Alice Pratiwi
102011272
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Terusan Arjuna Utara No. 6 Kebon Jeruk Jakarta Barat 1510
email : alice_lice@live.com
Pendahuluan
Fraktur adalah hilangnya kontinuitas jaringan tulang, tulang rawan epifisis atau tulang
rawan sendi. Fraktur dapat terjadi akibat
kelemahan abnormal pada tulang (fraktur patologik). Sebagian besar fraktur disebabkan oleh
kekuatan yang tiba-tiba dan berlebihan, yang dapat berupa pemukulan, penghancuran,
penekukan, pemuntiran, atau penarikan. Tetapi pada manula, trauma ringan dapat
menyebabkan fraktur. Hal ini biasanya dikarenakan rapuhnya tulang. Salah satu bagian yang
mudah patah akibat trauma ringan adalah tulang femur.
Isi
A. Anamnesis
Pertanyaan yang dapat diajukan kepada pasien:
Mengapa pasien bisa jatuh. Apakah pasien merasa pusing, tergelincir, atau yang
lainnya.
Posisi jatuh pasien. Apakah jatuh telungkup, duduk, dan lain-lain.
Setelah jatuh apa yang pasien lakukan. Apakah pasien dapat berdiri kembali atau
tidak.
Apa yang dirasakan pasien setelah jatuh.
B. Pemeriksaan Fisik
Pemerikaan fisik yang dapat dilakukan: 1
1. Look
Deformitas:
Penonjolan yang abnormal
Angulasi
Rotasi
Pemendekan
Fungsio lesa:
Hilangnya fungsi, misal fraktur cruris tidak dapat berjalan.
2. Feel
Terdapat nyeri tekan dan nyeri sumbu.
3. Move
Krepitasi.
Terasa krepitasi bila fraktur digerakkan, tetapi ini bukan cara yang baik dan
kurang halus. Krepitasi timbul oleh pergeseran atau beradunya ujung-ujung
tulang kortikal. Pada tulang spongiosa atau tulang rawan epifisis tidak terasa
krepitasi.
Nyeri bila digerakkan, baik pada pergerakan aktif maupun pasif.
Gerakan yang tidak normal: gerakan yang terjadi tidak pada sendi, misalnya:
pertengahan femur dapat digerakkan. Ini adalah bukti penting adanya fraktur
dengan dislokasio coxae. Fragmen ini biasanya paling baik dibuang, karena
reduksinya sulit, suplai darah perbatasan serta kesembuhan tidak dapat diramalkan.5
Gambar 1
Sumber
Fraktur ini terjadi di antara trochanter major dan minor. Fraktur ini sering terjadi
pada orang tua dan umumya dapat bertaut dengan terapi konservatif maupun operatif
karena pendarahan di daerah ini sangat baik. Terapi operatif memperpendek masa
imobilisasi di tempat tidur.6
Penderita biasa datang dengan keluhan tidak dapat berjalan setelah jatuh disertai
rasa nyeri hebat. Tungkai bawah mengalami eksorotasi dan pemendekan sampai 3cm
disertai nyeri pada setiap gerakan, serta pembengkakan. Pada bagian luar pangkal
paha terlihat kebiruan akibat hematom subkutan. Pada foto Rontgen terlihat fraktur
trochanter dengan collum femur dalam posisi varus yang bisa mencapai 90o.6
Fraktur ini ditangani dengan traksi tulang dengan paha dalam posisi fleksi dan
abduksi, selama 6-8 minggu. Terapi operatif dapat dilakukan dengan pemasangan
pelat trochanter yang kokoh, kemudian mobilisasi pasca bedah.6
Fraktur Subtrochanter
Regio subtrochanter berada di antara trochanter minor dan 5 cm distal dari
trochanter minor. Mekanisme fraktur subtrochanter pada orang tua dapat terjadi
karena trauma yang ringan ( jatuh terpeleset). Individu yang mengalami fraktur
subtrochanter akan merasa nyeri, terjadi pembengkakan, pemendekan, rotasi
eksternal.8
Klasifikasi fraktur subtrochanter menurut Fielding:8
Tipe I
Tipe II
Tipe III
Tipe II
: fraktur 2 bagian
IIA
IIB
IIC
Tipe III
: fraktur 3 bagian
IIIA
IIIB
Tipe IV
berjauhan.
2. Fraktur patologis, fraktur yang terjadi karena trauma minimal atau tekanan
ringan apabila tulang lemah. Fraktur patologis sering terjadi pada lansia yang
mengalami osteoporosis, atau individu yang mengalami tumor tulang, infeksi,
atau penyakit lain.
3. Fraktur stres, , dapat terjadi pada tulang normal akibat stres tingkat rendah yang
berkepanjangan. Contoh: polio.
G. Penatalaksanaan Fraktur
Fraktur dapat dimobilisasi dengan cara:
1. Traksi
Traksi adalah alat imobilisasi yang menggunakan kekuatan tarikan yang
diterapkan pada suatu bagian tubuh sementara kekuatan kedua, disebut kontertraksi,
menarik ke arah yang berlawanan. Traksi skeletal diterapkan dengan cara
memasukkan pin logam, kabel, atau penjepit secara langsung ke dalam atau melalui
tulang. Alat logam tersebut kemudian dikaitkan ke sebuah sistem tali, katrol, dan
pemberat dengan menggunakan rangka logam yang terhubung pada tempat tidur.
Penggunaan traksi bertujuan untuk:10
Imobilisasi fraktur tulang agar terjadi pemulihan.
