Anda di halaman 1dari 13

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Limbah
Limbah dalam arti sederhana dapat diartikan sebagai sampah. Dalam bahasa
ilmiahnya limbah disebut juga dengan polutan. Maka limbah adalah buangan yang
kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikendaki lingkungannya.
Limbah mengandung bahan pencemar yang bersifat racun dan berbahaya. Sebagai
limbah, kehadirannya cukup mengkhawatirkan terutama bersumber dari industri
(sugiharto, 1987).
Limbah cair adalah limbah berwujud cair atau buangan yang sudah tidak
dapat dimanfaatkan lagi untuk jenis kegiatan penghasilnya. Kandungan didalam
limbah cair tidak selalu harus berupa zat cair, limbah cair dapat juga mengandung
gas dan juga padatan, namun biasanya dalam proporsi yang jauh lebih kecil
daripada zat cair. Karakteristik limbah air dari suatu industri umumnya lebih
dipengaruhi oleh proses produksi suatu industri seperti penggunaan air,
penggunaan bahan baku, penggunaan bahan pendukung, penggunaan energi
(Yuwono dan Adinugroho, 2012).
Limbah cair suatu industri memiliki suatu atau lebih kelompok pencemar
yang dianggap berpotensi menimbulkan dampak merugikan. Kelompok pencemar
tersebut meliputi sedimen, padatan tersuspensi logam berat, anorganik terlarut,
asam-basa, organik terurai, organik sulit terurai, patogen dll. Jenis kelompok
pencemar dominan akan menentukan prioritas dari upaya pengelolaan limbah cair
disuatu industry (Yuwono dan Adinugraha, 2012) .
Karakteristik limbah cair dapat diketahui menurut sifat-sifat dan
karakteristik kimia, fisika dan biologi. Studi karakteristik limbah perlu dilakukan
agar dapat dipahami sifat-sifat tersebut serta konsentrasinya dan sejauh mana
tingkat pencemarannya terhadap lingkungan.

Dalam menentukan karakteristik limbah maka ada tiga jenis sifat yang harus
diketahui yaitu :
1. Sifat fisik
2. Sifat kimia
3. Sifat biologi
3.1.1

Sifat fisik
Sifat fisik suatu limbah ditentukan berdasarkan jumlah padatan terlarut,

tersuspensi dan total padatan, alkalinitas, kekeruhan, warna, daya hantar listrik,
baud an temperatur.
a. Padatan
Za padat limbah diklasifikasikan menjadi 3 golongan besar yaitu
Golongan zat yang mengendap, yaitu zat padat yang akan mengendap
pada kondisi tanpa bergerak atau diam kurang lebih selama 1 jam
sebagai akibat gaya beratnya sendiri.
Golongan zat yang tersuspensi, yaitu padatan yang mempunyai
diameter antara 0,01 mm sampai dengan 0,001 mm
Golongan zat yang terlarut, yaitu padatan yang mempunyai diameter
yang lebih kecil daripada diameter padata tersuspensi.
b. Kekeruhan
Sifat keruh air dapat dilihat dengan mata secara langsung karena adanya
partikel koloid (diameter 10-8 mm) yang terdiri dari tanah liat, sisa bahanbahan, protein dan gangguan yang terdapat dalam limbah
c. Bau
Sifat bau limbah disebabkan karena zat-zat organik yang telah berurai dalam
limbah mengeluarkan gas-gas seperti sulfida atau amoniak yang menimbulkan
penciuman yang tidak enak karena adanya campuran nitrogen, sulfur, dan
fosfor yang berasal dari pembusukan protein yang dikandung limbah.
d. Temperatur
Tempratur yang dikeluarkan suatu limbah cair harus merupakan temperatur
alami. Suhu berfungsi memperlihatkan aktifitas kimiawi dan biologis.
e. Warna
Warna dalam air disebabkan adanya ion-ion logam besi dan mangan, humus,
plankton, tanaman air dan buangan industry. Warna air dikelompokkan menjadi
dua, yaitu warna sesungguhnya (true color) dan warna tampak (apparent color).

