Anda di halaman 1dari 11

Suara Parau

Oleh:
Alice Pratiwi (11 2014 130)

Pembimbing:
dr. Asnominanda, Sp. THT-KL

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit THT RSPAU dr. Esnawan Antariksa


Periode 13 Agustus 2015- 12 September 2015
Fakultas Kedokteran UKRIDA
Jakarta

KATA PENGANTAR
Penulis panjatkan puji syukur kepada Tuhan YME atas berkat dan rahmat-Nya,
penulis dapat menyelesaikan referat berjudul Suara Parau. Referat ini disusun untuk
melngkapi tugas Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit THT. Penulis mengucapkan banyak
terima kasih kepada dr. Asnominanda, Sp. THT-KL atas bimbingannya dalam melaksanakan
kepaniteraan.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dari referat ini. Oleh karena itu, mohon
kritik dan saran agar pembuatan referat dapat lebih baik lagi. Akhir kata, penulis berharap
referat ini dapat berguna bagi rekan-rekan yang ingin mengetahui tentang Suara Parau

Jakarta. September 2015

Penulis

Bab I
Pendahuluan
Suara serak bukanlah suatu penyakit melainkan gejala dari suatu penyakit, umumnya
berhubungan dengan gangguan pita suara. Gangguan pita suara dapat terjadi karena adanya
infeksi pada tenggorokkan, pemakaian suara yang berlebihan, pertumbuhan tumor pada pita
suara, gangguan saraf pita suara, trauma pada leher akibat benturan dan infeksi paru-paru..
Keluhan gangguan suara tidak jarang ditemukan dalam klinik. Gangguannya dapat berupa
suara terdengar kasar (roughness) dengan nada lebih rendah dari biasanya, suara
lemah(hipofonia), hilang suara (afonia), suara tegang dan susah keluar (spatik), suara terdiri
dari beberapa nada ( diplofonia), nyeri saat bersuara (odinofonia) atau ketidakmampuan
mencapainada atau intensitas tertentu.

BAB II
ISI
I.

Definisi
Suara parau merupakan istilah umum gejala perubahan suara yang disebabkan
kelainan pada organ-organ fonasi, terutama laring yang menimbulkan perubahan
karakteristik pita suara (vocal cord), gangguan getaran, ketegangan, serta aduksi dari
kedua pita suara. Suara parau dapat terdengar kasar (roughness) dengan nada yang lebih
rendah dari biasanya, suara lemah ( hipofonia), hilang suara ( afonia), suara tegang dan
susah keluar ( spastik), suara terdiri dari beberapa nada ( diplofonia), nyeri saat bersuara
( odinofonia), atau ketidakmampuan mencapai nada atau intensitas tertentu.1

II.

Anatomi Laring
Laring merupakan bagian terbawah dari saluran napas bagian atas, berbentuk seperti
limas segitiga terpancung, dengan bagian atas lebih besar dari bawah. Laring terletak di
bagian depan leher, setinggi vertebra cervical III-VI. Batas atas laring adalah aditus laring,
sedangkan batas bawahnya ialah batas kaudal kartilago krikoid.1,2
Bangunan kerangka laring tersusun dari satu tulang, yaitu tulang hioid, dan
beberapabuah tulang rawan. Tulang hioid berbentuk seperti huruf U, yang permukaan
atasnya dihubungkan dengan lidah, mandibula dan tengkorak oleh tendo dan otot-otot.
Sewaktu menelan, kontraksi otot-otot ini akan menyebabkan laring tertarik ke atas,
sedangkan bila laring diam, maka otot-otot ini bekerja untuk membuka mulut dan
membantu menggerakkan lidah. Tulang rawan yang menyusun laring adalah kartilago
tiroid, kartilago krikoid, kartilago aritenoid, kartilago kornikulata, kartilago kuneiformis,
dan kartilago epiglottis.1
Pada laring terdapat 2 buah sendi, yaitu artikulasi krikotiroid dan artikulasi
krikoaritenoid. Ligamentum yang membentuk susunan laring adalah ligamentum
seratokrikoid (anterior, lateral dan posterior), ligamentum krikotiroid medial, ligamentum
krikotiroid posterior, ligamentum kornikulofaringal, ligamentum hiotiroid lateral,
ligamentum hiotiroid medial,ligamentum hioepiglotika, ligamentum ventrikularis,
ligamentum vokale yang menghubungkan kartilago aritenoid dengan kartilago tiroid, dan
ligamentum tiroepiglotika.1
Gerakan laring dilaksanakan oleh kelompok otot-otot ekstrinsik dan otot-otot
intrinsik. Otot-otot ekstrinsik terutama bekerja pada laring secara keseluruhan, sedangkan
otot-otot intrinsik menyebabkan gerak bagian-bagian laring sendiri. Otot-otot ekstrinsik
4

