Anda di halaman 1dari 13

Tatalaksana Kejang Demam pada Anak

Alice Pratiwi
102011272
e-mail: alice_lice@live.com
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510

Pendahuluan
Kejang demam merupakan penyakit yang sering dialami pada anak-anak. Kejang
dapat terjadi apabila demam melewati suhu 38 0C. Hampir sebanyak 1 dari setiap 25 anak
pernah mengalami kejang demam dan lebih dari sepertiga dari anak-anak tersebut
mengalaminya lebih dari 1 kali.
Kejang demam tidak membahayakan kesehatan anak, kecuali terjadi terlalu sering.
Ketika kejang demam terjadi, orangtua perlu memberikan pertolongan pertama dengan
segera. Oleh karena itu, orangtua perlu tahu akan tanda-tanda kejang demam dan belajar
bagaimana cara menghadapi serta menangani anak yang mengalami kejang demam.

Isi
I.

Tatalaksana Kejang Akut pada Anak


Pada pasien anak yang datang dengan keadaan kejang, fokus initial management yaitu
airway, breathing, dan compression. Apabila dicurigai ada fraktur pada daerah servikal.
Maka leher anak harus distabilisasi terlebih dahulu.1
Pertama-tama periksa apakah ada respons dari pasien. Bila anak responsif, maka anak
akan menjawab, bergerak, atau mengerang. Bila anak tidak memberi respon, maka
langsung panggil bantuan. Apabila pasien bernafas secara reguler, maka tidak perlu CPR.
Apabila pasien tidak responsif dan tidak bernafas, cek nadi selama 10 detik bila ada nadi
60x/ menit maka berikan nafas 1x setiap 3 detik hingga nafas spontan kembali. , lalu cek
nadi setiap 2 menit.2
Apabila nadi <60x/ menit dan ada tanda-tanda perfusi yang buruk ( sianosis, pucat)
walaupun sudah diberi oksigen dan ventilasi, lakukan kompresi dada : ventilasi ( 30:2).
Dalam memberikan ventilasi dapat dilakukan dengan triple airway manuver , lalu lakukan
dari mulut ke mulut dan pastikan hidung pasien ditutup. Pastikan ventilasi adekuat ( dada
mengembang). Apabila penolong ada 2 orang , ada bag mask, dan penolong memiliki
kemampuan ( memilih ukuran mask yang sesuai; membuka jalan napas; antara mask dan
wajah tertutup rapat, sehingga tidak ada udara yang bocor keluar; memberikan ventilasi
yang efektif; dan mengevaluasi keefektifan ventilasi).2
Pada kompresi dada anak, dikompresi bagian bawah setengah sternum, dengan
kedalaman kira-kira 5 cm menggunakan heel 1 or 2 hands,jangan kompresi di proksesus
xiphoid atau di iga. Kompresi dengan kecepatan paling tidak 100x/ menit, biarkan chest
recoil terjadi secara komplet setiap habis kompresi agar jantung diisi darah penuh,
minimalisasi interupsi kompresi, dan hindari ventilasi berlebihan.2
Airway
Pada airway, yang dinilai adalah kelancaran jalan nafas. Ini meliputi pemeriksaan
apakah ada benda asing di jalan nafas, kelainan anatomi dari jalan nafas, fraktur di sekitar
area jalan nafas, atau adakah pembengkakan di area jalan nafas. Apabila terdengar stridor,
mungkin terdapat obstruksi jalan nafas.1
Apabila tidak ada cedera servikal, maka bisa dilakukan triple airway maneuver (head
tilt,chin lift, jaw thrust). Pada head tilt/ chin lift, letakkan tangan kiri di atas dahi pasien,
lalu letakkan jari telunjuk dan jari tengah di bawah dagu pasien, lalu naikkan dagu pasien
2

