Anda di halaman 1dari 9

DIAGNOSIS BANDING

1. Rhinitis Vasomotor
Definisi : terdapatnya gangguan fisiologik lapisan mukosa hidung yang
disebabkan oleh bertambahnya aktivitas parasimpatis.
Etiologi : Gangguan keseimbangan vasomotor
Faktor-faktor yang mempengaruhi keseimbangan vasomotor antara lain:
a. Obat-obatan yang menekan dan menghambat kerja saraf simpatis,
seperti: obat anti hipertensi, kontrasepsi oral, dll.
b. Faktor fisik, seperti iritasi oleh asap rokok, udara dingin, udara
lembab, bau yang merangsang, makanan yang pedas dan panas.
c. Faktor

endokrin,

seperti

keadaan

kehamilan,

pubertas,

hipotiroidisme.
d. Faktor psikis, seperti rasa cemas, tegang.
Manifestasi klinis :
a. Hidung tersumbat, bergantian kiri kanan.
b. Rinore mucus/serus
c. Konka warna merah gelap/pucat
d. Konka dapat licin/berbenjol
Patogenesis & Patofisiologis :
Gangguan keseimbangan vasomotor yang dipengaruhi oleh
beberapa factor (obat-obatan, fisik, endokrin, psikis). Gangguan
keseimbangan tersebut dapat merangsang saraf otonom yang ada di
mukosa hidung (n. Vidianus), sehingga terjadi penurunan aktivitas saraf
simpatis dan peningkatan aktivitas saraf parasimpatis. Sistem saraf
otonom mengontrol suplai darah ke dalam mukosa nasal dan sekresi
mukus. Diameter dari arteri hidung diatur oleh saraf simpatis sedangkan
saraf parasimpatis mengontrol sekresi glandula dan mengurangi tingkat
kekentalannya, serta menekan efek dari pembuluh darah kapasitan
(kapiler). Efek dari hipoaktivitas saraf simpatis atau hiperaktivitas saraf
parasimpatis bisa berpengaruh pada pembuluh darah tersebut yaitu
menyebabkan terjadinya peningkatan edema interstisial dan akhirnya
terjadi kongesti yang bermanifestasi klinis sebagai hidung tersumbat.

Aktivasi dari saraf parasimpatis juga meningkatkan sekresi mukus yang


menyebabkan terjadinya rinorea yang eksesif.
Penatalaksanaan :
1. Menghindari penyebab / pencetus ( Avoidance therapy )
2. Pengobatan konservatif ( Farmakoterapi ) :
-

Dekongestan atau obat simpatomimetik digunakan untuk


mengurangi

keluhan

hidung

tersumbat.

Contohnya

Pseudoephedrine dan Phenylpropanolamine ( oral ) serta


Phenylephrine dan Oxymetazoline (semprot hidung ).
-

Anti histamin : paling baik untuk golongan rinore.

Kortikosteroid topikal mengurangi keluhan hidung tersumbat,


rinore dan bersin-bersin dengan menekan respon inflamasi lokal
yang disebabkan oleh mediator vasoaktif. Biasanya digunakan
paling sedikit selama 1 atau 2 minggu sebelum dicapai hasil yang
memuaskan. Contoh steroid topikal : Budesonide, Fluticasone,
Flunisolide atau Beclomethasone

Anti kolinergik juga efektif pada pasien dengan rinore sebagai


keluhan utamanya. Contoh : Ipratropium bromide ( nasal spray )

3. Terapi operatif ( dilakukan bila pengobatan konservatif gagal ) :


-

Kauterisasi konka yang hipertrofi dengan larutan AgNO3 25%


atau triklorasetat pekat ( chemical cautery ) maupun secara
elektrik ( electrical cautery ).

Diatermi submukosa konka inferior ( submucosal diathermy of


the inferior turbinate )

Bedah beku konka inferior ( cryosurgery )

Reseksi konka parsial atau total (partial or total turbinate


resection)

Turbinektomi dengan laser ( laser turbinectomy )

Neurektomi n. vidianus (vidian neurectomy ), yaitu dengan


melakukan pemotongan pada n. vidianus, bila dengan cara diatas
tidak memberikan hasil. Operasi sebaiknya dilakukan pada
pasien dengan keluhan rinore yang hebat. Terapi ini sulit

dilakukan, dengan angka kekambuhan yang cukup tinggi dan


dapat menimbulkan berbagai komplikasi (FKUI, 2007).

