Anda di halaman 1dari 22

Presentasi Kasus

SEORANG LAKI-LAKI USIA 50 TAHUN DENGAN PNEUMONIA


KOMUNITI KR IV GR III, CKD STAGE V, DAN GASTROENTERITIS
AKUT DENGAN MASALAH ANEMIA, AZOTEMIA DAN ASIDOSIS
METABOLIK TIDAK TERKOMPENSASI SEMPURNA

Oleh:
Muhammad Iqbal Sugiantoro

G99122076

Maria Dewi Caetline

G99122070

Nurul Rahmawati Swadini

G99122090

Ginong Pratidina Wijnaputri

G99122113

Mustiqa Febriniata

G99122079

Pembimbing:
Dr. Reviono, dr., Sp.P (K)
KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN PULMONOLOGI
DAN ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR.MOEWARDI
S U R AK AR TA
2014

BAB I
STATUS PENDERITA
I.

ANAMNESIS
A. IdentitasPasien
Nama Pasien

: Tn. J

Usia

: 50 tahun

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Status

: Menikah

Pekerjaan

: Wiraswasta

Alamat

: Kebakkramat, Karanganyar

Tanggal Masuk

: 17 Mei 2014

Tanggal Pemeriksaan

: 17 Mei 2014

No. RM

: 01254806

B. Keluhan Utama
Sesak Napas
C. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan sesak nafas sejak dua minggu
sebelum masuk rumah sakit yang semakin memberat sejak tiga hari
yang lalu. Sesak dirasakan hampir setiap hari. Sesak dirasakan seperti
terikat. Sesak nafas tidak dipengaruhi aktivitas dan cuaca, pasien
nyaman tidur dengan satu bantal.
Pasien juga mengeluh batuk sejak dua minggu yang lalu dan
memberat sejak satu minggu yang lalu. Batuk berdahak, warna putih,
kental, frekuensi batuk bertambah sejak satu minggu yang lalu. Pasien
juga mengeluh mual dan muntah > 3 kali sehari sejak tiga hari yang
lalu, muntahan berupa sisa makanan, tidak ada darah. Pasien juga
mengeluh buang air besar cair lebih dari 5 kali sehari sejak 3 hari yang
lalu. Tidak ada keluhan demam, batuk berdarah, keringat malam,
penurunan berat badan, penurunan nafsu makan.
D. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat Asma
: disangkal

Riwayat TB
Riwayat DM
Riwayat Hipertensi
Riwayat Sakit Paru
Riwayat Sakit Jantung

: disangkal
: (+)
: disangkal
: disangkal
: disangkal

E. Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat Sakit Serupa
: disangkal
Riwayat Asma
: disangkal
Riwayat TB
: disangkal
Riwayat DM
: disangkal
Riwayat Hipertensi
: disangkal
Riwayat Sakit Paru
: disangkal
Riwayat Sakit Jantung
: disangkal
F. Riwayat Kebiasaan dan Gizi
Riwayat merokok
: 1 bungkus per hari sejak 35 tahun yang lalu
Riwayat konsumsi alkohol : disangkal
Riwayat olahraga
: pasien jarang berolahraga
G. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien bekerja sebaga pedagang, pasien menggunakan fasilitas BPJS.
II. PEMERIKSAAN FISIK
A.

Status Generalis
Keadaan umum kesulitan bernafas, compos mentis E4V5M6, gizi kesan
cukup.

B.

C.

Tanda Vital
Tekanan darah

: 160/100 mmHg.

Nadi

:115 x/ menit, isi dan tegangan cukup, irama teratur.

Respirasi

: 28 x/menit, irama tidak teratur, tipe thorakal.

Suhu

: 37,70C per aksiler

SiO2

: 95% dengan O2 ruangan

Kulit
Warna sawo matang, kelembaban cukup, ujud kelainan kulit (-),
tampak tattoo di daerah dada pasien.

D.

Kepala
Bentuk mesocephal, kedudukan kepala simetris, luka (-), rambut tidak
beruban semua, tidak mudah rontok, tidak mudah dicabut, atrofi otot
(-).

E.

Mata
Konjungtiva pucat (-/-), palpebra odem (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil
isokor (2mm/2mm), reflek cahaya (+/+).

F.

