Anda di halaman 1dari 4

HARDIKNAS: SEREMONIAL MENGOKOHKAN PENDIDIKAN SEKULER DAN LIBERAL

(Ulfa Ummu Zahwa)

Setiap tanggal 2 Mei pemerintah Republik Indonesia memperingati Hari Pendidikan Nasional
(Hardiknas). Peringatan ini merujuk pada hari lahir tokoh nasional Soewardi Soerjaningrat alias Ki
Hadjar Dewantara, pendiri perguruan Taman Siswa. Soewardi merupakan anak dari Paku Alam IV
yang dilahirkan di Yogyakarta, 2 Mei 1889. Garis keturunannya berasal dari elit keraton yang
memegang teguh ajaran kebatinan Jawa.

Perguruan Taman Siswa yang digagas dan dikelola oleh Ki Hadjar Dewantara didirikan di Yogyakarta
pada 3 Juli 1922. Taman Siswa adalah lembaga pendidikan bercorak kebangsaan, kebatinan, dan
mengadopsi nilai-nilai barat yang pertama di Indonesia dan didirikan oleh warga pribumi.

Ketika mendirikan Taman Siswa, Ki Hadjar Dewantara banyak terpengaruh pemikiran Rabindranath
Tagore (ahli pendidikan dan ilmu jiwa dari India yang menjadi rujukan anggota Theosofi), Maria
Montessori (ahli pendidikan dari Italia), dan Rudolf Steiner (pendiri Antrophosophy Society). Melihat
dari tokoh-tokoh yang menjadi rujukan Ki Hadjar dalam mendirikan Taman Siswa, jelaslah bahwa
lembaga yang didirikannya bercorak barat dan mengusung asas humanisme.

Rabindranath Tagore adalah tokoh yang tulisan-tulisannya banyak tersebar di media massa milik
kelompok Theosofi. Tagore memiliki konsep pendidikan ”bebas” dan ”merdeka”, yaitu bahwa
pendidikan adalah semata-mata dijadikan alat dan syarat untuk memperkokoh hidup kemanusiaan
sedalam-dalamnya. Konsep ”bebas” dari Tagore adalah bebas dari ikatan apapun, sedangkan konsep
”merdeka” adalah bebas mewujudkan ciptaan berupa apapun dan hanya boleh terikat oleh kodrat
alam dan zaman.

Sedangkan Maria Montessori mempunyai konsep pendidikan dengan mementingkan hidup jasmani
peserta didik dan mengarahkan mereka pada kecerdasan budi. Dasar utama pendidikan, menurut
Montessori, adalah kebebasan dan spontanitas untuk mendapatkan kemerdekaan yang seluas-
luasnya. Asas kemanusiaan, jelas sangat kental dalam konsep Tagore dan Montessori yang dijadikan
rujukan oleh Ki Hadjar Dewantara.

Jika kita jujur melihat sejarah, jauh sebelum Ki Hajar Dewantoro mendirikan taman siswa,
persyarikatan Muhammadiyah lebih dulu lahir dan berkiprah didunia pendidikan. Persyarikatan
Muhammadiyah berdiri pada 1912, sementara Taman Siswa berdiri sepuluh tahun kemudian, pada
1922. Bahkan hingga saat ini Muhammadiyah masih berperan penting dalam lembaga pendidikan
dan tersebar hampir di seluruh pelosok Nusantara, sementara Taman Siswa sudah meredup dan
nyaris tak terdengar kiprahnya. Tinta sejarah memang ditentukan oleh mereka yang berkuasa.
Termasuk tentang siapa yang dianggap berperan dan pantas dijadikan acuan dalam pendidikan
nasional.

Dan kita saksikan Ki Hajar Dewantoro-lah yang lebih dipilih untuk diagungkan dalam sejarah
pendidikan indonesia, karena pemikirannya sejalan dengan asas berdirinya republik ini yang sejak
awal berusaha menjauhkan islam dari kehidupan.

Bahkan Mendikbudristek, Nadim Makarim pun, mengadopsi konsep “bebas” dan “merdeka” Ki Hajar
Dewantoro dalam program merdeka belajar. Hingga 2023 ini sudah 24 program merdeka belajar
diluncurkan. Oleh karenanya tema besar peringatan hardiknas tahun ini yaitu "bergerak bersama
semarakkan merdeka belajar".
Telaah Program merdeka belajar

Menurut Nadiem, Kebijakan Merdeka Belajar merupakan langkah untuk mentransformasi


pendidikan demi terwujudnya Sumber Daya Manusia (SDM) Unggul Indonesia yang memiliki Profil
Pelajar Pancasila.

