Anda di halaman 1dari 16

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG HANIF

A. Pengertian Hanif
1. Pengertian Secara Etimologi
Istilah hanif berasal dari kata kerja - yang
mempunyai arti cenderung dan jamaknya dari adalah yang
mempunyai arti yang lurus atau betul.1
Dan mempunyai sinonim dengan kata yang mempunyai arti
lurus dan hanif bisa juga diartikan
yaitu setiap
orang yang mengikuti agamanya Nabi Ibrahim.2
Kata hanif ini semata-mata dikaitkan dengan diri Nabi Ibrahim atau
dengan agama Nabi Ibrahim sebagaimana yang tertera dalam al-Quran.3
Sedangkan di sisi lain dikatakan bahwa setiap orang arab yang melakukan
ibadah haji atau berkhitan dinamakan hanif untuk mengingatkan bahwa ia
menganut agama Ibrahim.4
Hanif juga dapat diartikan dengan orang yang menyerahkan
urusannya kepada Allah dan tidak mengalihkannya pada yang lain.
Artinya setiap orang yang berserah diri kepada perintah Allah dan tidak
berpaling sedikit pun dinamakan hanif.5
Di samping itu hanif juga diartikan suatu proses pencarian
kebenaran secara tulus dan murni. Sejalan dengan sikap manusia yang
memihak pada yang benar dan yang baik (fitrah).

Idrus H. al-Kaff, Kamus Pelik-pelik al-Quran (Bandung : Pustaka, 1993), hlm. 107.
Ahmad Warson Munawir, Kamus al-Munawir, (Yogyakarta : Krapyak, 1984), hlm. 328.
3
W. Mont Gomery Watt, Pengantar Studi al-Quran, (Jakarta : Rajawali Press, 1991),
2

hlm. 22.
4

Khalil Abdul Karim, Hegemoni Quraisy,Agama, Budaya dan Kekuasaan, (Yogyakarta:


LKiS, 2002), hlm. 168.
5
Allamah Abi Fadhil Jamaluddin Muhammad bin Mukaram, Lisanul Arab, Jilid 9,
(Beirut : Daar-Shodr, t.th), hlm. 57.

12

13

Pencarian kebenaran secara tulus dan murni dengan sendirinya


menghasilkan sikap pasrah kepada kebenaran dan sikap keberagaman yang
benar akan memberikan kebahagiaan yang sejati.
Inilah al-hanifiyyah al-samhah yaitu semangat mencari kebenaran
yang lapang dada, toleran tanpa kefanatikan dan tidak membelenggu jiwa.6
2. Pengertian Secara Terminologi
Secara terminologi hanif mengandung banyak makna dan
pengertiannya, namun dalam hal ini penulis akan mengemukakan
pengertian yang diberikan oleh para ahli ilmu dan para muffassir.
Menurut Hadrat Mirza Ahmad, hanif mempunyai beberapa
pengertian yaitu:
a. Orang yang meninggalkan atau menjauhi kesalahan dan mengarahkan
dirinya kepada petunjuk.
b. Orang yang secara terus menerus mengikuti kepercayaan yang benar
tanpa keinginan untuk berpaling dari padanya.
c. Seseorang yang cenderung menata perilakunya secara sempurna
menurut Islam dan terus menerus mempertahankannnya secara teguh.
d. Seseorang yang mengikuti agama Nabi Ibrahim.7 Karena agama
Ibrahim itu disebut juga hanafiyah atau hanifiyyah.8
Agama Ibrahim disebut al-hanifiyyah karena Ibrahim adalah
imam pertama yang melakukan sunnah menyunat laki-laki, karena itu
siapapun yang menyunat dirinya dengan mengikuti sunnah Ibrahim harus
dianggap pengikut Islam Nabi Ibrahim, sehingga ia seorang hanif.9
Apalagi secara historis Nabi Ibrahim tampil lebih dulu dari Nabi
Musa dan Isa, dan ketika disebutkan bahwa Ibrahim itu seorang hanif dan

Budi Munawar Rahman, Dialog Kritik dan Identitas Agama, (Yogyakarta : Pustaka
Pelajar, 1993), hlm. 129.
7
M. Dawam Raharjo, Ensiklopedia al-Quran, (Jakarta : Paramadina, 2002), hlm. 62.
8
Ibid, hlm 65.
9
Mahmud Ayyub, Quran dan Para Penafsirnya, terj. Nick G. Dharma Putra (Jakarta :
Pustaka Firdaus, 1994), hlm. 235.