Hidung
Bentuk normal, deformitas (-), darah (-/-), sekret (-/-).

G.

Telinga
Deformitas (-/-),darah (-/-), sekret (-/-).

H.

Mulut
Bibir kering (-), sianosis (-), lidah kotor (-), lidah simetris, lidah tremor
(-), tonsil T1-T1, faring hiperemis (-), T1-T1, stomatitis (-), mukosa
pucat (-), gusi berdarah (-), papil lidah atrofi (-).

I.

Leher
Simetris, trakea ditengah, JVP tidak meningkat, limfonodi tidak
membesar, nyeri tekan (-), benjolan (-), kaku (-).

J.

Thoraks
Bentuk : normochest, retraksi suprasternal (+), gerakan simetris kanan
kiri
Pulmo :

Inspeksi

: Pengembangan dada kanan = kiri

Palpasi

: Fremitus raba kanan = kiri

Perkusi

: Sonor / Sonor di semua lapang paru

Auskultasi

: SDV (+/+), RBK (+/+) di basal, RBH


(-/-),WHZ (-/-)

Cor :

Inspeksi

: iktus kordis tidak tampak

Palpasi

: iktus kordis tidak kuat angkat

Perkusi

: batas jantung kesan tidak melebar

Auskultasi

: bunyi jantung I-II intensitas nomal, regular,

bising (-)

K.

L.

Trunk
Inspeksi

: deformitas (-), skoliosis (-), kifosis (-), lordosis(-).

Palpasi

: massa (-), nyer itekan (-), oedem (-).

Perkusi

: nyeri ketok kostovertebra (-).

Abdomen
Inspeksi

: dinding perut sejajar dinding dada.

Auskultasi

: peristaltik (+) normal.

Perkusi

: tympani.

Palpasi

: supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidakteraba.

M. Ekstremitas
Oedem _

Akraldingin

III. Pemeriksaan Penunjang


A. Hasil Laboratorium 17 Mei 2014
1. Rutin
Hb
: 10,1 g/dl (13.5-17.5)
Hematokrit
: 29% (33-45)
Leukosit
: 10,3 ribu/ul (4.5-11)
Trombosit
: 527 ribu/ul (150-450)
Eritrosit
: 3,53 juta/ul (4.5-5.9)
GDS
: 123
Golongan Darah
:A
2. Kimia klinik
SGOT
: 12 u/l (0-35)
SGPT
: 8 u/l (0-45)
Creatinine
: 257 mg/dl (<50)
Ureum
: 9,3 mg/dl (0.9-1.3)
3. Elektrolit
Natrium darah
: 133 mmol/L (136-145)
Kalium darah
: 4,6 mmol/L (3.3-5.1)
Chlorida darah
: 107 mmol/L (98-106)
4. Analisa Gas Darah
pH
: 7.346 (7.350-7.450)
BE
: -13,2 mmol/L (-2- +3)
PCO2
: 20,4 mm/Hg (27.0-41.0)
PO2
: 117,2 mmHg (83.0-108.0)
HCO3
: 13,9 mmol/L (21.0-28.0)

Total CO2
: 28.8 mmol/L (19.0-24.0)
Kesan: Asidosis metabolik terkompensasi tidak sempurna
B. Foto Thorax

Hasil pemeriksaan foto thorax 17 Mei 2014:


Foto dengan identitas Tn.J 50 tahun. Foto diambil di ruang radiologi RS
Dr.Moewardi. Foto thorax dengan proyeksi PA. Kekerasan kurang,
asimetris.
Trakea di tengah. Sistema tulang baik.
Cor
: Besar dan bentuk normal
Pulmo
: Tampak perselubungan air bronchogram di parahiler dan
paracardial kedua lapang paru. Sinus phrenicocostalis kanan kiri tajam.
Hemidiafragma kanan kiri licin, bentuk kubah.
Kesan: Pneumonia
C. EKG

Sinus rhytm, 110 bpm, normoaksis.


