Anda di halaman 1dari 6

Jurnal Mutiara Ners, Vol. 2, No.6.

Juli 2011

HUBUNGAN PENGETAHUAN KELUARGA DENGAN SIKAP DAN TINDAKAN


DALAM MENINGKATKAN KAPASITAS FUNGSIONAL PASIEN PASCA STROKE
DI LINGKUNGAN III KELURAHAN DWIKORA MEDAN 2010
Janno Sinaga* Marlinto Buulolo**
Abstrak
Stroke merupakan penyakit kecacatan paling besar yang menyebabkan kelumpuhan pada anggota badan. Pasien
stroke membutuhkan penanganan yang komprehensif, termasuk upaya pemulihan dan rehabilitasi dalam jangka
lama. Keluarga sangat berperan dalam fase pemulihan ini, sehingga pengetahuan keluarga dalam perawatan
sangatlah penting untuk dapat mempercepat memandirikan pasien. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
hubungan pengetahuan keluarga dengan sikap dan tindakan dalam meningkatkan kapasisitas fungsional pasien
pasca stroke di lingkungan III Kelurahan Dwikora Medan Tahun 2010. Jenis penelitian adalah deskriptif
korelasi. Populasi penelitian adalah seluruh anggota keluarga pasien pasca stroke yang berjumlah 30 orang
dengan total sampling. Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan cara membagikan kuesioner
langsung kepada keluarga. Uji statistik yang digunakan adalah spearman rank. Hasil penelitian pengetahuan
keluarga mayoritas cukup (56,7%), baik (43,3%) dan kurang (6,7%). Sikap keluarga dalam meningkatkan
kapasisitas fungsional pasca stroke adalah mayoritas baik (50,0%), cukup (36,7%) dan kurang (13,3%).
Sedangkan tindakan keluarga dalam meningkatkan kapasisitas fungsional pasca stroke adalah mayoritas cukup
(56,7%), baik (36,7%) dan kurang (6,7%). Uji statistik menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara
pengetahuan dengan sikap dan tindakan keluarga dalam meningkatkan kapasitas fungsi penderita paska stroke di
Lingkungan III Kelurahan Dwikora Medan 2010 (p = 0,000 dan 0,004). Saran penelitian Diharapkan sejak awal
perawatan keluarga dilibatkan dan dilakukan pendidikan kesehatan oleh perawat, sehingga saat pulang keluarga
mampu melaksanakan perannya dengan baik dan tepat dalam meningkatkan kapasitas fungsional penderita
paska stroke.

Kata kunci : Pengetahuan keluarga, Sikap, Tindakan dan Kapasitas fungsional.

PENDAHULUAN
Stroke adalah serangan otak akibat gangguan
peredaran darah otak. Stroke di negara maju
merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah
penyakit jantung dan kanker pada kelompok usia
lanjut, sedangkan di Indonesia menduduki
peringkat pertama. Data menunjukkan, setiap
tahunnya stroke menyerang sekitar 15 juta orang di
seuruh dunia (Syamsudin, 2009). Di Amerika
Serikat, lebih kurang lima juta orang pernah
mengalami stroke. Di Asia khususnya Indoensia
setiap tahun diperkirakan 500 ribu orang mengami
serangan stroke. Dari jumlah tersebut, sekitar 2,5%
diantaranya meninggal dunia dan sisanya
mengalami cacat ringan maupun berat. Data pasien
stroke di Kabupaten Sukoharjo, pada tahun 2006
pasien stroke yang tercatat di puskesmas wilayah
Sukoharjo sebanyak 92 orang dan yang tercatat di
rumah sakit yang ada di wilayah Sukoharjo tercatat

