Disusun oleh
Bambang Hendriya Guswanto, S.Si., M.Si.
Siti Rahmah Nurshiami, S.Si., M.Si.
KATA PENGANTAR
Buku ini ditulis dalam rangka pengadaan buku ajar mata kuliah Analisis I, yang
merupakan mata kuliah wajib. Buku ini berisi materi yang diperuntukan bagi
mahasiswa yang telah mengambil mata Kalkulus I dan Kalkulus II. Topik-topik
dalam buku ini sebenarnya sudah dikenal oleh mahasiswa yang telah mengambil
kedua mata kuliah tersebut. Hanya saja, materi pada buku ini lebih abstrak,
teoritis, dan mendalam. Materi pada buku ini merupakan materi dasar analisis
real. Analisis real merupakan alat yang esensial, baik di dalam berbagai cabang
dari matematika maupun bidang ilmu-ilmu lain, seperti fisika, kimia, dan ekonomi.
Mata kuliah Analisis I adalah gerbang menuju mata kuliah yang lebih lanjut, baik
di dalam maupun di luar jurusan Matematika. Jika mata kuliah ini dapat dipahami
dengan baik maka mahasiswa mempunyai modal yang sangat berharga untuk
memahami mata kuliah lain. Diharapkan, setelah mempelajari materi pada buku
ini, mahasiswa mempunyai kedewasaan dalam bermatematika, yang meliputi
antara lain kemampuan berpikir secara deduktif, logis, dan runtut, serta memiliki
kemampuan menganalisis masalah dan mengomunikasikan penyelesaiannya
secara akurat dan rigorous.
Buku ini terdiri dari lima bab. Bab I membahas tentang himpunan bilangan real.
Di dalamnya, dibicarakan tentang sifat aljabar (lapangan), sifat terurut, dan sifat
kelengkapan dari himpunan bilangan real. Kemudian, dibahas tentang himpunan
bagian dari himpunan bilangan real yang dikonstruksi berdasarkan sifat
terurutnya, yang disebut sebagai interval. Dijelaskan pula tentang representasi
desimal dari bilangan real dan menggunakannya untuk membuktikan Teorema
Cantor. Selanjutnya, bab II berisi tentang barisan bilangan real, yang meliputi
definisi dan sifat-sifat barisan, Teorema Bolzano-Weierstrass, kriteria Cauchy,
barisan divergen, dan sekilas tentang deret tak hingga. Kemudian, bab III
mendiskusikan tentang definisi limit fungsi (termasuk limit sepihak, limit di tak
hingga, dan limit tak hingga) dan sifat-sifatnya. Lalu, bab IV membahas
kekontinuan fungsi, yang meliputi definisi fungsi kontinu dan sifat-sifatnya, fungsi
kontinu pada interval, kekontinuan seragam, serta fungsi monoton dan fungsi
invers.
Buku ini masih dalam proses pengembangan dan tentunya masih jauh dari
sempurna. Untuk itu, penulis membuka diri terhadap saran dan kritik dari
pembaca, demi semakin baiknya buku ini sebagai buku ajar mata kuliah wajib
Analisis I.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I HIMPUNAN BILANGAN REAL
1.1
1.2
2.2
2.3
Teorema Bolzano-Weierstrass
2.4
Kriteria Cauchy
2.5
Barisan Divergen
2.6
Titik Timbun
3.2
3.2
4.2
4.3
4.4
Kekontinuan Seragam
4.5
Fungsi Monoton
4.6
Fungsi Invers
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
HIMPUNAN BILANGAN REAL
Bab ini menjelaskan tentang hal-hal yang berkaitan dengan dengan sistem
bilangan real sebagai suatu sistem matematika yang memiliki sifat-sifat sebagai
suatu lapangan yang terurut dan lengkap. Yang dimaksud dengan sistem
bilangan real sebagai suatu lapangan di sini adalah bahwa pada himpunan
semua bilangan real R yang dilengkapi dengan operasi penjumlahan dan
perkalian berlaku sifat-sifat aljabar dari lapangan. Sifat terurut dari R berkaitan
dengan konsep kepositifan dan ketidaksamaan antara dua bilangan real,
sedangkan sifatnya yang lengkap berkaitan dengan konsep supremum atau
batas atas terkecil. Teorema-teorema dasar dalam kalkulus elementer, seperti
Teorema Eksistensi Titik Maksimum dan Minimum, Teorema Nilai Tengah,
Teorema Rolle, Teorema Nilai Rata-Rata, dan sebagainya, didasarkan atas sifat
kelengkapan dari R ini. Sifat ini berkaitan erat dengan konsep limit dan
kekontinuan. Dapat dikatakan bahwa sifat kelengkapan dari R mempunyai
peran yang sangat besar di dalam analisis real.
Bab ini terdiri dari beberapa sub bab. Sub bab 1.1 membahas sifat lapangan dari
R . Sub bab 1.2 menjelaskan sifat terurut dari R , dan di dalamnya dibahas juga
tentang konsep nilai mutlak. Pada sub bab 1.3 didiskusikan tentang sifat
kelengkapan dari R . Pada sub bab ini dibahas mengenai sifat Archimedean dan
sifat kerapatan dari himpunan bilangan rasional. Selanjutnya, sub bab 1.4,
menjelaskan tentang interval, sebagai suatu himpunan bagian dari R yang
dikonstruksi berdasarkan sifat terurut dari R . Yang terakhir, sub bab 1.5
membahas tentang representasi desimal dari bilangan real. Pada sub bab ini,
juga
dipaparkan
bagaimana
membuktikan
Teorema
Cantor
dengan
1.1
Sifat 1.1 (Sifat Aljabar dari R ). Pada himpunan bilangan real R yang
dilengkapi operasi penjumlahan ( + ) dan operasi perkalian ( ) berlaku sifat-sifat,
terhadap operasi penjumlahan :
T1.
a + b = b + a untuk setiap a, b R
T2.
( a + b ) + c = a + ( b + c)
untuk setiap a, b, c R
aR
T4. Terdapat elemen a R sedemikian sehingga a + a = a + ( a ) = 0 untuk
setiap a R
terhadap operasi perkalian :
K1.
a b = b a untuk setiap a, b R
K2.
( a b ) c = a (b c)
untuk setiap a, b, c R
a
K4. Terdapat elemen 1 / a R sedemikian sehingga
(1/ a ) a = a (1/ a ) = 1
untuk setiap a R ,
dan
D.
z = z + 0 = z + ( a + ( a ) ) = ( z + a ) + ( a ) = a + ( a ) = 0 .
b. Berdasarkan sifat K1, K2, K3, dan hipotesis u b = b , b 0 ,
a + a 0 = a 1+ a 0 = a (1 + 0) = a 1 = a .
Berdasarkan a., diperoleh bahwa a 0 = 0 .
( a b ) (1/ ( a b ) ) = 1 .
Berdasarkan
( a b ) (1/ ( a b ) ) = 0 (1/ ( a b ) ) = 0 ,
a = 0 atau b = 0 .
dengan
a b := a + ( b )
sedangkan
operasi
pembagian
1.2
Seperti yang telah disinggung pada pendahuluan bab ini, sifat terurut dari R
berkaitan dengan konsep kepositifan dan ketidaksamaan antara dua bilangan
real. Seperti apa kedua konsep tersebut? Di sini, kita akan membahasnya.
Terlebih dahulu kita akan membahas konsep kepositifannya.
Sifat 1.4 (Sifat Kepositifan). Terdapat himpunan bagian tak kosong dari R ,
yang dinamakan himpunan bilangan real positif R + , yang memenuhi sifat-sifat :
a. Jika a, b R + maka a + b R + .
b. Jika a, b R + maka a b R + .
c. Jika a R maka salah satu diantara tiga hal, yaitu a R + , a = 0 , dan
a R + , pasti terpenuhi.
Sifat 1.4.c. disebut juga sebagai sifat Trichotomy. Sifat ini mengatakan bahwa R
dibangun oleh tiga buah himpunan yang disjoin. Tiga buah himpunan tersebut
2 , akar dari
1
2
mengandung arti setiap kita mengambil bilangan positif pasti selalu didapat
bilangan positif lain yang lebih kecil daripadanya. Dengan kata lain, tidak terdapat
bilangan positif yang terkecil. Pernyataan ini merupakan maksud dari teorema
berikut ini.
