Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

Dermatitis herpetiformis (DH) atau disebut juga Duhring Disease merupakan


penyakit kulit yang bersifat kronis, kambuhan, disertai rasa yang sangat gatal dengan lesi
bergerombol, lesi yang simetris pada permukaaan ekstensor, kepala, area belakang leher dan
bokong.1,2
Dermatitis herpetiformis berhubungan dengan deposit antibodi igA sepanjang dermal
epidermal junction dan berhubungan dengan celiac disease. Penyakit ini pertama kali
ditemukan oleh Louis Duhring (1884). Beliau mendeskripsikan bahwa D.H adalah penyakit
kronik yang ditandai dengan gatal yang sering dan lesi kulit yang pleomorpik.3
Pada DH gejala gastrointesinal jarang terjadi. Namun, sekitar 80% dari pasien dengan
dermatitis herpetiformis memiliki atrofi vili dan sisanya menunjukkan inflamasi perubahan
dalam mukosa usus kecil.4

BAB II
KASUS
IDENTITAS
Nama

: Ny. E S

Umur

: 35 tahun

Jenis Kelamin

: Perempuan

Alamat

: Cilincing

Pekerjaan

: Ibu Rumah tangga

Pendidikan

: SLTA

Agama

: Islam

Tanggal Pemeriksaan

: 29 September 2014

ANAMNESIS
Autoanamnesa
Tanggal 29 September 2014
Keluhan Utama
Bentol dan kemerahan kulit pada seluruh tubuh sejak 4 hari SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang
Kemerahan timbul sejak 4 hari SMRS, kemerahan timbul pada seluruh tubuh. Menurut
pasien, keluhan timbul setelah makan ikan kakap. Setelah timbul kemerahan , timbul
gelembung dengan berukuran kecil, terasa panas dan gatal. Gelembung ini timbul hampir
diseluruh tubuh , kecuali ada bagian wajah.
Sudah berobat dan minum obat namun belum ada perubahan dan perbaikan. Panas badan
disangkal, terkelupasnya kulit disangkal.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien belum pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya. Pasien memiliki
alergi terhadap makanan laut sejak pasien SMA, namun tidak pernah timbul seperti ini.
Riwayat penyakit sistemik atau penyakit kulit lainnya disangkal. Riwayat asma disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit serupa disangkal. Riwayat asma . Alergi , rhinitis disangkal.

Riwayat Pengobatan
Pasien sudah berobat ke poliklinik umum dan meminum obat,namun keluhan dirasa
tidak membaik dan tidak ada perubahan.

PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum

: Tampak sakit sedang

Kesadaran

: Compos mentis

Tanda-tanda vital

Tekanan darah

: 110/70 mmHg

Laju nadi

: 80 x/menit

Laju pernafasan

: 21 x/menit

Suhu

: Afebris

Diagnosa Kerja
Dermatitis Hepertiformis
Diagnosa Banding

PENATALAKSANAAN
Tujuan :
1. Menghilangkan bercak kemerahan
2. Menjaga Kosmetik dan Estetika
Non-Medikamentosa
Tidak mengkonsumsi kembali makanan yang telah menyebabkan gejala
Menghindari alergen yang sudah pasien ketahui
Medikamentosa
DDS 200mg/hari
CTM 1 x 1
Lot MBS
Prognosis

Ad vitam

Ad sanationam

: dubia ad malam

Ad fungsionam

: dubia ad bonam

: bonam

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI
Dermatitis herpetiformis adalah manifestasi spesifik kulit dari coeliac disease dengan
ruam gatal yang simetris dan akibat deposit igA di kulit. Penyakit ini merupakan penyakit
autoimun dengan ruam papulovesicular yang gatal dan berlokasi pada lengan, siku, bokong,
lutut dan kepala. 4

