Anda di halaman 1dari 3

Hal ini tentu bertolak belakang dengan apa yang digambarkan oleh Kenichi Ohmae

dalam tulisan kontroversialnya yakni The End of Nation State. Untuk melihat kontradiksi di atas
maka akan dijelaskan pula di bawah ini gambaran tentang asumsi hancurnya negara bangsa ala
Kenichi Ohmae.
Sampai saat ini perdebatan tentang cara yang paling efektif untuk mengelola suatu negara
masih selalu menjadi hal yang menarik untuk dikaji. Perdebatan tersebut tak hanya menyangkut
model yang harusnya diterapkan oleh suatu negara, tetapi juga menimbang seberapa besar negara
harus berperan dalam aktivitas perekonomian. Perdebatan yang sering disebut dengan
pertarungan antara negara dan pasar. Pasar berfungsi mengalokasikan dan mendistribusikan
sumber daya melalui mekanisme yang terdesentralisasi dan individualistik. Sedangkan negara
berfungsi mendistribusikan kekuasaan, yaitu kemampuan untuk mempengaruhi atau menentukan
hasil dari suatu tindakan/kebijakan. Dengan demikian politik dan ekonomi sebenarnya selalu
memiliki hubungan yang sangat erat karena penerapan kekuasaan pada umumnya mempengaruhi
alokasi dan distribusi sumberdaya.1
Berkaitan dengan peran negara bangsa, Kenichi Ohmae mengungkapkan bahwa semakin
terkikisnya peran negara dalam perekonomian global disebabkan oleh empat faktor. Pertama,
pasar-pasar modal di negara maju yang dibanjiri uang tunai untuk investasi. Hal ini mempunyai
konsekuensi bagi pasar modal mengembangkan berbagai mekanisme untuk mentransfer dana
tersebut melintasi batas-batas nasional. Dengan kemajuan teknologi yang sudah mapan seperti
ini, transfer investasi di tingkat global akan semakin mudah terjadi. Kedua, Industri mempunyai
orientasi yang meluas ketingkat global. Strategi PMN modern tak lagi dibentuk oleh dorongan
untuk melayani negara melainkan lebih pada keinginan dan kebutuhan untuk melayani pasarpasar yang menguntungkan dimanapun berada, dan dalam rangka membuka sumber-sumber
dimana perusahaan tersebut beroperasi. Ketiga, Informasi Teknologi dan Transportasi.
Perkembangan kedua faktor ini berperan sebagai katalisator utama berkembang biaknya
integrasi, interdependensi, interkoneksi dan globalisasi. Keempat, konsumen-konsumen
individual yang memiliki orientasi global. Dengan akses informasi yang lebih baik tentang gaya
hidup di seluruh dunia dengan cepat, konsumen mempunyai opsi beragam untuk membeli
1 Susan Strange. (1989), States and Market. London: Pinter Publishers, p.24-32
dalam Dedy Permadi. Runtuhnya Neo Liberalisme Global. Yogyakarta: Institute of
International Studies. p.1-2

produk luar negeri yang juga semakin beragam. 2 Ohmae juga menyatakan bahwa dalam era
globalisasi seperti ini perundingan global tidak lagi berkaitan dengan batas-batas territorial
negara secara artificial, melainkan berhubungan dengan unit-unit geografis yang terfokus dimana
kegiatan perekonomian berkembang. Untuk itu Ohmae berpendapat bahwa peran negara sudah
terdistorsi dan tidak akan menjadi unit-unit usaha dalam ekonomi global.3
Pasar hanya bisa bekerja dalam ruang yang kondusif. 4 Ruang yang kondusif
memungkinkan proses permintaan dan penawaran berjalan tanpa hambatan dan berlangsung
secara alamiah. Prasyarat hukum ekonomi tentang ceteris paribus nampaknya juga sesuai bahwa
memang pasar hanya akan bekerja di ruang yang kondusif. Pertanyaannya adalah bagaimana
ruang yang kondusif itu bisa tercipta? dan siapakah yang akan menciptakan ruang yang kondusif
tersebut?. Negara berperan melindungi hak atas kekayaan dan menciptakan lingkungan yang
mendukung bekerjanya mekanisme pasar. Pertanyaan selanjutnya adalah jika negara selalu
didistorsi peranannya, lantas siapa lagi yang akan mampu melindungi pasar?. Nampaknya para
pengikut liberalisme dengan pasti akan menjawab yang melindungi pasar adalah The Invisible
Hand.
Dorongan dimensi kebijakan politik saat ini menjadi makin berkembang sebagai solusi
ikut sertanya negara ke dalam mekanisme pasar. BUMN sebagai perwakilan negara tentu
mendapat intensif yang luar biasa besar oleh kebijakan-kebijakan negara terkait daya saingnya
dalam kompetisi global. Ketika negara (baca: BUMN) sudah ikut serta bermain dalam pasar,
negara melakukan proses produksi, konsumsi serta investasi di dalam pasar, negara melindungi
ruang yang kondusif agar mekanisme pasar bisa berjalan alamiah, bukankah itu menunjukkan
bahwa negara beriringan dengan pasar atau dengan kata lain bahkan negara adalah pasar itu
sendiri. Lantas, mengapa pasar dan negara selalu ditempatkan diposisi yang diametral? Ketika
pasar dan negara adalah satu kesatuan yang menjadi titik masalah adalah bukan pada negara atau
pasar, tetapi bagaimana mengelola negara, atau dengan kata lain bagaimana mengelola pasar itu
sendiri.
2 Ohmae, Kenichi. The End of Nation State dalam Winarno Budi, Pertarungan
Negara VS Pasar. Yogyakarta: Media Pressindo. p.26-27
3 Ibid.
4 Ibid. p. 139

Anda mungkin juga menyukai