laring ada yang terletak di atas tulang hioid (suprahioid), dan ada yang terletak di bawah
tulang hioid (infrahioid). Otot-otot ekstrinsik yang suprahioid ialah m.digastrikus,
m.geniohioid, m.stilohioid, dan m.milohioid.1
Otot yang infrahioid ialah m.sternohioid, m.omohioid dan m.tirohioid. Otot-otot
ekstrinsik laring yang suprahioid berfungsi menarik laring ke bawah, sedangkan yang
infrahioid menarik laring ke atas. Otot-otot intrinsik laring ialah m.krikoaritenoid lateral,
m.tiroepiglotika, m.vokalis,m.tiroaritenoid, m.ariepiglotika dan m.krikotiroid. Otot-otot ini
terletak di bagian lateral laring.Otot-otot intrinsik laring yang terletak di bagian posterior,
ialah m.aritenoid transversum, m.aritenoid oblik dan m.krikoaritenoid posterior.1
Sebagian besar otot-otot intrinsic adalah otot aduktor, kecuali m.krikoaritenoid
posterior yang merupakan otot abductor.1
RONGGA LARING
Batas atas rongga laring (cavum laryngis) ialah aditus laring, batas bawahnya ialah
bidang yang melalui pinggir bawah kartilago krikoid. Batas depannya ialah permukaan
belakang epiglotis, tuberkulum epiglotik, ligamentum tiroepiglotik, sudut antara kedua
belah lamina kartilago tiroid dan arkus kartilago krikoid. Batas lateralnya ialah membrane
kuadrangularis, kartilago aritenoid, konus elastikus dan arkus kartilago krikoid, sedangkan
batas belakangnya ialah m.aritenoid transversus dan lamina kartilago krikoid.1
Dengan adanya lipatan mukosa pada ligamentum vokale dan ligamentum
ventrikulare, maka terbentuklah plika vokalis (pita suara asli) dan plika ventrikularis
(pitasuara palsu). Bidang antara plika vokalis kiri dan kanan, disebut rima glotis,
sedangkan antara kedua plika ventrikularis, disebut rima vestibuli.1
Plika vokalis dan plika ventrikularis membagi rongga laring dalam 3 bagian, yaitu
vestibulum laring, glotik dan subglotik. Vestibulum laring ialah rongga laring yang
terdapat di atas plika ventrikularis. Daerah ini disebut supraglotik .Antara plika vokalis
dan plika ventrikularis, pada tiap sisinya disebut ventrikulus laring Morgagni.Rima glotis
terdiri dari 2 bagian, yaitu bagian intermembran dan bagian interkartilago.Bagian
intermembran ialah ruang antara kedua plika vokalis, dan terletak di bagian
anterior,sedangkan bagian interkartilago terletak antara kedua puncak kartilago aritenoid,
dan terletak di bagian posterior. Daerah subglotik adalah rongga laring yang terletak di
bawah pita suara(plika vokalis).1
Persarafan laring
Laring dipersarafi oleh cabang-cabang nervus vagus, yaitu n.laringis superior
dan.laringis inferior yang merupakan cabang N. X ( Vagus). Inervasi muskulus laring