2. Rhinitis akut simplex


Rhinitis akut simpleks adalah iritasi pada hidung dimana terjadi
inflamasi selama beberapa hari yang secara umum disebabkan oleh virus
(Shiel, et al., 2008). Rhinitis akut simpleks dapat pula disebut sebagai
common cold, selesma, pilek, maupun flu. Etiologi yang umum pada
rhinitis simpleks adalah Rhinovirus, namun dapat pula disebabkan oleh
virus lain seperti Myxovirus, Adenovirus, virus Influenza, virus
Parainfluenza, Coxsackie virus, ECHO virus dan lainnya. Gejala yang
terjadi antara lain : panas, gatal dan kering pada hidung, bersin berulang,
pilek, batuk, hidung merah dan bengkak serta nyeri kepala (FKUI,
2007).

Patogenesis :
Rhinovirus (RV) masuk ke dalam tubuh melalui direct contact dengan
benda yang terkontaminasi

Apabila masuk ke mata, maka akan dihantarkan melalui ductus


nasolacrimal. Sedangkan dari hidung, maka RV berserta partikel
kontaminan masuk lebih dalam karena terhirup.

Baik dari mata dan hidung, RV tersebut dibawa ke nasofaring dan akan
diikat oleh reseptor ICAM-1 (CD-54) pada sel epitel bersilia

RV bereplikasi dan menyebar menginfeksi sel epitel

Mengakibatkan Neutrofil, Sel Mast, Basofil,


serta Limfosit (CD22+ dan CD57+) meningkat

Sel yang terinfeksi melepaskan sitokin dan


kemokin (seperti IL-8, IL-6, dan IL-1)

Mengaktifkan mediator inflamasi (Kinin,


Histamin, Leukotriene, Prostaglandin)

Terjadi simptom Rhinitis


simpleks

Bagan 5. Patogenesis rhinitis akut (Mygind, et al., 1999).


Patofisiologi:

Terjadi
inflamasi di
hidung
Melepas kinin
Teraktifkanny
a mediator
inflamasi

Melepas
Histamin
Melepas
Leukotriene
Melepas
Prostaglandin

Permeabilitas
pembuluh
darah
Hidung
tersumbat dan
sakit
tenggorokan

Edema pada
chonca nasal

Bersin
Mucus
hypersecretio
n dan hidung
tersumbat
Bersin dan
batuk

Bagan 6. Patofisiologi rhinitis akut (Mygind, et al., 1999).

Penatalaksanaan :
a. Interferon- : sebagai antiviral Rhinovirus yang bekerja menghambat
penyebaran virus.
b. Corticosteroid : berinteraksi dengan transcription factor sebagai
antiinflamasi yang dapat mengurangi gejala.
c. Vasoconstrictor : -adrenoceptor agonist mengurangi gejala seperti
hidung tersumbat yang diakibatkan adanya vasodilatasi.
d. Anticholinergic : menghentikan rhinorrhea dengan memblok inervasi
kolinergik pada glandula submukosa (Mygind, et al., 1999).

3. Rhinitis hipertrofi
Rinitis hipertrofi terjadi karena infeksi berulang pada hidung dan
sinus, atau merupakan lanjutan dari rhinitis vasomotor kronik. Gejalanya
meliputi hidung tersumbat sebagai keluhan utama kebanyakan pasien,
secret berlebih yang mukopurulen, serta nyeri kepala. Konka menjadi
hipertrofi dan biasanya konka nasalis inferior, permukaan benjol-benjol,
serta mukosa yang hipertrofi. Hal ini menyebabkan saluran udara
menjadi sempit. Sekret mukopurulen berlebih biasanya terdapat di antara
konka nasalis inferior, septum nasi dan dasar rongga hidung.