1.374 orang. Angka kejadian penyakit stroke


sebesar 167,31 per 1000 penduduk (DKK
Sukoharjo, 2006). Pada tahun 2008 berdasarkan
pasien yang masuk di rumah sakit se- Kabupaten
Sukoharjo terdapat kasus sebanyak 1302 orang,
yang meliputi RSUD Sukoharjo 788 orang, RS
dr.Oen Solo Baru 307 orang, dan Rumah Sakit
Yarsis 192 orang (DKK Sukoharjo, 2007).
Kasus stroke meningkat di negara maju seperti
Amerika, dimana kegemukan dan makanan cepat
saji (junk food ) telah mewabah. Berdasarkan data
statistik di Amerika, setiap terjadi 750.000 kasus
stroke baru di Amerika. Dari data tersebut
menunjukkan bahwa setiap 45 menit, ada satu
orang di Amerika yang terkena serangan stroke.
Berdasarkan data World Health Organisation /
WHO, diseluruh dunia tahun 2002 diperkirakan 5,5
juta orang meninggal akibat stroke dan
diperkirakan tahun 2020 penyakit jantung dan

Jurnal Mutiara Ners, Vol. 2, No.6. Juli 2011

stroke menjadi penyebab utama kematian di dunia


(Projodisastro, 2009). Di Indonesia sekitar 8001000 kasus stroke terjadi setiap tahunnya.

pasien terlentang atau menarik lengan yang


lumpuh (Enny, dkk, 2008).
2.

Berdasarkan Survey Kesehatan Rumah Tangga


tahun 1995 dan Surkesmas 2001 penyakit utama
penyebab kematian adalah penyakit sistem sirkulasi
(24,4%). Sedangkan laporan Ditjen Yanmedik
Depkes Republik Indonesia, penyakit utama
penyebab kematian di rumah sakit adalah stroke.
Angka kejadian stroke menurut data dasar 63,52
per 100.000 penduduk pada kelompok usia lebih
dari 65 tahun. Secara kasar setiap hari ada dua
orang Indonesia mengalami serangan stroke.
Berdasarkan studi pendahuluan di lingkungan III
kelurahan Dwikora Medan diketahui angka
penderita hipertensi yang tercatat pada tahun 2009
yang merupakan faktor resiko terjadinya stroke
sebesar 150 orang, dan terdapat pasien stroke
sejumlah 42 orang dan 30 orang diantaranya dalam
keadaan ketergantungan pada anggota keluarga
untuk pemenuhan aktifitas sehari-hari. Sekitar 90%
pasien yang terserang stroke tiba-tiba mengalami
kelemahan atau kelumpuhan separo badan. Tanda
dan gejala lainnya adalah tiba-tiba kehilangan rasa
peka, bicara cadel atau pelo, gangguan bicara dan
berbahasa, gangguan penglihatan, mulut mencong
atau tidak simetris ketika menyeringai, gangguan
daya ingat, nyeri kepala hebat, vertigo, kesadaran
menurun, dan beberapa tanda dan gejala lain yang
menunjukkan adanya gangguan fungsi otak (Enny,
dkk, 2008).
Perawatan Pasien Stroke, antara lain:
1. Mengatur posisi tidur.
Tempat tidur yang ideal bagi pasien stroke
adalah tempat tidur yang padat pada bagian
kepala cukup keras untuk menopang berat
ketika disandarkan ; tempat tidur tunggal
memungkinkan orang yang merawat meraih
pasien dari kedua sisi. Posisi pasien harus
diubah setiap 2-3 jam berupa telentang, miring
ke sisi yang sehat dan miring ke sisi yang
sakit. Memastikan pasien memiliki kasur yang
sesuai. Mengubah posisi lengan dan tungkai
setiap 1-2 jam sepanjang siang dan malam.
Pijatlah tungkai yang lumpuh sekali atau dua
kali sehari. Menggerakkan semua sendi di
tungkai yang lumpuh secara lembut dan
perlahan- lahan (yaitu lurus dan menekuk) 5-7
kali. Menopang lengan hemiplegik (lemah)
dengan sebuah bantal, jangan membaringkan

