Anda di halaman 1dari 8

Kejang Demam pada Anak

Nama

: Alice Pratiwi

NIM

: 102011272

Kelompok

: C8

Alamat Korespondensi : alice_lice@live.com

Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No. 6
Telp (021-5694-2061); Fax (021-5631731)

Pendahuluan
I. Latar Belakang
Kejang adalah suatu kondisi dimana otot tubuh berkontraksi dan relaksasi secara
cepat dan berulang, oleh karena abnormalitas sementara dari aktivitas elektrik di otak.
Kejang demam merupakan kejang yang timbul akibat demam yang biasa dialami oleh
anak-anak di bawah usia 6 tahun. Pada umumnya, kejang demam tidak mengakibatkan
kerusakan pada otak. Anak yang pernah mengalami kejang akan tumbuh normal sama
dengan anak-anak lain.
II. Tujuan
Pembuatan makalah ini bertujuan agar para calon dokter memahami hal-hal yang
terkait dengan kejang demam.
III. Rumusan Masalah
Seorang anak mengalami kejang setelah 1 minggu terkena demam.
IV. Hipotesis
Infeksi pada meningen dapat menyebabkan kejang.

Tinjauan Pustaka
Struktur Otak
1. Cerebrum
Cerebrum merupakan bagian yang paling berkembang pada manusia, yang meliputi
80% berat total otak. Lapisan luar cerebrum yang memiliki banyak lekukan disebut
korteks cerebrum. Korteks menutupi bagian tengah yang mengandung nukleus basal. 1
Cerebrum dibagi menjadi 2 belahan, yaiu hemispher kiri dan hemispher kanan.
Keduanya dihubungkan dengan corpus callosum, suatu pita tebal yang mengandung
sekitar 300 juta akson saraf melintang diantara kedua hemispher.1
Setiap hemispher terdiri dari substansia grisea/ korteks cerebrum, menutupi bagian
tengah yang lebih tebal yaitu substansi alba. Di dalam substansi alba terdapat substansi
grisea lain yaitu nukleus-nukleus basal. Substansi grisea terdiri dari badan-badan sel dan
sel-sel glia, sedangkan substansi alba terdiri dari akson-askson bermielin.1
Secara makroskopik cerebrum dibagi menjadi 6 lobus:1
a. Lobus Frontalis
Lobus frontalis terletak di korteks bagian depan, bertanggung jawab terhadap
3 fungsi utama, yaitu aktivitas motorik volunter, kemampuan berbicara, dan elaborasi
pikiran. Daerah lobus frontalis belakang yang berada di depan sulcus centralis dan
dekat dengan korteks somatosensorik adalah korteks motorik primer. Daerah ini
memberi kontrol volunter atas gerakan yang dihasilkan otot-otot rangka.
Korteks motorik di tiap-tiap sisi otak mengontrol otot di sisi tubuh yang
berlawanan. Jaras-jaras saraf yang berasal dari korteks motorik hemispher kiri
menyebrang sebelum turun ke korda spinalis untuk berakhir di neuron-neuron eferen
yang mencetuskan kontraksi otot rangka di sisi kanan tubuh.
b. Lobus Parietalis
Lobus parietalis terletak di belakang sulcus centralis pada kedua sisi,
bertanggung jawab untuk menerima dan mengolah masukan sensorik

seperti

sentuhan, tekanan, panas, dingin, dan nyeri pada permukaan tubuh. Sensasi-sensasi ini
secara kolektif disebut sensasi somestetik. Lobus ini juga merasakan kesadaran
mengenai posisi tubuh disebut propriosepsi.
c. Lobus Temporalis
Lobus temporalis terletak di dekat telinga dan mempunyai peran fungsional
yang berkaitan dengan pendengaran, keseimbangan, juga sebagian emosi-memori.
Lobus temporalis mempunyai 2 sulcus, yaitu sulcus temporalis superior dan inferior
3

yang membaginya atas 3 gyrus: gyrus temporalis superior, medianus, inferior. Di


permukaan atas lobus ini ada satu gyrus lain yang disebut gyrus transversum lobus
temporalis yang merupakan lokasi radiasio akustika.2
d. Lobus Occipitalis
Lobus occipitalis terletak di sebelah posterior, berperan sangat penting
sehubungan dengan fungsinya sebagai korteks visual. Lobus ini terdiri dari beberapa
area yang mengatur penglihatan dan juga pusat asosiasi. Korteks visual primer
terletak pada area striata. Pusat asosiasi penglihatan terletak di daerah sekitar sulcus
calcarina.2
e. Lobus insula
Lobus insula merupaka pulau yang terletak di bagian tengah otak. Peranannya
didufa berkaitan dengan aktivitas-aktivitas gastrointestinal dan organ viseral lainnya.2
f. Lobus limbik
Lobus limbik adalah cincin korteks yang berlokasi di permukaan medial
masing-masing hemispher dan mengelilingi pusat kutub cerebrum. Lobus ini tersusu
oleh struktur-struktur gyrus cinguli, isthmus, parahipocampus, dan unkus. Lobus ini
berfungsi mengatur persarafan otonom dan emosi.2