ke arah atas dan kepala didongakan, sehingga leher akan terekstensi. Lalu gunakan ibu jari
tangan kanan untuk membuka mulut pasien. Pada jaw thrust, letakkan 2-3 jari di kedua
sisi angulus mandibula dan dorong rahang ke posisi depan secara perlahan. Gerakan ini
akan mendorong lidah ke atas sehingga jalan napas terbuka. Posisi yang baik untuk
membuka jalan napas yaitu dengan sniffing-position menggunakan triple airway
maneuver ini agar aksis mulut, faring dan laring berada dalam satu garis.3 Apabila
dicurigai ada cedera servikal, maka cukup lakukan jaw thrust.1
Foreign Body Airway Obstruction (Choking)
Lebih dari 90% kematian pada anak-anak terjadi akibat aspirasi benda asing pada usia
<5 tahun. Enam puluh lima persen korban adalah infan. Cairan merupakan penyebab
tersering tersedak pada infan. Sedangkan pada anak-anak penyebab terseringnya antara
lain balon, benda kecil (kacang, permen, anggur, dll). Tanda-tanda FBAO yaitu onset
secara tiba-tiba respiratori distres dengan batuk-batuk, stridor, atau mengi. Respiratori
distres secara tiba-tiba tanpa disertai demam atau gejala respiratorik lainnya

lebih

mengarah ke FBAO daripada respiratori distres akibat infeksi.2


FBAO dapat menyebabkan obstruksi jalan napas ringan atau berat. Ketika obstruksi
ringan, anak dapat batuk dan membuat suara. Ketika obstruksi berat, anak tidak dapat
batuk atau membuat suara. Bila FBAO ringan, jangan intervensi. Biarkan anak lancarkan
jalan nafas dengan batuk, dimana penolong observasi apakah ada tanda-tanda obstruksi
berat. Bila obstruksi berat terjadi penolong harus intervensi untuk membebaskan jalan
nafas. Pada anak dapat dilakukan Heimlichs manuever untuk mengeluarkan objek dari
jalan nafas. Apabila pasien tidak responsif, maka lakukan kompresi dada: ventilasi (30:2).
Jika penolong dapat melihat benda asing, jangan berusaha diambil menggunakan jari
secara buat karena dapat mendorong benda asing semakin dalam ke faring dan dapat
melukai orofaring.2
Pengobatan fase akut
Anak yang sedang mengalami kejang, prioritas utama adalah menjaga agar jalan nafas
tetap terbuka. Pakaian dilonggarkan, posisi anak dimiringkan untuk mencegah aspirasi.
Sebagian besar kasus kejang berhenti sendiri, tetapi dapat juga berlangsung terus atau
berulang. Pengisapan lendir dan pemberian oksigen harus dilakukan teratur, kalau perlu
dilakukan intubasi. Keadaan dan kebutuhan cairan, kalori dan elektrolit harus
diperhatikan. Suhu tubuh dapat diturunkan dengan kompres air hangat (diseka) dan
3

pemberian antipiretik (asetaminofen oral 10 mg/kg BB/kali, 4 kali sehari atau ibuprofen
oral 5-10 mg/kg BB/kali, 3-4 kali sehari).4
Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu pasien datang kejang
sudah berhenti. Apabila datang dalam keadaan kejang, obat yang paling cepat untuk
menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan secara intravena. Dosis diazepam
intravena adalah 0,3-0,5 mg/kg perlahan-lahan dengan kecepatan 1-2mg/menit atau dalam
waktu 3-5 menit, dengan dosis maksimal 20 mg.4
Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orang tua atau di rumah adalah diazepam
rektal. Dosis diazepam rektal adalah 0,5-0,75 mg/kg atau dizepam rektal 5mg untuk anak
dengan berat badan < 10 kg dan 10 mg untuk anak dengan berat badan > 10 kg. Atau
diazepam rektal dengan dosis 5 mg untuk anak dibawah usia 3 tahun atau dosis 7,5 mg
untuk anak di atas usia 3 tahun.4
Bila setelah pemberian dizepam rektal kejang belum berhenti, dapat diulang lagi
dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit. Bila setelah 2 kali
pemberian diazepam rektal masih tetap kejang, dianjurkan ke rumah sakit. Di rumah sakit
dapat diberikan diazepam intravena dengan dosis 0,3-0,5 mg/kg.
Bila kejang tetap belum berhenti diberikan fenitoin secara intravena dengan dosis
awal 10-20 mg/kg/kali dengan kecepatan 1 mg/kg/menit atau kurang dari 50 mg/menit.
Bila kejang berhenti, dosis selanjutnya adalah 4-8mg/kg/hari, dimulai 12 jam setelah dosis
awal. Bila dengan fenitoin kejang belum berhenti, maka pasien harus dirawat di ruang
rawat intensif.4
II.