10

Warna sesungguhnya adalah warna yang hanya disebabkan oleh bahan-bahan


kimia terlarut. Warna tampak adalah warna yang tidak hanya disebabkan oleh
bahan terlarut, tetapi juga oleh baha tersuspensi.
3.1.2

Sifat kimia
Kandungan bahan kimia yang ada didalam air limbah dapat merugikan
dalam limbah serta akan menimbulkan rasa dan bau yang tidak sedap pada
penyediaan air bersih. Akan lebih berbahaya apabila bahan tersebut merupakan
bahan yang beracun. Adapun bahan kimia yang penting yang ada didalam air
limbah pada umumnya dapat ditentukan oleh:
a. Chemical oxygen demand (COD)
COD adalah kebutuhan oksigen kimia yang dibutuhkan untuk mengoksidasi
zat-zat organis yang ada dalam 1 liter sampel, dimana pengoksidasinya
K2Cr2O7 digunakan sebagai sumber oksigen.
b. Keasaman air
Keasaman air diukur dengan pH meter. Keasaman ditetapkan berdasarkan
tinggi rendahnya konsentrasi ion hidrogen dalam air, adapun kadar yang baik
adalah kadar dimana masih memungkinkan kehidupan biologis didalam air
brjalan dengan baik. Air limba dengan konsentrasi air limba ang tidak netral
akan menyulitkan proses biologi sehingga mengganggu proses penjernihan.
c. Alkalinitas
Alkalinitas adalah gambaran kapasitas air untuk menetralkan asam atau
kuantitas anion didalam air yang dapat menetralkan pada limbah cair.

d. Lemak dan Minyak


Lemak dan minyak yang terdapat dalam limbah bersumber dari proses
klasifikasi dan proses pembusukan, lemak dan minyak merupakan bahan
organik bersifat tetap dan sukar diuraikan bakteri. Limbah ini membuat lapisan
pada permukaan air sehingga membentuk slaput.
e. Klorida
Klorida merupakan zat terlarut dan tidak menyerap, sebagai khlor bebas
berfungsi disenfektan tapi dalam bentuk ion yang bersenyawa dengan ion
natrium menyebabkan air menjadi asin dan dapat merusak pipa-pipa instalasi.

11

3.1.3

Sifat biologi
Pemeriksaan biologi didalam air dan air limbah untuk memisahkan apakah
ada bakteri-bakteri pathogen berada dalam air limbah. Keterangan biologi ini
diperlukan untuk mengukur kualitas air terutama bagi air yang dipergunakan
sebagai air minum dan dibuang kelingkungan.
3.2 Dampak COD Terhadap Lingkungan
Limbah cair yang tidak dikelola dengan baik dapat menimbulkan dampak
buruk bagi mahluk hidup dan lingkungannya :
A. Gangguan kesehatan
Limbah cair dapat mengandung bibit penyakit yang dapat menimbulkan
penyakit bawaan air. Selain itu di dalam limbah cair terdapat zat-zat berbahaya
dan beracun yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan bagi mahluk hidup
yang mengkonsumsinya. Adakalanya air limbah yang tidak di kelola dengan baik
dapat juga menjadi sarang vektor penyakit (misalnya nyamuk,lalat,kecoa dan lainlain).
B. Penurunan kualitas lingkungan
Limbah cair yang dibuang langsung ke air permukaan (misalnya sungai atau
danau) dapat mengakibatkan pencemaran air permukaan tersebut. Sebagai contoh
bahan organic yang terdapat pada air limbah bila di buang langsung ke sungai
dapat menyebabkan penurunan kadar oksigen yang terlarut (dissolved oxygen) di
dalam sungai tersebut. Dengan demikian akan menyebabkan kehidupan yang di
dalam air yang membutuhkan oxygen akan terganggu, dalam hal ini akan
mengurangi perkembangannya. Adakalanya limbah cair juga dapat merembes ke
dalam air tanah sehingga menyebabkan pencemaran air tanah. Bila air tanah
tercemar maka kualitasnya akan menurun sehingga tidak dpat lagi digunakan
sesuai peruntukannya.
C. Gangguan terhadap keindahan
Adakalanya limbah cair mengandung polutan yang tidak mengganggu
kesehatan dan ekosistem, tetapi mengganggu keindahan. Contoh yamg sederhana
adalah limbah cair yang mengandung pigmen warna yang dapat menimbulkan

