229339792-Refrat-Pneumonia - Dfdasfdfndahfda FH Asdhaocfdfdfjdbafbdfbkjdbfkjdasbfksdbkjafkjadkjfbkjgvdfgjfdgj
229339792-Refrat-Pneumonia - Dfdasfdfndahfda FH Asdhaocfdfdfjdbafbdfbkjdbfkjdasbfksdbkjafkjadkjfbkjgvdfgjfdgj
Oleh:
Muhammad Iqbal Sugiantoro
G99122076
G99122070
G99122090
G99122113
Mustiqa Febriniata
G99122079
Pembimbing:
Dr. Reviono, dr., Sp.P (K)
KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN PULMONOLOGI
DAN ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR.MOEWARDI
S U R AK AR TA
2014
BAB I
STATUS PENDERITA
I.
ANAMNESIS
A. IdentitasPasien
Nama Pasien
: Tn. J
Usia
: 50 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Status
: Menikah
Pekerjaan
: Wiraswasta
Alamat
: Kebakkramat, Karanganyar
Tanggal Masuk
: 17 Mei 2014
Tanggal Pemeriksaan
: 17 Mei 2014
No. RM
: 01254806
B. Keluhan Utama
Sesak Napas
C. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan sesak nafas sejak dua minggu
sebelum masuk rumah sakit yang semakin memberat sejak tiga hari
yang lalu. Sesak dirasakan hampir setiap hari. Sesak dirasakan seperti
terikat. Sesak nafas tidak dipengaruhi aktivitas dan cuaca, pasien
nyaman tidur dengan satu bantal.
Pasien juga mengeluh batuk sejak dua minggu yang lalu dan
memberat sejak satu minggu yang lalu. Batuk berdahak, warna putih,
kental, frekuensi batuk bertambah sejak satu minggu yang lalu. Pasien
juga mengeluh mual dan muntah > 3 kali sehari sejak tiga hari yang
lalu, muntahan berupa sisa makanan, tidak ada darah. Pasien juga
mengeluh buang air besar cair lebih dari 5 kali sehari sejak 3 hari yang
lalu. Tidak ada keluhan demam, batuk berdarah, keringat malam,
penurunan berat badan, penurunan nafsu makan.
D. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat Asma
: disangkal
Riwayat TB
Riwayat DM
Riwayat Hipertensi
Riwayat Sakit Paru
Riwayat Sakit Jantung
: disangkal
: (+)
: disangkal
: disangkal
: disangkal
Status Generalis
Keadaan umum kesulitan bernafas, compos mentis E4V5M6, gizi kesan
cukup.
B.
C.
Tanda Vital
Tekanan darah
: 160/100 mmHg.
Nadi
Respirasi
Suhu
SiO2
Kulit
Warna sawo matang, kelembaban cukup, ujud kelainan kulit (-),
tampak tattoo di daerah dada pasien.
D.
Kepala
Bentuk mesocephal, kedudukan kepala simetris, luka (-), rambut tidak
beruban semua, tidak mudah rontok, tidak mudah dicabut, atrofi otot
(-).
E.
Mata
Konjungtiva pucat (-/-), palpebra odem (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil
isokor (2mm/2mm), reflek cahaya (+/+).
F.
Hidung
Bentuk normal, deformitas (-), darah (-/-), sekret (-/-).
G.
Telinga
Deformitas (-/-),darah (-/-), sekret (-/-).
H.
Mulut
Bibir kering (-), sianosis (-), lidah kotor (-), lidah simetris, lidah tremor
(-), tonsil T1-T1, faring hiperemis (-), T1-T1, stomatitis (-), mukosa
pucat (-), gusi berdarah (-), papil lidah atrofi (-).
I.
Leher
Simetris, trakea ditengah, JVP tidak meningkat, limfonodi tidak
membesar, nyeri tekan (-), benjolan (-), kaku (-).
J.
Thoraks
Bentuk : normochest, retraksi suprasternal (+), gerakan simetris kanan
kiri
Pulmo :
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Cor :
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
bising (-)
K.
L.
Trunk
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
Perkusi
: tympani.
