Anda di halaman 1dari 3

Diskriminasi Rasial dan Etnis di Prancis dalam Karikatur

Multikulturalisme
Arvi Syavira & Libra Akila
Sejak abad 19, prancis sudah mudah mulai menerima pendatang dari luar negeri, baik
untuk mendapat kehidupan yang lebih baik, atau juga untuk mencari suaka. Awalnya, imigran
yang datang berasal dari pays limitrophes, namun pasca PD II, mulai banyak masuk imigran dari
Afrika dan negara maghribi yang memiliki ras dan etnis yang berbeda dengan Prancis. Dari
perbedaan yang mencolok antara para imigran dan penduduk asli, muncul stereotip terhadap para
imigran yang menimbulkan diskriminasi imigran di Prancis. Diskriminasi diangakat oleh
beberapa media, salah satunya dengan karikatur.
Pada karikatur pertama, dengan latar tempat seperti kantor yang rapi dengan meja besar
dan telfon, nampakseorang lelaki imigran berkulit hitam dengan baju yang biasa saja duduk
didepan meja. Dengan cara duduk yang terlalu santai, di situasi yang formal, terlihat bahwa ia
bukan lelaki berpendidikan yang tahu sopan santun saat melamar kerja. Didepannya nampak
pegawai HRD berkulit putih dengan pakaian formal dan sopan menggambarkan intelektualitas
warga Prancis. Dari deskripsi fisik sudah dapat terlihat stereotip imigran di mata warga Prancis
yang menggambarkan imigran yang tidak tahu norma aturan, sedangkan warga Prancis
digambarkan dengan penampilan yang intelek. Kemudian imigran tersebut melontarkan katakata bahwa bila ia tidak mendapatkan pekerjaan, maka sang pegawai HRD (vous) adalah rasis.
Penggunaan vous dapat merujuk kepada seluruh warga Prancis. Dapat terlihat dari karikatur ini
bahwa terjadi diskriminasi kerja terhadap para imigran karena kebanyakan perusahaan Prancis
tidak mau menerima imigran sebagai pegawai mereka. Karikatur ini merupakan bentuk
perlawanan dari para imigran menanggapi diskriminasi kerja tersebut.
Pada karikatur kedua, terlihat seorang kakek-kakek dari ras kulit hitam sedang
memandang papan pemilihan umum. Pada papan terlihat bahwa bila ingin memilih dalam
pemilihan umum maka pemilih harus naik ke lantai 6. Di sisi kanan terlihat lift yang
diperuntukkan khusus untuk para Gaulois atau warga Prancis asli, sedangkan untuk Autre atau
imigran yang bukan Prancis maka dipersilakan menggunakan tangga. Keberadaan lift khusus
warga Prancis menggambarkan partai kanan yang rasis yang hanya akan dipilih oleh warga asli
Prancis, sedangkan tangga pada sisi kiri menunjukkan bahwa para imigran hanya mungkin
memilih partai kiri yang belum tentu pula menjamin kesejahteraan mereka. Kata Gaulois disini
menyatakan bahwa warga Prancis asli adalah yang berkulit putih keturunan Galia, bukan yang

imigran, keturunan imigran, atau dari naturalisasi. Karikatur ini menggambarkan adanya
diskriminasi dalam bidang politik terhadap para imigran dan

hal itu tidak mengenal usia.

Imigran di Prancis semakin terpojokkan dengan mulai banyaknya partai yang kontra dengan
keberadaan imigran, serta banyaknya pemilih partai kanan yang jelas berdampak buruk bagi
mereka. Dapat terlihat pula bahwa para imigran tidak memiliki hak dan perlakuan yang setara
dengan warga Prancis dari minimnya sarana yang diberikan, seperti sarana pemilihan umum
tersebut.
Dalam karikatur ketiga, yang merupakan karya dari Phillipe Tastet, tampak banyak
sperma yang berenang. Karikatur ini mengangkat masalah identitas. Terlihat tiga warna sperma
pada karikatur, yaitu coklat, coklat muda, dan putih. Adanya perbedaan warna dari spermasperma tersebut terjadi karena mereka merupakan sperma dari seorang mtisse . Ketiga warna
ini merepresentasikan ras yang ada di Prancis, yaitu ras kultih hitam, ras campuran, dan ras kulit
putih. Dalam gambar, sperma coklat muda dari ras campuran (sperma resesif) terlihat lebih
optimis karena ia masih memiliki unsur Prancis dalam dirinya. Ovum yang dikatakan bercahaya,
bisa merepresentasikan pula ras kulit putih Prancis. Sperma resesif merupakan oposisi biner dari
sperma coklat ras kulit hitam yang menjadi penguat latar diskriminasi identitas. Sperma putih
yang diam, merepresentasikan warga Prancis kulit putih yang tidak menerima diskriminasi dalam
bentuk apapun. Diskriminasi rasial pada ras kulit hitam dalam gambar terlihat dari jumlah
sperma coklat yang lebih sedikit dan selalu berada dibelakang dua jenis lainnya. Ini
menggambarkan ras kulit hitam Prancis yang termarginalkan. Sperma coklat terdepan nampak
bertanya apakah didepannya merupakan seorang polisi. Ini menggambarkan bahwa dapat
ketakutan para imigran di Prancis terhadap polisi karena polisi seakan selalu mengejar mereka
walaupun tidak melakukan kesalahan apa-apa. Walaupun keberadaannya telah lama di Prancis,
keberadaan ras kulit hitam tidak kunjung diterima penduduk asli. Dalam karikatur ini, sperma
metises mengangkat isu identitas karena ia mengalami fase in between dalam dirinya untuk
menentukan identitas as being-nya dengan adanya tiga komponen genetik bawaannya. Ini juga
menggambarkan bahwa diskriminasi sudah terjadi sejak awal pembentukan kehidupan.
Karikatur terakhir oleh Serge Duhayon, menggambarkan adanya diskriminasi hukum. Ia
mempertanyakan apakah Prancis melegalkan sistem apartheid pada diskriminasi, termasuk dalam
bidang hukum, yang dialami ras kulit hitam? Dalam karikatur terlihat ada sebuah timbangan,
yang merupakan lambang hukum, dengan tulisan Apartheid. Apartheid atau politik apartheid
merupakan sistem pemisahan ras terhadap warga kulit hitam yang tidak hanya diterima, namun

dilegalkan oleh hukum. Awalnya terdapat di Afrika Selatan, politik ini memberikan prioritas
pada ras kulit putih untuk mendapat pekerjaan, rumah, pendidikan, dan akses politik yang lebih
dari ras kulit hitam. Pada timbangan yang merujuk pada keadilan dan kesetaraan hukum, terdapat
empat orang ras kulit hitam disebelah kanan, dan satu kulit putih disebelah kirim. Seharusnya
tentu saja timbangan dengan empat orang lebih berat dari pada timbangan dengan satu orang.
Tapi, pada gambar dengan apartheid, timbangan tersebut menjadi seimbang. Diskriminasi rasial
terlihat dari jumlah ras kulit hitam yang lebih banyak dari kulit putih tidak menjadikan mereka
lebih berat atau dianggap dari ras kulit putih. Walaupun dengan jumlahnya yang banyak, ini tidak
memberikan mereka hak untuk berbicara mengenai kesetaraan dengan kulit putih.
Ketidakmampuan kulit hitam menyampaikan pendapat terlihat pula dari balon ekspresi yang
hanya ada untuk ras kulit putih. Terlihat pula ras kulit putih yang digambarkan lebih intelek atau
berpendidikan dengan menggunakan kacamata, yang tidak sebanding dengan empat kulit hitam
tersebut. Kata attendez dalam kalimat imperatif menggambarkan semua orang yang kesannya
ingin memperkuat konsep diskriminasi yang legal. Diperkuat lagi dengan kata notre yang seakan
menggambarkan persetujuan kedua belah pihak akan konsep ini.
Jadi diskriminasi ras dan etnis yang tergambar pada karikatur diatas menggambarkan
kondisi ras kulit hitam yang termarginalkan dari perbedaan perlakuan masyarakat terhadap
mereka dalam segala bidang. Ini menggambarkan belum adanya intergrasi di Prancis yang terjadi
karena adanya stereotip yang muncul baik dari masyarakat kepada imigran, maupun sebaliknya.

Anda mungkin juga menyukai