14

muslim, maka pengertiannya ialah ia mengikuti jalan hidup kebenaran


yang asli yang tidak berubah sepanjang masa.
Itu semua berpangkal pada fitrah manusia yang suci dan itulah
agama yang tegak lurus yang kebanyakan manusia tidak mengetahuinya.
Kemudian Nabi Muhammad diperintah untuk mengikuti ajaran
Nabi Ibrahim itu. Dan barang siapa membenci agama Ibrahim ia berarti
membenci dirinya sendiri.10 Karena dikatakan dalam sabda Nabi bahwa
sebaik-baik agama di sisi Allah adalah al-hanifiyyah al-samhah.11
Maka agama Islam disebut disebut juga al-din al hanif karena ia
bersih dari segala bentuk kesyirikan. Dalam suatu hadits dinyatakan Aku
(Muhammad ) diutus membawa al-hanifiyah al-samhah (agama hanif
yang mudah). (H.R Ahmad).12
Al-din al-hanif merupakan agama Tuhan yang primordial karena
ia memberi petunjuk kehidupan sejak awal manusia dilahirkan serta
mendorongnya untuk memeluknya.13
Menurut Hamka agama hanif diartikan lurus maksudnya yaitu
menuju Tuhan, tidak musyrik, tidak mempersekutukan yang lain dengan
Allah karena yang lain tidak ada.14
Hanif juga diartikan ikhlas, jujur tiada bercampur dengan ingatan
yang lain sebab mustahil bahwa ada yang lain yang bersekutu denganNya.15
B. Pemakaian Kata Hanif dalam Al-Quran
Kata hanif muncul 12 kali di dalam al-Quran, dua di antaranya dalam
bentuk jama hunafa. Dalam QS. 3 : 67 dinyatakan bahwa Ibrahim bukanlah

10

Nur Khalik Ridwan, Pluralisme Borjuis, (Yogyakarta : Galang Press, 2002), hlm. 151.
Budi Munawar Rahman, Op.Cit.
12
Harun Nasution, dkk (Ed.), Ensiklopedi Islam Indonesia, (Jakarta : Djambatan, 1992),
hlm. 297.
13
Ismail al-Faruqi dan Lois Lamya al-Faruqi, Jurnal Kebudayaan dan Peradaban Ulumul
Quran, PT. Grafimatra Tata Media, no. 1, vol. VII, 1996, hlm. 46.
14
Hamka, Tafsir al-Azhar, Juz XIII XIV (Jakarta : PT. Panji Mas, 1983), hlm. 315.
15
Hamka, Tafsir al-Azhar, Juz VII (Jakarta : PT. Panji Mas, 1983), hlm. 258.
11