EPIDEMIOLOGI
Penyakit Dermatitis herpetiformis sering ditemukan pada orang Amerika Utara, dan
sangat jarang ditemukan pada orang keturunan asia dan afrika. Berdasarkan penelitian di
Finlandia pada tahun 1978, penyakit Dermatitis herpetiformis ini menyerang 10,4 : 100.000
dan biasanya yang telah terjangkit adalah 1,3 : 100.000. Dermatitis herpetiformis dapat
menyerang semua umur, biasanya menyerang orang rata rata pada usia sekitar 40 tahun,
tetapi penyakit ini juga bervariasi mulai umur 2 tahun sampai 90 tahun. Remaja dan anak
anak jarang terkena. Pria lebih banyak daripada wanita, tetapi pada anak anak perempuan
lebih banyak. Terdapat 10,5% pasien dengan riwayat keluarga yang mempunyai penyakit DH
atau coeliac disease. Penyakit ini pernah dilaporkan pada kembar monozygot.5,6

ETIOLOGI
Etiologi dari Dermatitis herpetiformis belum diketahui secara pasti, tetapi gluten,
sejenis protein yang ditemukan pada gandum, gerst, dan gandum hitam, diyakini menjadi
penyebab utama DH. Oat (havermouth) adalah sejenis gandum yang telah lama diketahui
mengandung gluten, berperan sebagai pencetus timbulnya DH dan harus dihindari agar tidak
terjadi toksisitas pada pasien pasien DH.7
Gluten-sensitif enteropati, yang dibuktikan dengan biopsi usus kecil, selalu ada, tetapi
kebanyakan pasien tidak menderita diare, sembelit atau malnutrisi sebagai enteropati yang
ringan, merata dan hanya melibatkan usus kecil proksimal. Absorbsi gluten, atau antigen dari
makanan lain, bisa terbentuk dari sirkulasi imun kompleks yang ada di kulit. Berbagai
antibodi dapat dideteksi, terutama diarahkan untuk melawan reticulin, gliadin dan komponen
endomysiuma dari otot polos. Granular deposit IgA dan C3 dalam dermis superfisial di

bawah membran zona menginduksi peradangan, yang kemudian memisahkan epidermis dari
dermis. Deposit ini menghilang perlahan setelah pengenalan diet bebas gluten.8

PATOGENESIS
Dermatitis herpetiformis adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh pengendapan
IgA dalam papila dermis, yang memicu reaksi imunologi, mengakibatkan datangnya neutrofil
dan aktivasi komplemen. Dermatitis herpetiformis adalah hasil dari respon imun terhadap
rangsangan kronis dari mukosa usus oleh diet gluten. Sebuah kecenderungan genetik yang
mendasari untuk pengembangan dermatitis herpetiformis telah dibuktikan. Herpetiformis
dermatitis dan penyakit celiac (CD) dikaitkan dengan peningkatan ekspresi HLA-A1, HLAB8, HLA-DR3, dan HLA-DQ2 haplotype. Faktor lingkungan juga penting, kembar
monozigot mungkin memiliki dermatitis herpetiformis, celiac disease, dan gluten-sensitif
enteropati dengan simtomatologi yang sama. Teori terkemuka untuk dermatitis herpetiformis
adalah bahwa kecenderungan genetik untuk sensitivitas gluten, ditambah dengan diet tinggi
gluten, mengarah pada pembentukan antibodi IgA terhadap gluten-jaringan transglutaminase
(t-TG), yang ditemukan dalam usus. Antibodi bereaksi silang dengan transglutaminase
epidermal (e-TG). ETG sangat homolog dengan TTG. 9,14
Serum dari pasien dengan gluten-sensitif enteropati, dengan atau tanpa penyakit kulit,
mengandung antibodi IgA pada kulit dan usus. Deposisi IgA dan kompleks TG epidermal
dalam papilla dermis menyebabkan lesi dari dermatitis herpetiformis. Pada pasien dengan
gluten-sensitif enteropati, tingkat sirkulasi antibodi terhadap jaringan dan transglutaminase
epidermal telah ditemukan berkorelasi dengan satu sama lain, dan keduanya tampaknya
berkorelasi dengan tingkat enteropati. Deposit IgA pada dermatitis herpetiformis telah
terbukti berfungsi in vitro sebagai ligan untuk migrasi neutrofil. Meskipun deposisi IgA
penting untuk penyakit, namun serum peningkat IgA tidak diperlukan untuk patogenesis,
laporan kasus menggambarkan pasien herpetiformis dermatitis dengan defisiensi IgA parsial,
neutrofil beredar memiliki tingkat yang lebih tinggi ketika penyakit aktif. CD11b dan
kemampuan meningkat untuk mengikat IgA. Temuan histologis karakteristik dermatitis
herpetiformis adalah akumulasi neutrofil di dermal epidermal junction, sering lokalisasi ke
ujung papiler dari zona membran basal. Kolagenase dan stromelysin 1 dapat diinduksi dalam
keratinosit basal baik oleh sitokin yang terlepas dari neutrofil atau kontak dengan keratin dari
membran matrix basal yang rusak. Stromelysin 1 dapat berkontribusi untuk pembentukan
blister. Satu studi menemukan kadar E-selectin ekspresi mRNA di normal-muncul kulit
pasien dengan dermatitis herpetiformis menjadi 1.271 kali lebih besar. Selain itu, pada studi