Anamnesis
Anamnesis adalah proses tanya jawab untuk mendapatkan data pasien beserta keadaan
dan keluhan-keluhan yang dialami pasien. Anamnesis dapat dibagi menjadi dua, yaitu auto
anamnesis dan alloanamnesis. Autoanamnesis adalah bila tanya jawab dilakukan dengan
pasien sendiri. Sedangkan alloanamnesis adalah bila tanya jawab dilakukan dengan orang
lain yang dianggap mengetahui keadaan penderita. Anamnesis dibagi menjadi dua, yaitu:
a. Anamnesis Umum
Dalam anamnesis umum ini berisi identitas pasien, dari anamnesis ini bukan hanya
dapat diketahui siapa pasien, namun juga dapat diketahui bagaimana pasien tersebut
dan permasalahan pasien. Identitas pasien terdiri dari nama pasien, umur, jenis
kelamin, alamat, agama dan pekerjaan pasien.
b. Anamnesis Khusus
4

Anamnesis yang khusus adalah anamnesis yang berkaitan dengan penyakit pasien,
antara lain keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu,
riwayat keluarga, riwayat pengobatan, riwayat kehamilan ibu, dan kelahiran bayi.
Keluhan utama merupakan keluhan atau gejala yang mendorong atau membawa
penderita mencari pertolongan. Riwayat penyakit sekarang terbagi kepada dua yaitu
riwayat perjalanan penyakit dan riwayat pengobatan. Riwayat perjalanan penyakit
adalah menggambarkan riwayat penyakit secara lengkap dan jelas.
Riwayat pengobatan pula menggambarkan segala pengobatan yang pernah didapat
sebelumnya, riwayat penanganan yaitu sudah pernah berobat atau ditangani dimana
sebelumnya, bagaimana cara penanganannya dan bagaimana hasilnya.
Lalu ditanyakan mengenai riwayat kehamilan ibu, yaitu kesehatan ibu ketika lahir,
apakah pernah sakit atau tidak, dan juga penggunaan obat-obatan. Selain itu juga
riwayat kelahiran anak, antara lain cara lahir, masa kehamilan, bagaimana keadaan
bayi ketika lahir dan hari-hari pertama setelah lahir, serta berat dan tinggi bayi
(apakah sesuai dengan masa kehamilan). Untuk bayi dilihat juga riwayat
pertumbuhannya, yaitu kurva berat badan dan tinggi badan terhadap umur.
Selanjutnya adalah riwayat penyakit keluarga adalah penyakit-penyakit dengan
kecenderungan herediter atau penyakit menular, misalnya apakah di dalam keluarga
pasien ada yang pernah mempunyai keluhan yang sama.
III.

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan, pertama-tama dilihat kesadarannya. Apakah masih
compos mentis atau sudah mengalami penurunan. Lalu periksa tanda-tanda vital, antara
lain suhu, tekanan darah, nadi, dan pernapasan. Lalu periksa apakah tanda rangsang
meningeal positif, antara lain kaku kuduk, Brudzinski, tanda kernig, dan tanda laseque.
Dan juga lakukan pemeriksaan neurologis lainnya.

IV.

