Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1. 1 Latar Belakang Masalah

Afrika Selatan pada tahun 1948 merupakan negara yang menerapkan

sistem diskriminasi dan pemisahan ras (apartheid). Sistem diskriminasi tersebut

kemudian dihapuskan pada tahun 1990 – an. Sistem yang diterapkan pada saat itu

merupakan sistem yang di buat untuk melindungi kepentingan orang – orang

berkulit putih. Apartheid mengakibatkan terjadinya pengklasifikasian masyarakat

berdasarkan warna kulit dan ras. Pada penerapan sistem apartheid ini masyarakat

yang berkulit hitam tidak mempunyai hak pilih dalam pemilihan umum,

pemukiman antara masyarakat berkulit hitam dan berkulit putih harus dipisahkan,

serta sistem peradilan yang dikuasai oleh orang – orang yang berkulit putih.

Berbagai usaha untuk menhapuskan sistem apartheid telah dilakukan,

salah satunya oleh Perserikatan Bangsa – Bangsa (PBB) pada tahun 1973.

Selanjutnya, PBB mengesahkan konvensi internasional mengenai penindasan dan

hukuman terhadap apartheid, konvensi tersebut diratifikasi oleh seratus satu

negara. Dalam konvensi tersebut dinyatakan bahwa apartheid merupakan suatu

pelanggaran yang dapat dipertanggung jawabkan secara individual. Dalam

konvensi internasional ini juga mendeskripsikan bahwa apartheid merupakan

sebuah tindakan yang tidak berperikemanusiaan dan melanggar hak asasi

manusia, yang dilakukan hanya untuk membangun dan mempertahankan dominasi

ras tertentu.

1
2

Angka penduduk kulit hitam di Afrika Selatan adalah 7 berbanding satu

dengan penduduk kulit putih, telah menjadikan diskriminasi rasial sebagai undang

– undang. Sistem apartheid membuat orang kulit putih, orang kuli hitam, imigran

india, orang yang berkulit berwarna tinggal dalam kelompok yang terpisah. Kartu

identitas negara memperlihatkan mereka milik kelompok yang mana. Pemisahan

dilakukan di dalam bis, kereta api, gereja, restoran, wartel, rumah sakit dan dan

kuburan. Seorang berkulit hitam tidak bisa bekerja di kawasan orang kulit putih

maupun bekerja di bidang memperhatikan bahawa intelektual atau bidang

saintifik. Pekerjaan buruh diperuntukkan untuk kulit hitam.1

Masa kekuasaan rezim rasialisme Apartheid di Afrika Selatan secara resmi

berakhir pada 30 Juni tahun 1991. Rezim Apartheid mulai berkuasa sejak tahun

1948 dan memberlakukan hukum rasialis yang menghapuskan sebagian hak asasi

warga non-kulit putih. Rezim ini juga melakukan pembunuhan, penyiksaan, dan

penahanan terhadap oposan – oposan politiknya. Akhirnya, akibat perlawanan di

dalam negeri dan tekanan dunia internasional, kekuasaan rezim ini berakhir pada

tahun 1991. Pada tahun 1993 UU baru Afrika Selatan yang mengakui persamaan

hak warga kulit putih dan kulit hitam disahkan. Pada tahun 1994, diadakan pemilu

kepresidenan dan pejuang kulit hitam Nelson Mandela berhasil menang dan

diangkat sebagai presiden.1

Walaupun sistem apartheid telah dihapuskan pada masa pimpinan

presiden sebelum Nelson Mandela terpilih, namun ketika Nelson Mandela

berhasil terpilih sebagai presiden Afrika Selatan warisan dari apartheid masih

1
http://indonesiadalamsejarah.blogspot.com.2012/03/nelson-mandea-politik-apartheid.html
3

dirasakan belum hilang seluruhnya. Masih ada tembok pembatas antara penduduk

kulit hitam dan kulit putih, keduanya belum dapat hidup berdampingan secara

damai seutuhnya.

