Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

TEORI AKUNTANSI
EKUITAS

DISUSUN OLEH :
Riza Kahardika R.

(12430250)

Isa Alif Rakhman.H (12430278)


Andre Setiawan
Irwan Ibrahim

(12430274)
(12430184)

UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA

SURABAYA

BAB I
PENDAHULUAN
Ekuitas merupakan bagian hak pemilik dalam perusahaan yaitu selisih antara
aktiva dan kewajiban yang ada, dan dengan demikian tidak merupakan ukuran nilai
jual perusahaan tersebut. Ekuitas sebagai bagian hak pemilik dalam perusahaan harus
dilaporkan sedemikian rupa sehingga memberikan informasi mengenai sumbernya
secara jelas dan disajikan sesuai dengan peraturan perundangan dan akta pendirian
yang berlaku.
Untuk perusahaan perseorangan, ekuitas sering disebut modal, untuk organisasi
nonprofit ekuitas disebut dengan aset bersih (net assets) untuk menghindari kesan
adanya pemilikan. Karena kensep kesatuan usaha yang memisahkan antara
manajemen dan pemilikan, informasi tentang akuitas pemegang saham menjadi sangat
penting karena hal tersebut menunjukan hubungan antara
perusahaan (perseroan) dengan pemegang saham. dari sudut pemegang saham, ekuitas
pemegang saham merupakan hak atas kekayaan atau nilai yang tertanam dalam
perseroan. Kalau dipandang dari sudut kesatuan usaha, ekuitas pemegang saham
merupakan "utang" perseroan kepada para
pemegang saham. Oleh karena itu, ekuitas pemegang saham dapat jugadipandang
sebagai gambaran hubungan yuridis antara perseroan dan pemegang saham. Dengan
kedudukannya yang
demikian persoalannya adalah bagaimana melaporkan atau menyajikan informasi
elemen ini agar
hubungan dan tanggung jawab yuridis dapat dipertahankan.
Pada umumnya, tujuan pelaporan informasi ekuitas pemegang saham adalah
menyediakan informasi kepada yang berkepentingan tentang efesiensi dan
kepengurusan manajemen. Tujuan yang lain adalah menyediakan informasi tentang
riwayat serta prospek investasi pemilik dan pemegang ekuitas lainnya, serta
merupakan tanggung jawab yuridis pemilik. Untuk memenuhi tujuan tersebut,
informasi yang harus disampaikan berkaitan tentang ekuitas pemegang saham tersebut
minimal adalah sumber ekuitas, pembatasan pembagian dividen dan likuidasi, batas
perlindungan dan urutan penyerapan rugi.

BAB II

PEMBAHASAN
1.Pengertian Ekuitas
PSAK No. 21 (Ikatan Akuntan Indonesia, 2002) menyatakan bahwa ekuitas
sebagai bagian hak pemilik dalam perusahaan harus dilaporkan sedemikian rupa
sehingga memberikan informasi mengenai sumbernya secara jelas dan disajikan
sesuai dengan peraturan perundangan dan akta pendirian yang berlaku.
Akuntansi untuk ekuitas dibedakan menjadi dua yaitu akuntansi untuk ekuitas
badan usaha bukan PT dan Akuntansi ekuitas untuk badan usaha berbentuk PT.
Akuntansi untuk ekuitas badan usaha bukan PT harus dilaporkan sesuai dengan
peraturan perundangan yang berlaku untuk badan
usaha tersebut dan standar akuntansi keuangan yang berlaku khusus untuk industri
yang bersangkutan, misalnya koperasi.
Akuntansi ekuitas untuk badan usaha berbentuk PT meliputi modal saham yang
meliputi saham preferen, saham biasa, dan akun tambahan modal disetor. Pos modal
lainnya seperti modal yang berasal dari sumbangan dapat disajikan sebagai bagian
dari tambahan modal disetor. Akun
tambahan modal disetor terdiri dari berbagai macam unsur penambahan modal, seprti;
agio saham, tambahan modal dari perolehan kembali saham dengan harga yang lebih
rendah dari pada jumlah yang diterima pada saat pengeluaran, tambahan modal dari
penjualan saham yang diperoleh kembali dengan harga di atas jumlah yang
dibayarkan pada saat perolehaannya, tambahan modal dari perbedaan kurs modal
disetor dan lain sebagainya. Akun tambahan modal disetor tidak boleh didebit atau
dikredit dengan pos laba/rugi usaha maupun laba/rugi luar biasa.
1. Akuntansi Ekuitas Untuk Badan Usaha Bukan PT
Akuntansi untuk ekuitas badan usaha bukan PT harus dilaporkan sesuai dengan
peraturan perundangan yang berlaku untuk badan usaha tersebut dan standar akunt
ansi keuangan yang berlaku khusus untuk industri yang bersangkutan, misalnya
koperasi.
Ekuitas perusahaan perseorangan adalah kepemilikan usaha pemilik yang pada
umumnya disajikan dalam satu jumlah tertentu, dimana tidak diperlukan penyajian
subklasifikasi ekuitas karena pemilik tidak membatasi mengenai berapa banyak yang
harus diinvestasikan atau ditarik dari bisnis. Dalam hal likuidasi atau insolvensi,
kreditor dapat mengambil aktiva pribadi si pemilik, dan laba yang timbul dihitung
secara berkala dan ditambahkan pada akun modal pada setiap akhir periode. Transaksi
modal (penarikan dan investasi tambahan) dicatat langsung dalam akun modal, dan
semua perubahan diikhtisarkan dalam laporan perusahaan yang terpisah.