Perawatan Kulit
Perawatan kulit yang cermat sangat penting
untuk mencegah dekubitus (luka tekan karena
tekanan) dan infeksi kulit , adanya hal-hal ini
menunjukkan bahwa perawatan pasien kurang
optimal. Keduanya sebaliknya dicegah alihalih diobati, karena dekubitus menimbulkan
nyeri dan sembuhnya lama, jika terinfeksi,
luka ini dapat mengancam nyawa. Pada pasien
stroke, dekubitus dapat terjadi karena
berkurangnya
sensasi
dan
mobilitas.
Inkontinensia dan malnutrisi, termasuk
dehidrasi, juga meningkatkan risiko timbulnya
dekubitus
dan
menghambat
proses
penyembuhan.
Orang yang tidak dapat bergerak harus sering
diputar dan diresposisi dan seprai mereka
harus selalu terpasang kencang. Bagi pasien
yang hanya dapat berbaring atau duduk dikursi
roda, bagian-bagian tubuh yang paling berisiko
antara lain adalah punggung bawah (sakrum),
pantat, paha, tumit, siku,bahu dan tulang
belikat (skapula). Sekali sehari , gunakan
spons kering untuk membantali titik tekanan
ini agar mencegah tertekannya saraf dan
terbentuknya dekubitus (Feigin, 2004).

3.

Perawatan mata dan mulut.


Pasien yang tidak dapat minum tanpa bantuan
harus dibersihkan mulutnya dengan sikat
lembut yang lembab atau kapas penyerap
sekitar sekali satu jam.
Perawatan mulut
yang teratur sangat penting, terutama untuk
pasien yang sulit atau tidak menelan. Gunakan
kain lembab yang bersih untuk membersihkan
kelopak mata pasien jika diperlukan. Jika
pasien yang mengantuk terus menbuka mata
dalam jangka panjang, mata mereka dapat
mengering, yang bisa menyebabkan infeksi
dan ulkus kornea. Untuk mencegah hal ini, di
anjurkan penutupan mata dan penggunaan
pelumas, salep, atau air mata buatan yang
dapat dibeli bebas (1-2 tetes setiap 3-4 jam)
(Feigin, 2004).
Pastikan mulut pasien telah kosong sehabis
makan, sehingga tidak tersisi makanan di
mulut pasien. Bersihkan gigi dan mulut
sebelum dan setelah pasien makan untuk

Janno Sinaga* Marlinto Buulolo

4.

menghindari terjadinya infeksi jamur dan gigi


berlubang (Enny, dkk, 2008).
Melatih menelan dan makan.
Kesulitan menelan sangat berbeda dari satu
pasien ke pasien lainnya. Ahli terapi wicara
akan memberikan nasihat mengenai konsitensi
makanan dan minuman yang sesuai. Anda
mungkin dinasehati untuk menghindari
makanan tertentu, misalnya makanan yang
terlalu keras, kering, atau beremah-remah.
Cairan dapat dikentalkan melalui beberapa
cara. Makanan pengental dapat dibeli di apotik
pasar swalayan (misalnya, bubuk puding
instan).
Anda
dapat
dengan
mudah
mengentalkan susu dengan pisang rebus yang
ditumbuk bubur / pure buah atau produk susu
yang kental seperti yoghurt.
Untuk mencegah tersedak dan pneumonia
aspirasi semua makanan harus disantap dalam
keadaan
duduk
jangan
berbaring.
Menganjurkan pasien untuk menekuk leher
dan kepala untuk mempermudah menutupnya
jalan nafas ketika pasien menelan. Dan
menganjurkan pasien pada saat menelan
memutar kepala ke sisi yang lemah. Untuk
mencegah tumpah, letakan piring pada alas
antiselip dan, paling tidak pada awalnya,
mungkin sebaiknya digunakan piring yang
cekung sehingga makanan tidak mudah
tumpah. Terdapat alat-alat bantu untuk orang
yang makan dengan satu tangan dan juga
terdapat
mangkuk
telur
yang
dapat
ditempelkan ke meja. Ahli terapi okupasional
biasanya menilai kebutuhan pasien akan alatalat semacan ini (Enny dkk, 2008).

5.

Hubungan Pengetahuan Keluarga ...

Melatih berbicara dan menulis.