12

perubahan pada badan air penerima. Kadang-kadang limbah cair juga dapat
mengandumng bahan-bahan yang bila terurai menghasilkan gas-gas yang berbau.
3.3 Metode Penetapan COD Dalam Limbah Cair
COD atau Kebutuhan Oksigen Kimia (KOK) adalah jumlah oksigen mg O 2
yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat organik yang ada dalam 1 L sampel
air, dimana pengoksidasi K2Cr207 digunakan sebagai sumber oksigen (oxidizing
agent). Angka COD merupakan ukuran bagi pencemaran air oleh zat-zat organik
yang secara ilmiah dapat dioksidasi melalui proses reaksi kimia (Alerts, G dan
Sumestri, S. 1984).
Prinsip Chemical Oxygen Demand COD adalah jumlah oksidan Cr 2O72 yang
bereaksi dengan contoh uji dan dinyatakan sebagai mg O2 untuk tiap 1000 ml atau
1 L contoh uji. Senyawa organik dan anorganik, terutama organik dalam contoh
uji dioksidasi oleh Cr2O72- dalam refluks tertutup menghasilkan Cr3+. Jumlah
oksidan yang dibutuhkan dinyatakan dalam ekuivalen oksigen (O 2 mg/L) diukur
secara spektrofotometri sinar tampak. Cr2O72- kuat mengabsorpsi pada panjang
gelombang 400 nm dan Cr3+ kuat mengabsorpsi pada panjang gelombang 600 nm.
Untuk nilai KOK 100 mg/L sampai dengan 900 mg/L ditentukan kenaikan
Cr3+ pada panjang gelombang 600 nm.
Reaksi yang terjadi yaitu bahan buangan organik akan dioksidasi oleh
kalium bikromat K2Cr2O7 dalam suasana asam yang digunakan sebagai sumber
oksigen (oxidizing agent) menjadi gas CO2 dan gas H2O serta sejumlah ion chrom
diperkirakan sekitar 95 % - 100% bahan buangan dapat dioksidasi (Effendi 2003).
Reaksinya sebagai berikut :
Katalis Ag2SO4
2-

HaHbOc + Cr2O7 + H
(organik)

(kuning)

CO2 + H2O + Cr3+


katalis Ag2SO4
(hijau) (Alerts, G dan Sumestri, S.

1984).
Reaksi tersebut perlu pemanasan dan juga penambahan kalisator perak
sulfat (Ag2SO4) untuk mempercepat reaksi. Apabila dalam

bahan buangan

organik diperkirakan ada unsur klorida yang dapat mengganggu reaksi maka perlu

13

ditambah merkuri sulfat untuk meghilangkan gangguan tersebut (Wardhana,


1995).
Klorida dapat mengganggu karena akan ikut teroksidasi oleh kalium
bikromat sesuai dengan reaksi sebagai berikut :
6 CL- + Cr2O72- + 14 H+

3 Cl2 + 2 Cr3+ + 7 H2O

Warna larutan air lingkungan yang mengandung bahan organik sebelum


reaksi oksidasi adalah kuning. Setelah reaksi oksidasi seesai maka akan berubah
menjadi hijau. Jumlah oksigen yang diperlukan untuk reaksi oksidasi terhadap
bahan buangan organik sama dengan jumlah kalium bikromat yang dipakai pada
reaksi oksidasi, berarti makin banyak oksigen yang diperlukan, ini berarti makin
banyak oksigen yang diperlukan. Ini berarti bahwa air lingkungan makin banyak
tercemar oleh bahan organik.
Penyebab utama berkurangnya kadar oksigen dalam air ialah limbah organik
yang terbuang dalam air. Limbah organik akan mengalami degradasi dan
dekomposisi oleh bakteri aerob (menggunakan oksigen dalam air), sehingga
lama-kelamaan oksigen yang terlarut dalam air akan sangat berkurang.
Bahan kimia organik seperti minyak, plastik, pestisida, larutan pembersih,
detergen dan masih banyak lagi bahan organik terlarut yang digunakan oleh
manusia dapat menyebabkan kematian pada ikan maupun organism air lainnya.
Lebih dari 700 bahan kimia organik sintesis ditemukan dalam jumlah relatif
sedikit pada permukaan air tanah untuk minum.
Bahan kimia anorganik seperti asam, garam dan bahan toksik logam seperti
Pb, Cd, Hg dalam kadar yang tinggi dapat menyebabkan air tidak enak untuk
diminum. Disamping dapat menyebabkan matinya kehidupan air seperti ikan dan
organisme lain-lainnya, pencemaran bahan tersebut juga dapat menurunkan
produksi tanaman pangan dan merusak peralatan yang dilalui air tersebut karena
bersifat korosif ( Achmad, 2004)
3.4 Spektrofotometri
Spektrofotometer merupakan alat yang digunakan untuk mengukur
absorbansi dengan cara melewatkan cahaya dengan panjang gelombang tertentu
pada suatu obyek kaca atau kuarsa yang disebut kuvet. Sebagian dari cahaya

