Anda di halaman 1dari 9

1.

Amerika Embargo Afrika Selatan Akibat Kebijakan Apartheid

Pada 10 Oktober 1966, Amerika Serikat mengembargo Afrika Selatan. Amerika


melakukan embargo untuk mengecam aksi diskriminasi ras yang terjadi di Afrika
Selatan.

Menurut The People History, Amerika juga menyerukan semua negara di dunia untuk
mengembargo secara ekonomi, diplomasi, dan senjata terhadap Afrika Selatan. Tujuan
dari embargo ini agar Afrika Selatan menghentikan pemisahan berdasarkan ras yang
dikenal sebagai kebijakan apartheid.

Di Afrika Selatan pelayanan pemerintah dipisahkan untuk kulit putih keturunan Inggris
dengan kulit hitam. Warga kulit putih mendapatkan kedudukan yang istimewa.
Sedangkan warga kulit hitam didiskriminasi rasial seperti tak boleh mendapatkan
pendidikan yang setara dengan kulit putih.

Kebijakan aparteid ini mendorong Nelson Mandela, pemimpin African National


Conggres (ANC)  bergerak melawan sistem apartheid.

Pada awalnya ia melakukan gerakan melawan apartheid dengan cara-cara radikal


hingga akhirnya ia dijebloskan ke penjara pada 1962. Ia baru dikeluarkan pada tahun
1990 saat Pemerintah Afrika Selatan untuk pertama kalinya melakukan perundingan
dengan ANC dan menghapuskan kebijakan aparteid pada 7 Juni 1990.
2. Peran Muslim Dalam Upaya Menghapus Politik Apartheid

Kecaman terhadap pelaksanaan politik apartheid di Afrika Selatan dari dalam negeri
tidak hanya dilakukan oleh penganut agama kristen yang menjadi mayoritas, Tetapi
minoritas muslim Afrika Selatan juga tergerak memainkan peran dalam aksi menentang
dan upaya penghapusan pelaksanaan politik apartheid di Afrika Selatan.

Jika ditarik ke belakang, asal mula kaum muslim menempati Afrika Selatan berasal dari
dua kelompok, kelompok pertama (1652-1807) kaum muslim dibawa oleh kolonial
Belanda dari wilayah Afrika Timur, Afrika Barat, serta juga Asia Tenggara. Para kaum
muslim yang dibawa Belanda ke Afrika Selatan terdiri atas budak, tahanan, dan
penjahat kriminal. Sedangkan kelompok kedua, kaum muslim dibawa oleh Inggris
(1860-1914) dari daerah India sebagai tenaga buruh yang dipekerjakan di Afrika
Selatan.
Salah satu tokoh muslim yang juga aktivis anti-apartheid di Afrika Selatan adalah
Ahmed Kathrada (1929-2017). Kathrada merupakan muslim Afrika Selatan yang
berasal dari keturunan muslim India. Ia bersama tokoh aktivis lain seperti Walter Sisulu,
Nelson Mandela, I.C. Meer dan J.N. Singh tergabung dalam African National
Congress (ANC) yang gencar melakukan berbagai macam perlawanan terhadap politik
apartheid. Kathrada bahkan rela meninggalkan studinya di perguruan tinggi demi terus
berjuang menegakan keadilan.
Kathdara, dalam wawancaranya dengan John Carlin (2015), dikenal sebagai tokoh
yang berani melakukan berbagai aksi dan kritik menentang pemerintah. Salah satu
gerakanya adalah kampanye Defiance (1952) atau aksi penolakan terhadap undang-
undang apartheid yang tidak adil. Aksi-aksi yang dilakukan Kathrada berbuntut pada
penangkapanya pada tahun 1964 bersama para aktivis ANC termasuk Mndela.
Kathrada dijatuhi hukuman penjara seumur hidup. Pada tahun 1989 Kathrada
dibebaskan ketika ia berusia 60 tahun, Kathrada menghabiskan masa tahanan di
penjara selama 26 tahun.
3. Politik Apartheid, `Musuh` Mandela Sepanjang Hayat

Hampir sepanjang hidupnya, Nelson Mandela berjuang demi kesetaraan manusia, agar
tidak ada lagi supremasi ras. Ia melawan politik apartheid di Afrika Selatan.