IV. Daftar Masalah
Sesak, mual, muntah, diare, anemia, azotemia, hipoalbuminemia,
asidosis metabolic tidak terkompensasi sempurna, foto thoraks
pneumonia
V. Diagnosis
1) Pneumonia community KR IV GR III
2) CKD stage V
3) GEA
VI. Terapi
1)
2)
3)
4)

O2 10 lpm
IVFD NaCl 0,9% 14 tpm
Inj. Ceftriaxone 2 gr/ 24 jam
Azitromisin 1 x 500 mg

VII.Rencana Konsultasi
1) Konsultasi TS Penyakit Dalam
2) Konsultasi TS Jantung
VIII. Rencana Diagnostik
1) Kultur sputum Mo/G/K/R
2) AGD ulang
3) Balance Cairan
IX. Follow Up
18 Mei 2014
1) S: sesak (-), batuk (-), demam (-)
2) O:
a. Keadaan Umum
: Compos Mentis
b. Tekanan Darah
: 140/90
c. Nadi
: 70 x / menit
d. Laju Nafas
: 20x/ menit
e. Suhu
: 37 C
7

f. SaO2
g. Balance Cairan
h. Pulmo:
i. Inspeksi

: 98% dengan O2 2 lpm


: +357,5 cc
: Pengembangan dinding dada kanan

= kiri
ii. Palpasi
iii. Perkusi
iv. Auskultasi

: Fremitus raba kanan = kiri


: sonor/sonor
: SDV +/+ , RBK +/+ basal paru,

Wheezing -/i. Hasil AGD:


i. pH
: 7,405
ii. BE
: -10,9
iii. PCO2 : 20,3
iv. PO2 : 107,4
v. HCO3 : 15,6
vi. HS
: 511,43
Kesan : Alkalosis respiratorik terkompensasi
sempurna (perbaikan)
3) A: Pneumonia Community KR IV Gr III
5) P:
1. O2 10 lpm
2. IVFD NaCl 0,9% 14 tpm
3. Inj. Ceftriaxone 2 gr/ 24 jam
4. Azitromisin 1 x 500 mg
5. N assetil cystein 3x200 mg
X. Prognosis
Ad vitam
: dubia ad malam
Ad sanam
: dubia ad malam
Ad fungsionam : dubia ad malam

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI

Secara kinis pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan


paru yang disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit).
Pneumonia yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis tidak
termasuk.

Sedangkan

peradangan

paru

yang

disebabkan

oleh

nonmikroorganisme (bahan kimia, radiasi, aspirasi bahan toksik, obatobatan dan lain-lain) disebut pneumonitis (PDPI, 2003).
B. ETIOLOGI
Etiologi pneumonia berbeda-beda pada berbagai tipe dari
pneumonia dan hal ini berdampak kepada obat yang akan diberikan.
Mikroorganisme penyebab yang paling sering adalah bakteri, yang
jenisnya berbeda antar negara, antara satu daerah dengan daerah lain pada
satu negara, di luar rumah sakit dan di dalam rumah sakit, antara rumah
sakit besar atau tersier dengan rumah sakit yang lebih kecil. Oleh karena
itu perlu diketahui dengan baik pola kuman penyebab secara umum,
karena itu meskipun pola kuman diluar negeri tidak sepenuhnya cocok
dengan pola kuman di Indonesia, maka pedoman yang berdasarkan pola
kuman diluar negeri dapat dipakai sebagai acuan secara umum (Dahlan,
2006).
Cara terjadinya penularan berkaitan pula dengan jenis kuman,
misalnya infeksi melalui droplet sering disebabkan Streptococcus
pneumonia, melalui selang infus oleh Staphylococcus aureus, sedangkan
infeksi pada pemakaian ventilator oleh P. aeruginosa dan Enterobacter.
Pada masa kini terjadi perubahan pola mikroorganisme penyebab ISNBA
akibat adanya perubahan keadaan pasien seperti gangguan kekebalan dan
penyakit kronik, populasi lingkungan, dan penggunaan antibiotik yang
tidak tepat hingga menimbulkan perubahan karakteristik kuman. Terjadilah
peningkatan pathogenesis atau jenis kuman terutama S.aureus, B.
catarrhalis, H. influenza dan Enterobacteriacae oleh adanya berbagai
mekanisme. Juga dijumpai pada berbagai bakteri enteric gram negatif
(Dahlan, 2006).

