EKUITAS
I. Pengertian
Karena artikulasi harus dipertahankan, ekuitas tidak didefinisikan secara semantic tetapi
secara sintaktik. Artinya, ekuitas didefinisikan secara mekanik atau procedural dalam kaitannya
dengan elemen-elemen statemen keuangan yang lain. Lebih tegasnya, ekuitas tidak dapat
didefinisi secara independen terhadap aset damn kewajiban. Dalam kerangka dasar Standar
Akuntansi Keuangan (2002), misalnya, Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) mendefinisi ekuitas
sebagai berikut (pasal 49);
Ekuitas adalah hak residual atau aktiva perusahaan setelah dikurangi semua kewajiban.
Ekuitas didefinisikan sebagai hak residual untuk menunjukkan bahwa ekuitas bukan
kewajiban. Ini berarti ekuitas bukan pengorbanan sumber ekonomi masa datang. Karena
didefinisi atas dasar eset dan kewajiban, nilai ekuitas juga bergantung pada bagaimana aset dan
kewajiban diukur.
Godfrey, Hodgson, dan Holmes (1997) membedakan ekuitas dan kewajiban atas dasar
kriteria berikut:
a. Hak-hak masing-masing pihak atas penyelesaian klaim.
Klaim kreditor terbatas jumlahnya dan harus diselesaikan pada tanggal tertentu
sementara klaim pemegang saham merupakan jumlah residual dan tidak harus
diselesaikan atau dilunasi pada tanggal tertentu.
b. Hak penggunaan aset dalam operasi.
Kreditor pada umumnya tidak mempunyai akses dan kendali dalam penggunaan aset
perusahaan. Mereka juga tidak mempunyai hak dalam pengambilan keputusan operasi
perusahaan secara langsung.
c. Substansi ekonomik perjanjian.
Kreditor berhak atas pelunasan sedangkan pemegang saham berhak atas pembagian
laba (residual). Jadi, secara substansi ekonomik, kreditor menanggung risiko lebih
besar sehingga berhak atas kembalian (rate of return) yang bervariasi melalui
pembagian laba (participation in profits).
Pembedaan antara dua bagian elemen ekuitas pemegang sangat penting. Dari segi
administrasi keuangan, laba ditahan merupakan indikator daya melaba (earning power) sehingga
laba ditahan harus selalu dipisahkan dengan modal setoran meskipun jumlahnya akhirnya ditotal
untuk membentuk ekuitas pemegang saham. Pembedaan ini juga penting secara yuridis karena
modal setoran merupakan dana dasar (basic fund) yang harus tetap dipertahankan untuk
menunjukkan perlindungan bagi pihak lain. Dana ini hanya dapat ditarik kembali dalam likuidasi
atau dalam keadaan luar biasa lainnya. Sementara itu, laba ditahan adalah jumlah rupiah yang
secara yuridis dapat digunakan untuk pembagian dividen.
Segala perubahan aset akibat penggunaan aset untuk tujuan produktif (for productive
effect) harus dibedakan dengan perubahan aset dalam rangka pemerolehan dana (for financial
effect.). Untuk selanjutnnya, perubahan yang pertama disebut perubahan karena transaksi
operasi sedangkan yang kedua transaksi modal. Pembedaan ini menjadi landasan utama
penyajian statemen laba-rugi komprehensif.
V. Modal Yuridis
Modal setoran dibedakan menjadi modal yuridis dan modal setoran lain (agio/premium
modal saham). Modal yuridis timbul karena ketentuan hukum yang mengharuskan bahwa harus
ada sejumlah rupiah yankg harus dipertahankan dalam rangka perlindungan terhadap pihak lain.
Modal yuridis merupakan jumlah rupiah “minimal” yang harus disetor oleh investor sehingga
membentuk modal yuridis (legal capital). Tujuan penyajian modal yuridis ini adalah untuk
memberi informasi kepada para pemegang ekuitas lainnya tentang batas perlindungan
investasinya. Secara yuridis pemisahan ini dianggap cukup penting dan harus diungkapkan
dalam pelaporan keuangan.
Nominal saham sering dianggap bukan merupakan harga efektif saham sehingga secara
akuntansi penentuan nilai nominal saham sebenarnya tidak bermakna ekonomik. Dalam hal
tertentua, nilai nominal saham lebih merupakan alat untuk pemerataan distribusi pemilikan
daripada untuk menunjukkan nilai saham itu sendiri. Karena tidak bermakna ekonomik, saham
dapat diterbitkan tanpa nilai nominal (no par stock). Ada dua alasan penerbitan saham tanpa nilai
nominal yaitu (1) untuk menghindari utang bersyarat dalam hal saham terjual di bawah harga
nominal dan (2) tidak ada hubungan antara nilai nominal dengan harga pasar saham.
Namun penerbitan saham tanpa nilai nominal ini dapat menimbulkan persoalan khususnya
dalam hal perusahaaan dilikuidasi karena akan sulit untuk menentukan dasar pembagian
kekayaan perusahaan. Selain itu, perlindungan bagi kreditor menjadi tidak jelas karena seakan-
akan tidak ada batas jumlah rupiah yang dapat dibagikan kepada pemegang saham dalam bentuk
dividen dan likuidasi modal. Saham tanpa nilai nominal juga dijual dengan harga yang sangat
rendah semata-mata untuk tujuan penggeseran pemilikan atau mempengaruhi harga saham. Oleh
karena itu, beberapa negara memberlakukan ketentuan bahwa perseroan (dewan direksi)
menyatakan nilai saham minimum yang disebut nilai nyataan (stated value). Saham tidak dapat
diterbitkan kalau dijual dengan harga dibawah nilai nyataan ini. Nilai nyataan akan berfungsi
sebagai modal yuridis.
Modal yuridis dapat diubah sewaktu-waktu tanpa harus menerbitkan saham baru. Modal
yuridis juga dapat berubah akibat transfer antar sumber dana sehingga terkadang sulit untuk
menentukan berapakah modal yuridis perusahaan yang sebenarnya sebagai informasi kepada
pihak yang berkepentingan. Pengungkapan modal yuridis tidak diperlukan kecuali untuk
perusahaan yang baru berdiri. Dalam perusahaan besar yang labanya berkembang, modal yuridis
biasanya merupakan sebagian kecil dari total ekuitas pemegang saham. Dalam keadaan seperti
ini, jumlah rupiah dividen tahun berjalan dan masa mendatang tidak akan bergantung pada
jumlah modal yuridis. Justru seluruh modal pemegang saham (termasuk laba ditahan) akan
berlaku sebagai perlindungan (buffer) bagi kreditor. Sebenarnya, kreditor akan lebih
mendasarkan keputusannya pada total sumber ekonomik perusahaan, kemampuan memperoleh
laba, dan kebijakan keuangan perusahaan daripada pada modal yuridis.
Selain itu ada yang menyatakan bahwa modal saham dan modal setoran lain merupakan
komponen yang harus dianggap sebagai satu kesatuan dan jumlah rupiahnya harus ditotal untuk
menunjukkan modal setoran total. Akan tetapi, harus dibedakan dengan tegas antara modal
setoran dengan laba ditahan. Selanjutnya ditegaskan bahwa secara ekonomik bukanlah modal
yuridis yang menjadi batas perlindungan tetapi justru laba ditahanlah yang merupakan
penyangga umum (general purpose buffer) untuk segala kemungkinan rugi dan hal-hal bersyarat
lainnya.
Modal saham yuridis (legal capital) dapat disajikan sebagai suatu rincian di bawah judul
“modal setoran total.”Oleh karena itu, neraca akan menjadi kurang informatif kalau komponen-
komponen modal setoran dipisahkan tetapi tidak ditunjukkan totalnya.
Tujuan utama perekayasaan akuntansi modal setoran ini adalah untuk membedakan
secara tegas antara perubahan akibat transaksi operasi dan perubahan akibat transaksi operasi.
Berbagai sumber yang dapat mengubah modal setoran dengan berbagai masalah teoretisnya
adalah:
a. Pemesanan saham (stock subscriptions)
Pada umumnya, pada saat perseroan didirikan atau pada saat melakukan penawaran
public perdana (initial public offering atau IPO), perusahaan telah menetapkan apa
yang disebut modal dasar (authorized capital stocks).
Secara konseptual, ekuitas pemegang saham bersifat seperti kewajiban. Oleh karena
itu, jumlah rupiah saham pesanan dapat diakui sebagai modal setoran hanya apabila
kedua syarat berikut dipenuhi:
1. Jumlah rupiah yang disepakati dalam pemesanan merupakan klaim yuridis bagi
perusahaan terhadap pemesan dan tidak dapat dibatalkan.
2. Harga pemesanan tersebut akan ditagih penerbit dalam periode yang cukup pasti
dan tidak terlalu lama.
b. Obligasi terkonversi atau berhak-tukar (convertible bonds)
Perusahaan menerbitkan obligasi dengan karakteristik bahwa obligasi tersebut dapat
ditukarkan dengan saham biasa atas kehendak pemegang obligasi dalam periode konversi
tertentu. Telah dibahas sebelumnya bahwa obligasi yang demikian mengandung sifat ekuitas dan
kewajiban sehingga menimbulkan masalah apakah perlu dipisahkan jumlah rupiah yang
merepresentasi ekuitas dan yang merepresentasi kewajiban. Dalam hal ini, ada dua nilai yang
dapat digunakan sebagai basis kapitalisasi yaitu:
1. Nilai buku (book value) atau nilai bawaan (carrying value) obligasi pada saat
penukaran.
2. Harga pasar obligasi atau harga pasar saham (mana yang paling objektif).
e. Hak beli saham, opsi, dan waran (stock rights, options, dan warrant)
Hak Beli Saham
Hak beli saham adalah hak yang diberikan bagi pemegang saham lama untuk membeli
sejumlah saham (proporsional dengan kepemuilikan). Hal ini biasanya dimaksudkan untuk
mempertaruhkan pemilikan pemegang saham lama. Pada umumnya, hak beli saham umurnya
tidak lama dan harga beli saham dengan hak beli tersebut biasanya lebih rendah dari harga pasar
saham bersangkutan.
Opsi Saham
Opsi merupakan instrument yang digolongkan sebagai sekuritas turunan-saham atau
derivative-saham (equity-derivative securities). Disebut turunan karena harus ada sekuritas yang
melandasi atau menjadi basis (underlying securities). Secara umum opsi diartikan sebagai klaim
untuk membeli atau menjual saham tertentu yang sengaja diciptakan oleh investor untuk dijual
kepada investor lain.
