Anda di halaman 1dari 50

Bab 3

Sistem Bilangan Real

Pada bab ini akan dibahas bilangan real beserta sifat-sifat dasarnya.
Pembahasan utama di sini adalah memperlihatkan sistem bilangan real
R sebagai lapangan terurut lengkap (complete ordered field). Sifat ke-
lengkapan dari R (disebut juga sifat supremum atau sifat infimum),
yang membedakan R dari Q, akan mendapatkan perhatian khusus. Sifat
kelengkapan inilah yang menjadi fondasi bagi konsep-konsep kunci di
dalam analisis, yakni barisan, limit, fungsi kontinu, turunan, dan inte-
gral.

3.1 R Sebagai Lapangan Terurut


Kita memulai dengan menuliskan aksioma yang menyatakan bahwa
himpunan semua bilangan real yang dilengkapi dengan operasi pen-
jumlahan dan perkalian merupakan lapangan (field).

3.1.1 Sifat Aljabar dari R


Pada himpunan semua bilangan real R terdapat dua operasi biner yaitu
penjumlahan (addition), yang dinotasikan dengan +, dan perkalian (mul-
tiplication), yang dinotasikan dengan ·. Ingat bahwa dari definisi ope-
rasi biner diperoleh sifat tertutup, yakni untuk setiap a, b ∈ R berlaku
a + b ∈ R dan a · b ∈ R.
Aksioma Lapangan. R yang dilengkapi dengan + dan · memenuhi:

55
(L1) a + b = b + a untuk setiap a, b ∈ R (sifat komutatif penjumlahan).
(L2) a + (b + c) = (a + b) + c untuk setiap a, b, c ∈ R (sifat asosiatif
penjumlahan).
(L3) Terdapat 0 ∈ R sehingga 0 + a = a = a + 0 untuk setiap a ∈ R
(eksistensi elemen netral terhadap penjumlahan).
(L4) Untuk setiap a ∈ R terdapat −a ∈ R sehingga a + (−a) = 0 =
−a + a (eksistensi elemen negatif).
(L5) a · b = b · a untuk setiap a, b ∈ R (sifat komutatif perkalian).
(L6) a · (b · c) = (a · b) · c untuk setiap a, b, c ∈ R (sifat asosiatif
perkalian).
(L7) Terdapat 1 ∈ R, dengan 1 , 0, sehingga 1 · a = a = a · 1 untuk
setiap a ∈ R (eksistensi elemen netral terhadap perkalian).
1
(L8) Untuk setiap a ∈ R, dengan a , 0, terdapat ∈ R sehingga
a
1 1
a · = 1 = · a (eksistensi elemen kebalikan).
a a
(L9) a · (b + c) = a · b + a · c dan (a + b) · c = a · c + b · c untuk setiap
a, b, c ∈ R (sifat distributif perkalian terhadap penjumlahan).
Sampai di sini kita mendapatkan bahwa (R, +, ·) adalah sebuah lapangan
(field). Dengan menggunakan sembilan aksioma di atas, semua sifat al-
jabar bilangan real dapat diturunkan1 . Di bawah ini hanya diberikan
beberapa sifat aljabar bilangan real beserta penurunannya, sebagian be-
sar sifat aljabar lainnya diberikan sebagai latihan soal.

Teorema 3.1.1. (a) Jika z, a ∈ R dan z + a = a, maka z = 0.


(b) Jika u, b ∈ R, b , 0, dan u · b = b, maka u = 1.
(c) Jika a ∈ R, maka a · 0 = 0.
1
(d) Jika a , 0, b ∈ R dan a · b = 1, maka b = .
a
(e) Jika a, b ∈ R dan a · b = 0, maka a = 0 atau b = 0.

Bukti. (a). Jika z, a ∈ R, maka

z=z+0 (dari L3)


= z + (a + (−a)) (dari L4)
1
Hal ini serupa dengan geometri Euklid (Euclidean geometry) dimana semua sifat
geometri dapat diturunkan dari lima aksioma utama Euklid di dalam bukunya Ele-
ments.

56
= (z + a) + (−a) (dari L2)
= a + (−a) (dari hipotesis teorema)
= 0. (dari L4)

(b). Jika u, b ∈ R dengan b , 0, maka

u=u·1 (dari L7)


!
1
=u· b· (dari L8)
b
1
= (u · b) · (dari L6)
b
1
=b· (dari hipotesis teorema)
b
= 1. (dari L8)

(c). Jika a ∈ R, maka

a+a·0=a·1+a·0 (dari L7)


= a · (1 + 0) (dari L9)
=a·1 (dari L3)
=a (dari L7).

Selanjutnya, menurut bagian (a) diperoleh bahwa a · 0 = 0.


(d). Jika a , 0, b ∈ R, maka

b=1·b (dari L7)


!
1
= · a · b (dari L8)
a
1
= · (a · b) (dari L6).
a
1
= · 1 (dari hipotesis teorema)
a
1
= (dari L7) .
a
(e). Cukup diasumsikan bahwa a , 0 dan selanjutnya ditunjukkan

57
bahwa b = 0. Pertama diperoleh
!
1 1
· (a · b) = · a · b = 1 · b = b.
a a

Selanjutnya, karena a · b = 0, maka menurut bagian (c),


1 1
· (a · b) = · 0 = 0.
a a
Dengan demikian didapatkan b = 0. 

Sifat (a) dan (b) berturut-turut menyatakan ketunggalan elemen 0 dan


1. Sifat (c) menunjukkan hubungan 0 dengan operasi perkalian. Sifat
(d) menyatakan ketunggalan kebalikan bilangan real sementara sifat (e)
mengatakan bahwa sistem bilangan real tidak mempunyai pembagi nol.
Selanjutnya, operasi pengurangan pada R didefinisikan sebagai

a − b := a + (−b) untuk setiap a, b ∈ R

dan operasi pembagian didefinisikan sebagai


a 1
:= a · untuk setiap a, b ∈ R dan b , 0.
b b
Untuk selanjutnya tanda titik pada operasi perkalian akan dihilangkan,
jadi a · b cukup dituliskan dengan ab. Untuk operasi perpangkatan kita
mempunyai notasi a2 untuk aa, a3 = (a2 )a = (aa)a, dan secara umum

an+1 := (an )a untuk n ∈ N.


1
Lebih jauh, jika a , 0, dinotasikan a0 := 1 dan a−1 := , dan untuk
!n a
−n 1
n ∈ N, a := .
a

Bilangan rasional dan bilangan irasional

Ingat bahwa N dan Z adalah subhimpunan dari R. Selanjutnya,


a
anggota R yang dapat dituliskan dalam bentuk dengan a, b ∈ Z dan
b
b , 0 disebut bilangan rasional. Himpunan semua bilangan rasional

58
dinotasikan dengan Q. Penjumlahan dan perkalian dua bilangan ra-
sional juga merupakan bilangan rasional (buktikan!). Lebih lanjut, sifat
lapangan dari R yang dituliskan di awal bab ini juga dipenuhi oleh Q.
Fakta bahwa terdapat bilangan real yang tidak berada di Q muncul pada
abad ke enam sebelum masehi. Pada waktu itu matematikawan Yunani
kuno menemukan bahwa panjang diagonal dari sebuah persegi dengan
panjang sisi satu satuan tidak dapat dituliskan sebagai pembagian (ra-
sio) dari bilangan-bilangan bulat. Dengan kata lain, menurut Teorema
Phytagoras, tidak terdapat bilangan rasional yang kuadratnya sama de-
ngan 2. Konsekuensi dari hal ini adalah terdapat anggota di R yang
tidak berada di Q, yang kemudian dikenal sebagai bilangan irasional.
Sekarang kita akan membuktikan bahwa tidak ada bilangan rasional
yang kuadratnya sama dengan 2.

Teorema 3.1.2. Tidak terdapat bilangan rasional r sehingga r2 =


2
Bukti. Andaikan terdapat bilangan rasional dengan sifat demikian. Jadi
!2
p
terdapat bilangan-bilangan bulat p dan q sehingga = 2. Kita da-
q
pat mengasumsikan bahwa p dan q positif dan tidak mempunyai faktor
!2
p
persekutuan selain 1 (mengapa?). Karena = 2, maka p2 = 2q2 ,
q
dan ini berarti bahwa p2 adalah bilangan genap. Hal ini berakibat
bahwa p juga genap (lihat Contoh 1.2.4). Mengingat bahwa p dan q ti-
dak mempunyai faktor persekutuan selain 1, maka q haruslah bilangan
ganjil. Karena p genap, sebut p = 2l untuk suatu l ∈ N, maka p2 = 2q2
berakibat 2l2 = q2 . Dari sini diperoleh bahwa q2 genap dan akibatnya q
juga genap. Kita memperoleh bahwa q adalah bilangan ganjil sekaligus
bilangan genap, sebuah kontradiksi. 

Teorema 3.1.2 seringkali dituliskan dalam bentuk pernyataan:



2 adalah bilangan irasional .

Beberapa contoh bilangan irasional lainnya adalah log 3, e dan π. Kita


akan membuktikan bahwa e dan π adalah bilangan irasional.

59
Teorema 3.1.3. Bilangan Euler e adalah bilangan irasional.

Bukti. Dari kalkulus kita bisa menggunakan deret Taylor untuk men-
dapatkan

1 1 X 1
e = 1 + + + ... = .
2! 3! n=1
n!
Andaikan
p
e=
q
dengan p, q adalah dua bilangan asli yang relatif prima. Jadi p = qe
yang berakibat
∞ q ∞
X q! X q! X q!
(q − 1)!p = q!e = = + .
n=1
n! n=1
n! n=q+1
n!
|{z} | {z }
A B

Mudah dipahami bahwa A ∈ N, dan sebagai akibatnya B ∈ N. Selan-


jutnya,

X q!
0<
n=q+1
n!
q! q! q!
= + + + ···
(q + 1)! (q + 2)! (q + 3)!
q! q! q!
= + + + ···
(q + 1)q! (q + 2)(q + 1)q! (q + 3)(q + 2)(q + 1)q!
1 1 1
= + + + ···
(q + 1) (q + 2)(q + 1) (q + 3)(q + 2)(q + 1)
1 1 1
≤ + + + ···
q + 1 (q + 2)(q + 1) (q + 1)(q + 2)2
!
1 1 1
= 1+ + + ···
q+1 q + 2 (q + 2)2
1 1
=
q + 1 1 − q+2
1

1 1
= +
q + 1 (q + 1)2
3
≤ .
4

60
Ketaksamaan terakhir diperoleh karena q ≥ 1 yang berarti q + 1 ≥ 2
dan (q + 1)2 ≥ 4. Terjadi kontradiksi dengan B ∈ N. 

Teorema 3.1.4. π adalah bilangan irasional.

Bukti. Andaikan
a
π=
b
dengan a, b ∈ N dan a, b relatif prima. Kita definisikan sebuah fungsi
sukubanyak
xn (a − bx)n
f (x) =
n!
dan
F(x) = f (x) − f (2) (x) + f (4) (x) − · · · + (−1)n f (2n) (x)

dengan bilangan asli n akan ditentukan kemudian. Karena n! f (x) mem-


punyai koefisien-koefisien berupa bilangan bulat dan mempunyai suku-
suku dalam peubah x dengan derajat tidak kurang dari n, maka f (x) dan
turunan-turunannya f ( j) (x) bernilai bulat
a  x = 0 dan juga khusus-
 a untuk
nya untuk x = π = , sebab f (x) = f − x . Selanjutnya
b b
d
F 0 (x) sin x − F(x) cos x = F 00 (x) sin x + F(x) sin x = f (x) sin x

dx
dan
Z π π
f (x) sin x dx = F 0 (x) sin x − F(x) cos x 0 = F(π) + F(0). (3.1)
0

Jelas bahwa F(π) + F(0) adalah bilangan bulat sebab f ( j) (π) dan f ( j) (0)
adalah bilangan bulat. Namun, untuk 0 < x < π
πn an
0 < f (x) sin x < .
n!
Dengan demikian bilangan bulat yang diperoleh di (3.1) adalah bi-
langan positif tetapi bernilai sebarang kecil untuk nilai n yang cukup
besar. Kontradiksi. 

61
3.1.2 Sifat Urutan dari R
Sejauh ini kita belum mendefinisikan secara persis apa yang dimak-
sud dengan bilangan real positif, serta hubungan komparatif (lebih be-
sar, lebih kecil) antara bilangan-bilangan real. Sifat urutan dari R akan
menjelaskan hal tersebut.
Aksioma Urutan. Terdapat subhimpunan takkosong P dari R yang
memenuhi sifat-sifat
(U1) Jika a, b ∈ P, maka a + b ∈ P.
(U2) Jika a, b ∈ P, maka ab ∈ P.
(U3) Jika a ∈ R, maka tepat satu dari ketiga pernyataan berikut berlaku:

a ∈ P, a = 0, −a ∈ P.