Pemeriksaan Penunjang
Lumbal Pungsi
Lumbal pungsi yang berfungsi untuk menilai cairan serebrospinal dianjurkan pada
anak usia < 12 bulan setelah kejang demam yang pertama untuk menyingkirkan
kemungkinan meningitis. Hal ini sangat penting untuk dipertimbangkan apabila anak
telah diberi antibiotik sebelumnya, yang mensamarkan gejala dari meningitis.
Apabila penyebab demam diketahui, misalnya otitis media, tidak menyingkirkan
kemungkinan terjadinya meningitis. Kejang merupakan gejala utama dari meningitis
5

pada 13%-15% anak. Pada anak usia 12-18 bulan juga harus dipertimbangkan untuk
dilakukan lumbal pungsi karena gejala meningitis pada usia ini tampak samar-samar.
Pada anak usia > 18 bulan, lumbal pungsi diindikasikan jika terdapat gejala dari
meningitis ( misal kaku kuduk, tanda Kernig, Brudzinsky) atau jika ada riwayat
dan/atau pemeriksaan fisik menunjukkan adanya infeksi intrakranial.5

Elektroensefalogram (EEG)
Bila pada anak dengan kejang demam sederhana yang pertama dan dengan
persarafan yang sehat, EEG tidak perlu dilakukan sebagai bagian dari evaluasi. EEG
tidak dapat memprediksi rekurensi dari kejang demam atau epilepsi, walaupun hasil
EEG abnormal. Lonjakan pada EEG saat pasien mengantuk sering terlihat pada pasien
dengan kejang demam, terutama pada anak usia > 4 tahun, dan hal ini tidak dapat
memprediksi munculnya epilepsi kemudian hari. EEG yang dilakukan dalam waktu 2
minggu setelah kejang demam sering menunjukkan hasil yang non spesifik. Oleh
karena itu, pada banyak kasus, apabila EEG diindikasikan, ditunda atau diulang
setelah > 2 minggu. Oleh karena itu, EEG terbatas pada kasus tertentu dimana pasien
adalah suspek epilepsi, dan EEG digunakan untuk menggambarkan tipe epilepsi.5
Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah ( elektrolit serum, kalsium, fosfor, magnesium, dan
pemeriksaan darah lengkap) tidak direkomendasikan pada anak dengan kejang
demam sederhana pertamanya. Tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber
infeksi penyebab demam, atau keadaan lain misalnya gastroentritis dehidrasi disertai
demam.4,5

Neuroimaging
Menurut American Academy of Pediactrics (AAP), CT atau MRI tidak
direkomendasikan dalam mengevaluasi anak setelah kejang demam sederhana
pertama. Neuroimaging bisa berguna dalam mengevaluasi anak dengan kejang fokal
berkepanjangan, terutama bila etiologi kejangnya tidak jelas. MRI bisa digunakan
untuk melihat apakah terjadi kerusakan di hippocampal setelah demam status
epileptikus.5

V.

Diagnosis Banding
Meningitis
Adalah radang pada selaput pelindung SSP, yang dapat disebabkan oleh bakteri
ataupun virus.3 Pada orang dewasa, bakteri penyebab yang tersering adalah
Diplococcus pneumonia dan Neiseria meningitidis. Pada meningitis viral umumnya
6

disebabkan oleh enterovirus. Seseorang dapat terinfeksi melalui kontak langsung oleh
sekresi orang yang sudah terinfeksi, antara lain air liur, feses, sputum). Transmisinya
bisa juga melalui udara, misalnya ketika orang yang terinfeksi batuk atau bersin.
Meningitis viral tidak semembahayakan meningitis bakterial dan dapat sembuh tanpa
terapi. Gejala meningitis bakterial maupun viral sama, yaitu demam tinggi, sakit
kepala hebat, kaku leher, sensitif terhadap cahaya, mual, muntah-muntah, gangguan
kesadaran, dan kelainan LCS.6