2. Akuntansi Ekuitas Untuk Badan Usaha Berbentuk PT


Modal saham berbentuk PT meliputi saham preferen, saham biasa dan akun
tambahan modal disetor. Pos modal lainnya seperti modal yang berasal dari
sumbangan dapat disajikan sebagai bagian dari tambahan modal disetor.
Pada umumnya, tujuan pelaporan informasi ekuitas pemegang saham adalah
menyediakan informasi kepada yang berkepentingan tentang efesiensi dan
kepengurusan manajemen. Tujuan yang lain adalah menyediakan informasi tentang
riwayat serta prospek investasi pemilik dan
pemegang ekuitas lainnya, serta merupakan tanggung jawab yuridis pemilik. Untuk
memenuhi tujuan tersebut, informasi yang harus disampaikan berkaitan tentang
ekuitas pemegang saham tersebut minimal adalah sumber ekuitas, pembatasan
pembagian dividen dan likuidasi, batas
perlindungan dan urutan penyerapan rugi.
2.1 Perbedaan Modal Setoran dan Laba Ditahan
Ditinjau dari sumbernya, ada beberapa komponen yang membentuk ekuitas
pemegang saham yaitu: laba ditahan pada dasarnya adalah terbentuk dari akumulasi
laba yang dipindahkan dari akun ikhtisar laba-rugi. Begitu saldo laba ditutup ke laba
ditahan, sebenarnya saldo laba tersebut telah lebur menjadi elemen modal pemegang
saham yang sah. Seperti juga modal setoran, laba ditahan menunjukan sejumlah hak
atas seluruh jumlah rupiah aset bukan hak atas jenis aset tertentu. Dengan demikian
untuk mengukur seluruh hak pemegang saham atas aset, laba ditahan harus
digabungkan dengan modal setoran.
Perbedaan antara dua bagian elemen ekuitas pemegang sangat penting. Dari segi
administrasi keuangan, laba ditahan merupakan indikator daya melaba sehingga laba
ditahan harus selalu dipisahkan dengan modal setoran meskipun jumlah akhirnya
ditotal untuk membentuk ekuitas pemegang saham. Pembedaan ini juga penting
secara yuridis karena modal setoran merupakan dana besar yang harus tetap di
pertahankan untuk menunjukan perlindungan bagi pihak lain. Dana ini hanya dapat
ditarik kembali dalam likuidasi rupiah yang secara yuridis dapat digunakan untuk
pembagian dividen.
Unsur penambah modal disetor PT terdiri atas : agio saham tambahan modal dari
perolehan kembali saham dengan harga yang lebih rendah daripada jumlah yang
diterima pada saat pengeluaran tambahan modal dari penjualan saham yang diperoleh
kembali dengan harga di atas jumlah yang dibayarkan pada saat perolehannya
tambahan modal dari perbedaan kurs modal disetor.

2.2 Modal Yuridis

2.2.1. Pengertian
Modal yuridis timbul karena ketentuan hukum yang mengharuskan bahwa harus
ada sejumlah rupiah yang harus dipertahankan dalam rangka perlindungan terhadap
pihak lain.Bentuk ketentuan hukum ini adalah bahwa saham harus empunyai nilai
nominal atau nilai minimun yang dinyatakan untuk menunjukan hak yuridis. Modal
yuridis adalah jumlah rupiah "minimal" yang harus disetor oleh investor sehingga
membentuk modal yuridis.
Tujuan penyajian modal yuridi ini adalah untuk memberi informasi kepada para
pemegang ekuitas lainnya tentang batas perlindungan investasinya. Akuntansi
menganggap pengungkapan modal yuridis tersebut tidak penting karena akuntansi
lebih menekankan pada jumlah rupiah yang benar-benar disetor oleh pemegang saham
sebagai jumlah rupiah kontrak antara perseroan dengan pemegang saham.
2.2.2. Besarnya Modal Yuridis
Dalam hal saham bernilai nominal , modal yuridis dapat sama dengan jumlah
yang dikenal dengan nama modal saham. Modal saham menunjukan jumlah rupiah
perkalian antara cacah saham beredar dengan nilai nominal persaham. Jumlah ini
merupakan jumlah rupiah yang secara yuridis menjadi hak pemegang saham
walaupun dalam transaksi pembelian saham jumlah rupiah yang disetor atau dibayar
melebihi modal yiridis tersebut.
Modal saham ini juga merupakan batastanggung jawab pemegang saham dan
batas kerugian pribadi yang harus ditanggung pemegang saham. artinya, dalam hal
terjadi likuidasi pemegang saham tidak dapat menuntun pembagian kekayaan atas
dasar modal yang disetor (kecuali adanya sisa untuk itu). Sebaliknya, dalam hal hasil
penjualan aset dalam likuidasi tidak dapat menutup seluruh hutang perseroan,
pemegang saham tidak dapat diminta untuk menutup utang lebih dari modal saham
atau modal yang telah disetor kecuali pemegang saham sebagai direksi.

