Anda di halaman 1dari 9

Infeksi Tetanus pada Orang Dewasa

Alice Pratiwi
102011272
e-mail: alice_lice@live.com
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510
Abstrak
Tetanus masih merupakan masalah kesehatan utama pada negara berkembang.
Tetanus bisa menular dari luka tusuk, luka bakar, luka kecelakaan, atau pemotongan tali pusat
yang tidak steril. Penyakit tetanus disebabkan oleh bakteri gram positif, yaitu Clostridium
tetani. Gejala tetanus disebabkan oleh tetanospasmin yang dihasilkan oleh C.tetani. Masa
inkubasi bakteri ini 5-14 hari. Pada umumnya, sekitar 50-75% penderita mengalami tetanus
generalisata. Dewasa muda laki-laki lebih rentan terinfeksi penyakit ini. Kejadian penyakit
tetanus dapat berkurang, salah satunya dengan pemberian imunisasi dan juga perawatan luka
yang benar.
Kata kunci: tetanus, Clostridium tetani
Abstract
Tetanus is still a major health problem in developing countries. Tetanus can be
infected from stabbed wound, burned wound, injury accident, or unstrelized cutting corf.
Tetanus is caused by gram positive bacteria, which is Clostridium tetani. The symptomps are
caused by tetanospasmin which is produced by C.tetani. The incubation period is between 514 days. About 50-75% patients are infected by generalized tetanus. Young adult males are
commonly affected. The incidence of tetanus can be reduced by an effective immunization
and proper wound management.
Keywords: tetanus, Clostridium tetani
Pendahuluan
Banyak orang yang tidak menyadari begitu mudahnya seseorang terkena infeksi.
Spora bakteri dapat menyebar kemana-mana dan mencemari lingkungan. Salah satunya
tetanus. Tetanus adalah penyakit infeksi yang disebabkan toksin kuman yang ditandai dengan
spasme otot, tanpa gangguan kesadaran. Spora bakteri dapat masuk melalui luka pada tubuh,
berubah menjadi bentuk vegetatif dan menghasilkan toksin yang tentu berbahaya bagi tubuh.
Apabila tidak ditangani dengan benar, maka tetanus bisa menyebabkan kematian khususnya
pada bayi baru lahir

Isi
Anamnesis
Anamnesis yang dapat membantu diagnosis: 1
1. Apakah ada luka tusuk, luka kecelakaan/ patah tulang, luka dengan nanah, atau
gigitang binatang.
2. Apakah mengalami gigi berlubang atau infeksi daerah mulut.
3. Apakah pernah mengalami cedera kepala atau infeksi telinga.
4. Apakah sudah mendapat imunisasi DPT, tD, atau TT. Kapan imunisasi terakhir.
5. Kapan mulai timbul gejala klinis
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan yaitu inspeksi dan pemeriksaan TTV ( suhu,
nadi, tekanan darah, dan respiratory rate). Pada inspeksi ditemukan trismus dan juga luka
yang dijahit 2 minggu lalu pada tungkai bawah pasien yang masih mengeluarkan nanah. Pada
pemeriksaan TTV, diketahui bahwa pasien mengalami demam.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan:2
1.

Pemeriksaan jumlah leukosit

2.

Pemeriksaan tekanan LCS

Differential Diagnosis
1. Meningitis
Adalah radang pada selaput pelindung SSP, yang dapat disebabkan oleh bakteri
ataupun virus.3 Pada orang dewasa, bakteri penyebab yang tersering adalah Diplococcus
pneumonia dan Neiseria meningitidis, yang mana pada kedua kedua bekteri tersebut
dapat diberikan Penisilin G dengan dosis sampai 20 juta unit per hari atau Ampisilin atau
Kloramfenikol 4 gram per hari.4
Pada meningitis viral umumnya disebabkan oleh enterovirus. Seseorang dapat
terinfeksi melalui kontak langsung oleh sekresi orang yang sudah terinfeksi, antara lain
air liur, feses, sputum). Transmisinya bisa juga melalui udara, misalnya ketika orang
yang terinfeksi batuk atau bersin. Meningitis viral tidak semembahayakan meningitis
bakterial dan dapat sembuh tanpa terapi. Gejala meningitis bakterial maupun viral sama,
2