yang sama diamati peningkatan larut E-selectin, antibodi IgA transglutaminase antitissue,
tumor necrosis factor-alpha, dan interleukin 8 serum (IL-8) tingkat pada pasien dengan
dermatitis herpetiformis, memberikan bukti lebih lanjut dari aktivasi sel endotel dan respon
inflamasi sistemik sebagai bagian dari mekanisme patogen penyakit. Trauma lokal ringan
juga dapat menyebabkan pelepasan sitokin dan menarik neutrofil sebagian prima atau
diaktifkan, yang konsisten dengan lokasi khas lesi dermatitis herpetiformis pada daerah yang
sering mengalami trauma, seperti lutut dan siku. Simpanan dari C3 mungkin juga hadir dalam
pola yang sama di dermal epidermal junction. Serangan membran kompleks, C5-C9, juga
telah diidentifikasi di kulit perilesional, meskipun mungkin tidak aktif dan tidak berkontribusi
terhadap lisis sel. Faktor hormonal juga mungkin memainkan peran dalam patogenesis
dermatitis herpetiformis, dan laporan menggambarkan herpetiformis dermatitis yang
disebabkan oleh pengobatan dengan asetat leuprolida, analog hormon gonadotropin-releasing.
Androgen memiliki efek penekanan pada aktivitas kekebalan tubuh, termasuk autoimunitas
menurun, dan menyatakan kekurangan androgen dapat menjadi pemicu potensial untuk
eksaserbasi dermatitis herpetiformis. 9,14
Eksaserbasi dermatitis herpetiformis oleh kontrasepsi oral juga telah dilaporkan.
Apoptosis dapat berkontribusi pada patogenesis dari perubahan epidermal pada dermatitis
herpetiformis, dan penelitian menunjukkan tingkat apoptosis meningkat tajam dalam
kompartemen epidermal pada dermatitis herpetiformis. Kebanyakan pasien dengan dermatitis
herpetiformis memiliki bukti histologis enteropati, bahkan tanpa adanya gejala dari
malabsorpsi. Dalam suatu studi, pasien dermatitis herpetiformis mengalami peningkatan
permeabilitas usus (yang diukur dengan rasio lactulose / manitol) dan up-peraturan zonulin,
regulator dari sambungan ketat, jadi peningkatan ekspresi zonulin mungkin terlibat dalam
patogenesis dari enteropati pada pasien dengan dermatitis herpetiformis.9,14

Pencernaan Gluten
di usus halus

Rangsangan Kronis

Memicu Ig A

Usus
Kulit
Ig A+ gluten jaringan
transglutaminase

Ig A+ epidermal
transglutaminase

Masuk ke sirkulasi
pembuluh darah

Tertimbun dalam
papilla dermis di kulit
GENETIK: HLA-A1,
HLA-B8, HLA-DR3, dan
HLA-DQ2 haplotype

Memicu reaksi imunologi


(neutrofil+aktivasi komplemen)
Pelepasan enzim oleh neutrofil

GSE
(Gluten Sensitive Enteropaty)

