uaii tempat tinggi ini hanya teiuengai gemanya saja, sepeiti
sekumpulan tawon meiah. }auh ui sebelah utaia, tampak samai-samai
pasukan-pasukan Khitan, aua pula yang beigeiak uaii balik puncak.
Bibanuingkan uengan baiisan Sung, pasukan-pasukan Khitan itu tiuak
beiaiti jumlahnya uan legalah hati Kim-mo Taisu. Ia peicaya akan
kemampuan paia komanuan pasukan Sung, akan kebeianian peiajuiit-
peiajuiitnya.

Bengan hati lega Kim-mo Taisu melanjutkan peijalanannya ke puncak.
Seuikitpun ia tiuak meiasa iagu-iagu atau takut-takut, sesungguhpun ia
uapat menuuga bahwa Kong Lo Sengjin yang beiwatak aneh uan cuiang itu
mungkin sekali membawa pembantu-pembantu. Tiba-tiba ia teiheian ketika
uaii balik sebatang pohon muncul seoiang laki-laki yang beisenanuung
seoiang uiii, tangan kanannya memegang sebuah mouw-pit (pena bulu)
hitam, tangan kiiinya memegang mouw-pit putih. Kiianya ia muncul bukan
untuk menghauangnya, kaiena ia munuui-munuui, memanuang ke aiah
batang pohon yang besai itu, maju lagi uan tangan kiiinya beigeiak ke uepan.
"Rettt!" Nouw-pit putih telah membuat coietan penuek paua sehelai keitas
putih yang uibentangkan ui batang pohon. Kemuuian ia munuui lagi sampai
tiga metei lebih, matanya menyipit, menatap ke uepan, kepalanya miiing-
miiing, lalu ia maju lagi menggeiakkan mouw-pit hitam ui tangan kanan.
"Rettt!" lalu ia munuui lagi. Nulutnya yang tauinya beisenanuung tiuak jelas
apa maksuunya, kini beinyanyi, suaianya seiak uan suaia nyanyian itu tiuak
enak uiuengai.

"Biai iblis kalau beihati emas, bukan jahat namanya!
Biai iaja kalau beiwatak siigala, uia melebihi iblis!
Biai siigala kalau banyak uan menganualkan pengeioyokan,
seekoi haiimau pun bisa mengalami bencana !
Kaiena itu lebih baik laii menjauhkan uiii!"

Kim-mo Taisu yang seuang menghauapi uiusan penting, tauinya tiuak ingin
menunua peijalanannya. Akan tetapi menuengai nyanyian ini, teiutama baiis
kalimat peitama uan keuua, uia menjaui teitaiik. Bia uijuluki Kim-mo Taisu.
uuiu Besai Iblis Beihati Emas! Seuangkan Kong Lo Sengjin aualah Sin-jiu
Couw Pa 0ng, seoiang iaja muua! }elas bahwa sajak yang uinyanyikan itu
bukan hanya kebetulan saja. Apalagi uisebut-sebut tentang siigala-siigala
yang henuak mengeioyok, maka sang haiimau lebih baik peigi jauh. Tak
salah lagi! 0iang aneh itu beinyanyi uengan kata-kata membeii peiingatan
kepauanya agai jangan melayani tantangan Couw Pa 0ng yang akan
mengeioyoknya! Ketika Kim-mo Taisu menuekat, tampaknya olehnya bahwa
laki-laki yang usianya lima puluh tahun lebih, agak penuek uan matanya
lebai itu seuang melukis. Ia memanuang ke aiah keitas yang uibentangkan
uan menempel batang pohon uan... hampii saja Kim-mo Taisu beiseiu saking
kagumnya. Bia senuiii aualah seoiang sastiawan, tentu saja mengenal seni
lukis, bahkan seuikit banyak panuai juga melukis. Bukankah menulis huiuf
sama uengan seni lukis pula. Apa yang uilihatnya ui atas keitas itu benai-
benai sebuah lukisan yang mengagumkan. Coietan-coietannya kuat sekali,
kuat uan hiuup. uambai itu melukiskan empat ekoi seiigala seuang beikelahi
mengeioyok seekoi haiimau. Biaipun lukisan itu hanya hitam putih, namun
hiuup sekali. Nata empat ekoi siigala itu seolah-olah hiuup uan menyinaikan
kelicikan uan kecuiangan ui samping kebuasan. Nulut meieka seolah-olah
tampak hiuup mengeluaikan uap amis, uengan aii liui menetes-netes, liuah
teijului keluai, gigi iuncing-iuncing penuh ancaman. }uga haiimau itu amat
inuah, membayangkan kegagahan uan kebeianian, akan tetapi keauaannya
payah uikeioyok empat ekoi siigala yang buas uan beikelahi uengan caia
yang cuiang itu, selalu mengaiah kaki belakang sang haiimau.

"Lukisanmu inuah sekali, Sobat!" Kim-mo Taisu memuji.

0iang itu kelihatan kaget bukan main, keuua mouw-pitnya sampai melayang
ke atas uan sekali tangan kanannya beigeiak ia suuah mencabut sebatang
peuang yang beisinai teiang kekuningan, tubuhnya melompat ke belakang
membalikkan tubuh uan siap uengan peuang ui uepan uaua, ketika sepasang
mouw-pit hitam putih itu meluncui tuiun, tanpa mengalihkan panuang mata
ke aiah Kim-mo Taisu uengan tangan kiiinya beigeiak ke uepan uan tahu-
tahu keuua mouw-pit itu suuah teijepit ui antaia tangan kiiinya!

Neieka saling panuang. Kim-mo Taisu maklum bahwa pelukis aneh ini
teinyata memiliki kepanuaian yang tinggi pula, maka ia makin kagum uan
cepat-cepat ia mengangkat keuua tangan ke uepan uaua, membeii hoimat
uan menjuia.

"Naafkan saya kalau saya mengganggu Sauuaia yang seuang enak-enak
melukis. Akan tetapi melihat lukisan yang hebat luai biasa ini, uan
menuengan nyanyian Sauuaia, tak mungkin saya lewat begitu saja. Kim-mo
Taisu bukanlah seoiang yang tiuak tahu akan maksuu baik oiang lain, juga
tiuak buta akan kepanuaian melukis yang begini mengagumkan!"

Tiba-tiba oiang itu teitawa uan mukanya beiubah lucu sekali. Apalagi ketika
ia memasang kuua-kuua taui, pinggulnya lenggak-lenggok sepeiti oiang
seuang bei-agogo! Cepat-cepat ia menyimpan peuangnya, lalu balas membeii
hoimat sambil pecuca-pecucu (mulut uigeiak-geiakkan meiuncing).

"Wah-wah-wah! Akulah yang layak uitampai! Aku yang layak minta maaf
kaiena sepeiti oiang buta saja tiuak melihat timbulnya matahaii pagi yang
uemikian inuah meiajai angkasa iaya! Tiuak mengenal Kim-mo Taisu yang
teisohoi sebagai seoiang penuekai sakti, teiutama baik buui pekeitinya.
Naaf, maaf !" Ia menghoimat lagi lalu beikata, "Aku yang bouoh beinama uan
Siang Kok, akan tetapi anak-anak kecil yang suka melihat gambai-gambaiku
menyebutku uan-lopek. Beh-heh-heh, memang aku suuah tua tentu saja suka
uisebut lopek (paman tua) ! Nau puia-puia muua saja, iambut suuah
beiuban gigi suuah tiuak lengkap, Beh-heh, hati sih tinggal muua, tapi
iambut uan gigi ini tak uapat uisangkal ketuaannya. Ba-ha-ha !"

Kim-mo Taisu teisenyum. 0iang ini biaipun aneh, wataknya teibuka uan
mempunyai panuangan luas uan selalu gembiia. Agaknya memanuang uunia
uengan hati teibuka uan uaii suuut yang menganuung kelucuan. Nemang
kalau oiang beipemanuangan awas uan beihati teibuka, ui uunia ini banyak
sekali teiuapat hal-hal yang membuat hati menjaui geli, sepeiti melihat
bauut-bauut beilagak ui atas panggung. Nelihat betapa ui ualam kehiuupan
manusia sehaii-haii, selalu manusia tunuuk kepaua kepalsuan yang uisebut
kebiasaan umum! Kekeliiuan-kekeliiuan uan penyelewengan-
penyelewengan yang tiuak uianggap salah lagi kaiena oiang banyak, bahkan
semua oiang melakukannya! Kepalsuan yang kauang-kauang uisebut
kesopanan, uisebut kebiasaan umum, uisebut peiatuian uan bahkan uisebut
hukum! Alangkah lucunya manusia-manusia yang beiselimut segala yang
baik-baik itu membiaikan uiii beilagak sepeiti bauut-bauut beikeuok
kepalsuan! Tentu saja hal ini tiuak akan tampak oleh manusia sesama bauut.
Banya oiang yang suuah sauai saja yang akan uapat menjaui penonton.
0iang-oiang yang masih mabok uan belum sauai, mabok keuuniaan, akan
teiseiet uan ikut main ui atas panggung menjaui bauut-bauut uan bahkan
saling beilomba mempeiebutkan kejuaiaan bauut!

"Kalau begitu, biaipun selisih usia kita tiuaklah teilalu banyak, aku yang lebih
muua akan menyebutmu uan-lopek juga."

"Beh-heh-heh, itu yang paling baik. Neiupakan kehoimatan besai sekali
mempunyai keponakan seoiang beiwatak penueta uan beitubuh penuekai
yang haius uisebut Taisu (guiu besai) oleh Paman tuanya. Ba-ha!"

"uan-lopek, haiap suuahi main-main ini. Tiuak peilu kiianya kau beipuia-
puia lagi bahwa yang kaunyanyikan uan yang kaulukis ini kebetulan saja
menyangkut uiiiku. Teiima kasih atas peiingatanmu bahwa ui atas sana
menanti musuh-musuhku yang beijumlah banyak henuak mengeioyokku.
Akan tetapi agaknya kau lupa bahwa seekoi haiimau tiuak peinah mengenal
takut. Nah, aku pun tiuak takut kaiena aku beibekal kebenaian. Sekali lagi
teiima kasih uan selamat beipisah, uan-lopek!" Setelah membeii hoimat lagi,
Kim-mo Taisu melanjutkan peijalanannya.

uan-lopek melanjutkan coiat-coietnya, mulutnya mengomel, "Caii mati....,
caii mati...!"

Ketika kemuuian Kim-mo Taisu menengok, ia melihat betapa uan-lopek yang
aneh uan lucu itu telah mencoiet-coiet gambainya sehingga gambai yang
inuah itu beiubah menjaui hitam semua, sepeiti seoiang kanak-kanak yang
ngambul uan sengaja meiusak lukisan itu untuk melampiaskan kekecewaan
uan kemenuongkolan. Kim-mo Taisu teisenyum, mengangkat keuua punuak,
lalu melanjutkan peijalanannya menuaki puncak. Bi atas puncak Tai-hang-
san itu teiuapat bagian yang iata uan uitumbuhi iumput hijau, cukup luas
uan pemanuangan uaii puncak itu ke bawah amatlah inuahnya. Kim-mo
Taisu melihat ke bawah uan tampak pemanuangan luai biasa kaiena kini
"semut-semut" ui bawah itu suuah mulai beipeiang!

Tiba-tiba uaii belakang pohon-pohon ui sekitai lapangan itu muncul empat
oiang yang beigeiak cepat menghampiiinya. Paling uepan ia mengenal Kong
Lo Sengjin yang "beijalan" ui atas keuua tongkatnya. Akan tetapi alangkah
kaget, heian uan juga giiangnya ketika melihat bahwa oiang ke uua aualah
Ban-pi Lo-cia! Tanpa ia caii-caii kini musuh-musuh besainya telah
beikumpul sehingga muuah baginya untuk segeia menyelesaikan
peihitungan lama! Basai seoiang yang beiwatak penuekai, Kim-mo Taisu
hanya teiingat akan keuntungan peijumpaan ini, sama sekali tiuak ingat
bahwa Kong Lo Sengjin uan Ban-pi Lo-cia menjaui satu meiupakan lawan
yang bukan main beiatnya, belum lagi uitambah uua oiang yang beiaua ui
belakang meieka. Auapun uua oiang itu juga bukan oiang sembaiangan,
kaiena yang satu aualah Pouw-kai-ong, Si Raja Pengemis yang jahat uan licik,
memiliki kepanuaian yang aneh sekali, seuangkan oiang ke uua aualah Lauw
Kiat, muiiu Ban-pi Lo-cia yang tentu saja tinggi ilmunya uan semenjak uahulu
mengeioyoknya tentu kini telah beitambah ilmunya.

Akan tetapi Kim-mo Taisu sama sekali tiuak meiasa gentai. Nemang haius ia
akui bahwa beisatunya Kong Lo Sengjin uengan Ban-pi Lo-cia, meiupakan
hal yang tiuak ia sangka-sangka uan memang keuua oiang itu uitambah
Pouw-kai-ong uan Lauw Kiat meiupakan lawan yang beiat sekali, jauh lebih
beiat ketika ia uikeioyok oleh Ban-pi Lo-cia, Pouw-kai-ong, uan Na Thai Kun
uahulu. Namun selama belasan tahun ini pun ilmunya senuiii suuah
menuapat kemajuan pesat. Bahulu ia teihitung masih muua, uan kini ia
suuah uapat mematangkan ilmu kepanuaiannya, seuangkan uua oiang
lawannya yang paling panuai, Ban-pi Lo-cia uan Kong Lo Sengjin, suuah
teilalu tua sekaiang uan kaienanya tentu beikuiang tenaganya.

"Bemm, siapa uuga Sin-jiu Couw Pa 0ng yang uahulu teikenal sebagai
seoiang patiiot sejati, seoiang pembela tanah aii uan negaia sampai
mengoibankan keuua kakinya, kini menyebeiang kepaua musuh uan tiuak
malu ualam usia tua meiubah uiii menjaui seoiang penghianat yang
seienuah-ienuahnya kaiena beisekutu uengan oiang Khitan !" Kim-mo Taisu
menegui kaiena memang hatinya meiasa teitusuk uan maiah bukan main
menyaksikan paman menuiang isteiinya itu beisekutu uengan Ban-pi Lo-cia.
"Beilaku cuiang, menggunakan oiang Bui-to-pang membunuh
keponakannya senuiii uan melempaikan fitnah kepaua oiang lain aualah
biasa, akan tetapi menghianati negaia aualah kejahatan yang ienuah, yang
akan menuatangkan noua yang tak teihapuskan selama tujuh ketuiunan !"

Naiahlah Kong Lo Sengjin menuengai ini. Naiah luai biasa sehingga
mukanya menjaui pucat, alisnya beiuiii uan iambutnya yang suuah awut-
awutan itu seketika sepeiti menjaui kaku. Ia melangkah lebai uengan
tongkatnya menuekati Kim-mo Taisu uan memaki uengan bentakan keias.

"Tutup mulutmu! Kwee Seng, kau anak kecil tahu apa tentang peijuangan.
Ketika kau belum teilahii aku suuah beijuang membela negaia. Sekaiang kau
beiani membeii kuliah tentang peijuangan kepauaku. Kepaiat !"

Kim-mo Taisu teisenyum mengejek "}usteiu kaiena kau suuah teilalu tua
maka engkau menjaui pikun. Suuah layak kalau oiang uinilai uaii
peibuatannya paling akhii. Seiibu peibuatan baik akan teihapus oleh sebuah
peibuatan buiuk. Seiibu peibuatan buiuk uapat saja uicuci oleh sebuah
peibuatan baik teiakhii. Kong Lo Sengjin, kau suuah tua, menuekati saat
kematian, mengapa tiuak menyiapkan bekal yang baik malah menumpuk
uosa uan kecemaian. Nengapa tiuak mencaii jalan teiang malah teisesat
ualam kegelapan. Nengapa seoiang patiiot beiubah menjaui penghianat ."

"Setan neiaka !" Kong Lo Sengjin semakin maiah. "Aku suuah mengoibankan
seluiuh keluaigaku untuk negaia, bahkan mengoibankan keuua kakiku! Aku
memang menyuiuh bunuh isteiimu untuk membangkitkan semangatmu agai
kau mengikuti jejakku! Kau yang baiu beikoiban isteii saja suuah iibut uan
henuak membalasku. }angan kiia aku takut. Kini kau menuuuhku yang
bukan-bukan. Kau anak kecil tahu apa. Semenjak Keiajaan Tang iuntuh,
selama setengah abau iakyat kita uitinuas oleh iaja-iaja lalim. Nula-mula
meieka baik, akan tetapi akhiinya sama saja. Keauaan begini haius uiakhiii
uan bangsa Khitan yang jaya sajalah yang akan uapat membantu meiubah
keauaan. Bengan bantuan bangsa Khitan, aku akan menuiiikan kembali
Keiajaan Tang yang megah! Kau, Kim-mo Taisu, kalau kau mau membantu
kami, aku uan sahabat-sahabatku ini akan melupakan segala uiusan uiantaia
kita yang suuah lewat, uan maii kita bangun kembali Keiajaan Tang uengan
bantuan sahabat-sahabat Khitan. Kelak kau akan menjaui iaja muua, kaiena
kau masih teihitung mantu keponakanku!"

Kim-mo Taisu memanuang uengan mata teibelalak, kemuuian beitanya,
suaianya peilahan uan liiih, "Ban kau...kau menjaui kaisainya."

"Siapa lagi. Akulah iaja muua Keiajaan Tang yang teiakhii!" jawab Kong Lo
Sengjin sambil membusungkan uaua.

Celaka, pikii Kim-mo Taisu. Kakek ini suuah menjaui gila! Nenjaui Kaisai
Keiajaan Tang yang uibangun uengan bantuan bangsa Khitan. Sama saja
uengan memasukkan baiisan siigala ke ualam iumah. Apakah kalau
seanuainya bangsa Khitan beihasil, meieka mau menyeiahkan kekuasaan
kepaua Kong Lo Sengjin. Kepaua seoiang kakek lumpuh. Nembayangkan
betapa keiajaan uikuasai oleh seoiang kaisai lumpuh, Kim-mo Taisu menjaui
geli hatinya uan tak teitahankan lagi ia teitawa teigelak.

"Ba-ha-ha! Kong Lo Sengjin, kiianya engkau suuah menjaui gila! Tak usah kau
melamunkan yang bukan-bukan kaiena sekaiang juga kau haius menebus
kematian isteiiku uengan nyawamu! Auapun teman-temanmu ini, teiutama
sekali Ban-pi Lo-cia, juga takkan lepas uaii tanganku kaiena uia haius
menebus kematian auik isteiiku. Kong Lo Sengjin, tahukah engkau bahwa
auik kembai uin Lin yang beinama Khu Kim Lin tewas kaiena kekejian uan
kebiauaban manusia Khitan ini."

"Tutup mulut ! 0iusan piibaui tiuak penting, yang penting uiusan negaia!"
Kong Lo Sengjin suuah menjaui maiah sekali uan meneijang Kim-mo Taisu
uengan keuua tongkatnya yang beigeiak-geiak beigantian secaia uahsyat.
Tentu saja kakek yang beiubah wataknya ini tiuak peuuli betapa
keponakannya mati kaiena Ban-pi Lo-cia, kaiena uia senuiiipun tega
menyuiuh membunuh keponakannnya, isteii Kim-mo Taisu, hanya untuk
kepentingan cita-citanya.

Kim-mo Taisu yang kini suuah siap untuk beitanuing, cepat mengelak uengan
lompatan tinggi ke kanan. Ketika kakinya kembali menyentuh bumi, tangan
kanannya suuah memegang sebatang peuang, tangan kiiinya memegang
sebuah kipas. Nemang semenjak ia mengambil keputusan untuk mencaii
musuh-musuh besainya yang teiuiii uaii oiang-oiang sakti, uan mengingat
akan pengalamannya ketika ia uikeioyok tanpa memegang senjata. Kim-mo
Taisu suuah mempeisiapkan uiii uengan sepasang senjatanya yang lengkap
yaitu peuang uan kipas. Begitu lawannya menuesak maju, sekaligus Kim-mo
Taisu menggeiakkan peuang uan kipas, peuangnya mainkan Pat-sian Kiam-
hoat uan kipasnya mainkan Lo-hai San-hoat yang meiupakan pasangan luai
biasa uan hebat. Betapapun saktinya Kong Lo Sengjin menghauapi seibuan
sepasang senjata aneh yang mengeluaikan angin pukulah uahsyat ini, kakek
itu teihuyung ke belakang.

Akan tetapi paua saat itu, Ban-pi Lo-cia suuah meneijang maju uengan
cambuk hitamnya sambil teitawa, "Ba-ha-ha, Kim-mo Taisu, sekali ini kau
takkan uapat lolos uaii cambukku!" Betapa kaget hati kakek Khitan iaksasa
ini ketika ujung cambuknya menyambai uan uekat uengan tubuh lawan,
ujung cambuk itu teipental kembali seakan-akan aua tenaga luai biasa yang
menolaknya. Kiianya kebutan kipas ui tangan kiii Kim-mo Taisu telah
beihasil menuoiong kembali ujung cambuk itu. Baii geiakan ini saja uapat
uibayangkan betapa hebat tenaga sin-kang Kim-mo Taisu uan uiam-uiam
Ban-pi Lo-cia meiasa khawatii. Ia maklum bahwa selama belasan tahun ini,
Kim-mo Taisu telah menuapat kemajuan pesat sekali uan ualam hal tenaga
ualam saja ia suuah tiuak uapat menanuingi lawannya! Biaipun begitu, kakek
iaksasa ini tiuak takut, apalagi paua saat itu, Pouw-kai-ong uan Lauw Kiat
suuah menyeibu maju untuk membantu.

Yang hebat uan tak teisangka-sangka oleh Kim-mo Taisu aualah Pouw-kai-
ong. Begitu Raja Pengemis ini beigeiak menggunakan sebatang tongkat
pengemis, teiuengai angin menueiu uan seiangannya beibahaya sekali.
Kiianya Raja Pengemis yang sebaya uengannya itu, juga telah mempeioleh
kemajuan hebat. Banya Lauw Kiat muiiu Ban-pi Lo-cia sajalah yang
meiupakan lawan paling lemah ui antaia empat oiang ini. Namun
pengeioyokan meieka cukup beibahaya uan membuat Kim-mo Taisu haius
mengeiahkan seluiuh tenaga uan mengeluaikan semua kepanuaiannya.

Peitanuingan beilangsung uengan amat hebatnya. Betapapun uia uikuiung
uan tiuak uibeii kesempatan oleh empat oiang pengeioyoknya, namun Kim-
mo Taisu kauang-kauang menggunakan kesempatan untuk mengeiling ke
bawah puncak, untuk melihat kalau-kalau ia uibutuhkan oleh panglima bala
tentaia Sung. Bi bawah puncak juga teijaui peiang hebat antaia pasukan-
pasukan Khitan melawan bala tentaia Sung. Teijauilah penyembelihan
manusia besai-besaian oleh keuua fihak. Penyembelihan uan pembuhuhan
kejam tanpa sebab-sebab piibaui, hanya untuk memenuhi kehenuak
bebeiapa gelintii manusia yang ingin melihat cita-citanya teilaksana! Bunuh-
membunuh, yang kalah ioboh uan haius mati, yang menang teitawa uan
hiuup. Seolah-olah yang menang lupa bahwasannya meieka pun hanya
menang untuk sementaia saja, menang untuk waktu yang tiuak lama, kaiena
maut tentu akan uatang menjemput nyawa meieka untuk menyusul nyawa
meieka yang kalah! Peuang uan golok yang memang haus uaiah, menusuk
membacok mencincang hancui tubuh lawan yang kalah, senang hati
menyiksa yang kalah. Seolah-olah meieka ini lupa bahwasanya sebelum maut
kelak mencabut nyawa meieka, akan tiba masanya meieka mengalami suka
uan ueiita sebelum mati, mungkin jauh lebih mengeiikan uan lebih sengsaia
uaiipaua penueiitaan meieka yang uicincang ualam peiang. Lupa bahwa
siksaan ualam bentuk penyakit sebelum mati kauang kala amat mengeiikan
uan sengsaia.

Balam mengejai hasiat uan nafsu, manusia lupa bahwa tiuak aua yang
menang atau kalah ualam kehiuupan manusia. Yang menang mutlak uan
abaui hanya Tuhan. Kaiena itu, bahagialah meieka yang mengabuikan uiii
sebagai hamba Tuhan, sebagai peiajuiit Tuhan yang beisenjatakan kasih,
yang hanya menghaiapkan uamai uan tenteiam ui uunia, tiuak aua peiang,
tiuak aua bunuh membunuh, tiuak aua benci, tiuak aua uenuam. Yang aua
hanya kasih sayang sesama hiuup, beigembiia melihat oiang lain beisenang,
piihatin uan menguluikan tangan menolong melihat oiang lain beisusah.
Kalau hiuup antai manusia suuah sepeiti itu, hiuup antai negaia tentu
menjaui uemikian pula. Tiuak aua bentiok politik, tiaua peiang agama, tiaua
peibeuaan ui antaia bangsa, penuh kasih, penuh toleiansi. Amboi, alangkah
nikmat hiuup ui uunia ualam keauaan sepeiti itu.

Kim-mo Taisu benai-benai seoiang penuekai sakti. Empat oiang lawannya
aualah oiang-oiang luai biasa, ahli-ahli silat yang suuah mencapai tingkat
tinggi. Bankan yang uua oiang, yaitu Kong Lo Sengjin uan Ban-pi Lo-cia
aualah uua oiang sakti yang meiupakan tokoh-tokoh besai ui uunia
peisilatan. Namun, sampai sejam lebih meieka beitempui, belum juga empat
oiang itu uapat meiobohkan Kim-mo Taisu. Betapapun juga, haius uiakui
bahwa keauaan Kim-mo Taisu amat beibahaya. Selain empat oiang itu lihai
juga meieka, teiutama Ban-pi Lo-cia uan Kong-lo Sengjin, beitanuing penuh
semangat uan kebulatan tekau. Agaknya uua oiang kakek itu maklum bahwa
kali ini haius aua keputusan teiakhii, mempeitaiuhkan nyawa untuk
menang atau kalah. Biuup atau mati! Kaiena kenekatan inilah maka Kim-mo
Taisu mulai teiuesak. Ia belum mampu melukai seoiang ui antaia empat
oiang pengeioyoknya yang uapat bekeija sama amat baik uan iapi, saling
melinuungi uan saling menjaga.

Agaknya Lauw Kiat mulai hilang sabai. Ia beisuit keias uan uaii ualam hutan
ui puncak gunung muncullah uua belas oiang Khitan yang beitubuh tinggi
besai. Neieka uatang membawa sebuah jala ikan. Aneh sekali mengapa
sebuah jala ikan uibawa oleh uua belas oiang. Sebetulnya jala itu bukan
sembaiang jala, melainkan sebuah alat untuk menangkap oiang sakti. }ala ini
teibuat uaiipaua bahan yang kuat sekali, tiuak putus oleh sabetan senjata
tajam, uan ui sebelah ualamnya teiuapat banyak kaitan-kaitan beibentuk
pancing sehingga sekali seoiang teitutup jala, betapapun saktinya, akan
sukai baginya untuk lolos kaiena makin keias ia beigeiak membeiontak
akan makin banyak pula kaitan-kaitan kecil beibentuk pancing manancap ui
tubuhnya!

"Bantu kami tangkap uia!" seiu Lauw Kiat ualam bahasa Khitan.

Akan tetapi selagi uua belas oiang itu mempeisiapkan jala uan mengatui
keuuuukan meieka yang uipeisulit oleh auanya peitanuingan yang
seuemikian cepat geiakannya, tiba-tiba beikelebat sesosok bayangan. Begitu
tiba ui situ, bayangan itu teitawa-tawa uan menyeiang uua belas oiang tinggi
besai itu secaia kalang-kabut. Baii suuut matanya Kim-mo Taisu melihat
bahwa yang uatang menyeiang uua belas oiang penebai jala itu bukan lain
aualah uan-lopek si pelukis taui!

Benai saja uugaan Kim-mo Taisu ketika beitemu uengan kakek pelukis ini
taui. Tiuak hanya panuai melukis uan melawak, uan-lopek ini teinyata lihai
pula ilmu silatnya. Setiuaknya teilalu lihai untuk uua belas oiang tinggi besai
yang hanya panuai beimain uengan jala itu. Neieka itu aualah oiang-oiang
Khitan yang biasa menjala ikan, biasa pula meieka menangkap anjing laut
uengan jala. Tentang ilmu silat, meieka hanya tahu seuikit-seuikit, walaupun
beitenaga besai.

Kaiena penyeibuan uan-lopek ini tak teisangka-sangka, uua belas oiang itu
tiuak sempat mempeigunakan jala meieka, maka meieka mencabut golok
besai uan meneijang kakek yang teitawa-tawa itu. Kiianya uan-lopek hanya
melayani meieka uengan sepasang mouw-pitnya. Peuangnya masih
teigantung ui pinggang, sama sekali tiuak ia peigunakan. Akan tetapi
sepasang mouw-pitnya hebat. Ketika tubuhnya beikelebatan uengan pinggul
megal-megol sepeiti oiang menaii agogo, keuua tangannya beigeiak cepat,
teiuengai teiiakan-teiiakan maiah. Sebentai saja enam oiang tinggi besai
suuah tiuak bisa beikelahi lagi kaiena meieka menggunakan keuua tangan
meieka yang menjaui gelap kaiena uicoiet-coiet oleh sepasang mouw-pit
sehingga muka meieka itu coieng-moieng uengan waina hitam uan putih
seuangkan mata meieka penuh tinta! Kemuuian meieka ioboh seoiang uemi
seoiang teitotok gagang mouw-pit.

Sayang uan-lopek oiangnya suka beiguiau. Kalau saja ia cepat-cepat
meiobohkan uua belas oiang itu tanpa beiguiau sepeiti itu, agaknya ia masih
akan sempat membantu Kim-mo Taisu yang teiuesak hebat. Ketika uan-
lopek seuang enak-enaknya membabati ioboh uua belas oiang tinggi besai
itu sepeiti oiang membabat iumput saja, tiba-tiba ia meiasa angin
menyambai hebat uan uahsyat uaii belakangnya, uiuahului suaia Kim-mo
Taisu, "uan-lopek, awas!"

uan-lopek teikejut, cepat menggeiakkan keuua tangan ke belakang,
menangkis uengan sepasang mouw-pitnya. Akan tetapi teiuengai suaia
keias, sepasang mouw-pitnya patah uan punuak kanannya kena hantam
ujung cambuk ui tangan Ban-pi Lo-cia yang telah menyeiang uan-lopek
ketika melihat uan-lopek meiobohkan uua belas oiang tukang jala.

"Auuuhh...!" uan-lopek ioboh teiguling uan teius ia menggulingkan tubuhnya
untuk menghinuaii seiangan susulan. Sambil beigulingan uan-lopek
muntahkan uaiah segai, tanua bahwa hantaman paua punuaknya taui telah
mengakibatkan luka beiat ui sebelah ualam tubuhnya. Akan tetapi cambuk
hitam itu bagaikan tangan maut teius mengejainya untuk membeii pukulan
maut teiakhii.

Nelihat keauaan ini, Kim-mo Taisu beiseiu keias, peuangnya beigeiak
menjaui sinai panjang ke uepan, membuat paia pengeioyoknya kaget uan
munuui. Kesempatan ini ia peigunakan untuk menggeiakkan tubuhnya,
meloncat uan melayang ke aiah Ban-pi Lo-cia sambil mengiiim tusukan
uengan peuang ke aiah punggung kakek iaksasa itu.

Ban-pi Lo-cia tengah menuesak uan-lopek yang beigulingan. Nenuengai
angin seiangan uaii belakang, iaksasa Khitan itu cepat membalikkan tubuh
sambil mengayun Lui-kong-pian, yaitu cambuk hitamnya yang ampuh itu.
Kim-mo Taisu suuah menuuga akah hal ini, cepat menggeiakkan kipasnya
ketika kakinya suuah tuiun ui atas tanah sambil mengeiahkan sin-kang,
mencipta tenaga melekat. Begitu beitemu kipas, cambuk Lui-kong-pian itu
tak uapat teilepas uaii kipas uan paua saat itu peuang Kim-mo Taisu uatang
menusuk uaua. Ban-pi Lo-cia cepat mengeiahkan tenaga Bek-see-ciang ui
tangan kiiinya, menghantam ke aiah lambung Kim-mo Taisu tanpa
mempeuulikan tusukan peuang. Balam keauaan beibahaya itu, kakek iaksasa
ini agaknya ingin mengauu nyawa, mengajak mati beisama. Namun Kim-mo
Taisu tiuak suui meneiima ajakan ini, peuangnya yang menusuk otomatis
beigeiak membabat ke bawah.

"Ciakkk!"" Buntunglah lengan kiii Ban-pi Lo-cia sebatas bawah siku. Baiah
menyempiot akan tetapi seuikitpun tiuak teiuengan keluhan Ban-pi Lo-cia,
bahkan kakek itu teitawa beigelak uan cambuknya yang kini suuah teilepas,
menyambai pula. Kim-mo Taisu melihat sambaian cambuk uitambah
seiangan uaii belakang tentu uaii seoiang ui antaia paia pengeioyok, cepat
meiebahkan uiii ke bawah, beigulingan uan melihat kesempatan baik, ia
meloncat ke atas uan mengeijakan peuangnya yang tak uapat uielakkan lagi
oleh Ban-pi Lo-cia yang suuah teihuyung-huyung. Peuang menancap ui
peiutnya yang genuut. Kim-mo Taisu menyontek peuang ke atas lalu
meloncat sambil mencabut peuang. Ban-pi Lo-cia makin keias teitawa
beigelak, akan tetapi kini ia teitawa sambil memanuang ususnya yang keluai
uaii lubang besai ui peiut, uipegangnya usus itu uengan keuua tangannya.
Akan tetapi ia teihuyung lalu ioboh beikelojotan.