15

seorang Yahudi maupun kristen, tetapi seorang hanif, seorang muslim, bukan
seorang penyembah berhala (musyrik) terdapat pernyataan historis yang
senada mengenai Ibrahim yang menyembah Tuhannya sebagai orang hanif
(QS. 6 : 79 dan QS. 16 : 120) dan terdapat perintah yang tersurat dan tersirat
kepada Nabi Muhammad dan kaum muslimin untuk mengikuti kepercayaan
atau agama Ibrahim sebagai seorang hanif (QS. 2: 135), (QS. 3: 95), (QS. 4:
125), (QS. 6: 161), (QS. 16: 123), (QS. 10: 105), (QS. 22: 31), (QS. 30: 30),
(QS. 98: 5).16
Dalam hal ini penulis memaparkan pembahasan term tersebut, dengan
berusaha mencari kontekstualisasi pemahaman terhadap term hanif dengan
melihat sisi turunnya ayat dan kronologi sebab turunnya ayat.
Dilihat dari tempat turunnya, kata hanif yang terdapat pada surat
Makkiyah berjumlah enam ayat yakni pada: al-Anam (6): 79, al-Anam (6):
161, Yunus (10): 105, an-Nahl (16):120, ar-rum (30): 30 ayat-ayat tersebut
adalah:
1. Ayat-ayat Makiyah
a.

QS. al-Anam: 79






.


Artinya: Sesungguhnya aku menghadapkan wajah dengan lurus
(hanif) kepada Dzat yang menciptakan langit dan bumi dan
aku bukanlah termasuk golongan orang yang musyrik. (alAnam: 79)
b.

QS. al-Anam: 161:





.


16

W. Mont Gomery Watt, op. cit.

16

Artinnya: Katakanlah (Muhammad ) sesungguhnya aku telah


ditunjuki oleh Tuhanku kepada jalan yang lurus (shirat almustaqim), (yaitu) agama yang benar, agama Ibrahim yang
lurus (hanif) dan Ibrahim itu bukanlah termasuk orang-orang
yang musyrik. (al-Anam: 161)
c. QS. Yunus: 105:

.



Artinya: Dan (aku diperintahkan pula) Hadapkan mukamu pada
agama yang tulus (hanif) dan janganlah kamu termasuk
orang-orang yang musyrik. (Yunus: 105).
d. QS. An-Nahl: 120:

.


Artinya: Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang pemimpin yang dapat
dijadikan teladan (rujukan), karena sikapnya yang patuh
kepada Allah dan bersikap hanif (berpegang kepada
kebenaran dan tidak pernah meninggalkannya). Dan sekalikali ia bukanlah termasuk orang-orang yang menyekutukanNya. (an-Nahl: 120)
e. QS. An-Nahl: 123:

.



Artinya: kemudian Kami wahyukan kepada engkau (Muhammad):
Ikutilah agama Ibrahim seorang yang hanif. Dan bukanlah
ia termasuk orang yang menyekutukan Allah. (An-Nahl:
123).
f. QS. Ar-Rum: 30:

17

Artinya: Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus (hanif) kepada


agama (Allah) (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah
menciptakan manusia menurut fitrah itu tidak ada perubahan
pada ciptaan Allah itu. Itulah agama yang kuat dasarnya,
tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. (ar-Rum:
30)17
Berdasarkan pada susunan kronologis surat makkiyah riwayat Ibnu
Abbas maka ayat-ayat tentang hanif yang pertama kali muncul adalah
surat Yunus (10: 105) kemudian surat al-anam (6: 79), al-anam (6: 1610
dan diteruskan dengan an-Nahl (16: 20). Adapun yang terakhir adalah
surat Rum (30: 30).
Sesuai dengan kronologis turunnya surat, maka ayat-ayat yang
berkaitan dengan hanif pada periode Mekkah dapat diungkapkan sebagai
berikut: pada surat yunus (10:104) dinyatakan bahwa Muhammad
menyeru kepada seluruh manusia. Dalam konteks ayat tersebut adalah
orang-orang Mekkah pada waktu itu.
Seruan tersebut mengindikasikan akan adanya keraguan orangorang Mekkah atas agama yang dibawa oleh Muhammad, karena
Muhammad tidak menyembah apa yang biasa disembah oleh orang-orang
Mekkah dan adanya pernyataan bahwa Muhammad

adalah orang

mukmin.
Dan pada ayat 105 surat Yunus seruan Muhammad ditujukan pada
politheis Mekkah untuk menghadapkan muka (menegakkan agama Allah)
secara tulus dan ikhlas (hanif). Dan kata hanif tersebut dipertentangkan
dengan kata musyrik. Jika demikian hanif di sini bisa juga diartikan
dengan tauhid karena kata hanifan adalah hal dan dalam bahasa hanif
artinya al-mail. Jika condong bukan kepada kesyirikan maka berarti
condongnya kepada ketauhidan.
Dengan demikian ayat pertama tentang hanif tersebut terkait
dengan seruan Muhammad