Keadaan hidup penduduk Afrika Selatan yang belum dapat berdamai

secara utuh antara penduduk kulit hitam dengan penduduk kulit putih ini

digambarkan dalam sebuah film karya Clint Eastwood yang berjudul Invictus.

Eastwood dalam film Invictus berusaha mengangkat kisah nyata Mandela dalam

menggunakan tim rugby sebagai alat untuk mempersatukan negaranya yang

tengah dilanda permasalahan pasca – apartheid.

Film Invictus merupakan sebuah film drama biografi karya sutradara Clint

Easwood. Film Invictus mengambil setting di Afrika Selatan sebelum dan selama

Piala Dunia Rugby tahun 1995. Film ini menggambarkan kisah nyata Nelson

Mandela yang mencoba menyatukan bangsa Afrika Selatan , melalui tim rugby

Springboks.

Film Invictus pertama kali dirilis di Amerika Serikat tanggal 11 desember

2009. Jenis film : drama, Produksi : Warner Bros, Sutradara : Clint Eastwood.

Berawal dari dilepasnya Nelson Mandela setelah 26 tahun dipenjara sebagai

tahanan politik. Nelson mandela kemudian mengikuti pemilihan presiden dan

memenangkan pemilihan tersebut. Bagi sebagian orang (orang yang berkulit

hitam), terpilihnya Nelson Mandela sebagai presiden berartii dimulainya hari baru

tanpa adanya bayang – bayang apartheid, namun bagi sebagian orang (orang kulit
4

putih) merupakan hal yang memalukan dan mereka merasa kehilangan identitas

negara tersebut.2

Film ini menggambarkan bagaimana warisan politik apartheid masih ada

dalam benak masyarakat Afrika Selatan, walaupun politik apartheid sudah runtuh.

Mandela (Morgan Freeman) sangat memimpikan rakyatnya untuk benar – benar

bersatu, tidak ada tembok pemisah antara orang kulit hitam dan kulit putih. Satu

hal yang diyakini Mandela bahwa olahraga adalah salah satu cara untuk

mempersatukan seluruh warga Afrika Selatan. Tim Springboks merupakan tim

rugby yang sebagian besar pendukungnya adalah orang kulit putih, tim ini

memiliki seorang kapten yang bernama Francois Pienaar (Matt Damon).

Springboks dibenci oleh penduduk kulit hitam karena dianggap masih mewakili

apartheid.

Dalam film Invictus Eastwood berharap kreatifitas Mandela menjadikan

tim rugby sebagai alat untuk mendamaikan negaranya dapat menjadi inspirasi

bagi para pemimpin politik dunia untuk membuat suatu ide brilian dan kreatif

lainnya dengan tujuan mempersatukan masyarakat, daripada hanya membicarakan

persatuan secara panjang lebar tetapi tidak melakukan sesuatu yang konkrit.

Film merupakan bentuk dari media massa dan media massa sebagaimana

lembaga – lembaga pendidikan, agama, dan seni serta kebudayaan merupakan

bagian dari alat kekuasaan negara yang bekerja secara ideologis guna membantu

kepatuhan khalayak terhadap kelompok yang berkuasa. Namun Antonio Gramsci

dalam buku Alex Sobur (Analisis teks media, suatu pengantar untuk analisis

2
http://referensifilmbagus.blogspot.com/invictus-film.html
5

wacana, analisis semiotika dan analisis framing) menyatakan bahwa media massa

merupakan arena pergulatan antar ideologi yang saling berkompetensi. Gramsci

melihat media sebagai ruang di mana berbagai ideologi direpresentasikan. Ini

berarti, di satu sisi media bisa menjadi sarana penyebaran ideologi, jadi legitimasi

dan kontrol atas wacana publik. Media juga dapat menjadi alat resistensi terhadap

kekuasaan. Media massa dapat menjadi alat untuk membangun dan kultur ideologi

dominan, sekaligus juga menjadi instrumen perjuangan bagi kaum tertindas

membangun kultur dan ideologi tandingan.