2.3. Modal Setoran Lain


Nominal saham sering dianggap bukan merupakan harga efektip saham sehingga
secara akuntansi penentuan nilai nominal saham sebenarnya tidak bermakna
ekonomik. Dalam hal tertentu, nilai nominal saham lebih merupakan alat untuk
pemerataan distribusi pemilikan daripada untuk menunjukan nilai salaham itu sendiri.
Karena tidak bermakna ekonomik, saham dapat diterbitkan tanpa nilai nominal. Ada
dua alasan penerbitan saham tanpa nilai nominal yaitu:

1. Pasal 42 undang-undang no 1 tahun 1995 menetapkan bahwa saham tanpa nilai


nominal tidak dapat diterbitkan. Ketentuan ini sebenarnya dimaksudkan untuk
menentukan modal yuridis. Nilai
niminal merupakan jumlah rupiah minimal yang harus disetor investor sehingga
membentuk modal yuridis. Jika modal saham terjual dengan harga diatas nominal,
dapatkah selisihnya diperlakukan sebagai laba ditahan karen modal yuridis telah
terpenuhi?
2. Dalam hal ini, Patton dan Littleton (1970) menegaskan bahwa perseroan
merupakan kesatun
usaha maupun kesatuan hukum. Sifat ganda ini menjadikan akuntasni mempunyai
fungsi ganda pula yaitu menyajikan data ekonomik sekaligus mencerminkan aspek
yuridis yang sebenarnya.
Fungsi ganda ini menimbulkan masalah pelaporan ekuitas pemegang saham karena
konsep
kesatuan usaha dan konsep hokum sangat berbeda. Dari segi hokum ada tendesi untuk
memandang ekuitas pemegang saham sebagai jumlah rupiah tertentu yang menjadi
batas penarikan kembali dana yang ditanamkan oleh pemegang saham tanpa
memperhatikan setoran yang sesungguhnya. Dari segi akuntansi, yang menganut
substansi dari pada bentuk, memandang ekuitas pemegang saham adalah seluruh
jumlah yang secara ekonomik tertanam diperusahaan termasuk laba ditahan.

2.4. Perubahan Modal Setoran


Tujuan utama perekayasaan akuntansi modal setoran ini adalah untuk
membedakan secara tegas antara perubahan akibat transaksi operasi dan perubahan
akibat transaksi modal. Dalam hal kenaikan modal setoran, pembedaan ini bermanfaat
untuk mencegah memperlakukan kenaikan
akibat transaksi modal sebagai laba sehingga timbul kesan adanya jumlah yang trsedia
untuk pembagian dividen.
Berbagai sumber yang dapat mengubah modal setoran dengan berbagai masalah
teoretisnya adalah:

Pemesanan saham

Obligasi terkonversi atau berhak tukar

Saham istimewa terkonversi atau berhak tukar

Dividen saham

Hak beli saham, opsi, dan waran

Saham treasuri

2.4.1 Pemesanan Saham


Pada umumnya, investor yang berminat membeli saham harus memesan lebih
dahulu saham yang akan dibeli dengan harga sesuai dengan kesepakatan pada saat
pemesanan. Pada saat perusahaan didirikan atau melakukan penawaran publik
perdana, perusahaan telah menetapkan apa yang disebut modal dasar. Dengan
autorisasi tersebut perusahaan akan mencetak sertifikat saham. Bila saham telah
terjual dan pembeli telah membayar penuh kesepakatannya, sertifikat saham akan
diserahkan kepada pembeli. Berdasar konsep kesatuan usaha, jumlah rupiah yang
diterima perusahaan akan menimbulkan atau diimbangi dengan modal setoran.
Pada umumnya investor yang berminat membeli saham perusahaan harus
memesan terlebih dahulu saham yang dibeli dengan harga yang sesuai.Yang menjadi
masalah adalah apakah jumlah rupiah saham pesanan tersebut telah dapat diakui
sebagai modal setoran?
Jumlah rupiah saham pesanan dapat diakui sebagai modal setoran hanya apabila
memenuhi dua syarat, yaitu tidak dapat dibatalkan, dan pelunasan tidak terlalu lama.
2.4.2 Obligasi terkonversi atau berhak tukar
Dalam hal tertentu perusahaan menerbitkan obligasi dengan kharakteristik dapat
ditukarkan dengan saham biasa. Kalau hak tukar dari obligasi tersebut digunakan oleh
pemegang obligasi akan timbul perubahan status kewajiban menjadi modal storan.
Masalah teoritisnya adalah pada saat hak diambil, berapakah jumlah rupiah yang
diakui sebagai modal setoran sehingga modal
saham dan kelebihan diatas modal saham (kalau ada) dapat ditentukan?
Untuk mengatasi masalah tersebut terdapat beberapa alternatif yang dapat
digunakan sebagai basis kapitalisasi, yaitu nilai bawaan obligasi, harga pasar obligasi,
dan harga pasar saham.

2.4.3 Saham prioritas terkonversi


Saham prioritas atau saham istimewa menjadi saham biasa atas kehendak
pemegang saham. Masalah yang ada sama dengan masalah yang muncul pada obligasi
terkonversi, yaitu Pada saat hak diambil, berapakah jumlah rupiah yang diakui

sebagai modal setoran? Dalam mengatasi


permasalahan tersebut terdapat dua alternatif yang dapat digunakan, yaitu Pendekatan
satu-transaksi, dan pendekatan dua-transaksi.