Epilepsi
Epilepsi adalah suatu gangguan sistem saraf pusat kronik dengan berbagai macam
etiologi, yang dicirikan oleh timbulnya kejang paroksismal yang bersifat spontan dan
berkala akibat lepasnya muatan listrik yang berlebihan di sel neuron-neuron otak.
Berbeda dengan kejang demam, epilepsi tidak didahului dengan demam. Serangan
epilepsi umum tidak didahului oleh aura, kesadaran penderita tiba-tiba hilang
sehingga penderita jatuh sambil mngeluarkan jeritan dan pernapasan berhenti sejenak.
Kemudian seluruh tubuh menjadi kaku dan muncul gerakan kejang tonik-klonik. Air
kemih keluarh karena kontraksi tonik involunter dan air liur yang berbusa keluar dari
mulut sebagai hasil kontraksi tonik-klonik otot-otot wajah, mulut, dan orofaring.
Konvulsi terjadi selama beberapa puluh detik sampai 1-2 menit, frekuensi dan
intensitas konvulsi bernagsur-angsur berhenti. Selanjutnya pasien akan tampak lemas
dan tertidur. Setelah tidur, pasien merasakan sakit kepala dan tidak ingat apa yang
telah terjadi padanya.7

VI.

Diagnosis Kerja
Berdasarkan skenario dan hasil pemeriksaan fisik, maka anak tersebut terkena kejang
demam. Kejang demam adalah bangkitan kejang yang berhubungan dengan demam, tetapi
tidak karena infeksi CNS atau penyebab lain tertentu.Suhu tubuh minimum untuk disebut
kejang demam yaitu 37.80- 38.50 C.4
Klasifikasi kejang demam dapat dibedakan menjadi 2, yaitu kejang demam sederhana
dan kejang demam kompleks. Kejang demam sederhana adalah kejang demam yang
berlangsung singkat, kurang dari 15 menit, dan umumnya akan berhenti sendiri. Kejang
berbentuk umum tonik dan atau klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang tidak berulang dalam
waktu 24 jam.4

Sedangkan pada kejang demam kompleks memiliki ciri-ciri kejang lama > 15 menit,
kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum yang didahului kejang parsial, dan
sifatnya berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.4
Kira-kira 1/3 dari anak-anak yang mengalami kejang demam akan kembali mengalami
kejang demam paling tidak sekali. Beberapa faktor risiko yang menyebabkan kejang
demam terjadi lagi:4
Adanya riwayat kejang demam pada keluarga.
Kejang demam pertama muncul pada usia < 18 tahun.
Temperatur yang rendah saat kejang.
Durasi singkat ( < 1 jam ) antara onset demam dan kejang.
Bila seluruh faktor di atas ada, kemungkinan berulangnya kejang demam adalah 80%,
sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut kemungkinan berulangnya kejang demam
hanya 10-15%.4
VII.

Etiologi
Penyebab kejang demam belum diketahui secara pasti. Ada beberapa faktor yang
berperan. Paling tidak, ada 3 gen autosomal dominan untuk kejang demam. Apabila salah
satu orang tua penderita dengan riwayat pernah menderita kejang demam, penderita
mempunyai risiko untuk terjadi bangkitan kejang demam sebesar 20%-22%. Apabila
kedua orang tua penderita mempunyai riwayat kejang demam, maka risiko penderita
sebesar 59-64%.8
Kebanyakan penyebab demam berhubungan dengan kejang demam adalah karena
infeksi, seperti otitis media, tonsilitis, infeksi saluran napas atas, infeksi HHV 6 dan
roseola.8
Pada sedikit kasus, kejang demam dapat muncul setelah anak mendapat vaksinasi.
Penelitian menunjukkan 1 dari 3000-4000 anak terkena kejang demam setelah mendapat
vaksi MMR (Mumps, Measles, Rubella). Selain itu, 1 dari 11,000-16,000 anak terkena
kejang demam setelah mendapat vaksin DTaP/ IPV/Hib.8
Faktor risiko lain yang mungkin berperan yaitu faktor prenatal dan perinatal. Usia ibu
yang kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun dapat mengakibatkan komplikasi
kehamilan dan persalinan. Komplikasi kehamilan diantaranya hipertensi dan eklampsi,
sedangkan gangguan pada persalinan di antaranya trauma persalinan. Hipertensi pada ibu
dapat menyebabkan aliran darah ke plasenta berkurang sehigga berakibat keterlambatan
pertumbuhan intrauterin, prematuritas, dan BBLR. Selain itu bisa juga terjadi kelahiran
prematur dan perkembangan terlambat yang mengakibatkan pertumbuhan otak yang
belum optimal.9
8