Sampai saat ini sudah 24 program merdekabelajar diluncurkan antara lain:

Episode 1 - Empat Pokok Kebijakan Merdeka Belajar meliputi mengganti UN (Ujian Nasional)
menjadi AN (Assessment Nasional), Menghapus USBN (Ujian Sekolah Berstandar Nasional),
Penyederhanaan RPP, PPDB berbasis Zonasi.
Episode 2 - Kampus Merdeka
Episode 3 - Perubahan Mekanisme Dana BOS
Episode 4 - Program Organisasi Penggerak
Episode 5 - Guru Penggerak
Episode 6 - Transformasi Dana Pemerintah untuk Pendidikan Tinggi
Episode 7 - Program Sekolah Penggerak
Episode 8 -SMK Pusat Keunggulan
Episode 9 - KIP Kuliah Merdeka
Episode 10 - Perluasan Program Beasiswa LPDP
Episode 11 - Kampus Merdeka Vokasi
Episode 12 - Sekolah Aman Berbelanja dengan SIPLah (Sistem Informasi Pengadaan Sekolah)
Episode 13 : Merdeka Berbudaya Dengan Kanal Indonesiana
Episode 14 : Kampus Merdeka dari Kekerasan Seksual
Episode 15:Kurikulum Merdeka dan Platform Merdeka Mengajar
Episode 16 : Akselerasi dan Peningkatan Pendanaan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan
Pendidikan Kesetaraan
Episode 17 : Revitalisasi Bahasa Daerah
Episode 18 : Merdeka Berbudaya dengan Dana Indonesiana
Episode 19 : Rapor Pendidikan Indonesia
Episode 20 : Praktisi Mengajar
Episode 21 : Dana Abadi Perguruan Tinggi
Episode 22: Transformasi Seleksi Masuk Perguruan Tinggi Negeri
Episode 23 : Buku Bacaan Bermutu Untuk Literasi Indonesia
Episode 24: Transisi PAUD ke SD yang Menyenangkan

Sekilas program merdeka belajar yg digagas Nadiem telah menyentuh banyak aspek dan kebijakan.
Bahkan dalam pidato peringatan hardiknas 2 mei kemarin, dia merasa bangga dengan hasil
kinerjanya. Menurutnya, “Selama tiga tahun terakhir, perubahan besar terjadi dari ujung barat
sampai ujung timur Indonesia. Sebanyak 24 episode Merdeka Belajar yang telah diluncurkan
membawa kita semakin dekat dengan cita-cita luhur Ki Hadjar Dewantara, yaitu pendidikan yang
menuntun bakat, minat, dan potensi peserta didik agar mampu mencapai keselamatan dan
kebahagiaan yang setinggi-tingginya sebagai seorang manusia dan sebagai anggota masyarakat.

“Anak-anak kita sekarang bisa belajar dengan lebih tenang karena aktivitas pembelajaran mereka
dinilai secara lebih holistik oleh gurunya sendiri. Para kepala sekolah dan kepala daerah yang dulu
kesulitan memonitor kualitas pendidikannya sekarang dapat menggunakan data Asesmen Nasional
di Platform Rapor Pendidikan untuk melakukan perbaikan kualitas layanan pendidikan.
Para guru sekarang berlomba-lomba untuk berbagi dan berkarya dengan hadirnya Platform
Merdeka Belajar. Selain itu, guru-guru yang dulu diikat berbagai peraturan yang kaku sekarang
lebih bebas berinovasi di kelas dengan hadirnya Kurikulum Merdeka.

Pada jenjang perguruan tinggi, adik-adik mahasiswa yang dulu hanya belajar teori di dalam kelas
sekarang bisa melanglang buana mencari pengetahuan dan pengalaman di luar kampus dengan
hadirnya program-program Kampus Merdeka.

Dari segi pendanaan, pencarian langsung Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan Bantuan
Operasional Pendidikan (BOP) dan pemanfaatannya yang lebih fleksibel telah memberikan
keleluasaan bagi sekolah untuk meningkatkan kualitas belajar.”

Padahal fakta menunjukkan generasi saat ini makin jauh dari adab dan akhlak yg mulia, penilaian
dalam platform rapor pendidikan hanya kamuflase capaian hasil belajar yang tidak menunjukkan
realitas, karena terlalu riskan jika harus mempertontonkan ketidakberhasilan daerah dalam
menyelenggarakan Pendidikan.

Dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) yg dulu bisa didapat tiap sekolah berapapun jumlah
muridnya kini terancam tak bisa didapat sekolah jika jumlah siswanya kurang dari 60 orang. Tentu
Kebijakan kemendikbudristek ini ditentang banyak pihak karena dianggap diskriminaif dan dapat
merugikan sekolah swasta, atau sekolah di daerah pedalaman.

Kampus merdeka dengan program vakasinya hanya mengkerdilkan potensi mahasiswa sekedar
memasok tenaga buruh bagi kepentingan kapitalis. Jadi bukan lagi lulusan SMK yg diproyeksikan
menjadi buruh, mahasiswa pun diarahkan kesana lewat program kampus merdeka vakasi.

