Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN


POST LAPAROTOMI EC. PERITONITIS

1. Konsep Dasar
A. Laparatomi
Laparotomi adalah prosedur tindakan pembedahan dengan membuka cavum
abdomen dengan tujuan eksplorasi.
Prioritas Perawatan
1. Membantu klien/orang terdekat dalam penilaian psikososial
2. Mencegah komplikasi
- Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
- Gangguan nutrisi
- Resiko terjadinya infeksi
3. Membantu klien dalam perawatan mandiri dan menyiapkan klien untuk
perawatan di rumah sehingga menurunkan risiko kecemasan dan gangguan
psikologis yang berkepanjangan.
4. Memberikan informasi tentang prosedur, prognosis, kebutuhan pengobatan,
resiko komplikasi.
Peritoneum terdiri dari dua bagian yaitu peritoneum parietal yang melapisi
dinding rongga abdomen dan peritoneum viceral yang melapisi semua organ
yang berada dalam rongga abdomen. Ruang yang terdapat diantara dua
lapisan ini disebut ruang peritoneal atau kantong peritoneum. Pada laki-laki
berupa kantong tertutup dan pada perempuan merupakan saluran telur yang
terbuka masuk ke dalam rongga peritoneum, di dalam peritoneum banyak
terdapat lipatan atau kantong. Lipatan besar (omentum mayor) banyak
terdapat lemak yang terdapat disebelah depan lambung. Lipatan kecil
(omentum minor) meliputi hati, kurvaturan minor, dan lambung berjalan ke
atas dinding abdomen dan membentuk mesenterium usus halus.
Fungsi peritoneum yaitu :
1. Menutupi sebagian dari organ abdomen dan pelvis
2. Membentuk pembatas yang halus sehinggan organ yang ada dalam rongga
peritoneum tidak saling bergesekan
3. Menjaga kedudukan dan mempertahankan hubungan organ terhadap dinding
posterior abdomen

4. Tempat kelenjar limfe dan pembuluh darah yang membantu melindungi


terhadap infeksi.
Proses peradangan dan infeksi dapat terjadi pada lapisan peritonium yang
dapat menyebabkan kondisi kekritisan pada pasien oleh karena itu peritonitis
harus membutuhkan penanganan medis dan asuhan keperawatan yang tepat
untuk mengatasi kondisi kritis tersebut dan mencegah komplikasi yang lebih
parah.
2. TUJUAN
a. Tujuan Umum
Setelah menyusun dan mempelajari seminar pada pasien dengan post
op laparatomi dengan peritonitis diharapkan mahasiswa mampu memahami
dan terampil dalam melakukan asuhan keperawatan kritis pada pasien post op
laparatomi dengan peritonitis.
b. Tujuan Khusus
Setelah menyelesaikan laporan pendahuluan pada pasien dengan
peritonitis diharapkan mahasiswa mampu :
a. Memahami pengertian dari post op laparatomi peritonitis
b. Memahami penyebab peritonitis
c. Mengetahui tanda dan gejala pada peritonitis
d. Memahami konsep patofisiologi pada peritonitis
e. Mengetahui komplikasi yang dapat ditimbulkan pada peritonitis
f. Memahami dan melakukan pemeriksaan penunjang pada klien dengan
peritonitis
g. Melakukan pengkajian pada pasien dengan peritonitis
h. Merumuskan diagnosa keperawatan pada klien dengan peritonitis
i. Melakukan intervensi keperawatan pada pasien dengan peritonitis
j. Melaksanakan implementasi keperawatan pada pasien dengan peritonitis
k. Melakukan evaluasi keperawatan pada pasien dengan peritonitis
l. Melaksanakan keterampilan klinik/skill dalam lingkup tindakan penangan
kritis pada pasien dengan peritonitis

Pengertian peritonitis
A. Definisi
1. Peritonitis adalah inflamasi peritoneum, lapisan membrane serosa rongga
abdomen dan meliputi visera yang merupakan penyulit berbahaya yang dapat
terjadi dalam bentuk akut maupun kronik / kumpulan tanda dan gejala,
diantaranya nyeri tekan dan nyeri lepas pada palpasi, defans muscular dan tanda
tanda umum inflamasi. ( Santosa, Budi. 2005)
2. Peritonitis adalah peradangan peritoneum, suatu lapisan endotelial tipis yang
kaya akan vaskularisasi dan aliran limpa. ( Soeparman, dkk)
3. Peritonitis adalah suatu peradangan dari peritoneum, pada membrane serosa,
pada bagian rongga perut ( Andra)
4. Peritonitis adalah peradangan yang biasanya disebabkan oleh infeksi pada
selaput rongga perut (peritoneum) lapisan membrane serosa rongga abdomen
dan dinding perut bagian dalam.
B. Etiologi
1. Infeksi bakteri

Kuman yang paling sering ialah bakteri Coli, streptokokus alpha dan beta
hemolitik, stapilokokus aureus, enterokokus dan yang paling berbahaya
adalah clostridium wechii.