sangat kompleks baik ditinjau dari segi anatomi maupun fisiologi. Kedua saraf ini
merupakan campuran saraf motorik dan sensorik.1
Dari sudut anatomi, N. Laringis inferior sinistra lebih panjang karena harus membelok
di aorta dahulu sebelum naik keatas. Akibatnya saraf ini mudah mengalami gangguan.
Nervus laringis superior mempersarafi m.krikotiroid, sehingga memberikan sensasi pada
mukosa laring di bawah pita suara. Saraf ini mula-mula terletak di atas
m.konstriktorfaring medial, di sebelah medial a.karotis interna dan eksterna, kemudian
menuju ke kornumayor tulang hioid, dan setelah menerima hubungan dengan ganglion
servikal superior,membagi diri dalam 2 cabang, yaitu ramus eksternus dan ramus
internus. Ramus eksternus berjalan pada permukaan luar m.konstriktor faring inferior
danmenuju ke m.krikotiroid, sedangkan ramus internus tertutup oleh m.tirohioid terletak
disebelah medial a.tiroid superior, menembus membran hiotitiroid, dan bersama-sama
dengana.laringis superior menuju ke mukosa laring.1
Nervus laringis inferior merupakan lanjutan dari n.rekuren setelah saraf itu
memberikan cabangnya menjadi ramus kardia inferior. Nervus rekuren merupakan
cabangdari n. vagus. Nervus rekuren kanan akan menyilang a.subklavia kanan di
bawahnya, sedangkann.rekuren kiri akan menyilang arkus aorta. Nervus laringis inferior
berjalan di antara cabang-cabang a.tiroid inferior, dan melalui permukaan mediodorsal
kelenjar tiroid akan sampai padapermukaan medial m.krikofaring. Di sebelah posterior
dari sendi krikoaritenoid, saraf inibercabang 2 menjadi ramus anterior dan ramus
posterior. Ramus anterior akan mempersarafiotot-otot intrinsik laring bagian lateral,
sedangkan ramus posterior mempersarafi otot-otot intrinsik laring bagian superior dan
mengadakan anastomosis dengan n.laringis superiorramus internus.1
Pendarahan
Pendarahan untuk laring terdiri dari 2 cabang, yaitu a.laringis superior dan a.laringis
inferior.Arteri laringis superior merupakan cabang dari a.tiroid superior. Arteri
laringissuperior berjalan agak mendatar melewati bagian belakang membran tirohioid
bersama-samadengan cabang internus dari n.laringis superior kemudian menembus
membran ini untuk berjalan ke bawah di submukosa dari dinding lateral dan lantai dari
sinus piriformis, untuk mempendarahi mukosa dan otot-otot laring.Arteri laringis inferior
merupakan cabang. dari a.tiroid inferior dan bersama-samadengan n.laringis inferior
berjalan ke belakang sendi krikotiroid, masuk laring melalui daerahpinggir bawah dari
m.konstriktor faring inferior. Di dalam laring arteri itu bercabang-cabang,mempendarahi
mukosa dan otot serta beranastomosis dengan a.laringis superior.Pada daerah setinggi
6

membran krikotiroid a.tiroid superior juga memberikan cabangyang berjalan mendatari


sepanjang membran itu sampai mendekati tiroid. Kadang-kadangarteri ini mengirimkan
cabang yang kecil melalui membran krikotiroid untuk mengadakananastomosis dengan
a.laringis superior.Vena laringis superior dan vena laringis inferior letaknya sejajar
dengan a.laringissuperior dan inferior dan kemudian bergabung dengan vena tiroid
superior dan inferior.1
Pembuluh limfa
Pembuluh limfa untuk laring banyak, kecuali di daerah lipatan vokal. Disini
mukosanya tipis dan melekat erat dengan ligamentum vokale. Di daerah lipatan vocal,
pembuluh limfa dibagi dalam golongan superior dan inferior. Pembuluh eferen dari
golongan superior berjalan lewat lantai sinus piriformis dana.laringis superior, kemudian
ke atas, dan bergabung dengan kelenjar dari bagian superior rantai servikal dalam.
Pembuluh eferen dari golongan inferior berjalan ke bawah dengana.laringis inferior dan
bergabung dengan kelenjar servikal dalam, dan beberapa di antaranyamenjalar sampai
sejauh kelenjar supraklavikular.1
III.

Fisiologi Laring
Laring memiliki 3 fungsi proteksi, respirasi dan fonasi. Fungsi laring untuk proteksi
ialah untuk mecegah makanan dan benda asing masuk ke dalam trakea, dengan jalan
menutup aditus laring dan rima glottis secara bersamaan. Terjadinya penutupan aditus
laring ialah karena pengangkatan laring ke atas akibat kontraksi otot-otot ekstrinsik laring.
Dalam hal ini kartilago arytenoid bergerak ke depan akibat kontraksi m. tiroaritenoid dan
m arytenoid. Selanjutnya m.ariepiglotika berfungsi sebagai sfingter.1
Penutupan rima glottis terjadi karena aduksi plika vokalis. Kartilago arytenoid kiri
dan kanan mendekat karena aduksi otot-otot intrinsic.1
Fungsi respirasi dari laring ialah dengan mengatur besar kecilnya rima glottis. Bila
m.krikoaritenoid posterior berkontraki akan menyebabkan prosesus vokalis kartilago
arytenoid bergerak ke lateral, sehingga rima glottis terbuka (abduksi).1
Dengan terjadinya perubahan tekanan udara di dalam traktus trakeo-bronkial akan
dapat mempengaruhi sirkulasi darah tubuh. Dengan demikian laring berfungsi juga
sebagai alat pengatur sirkulasi darah.1
Fungsi laring untuk fonasi adalah dengan membuat suara serta menentukan tinggi
rendahnya suara. Tinggi rendahnya nada diatur oleh ketegangan plika vokalis. Bila plika
vokalis dalam aduksi, maka m. krikotiroid akan merotasikan kartilago tiroid ke bawah dan
ke depan, menjauhi kartilago arytenoid. Pada saat yang bersamaan m.krikoaritenoid
posterior akan menahan atau menarik kartilago arytenoid ke belakang. Plika vokalis kini
7

dalam keadaan efektif untuk berkontraksi. Sebaliknya kontraksi muskulus krikoaritenoid


akan mendorong kartilago arytenoid ke depan, sehingga plika vokalis akan mengendor.
Kontraksi serta mengendornya plika vokalis akan menentukan tinggi rendahnya nada.1
IV.

Etiologi
Walaupun disfonia hanya merupakan gejala, tetapi prosesnya berlangsung lama
(kronik) keadaan ini dapat merupakan tanda awal dari penyakit yang serius di daerah
tenggorok, khususnya laring.1
Penyebab disfonia dapat bermacam-macam yang prinsipnya menimpa laring dan
sekitarnya. Penyebab (etiologi) ini dapat berupa radang, tumor (neoplasma), paralisis otototot laring, kelainan laring seperti sikatriks akibat operasi, fiksasi pada sendi
krikoaritenoid dan lain-lain. Ada satu keadaan yang disebut sebagai disfonia ventrikular,
yaitu keadaan plika ventrikular yang mengambil alih fungsi fonasi dari pita suara,
misalnya sebagai akibat pemakaian suara yang terus menerus pada pasien dengan
laryngitis akut. Inilah pentingnya istirahat berbicara (vocal rest) pada pasien dengan
laryngitis akut, disamping pemberian obat-obatan.1
Radang laring dapat akut atau kronik. Radang akut biasanya disertai gejala lain seperti
demam, dedar (malaise), nyeri menelan atau berbicara, batuk, disamping gangguan suara.
Kadang-kadang dapat terjadi sumbatan laring dengan gejala stridor serta cekungan di
suprastenal, epigastrium dan sela iga.1,3
Radang kronis nonspesifik, dapat disebabkan oleh sinusitis kronis, bronkitis kronis
atau karena gangguan suara yang salah dan berlebihan (vocal abuse=penyalahgunaan
suara) seperti sering berteriak-teriak atau berbicara keras. Vocal abuse juga sering terjadi
pada pengguna suara professional (professional voice user) seperti penyanyi, aktor, dosen,
guru, penceramah, tenaga penjual (salesman), pelatih olahraga, operator telepon dan lainlain. Radang kronik spesifik misalnya tuberkulosa dan lues. Gejalanya selain gangguan
suara, terdapat juga gejala penyakit penyebab atau penyakit yang menyertainya. 1,3
Tumor laring dapat jinak atau ganas. Gejala tergantung dari lokasi tumor, misalnya
tumor pada pita suara, gejala gangguan suara akan segera timbul dan bila tumor tumbuh
menjadi besar dapat menimbulkan sumbatan jalan napas. Tumor jinak laring seperti
papiloma sering ditemukan pada anak dimana disfonia merupakan gejala dini yang harus
diwaspadai. Bagitu pula pada tumor ganas pita suara (karsinoma laring) sering didapatkan
pada orang tua, perokok dengan gangguan suara yang menetap. Tumor ganas sering
disertai gejala lain, misalnya batuk (kadang-kadang batuk darah), berat badan menurun,
keadaan umum memburuk.1

Tumor pita suara nonneoplastik dapat berupa nodul, kista, polip atau edema
submucosa ( Reinkes edema).1
Paralisis pita suara dapat bersifat unilateral atau bilateral. Pada kasus paralisis pita
suara unilateral, umumnya disebabkan karena trauma pada nervus laryngeal rekuren, yang
disebabkan karena operasi tiroid, daerah leher, torakocardiac, dan daerah mediastinal
akibat kanker paru-paru. Paralisis pita suara bilateral biasanya disebabkan karena operasi
tiroid bilateral, selain itu bisa juga disebabkan penyakit nerologic degenerative seperti
myastenia gravis dan multiple sclerosis. Selain itu, bisa juga efek dari trauma langsung
yang mengenai laring, intubasi endotrakela, dan benda asing yang dimakan anak-anak
yang masuk ke trakea.3
V.