Sebelumnya kita telah dikenalkan dengan bilangan real nonnegatif, yaitu elemen
dari himpunan R + U {0}. Jika a > 0 atau a = 0 maka jelas bahwa a R + U {0} .
Jika a < 0 tentunya a > 0 , sehingga a R + U {0} . Berdasarkan hal tersebut,
akan didefinisikan apa yang disebut sebagai nilai mutlak dari suatu bilangan real.
Nilai mutlak ini akan me-nonnegatif-kan bilangan-bilangan real.
Definisi 1.8 (Nilai Mutlak). Nilai mutlak dari bilangan real a , dinotasikan dengan
a , didefinisikan dengan
a, a 0
a :=
a , a < 0.
2 =2.
ab = a b untuk setiap a, b R .
Perhatikan kembali sifat nilai mutlak yang terdapat pada Teorema 1.9. Untuk
2
Selanjutnya, kita sampai kepada sifat nilai mutlak yang lain, yang dinamakan
dengan Ketidaksamaan Segitiga. Ketidaksamaan ini mempunyai kegunaan yang
sangat luas di dalam matematika, khususnya di dalam kajian analisis dan aljabar.
Lebih jauh, sebagai konsekuensi dari Teorema 1.10, kita memiliki akibat berikut
ini.
Selanjutnya,
perhatikan
bahwa
a b = a + ( b ) a + b = a + b
Selanjutnya, kita akan melihat bagaimana konsep terurut dari R ini diaplikasikan
untuk menyelesaikan masalah-masalah ketidaksamaan.
4x 2 = 4x + ( 2) 6 4 x + ( 2) + 2 6 + 2 4 x 8 x 2 .
Tampak
bahwa
x {x : x 2} .
ketidaksamaan
4x 2 6
dipenuhi
oleh
semua
x yang
x2
>2
2x + 3
memiliki penyelesaian.
Penyelesaian. Perhatikan bahwa
x 2 2 ( 2x + 3)
x2
3x 8
>2
>0
> 0.
2x + 3
2x + 3
2x + 3
Yang demikian berarti 3x 8 > 0 dan 2x + 3 > 0 , atau 3x 8 < 0 dan
2x + 3 < 0 . Untuk kasus yang pertama kita peroleh x < 8 / 3 dan x > 3 / 2 .
Namun hal itu tidak mungkin terjadi, artinya tidak ada x yang memenuhi. Untuk
kasus yang kedua kita peroleh x > 8 / 3 dan x < 3/ 2 , atau dengan kata lain
penyelesaian,
dan
himpunan
semua
penyelesaiannya
{x R : 8 / 3 < x < 3 / 2} .
adalah
{x R : 3 < x < 2}
Bisa juga ketidaksamaan tersebut diselesaikan dengan cara lain. Perhatikan
bahwa
2 x + 1, jika x 1/ 2
2x + 1 =
( 2 x + 1) , jika x < 1/ 2.
Penyelesaiannya dibagi menjadi dua kasus, yaitu :
Kasus I, x 1 / 2 .
Kita peroleh 2 x + 1 = 2 x + 1 < 5 . Akibatnya, 2 x < 4 atau x < 2 . Pada kasus ini,
himpunan penyelesaian dari 2 x + 1 < 5 adalah
penyelesaian
keseluruhan
2x +1 < 5
dari
adalah
Sebelum
melangkah
jauh
di
dalam
menyelesaikan
x, jika x 0
x =
x, jika x < 0
dan
x + 1, jika x 1
x +1 =
( x + 1) , jika x < 1.
Kasus I, x < 1 .
Kita
peroleh
x = x
x + 1 = ( x + 1) = x 1
dan
Akibatnya,
2 x < 1 atau x < 1/ 2 . Untuk kasus III, himpunan penyelesaian dari x + x + 1 < 2
adalah
{x R : x 0} I {x R : x < 1/ 2} = {x R : 0 x < 1 / 2} .
Dengan menggabungkan himpunan penyelesaian untuk kasus I, kasus II, dan
kasus III, diperoleh seluruh nilai
Contoh
1.18.
Selidiki
apakah ketidaksamaan
x 3 + x + 2 4 memiliki
penyelesaian.
Penyelesaian.
Sebelum
melangkah
jauh
di
dalam
menyelesaikan
x 3, jika x 3
x 3 =
( x 3) , jika x < 3.
dan
x + 2, jika x 2
x+2 =
( x + 2 ) , jika x < 2.
Kasus I, x < 2 .
Kita peroleh x 3 = ( x 3) = x + 3 dan x + 2 = ( x + 2 ) = x 2 . Akibatnya,
{x R : x 3 / 2}I {x R : x < 2} = { }.
Kasus II, 2 x < 3 .
Kita
peroleh
x 3 = ( x 3) = x + 3
dan
x+2 = x+2 .
Akibatnya,
Kasus III, x 3 .
Kita
peroleh
x 3 = x 3
dan
x+2 = x+2
Akibatnya,
{x R : x 3}I {x R : x 5 / 2} = { }.
Secara
keseluruhan,
kita
tidak
memiliki
solusi
untuk
x 3 + x + 2 4 .
1.3
ketidaksamaan
Pada subbab ini kita akan membahas sifat ketiga dari R , yaitu sifat kelengkapan.
Seperti yang telah dikatakan pada pendahuluan bab ini, sifat kelengkapan
berkaitan dengan konsep supremum atau batas atas terkecil. Untuk itu, kita akan
bahas terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan batas atas dari suatu
himpunan bilangan real, dan kebalikannya, yaitu batas bawahnya.
{x R : x > 0} .
{x R : x > 0} .
Setiap
tidak
ada
aR
sedemikian
sehingga
ax ,
untuk
setiap
{x R : x < 1} . Himpunan {a R : a 1}
merupakan koleksi semua batas atas dari {x R : x < 1} . Tidak ada b R
sedemikian sehingga b x , untuk semua x {x R : x < 1}, karena setiap kita
mengambil x {x R : x < 1} maka selalu dapat kita peroleh bahwa x 1 < x ,
sedangkan x 1 {x R : x < 1} . Akibatnya, himpunan {x R : x < 1} tidak
mempunyai batas bawah. Jadi himpunan {x R : x < 1} terbatas atas tetapi tidak
Contoh lain, pandang himpunan
terbatas bawah, atau juga dapat dikatakan bahwa himpunan tersebut tidak
terbatas.
{x R : 0 < x < 1} , bisa menjadi ilustrasi untuk menjelaskan hal ini. Himpunan
{x R : 0 < x < 1} tidaklah mempunyai minimum dan maksimum, karena tidak
ada m, M {x R : 0 < x < 1} sedemikian sehingga m x dan M x , untuk
setiap x {x R : 0 < x < 1} . Sedangkan untuk supremum dan infimum,
himpunan {x R : 0 < x < 1} memilikinya, yaitu 1 dan 0, masing-masing secara
berurutan. Elemen minimum dan maksimum haruslah elemen dari himpunan
yang bersangkutan, tetapi elemen infimum dan supremum tidaklah harus
demikian. Jadi elemen infimum dan supremum bisa termasuk atau tidak
termasuk ke dalam himpunan yang bersangkutan. Himpunan {x R : 0 x 1}
memiliki infimum dan supremum, yaitu elemen 1 dan 0, yang termasuk ke dalam
himpunan {x R : 0 x 1}.
Selanjutnya, kita akan memberikan formulasi lain dari definisi supremum dan
infimum pada definisi 1.20. Kita mulai dengan definisi supremum. Elemen a
adalah batas atas dari X ekuivalen dengan a x , untuk setiap x X .
Pernyataan a v , untuk setiap v , batas atas dari X , mengandung arti bahwa
jika z < a maka z adalah bukan batas atas dari X . Jika z adalah bukan batas
atas dari X maka terdapat xz X sedemikian sehingga xz > z . Jadi kita
mempunyai fakta bahwa jika z < a maka terdapat x z X
sedemikian
x > a . Jadi kita memperoleh fakta baru, yang ekuivalen dengan fakta
sebelumnya, yaitu untuk setiap > 0 terdapat x X sedemikian sehingga
Teorema 1.21. Elemen a R , batas atas dari X , himpunan bagian tak kosong
dari R , adalah supremum dari X jika dan hanya jika apabila z < a maka
terdapat xz X sedemikian sehingga xz > z .
Teorema 1.22. Elemen a R , batas atas dari X , himpunan bagian tak kosong
dari R , adalah supremum dari X jika dan hanya jika untuk setiap > 0
terdapat x X sedemikian sehingga x > a .