17

kepada manusia (khususnya orang-orang

Hendra Sakti dkk, Jurnal Studi Ilmu-ilmu al-Quran dan Hadits, Vol-6, no. 1, 2005,
hlm. 72 73.

18

musyrik Mekkah) untuk mengikuti agama Muhammad dengan ketulusan


(hanif) serta meninggalkan perbuatan syirik.
Ayat kedua tentang hanif adalah al-Anam (6:79) dalam
kronologisnya ayat ini, al-Quran mengetengahkan kesimpulan Ibrahim
dalam proses pencariannya akan keberadaan Tuhan. Dan ayat ini lebih
mengetengahkan itibar pada orang kafir Mekkah bahwa Ibrahimpun
menghadapkan mukanya pada Tuhan pencipta
hanif.

Berpaling dari yang batil menuju

:)

langit dan bumi secara


pada agama

yang haq:

dan hanifan di sini dapat

diartikan tauhid karena Ibrahim dinyatakan menghadapkan muka pada


pencipta langit dan bumi dengan hanif (condong).
Dan tentunya condongnya pun kembali pada objeknya (Allah)
terlebih lagi hanif di sini dipertentangkan dengan musyrik. Jadi
kesimpulannya bahwa ayat tersebut ditujukan untuk memberi pengertian
pada orang kafir Mekkah bahwa agama yang dibawa oleh Muhammad
juga merujuk pada kepercayaan Ibrahim.
Hal ini ditegaskan pada ayat ketiga menurut kronologis turunnya
ayat yakni surat al-Anam:161, secara jelas al-Quran menyatakan bahwa
Muhammad

mendapatkan hidayah untuk mengikuti jalan yang lurus

yakni mengikuti millah Ibrahim yang hanif. Disini hanif juga dilawankan
musyrik, yang berarti tauhid.
Dijelaskan pada surat al-anam:162, bahwa melaksanakan agama
dengan hanif itu harus dengan totalitas penyerahan diri kepada Allah,
karena hanya dengan demikian dapat disebut muslim.
Sesungguhnya shalatku, ibadahku (pengabdianku), hidupku dan
matiku hanyalah untuk Allah, tuhan semesta alam, dan yang demikian
itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertamatama menyerahkan diri (muslim).(al-Anam:162)
Jika dalam surat Yunus: 104-106, sikap hanif lebih ditekankan
kepada ketulusan dalam menjalankan agama dengan meninggalkan segala

19

bentuk kesyirikan dan ajakannya masih pada tahapan untuk mengimani


(wa umirtu an akuna min al-muminin dan aku telah diperintah supaya
termasuk orang-orang yang beriman), maka pada surat al-anam 161-163
ada pergeseran makna hanif yakni selain meninggalkan kesyirikan hanif
lebih ditekankan pada totalitas dalam menjalankan agama dengan penuh
istislam (ketundukan).
Ayat selanjutnya menurut kronologis turunnya surat adalah alnahl:120-123. Pada ayat 120 dijelaskan bahwa Ibrahim adalah seorang
pemimpin yang dijadikan teladan karena ia patuh pada Allah dan bersikap
hanif. Pada ayat ini hanif juga dipertentangkan dengan kesyirikan. Jadi
hanif juga bIsa diartikan tauhid karena objeknya adalah Allah yang berarti
hanifan adalah condong kepada Allah dengan tidak musyrik.
Selanjutnya dijelaskan bahwa perilaku hanif juga berupa
kesyukuran atas karunia Tuhan. Sebagaimana Muhammad mendapatkan
hidayah untuk mengikuti jalan yang lurus (sirat al-mustaqim).
Tanda lain dari seorang yang hanif adalah sikap dan cara hidup
yang saleh, yaitu hidup yang harmonis dengan lingkungannya (an-nahl:
122).