Sekitar separuh dari pasien stroke akut mula
akan mengalami masalah bahasa, termasuk
berbicara pelo, tetapi hanya sekitar sepertiga
pasien stroke terus mengalami masalah ini
dikemudian hari. Masalah bicara yang menetap
paling sering terjadi
pada pasien yang
mengalami kelumpuhan disisi kanan tubuh
(atau kadang-kadang disisi kiri dari orang
kidal). Pasien mungkin tidak memahami
pembicaraan orang lain atau mampu
mengekspresikan diri mereka dengan jelas
secara verbal, atau keduanya.
Bagi orang mengalami gangguan bicara dan
menulis, ahli terapi wicara dapat menyusun

program terapi spesifik untuk berbicara dan


berbahasa. Orang yang merawat dapat di minta
membantu dengan memberikan kesempatan
bagi pasien untuk mendengar orang berbicara
atau mencoba berkomunikasi dengan tulisan,
gambar, memberikan jawaban ya/tidak,
memperlihatkan
bahasa
tubuh
atau
menggunakan kontak mata espresi wajah.
Pasien sebaiknya untuk berkomunikasi tentang
kebutuhan sehari-hari.
Berbicaralah dengan pasien aphasia jangan
mengabaikannya apabila tidak mengerti
dengan apa yang dikatakan,ini akan membuat
dia frustasi dan sakit hati. Berbicaralah dengan
kalimat yang pendek dan sederhana, member
tekanan pada kata yang penting. Ulang kalimat
lain yang makananya sama bila pasien tidak
mengerti. Berikan kesempatan kepada pasien
untuk berkomunikasi secara total (Feigin,
2004).
6.

Pengawasan Nutrisi
Penyakit stroke biasanya berhubungan dengan
jenis makanan yang dikonsumsi sehari-hari.
Dan penyakit ini biasanya diawali dengan
penyakit hipertensi dan hiperkolesterol. Dan
ada baiknya penderita stroke mengurangi
makan makanan yang dapat memperberat
penyakit, dan sebaliknya

Pasien stroke membutuhkan penanganan yang


komprehensif, termasuk upaya pemulihan dan
rehabilitasi dalam jangka lama, bahkan sepanjang
sisa hidup pasien Keluarga sangat berperan dalam
fase pemulihan ini, sehingga sejak awal perawatan
keluarga diharapkan terlibat dalam penanganan
pasien (Mulyatsih, 2008).
Keluarga adalah The family group of related
individual who live together and cooperated as a
unit. Keluarga merupakan kelompok individu
yang ada hubungannnya, hidup bersama dan
berkerja sama di dalam suatu unit (Alex Thio
1989). Keluarga juga merupakan salah satu
indikator dalam masyarakat apakah masyarakat
sehat atau sakit. (Efendi, 1998). Salah satu fungsi
keluarga adalah fungsi perawatan/ pemeliharaan
kesehatan (the health care function) yaitu fungsi
mempertahankan keadaan anggota keluarga agar
tetap memiliki produktivitas tinggi.