Himpunan P disebut himpunan bilangan real positif. Sifat (U3) dikenal


sebagai sifat trikotomi, sebab sifat ini membagi R ke dalam tiga jenis
anggota yang berbeda. Sifat trikotomi menyatakan bahwa himpunan
N = {−a : a ∈ P} tidak mempunyai anggota persekutuan dengan him-
punan P. Lebih lanjut,

R = N ∪ {0} ∪ P.

Jika a ∈ P, maka ditulis a > 0 dan a disebut bilangan real positif. Jika
a ∈ P ∪ {0}, maka ditulis a ≥ 0 dan a disebut bilangan real taknegatif.
Apabila −a ∈ P (a ∈ N), maka ditulis a < 0 dan a disebut bilangan
real negatif. Jika −a ∈ P ∪ {0} (a ∈ N ∪ {0}), maka ditulis a ≤ 0 dan a
disebut bilangan real takpositif.
Pengertian ketaksamaan dua bilangan real sekarang akan didefini-
sikan menggunakan himpunan semua bilangan real positif P.

Definisi 3.1.5. Misalkan a, b ∈ R.


(a) a > b (atau b < a) jika a − b ∈ P
(b) a ≥ b (atau b ≤ a) jika a − b ∈ P ∪ {0}.

62
Sifat trikotomi berakibat bahwa untuk a, b ∈ R tepat satu dari ketiga
pernyataan berikut berlaku:

a > b, a = b, a < b.

Oleh karena itu, jika a ≤ b dan sekaligus b ≤ a, maka haruslah a = b.


Notasi a < b < c berarti a < b dan sekaligus b < c. Demikian juga
notasi a ≤ b < c, a ≤ b ≤ c dan a < b ≤ c didefinisikan dengan
cara yang sama. Sekarang akan dibuktikan sifat-sifat dasar bilangan
real yang menghubungkan sifat aljabar dengan sifat urutan.

Teorema 3.1.6. Diberikan a, b, c ∈ R.


(a) Jika a > b dan b > c, maka a > c.
(b) Jika a > b, maka a + c > b + c.
(c) Jika a > b dan c > 0, maka ca > cb.
Jika a > b dan c < 0, maka ca < cb.

Bukti. (a). Jika a − b ∈ P dan b − c ∈ P, maka menurut (U1) (a − b) +


(b − c) = a − c ∈ P. Jadi terbukti a > c.
(b). Jika a − b ∈ P, maka (a + c) − (b + c) = a − b ∈ P. Jadi terbukti
a + c > b + c.
(c). Jika a−b ∈ P dan c ∈ P, maka menurut (U2) berlaku ca−cb = c(a−
b) ∈ P. Dengan kata lain terbukti ca > cb, apabila c > 0. Sementara
itu, jika c < 0, maka −c ∈ P, sehingga cb − ca = (−c)(a − b) ∈ P. Jadi
berlaku cb > ca, apabila c < 0. 

Sifat 3.1.6 (a) seringkali disebut sifat transitif urutan sementara sifat
3.1.6 (b) dan (c) disebut sifat monoton urutan. Sekarang akan kita per-
lihatkan bahwa bilangan asli merupakan bilangan real positif.

Teorema 3.1.7. (a) Jika a ∈ R dan a , 0, maka a2 > 0.


(b) 1 > 0.
(c) Jika n ∈ N, maka n > 0.

Bukti. (a). Menurut sifat trikotomi, jika a , 0 maka a ∈ P atau −a ∈ P.


Jika a ∈ P, maka menurut (U2), a2 = a · a ∈ P. Di lain pihak, apabila

63
−a ∈ P, maka a2 = (−a) · (−a) ∈ P. Terbukti untuk setiap a , 0 berlaku
a2 > 0.
(b). Karena 1 = 12 , maka dari (a) di atas diperoleh 1 > 0.
(c). Kita membuktikan dengan induksi matematika. Pernyataan benar
untuk n = 1 menurut bagian (b). Kita asumsikan pernyataan benar
untuk n = k, jadi k ∈ P. Karena 1 ∈ P, maka menurut (U1) k + 1 ∈ P.
Jadi terbukti untuk setiap n ∈ N berlaku n > 0. 

Mudah dipahami bahwa tidak terdapat bilangan real yang terke-


1
cil. Apabila a > 0, maka menggunakan fakta bahwa > 0 diperoleh
2
1
0 < < a. Dengan kata lain, apabila a ∈ R selalu dapat ditemukan
2
1
bilangan real positif a yang lebih kecil dari a, dan seterusnya. Sifat
2
selanjutnya sering digunakan dalam berbagai pembuktian, khususnya
untuk menunjukkan kesamaan dua bilangan real.

Teorema 3.1.8. Jika a ∈ R dengan 0 ≤ a < ε untuk setiap ε > 0,


maka a = 0.
1
Bukti. Kita andaikan a > 0, maka berlaku ε0 := a > 0 dan 0 < ε0 =
2
1
a < a. Hal ini bertentangan dengan a < ε untuk setiap ε > 0. Terbukti
2
a = 0. 

Hasilkali dua bilangan positif adalah positif tetapi bila hasilkali dua
bilangan adalah positif tidak selalu masing-masing faktornya positif.

Teorema 3.1.9. Jika ab > 0, maka berlaku tepat satu dari dua
kemungkinan: a > 0 dan b > 0 atau a < 0 dan b < 0.

Bukti. Pertama perhatikan bahwa ab > 0 berakibat a , 0 dan b , 0.


1
Dari sifat trikotomi diperoleh a > 0 atau a < 0. Jika a > 0, maka > 0,
! a
1 1
dan karenanya b = (ab) > 0. Secara sama, jika a < 0, maka < 0,
! a a
1
sehingga b = (ab) < 0. 
a

64
Akibat 3.1.10. Jika ab < 0, maka berlaku tepat satu dari dua
kemungkinan: a < 0 dan b > 0 atau a > 0 dan b < 0.

Sifat urutan R mempunyai peran penting dalam penyelesaian per-


tidaksamaan.

Contoh 3.1.11. a. Tentukan himpunan A dari semua bilangan real x


sehingga 2x + 3 ≤ 8.
Jawab: Perhatikan bahwa
5
x ∈ A ⇐⇒ 2x + 3 ≤ 8 ⇐⇒ 2x ≤ 5 ⇐⇒ x ≤ .
2
Jadi, ( )
5
A= x∈R:x≤ .
2
b. Tentukan himpunan
n o
B = x ∈ R : x2 + 3x > 10 .

Jawab: Kita tuliskan kembali pertidaksamaan ini sehingga Teorema


3.1.9 dapat diterapkan. Perhatikan bahwa

x ∈ B ⇐⇒ x2 + 3x − 10 > 0 ⇐⇒ (x − 2)(x + 5) > 0.

Oleh karena itu, haruslah x − 2 > 0 dan x + 5 > 0, atau x − 2 < 0 dan
x + 5 < 0. Untuk kemungkinan pertama, diperoleh x > 2 dan x > −5,
dan ini berlaku jika dan hanya jika x > 2. Untuk kemungkinan kedua,
diperoleh x < 2 dan x < −5, dan ini berlaku jika dan hanya jika x < −5.
Dengan demikian,

B = {x ∈ R : x > 2} ∪ {x ∈ R : x < −5} .

c. Tentukan himpunan

5x + 2
( )
C= x∈R: <4 .
x−1

65
Jawab: Perhatikan bahwa
5x + 2
x ∈ C ⇐⇒ − 4 < 0 ⇐⇒ (x + 6)(x − 1) < 0.
x−1
Oleh karena itu, haruslah x + 6 < 0 dan x − 1 > 0, atau x + 6 > 0
dan x − 1 < 0. Untuk kemungkinan pertama, diperoleh x < −6 dan
x > 1. Namun tidak ada bilangan real yang memenuhi ini. Untuk
kemungkinan kedua, diperoleh x > −6 dan x < 1, dan ini berlaku jika
dan hanya jika −6 < x < 1. Dengan demikian,

C = {x ∈ R : −6 < x < 1} .

Selanjutnya kita akan melihat penggunaan sifat urutan pada R un-


tuk membuktikan beberapa ketaksamaan. Perlu dicatat bahwa sampai
di sini kita belum membuktikan eksistensi akar kuadrat dari sebuah bi-
langan real positif. Namun demikian untuk keperluan memahami sifat-
sifat di bawah ini, kita mengasumsikan eksistensi tersebut.

Teorema 3.1.12 (Ketaksamaan Bernoulli). Jika x > −1, maka

(1 + x)n ≥ 1 + nx

untuk setiap n ∈ N.

Bukti. Kita akan buktikan dengan prinsip induksi matematika. Untuk


n = 1 diperoleh kesamaan. Sekarang kita asumsikan ketaksamaan
benar untuk k ∈ N dan akan ditunjukkan ketaksamaan benar untuk
n = k + 1. Lebih jelasnya, asumsi bahwa (1 + x)k ≥ 1 + kx dan 1 + x > 0
berakibat

(1 + x)k+1 = (1 + x)k (1 + x)
≥ (1 + kx)(1 + x)
= 1 + (k + 1)x + kx2
≥ 1 + (k + 1)x.

Terbukti ketaksamaan benar untuk n = k + 1. 

66
Sebuah ketaksamaan yang sederhana namun berguna adalah ketaksa-
maan AM-GM (arithmetic mean-geometric mean) yakni: untuk setiap
bilangan real positif x dan y berlaku
√ 1
xy ≤ (x + y) .
2
Buktinya cukup mudah, pertama kita ambil x dan y dua bilangan real
√ √ √ √
positif yang berbeda, maka x > 0, y > 0, dan x , y. Menurut
Teorema 3.1.7 (a) berlaku
√ √ 2 √ √ 1
x− y > 0 ⇐⇒ x − 2 xy + y > 0 =⇒ xy < (x + y) .
2
Pembaca dapat memeriksa dengan mudah bahwa kesamaan akan terjadi
jika dan hanya jika x = y. Selanjutnya, kita akan membuktikan ketak-
samaan AM-GM secara lebih umum yakni untuk n buah bilangan real
positif. Untuk itu kita buktikan terlebih dahulu ketaksamaan Young.

Lema 3.1.13 (Ketaksamaan Young). Diberikan bilangan real posi-


tif p dan q yang memenuhi
1 1
+ = 1.
p q
Untuk setiap bilangan real taknegatif x dan y berlaku
x p yq
xy ≤ + .
p q

Bukti. Jika x = 0 atau y = 0, maka ketaksamaan jelas dipenuhi. Seka-


rang kita asumsikan x > 0 dan y > 0. Kita pilih sebuah y > 0 tetap dan
kita bentuk sebuah fungsi f dengan
xp
f (x) = xy −
p
untuk setiap x > 0. Dengan menggunakan Kalkulus (turunan) kita da-
pat menemukan pembuat maksimum dari fungsi f adalah x = y1/p−1 .
Jadi berlaku f (x) ≤ f (y1/p−1 ) untuk setiap x > 0. Mudah dihitung

67
bahwa !
1 p/p−1
f (y 1/p−1
)= 1− y .
p
1 1 x p yq
Dengan mengingat bahwa + = 1, kita dapatkan xy ≤ + . 
p q p q

Teorema 3.1.14 (Ketaksamaan AM-GM yang diperumum). Untuk


setiap n ∈ N dan x j ∈ R, x j ≥ 0, j = 1, 2, . . . , n berlaku
v
u
tYn n
1X
n
xj ≤ x j.
j=1
n j=1

Bukti. Kita buktikan dengan menggunakan induksi matematika. Untuk


n = 1 rumus benar karena kedua ruas sama dengan x1 . Kita asumsikan
ketaksamaan benar untuk n = k. Selanjutnya, untuk n = k + 1 berlaku
v
u v
u  1
 k+1
t k+1 t k k
Y 
Y Y 1
k+1
xj = k+1
x j · xk+1 =  x j  (xk+1 ) k+1
j=1 j=1 j=1
  k
 1 Xk  k+1
1
≤  x j  (xk+1 ) k+1 .
k j=1

Sekarang kita menerapkan ketaksamaan Young (Lema 3.1.13) dengan


 k
 k+1
k
 1 X  1 k+1
x =  x j  , y = (xk+1 ) k+1 , dan p=
k j=1  k

untuk memperoleh
k+1
v  k  k
 k+1
u
t k+1  k 
Y k  1 X  

1  1
k+1
k+1
xj ≤ x j   + (xk+1 ) k+1
k + 1  k j=1 k+1

j=1


k+1
1 X
= x j. 
k + 1 j=1

68
Sekarang kita akan melihat sebuah penggunaan sederhana dari Teorema
3.1.14.
Contoh 3.1.15. Jika a, b, c adalah tiga bilangan real positif sehingga
berlaku (1 + a)(1 + b)(1 + c) = 8, maka buktikan bahwa abc ≤ 1.
Jawab: Dari yang diketahui

1 + (a + b + c) + (ab + bc + ca) + abc = 8.