Aksioma tersebut mengatakan bahwa R , digambarkan sebagai himpunan titiktitik pada suatu garis, tidaklah berlubang. Sedangkan himpunan bilanganbilangan rasional Q , sebagai himpunan bagian dari R yang juga memenuhi sifat
aljabar (lapangan) dan terurut, memiliki lubang. Inilah yang membedakan R
dengan Q . Karena tidak berlubang inilah, R , selain merupakan lapangan
terurut, juga mempunyai sifat lengkap. Oleh karena itu, R disebut sebagai
lapangan
terurut
yang
lengkap.
Penentuan
supremum
dari
himpunan
2 , yang merupakan
2 ini
bahwa aksioma kelengkapan tidak berlaku pada Q . Tetapi jika kita bekerja pada
atas.
Menurut
Aksioma
1.25.,
himpunan
{ x : x V }
{ x : x V } .
memiliki
Yang demikian
{ x : x V } .
dan hanya jika v 1 . Hal ini sekaligus menunjukkan bahwa 1 merupakan batas
atas terkecil dari S . Dengan demikian, 1 merupakan supremum dari S .
Selanjutnya, kita akan menggunakan Teorema 1.21 untuk menunjukkan 1 adalah
supremum dari S . Jika v < 1 , berdasarkan pembahasan tadi, dengan memilih
S , seperti yang tertulis pada Teorema 1.22. Diberikan > 0 . Di sini kita akan
memilih apakah ada s S sedemikian sehingga 1 < s (pemilihan s yang
demikian tidaklah unik). Jika kita memilih s = 1 / 2 maka kita memperoleh apa
yang kita harapkan, karena jelas bahwa s = 1 / 2 < 1 , atau dengan kata lain
I.
Berikutnya, kita akan menggunakan Teorema 1.23 untuk menunjukkan 0 adalah
infimum dari I . Misalkan w > 0 . Berdasarkan pembahasan sebelumnya, dengan
Contoh 1.28. Tunjukkan bahwa jika himpunan S R terbatas atas dan a > 0
maka supremum dari aS := {as : s S } , sup aS = a sup S .
Penyelesaian. Ada beberapa cara untuk menyelesaikan masalah tersebut. Kita
mulai dengan cara yang pertama, yaitu bahwa kita harus menunjukkan bahwa a
sup S adalah batas atas dari aS atau a sup S as , untuk setiap s S , dan a
sup S v , untuk setiap v , batas atas dari aS . Karena S adalah himpunan yang
terbatas atas, S mempunyai supremum, menurut sifat Kelengkapan dari R .
Karenanya, sup S s , untuk setiap s S . Karena a > 0 , a sup S as , untuk
setiap s S . Artinya, a sup S adalah batas atas dari aS . Akibatnya, aS
memiliki supremum. Selanjutnya, misalkan w adalah sembarang batas atas dari
S atau w a sup S . Kita peroleh bahwa a sup S w , untuk setiap w , batas atas
dari aS . Jadi sup aS = a sup S .
Cara kedua untuk menyelesaikan masalah tersebut adalah dengan menunjukkan
bahwa a sup S adalah batas atas dari aS dan untuk setiap v < a sup S terdapat
memperoleh v < asv / a . Di sini jelas bahwa asv / a aS . Dengan memilih sv = asv / a ,
kita mempunyai sv aS dan v < sv . Jadi sup aS = a sup S .
Lebih jauh, kita akan melihat bagaimana sifat kelengkapan dari R ini digunakan
untuk menunjukkan bahwa himpunan semua bilangan asli N tidak mempunyai
batas atas. Artinya tidak terdapat x R sedemikian sehingga n x , untuk
setiap n N , atau dengan kata lain jika diberikan x R terdapat n x N
sedemikian sehingga nx > x .
Akibat
1.31.
Jika
y>0
maka
terdapat
n y N sedemikian sehingga
ny 1 y < ny .
Bukti. Misalkan E y := {m N : y < m} dengan y R . Sifat Archimedean
menjamin bahwa himpunan E y tidaklah kosong. Karena E y himpunan bagian
dari N dan tidak kosong, maka menurut sifat well-ordering dari R , E y
mempunyai elemen terkecil. Misalkan elemen terkecil itu adalah n y . Karena n y
adalah elemen terkecil dari E y , maka ny 1 E y atau n y 1 y . Dengan
demikian ny 1 y < ny .
Jika kita memiliki dua buah sembarang bilangan rasional yang berbeda, secara
intuitif kita akan mengatakan bahwa di antara keduanya juga terdapat bilangan
rasional yang lain dan jumlahnya bisa tak berhingga. Dengan kata lain, himpunan
semua bilangan rasional Q adalah himpunan yang rapat. Secara formal,
memang dapat dibuktikan bahwa Q memiliki sifat yang demikian.
Terakhir, misalkan x < 0 atau x > 0 . Akibatnya, y x > 0 . Dengan cara serupa
seperti pada kasus x > 0 , kita bisa mendapatkan bilangan rasional r sedemikian
sehingga x < r < y .
Kita juga memiliki fakta lain, yang analog dengan teorema 1.32, untuk himpunan
bilangan-bilangan irasional.
1.4
INTERVAL
Pada subbab ini kita membahas suatu himpunan bagian dari R yang
dikonstruksi berdasarkan sifat terurut dari R . Himpunan bagian ini dinamakan
sebagai interval.
[a, b] := {x R : a x b} .
c. Interval setengah buka (atau setengah tutup) yang dibentuk dari elemen a
dan
adalah
himpunan
[a, b) := {x R : a x < b}
atau
himpunan buka ( a, a ) = {
( , a) := {x R : x < a}.
b. Interval tutup tak terbatas adalah himpunan [a , ) := {x R : x a} atau
( , a] := {x R : x a} .
Himpunan bilangan real R merupakan himpunan yang tak terbatas dan dapat
dinotasikan dengan
( , ) .
S [ a, b ] .
( a, b ) S
. Misalkan z ( a , b ) atau
a < z < b . Yang demikian berarti z bukan batas bawah dari S . Akibatnya,
terdapat xz S sedemikian sehingga xz < z . Kita memperoleh pula bahwa z
bukan batas atas dari S . Itu artinya bahwa terdapat yz S sedemikian sehingga
[ xz , yz ] S ,
z ( a , b ) , maka ( a, b ) S .
Jika a, b S maka [ a , b ] S . Karena telah diperoleh bahwa S [ a, b ] , maka
Kasus II, S adalah himpunan yang terbatas atas tetapi tidak terbatas
bawah.
Karena S terbatas atas, maka S mempunyai supremum. Misalkan supremum
dari S adalah b . Kita memperoleh bahwa x b , untuk setiap x S . Akibatnya,
S ( , b ] .
Berikutnya, kita akan menunjukkan bahwa ( ,b ) S . Misalkan z ( , b )
atau z < b . Karena z bukan batas atas dari S , maka terdapat yz S
sedemikian sehingga z < y z . Karena S tidak terbatas bawah, maka terdapat
z ( , b ) . Karena itu, ( ,b ) S .
Jika b S maka
( ,b ) S
( ,b] S
S = ( a, b ) .
Kasus III, S adalah himpunan yang tidak terbatas atas tetapi terbatas
bawah.
Dengan cara yang serupa, seperti pada kasus II, dapat ditunjukkan bahwa
[ xz , yz ] S . Akibatnya,
Semua bilangan real dapat dinyatakan dalam bentuk lain yang disebut sebagai
bentuk desimal. Misalkan x [ 0,1] . Jika kita membagi interval [ 0,1] menjadi 10
sub interval yang sama panjangnya, maka x b1 /10, ( b1 + 1) /10 untuk suatu
b1 {0,1, 2,...,9} . Jika kita membagi lagi interval b1 /10, ( b1 + 1) /10 menjadi 10
sub
interval
yang
sama
panjangnya,
maka
Jika
{bn}
b1 b2
b
b
b
( b + 1)
+ 2 + ... + nn x 1 + 22 + ... + n n .
10 10
10
10 10
10
Representasi desimal dari x [ 0,1] adalah 0, b1b2 ...bn ... . Jika x 1 dan N N
sedemikian sehingga N x < N + 1 maka representasi desimal dari x 1 adalah
N , b1b2 ...bn ... dengan 0, b1b2 ...bn ... adalah representasi desimal dari x N [ 0,1] .