Dermatitis herpetiformis
Bagan 1. Patogenesis Dermatitis herpetiformis

GEJALA KLINIS
Keadaan umum penderita biasanya baik dan keluhannya sangat gatal. Rasa gatal yang
hebat seperti terbakar atau tersengat yang biasanya sering mendahului lesi sehingga cepat
menimbulkan erosi, ekskoriasi atau krusta, kemungkinan tidak akan ditemukan vesikel yang
masih utuh. Rasa gatal ini merupakan tanda DH, tetapi beratnya tidak ada hubungannya
dengan tindakan penyakitnya. Penderita dapat memperkirakan lesi baru akan muncul dengan
rasa seperti terbakar, gatal dan menyengat 8 12 jam sebelum timbulnya lesi.10,11
Lesi awal pada DH yaitu papul eritem, plak yang mirip dengan urtikaria, dan vesikel.
Bulla yang besar jarang ada. Vesikel, terutama yang berada di telapak tangan dapat menjadi
hemoragic. Lesi yang sudah sembuh dapat menjadi hiperpigmentasi atau hipopigmentasi.
Biasanya pada pasien hanya terdapat krusta dan erosi.3,7,13
Tempat predileksi biasanya simetris pada siku, lutut, bokong, bahu dan area sacrum.
Walaupun area tersebut paling sering terkena, kebanyakan pasien memiliki lesi di kulit
kepala dan pada area posterior nuchal. Area yang juga paling sering terkena adalah pada
wajah. Lesi pada mukosa jarang terjadi, seperti juga pada telapak tangan dan telapak kaki.
Distribusinya akut, simetris dan polimorf .2,7

Gambar 1.Pola distribusi dermatiti herpetiformis.6

Gambar 2. Dermatitis herpetiformis. A. eritema, ekskoriasi, papula


pada siku. B. Ekskoriasi papul dan plak yang hampir simetris pada
bokong.3

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.

Histopatologi
Perubahan awal, dijelaskan oleh MacVicar dkk, yang terjadi pada ujung papilla dermis

dimana edema dan eksudat netrofil serta eusinofil muncul untuk pemisahan subepidermis.
Inilah yang menyebabkan timbulnya bulla. Kemudian terjadi degenerasi dari ujung papilla,
lapisan epidermis membelah, serta ujung lapisan dermis memanjang dan menghasilkan
vesikel vesikel. Infiltrasi sel sel ini mengandung banyak netrofil dan sedikit eosinofil. 7
Perubahan histopatologi yang khas tidak tampak pada 20 - 40% spesimen biopsi dan
ekskoriasi yang sudah ada sebelumnya, mungkin saja menyulitkan untuk menemukan lesi
yang tepat untuk di biopsi, sehingga biopsi yang dilakukan sebaiknya mengambil sedikit
bagian yang masih normal di sekeliling lesi eritematous yang tidak tampak adanya vesikel
dan mungkin saja vesikel terbentuk dari area ini.1

Gambar
Mikroabses

3.Dermatitis
neutrofil

herpertiformis.
dalam

papilla

dermal.1

2. Serologi
Pemeriksaan serologik spesifik yaitu tampak antibodi Ig-A antiendomisium (EMA), yang
mengikat substansi otot polos (endomisium). Sardy et al menunjukkan bahwa IgA
autoantibodi memiliki spesifilitas terhadap TGase. Tes serologi dapat digunakan untuk
mengkonfirmasi diagnosis dermatitis herpetiformis dan untuk memantau aktivitas
penyakit.3,6,12

a.

Imunoflouresensi

Direct immunofluorescence (DIF) didapatkan deposit granula IgA pada papilla dermis, dan
IgA muncul dalam jumlah yang banyak pada dekat lesi aktif, oleh karena itu, daerah yang
disukai untuk biopsi untuk immunofluorosence adalah daerah yang tampak normal atau
sedikit eritamatosa yang berdekatan pada lesi aktif. Pengendapan IgA biasanya dihancurkan
di dalam lesi aktif selama proses peradangan. Lebih dari 90% pasien dengan DH memiliki
endapan IgA granular atau fibrilar pada papilla dermis.11,13,15

DIAGNOSIS BANDING
DH dibedakan dengan pemfigus vulgaris, pemfigoid bullosa, dan Chronic Bullous
Diseases of Chilhood (CBDC).9
1. Pemfigus Vulgaris
Pada pemfigus vulgaris, keadaan umumnya buruk, tidak gatal, kelainan utama ialah bula
yang berdinding kendur, generalisata, dan eritema bisa terdapat atau tidak. 10