Di lain pihak ketaksamaan AM-GM (dengan n = 3) memberikan

a + b + c ≥ 3(abc)1/3 dan ab + bc + ca ≥ 3(abc)2/3 ,

dengan kesamaan berlaku jika dan hanya jika a = b = c. Jadi,


 3
8 ≥ 1 + 3(abc)1/3 + 3(abc)2/3 + abc = 1 + (abc)1/3 .

Dengan demikian kita memperoleh

(abc)1/3 ≤ (2 − 1) = 1 ⇐⇒ abc ≤ 1

dengan kesamaan berlaku jika dan hanya jika a = b = c.

Latihan 3.1.

1. Diberikan a, b ∈ R. Buktikan
(a) Jika a + b = 0, maka b = −a
(b) −(−a) = a
(c) (−1)a = −a
(d) (−1)(−1) = 1
(e) −(a + b) = (−a) + (−b)
(f) (−a)(−b) = ab
1 1
(g) =−
−a a
a −a
(h) − = , apabila b , 0
b b

2. Selesaikan setiap persamaan berikut dan justifikasi setiap langkah


yang anda kerjakan

69
(a) 2x + 5 = 8 (d) x2 − 1 = 3
(b) −5 + 3x = −2x + 25 (e) x2 − 3x + 2 = 0
(c) x2 = 2x

3. Buktikan
(a) Jika a ∈ R memenuhi a · a = a, maka a = 0 atau a = 1.
1 11
(b) Jika a , 0 dan b , 0, maka =
ab a b
4. Gunakan argumentasi pada bukti Teorema 3.1.2 untuk menun-
jukkan bahwa tidak terdapat bilangan rasional s sehingga s2 = 6.
5. Buktikan sebuah perumuman Teorema 3.1.2: Jika p adalah bi-
langan prima, maka tidak ada bilangan rasional x sehingga x2 =
p.
6. Buktikan bahwa log 3 dan 2 log 5 adalah bilangan irasional.
7. Buktikan:
(a) Jika x, y dua bilangan rasional, maka x + y dan xy juga bi-
langan rasional.
(b) Jika x bilangan rasional dan y bilangan irasional, maka x+y
adalah bilangan irasional. Lebih lanjut, apabila x , 0, maka
xy juga bilangan irasional. o
n √
8. Diberikan K = s + t 2 : s, t ∈ Q . Buktikan
(a) Jika x1 , x2 ∈ K, maka x1 + x2 ∈ K dan x1 x2 ∈ K.
1
(b) Jika x , 0 dan x ∈ K, maka ∈ K.
x
Kita dapat menyimpulkan bahwa K adalah sebuah sublapangan
dari R. Dengan relasi urutan yang sama seperti pada R, K
adalah sebuah lapangan terurut yang terletak di antara Q dan
R.
9. Buktikan
(a) Jika a < b dan c < d, maka a + c < b + d.
(b) Jika 0 < a < b dan 0 ≤ c ≤ d, maka 0 ≤ ac ≤ bd.
1 1
(c) Jika a > 0, maka > 0 dan 1 = a.
a a
1
(d) Jika a < b, maka a < (a + b) < b.
2 √
(e) Jika 0 < a < b, maka a < ab < b.
1 1
(f) Jika 0 < a < b, maka < .
b a

70
(g) a2 + b2 = 0 jika dan hanya jika a = 0 dan b = 0.
(h) Jika 0 ≤ a < b, maka a2 ≤ ab < b2 .
10. Tentukan semua bilangan real yang memenuhi pertidaksamaan

(a) x2 > 3x + 4 1
(f) < x2
(b) x2 + 1 ≥ 2x x
1
(c) 1 < x2 < 4 (g) + x ≥ 2
x
2x − 3 x 4
(d) ≥ (h) 2 + x2 < 2
x+2 x−4 x
1
(e) < x
x

11. Misalkan a, b ∈ R dan jika untuk setiap ε > 0 berlaku a ≤ b + ε,


maka tunjukkan bahwa a ≤ b.
12. (a) Buktikan bahwa untuk setiap a, b ∈ R berlaku
!2
1 1 2 
(a + b) ≤ a + b2 .
2 2

Perlihatkan bahwa kesamaan berlaku jika dan hanya jika


a = b.
(b) Buktikan ketaksamaan Cauchy-Schwarz:
jika x1 , x2 , . . . , xn , y1 , y2 , . . . , yn ∈ R, maka
 n 2  n   n 
X X 2  X 2 
 yi  .

 xi yi  ≤  xi 
i=1 i=1 i=1

Apabila yi , 0 untuk semua i maka kesamaan berlaku jika


dan hanya jika ada λ ∈ R sehingga xi = λyi untuk setiap
i = 1, 2, . . . , n.
13. (a) Jika 0 < c < 1, maka tunjukkan bahwa 0 < c2 < c < 1.
(b) Jika c > 1, maka tunjukkan bahwa 1 < c < c2 .
14. (a) Buktikan bahwa tidak terdapat bilangan asli n sehingga 0 <
n < 1. (Petunjuk: gunakan sifat pengurutan baik).
(b) Buktikan tidak ada bilangan asli yang genap sekaligus gan-
jil.
15. Gunakan prinsip induksi matematika untuk membuktikan kedua
pernyataan berikut.

71
(a) Diberikan a > 0, b > 0, dan n ∈ N. Buktikan bahwa a < b
jika dan hanya jika an < bn .
(b) Jika a ∈ R dan m, n ∈ N, maka am+n = am an dan (am )n =
amn .

3.1.3 Nilai Mutlak


Dari sifat trikotomi (Sifat (U3)), berlaku bahwa apabila a ∈ R dan a ,
0, maka tepat satu dari a atau −a merupakan bilangan positif. Nilai
mutlak dari a , 0 didefinisikan sebagai bilangan yang positif dari a
atau −a. Nilai mutlak dari 0 didefinisikan sebagai 0.

Definisi 3.1.16. Nilai mutlak dari bilangan real a, dinotasikan de-


ngan |a|, didefinisikan sebagai




 a jika a > 0

|a| = 

jika a = 0


 0

jika a < 0.

−a


3 3
Sebagai contoh, |7| = 7 dan − = . Dari definisi di atas jelas
4 4
bahwa |a| ≥ 0 untuk setiap a ∈ R, dan |a| = 0 jika dan hanya jika a = 0.
Selain itu, berlaku juga |−a| = |a|.

Teorema 3.1.17. (a) |ab| = |a| |b| untuk setiap a, b ∈ R.


(b) |a|2 = a2 untuk setiap a ∈ R.
(c) Jika c ≥ 0, maka |a| ≤ c jika dan hanya jika −c ≤ a ≤ c.
(d) −|a| ≤ a ≤ |a| untuk setiap a ∈ R.

Bukti. (a). Jika a = 0 atau b = 0, maka kedua ruas sama dengan nol.
Sekarang kita asumsikan bahwa a , 0 dan b , 0. Ada empat kasus
yang harus diperhatikan.
1. Jika a > 0 dan b > 0, maka ab > 0 dan kita memperoleh |ab| =
ab = |a||b|.
2. Jika a > 0 dan b < 0, maka ab < 0 dan kita memperoleh |ab| =
−(ab) = a(−b) = |a||b|.

72
3. Jika a < 0 dan b > 0, maka ab < 0 dan kita memperoleh |ab| =
−(ab) = (−a)b = |a||b|.
4. Jika a < 0 dan b < 0, maka ab > 0 dan kita memperoleh |ab| =
ab = (−a)(−b) = |a||b|.
(b). Karena a2 ≥ 0, maka a2 = |a2 | = |aa| = |a||a| = |a|2 .
(c). Jika |a| ≤ c, maka berlaku a ≤ c dan −a ≤ c (mengapa?), yang
ekivalen dengan −c ≤ a ≤ c. Sebaliknya, jika −c ≤ a ≤ c, maka
berlaku a ≤ c dan −a ≤ c, sehingga |a| ≤ c.
(d). Pilih c = |a| pada bagian (c). 

Sekarang kita berikan sebuah sifat penting dari nilai mutlak yang
sering digunakan.

Teorema 3.1.18 (Ketaksamaan segitiga). Jika a, b ∈ R, maka

|a + b| ≤ |a| + |b|.

Bukti. Dari Teorema 3.1.17 (d), kita mempunyai −|a| ≤ a ≤ |a| dan
−|b| ≤ b ≤ |b|. Dengan menjumlahkan ketaksamaan-ketaksamaan
tersebut diperoleh

− (|a| + |b|) ≤ a + b ≤ |a| + |b|.

Jadi, menurut Teorema 3.1.17 (c) berlaku |a + b| ≤ |a| + |b|. 

Dari Ketaksamaan segitiga dapat diturunkan dua sifat berikut.

Akibat 3.1.19. Jika a, b ∈ R, maka


(a) ||a| − |b|| ≤ |a − b|.
(b) |a − b| ≤ |a| + |b|.

Bukti. (a). Kita tulis a = a − b + b dan kemudian kita terapkan ketak-


samaan segitiga untuk memperoleh

|a| = |(a − b) + b| ≤ |a − b| + |b|.

Kurangkan |b| pada kedua ruas untuk memperoleh |a| − |b| ≤ |a − b|.
Dengan cara yang sama, dari |b| ≤ |b−a|+|a| kita memperoleh −|a−b| ≤

73
|a| − |b|. Dari dua ketaksamaan ini dan dengan menggunakan Teorema
3.1.17 (c), terbuktilah yang diinginkan.
(b). Dengan menggunakan ketaksamaan segitiga kita memperoleh

|a − b| = |a + (−b)| ≤ |a| + | − b| ≤ |a| + |b|. 

Dengan menggunakan prinsip induksi matematika, kita dapat memper-


umum ketaksamaan segitiga untuk sebarang hingga bilangan real.

Akibat 3.1.20. Jika a1 , a2 , . . . , an ∈ R, maka

|a1 + a2 + · · · + an | ≤ |a1 | + |a2 | + · · · + |an | .

Sekarang kita melihat beberapa contoh penggunaan nilai mutlak.

Contoh 3.1.21. a. Tentukan semua bilangan real yang memenuhi per-


tidaksamaan |2x + 5| < 9.
Jawab: Dari Teorema 3.1.17 (c), diperoleh |2x + 5| < 9 jika dan hanya
jika −9 < 2x + 5 < 9. Pertidaksamaan ini dipenuhi jika dan hanya jika
−14 < 2x < 4. Jadi, dapat disimpulkan bahwa pertidaksamaan pada
soal dipenuhi oleh x ∈ R dengan −7 < x < 2. Dengan kata lain, himpu-
nan penyelesaian dari pertidaksamaan adalah {x ∈ R : −7 < x < 2}.
b. Tentukan himpunan

B = {x ∈ R : |x − 1| < |x|} .

Jawab: Soal ini akan diselesaikan dengan dua cara. Metode pertama
adalah dengan memperhatikan kasus-kasus sehingga tanda nilai mutlak
dapat dihilangkan. Dalam hal ini terdapat tiga kasus: (i). x ≥ 1, (ii).
0 ≤ x < 1, dan (iii). x < 0. Kita lihat satu per satu:
(i) Apabila x ≥ 1, maka pertidaksamaan akan menjadi x − 1 < x,
yang tentu saja dipenuhi oleh semua x ∈ R.
(ii) Apabila 0 ≤ x < 1, maka pertidaksamaan akan menjadi −(x −
1
1) < x, yang memberikan x > .
2
(iii) Apabila x < 0, maka pertidaksamaan akan menjadi −(x−1) < −x,
yang ekivalen dengan 1 < 0. Dalam hal ini tentu saja merupakan
kontradiksi, sehingga tidak ada x ∈ R yang memenuhi.

