Anda di halaman 1dari 6

Emmy Gani, BSc

Kepala SMA Sutomo 1 Medan

SEKOLAH JUMBO GUDANG


JUARA OLIMPIADE SAINS

SIAN Physics Olympiad (APhO) 9th di Ulanbator, Mongolia, yang

ditutup Ahad, 27 April 2008 lalu seakan meneguhkan SMA Sutomo 1 Medan,
yang
lagi-lagi
mampu
melahirkan
jawara
olimpiade.
RudyHandokoTanindutaTimMerahPutihdariRudy Handoko Tanin duta Tim
Merah Putih dari SMA Sutomo Medan berhasil menyumbang emas bersama
Adam Badra Cahaya (SMAN 1 Jember), dan Kevin Winata (SMAK 1 Penabur
Jakarta).
Rudi Handoko bahkan juga pernah menyabet medali emas APhO 2007 dan
medali InternationalPhysicsOlympiad(IPhO) 2007. DiajangInternational
Physics
Olympiad
(Di
ajang
APhO
2008
ini
Indonesiameraih3medaliemas,1perak,1perungguIndonesia meraih 3 medali
emas, 1 perak, 1 perunggu dan 4 honorable mention. Para siswa jempolan itu
berhasil membawa Indonesia di peringkat dua, hanya kalah dari tim China
yang meraup 8 emas. Indonesia mengungguli Taiwan, Vietnam, Thailand dan
Singapore, di enam besar peraih medali.
Kiprah SMA Sutomo 1 Medan dalam olimpiade keilmuan tingkat Asia dan
dunia, dimulai sejak tahun 1990. Ketika itu Kadar Tjokromulia, baru masuk
10 besar seleksi International Mathematics Olympiad (IMO). Setelah itu, muncul
Victor Kurniawan mewakili Indonesia di IMO 1992 di Moskow.
Dari tahun ke tahun, siswa kampiun di ajang olimpiade keilmuan dari SMA
Sutomo 1 semakin panjang. Sebut saja Charles Pandana (International Physics
Olympiad/IPho 1994), Herman Pandana (honorable mention IPhO 1996), Tony
Tan, Teddy Salim, Setiawan, Frederick Petrus (perak IPhO 2001 dan perak APhO
2001), Budiman, David Sugiman (perak International Chemistry Olympiad 2001)
Yenny Budiman, Andika Putra (perunggu IPhO 2004, emas APhO 2005, dan
emas IPhO 2005) dan William (medali perunggu IChO 2006 dan perunggu
IChO 2007).
Andika Putra dan William mendapat penghargaan dari Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono berupa anugerah Satya Lancana Wira Karya pada 2006
lalu, bersama 32 siswa berprestasi di olimpiade internasional dan Profesor
Yohanes Surya sebagai pembimbing.
Tradisi Bukan Semasa

