Anda di halaman 1dari 5

Pemecahan Paradoks Pendidikan Indonesia

Pendidikan Indonesia memiliki sebuah paradoks. Dalam waktu yang bersamaan,


pendidikan negara ini berada dalam keadaan yang baik sekaligus buruk. Baiknya kondisi
pendidikan Indonesia dibuktikan oleh pencapaian pelajarnya yang luar biasa. Hampir setiap
tahun pelajar-pelajar Indonesia meraih prestasi membanggakan di kompetisi akademik
internasional. Namun di lain sisi, pendidikan Indonesia mengalami kondisi yang
menyedihkan. Dalam jangka waktu yang tak begitu lama, terjadi beberapa kasus yang
mengindikasikan betapa mirisnya keadaan pendidikan Indonesia.

Kualitas pendidikan Indonesia secara akademik berada pada tingkat yang patut
diapresiasi. Beberapa tahun belakangan pelajar-pelajar negara ini telah konsisten meraih
medali dalam berbagai kompetisi akademik internasional. Pada tahun 2016, mereka meraih
tujuh penghargaan yang terdiri dari satu medali emas, satu medali perak, empat medali
perunggu dan satu penghargaan khusus di ajang International Conference of Young Scientists
di Rumania. Setahun kemudian, lima pelajar Indonesia juga mendapat dua medali emas dan
tiga medali perak di International Physics Olympiad di Yogyakarta. Tak hanya itu, pada
tahun 2018, tepatnya di International Chemistry Olympiad yang ke 50 di Republik Ceko,
Indonesia juga membawa pulang satu medali emas, satu medali perak dan dua medali
perunggu. Prestasi yang telah diraih oleh pelajar-pelajar Indonesia tersebut menunjukkan
bahwa pendidikan Indonesia mempunyai kualitas akademik yang baik. Hal ini tak hanya
disebabkan oleh konsistensi pelajar Indonesia dalam meraih prestasi tersebut, tapi juga karena
beragamnya kompetisi yang dimenangkan.

Pencapaian akademik pelajar Indonesia memang membanggakan, namun pendidikan


tidak hanya tentang intelektualitas semata. Menurut Undang-Undang No. 20 tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional, “Pendidikan nasional adalah usaha sadar dan terencana
untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian
diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta pengetahuan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa, dan negara.” Dari definisi pendidikan nasional versi Undang-undang
dapat disimpulkan bahwa pendidikan harus membuat peserta didik mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki tak hanya kecerdasan, tapi banyak nilai positif lainnya.

Potret pendidikan Indonesia saat ini belum sesuai dengan apa yang tertuang dalam
Undang-undang. Alih-alih memunculkan pelajar yang mengembangkan potensi sehingga
memiliki pengendalian diri, banyak pelajar Indonesia malah terlibat dalam kasus kekerasan.
Mereka melakukan penganiayaan, bahkan ada yang sampai menghilangkan nyawa seseorang.
Sepertihalnya tiga kasus yang terjadi belakangan ini. Kasus pertama adalah penganiayaan
yang dilakukan sejumlah taruna Akademi Transportasi dan Keselamatan Penerbangan
terhadap seorang juniornya hingga tewas. Penganiayaan tersebut terbongkar setelah
ditemukan beberapa luka pada bagian dada dan kepala korban. Selang tak berapa lama, lima
siswa Sekolah Menengah Pertama juga melakukan penganiayaan terhadap seorang petugas
kebersihan sekolah. Penganiayaan ini mengakibatkan luka dibagian kiri kepala korban. Kasus
ketiga adalah penganiayaan yang dilakukan 17 santri terhadap satu teman sesama santrinya di
sebuah pondok pesantren kota Padang Panjang. Korban dilarikan di RSUP M. Djamil kota
Padang dan meninggal dunia setelah delapan hari dirawat. Kejadian-kejadian tersebut
sungguh tragis dan sayangnya dilakukan oleh pelajar. Mereka yang seharusnya memiliki
kekuatan spiritualitas keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, akhlak mulia dan
kecerdasan malah menunjukkan hal sebaliknya.