1) Opsi saham Nonimbalan
Ada kalanya program opsi saham diluncurkan bukan untuk tujuan meningkatkan
kompensasi karyawan tetapi untuk meningkatkan status karyawan sebagai pemilik
perusahaan dan untuk membantu perusahaan menambah dana. APB Opinion No. 25
(pasal 7) menentukan bahwa opsi saham dapat dikategorikan sebagai nonimbalan /
nonkompensasi jika keempat karakteristik program opsi saham berikut dipenuhi :
Hampir seluruh karyawan penuh (full time) yang memenuhi kualifikasi jabatan
terbatas oleh berpartisipasi dalam program opsi saham.
Karyawan mempunyai hak membeli saham dalam jumlah yang sama atau atas
dasar persentase tertentu dari gaji atau upah.
Jangka waktu opsi tidak terlalu lama.
Harga saham tidak terlalu rendah dibandingkan dengan harga pasar saham / harga
yang ditawarkan kepada pihak lain.
2) Opsi Saham Imbalan
Jika program opsi saham tidak memenuhi kriteria sebagai opsi saham nonimbalan,
tentunya opsi saham tersebut merupakan opsi saham imbalan. Misalnua saja, opsi
saham ditawarkan hanya kepada para eksekutif tertentu bukan ke seluruh karyawan.
Jika banyaknya saham dan harga pengambilan sudah diketahui pada saat opsi
ditawarkan maka kompensasi dapat diukur pada saat itu atas dasar selisih harga pasar
dan harga pengambilan. Dalam program opsi saham imbalan, begitu opsi diambil
perusahaan menerima kas atau asset lainnya dan potensi jasa karyawan. Secara umum,
jurnal standar untuk mencatat transaksi opsi saham adalah :
Kas (atau asset lainnya) xxx
Potensi Jasa Karyawan xxx
Modal saham xxx
Agio saham xxx
Secara teoritis kos potensi jasa karyawan harus disebar menjadi biaya ke periode –
periode yang menikmati jasa tersebut. Secara intuitif kos potensi jasa ini adalah selisih
antara harga saham dan harga pengambilan pada tanggal pengukuran.
3) Waran
Waran adalah efek yang diterbitkan oleh suatu perusahaan yang memberi hak kepada
pemegangnya untuk memesan saham dari perusahaan tersebut pada harga dan jangka
waktu tertentu (PSAK No. 41 Pasal 03, IAI)
Pemegang waran dapat membeli sejumlah saham dengan mengembalikan waran
tersebut dan membayar sejumlah uang kas tertentu. Waran berbeda dengan hak beli
saham dan opsi saham dalam beberapa aspek yaitu :
Waran diterbitkan oleh perusahaan sedangkan hak beli saham (call dan put)
diterbitkan oleh investor.
Jangka waktu opsi waran biasanya lebih lama (dapat tahunan) daripada jangka
waktu opsi hak beli saham.
Waran dijual / diterbitkan kepada umum (bukan pemegang saham / karyawan
perusahaan) dan biasanya hal ini menjadi syarat bagi pembeli.
Saham dijual dengan harga tertentu / tunai (tidak gratis)
Harga pembelian saham total (harga waran plus tambahan kas) pada saat
pengambilan opsi biasanya melebihi harga pasar saham pada saat waran
ditawarkan.
Bila hak opsi tidak diambil, kos waran tidak dapat ditarik kembali oleh pemegang
waran
Waran dapat diterbitkan menyertai penerbitan surat utang (obligasi)
Karena terdapat aliran masuk dana, jumlah rupiah yang diterima dari penjualan kupon
saham dapat diakui dan dikategorikan sebagai modal setoran baik sebagai modal
saham atau modal setoran lain (agio saham).
f. Saham treasuri (treasury stocks)
Transaksi yang jelas akan mengurangi modal setoran adalah penarikan kembali untuk
sementara saham menjadi saham treasuri. Beberapa alasan perusahaan melakukan penarikan
kembali saham sebagai saham treasuri adalah :
Saham tersebut akan diterbitkan kembali kepada karyawan dalam program opsi
saham. Dengan penggunaan saham treasuri dalam program opsi saham, proporsi
pemilikan saham yang masih beredar tidak berkurang dibandingkan kalau digunakan
saham baru.
Saham tersebut akan digunakan untuk membeli perusahaan lain dalam transaksi
penggabungan usaha.
Masalah teoritis yang melekat pada transaksi saham treasuri adalah:
1. Penentuan jumlah rupiah yang harus dianggap sebagai pengurangan modal setoran dan
laba ditahan
2. Pengungkapan pengaruhnya terhadap modal yuridis bila saham treasuri dijual
kembalimengenai hal ini ada dua pendekatan yaitu konsep satu trasaksi atau konsep dua
transaksi
Konsep ini disebut dengan metode kos karena jumlah rupiah total yang dibayarkan
dianggap seakan–akan merupakan kos pembelian saham treasuri. Disebut satu transaksi karena
pembelian saham terasuri dan penjualannya kembali dianggap sebagai satu transaksi. Artinya,
pembelian dan penjualan dianggap sebagai kesatuan transaksi untuk mencapai tujuan yang
diinginkan dengan transaksi saham treasuri tersebut.
Jika saham treasuri ini dijual kembali dengan harga diatas kos maka jelaslah bahwa
selisihnya akan menambah agio saham atau mengurangi disagio saham. Denga kata lain selisih
dibebankan ke modal setoran lain.
Contoh: seksi ekuitas modal pemengang saham dalam neraca suatu perusahaan pada 1 januari
2005 menunjukkan modal saham Rp. 1.000.000 dan agio saham Rp. 200.000. dalam tahun 2005
menunjukkan modal saham mempeoleh kembali 25 % sahamnya sebagai saham treasuri dengan
harga Rp. 400.000 dan kemudian saham tersebut diterbitkan kembali dengan harga Rp.340.000
bagaimana perlakuan terhadap selisih rugi Rp. 60.000? Apakah sebagai likuidasi modal setoran
atau pembagian deviden?
Alternatif kedua dilandasi oleh tujuan mempertahankan modal saham atau modal yuridis.
Jumlah rupiah selisih dipecah secara proposional atas dasar modal saham dan agio saham
sebelum pearikan saham treasuri. Kemudian jumlah yang berkaitan dengan agio saham
dibebankan ke agio saham tetapi yang berkaitan dengan agio saham dibebankan ke agio saham
tetapi yang berkaitan dengan modal saham dibebankan di laba ditahan. Dengan demikian modal
saham (modal yuridis) tetap utuh. Contoh pemecahan selisih dilakukan dengan cara sebagai
berikut :
Alternatif ketiga membebankan seluruh selisih ke laba ditahan karena perlakuan ini semata –
mata kepraktisan dan konservatisma alas an teoritisnya karena kalau pembelian dan penjualan
dianggap sebagai suatu transaksi maka esensi selisih tersebut adalah distribusi asset kepada
beberapa pemegangsaham secara selektif. Alasan lain karena laba ditahan harus dipandang
sebagai penyangga umum bila tujuan tertentu harus dicapai.
Apabila saham terasuri tidak segera dijual maka kos pembelian tersebut tidak dianggap
sebagai asset tetapi akan diklasifikasikan sebagai pengurang ekuitas pemegang saham secara
keseluruhan. Keberatan terhadap penyajian ini dapat member kesan yang salah tentang besarnya
ekuitas pemegang saham khususnya apabila saham treasuri tersebut akhirnya dianggap likuidasi
saham atau dijual dengan harga yang jauh dibawah kos.
Pemerolehan kembali saham sebagai saham treasuri dianggap sebagai likuidasi ekuitas
pemegang saham, sedangkan penjualan kembali saham treasuri dianggap sebagai penerbitan
saham baru. Konsep ini disebut dengan pendekatan nilai nominal karena harga penarikan atau
penjualan kembali ditandingkan dengan nilai nominal. Selisihnya dikompensasikan ke modal
setoran lain seluruhnya atau sebatas porsi modal setoran lain mula-mula sehingga selisihnya
dikompensasikan ke laba ditahan. Contoh jurnalnya adalah sebagai berikut :
Perbedaan terletak pada tujuan pemerolehan kembali saham tersebut. Kalau tujuannya
adalah untuk mnjual kembali saham treasuri kepada karyawan atau pihak khusus lainnya, konsep
satu akan lebih relevan. Akan tetapi, bila tujuan pemerolehan kembali adalah untuk membeli
saham para pemengang saham yang tidak setuju dengan kebijakan perusahaan atau untuk
melikuidasi jenis saham tertentu maka pendekatan dua akan lebih mengena karena hal ini
cenderung bermakna likuidasi atau memutus hubungan kepemilikan.
Jika pemisahan antara transaksi modal dan transaksi operasi harus tetap dipertahankan,
hanya terdapat 2 faktor utama yang mempengaruhi besarnya laba ditahan yaitu laba atau rugi
periodic dan pembagian deviden. Laba yang dipindahkan dari aku laba rugi adalah laba yang
merupakan selesih seluruh elemen transaksi operasi dalam arti luas yang disebut laba
komrehesif. Transaksi lain yang dapat mempengaruhi laba ditahan adalah transaksi yang
tergolong dalam transaksi modal yang diuraikan dalam pembahasan perubahan modal setoran.
Pengaruh beberapa transaksi diatas langsung dimasukkan dalam laba ditahan dan tidak melalui
statemen laba rugi periode terjadinya transaksi tersebut karena merupakan transaksi modal.
Terdapat beberapa hal yang dapat menyebabkan laba ditahan pada suatu periode berubah selain
karena transaksi modal tetapi karena transaksi khusus yaitu:
Penyesuaian ini sering juga disebut dengan penyesuaian susulan. Penyesuaian periode
lalu adalah perlakuan terhadap suatu jumlah rupiah yang mempengaruhi operasi periode masa
lalu bukan sebagai pengurang atau penambah perhitungan laba tahun sekarang tetapi sebagai
penyesuaian terhadap laba ditahan awal periode sekarang, sebagai contoh perusahaan yang pada
periode lalu dituntut untuk mengganti rugi sejumlah uang tertentu karena dituduh melanggar hak
paten perusahaan lain. Baru pada periode sekarang dapat dipastikan bahwa perusahaan harus
membayar ganti rugi sejumlah tertentu. Jumlah tersebut harus diperlakukan sebagai rugi bagi
perusahaan. Rugi tersebut diakui sebagai penyesuaian terhadap laba bersih peiode lalu ketika
peristiwa yang menyebabkan rugi tersebut terjadi.