Dalam

an-Nahl: 123

juga

dijelaskan

bahwa

Muhammad

mendapatkan wahyu untuk mengikuti millah Ibrahim.


Dan surat terakhir yang secara kronologis tergolong surat
Makkiyah dan mengandung kata hanif adalah ar-Rum: 30. Istilah hanif di
sini diartikan dengan cenderung dan istiqomah kepada agama Allah yang
merupakan sikap yang sesuai dengan fitrah manusia. Dinyatakan pula
bahwa beragama yaitu beragama yang hanif adalah merupakan
kecenderungan manusia.
2. Ayat-ayat Madaniyah
a. QS. al-Baqarah: 135:

20


.


Artinya: Dan mereka berkata: hendaklah kamu menjadi penganut
Yahudi atau Nasrani niscaya kamu mendapatkan petunjuk
Katakanlah: Tidak, kami mengikuti agama Ibrahim yang
lurus (hanif). Bukanlah dia (Ibrahim) dari golongan musyrik.
(al-Baqarah: 135).
b. QS. Ali Imran: 67:




.


Artinya: Ibrahim bukan seorang Yahudi dan bukan (pula) seorang
Nasrani, akan tetapi dia adalah seorang yang lurus lagi
berserah diri (kepada Allah) dan sekali-kali bukanlah dia
termasuk golongan orang-orang musyrik."
c. QS. Ali Imran: 95:

.




Artinya: Katakanlah: "Benarlah (apa yang difirmankan) Allah". Maka
ikutilah agama Ibrahim yang lurus, dan bukanlah dia
termasuk orang-orang yang musyrik.
d. QS. An-Nisa: 125:



.


Artinya: Dan siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang
ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia pun
mengerjakan kebaikan, dan ia mengikuti agama Ibrahim yang

21

lurus? Dan Allah mengambil Ibrahim menjadi kesayanganNya.

e. QS. Al-Hajj: 31:





.

Artinya: dengan ikhlas kepada Allah, tidak mempersekutukan sesuatu
dengan Dia. Barang siapa mempersekutukan sesuatu dengan
Allah, maka adalah ia seolah-olah jatuh dari langit lalu
disambar oleh burung, atau diterbangkan angin ke tempat
yang jauh.
f. QS. Al-Bayyinah: 5:





.

Artinya: Dan mereka tidak disuruh selain untuk mengabdi (hanya)
kepada Allah dengan ikhlas dan patuh kepada-Nya dengan
lurus (hanif) dan supaya menegakkan shalat dan membayar
zakat dan itulah agama yang kuat dasarnya.( Al-Bayyinah:
5)18
Berdasarkan atas susunan kronologis surat Madaniyah riwayat
Ibnu Abbas, maka ayat-ayat hanif yang turun di Madinah dapat diurutkan
sebagai berikut: al-Baqarah (2): 135; Ali Imran (3): 67, 95; al-Nisa (4):
125; al-Bayyinah (98): 5; dan yang terakhir al-Hajj (22): 31.
Pada surat al-Baqarah 135 tersebut, orang-orang Yahudi dan
Nasrani mendakwa kepada Muhammad dan orang-orang mukmin untuk
mengikuti Yahudi atau Nasrani agar mendapatkan hidayah, maka Allah
18

Ibid. hlm. 75 80.

