Anda di halaman 1dari 13

Benjolan pada Kepala Bayi Baru Lahir

Alice Pratiwi
102011272
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Terusan Arjuna Utara No. 6 Kebon Jeruk, Jakarta Barat
email : alice_lice@live.com

Pendahuluan
Masalah-masalah yang terjadi pada bayi baru lahir yang diakibatkan oleh tindakantindakan yang dilakukan pada saat persalinan sangatlah beragam. Trauma lahir kadangkadang masih terjadi dan tidak dapat dihindari. Umumnya bayi yang lebih besar lebih rentan
mengalami trauma lahir. Sebagian trauma lahir dapat sembuh sendiri dan prognosinya baik.
Namun pada beberapa kasus dapat pula menyebabkan kecacatan dan kematian.

Isi
I.

Anamnesis
Secara rutin ditanyakan apakah keluhan utama bayi dan juga riwayat ibunya, seperti
sudah menikah atau belum, paritas, siklus haid, penyakit yang pernah diderita seperti
hipertensi atau diabetes selama atau sebelum kehamilan, riwayat kehamilannya, serta
penggunaan obat
Riwayat haid
Perlu diketahui menarke, siklus teratur atau tidak, lama haid, banyaknya darah waktu haid,
disertai nyeri atau tidak dan menopause. Selalu ditanya tanggal haid terakhir yang masih
normal. Jika haid terakhirnya tidak jelas normal , maka perlu ditanyakan tanggal haid
sebelum itu. Dengan cara demikian, dicari apakah haid pertama lambat ataukah ibu
mengalami gangguan haid seperti amenorrhea.
Riwayat penyakit dahulu, Riwayat Penyakit Keluarga, Riwayat Pengobatan
Perlu ditanyakan apakah ibu pernah menderita penyakit berat seperti penyakit
tuberkulosis, penyakit jantung, riwayat penyakit ginjal, penyakit darah, diabetes melitus
dan penyakit jiwa. Riwayat operasi non-ginekologi perlu juga diperhatikan seperti,
mammektomi dan apendiktomi. Apakah ada penyakit keluarga yang bersifat herediter dan
apakah ibu ada konsumsi obat-obatan selama kehamilan.
Riwayat kehamilan
Riwayat kehamilan sebelumnya apakah berakahir dengan keguguran, atau berakhir dengan
persalinan, persalinan dilakukan dengan tindakan atau operasi, dan bagaimana nasib
anaknya. Selain itu ditanyakan juga riwayat kehamilan sekarang. Jika perempuan pernah
menggalami keguguran perlu diketahui apakah disengaja atau spontan. Perlu juga
ditanyakan banyaknya perdarahan dan apakah telah dilakukan kuretase.

II.

Pemeriksaan Bayi Baru Lahir


1. Klasifikasi Berat Bayi Baru Lahir
Klasifikasi berat bayi baru lahir dapat dibedakan atas:1
a. Bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR), bayi yang berat badannya
kurang dari 2500 gram,tanpa memerhatikan usia gestasi.
b. Bayi berat badan lahir sangat rendah (BBLSR), bayi yang berat badannya
kurang dari 1500 gram.
c. Bayi berat badan lahir ekstrem rendah (BBLER), bayi yang berat badannya
kurang dari 100 gram.
2