Koreksi Kesalahan
Untuk dapat disebut kesalahan suatu jumlah rupiah harus berasal dari kesalahan hitung,
kesalahan aplikasi, atau kekeliruan menggunakan fakta yang tersedia dalam penyusunan laporan
keuangan. Perubahan taksiran muncul dari adanya informasi atau perkembangan baru yang
berarti dari tilikan yang lebih baik atau pertimbangan yang lebih mantap.
Misalnya saja kesulitan dalam memecah kos menjadi biaya dan bagian yang ditunda
pembebanannya pada akhir periode membuka kemungkinan untuk melakukan koreksi di
kemudian hari terhadap asset dan laba yang sebelumnya telah dilaporkan. Juga dapat terbukti
bahwa setelah beberapa periode ternyata depresiasi telah dibebankan terlalu besar bila
dibandingkan dengan kenyataan yang sekarang dialami. Hal ini berarti bahwa nilai buku asset
telah dilaporkan terlalu rendah dan perhitungan laba pada masa yang lalu juga menjadi terlalu
rendah ditinjau dari segi fakta yang sekarang diperoleh. Demikian juga, kalau terbukti bahwa
beban depresiasi telah ditentukan terlalu kecil sehingga depresiasi akumulasian kemungkinan
tidak mencapai jumlah rupiah yang dapat menutup kos asset pada saat diberhentikan maka ini
berarti bahwa saldo asset telah dilaporkan terlalu besar pula. Yang manapun dari situasi di atas,
suatu koreksi diperlukan segera setelah cukup bukti bahwa kesalahan telah terjadi.
Laba ditahan awal periode berjalan disesuaikan dengan jumlah rupiah pengaruh
kumulatif kesalahan terhadap perhitungan laba periode-periode sebelumnya dan kalau statemen
komparatif disajikan, pengaruh retroaktif kesalahan harus ditunjukkan dalam statemen keuangan
periode-periode yang terpengaruh. Perlakuan semacam ini sebenarnya hanya berlaku untuk
kesalahan yang memenuhi ketentuan umum dalam SFAS No. 16 paragraf 1 yang dibahas
sebelumnya.
Metode ini dapat diterima dari sudut pandang neraca saja dan tidak mengganggu
kenormalan atau keutuhan (integrity) beberapa statemen laba rugi berikutnya. Di lain pihak,
prosedur ini tidak layak karena riwayat laba yang pernah dilaporkan menjadi tidak lengkap dan
besar kemungkinan angka laba dapat menyesatkan.
Pengaruh koreksi dapat ditunjukkan dalam statemen laba rugi komprehensif sebagai
penambah atau pengurang (modifier) angka laba bersih atau angka manapun yang akhirnya toh
akan ditambahkan ke (atau dikurangkan terhadap) laba ditahan,. Letak yang tepat penyesuaian
koreksi tidaklah merupakan masalah yang penting asalkan ada pengungkapan yang jelas tentang
hal tersebut dalam statemen laba rugi. Tentu saja tidak dikehendaki untuk memasukkan pengaruh
koreksi dalam klasifikasi pendapatan operasi atau biaya operasi berjalan (periode sekarang)
karena jumlah rupiah koreksi berkaitan dengan perhitungan laba dalam periode-periode
sebelumnya.
Koreksi yang berkaitan dengan penggunaan asset (asset utilization) dalam periode-
periode yang lalu dengan alasan apapun hendaknya dipisahkan dengan premium modal saham.
Premium modal saham merupakan komponen modal setoran dan kalau pemisahan antara modal
setoran dan modal operasi (laba) harus tetap dipertahankan maka tidaklah tepat untuk
menggunakan modal setoran untuk menyerap koreksi atas laba yang pernah dilaporkan kecuali
jika :
(1) Laba bersih tahun berjalan dan laba ditahan telah habis
(2) Penyesuaian yang mempengaruhi modal setoran tersebut mendapat persetujuan
pemegang saham
(3) Laba ditahan yang diakumulasi setelah penyesuaian modal tersebut diberi tanggal.
Artinya, laba ditahan yang dilaporkan kemudian diperoleh dari operasi setelah
penyesuaian tersebut (perusahaan dianggap baru mulai atau fresh start).
Jadi, sangatlah tidak tepat memperlakukan koreksi dengan cara menggabungkan semua
penyesuaian dalam statemen perubahan laba ditahan dan terpisah dengan statemen laba rugi.
Koreksi Sebagai Komponen Statemen Laba Rugi
Statemen laba rugi kumulatif (serial Komparatif) yang didasarkan atas statemen-statemen
terdahulu harus menunjukkan laba (atau rugi) komprehensif sepanjang riwayat perusahaan
sampai tanggal sekarang. Dengan demikian, kalau koreksi langsung dilakukan dalam akun laba
ditahan tanpa ada petunjuk atau penjelasan apapun dalam statemen laba rugi, beberapa statemen
laba rugi yang pernah diterbitkan tidak dapat memberikan gambaran yang menyeluruh tentang
kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba. Prinsip penyesuaian langsung ke laba ditahan
membuka kemungkinan untuk menimbulkan prosedur yang mengaburkan atau menyembunyikan
pengaruh rugi atau untung luar biasa dengan akibat timbulnya salah tafsir pada pihak pemegang
saham atau pihak lain yang berkepentingan. Statemen laba rugi harus menyatakan laba seprti apa
adanya termasuk rugi atau untung akibat koreksi. Masalahnya adalah bagaimana melaporkan
koreksi dalam statemen laba rugi? Hal ini akan dibahas dalam seksi penyajian laba.
Perubahan Akuntansi
Karena alasan tertentu suatu perusahaan mungkin melakukan kebijakan yang mempunyai
pengaruh terhadap konsistensi dalam proses akuntansi dan pelaporan keuangan yang disebut
dengan perubahan akuntansi. Ada tiga macam perubahan akuntansi yaitu :
(1) Perubahan prinsip atau metode akuntansi (change in accounting principle or method)
(2) Perubahan taksiran akuntansi (change in accounting estimate)
(3) Perubahan kesatuan pelaporan (change in the reporting entity)
Jumlah rupiah laba dan asset berkaitan yang mula-mula dilaporkan dalam statemen
keuangan periode yang lalu sebelum adanya perubahan tentunya akan berbeda dengan jumlah
rupiah seandainya perubahan tersebut telah dilakukan dalam periode yang lalu dan bukan dalam
periode sekarang atau berjalan. Salah satu elemen yang terpengaruh adalah laba periode yang
lalu.
Masalah perekayasaan yang bersangkutan dengan hal ini adalah untuk periode mana saja
pengaruh kumulatif perubahan harus diakui. Ada tiga alternatif atau metode yang diusulkan yaitu
penyesuaian retroaktif (retroactive adjustment), penyesuaian sekarang dan prospektif (current
and prospective adjustment).
Penyesuaian Retroaktif
Metode ini mengakui kumulatif perubahan dalam laba periode yang lalu sebagai
penyesuaian periode lalu. Ini berarti saldo awal akun laba ditahan ditahan periode sekarang
disesuaikan dengan pengaruh kumulatif tersebut dan laporan-laporan periode sebelumnya
disusun kembali sesuai dengan perubahan tersebut.
Penyesuaian Sekarang
Metode ini mengakui seluruh pengaruh perubahan dalam laba periode yang lalu sebagai
komponen dalam menghitung laba periode sekarang (periode terjadinya perubahan). Perlakuan
ini didasari oleh beberapa gagasan. Pertama, semua pos yang mempengaruhi laba perusahaan
harus dilaporkan melalui statemen laba rugi. Argumen ini sejalan dengan gagasan tentang
perlunya pemisahan yang tegas antara transaksi operasi dan transaksi modal. Kedua, pada
umumnya perubahan akuntansi cukup sering terjadi sehingga tidak praktis untuk selalu
mengadakan revisi statemen keuangan periode-periode sebelumnya. Ketiga, pengungkapan yang
jelas dalam pelaporan laba periode sekarang sudah cukup memadai untuk mengungkapkan
pengaruh perubahan tersebut sehingga kemungkinan pembaca laporan akan melewatkan
informasi perubahan dapat diatasi.
Metode ini menyebar pengaruh kumulatif perubahan dalam laba periode yang lalu ke
periode sekarang dan beberapa periode mendatang yang sesuai. Perlakuan ini dilandasi oleh
argumen bahwa perubahan akuntansi merupakan suatu hal yang tidak dapat dihindari dalam
proses akuntansi yang bersifat memenuhi kebutuhan yang berkembang. Dalam banyak hal,
perubahan akuntansi tidak menyangkut jumlah yang cukup material untuk mengharuskan revisi
statemen keuangan. Lagipula, manfaat tambahan yang diperoleh dengan revisi tidak sepadan kos
perevisian tersebut. Oleh karena itu, cara terbaik adalah melakukan perubahan akuntansi dan
menerapkan metode tersebut mulai dari periode perubahan dan seterusnya tanpa perlu
mengadakan revisi terhadap apa yang sudah terjadi walaupun pengungkapan yang memadai
tentang perubahan tetap diperlukan.
Perubahan ini misalnya adalah pergantian metode depresiasi dari persentase nilai buku ke
garis lurus atau sebaliknya. Perubahan dapat disebabkan oleh terbitnya standar baru yang
menetapkan penggunaan metode tertentu atau menolak sama sekali metode tertentu. Misalnya
saja, pelaporan sewaguna yang harus menggunakan metode kapitalisasi untuk sewaguna yang
memenuhi kriteria kapitalisasi padahal sebelum adanya standar tersebut perusahaan
menggunakan metode sewaguna operasi. Perubahan peraturan pajak dapat memicu perusahaan
untuk mengganti metode akuntansi.