2.4.4 Deviden Saham


Dividen saham adalah distribusi deviden dalam bentuk saham yang sejenis
dengan saham yang mula-mula diterbitkan. Permasalahan yang muncul akibat
pembagian deviden saham adalah bila dikapitalisasi, berapakah jumlah rupiah yang
dikapitalisasi menjadi modal setoran? Untuk
mengatasinya, alternatif penyelesaian yang digunakan terdiri atas dasar nilai nominal,
dan atas dasar nilai pasar saham.
Bila distribusi dividen saham tidak disertai dengan kapitalisasi laba ditahan,
dividen saham akan menyerupai pemecahan saham. Pemecahan saham adalah
penurunan nominal (atau nilai nyata) persaham dengan cara menukar tiap satu saham
yang beredar dengan dua atau lebih saham baru yang nilai nominal per sahamnya
merupakan pecahan dari nilai nominal saham semula. Bila
perusahaan mendistribusi dividen saham 20% tanpa disertai kapitalisasi, perusahaan
sebenarnya telah menurunkan nilai nominal per saham menjadi 100/120 dari nilai
nominal semula.
Bagi pemegang saham, dividen saham bukan merupakan pendapatan atau laba.
Berbagai teori atau argument diajukan untuk menjelaskan mengapa dividen saham
bukan merupakan laba bagi penerimanya. Dari sudut pandang kesatuan usaha, dividen
saham bukan merupakan pembagian laba karena tidak ada penurunan aset perusahaan
atau kenaikan utang perusahaan. Hal
ini berbeda dengan dividen kas jelas merupakan pendapatan bagi penerima karena ada
transfer kemakmuran ke pemegang saham.
Bila dividen saham dipandang sebagai pendapatan in natura karena menaikan
nilai investasi, pendapatan tersebut belum terealisasi bila belum dijual oleh
penerimanya. Investasi naik karena dividen saham dapat di jual atau kalau tidak dijual
penerima berhak menerima dividen tunai dimana yang akan datang atas saham
tersebut.
Dari sudut pandang kesatuan pemilik, dividen saham bukan merupakan laba bagi
penerimanya. Alasannya adalah bahwa laba perseroan juga merupakan laba pemilik.
oleh karena itu dividen kas dianggap sebagai pengambilan atau prive oleh pemilik
dari sesuatu yang memang sudah menjadi haknya sehingga tidak ada tambahan
kemakmuran. Dividen saham juga bukan merupakan laba tetapi sekedar teklasifikasi

ekuitas. karena sudut pandang akuntansi adalah kesatuan usaha, apakan dividen
saham pendapatan bagi pemegang saham sebenarnya bukan masalah yang relevan.
Yang relevan bagi perusahaan adalah apakah dividen saham dipansang sebagai
reklasifikasi ekuitas dan bila demikin bagaimana kapitalisasi diukur. Kapitalisasi
dapat didasarkan atas:
Kalau tujuan penyajian informasi modal pemegang saham adalah untuk
menunjukan modal
yuridis (legal capital), kapitalisasi dividen saham harus hanya sebesar nilai nominal
atau nyataannya: jumlah ini sebesarnya merupakan jumlah minimal yang harus
dikapitalisasi untuk
memenuhi ketentuan yuridis. Alasan pendukung kapitalisasi hanya sebesar nilai
yuridis adalah bahwa divisen saham bukan merupakan pendapatan dan
mengkapitalisasi sebesar harga pasar memberi kesan bahwa dividen tersebut
merupaka pendapatan yang direinvestasi kedalam perusahaan.
Alasan lain yang dianggap cukup kuat adalah bahwa harga pasar menggambarkan
harga seluruh ekuitas pemegang saham (modal setoran dan laba ditahan). Jadi sangat
tridak logis
mentransfer jumlah yang merefleksi elemen modal setoran dan laba ditaha ke modal
setoran itu sendiri.
Walaupun dividen saham berbeda dengan dividen kas, sebagai deviden keduanya
dianggap sebagai distribusi ke pemilik. Oleh karena itu, deviden saham dapat di
pandang sebagai pengganti deviden kas karena deviden daham mempunyai nilai.
Paling tidak, pemegang saham dapat menjual saham tersebut kalau dividen kas yang
diharapkan dan investasi semula tidak berubah. Nilai tersebut diukur atas dasar harga
saham. dengan demikian harga pasar merupakan dasar yang tepat untuk menentukan
kapitalisasi berbagai dasar pikiran mendukung hal ini.
2.4.5 Hak beli saham, opsi, dan warna
Hak beli saham adalah hak yang diberikan bagi pemegang saham lama untuk
membeli sejumlah saham (proposional dengan pemilikan). Hak ini biasanya
dimaksudkan untuk mempertahankan pemilikan pemegang saham lama. Pada
umumnya, hak beli saham umurnya tidak lama dan beli harga saham dengan hak beli
tersebut biasanya lebih rendah dari harga pasar
saham bersangkutan. Oleh karena itu, hak beli saham sering dianggap mempunyai
harga pasar sehingga timbul pendapat bahwa hak beli saham tersebut dikapitalisasi.
Harga pasar hak beli saham ini adalah sebesar selisih harga pasar saham sengan harga
yang harus dibayar pemegang saham yang mempunyai hak beli saham. Perlukah
jumlah rupiah selisih ini dikapitalisasi?
Bila dividen saham dapat dikapitalisasi maka hak beli saham juga dapat
dikapitalisasi karena hak beli saham dapat dianggap sebagai dividen saham dengan