yaitu demam tinggi, sakit kepala hebat, kaku leher, sensitif terhadap cahaya, mual,
muntah-muntah, gangguan kesadaran, dan kelainan LCS.1,5
2. Ensefalitis
Ensefalitis, sama seperti meningitis, merupakan radang selaput SSP yang dapat
disebabkan bakteri maupun virus. Penyebab tersering ensefalitis sporadik yaitu virus
herpes simpleks. Virus lain yaitu herpes zoster, sitomegalovirus, dan virus Epstein-Barr.
Gejala ensefalitis yaitu demam tiba-tiba, nyeri kepala, kejang, penurunan kesadaran
dalam beberapa jam atau hari.1,3
3. Rabies
Infeksi rabies pada orang umunya terjadi sebagai akibat gigitan hewan penular rabies,
terutama oleh anjing. Penularan juga dimungkinkan terjadi karena air liur hewan rabies
yang kontak dengan kulit yang tergores atau terluka. Masa inkubasi rabies sangat
bervarisai mulai dari hanya beberapa hari sampai sangat lama. Ada yang bisa sampai 5
tahun. Masa inkubasi dapat terjadi cukup cepat, yaitu 9 hari. Masa inkubasi rata-rata
antara 3-8 minggu.6
Gejala awal rabies adalah demam, sakit kepala, dan merasa tidak nyaman. Semakin
berkembangnya penyakit, maka timbul gejala yang lebih spesifik, antara lain
kebingungan, agresif, halusinasi, ketakutan, kaku kejang,trismus, kesulitan menelan,
hidrofobia, peningkatan salivasi, air liur berbuih, mengeluarkan banyak keringat, dan
laringospasme.7,8
4. Keracunan Striknin
Biasanya karena tidak sengaja terminum atau percobaan bunuh diri dengan menelan
racun tikus. Perbedaan gejala klinis sulit dibedakan. Perlu dilakukan pemeriksaan
urin, darah, dan jaringan yang mungkin dilewati striknin9
5. Infeksi dental
Adanya infeksi pada gigi bisa menyebabkan timbulnya trismus. Pada infeksi ini
perkembangan umum dari kejang otot kurang.9
Tabel 1: Diagnosis Banding
Penyakit
Meningitis dan Ensefalitis

Gambaran diferential
ada trismus, terjadi

Tidak

Rabies
Keracunan striknin
Infeksi dental

kesadaran
Disebabkan gigitan binatang, hidrofobia
Perlu pemeriksaan laboratorium
Kurang perkembangan umum dari kejang

gangguan

otot
3

Working Diagnosis
Dari keterangan di atas, bisa disimpulkan pasien mengalami tetanus generalisata
dengan gejala demam, trismus, nyeri pada tungkai bawah, dan adanya reaksi peradangan
serta nanah yang keluar dari luka pasien yang sudah dijahit 2 minggu yang lalu. Masa
inkubasi C.tetani 5-14 hari. Hal ini menunjukkan pasien sudah terinfeksi.
Etiologi
Tetanus adalah penyakit dengan tanda utama kekauan otot (spasme) tanpa disertai
gangguan kesadaran. Gejala ini bukan disebabkan kuman secara langsung, tetapi sebagai
dampak eksotoksin (tetanospasmin) yang dihasilkan oleh kuman. Kuman yang menghasilkan
toksin adalah Clostridium tetani, kuman berbentuk batang dengan sifat:
Basil gram positif dengan spora pada ujungnya sehingga berbentuk seperti pemukul

genderang.
Obligat anaerob ( berbentuk vegetatif apabila berada dalam lingkungan anaerob) dan

dapat bergerak menggunakan flagel.