Perubahan ini dapat terjadi sebagai akibat ditemukannya fakta baru atau informasi baru
atau akibat pengalaman tambahan yang diperoleh perusahaan bersangkutan dengan taksiran
tertentu. Contoh klasik adalah perubahan taksiran umur fasilitas fisis setelah perusahaan
menggunakannya dalam beberapa periode akuntansi. Hal yang perlu dicatat adalah perubahan
semecam ini bukan merupakan kesalahan (error) statemen keuangan periode sebelumnya. Untuk
dapat dikatakan sebagai kesalahan penyebab perubahan tersebut harus memenuhi pengertian
kesalahan seperti yang didefinisi dalam pembahasan kesalahan. Perubahan taksiran biasanya
juga berbeda dengan perubahan akuntansi. Misalnya, pengurangan umur ekonomik suatu fasilitas
fisis merupakan perubahan taksiran sedangkan pergantian dari metode garis lurus ke metode lain
merupakan perubahan akuntansi walaupun kedua perubahan tersebut mungkin menghasilkan
jumlah rupiah dan pengaruh perubahan yang sama terhadap laba.
Kuasi-Reorganisasi
Jika terjadi defisit, tidak perlu segera diserap oleh modal setoran. Defisit dapat dianggap
sebagai kontra jumlah modal setoran dengan harapan operasi perusahaan di masa mendatang
dapat menutup atau menghilangkan defisit tersebut. Akan tetapi, kalau defisit tersebut
berkelanjutan dan perusahaan terus mendapat rugi, tidak ada jalan lain kecuali mengadakan
kuasi-reorganisasi agar secara yuridis perusahaan dianggap sehat dan dapat membagi dividen.
Proses kuasi-reorganisasi biasanya terdiri atas langkah-langkah berikut :
1. Aset dan kewajiban perusahaan dinilai kembali atas dasar nilai pasar atau nilai wajar
pada saat reorganisasi
2. Modal setoran lain atau agio saham (paid in capital in excess of par) harus ditentukan
jumlahnya sehingga cukup besar untuk menutup defisit. Bila sudah cukup besar maka
defisit dapat langsung dikompensasi dengan agio modal saham ini. Kalau tidak cukup,
nominal saham atau nilai yuridis saham harus diturunkan atau dimintakan kesediaan dari
pemegang saham untuk menutup defisit dengan mendonasikan sebagian modal sahamnya
(ini berarti sebagian modal saham dilikuidasi tanpa kompensasi apapun kepada pemegang
saham).
3. Saldo debit laba ditahan (defisit) dieliminasi dengan cara mendebit agio/premium modal
saham
Berdasarkan PSAK, syarat-syarat perusahaan yang dapat melakukan kuasi-reorganisasi
yaitu:
Yang jelas kuasi-reorganisasi tidak akan dilakukan kalau laba ditahan masih dapat
menyerap defisit. Bila kuasi-reorganisasi dilakukan padahal masih terdapat laba ditahan, kuasi-
reorganisasi semacam ini dapat menimbulkan distribusi asset sebagai dividen padahal
sebenarnya asset tersebut merupakan jaminan bagi kreditor untuk pinjaman yang ditanamkan.
Dengan kata lain, perusahaan mengumumkan deviden dengan membebankannya terhadap modal
pemegang saham yang menjadi batas perlindungan kreditor.
Secara umum yang telah dikorbankan (expired) menjadi biaya akan diserap melalui aliran
pendapatan kotor. Hal ini berkaitan pada umumnya dengan pengakuan biaya atas dasar konsumsi
manfaat (consumption of benefit) dalam kondisi operasi normal. Dalam hal terjadi pengorbanan
kos akibat hilangnya manfaat menjadi rugi, rugi tersebut akan diserap dahulu melalui laba bersih
dan hanya dalam keadaan yang sangat khusus maka kos tersebut dapat diserapkan oleh
kelompok modal pemegang saham. Jadi, urutan penyerapan biaya, rugi, dan rugi luar biasa
(sequence of charges) dapat digambarkan sebagai berikut :
1. Pendapatan kotor. Pos ini menyerap semua biaya dan rugi dan debit/beban (charges)
yang berasal dari transaksi pemilik.
2. Laba bersih. Hal ini akan terjadi pendapatan kotor tidak cukup untuk menutup
semua kos terhabiskan (expired cost) baik yang berasal dari konsumsi manfaat
maupun hilangnya manfaat (misalnya rugi luar biasa). Bila digunakan pendekatan
laba komprehensif, laba bersih akan menjadi laba komprehensif.
3. Laba ditahan. Hal ini hanya dapat dilakukan apabila laba bersih periode berjalan
tidak cukup untuk menyerap suatu rugi tertentu atau rugi luar biasa.
4. Premium modal saham. Bagian modal ini baru dapat menyerap rugi kalau laba
ditahan dan laba ditahan telah habis untuk menyangga suatu rugi. Dengan kata lain,
modal saham harus tetap dijaga keutuhannya sampai premium modal saham benar-
benar telah habis.
5. Modal saham. Bila keutuhan modal yuridis telah terpengaruh secara substansial,
kebijakan untuk melakukan kuasi-reorganisasi atau bahkan likuidasi perusahaan
mungkin diperlukan.
Urutan penyerapan rugi seperti diatas sebenarnya merupakan asumsi atau tradisi semata-
mata walaupun hal tersebut dapat dikuatkan dalam bentuk standar akuntansi. Hal ini didasarkan
pada pikiran bahwa berbagai dana yang ditanamkan menjadi aset perusahaan akan lebur menjadi
begitu lumatnya menjadi satu kesatuan aset. Jika demikian, rugi timbul akibat keseluruhan
kegiatan yang didanai dari berbagai sumber. Oleh karena itu, sebenarnya tidak mungkin lagi
menyatakan bahwa rugi berkaitan dengan sumber dana tertentu (laba bersih, laba ditahan, atau
modal).
Penempatan laba bersih di atas laba ditahan untuk menyerap rugi dilandasi oleh alasan
untuk mencegah kecenderungan manajemen untuk melaporkan rugi secara terpisah dari statemen
laba-rugi dan langsung membebankan ke kelompok modal pemegang saham. Alasan tersebut
juga menjadi argumen untuk memunculkan konsep laba komprehensif. Dengan konsep ini,
semua rugi dalam bentuk dan jenis apapun dimasukkan dalam statemen laba-rugi tahun
terjadinya atau tahun dapat diakuinya rugi tersebut.
Urutan penyerapan rugi seperti diatas juga dapat diapndang sebagai urutan menikmati
untung. Dengan demikian, semua untung luar biasa (selain yang timbul akibat transaksi saham
perusahaan) harus dimasukkan sebagai unsur dalam mengukur laba bersih sebelum dipindahkan
ke laba ditahan.
1. Karyawan dan pemerintah. Pihak ini dapat dipandang sebagai kreditor yang
diprioritaskan yaitu karyawan dengan hak atas gaji dan pemerintah dengan hak atas
pajak terutang.
2. Kreditor berjaminan. (guaranteed creditors). Pihak ini adalah pemegang obligasi
atau kreditor lain yang haknya dijamin dengan hak sita (liens) atas aset tertentu.
3. Kreditor takberjaminan (unguaranteed creditors). Pihak ini terdiri atas para
kreditor yang tidak dijamin yang terrefleksi dalam utang usaha atas utang wesel baik
jangka pendek maupun jangka panjang.
4. Pemegang saham prioritas. Pihak ini dilindungi oleh laba ditahan sebagai
penyangga modal saham atau yuridis.
5. Pemegang saham biasa. Pihak ini merupakan pemegang hak atas sisa kekayaan
(residual interest) yang berarti bahwa pemegang saham biasa harus menanggung lebih
dahulu rugi atau defisit.
Dengan urutan perlindungan seperti diatas, pemegang modal saham biasa adalah yang
paling akhir dilindungi alias tidak ada perlindungan sama sekali. Hubungan antara urutan
penyerapan rugi dan urutan perlindungan yang terefleksi dalam penyajian di neraca dilukiskan
dalam Gambar 11.1 berikut ini.
Gambar 11.1
Kewajiban
Laba ditahan
Dengan dasar ini, laba ditahan dapat dirinci menjadi laba ditahan yang berasal dari
operasi normal atau rutin dan yang berasal dari laba luar biasa. Dapat saja pembedaan antara
kedua sumber laba ditahan tersebut dipertajam. Namun, sebenarnya tidak cukup beralasan untuk
memecah kembali jumlah rupiah bersih laba periodic atas dasar klasifikasi sumber bilamana
statemen laba-rugi telah memuat semua faktor yang menentukan laba bersih (pendekatan laba
komprehensif) dan laba komprehensif ini telah ditransfer ke laba ditahan menjadi bagian dari
ekuitas pemegang saham.
Perincian ini ditunjukkan dengan adanya pos cadangan jaminan sosial, laba ditahan
terbatas (restricted retained earnings), dan cadangan umum. Perincian semacam itu sebenarnya
sama saja dengan mengaitkan laba ditahan dengan aset tertentu (asset imputation). Artinya,
dalam aset apa saja laba ditahan sebagaimana ditunjukkan oleh komponen aset yang terkait.
Dalam hal tertentu mungkin ada petunjuk untuk mengatakan bahwa laba ditahan terikat
dalam aset lancar. Misalnya saja, dalam satu periode telah terjadi kenaikan modal kerja neto dan
tidak terjadi transaksi lain kecuali transaksi operasi yang menimbulkan laba dalam periode
tersebut. Dalam hal ini, terdapat cukup alasan untuk mengatakan bahwa laba ditahan pada saat
itu tertanam dalam tambahan modal kerja. Dalam kasus lain mungkin dapat dbuktikan bahwa
jumlah rupiah laba ditahan terikat dalam kas atau pos aset lancar lain. Sejalan dengan pikiran
tersebut, kalau terjadi tambahan fasilitas fisis tanpa diimbangi dengan terjadinya pinjaman baru,
modal baru, atau berkurangnya modal kerja, terdapat pula cukup alasan untuk menyatakan
bahwa laba ditahan telah tertanam dalam aset tetap.
Penyisihan laba ditahan sebagai cadangan khusus akan cenderung memberi gambaran
yang menyesatkan kepada para pembaca statemen keuangan. Istilah “cadangan” memberi kesan
sebagai dana kas atau semacamnya yang disihkan (dihimpun) untuk tujuan khusus. Pada
kenyataannya, biasanya tidak ada dana (kas dan aset lainnya) yang benar-benar dipisahkan yang
jumlahnya sama dengan jumlah “cadangan” laba ditahan yang dibentuk bahkan kadang-kadang
tidak pernah atau akan terjadi investasi atau pengeluaran dana seperti yang disebut dengan nama
cadangan laba ditahan tersebut. Jadi, pencadangan semacam itu akan percuma saja.