Mikroorganisme berasal dari penyakit saluran gastrointestinal

Appendiksitis yang meradang dan perforasi

Tukak peptik (lambung / dudenum)

Tukak thypoid

Tukak pada tumor

2. Secara langsung dari luar.


Operasi yang tidak steril
Terkontaminasi

talcum

venetum,

lycopodium,

sulfonamida,

terjadi

peritonitisyang disertai pembentukan jaringan granulomatosa sebagai respon


terhadap benda asing, disebut juga peritonitis granulomatosa
Trauma pada kecelakaan peritonitis lokal seperti rupturs limpa, ruptur hati
Melalui tuba fallopius seperti cacing enterobius vermikularis.
3. Secara hematogen sebagai komplikasi beberapa penyakit akut seperti radang
saluran pernapasan bagian atas, otitis media, mastoiditis, glomerulonepritis.
Penyebab utama adalah streptokokus atau pnemokokus.

C. Tanda dan Gejala


Gejala peritonitis tergantung pada jenis dan penyebaran infeksinya.
Biasanya penderita muntah, demam tinggi dan merasakan nyeri tumpul di
perutnya. Bisa terbentuk satu atau beberapa abses. Infeksi dapat meninggalkan
jaringan parut dalam bentuk pita jaringan (perlengketan, adhesi) yang akhirnya
bisa menyumbat usus. Bila peritonitis tidak diobati dengan seksama, komplikasi
bisa berkembang dengan cepat. Gerakan peristaltik usus akan menghilang dan
cairan tertahan di usus halus dan usus besar. Cairan juga akan merembes dari
peredaran darah ke dalam rongga peritoneum. Terjadi dehidrasi berat dan darah
kehilangan elektrolit. Selanjutnya bisa terjadi komplikasi utama, seperti
kegagalan paru-paru, ginjal atau hati dan bekuan darah yang menyebar.
Tanda-tanda peritonitis relatif sama dengan infeksi berat yaitu demam
tinggi atau pasien yang sepsis bisa menjadi hipotermia, takikardi, dehidrasi
hingga menjadi hipotensi. Nyeri abdomen yang hebat biasanya memiliki
punctum maximum ditempat tertentu sebagai sumber infeksi. Dinding perut akan
terasa tegang karena mekanisme antisipasi penderita secara tidak sadar untuk
menghindari palpasinya yang menyakinkan atau tegang karena iritasi
peritoneum. Pemeriksaan-pemeriksaan klinis ini bisa jadi positif palsu pada
penderita dalam keadaan imunosupresi (misalnya diabetes berat, penggunaan
steroid, pascatransplantasi, atau HIV), penderita dengan penurunan kesadaran
(misalnya trauma cranial, ensefalopati toksik, syok sepsis, atau penggunaan
analgesic), penderita dengan paraplegia dan penderita geriatric.
D. Patofisiologi
Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya
eksudat fibrinosa, yang menempel menjadi satu dengan permukaan sekitarnya
sehingga membatasi infeksi. Bila bahan-bahan infeksi tersebar luas pada
pemukaan peritoneum atau bila infeksi menyebar, dapat timbul peritonitis umum,
aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik; usus kemudian
menjadi atoni dan meregang. Cairan dan elektrolit hilang ke dalam lumen usus,
mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi, dan oliguri. Peritonitis
menyebabkan penurunan aktivitas fibrinolitik intraabdomen (meningkatkan
aktivitas inhibitor aktivator plasminogen) dan sekuestrasi fibrin dengan adanya
pembentukan jejaring pengikat. Produksi eksudat fibrin merupakan mekanisme
terpenting dari sistem pertahanan tubuh, dengan cara ini akan terikat bakteri
dalam jumlah yang sangat banyak di antara matriks fibrin.