Sebagai contoh, kita akan menentukan bentuk desimal dari 1/7. Jika [ 0,1] dibagi
menjadi 10 sub interval yang sama panjang maka 1/ 7 1/10, (1 + 1) /10 . Jika
1/10, (1 + 1) /10 dibagi menjadi 10 sub interval yang sama panjang maka
1/ 7 1/10 + 4 /10 2 ,1/10 + ( 4 + 1) /10 2 .
Selanjutnya,
akan
kita
peroleh
1/ 7 1/10 + 4 /10 2 + 2 /103 ,1/10 + 4 /10 2 + ( 2 + 1) /10 3 . Jika proses ini terus
dilanjutkan akan kita dapatkan bahwa 1 / 7 = 0,142857142857...142857... .
Representasi desimal dari suatu bilangan real adalah unik, kecuali bilanganbilangan real berbentuk m /10n dengan m, n
contoh, representasi decimal dari 1/2 adalah 0,4999 atau 0,5000 (Coba
pembaca periksa
mengapa
yang
lain,
1/8=0,124999...=0,125000... .
Coba
perhatikan
kembali
representasi
decimal
dari
1/7
yaitu
[ 0,1]
countable. Misalkan
Karena setiap elemen di [ 0,1] dapat dinyatakan dalam bentuk desimal, maka kita
dapat menyatakan bahwa
M
xn = 0, bn1bn 2 ...bnn ...
M
dengan 0 bij 9 , untuk semua i, j N .
4, jika bnn 5
yn :=
5, jika bnn 4.
Jelas bahwa y [ 0,1] . Berdasarkan pendefinisian yn , jelas bahwa y xn untuk
setiap n N . Selain itu, bentuk y := 0, y1 y2 ... yn ... adalah unik karena yn {0,9}
untuk semua n N . Hal itu semua mengandung arti bahwa y [ 0,1] . Terjadi
kontradiksi di sini. Jadi [ 0,1] haruslah uncountable.
[0,1] R
BAB II
BARISAN BILANGAN REAL
2.1
literatur lain, barisan bilangan real X ini biasa dituliskan dalam notasi {xn }n =1 .
atau xn
Berdasarkan Definisi 2.2, kita bisa mendapatkan fakta bahwa lim xn = x jika dan
n
Y ' merupakan suku-suku yang menempati urutan genap pada Y . Barisan Y ' ini
disebut sebagai sub barisan dari Y . Berikut ini adalah definisi formal dari sub
barisan.
Definisi 2.4. Misalkan X := ( xn : n N ) adalah barisan bilangan real dan
n1 < n2 < ... < nk < ... dengan nk N untuk semua k N . Barisan bilangan real
X ':= (x nk : k N ) disebut sebagai sub barisan dari X := ( xn : n N ) .
Bagaimana dengan limit sub barisan dari suatu sub barisan ? Teorema berikut
menjelaskan hal ini.
Teorema
2.5.
Jika
n N ( ) berlaku xn x < .
Selanjutnya, dengan menggunakan induksi matematika, akan ditunjukkan bahwa
nk k untuk setiap k N . Diketahui bahwa n1 < n2 < ... < nk < ... . Untuk k = 1
jelas bahwa n1 1 . Misalkan untuk k = p berlaku n p p . Kita akan tunjukkan
bahwa untuk k = p + 1 berlaku n p +1 p + 1 . Karena n p +1 > n p maka n p +1 > p
atau dengan kata lain n p +1 p + 1 . Dengan demikian nk k untuk setiap k N .
Apakah kebalikan dari Teorema 2.5 berlaku ? Untuk menjawabnya kita lihat
penjelasan berikut ini. Perhatikan bahwa barisan Z ' = (1,1,1,...,1,...) adalah sub
n +1
berurutan,
x y = ( x xn ) + ( xn y ) x xn + xn y < / 2 + / 2 =
untuk semua n N . Karena > 0 yang diberikan sembarang, maka x y = 0
atau x = y . Yang demikian berarti bahwa limit dari suatu barisan bilangan real
yang konvergen adalah tunggal.
Teorema 2.6.
tunggal.
2.2
Berkaitan dengan sifat keterbatasan barisan bilangan real tersebut kita memiliki
teorema berikut ini.
xn = ( xn x ) + x xn x + x < 0 + x
untuk semua n N ( 0 ) .
cX := (cxn : n N)
dengan
cR
XY := ( x n y n : n N )
dan
( xn + yn ) ( x + y ) = ( xn x ) + ( yn y )
xn x + yn y .
> 0 maka terdapat bilangan real N1 , N 2 > 0 sedemikian sehingga untuk setiap
( xn + yn ) ( x + y )
xn x + yn y < / 2 + / 2 = .
cxn cx = c xn x .
Misalkan c = 0 . Jika diberikan > 0 maka dengan memilih berapa pun bilangan
real N > 0 , selalu berlaku cxn cx = c xn x = 0 < untuk setiap n N .
Sekarang misalkan c 0 . Karena X adalah barisan yang konvergen ke x maka
jika diberikan > 0 maka terdapat bilangan real N > 0 sedemikian sehingga
untuk setiap n N , berlaku xn x < / c . Akibatnya, untuk setiap n N ,
cxn cx = c xn x < c ( / c ) = .
Karena > 0 yang diberikan sembarang, maka cX konvergen ke cx .
xn yn xy = ( xn yn xn y ) + ( xn y xy )
xn yn xn y + xn y xy
= xn yn y + xn x y
Menurut Teorema 2.7, X adalah barisan yang terbatas. Itu artinya terdapat
bilangan
real
L > 0 sehingga
xn L untuk setiap
n N . Misalkan
M := maks {L, y } . Jika diberikan > 0 maka terdapat bilangan real N1 , N 2 > 0
sedemikian sehingga untuk setiap n N1 dan n N 2 , masing-masing secara
berurutan,
berlaku
xn x < / ( 2 M )
dan
yn y < / ( 2 M ) .
Misalkan
1
2
<
untuk setiap n N1 .
yn
y
Selanjutnya, jika diberikan > 0 maka terdapat N 2 > 0 sehingga untuk setiap
2
1 1
y yn
1
=
=
yn y .
yn y
yn y
yn y
Jika N := maks {N1 , N 2 } maka untuk setiap n N , berlaku
1 1
1
2 1 2
=
yn y < 2 y = .
yn y
yn y
y 2
Karena > 0 yang diberikan sembarang, maka 1/Y konvergen ke 1/ y .
Berdasarkan Teorema 2.8 dan Teorema 2.9, jika X adalah barisan bilangan real
yang konvergen ke x dan Y adalah barisan bilangan real tak nol yang
konvergen ke y 0 maka barisan bilangan real X / Y juga konvergen ke x / y .
Z := ( zn : n N ) adalah barisan-barisan
bilangan
real
yang
memenuhi
Bukti. Jika diberikan > 0 maka terdapat bilangan real N1 , N 2 > 0 sedemikian
sehingga untuk setiap n N1 dan n N 2 , masing-masing secara berurutan,
berlaku L < xn dan zn < L + (mengapa demikian ?). N := maks {N1 , N 2 } .
Akibatnya, jika n N maka
L < xn yn zn < L + .
Kita peroleh bahwa L < yn < L + atau yn L < untuk setiap n N .
Karena > 0 yang diberikan sembarang, maka lim yn = L .
cos n
: n N . Secara
2
n
1 cos n 1
2 2 untuk setiap n N .
n2
n
n
Akibatnya, lim
n
1
cos n
1
lim 2 lim 2 . Jadi
2
n
n
n
n
cos n
cos n
0 atau lim 2 = 0 .
2
n n
n n
0 lim
Barisan bilangan real yang terbatas belum tentu konvergen. Sebagai contoh,
barisan bilangan real
(( 1)
konvergen. Syarat cukup lain apa yang diperlukan sehingga barisan yang
terbatas merupakan barisan yang konvergen ? Pembahasan berikut akan
menjelaskannya.
ii) Jika X := ( xn : n N ) adalah barisan yang turun dan terbatas bawah maka
Bukti.
i)
{x n : n N} .
Yang
X adalah barisan naik dan x adalah batas atas dari {x n : n N} maka kita
mempunyai fakta bahwa
xn +1 =
1
( xn + 1) dengan x1 = 0
2
1
1
( xk + 1) ( xk +1 + 1) atau xk +1 xk + 2 . Jadi X := ( xn : n N ) adalah
2
2
xk 2 xk +1 =
1
1
3
( xk + 1) ( 2 + 1) xk +1 .