Sejarah sebagai sekolah gudangnya juara olimpiade sains bukan tercapai


dalam satu masa. SMA Sutomo 1 Medan merupakan bagian dari Yayasan
Perguruan Sutomo yang didirikan trio Soo Lean Toii, Oei Moh Toan, dan Hadi
Kusuma (Khoo Peng Huat) pada tanggal 25 Februari 1958.
Sejak awal yayasan berdiri dipusatkan di Jalan Martinus Lubis, Medan. Di
awal pendirian yayasan, pendidikan satu atap yang digagas Soo Lean Toii dkk
baru SD, SMP, dan SMA. Belakangan pada 1964, TK menyusul berdiri. Pada
1978, bangunan gedung untuk TK dan SD bahkan pindah lokasi di Jalan
Jambi, Medan.
Perjalanan sejarah bukan sekadar menambah usia sekolah-sekolah di bawah
Yayasan Perguruan Sutomo. Masyarakat Medan, khususnya masyarakat
keturunan Tionghoa, banyak yang mempercayakan pendidikan anak-anak
mereka pada sekolah-sekolah di bawah naungan Perguruan Sutomo. Tak
heran jika siswa mereka memang luar biasa jumlahnya. Total jumlah siswa
dari TK, SD, SMP, dan SMA, baik di unit Sutomo 1 dan Sutomo 2, mencapai
tak kurang dari 16.000 siswa. Siswa SMA Sutomo 1 saja tahun pelajaran
2007/2008 tak kurang dari 3000 siswa, yang terbagi dalam 56 kelas.
Pembinaan siswa berlabel program Menuju Olimpiade sejatinya bukan
semata mengejar prestise sebagai juara sains. Banyaknya siswa yang menjadi
juara di olimpiade sains merupakan motivasi yang tidak terukur nilainya bagi
sebuah sistem pembinaan.Olimpiade sains suatu sarana untuk
mengoptimalkan tujuan-tujuan pendidikan, kata Emmy Gani.
Pembinaan Berkelanjutan
Program Menuju Olimpiade bukanlah sebuah program dadakan hanya
karena ingin nama sekolah berkibar di dunia pendidikan. Menuju
Olimpiade merupakan program kontinu yang dijamin yayasan dengan
berbagai dukungan fasilitas. Daritahunketahun,Dari tahun ke tahun, sejak
program ini digulirkan, kesinambungan tersebut tetap terjaga. Talenta-talenta
juara sains dibina sejak jenjang SMP.
Calon jagoan sains diseleksi secara ketat dan dievaluasi perkembangannya
dari waktu ke waktu. Mereka dibina oleh guru-guru yang memiliki talenta
yang baik pula. Ketika masuk bangku SMA, setidaknya ada puluhan siswa
yang sudah disiapkan untuk ikut serta dalam seleksi olimpiade sains
tingkat Medan, dan Provinsi Sumatera Utara, tingkat nasional, hingga dunia.
Sistem pembinaan berkelanjutan itu memakai pola berlapis.
Artinya, di tiap tahun pelajaran sudah muncul kader-kader baru untuk
menggantikan senior-seniornya. Tak heran bila tiap tahun selalu saja ada juara
sains dari SMA Sutomo.
Salah satu komponen yang tidak kalah penting dalam menunjang
keberhasilan Program Menuju Olimpiade adalah guru pembimbing.
Menurut Emmy Gani, para gurunya banyak yang memiliki kualifikasi handal.
Sehingga ia berupaya memanfatkan potensi mereka. Ia mengaktifkan

Musyawarah Guru Bidang Studi (MGBS) di lingkungan Perguruan Sutomo.


Para ketua MGBS mendapatkan insentif tambahan dari yayasan.
Tak hanya siswa calon peserta olimpaide sains yang merasakan keunggulan
para guru top. Semua siswa SMA Sutomo 1 Medan terbiasa mengerjakan
soal-soal yang dibuat oleh guru-guru yang tidak mengajar di kelasnya. Soalsoal tersebut merupakan racikan para ketua MGBS dari masukan para guru.
Soal terpadu itu rutin diujikan kepada siswa dalam ulangan harian, maupun
ujian semester.
Roda kompetisi pun berjalan setiap saat, bukan semata akan mengikuti
lomba-lomba. Kerahasiaan soal juga terjaga sehingga persaingan untuk
menjadi yang terbaik benar-benar dilakukan dengan jujur. Jika sampai bocor?
Kami bertindak sangat keras, sampai pada pemecatan terhadap oknumoknum yang tidak bertanggung jawab itu, Emmy menegaskan.
Khusus guru-guru yang terpilih untuk membina Tim Menuju Olimpiade
yayasan juga memberikan insentif khusus setelah mereka menunjukkan
kinerja memuaskan. Besarnya insentif sekitar 40% dari gaji guru tersebut.
Namun bila sang guru tak mampu melahirkan juara sains, insentif khusus itu
bisa saja dicabut. Dengan begitu, kata Emmy, persaingan di kalangan guru
juga berlangsung secara sehat. Iklim berkompetisi ini senantiasa kami jaga
karena kami yakin mampu mengoptimalkan hasil pendidikan, katanya.
Pemberian insentif itu tentu saja butuh anggaran tambahan. Inilah sebagian
dari keseriusan yayasan dalam alokasi anggaran sekolah.
Para siswa juara juga mendapat hadiah khusus, yang besarnya antara Rp 5
juta-Rp 10 juta, tergantung prestasi siswa. Yayasan tidak segan-segan
mengeluarkan anggaran yang besar sekali asalkan dana tersebut dapat
dipertanggungjawabkan dengan sesungguhnya, kata Emmy menjelaskan.
Kesannya memang glamor jika melihat rangsangan hadiah uang kepada
para siswa dan guru berprestasi. Namun, menurut Emmy, yayasan perguruan
sutomo bukanlah lembaga pendidikan yang mementingkan profit.
Komersialisasi sekolah tidak pernah dilakukan yayasan, katanya.
Untuk ukuran sekolah jumbo yang top prestasinya di Medan, uang
sumbangan pembangunan dan SPP siswa memang relatif kecil jika dibanding
sekolah-sekolah wah di kota besar. Uang sumbangan pembangunan pada
awal tahun pelajaran, hanya diminta kepada orangtua siswa sekali saja.
Besarnya cuma Rp 1 juta. Jika siswa masuk seleksi penerimaan siswa Sutomo
sejak SD, ya cuma Rp 1 juta itulah yang dibayarkan. Ketika tahun pelajaran
baru di SMP dan SMA, ia tak lagi dipungut uang pembangunan.
Besarnya uang SPP SMA Sutomo 1 cuma Rp 250.000/bulan. Jumlah ini
tentu saja relatif kecil jika dibanding sekolah-sekolah swasta berlabel
nasional plus atau sekolah internasional. Sebagian besar di atas Rp 1 juta.
Bahkan ada yang SPP tiap siswa hingga Rp 4 juta/bulan. Uang sekolah kami