Palpasi
M. Ekstremitas
Oedem _
Akraldingin
Total CO2
: 28.8 mmol/L (19.0-24.0)
Kesan: Asidosis metabolik terkompensasi tidak sempurna
B. Foto Thorax
O2 10 lpm
IVFD NaCl 0,9% 14 tpm
Inj. Ceftriaxone 2 gr/ 24 jam
Azitromisin 1 x 500 mg
VII.Rencana Konsultasi
1) Konsultasi TS Penyakit Dalam
2) Konsultasi TS Jantung
VIII. Rencana Diagnostik
1) Kultur sputum Mo/G/K/R
2) AGD ulang
3) Balance Cairan
IX. Follow Up
18 Mei 2014
1) S: sesak (-), batuk (-), demam (-)
2) O:
a. Keadaan Umum
: Compos Mentis
b. Tekanan Darah
: 140/90
c. Nadi
: 70 x / menit
d. Laju Nafas
: 20x/ menit
e. Suhu
: 37 C
7
f. SaO2
g. Balance Cairan
h. Pulmo:
i. Inspeksi
= kiri
ii. Palpasi
iii. Perkusi
iv. Auskultasi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Sedangkan
peradangan
paru
yang
disebabkan
oleh
nonmikroorganisme (bahan kimia, radiasi, aspirasi bahan toksik, obatobatan dan lain-lain) disebut pneumonitis (PDPI, 2003).
B. ETIOLOGI
Etiologi pneumonia berbeda-beda pada berbagai tipe dari
pneumonia dan hal ini berdampak kepada obat yang akan diberikan.
Mikroorganisme penyebab yang paling sering adalah bakteri, yang
jenisnya berbeda antar negara, antara satu daerah dengan daerah lain pada
satu negara, di luar rumah sakit dan di dalam rumah sakit, antara rumah
sakit besar atau tersier dengan rumah sakit yang lebih kecil. Oleh karena
itu perlu diketahui dengan baik pola kuman penyebab secara umum,
karena itu meskipun pola kuman diluar negeri tidak sepenuhnya cocok
dengan pola kuman di Indonesia, maka pedoman yang berdasarkan pola
kuman diluar negeri dapat dipakai sebagai acuan secara umum (Dahlan,
2006).
Cara terjadinya penularan berkaitan pula dengan jenis kuman,
misalnya infeksi melalui droplet sering disebabkan Streptococcus
pneumonia, melalui selang infus oleh Staphylococcus aureus, sedangkan
infeksi pada pemakaian ventilator oleh P. aeruginosa dan Enterobacter.
Pada masa kini terjadi perubahan pola mikroorganisme penyebab ISNBA
akibat adanya perubahan keadaan pasien seperti gangguan kekebalan dan
penyakit kronik, populasi lingkungan, dan penggunaan antibiotik yang
tidak tepat hingga menimbulkan perubahan karakteristik kuman. Terjadilah
peningkatan pathogenesis atau jenis kuman terutama S.aureus, B.
catarrhalis, H. influenza dan Enterobacteriacae oleh adanya berbagai
mekanisme. Juga dijumpai pada berbagai bakteri enteric gram negatif
(Dahlan, 2006).
Menurut
Reevers,
2001,
Etiologi
pneumonia
berdasarkan
streptococcus
pyogenesis.
Bakteri
gram
negatif
seperti
terjadinya Pneumocystis
carinii
permukaan
epitel
saluran
10
napas.
Ada
beberapa
cara
sitoplasmik
mengelilingi
bakteri
tersebut
kemudian
dimakan. Pada waktu terjadi peperangan antara host dan bakteri maka
akan tampak 4 zona pada daerah parasitik terset yaitu :
1. Zona luar : alveoli yang tersisi dengan bakteri dan cairan edema.
11
12
13
a. Anamnesis
Gambaran klinik biasanya ditandai dengan demam,
menggigil, suhu tubuh meningkat dapat melebihi 40C, batuk
dengan dahak mukoid atau purulen kadang-kadang disertai darah,
sesak napas dan nyeri dada.
b. Pemeriksaan fisik
Temuan pemeriksaan fisis dada tergantung dari luas lesi di
paru. Pada inspeksi dapat terlihat bagian yang sakit tertinggal
waktu bernapas, pasa palpasi fremitus dapat mengeras, pada
perkusi
redup,
pada
auskultasi
terdengar
suara
napas
pneumoniae,
Pseudomonas
aeruginosa
sering
b. Pemeriksaan labolatorium
14
Pseudomonas aeruginosa
- Aminoglikosid
- Seftazidim, Sefoperason, Sefepim
- Tikarsilin, Piperasilin
- Karbapenem : Meropenem, Imipenem
- Siprofloksasin, Levofloksasin
Hemophilus influenzae
- TMP-SMZ
- Azitromisin
- Sefalosporin gen. 2 atau 3
- Fluorokuinolon respirasi
Legionella
- Makrolid
- Fluorokuinolon
- Rifampisin
Mycoplasma pneumoniae
- Doksisiklin
- Makrolid
- Fluorokuinolon
Chlamydia pneumoniae
- Doksisikin
- Makrolid
- Fluorokuinolon
16
H. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi :
Efusi pleura.
Empiema.
Abses Paru.
Pneumotoraks
Gagal napas.