2
2
2
adalah barisan yang konvergen, maka, menurut Teorema 2.5, X ' juga
merupakan barisan yang konvergen ke titik yang sama. Misalkan limit barisannya
adalah x . Perhatikan bahwa
xn +1 =
1
1
1
xn+1 = lim ( xn + 1) x = ( x + 1) x = 1 .
( xn + 1) lim
n
n 2
2
2
TEOREMA BOLZANO-WEIERSTRASS
xn xn dengan n2 < n3 . Jika proses ini terus dilanjutkan maka kita akan
2
dapatkan
xn xn xn ... xn xn ... dengan n1 < n2 < n3 < ... < nk < nk +1 < ... .
1
Jadi
kita
dapatkan
k +1
barisan
(x
nk
I {
}.
Jelas Himpunan
sehingga
xn = min { xn : n > n1 , xn xn } .
2
xn = min { xn : n > n1 , n n2 , n n3 , xn xn } .
4
xn xn xn .. xn xn ... dengan n1 < n2 < n3 < ... < nk < nk +1 < ... .
1
Jadi
kita
dapatkan
k +1
barisan
(x
nk
KRITERIA CAUCHY
n, m N ( ) maka n, m > 2 /
2 / . Akibatnya, jika
1
1
1
1
1
1
2 2 + 2 = 2 + 2 < + = .
2
n m
n
m
n m
2 2
Karena > 0 yang diberikan sembarang, maka
(1 / n
Contoh
2.19.
Akan
kita
perlihatkan
bahwa
barisan
bilangan
real
xn xm 0 . Misalkan 0 = 1/ 2 .
Lema 2.20. Barisan bilangan real Cauchy adalah barisan yang terbatas.
Bukti. Misalkan X = ( x n : n N ) adalah barisan Cauchy. Yang demikian berarti
jika diberikan > 0 maka terdapat N ( ) > 0 sedemikian sehingga untuk setiap
M := maks x1 , x 2 ,...., x N ( )1 , x N ( ) + .
Untuk setiap n N , kita memilki x n < M . Jadi X = ( x n : n N ) adalah barisan
yang terbatas.
Selanjutnya, kita akan melihat bahwa setiap barisan bilangan real Cauchyi
adalah barisan yang konvergen dan setiap barisan bilangan real yang konvergen
adalah barisan Cauchy.
Teorema 2.21. Suatu barisan bilangan real adalah konvergen jika dan hanya jika
barisan itu adalah barisan Cauchy.
Bukti.
Kita
akan
buktikan
syarat
perlunya
terlebih
dahulu.
Misalkan
n, m N ( ) berlaku
x n x m = ( x n x ) + (x x m ) xn x + x xm < / 2 + / 2 = .
Karena > 0 yang diberikan sembarang, maka X = ( x n : n N ) adalah barisan
Cauchy.
Berikutnya, kita akan membuktikan syarat cukupnya. Misalkan X = ( x n : n N )
adalah barisan Cauchy. Itu berarti bahwa jika diberikan > 0 maka terdapat
Bolzano-weierstrass,
X = ( x n : n N ) mempunyai
sub
barisan
k K ( ) berlaku
x n x = (x n x H ( ) ) + (x H ( ) x ) xn x H ( ) + x H ( ) x < / 2 + / 2 = .
Karena > 0 yang diberikan sembarang, maka X = ( x n : n N ) adalah barisan
yang konvergen ke x .
2.5
BARISAN DIVERGEN
Coba perhatikan kembali Definisi 2.17, definisi tentang barisan bilangan real
Chauchy. Definisi tersebut ekuivalen dengan pernyataan bahwa suatu barisan
bilangan real divergen jika dan hanya jika barisan tersebut bukanlah barisan
Cauchy. Itu artinya untuk suatu 0 > 0 tidak terdapat K > 0 sedemikian
sehingga untuk setiap n, m K berlaku x n x m < . Akibatnya, untuk setiap
k N terdapat n, m k berlaku x n x m .
n +1
: n N . Ambil 0 = 1 . Untuk n = k
dan m = k + 1 berlaku
n +1
n +1
bahwa barisan ini juga merupakan barisan yang divergen. Suku-suku barisan ini
nilainya berosilasi atau berubah-ubah, secara berselang-seling dan terusmenerus tanpa henti, antara 1 atau -1. Barisan ini divergen tetapi tidak menuju ke
+ maupun .
Dari tiga contoh barisan divergen di atas, kita dapat membuat definisi formal
barisan yang divergen.
Definisi 2.22. Misalkan X = ( x n : n N ) adalah barisan bilangan real. Barisan
tak hingga. Jika suatu barisan adalah tak terbatas dan turun maka limit barisan
itu menuju negatif tak hingga.
Ada cara lain untuk menunjukkan bahwa suatu barisan bilangan real adalah
barisan yang divergen. Teorema berikut, dinamakan Teorema Perbandingan,
menjelaskan kondisi yang membuat suatu barisan dikatakan sebagai barisan
yang divergen.
Teorema 2.24. Jika ( xn : n N ) dan ( y n : n N) adalah barisan bilangan real
yang memenuhi
xn y n untuk setiap n N
Maka
a. Jika lim xn = + maka lim y n = + .
n
Bukti.
a. Misalkan M > 0 . Karena lim xn = + , maka terdapat N > 0 sehingga untuk
n
Namun demikian, tidaklah selalu kita bisa menjumpai kondisi dua barisan seperti
yang
ada
pada
hipotesis
Teorema
2.24,
sehingga
kita
tidak
dapat
Perbandingan
Limit,
menjelaskan
kondisi
(yang
lebih
umum
xn
= L dengan L R dan L > 0
n y
n
lim
xn
= L , maka jika diberikan = L / 2 terdapat N > 0
n y
n
x n / y n L < L / 2 atau
jika
( 2 / 3 L ) xn
lim xn = + maka
n
(L / 2 ) y n < x n
untuk n N . Jadi
2.6
sn := x1 + x2 + x3 + ... + x n dengan n N .
Barisan S yang demikian dinamakan sebagai deret tak hingga (atau deret saja)
yang dibangkitkan oleh barisan X := ( xn : n N ) . Bilangan sn disebut sebagai
jumlah parsial dari derat tak hingga. Bilangan x n disebut sebagai suku dari deret
tak hingga. Jika lim sn ada maka S dikatakan sebagai deret tak hingga yang
n
konvergen dan limit tersebut disebut sebagai jumlah deret tak hingga S atau
jumlah dari x1 + x 2 + x3 + ... + x n + ... . Deret tak hingga S dapat pula dinotasikan
dengan
1 x
atau
n=
n =1
1 1 1
1
= + + + ...
2 4 8
n =1 2
1 1
1 1 1
= + + + ... .
2 n =1 2
4 8 16
Akibatnya,
n
1 1
1
1 1
1
1
= =
2 n =1 2
2
2 n =1 2
2
n =1 2
1
= 1.
n =1 2
Dengan demikian,
n
1 1 1
1
= + + + ...
2 4 8
n =1 2
ar
n =1
= ar + ar 2 + ar 3 + ... =
ar
r 1
jika r < 1 (coba pembaca buktikan). Deret yang demikian dinamakan deret deret
geometrik.
Jelas bahwa deret tak hingga
(2n 1) = 1 + 3 + 5 + ...
n =1
adalah salah satu contoh deret tak hingga yang divergen karena jumlah deret
tersebut tidak terbatas..
Tentunya bukanlah sesuatu yang mudah untuk menunjukkan suatu deret tak
hingga adalah deret yang konvergen. Melalui fakta-fakta berikut ini, kita akan
diberikan syarat perlu untuk kekonvergenan deret tak hingga.
n =1
Bukti.
Jika
sn = x1 + x 2 + x3 + ... + xn
maka
s n1 = x1 + x 2 + x3 + ... + x n1 .
konvergen maka
n =1
n =1
konvergen. Menurut Kriteria Cauchy untuk barisan, kita memperoleh fakta seperti
yang tertuang dalam teorema berikut ini.
Teorema 2.28 (Kriteria Cauchy untuk Deret Tak Hingga). Barisan (s n : n N )
n =1
sm sn =
< .
j =n +1
Jika
( xn : n N )
(s n : n N )
adalah
barisan
yang
monoton
naik.