Diagnosis
Diagnosis gangguan suaran menekankan anamnesis menyeluruh. Anamnesis lengkap
dan terarah meliputi jenis keluhan gangguan suara, lama keluhan, progresifitas, keluhan
yang menyertai, pekerjaan, keluarga, kebiasaan merokok, aktifitas sehari-hari, penyakit
yang pernah diderita atau sedang diderita, alergi, lingkungan tempat tinggal dan bekerja,
dll.1
Pemeriksaan klinik meliputi pemeriksaan umum ( status generalis), pemeriksaan THT
termasuk pemeriksaan laring tak langsung maupun pemeriksaan laring langsung. Beberapa
pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan yaitu pemeriksaan laboratorium untuk
mengetahui apakah ada infeksi atau alergi yang mendasari, pemeriksaan radiologi untuk
mengetahui adanya tumor atau deformitas struktur fonasi, pemeriksaan mikrobiologik
dengan usap tenggorok.1

VI.

Penatalaksanaan
Pengobatan disfonia sesuai dengan kelainan atau penyakit yang menjadi etiologinya.
Terapi dapat berupa medikamentosa, vocal hygene, terapi suara, dan tindakan operatif (
Phonosurgery).3
Vocal hygiene
Program vocal hygene termasuk perubahan lingkungan seperti, pelembaban udara;
menghindari asap, debu, dan iritan lain), perubahan kebiasaan ( seperti menghindari batuk
yang terlalu sering atau membersihkan tenggorokan, menghindari kebiasaan berteriak atau
berbicara keras dalam waktu yang lama; minum air lebih banyak, kurangi alcohol dan
caffeine, juga makanan pedas).3
Terapi medikamentosa yang dapat diberikan sesuai etiologinya, misalnya antirefluks
pada pasien dengan GERD, antimikroba, dan kortikosteroid. Terapi invasive seperti
9

operasi dilakukan bila pasien suspek laringeal malignancy, benign laryngeal soft tissue
lesion, or glottis insufficiency.3,4
VII.

Pencegahan
Pencegahan yang dapat dilakukan antara lain berhenti merokok, hindari kafein dan
alcohol, minum yang banyak, pelembaban udara di rumah, kurangi menggunakan suara
keras, apabila suara sudah serak hindari banyak bicara atau bernyanyi. 5

Kesimpulan
Suara parau atau disfonia merupakan suatu gejala gangguan suara yang diakibatkan
oleh gangguan pada organ fonasi. Umumnya disebabkan karena adanya infeksi atau
inflamasi, neoplasma, penyakit neurologic degenerative, paralisis otot laring, dan neoplasma
jinak ataupun ganas. Penting untuk anamnesis dan pemeriksaan fisik secara menyeluruh.
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan antara lain voice hygiene, voice therapy,
medikamentosa, ataupun operatif. Beberapa hal dapat dilakukan untuk menurunkan resiko
disfonia, antara lain kurangi berteriak atau penggunaan suara keras dalam jangka waktu
panjang, berhenti merokok, minum air yang banyak, dsb.
Daftar Pustaka
1. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD, editor. Buku ajar ilmu kesehatan
telinga hidung tenggorok kepala dan leher. Edisi ke-7. Jakarta: Badan Penerbit FKUI;
2011.h 209-2011.
2. Kulkarni NV. Clinical anatomy ( a problem solving approach). 2nd edition. India: Jaypee
Brothers Medical Publisher); 2012
3. Feierabend RH, Malik SN. Hoarseness in Adults.2009 [updated 2009 August 15, cited
2015 August 31]. Available from:www.aafp.org/afp/2009/0815/p363.html
4. Huntzinger A. Guidelines for the diagnosis and management of hoarseness. 2010 [updated
2010
May
15,
cited
2015
August
31].
Available
from:www.aafp.org/afp/2010/0515/p1292.html
5. American Academy of Otolaryngology. Hoarseness. Updated 2015. Cited 2015 August 31.
Available from: http://www.entnet.org/content/hoarseness

10

I.
II.
III.

11

k
\

Anda mungkin juga menyukai