Komplikasi persalinan diantaranya adalah partus lama. Keadaan tersebut dapat


mengakibatkan janis dengan asfiksia sehingga akan terjadi hipoksia dan iskemia. Hipoksia
mengakibatkan lesi pada daerah hipokampus, rusaknya faktor inhibisi dan atau
meningkatnya fungsi neuron eksitasi, sehingga mudah timbul kejang bila ada rangsangan
yang memadai seperti demam.9
VIII.

Epidemiologi
Kejang demam terjadi 2%-5% pada anak berusia 6 bulan-5 tahun. Sembilan puluh
tiga persen terjadi di usia 6 bulan 3 tahun. Umumnya yang terjadi adalah kejang demam
sederhana. Untuk kejang demam kompleks terjadi sekitr 20%. Terjadi lebih banyak pada
anak laki-laki. Angka kematian kejang demam hanya 0,64%- 0,75%. Sebagian besar
penderita kejang demam sembuh sempurna, sebagian kecil berkembang menjadi epilepsi
sebanyak 2%-7%.8,
Di berbagai negara insiden dan prevalensi kejang demam berbeda. Di Amerika Serikat
dan Eropa prevalensi kejang demam berkisar 2%-5%. Di Asia prevalensi kejang demam
meningkat dua kali lipat bila dibandingkan di Eropa dan di Amerika. Di Jepang kejadian
kejang demam berkisar 8,3%-9,9%. Bahkan di kepulauan Mariana, telah dilaporkan insidensi
kejang demam yang mencapai 14%.8

IX.

Manifestasi Klinik
Umumnya kejang berlangsung singkat, berupa serangan tonik klonik. Bentuk kejang
yang lain dapat juga terjadi seperti mata terbalik keatas dengan disertai kekakuan atau
kelemahan,gerakan sentakan berulang tanpa didahului kekakuan, atau hanya sentakan atau
kekakuan fokal. Selain itu, manifestasi klinis yang tampak, antara lain, demam, bila berdiri
anak bisa jatuh, bisa miksi tanpa disadari, muntah, menggigit lidah, kadang-kadang anak
tidak bernapas sehingga wajah menjadi biru, dan tidak ada respon.10
Sebagian besar kejang berlangsung kurang dari 6 menit dan kurang dari 8% yang
berlangsung lebih dari 15 menit. Sering kali kejang berhenti sendiri setelah mendapat
pertolongan pertama. Setelah kejang berhenti anak tampak capek, mengantuk, tertidur
pulas, dan tidak memberikan reaksi apapun untuk sejenak atau disebut periode mengantuk
singkat pasca kejang, tetapi setelah beberapa detik atau menit, anak terbangun dan sadar
kembali tanpa defisit neurologis.10

X.

Patofisiologi

Patofisiologi kejang demam secara pasti belum diketahui, diperkirakan bahwa pada
keadaan demam terjadi peningkatan reaksi kimia tubuh. Demam dapat menimbulkan
kejang melalui mekanisme berikut:10

Menurunkan nilai ambang kejang pada sel-sel imatur.

Timbul dehidrasi sehingga terjadi gangguan elektrolit menyebabkan gangguan


permeabilitas membran sel.

Metabolisme basal meningkat, sehingga terjadi timbunan asam laktat dan CO2 yang
akan merusak neuron.