Pembentukan

abses

pada

peritonitis

pada

prinsipnya

merupakan

mekanisme tubuh yang melibatkan substansi pembentuk abses dan kumankuman itu sendiri untuk menciptakan kondisi abdomen yang steril. Pada keadaan
jumlah kuman yang sangat banyak, tubuh sudah tidak mampu mengeliminasi
kuman dan berusaha mengendalikan penyebaran kuman dengan membentuk
kompartemen - kompartemen yang kita kenal sebagai abses. Masuknya bakteri
dalam jumlah besar ini bisa berasal dari berbagai sumber. Yang paling sering
ialah kontaminasi bakteri transien akibat penyakit viseral atau intervensi bedah
yang merusak keadaan abdomen. Selain jumlah bakteri transien yang terlalu
banyak di dalam rongga abdomen, peritonitis terjadi juga memang karena
virulensi kuman yang tinggi hingga mengganggu proses fagositosis dan
pembunuhan bakteri dengan neutrofil.
Keadaan makin buruk jika infeksinya dibarengi dengan pertumbuhan
bakteri lain atau jamur, misalnya pada peritonitis akibat koinfeksi Bacteroides
fragilis dan bakterigram negatif, terutama E. coli. Isolasi peritoneum pada pasien
peritonitis menunjukkan jumlah Candida albicans yang relatif tinggi, sehingga
dengan menggunakan skor APACHE II (acute physiology and cronic health
evaluation) diperoleh mortalitas tinggi, 52%, akibat kandidosis tersebut. Saat ini
peritonitis juga diteliti lebih lanjut karena melibatkan mediasi respon imun tubuh
hingga mengaktifkan systemic inflammatory response syndrome (SIRS) dan
multiple organ failure (MOF).

Pathway Keperawatan
Infeksi Bakteri, virus,
cacing/ parasit

Trauma
abdomen

Appendiksitis

Konsumsi diit rendah serat

Obstruksi lumen peritonium

Fekalit dalam lumen


Ruptur
peritonium

Perforasi

Mukosa Terbendung

Konstipasi

Sekresi mukus terus menerus


Tekanan intra luminal

Tekanan intra sekal


Respon inflamasi

Sumbatan fungsional
dan pertumbuhan kuman kolon

Aliran limfe terhambat


Oedema, ulserasi mukosa

Peritonitis
Pre Operasi
Peradangan Peritonium

Peningkatan Peristaltik

Proses infeksi
Konsumsi diit
rendah serat

mendadak
Proses penyakit

Anoreksia, mual,

Nyeri

distensi abdomen

Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh

Hipetermi

Resiko
infeksi

Konstipasi

Post Operasi

Pembedahan/Laparatomy

Nyeri

Pembatasan, paska operasi (puasa)

Resiko
kekurangan
volume cairan

Kelemahan fisik

Intoleransi
aktivitas

Resiko
infeksi

Sumber: Mansjoer, 2000 dan Syamsuhidayat,2004.


.

E.Komplikasi
1. Penumpukan cairan mengakibatkan penurunan tekanan vena sentral yang
menyebabkan gangguan elektrolit bahkan hipovolemik, syok dan gagal ginjal.
2. Abses peritoneal
3. Cairan dapat mendorong diafragma sehingga menyebabkan kesulitan bernafas.
4. Sepsis
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Test laboratorium
Leukositosis
Hematokrit meningkat
Asidosis metabolik
2. X. Ray
Foto polos abdomen 3 posisi (anterior, posterior, lateral), didapatkan :
Illeus merupakan penemuan yang tak khas pada peritonitis.
Usus halus dan usus besar dilatasi.
Udara bebas dalam rongga abdomen terlihat pada kasus perforasi.
G. Penatalaksanaan Medis
1. Bila peritonitis meluas dan pembedahan dikontraindikasikan karena syok dan
kegagalan sirkulasi, maka cairan oral dihindari dan diberikan cairan vena
untuk mengganti elektrolit dan kehilangan protein. Biasanya selang usus
dimasukkan melalui hidung ke dalam usus untuk mengurangi tekanan dalam
usus.
2. Bila infeksi mulai reda dan kondisi pasien membaik, drainase bedah dan
perbaikan dapat diupayakan.
3. Pembedahan mungkin dilakukan untuk mencegah peritonitis, seperti
apendiktomi. Bila perforasi tidak dicegah, intervensi pembedahan mayor
adalah insisi dan drainase terhadap abses.