Gambar 1: Cerebrum
Sumber: www.google.co.id
Secara mikroskopik korteks cerebrum tersusun atas 6 lapisan:3
a. Lapisan molekular
Lapisan terluar dan terletak di bawah lapisan piamater. Terdapat sel horizontal
yang pipih dengan dendrit dan akson yang berkontak dengan sel-sel di lapisan
bawahnya.
b. Lapisan granular luar
Sebagian besar terdiri atas sel saraf piramid kecil yang dendritnya mengarah
ke lapisan molekular dan aksonnya ke lapisan di bawahnya. Selain itu juga terdiri dari
sel stellate dan neuroglia.
c. Lapisan piramidal luar
4

Terdapat sel iramid berukuran besar. Dendritnya mengarah ke lapisan


molekular dan aksonnya mengarah ke substansia alba.
d. Lapisan granular dalam
Merupakan lapisan tipis yang banyak mengandung sel-sel granul (stellate),
piramidal, dan neuroglia. Lapisan ini merupakan lapisan paling padat.
e. Lapisan piramidal dalam
Lapisan yang paling jarang, banyak mengandung sel-sel piramid besar dan
sedang, selain stellate dan martinnoti.
f. Lapisan multiformis
Lapisan terdalam dan berbatasan dengan substansia alba dengan varian sel
yang banyak.
2. Medulla Spinalis secara Makroskopik
Medulla spinalis berlanjut dengan medulla oblongata di atas otak dan merupakan SSP
di bawah otak. Struktur ini berawal pada foramen magnum dan berakhir pada lumbal
pertama, dengan panjang sekitar 45 cm. Pada ujung bagian bawah, ia berangsur-angsur
menghilang ke dalam suatu bentuk kerucut, yang dinamakan konus medularis dari ujung,
tempat filum terminal turun ke coccygis yang dikelilingi akar saraf, yang disebut cauda
equina.4
Medulla spinalis berfungsi sebagai penghubung untuk menyalurkan informasi antara
otak dan bagian tubuh lainnya; dan mengintegrasikan aktivitas refleks antara masukan
aferen dan keluaran eferen tanpa melibatkan otak.1
Medulla spinalis memiliki saraf-saraf berpasangan. Ketebalannya bervariasi,
membengkak pada daerah cervical dan lumbal, dimana cauda mempersarafi daerah
tungkai. Medulla spinalis terdiri dari substansia grisea pada bagian medulla dan
substansia alba pada daerah korteks.4
Secara Mikroskopik
Pada palang horizontal dari substansia grisea terdapat canalis centralis, merupakan
sisa dari lumen tabung neural embrionik. Canalis centralis ini dilapisi oleh sel ependim. 3
Substansia grisea pada pada bagian ujungnya membentuk kornu anterior dan posterior.
Kornu anterior bercabang membentuk radex ventrales ventrales mengandung badan sel
neuron

motorik

eferen

yang

mempersarafi otot rangka. Sedangkan


cabang kornu posterior adalah radex
dorsales yang mengandung badanbadan

sel

antarneuron

tempat

berakhirnya neuron aferen.1

Gambar 2: Medulla Spinalis


Sumber: www.google.co.id

3. Meninges
Meninges adalah membran yang melindungi susunan saraf pusat, terdiri dari 3 lapis,
yaitu duramater, arachnoidmater, dan piamater.1 Duramater adalah membran fibrosa kuat
yang terdiri dari 2 lapisan, yaitu bagian luar yang melapisi dalam tengkorak dan
membentuk periosteum. Lapisan dalam dura menonjol ke dalam di titik-titik tertentu
untuk membentuk suatu lapisan ganda yang memisahkan bagian-bagian otak dan
membantu mempertahankan bagian-bagian tersebut di tempat.4
Lapisan dalam duramater ( lapisan meningeal ) akan membentuk diantarnya falx
cerebri, tentorium cerebell, falx cerebelli, dan diafragma sellae. Falx cerebri merupakan
salah satu lipatan diantara kedua hemispher cerebri. Tentorium cerebellum, terletak
diantara crebrum dan cerebellum. Diafragma sellae merupakan atap dari fossa
hypophysialis.4
Duramater ini teridiri atas jaringan ikat padat. Permukaan duramater ini dilapisi epitel
selapis gepeng yang asalnya dari mesenkim.3
Archnoidmater adalah lapisan dibawah duramater yang yang seperti jaring labalaba. Arachnoidmater memiliki 2 komponen, yaitu lapisan yang berkontak dengan
duramater dan sebuah sistem trabekel. Lapisan ini terdiri dari jaringan ikat dan
permukaannya dilapisi oleh epitel selapis gepeng.1,3
Ruang antara duramater dan arakhnoid disebut ruang subdural. Ruang antara lapisan
arakhnoid dan piamater dibawahnya disebut ruang subarachnoid, terisi oleh LCS.
Penonjolan-penonjolan jaringan arakhnoid, yaitu vilus arakhnoidalis, menembus celah
dura dan menonjol ke dalam sinus dura. Melalui permukaan vilus inilah LCS
direarbsorpsi.1
Piamater adalah lapisan paling dalam dan paling rapuh. Lapisan ini terdiri dari
jaringan ikat longgar yang banyak mengandung pembuluh darah dan melekat erat ke
permukaan otak dan korda spinalis, mengikuti setiap tonjolan dan lekukan. Piamater
dilapisi oleh sel-sel gepeng yang berasal dari mesenkim.1,3
Liquor Cerebro Spinalis (LCS)
6