74
Dari ketiga kasus di atas kita dapat simpulkan bahwa
( )
1
B= x∈R:x> .
2

Metode kedua berpijak pada sifat a < b jika dan hanya jika a2 < b2 ,
untuk a, b ≥ 0. Dengan memanfaatkan sifat ini maka pertidaksamaan
|x − 1| < |x| ekivalen dengan pertidaksamaan |x − 1|2 < |x|2 . Kita ingat
bahwa |a|2 = a2 untuk setiap a ∈ R, maka berlaku x2 − 2x + 1 < x2 .
1
Pertidaksamaan terakhir ini memberikan x > .
2
c. Diberikan fungsi
2x2 + 3x + 6
f (x) = .
2x − 1
Carilah konstanta M sehingga | f (x)| ≤ M untuk setiap 2 ≤ x ≤ 3.
Jawab: Kita perhatikan secara terpisah pembilang dan penyebut dari

2x2 + 3x + 6
| f (x)| = .
|2x − 1|
Dari ketaksamaan segitiga diperoleh
2
2x + 3x + 6 ≤ 2|x|2 + 3|x| + 6 ≤ 2.32 + 3.3 + 6 = 33,

mengingat |x| ≤ 3. Selanjutnya karena |x| ≥ 2 maka kita mempunyai


1 1
|2x − 1| ≥ 2|x| − 1 ≥ 2.2 − 1 = 3. Jadi, ≤ untuk x ≥ 2. Oleh
|2x − 1| 3
33
karena itu, untuk 2 ≤ x ≤ 3 berlaku | f (x)| ≤ = 11. Dengan kata
3
lain dapat dipilih M = 11. Sebagai catatan bilangan M = 11 bukan
satu-satunya yang memenuhi sebab apabila dipilih sebarang bilangan
real N > 11 juga memenuhi | f (x)| ≤ N untuk setiap 2 ≤ x ≤ 3.

Garis Real
Sebuah cara penyajian dan interpretasi yang penting dari himpunan bi-
langan real adalah sebagai kumpulan titik pada garis bilangan, yang
dikenal dengan nama garis real. Dalam hal ini, nilai mutlak |a| dari bi-
langan real a dimaknai sebagai jarak titik a ke titik asal 0 pada garis
real. Secara umum, jarak antara a dan b adalah |a − b|.

75
Pada pembahasan selanjutnya kita akan memerlukan konsep yang
tepat untuk menjelaskan pengertian sebuah bilangan real “dekat” de-
ngan bilangan real lainnya. Secara intuitif, bilangan real a dikatakan
dekat dengan bilangan real x jika jarak mereka |x − a| “kecil”.

Definisi 3.1.22. Diberikan a ∈ R dan ε > 0. Kitar-ε dari a adalah


himpunan
Kε (a) = {x ∈ R : |x − a| < ε} .

Teorema 3.1.23. Diberikan a ∈ R. Jika x ∈ Kε (a) untuk setiap


ε > 0, maka x = a.

Bukti. Hipotesis pada teorema ekivalen dengan mengatakan bahwa x


memenuhi |x − a| < ε untuk setiap ε > 0. Teorema 3.1.8 memberikan
|x − a| = 0, yang berarti x = a. 

Contoh 3.1.24. a. Diketahui U = {x ∈ R : 0 < x < 1}. Diberikan se-


barang a ∈ U. Kita pilih ε sebagai bilangan yang terkecil di antara a
dan 1 − a. Dapat ditunjukkan bahwa Kε (a) termuat di dalam U. Jadi,
setiap anggota U mempunyai sebuah kitar-ε yang termuat di dalam U.
b. Diberikan himpunan I = {x ∈ R : 0 ≤ x ≤ 1}. Untuk setiap ε > 0,
kitar-ε Kε (0) dari 0 selalu memuat titik yang bukan anggota I. Jadi,
ε
Kε (0) tidak termuat di dalam I. Sebagai contoh, bilangan xε = −
2
adalah anggota Kε (0) tetapi bukan anggota I.
c. Jika |x − a| < ε dan |y − b| < ε, maka ketaksamaan segitiga mem-
berikan |(x + y) − (a + b)| = |(x − a) + (y − b)| ≤ |x − a| + |y − b| < 2ε.
Jadi, jika x ∈ Kε (a) dan y ∈ Kε (b), maka x + y ∈ K2ε (a + b).

Latihan 3.2.

1. Diberikan a, b ∈ R dan b , 0. Buktikan



a |a|
p
(a) |a| = a2 . (b) = .
b |b|

76
2. Jika a, b ∈ R, maka tunjukkan bahwa |a + b| = |a| + |b| jika dan
hanya jika ab ≥ 0.
3. Diberikan x, y, z ∈ R dengan x ≤ z. Tunjukkan bahwa x ≤ y ≤ z
jika dan hanya jika |x − y| + |y − z| = |x − z|. Berikan interpretasi
geometrisnya.
4. Tunjukkan bahwa |x−a| < ε jika dan hanya jika a−ε < x < a+ε.
5. Jika a < x < b dan a < y < b, maka tunjukkan bahwa |x − y| <
b − a. Berikan interpretasi geometrisnya.
6. Tentukan semua bilangan real x yang memenuhi setiap persa-
maan atau pertidaksamaan berikut.

(a) |4x − 5| ≤ 13. (d) |x − 1| > |x + 1|.


(b) |x2 − 1| ≤ 3. (e) |x| + |x + 1| < 2.
(c) |x + 1| + |x − 2| = 7. (f) x|2x − 1| − 2x|x| > 3

7. Gambarlah grafik fungsi y = f (x) = |x| − |x − 1|.


8. Tentukan x ∈ R yang memenuhi pertidaksamaan

4 < |x + 2| + |x − 1| < 5.

9. Tentukan x ∈ R yang memenuhi |2x − 3| < 5 dan |x + 1| > 2


secara simultan.
10. Tentukan dan gambarlah himpunan semua pasangan titik (x, y) ∈
R × R yang memenuhi setiap persamaan berikut:

(a) |x| = |y|. (c) |xy| = 2.


(b) |x| + |y| = 1. (d) |x| − |y| = 2.

11. Tentukan dan gambarlah himpunan semua pasangan titik (x, y) ∈


R × R yang memenuhi setiap pertidaksamaan berikut:

(a) |x| ≤ |y|. (c) |xy| ≤ 2.


(b) |x| + |y| ≤ 1. (d) |x| − |y| ≥ 2.

12. Buktikan setiap ketaksamaan berikut:



(a) x2 + 2x − 3 ≤ 4|x − 1| untuk |x| ≤ 1.

77

(b) x3 − 2x + 1 ≤ 1, 26|x − 1| untuk −1 < x < 0.
13. Misalkan ε > 0, δ > 0, dan a ∈ R. Tunjukkan bahwa Kε (a) ∩
Kδ (a) dan Kε (a) ∪ Kδ (a) masing-masing adalah kitar-γ untuk a,
untuk nilai γ yang sesuai.
14. Diberikan a, b ∈ R dengan a , b. Tunjukkan bahwa terdapat
kitar-ε U dari a dan kitar-δ V dari b sehingga U ∩ V = ∅.
15. Diberikan a, b, c ∈ R. Buktikan:
1
(a) max {a, b} = (a + b + |a − b|)
2
1
(b) min {a, b} = (a + b − |a − b|).
2
(c) min {a, b, c} = min {min {a, b} , c}.

3.2 Sifat Kelengkapan


Sejauh ini kita telah membicarakan sifat aljabar dan sifat urutan dari sis-
tem bilangan real R. Sama halnya dengan R, sistem bilangan rasional
Q juga memenuhi sifat aljabar dan sifat urutan yang sama. Di lain pi-

hak telah diperlihatkan bahwa 2 bukanlah bilangan rasional. Hal ini
memperlihatkan bahwa perlu adanya sifat tambahan untuk mengkarak-
terisasi sistem bilangan real. Sifat tambahan ini, yang dikenal dengan
nama sifat kelengkapan atau sifat supremum, merupakan sifat men-
dasar dari R. Sifat kelengkapan digunakan untuk mendefinisikan dan
mengembangkan berbagai konsep terkait pengambilan limit, yang meru-
pakan konsep dasar dari matematika analisis secara umum.
Sistem bilangan real R dapat pula didefinisikan sebagai lapangan
terurut lengkap yang memuat Q sebagai lapangan bagiannya. Namun
bukti eksistensi R yang demikian cukup sulit. Salah satunya adalah
dengan menggunakan pendekatan irisan Dedekind (Dedekind cuts) se-
perti yang dibahas pada buku ”Principles of Analysis” karangan Rudin
[17]. Lebih lanjut, dapat dibuktikan bahwa R sebagai lapangan teru-
rut lengkap bersifat tunggal. Dengan kata lain, setiap lapangan terurut
lengkap bersifat isomorfis urutan dengan R. Pembuktian dari sifat ini
dapat dilihat misalnya di buku ”The Real Number System” karangan
Olmsted [14].

78
Supremum dan Infimum
Pertama kita berikan pengertian batas atas dan batas bawah dari suatu
himpunan di dalam R.

Definisi 3.2.1. Diberikan subhimpunan takkosong S di dalam R.


1. Himpunan S dikatakan terbatas ke atas jika terdapat u ∈ R
sehingga s ≤ u untuk setiap s ∈ S . Bilangan u demikian
disebut sebuah batas atas dari S .
2. Himpunan S dikatakan terbatas ke bawah jika terdapat w ∈
R sehingga w ≤ s untuk setiap s ∈ S . Bilangan w demikian
disebut sebuah batas bawah dari S .
3. Himpunan S dikatakan terbatas jika S terbatas ke atas sekali-
gus terbatas ke bawah.

Sebagai contoh himpunan S = {x ∈ R : x < 5} terbatas ke atas dengan


5 merupakan sebuah batas atas untuk S . Himpunan ini tidak terbatas
ke bawah. Jadi, himpunan S tidak terbatas. Apabila suatu himpunan
mempunyai batas atas, maka himpunan tersebut mempunyai takhingga
banyak batas atas, sebab jika u adalah sebuah batas atas untuk S , maka
u + 1, u + 2, . . ., juga merupakan batas atas untuk S . Demikian juga
jika suatu himpunan mempunyai batas bawah, maka terdapat takhingga
banyak batas bawah. Sekarang kita dapat mendefinisikan supremum
dan infimum dari suatu himpunan.

Definisi 3.2.2. Diberikan subhimpunan takkosong S dari R.


1. Jika S terbatas ke atas, maka bilangan real u disebut supre-
mum (batas atas terkecil) dari S apabila
(a) u merupakan batas atas dari S , dan
(b) jika v adalah sebarang batas atas dari S , maka u ≤ v.
2. Jika S terbatas ke bawah, maka bilangan real w disebut in-
fimum (batas bawah terbesar) dari S apabila
(a) w merupakan batas bawah dari S , dan
(b) jika t adalah sebarang batas bawah dari S , maka t ≤
w.

Tidak sulit untuk melihat bahwa supremum (dan infimum) dari su-

79
atu himpunan, apabila ada, bersifat tunggal. Supremum dan infimum
dari himpunan S berturut-turut ditulis dengan sup(S ) dan inf(S ).

Gambar 3.1. Ilustrasi supremum dan infimum

Perlu diperhatikan bahwa agar suatu himpunan S mempunyai supre-


mum, maka S harus mempunyai sekurang-kurangnya satu batas atas.
Jadi, tidak semua himpunan di dalam R mempunyai supremum ataupun
infimum. Lebih jelasnya, apabila S ⊆ R maka terdapat empat kemung-
kinan, yaitu
1. S mempunyai supremum dan infimum,
2. S mempunyai supremum tetapi tidak mempunyai infimum,
3. S mempunyai infimum tetapi tidak mempunyai supremum,
4. S tidak mempunyai supremum maupun infimum.
Berikut diberikan dua formulasi alternatif untuk supremum.

Lema 3.2.3. Diberikan subhimpunan takkosong S ⊆ R. Bilangan


real u adalah supremum dari S jika dan hanya jika
1. s ≤ u untuk setiap s ∈ S , dan
2. jika v ≤ u, maka terdapat t ∈ S sehingga v < t.

Lema 3.2.4. Diberikan subhimpunan takkosong S ⊆ R dan u


adalah sebuah batas atas dari S . u = sup(S ) jika dan hanya jika
untuk setiap ε > 0 terdapat sε ∈ S sehingga u − ε < sε .

Bukti. Jika u adalah sebuah batas atas dari S yang memenuhi kondisi
pada lema dan jika v < u, maka diambil ε = u − v. Kita memperoleh
ε > 0 dan terdapat sε ∈ S sehingga v = u − ε < sε . Oleh karena
itu, v bukanlah sebuah batas atas dari S dan kita simpulkan bahwa u =
sup(S ). Sebaliknya, misalkan u = sup(S ) dan diberikan sebarang ε > 0.