Bentuk lain penyisihan adalah untuk tujuan penyerapan kemungkinan rugi atau
ketidakpastian lainnya (contingencies). Penyisihan ini juga tidak bermakna karena pada dasarnya
total jumlah rupiah laba ditahan dapat dipandang sebagai penyangga atau cadangan umum
(general purpose buffer). Kalau memang terdapat suatu tuntutan ganti rugi atau klaim yang suatu
saat memang harus dipenuhi maka jumlah rupiahnya (bila perlu ditaksir) harus ditunjukkan
sebagai kewajiban. Kalau ketidakpastian tersebut tidak lebih dari sekedar kemungkinan dan
khususnya apabila jumlah rupiah kerugiannya tidak dapat ditentukan maka suatu catatan kaki
akan cenderung lebih informative daripada penyisihan laba ditahan.
Perubahan akibat transaksi operasi atau transaksi nonpemilik harus dibedakan dan
dipisahkan secara tegas dengan perubahan akibat transaksi pemilik, semua perubahan akibat
transaksi operasi harus dilaporkan melalui statemen laba-rugi. Ada dua pendekatan yang dapat
dianut yaitu kinerja sekarang atau normal (current atau normal performance approach) dan
semua termasuk atau surplus bersih (all-inclusive atau clean surplus approach).
Pendekatan ini hanya memasukkan ke dalam statemen laba-rugi pos-pos operasi yang
dianggap bertalian dengan tahun berjalan dan penggunaan asset (sumber ekonomik) untuk
mencapai tujuan utama. Pendukung pendekatan ini mengajukan beberapa argumen sbb:
1. laba harus mengukur efisiensi penggunaan sumber ekonomik untuk perioda berjalan
sehingga laba harus bebas dari hal-hal yang mengaburkan efisiensi. Efisiensi, yang
diukur atas dasar kembalian atas aset (return on assets), merupakan angka penting untuk
memprediksi kemampuan laba masa datang.
2. laba merupakan pengukur kinerja manajemen. Oleh karenanya, laba haruslah angka yang
benar-benar merupakan hasil penggunaan sumber ekonomik yang ada dalam batas-batas
pengendalian manajemen. Faktor-faktor yang terjadi di luar kendali manajemen harus
dikeluarkan dari perhitungan laba. Ini berarti, laba yang harus disajikan dalam statemen
laba-rugi adalah laba yang berasal dari operasi normal.
3. laba harus dapat digunakan untuk melakukan perbandingan antarperioda dan
antarperusahaan secara bermakna. Hal ini hanya dapat dilakukan kalau angka laba hanya
berisi pos-pos yang bersifat operasi dan rutin.
4. karena fiksasi fungsional (functional fixation) pembaca statemen laba-rugi yang hanya
melihat angka akhir, pemasukan pos-pos luar biasa dalam statemen laba-rugi dapat
menyesatkan pemakai.
Laba Semua-Termasuk
Pendekatan ini menekankan pemisahan secara tegas transaksi operasi dalam arti luas dan
transaksi modal. Dengan kata lain, yang diperhitungkan sebagai laba dan disajikan melalui
statemen laba-rugi adalah semua pos akibat transaksi nonpemilik. Pendekatan ini dilandasi oleh
konsep dasar kontinuitas usaha yang memandang statemen laba-rugi merupakan penggalan aliran
operasi (pendapatan dan biaya) dalam jangka panjang. Untuk dapat memprediksi kemampuan
melaba jangka panjang, statemen laba-rugi tidak dapat berdiri sendiri tetapi harus disajikan
sebagai serangkaian statemen laba-rugi sepanjang umur perusahaan. Dengan demikian, laporan
laba-rugi periodik (tahunan) harus memuat pos-pos yang tidak normal (regular) atau luar biasa.
Tidak ada pos selain yang berasal dari transaksi pemilik langsung masuk atau menerobos ke
statemen laba ditahan.
Alasan Mendasar
Dari segi pemanfaatan, sebenarnya tidak dapat dipisahkan antara aset keuangan dan aset
tetap sehingga keduanya mempunyai pengaruh yang sama terhadap laba. Lawan dari konsep
pemanfaatan aset adalah konsep aset kapital (capital asset). Konsep ini membedakan aset kapital
(yang terdiri atas aset tetap fisis) dan aset lainnya sehingga pengaruh transaksi aset kapital
(terutama yang luar biasa) terhadap laba harus berbeda dengan transaksi aset lainnya. Berikut ini
dibahas argumen Patton dan Littleton mengenai pemanfaatan aset.
Statemen laba-rugi harus menyajikan secara efektif semua akibat dari pemanfaatan aset
yang diserahkan sepenuhnya kepada manajemen. Pemisahan laba menjadi normal dan tidak
normal dalam dua statemen akan cenderung mengalihkan pusat perhatian pemakai secara tidak
semestinya ke laba normal dan dengan demikian secara tidak sadar mengurangi perhatian
pembaca akan keefektifan manajemen secara keseluruhan. Misalnya saja, kalau laba normal
yang dilaporkan melalui statemen laba-rugi sudah memuaskan, kemungkinan pembaca akan
melalaikan sama sekali arti pentingnya suatu penghapusan fasilitas fisis yang sudah ketinggalan
zaman sebelum wqaktunya dihentikan yang langsung dibebankan ke laba ditahan. Pembaca
mungkin kelewatan untuk menanyakan apakah laba yang dilaporkan pada tahun-tahun
sebelumnya memang sudah benar kalau manajemen cukup jeli dalam mengantisipasi perubahan
teknologi. Aset atau sumber ekonomik akan berkurang dengan terjadinya kos produksi, biaya,
dan rugi, serta akan bertambah dengan terjadinya pendapatan, laba, dan untung luar biasa.
Penggunaan aset yang kedua adalah untuk dijadikan jaminan kontrak utang atau pendanaan dan
untuk alat pelunasan kontrak tersebut. Dalam hal ini, aset akan berkurang dengan dibayarnya
utang dan dikembalikannya modal dan akan bertambah dengan adanya pinjaman atau modal
baru.
Membatasi statemen laba-rugi hanya menyajikan laba normal sama saja dengan
mengeluarkan sebagian perubahan akibat pemanfaatan aset untuk tujuan produktif. Pemisahaan
tersebut mempunyai akibat pembebanan langsung ke laba ditahan perubahan aset yang
sebenarnya merupakan transaksi operasi yaitu transaksi pemanfaatan aset untuk tujuan produktif.
Pemisahaan tersebut mengurangi manfaat pelaporan yang menunjukkan keefektifan manajemen
dalam memanfaatkan aset dan berkuranglah fungsi statemen laba-rugi yang sebenarnya.
Memang ada perbedaan antara biaya dan rugi (expenses and losses), dan antara laba dan
untung luar biasa (income and special gains) tetapi juga ada kesamaannya (similarities) yang
mendasar yaitu semuanya merupakan perubahan akibat pemanfaatan aset untuk tujuan produktif.
Bagi para pemakai statemen keuangan, justru kesamaan mendasarlah yang lebih penting
daripada perbedaannya. Kemungkinan kesalahan interpretasi akan lebih besar dalam pelaporan
terpisah daripada dalam pelaporan komprehensif.
Sebagai lawan konsep pemanfaatan aset, konsep ini membedakan fungsi aset lancar dan
aset tetap. Dengan demikian, perubahan aset tetap karena penjualan atau penghentian berbeda
dengan perubahan karena pemanfaatan aset untuk menciptakan laba (melalui depresiasi)
sehingga laba atau rugi pemberhentian aset harus dilaporkan terpisah sebagai penyesuai laba
ditahan. Laba atau rugi ini dipandang sebagai transaksi modal karena dianggap modal pemegang
saham tertanam dalam aset tetap. Ini berarti jenis aset fisis tertentu sebagai potensi jasa dianggap
berbeda dengan aset lainnya sehingga rugi atau laba yang melekat pada jenis aset tertentu dapat
dilaporkan terpisah dari perubahan aset yang berkaitan langsung dengan biaya dan pendapatan.
Laba komprehensif merupakan salah satu elemen statemen keuangan. Laba komprehensif
didefinisi sebagai perubahan ekuitas selama perioda yang berasal dari sumber-sumber
nonpemilik. Dengan dianutnya pendekatan laba semua-termasuk atau laba komprehensif,
masalahnya adalah bagaimana menyajikan komponen-komponen pembentuk laba komprehensif
dan bagaimana penyajian dalam statmen laba-rugi. Berikut ini memuat komponen-komponen
pembentuk statmen laba-rugi.
Nomor 6 dan 7 dikeluarkan dari laba bersih dan dilaporkan sebagai perubahan ekuitas
nonpemilik dan angka bersih yang diperoleh dari nomor 1 sampai 5 disebut dengan laba perioda
(earnings) dan laba perioda setelah nomor 6 dan 7 disebut laba perioda bersih (net earnings)
atau tetap laba bersih. Bila terjadi rugi, laba komprehensif menjadi rugi komprehensif. Laba
komprehensif dapat disebut pula perubahan ekuitas nonpemilik total (total nonowner changes
in equity).
Biaya bunga (interest expenses) dimasukkan dalam komponen biaya lainnya dan rugi.
Angka bersih setelah biaya lainnya dan rugi serta pajak penghasilan disebut laba dari operasi
berlanjut (income from continuing operatios). Jadi, komponen 1 sampai 3 disebut komponen
operasi (dalam arti luas) dan membentuk laba dari operasi berlanjut. Hal ini berarti bahwa pos-
pos dalam komponen pendapatan lainnya dan untung atau biaya lainnya dan rugi tidak
dipandang sebagai pos-pos nonoperasi. Oleh karena itu, pos-pos dalam komponen 4 sampai 8
sering disebut pos-pos takregular atau takteratur (irregular items). Pengertian takregular
menjadi masalah bila dikaitkan dengan makna takumum atau takbiasa (unusual) dan luar
biasa atau ekstraordiner (extraordinary). Persoalannya adalah kapan suatu pos harus dikategori
sebagai komponen 2, 5, atau lainnya. Bila masuk komponen 5, apakah pos tersebut takbiasa atau
luar biasa. Kriteria unutk mengklasifikasi suatu kejadian atau transaksi yang membentuk pos-pos
luar biasa yaitu :
Materialitas berarti bahwa kejadian atau transaksi yang melandasi suatu pos harus
diklasifikasi secara terpisah sebagai pos luar biasa hanya kalau iumlah yang terlibat material
dalam kaitannya dengan atau relatif terhadap angka laba sebelum pos luar biasa, kecenderungan
(trend) laba perioda sebelum pos luar biasa, atau ukuran materialitas yang lain. Bila suatu pos
material teapi hanya memenuhi kriteria a atau b, tidak dapat diklasifikasi sebagai pos luar biasa.