d. Bayi berat badan lahir normal, bayi dengan berat badan lahir 2500-4000
gram.
2. Lubchenco Growth Chart
Berat, lingkar kepala dan panjang kepala ke tumit hendaknya ditentukan dan
dicatat. Lingkaran kepala diukur pada diameter oksipital ke frontal terbesar, panjang
diukur dari puncak kepala (verteks) dampai lutut dengan tungkai bayi dalam keadaan
ekstensi penuh. Pengukuran ini kemudian dibandingkan untuk gestasi terhadap grafik
pertumbuhan janin. Grafik pertumbuhan optimum sesuai untuk popilasi spesifik,
harus digunakan bila tersedia. Kehamilan didatara tinggi akan menghasilkan bayi baru
lahir yang berukuran lebih kecil daripada kehamilan pada ketinggian sama atau dekat
permukaan laut.2
Bayi berada pada 2 devisi standart (SD) pada grafik ini biasanya diangap sesuai
untuk usia gestasi (AGA, appropriate for gestational age). Bayi kurang dari 2 SD
dibawah mean adalah kecil untuk usia gestasi (SGA , small for gestational age), dan
meraka yang lebih dari 2SD diatas mean adalah besat untuk usia gestasi (LGA large
for gestational age) . 2
3. APGAR Score
APGAR score merupakan sistem pengukuran sederhana yang dilakukan untuk
menilai derajat stres intrauterin dan juga menilai keberhasilan resusitasi. Pemeriksaan
ini terdiri atas 5 komponen, yaitu frekuensi denyut jantung, upaya bernapas, tonus
otot, kepekaan refleks, dan warna kulit.2
Tabel 1. Sistem Skor APGAR2
Tanda

Nilai

Frekuensi jantung

0
Tidak ada

1
<100/ menit

2
>100/menit

Upaya bernapas

Tidak ada

Lambat, tidak
teratur

Baik, menangis

Lemas

Ekskremitas
sedikit fleksi

Gerakan aktif

Tonus otot

Kepekaan refleks

Lemah/tidak Menyeringai
ada

Menyeringai,
batuk, atau
bersin

Pada usia 1 menit, bila skor apgar 8-10 jarang memerlukan tindakan resusitasi
kecuali pengisapan jalan napas. Neonatus yang sangat prematur atau yang mengalami
stres intrauterin yang tidak lazim, pada awalnya tampak sehat, tetapi memerlukan
resusitasi beberapa menit setelah lahir. Oleh karena itu, semua bayi harus dievaluasi
ulang secara cermat pada usia 5 menit, setelah stimulasi kelahiran berhenti. Terlepas
dari skor Apgar 5 menit, semua bayi harus diobservasi secara cermat selama 12 jam
pertama setelah lahir untuk memastikan bahwa mereka telah beradaptasi dengan baik
pada kehidupan ekstrauterin.2
Bila skor Apgar 5-7, bayi-bayi ini mengalami asfiksia ringan, tetapi biasanya
berespons terhadap pemberian oksigen dan pengeringan dengan handuk. Jika bayi
tersebut gagal mempertahankan pernapasan yang ritsmia saat rangsangan dihentkan,
ulangi pemberian rangsangan dan teruskan pemberian oksigen melalui idung serta
oksigen. Jika ibu menerima narkotik 30-60 menit sebelum kelahiran, pertimbangkan
pemberian nalokson intramuskular (0,1mg/kg) kepada bayinya jika ventilasi tidak
adekuat.2
Bila skor Apgar 3-4 , bayi-bayi ini biasanya berespons terhadap ventilasi kantong
serta sungkup. Jika tidak, bayi harus ditangani sebagai bayi dengan skor Apgar 0-2.
Selain itu, pertimbangkan juga pemberian nalokson jika ibu meminum narkotik.2
Bila skor Apgar 0-2, bayi-bayi ini mengalami asfiksia berat, memerlukan ventilasi
segera dan mungkin memerlukan pemijatan jantung serta bantuan sirkulasi. Jika
ventilasi menggunakan sungkup serta kantong tidak berhasil, segera lakukan intubasi
trakea dan kembangkan serta ventilasikan paru dengan oksigen yang cukup.2
4. Ballard Score
Ballard score merupakan suatu versi sistem Dubowitz. Pada prosedur ini
penggunaan kriteria neurologis tidak tergantung pada keadaan bayi yang tenang dan
beristirahat, sehingga lebih dapat diandalkan selama beberapa jam pertama
kehidupan. Penilaian menurut Ballard adalah dengan menggabungkan hasil penilaian
maturitas neuromuskuler dan maturitas fisik. Kriteria pemeriksaan maturitas
4

neuromuskuler diberi skor, demikian pula kriteria pemeriksaan maturitas fisik. Jumlah
skor pemeriksaan maturitas neuromuskuler dan maturitas fisik digabungkan,
kemudian dengan menggunakan tabel nilai kematangan dicari masa gestasinya. 2