Film dan Kapitalisme mempunyai pengaruh yang besar dalam industri

perfilman, sehingga para pembuat film hanya mengejar keuntungan dan

popularitas dengan menyalahgunakan keempat fungsi di atas. Terbukti dengan

munculnya film – film yang hanya bertujuan menarik audience sebanyak –

banyaknya dengan mengeksploitasi seks dan gaya hidup hedonisme dalam film.

Sebagai sebuah bentuk komunikasi film tidak akan lepas dari hubungan saling

mempengaruhi terhadap khalayak. Perubahan gaya hidup, dan cara berfikir

khalayak akan berpengaruh kuat pada unsur – unsur pesan dalam film.

Film berpengaruh terhadap jiwa manusia (penonton) tidak hanya sewaktu

atau selama duduk dan melihat tayangan film tersebut, tetapi terus sampai waktu

yang cukup lama, misalnya peniruan terhadap cara berpakaian atau model rambut

yang ada dalam film tersebut, hal tersebut biasa disebut imitasi. Kategori

penonton yang mudah tepengaruh adalah biasanya anak – anak, generasi muda,

dan terkadang orang yang dewasa pun ada. Apabila hanya cara berpakaian yang

banyak ditiiru oleh penonton, tentu tidak akan menjadi masalah. Tetapi bila yang
6

ditiru adalah cara hidup yang tidak sesuai dengan norma budaya bangsa, tentu

akan menimbulkan masalah.

Sebagai bentuk dari komunikasi massa, film telah dipakai untuk berbagai

tujuan. Namun pada intinya sebagai bagian dari komunikasi massa, film

bermanfaat untuk menyiarkan informasi, mendidik, menghibur dan

mempengaruhi. (Effendy, 1986:95).

Film juga dapat menceritakan kepada kita tentang berbagai hal yang

berhubungan dengan kehidupan. Baik tentang ekonomi, politik, sosial maupun

ilmu pengetahuan lainnya. Melalui film pesan - pesan yang berhubungan dengan

setiap segi kehidupan tersebut dapat dituturkan dengan bahasa audio visual yang

menarik, sesuai dengan sifat film yang berfungsi sebagai media hiburan,

informasi, promosi maupun sarana pelepas emosi khalayak. Sebagai salah satu

bentuk media massa, film dapat difungsikan sebagai media dalam wujud ekspresi,

yang berperan untuk mempresentasikan suatu budaya atau gambaran realitas dari

suatu masyarakat.

Sebagai salah satu bentuk perkembangan media komunikasi, film tidak

lagi dipandang sebagai hiburan yang menyajikan tontonan cerita, lebih dari itu

film sudah menjadi sebuah media komunikasi yang efektif. Contohnya film – film

propaganda yang banyak dibuat oleh negara-negara Barat. Seolah – olah terjadi

pertempuran antara negara – negara tersebut, namun bukan pertempuran fisik

melainkan pertempuran yang lebih dahsyat yang mempengaruhi pikiran dan sudut

pandang khalayak. Jika disalah gunakan maka akan fatal, karena film mempunyai

kemampuan untuk merepresentasikan berbagai pesan, baik pesan – pesan moral,


7

kemanusiaan, sosial, politik, ekonomi, serta budaya. Sehingga akan menyebabkan

kerusakan yang lebih kompleks dan mendasar.

Perkembangan pendidikan ternyata telah mempengaruhi pola pikir

khalayak, yang sebelumnya menjadi khalayak pasif kini sudah mulai menuju

kepada khalayak yang mampu menyaring pesan yang disampaikan dalam film

(khalayak aktif). Khalayak film kini mulai cerdas, begitu pula para pembuat film.

Para pembuat film harus lebih kreatif agar karyanya dapat diterima khalayak.

Semiotika berasal dari bahasa Yunani, Semeion yang berarti “tanda”.