Sepsis
17
BAB III
ANALISA KASUS
Pneumonia adalah suatu peradangan akut pada parenkim paru yang
disebabkan mikroorganisme baik bakteri, virus, jamur maupun parasit kecuali
infeksi Mycobacterium tuberculosis. Peradangan parenkim paru tersebut
disebabkan oleh kolonisasi agen patogen di sel parenkim paru. Kondisi tersebut
menimbulkan beberapa manifestasi klinis yang muncul pada pasien dengan
pneumonia.
Pasien datang dengan keluhan sesak napas yang dialami sejak 2 minggu
sebelum masuk rumah sakit kemudian memberat sejak 3 hari terakhir.
Karakteristik sesak napas timbul yaitu terus menerus dan tidak dipengaruhi
aktivitas dan cuaca. Sesak napas terjadi secara akut, diikuti adanya perubahan
karakteristik sputum. Batuk timbul juga sejak 2 minggu sebelum masuk rumah
sakit, kemudian batuk memberat diikuti produksi sputum kental berwarna putih.
Sesak tanpa diikuti batuk darah, tidak ditemukan demam maupun riwayat demam,
serta tidak ada penurunan berat badan. Pada kasus pneumonia akan didapatkan
keluhan awal batuk, sesak napas dan demam atau riwayat demam sebelumnya.
Keluhan lainnya misal nyeri dada dimana karakteristik nyeri dadanya tidak khas
seperti nyeri dada pasien angina pectoris. Pasien pada kasus ini ditemukan gejala
sesak napas yang diikuti batuk. Batuk terjadi karena reaksi inflamasi yang muncul
pada saluran napas sehingga muncul reflex batuk. Sesak napas akan terjadi
kemudian karena infeksi yang awalnya di saluran napas akan melebar ke
parenkim sekitarnya. Mual dan muntah yang ditemukan pada pasien ini mungkin
berhubungan dengan konsumsi obat sebelumnya (automedikasi), menurunnya
intake makanan, atau pengaruh dari kondisi sakit pasien secara tidak langsung.
Demam bisa ditemukan atau tidak ditemukan, tetapi dengan catatan setidaknya
ada riwayat demam sebelum dibawa ke rumah sakit menjadi salah satu gejala
pasien dengan pneumonia.
18
Riwayat sesak napas sebelumnya pada pasien ini disangkal. Serta tidak ada
riwayat sakit paru-paru yang pernah terdiagnosis sebelumnya. Pasien dengan
PPOK ditandai dengan sesak napas yang sifatnya kronis progresif dimana
progresivitas sesak napas berjalan lambat. Sesak napas biasanya dirasakan
bertahun-tahun bahkan sampai puluhan tahun. Eksa serbasi PPOK ditandai
perubahan gejala yang semakin memberat dan perubahan karakteristik sputum.
Pasien ini baru merasakan sesak napas 2 minggu terakhir seharusnya untuk
dikatakan PPOK gejala yang muncul belum seberat yang dikeluhkan pasien saat
datang. PPOK juga ditegakkan dengan adanya paparan noxious agent seperti asap
rokok bagi perokok aktif maupun pasif, asap pabrik atau debu konveksi, dan lain
sebagainya. Pasien adalah perokok aktif dengan Indeks Brinkmann (IB) tergolong
perokok derajat sedang sehingga tergolong memiliki risiko sedang dengan
kebiasaan merokok tersebut, sampai saat ini pasien tidak teratur periksa ke dokter.
Namun, untuk menegakkan diagnosis PPOK perlu pemeriksaan spirometri.
Keluhan muncul secara akut sehingga diagnosis lebih mengarah pada
pneumonia daripada PPOK walaupun riwayat merokok (+) dengan IB yang
tergolong sedang. Tidak menutup kemungkinan terjadinya pneumonia pada pasien
ini. Ditambah lagi hasil spirometri belum didapatkan untuk menyokong
kemungkinan PPOK. Pasien ini memiliki kecenderungan ke arah pneumonia
komuniti, yaitu keradangan paru yang didapatkan dalam komunitas atau dari
masyarakat, bukan karena infeksi nosokomial (HAP), tindakan medis (HCAP),
atau bukan juga karena post pemasangan ventilator (VAP). Penegakan diagnosis
pneumonia memerlukan pemeriksaan penunjang laboratorium darah dan
radiografi berupa foto polos thorax proyeksi AP jika memungkinkan. Hasil cek
laboratorium pasien pneumonia akan ditemukan leukositosis dengan AL lebih dari
10.000/mm3 atau kurang dari 4.500/mm3. Diagnosis pasti pneumonia ditegakkan
dari foto polos dimana didapatkan gambaran perselubungan dengan air
bronchogram di lapang paru yang terinfeksi, bisa satu lobus, satu segmen ataupun
satu lapang paru. Perselubungan pada satu lobus disebut dengan pneumonia
lobaris, sedangkan pada satu segmen paru disebut pneumonia segmental. Foto
thorax proyeksi PA pasien ini didapatkan gambaran infiltrate air bronchogram di
19
paracardial kanan dan parahiler kiri sehingga ditegakkan diagnosis pasien ini
adalah pneumonia komuniti. Analisis gas darah pasien saat saat diperiksa
didapatkan penurunan pH darah dengan peningkatan HCO3 tanpa ada penurunan
pCO2 dengan hypoxemic score (HS) sebesar 488,3 sehingga disimpulkan hasil
analisis gas darah adalah asidosis metabolik terkompensasi tidak sempurna.