Menurut

Reevers,

2001,

Etiologi

pneumonia

berdasarkan

penyebabnya diantaranya adalah:


1. Bakteri
Pneumonia bakteri biasanya didapatkan pada usia lanjut.
Organisme gram posifif seperti : Steptococcus pneumonia, S. aerous,
dan

streptococcus

pyogenesis.

Bakteri

gram

negatif

seperti

Haemophilus influenza, klebsiella pneumonia dan P. Aeruginosa.


2. Virus
Disebabkan oleh virus influensa yang menyebar melalui
transmisi droplet. Cytomegalovirus dalam hal ini dikenal sebagai
penyebab utama pneumonia virus.
3. Jamur
Infeksi yang disebabkan jamur seperti histoplasmosis menyebar
melalui penghirupan udara yang mengandung spora dan biasanya
ditemukan pada kotoran burung, tanah serta kompos.
4. Protozoa
Menimbulkan

terjadinya Pneumocystis

carinii

pneumonia (CPC). Biasanya menjangkiti pasien yang mengalami


immunosupresi.
C. PATOGENESIS DAN PATOLOGI
Dalam keadaan sehat, tidak terjadi pertumbuhan mikroornagisme
di paru. Keadaan ini disebabkan oleh mekanisme pertahanan paru. Apabila
terjadi ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, mikroorganisme dapat
berkembang biak dan menimbulkan penyakit. Resiko infeksi di paru
sangat tergantung pada kemampuan mikroorganisme untuk sampai dan
merusak

permukaan

epitel

saluran

mikroorganisme mencapai permukaan :


1. Inokulasi langsung

10

napas.

Ada

beberapa

cara

2. Penyebaran melalui pembuluh darah


3. Inhalasi bahan aerosol
4. Kolonisasi dipermukaan mukosa
Dari keempat cara tersebut diatas yang terbanyak adalah secara
Kolonisasi. Secara inhalasi terjadi pada infeksi virus, mikroorganisme
atipikal, mikrobakteria atau jamur. Kebanyakan bakteri dengan ukuran 0,5
-2,0 m melalui udara dapat mencapai bronkus terminal atau alveol dan
selanjutnya terjadi proses infeksi. Bila terjadi kolonisasi pada saluran
napas atas (hidung, orofaring) kemudian terjadi aspirasi ke saluran napas
bawah dan terjadi inokulasi mikroorganisme, hal ini merupakan permulaan
infeksi dari sebagian besar infeksi paru. Aspirasi dari sebagian kecil sekret
orofaring terjadi pada orang normal waktu tidur (50 %) juga pada keadaan
penurunan kesadaran, peminum alkohol dan pemakai obat (drug abuse).
Sekresi orofaring mengandung konsentrasi bakteri yang tinggi 10
8-10/ml, sehingga aspirasi dari sebagian kecil sekret (0,001 - 1,1 ml) dapat
memberikan titer inokulum bakteri yang tinggi dan terjadi pneumonia.
Pada pneumonia mikroorganisme biasanya masuk secara inhalasi
atau aspirasi. Umumnya mikroorganisme yang terdapat disaluran napas
bagian atas sama dengan di saluran napas bagian bawah, akan tetapi pada
beberapa penelitian tidak di temukan jenis mikroorganisme yang sama.
Basil yang masuk bersama sekret bronkus ke dalam alveoli
menyebabkan reaksi radang berupa edema seluruh alveoli disusul dengan
infiltrasi sel-sel PMN dan diapedesis eritrosit sehingga terjadi permulaan
fagositosis sebelum terbentuknya antibodi. Sel-sel PMN mendesak bakteri
ke permukaan alveoli dan dengan bantuan leukosit yang lain melalui
psedopodosis

sitoplasmik

mengelilingi

bakteri

tersebut

kemudian

dimakan. Pada waktu terjadi peperangan antara host dan bakteri maka
akan tampak 4 zona pada daerah parasitik terset yaitu :
1. Zona luar : alveoli yang tersisi dengan bakteri dan cairan edema.