tergolong rendah. Tapi honor guru di sekolah ini adalah salah satu yang
terbaik di Medan, Emmy menambahkan.
Keberhasilan Program Menuju Olimpiade juga tak lepas dari dukungan
orangtua siswa. Di lingkungan SMA Sutomo 1 Medan sudah biasa
menyelenggarakan rapat dengan para orangtua siswa untuk mengetahui
Laporan Bulanan sekolah. Banyak orangtua yang menyempatkan diri untuk
berkunjung memenuhi panggilan wali kelas untuk mengetahui
perkembangan hasil belajar sang anak, katanya.
Respons orangtua yang positif ini banyak membantu sekolah dalam
Program Menuju Olimpiade. Mereka secara perseorangan ada juga yang per
kelompok memberikan les tambahan bagi anak-anak mereka. Sekolah
sebenarnya sudah menyediakan les-les tambahan di sekolah.
Pada tahap seleksi olimpiade, baik di tingkat kota hingga internasional,
para orangtua dengan kemampuan masing-masing, secara swadana
membantu kelancaran transportasi dan akomodasi anaknya.
Atmosfir pembelajaran yang mendorong siswa menjadi yang terbaik ini
melahirkan budaya sekolah. Sehingga muncul dorongan bagi anak didik
untuk bisa sukses dalam mengikuti pelajaran maupun olimpiade keilmuan.
Sekolah berupaya menciptakan lingkungan belajar yang ideal, sementara
siswa terdorong dengan sendirinya untuk bersikap kompetitif.
Sistem Pembelajaran dan Pembinaan
Faktor lain yang turut andil menciptakan iklim akademis adalah pengadaan
sarana dan prasarana belajar yang baik. Siswa SMA Sutomo 1 Medan boleh
dibilang beruntung belajar di sekolah yang tergolong modern. Laboratorium
komputer saja ada 12 buah, sedang laboratorium bahasa Inggris yang dimiliki
sekolah ada 14 ruangan. Selain itu juga didukung laboratorium biologi, kimia
dan fisika yang memadai.
Untuk semua bidang studi sains, pembelajaran di sana sudah biasa
disampaikan guru dengan bantuan perangkat multimedia yang canggih.
Materi pelajaran disampaikan guru melalui infocus. Tahun ini direncanakan
semua kelas dilengkapi perangkat infocus sehingga guru mengajar cukup
melalui laptopnya. Sebagian guru sudah memiliki laptop yang diperoleh dari
bantuan sekolah dengan cara mencicil tanpa bunga.
Pemanfaatan media pembelajaran yang tepat memudahkan penyajian para
guru juga memudahkan pemahaman siswa. Dengan begitu intensitas,
efektivitas, dan efisiensi pembelajaran mendorong guru membuat pengayaan
materi pembelajaran. Sehingga guru terpacu untuk memperkaya matari
pembelajaran berbasis teknologi informasi dan komunikasi (ICT).
Iklim akademis di sekolah juga membuat siswa-siswa SMA Sutomo sejak
awal mereka bersekolah di sana tertanam sikap menghargai prestasi belajar.
Tidak ada cara lain dalam meningkatkan prestasi dirinya, selain belajar