Gambar 4.Pemfigus Vulgaris6

2. Pemfigoid Bullosa
Pemfigoid Bullosa ditandai dengan adanya bulla subepidermal yang besar dan berdinding
tegang dan pada pemeriksaan imunofluoresensi terdapat IgG dan C3 tersusun seperti pita di
B.M.Z (Basement Membran Zone).10

Gambar 5.Pemfigoid Bullosa6

3. Chronic Bullous Disease of Childhood (CBDC)


CBDC atau dermatosis linear IgA, terdapat pada anak, kelainan utama ialah bulla, berdinding
tegang di atas kulit yang normal atau eritematosa, cenderung bergerombol dan generalisata,
terdapat IgA yang linear.10

Gambar
Childhood

6.Chronic

Bullous

Disease

of

PENATALAKSANAAN
Pengobatan pada DH

meliputi penghindaran dari gluten dengan cara tidak

mengkonsumsi makanan yang mengandung gluten dan farmakoterapi.8 Pengobatan pada DH


sebaiknya memperbaiki kulit dan ususnya. Pengobatan farmakoterapi yang biasa digunakan

adalah dapsone dan sulfaridin. Sulfon yang paling efektif adalah diaminodyphenylsulfone
(dapsone). 1,3
1. Dapson
Dapson merupakan obat pilihan untuk DH. Dosis dimulai dari 100 150 mg/hari, tetapi
beberapa penderita mungkin memerlukan 300 400 mg/hari. Biasanya dimakan 1
kali/hari. Peningkatan dosis dilakukan secara bertahap hingga dapat menekan gejalanya
dan tanpa menimbulkan efek samping yang berarti dan gejalanya menghilang dalam waktu
3 jam atau beberapa hari setelah pil pertama ditelan kemudian dosis diturunkan hingga
mencapai dosis pemeliharaan 25 50 mg/ hari yang dapat diberikan selama beberapa
tahun.10
Meskipun dapson dapat menekan manifestasi kulit tetapi tidak mengurangi gejala
gastrointestinal dan tidak mengembalikan perubahan bentuk didalam usus. Penyerapan
dapson tidak terpengaruh dengan enteropati dan aman untuk kehamilan.10
2. Sulfapiridin
Sulfapiridin jarang didapat karena jarang diproduksi sebab efek toksiknya lebih banyak
dibandingkan preparat sulfa yang lain. Obat tersebut kemungkinan akan menyebabkan
terjadinya nefrolithiasis karena sukar larut dalam air. Khasiatnya kurang dibandingkan
dapson dan dosisnya antara 1-4 gr sehari.9
3. Kortikosteroid
Saat ini penggunaan kortikosteroid oral tidak memberikan hasil yang baik. Penggunaan
steroid kuat atau paling kuat secara topikal (khususnya clobetasol propionate) dapat
berguna untuk menurunkan gatal.13
4. Anti-histamin
Walaupun keampuhannya tidak terlalu baik pada pengobatan dermatitis herpetiformis,
antihistamin generasi ketiga dengan aktivitas yang spesifik pada granulosit eosinofil,
digolongkan pada pilihan pengobatan level ketiga, dapat diberguna untuk mengontrol
gatal. Obat anti-histamin yang dapat digunakan adalah Diphenhydramine (Benadryl) ,
Chlorpheniramine, Loratadine (Claritin) Cetirizine (Zyrtec). 13

5. Diet bebas gluten


Diet bebas gluten adalah komitmen seumur hidup, dan kepatuhan untuk menjalankan diet
sulit untuk dicapai. Perbaikan dari penyakit kulit dengan diet bebas gluten memakan
waktu sampai beberapa bulan. Gluten terdapat dalam berbagai macam makanan yang
dikonsumsi setiap hari sebagai makanan pokok, terutama gandum, barley dan gandum
hitam. Suplemen nutrisi dengan multivitamin dan zat besi dapat diberikan pada pasien
dengan diet bebas gluten. Dengan diet ini penggunaan obat dapat ditiadakan atau dosisnya
dapat dikurangi. Kelainan intestinal juga dapat mengalami perbaikan dengan diet ini.
Contoh

makanan bebas gluten ialah sayur-sayuran seperti wortel, brokoli, bayam,

kangkung, dandelion, dan kubis, buah-buahan seperti apel, kiwi, ceri, jambu, pisang,
blueberry, blackberry, delima, jeruk, dan mangga, berbagai produk susu yakni keju,
mentega, susu, dan yoghurt, serta tepung bebas gluten yaitu tepung amaranth , tepung
garut, tepung beras merah, tepung soba, tepung kacang ayam, tepung jagung, tepung
jagung, tepung millet, tepung kentang, tepung quinoa, tepung sorgum , tepung kedelai,
tepung tapioka, tepung teff, tepung beras putih.8,9