Terapi pada Rinitis hipertrofi dengan mengetahui penyebabnya,


apakah virus atau sudah terjadi infeksi sekunder oleh bakteri.
Mengurangi sumbatan hidung dengan kauterisasi konka menggunakan
zat kimia (nitras argenti/asam trikhlorasetat) atau dengan menggunakan
kauter listrik (elektro kauter). Jika tidak terjadi perbaikan dapat
dilakukan luksasi konka sampai konkotomi, tentunya dengan berbagai
resiko (FKUI, 2007).

4. Faringitis
A. Definisi
Faringitis adalah penyakit tenggorokan, merupakan reaksi inflamasi
terhadap pathogen yang mengeluarkan toksin. Faringitis juga bisa
merupakan gejala dari penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus,
seperti penyakit flu
B. Etiologi
Bakteri

Virus
Rhinovirus

Streptococcus pyogenes

Coronavirus

Streptococcus grup A

Virus influenza

Neisseria gonorrhea

Virus parainfluenza

Corynebacterium diphteriae

Adenovirus

Yessinia enterocolitica

Herpes simpleks virus tipe 1 dan 2 Treponema pallidum


Coxsaclevirus A, dll

Vincent angina

Penyebab faringitis yang bersifat non infeksi yaitu sleep apneau,


merokok, dan alergi (Fauci, 2008).
C. Manifestasi klinik
1) Virus
a. Rhinorrhea
b. Batuk
c. Konjungtivitis
d. Demam yang tidak terlalu tinggi

e. Sakit kepala ringan


f. Eritema pada faring dan arkus palatine
g. Adenopati regional (Lipsky, 2010).
2) Bakteri
a. Lelah
b. Nyeri atau pegal tubuh
c. Menggigil
d. Demam > 38 derajat C
e. Pembesaran nodus limfa di leher dan ketiak
f. Tonsil membesar
g. Sakit kepala
h. Hilangnya nafsu makan
i. Pembesaran limfa
j. Inflamasi hati
k. Faring eritema
l. Tonsil pallatina membesar dan eritema (Lipsky, 2010; Fauci,
2008).
D. Patogenesis dan patofisiologi
Orang terinfeksi batuk/bersin hinggap pada sel sehat
bermultiplikasi dan mensekresikan toksin kerusakan pada sel
hidup dan inflamasi pada orofaring dan tonsil faringitis
inflamasi

demam
Batuk sputum pembersihan jalan nafas
tidak efektif
mukosa kemerahan kesulitan menelan
gangguan nutrisi

nyeri
edem mukosa
Bagan 8. Patomekanisme faringitis (Lipsky, 2010).

E. Penatalaksanaan
1. Pencegahan
a. Sup hangat atau minuman hangat; dapat meringankan gejala
dan mencairkan mucus sehingga dapat mencegah hidung
tersumbat.
b. Probiotik

(lactobacillus);

untuk

menghindari

dan

mengurangi demam.
c. Madu; mengurangi batuk.
d. Vitamnin C; untuk menghindari demam.
e. Seng; digunakan dalam fungsi optimal system imun karena
dapat menghindari demam, dan penggunaan spray dapat
digunakan untuk mengurangi hidung tersumbat (Lipsky,
2010).
2. Virus
a. Obat-obatan seperti amantadine, rimantadine, aseltamivir,
zanamivir, dan asiklovir.
b. Istirahat cukup.
c. Konsumsi air cukup
d. Hindari konsumsi alcohol.
e. Obat kumur; untuk menghilangkan nyeri pada tenggorokan
3. Bakteri
Diberi obat-obatan seperti penicillin benzarhine, penicillin,
etriromisin, dan penicillin profilaksis
F. Prognosis
Baik

REFERENSI

Fauci AS, Kasper DL, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL, et al.
2008. Harrisons Principles of Internal Medicine. Edisi ke-17.
Philadelphia: McGraw-Hill.

FKUI. 2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan : Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala
dan Leher. Jakarta : Balai Pustaka FKUI.
Lipsky MS, King MS. 2010. Blueprints Family Medicine. Philadelphia:
Lippincott.
Shiel, William C., Melissa Conrad Stoppler, et al. 2008. Websters New World :
Medical Dictionary 3rd edition. New Jersey : Wiley Publishing Inc.

Anda mungkin juga menyukai