Demam meningkatkan Cerebral Blood Flow serta meningkatan kebutuhan oksigen


dan glukosa, sehingga menyebabkan gangguan aliran ion-ion keluar masuk sel.
Pada keadaan demam, kenaikan 1oC akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal

10-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat sampai 20%. Jadi pada kenaikan suhu
tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron, dan dalam
waktu yang singkat dapat terjadi difusi ion kalium listrik. Lepas muatan listrik ini
demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran tetangganya
dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter dan terjadilah kejang. Tiap anak
mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi rendahnya ambang
kejang seorang anak menderita kejang pada kenaikan suhu tubuh tertentu. Pada anak
dengan ambang kejang yang rendah, kejang sudah dapat terjadi pada suhu 38 oC,
sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru dapat terjadi pada
suhu 40oC atau lebih.10
XI.

Penatalaksanaan
Ada 3 hal yang perlu dikerjakan dalam menangani kejang demam, yaitu :4

Pengobatan fase akut.

Mencari dan mengobati penyebab.

Pengobatan profilaksis terhadap berulangnya kejang demam.

Mencari dan mengobati penyebab


Pemeriksaaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan
meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama. Walaupun demikian
kebanyakan dokter melakukan pungsi lumbal hanya pada kasus yang dicurigai sebagai
10

meningitis, misalnya bila ada gejala meningitis atau bila kejang demam berlangsung
lama.10
Pengobatan profilaksis terhadap kejang demam berulang
Pencegahan kejang demam berulang perlu dilakukan karena dapat menakutkan
keluarga dan bila berlangsung terus dapat menyebabkan kerusakan yang menetap.
Terdapat 2 cara profilaksis, yaitu:
1. Profilaksis intermittent pada waktu demam
Pengobatan profilaksis intermittent dengan antikonvulsan segera diberikan pada
waktu pasien demam ( suhu rektal > 38.0 0 C). Diazepam secara oral dapat diberikan
untuk profilaksis intermittent dengan dosis 0,3-0,5 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3
dosis saat pasien demam. Diazepam dapat juga diberikan secara intrarectal tiap 8 jam
sebanyak 5 mg (BB<10 kg) dan 10 mg (BB>10kg) setiap pasien menunjukan suhu
lebih dari 38,5C. Profilaksis intermiten ini sebaiknya diberikan sampai kemungkinan
anak untuk menderita kejang demam sedarhana sangat kecil, yaitu sampai sekitar
umur 4 tahun10
2. Profilaksis terus-menerus dengan antikonvulsan tiap hari
Indikasi pemberian profilaksis terus-menerus antara lain:10
Sebelum kejang demam yang pertama sudah ada kelainan atau gangguan

perkembangan nurologis.
Terdapat riwayat kejang tanpa demam yang bersifat genetik pada orang tuan atau

saudara kandung.
Kejang demam lebih lama dari 15 menit, fokal atau diikuti kelainan neurologis

sementara atau menetap.


Kejang demam terjadi pada bayi berumur kurang dari 12 bulan atau erjadi kejang
multipel dalam satu episode demam.

Profilaksis jangka panjang berguna untuk menjamin terdapatnya dosis terapeutik yang
stabil dan cukup didalam darah penderita untuk mencegah terulangnya kejang
demam berat yang dapat menyebabkan kerusakan otak tetapi tidak dapat mencegah
terjadinya epilepsi dikemudian hari. Profilaksis terus-menerus setiap hari dengan
fenobarbital 4-5 mg/ kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis. Obat lain yang dapat digunakan
adalah asam valproat dengan dosis 15-40 mg/kgBB/hari. Antikonvulsan profilaksis terus
menerus diberikan selama 1-2 tahun setelah kejang terakhir dan dihentikan bertahap se
lama 1-2 bulan.10
Beberapa hal yang harus diperhatikan oleh orang tua ketika anak mengalami kejang
demam adalah sebagai berikut :4
11

Tetap tenang dan tidak panik.