Berkat perjuangan Mandela dan rekan-rekannya, kini orang kulit hitam di Afrika Selatan
tak lagi terkungkung peraturan berbau rasis.

Apartheid berasal dari kata apart yang artinya memisah dan heid yang berarti sistem


atau hukum. Hukum apartheid dicanangkan pertama kali di Afrika Selatan, yang pada
tahun 1930-an dikuasai oleh dua bangsa kulit putih. Mereka adalah perantau Inggris di
Cape Town dan Namibia serta para Afrikaner Boer (perantau Belanda), yang mencari
emas di tanah kosong Arika Selatan bagian timur atau disebut Transvaal (sekarang
kota Pretoria dan Johannesburg).

Para perantau Belanda dan Inggris terlibat konflik dalam Perang Boer II. Setelah perang
selesai pada 1902, mereka membentuk Uni Persatuan Afrika Selatan. Kulit putih
berkuasa. Sistem apartheid mulai diterapkan.

Di bawah sistem apartheid, diskriminasi terhadap orang kulit berwarna tidak hanya
diterima, tetapi juga dilegalkan oleh hukum. Pada sistem tersebut, orang kulit putih
memiliki prioritas untuk mendapatkan perumahan, pekerjaan, pendidikan, dan akses
kekuasaan politik.
UU pertama yang mengatur sistem apartheid adalah Group Areas Act of 1950 yang
memisahkan ruang hidup antar warga negara. Orang kulit putih hidup di perkotaan dan
kulit berwarna tinggal di pedesaan atau pinggiran kota. Pada masa itu, orang kulit putih
dan non-kulit putih melakukan pekerjaan yang berbeda, tinggal di daerah berbeda,
serta memiliki gaji, akses pendidikan, dan akses kesehatan yang berbeda pula.

Ketika orang kulit hitam dipaksa keluar dari perkotaan, daerah tempat tinggal mereka
disebut sebagai Bantustan atau 'tanah air Afrika.' Karena merupakan warga Bantustan,
orang kulit hitam tidak diizinkan berpartisipasi dalam pemerintahan dan dipaksa
mematuhi jam malam jika ingin bepergian ke luar kampung halaman mereka.

Kemunculan Nelson Mandela menjadi angin segar bagi orang-orang kulit hitam. Kala itu
ia adalah anggota Kongres Nasional Afrika (African National Congress atau ANC),
sebuah kelompok yang berjuang untuk menghapuskan apartheid.

Apartheid baru mulai dihapuskan pada 1991. Sistem ini benar-benar punah saat Nelson
Mandela terpilih sebagai presiden kulit hitam pertama Afrika Selatan, tiga tahun
kemudian.
4. Pantai bagi warga kulit putih - papan pengumuman seperti ini
merupakan pemandangan yang biasa pada masa rezim apartheid di
Afrika Selatan