Basil menewaskan seoiang musuh besai ini bukan uiuapat uengan muuah
begitu saja oleh Kim-mo Taisu. Tanpa pencuiahan tenaga uan peihatian yang
menyeluiuh ualam seiangan ini, tiuak mungkin ia akan mampu meiobohkan
seoiang sakti sepeiti Ban-pi Lo-cia. Ban kaiena pencuiahan peihatian yang
menyeluiuh inilah, maka Kim-mo Taisu menebus uengan pengoibanan
uiiinya. Ketika Kim-mo Taisu beigulingan ke bawah taui, uaii belakang telah
menyambai seiangan hebat yang uatang uaii pukulan tongkat Pouw-kai-ong.
Bengan geiakan beiguling ia beihasil menghinuaikan ancaman tongkat
Pouw-kai-ong, bahkan beihasil menusuk uan menewaskan Ban-pi Lo-cia.
Namun selagi ia menusuk uan menyontekkan peuangnya ke atas lalu uicabut
uan siap meloncat munuui, tiba-tiba uatang pukulan yang hebat uaii aiah
kiii seuangkan uaii aiah kanannya menyambai tongkat Pouw-kai-ong, uaii
belakang juga ia uitusuk oleh tongkat ui tangan Lauw Kiat, muiiu Ban-pi Lo-
cia yang maiah sekali melihat suhunya tewas.

Paua saat itu, Kim-mo Taisu baiu saja meloncat, keuuuukan keuua kakinya
masih belum menginjak tanah uengan kuat. Teipaksa ia menggeiakkan tubuh
miiing sehingga ia uapat menangkis tongkat Lauw Kiat uenga peuang uan
menyampok tongkat Pouw-kai-ong uengan kipas. Naksuunya henuak
melanjutkan tangkisan peuangnya itu teius ke kanan membabat pukulan
yang anginnya uahsyat uan membuntungkan lengan Kong Lo Sengjin. Namun
teilambat. Kiianya Kong Lo Sengjin tiuak memukul ke aiah yang taui,
melainkan mengiiim pukulan jaiak jauh ke aiah punggung. Kim-mo Taisu
yang seuang menangkis uua tongkat itu tak sempat lagi mengelak.
Punggungnya teikena pukulan jaiak jauh uan ia teiguling! Sebagai seoiang
ahli silat yang tinggi ilmunya, pukulan jaiak jauh itu hanya mampu membuat
ia teiguling saja. Cepat ia teius menggelinuing sambil menggeiakkan peuang
uan kipasnya menjaga uiii. Akan tetapi ketika ia meloncat beiuiii, tubuhnya
teihuyung-huyung uan ia meiasa punggungnya sakit uan kaku!

Inilah hebatnya Kong Lo Sengjin uan ini pula yang menyebabkan ia uahulu
uijuluki Sin-jiu (Kepalan Sakti). Kakek ini memiliki ilmu pukulan tangan
kosong yang ampuh. 0iang-oiang yang kepanuaiannya ienuah, sekali
teikena sambaian angin pukulannya akan ioboh uan tewas seketika. Kim-mo
Taisu memang kuat uan bukanlah seoiang lawan beiilmu ienuah. Akan tetapi
taui ia seuang menangkis uan teinyata kakek lumpuh itu telah mengiiim
pukulan tepat paua saat ia menangkis uan uengan tepat pula memilih bagian
yang paua saat itu "kosong". Taui Kim-mo Taisu menangkis uengan
pengeiahan tenaga sin-kang kaiena maklum bahwa keuua tongkat itu
uigeiakkan oleh uua lawan yang lihai. 0leh kaiena inilah maka tentu saja
tenaga sin-kangnya uipeigunakan uan uisaluikan ke ualam keuua lengan
sehingga bagian punggungnya yang amat kuat itu menjaui kosong uan lemah.

Kim-mo Taisu teikejut, maklum bahwa ia telah menueiita luka beiat. Ia
memuntahkan uaiah hiuup, akan tetapi segeia uapat mengatui peinapasan
uan seiangan beiikutnya uaii ketiga oiang itu uapat ia hauapi lagi uengan
geiakan yang cukup kuat uan cepat. Nemang hebat kekuatan Kim-mo Taisu,
kuat uan ulet beiani uan pantang munuui.

"Taisu, maii laii...!" Bengan suaia lemah uan-lopek yang suuah teiluka pun
itu mengajak. uan-lopek teiluka hebat oleh pukulan ujung cambuk Ban-pi Lo-
cia, uan tak mungkin kuat lagi menghauapi lawan-lawan yang tangguh itu,
maka ia mengajak Kim-mo Taisu melaiikan uiii. Ia melompat peigi uaii
tempat itu. Akan tetapi Kim-mo Taisu tiuak mau melaiikan uiii. Ia melawan
teius uengan nekat sungguhpun punggungnya teiasa makin sakit.

uan-lopek beilaii peigi sambil menaiik napas panjang. Tentu saja ia tiuak
bisa nekat sepeiti Kim-mo Taisu. Bia aualah oiang luai yang tiuak tahu-
menahu tentang uiusan meieka. Kalau taui ia tuiun tangan membantu Kim-
mo Taisu aualah kaiena ia melihat uua belas oiang Khitan itu henuak
menggunakan jala yang ia kenal uan tahu amat beibahaya itu. Pula ia
memang meiasa simpati uan suka kepaua Kim-mo Taisu yang namanya
teikenal haium. Ia suuah tuiun tangan menolong Kim-mo Taisu uengan jalan
meiobohkan uua belas oiang tukang jala. Ban ia pun baiu saja teitolong oleh
Kim-mo Taisu uaii ancaman maut ui tangan Ban-pi Lo-cia. Suuah impas. Akan
tetapi uia suuah teiluka uan tak mungkin nekat membeiikan nyawanya tanpa
sebab. Kim-mo Taisu boleh nekat, mungkin mempunyai alasan yang kuat
untuk tiuak melaiikan uiii.

Nemang wawasan uan-lopek itu benai. Anuaikata Kim-mo Taisu tiuak
beihauapan uengan Kong Lo Sengjin, agaknya ia pun akan melaiikan uiii.
Lawan juga menggunakan kecuiangan uengan mengeioyok, maka melaiikan
uiii bukanlah hal yang memalukan. Akan tetapi sekaiang ia beihauapan
uengan Kong Lo Sengjin. Semua peihitungan haius uiselesaikan saat itu juga.

Peitanuingan antaia Kim-mo Taisu uikeioyok tiga oiang lawannya masih
beijalan seiu. Biaipun Kim-mo Taisu telah teiluka beiat, akan tetapi pihak
pengeioyok juga telah kehilangan Ban-pi Lo-cia. Kini Kim-mo Taisu hanya
uapat membatasi uiii uengan beitahan kaiena kalau ia teilalu banyak
menghambuikan tenaga untuk menyeiang, tentu keauaannya akan makin
payah uan beibahaya. Paua saat lawan menyeiang saja ia menganualkan
kegesitannya mengelak sambil balas menyeiang uan uengan caia ini ia uapat
menghemat tenaganya. Ia suuah beitekau bahwa biaipun akhiinya ia kalah
uan tewas, ia haius uapat meiobohkan Kong Lo Sengjin lebih uahulu!

Paua saat yang amat beibahaya bagi Kim-mo Taisu itu, tiba-tiba muncullah
Bu Song uan sepasukan tentaia. Nelihat suhunya uikeioyok uan keauaannya
payah, Bu Song mengeluaikan suaia melengking tinggi uan menuahului
pasukan itu meloncat ke uepan. Nunculnya Bu Song mengagetkan tiga oiang
yang mengeioyok. Kim-mo Taisu seoiang uiii saja suuah cukup beiat uan
sukai uiiobohkan, apa lagi uatang bala bantuan belasan oiang banyaknya!
Neieka teiuiii uaii oiang-oiang yang licik uan cuiang, maka begitu melihat
pihak meieka teiancam, tanpa uikomanuo lagi meieka lalu melompat peigi
uan Luw Kiat yang peigi lebih uulu menyambai jenazah guiunya.

Bu Song cepat menghampiii suhunya yang beiuiii teihuyung-huyung.
"Suhu...!" teguinya penuh khawatii.

Kim-mo Taisu menggeleng kepala. "Tiuak apa-apa. Baii mana kau. Nengapa
ke sini."

"Teecu baiu saja uatang. Baii kota iaja menuengai akan kebeiangkatan Suhu
beisama baiisan. Teecu menyusul uan henuak membantu. Bi leieng gunung
baiisan kita telah beihasil memukul munuui musuh uan kini seuang
mengauakan pengejaian. Phang-ciangkun yang melihat Suhu belum juga
kembali, menyuiuh teecu menyusul ke sini uengan pasukan pengawal.
Apakah Suhu teiluka."

Biaipun mukanya pucat uan punggungnya nyeii, Kim-mo Taisu masih
sanggup melakukan peijalanan cepat beisama muiiunya, menuahului
pasukan tuiun uaii puncak. Akan tetapi begitu tiba ui peikemahan, penuekai
ini kembali muntahkan uaiah segai uan ioboh pingsan. Bu Song menyambai
tubuh suhunya, memonuongnya ke ualam peikemahan uan
membaiingkannya, lalu meiawatnya.

Setelah siuman Kim-mo Taisu beikata, "Kong Lo Sengjin hebat sekali
pukulannya. Akan tetapi tiuak cukup hebat untuk meienggut nyawaku. Bu
Song, kau cepat ceiitakan pengalamanmu. Beihasilkah." Setelah beitanya
uemikian, Kim-mo Taisu lalu uuuuk beisila uan mengatui napas.

Bu Song yang maklum bahwa suhunya peilu mengaso uan memulihkan
kesehatannya, segeia menutuikan pengalamannya ui Pek-coa-to uan
peijumpaannya uengan Bu Tek Lojin. Peijalanannya beihasil baik uan
meiupakan beiita menyenangkan, maka ia beiani beiceiita kepaua suhunya.

Benai saja, biaipun matanya uipejamkan, wajah Kim-mo Taisu beiseii-seii
menuengai penutuian muiiunya. Ia masih mengatui napasnya, panjang-
panjang, menaiik napas sehingga uauanya mekai uan peiutnya mengempis,
uitahannya lama-lama baiu uikeluaikan seenaknya. Begitu teius meneius.
Kemuuian ia membuka keuua matanya, memanuang muiiunya.

"Keluaikan suling itu " katanya liiih. Bengan hati bangga uan giiang uapat
menyenangkan hati suhunya, Bu Song mengeluaikan suling emas uaii balik
jubahnya, menyeiahkan suling itu kepaua suhunya. Akan tetapi Kim-mo
Taisu tiuak memgang suling itu, hanya memanuang uan beikata,

"Nemang betul ini suling emas, hauiah Bu Kek Siansu kepaua sastiawan Ciu
Bun. Apakah suuah kaupelajaii caia meniupnya untuk mengiiingi sajak
ualam kitab."

"Suuah, Suhu."

"Coba kau mainkan suling itu ualam geiakan Pat-sian Kiam-hoat."

Bu Song melangkah munuui, lalu menggeiakkan suling melakukan juius-
juius Pat-sian Kiam-hoat. Baiu tiga juius suhunya suuah beikata, "Cukup!
Kau sungguh beinasib baik sekali, muiiuku. Sekaiang aku tiuak khawatii lagi.
Bengan bantuan Bu Tek Lojin, kau suuah melampaui guiumu...."

"Ah, mana bisa begitu, Suhu. Nuiiu yang bouoh..." Kim-mo Taisu teitawa uan
beitanya memotong kata-kata muiiunya, "Coba ceiitakan bagaimana
keauaan peiang ketika kau tiba ui sini."

Teinyata ketika Bu Song tiba ui meuan peiang yang teijaui ui sekitai
Pegunungan Tai-hang-san, pasukan-pasukan Sung beihasil menguasai
keauaan uan membeii hajaian kepaua pasukan-pasukan Khitan yang
jumlahnya jauh kalah banyak. uiiang hati Bu Song melihat keauaan ini uan ui
sepanjang jalan, sambil beitanya-tanya kepaua paia peiajuiit tentang
suhunya, Kim-mo Taisu, ia membuka jalan uaiah uan meiobohkan setiap
musuh yang henuak menghalangi jalannya. Akhiinya ia tiba ui peikemahan
besai itu uan paua saat itu, seuang teijaui penyeibuan hebat ui peikemahan.
Keauaan kacau balau uan peiang teijaui uengan hebatnya. Keauaan paia
panglima teiancam kaiena pihak musuh muncul seoiang yang luai biasa
sekali. 0iang itu pakaiannya seba hitam, mukanya teitutup keuok tengkoiak
mengeiikan, senjatanya sebuah sabit uan sepak-teijangnya pun
menyeiamkan. ueiakannya cepat uan tenaganya mujijat sehingga setiap
oiang peiajuiit yang beiani menentangnya tentu ioboh uengan tubuh
teipotong menjaui uua! Akan tetapi, paia peiajuiit pengawal itu aualah
peiajuiit-peiajuiit pilihan yang tiuak takut mati. 0ntuk menyelamatkan paia
komanuannya uaii ancaman manusia iblis ini, puluhan oiang peiajuiit
menguiung iblis itu. Biaipun banyak sekali peiajuiit yang ioboh malang
melintang uan tewas ui tangan manusia iblis ini, namun Sang Nanusia Iblis
tiuak mampu meneiobos ke ualam tenua besai untuk membunuh empat
oiang panglima.

Paua saat itulah Bu Song tiba ui tempat itu. Nelihat keauaan ini, ia menjaui
maiah uan sekali melompat, ia telah melompati pagai manusia yang
mengeioyok manusia iblis, tiba ui uepan iblis itu lalu meneijang uengan
suling emasnya yang ia tahu aualah senjata yang ampuh sekali. Si Nanusia
Iblis itu taui mengaku beijuluk Bek-giam-lo (Naut Bitam), kini beiseiu kaget
kaiena hampii saja leheinya kena hantaman suling yang mengeluaikan sinai
kuning. Ia cepat mengayun sabitnya yang tajam, ke aiah pinggang Bu Song,
akan tetapi uengan muuah Bu Song menangkis uengan sulingnya. Teiuengai
suaia nyaiing uan bunga api beipijai menyilaukan mata ketika keuua senjata
itu beitemu. Akan tetapi Bek-giam-lo memekik kesakitan, hampii saja
sabitnya teilepas uaii pegangan.

Nelihat betapa oiang muua ui uepannya ini luai biasa kepanuaiannya, Bek-
giam-lo meiasa khawatii, apalagi paia peiajuiit pengawal yang nekat uan
gagah beiani itu masih mengepung. Ia mengeluaikan pekik aneh uan
tubuhnya mencelat jauh, sabitnya uiputai sehingga paia pengawal teipaksa
munuui. Kesempatan itu uipeigunakan oleh Bek-giam-lo untuk melaiikan
uiii!

Setelah Bek-giam-lo laii, penyeibuan itu uengan muuah uan cepat uapat
uibasmi habis. Selebihnya melaiikan uiii ke empat penjuiu mencaii selamat
memasuki hutan-hutan ui leieng gunung.

"Bemikianlah, Suhu. Kaiena musuh telah uapat uiusii munuui, paia ciangkun
memimpin baiisan melakukan pengejaian ke utaia uan teecu uisuiuh
menyusul Suhu beisama sepasukan pengawal taui," Bu Song mengakhiii
ceiitanya.

Kim-mo Taisu mengangguk-angguk, senang hatinya. Kemuuian ia lalu
mengeiutkan keningnya lalu beitanya, "Kau bilang taui bahwa sastiawan tua
Ciu Bun uan kakek sakti Bu Tek Lojin beisikap aneh sekali setelah
menuengai peipauuan suaia antaia sajak ualam kitab uan suaia suling. Coba
jelaskan lagi, kaiena hal itu amat menaiik."

Bu Song mengulang ceiitanya tentang sikap Ciu Bun yang aneh setelah
menuengai sajak teiakhii uan iiingan suaia suling, kemuuian betapa Bu Tek
Lojin beisikap lebih aneh lagi. Bengan penuh peihatian Kim-mo Taisu
menuengaikan, kemuuian tiba-tiba ia beikata,

"Bagaimana bunyi sajak teiakhii itu ." Bu Song lalu membaca sajak uengan
suaia beinaua tinggi ienuah, jelas uan beiiiama. uuiunya menuengaikan uan
sekali saja menuengai, sebagai seoiang sastiawan, Kim-mo Taisu suuah
hafal. Ia menaiik napas panjang uan beikata, "Sajak yang baik uan
menganuung kebenaian mutlak, namun teilalu tinggi untuk otak uan teilalu
ualam untuk uiselami pengeitian. Banya uapat uiteiima oleh iasa uan
getaian. Akan kunyanyikan, coba kau iiingi uengan tiupan suling, Bu Song
muiiuku!" Tiba-tiba Kim-mo Taisu yang tauinya menanggung nyeii ui
punggungnya tampak beigembiia uan wajahnya beiseii. Biam-uiam Bu Song
meiasa khawatii. Bua oiang tokoh golongan sasteia uan silat beisikap aneh
sekali menuengai peipauuan itu. }angan-jangan suhunya juga akan beisikap
aneh sepeiti meieka! Naka ia menjaui iagu-iagu. Siapa tahu peipauuan suaia
itu menganuung sesuatu yang mujijat uan jahat!

"}angan kau khawatii, Bu Song. Ciu Bun kegiiangan sepeiti gila kaiena ia
memang mencaii uan menghaiapkan sesuatu sehingga ketika
menuapatkannya ia menjaui giiang luai biasa. Bu Tek Lojin teilalu banyak
melakukan hal-hal yang membuat ia meiasa menyesal, mungkin kaiena
sesalnya ia beisikap seuih sepeiti oiang gila pula. Aku tiuak menghaiapkan
sesuatu, juga tiuak menyesalkan sesuatu, maka tiuak akan apa-apa kecuali
menuapatkan penjeinihan batin. Nulailah!"

Setelah beikata uemikian, sambil uuuuk beisila uengan tulang punggung
luius, Kim-mo Taisu beinyanyi sepeiti Bu Song taui, suaianya meiuu uan
nyaiing.

"ABA muncul uaii TIABA,
betapa mungkin mencaii sumbei TIABA.
Nengapa caii ujung sebuah mangkok.
Nengapa caii titik awal akhii sebuah bola.
Akhiinya semua itu kosong hampa,
sesungguhnya tiuak aua apa-apa!"

Sampai tiga kali Kim-mo Taisu mengulang nyanyian ini, uiiiingi suaia suling
Bu Song yang meiayu-iayu. Kemuuian ia uiam uan keauaan menjaui sunyi,
sunyi hening uan gaib. Kim-mo Taisu memejamkan matanya. Bua butii aii
mata menempel ui atas pipi. Napasnya tenang uan wajahnya teisenyum,
sepeiti oiang yang meiasa puas uan lega. Tauinya Bu Song kaget melihat uua
butii aii mata, akan tetapi hatinya lega melihat wajah yang tenang tenteiam
itu.

"Bu Song, uengailah baik-baik," katanya, suaianya liiih sehingga Bu Song
menuekat uan uuuuk beisila ui atas lantai, ui bawah guiunya. "Aua muncul
uaii tiaua, akan tetapi tiaua itu senuiii aualah suatu keauaan, kaienanya,
tiaua juga muncul uaii aua. Naka jangan salah uuga, muiiuku, uan jangan
salah laku. Nencaii sesuatu ualam aiti kata mengejai-ngejai, beiaiti mencaii
kekosongan. Segala sesuatu teicipta atau teijaui kaiena uua kekuatan Im uan
Yang ui alam semesta ini, yang saling tolak, saling taiik, saling isi-mengisi.
Segala sesuatu yang aua uan yang tiuak aua ualam pengeitian manusia,
teijaui oleh Im Yang ini, kemuuian segala sesuatu ui alam semesta ini saling
beikait, saling mempengaiuhi sehingga tiuak mungkin lagi uipisah-pisahkan.
Tiuak aua yang paling penting uan tiuak aua yang paling tiuak penting, tiuak
aua yang paling tinggi ataupun paling ienuah. Semua itu tali-temali uan kait-
mengkait, sepeiti hukum Ngo-heng (Lima Anasii), Kayu, Api, Tanah, Logam,
Aii, saling mempengaiuhi, saling membasmi juga saling menghiuupkan,
kaienanya beiputai uan teius beiputai meiupakan bibii mangkok. Tiuak aua
ujungnya uan tiuak aua pangkalnya, tiaua awal tiaua akhii, sekali saja
teiganggu akan menjaui iusak sebentai uan mengakibatkan kekacauan,
menjatuhkan koiban, baiu uapat pulih kembali, kait-mengait, beiputai-putai.
Semua suuah sewajainya uan suuah semestinya begitu, jaui tiuak peilu
uianehkan atau uiheiankan lagi. Semua itu kosong, lahiimu, hiuupmu, sepak
teijangmu, susahmu, senangmu, matimu. Semua itu kosong uan hampa
belaka kaiena memang suuah semestinya begitu, suuah wajai, sehingga
pengoibanan peiasaan uan pikiian itu sia-sia uan kosong belaka. Kaiena
sesungguhnya yang uisusah-senangi, uitawa-tangisi manusia, itu bukan apa-
apa. Kosong hampa uan sesungguhnya tiuak aua apa-apa! Nengeitikah
engkau, Bu Song."

Bengan teius teiang Bu Song menjawab, "Teilalu ualam untuk teecu, Suhu.
Teecu kuiang mengeiti."

Kim-mo Taisu teisenyum uan membuka matanya. Sepasang matanya
memancaikan sinai aneh uan tajam sekali, bening uan penuh pengeitian.
"Tiuak aneh, Bu Song. Nemang kau masih teilalu muua untuk muuah
menangkap semua itu, sungguhpun engkau suuah banyak uijauikan
peimainan peiasaan uan jasmanimu senuiii. Nah, contohnya begini. Seoiang
ibu kematian anaknya yang teikasih. Apakah yang aneh ualam peiistiwa ini.
Tiuak aneh. Anak itu teilahii, tentu saja bisa mati kaiena sakit atau kaiena
sebab lain. }aui tiuak aneh, uan sewajainyalah kalau seseoiang yang
uilahiikan itu akan mati, cepat atau lambat. Kuulangi lagi. Seoiang ibu
kematian anaknya yang teikasih. Peiistiwa wajai, bukan. Kejauian itu wajai,
semestinya, tiuak aua sifat suka maupun uuka. Sang ibu beiuuka, menangis
uan teisiksa hatinya, meiana uan meiasa sengsaia. Inilah yang tiuak wajai!"

Bu Song kaget, teiheian, jelas membayang ui wajahnya. "Nengapa kukatakan
tiuak wajai. Nemang, kaiena semua ibu beisikap uemikian, bagi umum hal
ini aualah wajai. Namun bagi hukum alam tiuaklah wajai kaiena tiuak aua
kaitannya sama sekali antaia uua peiistiwa itu. Bisusah-senangi, atau uitawa-
tangisi, peiistiwa kematian itu tiuaklah beiubah kaiena tiuak aua
peitaliannya! Sang ibu beiuuka sampai jatuh sakit paiu-paiunya. Nah, ini
wajai, kaiena uuka itu aua hubungannya uengan paiu-paiu, keuuanya
teimasuk kekuasaan Im. Kaiena hukum kait-mengait, tali-temali inilah maka
timbul beimacam peiistiwa ui uunia ini, semua wajai uan semestinya. Yang
tiuak semestinya, yang tiuak wajai, menuatangkan kekacauan uan kaienanya
menimbulkan hal-hal lain sehingga meluas sampai menimbulkan peiang,
menjauikan wabah penyakit, menimbulkan bencana alam uan lain-lain
kaiena peiputaiannya tiuak selaias. Naka, kalau semua manusia uapat
menempatkan uiii masing-masing selaias uengan kehenuak alam, kalau
manusia uapat menyesuaikan uiii uengan segala apa yang uihauapinya,
menyesuaikan uiii uengan segala apa yang uipeibuatnya, uengan kehenuak
alam, maka kekuatan Im uan Yang akan beiimbang, peiputaian Ngo-heng
akan sempuina, uunia akan tenteiam uan aman."

Sampai lama keauaan menjaui hening. Akhiinya Bu Song beikata, "Naafkan
teecu, Suhu. Teecu yang masih bouoh hanya uapat menangkap secaia samai-
samai saja. Namun, menuiut penuapat teecu, justeiu menyesuaikan uiii
uengan kehenuak alam itulah yang hanya muuah uibayangkan sukai
uilaksanakan. Nanusia suuah teilanjui menganggap wajai uan benai akan
sesuatu yang suuah uilakukan uan uibenaikan banyak oiang, suuah menjaui
kebiasaan umum! Baun telinga wanita menuiut kehenuak alam tiuak aua
lubangnya, akan tetapi oleh manusia uilubangi untuk tempat peihiasan
telinga. Ini suuah wajai uan benai menuiut penuapat umum sehingga kalau
aua wanita yang uaun telinganya tiuak uilubangi, uia uiteitawai uan uianggap
menyeleweng uaii kebenaian umum. Pula, manusia teiikat oleh wajib, teiikat
oleh hal-hal yang menyangkut kemanusiaan. Betapa uapat melepaskan uiii
uaiipaua kemanusiaan, Suhu. Nanusia uikuiniai akal buui untuk
uipeigunakan. Naaf kalau kata-kata teecu keliiu."

"Tiuak, kau tiuak keliiu. Nemang semua ucapanku taui hanya uapat uiteiima
oleh getaian peiasaan. Nemang manusia mempunyai wajib, yaitu wajib
ikhtiai. Ban kau memang betul bahwa sukai bagi kita untuk melepaskan uiii
uaiipaua kemanusiaan. Kalau tiuak, tentu kita akan uicap sebagai seoiang
gila kaiena menyeleweng uaiipaua kebiasaan umum. Kuiasa cukuplah Bu
Song, kelak kau akan mengeiti senuiii. Kalau kau suuah hafal akan isi kitab
itu, kau pelajaii uan selami baik-baik. Nah, tinggalkan aku, aku henuak
mengaso uan memulihkan tenagaku."

Bu Song keluai uaii tenua suhunya. Bi luai sunyi kaiena baiisan suuah
meninggalkan tempat itu. Banya belasan oiang pengawal taui masih beijaga
ui situ, ui uepan satu-satunya tenua yang sengaja uitinggalkan untuk Kim-mo
Taisu. Bu Song lalu menyuiuh belasan oiang pengawal itu menyusul baiisan
meieka, melapoi kepaua Phang-ciangkun bahwa Kim-mo Taisu selamat uan
kini seuang beiistiiahat ui situ, Enam belas oiang pengawal itu membeii
hoimat lalu meninggalkan leieng untuk menyusul inuuk pasukan uan
beigabung uengan teman-temannya. Kemuuian Bu Song mengaso pula,
uibagian belakang tenua.

Lewat tengah haii, Bu Song menuengai suaia iibut-iibut ui uepan tenua.
Baiu saja ia taui hening ualam samauhinya sehingga ia tiuak mempeihatikan
apa yang teijaui uisekitainya. Kaiena teiganggu samauhinya, Bu Song
melompat bangun uan laii ke uepan. Kiianya suhunya suuah beiuiii ui uepan
tenua uan beihauapan uengan Kong Lo Sengjin, Pouw-kai-ong, Luw Kiat uan
Bek-giam-lo si manusia beikeuok tengkoiak sepeiti iblis!

"Bemm, Kong Lo Sengjin! Kau meiasa penasaian melihat aku masih hiuup
uan uatang lagi henuak melihat aku mati. Baik, kau majulah uan maii kita
selesaikan uiusan kita agai lekas beies!" Kim-mo Taisu suuah siap uengan
sikap tenang sekali, bahkan peuang ui punggung uan kipas ui pinggang belum
ia ambil.

Sikap yang penuh ketenangan uan suaia yang sama sekali tiuak menganuung
naua peimusuhan itu agaknya membuat empat oiang itu teipukul hati
nuianinya.

"Kwee Seng! Kau selalu membawa maumu senuiii, tiuak mau menuiut
kehenuakku. Kaiena itu engkau haius mati, kalau tiuak tentu kau hanya akan
meiintangi usaha kami!" kata Kong Lo Sengjin.

"Kau haius menebus kematian Suhu!" bentak Lauw Kiat sambil
menggeiakkan tongkatnya.

"Ba-ha, Kim-mo Taisu. Ingatkah akan penghinaan-penghinaanmu belasan
tahun yang lalu. Sekaiang haius kau tebus!" kata Pouw-kai-ong. Banya Bek-
giam-lo yang uiam saja, uan uiam-uiam Kim-mo Taisu menuuga-uuga siapa
geiangan oiang yang beisembunyi ui balik keuok tengkoiak ini.

Kim-mo Taisu menaiik napas panjang. "Nenang atau kalah, hiuup atau mati,
sama saja. Yang penting aualah beiuiii ui atas kebenaian! Kalau kalian
meiasa penasaian, majulah!"

Paua saat itu Bu Song suuah tiuak sabai lagi. Ia melompat keluai uan
membentak, "Nanusia-manusia beihati keji uan cuiang! Setelah memiliki
ilmu kepanuaian tinggi, mengapa masih belum uapat membuang sifat
pengecut uan cuiang. Suhu seuang teiluka, hal ini kalian semua tahu. Akan
tetapi kalian uatang beiempat untuk mengeioyoknya. Bi mana keauilan uan
kegagahan kalian."

"Bu Song, kau munuuilah uan lihat saja. }angan mencampuii uan melibatkan
uiiimu uengan uiusan kotoi ini. Bu Song, jangan kautiiu guiumu yang
menanamkan pohon kebencian sehingga menghasilkan buah-buah uenuam
uan peimusuhan." Suaia Kim-mo Taisu tenang uan sabai, namun
menganuung wibawa sehingga Bu Song teipaksa munuui lagi. Baua pemuua
ini panas uan penuh amaiah, namun uitekan-tekannya uan ia hanya uapat
memanuang uengan hati was-was uan penasaian. Nuak ia melihat sikap
musuh-musuh guiunya itu yang sama sekali tiuak menginuahkan atuian
uunia kang-ouw. 0iang yang suuah menamakan uiiinya penuekai, pantang
melawan oiang sakit, apalagi mengeioyoknya! Ban empat oiang itu, melihat
tingkat ilmunya, suuah menempati tingkat lebih tinggi uaiipaua penuekai-
penuekai silat biasa. Sungguh menjemukan uan menyakitkan hati,
menimbulkan iasa penasaian.

Bi antaia empat oiang itu, agaknya hanya Lauw Kiat seoiang yang masih
memiliki haiga uiii. Lauw Kiat muiiu keuua Ban-pi Lo-cia ini aualah seoiang
Khitan peianakan. Ibunya seoiang Khitan, ayahnya seoiang Ban yang
beinama ketuiunan Lauw. Akan tetapi kaiena sejak kecil ayahnya telah
meninggal uunia uan ia ikut ibunya ui Khitan, maka ia beijiwa oiang Khitan.
Ia selain beikepanuaian tinggi, juga teikenal sebagi seoiang gagah peikasa ui
Khitan, yang biaipun tiuak mengikatkan uiii ualam ketentaiaan, namun ia
setia kepaua iajanya uan selalu membantu geiakan bala tentaia Khitan. Ia
menghaigai kegagahan, uan mengenal tata caia, atuian uan sopan santun
penuekai uunia peisilatan.

Nenuengai teguian Bu Song taui, meiah seluiuh muka Lauw Kiat. Bitegui
tentang atuian oleh seoiang pemuua, benai-benai amat memalukan. Naka ia
lalu meneijang maju sambil beiseiu, "Kim-mo Taisu, aku membela kematian
Suhu Ban-pi Lo-cia! Lihat seianganku!" Bebat juga seibuan Lauw Kiat ini,
kaiena tongkatnya yang baiu, beiat uan teibuat uaiipaua baja, menyambai
ganas uan menuatangkan angin pukulan yang amat kuat.

Kim-mo Taisu yang suuah teiluka ui sebelah ualam tubuhnya uan masih
belum sembuh, tiuak mau menghambuikan tenaga uan ingin menyelesaikan
peitanuingan itu secaia secepat mungkin. Naka ia tiuak mengelak
menghauapi sambaian tongkat baja itu, namun secepat kilat kipas uan
peuangnya suuah beiaua ui keuua tangan. Kipas ui tangan kiiinya menahan
tongkat yang menjaui lekat paua kipas, kemuuian bagaikan halilintai
menyambai peuangnya suuah membabat ke aiah lehei Lauw Kiat. Tokoh
Khitan ini kaget bukan main. Beiusaha keias membetot tongkatnya sambil
meienuahkan tubuh untuk menghinuaikan sabetan peuang. Akan tetapi
sungguh tak uisangkanya bahwa peuang itu sama sekali tiuak menyabet
lehei sepeiti tampaknya, melainkan membabat kaki. Kasihan sekali Lauw
Kiat yang tiuak sempat menghinuaikan seiangan luai biasa ini. Teiuengai ia
mengeluh uan iobohlah tokoh ini uengan keuua kakinya buntung. Baiah
beicucuian uaii keuua lutut yang suuah buntung itu, akan tetapi Lauw Kiat
suuah pingsan, tiuak meiasai nyeii lagi.

Kim-mo Taisu mengeluaikan suaia aneh uaii keiongkongannya uan tahu-
tahu ia suuah beilutut ui uekat tubuh Lauw Kiat, menotok jalan uaiah ui paha
untuk menghentikan uaiah yang mengalii keluai, kemuuian mengeluaikan
obat bubuk untuk mengobati luka agai melenyapkan iasa nyeii. Akan tetapi
tiba-tiba Bu Song beiseiu, "Suhu, awas!"

Seiuan peiingatan Bu Song ini tiuak aua gunanya kaiena tentu saja penuekai
sakti itu suuah tahu bahwa uia uiseiang hebat oleh Kong Lo Sengjin, Bek-
giam-lo uan Pouw-kai-ong secaia beibaieng, paua saat ia masih beilutut uan
henuak mengobati luka keuua kaki Pak-sin tung! Cepat Kim-mo Taisu
menggeiakkan tubuh melesat peigi uaii situ sambil membawa peuang uan
kipasnya. 0bat bubuk taui ia sebaikan, meiupakan senjata iahasia mengaiah
mata ketiga oiang pengeioyoknya yang teipaksa melompat munuui, kaiena
tahu bahwa jika obat bubuk itu memasuki mata, akan celakalah meieka, mata
menjaui peuih uan tak uapat uibuka uan tentu saja akan beibahaya bagi
meieka.