Menurut
Teorema
(s n : n N )
(s n : n N )
(s n : n N )
adalah konvergen.
n =1
Lebih jauh,
x
n =1
= lim sn = sup{s n : n N} .
n
n .
n =1
bahwa
s2 n = 1 +
1 1 1
1
1
+ + + ... + n 1
+ ... + n
2 3 4
2
2 +1
> 1+
1 1 1
1
1
+ + + ... + n + ... + n
2 4 4
2
2
= 1+
1 1
1
+ + ... +
2 2
2
=1+
n
.
2
(s n : n N )
divergen.
n =1
konvergen.
n =1
Barisan jumlah parsial dari deret tak hingga tersebut adalah barisan yang
monoton naik. Untuk menunjukkan barisan jumlah parsial
terbatas, cukup
yang terbatas. Untuk itu, perhatikan bahwa, jika n1 := 21 1 = 1 maka sn1 = 1 , jika
n2 := 2 2 1 = 3 maka
sn 2 = 1 + 1 / 2 2 + 1 / 32 < 1 + 2 / 2 2 = 1 + 1 / 2 ,
dan jika n3 := 2 3 1 = 7 maka
sn3 = sn 2 + 1 / 4 2 + 1 / 5 2 + 1 / 6 2 + 1 / 7 2 < s n2 + 4 / 4 2 = 1 + 1 / 2 + 1 / 2 2 .
Secara umum, dengan menggunakan induksi matematika, kita peroleh bahwa
jika nk := 2 k 1 maka
k 1
1/ n
n =1
konvergen.
Kita juga bisa menentukan kekonvergenan suatu deret tak hingga dengan cara
membandingkan suku ke- k pada deret takhingga tersebut dengan suku ke- k
pada deret tak hingga yang lain.
( xn : n N )
( y n : n N)
dan
a. Jika
n =1
n =1
b. Jika
y n konvergen maka
konvergen.
x n divergen maka
n =1
n =1
konvergen.
konvergen
n =1
m > n N ( ) maka
yj =
j = n +1
j = n +1
< .
xj
j =n +1
j = n +1
<.
konvergen.
n =1
n
n =1
n
+1
n
1
2 untuk setiap n N .
n +1 n
3
Kita ketahui
bahwa deret
tak
hingga
konvergen.
Menurut Uji
n =1
Perbandingan,
n
deret tak hingga yang konvergen.
+1
n =1
xn
n y
n
L := lim
Nilainya ada.
a. Untuk L 0 ,
n =1
n =1
b. Untuk L = 0 , jika
konvergen.
yn konvergen maka
n =1
n =1
konvergen.
sehingga
untuk
setiap
nN
xn / yn L < L / 2
atau
n =1
hanya jika
konvergen.
n =1
Perbandingan, jika
yn konvergen maka
n =1
n =1
konvergen.
n
pada contoh 2.33. Perhatikan
+1
n =1
bahwa
n / (n 3 + 1)
n3
=
lim
=1 0 .
n
n n 3 + 1
1/ n 2
lim
n =1
n
n =1
n
konvergen.
+1
Ada cara lain, selain menggunakan Teorema 2.29, yaitu dengan menggunakan
suatu uji yang disebut sebagai Uji Kondensasi Cauchy, untuk menunjukkan
1/ n dan
1/ n
n =1
n =1
konvergen, secara berurutan. Bahkan dengan Uji Kondensasi Cauchy kita dapat
1/ n
n =1
divergen jika p 1 .
(a k : k N )
k =1
a 2 k konvergen.
k =1
k =1
k =1
Jelas jika
k =1
k =1
konvergen.
Untuk n > 2 k ,
sn a1 + a 2 + (a 3 + a 4 ) + ... + (a 2k 1 +1 + ... + a 2 k )
a1 / 2 + a 2 + 2a 2 2 + ... + 2 k 1 a 2k = t k / 2 .
ak konvergen maka
k =1
k =1
a 2 k konvergen.
1/ n
n =1
2k
k =1
(2 )
k p
= 2 (1 p )k dengan p > 0 .
k =1
deret-p,
1/ n
, konvergen jika
n =1
konvergen.
divergen.
n =1
a
n =1
n =1
konvergen.
n =1
hingga
divergen.
n =1
1/ n dan
1/ n
n =1
n =1
. Diperoleh
1 / (n + 1)
1 / (n 2 + 1)
lim
= 1 dan lim
= 1.
n
n
1/ n
1/ n2
1/ n dan
1/ n
n =1
n =1
BAB III
LIMIT FUNGSI
Contoh 3.2.
1. Misalkan A = ( 2 , 3 ), tentukan titik timbun A.
Penyelesaian
2 titik timbun A, karena dengan mengambil sebarang = , dimana
lain..
Teorema 3.3.
Misalkan
( an ), an c, n N lim (an ) = c .
n
Bukti:
( ) Misal c titik timbun A. Sehingga V 1 (c) memuat sedikitnya satu titik di A yang
n
berbeda
dari
c.
Jika
an
titik
tersebut,
maka
an A, an c, n N lim (an ) = c .
n
di
titik
c,
ditulis
lim f ( x) = L
x c
jika
> 0, > 0,
untuk
Definisi
limit
di
atas
dapat
ditulis
Contoh 3.5
1
n
Bukti:
x A berlaku f ( x) L = 2 x 0 = 2 x = 2 x < 2 = 2 = .
2
Jadi terbukti lim 2 x = 0 .
Ambil > 0 sebarang. Pilih =
x 0
2. Buktikan lim x 2 = c 2 .
x c
Analisa pendahuluan
Tujuan
pembuktian
ini
>0
mencari
sehingga
untuk
Sehingga x 2 c 2 = x + c x c < 1 + 2 c x c ,
Dengan mengambil =
Bukti:
, Sehingga jika 0 < x c <
1 + 2 c
x c
Teorema 3.6.
Jika f : A R dan c titik timbun A , c R maka f hanya mempunyai satu limit
di titik c.
Selanjutnya akan dibicarakan kaitan antara barisan dengan limit fungsi dan
kriteria kedivergenan.
Teorema 3.7 (Kriteria Barisan untuk Limit).
Misalkan f : A R dan c titik timbun A , maka
lim f ( x) = L jika dan hanya jika untuk setiap barisan (xn) di A yang konvergen
x c
ke c dimana xn c, n N, ( f ( xn ) ) konvergen ke L.
Bukti dari teorema 3.6 dan 3.7 diserahkan kepada pembaca sebagai latihan.
Contoh 3.8.
Buktikan lim x 2 = 4 dengan menggunakan kriteria barisan.
x 2
Bukti:
Ambil ( xn ) = 2
1
, n . Akan ditunjukkan ( f ( x n ) ) konvergen ke 4.
n
x 2
4 1
+ = 4.
n n2
x 2
( f (x n )) tidak
konvergen ke L.
b) f
tidak punya limit di c jika dan hanya jika ada barisan (xn) di A yang
( f (x n )) tidak konvergen ke R .
Contoh 3.10.
1
tidak ada di R .
x 0 x
1. Buktikan lim
Bukti:
f (x ) =
Misalkan
f (x n ) =
1
x
Ambil
( xn ) =
Tetapi
1
= n 2 ,sehingga ( f ( x n ) ) tidak konvergen karena tidak terbatas
1 2
n
1
tidak ada di R .
x 0 x
Bukti:
1
,n N
n2
1, x > 0
Ambil ( xn ) =
x
,x0.
x
(1) n
, n N . Tetapi
n
( 1) n
xn
n = (1) n ,
f ( x n ) = sgn( xn ) =
=
n
xn
( 1)
n
sehingga ( f ( x n ) ) divergen.
Teorema 3.12.
Misalkan A R , f : A R dan f mempunyai limit di c R , maka f terbatas
pada suatu lingkungan dari c.
Definisi 3.13
Misalkan A R , f : A R , g : A R . Definisikan
( f + g )( x) = f ( x) + g ( x) ( f g )( x) = f ( x) g ( x )
(bf )( x) = bf ( x), b
f (x )
f
, h(x ) 0
( x) =
h( x )
h
, ( fg )( x) = f ( x) g ( x )
, x A
Teorema 3.14.
Misalkan A R , f : A R , g : A R dan c R , dengan c titik timbun A.
Misalkan b .
lim f ( x) = L
1. Jika
x c
lim ( f + g )( x) = L + M
x c
lim ( fg )( x) = LM
x c
dan
lim g ( x ) = M
x c
maka
lim ( f g )( x ) = L M
x c
lim (bf )( x) = bL
x c
f L
= .
x c h
H
Bukti:
1. Ambil > 0 sebarang.
Misal lim f ( x) = L , artinya 1 > 0, untuk 0 < x c < 1 dan x A
x c
berlaku
f (x ) L <
.