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN PERITONITIS

A. PENGKAJIAN
1. Pengkajian
a. Biodata
Nama, umur, alamat, agama, pendidikan, dll.
b. Riwayat kesehatan
Kaji keluhan utama
Keluhan waktu di data : Terdapat pasien muntah-muntah, demam, sakit
kepala, nyeri ulu hati, makan-minum kurang, turgor kulit jelek, keadaan

umum lemah.
Riwayat kesehatan yang lalu : Pernah menderita moviting atau tidak
Riwayat kesehatan keluarga : Apakah anggota keluarga pernah menderita

penyakit seperti pasien


c. Pemeriksaan fisik
Tanda vital : kenaikan TD, nadi, suhu dan respirasi
Inspeksi :
- Kepala : Keadaan rambut, mata, muka, hidung, mulut, telinga dan leher
- Abdomen: biasanya terjadi pembesaran limfa,

- Genetalia : Tidak ada perubahan


Palpasi abdomen : Teraba pembesaran limfa , perut kembung, nyeri
Auskultasi : peristaltic usus menurun
Perkusi abdomen : hipersonor

2. Pengkajian primer
a. Airway
Menilai apakah jalan nafas pasien bebas. Adakah sumbatan jalan nafas berupa
secret, lidah jatuh atau benda asing
b. Breathing
Kaji pernafasan klien, berupa pola nafas, ritme, kedalaman, dan nilai berapa
frekuensi pernafasan klien per menitnya.
c. Circulation
Nilai sirkulasi dan peredaran darah, kaji pengisian kapiler, kaji keseimbangan
cairan dan elektrolit klien, lebih lanjut kaji output dan intake klien.
d. Disability
Menilai kesadaran dengan cepat dan akurat. Hanya respon terhadap nyeri atau
sama sekali tidak sadar. Tidak di anjurkan menggunakan GCS, adapun cara
yang cukup jelas dan cepat adalah :
A: Awakening
V: Respon Bicara
P: Respon Nyeri

U: Tidak Ada Nyeri


e. Exposure
Lepaskan pakaian yang dikenakan dan penutup tubuh agar dapat diketahui
kelaianan yang muncul, pada abdomen akan tampak distensi sebagai akibat
perubahan sirkulasi, penumpukan cairan dan udara yang tertahan dilumen.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa yang muncul pada pasien dengan kasus peritonitis berdasarkan rumusan
diagnosa keperawatan menurut NANDA (2006) antara lain:
Pre Operasi
I. Nyeri akut berhubungan dengan proses penyakit.
II. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
mual,muntah, anoreksia.
III. Hipertermi berhubungan dengan proses peradangan.
IV. Konstipasi berhubungan dengan distensi abdomen.
V. Resiko infeksi berhubungan dengan kemungkinan ruptur.
Post Operasi
I. Nyeri berhubungan dengan agen cedera fisik
II. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan asupan cairan yang
tidak adekuat.
III. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif.
IV. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
Intervensi menurut Mc.Closkey (1996) Nursing Intervention Classsification (NIC),
dan hasil yang diharapkan menurut Johnson (2000) Nursing Outcome
Classification ( NOC) , antara lain:
Pre Operasi
Dx I. Nyeri akut berhubungan dengan proses penyakit.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri dapat
berkurang atau hilang.
NOC : Level nyeri, kriteria hasil:
1. Nyeri berkurang
2. Ekspresi nyeri lisan atau pada wajah
3. Kegelisahan atau keteganganotot
4. Mempertahankan tingkat nyeri pada skala 0-10.
5. Menunjukkan teknik relaksasi yang efektif untuk mencapai kenyamanan.
NIC : Penatalaksanaan nyeri
1. Lakukan pengkajian nyeri, secara komprhensif meliputi lokasi,
2.
3.

keparahan, factor presipitasinya


Observasi ketidaknyamanan non verbal
Gunakan pendekatan yang positif terhadap pasien, hadir dekat pasien
untuk memenuhi kebutuhan rasa nyamannya dengan cara: masase,

4.

perubahan posisi, berikan perawatan yang tidak terburu-buru


Kendalikan factor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon

5.

pasien terhadap ketidaknyamanan


Anjurkan pasien untuk istirahat

6. Libatkan keluarga dalam pengendalian nyeri pada anak.


7. Kolaborasi medis dalam pemberian analgesic.
Dx II. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan mual,muntah, anoreksia.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nutrisi pasien
adekuat.
NOC : Status Gizi, kriteria hasil:
1. Mempertahankan berat badan.
2. Toleransi terhadap diet yang dianjurkan.
3. Menunjukan tingkat keadekuatan tingkat energi.
4. Turgor kulit baik.
NIC : Pengelolaan Nutrisi
1. Tentukan kemampuan pasien untuk memenuhi kebutuhan nutrisi.
2. Pantau kandungan nutrisi dan kalori pada catatan asupan.
3. Berikan informasi yang tepat tentang kebutuhan nutrisi dan bagaimana
4.
5.

memenuhinya.
Minimalkan faktor yang dapat menimbulkan mual dan muntah.
pertahankan higiene mulut sebelum dan sesudah makan.