dengan bersungguh-sungguh. Jika ada siswa yang menempuh jalan pintas


untuk meraih prestasi, sekolah tak segan memberi sanksi berat.
Disiplin memang ditegakkan di sana. Salah satu contohnya soal
keterlambatan siswa memasuki ruang belajar, bisa mengundang sanksi keras.
Bahkan sampai pada pengurangan nilai afektif siswa. Ini cukup ampuh
untuk meningkatkan disiplin siswa, kata Emmy. Melalui cara-cara seperti itu
terbentuklah karakter siswa yang tahan uji dan memiliki daya juang tinggi.
Sebaliknya bagi siswa berprestasi, siswa merasa mendapat apresiasi yang
layak. Selain penghargaan khusus, sekolah juga memberikan beasiswa
pendidikan.
Siswa tak melulu hanya patuh pada aturan sekolah. Sebab sekolah tak lupa
memberdayakan siswa melalui berbagai kegiatan organisasi siswa
intrasekolah (OSIS). Pengurus OSIS mendapat kepercayaan penuh untuk
mengelola semua kegiatan kesiswaan di bawah asuhan para guru
pembimbing. Kepercayaan penuh itu mendorong siswa berusaha untuk
mengaktualisasikan diri dalam bidang organisasi, sosial, dan keilmuan.
Dengan sendirinya, siswa belajar berorganisasi tanpa banyak campur
tangan sekolah. Sehingga siswa mampu menggalang persatuan dan kesatuan
siswa dalam melaksanakan kegiatan kesiswaan. Mengenai kegiatan
kesiswaan ini, SMA Sutomo 1 Medan adalah salah sekolah yang sangat
dikenal kreatif dalam mengusung berbagai kegiatan kesiswaan. Kegiatan
pentas seni alias pensi, misalnya, tak ubahnya pertunjukan komersial.
Di bidang sosial, siswa mendapat kepercayaan untuk mengorganisasi
kegiatan-kegiatan yang sifatnya membantu masyarakat. Secara rutin siswa
membuat kegiatan sosial dalam bentuk penggalangan dana dan bantuan yang
disumbangkan kepada masyarakat yang membutuhkan.
Siswa juga dilibatkan dalam pelaksanaan penerimaan siswa baru (PSB).
Sekolah menerima masukan proposal sistem PSB yang lebih kreatif. Mereka
yang mengusulkan diminta mempresentasikan di depan dewan guru.
Sehingga PSB selama ini bukan semata produk sekolah dan yayasan,
melainkan juag masukan dari siswa.
Kekompakan siswa juga terbentuk dalam kelompok-kelompok belajar.
Meski siswa dipacu berkompetisi di sains, sekolah memberikan kebebasan
kepada siswa untuk memilih pengembangan diri mereka di bidang ilmu yang
diminati. Setiap kelompok belajar rutin berdiskusi untuk memecahkan suatu
permasalahan. Semua kelompok belajar mendapat arahan dari guru
pembimbing.
Dalam iklim persaingan ketat itu tentu saja ada yang rontok, atau kurang
mampu mengikuti laju prestasi siswa lain. Tinggal kelas di SMA Sutomo 1
Medan bukanlah sesuatu pemandangan yang luar biasa, melainkan sudah
menjadi pemandangan yang biasa, kata Emmy.

Artinya, sekolah memang tidak bisa mengatrol nilai siswa yang rendah.
Sekolah berusaha konsisten menjalankan kurikulum betapa buruk pun
hasilnya. Sehingga sekolah tidak pernah menganulir hasil pencapaian siswa,
apalagi merekayasa nilai. Sehingga tak jarang sekolah harus merelakan
puluhan bahkan kadang-kadang lebih dari seratus siswa mengulang karena
tidak naik kelas. Jumlah siswa tak naik kelas, agak banyak di kelas X.
Biasanya siswa kelas XI jauh lebih siap untuk naik ke kelas XII.
Sistem evaluasi sekolah, menurut Emmy, mengacu pada sistem evaluasi
dengan tingkat objektivitas yang tinggi. Usai ujian atau ulangan selesai, siswa
dapat mengevaluasi diri sendiri karena hasil penilaian diterima masingmasing siswa. Mereka bisa mengetahui soal nomor berapa yang mereka jawab
benar atau soal nomor berapa yang mereka jawab salah. Seandainya mereka
sudah tahu berapa nilai yang berhak mereka peroleh maka tidak ada peluang
sedikit pun pada diri siswa untuk mendapatkan nilai tambahan.
Emmy pun yakin untuk bisa mewujudkan ambisinya untuk menjadikan
SMA Sutomo 1 sebagai sekolah modern yang menjadi pionir dalam dunia
pendidikan di Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai