1. Rasisme kerap berujung pada penyiksaan dan perlakuan buruk. Seperti kasus di AS, polisi di AS lebih sering menembak/membunuh orang dengan kulit hitam dibanding kulit putih. 2. Rasisme melanggengkan impunitas. Di banyak negara, perlakuan buruk aparat kerap tidak bisa diinvestigasi tuntas. Kalaupun berhasil dituntut dan didakwa, mereka hanya mendapat hukuman ringan. Sebaliknya, korban yang melapor ke otoritas tidak mendapatkan perlindungan memadai dari ancaman dan intimidasi. 3. Rasisme bisa menyebabkan konflik terbuka. Di Myanmar, misalnya, kaum minoritas sering jadi target pelanggaran HAM. PBB berpendapat bahwa ‘pembersihan etnis’ yang disertai genosida terjadi terhadap Rohingya. 4. Rasisme menyebabkan kesenjangan akses pendidikan, pekerjaan, dan kesempatan lainnya. Secara historis, mereka yang secara terbuka mengakui atau mempraktikkan rasisme berpendapat bahwa anggota ras berstatus rendah harus dibatasi pada pekerjaan berstatus rendah, sementara anggota ras dominan harus memiliki akses eksklusif ke kekuasaan politik, sumber daya ekonomi, pekerjaan berstatus tinggi, dan hak-hak sipil lainnya. 5. Rasisme membuat perempuan semakin terdiskriminasi Bagaimana dengan rasisme di Indonesia? Ternyata rasisme di Indonesia sudah ada sejak zaman penjajahan. Masyarakat di Indonesia kala itu dibagi jadi tiga golongan. Strata tertinggi adalah golongan Eropa yang berisi orang-orang Belanda. Strata kedua diisi golongan Timur Asing yang berisi keturunan Arab dan Tionghoa. Strata terendah saat itu adalah masyarakat asli Indonesia. Pada Agustus 2019, sebuah organisasi masyarakat menyerang asrama mahasiswa Papua di Surabaya, menuduh mereka membuang bendera ke selokan sebelum perayaan kemerdekaan, dan menghina dengan kata-kata seperti “monyet,” “anjing,” “binatang,” dan “babi.” Insiden ini mendorong orang Papua turun ke jalan memprotes tindakan diskriminatif itu di beberapa kota. Ironisnya, beberapa peserta aksi tersebut lalu justru ditangkap atas tuduhan makar. Jelang akhir Orde Baru, orang Tionghoa menjadi sasaran penjarahan dan kekerasan. Menurut Catatan Komnas Perempuan, pada kerusuhan Mei 1998, setidaknya 198 perempuan Tionghoa mengalami pelecehan dan perkosaan. Pelanggaran HAM masa lalu yang menyasar perempuan etnis Tionghoa ini terjadi secara sistematis dan meluas, yang juga menjadi tanggung jawab negara untuk menyelesaikan kasusnya. Pada kasus lain, Pemerintah juga menyebut Orang Rimba sebagai Suku Anak Dalam, yang bisa dimaknakan orang terbelakang yang tinggal di pedalaman. Jadi di Indonesia kasus rasisme ini memang sudah ada sejak lama dan masih banyak terjadi di masa sekarang