PROGNOSIS
Sebagian besar penderita akan mengalami DH yang kronis dan residif, dan sekitar
10% dari penderita akan mengalami remisi.10,11

DAFTAR PUSTAKA
1. Andrew GC. Chronic Bullous Dermatoses. in: Andrew GC,eds Diseases of The Skin
Clinical Dermatology 7th edition. Florida : American Association; 1990. p.552-5
2. Sunarko Martodihardjo. Hari Sukanto. M.Yulianto Listyawan.Duhring Disease.
Pedoman Diagnosis Dan Terapi BAG/SMF Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. Edisi
3. Surabaya: FK UNAIR; 2005. p. 89-93.
3. Rose

C,

Zillikens

D.

Autoimmune

diseases

of

the

skin

pathogenesis,

diagnosis,management. In: Hertl M, editor. New York: SpringerWienNewYork;


2001. p:95-101.
4. Reunala T,

Collin P, Holm K,

et al. Tolerance to oats in dermatitis herpetiformis.

PubMed. 1998.
5. Herron MD and Zone JJ. Dermatitis Herpetiformis and Linear IgA Bullous
Dermatosis. In : Bolognia JL, J orizzo JL, Rapini RP eds. Dermatology 2 nd Edition ,
Volume 1. London : Mosby;2008. P. 479-84
6. Burns Tony,et al. Rooks textbook of Dermatology 7th edition, volume 1-4. United
States : Blackwell Science;2004. P.41.54-9
7. Hall PH, Katz SI. Dermatitis herpetiformis. In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI,
Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, editors. Fitzpatrick's dermatology in general
medicine. 7th ed: McGraw-Hill; 2008 p: 500-504.
8. John Hunter, John Savin, Mark Dahl. clinical Dermatology. 3thed. Blackwell; 2003.
p. 81-86
9. MD, Miller. L.Jami. Dermatitis herpetiformis. Emedicine Dermatology. 2012
10. Benny E. Wiryadi. Dermatosis Vesikubulosa Kronik. in : Djuanda A, Hamzah M,
Aisah S. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. Edisi 5. Jakarta:Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia;2010. p. 211-13
11. Amiruddin DM. Dermatitis herpetiformis. In : Amiruddin DM ed. Ilmu Penyakit
Kulit. Makassar: LKISS;2003. P.337-43
12. Habif TP. Clinical dermatology a color guide to diagnosis and therapy. 4th ed.
Philadelphia: Mosby; 2004 p:554-558.
13. Caproni M et al. Guidelines for the diagnosis and treatment of dermatitis
herpetiformis.Journal