22

mengatakan kepada Muhammad Hai Muhammad katakanlah kepada


orang-orang yang mengatakan kepada kamu dari golongan Yahudi dan
Nasrani, akan tetapi ikutilah kamu sekalian kepada millah Ibrahim yang
mengumpulkan kita semua kepada kesaksian bahwa yang dibawa Ibrahim
itu adalah agama Allah yang telah diridhai-Nya dan telah dipilih-Nya
karena sesungguhnya agama Ibrahim itu adalah al-hanifiyyah al-muslimah
(yang lurus tidak musyrik dan pasrah kepada Allah).
Pada ayat 135 surat al-Baqarah tersebut dinyatakan bahwa Ibrahim
yang hanif bukan termasuk orang musyrik. Hal ini jika dianalogikan
secara terbalik maka sebenarnya al-Quran menyatakan bahwa Yahudi dan
Nasrani telah berlaku melenceng. Dalam konteks ayat tersebut hanif
(lurus) maksudnya adalah pertama, tidak mengikuti agama Yahudi dan
Nasrani dan kedua, tidak berlaku kesyirikan.
Keterangan lebih lanjut mengenai apa yang disebut sebagai hanif
dijelaskan oleh ayat berikutnya (QS. Al-Baqarah: 136):
Katakanlah (hai orang-orang mukmin): Kami beriman kepada
Allah dan apa yang diturunkan kepada kami dan apa yang
diturunkan kepada Ibrahim, Ismail, Ishaq, Yakub dan anak
cucunya dan apa yang diberikan kepada Musa dan Isa serta apa
yang diberikan kepada Nabi -Nabi dari Tuhan mereka kami tidak
membeda-bedakan seorangpun di antara mereka dan kami hanya
tunduk patuh kepada-Nya.
Ayat di atas memberikan perincian lebih lanjut tentang ciri-ciri
seorang hanif itu. Pada ayat sebelumnya diberikan ciri negatifnya yaitu
bukan mengikuti agama Yahudi dan Nasrani saja dan bukan pula para
penyembah berhala. Sedangkan ayat selanjutnya menyajikan keterangan
positif yaitu yang beriman kepada Allah. Sebagaimana yang diturunkan
oleh Allah serta diajarkan oleh Nabi -Nabi lain sejak Ibrahim hingga Musa
dan Isa.
Sebagaimana diketahui, Musa dianggap sebagai pendiri agama
Yahudi sedangkan Isa adalah penumbuh agama Nasrani, dan bagi Islam
kesemuanya adalah orang-orang yang hanif atau muslim.

23

Ayat kedua tentang hanif yang turun di Madinah berdasar susunan


kronologis turunnya surat, menurut Ibnu Abbas adalah ali Imran: 67. Pada
ayat ini dijelaskan tentang kedudukan Ibrahim bahwa ia bukan golongan
Yahudi dan Nasrani akan tetapi ia adalah seorang yang hanif lagi muslim
dan tidak termasuk orang yang musyrik.
Jika merujuk kembali pada ayat yang berkenaan dengan hanif pada
surat al-Baqarah di atas, yang mana al-Quran merujuk pada sejarah
Ibrahim yang membawa risalah tauhid, kaum Yahudi dan Nasrani
nampaknya melakukan klaim bahwa Ibrahim adalah penganut agama
mereka masing-masing.
Dengan adanya klaim tersebut maka al-Quran (QS. Ali Imran: 67)
memberi penjelasan siapakah sebenarnya Ibrahim tersebut. Pada ayat itu
dijelaskan Ibrahim adalah seorang hanif yaitu muslim (yang menyerahkan
diri pada Allah) dan tidak musyrik, dan surat ali Imran: 68 memberi
penjelasan siapa sebenarnya yang paling dekat dengan Ibrahim.



.

Sesungguhnya orang yang paling dekat dengan Ibrahim adalah
orang (yang kini masih menjadi) pengikutnya dan Nabi ini
(Muhammad) serta orang-orang yang percaya (kepada
Muhammad) dan Allah adalah perlindungan orang-orang yang
beriman.
Dalam surat ali Imran 68 tersebut dinyatakan bahwa di masyarakat
Arab sendiri memang masih ada pengikut setia Ibrahim(

)yang

dalam sejarah mereka disebut hunafa.