Dx III. Hipertermi berhubungan dengan proses peradangan.


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan suhu tubuh kembali
normal 370 C
NOC : Thermoregulation,kriteria hasil:
1. Suhu kulit dalam rentang yang diharapkan
2. Suhu tubuh dalam batas normal
3. Nadi dan pernapasan dalam rentang yang diharapkan
4. Perubahan warna kulit tidak ada
NIC : Fever Treatment
1. Pantau suhu minimal setiap dua jam, sesuai dengan kebutuhan
2. Pantau warna kulit dan suhu
4. Lepaskan pakaian yang berlebihan dan tutupi pasien dengan hanya
selembar pakaian.
4. Berikan cairan intravena
Dx IV. Konstipasi berhubungan dengan pola makan yang buruk.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan konstipasi teratasi.
NOC : Eliminasi defekasi, kriteria hasil:
1. Pola eliminasi dalam rentang yang diharapkan
2. Mengeluarkan feses tanpa bantuan.
3. Mengingesti cairan dan serat dengan adekuat.
NIC : Penatalaksanaan defekasi
1. Pantau pergerakan defekasi meliputi frekuensi, konsistensi,bentuk,
2.

volume, dan warna yang tepat.


Perhatikan masalah defekasi yang telah ada sebelumnya, rutinitas

3.

defekasi dan penggunaan laksatif.


Instruksikan pada pasien dan keluarga tentang diet, asupan

4.

cairan,aktivitas dan latihan.


Awali konferensi keperawatan dengan melibatkan pasien dan keluarga

5.

untuk mendorong perilaku positif yaitu perubahan diet.


Beri umpan balik positif untuk pasien saat terjadi perubahan tingkah

laku.
Dx V. Resiko infeksi berhubungan dengan kemungkinan ruptur.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien bebas dari
gejala peritonitis.
NOC : Pengendalian Resiko, kriteria hasil:
1. Terbebas dari tanda dan gejala peritonitis.
2. Mengindikasikan status gastrointestinal, pernafasan,genitourinaria, dan
3.

imun dalam batas normal.


Menunjukan gejala dan tanda infeksi dan mengikuti prosedur dan

pemantauan.
NIC : Pengendalian Infeksi
1. Pantau TTV dengan ketat, khususnya adanya peningkatan frekuensi
jantung dan suhu serta pernafasan yang cepat dan dangkal untuk
2.

mendeteksi rupturnya apendiks.


Observasi adanya tanda-tanda lain peritonitis ( misal hilangnya nyeri
secara tiba-tiba pada saat terjadi perforasi diikuti dengan peningkatan
nyeri yang menyebar dan kaku abdomen, distensi abdomen, kembung,
sendawa karena akumulasi udara, pucat, menggigil, peka rangsang

3.

untuk menentukan tindakan yang tepat.


Hindari pemberian laksatif,karena dapat merangsang motilitas usus

4.
5.

dan meningkatkan resiko perforasi.


Pantau jumlah SDP sebagai indikator infeksi.
Lindungi pasien dari kontaminasi silang.

Post Operasi
Dx. I. Nyeri berhubungan dengan agen cedera fisik.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri dapat
berkurang atau hilang.
NOC : Level nyeri, kriteria hasil:
1. Nyeri berkurang
2. Ekspresi nyeri lisan atau pada wajah
3. Mempertahankan tingkat nyeri pada skala 0-10.
4. Menunjukkan teknik relaksasi yang efektif untuk mencapai kenyamanan.
NIC: Penatalaksanaan nyeri
1. Lakukan pengkajian nyeri, secara komprhensif meliputi lokasi,
2.
3.

keparahan.
Observasi ketidaknyamanan non verbal
Gunakan pendekatan yang positif terhadap pasien, hadir dekat pasien
untuk memenuhi kebutuhan rasa nyamannya dengan cara: masase,

4.

perubahan posisi, berikan perawatan yang tidak terburu-buru


Kendalikan factor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon

5.

pasien terhadap ketidaknyamanan


Anjurkan pasien untuk istirahat dan menggunakan tenkik relaksai saat

7.

nyeri.
Kolaborasi medis dalam pemberian analgesic.