14

tersebut akan diserap dan sisanya akan dilewatkan. Prinsip kerja spektrofotometer
adalah bila cahaya (monokromatik maupun campuran) jatuh pada suatu medium
homogen, sebagian dari sinar masuk akan dipantulkan, sebagian di serap dalam
medium itu dan sisanya diteruskan.
Nilai yang keluar dari cahaya yang diteruskan dinyatakan dalam nilai
absorbansi karena memiliki hubungan dengan konsentrasi sampel. Penyerapan
sinar masuk dibatasi pada sejumalah gugus kromofor (gugus dengan ikatan tidak
jenuh) yang mengandung elektron valensi dengan tingkat eksitasi yang rendah.
Dengan melibatkan 3 jenis elektron yaitu : sigma, phi dan electron non-bonding.
Kromofor-kromofor organik seperti karbonil, alken, azo, nitrat dan karboksil
mampu menyerap sinar ultraviolet dan sinar tampak.Secara garis besar,
spektrofotometer terbagi menjadi 4 bagian (Mulja, 1997), yaitu:
a) Sumber Cahaya
Sebagai sumber cahaya pada spektrofotometer, haruslah memiliki pancaran
radiasi yang stabil dan intensitasnya tinggi. Sumber energi cahaya yang biasa
untuk daerah tampak, ultraviolet dekat dan inframerah dekat adalah sebuah lampu
pijar dengan kawat rambut terbuat dari wolfram (tungsten).
b) Monokromator
Monokromator merupakan alat yang berfungsi menguraikan cahaya
polikromatis menjadi cahaya monokromatis.
c) Sel sampel
Sel sampel berfungsi sebagai wadah tempat ditaruhnya sampel.
d) Detektor
Detektor akan mengubah cahaya menjadi sinyal listrik yang selanjutnya
akan ditampilkan oleh penampil data dalam bentuk jarum penunjuk atau angka
digital.
Gambar 3.4 Prinsip Kerja Spektrofotometer

15

Sinar diserap oleh suatu materi hanya jika energi sinar sesuai dengan energi
yang dibutuhkan oleh materi untuk melakukan transisi. Penyerapan atau absorpsi
yaitu sinar diserap oleh suatu atom, ion atau molekul sehingga tereksitasi ke
tingkat energi yang lebih tinggi. Pemancaran atau emisi yaitu pelepasan foton oleh
suatu atom, ion atau molekul sehingga terdeteksi ke tingkat energi yang lebih
rendah (Mulja, 1997).
Analisis kuantitatif zat tunggal dilakukan pengukuran harga A pada panjang
gelombang maksimum atau dilakukan pengukuran %T pada panjang gelombang
minimum. Alasan dilakukan pengukuran pada panjang gelombang tersebut adalah
perubahan adsorban untuk setiap satuan konsentrasi adalah paling besar pada
panjang gelombang maksimal, sehingga akan diperoleh kepekaan analisis yang
maksimal. Di samping itu pita serapan di sekitar panjang gelombang maksimal
datar dan pengukuran ulang dengan kesalahan yang kecil, maka akan memenuhi
hukum Lambert-Beer yang menyatakan bahwa besarnya pengurangan intensitas
sinar proposional dengan jumlah spesi yang menyerap. Hukum Lambert-Beer
dinyatakan dalam persamaan
A=

.b.c

Dimana: A = absorbansi

= absorptivitas molar ( L mol-1 cm-1 )

B = tebal kuvet ( cm )
c = konsentrasi (mol L-1 )
3.5 Verfikasi Metode
Validasi metode adalah proses evaluasi hasil kerja (performance) dan
kecocokan (suitability) sistem pengukuran untuk memperoleh data analisis
menurut cara-cara yang telah digariskan oleh consensus bersama organisasi
internasional (Garfield, 1992; Kateman dan Pijkers, 1981; Kirchmer, 1983;
Taylor, 1987). Kecocokan metode perlu dievaluasi karena suatu metode bisa valid
di suatu situasi, tetapi bisa tidak valid untuk situasi yang lain. Oleh karena itu,