11

2. Zona permulaan konsolidasi : terdiri dari PMN dan beberapa eksudasi


sel darah merah.
3. Zona konsolidasi yang luas : daerah tempat terjadi fagositosis yang
aktif dengan jumlah PMN yang banyak.
4. Zona resolusiE : daerah tempat terjadi resolusi dengan banyak bakteri
yang mati, leukosit dan alveolar makrofag.
Red hepatization ialah daerah perifer yang terdapat edema dan
perdarahan 'Gray hepatization' ialah konsolodasi yang luas (PDPI, 2003).
D. KLASIFIKASI
1. Berdasarkan klinis dan epideologis :
a. Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia)
b. Pneumonia nosokomial (hospital-acqiured pneumonia / nosocomial
pneumonia)
c. Pneumonia aspirasi
d. Pneumonia pada penderita Immunocompromised pembagian ini
penting untuk memudahkan penatalaksanaan.
2. Berdasarkan bakteri penyebab
a. Pneumonia bakterial / tipikal.
Dapat terjadi pada semua usia. Beberapa bakteri mempunyai
tendensi menyerang sesorang yang peka, misalnya Klebsiella pada
penderita alkoholik, Staphyllococcus pada penderita pasca infeksi
influenza.
b. Pneumonia atipikal
Disebabkan Mycoplasma, Legionella dan Chlamydia
c. Pneumonia virus
d. Pneumonia jamur

12

Sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi terutama pada


penderita dengan daya tahan lemah (immunocompromised)
3. Berdasarkan predileksi infeksi
a. Pneumonia lobaris
Sering pada pneumania bakterial, jarang pada bayi dan orang tua.
Pneumonia yang terjadi pada satu lobus atau segmen kemungkinan
sekunder disebabkan oleh obstruksi bronkus misalnya : pada
aspirasi benda asing atau proses keganasan.
b. Bronkopneumonia
Ditandai dengan bercak-bercak infiltrat pada lapangan paru. Dapat
disebabkan oleh bakteria maupun virus. Sering pada bayi dan
orang tua. Jarang dihubungkan dengan obstruksi bronkus
c. Pneumonia interstisial
E. FAKTOR RESIKO
Faktor-faktor resiko terkena pneumonia, antara lain: Infeksi
Saluran Nafas Atas (ISPA), usia lanjut, alkoholisme, rokok, kekurangan
nutrisi, umur dibawah 2 bulan, jenis kelamin laki-laki , gizi kurang, berat
badan lahir rendah, tidak mendapat ASI memadai, polusi udara, kepadatan
tempat tinggal, imunisasi yang tidak memadai, membedong bayi, efisiensi
vitamin A dan penyakit kronik menahun.
Selain faktor-faktor resiko diatas, faktor-faktor di bawah ini juga
mempengaruhi resiko dari pneumonia :
1. Individu yang mengidap HIV
2. Individu yang terpajan ke aerosol dari air yang lama tergenang
3. Individu yang mengalami aspirasi isi lambung
4. Karena muntah air akibat tenggelam
5. Bahan yang teraspirasi
F. DIAGNOSIS
1. Gambaran klinis

13

a. Anamnesis
Gambaran klinik biasanya ditandai dengan demam,
menggigil, suhu tubuh meningkat dapat melebihi 40C, batuk
dengan dahak mukoid atau purulen kadang-kadang disertai darah,
sesak napas dan nyeri dada.
b. Pemeriksaan fisik
Temuan pemeriksaan fisis dada tergantung dari luas lesi di
paru. Pada inspeksi dapat terlihat bagian yang sakit tertinggal
waktu bernapas, pasa palpasi fremitus dapat mengeras, pada
perkusi

redup,

pada

auskultasi

terdengar

suara

napas

bronkovesikuler sampai bronkial yang mungkin disertai ronki


basah halus, yang kemudian menjadi ronki basah kasar pada
stadium resolusi.
2. Pemeriksaan penunjang
a. Gambaran radiologis
Foto toraks (PA/lateral) merupakan pemeriksaan penunjang
utama untuk menegakkan diagnosis. Gambaran radiologis dapat
berupa infiltrat sampai konsolidasi dengan " air broncogram",
penyebab bronkogenik dan interstisial serta gambaran kaviti. Foto
toraks saja tidak dapat secara khas menentukan penyebab
pneumonia, hanya merupakan petunjuk ke arah diagnosis etiologi,
misalnya gambaran pneumonia lobaris tersering disebabkan oleh
Steptococcus

pneumoniae,

Pseudomonas

aeruginosa

sering

memperlihatkan infiltrat bilateral atau gambaran bronkopneumonia


sedangkan Klebsiela pneumonia sering menunjukkan konsolidasi
yang terjadi pada lobus atas kanan meskipun dapat mengenai
beberapa lobus.