Contoh pos-pos yang dapat dimasukkan dalam kategori ini misalnya adalah penghapusan
piutang, sediaan, serta kos riset dan pengembangan; untung atau rugi penjabaran valuta asing
termasuk akibat devaluasi atau revaluasi; untung atau rugi pelepasan segmen bisnis; untung atau
rugi penjualan aset fisis; efek pemogokan; dan penyesuaian akrual atas kontrak jangka panjang.
Intinya, pos-pos material yang tak biasa atau taksering, tetapi tidak keduanya, masuk dalam
kategori ini. Mereka dilaporkan dalam seksi / komponen terpisah di atas pos ekstraordiner. Dapat
juga dilaporkan dalam seksi operasi tambahan kalau jumlahnya tidak material.
PT ABC
Statemen Laba-Rugi
Untuk Tahun Berakhir 31 Desember 200X
(dalam rupiah)
Pendapatan / Penjualan 51.680.000
Kos barang terjual (28.430.000)
Laba kotor penjualan 23.250.000
Biaya penjualan dan administratif (12.500.000)
Laba dari operasi utama 10.750.000
Pendapatan lainnya dan untung 1.630.000
Biaya lainnya dan rugi (795.000) 835.000
Laba dari operasi berlanjut, sebelum pajak 9.915.000
Pajak penghasilan (2.225.000)
Laba dari operasi berlanjut 7.690.000
(income from continuing operations)
Operasi hentian, setelah pajak (290.000)
Laba sebelum pos ekstraordiner dan pengaruh 7.400.000
kumulatif perubahan akuntansi
Pos-pos ekstraordiner, setelah pajak 150.000
Laba perioda (earnings) 7.550.000
Pengaruh kumulatif perubahan akuntansi, setelah pajak 365.000
Laba perioda bersih (net earnings) / laba bersih 7.915.000
PT ABC
Statemen Laba-Rugi Komprehensif
Untuk Tahun Berakhir 31 Desember 200X
(dalam rupiah)
Laba perioda bersih 7.915.000
Perubahan ekuitas nonpemilik lainnya:
Penyesuaian penjabaran mata uang asing 314.500
Untung belum terealisasi atas sekuritas 56.500 371.000
Laba komprehensif 8.286.000
Secara umum dapat disimpulkan bahwa pos-pos takregular dilaporkan seperti pada
contoh di atas. Pos-pos material yang tidak memenuhi kriteria ekstraordiner dilaporkan terpisah
antara seksi operasi hentian dan seksi pos ekstraordiner. Di bawah ini melukiskan kaidah
keputusan untuk menyajikan semua pos atau komponen pembentuk statemen laba-rugi
komprehensif.
pos utama
(1) seksi operasi utama
ya
Regular? Utama atau
tambahan?
tambahan
(2) seksi operasi tambahan
tidak
tidak
Material?
ya
Takbiasa atau tak sering
Dilaporkan terpisah sebelum
pos-pos luar biasa
Takbiasa &
tak sering?
Takbiasa & taksering
(5) pos-pos luar biasa
Statemen laba-rugi harus disajikan sedemikian sehingga mengungkapkan berbagai unsur
kinerja keuangan yang bermanfaat bagi pemakainya. Oleh karena itu, statemen laba-rugi
minimal harus menyajikan dan menonjolkan hal-hal berikut :
a. pendapatan
b. laba atau rugi usaha
c. biaya pinjaman
d. bagian dari laba atau rugi perusahaan terafiliasi dan terasosiasi yang diperlakukan dengan
metode ekuitas
e. pajak penghasilan
f. laba atau rugi dari aktivitas normal perusahaan
g. pos luar biasa
h. hak minoritas
i. laba atau rugi bersih perioda berjalan
Ketentuan tersebut bersifat umum dan berlaku untuk perusahaan jasa, perdagangan,
maupun pemanufakturan. Butir b sebenarnya adalah laba antara setelah pendapatan atau butir a
dikurangi dengan biaya-biaya usaha. IAI sendiri tidak secara eksplisit menentukan apa saja yang
harus masuk dalam statemen laba-rugi. Yang jelas, versi laba komprehensif memasukkan ke
dalam statemen laba-rugi semua komponen perubahan ekuitas nonpemilik. Dalam ’Komponen-
Komponen Pembentuk Statemen Laba-Rugi’ di atas, komponen 1 sampai 7 pada dasarnya
merupakan komponen perubahan ekuitas nonpemilik sedangkan komponen 8 merupakan
komponen perubahan ekuitas nonpemilik selain 1 sampai 7 sehingga disebut other nonowner
changes in equity. Termasuk dalam komponen 8 adalah pos-pos penerobos yang masuk pula
dalam statemen laba-rugi komprehensif. Telah disinggung alasan pemasukan pos-pos ini adalah
untuk mengantisipasi perkembangan masa datang dan untuk menghindari penyalahgunaan dalam
bentuk manajemen laba. Namun demikian, faktor atau perubahan ini dapat menimbulkan
masalah penyajian. FASB menyatakan hal ini sebagai berikut :
Those factors sometimes may conflict or appear to conflict. For example, an all inclusive
income statement is intended, among other things, to avoid discretionary omissions of losses (or
gains) from an income statement, thereby avoiding presentation of more (or less) favorable
report of performance or stewardship than is justified. However, because income statements also
are used as a basis for estimating future performance and assessing future cash flow prospects,
arguments have been advanced urging exclusion of unusual or nonrecurring gains and losses that
might reduce the usefulness of an income statement for any one year for predictive purposes.
Dalam PSAK no.25, IAI mengenalkan konsep laba atau rugi dari aktivitas normal
yang dalam PSAK no.1 disebut sebagai laba atau rugi usaha. Konsep ini sama dengan konsep
FASB yang disebut laba dari operasi berlanjut. PSAK no.25 juga mengenalkan konsep laba
atau rugi untuk perioda berjalan yang merupakan angka bersih dari komponen berikut:
Konsep aktivitas normal yang digunakan IAI tampaknya digunakan untuk menunjuk apa
yang oleh FASB disebut komponen regular sehingga yang tidak masuk dalam komponen
aktivitas normal dapat disebut sebagai komponen takregular. Walaupun demikian, pengertian pos
luar biasa menurut PSAK no.25 tampaknya lebih luas daripada pengertian menurut FASB. Hal
ini terlihat dari ketentuan bahwa komponen operasi hentian dan perubahan estimasi akuntansi
dimungkinkan untuk dilaporkan sebagai pos luar biasa (pasal 20 dan 28).
Karena ada pos-pos penerobos, IAI tidak menerapkan konsep penyusunan statemen laba-
rugi semua-termasuk secara penuh. Dengan kata lain, laba bersih (angka akhir) dalam statemen
laba-rugi versi IAI tidak dapat dikatakan sebagai laba komprehensif penuh. Dalam PSAK no.25
tidak dibahas atau dikenal yang disebut efek kumulatif perubahan akuntansi yang harus
dilaporkan dalam statemen laba-rugi berjalan (currently) sebagai alternatif perlakuan.
Pendekatan semacam ini disebut dengan current atau catch-up method sebagaimana dicontohkan
dalam Penyajian Statemen Laba-Rugi Komprehensif Pendekatan Dua Statemen di atas.
Walaupun demikian, PSAK no.25 memperlakukan perubahan estimasi akuntansi sebagai
komponen statemen laba-rugi.
CONTOH SOAL :
1. Berikut adalah bagian ekuitas dari neraca PT. Vongola Secondo pada tanggal 01 januari
2009 :
Keterangan Saldo
6% , Saham Preferen, Nilai Pari @Rp.100.000,- (5.000 lembar diotorisasi, 500 Rp. 50.000.000,-
lembar diterbitkan dan beredar)
Saham Biasa , Nilai Pari-Saham Biasa @Rp.5000,-(200.000 lembar diotorisasi, Rp. 250.000.000,-
50.000 lembar diterbitkan dan beredar)
Tanggal Transaksi-transaksi
10 Januari 2009 Membeli kembali 1.000 lembar saham biasa yang beredar dengan harga Rp.
10.000.000,-
28 Febuari 2009 Mengumumkan deviden tunai untuk pemegang saham preferen
31 Maret 2009 Membayar deviden yang telah diumumkan pada tanggal 28 Febuari 2009
30 April 2009 Mengumumkan deviden tunai untuk pemegang saham biasa sebesar Rp. 1.000,- per
lembar
31 mei 2009 Membayar deviden yang telah telah diumumkan pada tanggal 30 april 2009 yang lalu
1 Juni 2009 Menerima pesana saham biasa sebanyak 5.000 lembar dengan harga Rp.8.000 per
lembar. Pembayaran dimuka sebesar 20% nya telah diterima
4 Juni 2009 Menjual saham treasury dengan harga Rp. 12.000,- per lembar.
1 Juli 2009 Menerima pembayaran sebesar setengah dari sisa harga pesanan saham biasa pada
tanggal 1 juni 2009 yang lalu.
31 Juli 2009 Direksi menyetujui apropriasi (cadangan) laba ditahan untu tidak kepastian sebesar
Rp. 100.000.000,-5
1 September 2009 Menerima pembayaran terakhir atas pesanan saham biasa pada tanggal 1 Juni 2009
yang lalu dan diterbitkan sefertikat saham sejumlah yang telah dipesan.
30 September 2009 Menerbitkan 5.000 Lembar saham biasa yang ditukarkan dengan sebidang tanah.
Harga pasar saham biasa pada waktu itu sebesar Rp. 11.000,- per lembar.
15 Oktober 2009 Mengumukan 15% Deviden Saham kepada seluruh pemegang Saham biasa. Sebanyak
9.000 lembar. Harga Pasar Saham biasa pada saat ini adalah sebesar Rp.12.000,- per
lembar.
31 Desember 2009 Pekiraan Ikhtisar laba rugi dengan saldo kredit sebesar Rp. 166.000.000,- ditutup,
demikian juga dengan perkiraan deviden.