2
berlaku g ( x) M <
.
2
( f + g )( x) ( L + M ) = ( f ( x) L) + ( g ( x ) M )
f ( x) L + g ( x) M <
+ =
2 2
x2 4
x +4
b
).
lim
2
x 2
x 2 3x 6
x
a) Kita dapat menggunakan teorema 3.13 (b), karena jika dimisalkan f(x) = x + 4
h(x) = x2 , h( x) 0, x , lim h( x) = H 0 maka
dan
x 2
x + 4 lim ( x + 4) 6 3
lim 2 = x 2
= =
x 2
lim x 2
4 2
x
x 2
b) Tidak dapat menggunakan teorema 3.13 (b), karena jika dimisalkan
f ( x ) = x 2 4, h( x) = 3 x 6, x
tetapi
H = lim h ( x ) = lim (3 x 6) = 0
x 2
x 2
x2 4
1
1
1
4
= lim ( x + 2) = lim x + 2 = ( 2 + 2) = .
maka untuk x 2, lim
x 2 3x 6
x 2 3
x
2
3
3
3
Teorema 3.16.
Misalkan A R , f : A R dan c R , dengan c titik timbun A. Jika
a f ( x) b
xc
f ( x ) g ( x) h( x)
x A, x c
dan
jika
lim f ( x) = L = lim h( x)
x c
x c
lim g ( x ) = L .
x c
Contoh 3.18.
1
x
1
x
x 0
Bukti.
1
x
1
x
maka
Ambil subbarisan
( xn ) =
1
, n dan subbarisan
2n
1
1
= 0 , lim
=0
n 2 n
n ( 2n 1)
lim
dimana
( yn ) =
1
, n ,
(2 n 1)
f ( x n ) = cos 2 n = 1
.Tetapi
dan
1
x
1
x
1
x
x 0
1
x
Teorema 3.19.
Misalkan A R , f : A R dan c R , dengan c titik timbun A. Jika
Bukti:
Misalkan L = lim f ( x) > 0 . Pilih =
x c
L
> 0 , sehingga menurut definisi limit
2
f (x ) >
f ( x) L <
L
2
maka
L
> 0, x A V (c), x c .
2
L
.
2
L
L
< f ( x) L <
2
2
atau
Soal soal
2. Misalkan A = (0,2), f : A R , f ( x) = 3 x + 5 .
Buktikan lim f ( x) = 5 dan lim f ( x) = 8
x 0
x 1
1 1
= ,c > 0 .
x c
5. Misalkan A R , f : A R dan c R , dengan c titik timbun A. Buktikan
4. Buktikan lim
x c
x c
6. Misalkan
I R, f : I R
K & L f ( x) L K x c
cI
.
, x I Buktikan lim f ( x) = L .
dan
Misalkan
x c
1
( x > 0)
x 0
x 0
x
1
( c) lim ( x + sgn( x)) (d ) lim sin( 2 ) ( x 0)
x 0
x 0
x
8. Misalkan A R , f , g : A R dan c R , dengan c titik timbun A. Misalkan f
terbatas pada lingkungan dari c dan lim g ( x) = 0 . Buktikan bahwa
( a ) lim
1
x2
( x > 0)
(b ) lim
x c
lim ( fg)( x) = 0 .
x c
9. Berikan contoh fungsi f dan g dimana fungsi f dan g tidak punya limit di titik c,
tetapi f + g dan fg mempunyai limit di titik c.
10. Buktikan teorema 3.15
11. Misalkan A R , f : A R dan c R , dengan c titik timbun A. Buktikan
jika lim f ( x) < 0 maka V (c ) f ( x) < 0, x A V ( c), x c .
x c
BAB IV
KEKONTINUAN FUNGSI
Berikut ini ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengambilan titik c;
1. Jika c A , dimana c titik timbun A, maka dari definisi limit dan definisi fungsi
kontinu dapat disimpulkan bahwa f
Dengan kata lain, jika c titik timbun A maka f dikatakan kontinu di titik c jika
memenuhi syarat
f terdefinisi di titik c
lim f ( x) ada
f ( c) = lim f ( x )
xc
x c
Teorema 4.3
Misalkan A R , f : A R dan c A . Pernyataan berikut ekuivalen :
1) f dikatakan kontinu di titik c jika untuk setiap lingkungan V ( f (c)) dari f(c)
terdapat lingkungan V (c ) dari c sehingga jika x A V (c ) maka
f ( x ) V ( f ( c)) .
2) Untuk > 0, > 0 x A, x c < f ( x) f (c ) < .
3) Jika (xn) barisan bilangan riil, xn A, n R dan (xn) konvergen ke-c
maka barisan f((xn)) konvergen ke f(c).
Kriteria Ketakkontinuan 4.4
Misalkan A R , f : A R dan c A . f tidak kontinu di titik c jika dan hanya
jika ( x n ) A ( x n ) konvergen ke c, f((xn )) tidak konvergen ke f(c).
Contoh 4.5
1. Misalkan f(x) = 2x. Buktikan f(x) kontinu pada R .
Bukti:
Ambil > 0 sebarang dan c R sebarang.
x c < , x D f f ( x ) f (c ) = 2 x 2c = 2 x c < 2 = .
2
Sehingga menurut definisi kekontinuan f(x) kontinu pada R .
Pilih =
, x Q
1
f (x ) =
0 , x \ Q
Buktikan bahwa f(x) tidak kontinu di R .
Bukti:
Misalkan c Q , ambil
( xn ) \ Q, ( xn ) c, n N . Karena
berikut:
,x = c
L
F( x ) =
f ( x ) ,x A
Maka F kontinu di titik c.
2) Misalkan fungsi g : A R tidak mempunyai limit di titik c, maka tidak
dapat dibuat fungsi G : A {c} R yang kontinu di titik c dan
didefinisikan sebagai berikut:
,x = c
C
G( x ) =
g( x ) , x A
Untuk membuktikan pernyataan di atas andaikan lim G( x ) = C . Bukti
x c
Contoh 4.6
1
x
1
x
1
x
,x = 0
0
1
F( x ) =
.
x sin , x 0
x
Sehingga F kontinu di x = 0.
x c
x c
x c
x c
= f (c) + g (c ) = ( f + g )(c)
Akibatnya (f + g) kontinu di titik c.
Teorema 4.8.
Misalkan A R , f , g : A R , b R . Misalkan c A dan f dan g kontinu pada
A,
a) Maka f + g, f - g, fg, bf kontinu pada A.
b) Jika h : A R kontinu pada A
kontinu di pada A.
Teorema 4.9.
Misalkan
f ( x) = f ( x) , x A .
a) Jika f kontinu di titik c A maka | f | kontinu di titik c.
b) Jika f kontinu pada A maka | f | kontinu pada A.
Bukti teorema 4.8 dan 4.9 diserahkan kepada pembaca sebagai latihan.
Teorema 4.10.
Misalkan A R, f : A R, f ( x) 0 x A , dan misalkan
sebagai ( f )( x ) =
f didefinisikan
f ( x) , x A
f kontinu di titik c.
f kontinu pada A.
Bukti.
a) Ambil > 0 sebarang. Misalkan c A . Jika f (c ) = 0 maka
Karena f kontinu di c A maka
f (c ) = 0 .
f (x)
f (c ) < .
kontinu di
f ( x)
f (c ) =
=
Jadi terbukti
f ( x)
f (c)
f ( x) +
f ( x) f (c)
f ( x) +
)(
f ( c)
<
f ( x) +
f (c)
f ( c)
f ( x ) f (c )
f (c)
)=
<
( f ( x) f (c))
f (x ) +
f (c)
f (c )
f (c)
f kontinu di titik c.
Pada teorema 4.7 membahas tentang perkalian dua fungsi kontinu adalah
kontinu. Selanjutnya akan dibahas tentang komposisi fungsi kontinu.
Komposisi Fungsi Kontinu
Teorema 4.11.
Misal A, B R , f : A R , g : B R , f ( A) B . Jika f kontinu di titik c A
dan g kontinu pada b = f ( c ) B maka g o f : A R kontinu di titik c.
Teorema 4.12.