b. Pemeriksaan labolatorium

14

Pada pemeriksaan labolatorium terdapat peningkatan


jumlah leukosit, biasanya lebih dari 10.000/ul kadang-kadang
mencapai 30.000/ul, dan pada hitungan jenis leukosit terdapat
pergeseran ke kiri serta terjadi peningkatan LED. Untuk
menentukan diagnosis etiologi diperlukan pemeriksaan dahak,
kultur darah dan serologi. Kultur darah dapat positif pada 20-25%
penderita yang tidak diobati. Analisis gas darah menunjukkan
hipoksemia dan hikarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi
asidosis respiratorik.
G. PENGOBATAN
Pengobatan terdiri atas antibiotik dan pengobatan suportif.
Pemberian antibiotik pada penderita pneumonia sebaiknya berdasarkan
data mikroorganisme dan hasil uji kepekaannya, akan tetapi karena
beberapa alasan yaitu :
1. penyakit yang berat dapat mengancam jiwa
2. bakteri patogen yang berhasil diisolasi belum tentu sebagai penyebab
pneumonia.
3. hasil pembiakan bakteri memerlukan waktu maka pada penderita
pneumonia dapat diberikan terapi secara empiris.
Secara umum pemilihan antibiotik berdasarkan bakteri penyebab
pneumonia dapat dilihat sebagai berikut :

Penisilin sensitif Streptococcus pneumonia (PSSP)


- Golongan Penisilin
- TMP-SMZ
- Makrolid

Penisilin resisten Streptococcus pneumoniae (PRSP)


- Betalaktam oral dosis tinggi (untuk rawat jalan)
- Sefotaksim, Seftriakson dosis tinggi
- Marolid baru dosis tinggi
- Fluorokuinolon respirasi
15

Pseudomonas aeruginosa
- Aminoglikosid
- Seftazidim, Sefoperason, Sefepim
- Tikarsilin, Piperasilin
- Karbapenem : Meropenem, Imipenem
- Siprofloksasin, Levofloksasin

Methicillin resistent Staphylococcus aureus (MRSA)


- Vankomisin
- Teikoplanin
- Linezolid

Hemophilus influenzae
- TMP-SMZ
- Azitromisin
- Sefalosporin gen. 2 atau 3
- Fluorokuinolon respirasi

Legionella
- Makrolid
- Fluorokuinolon
- Rifampisin

Mycoplasma pneumoniae
- Doksisiklin
- Makrolid
- Fluorokuinolon

Chlamydia pneumoniae
- Doksisikin
- Makrolid
- Fluorokuinolon

16

H. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi :

Efusi pleura.

Empiema.

Abses Paru.

Pneumotoraks

Gagal napas.

Sepsis

17

BAB III
ANALISA KASUS
Pneumonia adalah suatu peradangan akut pada parenkim paru yang
disebabkan mikroorganisme baik bakteri, virus, jamur maupun parasit kecuali
infeksi Mycobacterium tuberculosis. Peradangan parenkim paru tersebut
disebabkan oleh kolonisasi agen patogen di sel parenkim paru. Kondisi tersebut
menimbulkan beberapa manifestasi klinis yang muncul pada pasien dengan
pneumonia.
Pasien datang dengan keluhan sesak napas yang dialami sejak 2 minggu
sebelum masuk rumah sakit kemudian memberat sejak 3 hari terakhir.
Karakteristik sesak napas timbul yaitu terus menerus dan tidak dipengaruhi
aktivitas dan cuaca. Sesak napas terjadi secara akut, diikuti adanya perubahan
karakteristik sputum. Batuk timbul juga sejak 2 minggu sebelum masuk rumah
sakit, kemudian batuk memberat diikuti produksi sputum kental berwarna putih.
Sesak tanpa diikuti batuk darah, tidak ditemukan demam maupun riwayat demam,
serta tidak ada penurunan berat badan. Pada kasus pneumonia akan didapatkan
keluhan awal batuk, sesak napas dan demam atau riwayat demam sebelumnya.
Keluhan lainnya misal nyeri dada dimana karakteristik nyeri dadanya tidak khas
seperti nyeri dada pasien angina pectoris. Pasien pada kasus ini ditemukan gejala
sesak napas yang diikuti batuk. Batuk terjadi karena reaksi inflamasi yang muncul
pada saluran napas sehingga muncul reflex batuk. Sesak napas akan terjadi
kemudian karena infeksi yang awalnya di saluran napas akan melebar ke
parenkim sekitarnya. Mual dan muntah yang ditemukan pada pasien ini mungkin
berhubungan dengan konsumsi obat sebelumnya (automedikasi), menurunnya
intake makanan, atau pengaruh dari kondisi sakit pasien secara tidak langsung.
Demam bisa ditemukan atau tidak ditemukan, tetapi dengan catatan setidaknya
ada riwayat demam sebelum dibawa ke rumah sakit menjadi salah satu gejala
pasien dengan pneumonia.