Dx II. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan asupan cairan yang

tidak adekuat.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan keseimbangan cairan
pasien normal dan dapat mempertahankan hidrasi yang adekuat.
NOC : Fluid balance, kriteria hasil:
1. Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB, BJ urine
2.
3.

normal, HT normal
Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal
Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, elastisitas, turgor kulit, membran

mukosa lembab,
4. Tidak ada rasa haus yang berlebihan
NIC : Fluid Management
1. Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
2. Monitor vital sign dan status hidrasi
3. Monitor status nutrisi
4. Awasi nilai laboratorium, seperti Hb/Ht, Na+ albumin dan waktu
5.
6.

pembekuan.
Kolaborasikan pemberian cairan intravena sesuai terapi.
Atur kemungkinan transfusi darah.

Dx. III. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif.


Tujuan: Setelah dilakuakan tindakan keperawatan diharapkan tidak terjadi infeksi
pada luka bedah.
NOC : Pengendalian Resiko, kriteria hasil:
1. Bebas dari tanda dan gejala infeksi.
2. Higiene pribadi yang adekuat.
3. Mengikuti prosedur dan pemantauan.
NIC: Pengendalian Infeksi
1. Pantau tanda dan gejala infeksi( suhu, denyut jantung, penampilan
2.

luka).
Amati penampilan praktek higiene pribadi untuk perlindungan

3.

terhadap infeksi.
Instruksikan untuk menjaga higiene pribadi untuk melindungi tubuh

4.

terhadap infeksi.
Lindungi pasien terhadap kontaminasi silang dengan pemakaian set

5.

ganti balut yang steril.


Bersihkan lingkungan dengan benar setelah.

Dx. IV. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan diharapkan pasien dapat beraktivitas tanpa
mengalami kelemahan.
NOC : Konservasi energi, kriteria hasil:
1. Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan tekanan
darah, nadi, dan RR
2. Mampu melakukan aktivitas secara mandiri.
NIC : Management Energi
1. Tirah baring pada pasien dan bantu segala aktivitas sehari-hari, atur
2.

periode istirahat dan aktivitas


Monitor terhadap tingkat kemampuan aktivitas, hindari aktivitas yang
berlebihan

3.
4.
5.
6.

Tingkatkan aktivitas sesuai dengan toleransi


Monitor kadar enzim serum untuk mengkaji kemampuan aktivitas
Monitor tanda-tanda vital dan atur perubahan posisi.
Monitor nutrisi dan sumber energi yang adekuat.

LAPORAN KASUS PADA An. B POST OP LAPAROTOMI DENGAN


PERITONITIS DI RUANG ALAMANDA RSUD TUGU REJO SEMARANG
Pengkajian
I. Indentitas klien:
Nama

: An B

Umur

: 9 tahum

Pekerjaan

: pelajar

Agama

: Islam

Suku

: jawa

Alamat

: semarang

No RM

:2098812

Diagnose medis

: post op laparatomi dengan peritonitis

II. penanggung jawab


Nama

: Tn. S

Umur

: 39 tahum

Pekerjaan

: wiraswasta

Agama

: Islam

Suku

: jawa

Alamat

: semarang

Hubungan dengan klien : Ayah

PENGKAJIAN
a.

Data Subyektif
Sebelum operasi

Nyeri daerah pusar menjalar ke daerah perut kanan bawah, mual, muntah,
kembung

Tidak nafsu makan, demam, Diare atau konstipasi

Sesudah operasi

b.

Nyeri daerah operasi, Lemas, Haus

Mual, kembung, Pusing

Data Obyektif
Sebelum operasi

Nyeri tekan di titik Mc. Berney

Spasme otot

Takhikardi, takipnea

Pucat, gelisah

Bising usus berkurang atau tidak ada

Demam 38 - 38,5 C

Sesudah operasi

c.

Terdapat luka operasi di kuadran kanan bawah abdomen

Terpasang infus

Terdapat drain/pipa lambung

Bising usus berkurang

Selaput mukosa mulut kering

Pemeriksaan Laboratorium

Leukosit : 10.000 - 18.000 / mm3

Netrofil meningkat 75 %

WBC yang meningkat

sampai 20.000 mungkin indikasi terjadinya

perforasi (jumlah sel darah merah)


d.

Data Pemeriksaan Diagnostik

Radiologi : Foto colon yang memungkinkan adanya fecalit pada katup.

USG : pada tanggal 25 januari 2013 . Nampak kesan pelebaran ileus.

USG. : pada tanggal 29 januari 2013 namak kesan cairan bebabs minimal

paravesikal, pelebaran ususu.


e. obat-obatan dan diit
obat injeksi

Genta 2.40 mg

Ketorolac 3.15 mg

Cefri 2.750 mg

Diit : susu dan teh manis


Terapi perentral : RL,D5, trifusin,metro tetesan infus 20 tpm
f. Potensial Komplikasi

Perforasi

Peritonitis

Dehidrasi

Sepsis

Elektrolit darah tidak seimbang

Pneumoni

Diagnosa Keperawatan
N
O
1

DIAGNOSA
KEPERAWATAN
Nyeri abdomen berhubungan dengan
obstruksi dan
peradangan Post op di
peritonum.
Subyektif :
1. Nyeri daerah pusar
menjalar kedaerah
perut
kanan
bawah.