80
Karena u − ε < u, maka u − ε bukan batas atas dari S . Jadi, ada suatu
sε ∈ S sehingga u − ε < sε . 

Formulasi alternatif untuk infimum dapat dikonstruksi secara serupa


dan diserahkan kepada pembaca sebagai latihan.
Perlu diperhatikan bahwa supremum dan infimum dari suatu him-
punan belum tentu adalah anggota dari himpunan tersebut. Kita lihat
beberapa contoh.
Contoh 3.2.5. a. Apabila S 1 ⊂ R mempunyai sejumlah hingga ang-
gota, maka dapat ditunjukkan bahwa S 1 mempunyai anggota terbesar
u dan anggota terkecil w. Dalam hal ini, u = sup(S 1 ) dan w = inf(S 1 ),
serta u, w ∈ S 1 .
b. Himpunan S 2 = {x ∈ R : 0 ≤ x ≤ 1} mempunyai 1 sebagai batas
atas. Akan kita tunjukkan bahwa 1 merupakan batas atas terkecil (supre-
mum) dari S 2 . Jika v < 1, maka terdapat s0 ∈ S 2 sehingga v < s0 .
Jadi, v bukanlah batas atas dari S 2 . Lebih lanjut, karena v adalah
sebarang bilangan real yang kurang dari 1, maka dapat disimpulkan
bahwa sup(S 2 ) = 1. Dengan cara yang sama dapat ditunjukkan bahwa
inf(S 2 ) = 0. Dalam hal ini, sup(S 2 ), inf(S 2 ) ∈ S 2 .
c. Himpunan S 3 = {x ∈ R : 0 < x < 1} mempunyai 1 sebagai batas
atas. Dengan menggunakan argumentasi yang serupa dengan contoh
(b) di atas kita memperoleh sup(S 3 ) = 1 dan inf(S 3 ) = 0. Dalam kasus
ini, himpunan S 3 tidak memuat supremum dan infimumnya.
Sekarang kita berikan sifat kelengkapan dari R.

Teorema 3.2.6. (a) Setiap subhimpunan takkosong dari R yang


terbatas ke atas mempunyai supremum di R (Sifat Supre-
mum) .
(b) Setiap subhimpunan takkosong dari R yang terbatas ke bawah
mempunyai infimum di R (Sifat Infimum) .

Kita akan melihat beberapa sifat dari supremum dan infimum melalui
contoh-contoh berikut.
Contoh 3.2.7. a. Pada contoh ini kita akan melihat hubungan sifat
supremum (dan sifat infimum) dengan sifat aljabar dari R, khususnya

81
akan dibicarakan kaitan pengambilan supremum dengan operasi pen-
jumlahan. Misalkan S adalah sebuah subhimpunan takkosong dari R
dan a adalah sebarang bilangan real. Kita definisikan translasi himpu-
nan S oleh a sebagai

a + S := {a + s : s ∈ S } .

Kita akan membuktikan bahwa sup(a + S ) = a + sup(S ). Apabila kita


misalkan u = sup(S ), maka x ≤ u untuk setiap x ∈ S . Hal ini berakibat
a + x ≤ a + u. Oleh karena itu, a + u adalah sebuah batas atas untuk
a + S . Dari sini diperoleh sup(a + S ) ≤ a + u. Selanjutnya, jika v adalah
sebarang batas atas dari a + S , maka a + x ≤ v untuk setiap x ∈ S .
Sebagai akibatnya berlaku x ≤ v − a untuk setiap x ∈ S , dan artinya
v−a merupakan sebuah batas atas dari S . Jadi, u = sup(S ) ≤ v−a, yang
memberikan a+u ≤ v. Karena hal ini berlaku untuk sebarang batas atas
v dari a+S , maka dengan memilih v adalah sup(a+S ), kita memperoleh
a + u ≤ sup(a + S ). Dengan demikian, dari dua ketaksamaan di atas,
kita memperoleh sup(a + S ) = a + u = a + sup(S ).
b. Misalkan A dan B adalah dua subhimpunan takkosong dari R yang
memenuhi sifat a ≤ b untuk setiap a ∈ A dan b ∈ B. Akan dibuktikan
bahwa sup(A) ≤ inf(B). Ambil sebarang b ∈ B. Kita mempunyai
a ≤ b untuk setiap a ∈ A. Jadi, b adalah sebuah batas atas dari A. Hal
ini berakibat sup(A) ≤ b. Ketaksamaan terakhir ini berlaku untuk setiap
b ∈ B. Hal ini berarti sup(A) adalah sebuah batas bawah dari B. Dengan
demikian berlaku sup(A) ≤ inf(B).

Sekarang kita akan melihat beberapa contoh yang memperlihatkan


kaitan supremum dan infimum dengan fungsi. Diberikan fungsi f :
D → R dengan daerah asal D ⊆ R. Fungsi f dikatakan terbatas ke atas
jika himpunan peta f (D) = { f (x) : x ∈ D} terbatas ke atas di dalam R,
yakni terdapat u ∈ R sehingga f (x) ≤ u untuk setiap x ∈ D. Fungsi f
dikatakan terbatas ke bawah jika himpunan peta f (D) terbatas ke bawah
di dalam R, yakni terdapat w ∈ R sehingga w ≤ f (x) untuk setiap x ∈ D.
Fungsi f dikatakan terbatas jika f (D) terbatas ke atas dan terbatas ke
bawah di dalam R. Hal ini ekivalen dengan mengatakan terdapat v > 0
sehingga | f (x)| ≤ v untuk setiap x ∈ D.

82
Contoh 3.2.8. Misalkan f dan g adalah dua fungsi real yang terdefinisi
pada daerah asal yang sama D. Kita asumsikan juga bahwa f dan g
keduanya fungsi terbatas.
a. Jika f (x) ≤ g(x) untuk setiap x ∈ D, maka

sup ( f (D)) ≤ sup(g(D)),

atau seringkali juga dituliskan dengan

sup f (x) ≤ sup g(x).


x∈D x∈D

Karena f (x) ≤ g(x) ≤ sup(g(D)), maka sup(g(D)) adalah sebuah batas


atas untuk f (D). Jadi jelas berlaku sup( f (D)) ≤ sup(g(D)).
b. Perlu dicatat bahwa hipotesis f (x) ≤ g(x) untuk setiap x ∈ D pada
contoh (a) tidak memberikan kesimpulan sup( f (D)) ≤ inf(g(D)). Seba-
gai contoh, jika f (x) = x2 dan g(x) = x dengan D = {x ∈ R : 0 ≤ x ≤ 1},
maka f (x) ≤ g(x) untuk setiap x ∈ D. Perhatikan bahwa sup( f (D)) = 1
dan inf(g(D)) = 0.
c. Jika f (x) ≤ g(y) untuk setiap x, y ∈ D, maka kita dapat menyim-
pulkan bahwa sup( f (D)) ≤ inf(g(D)), dan ditulis

sup f (x) ≤ inf g(y).


x∈D y∈D

Bukti dari sifat ini diserahkan kepada pembaca sebagai latihan.

Latihan 3.3.

1. Tentukan apakah setiap pernyataan berikut benar atau salah:


(a) Jika u adalah sebuah batas atas dari himpunan S ⊂ R dan
u0 < u, maka u0 bukan batas atas dari S .
(b) Jika v adalah supremum dari himpunan S ⊂ R dan ε > 0,
maka v − ε bukan batas atas dari S .
(c) Setiap subhimpunan dari R memiliki maksimum.
(d) Setiap subhimpunan dari R memiliki supremum.
(e) Setiap subhimpunan terbatas dari R memiliki maksimum.
(f) Setiap subhimpunan terbatas dari R memiliki supremum.

83
(g) Setiap subhimpunan terbatas dan takkosong dari R memi-
liki supremum.
(h) Setiap himpunan yang memiliki supremum pasti terbatas ke
atas.
(i) Jika himpunan memiliki maksimum, maka maksimum ini
adalah anggota himpunan.
(j) Jika himpunan memiliki supremum, maka supremum ini
adalah anggota himpunan.
(k) Jika himpunan S terbatas ke atas, maka himpunan |S | =
{|s| : s ∈ S } adalah himpunan terbatas.
(l) Himpunan |S | = {|s| : s ∈ S } adalah himpunan terbatas un-
tuk setiap himpunan terbatas S .
(m) Untuk setiap himpunan terbatas S , jika inf(S ) < x < sup(S ),
maka x ∈ S .
2. (a) Misalkan S 1 = {x ∈ R : x ≥ 0}. Tunjukkan secara detail
bahwa himpunan S 1 mempunyai batas bawah tetapi tidak
mempunyai batas atas. Tunjukkan juga bahwa inf(S 1 ) = 0.
(b) Misalkan S 2 = {x ∈ R : x > 0}. Apakah S 2 mempunyai
batas bawah? Apakah S 2 mempunyai batas atas? Apakah
inf(S 2 ) ada? Apakah sup(S 2 ) ada? Berikan penjelasan un-
tuk setiap jawaban anda.
3. Misalkan ( )
1
S3 = :n∈N .
n
Tunjukkan bahwa sup(S 3 ) = 1 dan inf(S 3 ) ≥ 0.
4. Tentukan supremum dan infimum
) dari setiap himpunan berikut.
(−1)n
(
(a) A = 1 − :n∈N .
( n )
n−1 2nπ
(b) B = cos :n∈N .
(n + 1 3)
1
(c) C = x + : x > 0 .
( x )
1 1
(d) D = − : n, m ∈ N .
(n m )
m 4n
(e) E = + : n, m ∈ N .
n m

84
5. (a) Diberikan S adalah sebuah subhimpunan takkosong dari R
yang terbatas ke bawah. Apabila −S := {−s : s ∈ S }, maka
buktikan inf(S ) = − sup(−S ).
(b) Buktikan bahwa sifat supremum dari R dan sifat infimum
dari R keduanya ekivalen.
6. Jika himpunan S ⊆ R memuat salah satu batas atasnya, maka
tunjukkan bahwa batas atas tersebut merupakan supremum dari
S.
7. Diberikan S ⊆ R dan S , ∅. Tunjukkan bahwa u ∈ R merupakan
batas atas dari S jika dan hanya jika kondisi t ∈ R dan t > u
berakibat t < S .
8. Diberikan S ⊆ R, S , ∅, dan u ∈ R. Buktikan bahwa jika
1
u = sup(S ), maka untuk setiap n ∈ N bilangan u − bukan
n
1
merupakan batas atas dari S tetapi bilangan u + merupakan
n
batas atas dari S . Tunjukkan bahwa konvers pernyataan di atas
juga berlaku.
9. Buktikan jika A dan B adalah dua subhimpunan terbatas di dalam
R, maka A ∪ B juga terbatas. Selanjutnya, tunjukkan bahwa

sup(A ∪ B) = max sup(A), sup(B) .




10. Misalkan S adalah sebuah himpunan terbatas di dalam R dan T ⊆


S , dengan T , ∅. Tunjukkan bahwa

inf(S ) ≤ inf(T ) ≤ sup(T ) ≤ sup(S ).

11. Misalkan S ⊆ R dan s∗ = sup(S ) ∈ S . Jika u < S , maka tun-


jukkan bahwa

sup (S ∪ {u}) = max s∗ , u .




12. Diberikan S himpunan terbatas takkosong di dalam R, a ∈ R,


dan didefinisikan himpunan

aS := {as : s ∈ S } .

Buktikan:

85
(a) jika a > 0, maka inf(aS ) = a inf(S ) dan sup(aS ) = a sup(S ).
(b) jika a < 0, maka inf(aS ) = a sup(S ) dan sup(aS ) = a inf(S ).

13. Misalkan A dan B dua subhimpunan terbatas takkosong dari R


dan didefinisikan A+B := {a + b : a ∈ A, b ∈ B}. Buktikan bahwa
sup(A + B) = sup(A) + sup(B) dan inf(A + B) = inf(A) + inf(B).
14. Diketahui X adalah himpunan takkosong dan fungsi-fungsi f, g :
X → R mempunyai daerah hasil yang terbatas di dalam R. Buk-
tikan bahwa

sup { f (x) + g(x) : x ∈ X} ≤ sup { f (x) : x ∈ X}+sup {g(x) : x ∈ X}

dan

inf { f (x) : x ∈ X} + inf {g(x) : x ∈ X} ≤ inf { f (x) + g(x) : x ∈ X} .