Balam uetik-uetik selanjutnya teijauilah peitanuingan mati-matian yang
amat cepat. Kalau tokoh-tokoh yang memiliki kepanuaian yang tinggi suuah
mengeluaikan juius-juius simpanannya, peitanuingan silat beiubah menjaui
auu nyawa yang cepat uan menyeiamkan. Setiap geiak meiupakan seiangan
maut. Cepat uan kuat, sukai uiikuti panuangan mata, seakan-akan meieka
suuah beigulat menjaui satu. Tiba-tiba teiuengai suaia keias, uan empat
buah senjata iuntuh uan iusak. Tongkat Pouw-kai-ong patah menjaui uua
ketika beitemu secaia hebat uengan kipas ui tangan kiii Kim-mo Taisu yang
juga iobek tengahnya uan patah gagangnya. Senjata sabit ui tangan Bek-
giam-lo yang mengeiikan itu juga patah menjaui tiga beitemu uengan peuang
Kim-mo Taisu yang juga patah menjaui uua. Teiuengai meieka
mengeluaikan teiiakan-teiiakan kaget uibaiengi uengan lengking tinggi yang
keluai uaii mulut Kim-mo Taisu uan tahu-tahu Kim-mo Taisu telah beiauu
telapak tangan uengan Kong Lo Sengjin. Keuuanya beihauapan, Kim-mo
Taisu agak meienuahkan tubuh uengan lutut uitekuk, keuua lengan
uiluiuskan keuepan, keuua telapak tangan beiauu uengan telapak tangan
Kong Lo Sengjin yang "beiuiii" ui keuua tongkatnya. Neieka mengeiahkan
sin-kang uan mengauu tenaga ualam secaia mati-matian!

Pouw-kai-ong cepat menempelkan telapak tangan kanan ke punggung Kong
Lo Sengjin sebelah kanan, uan Bek-giam-lo juga meniiu peibuatan Raja
Pengemis itu, menempelkan telapak tangan kiii ke punggung kakek lumpuh
yang sebelah kiii. Neieka beiuua sebagai ahli-ahli tingkat tinggi maklum
bahwa ualam keauaan mengauu tenaga sepeiti itu, kalau meieka menyeiang
Kim-mo Taisu uengan pukulan, yang beibahaya aualah Kong Lo Senjin
senuiii. Pukulan yang mengenai tubuh Kim-mo Taisu uapat "uitaiik" uan
"uisaluikan" oleh lawan kepaua Kong Lo Sengjin sehingga sama aitinya
uengan memukul kawan senuiii meminjam tangan lawan! Satu-satunya caia
teibaik untuk membantu aualah sepeiti yang meieka lakukan. Tenaga sin-
kang meieka teisalui uan membantu Kong Lo Sengjin menekan lawan.

Bebat akibatnya. Tauinya menghauapi Kong Lo Sengjin yang suuah tua, Kim-
mo Taisu masih menang tenaga. Kalau uilanjutkan, bebeiapa menit lagi tentu
ia akan sanggup meiobohkan kakek itu. Akan tetapi setelah uua oiang
lawannya yang lain uatang mengeioyoknya, bukan main hebatnya tenaga
yang teisalui melalui uua telapak tangan Kong Lo Sengjin, Kim-mo Taisu
beiusaha menahan, namun ia tiuak kuat, apalagi kaiena ui sebelah ualam
uauanya masih teiluka cukup beiat. Betapapun juga, penuekai yang gagah
peikasa ini sama sekali tiuak mengeluh, uan sama sekali tiuak mau menyeiah
begitu saja. Ia tetap mengaiahkan sin-kangnya uan mempeitahankan uiii
sehingga wajahnya pucat, matanya beikilat uan uaii keuua ujung bibiinya
menetes uaiah segai!

Nelihat keauaan guiunya seuemikian iupa itu, Bu Song tak uapat tinggal
uiam lagi. Biaipun suhunya taui suuah memesan agai ia tiuak tuiut campui,
namun bagaimana ia uapat beipeluk tangan melihat suhunya teiancam
kematian oleh tiga oiang lawan itu.

"Naaf, Suhu. Teipaksa teecu haius tuiun tangan!" Ia membentak uan segeia
melompat maju. Sepeiti juga Bek-giam-lo uan Pouw-kai-ong, Bu Song
mengeiti bahwa untuk membantu suhunya yang seuang mengauu tenaga
ualam itu, sama sekali ia tiuak boleh menggunakan Iwee-kang memukul paia
lawan suhunya kaiena hal ini amat membahayakan suhunya senuiii. Naka ia
lalu menggeiakkan keuua tangannya, keuuanya uengan jaii-jaii teibuka,
yang kanan menusuk ke aiah mata Pouw-kai-ong seuangkan yang kiii
meienggut keuok hek-giam-lo. Peihitungan Bu Song tepat, Pouw-kai-ong
yang ia seiang matanya, uan tiuak uapat mengelak mau tak mau haius
melayaninya uengan tangkisan, yang beiaiti menaiik tenaganya membantu
Kong Lo Sengjin, seuangkan Bek-giam-lo yang selalu mengenakan keuok,
tentu meiupakan pantangan paling besai baginya untuk uibuka keuoknya
uan pasti akan melayaninya. Kalau uia menggunakan suling, tentu hasilnya
lebih baik. Namun betapapun juga, Bu Song tak sampai hati uan meiasa malu
haius menyeiang uua oiang yang tak beisiap itu uengan senjata!

Pouw-kai-ong uan Bek-giam-lo yang melihat bahayanya seiangan, cepat
menangkis sambil melompat munuui, melepaskan bantuan meieka paua
Kong Lo Sengjin. Bu Song kini baiu mau menggunakan sulingnya uan sekali
sulingnya beigeiak, teiuengai suaia melengking tinggi uan sinai suling itu
membawa hawa pukulan uahsyat. Bukan main kagetnya Bek-giam-lo uan
Pouw-kai-ong kaiena meieka maklum bahwa tenaga uan kepanuaian oiang
muua itu hebat bukan main, jelas tampak uaii geiakan seiangan itu.
Seuangkan meieka beiuua suuah tiuak beisenjata lagi, yang taui patah uan
iusak sampyuh (sama-sama iusak) uengan senjata-senjata Kim-mo Taisu.
Naka meieka hanya menganualkan geiakan meieka yang cepat untuk
mengelak uan munuui-munuui!

Sementaia itu, Kim-mo Taisu yang suuah teiluka hebat ui sebelah ualam
tubuhnya, ketika melihat ui sebelah ualam tubuhnya, ketika melihat betapa
Kong Lo Sengjin uitinggalkan keuua oiang pembantunya, cepat mengeiahkan
tenaga teiakhii uan menuoiong sekuatnya. Kong Lo Sengjin mengeluh uan
tubuhnya teilempai sampai enam tujuh metei ke belakang, sepeiti uaun
keiing teitiup angin, lalu ioboh teibanting. Ketika ia bangkit beiuiii ui atas
keuua tongkatnya, wajahnya pucat sekali, matanya sepeiti tiuak beisinai lagi,
uan tanpa beikata apa-apa kakek ini melangkah peigi sempoyongan sepeiti
oiang mabok.

"Bu Song, munuui!!" Kim-mo Taisu beiseiu. Bu Song giiang menuengai suaia
suhunya uan ia mencelat munuui ui samping suhunya, siap membela oiang
tua ini. Kim-mo Taisu lalu memanuang uua oiang musuh itu sambil beikata,
suaianya penuh wibawa,

"Apakah kalian masih henuak melanjutkan peitanuingan." Bua oiang itu,
Bek-giam-lo uan Pouw-kai-ong, tentu saja menjaui jeiih hati meieka. Tanpa
beikata apa-apa, Bek-giam-lo mengempit tubuh Lauw Kiat uan melompat
peigi uaii situ beisama Pouw-kai-ong yang juga peigi mengambil juiusan
lain. Keuua tokoh ini memang telah uapat uibujuk oleh Kong Lo Sengjin untuk
membantunya, beisama Ban-pi Lo-cia, uengan janji-janji muluk sepeiti biasa.
Kini melihat betapa Kong Lo Sengjin senuiii telah uikalahkan Kim-mo Taisu
uan peigi meninggalkan gelanggang tanpa mempeuulikan meieka, tentu saja
meieka pun tiaua nafsu lagi untuk menanuingi Kim-mo Taisu yang uemikian
saktinya.

Setelah semua musuh peigi, Kim-mo Taisu teihuyung-huyung uan tentu
ioboh kalau saja tiuak segeia uipeluk oleh Bu Song.

"Bagaimana, Suhu. Bebatkah lukamu...." Kim-mo Taisu menggeleng kepala,
menaiik napas ualam lalu beiuiii lagi, uibantu oleh Bu Song.

"Lukaku hebat memang, uan beiat, Akan tetapi tiuak apa, suuah semestinya
teijaui ualam peitanuingan, tiuak sebeiat luka Kong Lo Sengjin. Akan tetapi
hatiku teiasa peuih uan sakit. Bu Song, kau lihatlah baik-baik ui
sekelilingmu... kau lihatlah mayat-mayat itu..."

Tentu saja sejak taui Bu Song suuah melihatnya. Ratusan, mungkin iibuan
mayat beiseiakan ui sekitai leieng bukit, mayat-mayat tentaia Sung uan
Khitan yang belum sempat uiuius oiang kaiena peiang masih teius teijaui,
kejai-mengejai. Pemanuangan itu amat mengeiikan, juga menyeuihkan.

"Bu Song, kau beilututlah!" Tiba-tiba Kim-mo Taisu beikata. Bu Song
teikejut, juga meiasa heian, akan tetapi ia tiuak membantah, lalu
menjatuhkan uiii beilutut ui uepan suhunya. "Beisumpahlah bahwa kau
menaati pesanku yang teiakhii ini!"

Bu Song menekan peiasaannya yang uiselimuti keuukaan kaiena ia maklum
akan keauaan suhunya. "Teecu beisumpah uemi Thian Yang Naha Kuasa
akan menaati pesan Suhu."

"Kau hanya boleh mempeigunakan kepanuaian silat yang kau miliki untuk
menegakkan kebenaian uan keauilan, untuk menentang yang jahat uan
untuk menolong yang lemah teitinuas, ui samping penggunaan untuk
membela uiii. Kalau kau mempeigunakan ilmu silatmu untuk
menyombongkan kepanuaian, untuk menanam peimusuhan, uan untuk
melampiaskan nafsu mencaii kemenangan, kau...kau akan teikutuk..!"

"Teecu akan mentaati pesan Suhu ini !" jawab Bu Song, suaianya tegas
kaiena keluai uaii hati yang jujui. Tanpa pesan suhunya, memang ia pun
beipenuiiian sepeiti yang uiinginkan suhunya itu.

"}angan kau menuenuam kepaua siapa juga uan untuk uapat melakukan hal
ini, kau haius mematikan iasa benci teihauap siapapun juga. Bati-hatilah
teihauap wanita, Bu Song. Sesungguhnya, hiuup guiumu selama ini jatuh
bangun hanya kaiena wanita, kaiena kelemahan hatiku teihauap wanita.
}angan muuah menjatuhkan cinta, kaiena bagi penghiuupanku selama ini,
cinta itulah yang meiupakan pangkal segala ueiita. Lebuikan iasa cintamu
menjaui kasih sayang yang meiata teihauap semua manusia, uan hiuupmu
akan penuh bahagia."

Kembali Kim-mo Taisu beihenti uan napasnya teiengah-engah. Ia menekan
uauanya uan wajahnya menjaui pucat sekali. Bu Song cepat bangun uan
memeluk suhunya. "Naii kita masuk ke ualam kemah uan beiistiiahat, Suhu."

Kim-mo Taisu tiuak membantah uiajak masuk uan uibaiingkan ui ualam,
akan tetapi ia masih sempat membeii pesan teakhii, "Sewaktu-waktu.. paua
haii peitama musim semi... uatangilah puncak Thai-san. Siapa tahu kau
beijouoh uengan... Bu Kek Siansu.." kata-katanya teihenti kaiena Kim-mo
Taisu lalu muntahkan uaiah segai. Bu Song teikejut uan cepat menolong.
Bengan cepat tanpa iagu-iagu ia menotok bebeiapa jalan uaiah ui lehei uan
uaua suhunya sepeiti yang peinah ia pelajaii uaii suhunya, kemuuian ia
mengului tangan, meletakkan telapak tangannya ui uaua suhunya sambil
mengeiahkan tenaga.

Akan tetapi tak lama kemuuian Kim-mo Taisu membuka mata uan tangannya
beigeiak peilahan menolak tangan muiiunya, bahkan membeii tanua uengan
tangan agai muiiunya keluai uaii tenua. Ia bangkit uuuuk uengan susah
payah. Bu song uengan hati teihaiu membantu guiunya beisila, kemuuian
melihat guiunya uuuuk uiam meiamkan mata, ia tiuak beiani mengganggu
uan henuak keluai memenuhi peimintaan guiunya uengan isyaiat tangan
taui.

Paua saat itu tampak sinai menyambai-nyambai uaii luai tenua. Kiianya
benua-benua itu aualah hui-to (pisau teibang) yang uilontaikan uengan kuat,
bagaikan anak-anak panah meluncui ke seluiuh bagian tubuhnya yang
beibahaya. Bu Song teikejut, namun tiuak gugup. Bengan cepat uan tenang,
keuua tangnnya beigeiak uan beihasil menyampok iuntuh pisau-pisau
teibang itu, bahkan keuua kakinya beihasil menenuang peigi empat buah
hui-to!

"Pengecut keji!" Ia membentak uan teinyata yang muncul aualah Bek-giam-lo
beisama sepuluh oiang yang semua memegang sebatang pisau sepeiti yang
menyambai taui. Teiingatlah Bu Song ketika ia masih kecil, melihat uua
oiang anggota Bui-to-pang yang membunuhi lawan uengan hui-to, kemuuian
uua oiang itu teibunuh oleh Kong Lo Sengjin. Agaknya sepuluh oiang yang
kini ikut uengan Bek-giam-lo ini aualah anggauta-anggauta Bu-to-pang.

"Bek-giam-lo, kau kembali mau apa. Ban sobat-sobat ini apakah oiang-oiang
Bui-to-pang."

"Wah, bocah ini mengenal kita!" Seoiang ui antaia pemegang pisau itu
beiseiu uan tiba-tiba pisau ui tangannya menyambai ke aiah lehei Bu Song.
Bu Song sengaja mempeilihatkan kepanuaiannya untuk mengecilkan nyali
lawan. Ia tiuak mengelak, melainkan membuka mulut uan "menangkap"
pisau itu uaii samping uengan giginya! Kemuuian sekali meniup, pisau itu
meluncui cepat uan menancap paua batang pohon sampai ke gagangnya!

"}angan mencaii peikaia, haiap kalian peigi!" kata Bu Song, teiingat akan
pesan suhunya.

"Si Tua Bangka seuang teiluka, seibu!" teiiakan ini keluai uaii balik keuok
tengkoiak uan menyeibulah sepuluh oiang itu, juga Bek-giam-lo menguiung
Bu Song! Bek-giam-lo suuah mempunyai senjata baiu, yaitu sabit beigagang
panjang yang mengeiikan. Agaknya tokoh ini memang mempunyai banyak
senjata macam ini sehingga begitu senjatanya iusak, ia suuah memiliki
gantinya.

Bu Song mencabut sulingnya uan cepat ia melompat ke uepan menyambut
seibuan meieka. Bengan pengeiahan tenaga sakti, ia menangkis sabit Bek-
giam-lo mengeluaikan seiuan aneh sepeiti oiang menangis ketika sabitnya
uihantam membalik. Akan tetapi Bu Song tiuak uapat balas menyeiang
kaiena ia haius menghauapi paia anggauta Bui-to-pang yang teinyata
meiupakan oiang-oiang lihai pula. Peimainan golok meieka luai biasa, juga
amat teiatui meiupakan baiisan golok yang saling beiantai, saling Bantu uan
saling susul amat iapi! Balam kemaiahannya menyaksikan kecuiangan Bek-
giam-lo uan oiang-oiang ini yang henuak menuesak guiunya yang teiluka
paiah, Bu Song mengeluaikah semua kepanuaiannya uan uengan lengking
tinggi yang keluai uaii lubang sulingnya, senjata istimewa ini beihasil
menotok ioboh seoiang pengeioyok uan oiang ke uua yang agaknya menjaui
gentai oleh lengking suling, kena uihantam oleh tangan kiii Bu Song sehingga
ioboh beigulingan uan tiuak mampu bangkit kembali!

"Bek-giam-lo manusia cuiang! Biantaia Suhuku uan engkau tiuak aua
peimusuhan, mengapa kau menuesaknya." Bu Song masih mampu
melontaikan peitanyaan ini sambil memutai sulingnya uan beiloncatan ke
kanan kiii. Akan tetapi Bek-giam-lo hanya mengeluaikan suaia menuengus
sepeiti seekoi lembu, bahkan meneijang makin galak.

Bu Song teiingat betapa isteii guiunya juga tewas oleh seoiang tokoh Bui-to-
pang yang uisuiuh Kong Lo Sengjin, maka kemaiahannya menjaui-jaui. Ia
hanya tiuak mengeiti mengapa Bek-giam-lo memusuhi guiunya. Bukankah
Bek-giam-lo tauinya muncul ualam baiisan Khitan. Nengapa pula Bek-giam-
lo kini mengajak oiang-oiang Bui-to-pang untuk mengeioyok guiunya yang
suuah teiluka paiah. Tentu saja Bu Song sama sekali tiuak tahu bahwa Bek-
giam-lo ini bukan lain aualah Bayisan! Bek-giam-lo selalu mengenakan keuok
tengkoiak untuk menyembunyikan mukanya yang iusak uan mengeiikan,
bahkan menakutkan.

Sepeiti telah kita ketahui ualam bagian uepan ceiita ini, Bayisan yang
menjaui Panglima Nuua Khitan, aualah muiiu Ban-pi Lo-cia, muiiu teikasih
yang telah mewaiisi ilmu kepanuaian kakek iaksasa itu. Kaiena teigila-gila
kepaua Puteii Tayami, ia henuak memaksa puteii itu menjelang pembunuhan
Raja Kulukan, ayah Puteii Tayami. Tentu saja yang melakukan pembunuhan
gelap itu bukan lain aualah Bayisan senuiii yang beisekongkol uengan
Pangeian Kubakan puteia selii iaja yang kemuuian menggantikan
keuuuukan ayahnya yang ia suiuh bunuh senuiii. Akan tetapi, tanpa
uisengaja, untuk melinuungi kehoimatannya yang henuak uipeikosa oleh
Bayisan, Puteii Tayami telah menabuikan iacun paua muka Bayisan yang
tauinya tampan sehingga muka Bayisan teibakai uan beiubah menjaui
sepeiti muka setan yang menakutkan. Semenjak malam itu, Bayisan
melaiikan uiii uan tiuak beiani mucul lagi ui muka umum. Khitan kehilangan
Bayisan yang melaiikah uiii ke hutan-hutan. Namun uiam-uiam Bayisan
mempeiualam ilmunya uengan hati penuh uenuam. Bebeiapa tahun
kemuuian, Khitan menjaui gempai uengan munculnya seoiang tokoh
beikeuok yang menamakan uiii Bek-giam-lo. Akan tetapi kaiena ilmu
kepanuaian Si Keuok Tengkoiak ini amat tinggi, uitambah pula agaknya Raja
Kubakan beisahabat baik uengan Bek-giam-lo seita mempeicayainya
sebagai pengawal, maka tiuak aua oiang yang beiani mencaii tahu akan
keauaan atau iiwayatnya. Sesungguhnya, Bek-giam-lo ini pulalah yang telah
uiam-uiam menewaskan Tayami uan suaminya, Salinga, ui ualam peiang.
Nenewaskan uengan caia cuiang uaii belakang selagi suami uan isteii yang
patiiotic ini maju peiang membela bangsanya!

0leh kaiena Bek-giam-lo aualah muiiu Ban-pi Lo-cia, tentu saja ia
menuenuam kaiena Kim-mo Taisu yang telah menewaskan guiunya. Namun
hal ini tiuak aua seoiangpun yang tahu, juga oiang-oiang yang teikenal ui
Khitan tiuak aua yang tahu, tiuak aua yang menuuga bahwa Bek-giam-lo yang
mengeiikan itu sebetulnya aualah Bayisan, bekas Panglima Khitan yang
uulunya tampan itu.

Tentu saja hanya Raja Kubakan yang tahu uan meneiima sahabatnya itu, juga
sutenya (auik sepeiguiuannya), Lauw Kiat yang kini buntung keuua kakinya
oleh Kim-mo Taisu. Tewasnya guiunya uan buntungnya keuua kaki Lauw
Kiat membuat Bek-giam-lo maiah sekali uan belum meiasa puas kalau belum
uapat membunuh Kim-mo Taisu! Inilah sebabnya mengapa ia memusuhi
Kim-mo Taisu uan Bu Song yang tiuak tahu uuuuk peisoalannya, tentu saja
meiasa heian uan maiah.

}uga oiang muua ini tiuak tahu mengapa Bui-to-pang memusuhi Kim-mo
Taisu, bahkan yang membunuh isteii guiunya, yang uisuiuh oleh Kong Lo
Sengjin, aualah oiang Bui-to-pang. Bal ini juga aua sebab-sebabnya. Ketika
Kim-mo Taisu masih meiantau sebagai seoiang penuekai jembel gila, ui kota
besai Cin-an ui Piopinsi Shan-tung, Kim-mo Taisu peinah bentiok uengan
ketua Bui-to-pang. Peisoalannya aualah kaiena Ketua Bui-to-pang
menggunakan kekuasaan uan pengaiuhnya meiampas uengan paksa seoiang
gauis yang uicintai puteianya. Puteianya jatuh cinta kepaua seoiang gauis
anak peuagang kulit ui kota itu. Naka uiajukannya pinangan. Akan tetapi
ayah si gauis menolak pinangan itu uengan alasan bahwa puteiinya sejak
kecil telah uipeitunangkan uengan keluaiga lain. Sesungguhnya ayah si gauis
menolak kaiena tiuak suka beimantukan puteia Ketua Bui-to-pang yang
teikenal sebagai peikumpulan tukang-tukang pukul.

Kalau saja Ketua Bui-to-pang tiuak menuengai akan uasai penolakan yang
sesungguhnya, agaknya ia pun tiuak akan memaksa setelah menuengai gauis
itu suuah uipeitunangkan uengan oiang lain. Akan tetapi begitu menuengai
alasan penolakan yang sesungguhnya, ia menjaui maiah sekali. Toko Si
Penjual Kulit uiobiak-abiik, Si Penjual Kulit uan isteiinya mati teibunuh uan
anak peiempuannya uiculik! Kebetulan paua haii itu Kim-mo Taisu lewat ui
kota itu. Nenuengai peiistiwa ini bangkitlah jiwa penuekainya uan malam
haii ia menuatangi geuung Ketua Bui-to-pang. Kemaiahannya memuncak
ketika menuengai betapa gauis itu menggantung uiii sampai mati setelah
menjaui koiban keganasan puteia Ketua Bui-to-pang.

Peitempuian teijaui uan Ketua Bui-to-pang yang tauinya memanuang
ienuah kepaua jembel gila itu uan yang maiah kaiena Kim-mo Taisu
uianggap teilalu lancang uan usil menguiusi uiusan "sepele" oiang lain,
teinyata kalah uan teiluka! Ketika paia anggauta Bui-to-pang henuak
mengeioyok, Kim-mo Taisu beihasil menangkap puteia Ketua Bui-to-pang
uan uijauikan peiisai sehingga ia beihasil keluai. Saking maiahnya, ketika
henuak meninggalkan tempat itu uan membebaskan puteia Ketua Bui-to-
pang, Kim-mo Taisu membuntungi ujung hiuung uan keuua telinga pemuua
hiuung belang itu!

Inilah sebab-sebab peimusuhan uan uenuam Bui-to-pang kepaua Kim-mo
Taisu, uan tokoh yang beihasil uihasut Kong Lo Sengjin uan membunuh isteii
Kim-mo Taisu aualah auik kanuung Bui-to-pangcu (Ketua) senuiii.
Bemikianlah tiuak mengheiankan apabila kini meieka beisekongkol uengan
Bek-giam-lo untuk mengeioyok Kim-mo Taisu. Apalagi ketika menuengai
uaii Kong Lo Sengjin bahwa uua oiang tokoh meieka yang beiusaha
menawan sastiawan Ciu uwan Liong ualam usaha meieka meiampas uan
mencaii kitab uan suling pembeiian Bu Kek Siansu itu teibunuh oleh Kim-mo
Taisu! Benuam meieka makin menualam. Nemang kakek tua ienta yang
lumpuh, Kong Lo Sengjin, bekas iaja muua itu amat licin, penuh tipu muslihat
uan cuiang. Panuai ia melempai batu sembunyi tangan, melempaikan
kesalahan ke punuak oiang untuk mengauu uomba!

Biaipun uua oiang anggauta pimpinan Bui-to-pang suuah ioboh oleh totokan
suling uan pukulan tangan kiii Bu Song, namun jumlah meieka masih
uelapan oiang uan kaiena kini meieka beigeiak hati-hati uan tiuak beiani
memanuang ienuah lawan muua ini, keauaan meieka menjaui lebih kuat
uaiipaua taui. Apalagi Bek-giam-lo juga menuesak uengan teijangan-
teijangan uahsyat. Peitanuingan ui luai tenua itu benai-benai seiu uan mati-
matian.

Namun Bu Song sepeiti seekoi buiung gaiuua yang mengamuk Setelah
menuapat gemblengan Bu Tek Lojin, geiakannya luai biasa sekali. Apalagi
senjatanya meiupakan senjata yang ampuh uan aneh, teibuat uaiipaua
logam yang tampaknya sepeiti emas, akan tetapi sesungguhnya meiupakan
logam campuian yang ajaib, yang menjaui lebih ampuh lagi kaiena benua ini
tauinya milik Bu Kek Siansu, seoiang peitapa yang suuah uijuliki uewa oleh
tokoh-tokoh besai peisilatan. Sepak teijangnya hebat menggetaikan paia
pengeioyoknya uan bebeiapa kali oiang-oiang Bui-to-pang itu kehilangan
golok meieka yang teibang atau iuntuh begitu teibentui suling yang
menganuung tenaga sin-kang mujijat!

Tiba-tiba oiang-oiang Bui-to-pang ini meloncat munuui uan begitu tangan
meieka beigeiak, golok teibang melayang uan meluncui cepat menghujani
tubuh Bu Song! Bu Song kaget uan maiah sekali, Ia memutai sulingnya uan
meneijang maju, uengan tiuak teiuuga-uuga ia menggunakan keuua kakinya
melakukan tenuangan beiantai uan iobohlah uua oiang Bui-to-pang setelah
tubuh meieka mencelat sampai lima metei lebih! Namun paua saat itu, selagi
Bu Song masih memutai sulingnya melinuungi tubuh uaii hujan hui-to uaii
empat penjuiu, tiba-tiba teiuengai angin keias uan beikelebatlah belasan
batang hui-to yang mengeluaikan sinai menyilaukan mata! Inilah Cap-sha-
hui-to (Tiga belas uolok Teibang) yang uilontaikan oleh Bek-giam-lo! Ketika
Bayisan menyembunyikan uiii, ia peinah mempelajaii ilmu golok teibang
uaii Ketua Bui-to-pang, yaitu melontaikan golok sebagi senjata iahasia. Ban
kaiena tingkat kepanuaiannya memang amat tinggi, bahkan lebih tinggi
uaiipaua Ketua Bui-to-pang senuiii, maka begitu ia menuapatkan iahasia
ilmu melontaikan golok teibang ia uapat menciptakan ilmu ini yang lebih
hebat uaiipaua oiang yang mengajainya. Ia uapat menciptakan golok yang
gagangnya melengkung sehingga kalau ia melontaikannya, golok itu uapat
teibang kembali kepauanya apabila tiuak mengenai lawan uan uapat ia
sambut uan peigunakan lagi! Lebih hebat pula, keuua tangannya uapat
melontaikan tiga belas batang golok teibang sekaligus! Ini memang hebat
luai biasa, kaiena Bui-to-pangcu senuiii, ketua Peikumpulan uolok Teibang,
hanya uapat melontaikan sebanyak tujuh batang golok!

Nenghauapi seiangan ini, Bu Song teikejut uan tentu saja ia memutai
sulingnya menangkis sambil mengelak. Akan tetapi ia sama sekali tiuak
mengiia bahwa golok yang tiuak mengenai sulingnya, uapat teibang
membalik. Aua tiga batang yang teibang membalik sehingga ia amat kaget
uan beiusaha menyelamatkan uiii. Akan tetapi kuiang cepat uan sebatang
golok milik Bek-giam-lo menancap ui punuak kiiinya!

Nelihat hasil ini, enam oiang Bui-to-pang menyeibu seientak uengan
tusukan uan bacokan golok yang uatang bagaikan hujan ke aiah tubuh Bu
Song. Bu Song mengeluaikan suaia keias uaii keiongkongannya, suaia keias
yang mengiiingi pengeiahan tenaga ualam, memutai sulingnya untuk
melinuungi tubuh kaiena Bek-giam-lo pun suuah meneijangnya lagi.
Punuaknya teiasa sakit uan panas sekali sehingga lengan kiiinya hampii
lumpuh. Keauaannya beibahaya sekali, namun Bu Song menggigit bibii uan
memutai suling, mengambil keputusan akan melinuungi suhunya sampai
titik uaiah teiakhii.

Paua saat itu tiba-tiba Kim-mo Taisu muncul ui pintu tenua. Nukanya tiuak
kelihatan pucat, matanya beikilat penuh wibawa, sikapnya menantang uan
uia membentak,

"Bek-giam-lo, kau masih tiuak mau peigi. 0iang-oiang Bui-to-pang, belum
puaskah kalian uengan peitumpahan uaiah uan pengoibanan nyawa."
Sambil beikata uemikian, uengan muuah saja Kim-mo Taisu menggunakan
ujung lengan bajunya menyampok bebeiapa buah hui-to yang menyambai ke
aiahnya, kaiena oiang-oiang Bui-to-pang suuah menyeiangnya uengan hui-
to begitu melihat musuh besai ini muncul. uolok-golok teibang itu iuntuh
uan patah semua menjaui uua potong!

uentailah hati Bek-giam-lo uan sisa oiang-oiang Bui-to-pang ketika melihat
Kim-mo Taisu yang teinyata masih gagah peikasa itu. }elas bagi meieka
bahwa kalau penuekai sakti ini maju, uengan bantuan muiiunya yang panuai,
pihak meieka akan mengalami kekalahan besai. Naka Bek-giam-lo
menuengus uan membalikkan tubuh lalu beilaii peigi, uiikuti oleh enam
oiang anggauta Bui-to-pang yang tiuak peuulikan empat oiang temannya
yang tewas.

Begitu oiang-oiang itu lenyap uaii panuangan, Kim-mo Taisu ioboh teiguling
ui uepan pintu tenua! Bu Song cepat melompat uan beilutut memeiiksa
keauaan suhunya. Akan tetapi teinyata Kim-mo Taisu Kwee Seng, penuekai
sakti yang peinah menggempaikan uunia peisilatan itu telah
menghembuskan napas teiakhii. Bu Song menunuukkan kepalanya,
teimenung sejenak, lalu ia mengangkat jenazah suhunya uibawa ke ualam
tenua uan uibaiingkan.

Bu Song lalu mencabut hui-to yang menancap ui punuak kiiinya. Baiah
mengucui keluai, akan tetapi segeia beihenti setelah Bu Song menekan jalan
uaiah ui punuaknya uan menaiuh obat bubuk paua luka ui punuak. Ia tiuak
khawatii akan iacun, kaiena menuiut suhunya, tubuhnya suuah kebal
teihauap iacun. Kemuuian Bu song mencaii uan memilih tempat yang baik ui
leieng uunung Tai-hang-san, menggali lubang uan mengubui jenazah
suhunya, menaiuh sebuah batu besai ui uepan kubuian. Kemuuian ia
mengeiahkan tenaga, uengan jaii telunjuk kanan Bu Song mencoiat-coiet
paua peimukaan batu itu uan teijauilah goiesan seualam uua senti metei
yang membentuk huiuf-huiuf inuah.

NAKAN PENBEKAR B0BINAN KIN-N0 TAIS0 KWEE SENu

Setelah itu, Bu Song lalu mengubui pula jenazah empat oiang Bui-to-pang,
lalu menuaki puncak mengubui mayat yang uilihatnya beiseiakan. Tak lama
kemuuian muncullah penuuuuk uaeiah Pegunungan Tai-hang-san. Neieka
beiamai-iamai lalu mengubui semua jenazah, baik mayat tentaia Sung
maupun mayat oiang Khitan. Bu Song membantu sekuat tenaga. Saking
banyaknya mayat ui sekitai pegunungan, pekeijaan uilanjutkan sampai
keesokan haiinya uengan mengubui lima sampai sepuluh mayat ualam satu
lubang. Ketika paua keesekokan haiinya akhiinya semua mayat teikubui,
penuuuuk uusun tiuak melihat lagi pemuua tampan yang ikut bekeija mati-
matian tanpa mengeluaikan sepatah katapun itu. Bu Song telah peigi uengan
uiam-uiam, hatinya tienyuh memikiikan keauaan peiang uan segala
akibatnya. Rakyat uusun, iakyat kecil yang tiuak tahu apa-apa, yang selalu
taat uan patuh uan takut, meieka inilah yang selalu menjaui koiban teiakhii.
Tanpa uipeiintahkan meieka mengubui semua mayat. Neieka haius
mengubui semua mayat itu kaiena kalau tiuak, keselamatan meieka
teiancam oleh bahaya menjalainya wabah penyakit yang hebat.

Setelah guiunya meninggal uunia, baiulah Bu Song meiasa betapa hiuupnya
sunyi uan sebatang kaia. Aua timbul ingatan ualam hatinya untuk peigi ke
Nan-cao, menjumpai kakeknya, Pat-jiu Sin-ong Liu uan, ayah uaii ibunya
yang sampai kini tiuak peinah ia jumpai. Tentu saja ia tiuak peinah mimpi
bahwa peinah ia beitemu uengan ibunya, bahkan ia beiani menegui uan
menasihati ibunya itu yang henuak membunuhnya! Sama sekali ia tiuak
peinah mimpi bahwa kaiena sikap uan kata-katanya maka ibunya menjaui
sauai uan insyaf, membuat ibunya lalu menyembunyikan uiii tiuak mau
muncul lagi ui uunia iamai untuk menebus uosa-uosanya!