10

Jurnal Mutiara Ners, Vol. 2, No.6. Juli 2011

Dalam hal ini keluarga harus mempunyai


pengetahuan yang benar tentang penyakit stroke
dan penanganannya. Kurang pengetahuan tentang
penyakit stroke akan mengakibatkan penyakit
bertambah parah, mungkin akan terjadi serangan
ulang dan mengakibatkan pasien tidak dapat
melakukan aktivitas secara mandiri,bahkan dapat
terjadi kematian. (Feigin, 2004).
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian deskriptif korelasi untuk
mengidentifikasi hubungan pengetahuan keluarga
terhadap sikap dan perilaku dalam merawat pasien
pasca stroke, pegamatan yang dilakukan adalah
butuh satu kali saja, dimana dilakukan saat
penelitian berlangsung, sehingga penelitian yang
dilakukan adalah penelitian deskriptif sederhana
dengan mengunakan pendekatan Cross Sectional
yaitu penelitian dengan melakukan pengukuran
atau pengamatan pada saat bersamaan dalam satu
waktu (Hidayat, 2009).
Penelitian dilaksanakan pada Bulan Januari sampai
dengan Agustus 2010 2010. Penelitian ini
dilaksanakan di Lingkungan III Kelurahan Dwikora
Medan. Populasi dalam penelitian adalah semua
keluarga yang merawat pasien pasca stroke
dirumah lingkungan III kelurahan Dwikora Medan
sebanyak 30 orang, dengan metode pengabilan
sampel digunakan total sampling. (Hidayat, 2009).
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini
dilakukan dengan survey, dimana peneliti lansung
mengumpulkan data dari responden. Instrument
yang digunakan adalah kuesioner. Dimana jumlah
kuesioner yang akan diberikan adalah 14
pernyataan dan 6 pertayaan. Kuesioner data
variabel akan berisi pernyataan dan pertayaan
tentang pemgetahuan, sikap dan tindakan.
Menganalisa hubungan antar variabel digunakan uji
Spearman Rank pada 0,05.

No
1.
2.
3.
4.

1.
2.
3.
4.
5.

1.
2.
3.
4.

Karekteristik Responden
Umur
30 39 Tahun
40 49 Tahun
50 59 Tahun
60 69 Tahun
Total
Pendidikan Terakhir
SD
SLTP
SMA
Diploma
Sarjana
Total
Pekerjaan
PNS
Pegawai Swasta
Wiraswasta
Petani
Total

8
9
9
4
30

26,7 %
30,0 %
30.0 %
13,4 %
100 %

10
5
13
1
1
30

33,3 %
16,7 %
43,3 %
3.3 %
3.3 %
100 %

6
6
8
10
30

20,0 %
20,0 %
26,7 %
33,3 %
100 %

Tabel
2.
Distribusi Pengetahuan Responden di Lingkungan
III Kelurahan Dwikora Medan Tahun 2010.
No
1.
2.
3.

Tingkat Pengetahuan
Kurang
Cukup
Baik
Total

f
2
15
13
30

%
6,7 %
50,0 %
43,3 %
100 %

Tabel 3.
Distribusi Sikap Responden di Lingkungan III
Kelurahan Dwikora Medan Tahun 2010.
No
1.
2.
3.

Sikap
Kurang
Cukup
Baik
Total

f
4
11
15
30

%
13,3 %
36,7 %
50,0 %
100 %

Tabel
4.
Distribusi Tindakan Responden Lingkungan III
Kelurahan Dwikora Medan Tahun 2010.
No
1.
2.
3.

Tindakan
Kurang
Cukup
Baik
Total

Frekuensi
2
17
11
30

Persentase
6,7 %
56,7 %
36,7 %
100 %

HASIL PENELITIAN
Hasil Penelitian tentang karekteristik individu
dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 1.
Distribusi Karekteristik Responden
Berdasarkan Umur, Pendidikan dan
Pekerjaan di Lingkungan III Kelurahan
Dwikora Medan Tahun 2010

Tabel 5.
Hasil Uji Statistik Dengan Spearmans
Rho Antara Pengetahuan Keluarga dan Sikap
Lingkungan III Kelurahan Dwikora Medan
Tahun 2010.
Variabel
Pengetahuan Sikap

r2
0.6

P. value
0.000

11

Janno Sinaga* Marlinto Buulolo

Pengetahuan - Tindakan

0.5

Hubungan Pengetahuan Keluarga ...