Kebijakan tentang penghapusan kekerasan seksusal di kampus yang tertuang dalam


Permendikbudristek No.30 Tahun 2021 justru makin membuka lebar praktek perzinahan. Adanya
frasa “tanpa persetujuan korban” dalam beberapa pasal menunjukkan bahwa jika perbuatan itu
disetujui oleh korban maka bukan termasuk tindak kekersan seksual yang bisa dipidanakan. Tentu
pemilihan frasa “Tanpa persetujuan korban” ini sangat berpotensi melegalkan dan memfasilitasi
perbuatan zina dan perilaku penyimpangan LGBT di kampus.

Sungguh program merdeka belajar makin mengokohkan liberalisme dan sekulerisme di negeri ini.
Yang ujungnya malah memperburuk kondisi generasi.

Solusi Islam Mewujudkan Pendidikan Terbaik

Tujuan membentuk peserta didik yang beriman dan bertakwa dan berakhlak mulia memang
disebutkan di dalam UU Sisdiknas. Namun kalimat itu hanya semacam pemanis, sebab rincian sistem
dan prakteknya justru jauh dari nilai-nilai keimanan dan ketakwaan. Bagaimana akan mewujudkan
peserta didik yang beriman dan bertakwa, sementara pelajaran agama sangat sedikit dan itupun
diajarkan sekadar sebagai ilmu yang jauh dari amaliyah praktis. Bagaimana membentuk manusia
berkarakter dan berakhlak mulia, sementara ketentuan halal-haram dan masalah akhlak justru tidak
mendapat perhatian.
Tujuan membentuk anak didik yang beriman, bertakwa, berakhlak mulia, memiliki karakter,
menguasai sains teknologi dan berbagai keterampilan yang diperlukan dalam kehidupan hanya bisa
diwujudkan melalui sistem pendidikan Islam. Sistem pendidikan Islam memang bertujuan untuk
mewujudkan hal itu. Tujuan itu akan diejawantahkan dalam semua rincian sistem pendidikan.
Sistem pendidikan Islam menjadikan akidah Islamiyah sebagai dasarnya. Karena itu keimanan dan
ketakwaan juga akhlak mulia akan menjadi fokus yang ditanamkan pada anak didik. Halal haram
akan ditanamkan menjadi standar. Dengan begitu anak didik dan masyarakat nantinya akan selalu
mengaitkan peristiwa dalam kehidupan mereka dengan keimanan dan ketakwaannya.
Dengan semua itu, Pendidikan Islam akan melahirkan pribadi muslim yang taat kepada Allah;
mengerjakan perintahNya dan meninggalkan laranganNya. Ajaran Islam akan menjadi bukan
sekedar hafalan tetapi dipelajari untuk diterapkan, dijadikan standar dan solusi dalam mengatasi
seluruh persoalan kehidupan.

Ketika hal itu disandingkan dengan materi sains, teknologi dan keterampilan, maka hasilnya adalah
manusia-manusia berkepribadian Islam sekaligus pintar dan terampil. Kepintaran dan keterampilan
yang dimiliki itu akan berkontribusi positif bagi perbaikan kondisi dan kemajuan peradaban Umat
manusia. Sehingga umat islam akan menjadi Umat terbaik yang akan memimpin peradaban dunia,
sebagaimana firman Allah SWT (QS. Ali Imron : 110)
“Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh
(berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah.”

Untuk mewujudkan semua itu, Islam menetapkan bahwa negara wajib menyediakan pendidikan
yang baik dan berkualitas secara gratis untuk seluruh rakyatnya. Daulah Islamiyah wajib menyiapkan
sarana dan prasarana pendidikan. Membangun gedung-gedung sekolah dan kampus, menyiapkan
buku-buku pelajaran, laboratorium untuk keperluan pendidikan dan riset, serta memberikan
tunjangan penghidupan yang layak baik bagi para pengajar maupun kepada para pelajar. Dengan
dukungan sistem Islam lainnya khususnya Sistem Ekonomi Islam maka hal itu akan sangat mudah
direalisasikan.

Referensi :

1. http://www.eramuslim.com/berita/tahukah-anda/acuan-hardiknas-ki-hadjar-dewantara-atau-kh-achmad-dahlan.htm
a. Abdurrachman Surjomihardjo, Ki Hadjar Dewantara dan Taman Siswa dalam Sejarah Indonesia Modern, Jakarta:Sinar
Harapan, 1986
b. Kenji Tsuchiya, Democracy and Leadership: The Rise of The Taman Siswa Movement in Indonesia, University of
Honolulu Press, 1987
c. Taman Siswa dan Sila Ketuhanan, Madjelis Luhur Persatuan Taman Siswa: Yogyakarta, 1972
d. Hamka, Perkembangan Kebatinan di Indonesia, Jakarta:Penerbit Bulan Bintang, 1974. Cet.Kedua
e. K.H.A Dahlan Amal dan Perdjoangannja,Djakarta:Depot Pengadjaran Mohammadijah,1968

2. Naskah Pidato Hardiknas 2023 Mendikbudristek

3. Media Umat Edisi 16/04/2019

Anda mungkin juga menyukai