Menghasilkan eksotoksin yang kuat.
Mampu membentuk spora yang mampu bertahan dalam suhu tinggi, kekeringan, dan
disinfektans.
Kuman hidup di tanah dan di dalam usus binatang, terutama pada tanah di daerah

pertanian/ peternakan. Spora dapat menyebar kemana-mana, mencemari lingkungan secara


fisik dan biologik. Spora mampu bertahan dalam keadaan tidak menguntungkan selama
bertahun-tahun, dalam lingkungan yang anaerob dapat berubah bentuk vegetatif yang
menghasilkan eksotoksin. 1
Faktor Risiko
Port dentre tidak selalu dapat diketahui dengan pasti, namun diduga melalui:1
Luka tusuk, patah tulang komplikasi kecelakaan, gigitan binatang, luka bakar yang
luas.
Luka operasi, luka yang tak dibersihkan denga baik.
Otitis media, karies gigi, luka kronik.
Pemotongan tali pusat yang tidak steril dapat menyebabkan terjadinya kasus
tetanus neonatorum
Gejala Klinis
Tetanus generalisata, bentuk yang paling sering dialami, ditandai oleh peningkatan tonus
otot dan spasme generalisata. Masa inkubasi biasanya berkisar antara 5-14 hari. Pasien secara
4

khas pertama kali memperhatikan adanya peninggian tonus otot masseter (trismus atau kaku
rahang). Disfagia atau kekauan atau nyeri pada kuduk, bahu, dan otot belakang dapat terjadi
bersamaan atau timbul segera kemudian. Lalu otot-otot lain terjangkit sehingga menimbulkan
kaku perut dan kaku otot anggota badan proksimal, tangan dan kaki relatif terbebas gejala.
Kontraksi otot wajah yang terus-menerus menibulkan kernyitan atau seperti tersenyum ( risus
sardonikus), dan kontraksi otot punggung menimbulkan otot yang melengkung (opistotonus).
Ancaman yang konstan selama spasme generalisata adalah ventilasi berkurang atau
laringospasme.10
Tingkat kesakitan dapat ringan ( rigiditas otot sedikit atau tanpa spasme), sedang
( trismus, disfagis, rigiditas, dan spasme), atau berat ( serangan berulang yang hebat dan
sering). Pasien dapat mengalami demam, walaupun kebanyakan tanpa demam; keadaan
kejiwaan tidak terganggu.10
Tetanus neonatal biasanya terjadi sebagai tetanus generalisata dan yang tidak dirawat
biasanya akan meninggal. Tetanus ini terjadi pada anak-anak yang lahir dari ibu yang tidak
diimunisasi secara dekuat, seringkali setelah perawatan sisa tali plasenta yang tidak steril.10
Tetanus lokal adalah bentuk langka yang memberi gejala terbatas pada otot dekat luka.
Prognosisnya baik. Tetanus sefalik, adalah bentuk langka dari tetanus lokal, terjadi setelah
cedera kepala atay infeksi telinga. Trismus dan disfungsi salah satu atau lebih saraf kranialis,
sering pada nervus ketujuh, ditemukan. 10
Patofisiologis
Seperti pada semua infeksi luka yang disebabkan oleh Clostridium, kejadian awal tetanus
adalah kejadian trauma pada jaringan hospes, yang diikuti dengan kontaminasi luka oleh
Clostridium tetani. Kerusakan jaringan menyebabkan menurunnya potensial oksidasi-reduksi
sehingga menyediakan lingkungan yang cocok untuk pertumbuhan Clostridium tetani.
Setelah pertumbuhan awal, bakteri ini tidak invasif dan tetap terbatas pada jaringan nekrotik,
yaitu tempat Clostridium tetani menghasilkan toksin yang mematikan.11
Pertumbuhan tetanus biasanya disebabkan oleh masuknya spora ke dalam jaringan
nekrotik sehingga tersedia keadaan anaerob. Spora akan berubah menjadi bentuk vegetatif
dan berbiak cepat sambil menghasilkan toksin.1 Penyakit tetanus disebabkan oleh neurotoksin
yang kuat yaitu tetanospasmin, yang dihasilkan sebagai protein protoplasmik oleh bentuk
vegetatif Clostridium tetani pada tempat infeksi yang terlokalisasi dan dilepaskan terutama
ketika terjadi lisis bakteri.11
Tetanospasmin pada awalnya merambat dari tempat luka lewat motor end-plate dan aksis
silinder saraf tepi ke kornu anterior medulla spinalis dan menyebar ke seluruh SSP.
Pengangkutan toksin ini melewati saraf motorik, terutama serabut motor. Reseptor khusus
5