Kendorkan pakaian yang ketat terutama disekitar leher.
Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring, untuk menghindari
tersedak. Bersihkan muntahan atau lendir di mulut atau hidung. Walaupun
kemungkinan lidah tergigit, jangan memasukkan sesuatu ke dalam mulu karena dapat

XII.

mengganggu jalan napas.


Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang.
Tetap bersama pasien selama kejang.
Berikan diazepam rektal dan jangan diberikan bila kejang telah berhenti.
Bawa ke dokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau lebih.

Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi adalah epilepsi. Ada faktor risiko terjadinya epilepsi
di kemudian hari, antara lain:4
Kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang demam pertama.
Kejang demam kompleks.
Riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung.
Masing-masing faktor risiko meningkatkan kemungkinan kejadian epilepsi sampai 4%6%, kombinasi dari faktor risiko tersebut meningkatkan kemungkinan epilepsi menjadi
10%-49%.4

XIII.

Prognosis
Secara umum, prognosis kejang demam baik. Kejadian kecacatan sebagai komplikasi
kejang demam tidak pernah dilaporkan. Kematian akibat kejang demam juga sedikit
kejadiannya. Perkembangan mental dan neurologis umumya tetap normal pada pasien
yang memang sebelumnya normal. Penelitian lain secara retrospektif melaporkan kelainan
neurologis pada sebagian kecil kasus dan kelainan ini biasanya terjadi pada kasus kejang
yang lama atau kejang berulang baik fokal atau kejang umum.4

Kesimpulan
12

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang berhubungan dengan demam, tetapi tidak
karena infeksi CNS atau penyebab lain tertentu, yang menyerang anak usia 6 bulan-5 tahun.
Kejang demam diklasifikasikan menjadi 2, yaitu kejang demam sederhana dan kompleks.
Terdapat faktor genetik pada kejang demam, dan penyebab dari kejang demam umumnya
adalah infeksi virus ataupun bakteri. Ada 3 hal yang haris diperhatikan dalam menangani
kejang demam, yaitu pengobatan fase akut, mencari dan mengobati penyebab, dan profilaksis
kejang demam berulang.

Daftar Pustaka
1. McMillan JA, Feigin RD, DeAngelis CD, Jones MD, editors. Oskis pediatrics principles
& practice. 4th edition. Philadelphia: Lippincott Williams & Williams; 2006.p.689.
2. Berg MD, Schexnayder SM, Chameides L, Terry M, Donoghue A, Hickey RW, et al.
(2010). Part 13: pediatric basic life support: 2010 American Heart Association guidelines
for cardiopulmonary resuscitation and emergeny cardiovascular care. Circulation, 2-10.
doi: 10.1161/CIRCULATIONAHA.110.971085
3. Roberts JR, Custalow CB, Thomsen TW, Hedges JR,editors. Clinical procedures in
emergency medicine. 6th edition. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2013. p.40
4. Pusponegoro HD, Widodo DP, Ismael S, penyunting. Konsensus penatalaksanaan demam .
Jakarta: Bada Penerbit IDAI; 2005.h.1-12.
5. Behrgman, Kliegman, Alvin. Nelson textbook of pediatrics. 19th edition. Philadelphia:
Elsevier Saunders; 2011. p.2018.
6. Centers for Disease Control and Prevention. Viral Meningitis. Edisi Maret 2012. Diunduh
dari http://www.cdc.gov/meningitis/viral.html, 14 November 2012.
7. Hantoro R. Buku pintar keperawatan epilepsi, Yogyakarta: Cakrawala ilmu; 2013. h.63-9.
8. Tejani NR. Febrile seizure. Retrieved: December10th,2013. Updated: May 8th, 2013.
Available at: http://emedicine.medscape.com/article/801500-overview
9. Waruiru C, Appleton R. (2004). Febrile seizure: an update, 89, 751-756. doi:
10.1136/adc.2003.028449
10. Lumbantobing,S.M:Kejang Demam.Balai Penerbit FKUI,Jakarta,2007.

13

Anda mungkin juga menyukai