0.004

PEMBAHASAN
Hasil penelitian
menunjukkan bahwa umur
keluarga yang merawat pasien pasca stroke di
Lingkungan III Kelurahan Dwikora Medan adalah
40 49 Tahun (30,0 %), 50 59 Tahun (30,0%),
30 39 (26,7%) dan 60 69 (13,4%). dari data
tersebut menunjukan bahwa umur anggota keluarga
yang merawat pasien pasca stroke di rumah sangat
cukup karena umur tersebut keluarga masih bisa
mampu untuk melakukan berbagai aktivitas.
Menurut Singgih (1998) mengemukakan bahwa
makin tua umur seseorang maka proses-proses
perkembangan mentalnya bertambah baik, akan
tetapi pada umur tertentu, bertambahnya proses
perkembangan mental ini tidak secepat seperti
ketika berumur belasan tahun. Selain itu Ahmadi
(2001), juga mengemukakan bahwa memang daya
ingat seseorang itu salah satunya dipengaruhi oleh
umur..
Menurut Notoadmojo (1997) pendidikan adalah
suatu kegiatan atau proses pembelajaran untuk
mengembangkan atau meningkatkan kemampuan
tertentu sehingga sasaran pendidikan itu dapat
berdiri sendiri. Menurut Hery.W.A, (1996),
menyebutkan bahwa tingkat pendidikan turut pula
menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap
dan memahami pengetahuan yang mereka peroleh,
pada umumnya semakin tinggi pendidikan
seseorang
makin
semakin
baik
pula
pengetahuannya.
Tingkat pendidikan juga mempengaruhi persepsi
seseorang untuk lebih menerima ide-ide dan
teknologi baru (SDKI, 1997). Pendidikan juga
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
persepsi seseorang. Karena dapat membuat
seseorang untuk lebih mudah mengambil keputusan
dan bertindak.
Pengetahuan keluarga dalam meningkatkan
kapasitas fungsional pasien pasca stroke di
lingkungan III kelurahan dwikora Medan tahun
2011 adalah cukup. Pengetahuan yang cukup dapat
meningkatkan kapasitas fungsional pasien pasca
stroke secara berlahan-lahan dan meminimallkan
bantuan keluarga terhadap pasien stroke dirumah.
yang
pengetahun memilki sasaran tertentu,
memiliki metode atau pendekatan untuk mengkaji

objek tertentu sehingga memperoleh hasil yang


dapat disusun secara sistematis dan diakui secara
umum, maka terbentuklah disiplin ilmu. Dengan
kata lain pengetahuan dapat berkembang menjadi
ilmu bila memenuhi antara lain mempunyai objek
kajian, mempunyai metode pendekatan dan bersifat
umum. Pengetahuan merupakan domain yang
sangat penting untuk terbentuknya tindakan
seseorang, sebab perilaku yang didasari oleh
pengetahuan dan kesadaran akan lebih baik dari
pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan
karena apabila perilaku tersebut tidak didasari oleh
pengetahuan dan kesadaran maka perilaku tersebut
tidak akan berlangsung lama. Notoatmojo (2003).
Pengetahuan tentang keadaan sehat dan sakit
adalah pengalaman seseorang tentang keadaan
sehat dan sakitnya seseorang yang menyebabkan
seseorang tersebut bertindak untuk mengatasi
masalah
sakitnya
dan
bertindak
untuk
mempertahankan kesehatannya atau bahkan
meningkatkan status kesehatannya. Rasa sakit akan
menyebabkan seseorang bertindak pasif dan atau
aktif dengan tahapan-tahapannya. Meliono,
Irmayanti, dkk. (2007).
Sikap keluarga dalam meningkatkan kapasitas
fungsional pasien pasca stroke di lingkungan III
kelurahan dwikora Medan tahun 2011 adalah baik.
Sikap yang baik akan berpegaruh besar dalam
meningkatkan kapasitas fungsional pasien pasca
stroke. Newcomb, salah seorang ahli psikologis
sosial, menyatakan bahwa sikap itu merupakan
kesiapan atau kesedian untuk bertindak, dan bukan
merupakan pelaksanaan motif tertentu.
Sikap keluarga dalam perawatan pasien pasca
stroke seharusnya baik dilakukan karena dapat
mempercepat aktivitas pasien pasca stroke. Jadi
kesimpulanya jika pengetahuannya cukup maka
sikap dan tindakan akan lebih baik mendukung
untuk meningkatkan kemandirian pasien pasca
stroke. Notoatmojo (2003). Sikap keluarga yang
terbuka terhadap pasien pasca stroke akan
mendapat stimulus dan respon dari pasien pasca
stroke. dalam hal ini untuk
meminimalkan
imobilitas pasien pasca stroke akan semakin baik
tetapi sebaliknya jika sikap keluarga tertutup maka
untuk meminimalkan imobilitas pasca stroke akan
semakin lama.
Sikap keluarga harus menerima dan menghargai
anggota keluarga yang sedang dirawat dan