Berikan contoh untuk menunjukkan bahwa masing-masing dari


kedua ketaksamaan di atas dapat berupa kesamaan atau ketaksa-
maan tegas.
15. Diberikan himpunan X = Y = {x ∈ R : 0 < x < 1} dan didefinisi-
kan fungsi h : X × Y → R dengan h(x, y) = 2x + y.
(a) Untuk setiap x ∈ X, tentukan f (x) = sup {h(x, y) : y ∈ Y}.
Selanjutnya, carilah inf { f (x) : x ∈ X}.
(b) Untuk setiap y ∈ Y, tentukan g(y) = inf {h(x, y) : x ∈ X}.
Selanjutnya, carilah sup {g(y) : y ∈ Y}.
(c) Bandingkan hasil (a) dan (b).

3.3 Sifat Archimedes dan Sifat Kerapatan


Secara intuitif cukup jelas bahwa N bersifat takterbatas di dalam R,
yakni N tidak mempunyai batas atas. Namun untuk membuktikan hal
ini kita tidak bisa hanya menggunakan sifat aljabar dan sifat urutan dari
R, melainkan harus menggunakan sifat kelengkapan dari R dan sifat
induktif dari N (jika n ∈ N, maka n + 1 ∈ N).

86
Teorema 3.3.1 (Sifat Archimedes). Jika x ∈ R, maka terdapat
n x ∈ N sehingga x < n x .

Bukti. Kita andaikan sifat Archimedes tidak berlaku, yakni n ≤ x untuk


setiap n ∈ N. Jadi, x adalah sebuah batas atas dari N. Sifat kelengkapan
dari R memberikan bahwa N mempunyai supremum u ∈ R. Kita mem-
peroleh bilangan u−1 bukan batas atas dari N. Hal ini berarti ada m ∈ N
sehingga u − 1 < m, atau u < m + 1. Sifat induktif dari N memberikan
m + 1 ∈ N. Hal ini kontradiksi dengan fakta bahwa u adalah batas atas
dari N. 

Sifat Archimedes seringkali dinyatakan dalam beberapa bentuk.

( )
1
Akibat 3.3.2. Jika S = : n ∈ N , maka inf(S ) = 0.
n

Bukti. Karena S , ∅ dan terbatas ke bawah oleh 0, maka S mempunyai


infimum. Jelas bahwa w = inf(S ) ≥ 0. Kita akan tunjukkan bahwa w =
0. Untuk sebarang ε > 0 Teorema 3.3.1 mengakibatkan terdapat n ∈ N
1 1 1
sehingga < n, yakni < ε. Jadi, kita mempunyai 0 ≤ w ≤ < ε.
ε n n
Karena ε > 0 sebarang, maka terbukti w = 0. 

Akibat 3.3.3. Jika x > 0, maka terdapat n x ∈ N sehingga 0 <


1
< x.
nx

Bukti. Karena ( )!
1
inf :n∈N =0
n
( )
1
dan x > 0, maka x bukan batas bawah dari himpunan : n ∈ N . Jadi
n
1
ada n x ∈ N dengan sifat 0 < < x. 
nx

87
Akibat 3.3.4. Jika y > 0, maka terdapat ny ∈ N sehingga ny − 1 ≤
y < ny .

Bukti. Dari Teorema 3.3.1 kita tahu bahwa himpunan

Ey = {m ∈ N : y < m} ⊆ N

takkosong. Menurut sifat pengurutan baik, Ey mempunyai anggota


terkecil, sebut ny . Oleh karena itu berlaku ny − 1 < Ey dan sebagai
akibatnya kita mendapatkan ny − 1 ≤ y < ny . 

Sebagai akibat dari sifat Archimedes kita dapat mengatakan bahwa


bilangan real x adalah semua bilangan yang dapat dituliskan dalam ben-
tuk desimal, yakni x = d0 , d1 d2 d3 . . . dengan d j ∈ Z, j = 0, 1, 2, 3, . . ..

Teorema 3.3.5. Setiap bilangan real mempunyai representasi de-


simal.

Bukti. Ambil sebarang bilangan real x. Tanpa mengurangi keumuman


bukti, kita mengasumsikan bahwa x > 0. Menurut Akibat 3.3.4, terda-
pat bilangan bulat d0 sehingga d0 ≤ x < d0 + 1. Kita pilih d1 adalah
bilangan bulat terbesar sehingga
d1
d0 + ≤ x.
10
Catat bahwa 0 ≤ d1 ≤ 9. Selanjutnya, kita pilih d2 adalah bilangan
bulat terbesar sehingga
d1 d2
d0 + + 2 ≤ x.
10 10
Catat kembali bahwa 0 ≤ d2 ≤ 9. Misalkan bilangan-bilangan bulat
d0 , d1 , . . . , dn−1 telah kita pilih dengan cara demikian. Kita ambil dn
adalah bilangan bulat terbesar sehingga
d1 dn
d0 + + · · · + n ≤ x,
10 10
dan berlaku 0 ≤ dn ≤ 9. Dengan menggunakan prinsip induksi mate-

88
matika kita telah mendefinisikan dn untuk setiap n ∈ N. Kita bentuk
himpunan ( )
d1 dn
D := d0 + + ··· + n : n ∈ N .
10 10
Kita memperoleh D ⊆ R, D , ∅, dan D terbatas ke atas oleh x. Jadi,
D mempunyai supremum, namakan β = sup(D). Cukup jelas bahwa
β ≤ x. Andaikan β < x. Maka menurut Akibat 3.3.3, terdapat p ∈ N
1
sehingga < x − β. Hal ini berakibat
p

d1 dp 1 1 1
d0 + + · · · + p + p ≤ β + p < β + < x.
10 10 10 10 p
Hal ini bertentangan dengan definisi d p . Jadi haruslah berlaku β = x.
Dengan kata lain,
d0 , d1 d2 d3 d4 . . .

adalah representasi desimal dari x. 

Penjelasan lain terkait representasi desimal akan diberikan setelah kita


mengenal selang pada subbab selanjutnya.
Sekarang kita akan melihat penggunaan sifat kelengkapan untuk

membuktikan eksistensi bilangan irasional 2.

Teorema 3.3.6. Terdapat bilangan real positif x sehingga x2 = 2.


n o
Bukti. Misalkan S = s ∈ R : s ≥ 0, s2 < 2 . Karena 1 ∈ S , maka S ,
∅. Himpunan S juga terbatas ke atas oleh 2, sebab jika t > 2, maka
t2 > 4, yang berakibat t < S . Jadi, S mempunyai supremum di dalam R.
Kita namakan x = sup(S ). Catat bahwa x > 1. Kita akan membuktikan
bahwa x2 = 2 dengan cara membuang dua kemungkinan, yakni x2 < 2
dan x2 > 2.
(i). Andaikan x2 < 2. Kita akan menunjukkan bahwa hal ini akan
menimbulkan kontradiksi dengan fakta bahwa x = sup(S ) dengan cara
1
mencari bilangan asli n sehingga x + ∈ S , yang berarti x bukan batas
n
1
atas dari S . Untuk melihat bagaimana n dipilih, perhatikan bahwa 2 ≤
n

89
1
sehingga
n
!2
1 2x 1 1
x+ = x2 + + 2 ≤ x2 + (2x + 1).
n n n n

Jadi, apabila kita dapat memilih n sehingga


1
(2x + 1) < 2 − x2 ,
n
!2
1
maka kita memperoleh x + < x2 +(2−x2 ) = 2. Dari asumsi berlaku
n
2 − x2
2 − x2 > 0 sehingga > 0. Teorema 3.3.3 memberikan n ∈ N
2x + 1
1 2−x 2
sehingga < . Langkah-langkah ini dapat dibalik urutannya
n 2x + 1
untuk memperlihatkan bahwa pemilihan n seperti di atas memberikan
1
x+ ∈ S dan terjadi kontradiksi. Oleh karena itu tidak mungkin
n
berlaku x2 < 2.
(ii). Andaikan x2 > 2. Kita akan menunjukkan bahwa terdapat m ∈
1
N sehingga x − juga merupakan batas atas dari S , yang tentu saja
m
bertentangan dengan fakta bahwa x = sup(S ). Untuk itu perhatikan
bahwa !2
1 2x 1 2x
x− = x2 − + 2 > x2 − .
m m m m
Jadi, jika kita bisa memilih m sehingga
2x
< x2 − 2,
m
!2
1 x2 − 2
maka x − > x2 −(x2 −2) = 2. Karena x2 −2 > 0, maka > 0.
m 2x
1 x2 − 2
Menurut Teorema 3.3.3 terdapat m ∈ N sehingga < . Kita
m 2x
dapat membalik urutan langkah-langkah ini untuk menunjukkan bahwa
!2
1
pemilihan m demikian memberikan x − > 2. Selanjutnya, jika
m
!2
1 1
s ∈ S , maka s2 < 2 < x − , yang berakibat s < x − . Jadi,
m m

90
1
x− adalah sebuah batas atas dari S , bertentangan dengan fakta bahwa
m
x = sup(S ). Oleh karena itu tidak mungkin berlaku x2 > 2.
Karena x2 < 2 dan x2 > 2 keduanya tidak mungkin berlaku, maka sifat
trikotomi memberikan x2 = 2. 

Dengan sedikit modifikasi pada langkah pembuktian di atas, pem-


baca dapat menunjukkan bahwa jika a > 0, maka terdapat dengan tung-
gal b > 0 sehingga b2 = a. Dalam hal ini b disebut akar kuadrat positif

dari a dan ditulis dengan b = a atau b = a1/2 . Argumentasi yang
lebih rumit dan melibatkan teorema binomial dapat digunakan untuk
membuktikan eksistensi dan ketunggalan akar ke-n positif dari a, yang

dinotasikan dengan n a atau a1/n , untuk setiap n ∈ N.
Apabila pada buktin Teorema 3.3.6 kita omengganti himpunan S de-
ngan himpunan T = r ∈ Q : r ≥ 0, r2 < 2 , maka argumentasi di atas
memberikan kesimpulan bahwa y = sup(T ) memenuhi y2 = 2. Ka-
rena telah ditunjukkan di dalam Teorema 3.1.2 bahwa y bukan bilangan
rasional, maka himpunan T tidak mempunyai supremum di dalam Q.
Dengan kata lain, lapangan terurut rasional Q tidak memiliki sifat ke-
lengkapan.

Kita telah mengetahui bahwa terdapat bilangan irasional, yakni 2,
e, dan π. Pada kenyataannya, terdapat lebih banyak bilangan irasional
dibandingkan dengan bilangan rasional, dalam arti himpunan semua
bilangan rasional adalah himpunan terhitung (lihat Teorema 2.3.16)
sementara himpunan bilangan irasional adalah himpunan takterhitung
(kita akan melihat fakta ini di Subbab 3.5). Sekarang kita terlebih
dahulu akan melihat bahwa Q bersifat rapat (dense) di dalam R.

Teorema 3.3.7 (Sifat Kerapatan). Jika x dan y adalah dua bi-


langan real dengan x < y, maka terdapat sebuah bilangan rasional
r sehingga x < r < y.

Bukti. Tanpa mengurangi keumuman bukti, kita dapat mengasumsikan


bahwa x > 0. Karena y − x > 0, maka Akibat 3.3.3 menjamin eksistensi
1
n ∈ N sehingga < y − x. Oleh karena itu berlaku nx + 1 < ny.
n
Selanjutnya Akibat 3.3.4 kita terapkan pada nx > 0 untuk mendapatkan

91
m ∈ N sehingga m − 1 ≤ nx < m. Jadi, m ≤ nx + 1 < ny dan sebagai
m
akibatnya nx < m < ny. Dengan kata lain, bilangan rasional r =
n
memenuhi x < r < y. 

Sifat di atas mengatakan apabila diberikan dua bilangan real kita selalu
dapat menemukan sebuah bilangan rasional di antara kedua bilangan
real tersebut. Sebagai akibatnya, kita dapat membuktikan bahwa him-
punan semua bilangan irasional juga bersifat rapat di dalam R.

Akibat 3.3.8. Jika x dan y adalah dua bilangan real dengan x < y,
maka terdapat sebuah bilangan irasional w sehingga x < w < y.

x
Bukti. Kita terapkan Teorema 3.3.7 pada bilangan-bilangan real √
2
y x y
dan √ , maka ada bilangan rasional r sehingga √ < r < √ . Dari
2 √ 2 2
sini kita memperoleh bahwa w = r 2 adalah bilangan irasional yang
memenuhi x < z < y. 

Latihan 3.4.