Gambar 1. Skor Ballard3

5. Pemeriksaan Fisik Bayi


Sekitar 15-20% bayi baru lahir yang sehat memiliki satu anomali minor. Bayi
dengan anomali minor mempunyai resiko 3% anomali mayor. Pemeriksaan fisik yang
dilakukan:2,3
a. Kulit
Pada kulit dilihat apakah ada memar, ptekiae, dan ikterus. Sianosis periferal
muncul bila ekskremitasnya dingin dan bayi mengalami polisitemia. Pucat
mungkin disebabkan karena kehilangan darah akut atau kronik atau asidosis. Pada
bayi dengan kulit yang gelap, kepucatan dilihat dari bibir, mulut dan kuku.

Verniks kaseosa adalah suatu lapisan putih yang menutupi kulit seluruh tubuh
sampai 36-38 minggu dan berangsung-angsur menghilang. Rambut lanugo yang
halus dan lembut akan menutupi seluruh tubuh bayi yang sangat prematur, dan
hilang dari wajah serta punggung bagian bawah antara 32 dan 37 minggu.
Rambut lanugo pada bayi cukup bulan terdapat di punggung bagian atas dan
bagian dorsal ekskremitas. Lalu juga periksa apakah ada abnormalitas kulit,
misalnya seperti vesikel, pustul, atau papul yang dapat mengindikasikan infeksi
sistemik yang serius.
b. Kepala
Rambut kulit kepala teraba halus dan seperti sutera. Bentuk kepala akan
berbeda pada bayi yang terletak dalam posisi puncak kepala atau bokong. Bayi
dengan presentasi bokong sering kali memiliki bentuk kepala yang memanjang
dalam arah oksipito-frontal dengan prosesus oksipitalis menonjol. Setelah suatu
presentasi puncak kepala dan persalinan per vaginam, mungkin dapat terjadi
bentuk kepala yang memanjang vertikal.
Terlepas dari presentasi lahir, sutura kranialis harus teraba terbuka. Tumpang
tindih sementara pada tulang, akibat molase perlu dibedakan dengan
kraniosinostosis ( pembentukan krista dan penutupan sutura prematur). Sutura
yang menutup in utero menghalangi pertumbuhan tulang tengkorak tegak lurus
terhadap garis sutura yang menyatu. Keadaan ini akan menghasilkan konfigurasi
tulang tengkorak yang abnormal menetap. Sebaliknya, setelah molase, tulang
akan kembali ke posisinya yang normal dalam beberapa hari dan akan terpisah
dengan jarak beberapa mm.
Normalnya, fontanela anterior terbuka, lunak, dan datar; diameternya rata-rata
kurang dari 3,5 cm. Fontanela posterior sering kali hanya seukuran ujung jari atau
hanya sekedar teraba terbuka. Fontanela yang menonjol atau tegang dan
pemisahan sutura tulang yang lebar menunjukkan peningkatan tekanan
intrakranial. Periksa juga apakah ada sefalohematom, kapu suksedaneum, dan
subgaleal hemmoragik.
c. Wajah
Presentasi wajah yang aneh berhubungan dengan adanya salah satu sindrom
spesifik. Memar dari trauma lahir terutama pada wajah dan penggunaan forsep
harus diidentifikasi. Paralisis nervus fasialis terlihat jelas ketika bayi menangis;