Pada ayat selanjutnya (ali Imran: 95) al-Quran menyeru orang
Yahudi

untuk

mengakui

kebenaran

firman-firman

Allah

dan

memerintahkan mereka untuk mengikuti millah Ibrahim yang hanif dan di


sini juga hanif yang dipertentangkan dengan musyrik.

24

Ajakan al-Quran kepada orang Yahudi dan Nasrani untuk


mengikuti millah Ibrahim (ali Imran: 95), nampaknya ditegaskan lagi oleh
al-Quran (al-Nisa: 25) dengan mengajak pemeluk agama pada waktu itu
untuk mempelajari kembali ajaran Ibrahim yang murni, yang pada intinya
adalah tauhid.
Pada al-Nisa: 125 ini dijelaskan bahwa sebaik-baik agama adalah
aslama wajhahu lillah (menyerahkan diri tunduk patuh pada Allah),
muhsin (berlaku ihsan) dan mengikuti millah Ibrahim yang lurus.
Di sini kata hanif yang diartikan berpaling dari agama yang batil
dan condong pada agama yang haq juga berarti menyerahkan diri pada
Allah dan berlaku ihsan.
Dan tujuan yang lebih dari seruan kembali kepada tauhid itu
tercantum dalam surat al-bayyinah ayat 5. pada ayat itu hanif tidak
dikaitkan lagi dengan millah Ibrahim tapi dikaitkan dengan din alqayyimah (agama yang kokoh dasarnya) yakni agama yang dibawa oleh
Muhammad .
Pada ayat itu hanif selain bermakna condong kepada Allah, sebagai
suatu kecenderungan yang benar, hanif juga dikaitkan dengan mukhlis
(berlaku ikhlas, tidak mendua/syirik) dalam beragama dan menegakkan
shalat serta membayar zakat.
Ayat terakhir tentang hanif adalah al-Hajj: 31 pada
hunafa (jamak hanif) dibenturkan
adalah

dengan

musyrik

yang

ayat ini
berarti

tauhid. Dalam riwayat al-Azhari dari al-Dhahak bahwasanya

adalah

( berhaji). Sebagaimana diketahui

bahwa haji adalah termasuk rukun Islam yang terakhir. Maka haji
berkaitan erat dengan rukun Islam yang pertama yaitu shahadat (tauhid).19
Istilah hanif ini sering disandingkan dengan istilah muslim, yang
berarti tunduk dan pasrah. Sedangkan kata hanifiyyah (ke-hanif-an) sering
digabungkan dengan kata samhah. Yang berarti toleran atau lapang dada
19

Ibid, hlm. 81 86.

25

sehingga terbentuk ungkapan al-hanifiyyah al-samhah yang berarti


semangat pencarian kebenaran yang lapang.
Istilah hanif sebenarnya sudah dikenal sejak zaman arab pra-Islam,
yaitu sebagai sebutan bagi orang yang berpegang teguh kepada agama
Nabi Ibrahim (pada saat sebagian orang arab menyembah berhala) mereka
berkata nahnu hunafa ala din Ibrahim(kami adalah orang-orang hanif
berpegang teguh kepada agama Ibrahim). Ada dua hal yang mereka
pegang teguh dari agama Nabi Ibrahim, yaitu berkhitan dan berhaji. Oleh
sebab itu istilah hanif ini ditujukan pada orang-orang yang melaksanakan
dua hal itu yakni berkhitan dan berhaji. Dan ketika Islam datang orang
arab-Islam menamakan kaum muslim sebagai orang hanif.20
C. Kajian Munasabah dan Asbabun Nuzul
Di antara ayat yang mempunyai asbabun nuzul adalah Q.S. al-Baqarah
(2:135) dan Q.S. ali-Imran (3:67)
1. Surat al-Baqarah: 135
Di dalam ayat ini tidak terlepas dari ayat sebelumnya al-Baqarah:
130 karena mempunyai runtutan asbabun nuzul dan keduanya saling
bermunasabah satu sama lainnya.
Dalam suatu riwayat dari Ibnu Mardhuawaih dari Amr Ibnu
Maimun yang bersumber dari Umar Ibnu Khattab bahwa Abdullah Ibnu
Salam mengajak dua anak saudaranya Salamah dan Muhajir untuk masuk
Islam dengan berkata kau berdua telah mengetahui, sesungguhnya Allah
Taala berfirman di dalam Taurat, bahwa Ia mengutus dari keturunan
Ismail seorang Nabi bernama Ahmad. Barangsiapa yang telah iman
kepadanya ia telah mendapat petunjuk dan bimbingan.
Dan barang siapa tidak beriman kepada-Nya, akan dilaknat, maka
masuk Islamlah Salamah, akan tetapi Muhajir menolak. Maka turunlah