nilai sebesar harga pasar hak beli saham. jumlah ini dikapitalisasi ke modal setoran
lain. Argumen dibantah dengan alasan bahwa kapitalisasi hak belisaham menjadi
modal setoran adalah tidak logis karena tidak ada sumber ekonomi yang disetorkan
oleh pemegang saham dan tidak ada saham baru yang diterbitkan. Lain halnya dengan
kupon beli saham atau waran yang di bahas sesudah opsi saham berikut.
Secara umum opsi diartikan sebagai klaim untuk membeli atau menjual saham
tertentu yang sengaja diciptakan oleh investor untuk dijual kepada investor lain.
Dalam arti khusus, opsi saham adalah semacam kontrak yang membeli hak kepada
karyawan perusahaan (termasuk manager atau
pemimpin) untuk membeli saham perusahaan dalam jangka waktu tertentu dengan
harga yang tertentu pula. pada umumnya harga pengambilan dibawah harga pasar
saham yang bersangkutan atau harga yang ditawarkan kepada pihak lain.
Kebijakan semacam ini sering disebut dengan program opsi saham karyawan.
Opsi saham ini biasanya digunakan sebagai sarana untuk meningkatkan loyalitas dan
motivasi karyawan dengan
menjadikan mereka pemilik perusahaan dan utnuk menambah penghasilan karyawan
(sebagai konvensasi tambahan). Banyaknya saham yang dapat dibeli dan harga opsi
dapat ditentukan pasa saat hak opsi diberikan atau bergantung pada beberapa kejadian
dimasa mendatang seperti
pertumbuhan perusahaan dan perubahan harga saham.
Dalam hal opsi saham karyawan, ada kalanya harga pengambilan begitu rendah di
banding harga pasar sehingga selisihnya dapat dipandang sebagai kompensasi atau
imbalan jasa karyawan. Ada kalanya program opsi saham diluncurkan bukan untuk
tujuan meningkatkan kompensasi karyawan tetapi untuk meningkatkan status
karyawan sebagai pemilik perusahaan dan untuk membantu perusahaan menambah
dana. APB Opinion No.25 pasal 7 menentukan bahwa opsi saham dapat dikategorikan
sebagai nonimbalan. Jika program opsi saham tidak memenuhi kriteria sebagai opsi
saham nonimbalan, tentunya opsi saham tersebut merupakan opsi saham imbalan.
Terdapat dua macam opsi yaitu call dan put. Opsi call adalah opsi yang memberi hak
kepada pemegang opsi untuk membeli saham dengan harga tertentu selama perioda
tertentu. Orang membeli bila mengharapkan harga saham menaik. Sedangkan opsi put
adalah opsi yang memberi hak kepada pemegang opsi untuk menjual saham dengan
harga tertentu selama perioda tertentu. Orang membeli opsi bila mengharapkan harga
saham menurun.

Perusahaan dapat juga menjual hak beli saham kepada nonpemegang saham
dengan cara menjual kupon pembelian saham atau waran. Dalam PSAK No. 41, IAI
mendefinisikan waran
sebagai berikut:
Waran adalah efek yang diterbitkan oleh suatu perusahaan yang memberi hak

kepada pemegangnya untuk memesan saham dari perusahaan tersebut pada harga dan
jangka waktu tertentu (pasal 30). Terdapat beberapa karakteristik dari warran, yaitu
(1) berbeda dengan hak beli saham atau opsi,
(2) terdapat beberapa jenis: lepas, lekat, dan bebas,
(3) perlakuan akuntansi berbeda untuk tiap jenis.
Perbedaan waran dengan hak beli saham dan opsi saham dalam beberapa aspek, yaitu:
- Jumlah rupiah hasil penerbitan sekuritas (utang atau ekuitas yang disertai waran
lepas dialokasi ke sekuritas dan waran atas dasar nilai wajar masing-masing
komponen pada saat penerbitannya. jumlah rupiah yang melekat pada sekuritas
dilaporkan sebagai kewajiban atau ekuitas sesuai dengan karakteristiknya (pasal 15).
- Apabila waran diambil, jumlah rupiah yang melekat pada waran dikapitalisasi ke
modal saham dan agio saham (bila ada) apa bila waran tidak diambil sampai masa
opsi berakhir, jumlah rupiah tecatat waran tetap diperlakukan sebagai modal setoran
lain (pasal 16).
- Seluruh jumlah rupiah hasil penerbitan sekuritas (utang/ekuitas) yang disertai waran
lekat diakui
seluruhnya sebagai kewajiban atau ekuitas sesuai dengan karakteristiknya (pasal 17).
- Penerbitan waran bebas diperlakukan sebagai modal setoran lain sebesar jumlah
rupiah hasil
penerbitan tersebut. bila waran bebas diterbitkan secara cuma- cuma, tidak diperlukan
penaksiran
nilai waran untuk diakui sebagai modal setoran lain (pasal 18-19).

2.4.6 Saham treasuri


Saham treasuri adalah penarikan kembali saham yang beredar untuk sementara
dan kemudian diterbitkan kembali. Beberapa alasan perusahaan melakukan penarikan
kembali antara lain saham tersebut akan diterbitkan kembali kepada karyawan dalam
program opsi saham, serta saham
tersebut akan digunakan untuk membeli perusahaan lain dalam transaski
penggabungan usaha.
Masalah teoritis yang melekat pada transaksi saham treasuri adalah
(1) penentuan jumlah rupiah yang harus dianggap sebagai pengurangan modal setoran
dan laba ditahan,
(2) pengungkapan pengaruhnya terhadap modal yuridis bila saham treasuri dijual
kembali.
Mengenai hal tersebut, terdapat dua pendekatan atau konsep yang dapat diterapkan
yaitu konsep satu-transaksi dan konsep dua-transaksi.