pada sisi mulut yang normal dapat bergerak normal, sehingga memberikan
seringaian yang aneh.
d. Mata
Ptosis kelopak mata kongenital akan tampak sebagai kelopak mata yang jatuh,
sedangkan ketidakmampuan menutup mata secara sempurna dapat disebabkan
oleh paralisis nervus fasialis. Subkonjungtiva hemoragik sering terjadi akibat dari
trauma lahir. Ruptur membran Descemet pada kornea dapat terlihat sebagai
keruhnya kornea. Selain itu, kekeruhan kornea dapat juga disebabkan akibat
glaukoma, katarak, atau tumor (retinoblastoma). Kadang-kadang ada gerakan
mata yang tidak terkoordinasi, hal ini umum terjadi. Tetapi bila pergerakan mata
yang ireguler dan persisten tidaklah normal.
e. Hidung
Benda asing seperti darah, mukus, dan mekoneium, harus dibersihkan dari
hidung saat lahir. Periksa ukuran dan bentuk hidung. Kompresi intrauterine
dapat menyebabkan deformitas.Bayi usia <1 bulan bernapas menggunakan
hidung, sehingga bila ada obstruksi pada hidung dapat menyebabkan
respiratory distress.

f. Telinga
Pada usia cukup bulan, telinga bayi baru lahir sudah terbentuk baik dan
mengandung cukup tulang rawan untuk mempertahankan bentuk yang normal
dan mencegah deformasi. Malformasi aurikula dan telinga letak rendah
berkaitan dengan anomali kongenital lainnya. Untuk memeriksa liang telinga
dan membran timpani, dengan lembut tariklah pina ke belakang dan ke bawah.
Pada bayi, membran timpani menyudut lebih tajam dibandingkan anak yang
lebih tua dan lokasiya lebih superior terhadap kanalis eksternus. Otitis media
dapat timbul pada hari-hari pertama setelah lahir dan dapat didagnosis dengan
otoskopi.
Perkiraan kasar terhadap fungsi pendengaran dapat diperoleh jika bayi diam
dan pemeriksa melakukan pemeriksaan di ruangan tanpa suara yang
mengganggu. Bayi baru lahir yang normal dan terjaga akan mengalih ke suara
manusia, bereaksi dan mengalih ke bel yang berdering, dan terkejut oleh suara
yang keras.
7

g. Mulut
Bayi baru lahir normal yang terjaga biasanya akan menghisap kuat jari yang
diletakkan dalam mulutnya. Pengisapan normal yang efektif akan menyebabkan
jari tertarik secara aktif ke dalam mulut oleh gerakan lidah ke palatum, dalam
suatu gerakan maju mundur. Fungsi yang terkoordinasi ini dengan mudah dapat
dibedakan dari gerakan menggigit yang tidak teratur, yang menimbulkan proses
pengisapan puting susu yang tidak efektif. Perhatikan apakah ada ranula ( massa
jinak yang muncul dari dasar mulut), uvula yang membelah, lidah yang
menjulur ke luar ( sindrom Down).
h. Leher
Leher bayi yang baru lahir tampak lebih pendek dibandingkan anak yang lebih
tua, tetapi dengan rentang gerak yang sempurna. Gerakan leher yang terbatas
dapat mengindikasikan abnormalitas tulang vertebra servikalis. Massa leher
seperti goiter, hemangioma kavernosa, higroma kistik dapat menekan trakea dan
menyebabkan obstruksi inspiratorik.
i. Dada
Dada seorang bayi baru lahir normal berbentuk seperti tong, dan prosesus
xifoideus sering kali menonjol. Cedera lahir tersering pada daerah toraks adalah
fraktur klavikula. Fraktur ini diketahui dengan adanya krepitasi saat badan
klavikula dipalpasi.
j. Paru
Frekuensi pernapasan normal adalah 35-60 kali per menit. Bayi baru lahir
terutama bernapas menggunakan diafragmanya. Pada respirasi normal, dinding
dada dan perut bergerak bersama. Bila jalan napas tersumbat atau paru tidak
mengembang, abdomen tampak membesar dan rongga dada tampak lebih kecil
ketika inspirasi.
k. Jantung
Titik denyut jantung maksimal adalah di sepanjang sisi kiri sternum pada sela
iga keempat sampai kelima dan medial terhadap garis midklavikula. Frekuensi
denyut jantung mungkin meningkat selama jam-jam pertama setelah lahir.
Setelah itu, rata-rata frekuensi denyut jantung normal pada keadaan terjaga
adalah 120-130 denyut per menit, tetapi dapat turun sampai 100 denyut per
menit pada keadaan istirahat. Bila frekuensi denyut jantung menetap di bawah
80 denyut per menit hendaknya diperiksa lebih lanjut. Keadaan yang
8

berhubungan dengan bradikardia adalah asfiksia saat lahir, penyakit jantung


kongenital, dan blokade jantung. Takikardia terjadi pada hipovolemia, demam,
anemia, dan penyakit jantung kongenital. Periksa juga bunyi jantung.
l. Abdomen
Pada abdomen diperiksa kelunakannya, distensi, dan bising usus. Distensi
ditemukan pada dilatasi usus akibat obstruksi fungsional atau anatomis, asites
atau darah intraabdominal, atau massa berukuran besar. Bentuk perut yang
sangat cekung menyatakan tidak adanya beberapa isi perut normal, seperti
hernia diafragmatika usus ke dalam rongga dada. Periksa tali pusat untuk
menilai adanya kelainan atau tidak. Normal pada tali pusat terdapat 2 arteri dan
1 vena. Bila ada kelainan biasanya bayi-bayi ini menderita anomali kongenital
yang mengenai sistem araf, gastrointestinal, dan lain-lain.
m. Genitalia dan Anus
Pada bayi laki-laki panjang penis 3-4 cm dan lebar 1-1,3 cm. Periksa posisi
lubang uretra. Prepusium tidak boleh ditarik karena akan menyebabkan fimosis.
Periksa apakah ada kelainan pada penis. Periksa apakah testis ada 2. Pada bayi
perempuan cukup bulan, kedua labia mayor bertemu pada garis tengah,
menutupi seluruh genitalia. Normalnya, vagina mengeluarkan sekret berwarna
putih akibat stimulasi hormon ibu terhadap janin. Periksa apakah ada kelainan
atresia ani.
n. Tulang Belakang
Tulang belakang bayi baru lahir cukup fleksibel, baik pada sumbu
dorsoventral maupun lateral. Gerakan yang terbatas menunjukkan adanya
anomali tulang belakang. Keseluruhan panjang tulang belakang, termasuk
sakrum, harus dipalpasi untuk mengetahui adanya cacat tulang dan asimetri.
o. Ekskremitas
Periksa apakah kedua lengan sama panjang dan bebas bergerak. Jika gerakan
kurang kemungkinan ada defek neurologis atau fraktur. Periksa jumlah jari.
Begitu juga pada ekskremitas bawah.
6. Trauma Lahir
Trauma lahir merupakan trauma bayi sebagai akibat dari tekanan mekanik ( seperti
kompresi dan traksi selama proses persalinan. Faktor-faktor yang mempengaruhi
trauma mekanik dapat terjadi bersamaan dengan trauma hipoksi iskemik. Trauma lahir
kadang-kadang masih terjadi dan tidak dapat dihindari, dengan kejadian rata-rata 6-8
9

kejadian per 1000 kelahiran hidup. Umumnya bayi yang lebih besar lebih rentan
mengalami trauma lahir. Kejadian paling sering dilaporkan pada bayi degan berat lahir
lebih dari 4.500 gram. Adapun faktor risiko lainnya adalah persalinan dengan bantuan
alat, terutama forseps atau vakum; persalinan sungsang; dan traksi abnormal/
berlebiha selama persalinan. Penanganan persalinan yang baik dapat mengurangi
angka kejadian trauma lahir.4
Sebagian trauma lahir dapat sembuh sendiri dan prognosinya baik. Namun pada
beberapa kasus dapat pula menyebabkan kecacatan dan kematian. Hampir 50% kasus
dapat dihindari dengan mengetahui dan mengantisipasi faktor risiko obstetri. Faktor
predisposisi terjadinya trauma lahir antara lain primigravida, dispoporsi sefalopelvik
( ibu pendek, kelainan rongga panggul), persalinan yang berlangsung terlalu lama,
oligohidroamnion, presentasi abnormal, ekstraksi forseps atau vakum, versi dan
ekstraksi, makrosomia, ukuran kepala janin besar, dan anomali janin.4
III.