TUJUAN /
KRITERIA
Nyeri berkurang.
Kriteria :
Klien mengungkapkan
ra-sa sakit berkurang.
Wajah dan posisi tubuh
tampak rilaks

Obyektif :
1. Nyeri tekan di kana
bawah

Resiko kekurangan vo
lume cairan
berhubung an dengan
mual, mun- tah,
anoreksia dan diare.
Berat badan turun.

Kurang pengetahuan
ten tang prosedur
persiapan dan sesudah
operasi.
Subyektif

Cairan dan elektrolit


da-lam keadaan
seimbang.
Kriteria :
Turgor kulit baik.
Cairan yang keluar dan
masuk seimbang.

RENCANA TINDAKAN
1. Kaji tanda vital
2. Kaji
keluhan
nyeri,
tentukan lokasi, jenis dan
intensitas nye-ri. Ukur
dengan skala 1-10.
3. Jelaskan penyebab rasa
sakit, cara mengurangi.
4. Beri posisi duduk untuk
me-ngurangi
penyebaran
infeksi pada abdomen.
5. Ajarkan tehnik relaksasi.
6. Kompres es pada daerah
sakit untuk mengurangi
nyeri.
7. Anjurkan klien untuk tidur
pada posisi nyaman (miring
dengan menekuk lutut
kanan).
8. Puasa
makan
minum
apabila akan dilakukan
tindakan.
9. Ciptakan lingkungan yang
tenang.
10. Laksanakan
program
medik.
11. Pantau efek terapeutik dan
non
terapeutik
dari
pemberian analgetik.

1. Observasi tanda vital suhu,


nadi, tekanan darah, pernapasan tiap 4 jam.
2. Observsi cairan yang keluar
dan yang masuk.
3. Jauhkan
makanan/baubauan yang merangsang
mual atau muntah.
4. Kolaborasi pemberian infus
dan pipa lambung.
Setelah diberikan penje- 1. Jelaskan prosedur persiapan
lasan klien memahami
operasi.
tentang prosedur
pemasangan infus.
persiap-an dan sesudah
puasa makan & minum
operasi
sebelumnya 6 - 8 jam.

Klien / keluarga bertanya tentang prosedur


persiapan dan sesudah
operasi
Obyektif
Klien tidak kooperatif
terhadap tindakan persiapan operasi.
4

Kerusakan integritas
ku-lit berhubungan
dengan luka
pembedahan.

Kriteria
Klien kooperatif dengan
tindakan persiapan
operasi maupun
sesudah operasi.
Klien
mendemonstrasikan
latihan yang diberikan.
Luka insisi sembuh
tanpa ada tanda infeksi.

cukur daerah operasi.


2. Jelaskan situasi dikamar
bedah.
3. Jelaskan aktivitas yang perlu
dilakukan setelah operasi.
Latihan batuk efektif.
mobilisasi dini secara pasif
dan aktif bertahap.
1. Pantau luka pembedahan
dari
tanda-tanda
peradangan : de-mam,
kemerahan, bengkak dan
cairan yang keluar, warna
jum-lah dan karakteristik.
2. Rawat luka secara steril.
3. Beri makanan berkualitas
atau dukungan klien untuk
makan.
Makanan
mencukupi
untuk
mempercepat
proses
penyembuhan.
4. Beri antibiotika sesuai
program medik.

Implementasi Keperawatan

Tgl/jam
DX
Implementasi
Respon
29/02/2013 1
1. Kaji tanda vital
S : Klien kooperatif
2. Kaji keluhan nyeri, tentukan lokasi,
Jam 10.00
jenis dan intensitas nye-ri. Ukur O : Skala nyeri klien 5
dengan skala 1-10.
klien mengatakan nyeri
3. Jelaskan penyebab rasa sakit, cara
mengurangi.
seperti ditusuk-tusuk
4. Beri posisi duduk untuk mengurangi penyebaran infeksi pada
abdomen.
5. Ajarkan tehnik relaksasi.
6. Kompres es pada daerah sakit untuk
mengurangi nyeri.
7. Anjurkan klien untuk tidur pada
posisi nyaman (miring dengan
menekuk lutut kanan).
8. Puasa makan minum apabila akan
dilakukan tindakan.
9. Ciptakan lingkungan yang tenang.
10. Laksanakan program medik.
11. Pantau efek terapeutik dan non
terapeutik dari pemberian analgetik.
29/02/2013 2
Jam 10.00

1. Observasi tanda vital suhu, nadi,


tekanan darah, perna-pasan tiap 4
jam.
2. Observsi cairan yang keluar dan yang
masuk.
3. Jauhkan makanan/bau-bauan yang
merangsang mual atau muntah.
4. Kolaborasi pemberian infus dan pipa
lambung.