20

Hasan Muarif Ambary, Suplemen Ensiklopedi Islam, (Jakarta : Ichtiar Baru Van Hoeve,
1996), hlm. 76.

26

ayat (QS al-Baqarah (2): 130) yang menegaskan bahwa hanya orang-orang
bodohlah yang tidak beriman kepada agama Ibrahim.21
Di lain riwayat dari Ibnu Uyainah setelah turun ayat tersebut dalam
surat al-Baqarah ayat 135 dikemukakan bahwa dalam suatu riwayat bahwa
Ibnu Suria berkata kepada Nabi Petunjuk itu tiada lain kecuali apa yang
kami anut, maka turutilah kami hai Muhammad, supaya tuan mendapat
petunjuk.
Kaum nashara berkata seperti itu juga. Maka Allah menurunkan
ayat tersebut di atas (al-Baqarah: 135) yang menegaskan bahwa agama
Ibrahim adalah agama yang bersih dari perubahan yang menimbulkan
syirik.22
2. Surat ali-Imran: 67
Ayat ini berkaitan dengan ayat sebelumnya (ali Imran: 66) dan ayat
sesudahnya (ali Imran 68) sehingga saling bermunasabah antara satu
dengan yang lainnya.
Dalam riwayat Muhammad bin Ishak dari Muhammad bin Abi
Muhammad dari Said bin Jubair dari Ibnu Abbas berkata: bahwa Allah
menurunkan surat ali Imran: 66 sebagai keingkaran terhadap perkataan
orang-orang Yahudi dan Nasrani yang berselisih tentang Nabi Ibrahim.
Mereka berselisih tidak didukung dengan jalan pikiran yang sehat
dan ilmu. Bagaimana bisa Nabi Ibrahim beragama Yahudi, padahal dia
hadir sebelum diturunkannya kitab Taurat kepada Nabi Musa. Dan
bagaimana pula Nabi Ibrahim beragama Nasrani, padahal

dia hadir

sebelum Injil diturunkan kepada Nabi Isa.


Sebagai jawaban yang tegas lagi tentang agama Nabi Ibrahim,
Allah Swt. menurunkan ayat ke-67, bahwa Nabi Ibrahim beragama Islam
dan tidak melakukan kemusyrikan.

21
Qomaruddin Shaleh dan H. AA Dahlan, Asbabun Nuzul (Latar Belakang Historis
Turunnya ayat al-Quran), (Bandung : Diponegoro, 1997), hlm. 45.
22
Ibid.

27

Sebagai penegasan terhadap mereka bahwa orang yang paling


dekat dengan Ibrahim adalah mereka yang mengikuti ajaran Muhammad ,
bukan yang beragama Nasrani maupun Yahudi, maka Allah menurunkan
ayat ke-68, sehingga dengan demikian Rasulullah dapat mengalahkan
argumentasi mereka.23

23

A. Mudjab Mahali, Asbabun Nuzul (Studi Pendalaman al-Quran), (Jakarta : Rajawali


Press, 1989), hlm. 161.

Anda mungkin juga menyukai