pada ganglion menyebabkan fragmen C toksin tetanus menempel erat dan kemudian melalui
prosen perlekatan dan internalisasi, toksin diangkut ke arah sel secara ektra aksional dan
menimbulkan perubahan potensial membran dan gangguan enzim yang menyebabkan kolin
eseterase tidak aktif, sehingga kadar asetilkolin menjadi sangat tinggi pada sinaps yang
terkena. Toksin menyebabkan blokade pada simpul yang menyalurkan impuls pada tonus
otot, sehingga tonus otot meningkat dan menimbulkan kekakuan. Bila tonus makin
meningkat akan timbul kejang, terutama pada otot yang besar.1
Terapi
Terapi non-medicamentosa bisa dilakukan dengan menjaga saluran nafas tetap bebas,
mencukupi cairan dan nutrisi, dan memberikan tambahan O2 dengan sungkup.1
Terapi antibiotik dengan penisilin parenteral (10-12 juta unit per hari selama 10 hari)
diberikan untuk membasmi sel vegetatif, sumber toksin. Klindamisin, eritromisin, atau
metronidazol dapat diberikan sebagai pengganti pada pasien yang alergi penisilin. 10
Antitoksin diberikan untuk menetralkan toksin yang tersikulasi dan tak terikat pada luka.
Globulin imun tetanus (GIT) harus segera diberikan. Satu injeksi intramuskuler 500 unit
cukup untuk menetralisasi toksin. Dosis 500 unit sama efektifnya dengan dosis yang lebih
besar ( 3000 unit atau lebih).11
Pengendalian spasme otot menggunakan diazepam. Diazepam memberikan relaksasi
maupun pengendalian kejang; dosisnya 0,1-0,2 mg/kg setiap 3-6 jam diberikan secara
intravena kemudian dititrasi untuk mengendalikan spasme tetanus, sesudahnya dipertahankan
selama 2-6 minggu sebelum penghentian secara bertahap.12
Perawatan pernapasan menggunakan intubasi atau trakeostomi dibutuhkan untuk
hipoventilasi akibat laringospasme, atau menghindarkan aspirasi pada pasien dengan gejala
trismus, kelinan penelanan atau disfagia.10
Prognosis
Prognosis tetanus ditentukan oleh masa inkubasi, periode of onset, jenis luka, dan
keadaan status imunitas pasien. Makin pendek masa inkubasi dan periode of onset, makin
buruk prognosis. Letak, jenis luka, dan kerusakan jaringan turut memegang peran dalam
menentukan prognosis.1
Proses tetanus dapat melampaui 4-6 minggu, dan pasien mungkin membutuhkan
dukungan ventilasi selama 3 minggu dalam masa ini. Tonus yang meningkat dan spasme
kecil dapat bertahan berbulan-bulan, tetapi pemulihannya biasanya sempurna.10
Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi:11
6

Hipoksia yang disebabkan oleh gangguan pernapasan, pneumonia akibat

atelektasis
Trombosis vena dan emboli paru
Aritmia jantung, hipertensi, dan hipotensi yang disebabkan ketidakstabilan

autonom, miokarditis, dan/ atau kekurangan volume intravaskular


Fraktur tulang punggung atau tulang panjang karena kejang.
Infeksi yang berkaitan dengan luka awal, ulkus dekubitalis, dan berbagai kateter
yang dipasang menetap yaitu intravaskular dan pada kandung kemih.