16

validasi metode analisis adalah suatu keharusan sebelum metode dipakai sebagai
metode rutin.
Metode baku (standar) yang sudah divalidasi umumnya tidak lagi perlu
divalidasi ulang. Namun untuk mengetahui kinerjanya di suatu laboratorium,
metode tersebut perlu dicoba dulu atau dikonfirmasi (diverifikasi) keandalannya.
Dalam verifikasi ini dilakukan uji kinerja metode (akurasi, presisi).
Verifikasi metode merupakan suatu konfirmasi dengan cara menguji suatu
metode dan melengkapi bukti-bukti yang objektif apakah metode tersebut
memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan sesuai tujuan tertentu. Dengan kata
lain, verifikasi metode merupakan kegiatan laboratorium dan tata cara untuk
menentukan karakteristik kinerja dari metode analisis dalam hubungannya untuk
kebutuhan spesifik laboratorium penggunanya.
Apabila

laboratorium

menggunakan

metode

standar

yang

telah

dipublikasikan dan sudah divalidasi oleh lembaga atau organisasi nasional


maupun internasional, idealnya laboratorium harus memverifikasi metode tersebut
meskipun hanya meliputi aspek-aspek tertentu saja. Hal ini dimaksudkan agar
laboratorium memiliki data verifikasi yang merupakan bukti objektif yang berlaku
di laboratorium tersebut dan sesuai dengan kebutuhannya. Hal ini penting
mengingat bahwa setiap laboratorium memiliki kondisi yang berbeda, misalnya
sarana akomodasi dan lingkungan, kompetensi personel, kemampuan peralatan
yang berbeda-beda dan lain-lain.
Bila dalam verifikasi metode analisis diperoleh hasil kerja yang cukup baik,
maka metode tersebut dapat digunakan untuk analisis rutin dilaboratorium dan
dapat dipakai dalam jangka panjang. Hasil kerja yang telah dicapai perlu
dipertahankan selama mungkin, dengan cara-cara tertentu yang umum disebut
dengan pengendalian mutu (quality control) dari analisis kimia. Namun bila hasil
kerja yang diperoleh tidak baik, maka tindakan yang perlu dilakukan adalah
mencari sumber-sumber kesalahan pada setiap langkah analisis, optimasi pada
sebagian atau seluruh parameter yang mempengaruhi hasil kerja, bila perlu
diadakan perubahan total prosedur/teknik analisis, sampai ditemukan teknik yang
dihasil kerjanya diterima secara analitik.

17

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi hasil uji, yaitu analis, peralatan,
waktu, bahan kimia, kondisi akomodasi, lingkungan dan demin. Dalam
melaksanakan verifikasi terdapat karakteristik yang dievaluasi, baik meliputi
beberapa atau seluruh aspek diantaranya adalah:
3.5.1 Akurasi
Akurasi atau adalah ukuran yang menunjukka derajat kedekatan hasil
analisis dengan kadar analit yang sebenarnya atau dengan hasil analisis dari bahan
bersertifikat Certified Reference Material (CRM) atau Standar Reference
Material (SRM) yang biasanya ditentukan oleh berbagai orang atau lembaga
dengan berbagai analisis (IK-MM. 010, 2010).
Ukuran Akurasi adalah:
R=

U (U X )
U

x 100 %

U = kadar contoh bersertifikat (CRM)


X = hasil analisis
Makin tinggi nilai R, berarti makin tinggi akurasi metode analisis yang diuji.
Persyaratan dari laboratorium PT Pupuk Kaltim untuk Akurasi adalah 95- 105%
(IK-MM.010, 2010)
Untuk uji akurasi dapat digambarkan dengan uji perolehan kembali
(recovery) standar yang ditambahkan ke dalam contoh uji. Uji recovery dilakukan
dengan menambahkan sejumlah analit ke dalam contoh yang telah diketahui
konsentrasinya
Penentuan nilai % perolehan kembali dapat dicari dengan menambahkan
sejumlah analit (standar) yang telah diketahui konsentrasinya ke dalam larutan
contoh. Suatu metode dikatakan valid apabila nilai perolehan kembali dari suatu
standar berada diantara 90-110% (Sumardi, 2002).
Perolehan kembali (recovery) adalah tingkat perolehan kembali standar
yang ditambahkan ke dalam contoh. Pada umumnya bila tidak ada CRM maka
untuk menentukan ketepatan dengan melakukan standar isi. Penambahan standar
dilakukan dengan menambahkan senyawa yang telah diketahui konsentrasinya, ke
18

dalam contoh yang akan dianalisis. Jumlah senyawa yang ditambahkan kurang
lebih setengah dari kadar senyawa yang telah dianalisis pada contoh sebelum
penambahan. Perolehan kembali dapat dihitung dengan proentase perolehan
kembali yaitu :
% Perolehan Kembali =