LCS adalah cairan yang disekresi oleh plexus choroideus di dalam ventrikel dan
melewati dua ventrikel lateral, yang kemudian menuju ventrikel tertius melalui foramen
interventrikel, lalu melalui aquaductus cerebri menuju ventrikel quartus.4
LCS akan masuk ke dalam ruang subarakhnoid dan bersikulasi mengelilingi bagian
luar otak dan medulla spinalis. Akhirnya, LCS direabsorpsi melalui granulasi arakhnoid,
yang merupakan penonjolan kecil arakhnoidmater ke dalam sinus venosa.4
LCS berfungsi sebagai bantalan otak yang meredam guncangan , mempertahankan
tekanan di dalam tengkorak, dan metabolisme otak. Komposisi LCS sama dengan plasma
darah, walaupun LCS hanya mengandung sedikit protein. LCS berwarna jernih, jumlah total
150 mL, tekanan 60-150 mmH2O.4
Lumbal Pungsi
Medulla spinalis berakhir pada ketinggian vertebra lumbalis pertama atau kedua dan
ruang subarakhnoid memanjang terus hingga ketinggian vertebra sakralis kedua.5
Lumbal pungsi adalah tindakan memasukkan jarum ke dalam ruang subarakhnoid
untuk mengeluarkan LCS. Jarum biasanya dimasukkan ke dalam ruang subarakhnoid di
antara tulang belakang area lumbal ketiga dan keempat atau antara lumbal keempat dan
kelima. Hal ini untuk mencegah tertusuknya medulla spinalis.6
Lumbal pungsi yang berhasil memerlukan pasien dalam keadaan rileks. Peningkatan
kecemasan dapat meningkatkan tekanan pada saat hasil identifikasi. Tujuan pengambilan
LCS adalah menguji, mengukur, dan menurunkan LCS; menentukan ada atau tidak adanya
darah dalam LCS; mendeteksi sumbatan subarakhnoid spinal dan pemberian antibiotik
intratekal yaitu ke dalam kanalis spinal pada kasus infeksi.6

Kejang Demam
Demam adalah kenaikan suhu tubuh di atas variasi sirkadian yang normal sebagai
akibat dari perubahan pada pusat termoregulasi yang terletak dalam hipotalamus anterior.
Demam disebabkan oleh substansi pirogen.7
Pirogen dibagi menjadi 2 macam, yaitu pirogen eksogen dari luar host dan pirogen
endogen yang diproduksi oleh monosit/makrofag (dalam tubuh). Pirogen endogen ini
umumnya merupakan respon terhadap stimuli awal yang biasanya dicetuskan oleh infeksi
atau inflamasi. Kenaikkan suhu ini menyebabkan fagosit bekerja lebih cepat.7
Sel saraf memiliki potensial membran yang ditandai oleh sedikit kelebihan muatan
positif di luar dan sedikit kelebihan muatan negatif di dalam. Ketika suhu tubuh meningkat,
7

maka terjadi pelepasan muatan listrik sehingga terjadi difusi antara ion Natrium dan Kalium.
Arus besar yang timbul dapat menyebar ke sel sekitarnya sehingga terjadi kejang. Akibat arus
yang timbul begitu besar, maka basal ganglia pun mengalami gangguan. Rusaknya basal
ganglia yang berfungsi menghambat gerakan yang tidak diperlukan, mengakibatkan kejang.1

Kesimpulan
Demam merupakan reaksi fisiologis tubuh apabila terjadi infeksi. Demam ini bisa
menjadi salah satu pemicu kejang. Peningkatan suhu tubuh dapat menyebabkan timbulnya
rangsang yang besar secara terus-menerus sehingga terjadi kejang.

Daftar Pustaka
1. Sherwood L. Fisiologi manusia. Edisi ke-2. Jakarta: EGC; 2001.
2. Satyanegara, editor. Ilmu bedah saraf. Edisi ke-4. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama;
2010.
3. Bloom, Fawcett. Buku ajar Histologi. Jakarta: EGC; 2002.
4. Watson R. Anatomi dan Fisiologi untuk perawat. Jakarta: EGC; 2002.
5. Pearce EC. Anatomi dan Fisiologi untuk paramedis. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama; 2009.
6. Muttaqin A. Pengantar asuhan keperawatan klien dengan gangguan sistem persarafan.
Jakarta: Salemba Medika; 2008.
7. Asdie AH, editor. Harrison: prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-13. Jakarta:
EGC; 1999.

Anda mungkin juga menyukai