Selama ratusan tahun tidak ada bagian kehidupan di Afrika Selatan yang tidak diatur
oleh pemisahan ras. Namun sejak Partai Nasional de Boer 1948, setelah Perang Dunia
ke-2, memenangkan pemilihan umum dan membentuk pemerintahan minoritas kulit
putih, sistem apartheid kemudian ditetapkan dalam undang-undang. Pada tahun 1950,
Undang-undang Pendaftaran Populasi semua warga Afrika Selatan dibagi dalam tiga
kategori ras, yaitu Bantu atau Afrika kulit hitam, kulit putih dan kulit berwarna lainnya.
Kemudian ada kategori baru, yaitu Asia yang sebagian besarnya adalah warga etnis
India dan Pakistan.
Afrika Selatan kemudian dibagi. 80 persen wilayah negara itu dimiliki warga kulit putih.
Sementara warga kulit hitam ditempatkan di wilayah termiskin yang disebut
sebagai homelands atau tanah air. Mereka memiliki semacam pemerintahan
administrasi mandiri. Mereka secara ekonomi, sosial dan politik dikucilkan. Pada tahun
1970 diberlakukan Undang-Undang Kewarganegaraan Tanah Air Bantu. Semua warga
kulit hitam harus bertempat tinggal di "homeland", atau tanah air, suatu wilayah yang
dihuni mayoritas kulit hitam Afrika. Warga homelands harus membawa paspornya untuk
dapat meninggalkan wilayahnya.
Pemisahan warga kulit putih dan hitam juga diberlakukan di fasilitas umum. Gedung-
gedung umum, transportasi umum, taman-taman, rumah makan, serta tentu sekolah-
sekolah, perguruan tinggi, rumah sakit dan gereja. Daerah-daerah permukiman di
setiap kota dan desa juga dibagi dua, sistem pendidikan sekolah terpisah dengan
kualitas guru yang berbeda, dan hanya warga kulit putih yang memiliki hak pilih.
Semakin besar jurang diskriminasi, semakin besar pula dorongan perlawanannya.
Kongres Nasional Afrika (ANC), membentuk sayap bersenjata, yaitu Umkhonto we
Sizwe (MK), yang berarti “Tombak Bangsa”. Dalam waktu 1,5 tahun, MK melancarkan
sekitar 200 aksi sabotase. Pendirinya adalah Nelson Mandela, yang waktu itu sudah
berjuang demi kesetaraan ras. Pada tahun 1959 Kongres Pan Afrika, PAN,
memisahkan diri dari ANC. Bertolak belakang dengan ANC, PAN menolak semua
bentuk kerja sama dengan kulit putih. ANC dan PAN resminya dilarang beroperasi.
Namun kedua organisasi itu bergerak di bawah tanah. Dan tahun 1964 pimpinan
oposisi seperti Nelson Mandela dan Walter Sisulu divonis hukuman penjara seumur
hidup.
Pada tahun 1976, terjadi huru-hara di Soweto. Berawal dari aksi boikot sekolah,
kemudian menjadi pertumpahan darah. Sekitar 500 hingga 1000 warga kulit hitam
terbunuh dalam insiden itu. Ketika kerusuhan terjadi dan beberapa tahun setelahnya,
banyak anak dan remaja yang ditangkap. Namun gerakan perlawanan tidak terhenti
sampai di situ saja, dan penentang apartheid mendapatkan banyak dukungan di luar
negeri.
Semakin banyak orang di Eropa yang memboikot barang-barang dari Afrika Selatan,
dan sistem apartheid menjadi perhatian masyarakat sipil internasional. Gereja,
organisasi pembela HAM, dan organisasi bantuan menyerukan boikot, yang disusul
dengan konser solidaritas dan aksi pengumpulan massa. Nelson Mandela, pemimpin
ANC yang dipenjara, menjadi tokoh simbol gerakan anti apartheid. Pada tahun 1988, 72
ribu orang berkumpul di Stadion Wembley di London, guna menghadiri konser musik
solidaritas bertepatan dengan perayaan ulang tahun Mandela yang ke-70. Selain itu,
hampir satu miliar orang di 60 negara mengikuti konser tersebut di televisi.
Masyarakat internasional kemudian mengurangi dukungan politiknya terhadap rezim
apartheid. Bertahun-tahun lamanya Amerika Serikat dalam setiap resolusi di Dewan
Keamanan PBB memblokir Afrika Selatan dan pada tahun 1976 diberlakukan konvensi
anti apartheid.
Tekanan politis baik di Afrika Selatan mau pun di luar negeri semakin besar: Dan pada
1990, presiden Afrika Selatan waktu itu, Frederik Willem de Klerk, membebaskan
Nelson Mandela dan beberapa tahanan politis lainnya. ANC dan PAN sah menjadi
organisasi politik. Pada tahun 1994, Nelson Mandela terpilih sebagai presiden pertama
Afrika Selatan versi baru.
5. Dampak Penghapusan Politik Apartheid di Afrika Selatan
6.