1. Diberikan x ∈ R. Tunjukkan bahwa terdapat dengan tunggal n ∈


Z sehingga n − 1 ≤ x < n.
1
2. Apabila y > 0, tunjukkan bahwa ada n ∈ N sehingga n < y.
2
3. Buktikan bahwa terdapat bilangan real positif y sehingga y2 = 3.
4. Buktikan bahwa untuk setiap bilangan real positif a terdapat bi-
langan real positif z sehingga z2 = a.
5. Buktikan bahwa terdapat bilangan real positif x sehingga x3 = 5.
6. Diberikan bilangan-bilangan real x, y, u dengan u > 0 dan x < y.
Tunjukkan bahwa terdapat bilangan rasional r sehingga x < ru <
y. (Hal ini mengatakan bahwa himpunan {ru : r ∈ Q} rapat di
dalam R.)
7. (a) Jika r adalah bilangan rasional taknol dan s adalah bilangan
irasional, maka buktikan bahwa r+s dan rs keduanya adalah
bilangan irasional.

92
(b) Jika w dan v adalah dua bilangan irasional, apakah w + v
dan wv juga bilangan irasional?
8. Diberikan dua bilangan irasional x dan y sehingga x − y juga bi-
langan irasional. Buktikan bahwa himpunan A = {x + r : r ∈ Q}
dan B = {y + r : r ∈ Q} saling asing.
9. Bilangan rasional diadik adalah bilangan yang berbentuk
p
, p ∈ Z, n ∈ N.
2n
Buktikan bahwa himpunan semua bilangan rasional diadik rapat
di dalam R.
10. Diberikan ω ∈ R dengan ω < Q dan ω > 0 dan selanjutnya
dibentuk himpunan A = {m + nω : m + nω > 0, m, n ∈ Z}. Buk-
tikan bahwa inf(A) = 0.

3.4 Selang di dalam R


Relasi urutan di dalam R memunculkan secara natural subhimpunan
khusus dari R yang disebut selang (interval). Jika a, b ∈ R dengan a <
b, maka selang terbuka yang ditentukan oleh a dan b adalah himpunan

(a, b) := {x ∈ R : a < x < b} .

Titik a dan b disebut titik-titik ujung selang. Untuk selang terbuka titik-
titik ujung selang bukan anggota dari selang tersebut. Apabila kedua
titik ujung menjadi anggota, maka diperoleh selang tertutup yang di-
tentukan oleh a dan b, yakni

[a, b] := {x ∈ R : a ≤ x ≤ b} .

Selang setengah terbuka (atau setengah tertutup) yang ditentukan oleh a


dan b adalah [a, b), yang memuat titik ujung a dan (a, b], yang memuat
titik ujung b. Masing-masing dari empat jenis selang ini adalah selang
terbatas dan mempunyai panjang b − a. Apabila a = b, maka selang
terbuka menjadi himpunan kosong, yakni (a, a) = ∅, sementara selang
tertutup menjadi himpunan satu titik (singleton), yakni [a, a] = {a}.

93
Terdapat lima jenis selang takterbatas. Selang terbuka takhingga adalah
himpunan berbentuk

(a, ∞) = {x ∈ R : x > a} dan (−∞, b) = {x ∈ R : x < b} .

Himpunan pertama tidak mempunyai batas atas sementara himpunan


kedua tidak mempunyai batas bawah. Selang tertutup takhingga adalah
himpunan berbentuk

[a, ∞) = {x ∈ R : x ≥ a} dan (−∞, b] = {x ∈ R : x ≤ b} .

Himpunan semua bilangan real dapat juga dituliskan dalam bentuk se-
lang takhingga, yakni R = (−∞, ∞).
Sekarang kita akan melihat karakterisasi dari selang. Sebuah sifat
yang cukup jelas dari selang adalah jika dua bilangan x, y dengan x < y
adalah anggota selang I, maka setiap bilangan yang terletak di antara x
dan y juga anggota I. Dengan kata lain, apabila x dan y adalah anggota
selang I, maka selang [x, y] termuat di dalam I.

Teorema 3.4.1 (Karakterisasi Selang). Jika S adalah sebuah sub-


himpunan dari R yang memuat sekurang-kurangnya dua titik dan
mempunyai sifat jika x, y ∈ S dan x < y, maka [x, y] ⊆ S , maka S
adalah selang.

Bukti. Terdapat empat kasus untuk ditinjau, yaitu


(i) S terbatas
(ii) S terbatas ke atas tetapi tidak terbatas ke bawah
(iii) S terbatas ke bawah tetapi tidak terbatas ke atas
(iv) S tidak terbatas ke atas dan tidak terbatas ke bawah.
Kasus (i). Misalkan a = inf(S ) dan b = sup(S ). Kita mempunyai S ⊆
[a, b] dan akan kita tunjukkan bahwa (a, b) ⊆ S . Jika a < z < b, maka
z bukan batas bawah S . Jadi, terdapat x ∈ S sehingga x < z. Selain itu,
z juga bukan batas atas S , yakni terdapat y ∈ S sehingga z < y. Oleh
karena itu, z ∈ [x, y] dan akibatnya hipotesis pada teorema memberikan
z ∈ S . Karena z ∈ (a, b) sebarang, maka dapat disimpulkan (a, b) ⊆ S .
Selanjutnya, apabila a ∈ S dan b ∈ S , maka S = [a, b]. Jika a < S

94
dan b < S , maka S = (a, b). Kemungkinan yang lainnya memberikan
S = (a, b] atau S = [a, b).
Kasus (ii). Misalkan b = sup(S ). Kita mempunyai S ⊆ (−∞, b) dan
akan ditunjukkan bahwa (−∞, b) ⊆ S . Jika z < b, maka terdapat x, y ∈
S sehingga z ∈ [x, y] ⊆ S . Oleh karena itu (−∞, b) ⊆ S . Jika b ∈ S ,
maka S = (−∞, b] dan jika b < S , maka S = (−∞, b).
Kasus (iii) dan (iv) diserahkan kepada pembaca sebagai latihan. 

Selang tersarang (nested interval)


Barisan selang (In )n∈N dikatakan tersarang (nested) jika berlaku hu-
bungan
I1 ⊇ I2 ⊇ · · · ⊇ In ⊇ In+1 ⊇ · · · .

Gambar 3.2. Ilustrasi barisan selang tersarang


" #
1
Sebagai contoh, In = 0, , n ∈ N adalah sebuah barisan selang ter-
n
sarang sebab In ⊇ In+1 untuk setiap n ∈ N. Dalam hal ini, 0 ∈ In
untuk setiap n ∈ N. Dengan menggunakan sifat Archimedes dapat di-
tunjukkan bahwa 0 adalah satu-satunya titik persekutuan dari In , n ∈ N.
Jadi,
\∞
In = {0} .
n=1

Secara umum, sebuah barisan selang tersarang


! belum tentu memi-
1
liki titik persekutuan. Sebagai contoh Jn = 0, , n ∈ N adalah barisan
n
selang tersarang yang tidak memiliki titik persekutuan. Lebih jelas-
1
nya, untuk setiap x > 0 terdapat m ∈ N sehingga < x, yang berarti
m
x < Jm . Contoh lainnya adalah barisan selang tersarang Kn = (n, ∞),
n ∈ N, juga tidak memiliki titik persekutuan.

95
Sekarang kita akan menunjukkan bahwa setiap barisan tersarang
dari selang-selang tertutup dan terbatas selalu memiliki titik perseku-
tuan.

Teorema 3.4.2. Jika In = [an , bn ], n ∈ N, merupakan barisan


tersarang dari selang-selang tertutup dan terbatas, maka terdapat
α ∈ R sehingga α ∈ In untuk setiap n ∈ N.

Bukti. Karena selang-selang tersebut tersarang, maka In ⊆ I1 untuk


setiap n ∈ N. Akibatnya, an ≤ b1 untuk setiap n ∈ N. Jadi, himpunan
takkosong {an : n ∈ N} terbatas ke atas dan kita sebut

α := sup {an : n ∈ N} .

Jelas bahwa an ≤ α untuk setiap n ∈ N. Dengan menunjukkan bahwa


untuk sebarang n, bilangan bn merupakan batas atas dari himpunan
{ak : k ∈ N}, maka akan diperlihatkan bahwa α ≤ bn untuk setiap n ∈ N.
Kita perhatikan dua kasus:
1. Jika n ≤ k, maka ak ≤ bk ≤ bn (sebab In ⊇ Ik ).
2. Jika k < n, maka ak ≤ an ≤ bn (sebab Ik ⊇ In ).
Jadi, dapat disimpulkan bahwa ak ≤ bn untuk setiap k yang berarti
bn adalah batas atas himpunan {ak : k ∈ N}. Dengan demikian α ≤ bn
untuk setiap n ∈ N. Karena an ≤ α ≤ bn untuk setiap n ∈ N, maka
terbukti α ∈ In untuk setiap n ∈ N. 

Teorema selanjutnya memberikan sebuah syarat cukup untuk ke-


tunggalan titik persekutuan pada Teorema 3.4.2.

Teorema 3.4.3. Jika In = [an , bn ], n ∈ N, merupakan barisan ter-


sarang dari selang-selang tertutup dan terbatas sehingga panjang
bn − an dari In memenuhi

inf {bn − an : n ∈ N} = 0,

maka terdapat dengan tunggal α ∈ R sehingga α ∈ In untuk setiap


n ∈ N.

96
Bukti. Kita tinggal membuktikan ketunggalan dari α. Jika

β := inf {bn : n ∈ N} ,

maka argumentasi seperti pada bukti Teorema 3.4.2 dapat digunakan


untuk menunjukkan bahwa an ≤ β untuk setiap n ∈ N, dan akibatnya
α ≤ β. Kita dapat memperlihatkan bahwa x ∈ In untuk setiap n ∈ N
jika dan hanya jika α ≤ x ≤ β. Apabila inf {bn − an : n ∈ N} = 0, maka
untuk setiap ε > 0, terdapat m ∈ N sehingga 0 ≤ β − α ≤ bm − am < ε.
Karena hubungan ini berlaku untuk setiap ε > 0, maka β − α = 0.
Dengan demikian, kita dapat katakan bahwa α = β adalah satu-satunya
titik persekutuan dari In , n ∈ N. 

Ketakterhitungan R
Konsep himpunan terhitung dan himpunan takterhitung telah dikenalkan
pada Subbab 2.3. Kita telah melihat bahwa himpunan semua bilangan
rasional Q adalah himpunan terhitung. Sekarang kita akan meman-
faatkan sifat selang tersarang untuk menunjukkan bahwa R adalah him-
punan takterhitung. Bukti ini berasal dari Georg Cantor pada tahun
1874. Kemudian hari Cantor juga memberikan bukti alternatif dengan
menggunakan penyajian desimal bilangan real (Teorema 3.4.8).

Teorema 3.4.4. Himpunan semua bilangan real R adalah himpu-


nan takterhitung.

Bukti. Dengan memanfaatkan Teorema 2.3.14 kita cukup membuktikan


bahwa selang satuan I = [0, 1] adalah himpunan takterhitung. Andaikan
I adalah himpunan terhitung. Hal ini berarti kita dapat melakukan enu-
merasi I = {x1 , x2 , x3 , · · ·}. Pertama, kita pilih subselang tertutup I1 dari
I sehingga x1 < I1 . Kemudian kita pilih subselang tertutup I2 dari I1
sehingga x2 < I2 , dan seterusnya. Jadi, kita memperoleh selang-selang
tertutup takkosong I1 ⊇ I2 ⊇ · · · ⊇ In ⊇ · · · sehingga In ⊆ I dan xn < In
untuk setiap n ∈ N. Sifat selang tersarang (Teorema 3.4.2) mengaki-
batkan adanya titik α ∈ I sehingga α ∈ In untuk setiap n ∈ N. Oleh
karena itu α , xn untuk setiap n ∈ N. Terjadi kontradiksi karena enu-

97
merasi seluruh anggota I tidak memuat α ∈ I. Terbukti bahwa I adalah
himpunan takterhitung. 

Akibat 3.4.5. Himpunan semua bilangan irasional R \ Q adalah


himpunan takterhitung.

Bukti. Andaikan R\Q adalah himpunan terhitung, maka dengan meng-


gunakan fakta bahwa Q adalah himpunan terhitung (Teorema 2.3.16)
dan Teorema 2.3.17, kita memperoleh R = Q ∪ (R \ Q) adalah himpu-
nan terhitung. Kontradiksi dengan Teorema 3.4.4. 

Akibat 3.4.6. Jika a < b, maka selang [a, b] adalah himpunan


takterhitung.

Bukti. Cukup jelas bahwa f (x) = (b − a)x + a adalah sebuah fungsi


bijektif dari [0, 1] ke [a, b]. Dari bukti Teorema 3.4.4 kita tahu bahwa
[0, 1] adalah himpunan takterhitung, maka [a, b] juga merupakan him-
punan takterhitung. 