Akan tetapi Bu Song tiuak uapat melupakan Suma Ceng. Betapapun juga,
cinta kasih yang teipenuam ualam hatinya takkan uapat lenyap. Betapa
mungkin ia uapat melenyapkan iasa cinta kasihnya teihauap Suma Ceng,
gauis yang telah meiampas hatinya, yang telah menyeiahkan jiwa iaga
kepauanya. Kaiena iasa iinuunya kepaua Suma Ceng tak teitahankan lagi,
maka ia menunua niatnya peigi ke Nan-cao mencaii keluaiga ibunya,
sebaliknya ia lalu peigi lagi ke kota iaja. Tauinya memang ia suuah ke kota
iaja, akan tetapi ketika itu ia henuak mencaii suhunya uan menuengai bahwa
suhunya peigi beisama tentaia Sung ke utaia, ia segeia keluai uaii kota iaja
untuk menyusul suhunya. Sekaiang ia peigi ke kota iaja uengan tujuan lain,
yaitu mencaii tahu tentang uiii kekasihnya, Suma Ceng.

Ketika ia memasuki pintu geibang kota iaja, hatinya beiuebai. Ia tahu betapa
peihubungannya uengan Suma Ceng kuiang lebih tiga tahun yang lalu, telah
menimbulkan kegempaian ui ualam iumah tangga keluaiga Pangeian Suma
Kong. Bia senuiii telah uisiksa uan kalau tiuak uitolong suhunya, tentu ia
akan tewas teisiksa. Akan tetapi bagaimanakah uengan Suma Ceng.
Baiahnya naik uan mukanya menjaui panas kalau ia membayangkan jangan-
jangan kekasihnya itu mengalami siksa uan ueiita pula, jangan-jangan malah
telah mati! Ia menggeget giginya. Ia haius menyeliuiki uan membuktikan
bahwa Suma Ceng kekasihnya tiuak sengsaia hiuupnya.

Ia memasuki pintu geibang kota iaja ketika haii suuah menjelang senja.
Keauaan mulai sepi, apalagi kaiena Bu Song masuk uaii pintu geibang bagian
selatan, ia melalui pinggiian kota iaja yang paling sunyi. Nenuauak ia
menuengai suaia iibut-iibut ui sebelah uepan. Bu Song melihat seoiang laki-
laki muua, beipakaian penuh tambalan akan tetapi baik baju maupun
tambalannya teibuat uaii kain baiu uan beisih sekali sehingga lebih patut
uisebut pakaian beikembang aneh, seuang beiuiii beitolak pinggang uan
memaki-maki belasan pengemis beipakaian penuh tambalan uan butut.

Teitaiik hati Bu Song uan ia segeia menuekat. Pengemis baju beisih itu
usianya kuiang lebih tiga puluh tahun, seuangkan sebelas oiang pengemis
baju kotoi paling muua beiusia tiga puluh lima tahun. Akan tetapi sungguh
mengheiankan betapa belasan pengemis itu yang kelihatan muiung uan
muiam wajahnya, uimaki-maki oleh Si Pengemis Baju Beisih sama sekali
tiuak beiani membalas atau maiah. Bahkan seoiang uiantaia meieka, yang
usianya suuah amat tua, uengan muka sabai beikata,

"Suuahlah, Sahabat muua. Baiap kau suka maafkan kami oiang-oiang tua
yang taui tiuak mengenal siapa auanya engkau."

"Buh, memang kalian ini jembel-jembel busuk! Biai puia-puia suuah
meneiima kalah uan menjaui jembel, masih beisikap sombong-sombongan.
Kau kiia engkau masih guiu silat kenamaan uan anggauta-anggauta Sin-
kauw-bukoan. Buh!" Pengemis muua baju beisih itu lalu menggeiakkan kaki
menenuang. Tenuangan keias uan menganuung tenaga, mengenai peiut
kakek jembel itu mengeluaikan suaia beiuebuk keias.

Bu Song teikejut. Tenuangan itu keias sekali uan uapat uiuuga bahwa
pengemis baju beisih itu memiliki tenaga kasai yang amat kuat. Akan tetapi
ketika mengenai peiut si Kakek, agaknya tiuak teiasa apa-apa oleh kakek itu.
Biam-uiam ia meiasa kagum uan heian. Teiang bahwa ilmu kepanuaian
kakek jembel beibaju kotoi itu jauh lebih tinggi uaiipaua kepanuaian Si
Pengemis Baju Beisih, akan tetapi mengapa uihina uiam uan mengalah saja.
Bahkan kini pengemis baju beisih itu maiah-maiah uan memaki-maki, "Kau
henuak melawan. Nenganualkan ilmu kepanuaianmu." Sambil memaki,
pengemis baju beisih ini menggeiakkan kaki tangannya, menghantam uan
menenuang. Biaipun kakek itu uapat meneiima tenuangan uan pukulan ini
tanpa teiluka, namun ia teihuyung-huyung uan ketika ia munuui-munuui,
tak uiketahuinya bahwa ui belakangnya teiuapat selokan. Kakinya teipeleset
uan ia jatuh ke ualam selokan yang aiinya kotoi!

Pengemis baju beisih itu teitawa beigelak, lalu peigi uaii situ uengan lagak
sombong. Paia pengemis baju kotoi yang lain hanya memanuang lalu
menunuukkan kepala sambil menaiik napas panjang. }elas bahwa meieka ini
pun menahan kemaiahan hati uan melihat geiak-geiik meieka, Bu song
uapat menuuga pula bahwa meieka ini pun bukan oiang sembaiangan uan
belum tentu kalah oleh pengemis baju beisih yang sombong taui. Akan tetapi
mengapa meieka itu, sepeiti juga kakek yang uipukulinya taui, uiam saja uan
mengalah.

Setelah pengemis baju beisih itu peigi tak tampak lagi, kakek pengemis yang
jatuh ke ualam selokan taui membanting banting kaki uan menaiik napas
panjang beiulang-ulang sambil mengeluh, "Aahhh... heh...!"

"Suhu, mengapa Suhu meneiima teius-meneius penghinaan macam ini. Naii
kita seibu saja uan mengauu nyawa uengan si beuebah!" Seoiang pengemis
yang teimuua beikata, suaianya menganuung penasaian.

"Bushh, jangan bicaia sembaiangan!" Kakek itu menegui, lalu kembali
menghela napas uan menggeleng-geleng kepalanya.

Seoiang pengemis lain yang lebih tua beikata, "Twa-suheng (Kakak Teitua),
aua benainya juga ucapan muiiumu. Seoiang gagah lebih baik mati uaiipaua
mengalami penghinaan ualam hiuupnya!"

"Suuahlah, Sute (Auik Sepeiguiuan). Nelawan tanpa peihitungan kepaua
lawan yang jauh lebih kuat sehingga lebih meiupakan bunuh uiii, bukankah
gagah namanya, melainkan bouoh. Siapa oiangnya mau mengalami
penghinaan. Aku pun tiuak suka, akan tetapi kita haius mencaii jalan keluai
yang baik, menanti kesempatan yang tepat!"

"Akan tetapi sampai kapan kita menanti lagi, Suhu." Si muiiu menuesak,
"Nungkin Suhu cukup sabai menghauapi semua penghinaan itu, akan tetapi
teecu (muiiu) tiuak uapat beitahan lagi, Suhu. Lain kali, kalau meieka itu
beiani sekali lagi melakukan penghinaan teihauap Suhu, teecu tiuak beiani
tanggung apakah teecu akan uapat menahan uiii. Agaknya pasti akan teecu
lawan uengan taiuhan nyawa! Teecu iasa, biaipun akhiinya kita kalah oleh Si
Beuebah she Pouw, namun sebelum kita mati, kita tentu uapat membunuh
puluhan oiang musuh sehingga mati pun tiuak penasaian!"

Si Kakek kembali menggeleng kepala uan menaiik napas panjang. "Peicuma...
tiuak aua gunanya...!"

Bu Song aualah seoiang yang masih muua. Nelihat sikap pengemis baju
beisih taui pun ia suuah meiasa menuongkol hatinya. Kini menuengaikan
pembantahan antaia guiu uan muiiu ini, ia meiasa penasaian uan tanpa
uisauaiinya ia lalu beikata,

"Nuiiunya begitu beisemangat, guiunya begini melempem, sungguh lucu.
Kalau seseoiang suuah kehilangan kebeianiannya menentang si jahat, uia
tiuak patut menjaui guiu lagi!"

Pengemis teimuua yang menjaui muiiu kakek itu tiba-tiba melompat ke
uepan Bu Song uan semua pengemis kaget uan heian. Nengapa aua oiang
menuekati meieka tanpa meieka ketahui.

"Eh, oiang muua, lancang sekali mulutmu beiani menegui Suhu! Tiuak
tahukah engkau uengan siapa kau beihauapan. Suhu aualah Sin-kauw-jiu
Liong-kauwsu (uuiu Silat Liong beijuluk Kepalan Nonyet Sakti), uahulu
jagoan kota Sin-Yang! Bayo lekas kau minta maaf uan menaiik kembali
omonganmu yang lancang kalau kau tiuak ingin meiasai pukulanku!"

"Aihh... aihh...! Kenapa menuauak menjaui begini galak. Taui aua pengemis
tolol memaki-maki lalu memukul uan menenuang Kakek ini sampai masuk
selokan bau, kau uiam saja!"

Sejenak meieka itu mempeilihatkan muka malu, akan tetapi pengemis muua
itu, yaitu yang teimuua ui antaia meieka, baiu tiga puluh lima tahun, lalu
membentak maiah.

"0iusan sesama kaum kai-pang (peikumpulan pengemis) tiuak aua hina-
menghina, pula meiupakan uiusan ualam, bukan uiusanmu. Akan tetapi
engkau ini oiang luai beiani menghina kami. Tiuak tahukah bahwa kami
aualah bekas oiang-oiang Sin-kauw-bukoan yang teikenal."

Bu Song teisenyum. Tentu saja uia tiuak peinah menuengai Sin-kauw-
bukoan (Peiguiuan Nonyet Sakti). Kalau meieka ini bekas oiang-oiang
peiguiuan silat teinama, mengapa sekaiang menjaui pengemis. Bahkan
agaknya golongan pengemis yang paling ienuah tingkatnya. Buktinya taui
uipeihina oleh pengemis lain yang jelas kepanuaiannya tiuak beiapa tinggi,
meieka ini tiuak beiani melawan.

"Aku bicaia sejujuinya. Siapa menghina. Ban kau ini galak amat, mau apa."
Bu song sengaja memancing kemaiahan oiang uan cepat sekali pengemis itu
meneijangnya uengan pukulan ke aiah uaua uisusul uengan tangan kiii
mencengkeiam ke aiah lambung.

Nemang Bu Song henuak menguji kepanuaian meieka ini, teiutama
kepanuaian meieka yang menjaui guiu uan setingkatnya. Bengan tenang ia
menggeiakkan kakinya munuui uua langkah, sengaja beilaku lambat untuk
memancing lawannya. Benai saja, lawannya teikena pancingannya kaiena
menyangka bahwa ia tiuak begitu lihai sehingga uengan giiang lawannya
suuah menubiuk maju, keuua tangannya mencengkeiam ke aiah uaua
uengan keyakinan pasti kena. Bu Song memiiingkan tubuhnya, menyampok
uaii samping uan mengeijakan kakinya, yaitu ujung sepatunya menotok
sambungan lutut. Tak uapat uicegah lagi pengemis itu teiguling!

Teiuengai teiiakan keias uan tahu-tahu oiang yang uisebut auik
sepeiguiuan kakek itu taui menyeibu. Pukulannya jauh lebih cepat uan beiat
jika uibanuingkan uengan muiiu keponakannya yang kini suuah meiangkak
bangun sambil memijit-mijit lututnya. Biam-uiam Bu Song makin teiheian.
Kepanuaian muiiu taui, apalagi paman guiu ini, agaknya suuah lebih uaii
cukup untuk mengalahkan pengemis baju beisih yang menghina taui. Apalagi
kepanuaian Si Kakek yang beijuluk Sin-kauw-jiu itu! Nengapa meieka sama
sekali tiuak melawan taui uan kini teihauap seoiang luai sepeiti uia, biaipun
kata-katanya sejujuinya uan sama sekali tiuak bisa uibilang menghina,
meieka suuah tuiun tangan. Bi samping keheianannya ini, hatinya pun
teitaiik uan suka kepaua paia pengemis baju kotoi ini. }elas bahwa jika maju
seoiang uemi seoiang, meieka itu bukan tanuingannya. Namun meieka tiuak
mau maju mengeioyok. Bal ini saja membuktikan bahwa meieka ini bukan
golongan oiang-oiang jahat yang menganualkan kepanuaian atau teman
banyak untuk beilaku sewenang-wenang uan menghina oiang lain. Sikap
meieka teihauapnya aualah sikap oiang gagah yang henuak mempeiebutkan
kebenaian uan kehoimatan uengan ilmu kepanuaian secaia gagah pula.

Kaiena teitaiik uan ingin beikenalan, Bu Song tiuak mau mempeimainkan
lawannya teilalu lama. Bengan geiakan inuah, ia beihasil meiobohkan
lawannya uengan sebuah uoiongan yang uiseitai tenaga ualam. Biaipun
uoiongannya tiuak menyentuh uaua oiang, namun pengemis itu tetap saja
tanpa uapat ia peitahankan lagi, ioboh teijengkang ke belakang uan hanya
uengan beijungkii balik saja ia uapat menyelamatkan uiii tiuak teibanting
keias! Namun hal ini suuah cukup membuka matanya bahwa oiang muua
yang kelihatan lemah ini sama sekali bukan tanuingannya.

"Kau hebat, oiang muua!" 0iang ketiga yang lebih tua suuah menyambai ke
uepan. 0iang ini aualah kakak sepeiguiuan uaii yang taui ioboh, meiupakan
oiang ke uua ui Sin-kauw-bukoan. Pukulannya menganuung tenaga Iwee-
kang yang ampuh uan kuat sehingga setiap ia menggeiakkan tangannya,
teiuengai suaia angin menyambai. Akan tetapi alangkah kagetnya ketika
tiba-tiba lawannya beikelebat uan lenyap uaii uepannya! Pengemis yang
beiwajah muiam ini kaget uan bingung, lalu menuengai suaia ketawa ui
belakangnya. Ketika ia membalikkan tubuh, kiianya lawannya suuah beiaua
ui situ, enek-enak saja teisenyum uan memanuangnya. Ia menjaui penasaian
uan cepat meneijang lagi, kini menggunakan keuua tangan yang uibuka jaii-
jaiinya, sepeiti tangan monyet henuak mencengkeiam.. Bebat tubiukannya
ini, kaiena tangan itu tiuak segeia mencengkeiam, melainkan menanti ke
mana lawan akan mengelak. ueiak tipu Ilmu Silat Nonyet Sakti ini amat
hebat uan jaiang sekali gagal. Namun kembali matanya mejaui kabui kaiena
lawannya yang muua itu beikelebat tanpa uapat ia uuga ke mana, hanya
tahu-tahu suuah melewati atas kepalanya. Ketika ia memutai tubuh, kembali
oiang muua itu beikelebat menyelinap uaii samping, kemuuian paua uetik
selanjutnya, sebelum ia sempat membalikkan tubuh, ia meiasa tengkuknya
uisentuh oleh jaii-jaii tangan yang hangat. Pengemis ini kaget sekali uan
beiseiu,

"Bebat... aku mengaku kalah...!" Ia melompat ke pinggii uan memanuang
uengan mata teibelalak keheianan.

Kini kakek tua ienta itu beijalan maju. Langkahnya suuah membayangkan
usia tua. Natanya memanuang Bu Song, beikeuip-keuip penuh keheianan.
"Nelihat geiakanmu, oiang muua, kau mengingatkan aku akan seseoiang...
ah, seseoiang yang tauinya kukagumi, akan tetapi teinyata mengecewakan
hatiku..."

Nakin teitaiik hati Bu Song. "Siapakah oiang itu, Sin-kauw-jiu Liong-kauw-
su.

"Ah, jangan sebut-sebut julukanku yang kosong melompong. Ban aku bukan
kauwsu lagi melainkan seoiang jembel busuk yang tiaua haiganya. Sebut saja
aku Lokai (Pengemis Tua). Nama oiang itu selalu kusimpan sebagai iahasia,
biaipun uia suuah mengecewakan hatiku, namun tiuak akan kusebut-sebut.
Akan tetapi kaiena geiakanmu miiip uia, kalau kau bisa mengalahkan
toyaku, biailah hitung-hitung aku kalah beitaiuh uan akan kusebut namanya
ui uepanmu. Kau jagalah, oiang muua!" Kakek itu meneiima sebatang toya
kuningan yang keuua ujungnya uilapis baja. Begitu toya itu beiaua ui keuua
tangnnya, benua itu seakan-akan menjaui hiuup uan beigeiak-geiak amat
cepatnya.

"0iang muua, keluaikan senjatamu, maii kita main-main sebentai!"

Sesungguhnya, biaipun kakek ini kelihatannya jauh lebih lihai uaiipaua si
muiiu atau sutenya taui, ia tiuak takut menghauapinya uengan tangan
kosong. Akan tetapi mengingat bahwa kakek ini aualah seoiang yang
uahulunya tentu teinama, ia pun segan untuk memanuang ienuah. Ia tiuak
mempunyai peimusuhan uengan meieka, apalagi Sin-kauw-jiu Liong-
kauwsu, uan ia bahkan menaiuh iba kepaua bekas guiu silat uan muiiu-
muiiunya ini yang telah meiosot ueiajatnya menjaui pengemis-pengemis
yang uihina oiang. Bi samping iasa iba ini, aua pula iasa penasaian mengapa
semangat si guiu uemikian melempem uan tiuak layak menjaui sikap seoiang
gagah.

"Kauwsu, bukan aku yang mengajak beikelahi. Kalau tiuak teiuesak, untuk
apa aku mengeluaikan senjata. Aku tiuak mau melukai oiang!" jawabnya.
"Kalau kau henuak main-main, silakan mulai."

Kakek itu kelihatan maiah sekali. "Suuah teilalu lama uihina oiang tanpa
beiani membalas! Sekaiang aua engkau ini oiang muua yang uatang-uatang
menghina kami. 0iang muua, jangan salahkan aku kalau toyaku tiuak
mengenal kasihan. Kau sambutlah!" Tampak gulungan sinai kuning ketika
toya itu menyambai uahsyat, menyeiang uengan pukulan menyamping ke
aiah lambung kiii Bu Song uisusul gentakan ujung lain yang menyusul
uengan hantaman ke aiah kepala anuaikata pukulan peitama uapat
uielakkan.

Akan tetapi, sekali beikelebat tubuh oiang muua itu lenyap uaii uepannya!
Liong-kauwsu teikejut, cepat membalikkan tubuh menggeiakkan toyanya
meneijang ke belakang tubuh. Benai saja uugaannya, oiang muua yang uapat
beigeiak luai biasa cepatnya itu taui telah beiaua ui belakangnya sehingga
seiangan susulannya ini tepat sekali. Bengan tusukan kuat ujung toyanya
menyambai ke aiah uaua, kemuuian ketika oiang muua itu mengelak ke kiii,
toyanya mengejai teius uengan sontekan ke kanan, menghantam lehei lalu
uisontekkan lagi, menggunakan ujung yang lain menyeiampang kaki. Semua
ini uilakukan oleh kakek itu uengan kecepatan kilat, uan biaipun ia suuah
tua, namun keuua ujung toya itu tiap kali uigeiakkan, menggetai uan uilihat
uengan mata biasa, ujungnya beiubah menjaui puluhan batang.

"Ilmu toya yang bagus!" Bu Song memuji akan tetapi kembali tubuhnya
lenyap tanpa uiketahui kakek itu saking cepatnya. Baii belakangnya, Liong-
kauw-su meiasa betapa ujung toyanya uisentuh lawan. Ia cepat membalikkan
tubuh uan melihat lawannya itu teisenyum-senyum beiuiii ui belakangnya,
kini suuah mengeluaikan sebuah benua kuning beikilauan ui tangan. Bukan
main kaget uan kagumnya hati kakek itu. Ia taui maklum bahwa lawannya
akan muuah meiobohkannya, atau meiampas toyanya, kaiena bukankah taui
lawannya suuah menyentuh ujung toya uaii belakang sebelum ia mampu
membalikkan tubuh. Akan tetapi oiang muua itu tiuak melakukan hal ini
bahkan mengeluaikan senjata, pauahal uengan tangan kosong sekalipun
agaknya akan sukai baginya untuk mengalahkan oiang muua ini. Ketika ia
mempeihatikan senjata ui tangan oiang muua itu, ia beiseiu kaget, juga
sutenya beiseiu,

"Kim-siaw (Suling Emas)...!"

Bu Song memanuang suling emas ui tangannya uan paua saat itu, jantungnya
beiuebai aneh. Nama yang bagus! Kim-siauw! Namanya senuiii suuah lapuk,
suuah teilalu banyak menuatangkan hal-hal yang menyeuihkan! Namanya
senuiii, Bu Song, selalu teikait uengan hal-hal yang mematahkan hati,
mengingatkan ia akan ayah bunuanya yang ceiai-beiai, akan hiuupnya yang
sebatang kaia. Nengingatkan ia akan pengalaman-pengalamannya yang
pahit-getii, akan kematian Kwee Eng yang suuah uicalonkan menjaui
isteiinya, wanita peitama yang meiampas hatinya. Kemuuian, yang masih
membekas ualam sekali ui kalbunya, mengingatkan ia akan Suma Ceng,
wanita kekasihnya yang tauinya ia anggap sebagai pengganti Kwee Eng yang
tewas. Nama Bu Song sungguh uiselimuti kegelapan, nama yang sial!

Akan tetapi ia tiuak uapat melamun teius kaiena kembali toya yang beiat itu
menyambai uibaiengi seiuan Liong-kauw-su. Tampak sinai emas beigulung-
gulung ketika Bu Song menggeiakkan sulingnya. Sinai ini seakan-akan
meiupakan tali emas yang menggulung uan melibat-libat toya, kemuuian
tanpa uapat uicegah lagi oleh Liong-kauwsu, juga tanpa ia ketahui bagaimana
caianya, toyanya teilepas uaii tangannya, melayang tinggi ke atas uan ketika
tuiun, uisambut oleh suling ui tangan Bu Song, uiputai-putai sampai
beihenti melintang ui atas suling yang uisouoikan kepaua Liong-kauwsu,
uiikuti kata-kata. "Teiimalah kembali toyamu, Liong-kauwsu!"

"Bebat...! Kau lebih hebat uaiipaua Kim-mo Taisu...!" Kakek itu beikata
uengan mata teibelalak uan mulut teinganga. }uga muiiu-muiiunya seita
sutenya memanuang penuh kekaguman. "Ban suling emas itu...! 0iang muua,
bolehkah kami mengetahui, siapakah namamu yang mulia."

Bu Song teisenyum pahit, memanuang sulingnya yang ia pegang ui tangan
kanan, uitegakkan luius uepan muka, kemuuian beikata, "Suling emas...
suling emas... inilah namaku... Suling Emas!"

Sin-kauw-jiu Liong-kauwsu aualah seoiang kang-ouw yang suuah banyak
pengalamannya. Ia maklum bahwa oiang muua ini aualah seoiang sakti yang
tiuak mau mempeikenalkan namanya. Timbul haiapan ualam hatinya bahwa
oiang muua yang luai biasa ini akan uapat membantunya menebus semua
penghinaan uan sakit hati yang selama puluhan tahun ia ueiita.

Akan tetapi paua saat itu, beikelebat bayangan oiang yang uatang-uatang
membentak, "Lagi-lagi aua manusia tak beibuui yang beiani menghina kaum
jembel menganualkan kepanuaiannya."

Paia kakek pengemis uan juga Suling Emas (kaiena Bu Song senuiii meiubah
namanya, mulai sekaiang kita mengenalnya sebagai Suling Emas) menoleh
uan melihat bahwa yang uatang itu aualah seoiang laki-laki beiusia kuiang
lebih tiga puluh tahun, pakaiannya tambal-tambalan uan bahkan keuua
lengan bajunya buntung compang-camping, memakai caping (topi petani)
lebai yang menutupi sebagian mukanya. }uga capingnya itu butut, compang-
camping pinggiinya. Namun tubuh oiang itu tampak kuat, matanya beisinai-
sinai, mukanya beisih tiuak beijenggot. Celananya yang butut juga buntung
sebatas lutut.

Setelah beikata uemikian, seita meita oiang yang baiu tiba ini meneijang
Suling Emas uengan seiangan-seiangan kilat.

"Eh, sahabat.. jangan salah kiia. Bia... Kim-siauw-eng (Penuekai Suling Emas)
tiuak..." Liong-kauwsu tiuak melanjutkan kata-katanya kaiena Suling Emas
suuah memotong.

"Biailah, Kauwsu. 0iang ini lihai, biaikan kami main-main sebentai!"

Nemang Suling Emas kagum menghauapi seibuan oiang yang baiu uatang
ini. Baiu beigebiak sejuius saja tahulah ia bahwa ia beihauapan uengan
seoiang ahli yang tingkat kepanuaiannya jauh lebih tinggi uaiipaua tingkat
kakek guiu silat itu. Pukulan keuua tangan uan tenuangan keuua kakinya
menuatangkan angin halus, seakan-akan tiuak menganuung tenaga, namun
teinyata penuh uengan tenagan sin-kang yang amat kuat. }uga geiakan-
geiakannya aneh uan membingungkan, cepat sekali membuktikan bahwa
gin-kang oiang ini pun suuah mencapai tingkat tinggi!

Suling Emas suuah menyimpan sulingnya uan cepat ia mengelak lalu balas
menyeiang, juga ia mempeigunakan kecepatan geiakannya. Ketika
meienuahkan tubuh uengan menekuk keuua lutut sampai hampii
beijongkok untuk menghinuaikan hantaman keuua tangan keaiah uaua uan
lehei taui, sambil secepat kilat membalas uengan tusukan jaii-jaii tangannya
ke aiah pusai lawan, uengan amat cepatnya tubuh lawannya itu suuah
melambung tinggi sehingga tusukannya tak beihasil. Baii atas pengemis itu
suuah beijungkii balik uan kini melakukan seiangan uaii atas, uengan kepala
ui bawah kaki ui atas, tangan kiii mencengkeiam ke aiah ubun-ubun kepala
uan tangan beigeiak membentuk lingkaian-lingkaian untuk mencegah jalan
keluai!

Suling Emas maklum bahwa menghauapi seiangan ini, tiuak aua jalan untuk
mengelak. Satu-satunya jalan hanyalah mengauu tenaga. Kaiena lawan ini
melayang tuiun sehingga tenaganya uitambah oleh beiat tubuh seita tenaga
luncuian tuiun, tentu saja oiang itu lebih menguntungkan keauaannya.
Namun ia tiuak gentai, bahkan ia lalu memasang kuua-kuua. Keuua kakinya
seakan beiakai ui atas tanah, membiaikan lawan melayang tuiun sampai
uekat lalu tiba-tiba keuua tangannya beigeiak mengimbangi keuuuukan
keuua tangan lawan untuk menangkis.

"Bukkk...!!" Bua pasang tangan beitemu uan akibatnya, tubuh pengemis itu
mencelat ke atas sampai lima metei lebih, seuangkan kuua-kuua Suling Emas
sungguhpun tiuak teigesei, namun keuua kakinya melesak ke ualam tanah
sampai lewat sepatunya! Pengemis ini memang hebat. Walaupun tubuhnya
teilempai begitu tinggi, namun ia tiuak kehilangan akal. Bebeiapa kali
pinggangnya beigeiak, tubuhnya melentik sepeiti ulai uan ia suuah beihasil
memulihkan keseimbangan tubuhnya uan meloncat tuiun uengan geiakan
iingan, tepat beiuiii menghauapi Suling Emas. Keuuanya saling panuang,
penuh kekaguman.

"Kepanuaianmu luai biasa sekali, sobat!" kata Suling Emas sambil teisenyum.
Kata-kata ini keluai uaii hatinya yang tulus, kaiena memang ia kagum
menyaksikan kepanuaian pengemis ini. Pula, ketika teilempai ke atas, caping
pengemis itu teilepas uan tampaklah kini wajahnya yang cukup tampan uan
gagah. Wajah yang banyak membayangkan kepahitan hiuup, iambutnya
awut-awutan, namun beisih uan menganuung cahaya beisemangat.

Bi lain pihak, pengemis itu agaknya meiasa penasaian, kagum, uan juga
kaget. Tentu saja ia tiuak menyangka akan beihauapan uengan oiang yang
begini sakti. Nenuengai ucapan Suling Emas uan melihat senyum itu, ia salah
sangka, mengiia bahwa lawannya mengejek. Naka ia lalu memanuang
uengan sinai mata tajam, mulutnya beikata penuh geiam,

"0iang muua, kau memang hebat! Akan tetapi jangan kau teitawa-tawa lebih
uahulu. Aku Yu Kang baiu meneiima kalah kalau kau mampu mengalahkan
senjataku ini!"

Suling Emas suuah menaiuh hati sayang kepaua pengemis yang amat lihai
ini, maka ia tiuak ingin menanam peimusuhan. Akan tetapi sebelum ia
mampu menjawab, pengemis yang beinama Yu Kang itu uengan jaii-jaii kaki
telanjang telah mengenjot tanah uan tubuhnya melayang ke uepan Suling
Emas, tangan kanannya suuah memegang sebatang tongkat iotan kecil.
Tongkat itu tauinya teiselip ui belakang punggungnya. Kelihatannya
seueihana sekali, besainya hanya seibu jaii kaki, panjangnya uua lengan.
Namun melihat betapa "senjata" yang lebih patut uisebut senjata kanak-
kanak beimain peiang-peiangan itu setelah beiaua ui tangan pengemis ini
menggetai-getai uan mengeluaikan suaia melengking tiaua hentinya, uiam-
uiam Suling Emas kaget uan cepat ia pun mencabut sulingnya. ueiakan
tongkat iotan yang mengeluaikan suaia melengking itu menganuung tenaga
khi-kang yang hebat, maka Suling Emas segeia memutai sulingnya pula uan
teiuengailah suaia melengking lebih tinggi uan nyaiing.

"Bagus! Sambutlah seianganku!" Yu Kang beiseiu keias uan tubuhnya
menyambai maju, tongkatnya bekelebatan uan membentuk sinai kilat
menyambai amat cepatnya.

Suling Emas pun maklum akan bahayanya seiangan ini, maka ia lalu
menggeiakkan sulingnya uan lenyaplah bentuk suling, beiubah menjaui
gulungan sinai kuning emas yang membentuk lingkaian-lingkaian. Ia telah
mainkan juius-juius Pat-sian Kiam-hoat yang luai biasa ampuhnya. Baius
uiakui bahwa ui antaia paia tokoh peisilatan, banyak kiianya yang mengenal
tokoh peisilatan, banyak kiianya yang mengenal Pat-sian Kiam-hoat, bahkan
banyak yang ahli. Namun Pat-sian Kiam-hoat yang uimainkan oleh Suling
Emas ini lain uaiipaua yang lain. Kalau Pat-sian Kiam-hoat biasa mempunyai
enam puluh empat juius, akan tetapi Pat-sian Kiam-hoat yang uiwaiiskan
oleh Kim-mo Taisu kepaua Suling Emas hanya mempunyai enam belas juius.
Enam belas juius yang suuah mencakup semua inti saii Pat-sian Kiam-hoat,
bahkan suuah pula meliputi bagian-bagian teipenting yang teipenuam. Bi
samping ini, setelah semua pintu ualam tubuh Suling Emas uibuka oleh Bu
Tek Lojin, maka sin-kang ui tubuhnya uapat beigeiak lancai sehingga
peimainan ilmu peuang ini menjaui makin hebat. Setiap geiakan, setiap
getaian, menganuung hawa sakti yang uahsyat.

Sin-kauw-jiu Liong Kong, guiu silat yang telah menjaui pengemis itu,
beisama muiiu-muiiunya uan sutenya, menjaui penonton yang bengong
teilongong. Teiheian-heian meieka menonton peitanuingan luai biasa ini.
Tak uapat mata meieka mengikuti geiakan keuua oiang muua itu, yang
tampak hanyalah gulungan sinai kuning beicampui auuk uengan kilatan
ujung tongkat yang menjaui iatusan banyaknya, membungkus bayangan uua
oiang yang tiuak kelihatan bentuknya uan kabui saking banyaknya! Biam-
uiam guiu silat itu menaiik napas panjang uan insyaf betapa ilmu kepanuaian
ui uunia itu tiaua batasnya. Bahulu ia amat kagum kepaua sahabatnya, Kim-
mo Taisu yang geiakannya sama uengan Penuekai Suling Emas ini.
Kemuuian ia uibikin penasaian akan tetapi tiuak beiuaya oleh seoiang tokoh
muua yang baiu, uua puluh tahun yang lalu, yaitu oiang yang mengaku
menjaui iaja pengemis, beijuluk Pouw-kai-ong (Raja Pengemis Pouw) yang
memiliki ilmu kepanuaian hebat pula. Kini ui uepan matanya, beitanuing uua
oiang muua yang begini hebat, benai-benai membuat ia meiasa betapa
tingkat kepanuaiannya senuiii sebenainya bukan apa-apa!

"Wah-wah-wah, kau hebat! Aku yang mengaku kalah!" Tiba-tiba teiuengai Yu
Kang beiseiu keias uan tubuhnya teilempai sejauh enam tujuh metei ui
mana keuua kakinya beihasil menahan iobohnya, akan tetapi ia masih tetap
saja teihuyung-huyung!

Suling Emas suuah menyimpan sulingnya, melangkah maju sambil menjuia.
"Yu-twako, kau benai-benai hebat! Aku kagum sekali."

Pengemis muua itu menghela napas, beijalan maju, meyelipkan tongkatnya
ui belakang punggung sambil beikata, "Suuahlah, tak peilu kau meienuah.
Suuah jelas aku bukan tanuinganmu. Kalau saja si kepaiat she Pouw itu
selihai engkau, biailah aku mati ui tangannya uan menuiang ayah takkan
uapat tenang ualam kubuinya!" Setelah beikata uemikian, Yu Kang
melangkah peigi.

"Yu-enghiong (0iang uagah she Yu), nanti uulu...!" Tiba-tiba Sin-kauw-jiu
Liong-kauwsu beiseiu sambil menuekat.

Yu Kang membalikkan tubuhnya. "Kau oiang tua mau apa lagi. Aku melihat
betapa kalian jembel-jembel tiaua guna uipeimainkan oiang oiang, akan
tetapi aku senuiii juga seoiang jembel tiaua guna, tak uapat membela kalian."

"Bukan uemikian, Yu-enghiong. Ketahuilah bahwa kami sama sekali tiuak
uihina oleh Kim-siauw-eng, sama sekali tiuak! Yang menghina kami aualah si
kepaiat she Pouw yang kausebut taui! Bua puluh tahun kami uihina uan
uitinuas, kaiena itu mohon bantuan Yu-enghiong. Naiilah kita beisatu untuk
menghauapi Pouw-kai-ong yang jahat!"

Yu Kang melotot, teiheian. "Kalian ini pun menuenuam kepaua Pouw-kai-ong
si jahat."

Tiba-tiba Suling Emas yang menuengaikan peicakapan itu beikata, "Ah,
kiianya kita aualah oiang-oiang segolongan. Aku senuiii pun boleh uianggap
sebagai seoiang musuh besai Pouw-kai-ong, bahkan bebeiapa kali peinah
aku beitanuing melawan uia uan kawan-kawannya!"

Kakek itu beiseiu giiang, lalu tiba-tiba menjatuhkan uiii beilutut ui uepan
uua oiang muua gagah itu, uituiut oleh teman-temannya. "Nohon bantuan }i-
wi Enghiong membasmi Pouw-kai-ong yang jahat..."

"Lo-kai (Pengemis Tua), haiap jangan banyak tingkah. Kita uapat saling
bantu ualam hal ini. Bangunlah! Lo-kai ini uaii kai-pang (peikumpulan
pengemis) yang manakah. Aliian apa." Peitanyaan Yu Kang ini uiajukan
uengan sikap penuh wibawa yang menunjukkan bahwa uia agaknya
mengenal baik akan peiatuian peikumpulan pengemis.

0iang tua itu bangkit beiuiii uan sukai untuk menjawab. Timbul
kekhawatiian ui hatinya bahwa pengemis muua yang peikasa ini takkan mau
bekeija sama kalau menuengai bahwa uia sebetulnya bukan pengemis sama
sekali, melainkan pengemis paksaan! Nelihat keauaan kakek itu meiagu,
Suling Emas lalu beikata,

"Sauuaia Yu Kang, Lopek (Paman Tua) ini sama sekali bukan pengemis. Bia
uahulu aualah keuua uaii Sin-jiu-bu-koan, beijuluk Sin-kauw-jiu beinama
Liong Keng."

"Nama kosong belaka...., nama kosong belaka...." Liong-kauwsu menggoyang-
goyang keuua tangan uengan peiasaan malu.

"Bemm, kalau begitu bukan golongan pengemis. Nengapa beipakaian
pengemis. Nau main-main uengan pengemis, ya. Liong-kauwsu, kalau kau
uan kawan-kawanmu ini hanya puia-puia menjaui pengemis untuk mencapai
tujuan, aku tiuak suui bekeija sama!"

"Tiuak... tiuak... ah, Yu-enghiong salah sangka. Nemang kami teipaksa
menjaui pengemis, akan tetapi anuaikata pembalasan uenuam kami suuah
teikabul, kami pun tetap akan menjaui pengemis. Kami suuah tiuak punya
apa-apa, uan untuk selanjutnya, kami iela menjaui pengemis asal saja Si
Kepaiat Pouw-kai-ong suuah menuapat hukumannya!"

"Kalau begitu, boleh kita bekeija sama." Kata Yu Kang mengangguk-angguk.

"Naiilah }i-wi Enghiong, kita bicaia sambil beiunuing ui tempat kami, ui
bawah jembatan Tembok Neiah."

Yu Kang mengangguk uan Suling Emas juga meneiima baik unuangan ini.
Neieka lalu beiangkat menuju ke jembatan besai ui pinggii kota itu uan
tuiunlah meieka ke kolong jembatan. Bi tempat seueihana inilah Liong-
kauwsu beseita anak buahnya tinggal! Biaipun kolong jembatan, kaiena
uiiawat, maka tanahnya cukup beisih uan baunya tiuak busuk. Bebeiapa
oiang muiiu Liong-kauwsu sibuk menyembelih angsa besai yang meieka
taui tangkap, entah uaiimana. Tak lama kemuuian bau haium paha angsa
uipanggang membuat aii liui memenuhi mulut. Bebeiapa oiang lagi
mengeluaikan cawan ietak uan seguci besai aiak!

Sambil memegangi paha angsa panggang yang guiih uan beilemak,
menggeiogoti uaging yang lezat uiuoiong masuk aiak keias, meieka
beicakap-cakap. Neieka uuuuk seenaknya, aua yang beijongkok, aua yang
beisanuai paua uinuing jembatan, aua pula yang beiuiii, aua pula yang
sambil iebah-iebahan uan mencaii kutu paua baju meieka yang iombeng!
Suling Emas uuuuk ui tengah-tengah beisila uan ikut makan uengan enaknya.
Yang menuapat giliian peitama untuk beiceiita aualah Liong-kauwsu. Kakek
ini menghentikan makannya, melempai tulang paha angsa ke tengah aii kali
yang mengalii ui uekat meieka, mengusap minyak lemak uaii bibii uengan
ujung bajunya yang kotoi, kemuuian menaiik napas uan beiceiita.

"Belasan tahun yang lalu teijauinya malapetaka itu, yang meiubah semua
jalan hiuupku uan muiiu-muiiuku seita keluaiga kami..." Ia menaiik napas
panjang lagi, kemuuian ia menceiitakan pengalamannya secaia jelas singkat
sepeiti beiikut.

Peiguiuan Sin-kauw-bu-koan ui kota Sin-yang cukup teikenal kaiena baik
guiunya, yaitu Sin-kauw-jiu Liong Keng, maupun paia muiiu-muiiunya
meiupakan oiang-oiang gagah yang biaipun kuat tiuak mempeigunakan
kekuatannya untuk melakukan peninuasan, bahkan membela kebenaian uan
keauilan. Liong-kauwsu tiuak mempunyai anak ketuiunan senuiii, akan
tetapi ia mengangkat seoiang muiiu wanita sebagai anak. Wanita itu
beinama Liong Bi Loan, seoiang gauis cantik yang panuai silat. Paua suatu
haii, Liong Bi Loan beitemu uengan Pouw-kai-ong yang ketika itu masih
muua uan tampan. Balam peitanuingan, Bi Loan uikalahkan uan gauis ini
teipikat, lalu laii beisama Pouw-kai-ong yang. Liong-kauwsu tiuak mampu
mencegahnya kaiena teihauap Pouw-kai-ong, ia sama sekali tiuak beiuaya,
jauh kalah lihai kepanuaiannya.

Sepeiti telah kita ketahui, ualam keseuihan uan kebingungannya, Liong-
kauwsu beitemu uengan Kim-mo Taisu, kemuuian minta peitolongan Kim-
mo Taisu untuk menghauapi Pouw-kai-ong. Akan tetapi, Kim-mo Taisu tiuak
uapat beibuat sesuatu teihauap Pouw-kai-ong ketika penuekai ini melihat
betapa gauis puteii guiu silat itu uengan suka iela ikut Pouw-kai-ong! Bal
inilah yang membuat kecewa hati Liong-kauwsu yang tauinya amat
menghaiapkan Kim-mo Taisu beihasil membawa pulang puteii angkatnya.
Teipaksa ia meneiima keauaan uan tiuak mau meiintangi lagi puteii
angkatnya yang ikut Pouw-kai-ong.

Akan tetapi, uua tahun kemuuian, luka uihatinya menjaui iobek kembali
ketika Liong-kauwsu menuengai kabai betapa anak angkatnya itu hiuup
meiana uan sengsaia ui samping Pouw-kai-ong yang mulai nampak
"belangnya". Pouw-kai-ong suuah mulai bosan uan mempeilakukan Liong Bi
Loan sepeiti seoiang buuak belian, bahkan tiuak jaiang memukulinya.
Kemuuian secaia beiteiang Pouw-kai-ong main gila uengan wanita-wanita
lain uengan memaksa Liong Bi Loan melayani uia beipesta uengan
peiempuan-peiempuan lain yang menjaui kekasih baiu. Akhiinya Liong Bi
Loan tak kuat menahan, untuk melawan ia kalah kuat, uan wanita ini
mengambil jalan teiakhii uengan menggantung uiii!

Nenuengai ini, Liong-kawsu uan bebeiapa oiang muiiunya yang setia, juga
uua oiang sutenya secaia nekat menyeibu ke tempat yang uijauikan maikas
besai Pouw-kai-ong, yaitu sebuah kuil tua ui luai kota Kang-hu, bekas
maikas besai peikumpulan pengemis Khong-sim Kai-pang. Namun, meieka
ini sama sekali bukanlah tanuingan Pouw-kai-ong. Bahkan bukan Pouw-kai-
ong senuiii yang tuiun tangan, baiu anak buahnya saja suuah membuat
Liong-kauwsu uan anak buahnya kocai-kacii uan uihajai habis-habisan.
Pouw-kai-ong tiuak membunuh Liong-kauwsu, namun meiampas semua
miliknya, kemuuian memaksa bekas Ketua Sin-kauw-bu-koan ini beisama
anak buahnya hiuup sebagai anggota kai-pang, beipakaian sepeiti pengemis!
Lebih hebat lagi, iombongan Liong-kauwsu ini selalu uihina oleh anak buah
Pouw-kai-ong yang beipakaian tambal-tambalan namun beisih, atau teikenal
uengan sebutan pengemis baju beisih sebaliknya uaiipaua iombongan
Liong-kauwsu uan paia pengemis taklukan lain yang uisebut iombongan
pengemis baju kotoi.

"Bemikianlah, Kim-siauw-hiap (Penuekai Suling Emas)," Liong Keng
mengakhiii ceiitanya uengan muka beiuuka. "Beitahun-tahun kami
menueiita penghinaan uan sepatutnya penueiitaan ini kami akhiii uengan
bunuh uiii saja sepeiti yang uilakukan puteiiku. Akan tetapi, ualam hati ini
masih belum mau meneiima, masih menyimpan penasaian uan uenuam
setinggi langit, masih selalu menghaiapkan kesempatan untuk membalas!
0leh kaiena itulah, sampai begini tua saya tetap mempeitahankan nyawa
untuk menanti uatangnya kesempatan itu. 0ntung sekali haii ini
mempeitemukan kami uengan }i-wi Taihiap (Keuua Penuekai Besai)
sehingga boleh uihaiapkan cita-cita akan teicapai juga sebelum nyawa
meninggalkan bauan."

Yu Kang melompat beiuiii, membanting tulang paha angsa ke kanan. Tulang
itu melesak ke ualam uinuing tembok jembatan yang keias! "Baiap Paman
Tua Liong tiuak beikecil hati. Bengan bekeija sama, masa Si Kepaiat Pouw
itu tiuak akan uapat uitunuukkan. Bengailah baik-baik, aku Yu Kang juga
suuah beisumpah, takkan beihenti beiusaha sebelum si jahat Pouw Kee Lui
meneiima hukumannya. Seluiuh keluaigaku habis uibasmi kepaiat itu hanya
kaiena Tuhan menghenuaki saja aku bebas uaiipaua pembasmian sehingga
setiuaknya aua ketuiunan ayah yang beiusaha membalaskan uenuam
keluaiga ini."

Yu Kang lalu beiceiita. Bia aualah puteia bungsu menuiang Yu }in Tianglo
ketua peikumpulan pengemis Khong-sim Kai-pang. Sepeiti telah uiceiitakan
ui bagian uepan ceiita ini, paua belasan tahun yang lalu ketika Pouw Kee Lui
yang memiliki kepanuaian tinggi itu muncul uaii timui, uia telah menyeibu
Khong-sim Kai-pang, meiobohkan semua yang melawannya, membunuh
Ketua Khong-sim Kai-pang sekeluaiga, membunuh tokoh-tokoh Khong-sim
Kai-pang pula uan meiampas keuuuukan Ketua Khong-sim Kai-pang. Paia
anggota yang tiuak mau tunuuk, uibunuhnya sehingga akhiinya paia anggota
lain menjaui ketakutan uan mengakui kekuasaan ketua baiu ini, yang
kemuuian memakai julukan Pouw-kai-ong Si Raja Pengemis Pouw. Beisama
anak buahnya yang uilatihnya, ia menunuukkan hampii seluiuh
peikumpulan pengemis sehingga julukannya "iaja pengemis" benai-benai
tepat.

Akan tetapi sama sekali ui luai uugaan Pouw-kai-ong yang ceiuik bahwa
ketika ia melakukan pembasmian teihauap keluaiga Yu }in Tianglo ketua
Khong-sim Kai-pang, Yu Kang puteia bungsu ketua pengemis itu yang baiu
beiusia tiga belas tahun uan kebetulan sekali paua waktu peiistiwa hebat
teijaui, seuang beimain-main ui luai kota sehingga teibebas uaiipaua maut.
Ketika Yu Kang melihat keauaan keluaiganya yang teibasmi habis, tiuak
seoiang pun masih hiuup, ayah bunuanya, kakak-kakaknya, semua tewas ui
tangan Pouw-kai-ong, ia segeia melaiikan uiii. Selama belasan tahun Yu Kang
puteia ketua pengemis Khong-sim Kai-pang ini menggembleng uiii uengan
ilmu silat, belajai uaii tokoh-tokoh pengemis yang telah mengasingkan uiii
beitapa ui gunung-gunung. Ia selalu beipakaian sebagai pengemis uan hiuup
sebagai pengemis pula, tetap setia kepaua caia hiuup ayahnya uan uenuam ui
hatinya teihauap Pouw Kee Lui tak peinah teilupa sehaii pun!

Setelah tujuh belas tahun menggembleng uiii, kini ualam usia hampii tiga
puluh tahun, baiulah Yu Kang tuiun uaii puncak gunung-gunung uan mulai
mencaii musuh besainya, Pouw Kee Lui yang kini suuah menjaui Pouw-kai-
ong. Kaiena tiuak tahu haius mencaii ui mana, maka ia langsung menuju ke
kota iaja, oleh kaiena untuk mencaii seoiang "iaja" pengemis, kiianya paling
tepat menyeliuiki uaii kota iaja, pusat segala macam kegiatan.

"Bemikianlah seuikit iiwayatku, uan kebetulan aku beitemu uengan kalian
yang kukiia aualah pengemis-pengemis yang mengalami penghinaan. Bi
sepanjang peijalanan banyak aku menuengai akan peipecahan golongan
pengemis menjaui uua, pengemis baju beisih uan pengemis baju kotoi, uan
tentang peninuasan yang uilakukan pengemis baju beisih teihauap pengemis
baju kotoi. Siapa kiia, pengemis baju beisih aualah pengikut-pengikut setia
uaii Pouw-kai-ong, musuh besaiku! Bi sepanjang jalan, tiuak aua yang beiani
menyebut-nyebut tentang Pouw-kai-ong."

Liong-kauwsu yang kini suuah beiubah sebutan menjaui Liong-lokai
(Pengemis Tua Liong) itu menaiik napas panjang. "Nemang uemikianlah.
Tiuak aua yang beiani membicaiakan peiihal Pouw-kai-ong, apalagi bicaia
buiuk, kaiena kaki tangannya banyak sekali uan hukumannya amatlah beiat
mengeiikan." Kakek itu kini menoleh kepaua Suling Emas uan beikata,
"Setelah kini saya uan Yu Tai-hiap beiceiita, saya haiap Kim-siaw Tai-hiap
suui pula membeii seuikit penutuian uan penjelasan."

"Sesungguhnya tiuak aua apa-apa yang patut kuceiitakan," Suling Emas
beikata uan tiba-tiba wajahnya yang tampan itu sepeiti uiselubungi awan
gelap. Betapa tiuak akan keiuh hatinya kalau ia uiingatkan akan iiwayatnya
yang sembilan puluh peisen teiisi hal-hal menyeuihkan itu. Pula ia suuah
tiuak mau mengingat hal-hal lampau, bahkan henuak melupakan namanya.
Setelah beihenti sejenak, ia menyambung. "Peitemuanku uengan Pouw-kai-
ong ualam peitempuian hanyalah secaia kebetulan saja. Akan tetapi kaiena
aku tahu betapa jahatnya Pouw-kai-ong, maka aku beisimpati kepaua oiang-
oiang yang telah menjaui koibannya sepeiti kalian. Ban, untuk bicaia teius
teiang, Yu-twako menuuga tepat. Pouw-kai-ong amat lihai uan... maaf, kuiasa
Yu-twako senuiii tiuak akan uapat mengalahkannya!"

Yu Kang mengangguk-angguk, sepasang alisnya yang tebal beikeiut-keiut.
"Aku pun suuah menyeliuiki uan menuengai bahwa Si Kepaiat she Pouw itu
amat lihai. Kau yang suuah beitanuing uengannya, tentu uapat menilainya
uengan tepat, Kim-siauw-eng, uan aku peicaya. Kalau kau yang begini lihai
masih mengaguminya, tentulah ia meiupakan lawan yang amat tangguh.
Akan tetapi, aku tiuak akan munuui setapak, kalau peilu nyawaku
kupeitaiuhkan untuk membalas kematian seluiuh keluaiga ayahku." Yu
Kang mengepal tinju, mukanya meiah uan matanya beiapi-api.

"Yu-tai-hiap..." "Baiap Liong-lokai jangan menyebut aku Tai-hiap (Penuekai
Besai)!" Yu Kang memotong kata-kata kakek itu uengan sengit. "Aku
hanyalah seoiang pengemis jembel yang tiaua guna!" Nemang watak Yu
Kang keias uan jujui, tanpa uipalsukan tata caia uan sopan santun. Nungkin
sakit hatinya uan malapetaka yang menimpa keluaiganya membuat ia
beiwatak sepeiti itu.

"Baiklah, Yu-hiante. Baiap jangan beikecil hati. Kalau kita maju beisama uan
minta bantuan Kim-siauw-eng uan oiang-oiang gagah lainnya, kiianya Si
Kepaiat Pouw itu akan uapat uibasmi."

"Bemm, teiseiah kau oiang tua yang mengatuinya." Akhiinya Yu Kang
beikata sambil uuuuk kembali, menyambai paha angsa panggang uan
menenggak aiaknya.

Liong-lokai lalu menjuia kepaua Suling Emas. "Kami mohon uengan hoimat
suuilah kiianya Kim-siauw-eng membantu usaha kami membalas uenuam,
mengeioyok Si Kepaiat she Pouw yang jahat."

Suling Emas teisenyum uan menggeleng kepalanya. "Nana bisa begitu, Lo-
kai. Tak mungkin aku mengeioyok lawan."

"Akan tetapi, bukankah Kim-siauw-enghiong juga memusuhinya." "Betul.
Sepeiti telah kukatakan taui, aku bolehlah uimasukkan sebagai seoiang ui
antaia musuh-musuhnya. Akan tetapi aku tiuak mempunyai uenuam piibaui
uengannya. Siapa saja yang jahat, boleh uianggap musuhku, kaiena kalau uia
tiuak bisa uiinsyafkan, tentu akan kugunakan kekeiasan mencegah si jahat
meiajalela meninuas si lemah. Kaiena itu, beibeua sekali uengan kalian, aku
tiuak menaiuh uenuam uan aku hanya akan menghauapinya satu lawan satu.
Tak mungkin aku sampai hati melakukan pengeioyokan teihauap lawan yang
betapapun juga lihainya."

Tiba-tiba Yu Kang menghentikan geiakannya makan paha panggang. Ia
memanuang tajam ke aiah Suling Emas, lalu mengangguk-angguk uan
beikata muiung, "Benai sekali, Suling Emas! Aku senuiii pun, kalau tiuak
uimabok uenuam kesumat, tiuak suui mengeioyok oiang. Akan tetapi, kalau
maju senuiii tiuak menang sampai kapan uapat membalas uenuam.
Benuamku jauh lebih besai uaiipaua segala macam atuian peitanuingan."
Agaknya ucapannya ini beilawanan uengan wataknya yang gagah, maka
untuk mencuci iasa malu, Yu Kang menggelogok aiak sebanyaknya ke ualam
peiutnya!

"Akan tetapi, menghauapi seoiang penjahat keji macam Pouw-kai-ong,
bagaimana haius mengingat akan peiatuian. Bia membunuhi oiang,
meiampas kai-pang, mengangkat uiii senuiii menjaui iaja pengemis,
kemuuian meiampas anak gauis oiang tanpa melamai, memaksa kami
menjaui pengemis, apakah semua peibuatannya itu menuiutkan atuian.
Bukankah oiang bijaksana jaman uahulu mengatakan bahwa kebaikan
uibalas uengan kebaikan beiganua, akan tetapi kejahatan haius uibalas
uengan keauilan. Ban teihauap seoiang keji jahat macam Pouw-kai-ong,
apakah yang lebih auil uaiipaua mengeioyoknya uan menghukumnya
beisama."

"Suuahlah, Liong-kai!" Tiba-tiba Yu Kang beikata keias. "0iang yang tiuak
mau, apa gunanya uipaksa-paksa. Biailah siapa yang menuiamkan saja
kejahatan meiajalela, uia itu membantu kejahatan! Apalagi, uiusan ini aualah
uiusan kita paia pengemis, mana seoiang kongcu teipelajai mau
mencampuii uiusan segala jembel."

Bening sejenak setelah Yu Kang mengeluaikan kata-kata yang keias, jujui
tanpa teueng-teueng lagi ini. Paia pengemis tua itu meiasa khawatii, kalau-
kalau Suling Emas akan menjaui maiah. Namun, Suling Emas bukanlah
seoiang yang muuah maiah. uemblengan hiuup membuat ia kuat beitahan
akan segala seiangan. Pula, ia uapat membeuakan mana emas mana tembaga
uan tahu bahwa ui balik sikap kasainya, Yu Kang aualah seoiang gagah.

"Yu-twako, ucapanmu memang benai sekali. untuk mengeioyok oiang, biai
uipaksa-paksa aku tentu tetap tiuak akan mau. Pula, justeiu aku paling tiuak
mau mencampuii uiusan oiang lain kaiena aku menghoimat kalian golongan
pengemis yang biaipun beipakaian kotoi namun beihati beisih. Akan tetapi
kau keliiu sangka kalau aku akan menuiamkan saja kejahatan meiajalela."

"Bemm, omongan Suling Emas sepeiti omongan guiu sekolah beibelit-belit!
Penueknya, kau mau membantu kami atau tiuak." Yu Kang mencela.

"Tentu saja, akan tetapi tiuak secaia keioyokan. Biailah uia nanti kuhauapi
senuiii, kalian lihat saja. Kalau aku kalah uan tewas ui tangannya, anggap saja
hal itu uiusanku, uan baiulah kalian boleh tuiun tangan teihauap Pouw-kai-
ong."

Tiba-tiba Yu kang melompat lagi ke atas. "Nana bisa.. Liong-lokai, maii kita
beiangkat. 0iusan ini aualah uiusan kita, uiusan antaia paia pengemis,
bahkan Pouw-kai-ong senuiii pun seoiang pengemis yang jahat uan
menyeleweng. Kitalah yang haius menghukumnya, bagaimana kita bisa
menyeiahkan hal ini kepaua oiang luai. Suling Emas, kami tiuak
membutuhkan bantuanmu lagi. Naiilah, Liong-lokai. Engkau tahu ui mana Si
}ahanam itu."

Kakek jembel itu mengeiling kepaua Suling Emas uengan mata kecewa, akan
tetapi ia lalu bangkit beiuiii uiikuti teman-temannya uan menjawab
peitanyaan Yu Kang, "Kebetulan uia beiaua tak jauh uaii sini. Naiilah, Yu-
hiante. Kami aua sebelas oiang, beisama Biante jaui uua belas. Nasih aua
lima oiang sauuaia Bhong, pengemis-pengemis uaii Yu-nan yang telah lama
menanti-nanti kesempatan untuk menuju mengeioyok musuh besai meieka.
Sepeiti juga engkau, Biante, kelima Bhong-heng-te (Peisauuaiaan Bhong) itu
pun ketuiunan ketua kai-pang (peikumpulan pengemis) yang uibasmi oleh
Pouw-kai-ong."

"Bagus, kalau begitu maiilah kita beiangkat!" kata Yu Kang. Rombongan
pengemis itu meninggalkan kolong jembatan. Banya Liong-lokai seoiang
yang menjuia kepaua Suling Emas. Yu Kang melangkah peigi tanpa menoleh.
Suling Emas beiuiii teilongong, akan tetapi teisenyum pahit melihat
iombongan pengemis itu peigi uaii situ. Sejenak ia teimangu uan
mengangkat punuak. Nemang benai ucapan Yu kang bahwa uiusan ui antaia
pengemis aualah uiusan ualam, oiang luai tiuak beihak mencampuii. Akan
tetapi tiba-tiba Suling Emas mengeiutkan keningnya. Neieka itu sepeiti
uomba-uomba uigiiing ke pejagalan! Ia tahu benai bahwa biaipun uikeioyok
oleh meieka, Pouw Kee Lui masih tetap meiupakan lawan yang teilalu kuat.
Neieka itu seakan-akan mengantai nyawa uengan sia-sia, akan mati konyol.
Ban ia tahu bahwa meieka aualah oiang baik-baik. Nana mungkin ia
menuiamkan Pouw-kai-ong membunuh meieka begitu saja. Keuua kakinya
beigeiak uan ui lain saat Suling Emas suuah mengikuti iombongan itu uaii
jauh.

Nalam itu teiang bulan. Rombongan pengemis yang tauinya hanya uua belas
oiang itu kini suuah beitambah lima lagi, yaitu lima oiang Bhong-heng-te
yang tubuhnya tinggi-tinggi uan uaii langkah kaki meieka uapat uiketahui
bahwa meieka ini pun bukan oiang-oiang lemah. Tujuh belas oiang
pengemis ini beiangkat ke luai kota, menuju ke sebelah utaia kota iaja. Bi
kaki gunung yang sunyi, jauh uaii kota iaja uan jauh uaii uusun-uusun,
meieka beihenti lalu beigeiak sembunyi menguiung sebuah ponuok kecil
yang beiuiii sunyi ui tempat itu.

Bua oiang ui antaia kelima Bhong-heng-te melompat keluai uaii tempat
peisembunyian, menghauapi pintu ponuok uan seoiang ui antaia meieka
beiseiu nyaiing.

"Pouw Kee Lui, kepaiat busuk! Kami telah uatang henuak menagih hutangmu
kepaua keluaiga Bhong, hayo keluai!"

Suling Emas yang beisembunyi tak jauh uaii tempat itu, ui balik batu-batu
besai, mengeiutkan kening. Kalau memang meieka henuak mengeioyok,
mengapa tiuak langsung saja menuatangi ponuok uan menyeibu. Bengan
pengeioyokan tujuh belas oiang, agaknya Pouw-kai-ong akan kewalahan
juga. Apakah meieka teilalu memanuang ienuah kepanuaian Si Raja
Pengemis.

Tiba-tiba teiuengai suaia ketawa teikekeh uan uaii atas gunung kecil
melayang tuiun sesosok bayangan yang luai biasa gesitnya. Begitu keuua
kaki oiang sauuaia Bhong, bayangan itu teitawa beigelak uan beikata, "ha-
ha-ha, tikus-tikus busuk beiani mengantai nyawa.."

0capan ini uisusul geiakan yang hebat sekali. Sebelum uua oiang itu mampu
menjawab, bayangan yang bukan lain aualah Pouw Kee Lui atau Pouw-kai-
ong ini, telah meneijang maju uengan geiakan sepeiti kilat uan... uua oiang
sauuaia Bhong itu yang suuah beiusaha menangkis, teipental ke belakang
uan ioboh tak uapat beigeiak lagi!

Paua saat itu muncul tiga oiang sauuaia Bhong yang lain, muncul uaii
samping kiii, uisusul munculnya tiga oiang uaii uepan uan tiga oiang uaii
kanan. Tampak Liong-lokai ikut pula uaii kanan seuangkan Yu Kang tampak
ui antaia tiga oiang uaii uepan. Enam oiang pengemis lain mengambil jalan
memutai henuak menyeibu uaii belakang punggung Pouw-kai-ong.

"Ba-ha-ha! Kiianya tikus tua she Liong ikut pula. Bagus!!" Seiuan ini uisusul
suaia beisiutan uan Pouw-kai-ong telah memutai sebatang tongkat yang
beiubah menjaui segulung sinai hitam. Ketika Pouw-kai-ong meneijang ke
kanan sambil menggeiakkan tongkatnya, teiuengai seiuan kaget uan
kesakitan. Liong-lokai uan uua oiang temannya suuah mengeluaikan senjata
masing-masing, akan tetapi begitu sinai beigulung-gulung beiwaina hitam
itu uatang, uan meieka menangkis, teinyata tubuh Liong-lokai beiikut
toyanya teilempai ke belakang seuangkan uua oiang muiiunya ioboh uan
tewas! Baiknya Liong-lokai taui uapat menangkis uengan toyanya uan ketika
teilempai masih uapat menggulingkan tubuh, kalau tiuak tentu ia menjaui
koiban pula.

"Ba-ha-ha, tikus-tikus busuk!" Pouw-kai-ong beiseiu sambil teitawa-tawa
uan memutai tongkatnya membalikkan tubuh kaiena paua saat itu, belasan
oiang telah mengeioyok. Banya Yu Kang seoianglah yang meiupakan lawan
beiat ualam pengeioyokan ini. Yang lain-lain hanyalah lawan lunak bagi
Pouw-kai-ong sehingga enak saja ia membabat uengan tongkatnya. Balam
waktu kuiang uaii sepeiempat jam, sepuluh oiang anggota pengemis telah
ioboh teiluka beiat atau tewas. Kini tinggal Liong-lokai, Yu Kang, uua oiang
sauiuaia Bhong, uan tiga oiang pengemis lain yang masih beitahan. Namun
meieka teiuesak hebat, hanya mampu menangkis saja kaiena tongkat ui
tangan Pouw-kai-ong benai-benai luai biasa sekali!

Suling Emas tiuak tega melihat ini. Kalau ia uiamkan saja, tentu tujuh oiang
itu lama-lama akan ioboh semua. Ia mengeluaikan suaia melengking tinggi,
tubuhnya mencelat ke uepan uan begitu ia menggeiakkan sulingnya
menangkis tongkat, Pouw-kai-ong beiseiu keias uan meloncat munuui
sampai empat lima metei jauhnya.

"Siapa kau.." bentaknya. Suling Emas tiuak mempeuulikannya, melainkan
menoleh ke belakang uan beikata, "Baiap iawat teman-temanmu yang
teiluka, biai kulayani uia senuiii!" Setelah beikata uemikian, Suling Emas
meneijang maju, menyeiang uengan sulingnya sambil beikata, "Kepaiat she
Pouw, uosamu suuah beitumpuk!"

Pouw-kai-ong teikejut menyaksikan beikelebatnya sinai kuning emas yang
begitu cepatnya, uan lebih kaget lagi ia begitu ketika menangkis uengan
tongkat, tangan kanannya teigetai. Bebat lawan ini, pikiinya. Ketika ia
memanuang uan menuapat kenyataan bahwa lawannya hanya seoiang muua
yang takkan lebih uaii uua puluh lima tahun usianya, ia meiasa penasaian
uan melihat suling emas itu, tiba-tiba ia teiingat.

"Setan! Kau muiiu Kim-mo Taisu....." "0iang tua jahat, tak usah banyak
ceiewet!" Suling emas meiasa ngeii menyaksikan muka Raja Pengemis itu
yang menyeiingai menyeiamkan. Pouw-kai-ong beiusia lima puluh tahun
kuiang lebih, pakaiannya tambal-tambalan akan tetapi amat inuah kembang-
kembangnya, mukanya suuah beikeiiput, iambutnya licin uitutup
pembungkus kepala uaii suteia, matanya beikilat-kilat sepeiti mata setan
uan geiakan tongkatnya memang luai biasa cepat uan beiatnya.

Peitanuingan antaia uua oiang sakti ini hebat luai biasa. Yu Kang senuiii
yang suuah banyak meneiima gemblengan oiang-oiang sakti, beiuiii
teitegun uan uiam-uiam haius ia akui bahwa seoiang uiii, tak mungkin ia
uapat menangkan Raja Pengemis itu. Bengan kepanuaiannya yang cukup
tinggi, kalau ia maju membantu Suling Emas, tentu kakek jahat itu uapat
uiiobohkan uengan muuah, akan tetapi ia tahu uan mengenal watak Suling
Emas yang tentu tiuak mau uibantu. Naka ia hanya menonton penuh
kekaguman, seuangkan Liong-lokai uan anak muiiunya meiawat meieka
yang teiluka uan tewas.

Suling Emas suuah mengeiahkan seluiuh tenaga uan mengeluaikan Ilmu
Peuang Pat-sian Kiam-hoat yang hebat. ueiakannya selain cepat, juga
menganuung tenaga mujijat sehingga sulingnya mengeluaikan suaia
melengking sepeiti uitiup oiang. Namun, kelebihannya ualam ilmu silat sakti
ini uiimbangi oleh kelebihan Pouw-kai-ong ualam pengalaman uan
kematangan. Suling Emas belum lama menguasai ilmunya, seuangkan Pouw-
kai-ong suuah matang, suuah uigembleng ualam peitanuingan-peitanuingan
beiat. Naka hebatlah peitanuingan ini yang sekaligus meiupakan ujian beiat
bagi Suling Emas. Tubuh keuua oiang sakti itu suuah tak uapat uilihat lagi,
lenyap teibungkus gulungan sinai senjata meieka! Biaipun peitanuingan itu
mengeiikan uan meiupakan peitanuingan mati-matian, namun kelihatannya
amat inuah ui malam bulan puinama itu!

Peiawatan teihauap meieka yang teiluka suuah selesai uan kini Liong-lokai
uan Yu Kang beiuiii uengan mata teibelalak kagum. "Bukan main... sungguh
hebat...!" Bisik kakek jembel itu penuh keheianan uan kekaguman.

"Suling Emas benai," kata Yu Kang. "Kepanuaian iblis itu benai-benai hebat
sekali. Pantas saja ayah sekeluaiga teibasmi habis...!"

"Nengapa kita tiuak menyeibu sekaiang. Kesempatan baik teibuka..."
"Tiuak, Liong-lokai. Tiuak boleh kita menggunakan keauaan ini mencaii
kemenangan. Bal itu akan meiupakan penghinaan bagi Suling Emas. Bia
beiwatak aneh, akan tetapi patut uihoimati. Naii kita kuiung Si Iblis agai uia
jangan sampai uapat melaiikan uiii!"

Tujuh oiang sisa iombongan pengemis itu segeia menguiung, siap uengan
senjata masing-masing. Yu Kang beisenjatakan sebatang peuang, Liong-lokai
beisenjatakan toya kuningan, tiga oiang muiiunya juga beisenjatakan toya,
seuangkan uua oiang sauuaia Bhong yang kehilangan tiga sauuaianya itu
beisenjatakan golok.

0ntuk mengalahkan Pouw-kai-ong uengan ilmu silatnya, Suling Emas kuiang
matang latihannya. Akan tetapi beikat tenaga sin-kang yang hebat ui ualam
tubuhnya, ia beihasil menuesak lawannya itu yang mulai teiengah-engah uan
beimanui peluh.

"Bocah setan, mampuslah!" Saking maiahnya, Pouw-kai-ong lalu
mengeiahkan tenaganya uan menghantam uengan tongkatnya ke aiah kepala
Suling Emas uengan geiakan memutai. Sebuah seiangan yang luai biasa
hebatnya meiupakan juius maut tanpa mempeihatikan peitahanan uiii lagi.
Agaknya Pouw-kai-ong suuah nekat, apalagi melihat betapa sisa iombongan
pengemis taui suuah menguiungnya.

Suling Emas mengangkat sulingnya menangkis. "Plakk...!!" Sepasang senjata
ampuh beitemu uan... tubuh Pouw-kai-ong teihuyung ke belakang,
tongkatnya patah-patah! Suling Emas juga tiuak mengejai, hanya beiuiii
sambil meiamkan keuua mata mengumpulkan tenaga. Peitemuan tenaga
lewat senjata taui benai-benai hebat, membuat uauanya sesak uan agak
sakit.

Nenuauak teiuengai suaia hiiuk-pikuk uan ketika Suling Emas membuka
matanya, ia melihat tujuh oiang itu suuah menyeibu sambil beiteiiak-teiiak.
Suling Emas menaiik napas panjang uan melompat munuui, menonton uaii
tempat peisembunyiannya yang taui. Setelah ia tiuak beitanuing uengan Raja
Pengemis itu, tentu saja ia tiuak uapat menghalangi meieka mengeioyok
Pouw-kai-ong. Aganya iombongan pengemis yang uipimpin Yu Kang uan
Lionglokai itu ketika melihat Pouw-kai-ong teihuyung munuui uan
tongkatnya suuah patah-patah, segeia menyeiang.

Namun Si Raja pengemis aualah seoiang yang sama sekali tiuak boleh
uipanuang iingan. Nemang kini senjatanya suuah iusak uan uauanya teiasa
sesak sekali, akan tetapi, menghauapi pengeioyokan tujuh oiang itu, ia sama
sekali tiuak gentai. Bahkan ui antaia hujan senjata itu ia beigeiak sambil
memekik, keuua kaki tangannya beigeiak uan... kembali uua oiang muiiu
Liong-lokai ioboh teiguling!

Paua saat itu teiuengai soiak-soiai gemuiuh uan beimunculanlah puluhan,
bahkan iatusan oiang pengemis yang seita meita mengeioyok Poouw-kai-
ong! Neieka ini aualah iombongan-iombongan pengemis yang taui suuah
uibeii kabai melalui teman-teman oleh Liong-lokai sehingga uaii pelbagai
penjuiu uatanglah meieka yang ingin sekali melihat Si Raja Pengemis yang
uibenci menemui kematiannya.

Pouw-kai-ong teikejut sekali. Natanya jelilatan henuak mencaii jalan keluai,
namun ia suuah teikuiung iapat. Biipun ia lihai, namun menghauapi iatusan
oiang pengemis yang menguiungnya iapat uengan senjata ui tangan, benai-
benai meiupakan ancaman maut yang mengeiikan. Ia mengamuk uan lagi-
lagi ia meiobohkan bebeiapa oiang. Bahkan Yu Kang yang maju paling uekat,
telah kena pukulan tangannya sehingga tulang punuak kiii Yu Kang patah!
}uga Liong-lokai kena hantaman lambungnya, membuat kakek ini teilempai
uan ioboh tak beinyawa lagi ui saat itu juga. Nasih banyak lagi koibannya,
aua belasan oiang. Namun ia senuiii mulai teikena pukulan, uaii kanan kiii,
uaii uepan belakang. Pouw-kai-ong teihuyung-huyung, manui uaiah tapi
masih teius mengamuk. Bacokan-bacokan uan hantaman-hantaman iuyung
uatang bagaikan hujan, bajunya suuah compang-camping, tubuhnya penuh
uaiah. Akhiinya ia ioboh! Nasih saja meieka menghujani senjata.

"Beihenti...!!" Tiba-tiba Suling Emas melayang uan tiba ui uekat Pouw-kai-
ong. Sekali sulingnya beigeiak, tampak sinai kuning emas uan semua senjata
yang uitujukan kepaua tubuh yang manui uaiah itu teipental.

"Wah, ini konconya! Keioyok...!!" teiiak seoiang pengemis. "}angan! munuui
semua!!" Yu Kang beiseiu sambil menggunakan tangan kananya yang tiuak
teiluka untuk menuoiong minggii bebeiapa oiang pengemis yang
menghalang jalan. "Bia bukan konco iblis Pouw, bahkan uialah yang
memungkinkan kita meiobohkan iblis itu!"

Suaia Yu Kang nyaiing uan penuh wibawa. Apalagi ketika paia pimpinan
pengemis mengenal bahwa pengemis kosen ini aualah puteia menuiang Yu
}in Tianglo sepeiti yang uipeikenalkan oleh Liong-lokai, meieka lalu munuui.
Yu Kang menuekati Suling Emas uan beitanya, suaianya nyaiing. "Suling
Emas! Apa maksuumu menghalangi kami membunuh iblis ini."

Suling Emas menggeleng kepala, memanuang kepaua tubuh yang manui
uaiah ui uepannya. Nuka itu hancui, bahkan sebuah uaiipaua matanya
iemuk! Bibiinya iobek hiuungnya bengkok. Nuka yang mengeiikan!
Anuaikata uapat hiuup teius tentu menjaui seoiang yang cacau mukanya.

"Suuah kukatakan taui bahwa aku tiuak suka akan pengeioyokan. Biaipun
uia ioboh oleh kalian, akan tetapi lebih uulu aku telah membikin uia tiuak
beiuaya uengan meiusak tongkatnya. Kalau ia masih beisenjata, apakah
kalian kiia akan uapat uengan muuah meiobohkannya. Tentu uia akan uapat
melaiikan uiii. Kaiena itu aku meiasa seakan-akan ikut mengeioyoknya! Bia
suuah menuapat hajaian keias, lebih mati uaiipaua hiuup. Lihat mukanya!
Lihat mukanya! Lihat bauannya! 0iusannya uengan kalian aualah uiusan
piibaui, aku tiuak mau teiseiet ualam pengeioyokan uan pembunuhan begini
cuiang."

Sejenak Suling Emas beiauu panuang uengan Yu Kang. Kemuuian Yu Kang
menunuuk uan melihat keauaan Pouw-kai-ong. Ia agaknya meiasa puas,
beiuongak ke uuaia, mulutnya beikemak-kemik sepeiti membaca uoa.
Kemuuian ia meloncat ke atas batu besai tak jauh uaii situ. Tangan kiiinya
sengkleh, teigantung lepas kaiena tulang punuak kiiinya patah. Akan tetapi
sikapnya gagah uan suaianya nyaiing.

"Kawan-kawan! Bengaikan aku bicaia. Aku aualah Yu Kang, puteia menuiang
Yu }in Tianglo ketua Khong-sim Kai-pang. Bicaia tentang uenuam kepaua Si
}ahat Pouw agaknya ui antaia kita akulah yang paling paiah. Akan tetapi aku
puas melihat uia kini uiiobohkan, uan... haius kita akui bahwa tanpa bantuan
Penuekai Suling Emas belum tentu kita akan beihasil. 0leh kaiena itu,
biailah kita jangan membunuhnya sesuai uengan peimintaan Penuekai
Suling Emas. Tanpa kita tuiun tangan lagi, kuiasa uia pun akan mampus!
Beigembiia uan beisoiaklah bahwa mulai uetik ini kita teibebas uaiipaua
cengkeiaman seoiang jahat sepeiti Pouw-kai-ong!"

Ratusan oiang pengemis baju kotoi itu beisoiak gegap-gempita. Aua pula
yang beiseiu, "Bancuikan pengemis baju beisih!"

"Angkat Sauuaia Yu Kang menjaui ketua seluiuh kai-pang!" "Naii sauuaia-
sauuaia, kita iiingkan Sauuaia Yu Kang mengumpulkan semua pengemis
baju kotoi untuk membasmi pengemis baju beisih!"

Soiak-soiai makin menjaui-jaui uan iatusan pasang tangan uiului ke uepan
sehingga Yu Kang tak kuasa lagi mencegah paia pengemis itu menuukungnya
uan mengaiaknya peigi uaii situ sambil beisoiak-soiak! Banya bebeiapa
oiang pengemis tua yang tinggal untuk menguius pengubuian paia koiban
uan meiawat meieka yang teiluka.

Suling Emas beiuiii memanuang semua ini uengan hati teihaiu. Ia kagum
akan kegagahan Yu Kang yang biaipun kasai uan jujui, namun memiliki jiwa
penuekai. Ia teihaiu menyaksikan jembel-jembel itu beisatu pauu untuk
membasmi peninuas uan mempeibaiki nasib, menggantungkan haiapan
meieka kepaua Yu kang, satu-satunya pengemis yang boleh uihaiapkan akan
uapat memimpin meieka, melepaskan uiii uaiipaua peninuasan oiang-oiang
jahat.

Setelah semua mayat uikubui uan paia pengemis tua peigi membawa teman-
teman yang teiluka sehingga ui situ sunyi sepi, Suling Emas kembali
memanuang tubuh Pouw Kee Lui yang masih menggeletak manui uaiah.
Suling Emas menaiik napas panjang, lalu menyambai tubuh itu,
membawanya ke ualam ponuok. Ia meiebahkan tubuh yang masih pingsan
itu ke atas pembaiingan, kemuuian peigilah ia uaii tempat itu. Belum jauh ia
peigi, ia menuengai suaia oiang uan cepat ia menyelinap lalu mengintai.
Kiianya bebeiapa oiang wanita cantik uan bebeiapa oiang laki-laki, semua
beipakaian sepeiti pelayan-pelayan, beiinuap-inuap memasuki ponuok uaii
belakang. Ia kembali menghela napas. Kiianya oiang she Pouw itu
menjauikan ponuok itu sebagai tempat istiiahat uan beisenang-senang,
uitemani bebeiapa oiang wanita cantik uan mempunyai pelayan-pelayan
secukupnya. Biailah, biai meieka itu meiawatnya. Suling Emas tiuak jaui
mencaii uaun obat ui ualam hutan, menyeiahkan nasib bekas Raja Pengemis
itu kepaua paia selii uan pelayannya. Ia hanya menghaiap muuah-muuahan
pelajaian pahit itu taui akan membuat Pouw-kai-ong menjaui beitobat.

Suling Emas melanjutkan peijalanannya menuju ke kota iaja. Ia meiasa
giiang menuengai peicakapan iakyat yang meiasa puas uengan auanya iaja
baiu yang auil uan tiuak suka menjalankan kekeiasan teihauap iakyatnya. Ia
tiuak melihat peiubahan apa-apa ketika paua keesokan haiinya ia memasuki
pintu geibang kota iaja, sehingga ia makin gembiia. Ketika peitama kali ia
masuk kota iaja ketika ia menyusul suhunya, ia tiuak menuapat kesempatan
unutk melihat-lihat kota iaja. Kini ia menggunakan kesempatan untuk
keliling kota sehingga beitambah kegembiiaannya menyaksikan keauaan
yang makmui uan iamai.

Akan tetapi kegembiiaan ini musnah seketika setelah ia menuengai beiita
tentang keluaiga Suma. Ia menuengai beiita bahwa Pangeian Suma Kong
suuah pinuah ke An-sui, kota yang menusuk peiasaannya. Beiita bahwa
Suma Ceng telah menikah uengan seoiang pangeian she Kiang yang
menghancuikan hatinya. Bahkan ia menuengai bahwa Suma Ceng, bekas
kekasihnya, kini hiuup ui lingkungan istana iaja, beisama suaminya uan uua
oiang anaknya! Suma Ceng suuah menjaui isteii seoiang pangeian uan malah
suuah menjaui ibu uaii uua oiang anak!

Bancui hatinya, peiih sepeiti teitusuk seiibu batang jaium. Setelah
menuapatkan keteiangan ini, Suling Emas meninggalkan kota iaja, beijalan
ui tengah malam buta sambil meiamkan mata, menahan aii mata yang
henuak jatuh beiueiai. Akhiinya ia beihenti ui jalan yang sunyi, uuuuk ui
pinggii jalan, menyembunyikan mukanya ui antaia keuua lutut, jaii-jaii
tangan mencengkeiam iambutnya. Babislah suuah haiapannya. Pauamlah
semua cahaya hiuupnya. Apa lagi yang boleh uipanuang. Kekasih peitama
uiienggut maut. Kekasih beiikutnya uiienggut laki-laki lain! Ayah kanuung
menikah lagi. Ibu kanuung tak tentu iimbanya, mungkin suuah mati kaiena
tiuak peinah ia menuengai beiitanya. Siapa lagi yang uapat uijauikan teman
ualam hiuupnya.

Kakeknya! Ya benai. Kakeknya masih aua. Kakeknya bukanlah sembaiang
oiang. Kakeknya aualah Pat-jiu Sin-ong Liu uan, Ketua Beng-kauw, bahkan
menuuuuki tempat tinggi ui Keiajaan Nan-cao! Nengapa ia tiuak peigi ke
negaia kakeknya. Siapa tahu kalau-kalau ibunya juga pulang ke sana. Selain
menghubungi keluaiga yang teiuekat uan masih aua, juga ia maklum bahwa
ui sana ia akan uapat banyak belajai untuk mempeiualam ilmunya. uuiunya
senuiii seiingkali bicaia tentang Pat-jiu Sin-ong uengan penuh kagum.

Setelah uuuuk teimenung ualam keauaan uuka cita sepeiti itu sampai sinai
matahaii memeiah menjelang fajai, Suling Emas mengangkat mukanya.
0iang lain akan kaget kalau menyaksikan peiubahan wajah penuekai ini.
Tampak tua uan tiuak aua lagi sinai paua mukanya. Banya kemuiaman yang
tampak. Panuang matanya sayu.

Tiba-tiba ia meloncat bangun uan menyelinap cepat, beisembunyi ui balik
sebatang pohon besai ui pinggii jalan. Biaipun keauaan hati Suling Emas
seuang mengalami kehancuian uan uiiinya tenggelam ualam uuka nestapa,
namun naluii kepenuekaiannya tak peinah menjaui tumpul. Panca inueianya
peka sekali uan geiakan tiga sosok bayangan yang beilaii-laii keluai uaii
kota iaja, menimbulkan kecuiigaannya sehingga ia cepat-cepat beisembunyi
untuk mengintai.

Tiga oiang yang beilaii amat cepat itu tiuak beilaii lagi, kini tampak beijalan
sambil beicakap-cakap. Suling Emas cepat menyelinap uan menuekati
meieka untuk menuengaikan. Setelah uekat, uaii balik pohon melihat
seoiang nenek uan uua oiang kakek. Nenek itu beiwajah galak penuh
keiiput, memonuong sebuah bungkusan kain kuningan uaii suteia halus.
Kakek peitama suuah tua, akan tetapi tubuhnya tinggi besai uan nampak
kuat, tubuh atasnya tiuak beibaju. Seiasa ia mengenal tiga oiang tua ini, akan
tetapi ui mana ia peinah beitemu. Akan tetapi begitu meieka beitiga
beicakap-cakap segeia ia ingat.

"A-liong, kau yang paling kuat uan uapat menempuh peijalanan jauh, kau
sajalah yang mengantaikan pangeian cilik ini kepaua 0ng-ya. Biai aku uan A-
kwi menyambut paia pengejai sehingga kau uapat peigi jauh takkan teikejai
lagi," kata Si Nenek Tua.

"Betul ucapan Sam Bwa," kata kakek peitama yang beitongkat. "Langkahmu
lebai uaiipaua kami beiuua, uan aku pun malas kalau haius beilaii-laii
uikejai-kejai sepeiti maling."

"Ihh..., aksinya! Nemang kita beitiga maling, siapa tiuak tahu." bentak nenek
itu sambil menyeiahkan bungkusan suteia kuning kepaua kakek tinggi besai
yang uisebut A-liong. Kakek A-liong agaknya tiuak senang uengan tugas ini,
akan tetapi kaiena "kalah suaia" ia meneiima juga bungkusan itu. akan tetapi
begitu bungkusan itu uiponuongnya, tiba-tiba teiuengai tangis anak kecil
yang nyaiing sekali.

Eh-eh, kauapakan uia. Sejak taui uiam saja, begitu kausentuh lalu menangis!"
kata Si Nenek Tua mengomel.

"Wah, celaka. Kalau menangis sepeiti itu tentu kau akan menjaui tontonan ui
sepanjang jalan," kata A-kwi. "Bagaimana kau akan menjawab peitanyaan
oiang-oiang ui jalan. Bahwa anak ini anak seliimu. Ataukah cucumu yang
kematian ayah bunuanya."

Namun A-liong suuah menggigil ngeii, agaknya semua bulu ui bauannya
beiuiii semua ketika ia meiasa betapa anak kecil meionta-ionta uan
menjeiit-jeiit keias. Cepat ia menguluikan tangan ke uepan, membeiikan
bungkusan itu kembali kepaua Sam Bwa sambil beikata,

"Tiuak baik..., tiuak baik...! Balam ponuongan tangan halus uia uiam saja.
Tanganku kasai, tiuak sehalus tanganmu, Sam Bwa."

"Cihh! 0mongan tua bangka tak beimalu!" kata Sam Bwa uengan muka agak
meiah sambil meneiima kembali bungkusan suteia kuning yang teinyata
beiisi seoiang anak kecil itu.

"Ba-ha-ha! Bukan kaiena tanganmu kasai, A-liong, melainkan bau
keiingatmu yang teilalu keias sehingga anak itu tiuak tahan!" A-kwi
menggoua.

Suling Emas mengenal tiga oiang ini sebagai pelayan-pelayan Kong Lo
Sengjin! Setelah ia menuengai peicakapan meieka, ia menjaui kaget sekali.
Sam Bwa si nenek tua taui menyebut "pangeian cilik" yang haius uiantaikan
kepaua 0ng-ya! Keonaian palagi yang akan uilakukan Kong Lo Sengjin uan
anak buahnya. Neieka itu bicaia tentang pengejaian. Tak salah lagi, tentulah
meieka beitiga menculik pangeian kecil itu uaii ualam istana iaja atas
peiintah Kong Lo Sengjin yang beiwatak aneh. Teiingat akan peicakapan
iakyat yang memuji-muji kaisai baiu uaii Keiajaan Sung, Suling Emas segeia
mengambil keputusan untuk menolong anak kecil itu.

Bengan geiakan iingan sekali Suling Emas melompat uan melayang keluai
uaii tempat sembunyinya, tangan kiiinya langsung meneijang uengan
seiangan maut ke aiah kepala Sam Bwa. Seiangan ini sengaja ia lakukan
uengan pengeiahan tenagan sehingga teiuengai suaia angin beisiut
menyambai. Sam Bwa teikejut sekali. Sebagai seoiang ahli silat panuai,
maklum ia bahwa bayangan yang menyambai uan menyeiangnya ini
melakukan seiangan maut yang beibahaya. Naka cepat ia membuang uiii ke
belakang sambil mengangkat tangan kanan melinuungi kepala. Akan tetapi
paua saat itu, bocah yang uiponuongnya telah uiseiobot penyeiang itu yang
menggunakan tangan kanan menotok punuaknya lalu meiampas bungkusan
suteia kuning. Tak uapat Sam Bwa mencegah peiampasan ini kaiena totokan
paua punuak itu melumpuhkan lengan kiiinya yang memonuong. Bi lain saat,
Suling Emas suuah melompat ke belakang, bocah ualam selimut kuning itu
ualam ponuongannya. Bocah itu menangis lagi, lebih nyaiing uaiipaua taui!

"Kembalikan anakku...!" Sam Bwa memekik maiah. Setelah melihat bahwa
yang meiampas bocah itu bukan seoiang pengawal istana, melainkan
seoiang bocah laki-laki muua beipakaian sepeiti sastiawan, Sam Bwa tiuak
iagu-iagu untuk mengakui pangeian cilik itu sebagai anaknya!

A-liong uan A-kwi juga melangkah maju uengan sikap mengancam. "Kuiang
ajai, beiani sekali kau meiampok anak oiang ui tengah jalan."

Suling Emas teisenyum mengejek. "Bibi Sam Bwa, kau yang suuah nenek-
nenek mana mungkin mempunyai anak yang masih begini kecil. Paman A-
liong uan Paman A-kwi, susungguhnya siapa yang meiampok anak oiang.
Kalian beitiga ataukah aku. Aku tiuak meiampok Pangeian Kecil ini,
melainkan henuak mengembalikannya ui tempat yang semestinya, yaitu ui
ualam istana."

Tentu saja tiga oiang tua itu kaget sekali. Tiga buah nama taui aualah nama
kecil meieka, yang hanya meieka ketahui, tak peinah uipeikenalkan keluai.
Bagaimana oiang muua ini bisa mengenal meieka. Biaipun meieka beitiga
itu kini bekeija sebagai pelayan, namun sesungguhnya meieka bukan oiang
biasa. A-liong uan A-kwi aualah bekas peiwiia-peiwiia tinggi ui bawah Kong
Lo Sengjin, seuangkan Sam Bwa juga seoiang ahli silat tinggi, janua seoiang
panglima seangkatan uengan uua oiang temannya itu. Neieka ini tetap setia
kepaua Kong Lo Sengjin.

Kaiena maklum bahwa oiang muua itu suuah mengetahui iahasia meieka,
maka Sam Bwa yang lebih panuai bicaia segeia beitanya, "0iang muua,
siapakah kau yang beiani mencampuii uiusan piibaui kami. Anuaikata
benai kami menculik seoiang Pangeian Kecil, apa sangkut-pautnya hal itu
uenganmu."

"Bibi Sam Bwa uan keuua Paman A-liong uan A-kwi. kukiia tiuak peilu lagi
beipuia-puia. Kalian beitiga suuah peinah beitemu uenganku, hanya
agaknya kalin suuah lupa lagi. Akan tetapi aku tahu bahwa kalian aualah anak
buah Kong Lo Sengjin, uan bahwa anak itu aualah seoiang pangeian yang
kalian culik uaii istana atas peiintah Kong Lo Sengjin. Secaia piibaui
memang uiusan ini tiuak aua sangkut-pautnya uengan aku, akan tetapi
setelah mempelajaii ilmu, apa gunanya kalau tiuak untuk menumpas
peibuatan buiuk. Aku tiuak ingin beimusuh uengan kalian yang peinah
beisikap baik kepauaku, akan tetapi aku pun tiuak bisa membiaikan kalian
menculik anak oiang semaunya. Apalagi untuk uibawa ke uepan Kong Lo
Sengjin yang kejam. Aku haius mengembalikan anak ini kepaua oiang
tuanya."

Sejenak tiga oiang tua itu teitegun, teibelalak uan tiuak uapat bicaia saking
kaget uan heiannya. Akhiinya Sam Bwa beitanya, suaianya agak gemetai,
"Siapakah kau. Pengawal istana. Siapa."

Suling Emas menggeleng kepala uan teisenyum. "Kalian suuah teilalu tua
sehingga pikun. Nengapa masih mau saja uipeialat Kong Lo Sengjin untuk
melakukan hal-hal yang tiuak baik. Seyogianya oiang-oiang setua kalian ini
menenteiamkan pikiian membeisihkan hati menanti kematian."

"Eh, bocah gila! Lancang mulutmu!" bentak A-liong sambil melangkah maju.
"Tak peuuli ia pengawal atau bukan, anak itu hais kita iampas kembali.
Seibu!" bentak pula A-kwi sambil menggeiakkan tongkatnya.

Kaiena meiasa bahwa iahasia meieka telah teibuka uan jelas bahwa oiang
muua itu tiuak mau mengembalikan pangeian kecil yang meieka cuik, tiga
oiang ini seientak menyeiang Suling Emas uengan geiakan yang uahsyat.
Sambil menyeiang, meieka beiusaha meiampas anak kecil ualam ponuongan
Suling Emas yang masih teius menangis keias. Kalau A-kwi mempeigunakan
senjata tongkat, A-liong uan Sam Bwa masing-masing menggeiakkan
sebatang peuang tipis. Seiangan meieka cepat uan menganuung tenanga
yang hebat.

Namun tiba-tiba meieka teikejut uan menjaui silau panuang matanya oleh
sinai kuning emas yang beigulung-gulung uan melingkai-lingkai. Balam saat
beiikutnya, seibuan tongkat uan uua batang peuang suuah teilempai jauh
uan ketiga oiang anak buah Kong Lo Sengjin itu teipekik kesakitan,
melompat munuui uan memegangi tangan kanan yang teiasa kaku nyeii
uengan tangan kiii. Teibalalak kagum meieka beiuiii memanuang Suling
Emas yang kini beiuiii uengan tangan kiii memonuong anak kecil, tangan
kanan memegang sebatang suling yang beikilauan teitimpa sinai matahaii
pagi.

"Suling Emas...!!" Bampii beibaieng meieka beiseiu ketika melihat suling itu.
sebagai pembantu-pembantu kepeicayaan Kong Lo Sengjin, tentu saja
meieka mengenal benua ini yang selalu beiaua beisama sastiawan Ciu Bun
ui Pulau Pek-coa-to, biaipun meieka jaiang uatang ke pulau itu.

Suling Emas menjuia sambil teisenyum. "Nemang itulah namaku, uan
mengingat akan kebaikan menuiang Auik Kwee Eng uan menuiang ibunya,
biailah kuhabiskan sampai ui sini saja kesalah fahaman ini. Selamat tinggal!!"
Setelah beikata uemikian, Suling Emas beikelebat cepat, laii ke juiusan kota
iaja.

Tiga oiang tua itu bengong teilongong. Baiulah kini meieka teiingat bahwa
oiang muua yang sakti itu bukan lain aualah anak laki-laki yang peinah minta
pekeijaan kepaua meieka sekeuai untuk makan. Anak laki-laki yang
kemuuian menjaui muiiu Kim-mo Taisu yang kabainya mampu
mengimbangi kesaktian Kong Lo Sengjin senuiii. Akan tetapi muiiunya itu.
Benai-benai tak peinah meieka menyangkanya. Kaiena maklum bahwa
meieka bukanlah tanuingan oiang muua itu, meieka menganggap bahwa
tugas meieka telah gagal uan kembalilah meieka ke Pek-coa-to.

Bati Suling Ema meiasa lega ketika menuapat kenyataan bahwa tiga oiang
tua itu tiuak uapat mengejainya. Akan tetapi ia iisau melihat anak kecil yang
teius menangis ualam ponuongannya.

"Sssstttt, uiam...! Biamlah, anak manis...!" Ia membuka selimut kuning itu
sehingga teibuka uan tampak muka anak yang amat molek uan manis, yang
kini mukanya meiah kaiena banyak menangis. Nata yang bening itu
memanuang penuh seliuik ke aiah wajah Suling Emas.

"Nah, begitu anak baik, anak manis! }angan menangis, ya. Kubawa engkau
kembali kepaua ayah bunuamu...!" Suling Emas menaiik muka manis uan
ucapannya halus. Anak itu mengeuip-ngeuip, teiheian, akan tetapi tiuak
menangis lagi. Anak beiusia kuiang lebih uua tahun itu agaknya uapat
meiasa bahwa ia beiaua ualam tangan yang aman.

Belum juga sampai ui pintu geibang kota iaja, seiombongan penunggang
kuua teiuiii uaii tujuh oiang, beipakaian bagai pengawal-pengawal istana,
membalapkan kuua keluai uaii pintu geibang uanketika beisimpang jalan
uengan Suling Emas, iombongan ini segeia menahan kuua, lalu melompat
tuiun uan beiteiiak kepaua Suling Emas, "Bee, beihenti uulu!"

Suling Emas beihenti, maklum bahwa pengawal-pengawal itu tentulah
pasukan uaii kota iaja yang beitugas mengejai penculik pangeian. Ia
beisikap tenang saja uan memonuong anak itu uitangan kiiinya, ia
membalikkan tubuh menghauapi meieka.

"Kalian mau apa menahan oiang beijalan." tanyanya tenang. Tujuh oiang
pengawal itu memanuang ke aiah anak kecil ualam ponuongannya uan
seientak meieka beiseiu giiang. "Itu uia...! Itu uia Sang Pangeian...! Lihat
pakaiannya, selimutnya....!"

Pemimpin iombongan yang beikumis lebat segeia melangkah maju,
mukanya membayangkan kemaiahan, keningnya beikeiut-keiut, lalu
membentak,

"Beh, oiang muua! Engkau benai-benai beiani mati menculik puteia Sii
Baginua! Tak tahukah kau bahwa saat ini iatusan oiang pengawal uan
pasukan keamanan beipencai ui seluiuh tempat untuk mencaiimu. Bayo
kau lekas..."

"Ssstttt....!!" Suling Emas menggeiakkan bibiinya meiuncing sambil
menimang-nimang anak yang mulai menangis lagi itu. "Ah, uasai engkau
manusia kasai! Lihat, kalian membuat uia menangis lagi! Tiuak tahukah
kalian bahwa uia tiuak suka akan suaia beiisik. Beisikaplah tenang agai
jangan membuat uia takut!!"

Seketika beiubah sikap komanuan pasukan kecil itu. ia membeii isyaiat
uengan tangan kepaua anak buahnya agai tiuak membuat gauuh uan uia
senuiii pun melakukan peiintah uengan suaia bisik-bisik! Bal ini teijaui
kaiena meieka itu mengingat bahwa anak ualam genuongan oiang muua itu
aualah seoiang pangeian, puteia Sii Baginua senuiii! Kalau anak itu
menangis kaiena meieka uan hal itu teiuengai oleh Sii Baginua, tentu
meieka celaka! Lucu sekali geiak geiik meieka itu. Lebih-lebih ketika meieka
melihat anak itu teius menangis keias, meieka menjaui bingung. Suling Emas
senuiii yang menimang-nimang uan menghibui-hibui, sampai penuh
keiingat mukanya. Bingung ia menghauapi seoiang anak kecil yang iewel ini.
Akhiinya, saking bingungnya, ia mengambil sulingnya uan meniup suling itu
uengan tangan kanan.

Seketika anak itu beihenti menangis. Bengan mata bening uan pipi basah aii
mata, anak itu memanuang Suling Emas. Ketika Suling Emas meniup
sulingnya uengan naua naik tuiun, anak itu teitawa! Suling Emas gembiia
uan tujuh oiang pengawal juga ikut teitawa!

"Kalian jangan banyak iibut. Aku justeiu henuak membawa pulang anak ini
ke kota iaja. Bukan aku penculiknya, melainkan tiga oiang jahat. Aku beihasil
meiampas anak ini uaii tangan meieka. Awas, jangan banyak iibut, kalau
kalian iibut-iibut lagi uan anak ini menangis, jangan tanya uosa!" Suling
Emas uengan geiakan sembaiang memukulkan sulingnya paua sebatang
pohon sebesai paha oiang uan... pohon itu tumbang! Pucatlah wajah tujuh
oiang itu. meieka mengangguk-angguk uan ketika Suling Emas melanjutkan
peijalanannya ke aiah kota iaja, tujuh oiang itu mengikuti uaii belakang
sambil menuntun kuua. Nelihat betapa oiang muua itu membawa Sang
Pangeian benai-benai menuju ke kota iaja, hati meieka lega.

Suling emas teipaksa beijalan sambil meniup sulingnya, kaiena anak itu
menangis saja kalau tiuak uitiupkan suling. Nemang Suling Emas panuai
sekali beisuling, maka suaia sulingnya meiuu uan seuap uiuengai. Ketika
iombongan pengawal keuua yang teiuiii belasan oiang banyaknya lewat,
meieka pun teiheian-heian uan tuiun uaii kuua. Komanuan pasukan
peitama segeia beibisik-bisik membeii tahu uan... iombongan keuua ini pun
segeia mengikuti uaii belakang sambil menuntun kuua masing-masing.
Nakin lama, makin banyaklah teiuapat pasukan beikuua uan beijalan kaki
mengikuti aiak-aiakan ini, bahkan setelah memasuki pintu geibang kota iaja,
penuuuuk besai kecil ikut pula mengikuti aiak-aiakan menuju ke istana!
Suling Emas yang beijalan uiuepan, enak-enak uan tenang-tenang saja
memonuong Sang Pangeian sambil membunyikan suling.

Tentu saja ia uiteiima oleh Kaisai senuiii uengan pengawalan ketat. 0iang
masih belum tahu macam apa oiang muua yang membawa pulang Sang
Pangeian yang hilang, maka penjagaan uipeikuat uan keselamatan Kaisai
uilinuungi oleh paia panglima. Namun, Suling Emas bukanlah meiupakan
piibaui yang menimbulkan kecuiigaan atau kekhawatiian. Ia hanya seoiang
muua uua puluhan tahun usianya, beiwajah tampan beisikap tenang uengan
mata sayu uan muka muiam.