2.5 Penebusan/Penarikan Kembali Modal Saham PT


2.5.1 Perolehan Kembali Saham Beredar dengan Cost Method
Jika perusahaan memperoleh kembali saham yang telah dikeluarkan, selisih
antara jumlah yang dibayarkan pada saat perolehan kembali dengan jumlah yang
diterima pada saat pengeluaran saham tidak diakui sebagai laba atau rugi perusahaan.
Perolehan kembali saham yang telah dikeluarkan dapat dicatat dengan menggunakan
cost atau par value method. Dengan cost method, saham yang diperoleh kembali
dicatat sebesar harga perolehan kembali dan disajikan sebagai pengurang atas jumlah
modal.
Saham yang dibeli kembali dicatat sesuai harga perolehan kembali, disajikan
sebagai pengurang akun modal saham, untuk saham sejenis, disajikan dalam jumlah
lembar dan nilai nominal. Kemudian, selisih harga perolehan kembali dengan nilai
nominal disajikan sebagai pengurang atau penambah akun agio saham, disajikan per
jenis saham dan rupiah, dengan judul tambahan (pengurang) agio modal dari
perolehan kembali saham. Apabila agio saham menjadi
defisit (disagio) karena transaksi perolehan kembali, defisit tersebut dibebankan pada
saldo laba.
2.5.2 Perolehan Kembali Saham Beredar dengan Par Value Method
Metode nilai nominal atau par value method lazimnya digunakan dalam hal
saham yang diperoleh kembali tersebut akan dikeluarkan lagi dikemudian hari.
Dengan metode nilai nominal (par value method), saham yang diperoleh kembali
dicatat sebesar nilai nominal saham yang bersangkutan dan disajikan sebagai
pengurang akun modal saham. Apabila saham yang diperoleh kembali tersebut semula
dikeluarkan dengan harga di atas pari, akun agio saham akan didebit dengan agio
saham yang bersangkutan.
Dalam hal jumlah yang dibayarkan lebih besar dari pada jumlah yang diterima
pada saat pengeluarannya, selisih tersebut dibukukan dengan mendebet akun saldo
laba. Sebaliknya bila jumlah yang dibayarkan lebih kecil, selisihnya dianggap sebagai
unsur penambah modal dan dibukukan dengan mengkredit akun tambahan modal dari
perolehan kembali saham. Metode ini
lazimnya digunakan bila perolehan kembali dilakukan dalam rangka penarikan saham.
2.5.3 Perolehan Kembali Saham Sumbangan
Saham yang diperoleh kembali dari sumbangan lazimnya dicatat sebesar jumlah
yang diterima pada saat pengeluarannya dengan mendebet akun modal saham yang
diperoleh kembali dan mengkredit akun modal yang berasal dari sumbangan. Pada

saat saham tersebut dijual kembali, selisih antara jumlah yang tercatat dengan harga
jualnya ditambahkan pada akun modal yang berasal dari sumbangan.

Contoh Soal Ekuitas Pemegang Saham


1.Saham dapat diterbitkan dengan nilai nominal tanpa nilai nominal dengan nilai
dinyatakan, serta tanpa nilai nominal dan tanpa nilai dinyatakan.
a. Saham dengan nilai nominal
Asumsikan PT Jayakarta menerbitkan 4.000 lembar saham biasa dengan nilai nominal
sebesar Rp10.000 pada tanggal 1 April 2013 dengan nilai sebesar Rp45.000.000 tunai.
Jurnal untuk mencatat transaksi tersebut adalah sebagai berikut.
Kas
45.000.000
40.000.000
Saham Biasa
5.000.000
Tambahan Modal Disetor
b. Saham tanpa nilai nominal
Jika, dalam contoh tersebut, saham biasa tidak memiliki nilai nominal, tetapi memiliki
nilai dinyatakan atau nilai ditetapkan sebesar Rp10.000, maka jurnalnya akan sama
saja. Namun, jika tidak ada nilai ditetapkan, seluruh kas yang diterima pada penjualan
saham dicatat dengan mengkredit akun modal saham, dan tidak ada tambahan modal
disetor atau agio saham tersebut. Dengan mengasumsikan saham PT Jayakarta adalah
saham biasa yang tidak memiliki nilai nominal maupun nilai ditetapkan, jurnal untuk
mencatat penjualan 4.000 lembar seharga Rp45.000.000 adalah sebagai berikut.
Kas
45.000.000
45.000.000
Saham Biasa
Akuntansi saham preferen pada saat penerbitannya sama dengan akuntansi saham
biasa. Bila jumlah yang diterima dari penerbitan saham tersebut lebih besar daripada
nilai nominalnya, selisih yang terjadi dicatat pada akun Tambahan Modal
Disetor atau Agio Saham (Additonal Paid-in Capital in Excess of
Par atau Share Premium).
Sebagai ilustrasi, misalkan PT Jayakarta menerbitkan 10.000 lembar saham preferen
dengan nilai nominal Rp10.000 seharga Rp12.000 per saham. PT Jayakarta mencatat
penerbitan ini sebagai berikut.
Kas
120.000.000
100.000.000
Saham Preferen
20.000.000
Tambahan Modal Disetor
2. Saham yang Diterbitkan Berdasarkan Pesanan
Saham dapat diterbitkan berdasarkan pesanan. Suatu pesanan (subscription) adalah
kontrak hukum yang mengikat antara pemesan atau pembeli saham (subscriber) dan

entitas (penerbit saham). Suatu pesanan membuat enitas mempunyai hak hak
tertentu sebagai pemegang saham kecuali jika hak-hak tertentu sebagai pemegang
saham ditahan oleh hukum atau oleh kontrak. Biasanya, sertifikat saham yang
membuktikan besarnya kepemilikan tidak akan diterbitkan sampai seluruh harga
pesanan telah diterima entitas.