Misal A, B R , f : A R , g : B R , f ( A) B . Misalkan f kontinu pada A
dan g kontinu pada B . Jika f ( A) B maka g o f : A R kontinu pada A.
Bukti teorema 4.11 dan 4.12 diserahkan kepada pembaca sebagai latihan.
4.3 Fungsi Kontinu pada Interval
Definisi 4.13.
Misal f : A R . f dikatakan terbatas pada A jika M > 0 f ( x) M , x A .
Dari definisi di atas dapat dikatakan suatu fungsi dikatakan terbatas jika range
fungsi tersebut terbatas di R . Ingat bahwa fungsi kontinu tidak selalu terbatas,
contohnya pada f ( x) =
1
, A = {x R : x > 0} , f kontinu pada A tetapi tidak
x
terbatas pada A.
Jika f ( x ) =
1
, B = {x R : 0 < x < 1} juga f kontinu pada B tetapi
x
tidak
1
, C = {x R : x 1} f kontinu pada C
x
f ( xnr ) > nr r
Definisi 4.15
Misalkan A R , f : A R . f mempunyai maksimum absolut pada A jika ada
1
n
xn I s *
1
< f ( xn ) s*, n N .
n
1
< f ( xn r ) s*, r .
nr
atau
f ( ) > 0 > f ( )
c ( , ) f (c) = 0 .
Bukti dari teorema lokasi akar diserahkan kepada pembaca sebagai latihan.
maka
Misalkan a < b dan misalkan g(x) = f(x) k. Karena f (a ) < k < f (b)
maka g ( a ) < 0 < g (b) . Karena f(x) kontinu pada I maka g(x) juga kontinu
pada
I,
sehingga
menurut
teorema
lokasi
akar
Misalkan b < a dan misalkan h(x) = k - f(x). Karena f (a ) < k < f (b) maka
h(b) < 0 < h (a ) . Karena f(x) kontinu pada I maka h(x) juga kontinu pada I,
sehingga
menurut
teorema
lokasi
akar
Akibat 4.19.
Misal I = [a,b] interval tertutup terbatas dan misalkan f : I R kontinu pada I.
Jika k yang memenuhi inf f ( I ) k sup f ( I ) maka c I f (c ) = k .
Dari definisi kekontinuan fungsi jelas bahwa jika f kontinu seragam pada A maka
f kontinu di setiap titik dari A. Tetapi jika f kontinu di setiap titik dari A tidak
mengakibatkan
g (x ) =
tidak
kontinu
seragam
pada
A.
Contohnya
misalkan
1
, A = {x R : x > 0} . Fungsi g kontinu pada A ( lihat contoh ), tetapi g
x
kontinu
seragam
1
n
0 = 12 , xn = , un =
pada
karena
dengan
mengambil
1
lim ( xn u n ) = 0 dan
n + 1 n
g ( xn ) g (u n ) =| n ( n + 1) |= 1
1
2
= 0 , n R .
Selanjutnya jika f kontinu pada suatu interval tertutup terbatas, sebut I maka f
kontinu seragam pada I.
Teorema 4.22 (Kekontinuan Seragam).
Misalkan I adalah interval tertutup terbatas, dan f : I R kontinu pada I maka
f kontinu seragam pada I.
A R , f : A R.
Jika K > 0 f ( x) f (u ) K x u , x, u A
Teorema 4.24.
Jika f : A R dan f fungsi Lipschitz maka f kontinu seragam pada A.
Bukti:
Ambil > 0 sebarang.
Misalkan f fungsi Lipschitz maka K > 0 f ( x) f (u ) K x u , x, u A .
Akan
ditunjukkan
kontinu
seragam
pada
atau
, sehingga x, u A,
f ( x ) f (u ) K x u < K = K
=.
Kebalikan dari teorema di atas tidak benar, artinya tidak setiap fungsi kontinu
seragam
adalah
fungsi
Lipschitz.
Contohnya,
misalkan
Contoh 4.25.
1. Misalkan f(x) = x2 pada A = [0,b] dengan b konstanta positif. Tunjukkan
bahwa f kon tinu seragam.
Jawab:
Ambil x, u [0, b] sebarang. Perhatikan bahwa
f ( x) f (u ) = x 2 u 2 = x + u x u 2b x u .
Sehingga dengan mengambil K = 2b , f merupakan fungsi Lipschitz. Menurut
teorema 4.24 f kontinu seragam.
2. Misalkan g ( x ) =
Jawab:
Ambil x, u A sebarang. Perhatikan bahwa
g ( x) g (u ) =
x u =
x u
x+ u
1
xu .
2
f ( x1 ) f ( x2 ) .
f
pada A
jika
f ( x1 ) < f ( x2 ) .
Misalkan f : A R , f dikatakan turun pada A jika x1 , x 2 A dan x1 x2
maka f ( x1 ) f ( x2 ) .
f
pada A
jika
f ( x1 ) > f ( x 2 ) .
Jika f : A R, naik pada A maka g = -f
0 , x [ 0,1 ]
1, x ( 1,2 ]
Misalkan f ( x ) =
Teorema 4.27.
Misal I R , f : I R , f naik pada I. Misal c I dimana c bukan titik ujung
dari I, maka
Bukti:
(i). Ambil > 0 sebarang.
Misalkan x I dan x < c. Karena f naik maka f ( x ) f ( c ) . Sehingga
terbatas
di
atas
maka
mempunyai
supremum,sebut
L = sup{ f ( x ) : x I , x < c } .
Maka > 0 , L bukan batas atas { f ( x ) : x I , x < c } , sehingga
= c y 0 < c y <
y < y < c
maka
dan
>0
sebarang,
maka
dapat
disimpulkan
x c
Akibat 4.28.
Misal I R , f : I R , f naik pada I. Misal c I dimana c bukan titik ujung
dari I, maka pernyataan berikut equivalent:
a) f kontinu di c
b)
lim f ( x ) = f ( c ) = lim+ f ( x )
x c
x c
Misal I interval dan f : I R , f fungsi naik. Misal a titik ujung kiri dari I, dan f
kontinu di a jika dan hanya jika f ( a ) = inf{ f ( x ) : x I , x > a }, atau f kontinu
pada a jika dan hanya jika f ( a ) = lim+ f ( x ) .
x a
Misal I interval dan f : I R , f fungsi naik. Misal b titik ujung kanan dari I, dan
f kontinu di b jika dan hanya jika f ( b ) = sup{ f ( x ) : x I , x < b }, atau f kontinu
pada b jika dan hanya jika f ( b ) = lim f ( x ) .
x b
Soal-Soal
12. Misalkan A R , f : A R , dan c A , f
f : R R,
V (c) x V (c ) f ( x ) > 0 .
15. Misalkan g : R R,
,xQ
2x
g ( x) =
x + 3 , x R \ Q
x2 + 2x + 1
x 2 +1
(b). g ( x) = x + x
1+ | sin x |
(c).h( x) =
x
(d ).k ( x) = cos 1 + x 2
( a). f ( x) =
17. Misalkan
,x
,x 0
,x 0
,x
f : R R,
f ( x) f ( y ) K x y
dan
>
yang
memenuhi
cR .
18. Misalkan A R , f : A R , dan misalkan | f | didefinisikan sebagai
didefinisikan
[a,b]
dan misalkan
23. Misal I =
[a,b]
dan misalkan
x I , y I f ( y )
1
2
f ( x) . Buktikan c I f (c ) = 0 .
A.
28. Misalkan g ( x ) =
1
, A = [ a, ) dengan a konstanta positif. Tunjukkan bahwa
x
1
, A = [1, ) . Tunjukkan bahwa g kon tinu seragam pada
x2
( a ). f ( x) = x 2
A = [0, )
(b ).g ( x ) = sin(1 x) B = ( 0, )
33. Buktikan jika f dan g kontinu seragam pada R maka f o g kontinu seragam
pada R .
34. Misalkan A R , f : A R , g : A R , b R . Misalkan c A dan f dan g
kontinu di titik c, buktikan (f + g), f - g, fg, bf
menggunakan definisi fungsi kontinu.
kontinu di c dengan
DAFTAR PUSTAKA
1. Bartle, R. G., Sherbert, D. R., Introduction to Real Analysis, John Wilwey &
Sons, Inc., Third Edition, 2000.
2. DePree, J., Swartz, C., Introduction to Real Analysis, John Wilwey & Sons,
Inc., 1988.
3. Goldberg, R. R., Methods of Real Analysis, John Wiley & Sons, Second
Edition.