Kekerasan atau tindakan yang bertentangan dengan Pancasila lainnya seharusnya tak
terjadi dimanapun, terutama di sekolah. Tindakan tersebut dapat menimbulkan perpecahan
dan menghalangi upaya pencapaian segala cita-cita bangsa. Dan jika tindakan ini dilakukan
oleh siswa atau pelajar maka akan berdampak negatif bagi bangsa ini karena mereka akan
menjadi pemimpin di masa depan. Untuk menuntaskan masalah tersebut, pendidikan
Indonesia mesti memaksimalkan penerapan pendidikan karakter ala Ki Hadjar Dewantara.
Surjomihardjo (1979) dalam Ki Hadjar Dewantara: Pemikiran dan Perjuangannya
menyatakan bahwa pendidikan tersebut berazaskan kemerdekaan setiap individu dalam
mengatur diri sendiri sehingga dapat merasa, berfikir, dan bekerja secara merdeka dalam
tertib bersama (36). Hal ini bermaksud bahwa metode ini tetap mengarahkan peserta didik
kepada kebersamaan walaupun membebaskan mereka menentukan hal apapun dalam
hidupnya. Jika metode ini diterapkan secara maksimal maka kekerasan atau hal negatif
apapun akan terhapuskan karena berfokus pada pelenyapan perselisihan.

Kekuatan pendidikan karakter juga terlihat dari kehadirannya sebagai sistem yang
lengkap. Pendidikan katrakter tak hanya mengadakan pembelajaran yang memberi perhatian
pada sisi intelektualitas saja, namun juga sisi emosi siswa. Susanto (2015) menyatakan bahwa
pendidikan harus mencerdaskan secara intelektual, emosional dan spiritual karena akan
menciptakan anak didik yang bermental sempurna dan berkepribadian. Hal ini dapat
disimpulkan bahwa pencerdasan sisi intelektualitas, emosi, dan spiritualitas merupakan
sebuah kekharusan. Jika yang dicerdaskan hanya salah satu di antara ketiga kecerdasan
teresebut maka siswa yang dididik tidak akan bermental sempurna.

Pendidikan karakter ala Ki Hadjar Dewantara sangat cocok dan diperlukan oleh dunia
pendidikan Indonesia. Karena metode pendidikan ini berazaskan kemerdekaan peserta didik
yang tunduk pada ketertiban, metode tersebut akan mengatasi persoalan besar yang ada
dalam pendidikan negeri ini. Selain itu, pendidikan karakter juga akan mengasah segala
bentuk kecerdasan yang ada pada siswa. Jadi, memaksimalkan pendidikan karakter ala Ki
Hadjar Dewantara dapat menyempurnakan pendidikan Indonesia. Metode pendidikan ini bisa
dikatakan sederhana, namun dampaknya akan sangat terasa.
Daftar Pustaka

Putri, T. A. 2016. Indonesian Students Won Medals in ICYS 2016 in Romania

(https://en.tempo.co/read/764999/indonesian-students-won-medals-in-icys-2016-in-
romania, diakses: 10 Maret 2109)

Indonesian students win gold, silver medals in International Physics Olympiad. 2017.

(https://www.google.com/amp/s/www.thejakartapost.com/amp/youth/2017/07/25/indonesian-
students-win-gold-silver-medals-in-international-physics-olympiad.html, diakses: 13 Maret
3019)

Siswa Indonesia Kembali Ukir Prestasi Internasional Bidang Kimia dan Fisika. 2018.

(https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2018/07/siswa-indonesia-kembali-ukir-
prestasi-internasional-bidang-kimia-dan-fisika, diakses: 13 Maret 2019)

Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Pendidikan Nasional

Hariyadi, D. 2019. Taruna ATKP Makassar Diduga Tewas Dianiaya Senior.

(https://www.google.com/amp/s/nasional.tempo.co/amp/1172527/taruna-atkp-
makassar-diduga-tewas-dianiaya-senior, diakses: 14 Maret 2019)

Ramadan, S. 2019. Petugas Kebersihan SMPN 2 Galesong Dikeroyok Siswa.


(https://www.google.com/amp/s/m.jawapos.com/jpg-today/11/02/2019/petugas-kebersihan-
smpn-2-galesong-dikeroyok-siswa/amp/, diakses: 15 Maret 2019)

Kronologi Santri Tewas Dikeroyok 19 Rekan di Padang Panjang. 2019.

(https://m.cnnindonesia.com/nasional/20190219182759-12-370816/kronologi-
santri-tewas-dikeroyok-19-rekan-di-padang-panjang, diakses: 16 Maret 2019)

Wiryopranoto, S, dkk. 2017. Ki Hadjar Dewantara: Pemikiran dan Perjuangannya. Jakarta,

Museum Kebangkitan Nasional, Kemendikbud.

Susanto, R. 2015. Ki Hadjar Dewantara: Tokoh Avant Garde Kebangkitan Nasionalisme


Pendidikan di Indonesia (http://lpmpendapa.com/2015/09/22/ki-hadjar-dewantara-
tokoh-avant-garde-kebangkitan-nasionalisme-pendidikan-di-indonesia/, diakses: 20 Maret
2019)

Anda mungkin juga menyukai