Pemeriksaan Penunjang
Untuk mengetahui ada tidaknya kelainan DM maka perlu dilakukan pengecekan gula
darah sewaktu dan tes toleransi glukosa pada ibu hamil, serta mengecek kadar gula
sewaktu pada bayi untuk mengetahui ada tidaknya hipoglikemia akibat komplikasi dari ibu
diabetik.2 Pemeriksaan radiologi kepala atau CT scan kepala dilakukan bila terdapat
kelainan neurologis atau jika terdapat fraktur tulang tengkorak.4

IV.

Diagnosis Kerja
Diagnosis kerjanya adalah hematoma sefal. Hematoma sefal merupakan pengumpulan
darah di subperiosteal akibat ruptur pembuluh darah yang berada di antara tulang
tengkorak dengan periosteum. Hematoma sefal dapat terjadi pada persalinan normal, tetapi
lebih sering pada partus lama, primipara, atau partus dengan menggunakan forseps atau
vakum. Hematoma sefal umumnya terjadi di bagian media dan posterior dari os pariteal,
bisa unilateral maupun bilateral, dan tidak melewati garis sutura. Perdarahan yang terjadi
dapat menyebabkan anemia dan hipotensi, namun hal ini jarang terjadi. Hematoma sefal
jarang menjadi fokus infeksi yang menyebabkan meningitis atau osteomielitis.4

V.

Diagnosis Banding
Diagnosis banding dari sefalhematoma adalah:
1. Kaput Suksedaneum
Merupakan penumpukan cairan serosanguineous,

subkutan,

dan

ekstraperiosteal dengan batas yang tidak jelas. Kelainan ini biasanya pada
presentasi kepala, sesuai dengan posisi bagian yang bersangkutan. Pada bagian
tersebut terjadi edema sebagai akibat pengeluaran serum dari pembuluh darah.
10

Kelainan ini disebabkan oleh tekanan bagian terbawah janin saat melawan
dilatasi serviks. Kaput Suksedaneum biasanya berlokasi di verteks, menyebar
melewati garis tengah dan sutura serta berhubungan dengan moulding tulang
kepala. Kaput suksedaneum biasanya tidak menimbulan komplikasi dan akan
menghilang dalam beberapa hari setelah kelahiran.4 Terapi hanya berupa
observasi, biasanya perbaikan terjadi setelah hari pertama kehidupan.5
2. Hematoma Subgaleal
Hematoma subgaleal merupakan perdarahan pada kompartemen subgaleal.
Kompartemen subgaleal adalah ruang potensial yang berisi jaringan ikat
tersusun longgar, terletak dibawah galea aponeurosis, suatu selubung tendo yang
menghubungkan otot frotal dan oksipital dan membentuk permukaan kulit
kepala.1 Sembilan puluh persen kasus terjadi akibat alat vakum yang dipasang
pada kepala bayi saat proses kelahiran. Hematoma subgaleal memiliki
kekerapan yang tinggi terhadap terjadinya trauma kepala (40%), seperti
perdarahan intrakranial, atau fraktur rulang tengkorak. Kejadian tersebut tidak
memiliki hubungan signifikan dengan beratnya perdarahan subgaleal.4
Diagnosis umumnya atas dasar klinik, yaitu adanya massa yang berfluktuasi
pada kulit kepala ( terutama daerah oksipital). Darah yang terkumpul juga dapat
menyebar ke seluruh kalvaria sampai ke jaringan subkutaneus di leher. Terdapat
kolerasi yang kuat antara hematoma subglaeal dengan kompresif eksternal dan
penggunaan vakum, terkadang juga ada kelainan koagulopati.5
Pembengkakan timbul 12-72 jam setelah proses persalinan. Meskipun
demikian, pada kasus yang berat dapat terjadi segera setelah lahir. Hematoma
subgaleal timbulnya secara perlahan dan kadang-kadang tidak dapat dikenali
dalam beberapa jam. Pasien dengan hematoma subgaleal dapat mengalami syok
hemoragik. Pembengkakan dapat mengaburkan fontanel dan melewati garis
sutura. Harus diantisipasi kemungkinan terjadinya hiperbilirubinemia yang
signifikan. Bila tidak disertai syok atau trauma intrakranial, prognosis jangka
panjang umumnya baik.4
Pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan hematokrit. Penanganan
meliputi observasi ketat untuk mendeteksi perburukan klinik dan terapi terhadap
terjadinya syok dan anemia. Transfusi dan fototerapi mungkin diperlukan.
Pemeriksaan untuk mengetahui adanya gangguan pembekuan darah mungkin
diperlukan.4 Lesi ini akan mengalami perbaikan sekitar 2-3 minggu.5
11