1-30 November: Menerima pesanan 5.000 lembar saham biasa dengan nilai nominal
sebesar Rp1.000 dan harga jual sebesar Rp12.500 per lembar saham, dengan 50%
dibayar di muka, sedangkan sisanya dibayar 60 hari kemudian.
Piutang kepada Pemesan Saham Biasa
62.500.000
5.000.000
Saham Biasa yang Dipesan
57.500.000
Tambahan Modal Disetor
Kas
31.250.000
31.250.000
Piutang kepada Pemesan Saham Biasa
Jurnal berikut mengilustrasikan pencatatan penerbitan saham yang dijual berdasarkan
pesanan.
1-31 Desember: Menerima pelunasan setengah dari sisa piutang pesanan saham dan
menerbitkan saham kepada pemesan saham yang telah membayar penuh sebanyak 2.500
lembar.
Kas
15.625.000
15.625.000
Piutang kepada Pemesan Saham Biasa
Saham Biasa yang Dipesan
2.500.000
2.500.000
Saham Biasa
Modal disetor merupakan jumlah yang akan dilaporkan dalam seksi ekuitas pada
laporan posisi keuangan tanggal 31 Desember sebagai berikut.
Ekuitas
Modal Disetor
Saham Biasa, nilai nominal Rp1.000, 2.500 lembar
Rp 2.500.000
ditempatkan dan disetor
2.500.000
Saham Biasa yang Dipesan, 2.500 lembar
57.500.000
Tambahan Modal Disetor
Rp62.500.000
Dikurang: Piutang kepada Pemesan Saham Biasa
(15.625.000)
Total Modal Disetor
Rp46.875.000

KASUS
Batavia Air Pailit
Seperti yang sudah diberitakan pada berbagai media bahwa Batavia Air telah
dinyatakan pailit karena tak mempu melunasi utang-utang dalam jutaan Dollar.
Memang tak dapat dipungkiri bahwa penggunaan utang sebagai modal operasional
atau pun ekspansi usaha merupakan salah satu hal yang dapat dilakukan oleh lembaga
atau perusahaan. Namun jangan lupa bahwa menggunakan utang diibaratkan memiliki
dua bentuk yakni pedang bermata dua. Untuk pembahasan selanjutnya akan diarahkan
pada aplikasi utang sebagai salah satu sumber pendanaan perusahaan.
Dalam bidang keuangan terdapat dua bentuk pendanaan yakni yang bersumber
dari internal perusahaan dan eksternal perusahaan. Internal perusahaan seperti laba
ditahan, keuntungan dan lain-lainnya. Sedangkan ekternal perusahaan dapat berupa
utang, obligasi, penjualan saham dan lain-lainnya. Namun dala tulisan ini akan
memfokuskan pada utang yang mana diduga merupakan salah satu penyebab pailitnya
Batavia Air. Untuk memperjelas bahwa menumpuknya utang oleh Batavia Air karena
ketika jatuh tempo pelunasan utang, yang terjadi adalah ketidakmampuan.
Pertanyaannya adalah mengapa tidak mampu?
Dalam aplikasi utang sebagai pendanaan biasanya diikuti juga dengan analisis
tentang kemampuan melunasi serta kredibilitas sang pengutang. Dalam hal ini,
menumpuknya utang mungkin saja disebabkan lemahnya aspek manajemen keuangan
dalam tubuh Batavia Air. Karena bagaimana pun kasus pailitnya Batavia Air diduga
disebabkan oleh utang sehingga menimbulkan pertanyaan bagaimana proses
persetujuan untuk berutang hingga pencairan dana utang tersebut? Apakah melalui
analisis komprehensif bisnis ataukah tidak? Dalam hal ini hanya pihak interen
perusahaan Batavia Air yang mampu menjawabnya.
Namun apabila dikaji dari perspektif keuangan maka pailitnya Batavia Air
mendeskripsikan pengelolaan keuangan yang kurang bagus yang mana dapat
terindikasi dari kemampuan menghasilkan nilai lebih dari utang atau biasanya disebut
sebagai cost lebih besar dari benefit. Hal ini dapat terjadi mungkin saja disebabkan
telaah kondisi bisnis serta sense of crisis pihak manajemen Batavia Air mengalami
kendala. Karena bagaimana punketika membuat keputusan untuk berutang haruslah
memperkirakan kemampuan untuk melunasi serta kemampuan memprediksi trens
pasar untuk kepentingan bisnis.

Dari kasus pailitnya Batavia Air dapat dipahami bahwa ada celah pemasukan
dan pengeluaran serta bias akan potensi bisnis bahwa semua itu tidak pasti. Oleh
karena itu, pemanfaatan celah pasar yang diharapkan oleh pihak manajemen Batavia
Air tidak berjalan sesuai rencana. Dengan demikian berpijak pada ulasan sebelumnya
terdapat beberapa hal yang dapat diambil hikmahnya dari kasus pailitnya Batavia Air,
yakni:
Sense of crisis
Alasan pertama dari sense of crisis yakni pihak manajerial tidak mampu memahami
bahwa kondisi bisnis saat ini tidak pasti, oleh karena itu kepekaan dan ketanggapan
bisnis perlu diperhatikan. Dalam aplikasi penggunaan utang sebagai sumber
pendanaan maka langkah pertama yang harus ditelaah secara mendalam adalah
kemampuan dan kondisi pemasukan bisnis. Sampai di sini dapat ditarik benarng
merah bahwa sense of crisis perlu mendapatkan perhatian serius dari perusahaanperusahaan yang berkeinginan bertahan pada kondisi persaingan yang tajam serta
penuh ketidakpastian. Lanjut bahwa apabila perusahaan memiliki sense of crisis maka
pihak manajerial perusahaan dapat bersikap dengan tepat sebelum bahaya itu terjadi.
Dalam kasus Batavia Air, sudah terjadi goncangan barulah mulai memikirkan solusi
untuk menyelesaikannya. Tentu saja hal tersebut terlambat dan berakhir dengan pailit.
GCG
Seperti yang diketahui bahwa penerapan tata kelola perusahaan yang baik saat ini
tidak dapat diabaikan seperti waktu-waktu sebelumnya dan memang hal itu benar
adanya karena melalui tata kelola yang baiklah akan memudahkan proses
operasionalisasi dan perbaikan secara kontinyu. Dalam konteks pailitnya Batavia Air
perlu mendapatkan perhatian untuk meningkatkan tata kelola perusahaan yang baik.