Diminta :
a) Buatlah ayat Jurnal yang diperlukan dalam Pembukuan PT. Vongola Secondo unutuk mencatat
Seluruh transaksi ekuitas pemegang saham yang Terjadi Sepanjang tahun 2009!
b) Menyusun Laporan laba rugi ditahan untuk tahun yang berakhir pada tanggal 31 Desember 2009!
c) Menyajikan bagian modal pemengang Saham di neraca per 31 Desember 2009!
Solusi :
a)
Jurnal
2009
b)
PT. Vongola Secondo
Laporan Laba Ditahan
Untuk Tahun Yang Berakhir 31 Desember 2009
Laba yang Ditahan yang Tidak Dicadangkan :
Saldo Awal Rp.400.000.000,-
Laba Bersih Rp.166.000.000,-
Deviden Tunai (Rp.52.000.000,-)
Deviden Saham (Rp.108.000.000,-)
Dicadang untuk Ketidakpastian (Rp.100.000.000,-) +
Saldo Akhir Rp.306.000.000,-
Laba Ditahan yang Dicadangkan :
Saldo Awal Rp. 0,-
Dicadangkan untuk Ketidakepastian Rp.100.000.000,- +
Saldo Akhir Rp.100.000.000,- +
Total Laba Ditaha, Akhir Rp.406.000.000,-
c)
PT. Vongola Secondo
Neraca (Partial)
31 Desember 2009
Modal Disetor:
JAWABAN :
( a.) Ayat Jurnal Transaksi:
a) Metode Inkremental
Nilai nominal obligasi (9.600 x $500) $4.800.000
Nilai nominal saham (9.600 x $5) 480.000
Saham Biasa Obligasi
Nilai Jual $3.648.000 $4.800.000
Nilai Nominal 480.000 4.800.000
Tambahan Modal Disetor $3.168.000 $ 0
Jurnal :
Kas $ 8.448.000
Agio Saham Biasa $ 3.168.000
Saham Biasa 480.000
Utang obligasi 4.800.000
b) Metode Proporsional
Nilai pasar wajar saham biasa (9.600 x 10 x $40) $ 3.840.000
Nilai pasar wajar obligasi (9.600 x 500) 4.800.000
Nilai pasar wajar agregat $ 8.640.000
Saham Biasa Obligasi
Nilai Jual $3.754.667 $ 4.693.333
Nilai Nominal 480.000 4.800.000
Tambahan Modal Disetor $3.274.667 ($ 106.667)
Jurnal :
Kas $ 8.448.000
Diskonto utang obligasi 106.667
Agio Saham Biasa $ 3.274.667
Saham Biasa 480.000
Utang obligasi 4.800.000
( b.) Menurut pendapat kami, metode proporsional lebih baik digunakan karena alokasi terhadap
saham biasa atau utang obligasi lebih dapat dipertanggung jawabkan karena melalui perhitungan
yang benar-benar dialokasikan.
JAWABAN :
( a.) Ayat jurnal menggunakan metode biaya :
1 Februari 2007
JONES COMPANY
Per 30 April 2007
B. DIVIDEN
I. Pengertian
Dividen merupakan suatu pembagian laba dari perusahaan yang diberikan kepada para
pemegang saham sesuai dengan persentase kepemilikannya (besarnya saham yang dimiliki oleh
para pemegang saham).
Deviden ialah sebuah hasil bagi pendapatan perusahaan secara langsung ataupun tidak
dengan bentuk dan nama apapun.
Deviden yaitu salah satu payback yang disebabkan jumlah likuidasi lebih besar dibanding
jumlah modal yang ditanamkan.
Deviden yakni beberapa pembagian kelebihan atas saham (bonus) yang dijalankan tanpa
melalui setoran. Contoh dari saham bonus yaitu dari kapitalisasi agio saham.
Deviden merupakan salah satu pembagian pendapatan dengan bentuk saham.
Oleh karena itu, pihak manajemen juga harus membuat kebijakan (dividen policy)
tentang besarnya EAT yang akan dibagikan sebagai deviden. Apabila suatu perusahaan
membagi dalam bentuk dividen, maka akan dapat mengurangi sumber dana (kas) dari
keuntungan perusahaan.
Apabila perusahaan ini tidak membagikan sebuah keuntungan (laba) nya sebagai
deviden, maka akan dapat memperbesar sumber dana intern yang akan dapat meningkatkan
kemampuan perusahaan untuk mengembangkan sebuah perusahaan.
Presentase deviden yang dibagi dari EAR disebut sebagai Deviden Payout Ratio (DPR).
2. Stock Dividend
Stock Dividend atau deviden saham merupakan sebuah jenis deviden yang
pembayarannya dalam bentuk saham, bukan dalam bentuk uang tunai. Pembayaran stock
dividend ini harus disarankan adanya sebuah laba atau surplus yang disediakan, dengan
pembayaran saham ini maka saham yang beredara akan meningkat.
3. Property Dividend
Property Dividend atau deviden barang merupakan suatu jenis deviden yang
pembayarannya dalam bentuk barang atau aktiva selain kas. Dalam deviden barang ini yang
bisa dibagi-bagi dalam suatu juga berbagai bentuk barang atau bagian-bagian homogeny dan
juga penyerahannya kepada pemegang saham yang tidak akan mengganggu kelanjutan
perusahaan atau kontinuitas.
4. Scrip Dividend
Scrip Dividend atau deviden hutang merupakan salah satu bentuk deviden yang
pembayarannya berupa surat (scrip) janji hutang. Suatu perseroan juga akan membayar
jumlah tertentu dan pada waktu tertentu, yang dapat disesuaikan dengan apa yang
dicantumkan dalam scrip tersebut.
5. Luquidating Dividend
Luquidating dividend atau deviden likuiditas merupakan sala satu jenis deviden yang
pembagiannya didasarkan pada pengurangan modal perusahaan, bukan berdasarkan pada
keuntungan yang diperoleh perusahaan.
Dividend Yield
Dasar pembagiannya ialah sebuah dividen per saham dibagi harga pasar saham.
Nilai pasar saham perusahaan saat tanggal pengumuman (06 Juli) adalah Rp 2.000 perlembar
saham. PT PinterPandaimemiliki saham yang beredar sebanyak 60.000 lembar saham. Nilai
nominal saham PT PinterPandaiRp 1.500 perlembar saham.
Buatlah:
Penyelesaian:
Karena deviden saham berasal dari laba ditahan. Maka pengumuman deviden akan berpengaruh pada laba ditahan
perusahaan. Laba ditahan akan berkurang (Mendebit laba ditahan)
Pengumuman deviden tunai berarti perusahaan mengakui utang deviden kepada pemegang saham pada saat tanggal
pengumuman tersebut. (Mengkredit utang deviden).
Keterangan :
Utang dividen yang diakui saat pengumuman tereliminasi atau menjadi modal saham biasa
Keterangan :
Utang Dividen Saham Biasa = persentase pembagian dividen X nominal saham X saham beredar
Utang Dividen Saham Biasa = 25% X Rp 1.500 X 60.000 = Rp 22.500.000
Laba Ditahan = persentase pembagian dividen X harga pasar saham X saham beredar
Laba Ditahan = 25 % X Rp 2.000 X 60.000 = Rp 30.000.000
Agio Saham Biasa = persentase pembagian dividen X saham beredar X (harga pasar – harga nominal)
Agio Saham Biasa = 25 % X 60.000 X (Rp 2.000 – Rp 1.500) = Rp 7.500.000
+ Jurnal ketika dividen dibagikan (diterbitkan)
Keterangan :
Sama seperti pencatatan dividen saham dengan nilai nominal, dividen saham yang dibagikan kepada pemegang
saham jumlahnya sama Rp 22.500.000. Agio adalah selisih yang akan masuk pada akun tersendiri disisi pasiva
neraca. Tidak berpengaruh pada jumlah utang dividen saham perusahaan.
2. Diasumsikan akun ekuitas pemegang saham milik PT PinterPandai per 15 Maret 2019 adalah
sebagai berikut:
Saham biasa, nilai nominal Rp 20.000 (2.000.000 lembar saham diterbitkan) = Rp 40 M
Agio saham biasa = Rp 9 M.
Laba Ditahan = 26,6 M.
Pada tanggal 15 Maret 2019 dewan direksi mengumumkan deviden saham sebesar 5%.
Atau 100.000 lembar (2.000.000 lembar x 5%) untuk diterbitkan pada tanggal 10 April 2019
kepada para pemegang saham yang dicatat pada tanggal 31 Maret 2019.
Nilai pasar saham pada tanggal pengumuman adalah Rp 31.000 per lembar.
Buatlah ayat jurnal yang betul:
Mengumumkan dividen saham biasa 5% (100.000 lembar) nilai nominal Rp 20.000 dengan nilai
pasar Rp 31.000 per lembar)
Saldo sebesar Rp 3.100.000.000 dalam dividen saham ditutup ke Laba Ditahan pada tanggal 31
Maret 2019.
Akun dividen saham yang dibagikan terdapat dibagian Modal Disetor di neraca.
Dengan demikian, pengaruh dividen saham adalah memindahkan laba ditahan sebesar Rp
3.100.000.000 ke modal disetor.
Pada tanggal 10 April 2019, jumlah saham beredar meningkat sebesar 100.000 lembar saham
setelah ayat jurnal untuk penerbitan saham dicatat sebagi berikut:
Setelah mengumumkan dividen saham sebesar 6%, perusahaan akan menerbitkan 600 lembar
tambahan (10.000 lembar x 6%).
Pemegang saham yang memiliki 1.000 lembar saham akan menerima 60 lembar tambahan dan
sekarang memiliki 1.060 lembar yang jumlahnya masih merupakan 10% bagian kepemilikan.
Pada tanggal 14 Maret 2019, PT MK Delta Jaya mengumumkan deviden saham sebesar 4%
untuk diterbitkan pada tanggal 15 Mei 2019 kepada para pemegang saham yang dicatat pada
tanggal 1 April 2019.
Harga pasar saham adalah Rp 110.000 per lembar pada tanggal 14 Maret 2019.
Buatlah ayat jurnal untuk mencatat transaksi pada tanggal 14 Maret 2019, 1 April 2019, dan 15
Mei 2019.