Representasi Desimal
Diberikan x ∈ [0, 1]. Apabila kita membagi selang [0, 1] ke dalam
sepuluh subselang yang sama panjang, maka x menjadi anggota dari
subselang
b1 b1 + 1
" #
,
10 10
untuk suatu b1 ∈ {0, 1, 2, . . . , 9}. Dengan menggunakan prosedur bagi
dua (bisection) yang berulang, pada akhirnya kita memperoleh barisan
bilangan bulat (b1 , b2 , b3 , . . . , bn , . . .) dengan 0 ≤ bn ≤ 9 untuk setiap
n ∈ N sehingga x memenuhi
b1 b2 bn b1 b2 bn + 1
+ + ··· + n ≤ x ≤ + + ··· + .
10 102 10 10 102 10n
Dalam hal ini kita mengatakan bahwa x mempunyai representasi desi-
mal yang diberikan oleh

x = 0, b1 b2 b3 . . . .

98
Apabila x ≥ 1 dan jika B ∈ N sehingga B ≤ x < B + 1, maka
x = B, b1 b2 b3 · · · bn · · · dengan representasi desimal dari x − B ∈ [0, 1]
seperti telah dijelaskan sebelumnya. Representasi desimal bilangan
negatif juga dapat dicari dengan cara yang sama.
Fakta bahwa setiap representasi desimal menentukan secara tung-
gal sebuah bilangan real diperoleh dari Teorema 3.4.3, sebab setiap de-
simal menginduksi sebuah barisan tersarang dari selang-selang dengan
1
panjang n . Representasi desimal dari x ∈ [0, 1] adalah tunggal ke-
10
cuali jika x merupakan titik subdivisi pada suatu langkah, yang dapat
m
terjadi ketika x = untuk suatu m, n ∈ N, 1 ≤ m ≤ 10n . Apabila
10n
x adalah sebuah titik subdivisi pada langkah ke-n, sebuah pemilihan bn
berkorespondensi dengan pemilihan subselang kiri, yang berakibat se-
mua digit berikutnya adalah 9, dan pemilihan lainnya berkorespondensi
dengan pemilihan subselang kanan yang berakibat semua digit berikut-
1
nya adalah 0. Sebagai contoh, jika x = , maka
2
x = 0, 49999 . . . = 0, 5000 . . . .
38
Contoh lain, jika y = , maka
100
y = 0, 37999 . . . = 0, 38000 . . . .

Desimal Periodik
Representasi desimal B, b1 b2 · · · bn · · · dikatakan periodik (berulang),
jika terdapat k, m ∈ N sehingga b = bn+m untuk setiap n ≥ k. Dalam
hal ini blok digit bk bk+1 · · · bk+m−1 berulang setiap k digit. Bilangan m
terkecil yang memenuhi sifat di atas disebut periode desimal. Sebagai
contoh,
19
= 0, 21590590 . . . 90 . . .
88
mempunyai periode m = 2 dengan blok yang berulang adalah 90 di-
mulai pada k = 4. Desimal berakhir adalah desimal periodik dengan
blok berulangnya adalah digit 0. Selanjutnya kita akan memperlihatkan
karakterisasi bilangan rasional terkait representasi desimalnya.

99
Proposisi 3.4.7. Bilangan real positif adalah bilangan rasional
positif jika dan hanya jika representasi desimalnya periodik.

Bukti. Di sini kita hanya memberikan ide bukti (bukti informal) saja.
p
Misalkan x = dengan p, q ∈ N tidak mempunyai faktor persekutuan.
q
Diasumsikan juga 0 < p < q. Diperhatikan bahwa proses pembagian
panjang dari p oleh q memberikan representasi desimal dari x. Setiap
langkah di dalam proses pembagian menghasilkan sisa yang berupa bi-
langan bulat yang nilainya berada antara 0 dan q − 1. Oleh karena itu,
setelah paling banyak q langkah, sisa yang sama akan muncul untuk
kedua kalinya, dan pada saat tersebut, digit-digit di dalam hasilbagi
itu akan mulai berulang. Jadi, representasi desimal dari bilangan ra-
sional demikian adalah periodik. Sebaliknya, jika suatu desimal adalah
periodik, maka desimal tersebut merepresentasikan sebuah bilangan ra-
sional. Ide dari buktinya dapat diilustrasikan dengan baik melalui se-
buah contoh. Misalkan x = 7, 31414 . . . 14 . . . Kita kalikan dengan se-
buah pangkat dari 10 untuk memindahkan titik desimal ke blok beru-
lang yang pertama, dan diperoleh 10x = 73, 1414 . . .. Selanjutnya kita
kalikan dengan sebuah pangkat dari 10 yang lain untuk memindahkan
satu blok ke sebelah kiri dari titik desimal, dan diperoleh 1000x =
7314, 1414 . . . Dengan mengurangkan hasil kedua dengan hasil pertama
diperoleh 1000x − 10x = 7314 − 73 = 7241. Kita memperoleh
7241
x= ,
990
sebuah bilangan rasional. 

Terakhir di bab ini kita akan memberikan satu lagi bukti dari Cantor
terkait ketakterhitungan R. Bukti ini dikenal dengan nama prosedur
diagonal Cantor dan memanfaatkan representasi desimal dari bilangan
real.

Teorema 3.4.8. Himpunan semua bilangan real R adalah himpu-


nan takterhitung.

100
Bukti. Seperti sebelumnya kita cukup membuktikan bahwa selang sa-
tuan I = [0, 1] adalah himpunan takterhitung. Kita ingat fakta bahwa
setiap bilangan real x ∈ I mempunyai representasi desimal

x = 0, b1 b2 b3 . . . ,

dengan bi ∈ {0, 1, . . . , 9}. Misalkan x1 , x2 , x3 , . . . adalah enumerasi dari


semua bilangan real anggota I, yang dapat dituliskan

x1 = 0, b11 b12 b13 . . . b1n . . .


x2 = 0, b21 b22 b23 . . . b2n . . .
x3 = 0, b31 b32 b33 . . . b3n . . .
..
.
xn = 0, bn1 bn2 bn3 . . . bnn . . .
..
.

Sekarang kita definisikan sebuah bilangan real y = 0, y1 y2 y3 · · · yn · · ·


dengan 
1 jika bnn , 1


yn = 

2 jika b = 1.


nn

Cukup jelas bahwa y ∈ [0, 1]. Perhatikan bahwa y tidak sama dengan
satu pun dari bilangan dengan dua representasi desimal, sebab yn , 0
dan yn , 9 untuk setiap n ∈ N. Lebih jauh, karena y dan xn berbeda
pada tempat desimal ke-n, maka y , xn untuk setiap n ∈ N. Oleh ka-
rena itu y tidak termasuk dari enumerasi semua anggota [0, 1]. Terjadi
kontradiksi, sehingga terbuktilah ketakterhitungan R. 

Terakhir, kita membicarakan secara singkat sistem bilangan real


yang diperluas (extended real number system). Sistem bilangan real
yang diperluas R∗ memuat lapangan bilangan real R dan dua simbol
∞ dan −∞. Kita pertahankan sifat yang berlaku di dalam R dan kita
definisikan −∞ < x < ∞ untuk setiap x ∈ R. Dari sini kita mem-
peroleh bahwa ∞ adalah batas atas dari setiap subhimpunan di dalam
R∗ , dan sebagai akibatnya setiap subhimpunan takkosong di dalam R∗

101
mempunyai supremum. Lebih lanjut, jika A adalah himpunan bilangan
real takkosong yang takterbatas ke atas di dalam R, maka sup(A) = ∞.
Demikian juga subhimpunan takkosong B yang takterbatas ke bawah di
dalam R mempunyai infimum di dalam R∗ yakni inf(B) = −∞. Perlu
diperhatikan bahwa R∗ bukanlah sebuah lapangan, namun disepakati
hal-hal berikut:
x x
1. Jika x ∈ R, maka x + ∞ = ∞, x − ∞ = −∞, = = 0.
∞ −∞
2. Jika x > 0, maka x · ∞ = ∞ dan x · (−∞) = −∞.
3. Jika x < 0, maka x · ∞ = −∞ dan x · (−∞) = ∞.
Kita juga mempunyai kesepakatan

sup (∅) := −∞ dan inf (∅) := ∞.

Latihan 3.5.

1. Jika I = [a, b] dan J = [c, d] adalah dua selang tertutup di dalam


R, maka tunjukkan bahwa I ⊆ J jika dan hanya jika c ≤ a dan
b ≤ d.
2. Jika S ⊂ R dan S , ∅, maka tunjukkan bahwa S himpunan
terbatas jika dan hanya jika terdapat selang tertutup terbatas I
sehingga S ⊆ I.
3. Jika S ⊆ R himpunan terbatas takkosong dan

IS = [inf(S ), sup(S )],

maka tunjukkan bahwa S ⊆ IS . Lebih jauh, jika J adalah se-


barang selang tertutup terbatas yang memuat S , maka tunjukkan
bahwa IS ⊆ J.
4. Di dalam bukti kasus (ii) dari Teorema 3.4.1, jelaskan mengapa
x, y berada di S .
5. Berikan bukti untuk kasus (iv) dari Teorema 3.4.1.
6. Jika I1 ⊇ I2 ⊇ · · · ⊇ In ⊇ · · · adalah barisan selang tersarang dan
jika In = [an , bn ], maka tunjukkan bahwa a1 ≤ a2 ≤ · · · ≤ an ≤
· · · dan b1 ≥ b2 ≥ · · · ≥ bn ≥ · · ·

102
7. Buktikan setiap pernyataan berikut:
(a)
∞ !
\ 1
∅= 0, .
n=1
n
(b)
∞ " #
\ 1
{0} = 0, .
n=1
n
(c)
∞ " #
[ 1 1
(0, 1) = ,1 − .
n=1
n + 2 n + 2
(d)
∞ !
\ 1 1
[0, 1] = − ,1 + .
n=1
n n

8. Buktikan jika ak , bk ∈ {0, 1, 2, . . . , 9} dan jika


a1 a2 an b1 b2 bm
+ + ··· + n = + + · · · + m , 0,
10 102 10 10 102 10
maka n = m dan ak = bk untuk k = 1, 2, . . . , n.
2
9. (a) Carilah representasi desimal dari − .
7
1 2
(b) Tuliskan dan dalam bentuk desimal periodik.
7 19
10. Bilangan rasional manakah yang direpresentasikan oleh desimal
periodik
(a) 1, 25137 · · · 137 · · ·
(b) 35, 102653 · · · 653 · · ·
11. Buktikan bahwa selang terbuka (0, 1) dan (a, b), a < b, adalah
himpunan takterhitung.
12. Sebuah bilangan real r disebut bilangan aljabar jika r adalah
sebuah akar dari persamaan sukubanyak

an xn + · · · + a1 x + a0 = 0,

dengan koefisien-koefisien a j ∈ Z, j = 0, 1, . . . , n. Bilangan real


yang bukan bilangan aljabar disebut bilangan transendental.
(a) Tunjukkan bahwa setiap bilangan berikut adalah bilangan

103
aljabar:
7 √ √ √ √3 √
−3, , 2, 2 + 3, 2 − 3.
13
(b) Buktikan bahwa himpunan semua sukubanyak dengan koe-
fisien bilangan bulat adalah himpunan terhitung.
(c) Buktikan bahwa himpunan semua bilangan aljabar adalah
himpunan terhitung.
(d) Buktikan bahwa himpunan semua bilangan transendental
adalah himpunan takterhitung.
13. Tentukan supremum dan infimum dari himpunan
∞ ! ∞ " #
\ 1 1 [ 1 1
A= 1 − ,1 + dan B= ,2 − .
n=1
n n n=1
n n

14. Diberikan sebarang selang terbuka (a, b), a < b. Tunjukkan


bahwa (a, b) ∩ Q adalah himpunan takhingga.
15. Himpunan J ⊂ R dikatakan cembung (convex) jika untuk setiap
x, y ∈ J dan t ∈ [0, 1] berlaku (1 − t)x + ty ∈ J.
(a) Tunjukkan bahwa J ⊂ R adalah himpunan cembung jika
dan hanya jika untuk setiap n ∈ N, x j ∈ J, 1 ≤ j ≤ n, dan
t j ∈ [0, 1] dengan t1 +· · ·+tn = 1 berlaku t1 x1 +· · ·+tn xn ∈ J.
(b) Buktikan bahwa J ⊂ R adalah sebuah selang jika dan hanya
jika J adalah himpunan cembung.

104

Anda mungkin juga menyukai