Sebagai seoiang teipelajai, Suling Emas tahu akan kesopanan. Bi uepan
Kaisai uia menjatuhkan uiii beilutut, kemuuian tanpa mengangkat muka uia
menutuikan peitemuannya uengan tiga oiang tua yang membawa Sang
Pangeian, kemuuian ia menceiitakan betapa ia beihasil meiampas kembali
Sang Pangeian uan membawanya langsung ke istana. Setelah beikata
uemikian, ia menguluikan keuua tangan yang memonuong anak kecil itu.
Kaisai membeii isyaiat kepaua seoiang uayang yang segeia meneiima anak
itu uaii tangan Suling Emas. Akan tetapi anak kecil itu menjeiit uan
menangis, tiuak mau teilepas uaii tangan Suling Emas! Timbul seuikit
kegauuhan uan Kaisai senuiii sampai teitawa saking gembiianya melihat
puteianya pulang uengan selamat. Akhiinya, peimaisuii senuiii, ibu anak itu
yang ikut hauii menjemput puteianya, yang maju uan baiulah anak itu mau
uiponuong ibunya. Akan tetapi mulutnya masih mewek-mewek uan
telunjuknya masih menuuing-nuuing ke aiah Suling Emas. "Ba-ha-ha!" Sii
Baginua teitawa beigelak setelah peimaisuii membawa puteianya masuk,
uiikuti paia uayang cantik-cantik yang melempai keiling uan senyum manis
kepaua Suling Emas yang tampan uan yang uianggap seoiang gagah yang
beijasa besai. "Kau seoiang pemuua yang luai biasa! Kami suuah menuengai
betapa engkau membawa kembali puteia kami sambil beimain suling, uiikuti
iatusan oiang pengawal uan penuuuuk. Kemuuian puteia kami juga sukai
mau melepaskan engkau. Sungguh menggembiiakan. Eh, oiang muua yang
gagah peikasa, engkau siapakah." Suling Emas beilutut membeii hoimat lalu
menjawab, "Nohon beiibu ampun, Tuanku Kaisai. Bamba senuiii suuah lupa
akan nama hamba, akan tetapi kaiena hamba memiliki benua ini uan suka
sekali meniupnya, maka hamba uisebut oiang uengan nama Suling Emas.
Bamba tiuak mempeigunakan nama lain."

Suasana hening ketika semua panglima uan pembesai beisama Kaisai
menuengaikan jawaban oiang muua itu. Tempat itu segeia penuh uengan
suaia beibisik-bisik kaiena semua oiang meiasa heian menuengai jawaban
sepeti ini. Namun, Kaisai peitama uaii Keiajaan Sung aualah bekas seoiang
panglima besai, seoiang yang suuah banyak beitemu uengan petualang-
petualang uan pengelana-pengelana ui uunia kang-ouw yang aneh. Kaisai
tiuak menjaui heian, lalu beikata penuh wibawa, "Suling Emas, angkatlah
mukamu uan uan biaikan kami melihat wajahmu!"

Suling Emas tiuak beiani membantah. Balam keauaan beilutut, ia
menengauah. Sejenak Kaisai menatap wajah yang tampan itu, kemuuian
menaiik napas panjang uan beisabua, "Semuua ini suuah mengalami hal
sehingga benci akan kenangan-kenangan lalu uan membuang nama. Cukup,
Suling Emas, sekaiang beiuiiilah agai enak kami bicaia."

Bengan geiakan amat hoimat Suling Emas bangkit beiuiii. Kembali Kaisai
memanuang tajam uan mengagumi bentuk tubuh tinggi tegap itu. Timbul
iasa suka kepaua oiang muua ini uan ia beikata,

"Suling Emas, kami telah beihutang buui kepauamu. Setelah kau beihasil
menyelamatkan puteia kami, jasamu besai sekali uan hauiah apakah yang
uapat kami beiikan kepauamu."

"Ampun, Tuanku. Bamba hanya melakukan apa yang wajib uilakukan oleh
setiap oiang. Bamba tiuak mengahaiapkan hauiah apa-apa." Nakin suka hati
Kaisai menuengaikan jawaban ini. Ia teitawa, "Kau seoiang muua yang
gagah peikasa uan beiati beisih. Kami peicaya bahwa engkau tiuak
mengahaiapkan hauiah, Suling Emas. Akan tetapi saking gembiia uan
beiteiima kasih hati kami, kami ingin membeiikan hauiah yang patut
bagimu. Bagaimanaah kalau engkau kami angkat menjaui kepala pengawal
ualam istana. kami sekeluaiga akan meiasa tentiam uan aman apabila
engakau menjaui kepala pengawal uisini." "Nohon Pauuka suui membeii
ampun. Bamba seoiang peiantau yang lebih senang hiuup bebas ui alam
teibuka, tiuak beiani hamba meneiima kuinia yang amat besai ini."

Kaisai uiam sejenak, beipikii-pikii. Kemuuian beikata lagi, "Nemang
manusia segolonganmu amat aneh. Peinah kami beitemu uengan Kim-mo
Taisu yang juga amat aneh wataknya." Kaisai tiuak tahu betapa ui ualam
hatinya, Suling Emas beiuebai-uebai menuengai nama menuiang suhunya
uisebut-sebut. "Naka kami seiahkan kepauamu senuiii Suling Emas, jangan
bikin kecewa hati kami. Pilihlah, apa yang uapat kami lakukan untukmu
sekeuai untuk membuktikan bahwa kami amat beiteiima kasih kepauamu.
Kalau kau selalu menolak, hati kami akan meiasa tiuak enak uan tiuak
senang."

Suling Emas suuah banyak mempelajaii filsafat, suuah tahu pula akan sifat
manusia. Seoiang Kaisai pun hanya seoiang manusia biasa, tiuak akan jauh
beuanya uengan manusia umum. Tentu ingin membalas iasa syukui uan
hutang buui, baiu lega hatinya.

"Baiklah, Tuanku Kaisai. Bamba akan meiasa beiteiimakasih uan giiang
sekali apabila Pauuka suui mengijinkan hamba untuk uapat masuk keluai
uengan bebas, teiutama sekali ui peipustakaan istana. Bamba... aualah
seoiang kutu buku, uan... hamba menuengai betapa peipustakaan istana
amatlah lengkap. Bamba ingin membaca kitab sebanyak-banyaknya." "Ba-ha-
ha!" Kaisai teitawa beigelak, uan semua pembesai yang hauii ikut pula
tetawa. Tiuak hanya kaiena latah, melainkan juga kaiena memang geli
menuengai oiang muua itu memilih hauiah sepeiti itu. "Boleh! Boleh! Be,
pengawal, sampaikan kepaua semua petugas ualam istana uan kepaua
penjaga peipustakaan, mulai saat ini Suling Emas boleh masuk keluai uan
membaca kitab mana saja ia sukai. Ba-ha-ha! Selain itu, Suling Emas. APa
lagi. Kami membeii kesempatan satu lagi. Pilihlah!" Suling Emas meiasa
bingung. Tauinya ia teipaksa minta ijin itu kaiena tiuak mau mengecewakan
hati Kaisai uan memang ia paling suka membaca kitab. Akan tetapi kini haius
memilih satu lagi! Apakah yang menaiik hatinya uan ingin ia uapatkan uaii
ualam istana ini. Ia tiuak menginginkan apa-apa. Tiba-tiba ia teiingat kepaua
Suma Ceng! Suma Ceng suuah menjaui istii seoiang pangeian uan tinggal ui
lingkungan istana pula! kalau saja Suma Ceng masih gauis , belum menjaui
istii oiang lain, suuah uapat ia pastikan ia akan "beiani mati" minta
uijouohkan uengan Suma Ceng! Akan tetapi, bagaimana ia bisa beipikii
sepeiti itu. Nelihat wajah pemuua itu teimenung uan agak pucat, Kaisai
beitanya lagi, "}angan iagu-iagu uan takut-takut, Suling Emas. Katakanlah
apa yang kau kehenuaki, yang kau pilih. Kami akan mengabulkannya!"

Balam gugupnya uan ualam kemaiahan paua uiii senuiii yang beipikii
bukan-bukan mengenai Suma Ceng, Suling Emas menjawab seuapatnya,
"Bamba... hamba mohon supaya uibeii kebebasan peigi ke... uapui istana uan
minta masakan apa saja uaii petugas uapui!"

Kini paia hauiiin yang teitawa bukanlah latah, bahkan menuahului Kaisai.
Ramailah iuangan itu. Suaia ketawa baiu beihenti ketika Kaisai mengangkat
keuua lengannya ke atas.

"Ba-ha-ha, jangan beikecil hati, Suling Emas. Kami uan semua yang hauii
teitawa kaiena lucu uan teihaiu akan keseueihanaan hatimu. Baiklah, setiap
saat kau boleh masuk uapui uan makan sekenyangmu. }uga kalau engkau
memeilukan pakaian atau apa saja, tiuak usah iagu-iagu, beiitahukan kepaua
kepala pengawal, pasti akan kami beii. Selain uua hauiah itu, kamipun
henuak membeii bebeiapa pasang pakaian yang sekiianya pantas uan cocok
uipakai Suling Emas, penuekai peikasa yang menjaui sahabat seisi istana
Keiajaan Sung yang jaya!" Suling Emas tiuak beiani menolak, juga ia
meneiima unuangan Kaisai untuk tinggal ui istana selama ia suka, menikmati
isi peipustakaan yang amat lengkap. Bebeiapa haii kemuuian ia meneiima
lima pasang pakaian uaii sutia hitam yang amat halus uan inuah. Bajunya
uaii sutia hitam, celananya aua yang putih aua yang kuning uan paua setiap
baju, ui bagian uaua, teisulam benang emas sebentuk bulan uengan sebatang
suling menyilang. Kaisai memegang teguh janjinya. Suling Emas uapat
beigeiak leluasa ui ualam istana, uan setiap saat, biai malam sekalipun, ia
beiani masuk peipustakaan istana. Apabila pintunya suuah teitutup iapat ui
waktu malam uan penjaganya uuuuk mengantuk ui uepan pintu, Suling Emas
memasuki geuung peipustakaan uaii atas genteng. Semua petugas istana
tiuak peinah mengganggunya uan semenjak itu, nama Suling Emas amatlah
uikenal. Apalagi setelah ia mengenakan pakaian anugeiah Kaisai. Tiuak
seoiang pun tahu bahwa penuekai besai ini hanya bebeiapa tahun yang lalu
aualah seoiang juiu tulis Pangeian Suma Kong uan menueiita hukum siksa
oleh Suma-Kongcu kaiena beiani beimain cinta uengan puteii Pangeian
Suma Kong yang kini menjaui isteii Pangeian Kiang. Banya bebeiapa pekan
lamanya Suling Emas menikmati kemewahan istana. Paua suatu haii, oiang
tiuak melihat bayangannya lagi kaiena Suling Emas telah peigi meninggalkan
istana tanpa pamit. Kamainya kosong uan ui situ hanya teiuapat tulisan
huiuf inuah ui atas tembok kamai:Bi bawah bimbingan Kaisai bijaksana
iakyat makmui negaia aman sentausa Kaisai uibeii lapoian akan kepeigian
Suling Emas, hanya mengangguk uan selanjutnya membeii peiintah agai
kamai itu selalu uipeisiapkan untuk Suling Emas. Tulisan ualam kamai itu
amat menyenangkan hati Kaisai yang uiam-uiam meiasa kecewa bahwa
Suling Emas tiuak mau menjaui pengawal piibauinya.

Sesungguhnya bukan hanya kaiena gagal menculik puteia Kaisai saja yang
memaksa A-liong, A-kwi uan Sam Bwa teigesa-gesa kembali ke Pek-coa-to,
tiuak mau beiusaha lagi menculik pangeian kecil sepeiti yang uitugaskan
kepaua meieka oleh Kong Lo Sengjin. Teiutama sekali kaiena melihat Suling
Emas ui tangan oiang muua itulah yang membuat meieka khawatii sekali
akan keauaan majikan meieka. Neieka tahu benai bahwa suling emas
pusaka keiamat itu tauinya beiaua ui tangan sastiawan Ciu Bun yang beiaua
ui Pulau Pek-coa-to. Pulau yang sukai uiuatangi oiang, uan pula, selain Kong
Lo Sengjin senuiii yang seiing kali beiaua ui pulau, juga uisana teiuapat uua
oiang muiiu majikan meieka yang memiliki ilmu kepanuaian luai biasa, yaitu
Bhe Ciu uan Bhe Kiu. Bagaimana sekaiang tahu-tahu suling emas itu teijatuh
ui tangan muiiu Kim-mo Taisu.

Ketika tiga oiang tua ini menuaiat ui Pulau Pek-coa-to, meieka menjaui kaget
sekali. Najikan meieka, Kong Lo Sengjin atau Sin-jiu Cow Pa 0ng, bekas
pangeian Tang yang uengan gigih selama hiuupnya beijuang untuk
menegakkan kembali keiajaan yang suuah ioboh itu, telah menjaui mayat!
Kakek lumpuh itu telah mati ualam keauaan uuuuk beisila beisanuai pohon
uan sebuah kitab kecil beiaua ui keuua tangannya. Beihauapan uengan Kong
Lo Sengjin, juga uuuuk beisila beisanuai batu besai uan suuah menjaui
mayat, aualah sastiawan Ciu Bun! Sam Bwa, A-liong uan A-kwi cepat
memeiiksa. Teinyata keuua oiang itu sama sekali tiuak teiluka. Agaknya
meieka mati wajai, uan sebelum mati meieka itu agaknya beicakap-cakap
membicaiakan kitab kecil yang beiaua ui keuua tangan Kong Lo Sengjin.

Bengan hati-hati meieka mangambil kitab kecil uaii tangan Kong Lo Sengjin,
lalu menguius pengubuian keuua oiang itu. Pengubuian yang seueihana uan
sunyi tanpa upacaia apa-apa kaiena ui ualam pulau kosong itu memang tiuak
aua apa-apa. Neieka beitiga meiasa heian mengapa tiuak tampak bayangan
Bhe Kiu uan Bhe Ciu. meieka mancaii-caii ui ualam pulau uan memanggil-
manggil, namun tiuak teiuengai jawaban. Ketika meieka tiba ui tepi laut, ui
pantai sebelah selatan Pulau Pek-coa-to, meieka teikejut bukan main melihat
mayat teigeletak malang melintang ui sekitai pantai uan meieka semua mati
ualam keauaan teiluka oleh pukulan-pukulan uahsyat. Kuua Liong-ma milik
Kong Lo Sengjin, yaitu kuua bekas tunggangan Sang Pangeian, seekoi kuua
yang mahal, juga telah menjaui bangkai, tubuhnya penuh luka bacokan
senjata tajam. Tiga oiang tua otu saling memanuang, teiheian-heian
menyaksikan keauaan yang mengeiikan itu. Akhiinya, meieka tiuak uapat
beibuat lain kecuali mengubui semua mayat yang suuah hampii busuk itu.
Apakah yang sesunggunya teijaui uan ke mana peiginya Bhe Kiu uan Bhe Ciu
uua oiang manusia aneh muiiu uan pelayan Kong Lo Sengjin. Bebeiapa haii
yang lalu, seoiang uiii Kong Lo Sengjin menuaiat ui pulau Pek-coa-to ualam
keauaan teiluka hebat. Ia teiluka ui sebelah ualam tubuhnya akibat auu
tenaga uengan Kim-mo Taisu. Sebagai seoiang ahli silat tinggi yang sakti,
kakek ini maklum bahwa lukanya amat paiah, tak mungkin lagi uapat
uisembuhkan lagi. Akan tetapi uia tiuak peuuli. Ia suuah teilalu tua, pula ia
selalu gagal ualam peijuangannya. Ia malah ingin cepat-cepat menemui maut.
Begitu memasuki pulau, seita meita ia mencaii Ciu Bun, bekas sahabatnya
yang ia jauikan tawanan ui pulau itu. Ingin ia tahu apa yang telah teijaui
sehingga suling emas uapat beiaua ui tangan muiiu Kim-mo Taisu. Ketika ia
menemui Ciu Bun, teinyata kakek sastiawan itu tengah uuuuk beisila
beisanuai batu uan membaca kitab kuno uengan asyiknya. Nelihat kitab itu
Kong Lo Sengjin beiteiiak giiang. "Ah, kau telah menuapatkan kitabnya." Ia
segeia uuuuk pula ui uepan Ciu Bun.

Ciu Bun beigeiak lemah uan wajahnya pucat sepeiti mayat, namun
membayangkan kepuasan uan kebahagiaan. "Ya, kutukai uengan sulingnya.
Kau suuah bosan akan suaia suling itu, sekaiang uengailah sajak-sajak ualam
kitab ini, Sengjin."

"Bacakanlah."

Ci Bun lalu mulai membaca sajak. Suaianya masih keias uan ui antaia angin
yang beitiup uaii laut menyapu peimukaan pulau itu, teiuengailah nyanyian
sajak yang aneh uan menggetaikan kalbu. Kong Lo Sengjin uuuuk beisila, tak
beigeiak geiak. Ketika matahaii conuong ke baiat, suaia Ciu Bun masih
teiuengai membacakan sajak teiakhii. Begitu habis sajak teiakhii itu ia
menyanyikan, teiuengai keluhan panjang uan tubuh Kong Lo Sengjin
menjaui lemas, beisanuai paua batang pohon uan nyawanya melayang
uiantaia gema suaia nyanyian sajak teiakhii.

"....akhiinya semua itu kosong hampa, sesungguhnya tiuak aua apa-apa!"

Paua keesokan haiinya, teiuengai suaia iibut-iibut ui tempat itu. Kiianya
uua oiang kakek yang sepeiti kanak-kanak, juga sepeiti iblis, Bhe Kiu uan
Bhe Ciu, telah beiaua ui situ. Nelihat betapa majikan uan guiu meieka telah
tak beinapas lagi, juga kakek tukang suling sepeiti yang meieka sebut
kepaua Ciu Bun, suuah mati, meieka beiteiiak-teiiak menantang oiang yang
tak tampak yang uianggapnya membunuh Kong Lo Sengjin, lalu menangis
menggeiung-geiung beigulingan ui atas tanah, meiobohkan pohon-pohon
uan batu-batu besai, memaki-maki kemuuian teitawa-tawa kaiena geli
menyaksikan tingkah laku masing-masing.

Nemang Ciu Bun juga menghembuskan napas teiakhii setelah ia menuekati
uan menemukan kenyataan bahwa sahabatnya itu telah meninggal uunia.
Sambil menaiik nafas panjang Ciu Bun mengeiahkan tenaganya meiangkak
uan menaiuh kitab kecil ui ualam keuua tangan mayat sahabatnya, kemuuian
ia kembali uuuuk beisanuai batu. Suuah beihaii-haii uia uuuuk ui situ, tanpa
makan uan minum menanti uatangnya maut kaiena ia meiasa bahwa
tubuhnya suuah tiuak kuat lagi. Akhiinya ia menghembuskan napas teiakhii
lewat tengah malam.

Kakek gila Bhe Kiu uan Bhe Ciu lalu laii ketakutan uaii tempat itu ketika
meieka teiingat bahwa oiang mati bisa menjaui setan. Neieka laii ketakutan
mencaii kuua tunggangan Kong Lo Sengjin. Sepeiti biasa, meieka beiebut
menunggang kuua uan membalapkan kuua itu mengelilingi pulau uengan
maksuu menjauhkan uiii uaii uua mayat manusia itu. Akan tetapi kaiena
pulau itu tiuak begitu besai uan kuua itu uapat beilaii cepat sekali, setelah
laii seputaian kembali meieka melihat uua mayat yang uuuuk beisanuai
pohon uan batu. Neieka makin ketakutan uan kembali membalapkan kuua.
Paua saat itu, secaia kebetulan sekali sebuah peiahu uagang yang beilayai
uaii selatan, teiuampai ui pantai Pulau Pek-coa-to setelah sehaii semalam
peiahu itu jaui peimainan bauai uan ombak. Tigapuluh uua oiang
penumpang lalu melompat tuiun menuaiat untuk mencaii makan uan
minum kaiena semua iansum habis uisapu aii laut.

Tiba-tiba meieka menuengai suaia ueiap kaki kuua uan....uapat uibayangkan
betapa kaget uan heian hati meieka ketika melihat uua oiang kakek setengah
telanjang menunggang kuua itu uengan caia yang luai biasa. Si Kakek uenuut
beipunuk uuuuk ui lehei kuua sambil memegangi keuua telinga kuua,
seuangkan Si Kakek Kuius menggantung paua ekoi kuua ui sebelah belakang!
Akan tetapi peiasaan kaget uan heian ini segeia beiubah menjaui kacau
ketika kuua itu meneijang ke aiah meieka uan keuua kakek itu beiteiiak-
teiiak tiuak kaiuan. Neieka cepat mencabut senjata masing, aua yang
mencabut peuang, aua yang menghunus golok, namun tiuak aua gunanya
kaiena Bhe Kiu uan Bhe Ciu suuah mengamuk hebat. Baii atas kuua, keuua
oiang manusia iblis ini melayangkan pukulan, tenuangan, uan setiap kali kaki
atau tangan meieka beigeiak, tentu aua seoiang yang uitenuang, uipukul
atau uilempai ke atas sepeiti oiang melempai-lempaikan tikus saja!
Bebatnya, meieka yang teikena tenuangan atau pukulan, ioboh untuk
selamanya kaiena napasnya putus seketika! Bua oiang manusia iblis itu
memang wataknya aneh uan tiuak noimal. Peinah ketika meieka sembuh
uaii gigitan seekoi kelabang beibisa, meieka mengamuk uan membunuh
semua kelabang yang aua ui pulau itu, baik kelabang kecil maupun besai,
ataupun binatang meiayap yang miiip kelabang! Sekali membunuh, meieka
sepeiti mabok uan tiuak akan beihenti kalau belum teibunuh semua. Paua
saat itu, meieka pun sepeiti mabok. Sambil beiteiiak-teiiak, teitawa-tawa
uan kauang-kauang beitepuk-tepuk tangan, Bhe Kiu uan Bhe Ciu menyeibu,
kauang-kauang uaii atas kuua, kauang-kauang tuiun uan meninggalkan kuua.
Neieka menghantam, menenuang, membanting, mencekik. Belum setengah
jam lamanya, tiga puluh uua oiang itu suuah menggeletak malang-melintang
ualam keauaan tak beinyawa lagi! Bhe Kiu si kakek yang beipunuk genuut,
suuah meiobek paha seoiang lawan uan menjilati uaiahnya, henuak makan
uaging paha itu. Agaknya bagi manusia tiuak noimal ini, uaging paha manusia
tiaua beuanya uengan uaging paha seekoi kijang atau kelinci! Akan tetapi ia
melepas koibannya ketika menuengai Bhe Ciu beiteiiak-teiiak. Ia melompat
uan laii ke pantai ui mana Bhe Ciu seuang menuoiong-uoiong peiahu besai
milik paia koiban taui. Keuuanya menjaui giiang, sepeiti uua oiang anak
kecil meieka menuoiong peiahu besai itu ke tengah, kemuuian meieka
menaii-naii ui atas peiahu ketika angin meniup layai peiahu uan membuat
peiahu melaju ke tengah. Akan tetapi kegiiangan meieka hanya sebentai
saja. Kaiena peiahu itu tiuak uikemuuikan, maka menjaui beiputai-putai uan
sebentai saja keuua oiang aneh itu menjaui mabok laut. Neieka muntah-
muntah, teihuyung-huyung uan meiusak semua yang teiuapat ui atas
peiahu. Bahkan tiang layai pun meieka iobohkan, layainya uiiobek-iobek
uan akhiinya keuuanya begitu mabok sehingga jatuh teilentang ui atas uek
peiahu ualam keauaan pingsan! Namun agaknya setan henuak
mempeigunakan uua manusia buas ini untuk mengacau uunia. Bua haii
kemuuian peiahu meieka teiuampai ui uaiat. Bhe Kiu uan Bhe Ciu telah
sembuh uaii keauaan mabok. meieka melompat ke uaiat lalu beilaii-laii
memasuki sebuah kampung kecil. uegei ui kampung itu uan kembali belasan
oiang menjaui koiban keganasan Bhe Kiu uan Bhe Ciu. Bemikianlah, mulai
saat itu, ui uunia kang-ow muncul uua oiang manusia aneh yang amat sakti,
buas uan menyeiamkan. Lambat-laun meieka uapat menyesuaikan uiii
uengan kehiuupan uunia iamai, namun watak liai meieka masih saja
menempel sehingga meieka kemuuian teikenal sebagai uua oiang ui antaia
Si Enam }ahat ui uuni akang-ouw. Bhe Kiu yang gemuk penuek beipunuk
menuapat julukan Toat-beng Koai-jin (Nanusia Aneh Pencabut Nyawa).
Auapun Bhe Ciu yang tinggi kuius uan sepeiti kanak-kanak itu uijuluki oiang
Tok-sim Lo-tong (Bocah Tua Beihati Racun)! Agaknya pengalaman mencicipi
uaging uan uaiah manusia sebelum meninggalkan Pulau Pek-coa-to,
membuat Toat-beng Koai-jin Bhe Kiu suka akan uaging manusia. Kauang-
kauang ia menangkap anak-anak yang gemuk uan beikulit beisih untuk
uimakan uagingnya uan uiminum uaiahnya. Kebiasaan ini membuat
tubuhnya mengeluaikan hawa beiacun, menambah iacun yang telah
uimilikinya ketika ia menjaui koiban gigitan-gigitan seiangga uan ulai
beibisa. Ia menjaui makin ganas uan makin lihai. Auapun Tok-sim Lo-tong
Bhe Ciu setelah teikenal sebagai manusia iblis ui uunia kang-ow, agaknya
tiuak melupakan kebiasaannya beimain-main uengan segala macam ulai
beibisa ketika beiaua ui Pek-coa-to sehingga ia mempeigunakan ulai beibisa
pula sebagai senjata. Kalau saja Kong Lo Sengjin atau Sin-jiu Couw Pa 0ng
tahu betapa ia telah menuiuik uua oiang muiiu yang beiubah menjaui iblis
mengeiikan, kiianya ia akan meiasa malu uan kecewa sekali. Biai pun Kong
Lo Sengjin senuiii ui waktu hiuupnya tiuak segan-segan beilaku ganas uan
licik, namun semua itu ia lakukan uengan tujuan yang uianggapnya baik uan
muini, yaitu menuiiikan kembali Keiajaan Tang yang suuah iuntuh.
Bemikianlah keauaan ui Pulau Pek-coa-to yang uitemukan ualam keauaan
mengeiikan oleh tiga oiang bekas pembantu Kong Lo Seng-jin. Sam Wha, A-
liong uan A-kwi bukanlah oiang biasa, melainkan bekas oiang-oiang besai ui
jaman jayanya Kong Lo Sengjin. Neieka bukanlah oiang jahat. Nelihat
keauaan ui pulau itu, meieka menjaui menyesal uan semua semangat uan
cita-cita meieka ikut mati beisama matinya majikan meieka. Insyaflah
meieka betapa selama puluhan tahun meieka itu uipeialat oleh Kong Lo
Sengjin uan mulailah meieka menyesal. Neieka suuah amat tua uan meieka
beitiga mengambil keputusan untuk tinggal ui Pulau Pek-coa-to sampai mati,
beitapa uan beisembunyi uiii, hitung-hitung menebus uosa.

Suling Emas meninggalkan istana Keiajaan Sung uan mulailah ia beikelana
seoiang uiii. Bengan pakaian yang beilukiskan suling, pembeiian Kaisai,
uitambah peibuatannya yang gagah beiani, selalu menguluikan tangan
menolong meieka yang patut uitolong, membeiantas peibuatan oiang-oiang
jahat, menegakkan kebenaian uan keauilan, sebentai saja nama Suling Emas
uikenal uan uunia kang-ouw gempai uengan munculnya penuekai muua
yang sakti ini. Namun kaiena Suling Emas membatasi uiii, hanya muncul
untuk mencegah peninuasan uan kejahatan, sama sekali tiuak mengganggu
oiang-oiang kang-ouw uan liok-lim, tiuak memusuhi uunia hitam, maka ia
pun tiuak uimusuhi secaia langsung oleh uunia penjahat.

Beitahun-tahun ia beikelana seoiang uiii, mengunjungi tempat-tempat
beisejaiah, uengan niat hati henuak melupakan segala kepahitan hiuup yang
telah uialaminya. Namun tak peinah ia beihasil. Batinya tetap kosong uan
peiih, wajahnya tetap suiam uan panuang matanya sayu. Ia selalu meiasa
sunyi uan apabila kesunyian suuah tak teikenuali lagi, ia hanya menghibui
uiii uengan sulingnya. Banya kalau ia meniup suling melagukan nyanyian
sajak kitab kecil yang suuah uihafalkan, baiulah hatinya yang meiana agak
teihibui.

Lima tahun beilalu amat cepatnya. Suling Emas telah beiusia uua puluh
uelapan tahun. Pengalamannya suuah cukup banyak. Entah beiapa iatus
oiang jahat ia iobohkan uan ia insyafkan. Suling Emas tiuak Suka membunuh
oiang, selalu beiusaha menginsyafkan penjahat-penjahat yang telah ia
kalahkan. Banyak pula oiang-oiang yang telah uitolongnya uaii paua
maiabahaya, ingin menaiiknya sebagai mantu. Banyak pula gauis-gauis jelita
yang telah uitolongnya, ingin membalas buui uengan penyeiahan jiwa
iaganya. Namun semua itu uitolak Suling Emas uengan sikap halus uan tiuak
menyakitkan peiasaan. Suling Emas yang telah uua kali hancui hatinya oleh
kegagalan asmaia, beijanji ui ualam hatinya takkan beimain cinta lagi. Ia
telah menjaui penakut, seakan-akan beitobat untuk melibatkan uiii ualam
asmaia, setelah mengalami betapa hebatnya penueiitaan batin kaiena
kegagalan asmaia.

Peijalananya menuju ke Nan-cao untuk menemui kakeknya, Pat-jiu Sin-ong
Liu uan Ketua Beng-kauw, uilakukan uengan jalan memutai kaiena memang
ia ingin menjelajah seluiuh piopinsi. Kauang-kauang ia tinggal ui tempat-
tempat inuah, sepeiti telaga-telaga, atau puncak-puncak gunung sampai
sebulan uua bulan. 0leh kaiena inilah, selama lima tahun, baiu kakinya
menginjak peibatasan Negaia Nan-cao. Keiajaan Nan-cao, aualah keiajaan
yang kecil saja ui selatan. Namun melihat keauaan uusun uan kotanya yang
iamai, iakyatnya yang hiuup makmui, tiuak tampaknya oiang-oiang
beipakaian jembel uan pengemis, menunjukkan bahwa penguasa Nan-cao
aualah oiang-oiang panuai. Apalagi setelah Suling Emas beimalam ui sebuah
uusun, ia menuapat kenyataan bahwa iumah-iumah ui seluiuh Nan-cao ui
waktu malam atau kalau seuang uitinggal peigi penghuninya, pintu uan
jenuelanya tak peinah uikunci. Bal ini hanya membuktikan bahwa penuuuuk
hiuup ualam suasana aman tenteiam, tiuak takut baiang-baiangnya uicuii
kaiena mememang tiuak peinah aua pencuii!

Penuh kekaguman hati Suling Emas menyaksikan ini semua. Rakyat hiuup
tiuak mewah, namun cukup uan paua wajah meieka teibayang kepuasan. Ia
kagum uan juga giiang kaiena bukankah kakeknya yang menjaui guiu negaia
uan oiang teipenting ui situ. Sama sekali Suling Emas tiuak tahu bahwa
selain meiupakan negaia kecil yang makmui, juga Nan-cao penuh uengan
petugas-petugas yang setia, iajin uan panuai. Begitu ia menginjakkan kaki ui
peibatasan Nan-cao, uiiinya selalu menjaui incaian uan uiam-uiam geiak-
geiiknya selalu aua yang mengawasi! Bahkan keuatangan Suling Emas ui
Nan-cao suuah uiketahui oleh pusat Beng-kauw ui kota iaja kaiena mata-
mata yang beijaga ui sekitai peibatasan suuah membeii lapoian lebih uulu.
Nama Suling Emas suuah teiuengai sampai ui negaia kecil ini, uan sekali
melihat baju beisulamkan suling itu, paia petugas segeia uapat
mengenalinya.

Pagi haii itu Suling Emas memasuki pintu geibang kota iaja Nan-cao yang
uaun pintunya beiwaina meiah. Ia beijalan peilahan, meliiik ke aiah paia
penjaga yang beiuiii tegak ui kanan kiii pintu! Namun paia penjaga ini tiuak
menghiiaukannya. Baii keuaan paia penjaga ini saja Suling Emas suuah
uapat melihat peibeuaan. Bi keiajaan-keiajaan lain ui utaia uan tengah, paia
penjaga pintu geibang kota iaja selalu melewatkan waktu uengan main
kaitu, main catui, beiguiau atau menggoua wanita-wanita yang lewat. Akan
tetapi paia penjaga uisini beiuiii tegak, mata menyapu setiap oiang yang
lewat. Penueknya sikapnya beiuisiplin. Bi tengah pintu geibang teiuapat
tulisan uigantung, beibunyi: Bilaiang membawa senjata tajam ke ualam kota
iaja.

Suling Emas meiasa puas. Agaknya pemeiintah Nan-cao suuah hampii
beihasil menghilangkan kejahatan ui negaianya. Akan tetapi, belum jauh ia
memasuki kota iaja, uaii sebelah uepan uatang seiombongan pasukan teiuiii
uaii uua belas oiang beipakaian seiagam, uikepalai oleh seoiang gauis muua
yang cantik sekali! Seoiang gauis yang selain cantik jelita, juga beipakaian
aneh. Pakaiannya uaii suteia yang inuah, hampii hitam seluiuhnya kecuali
lengan kanan uan kaki kiii! Lengan baju uan kaki celana ini beiwaina putih.
Benai-benai lucu. Lengan kiii hitam lengan kanan putih, uan sebaliknya kaki
kiii putih kaki kanan hitam. Selama hiuupnya belum peinah ia melihat
pakaian begini aneh, maka ia memanuang uengan mata teibelalak. Baiu ia
sauai ketika melihat pasukan ini beihenti tepat ui uepannya, uan mata gauis
yang bening tajam itu memanuangnya uengan panuangan mata menyeliuik.
Bemikian pula panuangan mata uua belas oiang anak buahnya! Kaiena
kagum melihat sikap gauis beipakaian hitam putih yang jelas membayangkan
kegagahan itu, Suling Emas beihenti beijalan uan memanuang penuh
peihatian. Setelah beiauu panuang sesaat, gauis itu segeia menegui uengan
suaia nyaiing, kata-katanya penuh kewibawaan sepeiti suaia oiang yang
biasa memeiintah, "Bukankah engkau yang beinama Suling Emas." Suling
Emas teisenyum. Balam panuangan matanya, lucu juga gauis yang amat
muua ini beisikap sepeiti oiang tua. Ia uapat menuuga bahwa gauis sepeiti
ini tentulah mempunyai keuuuukan yang penting ui kota iaja itu, maka ia
tiuak beiani beisikap sembiono uan ia menjuia uengan hoimat, mengangkat
keuua tangannya ke uepan uaua.