Mempertahankan kesejajaran tulang yang tepat.
Untuk mencegah cedera pada jaringan lunak.
Memperbaiki, mengurangi, atau mencegah deformitas.
Mengurangi spasme otot dan nyeri.
buruk, terdapat infeksi, atau adanya fraktur comminuted yang parah yang
menghambat rekonstruksi.11
3. Fiksasi Eksternal
Pin, sekrup dan rod juga dipakai untuk menyiptakan alat fiksasi eksternal, seperti
misalnya rangka dan gelangan. Walau mereka terletak di luar tubuh, sekrup dan pin
masuk ke dalam tubuh menembus kulit dan otot untuk berhubungan dengan tulang.
Dalam cara ini, mereka berbeda dari gips dan bidai yang hanya mengandalkan pada
penyanggaan eksternal. Mungkin terdapat sedikit reaksi radang atau, yang kurang
umum, infeksi terkait pemakaian alat fiksasi eksternal. Secara normal, semua ini
dapat ditangani dengan perawatan luka dan/atau minum obat antibiotik.12
I
Komplikasi
Komplikasi fraktur dapat diklasifikasikan sebagai komplikasi cepat ( saat cedera ),
awal ( dalam beberapa jam atau hari), dan lambat ( dalam beberapa minggu atau bulan).
Komplikasi cepat meliputi:13
Perdarahan, kehilangan darah dari tulang tersebut ditambah kehilangan darah dari
kerusakan pada jaringan sekitar tulang tersebut.
Infeksi luka
Emboli lemak, terjadi karena pelepasan butir-butir mikroskopik lemak sesudah fraktur
tulang panjang masuk ke pembuluh darah.
Delayed Union, saat fraktur tidak menyatu pada waktu yang diperkirakan.
Malunion, saat tulang yang fraktur sudah menyatu sepenuhnya, tetapi pada posisi
yang salah.
Deformitas.
Kesimpulan
Fraktur femur proksimal dapat diklasifikasikan menjadi fraktur caput demoris, fraktur
collum femoris, fraktur intertrochanter, dan fraktur subtrochanter. Fraktur pada proximal
femur ini memiliki gejala nyeri, pembengkakan, pemendekan, dan rotasi eksternal. Untuk
menegakkan diagnosis diperlukan pemeriksaan penunjang seperti X-ray untuk menentukan
dimana letak pasti fraktur terjadi. Penyebab fraktur tulang bisa dikarenakan trauma, fraktur
patologis, ataupun fraktur stress. Traksi, ORIF, dan fiksasi eksternal merupakan beberapa cara
untuk mengatasi fraktur.
Daftar Pustaka
1.
Staf Pengajar Ilmu Bedah FKUI. Kumpulan kuliah ilmu bedah. Jakarta: Binarupa
Aksara; 2010. h.509.
2.
National Health Service. X-Ray. Edisi Januari 2012. Diunduh dari www.nhs.uk , 23
Maret 2013.
3.
National Health Service. CT-Scan. Edisi Januari 2012. Diunduh dari www.nhs.uk , 23
Maret 2013.
4.
National Health Service. MRI Scan. Edisi November 2011. Diunduh dari www.nhs.uk
, 23 Maret 2013.
5.
Sabiston, David C. Buku saku ilmu bedah Sabiston. Edisi ke-17. Jakarta: EGC; 2011.
h.380.
6.
Sjamsuhidahat R, Wim de Jong, editor. Buku ajar ilmu bedah. Edisi ke-2. Jakarta:
EGC; 2005. h.878-80.
7.
Stuart P, editor. Tidys physiotherapy. 14th Edition. Philadelphia: Elsevier; 2008. p.84.
8.
John E. Textbook of Orthopedics. 4th Edition. India: Jaypee Brothers Medical; 2010.
p.226-7.
9.
Elizabeth JC. Buku saku patofisiologi. Edisi ke-3. Jakarta: EGC; 2009.
10.
11.
12.
13.
Klasifikasi fraktur :
Menurut Hardiyani (1998), fraktur dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1) Berdasarkan tempat (Fraktur humerus, tibia, clavicula, dan cruris dst).
2). Berdasarkan luas dan garis fraktur terdiri dari :
a). Fraktur komplit (garis patah melalui seluruh penampang tulang
korteks tulang).
b). Fraktur tidak komplit (bila garis patah tidak melalui seluruh garis penampang tulang).
3). Berdasarkan bentuk dan jumlah garis patah :
a)
Fraktur kominit (garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan).
b)
Fraktur segmental (garis patah lebih dari satu tapi tidak berhubungan).
c)
Fraktur Multipel ( garis patah lebih dari satu tapi pada tulang yang berlainan
tempatnya, misalnya fraktur humerus, fraktur femurdan sebagainya).
4). Berdasarkan posisi fragmen :
a)
Undisplaced (tidak bergeser)/garis patah komplit tetapi kedua fragmen tidak bergeser.
b)
Tertutup
b)
6). Berdasar bentuk garis fraktur dan hubungan dengan mekanisme trauma
a)
b)
Oblik / miring.
c)
d)
Kompresi
e)
Avulsi / trauma tarikan atau insersi otot pada insersinya. Missal pada patela.
b)
Adanya dislokasi
Tipe Ekstensi
Trauma terjadi ketika siku dalam posisi hiperekstensi, lengan bawah dalam posisi supinasi.
b). Tipe Fleksi
Trauma terjadi ketika siku dalam posisi fleksi, sedang lengan dalam posisi pronasi.
(Mansjoer, Arif, et al, 2000)