of

VenereologyVolume 23.2009

the

European

Academy

of

Dermatology

and

Anda mungkin juga menyukai

  • Insect Bite
    Insect Bite
    Dokumen29 halaman
    Insect Bite
    Cyntia Meitha Chulies
    Belum ada peringkat
  • Anestesi Dapus
    Anestesi Dapus
    Dokumen1 halaman
    Anestesi Dapus
    Cyntia Meitha Chulies
    Belum ada peringkat
  • Anatomi Telinga
    Anatomi Telinga
    Dokumen60 halaman
    Anatomi Telinga
    Cyntia Meitha Chulies
    Belum ada peringkat
  • Neuroimaging Head CT Scan
    Neuroimaging Head CT Scan
    Dokumen6 halaman
    Neuroimaging Head CT Scan
    dr nuriel anwar
    Belum ada peringkat
  • Neuroanatomi
    Neuroanatomi
    Dokumen48 halaman
    Neuroanatomi
    Cyntia Meitha Chulies
    Belum ada peringkat
  • Cycyn
    Cycyn
    Dokumen12 halaman
    Cycyn
    Cyntia Meitha Chulies
    Belum ada peringkat
  • Ileus Obstruktif
    Ileus Obstruktif
    Dokumen32 halaman
    Ileus Obstruktif
    Cyntia Meitha Chulies
    Belum ada peringkat
  • Amalan Ramadhan
    Amalan Ramadhan
    Dokumen7 halaman
    Amalan Ramadhan
    Cyntia Meitha Chulies
    Belum ada peringkat
  • Panduan Pernikahan Sintia - Rizki
    Panduan Pernikahan Sintia - Rizki
    Dokumen3 halaman
    Panduan Pernikahan Sintia - Rizki
    Cyntia Meitha Chulies
    Belum ada peringkat
  • Leaflet Diare
    Leaflet Diare
    Dokumen3 halaman
    Leaflet Diare
    Cyntia Meitha Chulies
    0% (1)
  • Penyuluhan Hipertensi
    Penyuluhan Hipertensi
    Dokumen22 halaman
    Penyuluhan Hipertensi
    Cyntia Meitha Chulies
    Belum ada peringkat
  • BAB I Tugas ANI
    BAB I Tugas ANI
    Dokumen4 halaman
    BAB I Tugas ANI
    Cyntia Meitha Chulies
    Belum ada peringkat
  • Leaflet Hipertensi
    Leaflet Hipertensi
    Dokumen2 halaman
    Leaflet Hipertensi
    Cyntia Meitha Chulies
    Belum ada peringkat
  • Ptiriasis Rosea
    Ptiriasis Rosea
    Dokumen32 halaman
    Ptiriasis Rosea
    Cyntia Meitha Chulies
    Belum ada peringkat
  • Dermatitis Atopik
    Dermatitis Atopik
    Dokumen21 halaman
    Dermatitis Atopik
    def_10
    100% (2)
  • Referat Eritroderma
    Referat Eritroderma
    Dokumen16 halaman
    Referat Eritroderma
    Cyntia Meitha Chulies
    Belum ada peringkat
  • Anatomi Kelamin
    Anatomi Kelamin
    Dokumen14 halaman
    Anatomi Kelamin
    Cyntia Meitha Chulies
    Belum ada peringkat
  • Laporan Refreshing
    Laporan Refreshing
    Dokumen43 halaman
    Laporan Refreshing
    Cyntia Meitha Chulies
    Belum ada peringkat
  • Kortikosteroid
    Kortikosteroid
    Dokumen28 halaman
    Kortikosteroid
    Cyntia Meitha Chulies
    Belum ada peringkat
  • Laporan Refreshing
    Laporan Refreshing
    Dokumen43 halaman
    Laporan Refreshing
    Cyntia Meitha Chulies
    Belum ada peringkat
  • LAPORAN KASUS Kulit DR Rizqa
    LAPORAN KASUS Kulit DR Rizqa
    Dokumen39 halaman
    LAPORAN KASUS Kulit DR Rizqa
    Cyntia Meitha Chulies
    Belum ada peringkat
  • Referat - Eritroderma
    Referat - Eritroderma
    Dokumen31 halaman
    Referat - Eritroderma
    Cyntia Meitha Chulies
    Belum ada peringkat
  • Journal Kulit
    Journal Kulit
    Dokumen23 halaman
    Journal Kulit
    Cyntia Meitha Chulies
    Belum ada peringkat
  • Mini CX 2
    Mini CX 2
    Dokumen34 halaman
    Mini CX 2
    Cyntia Meitha Chulies
    Belum ada peringkat
  • Mini C-Ex 3
    Mini C-Ex 3
    Dokumen36 halaman
    Mini C-Ex 3
    Cyntia Meitha Chulies
    Belum ada peringkat
  • Mini C - EX
    Mini C - EX
    Dokumen23 halaman
    Mini C - EX
    Cyntia Meitha Chulies
    Belum ada peringkat
  • Baruu
    Baruu
    Dokumen116 halaman
    Baruu
    Cyntia Meitha Chulies
    Belum ada peringkat
  • Lapkas Omsk
    Lapkas Omsk
    Dokumen47 halaman
    Lapkas Omsk
    Cyntia Meitha Chulies
    Belum ada peringkat
  • Judul
    Judul
    Dokumen2 halaman
    Judul
    Cyntia Meitha Chulies
    Belum ada peringkat