12

Jurnal Mutiara Ners, Vol. 2, No.6. Juli 2011

membina hubungan kekeluargaan yang baik demi


mewujudkan penyembuhan pasien pasca stroke.
Keluarga juga harus bertanggungjawab atas segala
keperluan yang dibutuhkan pasien pasca stroke,
keluarga memberikan motivasi atau dukungan pada
anggota keluarganya yang sedang dirawat dirumah.
Tindakan yang dilakukan oleh keluarga yang
merawat pasien pasca stroke harus bersifat positif,
Agar menpercepat memandirikan pasien pasca
stroke untuk beraktivitas sebaliknya jika tindakan
yang dikakukan keluarga negatif, maka untuk
memandirikan pasien pasca stroke dan beraktivitas
pasca stroke akan semakin lama. Keluarga harus
mengenal tindakan yang dilakukan terhadap pasien
pasca stroke dan menjadikan pengalaman yang
baik. Apabila keluarga melakukan tindakan dengan
benar secara otomatis untuk meminimalkan
imobilitas pasien pasca stroke akan semakin baik
Notoatmojo (2003).
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan pembahasan hasil penelitian tentang
hubungan pengetahuan keluarga dengan sikap dan
tindakan dalam meningkatkan kapasitas fungsional
pasien pasca stroke di lingkungan III keluraha
dwikora medan tahun 2010, dapat di simpulkan
bahwa Pengetahuan keluarga dalam meningkatkan
kapasitas fungsional pasien pasca stroke cukup
(56,7%), sedangkan sikap keluarga cukup (36,7%),
dan tindakan keluarga dalam meningkatkan
kapasitas fungsional pasien pasca stroke cukup
(56,7%). Hubungan antara Pengetahuan keluarga
dengan sikap adalah kuat dengan nilai r 2 = 0,6 dan
P = 0,000, sedangkan Hubungan antara
Pengetahuan keluarga dengan tindakan adalah
cukup dengan nilai r2 = 0,5 dan P = 0,004. .

Evianggarini. 2009. Stroke Pembunuh No. 3 Di


Dunia. Di peroleh tanggal 3 April 2010.
http://www.medicastore.com
Feigin, V, 2009. Stroke. PT. Bhuana Ilmu Populer :
Jakarta.
Junaidi, I. 2008. Stroke A-Z. PT. Bhuana Ilmu
Populer : Jakarta.
Lumbantobing, S. M. 2007. Stroke Bencana
Peredaran Darah Di Otak. FKUI : Jakarta.
Notoadmodjo, 2003. Pendidikan dan Perilaku
Kesehatan. Rineka Cipta : Jakarta.
Notoadmodjo, 2005. Metode Penelitian. Edisi
Revisi. Rineka Cipta : Jakarta.
Sudjana. 2001. Metode Statistika. Edisi 2. Bandung
: Tarsito.
Smeltzer & Bare, 2008. Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah. EGC : Jakarta.
Utami, P. 2009. Solusi Sehat Mengatasi Stroke.
AgroMedia : Jakarta.
Yastroski, 2003. Risiko Tinggi Terjadinya
Dekubitus. Edisi ketiga. http//stroke. 20
Februari 2010.
Yastroki, 2008. Stroke. http// Stroke.Okezone.Com.

Saran penelitian Diharapkan sejak awal perawatan


keluarga dilibatkan dan dilakukan pendidikan
kesehatan oleh perawat, sehingga saat pulang
keluarga mampu melaksanakan perannya dengan
baik dan tepat dalam meningkatkan kapasitas
fungsional penderita paska stroke.
KEPUSTAKAAN
Enny & Aidiza, A. 2008. Stroke. Balai Penerbit
FKUI : Jakarta.

13

Anda mungkin juga menyukai