Tanda itu sendiri didefinisikan sebagai sesuatu yang atas dasar konvensi sosial

yang terbangun sebelumnya, dapat dianggap mewakili sesuatu yang lain. Dalam

bahasa Indonesia, semiotika atau semiologi diartikan sebagai ilmu tentang tanda.

Dalam berperilaku dan berkomunikasi tanda merupakan unsur yang terpenting

karena bisa memunculkan berbagai makna sehingga pesan dapat dimengerti.

Menurut Fiske , semiotika adalah studi tentang pertandaan dan makna dari

sistem tanda; ilmu tentang tanda, tentang bagaiman makna dibangun dalam “teks”

media; atau studi tentang bagaimana tanda dari jenis karya apapun dalam

msayrakat yang mengkomunikasikan makna. (Fiske, 2007 : 282). Fiske

mengatakan bahwa semiotika mempunyai tiga bidang studi utama :

“1) Tanda itu sendiri. Hal ini terdiri atas studi tentang berbagai tanda yang
berbeda, cara tanda – tanda yang berbeda itu dalam menyampaikan makna,
dan cara tanda – tanda itu terkait dengan manusia yang mengunakannya.
Tanda adalah konstruksi manusia dan hanya bisa dipahami dalam artian
manusia yang menggunakannya. 2) Kode atau system yang
mengorganisasikan tanda. Studi ini mencakup cara berbagai kode
dikembangkan guna memenuhi kebutuhan suatu masyarakat atau budaya
atau untuk mengeksploitasi saluran komunikasi yang tersedia untuk
mentransmisikannya. 3) Kebudayaan tempat kode dan tanda bekerja. Ini
8

pada gilirannya bergantung pada pengunaan kode – kode dan tanda – tanda
itu untuk keberadaan dan bentuknya sendiri.” (Fiske, 2006 : 60).

Film merupakan bidang kajian yang relevan untuk analisis semiotika. Film

dibangun dengan tanda semata – mata. Tanda – tanda itu termasuk berbagai

sistem tanda yang bekerja sama dengan baik untuk mencapai efek yang

diharapkan. (Van Zoest, 1993 : 109).

Film umumya dibangun dengan banyak tanda. Tanda – tanda itu termasuk

sistem tanda yang bekerja sama dengan baik dalam upaya mencapai efek yang

diharapkan. Yang paling penting dalam film adalah gambar dan suara : kata yang

diucapkan (ditambah dengan suara – suara lain yang serentak mengiringi gambar

– gambar) dan musik film. Sistem semiotika yang lebih penting lagi dalam film

adalah digunakannya tanda – tanda ikonis, yakni tanda – tanda yang

menggambarkan sesuatu.

The Codes of Television dari John Fiske sering digunakan pada penelitian

untuk menganalisis teks berbentuk gambar gerak atau moving picture. Teori ini

menyatakan bahwa peristiwa yang dinyatakan dalam sebuah gambar gerak

memiliki kode – kode sosial sebagai level pertama adalah reality (realitas), level

kedua adalah representation (representasi), dan level ketiga adalah ideology

(ideologi).

Film Invictus merupakan film yang syarat akan pesan dan tanda yang

terkandung di dalamnya. Dalam film tersebut politik apartheid yang walaupun

sudah di hapuskan , namun masih meninggalkan warisannya dalam kehidupan

masyarakat Afrika Selatan. Sistem politik apartheid merupakan suatu bentuk

sistem atas berkuasanya orang berkulit putih, serta melakukan penindasan


9

terhadap orang berkulit hitam untuk mempertahankan kepentingan orang – orang

kulit putih tersebut.

Film Invictus menunjukan bagaimana media massa digunakan sebagai alat

untuk membangun kultur dan ideologi dominan, dan juga menjadi instrument

perjuangan bagi kaum tertindas untuk membangun kultur dan ideologi tandingan.