= 150.000 x 4% x Rp 110.000
= Rp 660.000.000
= 6.000 x Rp 110.000
= Rp 600.000.000
Agio Saham Biasa:
= Rp 660.000.000 – Rp 600.000.000
= Rp 60.000.000
4. ada tanggal 1 Desember 2017 Direksi PT Kabut mengumumkan pembagian dividen saham
sebesar 5% kepada para pemegang saham yang tercatat pada tanggal 31 Desember 2017 jam
16.00 WIB. Dividen saham ini akan dikeluarkan pada tanggal 10 Januari 2018. Komposisi modal
pada saat pengumuman adalah sebagai berikut:
Modal
Modal Saham:
Pada saat PT Kabut mengumumkan dividen harga saham pada saat itu sebesar Rp Rp 1.300
perlembar. Hitunglah berapa dividen yang harus dikeluarkan beserta buatlah jurnal yang
diperlukan?.
Baca Juga : Bagaimana Cara Menstruktur Usaha Yang Kompleks ?
Jawab:
Jumlah lembar saham yang harus dikeluarkan untuk dividen adalah :
= 250 lembar
= Rp 325.000
Catatan:
Dari contoh soal diatas bahwa dengan dikeluarkannnya dividen saham, jumlah modal dan utang
tidak berubah. Pembagian dividen saham hanya berakibat berpindahnya suatu jumlah tertentu
dari akun laba ditahan ke akun saham biasa
5. pada tanggal 15 Januari, PT Pembangunan Abadi mengumumkan dividen saham sebesar
5% yang akan diterbitkan tanggal 15 Maret kepada pemegang saham, dan dicatat tanggal
1 Februari. Nilai pasar saham pada tanggal pengumuman (15 Januari) adalah Rp
70.000/lembar. Diketahui terdapat 50.000 lembar saham yang beredar dengan nilai
nominal Rp 50.000
Jawaban:
15-
Dividen saham 175.000.000
Jan
(Mengumumkan dividen)
01-
Tidak ada pencatatan ayat jurnal
Feb
15-
Ma Dividen saham yang dibagikan 125.000.000
r
Saham biasa 1
(Menerbitkan saham)
C. EPS
I. Pengertian EPS
(Earning per Share atau Laba per Saham) dan Rumus EPS – Laba per Saham atau dalam
bahasa Inggris disebut dengan Earning per Share yang disingkat dengan EPS adalah bagian
dari laba perusahaan yang dialokasikan ke setiap saham yang beredar. Laba per saham atau
Earning per Share ini merupakan indikator yang paling banyak digunakan untuk menilai
profitabilitas suatu perusahaan.
Laba per saham adalah ukuran profitabilitas yang sangat berguna dan apabila dibandingkan
dengan Laba per Saham pada perusahaan sejenisnya, Laba per Saham ini akan memberikan
suatu gambaran yang sangat jelas tentang kekuatan profitabilitas antara perusahaan yang
bersangkutan dengan perusahaan pembandingnya. Perlu diketahui bahwa perusahaan
pembandingnya harus merupakan perusahaan yang bergerak di jenis industri yang sama.
Earning per Share atau EPS ini apabila dihitung selama beberapa tahun, maka akan
menunjukan apakah profitabilitas perusahaan tersebut semakin membaik atau malah
semakin memburuk. Investor biasanya akan menginvestasikan dananya pada perusahaan
yang Laba per Sahamnya yang terus meningkat.
Pertumbuhan EPS (Earning per Share) merupakan ukuran penting kinerja perusahaan karena
menunjukan berapa banyak uang yang dihasilkan perusahaan untuk pemegang sahamnya.
Tidak hanya karena perubahan keuntungan namun juga setelah semua dampak penerbitan
saham baru.
II. Rumus EPS (Earning per Share atau Laba per Saham)
EPS (Earning per Share atau Lembar per Saham) dihitung dengan membagi laba bersih
setelah pajak dan dividen yang dibagikan dengan jumlah saham yang beredar. Earning per
Share ini dapat dinyatakan dengan rumus EPS dibawah ini :
Laba per Saham (EPS) = (Laba Bersih setelah Pajak – Dividen) / Jumlah Saham yang
Beredar
Jika terjadi perubahan struktur modal (contohnya perubahan jumlah saham) selama perioda
pelaporan, maka saham yang beredar harus dihitung berdasarkan rata-rata tertimbang saham
(weighted average share) yang beredar selama tahun berjalan.
III. Penilaian EPS (Earning per Share atau Laba per Saham)
Umumnya, Laba per Saham yang tinggi menandakan profitabilitas yang lebih baik
dibandingkan dengan Laba per Saham yang rendah. Artinya, perusahaan dapat
menghasilkan laba yang lebih tinggi untuk dibagikan ke pemegang sahamnya. Meskipun
demikian, investor tidak hanya memperhatikan nilai dari Laba per lembar saham ini saja
untuk membuat keputusan membeli atau tidak membeli saham pada perusahaan yang
bersangkutan, karena pada dasarnya EPS ini dapat berubah menjadi tinggi apabila jumlah
saham yang beredar dikurangi.
Terdapat beberapa manfaat dari adanya Earning per Share bagi suatu perusahaan dan
investor, yaitu diantaranya adalah sebagai berikut :
CONTOH SOAL :
1.Perusahaan XXZZ mempunyai saham yang beredar sebanyak 1 juta lembar pada tahun
2016, Laba bersih setelah pajak adalah Rp. 1 miliar. Perusahaan A kemudian memutuskan
untuk membagikan 10% dividen atau sekitar Rp. 100 juta kepada pemegang sahamnya.
Berapakah Earning Per Share (EPS) atau Laba per lembar sahamnya ?
Diketahui :
Jawaban :
Laba per Saham (EPS) = (Laba Bersih setelah Pajak – Dividen) / Jumlah Saham yang
Beredar
Laba per Saham (EPS) = (Rp. 1.000.000.000 – Rp. 100.000.000) / 1.000.000
Laba per Saham (EPS) = Rp. 900.000.000 / 1.000.000
Laba per Saham (EPS) = Rp. 900,-
Jadi Laba per Saham atau Earning per Share (EPS) PT. XXZZ adalah sebesar Rp. 900,-
2.PT. AABB mempunyai saham yang beredar sebanyak 1.500.000 lembar dengan perincian
sebagai berikut :
Laba bersih setelah Pajak PT. AABB adalah sebesar Rp. 1 miliar. Dividen saham yang akan
diberikan kepada pemegang sahamnya adalah sebesar 10% atau Rp. 100 juta dari laba bersih
setelah pajak. Berapakah Earning per Share atau Laba per lembar Sahamnya ?
Diketahui :
Laba per Saham (EPS) = (Laba Bersih setelah Pajak – Dividen) / Jumlah Saham yang
Beredar
Laba per Saham (EPS) = (Rp. 1.000.000.000 – Rp. 100.000.000) / 1.250.000
Laba per Saham (EPS) = Rp. 900.000.000 / 1.250.000
Laba per Saham (EPS) = Rp. 720,-
Jadi Laba per lembar Saham atau Earning per Share (EPS) PT. XXZZ adalah sebesar Rp.
720,-
3.Perusahaan AACAB memiliki 2 juta saham yang beredar pada tahun 2017, laba bersih
setelah pajak adalah Rp. 2 miliar. Perusahaan C kemudian memutuskan untuk membagikan
20% dari dividen atau sekitar RP. 200 juta Jumlah Saham yang beredar = 2.000.000 lembar
saham
Ditanya :
Jawaban :
EPS = (Laba Bersih setelah Pajak – Dividen) / Jumlah Saham yang Beredar
= (Rp. 2.000.000.000 – Rp. 200.000.000) / 2.000.000
= Rp. 900,-
Jadi, Earning per Sahre dari PT. AACAB yaitu sekitar Rp. 900,
4. Kasus I
Pada bulan Desember 2016, PT AGUS MAKNYOS memiliki saham beredar sebanyak
55.000 lembar dengan harga saham biasa Rp500 per lembar dan dari banyaknya
saham yang beredar ada 5.000 lembar saham preferen yang beredar dengan harga
Rp1.000 per lembar.
Pada tahun 2017, PT AGUS MAKNYOS membagikan dividen sebesar Rp35.0000.000.
Selain itu, perusahaan memiliki informasi yang berhubungan dengan saham biasa
sebagai berikut:
a) Pada 1 Maret 2017, perusahaan membeli kembali saham biasa yang beredar
sebanyak 3.000 lembar dengan harga Rp300 per lembar saham.
b) Pada 1 Mei 2017, perusahaan menerbitkan 12.000 lembar saham biasa dnegan
harga Rp550 per lembar saham.
c) Pada 1 Juni 2017, perusahaan menjual kembali saham yang dibeli sebanyak 1.000
lembar dengan harga Rp600 per lembar saham.
d) Pada 1 Agustus 2017, perusahaan mengumumkan pemecahan saham dari 1
menjadi 2.
e) Pada 1 September 2017, perusahaan membeli kembali saham biasa sebanyak
20.000 lembar dengan harga Rp220 per lembar saham.
f) Pada 1 Desember 2017, perusahaan menerbitkan saham biasa sebanyak 10% dari
saham yang beredar.
Hitunglah:
1) Besarnya earning per share (EPS) jika PT AGUS MAKNYOS memperoleh laba
sebesar Rp25.000.000.
2) Berapakah dividen yang diterima oleh pemegang saham preferen dan pemegang
saham biasa?
Jawaban:
1. EPS.
Sebelum menghitung EPS, perlu dihitung besar rata-rata tertimbang saham beredar,
dengan cara:
1 Jan s/d 1 50,
Mar 000 2/12 2 16.667
1 Mar/d 1 47,
Mei 000 2/12 2 15.667
1 Mei s/d 1 59,
Jun 000 1/12 2 9.833
1 Jun s/d 1 60,
Ags 000 2/12 2 20.000
1 Ags s/d 1
Sep 120,000 1/12 10.000
1 Sep s/d 1 100,
Des 000 3/12 25.000
1 Des s/d 110,
31 Des 000 1/12 9.167
Total 106.334
Keterangan:
-Jumlah saham sebesar 50.000 merupakan jumlah saham yang tertera pada soal.
(saham beredar sebanyak 55.000 lembar ...... dan dari banyak sahamm beredar ada
5.000 saham preferen).
Perlu diingat, bahwa dalam menghitung EPS saham preferen tidak disertakan.
-Lama beredar 2/12, merupakan lama waktu saham untuk beredar, dari tanggal 1
Januari hingga 1 Maret yaitu selama 2 bulan dari total keseluruhan 12 bulan dalam
satu tahun.
-Rata-rata tertimbang dihitung dengan cara 50.000 x (2/12) x 2 maka hasilnya adalah
16.667.
-dst.
5.