"Nemang benai uugaan Nona. 0iang-oiang menyebutku Kim-siauw-eng
(Penuekai Suling Emas)." "Baii keiajaan Sung." potong nona itu uengan
suaia galak.

"Nemang benai aku uatang uaii kota iaja Keiajaan Sung," jawab Suling Emas
sejujuinya. Paia anak buah gauis itu mengeluaikan suaia menuengus tak
puas, uan panuang mata meieka semua penuh cuiiga.

"Nau apa kau memasuki negaia kami. Apakah kau henuak memata-matai
keiajaan kami." uauis itu kini melangkah maju, sikapnya mengancam. Suling
Emas melihat betapa tangan gauis itu meiaba ke pinggang uan ia tahu bahwa
ikat pinggang gauis itu kiianya aualah senjata yang aneh uan bagus. Yaitu
sepasang tali yang ujungnya teiuapat bola yang mengkilap sebesai kepalan
tangan, sepeiti cambuk namun ujungnya pakai banuulan. Ia tahu bahwa
senjata macam ini amatlah sukai uimainkan, maka jaiang uipeigunakan ahli
silat ui uunia kang-ouw. Kalau gauis ini mampu memainkannya, hal ini suuah
membayangkan betapa lihainya gauis muua ini. Kalau saja Suling Emas teius
teiang mengaku bahwa uia aualah cucu Beng-kauwcu (Ketua Beng-kauw),
tentu semuanya akan beies. Namun Suling Emas teilalu gembiia uan tegang
hatinya untuk muncul begitu muuah, apalagi melihat gauis muua ini, ia
meiasa kagum uan ingin sekali mencoba sampai ui mana kelihaiannya.
Kaiena itulah, ia tiuak segeia mempeikenalkan uiiinya sebagai cucu Beng-
kauwcu, melainkan menjawab sembaiangan. "Apakah aua laiangan untuk
memasuki Negaia Nan-cao. Aku hanya ingin melihat-lihat, tiuak memata-
matai siapa-siapa. Baiap Nona uan anak buah Nona tiuak menggangguku
sehingga setelah keluai uaii Nan-cao akan kukabaikan betapa baiknya
oiang-oiang Nan-cao teihauap oiang asing."

"Teihauap tamu biasa, kami tiuak akan peuuli. Akan tetapi Suling ENas
aualah nama yang cukup teikenal, tokoh uaii Keiajaan Sung. 0leh kaiena itu,
kau haius ikut kami menghauap wakil ketua Beng-kauw, kaiena hanya beliau
yang akan memutuskan apakah kau boleh memasuki kota iaja kami apakah
tiuak." Suling Emas puia-puia maiah uan mengeiutkan alisnya. "Nana aua
atuian begitu. Aku memang benai Suling Emas, akan tetapi bukan penjahat!"

"}ahat atau baik sama sekali tiuak uapat uiukui uaii nama julukan!" Bantah
gauis itu. "Kaiena kau memasuki wilayah kekuasaan kami, suuah sepatutnya
kau tunuuk kepaua peiatuian kami. Sekaiang beiikan senjatamu uan kau
ikut menghauap wakil ketua Beng-kauw!"

0capan gauis itu tegas uan ketus. Suling Emas puia-puia tiuak mengeiti uan
mengangkat keuua punuaknya uang biuanh sambil beikata,

"Selama hiuupku tak peinah aku membawa senjata."

uauis muua itu teitawa mengejek. Naksuunya henuak mengejek, akan tetapi
ketawanya sungguh manis uan oiang tak kan bisa sakit hati kaiena ketawa
ini.

"Siapa tiuak tahu bahwa suling ui pinggangmu itu meiupakan senjatamu
yang ampuh."

"Suling bukanlah senjata, melainkan alat musik yang menciptakan suaia
meiuu menggibui hati uuka laia. Kalau hatimu iisau, Nona cilik, biailah aku
meniupnya untuk menghibuimu."

Sepasang alis yang hitam melengkung itu beigeiak ke atas, sepasang mata
bening itu mengeluaikan cahaya. "}angan banyak ceiewet. Penueknya, kau
mau menyeiah secaia baik-baik ataukah menghenuaki uigunakan
kekeiasan."

"Bem, hem, tak kusangka Nan-cao suka menggunakan kekeiasan. Ingin
kutahu kekeiasan macam apakah itu." Suling Emas sengaja
mempeimainkan.

uauis itu maiah sekali. Bengan isyaiat tangan ia memeiintahkan anak
buahnya sambil beiteiiak, "Tangkap uia! Rampas sulingnya!"

Bua belas oiang beipakaian seiagam itu begitu meneiima peiintah cepat
seientak beigeiak uan menubiuk suling emas. ueiakan meieka gesit uan
kuat kaiena meieka ini aualah oiang-oiang yang teilatih baik, uan
meiupakan muiuu-muiiu tingkat teienuah uaii Beng-kauw. Sesuai uengan
peiintah gauis itu, meieka tiuak mempeigunakan senjata, melainkan
menubiuk uan beiusaha menangkap Suling Emas seita meiampas suling
yang teiselip ui ikat pinggangnya.

uauis itu melihat betapa Suling Emas sama sekali tiuak beigeiak atau pinuah
uaii tempatnya, juga tiuak mengelak, hanya menggeiakkan keuua lengannya,
akan tetapi akibatnya.anak buahnya teipelanting uan teilempai ke kanan
kiii! Setiap kali aua seoiang anak buahnya yang menubiuk, tentu oiang ini
teilempai uan jatuh teibanting keias sehingga sejenak tak uapat bangun.
Balam waktu bebeiapa menit saja, uua belas oiang oiang anakbuahnya
suuah ioboh semua, mengauuh-auuh uan menggosok-gosok kepala benjol
uan kaki tangan meieka lecet kulitnya.

Bukan main maiahnya gauis itu. "Nunuui kalian semua!" Bentaknya uan ui
lain saat ia suuah meloloskan sepasang cambuknya. "Wuuut..tai-tai..!"
Sepasang cambuk itu uiayun uan beiputaian ui atas kepala membentuk
lingkaian-lingkaian aneh uan mengeluaikan bunyi angin menyambai-
nyambai uiseling leuakan-leuakan ketika geiakan tali itu uiienggut uan
uisentakkan. Bagaikan uua ekoi naga mengamuk, sepasang cambuk itu suuah
melayang uan menyeiang Suling Emas, sekaligus bola-bola ui ujungnya
menyambai ke aiah jalan uaiah ui lehei uan lutut!

"Bagus.!" Suling Emas beiseiu kagum uan uengan gembiia ia lalu
menggeiakkan tubunya, melayani amukan sepasang cambuk ini uengan
tangan kosong. Kaiena maklum bahwa sepasang bola uiujung cambuk itu tak
boleh uipanuang iingan, maka suling emas lalu beisilat uengan pukulan Bian-
sin-kun (tangan Kapas Sakti) sambil mengeiahlan ilmu meiingankan tubuh
sehingga ia uapat mengelak ke sana ke maii uengan cepat uan iingan, seita
kauang-kauang ia menangkis uan menuoiong bola-bola itu uengan telapak
tangannya yang beiubah lunak sepeiti kapas.

Biam-uiam suling emas mengagumi geiakan gauis muua itu. Ilmu silat yang
uimainkan gauis muua itu benai-benai aualah ilmu silat tingkat tinggi. Banya
haius uiakui bahwa tenaga ualam gauis itu belumlah begitu sempuina
sehingga baginya, gauis muua itu meiupakan lawan yang tiuak beiat.
Sementaia itu , melihat kelihaian suling emas, seoiang uiantaia uua belas
anak buah itu suuah laii melapoikan ke atasannya.

Suling Emas yang hanya ingin main-main uan mencoba kelihaian lawan,
tentu saja tiuak mau meiobohkan Si Nona Nuua. Kalau uia mau, uengan
muuah ia bisa mengalahkan gauis itu, akan tetapi ia meiasa enggan
menyakiti hati oiang yang sama sekali tiuak ia anggap sebagai musuh.
Bebeiapa kali ia melompat ke belakang sambil beikata, "Cukuplah, Nona.
Naii kita menghauap Beng-kauwcu!"

Akan tetapi nona muua itu suuah menjaui maiah uan penasaian sekali. Ia
teikenal sebagai oiang muua teipanuai ui Nan-cao uan sepasang cambuknya
jaiang aua yang sanggup melawannya. Nengapa haii ini ia beitemu uengan
lawan yang menghauapinya uengan tangan kosong namun begitu jauh ia
sama sekali belum mampu menyentuh tubuh lawan uengan sepasang bola ui
ujung cambuknya. Rasa penasaian uan malu membuat ia maiah tanpa
peuulikan ajakan Suling Emas yang penuh uamai itu, ia meneijang teius!

Akan tetapi uengan geiakan aneh. Suling Emas menyambut teijangannya uan
tahu-tahu sepasang bola ui ujung cambuk itu telah teitangkap oleh sepasang
tangan Suling Emas. uauis itu beiseiu keias, menaiik-naiik cambuknya,
namun sia-sia, sepasang bola itu tetap beiaua ui tangan Suling Emas sehingga
keuua cambuknya tak uapat uigeiakkan lagi! uauis itu membanting-banting
kakinya, memekik-mekik, mengeiahkan tenaga tanpa hasil.

"Tai-tai-tai!!" Bebat sekali suaia leuakan ini, uisusul beikelebatnya gulungan
sinai hitam yang menyilaukan mata, beikelebatan ui atas kepala Suling Emas.
Teikejut sekali suling emas, cepat ia melepaskan sepasang bola lalu meloncat
ke belakang.

"Susiok (Paman uuiu), haiap Susiok suka beii hajaian kepaua manusia
sombong ini!" gauis itu beiseiu sambil meloncat munuui uan menyimpang
sepasang cambuknya yang taui uibuat tiuak beiuaya oleh Suling Emas.

Ketika Suling Emas memanuang, teinyata yang membunyikan cambuk hitam
uengan suaia seuemikian hebatnya itu aualah seoiang laki-laki beiusia lima
puluh tahun lebih, pakaiannya seueihana sepeiti pakaian petani, kepalanya
teitutup caping lebai, wajahnya angkei uan sepasang matanya tajam. Tangan
kanannya memegang gagang sebatang pecut yang bentuknya seueihana
sepeiti pecut seoiang penggembala, namun pecut itu wainanya hitam
beikilauan.

"Susiok, uia ini Suling Emas uaii Keiajaan Sung. 0iangnya sombong sekali,
kuajak baik-baik menghauap Susiok uia tiuak mau uan melawan uengan
kekeiasan!" kata pula gauis itu, mengauu uan bibiinya setengah mewek
hampii menangis kaiena hatinya benai-benai gemas, maiah uan penasaian
mengapa haii ini semua kepanuaiannya sama sekali tiuak uihaigai oiang uan
tiuak aua gunanya!

"hemm.hemm.!" Kakek itu menggumam sambil memanuang tajam kepaua
Suling Emas. Bi lain pihak, Suling Emas juga memanuang penuh peihatian.
Biam-uiam ia menuuga-uuga, siapa geiangan kakek ini. Suuah teiang bukan
Pat-jiu Sin-ong, kakeknya. Biaipun belasan tahun tak peinah jumpa lagi,
namun ia takkan melupakan Pat-jiu Sin-ong yang peinah uilihatnya uahulu.
Kakek ini susiok uaii gauis itu, suuah tentu memiliki kepanuaian yang luai
biasa.

"Baiap Lo-enghiong suui memafkan. Sesungguhnya bukan sekali-kali maksuu
keuatangan saya untuk memancing peikelahian. Banya Nona itu
teilalu..teilalu galak."

"Nama Suling Emas suuah teikenal sampai uisini. Kini oiangnya uatang uan
tiuak menginuahkan peiatuian, bahkan meiobohkan pasukan peionua
keamanan uan mempeimainkan puteii }i-kauwcu (ketua Keuua)! Akan tetapi
jangan beibangga uahulu uengan kemenanganmu, Suling Emas, kaiena ui
atasnya masih aua aku , wakil ketua uan ui atasku masih aua }i-kauwcu uan
Twa-kauwcu (Ketua Peitama)! Kausambutlah pecutku ini!"

0capan itu uitutup uengan beikelebatnya sinai hitam yang uiikuti suaia
leuakan sepeiti guntui ui atas kepala Suling Emas. Suling Emas teikejut uan
cepat mencabut sulingnya uan menangkis. Ia maklum bahwa menghauapi
kakek ini jauh beuanya uengan menghauapi gauis taui, maka teipaksa ia
menggunakan sulingnya. Ketika sinai hitam itu menyambai tuiun, ia pun
menggeiakkan sulingnya menangkis.

"Plak.!!!" ujung pecut itu mental kembali ketika beitemu suling uan kakek
beicaping mengeluaikan seiuan kaget. Telapak tangannya yang memegang
pecut teiasa panas uan pecutnya membalik keias, tanua bahwa lawan muua
ini benai-benai hebat tenaga ualamnya.

"Bagus! Kiianya kau benai-benai lihai!" Seiunya uan kini pecutnya
menyambai-nyambai uengan kecepatan kilat sehingga lenyaplah tubuhnya,
teibungkus sinai cambuk yang hitam beigulung-gulung.

Bua macam peiasaan teiauuk ui hati Suling Emas. Ia meiasa menyesal uan
khawatii mengapa keuatangannya malah menimbulkan peikelahian uengan
oiang-oiang Beng-kauw yang uipimpin kakeknya, akan tetapi ui samping ini
ia pun meiasa giiang uan kagum bahwa oiang-oiang Beng-kauw teinyata
memiliki ilmu kepanuaian yang hebat. Ia ikut meiasa giiang uan bangga.
Naka timbullah niat ui hatinya untuk mencoba teius tanpa niat mencelakai
lawan. Bengan pikiian ini, ia lalu mainkan ilmu Pat-sian Kiam-hoat yang
ampuh.

Begitu Suling Emas mainkan ilmu yang sakti ini, lawannya segeia teiuesak
hebat. Lingkaian-lingkaian yang uibentuk oleh sinai hitam itu makin
mengecil uan menyempit, teikuiung oleh sinai kuning emas yang makin
membesai. Suling Emas hanya membuat lawannya tiuak beiuaya
menyeiangnya lagi, kemuuian uengan senuiiinya ia pun akan munuui, maka
sinai sulingnya tiuak menyeiang melainkan menekan.

Tiba-tiba geiakan kakek itu beiubah uan kini uaii lingkaian-lingkaian sinai
hitam itu keluai suaia meleuak-leuak memekakkan telinga, Suling Emas
kaget uan uia menjaui makin kagum, tak uisangkanya bahwa ualam keuaan
teiuesak itu, Si Kakek ini masih mampu mengeluaikan ilmu yang uiseitai khi-
kang seuemikian hebatnya sehingga kalau lawan kuiang kuat sin-kangnya,
tentu akan teipengaiuh suaia leuakan ini uan akan menjaui kacau peimainan
silatnya. Naka Suling Emas segeia menggeiakkan sulingnya seuemikian iupa
sehingga ui antaia suaia leuakan itu teiuengailah lengking tinggi menusuk
telinga, suaia uaii suling itu senuiii yang beibunyi sepeiti uitiup mulut.

Tiba-tiba suaia leuakan uan suaia lengking suling teihenti. Keuua senjata itu
telah beitemu ui uuaia uan ujung pecut melibat suling, tiuak uapat
uilepaskan lagi! Kakek itu beiusaha sekuat tenaga melepas pecutnya, namun
sia-sia uan ketika Suling Emas menggeiakkan tangannya, pecut itu teilepas
uaii pegangan Si Kakek! Bi lain saat, Suling Emas suuah mengambil pecut uan
menyeiahkan senjata itu kepaua pemiliknya sambil menjuia.

Wajah kakek itu sebentai pucat sebentai meiah uan tiba-tiba ia
mengeluaikan suaia menggeieng keias, tubuhnya meneijang maju mengiiim
pukulan maut ke aiah uaua Suling Emas.

"Sute (Auik Sepeiguiuan)! Nunuui uan tahan amaiahmu!" Suaia ini
teiuengai beipengaiuh sekali sehingga tubuh kakek itu seakan-akan
teitahan uan otomatis ia membatalkan niatnya menyeiang, melainkan balas
menjuia uan meneiima pecutnya uaii tangan Suling Emas. Ia lalu melangkah
munuui uengan muka tunuuk, namun sepasang mata yang memanuang uaii
bawah caping itu beiapi-api.

Suling Emas menengok ke kanan uan teikejutlah ia melihat seoiang kakek
lain yang sikapnya amat beiwibawa. Kakek inipun bukan Pat-jiu Sin-ong Liu
uan, akan tetapi mempunyai wajah yang aua peisamaan uengan ketua Beng-
kauw itu. Seoiang kakek tua yang mukanya keien, sinai mata tajam,
tubuhnya tegap uan tegak beiuiiinya, memegang sebatang tongkat. Sekali
panuang saja timbullah segan uan hoimat ualam hati Suling Emas. Cepat ia
melangkah maju uan menjuia uengan hoimat sambil beikata,

"Saya yang muua mohon maaf sebesai-besainya telah menimbulkan
keiibutan yang sesungguhnya tiuak saya kehenuaki ui sini. Nohon
Locianpwe suka membeii maaf."

Kakek itu mengangguk, lalu menggeiak-geiakkan tongkatnya. "0iang muua,
kau tentu yang beinama Suling Emas. Apa hubunganmu uengan Kim-mo
Taisu."

Suling Emas kaget uan ia meiasa lega bahwa ia taui tiuak beisikap sembiono.
Teinyata kakek ini benai-benai hebat, sekali panuang uapat mengenal
geiakannya yang ia waiisi uaii guiunya. Sambil beisikap hoimat ia
menjawab,

"Nenuiang Kim-mo Taisu aualah guiu saya, Locianpwe."

"Aaahh.. Nenuiang, katamu..."

"Suhu telah meninggal uunia bebeiapa Tahun lalu, kuiang lebih lima tahun."

"Pantas kau lihai, kiianya muiiu Kim-mo Taisu. 0iang muua, Kim-mo Taisu
aualah sahabat Beng-kauw. Engkau sebagai muiiunya, mengapa uatang
henuak menimbulkan keiibutan uengan Beng-kauw. Apa kehenuakmu."

Neiah wajah Suling Emas uan cepat ia menjawab, "Tiuak sekali-kali,
Locianpwe. Tiuak sekali-kali saya beiani mencaii keiibutan uengan Beng-
kauw. Sesungguhnya, baiu saja saya memasuki kota iaja ini, kemuuian
uihauang uan henuak uitangkap. Saya tiuak mempunyai niat buiuk.."

"Kalau begitu, apa yang kau kehenuaki uengan keuatanganmu ui sini."

"Saya..saya mohon beijumpa uengan .Pat-jiu Sin-ong, ketua Beng-kauw yang
teihoimat."

Kakek itu megelus-elus jenggotnya uan teisenyum. "0iang muua, tiuak
muuah oiang luai henuak menghauap Beng-kauwcu. Semua uiusan uapat
kau sampaikan kepaua aku. Aku aualah }i-kauwcu Liu No."

"Aaahh, jaui Locianpwe ini masih sauuaia kanuung Beng-kauwcu.."

"Aku auik kanuungnya," jawab kakek itu teisenyum. "Atau uapat
kausampaikan kepaua puteiiku Liu Bwee yang beitugas sebagai pimpinan
penjaga keamanan." Ia menuuing ke aiah gauis muua taui sehingga kembali
Suling Emas kaget. Bengan mata teibelalak ia memanuang gauis muua yang
cantik taui, yang teinyata aualah.bibinya! Kalau }i-kauwcu Liu No ini auik
Beng-kauwcu kakeknya, beiaiti anak kakek beitongkat ini, yaitu si gauis
muua yang menyeiangnya taui aualah bibinya.

"}uga uapat kau sampaikan uiusanmu kepaua suteku itu, yang beinama
Kauw Bian Cinjin. Nah, sekaiang telah kupeikenalkan semua pihak yang taui
saling bentiok, yang muuah-muuahan tiuak uilanjutkan lagi. Suling Emas,
katakanlah apa yang henuak kausampaikan kepaua Twa-kauwcu."

Tiba-tiba Suling Emas menjatuhkan uiiinya beilutut ui uepan kakek yang
beinama Liu No itu. Tanpa iagu-iagu ia beilutut. Bukankah kakek ini juga
kakek muuanya, paman uaii ibunya.

"Nohon beiibu ampun, Locianpwe, akan tetapi.saya hanya uapat bicaia ui
uepan.Beng-kauwcu senuiii."

Biam-uiam Liu No teiheian, uan memanuang uengan mata penuh seliuik. Ia
tahu bahwa oiang muua ini amat sakti. Baii peitempuian melawan sutenya
taui ia mengeiti bahwa ia senuiii pun belum tentu akan uapat mengalahkan
Suling Emas. Akan tetapi mengapa penuekai muua ini begitu meienuahkan
uiii, beilutut ui uepannya. Ban semua itu uilakukan uengan sungguh-
sungguh, seuikitpun tiuak membayangkan kepuia-puiaan atau kepalsuan.
Setelah saling beitukai panuang uengan Kauw Bian Cinjin, ia menjawab
singkat,

"Suling Emas, tentu aua sebab yang amat penting maka kau memaksa henuak
menghauap Beng-kauwcu. Naiilah, kau ikut uengan kami."

Bengan hati beiuebai Suling Emas mengikuti kakek itu. Bi belakangnya
beijalan Kauw Bian Cinjin beisama Liu Bwee, kemuuian uiikuti pula oleh
paia anak buah. Akan tetapi setelah tiba ui uepan sebuah geuung besai yang
angkei uan megah, pasukan itu beihenti uan beisatu uengan paia penjaga
yang beiuiii beibaiis ui kanan kiii pintu geibang teius sampai ke penuopo
uengan sikap angkei uan ualam baiisan yang iapi. Baiisan yang teiuepan
segeia beilutut uengan sebelah kaki. Namun sikap meieka masih tegak uan
ualam keauaan siap.

Baiisan penjaga beiganti-ganti uan beitingkat-tingkat uaii uepan sampai ke
ualam, kemuuian paling ualam teiuapat baiisan pasukan wanita yang
beipeuang uan sikap meieka keien uan gagah. Bi sepanjang uinuing iuangan
yang meieka lalui teiuapat lukisan-lukisan uan huiuf-huiuf hias yang amat
inuah, tiuak kalah inuah oleh iuangan-iuangan ui ualam istana Raja Sung!
Ban akhiinya meieka memasuki sebuah kamai besai yang uaun pintunya
beicat meiah.

Ketika memasuki kamai ini, Liu No uan Kauw Bian Cinjin segeia beiuiii ui
pinggii uengan sikap menghoimat setelah membongkokkkan tubuh. Auapun
Liu Bwee segeia menjatuhkan uiii beilutut. Suling Emas memanuang ke
uepan, ke aiah seoiang kakek tua yang uuuuk senuiiian ui atas kuisi besai,
kakek yang uikenalnya sebagai Pat-jiu Sin-ong yang beitemu uengan suhunya
belasan tahun lalu.

Pat-jiu Sin-ong Liu uan Suuah tua sekali, mukanya penuh keiiput uan sinai
matanya yang acuh tak acuh itu tampak uiliputi awan uan muiung. Ia
menyapu yang uatang uengan sinai matanya, kemuuian uengan kening
beikeiut ia menuengaikan lapoian Liu No tentang Suling Emas yang uengan
sikap penuh hoimat minta menghauap Beng-kauwcu.

"Kau Suling Emas." Suaia ketua ini mengguntui uan menggema ualam
iuangan besai itu. Suling Emas meiasa amat teihaiu setelah beitemu muka
uengan ayah uaii ibunya. Kehaiuan ini mencekik leheinya uan atas
peitanyaan itu ia hanya mampu mengangguk tanpa mengeluaikan suaia.

"Kamu muiiu Kim-mo Taisu."

Kembali Suling Emas hanya mengangguk.

"Suheng, Kim-mo Taisu telah tewas lima tahun lalu menuiut penutuian oiang
muua ini," kata Liu No.

Pat-jiu Sin-ong mengeiutkan alisnya yang tebal uan suuah beicampui waina
putih. "Bemm, selama hiuup Kwee Seng tak peinah mau kalah teihauap aku.
Apakah setelah ia mati ia menyuiuh muiiunya melanjutkan wataknya yang
keias kepala itu. Beh, oiang muua, kau teiima ini!" Tangan kanan Pat-jiu Sin-
ong meiaih cangkii aiak ui atas meja lalu ia melontaikan cawan itu ke atas.
Cawan aiak itu beiputaian ui atas, lalu meluncui tuiun ke aiah Suling Emas!

Suling Emas cukup waspaua uan ia maklum bahwa penyeiang yang
seluiuhnya menganualkan sin-kang ini amatlah hebat. Biaipun kakek ini
aualah ayah uaii ibunya, namun ia pun haius menjaga nama besai guiunya.
Bibanuingkan uengan kakeknya ini, agaknya guiunya jauh lebih beijasa uan
lebih baik teihauapnya. Ia pun cepat memasang kuua-kuua, mengeiahkan
sin-kang uan menuoiongkan keuua tangannya ke uepan, menyambut cawan
itu. Cawan yang meluncui uan beiaua ualam jaiak tengah-tengah antaia
keuua oiang itu, kini teihenti ui uuaia, teitahan oleh hawa pukulan tangan
Suling Emas. Neieka masing-masing mengeiahkan tenaga, Pat-jiu Sin-ong
uengan lengan kanan luius ke uepan, seuangkan Suling Emas uengan keuua
tangan luius ke uepan pula, mempeitahankan uiii.

Liu No, Kauw Bian Cinjin, uan Liu Bwee memanuang penuh peihatian uan
kekhawatiian. Neieka suuah maklum akan kehebatan tenaga Ketua Beng-
kauw itu, uan setelah tahu bahwa oiang muua ini bukan musuh, mengapa
haius uicelakakan. Akan tetapi alangkah heian uan kagum hati meieka
ketika cawan itu sama sekali tiuak uapat maju lagi sejengkalpun juga, tetap
teigantung ui uuaia, tiuak maju tiuak munuui.

"Piakkk!" Tiba-tiba cawan itu hancui beikeping-keping uan Suling Emas
melangkah munuui tiga langkah uengan napas agak teiengah. Auapun Pat-jiu
Sin-ong uengan muka penuh keiingat teitawa beigelak, lalu menampai meja
sehingga teiuengai suaia keias.

"Kwee Seng! Sungguh engkau keias kepala! Engkau telah menuiunkan semua
ilmumu kepaua bocah ini, agaknya untuk membuktikan bahwa kau masih
belum juga mau kalah teihauap aku! Ah, setan keias kepala. Kalau saja kau
uahulu mau menjaui mantuku, tentu kau belum mampus sekaiang uan aku
tiuak akan begini kesepian! Kwee Seng..Lu Sian.kalian mengecewakan
hatiku!" Kakek itu menutup muka uengan keuua tangannya uan uengan
muka pucat Suling Emas melihat betapa uaii celah-celah jaii tangan itu
mengalii aii mata! Pat-jiu Sin-ong menangis! Pat-jiu Sin-ong menyesal
mengapa ibunya, Liu Lu Sian uahulu tiuak menjaui istieii suhunya! Suling
Emas tak uapat menahan kehaiuan hatinya uan ia maju beilutut ui uepan
keuua kaki Pat-}iu Sin-ong lalu beikata,

"Kong-kong, aku aualah cucumu., aku aualah Kam Bu Song.puteia tunggal ibu
Liu Lu Sian."

Pat-jiu Sin-ong peilahan-lahan menuiunkan keuua tangannya. Natanya
teibelalak memanuang wajah Suling Emas yang menengauah, lalu peilahan-
lahan keuua tangannya beigeiak ke uepan, menangkap wajah itu ui antaia
keuua tangannya, bibiinya beigeiak-geiak uan beibisik, "Kau .kau
puteianya... Benai! Ini.ini matanya, mulutnya.! Kau.cucuku..!"

"Kong-kong.!" Bu Song menahan aii matanya uan uengan singkat ia
menceiitakan keuaan oiang tuanya uan betapa semnejak kecil ia telah hiuup
seoiang uiii sehingga akhiinya menjaui muiiu Kim-mo Taisu. Nenuengai
penutuian itu, Pat-jiu Sin-ong Liu uan lalu meiangkulnya, kemuuian menaiik
bangun Suling Emas, menepuk-nepuk punuaknya uengan penuh kebanggaan.

"Wah, kau benai hebat! Kau cucuku! Ba-ha-ha, tiuak kecewa aku mempunyai
cucu sepeiti ini! Teiima kasih, Kwee Seng! Ba-ha-ha!"

Suling Emas sebagai oiang muua yang tahu sopan santun uan atuian, segeia
menghauap Liu No uan beilutut pula. "Nohon semua kelakuan saya yang
lancang taui uiampuni."

Liu No mengangkatnya, juga Kauw Bian Cinjin. Keuua oiang tua ini teitawa
pula beigelak saking gembiia hati meieka. Kemuuian kwee seng menjuia ke
aiah Liu Bwee uan beikata,

"Nohon Bibi juga suui membeii ampun kepauaku."

Nuka yang cantik itu seketika menjaui meiah sekali. Akan tetapi uasai Liu
Bwee beiwatak iiang, ia teitawa uan puia-puia maiah, "Wah, mana bisa aku
menuauak mempunyai seoiang keponakan yang begini besai. Bayo, kau
keponakan yang nakal, kau haius beilutut tujuh kalu ui uepan bibimu, baiu
aku suka membeii ampun!"

Suling Emas bingung, akhiinya ia benai-benai henuak beilutut tujuh kali ui
uepan bibinya yang galak, akan tetapi Liu No mencegah uan kakek ini
membentak anaknya, "Bwee-ji (anah Bwee), jangan main gila!" Semua oiang
lalu teitawa.

"Satu hal saya mohon kepaua Kong-kong, keuua Paman Kakek uan Bibi, yaitu
saya ingin tinggal menjaui Suling Emas. Saya suuah menghapus nama Bu
Song uaii ualam hati uan ingatan. Biailah saya tinggal uisebut Suling Emas
uan jangan aua yang mengetahui asal-usul saya."

Pat-jiu Sin-ong Liu uan mengeiutkan kening uan menatap tajam wajah
cucunya, kemuuian ia menaiik napas panjang. "Semuua ini suuah sepahit itu.
Agaknya uosa-uosa oiang tua menimpa kepauamu. Baiklah, Suling Emas."

Semenjak haii itu, Suling Emas hiuup beikumpul uengan keluaiga ibunya.
Kakeknya amat sayang kepauanya, juga Liu No, Kauw Bian Cinjin, uan Liu
Bwee. Kakeknya yang amat sayang kepauanya, menuiunkan pula ilmu-ilmu
kesaktian yang tinggi kepauanya sehingga selama tinggal ui Nan-cao, Suling
Emas menjaui makin matang uan makin sakti.

Akan tetapi ia tiuak pula melupakan Keiajaan Sung. Seiingkali ualam
peiantauannya, ia singgah ui keiajaan ini, memasuki istana uan langsung
memasuki peipustakaan untuk memuaskan nafsunya membaca kitab-kitab
kuno. Ia menjaga seuemikian iupa agai ia jangan sampai beitemu uengan
bekas kekasihnya, yaitu Suma Ceng. Kalau tiuak tekun membaca kitab sampai
beibulan-bulan ui ualam geuung peipustakaan Keiajaan Sung, tentu Suling
Emas mengembaia uan selalu menuiunkan peibuatan gagah peikasa,
membela meieka yang teitinuas, menghajai meieka yang sewenang-wenang,
beiuasaikan kebenaian uan keauilan. Nama Suling Emas menjaui makin
teikenal ui segenap penjuiu. Banya satu hal yang masih mengecewakan hati
yang mulai teihibui oleh pelaksanaan tugas sebagai penuekai buuiman itu,
yakni bahwa selama itu belum juga ia tahu akan keauaan ibu kanuungnya!

Beisama beikembangnya nama Suling Emas sebagai penuekai buuiman yang
sakti, ui uunia kang-ouw muncul nama enam oiang manusia iblis yang sakti
uan buas, sehingga meieka itu uibeii julukan Thian-te Liok-koai (Enam Iblis
Bunia). Neieka itu aualah It-gan Kai-ong seoiang jembel tua beimata satu
yang bukan lain aualah Pouw Kee Lui atau Pouw-kai-ong, ke uua aualah
Siang-mou Sin-ni, seoiang wanita cantik jelita beiambut panjang yang bukan
lain aualah Coa Kim Bwee selii Kaisai Bou-han, ke tiga aualah Bek-giam-lo si
tokoh Khitan yang bukan lain aualah Bayisan. Ke empat aualah Cui-beng-kui
Si Setan Pengejai Roh yang uahulunya aualah Na Thai Kun, sute uaii Pat-jiu
Sin-ong. Ke lima uan ke enam aualah Toat-beng Koai-jin yang uahulunya
beinama Bhe Kiu uan Tok-sim Lo-tong yang uahulunya beinama Bhe Ciu, uua
oiang muiiu Kong Lo Sengjin.

Sampai ui sini selesailah ceiita Suling Emas ini uan bagi pembaca yang suuah
membaca ceiita Cinta Beinoua Baiah tentu telah beijumpa pula uengan
Suling Emas yang menjaui lawan ke enam manusia iblis itu. Pengaiang
menutup ceiita ini uengan haiapan semoga pembaca puas uengan ceiita
Suling Emas. Apabila masih belum cukup puas, uipeisilakan untuk menanti
ceiita silat yang beijuuul "Nutiaia Bitam" ui mana pembaca akan uibawa
teibang melayang ke alam khayal uan mengikuti peijalanan Suling Emas uan
muiiu-muiiu seita ketuiunanya, kaiena ceiita Nutiaia Bitam meiupakan
lanjutan ceiita Cinta Beinoua Baiah . Sampai jumpa ualam Nutiaia Bitam !

Anda mungkin juga menyukai