Dari uraian di atas yang akan menjadi perhatian peneliti dalam penelitian ini

adalah bagaimana memahami makna dan tanda – tanda mengenai politik

apartheid dalam film Invictus. Untuk mengakaji makna dan tanda – tanda

mengenai politik apartheid dalam film Invictus, peneliti menggunakan metode

penelitian kualitatif dan menggunakan analisis semiotika sebagai pisau bedah

dalam penelitian.

Melalui pendekatan Semiotika John Fiske dalam penelitian ini, peneliti

akan menelaah realitas, representasi, dan ideologi dari sebuah film yang berjudul

“Invictus”. Ketiga level tersebut (realitas, representasi, ideologi), merupakan satu

kesatuan dalam semiotika John Fiske. Ketiganya akan membentuk pemahaman

mengenai makna dan tanda – tanda politik apartheid dalam film yang berjudul

“Invictus”. Dan secara tidak langsung (seperti yang telah dijelaskan di atas),

pengaruh politik apartheid yang telah runtuh namun tetap terasa di era

kepemimpinan yang baru.


10

1. 2 Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, peneliti mengambil

pertanyaan penelitian sebagai berikut :

1.2.1 Pertanyaan Makro :

“Bagaimana Representasi Berakhirnya Politik Apartheid Dalam

Film Invictus Karya Sutradara Clint Eastwood?”

1.2.2 Pertanyaan Mikro :

1. Bagaimana level realitas berakhirnya politik apartheid dalam film

Invictus?

2. Bagaimana level representasi berakhirnya politik apartheid dalam film

Invictus?

3. Bagaimana level ideologi berakhirnya politik apartheid dalam film

Invictus?

1. 3 Maksud dan Tujuan Penelitian

1.3.1 Maksud Penelitian

Maksud dari penelitian ini adalah untuk memperoleh kedalaman

makna dan tanda – tanda mengenai berakhirnya politik apartheid yang

direpresentasikan dalam film Invictus karya sutradara Clint Eastwood.

1.3.2 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui level realitas berakhirnya politik apartheid dalam film

Invictus.
11

2. Untuk mengetahui level representasi berakhirnya politik apartheid dalam

film Invictus.

3. Untuk mengetahui level ideologi berakhirnya politik apartheid dalam

film Invictus.

1. 4 Kegunaan Penelitian

1.4.1 Kegunaan Penelitian Teoritis

Penelitian ini secara teoritis diharapkan berguna sebagai sumbangan

terhadap pengembangan penelitian kualitatif studi semiotika khususnya

untuk media massa seperti film. Dan akhir dari proses penelitian mampu

memperluas kajian ilmu komunikasi, khususnya pemaknaan terhadap media

massa film, sehingga mampu memberikan jalan bagi analisa kritis terhadap

media sejenis lainnya

1.4.2 Kegunaan Penelitian Praktis

1. Kegunaan Bagi Peneliti

Penelitian ini diharapkan berguna untuk pemahaman mengenai

metode penelitian kualitatif, khususnya analisis semiotika.

Diharapkan dengan memahami makna dan tanda – tanda dalam film

yang bernuansa politik, pemerintahan dan kehidupan sosial dapat

menjadi kritik sosial bagi peneliti khususnya untuk berusaha

berdedikasi bagi negara. Penelitian ini juga menunujukan bahwa

dengan sebuah film secara langsung maupun tidak langsung terdapat

berbagai macam makna atau pesan mengenai kehidupan bernegara,


12

salah satunya mengenai makna kehidupan warga negara yang bersatu

secara utuh.

2. Bagi Universitas

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dalam

kajian penelitian kualitatif dan memberikan gambaran yang berguna

sebagai referensi bagi mahasiswa Universitas Komputer Indonesia

dalam mengungkap kedalaman makna dan tanda – tanda dalam

sebuah karya, khususnya film.

3. Bagi Khalayak

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan dapat

memberikan pemahaman tentang kajian semiotik dan khususnya

mengenai pemahaman makna dan tanda – tanda yang ada di dalam

sebuah film.

Anda mungkin juga menyukai