Penilaian derajat keparahan pasien pneumonia digunakan suatu skoring
menurut Pneumonia Severity index (PSI). PSI menggunakan 20 variabel
penilaian. Selain skoring PSI terdapat CURB-65 yang terdiri dari 5 faktor resiko
yang dinilai satu bila positif. C (Confusion), tingkat kesadaran pasien saat
diperiksa adalah compos mentis sehingga tidak didapatkan penurunan kesadaran,
skornya nol; U (Urea) menggunakan nilai ureum dengan dikonversikan dibagi
2,14 didapatkan skor satu, RR : 28x/menit sehingga skor nol, tekanan darah
160/100 mmHg sehingga didapatkan skor nol, dan umur pasien adalah 50 tahun
skornya nol. Total skor CURB-65 adalah 0 disebut risiko kematian sedang
sehingga dapat rawat jalan. Namun, untuk Rumah Sakit dengan fasilitas lebih
lengkap dianjurkan untuk menggunakan skoring PSI. Pasien berjenis kelamin
laki-laki nilai sesuai umurnya yaitu 50. Terdapat penyakit komorbid yaitu
penyakit ginjal, pasien didiagnosis Chronic Kidney Disease (CKD) sejak lama,
nilainya 10, serta riwayat hipertensi sehingga skor ditambah lagi 10. Dari
pemeriksaan fisik hanya ditemukan demam pada suhu 37,7oC, frekuensi napas dan
frekuensi nadi masih dibawah kriteria sehingga nilainya 15. Hasil laboratorium
didapatkan anemia, hiponatremia, hipoalbinemia, penurunan hematocrit. Dari
hasil lab tersebut didapatkan skor 10. Jadi total skor PSI pasien ini adalah 95,
tergolong kelas risiko IV atau risiko sedang dengan angka kematian 8,2%.
Tindakan perawatan yang dianjurkan adalah rawat ina (Barlett et al., 2000).
Tata laksana pasien dengan pneumonia adalah terapi antibiotik empirik
secepatnya maksimal 8 jam sejak masuk rumah sakit serta terapi simptomatis
misal oksigenisasi pada pasien diberikan dengan 2 liter/menit. Antibiotic yang
diberikan adalah golongan beta lactam. Pada pasien ini digunakan pilihan terapi
antibiotik yaitu inj. Ceftriaxone 2 gr/24 jam per IV serta diberikan eritromisin
caps 1x500 mg per oral. Pemasangan IV line untuk mencegah dehidrasi.
20
Mukolitik juga diberikan N-asetil sistein per oral 3x200 mg/hari. Dan paracetamol
3x500 mg per oral sebagai antipiretik. Untuk menemukan etiologi pneumonia
dilakukan pemeriksaan kultur sputum dan pemeriksaan sensitivitas antiobiotik
untuk terapi antibiotic selanjutnya. Antibiotik diberikan selamam 5 hari dan tidak
demam 48-72 jam. Evaluasi perbaikan klinis dilakukan Setelah 5 hari terapi
antibiotic direncanakan untuk foto thorax ulang. Tujuannya adalah untuk evaluasi
terapi (File et al., 2013).
21
DAFTAR PUSTAKA
Barlett JG, Dowell SH, Mondell LA, Mushor DM, Fine MJ. 2000. Practice
Guidelines for Management Community-Acquired Pneumonia in Adults.
Clin infect Dis; 31:347-82.
File TM, Bartlett JG, Thorner A. 2013. Treatment of community-acquired
pneumonia in adults who require hospitalization, diunduh dari
http:///www.uptodate.com/contens/treatment-of-community-acquiredpneumonia-in-adults-who-require-hospitalization (17 Mei 2014).
Hartanto H. 2003. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit:Edisi 6,
volume 2. Jakarta: EGC.
PDPI.2003.http://klikpdpi.com/konsensus/konsensus-pneumoniakom/pnkomuniti.
pdf
Stokes DC. Respiratory infections in Immunocompromized Hosts. Dalam :
Taussig LM, Landau LI, penyunting. Pediatric Respiratory Medicine. St.
Louis: Mosby Inc, 1999 : 664-81.
Zul Dahlan. 2006. Ilmu Penyakit Dalam. Edisi II. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI.
22