S:

Klien

respon

kooperatif,

dan
Klien

mengatakan sudah paham


dan akan melakukan sesuai
dengan anjuran
O : klien nampak memakan
dan minum meski masih

29/02/2013 3

1. Jelaskan prosedur persiapan operasi.


pemasangan infus.

tersisa setengah
S: klien mengatakan masih

ttd

Jam 10.10

29/02/2013 4
Jam 10.15

puasa makan & minum sebelumnya 6


- 8 jam.
cukur daerah operasi.
2. Jelaskan situasi dikamar bedah.
3. Jelaskan aktivitas yang perlu
dilakukan setelah operasi.
Latihan batuk efektif.
mobilisasi dini secara pasif dan aktif
bertahap.
1. Pantau luka pembedahan dari tandatanda peradangan : de-mam,
kemerahan, bengkak dan cairan
yang keluar, warna jum-lah dan
karakteristik.
2. Rawat luka secara steril.
3. Beri makanan berkualitas atau
dukungan klien untuk makan.
Makanan
mencukupi
untuk
mempercepat proses penyembuhan.
4. Beri antibiotika sesuai program
medik.

Catatan Perkembangan Keperawatan

cemas dan takut pada


tindakan operasi
O : klien Nampak wajah
tegang,

S: klien mengatakan ada


bekas luka operasi di perut
kanan dan terpasang drien
O : klien tampak cemas

Tgl/jam

Dx

Catatan Perkembangan
TTD

30/02/2013

S : Klien kooperatif
O : Skala nyeri klien 3

Jam 11.00
klien mengatakan nyeri seperti ditusuk-tusuk, ekspresi wajah
klien tenang dan klien tidak mengeluh nyeri lagi
A: Masalah teratasi
P: Hentikan intervensI
30/02/2013

S: Klien respon dan kooperatif, Klien mengatakan sudah


paham dan akan melakukan sesuai dengan anjuran
O : klien nampak memakan dan minum meski masih tersisa
setengah
A : masaah teratasi sebagian
P : Lanjutkan Intervensi no. 1-4

S: klien mengatakan masih cemas dan takut pada tindakan


operasi
O : klien nampak wajah tegang, takut dan menangis
A : maslah belum terasi
P: lanjutkan intervensi no1- 3

S: klien mengatakan ada bekas luka operasi di perut kanan dan


terpasang drien
O : klien tampak berkurang cemasnya dengan bekas jahitan
A: masalah teratasi sebagian
P : lanjutkan intervensi no 1-4

Jam 11.10

30/02/2013
Jam 11.30

30/02/2013
Jam 12.00

DAFTAR PUSTAKA
Andra. 2007. Peritonitis Pedih dan Sulit Diobati. www.majalah-farmacia.com. 2
Desember 2007.

Brunner / Sudart. Texbook of Medical Surgical Nursing Fifth edition IB.


Lippincott Company. Philadelphia. 1984.
Doenges, Marilynn E. et all. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta : EGC.
Johnson, Marion et all. 2000. Iowa Intervention Project Nursing Outcomes
Classification (NOC). St. Louis : Mosby Inc.
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius.
McCloskey, Joanne C. dan Gloria M. Bulechek. 1996. Iowa Intervention Project
Nursing Interventions Classification (NIC). St. Louis : Mosby - Year
Book Inc.
Potter dan Perry. 1999. Fundamental Keperawatan Edisi 4 Vol 2. Buku
Kedokteran. Jakarta : ECG.
Soeparman, dkk 1987. Ilmu Penyakit Dalam Edisi II. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI
Santosa, Budi. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda. Jakarta: Prima
Medika.

LAPORAN KASUS
POST OP PADA An B POST OP LAPARATOMI
DENGAN PERITONITIS DI RUANG
ALAMANDA RSUD TUGU REJO
SEMARANG

DISUSUN OLEH :
Nama

Bambang Santoso

NIM

G30A012001

PROGRAM PROFESI NERS KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU


KEPERAWATAN DAN KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
SEMARANG
2013

Anda mungkin juga menyukai