Pencegahan
Untuk pencegahan dapat dilakukan:1
1. Perawatan luka
Perawatanluka harus segera dilakukan terutama pada luka tusuk, luka kotor atau
luka yang diduga tercemar dengan spora tetanus. Terutama perawatan luka guna
mencegah timbulnya jaringan anaerob.
2. Pemberian ATS (Anti Tetanus Serum)
Profilaksis dengan pemberian ATS hanya efektif pada luka baru ( kurang dari 6
jam)
3. Imunsasi aktif
Imunisasi yang dapat diberikan yaitu DPT (Difteri, Pertusis, Tetanus), dT (Difteri
Tetanus), toksoid tetanus. Vaksin DPT diberikan sebagai imunisasi dasar
sebanyak 5 kali. Pertama pada usia 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan, 15-18 bulan, dan 46 tahun. Bagi orang dewasa, sebaiknya menerima booster dalam bentuk TT
(Toksoid Tetanus) setiap 10 tahun. Pada wanita hamil dengan persalinan berisiko
tinggi paling tidak mendapatkan 2 kali dosis vaksin TT. Dosis kedua diberikan
paling tidak 4 minggu setelah dosis pertama.13

Kesimpulan
Pasien pada skenario menderita penyakit tetanus. Hal ini ditunjukkan dari gejala klinis
yang dialami dan juga ditemukannya luka bekas kecelakaan yang masih mengeluarkan nanah
setelah dijahit. Tetanus disebabkan oleh bakteri Clostridium tetani yang mengeluarkan
neurotoksin kuat, yaitu tetanospasmin. Gejala klinis pada pasien, antara lain demam, trismus,
disfagia, risus sardonikus, opistotonus, dan lain sebagainya.
Pengobatan

tetanus

dapat

diberikan

dengan

penisilin

parentral,

eritromisin,

metranidazol, klindamisin sebagai antibiotik. Selain itu dapat diberikan GIT sebagai
antitoksin, diazepam untuk pengendalian spasme. Apabila ada gangguan pernapasan bisa
dilakukan intubasi atau trakeostomi. Pencegahan yang dapat dilakukan adalah dengan
pemberian ATS dan imunisasi dasar, juga perawatan luka yang benar.

Daftar Pustaka

1. Sumarmo SPS, Herry G, Sri RSH, Hindra IS, penyunting. Buku ajar infeksi dan pediatri
tropis. Edisi ke-2. Jakarta: IDAI; 2002. h.322-29.
2. Arif M. Pengantar asuhan keperawatan klien dengan gangguan sistem persarafan.
Jakarta: Salemba Medika; 2008. h.119.
3. National Institute of Neurological Disorders and Stroke. NINDS Meningitis and
Ensephalitis Information Page. Edisi Februari 2011. Diunduh dari
http://www.ninds.nih.gov/disorders/encephalitis_meningitis/encephalitis_meningitis.htm
, 14 November 2012.
4. Satyanegara. Ilmu bedah saraf. Edisi ke-4. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama; 2010.
h. 386.
5. Centers for Disease Control and Prevention. Viral Meningitis. Edisi Maret 2012.
Diunduh dari http://www.cdc.gov/meningitis/viral.html, 14 November 2012.
6. Budi TA. Pencegahan dan pengendalian rabies. Yogyakarta: Kanisius; 2007. h.84-7.
7. Lionel G. Neurologi. Edisi ke-8. Jakarta: Erlangga; 2008. h.128.
8. Centers for Disease Control and Prevention. Rabies. Edisi September 2012. Diunduh dari
http://www.cdc.gov/rabies/ , 14 November 2012.
9. Zelalem T. Mayo Clinic Infection Diseases Board Review. New York: Oxford University
Press; 2011. h. 104.
10. Isselbacher, Braunwald, Wilson, Martin, Fauci, Kasper. Harrison: Prinsip-prinsip Ilmu
Penyakit Dalam volume 15. Edisi ke-13. Jakarta: EGC; 2000. h.711-13.
11. Sylvia YM. Bakteri anaerob yang erat kaitannya dengan problem di klinik: diagnosis dan
penatalaksanaa. Jakarta: EGC; 2009.
12. Behrman, Kliegman, Arvin. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Volume 2. Edisi ke-15.
Jakarta: EGC; 2000.
13. Hendra P, Paska P, editor. Vaksinasi, cara ampuh cegah penyakit infeksi. Yogyakarta:
EGC; 2010. h.73.

Anda mungkin juga menyukai