Lemahnya analis C/B


Analisis cost benefit sangat penting ketika suatu perusahaan hendak membuat
keputusan menggunakan utang sebagai sumber pendanaan. Karena dari analisis C/B
inilah akan membantu memahami kondisi perusahaan dengan lebih baik. Dalam arti
akan membuka cakrawala kekuatan melunasi utang serta bagaimana keuntungan
lainnya apabila mau menggunakan utang. Dalam konteks Batavia Air ada indikasi
bahwa analisis C/B belumlah dilakukan sepenuhnya sehingga analisis utang diabaikan
dan mengalami utang yang berlebihan, atau dengan kata lain mengalami kekurangan
kemampuan melunasi utang.

Harga

Harga memang sangat peka oleh konsumen karena konsumen cenderung lebih
memilih harga yang murah. Dan hal itu memang normal karena lebih kecil jumlah
uang untuk mendapatkan suatu barang maka akan semakin baik adanya. Hanya saja
dalam konteks Batavia Air, untuk menunjang keberlangsungan arus kas masuk
membutuhkan lebih dari hanya sekedar bersaing menggunakan harga sebagai ujung
tombak. Dalam arti membutuhkan aspek lainnya selain harga guna memperkuat arus
kas masuk sehingga laba ditahan pun dapat meningkat, dan apabila kondisi itu terus
berlangsung akan meningkatkan kemampuan melunasi utang.

Gunakan sumber pendanaan berimbang


Maksudnya adalah bagaimana menggunakan sumber pembiayaan atau kombinasi
yang sehat dari dana internal dan dana ekternal. Kasus pailitnya Batavia Air
mengindikasikan penggunaan utang yang berlebihan tanpa analisis yang mendalam.
Oleh karena itu gunakan persentase dana internal dan eksternal yang bijak yang mana
terindikasi dari tidak jangan menggunakan utang sebagai modal utama
operasionalisasi. Memang benar bahwa ada juga perusahaan yang menggunakan
utang sebagai sumber utama pendanaan yakni perusahaan-perusahaan yang berbisnis
dalam langanan bisnis perbankan. Nah dalam hal ini dapat dilihat bahwa karakteristik
jenis industri dimana Batavia Air beroperasionaliasi memiliki perbedaan karakter
dengan industri perbankan sehingga sekali lagi persentase penggunaan utang sebagai
sumber pendanaan haruslah benar-benar dianalisis secara mendalam. Sebaiknya
jangan melebihi dari 40% dari total aset yang dimiliki sehingga ketika terjadi
goncangan keuangan masih berpeluang untuk menghasilkan aset.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Konsep kesatuan usaha memisahkan secara fisik dan konseptual antara
manajemen dan pemilik. Ekuitas pemegang saham menggambarkan hubungan yuridis
antara perseroan dengan para pemegang saham. Ekuitas pemegang saham terdiri atas
dua komponen yaitu modal setoran dan laba ditahan. Modal setoran dipecahkan
menjadi modal yuridis dan modal setoran lain.
Ekuitas didefinisikan secara sintatik sebagai hak residual atas asset perusahaan
setelah dikurangi semua kewajiban. Ekuitas terpaksa didefinisi secara sintatik bukan
semantik karena keperluan untuk memprtahankan artikulasi statemen keuangan.
Ekuitas mengandung makna pemilikan. Oleh karena itu, untuk organisasi nonbisnis
ekuitas sering disebut sebagai asset bersih.
Ekuitas berbeda dengan kewajiban dalam tiga hal, yaitu hak atas penyelesaian
klaim, hak penggunaan aset, dan substansi perjanjian (yuridis). Walaupun demikian,
atas dasar konsep kesatuan usaha kreditor dan investor dipandang sebagai pihak luar
perusahaan yang terpisah dari
manajemen.
Modal setoran perlu dibedakan dengan laba ditahan karena modal setoran
merupakan suatu bentuk kontrak yuridis yang harus dipertahankan keutuhannya
sedangkan laba ditahan merupakan modal yang tercipta atau terhimpun karena
pemanfaatan aset. Modal setoran merupakan perubahaan aset dalam rangka
pendanaan (transaksi modal) sedangkan laba ditahan merupakan
perubahan aset dalam rangka produksi (transaksi operasi).

DAFTAR PUSTAKA

Suwardjono (2005). Teori Akuntansi Perekayasaan Akuntansi


Keungan.Yogyakarta.Penerbit BPPFE,(Edisi Ketiga)

Anda mungkin juga menyukai