Perlawanan terhadap politik Apartheid yang terjadi di dalam negeri


datang dari warga kulit hitam Afrika Selatan yang dipelopori oleh African National
Congress (ANC) yang dipimpin oleh Nelson Mandela dan United Democratic
Front (UDF) yang dipimpin oleh Uskup Desmond Tutu. Sebagai bentuk perlawanan,
ANC membentuk sayap bersenjata yang disebut Umkhonto we Sizwe (MK) yang berarti
Tombak Bangsa.
Diketahui MK telah melancarkan 200 aksi sabotase dalam kurun waktu 1,5 tahun
hingga akhirnya ANC dilarang beroperasi. Namun, ANC tetap melakukan pergerakan di
bawah tanah atau secara diam-diam. Pada 1964, pimpinan ANC Nelson Mandela
akhirnya dijebloskan ke penjara dan divonis hukuman seumur hidup.

Pada 1984, warga kulit hitam melakukan aksi protes yang akhirnya berkembang
menjadi kerusuhan rasial massal hingga membuat pemerintah memberlakukan
keadaan darurat perang pada Agustus 1985. Desakan dari dunia internasional pun
semakin keras. Negara-negara di Asia, Afrika dan Eropa Timur mematuhi resolusi PBB
untuk memboikot Afrika Selatan. Pada 1986, negara anggota Persemakmuran juga
menekan Afrika Selatan. Inggris melalui Menlu Sir Geoffrey Howe mendesak
pemerintah Afrika Selatan untuk menghapus politik Apartheid.

Dengan desakan dunia internasional yang semakin kuat, akhirnya Nelson Mandela
dibebaskan pada 11 Februari 1990 pada masa pemerintahan Frederik Willem de Klerk.
Hal ini memberi dampak positif terhadap perjuangan rakyat Afrika Selatan yang sedang
berjuang melawan politik Apartheid. Nelson Mandela pun menerima ucapan selamat
dari 30 pemimpin negara di dunia dan organisasi internasional.

Setelah melalui perjuangan panjang, pada Maret 1992 akhirnya diadakan referendum
dan lebih dari setengah pemberi suara sepakat untuk menghapus politik Apartheid.
Pemerintahan F.W. de Klerk pun berjanji menyelenggarakan pemilu yang adil tanpa
adanya pembatasan rasial. Pemilu multirasial pertama di Afrika Selatan kemudian
diadakan pada 1994 dan partai ANC yang dipimpin Nelson Mandela meraih mayoritas
suara. Pada 9 Mei 1994 Nelson Mandela dipilih oleh parlemen Afrika Selatan menjadi
presiden Afrika Selatan.

Dengan dihapusnya politik Apartheid, Afrika Selatan memulai babak baru dalam
kehidupan sosial politik masyarakat. Pemerintahan yang baru menetapkan persamaan
hak bagi seluruh warga Afrika Selatan tanpa memandang adanya perbedaan warna
kulit. Inilah tonggak keberhasilan warga kulit hitam dalam memperjuangkan persamaan
hak.

Pemerintahan yang baru juga merencanakan program land reform untuk


menyelesaikan berbagai masalah yang timbul pasca diberlakukan politik Apartheid.
Program tersebut memiliki tiga fokus utama, yakni hak atas tanah, redistribusi tanah
dan tenure reform. Sebelum dijalankannya land reform, warga kulit hitam hanya
diizinkan menguasai 13% tanah dan tidak memiliki hak sumber daya alam dan industri.
Setelah dijalankannya land reform, situasi pun membaik dimana warga kulit putih
maupun kulit hitam atau berwarna memiliki hak yang sama atas sumber daya alam dan
industri.
Ada hal unik yang dilakukan Nelson Mandela pasca dihapusnya Apartheid. Saat
Apartheid masih berlaku, ANC menggunakan rugby sebagai alat untuk mengalahkan
orang kulit putih. Mandela melakukan strategi yang sama untuk menyatukan warga
Afrika Selatan dengan menggunakan tim rugby Springboks.

Mandela pun mengundang kapten Springboks untuk minum teh dan mengutarakan ide
untuk menjadikan rugby sebagai representatif Afrika Selatan dalam sebuah kesatuan
tim yang tidak memandang ras dan kelas. Mandela juga melakukan upaya persuasif
terhadap warga kulit hitam yang dibesarkan untuk membenci rugby karena identik
dimainkan oleh warga kulit putih.

Anda mungkin juga menyukai