C 2C 1
C3

x 100 %

Dimana,
C1 = Konsentrasi contoh (mg)
C2 = Konsentrasi contoh + analit (standar) (mg)
C3 = Konsentrasi analit (standar) teoritis (mg)
3.5.2 Presisi
Presisi adalah tingkat kedapatulangan suatu hasil uji diantara hasil-hasil
pengujian. Presisi dapat berarti derajat ketepatan diantara pengukuran yang
berulang-ulang dalam jumlah yang sama. Menurut Sumardi (2002), presisi adalah
kedekatan dan kesesuaian antara hasil uji dengan yang lainnya pada serangkaian
pengujian. Standar Deviasi (SD) dan Relatif Standar Deviasi (RSD) merupakan
ukuran dari ketelitian. Hasil presisi yang sangat baik apabila nilai % RSD 2%
dan nilai RSD tersebut lebih kecil dengan nilai % CV Horwitz. Untuk
mendapatkan nilai presisi dapat dihitung melalui persamaan :
xi x 2

SD =

% RSD =

SD
X

Dimana,
SD

= Standar Deviasi

= rata-rata hasil analisis

19

RSD = Relatif Standar Deviasi


Xi

= nilai hasil analisis

= jumlah ulangan pengukuran

3.5.3 Linearitas
Linearitas adalah suatu metode analisis untuk memberikan hasil uji yang
proporsional dengan konsentrasi analit dalan contoh pada kisaran yang ada, serta
untuk mengetahui kemampuan standar dalam mendeteksi analit dalam contoh. Uji
ini dilakukan dengan pengukuran larutan baku yang memiliki minimal lima titik
konsentrasi yang semakin meningkat. Biasanya linearitas yang baik ditunjukka
dengan harga koefisien korelasi yang mendekati satu. Dalam suatu penetapan
harga r (koefisien korelasi) sebaiknya > 0,990 (Miller dan Miller, 1991).
Linearitas adalah unjuk kerja dari metode analisis yang digunakan
sehubungan dengan kemampuan untuk memperoleh hasil analisis langsung
berdasarkan kurva kalibrasi standar. AOAC mengajukan R = 0.9995 untuk suatu
metode yang baik. Adapun kirasan linier adalah jarak antara konsentrasiterendah
dan tertinggi pada tingkat R, ketelitian dan ketepatan tertentu. Parameter ini
digunakan juga untuk menetapkan rantang atau kisaran konsentrasi di mana
metode tersebut layak digunakan. Makin tinggi linearitas suatu metode analisis,
makin praktis metode itu digunakan (Hidayat, 1999).
Persamaan garis yang digunakan pada kurva kalibrasi diperolah dari metode
kuadrat terkecil, yaitu y = a + bx. Persamaan ini akan menghasilkan koefisien
korelasi (r). Koefisien korelasi inilah yang digunakan untuk mengetahui linearitas
suatu metode analisis. Penetapan linearitas minimum menggunakan lima
konsentrasi yang berbeda. Nilai koefisien korelasi yang memenuhi persyaratan
adalah lebih besar dari 0.9970 (ICH, 1995). Sedangkan persyaratan dari
laboratorium PT Pupuk Kaltim untuk linearitas adalah lebih besar dari 0.9950
(IK-MM.010, 2010)
3.5.4 Method Detection Level (MDL)

20

Method Detection Limit atau Batas Deteksi Metode (MDL) adalah


konsentrasi analit yang ditentukan sesuai tahapan metode pengujian secara
menyeluruh sehingga menghasilkan signal dengan probabilitas 99% bahwa signal
tersebut berbeda dengan blanko (Hadi, 2010).
Nilai MDL dapat dihitung dengan menggunkan rumus:
MDL = t(0.01; n-1) SD
Keterangan :

SD = Standar Deviasi

t(0.01; n-1) = tabel t dengan tingkat kepercayaan 99% dan tingkat kebebasan -1
Untuk menentukan nilai spike yang dibutuhkan dalam penentuan MDL maka
secara teoritis perkiraan perbandingan hubungan antara Instrumen Detection
Level (IDL) : LOD : MDL : LOQ = 1 : 2 : 4 : 10.

21

Anda mungkin juga menyukai