18

Riwayat sesak napas sebelumnya pada pasien ini disangkal. Serta tidak ada
riwayat sakit paru-paru yang pernah terdiagnosis sebelumnya. Pasien dengan
PPOK ditandai dengan sesak napas yang sifatnya kronis progresif dimana
progresivitas sesak napas berjalan lambat. Sesak napas biasanya dirasakan
bertahun-tahun bahkan sampai puluhan tahun. Eksa serbasi PPOK ditandai
perubahan gejala yang semakin memberat dan perubahan karakteristik sputum.
Pasien ini baru merasakan sesak napas 2 minggu terakhir seharusnya untuk
dikatakan PPOK gejala yang muncul belum seberat yang dikeluhkan pasien saat
datang. PPOK juga ditegakkan dengan adanya paparan noxious agent seperti asap
rokok bagi perokok aktif maupun pasif, asap pabrik atau debu konveksi, dan lain
sebagainya. Pasien adalah perokok aktif dengan Indeks Brinkmann (IB) tergolong
perokok derajat sedang sehingga tergolong memiliki risiko sedang dengan
kebiasaan merokok tersebut, sampai saat ini pasien tidak teratur periksa ke dokter.
Namun, untuk menegakkan diagnosis PPOK perlu pemeriksaan spirometri.
Keluhan muncul secara akut sehingga diagnosis lebih mengarah pada
pneumonia daripada PPOK walaupun riwayat merokok (+) dengan IB yang
tergolong sedang. Tidak menutup kemungkinan terjadinya pneumonia pada pasien
ini. Ditambah lagi hasil spirometri belum didapatkan untuk menyokong
kemungkinan PPOK. Pasien ini memiliki kecenderungan ke arah pneumonia
komuniti, yaitu keradangan paru yang didapatkan dalam komunitas atau dari
masyarakat, bukan karena infeksi nosokomial (HAP), tindakan medis (HCAP),
atau bukan juga karena post pemasangan ventilator (VAP). Penegakan diagnosis
pneumonia memerlukan pemeriksaan penunjang laboratorium darah dan
radiografi berupa foto polos thorax proyeksi AP jika memungkinkan. Hasil cek
laboratorium pasien pneumonia akan ditemukan leukositosis dengan AL lebih dari
10.000/mm3 atau kurang dari 4.500/mm3. Diagnosis pasti pneumonia ditegakkan
dari foto polos dimana didapatkan gambaran perselubungan dengan air
bronchogram di lapang paru yang terinfeksi, bisa satu lobus, satu segmen ataupun
satu lapang paru. Perselubungan pada satu lobus disebut dengan pneumonia
lobaris, sedangkan pada satu segmen paru disebut pneumonia segmental. Foto
thorax proyeksi PA pasien ini didapatkan gambaran infiltrate air bronchogram di