VII.

Epidemiologi
Hematoma sefal terjadi sekitar 1% - 2% kelahiran hidup. Lebih sering terjadi pada
bayi dari ibu primipara daripada multipara. Sekitar 5% bersifat unilateral dan 18%
bilateral.5

VIII.

Manifestasi Klinis
Hematoma sefal teraba firm, massa yang tidak tertransluminasi, tidak melewati garis
sutura, fluktuasi, muncul pada hari ke dua sampe tiga kehidupan, berfluktuasi, biasa
berada pada bagian media dan posterior os parietal.5

IX.

Patofisiologi
Hematoma sefal terjadi akibat trauma mekanik. Umumnya disebabkan karena
masalah obstetrik, seperti ukuran kepala dan jalan lahir dan penggunaan forseps
mengakibatkan rupturnya pembuluh darah yang berajaln antara tulang tengkorak dan
periosteum sehingga terkumpulnya darah pada ruang subperiosteum.5

X.

Penatalaksanaan
Tidak diperlukan penanganan untuk hematoma sefal tanpa komplikasi, hanya
observasi. Kebanyakan lesi diabsorpsi dalam 2 mingu sampai 6 bulan, tetapi umumnya
membaik di usia 8 minggu. Transfusi karena anemia atau hipovolemia hanya diperlukan
bila terdapat akumulasi darah yang cukup banyak. Tidak boleh dilakukan aspirasi karena
dapat menyebabkan infeksi.4

XI.

Komplikasi
Komplikasi seperti anemia dan hipotensi agak jarang terjadi. Selain itu dapat terjadi
hiperbilirubinemia akibat penghancuran sel darah merah. Meningitis dan osteomielitis

XII.

dapat terjadi akibat usaha untuk aspirasi hematoma sefal.4


Prognosis
Prognosis hematoma sefal biasanya baik, dan tidak diperlukan suatu penanganan
khusus karena akan pulih dengan sendirinya.

Kesimpulan
Hematoma sefal merupakan salah satu trauma persalinan pada bayi baru lahir, dimana
terjadinya kumpulan darah pada ruang subperiosteal. Ciri khas dari trauma ini adalah
benjolan yang tidak melewati sutura. Hematoma sefal tidak membutuhkan penanganan yang
khusus karena akan hilang dengan sendirinya dalam waktu 2 minggu hingga 6 bulan, dan
biasanya pulih pada usia 8 minggu.
12

Daftar Pustaka
1. Wong DL, Eaton MH, Wilson D, Winkelstein ML, Schwartz P. Buku ajar keperawatan
pediatrik. Jakarta: EGC; 2009. h. 280,287.
2. Rudolph M, dkk. Buku ajar pediatri. Edisi ke-20. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC; 2006. h.246-52, 274-5.
3. Hay WW, Levin MJ, Sondhemeir JM, Deterding RR. Current diagnosis and treatment
pediatrics. 19th edition. New York: McGraw Hill; 2012. p.2-6.
4. Prawiroharjo S. Ilmu kebidanan. Edisi ke-4. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono
Prawiroharjo; 2013. h.719-23.
5. Volpe JJ. Neurology of the newborn. 5th edition. Philadelphia: Saunders Elseviers; 2008.
p.959-61.

13

Anda mungkin juga menyukai