19

paracardial kanan dan parahiler kiri sehingga ditegakkan diagnosis pasien ini
adalah pneumonia komuniti. Analisis gas darah pasien saat saat diperiksa
didapatkan penurunan pH darah dengan peningkatan HCO3 tanpa ada penurunan
pCO2 dengan hypoxemic score (HS) sebesar 488,3 sehingga disimpulkan hasil
analisis gas darah adalah asidosis metabolik terkompensasi tidak sempurna.
Penilaian derajat keparahan pasien pneumonia digunakan suatu skoring
menurut Pneumonia Severity index (PSI). PSI menggunakan 20 variabel
penilaian. Selain skoring PSI terdapat CURB-65 yang terdiri dari 5 faktor resiko
yang dinilai satu bila positif. C (Confusion), tingkat kesadaran pasien saat
diperiksa adalah compos mentis sehingga tidak didapatkan penurunan kesadaran,
skornya nol; U (Urea) menggunakan nilai ureum dengan dikonversikan dibagi
2,14 didapatkan skor satu, RR : 28x/menit sehingga skor nol, tekanan darah
160/100 mmHg sehingga didapatkan skor nol, dan umur pasien adalah 50 tahun
skornya nol. Total skor CURB-65 adalah 0 disebut risiko kematian sedang
sehingga dapat rawat jalan. Namun, untuk Rumah Sakit dengan fasilitas lebih
lengkap dianjurkan untuk menggunakan skoring PSI. Pasien berjenis kelamin
laki-laki nilai sesuai umurnya yaitu 50. Terdapat penyakit komorbid yaitu
penyakit ginjal, pasien didiagnosis Chronic Kidney Disease (CKD) sejak lama,
nilainya 10, serta riwayat hipertensi sehingga skor ditambah lagi 10. Dari
pemeriksaan fisik hanya ditemukan demam pada suhu 37,7oC, frekuensi napas dan
frekuensi nadi masih dibawah kriteria sehingga nilainya 15. Hasil laboratorium
didapatkan anemia, hiponatremia, hipoalbinemia, penurunan hematocrit. Dari
hasil lab tersebut didapatkan skor 10. Jadi total skor PSI pasien ini adalah 95,
tergolong kelas risiko IV atau risiko sedang dengan angka kematian 8,2%.
Tindakan perawatan yang dianjurkan adalah rawat ina (Barlett et al., 2000).
Tata laksana pasien dengan pneumonia adalah terapi antibiotik empirik
secepatnya maksimal 8 jam sejak masuk rumah sakit serta terapi simptomatis
misal oksigenisasi pada pasien diberikan dengan 2 liter/menit. Antibiotic yang
diberikan adalah golongan beta lactam. Pada pasien ini digunakan pilihan terapi
antibiotik yaitu inj. Ceftriaxone 2 gr/24 jam per IV serta diberikan eritromisin
caps 1x500 mg per oral. Pemasangan IV line untuk mencegah dehidrasi.

20

Mukolitik juga diberikan N-asetil sistein per oral 3x200 mg/hari. Dan paracetamol
3x500 mg per oral sebagai antipiretik. Untuk menemukan etiologi pneumonia
dilakukan pemeriksaan kultur sputum dan pemeriksaan sensitivitas antiobiotik
untuk terapi antibiotic selanjutnya. Antibiotik diberikan selamam 5 hari dan tidak
demam 48-72 jam. Evaluasi perbaikan klinis dilakukan Setelah 5 hari terapi
antibiotic direncanakan untuk foto thorax ulang. Tujuannya adalah untuk evaluasi
terapi (File et al., 2013).

21

DAFTAR PUSTAKA

Barlett JG, Dowell SH, Mondell LA, Mushor DM, Fine MJ. 2000. Practice
Guidelines for Management Community-Acquired Pneumonia in Adults.
Clin infect Dis; 31:347-82.
File TM, Bartlett JG, Thorner A. 2013. Treatment of community-acquired
pneumonia in adults who require hospitalization, diunduh dari
http:///www.uptodate.com/contens/treatment-of-community-acquiredpneumonia-in-adults-who-require-hospitalization (17 Mei 2014).
Hartanto H. 2003. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit:Edisi 6,
volume 2. Jakarta: EGC.
PDPI.2003.http://klikpdpi.com/konsensus/konsensus-pneumoniakom/pnkomuniti.
pdf
Stokes DC. Respiratory infections in Immunocompromized Hosts. Dalam :
Taussig LM, Landau LI, penyunting. Pediatric Respiratory Medicine. St.
Louis: Mosby Inc, 1999 : 664-81.
Zul Dahlan. 2006. Ilmu Penyakit Dalam. Edisi II. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI.

22

Anda mungkin juga menyukai